BLENDING BATUBARA
MURNIATI
09320200143
C1
MAKASSAR
2023
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah dan inayah-Nya kepada kami sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ilmiah dengan judul Blending Batubara..
Makalah ini disusun dengan maksimal untuk memenuhi salah satu tugas
pada mata kuliah Preparasi dan Pencucian Batubara serta mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu
penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu penulis meyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik yang bersifat
membangun dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini. Akhir
kata kami berharap semoga makalah tentang Blending Batubara ini dapat
memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL............................................................................................. i
KATA PENGANTAR.............................................................................................. ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
2.1 Batubara......................................................................................................... 6
3.1 Kesimpulan.................................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Maksud dan tujuan dari penyusunan makalah ini yaitu agar mahasiswa/peserta
didik dapat mengetahui serta mengenal salah satu metode dalam meningkatkan
kualitas atau nilai batubara dengan metode blending serta tahapan – tahapan yang ada
didalamnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Batubara
Batubara merupakan salah satu bahan bakar fosil berupa batuan sedimen
organik (non-klastik) yang dibentuk oleh sisa-sisa bagian tumbuhan dari vegetasi
prasejarah yang terakumulasi pada suatu area pengendapan, kemudian mengalami
proses pembatubaraan (coalification). Batubara terdiri atas unsur-unsur utama yaitu
karbon, hidrogen dan oksigen serta unsur-unsur tambahan seperti belerang dan
nitrogen. Batubara banyak dimanfaatkan sebagai bahan bakar pembangkit uap di
PLTU dan juga bentuknya bisa diubah menjadi zat cair dan gas (Dimas dkk, 2014
dalam Muchjidin, 2006).
2.1.1 Teori Terbentuknya Batubara
Teori yang menjelaskan terbentuknya batubara berdasarkan proses
pembentukannya yaitu:
a. Teori Insitu
Teori ini mengatakan bahwa bahan-bahan pembentuk batubara
merupakan tumbuh-tumbuhan yang tumbuh di tempat batubara tersebut
terbentuk. Setelah tumbuh-tumbuhan tersebut tumbang atau roboh tumbuh
tumbuhan tersebut tidak mengalami proses transportasi dan segera tertimbun
oleh lapisan sedimen, untuk selanjutnya mengalami proses pembatubaraan
(coalification).
b. Teori Drift
Teori ini menyatakan bahwa bahan-bahan pembentuk batubara berasal
dari tempat yang berbeda dengan tempat pembentukan batubara. Dengan
demikian tumbuhan yang telah mati mengalami proses transportasi oleh
media air dan terakumulasi di suatu tempat dan selanjutnya tertutup oleh
sedimen-sedimen dan mengalami coalification.
2.1.2 Karakteristik Batubara
Pada batubara terdapat berapa substansi yang terbentuk selama proses terjadi
coalification. Substansi tersebut merupakan nilai yang terkadung dalam batubara.
Untuk mendapatkan nilai tersebut umumnya dilakukan pengujian dengan
mengunakan instrumen yang sesuai dengan metode standar yang telah ditentukan
dalam sistem klasifikasi batubara.
2.1.3 Klasifikasi Batubara
Pengklasifikasian batubara di dasarkan pada derajat dan kualitas dari batubara
tersebut, yaitu :
a. Gambut / Peat
Golongan ini sebenarnya termasuk jenis batubara, tapi merupakan
bahan bakar. Hal ini disebabkan karena masih merupakan fase awal dari
proses pembentukan batubara. Endapan ini masih memperlihatkan sifat awal
dari bahan dasarnya (tumbuh-tumbuhan).
b. Lignite
Golongan ini sudah memperlihatkan proses selanjutnya berupa
struktur kekar dan gejala pelapisan. Apabila dikeringkan, maka gas dan airnya
akan keluar. Endapan ini bisa dimanfaatkan secara terbatas untuk kepentingan
yang bersifat sederhana, karena panas yang dikeluarkan sangat rendah.
c. Sub-Bituminous
Golongan ini memperlihatkan ciri-ciri tertentu yaitu warna yang
kehitamhitaman dan sudah mengandung lilin. Endapan ini dapat digunakan
untuk pemanfaatan pembakaran yang cukup dengan temperatur yang tidak
terlalu tinggi.
d. Bituminous
Golongan ini dicirikan dengan sifat-sifat yang padat, hitam, rapuh
(brittle) dengan membentuk bongkah-bongkah prismatik. Berlapis dan tidak
mengeluarkan gas dan air bila dikeringkan. Endapan ini dapat digunakan
antara lain untuk kepentingan transportasi dan industri.
e. Anthracite
Golongan ini berwarna hitam, keras, kilap tinggi, dan pecahannya
memperlihatkan pecahan chocoidal. Pada proses pembakaran memperlihatkan
warna biru dengan derajat pemanasan yang tinggi. Digunakan untuk berbagai
macam industri besar yang memerlukan temperatur tinggi (Hertati, 2014).
