Anda di halaman 1dari 28

Relasi Variasi Bahasa dengan Kelas Sosial Masyarakat Di Wilayah Perumahan

‘’Kebonagung Residence’’ Dan Perkampungan Sonotengah dan Implikasi dalam


Kehidupan Sosial

PRISMA SATYA WICAKSANA


Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Brawijaya
ABSTRAK

Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan pernah bisa hidup sendiri. Ia pasti
membutuhkan orang lain demi kelangsungan hidupnya. Manusia menggunakan bahasa sebagai
alat komunikasi dalam berinteraksi dengan orang lain. Bahasa juga merupakan identitas
kelompok yang memiliki ciri-ciri tertentu yang menyebabkannya berbeda dengan bahasa
kelompok lain. Pemisahan anggota masyarakat kedalam beberapa tingkatan kelas sosial turut
mempengaruhi penggunaan bahasa yang digunakan oleh masing-masing anggota kelas sosial
ketika berkomunikasi.
Penelitian ini mengambil latar penelitian di dua wilayah berbeda yang memiliki
karakteristik masyarakat dan kelas sosial berbeda. Dua lokasi ini adalah Perumahan
‘’Kebonagung Residence’’ dan Perkampungan Sonotengah. Adanya perbedaan dan
karakteristik yang terdapat di masing-masing wilayah menjadikan adanya perbedaan dalam
berinteraksi dan penggunaan bahasa antara wilayah perkampungan dengan wilayah komplek
perumahan. Penggunaan bahasa yang terjadi di kedua wilayah disebabkan adanya perbedaan
pola interaksi dan sosialisasi yang terjadi di masing-masing wilayah.
Penelitian ini bertujuan menggambarkan sikap dan perilaku bahasa masyarakat
masing-masing kelas sosial ketika berkomunikasi dan menjelaskan hubungan dan perbedaan
antara sikap dan perilaku bahasa dengan perbedaan kelas sosial terhadap penggunaan bahasa
di kalangan kelompok sosial tersebut, sampel dipilih secara acak. Hasil penelitian
mengungkapkan bahwa Ketika masyarakat yang memiliki kelas sosial bawah dan berbicara
dengan seseorang yang memiliki kelas sosial diatas, maka sudah pasti yang berasal dari kelas
sosial bawah menggunakan bahasa yang halus ketika berbicara dengan seseorang dengan kelas
sosial. Sebaliknya masyarakat yang berasal dari kelas sosial yang lebih tinggi berbicara dengan
masyarakat kelas sosial yang lebih rendah maka menggunakan variasi bahasa ragam bahasa
kasar. Bahasa tidak hanya berkaitan dengan kelas sosial saja, tetapi juga berhubungan dengan
usia, gender, ekonomi, bahkan berhubungan denga nasal geografis seseorang. Satu contoh
apabila kita berkomunikasi dengan seseorang yang lebih tua maka akan menggunakan ragam
bahasa halus untuk menghargai seseorang yang berusia diatas kita.
Kata kunci: Sosiolinguistik, Kelas sosial, Bahasa
LATAR BELAKANG

Menurut Sumarsono (2000:43), kelas sosial mengacu pada golongan


masyarakat yang mempunyai kesamaan tertentu dalam bidang kemasyarakatan seperti
ekonomi, pendidikan, pekerjaan, kedudukan, kasta, dan sebagainya. Kelas sosial
merupakan pembedaan anggota masyarakat ke dalam suatu tingkatan status kelas yang
memiliki perbedaan sehingga para anggota setiap kelas secara relatif memiliki status
yang sama, dan para anggota kelas lain mempunyai status yang lebih tinggi atau lebih
rendah. Kategori kelas sosial biasanya disusun dalam hierarki, yang berkisar dari status
yang rendah sampai yang tinggi. Kelas sosial ialah suatu strata atau lapisan sekelompok
masyarakat yang berkedudukan sama dalam rangkaian kesatuan status sosial. Dalam
masyarakat terdapat orang-orang yang memiliki kedudukan sosial yang sama. Mereka
yang memiliki kedudukan sosial sama akan berada pada suatu lapisan yang sama pula.
Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan pernah bisa hidup sendiri. Ia pasti
membutuhkan orang lain demi kelangsungan hidupnya. Manusia menggunakan bahasa
sebagai alat komunikasi dalam berinteraksi dengan orang lain. Bahasa juga merupakan
identitas kelompok yang memiliki ciri-ciri tertentu yang menyebabkannya berbeda
dengan bahasa kelompok lain. Sosiolinguistik merupakan bagian dari ilmu kebahasaan
yang mengkaji fenomena masyarakat. Fisman menyatakan bahwa sosiolinguistik
mempunyai komponen utama yakni ciri dan fungsi bahasa. Fungsi bahasa yang
dimaksudkan ialah fungsi sosial (regulatory) sebagai pembentuk arahan dan fungsi
interpersonal yaitu menjaga hubungan baik. Adapun fungsi imajinatif untuk meneroka
alam fantasi. Selain itu ada juga fungsi emosi untuk mengungkapkan suasana hati
(marah, kecewa, apresiasi, sedih, gembira, dan sebagainya).
Kelas sosial berbeda dengan kasta, meskipun kasta bisa disebut sebagai contoh
kelas sosial yang ada di dalam masyarakat. Bedanya hanya dari segi sifat keterbukaan,
yang mana kita mengenal kelas sosial bersifat terbuka sedangkan kasta bersifat
tertutup Kelas sosial memungkinkan seseorang yang berada di tingkat kelas buruh jika
ia bekerja dengan tekun suatu hari dapat berpindah kelas sosial menjadi di tingkat atas.
Berbeda halnya jika seseorang berada dalam tingkatan kasta, seandainya ia terlahir
pada kasta brahmana maka mustahil ia akan menjadi golongan kasta sudra atau waisya
(Sumarsono, 2000:43).

LANDASAN TEORI
Penelitian ini termasuk dalam bidang kajian sosiolinguistik karena mengkaji
bahasa yang tidak hanya dipengaruhi oleh faktor linguistik, tetapi juga dipengaruhi
oleh faktor nonlinguistik, yaitu faktor sosial yang meliputi kelas sosial, serta faktor
situasional yang mempengaruhi penggunaan bahasa yang terdiri dari siapa yang
berbicara, menggunakan bahasa apa, kepada siapa, kapan, dimana, dan mengenai
masalah apa (Syafyahya, 2010:16-17).

A. Bahasa
Bahasa merupakan suatu ungkapan yang mengandung maksud untuk
menyampaikan sesuatu kepada orang lain. Sesuatu yang dimaksudkan oleh pembicara
bisa dipahami dan dimengerti oleh pendengar atau lawan bicara melalui bahasa yang
diungkapkan. Chaer dan Agustina (1995:14) fungsi utama bahasa adalah sebagai alat
komunikasi. Hal ini sejalan dengan Soeparno (1993:5) yang menyatakan bahwa fungsi
umum bahasa adalah sebagai alat komunikasi sosial. Sosiolinguistik memandang
bahasa sebagai tingkah laku sosial (sosial behavior) yang dipakai dalam komunikasi
sosial.

