Oleh:
TEKNIK KELAUTAN
POLITEKNIK KELAUTAN DAN PERIKANAN KARAWANG
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
2023
PROPOSAL KERJA PRAKTIK AKHIR
PETA BATIMETRI DAN BENTUK 3D TOPOGRAFI DASAR
LAUT HASIL PEMERUMAN MULTIBEAM ECHOSOUNDER
DI PERAIRAN BANTAENG SULAWESI SELATAN
Oleh :
Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Ahli Madya Teknik Kelautan
TEKNIK KELAUTAN
POLITEKNIK KELAUTAN DAN PERIKANAN KARAWANG
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
2023
LEMBAR PENGESAHAN
Diketahui oleh:
Diketahui oleh:
i
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
sehingga penulis dapat menyelesaikan Proposal Kerja Praktik Akhir yang berjudul
“Peta Batimetri dan Bentuk 3D Topografi Dasar Laut Hasil Pemeruman Multibeam
Echosounder di Perairan Bantaeng Sulawesi Selatan”.
Proses persiapan pelaksanaan, dan penyusunan laporan ini telah melibatkan
banyak pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan banyak terima kasih
kepada:
1. DH.Guntur Prabowo, A.Pi., M.M. selaku Direktur Politeknik Kelautan dan
Perikanan Karawang.
2. Roberto Patar Pasaribu Dess. Selaku dosen pembimbing I.
3. Roni Sewiko, S.Pi., M.Si selaku dosen pembimbing II dan Ketua Program
Studi.
4. Badan Informasi Geospasial lebih tepatnya di Pusat Pemetaan Kelautan dan
Lingkungan Pantai.
5. Orang tua yang telah memberikan izin dan dukungan untuk melaksanakan
Kerja Praktik Akhir.
Penulis menyadari bahwa Proposal Kerja Praktik Akhir ini masih jauh dari
kesempurnaan, sehingga kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan
demi perbaikan dan kesempurnaan proposal ini. Akhirnya penulis berharap semoga
proposal ini memberikan informasi dan manfaat bagi semua pihak.
ii
DAFTAR ISI
1. PENDAHULUAN ............................................................... 1
1.1. Latar Belakang ...................................................................................... 1
2.2 Hidrografi.............................................................................................. 4
iii
2.14 Digital Elevation Model (DEM) ......................................................... 12
iv
DAFTAR GAMBAR
v
DAFTAR TABEL
vi
1. PENDAHULUAN
1
1.2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang ada di Kerja Praktik Akhir ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana kondisi topografi dasar laut perairan Bantaeng Sulawesi
Selatan?
2. Berapa kedalaman rata-rata perairan Bantaeng Sulawesi Selatan?
2.1. Batasan Masalah
Ruang lingkup dan batasan masalah yang ada pada kegiatan Kerja Praktik
Akhir ini adalah sebagai berikut :
1. Data Sekunder seperti data pemeruman, data pasang surut, dan data
sound velocity diperoleh dari Badan Informasi Geospasial pada survei
batimetri tanggal 9 agustus 2018 sampai 31 september 2018.
2. Pengolahan data hanya pembuatan Peta Batimetri dan 3d Topografi
Dasar Laut.
2.1. Tujuan
Tujuan pelaksanaan Praktik Kerja Lapang ini adalah sebagai berikut :
1. Membuat peta batimetri dan topografi dasar laut perairan Bantaeng
Sulawesi Selatan
2. Mengetahui Kontur Kedalaman perairan bantaeng
3. Mengetahui kondisi topografi dasar laut perairan Bantaeng Sulawesi
Selatan.
2.2. Manfaat
Manfaat pelaksanaan Praktik Kerja Lapang ini adalah sebagai berikut :
1. Meningkatkan pengetahuan tentang kondisi dasar laut perairan Bantaeng
2. Membantu aktivitas keselamatan dan keamanan di laut
3. Meningkatkan keterampilan dalam pengolahan data Multibeam
Echosounder.
