Anda di halaman 1dari 13

BAHASA DAN KELAS SOSIAL

disusun oleh

Muhammad Darwis 1806202010005

Dosen Pembimbing : Dr. Mohd. Harun, M.Pd.


Dr. Drs. Razali, M.Pd.

PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA

UNIVERSITAS SYIAH KUALA

DARUSSALAM, BANDA ACEH

2018

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manusia merupakan mahluk sosial yang selalu berkembang dari segala hal. Dinamika
ini menyebabkan terciptanya berbagai perubahan dalam tiap aspek kehidupan manusia,
termasuk tataran sosial. Perkembangan yang terjadi di masyarakat; kebudayaan, teknologi
bahkan agama, telah menuntun manusia untuk membentuk kelompok-kelompok kelas sosial
tertentu. Kelas sosial yang tebentuk ini, membutuhkan identitas kelompok agar memiliki
perbedaan dengan kelas sosial yang lain. Kebutuhan ini menyebabkan adanya upaya untuk
menjadi berbeda, termasuk dalam penggunaan bahasa. Tiap kelas sosial berusaha untuk
menjadi berbeda dengan kelas sosial yang lain melalui penggunaan bahasa.
Bahasa merupakan alat komunikasi yang berbentuk lisan dan tulisan yang
dipergunakan oleh individu maupun masyarakat. Tanpa ada bahasa berarti tidak ada
masyarakat dan tidak ada pergaulan. Sifat-sifat masyarakat terutama dapat dipelajari dari
bahasanya, yang memang menyatakan sesuatu yang hidup dalam masyarakat tersebut
(Kailani, 2001:76).
Sumarsono dan Paina (2004:19) masyarakat itu terdiri dari individu-individu, secara
keseluruhan individu saling mempengaruhi dan saling bergantung, maka bahasa yang sebagai
milik masyarakat juga tersimpan dalam diri masing-masing individu. Setiap individu dapat
bertingkah laku dalam wujud bahasa, dan tingkah laku bahasa individual dapat berpengaruh
luas pada anggota masyarakat bahasa lain. Oleh karena itu, individu tetap terikat pada aturan
permainan yang berlaku bagi semua anggota masyarakat.
Bahasa berfungsi di tengah masyarakat dan berupaya menjelaskan kemampuan
manusia menggunakan aturan-aturan berbahasa secara tepat dalam situasi yang bervariasi.
Manusia merupakan makhluk sosial, manusia melakukan interaksi, bekerja sama, dan
menjalin kontak sosial di dalam masyarakat. Dalam melakukan hal tersebut, manusia
membutuhkan sebuah alat komunikasi yang berupa bahasa.

2
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian bahasa dan kelas sosial?
2. Bagaimana proses bahasa dan kelas sosial ?
3. Apa sajakah teori-teori yang berkenaan dengan bahasa dan kelas sosial ?

1.3 Tujuan
1. Mendeskripsikan kelas sosial.
2. Dapat mengetahui proses bahasa dan kelas sosial.
3. Untuk mengetahui berbagai teori yang berkenaan dengan bahasa dan kelas sosial.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Bahasa
Bahasa merupakan hal penting dalam kehidupan masyarakat sebagai alat komunikasi,
kenyataan di era sekarang semua ahli yang bergerak di bidang pengetahuan semakin
memperdalam diri dalam bidang teori bahasa dan praktek bahasa. Semua orang menyadari
bahwa interaksi dan segala macam kegiatan dalam masyarakat akan lumpuh tampa bahasa.
Begitu pula melalui bahasa, kebudayaan suatu bangsa dapat dibentuk, dibina, dan
dikembangkan serta dapat diturunkan kepada generasi mendatang. Komunikasi melalui
bahasa memungkinkan seriap orang dapat menyesuaikan dirinya dengan lingkungan fisik dan
lingkungan sosialnya, kebudayaan serta latar belakangnya masing-masing.

