Anda di halaman 1dari 35

NAMA : BATARA OLOAN SH MH

NIM : 2030112004
TUGAS : MATA KULIAH METODE PENULISAN DISERTASI

Judul Proposal :
Formulasi Kebijakan Hukum Energi Dan Ketenagalistrikan Dalam Pemanfaatan
Limbah Sawit Menuju Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan di
Indonesia

Latar Belakang :

1. Sektor ketenagalistrikan berperan sebagai sarana penting untuk pembangunan


ekonomi berkelanjutan di Indonesia.
2. Telah terbitnya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi dan Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 2009 Tentang Ketenagalistrikan dan pada saat ini Dewan
Perwakilan Rakyat telah mengajukan Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan
Terbarukan dalam prioritas Program Legislasi Nasional.
3. Pemanfaatan sumber energi baru dan terbarukan untuk pembangkit tenaga listrik
yang berasal dari limbah kelapa sawit sebagai pembangkit tenaga listrik Bio Massa
Kelapa Sawit diharapkan mengurangi ketergantungan sumber bahan bakar
pembangkit listrik yang berasal dari minyak bumi dan batubara.
Rumusan Masalah :
1. Bagaimana formulasi kebijakan hukum energi dan ketenagalistrikan dalam
penyediaan dan pemanfaatan energi baru dan terbarukan di Indonesia?
2. Mengapa perlu formulasi kebijakan hukum energi dan ketenagalistrikan dalam
pemanfaatan limbah sawit sebagai sumber pembangkit tenaga listrik?
3. Bagaimana formulasi kebijakan hukum ketenagalistrikan dalam pemanfaatan limbah
sawit dapat mendukung Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan di
Indonesia?
Metode Penelitian :
 Jenis Penelitian adalah penelitian hukum doktrinal, dengan pendekatan hukum
normatif dan data penelitian dianalisis secara preskriptif analitis.
 Pengumpulan data primer dan data sekunder, dengan bahan hukum primer,
sekunder, dan tersier.
 Metode Analisis Data secara Kualitatif, dengan metode induktif-deduktif

Teori Hukum :
 Teori Negara Hukum
 Teori Kepastian Hukum
 Teori Kemanfaatan Hukum
 Teori Hukum Pembangunan
 Teori Pembangunan Berkelanjutan

1
FORMULASI KEBIJAKAN HUKUM ENERGI DAN KETENAGALISTRIKAN
DALAM PEMANFAATAN LIMBAH SAWIT MENUJU PEMBANGUNAN
PERKEBUNAN KELAPA SAWIT BERKELANJUTAN DI INDONESIA

A. LATAR BELAKANG

Sumber daya energi adalah salah satu kekayaan alam yang langsung dikuasai
oleh negara dan dipergunakan sebesar-besar kemakmuran rakyat sebagaimana
disebutkan di dalam Pasal 33 Ayat (2) yang menyebutkan bahwa “Cabang-cabang
produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak
dikuasai oleh negara” kemudian pada ayat (3) nya disebutkan bahwa “Bumi, air dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan
untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Pasal 33 tersebut dapat dimaknai bahwa
energi merupakan salah satu kekayaan alam yang dikuasai oleh negara sekaligus
merupakan cabang produksi yang penting bagi negara dan menyangkut hajat hidup
orang banyak, sebab sektor energi telah menjadi salah satu cabang yang penting yang
meliputi bumi, air dan segala hal yang terkandung di dalam sumber bahan baku
produknya yang dikuasai dan dikelola oleh langsung oleh negara.
Energi merupakan sektor penting bagi pembangunan Indonesia. Tidak hanya
dalam soal pemasukan kepada devisa negara, tetapi juga menentukan dalam
perkembangan kemajuan peradaban Indonesia. Keberadaan energi sangat penting
karena perannya dalam roda politik dan pemerintahan perekonomian, kehidupan
sosial serta pertahanan dan keamanan. Dapat dilihat keterkaitan antara sektor energi
dengan pemerintahan perekonomian yaitu adanya kontribusi sektor energi pada PDB
atau pendapatan suatu negara. Di Indonesia, misalnya, pada tahun 2015 industri migas
berkontribusi secara langsung ke 7.43%1 pendapatan negara melalui penerimaan
negara bukan pajak (PNPB) dan pajak penghasilan (PPh) migas. Dengan demikian,
energi dapat meningkatkan produktivitas serta menggerakkan roda perekonomian
negara, dan untuk mengembangkan suatu industri dibutuhkan sumber energi yang
cukup dan reliable.Semakin berkembangnya sebuah negara, semakin tinggi pula
energi yang ia butuhkan.

1
Berdasarkan APBN-P 2015, Perbandingan total jumlah PNPB Migas dan PPh Migas dibandingkan dengan
pendapatan total, dikutip pada tulisan Cahyawardhani di website
https://www.kompasiana.com/cahyawardhani/5996ffc84869324f020265e4/energi-bahan-bakar-penggerak-
ekonomi-dan-pembangunan?page=3 

2
Indonesia adalah negara yang memiliki keanekaragaman sumber daya alam
yang berlimpah, termasuk sumber daya energi. Peranan Indonesia di bidang energi
sangat besar, misalnya Indonesia adalah salah satu eksportir batubara dan LNG
(Liquefied Natural Gas) terbesar di dunia. Kekayaan tersebut sebenarnya merupakan
modal untuk menjadi negara besar. Namun demikian, sampai saat ini permintaan
energi di Indonesia masih didominasi oleh energi yang tidak terbarukan (energi
fosil).2 Pada tahun 2013, energi fosil menyumbang 94.3 persen dari total kebutuhan
energi (1.357 juta barel setara minyak). Sisanya 5,7 persen dipenuhi dari Energi Baru
dan Terbarukan (selanjutnya disingkat EBT). Dari jumlah tersebut, minyak
menyumbang 49,7 persen, gas alam 20,1 persen, dan batubara 24,5 persen. Separuh
dari minyak untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri harus diimpor, baik dalam
bentuk minyak mentah (crude oil) maupun produk minyak. Dengan kondisi tersebut,
ketahanan energi Indonesia tentu menjadi sangat rentan terhadap gejolak yang terjadi
di pasar global.3
Energi Terbarukan harus segera dikembangkan secara nasional bila tetap
tergantungan energi fosil, ini akan menimbulkan setidaknya tiga ancaman serius
yakni: (1) Menipisnya cadangan minyak bumi yang diketahui (bila tanpa temuan
sumur minyak baru) (2) Kenaikan/ketidakstabilan harga akibat laju permintaan yang
lebih besar dari produksi minyak, dan (3) Polusi gas rumah kaca (terutama CO2)
akibat pembakaran bahan bakar fosil. Kadar CO2 saat ini disebut sebagai yang
tertinggi selama 125,000 tahun belakangan.4 Bila ilmuwan masih memperdebatkan
besarnya cadangan minyak yang masih bisa dieksplorasi, efek buruk CO2 terhadap
pemanasan global telah disepakati hampir oleh semua kalangan. Hal ini menimbulkan
ancaman serius bagi kehidupan makhluk hidup di muka bumi. Oleh karena itu,
pengembangan dan implementasi bahan bakar terbarukan yang ramah lingkungan
perlu mendapatkan perhatian serius.
Data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tahun 2016
menunjukkan bahwa minyak bumi, batubara, dan gas alam masih berperan dominan
dalam pemenuhan kebutuhan energi nasional. Peran minyak bumi dan batubara
masing-masing masih berada di angka 46% dan 21%, serta peran gas alam masih di
2
Aisyah Lailiyah, dkk, Laporan Akhir Kelompok Kerja Analisis dan Evaluasi Hukum Dalam Rangka
Kedaulatan Energi, Pusat Analisis dan Evaluasi Hukum Nasional, Kementerian Hukum dan HAM RI, Tahun
2016, hal. 2
3
Ibid, hal.3
4
Abubakar Lubis, Energi Terbarukan Dalam Pembangunan Berkelanjutan, Jurnal Teknologi Lingkungan,
Badan Pengkajian dan Pengembangan (BPPT), Jakarta, 2007, hal 156

3
kisaran angka 18%. Sementara itu, energi terbarukan hanya berkontribusi sebesar
5%.5 Karakteristik sumber energi fosil bersifat tidak dapat diperbarui (unrenewable)
karena cadangannya terbatas dan terus mengalami penurunan (depletion). Situasi ini
mengimplikasikan adanya kerentanan ketahanan energi nasional. Selain itu,
kerentanan ini juga didorong oleh tingginya permintaan energi dan ketergantungan
terhadap penggunaan bahan bakar fosil yang terus meningkat. Dengan demikian,
sepanjang belum ditemukan cadangan energi (fosil) baru dan teknologi non
konvensional dalam eksplorasi dan eksploitasinya, situasi ketimpangan yang tinggi
antara supply dan demand energi secara nasional akan terus terjadi—Energy use
reductions can be achieved by minimising the energy demand, by rational energy use,
by recovering heat and the use of more green energies. 6
Berdasarkan uraian di atas dan besarnya potensi sumber energi alternatif
khususnya dari sumber terbarukan, memaksa pemerintah untuk memprioritaskan
pengembangan sumber energi baru dan terbarukan (EBT). 7 Tujuannya tentu untuk
mencapai kedaulatan, ketahanan, dan kemandirian energi nasional. Hal ini tidak
berlebihan karena data resmi pemerintah menunjukkan bahwa potensi sumber energi
terbarukan Indonesia mencapai 441,7 GW tetapi baru 9,07 GW atau 2% yang
dimanfaatkan.8 Untuk mencapai upaya ini, pemerintah telah menetapkan visi
pengoptimalan penggunaan EBT. Melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN) misalnya,
pemerintah telah menetapkan peran EBT paling sedikit mencapai 23% dalam bauran
energi nasional pada tahun 2025.
Dengan uraian di atas, sumber daya energi baru dan terbarukan (EBT)
termasuk dalam kategori sumber daya milik negara. Hal ini berarti bahwa

5
Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan Dan Konservasi Energi. (2016). Statistik EBTKE 2016 dikutip
dalam Rancangan Undang-Undang Energi Terbarukan, Pusat Perancangan Undang-Undang, Badan Keahlian
Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia, hal. 2
6
Abdeen Mustafa Omer, 2011, Energy and Environment: Applications and Sustainable Development, British
Journal of Environment & Climate Change 1(4): 152. Juga Sekretariat Jenderal Dewan Energi Nasional, 2016,
Outlook Energi Indonesia Tahun 2016. Jakarta: DEN, dikutip dalam Rancangan Undang-Undang Energi
Terbarukan, Pusat Perancangan Undang-Undang, Badan Keahlian Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia, hal. 2
7
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 Tentang Energi telah mendefinisikan Energi Baru adalah Energi yang
berasal dari Sumber Energi Baru. Sumber energi baru adalah sumber energi yang dapat dihasilkan oleh
teknologi baru baik yang berasal dari sumber energi terbarukan maupun sumber energi tak terbarukan, antara
lain nuklir, hidrogen, gas metana batu bara (coal bed methane), batu bara tercairkan (liquified coal), dan batu
bara tergaskan (gasified coal). Sementara Energi terbarukan adalah energi yang berasal dari sumber energi
terbarukan. Sumber energi terbarukan adalah sumber energi yang dihasilkan dari sumber daya energi yang
berkelanjutan jika dikelola dengan baik, antara lain panas bumi, angin, bioenergi, sinar matahari, aliran dan
terjunan air, serta gerakan dan perbedaan suhu lapisan laut.
8
Ibid, hal.4

