Disusun Oleh:
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
FAKULTAS TEKNIK
2019
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat
dan karunia-NYA sehingga makalah kami yang berjudul “Teknologi
Upgrading Batubara pada Kondisi B” akhirnya dapat diselesaikan dengan
baik. Makalah ini merupakan tugas dari ibu RR. Yunita Banyuningsih, ST.,
MT. selaku dosen pada mata kuliah Konversi Batubara.
Penulis
1
DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar……………………………………………………………. i
Daftar Isi………………………………………………………………….. ii
BAB I PENDAHULUAN
1.3 Tujuan………………………………………………………………... 5
BAB IV KESIMPULAN
2
4.1 Kesimpulan…………………………………………………………… 29
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
3
PENDAHULUAN
4
dampak negatif terhadap lingkungan dengan timbulnya efek rumah kaca yang
dapat menyebabkan pemanasan global. Selain itu, batubara peringkat rendah
mempunyai kecenderungan untuk terjadinya pembakaran spontan (spontaneous
combustion).
1.3 Tujuan
1. Mengetahui proses pembentukan batubara.
2. Mengetahui yang digunakan untuk peningkatan kualitas batubara.
3. Mengetahui kelebihan dan kekurangan Upgrading Brown Coal.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
6
1) Gambut, bersifat : warna coklat, material belum terkompaksi,
kandungan air sangat tinggi, kandungan karbon padat sangat rendah,
kandunga zat terbang sangat tinggi, sangat mudah teroksidasi, dan nilai
panas yang dihasilkan sangat rendah;
2) Lignit, bersifat : warna kecoklatan, material terkompaksi namun sangat
rapuh, kandungan air tinggi, kandungan karbon padat rendah,
kandungan zat terbang tinggi, mudah teroksidasi, dan nilai panas yang
dihasilkan rendah;
3) Bituminus–Subbituminus, bersifat : warna hitam, material sudah
terkompaksi, kandungan air sedang, kandungan karbon padat sedang,
kandungan zat terbang sedang, sifat oksidasi menengah, dan nilai
panas yang dihasilkan sedang;
4) Antrasit, bersifat : warna hitam mengkilat, material terkompaksi
dengan kuat, kandungan air rendah, nilai panas yang dihasilkan tinggi,
kandungan karbon padat tinggi, kandungan zat terbang rendah, dan
relatif sulit teroksidasi.
7
serta analisis ultimate, kandungan sulfur total dan density. Peat (gambut) atau
biasa disebut brown coal (batubara muda) merupakan jenis batubara yang
kualitasnya paling rendah diantara yang lain, bersifat lunak, dapat dilihat dari
warna dan struktur (kayu), serta mudah pecah pada saat pemanasan. Lignite ialah
jenis batubara diatas peat namun kualitasnya masih tergolong rendah. Batubara
jenis ini berwarna coklat mengkilap dengan struktur kayu yang masih namoak,
kandungan air dan oksigen yang masih sangat tinggi, sedangkan kandungan kalor
relatif rendah. Sub-bituminous sering juga disebut black lignite. Black lignite
merupakan jenis batubara yang transisi antara lignite dn bituminous dengan
kualitas sedang.
Bituminous ialah jenis batubara yang termasuk kategori kualitas baik dan
memiliki sifat lebih keras dari sub-bituminous dengan kandungan oksigen rendah
sedangkan kandungan karbon dan kalor relatif tinggi. Anthracite ialah jenis
batubara dengan karbon cukup tinggi, zat mudah menguap (volatile matter) dan
kandungan oksigennya relatif rendah pada saat pembakaran tidak atau kurang
menghasilkan asap. Anthracite memiliki kandungan kalor tertinggi dengan
kualitas terbaik daripada jenis batubara lainnya. Anthracite merupakan jenis
batubara yang paling keras dengan struktur kompak dan padat dikenal dengan
nama graphite. Graphite merupakan jenis batubara yang kualitasnya tertinggi.
