Mengetahui,
Ketua Jurusan Teknik Geologi
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyusun laporan ini yang merupakan
sebuah prosedur akhir setelah melaksanakan Kuliah Lapangan Pemetaan Geologi
2022 di daerah Peniron, Kecamatan Pejagoan, Kabupaten Kebumen, Provinsi
Jawa Tengah. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada pihak-pihak yang
telah membantu sehingga penulis dapat mencapai tahap pelaksanaan Kuliah
Lapangan Pemetaan Geologi ini, yaitu :
1. Kedua orang tua yang selalu mendukung penulis dalam masa perkuliahan.
2. Dr. Ir. Jatmika Setiawan, M.T. selaku ketua jurusan Teknik geologi.
3. Herry Riswandi, S.T, M.T. selaku dosen pembimbing kelompok 8.
4. Rekan rekan kelompok 8 yang telah bekerjasama selama pemetaan.
5. HMTG “ Pangea “ yang telah membantu melancarkan kegiatan
perkuliahan.
6. Seluruh keluarga Pangea 19 yang telah bersama-sama berdinamika dalam
Perkuliahan.
ii
Robertus Belarminus Rangga
DAFTAR ISI
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. 1 Daerah Penelitian........................................................................................ 13
Gambar 3. 1 Sketsa peta Fisiografi Jawa Tengah (van Bemmelen, 1949) ........................ 8
Gambar 3. 2 Stratigrafi daerah Kebumen, Asikin (1974)................................................ 12
Gambar 3. 3 Tiga arah pola struktur (kelurusan) di Jawa dan sekitarnya (Pulunggono
dan Martodjojo, 1994) ...................................................................................................... 13
vii
Gambar 4. 20 a) Foto singkapan LP080 dengan kedudukan 104o/47 litologi batulanau
dengan azimuth N230oE b). Foto litologi batulanau ......................................................... 39
Gambar 4. 21 a) Foto singkapan LP081 dengan kedudukan 107o/25 litologi perselingan
batupasir napal azimuth N040oE b). Foto litologi batulanau ............................................ 39
Gambar 4. 22 a) Foto singkapan LP093 dengan kedudukan 65o/43 litologi perselingan
batulempung batupasir azimuth N069oE b). Foto litologi batupasir (atas) batulempung
(bawah) ............................................................................................................................. 40
Gambar 4. 23 a) Foto singkapan LP076 dengan kedudukan 093o/31 litologi batugamping
klastik dengan azimuth N030oE b). Foto singkapan LP 076 c) Foto sayatan petrografis . 43
Gambar 4. 24 a) Foto singkapan LP067 dengan kedudukan 073o/36.............................. 43
Gambar 4. 25 a) Foto singkapan LP026 dengan kedudukan 107o/35 litologi batugamping
klastik azimuth N345oE b). Foto singkapan LP 026 c) Foto litologi ................................ 46
Gambar 4. 26 a) Foto Bentang Alam LP038 litologi tuff N345oE b). Foto singkapan
dengan kedudukan 055o/23 c) Foto litologi Tuff .............................................................. 46
Gambar 4. 27 a) Foto Bentang Alam LP033 N190oE b). Foto singkapan dengan
kedudukan 082o/29 c) Foto litologi perselingan batupasir (atas) tuff (bawah) ................ 47
Gambar 4. 28 a) Foto Singkapan Kontak Breksi Halang dengan Tuff Penosogan b). Foto
kontak litologi breksi (atas) Tuff (bawah) ........................................................................ 48
Gambar 4. 29 a) Foto Bentang Alam LP020 N234oE b). Foto singkapan, c) Foto litologi
breksi Halang .................................................................................................................... 49
Gambar 4. 30 a) Foto Singkapan Kontak Breksi Halang dengan Batupasir Halang LP
043 .................................................................................................................................... 51
Gambar 4. 31 a) Foto Bentang Alam Batupasir Halang LP 1 azimuth N215oE .............. 51
Gambar 4. 32 a) Foto Bentang Alam LP016 dengan azimuth N021oE b). Foto singkapan
.......................................................................................................................................... 52
Gambar 4. 33 a) Foto Bentang Alam LP033 N084oE b). Foto singkapan c) Foto litologi
perselingan batupasir tuff .................................................................................................. 53
Gambar 4. 34 a) Foto Bentang Alam LP020 N234oE b). Foto singkapan...................... 53
Gambar 4. 35 Foto Bentang Alam Endapan Alluvial ...................................................... 55
Gambar 4. 36 Foto singkapan menunjukkan adanya Shear Joint .................................... 57
Gambar 4. 37 Analisa Kekar LP 31 .............................................................................. 58
Gambar 4. 38 Foto singkapan menunjukkan adanya Shear Joint .................................... 59
Gambar 4. 39 Analisa Kekar LP 83................................................................................. 60
Gambar 4. 40 Foto singkapan menunjukkan adanya Shear Fracture dan Gash Fracture
.......................................................................................................................................... 61
Gambar 4. 41 Analisa Sesar Mendatar Kiri LP 84 .......................................................... 62
Gambar 4. 42 Foto singkapan menunjukkan adanya Shear Fracture dan Gash Fracture 63
Gambar 4. 43 Hasil Analisa Sesar Naik Kanan ............................................................... 64
Gambar 4. 44 Foto singkapan menunjukkan adanya bidang sesar dan gores garis ......... 65
Gambar 4. 45 Hasil Analisa Sesar Naik .......................................................................... 65
Gambar 4. 46 Foto singkapan menunjukkan adanya bidang sesar .................................. 66
Gambar 4. 47 Hasil Analisa Sesar Naik .......................................................................... 67
Gambar 4. 48 Pemodelan struktur geologi daerah penelitian (Modifikasi Moody and
Hill, 1956) ......................................................................................................................... 68
Gambar 4. 49 Blok 3d pengendapan karangsambung ..................................................... 69
Gambar 4. 50 Blok 3D pengendapan Formasi Waturanda diatas Karangsambung ........ 70
viii
Gambar 4. 51 Blok 3D Pengendapan Batupasir Panosogan Diatas Breksi Waturanda... 71
Gambar 4. 52 Blok 3D Pengendapan Batugamping Panosogan Dan Tuff Karbonatan
Panosogan Diatas Batupasir Panosogan ........................................................................... 72
Gambar 4. 53 Blok 3D Pengendapan Breksi Polimik Halang Dan Batupasir Panosogan
Diatas Tuff-Karbonatan Panosogan .................................................................................. 73
Gambar 4. 54 Blok 3D pengendapan yang sudah tersesarkan ........................................ 74
Gambar 4. 55 Blok 3D pengendapan kondisi saat ini ..................................................... 75
ix
DAFTAR TABEL
x
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Balakang Penelitian
Sebagai calon seorang geologis harus memiliki pengalaman eksplorasi yang cukup untuk
bisa mendeskripsikan suatu kondisi permukaan bumi demi tujuan tertentu. Kuliah lapangan
pemetaan geologi merupakan suatu kegiatan yang mewadahi mahasiswa teknik geologi untuk
melakukan kegiatan eksplorasi secara mandiri. Kegiatan ini dimulai dari tahap penelusuran studi
literatur terdahulu, pembuatan proposal, pengambilan data lapangan, pengolahan data, hingga
penyusunan dalam suatu bentuk laporan pemetaan, peta pola pengaliran, peta geomorfologi, dan
peta geologi. Dari data hasil kegiatan ini akan memberikan informasi dan tatanan geologi suatu
daerah.