4. Meningkatkan keterampilan dalam melakukan pemetaan batimetri
2
3. TINJAUAN PUSTAKA
3
Gambar 1. Struktur Badan Informasi Geospasial
2.2 Hidrografi
Hidrografi menurut International Hydrographic Organization
(IHO) adalah ilmu tentang pengukuran dan penggambaran parameter-
parameter yang diperlukan untuk menjelaskan sifat-sifat dan konfigurasi
dasar laut secara tepat, hubungan geografisnya dengan daratan, serta
karakteristik dan dinamika lautan. Hidrografi adalah ilmu yang mempelajari
dan menggambarkan bentuk fisik bagian permukaan bumi yang dilingkupi
air, termasuk daratan yang berbatasan dengan perairan (Poerbandono &
Djunarsjah, 2005; International Hydrographic Organization, 1994, 2009).
Permukaan bumi yang dilingkupi air mencakup: permukaan dan kolom air,
juga dasar perairan, serta perubahan parameter tersebut terhadap waktu.
Hidrografi merupakan suatu cabang ilmu yang berkepentingan
dengan pengukuran dan deskripsi sifat serta bentuk dasar perairan dan
dinamika badan air (Kelompok Keahlian Hidrografi, 2004).
4
2.3 Oseanografi
Oseanografi secara sederhana merupakan suatu ilmu yang
mempelajari lautan atau ilmu yang menceritakan tentang laut, baik bentuk,
organisme, serta semua fenomena terjadi yang berhubungan dengan laut.
Secara umum, oseanografi merupakan perpaduan beberapa ilmu lain yaitu
fisika, kimia, biologi, dan geologi.
Kata oseanografi berasal dari dua kata yunani: oceanos (samudera) dan
graphos (uraian/deskripsi) sehingga oseanografi mempunyai arti deskripsi
tentang samudera. Tetapi lingkup oseanografi pada kenyataannya lebih dari
sekedar deskripsi tentang samudera, karena samudera sendiri akan
melibatkan berbagai disiplin ilmu jika ingin diungkapkan (Supangat dan
Susanna, 2008)
2.4 Topografi
Topografi adalah bidang ilmu pengetahuan tentang permukaan
bumi dan objek lain seperti planet, satelit, dan asteroid. Objek geografi
terdiri dari bentang budaya dan alam. Bentang budaya adalah semua
objek buatan manusia seperti jalan, rel kereta api, pemukiman penduduk,
daerah pertanian, dan sebagainya. Sedangkan bentang alam adalah segala
sesuatu yang bukan buatan manusia tetapi terbentuk secara alamiah,
seperti dataran rendah dan tinggi, gunung, sungai, danau, iklim, jenis tanah
(Ginting, 2007). Topografi dasar laut adalah bentuk relief dasar laut, yang
meliputi kedalaman, bentuk, dan ukurannya. Topografi dasar laut dapat
dipelajari dengan menggunakan peta batimetri, yang merupakan peta yang
menunjukkan kedalaman laut.
5
2.5 Batimetri
Batimetri menurut Setiyono (1996) yaitu ilmu yang mempelajari
pengukuran kedalaman lautan, laut atau tubuh perairan lainnya, dan peta
batimetri adalah peta yang menggambarkan perairan serta kedalamannya.
Menurut Pipkin et al., (1987) batimetri berasal dari bahasa Yunani yang
berarti pengukuran dan pemetaan topografi di bawah laut. Sama seperti
yang disampaikan oleh Poerbandono dan Djunarsjah (2005), batimetri
merupakan proses penggambaran dasar perairan sejak pengukuran,
pengolahan hingga visualisasinya. Batimetri merupakan ukuran tinggi
rendahnya dasar laut, sehingga peta batimetri memberikan informasi
tentang dasar laut, dimana informasi tersebut dapat memberikan manfaat
pada beberapa bidang yang berkaitan dengan dasar laut, seperti alur
pelayaran untuk kapal rakyat. Pengukuran batimetri dengan metode
konvensional menggunakan metode batu duga yaitu sistem pengukuran
dasar laut menggunakan kabel yang dilengkapi bandul pemberat yang
massanya berkisar 25-75 kg. Namun seiring perkembangan zaman dan
teknologi, metode tersebut sudah mulai ditinggalkan khususnya dalam
pengukuran perairan yang luas dan dalam. Perkembangan teknologi saat ini
pemetaan batimetri bisa dilakukan dengan teknologi akustik yaitu dengan
menggunakan gelombang suara sehingga penggunaan teknologi ini lebih
baik karena tidak merusak lingkungan sekitar penelitian (Febrianto, 2015)
Survei batimetri sendiri, dapat diartikan sebagai kegiatan pemetaan
yang menggambarkan bentuk konfigurasi dasar laut, yang dinyatakan
dengan angka-angka kedalaman serta garis-garis kedalaman atau kontur.
