Anda di halaman 1dari 32

Tugas Mata Kuliah Teknologi Minyak Bumi dan Petrokimia

INDUSTRI EMAS

Disusun Oleh:

Hurum Maqshurah 1604103010038

Nabila 1604103010063

Putri Hadissa 1604103010007

Hidayati Pasaribu 1604103010043

JURUSAN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SYIAH KUALA
2019
2

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang mana atas rahmat
dan karunia-Nya penulis telah menyelesaikan laporan Tugas Akhir ini. Shalawat
beriring salam kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, keluarga dan sahabat
beliau sekalian serta orang-orang mukmin yang tetap istiqamah di jalan-Nya.
Adapun Tugas Mata Kuliah Teknologi Minyak Bumi dan Petrokimia ini
disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan kurikulum di
Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala, yang berjudul “
Industri Emas”
Dalam melaksanakan penyusunan tugas mata kuliah ini, hingga selesainya
laporan penulis telah banyak mendapat bantuan dan arahan dari banyak pihak.
Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ir. Jakfar, M.T selaku
Dosen Pembimbing Mata Kuliah Teknologi Minyak Bumi dan Petrokimia.
Penulis menyadari bahwa dalam tugas ini masih banyak terdapat
kekurangan baik dalam penulisan, untuk itu saran dari semua pihak sangat
diharapkan demi kesempurnaan tugas mata kuliah ini. Akhirnya, penulis berharap
semoga laporan Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, Amin.

Darussalam, 27 Desember 2019

Penulis
3

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................... 2
DAFTAR ISI.......................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................... 4
1.1. Latar Belakang ............................................................................................. 4
1.2. Tujuan........................................................................................................... 5
BAB II KEADAAN UMUM DAN LANDASN TEORI ..................................... 6
2.1. Keadaan Geologi dan Mineralisasi serta Litologi ........................................ 6
2.1.1. Keadaan Geologi.................................................................................... 6
2.1.2. Mineralisasi............................................................................................ 8
2.1.3. Litologi................................................................................................... 9
2.1.4. Keadaan Iklim dan Curah Hujan ......................................................... 10
2.2. Landasan Teori ........................................................................................... 10
2.2.1. Bagian dalam Tambang Bawah Tanah ................................................ 12
2.2.2. Mekanisme Kegiatan ........................................................................... 14
2.3. Proses Pengolahan ...................................................................................... 19
2.3.1. Sianidasi............................................................................................... 20
2.3.2. Crushing (Peremukan)......................................................................... 20
2.3.3. Milling and Classification.................................................................... 22
2.3.4. Leaching............................................................................................... 23
2.3.5. Unit Recovery ...................................................................................... 25
2.3.7. Electrowining....................................................................................... 29
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 32
3.1. Kesimpulan................................................................................................. 32
3.2. Saran ........................................................................................................... 32
4

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Merupakan salah satu sektor penting dalam perekonomian negara Indonesia
bahkan dunia. Untuk di negara Indonesia sendirimerupakan salah satu negara yang
kaya akan sumber daya mineralnya dan hal tersebut dapat langsung dirasakan oleh
masyarakat setempat bahkan akan berdampak untuk kemajuan negara itu sendiri
akibat adanya aktivitas pertambangan,misalkan pada peningkatan infrasruktur dan
ekonomi masyarakat yang bekelanjutan. Di negara Indonesia terdapat banyak
perusahaan yang bekerja di sektor pertambangan dan salah satunya adalah
perusahaan PT. Antam (Persero), Tbk.
PT. Antam (Persero), Tbk adalah salah satu perusahaan pertambangan
yangsebagian besar sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Indonesia (65%) dan publik
(35%). PT. Antam (Persero), Tbk didirikan pada tahun 5 Juli 1968. Kegiatan PT.
Antam (Persero), Tbk sendiri mencakup kegiataneksplorasi dan ekploitasi,
pengolahan, pemurnian serta pemasaran dari cadangan dan sumber daya mineral
yang dimiliki. Komoditas utama PT. Antam (Persero) Tbk adalah bijih nikel kadar
tinggi, bijih nikel kadar rendah, emas, perak, dan bauksit. PT. Antam saat ini
memiliki 4 unit bisnis utama yaitu Unit Bisnis Pertambangan (UBP) Nikel Sulawesi
Tenggara, Unit Bisnis Pertambangan (UBP) Nikel Maluku Utara, Unit Bisnis
Pertambangan (UBP) Emas Pongkor, serta Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnian
(UBPP) Logam Mulia.
Untuk Pertambangan emas sendiri PT Antam (Persero), Tbk mempunyai 2
wilayah unit bisnis, yang salah satunya Unit Bisnis Pertambangan Emas
(UBPE)Pongkor yang melakukan kegiatan penambangan dan pengolahan emas
yang terletak di Gunung Pongkor, Desa Bantar Karet, Kecamatan Nanggung,
Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat.
PT. Antam (Persero), Tbk, UBPE Pongkor menggunakan sistem tambang
bawah tanah (underground mining) sehinggga kegiatan penambangannya tidak
berhubungan langsung dengan udara, sedangkan metode penambangan bawah yang
digunakan di PT. Antam (Persero), Tbk UBPE Pongkor adalah metode cut and fill
5

yaitu mengambilbijih emas dari perut bumi kemudian rongga yang telah kosong
diisi lagi dengan material limbah (waste material, pasir dan kerikil) yang
merupakan sisa pengolahan yang telah bersih dari zat-zat bebahaya.
Pada umumnya kegiatan penambangan yang dilakukan PT. Antam (Persero),
Tbk UBPE Pongkor yaitu mencangkup kegiatan pemboran, peledakan kemudian
broken ore hasil dari peledakan tersebut dilakukan proses mucking dan loading
dengan menggunakan alat berat yaitu LHD (Load Lauling Dump) dan kemudian
dilakukan proses pengangkutan menggunakan granby menuju ke proses
pengolahanemas untuk memisahkan bijih emas dari mineral pengotornya hingga
terbentuk dore bullion.

1.2. TUJUAN
Adapun tujuan dari kegiatan ini dilakukan untuk mengetahui secara langsung
kegiatan penambangan dan seluruh proses pengolahan emas.
6

BAB II
KEADAAN UMUM DAN LANDASN TEORI

2.1. KEADAAN GEOLOGI DAN MINERALISASI SERTA LITOLOGI


2.1.1. KEADAAN GEOLOGI
Untung dan Wirosudarmo (1975), mengungkapkan bahwa pola struktur
yang berkembang di pulau Jawa dan Madura cenderung berarah Barat-Timur
sedangkan di Jawa Barat umumnya mengikuti pola Sumatera yaitu Barat laut-
Tenggara. Untuk daerah Unit Bisnis Pengolahan Emas Pongkor sendiri apabila
ditinjau dari aspek keadaan geologi bahwa terdapat tiga urat emas utama yang
merupakan endapan emas-perak terletak pada daerah Ciguha, Kubang Cicau dan
Ciurug seperti yang terlihat pada contoh gambar dibawah ini.