Daerah Kabupaten Kebumen memiliki peristiwa geologi yang menarik untuk dipelajari
oleh mahasiswa ilmu kebumian karena di daerah ini terdapat singkapan batuan tertua di Pulau
Jawa yaitu batuan Pra Tersier yang merupakan peristiwa awal pembentukan Pulau Jawa.
Kompleks Melange Luk Ulo dianggap sebagai produk dari proses subduksi antara lempeng Indo-
Australia yang menunjam di bawah lempeng benua Asia Tenggara. Berdasarkan peta geologi
lembar Kebumen (Asikin, 1992), daerah penelitian disusun oleh Formasi Penosogan, Formasi
Halang, Anggota Breksi Formasi Halang, dan endapan aluvial kuarter.
Dari kegiatan kuliah lapangan pemetaan geologi ini diharapkan dapat menambah
pengetahuan dan pengalaman penulis sehingga memiliki kepekaan seorang geologis ( sense of
geology ) yang semakin tajam dalam dunia eksplorasi.
11
• Mengetahui kondisi dan perkembangan geologi lainnya pada daerah
penelitian yang meliputi aspek geomorfologi, stratigrafi, struktur geologi
dan sejarah geologi dalam satu kesatuan ruang dan waktu geologi.
• Mengetahui genesa pembentukan dari sebuah singkapan yang kemudian
dihubungkan dengan pembentukan regional
• Membuat peta geologi berdasarkan aspek-aspek geologi yang ada yang
berasal dari data sekunder maupun data primer
1. Geomorfologi
➢ Apa saja variasi bentuklahan pada daerah penelitian ?
➢ Apa saja pola pengaliran yang terbentuk pada daerah penelitian ?
➢ Bagaiman hubungan morfologi dan pola pengaliran yang terbentuk ?
2. Stratigrafi
➢ Bagaimana persebaran satuan batuan pada daerah penelitian ?
➢ Bagaimana susunan dan hubungan satuan batuan di daerah penelitian ?
➢ Di lingkungan seperti apa saat pengendapan terjadi ?
3. Struktur Geologi
➢ Bagaimana pola kelurusan pada daerah penelitian ?
➢ Apa saja struktur geologi yang terbentuk ?
➢ Bagaimana hubungan tektonik dengan struktur geologi pada daerah penelitian ?
4. Sejarah Geologi
➢ Bagaimana sejarah pembentukan permukaan daerah penelitian ?
5. Potensi Geologi
➢ Potensi geologi apa yang terdapat pada daerah penelitian.
12
Tabel 1. 1 Koordinat Lokasi Penelitian
Koordinat X Y
13
BAB II
METODOLOGI
14
Tabel 2.1. Rangkaian Kegiatan Pemetaan
A. Peralatan
• Alat Tulis • Kompas
• Buku Lapangan • Palu Geologi
• Papan Dada • Plastik Sampel
• Peta Dasar Daerah Penelitian • Meteran
• Lup • Penggaris dan Busur
• Komparator • Laptop
• GPS • Peralatan Harian
B. Bahan
15
• Larutan HCL • Logistik harian
• Kertas HVS
• Analisis Mikropaleontologi
Analisa mikropaleontologi merupakan analisa pengamatan mikrofosil
yang didapat dari preparasi sampel batuan. Preparasi dilakukan dengan
menumbuk batuan terlebih dahulu, lalu mencampurkannya dengan cairan H2O2
(Hidrogen peroksida). Analisa mikropaleontologi dilakukan dengan pengamatan
di laboratorium ini terutama adalah fosil-fosil mikro (plankton dan bentos) yang
akan menunjukkan jenis fosil yang terdapat dalam sampel batuan dan umur fosil.
Berdasarkan informasi umur fosil kita mampu mendapat umur relatif lapisan
batuan, lingkungan pengendapan, dan paleobatimetri. Hasil dari analisis di
laboratorium dengan contoh batuan yang dihaluskan didapatkan umur dan
lingkungan pengendapan. Menggunakan analisa pengamatan paleontologi
(mikrofosil)
• Struktur Geologi
2
Analisa data geologi struktur yang didapatkan dilapangan berupa struktur
geologi yang berkembang di lokasi penelitian. Analisis struktur geologi dilakukan
untuk menganalisis deformasi yang telah terjadi pada daerah penelitian, berupa
analisis deskripsi maupun analisis kinematika. Analisis dapat dilakukan
dilapangan lalu dilengkapi di studio untuk mendapatkan arah umum (untuk
kekar), arah tegasan, nama struktur, pergerakan (pada sesar). Analisa struktur
dilakukan untuk mengetahui arah pergerakan dan jenis sesar, arah orientasi kekar,
dan arah tegasan yang terdapat pada kavling daerah penelitian sehingga dapat
menjelaskan pengaruh struktur yang ada pada kavling/ Berdasarkan hasil analisis
dapat dikaitkan dengan genesa pembentukkan daerah penelitian ataupun
bentuklahan yang berkembang.
3
BAB III
KAJIAN PUSTAKA
3.1. Peneliti Terdahulu
No. Tahun Penulis Judul Hasil Penelitian
1 1974 Askin, S Evolusi geologi Formasi Waturanda
Jawa Tengah dan diendapkan sebagai
sekitarnya ditinjau endapan turbidit yang
dari segi teori berumur Miosen Awal,
tektonik dunia dan tersusun oleh batupasir
yang baru. kasar di bagian bawah,
dimana makin ke atas
berubah menjadi tuf dan
breksi dengan komponen
andesit, basalt, dan masa
dasar batupasir. Kemudian
diatas Formasi Waturanda
diendapkan secara selaras
Formasi Penosogan pada
Miosen Bawah – Tengah
dengan lingkungan
pengendapan berupa
lingkungan laut dalam
(turbidit) dan tersusun oleh
perselingan batupasir
gampingan, batulempung,
tuf, napal, dan kalkarenit.
4
General Geology bagian, yaitu bagian timur
of Indonesia and dan barat yang dipisahkan
Adjacent oleh Lembah Jatilawang
Archipelagoes sebagai antiklin landai
yang dipotong oleh Sungai
Serayu. Pegunungan
Serayu bagian barat
dideskripsikan sebagai
tinggian pada Zona
Depresi Bandung,
sedangkan Pegunungan
Serayu bagian timur
membentuk tinggian
geoantiklin pada Zona
Depresi Bandung.
3 2018 Geni Agustya, Geologi Daerah
S.T., Ir. Djauhari Binangun dan
Noor, M.Sc, sekitarnya,
Solihin, S.T., Kecamatan
M.T., Lucky Karanggayam,
Junursyah, S.T., Kabupaten
M.T. Kebumen, Jawa
Tengah
4 2018 Muhammad Raja Geologi dan Studi
Aprizal, S.T., Ir. Endapan Turbidit
Mustafa Lutfi, Formasi
M.T., Ir. Solihin, Penosogan
M.T. Daerah
Karanggayam dan
5
Sekitarnya,
Kecamatan
Karanggayam,
Kabupaten
Kebumen,
Provinsi Jawa
Tengah
6
berumur Kapur Akhir sampai Paleosen. Satuan batuan ini dianggap sebagai produk
jalur subduksi purba pada Pre-Tersier yang memiliki umur Kapur, yang dapat diamati
mulai dari Jawa Barat selatan (Ciletuh), Pegunungan Serayu (Jawa Tengah) dan Laut
Jawa bagian timur ke Kalimantan Tenggara akibat proses subduksi antara lempeng
Indo-Australia yang menunjam di bawah lempeng benua Asia Tenggara (Asikin,
1974).
