Anda di halaman 1dari 38

RESUME UAS GEOLOGI BATU BARA

Dosen Pengampu:
Ir. Nurdrajat M.T

Disusun oleh:
Viska Salsanur Anisa Ginanjar
270110180116
Kelas D

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI


FAKULTAS TEKNIK GEOLOGI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat membuat sebuah resume yang saya susun
dengan sebaik mungkin ini. Resume ini bertujuan untuk memenuhi Ujian Akhir
Semester Ganjil kuliah Geologi Batu Bara.

Demikian resume yang saya buat, mohon kritik dan sarannya atas kekurangan dalam
penyusunan resume ini. Semoga resume ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan
bagi saya selaku penulis.

Bandung, 11 Desember 2020

i
DAFTAR ISI

1. PENGERTIAN BATUBARA ............................................................................... 1


2. PEMBENTUKAN BATUBARA .......................................................................... 2
2.1 Proses Pembentukan Batubara ............................................................................ 2
2.1.1 Penggambutan (peatification) ....................................................................... 2
2.1.2 Pembatubaraan (coalification) ...................................................................... 4
2.2 Faktor yang Mempengaruhi dalam Pembentukan Batubara ............................... 5
3. KARAKTERISTIK BATUBARA ........................................................................ 7
3.1 Peringkat Batubara ............................................................................................. 7
3.1.1 Batubara Antrasit .......................................................................................... 8
3.1.2 Batubara Bituminus ...................................................................................... 9
3.1.3 Batubara Sub-bituminus ............................................................................... 9
3.1.4 Batubara Lignit ............................................................................................. 9
3.2 Kelas Batubara .................................................................................................. 10
3.2.1 Batubara uap (steam coal) .......................................................................... 10
3.2.2 Batubara metalurgi (metallurgical coal)..................................................... 10
3.2.3 Batubara kimia dan khusus (Chemical and Specialty Coal)....................... 11
3.3 Tipe Batubara .................................................................................................... 11
3.3.1 Karakteristik Lithotype (Makroskopik) ..................................................... 12
3.3.2 Karakteristik Mikrolitotype (Mikrokopik).................................................. 13
4. KOMPOSISI BATUBARA ................................................................................. 16
5. KUALITAS BATUBARA .................................................................................. 18
5.1 Sifat Kimiawi Batubara ..................................................................................... 18
5.1.1 Analisis Proksimat ...................................................................................... 19
5.1.2 Analisis akhir .............................................................................................. 20
5.2 Sifat Pembakaran Batubara ............................................................................... 21
5.3 Sifat fisik batubara ............................................................................................. 22
5. 4 Oksidasi Batubara............................................................................................. 23

ii
6. PETROGRAFI BATUBARA .............................................................................. 25
7. PENYALURAN LAPISAN BATUBARA ......................................................... 26
8. SISTEM BATUBARA ........................................................................................ 27
9. LINGKUNGAN PENGENDAPAN BATUBARA ............................................. 28
10. BATUBARA DI INDONESIA ............................................................................ 31
10.1 Cadangan batubara di Indonesia ...................................................................... 31
10.2 Produksi batubara di Indonesia ....................................................................... 31
10.3 Konsumsi batubara di Indonesia ..................................................................... 31
10.4 Ekspor batubara di Indoenesia ........................................................................ 31
10.5 Penyebaran cekungan penghasil batubara di Indonesia .................................. 32
Daftar Pustaka ............................................................................................................. 34

iii
1. PENGERTIAN BATUBARA
Batubara merupakan batuan sedimen yang secara kimia dan fisika adalah
heterogen yang mengandung unsur-unsur karbon, hydrogen, serta oksigen sebagai
komponen unsur utama dan belerang serta nitrogen sebagai unsur tambahan, zat
lain yaitu senyawa anorganik pembentuk debu, tersebar sebagai partikel zat
mineral yang terpisah di seluruh senyawa batu bara (Ellion, 1981). Jadi dapat
dipersingkat bahwa batubara adalah batuan karbonat berbentuk padat, rapuh,
berwarna cokelat tua sampai hitam, dapat terbakar, yang terbentuk dari tumbuhan
yang telah mati pada masa lampau kemudian tertimbun dan terakumulasi pada
lapisan-lapisan batuan oleh tekanan dan suhu yang tinggi pada waktu yang lama
sehingga mengalami perubahan secara fisika dan kimia.

Gambar 1 Batubara.

Dalam proses pembentukan batubara, banyak faktor yang mempengaruhi.


Contohnya, , keberadaan struktur dan intusi, besarnya temperatur dan tekanan
terhadap tumbuhan mati akan mempengaruhi kualitas batubara yang terbentuk,
termasuk pengayaan karbon di dalam batubara.. Timbunan material ini kemudian
mengalami proses penggambuan dan pembatubaraan sehingga menjadi batubara.
Batubara secara geologi termasuk golongan batuan sedimen organoklastik.
Lingkungan pembentukan batubara sendiri harus merupaka cekungan anaerob,
yaitu tidak ada oksigen yang terlibat dalam prosesnya.
Batubara bisa dibakar untuk membangkitkan uap atau dikarbonisasikan untuk
membuat bahan bakar cair atau dihidrogenasikan untuk membuat gas metana. Gas
sintesis atau bahan bakar berupa gas bisa diproduksi sebagai produk utama dengan
jalan gasifikasi batubara menggunakan oksigen dan uap atau udara dan uap.

1
2. PEMBENTUKAN BATUBARA
2.1 Proses Pembentukan Batubara
Pembentukan batubara ada dua tahap, yaitu penggambutan
(peatification) dan pembatubaraan (coalification).

Gambar 2 tahap penggambutan dan tahap pembatubaraan serta


faktor-faktor yang mempengaruhinya (Kentucky Geological Survey,
2012)

2.1.1 Penggambutan (peatification)


Batubara di dunia umumnya beraal dari Zaman karbon. Pada era
itu, iklim bumi adalah tropis sehingga memungkinkan tumbuhan
tumbuh subur di bi bumi, khususnya di daerah rawa. Tumbuhan yang
tua kemudian mati dan menumpuk tertimbun di daerah rawa. Seiring
berjalannya waktu timbunan tersebut akan semakin tebal bersamaan
dengan adanya penurunan dasar rawa. Hal tersebut menyebabkan
terakumulasinya timbunan tumbuhan yang mati tersebut mengalami
pembusukan, penghancuran dan penguraian oleh bakteri anaerob.
Bagian-bagian tumbuhan yang terurai tersebut menjadi karbondioksida,
air, dan asam humin. Proses ini menghasilkan gambut sebagai hasil
akhir. Proses pembentukan gambut ini sangat penting dalam proses
pembentukan batubara karena menjadi asal usul terbentuknya batubara
atau isi batubara (Sukandarrumidi,1995). Proses penggambutan

2
membutuhkan kondisi lingkungan tertentu. Daerah yang ideal untuk
pembentukan gambut misalnya rawa, delta sungai, danau dangkal atau
daerah yang kondisinya tertutup udara. Menurut Bend (1992) dan
Diessel (1992) ada beberapa faktor yang mempengaruhi tumbuhnya
gambut, yaitu:
 Evolusi tumbuhan
 Iklim
 Geografi dan tektonik
daerah

Gambar 3 Gambut.