Survei batimetri adalah sebuah proses penggambaran garis-garis kontur
kedalaman dasar laut, yang meliputi pengukuran, pengolahan hingga
visualisasinya. Pada survei batimetri, akan didapatkan garis-garis kontur
kedalaman, dan garis-garis tersebut diperoleh dengan membuat interpolasi
titik-titik pengukuran kedalaman yang tersebar pada lokasi (Djunarsjah,
2001).
Peta batimetri adalah hasil visualisasi dari survei batimetri, yang
memiliki informasi kedalaman dan posisi. Hasil pengukuran survei, dapat
6
divisualisasikan dalam bentuk tampilan 2 dimensi (2D) maupun 3 dimensi
(3D). Peta batimetri berisi informasi nilai kedalaman suatu perairan.
Informasi yang dihasilkan dari data batimetri antara lain kontur batimetri,
topografi dasar perairan. Peta batimetri memiliki manfaat yang besar yakni
dalam hal penentuan jalur pelayaran yang aman, deteksi dini tsunami,
perencanaan bangunan pantai, penentuan lokasi budidaya perairan dan lain
sebagainya. Selain itu, peta batimetri diperlukan untuk mengetahui kondisi
morfologi suatu daerah perairan. Peta batimetri harus selalu di update sesuai
dengan perubahan dan perkembangan kondisi perairan tersebut, hal ini
dikarenakan kondisi laut yang sangat dinamis (Defrimilsa,2003).
2.6 Sound Velocity
Sound velocity (SV) adalah kecepatan gelombang akustik dalam
suatu medium, dan dalam konteks survei hidrografi, medium yang
dimaksud adalah air. Kecepatan gelombang akustik dalam air sangat penting
dalam pengukuran kedalaman laut, karena perubahan kecepatan suara dapat
mempengaruhi akurasi pengukuran. Sound velocity diukur menggunakan
alat seperti Sound Velocity Profiler (SVP) atau Conductivity Temperature
and Depth (CTD) untuk memastikan akurasi pengukuran kedalaman laut
yang tepat. Perubahan kecepatan rambat suara (sound velocity) dapat
dipengaruhi oleh kondisi perairan, seperti suhu, salinitas, dan tekanan. Oleh
karena itu, pengukuran sound velocity yang akurat sangat penting dalam
survei hidrografi untuk memastikan akurasi pengukuran kedalaman laut.
2.7 Pasang Surut
Pasang surut merupakam proses naik turunnya permukaan air laut
karena gaya tarik benda-benda luar angkasa seperti bulan dan matahari
(Saputra, 2007). Sehingga dapat diartikan bahwa pasang surut memiliki sifat
terjadi secara periodik atau berkelanjutan. Hal ini yang menyebabkan tinggi
permukaan air laut memiliki nilai yang tetap akan tetapi bergerak naik turun
dengan periode waktu yang berbeda (Richasari et al., 2019). Pasang surut
adalah gerakan naik turunnya muka air laut karena adanya gaya tarik benda-
benda di langit, terutama bulan dan matahari terhadap massa air laut di bumi
(Triatmodjo, 1999 dalam Karto, Jasin, & Mamoto, 2015)
7
2.8 Multibeam Echosounder
Multibeam Echosounder merupakan salah satu alat yang digunakan
dalam proses pemeruman dalam suatu survei hidrografi. Pemeruman
(sounding) sendiri adalah proses dan aktivitas yang ditunjukan untuk
memperoleh gambaran (model) bentuk permukaan (topografi) dasar
perairan (seabed surface). Sedangkan survei hidrografi adalah proses
penggambaran dasar perairan tersebut, sejak pengukuran, pengolahan,
hingga visualisasinya (Poerbandono dan Djunarsah, 2005).
