Anda di halaman 1dari 68

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pendidikan dalam bahasa Yunani berasal dari kata padegogik yaitu ilmu

menuntun anak. Orang Romawi melihat pendidikan sebagai educare, yaitu

mengeluarkan dan menuntun, tindakan merealisasikan potensi anak yang dibawa

waktu dilahirkan di dunia. Bangsa Jerman melihat pendidikan sebagai Erziehung

yang setara dengan educare, yakni: membangkitkan kekuatan terpendam atau

mengaktifkan kekuatan atau potensi anak. Dalam bahasa Jawa, pendidikan berarti

panggulawentah (pengolahan), mengolah, mengubah kejiwaan, mematangkan

perasaan, pikiran, kemauan dan watak, mengubah kepribadian sang anak.

Dari pengertian-pengertian dan analisis yang ada maka bisa disimpulkan

bahwa pendidikan adalah upaya menuntun anak sejaklahir untuk mencapai

kedewasaan jasmani dan rohani, dalam interaksialam beserta lingkungannya.

Dalam pendidikan terdapat dua hal penting yaitu aspek kognitif (berpikir) dan

aspek afektif (merasa). Sebagai ilustrasi, saat kita mempelajari sesuatu maka di

dalamnya tidak saja proses berpikir yang ambil bagian tapi juga ada unsur-unsur

yang berkaitan dengan perasaan seperti semangat, suka dan lain-lain. Substansi

pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara adalah membebaskan manusia dan

menurut Drikarya adalah memanusiakan manusia. Ini menunjukan bahwa para

pakar punmenilai bahwa pendidikan tidak hanya sekedar memperhatikan

aspekkognitif saja tapi cakupannya harus lebih luas.

1
Pembelajaran Daring sederhananya dapat di artikan sebagai sebuah sistem

kegiatan pembelajaran yang dilakukan tanpa melalui tatap muka secara langsung

melainkan melalui jaringan internet. Daring sendiri merupakan sebuah singkatan

dari frasa “dalam jaringan” sebuah terjemahan dari kata online untuk menyebut

perangkat elektronik yang terhubung kedalam jaringan internet. Pembelajaran

daring berarti kegiatan belajar mengajar yang dilakukan melalui medium

internet.Sebenarnya istilah pembelajaran daring sudah dari dulu ada bahkan

sebelum populer seperti sekarang. Kegiatan pembelajaran daring dianggap

sebagai sebuah inovasi pembelajaran ditengah kemajuan teknologi yang kian

pesat.

Kegiatan pembelajaran Daring dilakukan melalui berbagai platform

komunikasi khusus yang memungkinkan aktivitas belajar selayaknya didalam

kelas dapat dilakukan. Seperti google classroom, google meet, zoom, dan lain

sebagainya. Melalui platform tersebut interaksi antara dosen dan mahasiswa

dapat berjalan, materi kuliah hingga ujian pun dapat dilakukan. Salah satu yang

cukup banyak dialami oleh mahasiswa misalnya kurangnya sarana yang

mendukung bagi dosen dan mahasiswa untuk memungkinkan kegiatan

pembelajaran daring berlangsung seperti Handphone, akses internet, laptop atau

komputer.

Selain kendala teknis, beberapa mahasiswa juga mengeluhkan merasa

kurang paham dengan materi serta tugas mandiri yang diberikan.Mereka juga

kerap kali merasa kurang fokus juga konsentrasi untuk mengikuti kegiatan

pembelajaran.Untuk mahasiswa yang melakukan praktikum sebagai penunjang

2
mata kuliahnya juga merasa dipersulit dengan kegiatan pembelajaran daring ini

karena keterbatasan alat juga sampel percobaan yang mereka miliki.

Pembelajaran Daring merupakan pembelajaran yang dilakukan secara

online, menggunakan aplikasi pembelajaran maupun jejaring sosial.

Pembelajaran Daring juga merupakan, pembelajaran yang dilakukan tanpa

melakukan tatap muka, tetapi melalui platform yang telah tersedia.

Beberapa pemerintah daerah memutuskan menerapkan kebijakan untuk

meliburkan siswa dan mulai menerapkan metode belajar dengan sistem daring

(dalam jaringan) atau online. Kebijakan pemerintah ini mulai efektif

diberlakukan di beberapa wilayah provinsi di Indonesia pada hari Senin, 16

Maret 2020 yang juga diikuti oleh wilayah-wilayah provinsi lainnya.Tetapi hal

tersebut tidak berlaku bagi beberapa sekolah di tiap-tiap daerah. Sekolah-sekolah

tersebut tidak siap dengan sistem pembelajaran daring, dimana membutuhkan

media pembelajaran seperti handphone, laptop, atau komputer.

Mencermati masalah tersebut maka pemerintah mengeluarkan Surat

Keputusan Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama,

Menteri Kesehatan, Menteri Dalam Negeri Nomor O3lKBl2O2l, Nomor 384

TAHUN 2021, Nomor HK.O1.08/MENKDSl4242/2021, Nomor 440-717

TAHUN 2021 tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran Di Masa

Pandemi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19). Memutuskan untuk

Penyelenggaraan pembelajaran di masa pandemi coronavirus disease 2019

(covid-19), Pembelajaran tatap muka terbatas dengan tetapmenerapkan protokol

Kesehatan dan Pembelajaran jarat jauh.

3
Dalam hal satuan pendidikan belum dapat memenuhi ketentuan, maka

penyelenggaraan pembelajaran pada satuan pendidikan mengacu pada Keputusan

Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, Menteri

Kesehatan, Menteri Dalam Negeri, Nomor 04 lKBl2O2O, Nomor 737 Tahun

2020, Nomor HK.01.08/Menkesl7093l2020, Nomor 420-3987 Tahun 2020

tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran padaTahun Ajaran 2020/2021

dan Tahun Akademik 2020/2021 di Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019

(COVID-19).

1) Rekomendasi Satuan Tugas COVID-19 Universitas Timor.

Dalam rangka mewujudkan proses pembelajaran yang efektif susuai dengan

kondisi pandemi Covid-19 maka kami sampaikan beberapa hal yang perlu

diperhatikan oleh kita semua.

1) Protokoler umum

a) Akses keluar/masuk dosen, tenaga kependidikan/mahasiswa di 5

(lima) pintu gerbang kampus harus diperketat agar sesuai dengan

protokoler kesehatan yang berlaku.

b) Jika ada dosen atau tenaga kependidikan dan mahasiswa yang

terinveksi Covid-19 maka langsung dikoordinasikan dengan Tim

Gugus Tugas Covid-19 untuk diambil langkah penanganan lebih

lanjut.

4
c) Jika ada dosen/tenaga kependidikan/mahasiswa yang mengalami

indikasi gejalah batuk, pilek dan demam dianjurkan untuk

beristirahat dirumah.

d) Jika ada dosen/tenaga kependidikan/mahasiswa yang bepergian

keluar daerah atau pelaku perjalanan saat kembali harus

melakukan rapid test antigen terlebih dahulu dan dapat

melaksanakan tugas dikantor/kampus setelah hasil rapid antigen

diperoleh dari rumah sakit.

e) Setiap dosen, tenaga kependidikan, mahasiswa dan tamu yang

datang ke kampus wajib untuk diukur suhu tubuh oleh petugas.

f) Bagi para tamu yang berasal dari luar kawasan Kabupaten TTU

ketika datang ke kampus wajib membawah hasil rapid test

antigen.

2) Protokoler Pelayanan Pendidikan dan Pengajaran di Kampus

a) Proses perkuliahan tetap dilaksanakan secara online. Bila terdapat

perubahan kebijakan dan kuliah dilaksanakan secara offline maka

mengikuti protokoler kesehatan 5 M.

b) Untuk kegiatan praktikum di laboratorium mengunakan metode

offline dengan ketentuan tetap memakai protokoler kesehatan 5 M

(memakai masker, mencuci tangan pakai sabun dan air mengalir,

menjaga jarak, menjauhi kerumunan serta membatasi mobilisasi

dan interaksi) serta jumlah mahasiswa yang mengikuti kegiatan

5
praktikum dibagi sehingga tidak dapat menimbulkan kerumunan

banyak orang didalam laboratorium.

c) Untuk kegiatan bimbingan proposal dan skripsi dapat dilakukan

secara online dan/atau offline. Bila dilakukan secara offline

dikampus maka wajib mengikuti protokoler kesehatan 5 M dan

menggunakan face shield.

d) Untuk kegiatan seminar proposal dapat dilaksanakan dengan

metode dan/atau ofline (tatap muka) dengan tetap mematuhi

protokoler kesehatan 5 M serta jumlah peserta dibatasi yakni

hanya dosen dan mahasiswa yang sementara melaksanakan ujian

seminar proposal. Jumlah peserta dibatasi hanya 10 orang (tidak

kurang dan tidak lebih).

e) Untuk kegiatan ujian skripsi dapat dilaksanakan dengan metode

offline (tatap muka) dengan tetap mematuhi protokoler kesehatan

5 M serta jumlah peserta dibatasi yakni hanya dosen dan

mahasiswa yang sementara melaksanakan ujian skripsi.

f) Para dosen dan mahasiswa diwajibkan untuk mengenakan masker

dan memiliki hand sanitizer.

3) Protokoler Kesehatan Untuk Karyawan dan Dosen Dalam Berkantor

a) Para karyawan dan dosen wajib menggunakan masker dan

memiliki hand sanitizer.

b) Para karyawan dan dosen wajib mematuhi protokoler kesehatan 5

M (memakai masker, mencuci tangan pakai sabun dan air

6
mengalir, menjaga jarak, menjauhi kerumunan serta membatasi

mobilisasi dan interaksi).

c) Absen kehadiran menggunakan absen online.

d) Kita semua diminta untuk saling menegur jika terdapat karyawan

dan dosen serta mahasiswa yang tidak mematuhi aturan

protokoler kesehatan yang berlaku.

e) Jika ada dosen/ tenaga kependidikan yang mengalami indikasi

gejala batuk, pilek, dan demam dianjurkan untuk beristirahat

dirumah.

4) Protokoler Kesehatan Untuk Pelayanan di Bagian Akademik dan

Keuangan.

a) Dalam pelayanan dibagian akademik dan keuangan perlu

disiapkan sekat berupa plastik didepan loket akademik dan

keuangan.

b) Dalam hal alat tulis tidak bisa dipinjamkan kepada mahasiswa

yang membutuhkan pelayanan.

c) Antrian didepan loket perlu diatur dengan jarak posisi duduk

antara 2 orang minimal 1 meter.

5) Protokoler Kesehatan Dalam Melayani Tamu.

a) Petugas penerima tamu diwajibkan untuk selalu mengenakan

masker dan memiliki hand sanitizer.

b) Dalam pelayanan terhadap tamu diharapkan selalu menjaga jarak

dengan tamu yang datang.

7
c) Satpam yang bertugas dimeja piket diminta untuk selalu

mengukur suhu terhadap setiap tamu yang datang dikampus.

d) Tamu diwajibkan untuk selalu menggunakan masker dan mencuci

tangan pada tempat yang telah disiapkan.

6) Protokoler Pelayanan di Perpustakaan

a) Pelayanan di perpustakaan wajib mengikuti protokoler kesehatan

5 M.

b) Petugas di unit perpustakaan diwajibkan untuk selalu mengenakan

masker dan memiliki hand sanitizer.

c) Dalam pelayanan terhadap pengunjung diharapkan untuk tetap

menjaga jarak dengan pengunjung.

d) Pengunjung yang datang ke perpustakaan agar tetap memakai

masker serta mencuci tangan pada tempat yang telah disediakan.

e) Jumlah pengunjung maksimum 50% dari kapasitas ruangan

perpustakaan.

