Anda di halaman 1dari 36

PROPOSAL PERMOHONAN KERJA PRAKTEK

PT. J RESOURCES

Kec. Seruyung, Kab. Nunukan, Kalimantan Utara

Diajukan oleh :

Julian Itanyo Swandi 410014022

Saprianto 410014204

JURUSAN TEKNIK GEOLOGI

SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NASIONAL

YOGYAKARTA

2018
Halaman Pengesahan

PROPOSAL PERMOHONAN KERJA PRAKTEK

Kepada

Yang diajukan oleh:

Julian Itanyo Swandi 410014022

Saprianto 410014204

Diajukan sebagai satu syarat untuk melaksanakan Kerja Praktek

Kepada Jurusan Teknik Geologi, Sekolah Tinggi Teknologi Nasional

Diketahui oleh :

Ketua Jurusan Teknik Geologi

Winarti S.T., M.T

NIK. 19730134
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................. i


HALAMAN PENGESAHAN ................................................................... ii
DAFTAR ISI .............................................................................................. iii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. iv
DAFTAR TABEL ..................................................................................... v

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1
1.2 Maksud dan Tujuan ..................................................................... 2
BAB II DESKRIPSI KEGIATAN
2.1 Materi Kegiatan .......................................................................... 3
2.2 Waktu & Tempat Pelaksanaan .................................................... 4
2.3 Peserta ......................................................................................... 5
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Geologi Regional ........................................................................ 6
BAB IV DASAR TEORI
4.1 Endapan Epithermal..................................................................... 15
BAB V PENUTUP ..................................................................................... 30
LAMPIRAN ............................................................................................... 31
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1. Peta Geologi Regional Tarakan & Sebatik ........................ 11


Gambar 4.1. Keterdapatan deposit biji dan posisi Tektoniknya ............ 16
Gambar 4.2. Rentang Suhu & Ph Pembentukan mineral ....................... 19
Gambar 4.3. Sistem Hidrothermal Pada Endapan Epithermal ................ 21
Gambar 4.4. Bagan Proses Terjadinya Aliran Larutan Hidrothermal
Pembawa Logam................................................................ 23
Gambar 4.5. Zona GradasiAlterasi Sulfidasi Tinggi ............................... 25
Gambar 4.6. Genesa Mineralisasi Logam Endapan Sulfidasi Tinggi ..... 27
Gambar 4.7. Model yang menunjukan pembentukan fluida hidrothermal
Hipogen ............................................................................. 30
Gambar 4.8. Model Pembentukan Litochap ........................................... 31
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Kolom Stratigrafi Regional Seruyung...................................... 8


Tabel 1.2. Tabel Jenis Kekar Berdasarkan Genesa ................................... 18
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kurikulum yang ada di Jurusan Teknik Geologi STTNAS Yogyakarta

memang tidak mewajibkan mahasiswa untuk melakukan kerja praktek. Namun,

kerja praktek tersebut berada di salah satu tipe tugas akhir, yaitu tugas akhir tipe II.

Kerja praktek juga merupakan salah satu wadah mahasiswa untuk mengaplikasikan

atau menerapkan ilmu yang diperoleh di bangku perkuliahan. Tingkat persaingan

dalam dunia usaha yang semakin ketat seiring dengan semakin pesatnya

perkembangan teknologi dewasa ini, menyebabkan dunia kerja menuntut

tersedianya tenaga kerja yang dapat menguasai pekerjaannya dengan baik, terampil

dan professional.

Perguruan tinggi sebagai suatu lembaga pendidikan bertanggung jawab

mempersiapkan calon-calon tenaga kerja yang profesional. Bila perguruan tinggi

hanya memberikan pendidikan sebatas teori saja kepada mahasiswa, akan tetapi

kurang memadai dalam prakteknya, maka perguruan tinggi tersebut hanya akan

meluluskan sarjana yang kurang mampu menerapkan ilmu yang diperolehnya

selama di bangku kuliah karena belum mengenal secara langsung dunia kerja yang

akan dimasukinya.

Menyadari akan hal ini, kami selaku mahasiswa jurusan Teknik Geologi

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta ingin melaksanakan kerja praktek

yang bisa membuat kami mampu bersaing dalam dunia kerja. Dalam rangka

merealisasikan tujuan tersebut diperlukan kerja sama antara pihak Perguruan


Tinggi dengan instansi yang terkait sebagai wadah bagi mahasiswa untuk

mengaplikasikan ilmu dan memberikan gambaran mengenai realita yang akan

dihadapi ketika menyelesaikan studi di perguruan tinggi. Salah satu instansi yang

berkaitan adalah PT. SAGO PRIMA UTAMA, anak cabang PT. J RESOURCE

ASIA PASIFIK.

Tambang Seruyung merupakan tambang tembaga dengan mineral ikutan emas

dan terletak di sebelah barat laut Kota Tanjung Selor, di Kecamatan Seruyung,

Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Utara, Indonesia.

1.2. Maksud dan Tujuan

Kami bermaksud melakukan kerja praktek di salah satu anak cabang PT. J

RESOURCE ASIA PASIFIK, selaku perusahaan yang melakukan penambangan

tembaga dan mineral ikutan emas.

Adapun tujuan Kerja Praktek yang akan dilaksanakan adalah :

1. Mahasiswa diharapkan mampu menyelesaikan pemetaan Alterasi dan

Mineralisasi di area IUP kerja PT SAGO PRIMA UTAMA – J

RESOURCE ASIA PASIFIK

2. Mahasiswa diharapkan mampu mengenal dan mengetahui cara kerja

perangkat-perangkat (software) yang digunakan dalam pengambilan,

pengolahan dan interpretasi data.