Awal pengembangan dari sistem ini adalah pada tahun 1970. Sistem
ini dapat menghasilkan data dari wilayah yang luas secara akurat dan efektif,
serta juga dapat dipergunakan untuk aplikasi oseanografi yang lain seperti
pemetaan geologi serta investigasi ilmiah lainnya, survei ZEE dan survei
untuk peletakan kabel bawah laut. Pada tahun 1990 sistem Multibeam
Echosounder untuk area laut dangkal mulai dikembangkan secara pesat
untuk keperluan survei laut dangkal seperti pembangunan dermaga serta
survei konstruksi saluran air yang memerlukan 100% cakupan area dengan
akurasi tinggi. Atas dasar keperluan teknik konstruksi perairan yang
berkembang, maka Multibeam Echosounder mulai dikembangkan secara
pesat hingga saat ini.
8
2.7.1 Prinsip Kerja Multibeam Echosounder
Multibeam Echosounder bekerja dengan memanfaatkan gelombang
akustik yang dapat merambat dengan baik di bawah air. Secara sederhana
Multibeam Echosounder memancarkan gelombang akustik dan kemudian
akan dipantulkan kembali ketika gelombang tersebut menyentuh material di
dasar laut. Gelombang yang kembali dipantulkan akan diterima kembali
oleh sensor dan akan dihitung beda waktu saat gelombang dipancarkan dan
saat gelombang kembali diterima. Parameter inilah yang nanti akan diproses
menjadi informasi mengenai kedalaman air.
Dalam perkembangannya Multibeam Echosounder memiliki dua
macam sistem pemancaran gelombang yaitu sistem sweep dan sistem swath.
Sistem sweep bekerja dengan memancarkan banyak gelombang single atau
dengan kata lain merupakan multi-single beam, sedangkan sistem swath
bekerja dengan satu pancaran gelombang yang memiliki lebar dan panjang
yang membentuk sebuah kolom dan dapat juga dipakai sebagai Side Scan
Sonar (SSS) (de Jong dkk, 2002). Apabila sistem swath dan sistem sweep
dibandingkan, sistem swath akan menghasilkan area lebih besar pada
perairan dalam, namun pada perairan dangkal kedua sistem tersebut akan
menghasilkan cakupan area yang sama.
Multibeam Echosounder menggunakan sistem penyapuan ketika
kapal bergerak maju untuk menghasilkan luasan yang menggambarkan
permukaan dasar laut dari hasil titik-titik kedalaman yang didapat dari tiap
beam yang dipancarkan tersebut seperti pada Gambar di bawah ini :
Gambar 4. Pemeruman
9
Multibeam Echosounder umumnya menggunakan teknik
interferometrik untuk mendeteksi arah datangnya gelombang pantul sebagai
fungsi dari waktu. Pendeteksian interferometrik digunakan untuk
menentukan sudut sinyal datang. Dengan menggunakan akumulasi sinyal
akustik yang diterima pada dua arah yang terpisah, suatu pola interferensi
akan terbentuk. Pola ini menunjukkan hubungan fase tiap sinyal yang
diterima. Berdasarkan hubungan yang ada, suatu arah akan dapat
ditentukan. Bila informasi ini dikombinasikan dengan jarak, akan dihasilkan
data kedalaman. Menurut Sasmita (2008), pada prinsipnya Multibeam
Echosounder menggunakan pengukuran selisih fase pulsa untuk teknik
pengukuran yang digunakan. Selisih fase pulsa ini merupakan fungsi dari
selisih pulsa waktu pemancaran dan penerimaan pulsa akustik serta sudut
data sinyal tiap-tiap tranduser
Karakteristik-karakteristik dari Multibeam Echosounder secara umum
(Lekkerker et al, 2006) adalah :
1. Frekuensi yang berselang antara 12 hingga 500 kHz.
2. Cakupan survei berselang antara 90° hingga 180° (2 hingga 12 x
kedalaman titik survei).