Gambar 2.1. Penampang Tiga Urat Utama (Dept. Quality Control PT. Antam
(Persero), Tbk UBPE Pongkor, 2015)

Wilayah Gunung Pongkor terletak tepat pada posisi timur laut dari Kubah
Baya.Keadaan physiographic ini terdiri dari sabuk paleogenesedimen pada bagian
selatan yang terlapisi oleh unit sedimen yang lebih muda, sabuk vulkanik pada
bagian pusatnya serta pada sabuk utara terdapat batuan sedimen dari Miosen
Tengah sampai Pliosen.Pengendapan Gunung Pongkor dengan urutan batuan beku
berumur Tersier yang terdiri dari breksi tuf, tuf lapili dan intruksi andesit yang
terbentuk bersamaan dengan breksi vulkanik secara luas. Intrusi andesit terlihat
7

pada bagian timur dan bagin barat dari area Gunung Pongkor. Berdasarkan
assosiasi maka batuan andesit yang membentuk Gunung Pongkor berhubungan
dengan formasi andesit tua, formasi cimapag dan formasi bojongmanik.
Mineralisasi emas dan perak di Gunung Pongkor ditemukan pada batuan gunung
api yang disusun oleh aglomerat, tufa, breksi dan lava andesit. Secara paragenesa
kadar emas yang ditemukan dalam urat kuarsa terletak pada zona ubahan
hidrotermal yang meliputi daerah seluas 11 km x 6 km. Gunung Pongkor memiliki
struktur geologi dengan jalur gunung api yang masih aktif memanjang dari Barat
ke Timur 30-40 km yang umumnya masih tertutup dengan hutan primer. Pada
bagian Selatan terutama di sepanjang sungai Cikaniki terdapat batuan tufa breksi
dan sisipan batu lempung.
Struktur geologi tidak terlepas dari proses alam yang pada umumya terdiri
dari komponen struktur utama yang selalu dapat diamati serta dianalisa
keberadaanya yaitu kekar dan sesar, adapun di daerah Gunung Pongkor terdapat
sesar dengan arah N 190° E dan N 225° E dengan sudut kemiringan (dip) hampir
tegak yang telah terisi oleh urat kuarsa. Berdasarkan data geologi yang telah terdata
maka di daerah Gunung Pongkor terdiri beberapa sesar diantaranya Sesar Cikaniki,
Sesar Cihalang, Sesar Cidurian, Sesar Curug Bitung, Sesar Ciguha, Sesar Ciurug,
Sesar Gunung Singa, Sesar dan Sesar Teulukwaru.

Gambar 2.2. Peta Geologi Gunung Pongkor


8

2.1.2. MINERALISASI
Mineralisasi merupakan suatu proses yang terjadi akibat adanya pengkayaan
dari magma ke batuan atau yang lebih dikenal dengan proses hidrotermal sehingga
pada batuan baik yang surface maupun subsurface akan terisi oleh berbagai jenis
mineral. Hal demikian terjadi juga pada Gunung Pongkor yang diisi oleh mineral
logam emas dan perak yang tersebar di daerah Ciguha Utama dan Timur, Kubang
Cicau, Pasir Jawa serta Ciurug.
a. Urat Ciguha Utama dan Timur
Urat Ciguha memanjang sekitar 900 m dengan lebar antara 1,0 – 2,5 m dan
arah N 170° E, kemiringan 70° - 75° kearah barat. Urat ini terdapat dalam batuan
breksi dan tufa andesetik yang telah mengalami ubahan. Urat Ciguha mempunyai
bentangan panjang sekitar 1500 m yang ditandai dengan urat-urat kuarsa yang tipis
dengan kerapatan 1 - 3 m dan lebar 1 - 40 cm yang memperlihatkan arah penyebaran
sejajar dengan urat kuarsa yang sangat umum dijumpai sepenjang terowongan.
Zona bijih pada urat utama tersebar sepanjang 135 m dengan kadar rata-rata 4,0 –
28.18 gr/ton dan pada urat timur tersebar sepanjang 235 dengan kadar rata-rata 4.0
- 28.46gr/ton Au.
b. Urat Kubang Cicau
Urat Kubang Cicau merupakan suatu urat yang terdiri dari urat utama yang
arahnya dari utara – selatan dengan sudut kemiringan antara 65° - 75° kearah timur
dengan lebar 2 -10 m dan beberapa urat lainnya antara N 330° E – N 355° dengan
sudut kemiringan 60° - 70° ke arah timur sedangkan penyebaran mineral sepanjang
kurang lebih 2500 m.
c. Urat Ciurug
Urat Ciurug memanjang kurang lebih 2500 m dengan arah N 330° E – N 355°
E dengan kemiringan 55° - 70° ke arah timur dengan lebar antara 2 – 2.5 m.
d. Urat Pasir Jawa
Urat Pasir Jawa memanjang sekitar 1200 m dengan lebar antara 2 – 8 m dengan
jurus N 170° E dan kemiringan 70° - 75° ke arah barat. Pada daerah ini telah
mengalami ubahan pada kuarsa menjadi ubahan argilik (mineral teralterasi menjadi
lempung) dan propilitisassi (mineral teralterasi menjadi klorit limonit) dengan
9

peretakan batuan sangat rapat yang sebagaian besar terisi oleh kuarsa, limonit,
oksida mangan dan lempung terutama di sekitar kontak urat.
Tabel 2.1 Cadangan dan Kadar Rata-rata Bijih Emas Gunung Pngkor
Lokasi Jumlah Cadangan Kadar Emas Kadar Perak
(ton) (gr/ton) gr/ton)

Ciguha 962.863 15.88 215.38


Kubang Cicau 1.955.346 10.41 98.86
Ciurug 2.311.642 16.96 179.13
Total Rata-rata 5.229.852 77714.31 15579

2.1.3. LITOLOGI
Berdasarkan Peta geologi Bogor, jawa barat dengan skala 1 : 100.000 ( A.C
Efendi, 1986) batuan dasar daerah Pongkor dan sekitarnya dapat dikelompokkan
menjadi beberapa satuan batuan sebagai berikut.
Batuan Vulkanik Tak terpisahkan (QVu) termasuk breksi dan aliran lava terutama
bersifat andestik yang meliputi wilayah sekitar Gunung Pongkor diantaranya G.
Masigit, G. Dahu, G. Wiru, G. Malng dan G. Singa.
 Bentuk Vulkanik yang lebih tua berupa tufa batu apung pasiran yang merupakan
hasil erupsi gunung api lebih tua.
 Aliran Lava (Qvl), bersusunan basalt dengan kandungan mineral labrodonit,
piroksen dan hornblende. Batuan lva ini di beberapa tempat mencirikan struktur
lempeng dan sebarannya sebagian besar menempati di sekitar G. Singa.
 Tufa batu apung pasiran) Qvst), terdiri dari tufa batu apung dan tufa pasiran
yang merupakan hasil dari endapan G. Salak. Di daerah Ciurug berisikan batuan
tufa batu apung yang dinamakan tras. Batuan tersebut umumnya berlapis tidak
baik, berbutir halus sampai kasar.

