Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

“PEMANFAATAN ABU BATUBARA”

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Konversi dan Pemanfaatan


Batubara pada Program S1 Teknik Pertambangan Universitas Sriwijaya.

Disusun oleh :

DEBIELENZY RIYANETA (03021281823049)


FITRA ATIKA (03021181823009)
LINDA ANGGRAINI (03021181823028)
NADHIYATUL AFLAH SAFIRA (03021181823029)
RESKA SHELLIYANTI (03021281823046)
TASYA PUTRI RAHMADANI (03021281823063)

TEKNIK PERTAMBANGAN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah sesuai dengan waktu yang telah
direncanakan. Makalah yang berjudul “Teknologi Pemanfaatan Abu Batubara’’ ini
disusun sebagai tugas untuk mata kuliah Konversi dan Pemanfaatan Batubara pada
program studi S1 Teknik Pertambangan.
Dalam pembuatan makalah ini penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih
yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan serta
dukungan baik secara moril maupun materil. Penulis menyadari bahwa makalah ini
masih banyak kekurangan dalam penyusunannya, oleh karena itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dalam penyempurnaan
makalah ini. Akhir kata, penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi pembaca dan dapat dipergunakan dengan sebaik-baiknya.

Indralaya, Mei 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI
Halaman

KATA PENGANTAR………………………………………………………..… ii
DAFTAR ISI ………………………………………………………………….. iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang……………………………………………………….... 1
1.2 Rumusan Masalah.…………………………………………………….. 2
1.3 Tujuan………………………………………………………………….. 3
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Abu Batubara…………………………………………….... 4
2.2 Teknologi Penghasil Abu Batubara...…………………………….......... 7
2.2.1 Pulverized Coal Furnace ……………………..………….……...…….. 7
2.2.2 Stoker Coal Furnace ……………………………………….…………. 8
2.2.3 Fluidized Bed Furnace………………………………………….…...… 8
2.3 Pemanfaatan Abu Batubara……………………………………….…… 9
2.3.1 Campuran Media Tanam pada Tanaman Tomat …………………….... 9
2.3.2 Bahan Batako Yang Ramah Lingkungan ………….….......................... 9
2.3.3 Bahan Konstruksi di Daerah Rawa ……………………......................... 9
2.3.4 Bahan Campuran Konstruksi Perkerasan Jalan ………………..…….... 9
2.3.5 Bahan Pengganti Semen Pada Beton ……………………………........ 10
2.3.6 Campuran Pembuatan Bata Beton ………………………..…………... 10
2.3.7 Material Tanah Dasar ………………………………….………..……. 10
2.3.8 Stabilisasi Ion Logam Dalam Limbah Cair ……………………..…… 10
2.3.9 Stabilisasi Tanah Dalam Mengurangi Pencemaran Lingkungan…….. 11
2.3.10 Produksi Paving Block ………………………………………….…… 11
2.3.11 Campuran Bahan Susun Genteng …………………………………… 11
2.3.12 Komposisi Semen Portland Pozzolan …………………………...…... 12
2.3.13 Material Campuran Briket ……………………………………….…... 12
2.3.14 Reklamasi Bahan Tambang……………………………………….….. 12
BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan…………………………………………………………… 13

iii
3.2 Saran ………………………………………………………………..… 13
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………..…….... 14

