NARENDRO HADININGRAT
2010716210020
BANJARBARU
2023
HALAMAN PENGESAHAN
Dosen II Dosen II
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunianya sehingga penyusunan laporan praktik lapang
ini dapat diselesaikan oleh penulis tepat waktu dan tanpa adanya hambatan. Tak
lupa juga penulis panjatkan shalawat serta salam atas junjungan Nabi besar
Muhammad SAW.
Adapun tujuan dari pada penulisan laporan praktek lapang ini adalah
untuk memenuhi tugas mata kuliah Survei Hidrografi yang telah penulis lakukan.
Selain itu laporan ini dapat digunakan untuk referensi untuk pembaca mengetahui
beberapa kajian dan ilmu yang ada dalam pada ruang lingkup pengolahan data
hidrografi.
Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada para dosen pembimbing
yang telah berupaya membimbing penulis selama melakukan kegiatan praktik
lapang serta penyusunan laporan ini mulai dari penulisan sampai dengan finalisasi
penyusunan sehingga penulis dapat bekerja lebih mudah. Penulis menyadari bahwa
laporan ini masih terdapat kekurangan mulai dari segi penulisan maupun materi
maka dari itu penulis meminta saran dan kritik kepada pembaca guna
kesempurnaan penulisan yang akan datang.
Narendro Hadiningrat
iii
DAFTAR ISI
iv
3.4.1. Pasang Surut ............................................................. 27
3.4.2. Garis Pantai (teristris, drone dan analisis citra garis pantai27
3.4.3. Koreksi Garis Pantai dan Kedalaman....................... 27
3.4.4. Kelerengan dan Geomorfologi Pantai ...................... 27
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................. 28
4.1. Pasang Surut ....................................................................... 28
4.2. Garis Pantai (teristris dan analisis citra garis pantai) ......... 29
4.3. Kedalaman.......................................................................... 30
4.4. Kelerengan dan Geomorfologi Pantai ................................ 30
BAB 5. PENUTUP ............................................................................... 31
5.1. Kesimpulan......................................................................... 31
5.2. Saran ................................................................................... 31
DAFTAR PUSTAKA
v
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
BAB 1. PENDAHULUAN
1
metode batu duga yaitu sistem pengukuran dasar laut menggunakan kabel
yang dilengkapi bandul pemberat yang massanya berkisar 25-75 kg. Namun
seiring perkembangan zaman dan teknologi, metode tersebut sudah mulai
ditinggalkan khususnya dalam pengukuran perairan yang luas dan dalam.
Perkembangan teknologi saat ini pemetaan batimetri bisa dilakukan dengan
teknologi hidroakustik yaitu dengan menggunakan gelombang suara
sehingga penggunaan teknologi ini lebih baik karena tidak merusak
lingkungan sekitar penelitian (Febrianto,2015).
Kegiatan praktik lapang ini dilakukan bertempat di lokasi area pesisir dan
perairan Sungai Dua laut Kabupaten Tanah Bumbu Kalimantan Selatan.
Ruang lingkup materi yang digunakan dalam kegiatan praktik lapang ini
adalah materi mengenai survei hidrografi dengan penjelasan pengambilan data
dan pengolahan data hidrografin seperti pasang surut, batimetri, dan kelerengan
garis pantai.
2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
3
bulan dan matahari. Gravitasi bervariasi secara langsung dengan massa, tetapi
berbanding terbalik terhadap jarak. Sejalan dengan hukum di atas, dapat dipahami
bahwa meskipun massa bulan lebih kecil dari massa matahari tetapi jarak bulan ke
bumi jauh lebih kecil, sehingga gaya tarik bulan terhadap bumi pengaruhnya lebih
besar dibanding matahari terhadap bumi. Kejadian yang sebenarnya dari gerakan
pasang air laut sangat berbelit-belit, sebab gerakan tersebut tergantung pula pada
rotasi bumi, angin, arus laut dan keadaan-keadaan lain yang bersifat setempat.
Gaya tarik gravitasi menarik air laut ke arah bulan dan matahari dan menghasilkan
dua tonjolan (bulge) pasang surut gravitasional di laut. Lintang dari tonjolan
pasang surut ditentukan oleh deklinasi, yaitu sudut antara sumbu rotasi bumi dan
bidang orbital bulan dan matahari (Wardiyatmoko & Bintarto,1994).
