Anda di halaman 1dari 45

“KONTRAK KERJASAMA BIDANG MINYAK

DAN GAS BUMI ANTAR PIHAK ASING DAN


PEMERINTAH”

KARYA ILMIAH
Diajukan sebagai salah satu tugas pada mata kuliah Bahasa Indonesia
JurusanTeknik Perminyakan konsentrasi Teknik Industri
Sekolah Tinggi Teknologi Minyak dan Gas

DISUSUN OLEH
ANDI APRIANA DEWI (1601079)
EDWIN GRACIANO PAEMBONAN (1601031)
THIO KRISTANTO (1601008)
WISNU EKO HARTONO (1601092)

JURUSAN S1 TEKNIK PERMINYAKAN


KONSENTRASI INDUSTRI
SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI MINYAK DAN GAS
BUMI
BALIKPAPAN
2017
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT penulis panjatkan atas limpahan rahmat, karunia, dan
inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul :
“kontrak kerjasama bidang minyak dan gas bumi antar pihak asing dan
pemerintah”

Berbagai banyak kendala yang penulis hadapi dalam rangka penyusunan skripsi
ini namun Alhamdulilah mendapat banyak bantuan dari :

1. Ibu Risna, ST, MT. Selaku dosen Bahasa Indonesia

2. Ibunda tercinta yang selalu sabar mengingatkan untuk selalu belajar dan
berusaha dan Ayahanda yang selalu mendukung setiap langkah yang penulis
ambil.

3. Teman teman angkatan 2016 yang namanya tak dapat di sebut satu persatu.
Terimakasih baanyak atas bantuannya yang tak terhitung.

Balikpapan, 8 Maret 2017

Penulis
ABSTRAKSI

Penulisan skripsi ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana tata cara kontrak
serta peranan perusahaan migas asing terhadap ketersediaan energi Indonesia.
Penelitian ini dilakukan dengan mengacu pada dua pokok permasalahan, yaitu:
(1). Kemanan pasokan energi Indonesia, (2). Peranan Perusahan migas asing.
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah deskriptif.
Metode ini bertujuan untuk menggambarkan secara umum mengenai keamanan
pasokan energi Indoensia dan peranan perusahaan migas asing terhadap
ketersediaan energi. Teknik pengumpulan data yang dilakukan berupa library
research dari berbagai literatur yang relevan dengan pokok permasalahan dalam
objek penelitian, baik berupa buku, jurnal-jurnal, artikel-artikel yang bersumber
dari internet atau surat kabar dan interview dengan narasumber yang ahli
dibidangnya. Teknik analisa data yang digunakan adalah analisa yang bersifat
kualitatif. Data yang relevan dikumpulkan kemudian dianalisis secara kualiatif,
yakni dengan menghubungkan fenomena-fenomena yang satu dengan yang
lainnya untuk menarik kesimpulan akhir.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi migas Indonesia berada pada titik
yang cukup mengkhwatirkan. Selain itu, perusahaan migas asing yang dibahas
yaitu Total E&P dan Chevron yang beroperasi di Indonesia memiliki peranan
yang sangat penting dalam pengelolaan energi di Indonesia. Dominasi mereka di
bidang hulu migas sangat berpengaruh terhadap ketersediaan energi Indonesia
karena hasil dari produksi mereka kebanyakan di ekspor ke negara lain sehingga
Indonesia sendiri harus mengimpor minyak. Hal ini tentu menunjukan bahwa
perusahaan migas asing ini telah membuat ketersediaan energi Indonesia menjadi
sedikit.
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di era modern ini kita dihadapakan dengan berbagai macam isu-isu yang

berkembang, baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Hal ini

yang membuat saya dan teman-teman kelompok untuk mengambil tema dengan

isu-isu yang berasal dari dalam negeri. Salah satunya isu dibidang energi

khususnya mengenai perminyakan.

Energi merupakan bahan bakar yang menggerakkan hampir seluruh

aktivitas kehidupan dari perekonomian, transportasi, industri, teknologi, peralatan

elektronik, dan militer. Jenis energi yang menjadi konsumsi terbesar adalah

minyak, gas alam dan batubara. Bahan bakar tersebut merupakan bahan bakar tak

dapat diperbaharui dan suatu waktu akan habis jumlahnya.

Tidak semua negara memiliki jumlah energi yang sama sehingga pergerakan

lintas batas negara terjadi untuk memasok energi ke berbagai belahan dunia.

Interaksi inilah yang menciptakan hubungan antar negara maupun antara aktor

negara dan non-negara dalam mengelola energi. Sehingga energy security

berkaitan erat dengan ketersediaan energi yang memadai, akses dan jalur ditribusi

yang aman serta harga yang terjangkau.

Seiring bertambahnya populasi dan pesatnya teknologi, ketergantungan

manusia terhadap energi akan terus meningkat. Kebutuhan yang sangat besar akan

energi berasal dari negara-negara industri maju yang memerlukan bahan bakar
tersebut untuk menggerakan roda perekonomiannya. Kebanyakan negara ini tidak

memiliki energi yang cukup sehingga memerlukan pasokan energi dari luar

negeri. Perusahaan energi (minyak dan gas) multinasional pun hadir di Negara-

negara yang kaya akan sumber energi untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

Kita tahu Indonesia adalah salah satu negara penghasil minyak bumi

terbesar didunia, meskipun masih dibawah negara tetangga seperti Brunei

Darussalam dan Malaysia. Meskipun demikian, minyak yang dimiliki Indonesia

masih bisa mencukupi kebutuhan untuk beberapa tahun mendatang.

Indonesia adalah salah satu negeri dengan kekayaan migas yang berlimpah.

Cadangan minyak bumi Indonesia yang telah terbukti berjumlah 4,23 MMSTB

(Million Stock Tank Barrel) dan cadangan gas Indonesia yang telah terbukti ialah

108 TSCF (Trillion Standard Cubic Feet). Apabila dilihat dalam lingkup global,

cadangan terbukti minyak bumi Indonesia menyumbang sekitar 0,4 persen dari

seluruh cadangan terbukti minyak bumi dunia dan cadangan terbukti gas alam

Indonesia menyumbang 1,6 persen dari seluruh cadangan terbukti gas alam

dunia.1

Mulai awal abad ke 20 hingga kemungkinan sampai akhir abad 21, minyak

dan gas bumi diperkirakan merupakan sumber energi yang sangat strategis. Hal

ini dikarenakan sebagian besar industri yang ada di bumi, dari tingkatan industri

1
Cadangan dapat diklasifikasikan menjadi cadangan terbukti dan cadangan potensial. Cadangan
terbukti adalah cadangan minyak atau gas alam yang jumlahnya sudah di buktikan dengan derajat
kepastian tinggi melalui analisis kuantitatif log sumur yang dapat dipercaya, serta melalui penelitian
dan pengujian kandungan lapisan dan kandungan hidrokarbon dari reservoir yang sudah
menghasilkan pada tingkat produksi komersil.
kecil kelas rumah tangga hingga industri raksasa dunia, ternyata masih

mempergunakan minyak dan gas bumi sebagai sumber eneginya. Oleh karenanya

kedudukan minyak dan gas bumi menjadi sedemikian istimewanya dalam

peradaban kehidupan manusia. Sedangkan di Indonesia sendiri minyak dan gas

bumi masih merupakan andalan penghasil devisa utama Negara sampai diatas

60%.