Daerah karangsambung dan sekitarnya memiliki ciri khas geologi yang sangt
kompleks. Daerah karangsambung lah salah satu tempat yang memiliki batuan sangat
beragam dengan berumur Pra-terseier. Kondisi geologi yang berada di
Karangsambung berda pada pertemuan antara lempeng subduksi yang mengalami
pengangkatan. Terjadinya pengangkatan ini lah yang menyebabkan terbentuknya
banyak formasi dengan batuan yang beragam.
7
lipatan dengan litologi mélange pada kompleks Luk Ulo, Karangsambung, Kebumen
(Bammelen, 1949).
1. Batuan Pratersier
8
Satuan Kompleks Melange Luk Ulo terbagi menjadi dua satuan yaitu Satuan Seboro
dan Satuan Jatisamit. Pada Satuan Seboro lebih didominasi oleh bongkah-bongkah
asing dibandingkan dengan masadasar sedangkan pada Satuan Jatisamit lebih
didominasi oleh masadasar dibandingkan dengan bongkahbongkah asingKelompok
batuan ini merupakan bagian dari kompleks mélange yang terdiri dari graywake,
sekis, lava basalt berstruktur bantal, gabbro, batugamping merah, rijang, lempung
hitam yang bersifat serpihan dimana semuanya merupakan campuran yang dikontrol
oleh tektonik.
2. Formasi Karangsambung
3. Formasi Totogan
4. Formasi Waturanda
9
penyusunnya terdiri dari breksi gunungapi dan batupasir wacke dengan sisipan
batuempung di bagian atas. Formasi ini tersebar di bagian utara dan selalu
membentuk morfologi tinggi. Formasi ini diendapkan secara gravity mass flow atau
turbidit.
5. Formasi Penosogan
6. Formasi Halang
7. Formasi Peniron
10
dan batulempung berumur Pliosen. Peneliti terdahulu menamakan sebagai horizon
breksi III.
Memiliki hubangan yang tidak selaras dengan semua batuan yang lebih tua
dibawahnya. Litologi terdiri dari breksi dengan sisipan batupasir tufan, dengan
komponen andesit dan batupasir yang merupakan bentukan aliran lahar pada
lingkungan darat. Berdasarkan ukuran komponen yang membesar kearah utara
menunjukkan arah sumber di utara yaitu Gunung Sumbing yang berumur plistosen.
11
Gambar 3. 2 Stratigrafi daerah Kebumen, Asikin (1974)
Proses tektonik yang terjadi di Pulau Jawa sangat dipengaruhi oleh subduksi
lempeng Indo-Australia ke bawah lempeng Mikro Sunda. Berdasarkan berbagai
macam data (data foto udara, penelitian lapangan, citra satelit, data magnetik, data
gaya berat, data seismik, dan data pemboran migas) dapat disimpulkan bahwa pada
dasarnya di pulau Jawa, ada 3 (tiga) arah kelurnsan struktur dominan yaitu arah
Meratus, arah Sunda, dan arah Jawa.
12
1. Pola Meratus terbentuk pada Zaman Kapur Akhir – Eosen Awal dan berarah NE –
SW. Kemudian berubah menjadi relative timur – barat (E – W) sejak Oligosen
hingga sekarang. Pola struktur dengan arah meratus ini merupakan pola dominan
yang berkembang di Pulau Jawa (Pulunggono dan Martodjojo, 1994).
2. Pola Sunda terbentuk pada kala Eosen – Oligosen berupa struktur regangan yang
berarah N – S. Arah ini diwakili olej sesar-sesar yang membatasai Cekungan Asri,
Cekungan Sunda, Cekungan Arjuna.
3. Arah ini umumnya dominan berada di daratan Pulau Jawa dan dinamakan dengan
Pola Jawa terbentuk pada kala Oligosen akhir – sekarang dan berarah E – W dan
diwakili oleh sesar-sesar naik seperti Baribis dan sesar sesar dalam zona Bogor (Van
Bemmelan, 1949).
Selain itu di Jawa Tengah juga dikenali terdapat dua struktur sesar utama
yang mengapit bagian barat dan timur Jawa Tengah. Sesar di bagian timur dikenal
sebagai sesar Kebumen-Muria dan bagian barat disebut sesar Pamanukan-Cilacap.
13
Kedua sesar ini dianggap sebagai faktor yang membuat Jawa Tengah secara
fisiografis berbeda dengan Jawa barat dan Jawa Timur. Sub cekungan kebumen atau
yang dikenal sebagai rendahan timur dibentuk oleh adanya tumbukan lempeng yang
menghasilkan arah gaya timurlaut- baratdaya. Arah gaya ini juga membentuk
sebagian besar cekungan pada Pulau Jawa bagian timur antara lain cekungan
ngimbang, dan sub cekungan Kendal. Dari hasil pengamatan daerah penelitian di
dapat struktur geologi yang mana dijumpai indikasi struktur geologi yang berupa
kekar, lipatan dan sesar.
3.3.4 Potensi
14
Pengembangan potensi pada daerah karangsambung dilakukan melalui
koordinasi, sinergi, dan sinkronisasi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
sesuai dengan kewenangannya, serta pemangku kepentingan untuk penetapan
kebijakan dan pengembangan.
Selain itu juga dengan kompleksnya fitur geologi yang terdapat pada daerah
penelitian sehinhgga membentuk suatu bentuklahan yang menarik dan mendukung
untuk pembelajaran kebumian dan aktivitas wisata.
15
Geopark Karangsambung merupakan sumber mata pencaharian penduduk
lokal di sekitar kawasan geopark dengan mengeksploitasi kekayaan geologi yang ada,
terutama pasir dan batuan sebagai bahan material bangunan. Beberapa aktivitas
pariwisata geopark lainnya di Karangsambung menyimpan beberapa permasalahan di
dalamnya. Pertama, yang seharusnya dilindungi dan dilestarikan oleh masyarakat
sebagai kawasan geologi, pada kenyataannya dialihfungsikan untuk kegiatan
ekstraktif (tambang) oleh masyarakat. Hal ini merupakan fenomena yang disebabkan
oleh taraf pendidikan masyarakat di Kecamatan Karangsambung masih terhitung
rendah. Dengan adanya potensi geologi tersebut, hal itu lah yang menyebabkan
banyak nya potensi positif, bahkan beberapa bisa terjadi potensi negatif.
16
BAB IV
GEOLOGI DAERAH PENIRON, KECAMATAN PEJAGOAN, KABUPATEN
KEBUMEN, JAWA TENGAH
17
1. Pola Pengaliran Dendritik
Pola pengaliran dendritik pada lokasi penelitian menutupi sekitar 30 %
lokasi penelitian. Pola dendritik pada peta ditunjukan pada arah aliran yang
memiliki banyak cabang seperti ranting pohon. Pada umumnya pola aliran
sungai dendritik dikontrol oleh litologi batuan yang homogen. Pola aliran
dendritik dapat memiliki tekstur/kerapatan sungai yang dikontrol oleh jenis
batuannya. Sebagai contoh sungai yang mengalir diatas batuan yang
tidak/kurang resisten terhadap erosi akan membentuk tekstur sungai yang
halus (rapat) sedangkan pada batuan yang resisten (seperti granit) akan
membentuk tekstur kasar (renggang).