Kualitas batubara Indonesia yaitu sebagian kecil termasuk dalam kategori kualitas
sedang sampai tinggi berupa sub-bituminous dengan jumlah 26,60% dan
bituninous dengan 14,40%, serta kualitas tertinggi berupa Anthracite dengan
0,40%, sisanya yang sebagian besar adalah tergolong batubara yang masih muda
dengan kualitas rendah berupa lignite sejumlah 58,60% (Adiarso, dkk, 2010
dalam Yustanti 2012). Hal ini dapat dilihat sebagaimana pada Gambar 1.
8
Jumlah batubara di Indonesia 58,60% adalah batubara dengan kualitas
rendah. Dengan nilai kalori kurang dari 5250 kcal/kg (seperti terlihat pada tabel
1), sedangkan permintaan pasar kadar kalori adalah sekitar 6000 – 7000 kcal/kg.
Hal ini menunjukkan bahwa upgrading batubara low rank perlu dilakukan untuk
meningkatkan kualitas batubara tersebut.
Dari Tabel 1 terlihat bahwa jumlah total sulfur 0,3 – 2,5 % dan memiliki
density 1,40 – 1,45% pada jenis batubara lignite. Hal ini menandakan kadar sulfur
dan air pada batubara tersebut cukup tinggi. Ikatan sulfur organik terjadi antara
atom S dan atom C. Sulfur merupakan salah satu senyawa yangmemperpendek
9
umur alat pembakaran. Selain itu, pada pemanfatan kokas, jumlah sulfur sangatlah
menentukan. Pada aplikasi pemanfaatan seperti pembuatan kokas, jika jumlah
sulfur melebihi kadarnya maka akan mempengaruhi hasil dari kokasnya. Oleh
karena itu dilakukan desulfurisasi yaitu penghilangan sulfur, baik pada sulfur
organik dan sulfur anorganik. Desulfurisasi batubara dapat dilakukan dengan
metode fisika kimia dan biologi serta berbagai metode lainnya. Secara umum,
metode fisika hanya efektif memisahkan jenis sulfur anorganik dalam batubara
kecuali jika dilakukan pada suhu yang sangat tinggi (450oC) maka sulfur organik
dapat dimungkinkan direduksi, sedangkan metode kimia dan biologi dapat
memisahkan (mereduksi) baik sulfur organik maupun sulfur anorganik dalam
batubara, namun metode biologi menggunakan bantuan mikroba yang bekerja
pada suhu rendah sehingga waktu yang dibutuhkan relatif lama. Metode lainnya
seperti Teknologi FBC, Teknologi FGD dan Teknologi MBE. Teknologi FBC
atau fluidised bed combination yang merupakan suatu teknologi yang mampu
meredam secar drastis gas-gas emisi polutan bisa menekan sulfur lebih rendah
karena suhu yang digunakan pada pembakaran batubaranya sekitar 750oC-950oC,
sehingga batubara terbakar secara efisien, tidak meleburkan abu dan sisa
pembakaran lainnya. Teknologi FGD (flue-gas desulfurization) merupakan
metode yang mengolah polutan menjadi gipsum. Metode ini dialkuaka untuk
mencegah keberlanjutan krisis ekologi akibat sistem peralatan berteknologi tinggi
yang mampu memisahkan gas-gas polutan dalam gas buang dari pembakaran
batubara. Sedangkan teknologi MBE (mesin berkas elektron) memiliki prinsip
kerja menghasilkan berkas elektron filamen logam tungsten yang dipanskan.
Teknologi ini dapat mengubah polutan menjadi pupuk. Disisi lain, pada batubara
terdapat mineral-mineral ikutan yang berasal dari batu lempung, batu pasir dan
sebagainya. Mineral-mineral tersebut sebagai pengotor dapat pula mempengaruhi
kualitas batubara dalam segi pemanfaatannya. Oleh sebab itu, perlu adanya
dilakukan proses demineralisasi. Demineralisasi merupakan penghilangan ataupun
pengurangan kadar mineral-mineral dalam batubara yang bereaksi dengan air.
Air yang terkandung dalam batubara terdiri dari air bebas (free moisture)
dan air bawaan (inherent moisture). Air bebas adalah air yang terikat secara
mekanik dengan batubara pada permukaan dalam rekahan atau kapiler yang
10
mempunyai tekanan uap normal. Sedangkan air bawaan adalah air yang terikat
secara fisik pada struktur pori-pori bagian dalam batubara dan mempunyai
tekanan uap yang lebih rendah daripada tekanan uap normal. Kandungan air
dalam batubara baik air bebas maupun air bawaan merupakan faktor yang
merugikan karena memberikan pengaruh yang negatif terhadap biaya transportasi
dan proses pembakarannya.
