Anda di halaman 1dari 23

POTENSI MIGAS DI INDONESIA

Makalah dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Ilmu dan
Industri Migas

Disusun Oleh:

KELOMPOK 5
AURA AZHARI (231910801005)
MASTITA AYU DISIKA NASNABALO (231910801012)
RIZKI MORANA SILAEN (231910801015)
NADISA ERYA SANGADJI (231910801018)
AHMAD AGHNY KURNIA BINTANG. A (231910801023)
SURANATA SURYANINGRAT(231910801035)

Dosen Pengampu:
Ir. Welayaturromadhona, S.Si.,M.Sc.

PROGRAM STUDI TEKNIK PERMINYAKAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS JEMBER
2023

KATA PENGANTAR

Puji Syukur atas kehadirat Allah S.W.T yang telah melimpahkan rahmat
dan nikmatnya kepada kami sehingga dalam penulisan dan penyusunan makalah
yang berjudul “ Potensi Migas Di Indonesia” dapat tersusun dengan baik.
Tujuan yang mendorong kami dalam menyusun makalah ini adalah tugas
dari mata kuliah Pengantar Ilmu dan Indusrti Migas untuk memenuhi salah satu
syarat perkuliahan. Makalah ini membahas tentang bagaimana potensi migas di
Indonesia beserta cekungan-cekungan (basin) yang telah diproduksikan di
Indonesia yang diharapkan dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi para
pembaca makalah yang telah kami susun ini.
Pada kesempatan kali ini, kami ingin menyampaikan terima kasih dan rasa
hormat kepada pihak-pihak yang membantu dalam penyusunan makalah ini,
terutama kepada:
1. Dosen mata kuliah Pengantar Ilmu dan Industri Migas, bapak Ir.
Welayaturromadhona, S. Si., M.Sc
2. Rekan kerja sama kelompok 5 yang telah bekerja sama dengan baik
sebagai tim kelompok sehingga penyusunan makalah ini dapat
terselesaikan dengan baik dan tepat waktu.
Kami menyadari bahwa dalam makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran dari pihak manapun yang bersifat memperbaiki dan
membangun harapan demi menyempurnakan makalah ini.

Jember, 13 November 2023

Tim Penyusun
DAFTAR ISI
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Indonesia adalah negara dengan kekayaan alam yang melimpah dan memiliki
potensi besar dalam sektor minyak dan gas bumi (migas). Potensi tersebut
menjadi fokus utama dalam upaya memenuhi kebutuhan energi domestik dan
mendukung pertumbuhan ekonomi. Cekungan-cekungan migas yang tersebar di
seluruh wilayah Indonesia telah menjadi salah satu pemain kunci dalam industri
migas global. Pertumbuhan ekonomi yang pesat dan peningkatan urbanisasi telah
memicu kenaikan permintaan energi di Indonesia. Pemahaman mendalam tentang
potensi dan pemanfaatan minyak serta gas bumi menjadi krusial untuk
mengamankan pasokan energi dan menjaga ketahanan energi nasional. Regulasi
dan pengelolaan sumber daya migas menjadi aspek penting dalam memastikan
keberlanjutan eksploitasi sumber daya tersebut. Penelusuran regulasi yang efektif
dalam industri migas Indonesia serta praktik pengelolaan yang berkelanjutan
menjadi langkah kunci dalam menjaga keseimbangan antara kebutuhan energi dan
pelestarian lingkungan. Pemahaman mengenai konsumsi sumber daya energi
migas di Indonesia juga memberikan gambaran jelas tentang pola penggunaan
energi dalam skala nasional. Analisis terhadap persediaan minyak dan gas bumi
juga menjadi esensial untuk memproyeksikan kecukupan pasokan dalam
menghadapi tuntutan pasar yang terus berkembang (Syeirazi, M Kholid. 2009)
Dalam konteks ini, penelitian cekungan-cekungan migas yang telah
diproduksi di Indonesia menjadi langkah signifikan. Identifikasi cekungan mana
yang memiliki potensi meningkatkan cadangan dan produksi migas akan
memberikan wawasan strategis bagi pengembangan lebih lanjut dalam industri
migas nasional. Melalui pemahaman yang mendalam terhadap potensi migas,
regulasi, konsumsi, persediaan, dan cekungan yang berkontribusi, makalah ini
bertujuan untuk merinci peran vital Indonesia dalam konteks energi global serta
menyoroti langkah-langkah strategis dalam mengoptimalkan pemanfaatan potensi
migas untuk pembangunan berkelanjutan. (Restra dan Kesdm, 2015)
Berdasarkan konteks di atas, penulis bertujuan untuk melakukan
analisis yang lebih mendalam dalam makalah yang berjudul “Potensi Migas di
Indonesia.”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan informasi yang telah disajikan sebelumnya, dapat ditarik
simpulan mengenai perumusan permasalahan berikut ini.
1. Apa saja potensi dan pemanfaatan minyak dan gas bumi di Indonesia?
2. Bagaimana regulasi dan pengelolaan sumber daya minyak dan gas
bumi yang ada di Indonesia?
3. Bagaimana konsumsi sumber daya energi minyak dan gas bumi di
Indonesia?
4. Berapa banyak persediaan minyak dan gas bumi di Indonesia?
5. Di mana saja daerah yang memiliki cekungan (basin) yang sudah
memproduksi migas di Indonesia?

