Anda di halaman 1dari 28

PEMANFAATAN BATUBARA SEBAGAI BAHAN BAKAR

PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP


( PLTU )

Dibuat Untuk Memenuhi Syarat Mata Kuliah Teknologi Pemanfaatan Batubara


Pada Program Studi Teknik Energi
D
I
S
U
S
U
N
Oleh :
Shanti Novalia Haras 0615 4041 1901
Agem Gunardi 0615 4041 2256
Bima Santri Mulya 0615 4041 2257

JURUSAN TEKNIK KIMIA


PROGRAM STUDI ENERGI
POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA
PALEMBANG
2017

0
DAFTAR ISI
BAB 1

PENDAHULUAN ...................................................................................................1

1.1 Latar Belakang ..........................................................................................1

1.2 Tujuan dan Manfaat Penulisan ..................................................................1

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................................2

2.1 Definisi Batubara ......................................................................................2

2.2 Tingkatan Batubara ...................................................................................3

2.3 Pembentukan batubara ..............................................................................4

2.4 Sumberdaya Batubara ...............................................................................4

2.5 Prakiraan Kebutuhan Tenaga Listrik ........................................................5

2.6 Rencana Pengembangan PLTU.................................................................7

2.7 Proyek Strategis ........................................................................................8

BAB 3

PEMBAHASAN ...................................................................................................10

3.1 Pemanfaatan Batu Bara Sebagai Bahan Bakar PLTU.............................10

3.2 Tahapan Pembakaran dalam Pengolahan Batubara Sebagai Bahan Bakar


PLTU .................................................................................................................11

3.3 Gambaran umum PLTU batubara ...........................................................18

3.4 Prinsip kerja PLTU Batubara ..................................................................19

BAB 4

PENUTUP .............................................................................................................25

5.1 Kesimpulan .............................................................................................25

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................26

1
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Seiring kemajuan teknologi, kebutuhan akan listrik menjadi kebutuhan
utama bagi keberlangsungan hidup manusia, tidak hanya untuk skala rumah
tangga terlebih untuk dunia perindustrian. Mengingat akan hal ini, maka PT
PLN (Persero) sebagai perusahaan negara yang bertugas menyediakan
kebutuhan listrik mencanangkan Program Percepatan Pembangunan
Pembangkit Listrik.
Dengan dibangunnya proyek PLTU ini sekaligus memanfaatkan potensi
batubara kalori rendah (low rank coal), dikarenakan batubara digunakan
sebagai bahan bakar utama PLTU. Dalam hal ini PLTU menggunakan
batubara sebagai bahan bakar, Dari penggunaan bahan bakar batubara ini,
penghematan yang bisa diperoleh dari pengurangan bahan bakar minyak
(BBM) adalah sekitar Rp 4 triliun per tahun. (Kementrian ESDM, 2007)
Batubara yang digunakan sebagai bahan bakar didatangkan dari pulau
Kalimantan dan Sulawesi dengan menggunakan kapal pengangkut batubara.
Untuk melakukan proses pembongkaran batubara dari kapal pengangkut ke
PLTU, dibutuhkan suatu pelabuhan batubara beserta fasilitas
pembongkarannya (unloading). Hal ini perlu dilakukan untuk mempermudah
kapal pengangkut batubara memasok kebutuhan PLTU yang per unitnya
mencapai 3.000 ton setiap harinya. Dengan demikian PLTU akan segera bisa
difungsikan.

1.2 Tujuan dan Manfaat Penulisan


Tujuan dari penulisan makalah ini adalah agar sebagai mahasiswa Teknik
Pertambangan dapat mengetehaui manfaat dari Batubara khususnya sebagai
bahan bakat PLTU.

