Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Bahasa adalah hasil budaya manusia yang paling utama dan pertama

dalam sejarah peradaban manusia. Dewasa ini, bahasa merupakan salah satu

warisan yang sangat melekat pada setiap manusia sehingga tak dapat

dipisahkan dari masing-masing pribadi. Sebagai warisan kebudayaan bahasa

adalah sine qua non, sebuah kehausan bagi budaya manusia. Lewat bahasa

seluruh pengalaman empiris, rasional dan spiritualnya secara konseptual,

sistematis dan struktur yang pada gilirannya mengantarkan lahirnya dunia

simbolik yang melewati sekat-sekat ruang dan waktu. Lewat bahasa, manusia

dapat menyampaikan dan menggambarkan pemikirannya dalam aneka wujud

kebudayaan. Simbol-simbol bahasa memungkinkan kita dapat berrpikir,

berelasi dengan orang lain dan memberi makna yang ditampilkan oleh alam

semesta (Gawen, 2012:12).

Bahasa daerah adalah alat komunikasi verbal yang dapat

menggambarkan identitas sosial penuturnya. Bahasa daerah sesungguhnya

tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat itu sendiri, karena bahasa

daerah disajikan dan dimanifestasikan untuk kepentingan adat.dengan

demikian, dapat dikatakan bahwa bahasa daerah merupakan memiliki bahasa

daerah, serta mengungkapkan tata kehidupan masyarakat tertentu

(Kridalaksana, 1985: 12).

1
Hasil-hasil intervensi inilah yang menjadikan manusia sebagai mahkluk

berbudaya. Membudayakan manusia merupakan tuntutan kodratnya sebagai

mahkluk berakal budi (Pelly, 1994:1).

Dalam kebudayaan terdapat salah satu unsur yaitu unsur adat istiadat.

Dalam perkembangan zaman sekarang ini kebudayaan dan adat istiadat tidak

bisa dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Adat istiadat merupakan

bagian dari unsur kebudayaan yang universal, perkembangannya tidak jauh

berbeda dengan unsur kebudayaan yang lainnya. Kita sadari pula bahwa adat

istiadat itu ada sejak nenek moyang kita ada. Pulau Flores merupakan salah

satu pulau yang berada di Indonesia bagian tengah. Pulau Flores memiliki

beberapa jenis kebudayaan.

Seiring dengan perkembangan zaman yang sudah modern, kebudayaan-

kebudayaan di Flores itupun terasa semakin punah. Salah satu contoh objek

kebudayaan yang kini terancam punah adalah ritual adat Cikop Le’as pada

masyarakat Kabupaten Manggarai. Ritual ini dilakukan jika terjadi keguguran

ketika mengandung sang bayi kecil.

Upacara Cikop Le’as merupakan suatu ritual adat pada masyarakat

Manggarai ketika terjadi keguguran. Upacara ini merupakan suatu ritual adat

yang diwariskan secara turun-temurun dari nenek moyang dan mengharuskan

masyarakat Manggarai untuk selalu menjaga dan mempraktikannya dalam

kehidupan bermasyarakat.

2
Generasi muda di zaman sekarang kurang memahami makna dari

upacara Cikop Le’as. Dampak dari upacara ini antara lain penghayatannya

hanya sekedar formalitas dan kurang mengaplikasikan makna yang

sesungguhnya, bahkan sebagian dari masyarakat khususnya generasi muda

masih merasa asing dengan makna dan pelaksanaan upacara adat ini yang

merupakan bagian dari kebudayaan daerahnya sendiri. Hal ini yang membuat

ritual ini terancam punah karena kurang adanya pemahaman generasi muda

mengenai apa makna sebenarnya yang terkandung dalam adat ini. Salah satu

ungkapan adat Cikop Le’as pada saat “kapu”. Kapu merupakan bentuk

penerimaan secara resmi pihak keluarga yang telah hadir oleh orang tua dari

wanita yang mengalami keguguran (sering disebut Tongka). Biasanya bahan-

bahan yang perlu disiapkan pada saat upacara kapu ini adalah sebotol tuak,

ayam jantan. Salah satu bentuk ungkapan yang digunakan dalam ritual Cikop

Le’as yang dituturkan pada saat kapu adalah “rekok lebo ro’eng ngoel” yang

berarti mati pada saat umur muda atau kecil. Kalimat rekok lebo ro’eng

ngoel diungkapkan oleh Tongka pada saat upacara sedang berlangsung.

Kalimat ini menunjukkan agar didalam kehidupan keluarga yang sedang

mengalamai musibah tidak akan terjadi lagi hal yang serupa yakni anak atau

keturunan mereka selanjutnya dapat bertambah tanpa terjadi lagi musibah

keguguran.

3
Berdasarkan uraian di atas, yang menjadi bahan menarik penelitian

penulis adalah menganalisis makna yang terkandung pada ungkapan Cikop

Le’as dalam upacara Ciang Tana di Desa Poco Likang kecamatan Ruteng

Kabupaten Manggarai.

1.2. Rumusan Masalah


1. Bagaimanakah bentuk ungkapan cikop le’as dalam upacara ciang tana di

desa Poco Likang, Kec.Ruteng, Kabupaten Manggarai Tengah?

2. Bagaimanakah makna ungkapan Cikop Le’as dalam upacara Ciang Tana

di desa Poco Likang Kecamatan Ruteng Kabupaten Manggarai Tengah?

3. Bagaimanakah fungsi ungkapan Cikop Le’as dalam upacara Ciang Tana

di desa Poco Likang Kecamatan Ruteng Kabupaten Manggarai Tengah?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menemukan makna dari

permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini.

1.3.1. Tujuan umum

Berdasarkan rumusan masalah, maka yang menjadi target umum dari

penelitian ini adalah menganalisis tentang makna secara umum tuturan

adat pada masyarakat dalam melestarikan budayanya sendiri demi

kemajuan budaya nasional serta dapat memperoleh gambaran serta

informasi tentang adat istiadat.

1.3.2. Tujuan Khusus

Berdasarkan rumusan masalah maka yang menjadi tujuan khusus dari

penelitian adalah sebagai berikut:

4
1. Menemukan dan mendeskripsikan bentuk ungkapan adat Cikop Le’as

dalam upacara Ciang Tana di desa Poco Likang Kecamatan Ruteng

Kabupaten Manggarai Tengah

2. Menemukan dan mendeskripsikan makna ungkapan adat Cikop Le’as

dalam upacara Ciang Tana di desa Poco Likang Kecamatan Ruteng

Kabupaten Manggarai Tengah

3. Menemukan dan mendeskripsikan fungsi ungkapan Cikop Le’as

dalam upacara Ciang Tana di desa Poco Likang Kabupaten Manggarai

Tengah

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoretis

Adapun manfaat teoretis penelitian ini adalah dapat menambah wawasan

pengetahuan peneliti, dapat menambah aplikasi teori dalam membedah

data, dan diharapkan dapat memberi sumbangan wawasan kepada Program

Studi Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia, dalam memperkaya

informasi dan pemahaman tentang pelesestarian adat istiadat yang sesuai

dengan topik penelitian ini.