Proses penggambutan harus memiliki kesetimbangan antara penurunan


permukaan (land subsidence) dan kecepatan penumpukan sisa
tumbuhan (kesetimbangan bioteknik) untuk membentuk kondisi
lingkungan pebentukan batubara. Karena jika tidak bersamaan dengan
penurunan permukaan, makan sisa tumbuhan yang mati tersebut akan
menjadi busuk oleh bakteri aerob dan tidak bisa menghasilkan batubara.

Gambar 4 Beberapa proses yang mengurai dan mengawetkan bahan organik


menjadi gambut.

3
2.1.2 Pembatubaraan (coalification)
Setelah tahap penggambutan, selanjutnya adalah tahapan yang
mengubah bahan baku batubara (gambut) ini menjadi batubara
seuntuhnya, yaitu tahapan pembatubaraan. Tahap ini adalah diagenesis
atau pengubahan pada gambut yang disebabkan oleh pengaruh
meningkatnya tekanan dan temperatur sebagai hasil gabungan proses
biokimia, fisik, serta kimia yang disebabkan oleh pembebanan sedimen
dalam durasi waktu yang lama. Tahap ini mengakibatkan peningkatan
kandungan karbon dan penurunan kandungan oksigen serta air. Gambut
berubah menjadi lignit. Jika terjadi peningkatan tekanan dan temperatur
lagi, selanjutnya lignit akan mengalami proses perubahan fisika dan
kimianya sehingga warnanya menjadi lebih hitam dan bertambah keras,
dinamakan bituminous.
Kemudian jika tekanan dan temperatur meningkat lagi;
peningkatan hal tersebut bisa diakibatkan oleh intrusi, maka akan
menjadi batubara antrasit yang memiliki kandungan karbon paling
tinggi. Sehingga dapat disimpulkan semakin matang batubara atau
semakin tinggi tingkat karbonnya maka semakin tinggi juga tekanan dan
temperatur yang dimiliki dalam prosesnya. Representasinya adalah
warnanya yang semakin mengkilap dan teksturnya yang semakin getas.

Gambar 5 Spesifikasi proses pembatubaraan

4
Gambar 6 Proses pembatubaraan (van Krevelen, 1993)

2.2 Faktor yang Mempengaruhi dalam Pembentukan Batubara


Batubara dalam pembentukannya melalui beberapa tahap. Pada setiap
tahapnya tentu ada faktor yang dapat mempengaruhi dalam prosesnya,
yaitu:
a. Tahap 1; Fase akumulasi
Fase akumulasi merupakan proses pembentukan gambut sebagai bahan
awal untuk pembentukan batubara, faktor yang mempengaruhi fase ini
adalah:
 Tipe tumbuhan asal
Tumbuhan sebagai sumber pembentukan gambut dapat berasal
dari batang pohon, spora, alga, dll.
 Iklim
Daerah yang memiliki iklim tropis akan memiliki keadaan
batubara yang lebih melimpah karena ditumbuhi oleh banyak
tumbuhan.

5
 Tektonik
Pergerakan peristiwa tektonik dapat mempengaruhi ruang
akumulasi sebagai wadah pembentukan batubara.
 Tinggi muka air laut
 Tingkat sedimen
Semakin tinggi proses sedimentasi maka semakin tinggi juga
pengendapan dan penimbunan material organik sebagai bahan
gambut
 Proses singenetik

b. Tahap 2; Pengawetan – penimbunan


Tahap ini merupakan tahapan kritis yang dapat menentukan apakah
gambut dapat lanjut ke tahap selanjutnya yaitu coalification, karena
apabila tidak diawetkan gambut akan mengalami oksidasi sehingga
busuk dan mengalami penghancuran. Tahap ini dipenganruhi oleh:
 Tingkat penurunan dasar cekungan
 Deformasi struktur
 Pembentukan gas biogenic

c. Tahap 3; Diagenesis- pembatubaraan


Tahap ini merupakan tahapan gambut yang telah tertimbun dan
terawetkan mengalami proses kompleks hingga menjadi batubara.
Tahap diagenesis- pembatubaraan dipengaruhi oleh:
 Panas aliran regional
 Kedalaman penimbunan
 Proses singenetik
 Proses epigenetic
 Pembangkitan gas/minyak panasm

6
 Migrasi atau akumulasi minyak/gas.

d. Tahap 4; Sumber Batubara dan Hidrokarbon


Batubara yang telah dihasilkan melalui tahap-tahap selanjutnya dapat
selesai sebagai batubara dan dapat juga sebagai sumber hidrokarbon.
Jenis batubara humic dan sappropelic. Sappropelic yang terususn oleh
maserah organik seperti alga, ganggang, dan spora dapat berubah
menjadi sumber hidrokarbon minyak atau gas. Hal ini dipengaruhi oleh
faktor-faktor:
 Tingkatan (liginite-antrasi)
 Kualitas batubara
 Karakter batubara (tipe maseral)
 Ketebalan lapisan batubara dan perpanjangan lateralnya
 Karakter minyak/gas
 Pembangkitan gas biogenic
 Implikasinya pada lingkungan.

