Anda di halaman 1dari 83

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Masalah

Kehidupan rohani atau spiritualitas tidak lain daripada mengamalkan daya Roh Allah
dalam diri kita, supaya kita berkembang menjadi citra Allah yang semakin sesuai dengan
kehendak sang Pencipta. Roh ini mendorong setiap orang beriman dan mengungkapkannya
untuk mencapai tahap kedewasaan dalam Kristus. Walaupun hidup rohani kita masing-masing
bersifat pribadi dan unik, namun terdapat persamaan menurut kurun waktu, rahmat panggilan,
cita-cita rohani dan bakat-bakat kodrati yang merupakan dasar manusiawi kita.1 Maka dalam
sejarah gereja, kita akan menemukan tipe, gaya, ideal rohani yang mewarnai suatu zaman,
kelompok atau gerakan rohani. Mengenal pola spiritualitas sangat bermanfaat untuk
mengembangkan hidup rohani kita masing-masing sesuai panggilan kita.

Spiritualitas kristiani sejati adalah suatu partisipasi manusia dalam hidup melalui
hubungan kasih kepada Allah dan sesama manusia yang tak terpisahkan. Spiritualitas kristiani
sejati adil apabila ada usaha secara tekun menghayati kasih akan sesama, yang timbul dan
berakar dalam hubungan kasih bersama dalam, melalui dan dengan Allah. Hubungan sosial
inilah yang disebut hubungan antara keadilan dan perdamaian.2

Bagi kekristenan, spiritualitas berkaitan dengan bagaimana menghayati perjumpaan


dengan Yesus Kristus. Istilah ‘Spiritualitas Kristen’ menujuk pada cara bagaimana kehidupan
Kristen dipahami dan bagaimana praktek-praktek devosi secara eksplisit telah dikembangkan,
untuk membantu menumbuhkan dan mempererat hubungan dengan Kristus. Spiritualitas Kristen
mungkin juga bisa dipahami sebagai cara, bagaimana orang-orang Kristen sebagai pribadi
maupun sebagai kelompok-kelompok berusaha memperdalam pengalaman mereka tentang
Tuhan. Ada gunanya kalau kita pahami bahwa kekristenan memiliki tiga unsur, yaitu:3

1. Kekristenan sebagai serangkaian keyakinan. Meskipun ada berbagai perbedaan di antara


orang-orang Kristen dalam sejumlah masalah doktrin, namun relatif mudah
menunjukkan bahwa ada suatu inti keyakinan bersama yang ada di balik beraneka versi

1
A. Heuken Sj, Spiritualitas Kristiani: pemekaran hidup rohani selama dua puluh abad, (Jakarta: Yayasan Cipta
Loka Caraka, 2002), h. 7.
2
A. Eddy Kristiyanto, Spiritualitas Sosial: Suatu Kajian Kontekstual, (Yogyakarta, Kanisius, 2010), h. 56.
3
Alister E. McGrath, Spiritualitas Kristian, (Bina Media Perintis: Medan, 2007), h. 3-4.

1
kekristenan. Hal ini dapat diuraikan dalam syahadat kekristenan, yang diterima sebagai
pernyataan iman oleh seluruh gereja Kristen utama.
2. Kekristenan sebagai serangkaian nilai. Kekristenan merupakan iman yang sangat kuat
terkait dengan etika. Namun, kekristenan itu tentang serangkaian aturan di mana orang-
orang Kristen secara mekanistis mematuhi sederet instruksi. Nilai-nilai ini terkait erat
dengan karakter Yesus dari Nazaret, yang oleh Kristen dipandang sebagai landasan
kehidupan iman sekaligus teladan tertinggi dari suatu kehidupan yang dihayati dalam
persaudaraan erat dengan Tuhan.
3. Kekristenan sebagai sebuah cara hidup. Menjadi seorang Kristen tidak sekedar soal
merengkuh serangkaian kepercayaan serta nilai; melainkan ini menyangkut kehidupan
nyata di mana berbagai ide serta nilai itu dinyatakan dan dijewantahkan dalam cara hidup
yang nyata.

Dalam arti sebenarnya, spiritualitas berarti hidup berdasarkan atau menurut Roh. Dalam
konteks hubungan dengan yang transenden, roh itu adalah Roh Allah sendiri. Spiritualitas adalah
hidup yang didasarkan pada pengaruh dan bimbingan Roh Allah. Dengan spiritualitas, manusia
bermaksud membuat diri dan hidupnya dibentuk sesuai dengan semangat dan cita-cita Allah.
Karena spiritualitas terasa begitu umum dan abstrak, agar penghayatan spiritualitas menjadi
konkret dan jelas, maka dalam praktek spiritualitas diwujudkan dengan mengikuti jejak atau
hidup tokoh-tokoh agama entah para pendiri agama atau para pengikut agama.4

Spiritualitas dalam Perjanjian Lama (PL) dilihat melalui spiritualitas Yudaisme pada
abad-abad sebelum Kristus dan berdasarkan ibadat di Baittullah di Yerusalem dan di Sinagoge-
sinagoge. Pokok ibadah di sinagoge adalah pembacaan terhadap kutipan kitab-kitab Perjanjian
Lama. Berdasarkan penjelasan di atas ada tiga gagasan spiritualitas Yudaisme yang sangat kuat,
yaitu: D’ath adalah semacam pengetahuan, yang bukan melulu tentang sesuatu, melainkan
pengenalan orang lain secara pribadi. Pengenalan seperti ini melahirkan hubungan pribadi dan
merupakan dasar pada kepercayaan sehingga orang ingin mengerti dan mendalami rencana-
rencana Allah.5

Kemudian Shekinah, Shekinah berarti berdiamnya Yahwe, yaitu Tuhan bersama umat-
Nya yang disadari oleh orang beriman. Yahwe dipandang bukan sebagai ilahi bangsa lain.
Shekina bagaikan sinar surya yang bercahaya dari balik awan kelam yang memanifestasikan

4
Agus M. Hardjana, Religiositas, Agama & Spiritualitas, (Yogyakarta: Kanisius, 2005), h. 64-65.
5
A. Heuken Sj, Spiritualitas Kristiani: pemekaran hidup rohani selama dua puluh abad, h. 25.

2
Tuhan. Shekinah sama dengan kehadiran Yahwe dalam ruang inti Bait Allah atau di mana pun
dua atau tiga orang berkumpul untuk merenungkan Taurat. Shekinah terdapat dalam orang yang
berkarisma, dengan mempertahankan monoteisme Yudaisme, maka gagasan Kristen mengenai
Roh Kudus dapat di sejajarkan dengan Roh Shekinah. Pada zaman bapa-bapa bangsa Israel,
kekayaan dianggap suatu tanda bahwa Tuhan berkenan pada seseorang, berbeda pada masa
Yudaisme. Bila di dunia ini tidak ada harapan lagi maka kelompok religius mengembangkan
paham-paham apokaliptis, yaitu keyakinan bahwa Tuhan akan datang segera untuk menghakimi
segala sesuatu yang jahat di bumi ini. Paham apokaliptis merupakan ciri khas orang-orang
tertindas, yakni kaum papa.6

Di dalam Perjanjian Baru, spiritualitas Kristen berkembang dari gagasan ketiga Injil
Sinoptik yang bercorak Yahudi. Gagasan penting itu adalah metanonia, padang gurun dan
kemurnian hati. Metanonia, diterjemahkan sebagai ‘tobat’. Yohanes Pembabtis muncul di
padang gurun menyuarakan pembaptisan sebagai bentuk pertobatan. Metanonia secara harafiah
‘mengubah pikiran’. Metanonia tidak hanya menyesali dosa-dosa melainkan bersedia menerima
dengan senang hati penilaian Tuhan serta daya-Nya, untuk mengubah hati serta pikiran kita.
Padang gurun, yang dialami Yohanes Pembaptis maupun Yesus merupakan suatu tempat
perjumpaan seperti dipahami dalam Perjanjian Lama.7

Di gurun, Yesus bergumul dengan roh jahat yang menggodainya dan malaikat yang
menguatkan-Nya. Di tempat sunyi Roh bisa dijumpai daripada di kota. Pertemuan ini merupakan
pergumulan rohani yang hebat sampai orang memperoleh hati tenang dengan menyerahkan diri
sepenuhnya kepada Tuhan. Dalam spiritualitas Abad Pertengahan ‘gurun’ diganti dengan tempat
sepi di pegunungan atau biara dalam hutan belantara untuk menemukan dirinya yang sejati
dengan Tuhan. Kemurnian hati merupakan prasyarat untuk menerima hati baru, yang mampu
mencintai Allah dan sesama dengan segenap hati. Kemurnian hati berserta janjinya bahwa akan
memandang Allah, menyediakan suatu arketip8 bagi spiritualitas kristiani sepanjang segala abad.
Dalam tulisan Paulus, spiritualitas terlihat melalui pemahaman kita bersama Kristus. Bersama
dengan Kristus menghasilkan hidup yang baru. Dalam Kristus sama artinya dengan dalam Roh.
Orang beriman tanpa Roh adalah kontradiksi. Melalui Kristus kita akan memperoleh
keselamatan seperti apa yang sudah Allah kehendaki.9

6
A. Heuken Sj, Spiritualitas Kristiani: pemekaran hidup rohani selama dua puluh abad, h. 26-27.
7
A. Heuken Sj, Spiritualitas Kristiani: pemekaran hidup rohani selama dua puluh abad, h. 28.
8
Arketip merupakan lambang yang terdapat dalam bawah-sadar kolektif dan sering terungkap dalam mitologi.
9
A. Heuken Sj, Spiritualitas Kristiani: pemekaran hidup rohani selama dua puluh abad, h. 29.

3
Sebagaimana dengan gereja tradisional, kekristenan kharismatik juga memahami,
mengekspresikan, dan mengelola keprihatinan akan rasa aman spiritual itu dengan
mempertimbangkan konsep peperangan rohani. Namun demikian, kekhususan-kekhususan
tertentu tetap ada dalam pendekatan ‘kharismatik’ tersebut. Di sini, rasa aman direalisasikan
melalui doktrin pemberdayaan atau baptisan Roh. Bapstisan Roh seperti itu dipercayai untuk
meningkatkan kesalehan pribadi, doa kekudusan, kesaksian dan perlingdungan melalui
pencurahaan Roh dalam kepenuhannya. Baptisan Roh merupakan kegiatan dalam kekristenan
kharismatik, menegaskan dan memproklamasikan kemenangan Krsitus atas dosa dan maut.
Baptisan seperti ini juga mengkokohkan ulang keyakinan orang percaya akan pemeliharaan,
kehadiran dan perlindungan Allah.10

Pada tanggal 22 Agustus 2015 terjadi kebakaran besar yang menghanguskan seluruh
gedung Medan Plaza, termasuk GBI Medan Plaza yang berada di lantai 6 dan 7. Tempat sejarah
yang penuh kenangan indah itu lenyap ditelan api, tidak banyak yang dapat diselamatkan karna
api melahap gedung berlantai 7 tersebut selama 36 jam. Dalam keadaan yang sangat sukar itu,
ternyata Tuhan memberikan pengajaran bagi mereka bahwa selalu ada alasan untuk bersyukur,
sebab mereka percaya bahwa mereka mempunyai Allah yang turut bekerja dalam segala perkara
untuk mendatangkan kebaikan bagi orang yang mengasihi-Nya.11 Sehingga, mereka tidak
berputus asa untuk tetap melanjutkan misi mereka walaupun mereka telah kehilangan gedung
tempat beribadah. Mereka tidak lari ke tempat lain untuk beribadah, tetapi mereka fokus untuk
tetap membangun gedung gereja dan gedung itu sedang dibangun di atas sebidang tanah untuk
gereja yang telah Tuhan anugerahkan kepada mereka sejak tahun 2008.

Melihat pertumbuhan jemaat yang semakin berkembang, akhirnya rumah Tuhan


dibangun di atas sebidang tanah, yaitu gedung GBI Rumah Persembahan pada tahun 2015. Pada
tanggal 24 Desember 2016 tepat pada perayaan Hanukkah12 Bambang Jonan disaksikan istri dan
kedua anaknya menyerahkan kunci gedung Rumah Persembahan (House of Sacrifice) kepada
Edy Pratjitno13 beserta istri untuk dikelola dengan baik dan benar sesuai dengan komitmen
bersama sebagai rumah ibadah untuk kemuliaan Tuhan sesuai dengan izin gereja yang telah
diberikan oleh pemerintah setempat.

10
Wilfred. J . Samuel, Kristen Kharismatik, h. 89-90.
11
GBI Rumah Persembahan Medan, Buku Peringatan Ulang Tahun GBI Rumah Persembahan Medan ke 25, h. 5-6
12
Hanukkah adalah perayaan atau penahbisan Bait Allah. Perayaam ini dilakukan untuk memperingati penyucian
kembali bait Allah. Perayaan ini dirayakan bersamaan dengan masa Adven atau bahkan dengan hari raya Natal.
13
Edy Prajitno adalah gembala sidang di GBI Rumah Persembahan dan Bambang Junan sebagai pembina di GBI
Rumah Persembahan

4
Dasar-dasar spiritualitas Kharismatik berputar di sekitar doktrin tentang baptisan Roh dan
diperkuat dengan dua motivasi, yakni penggunaan karunia-karunia rohani dan mengalami
kehadiran Allah dalam hidup serta ibadah secara pribadi, dan hal ini lah yang juga menjadi dasar
spiritualitas GBI Rumah Persembahan14 Dalam membicarakan spiritualitas kristen kharismatik
dari perspektif gereja tradisional atau sebaliknya, terdapat tiga bidang yang menjadi fokus gereja,
yaitu: ibadah, misi dan teologi.15 Selama dua puluh lima tahun ketiga fokus ini juga telah
dijalankan oleh GBI Rumah Persembahan dalam membentuk spiritual jemaat sejak gereja itu
didirikan.

1. Ibadah

Bagi orang-orang yang mencintai hal-hal spiritual pentingnya ibadah dilihat dari
hubungan dengan Allah dan pengutusannya di dunia. Pada waktu menjalankan ibadah di hadirat
Allah, orang spiritual mengucapkan rasa syukur atas penyertaan-nya serta penyelenggaraannya
dalam hidupnya dan segala kebaikan yang sudah diterima darinya dan memohon ampun atas
segala kekurangan, kesalehan dan dosa-dosanya. Keperluan ibadah yang paling penting bagi
orang spiritual adalah menyampaikan tanggungjawab atas hidup dan misi hidupnya kepada Allah
dengan dua tugas. Pertama, agar berkembang menjadi manusia dengan kualitas-kualitas seperti
yang diharapkan Allah. Kedua, melaksanakan misi hidup guna mendatangkan kebaikan,
keselamatan, dan kesejahteraan bagi sesama dan masyarakat.16

Ibadah merupakan unsur penting dalam membentuk spiritual jemaat di GBI Rumah
Persembahan. Pola ibadah yang dilaksanakan GBI Rumah Persembahan adalah Pemulihan
Pondok Daud (restorasi pondok Daud). Sebuah pola ibadah yang yang menekankan doa, pujian
dan penyembuhan yang dilakukan dengan ucapan syukur secara bersama-sama siang dan malam.
Kemudian, berdoa untuk damai sejahtera bagi Jerusalem. Apabila berdoa untuk kesejahteraan
Jerusalem Tuhan akan memberkati manusia dengan “prosper” dua kata sentosa yang terdapat
dalam Mazmur 122: 6-7 yang berarti sala (berkat rohani) dan salwa (berkat jasmani) yang
melimpah.17 Karunia rohani yang menjadi dasar spiritualitas kristen kharismatik sangat
membantu orang untuk mengetahui, sejauh manakah ia bersatu dengan Tuhan. Dengan
demikian, karunia roh menolong orang untuk berkembang dalam hidup rohani dan semakin

14
Wilfred. J . Samuel, Kristen Kharismatik, (Jakarta: BPK-GM, 2006), h. 23-24.
15
Wilfred. J . Samuel, Kristen Kharismatik, h. 106.
16
Agus M. Hardjana, Religiositas, Agama & Spiritualitas, h. 66-68.
17
Wawancara dengan Vivi sebagai sekretaris pribadi yang mempersiapkan segala keperluan gembala lokal yaitu
Eddy Suwarno pada tanggal 20 November 2018 di Kantor Skretaris Gembala pukul 15.20 Wib.

