Fosil tumbuhan atau lebih dikenal dengan nama batubara merupakan bahan
galian organik padat yang terdapat cukup banyak di Indonesia. Sebelum perang dunia
kedua meletus, batubara merupakan bahan bakar utama, hal ini dapat dilihat bahwa
kapal laut, kereta api dan mesin-mesin industri digerakkan dengan bahan bakar
batubara.
Setelah perang dunia kedua selesai peranan batubara tergeser oleh minyak, yang
pada saat itu mulai didapatkan baik di daratan maupun di lepas pantai. Tersedianya
minyak yang melimpah mengakibatkan keberadaan tambang batubara dilupakan diikuti
dengan terjadinya revolusi industri dan diciptakannya mesin dengan bahan bakar
minyak bumi.
Krisis minyak sebagai akibat terjadinya perang teluk pada tahun 1979
menyebabkan berkurangnya persediaan minyak yang berhasil diproduksi oleh negara-
negara Timur tengah, sedang permintaan minyak sebagai bahan bakar di negara Industri
semakin meningkat. Hal tersebut mengakibatkan kenaikan harga minyak sehingga
untuk mengimbanginya orang menengok kembali ke batubara sebagai bahan alternatif.
Sebagai tindak lanjut negara-negara penghasil batubara mulai aktif kembali melakukan
eksplorasi batubara guna mendapatkan deposit batubara yang baru di samping
meningkatkan eksploitasi pada deposit-deposit batubara yang telah diketahui.
Semula batubara hanya dikenal sebagai bahan bakar untuk mesin. Penelitian
yang telah dilakukan diketahui lebih lanjut penggunaan batubara untuk industri berskala
besar, menengah, maupun kecil dapat dimanfaatkan untuk hal berguna bagi
kelangsungan akan sumber daya itu sendiri, mulai dari pemanfaat PLTU menggunakan
batubara, pembuatan briket, dll.
Didalam makalah ini tersusun dari berbagai sumber jurnal dan buku (literatur)
diuraikan mengenai pengenalan batubara, cara terbentuknya, sifat-sifat umum dari
batubara tersebut, komposisi, hingga pemanfaat batubara, dan efek terhadap lingkungan
tersebut.
Faktanya bahwa batubara bisa dimanfaatkan lebih luas kembali dan
dipergunakan lebih hebat lagi, mulai dari pemanfaatan abu batubara sebagai pupuk,
hingga pemanfaatan untuk pembuatan aspal. Namun hal itu semua, perlu diadakannya
kembali pengkondisian atau perlakuan apakah memiliki efek buruk terhadap lingkungan
atau tidak.
Semoga apa yang diutarakan dalam buku ini bisa bermanfaat.
1
DAFTAR ISI
Kata Pengantar........................................................................................1
Daftar Isi.................................................................................................2
BAB 1 : Pendahuluan
1.1 Latar Belakang......................................................................3
1.2 Tujuan Penulisan...................................................................5
1.3 Manfaat Penulisan.................................................................5
1.4 Perumusan Masalah.............................................................. 5
BAB IV : Penutup
4.1 Kesimpulan...........................................................................46
4.2 Saran.....................................................................................46
Daftar Pustaka.........................................................................................47
2
BAB I
PENDAHULUAN
Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya akan sumber energi fosil maupun
non fosil. Peran sumber energi fosil, khususnya minyak bumi, yang merupakan sumber
energi tidak terbarukan, masih sangat dominan bahkan diberbagai aspek penggunaan
belum tergantikan, sementara itu sumber daya dan cadangan minyak bumi dari waktu ke
waktu semakin menipis.
Impor Bahan Bakar Minyak (BBM) semakin meningkat dan saat ini harganya
melambung yang mengakibatkan subsidi semakin membengkak, sehingga pemerintah
melalui Menteri Keuangan mengajukan tambahan subsidi energi senilai Rp 103,5 triliun
dari pagu Rp 202,4 triliun. Sehingga total subsidi energi tahun 2012 mencapai Rp 305,9
triliun atau 20% dari volume belanja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(Kompas, 2012). Energi gas bumi dan batubara yang menjadi andalan yang potensial
untuk menyubstitusi minyak bumi belum dikelola secara optimal. Demikian pula
sumber energi non fosil atau sumber energi terbarukan tersedia dalam jumlah cukup
banyak, tetapi belum dikelola secara optimal, sehingga belum mampu menggantikan
energi fosil.
Di masa mendatang, batubara diharapkan dapat berperan sebagai pengganti
bahan bakar minyak, tentunya dengan berbagai upaya pengembangan teknologi dan
diversifikasi dan ditunjang pula oleh sumber daya yang cukup besar. Berdasarkan
informasi yang diperoleh, jumlah sumber daya batubara Indonesia pada tahun 2012
diperkirakan mencapai 120,34 miliar ton (PSDG, 2012).
Potensi sumber daya batubara di Indonesia tersebar di Pulau Sumatera dengan
jumlah sumberdaya sebesar 62,199 miliar ton, di Pulau Kalimantan jumlah sumberdaya
sebesar 55,362 miliar ton, di Pulau Sulawesi jumlah sumberdaya sebesar 0,233 miliar
ton, di Papua sebesar 0,131 miliar ton, diMaluku sebesar 0,002 milyar ton, dan sisanya
ada di Pulau Jawa sebesar 0,02 miliar ton.
Seiring kemajuan teknologi, kebutuhan akan listrik menjadi kebutuhan utama bagi
keberlangsungan hidup manusia. PT PLN (Persero) sebagai perusahaan negara yang
3
bertugas menyediakan kebutuhan listrik mencanangkan Program Percepatan
Pembangunan Pembangkit Listrik.