3. KARAKTERISTIK BATUBARA
Karakteristik batubara dibedakan menjadi:
 Berdasarkan derajat metamorfisme (peringkat)
 Berdasarkan dari kualitas relatif batubara untuk penggunaan tertentu (kelas)
 Berdasarkan perbedaan tumbuhan pembentuk batubara (tipe)

3.1 Peringkat Batubara


Peringkat batubara menetukan kualitas batubara, hal ini ditentukan oleh
proses keterbentukan yang dilaluinya, semakin lama dan semakin jauh batubara
tersebut tertimbun maka akan semakin bagus juga kualitasnya. Urutan
peringkat dari jenis batubara ini ditentukan berdasarkan jumlah karbon dan
hidrogen yang terkandung dan jumlah energi panas yang dapat diproduksi oleh

7
batubara. Batubara yang bagus memiliki jumlah kalori diatas 7000cal. Berikut
adalah peringkat batubara tersebut:

3.1.1 Batubara Antrasit

Gambar 7 Batubara Antrasit

Batubara antrasit adalah jenis kelas batubara tertinggi karena


memiliki kandungan karbon sebesar 86–98% dengan kadar air yang
kurang dari 8%. Antrasit memiliki kilap kaca Kebanyakan batubara
tidak mencapai peringkat antrasit, karena membutuhkan temperatur
yang tinggi dari penguburan yang sangat dalam, metamorfisme
tektonik, atau metamorfosis kontak dengan intrusi batuan beku.
Peringkat antrasit dibagi menjadi tiga bagian; semi antrasit, antrasit, dan
meta antrasit. Dalam sistem klasifikasi peringkat A.S., peringkat
antrasit ditentukan berdasarkan materi yang mudah menguap dan
kandungan karbon tetap. Batubara antrasit memiliki zat yang mudah
menguap kurang dari 14% dan kandungan karbon tetap lebih besar dari
86% dengan bahan dasar bebas zat mineral kering (ASTM).

8
3.1.2 Batubara Bituminus

Gambar 8 Batubara BItuminus

Jenis batubara bituminous adalah jenis batubara peringkat kedua.


Batubara bituminous memiliki kandungan karbon sebesar 68-86%
dengan kandungan air 8-10%. Batubara jenis ini memiliki angka
permintaan yang tinggi untuk menjadi bahan pembangkit listrik dan
kebutuhan umum lainnya.

3.1.3 Batubara Sub-bituminus


Jenis batubara bituminous adalah jenis batubara peringkat ketiga.
Merupakan transisi antara bituminous dan lignit. Menurut standar
ASTM, batubara sub-bituminus memiliki nilai kalor (kalor) sebesar
8.300 hingga 11.500 Btu / lb (ASTM, 2014).

3.1.4 Batubara Lignit

Gambar 9 Batubara Lignit

Jenis batubara lignit memiliki kandungan air yang cukup tinggi yaitu
35-75% dan jumlah kalori 8,300 Btu/lb (ASTM, 2014). Jenis batubara
ini memiliki warna cokelat, kilap tanah dan sifat yang lunak karena
kandungan airnya yang cukup tinggi.

9
Gambar 10 Sistem peringkat batubara A.S. yang menunjukkan parameter yang digunakan
untuk menentukan peringkat.

3.2 Kelas Batubara


Kelas batubara adalah klasifikasi batubara berdasarkan ekonomi atau
teknologi dari kualitas relatif batubara untuk penggunaan tertentu. Variasi
tingkat batubara digunakan untuk pasar yang berbeda di industri dan negara
yang berbeda.

3.2.1 Batubara uap (steam coal)


Batubara uap (kadang-kadang disebut batubara termal) adalah kelas
batubara yang digunakan dalam pembangkit listrik untuk menghasilkan
uap untuk menghasilkan listrik. ingkat batubara uap umumnya terkait
dengan kandungan sulfur dan hasil abu. Biasanya, istilah batubara sulfur
rendah digunakan untuk batubara dengan sulfur kurang dari 1 persen
dan hasil abu di bawah 10 persen.

3.2.2 Batubara metalurgi (metallurgical coal)


.Beberapa batubara dapat digunakan untuk bahan baku penting yang
digunakan dalam pembuatan baja dan kokas. kokas adalah senyawa
yang keras, berpori, dan kaya karbon. Hanya batubara dengan
karakteristik kualitas tertentu yang dapat digunakan untuk membuat

10
kokas. Batubara kelas metalurgi untuk produksi baja harus sangat
rendah abu (umumnya kurang dari 10 persen) dan belerang (kurang dari
1 persen), memiliki kandungan materi yang mudah menguap dari 20
hingga 30 persen (peringkat bituminus volatil sedang hingga tinggi),
dan memiliki keseimbangan yang menguntungkan antara komponen
reaktif dan lembam.

3.2.3 Batubara kimia dan khusus (Chemical and Specialty Coal)


Hanya batubara tertentu yang dapat digunakan untuk menghasilkan
bahan kimia dan produk khusus. Ini adalah persentase kecil dari
keseluruhan pasar batubara. Batubara kimia dan batubara khusus harus
memenuhi persyaratan yang sangat spesifik untuk diproduksis melalui
proses kimia di mana batubara tersebut akan digunakan. Persyaratan
tersebut mungkin terkait dengan abu dan kandungan belerang, seperti
dengan batubara uap dan batubara kelas metalurgi, tetapi juga mungkin
terkait dengan sifat mekanik (misalnya, kemampuan menggiling
Hardgrove, indeks pembengkakan bebas), atau komposisi kimia
(misalnya, elemen jejak, jumlah maseral reaktif).

3.3 Tipe Batubara


Karakteristik batubara dapat dinyatakan berdasarkan sifat fisika dan
sifat kimia yang dimilikinya. Karakteristik batubara yang menunjukkan
sifat fisikanya diantaranya nilai density, kekerasan, ketergerusan
(grindability), warna, dan pecahan. Adapun Karakteristik dari batubara
sendiri yaitu perbedaan sifat fisika dan kimia dimana kedua hal tersebut
ditentukan oleh sifat organik dan non-organik yang terakumulasi serta
telah mengalami diagenesis. Tipe Batubara dibedakan berdasarkan
sumber tumbuhan pembentuknya.

11
3.3.1 Karakteristik Lithotype (Makroskopik)
Karakteristik litoptipe adalah karakteristik yang dapat diamati
dalam skala singkapan tanpa mikroskop. Kebanyakan batubara
memiliki lapisan internal yang disebut banding. Ada tidaknya
banding disebut dengan Coal type atau lithotype, dan juga ditentukan
oleh kecerahan atau keburaman individual bands. Tipe tumbuhan
penyusun batubara yang berkembang selama waktu geologi
menyebabkan variasi jenis lithotypes yang berbeda pada batubara
dengan umur yang berbeda (Thomas, 2002). Coal Type terdiri dari
kelompok Humic dan Sapropelic. Humic adalah kelompok batubara
yang memiliki puing tumbuhan makroskopis seperti tumbuhan,
sedangkan sapropelic yaitu tumbuhan mikroskopis yang terbatas
puing dan homogeny seperti alga, ganggang, spora. Secara
makroskopis, penjelasan lithotype adalah sebagai berikut :

Jenis
Litotipe Penampilan
Batubara
vitrain warna hitam bersinar, mengkilap dan
ikatannya rapuh, biasanya retak atau
memiliki belahan. Cenderung untuk pecah
menjadi kubus kecil

Humic clarain semi bersinar, warna hitam, ikatan dalam


(terikat) lapisan halus (skala mm), kilau halus,
laminasi halus
durain ikatan hitam keabuan kusam yang mana
memiliki permukaan kasar. Ikatannya
memiliki sedikit belahan daripada vitrain.