1.4.2. Manfaat Praktis

1. Bagi Desa, dapat menjadi wacana untuk mengembangkan iklim

pembelajaran kebudayan yang harmonis.

2. Bagi Masyarakat, diharapkan dapat menjadi sumber dokumentasi bagi

masyarakat Desa Poco Likang mengenai latar belakang ritual Cikop

5
Le’as yang nantinya dapat bermanfaat bagi masyarakat khusunya

generasi muda.

3. Bagi Penulis, dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang adat

istiadat dalam lingkungan masyarakat.

6
BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN KAJIAN TEORI

2.1. Kajian Pustaka

Tinjauan pustaka bertujuan untuk memberikan pemaparan tentang

penelitian yang relevan dengan masalah yang sedang dikaji oleh peneliti

sekarang.

Nahus (2015) dalam penelitiannya tentang tuturan adat We’e

Mbaru Gendang Desa Compang Teber, Kecamatan Rana Mese, Kabupaten

Manggarai Timur. Masalah yang diteliti adalah makna tuturan adat We’e

Mbaru. Adapun teori yang digunakan oleh Nahus adalah teori Sosiolinguistik

dengan menggunakan metode simak dan libat cakap. Hasil penelitiannya

menyatakan bahwa ada banyak makna dari tututan adat We’e

Mbaru.,diantaranya: 1) makna religius atau permohonan, 2) makna

persahabatan, 3) makna kebersamaan, 4) makna perlindungan, 5) makna

simbolis.

Sai (2016) meneliti tentang ungkapan makna Lawi Ana (pemberian

nama anak) pada masyarakat Ngina Manu Barat, Kecamatan Wolomeze,

Kabupaten Ngada. Masalah yang ditelitinya adalah makna upacara adat Lawi

Ana (pemberian nama anak). Adapun teori yang digunakan oleh Sai adalah

teori Semantik dengan menggunakan metode wawancara. Hasil penelitiannya

menjelaskan bahwa supaya anak itu dapat diketahui oleh keluarga serta

dilindungi oleh roh-roh nenek moyang dan dapat dilindungi oleh Tuhan, dan

7
makna yang terkandung dalam seremonial adat ini adalah makna

permohonan.

Hastuti (2017), meneliti tentang tuturan adat Perkawinan Tuke Mbaru

Pada Masyarakat Todo Desa Renda, Kecamatan Satar Mese, Kabupaten

Manggarai. Masalah yang diteliti adalah makna tuturan adat dalam upacara

Tuke Mbaru. Teori yang digunakan oleh Hastuti dalam penelitian ini adalah

teori Linguistik Kebudayaan. Metode yang digunakan adalah metode simak

dan cakap. Hasil penelitiannya meliputi berbagai macam makna, diantaranya:

1) makna persaudaraan, 2) makna kekeluargaan, 3) makna permohonan, 4)

makna simbolik, 5) makna kekuatan.

Dengan demikian, pada dasarnya penelitian-penelitian yang telah

dilakukan peneliti terdahulu memiliki persamaan dan perbedaan dengan

penelitian ini.

1. Persamaan

Persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah sama-

sama meneliti tentang bentuk dan makna dalam tuturan adat.

2. Perbedaan

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah

penelitian ini lebih menitikberatkan pada tuturan adat Cikop Le’as

pada masyarakat di desa Poco Likang Kecamatan Ruteng Kabupaten

Manggarai Tengah.

8
2.2. Konsep

1. Ungkapan

Ungkapan adat adalah sesuatu yang dituturkan atau diucapkan pada

saat berlangsungnya upacara adat yang diucapkan oleh tua golo atau tua

adat atau seseorang yang memiliki wewenang dalam suatu wilayah adat

dan tidak dituturkan dalam kehidupan sehar-hari. Di samping itu,

ungkapan atau tuturan adat dapat pula digunakan sebagai sarana

pendidikan bagi generasi berikutnya dan ungkapan ini digunakan secara

turun temurun oleh kelompok masyarakat yang berkaitan dengan adat

istiadat (Bata, 2016: 21).

Tarigan, (1985: 22) ungkapan adalah pola-pola struktur yang

menyimpang dari kaidah-kaidah bahasa pada umumnya yang bisanya

dalam bentuk frasa, yang artinya tidak dapat dijelaskan secara logis dan

dramatikal.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa ungkapan

merupakan perkataan yang khusus untuk menyatakan suatu maksud

dengan arti kiasan. Dengan demikian ungkpana adat yang digunakan

secara turun temurun memiliki maksud dan makna tertentu di balik bentuk

yang diucapkan dengan konteks dan pemakaiannya.

2. Bentuk

Dalam KBBI (2000: 252), bentuk adalah penampakan atau satuan.

Bentuk bahasa dapat dibedakan menjadi dua unsur yakni unsur segmental

dan supra segmental. Unsur segmental yakni unsur yang bisa dipisah-

9
pisahkan atau sekmentasikan. Yang termasuk dalam unsur segmental

bahasa adalah bunyi, suku kata, morfem, kata, klausa, kalimat dan wacana.

Unsur suprasegmental yakni unsur bahasa yang tidak bisa dibagi-bagikan.

Yang termasuk dalam unsur suprasegmental adalah nada (keras, lemahnya

suara), durasi ( panjang pendek ucapan), jeda ( jarak waktu ucapan).

Dalam bahasa tulis unsur suprasegmental ini ditandai dengan tanda baca.

3. Makna

Makna yang tertulis dalam (KBBI, 2000: 624), merupakan arti atau

maksud. Menurut Keraf (2004: 2-3), menyatakan arti yang terkandung di

dalam arus bunyi yang menyebabkan reaksi atau tanggapan dari orang

lain, arti yang terkandung dalam suatu rangkaian bunyi bersifat arbiter

atau manasuka. Makna merupakan konsep abstrak pengalaman manusia.

Walaupun merupakan pengalaman manusia, makna bukanlah pengalaman

perorang. Jika makna merupakan pengalaman perorang, maka setiap kata

akan memiliki berbagai macam makna karena pengalaman setiap orang itu

berbeda. Oleh karena itu, menurut de Saussuree, hubungan antara bentuk

dan makna bersifat arbiter dan konvensional.

4. Fungsi

Fungsi adalah kegunaan suatu hal bagi hidup suatu masyarakat

dimana fungsi ungkapan yaitu untuk menghidupkan pembicaraan. Analisis

fungsi diupayakan tidak hanya menafsirkan bahasa yang menjadi

medianya tetapi sampai pada gejala-gejala yang transendental

(Larasati, 2018: 109).