3. Mahasiswa mampu mengelolah data – data hasil pengambilan contoh

batuan di lapangan secara mandiri di laboratorium geologi terkait

4. Melatih para mahasiswa dalam menghadapi dunia kerja.


BAB II

DESKRIPSI KEGIATAN

II.1. MATERI KEGIATAN

Metode pemetaan geologi permukaan diperlukan untuk mengetahui

keberadaan bahan-bahan tambang. Bahan tambang baik logam maupun non-logam

memiliki sifat dan karatersitik fisik tertentu yang dapat dibedakan dari tanah atau

batuan di sekitarnya. Perbedaan fisik dan karakterisitik seperti tekstur, warna,

komposisi, tipe alterasi dan jenis mineralisasi inilah yang menjadi target untuk

dipetakan pada suatu kegiatan eksplorasi untuk menunjukan potensi keberadaan

bahan tambang pada suatu area. Dilakukan pula pengambilan sampel batuan di tiap

titik lokasi yang menjadi area pemetaan untuk dianalisa lebih lanjut di laboratorium.

Analisa laboratorium dilakukan untuk mengetahui karateristik, jenis Alterasi

& Mineralisasi serta potensi keberadaan logam berharga yang menjadi ikutan

didalam batuan yang telah mengalami proses perubahan oleh larutan Hidrothermal.

Metode analisa laboratorium meliputi:

- FAA – AAS: analisa geokimia biji logam berharga dari sampel batuan

hasil pengambilan secara langsung di lokasi penelitian

- XRD: analisa jenis mineral lempung asosiasi dari batuan yang telah

teralterasi larutan Hidrothermal

- Mikroskopis Polish/Biji: untuk mengetahui kenampakan dan jenis

mineral biji yang terdapat pada sampel hasil pengambilan langsung dari

lokasi penelitian
- Petrografi: penentuan jenis dan komposisi mineral – mineral pembentuk

batuan yang didapati di lokasi penelitian

Materi kegiatan kerja praktek ditentukan oleh instansi tempat kerja praktek,

yaitu oleh PT J Resources Asia Pasifik Indonesia. Namun dari bidang keilmuan

Teknik Geologi yang kami pelajari, kami mengharapkan dapat melakukan Kerja

Praktik dengan materi kegiatan “Karakteristik Alterasi dan Mineralisasi Logam

Emas dengan Metode Pemetaan Geologi Permukaan”.

II.2. WAKTU DAN TEMPAT PELAKSANAAN

Waktu dan lama pelaksanaan Kerja Praktik ditetapkan oleh instansi terkait,

yaitu PT J Resources Asia Pasifik. Namun, apabila berdasarkan pada kalender

akademik STTNAS, Kami mengusulkan waktu pelaksanaan Kerja Praktik ini dapat

dilaksanakan pada rentang awal April 2018 s.d awal Mei 2018.

Kerja Praktik akan dilaksanakan di anak cabang PT J Resources Asia Pasifik,


yaitu PT SAGO PRIMA UTAMA, Kec. Seruyung, Kab. Nunukan, Provinsi
Kalimantan Utara

II.3. PESERTA

Berikut nama-nama peserta yang akan mengikuti program Kerja Praktik

dari Program Studi Teknik Geologi STTNAS Yk adalah sebagai berikut :

1. Nama : Julian Itanyo Swandi

Nomor Induk Mahasiswa : 410014022

Alamat e-mail : julianswandi@gmail.com

Nomor telepon : 085225830575


2. Nama : Saprianto

Nomor Induk Mahasiswa : 410014204

Alamat e-mail :-

Nomor telepon :

Saat ini para peserta baru saja menyelesaikan semester 7 di Program

Studi Teknik Geologi, Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta dengan

rata-rata total beban SKS yang telah diambil sampai saat ini adalah 135 SKS.
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

III.1. GEOLOGI REGIONAL

III.1.1. Fisiografi regional

Pulau kalimantan merupakan suatu blok yang dikelilingi oleh batas lempeng

di bagian utara, timur dan selatan yang aktif pada tersier. batas utara berupa

cekungan Laut China Selatan, bagian timur dibatasi oleh lempeng samudra Filipina

dan bagian selatan oleh sistem busur vulkanik Banda dan Sunda. Pulau Kalimantan

merupakan margin tenggara dari lempeng Eurasia yang disebut sebagai Sundaland

(Darman & Sidi, 2000). Secara fisiografis daerah penelitian termasuk ke dalam

zona cekungan Tarakan. Cekungan Tarakan dibatasi oleh tinggian Mangkalihat

pada bagian selatan yang memisahkannya dengan cekungan Kutai dan di batasi

oleh zona sesar Andang pada bagian selatan dan utara dibatasi oleh tinggian

Kuching serta pada bagian Timur terdapat delta Mahakam yang bermuara di selat

Makasar (Hall & Nichols, 2002 dalam Satyana, 2010)

Seruyung merupakan suatu bukit dengan ketinggian 230 m diatas

permukaan laut yang tersusun oleh batuan vulkaniklastik yaitu perselingan tuf dan

sedimen tuf (Angeles, 2012 dalam M. R. Arya Mahendara, 2015).