18
Tabel 4. 2 Tabel Karakteristik Pola Pengaliran Subdendritik
19
4.2 Geomorfologi Daerah Penelitian
Geomorfologi daerah penelitian terdiri dari beberapa bentuk asal. Pada daerah
penelitian ditemukan bentuk lahan lereng struktural, perbukitan struktural, tubuh
sungai dan dataran alluvial.
20
4.2.1.1 Bentuk Lahan Lereng Struktural
Pada peta, bentuklahan ini ditandai dengan warna ungu muda. Bentuk
lahan lereng struktural mempunyai daerah yang memanjang dan relative sempit
dimana terletak disuatru pegunungan atau perbukitan dengan topografi yang
relative landau sampai sedang dimana pada lereng ini dipengaruhi oleh adanya
perkembangan struktur geologi. Pada bentuk lahan ini tersusun atas satuan
batulempung dengan litologi berupa batulempung, konglomerat, batupair, dan
batulempung sisispan batupasir. Lereng ini terjadi pada kaki pegunungan atau
bukit yang berada pada batuan (bed rock).
21
Pada peta, bentuklahan ini ditandai dengan warna ungu tua. Bentuk lahan
perbukitan struktural adalah bentuk lahan yang terbentuk akibat tenaga endogen atau
tenaga yang berasal dari dalam bumi, proses ini menghasilkan perbukitan dengan
juga keterdapatan struktur geologi, baik itu sesar ataupun kekar. Perbukitan struktrual
pada umum nya memiliki tingat kelerengan yang curam. Perbukitan struktural ini
dipengaruhi oleh struktur geologi sehingga terdapatnya morofstruktur aktif yang
cukup kompleks. Bentuklahan ini tersusun atas litologi berupa breksi, batupasir,
kalkarenit, kalsilutit, tuff, napal dan batugamping. Beberapa litologi seperti tuff,
breksi mengalami pelapukan dan erosi yang cukup kuat.
22
4.2.2.1 Bentuk Lahan Dataran Aluvial
23
angin. Secara morfosiasi, berasosiasi dengan dataran alluvial dan perbukitan
struktrual.
Gambar 4. 7 Kenampakan tubuh sungai dengan stadium muda dan stadium tua
24
dilihat dari karakteristik litologi yang mencakup tekstur batuan, struktur batuan,
komposisi mineral, kandungan fosil, dan penyebarannya. Berdasarkan hasil
pengamatan di lapangan, analisis laboratorium dan pertimbangan dari referensi
terdahulu, daerah penelitian tersusun oleh sembilan satuan litostratigrafi tidak resmi
yang berumur Oligosen Akhir hingga Holosen dengan urutan dari tua ke muda, yaitu
:
25
4.3.1 Satuan Batulempung Karangsambung
4.3.1.1 Ciri Litologi
Satuan Batulempung Karangsambung pada daerah telitian dicirikan dengan
hadirnya batulempung bersisik dan konglomerat. Umumnya ukuran butir yang
terdapat pada litologi ini berukuran lempung (<1/256 mm), Batulempung
berfragmen dan konglomeratan ini berukuran pasir sedang – kerakal (0,25 – 4
mm). Terdapat juga struktur sedimen yang berkembang pada satuan ini seperti
scaly clay dan massif.
1. Batulempung Bersisik
Batulempung bersisik memiliki warna segar abu-abu kehitaman,
warna lapuk coklat keputihan, berukuran butir lempung (<1/256 mm), semen;
silika, struktur sedimen scaly clay
b c
Gambar 4. 9. a). Bentang Alam LP. 155 dengan Azimuth N170°E. b).
Foto singkapan batulempung bersisik dengan Azimuth N170°E. c). Foto
Litologi batulempung bersisik.
2. Batulempung Berfragmen
Batulempung berfragmen memiliki warna segar hitam, warna lapuk
coklat, berukuran butir lempung – kerakal (<1/256 - 64 mm), fragmen;
konglomerat, batugamping, batupasir, semen; karbonat, struktur sedimen
scaly clay. Juga dilakukan analisis Kalsimetri pada lempung ini dimana
26
didapat hasil berupa batuan dengan kandungan CaCO3 0,095% termasuk
kedalam Lempung Murni (Lampiran X)
b c
Gambar 4. 10 a). Bentang Alam LP. 117 dengan Azimuth N285°E. b).
Foto singkapan batulempung berfragmen dengan Azimuth N285°E.
c). Foto Litologi batulempung dengan fragmen batugamping
3. Konglomerat
Konglomerat, memiliki warna segar hitam, warna lapuk coklat,
batupasir sangat kasar - kerakal (1- 64 mm), rounded, poorly sorted,
matrix supported, fragmen; batupasir, batulempung, konglomerat,
batugamping fosilan, kuarsit, dan rijang, M : material berukuran pasir
kasar, s : silika, massif.
b c d
27
Gambar 4. 11 a). Bentang Alam LP. 108 dengan Azimuth N170°E. b). Foto
singkapan konglomerat c). Foto Litologi konglomerat LP. 108 d). Foto
litologi konglomerat dalam keadaan segar
4.3.1.2 Persebaran
Satuan Batulempung Karangsambung berada pada bagian utara daerah
telitian. Satuan ini menempati kurang lebih 10% dari keseluruhan daerah
penelitian. Berada pada bentuklahan lereng struktural, yang berada di sebelah
utara daerah telitian. Pada peta geologi (Lampiran x), Satuan Batulempung
Karangsambung ditandai dengan warna Hijau.
28
4.3.1.4 Lingkungan Pengendapan dan Mekanisme Pengendapan
Penulis menganalisis bahwa lingkungan Pengendapan dari Satuan
Batulempung Karangsambung didasarkan atas hasil penentuan lingkungan
batimetri dengan menganalisis kandungan fosil foraminifera bentonik yang
didapatkan pada lingkungan Bathial Luar (Barker, 1970).
Mekanisme pengendapan dari Satuan Batulempung Karangsambung
didasarkan atas hasil pengamatan ciri litologi penyusun Satuan Batulempung
Karangsambung yang terdiri atas Batulempung bersisik, batulempung
berfragmen, dan konglomerat. Pada ciri litologi tersebut bongkah–bongkah
batuan sedimen berukuran beberapa sentimeter tersebar acak dalam massa
dasar lempung hitam bersisik (scaly clay), terdapat juga fragmen yang
beragam yang dijumpai bermacam – macam, dimana pada bagian bawah
variasi fragmennya sangat heterogen dan terdiri dari batulempung, batupasir,
konglomerat, batugamping fosilan, kuarsit, rijang, dan breksi polimik.
Diameter fragmen bervariasi, mulai dari kurang dari 6 mm hingga lebih dari
10 cm. Fragmen berukuran besar dijumpai pada bagian bawah hingga tengah
formasi, fragmen yang lebih kecil dijumpai pada bagian atas formasi,
sedangkan sebaran fragmen tidak memiliki pola. Sehingga mekanisme
pengendapan sedimen yang tercampur aduk karena proses pelongsoran gaya
berat yang dikenal sebagai istilah olistostrome. Berdasarkan pada ukuran dan
variasi fragmen, tingkat deformasi tektonik diperkirakan lebih kuat pada awal
sedimentasi, yang kemudian melemah pada akhir proses sedimentasi.
