Anda di halaman 1dari 25

PROSES PENCUCIAN DAN DESULFURISASI BATUBARA

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Teknologi Batubara

Dosen Pengampu:

Ir. Danang Jaya, M.T

Perwitasari, S.T., M.Eng,

Disusun oleh:

I Nyoman Sadewa Yudha Perkasa 121190137

Anisa 121190138

Juana Hizkia Hasibuan 121190143

PROGRAM STUDI S1 TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

YOGYAKARTA

2021
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………………………………………………………………………….… i

DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………….……. ii

KATA PENGANTAR …………………………………………………………………………… iii

BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………………………………… 1

• 1.1 Latar Belakang …………………………………………………………………….... 1


• 1.2 Rumusan Masalah …………………………………….………………………..…… 3
• 1.3 Tujuan ………………………………………………………………………….….…3

BAB II PEMBAHASAN ……………………………………………………………………………4

2.1 Tahapan proses pencucian batubara ……………………………………………………..4

2.2 Alat yang digunakan dalam proses pencucian batubara ………………………………...10

2.3 Pengertian Desulfurisasi Batubara……………………………………………………….12

2.4 Metode Desulfurisasi Batubara ………………………………………………………….12

2.4.1 Metode Desulfurisasi secara Fisika…………………………………………... 13

2.4.2 Metode Desulfurisasi secara Kimia……………………………………………14

2.4.3 Metode Desulfurisasi secara Biologi…………………………………………..18

BAB III PENUTUP ……………………………………………………………………………….. 20

3.1 Simpulan …………………………………………………………………………… 20

3.2 Saran ……………………………………………………………………………….. 20

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………………….. 22


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah “Proses Pencucian dan
Desulfurisasi Batubara” ini dengan baik. Adapun tujuan dari penulisan makalah ini
adalah agar mahasiswa memahami penggunaan teori dan praktik tentang “Proses
Pencucian dan Desulfurisasi Batubara” serta untuk memenuhi tugas mata kuliah
Teknologi Batubara.

Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu
saya dalam penyusunan makalah ini baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh
karena itu, saya ucapkan terima kasih kepada :

1. Ir. Danang Jaya, MT dan Perwita Sari, S.T., M.Eng. selaku Dosen Pengampu
Mata Kuliah Teknologi Batu Bara.

2. Rekan kelompok atas kerja sama yang baik selama penyusunan makalah
berlangsung.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini terdapat banyak


kekurangan. Maka, kami sebagai penulis sangat menerima segala bentuk kritik maupun
saran yang bersifat membangun. Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk
pembelajaran dan pengembangan ilmu bagi penulis, pembaca, dan masyarakat luas.