5
bersatu dengan Tuhan dan tetap bersatu seorang dengan yang lain dalam hidup Roh Kudus
Yesus itu.18

2. Misi

Dikalangan Bethel, karunia Roh Kudus sebagai dasar spiritual jemaat dipahami untuk
mengerjakan pekerjaan sosial demi keselamatan dan kemajuan masyarakat. Roh Kudus tidak
hanya memberi karunia “ perkataan hikmat, perkataan marifat, iman, menyembuhkan orang
sakit, perbuatan mujizat, nubuat, membedakan segala roh, berjeni-jenis karunia lidah dan
pengetahuan mengartikan makna lidah”, melainkan juga karunia melayani, mengajar,
menasehatkan, memberi, memerintah (memimpin organisasi) dan menunjukkan belas kasihan.
Tanpa kuasa dan kasih Roh Kudus, ibadah kita akan mati atau berkisar kepada emosi diri sendiri
saja, tidak tergerak melakukan belas kasihan terhadap masyarakat menderita. Pelayanan
penginjilan harus disertai dengan pelayanan diakonia.19

Adapun bentuk pelayanan diakonia GBI Rumah Persembahan, yaitu: Pelayanan


Pemuridan dan Pengajaran.20 Spiritualitas juga mengajukan suatu kehidupan yang tengah
dihayati di dunia ini dengan model discipleship (kemuridan). Keberadaan (eksistensi) seorang
murid terjadi dalam kontak dengan komunitas, dan pada gilirannya komunitas ditopang oleh
penghayatan kemuridan sendiri-sendiri dan bersama-sama. Spiritualitas yang otentik harus
mencapai setiap orang tanpa memandang kelas, gender, dan kondisi sosial.21 Kemudian
pelayanan kemanusiaan dan pelayanan pastoral.

3. Landasan teologi.

GBI menjadikan firman Tuhan sebagai pedoman hidup satu-satunya. Firman Tuhan yang
menjadi pedoman hidup mereka tertulis dalam 2 Timotius 3: 15-17, yang mereka pahami sebagai
tugas dan tanggungjawab mereka untuk bertumbuh, berbuah dan berkembang . Menurut mereka,
rahasia pertumbuhan dan perkembangan gereja adalah mentaati Firman Tuhan.22 Dalam
mempelajari Alkitab orang spiritual harus memahami isi firman Tuhan. Alkitab tidak mampu
dan tidak mungkin mampu memuat segala hal yang berkaitan dengan Allah berserta segala sabda
dan kisah-kisah perbuatan-Nya. Oleh karena itu, orang spiritual tidak hanya membaca dan

18
I. Sugiri. S. J, dkk, Gerakan Kharismatik Apakah Itu?, (Jakarta: BPK-GM, 1982), h. 13.
19
H.l. Senduk, Theologia Alkitabiah, (tanpa tempat: tp,tt) , h. 110-111.
20
http://www.rumahpersembahan.org/# diakses pada tanggal, 28 November 2018 pukul 11:30
21
Edyy Kristiyanto, Spiritualitas dan Masalah Sosial, (Bogor: OBOR, 2005), h. 14-15
22
H.L. Senduk, Sejarah GBI, h. 51.

6
mempelajari Alkitab, tetapi melalui kitab itu lah ia berusaha mengenal Allah, hakikat, kehendak,
dan karya-karya-Nya bagi manusia dan dunia.23

Adapun yang menjadi dasar teologi GBI Rumah Persembahan Medan ialah tertulis di
Kisah Para Rasul 15:16-17 dan 1 Tawarikh 23:30. Melayani dengan pola ibadah pemulihan
pondok Daud yaitu dalam bentuk doa, pujian, dan penyembahan, dalam unity dan keintiman. 24
Pola pemulihan pondok Daud inilah yang menjadi dasar dalam setiap kegiatan pelayanan di GBI
Rumah Persembahan Medan. Berdasarkan wawancara penulis dengan Eddy Suwarno sebagai
gembala di GBI Rumah Persembahan,25 bahwa dasar teologi ini dilandaskan dengan pondok
Daud. Pondok Daud adalah kemah yang dibuat oleh Daud di Yerusalem sebagai tempat
diletakkannya Tabut Allah. Karena pada waktu itu Tabut Allah tidak diperdulikan oleh Raja
Saul, dan bangsa Israel tidak taat lagi kepada Tuhan, sehingga ketika Daud menjadi raja ia
memiliki kerinduan hati untuk tetap dekat dengan Tabut Allah. Daud adalah orang yang sangat
mengasihi Tuhan serta melakukan kehendak Tuhan. Hidup yang mengenal kehendak Tuhan pasti
membawa dampak bagi orang lain. Pondok Daud adalah tempat yang disenangi oleh Tuhan,
karena pondok Daud adalah tempat manusia mendekatkan diri pada Tuhan melalui doa, pujian
dan penyembahan selama 24 jam, dan itulah yang menjadi inti ibadah pemulihan pondok Daud.

Tuhan datang untuk memulihkan pondok Daud, supaya bangsa-bangsa yang tidak
mengenal Allah, bangsa-bangsa yang bukan Yahudi akan datang menyembah Tuhan. I Tawarikh
23:30 juga menekankan tugas kita untuk menyanyikan syukur dan puji-pujian sejak pagi hari
hingga petang, dan ini sangat berkaitan dengan ibadah pemulihan pondok Daud, doa, pujian dan
penyembahan. Kedua teks inilah yang sangat ditekankan oleh GBI Rumah Persembahan sebagai
dasar mereka untuk menyembah Tuhan, untuk bersekutu dengan Tuhan dan membawa jemaat
merasakan kehadirat Tuhan melalui ibadah. Eddy Suwarno menyatakan bahwa saat kita datang
untuk memuji dan menyembah Tuhan itu bukan artinya kita membuat tahta bagi Tuhan,
melainkan bentuk penghormatan kita kepada Tuhan. Kita harus merubah pola pikir kita bahwa
kita datang beribadah untuk mendapatkan sesuatu, melainkan ibadah yang kita lakukan sebagai
bentuk penghargaan kita pada Tuhan karena kita sudah menerima semua kebaikan yang Tuhan
sudah berikan.

23
Agus M. Hardjana, Religiositas, Agama & Spiritualitas, h. 66.
24
Wawancara dengan Eddy Suwarno pada tanggal 4 November 2018 di GBI Rumah Persembahan pukul 10.15
Wib. Ia adalah Gembala Lokal di GBI Rumah Persembahan. Gembala Lokal adalah pimpinan jemaat yang
mengurus beberapa cabang gereja.
25
Wawancara dengan Eddy Suwarno pada tanggal 4 November 2018 di GBI Rumah Persembahan pukul 10.15
Wib.

7
Berdasarkan penjelasan di atas, penulis tertarik dengan spiritualitas yang di bangun oleh
GBI Rumah Persembahan Medan. Spiritual jemaat GBI Rumah Persembahan didasari oleh
karunia Roh. Melalui karunia Roh inilah orang kristiani dapat bersekutu dengan Allah.
Banyaknya gambaran, lambang dan gagasan menuntun kepada suatu pengertian, bahwa cara-
cara Roh Kudus menyatakan diri secara konkret dalam berbagai bentuk, baik dari segi
pengalaman gereja awal maupun sampai pada kehidupan spiritual sekarang ini, karena Allah
memperkenalkan diri-Nya dalam hati manusia secara berbeda-beda. Bagaimanapun pengalaman
manusia terhadap hubungannya dengan Tuhan, spiritualnya harus berdampak bagi orang lain.

Menurut penulis, di dunia ini dibutuhkan keberadaan orang spiritual yang tahu, mau dan
mampu bekerja baik bersama Allah untuk mendatangkan kebaikan, keselamatan, dan
kesejahteraan bagi sesama dan masyarakat. Maka dari itu hidup spiritual tidak harus terpisah dari
masyarakat tetapi berbaur dengan masyarakat, sehingga spiritual sesorang tidak hanya berguna
bagi dirinya sendiri melainkan bagi orang lain. Spiritualitas kristiani bersifat Alkitabiah.
Menggunakan Kitab Suci tidak menuntut mengetahui teori-teori eksegese yang mutakhir. Orang
beriman dibimbing Roh Kudus, bila mendengarkan atau membaca sabda Allah. Spiritualitas
adalah hidup yang berpusat pada Roh Allah dan dijiwai oleh Allah sehingga tetap hidup di dunia
dengan segala realitas. 26

Pertumbuhan merupakan suatu kesatuan penting dalam memahami istilah spiritual. Fokus
vital komunitas atau keluarga Kristen terletak pada kedewasaan spiritual atau pertumbuhan
dalam Kristus. Iman Kristen sejati ditandai dengan hadirnya gereja yang hidup, yakni Kristus, di
dalam diri masing-masing pengikut merupakan puncak spiritualitas Kristen.27 Dalam sebuah
gereja tradisional, program pendidikan agama Kristen yang menggabungkan sekolah minggu,
persekutuan pemuda serta kelas katekisasi, dan sebagainya merupakan bagian dari suatu
pendekatan strategis untuk membantu orang-orang percaya mencapai kedewasaan spiritual
mereka.28 Tekanan pertumbuhan dalam konteks kharismatik disatukan dengan doktrin baptisan
Roh. Peristiwa baptisan Roh merupakan pemberdayaan melalui kepenuhan Roh dan penanaman
karunia-karunia rohani dapat diambil sebagai titik seseorang untuk mencapai kedewasaan
spiritual.29 Dalam ibadah, kebutuhan akan kepenuhan Roh Kudus membantu jemaat yang

26
Agus M. Hardjana, Religiositas, Agama & Spiritualitas, h. 104.
27
T. Adhi, Perjalanan Spitualitas Seorang Kristen Sekuler: Enam Alasan Mengapa Saya Tetap Menjadi Kristen,
(Jakarta: BPK-GM, 2008), h. 204.
28
Wilfred. J . Samuel, Kristen Kharismatik, h. 95.
29
E. Martasudjita, Spiritualitas Liturgi, ( Yogyakarta: Kanisius, 2002), h. 11.

8
beribadah untuk tetap fokus, disiplin dalam pemikiran, dan sistematis dalam beribadah. Sehingga
pendekatan ini dianggap tepat dalam meningkatkan pertumbuhan spiritual.

Penulis berharap bahwa gereja sebagai komunitas Allah, dan yang mempunyai
kedewasaan spiritual sebagai salah satu dari tujuan utamanya, perlu untuk terus menerus
mengkaji sudah sejauh mana dapat membentuk jemaat untuk bersekutu dengan Allah. Menurut
penulis, GBI Rumah Persembahan sudah melakukan tugasnya sebagai komunitas yang dapat
membentuk spiritual jemaat. Dalam pertumbuhan gereja, unsur spiritualitas mendapat peranan
penting untuk menentukan kualitas sebuah gereja. Pertumbuhan gereja secara kualitas juga
menunjuk kepada murid yang dihasilkan, dalam arti apakah jemaat sebagai orang percaya benar
berbuah menjadi seperti Kristus lewat pengajaran, dan berdiri teguh atas Firman Allah.30

Berdasarkan wawancara penulis dengan Ria Naibaho sebagai sekretariat di GBI Rumah
Persembahan, ternyata selama 25 tahun (1993-2018) GBI Rumah Persembahan mengalami
perkembangan pertumbuhan jemaat, dan hal itu merupakan wujud dalam membentuk spiritual.
Spiritual jemaat GBI Rumah Persembahan ternyata dapat mempengaruhi pertumbuhan gereja.
Bukti ini dilihat dari awal berdirinya sampai saat ini. Perkembangan spiritual itu dapat terlihat
dari pertumbuhan jemaat pada tahun 2016 yang sudah mencapai 3685 jiwa, dan pada tahun
2017 mencapai 5094 jiwa, semua itu adalah penjumlahan dari segi kehadiran jemaat yang
beribadah sampai keanggotaan, dan sudah termasuk jumlah anak-anak dan orang dewasa.31

Melalui penjelasan ini, penulis semakin tertarik dengan spiritual GBI Rumah
Persembahan, karena ternyata gereja ini tidak mengutamakan bahwa jemaat yang hadir disana
harus menjadi anggota tetap gereja. Menurut wawancara penulis dengan Ria Naibaho, yang
paling gereja tekankan adalah membentuk jemaat untuk bersekutu dengan Allah sehingga
persekutuan itu berdampak bagi orang lain dan itu dihasilkan melalui segala kegiatan dan
pelayanan yang dilakukan gereja tanpa memandang ras, suku, agama, dan sebagainya.

1.2. Rumusan Masalah


1. Bagaimana Proses Berdirinya GBI Rumah Persembahan Medan?
2. Bagaimana spiritualitas kristiani dibangun oleh GBI Rumah Persembahan Medan?

30
Gaylord Noyce, Tanggungjawa Etis Pelayanan Jemaat, (Jakarta: BPK-GM, 2007), h. 158.
31
Wawancara kepada Ria Naibaho pada tanggal 27 November 2018 di kantor sekretariat pukul 14.20 Wib. Ia adalah
salah satu koord. Sekretariat yang bertugas untuk mengurusi seluruh departemen dan pelayanan serta kegiatan di
GBI Rumah Persembahan.

9
3. Bagaimana GBI Rumah Persembahan Medan mengaplikasikan spiritualitas kristiani dalam
mempengaruhi perkembangan pertumbuhan jemaat?

1.3. Pembatasan Masalah

Kajian ini hanya berisi penulisan dan penelitian mengenai spiritualitas yang dibangun
oleh GBI Rumah Persembahan sejak gereja didirikan sehingga dapat mempengaruhi
perkembangan pertumbuhan jemaat. Penelitian yang penulis lakukan di GBI Rumah
Persembahan di Jl. Jamin Ginting Km. 11.5, No. 65 Simpang Selayang, Medan.