Pasang-sumt laut dapat didefinisikan pula sebagai gelombang yang
dibangkitkan oleh adanya interaksi antara bumi, matahari dan bulan. Puncak
gelombang disebut pasang tinggi (High Water/RW) dan lembah gelombang
disebut surut/pasang rendah (Low Water/LW). Perbedaan vertikal antara pasang
tinggi dan pasang rendah disebut rentang pasang-surut atau tunggang pasut (tidal
range) yang bisa mencapai beberapa meter hingga puluhan meter. Periode pasang-
surut adalah waktu antara puncak atau lembah gelombang ke puncak atau lembah
gelombang berikutnya. Harga periode pasang-surut bervariasi antara 12 jam 25
menit hingga 24 jam 50 menit (Setiawan, 2006).
4
antara permukaan darat dan permukaan air. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan
hubungannya dengan keseimbangan dinamika alami perubahan garis pantai
diantaranya adalah; hidrografi, iklim, geologi dan vegetasi. Berkenan dengan
berbagi faktor tersebut, untuk mendokumentasikan dan memetakan perubahan
lokasi suatu garis pantai maka dikenal beberapa proksi yang menjadi fitur bagi
terminalogi batas darat dan air sebagai garis pantai. Ini bergantung pada data yang
digunakan, acuan pendekatan, serta lokasi pantai tersebut berada atau pun instansi
bersangkutan.
2.4. Kedalaman (Batimetri)
Batimetri atau kedalaman air laut merupakan ukuran kedalaman daerah
perairan laut yang diukur dari atas permukaan air ke dasar laut . Peta batimetri
adalah data spasial yang berisi informasi kedalaman suatu daerah peraiaran.
Informasi batimetri dapat mengambarkan tentang kondisi struktur dan bentuk
dasar perairan dari suatu daerah (Setiawan, dkk, 2014). Informasi kedalaman
merupakan salah satu aspek sangat penting untuk beberapakajian kegiatan
sumberdaya kelautan, baik kedalaman di perairan dalam maupun perairan
dangkal. Secara umum informasi kedalaman hanya dilakukan untuk daerah atau
lokasi yang mampu dilalui kapal sehingga untuk perairan dangkal seringkali tidak
dapat dilakukan, informasi sebaran titik kedalaman untuk perairan dangkal sangat
minim atau terbatas (Nurkhayati, 2013).
Batimetri merupakan ukuran tinggi rendahnya dasar laut, sehingga
peta batimetri memberikan informasi tentang dasar laut, di mana informasi
tersebut dapat memberikan manfaat pada beberapa bidang yang berkaitan dengan
dasar laut, seperti alur pelayaran untuk kapal rakyat. Data batimetri tersebut
sangat diperlukan dalam pengembangan dermaga baru ataupun pemeliharaan
dermaga yang telah ada. Ketersediaan dan pemeliharaan data menjadi sangat
penting. Sebagai contoh, suatu dermaga dirancang dengan kondisi batimetri
tertentu, berdasarkan jenis kapal yang dilayani. Dikarenakan operasional keluar-
masuk kapal di pelabuhan sangat dipengaruhi oleh kondisi batimetri, maka
kedalaman laut di sekitar pelabuhan mesti terjaga. Selain itu, batimetri juga
dibutuhkan dalam menentukan rute pelayaran kapal dan lokasi pemasangan
rambu-rambu laut. Optimasi rute dan tersedianya rambu-rambu laut akan
5
melancarkan kapal yang melakukan pelayaran dan mengurangi bahaya terjadinya
kecelakaan.