Perbedaan intensitas pembentukan lempung bersisik ini terjadi karena adanya
proses pelongsoran kuat yang berulang, namun kekuatannya semakin
berkurang ke arah atas. Satuan yang dikenal sebagai olitostrome ini
diendapkan pada cekungan dekat kompleks mélange, yang kemudian semakin
menjauh.
29
• Satuan Batulempung Karangsambung dengan Batugamping Terumbu
Karangsambung
Satuan Batulempung Karangsambung ini merupakan satuan batuan
yang tertua pada daerah telitian, sehingga tidak diketahui batas bawah dari
satuan ini dan hubungan antara satuan ini dengan satuan yang lebih tuanya.
Hubungan stratigrafi antara satuan Batulempung Karangsambung dengan
satuan batuan yang di atasnya yaitu satuan batugamping terumbu
Karangsambung adalah beda fasies. Hubungan stratigrafi berupa beda fasies
ini di dasarkan pada data umur dan kedudukan lapisan batuan yang di
dapatkan di lapangan (Gambar 4.12).
a b
30
4.3.2. Satuan Batugamping-terumbu Karangsambung
4.3.2.1 Ciri Litologi
Satuan Batugamping-terumbu Karangsambung pada daerah telitian
dicirikan dengan hadirnya batugamping coral. Batugamping coral ini memiliki
sifat kristalin dan hadirnya fosil Nummulites sp. Berdasarkan analisis sayatan
Petrografi, didapat nama litologi batugamping ini yaitu Grainstone (Dunham,
1962). (Lampiran X)
• Batugamping-terumbu Coral
b c
4.3.2.2 Persebaran
Satuan Batugamping-terumbu Karangsambung berada pada bagian
utara daerah telitian. Satuan ini menempati kurang lebih 3% dari keseluruhan
daerah penelitian. Berada pada bentuklahan lereng struktural, yang berada di
sebelah utara daerah telitian. Satuan ini berada disekeliling Satuan
Batulempung Karangsambung. Pada peta geologi (Lampiran x), Satuan
Batugamping-terumbu Karangsambung ditandai dengan warna Biru.
4.3.2.3 Umur dan Lingkungan Batimetri
31
Penentuan umur dari Satuan Batugamping-terumbu Karangsambung
tidak diketahui pasti oleh penulis, namun rentang umur yang diperkirakan
yakni (Eosen – Oligosen) karena berhubungan langsung dengan peristiwa
Olistostrome yang berlangsung pada kala tersebut.
Penentuan lingkungan batimetri didasarkan atas analisis petrografis
litologi Satuan Batugamping-terumbu Karangsambung yang terdapat
Allochem berupa fosil Nummulites sp. Hal ini menunjukan bahwa satuan ini
merupakan satuan yang terendapkan pada laut dangkal Zona Neritik 0 – 200m
( Barker, 1960) dimana pada tepi-tepi cekungan diinterpretasikan diendapkan
litologi Batugamping terumbu coral.
32
Satuan Batugamping-terumbu Karangsambung tersingkap dikelilingi
oleh satuan Batulempung Karangsambung yang mana memiliki hubungan
stratigrafi selaras namun beda fasies. Hal ini juga didukung oleh umur relatif
dari batugamping terumbu coral tersebut yakni Eosen – Oligosen yang
bersamaan dengan peristiwa endapan Olistostrom Paleogen Karangsambung.
Hubungan Stratigrafi kedua satuan ini ditunjukan oleh kontak tegas litologi.
(Gambar 4.14)
a b
33
(1/2 mm - > 256 mm), derajat pemilahan terpilah buruk, derajat
pembundaran menyudut – agak membundar, matrix supported, komposisi
mineral: fragmen: basalt, andesit, batupasir, matriks: pasir sedang, semen:
silika, struktur sedimen massif.
b c
a b
34
Gambar 4. 16 a) Foto singkapan LP110 dengan azimuth N183oE
b). Foto litologi breksi dengan fragmen batugamping
3. Perselingan breksi dengan batupasir
➢ Breksi
Breksi memiliki warna segar abu-abu, warna lapuk hitam,
berukuran butir pasir sedang – bongkah (1/2 mm - >256 mm), derajat
pemilahan terpilah buruk, derajat pembundaran menyudut – agak
membundar, matrix supported, komposisi mineral fragmen: basalt,
andesit, batupasir, matriks: pasir sedang, semen: silika, struktur
sedimen berupa massif
➢ Batupasir
Batupasir memiliki warna segar abu-abu, warna lapuk coklat,
berukuran butir pasir kasar (1/2 mm - 1 mm), terpilah buruk, agak
menyudut – agak membundar, grain supported, komposisi mineral
fragmen: plagioklas, hornblende, litik, matriks: lempung, semen:
silika, perlapisan sejajar
a b
35
c
36
polimik Waturanda tersebut adalah pada kedalaman 2000 - 4000 m dibawah
permukaan laut pada lingkungan Abisal (Barker, 1970) (Lampiran X).
37
Satuan Batupasir Penosogan pada daerah telitian dicirikan
dengan hadirnya, batupasir karbonatan, batulempung, perselingan
batupasir dengan napal, batulanau, dan perselingan batulempung
dengan batupasir. Umumnya ukuran butir yang terdapat pada litologi
ini berukuran lempung - kerikil (<0,004 – 4 mm)
1. Batupasir Karbonatan
Batupasir , F: Putih L: Hitam , UB: 0,25-0,5 mm, DPB:
membundar DPL: terpilah baik K: Grain Supported , F: Kuarsa,
Hornblende, M: Material Berukuran Pasir Halus S: Karbonat, Masif.
a b
2. Batulempung
Batulempung memiliki warna segar abu-abu, warna lapuk
putih kecoklatan, berukuran butir lempung (<0,004 mm) komposisi
mineral semen: silika, struktur sedimen berupa perlapisan.
a b
38
Gambar 4. 19 a) Foto singkapan LP093 dengan kedudukan 065o/43
litologi batulempung dengan azimuth N210oE b). Foto litologi
batulempung
3. Batulanau
Batulanau memiliki warna segar putih, warna lapuk hitam, berukuran
butir lanau (0,004 – 0,062 mm) komposisi mineral semen: silika,
struktur sedimen berupa masif
a b
a b
a b
39
Gambar 4. 22 a) Foto singkapan LP093 dengan kedudukan 65o/43 litologi
perselingan batulempung batupasir azimuth N069oE b). Foto litologi batupasir
(atas) batulempung (bawah)
• Batulempung
Batulempung memiliki warna segar abu-abu, warna lapuk
putih kecoklatan, berukuran butir lempung (<0,004 mm) komposisi
mineral semen: silika, struktur sedimen berupa perlapisan.
• Batupasir
Batupasir memiliki warna segar abu-abu, warna lapuk putih
kecoklatan, ukuran butir pasir halus (1/8 mm – 1/4 mm), komposisi
mineral semen: silika, struktur sedimen berupa perlapisan.
4.3.4.2 Persebaran
Satuan Batupasir Penosogan berada pada bagian tengah daerah telitian
yang menempati kurang lebih 10% dari keseluruhan daerah penelitian. Berada
pada bentuklahan perbukitan struktural, yang berada di bagian tengah daerah
telitian. Pada peta geologi (Lampiran x), satuan ini ditandai dengan warna
kuning. Berdasarkan hasil analisis penampang geologi, satuan ini memiliki
ketebalan kurang lebih 9 m.