12
fusain warna hitam keabuan, ikatan dengan sedikit
kilap, berserat, halus, rapuh, kadang seperti
arang
cannel berwarna hitam sampai hitam gelap, tidak
terikat, batubara dengan kilap warna kusam
Sapropelic
keabuan, patahan seperti kaca
(tidak terikat)
boghead sama seperti cannel namun warnanya lebih
kecoklatan

Gambar 11 makroskopik batubara

3.3.2 Karakteristik Mikrolitotype (Mikrokopik)


` Karakteristik mikrolitoptipe adalah karakteristik yang dapat
diamati dengan menggunakan mikroskop. Mikroskopis batubara
merupakan satuan organic atau mineral (macerals) yang menyusun
massa batubara dan dapat diidentifikasi di berbagai jenis batubara.
Pada dasarnya macerals dibagi menjadi 3 kelompok :

• Huminite/vitrinite : berasal dari bahan sel dinding dari suatu


tanaman (woody materials)
• Exinite (Liptinite) : berasal dari unsur yang mengandung lilin
atau resin suatu tumbuhan, seperti spora, kutikula, dan ganggang

13
• Inertinite : berasal dari bahan yang sama dengan pembentuk
maseral vitrinit, namun bahan tersebut telah mengalami oksidasi
(oxidized plant material)
Microlithotype Characteristic and Description
Berbentuk lensa memanjang dengan tebal
beberapa millimeter, berasal dari kondisi
aneaerobik karena tingginya muka airtanah
Vitrite
di gambut, Batuabara dengan umur Late
Crestaceous dan Paleogen-

Neogen kaya akan vitrinite dan comparati


Lapisan membentuk lensa tipis dan atau
Liptite bands dengan tebal beberapa millimeter,
terdeposisi di air.
Microlitotipe mengandung> 95% inertinite
mineral, yang meliputi inertodetrite,
semifusite dan fusite. Pada kebanyakan
batubara, fusite terdiri dari tidak lebih dari 5–
Inertite
10 % sebagai bands dan lensa tipis. Kaya
fusite batubara, inertinite dianggap hasil
permulaan kondisi aerobik dalam
pembentukan gambut.
Vitrinite dan clarite biasanya berasosiasi
pada batubara berumur Carboniferous.
Clarite Clarite yang kaya akan liptinite terbentuk
dari ganggang yang kaya akan plankton dan
dapat berubah menjadi batubara sapropelic.

14
Tersusun atas vitrinite dan inertite,
Vitrinertite ditemukan pada inertiniterich di batubara
Gondawa
Durite terdiri dari 95% liptinite dan
Durite inertinite, terjadi di dekat tepi cekungan
batubara dimana air mengalami fluktuasi
Merupakan kelompok microlithotype
dimana ketiga kelompok maceral hadir.
Trimacerite dibagi lagi menjadi tiga
microlitotipe: duroclarite dimana vitrinite
lebih melimpah daripada liptinite;
Trimacerite
clarodurite dimanainertinite lebih besar dari
vitrinite dan liptinite; dan vitrinertoliptite
dimana liptinite mendominasi. Di
kebanyakan batubara, selain vitrite,
trimacerite paling sering hadir

Gambar 12 mikroskopik batubara

15
4. KOMPOSISI BATUBARA
Lapisan batubara terdiri dari ikatan atau lapisan batubara yang terkadang
dipisahkan oleh lapisan batuan sedimen tipis (biasanya serpih) yang disebut
parting. Ikatan batubara digambarkan sebagai tipe dan litotipe. Ikatan batubara
terbentuk dari gambut yang sebagian besar terdiri dari sisa tumbuhan dengan
sejumlah mineral. Bagian sedimen tipis yang disebut partings di sebagian besar
batubara terbentuk ketika gambut pembentuk batubara terkena banjir.

Gambar 13 Lapisan batubara biasanya mengandung parting sebagai sisipan pada tiap lapisannya.

Gambar 14 Lapisan batubara mengandung komponen organik dari tumbuhan dan komponen mineral
dari berbagai sumber.

Jenis dan litotipe batubara berasal dari bahan organik yang terdiri dari bagian
tanaman yang berbeda seperti akar, daun, batang, jejak kulit pohon, daun, akar,
struktur kayu, spora, pollen, damar, dan lain-lain. Melalui proses
penggambutan dan kemudian pembatubaraan, bagian tanaman yang khas
terurai sebagian dan diubah menjadi partikel dan gel organik kecil yang disebut
maseral. Gambut pembentuk batubara dan batubara berikutnya juga
mengandung partikel anorganik yang tersebar, yang disebut mineral. Jadi dapat
disimpulkan unsur pembentuk bara terdiri dari maseral sebagia bahan organik
dan mineral sebagai bahan anorganik.

16
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa batubara merupakan
senyawa hidrokarbon padat yang terdapat di alam dengan komposisi yang
cukup kompleks yaitu ada bahan organik ada juga bahan anorganik. Pada
dasarnya terdapat dua jenis material yang membentuk batubara berdasarkan
sifat dapat terbakar atau tidaknya bahan material organik dan anorganik yang
terkandung dalam batubara tersebut, yaitu:
• Combustible Material, yaitu bahan atau material yang dapat
dibakar/dioksidasi oleh oksigen. Material tersebut umumnya terdiri dari
karbon padat (Fixed Carbon), senyawa Hidrokarbon, Sulfur, senyawa
Hidrogen, dan beberapa senyawa lainnya yang keterdapatannya hanya
dalam jumlah kecil.
• Non Combustible Material, yaitu bahan atau material yang tidak dapat
dibakar/dioksidasi oleh oksigen. Material tersebut umumnya terdiri dari
senyawa anorganik (SiO2, Al2O3, Fe2O3, TiO2, Mn3O4, CaO, MgO,
Na2O, K2O dan senyawa logam lainnya dalam jumlah kecil) yang akan
membentuk abu dalam batubara. Kandungan non combustible material
ini pada umumnya tidak diinginkan karena akan mengurangi nilai
bakarnya.
Material non-organik yang terdapat batubara biasanya terdapat sekitar 2-
60%, diklasifikasikan menjadi:
a. Primary vegetable ash
Material ini susah untuk dihilangkan, biasanya terbentuk dari
kandungan material dari dalam tumbuhan pembentuk batubara
b. Secondary minerals
Material ini bisa dihilangkan, biasanya terbentuk dari mineral yang
terdapat disekitar pengendapan batubara. Contoh dari secondary
mineral:
 Kuarsa