Yogyakarta, 22 Maret 2021

Tim Penyusun
BAB 1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Perkembangan pemakaian batubara hingga saat ini semakin meningkat. Hal itu didukung
oleh adanya program pemerintah yang menetapkan batubara sebagai sumber energi alternatif
utama. Akan tetapi pemanfaatan batu bara sebagai bahan bakar fosil menimbulkan beberapa
masalah ekologi, misalnya permukaan tanah akibat operasi penambangan serta karena
terdapatnya sulfur dalam batubara. Batubara adalah batuan sedimen organik yang digunakan
sebagai bahan bakar yang terbentuk dari tumbuh-tumbuhan yang telah mengalami penguraian
secara biokimia, kimia dan fisika dalam kondisi bebas oksigen yang berlangsung pada tekanan
serta temperatur tertentu pada kurun waktu yang sangat lama. Batubara merupakan salah satu
sumber energi yang menjadi tumpuan pemenuhan kebutuhan energi dan listrik diberbagai
negara termasuk Indonesia.. Pembakaran batubara berkadar sulfur tinggi menghasilkan gas
sulfur dioksida yang secara langsung maupun tidak langsung dapat mengganggu kehidupan
manusia, seperti menyebabkan sesak pada saluran pernapasan, serta menyebabkan hujan asam
dan korosi pada peralatan pabrik (Sasongko, D., 1999).
Batubara yang diperoleh dari hasil penambangan mengandung elemen-elemen impurities
(pengotor), hal tersebut bisa terjadi pada saat pembentukan batubara (coalification) atau pada
saat proses penambangan. Elemen impurities yang terdapat pada batubara seperti sulfur dan
berbagai mineral yang terdapat di dalam abu batubara (Sukandarrumidi, 2006). Sebagai upaya
menghilangkan dampak buruk keberadaaan keberadaaan mineral maka unsur inorganik dan
mineral didalam batubara perlu dihilangkan menggunkan proses pencucian atau pembersihan
(beneficiation process), yang merupakan merupakan tahap awal sebelum proses pembakaran
barubara. Melalui cara ini, berarti menggunakan sembarang proses untuk meningkatkan
kualitas batubara atau memudahkan untuk mengkontrol, memindahkan (transport) maupun
menyimpan (store). Akan tetapi dalam pengertian yang lebih tepat pengkayaan batubara (coal
beneficiation) berarti membersihkan batubara agar diperoleh bagian/fraksi yang hanya
terkonsentrasi pada unsur organik saja serta menurunkan kadar mineral maupun unsur
inorganik.
Sulfur di dalam batubara dapat berbentuk senyawa organik atau senyawa anorganik seperti
pirit, markasit, dan sulfat. Sulfur merupakan bahan yang stabil dalam senyawa organik
batubara dan sering disebut sulfur organik yang tersebar secara merata pada batubara. Sulfur
dalam jumlah sangat kecil dapat terbentuk sebagai sulfat seperti kalsium sulfat atau besi sulfat.
Kadar sulfur dalam batubara bervariasi mulai dari jumlah yang sangat kecil (traces) sampai
lebih dari 4% (Sanwani dkk, 1998; Anggyana, dkk., 2003; Widodo, dkk., 2010). Sulfur yang
terdapat dalam bahan bakar apabila dioksidasi akan menghasilkan gas sulfur dioksida. Gas ini
sangat reaktif dan segera membentuk asam sulfat bila bereaksi dengan air yang kemudian turun
sebagai hujan asam (Unapumnuk et al., 2008 dalam Mawardi dkk, 2013).
Abu pada batubara (coal ash) didefinisikan sebagai zat anorganik yang tertinggal setelah
sampel batubara dibakar (incineration) dalam kondisi standar sampai diperoleh berat yang
tetap. Terdapat sejumlah elemen yang berpotensi menjadi racun yang ditemukan pada abu
terbang (fly ash), kadar abu pada batubara berkisar 5% hingga 30% (Berkowitz, 1979). Bentuk
polusi yang paling banyak disebabkan oleh pembakaran batubara adalah polusi udara,
pengaruh abu hasil pembakaran batubara terhadap lingkungan umumnya bersifat lokal hingga
regional. Usaha pengurangan kadar sulfur dan kadar abu pada batubara, selain untuk
meningkatkan nilai kalori batubara, juga merupakan usaha untuk mengurangi unsur-unsur
yang menjadi penyebab terjadinya pencemaran lingkungan. Proses memisahkan sulfur ini
disebut dengan desulfurisasi (Yanjun et al., 2010 dalam Mawardi dkk, 2013).
Pencucian batubara ialah usaha yang dilakukan untuk memperbaiki kualitas batubara agar
batubara tersebut memenuhi syarat penggunaan tertentu atau sesuai dengan permintaan pasar
(Nukman,2009). Fasilitas pencucian ini dinamakan “coal preparation plants” yang
membersihkan batubara dari pengotor-pengotornya (Tirasonjaya,2006). Pengotor batubara
dapat berupa pengotor homogen yang terjadi di alam saat pembentukan batubara itu sendiri
yang disebut dengan Inherent Impurities, maupun pengotor yang dihasilkan dari operasi
penambangan itu sendiri yang disebut Extraneous Impurities.
Batubara dari ROM (run of mine) terdiri atas dua kategori yaitu; batubara bersih dan
batubara kotor. Masing–masing kategori dilakukan pereduksian ukuran/peremukan sedangkan
batubara kotor dilanjutkan dengan proses pencucian (coal whasing plant). Sebelum didirikan
pabrik pencucian batubara maka batubara yang di ROM di uji ketercucian batubara
(washibility test ). Setelah dilakukan washibility test batubara mempunyai sifat mudah tercuci
maka didirikan pabrik pencucian batubara (coal whasing plant). Recovery pencucian sangat
tergantung pada batubara ROM yang mengandung material pengotor berupa tanah (soil),
parting, dan kapasitas peralatan pengolahan serta perawatannya. Recovery pencucian adalah
berkisar lebih 90% (R.Hutamadi dan Edie Kurnia Djunaedi,2005 ). Pada prinsipnya coal
whashing plant memiliki titik yield optimal dalam menghasilkan produknya,tergantung dengan
kualitaas dari feed yang masuk dalam washpalnt.

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah disusun, maka dapat disusun rumusan masalah
sebagai berikut:
1.2.1 Bagaimana tahapan proses pencucian batubara ?
1.2.2 Apa saja alat yang digunakan dalam proses pencucian batubara ?
1.2.3 Apa itu desulfurisasi ?
1.2.4 Bagaiamana metode desulfurisasi secara fisika, kimia dan biologi?

Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalan ini adalah sebagai berikut:
1.3.1 Mengetahui tahapan proses pencucian batubara.
1.3.2 Megetahui alat-alat yang digunakan dalam proses pencucian batubara.
1.3.3 Mengetahui apa itu desulfurisasi.
1.3.4 Mengetahui metode desulfurisasi secara fisika, kimia dan biologi.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Tahapan proses pencucian batubara

Pencucian batubara (Coal Washing Plant) bertujuan untuk memisahkan material pengotor
dalam upaya meningkatkan kualitas batubara. Dalam proses pencucian batubara untuk
memisahkan dari mineral pengotor, dipakai berbagai jenis peralatan konsentrasi berdasarkan sifat-
sifat batubara dari mineral pengotor. Perbedaan tersebut dapat berupa sifat fisik atau mekanik dari
butiran tersebut, seperti halnya berat jenis, ukuran, warna, gaya sentripetal, gaya sentrifugal
ataupun desain peralatan itu sendiri. Untuk menentukan kesesuaian alat yang digunakan dalam
mencuci batubara syarat yang diperlukan adalah ukuran butir dari batubara yang akan dicuci,
spesifik gravity dan kapasitas produksi yang digunakan. Dalam coal washing plant terdapat 4
tahap yaitu preparasi, pra pencucian batubara, pencucian batubara dan pengeringan batubara.