iv
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Batubara merupakan batuan hasil endapan sedimen yang memiliki nilai kalor
yang terkandung di dalamnya. Batubara sebagai salah satu sumber energi di
Indonesia yang merupakan golongan energi yang tidak dapat diperbaharui.
Pemanfaatan batubara biasa digunakan untuk keperluan dalam negeri seperti pada
sector industi dan pembangkit tenaga listrik maupun keperluan luar negeri dalam
bentuk kegiatan ekspor batubara. Pembakaran batubara menghasilkan dua jenis
limbah yaitu abu ringan (Fly ash) dan abu berat (Bottom Ash). Abu terbang (fly
ash) merupakan limbah yang dihasilkan oleh PLTU yang mengkontribusi
pencemaran lingkungan (Jadhao, 2008).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 1999 dan Peraturan
Pemerintah Nomor 85 tahun 1999, abu batubara diklasifikasikan sebagai limbah B-
3 sehingga penanganannyapun harus memenuhi kaidah-kaidah dalam peraturan
tersebut. Penanganan yang direkomendasikan Peraturan Pemerintah Nomor 18
tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah Nomor 85 tahun 1999 adalah solidifikasi
dimana dengan proses tersebut sifat B-3 dalam abu batubara akan menjadi stabil
dan dapat dimanfaatkan sebagai produk yang aman bagi kesehatan dan lingkungan.
Metode yang perlu dilakukan untuk pengujian limbah B-3 adalah dengan uji TCLP
(Toxicity Characteristic Leaching Procedure ) dan pengujian ini dilakukan setelah
abu batubara tersebut diubah/dibuat terlebih dahulu menjadi bentuk massive, kokoh
dan stabil, dengan harapan tidak akan terjadi leaching yang berlebihan.
Pemanfaatan limbah B-3 adalah kegiatan penggunaan kembali (reuse) dan/atau
daur ulang (recycle) dan/atau perolehan kembali (recovery) yang bertujuan untuk
mengubah limbah B-3 menjadi produk yang dapat digunakan dan harus juga aman
bagi lingkungan (PerMen. LH No. 2/2008). Disamping itu dengan pemanfaatan
limbah B-3 sekaligus dapat mengurangi jumlah limbah B-3, penghematan sumber
daya alam dan meminimisasi potensi dampak negatif terhadap lingkungan dan
kesehatan manusia. Reuse adalah penggunaan kembali limbah B-3 dengan tujuan

1
yang sama tanpa melalui proses tambahan secara fisika, kimia, biologi, dan/atau
secara termal. Recycle adalah mendaur ulang komponen-komponen yang
bermanfaat melalui proses tambahan secara fisika, kimia, biologi, dan/atau secara
termal yang menghasilkan produk yang sama atau produk yang berbeda. Recovery
adalah perolehan kembali komponen-komponen yang bermanfaat secara fisika,
kimia, biologi, dan/atau secara termal.
Skala prioritas pemanfaatan limbah B-3 dimulai dari pemanfaatan secara reuse,
kemudian dengan cara recycle dan terakhir dengan cara recovery. Kegiatan
pemanfaatan limbah B-3 tersebut dilakukan dengan mengutamakan perlindungan
terhadap kesehatan dan keselamatan manusia serta perlindungan lingkungan hidup
dengan menerapkan prinsip kehati-hatian.
Abu batubara (fly ash) sebagai limbah tidak seperti gas hasil pembakaran,
karena merupakan bahan padat yang tidak mudah larut dan tidak mudah menguap
sehingga akan lebih merepotkan dalam penanganannya. Apabila jumlahnya banyak
dan tidak ditangani dengan baik, maka abu terbang (fly ash) batubara tersebut dapat
mengotori lingkungan terutama yang disebabkan oleh abu yang beterbangan di
udara dan dapat terhisap oleh manusia dan hewan dan juga dapat mempengaruhi
kondisi air dan tanah di sekitarnya sehingga dapat mematikan tanaman.
Menurut data Kementrian Lingkungan Hidup pada tahun 2006, limbah fly ash
yang dihasilkan mencapai 52,2 ton/hari, sedangkan limbah bottom ash mencapai
5,8 ton/hari. Abu terbang (fly ash) batubara umumnya dibuang di landfill atau
ditumpuk begitu saja di dalam area industri. Penumpukkan abu terbang (fly ash)
batubara ini menimbulkan masalah bagi lingkungan. Berbagai penelitian mengenai
pemanfaatan abu terbang (fly ash) batubara sedang dilakukan untuk meningkatkan
nilai ekonomisnya serta mengurangi dampak buruknya terhadap lingkungan.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dalam pembuatan makalah ini adalah:
1. Apa yang dimaksud dengan abu batubara?
2. Apa saja teknologi yang digunakan untuk menghasilkan abu batubara?
3. Apa saja pemanfaatan dari abu batubara?

2
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengertian abu batubara.
2. Untuk mengetahui teknologi yang digunakan untuk menghasilkan abu
batubara.
3. Untuk mengetahui apa saja pemanfaatan dari abu batubara.