1.4. Metode Penelitian

Penelitian sejarah berkaitan dengan makna yang tersembunyi dan saling berhubungan antara
peristiwa-peristiwa lampau dan suatu masalah. Penelitian ini dapat dimasukkan dalam kelompok
penelitian dengan paradigma kualitatif walaupun tidak sepenuhnya, tetapi dalam penelitian
sejarah ada juga yang bersifat kuantitatif.32 Metode penelitian yang penulis gunakan sebagai
berikut:

1. Tahapan Heuristik

Tahapan Heuristik adalah tahapan dalam mencari dan mengumpulkan data sejarah. Pada
tahapan ini, Peneliti sejarah mengumpulkan semua sumber yang mungkin menjadi sumber dalam
penulisan sejarah. Sumber tersebut tidak hanya berupa sumber tertulis namun juga dapat berupa
sumber benda atau bahkan sumber lisan.33

2. Tahapan Kritik Sumber

Tahapan Kritik Sumber adalah Tahap kedua dalam metode sejarah yaitu kritik. Kritik
merupakan kegiatan penyeleksian data agar diperoleh fakta yang akurat dengan penelitian yang
akan dilakukan sejarawan. Kritik terbagi dua yaitu kritik eksternal dan kritik Internal.34

3. Tahapan Interpretasi

32
Andreas. B. Subgyo, Pengantar Riset Kuantitatif & Kualitatif , (Bandung: Kalam Hidup, 2004), h. 165.
33
Nugroho Notosusanto,Masalah Penelitian Sejarah Kontemporer, (Jakarta:Inti Idayu Press, 1984), h. 49.
34
Consuelo G. Sevilla, dkk, Pengantar Metode Penelitian, (Jakarta: Universitas Indonesia, 1993), h. 47.

10
Tahapan Interpretasi adalah menafsirkan fakta sejarah dan merangkai fakta tersebut
menjadi satu kesatuan yang harmonis dan masuk akal. Interpretasi dalam sejarah dapat juga
diartikan sebagai penafsiran suatu peristiwa atau memberikan pandangan teoritis terhadap suatu
peristiwa. Sejarah sebagai suatu peristiwa dapat diungkap kembali oleh para sejarawan melalui
berbagai sumber, baik berbentuk data, dokumen perpustakaan, buku, berkunjung ke situs-situs
sejarah atau wawancara, sehingga dapat terkumpul dan mendukung dalam proses interpretasi.
Menurut Gottschalk, yang dikutip oleh Nugroho, bahwa sesuatu unsur yang dijabarkan secara
langsung atau tidak langsung dari dokumen-dokumen sejarah dan dianggap dapat dipercaya,
setelah diuji dengan seksama sesuai dengan ketentuan-ketentuan metode sejarah.35

4. Historiografi adalah penulisan sejarah.

Historiografi merupakan tahap terakhir dari kegiatan penelitian untuk penulisan sejarah.
Menulis kisah sejarah bukanlah sekedar menyusun dan merangkai fakta-fakta hasil penelitian,
melainkan juga menyampaikan suatu pikiran melalui interpretasi sejarah berdasarkan fakta hasil
penelitian. Untuk itu, menulis sejarah memerlukan kecakapan dan kemahiran.36

1.5. Tujuan Penulisan


1. Mendeskripsikan proses berdirinya GBI Rumah Persembahan Medan.
2. Mendeskripsikan spiritualitas kristiani GBI Rumah Persembahan Medan.
3. Mendeskripsikan spiritualitas kristiani GBI Rumah Persembahan terhadap pertumbuhan
jemaat.
1.6. Manfaat Penulisan
1. Penulis dapat mengetahui bagaimana sejarah berdirinya GBI Rumah Persembahan Medan.
2. Mengetahui spiritualitas kristiani GBI Rumah Persembahan Medan.
3. Mengetahui spritualitas kristiani GBI Rumah Persembahan Medan yang dapat mempengaruhi
perkembangan dan pertumbuhan jemaat.
1.7.Sistematika Penulisan

BAB I: Pada bagian ini membahas pendahuluan terdiri dari latar belakang masalah, rumusan
masalah, batasan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penelitian dan
sistematika penulisan.

35
Nugroho Notosusanto,Masalah Penelitian Sejarah Kontemporer, h. 40.
36
Nugroho Notosusanto,Masalah Penelitian Sejarah Kontemporer, h. 12.

11
BAB II: Pada bagian ini penulis membahas tinjauan teoretis terhadap pengetian spiritualitas,
sejarah spiritualitas, sejarah GBI, sejarah GBI Rumah Persembahan Medan, spiritualitas GBI,
spiritualitas GBI Rumah Persembahan Medan.

BAB III: Pada bagian ini penulis membahas hasil penelitian atas awal berdirinya dan
spiritualitas GBI Rumah Persembahan di Jln. Jamin Ginting, Simpang Selayang Medan.

BAB IV: Pada bagian ini penulis membahas Refleksi Teologis terhadap spiritualitas GBI
Rumah Persembahan dengan menggunakan metode kualitatif, studi kepustakaan dan studi
lapangan (observasi, wawancara dan dokumentasi).

BAB V: Pada bagian ini penulis membahas kesimpulan dan saran atas pembahasan yang ada di
Bab I sampai dengan Bab IV.

12
BAB II

SEJARAH SPIRITUALITAS SECARA UMUM DAN SPIRITUALITAS GEREJA


BETHEL INDONESIA RUMAH PERSEMBAHAN MEDAN

2.1. Pengertian Sejarah Gereja


2.1.1. Sejarah Gereja Bethel Indonesia

Sejarah Gereja Bethel Indonesia (GBI) dapat dilihat dari sejarah GBIS (Gereja Bethel
Indonesia Sepenuhnya) di mana Senduk dan teman-temannya melayani selama 18 tahun (1952-
1970). GBIS mengalami puncak krisis pada tahun 1968-1969. Pada tanggal 6 Oktober 1970
Senduk dan rekan-rekannya membentuk suatu organisasi gereja baru yang bernama Gereja
Bethel Indonesia (GBI) yang berada di Sukabumi, Jawa Barat. Pada tahun 1972, GBI diakui oleh
pemerintah dengan sah sebagai suatu Kergnootschap yang hidup dan berkembang di bumi
Indonesia.37

GBI bukan suatu pergerakan agama Kristen, pergerakan sosial, atau kebudayaan yang
dapat disamakan dengan semua pergerakan moral, sosial atau politik. GBI lahir karna adanya
permasalahan, yang belum pernah terjadi dalam sejarah gereja di Indonesia. GBIS mengalami
puncak krisis pada tahun 1968-1969. Adapun permasalahan yang dialami GBIS antara lain: 1.
Pemaknaan Alkitab yang membuat manusia untuk memperkosa segala hukum yang berlaku; 2.
Perselisihan tentang kerjasama antara GBIS-COG (Church of God); 3. Mau uang tetapi tidak
mau seminari; 4. Tidak tunduk kepada keputusan Majelis Besar; 5. Pecat memecat; 6. Menteri
Agama turun tangan; 7. Musnah atau bangkit dengan kemenangan.38

Pengelolaan GBI dilaksanakan oleh BPH (Badan Pekerja Harian), yang terdiri dari ketua
umum dan beberapa ketua, sekretaris umum dan wakil, bendahara umum dan wakil, serta ketua-
ketua departemen yang terdiri dari:39

1. Departemen Teologi
2. Pendidikan Wanita
3. Pemuda
4. Media dan Litbang

37
Rijnardus A. van Kooij & Yam’ah Tsalats A, Bermain dengan Api (Relasi antara Gereja-gereja Mainstream dan
kalangan Kharismatik Pentakosta), (Jakarta: BPK-GM,2007), h. 36.
38
H.L. Senduk, Sejarah GBI, (tanpa tempat: tp,tt) , h. 31-43.
39
Steven H. Talumewo, Sejarah Gerakan Pentakosta, (Yogyakarta: Andi, 2008), h. 62.

13
5. Pekabaran Injil
6. Pelayanan Masyarakat
7. Hukum & Advokasi
8. Usaha & Dana
9. Luar Negeri

GBI mengalami perkembangat pesat. Ketika mulai didirikan pada tahun 1970, GBI baru
memiliki 129 jemaat. Akan tetapi, di tahun 1989 GBI telah berkembang menjadi lebih dari 1.500
jemaat yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Oleh para pendirinya, GBI yang sudah
bergabung dalam PGI, dinilai bukan saja sebagai gereja nasional, melainkan juga gereja
internasional dengan partnernya, Church of God di Cleveland, Tennessee, Amerika Serikat dan
dengan (Volle Evangelie) Bethel Kerk di Vlaardingen, Belanda.40 Dengan demikian dapat
dipahami bahwa GBI dapat mengelola segala tugas dan bagiannya oleh karena terbentuknya
BPH (Badan Pekerja Harian) yang sudah ditetapkan geraja. Melalui departemen-departemen ini
jugalah gereja dapat bergerak untuk menjalankan misinya. Seluruh departemen yang telah
ditetapkan harus melakukan tugas dan tanggungjawabnya, sehingga tujuan gereja dapat tercapai.
Pelayanan tidak akan dapat dilaksanakan dengan baik jika tidak berdasarkan prosedur dari setiap
departemen gereja. Departemen GBI bertugas untuk menjalankan pelayanan, baik di dalam
gereja maupun diluar gereja. Melalui departemen-departemen ini, setiap pelayanan dapat
dilakukan untuk membangun spiritual jemaat sehingga mempengaruhi pertumbuhan gereja.

Dapat dikatakan bahwa GBI merupakan awal mula sejarah Gereja Neo-Pentakosta (GNP)
di Indonesia. Di Indonesia, GBI merupakan kelompok gereja Pentakosta baru terbesar dan
kelompok Pentakosta terbesar kedua setelah GPdI. Seperti Gereja pentakosta (GP) dan Gereja
Neo-Pentakosta (GNP) lainnya, ciri khas denominasi ini adalah sifatnya yang otonom atau
kemandirian dan gereja-gereja lokal. Hal ini tercermin dari nama-nama yang terletak di belakang
singkatan GBI. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika di dalam GBI banyak bernaung dengan
dominasi dengan pemimpin-pemimpin yang mandiri dan memiliki otoritas penuh.41

Dalam sidang GBI tahun 1999 diputuskan untuk menghapus nama apa pun di belakang
nama Gereja Bethel Indonesia. Dibelakang nama GBI adalah nama tempat di mana GBI lokal itu
berada. Misalnya, GBI Jl. Solo. Kebijakan ini juga bertujuan untuk menerbitkan kegiatan ibadah
yang berjalan sendiri-sendiri. Keputusan ini ternyata menimbulkan reaksi negatif yang kuat.

40
Rijnardus A. van Kooij & Yam’ah Tsalats A, Bermain dengan Api, h. 37.
41
Rijnardus A. van Kooij & Yam’ah Tsalats A, Bermain dengan Api, h. 37.

14
Akibatnya, beberapa GBI memisahkan diri. Mereka menghapus istilah “Bethel” dan
menggantinya dengan nama yang selama ini berada di belakang singkatan GBI. Mereka tetap
mempertahankan nama “asal” mereka, karena menurut mereka nama itu merupakan visi dan misi
yang harus dipertahankan. Di antara gereja-gereja yang memisahkan diri dan menjadi mandiri
adalah Bethany dan Tiberias. Mereka mengubah nama dari GBI Bethany menjadi Gereja
Bethany Indonesia; GBI Tiberias menjadi Gereja Tiberias Indonesia.42

2.1.2. Sejarah Gereja Bethel Indonesia Rumah Persembahan Medan

Pada tahun 1993 Niko Njotorahardjo mengutus R. Bambang Jonan untuk melayani di
kota Medan sebagai tindak lanjut permohonan sekelompok kaum ibu, agar ia membuka gereja di
kota Medan. Ibadah perdana dilakukan di sebuah ruko, yang terletak di Jalan Teuku Umar No.8
Medan oleh Bambang Jonan dan didampingi oleh tim, yaitu keluarga H. M. Manik, keluarga G.
Sihombing, keluarga Muler Parhusip, keluarga Melslowdik, Marini Sumargo dan Ana Sujono
dengan jemaat mula-mula sebanyak 119 orang. Saat itu hampir setiap minggu ibadah selalu
berpindah-pindah tempat, karena ruko yang ditempati tidak cukup lagi menampung tempat
jemaat yang terus bertambah. Sehingga akhirnya, gereja mendapat tempat perhentian dan jemaat
dapat beribadah di Hotel Danau Toba Internasional (HDTI). Pertumbuhan terus terjadi, dari satu
gereja di HDTI berkembang menjadi 153 cabang.43

Pada tahun 1997 lahirlah GBI Medan Plaza yang bertempat di sebuah mall bernama
Medan Plaza. Di tempat tersebut selain terdiri dari ruang ibadah, juga terdapat poliklinik dan
koperasi (KBL) serta kantor Yayasan Surya Kebenaran Internasional (YSKI) dan pembangunan
lainnya yang didirikan oleh gereja. Pada tahun 2010 tepatnya pada perayaan Ulang Tahun gereja
ke-17, Bambang Jonan menyerahkan tongkat Estafet kepemimpinan sebagai gembala sidang
kepada generasi muda yaitu D. Edy Prajitno, yang saat ini didampingi oleh 4 wakil dalam
melaksanakan tugas pelayanannya.44

Pada tanggal 22 Agustus 2015 terjadi sebuah kebakaran besar yang menghanguskan seluruh
gedung Medan Plaza, termasuk GBI Medan Plaza yang berada di lantai 6 dan 7. Tempat sejarah
yang penuh kenangan indah itu lenyap ditelan api, tidak banyak yang dapat diselamatkan karna
api melahap gedung berlantai 7 tersebut selama 36 jam. Dalam keadaan yang sangat sukar itu,

42
Rijnardus A. van Kooij & Yam’ah Tsalats A, Bermain dengan Api, h. 37-38.
43
Perjalanan dari Rumah Toko ke Rumah Persembahan dalam 24 Tahun, diakses dari
https;//youtu.be/w7reERVME38 pada tanggal 17 November 2018 pukul 17:00 Wib.
44
GBI Rumah Persembahan Medan, Buku Peringatan Ulang Tahun GBI Rumah Persembahan Medan ke 25
(Medan:GBI Rumah Persembahan, 2018), h. 4-5.

15
ternyata Tuhan memberikan pengajaran bagi mereka bahwa selalu ada alasan untuk bersyukur,
sebab mereka percaya bahwa mereka mempunyai Allah yang turut bekerja dalam segala perkara
untuk mendatangkan kebaikan bagi orang yang mengasihi-Nya.45 Sehingga, mereka tidak
berputus asa untuk tetap melanjutkan misi mereka walaupun mereka telah kehilangan gedung
tempat beribadah. Mereka tidak lari ke tempat lain untuk beribadah, tetapi mereka fokus untuk
tetap membangun gedung gereja dan gedung itu sedang dibangun di atas sebidang tanah untuk
gereja yang telah Tuhan anugerahkan kepada mereka sejak tahun 2008.