Tahapan Pencucian Batubara :

1. Tahap Preparasi
Kegiatan pengelompokan partikel ukuran yang berbeda-beda merupakan salah satu
kegiatan penting yang dilakukan didalam pabrik pencucian (Sudarsono,2003).Tahap
preparasi atau operasi pengecilan pada pabrik pencucian perlu dilakukan dengan tujuan :
a. Menyesuikan ukuran partikel batubara yang cocok dengan oprasi peralatan pencucian.
b. Kotoran mudah terliberasi dari tubuh batubara.
c. Agar ukuran partikel batubara sesui dengan permintaan pasar.
Dalam pencucian Batubara ukuran memegang peranan penting,ada keterkaitan
antara ukuran dan metode pencucian, Keterkaitan ukuran dan metode pencucian dapat di
lihat pada (Tabel 2 )
Table 2. Coal Size Ranges for Cleaning Equipment
Ukuran Batubara Metode Pencucian
+ 8 inches Picking tables
8 × 1/4 Heavy media bath or drums
Jigs
1/4 × 48M Diester tables
Heavy media cyclones
Air tables
48M × 0 Froth flotation
Sumber : Inspector’s Guidance Manual Coal Preparation Plants,1998

Proses distribusi ukuran batubuara (Coal Sizing) mengunakan roll crusher dengan
ukuran dalam satuan mm sedangakan hammermill yang ukuran sudah dalam satuan
mess.Skema dari sirkuit coal sizing ditunjukkan pada (Gambar 1)

Sumber : Inspector’s Guidance Manual Coal Preparation Plants,1998


Gambar 1. Coal Sizing Circuit
2. Tahap Pra pencucian/Pneumatic Cleaning
Tujuan dari tahap ini adalah menghilangkan material pengotor yang melekat pada
batubara dan mengurangi batubara yang berukuran -0,5 mm atau kurang 3/8 inchi. Pada
tahap ini akan memisahkan batubara (high -ash) dengan batubara (low- ash).batubara kadar
abu tinggi berada diatas sedangkan batubara kadar rendah berada dibawah.Skema dapat
dilihat pada (Gambar 2).

Sumber : Inspector’s Guidance Manual Coal Preparation Plants,1998


Gambar 2. Pneumatic Cleaning Circuit
3. Tahap pencucian
Tahap pencucian ini terjadi di dalam baum jig dan hydrocyclone
a. Baum Jig Batubara pretreatment yang berukuran -75 mm dialirkan ke baum jig melalui
lubang umpan (jig fedd sluice). Pada baum jig, umpan mengalami konsentrat gaya
berat, sehingga diperoleh tiga macam produk yaitu :
1. Batubara tercuci hasil konsentrasi gaya berat berukuran -75 mm + 0,5 mm
diteruskan ke dalam static screen dan double deck vibrating screen untuk dikurangi
kandungan airnya, serta dilakukan pemisahan ukuran partikelnya.Double deck
vibrating screen mempunyai lubang bukaan sebelah atas 5 mm dan lubang bukaan
sebelah bawah 0,5 mm, sehingga terjadi pemisahan ukuran batubra tercuci setelah
melewati double deck vibrating screen sebagai berikut :
a) Batubara tercuci ukuran -75 mm + 5 mm batubara tercuci ukuran -75 mm + 5
mm ini diangkut oleh belt conveyor.
b) Batubara tercuci ukuran -5 mm + 0,5 mmbatubara tercuci ukuran -5 mm + 0,5
mm ini dibawa oleh belt conveyor dan selanjutnya bersama produk kasat di
bawa ke storage.
c) Batubara tercuci ukuran -0,5 mm batubara tercuci ukuran -0,5 mm ini
ditampung pada dua macam sumuran (sump). Untuk yang lolos dari descliming
screen ditampung effluent sump, sedangkan yang lolos dari sizing screen
ditampung pada main sump. Batubara yang masuk ke effluent sump, bersama-
sama dengan air dipompakan ke effluent cyclone dan yang masuk ke main sump
dipompakan ke classifying cyclone untuk kemudian diproses lebih lanjut pada
unit pencucian berikutnya.
2. Produk menengah (middling) Produk menengah dari baum jig diangkut dengan
elevator A. dan ditumpahkan ke dalam bak penampung kotoran (discard bin)
3. Batuan pengotor (Discard) Batuan pengotor dari pengotor produk baum jg diangkut
dengan elevator B yang kemudian ditumpahkan ke dalam discard bin. Selanjutnya
produk menengah dan produk pengotor ini dibuang ke tempat pembuangan dengan
alat angkut truck. Skema dari Jig-Table Cleaning Circuit ditunjukkan pada
(Gambar 3).