Adanya rencana pembangunan PLTU baru di dalam dan luar Pulau Jawa dengan
total kapasitas 10.000 MW, meningkatnya produksi semen setiap tahun, dan semakin
berkembangnya industri-industri lain seperti industri kertas (pulp) dan industri tekstil
merupakan indikasi permintaan dalam negeri akan semakin meningkat. Demikian pula
halnya dengan permintaan batubara dari negara-negara pengimpor mengakibatkan
produksi akan semakin meningkat pula.
Terkait dengan hal tersebut, pemerintah mengeluarkan Kebijakan Energi
Nasional (KEN) melalui PP No.5 Tahun 2006 sebagai pembaruan Kebijaksanaan
Umum Bidang Energi (KUBE) tahun 1998. KEN mempunyai tujuan utama untuk
menciptakan keamanan pasokan energi nasional secara berkelanjutan dan pemanfaatan
energi secara efisien, serta terwujudnya bauran energi (energy mix) yang optimal pada
tahun 2025.Untuk itu ketergantungan terhadap satu jenis sumber energi seperti BBM
harus dikurangi dengan memanfaatkan sumber energi alternatif di antaranya batubara.
Untuk mendukung pencapaian sasaran bauran energi nasional yang
dicanangkanpemerintah, salah satunya adalah melakukan kajian batubara secara
nasional untuk mengetahui kondisi sumberdaya, pengusahaan, dan pemanfaatan
batubara, serta permasalahannya, yang dapat digunakan untuk membuat langkah-
langkah yang diperlukan.
4
1.2 Tujuan Penulisan
1. Mengetahui Batubara dapat menjadi sumber daya energi alternatif
2. Mengetahui pemanfaatan batubara sebagai bahan bakar PLTU
3. Menjelaskan aplikasi penerapan sumber daya energi Batubara dalam konversi energi
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Batu bara adalah salah satu bahan bakar fosil. Pengertian umumnya adalah batuan
sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik, utamanya adalah sisa-sisa
tumbuhan dan terbentuk melalui proses pembatubaraan. Unsur-unsur utamanya terdiri
dari karbon, hidrogen dan oksigen. Batu bara juga adalah batuan organik yang memiliki
sifat-sifat fisika dan kimia yang kompleks yang dapat ditemui dalam berbagai bentuk.
Analisis unsur memberikan rumus formula empiris seperti C137H97O9NS untuk
bituminus dan C240H90O4NS untuk antrasit. Pembentukan batu bara memerlukan
kondisi-kondisi tertentu dan hanya terjadi pada era-era tertentu sepanjang sejarah
geologi. Zaman Karbon, kira-kira 340 juta tahun yang lalu, merupakan masa
pembentukan batu bara yang paling produktif dimana hampir seluruh deposit batu bara
(black coal) yang ekonomis di belahan bumi bagian utara terbentuk. Pada Zaman
Permian, kira-kira 270 jtl, juga terbentuk endapan-endapan batu bara yang ekonomis di
belahan bumi bagian selatan, seperti Australia, dan berlangsung terus hingga ke Zaman
Tersier (70 - 13 jtl) di berbagai belahan bumi lain. Hampir seluruh pembentuk batubara
berasal dari tumbuhan. Jenis-jenis tumbuhan pembentuk batu bara dan umurnya
menurut Diessel (1981) adalah sebagai berikut :
Alga, dari Zaman Pre-kambrium hingga Ordovisium dan bersel tunggal. Sangat
sedikit endapan batu bara dari perioda ini.
Silofita, dari Zaman Silur hingga Devon Tengah, merupakan turunan dari alga.
Sedikit endapan batu bara dari perioda ini.
Pteridofita, umur Devon Atas hingga Karbon Atas. Materi utama pembentuk
batu bara berumur Karbon di Eropa dan Amerika Utara. Tetumbuhan tanpa bunga dan
biji, berkembang biak dengan spora dan tumbuh di iklim hangat.
Gimnospermae, kurun waktu mulai dari Zaman Permian hingga Kapur Tengah.
Tumbuhan heteroseksual, biji terbungkus dalam buah, semisal pinus, mengandung
6
kadar getah (resin) tinggi. Jenis Pteridospermae seperti gangamopteris dan glossopteris
adalah penyusun utama batu bara Permian seperti di Australia, India dan Afrika.
Angiospermae, dari Zaman Kapur Atas hingga kini. Jenis tumbuhan modern,
buah yang menutupi biji, jantan dan betina dalam satu bunga, kurang bergetah
dibanding gimnospermae sehingga, secara umum, kurang dapat terawetkan.
Tahap Diagenetik atau Biokimia, dimulai pada saat material tanaman terdeposisi
hingga lignit terbentuk. Agen utama yang berperan dalam proses perubahan ini adalah
kadar air, tingkat oksidasi dan gangguan biologis yang dapat menyebabkan proses
pembusukan (dekomposisi) dan kompaksi material organik serta membentuk gambut.
7
Tahap Malihan atau Geokimia, meliputi proses perubahan dari lignit menjadi
bituminus dan akhirnya antrasit.
2.1.4 Sumber daya Batubara
Potensi sumber daya batu bara di Indonesia sangat melimpah, terutama di Pulau
Kalimantan dan Pulau Sumatera, sedangkan di daerah lainnya dapat dijumpai batu bara
walaupun dalam jumlah kecil dan belum dapat ditentukan keekonomisannya, seperti di
Jawa Barat, Jawa Tengah, Papua, dan Sulawesi. Badan Geologi Nasional
memperkirakan Indonesia masih memiliki 160 miliar ton cadangan batu bara yang
belum dieksplorasi. Cadangan tersebut sebagian besar berada di Kalimantan Timur dan
Sumatera Selatan. Namun upaya eksplorasi batu bara kerap terkendala status lahan
tambang. Daerah-daerah tempat cadangan batu bara sebagian besar berada di kawasan
hutan konservasi. Rata-rata produksi pertambangan batu bara di Indonesia mencapai
300 juta ton per tahun. Dari jumlah itu, sekitar 10 persen digunakan untuk kebutuhan
energi dalam negeri, dan sebagian besar sisanya (90 persen lebih) diekspor ke luar.
