Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Umumnya manusia adalah makhluk sosial. Mahluk sosial merupakan

makhluk yang berelasi dengan sesamanya. Dalam hidup berelasi dengan sesama

dan makhluk hidup lainnya pasti ada berbagai perbedaan. Hidup dalam

perbedaan itu, tidaklah mudah. Perbedaan itu seringkali memunculkan

pertentangan maupun permasalahan seperti perseturuan, penganiayaan,

diskriminasi (ras,suku, dan agama), diskriminasi terhadap perempuan, polemik

mengenai penyembahan yang benar, kesenjangan relasi antara agama. Itulah

gambaran dari sebagian wajah kehidupan era modern atau kehidupan yang terjadi

masa kini. Modernitas menawarkan rasionalitas dan empirisitas dalam memahami

suatu kebenaran dan kenyataan hidup. Demikianlah, relasi-relasi kemanusiaan

selalu terbungkus dalam bingkai rasionalitas dan kenyataan empiris. Namun tidak

semua relasi kemanusiaan secara empiris memiliki makna yang mengakar dan

mendalam. Di balik relasi antar manusia yang tampak nyata ada pula tersimpan

kesenjangan dan pertentangan antar manusia, terbungkus pula lakon diskriminasi,

kekerasan dan ketidakadilan yang masih mewarnai kenyataan hidup manusia

modern.

Kenyataan hidup manusia di era modern dapat digambarkan seperti dalam

percakapan Yesus dan perempuan Samaria. Perempuan Samaria yang hanya

memahami secara duniawi (air sumur) dan kurang menangkap makna terdalam
2

dari apa yang disampaikan oleh Yesus ketika menawarkan air kehidupan. Selain

itu dalam konteks historis, perjumpaan Yesus dengan perempuan Samaria seakan

melurus benang kusut yang melilit relasi ketegangan antara orang Yahudi dan

orang Samaria. Yesus pun hadir membangun suatu dialog kehidupan yang

berbasis pada kebutuhan hidup bersama sembari menyingkirkan lakon

diskriminasi sosial yang dialami oleh perempuan Samaria.

Dalam percakapan Yesus dan perempuan Samaria menampilkan suatu

perbedaan yang diyakini Yohanes bahwa manusia cenderung salah memahami

anugerah keselamatan Allah sekalipun anugerah itu berada jelas di depan mereka.

Seperti perempuan Samaria tersebut, manusia cenderung mengacaukan antara dua

kenyataan tentang kebutuhan fisik dan kebutuhan spiritual kita.1 Dan apa yang

dikatakan oleh Yesus selalu memunculkan kesulitan bagi pendengar untuk

menangkap artinya. Tetapi kemudian Yesus memberikan jawaban bagi wanita itu,

yang membuatnya mengerti maksud dari perkataan Yesus yang menyatakan

dirinya sebagai air hidup. Pernyataan yang mengandung makna alegori ini,

memiliki banyak makna yang dapat melukiskan bagaimana kuasa hidup baru itu

bekerja pada “semua yang menerimanya”.

Injil Yohanes (ditulis kurang lebih tahun 1002) untuk mengemukakan

gagasan teologis dari penulis teks Yohanes yang lebih menekankan pengakuan

tentang siapa itu Yesus. Penulis Injil Yohanes, menampilkan formula penyataan

diri Yesus yang digunakan secara khas dalam injil Yohanes yakni “Aku adalah”

1
Robert Kysar, Injil Yohanes sebagai cerita (Jakarta:BPK Gunung Mulia,2003), hlm. 20
2
M.E.Duyverman, Pengantar ke dalam Perjanjian Baru (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009),
hlm 72
3

(Yun: ego eimi). Penyataan diri Yesus menunjuk kepada penyataan dan

Proklamasi Yesus tentang identitas diri-nya sendiri.3 Perkataan ini juga

menampilkan wibawa dan kebenaran Ilahi Yesus. 4

Dalam teks Yohanes 4:7-15, Yesus memandang pentingnya air sebagai

sumber kehidupan. Yesus menunjukan bagaimana kemurahan hati untuk menjadi

saluran hidup bagi orang lain. Air hidup ditawarkan oleh Yesus kepada

perempuan di sumur Yakub. Kemurahan hati Yesus yang menawarkan air hidup

kepada mereka yang terpinggirkan, menghentak gereja agar keluar dari keegoisan,

dan menjadi saluran hidup bagi siapapun.5 Dengan kata lain, gereja perlu menjadi

gereja yang solider dengan semua orang.