Sumber : Inspector’s Guidance Manual Coal Preparation Plants,1998


Gambar 3. Jig Table Cleaning Circuit

b. Hydrocyclone

Umpan (feed) dari hydrocyclone berasal dari effluent sump dan main sump.
Material yang masuk ke dalam hyrocylone tersebut akan mengalami konsentrasi gaya
karena adanya gaya sentrifugal yang terjadi di dalam cyclone, sehingga akan
menghasilkan produk limpahan atas (overflow) dan produk limpahan bawah (under
flow). Limpahan bawah tersebut selanjutnya akan menjadi umpanm pada slurry screen.
Produk limpahan atas dari hydrocyclone selanjutnya diproses pada peralatan sebagai
berikut :

1. Head box

Pada head box produk limpahan atas dari cyclone tersebut terbagi lagi menjadi dua
macam produk, yaitu produk limpahan atas dari head box yang dipompakan lagi pada
lounder untuk dipakai pencucian kembali dan produk limpahan bawah yang selanjutnya
dialirkan ke thickener. Pengotor batubara yang berasal dari lumpur dan juga batubara
berbutir halus (fine coal) ikut bersama air pencucian yang dialirkan ke tempat
penampungan.( R.Hutamadi dan Edie Kurnia Djunaedi,2005).
2. Bak pengendap (thickener)
Over flow dari cyclone dialirkan ke bak penampungan (thickener). Material yang
masuk ke thickener merupakan material pengotor yang telah bercampur membentuk
lumpur, walau pada kenyataannya masih banyak produk batubara umuran 0,5 mm yang
terbawa bersama kotorannya. Didalam thickener dengan bantuan flocculant terjadi
proses pengendapan.Air yang digunakan akan diproses untuk dapat digunakan kembali
batubara akan di ditambahkan reagen sehingga batubara akan mengapung diatas
cairan.air akan dialirkan kembali kepencuian dan batubara bersih akan masuk ke mesin
pengering. Skema dari Water Clarification Circuit ditunjukkan pada (Gambar 4).
Sumber : Inspector’s Guidance Manual Coal Preparation Plants,1998
Gambar 4. Water Clarification Circuit

4. Tahap pengurangan kandungan air batubara

Batubara yang sudah bersih dari berbagai proses pembersihan akan dikeringkan
dengan mengunakan fluid bed dyrer.Pengoperasian pengeringan ini dibawah tekanan gas
yang diambil dari sumber panas dari ruang fulidisasi.tungku pengndali suhu bekerja
disistem control untuk mencocokan perubahan penguapan.Skema dari Water Clarification
Circuit ditunjukkan pada (Gambar 5).
Sumber : Inspector’s Guidance Manual Coal Preparation Plants,1998
Gambar 5. Fluid-bed Dryer

2.2 Alat yang digunakan dalam proses pencucian batubara

1. Jig

Pencucian dengan alat ini didasarkan pada perbedaan spesific gravity. Proses yang
dilakukan Jig ini adalah adanya stratifikasi dalam bed sewaktu adanya air hembusan. Kotoran
cenderung tenggelam dan batubara bersih akan timbul di atas.

Basic jig, Baum jig sesuai digunakan untuk pencucian batubara ukuran besar, walaupun
Baum Jig dapat melakukan pencucian pada batubara ukuran besar tetapi lebih efektif
melakukan pencucian pada ukuran 10 – 35 mm dengan spesifik gravity 1,5 –1,6. Modifikasi
Baum jig adalah Batac jig yang biasa digunakan untuk batubara ukuran halus.

Untuk batubara ukuran sedang, prinsipnya sama yaitu pulsing (tekanan) air hembusan
berasal dari samping atau dari bawah bed. Untuk menambah bed atau mineral keras yang
digunakan untuk meningkatkan stratifikasi dan menghindari percampuran kembali, mineral
yang digunakan biasanya adalah felspar yang berupa lump silica dengan ukuran 60 mm.

2. Dense Medium Separator (DMS)


Dense medium ini juga dioperasikan berdasarkan perbedaan spercific gravity.
Menggunakan medium pemisahan air, yaitu campuran magnetite dan air. Medium campuran
ini mempunyai spesific gravity antara batubara dan pengotornya. Slurry magnetite halus dalam
air dapat mencapai densitas relatif sekitar 1,8 ukuran batubara yang efektif untuk dilakukan
pencucian adalah 0,5 – 150 mm dengan Spesifik gravity 1,3 – 1,9 type dense-medium separator
yang digunakan dapat berupa bath cyclone dan cylindrical centrifugal. Untuk cylinder
centrifugal separator digunakan untuk pencucian batubara ukuran besar dan sedang.

Dense medium cyclone bekerja karena adanya kecepatan dense medium, batubara dan
pengotor oleh gaya centrifugal. Batubara bersih ke luar menuju ke atas dan pengotornya
menuju ke bawah. Gambar 2 menunjukkan contoh dense medium bath dan dense medium
cyclone. Faktor penting dalam operasi berbagai dense medium sistem didasarkan pada
magnetite dan efisiensi recovery magnetite yang digunakan lagi.