Bukit Seruyung Merupakan bentukan topografi yang menonjol dan tererosi,

dikelilingi oleh dataran, rawa, estuarin yang luas. Bukit tersebut memanjang ke arah

timur laut - barat daya yang sejajar dengan orientasi kelurusan regional. Kelurusan

ini memiliki panjang kurang lebih 100 Km dan memanjang dari kabupaten Malinau
hingga sebelah utara dari pulau Nunukan (Sitorus, 2013 dalam M. R. Arya

Mahendara, 2015).

III.1.2. Stratigrafi Regional

Hidayat et al (1995), melakukan pemetaan geologi regional di daerah

Tarakan, Sebatik dan sekitarnya dengan skala 1:250.000. daerah yang dipetakan

tersebut sebagian besar berupa cekungann Tarakan. Secara umum, tatanan

stratigrafi di lokasi rencana penelitian berada pada cekungan Tarakan bagian utara.

strata dari yang tertua sampai termuda adalah: Formasi Sinjin, Formasi Sajau,

Sumbat dan retas serta endapan Alluvium. Berikut urutan formasi tersebut dalam

kolom stratigrafi:

1. Formasi sinjin (Tps)

Tersusun atas perselingan tuf, breksi tuf, agglomerat dan lava andesit

piroksen. tuf pada formasi ini memiliki kandungan agat dan obsidian. Secara

setempat-setempat di jumpai struktur aliran dan perlapisan sejajar, serta beberapa

tuf terelaskan. lava andesit memiliki tekstur porfiritik dengan struktur aliran.

Formasi Sinjin merupakan batuan tertua yang tersingkap di daerah ini dan di

perkirakan berumur pliosen akhir samapai plestosen awal. formasi ini di intrusi oleh

intrusi kuarter pliosen sumbat dan retas serta menjemari dengan bagian bawah

Formasi Sajau.

2. Formasi Sajau (TQps)

Tersusun atas btupasir kuarsa, batulempung, batulanau, batubara, lignit dan


KENOZOIKUM

Tabel 3.1 Kolom stratigrafi lokasi penelitian (Hidayat et al., 1995).

konglomerat. Struktur sedimen terlihat di Formasi tersebut adalah: perlapisan

silang- silur dan laminasi sejajar. Batuan di formasi ini juga mengandung fosil kayu

dan pada umumnya mengandung karbon dalam jumlah tinggi. Umur formasi ini

adalah Plio-plestosen berdasarkan penggalan fosil moluska oleh Beets pada tahun

1950. Lingkungan pegendapan berupa fluvial dan delta dengan ketebalan sekitar

6000-2000 m. Formasi Sajau menjemari di bagian bawah dengan Formasi Sinjin

3. Sumbat dan Retas

Sumbat dan retas merupakan batuan terobosan (intrusi) yang terbentuk

sumbat (plug) dan retas (dyke). Tipe magma dari formasi ini bersifat andesitik,

basaltik dan dasitik. Andesit memiliki tekstur porfiritik. Komposisi fenokris

plagioklas dan piroksen serta komposisi masa dasar berupa plagioklas, kuarsa,

hornblend, mineral mafik dan gelas g.api berukuran halus. Basalt tersusun atas

mineral mafik dan gelas g.api dan memiliki tesktur afanitik. Dasit memiliki tekstur

porfiritik. Komposisi fenokrisnya berupa plagioklas, kuarsa dan muskovit yang

megambang diatas massa dasar plagioklas, kuarsa berukuran halus. Intrusi tersebut
terkarbonatkan dan teralterasi serisit. batuan tersebut menerobos Formasi Sinjin dan

diperkirakan berumur plestosen.

4. Aluvium (Qa)

Tersusun endapan lepas berupa kerikil, pasir, lanau, koral dan lumpur yang

terendapkan secara tidak selaras, terbentuk pada lingkungan sungai, rawa dan

pantai. proses pengerjaan kembali (reworking) endapan tersebut masih terus

berlansung hingga saat ini (Supriyana dkk, 1995 dalam M. R. Arya Mahendara,

2015).

Persebaran Formasi batuan tersebut dapat dilihat pada peta geologi regional

cekungan Tarakan bagian utara pada gambar 3.1 (peta geo regional 1:100.000).

Daerah seruyung didasari oleh batuan dengan kemiringan yang kecil hingga

menengah (Angeles, 2012 dalam M. R. Arya Mahendara, 2015). Berdasarkan peta

geologi regional lembar Tarakan dan sebatik skala 1:250.000 (Hidayat et al, 1995)

daerah Seruyung secara stratigrafi termasuk dalam formasi Sinjin yang berumur

pliosen akhir sampai - plestosen awal, sumbat & retas berumur plestosen dan

endapan kuarter aluvium.

Suatu pengamatan pada sampel core pengeboran menunjukan bahwa batuan

tertua dari daerah Seruyung adalah lava andesit porfiritik. Fenokris dari andesit

adalah plagioklas dan mineral mafik dengan masa dasar hialopilitik. Umumnya

tekstur batuan sebagian besar telah terubah akibat itensitas dari proses leaching

yang diakibatkan oleh alterasi argilik (Sitorus et al, 2013) sekuen tuff menunjukan

rentang yang luas dari tekstur vulkanik meliputi tuf dominan dengan tekstur kristal,

vitrik maupun litik. kontak antar sekuen tuf dengan lava andesit ditandai alterasi
argilik. Ukuran butir dari sekuen tuf ditemukan bervariasi antara ash, lapili sampai

boulder. Unit tuf yang dominan pada daerah tersebut adalah tuf kristal dengan

ukuran butiran ash. kontak yang ditemukan antara unit tuf mayoritas berupa kontak

gradasional (Sitorus et al, 2013).