Dalam kebijakaanya Pemerintah perlu mengaturnya dengan keluarnya UU

No.22 tahun 2001 tentang minyak dan gas Bumi, kewenangan pembuatan

kebijakan di bidang minyak dan gas bumi berada di dalam kementerian Energi

dan Sumber Daya Mineral. Pemerintah Indonesia dalam melakukan kebijakaan

yang akan diterapkan dalam bidang minyak dan gas bumi seyogyanya didasarkan

pada kenyataannya bahwa minyak dan gas bumi tersebut adalah mineral yang

ditambang habis yang artinya bahan tersebut tidak dapat diperbaruhi.

Meningkatnya permintaan dunia maupun dalam negeri Indonesia tentunya juga

menjadi bahan pertimbangan pemerintah.

Para investor baik dari dalam negeri yang berbentuk Badan Usaha ataupun

dari luar negeri yang berbentuk Badan Usaha Tetap yang bergerak dalam bidang

perminyakan tentunya sangat tertarik dengan keuntungan yang akan diraihnya

apabila bisa mendapatkan minyak dan gas bumi secara komersial, walaupun

kemungkinan adanya resiko kegagalannya sangat tinggi.

BPMIGAS sebagai wakil dari pemerintah Indonesia merupakan pemegang

kuasa pertambangan minyak dan gas akan melakukan kontrak kerja bersama

dengan para investor melalui Badan Usaha atau Badan Usaha Tetap dalam bentuk
Kontrak Bagi Hasil atau disingkat KKS atau “Production Sharing Contract” atau

disingkat PSC.

KKS dalam operasionalnya biasanya memerlukan peran seorang yang

bekerja sebagai “Government Liaison” yang bisa bertindak untuk mewakili

perusahaan tersebut dalam hubunganya dengan pemerintahannya terutama untuk

pengurusan perijinan atau persetujuaan dari pemerintah melalui BPMIGAS

ataupun MIGAS dalam rangka pelaksanaan aktivitas eksplorasi maupun

eksploitasi yang didasarkan atas komitment kontrak yang telah ditandatangani

mapun POD yang telah disetujui oleh pemerintah.

B. Batasan dan Rumusan Masalah

Menurut UU no 30 tahun 2007, energi adalah kemampuan untuk melakukan

kerja yang dapat berupa panas, cahaya, mekanika, kimia dan elektromanika.12

Sumber energi tidak hanya berasal dari bahan bakar fosil yang tidak dapat

terbaharui namun juga dapat berasal sumber terbaharukan lain seperti angin, air,

sinar matahari, biofuel dan lainnya. Namun karena penggunaannya yang hingga

saat ini masih terbatas dan belum terintegrasi oleh kondisi masyarakat, maka tak

heran energi fosil tetap menjadi sumber energi primer.

Dalam penelitian ini sumber energi primer yang akan dibahas berfokus pada

minyak dan gas. Minyak bumi atau emas hitam (black gold) adalah senyawa yang

terbentuk dari bahan bahan organik makhluk purbakala (sel-sel dan jaringan

hewan/tumbuhan laut) yang tertimbun selama ratusan juta tahun. Komponen


utamanya adalah hidrokarbon dengan komposisi senyawa berbeda-beda

tergantung lokasi, umur lapangan minyak, dan kedalaman sumur. Gas alam (gas

bumi) adalah bahan bakar fosil yang terbentuk dari renik-renik binatang dan

tanaman kecil laut 200-400 juta tahun silam. Gas alam berbentuk gas dengan

komponen terpenting metana.

Dalam penelitian ini pembahasan akan di batasi hanya pada dua perusahaan

migas asing yang beroperasi di Indonesia yaitu Chevron dan Total E&P

Indonesie. Kedua perusahaan migas asing tersebut memiliki dominasi yang sangat

siginifikan dalam produksi minyak bumi dan gas Indonesia. Fokus pembahasan

adalah keamanan pasokan energi Indonesia yang kemudian melihat peranan

perusahaan migas asing tersebut terhadap ketersediaan energi sehingga

diformulasikan dalam rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah kemanan pasokan energi Indonesia?

2. Bagaimanakah peranan perusahaan migas asing terhadap ketersediaan

energi Indonesia?

3. Bagaimanakah strategi pengelolaan migas untuk menopang ketersediaan

energi Indonesia?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan, yakni:

1. Untuk mengetahui keamanan pasokan energi Indonesia


2 Untuk mengetahui peranan perusahaan migas asing terhadap ketersediaan

energi Indonesia.

3. Untuk mengetahui strategi pengelolaan migas untuk menopang

ketersediaan energi Indonesia.


BAB II

LANDASAN TEORI

A. Multinational Corporation (Perusahaan Multinasional)

Di abad ke 21, perusahaan multinasional (multinational corporation) atau

lebih sering disebut MNC telah tumbuh dan berkembang dalam skala besar

dimana mereka sekarang merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari. Kehadiran

dan artinya di kehidupan masyarakat merupakan fakta tak terbantahkan. Saat ini

banyak MNC yang merupakan institusi yang kuat dan memiliki sumber daya lebih

banyak dari kebanyakan negara di dunia. Ukuran dan sentralisasi operasi

merupakan dua hal yang membuat MNC sebagai kekuatan penting dalam

hubungan internasional saat ini.

MNC pada dasarnya adalah sebuah perusahaan yang menjual produk, dan

karena tidak semua perusahaan bisa dikatakan sebagai MNC maka para ahli

memberikan definisi untuk MNC. Menurut Dunning, MNC adalah sebuah

perusahaan yang melakukan investasi asing langsung (Foreign Direct Investment /

FDI) dan memiliki atau mengontrol aktivitas yang menambahkan nilai di lebih

dari satu negara. Hal yang serupa dipaparkan pula oleh Gooderham yang

menjelaskan MNC sebagai sebagai investasi langsung yang dikelola secara aktif

yang dibuat oleh perusahaan yang memiliki komitmen jangka panjang untuk

beroperasi secara internasional.

Dalam International Encyclopedia of the Social & Behavioral Sciences

di sebutkan bahwa MNC adalah suatu organisasi bisnis yang aktivitasnya terlokasi
di lebih dari dua negara dan berbentuk organisasi yang menjalankan investasi

asing secara langsung, Definisi ini hampir sama dengan penjelasan dalam

Multinational Corporation and Governments Business-Government Relations in

an Interntional Context tentang MNC yaitu sebuah perusahaan yang memiliki

markas besar atau pusat operasinya di satu negara dan memiliki serta

mengoperasikan perusahaan lain atau anak \perusahaannya di negara lain.

Perusahaan lain atau anak perusahaan ini biasa disebut sebagai cabang

(subsidiary). Sebuah MNC kemudian persis seperti namanya yaitu

mengidikasikan sebuah perusahaan yang beroperasi di berbagai lingkungan

nasional.