Disadari pula bahwa teks Yohanes 4:7-15 memiliki horizon makna

teologis yang cukup luas, dan hendak menegaskan kembali salah satu ajaran

kristologi dari penulis Injil Yohanes. Tetapi dengan berkaca dari ajaran Yesus,

maka sepatutnya teks Yohanes 4:7-15 mesti dikaji dan ditafsir untuk menemukan

makna teologinya. Dengan memaknai Yesus sebagai air hidup, diharapkan dapat

melahirkan praksis baru bagi kehidupan manusia, teristimewa bagi orang percaya.

Jika pemaknaan dan praksis tersebut dapat dikonstruksikan, maka persoalan yang

dihadapi oleh gereja masa kini seyogianya dapat tertangani. Oleh karena itulah,

upaya menafsirkan teks ini dengan pendekatan historis-teologis dimaksudkan

untuk mengungkap berbagai makna teologis-kristologis penulis Injil Yohanes.


3
Pdt. Monike Hukubun, Materi Bimbingan Khotbah Edisi Januari-Maret 2015 (Ambon: LPJ
GPM, 2015), hlm. 52
4
Robert Kysar, Injil Yohanes sebagai cerita (Jakarta:BPK Gunung Mulia,2003), hlm. 21
5
Departemen Perempuan dan Anak PGI, Hari Doa Sedunia untuk Pelayanan Anak (Jakarta:
MPH PGI, 2014), hlm. 2
4

Kemudian, pemaknaan tersebut akan didialogkan dengan konteks pembaca masa

kini.

B. Perumusan Masalah

a) Bagaimana visi teologi mengenai Air Hidup yang terdapat dalam

konteks pembaca Injil Yohanes 4:7-15 saat itu?

b) Bagaimana relevansi mengenai Air hidup bagi konteks kemajemukan

pembaca masa kini ?

C. Tujuan Penelitian

a) Dapat menemukan visi teologi mengenai Air hidup dalam konteks

pembaca Injil Yohanes 4:7-15

b) Mengembangkan gagasan teologi biblis mengenai Air Hidup bagi

kehidupan jemaat masa kini dalam membangun praktis hidup orang

beriman.

D. Manfaat Penelitian

Secara akademik, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan

referensi untuk mahasiswa dan mahasiswi dalam proses perkuliahan. Dan secara

praksis memberikan kontribusi pikir positif bagi perilaku masyarakat masa kini,

sehingga mereka dapat mengembangkan kehidupan harmonis antar sesama.


5

E. TINJAUAN PUSTAKA

1. Kerangka Teoritik

Seperti penjelasan yang telah di paparkan sebelumnya, kajian terhadap

teks Yohanes 4:7-15 menggunakan pendekatan historis-teologis, maka penulis

akan mengulas mengenai pendekatan historis-teologis dan pendapat ahli

mengenai teks yang di kaji.

1.1 Hermeneutik Historis-Teologis

Secara umum orang memahami hermeneutika sebagai ilmu

penafsiran (science of interpretatation) dan memang inilah pemahaman

yang paling tua yang berasal dari pemahaman yang berkaitan dengan teori

penafsiran kitab suci alkitab. Karena kata hermeneutika yang dalam

bahasa Inggris hermeneutics berasal dari kata kerja bahasa Yunani

hermeneunine dan hermeneia yang masing-masing berarti “menafsirkan”

dan “penafsiran”. Dalam mitologi Yunani kuno istilah ini diasosiasikan

dengan dewa hermes (Hermeios) utusan dewa yang berperan mengubah

apa yang di luar pengertian manusia kedalam bentuk yang dimengerti

manusia. fungsi Hermes sangat penting, sebab bila terjadi kesalahpahaman

tentang pesan dapat berakibat fatal bagi seluruh hidup manusia. Hermes

merupakan simbol seorang Duta yang dibebani dengan misi khusus.

Berhasil tidak misi tersebut sangat bergantung pada cara bagaimana


6

Hermes menyampaikannya dalam bahasa manusia.6 Ebeling dalam Gordin

membuat interpretasi mengenai penerjemahan yang dilakukan Hermes.