1.3 Tujuan Kepenulisan


Di turunkan dari rumusan masalah, maka dapat diketahui tujuan dibuatnya
makalah ini sebagai berikut.
1. Menganalisis potensi dan pemanfaatan migas di Indonesia
2. Menyelidiki regulasi dan pengelolaan sumber maya Migas
3. Menganalisis konsumsi sumber daya energi migas di Indonesia
4. Menyusun estimasi persediaan migas di Indonesia
5. Mengidentifikasi daerah mana saja yang memiliki cekungan (basin)
untuk meningkatkan cadangan dan produksi migas

1.4 Manfaat Makalah


Manfaat yang bisa didapatkan dari penulisan makalah ini adalah,
1. Manfaat bagi penulis
Menambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis mengenai materi
potensi minyak dan gas di Indonesia.
2. Manfaat bagi pembaca
Sebagai sarana literatur bagi pembaca sebagai pengantar dalam
memahami potensi-potensi minyak dan gas yang ada di Indonesia
BAB 2. PEMBAHASAN

1. Potensi dan Pemanfaatan minyak dan gas bumi di Indonesia


Energi memiliki peran penting dalam kehidupan manusia karena segala
aktivitas manusia membutuhkan energi. Indonesia merupakan negara yang masih
memanfaatkan energi minyak bumi sebagai sumber energi utama. Berbagai jenis
aktivitas dalam kehidupan sehari-hari hampir selalu berkaitan dengan produk-
produk yang berasal dari minyak bumi, seperti Liquified Petroleum Gases (LPG),
bensin, aviation turbine fuel (avtur), bahan bakar diesel, minyak pelumas, aspal,
kerosin, dan sebagainya.
Pertambangan minyak dan gas memerlukan waktu ribuan bahkan jutaan tahun
untuk terbentuk karena ketidakmampuan sumber daya tersebut untuk melakukan
regenerasi (nonrenewable). Sumber daya alam ini sering disebut juga sumber daya
alam yang memiliki stok yang tetap (Fauzi, A. 2006).
Industri minyak bumi nasional sudah tua, lebih dari 100 tahun, dan
produksinya semakin menurun. Sepanjang sejarah Republik Indonesia merdeka,
puncak produksi minyak terjadi sebanyak 2 kali yaitu pada tahun 1977 dan 1995
dimana produksi minyak bumi masing-masing sebesar 1,68 juta bpd dan 1,62 juta
bpd. Setelah 1995 produksi minyak Indonesia rata-rata menurun dengan natural
decline rate sekitar 12% per tahun. Namun sejak tahun 2004 penurunan produksi
minyak dapat ditahan dengan decline rate sekitar 3% per tahun (Restra KESDM,
2015).
Tabel 1. Produksi minyak dan gas bumi di Indonesia
Berdasarkan data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
(ESDM), cadangan minyak bumi Indonesia hanya tersedia untuk 9,5 tahun dan
gas bumi untuk 19,9 tahun dengan asumsi tidak ada penemuan baru cadangan
minyak dan gas bumi. Selain itu, ditinjau dari pencapaian produksi rata-rata
minyak dan gas bumi dalam dua tahun terakhir menunjukkan terjadinya
penurunan akibat adanya penurunan performance reservoir secaara alami (natural
decline) dan tidak ditemukannya cadangan besar yang dapat menggantikan
cadangan yang terus diproduksi. Artinya, terdapat penurunan dari segi kuantitas
minyak bumi dan dalam jangka waktu tertentu dapat habis (Kementerian ESDM,
2019).
Perkembangan produksi minyak dan gas yang saling bertolak belakang
menunjukkan bahwa terdapat pergeseran pemanfaatan sumber energi di Indonesia.
Perubahan ini ditunjukkan dari menurunnya produksi minyak mentah dan
meningkatnya produksi gas bumi indonesia. Kondisi ini dapat menunjukkan
bahwa, produksi gas bumi merupakan alternatif energi yang dihasilkan oleh
industri hulu di Indonesia. Dengan adanya penurunan produksi minyak yang
diikuti dengan adanya peningkatan produksi gas dari industri hulu, maka
ketergantungan Indonesia terhadap energi dari minyak dapat diturunkan di masa
datang. Produksi minyak mentah dari industri hulu tidak sebesar produksi gas
bumi Indonesia. Hal ini menunjukkan Indonesia mempunyai sumber energi utama
berupa gas bumi sebagai pelengkap sumber energi dari minyak mentah.
Perubahan struktur energi Indonesia menunjukkan bahwa minyak mentah telah
mengalami penurunan akibat eksploitasi di masa lampau untuk memenuhi
kebutuhan domestik maupun internasional. Penurunan produksi minyak mentah
ini sesuai dengan teori puncak minyak Hubert. Minyak mentah Indonesia sebagai
penghasil energi utama mengalami penurunan dan digantikan oleh gas bumi (PPT
Migas, 1994)
Minyak dan gas bumi termasuk dalam Sumber Daya Alam (SDA) tak