1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Batubara


Batu bara adalah salah satu bahan bakar fosil. Pengertian umumnya
adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik,
utamanya adalah sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk melalui proses
pembatubaraan. Unsur-unsur utamanya terdiri dari karbon, hidrogen dan
oksigen. Batu bara juga adalah batuan organik yang memiliki sifat-sifat fisika
dan kimia yang kompleks yang dapat ditemui dalam berbagai bentuk. Analisis
unsur memberikan rumus formula empiris seperti C137H97O9NS untuk
bituminus dan C240H90O4NS untuk antrasit. Pembentukan batu bara
memerlukan kondisi-kondisi tertentu dan hanya terjadi pada era-era tertentu
sepanjang sejarah geologi. Zaman Karbon, kira-kira 340 juta tahun yang lalu,
merupakan masa pembentukan batu bara yang paling produktif dimana hampir
seluruh deposit batu bara (black coal) yang ekonomis di belahan bumi bagian
utara terbentuk. Pada Zaman Permian, kira-kira 270 jtl, juga terbentuk
endapan-endapan batu bara yang ekonomis di belahan bumi bagian selatan,
seperti Australia, dan berlangsung terus hingga ke Zaman Tersier (70 - 13 jtl)
di berbagai belahan bumi lain. Hampir seluruh pembentuk batubara berasal
dari tumbuhan. Jenis-jenis tumbuhan pembentuk batu bara dan umurnya
menurut Diessel (1981) adalah sebagai berikut :
 Alga, dari Zaman Pre-kambrium hingga Ordovisium dan bersel tunggal.
Sangat sedikit endapan batu bara dari perioda ini.
 Silofita, dari Zaman Silur hingga Devon Tengah, merupakan turunan dari
alga. Sedikit endapan batu bara dari perioda ini.
 Pteridofita, umur Devon Atas hingga Karbon Atas. Materi utama pemben-
tuk batu bara berumur Karbon di Eropa dan Amerika Utara. Tetumbuhan
tanpa bunga dan biji, berkembang biak dengan spora dan tumbuh di iklim
hangat.
 Gimnospermae, kurun waktu mulai dari Zaman Permian hingga Kapur
Tengah. Tumbuhan heteroseksual, biji terbungkus dalam buah, semisal pi-
nus, mengandung kadar getah (resin) tinggi. Jenis Pteridospermae seperti

2
gangamopteris dan glossopteris adalah penyusun utama batu bara Permian
seperti di Australia, India dan Afrika.
 Angiospermae, dari Zaman Kapur Atas hingga kini. Jenis tumbuhan mod-
ern, buah yang menutupi biji, jantan dan betina dalam satu bunga, kurang
bergetah dibanding gimnospermae sehingga, secara umum, kurang dapat
terawetkan.

2.2 Tingkatan Batubara


Berdasarkan tingkat proses pembentukannya yang dikontrol oleh
tekanan, panas dan waktu, batu bara umumnya dibagi dalam lima kelas yaitu
antrasit, bituminus, sub-bituminus, lignit dan gambut.
 Antrasit adalah kelas batu bara tertinggi, dengan warna hitam berkilauan
(luster) metalik, mengandung antara 86% - 98% unsur karbon (C) dengan
kadar air kurang dari 8%.
 Bituminus mengandung 68 - 86% unsur karbon (C) dan berkadar air 8-
10% dari beratnya. Kelas batu bara yang paling banyak ditambang di Aus-
tralia.
 Sub-bituminus mengandung sedikit karbon dan banyak air, dan oleh kare-
nanya menjadi sumber panas yang kurang efisien dibandingkan dengan bi-
tuminus.
 Lignit atau batu bara coklat adalah batu bara yang sangat lunak yang
mengandung air 35-75% dari beratnya.
 Gambut, berpori dan memiliki kadar air di atas 75% serta nilai kalori yang
paling rendah.