B. Sosiolinguistik
Sosiolinguistik merupakan cabang ilmu bahasa yang mempelajari dan
membahas aspek-aspek kemasyarakatan bahasa. Khususnya perbedaan-perbedaan
(variasi) yang terdapat dalam bahasa yang berkaitan dengan faktor kemasyarakatan
(Nababan, 1984:2). Menurut Chaer (1994:16) sosiolinguistik adalah subdisiplin
linguistik yang mempelajari bahasa dalam hubungan pemakaian di masyarakat. Boleh
juga dikatakan bahwa sosiolinguistik membahas aspek-aspek kemasyarakatan bahasa,
khususnya perbedaan-perbedaan dengan faktor-faktor kemasyarakatan (sosial). Objek
kajian sosiolinguistik adalah interaksi sosial dan telaah berbagai macam bahasa dan
variasi bahasa yang hidup dan dipertahankan di dalam masyarakat (Kartomihardjo,
1988: 4). Bahasa tidak dilihat atau didekati sebagai bahasa, sebagaimana dilakukan
oleh linguistik umum, melainkan dilihat atau didekati sebagai sarana interaksi atau
komunikasi di dalam masyarakat manusia.

C. Sosiolek

Sosiolek adalah idiolek-idiolek yang menunujukan persamaan denganidiolek-


idiolek lain yang disebabkan oleh kedekatan sosial, yaitu penutur-penutur idiolek
tersebut termasuk dalam suatu golongan masyarakat yang sama (Nababan,1984: 4). Di
dalam masyarakat terdapat berbagai golongan yang dapat dilihat dari golongan
sosialnya, maka idiolek-idiolek tersebut dapat terlihat. Sosiolek juga disebut dengan
dialek sosial yaitu variasi bahasa yang berkenaan dengan status, golongan, dan kelas
sosial para penuturnya (Chaer, 1995: 84). Variasi ini menyangkut semua masalah
pribadi para penuturnya seperti usia, pendidikan, pekerjaan, keadaan sosial ekonomi,
dan kelas sosial para penuturnya. Variasi ini cenderung menyangkut masalah pribadi
penuturnya seperti faktor usia, pendidikan, seks, pekerjaan, tingkat kebangsawanan,
dan keadaan ekonomi. Melalui perbedaan-perbedaan golongan tersebut dapat terlihat
variasi bahasa yang digunakan pada para penutur.

D. Kelas Sosial

Menurut Sumarsono (2000:43), kelas sosial mengacu pada golongan


masyarakat yang mempunyai kesamaan tertentu dalam bidang kemasyarakatan seperti
ekonomi, pendidikan, pekerjaan, kedudukan, kasta, dan sebagainya. Tangson
mengatakan bahwa dalam setiap aspek kelas sosial biasanya memiliki karakter sosial
dan variasi bahasa tertentu. Kelas sosial merupakan pembedaan anggota masyarakat ke
dalam suatu tingkatan status kelas yang memiliki perbedaan sehingga para anggota
setiap kelas secara relatif memiliki status yang sama, dan para anggota kelas lain
mempunyai status yang lebih tinggi atau lebih rendah. Dalam masyarakat terdapat
orang-orang yang memiliki kedudukan sosial yang sama. Mereka yang memiliki
kedudukan sosial sama akan berada pada suatu lapisan yang sama pula.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif kualitatif yaitu jenis


penelitian yang berupaya untuk menggambarkan pemecahan masalah tanpa melalui
prosedur statistik atau bentuk hitungan. Teknik yang digunakan dalam penyediaan data
penelitian ini adalah 1) metode simak yang menngunakan teknik lanjutan yang berupa
teknik simak bebas libat cakap, yang mana peneliti akan merekam perilaku bahasa pada
peristiwa tutur. Setelah peneliti merekam perilaku berbahasa dan penggunaan bahasa
yang digunakan, hasil rekaman tersebut akan di transkripsikan dalam bentuk tulisan,
2) metode cakap (wawancara), peneliti menggunakan teknik dasar dalam metode cakap
yaitu teknik pancing, yang mana peneliti memancing informan untuk berbicara.

Selain itu juga menggunakan teknik lanjutan cakap semuka, karena peneliti
melakukan percakapan langsung dengan cara berhadapan langsung dengan
informannya. Peneliti akan mengamati dan membedah hasil dari pengumpulan data
dengan menggunakan metode ekstralingual, yang mana peneliti
menghubungbandingkan bahasa dengan hal-hal di luar bahasa, misalnya konteks sosial
pemakaian bahasa berdasarkan umur, jenis kelamin, dan kelas sosial. Penelitian ini
menggunakan teknik penyajian dengan kata-kata biasa, termasuk penggunaan
terminologi yang bersifat teknis (Sudaryanto, 1993 : 145).

HASIL PENELITIAN

Kelas sosial warga Perkampungan Sonotengah terdiri dari:

1. Kelas atas

Anggota masyarakat yang termasuk dalam golongan ini biasanya adalah


golongan yang memiliki pendapatan yang besar setiap bulannya. Selain itu juga
mayoritas adalah anggota masyarakat yang terdidik. Masyarakat yang termasuk
kedalam golongan atas berprofesi sebagai pengusaha. Jumlah masyarakat yang
termasuk kedalam golongan atas di wilayah Sonotengah, Kebonagung, Kabupaten
Malang hanya berjumlah kurang dari 30 orang dari total keseluruhan penduduk.
Pendidikan masyarakat wilayah Sonotengah, Kebonagung yang tergolong kedalam
golongan atas minimal seorang sarjana.

2. Kelas menengah

Anggota masyarakat yang termasuk dalam golongan ini biasanya adalah


golongan yang memiliki pendapatan cukup untuk kebutuhan sehari-hari dan mampu
menyisihkan pendapatan setiap bulannya. Selain itu juga mayoritas adalah anggota
masyarakat yang terdidik. Masyarakat yang termasuk kedalam golongan menengah
berprofesi sebagai pengusaha, pemilik lahan perkebunan maupun sawah, pendidik,
PNS, pedagang, pengrajin, pemilik toko. Golongan menengah biasanya
berpendidikan SMA, diploma, hingga sarjana. Masyarakat yang menempati
golongan bawah adalah jumlah terbanyak di wilayah Sonotengah, Kebonagung

3. Kelas bawah

Kelas sosial bawah terdiri dari masyarakat yang hidupnya masih kekurangan.
Masyarakat golongan bawah tidak mampu untuk menabung sisa pendapatan, untuk
makan dan hidup saja masih kekurangan. Profesi masyarakat golongan bawah di
wilayah Sonotengah adalah tukang, kuli, buruh pabrik, pembantu, pekerja serabutan,
pekerja tidak tetap, maupun masyarakat yang masih mencari pekerjaan. Pendidikan
terakhir yang umumnya dimiliki oleh anggota masyarakat kelas bawah rata-rata
adalah SD hingga SMP.

Kelas sosial warga perumahan ‘’Kebonagung Residence’’ terdiri dari:

1. Kelas atas

Anggota masyarakat yang termasuk dalam golongan ini biasanya adalah


golongan yang memiliki pendapatan yang besar setiap bulannya. Selain itu juga
mayoritas adalah anggota masyarakat yang terdidik. Masyarakat yang termasuk
kedalam golongan atas berprofesi sebagai pengusaha skala besar. Jumlah
masyarakat yang termasuk kedalam golongan atas di wilayah perumahan
‘’Kebonagung Residence’’ tidak sebanyak golongan masyarakat kelas menengah
yang bertempat tinggal di perumahan ‘’Kebonagung Residence’’. Biasanya
masyarakat yang tergolong kedalam golongan ini memiliki Pendidikan terakhir
sarjana.