3
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Abu Batubara


Abu batubara (fly ash) adalah sisa pembakaran batubara yang sangat halus yang
berasal dari unit pembangkit uap (boiler). Abu batubara dan bahan humat
merupakan bahan yang dapat dimanfaatkan sebagai amelioran tanah pada lahan
reklamasi bekas tambang. Abu batubara memiliki pH tinggi dan beberapa unsur
hara sehingga dapat digunakan untuk memperbaiki sifat-sifat kimia tanah, seperti
meningkatkan pH tanah dan meningkatkan unsur hara tersedia di dalam tanah.
Bahan humat merupakan senyawa organik yang memiliki kapasitas tukar
kation (KTK) tinggi dan diharapkan dapat digunakan untuk meningkatkan
pelepasan unsur hara dari tanah. Abu batubara mengandung SiO2, Al2O3, P2O5,
dan Fe2O3 yang cukup tinggi sehingga abu batubara memenuhi kriteria sebagai
bahan yang memiliki sifat semen/pozzolan.
Sejak Indonesia mengalami krisis bahan bakar minyak, nama batubara saat ini
begitu terkenal, baik dikalangan masyarakat umum maupun industriawan Semua
sumber tenaga yang menggunakan bahan bakar yang berasal dari minyak bumi
kalau memungkinkan diganti dengan batubara. Berdasarkan data dari BP Statistical
Review of Energy, 2004, Indonesia mempunyai cadangan batubara terbesar ke lima
dunia setelah Amerika Serikat, Jerman, Afrika Selatan dan Ukraina.
Saat ini penggunaan batubara di kalangan industri semakin meningkat
volumenya, karena selain harga yang relatif murah juga kian langka dan harga
bahan bakar minyak untuk industri cenderung naik. Penggunaan batubara sebagai
sumber energi pengganti BBM, disatu sisi sangat menguntungkan namun disisi
yang lain menimbulkan masalah, yaitu abu batubara yang merupakan hasil samping
pembakaran batubara.
Dari sejumlah pemakaian batubara akan dihasilkan abu batubara sekitar 2 – 10
% (tergantung jenis batubaranya, low calory atau high calory). Sampai saat ini
pengelolaan limbah abu batubara oleh kalangan industri hanya ditimbun dalam
areal pabrik saja (ash disposal). Abu batubara adalah bagian dari sisa pembakaran

4
batubara yang berbentuk partikel halus amorf dan abu tersebut merupakan bahan
anorganik yang terbentuk dari perubahan bahan mineral (mineral matter) karena
proses pembakaran

Dari proses pembakaran batubara pada unit penmbangkit uap (boiler) akan
terbentuk dua jenis abu yaitu abu terbang (fly ash) dan abu dasar (bottom ash)
Komposisi abu batubara yang dihasilkan terdiri dari 10 - 20 % abu dasar, sedang
sisanya sekitar 80 - 90 % berupa abu terbang. Abu terbang ditangkap dengan
electric precipitator sebelum dibuang ke udara melalui cerobong (Edy B., 2007).
Menurut ACI Committee 226, dijelaskan bahwa abu terbang (fly ash)
mempunyai butiran yang cukup halus, yaitu lolos ayakan No. 325 (45 mili mikron)
5 – 27 % dengan spesific gravity antara 2,15 – 2,6 dan berwarna abu – abu
kehitaman. Abu batubara mengandung silika dan alumina sekitar 80 % dengan
sebagian silika berbentuk amorf. Sifat-sifat fisik abu batubara antara lain
densitasnya 2,23 gr/cm3 , kadar air sekitar 4 % dan komposisi mineral yang
dominan adalah α-kuarsa dan mullite. Selain itu abu batubara mengandung SiO2 =
58,75 %, Al2O3 = 25,82 %, Fe2O3 = 5,30 % CaO = 4,66 %, alkali = 1,36 %, MgO
= 3,30 % dan bahan lainnya = 0,81 %. Beberapa logam berat yang terkandung
dalam abu batubara seperti tembaga (Cu), timbal (Pb), seng (Zn), kadmium (Cd),
chrom (Cr).
Menurut SNI S-15-1990-F tentang.spesifikasi abu terbang sebagai bahan
tambahan untuk campuran beton, abu batubara (fly ash) digolongkan menjadi 3
jenis, yaitu :