3
2.3 Pembentukan batubara
Proses perubahan sisa-sisa tanaman menjadi gambut hingga batu bara
disebut dengan istilah pembatu baraan (coalification). Secara ringkas ada 2
tahap proses yang terjadi, yakni :

 Tahap Diagenetik atau Biokimia, dimulai pada saat material tanaman


terdeposisi hingga lignit terbentuk. Agen utama yang berperan dalam
proses perubahan ini adalah kadar air, tingkat oksidasi dan gangguan biol-
ogis yang dapat menyebabkan proses pembusukan (dekomposisi) dan
kompaksi material organik serta membentuk gambut.
 Tahap Malihan atau Geokimia, meliputi proses perubahan dari lignit men-
jadi bituminus dan akhirnya antrasit.

2.4 Sumberdaya Batubara


Potensi sumberdaya batu bara di Indonesia sangat melimpah, terutama di
Pulau Kalimantan dan Pulau Sumatera, sedangkan di daerah lainnya dapat
dijumpai batu bara walaupun dalam jumlah kecil dan belum dapat ditentukan
keekonomisannya, seperti di Jawa Barat, Jawa Tengah, Papua, dan Sulawesi.
Badan Geologi Nasional memperkirakan Indonesia masih memiliki 160
miliar ton cadangan batu bara yang belum dieksplorasi. Cadangan tersebut
sebagian besar berada di Kalimantan Timur dan Sumatera Selatan. Namun
upaya eksplorasi batu bara kerap terkendala status lahan tambang. Daerah-
daerah tempat cadangan batu bara sebagian besar berada di kawasan hutan
konservasi. Rata-rata produksi pertambangan batu bara di Indonesia mencapai
300 juta ton per tahun. Dari jumlah itu, sekitar 10 persen digunakan untuk
kebutuhan energi dalam negeri, dan sebagian besar sisanya (90 persen lebih)
diekspor ke luar.

Di Indonesia, batu bara merupakan bahan bakar utama selain solar (diesel
fuel) yang telah umum digunakan pada banyak industri, dari segi ekonomis
batu bara jauh lebih hemat dibandingkan solar, dengan perbandingan sebagai

4
berikut: Solar Rp 0,74/kilokalori sedangkan batu bara hanya Rp
0,09/kilokalori, (berdasarkan harga solar industri Rp. 6.200/liter).
Dari segi kuantitas batu bara termasuk cadangan energi fosil terpenting
bagi Indonesia. Jumlahnya sangat berlimpah, mencapai puluhan milyar ton.
Jumlah ini sebenarnya cukup untuk memasok kebutuhan energi listrik hingga
ratusan tahun ke depan. Sayangnya, Indonesia tidak mungkin membakar
habis batu bara dan mengubahnya menjadi energis listrik melalui PLTU.
Selain mengotori lingkungan melalui polutan CO2, SO2, NOx dan CxHy cara
ini dinilai kurang efisien dan kurang memberi nilai tambah tinggi.
Batu bara sebaiknya tidak langsung dibakar, akan lebih bermakna dan
efisien jika dikonversi menjadi migas sintetis, atau bahan petrokimia lain
yang bernilai ekonomi tinggi. Dua cara yang dipertimbangkan dalam hal ini
adalah likuifikasi (pencairan) dan gasifikasi (penyubliman) batu bara.
Membakar batu bara secara langsung (direct burning) telah dikembangkan
teknologinya secara continue, yang bertujuan untuk mencapai efisiensi
pembakaran yang maksimum, cara-cara pembakaran langsung seperti: fixed
grate, chain grate, fluidized bed, pulverized, dan lain-lain, masing-masing
mempunyai kelebihan dan kelemahannya.

2.5 Prakiraan Kebutuhan Tenaga Listrik


Kebutuhan tenaga listrik pada suatu daerah didorong oleh tiga faktor utama yai-
tu:

a. Pertumbuhan ekonomi.
b. Program elektrifikasi.
c. Pengalihan captive power ke jaringan PLN.
Pertumbuhan ekonomi dalam pengertian yang sederhana adalah proses
meningkatkan output barang dan jasa. Proses tersebut memerlukan tenaga
listrik sebagai salah satu input untuk menunjangnya, disamping input-input ba-
rang dan jasa lainnya. Disamping itu hasil dari pertumbuhan ekonomi adalah
peningkatan pendapatan masyarakat yang mendorong peningkatan permintaan
barang-barang/peralatan listrik seperti televisi, pendingin ruangan, lemari es
dan lainnya. Akibatnya permintaan tenaga listrik akan meningkat.