2. Kelas menengah

Anggota masyarakat yang termasuk dalam golongan ini biasanya adalah


golongan yang memiliki pendapatan cukup untuk kebutuhan sehari-hari dan mampu
menyisihkan pendapatan setiap bulannya, selain itu juga mayoritas adalah anggota
masyarakat yang terdidik. Masyarakat yang termasuk kedalam golongan menengah
berprofesi sebagai pendidik, PNS, pedagang besar. Golongan menengah biasanya
berpendidikan terakhir diploma, hingga sarjana. Penduduk perumahan
‘’Kebonagung Residence’’ yang termasuk kedalam golongan menengah merupakan
jumlah yang paling banyak menghuni komplek perumahan tersebut. Berbeda
dengan pengelompokan masyarakat wilayah Sonotengah, Kebonagung yang terdiri
dari tiga golongan kelas sosial, di komplek perumahan ‘’Kebonagung Residence’’
hanya terdapat dua golongan kelas sosial, tidak ditemukan masyarakat golongan
kelas sosial bawah di komplek perumahan, hal ini karena perumahan identik dengan
masyarakatnya yang memiliki pendapatan besar, karena harga rumah di wilayah
perumahan terus naik secara signifikan dari tahun ke tahun

Diatas telah dijelaskan mengenai gambaran masyarakat dan kelas sosial yang
terdapat di dua wilayah, yaitu di wilayah perkampungan Sonotengah, Kebonagung
dan komplek perumahan ‘’Kebonagung Residence’’. Masing-masing wilayah
memiliki karakteristik masyarakat dan kelas sosial yang berbeda diantara kedua
wilayah yang dipilih menjadi area penelitian, adanya perbedaan dan karakteristik
yang terdapat di masing-masing wilayah menjadikan adanya perbedaan dalam
berinteraksi dan penggunaan bahasa antara wilayah perkampungan dengan wilayah
komplek perumahan. Penggunaan bahasa yang terjadi di kedua wilayah disebabkan
adanya perbedaan pola interaksi dan sosialisasi yang terjadi di masing-masing
wilayah.

Di wilayah perkampungan, anggota masyarakat masih terikat dengan


kekerabatan yang masih sangat erat, hal ini karena masih banyak anggota
masyarakat perkampungan yang masih memiliki hubungan darah dan pernikahan
yang akhirnya membentuk sebuah komunitas dalam perkampungan tersebut.
Walaupun pada akhirnya di wilayah perkampungan tersebut seiring berjalannya
waktu semakin bertambah banyak penduduk yang menghuni wilayah
perkampungan. Penduduk perkampungan juga banyak yang tergolong sebagai
pendatang dari wilayah lain, lalu selanjutnya menjalin interaksi dan sosialisasi
dengan penduduk perkampungan yang telah lama menetap. Pada akhirnya penduduk
pendatang tersebut menyesuaikan dengan pola kekerabatan, interaksi, dan
sosialisasi yang terjadi di perkampungan, hal ini karena penduduk baru tersebut
beradaptasi dengan lingkungan baru. Tidak heran pola interaksi, sosialisasi,
persaudaraan yang terdapat di wilayah perkampungan lebih terasa jika dibandingkan
dengan wilayah perumahan.

Sebaliknya, masyarakat yang tinggal di wilayah komplek perumahan kurang


terikat dengan adanya pola kekerabatan yang terjadi antara masing-masing anggota
masyarakat. Hal ini karena mayoritas masyarakat yang tinggal di wilayah
perumahan adalah pendatang dari wilayah lain dan menetap di suatu komplek
perumahan, tanpa ada interaksi, sosialisasi yang terjadi antara warga yang baru
menetap di wilayah perumahan dengan warga yang sudah lama menetap. Hal ini
menyebabkan interaksi dan sosialiasi yang terjadi antar warga perumahan menjadi
kaku dan tidak seakrab warga yang tinggal di wilayah perkampungan. Faktor lain
yang melatarbelakangi kurangnya keakraban dan sosialisasi warga komplek
perumahan adalah Pertama warga wilayah komplek perumahan memiliki kesibukan
bekerja yang tinggi, misalnya berprofesi sebagai pegawai, pengusaha, dan memiliki
karir yang lain. Kedua, warga seakan-akan tidak mempunyai rasa tanggung jawab
sosial dengan alasan tidak ada hubungan sanak famili maupun kerabat dengan warga
komplek perumahan lainnya. Ketiga, para warga tersebut adalah pendatang dari
berbagai suku dan budaya yang belum bisa dipadukan dengan budaya dan tradisi
tetangga. Hal ini berbeda dengan pola interaksi dan sosialisasi warga
perkampungan, walaupun terdapat warga yang tidak memiliki tali kekerabatan dan
pertalian darah secara langsung dengan anggota masyarakat lainnya, tetapi interaksi
yang terjalin sangat erat.

Relasi Penggunaan Bahasa dengan Kelas Sosial Masyarakat di Wilayah


Perkampungan Sonotengah dan Komplek Perumahan ‘’Kebonagung Residence’’

Secara struktur kelas sosial, masyarakat di wilayah komplek perkampungan


Sonotengah, terbagi menjadi beberapa tingkatan, antara lain: kelas sosial atas, dan
kelas sosial menengah dan kelas sosial bawah. Sedangkan kelas sosial masyarakat di
wilayah perumahan ‘’Kebonagung Residence’’ terbagi menjadi beberapa tingkatan,
antara lain: kelas sosial atas, dan kelas sosial menengah. Dari adanya penggolongan
yang terjadi di kedua wilayah tersebut, terdapat ragam bahasa, mulai dari ragam bahasa
rendah, ragam bahasa menengah, ragam bahasa tinggi. Sebagaimana hasil pengamatan
dan wawancara warga di kedua wilayah tersebut, beberapa ragam bahasa yang telah
digolongkan, selanjutnya digunakan oleh masyrakat dalam berbagai situasi.

Contoh konkret adalah ketika dua orang warga atau lebih yang memiliki
kesamaan usia dan kelas sosial dalam masyrakat sedang bercakap-cakap, maka
menggunakan ragam bahasa rendah. Sebaliknya apabila ada dua orang saling bercaap-
cakap namun memiliki perbedaan kelas sosial atau perbedaan usia diantara kedua orang
sedang bercakap-cakap tersebut maka warga yang memiliki golongan kelas sosial lebih
rendah menggunakan ragam bahasa tinggi ketika berkomunikasi dengan seseorang
yang memiliki kelas sosial yang lebih tinggi. Warga yang memiliki kelas sosial yang
lebih tinggi menggunakan ragam bahasa rendah ketika berbicara dengan warga lainnya
yang memiliki kelas sosial yang lebih rendah. Semakin tinggi kelas sosial yang dimiliki
oleh seseorang, maka dapat dengan mudah menggunakan ragam bahasa tinggi dalam
suasana formal, sebaliknya semakin rendah kelas sosial yang dimiliki oleh seseorang,
maka akan kesulitan untuk mengucapkan kalimat-kalimat yang bersifat spesifik.