3. Hydrocyclone

Hydrocyclone adalah water based cyclone dimana partkel-partikel berat mengumpul dekat
dengan dinding cyclone dan kemudian akan ke luar lewat cone bagian bawah. Partikel-partikel
yang ringan (partikel bersih) mennuju pusat dan kemudian ke luar lewat vortex finder.
Diameter cyclone sangat berpengaruh terhadap efektifitas pemisahan. Kesesuaian ukuran
partikel batubara yang akan dicuci adalah 0,5 – 150 cm dengan spesifik gravity 1,3 – 1,5

4. Concentration Tables

Proses konsentrasi table adalah konsentrasi dengan meja miring terdiri dari rib-rib (tulang-
tulang) bergerak ke belakang dan maju terus menerus dengan arah yang horisontal. Partikel-
partikel batubara bersih (light coal) bergerak ke bawah table, sedangkan partikel-partikel kotor
(heavy partical) merupakan partikel yang tidak diinginkan terkumpul dalam rib dan bergerak
ke bagian akhir table.

Batubara ukuran halus dapat dicuci dengan alat ini secara murah tetapi kapasitasnya kecil
dan hanya efektif untuk melakukan pencucian pada batubara dengan spesific gravity lebih
besar 1,5 dengan ukuran partikel batubara yang dicuci 0,5 – 15 mm.

5. Froth Flotation
Froth Flotation merupakan metode pencucian batibara yang banyak digunakan untuk
ukuran batubara halus. Froth flotation cell digunakan untuk membedakan karakteristik
permukaan batubara. Campuran batubara dan air dikondisikan dengan reagen kimia supaya
gelembung udara melekat pada batubara dan mengapung sampai ke permukan, sementara itu
partikel-partikel yang tidak diinginkan akan tenggelam. Gelembung udara naik ke atas melalui
slurry di dalam cell dan batubara bersih terkumpul dalam gelembung busa berada di atas.
Kesesuaian ukuran butir batubara yang dicuci < 0,5 mm dengan spesifik gravity 1,3.

2.3 Pengertian Desulfurisasi Batubara

Desulfurisasi atau pengawabelerangan adalah reaksi kimia yang melibatkan pemisahan


belerang dari suatu molekul. Batubara merupakan bahan bakar alternatif dengan cadangan
melimpah di Indonesia. Kandungan sulfur tersebut dapat menyebabkan pencemaran lingkungan,
menyebabkan kerusakan (korosif) dan memperpendek umur alat pabrik industri. Agar batubara
tersebut dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar maka terlebih dahulu dilakukan proses
desulfurisasi. Desulfurisasi batubara dibutuhkan tidak hanya untuk meminimalkan pencemaran
lingkungan yang diakibatkan oleh emisi dari sulfur dioksida selama pembakaran, tetapi juga untuk
meningkatkan kualitas batubara.

2.4 Metode Desulfurisasi Batubara

Metode fisika terbatas hanya dapat memisahkan jenis sulfur anorganik dalam batubara,
sedangkan sulfur organik tidak dapat dipisahkan. Sedangkan metode kimia dan biologi dapat
memisahkan sulfur anorganik maupun sulfur organik dalam batubara, hanya saja metode biologi
menggunakan bantuan mikroba yang bekerja pada suhu rendah sehingga waktunya relatif lama
dari metode kimia. Berdasarkan prosesnya, desulfurisasi batubara dapat dilakukan dengan metode
kimia, fisika dan biologi (Ehsani, 2015). Pada proses desulfurisasi biasanya menggunakan
surfaktan untuk memisahkan sulfur pada batubara. Surfaktan yang berasal dari sintesis minyak
bumi dapat digunakan pada desulfurisasi tetapi surfaktan ini tidak ramah lingkungan karena
limbah yang dihasilkan sulit untuk diuraikan. Sehingga dibutuhkan surfaktan yang ramah
lingkungan yang limbahnya dapat diuraikan oleh mikroorganisme (biosurfaktan). Surfaktan pada
proses desulfurisasi dapat memisahkan sulfur dari batubara dengan cara menurunkan tegangan
permukaan batubara sehingga surfaktan lebih mudah masuk ke dalam pori-pori batubara.
Surfaktan memiliki 2 gugus molekul yaitu hidrofilik dan hidrofobik, apabila surfaktan sudah
masuk dalam pori-pori batubara surfaktan akan membuat sulfur yang bersifat hidrofobik menjadi
bersifat hidrofilik sehingga sulfur akan terbawa oleh air dan terpisah dari batubara
(Pratama,dkk,2013).