Dalam sikuen tuf tersebut terdapat tuf lapili dan breksi vulkanik tersusun

oleh fragmen andesit yang monomik sampai polimik. ukuran butir fragmen

bervariasi dari berukuran kerikil sampai bongkah yang megambang diatas matrik

tuf kristal dan litik. pada batas perlapisan dari unit tuf terdapat lapisan tuf berukuran

kristal dan litik. pada batas perlapisan dari unit tuf terdapat lapisan tuf berukuran

ash tipis (< 1cm) yang memisahkan antar lapisan (Sitorus et al, 2013).

Beberapa unit breksi hidrothermal dapat dikenali di singkapan dan di core

pengeboran (M. R. Arya Mahendara, 2015). Breksi hidrothermal dicirikan oleh

silika halus dan butiran sulfida yang mengisi rekahan dan pori (Sitorus et al, 2013).

breksi hidrothermal dan batuan di sekelilingnya menunjukan alterasi silika vuggy

dengan rongga yang melimpah akibat leaching asam hipogen yang sangat tinggi.

sortasi breksi tersebut adalah clast-matrix supported dan tersusun oleh fragmen

andesit berukuran berangkal-kerikil. bentuk fragmen dari breksi tersebut adala

angular-sub angular yang megambang di atas matrik silika vuggy. tekstur breksi

bervariasi dari mozaik sampai rotasional (Sitorus et al, 2013 dalam M. R. Arya

Mahendara, 2015). Endapan termuda yang terdapat di prospek ini tersusun oleh

koluvium yang tidak terkonsolidasi, endapan fluvial pengisi lembah dan endapan

rawa aluvial. endapan koluvial yang lebar mengisi bagian utara dari bukit seruyung,
Gambar 3.1
Peta geologi
regional
Tarakan dan
Sebatik
(Hidayah et
al, 1995).
sementara endapan fluvial berukuran butir kasar - bongkah mengisi lereng lembah

yang landai. Endapan rawa aluvial tersusun atas endapan lanau, lempung dan pasir

yang tidak terkonsolidasi dan menjemari dengan endapan aluvial yang berukuran

butir lebih kasar dari gravel sampai bongkah yang muncul dari kaki lereng bukit

seruyung (prasetyo dan Umbal ,2009 dalam M. R. Arya Mahendara, 2015).

III.1.4. Struktur geologi regional

Kalimantan dibagi menjadi beberapa provinsi tektonik yang berarah barat-

timur. Bagian utara dari provinsi tektonik tersebut didominasi oleh kompleks akresi

yang berumur Cretaceous dan Eosen-Miosen. Umunya tersusun oleh endapan

turbidite yang mengarah ke timur laut kalimantan dan pegunungan volkanik muda

yang paralel dengan cekungan dalam. Batuan vulkanik tersebut mengintrusi batuan

sedimen yang terimbrikasi, terdeformasi dan sedikit termetamorfosis pada akhir

dari proses subduksi (Darman & Sidi, 2000) Kalimantan Utara dimana lapangan

Seruyung berada terletak didalam busur vulkanik dengan orientasi timurlaut -

baratdaya yang melintasi Tawau di Malaysia dan Tawi-Tawi di Filipina (Lip et al.,

2009, dalam Sitorus et. al, 2013). Busur vulkanik tersebut terbentuk akibat

penunjaman lempeng samudra sulu di bawah akresi lempeng benua di Kalimantan

bagian Utara, penunjaman tersebut menyebabkan terjadinya ekstrusi batuan

volkanik Neogen di kawasan tersebut (van Bemmelen, 1949).

Busur volkanik di bagian timur kalimantan terbentuk pada batuan sedimen

berumur Eosen tengah ke Miosen yang berasal dari sikuen turbidite yang terangkat

akibat penunjaman di bagian barat daerah tersebut. Deposisi sedimen di sub


cekungan Tidung yang terbentuk pada busur tersebut bergerak ke arah timur seiring

waktu.

Cekungan Tarakan bukanlah suatu cekungan sederhana, bagian barat dan

bagian utara adalah zona sesar yang membentuk kurva di bagian timur dari timur

laut ke barat daya sebelum tertutup oleh sedimen Neogen. Batas bagian timur

merupakan suksesi dari sesar timur laut - baratdaya yang mengikuti orientasi

baratlaut - tenggara dari sesar transform (Pooley, 2005, dalam Sitorus et al., 2013).

Cekungan ini terbentuk pada Miosen tengah setelah sebelumnya terpisah dengan

cekungan Kutai. Regresi dan Transgresi yang terjadi secara berulang sepanjang

Miosen hingga Pleistosen menyebabkan kekontrasan pada litologi di kawasan ini,

dimana shale dan batugamping mengalami interkalasi dengan sedimen klastik

berukuran butir kasar. Struktur geologi geologi pada kawasan ini dicirikan oleh

lipatan dengan orientasi NW - SE dan sesar berarah NE-SW, semakin ke utara

cekungan semakin kompleks deformasi yang ditemui (van Bemmelen, 1949).