4.3.4.3 Umur dan Lingkungan Batimetri
40
umur N12 – N13 atau pada kala Miosen Tengah (menurut tabel Zonasi Blow,
1969) (Lampiran X).
41
4.3.4.5 Hubungan Stratigrafi
Hubungan stratigrafi antara Satuan Batupasir Penosogan dengan
Satuan batuan yang di atasnya yaitu Satuan Batugamping Penosogan dan
Satuan Tuff-karbonatan Penosogan adalah selaras beda fasies. Hubungan
stratigrafi berupa beda fasies ini di dasarkan pada data umur dan kedudukan
lapisan batuan yang di dapatkan di lapangan.
1. Kalkarenit
42
a
c
Gambar 4. 23 a) Foto singkapan LP076 dengan kedudukan 093o/31 litologi
batugamping klastik dengan azimuth N030oE b). Foto singkapan LP 076 c) Foto
sayatan petrografis
2. Napal
a b
4.3.5.2 Persebaran
43
Satuan Batugamping Penosogan berada pada bagian selatan daerah
telitian. Satuan ini menempati kurang lebih 13% dari keseluruhan daerah
penelitian. Berada pada bentuklahan lereng struktural, yang berada di sebelah
selatandaerah telitian. Pada peta geologi (Lampiran x), Satuan Batugamping
Penosogan ditandai dengan warna Biru.
44
4.3.5.5 Hubungan Stratigrafi
Hubungan stratigrafi antara Satuan Batugamping Penosogan dengan
Satuan Tuff-karbonatan Penosogan adalah menjari, ini dapat dianalisis dari
hasil pengamatan umur melalui fosil foraminifera planktonic yang memiliki
umur sama yakni N13 dan persebaran dari Satuan Batugamping Penosogan ini
terdapat pada Satuan Tuff-karbonatan Penosogan. Kemudian hubungan satuan
ini dengan satuan pada bagian atasanya yakni Satuan Breksi-polimik Halang
adalah tidak selaras. Hubungan stratigrafi berupa ketidakselarasan ini
didasarkan atas jenis litologi dan pada data umur analisis mikrofosil yang
memiliki gap waktu. (Lampiran X)
45
a
b c
2. Tuff
Tuff, F: cream L: coklat, UB: 0,006 - 0, 004 DPB:- DPL:- K:- , Sialis :
Kuarsa, Ferro : Hornblende Material tambahan: debu, Perlapisan
b c
46
➢ Batupasir tufaan, F : Abu-abu kecoklatan, L : Merah-hitam, UB :
0,25-0,5 mm, membundar, terpilah baik, grain supported, komposisi
mineral : silika, plagioklas, hornblende. perlapisan
b c
47
umur N13 atau pada kala Miosen Tengah (menurut tabel Zonasi Blow, 1969)
(Lampiran X). Penentuan lingkungan batimetri didasarkan pada hasil analisa
fosil foraminifera bentonik. Berdasarkan hasil analisa fosil foraminifera
bentonik, didapatkan kandungan fosil berupa Vaginulina americana
Nummoloculina irregularis Textularia agglutinans Ceratobulimina pacifica
Robulus atlanticus Lingkungan batimetri terendapkannya Satuan ini adalah
pada kedalaman 713,7 m - 2058,75 m dibawah permukaan laut pada
lingkungan Bathial Luar (Barker, 1970) (Lampiran X).
a b
48
4.3.7. Satuan Breksi-polimik Halang
4.3.7.1 Ciri Litologi
Satuan Breksi-polimik Halang pada daerah telitian dicirikan dengan
hadirnya breksi yang mempunyai kandungan fragmen berupa basalt, andesit,
dan batupasir.
1. Breksi LP 20
Breksi, F: abu2 L: coklat, UB: >64 ml DPB: menyudut DPL:
terpilah buruk K: Matrix Supported , F: basalt, andesit M: Material
pasir sedang S: Silica, massif (analisis petrografis fragmen Breksi
terdapat pada (Lampiran X)
b c
4.3.7.2 Persebaran
Satuan Breski-polimik Halang berada pada bagian sisi selatan daerah
telitian. Satuan ini menempati kurang lebih 9% dari keseluruhan daerah
penelitian. Berada pada bentuklahan lereng structural, yang berada di sebelah
barat daerah telitian. Pada peta geologi (Lampiran x), Satuan Breksi-polimik
Halang ditandai dengan warna Oranye.
49
4.3.7.3 Umur dan Lingkungan Batimetri
Penentuan umur dari Satuan Breksi-polimik Halang didasarkan
studi literatur yang berdasarkan kandungan fosil foraminifera plankton yang
diambil pada beberapa litologi sisipan batupasir Satuan Breksi-polimik
Halang. Dimana Hasil analisis foraminifera planktonic yang diambil dari 3
lokasi yang mewakili satuan ini diperoleh sebaran fosil-fosil Globorotalia
pseudomiocenica, Globigerina praebulloides, Globorotalia pseudomiocenica,
Globorotalia lenguaensis, Sphaeroidinellopsis seminulina yang dapat
disimpulkan bahwa umur kisaran satuan batuan batupasir selangseling
batulempung sisipan breksi adalah memiliki umur Miosen Akhir N16-N17
(Lohonauman, 2016)
50
a b
1. Batupasir
Batupasir, F : Abu-abu kecoklatan, L : Merah-hitam, UB :
0,25-0,5 mm, membundar, terpilah baik, grain supported, komposisi
mineral : silika, plagioklas. Perlapisan
b c
b c
Gambar 4. 32 a) Foto Bentang Alam LP016 dengan azimuth N021oE b). Foto
singkapan
3. Perselingan Batupasir
c) Foto Tuff
litologi batupasir Karbonatan
• Batupasir
Batupasir , F: Coklat L: Hitam , UB: 0,25-0,5 mm, DPB: membundar
DPL: terpilah baik K: Grain Supported , F: Kuarsa, Hornblende, M:
Material Berukuran Pasir Halus S: Silika, Perlapisan.
• Tuff
Tuff, F: Putih L: hitam-coklat, UB: 0,006 - 0, 004 DPB:- DPL:- K:- ,
F: - S:Kuarsa,Kalsit Material tambahan: debu, Perlapisan
52
b c
Gambar 4. 33 a) Foto Bentang Alam LP033 N084oE b). Foto singkapan c) Foto
litologi perselingan batupasir tuff
4. Breksi LP 41
5.
4.3.8.2 Persebaran
Satuan Batupasir Halang berada pada bagian sisi selatan daerah
telitian. Satuan ini menempati kurang lebih 9% dari keseluruhan
daerah penelitian. Berada pada bentuklahan lereng struktural, yang
berada di sebelah selatandaerah telitian. Pada peta geologi (Lampiran
x), Satuan Batupasir Halang ditandai dengan warna kuning
53
4.3.8.3 Umur dan Lingkungan Batimetri
Penentuan umur dari Satuan Batupasir Halang didasarkan pada hasil
analisa kandungan fosil foraminifera plankton yang diambil pada litologi
batupasir Satuan Batupasir Penosogan. Sampel fosil yang ada pada batupasir
ini diambil pada LP-17. Hasil analisa fosil foraminifera plankton
menunjukkan adanya kandungan fosil berupa Globigerinoides immaturus
Globorotalia obesa Orbulina universa Groborotalia lenguaensis Globigerina
praebulloides Globorotalia oceanica. Satuan ini mempunyai kisaran umur
N16 – N17 atau pada kala Miosen Akhir (menurut tabel Zonasi Blow, 1969)
(Lampiran X).