Melihat perkembangan MNC yang pesat sejak Perang Dunia ke II dan

memiliki andil yang cukup besar dalam masyarakat global, maka di tahun 1973

Departemen ECOSOC PBB membuat sebuah laporan mengenai MNC. Laporan

ini menjelaskan bahwa MNC adalah perusahaan yang menguasai aset‘ berupa

pabrik pabrik, pertambangan, penjualan dan pemasaran serta kantor -kantor

lainnya di lebih dari dua negara. Perumusan ini cukup luas sehingga dapat

meliputi hampir semua investasi langsung dari luar negeri. Padahal dalam

kenyataannya hanya sebagian kecil yang merupakan MNC besar. Sehingga

dirumuskan kembali bahwa MNC pada umumnya merupakan suatu usaha yang

‘large-size’, oligopolistic (dikuasai oleh beberapa perusahaan besar), jumlah

penjualannya melebihi beberapa ratus juta US dollar dan mmempunyai cabang

terbesar di berbagai negara besar.

MNC sangatlah besar jika dilihat dari cabang-cabangnya yang tersebar di


berbagai negara. Mereka memiliki pengalokasian sumber daya yang terkordinasi

secara global dalam suatu manajemen terpusat tunggal. Selain menguasai sumber

daya alam, MNC juga memiliki modal yang sangat besar. Menurut laporan

Departemen ECOSOC PBB, di negara yang sedang berkembang, jumlah modal

yang berasal dari MNC lebih besar daripada modal yang datang dari negara maju

dan modal domestik. Pada umumnya modal ini mengarah ke sektor manufacturing

dan pertambangan. Sebagaimana Amerika Serikat tertarik pada bidang

pertambangan di Indonesia dan memberikan modal yang sangat besar.

MNC merupakan entitas ekonomi yang memiliki kekuatan di berbagai

bidang seperti pasar, keuangan, organisasi, penyebaran dan tingkat pertumbuhan

pesat. Bahkan pertumbuhan ekonomi MNC seringkali melebihi rata-rata

pertumbuhan ekonomi suatu negara.Dengan kekuatan tersebut tentu terdapat

dampak yang dirasakan di berbagai level dan bagian dari masyarakat global.

Dalam buku yang berjudul Multinational Corporation and Governments

Business-Government Relations in an Interntional Context dijelaskan bahwa:

“pihak MNC mengklaim diri mereka memiliki keahlian dan sumber daya

untuk membangun sebuah dunia yang lebih efisien secara produktif, dan

oleh karena itu meningkatkan standar kehidupan global. Pihak MNC juga

berpendapat bahwa mereka membantu negara kurang berkembang untuk

memodernisasi dan mengindustriliasisasi dengan mengenalkan teknologi,

kesem pat an kerj a, d an keahl i an unt uk m enghadapi ekonom i yan g

terbelakang. MNC juga secara alami membuat perang tak lagi terpakai

atau kuno. Karena dalam dunia masa depan dimana semua negara bangsa
dan regional saling ketergantungan satu sama lain, tak akan ada orang

a t a u p u n p e m e r i n t a h a n ya n g w a r a s ya n g a k a n m e m u l a i p e r a n g . ”

Menurut Nopirin, dikatakan pula bahwa terdapat keuntungan potensial

dari kehadiran MNC dalam suatu negara. Keuntungan tersebut antara lain MNC

dapat menyediakan dana investasi, pekerjaan, teknologi tinggi dan jasa

pendidikan. Terkait dana investasi, kehadiran sebuah MNC dikatakan dapat

menambah stock nasional jika modal berasal dari negara induk dan dapat apabila

pengusaha local terdorong untuk melakukan investasi. Selain kehadiran MNC

dapat menambah lapangan pekerjaan, terdapat pula pelatihan ataupun pendidikan

lanjutan bagi tenaga kerja untuk mempertinggi skillnya. Bersamaan dengan

adanya transfer teknologi dan tenaga kerja local yang telah terlatih dan

berpengalaman, diharapkan dalam jangka panjang negara penerima dapat

merubah struktur perekonomiannya meskipun MNC telah pergi.

Walaupun begitu, menurut ECOSOC PBB, masuknya MNC ke suatu

negara belum tentu positif terhadap masalah kesempatan kerja, karena harus

dilihat tipe investasi yang masuk. Jika berbentuk padat modal dan bukan padat

kerja maka hal ini mungkin dapat melumpuhkan industri nasional sehingga justru

menimbulkan penyiutan kesempatan kerja. Pendapat ini kembali ditekankan oleh

Richard J. Barnet and Ronald E.Muller dalam bukunya yang berjudul Global

Reach: The Power of the Multinational Corporation. Mereka melihat MNC

memiliki kemampuan produksi dengan modal intensif yang besar, hal ini

dianggap mampu membuat saingan lokal di pasar domestik tersingkir dari bisnis

ya n g t ent u saj a m e ni ngkat k an pen gan ggur an di n e gar a pe neri m a.


Selain itu, menurut Nopirin, MNC dilihat tidak banyak melakukan

kegiatan riset dan pengembangan di negara penerima sehingga mengakibatkan

negara penerima selalu tergantung pada negara induk. Ditambah lagi, untuk

memiliki teknologi dan pengetahuan yang dimiliki oleh MNC, negara penerima

harus memberikan harga untuk transfer pricing dan royalty. Oleh karena itu

negara berkembang susah untuk bisa lepas MNC dan mandiri mengelola

perekonomiannya.

Menurut Yusuf Panglaykim, Hubungan antara MNC dengan nation states

dapat menimbulkan ketegangan dan konflik. Fakta yang tak dapat di elakkan

adalah bahwa ukuran yang sangat besar dari MNC bermakna bahwa mereka

memiliki dampak ekonomi maupun politis di negara penerima, baik secara

langsung ataupun tidak langsung. Jika operasi ekonomi dari MNC itu kritikal

terhadap ketahanan suatu politik di negara penerima, maka pemerintahan tersebut

tak bisa dihindari akan tertekan. Hal ini tentu membuat negara berada dalam

posisi ‗ketergantungan‖ terhadap MNC baik itu secara ekonomi maupun politik.

Penguasaan MNC akan sumber daya alam di suatu negara dalam jumlah

yang tidak sedikit menimbulkan pertanyaan mengenai kedaulatan permanen atas

sumber daya alam tersebut. Disebutkan pula dalam laporan ECOSOC PBB

bahwa penguasaan MNC pada sektor kunci (sektor yang melibatkan hajat hidup

orang banyak) dilihat sebagai suatu pelanggaran terhadap negara-negara yang

merdeka. Namun, tetap terdapat banyak negara yang menganjurkan masuknya

investasi langsung ke negaranya. Hal ini merupakan suatu kompromi untung rugi

(cost and benefits) yang bersifat politis, ekonomis, dan sosio kulutural.
Dalam prakteknya terdapat suatu perbedaan tujuan dan scope kegiatan

antara negara dan MNC. MNC jelas berorientasi laba sedangkan negara memiliki

tujuan mensejahterahkan rakyatnya. MNC memiliki kekuatan ekonomis dan

nation state memiliki sovereign power. Sovereign power ini sebenarnya dapat

digunakan untuk menentukan aturan masuknya MNC ke suatu negara. Dan

dengan menerima kekuatan MNC, Negara dapat bekerjasama dengan MNC dalam

area ekonomi untuk memperoleh national interest.

