Anda di halaman 1dari 40

TUGAS PENYELIDIKAN DAN PENELITIAN TAMBANG

AKTIVITAS PENAMBANGAN BATU KAPUR


DI PT. SEMEN BATURAJA (PERSERO), Tbk.

Dosen Pengampuh:
Ir. H. Abuamat Hak, M.S.

Diajukan sebagai tugas penyelidikan dan penelitian tambang pada Jurusan


Teknik Pertambangan Universitas Sriwijaya
Disusun oleh:
Rafli Ronaldi 03021181722082
Muhamad Rafi Anugrah 03021181722004
Arma Yoga Kunia Putra 03021281722076
Ryandika Oktavian 03021381722092
Kawa Benta Kubillah 03021281722064
Muhammad Farhan Raswanda 03021181722018
Rifky Anjar Fadhilah 03021281722044
Dhandi Pratama Suardi 03021281722072
Muhammad Zuhri 03021281722050

JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah
ini.

Kami telah menyusun makalah ini dengan sebaik-baiknya dan semaksimal


mungkin. Namun tentunya sebagai manusia biasa tidak akan luput dari kesalahan
dan kekurangan. Harapan kami, semoga bisa menjadi koreksi di masa mendatang
agar lebih baik dari sebelumnya. Tak lupa saya ucapkan terimakasih kepada teman-
teman sehingga dapat menyusun dan menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya dan insyaAllah sesuai dengan yang diharapkan. Pada dasarnya makalah
ini saya sajikan untuk membahas tentang “AKTIVITAS
PENAMBANGAN BATU KAPURDI PT. SEMEN BATURAJA
(PERSERO), Tbk.” Untuk lebih jelas simak pembahasan dalam makalah ini.
Mudah-mudahan makalah ini bisa memberikan pengetahuan yang mendalam
tentang termodinamika kepada kita semua.
Makalah ini masih banyak memiliki kekurangan. Tak ada gading yang tak
retak. Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran dari teman-teman untuk
memperbaiki makalah saya selanjutnya. Sebelum dan sesudahnya saya ucapkan
terima kasih semoga makalah ini dapat bermanfaat.

Indralaya, 23 September 2019

penulis

II
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................... i

KATA PENGANTAR................................................................................ ii

DAFTAR ISI............................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang................................................................................... 1


1.2. Batasan Masalah................................................................................ 2
1.3. Tujuan…............................................................................................ 2
1.4. Metode Penulisan................................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Prospeksi ......................................................................................... ..3


2.2 Eksplorasi ........................................................................................... 5
2.3 SKT .............................................................................................. 10
2.4 Penambangan ................................................................................. ..12
2.5 Pasca Tambang ................................................................................. 29

BAB III PENUTUP

3.1. Simpulan ...........................................................................................37


3.2. Saran .................................................................................................37

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................38

III
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


PT Semen Baturaja (Persero) Tbk didirikan 14 Nopember 1974 oleh PT
Semen Gresik dengan saham 45% dan PT Semen Padang 55%. Pada tanggal 9
Nopember 1979 status Perusahaan berubah dari Penanaman Modal Dalam Negeri
(PMDN) menjadi
Persero dengan komposisi saham Pemerintah Republik Indonesia 88%, PT
Semen Padang 7% dan PT Semen Gresik 5%. Sejak tahun 1991 diambil alih
secara keseluruhan oleh Pemerintah Republik Indonesia.
Untuk penyempurnaan peralatan yang sudah ada dalam rangka pencapaian
kapasitas terpasang, yaitu sebesar 500.000 ton semen per tahun, sekaligus persiapan
untuk meningkatkan kapasitas terpasang, PT Semen Baturaja (Persero) Tbk
melaksanakan Proyek Optimalisasi I (OPT I). Proyek ini dimulai tahun 1992 dan
selesai tahun 1994 dengan kapasitas terpasang meningkat menjadi 550.000 ton
semen per tahun
1.2. Batasan Masalah
Batasan masalah dari penulisan makalah penyelidikan dan penelitian
tambang ini adalah membahas mengenai aktivitas penambangan dan pengolahan di
PT. Semen Baturaja.
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari dilakukannya penulisan makalah penyelidikan dan
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui aktivitas penambangan emas di PT. PT.Semen Baturaja
2. Untuk mengetahui aktivitas pengolahan emas di PT. Semen Baturaja.
1.4 Metode Penulisan
Dalam penulisan dan penyusunan makalah penyelidikan dan penelitian
tambang ini, penulis menerapkan metode studi literatur yang terkait baik pada
matakuliah penyelidikan dan penelitian tambang dan juga di internet pada masing
masing website resmi perusahaan.

1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Prospeksi
Istilah Penyelidikan Umum (UU tahun 1967) sama artinya dengan Prospeksi.
Penyelidikan umum ini disebutkan sebagai penyelidikan secara geologi umum atau
geofisika di daratan, perairan dan dari udara, segala sesuatu dengan maksud untuk
membuat peta geologi umum atau menetapkan tanda-tanda adanya bahan galian,
umumnya berdasarkan data dari, yaitu, Peta geologi suatu wilayah, Citra satelit,
Foto udara.
Pekerjaan Pencarian (Prospecting) merupakan kegiatan penyelidikan,
pencarian dan atau penemuan endapan-endapan mineral berharga.
Tujuan Prospecting yaitu mencari endapan bahan galian tertentu di lokasi
tertentu tanpa melakukan pekerjaan eksplorasi, artinya penyelidikan harus
difokuskan pada (tipe/jenis) bahan galian yang spesifik atau pada daerah yang
spesifik (wilayah/negara)
Mempelajari keadaan geologi secara umum untuk daerah yang bersangkutan
berdasarkan data permukaan atau daerah yang memiliki geologic anomali
(keganjilan geologi) yang mencerminkan adanya karakteristik dari sebuah endapan
bahan galian.
Jika pada tahap prospeksi ini tidak ditemukan adanya cadangan bahan galian
yang berprospek untuk diteruskan sampai ke tahapan eksplorasi, maka kegiatan ini
harus dihentikan.
Prospeksi merupakan langkah awal eksplorasi pada suatu daerah berdasarkan data
geologi, geokimia dan geofisika dalam rangkaian usaha pertambangan untuk
mencari endapan.
Prosedur Prospecting mengikuti langkah-langkah berikut ini,
1. Mencari laporan dan literatur teknik yang sudah dipublikasikan,
2. Mempelajari peta geologi dan peta permukaan yang ada,
3. Mempelajari foto udara dan foto satelit,
4. Menyiapkan peta foto geologi dari informasi-informasi yang ada dan data
foto udara terbaru,

2
5. Melakukan survei geofisika dari udara pada area yang diselidiki,
6. Membangun pusat operasi (base of operation), mengontrol pemetaan, dan
mengatur pembagian daerah yang diselidiki,
7. Melakukan survei awal mengenai geologi tanah, geofisika, dan/atau
geokimia,
8. Mengumpulkan dan menganalisis data yang didapat.