10
5. Cikop Le’as

Muda,Deki, Jebarus, Manca, Dahurandi (2017: 15), mendefenisikan

bahwa tidak semua kehamilan berakhir dengan kelahiran yang selamat.

Bahwa ada janin yang ada dalam kandungan gugur (abortus spontaneous)

karena berbagai alasan medis ( bahasa Manggarai: cegong, kedok).

Cegong sebagai sebuah fakta yang tidak dapat dihindari dalam proses

kehamilan adalah sebuah masalah besar. Karena itu agar peristiwa yang

sama tidak terjadi kembali, dibuatlah ritus Cikop Le’as yang bertujuan

supaya ibunya kembali sehat, dapat memiliki keturunan lagi serta anak

yang akan dilahirkan lagi dalam keadaan selamat, berkembang dan

bertumbuh subur, sehat jasmani dan rohani.

6. Ciang Tana

Muda, Deki, Jebarus,Manca,Dahurandi (2017: 17) mendefenisikan

bahwa Ciang tana pada masyarakat Manggarai disebut juga dengan istilah

Loas. Ciang Tana atau Loas merupakan melahirkan. Istilah ini dalam

bahasa Manggarai hanya dikhususkan untuk manusia bukan untuk

binatang lain, dalam hal ini bagi ibu yang melahirkan anaknya.

2.3. Teori

Teori yang digunakan oleh peneliti sebagai bahan acuan untuk

menganalisis ungkapan adat Cikop Le’as dalam upacara Ciang Tana adalah

teori Sosiolinguistik, yang secara khusus mengkaji tentang hubungan bahasa

dengan masyarakat. Identitas sosial antara satu dengan yang lainnya dapat

diketahui dari bahasa yang digunakan.

11
Secara etimologi, Sosiolinguistik berbentuk dari kata bahasa latin

Socius yang berarti teman atau kawan dan Linguistik berarti bahasa Yunani

(dalam Pampe, 2011: 23). Sejalan dengan perkembangan zaman, maka Socius

juga mengalami perkembangan, yakni hidup bersama-sama atau sering

disebut masyarakat. Berpijak pada etimologi tersebut, maka dapat dikatakan

bahwa Sosiolinguistik merupakan salah satu ilmu interdisipliner, yaitu ilmu

yang memiliki hubungan dengan ilmu-ilmu lain.

Menurut (Nababan, 1981: 3) bahwa topik-topik umum Sosiolinguistik

antara lain, bahasa, dialek dan ragam bahasa, repertoar bahasa, masyarakat

bahasa kedwibahasaan dan kegandabahasaan, fungsi kemasyarakatan bahasa

dan Sosiolinguistik penggunaan bahasa , interaksi Sosiolinguistik bahasa dan

kebudayaan. Kridalaksana, (1986: 26), Sosiolinguistik sebagai cabang

Linguistik berusaha menjelaskan variasi bahasa dan ciri-ciri sosial

kemasyarakatan. Selanjutnya Hymes tutur harus memenuhi delapan

komponen, yang disingkat dengan SPEAKING. Kedelapan komponen itu

sangat relevan dengan variasi bahasa yang dituturkan saat upacara adat

berlangsung. Delapan unsur yang diakronimkan dengan SPEAKING dapat

dijelaskan sebagai berikut:

1) Setting dan scena (tempat dan waktu)

Setiap pembicaraan terjadi dalam ruang dan waktu, artinya tidak ada

pembicaraan atau komunikasi yang terlepas dari unsur latar.

12
2) Participan (pelibat)

Pembicara yang sering disebut pelibat (p1) lawan bicara sebagai,

pelibat 2 (p2), dan pendengar sebagai pelibat 3 (p3)

3) End (tujuan)

Hasil pembicaraan merupakan akibat atau tujuan pembicaraan yang

diharapkan oleh p1 terhadap p2. Pembicaraan dikatakan berhasil

jika direspon (verbal dan nonverbal) oleh p2 sesuai maksud p1.

4) Atc seguence (amanat, kata-kata yang berisi pokok pembicaraan)

Bentuk dan isi pesan mengacu pada bentuk-bentuk aktual dan isi

pembicara. Faktor ini menuntut pembicara untuk memilih kata

secara tepat, dan dengan cara bagaimana menggunakan kata-kata

dimasuksud yang sesuai topik pembicaraan.

5) Key (kata kunci atau petunjuk)

Cara yang dilakukan oleh pembicara dapat diterima atau dipahami

oleh p2.

6) Instrumen (alat atau sarana dalam pembicaraan

Orang yang menyampaikan maksud baik secara lisan maupun

secara tertulis

7) Norms (norma interaksi)

Mengacu pada norma atau tuturan dalam berturut. Faktor ini

mempertimbangkan bagaimana pelibat mengungkapkan tuturan itu

apakah dengan keras, diam atau dengan membuat laporan

13
8) Genre (jenis)

Mengacu pada pembatasan pola atau tipe ajakan, seperti puisi,

peribahasa, berdoa, petua, dan sebagainya.

Selain menggunakan teori di atas, penelitiasn ini juga

menggunakan teori variasi bahasa. Teori variasi bahasa digunakan

karena tuturan adat yang terdapat dalam masyarakat bahasa.

Menurut (Pampe, 2011: 59), bahwa variasi bahasa adalah ragam bahasa

yang digunakan penutur dalam konteks situasi, sehingga ada perbedaan

variasi bahasa antara konteks situasi yang satu dengan yang lain. Variasi

bahasa pada hakikatnya merupakan perbedaan cara dalam mengungkapkan

suatu pikiran yang maksudnya sama. Perbedaan terlihat pada pemakaian

bunyi, kata, dan kalimat. Dalam bahasa inggris misalnya, ada orang yang

mengucapkan test sedangkan yang lain mengucapkan tes.

14
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Pendekatan Penelitian.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

kualitatif. Pendekatan ini merupakan pendekatan berdasarkan kenyataan di

lapangan atas apa yang dialami oleh informan. Hakikat pendekatan kualitatif

adalah mengamati orang dalam lingkungan hidupnya dan berinteraksi dengan

mereka (Sudjawro, 2001: 45).

Metode atau model pendekatan dalam penelitian ini yakni pendekatan

kualitatif dengan maksud untuk mengetahui makna ungkapan Cikop Le’as

dalam upacara Ciang Tana pada masyarakat Desa Poco Likang, Kecamatan

Ruteng, Kabupaten Manggarai Tengah. Penelitian kualitatif merupakan

penelitian yang sistematis yang dilakukan oleh peneliti untuk memperoleh

data atau informasi yang akurat berkaitan dengan Cikop Le’as.