B. Energy Security (Keamanan Energi)


Konsep Keamanan Energi muncul ketika di masa Perang Dunia II,
Perdana Menteri Inggris, Winston Churchill mengganti bahan bakar kapal perang

Inggris dari batu bara ke minyak agar dapat menandingi kekuatan kapal perang

German yang cepat. Keputusan Winston Churcill ini membuat Inggris bergantung

akan impor minyak dari Timur Tengah. Menyadari bahwa bahan bakar krusial ini

melewati berbagai lintas batas Negara maka Winston Churcill mengemukakan

keamanan energi harus menjadi salah satu perhatian para pembuat kebijakan.

Energi merupakan komponen dasar yang sangat dibutuhkan oleh setiap

Negara tak hanya di bidang militer namun juga ekonomi. Ketika pasokan energi

dihentikan di tahun 1973 oleh Embargo Timur tengah, negara negara maju harus

memikirkan kembali cara untuk melindungi pasokan energi. Sejak saat itu,

kemanan energi menjadi hal yang mulai serius dipikirkan oleh para pembuat

kebijakan di berbagai Negara khususnya di Negara yang tak memiliki cadangan

energi memadai.

Keamanan energi merupakan tujuan penting dari kebijakan energi di


banyak negara di dunia. Uni Eropa memiliki tiga pilar kebijakan energi yaitu

efisiensi, keberlanjutan dan keamanan ketersediaan energi. Indonesia sendiri

dalam UU no. 30 tahun 2007 menyatakan bahwa energi memiliki peranan yang

sangat penting artinya bagi peningkatan kegiatan ekonomi dan ketahanan

nasional, sehingga pengelolaan energi yang meliputi penyediaan, pemanfaaatan,

dan pengusahananya harus dilaksanakan secara berkeadilan, berkelanjutan,

optimal, dan terpadu.

Definisi energy security sendiri telah terjadi perubahan sesuai berjalannya

waktu. Di periode pasca oil shock di 1970-an, definisi dari energy security

berhubungan dengan penghindaran resiko atas ganguan potensial persediaan

minyak dari pasokan minyak mentah di timur tengah. Di abad ini, faktor lain yang

dapat mempengaruhi stabilitas persediaan bahan bakar dan meningkatkan harga

minyak turut ditambahkan ketika menelaah energy security. Faktor faktor ini

termasuk konflik politik, bencana alam, hal terkait terorisme, dan tantangan energi

yang berhubungan dengan lingkungan.

Menurut laporan APERC (Asia Pacific Reseach Energy Centre), energy

security merupakan kemampuan atas suatu ekonomi untuk menjamin ketersediaan

sumber persediaan energi dalam keadaan yang berkelanjutan dengan harga energi

yang berada pada suatu level yang tidak akan berefek buruk terhadap

penyelenggaraan ekonomi. Jadi, terdapat beberapa faktor yang dapat

mempengaruhi keamanan‘ dari persediaan energi, seperti :

1. Ketersediaan dari cadangan bahan bakar, baik secara domestic maupun

secara eksternal
2. Kemampuan sebuah ekonomi untuk mendapatkan persediaan yang dapat

memenuhi permintaan energi

3. Level dari sebuah diversifikasi sumber ekonomi energi dan diversifikasi

penyedia minyak

4. Akses akan sumber bahan bakar, dalam hal ketersediaan yang

berhubungan dengan infrastruktur energi dan infrasturktur transportasi

energi.

5. Hal geopolitik yang mempengaruhi perolehan sumber.

Bert Kruyt mengemukakan hal yang serupa mengenai elemen-elemen

yang terkait dengan energy security yaitu :

“Availability (ketersediaan) hal ini menggantungkan pada keberadaan

energi secara geologi. Accessibility (ketercapaian)atau elemen

ge o p o l i t i k. Af f or d ab i l i t y (k e t e rj a n gk a ua n ) a t au el e m en e ko n om i .

Acceptability atau elemen sosial dan lingkungan.”

Terlepas dari banyaknya elemen yang ada dalam keamanan energi,

beberapa ahli kebijakan nampaknya sependapat bahwa fokus keamanan energi

terdapat pada adanya ketersediaan energi dan keterjangkauan harga. Seperti

menurut IEA (International Energy Agency) , sebuah organisasi energi

internasional yang dibangun pasca oil shock, keamanan energi adalah ketersediaan

energi yang tak terganggu dalam rentang harga yang terjangkau. Daniel Yergin

juga memiliki pendapat yang sama bahwa tujuan dari energy security adalah

menjamin adanya pasokan energi yang memadai dan dapat diandalkan dalam

rentang harga yang terjangkau. Hal senada pun dikemukakan oleh UNDP
(United Nations Development Program) bahwa keamanan energi adalah suatu

kondisi ketersediaan pasokan sumber energi dengan kuantitas yang cukup dengan

harga yang terjangkau.

Keamanan energi akan terhalang ketika pasokan energi berkurang atau

terganggu di beberapa tempat hingga menyebabkan suatu kenaikan harga yang

tiba-tiba dan signifikan. Keamananan pasokan energi merupakan hal yang paling

fundamental untuk mempertahankan kesinambungan pembangunan ekonomi.

Kapasitas energi yang terbatas akan berdampak pada potensi produksi yang pada

gilirannya dapat menjadi penghalang di dalam menopang pembangunan ekonomi

jangka panjang. Dengan kata lain bahwa pasokan energi atau ketersediaan

energi yang terputus sangat kritis bagi berfungsinya sebuah perekononomian.

Oleh karena itu, penelitian ini akan berfokus pada ketersediaan energi di

Indonesia.

C. Kepentingan Nasional

Suatu negara merdeka tentu memiliki tujuan-tujuan tertentu yang ingin

dicapainya. Sekumpulan tujuan -tujuan ini kemudian identik dengan

kepentingannasional suatu negara. Tindakan yang dilakukan

seringkali berasal dari kepentingan nasionalnya. Kepentingan nasional ini pula

yang kemudian menjadi tolak ukur atau kriteria pokok bagi para pengambil

keputusan (decision makers) masing-masing negara sebelum merumuskan dan

menetapkan sikap atau tindakan.

Kepentingan nasional berawal dari kebutuhan masyarakat suatu negara.


Oleh karenanya kepentingan nasional suatu negara relative sama yaitu keamanan

(security) dan kesejahteraan (prosperity). Teuku May Rudy menjelaskan bahwa

keamanan mencakup keberlangsungan hidup rakyat dan kebutuhan wilayah

sedangkan kesejahteraan menyangkut perekonomian negara tersebut.

Dalam Kamus Hubungan Internasional, Jack C. Plano dan Roy Olton

menjelaskan kepentingan nasional merupakan konsepsi yang sangat umum tetapi

merupakan unsur yang menjadi kebutuhan yang sangat vital bagi suatu negara.

Hal tersebut mencakup keberlangsungan hidup bangsa dan negara, kemerdekaan,

pertahanan, keamanan, militer, dan kesejahteraan ekonomi. Namun

keberlangsungan hidup nasional itu sendiri diberi bermacam-macam intrepretasi

o l e h b e r b a g a i n e g a r a ya n g m e n g h a d a p i k o n d i s i ya n g b e r l a i n a n .

Penelitian ini akan memfokuskan penelitian di sektor energi dimana energi

merupakan unsur vital yang harus diamankan oleh suatu negara demi

keberlangsungan ekonomi dan kesejahteraan rakyat.