Berikut pengertian bahasa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) edisi IV
(2014:116), dituliskan bahwa:
1) Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh anggota satu
masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasi diri.
2) Bahasa merupakan percakapan (perkataan) yang baik, sopan santun.

(Ritonga, 1:2012) Bahasa adalah alat komunikasi antar masyarakat berupa lambang
bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Pengertian bahasa itu meliputi dua bidang.
Pertama, bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap dan arti atau makna yang tersirat dalam arus
bunyi itu sendiri. Bunyi itu merupakan getaran yang merangsang alat pendengaran kita.
Kedua, arti atau makna, yaitu isi yang terkandung di dalam arus bunyi yang menyebabkan
adanya reaksi terhadap hal yang kita dengar. Untuk selanjutnya, arus bunyi itu disebut
dengan arus ujaran.

Pandangan muncul dari linguistik struktural dengan tokoh Bloomflied (Sumarsono &
Paina Partana 2002:18) bahasa adalah sistem lambang berupa bunyi yang bersifat sewenang-
wenang (arbiter) yang dipakai oleh anggota-anggota masyarakat untuk saling berhubungan
dan berinteraksi. Sedangkan, sosiolinguistik memandang bahasa sebagai tingkah laku sosial
(social behavior) yang dipakai dalam komunikasi. Karena masyarakat itu terdiri dari
individu-individu, masyarakat, secara keseluruhan dan individu saling mempengaruhi dan
saling bergantung. Bahasa sebagai milik masyarakat juga tersimpan dalam diri masing-

4
masing individu. Setiap individu dapat bertingkah laku dalam wujud bahasa, dan tingkah laku
bahasa individual ini dapat berpengaruh luas pada anggota masyarakat bahasa yang lain.

Mengingat pentingnya bahasa sebagai alat komunikasi dan memperhatikan wujud


bahasa itu sendiri, kita dapat membatasi pengertian bahasa adalah sebagai alat komunikasi
antara anggota masyarakat berupa symbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia.

2.2 Pengertian Kelas Sosial


Kelas sosial didefinisikan suatu strata (lapisan) orang-orang yang berkedudukan sama
dalam kontinum (rangkaian kesatuan) status sosial. Kelas sosial ini sebagai pembagian
anggota masyarakat ke dalam suatu hierarki status kelas yang berbeda sehingga para anggota
setiap kelas secara relatif mempunyai status yang sama, dan para anggota kelas lainnya
mempunyai status yang lebih tinggi atau lebih rendah.

Kategori kelas sosial biasanya disusun dalam hierarki, yang berkisar dari status yang
rendah sampai yang tinggi. Dengan demikian, para anggota kelas sosial tertentu merasa para
anggota kelas sosial lainnya mempunyai status yang lebih tinggi maupun lebih rendah dari
pada mereka. Tangson juga mengatakan bahwa dalam setiap aspek kelas sosial biasanya
memiliki karakter sosial dan variasi bahasa tertentu. Kelas sosial merupakan pembedaan
anggota masyarakat ke dalam suatu tingkatan status kelas yang memiliki perbedaan.

Sumarsono (2002:43) kelas sosial mengacu pada golongan masyarakat yang


mempunyai kesamaan tertentu dalam bidang kemasyarakatan seperti ekonomi, pendidikan,
pekerjaan, kedudukan, kasta, dan sebagainya. Sumarsono juga mengatakan kasta biasanya
dianggap sejenis dengan kelas sosial, namun ada perbedaan antara kasta dan kelas sosial,
yaitu pada kasta bersifat tertutup, artinya seseorang tidak boleh seenaknya bebas memasuki
golongan. Sedangkan kelas sosial bersifat terbuka, artinya dalam kelas sosial memungkinkan
adanya mobilitas sosial, yaitu berpindahnya seseorang dari suatu kelas sosial ke kelas sosial
yang lainnya.