5
1. Kelas F : Abu terbang (fly ash) yang dihasilkan dari pembakaran batubara jenis
antrasit dan bituminous.
2. Kelas C : Abu terbang (fly ash) yang dihasilkan dari pembakaran batu bara
jenis lignite dan subbituminous.
3. Kelas N : Pozzolan alam, seperti tanah diatome, shale, tufa, abu gunung berapi
atau pumice.
Sebenarnya abu terbang tidak memiliki kemampuan mengikat seperti halnya
semen, namun dengan kehadiran air dan ukurannya yang halus, oksida silika yang
dikandung didalam abu batubara akan bereaksi secara kimia dengan kalsium
hidroksida yang terbentuk dari proses hidrasi semen dan akan menghasilkan zat
yang memiliki kemampuan yang mengikat (Djiwantoro, 2001). Abu batubara dapat
digunakan pada beton sebagai material terpisah atau sebagai bahan dalam campuran
semen dengan tujuan untuk memperbaiki sifat-sifat beton.
Fungsi abu batubara sebagai bahan aditif dalam beton bisa sebagai pengisi
(filler) yang akan menambah internal kohesi dan mengurangi porositas daerah
transisi yang merupakan daerah terkecil dalam beton, sehingga beton menjadi lebih
kuat. Pada umur sampai dengan 7 hari, perubahan fisik abu batubara akan
memberikan konstribusi terhadap perubahan kekuatan yang terjadi pada beton,
sedangkan pada umur 7 sampai dengan 28 hari, penambahan kekuatan beton
merupakan akibat dari kombinasi antara hidrasi semen dan reaksi pozzolan.
(Jackson, 1977)
Menurut PP 18 tahun 1999 juncto PP 85 tahun 1999 abu terbang (fly ash)
digolongkan sebagai limbah B-3 (bahan berbahaya dan beracun) dengan kode
limbah D 223 dengan bahan pencemar utama adalah logam berat, yang dapat
menimbulkan pencemaran lingkungan.
Menurut Marinda Putri, 2006, abu batubara memiliki berbagai kegunaan
seperti bahan baku keramik, gelas dan refraktori, bahan penggosok (polisher), filler
aspal, plastik dan kertas serta pengganti dan bahan baku semen. Abu batubara dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu abu batubara yang normal yang dihasilkan dari
pembakaran batubara antrasit atau batubara bitumes dan abu batubara kelas C yang
dihasilkan dari batubara jenis lignite atau subbitumes.

6
Abu batubara mengandung SiO2, Al2O3, P2O5, dan Fe2O3 namun kandungan
SiO2 cukup tinggi mencapai ± 70 persen. Dengan kandungan silika yang cukup
tinggi ini memungkinkan abu batubara memenuhi kriteria sebagai bahan yang
memiliki sifat semen/pozzolan. Penelitian yang telah dilakukan terhadap limbah
abu batubara adalah pemanfaatan abu terbang sebagai bahan tambah untuk
meningkatkan kualitas beton (Zeta Eridani, 2004). Hasil penelitian tersebut, beton
dengan kandungan abu terbang 10 % - 40 % termasuk beton kedap air agresif
sedang, yaitu beton yang tahan terhadap air limbah industri, air payau, dan air laut.

2.2 Teknologi Penghasil Abu Batubara


2.2.1 Pulverized Coal Furnace
Pada pembakaran pulverized coal, partikel-oartikel batubara harus cukup
halus agar bisa dimasukkan oleh udara pembakaran. Batubara yang digunaka boiler
tungku jenis pulverized coal furnace berupa serbuk hasil penggilingan dengan
ukuran butiran minimal 70% lolos saringan 150 mesh yang diumpankan dengan
udara tekan. Suhu pembakaran di boiler dengan tungku jenis pulverized bisa
mencapai 800oC. Pembakaran yang terjadi relatif sempurna dan menghasilkan
sekitar 60 – 80% fly ash sedangkan sisanya adalah bottom ash yang jatuh ke dalam
hopper di dasar tungku. Fly ash diperoleh dari pemisahan abu di gas buang melalui
cyclon, bag filter, atau electrostatic precipitator (EP).
Secara praktis, batubara diumpankan bersama sebagian udara pembakaran.
Udara yang dimasukkan dibagi 2, yaitu udara primer dan udara sekunder. Udara
primer dimasukkan bersama-sama dengan batubara, sementara udara sekunder
dimasukkan secara terpisah dari udara primer melewati 2 pipa konsentrik ke dalam
boiler atau tanur. Pada umumnya udara primer bersama batubara dimasukkan lewat
pipa ditengah, sementara udara sekunder dimasukkan lewat anulus.
Dibandingkan dengan jenis pembakaran yang lain, metoda pembakaran
pulverized coal hampir tidak tergantung pada karakteristik batubara. Tentu saja ada
beberapa instalasi yang terbatas pada beberapa jenis batubara tertentu, tetapi secara
umum hampir semua batubara bisa digunakan dalam sistem pulverized coal dengan
sistem yang tepat.