Analisis Variasi Bahasa Berdasarkan Status Sosial di Wilayah Perkampungan


Sonotengah dan Perumahan ‘’Kebonagung Residence’’

Data 1

Konteks: Rapat RW

Bahasa : Indonesia

Situasi : Formal

Lokasi : Balai RW perumahan ‘’Kebonagung Residence’’

Partisipan: Ketua RW dan perangkatnya beserta bapak-bapak warga perumahan

Percakapan:

Ketua RW: Jadi begini nggih Bapak-bapak, karena saldo keuangan di bendahara sudah
terkumpul sebesar kurang lebih Rp.3.300.00, kita akan mengadakan
rekreasi bersama warga komplek perumahan ‘’Kebonagung Residence’’,
jadi kemarin saya sudah meminta wakil, sekretaris, dan bendahara untuk
merundingkan keputusan tujuan rekreasi warga perumahan ini. Mengingat
kita sudah lama tidak berkumpul, tidak bertemu, sehingga kemarin
bersama-sama terpikirkan untuk mengadakan rekreasi bersama warga
komplek perumahan untuk mempererat dan meningkatkan persaudaraan
antara seluruh elemen, baik warga maupun pejabat perangkat RT/RW.
Untuk pilihan tujuan wisata ini kemarin sudah didiskusikan yaitu mau ke
Sumber maron, Sumber sirah, Sendangbiru. Monggo ini nanti silahkan di
voting nggih, Pak tujuannya kemana, yang penting kemanapun tujuannya,
tujuan kita adalah untuk merekatkan persaudaraan kita yang sudah lama
tidak bersama-sama seperti ini nggih pak.

Warga: Nggih, pak saya setuju. Tapi lebih baik lagi kalua tujuan wisata diperbanyak
lagi pak RW, soalnya itu tujuannya sudah mboseni untuk warga. Kalau nanti
ada biaya yang kurang, nanti kita sama-sama warga nalangi kekurangan biaya
nya.

Percakapan diatas terjadi di gedung Balai RW, yang melibatkan antara ketua
RW dan salah satu perwakilan warga perumahan. Dalam rapat tersebut membahas
mengenai sisa keuangan yang ada di bendahara akan digunakan untuk wisata bersama-
sama warga perumahan. Dalam kutipan percakapan diatas baik ketua RW maupun
perwakilan warga menggunakan bahasa Indonesia sebagai media komunikasinya,
walaupun dalam penyampaian yang disampaikan oleh ketua RW maupun perwakilan
warga masih banyak kata yang kurang baku dalam penggunaannya. Warga perumahan
‘’Kebonagung Residence’’ berasal dari kelas sosial atas dan menengah, dan mayoritas
warganya memiliki pendidikan terakhir sarjana, sehingga hal ini memungkinkan warga
menggunakan ragam bahasa Indonesia formal dalam situasi resmi, jadi kelas sosial
yang tinggi dan pendidikan yang cukup berbanding lurus dengan kemampuan
seseorang menggunakan bahasa formal. Dalam kasus diatas antara ketua RW dan
warga memiliki kelas sosial yang hampir sama dan memiliki latar pendidikan yang
sama, yaitu sarjana

Data 2

Konteks: Mengobrol sebelum memulai tahlilan

Bahasa : Jawa

Situasi : Informal
Lokasi : Rumah warga di Sonotengah

Partisipan: Jamaah 1 dan Jamaah 2

Percakapan:

(JW) Jamaah 1: Wah, kolowau pak, kulo kok ngueri ningali konflik e teng kampus
UNIKAMA (Universitas Kanjuruhan Malang)

(IND) Jamaah 1: Wah, saya tadi ngeri pak lihat konflik di kampus UNIKAMA
(Universitas Kanjuruhan Malang)

(JW) Jamaah 2: Loh, lah opo’o mas Kholili?

(IND) Jamaah 2: Loh, la kenapa mas Kholili?

(JW) Jamaah 1: Loh, sak estu ngeri kulo pak lawong niku loh golongane koco, pager,
trails besi, parkiran, halaman dirusak sedhoyo kalian Mahasiswa
kubune rektor lama e Kanjuruhan. Padahal nggih niku pun enten
Polisi, Tentara, sampek pasukan e Koramil Sukun pun mriku sedanten
mengamankan, tapi nggih pancet ae pak mereka anarkis

(IND) Jamaah 1: Loh, iya pak ngeri saya, orang itu tadi banyak kaca, pagar, teralis besi,
parkiran, halaman dirusak semuanya sama kubu Mahasiswa dari
rektor lama Kanjuruhan. Padahal sudah ada Polisi, Tentara, sampai
mengerahkan pasukan dari Koramil Sukun sudah terjun kesitu semua
untuk mengamankan, tapi ya masih tetap saja pak mereka anarkis

(JW) Jamaah 2: Loh, aku ae gaeroh kok lek sampek koyo ngono sampean kok eruh
mas?

(IND) Jamaah 2: Loh, saya saja tidak tahu kok kalua sampai separah itu, Anda kok bisa
tahu mas?

(JW) Jamaah 1: Sak estu pak, kulo niki kan sakniki bendinten sadean jam ten ngajeng
e UNIKAMA, nggih sadean cilik-cilikan pak penting halal tur gak
ngrusuhi wong liyo
(IND) Jamaah 1: Beneran pak, saya sekarang kan setiap hari berjualan jam di depan
UNIKAMA (Universitas Kanjuruhan Malang), ya berjualan kecil-
kecilan pak yang penting halal dan tidak menganggu orang lain.

(JW) Jamaah 2: Wah dodolan ndek kono ta sampean saiki? Koyok’e mbiyen kok
dodolan ndek pasar Pakisaji ambek sempet keliling ngono? Masuk
wes ya penting gak ngisruhi wong liyo. Iyo jarene mas iku UNIKAMA
rebutan masalah kekuasaan ikuloh, sing menang rektor e sing saiki,
tapi rektor lawas gak trimo.

(IND) Jamaah 2: Wah, jualan disitu ya Anda sekarang? Sepertinya dulu kok berjualan
di Pasar Pakisaji dan juga sempat berjualan keiling begitu? Bagus
deh, yang penting tidak mengganggu orang lain. Iya katanya mas itu
UNIKAMA rebutan masalah kekuasaan, yang menang secara hukum
ya rektor yang sekarang, tetapi rektor yang lama tidak terima

(JW) Jamaah 1: La nggih niku pak, wong y owes tuwek ate golek opo maneh, cek sregep
e nguber dunyo

(IND) Jamaah 1: Lah, maka dari itu pak, orang sudah tua mau cari apalagi, suka sekali
mereka mengejar duniawi

Percakapan diatas menggunakan bahasa Jawa antara dua orang yang terlibat
dalam percakapan. Dua orang yang terlibat dalam percakapan tersebut memiliki
perbedaan latar belakang berupa perbedaan usia antara Jamaah 1 dan Jamaah 2, Jamaah
1 memiliki kelas sosial menengah yaitu berprofesi sebagai penjual jam dan topi
berumur 40 tahun, sedangkan Jamaah 2 memiliki kelas sosial menengah yang
berprofesi sebagai pendidik dan berumur 53 tahun. Kedua jamaah yang terlibat dalam
pembicaraan tersebut sama-sama berasal dari kelas sosial yang sama, namun perbedaan
usia menuntut jamaah 1 untuk menggunakan bahasa Jawa halus ketika berbicara
dengan jamaah 2 yang memiliki usia yang lebih tua. Hal ini cukup mendasar karena
tidak hanya perbedaan kelas sosial saja yang menuntut adanya variasi bahasa dengan
lawan bicara, tetapi juga perbedaan usia mengharuskan adanya variasi bahasa, apabila
berbicara dengan yang lebih tua maka menggunakan bahasa yang halus, sebaliknya
jika berbicara dengan yang lebih muda cukup menggunakan ragam bahasa rendah.