17
 Mineral lempung (kaolinite, illite, dll)
 Oksida (hematite)
 Karbonat (dolomite, kalsit, siderite, dll)
 Sulfida (pirite, marcasite, zink sulfida)
 Fosfat (apatit)
 Dan yang lainnya (klorida, sulfat, nitrit, logam berat)

5. KUALITAS BATUBARA
Kualitas batubara adalah sifat kimiawi dan fisik pada batubara yang
dapat mempengaruhi potensi penggunaannya. Penting untuk mengetahui
tentang kualitas batubara karena itu akan menentukan apakah batubara
tersebut dapan digunakan secara komersial. Batubara juga harus memiliki
kualitas tertentu untuk dapat ditambang dan kemudian dijual sebagai produk
murni, atau jika kurang berkualitas maka batubara tersebut dapat dicampur
dengan batubara yang lain untuk mencapai titik kualitas tersebut.

Ada beberapa faktor yang dapat menentukan kualitas suatu batubara :

5.1 Sifat Kimiawi Batubara


Batubara memiliki beberapa sifat kimiawi yaitu kelembaban,
batubara murni, dan meteri mineral. Kelembaban terdiri dari
kelembaban permukaan dan kelembaban yang terikat secara kimiawi,
batubara murni adalah jumlah materi organik yang ada dan materi
mineralnya adalah jumlah materi anorganik yang ada, yang ketika batu
bara dibakar menghasilkan abu.

Analisis batubara sering dilaporkan sebagai proksimat dan


analisis akhir. Analisis proksimat adalah analisis yang dilakukan untuk
mengatahui komposisi batubara, analisis ini menentukan jumlah
kelembaban, materi yang mudah menguap, karbon tetap dan abu. Ini
yang paling mendasar dari semua analisis batubara dan sangat penting

18
dalam penggunaan praktis batubara. Analisis akhir adalah penentuan
elemen bahan kimia dalam batubara, yaitu karbon, hidrogen, oksigen,
nitrogen dan belerang.

5.1.1 Analisis Proksimat


 Kelembapan
Tidak ada metode pasti untuk menentukan kelembaban
kandungan. Oleh karena itu, industri batubara telah mengembangkan
beberapa definisi yang ditentukan secara empiris, yaitu :
a. Kelembaban permukaan.
Ini adalah kelembapan yang bukan terjadi secara
alami pada batubara dan bisa dihilangkan dengan
pengeringan udara suhu rendah (kira-kira 40◦C).

b. Saat diterima atau saat dikirimkan kelembaban.


Ini adalah total kelembaban sampel batubara saat
diterima atau dikirim ke laboratorium.
c. Kelembapan total.
Ini adalah semua kelembapan yang bisa dihilangkan
dengan pengeringan agresif (kira-kira 150◦C dalam ruang
hampa atau atmosfer nitrogen).
d. Kelembaban udara kering.
Ini adalah sisa kelembaban setelah pengeringan udara
dan yang dapat dihilangkan dengan pengeringan agresif.
 Abu
Abu batubara adalah residu anorganik yang tersisa setelah
pembakaran. Harus diingat bahwa kadar abu yang ditentukan tidak
setara dengan mineral kandungan materi batubara.
 Materi yang mudah menguap

19
Materi yang mudah menguap mewakili komponen batubara itu,
kecuali kelembaban, yang dibebaskan pada suhu tinggi tanpa adanya
udara. Bahan ini terutama diturunkan dari fraksi organik batubara,
tetapi dalam jumlah kecil mungkin juga dari materi mineral yang ada.
 Karbon tetap
Kandungan karbon tetap batubara adalah karbon yang
ditemukan pada residu yang tersisa setelah bahan yang mudah
menguap telah dibebaskan. Karbon tetap tidak ditentukan secara
langsung, tetapi perbedaannya, dalam batubara yang dikeringkan
dengan udara, di antaranya total persentase komponen lainnya,
yaitu kelembaban, abu dan bahan yang mudah menguap.
5.1.2 Analisis akhir
 Karbon dan Hidrogen

Merupakan CO2 dan H2O saat batubara terbakar dan paling


mudah ditentukan bersama. Bagaimanapun, CO2 dapat
dibebaskan dari karbonat mineral apapun yang ada, dan H2O
mungkin berasal dari mineral tanah liat atau dari kelembaban yang
melekat di udara kering batubara, atau keduanya.

 Nitrogen
Setelah pembakaran batubara, nitrogen membantu
membentuk oksida, yang mungkin dilepaskan sebagai gas buang
dan dengan demikian mencemari atmosfer, dan batubara yang
rendah nitrogen disukai oleh industri. Batubara seharusnya tidak
memiliki aturan kandungan nitrogen lebih dari 1,5–2,0% (d.a.f.)
karena emisi NOx ini
 Sulfur

20
Seperti dalam kasus nitrogen, kandungan sulfur pada batubara
menghadirkan masalah dengan pemanfaatan dan polusi yang
dihasilkan. Sulfur menyebabkan korosi dan pengotoran pada
tabung boiler,dan polusi atmosfer saat dilepaskan dalam gas buang.
 Oksigen
Oksigen merupakan komponen dari banyak organik dan
senyawa anorganik dalam batubara serta kelembaban
kandungannya. Ketika batubara teroksidasi, oksigen mungkin
hadir dalam oksida, hidroksida dan mineral sulfat, juga sebagai
bahan organik teroksidasi. Ini harus diingat bahwa oksigen
merupakan indikator penting dalam peringkat batubara

5.2 Sifat Pembakaran Batubara


Penentuan efek pembakaran pada batubara akan mempengaruhi
pemilihan batubara untuk keperluan industri tertentu. Pengujian
dilakukan untuk menentukan batubara kinerja dalam tungku, yaitu nilai
kalornya dan suhu fusi abu nya. Selain itu caking dan sifat kokas
batubara perlu ditentukan jika batubara ditujukan untuk digunakan dalam
industri metalurgi.
 Nilai kalor
Nilai kalor batubara adalah jumlah kalor per satuan massa
batubara saat dibakar.
 Suhu fusi abu
Bagaimana residu abu batubara bereaksi pada suhu tinggi
dapat menjadi penting dalam memilih batubara untuk pembakaran,
yaitu bagaimana perilakunya dalam tungku atau ketel.