5
Faktor kedua adalah program elektrifikasi. Sebagai upaya PLN untuk
mendukung program pemerintah dalam meningkatkan rasio elektrifikasi, maka
PLN perlu melistriki semua masyarakat yang ada dalam wilayah usahanya. Hal
ini secara langsung akan menjaga eksistensi wilayah usaha PLN dan sekaligus
meningkatkan rasio elektrifikasi di Indonesia, khususnya pada daerah-daerah
yang telah menjadi wilayah usaha PLN.
Faktor ketiga yang menjadi pendorong pertumbuhan permintaan tenaga
listrik PLN adalah pengalihan dari captive power (penggunaan pembangkit
sendiri berbahan bakar minyak) menjadi pelanggan PLN. Captive power ini
timbul sebagai akibat dari ketidakmampuan PLN memenuhi permintaan
pelanggan di suatu daerah, terutama pelanggan industri dan bisnis. Bilamana
kemampuan PLN untuk melayani di daerah tersebut telah meningkat, maka
captive power ini dengan berbagai pertimbangannya akan beralih menjadi
pelanggan PLN. Pengalihan captive power ke PLN juga didorong oleh ting-
ginya harga BBM untuk membangkitkan tenaga listrik milik konsumen indus-
tri/bisnis, sementara harga jual listrik PLN relatif lebih murah. Faktor ketiga ini
sangat bergantung pada kemampuan pasokan PLN di suatu daerah/sistem
kelistrikan dan skema bisnis jual beli listrik PLN dengan captive power jadi
tidak berlaku umum.
Kebutuhan energi listrik pada tahun 2021 akan menjadi 358 TWh, atau
tumbuh rata-rata 8,65% per tahun. Sedangkan beban puncak non coincident
pada tahun 2020 akan menjadi 61.750 MW atau tumbuh rata-rata 8,5% per ta-
hun.

6
Tabel 3.1 Pertumbuhan ekonomi, proyeksi kebutuhan tenaga listrik dan beban
puncak periode 2012-2021
Pertumbuhan ekonomi Jumlah beban puncak
Tahun (%) Sales Twh (non-coincident)
MW
2012 6.5 172.3 30.237
2013 7.2 187.8 32.77
2014 7.4 205.8 35.872
2015 6.9 225.1 39.209
2016 6.9 246.2 42.796
2017 6.9 266.8 46.291
2018 6.9 287.3 49.891
2019 6.9 309.4 53.611
2020 6.9 333 57.606
2021 6.9 358.3 61.752

2.6 Rencana Pengembangan PLTU


PLTU batu bara dirancang untuk memikul beban dasar sejalan dengan
harga batu bara yang relative rendah dibandingkan harga bahan bakar fosil
lainnya. Namun pembakaran batu bara menghasilkan emisi karbon dioksida
yang menimbulkan efek pemanasan global, disamping menghasilkan polusi
partikel dan limbah kimia yang dapat menyebabkan dampak negatif terhadap
lingkungan lokal. Dengan demikian pengembangan pembangkit listrik berba-
han bakar batu bara harus memperhatikan dampak lingkungan yang ditim-
bulkannya.
Kandidat pembangkit yang digunakan pada penambahan pembangkit di
Indonesia Barat dan Timur cukup bervariasi tergantung pada kapasitas sistem.
Untuk sistem Sumatera misalnya, kandidat PLTU batu bara adalah 100 MW,
200 MW, 300 MW dan 400 MW. Untuk sistem Kalimantan dan Sulawesi, kan-
didat PLTU batu bara adalah 25 MW, 50 MW dan 100 MW.