Berdasarkan beberapa pengertian kelas sosial di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
kelas sosial merupakan  penggolongan/pembedaan kedudukan antar masyarakat ke dalam
hierarki atau kelas-kelas tertentu yang dalam tiap anggota sekelasnya didasari atas kesamaan
kedudukan kekuasaan (politik), pendapatan (ekonomi), pekerjaan (profesi), pendidikan
(pengetahuan), dan sebagainya.

5
2.3 Ragam Bahasa Kelas Sosial
Ragam bahasa kelas bawah di Amerika, berbicara dalam bahasa Inggris non-baku,
dengan ciri-ciri tertentu. Ragam bahasanya boleh dikatakan merupakan dialek sosial
tersendiri. Jika anggota dari kelas bawah ini masuk ke perguruan tinggi menjadi mahasiswa,
dia segera meninggalkan dialek sosialnya, menggantikannya dengan bahasa Inggris ragam
baku yang memang biasa dipakai di kalangan universitas dan kalangan akademis.

Kita melihat di Indonesia, kelas sekelompok pejabat yang mempunyai kedudukan


tinggi. Tetapi ragam bahasanya justru nonbaku. Ragam bahasa mereka dapat dikenali dari
segi lafal mereka, yaitu akhiran-kan yang dilafalkan-ken. Jadi perbedaan atau penggolongan
kelompok masyarakat manusia bisa tercermin dalam ragam bahasa golongan masyarakat itu.

Soemarsono (2004:45) menyatakan bahwa ragam bahasa dialek regional dapat


dibedakan secara cukup jelas dengan dialek regional yang lain. Batas perbedaan itu
bertepatan dengan batas-batas alam seperti laut, sungai, gunung, jalan raya, hutan dan
sebagainya. Atau mungkin, batas itu ditentukan berdasarkan ketentuan politik atau
administrasi pemerintahan.

Situasi pada ragam kelas sosial, berbeda. Anggota masyarakat (speech community)
dari suatu dialek sosial tertentu tetap berkumpul dengan anggota masyarakat tutur dari dialek-
dialek sosial yang lain di dalam suatu wilayah tertentu. Tetapi kedekatan ini tidak selalu
membawa kedekatan bentuk bahasa bahkan perbedaan bentuk bahasa dalam kelas sosial yang
satu dengan kelas sosial yang lain sangat jauh berbeda, lebih jauh dari perbedaan yang ada
pada dua dialek regional. Contoh yang cukup menonjol adalah ragam bahasa di Bali yang
mengenal lapisan masyarakat (social stratification) dalam bentuk kasta.

2.4 Peranan Labov


Perlu kita catat peranan seorang sarjana, William Labov, dalam hubungan dengan
kelas sosial, khususnya tentang lapisan sosial. Sudah kita ketahui, dialektologi semula hanya
memperhatikan dialek geografis. Ketika tahun 1930 diadakan pemetaan bahasa di Amerika
dan Kanada, para ahli memasukkan unsur pendidikan penutur kedalamnya. Ini berarti
masuknya dimensi sosial kedalam dialektologi. Kemudian mereka juga mulai mencoba-coba
meneliti logat orang-orang di kota, padahal selama ini mereka hanya meneliti dialek-dialek
dari desa ke desa. Setelah perang dunia II mereka menyadari pentingnya perhatian terhadap
tutur masyarakat kota. Yang menjadi masalah ialah bagaimana seorang linguis dapat

6
melukiskan misalnya “tutur kota New York” yang berpenduduk 8 juta lebih. Yang secara
tepat diacu “tutur New York”.

Tahun 1966, William Labov menerbitkan hasil penelitiannya yang luas tentang tutur
kota New York, berjudul The Social Stratification of English in New York City (lapisan
sosial Bahasa Inggris di Kota New York). Ia mengadakan wawancara yang direkam, tidak
dengan sejumlah kecil informan, hanya terdiri dari 340 orang. Dengan ini Lobov
memasukkan metode sosiologi ke dalam penelitiannya. Sosiologi menggunakan metode
pengukuran kuantitatif dengan jumlah besar, dan dengan metode sampling.