54
4.3.8.5 Hubungan Stratigrafi
Batas atas satuan batupasir Halang menumpang secara tidak selaras di
bawah satuan endapan aluvial.
4.3.9.2 Persebaran
Satuan Endapan Aluvial berada pada bagian tengah daerah telitian.
Satuan ini menempati kurang lebih 19% dari keseluruhan daerah penelitian.
Pada peta geologi (Lampiran x), satuan endapan aluvial ditandai dengan
warna abu-abu.
55
4.3.9.4 Lingkungan Pengendapan dan Mekanisme Pengendapan
Lingkungan pengendapan dari satuan ini merupakan endapan darat
yang dicirikan dengan litologi penyusun satuan ini, yaitu material lepas
berukuran lempung hingga berangkal yang merupakan rombakan batuan yang
lebih tua.
56
Gambar 4. 36 Foto singkapan menunjukkan adanya Shear Joint
Pada singkapan LP 31 terdapat Shear Joint yang terdapat pada litologi
Batupasir pada satuan Batupasir Panosogan. Didapatkan 10 pasang data Shear
Joint yang kemudian dilakukan Analisa kekar di studio dengan hasil pada
gambar dibawah.
57
Gambar 4. 37 Analisa Kekar LP 31
Dari hasil analisa kekar, didapatkan hasil arah umum tegasan utama yaitu
Barat Laut – Tenggara, tegasan menengah Timur Laut – Barat Daya, dan tegasan
terkecil yaitu hampir Timur Laut – Barat Daya yang lebih dekat kea rah Barat –
Timur.
58
4.4.2 Kekar Berpasangan LP 83
59
Gambar 4. 39 Analisa Kekar LP 83
Dari hasil analisa kekar, didapatkan hasil arah umum tegasan utama
yaitu Timur Laut – Barat Daya, tegasan menengah serta tegasan minimum
yaitu relatif Barat Laut – Tenggara
60
4.4.3 Sesar Mendatar Kiri
61
Gambar 4. 41 Analisa Sesar Mendatar Kiri LP 84
Sesar ini didapatkan pada LP 84. Dari hasil analisa Shear Fracture dan Gash
Fracture serta breksiasi yang didapatkan, tegasan utama dari sesar ini memilki
orientasi arah timurlaut-baratdaya. Dari hasil analisa, diketahui bahwa jenis dan nama
sesar tersebut diketahui bahwa jenis dan nama sesar tersebut adalah Left Slip Fault
(Rickard, 1972). Penamaan tersebut merupakan hasil analisa sesar yang berada di
Satuan Batupasir Penosogan.
62
4.4.4 Sesar Naik Kanan LP 31
63
Gambar 4. 43 Hasil Analisa Sesar Naik Kanan
Sesar ini didapatkan pada LP 31. Dari hasil analisa sesar berupa Shear
Fracture dan Gash Fracture yang didapatkan, diketahui bahwa jenis dan nama sesar
tersebut adalah Right Reverse Slip Fault (Rickard, 1972). Penamaan tersebut
merupakan hasil analisa sesar yang berada di Satuan Batupasir Penosogan.
64
4.4.5 Sesar Naik
Gambar 4. 44 Foto singkapan menunjukkan adanya bidang sesar dan gores garis
Pada LP 136 menunjukkan adanya bidang sesar dan gores garis Dari
kenampakan tersebut dapat diambil data untuk dianalisa.
65
Sesar ini didapatkan pada LP 136 Dari hasil analisa sesar berupa
bidang sesar dan gores garis yang didapatkan, diketahui bahwa jenis dan nama
sesar tersebut adalah Thrust Slip Fault (Rickard, 1972). Penamaan tersebut
merupakan hasil analisa sesar yang berada di Satuan Breksi Waturanda.
66
Gambar 4. 47 Hasil Analisa Sesar Naik
Sesar ini didapatkan pada LP 85, dengan data kedudukan bidang sesar N 1700
E/310 dan gores garis 250, N 2950 E, rake sebesar 480. Dari hasil analisa sesar berupa
bidang sesar dan gores garis yang didapatkan, diketahui bahwa jenis dan nama sesar
tersebut adalah Left Lag Slip Fault (Rickard, 1972). Penamaan tersebut merupakan
hasil analisa sesar yang berada di Satuan Breksi Waturanda.
67
4.4.7 Permodelan Struktur Geologi
68
Pada Kala Oligosen akhir (N1) Terendapkan Satuan Batulempung
Karangsambung dengan mekanisme pengendapan sedimen yang tercampur aduk
karena proses pelongsoran gaya berat yang dikenal sebagai istilah olistostrome.
Berdasarkan pada ukuran dan variasi fragmen, tingkat deformasi tektonik
diperkirakan lebih kuat pada awal sedimentasi, yang kemudian melemah pada akhir
proses sedimentasi. Perbedaan intensitas pembentukan lempung bersisik ini terjadi
karena adanya proses pelongsoran kuat yang berulang, namun kekuatannya semakin
berkurang ke arah atas. Satuan Batugamping-terumbu Karangsambung terendapkan
pada kala yang sama yang diinterpretasikan sebagai olistolith didalam endapan
Olistostrome Paleogen
U
en
edim
lai S
Sup
Trans
is i
Neriti
k
t
Basm en
ent Bathi sm
al
Ba
Keterangan:
Air laut
Satuan Batulempung Karangsambung
Satuan Batugamping Trumbu Karangsambung
Satuan Batuan di Perkirakan
Penulis, 2022
69
U
en
edim
lai S
Sup
Trans
is i
Neriti
k
Bathi t
Basm
ent
al en
sm
Abys Ba
al
Keterangan:
Air laut
Satuan Batulempung Karangsambung
Satuan Batugamping Trumbu Karangsambung
Satuan Breksi Waturanda
Penulis, 2022
Pada Kala Miosen Awal hingga Miosen Tengah (N6 – N12) terendapkan
satuan Batupasir Penosogan diatas satuan Breksi-polimik Waturanda dengan
mekanisme arus turbidit pada lingkungan kipas bawah laut (submarine fan) bagian
smooth portion of suprafan lobes. Hubungan stratigrafi satuan breksi-polimik
Waturanda dengan satuan Batupasir Penosogan adalah selaras beda fasies, dimana
pada saat satuan Batupasir Penosogan terbentuk, satuan Breksi-polimik Waturanda
juga masih terbentuk dengan adanya kontak batuan yang berangsur.