Tanah pelapukan yang terjadi pada batuan di atas umumnya berupa lanau,
warna coklat kehitaman hingga kemerahan, plastisitas rendah sampai sedang,
konsistensi sangat lunak hingga lunak dan ketebalan tanah pelapukan 1-2 meter.
10

2.1.4 KEADAAN I KLIM DAN CURAH HUJAN


Berdasarkan data klimatologi yang diperoleh dari pusat Meteorologi dan
Geofisika Stasiun Klimatologi Darmaga, Bogor bahwa iklim untuk di daerah
Pongkor sendiri beriklim tropis dimana iklim pengamatan terbagi menjadi musim
kemarau dan musim hujan. Musim kemarau dimulai pada bulan Mei-September,
sedangkan musim hujan berada pada bulan Okober-April yang dipengaruhi angin
musim. Untuk suhu tahunan rata-rata berkisar antara 24,8-25,9°C sedangkan curah
hujan berkisar antara 3200-4229 mm/tahun.

2.2 LANDASAN TEORI


Tambang bawah tanah (underground mining) adalah suatu sistem
penambangan mineral, dimana seluruh aktivitas penambangan tidak berhubungan
langsung dengan udara terbuka.
Syarat-syarat tambang bawah tanah haruslah memperhatikan:
1. Katakteristik penyebaran deposit (massive, vein, sill dan lain-lain).
1. Karakteristik geologi dan hidrologi (patahan, sesar, air, dan lain-lain).
2. Karakteristik geoteknik (kuat tekan, kuat geser, kuat tarik dan lain-lain).
3. Faktor-faktor teknologi (hadirnya teknologi baru, penguasaaan teknologi,
Sumber Daya Manusia dan lain-lain).
4. Factor-faktor lingkungan (limbah pencucian, tailing, sedimentasi dan lain-lain).
Kelebihan dan kekurangan pertambangan bawah tanah yaitu:
1. Kelebihan tambang bawah tanah
a. Tidak terpengaruh cuaca karena bekerja dibawah tanah.
b. Kedalaman penggalian hampir tidak terbatas karena tidak terkait dengan SR
(Standar Rasional).
c. Secara umum beberapa metode tambang bawah tanah lebih ramah lingkungan
(cut and pill, shrinkage, stoping, stope and pillar).
d. Dapat menambang deposit dengan model yang tidak beraturan.
e. Bekas penggalian dapat ditimbun dengan tailing dam/waste.
2. Kekurangan tambang bawah tanah
a. Perlu penerangan.
b. Semakin dalam penggalian, maka resiko ambrukan semakin besar.
c. Produksi relatif lebih kecil dibandingkan tambang terbuka.
11

d. Masalah ventilasi, bahan peledak harus yang permissibleexplosive, debu, gas-


gas beracun.
e. Masalah safety dan kecelakaan kerja menjadi kendala.
f. Mining recovery umumnya lebih kecil.
g. Losses dan dilusi lebih susah dikontrol.
Beberapa yang harus diperhatikan dalam penambangan bawah tanah, yaitu:
 Panjang, lebar, tinggi dan tebal bahan galian, itu sangat berpengaruh terhadap
pelaksanaan pekerjaan untuk mencapai produksi yang maksimal.
 Kemiringan bahan galian, besar kecilnya kemiringan bahan galian
memungkinkan untuk memanfaatkan gravitasi dalam operasi sehingga
mengurangi tenaga/peralatan pengangkutan bahan galian ketempat yang
disediakan.
Akses development atau pengembangan kontruksi seperti berikut :
1. Main Haulage Level
Yaitu merupakan lubang bukaan utama tambang bawah tanah yang relatif
mendatar yang semula dibuat dari permukaan tanah.Melalui MHL ini material dari
badan bijih diangkut keluar dari tambang bawah tanah.Untuk lubang bukaan MHL
dibuat sejajar terhadap badan bijih urat Ciguha, Kubang Cicau dan Ciurug.

2. Drift Foot Wall


Merupakan lubang bukaan horizontal yang dibuat sejajar dengan badan bijih
yang terletak di bagian bawah (foot wall).Drift foot wall dibuat sepanjang urat bijih,
jadi drift foot wall menghubungkan seluruh stope atau lubang produksi dengan
MHL. Adapun dimensi dari DFW tersebut berukuran 3 m x 2.8 dengan jarak antara
tubuh bijih ke DFW sekitar 3 – 4 m.
3. Service Way dan Man Way
Lubang bukaan vertikal yang menghubungkan lubang bukaan di bawahnya
(drift foot wall) dengan front kerja (stope yang berada di atasnya). Lubang bukaan
ini dibagi menjadi dua bagian yaitu manway dan mine service.Man way digunakan
untuk mengangkut peralatan – peralatan seperti pipa air, pipa udara dan pipa filling.
4. Drift Vein
Merupakan lubang bukaan horizontal yang dibuat sepanjang tubuh bijih
sehingga pada drift vein ini bisa diharapkan bijih langsung dihasilkan.
12

5. Raise (Lubang Naik)


Merupakan lubang bukaan vertikal yang menghubungkan tambang bawah
tanah dengan permukaan yang digunakan juga untuk ventiasi tambang dan
transportasi antar level ke permukaan. Ukuran raise dengan dimensi 3 m x 2 m,
maka lubang naik untuk pemboran (raise boring) dapat langsung digunakan untuk
berbagai keperluan sesuai keperuntukan.
6. Cross Cut
Yaitu lubang bukaan yang memotong tubuh bijih dan digunakan sebagai
ruangan penempatan kompresor, blower/exchaust fan, gardu listrik bawah tanah,
gudang bahan peledak, lokasi untuk recharger locomotif battery dan lokasi untuk
gerak looder serta LHD.