Di Indonesia, batu bara merupakan bahan bakar utama selain solar (diesel fuel)
yang telah umum digunakan pada banyak industri, dari segi ekonomis batu bara jauh
lebih hemat dibandingkan solar, dengan perbandingan sebagai berikut: Solar Rp
0,74/kilokalori sedangkan batu bara hanya Rp 0,09/kilokalori, (berdasarkan harga solar
industri Rp. 6.200/liter).
Dari segi kuantitas batu bara termasuk cadangan energi fosil terpenting bagi
Indonesia. Jumlahnya sangat berlimpah, mencapai puluhan milyar ton. Jumlah ini
sebenarnya cukup untuk memasok kebutuhan energi listrik hingga ratusan tahun ke
depan. Sayangnya, Indonesia tidak mungkin membakar habis batu bara dan
mengubahnya menjadi energis listrik melalui PLTU. Selain mengotori lingkungan
melalui polutan CO2, SO2, NOx dan CxHy cara ini dinilai kurang efisien dan kurang
memberi nilai tambah tinggi.
Batu bara sebaiknya tidak langsung dibakar, akan lebih bermakna dan efisien jika
dikonversi menjadi migas sintetis, atau bahan petrokimia lain yang bernilai ekonomi
tinggi. Dua cara yang dipertimbangkan dalam hal ini adalah likuifikasi (pencairan) dan
gasifikasi (penyubliman) batu bara.
Membakar batu bara secara langsung (direct burning) telah dikembangkan
teknologinya secara continue, yang bertujuan untuk mencapai efisiensi pembakaran
8
yang maksimum, cara-cara pembakaran langsung seperti: fixed grate, chain grate,
fluidized bed, pulverized, dan lain-lain, masing-masing mempunyai kelebihan dan
kelemahannya.
Untuk mencapai sasaran bauran energi nasional 2025, yakni pemakaian batubara
diharapkan mencapai 33% , Pemerintah telah mengeluarkan peraturan yang
digunakan sebagai landasan di dalam kebijakan pengusahaan batubara, antara lain :
a. Sumber daya batubara nasional cukup banyak, yaitu 104,8 miliar ton, dengan jumlah
cadangan sebesar 22,2 miliar ton (Pusat Sumber Daya Geologi, 2008).
b.Dapat digunakan langsung dalam bentuk padat, atau dikonversi menjadi gas
(gasifikasi) dan cair (pencairan).
9
2.2 Batubara di Indonesia
10
2.2.2 Ganesa Batubara Indonesia
Di Indonesia, batubara merupakan bahan bakar utama selain solar (diesel fuel)
yang telah umum digunakan pada banyak industri, dari segi ekonomis batubara
jauh lebih hemat dibandingkan solar. Dari segi kuantitas batubara termasuk
cadangan energi fosil terpenting bagi Indonesia. Jumlahnya sangat berlimpah
mencapai puluhan milyar ton. Jumlah ini sebenarnya cukup untuk memasok
11
kebutuhan energi listrik hingga ratusan tahun ke depan. Sayangnya, Indonesia tidak
mungkin membakar habis batubara dan mengubahnya menjadi energi listrik
melalui PLTU. Selain mengotori lingkungan melalui polutan CO2, SO2, NOx dan
CxHy cara ini dinilai kurang efisien dan kurang memberi nilai tambah tinggi.
Batubara sebaiknya tidak langsung dibakar, akan lebih bermakna dan efisien jika
dikonversikan menjadi migas sintetis, atau bahan petrokimia lain yang bernilai
ekonomi tinggi. Dua cara yang dipertimbangkan dalam hal ini adalah likuifikasi
dan gasifikasi batubara.
Sumber daya batubara (coal resources) adalah bagian dari endapan batubara
yang diharapkan dapat dimanfaatkan. Sumberdaya batubara ini dibagi dalam kelas-
kelas sumberdaya berdasarkan tingkat keyakinan geologi yang ditentukan secara
kualitatif oleh kondisi geologi / tingkat kompleksitas dan secara kuantitatif oleh
jarak titik informasi. Sumberdaya ini dapat meningkat menjadi cadangan apabila
setelah dilakukan kajian kelayakan dinyatakan layak.
Kelas Sumberdaya
Sejumlah kelas sumberdaya yang belum ditemukan yang sama dengan cadangan
batubara yang diharapkan mungkin ada di daerah atau wilayah batubara yang sama
dibawah kondisi geologi atau perluasan dari sumberdaya batubara tereka. Pada
umumnya, sumberdaya berada pada daerah dimana titik-titik sampling dan
pengukuran serat bukti untuk ketebalan dan keberadaan batubara diambil dari
12
distant outcrops, pertambangan, lubang-lubang galian, serta sumur-sumur. Jika
eksplorasi menyatakan bahwa kebenaran dari hipotetis sumberdaya dan
mengungkapkan informasi yang cukup tentang kualitasnya, jumlah serta rank,
maka mereka akan diklasifikasikan kembali sebagai sumberdaya teridentifikasi
(identified resources)
Titik pengamatan mempunyai jarak yang cukup jauh sehingga penilaian dari
sumberdaya tidak dapat diandalkan. Daerah sumberdaya ini ditentukan dari
proyeksi ketebalan dan tanah penutup, rank, dan kualitas data dari titik pengukuran
dan sampling berdasarkan bukti geologi dalam daerah antara 1,2 km – 4,8 km,
termasuk antrasit dan bituminus dengan ketebalan 35 cm atau lebih, sub bituminus
dengan ketebalan 75 cm atau lebih, lignit dengan ketebalan 150 cm atau lebih.