4
pengelolaannya pun berada dalam penguasaan negara.9 Arti penting penguasaan
negara terhadap pengelolaan sumber daya EBT didasarkan pada kenyataan bahwa
negara memiliki ketergantungan yang sangat tinggi terhadap potensi pemanfaatannya,
setidak-tidaknya dalam visi negara mengoptimalkan sumber energi yang ramah
lingkungan, murah dan berkelanjutan untuk mencapai pembangunan berkelanjutan.
Terdapat beberapa alasan mendasari penguatan peran negara dalam
pengelolaan EBT ke depan. Pertama, era romantisme sumber energi fosil khusunya
minyak bumi telah usai dan dipastikan tidak bakal kembali lagi. Dalam kurun waktu
sepuluh tahun terakhir, produksi minyak kita terus merosot dari 900 ribuan menjadi
hanya 800 ribuan barel per hari. Kedua, sebagai negara net importir, pemerintah
berada dalam posisi daya tawar yang rendah terhadap tingkat harga energi dunia
seiring dengan semakin tingginya kebutuhan sumber energi dalam negeri di sisi lain.
Akibatnya, pemerintah dipastikan akan semakin terbebani dalam mengelola subsidi
BBM karena sikap fleksibilitas pemerintah itu sendiri untuk tetap menyediakan
subsidi BBM jika tingkat harga minyak dunia sampai keluar dari ambang batas
psikologis kita. Ketiga, lambatnya kinerja pengusahaan sumber EBT selama ini
sementara pada sisi yang lain target 23% pencapaian EBT dalam bauran KEN pada
tahun 2025 dinilai terlalu ambisi. Dalam bauran KEN ditegaskan pentingnya
pengembangan (percepatan) infrastruktur energi (terbarukan).10 Sebagai gambaran,
dari sebuah studi di Malaysia disebutkan bahwa sumber energi bahan bakar
pembangkit tenaga listrik bersifat organik begitu menjanjikan untuk mewujudkan
ketahanan energi—Exploiting organic wastes as source of energy seems a promising
alternative for future’s generation of energy. One of the main wastes in Malaysia is
POME and it can be concluded that POME could be a good source for generating
bioenergy due to its high organic contents. Since there were abundant amount of
POME were generated in the mills, it would be the most reliable renewable energy
source.”11
Usaha-usaha yang dilakukan oleh Pemerintah untuk melakukan ketahanan
energi tertuang dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 Tentang Energi pada
Pasal 5 dinyatakan bahwa untuk menjamin ketahanan energi nasional, pemerintah

9
Rancangan Undang-Undang,Op.cit
10
Rancangan Undang-Undang,Op.cit
11
Nur Izzah Hamna A. Aziz dan Marliah M. Hanafiah, The Potential Of Palm Oil Mill Effluent (POME) As A
Renewable Energy Source, Jurnal Acta Scientifica Malaysia (ASM), Malaysia, 2017 di
https://actascientificamalaysia.com/archives/ASM/2asm2017/2asm2017-09-11.pdf

5
wajib menyediakan cadangan penyangga energi. Menurut Peraturan Pemerintah
Nomor 79 Tahun 2014 Tentang Kebijakan Energi Nasional pada Pasal 1
menyebutkan bahwa ketahanan energi adalah suatu kondisi terjaminnya suatu
ketersediaan energi dan akses masyarakat terhadap energi dalam harga yang
terjangkau dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan perlindungan terhadap
lingkungan hidup. Pada Pasal 14 Peraturan Pemerintah tersebut menyatakan bahwa
cadangan strategis diatur dan dialokasikan oleh Pemerintah untuk menjamin
ketahanan energi jangka panjang.12
Pada tahun 2008 Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi telah
menyusun “Konsepsi Energi Hijau”.13 Dokumen ini memuat pokok-pokok kebijakan
pemerintah dalam pemanfaatan energi terbarukan dalam rangka mewujudkan sistem
ketahanan energi nasional. Konsepsi energi hijau adalah sistem penyediaan dan
pemanfaatan energi di tanah air; merupakan satu kesatuan konsep penyediaan energi
untuk masa kini dan masa mendatang, untuk memenuhi kebutuhan energi saat ini
tanpa mengorbankan kebutuhan energi generasi mendatang dalam upaya menciptakan
pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Sedangkan pembangunan
berkelanjutan secara sederhana didefinisikan sebagai suatu pembangunan yang dapat
memenuhi kebutuhan nasional saat ini serta mampu mengkompromikan kebutuhan
generasi mendatang dengan tetap menjaga stabilitas daya dukung lingkungan.
Dengan demikian, faktor green (hijau, ramah lingkungan) atau pembangunan
berkelanjutan mencakup faktor lingkungan, sosial dan ekonomi, dianggap sebagai
kunci untuk solusi arus lingkungan, masalah ekonomi dan pembangunan, dan telah
berkembang menjadi cetak biru untuk merekonsiliasi kebutuhan ekonomi, sosial dan
lingkungan. Jelaslah bahwa sumber energi tunggal seperti bahan bakar fosil terbatas
dan dengan demikian tidak sesuai dengan karakteristik yang diperlukan untuk
keberlanjutan, sementara yang lain, seperti sumber energi terbarukan, koheren dengan
pembangunan berkelanjutan dalam jangka panjang. Energi Hijau merupakan suatu
sistem atau banyak sistem energi yang yang tidak memiliki pengaruh negatif terhadap
lingkungan, dampak ekonomi dan sosial, disebut sebagai energi hijau. Dan setiap

12
Diska Resha Putra, Donny Yoesgiantoro, Suyono Thamrin, Kebijakan Ketahanan Energi Berbasis Energi
Listrik Pada Bidang Transportasi Guna Mendukung Ketahanan Negara di Indonesia, Sebuah Kerangka
Konseptual, Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Manajemen Pertahanan, Universitas Pertahanan, Bogor,
2020 di alamat website http://jurnal.um-tapsel.ac.id/index.php/nusantara/article/view/2011/1082
13
Gamil Abdullah, Konsep Pemanfaatan Energi Terbarukan (Renewable Energy) menurut Ditjen Listrik dan
Pemanfaatan Energi, 2008 dikutip dari tulisan di website http://gamil-opinion.blogspot.com/2008/12/konsep-
pemanfaatan-energi-terbarukan.html

6
sistem energi yang menurunkan dampak buruk atau mengurangi pengaruh buruk
secara minimum terhadap lingkungan bisa dianggap sebagai energi "hijau". 14 Sistem
energi hijau mencakup unsur-unsur penting yang mempengaruhi dampak dari
penggunaan energi, mulai dari alternatif hijau dan sumber-sumber energi terbarukan,
dan teknologi terkait dengan konversi energi. Kelestarian multifungsi perkebunan
kelapa sawit Indonesia juga dinikmati masyarakat dunia, baik yang terlibat langsung
maupun tidak langsung. Hampir semua negara di seluruh dunia menikmati manfaat
ekonomi/konsumsi produk oleo-pangan dan oleo-kimia melalui perdagangan
internasional. Sebagai satu ekosistem global, masyarakat internasional juga
menikmati jasa kelestarian siklus karbon dioksida, oksigen, dan air yang dihasilkan
dari perkebunan kelapa sawit. Secara empiris fungsi ekonomi dari industri minyak
sawit telah banyak dibuktikan berbagai ahli, antara lain sumber devisa dan pendapatan
negara, pembangunan ekonomi daerah, serta peningkatan pendapatan petani.15
Untuk bidang ketenagalistrikan, pemanfaatan biomassa sebagai sumber energi
pembangkit listrik di Indonesia belum optimal. Untuk urusan pembangkitan tenaga
listrik di Indonesia masih sangat bergantung pada batubara. Batubara berperan hingga
60 persen dalam bauran energi pembangkit listrik di dalam negeri. Sementara sumber
energi terbarukan berperan sekitar 12% (dua belas persen) yang terdiri dari banyak
jenis, yaitu tenaga hidro, bayu, surya, dan panas bumi.16 Selama periode 1990-2008.
Konsumsi energi batubara, gas dan listrik mengalami peningkatan rata-rata per tahun
berturut-turut sebesar 18.01 persen, 12.24 persen dan 6.10 persen. Konsumsi BBM
selama periode 1990-2008 menunjukkan peningkatan rata-rata per tahun sebesar 1.95
persen, namun pada perode 2002-2008 menunjukkan pertumbuhan yang menurun.
Sementara itu, konsumsi energi biomas menunjukkan pertumbuhan yang menurun
dengan rata-rata per tahun sebesar 0.51 persen.17
Energi biomassa diartikan sebagai energi yang terbentuk dan bersifat organik,
sebagaimana dinyatakan oleh Abdeen Mustafa Omner18 “Biomass Energy is The
energy embodied in organic matter (“biomass”) that is released when chemical

14
M. Rifqy Muna, Tinjauan Atas Kebijakan Nasional Untuk Keamanan Energi, Upaya Menciptakan Energi
Hijau dan Pemanfaatan EBT, Makalah untuk Kongres Ilmu Pengetahuan Nasional (KIPNAS) ke X, Jakarta
November 2011 hal. 13
15
Jan Horas V. Purba dan T. Sipayung, Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia Dalam Perspektif Pembangunan
Berkelanjutan, Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI), Jurnal STIE Kesatuan Bogor, hal 83
16
Potensi dari Sawit, dikutip dari website https://www.astra-agro.co.id/2020/07/22/potensi-dari-sawit/
17
Elinur dkk, Perkembangan Konsumsi dan Penyediaan Energi Dalam Perekonomian Indonesia, Indonesian
Journal Of Agricultural Economics (IJEAE), IPB, Bogor, Desember 2010, hal 102
18
Energy Researcher pada Energy Research Institute (ERI), Nottingham, United Kingdom.

7
bonds are broken by microbial disgetion, combustion, or decomposition. Biofuels are
a wide range of fuels which are in some way derived from biomass. The terms cover
solid biomass, liquid fuels, and various biogases. Biofuels are gaining increased
public and scientific attention, driven by factors such as oil price spikes and the need
for increased energy security.19 Menurut Luthfi Parinduri, energi biomassa adalah
bahan organik yang dihasilkan melalui proses fotosintesis, baik berupa produk
maupun buangan. Contoh biomassa antara lain adalah tanaman, pepohonan, rumput,
ubi, limbah pertanian, limbah hutan, tinja, dan kotoran ternak. Selain digunakan untuk
bahan pangan, pakan ternak, minyak nabati, bahan bangunan dan sebagainya,
biomassa juga digunakan sebagai sumber energi (bahan bakar).20
Peningkatan konsumsi energi listrik setiap tahunnya diperkirakan terus
bertambah. Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN (Persero)
tahun 2010-2019 menyebutkan, kebutuhan listrik diperkirakan mencapai 55.000 MW.
Jadi rata-rata peningkatan kebutuhan listrik pertahun adalah 5.500 MW. Dari total
daya tersebut sebanyak 32.000 MW (57%) dibangun sendiri oleh PLN, sedangkan
sisanya yakni 23.500 MW akan dipenuhi oleh pengembang listrik swasta21
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 79 tahun 2014 tentang kebijakan
Energi Nasional, target Energi Baru dan Terbarukan pada tahun 2025 sekitar 23% dan
31% pada tahun 2050. Berdasarkan data Energi Sumber Daya Mineral tahun 2019,
potensi EBT mencapai 432 Giga Watt. Dari potensi tersebut, sekitar 7 Giga Watt yang
telah dimanfaatkan secara komersial. Hingga tahun 2028 akan ada penambahan
sekitar 29 Giga Watt oleh PLN berdasarkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga
Listrik (RUPTL) 2019-2028. Sementara Rencana Umum Energi Daerah (RUED)
yang disusun oleh tiga puluh empat pemerintah provinsi mengindikasikan total
kapasitas terpasang energi terbarukan pada tahun 2025 mencapai 48 Giga Watt.22
Berdasarkan data diatas, kebutuhan masyarakat akan energi listrik terus
bertumbuh setiap tahunnya.23 Dalam waktu yang akan datang kebutuhan listrik akan
19
Abdeen Mustafa Omer, Op.cit., hal. 157
20
Luthfi Parinduri dan Taufik Parinduri, Konversi Biomassa Sebagai Sumber Energi Terbarukan, jurnal
Fakultas Teknik, Juni 2020, di https://jurnal.uisu.ac.id/index.php/jet/article/view/2885/1918, hal. 88
21
Arif Febriansyah Juwito,dkk, Optimalisasi Energi Terbarukan Pada Pembangkit Tenaga Listrik dalam
Menghadapi Desa Mandiri Energi di Mergajaya, Jurnal Ilmiah Semesta Teknika, Universitas Gajah Mada,
2012, hal. 22
22
Nurul Amandha Adistya,dkk, Potensi Energi Panas Bumi, Angin dan Biomassa Menjadi Energi Listrik di
Indonesia, Jurnal Tesla, Program Studi Teknik Elektro, President University, Jakarta, hal. 111
23
Muhammad Azhar dan Dendy Adam Satriawan, Implementasi Kebijakan Energi Baru dan Energi
Terbarukan Dalam Rangka Ketahanan Energi Nasional, Adminitrative Law & Governance Journal,
Universitas Diponegoro, hal. 400