2.2.1 BAGIAN DALAM TAMBANG BAWAH TANAH


2.2.1.1 PENYANGGAAN (S UPPORTED )
Perusahaan Aneka Tambang yang terletak di daerah Desa Bantar Karet berada
di Gunung Pongkor menerapkan sistem tambang bawah tanah sehingga dalam
pemasangan penyanggaan berguna untuk menahan batuan yang ada di bagian atap
(roof) dan dinding (wall) agar tidak mudah runtuh. Di perusahaan Aneka Tambang
Pongkor merupakan formasi batuan beku andesit dimana sebagiannya telah
mengalami pelapukan sehingga penyanggaan merupakan tahap yang penting bagi
perusahaan Aneka Tambang.Untuk penyanggaan sendiri yang digunakan oleh
perusahaan Aneka Tambang yaitu terdiri dari beberapa jenis seperti Rockbolt,
Wiremess, Weldmess dan Shortcrete.

1. Rock bolt
Rock bolt merupakan jenis penyangga yang dimiliki oleh perusahaan Aneka
Tambang Pongkor yang digunakan untuk menyangga batuan agar tidak mudah
runtuh serta memiliki kapasitas kekuatan untuk menyangga batuan dengan bobot
30-40 ton.
13

Gambar 2.5 Rock bolt Aktif/Penyanggan

2. Wire mess dan weld mess


Wire mess dan Weld mess digunakan untuk menyangga reruntuhan batuan
atau batuan yang telah mengalami pelapukan. Untuk ukuran wire mess<10cm
sedangkan Weldmess berukuran 10cm.

Gambar 2.6 Wire mess dan Weld mess


3. Shortcrete
Shortcrete merupakan bahan material berupa semen dan pasir serta ditambahi
dengan bahan kimia agar dapat digunakan untuk sebagai penyanggaan batuan,
umumnya perusahaan Aneka Tambang menggunakan Shortcrete untuk batuan
kelas satu berdasarkan perhitungan Rock Mass rating.
14

Gambar 2.7 Short crete atau Semen Perekat

2.2.1.2 PERBENGKELAN
Di Unit Bisnis Pertambangan Emas Pongkor memiliki tempat perbengkelan
yang digunakan untuk memperbaiki alat berat seperti Load Haul Dump, Jumbo
Drill , Whell loader dan alat berat lainnya.

Gambar 2.8 Area Perbengkelan

2.2.2 MEKANISME KEGIATAN


2.2.2.1 S IKLUS P RODUKSI
Perusahaan Aneka Tambang Emas Pongkor menerapkan kegiatan
penambangan dengan menggunakan sistem metode Cut And Fill yang merupakan
jenis dari metode tambang bawah tanah yang menggunakan penyanggaan. Metode
Cut And Fill digunakan untuk keadaan dip yang lebih kecil dari 45° untuk endapan
bijih yang berbentuk vein atau urat dengan ketebalan 1-6 meter. Di daerah Gunung
15

Pongkor terdapat jenis endapan epitermal low sulfidation yang penyebaran urat
(vein) dengan arah tegak, sehingga pada pengambilan bijih dilakukan dari arah
bawah ke arah atas atau yang dikenal dengan overhand. Metode Cut And Fill
merupakan jenis metode tambang bawah tanah yang dipilih oleh perusahaan Aneka
Tambang Pongkor untuk kegiatan produksi. Produksi yang dilakukan oleh
perusahan Aneka Tambang dilakukan pada tahun 1994 yang dimulai dengan
kegiatan pengeboran, pengisian bahan peledak, peledakan, pembersihan,
penggerusan, pengisian, pengangkutan dan back filling.

2.2.2.2 PENGEBORAN
Pengeboran yang dilakukan oleh perusahaan Aneka Tambang Pongkor
menggunakan Jumbo Drill dan jecklag. Jumbo drill merupakan alat pemboran
dengan ukuran berkapasitas besar (mekanis), sedangakan jecklag merupakan alat
pemboran manual.

Gambar 2.9 Jumbo Drill atau Alat Pemboran

2.2.2.3 PENGISIAN B AHAN P ELEDAK


Pengisian bahan peledak merupakan kegiatan awal dari peledakan dimana
lubang-lubang bor akan diisi oleh bahan peledak, untuk perusahaan Aneka
Tambang menggunakan jenis bahan peledak ANFO, pewerjelldan DANFO.
16

Gambar 2.10 Bahan Peladak ANFO dan Powergell

2.2.2.4 PELEDAKAN
Peledakan adalah proses penghancuran batuan dengan menggunakan bahan
peledak dan detonator. Untuk jenis detonator yang digunakan oleh perusahaan
Aneka Tambang Pongkor yaitu detonator listrik dan detonator biasa.

2.2.2.5 PEMBERSIHAN ( SMOKECLEARING )


Pembersihan merupakan aktifitas pencongkelan batuan gantung dari sisa-sisa
hasil peledakan yang masih bergantungan diatas atap (roof) dengan menggunakan
peralatan linggis serta membersihkan udara yang berasal dari sisa debu peladakan.

Gambar 2.11 Smoke Clearing atau pembersihan asap

2.2.2.6 PEMUATAN ( MUCKING )


Pemuatan merupakan hasil peledakan yang berasal dari stopeproduksi yang
kemudian akan dimuat ke muckbuy atau stokan dengan menggunakan alat berat
Load Haul Dump (LHD)
17

Gambar 2.12 Load Haul Dump/alat gerus

2.2.2.7 PENGISIAN ( LOADING )


Pengisian adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengisi batuan (ore) yang
telah dimuat ke stokan menuju muster loading, dimana tempat tersebut merupakan
area pengisian batuan yang mengandung ore dan wasteuntuk ditumpahkan ke
Grandby (alat angkut) dengan menggunakan LHD.

2.2.2.8 PENGANGKUTAN
Pengangkutan material seperti (ore, waste dan sebagiannya) dari dalam
tambang ke luar tambang dengan menggunakan Grandby. Untuk material batuan
sendiri diangkut dari master loading ke stoke file (dalam luar tambang).

Gambar 2.13 Grandby atau alat angkut

2.2.2.9 PENGISIAN DAN PENIMBUNAN L UBANG B UKAAN (B ACKFILLING ).


Backfilling merupakan proses pengisian rongga yang kosong pada batuan di
area stope produksi yang telah berhenti . Kegiatan Backfilling ini dilakukan karena
merupakan dari proses metode Cut And Fill, dimana kegiatan pengambilan ore pada
18

batuan sehingga menjadikan area stope sebagian hilang (rongga) yang kosong yang
harus diisi kembali oleh tailing.

2.2.2.10 P ROSES PENGOLAHAN


Pengolahan bijih yang dilakukan oleh pihak perusahaan Aneka Tambang
Pongkor yang dibawa oleh alat angkut (Grandby) yang berasal dari dalam tambang
menuju stoke file merupakan batuan yang mengandung bijih yang berukuran 400
mm kemudian diproses melalui tahap pengolahan dengan ukuran menjadi - 12 mm.
Adapun tahap-tahap yang dilakukan dari pihak Perusahaan
Aneka Tambang Pongkor diantaranya sebagai berikut.