Labov, dalam penelitiannya membuktikan bahwa seseorang individu dari kelas sosial
tertentu, umur tertentu, jenis kelamin tertentu akan menggunakan variasi bentuk tertentu
sekian kali atau sekian persen dan dalam suatu situasi tertentu.

2.5 Kelas Sosial dan Ragam Baku


Ada kaidah yang baku dalam bahasa Inggris. Jika subjek adalah kata ganti orang ke
tiga tunggal (she, he, it), predikat kata kerjanya harus menggunakan sufiks-s. kemudian
diadakan penelitian apakah ada hubungan antara kelompok sosial dengan gejala bahasa ini.
Penelitian diadakan di dua tempat, yaitu di Detroit (AS) dan di Norwich (Inggris).
Informannya meliputi berbagai tingkat kelas sosial, yaitu:
 Kelas Menengah Tinggi (KMT)
 Kelas Menengah Atas (KMA)
 Kelas Menengah Bawah (KMB)
 Kelas Pekerja Atas (KPA)
 Kelas Pekerja (buruh) Menengah (KPM)
 Kelas Pekerja Bawah (KPB)

2.6 Teori Bernstein


Basil Bernstein, seorang professor dalam ilmu sosiologi pendidikan di Universitas
London, mengemukakan teori yang sangat menarik perhatian banyak ahli pendidikan dan ahli
linguistik. Ia mengemukakan anggapan dasar, ada dua ragam bahasa penutur, yang disebut
kode terperinci atau kode terurai (elaborated code) dan kode terbatas (restricted code).
Menurut Bernstein, kode terperinci itu cenderung digunakan dalam situasi formal atau dalam
diskusi akademik. Ragam ini mengakibatkan dibebankannya kepribadian penutur pada
ujaran, artinya kode ini menekankan sifat khas penutur sebagai seorang individu yang

7
mandiri. Kode ini juga bebas konteks, artinya tidak bergantung pada cirri-ciri konteks
ekstralinguistik atau nonkebahasaan, seperti air muka, manakala menyampaikan makna kode
itu. Secara kebahasaan ia mempunyai ciri antara lain: penggunaan klausa bawahan
(subordinate clause) atau anak kalimat, kata kerja pasif, ajektif, adverbial, serta kata sambung
yang tidak lazim, penggunaan kata ganti “i-saya” dalam jumlah yang cukup tinggi. Pada
intinya mengacu kepada ragam bahasa yang “bermutu”. Bermutu dalam arti bahasa yang
digunakan oleh penutur dengan kode terperinci dimana bahasa yang digunakan dalam
berkomunikasi komplek, panjang dan dan banyak pembendaharaan kata, sehingga hal yang
ingin disampaikan kepada lawan bicara dapat dipahami dengan baik.

Sebaliknya, kode terbatas cenderung digunakan dalam situasi informal, dalam


lingkungan keluarga atau antar teman. Kode ini membawa pengaruh menekankan
keanggotaan penutur dalam kelompok, jadi tidak menunjukkan ciri perorangan sebagaimana
pada kode terperinci. Kode ini pada umumnya terikat pada konteks, dan tidak diungkapkan
secara jelas dan eksplisit. Secara linguistik kode ini mempunyai ciri banyaknya penggunaan
kata ganti, terutama “you-kamu” dan “they-mereka” penggunaan bentuk kalimat Tanya untuk
meminta persetujuan pendengar, seperti ….wouldn‘t it?, … aren‘t they?‘…‘bukan‘? dan
cirri-ciri lain yang tak ada pada kode terperinci. Bernstein kemudian memperlihatkan
hubungan antara kedua kode itu dengan keanggotaan kelas sosial. Tetapi, perlu di ingat, tidak
terdapat hubungan apapun antara kedua kode itu dengan dialek-dialek kelas sosial. Dalam
sejumlah percobaan yang dilakukannya ia memperlihatkan, anak-anak golongan kelas
menengah dapat memggunakan kedua kode tersebut, sementara anak-anak dari kelas pekerja
buruh (kelas buruh, kelas bawah) hanya dapat menggunakan kode terbatas saja.