Struktur geologi yang muncul melewati daerah Seruyung tersusun

utamanya oleh struktur yang berorientasi timur laut - barat daya, barat laut-tenggara

dan utara - timurlaut dimana kumpulan struktur tersebut berasosiasi dengan rezim

stress regional. Sesar tersebut, terutama kelurusan Sembakung berorientasi timur

laut-baratdaya dan sesar berarah utara timurlaut - selatan baratdaya di percaya

sebagai jalur utama dari fluida hidrothermal untuk masuk dan membentuk zona

alterasi dan mineralisasi bijih (Sitorus, 2013).


III.1.4. Alterasi Dan Mineralisasi Regional

Alterasi dari kumpulan mineral dan distribusinya di Seruyung memiliki

karakteristik dari endapan sulfidasi tinggi. Alterasi hidrothermal pada mineral

umunya berupa silika masif dan silika vuggy yang di bungkus dengan halo tipis dari

alterasi argilik lanjut yang mengandung silika-alunit-pirit+propolitik-kaolin yang

kemudian secara gradasi berubah menjadi alterasi argilik yang lebih luas. Alterasi

Argilik terdiri dari kumpulan mineral ilite-smektit yang secara gradual berubah

menjadi mineral smektit-klorit (sitorus, 2013)

Dominasi awal dari alunit mengindikasikan bahwa fluida hidrothermal

penyebab alterasi di sebabkan oleh magma (hipogen), kemunculan piropilit dan

dickit yang minor (polimorf dari kaolinit yang terbentuk pada suhu tinggi)

teridentifikasi dari analisis ASD (analytical Spectral Device) (Rura, 2009), studi

petrografi, analisis XRD (X-ray Difraction) (SKM, 2009) dan ditemukan pada

singkapan dan di core yang berasosiasi dengan alunit dan kaolin. Alterasi illite dan

illite-smektit umumnya dikenali secara umum berasosiasi dengan kaolin (Sitorus,

2013).

Mineralisasi emas umunya berasosiasi dengan pirit dan energit. pada

umumnya pirit telah terubah menjadi goethit, limonit dan mangan akibat pelapukan

yang terbentuk di akhir. Untuk mineral biji lainnya terdapat komposisi minor dari

energit, luzonit dan kovelit hipogen. Batuan pada daerah ini hanya memiliki sedikit

kandungan tembaga dan arsenik, dimana kadar tertinggi untuk tembaga adalah 0.18

% dan arsenik 0.21 % (Sitorus, 2013).


BAB IV

DASAR TEORI

IV.1. ENDAPAN EPITHERMAL

Endapan epithermal adalah endapan hasil aktifitas lauratan hidrothermal

pada kedalaman yang dangkal, yaitu berkisar antara 1 - 3 km dengan temperatur

rendah antara 150 - 300 C (White & Hedenquist, 1995). Bentuk dari endapan

epithermal ini adalah berupa urat dengan ukuran kecil hingga besar yang terbentuk

stockwork vein, menyebar (dissiminated) dan replacement (pergantian). Tekstur

bijih pada urat dapat berupa drussy cavaties, colloform dan crustiform bending,

breksi hidrothermal dan tekstur sisir (Comb texture). Mineral bijih yang

terendapkan umumnya berupa Au, Ag, As, Sb, Hg, Te, Tl, Ba, U, Zn dan CU.

Alterasi yang berkembang pada endapan ini berupa alterasi silisifikasi, argilik

lanjut, argilik dan propilitik (dimodifikasi dari Lindgren, 1933 dalam Hedenquist,

1987).

Lingkungan tempat terbentuknya endapan ini dapat ditemukan pada

lingkungan volkanik subaerial dan intrusi intrusi subvolkanik yang berkaitan

dengan lingkungan tersebut (Silitoe & Bonham, 1984 dalam White & Hedenquist,

1990) dan seri magmanya tergolong dalam magma seri kalk - Alkali hingga Alkali

(Anderson & Eaton, 1990 dalam White & Hedenquist, 1990). Kondisi magma dan

lingkungan tersebut dapat ditemukan pada tatanan tektonik busur volkanik dan zona

pemekaran yang merupakan lanjutan dari busur volkanik dan zona pemekaraan
yang merupakan lanjutan dari busur volkanik tersebut (gambar 4.1) (intra arc rift &

back arch rift) (Karig, 1971 dalam White & Hedenquist, 1990).

Endapan epithermal dibagi menjadi dua, yaitu endapan epithermal sulfidasi

rendah, menengah dan tinggi. pembagian tersebut didasarkan kepada perbedaan

mineralogi dan alterasi, karakteristik fluida hidrothermal, lingkungan dan suhu

pembentukan endapan.

Gambar 4.1 Model hubungan antara jenis, keterdapatan deposit mineral


biji dan posisi Tektoniknya (Corbet & Leach, 1997).

Kedua sistem endapan tersebut berada pada sistem hidrothermal yang berbeda,

yaitu sistem geothermal pada endapan sulfidasi rendah dan sistem volkanik -

hidrothermal pada endapan sulfidasi tinggi (asam) maupun rendah (netral dan basa)

seperti pada gambar 4.3. Terdapat pula jenis mineral penciri masing – masing tipe

endapan epithermal seperti yang ditunjukan pada Tabel 4.1.