Densitas dan kualitas titik pengamatan cukup untuk melakukan penafsiran secara
relistik dari ketebalan, kualitas, kedalaman, dan jumlah insitu batubara dan dengan
alasan sumberdaya yang ditafsir tidak akan mempunyai variasi yang cukup besar
jika ekplorasi yang lebih detail dilakukan. Daerah sumberdaya ini ditentukan dari
proyeksi ketebalan dan tanah penutup, rank, dan kualitas data dari titik pengukuran
dan sampling berdasarkan bukti geologi dalam daerah antara 0,4 km – 1,2 km,
termasuk antrasit dan bituminus dengan ketebalan 35 cm atau lebih, sub bituminus
dengan ketebalan 75 cm atau lebih, lignit dengan ketebalan 150 cm.
Densitas dan kualitas titik pengamatan cukup untuk diandalkan untuk melakukan
penafsiran ketebalan batubara, kualitas, kedalaman, dan jumlah batubara insitu.
Daerah sumberdaya ini ditentukan dari proyeksi ketebalan dan tanah penutup, rank,
dan kualitas data dari titik pengukuran dan sampling berdasarkan bukti geologi
dalam radius 0,4 km. Termasuk antrasit dan bituminus dengan ketebalan 35 cm
atau lebih, sub bituminus dengan ketebalan 75 cm atau lebih, lignit dengan
ketebalan 150 cm.
Sistem energi global menghadapi berbagai masalah di abad ini. Hatus terus
memasok energi yang aman dan terjangkau untuk menghadapi kebutuhan yang
terus tumbuh. Pada saat yang bersamaan masyarakat mengharapkan energi yang
lebih bersih dan polusi yang rendah dengan meningkatkan penekanan pada
ketahanan lingkungan hidup.
14
harga BBM yang tetap tinggi, menuntut inustri yang selama ini berbahan bakar
minyak untuk beralih menggunakan batubara.
Dari sisi konsumsi, hingga saat ini segmen pasar batubara di dalam negeri
meliputi PLTU, industri semen, industri menengah hingga industri kecil dan rumah
tangga. Dalam kurun waktu 1998-2005, konsumsi batubara di dalam negeri
berkembang 13,29%. Kondisi saat ini (2005) konsumsi batubara tercatat 35,342
juta ton, diantaranya 71,11% dikonsumsi PLTU, 16,48% dikonsumsi industri
semen, dan 6.43% dikonsumsi industri kertas.
15
Sulfur content (%)
Coal Size (<3mm, 40mm, 50mm)
HGI
Fixed Carbon (%)
Chlorine (%)
Ultimate Analysis :
Carbon, Hydrogen, Oxigen, Nitrogen,
Sulfur, Ash.
Ash Fusion Temperature.
16
HGI, Kapasitas pulverizer dirancang pada HGI tertentu, maka untuk HGI lebih
rendah kapasitasnya lebih rendah dari nilai patoknya untuk menghasilkan fineness yang
sama.
Ash Funchion characteristic akan mempengaruhi tingkat fouling, slagging, dan
operasi blower.
17
BAB III
PEMBAHASAN
Energi alternatif adalah istilah yang merujuk kepada semua energi yang dapat
digunakan yang bertujuan untuk menggantikan bahan bakar konvensional tanpa akibat
yang tidak diharapkan dari hal tersebut. Salah satu yang dapat dijadikan energi alternatif
ialah batubara.
18
3.2 Pemanfaatan Batu Bara Sebagai Bahan Bakar PLTU
Indonesia adalah salah satu negara di dunia yang kaya akan sumber daya alamnya.
Salah satu potensi sumber daya alam yang ada di Indonesia adalah batubara.
Berdasarkan data dari hasil riset Departemen ESDM, Total sumber daya batubara di
Indonesia diperkirakan mencapai 105 miliar ton, dimana cadangan batu bara
diperkirakan 21 miliar ton. Tambang batubara utama berlokasi di Sumatera Selatan,
Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan. Produksi batubara meningkat sebesar 16%
per tahun selama 5 tahun terakhir. Saat ini, 75% dari total produksi batubara diekspor,
terutama ke Jepang, Taiwan, Korea Selatan dan Eropa.
PLTU batubara, bahan bakar yang digunakan adalah batubara uap yang terdiri
dari kelas sub bituminus dan bituminus. Lignit juga mulai mendapat tempat sebagai
bahan bakar pada PLTU belakangan ini, seiring dengan perkembangan teknologi
pembangkitan yang mampu mengakomodasi batubara berkualitas rendah.
19
Gambar 3.1 Skema PLTU Bahan Bakar Batubara
Pada PCC, batubara diremuk dulu dengan menggunakan coal pulverizer (coal
mill) sampai berukuran 200 mesh (diameter 74μm), kemudian bersama – sama dengan
udara pembakaran disemprotkan ke boiler untuk dibakar. Pembakaran metode ini
sensitif terhadap kualitas batubara yang digunakan, terutama sifat ketergerusan
(grindability), sifat slagging, sifat fauling, dan kadar air (moisture content). Batubara
yang disukai untuk boiler PCC adalah yang memiliki sifat ketergerusan dengan HGI
(Hardgrove Grindability Index) di atas 40 dan kadar air kurang dari 30%, serta rasio
bahan bakar (fuel ratio) kurang dari 2. Pembakaran dengan metode PCC ini akan
20
menghasilkan abu yang terdiri diri dari clinker ash sebanyak 15% dan sisanya berupa
fly ash.
Pada proses gasifikasi di partial gasifier tersebut, konversi karbon yang dicapai
adalah sekitar 85%. Nilai ini dapat ditingkatkan menjadi 100% melalui kombinasi
dengan pengoksidasi (oxidizer). Pengembangan lebih lanjut dari PFBC ini dinamakan
dengan Advanced PFBC (A-PFBC), yang prinsip kerjanya ditampilkan pada gambar 10
di bawah ini. Efisiensi netto pembangkitan (net efficiency) yang dihasilkan pada A-
PFBC ini sangat tinggi, dapat mencapai 46%.