1. PPKM di Universitas Timor

Menindaklanjuti instruksi Bupati Timor Tengah Utara Nomor 12 Tahun 2021

Tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Level 3 (tiga) serta

optimalisasi Posko Penanganan Coronavirus Disease 19 (COVID-19) di Tingkat

Desa dan Kelurahan untuk pengendalian penyebarab Virus Corona Disease 2019

di Kabupaten Timor Tengah Utara, sebagai berikut:

1) Khusus untuk para Dekan agar bersama ketua Program Studi mengatur

jadwal bimbingan KRS/KHS secara baik dengan tetap memperhatikan

8
protokol kesehatan terutama jumlah mahasiswa yang melakukan

bimbingan setiap hari.

2) Pelayanan di loket Akademik dan Keuangan Rektorat Unimor, agar

dilakukan dengan protokol kesehatan yang ketat, terutama menghindari

kerumunan.

3) Kegiatan-kegiatan lain yang dilakukan secara tatap muka, baik di tingkat

Universitas maupun unit agar dikurangi; jika harus dilaksanakan karena

pertimbangan tertentu, maka harus menerapkan protokol kesehatan yang

ketat dan memperhatikan jumlah peserta.

2. Kegiatan Perkuliahan Semester Ganjil TA 2021/2022

Sesuai perihal surat di atas, bersama kami menyampaikan kepada masing-masing

Pimpinan Fakultas terkait kegiatan perkuliahan semester ganjil TA. 2021/2022

yang akan segera dilaksanakan yakni sebagai berikut:

1) Jadwal kegiatan perkuliahan semester ganjil TA. 2021/2022 dimulai pada

tanggal 23 Agustus 2021 s.d. 10 Desember 2021.

2) Kegiatan UTS dilakukan pada tanggal 11 s.d. 15 Oktober 2021 dan UAS

dilakukan pada tanggal 06 s.d. 10 Desember 2021.

3) Metode perkuliahan menggunakan Blendeed Learning dengan ketentuan

online 6 s.d. 8 pertemuan dan offline 6 s.d. 8 pertemuan.

4) Kegiatan perkuliahan sebelum UTS dilakukan secara daring/online

khusus untuk 5 pertemuan pertama.

9
5) Tata cara perkuliahan secara daring/online dilakukan dengan mengikuti

panduan semester yang lalu yakni menggunakan aplikasi google

classroom dan zoom. (panduan terlampir).

6) Setiap program studi disiapkan 3 aplikasi zoom meeting untuk digunakan.

7) Apabila ada perubahan informasi terkait kegiatan perkuliahan di masa

pandemi Covid-19 akan disampaikan kemudian.

3. Pedoman Sistem Kerja Shifting

Berdasarkan rapat pimpinan pada tanggal 27 Januari 2021, telah diputuskan

bahwa pada bulan Februari 2021 akan diberlakukan sistem kerja shifting.

Berkenaan dengan ini, kami menyampaikan bebarapa hal pokok ini untuk

dipahami dan di pedomani selama pemberlakukan masa kerja shifting, yaitu:

1) Pemberlakuan sitem kerja shifting selama sebulan dan akan

diperpanjang/diberhentikan berdasarkan perkembangan situasi pandemi

COVID-19:

2) Pemberlakuan sistem kerja shifting mengikuti pembagian yang sudah

diusulkan dan disetujui oleh pimpinan Universitas Timor.

3) Selama pemberlakuan sistem kerja shifting, Bapak-Ibu Dosen dan

Tenaga kependidikan dilarang melakukan perjalanan ke luar Kabupaten

TTU, kecuali yang mendapatkan Surat Tugas resmi dari Pimpinan

Universitas.

4) Semua pimpinan Universitas dan Pimpinan Unit kerja juga mendapatkan

pembagian shift kerja, tetapi pada setiap hari Senin wajib bekerja di

10
Kampus, dan/atau pada hari lain apabila ada urusan yang urgen untuk

diselesaikan dari kampus.

5) Berkaitan dengan absensi, Bapak-Ibu Dosen dan Tenaga kependidikan

yang mendapatkan jadwal kerja dari kampus (WFO) wajib melakukan

absensi online dalam area kampus dengan foto swafoto (selfie) latar

belakang ruang kerja masing-masing; sedang yang mendapatkan jadwal

kerja dari rumah (WFH), bisa melakukan absensi online dari rumah

masing-masing dengan foto swafoto (selfie) latar belakang rumah

masing-masing.

6) Pembagian shift kerja berdasarkan tanggal hari kerja dan bergantian

setiap satu hari kerja.

7) Semua Dosen dan Tenaga kependidikan wajib menjaga kesehatan dengan

mentaati protokol kesehatan selama pemberlakuan sistem kerja shifting.

8) Jam kerja mengikuti ketentuan sebagaimana berlaku di Universitas

Timor:

a) Senin-Kamis : Pukul 07.30-16.00

b) Jumat : Pukul 07.30-16.30

Berdasarkan latar belakang permasalahan Kurangnya fasilitas yang

memadai untuk menunjang proses pembelajaran, Jaringan yang sering

terganggu, Kurang peran aktif mahasiswa dalam mengikuti perkuliahan, maka

Penulis tertarik untuk melaksanakan Penelitian dengan judul “Evaluasi

implementasi kebijakan pembelajaran Daring di Universitas Timor”

11
1.2 Identifikasi Masalah

Dari latar belakang yang ditulis, Peneliti memberikan identifikasi masalah

yang akan dijadikan bahan penelitian sebagai berikut:

1) Kurangnya fasilitas yang memadai untuk menunjang proses

pembelajaran

2) Jaringan yang sering terganggu

3) Kurang peran aktif mahasiswa dalam mengikuti perkuliahan

1.3 Perumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan di atas maka Peneliti merumuskan permasalahan

ini yaitu Bagaimanakah implementasi pembelajaran daring di Universitas

Timor?

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis dan

mendeskripsikan“Evaluasi implementasi kebijakan pembelajaran Daring di

Universitas Timor.”

1.5 Manfaat Penelitian

Berdasarkan penjelasan di atas maka manfaat dalam penelitian ini adalah:

1. Manfaat Teoritis

a) Sebagai salah satu media untuk meningkatkan kemampuan agar

bisa memahami dan disiplin sesuai ilmu yang diperoleh

b) Sebagai data dasar dan tolak ukur bagi penelitian-penelitian

selanjutnya sehingga dapat berguna bagi pengembangan ilmu

pengetahuan

12
c) Sebagai masukan dan bahan pertimbangan dalam membuat suatu

kebijakan.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini di harapkan dapat memberikan jalan keluar

terhadap permasalahan yang di hadapi tentang Evaluasi Pembelajaran

Daring di Universitas Timor.

13
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Penelitian tentang Evaluasi pembelajaran Daring dan Mutu Pendidikan sudah

dilakukan oleh peneliti terdahulu lainnya. Oleh karena itu, pada bagian ini peneliti

akan menyajikan beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian

ini. Penelitian-penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini disajikan

sebagai berikut:

Tabel 2.1 Mapping Penelitian Terdahulu

No Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian Kesimpulan

1 Grace M.N. Efektifitas Hampir 95% Dari tingkat


Nainggolan, pelaksanaan mahasiswa yang kelulusan
Jhonny H. kuliah berbasis lulus dalam mahasiswa, maka
Posumah, Joyce online suatu pelaksanaan dapat dikatakan
J. Rares studi di program kuliah berbasis kegiatan
studi ilmu online ini, sisa perkuliahan online
administrasi yang tidak lulus ini efektif. Namun
Negara jurusan itu disebabkan untuk penguasaan
ilmu administrasi oleh individu materi masih kurang
fakultas ilmu mahasiswa itu efektif karena
sosial dan politik sendiri. berbagai macam
universitas sam kendala yang
ratulangi terjadi. Kemudian

14
Manado etika dari setiap
mahasiswa sudah
berkurang karena
dosen tidak bisa
secara langsung
untuk mendidik para
mahasiswa.

2 Marinus Studi evaluative Evaluasi Menunjukan bahwa


Waruwu implementasi pembelajaran pembelajaran daring
(program studi pembelajaran daring perlu di sekolah dasar
administrasi daring selama terus dilakukan selama pandemic
pendidikan, pandemic covid sehingga covid 19 mampu
universitas 19 pembelajaran meningkatkan
Kristen satya daring pengetahuan,
wacana) memperoleh keterampilan,
dampak penguasaan
signifikan pada teknologi, otonomi,
pertumbuhan kreativitas,
peserta didik. kemandirian peserta
didik, dan
menunjukan
kesiapan institusi
sekolah baik guru
maupun fasilitas
untuk melaksanakan
pembelajaran jarak
jauh.

3 Okik Dwi Hasil belajar Sistem Pengaruh evaluasi


Cahyani, Lisna mahasiswa baru pembelajaran pembelajaran jarak
Alif pada masa jarak jauh jauh terhadap hasil

15
Nurmawati, pandemic covid menggunakan belajar mahasiswa
Erlita Cahyasari 19 (studi kasus media e- baru secara umum
pada mahasiswa learning dan memberikan
baru tahun non e-learning kualitas pemahaman
akademik yang diakses pembelajaran dan
2020/2021 selama 2-3 jam capaian hasil belajar
program studi dalam sehari. yang dikategorikan
administrasi Pada aspek baik.
pendidikan, perencanaan
fakultas ilmu pembelajaran
administrasi, daring,
universitas penyampaian
Brawijaya). materi, interaksi
dosen dan
mahasiswa, dan
evaluasi
pembelajaran
jarak jauh sudah
terlaksana
dengan baik.
.

16
4 Ananta Pengaruh Mahasiswa siap Perkuliahan daring
pratama, Novia perkuliahan menghadapi pada mahasiswa
Cahyaningrum, daring terhadap aturan baru new program studi
Ayu wulandari, efektifitas normal live administrasi public
Siska Zunita pembelajaran apabila UPN “Veteran”
Anggraini mahasiswa dilaksanakan Jawa Timur
program studi perkuliahan dilakukan dirumah
administrasi secara luring. masing-masing
public Sedangkan dengan
universitas untuk sistem menggunakan
pembangunan perkuliahan koneksi jaringan
nasional yang efektif wifi atau
“veteran” Jawa selama menggunakan paket
Timur di era pandemic data yang diperoleh
pandemic covid adalah daring oleh kampus atau
19 dan luring kemendikbud.
secara
bergantian
dengan
memperhatikan
prinsip protocol
pencegahan
covid 19

5 Eka Diah Alternative Dengan Maka dari itu, untuk


Febrianti, penilaian dilakukan menunjang
Isdania, Nadya evaluasi evaluasi maka keoptimalan
Putri P, Sasi pembelajaran akan diketahui pembelajaran
Maghfiroh pasca pandemic sejauh mana diharapkan institusi
(jurusan covid 19 pada tingkat dapat menerapkan
administrasi jenjang keberhasilan berbagai

17
pendidikan, pendidikan yang sudah rekomendasi
fakultas ilmu sekolah dasar dicapai siswa penilaian yang telah
administrasi, atas bahan ajar dibahas sebelumnya.
universitas yang telah Dengan menerapkan
Brawijaya). disampaikan alternative tersebut
pendidik. akan dapat
memberikan
dampak positif bagi
peserta didik pada
tap aspek
pendidikan seperti
pengetahuan,
keterampilan,
karakter, dan lain
sebagainya.

2.2 Critical Review

1. Berdasarkan hasil penelitian tentang Efektifitas pelaksanaan kuliah berbasis

online suatu studi di program studi ilmu administrasi Negara jurusan ilmu

administrasi fakultas ilmu sosial dan politik universitas sam ratulangi

Manado maka dapat disimpulkan bahwa Dari tingkat kelulusan mahasiswa,

maka dapat dikatakan kegiatan perkuliahan online ini efektif. Namun untuk

penguasaan materi masih kurang efektif karena berbagai macam kendala

yang terjadi. Kemudian etika dari setiap mahasiswa sudah berkurang karena

dosen tidak bisa secara langsung untuk mendidik para mahasiswa.