8
terus meningkat seiring dengan adanya peningkatan dan perkembangan baik dari
jumlah penduduk, jumlah investasi, perkembangan teknologi termasuk didalamnya
perkembangan dunia pendidikan untuk semua jenjang pendidikan. Guna memenuhi
pertumbuhan kebutuhan listrik yang semakin meningkat, pemerintah terus berupaya
untuk mengembangkan teknologi dan membangun pembangkit-pembangkit tenaga
listrik yang sesuai dengan asumsi pertumbuhan ekonomi dan proyeksi kebutuhan
listrik.24
Pada dasarnya program pengembangan pembangkit tenaga listrik merupakan
proyek pembangunan ketenagalistrikan yang diharapkan dapat menerapkan secara
maksimal Asas Manfaat dalam pembangunan ketenagalistrikan sesuai Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan. Yang dimaksud dengan
"asas manfaat" adalah bahwa hasil pembangunan ketenagalistrikan harus dapat
dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan kemakrnuran rakyat.25
Seiring dengan meningkatnya kebutuhan terhadap listrik di tanah air, maka
diperlukan segera suatu model kebijakan hukum nasional di bidang energi
ketenagalistrikan untuk dapat menemukan sumber energi alternatif dalam mencapai
tujuan energi ketenagalistrikan yang berkelanjutan sekaligus mewujudkan
kesejahteraan bagi rakyat sebagai perwujudan kedaulatan rakyat Indonesia.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana formulasi kebijakan hukum energi dan ketenagalistrikan dalam


penyediaan dan pemanfaatan energi baru dan terbarukan di Indonesia?
2. Mengapa perlu formulasi kebijakan hukum energi dan ketenagalistrikan dalam
pemanfaatan limbah sawit sebagai sumber pembangkit tenaga listrik?
3. Bagaimana formulasi kebijakan hukum ketenagalistrikan dalam pemanfaatan limbah
sawit dapat mendukung Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan di
Indonesia?

C. TUJUAN PENELITIAN

1. Untuk menganalisis secara komprehensif dan mendalam (holistic) formulasi kebijakan


hukum energi dan ketenagalistrikan dalam penyediaan dan pemanfaatan energi baru
dan terbarukan yang berlaku di Indonesia.
24
Ibid, hal. 400
25
Ibid, hal. 401

9
2. Untuk menganalisis secara komprehensif dan mendalam (holistic) formulasi kebijakan
hukum energi dan ketenagalistrikan dalam pemanfaatan limbah sawit sebagai sumber
pembangkit tenaga listrik.
3. Untuk menemukan dan menganalisis formulasi kebijakan hukum ketenagalistrikan
dalam pemanfaatan limbah sawit yang dapat mendukung Pembangunan Perkebunan
Kelapa Sawit Berkelanjutan di Indonesia.

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmu
pengetahuan baru bagi pengembangan Ilmu Hukum, khususnya Hukum Energi dan
Ketenagalistrikan. Lebih jauh lagi secara teoritis diharapkan dapat menambah informasi
atau wawasan serta memberikan masukan bagi berkembangnya kajian dalam ilmu
hukum, terutama mengenai model kebijakan pemerintah mengenai energi hijau
ketenagalistrikan dalam konsep energi baru dan terbarukan di Indonesia pada saat ini.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis penelitian ini bermanfaat untuk memberikan kontribusi dan informasi
pemikiran dan pertimbangan bagi praktisi dalam menentukan kebijakan di bidang
hukum energi sehingga nantinya dapat diharapkan lebih menekankan pada pemenuhan
kedaulatan rakyat yang bersumber pada kesejahteraan dan kemakmuran rakyat dalam
pemanfaatan energi biomassa kelapa sawit sebagai bahan bakar ketenagalistrikan
dengan dicanangkannya kebijakan energi hijau oleh pemerintah menuju ketahanan
energi yang berkelanjutan di Indonesia.

E. KERANGKA TEORITIS

Kerangka teori merupakan kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori,


thesis mengenai suatu kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi bahan

10
perbandingan, pegangan teoritis yang mungkin disetujui atau tidak disetujui.26 Teori yang
dipakai untuk menganalisis masalah adalah:

a. Teori Negara Hukum

Negara hukum adalah negara yang berdasarkan hukum, hukum memegang


peranan di dalam negara tersebut, yang berintikan unsur-unsur dan asas-asas dasar,
yakni asas pengakuan dan perlindungan martabat serta kebebasan manusia, kebebasan
individu, kelompok, masyarakat etnis, masyarakat nasional, asas kepastian hukum,
asas persamaan (similia similibus), asas demokrasi dan asas pemerintah dan
pejabatnya mengemban fungsi melayani rakyat. Ada beberapa istilah asing yang di
pergunakan sebagai pengertian negara hukum, yakni rechtsstaat, rule of law, dan etat
de droit. Sepintas istilah ini mengandung makna sama, tetapi sebenarnya jika dikaji
lebih jauh terdapat perbedaan-perbedaan yang signifikan. Bahkan dalam
perkembangan pemikiran konsep negara hukum, kedua istilah tersebut juga
berkembang, baik secara teoritis-konseptual maupun dalam rangka praktis-
operasional.27 Konsep rechstaat atau negara hukum merupakan konsep yang sering
diidentikkan dengan Rule of Law. Namun, terdapat perbedaan yang sangat jelas dari
kedua Konsep ini. “Negara Hukum” terdiri dari dua suku kata, negara dan hukum,
yang jika dimaknai secara terpisah tentunya memiliki arti yang berbeda pula. Negara
biasanya di asumsikan sebagai bentuk diplomatik dari suatu entitas nyata
(masyarakat) yang memiliki hukum untuk menjaga keteraturan. Sedangkan hukum
selalu dipahami sebagai produk dari suatu negara yang bertujuan untuk memelihara
ketertiban hukum.28

Rechtsstaat banyak dianut di negara-negara Eropa Kontinental yang bertumpu


pada sistem civil law, sedangkan the rule of law banyak dikembangkan di negara-
negara dengan tradisi anglo-saxon yang bertumpu pada sistem common law.
Perbedaan kedua konsep tersebut adalah bahwa pada civil law lebih menitikberatkan
pada administrasi, sedangkan common law menitikberatkan pada yudisial. Konsep
rechtsstaat mengutamakan prinsip wetmatigheid yang kemudian menjadi
rechtsmatigheid, sedangkan the rule of law mengutamakan equality before the law29

26
M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu Dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994, hal. 80
27
Majda El. Muhtaj, Hak Asasi Manusia Dalam Konstitusi Indonesia, Kencana, Jakarta, 2005 hal. 21.
28
Jeffry Alexander Ch. Likadja, Memaknai Hukum Negara (Law Through State) dalam Bingkai Negara
Hukum (Rechstaat), Hasanuddin Law Review, No.1-2015.
29
Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Bina Ilmu, Surabaya, 1987, hal. 82.

11
Menurut Arief Sidharta, mengutip pendapat dari Scheltema, yang merumuskan
pandangannya tentang unsur-unsur dan asas-asas negara hukum secara baru, yaitu
meliputi lima (5) hal sebagai berikut:30

a) Pengakuan, penghormatan, dan perlindungan hak asasi manusia yang


berakar dalam penghormatan atas martabat manusia (human dignity);
b) Berlakunya asas kepastian hukum. Negara hukum untuk bertujuan
menjamin bahwa kepastian hukum terwujud dalam masyarakat. Hukum
bertujuan untuk mewujudkan kepastian hukum dan prediktabilitas yang
tinggi, sehingga dinamika kehidupan bersama dalam masyarakat bersifat
“predictable”.
c) Berlakunya persamaan (Similia Similius atau Equality before the Law)
dalam negara hukum, pemerintah tidak boleh mengistimewakan orang atau
kelompok orang tertentu, atau memdiskriminasikan orang atau kelompok
orang tertentu.
d) Asas demokrasi di mana setiap orang mempunyai hak dan kesempatan
yang sama untuk turut serta dalam pemerintahan atau untuk mempengaruhi
tindakan-tindakan pemerintahan.
e) Pemerintah dan pejabat mengemban amanat sebagai pelayan masyarakat
dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan tujuan
bernegara yang bersangkutan. Hukum memiliki posisi di dalam sistem
ketatanegaraan berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945), Pasal 1 ayat (3)
dinyatakan secara tegas bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum”.
Konsekuensi logis sebagai negara hukum tentu saja harus mampu
mewujudkan supremasi hukum, sebagai salah satu prasyarat bagi suatu
negara hukum. Norma dasar tersebut mengisyaratkan bahwa hukum bukan
menjadi alat untuk kepentingan penguasa ataupun kepentingan politik yang
dapat menimbulkan sikap diskriminatif dari aparat penegak hukum dalam
melaksanakan tugasnya. Hukum ditegakkan demi pencapaian keadilan dan
ketertiban bagi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.

30
I Made Hendra Wijaya, Menentukan Konsep Negara Hukum Indonesia, http://jurnal.unmas.ac.id/
index.php/Prosemfhunmas/article/view/826/767 hal. 200

12
Gagasan Negara Hukum itu dibangun dengan mengembangkan perangkat
hukum itu sendiri sebagai suatu sistem yang fungsional dan berkeadilan,
dikembangkan dengan menata supra struktur dan infra struktur kelembagaan politik,
ekonomi dan social yang tertib dan teratur, serta dibina dengan membangun budaya
dan kesadaran hukum yang rasional dan impersonal dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Untuk itu, sistem hukum itu perlu dibangun (law making)
dan ditegakkan (law enforcing) sebagaimana mestinya, dimulai dengan konstitusi
sebagai hukum yang paling tinggi kedudukannya. Untuk menjamin tegaknya
konstitusi itu sebagai hukum dasar yang berkedudukan tertinggi (the supreme law of
the land), dibentuk pula sebuah Mahkamah Konstitusi yang berfungsi sebagai ‘the
guardian’ dan sekaligus ‘the ultimate interpreter of the constitution’.31

b. Teori Kepastian Hukum

Menurut Hans Kelsen, hukum adalah sebuah sistem norma. Norma adalah
pernyataan yang menekankan aspek “seharusnya” atau das sollen dengan menyertakan
beberapa peraturan tentang apa yang harus dilakukan. Norma-norma adalah produk dan
aksi manusia yang deliberative. UndangUndang yang berisi aturan-aturan yang bersifat
umum menjadi pedoman bagi individu bertingkah laku dalam bermasyarakat, baik
dalam hubungan dengan sesama individu maupun dalam hubungan dengan masyarakat.
Aturan-aturan itu menjadi batasan bagi masyarakat dalam membebani atau melakukan
tindakan terhadap individu. Adanya aturan itu dan pelaksanaan aturan tersbut
menimbulkan kepastian hukum.32

Menurut Sudikno Mertukusumo, kepastian hukum merupakan sebuah jaminan


bahwa hukum tersebut harus dijalankan dengan cara yang baik. Kepastian hukum
menghendaki adanya upaya pengaturan hukum dalam perundang-undangan yang dibuat
oleh pihak yang berwenang dan berwibawa, sehingga aturan-aturan itu memiliki aspek
yuridis yang dapat menjamin adanya kepastian bahwa hukum berfungsi sebagai suatu
peraturan yang harus ditaati.33

Menurut Gustav Radbruch, hukum harus mengandung 3 (tiga) nilai identitas


hukum, yaitu sebagai berikut:

31
Jimly Asshiddiqie, Gagasan Negara Hukum Indonesia, Makalah, di https://www.academia.edu/9294840/
Gagasan_Negara_Hukum_Indonesia, hal 1
32
Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana, Jakarta, 2008, hal. 58.
33
Asikin zainal, 2012, Pengantar Tata Hukum Indonesia, Rajawali Press, Jakarta

13
1) Asas kepastian hukum (rechmatigheid), Asas ini meninjau dari sudut yuridis.
2) Asas keadilan hukum (gerectigheit), Asas ini meninjau dari sudut filosofis,
dimana keadilan adalah kesamaan hak untuk semua orang di depan
pengadilan.
3) Asas kemanfaatan hukum (zwechmatigheid) atau doelmatigheid atau utility.