Data 3

Konteks: Percakapan keluarga di suatu perumahan

Bahasa : Jawa

Situasi : Informal

Lokasi : Suatu rumah warga di komplek perumahan

Partisipan: Orang tua dan anaknya

Percakapan:

(JW) Anak: Buk, masak nopo? Luweh kulo, niki soale nembe mawon wangsul sekolah
kesel, luweh kulo

(IND) Anak: Ibu, masak apa? Saya lapar, baru pulang sekolah saya lelah dan lapar

(JW) Ibu: Ealah, le ora masak ikimau ibuk yoan, kesel iki tas balek kerjo sedinoan ket
isuk

(IND) Ibu: Oalah nak, ibu tidak masak juga ini tadi, ibu lelah ini, baru saja pulang
bekerja dari pagi

(JW) Anak: Wah, yo’nopo ya niki buk, sami luweh e, sami mawon kesel e, niki teng
dapur juga mboten nggadah ndog kaliyan mie sing saget dimasak i buk

(IND) Anak: Wah, bagaimana ya bu ini, sama laparnya, sama lelahnya, ini di dapur
juga tidak ada telur atau mi yang bisa dimasak bu

(JW) Ibu: Yowes, loh le, pesen o ae ndek GOJEK opo GRAB kono pesen makanan opo
ae wes sembarang, pesen o 2 gawe ibuk pisan, ngko tak bayar e
(IND) Ibu: Yasudah lah nak, pesan saja di GOJEK atau GRAB itu, pesan makanan apa
saja terserah, pesan 2 ya untuk ibu juga, nanti ibu yang bayar

Percakapan diatas melibatkan antara Ibu dan anak yang tengah menanyakan
sang ibu masak makanan apa pada hari ini, akan tetapi sang ibu belum masak pada hari
ini karena ibu lelah baru saja pulang bekerja. Sang anak menggunakan bahasa halus
karena adanya perbedaan usia yang terpaut jauh antara ibu dan anak, ibu menggunakan
ragam bahasa jawa rendah, hal ini mirip dengan kasus di data 2 yang melibatkan kedua
jamaah yang memiliki perbedaan usia, sehingga yang lebih muda menggunakan ragam
bahasa Jawa halus ketika berkomunikasi dengan yang lebih tua. Hal ini juga terjadi di
kasus data 3 yaitu sang anak ketika berkomunikasi dengan ibu menggunakan bahasa
Jawa halus, sedangkan ibu menanggapi pembicaraan dari anaknya dengan
menggunakan bahasa Jawa. Kasus data 3 ini jika dihubungkan dengan kelas sosial yang
disandang oleh warga perumahan adalah karena mayoritas warga di komplek
perumahan berasal dari kalangan menengah keatas maka terbiasa menggunakan jasa
delivery order untuk memesan sejumlah makanan, hal ini sekaligus membuktikan
kemampuan ekonomi dan kelas sosial yang dimiliki, sekaligus membuktikan bahwa
masyarakat kelas sosial menengah keatas tidak mau direpotkan dengan masak sendiri.

Data 4

Konteks: Bertamu

Bahasa : Jawa

Situasi : Informal

Lokasi : Di suatu rumah warga Sonotengah

Partisipan: Tamu (Pak Rudy) dan tuan rumah (Putri Pak Wid, Pak Wid)

Percakapan:
(JW) Tamu: Assalamu’alaikum mbak Pak Wid e ono?

(IND) Tamu: Assalamu’alaikum mbak, Pak Wid nya ada?

(JW) Putri Pak Wid: Wa’alaikumussalam, oh enten kok pak, sekedap nggih, monggo
mlebet, pinarak riyin kaleh ngrantos bapak

(IND) Putri Pak Wid: Wa’alaikumussalam, oh ada kok pak, sebentar ya, mari masuk
pak, silahkan sambal nunggu bapak

(JW) Pak Wid: Loh, oalah pak Rudi, piye ono opo iki?

(IND) Pak Wid: Loh, ada pak Rudi, ada apa ini pak?

(JW) Tamu: Nganu, niki loh pak kulo diutus kaliyan pak RT damel nariki sumbangan
bencana alam, niki sedanten warga RT diminta untuk maringi sumbangan
sak ikhlase mawon pak, wong namine mawon sumbangan

(IND) Tamu: Anu, ini loh pak, saya diminta oleh pak RT untuk meminta sumbangan
bencana alam, ini semua warga RT diminta untuk memberi sumbangan
seikhlasnya saja pak, namanya saja sumbangan

(JW) Pak Wid: Kabeh yo pak?yo sek yo tak njupuk duit sek nang njero

(IND) Pak Wid: Semua ya pak? Ya sebentar ya, saya mau megambil uang saya dulu
didalam

(JW) Pak Wid: Pak Rud, monggo niki sumbangan e ya, mugo-mugo barokah, iso
meringankan beban e dulur-dulur sing kenek musibah. Eh iyo yo opo
proyekan e sampean iko sing di Blimbing? Sampek ndi rek proses e?
Sampe suwe aku ga ketokan sampeyan, pikirku nandi wong iki kok
suwe ga ketok aku, mosok pindah terus rabi maneh hahaha

(IND) Pak Wid: Pak Rud, ini ya sumbangannya, semoga berkah, bisa meringankan
beban saudara kita yang tertimpa musibah Eh iya bagaimana
proyeknya yang di Blimbing? Sampai mana prosesnya? Sampai lama
saya tidak bertemu dengan Anda, saya piker kemana orang ini kok
lama tidak bertemu, masak pindah terus menikah lagi hahaha

(JW) Pak Rud: Aamiin, nggih pak, maturnuwun. Oh proyek sing niko pun mantun
dangu pak, sakniki pun ditempati kaliyan sing nggadah griyo, ageng
niku pak, wong nggarap e mawon setengah tahunan lebih kulo riyin.
Hahaha, ah nopo to pak njenengan niki, la kulo dangu mboten
ketingal nggih krono sibuk nggarap niko, lek e masalah rabi maleh
niku nggih mboten pak, mboten sanggup pun kulo

(IND) Pak Rud: Aamiin, iya pak terimakasih, Oh proyek yang dulu sudah lama
diselesaikan pak, sekarang sudah ditempati sama yang punya rumah,
besar itu pak rumahnya, saya mengerjakan saja lebih dari setengah
tahun. Hahaha, ah bapak ini bisa saja, la saya kan lama tidak terlihat
karena sibuk mengerjakan proyek itu, kalau masalah menikah lagi itu
tidak pak, tidak sanggup saya

Percakapan diatas melibatkan tiga orang yaitu Tamu (Pak Rudy), Putri Pak
Wid, Pak Wid yang terjadi di rumah Pak Wid. Pak Rudy berasal dari kelas sosial
rendah, beliau bekerja sebagai seorang pekerja bangunan, Pak Wid berasal dari
kelas sosial menengah, berprofesi sebagai pegawai pemerintahan Kabupaten
Malang. Latar belakang pendidikan antara Pak Wid dan Pak Rudy berbeda, jika
Pak Rudy hanya seorang lulusan SMP, Pak Wid memiliki pendidikan terakhir
sarjana yang bekerja di instansi kedinasan kabupaten Malang. Pada kasus tersebut
tampak perbedaan kelas sosial yang cukup jelas antara Pak Rudy dan Pak Wid,
sehingga hal ini juga menyebabkan adanya variasi ragam bahasa yang digunakan
oleh kedua orang tersebut.