Penemuan ini besar pengaruhnya dikalangan pendidikan, bahkan membuat ribut.


Sejumlah penelitian oleh orang lain menunjukkan, anak-anak dari kelas buruh disekolah,
ternyata tidak semaju dengan anak-anak kelas menengah, meskipun intelegensi mereka sama.
Para peneliti itu kemudian menafsirkan, teori Bernstein mampu memjelaskan secara
linguistic gejala seperti itu, yaitu sementara situasi pendidikan menuntut kemampuan
mengunakan kode terperinci, banyak anak-anak kelas buruh tidak memakai kode itu. Dengan
kata lain, ada hubungan dengan prestasi belajar murid (dari kelas buruh) dengan ragam
bahasanya.

8
2.7 Hipotesis Sapir-Whorf
Edward Sapir dan Benjamin Lee Whorf adalah ahli linguistic yang mempunyai
hipotesis kira-kira berbunyi demikian: Bahasa ibu (native language;mother tongue) seorang
penutur membentuk kategori-kategori, yang bertindak sebagai jenis jeruji (kisi-kisi). Melalui
kisi-kisi itu si penutur melihat “dunia luar” (dunia diluar dirinya). Karena “penglihatan” si
penutur terhalang oleh kisi-kisi, pandangan nya kedunia luar menjadi seolah-olah diatur oleh
kisi-kisi itu.

Kisi-kisi itu memaksa si penutur menggolong-golongkan dan membentuk konsep


tentang berbagai gejala dalam dunia luar itu berdasarkan bahasa ibunya. Dengan demikian
maka bahasa ibu dapat mempengaruhi masyarakat dengan jalan mempengaruhi bahkan
mengendalikan pandangan penutur-penuturnya terhadap dunia luar. Cara berpikir masyarakat
benar-benar ditentukan oelh bahasa. Perbedaan bahasa dalam beberapa hal dapat
mengakibatkan perbedaan pandangan tentang dunia. Misalnya, orang Hopi (Indian)
mempunyai kebiasaan menanggapi alam sekitarnya dengan cara yang agak berbeda dengan
penutur bahasa inggris. Orang Indonesia akan mengucapkan “selamat malam” jika malam
sudah tiba atau masih gelap, apakah pada pukul 19.00 atau pukul 01.00, karena dalam benak
mereka gelap ada kaitannya dengan malam. Orang inggris untuk masing-masing waktu
tersebut akan mengucapkan ”good evening” (selamat petang) dan “good morning” (selamat
pagi). Konsep tentang waktu memang berbeda bagi orang Indonesia dengan orang inggris.
Memang hal ini bisa menimbulkan sedikit kesulitan bagi kedua belah pihak untuk saling
memahami ekspresi-ekspresi mereka. Tetapi mereka pasti bisa mengatasi. Hal yang terakhir
ini menunjukkan, Hipotesis Sapir-Whorf yang ekstrem, yaitu, “cara berpikir masyarakat
benar-benar dibatasi oleh bahasa” tidak dapat diterima. Contoh ini juga menunjukkan,
pemikiran yang sudah menjadi kebiasaan hanya sampai batas tertentu saja ditentukan oleh
bahasa. Selebihnya tidak.

Supaya lebih jelas bahwa Hipotesi Sapir-Whorf yang menyetakan, “pandangan


manusia tentang lingkungannya dapat ditentukan oleh bahasanya” tidak dapat diterima
sepenuhnya, berikut ini dikemukakan beberapa bukti sanggahan.

