disusun oleh
2018
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian bahasa dan kelas sosial?
2. Bagaimana proses bahasa dan kelas sosial ?
3. Apa sajakah teori-teori yang berkenaan dengan bahasa dan kelas sosial ?
1.3 Tujuan
1. Mendeskripsikan kelas sosial.
2. Dapat mengetahui proses bahasa dan kelas sosial.
3. Untuk mengetahui berbagai teori yang berkenaan dengan bahasa dan kelas sosial.
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Bahasa
Bahasa merupakan hal penting dalam kehidupan masyarakat sebagai alat komunikasi,
kenyataan di era sekarang semua ahli yang bergerak di bidang pengetahuan semakin
memperdalam diri dalam bidang teori bahasa dan praktek bahasa. Semua orang menyadari
bahwa interaksi dan segala macam kegiatan dalam masyarakat akan lumpuh tampa bahasa.
Begitu pula melalui bahasa, kebudayaan suatu bangsa dapat dibentuk, dibina, dan
dikembangkan serta dapat diturunkan kepada generasi mendatang. Komunikasi melalui
bahasa memungkinkan seriap orang dapat menyesuaikan dirinya dengan lingkungan fisik dan
lingkungan sosialnya, kebudayaan serta latar belakangnya masing-masing.
Berikut pengertian bahasa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) edisi IV
(2014:116), dituliskan bahwa:
1) Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh anggota satu
masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasi diri.
2) Bahasa merupakan percakapan (perkataan) yang baik, sopan santun.
(Ritonga, 1:2012) Bahasa adalah alat komunikasi antar masyarakat berupa lambang
bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Pengertian bahasa itu meliputi dua bidang.
Pertama, bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap dan arti atau makna yang tersirat dalam arus
bunyi itu sendiri. Bunyi itu merupakan getaran yang merangsang alat pendengaran kita.
Kedua, arti atau makna, yaitu isi yang terkandung di dalam arus bunyi yang menyebabkan
adanya reaksi terhadap hal yang kita dengar. Untuk selanjutnya, arus bunyi itu disebut
dengan arus ujaran.
Pandangan muncul dari linguistik struktural dengan tokoh Bloomflied (Sumarsono &
Paina Partana 2002:18) bahasa adalah sistem lambang berupa bunyi yang bersifat sewenang-
wenang (arbiter) yang dipakai oleh anggota-anggota masyarakat untuk saling berhubungan
dan berinteraksi. Sedangkan, sosiolinguistik memandang bahasa sebagai tingkah laku sosial
(social behavior) yang dipakai dalam komunikasi. Karena masyarakat itu terdiri dari
individu-individu, masyarakat, secara keseluruhan dan individu saling mempengaruhi dan
saling bergantung. Bahasa sebagai milik masyarakat juga tersimpan dalam diri masing-
4
masing individu. Setiap individu dapat bertingkah laku dalam wujud bahasa, dan tingkah laku
bahasa individual ini dapat berpengaruh luas pada anggota masyarakat bahasa yang lain.
Kategori kelas sosial biasanya disusun dalam hierarki, yang berkisar dari status yang
rendah sampai yang tinggi. Dengan demikian, para anggota kelas sosial tertentu merasa para
anggota kelas sosial lainnya mempunyai status yang lebih tinggi maupun lebih rendah dari
pada mereka. Tangson juga mengatakan bahwa dalam setiap aspek kelas sosial biasanya
memiliki karakter sosial dan variasi bahasa tertentu. Kelas sosial merupakan pembedaan
anggota masyarakat ke dalam suatu tingkatan status kelas yang memiliki perbedaan.
Berdasarkan beberapa pengertian kelas sosial di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
kelas sosial merupakan penggolongan/pembedaan kedudukan antar masyarakat ke dalam
hierarki atau kelas-kelas tertentu yang dalam tiap anggota sekelasnya didasari atas kesamaan
kedudukan kekuasaan (politik), pendapatan (ekonomi), pekerjaan (profesi), pendidikan
(pengetahuan), dan sebagainya.