terbarukan. Minyak dan gas bumi suatu saat dapat habis dan tidak mungkin lagi
untuk diproduksi atau dibentuk ulang. Minyak dan gas bumi memiliki nilai
ekonomis yang tinggi dan memiliki kemampuan bekerja yang lebih efisien,
namun mengandalkan SDA minyak dan gas bumi sebagai pendukung
pembangunan untuk sepanjang masa jelas bukan pilihan yang tepat (Bakhri,
2021).
2. Regulasi dan pengelolaan minyak dan gas bumi di Indonesia
Indonesia merupakan salah satu negeri dengan kekayaan migas yang
berlimpah. Cadangan minyak bumi Indonesia yang telah terbukti berjumlah 7,55
MSTB (Million Stock Tank Barrel) dan cadangan gas Indonesia yang telah
terbukti ialah 150,39 TSCF (Trillion Standard Cubic Feet).(BP migas,2014)
Apabila dilihat dalam lingkup global, cadangan terbukti minyak bumi milik
Indonesia menyumbang sekitar 0,4 % dari seluruh cadangan terbukti minyak bumi
dunia dan cadangan terbukti gas alam Indonesia menyumbang 1,6 % dari seluruh
cadangan terbukti gas alam dunia. Maka tak heran, jika migas menjadi komoditas
ekspor terpenting Indonesia sejak tahun 1970-an. Bahkan sebelum tahun 2006,
Indonesia sempat menjadi pengekspor LNG (Liquified Natural Gas) terbesar di
dunia selama hampir tiga dekade.(Hanan Nugroho,2011)
Sebagai negara yang memiliki pasokan cadangan migas yang cukup banyak,
sudah seharusnya Indonesia memilih sistem pengelola migasyang baik, saat ini
dalam pengelolaan migas Indonesia belum memiliki ketegasan skema mana yang
ia anut. Ketentuan Pasal 8 ayat (3) UU no 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas
Bumi menjelaskan bahwa kegiatan usaha Pengangkutan Gas Bumi melalui pipa
pengusahaannya diatur agar pemanfaatannya terbuka bagi semua pemakai, berarti
Indonesia ingin menerapkan skema common carriage. Namun, pada realitanya
sistem atau skema yang digunakan oleh Indonesia dalam pengelolaan migas lebih
condong ke skema open access. Realita ini terlihat dari beberapa kebijakan
pemerintah yaitu: Keputusan Menteri ESDM 1321K/20/MEM/2005,Peraturan
BPH Migas No. 11/2007, Kepmen ESDM 1321K/20/MEM/2005dan Peraturan
BPH Migas No.15/2008 dengan tegas menggunakan prinsip open access.(Irene
Handika,2014)
Menurut BP Migas (Badan Pengelola Minyak dan Gas), sekitar 85,4 % dari
137 Wilayah Kerja (WK) pertambangan migas nasional saat ini dimiliki oleh
perusahaan migas asing. Perusahaan nasional hanya menguasai sekitar 14,6 %
Wilayah Kerja dan 8 % di antaranya dikuasai Pertamina. Lima kontraktor asing
terbesar di Indonesia adalah ExxonMobil, Chevron, Shell, Total dan BP (Beyond
Petroleum) dimana mereka menguasai cadangan minyak bumi 70% dan cadangan
gas alam 80% serta memiliki kapasitas produksi 68% minyak bumi dan 82% gas
alam .Sangat disayangkan apabila migas di Indonesia justru dikelola oleh pihak
asing, konsep sumber daya alam yang „dikuasasi negara‟ sesuai amanat konstitusi
menjadi pertanyaan besar. Alih-alih dipergunakan untuk kesejahteraan
masyarakat, migas yang dikelola asing tentunya tidak dapat memberikan dampaks
signifikan untuk kemakmuran bangsa Indonesia, karena sudah barang tentu
mereka (asing) lebih mementingkan kepentingan untuk negaranya sendiri.(M.
Kholid Syeirazi,2009)
Sepanjang sejarah berdirinya negeri ini, Indonesia pernah memiliki empat
Undang-Undang yang berkaitan dengan tata kelola migas, yaitu: Indsche Mijnwet
1899, Undang-Undang No. 44 Tahun 1960 tentang Pertambangan Minyak dan
Gas Bumi, Undang-Undang No. 8 Tahun 1971tentang Perusahaan Pertambangan
Minyak dan Gas Bumi Negara, serta Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang
Minyak dan Gas Bumi yang berlaku hingga hari ini11. Undang-Undang No. 22
Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi adalah salah satu produk perjanjian
IMF dengan pemerintah.(Yudi Latif,2012)
Mengenai pengertian open access saat ini Indonesia sudah menerapkannya
sebagian, namum terdapat beberapa peneliti yang memberikan hipotesanya bahwa
Indonesia belum siap menerapkan sistem open access. Ketua Pusat Studi Energi
(PSE) Universitas Gadjah Mada Deenderlianto menyebutkan bahwa didapati dari
40 disertasi doktoral yang di diterbitkan dalam jurnal internasional menyimpulkan
open access atau pemakaian pipa bersama dan unbundling pada pipa gas justru
akan menaikkan harga jual gas ke konsumen. Hanan Nugroho mengatakan belum