3.2. Data dan Sumber Data

3.2.1 Data

Data yang dikemukakan dalam penelitian ini ada 2 yakni data primer dan

data sekunder.

1. Data primer

Data primer dalam penelitian ini adalah data lisan berupa ungkapan adat

Cikop Le’as dalam upacara Ciang Tana di Desa Poco Likang

Kecamatan Ruteng Kabupaten Manggarai Tengah

15
2. Data sekunder

Dalam penelitian ini data sekunder bersumber dari buku-buku atau

catatan, laporan yang relevan dengan penelitian ini.

3.2.2 Sumber Data

Dalam upacara adat ini biasanya penutur asli dan tokoh-tokoh adat

yang diberikan kepercayaan sebagai Tongka (pembicara adat), karena

merekalah yang lebih mengetahui proses dan prosedur dalam upacara ini.

Demi mendapatkan data yang valid dan lebih mengefektifkan peneliti

dalam penelitian ini, maka peneliti hanya mengambil 2 orang sebagai

narasumber yang sering dipercayakan sebagai Tongka (pembicara adat)

dalam upacara adat ini dengan kriteria sebagai berikut:

1. Masyarakat asli yang berumur 30-70 tahun

2. Tokoh-tokoh adat

3. Pendidikan minimal SD dan sederajat

4. Sehat jasmani dan rohani

5. Penutur asli

6. Waras dan berkemampuan cakap (Sudjarwo, 2001: 7)

3.3. Metode dan Teknik Pengumpulan Data

3.3.1. Metode Pengumpulan Data

Untuk mengumpulkan data, menganalisis, dan menyimpulkan ungkapan

adat tersebut metode yang digunakan adalah metode simak. Metode simak

adalah metode yang digunakan untuk ikut serta berpartisipasi dalam dalam

pembicaraan serta menyimak langsung tuturan informan.

16
3.3.2 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini penulis memilih teknik pengumpulan data berupa

teknik rekam, mencatat dan teknik dokumentasi.

1. Teknik rekam

Teknik ini bertujuan untuk mendapatkan data kualitatif dalam

penelitian ini, peneliti menggunakan pula rekam dengan

menggunakan alat rekam seperti tape recorder yang berukuran

kecil. Dengan teknik merekam ini, peneliti dapat memperoleh

pemakaian bahasa sesuai dengan variabel, disamping merekam

pada saat wawancara dengan informan. Saat merekam peneliti

berusaha agar informan tidak merasa dirinya sedang direkam.

Kendatipun demikian, dalam penelitian ini direkam beberapa

kegiatan yang didari oleh informan.

2.Teknik Catat

Peneliti mencatat semua data yang diperoleh dari informasi tentang

ungkapan adat Cikop Le’as dalam upacara Ciang Tana pada

Masyarakat Desa Poco Likang Kecamatan Ruteng Kabupaten

Manggarai Tengah.

3.Dokumentasi

Untuk menyediakan dokumen-dokumen dengan menggunakan bukti

yang akurat dari pencatatan sumber-sumber informasi khusus

gambar-gambar tentang ungkapan adat Cikop Le’as pada upacara

17
Ciang Tana di desa Poco Likang Kecamatan Ruteng Kabupaten

Manggarai Tengah.

3.4. Analisis Data

Miles dan Huberman (1992:15), menyatakan langkah-langkah yang

harus dilakukan dalam meneliti secara kualitati adalah: pengumpulan

data, reduksi data, penyajian data,penarikan kesimpulan.

1) Pengumpulan Data

Data yang sudah dikumpulkan melalui wawancara dan dokumentasi

dicatat dalam bentuk catatan lapangan.

2) Reduksi Data (data reduction)

Mereduksi data merupakan kegiatan merangkum, memilih hal-hal pokok,

memfokuskan pada hal-hal yang penting, dan mencari tema dan polanya.

Data yang telah direduksi akan memberikan gambaran lebih jelas dan

memudahkan untuk melakukan pengumpulan data.

3) Penyajian Data (data display)

Pemaparan data sebagai kesimpulan informasi tersusun dan memberi

kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.

Penyajian data digunakan untuk lebih meningkatkan pemahaman kasus

dan sebagai acuan mengambil tindakan berdasarkan pemahaman dan

analisis sajian data. Data penelitian ini disajikan dalam bentuk uraian yang

didukung dengan matriks jaringan kerja.

18
4) Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi (conclusion drawing/ verifyin).

Penarikan kesimpulan atau verifikasih merupakan kesimpulan ahir yang

dilakukan oleh peneliti berdasarkan hasil penelitian yang di peroleh dari

lapangan berdasarkan data yang valid dari lapangan.

3.5. Penyajian Hasil Analisis Data.

Setelah data dianalaisis, data disajikan dengan menggunakan teknik

informal. Artinya data dideskripsikan secara verbal dan disesuaikan dengan

penelitian dan menggunakan media rekaman dan gambar, tidak menggunakan

grafik atau tabel, sesuai dengan sifat datanya. Data yang disajikan berupa

ungkapan adat dalam bahasa Manggarai, terjemahan per kata, dan terjemahan

besar. Terjemahan berdasarkan konteks budaya dimunculkan bahasa bagian

dari hasil analisis atau pembahasan.

19
BAB IV

TEMUAN DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan data yang ditemukan, data tersebut dapat dianalaisis

menurut bentuk, makna dan fungsi ungkapan adat Cikop Le’as dalam upacara

Ciang Tana, sebagai berikut:

4.1 Temuan

Data I Wacana Ritual Cikop Le’as

A. Tongka (p1)Kepok Kapu agu Naka Anak Rona (disebut juga bapak-

ibu: Ende-Ema):

Yo, ai ite ende ema anak rona


Ya karena kalian ibu bapak anakl suami
Ya karena kalian adalah ibu dan bapak

Ai comong agu wangkan dite


karena awal dengan awal kita
karena awalnya kita

le rekok lebo ro’eng ngoel


karena patah subur anak kecil mudah (kecil)
kematian yang belum cukup umur

ngasang Wing agu Dading de anak dite


nama anak dengan anak dari anak kita
dari anak kandung kita

one leso ho’o kali ga kudu adak lite Cikop Le’as


dalam hari ini sebab sudah supaya adat kita Cikop Le’as
karena di hari ini kita mau adakan adat Cikop Le’as dari anak kita

kudut anak ngger olon kali ga neka manga koles


supaya anak ke depan sebab sudah jangan ada lagi
supaya anak kita untuk selanjutnya jangan ada lagi