5
2.3 Ragam Bahasa Kelas Sosial
Ragam bahasa kelas bawah di Amerika, berbicara dalam bahasa Inggris non-baku,
dengan ciri-ciri tertentu. Ragam bahasanya boleh dikatakan merupakan dialek sosial
tersendiri. Jika anggota dari kelas bawah ini masuk ke perguruan tinggi menjadi mahasiswa,
dia segera meninggalkan dialek sosialnya, menggantikannya dengan bahasa Inggris ragam
baku yang memang biasa dipakai di kalangan universitas dan kalangan akademis.
Situasi pada ragam kelas sosial, berbeda. Anggota masyarakat (speech community)
dari suatu dialek sosial tertentu tetap berkumpul dengan anggota masyarakat tutur dari dialek-
dialek sosial yang lain di dalam suatu wilayah tertentu. Tetapi kedekatan ini tidak selalu
membawa kedekatan bentuk bahasa bahkan perbedaan bentuk bahasa dalam kelas sosial yang
satu dengan kelas sosial yang lain sangat jauh berbeda, lebih jauh dari perbedaan yang ada
pada dua dialek regional. Contoh yang cukup menonjol adalah ragam bahasa di Bali yang
mengenal lapisan masyarakat (social stratification) dalam bentuk kasta.
6
melukiskan misalnya “tutur kota New York” yang berpenduduk 8 juta lebih. Yang secara
tepat diacu “tutur New York”.
Tahun 1966, William Labov menerbitkan hasil penelitiannya yang luas tentang tutur
kota New York, berjudul The Social Stratification of English in New York City (lapisan
sosial Bahasa Inggris di Kota New York). Ia mengadakan wawancara yang direkam, tidak
dengan sejumlah kecil informan, hanya terdiri dari 340 orang. Dengan ini Lobov
memasukkan metode sosiologi ke dalam penelitiannya. Sosiologi menggunakan metode
pengukuran kuantitatif dengan jumlah besar, dan dengan metode sampling.
Labov, dalam penelitiannya membuktikan bahwa seseorang individu dari kelas sosial
tertentu, umur tertentu, jenis kelamin tertentu akan menggunakan variasi bentuk tertentu
sekian kali atau sekian persen dan dalam suatu situasi tertentu.
7
mandiri. Kode ini juga bebas konteks, artinya tidak bergantung pada cirri-ciri konteks
ekstralinguistik atau nonkebahasaan, seperti air muka, manakala menyampaikan makna kode
itu. Secara kebahasaan ia mempunyai ciri antara lain: penggunaan klausa bawahan
(subordinate clause) atau anak kalimat, kata kerja pasif, ajektif, adverbial, serta kata sambung
yang tidak lazim, penggunaan kata ganti “i-saya” dalam jumlah yang cukup tinggi. Pada
intinya mengacu kepada ragam bahasa yang “bermutu”. Bermutu dalam arti bahasa yang
digunakan oleh penutur dengan kode terperinci dimana bahasa yang digunakan dalam
berkomunikasi komplek, panjang dan dan banyak pembendaharaan kata, sehingga hal yang
ingin disampaikan kepada lawan bicara dapat dipahami dengan baik.
8
2.7 Hipotesis Sapir-Whorf
Edward Sapir dan Benjamin Lee Whorf adalah ahli linguistic yang mempunyai
hipotesis kira-kira berbunyi demikian: Bahasa ibu (native language;mother tongue) seorang
penutur membentuk kategori-kategori, yang bertindak sebagai jenis jeruji (kisi-kisi). Melalui
kisi-kisi itu si penutur melihat “dunia luar” (dunia diluar dirinya). Karena “penglihatan” si
penutur terhalang oleh kisi-kisi, pandangan nya kedunia luar menjadi seolah-olah diatur oleh
kisi-kisi itu.