Karena Pak Rudy berasal dari kelas sosial bawah dan pada saat itu
berkomunikasi dengan Pak Wid yang memiliki kelas sosial yang lebih tinggi
maka bahasa yang digunakan oleh Pak Rudy menggunakan ragam bahasa Jawa
halus, sebagai upaya untuk menghormati posisi dan kelas sosial yang lebih tinggi
dimiliki oleh Pak Wid. Walaupun keduanya memiliki perbedaan usia yang tak
jauh namun tetap Pak Rudy menghargai Pak Wid yang memiliki profesi serta
latar belakang pendidikan dan kelas sosial yang lebih tinggi. Pernyataan Pak Wid
yang meyatakan bahwa Pak Rudy sudah lama tidak terlihat apakah menikah lagi
diatas seolah-olah adalah menghina Pak Rudy, tetapi sebenarnya itu adalah
menunjukan keakraban antara keduanya, karena secara kelas sosial dan latar
belakang pendidikan adalah berbeda antara Pak Rudy dan Pak Wid. Walaupun
konteks bercanda tidak mungkin Pak Rudy akan melontarkan guyonan seperti
misalnya ‘’nikah lagi’’ kepada Pak Wid karena perbedaan kelas sosial tersebut.
Hal ini sekaligus menunjukkan adanya kedekatan dan hubungan yang erat antara
keduanya.

Data 5

Konteks: Ceramah pada Sholat Jumat

Bahasa : Indonesia

Situasi : Formal

Lokasi : Masjid komplek perumahan

Partisipan: Ustadz

Percakapan:

Ustadz: Hadirin sidang jama’ah shalat Jum’at yang dirahmati Allah SWT

Hari ini kita dihadapkan pada suatu masa, ketika harta, kedudukan, serta pujian
manusia menjadi ukuran kemuliaan dan ketinggian seseorang di hadapan yang
lain. Bahwa orang hebat adalah yang terkenal dan namanya sering disebut di
mana-mana, orang sukses adalah orang yang punya kedudukan serta jabatan
tinggi. Orang besar adalah mereka yang selalu bekecukupan harta dan hidup
tanpa kesusahan, serta seabrek indikator-indikator ‘palsu’ dimunculkan untuk
merusak pemahaman manusia tentang makna kesuksesan dan kemuliaan.
Supaya manusia tertipu dan lupa pada hakikat ketinggian dan kemuliaan yang
sebenarnya, yakni ketaqwaan dan ketaatan kepada Allah.

Pada potongan ceramah diatas, ustadz menyampaikan ceramahnya menggunakan


bahasa Indonesia, hal ini karena Ustadz menyesuaikan jamaahnya yaitu sebagian besar
adalag warga komplek perumahan yang memiliki latar belakang pendidikan yang
tinggi (sarjana) dan juga mayoritas warga perumahan memiliki latar belakang kelas
sosial kelas menengah keatas sehingga tidak ada kesulitan jika disajikan ceramah
berbahasa Indonesia secara baku dalam situasi yang formal. Karena semakin tinggi
kelas sosial yang dimiliki seseorang dan semakin tinggi latar belakang pendidikan
seseorang maka seseorang dapat dengan mudah menerima bahasa Indonesia yang
mungkin ada beberapa kalangan masyarakat yang kurang mampu menerima bahasa
Indonesia secara utuh.

Data 6

Konteks: Ceramah pada Sholat Jumat

Bahasa : Jawa

Situasi : Formal

Lokasi : Masjid perkampungan Sonotengah

Partisipan: Ustadz

Percakapan:

(JW) Ustadz: Perlu kito mangertosi bilih sedoyo kemaksiyatan engkang timbul sakeng
awak kito meniko, mboten wonten sanesipun kejawi dipun sebabaken
keranten kito ridlo dateng bujukanipun hawa nafsu. Pramilo bejo sanget
tiyang engkang purun nglatih manahipun, purun mengingkari setiap
pangridu hawa nafsunipun, sehinggo engkang medal saking tindak
lampahipun namung ketaatan dateng Allah SWT lan amal-amal
kesaenan. Tiang engkang purun melawan hawa nafsunipun meniko bade
tansah imut dateng ngerso dalem Allah SWT, kabikak peningal atinipun
dateng Sifat-sifat kebesaran Allah SWT, hinggo saget manggihi dateng
ketentreman gesang ing nduyonipun langkung-langkung mbenjeng ing
akhirotipun.

(IND) Ustadz: Perlu kita ketahui bahwa semua kemaksiatan yang timbul dari diri kita
ini semua disebabkan karena kita selalu mengikuti bujukan hawa nafsu
kita. Maka sangat beruntung, orang yang mau melatih dirinya dan hawa
nafsunya untuk tidak selalu mengikuti hawa nafsu dan ajakan setan.
Sehingga yang nampak dari orang tersebut adalah semua bentuk
ketaatan kepada Allah SWT dan semua amal-amal kebaikan. Orang
yang mau dan mampu melawan hawa nafsunya tersebut selalu ingat
dengan Allah SWT, terbuka pintu hatinya mengenai sifat-sifat
kebesaran Allah SWT, hingga mampu menemukan ketentraman,
kebahagiaan dan kedamaian dalam hidupnya baik di dunia maupun di
akhirat
Pada potongan ceramah diatas, ustadz menyampaikan ceramahnya menggunakan
bahasa Jawa, hal ini karena Ustadz menyesuaikan jamaahnya yaitu sebagian besar
adalah warga perkampungan Sonotengah yang memiliki latar belakang pendidikan
yang rendah dan juga mayoritas warga perkampungan memiliki latar belakang kelas
sosial kelas menengah kebawah sehingga ada kesulitan jika disajikan ceramah
berbahasa Indonesia secara baku dalam situasi yang formal. Maka dari itu ustadz dalam
penyampaiannya menggunakan bahasa Jawa karena lebih mudah dipahami oleh warga
perkampungan. Karena semakin rendah kelas sosial yang dimiliki seseorang dan
semakin rendah latar belakang pendidikan seseorang maka seseorang kurang mampu
dengan mudah menerima bahasa Indonesia yang mungkin ada beberapa kalangan
masyarakat yang kurang mampu menerima bahasa Indonesia secara utuh.
Data 7