Dalam proses tersebut mengandung tiga makna 1) mengungkapkan

sesuatu dalam pikiran melalui kata-kata sebagai medium penyampaian; 2)

menjelaskan secara rasional sesuatu yang masih samar-samar sehingga

maknanya dapat dimengerti;dan 3) menerjemahkan suatu bahasa asing

kedalam bahasa lain yang lebih dikuasai oleh pembaca. Ketiga pengertian

ini terangkum dalam pengertian “menafsir”.7

John Hayes mengemukakan beberapa metode penafsiran yakni:

historis, naratif, sastra, bentuk, kanonik, redaksi, struktur. Dari beberapa

metode, penulis menggunakan penafsiran historis-teologis untuk menafsir

teks Yohanes 4:7-15. Penafsiran historis-teologis merupakan penafsiran

terhadap dokumen-dokumen didasarkan bahwa sebuah teks itu bersifat

historis minimal dalam dua pengertian : teks itu berkaitan dengan sejarah

dan juga memiliki sejarahnya sendiri. Atas dasar itu penafsiran ini

mencakup dua aspek yakni: sejarah dalam teks dan sejarah dari teks. Yang

pertama menunjuk pada hal-hal yang berkaitan dengan sejarah dari dari

teks tuturkan, tokoh-tokoh tertentu, peristiwa-peristiwa,keadaan-keadaan

sosial ataupun gagasan-gagasan. Dalam hal ini, teks berfungsi sebagai

sebuah jendela yang melaluinya kita dapat memandang ke suatu

periodesasi sejarah. Sedangkan sejarah dari teks menunjuk pada Sesuatu

6
Jerry Rumahlatu, Hermeneutika sepanjang masa, (Jakarta: CV. Cipta Varia Sarana,2011) hlm.
59
7
Ibid,. hlm 60
7

yang tidak ada sangkutpautnya dengan apa yang teks sendiri kisahkan

atau gambarkan yaitu, riwayat atau sejarah dari teks sendiri: bagaimana

teks itu muncul, mengapa, dimana,kapan, dan dalam keadaan bagaimana;

siapa penulisnya dan untuk siapa ditulis, disusun, disunting, dihasilkan

dipelihara;mengapa samapai teks itu ditulis, lau halapa saja yang

mempengaruhi kemunculan, pembentukan, perkembangan, pemeliharaan,

dan penyebarluasannya?.8 Setelah melakukan penafsiran terkait aspek-

aspek sejarah berdasarkan pengertian inilah, maka ditariklah makna

teologis dari teks yang dikaji.

1.2 Air hidup menurut Injil Yohanes

Dalam injil Yohanes 4:1-42, mengemukakan berbagai tema yakni Air

hidup (7-15), ibadah yang benar (16-26). Penulis lebih memfokuskan pada teks

Yohanes 4:7-15 yang merupakan bagian yang membahas tentang tema Air9. Air

yang dimaksudkan adalah bukan air dalam bentuk materi tetapi penyataan diri

Yesus yang dinyatakan lewat kiasan yakni air hidup. Pernyataan diri Yesus

sebagai air hidup oleh penulis Injil Yohanes menampilkan formula penyataan diri

Yesus yang digunakan secara khas dalam injil Yohanes yakni “Aku adalah (Yun:

ego eimi). Masing masing berarti Penyataan diri Yesus menunjuk kepada

penyataan dan Proklamasi Yesus tentang identitas diri-nya sendiri. Air hidup

8
John H. Hayes & Carl Holladay, Pedoman Penafsiran Alkitab (Jakarta: BPK Gunung
Mulia,2010), hlm. 52
9
St.Eko Riyadi, Yohanes-Firman Menjadi Manusia, (Yogyakarta:Kanisius,2011), hlm. 128
8

merupakan istilah yang muncul beberapa kali dalam injil Yohanes (3:5;4:10-

15;7:38;19:34). Dalam banyak bahasa, istilah air hidup tidak mempunyai arti,

sedangkan dalam beberapa bahasa lainnya artinya hanyalah “air yang mengalir”.