Tujuan hukum yang mendekati realistis adalah kepastian hukum dan


kemanfaatan hukum. Kaum Positivisme lebih menekankan pada kepastian hukum,
sedangkan Kaum Fungsionalis mengutamakan kemanfaatan hukum, dan sekiranya
dapat dikemukakan bahwa “summon ius, summa injuria, summa lex, summa crux”
yang artinya adalah hukum yang keras dapat melukai, kecuali keadilan yang dapat
menolongnya, dengan demikian kendatipun keadilan bukan merupakan tujuan hukum
satu-satunya akan tetapi tujuan hukum yang substantive adalah keadilan.34

Menurut Utrecht, kepastian hukum mengandung dua pengertian, yaitu pertama


adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang
boleh atau tidak boleh dilakukan, dan kedua, berupa keamanan hukum bagi individu
dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan yang bersifat umum itu
individu dapat mengetahu apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh Negara
terhadap individu. Kepastian hukum ini berasal dari ajaran Yuridis-Dogmatik yang
didasarkan pada aliran pemikiran Positivisme di dunia hukum yang cenderung melihat
hukum sebagai sesuatu yang otonom yang mandiri, karena bagi penganut aliran ini,
tujuan hukum tidak lain sekedar menjamin terwujudnya oleh hukum yang bersifat
umum. Sifat umum dari aturan-aturan hukum membuktikan bahwa hukum tidak
bertujuan untuk mewujudkan keadilan atau kemanfaatan, melainkan semata-mata untuk
kepastian.35

Dalam menegakkan hukum ada tiga unsur yang harus diperhatikan, yaitu:
kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan. Ketiga unsur tersebut harus ada
kompromi, harus mendapat perhatian secara proporsional seimbang. Tetapi dalam
praktek tidak selalu mudah mengusahakan kompromi secara proporsional seimbang
antara ketiga unsur tersebut. Tanpa kepastian hukum orang tidak tahu apa yang harus
diperbuatnya dan akhirnya timbul keresahan. Tetapi terlalu menitik beratkan pada
kepastian hukum, terlalu ketat mentaati peraturan hukum akibatnya kaku dan akan
34
Dosminikus Rato,Filasafat Hukum Mencari dan Memahami Hukum,PT Presindo,Yogyakarta, 2010, hal. 59
35
Riduan Syahrani, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, Citra Aditya, Bandung, 1999, hal. 23

14
menimbulkan rasa tidak adil. Dari uraian tersebut didapatkan tujuan dari penyusunan
Undang-Undang Energi Baru dan Terbarukan adalah:

1) Untuk meletakan dasar-dasar bagi penyusunan hukum energi nasional.


2) Menjadi dasar dalam mewujudkan kesatuan dan kesederhanaan dalam
pengimplementasian hukum energi nasional.
3) Menjadi dasar dalam mewujudkan kepastian hukum mengenai hak ekonomi bagi
seluruh rakyat Indonesia Artinya kepastian hukum dalam bidang hukum energi
yang mewujudkan keseimbangan hak antara negara dan rakyat dalam pengusahaan
dan penyelenggaraan energi nasional yang berkelanjutan di tanah air.

c. Teori Kemanfaatan Hukum

Eksistensi hukum bertujuan untuk memberikan keamanan dan ketertiban serta


menjamin adanya kesejahteraan yang diperoleh masyarakat dari Negara sebagai
payung bermasyarakat. Kaidah hukum di samping kepentingan manusia terhadap
bahaya yang mengancamnya, juga mengatur hubungan di antara manusia. 36
Masyarakat yang berkembang pesat dalam bernegara, dipengaruhi oleh
perkembangan jaman, sehingga kebutuhan harus dipenuhi sesuai jamannya. Untuk itu
perlu hukum yang kontekstual dalam arti dapat mengakomodir praktik-praktik sosial
di masyarakat dengan diatur oleh norma hukum. Ajaran-ajaran hukum yang dapat
diterapkan agar tercipta korelasi antara hukum dan masyarakatnnya, yaitu hukum
sosial yang lebih kuat dan lebih maju daripada ajaran-ajaran yang diciptakan oleh
hukum perseorangan.37

Artikulasi hukum ini akan menciptakan hukum yang sesuai cita-cita


masyarakat karenanya muara hukum tidak hanya keadilan dan kepastian hukum, akan
tetapi aspek kemanfaatan juga harus terpenuhi. Penganut mazhab utilitarianisme
memperkenalkan tujuan hukum yang ketiga, disamping keadilan dan kepastian
hukum. Dilanjutkannya, tujuan hukum itu adalah untuk kemanfaatan bagi seluruh
orang.

Kemanfaatan merupakan hal yang paling utama didalam sebuah tujuan


hukum. Mengenai pembahasan tujuan hukum terlebih dahulu diketahui apakah yang
diartikan dengan tujuannya sendiri dan yang mempunyai tujuan hanyalah manusia

36
Sudikno Mertokusumo, 2011, Teori Hukum, Cetakan ke 1, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, hal. 11.
37
Alvin S. Johnson, 2006, Sosiologi Hukum, Cetakan ke 3, Asdi Mahastya, hal. 204.

15
akan tetapi hukum bukanlah tujuan manusia, hukum hanyalah salah satu alat untuk
mencapai tujuan dalam hidup bermasyarakat dan bernegara. Tujuan hukum bisa
terlihat dalam fungsinya sebagai fungsi perlindungan kepentingan manusia, hukum
mempunyai sasaran yang hendak dicapai. Jika kita lihat defenisi manfaat dalam
kamus besar bahasa Indonesia manfaat secara terminologi bisa diartikan guna atau
faedah.38

Teori utilitarianisme,39 merupakan aliran yang meletakan kemanfaatan sebagai


tujuan utama hukum adapun ukuran kemanfaatan hukum yaitu kebahagian yang
sebesar-besarnya bagi orang-orang. Penilaian baik buruk, adil atau tidaknya hukum
tergantung apakah hukum mampu memberikan karena utilitarianisme meletakan
kemanfaatan sebagai tujuan utama dari hukum, sehingga diharapkan budaya hukum
mempunyai korelasi dalam pembentukan hukum. Menurut aliran Utilitarianisme,
penegakan hukum mempunyai tujuan berdasarkan manfaat tertentu (teori manfaat
atau teori tujuan), dan bukan hanya sekedar membalas perbuatan pembuat pidana,
bukanlah sekedar untuk melakukan pembalasan atau pengimbalan kepada orang yang
melakukan tindak pidana, tetapi mempunyai tujuan-tujuan tertentu yang bermanfaat.
Kemanfaatan disini diartikan sebagai kebahagiaan (happiness). Hukum yang baik
adalah hukum yang memberikan kebahagiaan bagi banyak orang.40

Penganut aliran utilitis adalah Jeremy Bentham, John Stuart Mill, dan Rudolf
von Jhering. Jeremy Bentham (1748-1832) salah satu tokoh yang mengemukakan
aliran utilitarianisme, Bentham menerapkan salah satu prinsip aliran utilitarianisme ke
dalam lingkungan hidup, yaitu manusia akan bertindak untuk mendapatkan
kebahagiaan yang sebesar-besarnya dan mengurangi penderitaan. Ukuran baik-
buruknya suatu perbuatan manusia tergantung pada apakah perbuatan tersebut
mendatangkan kebahagiaan atau tidak. Pembentuk undang-undang hendaknya dapat
melahirkan undang-undang yang dapat mencerminkan keadilan bagi semua individu.
Dengan berpegang pada prinsip tersebut, perundangan itu hendaknya dapat
memberikan kebahagian terbesar bagi sebagain besar masyarakat (the greates
happiness for the greatest number).41 Tujuan perundang-undangan menurut Bentham

38
KBBI, http://kbbi.web.id/manfaat
39
Moh. Erwin, 2011, Filsafat Hukum, Refleksi Kritis terhadap Hukum, Rajawali Press, Jakarta, hal. 179
40
Hasaziduhu Moho, Penegakan Hukum Di Indonesia Menurut Aspek Kepastian Hukum, Keadilan, dan
Kemanfaatan, Jurnal Warta Edisi 59, Universitas Dharmawangsa, Januari 2019
41
H. Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, 2012, Pengantar Filsafat Hukum, Mandar Maju, Bandung, hal. 60- 61

16
adalah untuk menghasilkan kebahagiaan bagi masyarakat. Untuk itu perundang-
undangan harus berusaha untuk mencapai empat tujuan, yaitu:42

a) To provide subsistence (untuk memberikan nafkah hidup);


b) To provide abundance (untuk memberikan makanan yang berlimpah);
c) To provide security (untuk memberikan perlindungan);
d) To attain equity (untuk mencapai persamaan).
Eksistensi masyarakat, sejatinya dapat mempengaruhi lahirnya produk hukum,
karena norma tersebut yang akan dirasakan secara langsung oleh masyarakat holistik.
Kealpaan legilslator dalam memerhatikan norma di masyarakat saat mengadakan
kompromi-kompromi regulasi menghambat pembangunan hukum dan/atau
pembangunan masyarakat. Cita-cita hukum pun tidak terwujudkan dengan baik,
karena objek dari hukum tidak merasakan fungsi dari peraturan perundang-undangan
yang dibentuk. Sejatinya hukum berperan sebagai instrumen yang memberikan
manfaat kepada masyarakat holistik. Dengan demikian tujuan hukum, bagi penganut
teori utilitas atau teori kemanfaatan adalah kebahagiaan yang sebesar-besarnya bagi
individu yang sebanyak-banyaknya.

d. Teori Hukum Pembangunan

Teori Hukum Pembangunan dari Mochtar Kusumaatmaja ada beberapa


argumentasi krusial mengapa Teori Hukum Pembangunan tersebut banyak mengundang
banyak atensi, yang apabila dijabarkan aspek tersebut secara global adalah sebagai
berikut:43 Pertama, Teori Hukum Pembangunan sampai saat ini adalah teori hukum yang
eksis di Indonesia karena diciptakan oleh orang Indonesia dengan melihat dimensi dan
kultur masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, dengan tolok ukur dimensi teori hukum
pembangunan tersebut lahir, tumbuh dan berkembang sesuai dengan kondisi Indonesia
maka hakikatnya jikalau diterapkan dalam aplikasinya akan sesuai dengan kondisi dan
situasi masyarakat Indonesia yang pluralistik. Kedua, secara dimensional maka Teori
Hukum Pembangunan memakai kerangka acuan pada pandangan hidup (way of life)
masyarakat serta bangsa Indonesia berdasarkan asas Pancasila yang bersifat kekeluargaan