Demi mewujudkan kepentingan nasional ini, setiap negara harus mampu

untuk melindungi dan mempertahankan negaranya dari berbagai hal yang dapat

mengancam keberlangsungan hidup maupun kebutuhan rakyatnya. Hal ini di

tekankan oleh Mochtar Mas‘oed bahwa kepentingan nasional merupakan

kemampuan minimum negara-negara untuk melindungi dan mempertahankan

identitas fisik, politik dan kulturnya dari gangguan-gangguan negara lain.

Setiap negara bangsa tidak bisa menghindar dari konsep kepentingan

nasional karena kepentingan nasional tersebut berkaitan erat dengan tujuan-tujuan

nasional. Indonesia sebagai negara yang memiliki sumber daya energi yang
cukup melimpah memiliki tujuan yang hampir sama negara lain yaitu memberi

manfaat sebanyak-banyaknya atas sumber daya yang dimiliki untuk

mensejahterahkan rakyatnya. Tujuan ini sejalan dengan konsep energy security

karena keduanya sama-sama mengedepankan kesejahteraan rakyat. Negara

sebagai entitas politik harus mampu menjalankan tujuan itu disaat bekerjasama

dengan perusahaan asing dalam mengelola migas. Perusahaan migas asing pun

diharapkan mampu mendukung visi negara penerimanya, oleh karenanya energy

security dijadikan sebagai tolak ukur keberhasilan suatu perusahaan energi asing

di suatu negara.
BAB III

METODOLOGI

A. Waktu Penelitian

1. Minggu pertama

Pengumpulan data.

2. Minggu kedua

Pembuatan cover, abstrak, dan pendahuluan (bab 1).

3. Minggu ketiga

Pembuatan dasar teori (bab 2).

4. Minggu keempat

Pembuatan metodologi (bab 3).

5. Minggu Kelima

Pembuatan Pembahasan (bab 4)

6. Minggu Keenam

Pembuatan penutup (bab 5) yang berisi kesimpulan, dan

pembuatan daftar pustaka.

B. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah industri perminyakan.


C. Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah government (pemerintah) dan oil

company (perusahaan minyak).

D. Metode yang Digunakan

1. Metode Deskriptif

Metode deskriptif adalah suatu metode yang tujuannya untuk

menyajikan gambaran lengkap mengenai setting sosial atau

dimaksudkan untuk eksplorasi dan klarifikasi mengenai suatu

fenomena atau kenyataan sosial, dengan jalan mendeskripsikan

sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah dan unit yang

diteliti antara fenomena yang diuji.

Alasan penulis menggunakan metode deskriptif adalah

sebab, data yang di dapat tidak hanya dalam bentuk verbal saja

melainkan dalam bentuk numerikal, tabel, dan diagram.

Instrumen-instrumen yang digunakan dalam penulisan

metode ini, diantaranya :

a. Laptop dan handphone, digunakan untuk perncarian data-

data dan jurnal-jurnal serta penyusunan data-data yang di

dapat.
b. Jurnal, digunakan sebagai acuan atau pedoman dalam

pembuatan karya tulis ilmiah ini.


BAB IV

PEMBAHASAN

A. Sistem Pembagian

Mulai awal abad ke 20 hingga kemungkinan sampai akhir abad 21, minyak

dan gas bumi diperkirakan merupakan sumber energi yang sangat strategis. Hal

ini dikarenakan sebagian besar industri yang ada di bumi, dari tingkatan industri

kecil kelas rumah tangga hingga industri raksasa dunia, ternyata masih

mempergunakan minyak dan gas bumi sebagai sumber eneginya. Oleh karenanya

kedudukan minyak dan gas bumi menjadi sedemikian istimewanya dalam

peradaban kehidupan manusia. Sedangkan di Indonesia sendiri minyak dan gas

bumi masih merupakan andalan penghasil devisa utama Negara sampai diatas

60%.

Dalam kebijakaanya Pemerintah perlu mengaturnya dengan keluarnya UU

No.22 tahun 2001 tentang minyak dan gas Bumi, kewenangan pembuatan

kebijakan di bidang minyak dan gas bumi berada di dalam kementerian Energi

dan Sumber Daya Mineral. Pemerintah Indonesia dalam melakukan kebijakaan

yang akan diterapkan dalam bidang minyak dan gas bumi seyogyanya didasarkan

pada kenyataannya bahwa minyak dan gas bumi tersebut adalah mineral yang

ditambang habis yang artinya bahan tersebut tidak dapat diperbaruhi.

Meningkatnya permintaan dunia maupun dalam negeri Indonesia tentunya juga

menjadi bahan pertimbangan pemerintah.


Para investor baik dari dalam negeri yang berbentuk Badan Usaha ataupun

dari luar negeri yang berbentuk Badan Usaha Tetap yang bergerak dalam bidang

perminyakan tentunya sangat tertarik dengan keuntungan yang akan diraihnya

apabila bisa mendapatkan minyak dan gas bumi secara komersial, walaupun

kemungkinan adanya resiko kegagalannya sangat tinggi.

BPMIGAS sebagai wakil dari pemerintah Indonesia merupakan pemegang

kuasa pertambangan minyak dan gas akan melakukan kontrak kerja bersama

dengan para investor melalui Badan Usaha atau Badan Usaha Tetap dalam bentuk

Kontrak Bagi Hasil atau disingkat KKS atau “Production Sharing Contract” atau

disingkat PSC.

KKS dalam operasionalnya biasanya memerlukan peran seorang yang

bekerja sebagai “Government Liaison” yang bisa bertindak untuk mewakili

perusahaan tersebut dalam hubunganya dengan pemerintahannya terutama untuk

pengurusan perijinan atau persetujuaan dari pemerintah melalui BPMIGAS

ataupun MIGAS dalam rangka pelaksanaan aktivitas eksplorasi maupun

eksploitasi.

Eksploitasi yang didasarkan atas komitment kontrak yang telah

ditandatangani mapun POD yang telah disetujui oleh pemerintah. Goverment

Liaison merupakan penghubunga atara KKS dengan pemerintah dalam hal ini

BPMIGAS dan MIGAS dimana perannya dalam didalam perusahaan minyak

tersebut secara garis besar bisa katagorikan yaitu:

1) Teknikal Support dapat dibagi menjadi 2 antara lain;


a) Subsurface Support, yaitu pekerjaannya meliputi dari proses tender

untuk mendapatkan wilayah kerja sampai dengan usulan pekerjaan yang

didasarkan pada komitmen kontrak maupun POD yang telah disepakati

bersama dan kemudian dituangkan dalam rencana kerja tahunan yang

biasa disebut ”Work Program and Budget”, dimana didalam pelaksanaan

WP&B tersebut selalu menggunakan AFE yang kaitannya dengan

pekerjaan yang berhubungan dengan kondisi bawah tanah baik itu kegiatan

eksplorasi maupun kegiatan eksploitasi.

b) Surface Support, yaitu pekerjaannya meliputi dari pengembangan

lapangan maupun.

2) Non Technical (Legal, Finance, etc), dalam hal ini kami tidak akan

membahasnya.

Proses perijinan atau persetujuan dari setiap rencana kerja yang harus

dikomunikasikan dengan BPMIGAS merupakan tanggung jawab dari seorang

government liaison guna mencapai proses bisnis yang efisien baik dari segi teknis,

anggaran maupun proses administrasinya.

