Anda di halaman 1dari 36

TEKNIK PENANGKAPAN IKAN DENGAN ALAT TANGKAP POLE AND

LINE PADA KM HARAPAN JAYA

LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANG (PKL)


PROGRAM STUDI TEKNIK PENANGKAPAN IKAN

Oleh:

ROBERTUS BANUSU
NIT. 19.1.06.024

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN


BADAN RISET DAN SDM KELAUTAN DAN PERIKANAN
POLITEKNIK KELAUTAN DAN PERIKANAN KUPANG
2021
TEKNIK PENANGKAPAN IKAN DENGAN ALAT TANGKAP POLE AND
LINE PADA KM HARAPAN JAYA

Proposal ini disusun sebagai salah satu syarat


Untuk mengikuti Praktik Kerja Lapang II
Pada Program Studi Teknik Penangkapan Ikan
Politeknik Kelautan dan Perikanan Kupang

Oleh:
ROBERUS BANUSU
NIT. 19.1.06.024

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN


BADAN RISET DAN SDM KELAUTAN DAN PERIKANAN
POLITEKNIK KELAUTAN DAN PERIKANAN KUPANG
2021

ii
HALAMAN PENGESAHAN

Judul : Teknik Penangkapan Ikan Dengan Alat Tangkap Pole And Line Pada
Km Harapan Jaya
Nama : Robertus Banusu
NIT : 19.1.06.024

Proposal Ini Disusun Sebagai Salah Satu Syarat


Untuk Mengikuti Praktik Kerja Lapang II
Program Studi Teknik Penangkapan Ikan
Pada Politeknik Kelautan Dan Perikanan Kupang

Menyetujui,

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Resky Amalia Rajab, M.Si Ganang Dwi Prasetyo, M.Si


NIP.19940525 201902 2 008 Nip. 19920611 201902 1 005

Kepala Program Studi

KATA PENGANTAR
Rasdam, S.Pi, M.Si
Nip. 19890111 201801 1 001

iii
KATA PENGANTAR

Proposal Praktik Kerja Lapang ini merupakan hasil pengamatan langsung


yang penulis lakukan di KM. Kabupaten Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Judul yang diambil penulis dalam penyusunan Proposal Praktik Kerja Lapang ini
adalah “Teknik Penangkapan Ikan Dengan Alat Tangkap Pole And Line Pada
Km Harapan Jaya” Proposal Praktik Kerja Lapang ini terdiri dari 3 bab yaitu
Pendahuluan, Tinjauan Pustaka, dan Metode Pengamatan, Hasil dan Pembahasan
serta Kesimpulan dan Saran.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Proposal ini masih banyak
terdapat kekurangan, maka dari itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran
dari pembimbing yang sifatnya membangun guna menyempurnakan hasil dan
penelitian saat Praktik Kerja Lapang ini. Semoga Proposal ini dapat membantu dan
berguna kedepannya.

Kupang, Februari 2022

Penulis

iv
UCAPAN TERIMAKASIH

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan Rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Proposal Praktik
Kerja Lapang (PKL) ini dengan baik sesuai dengan waktu yang ditentukan.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucpan terima kasih


kepada :

1. Bapak Dr. Aris Widagdo, A.Pi.,M.Si, selaku Direktur Politeknik Kelautan


dan Perikanan Kupang.
2. Ibu Resky Amalia Rajab, M.Si selaku Pembimbing Utama Praktik Kerja
Lapang (PKL) I yang telah memberikan bimbingan hingga selesainya
proposal PKL.
3. Bapak Ganang Dwi Prasetyo, S.Pi.,M.Si, Selaku Pembimbing atas kesedian
waktu memberikan telaah mendalam, koreksi dan revisi dalam penyusunan
proposal PKL
4. Bapak Rasdam, S.Pi., M.Si, selaku Ketua Program Studi Teknik
Penangkapan Ikan
5. Orang tua, teman-teman dan semua pihak yang memberikan dukungan dan
motivasi sehingga proposal ini dapat diselesaikan dengan baik.

v
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL....................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN............................................................................ iii
KATA PENGANTAR.................................................................................... iv
UCAPAN TERIMA KASIH.......................................................................... v
DAFTAR ISI................................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR...................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
1.1. Latar Belakang................................................................................. 1
1.2. Tujuan .............................................................................................. 2
1.3 Manfaat.............................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 3
2.1 Alat Tangkap Pole And Line (Huhate)............................................. 3
2.2 Spesifikasi Kapal Penangkap Ikan.................................................... 5
2.2.1. Kapal Huhate......................................................................... 5
2.2.2. Kapal Huhate (Pole and Line)............................................... 5
2.3 Operasi Penangkapan Pole and Line ................................................ 7
2.4 Alat Bantu Penangkapan Ikan........................................................... 8
2.5 Penanganan Umpan Hidup................................................................ 9
2.6 Daerah Penangkapan ........................................................................ 10
2.7 Penangan Ikan Diatas Kapal............................................................. 11
BAB III METODE PRAKTIK...................................................................... 12
3.1. Waktu dan Tempat............................................................................ 12
3.3. Metode Praktik................................................................................... 12
3.4 Analisis Data ..................................................................................... 12
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN......................................................... 13
4.1 Gambaran Umum Kapal...................................................................... 13
4.2 Speifikai Kapal KM Harapan Jaya...................................................... 13
4.3 Penanganan Ikan Cakalang di atas Kapal........................................... 16
4.4 Penanganan Ikan Cakalang di Pusat Pendaratan Ikan......................... 21

vi
4.5 Perubahan Nilai Organoleptik............................................................. 23
BAB V PENUTUP............................................................................................ 25
5.1 Kesimpulan........................................................................................ 25
5.2 Saran.................................................................................................. 25
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 26

vii
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1. Kontruksi alat tangkap Huhate....................................................... 4
Gambar 2. Kapal Huhate.................................................................................. 5
Gambar 3. Desain kapal Huhate....................................................................... 6
Gambar 4. Penangkapan ikan........................................................................... 13
Gambar 5. Sortasi............................................................................................. 14
Gambar 6. Pencucian........................................................................................ 14
Gambar 7. Penirisan.......................................................................................... 16
Gambar 8. Penyimpanan Ikan........................................................................... 16

viii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perairan Indonesia memiliki luas kurang lebih 5,8 juta km 2 yang terdiri dari
perairan kepulauan dan teritorial seluas 3,1 juta km2 serta perairan zona ekonomi
eksklusif Indonesia (ZEEI) seluas 2,7 juta km2 dengan potensi lestari sumberdaya
ikan sebesar 6,4 juta ton/tahun. Sumber daya ikan ini pada kenyataannya tidak
tersebar merata di seluruh perairan Indonesia. Hal tersebut antara lain dikarenakan
perbedaan kondisi lingkungan perairan dan perbedaan tingkat pemanfaatan sumber
daya ikan di beberapa wilayah Indah Susilowati (2012).
Perikanan tangkap merupakan salah satu sektor bidang perikanan yang cukup
menjanjikan. Potensi sumber daya perairan yang melimpah merupakan peluang
yang sangat baik untuk dimanfaatkan. Laut Tano merupakan salah satu bagian dari
wilayah pengolahan perikanan yang letaknya cukup strategis, berada di antara
Kabupaten Kupang, Flores, Sabu, sehingga menjadikan wilayah ini banyak
dimanfaatkan oleh nelayan sebagai lokasi penangkapan ikan.
Kekayaan laut yang menyediakan berbagai macam jenis ikan merupakan
inspirasi pengembangan teknologi penangkapan ikan. Berdasarkan pengetahuan
tentang tingkah laku ikan yang telah dipelajari manusia, terdapat dua golongan jenis
ikan berdasarkan cara hidupnya yaitu ikan yang hidup soliter dan bergerombol.
Dalam usaha pemenuhan kebutuhan hidupnya, dengan dasar pengetahuan tersebut
mendorong manusia untuk mengembangkan berbagai jenis alat tangkap yang sesuai
dengan cara hidup ikan.
Kabupaten Flores Timur yang memiliki kekayaan laut yang cukup besar dan
memiliki laut sebagai tempat migrasi ikan. Dengan memiliki kekayaan laut tersebut
dimana nelayan menggunakan alat tangkap yang berbeda untuk menangkap ikan
tersebut. Alat tangkap yang banyak digunakan di Kabupaten Flores Timur adalah
pole and line dengan memiliki armada kapal yang kontruksinya berbeda dengan
kapal lain. Salah satu alat tangkap yaitu pole and line yang pengoperasian dengan
menggunakan pancing yang dikhususkan untuk menangkap ikan Cakalang yang
banyak digunakan di perairan Indonesia.