1) Ada banyak contoh, lingkungan fisik tempat suatu masyarakat hidup dapat dicerminkan
dalam bahasanya. Artinya, lingkungan dapat mempemgaruhi bahasa masyarakat itu, biasanya
dalam hal leksikon atau perbendaharaan katanya. Bahasa Eskimo (dikutub utara) penuh
dengan kata-kata yang berkisar tentang salju. Perbedaan halus antara berbagai jenis salju bagi
9
orang Eskimo adalah esensial karena mereka tinggal dikutub utara. Orang arab mampu
mngadakan pembedaan halus tentang unta. Orang jawa atau bali mampu mengadakan
pembedaan terperinci tentang padi, dan hal itu tercermin dalam bahasanya. Bahasa inggris
penuh dengan kata-kata gandum, anggur, minuman keras. Jadi kalau orang amerika yang
berbahsa ibu bahasa inggris tidak mampu mengadakan pembedaan terperinci tentang padi
tidaklah berarti mereka bodoh. Begitu pula jika orang Indonesia tidak mampu mengadakan
pembedaan terperinci tentang keju seperti orang belanda atau tense dalam bahsa inggris, tidak
berarti orang Indonesia lebih bodoh daripada orang belanda atau inggris. Lingkunganlah yang
menyebabkan kosa kata dua bahasa berbeda, dan perbedaan itu tidak ada hubungannya
dengan kemampuan otak. Banyak orang Indonesia yang pandai tetapi tidak bisa bahasa
inggris, dan banyak orang inggris yang bodoh meski pintar berbahasa inggris.
2) Lingkungan sosial dapat juga dicerminkan dalam bahasa dan sering dapat berpengaruh
pada struktur kosa kata. Misalnya sistem kekeluargaan atau kekerabatan orang Amerika
berbeda dengan sistem kekeluargaan orang-orang dari berbagai suku di Indonesia. Dan ini
tercermin dalam kosakata nya. Orang Amerika mempunyai family yang padanya dalam
bahasa Indonesia adalah keluarga. Tetapi, family hanya mencakup “suami, istri, plus anak-
anaknya”, sedangkan keluarga bisa mencakup orang-orang diluar suami, istri, dan anak-anak.
Istilah-istilah dalam kekerabatan juga bisa berbeda. Untuk itu kita kenali dulu dua
istilah penting yang dikenal dalam ilmu antrophologi, yaitu : term of reference (istilah
kekerabatan) dan term of address (kata sapaan). Istilah pertama mengacu pada kata-kata yang
menunjuk atau mengacu pada hubungan kekeluargaan, misalnya kakak, adik, bapak, bibi,
ipar, misan. Istilah kedua mengacu kepada bagaimana kita menyapa atau memanggil orang-
orang sekeluarga itu. Misalnya, “bi” adalah sapaan untuk bibi. Begitulah orang inggris
merasa perlu membedakan jenis kelamin pada tingkatan anak, sehingga ada son (anak laki-
laki) - daughter (anak perempuan), yang dalam bahasa Melayu dan Jawa hanya disatukan
dalam istilah Anak. Orang inggris mengenal brother (saudara laki-laki) dan sister (saudara
perempuan). Untuk saudara kandung itu bahasa melayu mengenal perbedaan jenis kelamin
yaitu abang dan kakak, tetapi untuk saudara kandung yang lebih muda hanya ada adik tampa
pembedaan jenis. Bagi orang inggris ayah dari ayah digolongkan ayah juga; ada father “ayah”
dan grandfather “kakek”. Orang Indonesia membedakan ayah dan kakek. Orang jawa
membedakan pakde., untuk semua saudara laki-laki yang lebih tua dari bapak dan dari ibu,
dan paklik untuk semua saudara laki-laki yang lebih muda dari bapak dan ibu. Sementara
10
orang melayu mencakup semua itu, dalam satu istilah “paman”. Orang inggris menyapa anak-
anaknya dengan nama anak itu; orang jawa memanggil dengan nama anak atau le, nang
(untuk laki-laki) dan wuk, nduk (untuk anak perempuan); orang bali memanggil dengan de
(dari gede), dek (dari kadek), man (nyoman), tut (dari ketut) sesuai dari urutan kelahiran
anaknya.