Konteks: Penutupan pengajian

Bahasa : Jawa

Situasi : Formal

Lokasi : Rumah salah satu warga di perkampungan Sonotengah

Partisipan: Ustadz

Percakapan:

(JW) Ustadz: Maturnuwun kerono ndalu niki jamaah pengajian RT 62 dipunaturaken


lan disumangga’aken dateng griyane Pak Siswoyo. Mugi-mugi saking
pengajian niki kito saget berubah dados tiyang ingkang luwih becik
daripada sa’dherenge, luwih taat marang gusti Allah, luwih istiqomah
kanti njalani ibadah wajib lan sunnah ingkang kito kerja’aken. Kulo
mewakili sedoyo jamaah pengajian RT 62 sepindah maleh ngaturaken
banyak terima kasih dateng pak Siswoyo, menawi enten kaluputan
saking kulo maupun saking jamaah lintune kulo nyuwun ngapunten
sa’kathahe dhumateng pak Siswoyo lan keluarga. Akiruu kalam
Wassalamu’alaikum.Wr.Wb

(IND) Ustadz: Terimakasih karena pada malam hari ini jamaah pengajian RT 62
dipersilahkan untuk mengaji di rumah Pak Siswoyo. Semoga dari
pengajian ini kita bisa berubah menjadi sosok yang lebih baik daripada
sebelumnya, lebih taat kepada Allah SWT, lebih istiqomah dalam
menjalani ibadah wajib dan sunnah yang kita kerjakan. Saya mewakili
semua jamaah pengajian RT 62 sekali lagi mengucapkan banyak
terima kasih kepada Pak Siswoyo, jika ada kesalahan dari saya maupun
dari jamaah lainnya, saya mohon maaf sebanyak-banyaknya kepada
Pak Siswoyo dan keluarga. Akhiruu kalam
Wassalamu’alaikum.Wr.Wb
Dalam kutipan penutupan ceramah yang disampaikan oleh ustadz diatas, beliau
menggunakan ragam bahasa Jawa halus karena menyesuaikan kondisi jamaah yang
masih banyak berasal dari kelas sosial yang rendah serta berpendidikan rendah,
walaupun ustadz tersebut tergolong dalam golongan menengah, beliau tetap
menggunakan ragam bahasa Jawa halus untuk menghormati jamaah golongan kelas
sosial yang lebih rendah dan menghormati jamaah dari golongan kelas sosial atas.
Alasan dipilihnya bahasa Jawa halus adalah agar semua kalangan yang mendengarkan
mampu memahami isi pembicaraan yang disampaikan oleh ustadz, sebab jika ustadz
menyampaikan dengan menggunakan bahasa Indonesia maka banyak masyarakat
kelas sosial bawah yang kurang mampu memahami secara utuh terhadap apa yang
disampaikan oleh ustadz.

Data 8

Konteks: Pembicaraan ketika rapat RT

Bahasa : Jawa

Situasi : Formal

Lokasi : Rumah penduduk perkampungan Sonotengah

Partisipan: Warga 1, Warga 2, sekretaris RT

Percakapan:

(JW) Warga 1: Yo’nopo Pak Edy, niku wingi sonten pas panjenengan rapat kaliyan
Pak Kades nopo akhire keputusan e saking Pak Kades?

(IND) Warga 1: Bagaimana Pak Edy, itu kemarin sore ketika Anda rapat dengan Pak
Kades (Kepala Desa) bagaimana keputusan akhir dari pak Kades?

(JW) Sekretaris RT: Oh, niku wingi pas rapat kaliyan Pak Kades, akhire Pak Kades e
menyepakati bahwa bersih desa ne badene dilaksanakan kinten-
kinten nggih akhir bulan ngajeng pak, sekalian ngrantos
sedanten e siap riyin. Niki mangke nggih badene melibatkan
semua elemen warga, termasuk mangke adik-adik saking karang
taruna badene diajak dados panitia bersih desa

(IND) Sekretaris RT: Oh itu kemarin waktu rapat dengan Pak Kades, akhirnya Pak
Kades menyepakati bahwa bersih desa nya akan dilaksanakan
kira-kira akhir bulan depan pak, sekalian menunggu semuanya
siap dahulu. Ini nantinya juga akan melibatkan semua elemen
warga, termasuk nanti adik-adik karang taruna akan diajak
menjadi panitia bersih desa.

Percakapan diatas terjadi di suatu rumah warga di wilayah perkampungan


Sonotengah, saat itu sedang membicarakan mengenai keputusan yang diambil
oleh kepala desa dan perangkat desa mengenai keputusan bersih desa. Terlihat
bahasa yang digunakan oleh kedua partisipan menggunakan bahasa Jawa halus
karena kedua partisipan berasal dari kelas sosial yang sama, kedua partisipan
menggunakan bahasa Jawa halus walaupun sedang berada di forum yang resmi,
hal ini karena apabila kedua partisipan menggunakan bahasa Jawa kasar maka
kurang baik didengar apabila dalam forum yang resmi seperti rapat RT. Hal ini
karena kedua partisipan sama-sama menghargai walaupun berada dalam status
dan kelas sosial yang sama.

Data 9

Konteks: Membeli sayur di pagi hari

Bahasa : Jawa

Situasi : Informal

Lokasi : Jalanan komplek perumahan

Partisipan: Penjual sayur dan pembeli


Percakapan:

(JW) Pembeli: Mas, wortel e sekilo ya, tapi sing apik lo ya, ojo koyo sing wingi maneh,
nek sampek koyo wingi neh ora tuku maneh aku sesok

(IND) Pembeli: Mas, wortelnya sekilo ya, tapi yang bagus loh ya, jangan seperti yang
kemarin lagi, kalau sampai seperti kemarin lagi, besok saya tidak beli
lagi

(JW) Penjual: Walah, nggih-nggih buk, sae-sae kok dinten niki stock e, la sing
kolowingi nopo’o bu? Mboten sae ta?

(IND) Penjual: Wah, iya-iya bu, bagus-bagus kok persediaan hari ini, la yang kemarin
kenapa bu? Tidak bagus ya?

(JW) Pembeli: Iyo e mas, elek-elek wortel e sing wingi iku, koyo sampean haha

(IND) Pembeli: Iya mas, jelek-jelek wortel e yang kemarin itu, seperti Anda haha

(JW) Penjual: Loh, kulo elek-elek o ngeten niki buk, saben enjing kulo niki dikelilingi
ibu-ibu cantik komplek perumahan niki kok bu, kurang nopo malih kulo?

(IND) Penjual: Loh, saya biarpun jelek begini bu, setiap pagi saya dikelilingi ibu-ibu
cantik komplek perumahan ini kok bu, kurang apalagi saya?