20
rekok lebo, ro’eng ngoel one mose dise cua
patah subur anak kecil dalam hidup mereka dua
kejadian keguguran dalam hidup mereka berdua

kudu ise kali petu kole sosor, kudu tiwu galang naang
supaya mereka sebab pegang lagi pancuran dengan sungai
supaya hidup mereka di berhaki berkat yang melimpah

woko hoo kali ite ngasang ende agu ema


karena ini sebab kamu nama ibu dengan bapak
karena di sini kalian sebagai ibu dan bapak

weki neki, ranga manga one leso ho’o


tubuh kumpulan muka ada dalam hari ini
berkumpul bersama hari ini

reweng dami ngasang kesa, ngasang koa


suara kami nama ipar nama menantu
permintaan kami sebagai ipar

toe manga banan lami ta ite


tidak ada lain kami ya anda
tidak ada yang lain lagi

tuak keta dami ngasang kesa agu koa one leso ho’o
tuak sangat kami nama ipar dengan menantu dalam hari ini
sebagai keluarga ipar ini tuak dari kami hari ini

kudut kapu agu naka ite


supaya pangku dengan menyambut anda
supaya disambut secara resmi

ngasang ende agu ema one leso ho’o


nama ibu dengan bapak dalam hari ini
kalian sebagai ibu dan bapak di hari ini

kudu sendeng lobo bekek itet mori leso ho’o


supaya layak bubung bahu anda Tuhan hari ini
supaya tuan hendak kami hormati di hari ini

kapu lobo pa’a, ai hitus reweng


pangku bubung paha karena itu suara
pembicaraannya diterima karena semua itu adalah permintaan

21
ruku agu sake bao agu mede
adat dengan kebiasaan sekarang dengan dulu
adat dengan kebiasaan dari dulu sampai sekarang

ho’o tuak damit ngasang kesa kudut rokot


ini tuak kami nama ipar untuk ikat
ini tuak dari kami sebagai ipar sebagai tanda ikatan

sangged tombo dami one leso ho’o


semua bicara kami dalam hari ini
semua pembicaraan kami hari ini

kudut kapu agu naka ite ngasang ende ema


supaya pangku dengan menyambut anda nama ibu bapak
supaya kalian ibu dan bapak disambut secara resmi

ata ine watu ci’e, ame watu nare


orang ibu batu garam ayah batu pelihara
ibu dan ayah yang membesarkan

yo.... ite, kepok toe reweng kanang ho tuak


ya.... anda hormat tidak suara hanya ini tuak
ya..... tuan hormat dari kami bukan hanya itu ini tuak

Data II
B. Anak Rona (p2)
Wale De Anak Rona :

“Yo Neho reweng dami ngasang ende ema kole ite,


Ya Seperti perkataan kami nama ibu bapak juga kamu
“Ya, seperti perkataan kami sebagai ibu dan bapakmu juga

Ai c0mong agu wangkan dite, le rekok ro’eng ngoel


Karena awalnya dengan awalnya kita, karena patah anak-anak bayi
karena pada saat ini kita mengalami musibah keguguran

Ngasang wing agu dading de anak dami koa dami


Nama kandung dengan kandungi dari anak kami menantu kami
dari anak kita,menantu kami,

woko ho’o kali leson bog a, kudu adak Cikop Le’as ho’o kole
karena ini tiba saatnya sekarang akan ada adat Cikop Le’as ini juga
, maka dengan ini kita mau mengadakan adat Cikop Le’as.

22
ami ende ema weki neki ranga manga one leso ho’o
mesen
kami ibu bapak badan bersama wajah ada dalam hari ini
besar
. Kamipun sebagai keluarga dari anak kita hadir saat ini, besar

keta nuk agu tenang dite ngasang kesa ngasang koa


sangat ingat dengan kenang kamu nama ipar nama menantu
sekali harapan dan cintamu

kamping ami ngasang ende ema leso ho’o


untuk kami nama ibu bapak hari ini
untuk kami sebagai keluarga saat ini,

teti tuak dite ngasang kesa laing anak laing


angkat tuak kamu nama ipar anggapan anak anggapan
memberikan tuakmu sebagai keluarga

, kudut kapu agu naka


akan penerimaan dengan penerimaan
mau menerima secara iklas

ami ngasang ende ema one leso ho’o, neho tae dami ite
kami nama ibu bapak dalam hari ini seperti perkataan kami anda
kami sebagai keluarga hari ini, seperti yang kami katakan kepadamu

ai hitu muings ngasang reweng ine- reweng ame ata


karena itu memang nama perkataan ibu perkataan bapak yang
karena semua itu adalah pesan dari leluhur kita, yang

haeng tae, repeng pede, sanggen ruku agu sake,


kedapatan pesan kedapatan pesan, semua adat dengan kebiasaan,
kita dapatkan, dan sudah menjadi adat dan kebiasaan

ata mbate dise ame, serong dise empo, kudut hiang tau
yang warisan dari moyang warisan dari moyang untuk menjaga dari
dari nenek moyang yang kita percaya untuk menjaga kita semua

ngasang ema agu anak, neho tae dami ite,


nama bapak dengan anak, seperti perkataan kami anda
ibu dan bapak seperti yang kami katakan

to e ma celan onemai reweng dite”


tidak ada salah dari perkataan anda
maka dengan itu,semua perkataanmu itu benar adanya...

23
4.2 Pembahasan

4.2.1 Bentuk Ungkapan Cikop Le’as Dalam Upacara Ciang Tana

Ungkapan adat Cikop Le’as dalam upacara Ciang Tana berbentuk

syair. Bentuk ini terlihat pada data berikut:

rekok lebo, ro’eng ngoel


patah subur anak kecil bayi (kecil)
kematian yang belum cukup umur

kudu ise kali petu kole sosor, kudut tiwu galang naang
supaya mereka sebab pegang lagi pancuran dengan sungai
supaya hidup mereka di berhaki berkat yang melimpah

kudu sendeng lobo bekek itet mori leso ho’o


supaya hendak bubung bahu anda Tuhan hari ini
supaya tuan hendak kami hormati di hari ini

kudu kapu lobo pa’a,


supaya pangku bubung paha
diterima dengan hati yang tulus dan iklas

kudut rokot sangged tombo


supaya ikat semua bicara
mengikat semua pembicaan

kudut kapu agu naka


supaya pangku dengan menyambut
supaya disambut secara resmi

mbate dise ame, serong dise empo,


warisan mereka leluhur pengalihan mereka moyang
warisan turun-temurun dari nenek moyang atau leluhur

24
Dalam ungkapan adat tersebut di atas ditemukan unsur fonologi dan
unsur morfologi yaitu sebagai berikut:

1. Unsur Fonologi

Dalam aspek fonologi terdapat persamaan bunyi dan permainan bunyi.