2.1.4 Proses Pembentukan Batubara
Pembentukan batubara bisa dibagi menjadi dua tahap yaitu tahap
penggambutan (peatification) dan tahap pembatubaraan (coalification).
a. Tahapan penggambutan (Peatification)
Tahap biokimia (penggambutan) adalah tahap ketika sisa-sisa
tumbuhan yang tersimpan dalam kondisi bebas oksigen (anaerobic) di daerah
rawa dengan sistem penirisan (drainage system) yang buruk dan selalu
tergenang air beberapa ini dari dari permukaan air rawa. Material tumbuhan
yang busuk tersebut melepaskan unsure H, N, O dan C dalam bentuk senyawa
CO2, H20 dan NH3 untuk menjadi humus. Selanjutnya oleh bakteri anaerobic
dan fungsi material tumbuhan itu diubah menjadi gambut (Stach, 1982, Opcit
Susilawati 1992).
Tahapan ini berawal dari tumbuhan yang tua lama kelamaan mati dan
menumpuk serta tertimbun di daerah rawa. Timbunan ini makin lama makin
tebal dan seiring laju pertambahan timbunan tumbuhan, terdapat pula laju
penurunan dasar rawa. Hal ini menyebabkan terakumulasinya timbunan
tumbuhan mati yang kemudian diuraikan oleh bakteri. Bagian-bagian
tumbuhan ini terurai dalam kondisi anaerob menjadi karbon dioksida, air dan
asam humin. Proses ini dinamakan humifikasi dengan gambut sebagai hasil
akhir (Sukandarrumidi, 1995).
b. Tahapan pembatubaraan (Coalification)
Tahap pembatubaraan (coalification) merupakan proses diagenesis
terhadap komponen organik dari gambut yang menimbulkan peningkatan
temperatur dan tekanan sebagai gabungan proses biokimia, kimia fisika yang
terjadi karena pengaruh pembebanan sedimen yang menutupinya dalam kurun
waktu geologi. Pada tahap tersebut persentasi karbon akan meningkat,
sedangkan pesentasi hydrogen dan oksigen akan berkurang sehinnga
menghasilkan batubara dalam berbagai tingkat maturitas material organiknya.
Tahap ini merupakan diagenesis atau pengubahan pada gambut akibat
adanya pengaruh tekanan dan peningkatan temperatur sebagai hasil gabungan
proses biokimia, fisik, serta kimia yang disebabkan pembebanan sedimen
dalam kurun waktu lama. Pada tahap ini terjadi peningkatan kandungan
karbon dan penurunan kandungan oksigen serta air. Gambut akan berubah
menjadi lignit atau sering disebut dengan brown coal.
Dengan adanya peningkatan temperatur dan tekanan terus-menerus,
lignit selanjutya akan berubah menjadi sub-bituminus. Batubara akan terus
mengalami perubahan fisika dan kimia sehingga memiliki warna yang lebih
hitam dan bertambah keras menjadi bituminus, lalu bisa meningkat lagi
menjadi batubara antrasit yang memiliki kandungan karbon tertinggi.
Kedalaman lapisan batubara bisa menimbulkan efek tekanan. Makin dalam
lapisan tersebut berarti mendapat tekanan dari lapisan tanah di atasnya
(overburden).
Makin lama terpendam, batubara itu akan mendapatkan tekanan dan
temperatur tinggi yang makin lama. Efeknya batubara akan menjadi makin
matang seiring semakin lamanya pemendaman. Selain itu, tekanan juga bisa
diakibatkan oleh aktivitas tektonik berupa shear atau gaya geser. Dalam
proses intrusi, tekanan juga memiliki andil, selain temperatur yang
mematangkan batubara yang diterobos. Pada dasarnya terdpat dua jenis
material yang membentuk batubara, yaitu:
1. Combustible Material
Yaitu bahan atau material yang dapat dibakar/dioksidasi oleh oksigen.
Material tersebut umumnya terdiri dari karbon padat (fixed carbon),
senyawa hidrokarbon, total sulfur, senyawa hidrogen dan beberapa
senyawa lainnya dalam jumlah kecil.
2. On Combustible Material
Yaitu bahan atau material yang dapat dibakar/dioksidasi oleh oksigen.