 Crushing
 Milling
 Leaching
 Gravity concentration Circuit(GCC)
 Carbon in leach (CIL)
 Elektrowinning
 Smelting
19

2.3. PROSES PENGOLAHAN

Gambar 2.3. Diagram Alir Proses


20

Proses pengolahan bijih emas di PT Antam (Persero) Tbk, UBPE Pongkor


meliputi 3 unit proses yaitu unit sianidasi, unit recovery dan unit tailingtreatment.

2.3.1 SIANIDASI
Unit sianidasi merupakan unit proses pertama dalam proses pengolahan emas
yang mencangkup penghancuran ore hingga proses sianidasi. Unit ini terdiri dari
beberapa proses yaitu crushing, milling and classification dan leaching.

2.3.2 CRUSHING (PEREMUKAN )


Crushing merupakan proses peremukan bijih emas(ore) yang berasal dari
tambang menjadi ukuran yang lebih kecil dari ukuran 400 mm menjadi ukuran
sekitar 12.5 mm untuk meningkatkan derajat liberasi, membebaskan logam
berharga dari pengotornya dan memperbesar luas permukaan bijih sehingga
kecepatan reaksi pelarutan dapat berlangsung dengan baik. Ore dari dalam tambang
diangkut dengan menggunakan (Load Hauling Dump) yang selanjutnya diangkut
oleh lori (grandby) ke stockpile. Ore dari stockpileakan diangkut oleh dump truck
untuk dimasukkan kedalam ROM (run off mine) bin. Pada ROM bin dipasang
grizzly berupa besi yang disusun menyilang untuk memisahkan ore yang berukuran
lebih besar dari 40 cm dengan yang lebih kecil dari 40 cm.
Ore yang tidak lolos di grizzly akan dihancurkan di tempat jika ukuran lebih
terlalu besar atau diangkut kembali ke stockpile untuk direduksi ukurannya
menggunakan excavator. Ore yang lolos di grizzlyakan jatuh ke apron feeder yakni
feeder berupa bantalan besi yang berjalan sesuai setting yang telah ditentukan. Pada
bagian keluarnya ROM dipasang rantai besar untuk mengatur jumlah ore yang
masuk kedalam primary crusher (jaw crusher) dan mencegah terjadinya choking.
Jika terjadi choking digunakan rock grab untuk ore yang menyebabkan terjadinya
coking atau menyemprot air untuk melarukan clay yang menempel.

Gambar 4.1 (a) Apron Feeder (b) Jaw Crusher


21

Ada dua jenis crusher yang digunakan yaitu primary crusher dan secondary
crusher. Primary crusher yang digunakan jaw crusher tipe double toggle dan cone
crusher sebagai secondary crusher. Ore yang masuk ke jaw crusher akan
dihancurkan menjadi ukuran yang lebih kecil dari 40 cm. Setelah itu ore akan
ditransportasikan lagi menggunakan conveyor 01 menuju tramp iron magnet yang
berfungsisebagai penangkap sisa logam-logam yang terbawa dari tambang seperti
bijih besi, paku, baja dan logam pengotor lainnya agar tidak merusak screen dan
tidak merobek belt conveyor.
Ore selanjutnya dibawa menggunakan conveyor 02menuju primary screen
yang berfungsi untuk memisahkan ore yang lebih kecil dari 12.5 mm (undersize)
dengan ore yang lebih besar dari 12.5 mm (oversize). Jenis primary screen yang
digunakan jenis inclined vibrating cone crusher dust enclosure. Jenis ini memiliki
dua deck dengan ukuran deckatas 32 mm dan 16 mm untuk deck bawah yang
terbuat dari rubber. Oversize dari primary screen akan dibawa oleh conveyor 03
menuju cone crusher untuk dihancurkan lagi sehingga ukurannya kurang dari 12.5
mm, setelah direduksi ukurannya ore akan masuk ke conveyor 01, conveyor 02 dan
primary screen. Sedangkan undersize dari primary screen masuk ke secondary
screen.

Gambar 4.2 (a) Conveyor 02 &Conveyor 03 dan (b) Mill Cyclone

Gambar 4.3 (a) Primary Screendan (b) Secondary Screen


22

Umpan yang masuk ke secondary screen merupakan undersize dari primary


screen. Jenis secondary screen yang digunakan adalah horizontal vibrating double
deck. Jenis ini memiliki dua deck vibrating screen yaitu 1 mm dibagian atas dan 0.5
mm dibagian bawah. Undersize (ukuran <1 mm) dari secondary screen akan masuk
ke sump tank dan kemudian akan di pompakan ke FST Thickener sedangkan
oversize-nya (ukuran >1 mm) akan dibawa oleh conveyor 04 menuju Fine Ore Bin
(FOB) 1 dan Fine Ore Bin (FOB) 2.

Gambar 4.4 Fine Ore Bin (FOB) 1 dan Fine Ore Bin (FOB) 2.

2.3.3 MILLING AND CLASSIFICATION


Milling atau grinding merupakan proses reduksi ukuran bijih dengan cara
penggerusan bijih (ore) menggunakan grinding ball yang bertujuan untuk
mengecilkan menjadi -200 mesh atau 74 mikron sehingga dapat masuk ke tahap
selanjutnya (pelindian). Proses ini merupakan proses lanjutan dari proses crushing.
Alat milling yang digunakan adalah jenis ballmill tipe discharge mill. Sedangkan
liner yang digunakan jenisnya lifter bar dan shell plate. Akibat adanya lifter bar ini
muatan yang ada di dalam ballmillakan terangkat saat ballmill berputar. Bagian
lifter bar yang ada lengkungannya atau yang tidak ada bagian miring, merupakan
bagian yang berfungsi untuk mengangkat muatan di dalam ballmill.
Umpan dalam ball mill I berasal dari FOB I melalui belt conveyor 05 dengan
pengumpan mill feeder, selain itu umpan lain yang masuk ke dalam ball mill yang
berasal dari (Fine Stock Tank) Thickener, underflow cyclone dan endapan Inline
Leach Reactor (ILR). Sedangkan ball mill II berasal dari FOB 2 melalui belt
conveyor 06 dengan proses yang sama seperti pada FOB 1.
23

Parameter – parameter yang harus dijaga dalam proses milling adalah:


1. Ukuran bijih hasil gerusan 80% yang berukuran 200 mesh, 74 mikron atau
74×10-3mm agar derajat liberasi dari logam berharga dapat ditingkatkan.
2. Persen solid harus berkisar antara 38% - 42%
3. Pada umpan Ball Mill ditambahkan Lead NitratePb(NO3)2 berfungsi
sebagai katalis dalam proses leaching.
Di ujung ball mill terdapat tromol screen yang memisahkan produk dari ball
mill antara oversize dan undersize dengan bantuan spray water. Oversize dari
tromol screen pada plant 1 akan diangkut menggunakan wheel loader ke hopper
dan dimasukan kembali ke conveyor 05 menuju ball mill lagi. Sedangkan pada plant
2 oversize akan masuk ke conveyor portable yang selanjutnya akan masuk ke
conveyor 06 kembali. Sedangkan undersize-nya berupa slurry akan ditampung di
sump discharge ballmill, selanjutnya akan dipompakan ke mill cyclone.
Pada mill cycloneakan terjadi proses classification dimanaterjadi pemisahan
antara fraksi kasar dan fraksi halus akibat gaya sentrifugal dan gaya tangensial.
Underflow atau fraksi kasar dari mill cycloneakan dikirim kembali ke ballmill,
sedangkan overflow atau fraksi halus akan dikirim ke tangki leaching setelah
melalui trash screen untuk memisahkan slurry dari pengotor-pengotorya.