siapnya perangkat kebijakan untuk mendukung pelaksanaan UU No. 22 Tahun
2001, hal ini menyebabkan belum dapat diimplementasikannya sejumlah
kebijakan yang berkenaan dengan sektor hilir gas bumi.(Hanan Nugroho.2004)
Sejatinya terdapat dua pandangan atas tata kelola gas yang bergerak ke arah
liberalisasi, di satu sisi mendukung dengan antusiasnya, dan sisi yang lain
sebaliknya. Pada kubu pendukung liberalisasi, diutarakan bahwa penerapan open
access dalam pembangunan pipa gas di berbagai daerah akan mengakselerasi
bisnis gas. Bila bisnis gas tumbuh, tidak hanya perusahaan penyedia jaringan pipa
gas yang untung, tetapi seluruh stakeholder gas juga mendapatkan manfaatnya,
mulai dari pemerintah, pelaku usaha maupun konsumen.Komaidi Notonegoro
setidaknya mencatat beberapa keuntungan yang diperoleh dengan langkah
liberalisasi melalui open access, yaitu
1).open access bisnis gas akan cepat tumbuh, yang pada gilirannya akan
menumbuhkan pasar baru bagi bisnis gas. Bila pasar baru tumbuh, keuntungan
bagi pemerintah akan mempercepat konversi bahan bakar minyak (BBM) ke
bahan bakar gas (BBG), mengurangi subsidi BBM, mengurangi impor BBM,
bahkan menstabilkan nilai tukar rupiah;
2).Penyedia jaringan gas akan memperoleh pemasukan dari toll fee meskipun
misalnya perusahan penyedia jaringan pipa tersebut tidak memiliki
infrastruktur dan tidak berbisnis di sektor gas;
3).Ditilik dari sisi konsumen open access, perusahaan penyedia jaringan pipa
gas akan menjadi pionir untuk menumbuhkan persaingan dalam bisnis gas.
Bila persaingan ini terjadi, maka yang diuntungkan adalah konsumen karena
mereka bisa mendapat pilihan harga gas yang paling kompetitif. Dengan
demikian, sistem monopoli akan tergilas oleh open access. Konsumen akan
memilih gas yang paling kompetitif, yang dihasilkan open access.(Nanang
Wijayanto,2014)
Sementara dari kubu yang menentang liberalisasi, argumen penolakan juga
tidak kalah kuatnya. Sebagaimana dapat dikaji, saat ini tata kelola gas di
Indonesia semakin hari semakin menampakkan wajahnya yang bersifat liberal.
Perwajahan tata kelola liberal ini sebagai konsekuensi logis dari pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas beserta beragam
peraturan derivatnya. Secara berjenjang, Undang-Undang Nomor 22 tahun 2001
tentang Minyak dan Gas Bumi sebagai implementasi Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 justru membuka peluang liberalisasi dan
penguasaan asing atas ladang minyak Indonesia. (Emil Salim, 1979)
Indonesia dulu pernah menganut vertical integrated system (sistem
terintergrasi vertikal), dimana Pertamina yang saat itu masih berstatus PN
(Perusahaan Negara) memegang kendali hulu dan hilir sekaligus bertindak sebagai
regulator. Namun karena harus tunduk pada Undang-undang hasil intervensi IMF
yakni UU No.22 tahun 2001, maka Indonesia beralih dari welfare state menjadi
liberal dalam hal pengelolaan gasnya. Melalui vertical integrated system,
Pertamina dapatmengantarkan Indonesia pada masa keemasan pada tahun 1960-
1975. Penggunaan sistem ini menjadikan Pasal 33 ayat (2) dan (3) terlaksana
dengan nyata. Saat itu Pertamina menawarkan terobosan baru dengan konsep
production sharing contract(PSC), yakni pembagian antara IOC (International Oil
Company) dan Pemerintah dari hasil produksi, bukan dari hasil penjualan
sebagaimana yang terdapat dalam konsep Kontrak Karya. Melihat keberhasilan
Pertamina, akhirnya konsep UU No. 8 Tahun 1971 diadopsi oleh banyak negara,
seperti Malaysia, Brazil, dan lain-lain. Sepanjang sejarah berdirinya negeri ini,
Indonesia pernah memiliki empat UU yang berkaitan dengan tata kelola migas,
yaitu: Indische Mijnwet 1899, UU No. 44 Tahun 1960, UU No. 8 Tahun 1971 dan
UU No. 22 tahun 2001 yang berlaku hingga hari ini. Berkaitan dengan konsep tata
kelola migas, banyak ahli perminyakan dan ekonomi berpendapat bahwa desain
tata kelola migas pada UU No. 8 tahun 1971 merupakan yang paling baik.
Sementara desain tata kelola migas pada UU No. 22 tahun 2001 dianggap yang
paling buruk. Hasil survey Fraser Institute, Canada, pada tahun 2010, 2011 dan
2012 membuktikan bahwa Tata kelola migas Indonesia termasuk salah satu yang
terburuk di didunia dan paling buruk di kawasan Asia Oceania. (Yosephine Tiara
Crishna,2012)