Penurunan kadar air dalam batubara dapat dilakukan dengan cara mekanik
atau perlakuan panas. Kadar air bebas dapat dikurangi secara efektif dengan cara
mekanik, sedangkan penurunan kadar air bawaan harus dilakukan dengan cara
pemanasan. Proses pemanasan batubara sampai tempertur tertentu menyebabkan
terjadinya perubahan komposisi struktur batubara. Dengan memanaskan batubara,
terjadi perubahan kimia karena menguapnya air bawaan, dekomposisi gugus
karboksil, penyusutan gas-gas hidrogen dan oksigen kompleks serta aromatisasi.
Komposisi dan sifat produk akhir akan bervariasi tergantung pada temperatur
pemanasan. Selama proses pemanasan akan terjadi reaksi kimia yang
menghasilkan produk gas atau cairan yang banyak berhubungan dengan sistem
pori-pori batubara (Samsudin, 1996).
11
dalam batubara, maka dalam proses ditambahkan minyak residu untuk melapisi
pori-pori pada partikel batubara.
12
BAB III
PEMBAHASAN
Meskipun demikian, bukan berarti batubara muda ini tidak prospektif sama
sekali. Tidak sedikit batubara muda yang memiliki keunggulan performa dari segi
konsideran lingkungan, seperti kadar abu dan sulfur yang rendah. Selain itu, posisi
cadangannya yang secara umum dekat dengan permukaan tanah akan
13
menyebabkannya memiliki nisbah pengupasan (stripping ratio) yang rendah
sehingga dari segi penambangan akan ekonomis.Dengan semakin berkurangnya
cadangan batubara bituminus yang layak tambang ditambah dengan cadangan
batubara muda yang melimpah, maka upaya pemanfaatan batubara muda perlu
mendapat perhatian yang lebih serius di Indonesia.
14
Gambar 2. Kondisi Proses Upgrading
Batubara seperti lignit dan lainnya akan mengalami reaksi kimia, misalnya
dekomposisi, ketika suhunya mencapai 200°C atau lebih. Karena itu, jenis
teknologi Upgrading Batubara dapat dibagi berdasarkan suhu, dimana kondisi
dengan suhu proses lebih dari 200°C disebut dengan tipe reaksi, sedangkan yang
dibawah suhu tersebut disebut dengan tipe non reaksi.
Dari gambar 2 juga terlihat garis tekanan uap jenuh (saturated vapor
pressure) untuk mengetahui karakteristik penguapan kadar air. Air akan menguap
bila kondisinya berada di bawah garis itu, dan sebaliknya, tidak akan menguap
bila berada pada kondisi di atas garis tersebut. Dengan demikian, teknologi
Upgrading Batubara dapat diklasifikasi lagi sehingga menjadi 4 area, yaitu A~D.
15
3.2.1 Evaporasi (area B)
1. Tube Dryer
16
2. Pemanasan langsung
1. Fluidized Bed
17
Tokyo University/MHI (gambar 5): Pengembangan teknologi
pengeringan lignit yang merupakan riset Prof. Kaneko (Tokyo
University) mulai dilakukan pada tahun 2010, sebagai bagian dari
proyek bantuan kementrian ekonomi & industry (METI). Disini,
MHI (Mitsubishi Heavy Industry) yang bertanggung jawab dalam
pembuatan BSU (Bench Scale Unit) berkapasitas beberapa ton/hari.
Melalui pengembangan sistem efisiensi tinggi berdasarkan self
heating regeneration, efisiensi pembangkitan sekitar 30% yang ada
sekarang ini ditargetkan untuk dapat ditingkatkan hingga mencapai
35~40%. Bagian pengering & dewatering belum dapat diketahui
dengan jelas karena masih dalam proses pengajuan hak paten dan
hal-hal lainnya. Target nilai untuk produk air setelah pengeringan
juga masih belum jelas.