Gambar 4.5 (a) Ball Mill (b) Mill Cyclone

2.3.4 LEACHING
Leaching merupakan proses pelarutan emas dari bijihnya menggunakan
pelarut tertentu. Proses leaching yang dilakukan oleh PT Antam Tbk, UBPE
Pongkor merupakan agitation leaching yang menggunakan pelarut sianida yang
diperoleh dari hasil pelarutan natrium sianida (NaCN) dengan di mixing Tank.
Persamaan reaksi pada proses leaching adalah sebagai berikutnya:
24

4 Au + 8 NaCN + 02 + H2O 4 NaAu(CN) + 4 NaOH


4 Ag + 8 NaCN + 02 + H2O 4 NaAg(CN) + 4 NaOH
Pada masing-masing plant waktu tinggal slurry dalam tangki leaching selama
15 jam. Pada tangki leaching terjadi reaksi antara larutan sianida dengan logam Au,
Ag dan logam-logam lain seperti Fe, Cu, Ni, Zn, Cd, dan Co yang merupakan
impurities.Adanya impurities meningkatkan kebutuhan sianida bebas (Cn) untuk
melarutkan logam berharga dalam bijih.
Parameter utama pada proses leaching adalah:
 Konsentrasi Sianida
Konsentrasi sianida bergantung kadar bijih emas atau ore. Semakin tinggi
kadar logam berharga dalam ore maka konsentrasi sianida yang digunakan semakin
tinggi. Untuk mengolah ore dengan kadar emas 5-7 gpt diperlukan 700-750 ppm
sianida.
 pH operasi pada tangki leaching 10.3-10.8
Pada proses sianidasi pH dijaga pada rentang 10.3-10.8. Jika Ph berada
dibawah rentang itu, maka reaksinya akan lambat karena NaCN akan berubah
menjadi HCN dan juga menyebabkan beracun yang berbahaya bagi kesehatan
selain itu jumlah sianida bebas dalamslurry berkurang sehingga menurunkan
ekstraksi logam berharga.
CN- + H20- HCN(g) + OH-
 Persen solid pada tangki leaching 38%-42%
Persen solid pada tangki leaching pada rentang 38%-42%. Jika persen solid
dibawah 38% menunjukkan larutan encer dan bijih emas yang bereaksi dengan
sianida terlalu sedikit. Sedangkan jika persen solid-nya di atas 42% akan
mengurangi oksigen yang terlarut dan selain itu jika persen solid yang tinggi akan
membutuhkan energi yang lebih besar untuk pengadukan.
 Dissolved Oksigen (DO) atau oksigen terlarut
Konsentrasi oksigen terlarut dalam tangki leaching antara 3-7 ppm. Jika
konsentasi oksigen terlarut dkurang dari 3 ppm, slurry akan mengental dan kontak
antara logam berharga dalam bijih dengan reagen leaching sulit terjadi. Oksigen
terlarut ini berasal dari kompressor dan dialirkan melaui distributor pada shaft
agitator.
25

 Waktu tinggal
Pada plant 1 terdapat dua buah leaching tank yang berkapasitas 340 m3
dengan waktu tinggalnya yaitu 7.5 jam. Sedangkan pada plant 2 memiliki satu buah
leaching tank yang berkapasitas 1000 m3 dengan waktu tinggal 15 jam. Jadi
masing-masing waktu tinggal pada plant 1 maupun plant 2 yaitu 15 jam.
 Temperatur pada leaching tank
Temperatur pada leaching tank biasanya pada temperatur 300-330C. Jadi
temperatur pada proses leachingsama dengan temperatur di lingkungan sekitar.

2.3.5 UNIT RECOVERY


2.3.5.1 C ARBON I N L EACH (CIL)
Carbon in leach merupakan proses absorbsi emas yang telah larut saat proses
leaching oleh carbon aktif. Proses yang terjadi di CIL ini adalah penangkapan
senyawa kompleks NaAu(CN)2 dan NaAg(CN)2 oleh carbon aktif.

Persamaan reaksi yang terjadi adalah:

2[Au(CN)2-] + Ca2+ + C Ca[C – Au (CN)2]2

2[Ag(CN)2-] + Ca2+ + C Ca[C – Ag (CN)2]2


Pada plant 1, tangki leaching berkapasitas 290 m3 yang terdiri dari 5 tangki.
Sedangkan untuk plant 2 berjumlah 7 tangki dengan tangki CIL 1 dan CIL 2 dengan
kapasitas 340 m3 dan tangki CIL 3 sampai CIL 7 dengan kapasitas 290 m3.
Tangki CIL dilengkapi dengan carbon interstage screen (ukuran bukaan 0.8
mm) tipe kambalda screen yang berfungsi untuk mencegah agar karbon tidak ikut
bersama dengan aliran overflow slurry ke tangki berikutnya, sehingga slurry tetap
akan mengalir ke tangki berikutnya melalui launder (talangan). Distribusi karbon
aktif ini berlawanan arah (Cunter current) dengan aliran slurry yaitu untuk plant 1
dimasukkan dari tangki CIL 7 baru kemudian masuk tangki CIL 6 dan seterusnya
sampai ke tangki CIL pertama dengan cara menggunakan carbon transfer pump
untuk memompakan karbon tersebut. Aliran ini dirancang untuk mencapai
distribusi karbon di tangki CIL sesuai dengan desain yang telah ditentukan. Pada
tiap tangki terdapat carbon transfer screen atau sieve band yang berfungsi untuk
26