Material tersebut umumnya terdiri dari senyawa anorganik (SiO2, Al2O3,
Fe2O3,TiO2, Mn3O4, CaO, MgO, Na2O, K2O dan senyawa logam
lainnya dalam jumlah kecil) yang akan membentuk abu dalam batubara.
Kandungan non combustible material ini umumnya tidak diingini karena
akan mengurangi nilai bakarnya.
2.1.5 Analisis Kualitas Batubara
Kualitas batubara dapat dinyatakan dengan parameter yang ditujukan pada
saat memberikan perlakuan panas terhadap batubara, cara ini bisa disebut analisa
proksimat dan analisa ultimat.
a. Analisa proximate
Merupakan analisa pendahuluan untuk mengetahui kualitas batubara secara
pasar maupun perdagangan. Analisa proximate terdiri dari 4 (empat) nilai
analisa yang jika dijumlahkan akan bernilai 100%, yaitu:
1. Kandungan Air
Merupakan analisa untuk menentukan kadar air yang terkandung pada
batubara. Nilai moisture dapat digunakan untuk menghitung hasil-hasil
analisa ke dalam basis (kondisi) yang berbeda misalnya dry basis, dry ash
free, mineral matter free, as received, dan lain - lain.
2. Kandungan Abu
Analisa ini untuk mengetahui akumulasi jumlah abu yang dihasilkan dari
proses pembakaran batubara. Kadar abu dalam batubara dapat
menurunkan nilai kalori hasil pembakaran batubara. Nilai kandungan abu
mempengaruhi tingkat pengotoran (fouling), keausan dan korosi alat yang
dilalui.
3. Kandungan Zat Terbang
Volatile matter merupakan zat organik (organic volatile matter) maupun
anorganik (inorganic volatile matter) pada batubara yang menguap atau
berubah menjadi gas saat batubara dibakar. Adapun volatile matter dari
hasil pembakaran batubara terdiridari gas-gas yang mudah terbakar seperti
hidrogen, karbon monoksida, metan dan gas yang tidak terbakar seperti
karbon dioksida.
4. Fixed Carbon atau Karbon Tertambat
Adalah karbon yang terdapat dalam batubara dimana bagian yang
menghasilkan energi saat batubara dibakar. Jumlahnya ditentukan oleh
kandungan air, kandungan abu dan kandungan zat terbang.
b. Analisa Ultimate
Didefinisikan sebagai analisis batubara yang dinyatakan dalam kandungan
unsur karbon, hidrogen, nitrogen, sulfur dan oksigen. Analisa ini menjelaskan
bahwa batubara terdiri dari semua unsur tersebut dengan total komposisi
masing-masing unsur tersebut sebesar 100% dalam suatu massa batubara.
Analisa ultimate, merupakan metode untuk menentukan nilai kalori. Nilai
kalori adalah jumlah panas (kalor) yang dihasilkan oleh pembakaran
sempurna (Saputra, 2014).
c. Parameter Kualitas Batubara
Penilaian kualitas batubara ditentukan oleh beberapa parameter yang
terkandung dalam batubara yang ditentukan dari sejumlah analisis di
laboratorium, parameter kualitas batubara umumnya terdiri dari :
1. Kandungan Air Total (Total Moisture)
Kandungan air total adalah banyaknya air yang terkandung dalam
batubara sesuai dengan kondisi lapangan. Kandungan air total sangat
dipengaruhi oleh ukuran butir batubara dan iklim daerah sekitar yang
dinyatakan dalam % dan dasar pelaporan dari batubara dalam keadaan
insitu (ar).
2. Kandungan Air Bawaan (Inherent Moisture)
Merupakan kandungan air yang ada pada batubara bersama dengan saat
terbentuknya batubara tersebut. Kandungan air bawaan berhubungan erat
dengan nilai kalori, umumnya bila kandungan air bawaan berkurang maka
nilai kalori meningkat demikian juga sebaliknya yang dinyatakan dalam %
dasar pelaporan dalam kondisi bebas air permukaan (adb).
3. Zat Terbang (Volatile Matter)
Merupakan zat aktif yang terdapat pada batubara yang menghasilkan
energi atau panas apabila batubara tersebut dibakar, sehingga zat terbang
merupakan zat aktif yang mempercepat proses pembakaran. Zat terbang
tersebut terdiri dari gas-gas yang mudah terbakar seperti hidrogen (H),
karbon monoksida (CO) dan metana (CH4) yang dinyatakan dalam %
dasar pelaporan dalam kondisi bebas air permukaan (adb).