2.2. Eksplorasi
Eksplorasi batugamping yang umum dikerjakan adalah menghitung volume
dan mengetahui kualitas cadangan, sedangkan kegiatan awal berupa pencarian
endapan(prospeksi) umumnya jarang dilakukan karena endapan batugamping
sudah di ketahui keberadaannya dan mudah di temukan. Tahap kegiatan eksplorasi
gamping yakni:

2.2.1 Pemetaan topografi


Jika peta dasar (peta topografi) dari daerah eksplorasi sudah tersedia, maka
survei dan pemetaan singkapan (outcrop) atau gejala geologi lainnya sudah dapat
dimulai (peta topografi skala 1 : 50.000 atau 1 : 25.000). Tetapi jika belum ada,
maka perlu dilakukan pemetaan topografi lebih dahulu. Kalau di daerah tersebut
sudah ada peta geologi, maka hal ini sangat menguntungkan, karena survei bisa
langsung ditujukan untuk mencari tanda-tanda endapan yang dicari (singkapan),
melengkapi peta geologi dan mengambil conto dari singkapan-singkapan yang
penting.
Selain singkapan-singkapan batuan pembawa bahan galian atau batubara
(sasaran langsung), yang perlu juga diperhatikan adalah perubahan/batas batuan,
orientasi lapisan batuan sedimen (jurus dan kemiringan), orientasi sesar dan tanda-
tanda lainnya. Hal-hal penting tersebut harus diplot pada peta dasar dengan bantuan
alat-alat seperti : kompas geologi, inclinometer altimeter,

Gambar 2.1 Kompas geologi

3
serta tanda-tanda alami seperti bukit, lembah, belokan sungai, jalan,
kampung, dll. Dengan demikian peta geologi dapat dilengkapi atau dibuat baru
(peta singkapan).
Tanda-tanda yang sudah diplot pada peta tersebut kemudian digabungkan
dan dibuat penampang tegak atau model penyebarannya (model geologi). Dengan
model geologi hepatitik tersebut kemudian dirancang pengambilan conto dengan
cara acak, pembuatan sumur uji (test pit), pembuatan paritan (trenching), dan jika
diperlukan dilakukan pemboran. Lokasi-lokasi tersebut kemudian harus diplot
dengan tepat di peta (dengan bantuan alat ukur, teodolit, BTM, dll.). Dari kegiatan
ini akan dihasilkan model geologi, model penyebaran endapan, gambaran mengenai
cadangan geologi, kadar awal, dll. dipakai untuk menetapkan apakah daerah survei
yang bersangkutan memberikan harapan baik (prospek) atau tidak. Kalau daerah
tersebut mempunyai prospek yang baik maka dapat diteruskan dengan tahap
eksplorasi selanjutnya.

Gambar 2.2 Contoh Peta Geologi

4
2.2.2 Pengambilan contoh bongkahan
Pengambilan contoh bongkahan pada batugamping menggunakan metode
Channel Sampling dimana metoda ini dapat digunakan pada endapan yang terdapat
di permukaan dan juga di dalam suatu tambang bawah tanah. Untuk endapan yang
dangkal, metoda ini dipakai dalam suatu sumur uji. Alur (channel) dibuat pada sisi
sumur uji. Pada suatu endapan hidrotermal yang ditambang dengan sistem tambang
bawah tanah, channel dibuat dari hanging wall ke foot wall.
Aplikasi dari metoda-metoda yang ada harus disertai pula dengan suatu
design yang tepat. contoh mengenai chip sampling dan channel sampling dalam
eksplorasi batugamping adalah sebagai berikut :
a. Channel sampling dalam sumur uji
Dipakai untuk endapan permukaan.

Gambar 2.2 a) Sumur uji dibuat menembus ore body yang mempunyai posisi yang
horizontal, b) Posisi channel yang vertikal pada dinding sumur uji.

Untuk suatu endapan permukaan yang tidak homogen, maka channel dibagi
menjadi beberapa sub channels sesuai kondisi mineralisasi.

5
Gambar 2.4 cahnnel pada sumur uji ketika endapan permukaan tidak homogen
Keterangan :
t = tebal lapisan
K = kadar bijih

2.2.3 Pemboran inti


Untuk memperoleh inti bor, maka alat bor putar harus di lengkapi dengan
mata bor berlubang, tabung inti bor, dan penangkap inti bor. Arah pengeboran dapat
vertikalmaupun horizontal, tetapi yang paling sering adalah pengoboran vertikal
hingga mencapai batuan dasar, dengan pola pengeboran dan jarak bor yang teratur,
sehingga akan di peroleh sejumlah inti bor yang representatif. Dengan demikian
letak, bentuk atau posisi endapan bahan galiannya dapat di ketahui dengan pasti.
Bila semua inti bor telah selesai di selidiki di laboratorium, maka akan di ketahui
mutu atau kadar mineral berharganya dan sifat-sifat fisik- mekanik-mineraloginya
secara lengkap
Perencanaan pemboran inti, meliputi :
· Target tubuh bijih yang akan ditembus,
· Lokasi (berpengaruh pada kesampaian ke titik bor dan pemindahan (moving) alat),
· Kondisi lokasi (berpengaruh pada sumber air, keamanan),
· Kedalaman masing-masing lubang,
· Jenis alat yang akan digunakan, termasuk spesifikasi,

6
· Jumlah tenaga kerja,
· Alat transportasi, dan
· Jumlah (panjang) core box.
Sedapat mungkin, pada masing-masing perencanaan tersebut telah
mengikutkan jumlah/besar anggaran yang dibutuhkan. Selain itu, prinsip dasar
dalam penentuan jarak sedapat mungkin telah memenuhi beberapa faktor lain,
seperti :
1. Grid density (interval/jarak) antar titik observasi. Semakin detail pekerjaan maka
grid density semakin kecil (interval/jarak) semakin rapat.
2. Persyaratan pengelompokan hasil perhitungan cadangan/endapan. Contoh pada
batubara ; syarat jarak untuk klasifikasi terukur (measured) £ 400 m antar titik
observasi.

2.2.4 Analisa contoh(sifat fisik, mekanik,kimia)


Data hasil pengukuran dapat segera dilakukan pengolahan di lapangan atau
langsung dikirim ke kantor. Macam – macam lab. yang digunakan adalah : Lab.
krismin, petrologi, mektan, mekbat, PBG, kimia, batubara, X- ray fluorescence, X-
ray diffraction. Studio yang digunakan: Penginderaan jauh, pemetaan, geofisika,
dll.
Setelah conto diperoleh, kemudian dibawa ke laboratorium untuk dilakukan
assay (analisis kadar). Karena yang dianalisis tersebut hanya sebagian kecil dari
conto, maka diperlukan preparasi (persiapan) conto, agar bagian conto yang
dianalisis masih representatif terhadap kondisi sebenarnya. Dalam proses preparasi
conto, hasil akhir yang diperoleh (tujuan preparasi itu sendiri) yaitu conto dengan
ukuran 100 # (mesh).

2.2.5 Perhitungan cadangan


Perhitungan cadangan yang dilakukan di Pulau Gee menggunakan metode
daerah pengaruh (Area Of influence). Pemboran yang dilakukan merupakan pola
pemboran yang beraturan menurut lintasan-lintasan grid, dengan jarak antara
lintasan yang satu dengan lintasan yang lainnya adalah 25 meter.

7
Pada metode ini jumlah cadangan dihitung untuk setiap blok daerah
pengaruh yang hanya dipengaruhi oleh satu lubang bor saja. Luas daerah pengaruh
untuk satu titik bor (tiap blok) dihitung dari setengah jarak (spacing) antara dua titik
bor yang berdekatan pada samping kiri kanan dan muka belakang, sehingga
membentuk suatu pola segi empat. Penampang segi empat ini disebut blok yang
terpakai apabila kadar yang ada dalam blok tersebut sesuai dengan Cut Of Grade
yang sudah ditentukan.
Cut Of Grade (COG) menurut definisi memiliki dua pengertian yaitu
sebagai berikut :
 Kadar terendah yang masih memberikan keuntungan apabila bijih tersebut
ditambang.
 Kadar terendah rata-rata yang masih menguntungkan apabila bijih tersebut
ditambang.