21
5.3 Sifat fisik batubara
Selain sifat kimia dan pembakaran batu bara, dibutuhkan beberapa
sifat fisik batubara yaitu massa jenis, kekerasan, grindabilitas, abrasivitas
batubara, distribusi ukuran dan uji float-sink.
 Massa jenis
Massa jenis batubara bergantung kepada mineralnya. Ini
merupakan faktor penting dalam mengkonversi satuan volume
batubara menjadi satuan massa untuk perhtiungan cadangan
batubara. Massa jenis ditentukan oleh penurunan berat saat
direndam di dalam air.
Pengujian sampel lapangan dan sampel inti dengan cara ini
memberikan 'densitas yang jelas ', karena udara tetap terperangkap di
dalam batubara.

 Kekerasan dan grindabilitas


Batubara diwajibkan untuk digerus hingga menjadi bubuk halus
(dihaluskan) sebelum dimasukkan ke dalam boiler. Kemudahan
batubara dihancurkan tergantung pada kekuatan batubara dan
diukur dengan indeks Hardgrove grindability index (HGI).
 Indeks abrasi
Bahan mineral yang kasar dalam batubara, terutama kuarsa,
dapat menyebabkan abrasi serius pada mesin yang digunakan
untuk menghancurkan batubara. Sampel batubara diuji di pabrik
yang dilengkapi empat pisau logam. Hilangnya massa bilah ini
menentukan yang 'indeks abrasi', dan dinyatakan sebagai milligram
logam per kilogram batubara digunakan.
 Distribusi ukuran partikel

22
Distribusi ukuran dalam batubara tergantung pada penambangan
dan penanganan yang dilakukan, bersama dengan kekerasan,
kekuatan, dan tingkat keretakan yang melekat padanya.
 Uji float-sink
Partikel dalam batubara memiliki kepadatan relatif yang
berbeda. Kepadatan tersebut mewakili variasi jumlah materi
mineralnya. Akibatnya proses persiapan batubara dirancang untuk
menghilangkan ini, sehingga tingkat abu batubara berkurang, dan
dengan demikian meningkatkan produk untuk digunakan atau dijual.

5. 4 Oksidasi Batubara
Pemaparan batubara terhadap pelapukan di atmosfer, atau oleh air
tanah beroksigen, menghasilkan oksidasi konstituen organik dan
anorganik batubara. Oksidasi mengurangi kualitas batubara dengan
mengubah bahan kimia dan sifat fisik batubara. Khususnya, nilai kalori
diturunkan, dan caking dihilangkan. Ada juga hilangnya daya apung
selama pencucian batubara.

Pelapukan batubara mengakibatkan kerusakan fisiknya


menjadi partikel halus, yang meningkatkan hidrasi dan hidrolisis.
Jika batubara tersebut retak secara struktural, luasoksidasi menjadi
lebih besar. Derajat oksidasi ditentukan oleh kandungan materi
maseral dan mineralnya.

Vitrinite dianggap oleh beberapa orang sebagai maseral yang


paling mudah teroksidasi, namun batubara Gondwana tinggi akan
inertinite dan memiliki kecenderungan tinggi untuk pembakaran
spontan, yang akan menunjukkan oksidasi yang cepat dari inertinite.
Selain itu, pirit dan sulfida lainnya dengan mudah teroksidasi
menjadi sulfat. Semua peringkat batubara dipengaruhi oleh oksidasi,

23
dan sejauh mana hal ini dapat terjadi dipengaruhi menurut peringkat
batubara, kandungan pirit, iklim, hidrologi dan oleh luas permukaan
di dalam batubara yang dapat diakses oleh oksidasi. Sangat penting
untuk menentukan berapa banyak batubara deposit telah teroksidasi.
Batubara teroksidasi mungkin saja dikecualikan dari tonase yang
diproduksi.

Satu efek samping langsung dari oksidasi adalah efek


samping pembakaran langsung. Ini terjadi ketika laju pembentukan
panas dengan oksidasi melebihi laju panas disipasi. Semua batubara
memiliki kecenderungan untuk memanas secara spontan, tetapi lebih
rendah batubara peringkat memiliki kecenderungan lebih besar
untuk memanaskan diri sendiri. Ketika suhu batubara dinaikkan, laju
oksidasi juga meningkat; disarankan agar laju oksidasi ganda untuk
setiap 10◦C kenaikan suhu setidaknya sampai 100◦C. Juga telah
dibuktikan bahwa batubara peringkat rendah menghasilkan panas
saat basah, dan jika pirit tersebar sekarang, reaktivitas meningkat
sepuluh kali lipat.

24
6. PETROGRAFI BATUBARA
Petrografi adalah ilmu yang mempelajari tentang batuan. Tujuan mempelajari
petrografi batubara adalah untuk menegtahui komponen penyusun batubara
tersebut, memahami bagaimana batubara terbentuk dan mengatahui sejauh mana
penggunaan batubara itu sendiri dapat dimanfaatkan. Berikut adalah diagram
klasifikasi petrografi batubara berdasarkan komponen mikroskopik penyusun
batubara.

Gambar 15 Diagram representatif dari klasifikasi mikrolitotipe (Bustin et al 1983)

Petrografi stuktur batubara dapat juga ditentukan berdasarkan:

 Lithotypes, diobservasi menggunakan mata langsung: virtain, clarain, durain,


fusain
 Microlithotypes, diobservasi menggunakan mikroskop, dibedakan dalam
kelompok maseral: grup vitrinite, eksinit grup, dan inertinit grup.

25
7. PENYALURAN LAPISAN BATUBARA
Endapan batubara dapat menghasilkan bentuk saluran yang berbeda-beda,
berikut adalah jenis jenis dari penyaluran pada lapisan batubara tersebut.
Gambar Saluran Lapisan Batubara

saluran berisi pasir menghasilkan


atap batupasir hingga lapisan
batubara.