Senantiasa haruslah mengikuti perkembangan pemerintah dari

kementerian Energi Sumber Daya Mineral melalui direktorat Jendral Minyak dan

Gas sebagai pembuat kebijakaan, Regulasi, Insensif, Peenerimaan Negara serta

sebagai Pembinaan dan Pengawasannya.


Membina hubungan professional yang berkelanjutan dengan BPMIGAS

dan MIGAS merupakan tugas pokok yang harus dilaksanakan guna untuk:

a. Menentukan serta dapat mengindentifikasi permasalahan yang kemungkinan

akan timbul.

b. Memberikan informasi terbaru yang dibutuhkan oleh menejemen ataupun para

pimpinan regu.

c. Mmenberikan gambaran dan masukan mengenai rencana taktik dan strateginya

untuk pencapaian proses persetujuan yang efisien.

d. Bertanggung jawab atas kepastian akan terlaksanakannya rencana pekerjaan

yang diusulkannya melalui persetujuan yang diberikan oleh BPMIGAS

sebelum dimulainya pelaksannan pekerjaan.

Sampai saat ini peranan minyak dan gas bumi masih dominan bagi

pembangunan nasional, yaitu sebagai pemberi kontribusi yang cukup besar dalam

APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara), sebagai penghasil devisa,

penyedia energi dalam negeri dan sebagai penyedia bahan baku industri. Industri

minyak dan gas bumi itu sendiri meliputi usaha pencarian (exploration),

pengembangan (development), pengolahan (refinery), serta usaha angkutan

(tanker), dan pemasarannya.

Secara garis besar kegiatan tersebut dibagi atas dua bagian yaitu pertama,

yang disebut dengan upstream industry atau industri hulu , yang dikelola oleh

SKKMIGAS meliputi aktivitas eksplorasi dan eksploitasi. Kedua downstream


industry atau kegiatan hilir yang dikelola oleh BPH (Badan Pengelola Hilir) yang

pada dasarnya kedua badan tersebut merupakan perpanjangan tangan pemerintah

dalam mengelola industri minyak dan gas bumi di Indonesia.

Pada industri hulu migas di Indonesia mengenal istilah Cost Recovery

yang artinya adalah revenue (yang diterima oleh perusahaan perminyakan) untuk

menutupi pengeluaran biaya kapital dan biaya operasi dalam suatu tahun tertentu

ditambah (sisa) unrecovered costs dari tahun sebelumnya. Di Indonesia sejak

diberlakukannya Undang-undang No 8 Tahun 1971 yang dikenal dengan

Production Sharing Contract (PSC), di mana revenue yang diterima oleh

perusahaan migas tidak secara langsung merupakan hasil perkalian produksi

dengan harga. Karena pada dasarnya perusahaan tersebut tidak memiliki minyak,

dan mereka memperoleh upah (fee) yang antara lain berupa cost recovery dan

contractor share of profit oil.

Dalam beberapa PSC, biaya kapital didepresiasikan dan jumlah

depresiasinya dapat dikembalikan atau diambil dari revenue. Revenue sesudah

dikurangi recoverable cost disebut profit oil yang harus dibagi antara pemerintah

dan kontraktor. Perusahaan memperoleh bayaran (fee) sebagai kom-pensasi

mengusahakan migas yaitu dari cost recovery dan split of profit oil sedangkan

pemerintah akan menerima sisanya yang disebut government take.


Total Government Total Contractor
Share Share
600 barrel 400 barrel
$ 60 juta $ 40 juta

Gross Revenue
1,000 barrel
$ 100 juta

Cost Recovery Pengembalian Biaya


250 barrel 250 barrel
$ 25 juta $ 25 juta

Net Of Income
750 barrel
$ 75 juta NOI Pemerintah 80 % NOI Perusahaan 20 %
600 barrel 150 barrel
$ 60 juta $ 15 juta

Gambar 1. Alur Pendapatan Berdasarkan PSC

Dalam contoh yang diasumsikan dalam pembagian jumlah produk, maka

gross revenue berjumlah 1,000 barrel dengan cost recovery sejumlah 250 barrel.

Artinya, pada titik revenue yang diterima perusahaan adalah sebanyak 1.000

barrel. Net Of Income yang tersedia untuk pemerintah dan perusahaan adalah

sejumlah 750 barrel. Apabila diasumsikan, pembagian antara pemerintah dan

perusahaan adalah 80:20, maka pemerintah akan memperoleh 600 barrel minyak

mentah dan perusahaan akan memperoleh 150 barrel minyak mentah. Apabila

pembagiannya diasumsikan dalam jumlah nominal keuangan, maka gross revenue

adalah $100 juta dengan cost recovery $25 juta. Artinya, pada titik revenue yang

diterima perusahaan adalah sebesar US$ 100 juta. Net Of Income yang tersedia
untuk pemerintah dan perusahaan adalah sebesar US$ 75 juta. Apabila

diasumsikan, pembagian antara pemerintah dan perusahaan adalah 80:20, maka

pemerintah akan memperoleh US$ 60 juta dan perusahaan sebesar US$ 15 juta.

PT CPI dalam besar, yang dikeluarkan jauh sebelum revenue pertama diperoleh.

Biaya Kapital ini sering disebut capital expenditure atau development expenditure

terdiri dari biaya pemboran, tanker, anjungan lepas pantai, kepala sumur dan flow

line dan lain-lain yang berkaitan dengan pengembangan lapangan dan proses

produksi.

Biaya-biaya inilah yang mempengaruhi besarnya Cost Recovery terhadap

perusahaan tersebut. Cost Recovery timbul karena adanya biaya operasi dan biaya

kapital yang sangat besar sebelum perusahaan tersebut memperoleh laba atau

keuntungan. Berdasarkan fenomena di atas bahwa ada hubungan yang kuat antara

cost recovery atau pengembalian biaya dengan pendapatan perusahaan yang

berdasarkan kontrak bagi hasil menjadi equity to be split dan bagian pemerintah

(government take). Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Untuk mengetahui

bagaimanakah dampak perubahan cost recovery terhadap Pendapatan Perusahaan

dan Bagian Pemerintah (Government Take) (2) Untuk mengetahui berapa besar

pengaruh yang ditimbulkan dari cost recovery terhadap Pendapatan Perusahaan

dan Bagian Pemerintah (Government Take) pada PT CPI.

B. Kerangka Pemikiran

Untuk mempertahankan ke-ekonomian sumber daya alam di suatu

negara, sebelum dilakukan penandatangan kontrak (petroleum contracts)

hasil negosiasi terlebih dahulu pemerintah berkonsultasi dengan akuntan


negara dan analis keuangan atau penasehat keuangan untuk meminta

pendapatnya yang berhubungan dengan terminologi yang berhubungan

dengan nilai ke-ekonomian suatu lahan atau wilayah kerja pertambangan.