2.4.1 Metode Desulfurisasi secara Fisika

Metode desulfurisasi secara fisika memiliki kelebihan diantaranya, mampu


menurunkan sulfur sebesar 72% serta dapat dilakukan dengan mudah dan biaya yang
murah dibandingkan metode lainnya.

a. Pemisahan Magnet

Dalam proses pemisahan magnet (magnetic separation) dilakukan atas


perbedaan muatan listrik (paramagnetik) bahan dalam campuran. Sulfur dalam
bentuk pirit (FeS2) memiliki sifat paramagnetik, dapat melekat pada magnet
sehingga dapat dipisahkan dari campuran batubara. Metode ini sangat sederhana,
sebab tidak memerlukan bahan-bahan aditif dan pereaksi kimia, hanya
membutuhkan power untuk menggerakan magnet dan mengalirkan bahan
batubara. Namun metode ini agak sulit mereduksi abu batuubara khususnya jenis
abu yang mengandung logam-logam diamagnetic sehingga fixed carbon dan nilai
kalor sulit dipertahankan.
b. Kolom flotasi

Metode ini sudah banyak digunakan secara komersial oleh industri


batubara. Devisi riset empire coal company di Ohio Amerika telat merancang
kolom flotasi dengan skala pilot plant, diameter 8 inchi(0,2m) dan tinggi 30ft
(9m) atau perbandingan L/D=45. Penelitian ini menyimpulkan bahwa kolom
flotasi mampu memisahkan sampai 70% sulfur pirit dan 80% abu batubara.

c. Flokasi selektif

Metode ini dikembangkan untuk meningkatkan efisiensi pengurangan kadar


sulfur dari batubara dengan kolom flotasi konvesional. Prinsip pemisahan adalah
dengan penambahan reagent flokulan kedalam kolom flotasi yang secara selektif
mampu membentuk flok batubara sehingga meningkatkan efisiensi pemisahan.

2.4.2 Metode Desulfurisasi secara Kimia

Metode desulfurisasi batubara secara kimia antara lain:

a. Menggunakan etanol

Metode ini efektif untuk mengurangi sulfur anorganik dan sulfur organik
dalam batubara, telah dikembangkan sampai tahap pilot plant dengan proses alir.
Jenis reaktor yang digunakan berupa fluidized bed dan moving bed.

b. Oksidasi selektif

Proses desulfurisasi dilakukan dalam reaktor fluidisasi pada suhu antara


650- 800 F dengan menggunakan uap dan udara. Proses yang dikembangkan oleh
Battle Colombus Devision mampu mengurangi kadar sulfur total sebesar 95%
dengan kehilangan panas rata-rata sebesar 15%. Gas SO2 yang dihasilkan proses
ini kemudian di proses lebih lanjut dalam unit DeSOx. Oleh Palmer et al (1994)
melakukan desulfurisasi batubara menggunakan oksidasi selektif dengan
campuran pereaksi hidrogen peroksida dan asam asetat yang akan membentuk
asam peroksi asetat secara in situ. Kelebihan pereaksi ini mampu mereduksi
semua kandungan sulfur anorganik dan sebagian sulfur organik dalam batubara.

c. Menggunakan Sulfonat Triflorometan (TFMS)

Metode ini menggunakan pelarut organic (toluena) dan asam sulfonat


triflorometan sebagai katalis. Metode ini dikembangkan hanya untuk mengurangi
kadar sulfur organik yang sulit dipisahkan dengan metode konvensional. Proses
desulfurisasi dilakukan dalam reaktor slurry pada suhu sekitar 200oC. Pada
konsentrasi TFMS 45,2 % mmol/g batubara diperoleh tingkat desulfurisasi 48,7%
(Aladin, A., 2002).

d. Menggunakan larutan barium klorida

Metode ini umumnya hanya efektif untuk menghilangkan sulfur anorganik


terutama pirit. Redeuksi sulfur organik tidak efektif dengan pereaksi ini karena
BaCl2 merupakan oksidator lemah. Disamping itu, sulitnya pemisahan endapan
BaSO4 yang terbentuk diproses ini menjadi problem lain sehingga metode ini
kurang dikembangkan.

e. Menggunakan oksidator besi sulfat atau besi klorida

Metode in cukup efektif untuk mengurangi kadar sulfur khususnya sulfur


anorganik (pirit) dalam batubara. Prinsip utama desulfurisasi ini adalah dengan
menggunakan reaksi oksidasi reduksi. Keuntungan proses ini adalah larutan
Fe2(SO4)3, memungkinkan direcovery untuk di reuse sehingga bisa
menghemat biaya produksi, tetapi laju reaksinya relatif lambat pada suhu
kamar.

Berikut adalah tahapan proses desdulfurisasi secara kimia.

1. Oksidative (temperatur penguraian batubara dibawah 400oC)

a. Zat pengokasidasi

Pada proses oksidasi untuk menghilangkan sulfur yang terkandung dalam


batubara menggunakan zat pengoksidasi sebagai berikut:

1) Metal ions (Fe+3, Hg+2, Ag+ )

2) Strong acids (HNO3 + HClO4)

3) O2, Cl2, SO2, H2O2 dan udara.

b. Meyers proses

Metode yang digunakan dalam proses oksidasi ini yaitu Metode Meyer yang
telah dikembangkan. Proses tersebut berdasarkan oksidasi kandungan sulfur
bentuk pirit dalam batubara dengan menggunakan larutan Ferric sulfate panas,
tanpa menghilangkan asam organik.

1) Batu bara : Berukuran 1,4 mm

2) Pereaksi : Fe2(SO4)3

3) Temperatur : 100-130oC

4) Waktu : 5-6 jam

5) Tekanan : 3-6 atm

6) Pirit dioksidasikan menjadi ferrous sulfate, H2SO4, unsur S.

