PENDAHULUAN
1
masyarakat melahirkan wibawa di dalam diri setiap individu sehingga membuat
persaingan untuk mendapatkan kedudukan tertinggi di dalam masyarakat.
Ketidaksamaan sosial berkenan dengan adanya perbedaan derajat dalam pengaruh
atau prestise sosial antar individu dalam suatu masyarakat tertentu.
Stratifikasi sosial masyarakat tetun fehan itu sendiri memiliki beberapa
kedudukan dan status sosial yang tidak sama dimana terdapat masyarakat yang
tergolong kaya dan masyarakat yang tergolong miskin. Dari perbedaan golongan
inilah yang menimbulkan rasa persaingan dalam merebut kedudukan
bermasyarakat menjadi tinggi dengan tujuan meraih kekayaan dan kedudukan
dalam status sosial masyarakat. Namun dalam tingkatan golongan yang berbeda,
dalam hal persaingan kedudukan dan status sosial, tetapi etika dalam menghormati
dan menjaga tata krama dalam berkomunikasi antara satu sama lain masih
dijunjung tinggi dan tetap menjadi tradisi bagi masyarakat tetun fehan.
Pada umumnya, masyarakat di desa Weulun dalam melakukan aktivitas
sehari- hari menggunakan Bahasa tetun fehan. Bahasa tetun fehan ini sudah di
wariskan dari nenek moyang terdahulu sampai ke generasi sekarang. Bahasa tetun
fehan itu sendiri memiliki arti dan fungsi yang berbeda dalam setiap
pengucapannya. Dalam penggunaan Bahasa tetun fehan, memiliki ciri khas yang
unik dalam banyak hal, seperti melakukan ritual adat, menegur orang di jalan,
menyambut tamu, menegur dan mempersilahkan tamu untuk makan dan minu m,
dan masih banyak lagi kata sapaan menggunakan Bahasa tetun fehan. Bahasa
tetun fehan ini tetap di lestarikan oleh generasi ke generasi sehingga keaslian dan
fungsinya tetap terjaga.
Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, ada beberapa masalah yang
akan di kaji, karena di lihat dari tingkatan kelas sosial masyarakat tetun fehan
yang ada, dan bagaiamana peran sapaan Bahasa tetun fehan yang di gunakan
dalam menjaga kestabilisasian kelas sosial, kedudukan, dan status sosial agar
keharmonisan dan keakraban dalam berkomunikasi tetap di jaga oleh setiap
golongan-golongan sosial yang ada pada masyarakat tetun fehan desa weulun.
Maka penulis mengambil judul tentang “KATA SAPAAN DALAM BAHASA
2
TETUN FEHAN” untuk mengetahui kata sapaan seperti apa yang di gunakan
dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari, oleh golongan-golongan
masyarakat tetun fehan di desa Weulun.
3
BAB II
KAJIAN TEORI
4
sapaan kekerabatan dan nonkekerabatan yang digunakan oleh masyarakat Jawa di
Kabupaten Cilacap, sedangkan penelitian yang akan dilakukan adalah tentang
bagaimana bentuk, makna dan juga fungsi kata sapaan dalam Bahasa Tetun
Fehan di Desa Weulun.
Yang Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Rizkiani, (2016) dengan judul
“Sistem Sapaan Pada Masyarakat Sasak Desa Telagawaru, Kecamatan Labuapi,
Kabupaten Lombok Barat”. Dengan menggunakan teori Sosioliguistik. Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Rizkiani adalah sebagai berikut : 1) bentuk sistem
sapaan pada masyarakat Sasak, dan 2) fungsi sistem sapaan pada masyarakat
Sasak. Adapun persamaan dan perbedaan dalam penelitian ini, yang dimana
persamaannya adalah sama-sama melakukan penelitian tentang bentuk dan fungsi
sapaan, sedang perbedaannya adalah dimana peneliti sebelumnya melakukan
penelitiannya pada masyarakat Sasak di Desa Telagawaru, sedangkan penelitian
yang akan dilakukan itu pada masyarakat Tetun Fehan di Desa Weulun.
Yang Keempat, penelitian yang dilakukan oleh Novianti, (2018) dengan
judul “Penggunaan Kata Sapaan Dalam Interaksi Jual Beli Di Pasar Tradisional
Raya Mojosari”. Dengan menggunakan teori Sosiolinguistik. Hasil penelitian
yang dilakukan oleh Novianti adalah terdapat beberapa bentuk kata-kata ucapan
berdasarkan (1) jenis kelamin, (2) usia, (3) status sosial, dan (4) kekerabatan.