1
Ayodhoya (1981), menyatakan bahwa pole and line umum digunakan untuk
menangkap ikan Cakalang (katsuwonus pelamis) sehingga dengan kata perikanan
pole and line sering pengertian kita ke arah perikanan cakalang dengan cara pole
and line juga dilakukan dengan penangkapan albacoremackerel dan sebagainya.
Prinsip dasar penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap pole and line
adalah mengejar ge rombolan ikan dan menarik perhatian ikan cakalang dengan
menggunakan umpan hidup dan hujan buatan (water spayer). Dimana boy- boy
menebarkan umpan menggunakan sibu-sibu untuk menarik perhatian ikan agar ikan
berada didepan haluan kapal dan para pemancing lebih mudah untuk memancing
dengan menggunakan teknik gate dan gaya banting.
Salah satu sumber daya ikan ekonomis penting di perairan barat laut Tano
adalah ikan cakalang. Sebagian besar hasil tangkapan cakalang di daratkan di
Pelabuhan Perikanan Pantai Tano. Umumnya, aktivitas penangkapan ikan cakalang
di perairan Laut Tano menggunakan pole and line, selain itu ada juga yang
menggunakan Pancing Tonda (Trolling Line), Sudirman, 2004.
Pole and Line atau Huhate sangatlah sederhana desainnya, hanya terdiri dari
joran, tali dan mata pancing yang tidak berkait balik. Namun, dalam
pengoprasiannya sangatlah kompleks karena memerlukan umpan hidup seperti Ikan
Sarlin untuk merangsang kebiasaan menyabar mangsa pada ikan target.

1.2 Tujuan
Tujuan penulisan Laporan praktik kerja lapangan ini antara lain:
1. Untuk menganalisis dan mendeskripsikan teknik penangkapan ikan dengan alat
tangkap Pole And Line pada KM Harapan Jaya.
2. Untuk menganalisis dan mendeskripsikan teknik penanganan ikan pada operasi
penangkapan Pole and Line di KM Harapan Jaya

1.3 Manfaat
Manfaat penulisan laporan praktik kerja lapangan ini adalah sebagai salah
satu panduan dan acuan dalam melakukan kegiatan pada Teknik Penangkapan Ikan
Dengan Alat Tangkap Pole And Line Pada KM Harapan Jaya.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Alat Tangkap Pole And Line (Huhate)


Huhate atau umumnya lebih dikenal dengan “pole and line” adalah cara
pemancingan dengan menggunakan pancing yang dikhususkan untuk menangkap
ikan cakalang yang banyak digunakan di perairan Indonesia. Selanjutnya
Ayodhoya, (1981), pole and line umum digunakan untuk menangkap ikan cakalang
(Katsuwonus pelamis) sehingga dengan kata perikanan pole and line sering
pengertian kita ke arah perikanan cakalang, sungguhpun dengan cara pole and line
juga dilakukan penangkapan albacore, mackerel dan lain sebagainya.
Alat tangkap yang umum digunakan oleh para nelayan di kawasan Timur
Indonesia salah satunya adalah Pole and line. Studi yang dilakukan Bustaman S dan
Hurasan (1997) menunjukkan bahwa ada tujuh jenis alat tangkap yang digunakan
untuk menangkap ikan tuna/cakalang. Diantara ketujuh jenis alat tangkap tersebut,
Pole and line, Long line dan Trawl line merupakan tiga jenis alat tangkap yang
paling produktif untuk menangkap ikan tersebut. Untuk Cakalang, alat yang
berperan besar dalam penangkapan adalah Pole and line, tonda dan pancing ulur.
Di antara sekian banyak alat tangkap ikan untuk tujuan komersial yang paling
sederhana dan murah harganya adalah pole and line ini. Peralatan yang hanya
terdiri dari tiga komponen pokok yang ukurannya juga tidak terlalu besar dan
khusus ini adalah joran, tali dan pancing saja. Joran bisa dibuat dari bambu yang
ruasnya tidak terlalu panjang, tebal dan lurus, panjangnya sekitar 4-6 meter.
Memang ada jenis bambu yang untuk joran pole and line ini sangat baik, karena
mempunyai daya lentur yang tinggi Surur, (2007).
Menurut Ditjen Perikanan (1989), sebagai penangkap ikan, alat ini sangat
sederhana desainnya. Hanya terdiri dari joran, tali dan pancing. Tetapi
sesungguhnya sangat komplek karena dalam pengoperasiannya memerlukan umpan
hidup untuk merangsang kebiasaan menyambar pada ikan sebelum pemancingan
dilakukan serta semprotan air untuk mempengaruhi visibility ikan terhadap kapal
dan para pemancing.

3
Nina Aysiana Runny, (2018) menyatakan bahwa ada beberapa keunikan dari
alat tangkap huhate bentuk mata pancing huhate tidak berkait seperti lazimnya mata
pancing. Mata pancing huhate ditutupi bulu-bulu ayam atau potongan rafia yang
halus agar tidak tampak oleh ikan. Bagian haluan kapal huhate mempunyai
konstruksi khusus, dimodifikasi menjadi lebih panjang, sehingga dapat dijadikan
tempat duduk oleh pemancing kapal huhate umumnya berukuran kecil. Di dinding
bagian lambung kapal, beberapa cm di bawah dek, terdapat sprayer dan di dek
terdapat beberapa tempat ikan umpan hidup. Sprayer adalah alat penyemprot air.
Menurut Surur (2007), hal yang perlu diperhatikan adalah pada saat
pemancingan dilakukan jangan ada ikan yang lolos atau jatuh kembali ke perairan,
karena dapat menyebabkan gerombolan ikan menjauh dari sekitar kapal. Umpan
yang digunakan adalah umpan hidup, dimaksudkan agar setelah ikan umpan
dilempar ke perairan akan berusaha kembali naik ke permukaan air. Hal ini akan
mengundang cakalang untuk mengikuti naik ke dekat permukaan. Selanjutnya
dilakukan penyemprotan air melalui sprayer. Penyemprotan air dimaksudkan untuk
mengaburkan pandangan ikan, sehingga tidak dapat membedakan antara ikan
umpan sebagai makanan atau mata pancing yang sedang dioperasikan. Umpan
hidup yang digunakan biasanya adalah ikan Sardin (Stolephorus commersoni).
Menurut Adi dan Djaja (2008), huhate (skipjack pole and line) atau disebut
dengan pole and line adalah alat tangkap ikan cakalang dengan menggunakan
joran/tongkat (pole) dan tali (line). Konstruksi alat tangkap pole and line terdiri dari
bagian-bagian bamboo (bamboe’s pole), tali pancing dan mata pancing. Huhate
biasanya dioperasikan pada pagi, siang dan sore hari saat terdapat gerombolan ikan
di sekitar kapal. Mata pancing untuk huhate (pole and line) ada dua macam yaitu
mata pancing yang tidak berkait dan yang berkait:

Gambar 1. Kontruksi alat tangkap Huhate (Nainggolan, 2007)

4
2.2 Spesifikasi Kapal Penangkap Ikan
2.2.1. Kapal Huhate
Pengertian kapal menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
51 Tahun 2002 tentang Perkapalan, merupakan kendaraan air dengan bentuk dan
jenis apapun yang digerakkan dengan tenaga mekanik, tenaga angin, atau ditunda,
termasuk kendaraan yang berdaya dukung dinamis. Kapal berdasarkan fungsinya
terdiri dari beberapa spesifikasi salah satunya merupakan jenis kapal perikanan.
Untuk mengetahui pengertian kapal perikanan maka penulis meninjau dari Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2009 tentang perubahan atas
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.
Selanjutnya dikatakan kapal perikanan merupakan perahu atau kapal yang
digunakan untuk menangkap ikan.
Berkaitan dengan fungsinya yang sebagian besar untuk kegiatan penangkapan
ikan, maka harus juga memenuhi syarat khusus untuk mendukung keberhasilan
kegiatan tersebut yang meliputi: kecepatan, olah gerak, ketahanan stabilitas,
kemampuan jelajah, konstruksi, mesin penggerak, fasilitas pengawetan dan serta
peralatan penangkapan. Pengetahuan mengenai keselamatan kapal perikanan
minimal meliputi bagaimana merencanakan kapal, mengidentifikasi jenis dan
ukuran kapal, permesinan, perlengkapan, stabilitas, dan penanganan ikan di atas
kapal.
2.2.2. Kapal Huhate (Pole and Line)

Kapal Huhate I Pagi Kapal Huhate II Sore


Gambar 2. Kapal Huhate (Nainggolan 2007)

5
Direktorat Jenderal Perikanan (1994), Kapal pole and line umumnya telah
dikenal oleh para nelayan sebagai kapal huhate, dilengkapi dengan bak umpan
hidup dan sistem penyemprotan air. Kapal pole and line adalah kapal yang mampu
berolah gerak dengan lincah dan tergolong kapal yang mempunyai kecepatan di
atas 10 knot dengan stabilitas yang baik untuk mengejar gerombolan ikan, yaitu
kapal tersebut berolah gerak sambil menangkap ikan.
Tipe kapal pole and line terdiri dari dua, yaitu tipe Amerika dan tipe Jepang.
Tipe Amerika dilakukan di buritan, sedangkan tipe Jepang di haluan. Huhate yang
dioperasikan di indonesia umumnya tipe jepang.

Gambar 3. Desain kapal Huhate

Kapal pole and line pada dasarnya digunakan untuk menangkap ikan
Cakalang. Pada saat pelaksanaan penangkapan ikan, nelayan berada di haluan kapal
kiri dan kanan kemudian memancing ikan dengan menggunakan pancing dengan
tali disertai dengan sistem penyemprotan air (water splinkers system). 
Subani dan Barus (1989), menyatakan bahwa bentuk kapal Cakalang
mempunyai beberapa pengkhususan, antara lain :
1. Di bagian atas deck kapal bagian depan terdapat tempat para pemancing
melakukan pemancingan.
2. Dalam kapal harus tersedia bak-bak untuk menyimpan ikan umpan hidup.
3. Kapal Cakalang perlu dilengkapi dengan sistem peyemprotan air (water
splinkers system) yang dihubungkan dengan suatu pompa.

6
2.3 Operasi Penangkapan Pole and Line
Operasi penangkapan tentunya dimulai dari persiapan-persiapan terutama
perbekalan dan perlengkapan. Persiapan itu mencakup bahan makanan, es, lampu,
dan bahan bakar minyak, alat navigasi, persiapan mesin, persiapan pengaturan alat
tangkap dan bahan lainnya. Persiapan di laut adalah  mempersiapkan peralatan
penangkapan dan penyediaan umpan hidup. Umpan hidup tersebut harus sesuai
dalam ukuran dan jenis tertentu, disimpan, dipindahkan, dan dibawa dalam keadaan
hidup.
Mallawa dan Sudirman (2004), Operasi penangkapan dengan huhate
dilakukan dengan cara mencari dan memburu kelompok ikan Cakalang. Pencarian
gerombolan ikan dilakukan oleh seorang pengintai yang tempatnya biasa berada di
anjungan kapal dan menggunakan teropong. Keberadaan ikan Cakalang dapat
dilihat melaui tanda-tanda antara lain: adanya buih atau riak, loncatan ikan
Cakalang ataupun gerombolan burung-burung yang terbang menukik ke permukaan
laut dimana gerombolan ikan berada. Setelah menemukan gerombolan ikan, yang
harus diketahui adalah arah renang kemudian mendekati gerombolan ikan tersebut.
Pelemparan umpan dilakukan oleh boi-boi setelah diperkirakan ikan telah berada
dalam jarak jangkauan lemparan, kemudian ikan dituntun ke arah haluan kapal.
Pelemparan umpan ini diusahakan secepat mungkin sehingga gerakan ikan dapat
mengikuti gerakan umpan menuju haluan kapal. Pada saat pelemparan umpan
tersebut, mesin penyemprot air sudah dihidupkan agar ikan tetap berada di dekat
kapal. Pada saat gerombolan ikan berada dekat haluan kapal, maka mesin kapal
dinetralkan. Sementara jumlah umpan yang dilemparkan ke laut dikurangi,
mengingat terbatasnya umpan hidup. Pemancingan dilakukan serempak oleh
seluruh pemancing. Pemancing duduk di sekeliling kapal dengan pembagian
kelompok berdasarkan keterampilan memancing yaitu :
1. Pemancing I adalah pemancing paling unggul dengan kecepatan mengangkat
mata pancing berikan sebesar 50-60 ekor per menit. Pemancing I diberi posisi
di bagian haluan kapal, dimaksudkan agar lebih banyak ikan tertangkap.
2. Pemancing II diberi posisi di bagian lambung kiri dan kanan kapal.

7
3. Pemancing III berposisi di bagian buritan, umumnya adalah orang-orang yang
baru belajar memancing dan pemancing berusia tua yang tenaganya sudah
mulai berkurang atau sudah lamban Sudirman (2004).
Surur (2007), menyatakan bahwa hal yang perlu diperhatikan adalah pada
saat pemancingan dilakukan jangan ada ikan yang lolos atau jatuh kembali ke
perairan, karena dapat menyebabkan gerombolan ikan menjauh dari sekitar kapal.
Umpan yang digunakan adalah umpan hidup, dimaksudkan agar setelah ikan
umpan dilempar ke perairan akan berusaha kembali naik ke permukaan air. Hal ini
akan mengundang cakalang untuk mengikuti naik ke dekat permukaan. Selanjutnya
dilakukan penyemprotan air melalui sprayer. Penyemprotan air dimaksudkan untuk
mengaburkan pandangan ikan, sehingga tidak dapat membedakan antara ikan
umpan sebagai makanan atau mata pancing yang sedang dioperasikan. Umpan
hidup yang digunakan biasanya adalah teri (Stolephorus commersoni).