Persamaan itu dapat dilihat pada data berikut:

rekok lebo, ro’eng ngoel


patah subur anak kecil bayi (kecil)
kematian yang belum cukup umur

persamaan bunyi pada kalimat di atas terletak pada kata ro’eng “anak kecil”

dan ngoel “bayi kecil”. Persamaan itu terletak pada vokal o pada kata

ro’eng dan ngoel.

kudu ise kali petu kole sosor, kudut tiwu galang naang
supaya mereka sebab pegang lagi pancuran dengan sungai
supaya hidup mereka di berhaki berkat yang melimpah

persamaan bunyi pada tuturan di atas terdapat pada kata petu “pegang” dan

tiwu “sungai”. Persamaan itu terlihat pada bunyi vokal u pada kata petu dan

tiwu.

2. Morfologi

Morfologi adalah ilmu bahasa yang mempelajari bentuk dan pembentukan

kata dari unsur morfologis. Morfologi pada ungkapan Cikop Le’as adalah

sebagai berikut:

1. Jenis-jenis kata

a. Nomina

Nomina adalah kata yang berfungsi sebagai kata benda yaitu

sebagai berikut:

25
kudu kapu lobo pa’a,
supaya pangku bubung paha
diterima dengan hati yang tulus dan iklas

kata lobo pa’a “ bubung paha” merupakan unsur inti kata benda.

Kata lobo pa’a pada ungkapan di atas mempunyai maksud bahwa

pada saat upacara berlangsung pihak keluarga perempuan

membicarakan tentang penerimaan yang dengan iklas atas pihak

laki-laki yang sedang dibicarakan pada saat upacar berlangsung.

b. Verba

Kata kerja adalah kata yang mengatakan tindakan perbuatan untuk

melakukan sesuatu. Kata kerja pada ungkapan adat Cikop Le’as

terlihat pada data di bawah ini:

kudut rokot sangged tombo


supaya ikat semua bicara
mengikat semua pembicaan

kata tombo “ceritera” berkomposisi verbal. Yang memiliki maksud

bahwa keluarga dari pihak perempuan sudah memperkuat

pembicaraan mereka.

, kudut kapu agu naka


akan penerimaan dengan penerimaan
mau menerima secara iklas

kata kapu “penerimaan” merupakan inti kata kerja yaitu pihak

keluarga perempuan menyambut pihak laki-laki secara resmi.

26
c. Konjungsi

Konjungsi atau kata penghubung adalah kata-kata yang

menghubungkan kata dengan kata, kalimata dengan kalimat.

Konjungsi pada ungkapan adat Cikop Le’as adalah sebagai berikut:

ngasang Wing agu Dading de anak dite


nama anak dengan anak dari anak kita
dari anak kandung kita

konjungsi pada tuturan di atas terlihat pada kata agu “dengan”.

d. Numeralia

Numeralia atau kata bilangan adalah kata-kata yang mengatakan

bilangan, dapat dilihata pada ungkapan adat berikut ini:

rekok lebo, ro’eng ngoel one mose dise cua


patah subur anak kecil dalam hidup mereka dua
kejadian keguguran dalam hidup mereka berdua

Numeralia atau kata bilangan pada ungkapan adat tersebut terletak

pada kata sua “dua”.

e. Preposisi (kata depan)

Preposisi atau kata depan adalah kata-kata yang digunakan untuk

merangkaikan nomina dengan verba dalam sebuah kalimat, dapat

dilihat pada ungkapan berikut:

weki neki, ranga manga one leso ho’o


tubuh kumpulan muka ada dalam hari ini
berkumpul bersama hari ini

sangged tombo dami one leso ho’o


semua bicara kami dalam hari ini
semua pembicaraan kami hari ini

27
preposisi pada ungkapan di atas terletak pada kata one
“dalam”.

f. Adverbia (kata keterangan)

Adverbia berfungsi untuk menerangkan kata kerja, kata sifat, dan

kata benda, dapat dilihat pada ungkapan berikut:

ruku agu sake bao agu mede


adat dengan kebiasaan sekarang dengan dulu
adat dengan kebiasaan dari dulu sampai sekarang

adverbia pada ungkapan di atas terletak pada kata bao “tadi” dan

mede “dulu”.

2. Gaya Bahasa

a. Repetisi

Repetisi adalah pengulangan kata pada kalimata yang sama atau

berbeda. Repetisi yang terdapat pada ungkapan adat Cikop Le’as

dapat di sajikan sebagai berikut:

kudu ise kali petu kole sosor,

kudu tiwu galang naang

kudu kapu agu naka

kudu sendeng lobo bekek

kudu kapu lobo pa’a,

kudu rokot sangged tombo

pengulangan kata yang terjadi pada ungkapan di atas terletak

pada kata kudu.

28
b. Simile

Simile adalah pengungkapan perbandingan secara eksplisit yang

dinyatakan dengan kata depan dan kata penghubung yaitu kata

seperti, bagaikan dan layaknya. Simile yang terdapat pada

ungkapan Cikop Le’as dapat disajikan sebagai berikut:

kudu sendeng lobo bekek itet mori leso ho’o


supaya layak bubung bahu anda Tuhan hari ini
supaya tuan hendak kami hormati di hari ini

bentuk simile pada ungkapan tersebut terletak pada kata sendeng

“layak”. Dimana yang dimaksud dalam ungkapan tersebut adalah

layaknya sang anak rona atau pihak perempuan disambut secara

resmi seperti raja.

c. Simbolik

Hal yang paling menonjol dalam gaya bahasa simbolik adalah

melukiskan sesuatu dengan menggunakan simbolik atau lambang

untuk mengatakan maksud tertentu. Gaya bahasa simbolik dalam

ungkapan adat Cikop Le’as adalah sebagai berikut.

kudu ise kali petu kole sosor


supaya mereka sebab pegang lagi pancuran ,
kudut tiwu galang naang
dengan sungai
supaya hidup mereka di berhaki berkat yang melimpah

Dalam ungkapan adat di atas terdapat kata yang menjadi simbolik,

yaitu terdapat pada kata sosor “pancuran” dan tiwu “sungai”.

Dari kedua kata tersebut mempunyai makna asli yaitu sosor

“berkat” dan sungai “rejeki”.

29
4.2.2 Makna Ungkapan Adat Cikop Le’as Dalam Upacara Ciang Tana

1. Makna Persaudaraan.

Makna ini terletak pada data di bawah ini:

kudut kapu agu naka


akan penerimaan dengan penerimaan
mau menerima secara iklas

makna persaudaraan pada ungkapan tersebut di atas terdapat pada kata

kapu “penerimaaan” dan naka “penerimaan”, dengan maksud bahwa

persaudaraan antara pihak laki-laki menerima pihak anak rona dengan

iklas dan senang hati.