7
Berdasarkan abu yang dikeluarkan apakah dalam keadaan kering atau bentuk
leburan (molten) oleh tanur pembakarannya, maka unit proses pembakaran
pulverized coal dibagi menjadi 2 jenis, yaitu:
1. Dry Bottom firing
Operasi unit abu kering lebih sederhana dan fleksibel terhadap perubahan
jumlah dan sifat-sifat batubara dibandingkan dengan unit wet bottom firing.
2. Wet bottom firing
Unit ini dikembangkan untuk mengatasi masalah penanganan debu dengan cara
membuat abu lebih berat, berbentuk granular dan tinggal dalam tanur lebih
banyak dibandingkan dalam unit abu kering.
2.2.2 Stoker Coal Furnace
Batubara yang digunakan boiler dengan tungku jenis stoker coal furnace
berukuran rata-rata 1-5 cm dan dibakar dalam suatu unggun bahan bakar (fuel bed)
di atas suatu kisi yang bergerak (seperti travelling chain grate stoker). Pembakaran
dengan tungku jenis ini mencapai suhu sekitar 600oC. Kebanyakan abu produk
pembakaran batubara tetap tinggal di atas kisi dan dibuang sebagai abu dasar
(bottom ash) sekitar 80%, sedangkan butiran partikel abu batubara yang lebih kecil
ikut terbawa aliran gas pembakaran (flue gas) dan dipisahkan dengan penangkap
abu sebagai abu terbang (fly ash) sekitar 20%. Proses pembakaran biasanya
menghasilkan abu batubara dengan kandungan unburned carbon atau yang sering
disebut LOI (loss on ignition) tinggi dan ditandai dengan warna abu batubara yang
kehitaman.
2.2.3 Fluidized Bed Furnace
Fluidized bed furnace menggunakan batubara halus yang tersuspensi dalam
unggun terfluidakan (fluidized bed) sebagai akibat adanya semburan udara.
Pembakaran yang dialirkan ke atas menghasilkan suatu pencampuran turbulen
udara pembakaran dengan partikel batubara. Ciri khas dari tipe tungku ini adalah
batubara dicampur dengan bahan tidak reaktif (inert material) seperti pasir, silika,
alumina dan suatu penyerap (sorbent) seperti batu kapur untuk pengendalian emisi
SO2. Suhu operasi sistem tungku ini berkisar 800–900oC.

8
2.3 Pemanfaatan Abu Batubara
2.3.1 Campuran Media Tanam pada Tanaman Tomat
Penggunaan fly ash batubara sebagai media campuran pada tanaman
budidaya sebagai pengganti pupuk. Fly ash batubara banyak mengandung mineral
yang dibutuhkan oleh tanaman seperti unsur hara makro Kalsium (Ca), Magnesium
(Mg), Natrium (Na), Kalium (K), Nitrogen (N), dan Fosfor (P) dan unsur hara mikro
Besi (Fe), Seng(Zn), Mangan (Mn), dan Tembaga (Cu) sehingga penelitian ini
dilakukan untuk membuktikan bahwa kandungan yang ada pada fly ash batubara
bermanfaat bagi pertumbuhan tanaman, dan bila dibandingkan dengan bottom ash,
fly ash mempunyai sifat polazoik (memperkeras lahan) yang rendah sehingga cocok
dijadikan sebagai media tanam. Tanaman yang dipakai adalah tomat (Solanum
lycopersicum) karena tanaman tomat memiliki umur yang singkat, termasuk
tumbuhan semusim, yang akan mati sesudah siklusnya habis.
2.3.2 Bahan Batako Yang Ramah Lingkungan
Dengan pemanfaatan limbah abu terbang batubara menjadi batako
diharapkan akan dapat mengurangi limbah yang mencemari lingkungan dan
memberi nilai tambah tersendiri. Untuk itu perlu dilakukan penelitian lebih jauh
untuk mengetahui apakah abu batubara (fly ash) dapat dijadikannya sebagai bahan
campuran pembuatan batako yang kuat dan ramah lingkungan.
2.3.3 Bahan Konstruksi di Daerah Rawa
Pemanfaatan abu batubara (terutama fly ash) yang banyak dilakukan yaitu
penelitian pemanfaatan abu batubara dalam dunia konstruksi dan pertanian.
Khususnya dalam dunia konstruksi, beberapa contoh pemanfaatan abu batubara
yang dilakukan ialah pemanfaatan abu batubara sebagai bahan baku pembuatan
bata, campuran beton, stabilitas tanah, portland pozzolanic cement, campuran
pupuk tanaman, dll.
2.3.4 Bahan Campuran Konstruksi Perkerasan Jalan
Abu terbang batu bara merupakan material buangan dari sisa hasil
pembakaran batu bara. Salah satu alternatif pembuangan adalah dimanfaatkan
sebagai bahan campuran konstruksi perkerasan jalan. Penelitian ini tentang variasi
proporsi abu terbang terhadap pemenuhan persyaratan dalam penggunaan
stabilisasi tanah dasar dan campuran ATB.