2.4 Alat Bantu Penangkapan Ikan


Subani dan Barus (1989), menyatakan bahwa berhasil tidaknya tiap usaha
penangkapan ikan di laut pada dasarnya adalah bagaimana mendapatkan daerah
penangkapan (fishing ground), gerombolan ikan dan keadaan potensinya, untuk
kemudian dilakukan operasi penangkapannya. Adapun alat-alat bantu penangkapan
yang digunakan dalam menunjang kegiatan penangkapan Ikan adalah sebagai
berikut :
1. Jaring Tangguk
Jaring tangguk digunakan untuk memojokkan umpan ke suatu sudut agar
mudah diserok dengan seser. Alat ini terdiri dari selebar bak umpan dan
dalamnya 1m. Di bagian sisinya dipasang dua tangkai, sehingga dapat dipakai
dengan dua tangan. Tangkai ini 1m lebih panjang dari lebar jaring sehingga
mudah digunakan.
2. Seser
Seser digunakan untuk beberapa tujuan, tergantung ukurannya. Yang besar
dengan ukuran diameter 40 cm dan kedalaman 20-30 cm digunakan untuk

8
memindahkan umpan hidup dari bak umpan ke ember dan seser kecil
berukuran diameter 20 cm digunakan untuk menabur umpan.
3. Ember
Ember umpan hidup terbuat dari kayu atau plastik diameter 25-30 cm dan
tingginya 20 cm. Selama operasi ember ini dipakai untuk menempatkan
beberapa umpan hidup, letaknya di samping boi-boi.
4. Pila-pila
Pila-pila digunakan sebagai tempat duduk atau berdiri para pemancing, yang
letaknya pada haluan, lambung kiri dan kanan kapal (Direktorat Jenderal
Perikanan, 1994).
5. Pipa Penyemprot
Pipa penyemprot bertujuan untuk mengelabui ikan target penangkapan yang
dimana air disemprotkan ke permukaan laut pada saat melakukan operasi
penangkapan. Pipa penyemprot ditempatkan di sepanjang pila-pila. Pipa
tersebut bisa terbuat dari paralon atau dari besi dan pada bagian ujungnya
dipasang kran dipergunakan untuk menyemprot air. Penyemprotan air terjadi
karena dilengkapi dengan pompa air.
6. Rumpon
Rumpon adalah suatu alat bantu dalam kegiatan penangkapan ikan yang
dipasang dan ditempatkan pada perairan laut di lokasi daerah
penangkapan (fishing ground) agar ikan-ikan tertarik untuk berkumpul
disekitar rumpon sehingga mudah untuk ditangkap dengan alat penangkapan
ikan.

2.5 Penanganan Umpan Hidup


Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap kelangsungan hidup ikan umpan
di dalam palka umpan di kapal antara lain kandungan oksigen di dalam air dan
konsumsi oksigen, penyinaran, suhu air dan kualitas air beserta perubahannya.
Sebagai awal pertimbangan tentunya bagaimana memindahkan umpan secara aman
ke dalam palka umpan bahwa alat yang sebaiknya digunakan adalah keranjang.
Dalam tahap ini diperlukan seorang pembantu yang cermat dalam menjaga ikan

9
umpan karena memerlukan beberapa perlakuan yang cukup penting dalam hal
pengawasan dan mengarahkan agar pencemaran yang timbul sekecil mungkin yang
diakibatkan kotoran ikan dan sisik ikan yang terlepas.
FAO (1980), menyaakan bahwa selain itu kondisi lingkungan dapat dibuat
lebih mendukung dengan cara meningkatkan sejumlah oksigen ke dalam tangki
umpan, menurunkan temperatur, menurunkan salinitas dan pada saat yang sama
menghindari kepadatan ikan dan menghindari rangsangan untuk membantu agar
mereka menjadi tenang.
2.6 Daerah Penangkapan
Usemahu dan Tomasila (2001), menyatakan bahwa Daerah penangkapan
untuk jenis tuna kecil atau Bonito terbatas pada perairan bersifat oceanis.Ikan
cakalang (Katsuwonus pelamis) hidup bergerombol secara pelagis di daerah
perairan pantai sampai di laut bebas. Dae rahnya ditandai dengan keadaan air yang
jernih dan tidak berkarang, jauh dari muara sungai. Daerahnya merupakan perairan
yang tenang tidak bergelombang besar dan bukan daerah angin topan. Alat tangkap
untuk cakalang adalah pole and line atau di Maluku disebut Huhate. Daerah
penangkapan ikan cakalang yang terkenal ialah perairan Maluku di sekitar pulau
Buru, pulau Seram, pulau Ternate dan di laut Banda sampai sekitar kepulauan
Tanimbar dan Aru
Nainggolan (2007), menyatakan bahwa Ikan cakalang termasuk ikan pelagis
besar, ikan kelompok pelagis ini biasanya hidup di perairan yang relatif dalam.
Pada perairan yang relatif dangkal, misalnya di Laut Jawa, sangat jarang ditemukan
ikan cakalang. Biasanya ikan cakalang hidup perairan sekitar Indonesia tengah dan
timur. Ikan cakalang juga dapat ditemukan di perairan Samudera Hindia sebelah
barat Sumstera dan selatan Jawa. Dari berbagai penelitian dan pengamatan
lapangan ikan cakalang biasa hidup pada permukaan samoai kedalaman sekitar 200
m. Suhu perairan tempat cakalang biasanya berada berkisar antara suhu permukaan
sampai 200 C di perairan subtropis dan tropis.

10
2.7 Penangan Ikan Diatas Kapal

1. Ganco Dan Mendaratkan Ikan Di Atas Kapal


Cara Kerja :
Ganco ikan pada bagian kepala dekat insang. Apabila ukuran ikan agak besar
gunakan satu ganco lagi yaitu pada bagian mulut. Kemudian letakkan ikan diatas
kapal secara hati-hati dengan posisi menyamping untuk mempermudah penanganan
selanjutnya. Jangan sampai Ganco mengenai jantung. Jantung harus berdetak ketika
proses pengeluaran darah.

2. Mematikan Ikan
Cara kerja :
1. Posisi ikan menyamping
2. Pingsankan ikan dengan cara memukul ikan pada bagian tepat diantara dua
mata (Otak kecil). Pukulan pada titik yang tepat akan memingsankan ikan,
meskipun pukulan tidak terlalu keras
3. Matikan ikan dengan menusuk pada titik lunak kepala ikan. Pastikan ikan sudah
mati dengan mengusap mata atau menggerakkan rahan bagian bawah untuk
memeriksa respon ikan.
Kualitas ikan yang matinya cepat akan mampu bertahan lebih lama dibandingkan
ikan yang lama meronta-ronta. Ikan yang matinya ditusuk pada otak kecil akan
lebih cepat didinginkan karena otak yang mengatur suhu tubuh ikan telah dirusak.

3. Penyimpanan
Cara Kerja :
1. Simpan ikan dalam box fiber/sterofoam atau palka berinsulasi dengan
ditambahkan es. Perbandingan jumlah es dan ikan yang digunakan adalah 1 : 1.

2. Seluruh permukaan ikan harus tertutupi dengan es. Apabila ikan disusun
bertumpuk maka susunannya adalah es-ikan-es-ikan-es.

11
3. Es yang paling baik digunakan adalah es yang sudah dihancurkan (Es Curah)
karena akan kontak dengan tubuh ikan secara merata sehingga menurunkan suhu
ikan dengan cepat.