22
Gambar 3.6 Prinsip kerja A-PFBC
o ICFBC
Ruang pembakaran utama (primary combustion chamber) dan ruang pengambilan
panas (heat recovery chamber) dipisahkan oleh dinding penghalang yang terpasang
miring. Kemudian, karena pipa pemanas (heat exchange tube) tidak terpasang langsung
pada ruang pembakaran utama, maka tidak ada kekhawatiran terhadap keausan pipa
sehingga pasir silika digunakan sebagai pengganti batu kapur untuk media FBC. Batu
kapur masih tetap digunakan sebagai bahan pereduksi SOx, hanya jumlahnya ditekan
sesuai dengan keperluan saja.
23
o IGCC
pada sistem ini terdapat alat gasifikasi (gasifier) yang digunakan untuk
menghasilkan gas, umumnya bertipe entrained flow. Yang tersedia di pasaran saat ini
untuk tipe tersebut misalnya Chevron Texaco (lisensinya sekarang dimiliki GE Energy),
E-Gas (lisensinya dulu dimiliki Dow, kemudian Destec, dan terakhir Conoco Phillips ),
dan Shell. Prinsip kerja ketiga alat tersebut adalah sama, yaitu batubara dan oksigen
berkadar tinggi dimasukkan kedalamnya kemudian dilakukan reaksi berupa oksidasi
sebagian (partial oxidation) untuk menghasilkan gas sintetis (syngas), yang 85% lebih
komposisinya terdiri dari H2 dan CO. Karena reaksi berlangsung pada suhu tinggi, abu
pada batubara akan melebur dan membentuk slag dalam kondisi meleleh (glassy slag).
Adapun panas yang ditimbulkan oleh proses gasifikasi dapat digunakan untuk
menghasilkan uap bertekanan tinggi, yang selanjutnya dialirkan ke turbin uap.
24
3.3 Gambaran umum PLTU batubara
Seperti kita ketahui bahwa PLTU batu bara merupakan jenis pembangkit
terbesar yang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia (PLN) untuk mengatasi
kekurangan pasokan listrik dan untuk mengurangi ketergantungan BBM pada PLTD
(Diesel). Ini tercermin pada program percepatan listrik nasional tahap pertama dan
kedua, walaupun porsinya dikurangi di tahap kedua.Untuk itu, berikut ini singkat sistem
kerja PLTU batubara yang ada dan berdasar pada referensi. Prinsip kerja PLTU
batubara secara umum dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
Keterangan gambar :
1. Cooling tower 5. Generator Listrik 3-phase
2. Cooling water pump 6. Low pressure turbine
7. Boiler feed pump
3. Transimission line 3 phase
8. Condenser
4. Transformer 3-phase
9. Intermediate pressure turbine
10. Steam governor valve
25
11. High pressure turbine
12. Deaerator 20. Forced draught fan
13. Feed heater 21. Preheater
14. Conveyor batubara 22. combustion air intake
15. Penampung batubara 23. Economizer
16. Pemecah batubara 24. Air preheater
17. Tabung Boiler 25. Precipitator
26. Induced air fan
18. Penampung abu batubara
27. Cerobong
19. Pemanas
2. Kemudian batubara halus tersebut dicampur dengan udara panas (24) oleh
forced draught fan (20) sehingga menjadi campuran udara panas dan bahan bakar (batu
bara).
3. Dengan tekanan yang tinggi, campuran udara panas dan batu bara disemprotkan
kedalam Boiler sehingga akan terbakar dengan cepat seperti semburan api.
4. Kemudian air dialirkan keatas melalui pipa yang ada dinding Boiler, air
tersebut akan dimasak dan menjadi uap, dan uap tersebut dialirkan ke tabung boiler (17)
untuk memisahkan uap dari air yang terbawa.
6. Uap dengan tekanan dan suhu yang tinggi inilah yang menjadi sumber tenaga
turbin tekanan tinggi (11) yang merupakan turbin tingkat pertama dari 3 tingkatan.
7. Untuk mengatur turbin agar mencapai set point, kita dapat menyeting steam
governor valve (10) secara manual maupun otomatis.
26
8. Suhu dan tekanan uap yang keluar dari Turbin tekanan tinggi (11) akan sangat
berkurang drastis, untuk itu uap ini dialirkan kembali ke boiler re-heater (21) untuk
meningkatkan suhu dan tekanannya kembali.
10. Uap keluaran dari turbin tingkat 3 mempunyai suhu sedikit diatas titik didih,
sehingga perlu di alirkan ke condensor (8) agar menjadi air untuk dimasak ulang.
11. Air tersebut kemudian dialirkan melalui deaerator (12) oleh feed pump (7)
untuk dimasak ulang. awalnya dipanaskan di feed heater (13) yang panasnya bersumber
dari high pressure set, kemudian ke economiser (23) sebelum di kembalikan ke tabung
boiler(17).
12. Sedangkan Air pendingin dari condensor akan di semprotkan kedalam cooling
tower (1) , dan inilah yang meyebabkan timbulnya asap air pada cooling tower.
kemudian air yang sudah agak dingin dipompa balik ke condensor sebagai air pendingin
ulang.
13. Ketiga turbin di gabung dengan shaft yang sama dengan generator 3 phase (5),
Generator ini kemudian membangkitkan listrik tegangan menengah ( 20-25 kV).
15. Sedangkan gas buang dari boiler di isap oleh kipas pengisap(26) agar
melewati electrostatic precipitator (25) untuk mengurangi polusi dan kemudian gas yg
sudah disaring akan dibuang melalui cerobong (27).
27
3.4 Perhitungan PLTU Batubara
• Perkirakan banyaknya partikulat, NO2 dan SO2 yang teremisikan dari sistem ini.