Melihat pertumbuhan jemaat yang semakin berkembang, akhirnya rumah Tuhan


dibangun di atas sebidang tanah, yaitu gedung GBI Rumah Persembahan. Pada tanggal 24
Desember 2016 tepat pada perayaan Hanukkah,46 Bambang Jonan disaksikan istri dan kedua
anaknya menyerahkan kunci gedung Rumah Persembahan (House of Sacrifice) kepada Edy
Pratjitno47 beserta istri, untuk dikelola dengan baik dan benar sesuai dengan komitmen bersama
sebagai rumah ibadah untuk kemuliaan Tuhan, sesuai dengan izin gereja yang telah diberikan
oleh pemerintah setempat.

2.2. Spiritualitas Iman Kristen

2.2.1. Pengertian Spiritualitas Secara Umum

Spiritualitas berasal dari kata Latin spiritus yang berarti roh, jiwa, semangat. Dari kata
Latin ini terbentuk kata Prancis l’esprit dan kata bendanya la spiritualite. Dari kata ini, kita
mengenal kata Inggris spirituality, yang dalam bahasa Indonesia kita jadikan kata spiritualitas.
Dalam percakapan sehari-hari, spiritualitas sering merupakan kata yang dilawankan dengan kata
“materia” atau “korporalitas”. Spiritualitas berarti bersifat atau berkaitan dengan roh yang
berlawanan dengan kata materialitas yang bersifat atau berkaitan dengan kebendaan, sedangkan
korporalitas yang berarti bersifat tubuh, badani, atau berkaitan hidup saleh dan berbakti kepada
Allah.48

Kata spiritualitas berasal dari kata Ibrani ‘ruach’, sebuah istilah yang biasanya
diterjemahkan dengan ‘spirit’ atau ‘roh’. Namun kata itu juga mencakup serangkaian makna
termasuk ‘spirit’ yang luas cakupannya sampai ke makna sebagai ‘nafas’ dan ‘angin’. Kalau kita

45
GBI Rumah Persembahan Medan, Buku Peringatan Ulang Tahun GBI Rumah Persembahan Medan ke 25,... 5-6
46
Hanukkah adalah perayaan atau penahbisan Bait Allah. Perayaam ini dilakukan untuk memperingati penyucian
kembali bait Allah. Perayaan ini dirayakan bersamaan dengan masa Adven atau bahkan dengan hari raya Natal.
47
Edy Prajitno adalah gembala sidang di GBI Rumah Persembahan dan Bambang Junan sebagai pembina di GBI
Rumah Persembahan
48
Agus M. Hardjana, Religiositas, Agama & Spiritualitas, (Yogyakarta: Kanisius, 2005), h. 64.

16
berbicara tentang ‘spirit’, berarti kita mau membahas sesuatu yang memberikan kehidupan
maupun semangat bagi seseorang. Spiritualitas merupakan benteng terluar dalam kehidupan
nyata iman religius seseorang, apa yang dilakukan orang bila mereka percaya. Spiritualitas tidak
sekedar menyangkut ide-ide, meskipun ide-ide dasar iman Kristen sungguh penting bagi
spiritualitas Kristen.49

Spirit atau Roh yaitu daya atau kekuatan yang menghidupkan atau menggerakkan.
Spiritualitas dapat diartikan sebagai kekuatan atau Roh yang memberi daya tahan kepada
seseorang atau kelompok untuk mempertahankan, memperkembangkan, mewujudkan
kehidupan. Spiritualitas merupakan kesadaran dan sikap hidup manusia untuk tahan uji dan
bertahan dalam mewujudkan tujuan dan pengharapan. Spiritualitas bisa menjadi sumber
kekuatan untuk hadapi penganiayaan, kesulitan, penindasan dan kegagalan yang di alami orang
tau kelompok yang sedang mewujudkan cita-citanya atau tujuan hidup.50 Orang yang hidup
menurut Roh ialah orang yang hidup untuk Allah. Paulus menulis dengan jelas “Karena
keinginan daging adalah maut, tetapi keinginan Roh adalah hidup dan damai sejahtera. Sebab
keinginan Roh adalah perseteruan terhadap Allah (Rm 8:6-7). Hidup menurut Roh inilah yang
merupakan makna spiritualitas. Spiritualitas pertama-tama berarti kehidupan yang dijiwai dan
dipimpin oleh Roh, yaitu Roh Kudus. Spiritualitas menujuk pada pola atau gaya hidup yang
dipengaruhi dan dipimpin oleh Roh Kudus.51

Spiritualitas banyak dibicarakan karena berakar dalam kehidupan aktual dan bervariasi
sesuai dengan pribadi-pribadi yang menghayatinya. Ada dua hal yang membedakan spiritualitas
satu dari yang lain, yakni karakter pribadi seseorang dan wawasan khusus yang dialaminya.
Spiritualitas seseorang ditentukan oleh pribadinya dan sudut pandangnya dalam menafsir hidup
ini. Spiritualitas Kristen yang sejati mempunyai satu kesamaan. Sebagai orang Kristen kita
percaya bahwa Allah sekali untuk seterusnya campur tangan dalam sejarah manusia melalui
Yesus Kristus. Setiap macam spiritualitas Kristen sejati pada dasarnya berarti bahwa di dalam
cara/gaya hidup itu, sabda Allah diterima dan dihayati sehingga sejarah keselamatan diperoleh
manusia. Spiritualitas Kristen berarti tanggapan dalam iman kepada wahyu Allah dalam diri
Yesus. Injil adalah norma terakhir dan inspirasi mendasar untuk setiap spiritualitas Kristen yang
sejati.52

49
Alister E. McGrath, Spiritualitas Kristian, (Bina Media Perintis: Medan, 2007), h. 3.
50
J.B. Banawiratma, (ed), Spiritualitas Transformatif; Suatau Pergumulan Ekumenis, h. 23
51
E. Martasudjita, Spiritualitas Liturgi, (Yogyakarta: Kanius, 2002), h. 1.
52
Guido Tisera, Spiritualitas Alkitabiah, (Malang: DIOMA, 2004), h. 3-4.

17
Di dalam situasi ketidakpastian dan ketidakamanan sekarang ini, spiritualitas dapat
dilihat sebagai sebuah pelarian lain. Anggapan ini benar dalam beberapa kasus, sehingga
kehausan akan spiritualitas adalah murni dan jujur. Semua manusia membutuhkan spiritualitas.
Kebutuhan atau kehausan akan spiritualitas ini dialami dalam berbagai cara. Sebagian besar
orang mengalaminya sebagai kebutuhan akan sesuatu yang memberi mereka kekuatan batin
untuk menguasai hidup, atau kedamaian pikiran dan kemerdekaan dari perasaan-perasaan takut
dan khawatir, ada yang merasa karena terluka, disakiti, hancur, dan butuh kesembuhan. Mereka
merindukan hubungan yang harmonis. Semakin banyak orang terutama orang muda, merasa
butuh untuk berkontak dengan misteri yang mengatasi apa yang dapat kita lihat, dengar, cium,
rasakan, sentuh, tau pikirkan, diatas batasan-batasan materialisme mekanistik. Beberapa orang
mengalami akan kehausan akan spiritualitas sebagai kerinduan akan Allah.53

Spiritualitas pada umumnya dimaksudkan sebagai hubungan pribadi seorang beriman


dengan Allahnya dan aneka perwujudannya dalam sikap dan perbuatan.54 Spiritualitas juga
mempunyai pengertian yang lebih luas. Spiritualitas terwujud dalam kehidupan sosial budaya,
ekonomi dan politik. Spiritualitas merupakan kesadaran dan sikap hidup manusia untuk tahan uji
dan bertahan mewujudkan tujuan dan pengharapan. Spiritualitas bisa menjadi sumber kekuatan
untuk menghadapai kekhawatiran, kejenuhan, kesepian dan stress. Spiritualitas juga bisa menjadi
sumber kekuatan dalam menghadapi penganiayaan, kesulitan, penindasan dan kegagalan yang
dialami oleh orang atau kelompok yang sedang mewujudkan cita-cita atau tujuan hidupnya.55

Spiritualitas perlu diuji ulang dengan pola penghayatan manusia (dalam situasi yang terus
berubah dan tantangan yang beraneka ragam). Pengujian ulang pola pengahayatan itu dapat
ditempuh melaui langkah-langkah dan pendekatan sebagai berikut:56

1. Spiritualitas mengedepankan suatu way of life (jalan hidup) dan bukan rumusan
filosofi yang abstrak dan spekulatif sifatnya. Di dalam way of life sebagaimana
dikemukakan nas-nas suci ini, kita melihat the Way of God (Mrk 10:52; Mat 7:13-14;
Ibr 10:10). Karena “jalan” ini bukan “jalan buntu”, maka ia mengantar pemakainya
sampai pada tujuan tertentu. Begitulah “spiritualitas” di pahami pula sebagai jalan
yang dapat dipakai untuk mengantar orang dan menuju ke kehidupan yang di cita-

53
Albert Nolan, Jesus Today, (Yogyakarta: Kanisius, 2009), h. 29-30.
54
Adolf Heuken, Ensiklopedia Gereja (IV), (Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka, 1994) 227.
55
J.B. Banawiratma, (ed), Spiritualitas Transformatif; Suatau Pergumulan Ekumenis, (Yogyakarta: Kanisius, 1990),
h. 57-58.
56
Edyy Kristiyanto, Spiritualitas dan Masalah Sosial, (Bogor: OBOR, 2005), h. 12-15.

18
citakan. Dalam artian, seluruh buku akan berusaha melacak garis besar spiritualitas
Kristen.
2. Spiritualitas juga mengajukan suatu kehidupan yang tengah dihayati di dunia ini
dengan model discipleship (kemuridan). Artinya, fungsi dan panggilan “kemuridan”,
hal menjadi “pengikut”, selalu merujuk pada hubungan (relasi) dengan guru, sekolah
dan lingkungan. Dalam visi Yesus tentang kerajaan Allah, kemuridanlah yang
diutamakan di atas semua yang lain. Aspek kemuridan ini dalam kehidupan religius
dan pastoral acap kali dilupakan. Sebenarnya aspek ini mempunyai dasar-dasar yang
tidak tergoyahkan dalam Injil.
3. Panggilan pada jalan kemuridan merupakan suatu undangan untuk masuk ke dalam
dan terlibat dalam seluruh dinamika komunitas. Keberadaan seorang murid terjadi
dalam kontak dengan komunitas; dan pada gilirannya komunitas ditopang oleh
penghayatan kemuridan sendiri-sendiri dan bersama-sama.
4. Jalan kemuridan dalam komunitas tersebut mendapat nilainya yang paling tinggi
dalam ungkapan iman, yang disebut ekaristi. Di dalam ungkapan iman ini, orang
mensyukuri setiap peristiwa yang telah dikerjakan Allah, yaitu peristiwa yang terjadi
dalam hidup manusia baik individu maupun dalam komunitas.
5. Komunitas ekaristis orang beriman yang percaya akan Roh-Nya dan karya-Nya itu
belumlah sempurna dan selesai. Ia masih berjalan dalam situasi penderitaan, sakit,
penderitaan, penghiburan dan keberhasilan. Situasi ini menjadi perwujudan iman
yang akan direfleksikan dalam peristiwa pengungkapan iman.
6. Spiritualitas yang otentik harus mencapai setiap orang tanpa memandang kelas,
gender dan kondisi sosial.

Ada banyak orang memiliki pandangan yang eksklusif mengenai spiritualitas. Mereka
adalah orang-orang yang belum tentu memandang struktur-struktur politik dan ekonomi sebagai
sesuatu yang tidak penting, tetapi mereka juga tidak memandang struktur-struktur itu sebagai
sesuatu yang relevan bagi penyelamatan umat manusia. Bagi mereka, spiritualitas adalah suatu
keberadaan diri yang biasanya dicapai melalui “latihan-latihan rohani” atau suatu rangkaian
disiplin tertentu yang tak dapat dilihat dalam pengalaman biasa.57

57
Baskara T. Wardaya, Spiritualitas Pembebasan:Refleksi atas Iman Kristiani dan Praksis Pastoral, (Yogyakarta:
Kanisius, 1995), h. 28.

19
Sebuah konsensus panel ahli di National Institute of Healthcare Research juga mencoba
mendefinisikan spiritualitas. Spiritualitas merupakan perasaan, pemikiran, pengalaman, dan
perilaku yang timbul dari pencarian akan yang kudus.

1. Spiritualitas mencakup aspek non fisik dan immaterial dari keberadaan seorang
manusia. Ia diperlengkapi dengan energi, inti jiwa dan bagian-bagian lain yang akan
tetap bereksistensi setelah berpisah dari tubuh.
2. Spiritualitas merupakan daya semangat, prinsip hidup atau hakikat eksistensi
manusia, yang meresapi hidup dan diungkapkan serta dialami dalam hubungan antara
diri sendiri, sesama, alam, dan Allah atau sumber hidup.
3. Spiritualitas berakar dalam kesadaran sehingga menjadi bagian dari susunan biologis
spesies manusia. Spiritualitas hadir dalam semua manusia dan dapat diungkapkan
sebagai kedamaian dan kekuatan sejati yang berasal dari relasi timbali balik dengan
Allah yang transenden, kebenaran mutlak, atau apa pun yang bernilai bagi manusia
sebagai hakikat tertinggi.58

Spiritualitas kristiani sejati adalah suatu partisipasi manusia dalam hidup melalui
hubungan kasih kepada Allah dan sesama manusia yang tak terpisahkan. Spiritualitas kristiani
sejati adil apabila ada usaha secara tekun menghayati kasih akan sesama, yang timbul dan
berakar dalam hubungan kasih bersama dalam, melalui dan dengan Allah. Hubungan sosial
inilah yang disebut hubungan antara keadilan dan perdamaian.59

Spiritualitas adalah kehidupan Roh. Namun, apakah yang dimaksud dengan Roh? Roh
adalah sebuah kekuatan untuk berpikir selama ia memberi akses kepada kebenaran, universalitas,
bahkan gelak tawa. Sangat beralasan bahwa tanpa otak, kekuatan ini sama sekali tidak akan ada
artinya, bahkan tidak akan eksis. Di sisi lain, tanpa kekuatan Roh, otak juga hanya akan menjadi
organ tubuh semata, seperti organ-organ tubuh lainnya. Roh bukanlah substansi, karena Roh
merupakan sebuah fungsi, kapasitas, tindakan (tindakan berpikir, berkehendak, berimajinasi.
Dalam persoalan spiritual, masalah yang sebenarnya adalah perluasan dari kata “roh” (spirit).
Spiritualitas mencakup seluruh aspek kehidupan manusia yang sesungguhnya. Spiritual lebih
berpadanan dengan kata “mental” atau “ruhaniah.”60

58
Caroline young & Cyndie Koopsen, Spiritualitas, Kesehatan, dan Penyembuhan, (Medan:
Bina Media Perintis, 2007), h. 9-10.
59
A. Eddy Kristiyanto, Spiritualitas Sosial: Suatu Kajian Kontekstual, (Yogyakarta, Kanisius, 2010), h. 56.
60
Andre Comte-Sponville, Spiritualitas Tanpa Tuhan, ( Tanggerang: Alvabet, 2007), h. 156-157.