Selain itu, terdapat juga dua fungsi kata-kata ucapan yang ditemukan, yaitu (1)
fungsi keakraban, dan (2) fungsi hormat. Berdasarkan penelitian yang dilakukan
dalam interaksi juual beli di Pasar Tradisional Publik Mojosori ditemukan
berbagai bentuk ucapan yang ditntukan melalui beberapa faktor seperti (1)
perbedaan gender, (2) usia, (3) status sosial, dan (4) kekeluargaan yang mengarah
pada bentuk keakraban antara pembicara dan mitra bicara. Adapun persamaan dan
perbedaan dalam penelitian ini, yang dimana persamaannya adalah sama-sama
meneliti tentang penggunaan penggunaan kata sapaan, sedangkan perbedaannya
adalah dimana, peneliti sebelumnya meneliti tentang penggunaan sapaan dalam
interaksi jual beli, sedangkan penelitian yang akan dilakukan adalah meneliti
5
tentang bentuk-bentuk kata sapaan, makna kata sapaan dan fungsi kata sapaan
dalam Bahasa Tetun Fehan.
Yang Kelima, penelitian yang dilakukan oleh Saputra, (2020) dengan judul
“Kata Sapaan Kekerabatan Bahasa Melayu Jambi Di Desa Terici Kecamatan
Sumay Kabupaten Tebo”. Dengan menggunakan teori Sosiolinguistik dan
Pragmatik. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Saputra adalah sebagai berikut :
1) bentuk kata sapaan kekerabatan langsung hubungan darah, 2) bentuk kata
sapaan tak langsung hubungan perkawinan, 3) pemakaian kata sapaan kekerabatan
langsung hubungan darah, 4) pemakaian kata sapaan kekerabatan tak langsung
hubungan perkawinan. Adapun persamaan dan perbedaan dalam penelitian ini,
yang dimana Persamaannya adalah sama-sama meneliti tentang bentuk kata
sapaan. Sedangkan, perbedaannya adalah, dimana peneliti yang sebelumnya
melakukan penelitian dengan lebih menfokuskan pada bentuk dan pemakaian kata
sapaan kekerabatan bahasa Melayu Jambi, di Desa Terici, sedangkan penelitian
yang akan dilakukan yaitu akan meneliti tentang bagaimana bentuk, makna dan
juga fungsi kata sapaan dalam bahasa Tetun Fehan di Desa Weulun.
Mencermati beberapa penelitian yang pernah dilakukan seperti yang telah
diterangkan diatas, terbukti bahwa sudah banyak peneliti maupun kalangan
mahasiswa yang telah tertarik meneliti tentang sistem sapaan. Hal yang
membedakannya dengan penelitian yang akan dilakukan yaituu tentang Kata
Sapaan Dalam Bahasa Tetun Fehan, di Desa Weulun adalah ditelitinya tentang
kekerebatan dan nonkekerabatan yang didalamnya membahas tentang bentuk,
makna an fungsi kata sapaan kekerabatan dalam Bahasa Tetun Fehan di Desa
Weulun.
6
di dalam kajian ini merupakan masalah pokok yang dipengaruhi atau
mempengaruhi perbedaan aspek sosiokultural di dalam masyarakat.
Kridalaksana (2008;156) di dalam kamus linguistik memberikan batasan
tentang sosiolinguistik, yaitu “cabang linguistic yang mempelajari hubungan dan
saling mempengaruhi antara perilaku Bahasa dan perilaku sosial”. Di dalam
sosiolinguistik yang dipelajari dan dibahas adalah aspek-aspek kemasyarakatan
Bahasa, khususnya perbedaan-perbedaan (variasi) yang terdapat di dalam Bahasa
yang berkaitan dengan faktor-faktor kemasyarakatan.
Sumarsono (2013;1) sosiolinguistik merupakan ilmu antar disiplin antara
sosiologi dan linguistik, dua ilmu empiris yang mempunyai kaitan yang sangat
erat. Yang dimana, sosiologi itu adalah kajian yang objektif dan ilmiah mengenai
manusia di dalam masyarakat, dan mengenai lembaga-lembaga dan proses sosial
yang ada di dalam masyarakat. Sedangkan linguitik adalah bidang ilmu yang
mempelajari Bahasa, atau bidang ilmu yang mengambil Bahasa sebagai objek
kajiannya.