• Faktor emisi masing-masing polutan akibat terbakarnya batubara (dalam lb/ton
batubara yang terbakar), adalah sebagai berikut :
– partikulat = 16A,
– NO2 = 20;
– SO2 = 38S dengan A dan S adalah prosen abu dan prosen sulfur dalam
bahan bakar. (1 lb = 453,6 gram)
Penyelesaian :
𝑏𝑡𝑢
= 20200 𝑥 106
𝑗𝑎𝑚
28
𝑙𝑏 𝑡𝑜𝑛 𝑙𝑏
– NO2: ( 20 ) 𝑥 917 = 18340
𝑡𝑜𝑛 𝑗𝑎𝑚 𝑗𝑎𝑚
𝑙𝑏 𝑡𝑜𝑛 𝑙𝑏
– SO2:(38 𝑥 0,5 ) 𝑥 917 = 17400
𝑡𝑜𝑛 𝑗𝑎𝑚 𝑗𝑎𝑚
• Jumlah emisi partikulat dapat dikurangi jika pada sistem tersebut dilengkapi
dengan satuan operasi lain (alat pengendali emisi partikulat) seperti elektrostatik
presipitator misalnya.
29
perangsang timbulnya kanker. Jadi secara jujur dapat dikatakan bahwa pemakaian
batubara juga dapat menaikkan kontribusi zat radioaktif dilingkungan.
PLTU batubara berkapasitas 1.000 MW akan menghasilkan limbah per tahunnya
berupa CO2 sebanyak 6,5 juta ton, SO2 sebanyak 44.000 ton, NOx 22.000 ton, dan abu
320.000 ton yang mengandung 400 ton racun logam berat, seperti arsenik, kadmium,
merkuri, dan timah. Limbah batubara dibuang ke biosfer yakni ke udara, air dan tanah,
sehingga menjadi berbahaya terhadap lingkungan.
Dalam keadaan tertentu, pembakaran dapat terjadi secara spontan. Contohnya, batu bara
yang ditumpuk diluar akan bereaksi dengan oksigen dari udara secara perlahan-lahan
sehingga mengeluarkan panas. Jika panas tersebut tidak dijauhkan segera, maka suhu
menjadi naikdan reaksi bertambah cepat sehingga mengakibatkan terjadi pembakaran.
Pembakaran spontan atau spontaneous combustion hanya terjadi pada saat batu bara
ditumpuk di luar ( disimpan di dalam bumker atau bin ).
Derajat flammability adalah mudah tidaknya suatu material terbakar. Pada saat
membakar batubara dapat diketahui bahwa batubara memilki derajat flammability yang
lebih kecil karena sulit untuk terbakar.
Untuk mencapai pembakaran batubara secara sempurna, harus melalui tiga proses yaitu:
30
Devolatilisasi
Dalam proses ini begitu batu bara diberi panas, maka batubara akan mengurai
melepaskan volatile matter. Gas volatile kemudian bercampur dengan udara
disekelilingnya, dan dengan cepat terbakar jika suhu yang ada lebih tinggi dari suhu
penyalaan (ignition termperature) dari zat-zat dalam volatile tersebut. Kecepatan
pelepasan volatile dan konsentrasi gas ini bergantung pada:
Pembakaran char
Dalam proses pembakaran char padat, oksigen terdifusi melalui lapisan batas di
sekeliling partikel batubara, dan bereaksi dengan karbon ada permukaan batubara yang
terbuka membentuk karbon dioksida dan atau karbon monoksida. Kedua gas ini
berdifusi kembali melalui lapisan batas ke gas bebas sekeliling partikel. Karbon
monoksida yang terbentuk dioksidasi menjadi karbon dioksida dalam aliran gas bebas.
31
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi partikel char adalah
1. Jenus batubara
Berdasarkan bentuk, ketebalan dinding, dan porositas, char-char ini dapat dikelaskan
menjadi tiga golongan utama, yakni cenosphere, network/honeycomb, dan solids.
Ketiga jenis char ini mempunyai perbedaaan waktu pembakaran yang bergantung pada
luas permukaan untuk terjadinya reaksi kimia. Jenis chenosphere berkaitan dengan
vitrinit, sedangkan jenis honeycomb dan solid berasal dari batubara dengan reflektans
mertinit yang medium dan tinggi.
3. Mencemari udara
32
1. Penyedian bahan bakar batubara dan udara
3. Pembuatan campuran bahan bakar dan udara dalam proporsi yang benar dan
pada suhu yang cocok untuk penyalaan dan pembakaran
4. Pemindahan panas hasil pembakaran ke ketel uap atau permukaan lain, sambil
memberi panas yang cukup di daerah pembakaran untuk menjaga agar tetap
berlangsung volatilisasi dan penyalaan.
Ada dua cara melakukan pekerjaan tersebut, yakni: dalam suspensi (suspension) atau
pada suatu hamparan bahan bakar (fuel bed)
33
(a) Menyediakan bahan bakar
Untuk pembakaran bentuk suspensi, baik minyak maupun batubara, kedua bahan
baajkar terseut harus dipecahkan menjadi partikel-partikel kecil yang jumlahnya banyak
sehingga permukaannya sangat luas. Bahan bakar minyak diatomisasikan dengan
beberapa cara di bagian pengatoman dalam pembakar. Untuk bahan bakar batu bara,
pelumatan dikerjakan di bagian terpisah, pembakar semata-mata hanya mencampurkan
udara dengan partikel yang telah digerus halus saat menyuntikkannya ke dalam tungku
pembakaran ketel uap.
Setelah partikel harus kecil, pergerakan antar partikel pun harus cepat karena
diperlukan untuk menghilangkan lapisan tipis gas yang terbentuk pada partikel sehingga
permukaan partikel dapat menerima panas dan oksigen.
(b) Turbensi
Keadaan dimana bahn bakar dan udara mengalir dari pembakar ke furnace outlet
secara terputus-putus dan berpusar tidak teratur disebut turbulensi. Hal ini mempunyai
beberapa pengaruh yang menguntungkan, yakni:
2) menghasilkan pencampuran antara bahan bakar dan udara menjadi lebih baik
3) bahan bakar dan udara bergerak dalam kecepatan yang lebih tinggi
Jadi pembakaran yang baik bergantung pada suhu, waktu, dan turbulensi.