20
Spiritualitas adalah suatu istilah yang digunakan dalam kitab-kitab agama tradisional
untuk menunjuk pencarian bagi pemenuhan-diri dan kesempurnaan. Para anggota orde
keagamaan mengartikannya sebagai upaya pencarian bagi penyucian pribadi, untuk pertumbuhan
dalam kebajikan dan pembebasan dari dosa, yang diilhami oleh keinginan untuk menyatu dengan
Allah melalui perjuangan untuk hidup demi nilai-nilai transendental tertentu.61

Secara eksplisit dapat makin dikembangkan lima ciri hakiki spiritualitas Kristiani:

1. Yesus Kristus berkarya dalam Tubuh-Nya beserta para anggota-Nya, mencurahkan


Roh-Nya untuk mengantar kita bersatu dengan Bapa, dan melimpahkan karisma-
karisma Roh pada diri kita masing-masing, supaya mewartakan Injil-Nya kepada
siapa pun demi keselamatan seluruh masyarakat kita.
2. Roh Kristus membimbing dan membentuk seluruh kepribadian kita masing-masing,
untuk menciptakan corak-corak konkret hidup rohani perorangan, sembari makin
memantapkan iman, harapan dan cinta kasih akan Allah, supaya kian
mewujudkannyatakan dalam pelayanan kepada sesama.
3. Berkat inspirasi dan naungan Tuhan itu juga pengalaman subyektif batin akan
diterjemahkan secara konkret, aktual, kelihatan menanggapi situasi dan kondisi hidup
sehari-hari dalam peziarahan kita melakusanakan kehendak Bapa.
4. Karya Roh cintakasih Ilahi makin intensif saling menyatukan kita sebagai anggota-
anggota tubuh Kristus kepala, kian meningkatkan “communio” melalui
“communicatio” iman tiada hentinya, dan kian jelas memencarkan hidup yang sejati
di sekitar kita masing-masing.
5. Spiritualitas hidup sesungguhnya, yang kita hayati berpedoman pada warta gembira
Yesus Kristus itu, hendaklah menjiwai cita-cita, semua sikap dan segala perilaku kita
masing-masing, dalam kesaksian profetik di tengah saudara-saudari kita kini dan
selanjutnya, sehingga berlangsunglah proses dinamik, evangelisasi diri dan
evangelisasi sesama.62

Sebagaimana telah diungkapkan di atas, spiritualitas secara umum semakin jelas


memberikan corak spiritualitas yang tidak hanya mengarah kepada Allah, tetapi juga kepedulian
kepada sesama. Dari spiritualitas secara umum ditemukan bahwa spiritualitas terbentuk dan
berkembang melalui tiga hal, yaitu: 1. Personalitas, yang terkait dengan latar belakang

61
Tissa Balasuriya, Teologi Siriah, (Jakarta: BPK-GM, 1997), h. 275.
62
Robert Hardawieyana, Spiritualitas Iman Diosesan Melayani Gereja di Indonesia Masa Kini., (Yogyakarta:
KANISIUS, 2000), h. 14-15.

21
kepribadian, dan lingkungan sosial yang membentuknya; 2. Komunitas, di mana seseorang
menjadi bagiannya dan setiap komunitas itu memiliki penekanan teologi tertentu yang
membedakannya dari komunitas lainnya; 3. Dunia, tempat dimana seseorang atau komunitas
dapat menjangkau seluruh masyarakat dengan kehidupan sosial.

Melalui spiritualitas secara umum, penulis memahami bahwa spiritualitas adalah


hubungan iman seseorang dengan Allah yang disertai oleh Roh Kudus. Memahami Allah adalah
memahami Roh Kudus. Roh Kudus memampukan manusia untuk menjalani kehidupannya dan
melakukan kehendak Allah, sehingga kasih tidak hanya diwujudkan kepada Allah tetapi kepada
sesama. Spiritualitas adalah suatu cara hidup untuk meningkatkan iman setiap orang, karena
melalui spiritualitas diharapkan dapat memberikan kekuatan kepada seseorang atau kelompok
dalam menghadapi persoalan hidup seperti, penganiayaan, penghinaan, kekhawatiran, kejenuhan,
kesepian dan stress dalam mencapai tujuan hidupnya. Spiritualitas juga adalah sumber
ketenangan, kedamaian, kesejateraan dan kesembuhan yang diharapkan oleh setiap orang
ataupun kelompok, melalui latihan-latihan rohani. Di dalam memahami spiritualitas, hubungan
kasih tidak hanya diwujudkan kepada Allah tetapi kepada sesama dan menjangkau dunia.
Hubungan kasih itu diwujudkan melalui kehidupan sosial untuk meningkatkan kesejahteraan
bersama antara sesama manusia.

2.2.1. Sejarah Spiritualitas


2.2.1.1. Spiritualitas Gereja Awal (nenek moyang: Israel)

Spiritualitas Yudaisme pada abad-abad Kristus berdasarkan ibadat di Baittullah di


Yerusalem dan di sinagoge-sinagoge. Dasar ibadah di sinagoge adalah doa-doa yang diangkat
dari kitab-kitab Perjanjian Lama serta puji syukur. Ada beberapa gagasan yang sangat kuat untuk
menjelaskan spiritualitas Yudaisme, yaitu: 1. D’ath63 adalah semacam pengetahuan, yang bukan
melulu tentang sesuatu, melainkan juga pengenalan orang lain secara pribadi; 2. Shekinah berarti
berdiamnnya Yahwe, yaitu Tuhan bersama umat-Nya yang disadari oleh orang beriman;64 3.
Pada zaman Bapa-Bapa bangsa Israel, kekayaan dianggap suatu tanda bahwa Tuhan berkenan

63
D’ath atau da’at merupakan pengalaman dan pengenalan yang menyangkut hubungan pribadi antara subyek dan
obyek konkret. Allah dikenal sebagai yang mewahyukan diri dalam sejarah keselamatan Israel. Pengenalan seperti
ini melahirkan hubungan pribadi dan merupakan dasar pada kepercayaan. Untuk memahami dan mendalami
rencana-rencana Allah maka segala sesuatu yang menyangkut hal yang melampaui kemampuan daya pikir manusia,
khusunya pengenalan serta tindakan Allah dapat di terima bukan disangkal.
64
Gagasan Shekinah dan d’ath berulang-ulang akan muncul kembali dalam mistik Kristen sebagai misteri dan
pengetahuan. Shekinah merupakan kehadiran yang kudus di tengah-tengah dunia profan bagaikan cahaya matahari
yang bersinar dimana-mana. Shekinah terdapat di dalam orang yang berkarisma. Dengan mempertahankan
monoteisme Yudaisme, maka gagasan Kristen mengenai Roh Kudus dapat disejajarkan dengan Roh Shekinah.

22
pada seseorang. Tetapi berbeda dengan Yudaisme. Mereka meyakini jika di dunia ini tidak ada
harapan lagi, maka berbagai kelompok religius mengembangkan paham apokaliptis,65 yakni
keyakinan bahwa Tuhan akan datang dengan segera untuk menghakimi segala sesuatu yang jahat
di bumi.66

2.2.1.2. Spiritualitas Bapa Apostolik

Karangan rohani para penulis sesudah Perjanjian Baru bercorak agak sederhana sampai
munculnya tulisan bermutu S.Irenus dari Lyon (Perancis). Para pengarang ini disebut Apostolik
karena masih berhubungan dengan masa para rasul yang bergaul dengan Yesus sendiri. Bagi
setiap bentuk spiritualitas, usaha “mengenal diri” merupakan hal yang penting. Para Bapa
Apostolik menerima anugerah gnosis merupakan gagasan dominan, walaupun pada abad ke-dua
gereja bergumul dengan bidah yang disebut Gnotisisme. Aliran Gnotisisme menyampaikan
ajaran tentang “penebusan” dan tentang cara yang tepat supaya diri-manusia kembali kepada
yang ilahi itu. Dengan mengetahui dan berpikir (gnosis) tepat, roh manusia dapat membebaskan
diri dari keterikatan pada materi, prinsip jahat.67

Dalam Perjanjian Lama “mengenal” Yahwe selalu berarti mengetahui karena mengasihi-
Nya, karena kasih memperlihatkan yang nyata. Pengetahuan mendalam tentang Allah seperti
merupakan hadiah atas anugerah. Maka mengenal Yahwe berarti mengenal Allah dalam sejarah
keselamatan bangsa Israel. Orang mengenal Allah, memikirkan-Nya dengan lazim dan
mengasihi-Nya dengan mematuhi perintah-Nya. Dalam Perjanjian Baru “mengenal seseorang”
berarti mengerti dengan mengasihinya, atau mengabdi dan mematuhi Allah. Allah memilih
dengan mengenal, Paulus kadang-kadang memakai gnosis dalam arti mengetahui saja. Tetapi,
baginya gnosis bukan spekuler melainkan apa yang kita ketahui, karena diwahyukan kepada kita
oleh Kristus dan diterima dengan patuh. Dalam diri manusia unsur rohani-ilahi dan unsur
bendawi (jahat) bercampur aduk. Unsur rohani dalam manusia dapat dibebaskan ditebus dengan
memperoleh dan menerapkan gnosis. Gnosis yang benar adalah sabda ilahi yang diwahyuhkan
Kristus, karena menerangi akal-budi, memantapkan kehendak bebas manusia,
menyanggupkannya, menaklukkan dosa serta maut, dan menjadikan orang semakin serupa
dengan Tuhan sejauh itu mungkin bagi makhluk terbatas.68

65
Peewahyuan/penyingkap misteri atau rahasia ilahi khususnya tentang akhir zaman
66
A. Heuken Sj, Spiritualitas Kristiani: pemekaran hidup rohani selama dua puluh abad, (Jakarta: Yayasan Cipta
Loka Caraka, 2002), 25-26.
67
A. Heuken Sj, Spiritualitas Kristiani: pemekaran hidup rohani selama dua puluh abad, h. 33.
68
A. Heuken Sj, Spiritualitas Kristiani: pemekaran hidup rohani selama dua puluh abad, h. 35-36

23
Berdasarkan hal di atas penulis melihat, bahwa bagi Bapa Apostolik gnosis adalah suatu
pengetahuan, kemampuan dalam memahami dan mengenal diri Allah. Mengenal diri Allah
berarti dapat menyatu dengan Allah, sehingga dapat terlepas dari segala alam bendawi atau
materil. Menurut filsafat Yunani, manusia dapat menjadi sempurna dan selamat hanya oleh
karena mengenal diri Allah. Pada awalnya manusia pernah menyatu dengan yang ilahi, namun
kemudian terlepas ke dalam alam bendawi dan materil. Aliran Gnotisisme menyampaikan ajaran
tentang “penebusan” dan tentang cara yang tepat supaya manusia kembali kepada yang ilahi.
Menurut penulis, dengan mengetahui dan berpikir (gnosis) yang tepat, roh manusia dapat
membebaskan diri dari keterikatan pada meteri dan segala hal yang jahat. Hal ini lah yang
menjadi dasar mereka untuk bersatu dengan Allah (spiritual). Gnosis dianggap sebagai roh
Allah yang membawa manusia ke jalan yang benar dan melakukan hal yang benar bagi sesama
manusia.

2.2.1.3. Spiritualitas abad ke-5 hingga ke-15

Memasuki abad pertengahan dan berikutnya merupakan era yang sangat penting dalam
sejarah spiritualitas, karena pengaruhnya bertumbuh dan berkembang hingga saat ini. Pada era
ini, spiritualitas kristiani mengalami perkembangan yang berkesinambungan dengan berpijak
pada pendalaman Alkitab, dan penghayatan spiritualitas dari dalam biara bagi kehidupan secara
luas. Penghayatan spiritualitas tersebut adalah seperti kerendahan hati, askese, dan relasi intim
dengan Allah. Allah digambarkan sebagai “cahaya” oleh Gregorius Agung. Spiritualitas tidak
hanya dilihat sebagai hubungan dengan Allah, tetapi juga kepeduliam kepada sesama. Gregorius
memiliki pengaruh yang sangat besar dalam sejarah spiritualitas.69

Salah satu latihan spiritual yang muncul pada era ini dari dalam tradisi hidup membiara
adalah metode membaca dan berdoa dengan Alkitab yang memiliki empat tahap, yaitu lectio
(membaca), oratio (doa lisan), meditatio (meditasi), dan contemplatio (kontemplasi). Sementara
itu kehidupan membiara didirikan Bernard dari Clairvaux menekankan bukan hanya tentang
kehidupan yang kontemplatif, melainkan juga aktif. Komunitas ini disebut komunitas Trappist
atau Tarekat Cisterciens atau pertapa yang mempraktikkan hidup ketat dalam doa (sehari tuju
kali) dan karya kontemplatif sebagai penghayan persembahan hidup kepada Yesus. 70

69
H.M. Nur Kholis Setiawan & Djaka Soetapa, Meniti Kalam Kerukunan: Beberapa Istilah Kuci dalam Islam &
Kristen jilid 1, (Jakarta: BPK-GM, 2010), h. 567.
70
H.M. Nur Kholis Setiawan & Djaka Soetapa, Meniti kalam Kerukunan: Beberapa Istilah Kuci dalam Islam &
Kristen jilid 1, h. 567-568.

24
Semangat menghayati kemiskinan dalam arti hidup sederhana dilakukan secara radikal
oleh seorang tokoh yang sangat berpengaruh, yaitu Fransiskus dari Asisi. Fransiskus dari Asisi
menghayati spiritualitas perdamaian, salah satunya melalui doanya yang dikenal secara luas di
seluruh dunia. Sama hal nya dengan semangat Fransiskus dari Asisi, Domminikus yang
memandang bahwa menghayati kemiskinan sebagai nilai tertinggi. Meditasi dan berkhotbah
adalah tugas utama komunitas ini. hal ini dapat dipahami dalam konteks zaman waktu itu sebagai
tanggapan atas berbagai ajaran bidat.71 Sejarah mencatat bahwa di era ini, tepatnya pada tahun
1054, terjadi perpecahan gereja menjadi dua wilayah, yaitu gereja Barat yang berpusat di Roma
dan gereja Timur yang berpusat di Konstantinopel (Instanbul).

Pengalaman di Barat telah menunjukkan adanya bahaya-bahaya yang gawat dalam


penyelidikan untuk menemukan dimensi-dimensi baru mengenai kehidupan rohani.72 Gereja
Timur menjadikan spiritualitas, dogma, dan etika sebagai suatu kesatuan, sedangkan gereja Barat
memisahkan teologi dengan spiritualitas. Maxsimus (580-662), seseorang guru mistik,
mengajarkan eksistensi Allah sebagai “jurang ngarai tak terbatas” atau gaib. Namun, kerena
Allah memberikan energia (yang bekerja di dalam kita), maka ini yang menjadikan manusia
mampu berhubungan dengan-Nya. Kehidupan rohani tak ubahnya adalah bersatu dengan Tuhan
melalui kasih dan mati raga. Simeon Sang Teolog Baru (949-1022) menekankan peran
kepemimpinan mistik ketimbang hirarkis. Bagi Simeon, yang diperlukan untuk membangun
kehidupan komunitas adalah kehadiran Roh dalam kasih dan persaudaraan.73

2.2.1.4. Spiritualitas Protestan (abad ke-16 hingga ke-18)

Martin Luther berakar dalam tradisi monastik dan kurang dipengaruhi humanisme
rasional seperti Calvin. Ia menekuni Eckhart dan khusunya Tauler. Dua kali (1516 dan 1518) ia
menerbitkan suatu manuskrip yang tidak lengkap, yaitu satu uraian tentang mistik dari akhir
abad keempat belas. Naskah yang bersangkutan disebut Theologia Germanica, yang
pengarangnya rupanya seorang anggota Ordo Ksatria Jerman. Naskah ini menekankan hidup
miskin, supaya dapat mempercayakan nasibnya secara total kepada Tuhan.74 Luther membangun
spiritualitas Protestan yang berintikan pembenaran ( justification) hanya karena iman yang
didasarkan pada Alkitab dan kehidupan Kristen. Keselamatan hanya diperoleh melaui Sola

71
H.M. Nur Kholis Setiawan & Djaka Soetapa, Meniti kalam Kerukunan: Beberapa Istilah Kuci dalam Islam &
Kristen jilid 1, h. 568-569.
72
Daniel J. Adams, Teologi Lintas Budaya, (Jakarta: BPK-GM,1992), h. 25.
73
H.M. Nur Kholis Setiawan & Djaka Soetapa, Meniti kalam Kerukunan: Beberapa Istilah Kuci dalam Islam &
Kristen jilid 1, h. 569-570.
74
A. Heuken Sj, Spiritualitas Kristiani: pemekaran hidup rohani selama dua puluh abad, h.165.