6
Oseanografi dari data echosounder, namun data dari echosounder belum
mencakup seluruh wilayah dalam skala yang rinci, oleh karena itu teknologi
penginderaan jauh merupakan salah satu teknologi yang dapat dimanfaatkan untuk
mendapatkan informasi batimetri secara sinoptik sehingga dapat mengamati
fenomena yang terjadi di lautan yang luas dan dinamis (Setiawan et al., 2014;
Wahyuningrum, 2001). Informasi kedalaman suatu perairan tidak hanya dapat
diukur menggunakkan alat akustik yaitu echosounder tapi juga dapat
memanfaatkan system penginderaan jauh (Arief et al., 2013). Teknologi
penginderaan jauh merupakan salah satu cara yang dapat dimanfaatkan untuk
mendapatkan informasi batimetri. Informasi batimetri dapat mengambarkan
tentang kondisi struktur dan bentuk dasar perairan dari suatu daerah (Setiawan et
al., 2014).
2.5. Substrat dasar
Substrat merupakan susunan dasar perairan yang tersusun dari dua
komponen, yaitu biotik dan abiotik. Contoh dari komponen biotik yang menyusun
dasar perairan adalah karang, sedangkan contoh komponen abiotik yang
menyusun dasar perairan adalah pasir dan lumpur. Substrat dasar perairan dibagi
menjadi dua kategori, yaitu living dan non living. Living merupakan kategori substrat
dasar perairan yang terdiri dari karang keras, karang lunak, spons, dan alga. Non
living merupakan kategori substrat dasar perairan yang terdiri dari karang yang
baru mati, karang sudah lama mati, pecahan karang, pasir, dan lumpur [4].
Substrat living diperairan memiliki peran sebagai tempat tinggal, tempat memijah,
dan tempat mencari makan berbagai biota laut. Selain itu, substrat living juga
berperan dalam pembentukan ekosistem karang dan sumber kebutuhan bagi
manusia.
2.6. Peta laut
Peta laut yang digunakan harus mencerminkan situasi yang seakurat
mungkin berdasarkan survei terbaru dan dapat dibuat oleh Kantor Hidrografi
(Hydrographic Office) dari negara-negara yang terkait atau oleh negara lain. Peta
terbaru seharusnya digunakan agar informasi yang disajikan lengkap dan akurat
serta harus dipertahankan dengan pemakaian koreksi-koreksi kecil secara reguler
melalui Berita Pelaut (Notice to Mariners) yang diterbitkan oleh Kantor
7
Hidrografi. Sejarah peta dapat memberikan informasi berguna dimana terdapat
sengketa untuk memperoleh hak pakai dan hak milik, perubahan garis pantai, dan
keperluan lain.
Penyajian morfologi dasar laut (dalam hubungannya dengan morfologi
terestris dari negara pantai terdekat) secara akurat, dapat diperoleh dengan cara
memadukan peta-peta yang diperlukan dengan lembar lukis teliti (fair sheet) asli
dan data yang dapat diterima, yang diperoleh dari organisasi atau badan yang
mempunyai kualifikasi untuk melakukan survei batimetrik dan oseanografik.
Jika dibutuhkan informasi numerik secara langsung dari peta berkaitan
dengan masalah penentuan batas, maka peta kertas (paper chart) harus didigitasi
terutama garis air rendah dan features lainnya yang dibuthkan. Proses digitasi
pada dasarnya merupakan transformasi antara sistem koordinat lokal yang
dihasilakn oleh digitizer dan koordinat geodetik (lintang dan bujur)
8
BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN
9
10. Kompas Menentukan arah
11. Stopwatch Menentukan waktu
12. Alat tulis Mencatat hasil pengukuran
13. Sechi disk Mengukur kecerahan perairan
14. Kapal Transportasi ke titik sampel
10
2. Mengamati dan mencatat kenampakan – kenampakan alami/penting saat
melaksanakan pengukuran garis pantai (bentuk pantai, kedangkalan). Hal
ini perlu dilakukan untuk melihat adanya objek atau bahaya yang tidak
dapat diamati dalam proses pemeruman terutama pada saat mendekati
garis pantai.
a. Kelerengan
1. Lakukan pengamatan terhadap jenis dan tipe pantai dengan memetakan titik
GCP pada setiap tipe pantai di sepanjang pantai (dokumentasikan setiap
perubahan).
2. Identifikasikan bentuk geomorfologi pantai apakah terdapat gisik pasir, lidah
pasir, gumuk. Setiap lokasi dilakukan GCP dan didokumentasikan.