7
Pada sistem Jawa-Bali, kandidat pembangkit yang dipertimbangkan un-
tuk rencana pengembangan adalah PLTU batu bara ultra supercritical kelas
1.000 MW dan supercritical 600 MW. Untuk sistem kelistrikan Jawa-Bali,
PLN telah merencanakan PLTU batu bara kelas 1.000 MW dengan teknologi
ultra super critical15 untuk memperoleh efisiensi yang lebih baik dan emisi
CO2 yang lebih rendah. Penggunaan ukuran unit sebesar ini dimotivasi oleh
manfaat economies of scale dan didorong oleh semakin sulitnya memperoleh
lahan untuk membangun pusat pembangkit skala besar di Pulau Jawa. Pertim-
bangan lainnya adalah ukuran sistem Jawa-Bali telah cukup besar untuk
mengakomodasi unit pembangkit kelas 1.000 MW.
Pengembangan PLTU batu bara skala kecil dan PLTGB (pembangkit
listrik tenaga gasifikasi batu bara) skala kecil merupakan program untuk meng-
gantikan pembangkit listrik berbahan-bakar BBM pada sistem kelistrikan skala
kecil yang belum dapat dilayani melalui grid extension dalam waktu cukup
dekat.

2.7 Proyek Strategis


Beberapa proyek pembangunan PLTU telah direncanakan antara lain:
a. PLTU IPP Jawa Tengah (2x950 MW). Proyek ini sangat strategis karena
dibutuhkan sistem pada tahun 2017 dan 2018, serta merupakan proyek
kelistrikan pertama yang menggunakan skema kerjasama pemerintah dan
swasta (KPS) dengan Perpres No. 67/2005 jo Perpres No. 13/2010.
b. PLTU Indramayu (2x1.000 MW). Proyek ini sangat strategis karena dibu-
tuhkan sistem pada tahun 2018/2020, dan berlokasi relatif dekat dengan
pusat beban di Jabodetabek. Karena proyek ini menghadapi ketidakpastian
perizinan dari Pemda, PLN mempunyai opsi untuk memajukan jadwal.
c. PLTU Jawa-6 yang berlokasi di Bojonegara juga dimajukan dari tahun 2021
menjadi 2018. Keputusan untuk melakukan opsi tersebut akan diambil PLN
setelah ada kepastian perizinan dari Pemda.
d. PLTU mulut tambang Sumatera Selatan dan transmisi 500 kV HVDC Su-
matera–Jawa dengan kapasitas 3.000 MW.
e. PLTU Jawa-5 2x1.000 MW (2018/2019) sangat strategis karena lokasinya
berada dekat Jakarta dan dapat memasok langsung pusat beban Jakarta me-

8
lalui transmisi SUTET yang pendek, sehingga dapat mendukung tegangan
sistem 500 kV di Jakarta, dan pada akhirnya dapat mengurangi pemakaian
BBM/LNG di Muara Karang, Priok dan Muara Tawar. PLTU Jawa-4 berka-
pasitas 2x100 MW dapat dilaksanakan sebagai proyek PLN atau IPP untuk
memenuhi kebutuhan listrik pada tahun 2019-2020