2. Berdasarkan hasil penelitian tentang Studi evaluative implementasi

pembelajaran daring selama pandemic covid 19 maka dapat disimpulkan

18
bahwa pembelajaran daring di sekolah dasar selama pandemic covid 19

mampu meningkatkan pengetahuan, keterampilan, penguasaan teknologi,

otonomi, kreativitas, kemandirian peserta didik, dan menunjukan kesiapan

institusi sekolah baik guru maupun fasilitas untuk melaksanakan

pembelajaran jarak jauh.

3. Berdasarkan hasil penelitian tentang Hasil belajar mahasiswa baru pada masa

pandemic covid 19 (studi kasus pada mahasiswa baru tahun akademik

2020/2021 program studi administrasi pendidikan, fakultas ilmu administrasi,

universitas Brawijaya).Maka dapat disimpulkan bahwa Pengaruh evaluasi

pembelajaran jarak jauh terhadap hasil belajar mahasiswa baru secara umum

memberikan kualitas pemahaman pembelajaran dan capaian hasil belajar

yang dikategorikan baik.

4. Berdasarkan hasil penelitian tentang Pengaruh perkuliahan daring terhadap

efektifitas pembelajaran mahasiswa program studi administrasi public

universitas pembangunan nasional “veteran” Jawa Timur di era pandemic

covid 19 maka dapat disimpulkan bahwa Perkuliahan daring pada mahasiswa

program studi administrasi public UPN “Veteran” Jawa Timur dilakukan

dirumah masing-masing dengan menggunakan koneksi jaringan wifi atau

menggunakan paket data yang diperoleh oleh kampus atau kemendikbud.

5. Berdasarkan hasil penelitian tentang Alternative penilaian evaluasi

pembelajaran pasca pandemic covid 19 pada jenjang pendidikan sekolah

dasar maka dapat disimpulkan bahwa untuk menunjang keoptimalan

pembelajaran diharapkan institusi dapat menerapkan berbagai rekomendasi

19
penilaian yang telah dibahas sebelumnya. Dengan menerapkan alternative

tersebut akan dapat memberikan dampak positif bagi peserta didik pada tap

aspek pendidikan seperti pengetahuan, keterampilan, karakter, dan lain

sebagainya.

Berdasarkan hasil kajian terhadap beberapa penelitian terdahulu di atas,

maka dapat disimpulkan bahwa penelitian tentang Evaluasi pembelajaran Daring

dan Mutu Pendidikan sudah dilakukan. Namun, penelitian yang sama persis

dengan masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini belum pernah dilakukan

oleh siapa pun. Oleh karena itu, peneliti tetap melakukan penelitian ini.

2.3Landasan Teori

Penelitian ini merupakan penelitian analisis kebijakan dan implementasi

pembelajaran daring yang merujuk pada wilayah kajian implementasi dan

evaluasi kebijakan publik.Evaluasi implementasi kebijakanmerupakan ilmu

tentang implementasi dan evaluasi kebijakan public serta mengkaji factor-faktor

yang mempengaruhinya.

2.3.1 Konsep Evaluasi Kebijakan

William N. Dunn (2003: 608-610), istilah evaluasi dapat disamakan dengan

penaksiran (apprasail), pemberian angka (rating), dan penilaian (assessment).

Evaluasi berkenan dengan produksi informasi mengenai nilai atau manfaat hasil

kebijakan.Evaluasi memberi informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai

kinerja kebijakan, yaitu seberapa jauh kebutuhan, nilai, dan kesempatan telah

dapat dicapai melalui tindakan publik; evaluasi memberi sumbangan pada aplikasi

metode-metode analisis kebijakan lainnya, termasuk perumusan masalah dan

20
rekomendasi. Jadi, meskipun berkenan dengan dengan keseluruhan proses

kebijakan, evaluasi kebijakan lebih berkenan pada kinerja dari kebijakan,

khususnya pada implementasi kebijakan publik. Evaluasi pada perumusan

dilakukan pada sisi post tindakan, yaitu lebih pada proses perumusan dari pada

muatan kebijakan yang biasanya hanya menilai apakah prosesnya sudah sesuai

dengan prosedur yang sudah disepakati.

Menurut pendapat sebagian ahli kebijakan, evaluasi dimasukan dalam tahap

akhir sirklus (proses) kebijakan. Namun, beberapa ahli berpendapat bahwa

evaluasi bukan merupakan tahap akhir namun masih ada tahap selanjutnya dari

hasil evaluasi tersebut.Sejatinya, kebijakan publik lahir mempunyai tujuan untuk

menyelesaikan permasalahan, namun seringkali terjadi kebijakan tidak berhasil

mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.Untuk mengetahui sejauh

mana pencapaian suatu kebijakan dan sebab-sebab kegagalan suatu kebijakan

dilakukan evaluasi.Dalam bahasa yang lebih singkat evaluasi adalah kegiatan

yang bertujuan untuk menilai manfaat suatu kebijakan (Winarno, 2012).

Menurut Harris (2010) yang mengutip pendapat Rossi et al (2004) bahwa

evaluasi adalah penggunaan metode pengujian atau penelitian sosial untuk

mengetahui efektifitas suatu program. Sementara menurut Tuckman (1985) yang

dikutip oleh Sopha Julia (2010), evaluasi adalah suatu proses untuk

mengetahui/menguji apakah suatu kegiatan, proses kegiatan, keluaran suatu

program telah sesuai dengan tujuan atau kegiatan yang telah ditentukan. Suatu

program tidak hanya sekedar dirancang dan dilaksanakan melainkan harus

diukur pula sejauh mana efektifitas dan efisiensinya.

21
William Dunn (1998: 608-609) mengemukakan dalam analisis kebijakan

bahwa evaluasi memiliki beberapa fungsi antara lain:

1) Evaluasi memberikan informasi yang valid dan dapat di percaya mengenai

kinerja kebijakan, yaitu seberapa jauh kebutuhan, nilai dan kesempatan

serta tujuan yang telah dicapai melalui tindakan publik. Dalam hal ini

evaluasi mengungkapkan seberapa jauh tujuan-tujuan tertentu dan target

tertentu telah di capai dalam memecahkan masalah.

2) Evaluasi memberi sumbangan terhadap klarifikasi dan kritik terhadap nilai-

nilai yang mendasari pemilihan tujuan dan target dalam kebijakan publik.

Nilai di perjelas dengan mendefinisikan dan mengoperasikan tujuan dan

terget dalam menanyakan kepantasan tujuan dan sasaran, analisis dapat

menggunakan alternatif sumber nilai maupun landasan dalam bentuk

rasionalisme.

3) Evaluasi memberi sumbangan pada aplikasi metode-metode analisis

kebijakan lainnya, termasuk dalam perumusan masalah. Evaluasi dapat pila

menyumbang pada definisi alternatif kebijakan baru atau revisi terhadap

kebijakan dengan menunjukkan bahwa kebijakan yang telah ada perlu di

ganti atau di perbaharui.

Pendapat Para Ahli

Menurut Anne Anastasi (1978), arti evaluasi ialah suatu proses sistematis

untuk menentukan sejauh mana tujuan instruksional tersebut dicapai oleh

seseorang. Evaluasi merupakan kegiatan atau aktivitas untuk menilai sesuatu

22
sesuai terencana, sistematik, serta juga terarah dengan berdasarkan tujuan yang

jelas.

Menurut Sajekti Rusi (1988), evaluasi merupakan suatu proses penilaian

sesuatu yang mencakup deskripsi tingkah laku siswa baik itu dengan cara

kuantitatif atau juga kualitatif.Menurut Suharsimi Arikunto (2003), evaluasi

merupakan serangkaian kegiatan atau aktivitas yang bertujuan untuk dapat

mengukur tingkat keberhasilan pada suatu program pendidikan.

Menurut A.D Rooijakkers, evaluasi merupakan suatu proses atau usaha

didalam menentukan nilai-nilai. Secara khusus evaluasi atau penilaian tersebut

juga diartikan sebagai proses pemberian nilai dengan berdasarkan data kuantitatif

hasil pengukuran untuk keperluan pengambilan keputusan.

Menurut Norman E. Gronlund (1976), evaluasi merupakan suatu proses

yang sistematis untuk dapat menentukan atau juga membuat keputusan sampai

sejauh mana tujuan-tujuan pengajaran itu sudah dicapai siswa.Menurut Abdul

Basir (1996), evaluasi merupakan suatu proses pengumpulan data yang

deskriptif, informative, prediktif, dilakukan dengan secara sistematik serta juga

bertahap untuk dapat menentukan kebijaksanaan dalam usaha memperbaiki

pendidikan.

Menurut William A. Mehrens dan Irlin J. Lehmann (1978), evaluasi

merupakan suatu proses merencanakan, memperoleh, serta juga menyediakan

informasi yang sangat di perlukan untuk dapat membuat alternatif-alternatif

keputusan.

23
Secara harafiah kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris evaluation, dalam

bahasa Arab al-taqdir, dalam bahasa Indonesia yang berarti penilaian. Akar

katanya adalah value, dalam bahasa Arab al-qimah, dalam bahasa Indonesia

berarti nilai. Dari penjelasan tersebut Peneliti simpulkan evaluasi secara harafiah

yaitu suatu proses penilaian dengan tujuan tertentu agar hasil penilaian tersebut

sesuai dengan yang di harapkan.

Dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional Bab 1 pasal 1 ayat 21 dijelaskan bahwa evaluasi pendidikan adalah

kegiatan pengendalian, penjaminan, dan penetapan mutu pendidikan terhadap

berbagai komponen pendidikan pada setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan

sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan.

Sedangkan menurut Oemar Hamalik mengartikan evaluasi pendidikan

sebagai suatu proses penaksiran terhadap kemajuan, pertumbuhan, dan

perkembangan peserta didik untuk tujuan pendidikan. Menurut Wayan

Nurkencana sebagaimana dikutip Supardi bahwa evaluasi pendidikan dapat

diartikan sebagai proses untuk menentukan nilai segala sesuatu dalam dunia

pendidikan atau segala sesuatu yang ada hubungannya denan dunia

pendidikan.Dari beberapa penjelasan diatas Peneliti simpulkan bahwa evaluasi

pendidikan adalah proses penilaian segala sesuatu gunanya untuk mengetahui

kemajuan peserta didik.

Evaluasi sangat dibutuhkan dalam berbagai kegiatan kehidupan manusia

sehari-hari, karena disadari atau tidak, sebenarnya evaluasi sudah sering

dilakukan, baik untuk diri sendiri maupun kegiatan sosial lainnya. Hal ini dapat

24
dilihat mylai dari berpakaian, seteklah berpakaian ia berdiri dihadapan kaca

apakah penampilannya wajar atau belum.

Dalam ekonomi Islam evaluasi merupakan salah satu komponen dari sistem

yang harus dilakukan secara sistematis dan terencana sebagai alat untuk

mengukur keberhasilan atau target yang akan dicapai dalam proses pendidikan

Islam dan proses pembelajaran. Dengan demikian evaluasi bukan sekedar

menilai suatu aktivitas secara spontan dan incidental, melainkan merupakan

kegiatan untuk menilai sesuatu secara terencana, sistematik, dan berdasarkan atas

tujuan yang jelas.

Menurut Suchman yang dikutip oleh Arikunto, Jabar, & Abdul (2010, hal.

56), evaluasi dipandang sebagai sebuah proses menentukan hasilyang telah

dicapai dalam beberapa kegiatan yang direncanakan untukmendukung

tercapainya tujuan. Definisi lain seperti dikemukakan olehStutflebeam yang

dikutip oleh Arikunto, Jabar, & Abdul (2010, hal. 57), menyatakan bahwa

evaluasi merupakan proses penggambaran, pencarian danpemberian informasi

yang sangat bermanfaat bagi pengambil keputusandalam menentukan alternatif

keputusan.