BAB III
METODE PRAKTIK
3.1 Waktu dan Tempat
Peraktek Kerja Lapang II (PKL II) dilaksanakan selama kurang lebih 2 bulan
dimulai Bulan November sampai Bulan Desember 2021 bertempat di Kabupaten
Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur Pada Kapal KM Harapan Jaya.

3.2 Metode Pengumpulan Data


Dalam pelaksanaan Peraktek Kerja Lapangan, penulis menggunakan teknik
pengumpulan data observasi partisipan. Observasi merupakan pengamatan dan
pencatatan suatu objek dengan sistematika fenomena yang diamati. Sehingga pada
observasi partisipan observer terlibat langsung dan ikut serta dalam kegiatan-
kegiatan yang dilakukan oleh subjek yang diamati. Dalam teknik observasi terdapat
2 hal yang harus di perhatikan yaitu:
a. Pengamatan observer adalah benar, hal ini dapat dilakukan apabila observer
menguasai bidang ilmunya.
b. Ingatan observer dapat dipertanggung jawabkan, hal ini dapat ditingkatkan
apabila observer dapat segera mencatat apa yang telah berhasil diamati dan
dibantu dengan peralatan elektronik atau alat tulis. Sarana yang akan digunakan
adalah catatan berkala dan check list.

3.3 Analisis Data


Analisis data pada pelaksanaan Peraktek Kerja Lapang yaitu dengan
menggunakan analisis kualitatif. Analisis kualitatif ini digunakan dengan
mendeskripsikan tentang teknik penanganan ikan di atas kapal pole and line serta
menyajikan data dalam bentuk tabel dan grafik berdasarkan data yang diperoleh
dari pelaksanaan Peraktek Kerja Lapang. Adapun identifikasi hasil tangkapan di
hitung dari komposisi hasil tangkapan by catch dan target catch selama berada di
kapal pole and line. Beberapa analisa terkait hasil pengamatan teknik

12
pengoperasian antara lain buat tabel tentang jenis dan jumlah hasil tangkapan di
atas kapal pole and line di KM Harapan Jaya.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum PKL


Kegiatan penangkapan ikan kurang lebih 2 bulan dimulai dari Bulan
November sampai Bulan Desember 2021 bertempat di Kabupaten Kupang, Provinsi
Nusa Tenggara Timur Pada Kapal KM Harapan Jaya. Kegiatan yang dilaksanakan
dalam penangkapan selama kurang lebih 2 bulan ini adalah penangkapan ikan
cakalang. Ikan cakalang merupakan komoditas ekspor, yang kualitas dan mutu ikan
sangat tergantung pada teknik penanganan sesaat setelah ikan di atas kapal sampai
di pusat pendaratan ikan. Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan terkait
keamanan dan mutu ikan antara lain operasi penangkapan ikan, teknik penanganan
ikan baik di atas kapal maupun di pusat pendaratan ikan, dan teknik penyimpanan
ikan dalam palka yang benar.

4.2 Spesifikasi Kapal


Kapal yang digunakan dalam operasi penangkapan ikan adalah kapal KMN.
Harapan Jaya Kontruksi kapal pole and line yang digunakan sama dengan kontruksi
kapal pole and line pada umumnya yaitu terdiri dari ruang kemudi kapal, ruang
mesin, ruang tempat tidur ABK, palka umpan hidup dengan sistem sirkulasi air
yang baik memiliki 30 lubang yang terdiri dari 15 lubang samping atas dan 15
lubang bawah, ruang dapur, palka untuk menyimpan hasil tangkapan, palka untuk
menyimpan es balok, palka menyimpan tali jangkar dan palka menyimpan air
tawar. KMN Harapan Jaya memiliki data kapal sebagai berikut:
Tabel 1. Data Kapal
Data Keterangan
 Nama Kapal Harapan Jaya KS. Nurhikmah
 Nama Pemilik Kaharuddin-Kendari
 Nama Nahkoda Kaharuddin

13
 Jenis Kapal Penangkapan Ikan
 Tanda Selar GT.30
 Temapat dan Tahun Pembuatan Kendari, Tahun 1998
 Panjang Keseluruhan 17,92 Meter
 Lebar Kapal 4,60 Meter
 Dalam kapal 1,95 Meter
 Isi Kotor 30 GT
 Isi Bersih 18 NT
 Sistem kemudi Hidrolik
 Bahan Kontruksi Kapal Fiberglass
 Bendera kebangsaan Indonesia

Berikut adalah struktur susunan organisasi pada KMN Harapan Jaya:

Nahkoda
Kahariddin

KKM
Piter Bare

Boy-boy
Yahya L. Karmoy

Koki
Adrianus Djara

ABK
1. Calik Seno
2. Krisma Sitompul
3. Abian
4. Benyamin
5. Yofi
6. Eko Setiawan
7. Herman Natun
8. Desmon Manaha
9. Ismar
10. Yustinus
11. Yanto
Gambar 6. Struktur Organisasi

14
Pembagian kerja di kapal diatur menurut keahlian. Kedudukan tertinggi
adalah nahkoda, sedangkan mualim, boy-boy dan KKM mempunyai kedudukan
yang sama sebagai perwira kapal. Didalam penangkapan boy-boy merupakan
pembantu utama nahkoda dalam pencarian schooling. Tetapi didalam
pelaksanaannya, pemancingan dilakukan oleh seluruh awak kapal dan tidak
terdapat tingkatan antara perwira dan kelasi, semua ikut memancing kecuali mereka
yang mendapat giliran jaga. Boy-boy bertugas untuk mengintai gerombolan ikan
dan menebar umpan pada waktu penangkapan serta bertanggungjawab dalam
pemeliharaan umpan. Pada saat mengejar  gerombolan  ikan  maka  olah  gerak
kapal adalah  atas  perintah  boy-boy  yang  bertindak  sebagai  fishing master,
sedangkan pada waktu penangkapan olah gerak kapal sepenuhnya atas perintah
nahkoda.
Pembagian pemancing, menjadi pemancing I dan II, berdasarkan atas   
kemampuan   seorang   pemancing   yang   ditentukan   oleh Nakhoda, yakni
melipiti kelincahan, kecepatan dan pengalaman dalam pemancingan. Pemancing I
mempunyai tempat pemancingan pada bagian depan haluan kapal, sedangkan
pemancing II mempunyai tempat disamping kiri dan kanan hakuan kapal. Jumlah
anak buah kapal yang ikut memancing berjumlah 8 orang, kecuali mereka yang
bertugas memegang kemudi, jaga mesin, boy-boy dan pengambil umpan.

KMN Harapan Jaya memiliki suatu unit mesin yang menghasilkan suatu tenaga
penggerak sebagai mesin induk. Berikut data mesin KMN. Harapan Jaya :
Tabel 2. Data Mesin
Jenis Mesin Silinder
Merek Mitsubishi
Jumlah Slinder 6
Jumlah daun baling baling 4
Tahun pembuatan 2003
Kekuatan Mesin 160 PK
Jenis bahan bakar Solar

15
Kapasitas tangki bahan bakar 1.400 liter
Nomor seri mesin 201751

4.3 Penanganan Ikan Cakalang di atas Kapal


Berdasarkan hasil observasi lapangan, tahapan cara penanganan ikan di atas
kapal sebagai berikut:
 Penangkapan ikan. Ikan yang tertangkap dibiarkan menggelepar di atas deck
kapal sampai mati sendiri. Ikan yang menggelepar-gelepar menyebabkan ikan
luka atau memar. Tahap (1)

Gambar 4. Penangkapan ikan.