Untuk menghitung volume daerah pengaruh pada metode area of influence


digunakan rumus sebagai berikut :
V=A.t
Dimana :
V = Volume cadangan (m3)
A = Luas daerah pengaruh (m2)
t = Tebal bijih (m)

Sedangkan untuk menghitung tonage dari cadangan eksplorasi


menggunakan rumus sebagai berikut :
T = V . Density insitu
T = Tonage (Ton)
V = Volume cadangan (m3)
Density insitu saprolit = 1,5 Ton/m3

8
2.3 Studi Kelayakan Tambang
Studi kelayakan selain merupakan salah satu kewajiban normatif yang harus
dipenuhi dan prasyarat untuk memperoleh IUP Operasi Produksi. Sesungguhnya
apabila dipahami secara benar, studi kelayakan merupakan dokumen penting yang
berguna bagi berbagai pihak, khususnya bagi pelaku usaha, pemerintah, dan
investor atau perbankan. Dengan demikian, dokumen studi kelayakan bukan hanya
seonggok tumpukan kertas yang di dalamnya memuat konsep, perhitungan angka-
angka dan gambar-gambar semata, tetapi merupakan dokumen yang sangat berguna
bagi manajemen dalam mengambil keputusan strategik apakah rencana tambang
tersebut layak untuk dilanjutkan atau tidak.
Ruang lingkup dalam penyusunan studi kelayakan meliputi beberapa aspek
yaitu aspek teknis, K3, lingkungan, ekonomi, sosial, pasca tambang, dan aspek
lainnya. Hal-Hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan studi kelayakan :
 Kajian keadaan bahan galian/ cadangan
 kajian geoteknik
 kajuan geohidrologi
 kajian penambangan
 kajian pengolahan/pemurnian
 kajian pengangkutan
 kajian K3
 kajian lingkungan hidup
 kajian pengembangan masyrakat
 kajian pasca tambang
 kajian ekonomi
Hal lain yang harus dipahami adalah, studi kelayakan bukan hanya mengkaji
secara teknis, atau membuat prediksi/ proyeksi ekonomis, juga mengkaji aspek
nonteknis lainnya, seperti aspek sosial, budaya, hukum, dan lingkungan. Studi
kelayakan selain berguna dalam mengambil keputusan jadi atau tidaknya rencana
usaha penambangan itu dijalankan, juga berguna pada saat kegiatan itu jadi
dilaksanakan, yaitu:
a. Dokumen studi kelayakan berfungsi sebagai acuan pelaksanaan kegiatan,
baik acuan kerja di lapangan, maupun acuan bagi staf manajemen di dalam

9
kantor; Berfungsi sebagai alat kontrol dan pengendalian berjalannya
pekerjaan;
b. Sebagai landasan evaluasi kegiatan dalam mengukur prestasi pekerjaan,
sehingga apabila ditemukan kendala teknis ataupun nonteknis, dapat segera
ditanggulangi atau dicarikan jalan keluarnya;
c. Bagi pemerintah, dokumen studi kelayakan, merupakan pedoman dalam
melakukan pengawasan, baik yang menyangkut kontrol realisasi produksi,
kontrol keselamatan dan kesehatan kerja, kontrol pengendalian aspek
lingkungan, dan lain-lain.
Adapun aspek-aspek yang menjadi kajian dalam studi kelayakan adalah:
1. Aspek kajian teknis, meliputi:
Kajian hasil eksplorasi, berkaitan dengan aspek geologi, topografi, sumur uji,
parit uji, pemboran, kualitas endapan, dan jumlah cadangan;
Hasil kajian data-data eksplorasi tersebut, sebagai data teknis dalam
menentukan pilihan sistem penambangan, apakah tambang terbuka, tambang
bawah tanah, atau campuran.
2. Aspek kajian nonteknis, meliputi:
Kajian peraturan perundang-undangan yang terkait aspek ketenagakerjaan,
aturan K3, sistem perpajakan dan retribusi, aturan administrasi pelaporan kegiatan
tambang, dan lain-lain;
Kajian aspek sosial budaya dan adat istiadat masyarakat setempat, meliputi
kajian aspek hukum adat yang berlaku, pola perilaku dan kebiasaan masyarakat
setempat.
3. Kajian pasar
Berkaitan dengan supply and demand, dapat dianalisis dari karakteristik pasar,
potensi, dan pesaing pasar (melalui analisis terhadap kebutuhan pasar dan supply
yang telah berjalan, maupun dari analisis substitusi produk). Selain itu hal yang
paling penting adalah karakteristik dan standarisasi produk di pasaran.
4. Kajian kelayakan ekonomis
Adalah perhitungan tentang kelayakan ekonomis, berupa estimasi-estimasi
dengan mempergunakan beberapa metode pendekatan. Secara umum, metode
pendekatan dimaksud biasanya melalui analisis Net Present Value (NPV), Benefit

10
Cos Ratio (BCR), Profitability Index (PI), Internal Rate of Return (IRR), dan
Payback Period.
5. Kajian kelayakan lingkungan, berbentuk AMDAL dan UKL-UPL.
Kajian lingkungan untuk industri pertambangan merupakan kegiatan yang
wajib AMDAL, karena baik dari sisi intensitas, ruang lingkup kegiatan, maupun
dari sisi operasional dan pengolahan bahan galian merupakan kegiatan-kegiatan
yang dapat menimbulkan dampak serius terhadap lingkungan. Mencermati uraian
di atas, memberikan gambaran bahwa studi kelayakan pertambangan merupakan
studi yang cukup kompleks, oleh karena itu harus dilakukan secara cermat dan
integratif dari setiap aspek yang berhubungan langsung dengan kegiatan
penambangan. Karena kegiatan penambangan adalah salah satu kegiatan yang
memp unyai sensitivitas sangat tinggi, terutama yang berkaitan dengan masalah
aspek sosial budaya masyarakat setempat. Walaupun pada umumnya kegiatan
tambang berada di tengah hutan, tetapi untuk beberapa tahun terakhir ini, boleh
dikatakan bahwa kegiatan usaha tambang relatif berdekatan dengan pemukiman
penduduk, sehingga sering bersinggungan dengan kepentingan masyarakat
setempat.

2.4 Sistem Penambangan


Penambangan mineral batu kapur adalah dengan metode tambang terbuka dan
menggunakan sistem penambangan quarry (Gambar 2.1). Quarry adalah sistem
tambang terbuka yang diterapkan untuk menambang endapan-endapan bahan
galian industri atau mineral industri, antara lain: penambangan batu gamping,
marmer, granit, andesit dan sebagainya. Quarry dapat menghasilkan material atau
hasil tambang dalam bentuk loose/broken materials ataupun dalam bentuk
dimensional stones. Berdasarkan letak endapan yang digali atau arah penambangan
atau penggalian, secara garis besar quarry dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu
side hill type dan pit type.
A. Side Hill Type Quarry
Side Hill Type Quarry adalah system penambangan yang diterapkan untuk
menambang batuan atau endapan mineral industri yang letaknya di lereng bukit

11
atau endapannya berbentuk bukit. Berdasarkan jalan masuk (access road) ke
front penambangan, side hill type dapat dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu:
a) Jalan masuk berbentuk spiral
Cara ini diterapkan apabila seluruh lereng/bukit akan digali atau
ditambang. Penggalian dilakukan mulai dari bagian atas ke arah bawah.
diterapkan jika seluruh lereng bukit akan digali, yang arah penggaliannya
dilakukan mulai dari bagian atas ke arah bawah.
b) Jalan masuk langsung
Cara ini digunakan apabila hanya sebagian lereng saja yang akan
digali. Front kerjanya dibuat memanjang sepanjang lereng yang akan digali
dan jalan masuk dari salah satu sisinya atau dari depan (Straight Ramp).