Ilmu pengetahuan tentang petroleum engineering selalu lebih

maju dalam analisa dan desain dibandingkan dengan pengetahuan

lainnya Salah satu aspek kunci yang tidak pernah ditinggalkan adalah

standar terminologi dengan sistem analisis fiskal. Kadangkala orang

menggunakan istilah ”government take” untuk mengindentifikasikan

komponen pendapatan bukan keuntungan. Dari analisa satu per satu

komponen pendapatan tidak mempunyai arti yang besar. Fenomena ini

diambil dengan menggunakan parameter seperti reservoir (Reservoir-

Engineering) dan Contract (Science of Petroleum Fiscal System

Analysis). Dari fenomena di atas dapat dibuat suatu kerangka atau model

penelitian sebagaimana gambar 2. Masing-masing entitas saling

berhubungan secara resiprokal antara satu dengan yang lainnya, dan

dapat digambarkan dalam bentuk kerangka konseptual penelitian

sebagaimana gambar 3.
PENDAPATAN
PERUSAHAAN

Cost Recovery

Biaya -biaya Operasi Biaya -biaya CEB Depresiasi

EQUITY TO BE SPLIT

CONTRACTOR
INDONESIA SHARE
SHARE

GOVERNMENT TAKE CONTRACTOR TAKE

Gambar 2.

Gambar 5. Diagram Jalur Substruktur 1


Persamaan Substruktur 1

Y1 = pX1Y1*X1 + e1?, R²

Y1 = -0,263*X1 + e1, R² = 0,069

di mana:

(Y1) : Cost Recovery

X1 : Pendapatan Perusahan

Dalam diagram jalur, ada-tidaknya pengaruh Cost Recovery (Y1) terhadap

Pendapatan Perusahan (X1) diuji melalui uji signifikansi koefisien jalur pX1Y1.

Dari hasil analisis diperoleh nilai koefisien jalur

pX1Y1= -0,263 dengan nilai statistik-t = -1,189.

Hasil deskripsi atas sampel menunjukkan bahwa besarnya pengaruh Cost

Recovery (Y1) terhadap Pendapatan Perusahan (X1) hanya sebesar

R2 = p2X1Y1 = (-0,263)2 x 100% = 6,9%.

Besarnya pengaruh ini menggambarkan proporsi variasi Pendapatan

Perusahan dalam data sampel yang dapat dijelaskan oleh Cost Recovery. Sisa

proporsi variasi Pendapatan Perusahan, sebesar 1 – R2 = p2X1?1 = 0,931 atau

93,1% dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak diteliti. Mengkaji nilai

statistik-t yang dihasilkan tampak bahwa nilai thitung = -1,189 lebih besar

daripada tabel = -2,093 (nilai ttabel pada taraf kesalahan 5% dan derajat bebas db

= n-2 = 19 untuk tipe uji dua sisi) yang menunjukkan bahwa Cost Recovery (Y1)

tidak berpengaruh signifikan terhadap Pendapatan Perusahaan (X1) pada taraf


kesalahan 5%. Secara ringkas, hasil uji signifikansi pengaruh Cost Recovery (Y1)

terhadap Pendapatan Perusahan (X1) disajikan dalam:

Tabel 1

Ketidak-pengaruhan Cost Recovery (Y1) terhadap Pendapatan Perusahan

(X1) menunjukkan bahwa Cost Recovery yang lebih tinggi tidak cenderung

menghasilkan Pendapatan Perusahan yang lebih rendah atau lebih tinggi. Ada-

tidaknya pengaruh Cost Recovery (Y1) dan Pendapatan Perusahan (X1) secara

simultan terhadap Government Take (X2) diuji melalui uji signifikansi koefisien

determinasi multipel R2. Dari hasil analisis diperoleh nilai koefisien determinasi

multipel R2 = 0,826 = 82,6% dengan nilai statistik-F = 42,590. Hasil deskripsi

sampel ini menunjukkan bahwa besarnya pengaruh Cost Recovery (Y1) dan

Pendapatan Perusahan (X1) secara simultan terhadap Government Take (X2)

sebesar 82,6%. Besarnya pengaruh ini menggambarkan proporsi variasi

Government Take dalam data sampel yang dapat dijelaskan oleh Cost Recovery

dan Pendapatan Perusahan secara simultan. Sisa proporsi variasi Government

Take, sebesar 1 – R2 = p2 X2?2 = 0,174 atau 17,4% dijelaskan oleh faktor-faktor

lain yang tidak diteliti.


Dari hasil uji signifikansi diperoleh bahwa F hitung lebih besar daripada

Ftabel = 3,555 (nilai Ftabel pada taraf kesalahan 5% dan derajat bebas db1 = k = 2,

db2 = n-k-1 = 18) yang menunjukkan bahwa Cost Recovery (Y1) dan Pendapatan

Perusahan (X1) berpengaruh signifikan secara simultan terhadap Government

Take (X2) pada taraf kesalahan 5%. Secara deskriptif, merujuk kepada nilai

koefisien korelasi multipel (Ö R2) yaitu sebesar R = 0,909 menunjukkan bahwa

pengaruh kedua variabel penyebab tersebut secara simultan tergolong sangat kuat

(Guilford, 1956:145).

Ada-tidaknya pengaruh Cost Recovery (Y1) dan Pendapatan Perusahan

(X1) secara parsial terhadap Government Take (X2) diuji melalui uji signifikansi

koefisien jalur pX2Y1 dan pX2X1. Dari hasil analisis diperoleh nilai koefisien

jalur pX2Y1= 0,920 dengan nilaistatistik-t = 9,018 dan koefisien jalur pX2X1=

0,049 dengan nilai statistik-t = 0,479. Hasil deskripsi atas sampel menunjukkan

bahwa besarnya pengaruh langsung Cost Recovery (Y1) secara parsial terhadap

Government Take (X2) sebesar p2X2Y1 = (0,920)2 x 100% = 84,7%; sedangkan

pengaruh langsung Pendapatan Perusahan (X1) hanya sebesar p2X2X1 =(0,049)2

x 100% = 0,2%.

Dari hasil uji signifikansi diperoleh bahwa terhitung untuk Cost Recovery

(Y1) lebih besar daripada ttabel= 2,101 (nilai ttabel pada taraf kesalahan 5% dan

derajat bebas n-k-1 = 18 untuk tipe uji dua sisi) yang menunjukkan bahwa Cost

Recovery (Y1) berpengaruh signifikan secara parsial terhadap Government

Take(X2) pada taraf kesalahan 5%. Hasil yang berbeda ditunjukkan untuk

Pendapatan Perusahan (X1) dimana nilai thitung lebih kecil daripada ttabel =
2,101 yang menunjukkan bahwa Pendapatan Perusahan (X1) tidak berpengaruh

signifikan secara parsial terhadap Government Take (X2) pada taraf kesalahan 5%.