9
2.3.5 Bahan Pengganti Semen Pada Beton
Pemanfaatan fly ash sebagai material pembentuk beton memberikan dampak
positif jika ditinjau dari segi lingkungan. Fly ash merupakan sisa pembakaran batu
bara yang sangat halus. Kehalusan butiran fly ash ini berpotensi terhadap
pencemaran udara. Penanganan fly ash pada saat ini masih terbatas pada
penimbunan di lahan kosong. Dalam penelitian ini, akan mengidentifikasi manfaat
fly ash sebagai material pengganti semen pada beton. Identifikasi material fly ash
menitikberatkan pada pengaruh penggunaan material ini terhadap kuat tekan beton
khususnya pada awal umur beton.
2.3.6 Campuran Pembuatan Bata Beton
Abu terbang secara spesifik dapat digunakan sebagai komponen penyusun
bahan bangunan. Diharapkan dengan pemanfaatan ini dapat memberikan nilai
tambah abu terbang sekaligus memberikan solusi dalam penanganan limbah padat
abu terbang.
2.3.7 Material Tanah Dasar
Pencampuran abu batubara pada lapisan tanah dasar (road base) secara teknis
dapat memberikan peningkatan kekuatan daya dukung tanah dasar dengan
menaikkan hydraulic conductivity dan menurunkan permeabilitas tanah.
Pemanfaatan ini (yang mana telah mendapatkan izin sesuai peraturan perundangan
yang berlaku) dapat diaplikasikan pada jalan akses di area reklamasi timbunan
batuan penutup dengan ketebalan 2 meter atau jalan umum di area sekitar batu hijau
dengan ketebalan 0.5 meter. Komposisi abu batubara yang dicampurkan maksimal
50% dari berat total campuran tanah dasar.
2.3.8 Stabilisasi Ion Logam Berat Besi (Fe3+) Dan Seng (Zn2+) Dalam Limbah
Cair Buangan Industri
Metode stabilisasi ion-ion logam berat yang terkandung dalam limbah cair
buangan industri oleh abu layang batubara dilakukan dengan menambahkan bahan
yang bersifat pozzolan, seperti campuran abu layang dan semen maupun campuran
abu layang dan kapur (Ca(OH)2) ke dalam limbah cair sehingga dapat terjadi proses
solidifikasi setelah waktu tertentu.
Sifat pozzolan abu layang dipengaruhi oleh adanya silika (SiO2) dan alumina
(Al2O3) dalam abu layang yang akan bereaksi dengan alkali tanah maupun

10
hidroksida alkali oleh adanya air, dimana dengan pencampuran kapur dalam jumlah
tertentu akan terbentuk kalsium silikat hidrat yang dapat secara langsung ikut
mengikat ion logam berat yang terkandung di dalam air proses, membentuk kisi
padatan yang kompak dan dapat melindungi diri dari reaksi terhadap asam sehingga
ion logam berat yang telah terikat melalui proses solidifikasi akan mampu bertahan,
tetap stabil dan menjadi sulit untuk keluar dari padatan yang terbentuk.
2.3.9 Stabilisasi Tanah Maupun Keperluan Teknik Sipil Lainnya Dalam
Mengurangi Pencemaran Lingkungan
Stabilisasi tanah dengan penambahan fly ash biasanya digunakan untuk tanah
lunak, subgrade tanah kelempungan dibawah jalan yang mengalami beban
pengulangan (repeated loading). Perbaikan tanah ini bisa menggunakan fly ash
kelas C maupun kelas F. Jika menggunakan fly ash kelas F diperlukan bahan
tambahan kapur atau semen, sedangkan jika menggunakan fly ash kelas C tidak
diperlukan bahan tambahan semen atau kapur karena fly ash kelas C mempunyai
sifat self cementing.
2.3.10 Produksi Paving Block
Limbah pemanfaatan abu batubara sebagai sumber energi baru yang berupa
abu terbang (fly ash) dewasa ini sangat melimpah. Salah satu usaha memanfaatkan
limbah ini adalah memnafaatkannya sebagai bahan baku pembuatan paving block.
Penambahan fly ash terhadap volume semen sebesar 10%,20%,30%,40%,50% dan
60% dapat meningkatkan kuat tekan paving block.
2.3.11 Campuran Bahan Susun Genteng
Abu limbah batubara yang dapat dipakai sebagai campuran bahan susun
genteng terutama bahan ikatnya diharapkan dapat untuk mengurangi massa jenis
genteng, hal ini disebabkan abu limbah batubara yang massanya lebih ringan
dibandingkan tanah liat, abu limbah batubara juga dapat berfungsi sebagai pengikat
struktur genteng, yang diharapkan dapat menurunkan porositas pada stuktur
genteng.
2.3.12 Komposisi Semen Portland Pozzolan
Mineral atau unsur–usur utama yang terdapat dalam abu terbang (fly ash)
batubara terdiri dari SiO2, Al2O3,Fe2O3,CaO dan sebagian kecilnya adalah unsur-
unsur seperti Na2O,MgO dan K2O serta pengotor lainnya. Unsur-unsur utama