B. Pit Type (Sub Surface Type)


Pit type adalah sistem penambangan yang diretapkan untuk menambang batuan
atau endapan mineral industri yang terletak pada suatu daerah yang relatif
mendatar. Permuka kerja (front) di gali kearah bawah sehingga membentuk
cekungan (pit). Berdasarkan jalan masuk ke permukaaan kerja, pit type
memiliki tiga kemungkinan untuk membuatnya, yaitu:
a) Jalan Masuk Spiral
Apabila bentuk endapan yang akan ditambang kurang lebih bulat atau
lonjong, maka jalan masuk dan front penambangannya dibuat berbentuk
spiral.
b) Jalan Masuk Langsung
Apabila bentuk endapan yang akan ditambang kurang lebih memanjang
atau persegi, maka jalan masuk ke front penambangan dibuat berbentuk
langsung dari salah satu sisi.
c) Jalan Masuk Zig-zag
Sama halnya dengan jalan masuk langsung apabila bentuk endapan yang
akan ditambang kurang lebih memanjang atau persegi, maka jalan masuk ke
front penambangan dibuat berbentuk zig-zag dari salah satu sisi.

12
Gambar 2.1. Area Penambangan Batu Kapur PT Semen Baturaja (Persero) Tbk.
(Dokumentasi Pribadi., 2019)

2.4.1 Pengeboran
Kegiatan pengeboran batuan adalah kegiatan yang pertama kali dilakukan
dalam kegiatan peledakan, dengan tujuan untuk membuat lubang-lubang yang
mana akan diisi oleh bahan peledak nantinya dengan memperhitungkan
geometrinya. Menurut Holmes (1978:A65), pengeboran menghasilkan lubang yang
dimana akan digunakan untuk proses peledakan. Lubang peledakan yang benar
untuk harga yang murah tidak dapat direncanakan tanpa adanya
evaluasikarakteristik deposit, sistem dan peledak yang digunakan.Dalam kegiatan
pengeboran, ada beberapa faktor yang harus diperhatikan yaitu:
1. Jenis batuan yang akan diledakkan menentukan pemilihan dari jenis alat bor yang
akan digunakan.
2. Ukuran lubang bor, faktor penting dalam menentukan ukuran (diameter) lubang
ledak adalah besarnya produksi yang diinginkan. Diamater yang lebih besar
akan memberikan laju produksi yang tinggi namun tetap memperhatikan batasan
getaran
3. Kondisi lapangan, sangat mempengaruhi pemilihan peralatan yang dipakai dan
yang diizinkan.
4. Peraturan atau Undang-Undang setempat, pekerjaan di daerah kota dekat gedung
atau bangunan akan dipengaruhi oleh batasan spesifik tentang getaran akibat

13
peledakan yang diizinkan. Hal ini akan membatasi pula jumlah muatan per
lubang ledak. Untuk memenuhi ketentuan diatas maka dipakai lubang bor
berdiameter lebih kecil.
5. Tinggi jenjang adalah parameter yang dihubungkan dengan ukuran-ukuran
lainnya. Tinggi jenjang dapat ditentukan lebih dahulu dan parameter lainnya
disesuaikan atau tinggi jenjang ditentukan setelah mempertimbangkan aspek-
aspek lainnya.
Operasi pengeboran dalam pembuatan lubang ledak di tambang terbuka dapat
dilakukan dengan kapasitas besar. Diameter lubang bor yang dibuat relatif besar
dengan jumlah lubang banyak. Hal tersebut dikarenakan pada tambang terbuka
dapat lebih leluasa menggunakan alat-alat mekanis dengan kapasitas kerja yang
besar. Lubang bor yang dibuat dapat secara vertikal maupun dengan kemiringan
tertentu sesuai kebutuhan
A. Metode Pengeboran
Komponen utama dari sistem pemboran secara mekanik adalah sumber
energi mekanik, batang bor/rod penerus (transmitter) energi tersebut, mata
bor/bit sebagai aplikator energi terhadap batuan dan peniupan udara (flushing)
sebagai pembersih dari serbuk pemboran (cutting).
a) Metode Pemboran Percussive
Pada pemboran percussive energi dari mesin bor (Rock Drill)
diteruskan oleh batang bor dan mata bor untuk merumukkan batuan.
Komponen utama dari mesin bor ini adalah piston yang mendorong dan
menarik tangkai batang bor. Energi kinetik piston diteruskan ke batang bor
dalam bentuk gelombang kejut (shock wave) yang bergerak sepanjang
batang dengan kecepatan 5000 m/s dan frekuensi impak normal 50
tumbukan/s. Pada metode ini terjadi proses peremukan (crushing)
permukaan batuan oleh mata bor dengan cara tumbukan berulang kali.

b) Metode Pemboran Rotary


Pada pemboran rotary dilakukan dengan aksi putaran. Metode rotary
terbagi menjadi dua sistem, yaitu tricone jika hasil penetrasinya berupa

14
gerusan digunakan untuk batuan sedang hingga lunak, dan drag bit jika
hasil penetrasinya berupa potongan digunakan untuk batuan lunak.
c) Metode Pemboran Rotary-Percussive
Pada pemboran rotrary-percussive aksi penumbukan oleh mata bor
dikombinasikan dengan aksi putaran sehingga terjadi proses peremukan
(crushing) dan penggerusan (abrasive) permukaan batuan. Metode ini
dapat digunakan pada bermacam-macam jenis batuan.

B. Pola Pengeboran
Pola pemboran merupakan salah satu tahapan yang penting di dalam
pelaksanaan operasi peledakan (Gambar 2.3). Secara garis besar pola
pemboran yang umum dilakukan di dalam mendesain operasi peledakan di
permukaan dapat dikelompokkan menjadi:
1. Square Pattern yaituPola pemboran yang memiliki jarak burden dan
spacing yang sama.
2. Rectangular Pattern yaituPola pemboran yang memiliki jarak spacing lebih
besar daripada jarak burden.
3. Staggered Pattern yaituPola pemboran square dan rectangular yang
disusun secara zig-zag.

Gambar 2.3. Sketsa Pola Pemboran Pada Tambang Terbuka (Sumber: Richard
A. Dick, Larry R. Fletcher, and Dennis V. D'Andrea 198)
Pada kegiatan pengeboran (drilling) digunakan 1 unit Furukawa Rock Drill
PCR200 (Gambar 2.4) dan CompressorAirman PDS750S(Gambar 2.5). Kedalaman
lubang bor yang dapat dibuat adalah rata-rata 6 meter, dengan diameter lubang bor

15
sebesar 3,5 inci.Untuk pengeboran dengan kedalaman6 meter digunakan 2 buah
batang bor. Untuk spesifikasi alat bor dan kompresor dapat dilihat pada (Lampiran
C).

Gambar 2.4. Furukawa Rockdrill PCR200(Dokumentasi Pribadi, 2019)

Gambar 2.5. Compressor Airman PDS750S (Dokumnetasi Pribadi, 2019)

2.4.2 Peledakan

16
Kegiatan peledakan (blasting) bertujuan untuk membongkar batuan yang
kompak menjadi fragmentasi-fragmentasi yang berukuran tidak terlalu besar agar
memudahkan dalam proses pemuatan dan pengangkutan menuju pabrik pengolahan
(crushing plant). Pola peledakan yang digunakan yaitu box cut, berarti arah
lemparan batuan mengarah pada salah satu sudut dari bidang bebas. Sedangkan
rangkaian peledakan yang digunakan adalah rangkaian seri dengan sistem
penyalaan yaitu menggunakan aliran listrik (electric detonator).
Agen peledakan yang digunakan pada kegiatan ini adalah ammonium nitrate
(AN) dengan berat bersih per karung yaitu 25 kilogram. Dalam peledakan yang
dilakukan umumnya jumlah baris kolom ledak yakni 2 row. Lalu untuk jumlah
penembakan berkisar dari 8-13 kali penembakan. Hal ini dilakukan untuk
mengurangi efek peledakan terhadap area sektitar tambang terutama penduduk
daerah desa pusar.
Perlengkapan peledakan (Gambar 2.6) yang digunakan yaitu Electric
Detonator dengan kode waktu tunda rata-rata 3 sekon, Cartridge Dayagel Extra
dengan berat per dodol yaitu 200 gram, Connecting Wire Million dengan panjang
per kabel yaitu 100 meter.