3. Lebar dari beam berselang antara 0,5° hingga 3°.
4. Resolusi jaraknya 1-15 cm tergantung kedalaman
10
dengan sistem operasi Windows. Teledyne PDS tersedia dalam berbagai
versi yang disesuaikan dengan operasi tertentu. Perangkat lunak ini
dikembangkan oleh Teledyne RESON dan didukung oleh ahli survei
Teledyne Marine di seluruh dunia
Gambar 6. Surfer
11
2.12 Software Arcgis
ArcGIS adalah perangkat lunak sistem informasi geografis (GIS) yang
dikembangkan oleh ESRI. Perangkat lunak ini mencakup berbagai aplikasi
yang digunakan untuk membuat, mengelola, dan menganalisis data spasial.
Gambar 8. Arcgis
2.13 Kontur
Kontur adalah garis khayal yang menghubungkan titik-titik dengan
kedalaman yang sama di bawah permukaan laut. Garis kontur kedalaman
laut juga sering disebut sebagai isobath. Kontur kedalaman laut digunakan
untuk menggambarkan bentuk dasar laut, seperti gunung laut, palung laut,
dan lembah laut. Garis kontur kedalaman laut juga dapat digunakan untuk
menunjukkan kedalaman suatu wilayah laut, seperti kedalaman permukaan
laut, kedalaman suatu perairan, atau kedalaman suatu palung laut.
Gambar 9. Kontur
12
menggunakan himpunan koordinat (Tempfli, 1991 dalam Purwanto, 2015).
DEM merupakan suatu sistem, model, metode, dan alat dalam
mengumpulkan, processing, dan penyajian informasi medan. Susunan nilai
- nilai digital yang mewakili distribusi spasial dari karakteristik medan,
distribusi spasial diwakili oleh nilai-nilai pada sistem koordinat horisontal
X dan Y serta karakteristik medan diwakili oleh ketinggian medan dalam
sistem koordinat Z (Doyle, 1991 dalam Purwanto, 2015). Digital Elevation
Model (DEM) khususnya digunakan untuk penggambaran model relief rupa
bumi tiga dimensi (3D) yang menyerupai keadaan sebenarnya di dunia nyata
(real world) divisualisasikan dengan bantuan teknologi komputer grafis dan
teknologi virtual reality (Mogal, 1993 dalam Purwanto, 2015).
13
3. METODE PRAKTIK
3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Pelaksanaan Kerja Praktik Akhir (KPA) dilaksanakan pada tanggal 22
Januari 2024 – 7 April 2024 bertempat di Politeknik Kelautan dan Perikanan
Karawang, Jawa Barat, Indonesia, 41315 (Gambar 11) :
14
3.2. Alat dan Bahan
Alat dan Bahan yang digunakan dalam kegiatan Kerja Praktik Akhir ini
adalah, pada tabel berikut (Tabel 1) :
15
➢ Peta Lokasi Pengambilan data Pasang Surut (Gambar 12)
16
3.4. Prosedur Alur Kerja
Dibawah ini adalah prosedur alur kerja pembuatan Peta Batimetri dan
3d Topografi Dasar Laut (Gambar 14) :
17
➢ Menyiapkan Data Raw
Menyiapkan data RAW/mentah yang terdiri dari data hasil
survei batimetri di pelabuhan bantaeng berupa :
1. Data Pemeruman
2. Data Pasang Surut
3. Data Sound Velovity
➢ Pengolahan Data Pasang Surut
Data pasang surut hasil pengamatan survei batimetri berupa
format tanggal / waktu / nilai pasang surut kemudian data
tersebut diolah di aplikasi LP-Tides untuk mendapatkan nilai
MSL kemudian seterlah nilai MSL di dapat lalu data pasang
surut diolah kembali di Microsoft Excel dengan rumus
perhitungan (Nilai Pengamatan Pasang Surut – MSL = Nilai
Koreksi Pasang Surut) untuk mendapatkan nilai koreksi pasang
surut sebagai chart datum.
➢ Koreksi Sound Velocity
Koreksi nilai sound velocity bertujuan untuk menjadikan
pancaran lintasan akustik menjadi lurus tanpa terjadi
pembelokan lintasan (refraksi) dan eror waktu tempuh akustik.