42
Teguh Prasetyo, 2013, Filsafat, Teori, dan Ilmu Hukum, Pemikiran Menuju Masyarakat yang Berkeadilan
dan Bermartabat, RajaGrafindo Persada, Jakarta, h. 112
43
Lilik Mulyadi, Teori Hukum Pembangunan Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, S.H., LL.M, Sebuah
Kajian Deskriftif Analitis, artikel hukum, 2016, dikutip dari
https://badilum.mahkamahagung.go.id/upload_file/img/article/doc/kajian_deskriptif_analitis_teori_hukum_pem
bangunan.pdf

17
maka terhadap norma, asas, lembaga dan kaidah yang terdapat dalam Teori Hukum
Pembangunan tersebut relatif sudah merupakan dimensi yang meliputi structure (struktur),
culture (kultur) dan substance (substansi) sebagaimana dikatakan oleh Lawrence W.
Friedman.44 Ketiga, pada dasarnya Teori Hukum Pembangunan memberikan dasar fungsi
hukum sebagai “sarana pembaharuan masyarakat”.45 (law as a tool social engeneering)
dan hukum sebagai suatu sistem sangat diperlukan bagi bangsa Indonesia sebagai negara
yang sedang berkembang.46

Teori hukum pembangunan Mochtar Kusumaatmadja memiliki pokok-pokok pikiran


tentang hukum yaitu:47 Pertama, bahwa arti dan fungsi hukum dalam masyarakat direduksi
pada satu hal yakni ketertiban (order) yang merupakan tujuan pokok dan pertama dari
segala hukum. Kebutuhan terhadap ketertiban ini merupakan syarat pokok (fundamental)
bagi adanya suatu masyarakat yang teratur dan merupakan fakta objektif yang berlaku
bagi segala masyarakat manusia dalam segala bentuknya. Untuk mencapai ketertiban
dalam masyarakat maka diperlukan adanya kepastian dalam pergaulan antar manusia
dalam masyarakat.

Disamping itu, tujuan lain dari hukum adalah tercapainya keadilan yang berbeda-beda
isi dan ukurannya, menurut masyarakat dan zamannya. Kedua, bahwa hukum sebagai
kaidah sosial, tidak berarti pergaulan antara manusia dalam masyarakat hanya diatur oleh
hukum, namun juga ditentukan oleh agama, kaidah-kaidah susila, kesopanan, adat
kebiasaan dan kaidah-kaidah sosial lainya. Oleh karenanya, antara hukum dan kaidah-
kaidah sosial lainnya terdapat jalinan hubungan yang erat antara yang satu dan lainnya.
Namun jika ada ketidaksesuaian antara kaidah hukum dan kaidah sosial, maka dalam
penataan kembali ketentuan-ketentuan hukum dilakukan dengan cara yang teratur, baik
mengenai bentuk, cara maupun alat pelaksanaannya.  Ketiga, bahwa hukum dan
kekuasaan mempunyai hubungan timbal balik, dimana hukum memerlukan kekuasaan
bagi pelaksanaanya karena tanpa kekuasaan hukum itu tidak lain akan merupakan kaidah
sosial yag berisikan anjuran belaka. Sebaliknya kekuasaan ditentukan batas-batasnya oleh
hukum. Secara populer dikatakan bahwa hukum tanpa kekuasaan adalah angan-angan,
kekuasaan tanpa hukum adalah kelaliman. Keempat, bahwa hukum sebagai kaidah sosial
tidak terlepas dari nilai (values) yang berlaku di suatu masyarakat, bahkan dapat dikatakan
44
Ibid.hal 1
45
Ibid.hal 2
46
Ibid.hal 2
47
Mochtar Kusumaatmadja di dalam Otje Salman dan Eddy Damian, Konsep-Konsep Hukum dalam
Pembangunan, Alumni, Bandung, 2002, hal 3-15

18
bahwa hukum itu merupakan pencerminan dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat.
Sehingga dapat dikatakan bahwa hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan
hukum yang hidup (The living law) dalam masyarakat yang tentunya merupakan
pencerminan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat itu sendiri. Kelima, bahwa hukum
sebagai alat pembaharuan masyarakat artinya hukum merupakan suatu alat untuk
memelihara ketertiban dalam masyarakat. Fungsi hukum tidak hanya memelihara dan
mempertahankan dari apa yang telah tercapai, namun fungsi hukum tentunya harus dapat
membantu proses perubahan masyarakat itu sendiri. Penggunaan hukum sebagai alat untuk
melakukan perubahan-perubahan kemasyarakatan harus sangat berhati-hati agar tidak
timbul kerugian dalam masyarakat sehingga harus mempertimbangkan segi sosiologi,
antroplogi kebudayaan masyarakat.

Sehubungan dengan teori hukum pembangunan, Mochtar Kusumaatmadja


menjelaskan bahwa hakikat pembangunan dalam arti seluas-luasnya yaitu meliputi segala
segi dari kehidupan masyarakat dan tidak terbatas pada satu segi kehidupan. Masyarakat
yang sedang membangun dicirikan oleh perubahan sehingga peranan hukum dalam
pembangunan adalah untuk menjamin bahwa perubahan itu terjadi dengan cara yang
teratur. Perubahan yang teratur demikian dapat dibantu oleh perundang-undangan atau
keputusan pengadilan atau bahkan kombinasi dari kedua-duanya, sehingga dapat
dikatakan bahwa hukum menjadi suatu alat yang tidak dapat diabaikan dalam proses
pembangunan.48 Adapun masalah-masalah dalam suatu masyarakat yang sedang
membangun yang harus diatur oleh hukum secara garis besar dapat dibagi dalam dua
golongan besar yaitu : Pertama, masalah-masalah yang langsung mengenai kehidupan
pribadi seseorang dan erat hubungannya dengan kehidupan budaya dan spritual
masyarakat, Kedua, masalah-masalah yang bertalian dengan masyarakat dan kemajuan
pada umumnya dikaitkan dengan faktor-faktor lain dalam masyarakat terutama faktor
ekonomi, sosial dan kebudayaan, serta bertambah pentingnya peranan teknologi dalam
kehidupan masyarakat moderen.49

Jika dikaji secara substansial, maka teori hukum pembangunan merupakan hasil
modifikasi dari Teori Roscoe Pound Law as a tool of social enginering yang di negara
Barat yang dikenal sebagai aliran Pragmatig legal realism yang kemudian diubah menjadi
hukum sebagai sarana pembangunan. Hukum sebagai sarana pembangunan adalah bahwa

48
Ibid, hal 19-20
49
Ibid, hal 90

19
hukum dalam arti kaidah atau peraturan hukum berfungsi sebagai alat (pengatur) atau
sarana pembangunan dalam arti penyalur arah kegiatan manusia kearah yang dikehendaki
oleh pembangunan disamping fungsi hukum untuk menjamin adanya kepastian dan
ketertiban (order)50

Pengembangan teori hukum sebagai sarana pembangunan masyarakat di Indonesia


memiliki jangkauan dan ruang lingkup yang lebih lebih luas jika dibandingkan dari tempat
asalnya sendiri karena beberapa alasan, yaitu:51 Pertama, bahwa dalam proses pembaruan
hukum di Indonesia lebih menonjolkan pada perundang-undangan walaupun yurisprudensi
juga memegang peranan, berbeda dengan keadaan di Amerika dimana teori Roscoe Pound
ditujukan pada pembaruan dari keputusan-keputusan pengadilan khususya Supreme
Court sebagai mahkamah tertinggi. Kedua, bahwa dalam pengembangan di Indonesia,
masyarakat menolak pandangan aplikasi mechanistis yang teradapat pada konsepsi Law as
a tool of social engineering yang digambarkan dengan kata tool yang akan mengakibatkan
hasil yang tidak banyak berbeda dengan penerapan legisme dalam sejarah hukum yang
dahulu pernah diterapkan oleh Hindia Belanda, namun masyarakat Indonesia lebih
memaknai hukum sebagai sarana pembangunan serta dipengaruhi pula oleh pendekatan-
pendekatan filasafat budaya dari Northrop dan pendekatan Policy oriented. Ketiga, bahwa
bangsa Indonesia sebenarnya telah menjalankan asas hukum sebagai alat pembaruan,
sehingga pada hakikatnya konsepsi tersebut lahir dari masyarakat Indonesia sendiri
berdasarkan kebutuhan yang mendesak dan dipengaruhi faktor-faktor yang berakar dalam
sejarah masyarakat bangsa Indonesia.

e. Teori Pembangunan Berkelanjutan

Konsep pembangunan berkelanjutan sebenarnya sejak sudah lama menjadi


perhatian para ahli. Namun istilah keberlajutan (sustainability) sendiri baru muncul
beberapa dekade yang lalu, walaupun perhatian terhadap keberlanjutan sudah dimulai
sejak Malthus pada tahun 1798 yang mengkhawatirkan ketersedian lahan di Inggris
akibat ledakan penduduk yang pesat. Satu setengah abad kemudian, perhatian terhadap
keberlanjutan ini semakin mengental setelah Meadow dan kawan-kawan pada tahun
1972 menerbitkan publikasi yang berjudul The Limit to Growth (Meadowet al.,1972)52
50
Ibid, hal 88
51
Ibid, hal 83-85
52
Askar Jaya, Tugas Individu, Konsep Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development), 2004,
program S3 Institut Pertanian Bogor, Bogor, hal. 2

20
dalam kesimpulannya, bahwa pertumbuhan ekonomi akan sangat dibatasi oleh
ketersediaan sumber daya alam. Dengan ketersediaan sumber daya alam yang terbatas,
arus barang dan jasa yang dihasilkan dari sumber daya alam tidak akan selalu bisa
dilakukan secara terus menerus (on sustainable basis).53

Meskipun mendapat kritikan yang tajam dari para ekonom karena lemahnya
fundamental ekonomi yang digunakan dalam model The Limit to Growth, namun buku
tersebut cukup menyadarkan manusia akan pentingnya pembangunan yang
berkelanjutan. Karena itu perhatian terhadap aspek keberlanjutan ini mencuat kembali
ketika pada tahun 1987 World Commission on Environment and Development (WCED)
atau dikenal sebagai Brundland Commission menerbitkan buku berjudul Our Common
Future. Publikasi ini kemudian memicu lahirnya agenda baru mengenai konsep
pembangunan ekonomi dan keterkaitannya dengan lingkungan dalam konteks
pembangunan yang berkelanjutan. Agenda ini sekaligus menjadi tantangan konsep
pembangunan ekonomi neo-klasikal yang merupakan konsep pembangunan
konvensional yang selama ini dikenal, yang menyatakan bahwa sustainable
development is one that meets the needs of the present without comprimising the ability
of the future generations to meet their own need atau pembangunan berkelanjutan
adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengorbankan hak
pemenuhan kebutuhan-kebutuhan generasi yang akan datang. Pembangunan
berkelanjutan adalah sebagai upaya manusia untuk memperbaiki mutu kehidupan
dengan tetap berusaha tidak melampaui ekosistem yang mendukung kehidupannya.
Dewasa ini masalah pembangunan berkelanjutan telah dijadikan sebagai isu penting
yang perlu terus disosialisasikan ditengah masyarakat.54

Menurut Emil Salim, Pembangunan berkelanjutan bertujuan untuk


meningkatkan kesejahteraan masyarakat, untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi
manusia. Pembangunan yang berkelanjutan pada hekekatnya ditujukan untuk mencari
pemerataan pembangunan antar generasi pada masa kini maupun masa mendatang.
Menurut KLH (1990) pembangunan (yang pada dasarnya lebih berorientasi ekonomi)
dapat diukur keberlanjutannya berdasarkan tiga kriteria yaitu : (1) Tidak ada
pemborosan penggunaan sumber daya alam atau depletion of natural resources; (2)
Tidak ada polusi dan dampak lingkungan lainnya; (3) Kegiatannya harus dapat

53
Ibid, hal.2
54
Ibid,hal. 2

21
meningkatkan useable resources ataupun replaceable resource. 3 Senada dengan
konsep diatas, Sutamihardja (2004)55, menyatakan sasaran pembangunan berkelanjutan
mencakup pada upaya untuk mewujudkan terjadinya:

a. Pemerataan manfaat hasil-hasil pembangunan antar generasi


(intergenaration equity) yang berarti bahwa pemanfaatan sumberdaya alam
untuk kepentingan pertumbuhan perlu memperhatikan batas-batas yang wajar
dalam kendali ekosistem atau sistem lingkungan serta diarahkan pada
sumberdaya alam yang replaceable dan menekankan serendah mungkin
eksploitasi sumber daya alam yang unreplaceable.
b. Safeguarding atau pengamanan terhadap kelestarian sumber daya alam dan
lingkungan hidup yang ada dan pencegahan terjadi gangguan ekosistem
dalam rangka menjamin kualitas kehidupan yang tetap baik bagi generasi
yang akan datang.
c. Pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam semata untuk kepentingan
mengejar pertumbuhan ekonomi demi kepentingan pemerataan pemanfaatan
sumberdaya alam yang berkelanjutan antar generasi.
d. Mempertahankan kesejahteraan rakyat (masyarakat) yang berkelanjutan baik
masa kini maupun masa yang mendatang (inter temporal).
e. Mempertahankan manfaat pembangunan ataupun pengelolaan sumberdaya
alam dan lingkungan yang mempunyai dampak manfaat jangka panjang
ataupun lestari antar generasi.
f. Menjaga mutu ataupun kualitas kehidupan manusia antar generasi sesuai
dengan habitatnya.