3. Identifikasi bentuk dan geomorfologi pantai apakah pengaruh flufial atau
pengaruh proses marine.
3.3.5. Substrat Dasar Perairan
3.3.6. Kedalaman
11
2. Melakukan percobaan pemeruman (sea trial) untuk memastikan seluruh
peralatan survei siap digunakan sesuai dengan spesifikasi yang telah
ditentukan.
3. Melaksanakan pemeruman setelah semua peralatan dan sarana dinyatakan
siap.
4. Melakukan kalibrasi sebelum dan sesudah kegiatan pemeruman. Kalibrasi
membantu untuk mendapatkan ukuran kedalaman yang benar akibat beberapa
sumber kesalahan sekaligus. Kalibrasi dilakukan dengan menggunakan cakra
tera (bar check) yang terbuat dari bahan baja. Prinsip metoda bar check adalah
membandingkan kedalaman suatu titik yang telah ditentukan dan diketahui
kedalamannya di bawah permukaan laut dengan kedalaman titik tersebut dari
hasil pengukuran dengan GPS Mapsounder yang digunakan. Selisih nilai
kedalaman hasil pengukuran dengan nilai kedalaman yang sebenarnya tersebut
adalah besarnya atau nilai kesalahan alat yang merupakah kombinasi dari
penggunaan peralatan yang dilakukan. Pelaksanaan koreksi dengan bar check
adalah dengan menggantungkan batang atau piringan baja tersebut pada
sebuah kawat atau rantai baja, dan diletakkan tepat di bawah transducer dan
GPS Mapsounder yang digunakan. Setelah itu, dilakukan pengukuran
kedalaman dengan menggunakan GPS Mapsounder pada saat kapal survei
dalam keadaan berhenti untuk beberapa nilai kedalaman batang atau piringan
baja yang telah ditentukan sebelumnya. Hasil pemeruman ini dikoreksi dengan
hasil pengukuran pasut sehingga dapat diketahui kedalaman sesungguhnya
terhadap referensi DTS/MSL.
3.4.2. Garis Pantai (teristis, drone, dan analisis citra garis pantai)
Pembuatan peta topografi garis pantai dari data UAV terbagi menjadi
beberapa tahapamtara lain menyisihkan foto – foto yang blur, miring ataupun
sudut yang memiliki ketegakan 90°. Pengolahan data foto udara yang diperoleh
menggunakan software Pix4D Mapper. Pada tahapan ini dilakukan proses
aligning photo, build dense cloud, texturing, orthomosaicking, build DSM hingga
exporting peta ortho.
13
d = du + (Ks – Kp)
dimana:
d : Kedalaman sebenarnya (m)
du : Kedalaman ukuran (m)
Ks : Koreksi sarat tranduser (m)
Kp : Koreksi pasut (MSL)
14
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
15
Chart Title
120
100
80
60
40
20
6:30
0:30
3:00
5:30
8:00
1:30
4:00
9:00
0:00
2:30
5:00
7:30
22:00
13:00
15:30
18:00
20:30
23:00
11:30
14:00
16:30
19:00
21:30
Chart Title
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39
16
Chart Title
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39 41 43 45 47 49 51 53 55 57
17
Standardisasi Nasional, 2010 dalam Sasmito dan Suprayogi. 2019). Guariglia dkk,
(2006) menerangkan bahwa garis pantai (coastline) didefinsikan sebagai batas
antara permukaan darat dan permukaan air. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan
hubungannya dengan keseimbangan dinamika alami perubahan garis pantai
diantaranya adalah; hidrografi, iklim, geologi dan vegetasi. Berkenan dengan
berbagi faktor tersebut, untuk mendokumentasikan dan memetakan perubahan
lokasi suatu garis pantai maka dikenal beberapa proksi yang menjadi fitur bagi
terminalogi batas darat dan air sebagai garis pantai. Ini bergantung pada data yang
digunakan, acuan pendekatan, serta lokasi pantai tersebut berada atau pun instansi
bersangkutan.