Gambar 2.6 ANFO, Dynamite, dan Electric Detonator (PT Semen Indonesia
(Persero) Tbk., 2019)

Setelah seluruh peralatan lengkap, dilakukan persiapan lubang ledak


(blasthole loading). Persiapan lubang ledak meliputi pengecekan keaadaan lubang,

17
apakah lubang ledak terisi oleh air atau tidak. Apabila lubang ledak terisi air maka
perlu dilakukan upaya pengeluaran air dari lubang ledak melalui pemberian udara
bertekanan tinggi kedalam lubang ledak yang berasal dari compressor rock drill
sehingga air dapat keluar dari lubang ledak.
Untuk lebih memudahkan proses pengisian ANFO maka hampir selalu
digunakan kantong plastik (kondom) (Gambar 2.7). Kegiatan pengisian lubang
ledak memerlukan keterampilan khusus dan pengalaman yang baik.

Gambar 2.7. Kegiatan Pengisian Handak ke Kondom (PT Semen Indonesia


(Persero) Tbk., 2019)

Peralatan peledakan yang digunakan yaitu Blasting Machine Kobla BL-


500, Blaster’s Ohmeter Reo Model B01999-1, (Gambar 2.8) dan tongkat dari
bambu dengan panjang ± 9 meter. Blasting machine tersebut mempunyai resistensi
sebesar 500 ohm yang berarti alat tersebut dapat menginisiasi 500 detonator listrik
sekaligus dalam satu kali peledakan dengan asumsi 1 detonator mempunyai
resistensi sebesar 1 ohm.

18
Gambar 2.8. Blasting Machine dan Blaster’s Ohmeter (PT Semen Indonesia
(Persero) Tbk., 2019)

2.4.3 Bahan Peledak


Bahan peledak merupakan senyawa kimia atau campuran senyawa yang
mengalami dekomposisi yang sangat cepat bila dipicu oleh energi dalam bentuk
panas, tekanan, gesekan, atau tumbukan. Reaksi ini menghasilkan zat yang lebih
stabil, disertai pelepasan gas dan panas yag relatif tinggi. Gas-gas yang memiliki
temperatur tinggi menghasilkan tekanan yang sangat besar dalam lubang bor, dan
tekanan ini yang menyebabkan batuan akan terberai Jika kecepatan reaksi tersebut
lebih cepat dibandingkaan dengan kecepatan suara ledakan (detonation) maka
bahan peledak tersebut termasuk high explosive. Jika reaksi ledakan lebih lambat
daripada kecepatan suara ledakan (deflagration) maka bahan peledak tersebut
termasuk low explosive (Richard A. Dick, Larry R. Fletcher, dan Dennis V.
D'Andrea, 1983).
A. Klasifikasi Bahan Peledak
Bahan peledak diklasifikasikan berdasarkan sumber energinya menjadi
bahan peledak mekanik, kimia dan nuklir (Gambar 2.9) (Manon, 1978).

19
Gambar 2.9. Klasifikasi Bahan Peledak (J.J. Manon, 1978)

Sampai saat ini terdapat berbagai cara pengklasifikasian bahan peledak kimia,
namun pada umumnya kecepatan reaksi merupakan dasar pengklasifikasian
tersebut.

Tabel 2.1. Klasifikasi Bahan Peledak Menurut Anon (1977)

Jenis Reaksi Contoh

Bahan peledak lemah Deflagrate (terbakar) Black Powder


(low explosive)
Bahan peledak kuat Detonate (meledak) NG, TNT, PETN
(high explosive)
Blasting agent Detonate ( meledak) ANFO,Slurry,Emulsi

B. Sifat Fisik Bahan Peledak


a) Densitas Bahan Peledak
Densitas secara umum adalah angka yang menyatakan perbandingan
berat per volume. Pernyataan densitas pada bahan peledak dapat
mengekspresikan beberapa pengertian, yaitu:

20
1. Densitas bahan peledak adalah berat bahan peledak per unit bolume
dinyatakan dalam satuan gr/cc.
2. Densitas pengisian (loading density) adalah berat bahan peledak per
kolom lubang tembak.
b) Sensifitas Bahan Peledak
Sensitifitas adalah sifat yang menunjukkan tingkat kemudahan
inisiasi bahan peledak untuk ukuran minimal booster yang diperlukan.
Sifat sensitif bahan peledak bervariasi tergantung pada kompisisi kimia
bahan peledak, diameter, dan temperatur.
c) Water Resistance
Ketahanan bahan peledak terhadap air adalah ukuran kemampuan
suatu bahan peledak untuk melawan air disekitarnya tanpa kehilangan
sensitifitas atau efisiensi. Apabila suatu bahan peledak larut dalam air
dalam waktu yang pendek (mudah larut), berarti bahan peledak tersebut
dikatagorikan mempunyai ketahanan terhadap air yang buruk atau poor,
sebaliknya bila tidak larut dalam air disebut sangat baik atau excellent.
d) Chemical Stability
Kestabilan kimia bahan peledak adalah kemampuan untuk tidak
berubah secara kimia dan tetap mempertahankan sensitifitas selama dalam
penyimpanan di dalam gudang dengan kondisi tertentu. Faktor-faktor yang
mempercepat ketidakstabilan kimiawi antara lain panas, dingin,
kelembaban, kualitas bahan baku, kontaminasi, pengepakan, dan fasilitas
gudang bahan peledak. Tanda-tanda kerusakan bahan peledak dapat
berupa kenampakan kristalisasi, penambahan viskositas, dan perubahan
densitas.
e) Fumes Characteristics
Detonasi bahan peledak akan menghasilkan fume, yaitu gas hasil
peledakan, baik yang tidak beracun (non-toxic) maupun yang mengandung
racun (toxic). Gas-gas hasil peledakan yang tidak beracun seperti uap air
(H2O), karbondioksida (CO2), dan nitrogen (N2), sedangkan yang beracun
adalah nitrogen monoksida (NO), nitrogen oksida (NO2), dan karbon
monoksida (CO).

21
C. Karakter Detonasi Bahan Peledak
a) Kekuatan Bahan Peledak
Kekuatan bahan peledak berkaitan dengan energi yang mampu
dihasilkan oleh suatu bahan peledak. Pada hakekatnya kekuatan suatu
bahan peledak tergantung pada campuran kimiawi yang mampu
menghasilkan energi panas ketika terjadi inisiasi.
b) Kecepatan Detonasi
Kecepatan detonasi disebut juga dengan velocity of
detonation(VoD) merupakan sifat bahan peledak yang sangat penting yang
secara umum dapat diartikan sebagai laju rambatan gelombang detonasi
sepanjang bahan peledak dengan satuan meter per sekon (m/s) atau feet
per second (fps).
c) Tekanan Detonasi
Tekanan detonasi adalah tekanan yang terjadi di sepanjang zona
reaksi peledakan hingga terbentuk reaksi kimia seimbang sampai ujung
bahan peledak, pada umumnya mempunyai satuan MPa. Tekanan ini
merupakan fungsi dari kecepatan detonasi dan densitas bahan peledak.
d) Tekanan Pada Lubang Ledak
Gas hasil detonasi bahan peledak akan memberikan tekanan
terhadap dinding lubang ledak dan terus berekspansi menembus media
untuk mencapai keseimbangan. Keseimbangan tekanan gas tercapai
setelah gas tersebut terbebaskan, yaitu ketika telah mencapai udara luar.
Biasa tekanan gas pada dinding lubang ledak sekitar 50% dari tekanan
detonasi.