Dari sisi ekonomi Fauzi (2004)56 setidaknya ada tiga alasan utama mengapa
pembangunan ekonomi harus berkelanjutan. Pertama menyangkut alasan moral.
Generasi kini menikmati barang dan jasa yang dihasilkan dari sumber daya alam dan
lingkungan sehingga secara moral perlu untuk memperhatikan ketersediaan sumber
daya alam tersebut untuk generasi mendatang. Kewajiban moral tersebut mencakup
tidak mengekstraksi sumber daya alam yang dapat merusak lingkungan, yang dapat
menghilangkan kesempatan bagi generasi mendatang untuk menikmati layanan yang
sama. Kedua, menyangkut alasan ekologi, Keanekaragaman hayati misalnya, memiliki
nilai ekologi yang sangat tinggi, oleh karena itu aktivitas ekonomi semestinya tidak
diarahkan pada kegiatan pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan semata yang
pada akhirnya dapat mengancam fungsi ekologi. Faktor ketiga, yang menjadi alasan
perlunya memperhatikan aspek keberlanjutan adalah alasan ekonomi. Alasan dari sisi
ekonomi memang masih terjadi perdebatan karena tidak diketahui apakah aktivitas
ekonomi selama ini sudah atau belum memenuhi kriteria keberlanjutan, seperti kita
ketahui, bahwa dimensi ekonomi berkelanjutan sendiri cukup kompleks, sehingga
55
Ibid,hal. 3
56
Ibid,hal. 3

22
sering aspek keberlanjutan dari sisi ekonomi ini hanya dibatasi pada pengukuran
kesejahteraan antargenerasi (intergeneration welfare maximization).

F. KERANGKA KONSEPTUAL

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan


Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025, dalam Bab Penjelasan telah
mengamanahkan pada bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan bahwa
“……………Untuk itu, kebijakan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan
hidup secara tepat akan dapat mendorong perilaku masyarakat untuk menerapkan
prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dalam 20 tahun mendatang agar Indonesia
tidak mengalami krisis sumber daya alam, khususnya krisis air, krisis pangan, dan
krisis energi”. Kemudian dijelaskan bahwa untuk mewujudkan Indonesia yang Asri
dan Lestari maka Penerapan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan di
seluruh sektor dan wilayah menjadi prasyarat utama dalam pelaksanaan berbagai
kegiatan pembangunan sebagaimana diuraikan “Mendayagunakan Sumber Daya
Alam yang Terbarukan berupa Sumber daya alam, baik di darat dan di laut, harus
dikelola dan dimanfaatkan secara rasional, optimal, efisien, dan bertanggung jawab
dengan mendayagunakan seluruh fungsi dan manfaat secara seimbang. Pengelolaan
sumber daya alam terbarukan yang sudah berada dalam kondisi kritis diarahkan pada
upaya untuk merehabilitasi dan memulihkan daya dukungnya yang selanjutnya
diarahkan pada pemanfaatan jasa lingkungan sehingga tidak semakin merusak dan
menghilangkan kemampuannya sebagai modal bagi pembangunan yang
berkelanjutan. Hasil atau pendapatan yang berasal dari pemanfaatan sumber daya
alam terbarukan diinvestasikan kembali guna menumbuhkembangkan upaya
pemulihan, rehabilitasi, dan pencadangan untuk kepentingan generasi sekarang
maupun generasi mendatang. Di samping itu, pemanfaatan sumber daya alam yang
terbarukan akan diarahkan untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negeri dengan
memanfaatkan sumber daya berbasis kelautan dan hasil-hasil pertanian sebagai energi
alternatif”, kemudian diuraikan “………Hasil atau pendapatan yang diperoleh dari
kelompok sumber daya alam tersebut diarahkan untuk percepatan pertumbuhan
ekonomi dengan diinvestasikan pada sektor-sektor lain yang produktif, juga untuk
upaya reklamasi, konservasi, dan memperkuat pendanaan dalam pencarian

23
sumbersumber energi alternatif yang menjadi jembatan dari energi fosil ke energi
yang terbarukan, seperti energi yang memanfaatkan nuklir dan panas bumi dan atau
bahan substitusi yang terbarukan dan atau bahan substitusi yang terbarukan seperti
biomassa, biogas, mikrohidro, energi matahari, arus laut, panas bumi (geothermal)
dan tenaga angin yang ramah lingkungan. Pengembangan sumber-sumber energi
alternatif itu disesuaikan dengan kondisi masyarakat dengan tetap mempertimbangkan
kelestarian lingkungan. Di samping itu, pengembangan energi juga
mempertimbangkan harga energi yang memperhitungkan biaya produksi,
menginternalisasikan biaya lingkungan, serta mempertimbangkan kemampuan
ekonomi masyarakat. Dengan demikian, pembangunan energi terus diarahkan kepada
keragaman energi dan konservasi energi dengan memerhatikan kelestarian fungsi
lingkungan hidup. Pengembangan energi juga dilaksanakan dengan memerhatikan
komposisi penggunaan energi (diversifikasi) yang optimal bagi setiap jenis energi”.
Dengan terbitnya Undang-Undang ini menjadi pedoman bagi Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional (RPJPN) dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang
(RPJP) di daerah untuk mewujudkan Visi Indonesia yang Mandiri, Maju, Adil dan
Makmur.
Adapun perencanaan proyek ketenagalistrikan di Indonesia didasarkan atas 4
(empat) dokumen perencanaan, yakni:57
1) Kebijakan Energi Nasional (KEN). KEN adalah sebuah kebijakan
pengelolaan energi yang memuat tujuan, sasaran, hingga arah kebijakan
energi nasional. Adapun kebijakan ini ditetapkan dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional;
2) Rencana Umum Energi Nasional (RUEN). RUEN adalah sebuah dokumen
yang berisi tentang penjabaran lebih rinci dari KEN, dan memuat kondisi
energi nasional saat ini serta ekspektasi masa mendatang, hingga kebijakan
dan strategi pengelolaan energi nasional. Ditetapkan dalam Peraturan
Presiden Nomor 22 Tahun 2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional,
RUEN kemudian telah mengidentifikasi potensi sumber daya energi per
provinsi dan target pembangunan pembangkit listrik tersebut hingga tahun
2050;

Grita Anindarini Widyaningsih, Membedah Kebijakan Perencanaan Ketenagalistrikan di Indonesia, Jurnal


57

Hukum Lingkungan Indonesia, Vol. 5 No.1 Tahun 2018, hal 118-120

24
3) Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN). RUKN merupakan
sebuah dokumen yang bersifat indikatif yang berisikan tentang rencana
pengembangan penyediaan tenaga listrik ke depan, kondisi penyediaan
tenaga listrik saat ini, proyeksi kebutuhan tenaga listrik untuk 20 (dua
puluh) tahun ke depan, dan potensi sumber energi primer di wilayah
provinsi tersebut. Adapun hingga saat ini RUKN belum ditetapkan,
meskipun rancangan final dari dokumen terkait telah dapat diakses bebas.
Oleh karena itu, artikel ini menggunakan rancangan RUKN tahun 2018
sebagai bahan analisis;
4) Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL). RUPTL merupakan
dokumen yang berisi daftar proyek infrastruktur penyediaan tenaga listrik.
Dokumen ini merupakan pedoman pengembangan sistem tenaga listrik di
wilayah usaha PLN untuk sepuluh tahun mendatang. Adapun RUPTL yang
menjadi acuan artikel ini adalah RUPTL 2018-2027, yang disahkan dalam
Keputusan Menteri ESDM No. 1567 K/21/MEM/2018.
Rencana Umum Energi Nasional yang disingkat RUEN merupakan kebijakan
Pemerintah Pusat mengenai rencana pengelolaan energi tingkat nasional yang menjadi
penjabaran dan rencana pelaksanaan Kebijakan Energi Nasional yang bersifat lintas
sektor untuk mencapai sasaran Kebijakan Energi Nasional. Demikian pengertian yang
tercantum pasal 1 Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 22 Tahun 2017. Perpres
Nomor 22 Tahun 2017 tentang RUEN ini ditandatangani Presiden Jokowi pada
tanggal 2 Maret 2017. RUEN yang ditetapkan tersebut adalah RUEN yang telah
disepakati dalam Sidang Paripurna Dewan Energi Nasional (DEN) ke 3 yang
dilaksanakan pada tanggal 22 Juni 2016.
Penetapan RUEN ini merupakan pelaksanaan pasal 12 ayat 2 dan pasal 17 ayat
1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi. Pasal 12 ayat 2 tersebut
mengamanatkan Dewan Energi Nasional bertugas: (a) merancang dan merumuskan
kebijakan energi nasional untuk ditetapkan oleh Pemerintah dengan persetujuan DPR,
(b) menetapkan rencana umurn energi nasional, (c) menetapkan langkah-langkah
penanggulangan kondisi krisis dan darurat energi, serta (d) mengawasi pelaksanaan
kebijakan di bidang energi yang bersifat lintas sektoral. Sedangkan pasal 17 ayat 1
menyatakan bahwa Pemerintah menyusun rancangan rencana umum energi nasional
berdasarkan kebijakan energi nasional.