7) Penghilangan Pyritic-S : 83-99 %

8) As, Cd, Mn, Pb dan Zn juga dihilangkan.

c. Reaksi oksida desulfurisasi sebagai berikut:

5FeS2 + 23Fe2(SO4)3 + 24H2O → 51FeSO4+ 4S; O2 ditambahkan untuk


mengoksidasi FeSO4 agar kembali menjadi; Fe2(SO4)3

4FeSO4 + 2H2SO4 + O2 → 2Fe2(SO4)3 + 2H2O; Netralisasi batu kapur untuk


menghilangkan kelebihan sulfat;
Fe2(SO4)3 + CaO → 3CaSO4 + Fe2O3

FeSO4 + CaO →CaSO4 + FeO.

d. Reaksi oksidade sulfurisasi secara umum:

2FeS2 + 7O2 + 2H2O → 2FeSO4 + 2H2SO4

4FeSO4 + O2 + 2H2SO4 →2Fe2(SO4)3 + 2H2O

Fe2(SO4)3 + 3H2O → Fe2O3 + 3H2SO4

2. Caustic (temperatur penguraian batubara dibawah 400oC)

a. Reaksi desulfurisasi menggunakan caustic:

2FeS2 + 6NaOH → 2NaFeO2 + Na2S + 2H2O + O2

Coal-S + 2NaOH → Coal-O + Na2S + H2O

b. Molten Caustic Leaching (MCL)

Proses MCL konvensional menggunakan campuran NaOH + KOH


(1:1), atau NaOH + KOH + Ca(OH)2 pada temperatur 370-390oC selama
2-3 jam.

1. Reduction (proses hidrosulfurisasi pada temperatur > 440 oC).

Reaksi yang terjadi pada proses reduksi adalah sebagai berikut:

FeS2 + H2 →FeS(s) + H2S (g)

FeS + H2 →Fe + H2S (g)

Kekurangan proses desulfurisasi secara kimia:

- Biaya proses yang tinggi

- Severe leaching conditions (100-400oC).


- Energy intensive.

- Penambahan material ke dalam batubara selain dapat mengurangi kandungan ash dan
sulfur dapat juga berpotensi menjadi polutan.

- Banyak di temukan permasalahan pengendalian polusi, korosi dan pembuangannya.

2.4.3 Metode Desulfurisasi secara Biologi

Prinsip dari proses biodesulfurisasi batubara adalah dengan mengoksidasi sulfur


dalam bentuk organik atau anorganik yang terdapat pada batubara dengan bakteri tertentu
yang digunakan. Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi biodesulfurisasi
batubara, yaitu suhu, kemasaman, konsentrasi sel, konsentrasi batubara, ukuran partikel,
komposisi medium, penambahan partikulat dan surfaktan dan interaksi suatu bakteri
dengan bakteri lain. Meningkatkan kecepatan reaksi desulfurisasi batubara juga dapat
dilakukan untuk mempercepat kinerja dari bakteri tersebut. Hidupnya bakteri pada
permukaan mineral memainkan peranan yang sangat penting tidak hanya untuk hidupnya
bakteri di alam. Namun juga dapat dimanfaatkan dalam industri penambangan. Salah satu
bakteri yang dapat digunakan dalam industri pertambangan adalah bakteri pengoksidasi
besi dan sulfur T. ferroxidans.

Pengurangan kandungan sulfur dengan metode biologi disebut biodesulfurisasi


yaitu metode yang dalam prosesnya memanfaatkan organisme, yaitu bakteri. Metode ini
merupakan metode yang memilki paling banyak keunggulan dibandingkan dengan
metode lainnya, namun desulfurisasi dengan metode biologi memiliki beberapa
kekurangaanya yaitu bakteri hanya mampu mengoksidasi sulfur dalam bentuk-bentuk
tertentu. Bakteri yang dapat digunakan dalam proses desulfurisasi antara lain:

a) T. ferroxidans (FeS2)
b) T. thiooxidans (FeS2)
c) L. ferooxidans (FeS2)
d) S. acidocalderius (FeS2)
e) R. spheriodes (S-organik)
T. ferroxidans merupakan bakteri yang paling penting dalam biodesulfurisasi
batubara karena dapat mengoksidasi pirit (FeS2) secara langsung. Walaupun begitu proses
desulfurisasi batubara hanya dengan memanfaatkan salah satu kinerja bakteri akan
menghasilkan desulfuriasi yang kurang optimal. Biodesulfurisasi secara kultur gabungan
dengan menggunakan berbagai bakteri dapat membuahkan hasil yang lebih baik. Salah
satu alternatif yang paling aman dan ramah lingkungan untuk desulfurisasi batubara
adalah secara mikrobiologi menggunakan bakteri T. Ferroxidans dan T. Thiooxidans.
Penggunaan kombinasi kedua bakteri ini ditujukan untuk lebih mengoptimalkan
desulfurisasi sulfur. Desulfurisasi menggunakan kombinasi dari kedua bakteri tersebut
memiliki beberapa kelebihan dibandingkan desulfurisasi kimiawi, yaitu lebih efisien,
ekonomis dan ramah lingkungan.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pengecilan ukuran partikel batubara akan mempenagruhi metode pencucian (washplant)
yang digunakan sehingga dapat mempengaruhi kualitas batubara. Semakin kecil ukuran
patikel batubara,maka kandungan IM dan VMnya akan bertambah sehingga dapat mengurangi
FC-nya. Dalam coal washing plant terdapat 4 tahap yaitu preparasi, pra pencucian batubara,
pencucian batubara dan pengeringan batubara.
Desulfurisasi batubara dibutuhkan tidak hanya untuk meminimalkan pencemaran
lingkungan yang diakibatkan oleh emisi dari sulfur dioksida selama pembakaran, tetapi juga
untuk meningkatkan kualitas batubara. Berdasarkan prosesnya, desulfurisasi batubara dapat
dilakukan dengan metode kimia, fisika dan biologi. Metode fisika terbatas hanya dapat
memisahkan jenis sulfur anorganik dalam batubara, sedangkan sulfur organik tidak dapat
dipisahkan. Sedangkan metode kimia dan biologi dapat memisahkan sulfur anorganik
maupun sulfur organik dalam batubara, hanya saja metode biologi menggunakan bantuan
mikroba yang bekerja pada suhu rendah sehingga waktunya relatif lama dari metode kimia.
Akan tetapi, metode desulfurisasi secara fisika memiliki kelebihan diantaranya, mampu
menurunkan sulfur sebesar 72% serta dapat dilakukan dengan mudah dan biaya yang murah
dibandingkan metode lainnya.
Pada proses desulfurisasi biasanya menggunakan surfaktan untuk memisahkan sulfur pada
batubara. Surfaktan pada proses desulfurisasi dapat memisahkan sulfur dari batubara dengan
cara menurunkan tegangan permukaan batubara sehingga surfaktan lebih mudah masuk ke
dalam pori-pori batubara. Metode ini sangat sederhana, sebab tidak memerlukan bahan-bahan
aditif dan pereaksi kimia, hanya membutuhkan power untuk menggerakan magnet dan
mengalirkan bahan batubara. Namun metode ini agak sulit mereduksi abu batu bara khususnya
jenis abu yang mengandung logam-logam diamagnetic sehingga fixed carbon dan nilai kalor
sulit dipertahankan.
3.2 Saran
Dalam proses desulfurisasi disarankan untuk menggunakan metode kimia dan biologi
dalam melakukan penelitian karena dapat memisahkan sulfur anorganik maupun sulfur
organik dalam batubara. Akan tetapi memang memerlukan biaya yang cukup tinggi dalam
prosesnya. Apabila ingin melakukan penelitian secara sederhana maka disarankan melakukan
penelitian dengan metode fisika walau terbatas hanya dapat memisahkan jenis sulfur
anorganik dalam batubara, sedangkan sulfur organik tidak dapat dipisahkan. Akan tetapi
metode desulfurisasi secara fisika memiliki kelebihan diantaranya, mampu menurunkan sulfur
sebesar 72% serta dapat dilakukan dengan mudah dan biaya yang murah dibandingkan metode
lainnya. Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi kami selaku penyusun dan pembaca yang
membaca makalah yang kami tulis. Apabila ada kurang lebih dalam isi makalah mohon untuk
memberikan kritik dan sarannya agar kedepannya dapat lebih baik dalam menyusun.
DAFTAR PUSTAKA

, Inspector’s Guidance Manual Coal Preparation Plants


http//www.cdphe.state.co.us/ap/down/coalprep.pdf) . Diakses pada tanggal 21 Maret 2021.

Nukman.,2009,”Pencucian Batuabra Asal Tanjung Enim Di Dermaga Kertapai Dengan


Mengunakan Air Bergelembung Udara:Suatu Usaha Peningkatan Mutu Batuabara”,[Jurnal]
Rekayasa Sriwijaya no.2 vol.18,juli 2009 hal 31-37
Sudarsono,Arif S,2005. Pengantar Preparasi dan Pencucian Batubara. Bandung: ITB

R.Hutamadi dan Edie Kurnia Djunaedi .2005.Pemantau dan Evaluasi Konservasi Sumber Daya
Mineral Daerah Kabupaten Kotabaru Provinsi Kalimatan Selatan.Hasil Kegiatan Subdit
Konservasi. TA.

, https://id.wikipedia.org/wiki/Desulfurisasi , Diakses pada tanggal 21 Maret 2021

Kunta-Arsa, Purwo., 2020, “Desulfurisasi Batubara Dengan Metode Flotasi Menggunakan Gel
Lidah Buaya”,
https://ejournal.akprind.ac.id/index.php/technoscientia/article/download/2380/1830#:~:text=Me
tode%20desulfurisasi%20secara%20fisika%20memiliki,untuk%20memisahkan%20sulfur%20pa
da%20batubara. Diakses pada tanggal 21 Maret 2021

Ehsani, Mohammad Reza., 2006. “Desulfurization of Tabas Coal Using Chemicalreagents”.


Journal of Chemical Engineering Department, Isfahan Universityof Technology, Isfahan, I.R.
Iran

Anda mungkin juga menyukai