25
Gratia (hanya oleh anugerah), Sola Fide (hanya oleh iman), Sola Scriptura (hanya oleh firman).
Jika selama berabad-abad spiritualitas lebih menjadi “monopoli” kaum biarawan dan klerus,
Luther meletakkan dasar teologis spiritualitas kaum awam berupa imamat am (kepada setiap
orang yang beriman kepada Yesus). Pandangan teologis Luther tertuang pada buku Theologia
Germanica yang dipengaruhi oleh pendahulunya, yaitu Meister dan Yohanes Tauler (keduanya
mistikus Jerman).75

Gerakan Reformasi gereja pada gerakan ini terus bergulir. Luther dipengaruhi oleh tradisi
biara, sedangkan Yohanes Calvin (1564) adalah seorang ahli hukum yang dipengaruhi
humanisme rasional. Latar belakang ini pula yang membuat arah Reformasinya pun berbeda.
Luther mereformasi ajaran, sedangkan Calvin mereformasi praktik kehidupan gereja dan
masyarakat. Ajaran Calvin yang sangat berpengaruh adalah predestinasi atau takdir, bahwa sejak
sebelum dilahirkan, keselamatan seseorang telah ditentukan oleh Allah.76 Predestinasi atau takdir
ini adalah prasyarat untuk bersatu dengan Kristus dan bersama dengan-Nya memuji Allah Bapa.
Tanpa pilihan dari Allah hal ini tidak mungkin, karena Dia yang Mahakuasa dan menetukan
segala-galanya.77 Sebagai seorang rasionalis, Calvin menolak disiplin spiritual seperti ziarah,
,puasa, asketis. Kesalehan bagi Calvin adalah dengan menaati hukum Tuhan dan mengasihi
sesama manusia. Dengan demikian, panggilan hidup kekristenan adalah bekerja, dan bukan
melarikan diri dari dunia.

Di era ini spiritualitas, mistik tetap berkembang yang diperbaharui oleh Terasa dari Avila
yang menghayati spiritualitas Karnelit, sebuah komunitas yang didirikan pada tahun 1154 di
Gunung Karmel, Israel. Bagi Teresa dari Avila, spiritualitas adalah penziarahan dari luar jiwa
atau interior castle lalu masuk ke pusat di mana Tuhan hadir. Ini merupakan panggilan berziarah
dari Tuhan dan disempurnakan melalui doa. Interior castle atau puri jiwa dipakai untuk
menggambarkan manusia. Penziarahan batinnya terdiri dari tujuh ruang yang harus ditapaki
manusia hingga ruang di tengah castle di mana Tuhan hadir dalam wujud sinar. Spiritualitas
Yohanes dari Salib dikenal dengan sebutan “transformasi menjadi citra ilahi” yang terdiri dari
tiga langkah, yaitu pembersihan, pertunangan, dan pernikahan rohani. Menurut Yohanes dari
Salib, seseorang dalam penziarahan spiritual harus mengalami dark night of the senses (ini
dialami ketika seseorang memperoleh kepuasan dari dunianya) dan dark night of the Spirit (ini

75
H.M. Nur Kholis Setiawan & Djaka Soetapa, Meniti kalam Kerukunan: Beberapa Istilah Kuci dalam Islam &
Kristen jilid 1, h. 572.
76
H.M. Nur Kholis Setiawan & Djaka Soetapa, Meniti kalam Kerukunan: Beberapa Istilah Kuci dalam Islam &
Kristen jilid 1, h. 572-573
77
A. Heuken Sj, Spiritualitas Kristiani: pemekaran hidup rohani selama dua puluh abad, h. 168.

26
tahap yang lebih dalam sekalipun penuh kepedihan, namun menuju kesukacitaan bersatu dengan
Yesus dalam kasih).78

John Wesley (+ 1791) dipengaruhi oleh spiritual melalui ibunya, yaitu gagasan Spiritual
Combat yang membina watak John sangat muda, yakni dengan pokok agama adalah mencari dan
melakukan kehendak ilahi. Secara teratur ia selalu menyisihkan waktunya satu atau dua jam
menyendiri bersama dengan Tuhan. Wesley cukup pandai untuk meluruskan banyak pandangan
pietis. Ia hidup dan mati sebagai seorang iman Anglikan, yang berdoa setiap hari dan
menerimakan sakramen-sakramen. Ia berpegang teguh pada pembenaran berkat rahmat melalui
iman. Keyakinannya akan kehadiran Roh Kudus yang menguduskan manusia itu berlangsung
dalam rangka tradisi spiritualitas kristiani yang klasik.79 Corak spiritualitas dari John Wesley
adalah menekankan pada kesalehan pribadi serta pengudusan hidup Roh Kudus dan melakukan
pelayanan sosial. Penyelamatan dapat terjadi seketika ataupun berlangsung lama. Kita dapat
terus bertumbuh menuju kesempurnaan. Tiga tahap yang meunju kesempurnaan adalah: 1.
Pembenaran, 2. Penyelamatan dan 3. Pengudusan.80

2.2.1.5. Spiritualitas abad ke- 19 hingga ke-21

Sementara di Eropa kekejaman Nazi jerman, berlangsung di bawah kekuasaan Adolf


Hitler telah menggugah spiritualitas yang menjawab tantangan zaman. Dietrich Bonhoeffer
(1906-1945), seorang doktor teologi dan juga seorang pendeta gereja Lutheran (Protestan)
menentang kekejeman Nazi, dengan membangkitkan semangat saling menopang diantara orang
beriman untuk memperbarui kehidupan dunia yang seakan-akan tiada Allah sekalipun harus
membayar harga sebagai pengikut Yesus.81

Thomas Merton (1915-1968) adalah seseorang anggota komunitas Trapist di Kentucky,


Amerika Serikat. Corak spiritualitas yang menjadi perhatiannya adalah bagaimana orang
kristiani dapat mengalami Allah bukan di tengah kesunyian, melainkan di tengah keramaian
dunia. Tulisan Merton yang terkenal di berbagai belahan dunia adalah buku yang merupakan
jurnal pribadinya, The Seven Storey Mountain. Berawal dari sebuah kerinduan membangun
komunitas yang menghidupi rekonsilisiasi dalam kehidupan keseharian itu di tengah perang

78
H.M. Nur Kholis Setiawan & Djaka Soetapa, Meniti kalam Kerukunan: Beberapa Istilah Kuci dalam Islam &
Kristen jilid 1, h. 574.
79
A. Heuken Sj, Spiritualitas Kristiani: pemekaran hidup rohani selama dua puluh abad, h. 179.
80
H.M. Nur Kholis Setiawan & Djaka Soetapa, Meniti kalam Kerukunan: Beberapa Istilah Kuci dalam Islam &
Kristen jilid 1, h. 575.
81
H.M. Nur Kholis Setiawan & Djaka Soetapa, Meniti kalam Kerukunan: Beberapa Istilah Kuci dalam Islam &
Kristen jilid 1, h. 575.

27
Dunia II. Roger I. Schutz datang ke Taize, sebuah desa kecil di Cluny, Prancis seorang diri pada
tahun 1940. Di Taize ini lah Bruder Roder membantu para pengungsi Yahudi, korban kekejaman
Nazi Jerman, serta membangun kehidupan komunitas dengan ritme kehidupan bertani dan
berdoa. Komunitas ini mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Inti spiritualitas Taize
adalah menjadi ragi perdamaian yang ditaburkan pada ribuan kaum muda yang melakukan
penziarahan iman di Taize setiap tahunnya dan pertemuan-pertemuan di berbagai belahan dunia.
82

2.2.1.6.Spiritualitas Modern

Modernitas merupakan era pemikiran yang bermula dengan apa yang secara umum
dikenal dengan enlightment (pencerahan). Zaman ini merupakan zaman kapitalis industri dan
pertumbuhan ekonomi yang tidak terbatas.83 Bisa dikatakan bahwa semua pemikir modernitas
menekankan individualisme sebagai pusatnya. Para pemikir lain mengganggap perkembangan
individualisme sebagai akibat pengaruh kekristenan yang berlangsung selama berabad-abad.
Beberapa pemikir lain memusatkan perhatian pada gagasan baru tentang alam yang tersusun dari
atom-atom, yang pada dasarnya bersifat independen, dan berpendapat bahwa psikologi dan
spiritualitas individualistik, berkembang dari kecenderungan untuk memahami diri kita melalui
analogi dengan melihat alam. Dalam hal ini, spiritualitas individualistis harus dijelaskan dalam
pengertian lain, seperti dinamika munculnya tata kapitalistik, yang memerlukan sejumlah besar
pekerja bebas, yaitu orang-orang yang tidak lagi memiliki pertanian subsistem atau perdagangan
tradisional sehingga terpaksa menjual tenaga mereka kepada para pemilik tanah industri. Apapun
cara penjelasannya, modernitas menyangkut pergeseran besar dari pemahaman diri komunal ke
pemahaman diri individualistik.84

Spiritualitas modern juga dibedakan dari cara manusia bereksistensi pada masa
sebelumnya dalam hubungannya dengan yang ilahi atau yang suci. Dalam Abad Pertengahan,
realitas ilahi bersifat transenden dan imanen. Para ahli teologi modern awal (termasuk yang
Katolik seperti Mersenne dan Descartes, serta yang Protestan seperti Boyle dan Newton)
membawa kecendrungan ini ke suatu kondisi ekstrem sehingga Tuhan sepenuhnya berada di luar
dunia. Spiritualitas modern juga bisa dibicarakan dalam kerangka suatu sikap baru terhadap
kepentingan diri dalam kaitannya dengan moralitas. Norma-norma moral memiliki fungsi yang

82
H.M. Nur Kholis Setiawan & Djaka Soetapa, Meniti kalam Kerukunan: Beberapa Istilah Kuci dalam Islam &
Kristen jilid 1, .h. 576.
83
Albert Nolan, Jesus Today, (Yogyakarta: Kanisius, 2009), h. 25.
84
David Ray Griffin, Visi-Misi Posmodern: Spiritualitas & Masyarakat, (Yogyakarta: Kanisius, 2005), h. 171-18.

28
berkaitan dengan kemampuan kita untuk mengambil keputusan, sehingga kita bisa membentuk
hidup kita dan mempengaruhi dunia di luar kita. Pada umumnya norma-norma moral berada
dalam ketegangan dengan kepentingan diri.85

Salah satu ciri khas spiritualitas modern adalah menganggap kepentingan diri (dalam arti
yang bisa dipahami) sebagai suatu landasan yang bisa diterima untuk sekurang-kurangnya satu
dimensi kehidupan, yaitu dimensi ekonomi. Dalam spiritualitas modern akhir, tampaknya terjadi
perubahan hubungan antara kepentingan diri dan waktu. Dari sudut lain, spiritualitas modern
dilihat sebagai suatu spiritualitas maskulin yang berat sebelah. Dari sudut sejarah agama-agama,
Tuhan yang sepenuhnya transenden dan mahakuasa versi modernitas tahap pertama merupakan
lawan dari dewa langit yang maskulin, imanensi ilahi dalam alam, yang selalu diidentifikasikan
dengan sisi feminim keilahian, ditolak sepenuhnya. Ideologi dan kebijakan sosial modern secara
terus-menerus menekan dan memaksa manusia untuk mengembangkan ciri-ciri di atas, dan ciri-
ciri itu semakin diejawantahkan kepada banyak orang dan setiap generasi dalam masyarakat
modern.86

2.2.1.7.Spiritualitas Postmodern

Dengan ditempatkannya individualisme sebagai pusat dalam spiritualitas dan masyarakat


modern, tidak mengherankan bahwa tidak ada aspek spiritualitas postmodern yang lebih
diunggulkan selain realitas hubungan-hubungan internal.87 Berlawanan dengan pandangan
modern, yang beranggapan bahwa hubungan dengan orang lain dengan benda-benda lain
dianggap bersifat eksternal, kebetulan, dan turunan. Maka para pemikir postmodern
menggambarkan hubungan-hubungan ini sebagai yang bersifat internal, esensial, dan kostitutif.
Aspek kedua spiritualitas postmodern adalah organisisme, yang secara serentak
mentransendensikan dualisme dan materialisme modern. Kaum postmodern tidak merasa seperti
makhluk asing yang hidup dalam alam yang jahat dan tidak peduli, melainkan merasa kerasan di
dunia, dan memiliki rasa persaudaraan dengan spesies-spesies lain yang dipandang memiliki
pengalaman, nilai, dan tujuan mereka sendiri. Dengan rasa kerasan dan persaudaraan ini,
keinginan kaum modern untuk menguasai dan memiliki yang digantikan oleh spiritualitas

85
David Ray Griffin, Visi-Misi Posmodern: Spiritualitas & Masyarakat, h. 19.
86
David Ray Griffin, Visi-Misi Posmodern: Spiritualitas & Masyarakat, h. 22-23.
87
Albert Nolan, Jesus Today, h. 27.