Menurut Dimyati & Mudjiono (2006, hal. 19), pengertian evaluasidipertegas

lagi sebagai proses memberikan atau menentukan nilai kepadaobjek tertentu

berdasarkan suatu kriteria tertentu.Menurut Arifin & Zainal (2010, hal. 45),

mengatakan bahwaevaluasi adalah suatu proses bukan suatu hasil (produk). Hasil

yang diperolehdari kegiatan evaluasi adalah kualitas sesuatu, baik yang

menyangkut tentangnilai atau arti, sedangkan kegiatan untuk sampai pada

25
pemberian nilai dan artiitu adalah evaluasi. Hal yang sama juga disampaikan

oleh Purwanto &Ngalim (2010, hal. 57).

Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kegiatanevaluasi

merupakan proses yang sistematis. Evaluasi merupakan kegiatanyang terencana

dan dilakukan secara berkesinambungan. Evaluasi bukanhanya merupakan

kegiatan akhir atau penutup dari suatu program tertentu, melainkan merupakan

kegiatan yang dilakukan pada permulaan, selamaprogram berlangsung dan pada

akhir program setelah program itu selesai.

Pengertian evaluasi secara umum dapat diartikan sebagai proses sistematis

untukmenentukan nilai sesuatu (ketentuan, kegiatan, keputusan, unjuk-kerja,

proses, orang, objek dan yang lainnya) berdasarkan kriteria tertentu melalui

penilaian. Untukmenentukan nilai sesuatu dengan cara membandingkan dengan

kriteria, evaluator dapatlangsung membandingkan dengan kriteria umum, dapat

pula melakukan pengukuranterhadap sesuatu yang dievaluasi kemudian

membandingkan dengan kriteria tertentu.

Evaluasi pembelajaran adalah proses untuk menentukan nilai belajar

danpembelajaran yang dilaksanakan, dengan melalui kegiatan penilaian atau

pengukuranbelajar dan pembelajaran. Sedangkan pengertian pengukuran dalam

kegiatan pembelajaran adalah proses membandingkan tingkat keberhasilan

belajar dan pembelajaran denganukuran keberhasilan belajar dan pembelajaran

yang telah ditentukan secara kuantitatif, sementara pengertian penilaian belajar

dan pembelajaran adalah proses pembuatankeputusan nilai keberhasilan belajar

dan pembelajaran secara kualitatif.

26
Evaluasi berasal dari kata evaluation (bahasa inggris). Kata tersebut diserap

kedalam perbendaharaan istilah bahasa Indonesia dengan tujuan

mempertahankan kata aslinya dengan sedikit penyesuaian lafal Indonesia

menjadi “evaluasi” istilah “penilaian” merupakan kata benda dari “nilai”.

Pengertian “pengukuran” mengacu pada kegiatan membandingkan sesuatu hal

dengan satuan ukuran tertentu, sehingga sifatnya menjadi kuantitatif. Didalam

buku ini, ketiga istilah tersebut akan digunakan bergantian tanpa mengubah

makna pembahasan.

2.3.2 Implementasi dan Model-Model Implementasi

1. Pengertian Implementasi

Pemahaman tentang implementasi dapat dihubungkan dengan suatu

peraturan atau kebijakan yang berorientasi pada kepentingan khalayak ramai atau

masyarakat.

1) Menurut Oktasari (2015:1340), implementasi berasal dari bahasa Inggris

yaitu to implement yang berarti mengimplementasikan. Implementasi

merupakan penyediaan sarana untuk melaksanakan sesuatu yang

menimbulkan dampak atau akibat terhadap sesuatu.

2) Implementasi menurut teori Jones (Mulyadi, 2015:45): “Those activities

directed toward putting a program into effect” (proses mewujudkan

program hingga memperlihatkan hasilnya), sedangkan menurut Horn dan

Meter: “Those actions by public and private individual (or grup) that are

achievement or objectives set forth in prior policy” (tindakan yang

27
dilakukan pemerintah). Jadi implementasi adalah tindakan yang

dilakukan setelah sesuatu kebijakan ditetapkan.

3) Meter dan Horn (Ratri, 2014:4), menyatakan implementasi kebijakan

publik sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu-individu

atau kelompok pemerintah maupun swasta yang diarahkan untuk

mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan-

keputusan kebijakan sebelumnya.

2. Model implementasi kebijakan publik

Berikut beberapa model Implementasi Kebijakan yang menjadi acuan bagi

implementor dalam mengimplementasikan sebuah kebijakan.

1. Model Smith

Model ini adalah model tradisional yakni model proses atau alur

Smith. Menurut Smith dalam Tachjan mengemukakan bahwa dalam

proses implementasi ada empat faktor yang perlu diperhatikan

karena keempat faktor tidak berdiri sendiri, melainkan merupakan

satu kesatuan yang saling mempengaruhi dan berinteraksi secara

timbal balik, oleh karena itu terjadi ketegangan-ketegangan

(tensions) yang bisa menyebabkan timbulnya protes-protes , bahkan

aksi fisik, dimana hal ini menghendaki penegakan institusi–institusi

baru untukmewujudkan sasaran kebijakan tersebut.

Keempat faktor dalam implementasi kebijakan publik tersebut, yaitu :

(1) Kebijakan yang diidealkan (idealised policy), yakni pola-pola

interaksi ideal yang telah mereka definsikan dalam kebijakan yang

28
berusaha untuk diinduksikan; (2) kelompok sasaran (target groups),

yaitu mereka (orang-orang) yang paling langsung dipengaruhi oleh

kebijakan dan yang harus mengadopsi pola-pola interaksi sebagaimana

yang di harapkan oleh perumus kebijakan;

(3)implementingor ganization, yaitu badan-badan pelaksana atau unit-

unit birokrasi pemerintah yang bertanggung jawab dalamimplementasi

kebijakan;

(4)environmental factor, yakni unsur-unsur dalam lingkungan yang

mempengaruhi atau dipengaruhi oleh implementasi kebijakan, seperti

aspek budaya, sosial, ekonomi, dan politik.

2. Model George C. Edwards III

Berbeda dengan Smith yang menekankan empat faktor dalam

proses implementasi kebijakan. Edwards III mengemukakan : “In our

approuch to the study of policy implementation, we begin in the

absrtact and ask : What are the precondition for succsesful policy

implemetation? What are primary obstacles to succsesfull policy

implementation?”pandangan ini secara jelas memuat dua hal pokok yaitu

bagaimana prakondisi untuk suksesnya kebijakan publik dan apa

hambatan utama dari kesuksesan kebijakan publik. Pertanyaan ini

dijawab dengan menawarkan dan mempertimbangkan empat faktor

dalam mengimplementasikan kebijakan publik, yakni :Communication,

Resourches, Dispotition or Attitudes, and bureaucratic Structure

1) Faktor Komunikasi (Communication)

29
Berhubungan dengan komunikasi Edwards III mengatakan:

For implementation to be effective , those whose responsibility

it is to implement a decision must know what they are

supposed to do. Orders to implement policies must be transmittedto

the appropriate personnel, and they must be clear, accurate,

and consistent. If the policies decision-makers wish to be

eimplemented are not clearly specified, the may be misunderstood

by those at whom they are directed. Obviously, confusion by

implementers about what to do increases the chances that they will

not implement a policy as those who passed or ordered it intended.

Berhubungan dengan pandangan di atas tentang faktor

komunikasi, disebutkan bahwa implementasi kebijakan dapat berjalan

secara efektif, apabila adanya bertanggung jawab yaitu dengan

diketetahuinya apa yang harus dilakukan. Konsekuansinya perintah

untuk mengimplementasikan kebijakan harus disampaikan secara

jelas, akurat, dan konsisten kepada orang-orang yang mampu. Bila

faktor komunikasi mandek maka akan terjadi kesalahpahaman oleh para

pelaksana yang ditunjuk. Bertalian dengan pemaparan di atas, dapat

disimpulkan bahwa bahwa faktor komunikasi memiliki peranan penting

sebagai acuan bagi implementor kebijakan dalam mengetahui apa yang

akan mereka kerjakan. Selain itu juga, komunikasi juga dapat berperan

sebagai perintah dari atasan terhadap implementor kebijakan sehingga

penerapan kebijakan tidak keluar dari sasaran yang dikehendaki.

30
2) Faktor Sumber Daya (Resourches)

Terhadap faktor kedua yaitu Sumber Daya Edwar III mengemukakan

bahwa

:Important resourches include staff of the proper size and

with the necesary exprise: relevant and adequate information

on how to implement policies and on the compliance of other

involved in implementation: the auothority to ensure tha policies

are carried out asthey are intended, and facilities (including

buildings, equipment, land and supplies) in which or whith

which to provide services. Insufficient resourches will mean that

laws will not be enforced, services will not be provided, and

reasonable regulation will not be developed.

Pandapat diatas menyiratkan bahwa walaupun isi kebijakan sudah

dikomunikasikan dan tidak terjadi kesalahpahaman tetapi bila

kekurangan sumber daya pada implementor maka implementasi

kebijakan tidak efektif.Sumber daya yang dimaksudkan adalah sumber

daya implementor artinya implementor harus memiliki kopetensi dan

sumber daya financial.Tanpa sumber daya kebijakan hanyalah dokumen.

3) Faktor Sikap Pelaksana (Dispotition)

Faktor ketiga sebagai pertimbangan dalam mengimplementasikan

kebijakan menurut Edwar III menegaskan :

The dispotition or attitude of implementations is the critical

factor in our approuch to the study of public policy

31
implementation. If implementation is to proceed effectiviely,

not only must implemen ters know what to do and have the

capability to do it, but they must also desire to carry out a

policy. Most implementors can exercise considerable

discretion in the implementation policies. One of the

reacons for this is theis independence from their nominal

supperiors who formulate the policies. another reason is the

complecity of the policies themselves. They way in which

implementers exercise their direction, however, depends in

large part upon their dispotition to ward the policies. Their

attitude, in turn, will be influenced by their views toward the

policeis per se and by how the policeis effecting their

organizational and personal interest.

Maksud dari pandangan di atas adalah : salah satu keberhasilan

dalam implementasi sebuah kebijakan adalah sikap pelaksana atau

disposisi. Yang dimaksudkan dengan disposisi dalam pengertian ini

adalah watak dan kharakteristik yang dimiliki oleh implementor seperti

komitmen, kejujuran dan sifat demokratis. Jika implementor memiliki

disposisi yang baik maka akan menjalankan kebijakan dengan baik

seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan dan sebaliknya.

4) Faktor Struktur Birokrasi (Bureaucratic Strukture)

Berhubungan dengan faktor struktur birokrasi Edward III menjelaskan:

32
Even if sufficient resourches to implement a policy exist and

implementers know what to do and want to doit. Implemetation

may still be thwarted because of defeciencies in bureaucrtic

structure. Organzational fragmentation may hinder the

coordination necessary to implement successfully a complex

policy requiring the cooperation of many people, and it may also

waste secarce resourches, inhibit change, create confusion, lead

to policies working at cross-purposes, and result in important

functions being overlooced.

Struktur organisasi sangat berpengaruh terhadap implementasi

sebuah kebijakan dan salah satu hambatan dalam birokrasi adalah

fragmentasi organisasi. Dimana fragmentasi organisasi dapat

menghambat koordinasi yang diperlukan guna keberhasilan implementasi

sebuah kebijakan yang membutuhkan kerja sama dengan banyak orang.

Hal ini sebagaimana dikemukan oleh Subarno dalam Analisis Kebijakan

public terhadap pandangan Edward III bahwa : “ struktur organisasi yang

terlalu panjang dan rumit akan cendrung melemahkan pengawasan dan

menimbulkan red tape yakni prosedur yang rumit dan kompleks sehingga

menyebabkan aktivitas organisasi tidak fleksibel.