Sosiolinguistik dapat kita manfaatkan dalam berkomunikasi atau
berinteraksi. Sosiolinguistik akan memberikan pedoman kepada kita dalam
berkomunikasi dengan menunjukan Bahasa, ragam Bahasa atau gaya Bahasa apa
yang harus kita gunakan ketika berbicara dengan orang tertentu. Jika kita adalah
anak dalam suatu keluarga, tentu kita harus menggunakan ragam/gaya Bahasa
yang berbeda jika lawan bicara kita adalah Ayah, Ibu, Kakak atau Adik. Untuk
menyapa Ayah, Ibu, Kakak, atau Adik kita harus menggunakan kata sapaan.
Maka dapat disimpulkan bahwa sosiolinguistik adalah cabang ilmu
linguistik yang bersifat interdisipliner dengan ilmu sosiologi, dengan objek
penelitian hubungan antara variasi Bahasa dengan faktor-faktor sosial di dalam
suatu masyarakat tutur. Sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Kridalaksana
sebagai acuan.
7
2.3 Kata Sapaan
2.3.1 Pengertian Kata Sapaan
Kata sapaan adalah kata yang digunakan untuk menyapa orang yang diajak
berbicara. Penulisan kata sapaan diawali dengan penggunaan huruf kapital. Menurut
Sugono (2003), menyatakan bahwa “kata sapaan adalah kata yang digunakan untuk
menegur sapa orang yang diajak berbicara dalam Yustanto, mengemukakan bahwa
“kata sapaan adalah seperangkat kata atau ekspresi untuk menunjuk pada seseorang
yang diajak bicara ketika pembicaraan sedang berlangsung”. Sejalan dengan
pengertian di atas, Fasold (dalam Yustanto), mendefinisikan kata sapaan sebagai
kata-kata yang digunakan seseorang untuk menunjuk seseorang yang sedang diajak
bicara.
Selanjutnya Eko dalam Rizal (2009), menyebutkan bahwa “kata sapaan
merupakan kata yang digunakan untuk menyapa atau menyebut seseorang yang
diajak bicara”. Sejalan dengan pengertian tersebut, Kridalaksana dalam Rizal
(2009), mendefinisikan bahwa “kata sapaan adalah morfem, kata atau frase yang
digunakan untuk saling merujuk dalam situasi pembicaraan yang berbeda-beda
menurut sifat hubungan antara pembicaraan”. Chaer dalam Rizal (2009),
menambahkan bahwa “kata sapaan adalah kata-kata yang digunakan untuk
menyapa, menegur, atau menyebut orang kedua yang diajak bicara”.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kata sapaan adalah morfem, kata,
atau frase yang digunakan untuk saling merujuk dalam situasi pembicaraan sebagai
pengganti nama orang kedua atau orang ketiga.
8
menjelaskan bahwa “kekerabatan adalah hubungan sosial yang terjadi antara
seseorang dengan saudara-saudaranya atau keluarganya”.
Berdasarkan pengertian di atas, kata sapaan kekerabatan merupakan
kata sapaan yang digunakan untuk menyapa anggota keluarga yang
memiliki tali persaudaraan atau ikatan pernikahan.
b. Kata Sapaan Nonkekerabatan
Menurut Sulaiman (dalam Rizal, 2011:11-13), kata sapaan
nonkekerabatan dapat dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu sebagai berikut:
1. Kata Sapaan dalam Masyarakat Umum
Kata sapaan dalam masyarakat merupakan kata-kata yang
digunakan untuk menyapa orang-orang yang tidak mempunyai
hubungan keluarga. Kata sapaan dalam masyarakat dibedakan menjadi
sapaan untuk orang yang lebih tua, orang yang lebih muda, sapaan
untuk sebaya, dan untuk orang yang belum dikenal. Sebagai contoh
sapaan yang digunakan untuk menyapa orang yang sebaya dengan
kakak kandung, sapaannya adalah kakak.
2. Kata Sapaan dalam Agama
Muzamil (dalam Rizal, 2009:12), menyatakan bahwa “kata
sapaan keagamaan adalah kata yang dipergunakan untuk menyapa
orang-orang yang sedang dalam suasana keagamaan, misalnya di
masjid atau dalam pertemuan keagamaan lainnya. Sejalan dengan
pengertian di atas, Syafyahya (dalam Rizal, 2009:12), mengatakan
bahwa kata sapaan keagamaan adalah kata sapaan yang digunakan
untuk menyapa orang yang mendalami dan bekerja di dalam agama”.