3. Konsumsi sumber daya minyak dan gas bumi di Indonesia


Total kebutuhan energi nasional tahun 2019-2050 berdasarkan skenario
Business As Usual (BAU) diprediksi semakin meningkat seiring dengan
pertumbuhan penduduk, ekonomi, dan harga energi, serta kebijakan pemerintah.
Minyak dan gas bumi termasuk dalam Sumber Daya Alam (SDA) tak terbarukan.
Minyak dan gas bumi suatu saat dapat habis dan tidak mungkin lagi untuk
diproduksi atau dibentuk ulang. Minyak dan gas bumi memiliki nilai ekonomis
yang tinggi dan memiliki kemampuan bekerja yang lebih efisien, namun
mengandalkan SDA minyak dan gas bumi sebagai pendukung pembangunan
untuk sepanjang masa jelas bukan pilihan yang tepat (Garg, et al., 2020).
Seiring dengan pertumbuhan ekonomi, konsumsi energi juga meningkat.
Konsumsi energi Indonesia didominasi oleh energi fosil terutama BBM.
Konsumsi energi final terdiri dari berbagai sektor, yaitu sektor industri, rumah
tangga, transportasi, komersial, dan lainnya. Intensitas konsumsi energi final per
kapita Indonesai meningkat dari 2,51 pada tahun 2000 menjadi 3,90 pada tahun
2014 (KESDM, 2015b)
Peningkatan intensitas konsumsi energi final per kapita tersebut dipengaruhi
oleh semakin meingkatnya jumlah penduduk Indonesia. Energi di Indonesia
terbukti memiliki peran yang sangat penting dalam pembangunan nasional.
Peranan energi, terutama migas, dapat dilihat dalam neraca perdagangan dan
APBN. Migas memberi sumbangan sangat berarti dalam penerimaan rutin. Ketika
terjadi oil boom tahun 1970-an, 60–80% penerimaan pemerintah dari total
pendapatan pajak langsung didominasi oleh komponen pajak migas. Dominasi
migas terus berlangsung sampai sekitar tahun 1980-an, setelah itu mengalami
penurunan. Demikian juga halnya dengan proporsi penerimaan pemerintah dari
ekspor migas mencapai angka tertinggi tahun 1981–1982, yaitu sekitar 80% dari
total penerimaan ekspor nasional. Karena itu, peran energi di Indonesia layak
disebut sebagai engine of growth. Hal ini semakin dipertegas oleh tingkat
pertumbuhan ekonomi sebesar 7% tahun 1989–1990 (Yusgiantoro, 2000).
Total kebutuhan energi nasional tahun 2019-2050 berdasarkan skenario
Business As Usual (BAU) diprediksi semakin meningkat seiring dengan
pertumbuhan penduduk, ekonomi, dan harga energi, serta kebijakan pemerintah.
total kebutuhan energi final diproyeksikan meningkat dengan laju pertumbuhan
rata-rata sebesar 3,5% per tahun. Berdasarkan skenario Electric Vehicle (EV) pada
tahun 2050 pangsa kebutuhan energi listrik mengalami peningkatan menjadi 10%
(100,8 juta SBM), sedangkan pangsa kebutuhan bensin mengalami penurunan
menjadi 20% (200,3 juta SBM) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
(BPPT, 2021). Total konsumsi energi final di Indonesia pada tahun 2019 yaitu
sebesar 989,9 juta SBM (Setara Barel Minyak). Konsumsi energi final per jenis
pada tahun 2019 didominasi oleh Bahan Bakar Minyak (BBM) yang meliputi
avgas, avtur, bensin, minyak tanah, minyak solar, minyak diesel, dan minyak
bakar yaitu sebanyak 42% (meningkat 3% dari tahun 2018).
Konsumsi BBM yang tinggi disebabkan karena penggunaan teknologi
peralatan BBM dinilai lebih efisien terutama di sektor transportasi (BPPT, 2021)
Konsumsi energi terbesar terdapat di sektor transportasi yaitu sebanyak 42%
(meningkat 2% dari tahun 2018). Sektor transportasi menggunakan energi yang
hampir seluruhnya adalah BBM, terutama bensin. Selain itu, implementasi
kebijakan pemerintah berupa konversi minyak tanah ke LPG sebagai
konsekuensinya juga membuat konsumsi LPG di sektor rumah tangga menjadi
cukup besar. Sektor pertanian, konstruksi, dan pertambangan merupakan sektor
yang paling banyak dalam konsumsi minyak solar.

4. Cadangan minyak dan gas bumi di Indonesia


Cadangan minyak dan gas bumi merupakan bagian yang vital bagi perusahaan
minyak dan gas bumi. Penemuan cadangan ini melibatkan kegiatan eksplorasi
yang membutuhkan biaya sangat besar. Kebutuhan dana ini dapat dipenuhi dari
tiga sumber yaitu, perusahaan, kreditur, maupun investor. Karena melibatkan
pihak ketiga, maka cadangan minyak dan gas bumi yang telah ditemukan perlu
dinilai secara akurat, untuk merepresentasikan nilai cadangan yang sebenarnya.
Cadangan didefinisikan sebagai perkiraan volume minyak bumi dan/atau gas alam
yang ditemukan di dalam batuan reservoir dan secara komersial dapat
diperoleh/diproduksikan. Cadangan dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu
cadangan terbukti dan cadangan potensial. Cadangan terbukti adalah jumlah
volume minyak bumi dan/atau gas alam yang berdasarkan analisa data geologi
dan keteknikan dapat diperoleh secara komersial dalam jangka waktu yang dapat
ditentukan pada kondisi ekonomi, metode operasi dan peraturan pemerintah yang
berlaku saat itu. Cadangan potensial adalah jumlah volume minyak bumi
dan/atau gas alam yang diperkirakan terdapat di dalam batuan reservoir,
berdasarkan data geologi eksplorasi masih harus dibuktikan dengan
pengeboran dan pengujian.(buku statistik migas 2021)
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif
mengungkapkan bahwa cadangan minyak bumi di Indonesia akan tersedia hingga
9,5 tahun mendatang, sementara umur cadangan gas bumi Indonesia mencapai
19,9 tahun."Ini dengan asumsi tidak ada penemuan baru dan tingkat produksi saat
ini sebanyak 700 ribu barel oil per day (bopd) dan gas 6 billion standard cubic feet
per day (bscfd),
Cadangan minyak bumi nasional saat ini sebesar 4,17 miliar barel dengan
cadangan terbukti (proven) sebanyak 2,44 miliar barel. Sementara data cadangan
yang belum terbukti sebesar 2,44 miliar barel.Sedangkan untuk cadangan gas
bumi mencapai 62,4 triliun kaki kubik (cubic feet) dengan cadangan terbukti 43,6
triliun kaki kubik (cubic feet). (KEMENTRIAN ESDM,2021)
5. Cekungan produksi minyak dan gas bumi di Indonesia