29
postmodern yang menikmati kegembiraan dalam kebersamaan dan keinginan untuk membiarkan
yang lain sebagaimana adanya.88

Pandangan postmodern menyarankan suatu spiritualitas yang didalamnya perhatian


kepada alam (ekologi) dan perhatian khusus terhadap kesejahteraan manusia, serta menjadi
makhluk sosial. Spiritualitas postmodern juga memiliki hubungan yang baru dengan waktu, yaitu
dengan masa lalu dan masa depan. Individualisme radikal modernitas, yang pada mulanya
melepaskan manusia dari masa lalu dan masa kini dan masa depan, pada akhirnya mengecilkan
perhatian mereka pada masa depan juga, dan ujung-ujungnya adalah keterserapan pada kekinian
belaka yang merugikan diri. Akhirnya, spiritualitas postmodern menganggap bahwa beberapa
bentuk kebaruan merupakan seruan yang berasal dari realitas ilahi, sehingga konservatisme
murni justru akan menjadi penolakan terhadap panggilan ilahi. Tantangan pokok bagi
spiritualitas postmodern adalah belajar lebih giat untuk bisa membedakan mana kebaruan yang
kreatif dan mana yang destruktif.89

Meskipun para pemikir postmodernis mengungkapkan dalam berbagai nuansa, sebagian


besar menerima suatu pandangan yang bisa disebut sebagai panenteisme naturalistik, yang
mengganggap bahwa keilahian dalam dalam dunia dan dunia ada dalam keilahian. Bentuk dunia
yang dihasilkan oleh pandangan ini tidak dihasilkan oleh kreativitas sepihak dari yang ilahi
ataupun dari makhluk ciptaan, melainkan dari kokreativitas mereka bersama. Sebagaimana
dikatakan Richard Falk, pandangan ini mengambarkan energi spritiual ke seluruh alam
semesta.90

Melalui pernyataan di atas, penulis setuju dengan spiritualitas postmodern. Spiritualitas


postmodern lebih bersifat universal, tidak hanya mementingkan diri sendiri, tetapi
mementingkan kebutuhan orang lain. Dalam spiritualitas postmodern ada satu lagi landasan demi
minat akan masa depan, yaitu bahwa secara internal kita terbentuk oleh hubungan kita dengan
keilahian. Kita peduli terhadap masa depan dunia karena kita peduli terhadap realitas ilahi yang
ada selamanya. Topik hubungan manusia dengan keilahian membawa kita ke jantung
spiritualitas modern. Seperti penolakannya terhadap dualisme dan masterialisme, spiritualis
postmodern juga menolak baik supernaturalisme maupun ateisme. Menurut penulis, berbicara
spiritualitas berarti bagaimana menjadi mahkluk sosial yang berdampak bagi sesama, tidak

88
David Ray Griffin, Visi-Misi Posmodern: Spiritualitas & Masyarakat, h. 32.
89
David Ray Griffin, Visi-Misi Posmodern: Spiritualitas & Masyarakat, h. 33-35.
90
David Ray Griffin, Visi-Misi Posmodern: Spiritualitas & Masyarakat, h. 35-36.

30
hanya mementingkan kebutuhan diri sendiri. Karena spiritualitas postmodern dapat terlihat
melalui kehidupan bersama untuk menjangkau keilahian Allah.

Dari penjelasan mengenai sejarah spiritualitas penulis menyimpulkan bahwa ternyata


terdapat perbedaan yang mencolok antara sejarah spiritualitas zaman PL sampai pada
postmodern. Pada zaman PL dan apostolik, pemahaman tentang Yahweh dianggap yang paling
multak dan benar dan paling penting, hubungan intim dengan Allah itulah titik fokus utama
spiritualitas pada zaman itu. Namun pada abad pertengahan paham mengenai spiritualitas mulai
berkembang dan mengalami pembaharuan makna dimana dalam zaman ini spiritualitas:
hubungan intim dengan Allah menjadi penting namun juga perlu hubungan dengan sesama.
Spiritualitas pada zaman itu mengalami perkembangan yang pesat sampai memasuki abad 21
sampai postmodern yang memperlihatkan bahwa spiritualitas itu adalah suatu bentuk
pengudusan diri, hubungan intim dengan Allah dan pelayanan sosial sebagai manusia. Jadi
spiritualitas pada masa kini telah memperlihatkan hasil nyata dari pengudusan diri dan hubungan
dengan Allah. Maka spiritualitas sifatnya tidak lagi eksklusif melainkan menjadi lebih inklusif.

2.3. Spiritualitas GBI (secara umum)

Ajaran, doktrin atau teologia sesuatu gereja menyatakan sifat gereja sendiri. Perbedaan
antara gereja Katolik, Protestan, Injili, Pentakosta dan sekte antikris terletak pada ajarannya
masing-masing. GBI adalah gereja rasuli, gereja Alkitabiah yang menyatakan kesimpulan
ajarannya dalam 14 pengakuan; 1. Alkitab; 2. Allah Tritunggal; 3. Yesus Kristus Allah yang
hidup; 4. Orang Berdosa; 5. Pembenaran dan Kelahiran Baru; 6. Baptisan Air; 7. Penyucian
Hidup; 8. Prinsip Kesucian; 9. Baptisan Roh Kudus; 10. Tanda-tanda Baptisan Roh Kudus; 11.
Perjamuan Kudus; 12. Kesembuhan Ilahi; 13. Kedatangan Tuhan Yesus kedua kali; 14. Hidup
Kekal dan Hukum Kekal.91 Tetapi yang menjadi dasar membentuk spiritual jemaat oleh GBI
adalah baptisan Roh Kudus, persekutuan, dan pelayanan.

2.3.1. Baptisan Roh

2.3.1.1. Baptisan Roh Kudus dalam pandangan Alkitab

1. Yohanes Pembaptis dan Yesus Kristus

91
H.L. Senduk, Sejarah GBI, h. 55-56.

31
Yohanes Pembaptis “berbicara tentang baptisan dengan angin dan api”. Ada
kemungkinan bahwa Yohanes Pembaptis menubuatkan baptisan dalam Roh Kudus dan api. Jika
perkataan membaptis dengan/dalam Roh Kudus dan api, hanya tercatat dalam Matius dan Lukas,
asli berasal dari Yohanes Pembaptis. Baptisan dalam Roh Kudus dan api dimengerti sebagai
“atau baptisan yang menyucikan, sebagai anugerah murni, atau baptisan ganda, bagi orang saleh
sebagai baptisan dengan Roh Kudus dan bagi orang jahat sebagai baptisan dengan api. Ramalam
pembaptis menujuk kepada Yesus yang akan membaptis dalam Roh. Agar Yesus dapat
membaptis orang lain dalam Roh, Dia harus memnuhi persyaratan seperti baptisan di sungai
Yordan dan Roh Kudus turun atas-Nya, sengsara dan wafat di salib, dibandingkan dari antara
orang mati dan diangkat ke surga untuk dapat mengurus Roh. Baptisan Roh dan api bukan
dilayankan Yohanes Pembaptis berperan minor. Dalam kata-kata Montague, baptisan Yohanes
dan baptisan Roh, khususnya dalam Lukas, “bukan eksklusif melainkan inklusif, bukan dengan
air saja tetapi dengan Roh Kudus.92

Pengalaman Yesus di Yordan disebut sebagai pengalaman dibaptis dalam Roh Kudus
atau diurapi dengan oleh Roh Kudus. Mengapa Yesus dibaptis atau diurapi dengan Roh Kudus?
Ditinjau dari perspektif ini, maka dibaptisnya Yesus dalam Roh Kudus merupakan inaugurasi
dari sebuah zaman baru dalam sejarah keselamatan, dimulainya sebuah Perjanjian Baru, inisiasi
zaman mesianik. Turunnya Roh Kudus atas Yesus di Yordan mengandung arti bahwa Dialah
orang yang akan datang itu, Mesias (yang terurapi), ‘Anak Allah’ yang kepadaNya Allah
berkenan (Mat 3: 13-17; Yoh 1:33-34). Yesus adalah Mesias sejak kelahiranNya, tetapi ke-
Mesias-anNya mulai mencapai kepenuhan melalui pengalaman baptisanNya di Yordan, yang
menujuk kepada kematian, kebangkitan, dan kenaikan-Nya. Yesus taat kepada Roh Kudus dalam
segala aspek pelayanan-Nya. Lebih tepat, menurut Yohanes, Yesus taat kepada Bapa, yang telah
mengurapi dan menguatkan-Nya dengan Roh Kudus agar dengan demikian Yesus menggenapi
kehendak Bapa (lihat Yoh 4: 34; 5:30; 6:38).93

2. Pengalaman akan Roh Kudus dalam 1 Korintus 12-14

Dalam I Korintus 12-14, paulus membahas kesatuan dan keberagaman orang-orang


percaya melalui baptisan dan kharisma secara berurutan. Penerimaan, pengalaman, dan
manifestasi Roh Kudus ditempatkan dalam konteks tubuh Kristus yang bangkit, komunitas umat
beriman. Menyinggung kesatuan umat beriman, ajaran berpusat pada 12:13 yang mengatakan

92
Gonti Simanullang, Baptisan dalam Roh Kudus, (Medan: Penerbit Bina Media Perintis, 2003), h. 6-9.
93
Gonti Simanullang, Baptisan dalam Roh Kudus, h. 11-13.

32
“sebab dalam satu Roh kita semua, baik orang Yahudi maupun Yunani, telah dibaptis dengan
menjadi satu tubuh dan satu roh dan kita diberi diminum dari satu Roh. Arti ayat ini adalah
bahwa Roh Kudus diberikan dalam baptisan Kristen. Baptisan mempersatukan dan
menggabungkan orang ke dalam satu tubuh dan satu Roh, yaitu mereka menjadi anggota-anggota
Kristus yang meretas dan melampui semua batas alamiah dan manusiawi menyangkut negara,
kebudayaan, bangsa, keturunan.94

Setiap anggota tubuh dianugerahi karisma berbeda oleh Roh Kudus seturut kehendak-
Nya (lih. 1 Kor 12:11). Karisma-karisma ini dilihat sebagai manifestasi kuasa Roh Kudus dalam
setiap orang Kristen dan dimaksudkan untuk membangun tubuh yang satu dan sama (bdk. 1
Kor:7), merupakan karakteristik khas orang Kristen. Karisma diberikan kepada setiap orang
demi kepentingan semua. Cantalamessa menulis: “Karisma adalah manifestasi, atau
penampakan, Roh mode manifestasi yang parsial tetapi asli. Dalam mengulasi karisma dalam
bagian ini, bersama dengan karisma lain dalam Roma 12, Paulus memberi kesaksian bahwa
kuasa Roh Kudus merupakan kenyataan pengalaman bagi orang Kristen pada zamannya.95

Dasar-dasar spiritualitas GBI berputar di sekitar doktrin tentang, 1. Baptisan Roh Kudus
yang diperkuat dengan dua motivasi; 2. Menemukan kembali karunia-karunia Roh dan; 3.
Mengalami kehadiran Allah dalam hidup dan ibadah secara pribadi. Kaum kharismatik memiliki
ketekunan dengan pokok Roh Kudus yang memberikan kepada mereka dalam sejarah gelar
“anggota-anggota dari gerakan Roh”. Peristiwa baptisan Roh adalah kelanjutan dan berbeda dari
proses pertobatan dan pembenaran. Don Basham, tokoh yang berpengaruh gerakan Neo-
Pentakosta berkata baptisan dalam Roh Kudus adalah suatu perjumpaan kedua dengan Allah
(yang pertama adalah pertobatan) yang di dalamnya orang Kristen mulai menerima kuasa adi-
kodrati Roh Kudus di dalam hidupnya.96

Kepenuhan Roh Kudus adalah peristiwa yang sangat penting bagi aliran kharismatik.
Setiap orang yang percaya harus mengalami kepenuhan Roh Kudus. Dengan mengalami
kepenuhan Roh Kudus, seseorang akan mengalami kesegaran rohani yang baru. Oleh karena itu
mereka terus membina, mendidik dan mendoakan supaya semua anggotanya (jemaat) bersedia
membuka hati dan rindu meminta Roh Kudus untuk hadir dalam hidupnya. Aliran ini lebih

94
Gonti Simanullang, Baptisan dalam Roh Kudus, h. 25.
95
Gonti Simanullang, Baptisan dalam Roh Kudus, h. 25.
96
Wilfred. J . Samuel, Kristen Kharismatik, (Jakarta: BPK-GM, 2006), h. 23.

33
bersifat terbuka bagi siapa saja yang mempunyai kerinduan, untuk mengalami pengalaman
dengan Roh Kudus, tanpa melihat asal denominasi gerejanya.97

J. Firet secara teologi praktis mendefinisikan baptisan Roh sebagai suatu peak experience
(pengalaman puncak) dalam proses-proses kreatif yang selalu baru, yang memampukan sesorang
untuk mengabdikan dirinya pada keraajan Allah. Pengalaman puncak itu dirumuskannya sebagai
sesuatu yang dapat terjadi secara tiba-tiba dan disertai dengan reaksi-reaksi emosional, penuh
rasa kagum hormat, dan penyerahan diri. Roh Kudus adalah kasih, dan sesuai dengan hakikat
kasih, orang-orang Kristen harus berusaha memperoleh karunia-karunia Roh yang menujuk sifat
pelayanan, sifat menolong dan membangun orang lain.98

Menurut aliran Kharismatik untuk menerima baptisan Roh Kudus seseorang harus
terlebih lebih dahulu bertobat serta percaya akan Tuhan Yesus ( Kis. 2: 38). Orang Kristen wajib
diselamatkan terlebih dahulu. Dalam Kisah Para Rasul 5: 32, Petrus menjelaskan bahwa Roh
Kudus diberikan kepada orang-orang yang mentaati Dia, menyerahkan segenap kehidupannya
kepada Tuhan; mati terhadap kehendaknya sendiri (Rm. 6: 13). Sebagaimana Paulus juga
mengajak orang-orang Kristen di Roma untuk mempersembahkan tubuh sebagai persembahan
yang berkenan kepada Allah (Rm. 12:1-2). Bahwa Roh Kudus datang dalam hidup orang
percaya, ketika menerima Yesus, bertobat dan dilahirkan kembali oleh Roh. Baptisan di dalam
Roh Yesus harus diundang sehingga Roh Kudus dapat tinggal dan memenuhi hidup orang
percaya itu.99 lebih jelasnya berikut ini akan diuraikan langkah-langkah wajib yang dilakukan
untuk mnerima baptisan Roh Kudus:

1. Percaya dan menerima Yesus sebagai Juruselamat. Dalam Kisah Para Rasul 2: 38-39:
berbunyi “ Jawab Petrus kepada mereka:’ Bertobatlah dan hendaklah kamu masing-
masing memberi dirimu dibaptis dalam nama Yesus Kristus untuk pengampunan
dosamu, maka kamu akan menerima karunia Roh Kudus. Sebab bagi kamulah janji
itu dan bagi anak-anakmu dan bagi orang yang masih jauh, yaitu sebanyak orang
yang akan dipanggil oleh Tuhan Allah kita’. Menurut Bunnet, dalam hal ini harus ada
keyakinan dengan sungguh-sungguh bahwa Yesus sebagai Juruselamat, Ia diundang
datang agar dihidupi oleh Roh Kudus itu. Apapun cara dan usaha seseorang, tanpa
menerima Yesus Kristus sebagai Juruselamat secara pribadi dan dengan berdoa, maka
tidak akan menerima baptisan Roh Kudus. Yesus adalah jalan untuk mengenal Allah,
97
Rijnardus A. van Kooij & Yam’ah Tsalats A, Bermain dengan Api, 44.
98
I. Sugiri. S. J, dkk, Gerakan Kharismatik Apakah Itu?, (Jakarta: BPK-GM, 1982), h. 236.
99
Dennis & Rita Bennet, The Holy Spirit and You, (Logos Internasional, Plainfied, New Jersay, 1971), h. 36.