IV.1.1. Endapan epithermal sulfidasi tinggi

Endapan ini terbentuk pada zona proksimal dari pipa - pipa vulkanik yang

menuju ke permukaan. Fluida pembentuk endapan ini bersifat asam dan berasal dari

magma yang mengalami oksidasi. Fluida tersebut didominasi oleh gas (SO2, HF,

CO2, HCL) yang bergerak naik langsung dari magma melalui pipa volkanik dimana
Tabel 4.1. Rangkuman dari perbedaan karakteristik dari endapan epithermal (Arribas & Hedenquist, 2017).
tidak terjadi interaksi yang lama dengan batuan samping. kemudian, fluida yang

bergerak naik tersebut menuju ke lingkungan epithermal yang kemudian bercampur

dengan air meteroik dalam jumlah yang sedikit dan menghasilkan fluida yang

memiliki pH asam (0 - 2) dengan suhu sekitar 200 - 300 C.

Gambar 4.2. Rentang suhu dan pH pembentukan mineral alterasi


pada endapan epithermal (Hedenquist, 1996)

Fluida asam tersebut bereaksi dengan batuan samping yang dilaluinya,

menyebabkan penlindihan (leaching) pada batuan tersebut dan hanya

meninggalkan silika, sehingga terbentuk tekstur vuggy silika. Tesktur silika vuggy
terbentuk karena proses leaching terhadap kandungan feldspar dan fragmen -

fragmen batuan. mineral bijih yang terbawa oleh fluida magmatik selanjutnya

mengalami presipitasi pada rongga-rongga batuan yang mengalami pelindihan

(rongga silika vuggy) (White & Hedenquist, 1995). Sistem geothermal dan vulkanik

- hidrothermal pada endapan epithermal dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 4.3. Sistem geothermal pada endapan sulfidasi tinggi dan


rendah, Hedenquist, (2000)

IV. 1.2. Alterasi Pada Endapan Epithermal Sulfidasi Tinggi

Dapat diartikan sebagai suatu proses perubahan atau pergantian mineralogi,

tekstur dan komposisi kimia pada batuan yang terjadi akibat interaksi batuan

tersebut dengan fluida hidrothermal. Selain pada batuan, perubahan komposisi

kimia juga terjadi pada fluida hidrothemal akibat reaksi dengan batuan yang

dilaluinya. perubahan atau pergantian tersebut merupakan suatu upaya untuk

mencapai kesetimbangan kimia (gambar 4.4).


Gambar 4.4. Bagan proses transportasi larutan Hidrothermal pembawa logam yang
melalui celah pada batuan (Barnes, 1997).

Alterasi-alterasi yang terbentuk pada sistem epithermal sulfidasi tinggi berdasarkan

model stoffregren, 1987 adalah:

1. Zona alterasi silisifikasi

merupakan zona yang paling dekat dengan rekahan. alterasi di cirikan dengan

pembentukan silika vuggy, silika masif atau keduanya secara bersamaan. tekstur

vuggy terbentuk dari silika sisa (residual silica) yang terendapkan pada saat proses

penindihan pada batuan yang dilalui oleh fluida hidrothermal. Zona alterasi ini

berbatasan dengan zona alterasi argilik lanjut.

2. Zona argilik lanjut

zona alterasi ini dicirikan oleh kehadiran mineral alterasi kuarsa dan alunit yang

melimpah. biasanya terlihat membugkus alterasi silisifikasi (Arribas, 1995).

3. Zona Argilik

Zona ini ditandai dengan kehadiran mineral lempung kaolin dan illite yang

melimpah. batasnya dengan alterasi lanjut umumnya gradasional dan kurang jelas.
4. Zona alterasi propilitik

Zona ini ditandai dengan kehadiran mineral klorit yang melimpah. merupakan zona

alterasi terluar dalam sistem endapan ini dan biasanya memiliki area yang luas

hingga mencapai 100 km2.

Pembagian dan letak dari keempat zona tersebut dapat dilihat pada gambar 4.5 :

Gambar 4.5. Zona alterasi pada endapan epithermal sulfidasi tinggi (Stoffregen
1987 dalam Arribas, 1995)

IV.1.3. Mineralisasi biji pada endapan epithermal sulfidasi tinggi

Mineralisasi sulfidasi tinggi terbentuk kemudian setelah terjadinya alterasi

pada feeder structure. Mineralisasi tersebut ditandai dengan terbentuknya

kelompok mineral sulfida yang didominasi oleh pirit, energit, luzonit dan sedikit

kovelit serta tennantit (White & Hedenquist; Corbeth & Leach, 1998; Silitoe, 1999,

dalam Corbet, 2002).

Secara umum urutan jumlah dari mineral sulfida tersebut adalah pirit,

energit, luzonit, Au (native), grup telurida, kovelit, tenantit-tetrahidrite, markasit,

kalkopirit, sfelarit dan galena. sedangkan mineral sulfida yang jarang ditemui dalam

sistem epithermal sulfidasi tinggi adalah Au (elektrum), grup selenida, pirargirit,


arsenipirit, sinabar, stibnit, bornit, kasiterite, molibdenit, orpimen, realgar dan

wolframit (White et al, 1995; White & Hedenquist, 1995 dalam Arribas, 1995).

Berbagai macam mineral sulfida dan gangue ada pada Tabel 3.2 di bawah ini:

Tabel 4.2. Keterdapatan mineral bijih dan mineral gangue pada endapan epithermal
sulfidasi rendah dan tinggi (modifikasi dari Hedenquist et al 1996).