PETA CEKUNGAN SEDIMEN INDONESIA SEDIMENTARY BASIN MAP


OF INDONESIA

Diterbitkan oleh / Published by :


KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL MINISTRY
OF ENERGY AND MINERAL RESOURCES
2022
Dimutakhirkan berdasarkan Peta Cekungan Sedimen Indonesia, Badan Geologi
2020 Updated based upon Sedimentary Basin Map of Indonesia, Geological
Agency 2020

STATUS DAN DEFINISI CEKUNGAN/ BASIN STATUS AND


DEFINITION

Cekungan berproduksi
Production basin
Cekungan dengan sumur produksi
Basin with production well
Cekungan dengan Penemuan
Discovery basin
Cekungan dengan sumur penemuan hidrokarbon
Basin with discovery well

Cekungan Prospek
Prospective basin
Cekungan dengan komponen system perminyakan yang potensial,
data seismic, dan sumur tersedia
Basin with potential petroleum, system components, seismic and
well data available
Cekungan dengan keterdapatan rembesan hidrokarbon, data
seismic tersedia
Basin with hydrocarbon seepage occurrence, seismic data
available
Cekungan yang belum dieksplorasi
Unexplored basin
Cekungan yang belum dieksplorasi dengan data geologi, seismik,
dan non-seismik tersedia
unexplored basin with geology, seismic, and non-seismic data
available
Cekungan yang belum dieksplorasi dengaan ketersediaan data
terbatas
unexplored basin with limited data available
Indonesia memiliki 128 cekungan migas di mana 20 diantaranya sudah
berproduksi, 27 telah ditemukan namun belum berproduksi, 13 belum ditemukan
dan 68 belum dilakukan pemboran. Dari gambaran tersebut, prospek hulu migas
Indonesia masih cukup baik. "Dengan 128 cekungan migas tersebut, dapat
dikatakan di Indonesia terdapat potensi cekungan yang mampu meningkatkan
cadangan dan produksi migas ke depan," kata Direktur Jenderal Minyak dan Gas
Bumi Tutuka Ariadji mewakili Menteri ESDM dalam Pengukuhan Dewan
Pengurus Asosiasi Daerah Penghasil Migas (ADPM) 2020-2025. Dari cekungan
yang telah dieksplorasi, 16 cekungan sudah memproduksi hidrokarbon, 9
cekungan belum berproduksi walaupun telah ditemukan kandungan hidrokarbon
dan 15 cekungan sisanya belum ditemukan hidrokarbon.
Cekungan yang telah memproduksi hidrokarbon adalah Sumatera Utara,
Sumatera Tengah, Sumatera Selatan, Natuna Barat, Sunda, Jawa Utara Barat, Laut
Jawa Utara Timur, Barito, Kutai, Tarakan, Bone, Banggai, Seram, Salawati dan
Bintuni. Sedangkan cekungan yang sudah terbukti mengandung hidrokarbon
namun belum berproduksi adalah Sibolga, Bengkulu, Natuna Timur, Pati, Sula,
Timor dan Biak.
Cekungan yang sudah dibor namun belum ada penemuan yaitu Jawa
Selatan, Biliton, Melawi, Asem-Asem, Lariang, Makasar Selatan, Spermonde,
Sawu, Maui, Buton, Misool, Palung Aru, Waipoga, Akimeugas dan Sahul.
Sedangkan cekungan yang belum pernah dilakukan kegiatan pengeboran adalah
Ketungau, Pembuang, Lombok Bali, Flores, Tukang Besi, Minahasa, Gorontalo,
Sala bangka, South Sula, West Buru, Buru, South Obi, North Obi, East
Halmahera, North Halmahera, South Halmahera, West Weber, Weber, Tanimbar,
Waropen dan Jayapura ( kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral)