34
(c) Ash dan slag
Zat pengotor dalam batubara (zat mineral, termasuk ash) tidak ikut terbakar.
Umumnya dalam cara pembakaran suspensi, beberapa partikel terbawa keluar dari
tungku pembakaran bersama aliran gas buangan (fly ash), dan yang lainnya jatu keluar
dari suspensi pada tungku pembakaran atau boiler passes.
Pembagian zona pada pembakaran hamparan batu bara dari atas ke bawah,
yakni: zona destilasi, zona reduksi, zona oksidasi, dan zona ash. Pada bagian atas batu
bara yang dipasok menerima panas, volatile matter menguap dan kokas yang terbentuk
berusaha turun ke bawah melalui hamparan sebagai lapisan bawah dan terbakar. Batu
bara yang baru, ditambahkan lagi. Dalam zona ketiga atau zona oksidasi, kokas
dibaakar menjadi karbon dioksida oleh udara primer yang naik melalui hamparan.
Karbon dioksida ini kemudian bergerak naik melalui zona reduksi, di sini sebagian
karbon dioksida akan direduksi menjadi karbon monoksida karena kontak dengan kokas
panas. Lapisan ash pada bagian dasar dari hamparan mencegah panggangan dari panas
yang berlebihan.
35
Dalam pembakaran jenis hamparan batu bara, harus diperhatikan tiga aspek antara lain:
(c) Turbulensi
Pada dasarnya dalam pembakaran jenis hamparan ada dua cara pembakaran
batubara, yakni:
36
1. Stoker firing; batu bara di bakar di dalam suatu hamparan (bed) pada suatu
panggangan (grate).
Pembangkitan listrik
37
Pembakaran jenis stoker
Batu bara dibawa dengan ban berjalan atau belt conveyor (1), lalu dijatuhkan ke
atas chain grate (3) melalui tadah jatuh atau hopper (2) dan dibakar dengan udara
primer. Peralatan mekanis untuk menjatuhkan batu bara ke atas panggangan disebut
stoker.
Gas dari furnace yang disebut dengan flue gas melalui flue gas duct (10)
dialirkan ke cerobong (13) untuk dibuang, tetapi sebelum dibuang, partikel yang
dikandungnya, antara lain fly ash, ditangkap oleh pengendap ash (11) sehingga gas yang
keluar dari cerobong bebas dari partikel
38
Hamparan bahan bakar (fuel bed) merupakan cara pembakaran batu bara yang sangat
ekonomis hampir pada semua boiler industri, dan kecepatan pembangkit uap lebih kecil
dari 400.000 kg uap perjam.
Gambatr skema suatu boiler tabung air dengan bhan bakar batubara jenis
pilverized-firing atau pembakaran batubara yang halus, diperhatikan dalam gambar
10.1. batu bara diangkut ke PLTU menggunakan kereta apu atau truk. Dari kereta api,
truk (1), atau dari tumpukan batu bara (2), batu bara tersebut diangkut ke bunker (4)
melalui ban berjalan (3). Dari bunker, batubara dimasukkan ke dalam pelumat (6)
untuk digerus hungga ukuran lebih kecil dari 200 mesh, tetapi sebelum udara yang
disedot dari luar dan telah melalui air heater (10) sehingga panas. Udara panas ini
disebut primary air atau udara primer.
Batu bara yang telah halus dan kering dicampurkan dengan udara primer, disemprotkan
melalui pembakar (7) ke dalam ruang pembakaran yang disebut tungku pembakaran (8)
lalu dibakar. Di dalam tungku pembakarn dipasang beberapa pipa didalamnya diisi air
murni, dan oleh panas dari pembakaran batu bara, air ini berubah menjadi uap
bertekanan tinggi.
39
Zat pencemar udara hasil pembakaran batu bara
Pencemaran udara disebabkan oleh faktor alam dan manusia. Faktor-faktor yang
melibatkan manusia, seperti pembangunan PLTU dan pembakaran berskala besar yang
berkaitan dengan industri, menyangkut diemisikan atau dipancarkannya zat pencemar
udara dalam jumlah yang cukup besar sehingga dapat menimbulkan pengaruh bagi
lingkungan, terutama apabila faktor alam menghalangi terjadinya pengenceran zat
pencemar tersebut. Keberadaan zat pencemar udara dalam batas konsentrasi di atas
normal dapat berkembang menjadi persoalan kesehatan.
Ada tiga bentuk utama pencemaran udara akibat dibakarnya batu bara di PLTU,
yakni:
1. Oksida nitrogen (NOX); terdiri atas nitrogen monoksida (NO), nitrogen dioksida
(NO2), dan nitrous oksida (N2O). Hanya nitrogen monoksida dan dioksida yang nyata
ada dalam pembakaran batu bara. NOX terbentuk pada pembakaran suhu tinggi sewaktu
gas nitrogen bergabung dengan oksigen. NO tidak stabil dan berubah menjadi NO2
dengan cepat di udara. Gas-gas ini berwarna jingga kecoklatan karena mengandung
NO2.
2. Oksida sulfur (SOX); sebagian besar adalah sulfur dioksida (SO2). Oksida sulfur ini
adalah gas yang tidak berwarna, tidak ada rasanya, berbau tajam dalam konsentrasi yang
cukup tinggi, dan terbentuk akibat semua bahan bakar fosil mengandung sedikit sulfur
yang bergabung dengan oksigen selama proses pembakaran.
3. Partikulat, yang dapat dibagi menjadi debu (ukurannya > 20 um) dan aerosol
(ukurannya < 20 µm). Pada golongan debu, dimasukkan material yang lebih besar dan
ukurannya pun lebih besar dari fly ash. Aerosol meliputi material dan sedikit fly ash,
dan sering berada sebagai suspensi dalam udara untuk beberapa waktu lamanya.
40
a) memperkecil residence time pada suhu puncak selama pembakaran
6. medesain pembakar,
8. penyebaran.