Mineral biji pada endapan epithermal sulfidasi tinggi umunya

terkonsentrasi pada pusat saluran (Channelway) dari alterasi yang terbentuk, yaitu

pada silika vuggy (White & Hedenquist, 1995). Terdapat dua proses mineralisasi

pada endapan epithermal sulfidasi tinggi, yaitu pertama pembentukan mineral bijih

pada tahap leaching dan alterasi yang kemudian menghasilkan vuggy silika,

dibungkus oleh zona alterasi argilik lanjut dan kemudian argilik serta pembentukan

disseminate pirit. Kemudian tahap selanjutnya adalah tahap deposisi mineral logam

Cu, Au dan Ag (gambar 4.6).

Terdapat 2 hipotesis pembentukan mineral logam pada endapan epithermal

sulfidasi tinggi yaitu, abrsopsi dari uap bertekanan tinggi oleh air meteroik pada

kedalaman yang dalam dengan salinitas rendah dan fluida brine magmatik yang

bercampur dengan air meteroik dangkal dengan salinitas tinggi (Arribas, 1995).

Proses tersebut menghasilkan tekstur khas yang berupa pengisian ruang-ruang


kosong pada vuggy silica, pengisian celah – celah retakan pada breksi diatrema

(Hidrothermal), pengisisan mineral bijih pada ruang - ruang kosong batuan yang

mengalami silisifikasi atau berupa berupa sulfida pengisi matrik yang umumnya

dijumpai bersama dengan gangue seperti barit dan alunit (Corbett, 2002).

Gambar 4.6. Genesa mineralisasi mineral logam pada endapan epithermal sulfidasi
tinggi (Arribas, 1995).

IV.1.4. Fluida hidrothermal pada endapan epithermal sulfidasi tinggi

Terdapat tiga sumber utama fluida asam alami, yaitu kondensasi dari

magma hipogen (hypogen magmatic condensate), oksida oleh pemanasan uap

(steam heated oxidation) dan oksidasi supergen (Hedenquist & Arribas, 1999).

1. Kondensasi dari magma hipogen

Terbentuk pada zona proksimal dari endapan epithermal sulfidasi tinggi

megandung fluida asam hipogen HCL, SO4 dann HF (Hedenquist, 1995, dalam
Hedenquist & Arribas, 1999). pH pada larutan bernilai 1, cukup kuat untuk

meleaching hampir semua unsur, termasuk Al dari batuan dan hanya menyisakan

reisudual silika (vuggy)

2. Oksida oleh pemanasan uap

Terbentuk akibat pemanasan air meteroik didalam zona vadose oleh kondensasi uap

dari oksidasi H2S yang berasal dari uap magmatik. Distribusinya menyesuaikan

dengan muka air tanah, membentuk suatu perlapisan alterasi. Suhunya berkisar

antara 100 - 120 C. PH dari larutan ini memiliki nilai rentang 2 - 3, karena Al tidak

luluh pada pH > 2, maka Al akan berikatan dengan mineral alterasi aluminosilikat

seperti kaolinit dan alunit (Hedenquist & Arribas, 1999)

3. Oksida supergen

Memiliki kontrol yang sama dengan oksidasi oleh pemanasan uap, yaitu terbentuk

pada zona vadose dan dikontrol oleh posisi muka air tanah. Temperatur maksimum

30 - 40 C dan mineral umum yang dihasilkan adalah jarosit dan Fe Oksida

(Hedenquist & Arribas, 1999).

Berdasarkan penelitian inklusi fluida pada batuan yang telah teralterasi

(Hedenquist & Henley, 1985, dalam Arribas, 1995), temperatur dan salinitas fluida

hidrothermal pada endapan epithermal sulfidasi tinggi berkisar dari 90 C hingga

480 C dan < 1 hingga 45 wt %. Terdapat 4 kelompok fluida hidrothermal

berdasarkan Arribas, 1995, yaitu:

1. Kelompok 1

Dicirikan dengan temperaturnya yang paling tinggi daripada kelompok fluida yang

lain, yaitu > 330 C. memiliki salinitas yang sangat bervariasi. Fluida tersebut
biasanya berasosiasi dengan tahap awal alterasi dan mengindikasikan adanya

intrusi dangkal atau tekanan ruang tertutup.

2. Kelompok 2

Merupakan kelompok dengan temperatur fluida yang menengah yaitu 180 - 330 C.

Memiliki salinitas dengan rentang nilai < 1 hingga 18 didalam wt. % NaCl. Mineral

bijih terbawa pada kondisi fluida hidrothermal seperti ini.

3. Kelompok 3

Kelompok fluida ini terbentuk pada tahap akhir mineralisasi bijih. Fluida

hidrothermal pada kelompok ini memiliki temperatur rendah, yaitu 90 - 180 C.

Memiliki salinitas 0.2 - 4.5 wt. % NaCl.

4. Kelompok 4

Fluida hidrothermal pada kelompok ini disebut sebagai fluida serisitik. Memiliki

temperatur sebesar 220 - 450 C dan salinitas 2 - 45 didalam wt.% NaCl. Fluida

tersebut merupakan penciri dari zona alterasi yang lebih dangkal.

PH fluida hidrothermal tersebut bergantung pada reaksi air meteroik dengan

uap magmatik. Batas antara zona alterasi silisifikasi dan zona argilik lanjut disebut

sebagai batas dari zona freatik (gambar 4.7) (Stoffregen, 1987; White, 1991;

Giggenbach 1992a, dalam Hedenquist et al., 2000). Pendinginan menyebabkan

fluida yang bereaksi semakin reaktif (pH semakin kecil) dan membuat alterasi

semakin melebar ke arah atas. Semakin kearah distal penurunan rasion terhadap

fluida asam/batuan dan pengencaran akibat kontak dengan air meteroik yang

semakin tinggi, membuat reaktifitas fluida hidrothermal menurun (gambar 4.8)


(Hedenquist & Taran, 2013). Reaktifitas fluida yang menurun tersebut membuat

alterasi yang berkembang ke arah luar semakin tidak bersifat asam (netral).