Detritus pasir dan batubara berisi


saluran lapisan batubara yang
terkena erosi

Batulumpur berisi saluran lapisan


batubara yang terkena erosi

urutan saluran berganda dengan isi


batupasir dan batulumpur - saluran
telah menghilangkan lapisan atas
dari sistem batubara

26
Selain saluran endapan batubara yang berbeda-beda, ada juga berbagai macam
pemisah dalam lapisan batubara atau biasa disebut juga split. Split adalah adalah
badan batuan berbentuk baji lebar yang menyebabkan bagian-bagian lapisan di
atas dan di bawah lapisan batubara terpisah satu sama lain. Jenis-jenis split
tersebut adalah sebagai berikut.

a. a. simple splitting

b.
b. multiple splitting

c.

c. z/s shaped

8. SISTEM BATUBARA
Konsep sistem batubara digunakan untuk pengilaian geologi batubara di area
tersebut. Sistem batubara diperukan sebagai bahan pemahaman proses
pembentukan, penilaian karakteristik (fisika dan kimia), sumberdaya dan
kemampuan produksi batubara.
Sistem batubara merupakan unit yang disusun oleh satu atau lebih lapisan
batubara atau kelompok lapisan batubara yang memiliki sejarah pembentukan
yang sama mulai dari gambut, kemudian proses penimbunan, mengalami
diagenesa hingga menjadi batubara dakam berbagai tingkat mulai dari lignit-
bitumina (-ous), hingga antrasit.

27
Sistem batubara didefinisikan dengan kriteria berikut:
1. Ciri utama endapan paleopat-nya
Didasarkan pada keadaan tumbuhan yang menjadi sumber batubara
tersebut. Dapat bersumber dari tumbuhan tingkat tinggi atau tingkat
rendah. Tumbuhan tingkat tinggi adalah tumbuhan yang memiliki
bagian lengkap dan sempurna mulai dari akar, batang, hingga daunnya,
serta memiliki ukuran yang tinggi. Sedangkan tumbuhan tingkat rendah
adalah tumbuhan yang bagiannya tidak selengkat tumbuhan tingkat
tinggi, dan ukurannya pendek)
2. Kerangka stratigrafi batubara-nya
3. Kelimpahan lapisan batubara
Hal ini berkaitan denga banyaknya lapisan pembawa batubara
4. Kualitas batubara
Kualitas batubara ditentukan oleh kandungan sulfur, atau karbonnya.
5. Peringkat batubara
Seperti yang sudah kita tagu peringkat batubara dari yang rendah hingga
yang tinggi adalah lignit – bitumina – antrasit. Pringkat batubara yang
berbeda maka sistemnya juga berbeda. Hal ini berkaitan dengan umur,
lignit memiliki umur yang lebih muda daripada antrasit. Proses tektonik
(sejarah geologi) juga mempengaruhi hal ini, antrasit mengalami proses
atau peristiwa geologi yang lebih jauh daripada lignit seperti proses
penimbunan, intrusi magma, dan struktur.

9. LINGKUNGAN PENGENDAPAN BATUBARA


Lingkungan pengendapan batubara dapat mengontrol penyebaran lateral,
ketebalan, komposisi dan kualitas batubara. Lebih dari 90% batubara di dunia
terbentuk di lingkungan paralik yaitu rawa-rawa yang berdekatan dengan pantai.
Daerah seperti ini dapat dijumpai di dataran pantai, lagunal, deltaik, atau fluviatil.
Penelitian komposisi maseral dapat menentukan lingkungan pengendapan yang

28
membentuk batubara tersebut, misalnya endapan batubara yang mengandung
banyak maseral vitrinit (> 95%) dapat dijumpai pada hutan berawa (Swamp
Forest) atau daratan berawa beriklim sedang. (Diessel, 1984, op cit Susilawati
,1992).
Diessel (1992) membagi lingkungan pengendapan batubara menjadi lima
bagian berdasarkan perhitungan Gelififaction Index (GI) dan Tissue Preservation
Index (TPI).

𝑉𝑖𝑡𝑟𝑖𝑛𝑖𝑡𝑒 + 𝑀𝑎𝑐𝑟𝑖𝑛𝑖𝑡𝑒
𝐺𝐼 =
𝑆𝑒𝑚𝑖𝑓𝑢𝑠𝑖𝑛𝑖𝑡𝑒 + 𝐹𝑢𝑠𝑖𝑛𝑖𝑡𝑒 + 𝐼𝑛𝑒𝑟𝑡𝑜𝑑𝑒𝑡𝑟𝑖𝑛𝑖𝑡𝑒

𝑉𝑖𝑡𝑟𝑖𝑛𝑖𝑡𝑒 𝐴 + 𝑆𝑒𝑚𝑖𝑓𝑢𝑠𝑖𝑛𝑖𝑡𝑒 + 𝐹𝑢𝑠𝑖𝑛𝑖𝑡𝑒


𝑇𝑃𝐼 =
𝑉𝑖𝑡𝑟𝑖𝑛𝑖𝑡𝑒 𝐵 + 𝑀𝑎𝑐𝑟𝑖𝑛𝑖𝑡𝑒 + 𝐼𝑛𝑒𝑟𝑡𝑜𝑑𝑒𝑡𝑟𝑖𝑛𝑖𝑡𝑒

Ket: Brown et al, memperkenalkan vitrinite A dan vitrinite B untuk membedakan


vitrinite yang berstruktur dengan tidak yang berstruktur/
Vitrinite A: telinite, telocillinite, dan corpocollinite in-site
Vitrinite B: Desmocollinite, gelocollinite, dan carpocollinite
Berikut adalah klasifikasi lingkungan pengendapan oleh Diessel tahun 1992:
a. Braid Plain

Dataran aluvial intramountana yang terendapkan sedimen kasar (>2mm).


Kandungan abu dan sulfur total umumnya rendah dengan kandungan vitrinit
tinggi pada daerah tropis. Bagian tengah lahan gambut umumnya kaya akan
mineral intertinit. Kandungan indrinit yang besar makan nilai TPI (Tissue
Preservation Index) akan tinggi yang menunjukkan bahwa tumbuhan asalnya
didominasi oleh bahan kayu, namun memiliki nilai GI (Gelification Index)
rendah dan secara makroskopis terlihat kusam yang menunjukkan permukaan
gambut telah mengalami oksidasi dan kekeringan.