 Sortasi. Proses sortasi pada hasil tangkapan dengan tidak dilakukan dengan
benar. Ikan yang berbeda ukuran maupun jenis dimasukkan dalam palka secara
bersamaan, dalam proses sortasi nelayan berkontak langsung dengan ikan.

16
Gambar 5. Sortasi.

 Pencucian. Proses pencucian untuk membersihkan ikan dari darah tidak


dilakukan dengan baik. Ikan yang tertangkap dan terkumpul di atas deck kapal
sesekali disiram atau disemprot dengan air laut. Hal ini mengakibatkan ikan
yang dimasukkan ke dalam palka penuh dengan cairan darah ikan.

Gambar 6. Pencucian.

 Penirisan. Ikan yang akan dimasukkan ke dalam palka tidak dilakukan


penirisan, diangkat dan dijepit dengan jari sebanyak 2-5 ekor jika ikan
berukuran besar dan > 8 ekor jika ikan berukuran kecil.

17
Gambar 7. Penirisan.

 Penyimpanan ikan. Proses pendinginan menggunakan es balok yang telah


dihancurkan, dengan penyusunan ikan yang tidak teratur, berhimpit dan ikan
dilempar ke dalam palka. Hal ini menyebabkan ikan cepat rusak. Penyimpanan
ikan yang dilakukan belum memperhatikan sanitasi dan higienitas.

Gambar 8. Penyimpanan ikan.

Penanganan ikan di atas kapal dilakukan setelah nelayan memastikan bahwa


semua ikan sudah tertangkap, dengan kata lain waktu penanganan ikan disesuaikan
dengan lamanya proses penangkapan. Ikan yang tertangkap dalam operasi
penangkapan semakin banyak, maka kegiatan penanganan ikan di atas kapal juga
akan terlambat. Jika operasi penangkapan masih berlangsung, maka ikan dibiarkan
di atas dok kapal tanpa proses penanganan. Selama operasi penangkapan ikan

18
berlangsung, ikan yang terkumpul di atas deck kapal disemprot dengan air laut
untuk menghilangkan darah. Proses penanganan yang dilakukan di atas kapal masih
tergolong sederhana berdasarkan pengalaman nelayan. Nelayan perlu
memperhatikan kualitas ikan tetap dalam kondisi segar sampai di pusat pendaratan
ikan.
Proses penanganan yang dilakukan oleh nelayan sesaat setelah ikan ditangkap
antara lain pencucian, pensortiran dan penirisan tidak dilakukan dengan baik. Hal
ini dapat mengakibatkan kemunduran mutu ikan. Penanganan ikan sesaat setelah
ikan ditangkap sangat berpengaruh terhadap kualitas ikan hasil tangkapan. Starling
dan Diver (2005) menyatakan bahwa faktorfaktor yang memengaruhi mutu ikan
tuna terdiri dari faktor biologis (umur, spesies, tingkat kematangan seksual dan
adanya penyakit) dan faktor non biologis (teknik penangkapan, penanganan,
pendinginan, dan penyimpanan). Jika teknik penanganan ikan yang dilakukan baik,
maka ikan akan memiliki kualitas yang baik dan harga jual yang tinggi.
Berdasarkan pengamatan di lapangan, maka dapat digambarkan sistem penanganan
ikan cakalang di atas kapal oleh nelayan. Tahap (2).
Proses penyimpanan ikan pada palka pendinginan belum dilakukan sesuai
prosedur. Nelayan tidak melakukan proses pensortiran hasil tangkapan sesuai
ukuran, jenis ikan dan kualitas ikan. Penyimpanan ikan berdasarkan ukuran sangat
penting karena ikan dengan ukuran kecil lebih cepat mengalami proses pembusukan
dibandingkan ikan dengan ukuran besar. Kondisi ini disebabkan karena komposisi
kimia daging ikan yang berbeda. Murniyati dan Sunarman (2000) menyatakan
bahwa daging ikan tuna memiliki komposisi kimia yang bervariasi tergantung
ukuran dan jenis ikan, serta jenis kelamin, dan musim.
Penanganan pasca penangkapan adalah untuk menjaga kualitas hasil
tangkapan (WWF 2015). Kru kapal harus menjaga kebersihan untuk menjaga
kualitas ikan, pada saat ikan di ditaruh di atas geladak atau lantai kapal, ikan tidak
terluka atau cacat saat dihentakkan atau dilempar, dan cara menjaga agar rantai
dingin tidak putus sampai ke penampungan di darat atau sampai ditangan pembeli.
Kualitas dan mutu yang baik dapat meningkatkan harga jual hasil tangkapan. Proses
pemancingan yang dilakukan oleh nelayan berlangsung selama umpan masih

19
tersedia, dan ikan yang tertangkap langsung dibersihkan dengan cara sesekali
menyemprot ikan menggunakan air laut. Apabila ikan sudah dalam keadaan bersih
selanjutnya proses penyimpanan ikan dalam palka berisi es. Proses penanganan
yang dilakukan oleh nelayan belum sesuai dengan standar HACCP, seperti halnya
proses pensortiran. Ikan yang mengalami cacat fisik seperti memar atau luka akibat
mati menggelepar, masih ditempatkan dalam palka pendingin bersama ikan yang
utuh. Nelayan tidak melakukan proses pensortiran dari segi kualitas antara ikan
yang cacat fisik dan ikan yang utuh, ukuran ikan, dan jenis ikan yang ditangkap.
Ikan yang mengalami cacat fisik akan cepat terjadi proses penurunan mutu akibat
aktivitas bakteri, sehingga dengan mudah akan mengkontaminasi ikan yang utuh
atau kualitas baik. Kondisi ini harus menjadi perhatian nelayan dan dihindari.
Wibowo dan Yunizal (1998) menyatakan bahwa penanganan ikan di atas
kapal yang tidak memiliki sarana palka penyimpanan ikan yang baik, memiliki
tingkat kerusakan ikan sebesar 20-30% sejak di atas kapal sampai di pusat
pendaratan. Pengetahuan nelayan yang minim terkait penanganan ikan akan
mengakibatkan penurunan tingkat kesegaran ikan setelah ikan ditangkap. Hal ini
juga sangat berpengaruh pada proses pengolahan ikan selanjutnya. Akande dan
Diei-Ouadi (2010) melaporkan bahwa di negara-negara berkembang, telah terjadi
kehilangan pasca panen sebesar 20-40% dari total produksi, dan kehilangan kualitas
sebesar 70%. sedangkan Quang (2005), menyatakan bahwa sesaat setelah
penangkapan ikan akan terjadi proses penurunan mutu sampai di konsumen. Proses
perbaikan untuk mencegah kemunduran ikan sehingga kesegaran dan kualitas ikan
dapat dilihat pada tahap (3).
Penanganan primer terkait pencucian, pensortiran dan penirisan perlu
dilakukan, selain itu jumlah es dan lamanya waktu pendinginan perlu diperhatikan.
Faktor perbandingan antara ikan dan es sangat menentukan kualitas ikan.
Perbandingan 1:2 merupakan perbandingan penggunaan es dan banyaknya ikan
dalam proses penanganan yang dilakukan nelayan. Perbandingan ini menyangkut
suhu ikan yang ingin dicapai, suhu ikan harus tetap pada suhu 0°C sampai ikan
berada di tangan konsumen. Apabila jumlah es terlalu sedikit, maka suhu tidak
mampu mempertahankan tingkat kesegaran ikan dalam jangka waktu lama.