DAFTAR CEKUNGAN SEDIMEN DAN LUASNYA


LIST OF SEDIMENTARY BASINS AND AREA OF BASINS
1. Sumatra Utara [134.196 km2]
2. WOYLA [7.070 km2] 8. WUNGA [11.749 km2]
3. SIBOLGA [86.626 km2] 9. BATANG NATAL [2.066 km2]
4. SIMEULEU [2.898 km2] 10. OMBILIN [26.333 km2]
5. SIMELUCUT [5.429 km2] 11. SUMATERA TENGAH
6. NIAS [11.798 km2] [115.416 km2]
7. TELO [2.147 km2] 12. BENGKULU [48.571 km2]
13. MENGKARANG [1.368 km2] [7.119 km2]
14. RAWAS [2.934 km2] 32. BANYUMAS [13.208 km2]
15. SUMATERA SELATAN 33. JAWA TENGAH SELATAN
[144.619 km2] [6.993 km2]
16. MENTAWAI [61.534 km2] 34. PATI [8.400 km2]
17. ENGGANO [25.972 km2] 35. BAWEAN [35.245 km2]
18. BANGKA [44.482 km2] 36. JAWA TIMUR UTARA
19. NATUNA SELATAN [118.249 km2]
[44.245 km2] 37. KENDENG [30.278 km2]
(SOUTH NATUNA) 38. WONOSARI [2.026 km2]
20. NATUNA BARAT 39. JAWA TIMUR SELATAN
[105.456 km2] [23.377 km2]
21. NATUNA TIMUR 40. BLAMBANGAN [1.211 km2]
[85.063 km2] 41. BALI-LOMBOK UTARA
22. SELAT SUNDA [4.032 km2] [16.209 km2]
23. SUNDA ASRI [19.260 km2] 42. BALI-LOMBOK SELATAN
24. VERA [17.493 km2] [33.046 km2]
25. JAWA BARAT 43. SINGKAWANG [5.613 km2]
[31.326 km2] 44. KETUNGAU [18.873 km2]
26. BOGOR [9.192 km2] 45. MELAWI [28.025 km2]
27 UJUNG KULON [5.260 km2] 46. NANGAPINOH [17.063 km2]
28. JAWA SELATAN 47. PANGKALANBUUN UTARA
[60.609 km2] [8.556 km2]
29. JAWA BARAT SELATAN 48. PANGKALANBUUN
SELATAN
[7.206 km2]
[15.534 km2]
30. JAWA TENGAH UTARA
49. BILLITON [24.540 km2]
[10.906 km2]
50. PEMBUANG [16.982 km2]
31. SERAYU UTARA
51. EMBALUH SELATAN 76. BONERATE [12.722 km2]
[12.056 km2] 77. BUTON TIMUR
52. EMBALUH UTARA [14.197 km2]
[41.059 km2] 78. TUKANG BESI [20.166 km2]
53. TARAKAN [81.468 km2] 79. ALOR [15.301 km2]
54. KUTAI [130.970 km2] 80. WETAR UTARA
55. BARITO [59.033 km2] [4.602 km2]
56. ASEM-ASEM [9.691 km2] 81. WETAR SELATAN
57. PASIR [20.148 km2] [5.258 km2]
58. CELEBES [23.835 km2] 82. MOA [3.886 km2]
59. MINAHASA [63.266 km2] 83. SUMBA [35.206 km2]
60. GORONTALO [54.732 km2] 84. SAWU [53.578 km2]
61. LARIANG [27.196 km2] 85. TIMOR [21.694 km2]
62. POSO [6.182 km2] 86. LAUT TIMOR
63. AMPANA [1.990 km2] [73.865 km2]
64. TOMORI [10.365 km2] 87. TALAUD [62.532 km2]
65. BANGGAI [43.391 km2] 88. MOROTAI BARAT
66. SELAT MAKASSAR [17.519 km2]
[60.118 km2] 89. MOROTAI [3.501 km2]
67. SENGKANG [16.945 km2] 90. TELUK KAU
68. BONE [30.890 km2] [23.686 km2]
69. KENDARI [12.460 km2] 91. WAIGEO UTARA
70. MANUI [10.436 km2] [24.954 km2]
71. SELABANGKA [35.126 km2] 92. HALMAHERA BARAT
72. SPERMONDE [15.223 km2] [56.424 km2]
73. SELAYAR [7.839 km2] 93. WEDA [24.317 km2]
74. FLORES [39.347 km2] 94. WAIGEO [5.179 km2]
75. MUNA-BUTON [25.104 km2] 95. TALIABU [15.037 km2]
96. OBI [5.788 km2] 111. BIAK [71.383 km2]
97. BATANTA SELATAN 112. BIAK-YAPEN [9.754 km2]
[11.718 km2] 113. MAMBERAMO [23.780 km2]
98. MISOOL [2.854 km2] 114. JAYAPURA [7.948 km2]
99. BURU BARAT 115. SALAWATI [15.329 km2]
[5.862 km2] 116. BERAU [10.777 km2]
100. BURU [9.923 km2] 117. BINTUNI [39.727 km2]
101. SERAM UTARA 118. ONIN-KUMAWA [6.860
[5.986 km2] km2]
102. BURU SELATAN 119. LENGGURU [18.212 km2]
[4.884 km2] 120. CENDRAWASIH [36.039
103. SERAM SELATAN km2]
[14.628 km2] 121. WAIPOGA [23.544 km2]
104. SERAM [59.288 km2] 122. JAYAPURA SELATAN
105. BANDA BARAT [8.148 km2]
[11.49 km2] 123. BATOM [1.650 km2]
106. BANDA [44.778 km2] 124. AKIMEUGAH [88.582 km2]
107. WEBER [56.965 km2] 125. SAHUL [79.490 km2]
108. ARU-TANIMBAR 126. IWUR [11.695 km2]
[102.336 km2] 127. ARAFURA [67.081 km2]
109. WOKAM [30.181 km2] 128. ARAFURA BARAT
110. TAMRAU [16.772 km2] [35.877 km
BAB 3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Minyak dan gas bumi termasuk sumber daya alam yang tidak terbarukan
dan dapat habis suatu saat nanti sehingga tidak dapat diproduksi atau dibentuk
ulang. Indonesia merupakan negara yang masih memanfaatkan energi minyak dan
gas bumi sebagai sumber utama. Berbagai jenis aktivitas dalam kehidupaan
sehari-hari hampir berkaitan dengan produk-produk yang berasal dari minyak dan
gas bumi, seperti Liquifield Petroleum Gases (LPG), bensin, aviation turbine fuel
( avtur), bahan bakar diesel, minyak pelumas, aspal, dan sebagainya.
Berdasarkan data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
(ESDM), cadangan minyak bumi Indonesia hanya tersedia untuk 9,5 tahun dan
gas bumi untuk 19,9 tahun dengan asumsi tidak ada penemuan baru cadangan
minyak dan gas bumi. Selain itu, ditinjau dari pencapaian produksi rata-rata
minyak dan gas bumi dalam dua tahun terakhir menunjukkan terjadinya
penurunan akibat adanya penurunan performance reservoir secaara alami (natural
decline) dan tidak ditemukannya cadangan besar yang dapat menggantikan
cadangan yang terus diproduksi. Artinya, terdapat penurunan dari segi kuantitas
minyak bumi dan dalam jangka waktu tertentu dapat habis
Perkembangan produksi minyak dan gas yang saling bertolak belakang
menunjukkan bahwa terdapat pergeseran pemanfaatan sumber energi di Indonesia.
Perubahan ini ditunjukkan dari menurunnya produksi minyak mentah dan
meningkatnya produksi gas bumi indonesia. Kondisi ini dapat menunjukkan
bahwa, produksi gas bumi merupakan alternatif energi yang dihasilkan oleh
industri hulu di Indonesia. Dengan adanya penurunan produksi minyak yang
diikuti dengan adanya peningkatan produksi gas dari industri hulu, maka
ketergantungan Indonesia terhadap energi dari minyak dapat diturunkan di masa
datang. Produksi minyak mentah dari industri hulu tidak sebesar produksi gas
bumi Indonesia. Hal ini menunjukkan Indonesia mempunyai sumber energi utama
berupa gas bumi sebagai pelengkap sumber energi dari minyak mentah.
Perubahan struktur energi Indonesia menunjukkan bahwa minyak mentah telah
mengalami penurunan akibat eksploitasi di masa lampau untuk memenuhi
kebutuhan domestik maupun internasional. Penurunan produksi minyak mentah
ini sesuai dengan teori puncak minyak Hubert. Minyak mentah Indonesia sebagai
penghasil energi utama mengalami penurunan dan digantikan oleh gas bumi.
Dengan 128 cekungan migas tersebut, dapat dikatakan di Indonesia terdapat
potensi cekungan yang mampu meningkatkan cadangan dan produksi migas ke
depan.