Gambar 3.1 Rencana pembangunan pembangkit PLTU di Pulau Su-


matera

Gambar 3.2 Rencana pembangunan pembangkit di Pulau Jawa

9
BAB 3
PEMBAHASAN

3.1 Pemanfaatan Batu Bara Sebagai Bahan Bakar PLTU


Indonesia adalah salah satu negara di dunia yang kaya akan sumber daya
alamnya. Salah satu potensi sumber daya alam yang ada di Indonesia adalah ba-
tubara. Berdasarkan data dari hasil riset Departemen ESDM, Total sumber daya
batubara di Indonesia diperkirakan mencapai 105 miliar ton, dimana cadangan
batu bara diperkirakan 21 miliar ton. Tambang batubara utama berlokasi di
Sumatera Selatan, Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan. Produksi batuba-
ra meningkat sebesar 16% per tahun selama 5 tahun terakhir. Saat ini, 75% dari
total produksi batubara diekspor, terutama ke Jepang, Taiwan, Korea Selatan
dan Eropa.
Pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) adalah pembangkit yang
mengandalkan energi kinetik dari uap untuk menghasilkan energi listrik. Ben-
tuk utama dari pembangkit listrik jenis ini adalah Generator yang dihubungkan
ke turbin yang digerakkan oleh tenaga kinetik dari uap panas/kering. Pembang-
kit listrik tenaga uap menggunakan berbagai macam bahan bakar terutama batu
bara dan minyak bakar serta MFO untuk start up awal.
PLTU batubara, bahan bakar yang digunakan adalah batubara uap yang
terdiri dari kelas sub bituminus dan bituminus. Lignit juga mulai mendapat
tempat sebagai bahan bakar pada PLTU belakangan ini, seiring dengan
perkembangan teknologi pembangkitan yang mampu mengakomodasi batubara
berkualitas rendah.

10
Gambar 3.1 Skema PLTU Bahan Bakar Batubara

3.2 Tahapan Pembakaran dalam Pengolahan Batubara Sebagai Bahan


Bakar PLTU
 Pembakaran Lapisan Tetap
Metode lapisan tetap menggunakan stoker boiler untuk proses
pembakarannya. Sebagai bahan bakarnya adalah batubara dengan kadar abu
yang tidak terlalu rendah danberukuran maksimum sekitar 30mm. Selain itu,
karena adanya pembatasan sebaran ukuran butiran batubara yang digunakan,
maka perlu dilakukan pengurangan jumlah fine coal yang ikut tercampur ke
dalam batubara tersebut. Alasan tidak digunakannya batubara dengan kadar abu
yang terlalu rendah adalah karena pada metode pembakaran ini, batubara
dibakar di atas lapisan abu tebal yang terbentuk di atas kisi api (traveling fire
grate) pada stoker boiler.

11
Gambar 3.2 Stoker Boiler

 Pembakaran Batubara Serbuk Coal Combustion/PCC


Pada PCC, batubara diremuk dulu dengan menggunakan coal pulverizer
(coal mill) sampai berukuran 200 mesh (diameter 74μm), kemudian bersama
– sama dengan udara pembakaran disemprotkan ke boiler untuk dibakar.
Pembakaran metode ini sensitif terhadap kualitas batubara yang digunakan,
terutama sifat ketergerusan (grindability), sifat slagging, sifat fauling, dan
kadar air (moisture content). Batubara yang disukai untuk boiler PCC adalah
yang memiliki sifat ketergerusan dengan HGI (Hardgrove Grindability In-
dex) di atas 40 dan kadar air kurang dari 30%, serta rasio bahan bakar (fuel
ratio) kurang dari 2. Pembakaran dengan metode PCC ini akan menghasilkan
abu yang terdiri diri dari clinker ash sebanyak 15% dan sisanya berupa fly
ash.

12
Gambar 3.3 PCC Boiler

o Pembakaran Lapisan Mengambang (Fluidized Bed Combus-


tion/FBC)
Pada pembakaran dengan metode FBC, batubara diremuk terlebih
dulu dengan menggunakan crusher sampai berukuran maksimum 25mm.
Tidak seperti pembakaran menggunakan stoker yang menempatkan ba-
tubara di atas kisi api selama pembakaran atau metode PCC yang me-
nyemprotkan campuran batubara dan udara pada saat pembakaran, buti-
ran batubara dijaga agar dalam posisi mengambang, dengan cara
melewatkan angin berkecepatan tertentu dari bagian bawah boiler.

13
Gambar 3.4 Tipikal boiler FBC

o PFBC
Pada PFBC, selain dihasilkan panas yang digunakan untuk memanaskan
air menjadi uap untuk memutar turbin uap, dihasilkan pula gas hasil pemba-
karan yang memiliki tekanan tinggi yang dapat memutar turbin gas, sehingga
PLTU yang menggunakan PFBC memiliki efisiensi pembangkitan yang
lebih baik dibandingkan dengan AFBC karena mekanisme kombinasi (com-
bined cycle) ini. Nilai efisiensi bruto pembangkitan (gross efficiency) dapat
mencapai 43%.