3. Kata Sapaan dalam Jabatan
Kata sapaan dalam profesi atau jabatan adalah kata sapaan yang
mengikat unsur-unsur bahasa, yang menandai perbedaan struktur dan
peran partisipasi dalam komunikasi jabatan yang dipangku seseorang.
9
4. Kata Sapaan dalam Adat
Hadikusuma (dalam Rizal, 2009:13), menyatakan “kata adat
berasal dari kata arab, yaitu “adah” yang artinya kebiasaan atau
sesuatu yang sering diulang”. Kebiasaan yang dimaksud adalah
norma-norma yang berwujud aturan, dan tingkah laku yang berlaku
dalam masyarakat yang dipakai secara turun temurun. Mukti (dalam
Rizal, 2009:13), mengemukakan bahwa adat merupakan pencerminan
kepribadian suku bangsa dalam suatu wilayah tertentu, dan merupakan
pengalaman jiwa masyarakat yang bersangkutan secara turun temurun.
10
Dalam interaksi sosial dikenal dengan adanya penggunaan bentuk sapaan.
Yang dimana, bentuk sapaan merupakan bentuk kebahasaan. Bentuk sapaan yang
digunakan oleh pemakai Bahasa dalam komunikasi dalam lisan berkaitan erat
dengan sistem kata ganti orang yaitu kata sapaan. Bentuk sapaan yang digunakan
oleh penuturnya dalam komunikasi lisan di dalamnya dikenal adanya tingkatan-
tingkatan penggunaan sapaan. Tingkatan dalam penggunaan sapaan diarahkan
untuk membedakan sapaan itu ditujukan, misalnya sapaan ditujukan terhadap
orang yang lebih muda, sebaya, atau orang yang lebih tua. Selain itu, dapat dilihat
dari hubungan kedekatan atau status sosial penutur maupun mitra tutrnya. Dari
situlah, akan adanya perbedaan dalam penggunaan sapaan. Kata sapaan dapat
digunakan dalam setiap bidang kehidupan dan struktur sosial masyarakat sehingga
kata sapaan yang digunakan menjadi bervariasi atau beraneka ragam.
Berkaitan dengan penggunaan kata sapaan yang digunakan dalam suatu
kegiatan komunikasi, seseorang cenderung memunculkan perbedaan bentuk
dalam penggunaannya, misalnya sapaan Pak, Bu, Mbak, Dek, Nama Orang, dan
lain sebagainya. Bentuk sapaan ditentukan melalui beberapa faktor. Faktor
tersebut meliputi, usia, jenis kelamin, status sosial, serta kedekatan antar penutur
dengan mitra tutur sehingga dapat memicu akan adanya variasi sapaan yang
digunakan dalam masyarakat. Pemakaian tersebut di dasarkan pada konveksi yang
berlaku dalam masyarakat (Irmayani, 2004;23). Dalam lingkungan masyarakat
yang luas akan terjadi proses interaksi sosial dengan berbagai macam penutur
sehingga Bahasa yang digunakan dalam komunikasi akan beragam atau bervariasi
dan penggunaan sapaan juga akan memunculkan perbedaan bentuk. Hal ini
sejalan dengan yang diungkapkan oleh Chaer dan Agustina (2010;61) bahwa
wujud Bahasa itu sangat bervariasi karena penutur Bahasa yang banyak dan
heterogen.
Berkaitan dengan bentuk kata sapaan, menurut Kridalaksana (dalam Pateda,
1987;669) menjelaskan bahwa kata sapaan ialah kata atau ungkapan yang dipakai
dalam sistem tutur sapa. Adanya kata sapaan ini, mempengaruhi pula kata yang
digunakan pada orang yang telah dewasa, maka kata itu dapat disesuaikan dengan
11
cara kedewasaan. Penggunaan bentuk sapaan dapat berpengarug pada kata dan
cara pengungkapannnya. Dengan demikian, bentuk sapaan harus disesuaikan
dengan beberapa faktor yang ada (Pateda, 1987;69). Faktor-faktor itu meliputi
faktor usia, jenis kelamin, dan faktor sosial, serta hubungan kekerabatan yang
mengarah kepada hubungan kedekatan antara penutur dan mitra tutur. Perbedaan
tersebut diarahkan untuk membedakan antara sapaan terhadap seseorang yang
lebih muda, sebaya, atau yang lebih tua. Hal ini dapat dilihat dari status sosial
serta kedekatan antara penutur dengan mitra tutur sehingga bentuk sapaan dapat
digunakan pada orang yang sudah dikenal maupun tidak dengan maksud tertentu.