3. Model Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabateir

Model Mazmanian dan Sabatier disebut model Kerangka Analisis

Implementasi (A Framework for Implementation Analysis). Model ini

33
adalah model implementasi keputusan kebijakan seperti terlihat pada

definisinya tentang implementasi :

“Implementation is the carrying out of a basic policy decision,

usually incorporated in a statute but which can also take the form

of important executive orders or court decisions. Ideally, that

decision identifies the problem(s) to bead dressed, stipulates the

objective(s) to be pursued, and in a variety of ways,‘ structures’

the implementation process. The process normally runs through a

number of stages beginning with passage of the basic statute,

followed by the policy outputs (decisions) of the implementing

agencies, the compliance of target groups with those decisions,

the actual impacts – both intended and unintended – of those

outputs, the perceived impacts of agency decisions, and

finally, important revisions (or attempted revisions) in the basic

statute

Selanjutnya Mazmanian dan Paul A. Sabateir menjelaskan ada tiga

faktor yang mempengaruhi keberhasilan implementasi, yaitu karakteristik

masalah, karakteristik kebijakan dan lingkungan kebijakan berikut

dijelaskan masing-masing.

1. Karakteristik Masalah (Tractability of the Problems)

Secara keseluruhan karakteristik masalah terdiri atas empat hal

yang menjadi indicator yaitu : tingkat kesulitan teknis dari masalah

yang bersangkutan, tingkat kemajemukan dari kelompok sasaran,

34
proporsi kelompok sasaran terhadap total populasi dan terakhir cakupan

perubahan perilaku yang diharapkan.

a) Terhadap tingkat kesulitan teknis dari masalah yang

bersangkutan disebutkan bahwa : “Difficulties in measuring

changes in the seriousness of the problem,in relating such

changes back to modifications in the behavior Of target groups,

and in developing the technology to enable target groups to

institute such changes.” Artinya ada beberapa masalah social

secara teknis sulit diselesaikan atau secara teknis sulit

dipecahkan namun ada masalah yang mudah diselesaikan atau

mudah dipecahkan. Oleh karena itu sifat dari masalah itu

sendiri akan mempengaruhi mudah tidaknya suatu program

diimplementasikan.

b) Tingkat Kemajemukan dari kelompok sasaran. Subarsono

dalam buku Analisis Kebijakan Publik mengatakan bahwa

berhubungan dengan tingkat kemajemukan tersebut berarti

bahwa suatu program akan relatif mudah diimplementasikan

apabila kelompok sasarannya adalah homogen.Dan sebaliknya

heterogen maka implementasi program akan relatif lebih sulit.

Hal ini disebabkan karena tingkat pemahaman setiap anggota

kelompok sasaran terhadap program relatif berbeda.

c) Proporsi kelompok sasaran terhadap total populasi.

35
Sebuah program akan relatif sulit diimplementasikan apabila

sasarannya mencakup semua populasi. Sebaliknya program

atau kebijakan relatif mudah diimplementasikan apabila

jumlah kelompok sasarannya sedikit.

d) Cakupan perubahan perilaku yang diharapkan.

Sebuah kebijakan atau program yang bertujuan memberikan

pengetahuan atau bersifat kognitif akan relatif mudah

diimplementasikan daripada program atau kebijakan yang

bertujuan untuk mengubah sifat dan perilaku masyarakat.

2. Karakteristik Kebijakan (Ability of statute to structure implementation)

Berhubungan dengan kharakteristik kebijakan ada 7 (tujuh)

indicator yang harus diperhatikan dalam implementasi sebuah

kebijakan diantaranya adalah :

a. Kejelasan isi kebijakan

Sebuah kebijakan apabila diestimasi dan disusun secara jelas

dan rinci akan mudah diimplementasikan karena mudah

dipahami oleh implementor dan mampu diterjemahkan dalam

tindakan nyata. Sebaliknya ketidakjelasan isi kebijakan

merupakan potensi lahirnya distorsi dalam implementasi

kebijakan.

b. Seberapa jauh kebijakan tersebut memiliki dukungan teoritis

Kebijakan yang dibangun di atas dasar sebuah teori yang telah

teruji akan mudah dilaksanakan atau mantap karena sudah

36
teruji walaupun untuk beberapa kasusu perlu dikukan

modifikasi agar ramah dan sesuai dengan keadaan.

c. Besarnya alokasi sumberdaya financial terhadap kebijakan

tersebut.

Sumberdaya financial adalah hal yang urgen di dalam

implementasi sebuah kebijakan karena setiap kebijakan

membutuhkan orang atau manusia untuk melakukan

pekerjaan-pekerjaan administrasi dan teknis serta monitor

program yang semuanya itu membutuhkan biaya.

d. Seberapa besar adanya keterpautan dan dukungan antar

berbagai institusi pelaksana.

Kegagalan program sering disebabkan karena kurangnya

koordinasi vertical dan horizontal antar instansi yang terlibat

dalam implementasi sebuah kebijakan atau program.

e. Kejelasan dan konsistensi aturan yang ada pada badan

pelaksana

f. Tingkat komitmen aparat terhadap tujuan kebijakan.

Berbagai masalah yang muncul berhubungan dengan

ketidakefektifan sebuah kebijakan diimplentasikan adalah

komitmen. Rendahnya komitmen aparat dalam melaksanakan

tugas dan pekerjaan mengakibatkan tujuan kebijakan tidak

akan tercapai.

37
g. Seberapa luas akses kelompok-kelompok luar untuk

berpartisipasi dalam implementasi kebijakan.

Suatu kebijakan atau program yang memberikan peluang luas

bagi masyarakat untuk terlibat akan relative mudah untuk

mendapatkan dukungan dibandingkan dengan program atau

kebijakan yang tidak melibatkan masyarakat.

3. Lingkungan Kebijakan (Nonstatutory variables affecting

implementation)

Sebuah kebijakan dalam pengimplementasian diperlukan

lingkungan kebijakan yang kondusif atau dengan kata lain

memungkinkan. Lingkungan kebijakan yang dimaksud oleh

Mazmanian dan Sabatier mencakup beberapa hal diantaranya :

a. Kondisi social ekonomi masyarakat dan tingkat kemajuan

teknologi.

Masyarakat yang sudah terbuka dan dan terdidik akan relative

mudah menerima program atau kebijakan pembaruan

dibandingkan dengan masyarakat yang masih tertutup dan

tradisional.

b. Dukungan public terhadap sebuah kebijakan.

Kebijakan yang memberi dampak langsung atau memberikan

insentif biasanya akan mudah mendapatkan dukungan public

dan sebaliknya tidak memberikan insentif kurang mendapat

dukungan publik.

38
c. Sikap dari kelompok pemilih

Kelompok pemilih yang ada dalam masyarakat dapat

mempengaruhi implementasi kebijakan melalui berbagai cara

yaitu melalui intervensi atau kritik.

d. Tingkat komitmen dan ketrampilan dari aparat dan

implementor.

e. Aparat pelaksana kebijakan harus memiliki ketrampilan dalam

membuat prioritas tujuan dan selanjutnya merealisasikan

prioritas tujuan tersebut.

4. Model Van Meter dan Van Horn

Berbeda dengan Smith Daniel A. Mazmanian dan Paul A.

Sabateir yang menekankan proses implementasi kebijakan model ini

mengandaikan bahwa implementasi kebijakan berjalan secara linear

dari kebijakan public, implementor dan kinerja kebijakan publik.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan public di antaranya :

1. Aktivitas implementasi dan komunikasi antarorganisasi

2. Karakteristik agen pelaksana atau implementor

3. Kondisi ekonomi, sosial dan politik

4. Kecendrungan pelaksana atau implementor

5. Model Grindle

Model yang dikembangkan oleh Merilee S. Grindle

dikemukan oleh Riant Nugroho bahwa model Grindle ditentukan

39
oleh isi kebijakan dan konteks implementasinya. Ide utamanya

adalah kebijakan perlu ditransformasikan lalu implementasi

kebijakan dilakukan.Keberhasilan implementasi kebijakan ditentukan

oleh derajad implementability dari kebijakan tersebut. Isi kebijakan

itu adalah Content danContext. Content of Policy, yang mencakup

1. Interest affected

2. Type of benefits

3. Extent of change envisioned

4. Site of decision making

5. Program implementor

6. Resources committed

Context of Implementation, mencakup:

1. Power, inter est, and strategies of actors involves

2. Institution and regime characteristics

3. Compliance and responsivines

Keunikan dari model ini adalah pemahaman implementasi yang

cukupkomprehensif terhadap konteks kebijakan antara implementor,

penerima implementasi dan konflik yang mungkin akan terjadi antara

para actor implementasi dan kondisi-kondisi sumber daya

implementasi yang diperlukan.

6. Model Brian W. Hoogwood dan Lewis A. Gun

40
Model Brian W. Hoogwood dan Lewis A. Gun dalam

Nugroho, mengutarakan bahwa :Untuk melakukan implementasi

kebijakan diperlukan beberapa syarat yaitu :1) Syarat pertama

berkenan dengan jaminan bahwa kondisi eksternal yang dihadapi

oleh lembaga/badan pelaksana tidak akan menimbulkan masalah

yang besar. 2) Syarat kedua adalah apakah untuk melaksanakannya

tersedia sumberdaya yang memadai, termasuk sumber daya waktu,

3) Syarat ketiga apakah perpaduan sumber-sumber yang

diperlukan benar-benar ada, 4) Syarat keempat apakah kebijakan

yang akan diimplementasikan didasari hubungan kausal yang andal,

5) Syarat kelima adalah seberapa hubungan kausalitas yang

terjadi. Asumsinya, semakin sedikit hubungan sebab akibat, semakin

tinggi pula hasil yang dikehendaki oleh kebijakan tersebut dicapai,

6) Syarat keenam adalahapakah hubungan saling ketergantungan

kecil. Asumsinya adalah jika hubungan saling ketergantungan

tinggi, justru implementasinya tidak akanberjalan secara efektif, 7)

Syarat ketujuh adalah pemahaman yang mendalam dan

kesepakatan terhadap tujuan, 8) Syarat kedelapan adalah bahwa

tugas-tugas telah dirinci dan ditempatkan dalam urutan yang benar,9)

Syarat kesembilan adalah komunikasi dan koordinasi sempurna,

10) Syarat kesepuluh adalah pihak-pihak yang memiliki wewenang

kekuasaan dapat menuntut dan mendapatkan kepatuhan yang

sempurna.Syarat-syarat seperti disebutkan diatas mengindikasikan

41
bahwa model implementasi yang ditawarkan oleh Brian W.

Hoogwood dan Lewis A. Gun adalah model implementasi

bersyarat dan bersifat top down. Implementasi ini butuh estimasi

yang tinggi dan keakuratan tinggi dalam pengimplementasian.

7. Model Hoogewerf

Model ini menekankan kausalitas atau sebab akibat antara

kegagalan sebuah kebijakan bila diimplementasikan. Menurut

Hoogewerf dalam Arifin Tahir sebab musabab yang mungkin menjadi

dasar dari kegagalan implementasi kebijakan, sangat berbeda-beda

satu sama lain. Sebab-musabab ini ada sangkut-pautnya berturut-

turut dengan isi (content) dari kebijakan yang harus

diimplementasikan, tingkat informasi dari aktor-aktor yang terlibat

pada implementasi, banyaknya dukungan bagi kebijakan yang

harus diimplementasikan dan akhirnya pembagian dari potensi-

potensi yang ada (struktur organisasi, perbandingan kekuasaan dan

seterusnya).

Model-model implementasi di atas menjadi referensi dalam

menganalisis implementasi kebijakan program raskin dengan pola

padat karya pangan dan juga digunakan dalam mengukur faktor

pendukung dan pengahambat dan dalam penelitian ini menggunakan

model Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabateir untuk mengukur

faktor-faktor pendukung dan penghambat implementasi kebijakan

program raskin dengan pola padat karya pangan. Model ini oleh

42
peneliti dirasa sangat cocok dengan substansi dari implementasi

program Raskin dengan Pola Padat Karya Pangan karena bersifat top

down. Ada tiga faktor yang menjadi faktor pendukung dan

penghambat dalam menganalisa kebijakan ini yaitu kharakteristik

masalah, kebijakan dan lingkungan kebijakan. Berikut penjabarannya.

1. Karakteristik MasalahMeliputi :

1) Tingkat kesulitan teknis dari masalah yang bersangkutan.