memisahkan antara karbon dan slurry. Karbon akan ditransfer ke tangki selanjutnya
sedangkan slurry akan dikembalikan ke tangki yang mentransfer karbon.
Tujuan dari dari penambahan fress carbon di tangki CIL terakhir agar
penyerapan ion Au/Ag kompleks lebih efektif, karena kandungan Au-Ag di tangki
CIL terakhir paling rendah sehingga diharap kandungan Au-Ag di tangki CIL
terakhir seluruh ion Au-Ag kompleks dapat diadsorpsi olek fresh carbon yang
masih tinggi tingkat absorbsinya. Distribusi karbon di tangki CIL awal dan akhir
sekitar 30 gr/L, sedangkan di tangki CIL tengah sekitar 8 gr/L.
Pada prosesnya, umpan yang masuk ke tangki CIL berupa overflow dari
tangki leaching melalui launder, slurry mengalir dari tangki CIL 1 sampai ke tangki
CIL berikutnya. Pada tangki terakhir CIL ini di pasang carbon safety screen
lubangnya jenis square straight yang berukuran 0.5 mm. Carbon safety screen
bertujuan untuk mengurangi hilangnya carbon yang ikut terbawa oleh aliran slurry
ke thickener.
Karbon yang keluar dari tangki CIL 1 (diharap memiliki kandungan emas 700
ppm-1000 ppm di pompa ke loaded carbon surge bin yang terlebih dahulu melewati
loaded carbon screen. Setelah melewati loaded carbon screen karbon kaya masuk
ke surge bin yang berkapasitas 6 ton, sedangkan slurry yang ikut bersama karbon
akan di kembalikan ke tangki CIL pertama masing-masing plant.

Gambar 4.6 Jajaran Tangki Leaching dan CIL

2.3.6 Elution
Elution merupakan proses pelepasan emas dari karbon yang telah dimasukkan
di tangki CIL. Metoda elution yang dipakai di UBPE Pongor adalah Anglo
American Research Laboratory (AARL). Umpan yang masuk ke dalam proses
27

elution berupa loaded carbon sebanyak 6 ton yang telah ditampung di loaded
carbon surge bin. Proses elution terdiri dari 6 tahap, yaitu Acid Wash, Water Wash,
Pre-treatment, Recycle Elution, Water Elution, danCooling.
Tahapan – tahapan elution adalah:
1. Tahap pencucian dengan Asam (Acid Wash)
Asam yang digunakan untuk mencuci karbon pada tahap ini adalah asam
klorida. Pencucian dengan HCL ini bertujuan untuk menghilangkan atau
melarutkan pengotor seperti ion organik, senyawa kalsium karbonat, magnesium
karbonat dan silika yang teradsorbsi dan menutupi pori – pori karbon aktif.
Proses acid wash dilakukan dengan mengalirkan larutan HCL 30% yang
didistribusikan bersama fresh water pada temperatur kamar sehingga sebelum
masuk elution columnakan didapat konsentrasi HCL sebesar 3%. Sedangkan massa
HCL yang digunakan antara 800-900 kg. Proses acid wash berlangsung selama 10
menit dan diharapkan seluruh loaded carbon dapat terendam oleh larutan HCL,
sehingga seluruh loaded carbon dapat dicuci dengan baik. Massa HCL yang
digunakan antara 800-900 kg. Larutan HCL yang telah digunakan pada tahap acid
wash akan dialirkan ke tangki CIL terakhir.
Persamaan reaksi yang terjadi:
CaCO3 + 2 HCl Ca2+ + 2Cl- + CO2 + H2O
2 Ca[C-Au(CN)2-]2 + 4 H+ 2 Ca2+ + 2 [C-Au(CN)2-] + 4 HCN
2. Tahap Pencucian Air (Water Wash)
Tahap pencucian ini dilakukan dengan air panas yang bertujuan untuk
mengeluarkan pengotor yang terlarut oleh HCL dari column. Air yang digunakan
berasal dari fresh watertank yang terlebih dahulu melewati RHE (Recycle Heat
Exchanger) dan PHE (Plate Heat Exchanger) untuk dipanaskan.Panas dalam PHE
dihasilkan dari glycol yang dipanaskan oleh elution heater sedangkan RHE belum
panas karena belum ada larutan yang keluar dari elution column. Proses pencucian
ini dilakukan selama 120-130 menit. Air hasil dari pencucian akandialirkan ke
tangki terakhir CIL terakhir.

3. Tahap pre-treatment
Pada tahap ini merupakan proses awal pelepasan senyawa Au dan Ag dari
loaded carbon, yaitu dengan cara melemahkan ikatan senyawa ikatan kompleks Au
28

dan Ag dari karbon aktif. Proses ini berlangsung dalam column dengan cara loaded
carbon disemprot dengan larutan caustic cyanide, yang merupakan campuran
antara caustic (NaOH) dan cyanide (NaCN) yang dilarutkan dengan air dalam
caustic cyanide tank yang dilengkapi dengan agitator. Konsumsi masing-masing
reagent adalah 200-250 kg NaOH, 200-250 kg cyanide dan selebihnya air untuk
mencapai cyanide strenght antara 30.000 – 35.000 ppm atau masing-masing 3%
NaOH dan 3% NaCN dengan Ph larutan sebesar 12,8. Larutan caustic cyanide
melewati PHE untuk dinaikkan temperatur sampai 90-110 °C. Penyemprotan
dengan caustic cyanide ini bertujuan untuk melemahkan ikatan kompleks Au/Ag
dengan karbon dan tujuan dari pemanasan adalah untuk mempercepat reaksi. Proses
pre-treatment ini berlangsung selama sekitar 20 menit.

4. Tahap Pendaur Ulangan Eluate (Recycle Elution)


Tahap ini merupakan puncak tahap pemisahan senyawa kompleks emas dan
perak oleh air dari karbon. Senyawa kompleks emas dan perak dilarutkan oleh
recycle water yang masuk ke dalam column. Hasil dari proses recycle elution masuk
ke dalam eluate tank yang merupakan larutan kaya atau larutan elektrolit.
Sebelum masuk ke eluate tank larutan kaya terlebih dahulu melalui suatu
saringan electrolyte filter. Alat ini terdiri dari dua buah filter yang berfungsi untuk
menyaring kotoran-kotoran yang terbawa oleh larutan sebelummasuk ke recycle
tank dan eluate tank. Pada proses Recycle Elution ini berlangsung selama 150 menit
dengan temperature 100-120oC.

5. Tahap Water Elution


Setelah melewati tahap keempat, masih ada kemungkinan emas dan perak
tertinggal dalam karbon. Sehingga untuk mendapatkan emas dan perak yang masih
tersisa ini, maka karbon yang masih ada di eluate column pada tahap ini disemprot
atau dibilas dengan air panas. Air yang digunakan berasal dari fresh water tank yang
dipanaskan terlebih dahulu di RHE dan PHE sampai suhunya kurang lebih 110°C,
pada proses inielution heater masih dijalankan (elution heater beroperasi dari awal
tahap dua sampai akhir tahap lima) demikian juga dengan pompa sirkulasi panas.
Air bilasan pada proses ini dialirkan ke recycle tank untuk elution berikutnya.
6. Tahap Pendinginan (Cooling)
29

Pada tahap ini semua alat atau proses didinginkan, elution heater dimatikan
tetapi pompa sirkulasinya masih berjalan. Air yang digunakan untuk mendinginkan
karbon di elution column dialirkan ke recycle tank yang akan digunakan untuk
proses elution selanjutnya bersama air yang berasal dari tahap lima. Fungsi dari
tahap cooling ini yaitu untuk mendinginkan karbon dan juga untuk mendinginkan
alat.