2.makna kekeluargaan

Makna ini terlihat pada ungkapan berikut:

weki neki, ranga manga


tubuh kumpulan muka ada
berkumpul bersama

makna persaudaraan pada ungkapan di atas terletak pada kata neki

“kumpulan”

3. Makna permohonan

Makna permohonan atau permintaan pada acara Cikop Le’as terletak


pada ungkapan berikut:

kudut anak ngger olon kali ga neka manga koles


supaya anak ke depan sebab sudah jangan ada lagi
supaya anak kita untuk selanjutnya jangan ada lagi

rekok lebo, ro’eng ngoel one mose dise cua


patah subur anak kecil dalam hidup mereka dua
kejadian keguguran dalam hidup mereka berdua

30
makna permohonan pada ungkapan-ungkapan di atas terletak pada

kalimat Neka Manga Koles “jangan ada lagi” yang bermaksud

untuk memohon kepada Maha Kuasa dan leluhur supaya keluarga

mereka untuk kedepannya tidak mengalami musibah lagi.

4. Makna Simbolik

Makna simbolik menggambarkan bahwa barang atau benda yang

dibawah merupakan warisan leluhur yang harus dibuat dan dibawah

pada saat upacara. Seperti pada kalimat:

ho’o tuak damit ngasang kesa


ini tuak kami nama ipar
ini tuak dari kami sebagai ipar

Makna simbol pada ungkapan di atas terletak pada kata “tuak”

sebagai simbol ucapan terimakasih atas kehadirannya

4.2.3 Fungsi Ungkapan Adat Cikop Le’as Dalam Upacara Ciang Tana

Fungsi ungkapan adat Cikop Le’as adalah sebagai berikut:

1. Fungsi Informatif

Fungsi informatif yaitu fungsi bahasa untuk menyampaikan dan

menerima informasi. Fungsi ini terdapat pada ungkapan Cikop

Le’as dalam ungkapan sebagai berikut:

kudu adak lite Cikop Le’as


supaya adat kita Cikop Le’as
untuk kita mengadakan acara Cikop Le’as

31
Fungsi informatif pada ungkapan di atas terletak pada kata kudu

“supaya”, dengan maksud untuk memberitahukan bahwa pihak

anak rona diundang untuk mengadakan acara adat .

2. Fungsi Imajinatif

Fungsi imajinatif yaitu fungsi bahasa yang ditunjukan oleh

penggunanya atau pembicaranya pada saat berbicara dan bersifat

imajinasi. Fungsi ini terlihat pada ungkapan berikut ini:

ho’o tuak damit ngasang kesa kudut rokot


ini tuak kami nama ipar untuk ikat
ini tuak dari kami sebagai ipar sebagai tanda ikatan

Fungsi imajinatif pada ungkapan adat di atas terletak pada kata

rokot “ikat”, bermaksud supaya pembicaraannya benar-benar

disahkan oleh semua yang hadir dan tidak dapat diubah lagi.

3. Fungsi Ekspresi atau Emotif

Fungsi ekspresif atau emotif adalah fungsi tuturan untuk

mengungkapkan perasaan dan sikap penutur secara langsung

tentang topik atau situasi.

Fungsi ini dapat terlihat dalam tuturan sebagai berikut:

kudu kapu lobo pa’a,


supaya pangku bubung paha
diterima dengan hati yang tulus dan iklas

Fungsi ekspresif atau emotif pada ungkapan adat di atas terletak

pada kata kapu “pangku” dimana kata “kapu” pada ungkapan

tersebut menunjukkan ekspresi kegembiraan dan kehormatan.

32
4. Fungsi Direktif

Yang termasuk dalam fungsi ini adalah konotatif, pragmatik,

retorikal, dan persuasif yang tujuannya untuk memerintah,

menerima, memohon perhatian dan melakukan tindakan sesuai

dengan perintah dapat dilihat sebagai berikut:

kudu ise kali petu kole sosor,


supaya mereka sebab pegang lagi pancuran

kudu tiwu galang naang


dengan sungai palungan beri

supaya hidup mereka di berhaki berkat yang melimpah

Fungsi direkti pada ungkapan adat di atas terletak pada kata “petu

kole sosor” dan “tiwu galang naang”, yang bertujuan untuk

memohon.

33
BAB V

PENUTUP

Berdasarkan data yang diolah dan dianalisi pada bab IV, maka pada bab

ini peneliti akan memberikan kesimpulan dan saran sebagai berikut:

5.1. Simpulan

Bahasa adalah suatu alat komunikasi yang sangat penting bagi

kehidupan manusia, karena lewat bahasa, manusia mengabstrakkan seluruh

pengalaman empiris, rasional, dan spiritualnya secara konseptual, sistematis,

terstrukturyang pada gilirannya mengantarkan lahirnya dunia simbolikyang

melewat sekaat-sekat ruang dan waktu.Lewat bahasa manusia dapat

menyampaikan dan menggambarkan pikirannya dalam aneka wujud

kebudayaan.Kebudayaan dihasilkan oleh manusia.Manusia sebagai penghasil,

pelaku dan pendukunng kebudayaan.Karena itu tdak ada kebudayaan tanpa

manusia.Kebudayaan ada karena manusia berinteraksi dengan alam

sekitarnya.

Selain itu, ungkapan Cikop le’as diliputi oleh berbagai unsur yang

membentuk sutu kesatuan unsur pembentuk katanya, yakni fonologi,

morfologi, gaya gahasa

34
Ungkapan adat Cikop Le’as dalam upacara Ciang tana pada

masyarakat desa Poco Likang, Kecamatan Ruteng, Kabupaten Manggarai

Tengah memiliki bentuk dan makna sebagai berikut:

1. Bentuk ungkapan Cikop Le’as dalam upacar Ciang Tana pada

masyarakat desa Poco Likang, Kecamatan Ruteng , Kabupaten

Manggarai Tengah adalah berupa teks dialogis seperti terlihat

ungkapan adat pada bagian sun bab IV, dimana pembicara adat

menyampaikan permintaan dan permohonan kepada pihak keluarga

perempuan.

2. Makna ungkapan adat Cikop Le’as pada upacara Ciang Tana adalah

sebagai berikut:

a. Makna kebersamaan

b. Makna persaudaraan

c. Makna kekeluargaan

d. Makna permohonan

e. Makna simbolik

3. Fungsi ungkapan adat Cikop Le’as pada upacara Ciang Tang adalah

sebagai berikut:

a. Fungsi informatif

b. Fungsi imajinatif

c. Fungsi direktif

35
5.2. Saran

Demi melestarikan budaya yang ada di daerh kita yang

merupakanmedia untuk memperkaya ilmu pengetahuan budaya nasional,

maka penulis mengungkapkan saran sebagai berikut:

1. Bagi masyarakat desa Poco Likang, Kecamatan Ruteng, Kabupaten

Manggarai Tengah, agar tetap menjaga kelestarian budayanya,

khusunya budaya atau adat Ciang Tang di era globalisasi saat ini,

supaya budaya -budaya tersebut tidak ditelan arus perkembangan

zaman.