D. Blasting Agent
Agen peledakan adalah campuran bahan-bahan kimia yang tidak
diklasifikasikan sebagai bahan peledak, di mana campuran tersebut terdiri
dari bahan bakar (fuel) dan oksida. Pada udara terbuka, agen peledakan
tersebut tidak dapat diledakkan oleh detonator (blasting capsule).
Agen peledakan disebut juga dengan nama nitrocarbonitrate, karena
kandungan utamanya nitrat sebagai oksidator yang diambil dari ammonium

22
nitrat (NH4NO3) dan karbon sebagai bahan bakar. Kadang-kadang ditambah
bahan kimia lain, baik yang bukan bahan peledak, misalnya alumunium atau
ferrosilicon, maupun sebagai bahan peledak, yaitu TNT, dan membentuk
bahan peledak baru.

2.4.4 Geometri Peledakan


Terdapat beberapa cara untuk menghitung geometri peledakan yang telah
diperkenalkan oleh para ahli, antara lain: Anderson (1952), Pearse (1955), R.L. Ash
(1963), Langefors (1978), Konya (1972), Foldesi (1980), Olofsson (1990), Rustan
(1990) dan lainnya. Cara-cara tersebut menyajikan batasan konstanta untuk
menentukan dan menghitung geometri peledakan, terutama menentukan ukuran
burden berdasarkan diameter lubang tembak, kondisi batuan setempat dan jenis
bahan peledak (Gambar 2.10). Di samping itu produsen bahan peledak memberikan
cara coba-coba (rule of thumb) untuk menentukan geometri peledakan, diantaranya
ICI Explosive, Dyno Wesfarmer Explosives, Atlas Powder Company, Sasol SMX
Explosives Engineers Field Guide dan lain-lain. Dengan memahami sejumlah
rumus baik yang diberikan oleh para ahli maupun cara coba-coba akan menambah
keyakinan bahwa percobaan untuk mendapatkan geometri peledakan yang tepat
pada suatu lokasi perlu dilakukan, karena berbagai rumus yang diperkenalkan oleh
para ahli tersebut merupakan rumus empiris yang berdasarkan pendekatan suatu
model.

Gambar 2.10. Terminologi Geometri Peledakan (Sumber: Richard A. Dick, Larry


R. Fletcher, and Dennis V. D'Andrea 1983)

23
Berikut beberapa istilah dalam geometri peledakan:
a) Burden (B)
Burden adalah dimensi yang terpenting dalam menentukan keberhasilan
suatu pekerjaan peledakan. Burden merupakan jarak dari muatan (charges)
yang tegak lurus terhadap free face terdekat dan searah dimana pemindahan
akan terjadi.
b) Spacing (S)
Spacing adalah jarak antar lubang-lubang bor yang dirangkai dalam satu
baris (row) dan diukur sejajar terhadap pit wall. Biasanya spacing tergantung
kepada burden, kedalaman lubang bor, letak primer, waktu tunda, dan arah
struktur bidang batuan.
c) Stemming (T)
Stemming disebut juga collar, harga stemming ini sangat menentukan stress
balance dalam lubang bor. Fungsi lainnya adalah untuk mengurung gas yang
timbul. Untuk mendapatkan stress balance maka harga stemming disesuaikan
dengan burden. Pada batuan kompak, jika perbandingan antara stemming dan
burden kurang dari satu maka akan terjadi back break terutama pada collar
priming.
d) Subdrilling (J/SD)
Subdrilling merupakan bagian dari kolom lubang ledak yang terletak di
bagian dasar jenjang yang dimaksudkan untuk menghindari terjadinya toe pada
lantai jenjang setelah peledakan.
e) Tinggi Jenjang (H)
Tinggi jenjang merupakan geometri yang penting untuk menentukan
fragmentasi dari batuan. Dimana hal ini didapatkan berdasarkan perbandingan
antara tinggi jenjang dan burden yang biasa dikenal dengan istilah stiffness
ratio. Tinggi jenjang tidak boleh lebih dari kedalamn lubang ledak. (H = L – J
dimana L adalah kedalaman lubang ledak).
f) Kedalaman Lubang Ledak (L)
Kedalaman lubang bor tidak boleh lebih kecil daripada burden. Hal ini untuk
menghindari terjadinya overbreaks atau cratering. Di samping itu letak primer
menentukan juga kedalaman lubang bor. Kedalaman lubang bor juga harus

24
lebih besar dari tinggi jenjang. Hal ini berfungsi untuk menghindari terjadinya
toe dan bench hasil peledakan yang tidak rata yang dapat mengganggu aktivitas
penambangan. (L = H + J dimana H adalah tinggi jenjang dan J adalah
subdrilling).

2.4.5 Penggalian dan Pemuatan Batu Kapur


Dalam kegiatan pemindahan tanah, batuan yang akan dipindahkan perlu
digali atau di berai terlebih dahulu dari batuan induknya. Kegiatan ini sangat
bergantung pada jenis material yang akan di gali atau diberai. Pekerjaan ini
dilakunan dengan bantuan alat berat penggalian dan pemotongan diantaranya
Bulldozer, Scrapper, Dragline, Power Shovel dan Excavator. Kondisi material yang
akan di gali terbagi menjadi 3 kondisi sebagai berikut (Tenriadjeng, 2003):
Kondisi I : Bila tanah biasa (normal), bisa langsung dilakukan penumpukan
stock atau langsung dimuat (loading).
Kondisi II : Bila kondisi tanah keras harus dilakukan penggaruan (ripping)
terlebih dahulu, kemudian dilakukan stock piling dan pemuatan
(loading).
Kondisi III : Bila terlalu keras dimana pekerjaan ripping tidak ekonomis
(tidakmampu) mesti dilakukan peledakan (blasting) guna memecah
material terlebih dahulu sebelum dilakukans tockpilling kemudian
dilakukan pemuatan (loading).
Apabila batuan telah diberai atau dapat digali secara langsung, kegiatan
selanjutnya adalah pemuatan (loading). Pekerjaan ini dilakukan dengan bantuan
alat berat loader, misalnya Dozer Shovel, Wheel Loader, Excavator, dan Power
Shovel. Untuk mengetahui taksiran atau kapasitas produksi alat loading Excavator
backhoe dapat dilakukan dengan menggunakan rumus berikut (Lampiran F):

𝐾𝐵 ×𝐹𝐹 ×𝐸𝑓𝑓×𝑆𝐹×𝐷×3600
𝑃. 𝐸𝑥𝑐 = (ton/jam) . . . .(2.1)
𝐶𝑇

Keterangan
P. Exc. =Produktivitas Excavator (ton/jam)
KB =Kapasitas bucket (m3)

25
FF =Fill factor Bucket
Eff =Efisiensi Kerja
SF = Swell Factor
D = Density (ton/m3)
CT =Cycle time (detik)

Pemuatan batu kapur (loading limestone) bertujuan untuk memindahkan batu


kapur hasil peledakan kedalam alat angkut. Alat gali muat yang digunakan pada
kegiatan ini yaitu 4 unit Excavator Komatsu PC300 (Gambar 2.17).