11
tersebut merupakan bahan pozzolan yaitu bahan yang mengandung senyawa sillica
atau sillica aluminium, dimana bahan pozzolan itu sendiri tidak mempunyai sifat
mengikat seperti semen. Karena banyak senyawa yag halus dan dengan adanya air,
mka senyawa tersebut akan bereaksi secara kimia dengan kalsium hidroksida pada
suhu ruangan, dan membentuk senyawa yang memiliki sifat-sifat seperti semen
(kalsium silikat dan aluminat hidrat), sehingga fly ash tersebut dapat dicampur
dengan semen portland menjadi semen portland pozzolan.
2.3.13 Material Campuran Briket
Abu dasar batu bara seringkali masih mengandung karbon yang cukup tinggi.
Pada Limbah abu dasar mempunyai ukuran butir yang halus sehingga tidak
memungkinkan untuk dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar lagi secara langsung
walaupun nilai kalorinya tinggi. Untik itu dilakukan upaya pemanfaatan limbah
batubara sebagai bahan dasar briket. Untk meningkatkan nilai kalor briket yang
dibuat, maka dilakukan pencampuran dengan bahan lain yang mempunyai nilai
kalor lebih tinggi.
2.3.14 Reklamasi Bahan Tambang
Abu terbang dapat meningkatkan nilai pH, C-org tersedia, kation basa seperti
Kdd, Nadd dan Mgdd dalam tanah dan meningkatkan pertumbuhan tanaman sengon
lebih baik dalam waktu relatif cepat dibandingkan tanaman meranti. Tanaman
meranti mempunyai sifat fisiologis pertumbuhan yang lambat pada masa muda.

12
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Abu batubara (fly ash) adalah sisa pembakaran batubara yang sangat halus
yang berasal dari unit pembangkit uap (boiler). Dari proses pembakaran
batubara pada unit pembangkit uap (boiler) akan terbentuk dua jenis abu yaitu
abu terbang (fly ash) dan abu dasar (bottom ash).
2. Beberapa teknologi penghasil abu batubara, yaitu : Pulverized Coal Furnace,
Stoker Coal Furnace, Fluidized Bed Furnace.
3. Pemanfaatan abu batubara (terutama fly ash) yang banyak dilakukan yaitu
penelitian pemanfaatan abu batubara dalam dunia konstruksi dan pertanian,
seperti: Penggunaan fly ash batubara sebagai media campuran pada tanaman
budidaya sebagai pengganti pupuk, bahan batako yang ramah lingkungan,
bahan konstruksi di daerah rawa, bahan campuran konstruksi perkerasan
jalan, bahan pengganti semen pada beton, campuran pembuatan bata beton,
material tanah dasar, dan stabilisasi ion logam berat besi (fe3+) dan seng
(zn2+) dalam limbah cair buangan industri, stabilisasi tanah maupun
keperluan teknik sipil lainnya dalam mengurangi pencemaran lingkungan.

3.2 Saran
Berdasarkan hasil pembahasan, maka penulis dapat memberikan saran yang
dapat dipergunakan untuk penelitian lebih lanjut, yaitu:
1. Sebagai langkah pengembangan dari penelitian ini, maka perlu dipelajari
tentang bahan tambahan yang digunakan agar menghasilkan produk yang
berkualitas.
2. Lakukan penelitian sesuai denga standar pengujian, agar data yang didapat
akurat dan bisa dijadikan pedoman dalam pemanfaatan abu batubara.