70
U
en
edim
lai S
Sup
Trans
isi
Nerit
ik
Bathi
al t
Ba sm en
ent
sm
Ab ys
al Ba
Keterangan:
Air laut
Satuan Batulempung Karangsambung
Satuan Batugamping Trumbu Karangsambung
Satuan Breksi Waturanda
Satuan batupasir Panosogan
Satuan Batuan di Perkirakan
Penulis, 2022
71
U
en
d im
p lai Se
Su
Trans
isi
Nerit
ik
t
Bas m
Bathi
al en
ent sm
Aby sa Ba
l
Keterangan:
Air laut
Satuan Batulempung Karangsambung
Satuan Batugamping Trumbu Karangsambung
Satuan Breksi Waturanda
Satuan batupasir Panosogan
Satuan Tuff Panosogan
Satuan Batugamping Panosogan
Satuan Batuan di Perkirakan
Penulis, 2022
72
U
en
e dim
upla i S
S
T ran
sisi
Ner it
ik
t
Ba sm
Bath
ia l en
e nt sm
Aby sa Ba
l
Keterangan:
Air laut
Satuan Batulempung Karangsambung
Satuan Batugamping Trumbu Karangsambung
Satuan Breksi Waturanda
Satuan batupasir Panosogan
Satuan Tuff Panosogan
Satuan Batugamping Panosogan
Satuan Batupasir Halang
Satuan Breksi Polimik Halang
Satuan Batuan di Perkirakan
Penulis, 2022
Pada kala Pliosen, Cekungan Serayu Selatan, khususnya pada daerah telitian
mengalami pengangkatan, perlipatan, dan pensesaran. Hal tersebut dibuktikan dengan
terbentuknya lipatan sinklin dan sesar naik naik pada daerah telitian
73
U
Keterangan:
Satuan Batulempung Karangsambung
Satuan Batugamping Trumbu Karangsambung
Satuan Breksi Waturanda
Satuan batupasir Panosogan
Satuan Tuff Panosogan
Satuan Batugamping Panosogan
Satuan Batupasir Halang
Satuan Breksi Polimik Halang
Pada kala Holosen sampai sekarang, proses yang terjadi berupa erosi,
pelapukan, dan transportasi hasil dari rombakan batuan-batuan yang sebelumnya
sudah ada berukuran lempung hingga kerikil yang disebut endapan alluvial.
74
U
Keterangan:
Satuan Batulempung Karangsambung
Satuan Batugamping Trumbu Karangsambung
Satuan Breksi Waturanda
Satuan batupasir Panosogan
Satuan Tuff Panosogan
Satuan Batugamping Panosogan
Satuan Batupasir Halang
Satuan Breksi Polimik Halang
75
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan kegiatan pemetaan dan analisis yang telah dilakukan dapat
didetermasi informasi bahwa:
1. Lokasi Penelitian berada pada daerah Daerah Peniron dan Sekitarnya, Pada lokasi
penelitian dengan koordinat X = 355124, -348092 dan Y = 9164497, -9158446
4. Stratigrafi daerah penelitian terdiri dari sembilan satuan yang terdiri satuan
batulempung karangsambung (oligosen akhir),satuan batugamping terumbu
karangsambung (oligosen akhir),Satuan Breksi-polimik Waturanda berumur (Miosen
Awal),Satuan Batupasir Penosogan (Miosen Awal- Miosen Tengah), Satuan
Batugamping Penosogan Berumur (Miosen Akhir), Satuan Tuff-karbonatan
Penosogan berumur (Miosen Akhir),Satuan Breksi-Polimik Halang berumur (Miosen
Akhir),Satuan Batupasir Halang berumur(Miosen Akhir),Endapan Aluvial
berumur(Holosen).
76
• Sesar mendatar kiri, adanya Shear Fracture dan Gash Fracture yang saling
memotong serta terdapat kelurusan sungai yang menjadi arah breksiasi.
Setelah analisa Shear Fracture dan Gash Fracture serta breksiasi yang
didapatkan, tegasan utama dari sesar ini memilki orientasi arah timurlaut-
baratdaya. Dari hasil analisa, diketahui bahwa jenis dan nama sesar tersebut
diketahui bahwa jenis dan nama sesar tersebut adalah Left Slip Fault (Rickard,
1972). Penamaan tersebut merupakan hasil analisa sesar yang berada di
Satuan Batupasir Penosogan.
• Sesar Naik Kanan, adanya Shear Fracture dan Gash Fracture yang saling
memotong serta terdapat kelurusan sungai yang menjadi arah breksiasi. Dari
hasil analisa sesar berupa Shear Fracture dan Gash Fracture yang didapatkan,
diketahui bahwa jenis dan nama sesar tersebut adalah Right Reverse Slip
Fault (Rickard, 1972). Penamaan tersebut merupakan hasil analisa sesar yang
berada di Satuan Batupasir Penosogan.
• Sesar Naik, adanya bidang sesar dan gores garis Dari kenampakan tersebut
dapat diambil data untuk dianalisa. Dari hasil analisa sesar berupa bidang
sesar dan gores garis yang didapatkan, diketahui bahwa jenis dan nama sesar
tersebut adalah Thrust Slip Fault (Rickard, 1972). Penamaan tersebut
merupakan hasil analisa sesar yang berada di Satuan Breksi Waturanda.
5.2 Saran
Secara keseluruhan kegiatan kuliah lapangan berjalan cukup baik. Semua
rencana kegiatan selama di lapangan turut berjalan semestinya. Dukungan finansial
dan moril yang diberikan oleh pihak universitas turut sesuai dengan kebutuhan yang
dilakukan. Akan tetapi, kegiatan ini yang diambil pada semester enam dan sebaiknya
dilaksanakan pada semester enam pula dan/atau pada semester antaranya sehingga
tidak mengganggu kegiatan mahasiswa di semester tujuh. Dan kedepannya
diharapkan pula mahasiswa dipastikan membawa obat-obatan dasar dan vitamin
tambahan untuk menjaga kesehatan selama di lapangan.
77
DAFTAR PUSTAKA
Ansori, C. dkk. 2016. Panduan Geowisata: Menulusuri Jejak Dinamika Bumi pada Rangkaian
Pegunungan Serayu dan Pantai Selatan Jawa. Jakarta: LIPI Press
Asikin, Sukendar. 1974. Evolusi Geologi Jawa Tengah dan Sekitarnya, Ditinjau dari Segi
Teori Tektonik Dunia yang Baru. Disertasi Doktor. Teknik Geologi ITB. Tidak
diterbitkan
Asikin, Sukendar, dkk. 1992. Peta Geologi Lembar Kebumen, Jawa, Skala 1:100.000. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Geologi. Bandung
Darul, Nanang, Bambang, Denny. 2017. Geologi Dan Kajian Endapan Turbidit Formasi
Halang Daerah Petahunan Dan Sekitarnya Kecamatan Sempor Kabupaten Kebumen
Jawa Tengah. Jurnal Online Mahasiswa (JOM) Bidang Teknik Geologi
Husein, Salahuddin, Jasmin Jyalita, Moch. Azis. 2013. Kendali Stratigrafi Dan Struktur
Gravitasi Pada Rembesan Hidrokarbon Sijenggung, Cekungan Serayu Utara.
Prosiding Seminar Nasional Kebumian Ke-6 Teknik Geologi Universitas Gadjah
Mada
Lohonauman, R.R., Djauhari Noor, Denny. 2016. Geologi Dan Studi Endapan Turbidit
Formasi Halang Daerah Watuagung Dan Sekitarnya Kecamatan Tambak. Jurnal
Online Mahasiswa (JOM) Bidang Teknik Geologi
Pengurus Ikatan Alumni Geologi UPN (IAGEOUPN). 2010. Ringkasan Geologi Daerah
Bayat & Karangsambung. Fieldtrip Alumni TG UPN Veteran Yogyakarta
Nisrina, A., Mustafa L., Nyoman W. 2019. Geologi Daerah Kalibening Dan Sekitarnya
Kecamatan Karanggayam Kabupaten Kebumen Jawa Tengah. Pakuan: Universitas
Pakuan
Van Bemmelen, R.W. 1949. The Geology of Indonesia, vol IA, 2nd ed, The Haque Martinus
Nijhoff, Netherland
78