25
Kebijakan Energi Nasional atau KEN itu sendiri telah ditetapkan pada tanggal
17 Oktober 2014 melalui Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014. Dasar
penerbitan Peraturan Pemerintah atau PP ini adalah pasal 11 ayat 2 Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2007. KEN yang ditetapkan tersebut juga sudah mendapat
persetujuan DPR melalui Keputusan DPR Nomor 01/DPR RI/III/2013-2014.
Sebagaimana diketahui bahwa KEN merupakan pedoman untuk memberi arah
pengelolaan energi nasional guna mewujudkan kemandirian energi dan ketahanan
energi nasional untuk mendukung pembangunan nasional berkelanjutan. Arah
kebijakan energi ke depan berpedoman pada paradigma bahwa sumber daya energi
tidak lagi dijadikan sebagai komoditas ekspor semata, tetapi sebagai modal
pembangunan nasional. Tujuannya untuk : (a) mewujudkan kemandirian pengelolaan
energi, (b) menjamin ketersediaan energi dan terpenuhinya kebutuhan sumber energi
dalam negeri, (c) mengoptimalkan pengelolaan sumber daya energi secara terpadu
dan berkelanjutan, (d) meningkatkan efisiensi pemanfaatan energi, (e) menjamin
akses yang adil dan merata terhadap energi, pengembangan kemampuan teknologi,
industri energi dan jasa energi dalam negeri, (f) menciptakan lapangan kerja dan
terkendalinya dampak perubahan iklim dan terjaganya fungsi lingkungan hidup.
Demikian penjelasan yang tertera dalam Lampiran 1 RUEN.
Pertama, Prinsip Umum RUEN. RUEN disusun oleh Pemerintah dan
ditetapkan oleh Dewan Energi Nasional untuk jangka waktu sampai dengan tahun
2050 yang memuat: (a) pendahuluan, kondisi energi nasional saat ini dan ekspektasi
masa mendatang, (b) visi, misi, tujuan dan sasaran energi nasional, (c) kebijakan dan
strategi pengelolaan energi nasional, dan (d) penutup. Penjabaran kebijakan dan
strategi pengelolaan energi nasional diuraikan lebih lanjut dalam matrik program
RUEN yang terdapat dalam Lampiran 2 RUEN. Fungsi RUEN adalah sebagai: (a)
rujukan perencanaan pembangunan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, (b)
rujukan Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional dan Rencana Umum Penyediaan
Tenaga Listrik, (c) rujukan rencana penyusunan APBN/APBD oleh Kementerian,
Lembaga dan Pemerintah Daerah serta pelaksanaanya, (d) pedoman Kementerian dan
Lembaga untuk menyusun Rencana Strategis, (e) pedoman Pemerintah Provinsi untuk
menyusun RUED-P (Rencana Umum Energi Daerah Provinsi), (f) pedoman
Kementerian dan Pemerintah Daerah untuk melaksanakan koordinasi perencanaan
energi lintas sektor, dan (g) pedoman masyarakat untuk berpartisipasi dalam
pelaksanaan pembangunan nasional bidang energi.

26
Kedua, Skema Pelaksanaan RUEN. (a) Dewan Energi Nasional bersama
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral melakukan sosialisasi RUEN kepada
instansi terkait, baik di Pusat maupun di Daerah dan pihak lain terkait; dan pembinaan
penyusunan rancangan RUED-P, (b) Dewan Energi Nasional melakukan pengawasan
terhadap pelaksanaan RUEN dan kebijakan di bidang energi yang bersifat lintas
sektoral, (c) pelaksanaan pengawasan dilakukan secara terkoordinasi dengan instansi
terkait, baik di Pusat maupun di Daerah dan pihak lain terkait dengan tetap
memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan, (d) hasil pengawasan
dibahas dalam Sidang Anggota dan dilaporkan kepada Ketua Dewan Energi Nasional
atau dapat dibahas dalam Sidang Paripurna Dewan Energi Nasional, dan (e) Dewan
Energi Nasional memantau tindak lanjut rekomendasi hasil pengawasan pelaksanaan
KEN, RUEN dan kebijakan energi lintas sektoral. Ketiga, RUEN dapat ditinjau
kembali dan dimutakhirkan secara berkala setiap 5 (lima) tahun sekali atau sewaktu-
waktu apabila diperlukan, dalam hal: (a) KEN mengalami perubahan mendasar,
dan/atau (b) perubahan lingkungan strategis antara lain perubahan indikator
perencanaan energi, baik di tingkat nasional, tingkat regional maupun tingkat
internasional. Selanjutnya, rencana perubahan RUEN diputuskan dalam Sidang
Paripurna Dewan Energi Nasional.
Kebijakan Energi Hijau telah dituangkan di dalam Keputusan Menteri Energi
dan Sumber Daya Mineral Nomor 0002 Tahun 2004 Tentang Kebijakan
Pengembangan Energi Terbarukan Dan Konservasi Energi (Pengembangan Energi
Hijau), yang dalam amar pertimbangan dinyatakan bahwa untuk mendorong kegiatan
konservasi energi serta meningkatkan pemanfaatan sumber energi terbarukan untuk
penyediaan tenaga listrik dan non-listrik perlu menetapkan kebijakan pengembangan
energi terbarukan dan konservasi energi (Pengembangan Energi Hijau).58
Sesuai dengan Keputusan Menteri diatas, dinyatakan bahwa Kebijakan
pengembangan energi terbarukan dan konservasi energi adalah suatu konsep untuk
mewujudkan sistem penyediaan dan pemanfaatan energi yang berkelanjutan yang
dapat mendorong tercapainya pembangunan nasional berkelanjutan melalui
pemanfaatan energi terbarukan yang optimal, penggunaan teknologi energi yang
efisien dan membudayakan pola hidup hemat energi. Yang dimaksud dengan
pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan

58
Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 0002 Tahun 2004 Tentang Kebijakan
Pengembangan Energi Terbarukan Dan Konservasi Energi (Pengembangan Energi Hijau).

27
nasional saat ini serta mampu mengkompromikan dengan kebutuhan generasi yang
akan datang.59
Adapun ruang lingkup kebijakan pengembangan energi hijau meliputi
pengembangan energi terbarukan dan konservasi energi. Energi terbarukan adalah
energi yang dapat diperbaharui dan apabila dikelola dengan baik, sumber daya itu
tidak akan habis. Jenis energi terbarukan meliputi biomassa, panas bumi, energi surya,
energi air, energi angin, dan energi samudera. Konservasi energi adalah penggunaan
energi secara efisien dan rasional tanpa mengurangi penggunaan energi yang memang
benar-benar diperlukan. Upaya konservasi energi diterapkan pada seluruh tahap
pemanfaatan, mulai dari pemanfaatan sumber daya energi sampai pada pemanfaatan
akhir, dengan menggunakan teknologi yang efisien dan membudayakan pola hidup
hemat energi. Energi biomasa meliputi kayu, limbah pertanian/perkebunan/hutan,
komponen organik dari industri dan rumah tangga, kotoran hewan. Biomassa
dikonversi menjadi energi dalam bentuk bahan bakar cair, gas, panas, dan listrik.
Teknologi konversi biomassa menjadi bahan bakar padat, cair dan gas, antara lain
teknologi pirolisa (bio-oil), esterifikasi (bio-diesel), teknologi fermentasi (bio-etanol),
anaerobik digester (biogas). Dan teknologi konversi biomassa menjadi energi panas
yang kemudian dapat diubah menjadi energi mekanis dan listrik, antara lain teknologi
pembakaran dan gasifikasi.
Dalam Kebijakan Energi Nasional (KEN) 2010-2050 terdapat 9 (Sembilan)
kebijakan yang menjadi acuan bagi pemerintah dalam pemanfaatan energi dalam
negeri, yaitu:60 1. Mengubah paradigma sumber daya energi sebagai komoditas
menjadi modal pembangunan nasional; 2. Meningkatkan efisiensi, konservasi, dan
pelestarian lingungan hidup dalam pengelolaan energi; 3. Meningkatkan pangsa
sumber daya energi baru dan terbarukan (EBT); 4. Meningkatkan cadangan terbukti
energi fosil dan mengurangi pangsanya dalam bauran energi nasional; 5.
Meningkatkan pengelolaan energi secara mandiri, penciptaan lapangan kerja,
kemampuan penelitian, pengembangan penerapan (litbang RAP), dan peran industri
dan jasa energi dalam negeri; 6. Memeratakan akses terhadap energi minyak dan gas
bumi dan listrik bagi masyarakat kota dan desa; 7. Mengamankan pasokan energi,
khususnya listrik dan minyak dan gas bumi untuk jangka pendek, menengah, dan
panjang; 8. Mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya energi dalam pembangunan

59
Ibid,
60
Aisyah Lailah, dkk, Op.cit, hal.23

28
ekonomi nasional; 9. Menetapkan dan mengamankan cadangan penyangga energi
nasional.
Dengan demikian, faktor green (hijau, ramah lingkungan) atau pembangunan
berkelanjutan mencakup faktor lingkungan, sosial dan ekonomi, dianggap sebagai
kunci untuk solusi arus lingkungan, masalah ekonomi dan perkembangan, dan telah
berkembang menjadi cetak biru untuk merekonsiliasi kebutuhan ekonomi, sosial dan
lingkungan. Jelaslah bahwa sumber energi tunggal seperti bahan bakar fosil terbatas
dan dengan demikian tidak sesuai dengan karakteristik yang diperlukan untuk
keberlanjutan, sementara yang lain, seperti sumber energi terbarukan, koheren dengan
pembangunan berkelanjutan dalam jangka panjang. Energi Hijau merupakan suatu
sistem atau banyak sistem energi yang yang tidak memiliki pengaruh negatif terhadap
lingkungan, dampak ekonomi dan sosial, disebut sebagai energi hijau. Dan setiap
sistem energi yang menurunkan dampak buruk atau mengurangi pengaruh buruk
secara minimum terhadap lingkungan bisa dianggap sebagai energi "hijau". 61 Dengan
demikian sistem energi hijau mencakup unsur-unsur penting yang mempengaruhi
dampak dari penggunaan energi, mulai dari alternatif hijau dan sumber-sumber energi
terbarukan, dan teknologi terkait dengan konversi energi.

G. METODE PENELITIAN

1. Metode Pendekatan
Penelitian ini bersifat penelitian doktrinal yang menggunakan pendekatan
penelitian hukum normatif,62 dimaksudkan untuk memahami hubungan dan
keterkaitan antara substansi-substansi hukum dengan fakta hukum dalam
masyarakat. Jenis penelitian ini bersifat kualitatif.

2. Spesifikasi Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian hukum doktrinal, penelitian disertasi ini
akan dianalisis secara preskriptif-analitis, Sebagai ilmu yang bersifat preskriptif
ilmu hukum mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan

M. Rifqy Muna, Op.cit. hal. 13


61

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2004, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, Radja
62

Grafindo Persada Indonesia, Jakarta, hal.13-14

29
hukum, konsep-konsep hukum, dan norma-norma hukum.63 Untuk dapat
melaksanakan analisis akan dilaksanakan observasi terhadap kebijakan energi
nasional, model kebijakan energi nasional, dan fakta-fakta hukum tentang
kebijakan energi nasional, yang mana termasuk di dalam rencana umum energi
nasional adalah kebijakan energi hijau yang akan dilaksanakan secara
berkelanjutan di Indonesia. Dalam observasi ini dilakukan kategorisasi menurut
fakta hukum yang ada. Dari kategorisasi ini akan dianalisis upaya-upaya hukum
apa yang harus dilaksanakan demi implementasi pembangunan berkelanjutan di
Indonesia yang berkedaulatan rakyat.

3. Metode Pengumpulan Data


Data penelitian ini adalah data sekunder, yaitu: data yang diperoleh dari
sumber kepustakaan dan hasil wawancara narasumber untuk menunjang
informasi berkaitan dengan bahan hukum primer.
Data sekunder meliputi :
1) Bahan hukum primer:
Bahan hukum primer yang dimaksud adalah Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007
tentang Energi, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang
Ketenagalistrikan dan Peraturan-Peraturan Pelaksanaannya, Rencana
Umum Energi Nasional, Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan
Terbarukan.
2) Bahan hukum sekunder:
Adalah buku, majalah hukum, jurnal ilmiah, artikel hukum makalah hukum
yang memuat pemikiran atau pendapat para ahli hukum (jurist).
3) Bahan hukum tertier:
Bahan yang baik memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan
hukum primer dan sekunder diantaranya kamus hukum dan kamus besar
bahasa Indonesia.