3) Adanya lapisan masyarakat feodal dan kasta minumbulkan pengaruh dalam bahasa.
Akibat adanya sistem feodal pada beberapa suku di indonesia dan sistem kasta masyarakat
Bali pada zaman dulu, maka dalam masyarakat muncul perjenjangan dalam bahasa. Ini
menyebabkan orang Amerika megalami “kesulitan” dalam memahami dan mempelajari
bahasa itu, karena orang Amerika tidak mengenal jenjang itu.
4) Di samping lingkungan dan struktur sosial, nilai-nilai masyarakat (sosial value) dapat
berpengaruh pada masyarakat itu. Misalnya menyangkut tingkah laku dalam bahasa tabu.
Tabu menyangkuti tingkah laku yang menurut kepercayaan adikodrati (supernatural)
terlarang, dianggap asusila atau tidak layak. Dalam bahasa, kata yang ditabukan ada, tetapi
jarang digunakan di tempat hal yang umum pada dasarnya. Karena kata-kata tabu jarang
digunakan, digunakanlah kata lain (yang sudah mempunyai makna sendiri) sebagai
pengantinya.
11
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Bahasa adalah sebagai alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa symbol
bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Bahasa dengan kelas sosial sangat dibutuhkan
dalam kehidupan masyarakat, dikarenakan bahasa suatu implementasi komunikasi dalam
berinteraksi, maka kelas sosial merupakan penggolongan/pembedaan kedudukan antar
masyarakat ke dalam hierarki atau kelas-kelas tertentu yang dalam tiap anggota sekelasnya
didasari atas kesamaan kedudukan kekuasaan (politik), pendapatan (ekonomi), pekerjaan
(profesi), pendidikan (pengetahuan).
Ragam bahasa merupakan dialek sosial tersendiri, anggota masyarakat atau guyup
tutur (speech community) dari suatu dialek sosial tertentu tetap berkumpul dengan anggota
masyarakat tutur dari dialek-dialek sosial yang lain di dalam suatu wilayah tertentu.
Labov, dalam penelitiannya membuktikan bahwa seseorang individu dari kelas sosial
tertentu, umur tertentu, jenis kelamin tertentu akan menggunakan variasi bentuk tertentu
sekian kali dalam suatu situasi tertentu. Selanjutnya Bernstein mengemukakan anggapan
dasar tentang dua ragam bahasa penutur yang disebut kode terurai/elaborated code
(cenderung digunakan dalam situasi formal) dan kode terbatas/restricted code (cenderung
digunakan dalam situasi informal). Karena pada proses pendidikan kode terurai lebih sering
digunakan, penutur yang biasa menggunakan kode terbatas (contohnya kelas buruh) akan
mengalami kesulitan dan berpengaruh pada daya kognisi (atau hasil belajar). Ketika Sapir-
Whorf menyatakan “pandangan manusia tentang lingkungannya dapat ditentukan oleh
bahasanya”, pendapat ini mendapat beberapa bukti sanggahan yaitu: lingkungan fisik tempat
suatu masyarakat hidup dapat dicerminkan dalam bahasanya; lingkungan sosial dapat juga
dicerminkan dalam bahasa dan sering dapat berpengaruh pada struktur kosakata; adanya
lapisan masyarakat feodal dan kasta minumbulkan pengaruh dalam bahasa: lingkungan dan
struktur sosial, nilai-nilai masyarakat dapat berpengaruh pada masyarakat.
12
DAFTAR PUSTAKA
13