Untuk mengontrol emisi oksida sulfur dapat dilakukan dengan dua cara, yakni:
cara penyebaran (dispersion) dan cara ,e,perkecil atau mengurangi (reduction). Cara
penyebaran kuno ialah dengan menggunakan cerobong yang tinggi. Cara ini jurang
efektif dan mengandung kerugian karena SO2 dari udara akan menumpuk sampai
tingkat tertinggi di daerah lokal atau regional. Cara yang lain, yaitu memperkecil emisi
oksida sulfur yang telah dicapai melalui salah satu caraatau gabungan, seperti beralih ke
bahan bakar yang mengandung sulfur rendah, menggunakan cara desulfurisasi bahan
bakar, dan menggunakan sistem desulfurisasi gas buangan (flue-gas desulfurisation).
41
menurunkan sulfur dalam bentuk pirit dalam batu bara. Cara ini tidak dapat
menghilangkan sulfur organik dari batu bara.
Cara yang sampai kini banyak digunakan untuk menurunkan emisi oksida sulfur
ialah cara Flue-Gas Desulfurisation (FGD). Prinsip cara ini ialah menangkap SO2 dalam
gas buangan dengan mereaksikannya dengan alkali, misalnya kapur, gamping dan
sebagainya sehingga terbentuk kalsium sulfat, magnesium sulfat, dan sebagainya.
Setelah itu, gas buangan yang “bersih” dari sulfur dibuang melalui cerobong.
Untuk mengetahui sifat-sifat batu bara yang kita miliki ketika dibakar, umumnya
dilakukan apa yang disebut sebagai pengujian pembakaran atau burning test,
combustion test, atau furnace test.
(a) Penentuan
42
Sebagai contoh bagaimana pengujian pembakaran dilakukan, kita akan melihat tungku
pengujian milik ACA Australia yang dioperasikan oleh ACIRL (Lihat Gambar)
PLTU modern dapat didesain untuk membakar batu bara dari jenis lignit sampai
antarsit. Walaupun demikian, desain tungku pembakar dan sistem ketel uap sangat
bergantung pada spesifikasi batu bara yang harus dibakarnya. PLTU yang telah
dibangun hanya dapat membakar batu bara dengan sifat-sifat dan spesifikasi yang telah
ditentukan untuk membangun PLTU tersebut.
Bila suatu PLTU baru akan dibangun dan diproyeksikan berumur 30 tahun atau
lebih, maka keputusan pertama pada spesifikasi batu bara tampaknya sangat krusial.
Jika PLTU akan dipasok dari sumber batu bara yang belum ditambang, maka kita harus
mengevaluasi sumber tersebut untuk meyakinkan bahwa cadangan batu bara dapat
memasok PLTU tersebut selama masa hidupnya dan kualitasnya dapat dijaga tetap
dalam rentang yang dapat diterima dan ditentukan oleh desain sistem ketel uap.
43
3.11 Tambang batubara
- Gangguan Lahan
- Amblesan Tambang
Masalah yang terkait dengan tambang batubara bawah tanah adalah amblesan,
dimana permukaan tanah ambles sebagai akibat dari ditambangnya batubara di
bawahnya.
- Pencemaran Air
Acid mine drainage (AMD- drainage tambang asam) adalah air yang
mengandung logam yang terbentuk dari reaksi kimia antara air dan batuan yang
mengandung mineral belerang. Limpasan yang terbentuk biasanya mengandung asam
dan seringkali berasal dari daerah dimana bijih atau kegiatan tambang batubara telah
membuka batuan yang mengandung belerang.
44
- Menggunakan Gas Metana dari Tambang Batubara
Metana (CH4) adalah gas yang terbentu dari proses pembentukan batubara. Gas
tersebt keluar dari lapisan batubara dan di sekitar strata yang terganggu selama proses
pertambangan.
Gas metana adalah gas rumah kaca yang potensial –diperkirakan memberikan
kontribusi sebesar18% dari seluruh pengaruh pemsanan global yangtimbul dari kegiatan
manusia (CO2 diperkirakanmemberikan kontribusi sebesar 50%). Sementarabatu bara
bukan satu-satunya sumber daya yangmengeluarkan gas metana – produksi beras di
sawahbasah dan kegiatan lainnya merupakan emiten utama– metana dari lapisan batu
bara dapat digunakandaripada dilepaskan ke atmosfir dengan manfaatlingkungan hidup
yang penting.
45
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1. Pengertian batubara adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari
endapan organik, utamanya adalah sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk melalui
proses pembatubaraan.
2. Bahan bakar yang digunakan pada PLTU adalah batubara jenis subbituminus
dan bituminus.
3. Pemanfaatan batubara sebagai bahan bakar PLTU merupakan solusi yang dapat
dipilih untuk menghemat penggunaan bahan bakar minyak sebagai sumber
tenaga pembangkit listrik.
4. Dampak yang di timbulkan dalam pembangunan PLTU adalah asap hasil
pembakaran batubara yang dapat menimbulkan polutan yang mencemari udara
berupa CO (karbon monoksida), NOx (oksida-oksida nitrogen), SOx (oksida-
oksida belerang), HC (senyawa-senyawa karbon), fly ash (partikel debu).
Partikel-partikel tersebut dapat menimbulkan dampak pencemaran lingkungan,
selain timbulnya hujan asam yang dapat merusak hutan dan lahan pertanian
maupun efek rumah kaca yang dapat menyebabkan kenaikan suhu di permukaan
bumi dengan segala efek sampingannya yang disebabkan oleh gas-gas hasil
pembakaran batubara.
4.2 Saran
Perlu adanya terobosan baru dalam hal perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi karena dengan perkembangan keduanya maka dengan sendirinya penanganan
abu batubara akan sangat berguna bagi kehidupan manusia dan tidak lagi menjadi
limbah industri.
46
DAFTAR PUSTAKA
47