2) Tingkat kemajemukan dari kelompok sasaran

3) Proporsi kelompok sasaran terhadap total populasi

4) Cakupan perubahan perilaku yang diharapkan.

2. Karakteristik Kebijakan

1) Kejelasan isi kebijakan

2) Seberapa jauh kebijakan tersebut memiliki dukungan teoritis

3) Besarnya alokasi sumberdaya financial terhadap kebijakan tersebut

4) Seberapa besar adanya keterpautan dan dukungan antar berbagai

institusi pelaksana

5) Kejelasan dan konsistensi aturan yang ada pada badan pelaksana

6) Tingkat komitmen aparat terhadap tujuan kebijakan.

7) Seberapa luas akses kelompok-kelompok luar untuk berpartisipasi

dalam implementasi kebijakan.

3. Lingkungan Kebijakan

1) Kondisi social ekonomi masyarakat dan tingkat kemajuan

teknologi

43
2) Dukungan public terhadap sebuah kebijakan

3) Sikap dari kelompok pemilih

4) Tingkat komitmen dan ketrampilan dari aparat dan implementor.

2.3.3 Pembelajaran Daring (Dalam jaringan)

Pembelajaran Daring sederhananya dapat di artikan sebagai sebuah sistem

kegiatan pembelajaran yang dilakukan tanpa melalui tatap muka secara langsung

melainkan melalui jaringan internet. Khusumawardani menyebut pembelajaran

daring sebagai bagian dari E-learning atau pembelajaran teknoligi.E-learning

menurutnya merujuk pada sebuah pelajaran yang memanfaatkan Teknologi

Informasi dan Komunikasi (TIK) sebagai mediumnya.E-learning merupakan

hasil integrasi yang sistematis atas komponen-komponen pembelajaran yang

tetap memperhatikan mutu, sumber belajar, serta berciri khas adanya interaksi

pembelajaran (engagement) lintas waktu juga ruang.

Daring sendiri merupakan sebuah singkatan dari frasa “dalam jaringan”

sebuah terjemahan dari kata online untuk menyebut perangkat elektronik yang

terhubung kedalam jaringan internet.Pembelajaran daring berarti kegiatan belajar

mengajar yang dilakukan melalui medium internet.Sebenarnya istilah

pembelajaran daring sudah dari dulu ada bahkan sebelum populer seperti

sekarang.Kegiatan pembelajaran daring dianggap sebagai sebuah inovasi

pembelajaran ditengah kemajuan teknologi yang kian pesat.

Saat ini Corona menjadi pembicaraan yang hangat.Di belahan bumi

manapun, corona masih mendominasi ruang publik.Dalam waktu singkat saja,

namanya menjadi trending topik, dibicarakan di sana-sini, dan diberitakan secara

44
masif di media cetak maupun elektronik. Severe Acute Respiratory Syndrome

Coronavirus 2 (SARS-COV-2) yang lebih dikenal dengan nama virus corona

adalah jenis baru dari coronavirus yang menyebabkan penyakit menular ke

manusia.

Covid-19 adalah penyakit menular yang disebabkan oleh jenis coronavirus

yang baru ditemukan.Walaupun lebih banyak menyerang ke lansia, virus ini

sebenarnya bisa juga menyerang siapa saja, mulai dari bayi, anak-anak, hingga

orang dewasa.Virus corona ini bisa menyebabkan ganguan ringan pada sistem

pernapasan, infeksi paru-paru yang berat, hingga kematian.

Beberapa pemerintah daerah memutuskan menerapkan kebijakan untuk

meliburkan siswa dan mulai menerapkan metode belajar dengan sistem daring

(dalam jaringan) atau online.Kebijakan pemerintah ini mulai efektif diberlakukan

di beberapa wilayah provinsi di Indonesia pada hari Senin, 16 Maret 2020 yang

juga diikuti oleh wilayah-wilayah provinsi lainnya.Tetapi hal tersebut tidak

berlaku bagi beberapa sekolah di tiap-tiap daerah.Sekolah-sekolah tersebut tidak

siap dengan sistem pembelajaran daring, dimana membutuhkan media

pembelajaran seperti handphone, laptop, atau komputer.

Sistem pembelajaran daring (dalam jaringan) merupakan sistem

pembelajaran tanpa tatap muka secara langsung antara guru dan siswa tetapi

dilakukan melalui online yang menggunakan jaringan internet. Guru harus

memastikan kegiatan belajar mengajar tetap berjalan, meskipun siswa berada di

rumah. Solusinya, guru dituntut dapat mendesain media pembelajaran sebagai

inovasi dengan memanfaatkan media daring (online).Hal ini sesuai dengan

45
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia terkait Surat Edaran

Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan dalam Masa

Darurat Penyebaran Corona Virus Disease (COVID-19).Sistem pembelajaran

dilaksanakan melalui perangkat personal computer (PC) atau laptop yang

terhubung dengan koneksi jaringan internet. Guru dapat melakukan

pembelajaran bersama diwaktu yang sama menggunakan grup di media sosial

seperti WhatsApp (WA), telegram, instagram, aplikasi zoom ataupun media

lainnya sebagai media pembelajaran. Dengan demikian, guru dapat memastikan

siswa mengikuti pembelajaran dalam waktu yang bersamaan, meskipun di

tempat yang berbeda.

Semua sektor merasakan dampak corona dunia pendidikan salah satunya.

Dilihat dari kejadian sekitar yang sedang terjadi, baik siswa maupun orangtua

siswa yang tidak memiliki handphone untuk menunjang kegiatan pembelajaran

daring ini merasa kebingungan, sehingga pihak sekolah ikut mencari solusi untuk

mengantisipasi hal tersebut. Permasalahan yang terjadi bukan hanya terdapat

pada sistem media pembelajaran akan tetapi ketersediaan kuota yang

membutuhkan biaya cukup tinggi harganya bagi siswa dan guru guna

memfasilitasi kebutuhan pembelajaran daring. Kuota yang dibeli untuk

kebutuhan internet menjadi melonjak dan banyak diantara orangtua siswa yang

tidak siap untuk menambah anggaran dalam menyediakan jaringan internet. Hal

ini pun menjadi permasalahan yang sangat penting bagi siswa, jam berapa

mereka harus belajar dan bagaimana data (kuota) yang mereka miliki, sedangkan

orangtua mereka yang berpenghasilan rendah atau dari kalangan menengah

46
kebawah (kurang mampu). Hingga akhirnya hal seperti ini dibebankan kepada

orangtua siswa yang ingin anaknya tetap mengikuti pembelajaran daring.

Pembelajaran daring tidak bisa lepas dari jaringan internet.Koneksi jaringan

internet menjadi salah satu kendala yang dihadapi siswa yang tempat tinggalnya

sulit untuk mengakses internet, apalagi siswa tersebut tempat tinggalnya di

daerah pedesaan, terpencil dan tertinggal.Kalaupun ada yang menggunakan

jaringan seluler terkadang jaringan yang tidak stabil, karena letak geografis yang

masih jauh dari jangkauan sinyal seluler.Hal ini juga menjadi permasalahan yang

banyak terjadi pada siswa yang mengikuti pembelajaran daring sehingga kurang

optimal pelaksanaannya.

Kegagapan pembelajaran daring memang nampak terlihat di hadapan kita,

tidak satu atau dua sekolah saja melainkan menyeluruh dibeberapa daerah di

Indonesia. Komponen-komponen yang sangat penting dari proses pembelajaran

daring (online) perlu ditingkatkan dan diperbaiki. Pertama dan terpenting adalah

jaringan internet yang stabil, kemudian gawai atau komputer yang

mumpuni,aplikasi dengan platform yang user friendly, san sosialisasi daring

yang bersifat efisien, efektif, kontinyu, dan integratif kepada seluruh stekholder

pendidikan.

Dalam proses pembelajaran daring, penting untuk ditambahkan pesan-pesan

edukatif kepada orangtua dan peserta didik, tentang wabah pandemi Covid-19.

Dengan demikian kita dapati pembelajaran yang sama dengan tatap muka tetapi

berbasis online. Efeknya sangat bagus, programnya tepat sasaran, dan capaian

pembelajarannya tercapai.

47
Hal yang paling sederhana dapat dilakukan oleh guru bisa dengan

memanfaatkan WhatsApp Group.Aplikasi WhatsApp cocok digunakan bagi

pelajar daring pemula, karena pengoperasiannya sangat simpel dan mudah

diakses siswa.Sedangkan bagi pengajar online yang mempunyai semangat yang

lebih, bisa menngkatkan kemampuannya dengan menggunakan berbagai aplikasi

pembelajaran daring.

Sistem pembelajaran daring (dalam jaringan) merupakan sistem

pembelajaran tanpa tatap muka secara langsung antara guru dan siswa tetapi

dilakukan melalui online yang menggunakan jaringan internet.Menurut

Meidawati,dkk (2019) pembelajaran daring sendiri dipahami sebagai pendidikan

formal yang diselenggarakan sekolah yang peserta didik dan instruktur (guru)

berada dilokasi terpisah sehingga memerlukan sistem telekomunikasi interaktif

yang menghubngkan keduanya dan berbagai sumber daya yang diperlukan

didalamnya.

Efektivitas pembelajaran adalah ukuran keberhasilan dari suatu proses

interaksi antar siswa,maupun antara siswa dengan guru dalam situasi edukatif

untuk mencapai tujuan pembelajaran.Efektivitas pembelajaran dapat dilihat dari

aktivitas siswa selama pembelajaran berlangsung,respon siswa terhadap

pembelajaran,dan penguasaan konsep.

Dengan adanya beberapa upaya yang dilakukan tersebut maka diharapkan

kegiatan pembelajaran daring dapat berjalan lancar sesuai dengan yang

diharapkan. Sehingga, pembelajaran daring sebagai solusi yang efektif dalam

pembelajaran di rumah guna memutus mata rantai penyebaran Covid-19,

48
physical distancing (menjaga jarak aman) juga menjadi pertimbangan dipilihnya

pembelajaran tersebut. Kerjasama yang baik antara guru, siswa, orangtua siswa

dan pihak sekolah menjadi faktor penentu agar pembelajaran daring lebih efektif.

2.3.4 Kebijakan Pembelajaran Daring

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim

bersama Menteri Dalam Negeri Muhammad Tito Karnavian melakukan rapat

koordinasi (rakor) dengan seluruh kepala daerah untuk memastikan kebijakan

pembelajaran dimasa pandemi covid-19 terlaksana dengan baik didaerah.Prinsip

kebijakan pendidikan di masa pandemi covid-19 adalah mengutamakan

kesehatan dan keselamatan peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan,

keluarga, dan masyarakat secara umum, serta mempertimbangkan tumbuh

kembang peserta didik dan kondisi psikososial dalam upaya pemenuhan layanan

pendidikan selama pandemi covid-19,” jelas Mendikbud dalam rapat koordinasi

(rakor) bersama kepala Daerah seluruh Indonesia tentang Kebijakan

Pembelajaran di masa pandemi covid-19, secara daring, Rabu (2/9/2020)

(https://gtk.kemdikbud.go.id, 08/10/2021).

Pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan dan inisiatif untuk

menghadapi kendala pembelajaran di masa pandemi covid-19, seperti revisi surat

keputusan bersama (SKB) empat Menteri yang telah diterbitkan tanggal 7

Agustus 2020, untuk menyesuaikan kebijakan pembelajaran di era pandemi saat

ini. Selain itu, sekolah diberi fleksibilitas untuk memilih kurikulum yang sesuai

dengan kebutuhan pembelajaran siswa di masa pandemi, sebagaimana ditetapkan

dalam keputusan terkait kurikulum pada masa darurat.

49
Prosesdur pengambilan keputusan pembelajaran tatap muka di zona kuning

dan hijau, tetap dilakukan secara bertingkat seperti pada SKB

sebelumnya.Pemda/kantor/kanwil Kemenag dan Sekolah memiliki kewenangan

penuh untuk menentukan apakah daerah atau sekolahnya dapat mulai melakukan

pembelajaran tatap muka.Bukan berarti ketika sudah berada di zona hujau atau

kuning, daerah atau sekolah wajib mulai tatap muka kembali.