Bila air hidup diterjemahkan secara harfiah, ada kemungkinan terjadi salah

pengertian dalam beberapa bahasa. Tetapi yang dimaksudkan disini adalah air

yang memberi hidup. Atau dapat pula dikatakan diterjemahkan air yang

menyebabkan manusia dapat hidup.10

Penyataan Yesus sebagai air hidup bukanlah pemahaman yang dapat

ditafsirkan secara harafiah. Tetapi dengan jelas dalam percakapan, Ridderboss

menjelaskan bahwa Air yang dimaksudkan dalam injil Yohanes bukanlah air

yang hanya dapat menghilangkan haus yang sementara saja, atau hanya memiliki

dampak terbatas, tetapi air hidup yang dimaksudkan adalah air yang membuat

orang tidak harus pergi berulang-ulang untuk mendapatkannya tetapi itu akan

menjadi mata air kehidupan, air yang mengisi sendiri di dalam, air itu merupakan

sumber minuman dan kehidupan kekal yang membarui diri.11 Tetapi yang utama

disini bukanlah arti khusus dari “air hidup” tetapi proklamasi bahwa dalam diri

Yesus sebagi Mesias yang di utus secara Ilahi hadir, karunia Allah yaitu karunia

yang para nabi dan para pemazmur pernah dan sekali lagi saksikan dan orang-

orang selalu cari dalam kehausan mereka akan Allah. Dalam konteks mesianik

dari “Akulah Dia, yang sedang berkata-kata dengan Engkau,” akan apa yang

dinyatakan dan lakukan, karunia yang Ia anugerahkan atas mereka yang percaya

10
Barclay M.Newman & Eugene A. Nida, Pedoman Penafsiran Alkitab Injil Yohanes, (Jakarta:
LAI, 2014), hlm 113-114.
11
Herman N.Ridderbos. Injil Yohanes-Suatu Tafsiran Theologis, (Surabaya: Momentum, 2012),
hlm. 167
9

kepadaNya akan dipahami progresif, sama seperti yang akan muncul dalam dialog

selanjutnya.12

Air hidup yang dimaksudkan akan berfungsi dan mengalir didalam diri

tiap manusia yang memahami karunia Allah bagi dirinya, dan akan menghapuskan

serta membersihkan diri dari tindak diskriminasi yang ditunjukan dengan adanya

kesenjangan relasi antar sesama karena kebutuhan secara duniawi (air dari sumur).

Menurut Rudolf Bultmann bagian Yohanes 4 yang menggambarkan

mengenai air terlihat jelas dalam ayat 10-15. Dalam kitab ini, menunjukan bahwa

air hidup merupakan dualisme dari lingkungan gnostik. Hal ini sejalan dengan

mode khotbah tentang roti hidup, cahaya kebenaran, anggur kebenaran. Benda

sesuatu dipandang sebagai atau diibaratkan dengan semua benda atau kejadian

yang terjadi di bumi, baik makanan atau pakaian, kelahiran hidup atau mati adalah

bersifat sementara. Ada perbedaan antara apa yang ada di dunia maupun di

surga. Dasar terpenting dari kehidupan yang dikehendakinya. Dengan demikian,

dapat dikatakan di dalam kitab Yohanes pewahyuan yang diberitakannya secara

bebas menggunakan lambang-lambang atau yang disamakan dengan benda-benda

di bumi dimaksudkan untuk menunjukkan ada hubungan yang positif antara

kehidupan di bumi dan berita keselamatan dari sorga yang disampaikannya itu.

Hubungan ini berisi kenyataan bahwa kehidupan manusia banyak yang salah dan

penuh kepalsuan, maka injil memberitakan tentang kebenaran dan apa yang

dikehendaki oleh Allah yaitu kehidupan sebenarnya. Yohanes paham apa yang

dikiaskan oleh Yesus selama perjalanannya. Alasan untuk menggambar

12
Ibid., hlm 169
10

pemberian yang di firmankan ὕδωρ ζῶν (air hidup) sebagai pemberian yang

sangat penting bagi kehidupan manusia.13

Pengakuan akan Yesus sebagai air hidup adalah juga wujud keberanian

besar dalam menyatakan iman akan Kristus bagi konteks masa kini. Sama seperti

dengan perempuan Samaria dalam teks Yohanes 4. Konteks percakapan Yesus

dan perempuan Samaria menampilkan suatu percakapan yang melintasi perbedaan

antara laki-laki dan perempuan, suku dan ras karena menampilkan hubungan

yang baik antara relasi sesama, meskipun dinyatakan oleh penulis bahwa orang

Yahudi tidak berteman dengan orang Samaria.

Dari keterangan yang diperoleh dalam Injil Yohanes sendiri, tampak

bahwa pembaca Injil Yohanes berhadapan dengan konflik, bahkan

penganiayaan.14 Beberapa bagian injil menampilkan sebuah situasi kritis dimana

orang-orang Kristen mengalami pengusiran dari sinagoge Yahudi. Penginjil

bermaksud untuk meneguhkan jemaat Kristen akibat pengusiran. Situasi

menggambarkan situasi jemaat Yohanes. Maka Injil ditulis bagi orang-orang

Kristen Yahudi yang imannya sedang diserang oleh jemaat sinagoga karena

mengimani Yesus. 15

2. Kerangka berpikir

Penulisan ini bertumpu pada dimensi biblis dan dimensi konteks masa

kini. Dimensi biblis yakni Teks Yohanes 4:7-15 yang akan dikaji ini, dimulai

13
R. Bultmann. The Gospel of John; A Commentary, (Filadelfia: The Westminster Press, 1971),
hlm. 182
14
St.Eko Riyadi, Yohanes-Firman Menjadi Manusia, (Yogyakarta: Kanisius, 2011), hlm. 33
15
Ibid., hlm.34-35
11