29
b. Alluvial Valley and Upper Delta Plain
Dua lingkungan pengendapan yang sulit dibedakan karena kesamaan litofasies
dan sifat batubara yang terbentuk. Transisi dari lembah dan dataran aluvial
dengan dataran delta melalui sungai stadium dewasa yang banyak memiliki
meander. Endapan sedimen, umumnya berupa batupasir yang berselang-seling
dengan batulumpur. Daerah ini memiliki nilai TPI dan GI tinggi dengan
didominasi oleh maseral humotelitnite dan kandungan abu dan sulfur rendah.
c. Lower Delta Plain
Lingkungan pengendapan ini dibedakan dengan upper delta plain dari tingkat
pengaruh air laut terhadap sedimentasi. Endapan sedimen daerah ini terdiri dari
batulanau, batulempung, dan serpih yang diselingi oleh batupasir halus. Daerah
ini memiliki kandungan inertinit rendah dengan nilai GI tinggi. Kandungan
huminit didominasi oleh humodetrinit sehingga mempunyai nilai TPI yang
rendah sehingga menunjukkan tingginya proporsi tumbuhan dengan jaringan
lunak dan biodegradasi tinggi pada kondisi pH tinggi.
d. Backbarrier Strand Plain
Morfologi garis pantai dikontrol oleh rasio sedimentasi dengan energi pantai
yaitu gelombang, pasang, dan arus. Jika nilai rasio tinggi maka akan terbentuk
delta namun jika nilai rasio rendah, maka sedimentasi akan terdistribusi di
sepanjang pantai. Rawa gambut pada barrier beach memiliki permukaan yang
relatif lebih rendah terhadap muka air laut sehingga sering kebanjiran. Gambut
akan terakumulasi di suatu tempat jika fluktuasi air pasang tidak tinggi, sehingga
timbunan material gambut tidak berpindah tempat. Daerah ini dipengaruhi oleh
regresi dan transgresi air laut. Nilai GI dan TPI rendah dengan kandungan sulfur
relatif rendah apabila batubara terbentuk saat proses regresi sedangkan nilai GI,
TPI, dan kandungan sulfur yang tinggi jika batubara terbentuk saat proses
transgresi.
e. Estuary

30
Daerah endapan yang terbentuk ketika nilai rasio antara sedimentasi dengan
energi pantai sangat rendah. Sedimen pada saerah ini berupa perselingan
laminasi batulanau dan batupasir halus. Batubara yang terbentuk umumnya tipis
dan penyebarannya tidak terus menerus.

10. BATUBARA DI INDONESIA


10.1 Cadangan batubara di Indonesia
Pada tahun 2016, Indonesia menduduki peringkat ke-11 dunia dalam
cadangan batubara karena memiliki 24.910 juta ton (MMst) cadangan
batubara, dan menyumbang sekitar 2% dari total cadangan batu bara
dunia sebesar 1.139.471 juta ton (MMst).

10.2 Produksi batubara di Indonesia


Pada tahun 2016, Indonesia menempati peringkat ke-5 dalam
produksu batubara di dunia karena Indonesia memproduksi 502.653.360
ton (short ton, "st") Batubara per tahun.

10.3 Konsumsi batubara di Indonesia


Pada tahun 2016, Indonesia menempati peringkat ke-12 di dunia
untuk konsumsi batubara. Indonesia mengkonsumsi 102.623.737 Ton
(short ton, "st") batubara terhitung sekitar 9,0% dari total konsumsi dunia
yang sebesar 1.139.471.430 ton. Indonesia mengonsumsi 392.358ft3
Batubara per kapita setiap tahun (berdasarkan populasi tahun 2016
sebanyak 261.556.381 orang), atau 1.075 ft3per kapita setiap harinya.

10.4 Ekspor batubara di Indoenesia


Indonesia adalah salah satu produsen dan eksportir batubara terbesar
di dunia. Sejak tahun 2005, ketika melampaui produksi Australia,
Indonesia menjadi eksportir terdepan batubara thermal. Porsi signifikan
dari batubara thermal yang diekspor terdiri dari jenis kualitas menengah
(antara 5100 dan 6100 cal/gram) dan jenis kualitas rendah (di bawah 5100

31
cal/gram) yang sebagian besar permintaannya berasal dari Cina dan India.
Pada tahun 2016, Indonesia mengekspor 80% dari produksi Batubara
(402.701.230 ton)

10.5 Penyebaran cekungan penghasil batubara di Indonesia

Gambar 16 peta penyebaran cekungan penghasil batubara di Indonesia

Peta diatas menggambarkan penyebaran cekungan penghasil


batubara di Indonesia, yaitu Cekungan Sumatera Tengah, Cekungan
Ombilin, Cekungan Sumatera Selatan, Cekungan Bengkulu, Cekungan
Jatibarang, Cekugan Barito, Cekungan Pasir dan Asem Asem, Cekungan
Sulawesi Tenggara, Cekungan Berau, Cekungan kutai, Cekungan
N.Tarakan.
Bersumber dari KESDM, formasi batubara di Indonesia kebanyakan
terbentuk pada umur geologi paleogen dan neogen. Di daerah Kalimantan
terdapat formasi yang berumur paleogen dan neogen, sedangkan di
Sumatera umur formasi kebanyakan adalah neogen. Formasi neogen
menghasilkan kualitas batubara yang memiliki kalori rendah – sedang,
sedangkan formasi paleogen menghasilkan kualitas batubara yang
memiliki kalori sedang – tinggi.

32
Gambar 18 peta persebaran formasi batubara di Indonesia

Berikut adalah peta penyebaran sumber dan cadangan batubara pada


setiap daerah di Indonesia dalam satuan (M.Ton) pada tahun 2007.

Gambar 17 peta penyebaran sumber dan cadangan batubara pada setiap daerah di
Indonesia

33
Daftar Pustaka

Arif, I. I. (2014). Batubara Indonesia. Gramedia Pustaka Utama.


Thomas, Larry. 2013. Coal Geology. United Kingdom. John Wiley & Sons, Ltd.
https://www.ilmubeton.com/2019/05/SifatKarakteristikBatuBara.html (diakses
tanggal 11 Desember 2020, pukul 13,22)
https://www.uky.edu/KGS/coal/coal-type.php (diakses tanggal 11 Desember 2020,
pukul 13.14)
https://elrajab.com/jenis-batubara/ (diakses tanggal 16 September 2020, pukul 13.29)
https://www.uky.edu/KGS/coal/coal-peat.php (diakses tanggal 12 Desember 2020,
pukul 12.02)
https://www.uky.edu/KGS/coal/coal-coalification.php (diakses tanggal 12 Desember
2020, pukul 12.14)
https://www.uky.edu/KGS/coal/coal-what-in-coal.php (diakses tanggal 12 Desember
2020, pukul 12.22)
https://www.encyclopedia.com/science/dictionaries-thesauruses-pictures-and-press-
releases/coal-lithotype (diakses tanggal 13 Desember 2020, pukul 13.09)
https://www.worldometers.info/coal/indonesia-coal/ (diakses tanggal 13 Desember
2020, pukul 13.36)

34

Anda mungkin juga menyukai