13
DAFTAR PUSTAKA

Amalia, Djoko S., dan Widjonarko. (2005). “Pemanfaatan Abu Terbang (Fly Ash)
Batu Bara Sebagai Bahan Campuran Konstruksi Perkerasan Jalan”. Jurnal
Purifikasi. Vol. 6(2): 151-156.
Damayanti, R. (2018). “Abu Batubara Dan Pemanfaatannya: Tinjauan Teknis
Karakteristik Secara Kimia Dan Toksikologinya”. Jurnal Teknologi
Mineral dan Batubara. 14(3): 213 – 231.
Dewi, A. H., Eka W., dan Mumu S,. (2012). “Evaluasi Pemanfaatan Abu Terbang
(Fly Ash) Batubara Sebagai Campuran Media Tanam pada Tanaman
Tomat (Solanum lycopersicum)”. Jurnal Itenas Rekayasa Institut
Teknologi Nasional. Vol 16(1): 44 – 56.
Djumari dan Endah S. (2009). “Kajian Teknis Dan Ekonomis Pemanfaatan Limbah
Batu Bara (Fly Ash) Pada Produksi Paving Block”. Media Teknik Sipil.
Vol. 9(1):36 – 40.
Drastinawati, Arif H., L., dan Aman. (2005). Pemanfaatan Abu Terbang Batubara
(Fly Ash) Sebagai Bahan Batako Yang Ramah Lingkungan. Jurusan
Teknik Kimia. Universitas Riau Kampus Binawidya: Riau.
Eisenring, M. P. (2013). “Abu Batubara Sebuah Konsep Inovatif Bagi Produksi
Bata AbuAbu Untuk Memperoleh Kekuatan Tinggi Dan Aman Terhadap
Lingkungan”. Majalah Ilmiah MEKTEK. Vol. XV (1): 20 – 27.
Haspiadi. (2009). “Pemanfaatan Abu Terbang (Flyash) Batu Bara Sebagai
Campuran Pembuatan Bata Beton”. Jurnal Riset Teknologi Industri. Vol 3
(6): 9 – 15.
Herjuna, S. (2011). “Pemanfaatan Bahan Humat Dan Abu Terbang Untuk
Reklamasi Lahan Bekas Tambang”. Institut Pertanian Bogor : Bogor.
Nughroho, H. (2011). “Pengaruh Penambahan Abu Batubara Terhadap Kuat
Lentur, Porositas, Massa Jenis Dan Biaya Genteng Hasil Industri Genteng
Purwodadi”. Universitas Diponogoro : Semarang.

14
Rahmi, L. A. (2006). ”Pemanfaatan Abu Layang Batubara Untuk Stabilisasi Ion
Logam Berat Besi (Fe3+) Dan Seng (Zn2+) Dalam Limbah Cair Buangan
Industri”. Universitas Negeri Semarang : Semarang.
Riswan, Irfan P., dan Ma’ruf. (2016). “Potensi Pemanfaatan Limbah Abu Batubara
Sebagai Bahan Konstruksi Di Daerah Rawa”. Jurnal Teknologi
Berkelanjutan (Sustainable Technology Journal). Vol 5(2): 71 – 78.
Salsabila, A., Mara M., dan Firmansyah. (2019). “Pemanfaatan Abu Batubara
Sebagai Material Tanah Dasar Di Tambang Batu Hijau, Sumbawa Barat”.
PROSIDING TPT XXVIII PERHAPI. Vol 1: 595 – 600.
Setiawati, M. (2018). “Fly Ash Sebagai Bahan Pengganti Semen Pada Beton”.
Jurnal Universitas Muhammadiyah. Vol. 1(1): 1 – 8.
Syahminan dan Ate R. (2015). “Pemanfaatan Fly ash (abu batu bara) yang
diaktifkan Untuk Komposisi Semen Portland Pozzolan”. LPPM Universitas
Jendral Achmad Yani: Cimahi.
Wardani, S. P. R. (2008). “Pemanfaatan Limbah Batubara (Fly Ash) Untuk
Stabilisasi Tanah Maupun Keperluan Teknik Sipil Lainnya Dalam
Mengurangi Pencemaran Lingkungan”. Fakultas Teknik Universitas
Diponegoro : Semarang.
Wardhana, H., Ninis H. H., dan Suryajaya. (2019). “Pemanfaatan Abu Batubara
Sebagai Material Campuran Briket”. Lambung Mangkurat University
Press : Banjarmasin.

15

Anda mungkin juga menyukai