18
pada tahun 2006 di PLTU lignit Coal Creek, North Dakota. Setelah
itu, pengujian dilakukan dengan alat berskala komersial
berkapasitas 135 ton/jam yang dibangun pada tahun 2009.
Memanfaatkan panas buangan dari PLTU, rasio dewatering tidak
terlalu tinggi, yaitu sekitar 25% saja. Disamping itu, karena
pengeringan juga dilakukan pada PLTU ini, maka proses DryFine
membatasi tingkat dewatering pada nilai minimal, untuk
mengontrol konsumsi energi yang dibutuhkan saat pengeringan.
2. Flash heating
19
beberapa detik saja. Metode up-grading yang menggunakan flash
heating diantaranya adalah BCB, serta IDGCC yang dikembangkan di
Australia.
20
pengikat dan menghasilkan sedikit limbah. BCB Dikembangkan
oleh Keith Clarke dan Ross Meakins, Peneliti dari CSIRO, Dan
dipatenkan oleh White Energy Co. Yang saat ini sedang
membangun demo plant di Hunter Region, New South Wales.
Teknologi ini mampu meningkatkan batubara hingga 49% dari
kalori inputnya dan mengurangi kadar air hingga 84%. BCB dapat
menjaga kadar sulfur tetap 0,2% dan kadar abu 3%.
Air yang terkandung dalam batubara terdiri atas air bebas (free moisture)
dan air bawaan (inherent moisture). Air bebas adalah air yang terikat secara
mekanik dengan batubara pada permukaan dalam rekahan atau kapiler yang
mempunyai tekanan uap normal. Sedangkan air bawaan adalah air yang terikat
secara fisik pada struktur pori-pori bagian dalam batubara dan mempunyai
21
tekanan uap yang lebih rendah daripada tekanan normal. Kandungan air dalam
batubara, baik air bebas maupun air bawaan, merupakan faktor yang merugikan
karena memberikan pengaruh yang negatip terhadap proses pembakarannya.
Lapisan minyak ini cukup kuat dan dapat menempel pada waktu yang
cukup lama sehingga batubara dapat disimpan di tempat yang terbuka untuk
jangka waktu yang cukup lama (Couch, 1990). Gambar 2 menunjukan sifat
permukaan batubara sebelum dan sesudah proses pengeringan.
22
Gambar 9. Permukaan Batubara Sebelum dan Sesudah Proses Pengeringan
23
ditransfer ke seksi 200 (V202) dengan menggunakan sistem pneumatik
conveyor melalui weight hopper (Y102) untuk diketahui beratnya
terlebih dahulu.
24
4. Seksi 400; rekoveri minyak (oil recovery)
Seksi 400 mempunyai fungsi mendapatkan batubara halus yang telah
meningkat kualitasnya melalui proses recovery minyak di dalam cake
batubara yang disediakan dari seksi 300 dengan menggunakan alat
rotating steam tube dryer (D401). Cake dari seksi 300 disimpan didalam
Y401, sebagai penyimpanan sementara. Prinsip kerja alat rotating steam
tube dryer adalah batubara yang lewat dipanaskan dengan menggunakan
steam yang dibantu dengan sirkulasi gas untuk membawa uap minyak
yang dihasilkan. Cake dari dari Y401 ditransferkan ke rotating steam
tube dryer (D401) melalui screw conveyor untuk menghilangkan minyak
tanah yang masih terkandung di dalam cake. Cake yang keluar dari D401
akan berubah menjadi serbuk UBC dan ditransferkan ke dalam seksi 500
(Y501) melalui screw dan bucket conveyor.
1. Utility
Utility berfungsi untuk mendukung proes UBC, terdiri atas bioler
(steam), nitrogen generator (N2), cooling water supply (CWS),
instrument air (IA), dan generator set.
25
Sistem kontrol mempunyai fungsi untuk mengontrol kegiatan pada pilot
plant, baik dalam proses maupun utulity. Sistem control ini mencakup
distribusi arus listrik, instrumentasi, dan sistem data.
Kekurangan :
1. Pengeluaran TAR belum sempurna.
26
BAB IV
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
27
DAFTAR PUSTAKA
28