12
Dari sini, dapat disimpulkan bahwa dalam penggunaan kata sapaan memiliki
fungsi tersendiri. Sapaan ini berfungsi sebagai bentuk pengakraban apabila digunakan
kepada seseorang yang usianya sebaya, lebih muda, serta dari status soisal yang sama
dan dipengaruhi oleh kedekatan antara penutur dengan mitra tutur. Sebaliknya, sapaan
itu akan menjadi bentuk penghormatan apabila digunakan kepada seseorang yang
memiliki status sosial yang lebih tinggi. Selain itu, fungsi sapaan penghormatan dapat
digunakan untuk seorang penutur yang belum mengenal mitra tuturnya yang
dipengaruhi oleh faktor usia. Hal ini tentunya disesuaikan dengan konteks pemakaian
kata sapaan yang digunakan dalam berkomunikasi.
13
BAB III
METODE PENELITIAN
14
beberapa teknik pengumpulan data, yaitu Yang Pertama, teknik wawancara
(interview), yang dilakukan peneliti untuk melakukan pengumpulan data dengan
mengadakan pengamatan langsung pada obyek penelitian, untuk memperoleh
berbagai informasi dan data faktual serta dapat memahami situasi dan kondisi
dinamis pada masyarakat Desa Weulun. Yang Kedua, teknik pengamatan
(observasi), yang dilakukan peneliti dengan mengadakan pengamatan langsung
pada obyek penelitian, khususnya pada masyarakat di Desa Weulun, untuk
memperoleh berbagai informasi dan data faktual serta dapat memahami situasi
dan kondisi dinamis pada masyarakat Desa Weulun. Yang Ketiga, teknik rekam,
yang dilakukan untuk merekam percakapan dengan para informan. Yang
Keempat, teknik dokumentasi, yang digunakan peneliti pada saat melakukan
penelitian, dan Yang Kelima, teknik pencatatan lapangan, yang dilakukan peneliti
untuk mencatat data-data yang ada hubungannya dengan masalah peneliti,
kemudian di seleksi.
15
Metode analisis data yang digunakan dalam penulisan karya ilmiah ini
adalah metode deskriptif kualitatif, dimana peneliti selain mengolah dan
menyajikan data, juga melakukan analisis data kualitatifnya. Hal ini dimaksudkan
agar dapat mensinergikan antara beberapa data yang telah didapatkan dengan
berbagai literatur maupun data-data lain yang telah dipersiapkan. Sistematika atau
runtutan analisis deskriptif kualitatif dalam penggunaannya tidak ada suatu
pedoman yang jelas, akan tetapi pada prinsipnya setiap item dari permasalahan
yang diajukan harus terjawab dalam analisis data dengan mengkaitkan satu sama
lain atau dengan kata lain terdapat hubungan timbal balik. Selanjutnya data-data
tersebut akan dianalisa dengan memunculkan beberapa kesimpulan dan hasil
temuan berdasarkan usaha penelitian tersebut.
Oleh karenanya, apabila data yang diperlukan telah terkumpul dan dengan
metode deskriptif kualitatif tersebut di atas, maka langkah selanjutnya dalam
proses pengolahan dan penganalisaan data, peneliti dalam analisis data
mengupayakan langkah dengan menyusun secara induktif, metode analisis yang
bertumpu dari kaidah-kaidah khusus kemudian ditarik menjadi kaidah umum.
3.6 Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari tiga
tahap, yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap penyelesaian.
a. Tahap Persiapan
1) Pemilihan dan penetapan judul
2) Konsultasi judul
3) Pengadaan kajian pustaka
4) Penyusunan metode penelitian
b. Tahap Pelaksanaan
1) Pengumpulan data
2) Analisis data berdasarkan metode yang ditentukan
3) Menyimpulkan hasil penelitian
c. Tahap Penyelesaian
1) Penyusunan laporan penelitian
16
2) Revisi laporan penelitian
3) Penggandaan laporan penelitian
17