Tahapan pembelajaran tatap muka satuan pendidikan di zona hijau dan zona

kuning dalam revisi SKB empat Menteri dilakukan secara bersamaan pada

jenjang pendidikan dasar dan menengah dengan pertimbangan risiko kesehatan

yang tidak berbeda untuk kelompok umur pada dua jenjang tersebut.Sementara

itu untuk PAUD dapat memulai pembelajaran tatap muka paling cepat dua bulan

setelah jenjang pendidikan dasar dan menengah.

Dwiyanto Indiahono, S.Sos., M.Si.(2009) dalam bukunya kebijakan publik

mengemukakan tentang kebijakan publik sering dipahami sebagai instrumen

yang dipakai pemerintah untuk memecahkan masalah publik secara teknokratis.

Dalam arti pemerintah menggunakan pendekatan rational choice untuk memilih

alternatif terbaik guna memecahkan persoalan yang dihadapi masyarakat.Akan

tetapi kebijakan publik pada dasarnya juga merupakan produk politik. Sebagai

sebuah produk politik perumusan kebijakan dilakukan dengan menempuh proses

yang panjang, kompleks dan sering melibatkan rivalitas. Rivalitas, bahkan

konflik sering terjadi karena dalam proses panjang tersebut formulasi kebijakan

juga melibatkan banyak aktor dengan beragam kepentingan masing-masing. Dan

50
tentu saja masing-masing pihak sangat ingin kepentingan dirinya atau

kelompoknya yang diakomodasi.

Edi Suharto, Ph.D.(2010) dalam bukunya analisis kebijakan publik

mengemukakan tentang kebijakan public adalah tindakan yang dibuat dan

diimplementasikan oleh badan pemerintah yang memiliki kewenangan hukum,

politis, financial untuk melakukannya.Sebuah reaksi terhadap kebutuhan dan

masalah dunia nyata, kebijakan public berupaya merespon masalah atau

kebutuhan kongkrit yang berkembang dimasyarakat.

Kebijakan public pada umumnya merupakan tindakan kolektif untuk

memecahkan masalah sosial. Namun, kebijakan public bisa juga dirumuskan

berdasarkan keyakinan bahwa masalah sosial akan dapat dipecahkan oleh

kerangka kebijakan yang sudah ada dan karenanya tidak memerlukan tindakan

tertentu.

Peraturan Pemerintah tentang Pembelajaran Daring (Dalam jaringan)

1) Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik IndonesiaNomor

33 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Program Satuan Pendidikan

Aman Bencana.

Bab I Pasal 2 tentang Penyelenggaraan Program Satuan Pendidikan Aman

Bencana bertujuan untuk:

a) Meningkatkan kemampuan sumber daya di Satuan Pendidikan

dalam menanggulangi dan mengurangi resiko bencana.

b) Meningkatkan kualitas sarana dan prasarana satuan pendidikan

agar aman terhadap bencana.

51
c) Memberikan perlindungan dan keselamatan kepada peserta

didik, pendidik dan tenaga kependidikan dari dampak bencana

di satuan pendidikan.

d) Memastikan keberlangsungan layanan pendidikan pada satuan

pendidikan yang terdampak bencana.

e) Memberikan layanan pendidikan yang sesuai dengan

karakteristik resiko bencana dan kebutuhan satuan pendidikan.

f) Memulihkan dampak bencana di satuan pendidikan.

g) Membangun kemandirian satuan pendidikan dalam menjalankan

program satuan pendidikan aman bencana.

2) Surat Edaran Nomor 4 tahun 2020 Tentang Pelaksanaan Kebijakan

Pendidikan Dalam Masa Darurat Penyebaran Coronavirus Disease

(COVID-19).

Berkenaan dengan penyebaran Coronavirus Disease (Covid-19) yang

semakinmeningkat maka kesehatan lahir dan batin siswa, guru, kepala sekolah

dan seluruh warga sekolah menjadi pertimbangan utama dalam

pelaksanaankebijakan pendidikan.

Sehubungan dengan hal tersebut kami sampaikan kepada Saudara hal-halsebagai

berikut:

1) Ujian Nasional (UN):

a. UN Tahun 2020 dibatalkan, termasuk Uji Kompetensi Keahlian

2020bagi Sekolah Menengah Kejuruan;

52
b. Dengan dibatalkannya UN Tahun 2O2O maka keikutsertaan UN

tidakmenjadi syarat kelulusan atau seleksi masuk jenjang

pendidikan yangIebih tinggi;

c. Dengan dibatalkannya UN Tahun 2O2O maka proses penyetaraan

bagi lulusan program Paket A, program Paket B, dan program

Paket C akan ditentukan kemudian.

2) Proses Belajar dari Rumah dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Belajar dari Rumah melalui pembelajaran daring/jarak jauh

dilaksanakan untuk memberikan pengalaman belajar yang

bermakna bagi siswa, tanpa terbebani tuntutan menuntaskan

seluruh capaian kurikulum untuk kenaikan kelas maupun

keluiusan;

b. Belajar dari Rumah dapat difokuskan pada pendidikan kecakapan

hidup antara lain mengenai pandemi Covid-19;

c. Aktivitas dan tugas pembelajaran Belajar dari Rumah dapat

bervariasiantar siswa, sesuai minat dan kondisi masing-masing,

termasukmempertimbangkan kesenjangan akses/ fasilitas belajar di

rumah;

d. Bukti atau produk aktivitas Belajar dari Rumah diberi umpan baiik

yang bersifat kualitatif dan berguna dari guru, tanpa diharuskan

memberi skor/ nilai kuantitatif.

3) Ujian Sekolah untuk kelulusan dilaksanakan dengan ketentuan sebagai

berikut:

53
a. Ujian Sekolah untuk kelulusan dalam bentuk tes yang

mengumpulkan siswa tidak boleh dilakukan, kecuali yang telah

dilaksanakan sebelum terbitnya surat edaran ini

b. Ujian Sekolah dapat dilakukan dalam bentuk portofolio nilai rapor

danprestasi yang diperoleh sebelumnya, penugasan, tes daring,

dan/ataubentuk asesmen jarak jauh lainnya

c. Ujian Sekolah dirancang untuk mendorong aktivitas belajar

yangbermakna, dan tidak perlu mengukur ketuntasan capaian

kurikulumsecara menyeluruh

d. Sekolah yang telah melaksanakan Ujian Sekolah dapat

menggunakan nilai Ujian Sekolah untuk menentukan kelulusan

siswa. Bagi sekolahyang belum melaksanakan Ujian Sekolah

berlaku ketentuan sebagaiberikut:

a) kelulusan Sekolah Dasar (SD)/sederajat ditentukan

berdasarkan nilai lima semester terakhir (kelas 4, kelas 5,

dan kelas 6 semester gagal). Nilai semester genap kelas 6

dapat digunakan sebagaitambahan nilai kelulusan

b) kelulusan Sekolah Menengah Pertama (SMP)/sederajat dan

Sekolah Menengah Atas (SMA) / sederajat ditentukan

berdasarkan nilai lima semester terakhir. Nilai semester

genap kelas 9 dankelas 12 dapat digunakan sebagai

tambahan nilai kelulusan

54
c) kelulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) / sederajat

ditentukan berdasarkan nilai rapor, praktik kerja lapangan,

portofolio dan nilai praktik selama lima semester terakhir.

Nilaisemester genap tahun terakhir dapat digunakan

sebagaitambahan nilai kelulusan.

4) Kenaikan Kelas dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Ujian akhir semester untuk Kenaikan Kelas dalam bentuk tes

yangmengumpulkan siswa tidak boleh dilakukan, kecuali yang

telahdilaksanakan sebelum terbitnya surat edaran ini

b. Ujian akhir semester untuk Kenaikan Kelas dapat dilakukan dalam

bentuk portofoilo nilai rapor dan prestasi yang diperoleh

sebelumnya,penugasan, tes daring, dan/atau bentuk asesmen jarak

jauh lainnya

c. Ujian akhir semester untuk Kenaikan Kelas dirancang untuk

mendorong aktivitas belajar yang bermakna, dan tidak perlu

mengukur ketuntasan capaian kurikulum secara menyeluruh.

5) Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dilaksanakan dengan ketentuan

sebagai berikut:

a. Dinas Pendidikan dan sekolah diminta menyiapkan mekanisme

PPDByang mengikuti protokol kesehatan untuk mencegah

penyebaran Covid-19, termasuk mencegah berkumpulnya siswa

dan orangtua di sekolah

b. PPDB pada Jalur Prestasi dilaksanakan berdasarkan:

55
1) akumulasi nilai rapor ditentukan berdasarkan nilai lima

semester terakhir

2) prestasi akademik dan non-akademik di luar rapor sekolah

c. Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kementerian Pendidikan dan

Kebudayaan menyediakan bantuan teknis bagi daerah yang

memerlukan mekanisme PPDB daring.

6) Dana Bantuan Operasional Sekolah atau Bantuan Operasionai Pendidikan

dapat digunakan untuk pengadaan barang sesuai kebutuhan sekolah

termasuk untuk membiayai keperluan dalam pencegahan pandemi Covid-

19 seperti penyediaan alat kebersihan, hand sanitizer, disinfectant, dan

masker bagi warga sekolah serta untuk membiayai pembelajaran

daring/jarak jauh.

3. Surat Keputusan Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri

Agama, Menteri Kesehatan, Menteri Dalam Negeri Nomor O3lKBl2O2l,

Nomor 384 TAHUN 2021, Nomor HK.O1.08/MENKDSl4242/2021,

Nomor 440-717 TAHUN 2021 tentang Panduan Penyelenggaraan

Pembelajaran Di Masa Pandemi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19).

Memutuskan:

2) Penyelenggaraan pembelajaran di masa pandemi coronavirus disease 2019

(covid-19)

a) pembelajaran tatap muka terbatas dengan tetapmenerapkan

protokol kesehatan

b) pembelajaran jarat jauh.

56
3) Dalam hal pendidik dan tenaga kependidikan pada satuanpendidikan telah

divaksinasi COVID-l9 secara lengkap,maka pemerintah pusat, pemerintah

daerah, kantor wilayahKementerian Agama provinsi, kantor Kementerial

Agamakabupaten/kota sesuai dengan kewenangannyamewajibkan satuan

pendidikan arlak usia dini, pendidikandasar, pendidikan menengah, dan

pendidikan tinggi diwilayahnya menyediakan pembelajaran tatap muka

terbatasdan pembelajaran jarak jauh.

4) Orang tua/wali peserta didik dapat memilih pembelajarantatap muka

terbatas atau pembelajaran jarak jauh bagianaknya.

5) Penyediaan layanan pembelajaran sebagaimana dimaksuddalam Diktum

kedua dilaksanakan paling lambat tahunajaran dan tahun akademik

2021/2022.

6) Pemerintah pusat, pemerintah daerah, kantor wilayah Kementerian Agama

provinsi, kantor Kementerian Agama kabupaten/kota sesuai dengan

kewenangannya wajib melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan

pembelajaran sebagaimana dimaksud dalam Diktum kesatu.

7) Dalam hal berdasarkan hasil pengawasan sebagaimana dimaksud dalam

Diktum kelima dan/atau ditemukan kasus konfirmasi COVID-l9 di satuan

pendidikan, maka pemerintah pusat, pemerintah daerah, kantor wilayah

Kementerian Agama provinsi, kantor Kementerial Agama kabupaten/kota,

dan kepala satuan pendidikan, wajibmelakukan penanganzrn kasus yang

diperlukan dan dapat memberhentikan sementara pembelajaran tatap muka

terbatas di satuan pendidikan.