Koreksi nilai sound velocity yang sesuai juga akan
menghasilkan data batimetri sesuai dengan kondisi dasar laut
yang ada. Koreksi Sound Velocity ini dilakukan secara otomatis
menggunakan software Teledyne Marine PDS
➢ Cleaning Noise
Dilakukan disoftware Teledyne Marine pds dengan dua cara
yaitu :
1. Otomatis
pilih filter statistik pada pds untuk memeriksa setiap
titik data di sekitarnya. . Pengguna dapat mengatur
seberapa ketat uji tersebut. Semakin ketat, semakin
sedikit yang lolos. Kemudian atur size dan strictness
semakin tinggi mengatur strictness semakin sedikit
18
pula noise yang lolos atau data semakin bagus
(Gambar 15)
2. Manual
Dibawah ini merupakan gambar data pemeruman
yang mempunyai noise dan harus di bersihkan agar
tidak menyebabkan penurunan kualitas dan
mempengaruhi informasi yang dapat serta eror.
(Gambar 16)
19
Gambar 17. Koreksi Pasang Surut
➢ Grid Model
Grid model ini adalah proses pemodelan digital elevation model
(DEM) untuk menyatukan data pemeruman satu persatu
dikarenakan proses pengolahan data batimetri ini dilakukan
perhari dari tanggal 30 Agustus sampai 30 September.
➢ Arcgis
Data DEM yang sudah didapat di software Teledyne Marine
PDS kemudian di Import ke Arcgis. Di Arcgis ini melakukan
pengolahan data untuk membuat kontur kedalaman sampai
layouting peta batimetri.
➢ Global Mapper
Data DEM yang sudah didapat di software Teledyne Marine
PDS kemudian di Import ke Global Mapper untuk melakukan
pengolahan data sehingga memperoleh nilai xyz
➢ Surfer
Setelah point xyz didapat kemudian diimport kedalam software
surfer untuk mendapatkan 3d model bentuk topografi dasar laut.
20
3.5. Rencana Kegiatan
Dibawah ini adalah rencana kegiatan Kerja Praktik Akhir (Tabel 2) :
Tabel 2. Rencana Kegiatan
21
DAFTAR PUSTAKA
22
"National Oceanographic". National-Oceanographic.Com, 2023, http://national-
oceanographic.com/article/survei-hidrografi-dan-survei-batimetri-.
Accessed 9 Aug 2023.
Poerbandono, D. E., & Djunarsjah, E. (2005). Survei hidrografi. Refika Aditama.
Bandung, 166.
Prarikeslan, Widya. Oseanografi. Kencana, 2016.
Purwanto, T. H. (2015). Digital Terrain Modelling. Yogyakarta: Universitas Gadjah
Mada
Poerbandono dan Djunarsjah, E. 2005. Survei Hidrografi. PT. Refika Aditama,
Bandung, 163 hlm.
"Pengertian Oseanografi". Geograpik, 2023,
https://geograpik.blogspot.com/2017/03/pengertian-oseanografi.html
Accessed 9 Aug 2023.
Supangat, A dan Susanna. 2008. Oseanografi. Pusat Riset Wilayah Laut dan
Sumberdaya Non-hayati. Badan Riset kelautan dan Perikanan. Departemen
Kelautan dan Perikanan.
Setiyono, Heryoso. 1996. Kamus Oseanografi. Gadjah Mada University Press,
Jogjakarta, 210 hlm
Sasmita, 2008.Aplikasi MultibeamEchosounderSystem (MBES) untuk Keperluan
Batimetri.Program Studi Teknik Geodesi dan Geomatika.Institut Teknologi
"Survei Batimetri". KREASI HANDAL SELARAS, 2023,
https://www.handalselaras.com/survei-batimetri/. Accessed 9 Aug 2023.
Wijonarko, Wisnu Wahyu, and Bandi Sasmito. "Kajian Pemodelan Dasar Laut
Menggunakan Side Scan Sonar dan Singlebeam Echosounder." Jurnal
Geodesi Undip 5.2 (2016): 168-178.
23