dengan menemukan visi teologi utama Yesus sebagai air hidup. Kajian teks

menggunakan kritik historis-teologis. Kemudian makna teologis akan

didialogkan dengan konteks pembaca masa kini. Dan dari sinilah diharapkan akan

dikembangkan suatu refleksi teologis kontekstual tentang Yesus sebagai air

hidup.

Bagan kerangka berpikir

Yesus sebagai Air Hidup

Yohanes 4:7-15

Eksplanasi:

Kritik Historis -Teologis Makna /visi Teologis


Yohanes 4:7-15

Konteks
Masa kini

Refleksi Kontekstual

F. METODE PENELITIAN

1. Jenis penelitian

Jenis penelitian yang digunakan ialah penelitian historis-teologis.

Penelitian historis-teologis adalah bagian dari salah satu penelitian

kepustakaan yang dilakukan untuk memecahkan masalah dengan

menggunakan literatur berupa buku-buku dan media informasi lainnya

seperti internet dan sumber pustaka lainnya.


12

2. Tempat dan Waktu Penelitian

Waktu Penelitian berlangsung bulan Oktober-Desember 2015.

3. Sumber Data

Dalam penelitian ini digunakan sumber data berupa :

a. Alkitab (Bahasa Yunani,TB LAI)

b. Buku tafsir PB khususnya Injil Yohanes

c. Kamus Alkitab

d. Ensiklopedia

e. Buku-buku terkait penelitian

4. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data, penulis melakukan penelitian kepustakaan untuk

menganalisis sumber data yang diperoleh.

5. Teknik Analisa Data

Teknik analisa data yang dipergunakan yakni hermeneutik. Secara khusus

menggunakan metode tafsir historis. Metode historis melihat teks sebagai

jendela, dan melihat apa yang ada di balik teks. Metode ini menganalisa

teks dengan melihat sejarah dalam teks dan sejarah dari teks. Adapun

langkah-langkah dapat dijelaskan sebagai berikut:


13

1. Menganalisa teks dan melakukan kritik teks yang bertujuan

untuk menemukan terjemahan standar yang mendekati bentuk

asli

2. Analisa konteks historis teks yang mencakup tempat penulisan,

kepengarangan, waktu penulisan dan pembacanya serta situasi

saat itu.

3. Melakukan kajian tafsir untuk menemukan kristalisasi visi

teologis tentang Yesus sebagai air hidup dalam konteks

penerima Yohanes 4:7-15

4. Analisa teologi untuk mengembangkan kristalisasi visi teologis

yang terdapat pada Yohanes 4:7-15 dalam konteks bergereja

masa kini.

G. Defenisi Operasional

Air : Cairan jernih tidak berwarna, tidak berasa, dan tidak berbau, yang

diperlukan dalam kehidupan manusia, hewan, dan tumbuhan yang secara

kimiawi mengandung hydrogen dan oksigen.

Air hidup: Bahasa metafora sebagai ungkapan dari Kristologi oleh penulis

injil Yohanes yang menunjuk kepada penyataan diri Yesus.

H. Cara penyajian

Penulisan ini disajikan dalam bentuk deskriptif serta dibagi dalam beberapa bab

sebagai berikut:
14

BAB I merupakan pendahuluan yang memuat latar belakang masalah, latar

belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,

kerangka teoritik, kerangka pikir, dan metode penelitian (jenis penelitian, tempat

dan waktu penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data, teknik analisa data,

defenisi operasional dan cara penyajian).

BAB II merupakan kajian eksegetis dengan menggunakan metode tafsir historis

terhadap teks Yohanes 4:7-15. Kajian ini terdiri dari, situasi historis, terjemahan

dan kritik teks, penafsiran teks dan kristalisasi pikiran teologi.

BAB III merupakan bagian refleksi teologi kontekstual dan implikasi dari teks

Yohanes 4:7-15.

BAB IV merupakan bagian Penutup yang memuat kesimpulan dan saran.

Anda mungkin juga menyukai