57
8) Dalam hal satuan pendidikan belum dapat memenuhi ketentuan

sebagaimana dimaksud dalam Diktum kedua,maka penyelenggaraan

pembelajaran pada satuan pendidikan mengacu pada Keputusan Bersama

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, Menteri Kesehatan,

Menteri Dalam Negeri, Nomor 04 lKBl2O2O, Nomor 737 Tahun 2020,

Nomor HK.01.08/Menkesl7093l2020, Nomor 420-3987 Tahun 2020

tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran padaTahun Ajaran

2020/2021 dan Tahun Akademik 2020/2021 di Masa Pandemi Corona

Virus Disease 2019 (COVID-19).

9) Dalam hal terdapat kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat

untuk mencegah dan mengendalikan penyebaran covid-19 pada suatu

wilayah tertentu, maka pembelajaran tatap muka terbatas dapat

diberhentikan sementara sesuai dengan jangka waktu yang ditentukan

dalam kebij akan dimaksud.

10) Ketentuan mengenai Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran di Masa

Pandemi Corona virus Disease 2Ol9 (COVID-19) tercantum dalam

Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan

Bersama ini.

2.4 Kerangka Pikir penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti melakukan Evaluasi Pembelajaran Daring

dengan poin-poin yang dievaluasi yakni evaluasi terhadap masukan (input), yang

menyangkut mutu belajar mahasiswa, sarana dan prasarana serta fasilitas,

evaluasi terhadap proses (process) lebih dititik beratkan pada pelaksanaan

58
pembelajaran daring apakah sesuai rencana mulai dari tahap perencanaan,

pengorganisasian, dan pelaksanaan serta evaluasi terhadap keluaran (output)

yakni untuk mengukur keluaran serta dampak yang dihasilkan. Untuk lebih

jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.4 berikut:

Gambar 2.4

Kerangka Pikir Penelitian


Evaluasi Kebijakan

Dampak Proses/
Implementasi

Faktor komunikasi
(communication)
Faktor sumber daya
(resourches)
Faktor sikap pelaksana
(dispotition)
Faktor struktur birokrasi
(bureaucratic strukture)

Mutu pendidikan tinggi di


massa pandemi covid-19

59
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Dalam judul studi Penelitian ini tentang “EVALUASI IMPLEMENTASI

KEBIJAKAN PEMBELAJARAN DARING DI UNIVERSITAS TIMOR”,

menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan metode kualitatif. Metode

penelitian deskriptif adalah suatu metode penelitian yang menggambarkan

keadaan yang sebenarnya pada saat berlangsungnya penelitian melalui

pengumpulan data yang kemudian interpretasikan satu sama lain sehingga

diperoleh perumusan dan analisa terhadap masalah yang ada.

Selanjutnya penelitian kualitatif menurut Moleong (2007:6) adalah

penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami

oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-

lain., secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan

bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan

berbagai metode alamiah.

Menurut Bogdan dan Taylor yang dikutip oleh Moleong (2007:4)

mengemukakan bahwa metodelogi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang

dan perilaku yang dapat diamati.

Selanjutnya dijelaskan oleh Wiliams seperti yang dikutip Moleong (2007:5)

mengemukakan bahwa penelitian kualitatif adalah pengumpulan data pada suatu

60
latar alamiah, dengan menggunakan metode alamiah, dan dilakukan oleh orang

atau peneliti yang tertarik secara alamiah.

Dalam penelitian ini, penulis juga menggunakan penelitian yang bersifat

deskriptif. “suatu penelitian deskriptif dimaksudkan untuk memberikan data

yang seteliti mungkin tentang suatu keadaan atau gejala-gejala lainnya”. Metode

ini berbicara tentang beberapa kemungkinan untuk memecahkan masalah yang

ada dengan mengumpulkan, menyusun, mengklasifikasikan, serta

menginterpretasikan data-data dan pada akhirnya menyimpulkan.Dengan

penelitian deskriptif ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan tentang

“EVALUASI IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMBELAJARAN DARING

DI UNIVERSITAS TIMOR.

3.2 Sumber Data

Dalam penelitian ini jenis dan sumber data yang akan digunakan adalah:

1. Informan

Informan adalah orang yang benar-benar tahu dan terlibat langsung

dalam permasalahan penelitian.Informan yang bertindak sebagai sumber

data dilihat dari kapasitas dan posisi strategis pada pelaksanaan

Pembelajaran Daring. Kriteria yang dipakai dalam pemilihan informan

adalah kelompok orang atau individu yang terlibat langsung dalam

pelaksanaan Pembelajaran Daring, dan memiliki posisi yang strategis

dalam pelaksanaan serta mengetahui secara detail mengenai

Pembelajaran Daring. Dalam konteks penelitian tentang “EVALUASI

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMBELAJARAN DARING DI

61
UNIVERSITAS TIMOR informan yang dipilih adalah orang-orang yang

terlibat langsung didalam pelaksanaan Pembelajaran Daring yakni:

1) Rektor Universitas Timor

2) Wakil Rektor 1

3) Para Dekan Fakultas

4) Para Ketua Program Studi

5) LP3M

6) Mahasiswa/mahasiswi Universitas Timor

2. Dokumen

Dokumen-dokumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu

dokumen-dokumen resmi yang dikeluarkan oleh Universitas dalam

bentuk kebijakanPembelajaran Daring Di Universitas Timor, serta

dokumen laporan hasil pembelajaran daring di Universitas Timor baik

dari setiap fakultas maupun yang peneliti dapat.

3.3 Fokus Penelitian

Untuk membatasi permasalahan dalam penelitian ini, peneliti memfokuskan

pada poin-poin penting sebagai fokus penelitian dalam rancangan penelitian

ini.Penelitian ini lebih memfokuskan pada konsep rumusan masalah yakni:

1. Faktor komunikasi (communication)

2. Faktor sumber daya(resourches)

3. Faktor sikap pelaksana (dispotition)

4. Faktor struktur birokrasi (bureaucratic strukture)

62
3.4 Teknik Pengumpulan Data

Menurut Sugiyono (2017,194) cara atau teknik pengumpulan data dilakukan

dengan interview (wawancara), kuesioner (angket), observasi (pengamatan) dan

gabungan ketiganya, diantaranya adalah:

a) Wawancara

Menurut Sugiyono (2017,194) wawancara digunakan sebagai

teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melaksanakan studi

pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang akan diteliti, dan

apabila peneliti juga ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih

mendalam dan jumlah dari responden tersebut sedikit. Pada penelitian

ini wawancara dilakukan kepada pemilik sekaligus pemimpin.

b) Kuesioner

Menurut Sekaran (2006,82) kuesioner adalah daftar pertanyaan

tertulis yang telah dibuat sebelumnya yang akan dijawab oleh

responden, dan biasanya dalam alternatif yang didefinisikan dengan

jelas.

c) Observasi

Menurut Sugiyono (2017,203) observasi sebagai teknik

pengumpulan data yang mempunyai ciri spesifik bila dibandingkan

dengan teknik yang lainnya. Observasi dilakukan dengan melihat

langsung dilapangan.

63
3.5 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa

kualitatif yaitu suatu metode atau cara yang digunakan oleh peneliti untuk

mendeskripsikan fenomena-fenomena sosial yang terjadi. Model analisis data

dalam penelitian ini menggunakan model analisa data Miles dan Haberman yaitu

seperti yang dikutip oleh Sugiyono, (2015:246) sebagai berikut:

a) Data colecction (koleksi data)

Proses mengumpulkan dan mengukur informasi tentang variabel yang

ditargetkan dalam sistem yang mapan, yang kemudian memungkinkan seseorang

untuk menjawab pertanyaan yang relevan dan mengevaluasi hasil.

b) Data reduction (Reduksi data)

Data yang diperoleh dari lapangan cukup banyak, untuk itu perlu dicata

secara teliti dan rinci.Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal

yang pokok memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan

polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan

gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan

pengumpulan data.

c) Data display (Penyajian data)

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaikan

data.Dalam penelitian kualitatif penyajian data bisa dilakukan dalam

bentuk uraian singkat, bagan hubungan antar kategori.Yang paling sering

digunakan dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat

naratif.

64
d) Conclusions drawing/verification

Pada tahap ini adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi data.

Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan akan

berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung

pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan

yang dikemukakan pada tahap awal didukung oleh bukti-bukti yang valid

dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data

maka kesimpulan yang dikemukakan adalah kesimpulan yang kredibel.

Gambar 3.1

Model interaksi Miles dan Huberman

Data colecction
Data display

Data reduction Conclusion


Drawing/verifying

Sumber: Djam’an Satori dan Komariah (2010:39)

65
DAFTAR PUSTAKA

Buku

Abdul. 2010. Evaluasi Program Pendidikan Pedoman Praktis Bagi

Mahasiswa dan Praktisi Pendidikan. Bumi Aksara: Jakarta.

Arifin, Zainal. 2010. Evaluasi Pembelajaran Prinsip, Teknik, Prosedur.

Bandung: Remaja Rosdakarya.

Arikunto, Suharsimi. 2009. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta:

Bumi Aksara.

Davis, F.D. 1989.“Perceived Usefulness, Perceived Ease Of Use, and

User Acceptance of Information Technology”. MIS Quarterly.

Vol. 13 No. 5: pp319-339.

Dimayati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT

Rineke Cipta

Dunn, H. William. 1998. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Jakarta:

Gadjah Mada University Press.

Dwiyanto Indiahono. 2009. Kebijakan Publik Berbasis Dynamic Policy

Analisys. Yogyakarta: Gava Media.

Edi Suharto. 2010. Analisis Kebijakan Publik Panduan Praktis Mengkaji

dan Kebijakan Sosial. Bandung: Alfabeta, Cv.

Gronlund, Norman E.1976.Measurement and Evaluation in teaching.

New York: McMillan Publishing.

66
Husein, Umar. 2005. Riset Sumber Daya Manusia Dalam Organisasi.

Edisi Revisi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Mehrens, W,A and I.J. Lehmann. 1978. Measurement and Evaluation in

Education and Psychology. New York.

Prof, Dr. Suharsimi Arikunto Cepi Safruddin Abdul Jabar, M.Pd.

Evaluasi Program Pendidikan, Jakarta: PT Bumi Aksara.

Sugiyono, Metode Penelitian Menurut Sugiyono, 2019, Sleman: Alfabeta

Internet

http://repository.radenfatah.ac.id28 bab 2 landasan teori a. evaluasi

1.definisi evaluasi. (Di akses pada Tanggal 08/11/2021, Pukul

20:43)

https://kompasiana.compembelajaran daring di masa pandemi covid 19

(Di akses pada Tanggal 08/11/2021, Pukul 20:04)

https://pendidikan.co.idParta Ibeng “Pengertian evaluasi menurut para

ahli” (Di akses pada Tanggal 08/11/2021, Pukul 21:00)

https://saintif.comRizka Zakiya Rizka Zakiya “Evaluasi: Pengertian,

tujuan, fungsi dan tahapan” (Di akses pada Tanggal 09/11/2021,

Pukul 09:00)

https://metro.tempo.coLogo TEMPO.co “dampak negatif dan positif

pembelajaran daring (jarak jauh) (Di akses pada Tanggal

09/11/2021, Pukul 09:30)

67
https://www.silabus.web.idinformasi pendidikan dan kebudayaan

“pengertian mutu pendidikan” (Di akses pada Tanggal

09:11/2021, Pukul 10:00)

Jurnal

Jumardi Budiman, (2021) Evaluasi Pelaksanaan Pembelajaran Daring Di

Indonesia Selama Masa Pandemi Covid-19, 104-113

Tya Ayu Pransiska Dewi, Arief Sadjiarto, (2021) Pelaksanaan

Pembelajaran Daring Pada Masa Pandemi Covid-19, 1909-

1917,2021

Peraturan-peraturan

SE Mendikbud no. 3 tahun 2020, tentang pencegahan covid 19 pada

satuan pendidikan.

Surat Mendikbud no. 46962/MPK.A/HK/2020, tentang pembelajaran

secara daring dan bekerja dari rumah dalam rangka pencegahan

penyebaran covid-19 pada perguruan tinggi.

68

Anda mungkin juga menyukai