Gambar 2.17. Excavator Komatsu PC300 danDump TruckScania P360


(Dokumentasi Pribadi, 2019)

Waktu edar alat (Cycle time), kapasitas bucket, serta faktor koreksi akan
mempengaruhi produktifitas alat muat. Alat muat jenis excavator akan melakukan
4 segmen dalam 1 kali edar aktivitasnya yaitu waktu isi (load bucket), waktu swing
isi (swing loaded), waktu isi (dump bucket), waktu swing kosong (swing empty)
(Caterpillar Inc: edition 31)

Cycle Time =Loading + Swing Loaded+ Dumping + Swing Empty . . . . .(2.2)

26
Sedangkan besarnya nilai factor koreksi (total) = FK dipengaruhi oleh:
1. Operator Skill
2. Machine availability
3. Efisiensikerja
4. Faktor lain yang mempengaruhiproduktifitasalat
5. Faktor konversi kedalaman galian jika menggali dibawah landasan excavator.

2.4.6 Pengangkutan dan Penimbunan Batu Kapur


Aktivitas pengangkutan (hauling) merupakan kegiatan lanjutan setelah
pemuatan (loading). Pada tambang terbuka yang dalam pengangkutan materialnya
tidak menggunakan alat continous miner, pengangkutan material oleh alat angkut
biasanya dilakukan dengan bantuan dump truck, atau biasa juga dengan bulldozer
jika jarak angkut kurang dari 100 meter. Pada hauling menggunakan dump truck
biasanya pada hauling road mesti dilakukan road maintenance yang biasanya
dikerjakan oleh motor grader, bulldozer, maupun compactor dan dibantu oleh truck
sprayer (Tenriadjeng, 2003). Dalam 1 kali siklus kerja sebuah dump truck
melakukan empat proses yaitu loading, hauling, dumping dan returning (Gambar
2.18).

Gambar 2.18 Cycle Time Dump Truck (Sumber: Tenriadjeng, 2003)

27
Dump truck merupakan alat angkut yang banyak dipakai untuk mengangkut
tanah, endapan bijih, batuan untuk bangunan, batubara dan lain lain. Pengangkutan
batu kapur (hauling limestone) bertujuan untuk memindahkan material batu kapur
yang telah diledakan menuju crusher (Gambar 2.19) . Alat angkut yang digunakan
sama dengan yang digunakan pada pengangkutan tanah penutup tetapi jumlah
unitnya yang berbeda yaitu 9 unit Dump Truck Quester CWE370 dan NISSAN CWB.
Armada alat angkut harus memenuhi target produksi batu kapur per hari sebesar
7000-8000 ton dan jarak antara lokasi tambang dengan area dumping sekitar 4,0
kilometer.

Gambar 2.19. Crusher Tuban 1 dan Tuban 2(Dokumentasi Pribadi, 2019)

Sebelum menuju ke crusher, dump truck terlebih dahulu melakukan


penimbangan yang bertujuan untuk menghitung target produksinya per hari apakah
sudah tercapai atau belum (Gambar 2.20). Setiap loading dari tambang untuk
menuju crusher dilakukan penimbangan untuk mengetahui berat total (berat kosong
dump truck + berat muatan) dan setiap lima ritase sekali dilakukan penimbangan
berat kosong dump truck.

28
Gambar 2.20. Timbangan Tuban1 dan Tuban 2 (Dokumentasi Pribadi, 2019)

Setelah dari timbangan, dump truck menuju ke crusher untuk melakukan kegiatan
dumping (Gambar 2.21).

Gambar 2.21. Dumping Dump Truck Scania P 360 di Crusher Tuban


1(Dokumentasi Pribadi, 2019)

Batu kapur yang telah diangkut akan mengalami pengecilan ukuran (size
reduction) pada crusher tipe hammer mill dengan ukuran feed maksimal 80cm yang

29
menghasilkan output sebesar 5 – 12 cm. Kapasitas crusher tersebut ± 650 ton / jam.
Kualitas batu kapur yang diperlukan sebagai bahan baku pembuatan semen adalah
81-83% RCO3. Jika kadar RCO3dalam batu kapur lebih rendah atau lebih tinggi
atau kurang dari standar yang ditentukan maka dilakukan proses blending antara
batu kapur high grade dengan batu kapur transisi (low grade).
Batu kapur yang memiliki ukuran yang besar atau boulder terlebih dahulu
diperkecil ukurannya dengan menggunakan Rock Breaker Komatsu PC200 di area
tambang sebelum diangkut menuju crusher (Gambar 2.22).

Gambar 2.22. Rock Breaker Komatsu PC200 (Dokumentasi Pribadi, 2019)

Untuk mengetahui produktivitas dump truck dapat dihitung dengan


menggunakan rumus berikut :

𝑛 𝑥 𝐾𝐵 𝑥 𝐸𝑓𝑓 𝑥 𝐹𝐹 𝑥 𝑆𝐹𝑥𝐷𝑥60 𝑡𝑜𝑛


𝑃. 𝐷𝑇 = 𝐶𝑇
(𝑗𝑎𝑚) . . . . .(2.3)

Keterangan:
P. DT = Produktivitas Dump Truck (ton/jam)
n =Jumlahpengisian
KB =Kapasitasbucket(m3)

30
Eff = Efisiensi Kerja
FF =Fill Factor Bucket
SF = Swell Factor
D = Density (ton/m3)
CT =Cycle time daridump truck(menit)

2.5 Crushing dan Conveying


2.5.1 Hammer Crusher
Crusher umumnya digunakan dalam tahap Primary Crushing untuk
memproduksi produk berukuran sekitar 50-100 mm. Crusher dibedakan
berdasarkan gaya yang bekerja pada materialnya, mereka dibagi atas jaw, gyratory
dan cone crusher apabila gaya yang bekerja merupakan gaya kompresi, sedangkan
disebut hammer crusher apabila gaya yang bekerja berdasarkan impact atau
pukulan.
Hammer crusher (Gambar 2.23) dapat digunakan pada tahap primary
crushing maupun tahap secondary crushing. Hal ini dapat disesuaikan dengan
keperluan proses kominusi. Berbeda dengan jaw crusher yang memiliki dua plat
yang saling menekan material, hammer crusher berbentuk seperti pendulum,
hammer atau pemukul yang ada terikat secara horizontal dalam satu tabung silinder
panjang, dimana hammer tersebut berputar dengan kecepatan tinggi sehingga
membuat material yang dimaksud dapat terpukul dan kontak dengan dinding dari
hammer crusher sehingga menyebabkan pecahnya material yang dimaksud.

Gambar 2.23. Hammer Crusher (Sumber: Oleg D. Neikov, Stanisav S.


Naboychenko, and Gordon Downson 2009).

31
Kisi-kisi silindris ataupun screening biasanya ditempatkan dibawah rotor
guna menyaring material hasil crushing. Material harus cukup kecil agar dapat
melewati screening yang ada dibawahnya. Ukuran produk dapat diatur dengan
mengubah ukuran screening yang ada.
Hammer crusher memiliki tekanan udara yang tinggi saat beroperasi, pada
saat terjadinya hentakan antara material dengan dinding crusher, polusi udara pun
timbul seiring dengan hancurnya material tersebut, namun hal ini dirancang
sedemikian rupa agar dapat meminimalisir terjadinya polusi.

2.5.2 Belt Conveyor


Belt conveyor merupakan salah satu alat angkut yang sering digunakan pada
aktivitas penambangan.

Gambar 2.24. Belt Conveyor

Keunggulan belt conveyor antara lain sebagai berikut.