Abdul
63
Rachmad Budiono, Ilmu Hukum dan Penelitian Hukum, Makalah,
http://abdulrachmadbudiono.lecture.ub.ac.id/files/2015/09/Ilmu-Hukum-Dan-Penelitian-Hukum-makalah-nov-
08.pdf

30
4. Metode Analisis Data
Data-data dianalisis secara kualitatif,64 dimana analisis data terus-menerus
sejak awal sampai akhir penelitian sehingga menghasilkan grounded theory.
Penalaran yang digunakan adalah penalaran induktif-deduktif, yang bertolak dari
hal-hal khusus misalnya hasil pengamatan kepada hal-hal yang umum. Proses
induktif dapat menemukan kenyataan-kenyataan dalam data. Analisis data juga
dengan jalan menafsirkan dan mengkontruksikan pernyataan yang terdapat dalam
dokumen perundang-undangan meneliti dengan jalan menafsirkan dan
mengkonstruksikan pernyataan yang terdapat dalam dokumen perundang-
undangan secara deduktif-induktif, metode analisis kualitatif, dikonstruksikan
berdasarkan data sekunder yang berupa teori, definisi dan substansinya dari
berbagi literatur, dan peraturan perundang-undangan, serta data primer yang
diperoleh dari wawancara dengan narasumber, angket dan observasi. Kemudian
dianalisis dengan normatif-nya undang-undang, teori dan pendapat pakar yang
relevan, sehingga didapat kesimpulan tentang model kebijakan hukum
pemerintah yang berkaitan dengan energi nasional.

DAFTAR PUSTAKA
64
Ida Bagoes Mantra, Filsafat Penelitian dan Metode Penelitian Sosial, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, hal 26-
30.

31
1. UNDANG-UNDANG DAN PERATURAN PELAKSANANYA
1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 Tentang Energi
2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 Tentang Ketenagalistrikan
3) Rancangan Undang-Undang Energi Terbarukan, Pusat Perancangan Undang-Undang,
Badan Keahlian Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia.
4) Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 0002 Tahun 2004
Tentang Kebijakan Pengembangan Energi Terbarukan Dan Konservasi Energi
(Pengembangan Energi Hijau).

2. BUKU
1) Ali, Achmad, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan
(JudicialPrudence) Termasuk Interpretasi Undang-Undang (LegisPrudence), 2009,
Kencana Pranada Media Group, Jakarta.
2) Asikin, Zainal, 2012, Pengantar Tata Hukum Indonesia, Rajawali Press, Jakarta.
3) Erwin, Moh, 2011, Filsafat Hukum, Refleksi Kritis terhadap Hukum, Rajawali
Press, Jakarta.
4) Gie, The Liang, 2002, Teori-teori Keadilan, Sumber Sukses, Yogyakarta.
5) Hadjon, Philipus M, 1987, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Bina Ilmu,
Surabaya.
6) Hartono, Sunarjati, 1989, Kapita Selekta Perbandingan Hukum, Citra Aditya Bakti,
Bandung.
7) Johnson, Alvin S, 2006, Sosiologi Hukum, Cetakan ke 3, Rineka Cipta, Jakarta
8) Kusnardi, Moh. dan Ibrahim, Harmaily, 1988, Hukum Tata Negara Indonesia, Sinar
Bakti, Jakarta.
9) Lubis, M. Solly, 1994, Filsafat Ilmu Dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung
10) Lubis, M.Solly 1989, Landasan dan Teknik Perundang-undangan, Penerbit Mandar
Maju, Bandung.
11) Marzuki, Peter Mahmud, 2008, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana, Jakarta.
12) Mertokusumo, Sudikno, 2011, Teori Hukum, Cetakan ke 1, Universitas Atma Jaya
Yogyakarta.
13) Mantra, Ida Bagoes, 2004, Filsafat Penelitian dan Metode Penelitian Sosial, Pustaka
Pelajar, Yogyakarta.
14) Muhtaj, Majda El, 2005, Hak Asasi Manusia Dalam Konstitusi Indonesia, Kencana,
Jakarta.

32
15) Prasetyo, Teguh, 2013, Filsafat, Teori, dan Ilmu Hukum, Pemikiran Menuju
Masyarakat yang Berkeadilan dan Bermartabat, RajaGrafindo Persada, Jakarta.
16) Rawls, John, 2006, Teori Keadilan Dasar-dasar Filsafat Politik Untuk Mewujudkan
Kesejahteraan Sosial Dalam Negara, (judul asli A Theory of Justice), Terjemahan
Uzair Fauzan dan Heru Prasetyo, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
17) Rasjidi H. Lili dan Rasjidi, Ira Thania, 2012, Pengantar Filsafat Hukum, Mandar
Maju, Bandung.
18) Rato Dosminikus, 2010, Filasafat Hukum Mencari dan Memahami Hukum, PT
Presindo, Yogyakarta.
19) Salman, Otje, dan Damian, Eddy, 2002, Konsep-Konsep Hukum dalam
Pembangunan, Alumni, Bandung.
20) Soekanto Soerjono dan Mamudji, Sri, 2004, Penelitian Hukum Normatif, Suatu
Tinjauan Singkat, RadjaGrafindo Persada Indonesia, Jakarta.
21) Soehino, 1981, Hukum Tata Negara: Teknik Perundang-undangan, Penerbit
Liberty, Yogyakarta.
22) Syahrani, Riduan, 1999, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, Citra Aditya, Bandung.
23) Wojowasito, S. ,1985, Kamus Umum Belanda-Indonesia, PT. Ichtiar Baru van
Hoeve, Jakarta,

3. JURNAL DAN MAKALAH


1) Azhar, Muhammad dan Dendy Adam Satriawan, 2018, Implementasi Kebijakan
Energi Baru dan Energi Terbarukan Dalam Rangka Ketahanan Energi Nasional,
Adminitrative Law & Governance Journal, Universitas Diponegoro, Semarang.
2) Asshiddiqie, Jimly, 2008, Gagasan Negara Hukum Indonesia, Makalah, sumber:
https://www.academia.edu/9294840/Gagasan_Negara_Hukum_Indonesia
3) Budiono, Abdul Rachmad, 2008, Ilmu Hukum dan Penelitian Hukum, Makalah,
http://abdulrachmadbudiono.lecture.ub.ac.id/files/2015/09/Ilmu-Hukum-Dan-
Penelitian-Hukum-makalah-nov-08.pdf
4) Elinur dkk, Perkembangan Konsumsi dan Penyediaan Energi Dalam Perekonomian
Indonesia, Indonesian Journal Of Agricultural Economics (IJEAE), IPB, Bogor,
Desember 2010.
5) Febriansyah, Ferry Irawan, 2016, Konsep Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan Di Indonesia, Jurnal Ilmiah, dimuat dalam PERSPEKTIF Volume XXI
No. 3 Tahun Edisi September.

33
6) Jaya, Askar, 2004, Makalah, Konsep Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable
Development), Program S3 Institut Pertanian Bogor, Bogor.
7) Juwito, Arif Febriansyah dkk, 2012, Optimalisasi Energi Terbarukan Pada
Pembangkit Tenaga Listrik dalam Menghadapi Desa Mandiri Energi di Mergajaya,
Jurnal Ilmiah Semesta Teknika, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
8) Lailah, Aisyah, dkk, 2016, Laporan Akhir Kelompok Kerja Analisis dan Evaluasi
Hukum Dalam Rangka Kedaulatan Energi, Pusat Analisis dan Evaluasi Hukum
Nasional, Kementerian Hukum dan HAM RI, Jakarta.
9) Likadja, Jeffry Alexander Ch, 2015, Memaknai Hukum Negara (Law Through State)
dalam Bingkai Negara Hukum (Rechstaat), Hasanuddin Law Review, No.1-April
2015.
10) Lubis, Abubakar, 2007, Energi Terbarukan Dalam Pembangunan Berkelanjutan,
Jurnal Teknologi Lingkungan, Badan Pengkajian dan Pengembangan (BPPT), Jakarta
di http://ejurnal.bppt.go.id/index.php/JTL/issue/view/34
11) Luthfi Parinduri dan Taufik Parinduri, 2020, Konversi Biomassa Sebagai Sumber
Energi Terbarukan, jurnal Fakultas Teknik, di https://jurnal.uisu.ac.id/index.php
/jet/article/view/2885/1918
12) Moho, Hasaziduhu, 2019, Penegakan Hukum Di Indonesia Menurut Aspek
Kepastian Hukum, Keadilan, dan Kemanfaatan, Jurnal Warta Edisi 59, Universitas
Dharmawangsa, Medan.
13) Muna, M. Rifqy, 2011, Tinjauan Atas Kebijakan Nasional Untuk Keamanan Energi,
Upaya Menciptakan Energi Hijau dan Pemanfaatan EBT, Makalah Kongres Ilmu
Pengetahuan Nasional (KIPNAS) ke X, Jakarta.
14) Nur Izzah Hamna A. Aziz dan Marliah M. Hanafiah, The Potential Of Palm Oil Mill
Effluent (POME) As A Renewable Energy Source, Jurnal Acta Scientifica Malaysia
(ASM), Malaysia, 2017 di https://actascientificamalaysia.com/archives/
ASM/2asm2017/2asm2017-09-11.pdf
15) Omer, Abdeen Mustafa, 2011, Energy and Environment: Applications and
Sustainable Development, British Journal of Environment & Climate Change,
Nottingham University, United Kingdom.
16) Purba, Jan Horas V. dan T. Sipayung, 2018, Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia
Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, Palm Oil Agribusiness Strategic
Policy Institute (PASPI), Jurnal STIE Kesatuan Bogor, di http://jmi.ipsk.lipi.go.id/
index.php/jmiipsk/article/view/717/521

34
17) Putra, Diska Resha, Donny Yoesgiantoro, Suyono Thamrin, 2020, Kebijakan
Ketahanan Energi Berbasis Energi Listrik Pada Bidang Transportasi Guna
Mendukung Ketahanan Negara di Indonesia, Sebuah Kerangka Konseptual, Jurnal
Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Manajemen Pertahanan, Universitas Pertahanan,
Bogor, di website http://jurnal.um-tapsel.ac.id/index.php/nusantara/ article/view/
2011/1082
18) Sikumbang, Sony Maulana, Fitriani Ahlan Sjarif, M. Yahdi Salampessy, Pengantar
Ilmu Perundang-Undangan, Modul Kuliah dikutip pada
http://repository.ut.ac.id/4111/1/HKUM4403-M1.pdf.
19) Widyaningsih, Grita Anindarini, 2018, Membedah Kebijakan Perencanaan
Ketenagalistrikan di Indonesia, Jurnal Hukum Lingkungan Indonesia, Vol. 5 No.1
Tahun 2018.
20) Wijaya, I Made Hendra, 2020, Menentukan Konsep Negara Hukum Indonesia,
Jurnal Ilmiah, Fakultas Hukum, Universitas Mahasaraswati, Denpasar di
http://jurnal.unmas.ac.id/index.php/Prosemfhunmas/article/view/826/767

4. TULISAN DI WEBSITE

1) Abdullah, Gamil, 2008, Konsep Pemanfaatan Energi Terbarukan (Renewable


Energy) menurut Ditjen Listrik dan Pemanfaatan Energi, di website http://gamil-
opinion.blogspot.com/2008/12/konsep-pemanfaatan-energi-terbarukan.html
2) Cahyawardhani, Perbandingan total jumlah PNPB Migas dan PPh Migas
dibandingkan dengan pendapatan total, dikutip pada tulisan di website
https://www.kompasiana.com/cahyawardhani/5996ffc84869324f020265e4/energi-
bahan-bakar-penggerak-ekonomi-dan-pembangunan?page=3 
3) _____________________, Potensi dari Sawit, dikutip dari website
https://www.astra-agro.co.id/2020/07/22/potensi-dari-sawit/
4) https://badilum.mahkamahagung.go.id/upload_file/img/article/doc/kajian_deskriptif
_analitis_teori_hukum_pembangunan.pdf
5) Kamus Besar Bahasa Indonesia, http://kbbi.web.id/manfaat

35

Anda mungkin juga menyukai