Posisi garis pantai berdasarkan pengukuran diperoleh dengan
menggabungkan (overlay) posisi/titik dari pengukuran topografi dengan batimetri
(kedalaman) yang dikoreksi terhadap MSL sebagai titik referensi. Posisi garis
pantai perekaman dapat diketahui dengan cara mendeliniasi pertemuan antara
batas daratan dengan laut dilakukan secara langsung (digitizing on screen)
terhadap citra Fungsi dari penentuan garis pantai perekaman adalah sebagai garis
awal untuk perbandingan mendapatkan garis pantai terkoreksi.
18
Berdasarkan data diatas menunjukan posisi garis pantai Sungai Dua Laut
ketika surut cenderung jauh ke arah laut dan sebagian menempel pada dinding
pesisir. Sedangkan ketika pasang tidak terlalu jauh dari garis pantai dan sebagian
menempel atau berdekatan dengan pesisir.
4.3. Kedalaman
Pengukuran batimetri dengan metode konvensional menggunakan
metode batu duga yaitu sistem pengukuran dasar laut menggunakan kabel
yang dilengkapi bandul pemberat yang massanya berkisar 25-75 kg. Namun
seiring perkembangan zaman dan teknologi, metode tersebut sudah mulai
ditinggalkan khususnya dalam pengukuran perairan yang luas dan dalam.
Perkembangan teknologi saat ini pemetaan batimetri bisa dilakukan dengan
teknologi hidroakustik yaitu dengan menggunakan gelombang suara
sehingga penggunaan teknologi ini lebih baik karena tidak merusak
lingkungan sekitar penelitian (Febrianto,2015).
Pengukuran kedalaman perairan Sungai Dua Laut dilakukan dengan
menggunakan GPS Maps Sounder. Sinyal yang dipancarkan tranducer akan
kembali dan diterima oleh receiver lalu merekam kedalaman perairan tersebut.
Berdasarkan hasil pengukuran kedalaman dengan menggunakan GPS Map
Sounder di perairan Sungai Dua Laut, diperoleh data kedalaman yang diolah dan
ditampilkan pada Gambar 4.3. sampai Gambar 4.5 dibawah.
19
Gambar 4.3. Peta Kedalaman Pada Saat LAT
20
Gambar 4.5. Peta kedalaman pada saat HAT
21
Gambar 4.7. kelerengan pantai bagian barat
22
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Tipe pasang surut di perairan Sungai Dua Laut tergolong pasang surut
campuran condong ke harian ganda (mixed tide prevailing semi diurnal).
Dalam artian selama satu hari terjadi dua kali air pasang dan dua kali air
surut, tetapi tinggi dan periodenya berbeda.
2. Garis pantai Sungai Dua Laut ketika surut cenderung jauh ke arah laut dan
sebagian menempel pada dinding pesisir. Sedangkan ketika pasang tidak
terlalu jauh dari garis pantai dan sebagian menempel atau berdekatan
dengan pesisir.
3. kedalaman di perairan bervariasi dengan perubahan kedalaman cukup
sedikit yakni pada kondisi LAT berkisa antara 0 – 4 meter, pada kondisi
MSL berkisar antara 0 – 5 meter pada saat kondisi HAT berkisar antara 0
– 6,3 meter
4. analisis kelerengan pantai di Pantai Sungai Dua Laut berada di kisaran
elevasi 0 – 6 pada bagian timur dan 0 – 5 pada bagian barat yang
dikategorikan sebagai pantai landai menurut US Soil Survey dalam
Sastroprawiro, S dan Yudo (1996). Kelerengan di perairan Pantai Sungai
Dua Laut dipengaruhi oleh proses hidrooseanografi baik yang berasal dari
darat maupun dari laut.
5.2. Saran
23
DAFTAR PUSTAKA
Setiawan, K. T., Osawa, T., & Nuarsa, I. W. (2014). Aplikasi algoritma Van
Hengel dan Spitzer untuk ekstraksi informasi batimetri menggunakan data
landsat. In Prosiding Seminar Nasional Penginderaan Jauh 2014 (pp. 222-
230). LAPAN.
Nurkhayati, R., & Khakhim, N. (2013). 140 Pemetaan Batimetri Perairan Dangkal
Menggunakan Citra Quickbird Di Perairan Taman Nasional Karimun Jawa,
Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. Jurnal Bumi Indonesia, 2(2), 78320.