14
Gambar 3.5 Prinsip kerja PFBC

o Peningkatan efisiensi panas


Untuk lebih meningkatkan efisiensi panas, unit gasifikasi sebagian
(partial gasifier) yang menggunakan teknologi gasifikasi lapisan mengam-
bang (fluidized bed gasification) kemudian ditambahkan pada unit PFBC.
Dengan kombinasi teknologi gasifikasi ini maka upaya peningkatan suhu
gas pada pintu masuk (inlet) turbin gas memungkinkan untuk dilakukan.
Pada proses gasifikasi di partial gasifier tersebut, konversi karbon
yang dicapai adalah sekitar 85%. Nilai ini dapat ditingkatkan menjadi
100% melalui kombinasi dengan pengoksidasi (oxidizer). Pengembangan
lebih lanjut dari PFBC ini dinamakan dengan Advanced PFBC (A-PFBC),
yang prinsip kerjanya ditampilkan pada gambar 10 di bawah ini. Efisiensi
netto pembangkitan (net efficiency) yang dihasilkan pada A-PFBC ini san-
gat tinggi, dapat mencapai 46%.

Gambar 3.6 Prinsip kerja A-PFBC

o ICFBC

15
Ruang pembakaran utama (primary combustion chamber) dan ruang
pengambilan panas (heat recovery chamber) dipisahkan oleh dinding
penghalang yang terpasang miring. Kemudian, karena pipa pemanas (heat
exchange tube) tidak terpasang langsung pada ruang pembakaran utama,
maka tidak ada kekhawatiran terhadap keausan pipa sehingga pasir silika
digunakan sebagai pengganti batu kapur untuk media FBC. Batu kapur
masih tetap digunakan sebagai bahan pereduksi SOx, hanya jumlahnya
ditekan sesuai dengan keperluan saja.

Gambar 3.7 ICFBC

o IGCC
pada sistem ini terdapat alat gasifikasi (gasifier) yang digunakan un-
tuk menghasilkan gas, umumnya bertipe entrained flow. Yang tersedia
di pasaran saat ini untuk tipe tersebut misalnya Chevron Texaco
(lisensinya sekarang dimiliki GE Energy), E-Gas (lisensinya dulu di-
miliki Dow, kemudian Destec, dan terakhir Conoco Phillips ), dan
Shell. Prinsip kerja ketiga alat tersebut adalah sama, yaitu batubara dan

16
oksigen berkadar tinggi dimasukkan kedalamnya kemudian dilakukan
reaksi berupa oksidasi sebagian (partial oxidation) untuk menghasilkan
gas sintetis (syngas), yang 85% lebih komposisinya terdiri dari H2 dan
CO. Karena reaksi berlangsung pada suhu tinggi, abu pada batubara
akan melebur dan membentuk slag dalam kondisi meleleh (glassy
slag). Adapun panas yang ditimbulkan oleh proses gasifikasi dapat
digunakan untuk menghasilkan uap bertekanan tinggi, yang selanjut-
nya dialirkan ke turbin uap.

Gambar 3.8 Tipikal IGCC

 Pembangkitan Kombinasi Dengan Gasifikasi Batubara


Peningkatan efisiensi pembangkitan dengan mekanisme kombina-
si melalui pemanfaatan gas sintetis hasil proses gasifikasi seperti pada A-
PFBC, selanjutnya mengarahkan teknologi pembangkitan untuk lebih
mengintensifkan penggunaan teknologi gasifikasi batubara ke dalam sis-
tem pembangkitan. Upaya ini akhirnya menghasilkan sistem pembang-

17
kitan yang disebut dengan Integrated Coal Gasification Combined Cycle
(IGCC).