Secara ringkas, hasil uji signifikansi pengaruh Cost Recovery (Y1)

terhadap Pendapatan Perusahan (X1) dan Government Take (X2), baik secara

simultan maupun parsial disajikan dalam Tabel 2. deskriptif hanya sebesar -1,2%

yang jauh lebih kecil dibandingkan pengaruh langsung Cost Recovery terhadap

Government Take yang sebesar 84,7%. Dapat disimpulkan bahwa eksistensi

pengaruh tidak langsung Keberpengaruhan Cost Recovery (Y1) secara parsial

terhadap Government Take (X2) menunjukkan

bahwa pada kondisi Pendapatan Perusahan yang sama, Cost Recovery yang lebih

tinggi cenderung menghasilkan Government Take yang lebih rendah atau lebih

tinggi. Sedangkan ketidak-pengaruhan Pendapatan Perusahan (X1) terhadap

Pendapatan Perusahaan (X1) menunjukkan bahwa pada kondisi Cost

Recovery yang sama. Pendapatan Perusahan yang lebih tinggi tidak cenderung

menghasilkan Government Take yang lebih rendah atau lebih tinggi. Dari hasil

analisis jalur ini dapat disimpulkan bahwa Cost Recovery secara dominan

mempengaruhi Government Take. Deskripsi pengaruh langsung dan tidak


langsung berdasarkan data sampel yang menunjukkan dominannya pengaruh Cost

Recovery (Y1) terhadap Government Tdari Cost Recovery melalui Pendapatan

Perusahan terhadap Government Take ini tidak dapat diterima dengan

pertimbangan tidak signifikannya pengaruh Cost Recovery melalui Pendapatan

Perusahan yang telah diuji pada substruktur 1 maupun tidak signifikannya

pengaruh Pendapatan Perusahan secara parsial terhadap Government Take pada

substruktur 2.ake (X2) dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2
BAB V
PENDAHULUAN

A. Kesimpulan

1. Indonesia memiliki ketergantungan yang sangat besar akan sumber

energi minyak, padahal Indonesia hanya memiliki cadangan minyak

potensial yang hanya bertahan untuk 12 tahun. Konsumsi yang sangat

besar ini mendorong indonesia untuk mengimpor minyak dari Timur

Tengah. Ketergantungan yang sangat besar akan satu jenis minyak

membuat keamanan pasokan energi Indonesia menjadi rawan. Selain

itu, sumber impor minyak kebanyakan berasal dari Timur Tengah, hal

ini menambah resiko ketidak amanan pasokan tersebut. Oleh karena

itu, penulisan kesimpulan bahwa keadaan pasokan energi Indonesia

berada pada posisi yang tidak aman.

2. Perusahaan migas asing memiliki andil yang besar dalam produksi

mugas Indonesia. Sebagian besar produksi minyak dan gas Indonesia

dikuasai oleh operator perusahaan energi asing. Kehadiran mereka

berkontribusi pada proses eksplorasi untuk menemukan cadangan dan

ladang migas baru. Namun pada proses produksi sayangnya hasil dari

produksi tersebut tidak kembali kepada negara Indonesia melainkan di

juaal ke luar negeri. Hal ini membuat kebutuhan dalam negeri tidak

terpenuhi yang akhirnya berujung pada impor minyak ataupun impor

gas. Kehadiran perusahaan migas asing seharusnya dapat di


berdayakan gunakan untuk memenuhi ketersediaan Indonesia, mereka

bisa menjadi patner yang kuat untuk menemukan cadangan energi baru

dan sumber pasokan energi energi Indonesia. Namun kebijakan

pemerintah Indonesia hingga saat ini masih berorientasi ekspor

sehingga pasokan energi Indonesia harus didatangkan dari luar negeri.

Hal ini justru membantu kehadiran mereka menjadi penyebab ketidak

amananketersediaan energi nasional.

B. Saran

1. Diversifikasi energi merupakan hal yang patut untuk segera dilakukan

dalam rangka melepas ketergantunga terhadap minyak dan gas bumi

ini. Ketergantungan terhadap fosil juga sepatutnya dapat dikurangi

melihat banyaknya potensi dibidang sumber energi terbaharukan

Indonesia yang lebih berkelanjutan dan tidak akan habis.

2. Pemerintah Indonesia seharusnya dapat menetapkan domestic market

obligation (DMO) yang lebih tinggi untuk meningkatkan peran

perusahaan migas dalam memasok ketersediaan energi Indonesia.

3. Pemerintah Indonesia juga seharusnya mampu untuk menetapkan

regulasi yang lebih pro terhadap kebutuhan energi nasional itu

dibandingkan berorientasi ekspor, karena energi bukan hanya sebagai

barang komoditas tapi juga strategis.

4. Pemerintah Indonesia yang memiliki kewajiban untuk menjaga

keberlangsungan ekonomoi negara dan kesejahteraan rakyat untuk


mempertimbangkan ulang mengenai prioritas dalam kebijakan energi

menyangkut andil perusahaan migas asing.


DAFTAR PUSTAKA

Barnet, Richard J. and Ronald E. (1974). Global Reach: The power of the

Multinational Corporation. New York: Simon & Schuster. Inc.

Boarman, PatrickM. and Hans Schollhammer (eds). (1980). Mutinational

Corporations and Governments: Business-Government

Relations in an International Context. New York: Pergamon

Department of Economic and Social Affairs United Nation. (1973).

Multinational Corporations in World Development. New York:

United Nations.

Dunning, John H. (1991). Government and Multinational Enterprises:

From Conforntation to Co-operation. Berkshire: University of

Reading. Department of Economics United Kingdom.

Gooderham, Paul. (2003). International Management : Cross-Boundary

Challenges. Malden Ma: Blackwell Publishing.

Jemadu, Aleksius. (2008). Politik Global dalam Teori dan Praktik.

Yokyakarta : Graha Ilmu.

Khong, Cho Oon. (1990). The Polotics of Oil in Indonesia. 1986. New

York: Cambridge University.


Mas’oed, Mochtar. (1990). Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin Ilmu

dan Metodologi. Jakarta : LP3ES.

Mas’oed, Muhtar. (1995). Ekonomi Politik Internasional. Yokyakarta:

PT Tiara Wacana.

Modelski, George (ed). (1979). Transnational Corporations and World

Order. San Fransisco: W. H Freeman and Company.

Nopirin. (1999). Ekonomi Internasional. Yokyakarta: BPFE

Yokyakarta.hal. 56

Nugroho, Hanan. (2011). A Mosaic Of Indonesian Energy Policy. Bogor:

PT Penerbit IPB Press.

Pnglaykim, Yusuf. (1988). Persoalan Masa Kini: Perusahaan-

Perusahaan Multinasional. Jakarta: Centre for Strategic and

International Studies.

Perwita, Banyu. (2005). Pengantar Ilmu Hubungan Internasional.

Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Rudy, T. May. (2002). Studi Strategis dalam Transformasi Sistem

Internasional Pasca Perang Dingin. Bandung: PT. Refika

Aditama. hal. 16
Sanusi, Bachrawi. (2002). Peranan Migas dalam Perekonomian

Indonesia. Jakarta: Universitas Trisakti.

Sanusi, Bachrawi. (2004). Potensi Ekonomi Migas Indonesia. Jakarta:

PT. Rineka Cipta.

Saragih, Juli Panglim. (2010). Sejarah Perminyakan di Indonesia.

Jakarta: Sekretaris Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat

Indonesia.

Sekretaris Jenderal DPR-RI. (2010). Politik Ketahanan Energi Nasional.

Jakarta: Gema Insani.

Smelser, Neil J & Paul B Baltes. (2010). International Encycloppedia of

the Social & Behavioral Sciences. New York: Elsevier.

Suprapto, R. (1997). Hubungan Internasional: sistem interaksi dan

perilaku. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Syeirazi, M Kholid. (2009). Di Bawah Bendera Asing: Liberalisasi

Industri Migas Indonesia. Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia.

UNDP. (2000). World Energy Assesment. New York: United Nations.

Eka Astiti kumalasari. 2013. Peranan Perusahaan Migas Asing terhadap

Ketersediaan Energi Indonesia. Makassar: Universitas

Hasanuddin.

Anda mungkin juga menyukai