4. Nilai Kalori (Calorific Value)
Nilai kalori yaitu jumlah panas yang dihasilkan apabila sejumlah tertentu
batubara dibakar. Nilai kalori ditentukan dari kenaikan suhu pada saat
sejumlah tertentu batubara dibakar. Satuannya dinyatakan dalam Kkal/kg
dan dasar pelaporan dalam kondisi bebas air permukaan (adb). Calorfic
value dibedakan menjadi dua macam, yaitu :
a. Gross Calorfic Value (GCV)
Gross calorfic value (GCV) merupakan nilai kalor yang biasa dipakai
sebagai laporan analisis. Atau kalor yang dihasilkan oleh pembakaran
sempurna satu satuan berat bahan bakar padat atau cair, atau satu
satuan volume bahan bakar gas, pada tekanan tetap, suhu 250°C,
apabila semua air yang mulamula berwujud cair setelah pembakaran
mengembun menjadi cair kembali.
b. Net Calorfic Value (NCV)
Net Calorfic Value (NCV) merupakan nilai kalor yang benar-benar
dimanfaatkan dalam proses pembakaran batubara. Atau kalor yang
besarnya sama dengan nilai kalor atas dikurangi kalor yang diperlukan
oleh air yang terkandung dalam bahan bakar dan air yang terbentuk
dari pembakaran bahan bakar untuk menguap pada 250°C dan tekanan
tetap. Air dalam sistem setelah pembakaran berwujud uap air pada
250°C
5. Kandungan Sulfur (Total Sulfur)
Digunakan untuk mengetahui kandungan total belerang yang terdapat
pada batubara dengan membakar sampel batubara pada suhu tinggi, yang
dinyatakan dalam %, dan dasar pelaporan dalam kondisi bebas air
permukaan (adb). Sulfur dalam batubara terdapat dalam tiga bentuk utama
yaitu :
a. Sulfur piritik
Sulfur piritik jumlahnya sekitar 20-30% dari sulfur total dan
terasosiasi dalam abu. Sulfur piritik umumnya dapat dihilangkan
dengan proses pencucian batubara.
b. Sulfur organik
Sulfur organik jumlahnya sekitar 20-80% dari sulfur total dan secara
kimia terikat di dalam batubara, biasanya berasosiasi dengan sulfat
selama proses pembatubaraan.
c. Sulfat
Sulfat kebanyakan sebagai kalsium sulfat, natrium sulfat, dan besi
sulfat, jumlahnya sangat kecil kecuali pada batubara yang telah
terekspos dan telah teroksidasi.
6. Kandungan Abu (Ash Content)
Merupakan sisa-sisa zat anorganik yang terkandung dalam batubara
setelah dibakar. Kandungan abu tersebut dapat dihasilkan dari pengotor
bawaan dalam proses pembentukan batubara maupun dari proses
penambangan yang dinyatakan dalam %, dasar pelaporan dalam kondisi
bebas air permukaan (adb).
7. Karbon Tertambat (Fixed Carbon)
Merupakan karbon yang tertinggal sesudah zat belerang dan kandungan
airnya hilang. Dengan adanya pengeluaran zat terbang dan kandungan air
maka karbon tertambat secara otomatis akan naik, sehingga semakin
tinggi kandungan karbon maka kelas batubaranya akan naik. Karbon
tertambat didapat dari 100% dikurangi dengan jumlah dari kandungan air
bawaan, abu dan zat terbang, yang dinyatakan dalam %, dasar pelaporan
dalam kondisi bebas air permukaan (adb) (Nurisman, 2014).
2.2 Blending Batubara
c. Layered stockpiling
Merupakan cara membentuk tumpukan dimana komponen-komponen
berurutan ditambahkan dalam bentuk lapisan.
3.1 Kesimpulan
American Society for Testing and Materials. 2002. Standard Quality of Coal Mining :
ASTM Internasional.
Anonim. 2014. Coal Mining Company. http://www.bayan.com.sg/index.php/en/ 7
Oktober 2014.
Anonim. 2017. Informasi Jual Beli Batubara. https://idmining.wordpress.com/2017/
07/03/in formasi-jual-beli-batubara/ 3 Juli 2017.
Bennylin. 2019. Batubara. https://Wikipedia.co.id/ 06 juli 2019.
Carpenter, Anne M. 1995. “Management Of Coal Stockpile”. IEA Coal Reseach.
Satuan Kerja Kendali Produk PT Bukit Asam. 2019. PT. Bukit Asam, Tbk Tarahan :
Bandar Lampung.
Suparny, Eny. 2016. Kajian Optimalisasi Pencampuran Batubara Beda Kualitaas
untuk Memenuhi Permintaan Konsumen Di PT Berau Coal, Kabupaten Berau
Provinsi Kalimantan Timur. http://eprints.upnyk.ac.id/8707/ 11 November
2016.