20
Sedangkan apabila jumlah es terlalu banyak, maka bongkahan/pecahan es batu akan
dapat merusak ikan. Menurut Widiastuti dan Putro (2010) tahapan dalam
menangani ikan setelah ditangkap adalah ikan segera dimatikan dengan memukul
bagian kepala ikan, selanjutnya proses pencucian ikan dan penyimpanan ikan dalam
palka dengan rasio es dan ikan 1:1. Kebutuhan es sangat diperlukan selama proses
pendinginan ikan diatas kapal sampai ikan di pusat pendaratan ikan. Rasio
perbandingan ikan dan es 1:1 merupakan perbandingan yang ideal, yaitu ikan 1 kg
harus sebanding dengan 1 kg es. Ikan yang baru ditangkap memiliki suhu 25°C dan
proses penyimpanan ikan dalam palka perlu dipertahankan suhunya mendekati 0°C
selama 12 jam mulai dari ikan ditangani di atas kapal sampai pusat pendaratan ikan,
agar tingkat kesegaran ikan tetap terjaga dan menghambatkan aktivitas bakteri.
Aktivitas enzim dan mikroorganisme pembusuk dapat terganggu oleh penggunaan
suhu rendah 0–6o C. Hal ini juga memengaruhi aktivitas bakteri setelah post rigor
mortis berlangsung dan pembentukan basa volatile nitrogen karena reaksi kimia
(Clucas dan Ward (1996). Gram dan Dalgaard (2002) menjelaskan bahwa
pertumbuhan mikroba pada ikan dapat terhambat oleh adanya penggunaan suhu
yang rendah.
4.4 Penanganan Ikan Cakalang di Pusat Pendaratan Ikan
Teknik penanganan oleh nelayan di pusat pendaratan ikan harus dilakukan
dengan baik dan benar serta hati-hati, sehingga kualitas dan mutu ikan tetap terjaga.
Kapal tiba di pusat pendaratan ikan pada pukul 19.00 WIT, sehingga penanganan
ikan dilakukan nelayan pada waktu malam. Proses pembongkaran ikan dari palka
pendinginan dilakukan dan diletakkan di atas dok kapal. Pensortiran dilakukan
sesuai dengan permintaan Perum Perikanan dan pengumpul tentang ukuran ikan.
Penanganan ikan di pusat pendaratan ikan oleh nelayan sebagai berikut:

a). Pembongkaran. Pembongkaran dilakukan oleh dua orang nelayan dengan cara
masuk ke dalam palka pendinginan kemudian ikan diangkat dengan tangan dan
dimasukkan ke dalam jaring yang turunkan oleh tiga orang nelayan di atas deck
kapal. Nelayan yang bertugas melakukan proses pembongkaran ikan dalam
palka pendinginan mengunakan sepatu, dan hal ini dapat menyebabkan ikan

21
terinjak dan cacat fisik. Kerusakan yang terjadi akibat ikan yang cacat fisik
akan mempercepat aktivitas bakteri dan menyebabkan penurunan mutu ikan.
b). Pencucian. Proses pencucian ikan dilakukan setelah ikan di atas dok kapal.
c). Penyortiran ikan. Penyortiran ikan dilakukan berdasarkan ukuran sesuai
permintaan.
d). Ikan dimasukkan ke dalam loyang pengumpul/sibu-sibu. Penanganan ikan di
pusat pendaratan ikan belum sesuai dengan prosedur yang ada. Penanganan
yang menjadi perhatian nelayan dipusat pendaratan ikan adalah hanya
memikirkan bagaimana membongkar ikan dari dalam palka pendinginan
dengan cepat, kemudian dimasukkan ke dalam loyang para pembeli tanpa
memikirkan kebersihan lantai deck kapal dan suhu di sekitarnya.
Amos (2007), menyatakan bahwa pada saat ikan tiba di tempat pendaratan,
ikan tidak boleh diletakkan di lantai. Praktik ini tidak higienis, selain itu terjadinya
degradasi mutu ikan disebabkan oleh suhu lingkungan yang tinggi, penanganan
yang kasar dan tidak higienis yang dapat menyebabkan pembusukan ikan akibat
terkontaminasi. Faktor kebersihan sangat penting karena sebagian besar lokasi
pendaratan tidak memiliki fasilitas sanitasi dan penanganan. Ikan yang sudah
dibongkar harus segera ditimbang dan didinginkan secepatnya untuk menjaga suhu
tetap (0°C-4°C), sehingga dapat memperlambat laju pembusukan oleh bakteri dan
aktivitas enzim. Beberapa hal penting yang belum diperhatikan oleh nelayan antara
lain fasilitas sarana dan prasarana, tempat untuk melakukan proses pencucian,
penirisan, dan pensortiran. Adawyah (2007), menyatakan bahwa sebelum ikan
dinaikkan ke atas dek kapal perlu dilakukan pembersihan dek kapal dan peralatan
yang akan digunakan untuk penanganan ikan. Dari hasil pengamatan di lapangan,
maka dapat digambarkan sistem penanganan ikan oleh nelayan di pusat pendaratan
ikan (Tahap 4). Hasil wawancara menunjukkan bahwa ikan yang mengalami cacat
fisik sebesar 3% dan yang kualitas baik 97%. Ikan yang kualitas baik kemudian
dilakukan pembagian, 80% dari ikan cakalang ukuran besar dijual kepada Perum
Perikanan untuk diekspor, sedangkan 17% ikan yang berukuran sedang dan kecil
dijual kepada pengumpul atau pedagang kecil, kemudian pedagang kecil langsung
menjual ke konsumen. Semua hasil tangkapan para nelayan dijual kepada

22
pengumpul atau pedagang kecil dengan harga yang sangat murah. Penanganan ikan
di pusat pendaratan ikan merupakan proses yang sangat penting diperhatikan untuk
menjaga kualitas ikan tetap terjamin. Proses perbaikan di pusat pendaratan ikan
untuk menjaga kesegaran dan kualitas ikan sampai di tangan konsumen dapat
dilihat pada (Tahap 5).
4.5 Perubahan Nilai Organoleptik
Tingkat kesegaran ikan dapat ditentukan berdasarkan nilai organoleptik.
Penentuan nilai organoleptik meliputi kriteria mata, lendir, insang, daging, bau, dan
tekstur. Pengamatan karakteristik ikan menggunakan score sheet yang mengacu
pada BSN (2006), sehingga dapat menentukan nilai penurunan mutu ikan. Hasil
analisis varians menunjukkan bahwa proses pendinginan dan waktu penyimpanan
secara signifikan mempengaruhi nilai organoleptik ikan (Sig.<0,01) Nilai rerata
organoleptik ikan pada rentang waktu penyimpanan di palka mengalami penurunan.

23
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Teknik operasi penangkapan tentunya dimulai dari persiapan-persiapan
terutama perbekalan dan perlengkapan. Persiapan itu mencakup bahan
makanan, es, lampu, dan bahan bakar minyak, alat navigasi, persiapan mesin,
persiapan pengaturan alat tangkap dan bahan lainnya. Persiapan di laut adalah 
mempersiapkan peralatan penangkapan dan penyediaan umpan hidup. Umpan
hidup tersebut harus sesuai dalam ukuran dan jenis tertentu, disimpan,
dipindahkan, dan dibawa dalam keadaan hidup.
2. Proses penanganan yang dilakukan oleh nelayan sesaat setelah ikan ditangkap
antara lain pencucian, pensortiran dan penirisan tidak dilakukan dengan baik.
Hal ini dapat mengakibatkan kemunduran mutu ikan. Penanganan ikan sesaat
setelah ikan ditangkap sangat berpengaruh terhadap kualitas ikan hasil
tangkapan. Jika teknik penanganan ikan yang dilakukan baik, maka ikan akan
memiliki kualitas yang baik dan harga jual yang tinggi. Berdasarkan
pengamatan di lapangan, maka dapat digambarkan sistem penanganan ikan
cakalang di atas kapal oleh nelayan.