3.3 Gambaran umum PLTU batubara

Seperti kita ketahui bahwa PLTU batu bara merupakan jenis pembangkit
terbesar yang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia (PLN) untuk mengatasi
kekurangan pasokan listrik dan untuk mengurangi ketergantungan BBM pada PLTD
(Diesel). Ini tercermin pada program percepatan listrik nasional tahap pertama dan
kedua, walaupun porsinya dikurangi di tahap kedua. Untuk itu, berikut ini singkat sis-
tem kerja PLTU batubara yang ada dan berdasar pada referensi. Prinsip kerja PLTU
batubara secara umum dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

Gambar 3.9 Prinsip kerja PLTU

18
Keterangan gambar :
1. Cooling tower 14. Conveyor batubara
2. Cooling water pump 15. Penampung batubara
3. Transimission line 3 phase 16. Pemecah batubara
4. Transformer 3-phase 17. Tabung Boiler
5. Generator Listrik 3-phase 18. Penampung abu batubara
6. Low pressure turbine 19. Pemanas
7. Boiler feed pump 20. Forced draught fan
8. Condenser 21. Preheater
9. Intermediate pressure 22. combustion air intake
turbine 23. Economizer
10. Steam governor valve 24. Air preheater
11. High pressure turbine 25. Precipitator
12. Deaerator 26. Induced air fan
13. Feed heater 27. Cerobong

3.4 Prinsip kerja PLTU Batubara


proyek pemerintah pembangunan pembangkit listrik 10.000 MW tahap
pertama sudah beberapa tahun berjalan. Pada tahap pertama ini fokus pem-
bangunannya adalah pembangkit bertenaga batu bara, dengan spesifikasi batu
bara Kalimantan. Kalor jenis batu bara Kalimantan berada pada kisaran 4.000
s/d 7.000 kCal/kg, sedikit lebih rendah dibandingkan batubara asal Sumatera.
Ketersediaan batu bara Kalimantan diprediksi masih bisa menyangga kebu-
tuhan konsumsi untuk industri pembangkitan selama 100 tahun ke depan.

19
Gambar PLTU Suralaya Merak Cilegon unit 1 s/d 7 berkapasitas total 3400
MW. Untuk cerobong yang lebih pendek terlihat memiliki dua cerobong kecil
yang digabung, merupakan unit 4‐5 dan unit 6‐7. Saat ini juga sedang
dibangun Suralaya unit 8 yang letaknya tidak jauh dari unit lama, berkapasi-
tas 600 MW.

20
Contoh diagram alir PLTU Batubara

Diagram yang lebih lengkap tipikal PLTU di Indonesia

21
5

Diagram pembangkit yang terletak di tengah daratan (inland)

22
Gambar boiler
12

23
Gambar 3 Dimensi Boiler

24
BAB 4
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan mengenai “Pemanfaatan
Batubara Sebagai Bahan Bakar PLTU” dapat disimpulkan bahwa :
1. Pengertian batubara adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, ter-
bentuk dari endapan organik, utamanya adalah sisa-sisa tumbuhan
dan terbentuk melalui proses pembatubaraan.
2. Bahan bakar yang digunakan pada PLTU adalah batubara jenis sub-
bituminus dan bituminus.
3. Pemanfaatan batubara sebagai bahan bakar PLTU merukan solusi
yang dapat dipilih untuk menghemat penggunaan bahan bakar min-
yak sebagai sumber tenaga pembangkit listrik.

25
DAFTAR PUSTAKA

 http://www.scribd.com/doc/55111505/Batubara-Sebagai-Bahan-Bakar-
PLTU. (diakases tanggal 29 April 2014)

 http://teknologi.kompasiana.com/terapan/2014/02/20/teknologi-
pembakaran-pada-pltu-batubara-636534.html. (diakses tanggal 29 April
2014)

 http://id.wikipedia.org/wiki/Batu_bara. (diakses tanggal 29April 2014)

26

Anda mungkin juga menyukai