DAFTAR PUSTAKA

Bakhri, S. 2021. Minyak Bumi di Indonesia. Diperoleh 12 November 2023, dari


https://osf.io/cpd5z.
BP Migas. 2014. Laporan Tahunan BP Migas 2013.

Chrisna, Yosephine Tiara. Pengaruh Amerika Serikat terhadap Keluarnya Undang-


undang No 22
Tahun 2001. Jember: Jurusan Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Jember
Fauzi, Akhmad. 2006. Ekonomi Sumber daya Alam dan Lingkungan. Teori dan
Aplikasi. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Handika,Irine. 2014. Open Access dan Unbundling dalam Perspektif Peraturan
Perundang Undangan Eksisting. Seminar Nasional kerjasama PSE UGM dan
Undip. 25 Juni 2014, Yogyakarta, Indonesia.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). 2019. Statistik Minyak
dan Gas Bumi 2019. Diperoleh 12 November 2023, dari
https://migas.esdm.go.id/uploads/uploads /Statistik-Migas-2019---spread.pdf.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). 2021. Buku Statistik
Minyak dan Gas Bumi 2021 Diperoleh 19 Januari 2021 , dari Kementerian
ESDM RI - Media Center - Arsip Berita - Menteri ESDM: Cadangan Minyak
Indonesia Tersedia untuk 9,5 Tahun dan Cadangan Gas 19,9 Tahun
KESDM. 2015. Handbook of Energy & Economic Statistics of Indonesia. Jakarta:
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM). Diakses dari
https://www.esdm.go.id/assets/media/content/ content-handbook-of-energy-
economic-statistics-ofindonesia-2015-uwe2cqn.pdf. Tanggal akses 16 Februari
2016.
Latif, Yudi. 2012. Negara Paripurna (Historitas, Rasionalitas, dan Aktualitas
Pancasila). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Nailufar, N.N. 2022. Minyak Bumi: Asal Usul, Jenis, dan Dampaknya.
Kompas.com. Diperoleh 12 November 2023, dari
https://www.kompas.com/skola/read/202 0/05/03/060000069/minyak-bumi-
asalusul-jenis-dan-dampaknya?page=all.
Nanang Wijayanto. 2014. Open Access Pertagas Akselerasi Bisnis Gas
(Jakarta:ReforMinner Institute, 2014).

Nugroho, Hanan. 2011. A Mosaic Of Indonesian Energy Policy, Bogor: PT


Penerbit IPB Press.

Pusat Pengembangan Tenaga Perminyakan dan Gas Bumi (PPT Migas). 1994. 100
tahun Perminyakan di Cepu. Jakarta : Migas
Restra dan Kesdm. 2015. Rencana Strategis Kementrian Energi dan Sumber Daya
Mineral. Jakarta : Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral.
Salim, Emil. 1979. Sistem Ekonomi Pancasila, dalam Prisma, No.5, Mei 1979
Syeirazi, M Kholid. 2009. Di Bawah Bendera Asing: Liberalisasi Industri Migas
Indonesia. Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia.

Wiyati, R. 2019. Teknologi Ramah Lingkungan. Diperoleh 12 November 2023,


dari https://sumber.belajar.kemdikbud.go.id/r epos/FileUpload/Teknologi
%20Ramah% 20Lingkungan%20SMP/topik3.html.
Yusgiantoro, P. 2000. Ekonomi Energi: Teori dan Praktik. Jakarta: Pustaka
LP3ES.
Zuhri,Sepudin. 2014. Open Access & Unbundling Bentuk Liberalisasi Bisnis Gas,
Jakarta. Bisnis.com.

Anda mungkin juga menyukai