(JW) Pembeli: Pancet ae guyonanmu iku mas-mas, yowes ndi kene wortel e awas lek
ga apik

(IND) Pembeli: Tetap saja bercandamu itu mas-mas, yasudah mana sini wortelnya,
awas kalau tidak bagus lagi

Percakapan diatas terjadi di wilayah komplek perumahan, partisipan yang terlibat


dalam percakapan diatas adalah pedagang sayur dan pembeli yang merupakan warga
komplek perumahan. Terlihat bahasa yang digunakan antara keduanya memiliki
perbedaan, pembeli menggunakan bahasa Jawa kasar, hal ini karena pembeli berasal
dari kelas sosial atas yang saat itu sedang berbicara dengan seorang pedagang sayur
yang memiliki kelas sosial bawah, pedagang sayur menggunakan bahasa Jawa halus,
hal ini karena pedagang sayur menghargai pembeli yang berasal dari kelas sosial atas,
apabila pedagang menggunakan bahasa Jawa kasar maka dapat diartikan kurang
mengakui posisi dan kelas sosial yang dimiliki oleh pembeli. Hal ini wajar karena
seseorang yang memiliki kelas sosial, latar belakang pendidikan, dan usia yang berbeda
maka akan menggunakan bahasa yang baik ketika berkomunikasi dengan seseorang
yang memiliki status sosial, maupun usia yang lebih tinggi. Terlihat dalam
pembicaraan pedagang sayur sempat bercanda dengan pembeli ‘’ Loh, kulo elek-elek o
ngeten niki buk, saben enjing kulo niki dikelilingi ibu-ibu cantik komplek perumahan
niki kok bu, kurang nopo malih kulo?’’ Hal ini bertujuan agar meningkatkan keakraban
antara penjual dan pembeli

Data 10

Konteks: Membicarakan mengenai padi di sawah

Bahasa : Jawa

Situasi : Informal

Lokasi : Sawah Sonotengah

Partisipan: Petani dan warga

Percakapan:

(JW) Warga: Niki pari ne pari organik to pak?

(IND) Warga: Ini padinya apakah padi organik pak?

(JW) Petani: Nggih mas, niki organik, soale lek e ndamel obat sing awis niku mboten
nutut biaya tandur e

(IND) Petani: Iya mas, ini padi organik, soalnya kalau pakai obat yang mahal itu tidak
mencukupi biaya tanam nya
(JW) Warga: Oh nggih-nggih pak, tapi malah sae loh pak nek e organik ngeten, mboten
mengandung pestisida, obat-obatan pari niko, soale niku lek e jangka
panjang juga mboten sae

(IND) Warga: Oh, iya pak, tapi malah bagus loh pak kalau padi organik ini, tidak
mengandung pestisida dan obat-obatan padi itu, karena itu kalau sudah
jangka panjang juga tidak bagus efeknya

(JW) Petani: La, nggih mas leres, wong ngeten mawon nggih pun cukup kathah kok
hasil panenan kulo, sing penting disyukuri mawon

(IND) Petani: La, iya mas benar, begini saja hasil panen saya sudah cukup banyak kok,
yang penting disyukuri saja mas

Percakapan diatas terjadi di sawah, dan seorang pemuda dengan petani terlibat
percakapan sebuah padi organic yang sedang ditanam oleh petani setempat. Antara
petani dan warga tersebut sama-sama menggunakan bahasa Jawa halus, hal ini
disebabkan karena warga menghormati petani yang berusia jauh diatas warga tersebut,
sedangkan petani menggunakan bahasa Jawa halus juga karena menghormati seorang
warga yang kebetulan dia seorang putra dari keluarga yang memiliki kelas sosial diatas
petani tersebut, walaupun usia antara pemuda dengan petani tersebut jauh berbeda, usia
petani tersebut 60 tahun, sedangkan warga yang berbicara berusia 21 tahun, tetapi
adanya perbedaan kelas sosial mengharuskan petani tersebut menggunakan bahasa yang
halus, walaupun sedang berbicara dengan seseorang yang memiliki usia jauh dibawah
petani tersebut. Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa kelas sosial berlaku untuk satu
keluarga, jika seorang kepala keluarga berasal dari kelas sosial yang tinggi, maka satu
keluarga antara bapak, ibu, hingga anak mendapat perlakuan yang sama didepan warga.
Jika berasal dari kelas sosial yang tinggi maka seluruh anggota keluarga dihargai
didepan masyarakat, walaupun usianya terpaut jauh dibawah petani tersebut. Ditemukan
istilah khusus dalam bidang pertanian yang meliputi kosakata pari, organik, tandur,
pestisida, panen
SIMPULAN

Sosiolinguistik adalah ilmu tentang bagaimana bahasa dipengaruhi oleh


perbedaan-perbedaan dalam kelas sosial, dan wilayah. Pernyataan tersebut
menerangkan bahwa bahasa dapat dipengaruhi dengan adanya perbedaan kelas sosial
dalam masyarakat, dalam masyarakat kelas sosial dapat dibedakan karena tingkat
pendidikan atau ekonominya. Bahasa dan kelas sosial memiliki hubungan yang erat
dan tak terpisahkan, dari beberapa data diatas dapat membuktikan bahwa hubungan
antara bahasa dan kelas sosial cukup berkaitan.

Ketika masyarakat yang memiliki kelas sosial bawah dan berbicara dengan
seseorang yang memiliki kelas sosial diatas, maka sudah pasti yang berasal dari kelas
sosial bawah menggunakan bahasa yang halus ketika berbicara dengan seseorang
dengan kelas sosial. Sebaliknya masyarakat yang berasal dari kelas sosial yang lebih
tinggi berbicara dengan masyarakat kelas sosial yang lebih rendah maka menggunakan
variasi bahasa ragam bahasa kasar. Bahasa tidak hanya berkaitan dengan kelas sosial
saja, tetapi juga berhubungan dengan usia, gender, ekonomi, bahkan berhubungan
denga nasal geografis seseorang. Satu contoh apabila kita berkomunikasi dengan
seseorang yang lebih tua maka akan menggunakan ragam bahasa halus untuk
menghargai seseorang yang berusia diatas kita.

Dalam kasus diatas masyarakat yang memiliki kelas sosial yang tinggi berhak
mendapatkan pengakuan dan dihormati oleh masyarakat dari kelas sosial yang rendah,
pengakuan dan penghormatan yang dimaksud adalah dalam bentuk ragam bahasa yang
digunakan ketika berkomunikasi dengan kelas sosial yang lebih tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

Amalia, Dewi. 2012. ‘’Variasi Bahasa Dalam Interaksi Sosial Warga Dukuh Ngares,
Desa Kadireso, Kecamatan Teras, Kabupaten Boyolali (Kajian Sosiolinguistik)’’.
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Surakarta.
Aslinda dan Leni Syafyahya. 2010. Pengantar Sosiolinguistik. Bandung: Refika
Aditama.

Chaer, Abdul dan Leoni Agustina. 1995. Sosiolinguistik : Suatu Pengantar. Jakarta :
Rineka Cipta.
Kartomihardjo, S. 1988. Bahasa Cermin Kehidupan Masyarakat. Jakarta: Depdikbud.
Nababan, P.W.J. 1984. Sosiolinguistik Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama.
Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta
Wacana University Press.

Sumarsono. 2013. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Penerbit SABDA.


Muhandis. Relasi Bahasa Arab dengan Strata Sosial Masyarakat dan Implikasinya
terhadap Kehidupan Sosial, Ekonomi, Politik, dan Agama (Kajian Sosiolinguistik
Pada Masyarakat Tutur Arab Keturunan di Kelurahan Kauman Pekalongan
Timur). STAIN Pekalongan. 2013.

Anda mungkin juga menyukai