Kontak antara fluida asam tersebut dengan batuan, mengakibatkan batuan

mengalami penlindihan (leaching) dan meninggalkan silika residu yang umumnya

membentuk tekstur vuggy. ketika fluida hidrothermal bertemu dengan litologi atau

struktur permeabel, arah aliran akan dikontrol oleh gradien hidrolik menghasilkan

aliran yang bersifat lateral dan distribusi alterasi yang tidak simetris (Hedenquist &

Arribas, 1999). Selain itu, reaksi antara fluida tersebut dengan batuan membuat

terbentuknya zona alterasi yang membentuk halo dari zona alterasi silisifikasi, yaitu

zona alterasi argilik lanjut (gambar 4.9). Kedua zona alterasi tersebut merupakan

lithocap yang terbentuk pada endapan epithermal sulfidasi tinggi.

Gambar 4.7. Model yang menunjukan pembentukan fluida hidrothermal


hipogen. Zona freatik merupakan batas zona alterasi silisifikasi dengan alterasi
argilik (Schoen et al. 1974; Giggenbach, 1992a; Silitoe, 1993a, dalam
Hedenquist et al. 2000)
Gambar 4.8. Lithocap yang terbentuk (sayatan melintang) akibat naiknya uap
magmatik melalui struktur yang berkembang (Hedenquist & Taran, 2013)

IV.1.5. Paragenesis

Tujuan utama dari dilakukannya analisis mikroskop bijih adalah

menentukan pembentukan asosiasi mineral dalam sukseksi waktu tertentu atau

disebut sebagai paragenesis. Studi paragenesis dapat pula dilakukan untuk

memperkirakan kondisi pada saat pembentukan mineral tersebut. Studi tersebut

berguna dalam penentuan sejarah geologi pembentukan mineral bijih, korelasi

bagian - bagian dari tubuh bijih dan korelasi pembentuk mineral jejak (emas)

dengan tahapan tertentu dalam mineralisasi bijih. Studi paragenesis membutuhkan

pengamatan detil pada sayatan poles untuk menentukan fase, mengenali tekstur

diagnosis dan menentukan dianogsis waktu (Craig & Vaughan 1981).

Sekuen dari paragenesis mineral secara umum dapat dibagi menjadi 3 tahapan

yaitu:
1. Tahapan awal

pada batuan samping apabila berupa batuan beku akan mengandung mineral oksida

primer. apabila batuan sedimen akan megandung mineral opak klastik atau

authegenik (contoh: pirit berbentuk framboidal, titanium oksida, dll)

2. Tahapan mineralisasi utama

Walaupun pada umumnya mineralisasi terjadi secara multitahap, namun hanya satu

fluida, volatil atau magma yang mengalami pendinginan

3.Tahapan pengkayaan sekunder (pada zona alterasi supergen)

Hasil dari tahapan adalah tekstur overgrowth dan tekstur kelas pengganti. tahapan

yang terbentuk ini diakhiri dengan terbentuknya tekstur pengganti dan

pembentukan mineral sekunder oksida, hidrooksida, sulfat, karbonat dan lain-lain.

Dalam keadaan normal sekuen dari pembentukan mineral (paragenesis)

akan mengikuti ketiga tahap tersebut (tahap 1 - tahap 3) secara berurutan. Tahapan

pertama dan kedua disebut juga sebagai tahapan hipogen. Beberapa mineral ada

pula yang memiliki lebih dari satu paragenesis, walaupu memiliki bentuk dan

kenampakan yang berbeda (contoh: pirit pada tahapan awal berbentuk framboidal

– pirit pada tahap mineralisasi berbentuk kubik - pirit pada tahapan pengkayaan

sekunder berbentuk koloform) (Craig & Vaughan, 1981).


BAB V

PENUTUP

Pelaksanaan Kerja Praktek ini diharapkan menjadi jalinan kerjasama yang

baik antara lembaga pendidikan dan pihak perusahaan, yaitu antara Sekolah Tinggi

Teknologi Nasional Yogyakarta khususnya Jurusan Teknik Geologi dan PT. J

RESOURCE ASIA PASIFIK.

Merupakan suatu kesempatan yang berharga apabila kami (mahasiswa)

dapat melakukan Kerja Praktek yang di PT. SAGO PRIMA UTAMA, sehingga

dapat membuka wawasan dan pengalaman mahasiswa pada bidang geologi

eksplorasi dalam dunia pertambangan. Hasil dari Kerja Praktek ini akan disusun

dalam bentuk laporan hasil penelitian dan akan dipresentasikan di lingkungan

Jurusan Teknik Geologi, Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta. Besar

harapan atas terkabulnya permohonan Kerja Praktek ini. Atas perhatian dan

bantuannya, kami ucapkan banyak terima kasih.


LAMPIRAN

Sebagai bahan pertimbangan bagi perusahaan, kami lampirkan beberapa

dokumen, antara lain:

- Surat pengantar kerja praktek dari Sekolah Tinggi Teknologi Nasional

Yogyakarta.

- Scan KTM & KTP.

- Transkrip Nilai.

Anda mungkin juga menyukai