5.2 Saran
1. Berdasarkan hasil kegiatan PKL maka disarankan agar kapal Pole and Line
dilengkapi dengan peralatan navigasi seperti : radio panggil, radar, serta Sonar
untuk memudahkan mencari gerombolan ikan.
2. Kemudian meminimalkan kerusakan ikan hasil tangkapan akibat pancing
banting, maka geladak kapal sebaiknya dilapisi dengan pelapis yang elastis
misalnya gabus atau karet, sehingga benturan ikan dengan geladak dapat
diminimalkan.
3. Informasi persiapan sebaiknya dilakukan dengan perencanaan yang matang dan
direncanakan jauh hari sebelum praktek dimulai, sehingga segala kemungkinan
dapat teratasi dan persiapan pelaksanaan praktek menjadi lebih matang.

24
4. Pada proses penanganan ikan di kapal hendaknya memperhatikan prinsip-
prinsip penanganan ikan yang baik dan benar sehingga mutu ikan dapat
dipertahankan pada kualitas yang segar.

25
DAFTAR PUSTAKA

Adawyah R. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Jakarta (ID): Bumi Aksara.
Adi, D.B.S., et.al. (2008). Nautika Kapal Penangkap Ikan untuk SMK (Second ed.).
Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan.
Akande G, Diei-Ouadi Y. 2010. Post-Harvest Losses in Small-scale Fisheries-Case
Studies in Five sub-Saharan African Countries. Rome: FAO Fisheries and
Aquaculture Tech.
Amos. 2007. Analysis of quality deterioration at critical steps/points in fish
handling in Uganda and Iceland and suggestions for improvement. Final
Project 2007. UNUFisheries Training Programme Uganda.
Andersen UB, Thomassen MS, Rora AMB. 1995. Texture properties of farmed
Atlantic salmon (Salmo salar): Influence of storage time on ice and smelt
age. In: Andersen, U.B (ed.). Measurements of texture quality in farmed
Atlantic salmon (Salmo salar) and Rainbow trout (Oncorhynchus mykiss)
(III). [Doctor Scientiarum Thesis]. Norway (Eur): Agricultural University
of Norway.

Ayodhya, A.U. 1981. Metode Penangkapan Ikan. Yayasan Dewi Sri. Bogor.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2006. Uji Organoleptik Ikan Segar. SNI 01-
2346- 2006. Jakarta (ID): Badan Standardisasi Nasional.
Clucas IJ, Ward AR. 1996. Post harvest fisheries development: a guide handling,
preservation, processing and quality. (UK): Natural Resources Institute.
Deni S. 2015. Karakteristik mutu ikan selama penanganan pada kapal KM.
Cakalang. Jurnal Ilmiah Agribisnis Dan Perikanan. 8(2): 72–80.

Direktorat Jenderal Perikanan. 1994. Paket Teknologi Kapal Pole and Line.


Departemen Perikanan. Jakarta

FAO Food and Agriculture Organization, 1995, Code of Conduct For Responsible
Fisheries., Rome: FAO-United Nation.
Gram L, Dalgaard P. 2002. Fish spoilage bacteria – problems and solutions.
Current Opinion in Biotechnology. 13: 262-266.

Hurasan, M.S., RS. Amran dan H. Luthfie. 1994. Pemetaan Lokasi dan Musim
Penangkapan Ikan Upan Hidup di Sekitar Perairan Maluku Tengah.
Journal Penelitian Perikanan Laut No. 90 Tahun 1994. Sub Bagian
Penelitian Perikanan Laut, Ambon.

Indah Susilowati, 2012, Menuju Pengelolaan Sumber Daya Perikanan


Berkelanjutan Yang Berbasis Pada Ekosistem; Studi Empiris di

26
Karimunjawa Jawa Tengah, Penelitian Hibah Kompetitif Tahun Anggaran
2012
Mallawwa, A dan Najamuddin, 2003, Pemanfaatan Sumber Daya Perikanan
Berkelanjutan, Makalah Pada Seminar Nasional Pemanfaatan Sumber
Metusalach, Kasmiati, Fahrul, Jaya I. 2014. Pengaruh cara penangkapan, fasilitas
penanganan dan cara penanganan ikan terhadap kualitas ikan yang
dihasilkan. Jurnal IPTEKS PSP 1(1): 40-52.
Munandar A, Nurjannah, Nurimala. 2009. Kemunduran mutu ikan nila
(Oreochromis niloticus) pada penyimpanan suhu rendah dengan perlakuan
cara kematian dan penyiangan. Jurnal Teknologi Pengolahan Hasil
Perikanan Indonesia. 12(2): 88-101.
Murniyati AS, Sunarman. 2000. Pendinginan, Pembekuan, Pengawetan Ikan.
Yogyakarta (ID): Kanisius.

Nainggolan. 2007. Studi Perikanan Kelong Bilis Di Desa Pulau Medang Kecamatan
Senayang Kabupaten Lingga Provinsi Riau. Skripsi. Fakultas Perikanan
Dan Ilmu Kelautan. Universitas Riau. Pekanbaru.
Nina Aysiana Runny. 2018 .Permasalahan Kerusakan Ekosistem Laut.
http://perikanan38.blogspot.com/2018/10/permasalahan-kerusakan-
ekosistem-laut.html.
Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2002 Tentang Perkapalan, Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 95, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4227.
Quang NH. 2005. Guidelines for handling and preservation of fresh fish for further
processing in Vietnam. Iceland (Eur): The United Nation University
Fisheries Training Programme.
Starling E, Diver G. 2005. The Australian Tuna Handling Manual: A Practical
Guide for Industry. Queensland (AU): Seafood Service Australia.
Subani, W dan H.R. Barus, 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di
Indonesia. Jurnal Penelitian Perikanan Laut Nomor: 50 Tahun 1988/1989.
Edisi Khusus. Jakarta: Balai Penelitian Perikanan Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian. 2005.

Sudirman dan Mallawa. 2004. Teknik Penangkapan Ikan. Makasar: Rineka Cipta.

Surur, Fatichus. 2007. Pancing. Andi Offset. Yogyakarta.


Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan. Jakarta: Republik
Indonesia.

27
Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.
Usemahu, A.R. dan Tomasila, L.A. 2001.Teknik Penangkapan Ikan. Pusat
Pendidikan dan Pelatihan Perikanan.Departemen Kelautan dan
Perikanan.Jakarta.
Wibowo S, Yunizal. 1998. Penanganan Ikan Segar. Instalasi Penelitian Perikanan
Laut Slipi. Balai Penelitian Perikanan Laut. Jakarta (ID): Pusat Penelitian
dan Pengembangan Perikanan.
Widiastuti I, Putro S. 2010. Analisis mutu ikan tuna selama lepas tangkap. Jurnal
Maspari, 1:22-29.
[WWF] World Wide Fund for Nature. 2015. Perikanan cakalang dengan pancing
pole and line (Huhate). Seri Panduan Perikanan Skala Kecil. Jakarta (ID):
WWF-Indonesia.

28

Anda mungkin juga menyukai