A. Suatu sistem pengangkutan yang dapat diandalkan untuk mengangkut mined
mineral.
B. Mampu mengangkut “bulk material” dengan tonage yang besar pada jarak
angkut yang cukup besar, dan dengan ongkos angkut per-ton yang lebih
rendah.
C. Digunakan secara luas untuk pengangkutan berkapasitas kecil sampai sedang,
karena praktis dan ekonomis untuk mengangkut berbagai macam material.
D. Paling luas penggunaannya dibanding jenis conveyor lainnya seperti chain
conveyor, screw conveyor, dan shaker conveyor.

32
E. Dapat dimodifikasi untuk melaksanakan fungsi lainnya, seperti penimbangan,
blending, sampling, dan stockpilling.

Gambar 2.25. Bagian-Bagian Belt Conveyor

2.6 Marketing
Berikut beberapa kendala dan strategi yang taerkait dengan pemasaran batu
kapur. Selain menyiasati permintaan pemasaran batu kapur, juga terdapat
penentuan harga sesuai lokasi. Lokasi tambang yang berada di atas bukit dan
merupakan tambang yang terbuka sehingga sangat bergantung pada cuaca. Cuaca
panas maupun hujan berpengaruh pada jumlah batu kapur yang ditambang.Pemilik
tambang merasa keuntungannya menurun ketika musim hujan dibandingkan musim
kemarau. Kondisi lokasi yang berada di lahan terbuka mengakibatkan proses
tambang terganggu dan harus dihentikan demi keamanan alat dan keselamatan
pekerja.
Menurut penuturan pemilik tambang, ketika musim kemarau proses tambang
dilakukan semaksimal mungkin agar mendapatkan batu kapur dalam jumlah yang
besar. Hal ini bertujuan untuk memanfaatkan musim kemarau karena kondisi cuaca
yang mendukung untuk dilakukan penambangan. Sehingga setelah musim kemarau
berakhir, pemilik tambang masih memiliki stok batu kapur untuk disetor pada
pemesan. Sebagian besar pemilik tambang melakukan hal serupa untuk menyiasati
permintaan pemesanan batu kapur.
Penentuan Harga sesuai Lokasi
Harga batu kapur yang dijual di wilayah Kabupaten Tuban berbeda dengan
yang dijual di wilayah luar Tuban. Perbedaan harga tersebut ditentukan oleh jarak

33
yang ditempuh untuk menyetor batu kapur pada pemesan. Semakin jauh jarak yang
ditempuh, semakin besar selisih harga pengecualian untuk kondisi batu kapur yang
rusak, pemilik tambang tidak berani untuk menjualnya. Biasanya, pemilik tambang
akan mengatakan pada pemesan atau pelanggannya bahwa masih ada sisa batu batu
kapur dalam kondisi rusak ringan maupun rusak berat. Apabila pemesan tertarik
untuk membawa nya biasanya diberikan dengan percuma oleh pemilik tambang.
Nantinya batu kapur yang rusak tersebut bisa dimanfaatkan untuk ngurug rumah
maupun menutup tanah untuk antisipasi genangan air ketika musim hujan.
Akibat yang ditimbulkan dari unsur lingkungan maupun budaya dari
penambang menimbulkan suatu penerapan perilaku dalam melakukan
penambangan kapur. Mekanisme penerapan perilaku tersebut berdampak dari satu
individu ke anggota kelompok lain sehingga menimbulkan pola aktivitas dalam
keseharian. Strategi yang diterapkan oleh penambang kapur merupakan keterkaitan
antara lingkungan fisik dengan unsur lingkungan sosial budaya dimana para
penambang menggunakan kebudayaan untuk bisa bertahan dalam lingkungan fisik
tersebut. Sesuai dengan pemikiran Malinowski bahwa terdapat keterkaitan secara
otomatis antara para penambang terkait dengan fungsi dan tugas yang dilakukan.
Terdapat unsur-unsur yang terintegrasi secara otomatis dengan mempertimbangkan
resiko pada ugas yan diberikan. Selain itu, pada aktivitas penambangan terjadi
keterkaitan satu sama lain antara komponen lingkungan, komponen kebudayaan
maupun komponen fisik.

34
BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Berdasarkan uraian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat
diambil beberapa kesimpulan, antara lain sebagai berikut.
1. Aktivitas penambangan batu kapur di PT. Semen Baturaja diawali dengan
kegiatan land clearing yang kemudian dilanjutkan dengan kegiatan
pengeboran serta peledakan yang terdiri dari kegiatan inspeksi lubang bor,
perencanaan desain peledakan, penyiapan bahan peledak, pelaksanaan
peledakan, dan analisa hasil peledakan. Setelah proses peledakan, dilakukan
aktivitas penambangan batu kapur meliputi penggalian, pemuatan, dan
pengangkutan batu kapur langsung menuju crusher untuk direduksi
ukurannya sesuai permintaan pabrik. Fragmentasi hasil peledakan yang
berukuran kecil dan seragam sangat mempengaruhi peningkatan efisiensi
kerja alat gali muat dan crusher.
2. Alat-alat mekanis yang digunakan PT. Semen Baturaja pada aktivitas
penambangan batu kapur: land clearing menggunakan Bulldozer Komatsu
275D, drilling and blasting menggunakanAlatBor Furukawa HCR ED-2,
digging-loading menggunakan Excavator Komatsu PC300, hauling-dumping
menggunakan Dump Truck Scania P360, crushing menggunakan Hammer
Crusher, dan conveying menggunakan Rubber Belt Conveyor.

3.1 Saran
Berdasarkan pengamatan di lapangan dan pembahasan pada bab sebelumnya,
maka penulis dapat memberikan beberapa saran, antara lain sebagai berikut.
1. Pada saat melakukan material dumping, jika terdapat kondisi dimana
kapasitas crusher penuh dan membuat dump truck menunggu terlalu lama,
sebaiknya dumping dilakukan ke stockpile sementara terlebih dahulu agar
tidak menimbulkan waktu antrian ketika dumping.

35
2. Pada lokasi crusher sering terjadi antrian alat angkut, hal ini terjadi karena
kinerja crusher tidak berfungsi optimal. Oleh karena itu perlu ada perhatian
khusus untuk pemeliharaan crusher yang berkelanjutan sehingga cycle time
alat angkut juga efektif dan akan meningkatkan produktivitas dari crusher itu
sendiri.

36
DAFTAR PUSTAKA

Afnil, G.. 2009. Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara. Asa


Mandiri: Jakarta.

Armando, M. dan Nurhadi, S.. 2008. Dari Grasberg Sampai Amamapare.


Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.

Harrison, D. J.. 1993. Industrial Mineral Laboratory Manual : Limestone.


British Geological Survey: Nottingham (England)
Hartman, H. 1987. Introductory Mining Engineering. Tuscaloosa: University
of Alabama.

Oates, Josept A.H.. 1998. Lime and limestone : chemistry and technology,
production and uses. Wiley-VCH: Winheim (Federal Republic of
Germany).

Partanto P. 1999. Pengantar Rekayasa Pertambangan. Bandung: Teknik


Pertambangan ITB.

PT. Semen Baturaja (Persero), Tbk.. Proses Produksi. http://www


.semenbaturaja.co.id/proses-produksi. Diakses pada tanggal 08
Desember

Staley, W.W.. 1939. Introduction to Mine Surveying, Stanford University


Press: Stanford, CA.

Tenriajeng, A. 2003. Pemindahan Tanah Mekanis. Depok: Universitas


Gunadarma.

Tim Penyusun Kamus PPPTM. 1992. Kamus Pertambangan Umum. Edisi ke-
2. Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral: Bandung.

Tucker, M.E.. 1991. Sedimentary Petrology, An Introduction to the Origin of


Sedimentary Rocks. Blackwell Scientific Publications: London.

37

Anda mungkin juga menyukai