1) Ada banyak contoh, lingkungan fisik tempat suatu masyarakat hidup dapat dicerminkan
dalam bahasanya. Artinya, lingkungan dapat mempemgaruhi bahasa masyarakat itu, biasanya
dalam hal leksikon atau perbendaharaan katanya. Bahasa Eskimo (dikutub utara) penuh
dengan kata-kata yang berkisar tentang salju. Perbedaan halus antara berbagai jenis salju bagi

9
orang Eskimo adalah esensial karena mereka tinggal dikutub utara. Orang arab mampu
mngadakan pembedaan halus tentang unta. Orang jawa atau bali mampu mengadakan
pembedaan terperinci tentang padi, dan hal itu tercermin dalam bahasanya. Bahasa inggris
penuh dengan kata-kata gandum, anggur, minuman keras. Jadi kalau orang amerika yang
berbahsa ibu bahasa inggris tidak mampu mengadakan pembedaan terperinci tentang padi
tidaklah berarti mereka bodoh. Begitu pula jika orang Indonesia tidak mampu mengadakan
pembedaan terperinci tentang keju seperti orang belanda atau tense dalam bahsa inggris, tidak
berarti orang Indonesia lebih bodoh daripada orang belanda atau inggris. Lingkunganlah yang
menyebabkan kosa kata dua bahasa berbeda, dan perbedaan itu tidak ada hubungannya
dengan kemampuan otak. Banyak orang Indonesia yang pandai tetapi tidak bisa bahasa
inggris, dan banyak orang inggris yang bodoh meski pintar berbahasa inggris.

2) Lingkungan sosial dapat juga dicerminkan dalam bahasa dan sering dapat berpengaruh
pada struktur kosa kata. Misalnya sistem kekeluargaan atau kekerabatan orang Amerika
berbeda dengan sistem kekeluargaan orang-orang dari berbagai suku di Indonesia. Dan ini
tercermin dalam kosakata nya. Orang Amerika mempunyai family yang padanya dalam
bahasa Indonesia adalah keluarga. Tetapi, family hanya mencakup “suami, istri, plus anak-
anaknya”, sedangkan keluarga bisa mencakup orang-orang diluar suami, istri, dan anak-anak.

Istilah-istilah dalam kekerabatan juga bisa berbeda. Untuk itu kita kenali dulu dua
istilah penting yang dikenal dalam ilmu antrophologi, yaitu : term of reference (istilah
kekerabatan) dan term of address (kata sapaan). Istilah pertama mengacu pada kata-kata yang
menunjuk atau mengacu pada hubungan kekeluargaan, misalnya kakak, adik, bapak, bibi,
ipar, misan. Istilah kedua mengacu kepada bagaimana kita menyapa atau memanggil orang-
orang sekeluarga itu. Misalnya, “bi” adalah sapaan untuk bibi. Begitulah orang inggris
merasa perlu membedakan jenis kelamin pada tingkatan anak, sehingga ada son (anak laki-
laki) - daughter (anak perempuan), yang dalam bahasa Melayu dan Jawa hanya disatukan
dalam istilah Anak. Orang inggris mengenal brother (saudara laki-laki) dan sister (saudara
perempuan). Untuk saudara kandung itu bahasa melayu mengenal perbedaan jenis kelamin
yaitu abang dan kakak, tetapi untuk saudara kandung yang lebih muda hanya ada adik tampa
pembedaan jenis. Bagi orang inggris ayah dari ayah digolongkan ayah juga; ada father “ayah”
dan grandfather “kakek”. Orang Indonesia membedakan ayah dan kakek. Orang jawa
membedakan pakde., untuk semua saudara laki-laki yang lebih tua dari bapak dan dari ibu,
dan paklik untuk semua saudara laki-laki yang lebih muda dari bapak dan ibu. Sementara

10
orang melayu mencakup semua itu, dalam satu istilah “paman”. Orang inggris menyapa anak-
anaknya dengan nama anak itu; orang jawa memanggil dengan nama anak atau le, nang
(untuk laki-laki) dan wuk, nduk (untuk anak perempuan); orang bali memanggil dengan de
(dari gede), dek (dari kadek), man (nyoman), tut (dari ketut) sesuai dari urutan kelahiran
anaknya.