Gambar 4.7 (a) Column dan (b) Eluate Tank

2.3.7 ELECTROWINING
Electrowinning adalah proses pengambilan logam-logam yang terkandung di
dalam air kaya dengan cara prinsip elektrolisa, yaitu mengendapkan logam yang
diinginkan dari larutan kaya dengan memberikan arus lisrik searah pada elektroda
yang digunakan sehingga terjadi proses reduksi dan oksida. Proses ini bertujuan
mengambil Au dan Ag yang terkandung dalam larutan kaya. Dari eluate tank,
larutan kaya akan di pompa menuju electrowinning cells. Electrowinning
cellsterdiri dari lima bak electrowinning yang dipasang secara parallel, dimana pada
setiap bak electrowinning terpasang 11 wire mesh anode sebagai kutub positif dan
10 wire mesh cathode sebagai kutub negatif. Wire mesh anode berbentuk segi empat
dengan lubang-lubang yang lebih besar dari lubang-lubang katoda. Wire mesh
anode dan wire mesh cathode terbuat dari bahan SS-316. Pada setiap bak
electrowinning dilengkapi dengan sebuah rectifier yang berfungsi untuk mengubah
arus AC menjadi arus DC.
Larutan kaya yang telah diambil logam emas dan peraknya disebut spent
electrolyte. Au dan Ag yang terkandung dalam larutan kaya akan menempel pada
katoda. Hal ini karena Au dan Ag bermuatan positif, sedangkan katodanya
bermuatan negatif. Pada katoda, tidak hanya ion Au dan Ag yang tereduksi menjadi
30

bentuk solid (cake) akan tetapi terdapat logam pengotornya lain yang ikut tereduksi
menjadi bentuk solid.
Reaksi elektrolisis yang terjadi pada proses electrowinning:
Anoda : 2OH- O2 + H2O + 2e-
Katoda : 2Au(CN)2-+ 2e- 2Au + O2 + H2 + 4CN-
Total : 2Au(CN)2-+ 2OH- 2Au + O2 + H2 + 4CN-

Pelepasan cake dari batang katoda dilakukan dengan menyemprotkan air pada
batang katoda, air sisa penyemprotan di tampung di dalam spent sump. Sedang
overflow dari electrowinning cellsakan masuk ke dalam spent return sump sebagai
barren solution dengan kandungan Au kurang dari 2 ppm dan Ag kurang dari 20
ppm. Barren solution masuk ke dalam cyanide holding tank yang akan digunakan
sebagai make up cyanide karena masih mengandung emas sianida sebesar 3000
ppm dan digunakan untuk menaikkan pH di tangki leaching pertama.

Gambar 4.8 Electrowinning Cells

2.3.8 Smelting (Peleburan)


Proses smelting merupakan proses pemisahan logam emas dan perak alam
bentuk cake dari slag (pengotor) pada titik leburnya dengan bantuan reagent flux
(boraks). Cake yang merupakan hasil dari proses electrowinning dilakukan
pengurangan kadar air hingga 20% dengan memasukkan ke dalam centrifugal
dryer. Setelah dilakukan pengurangan kadar air dalam centrifugal dryer dilakukan
penggarangan diatas tungku dengan suhu 700-900oC hingga kadar air mencapai
15%. Setelah di dilakukan penggarangan cake didinginkan lalu kemudian
ditambahkan boraks sebanyak 5-6 kg/300 cake. Penambahan boraks ini bertujuan
untuk memisahkan pengotor dari mineral berharga sehingga pengotor terapung di
31

atas logam cair dan membentuk slag. Setelah penambahan boraks, cake dilebur
didalam morgan furnace pada suhu 1000-1200oC kemudian dore bullion
dituangkan ke dalam cetakan (bullion morgan). Komposisi dore bullion adalah 7-
15% dan 80-92%, kurang dari 2% dan memiliki dimensi 15 × 250 × 330 mm3.
Pengotor (slag) yang terbentuk pada saat proses peleburan berupa kalsium
karbonat, dan boraks dipisahkan dari logam cairnya dengan cara manual.
Pemisahan dengan cara manual ini mengakibatkan kemungkinan terbawanya emas
dan perak pada slag dengan peleburan menggunakan monarch furnace. Peleburan
slag biasanya dilakukan setelah beberapa kali peleburan utama. Setelah dilebur,
slag didinginkan dan dipisahkan dari pengotornya. Logam Au dan Ag yang
dihasilkan selanjutnya diikut sertakan bersama peleburan utama, sedangkan
slagakan dikirimkan ke ball mill untuk digerus bersama dengan ore.
Setiap selesai peleburan dore bullion akan dikirimkan ke Unit Bisnis
Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia (UBPPLM) di Pulogadung, Jakarta untuk
dipisahkan dan dimurnikan antara emas dan perak.
32

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1. KESIMPULAN
a. Beberapa artefak tertua, emas ditemukan di Varna Necropolis di Bulgaria.
Makam pekuburan yang dibangun antara 4700 dan 4200 SM, menunjukkan
bahwa penambangan emas bisa setidaknya 7000 tahun. Oleh karena itu,
beberapa penulis menyebutkan bahwa penemu emas pertama kali adalah
Cadmus, bangsa Phoenicia
b. Kenampakan fisik bijih emas hampir mirip dengan pirit, markasit, dan
kalkopirit. Struktur kristal logam emas adalah face centred cubic atau kubus
berpusat muka.
c. Sifat emas yang sangat tidak reaktif membuatnya menjadikan logam emas
termasuk golongan native element.
d. Ektraksi emas bisa menggunakan metode Amalgamasi ataupun Sianidasi.
e. Manfaat Emas memberikan sumbangan yang amat besar bagi kehidupan
manusia seperti, untuk perhiasan, peralatan elektronik, kedokteran gigi, uang,
medali, dll.

3.2. SARAN
Untuk sebagai masukan kepada perusahaan Aneka Tambang Emas harus
lebih meningkatkan effisiensi kerja bagi para pekerja di dalam tambang agar
kegiatan aktifitas penambangan seperti pemboran, peledakan, pemuatan, pengisian
dapat mendukung kelencaran dari kegiatan produksi bahkan dapat melebihi target
dari pada produksi.

Anda mungkin juga menyukai