2. Bagi masyarakat Mangarai pada umumnya dan masyarakat desa Poco

Likang khususnya, agar dapat mengetahui, melestarikan nilai-nilai

budaya, khususnya ungkapan-ungkapan adat Cikop Le’as pada upacara

Ciang Tana.

36
Lampiran 1

DATA INFORMAN

1. Nama : Bernadus Jehalu

Status : Tu’a Teno

Umur : 63

Jenis kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Petani

2. Nama :Genoveva

Status :warga

Umur :57

Jenis kelamin :Perempuan

Pekerjaan :Petani

3. Nama : Elias Sadur

Status : Warga

Umur : 47

Jenis kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Petani

37
Lampiran 2

UNGKAPAN ADAT CIKOP LE’AS

Yo, ai ite ende ema anak rona


Ya karena kalian ibu bapak anakl suami
Ya karena kalian adalah ibu dan bapak

Ai comong agu wangkan dite


karena awal dengan awal kita
karena awalnya kita

le rekok lebo ro’eng ngoel


karena patah subur anak kecil mudah (kecil)
kematian yang belum cukup umur

ngasang Wing agu Dading de anak dite


nama anak dengan anak dari anak kita
dari anak kandung kita

one leso ho’o kali ga kudu adak lite Cikop Le’as


dalam hari ini sebab sudah supaya adat kita Cikop Le’as
karena di hari ini kita mau adakan adat Cikop Le’as dari anak kita

kudut anak ngger olon kali ga neka manga koles


supaya anak ke depan sebab sudah jangan ada lagi
supaya anak kita untuk selanjutnya jangan ada lagi

rekok lebo, ro’eng ngoel one mose dise cua


patah subur anak kecil dalam hidup mereka dua
kejadian keguguran dalam hidup mereka berdua

kudu ise kali petu kole sosor, kudu tiwu galang


naang
supaya mereka sebab pegang lagi pancuran dengan sungai palungan beri
supaya hidup mereka di berhaki berkat yang melimpah

woko hoo kali ite ngasang ende agu ema


karena ini sebab kamu nama ibu dengan bapak
karena di sini kalian sebagai ibu dan bapak

weki neki, ranga manga one leso ho’o


tubuh kumpulan muka ada dalam hari ini
berkumpul bersama hari ini

38
reweng dami ngasang kesa, ngasang koa
suara kami nama ipar nama menantu
permintaan kami sebagai ipar

toe manga banan lami ta ite


tidak ada lain kami ya anda
tidak ada yang lain lagi

tuak keta dami ngasang kesa agu koa one leso ho’o
tuak sangat kami nama ipar dengan menantu dalam hari ini
sebagai keluarga ipar ini tuak dari kami hari ini

kudut kapu agu naka ite


supaya pangku dengan menyambut anda
supaya disambut secara resmi

ngasang ende agu ema one leso ho’o


nama ibu dengan bapak dalam hari ini
kalian sebagai ibu dan bapak di hari ini

kudu sendeng lobo bekek itet mori leso ho’o


supaya layak bubung bahu anda Tuhan hari ini
supaya tuan hendak kami hormati di hari ini

kapu lobo pa’a, ai hitus reweng


pangku bubung paha karena itu suara
pembicaraannya diterima karena semua itu adalah permintaan

ruku agu sake bao agu mede


adat dengan kebiasaan sekarang dengan dulu
adat dengan kebiasaan dari dulu sampai sekarang

ho’o tuak damit ngasang kesa kudut rokot


ini tuak kami nama ipar untuk ikat
ini tuak dari kami sebagai ipar sebagai tanda ikatan

sangged tombo dami one leso ho’o


semua bicara kami dalam hari ini
semua pembicaraan kami hari ini

kudut kapu agu naka ite ngasang ende


ema
supaya pangku dengan menyambut anda nama ibu
bapak
supaya kalian ibu dan bapak disambut secara resmi

39
ata ine watu ci’e, ame watu nare
orang ibu batu garam ayah batu pelihara
ibu dan ayah yang membesarkan

yo.... ite, kepok toe reweng kanang ho tuak


ya.... anda hormat tidak suara hanya ini tuak
ya..... tuan hormat dari kami bukan hanya itu ini tuak

Data II

“Yo Neho reweng dami ngasang ende ema kole ite,


Ya Seperti perkataan kami nama ibu bapak juga kamu
“Ya, seperti perkataan kami sebagai ibu dan bapakmu juga

Ai c0mong agu wangkan dite, le rekok ro’eng ngoel


Karena awalnya dengan awalnya kita, karena patah anak-anak bayi
karena pada saat ini kita mengalami musibah keguguran

Ngasang wing agu dading de anak dami koa dami


Nama kandung dengan kandungi dari anak kami menantu kami
dari anak kita,menantu kami,

woko ho’o kali leson bog a, kudu adak Cikop Le’as ho’o kole
karena ini tiba saatnya sekarang akan ada adat Cikop Le’as ini juga
, maka dengan ini kita mau mengadakan adat Cikop Le’as.

kami ende ema weki neki ranga manga one leso ho’o
mesen
kami ibu bapak badan bersama wajah ada dalam hari ini
besar
. Kamipun sebagai keluarga dari anak kita hadir saat ini, besar

keta nuk agu tenang dite ngasang kesa ngasang koa


sangat ingat dengan kenang kamu nama ipar nama menantu
sekali harapan dan cintamu

kamping ami ngasang ende ema leso ho’o


untuk kami nama ibu bapak hari ini
untuk kami sebagai keluarga saat ini,

teti tuak dite ngasang kesa laing anak laing


angkat tuak kamu nama ipar anggapan anak anggapan

40
memberikan tuakmu sebagai keluarga

, kudut kapu agu naka


akan penerimaan dengan penerimaan
mau menerima secara iklas
ami ngasang ende ema one leso ho’o, neho tae dami ite
kami nama ibu bapak dalam hari ini seperti perkataan kami anda
kami sebagai keluarga hari ini, seperti yang kami katakan kepadamu

ai hitu muings ngasang reweng ine- reweng ame ata


karena itu memang nama perkataan ibu perkataan bapak yang
karena semua itu adalah pesan dari leluhur kita, yang

haeng tae, repeng pede, sanggen ruku agu sake,


kedapatan pesan kedapatan pesan, semua adat dengan kebiasaan,
kita dapatkan, dan sudah menjadi adat dan kebiasaan

ata mbate dise ame, serong dise empo, kudut hiang tau
yang warisan dari moyang warisan dari moyang untuk menjaga dari
dari nenek moyang yang kita percaya untuk menjaga kita semua

ngasang ema agu anak, neho tae dami ite,


nama bapak dengan anak, seperti perkataan kami anda
ibu dan bapak seperti yang kami katakan

to e ma celan onemai reweng dite”


tidak ada salah dari perkataan anda
maka dengan itu,semua perkataanmu itu benar adanya...

41

Anda mungkin juga menyukai