3) Adanya lapisan masyarakat feodal dan kasta minumbulkan pengaruh dalam bahasa.
Akibat adanya sistem feodal pada beberapa suku di indonesia dan sistem kasta masyarakat
Bali pada zaman dulu, maka dalam masyarakat muncul perjenjangan dalam bahasa. Ini
menyebabkan orang Amerika megalami “kesulitan” dalam memahami dan mempelajari
bahasa itu, karena orang Amerika tidak mengenal jenjang itu.

4) Di samping lingkungan dan struktur sosial, nilai-nilai masyarakat (sosial value) dapat
berpengaruh pada masyarakat itu. Misalnya menyangkut tingkah laku dalam bahasa tabu.
Tabu menyangkuti tingkah laku yang menurut kepercayaan adikodrati (supernatural)
terlarang, dianggap asusila atau tidak layak. Dalam bahasa, kata yang ditabukan ada, tetapi
jarang digunakan di tempat hal yang umum pada dasarnya. Karena kata-kata tabu jarang
digunakan, digunakanlah kata lain (yang sudah mempunyai makna sendiri) sebagai
pengantinya.

11
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Bahasa adalah sebagai alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa symbol
bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Bahasa dengan kelas sosial sangat dibutuhkan
dalam kehidupan masyarakat, dikarenakan bahasa suatu implementasi komunikasi dalam
berinteraksi, maka kelas sosial merupakan  penggolongan/pembedaan kedudukan antar
masyarakat ke dalam hierarki atau kelas-kelas tertentu yang dalam tiap anggota sekelasnya
didasari atas kesamaan kedudukan kekuasaan (politik), pendapatan (ekonomi), pekerjaan
(profesi), pendidikan (pengetahuan).
Ragam bahasa merupakan dialek sosial tersendiri, anggota masyarakat atau guyup
tutur (speech community) dari suatu dialek sosial tertentu tetap berkumpul dengan anggota
masyarakat tutur dari dialek-dialek sosial yang lain di dalam suatu wilayah tertentu.
Labov, dalam penelitiannya membuktikan bahwa seseorang individu dari kelas sosial
tertentu, umur tertentu, jenis kelamin tertentu akan menggunakan variasi bentuk tertentu
sekian kali dalam suatu situasi tertentu. Selanjutnya Bernstein mengemukakan anggapan
dasar tentang dua ragam bahasa penutur yang disebut kode terurai/elaborated code
(cenderung digunakan dalam situasi formal) dan kode terbatas/restricted code (cenderung
digunakan dalam situasi informal). Karena pada proses pendidikan kode terurai lebih sering
digunakan, penutur yang biasa menggunakan kode terbatas (contohnya kelas buruh) akan
mengalami kesulitan dan berpengaruh pada daya kognisi (atau hasil belajar). Ketika Sapir-
Whorf menyatakan “pandangan manusia tentang lingkungannya dapat ditentukan oleh
bahasanya”, pendapat ini mendapat beberapa bukti sanggahan yaitu: lingkungan fisik tempat
suatu masyarakat hidup dapat dicerminkan dalam bahasanya; lingkungan sosial dapat juga
dicerminkan dalam bahasa dan sering dapat berpengaruh pada struktur kosakata; adanya
lapisan masyarakat feodal dan kasta minumbulkan pengaruh dalam bahasa: lingkungan dan
struktur sosial, nilai-nilai masyarakat dapat berpengaruh pada masyarakat.

12
DAFTAR PUSTAKA

Keraf Gorys. 1994. Komposisi. Jakarta: Nusa Indah


Masruddin. 2015. Sosiolinguistik. Sulawesi Selatan: Read Institute Press
Sumarsono, Partana Paina. 2002. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Sabda
Devianty Rina. (2017). Bahasa Sebagai Cermin Kebudayaan, 24(2): 227-228
Evyca. 2011. (https://blogspot.com/2011/12/makalah-sosiolinguistik-bahasa-dan.html)
Lumen Via. 2007. (https://academia.edu/6688501/Bahasa-dan-Kelas-Sosial-Tri-Hartutik)

13

Anda mungkin juga menyukai