34
dalam arti inkarnasi Allah benar-benar menjadi manusia melalui perawan Maria.
Yesus adalah titik temu antara manusia dan Allah100
2. Percaya bahwa baptisan Roh Kudus dari Allah ( Kis. 1: 8; Ef. 5: 17-18; Yoh. 7: 37-
39; Kis. 2: 38-39; Luk. 11: 3).
3. Percaya bahwa baptisan Roh Kudus adalah pengalaman setelah keselamatan (Kis. 8:
12-15; Kis. 19:1-6).
4. Haus untuk menerima baptisan Roh Kudus. “Berbahagialah orang yang lapar dan
haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan” (Mat. 5: 6; bd. Yoh. 7: 37-39).
5. Menyingkirkan semua halangan seperti : a. perselisihan yang belum diselesaikan.
‘Sebab itu jika engkau mempersembahkan persembahanmu di atas mezbah dan
engkau teringat akan sesuatu yang ada dalam hati saudaramu terhadap engkau,
tinggalkanlah persembahanmu di depan mezbah itu dan pergilah berdamai dahulu
dengan saudaramu, lalu kembali untuk mempersembahkan persembahanmu itu”
(Mat. 5: 23-24); b. Dosa yang belum diakui. “ Jika engkau mengaku dosamu, maka Ia
setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dari segala kejahatan”
(I Yoh 1: 9).
6. Melangkah dengan Iman. Firman-Nya harus dipercayai 100%, maka pasti menerima
baptisan Roh Kudus. “Oleh karena itu Aku berkata kepadamu: carilah, maka kamu
akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu. Karena setiap orang
yang meminta, menerima dan setiap orang yang menerima dan setiap orang yang
mencari, dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan.” (Luk. 11: 9-
10)101
7. Berdoalah untuk menerima baptisan Roh Kudus. Baptisan Roh Kudus dapat diterima
kapan dan dimana saja. Sesudah dibaptiskan dengan Roh Kudus niscaya ada
kemenangan dalam dosa102

Kepenuhan Roh Kudus adalah peristiwa yang sangat penting bagi aliran kharismatik.
Setiap orang yang percaya harus mengalami kepenuhan Roh Kudus. Dengan mengalami
kepenuhan Roh Kudus, seseorang akan mengalami kesegaran rohani yang baru. Oleh karena itu
mereka terus membina, mendidik dan mendoakan supaya semua anggotanya (jemaat) bersedia
membuka hati dan rindu meminta Roh Kudus untuk hadir dalam hidupnya. Aliran ini lebih

100
Dennis & Rita Bennet, h. 56.
101
http://www.sabda.net.
102
John Wesley Brill, Dasar Yang Teguh, (Malang: Gandum Mas, 1990), h. 68.

35
bersifat terbuka bagi siapa saja yang mempunyai kerinduan, untuk mengalami pengalaman
dengan Roh Kudus, tanpa melihat asal denominasi gerejanya.103

Baptisan Roh berbeda dengan kepenuhan Roh. Bagi kalangan Kharismatik baptisan di
dalam Roh Kudus dianggap sebagai inisiasi pengalaman rohani pada tingkat iman yang tinggi
yang terjadi secara terus menerus dalam hidup orang percaya tetapi kepenuhan Roh dialami saat-
saat tertentu saja dan dapat terjadi secara berulang-ulang. Paulus dan Petrus mengalami secara
berulang-ulang. Paulus mengalami pemenuhan pada Kisah Para Rasul 9: 17-18, kemudian
mengalami lagi pada pasal 13:9. Petrus juga mengalami hal yang sama Kisah Para Rasul 2:4, lalu
mengalami lagi pada pasal 4:8, 31.104

Roh tidak selamanya memenuhi orang percaya, karena bisa saja terjadi kemunduran
iman. Roh-roh jahat dapat saja menggagalkan segala rencana rohani manusia. Orang-orang
Korintus misalnya, telah mengalami kekayaan karunia-karunia Roh (1 Kor. 1: 3). Oleh karena itu
Paulus menasehati jemaat, “Hendaklah kamu penuh dengan Roh” (Ef. 5: 18; Gal. 5:23); dengan
cara terus menerus berdoa ( I Tes. 5:17) dan berusaha menghasilkan buah-buah Roh (Gal. 5:16,
18, 22).105

2.3.1.3. Pertobatan dan Lahir Baru

Orang yang mendengarkan Injil dan bertemu dengan Yesus sering mengalami pertobatan
dan lahir baru. Hal ini dihayati sebagai proses perubahan hidup. Pengalaman pertobatan yang
dialami responden lebih banyak menunjuk pada pemulihan relasi dengan Allah, pelepasan dari
dosa dan kebiasaan hidup buruk, perubahan hidup secara umum dan pertobatan yang di alami
dalam satu peristiwa atau waktu tertentu.106 Pandangan lahir baru merupakan proses perubahan
hidup yang secara terus-menerus terjadi dalam hidup manusia, sebagai dinamika yang tidak
pernah berhenti.

2.3.1.4. Kesembuhan Ilahi dan Mukzijat

Muzijat dan karunia penyembuhan dianggap salah satu karunia Roh. Dalam
perkembangannya, karunia penyembuhan bahkan dilihat lebih penting daripada karunia bahasa
lidah. Tokoh-tokoh yang banyak berpengaruh dengan pelayanan penyembuhan, antara lain

103
Rijnardus A. van Kooij & Yam’ah Tsalats A, Bermain dengan Api, h. 44.
104
Rudi Budiman, Menentukan Sikap Terhadap Gerakan Kharismatik, (Pusat Penelitian dan Inovasi Pendidikan,
Yogyakarta, 1980), h. 7.
105
Rudi Budiman, Menentukan Sikap Terhadap Gerakan Kharismatik, h. 7.
106
Rijnardus A. van Kooij & Yam’ah Tsalats A, Bermain dengan Api, h. 60.

36
William Marion Branham, John G. Lake, Oral Roberts, dan Tommy L. Osborn. Di Indonesia,
tokoh dengan pelayanan penyembuhan adalah Benny Hinn. Meskipun pengikut gerakan
kharismatik yakin akan karunia menyembuhkan yang dimiliki oleh hamba Tuhan, dasar dari
penyembuhan tersebut adalah iman orang yang disembuhkan.107 Pada umumnya, muzijat
dihubungkan dengan penyembuhan tanpa penanganan medis atau obat-obatan. Tujuannnya
adalah bukan lagi permohanan kepada Allah untuk penyembuhan seseorang yang sakit keras,
melainkan berubah menjadi permohonan keselamatan dari Allah bagi yang menghadapi
persoalan.

2.3.2. Persekutuan

Gereja dapat membangun spiritual jemaat melalui persekutuan yang dilakukan melalui
pelayanan kelompok sel (sell Group). Menurut C. Peter Wagner kelompok sel adalah suatu
persekutuan yang di dalamnya terdapat hubungan yang sangat istimewah dan mirip seperti
situasi keluarga atau lingkungan keluarga108 yang di dalamnya terdapat interaksi sosial yang
lebih erat karena sesama anggota saling terbuka dan saling mengenal secara dekat. 109 Daulay
mengatakan “kelompok sel adalah suatu bentuk pelayanan gereja dengan membagi anggota
jemaat kedalam beberapa kelompok kecil, menurut tempat tinggal mereka, sehingga mereka
dapat mengadakan persekutuan sekali seminggu untuk membutuhkan dan mendewasakan iman
mereka melalui doa bersama, mempelajari firman Tuhan bersama, saling membagi pengalaman
kerohanian dan saling mendoakan”.110

Bagi Paul Yonggi Cho, kelompok sel itu bukanlah sautu pertemuan sosial semata
meskipun di dalamnya orang bergaul dengan ramah tamah, kelompok sel bukanlah juga
merupakan pusat kegiatan kedermawanan walaupun melaksanakan tindakan yang bersifat
dermawan dan kebaktian dalam kelompok sel itu bukanlah sekedar kebaktian. Tetapi kelompok
itu merupakan bagian mendasar dan sangat penting dalam gereja, karena kelompok sel memiliki
sasaran yang pasti yakni untuk meningkatkan persekutuan dan memperluas pelayanan melalui
penginjilan.111

2.3.3. Pelayanan (misi dunia)

107
H.M. Nur Kholis Setiawan & Djaka Soetapa, Meniti kalam Kerukunan: Beberapa Istilah Kuci dalam Islam &
Kristen jilid 2, h. 422.
108
C. Peter Wagner, Gereja Saudara Dapat Bertumbuh, (Malang: Gandung Mas, 1997), h. 112.
109
T.A. Lathief Rousydiy, Dasar-Dasar Rhetorica Komunikasi dan Informasi, (Medan: Firma Rimbow, 1989), h.
326.
110
Richard M. Daulay, Mengenal Gereja Methodist Indonesia, (Jakarta: BPK-GM, 2003), h. 151.
111
Paul Y. Cho, Bukan Sekedar Jumlah, (Jakarta: Yayasan Pekabaran Injil “Immanuel”, 1989), h. 55.

37
Sebagaimana gereja mula-mula, setiap orang percaya mentaati perintah Tuhan Yesus
untuk melayani dan pergi mengabarkan Injil kepada orang-orang di luar gereja sehingga Tuhan
menambahkan jumlah mereka setiap hari.112 Hal ini terjadi karena setiap anggota dalam
kelompok melibatkan diri dalam aksi penginjilan, memperhatikan orang lain dan berpartisipasi
dalam pekerjaan sosial, berbagi rasa dan bersaksi.113 Setiap warga gereja merupakan pelayan
dalam kehidupan misi gereja. Artinya setiap orang harus bersikap peduli dan terlibat dalam
pelayanan gereja melalui pasrtisipasinya dalam kegiatan tersebut. Sebab berkembang dan
bertumbuhnya sebuah gereja tergantung sikap anggota-anggotanya.

2.4. Spiritualitas GBI Rumah Persembahan Medan

Berbicara mengenai spiritualitas GBI Rumah Persembahan Medan tidak terlepas dari
spiritualitas GBI secara umum. Ada beberapa ajaran dan kegiatan untuk membentuk spiritual
yang dilakukan GBI (secara umum) dan dilakukan juga oleh GBI Rumah Persembahan Medan
untuk membentuk spiritual jemaat sehingga mempengaruhi pertumbuhan gereja.

2.4.1. Baptisan Roh

Menurut pemikiran beberapa pendeta dari kalangan gerakan Kharismatik/GBI di


Indonesia, perubahan dan pembaruan hidup orang percaya yang sesungguhnya hanya terjadi jika
orang mengalami baptisan Roh. Hal ini juga dikemukan oleh warga jemaat dari kalangan
gerakan Kharismatik/GBI, meyakini bahwa mereka yang telah menerima baptisan Roh akan
menunjukkan perubahan hidup. Meskipun demikian, gerakan Kharismatik meyakini sepenuhnya,
bahwa apakah seseorang akan mendapatkan baptisan Roh atau tidak merupakan kehendak bebas
Tuhan, namun kerinduan hati orang yang ingin mendapatkan baptisan Roh juga ikut
berpengaruh. Untuk itu, pertobatan atau kelahiran kembali dianggap sebagai hal yang dipanggil
dan diselamatkan harus mengalami kepenuhan Roh Kudus.114 Dengan demikian, baptisan Roh
bukan hanya dilihat sebagai sebuah akhir dari sebuah pencapaian iman, melainkan juga sebagai
kekuatan yang memampukan orang percaya untuk hidup dalam panggilan seturut dengan
kehendak Kristus. Akan tetapi, upaya untuk hidup seturut dengan kehendak Kristus tidak harus
menunggu sampai dengan penerimaan baptisan Roh karena sebelumnya orang percaya juga
dituntut untuk hidup dalam pertobatan dan kekudusan.

112
Rick Warren, Pertumbuhan Gereja Masa Kini, (Malang: Gandum Mas, 2003), h. 55.
113
Richard M. Daulay, Mengenal Gereja Methodist Indonesia, h. 173.
114
H.M. Nur Kholis Setiawan & Djaka Soetapa, Meniti kalam Kerukunan: Beberapa Istilah Kuci dalam Islam &
Kristen jilid 2, h. 419.

38
Pekerjaan Roh dibedakan dalam hal pertobatan dan lahir baru (Yoh 3: 3,5). Pekerjaan
Roh dalam bapstisan Roh ini dilihat lebih hebat dan dengan kekayaan rohani yang lebih besar.
Kelahiran baru disamakan dengan tingkat iman yang tinggi. .Berdasarkan wawancara penulis
dengan Eddy Suwarno sebagai gembala di GBI Rumah Persembahan, spiritualitas dibentuk
melalui kegiatan pelayanan yang dapat mempengaruhi jemaat untuk bersekutu dengan Allah.
Spiritualitas GBI Rumah Persembahan didasari oleh kepenuhan Roh Kudus. Roh Kudus diyakini
dapat mempengaruhi perubahan hidup, dan bukti sesorang telah lahir baru. Penerimaan baptisan
Roh sangat kuat mempengaruhi seseorang untuk menghayati penerimaan karunia-karunia Roh,
seperti menyembuhkan, berbahasa roh dan menerima wahyu. Fenomena yang menyertai
kepenuhan Roh bermacam-macam, ada yang menangis, tertawa, tumbang, bisa berkata-kata
dalam bahasa roh, tetapi ada juga yang hanya diam saja.

Beberapa hal yang kelihatan ketika menerima Baptisan dalam Roh:

1. Mengalami sukacita besar yang tidak pernah terjadi sebelumnya.


2. Adanya keyakinan bahwa Kristus tinggal di dalam hatinya.
Memiliki kesadaran baru akan keberadaan Kristus di dalam hatinya.
3. Kerinduan untuk sellu berdoa, baik secara pribadi maupun bersama-sama. Berdoa bukan
suatu beban atau kewajiban.
4. Kecintaan terhadap kitab suci. Menemukan daya tarik baru di dalam Kitab Suci.
5. Keberanian dan semngat bersaksi tentang Kristus dan suatu keinginan kuat untuk
menenangkan orang lain bagi Kristus.
6. Dengan sendirinya adanya kerinduan dalam hati untuk menyembah Kristus lewat puji-
pujian dan Mazmur.
7. Adanya kesadaran dan panggilan untuk hidup suci dan menghasilkan buah Roh, yaitu
kasih di dalam segala aspeknya.115

2.4.2. Persekutuan (Kelompok Sel)

Kelompok sel bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan jemaat baik secara kualitas,
kuantitas maupun secara organisme. Artinya di satu sisi kelompok sel ini bertujuan untuk
meningkatkan kedewasaan iman gereja, dan di sisi lain bertujuan untuk meningkatkan
pertumbuhan jumlah anggota yang pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan secara

115
John Schep, Baptism In the spirit, (Logos Internasional, Plainfield: New Jersay, 1972), h. 22-24. Bd
http://www.unitedfool.com

39
organisme karena adanya pemimpin-pemimpin yang baru yang akan dilahirkan melalui
kelompok sel tersebut.

2.4.1.1. Pertumbuhan Kualitas

Dikatakan bahwa kelompok sel menciptakan kondisi untuk meningkatkan kedewasaan


iman warga jemaat karena Pertama: Kelompok sel menyediakan makanan rohani. Artinya dalam
kelompok sel tiap-tiap anggota mempunyai kesempatan untuk merefleksikan imannya melalui
PA (pendalaman Alkitab), melalui pujian yang dapat dipilih oleh masing-masing, melalui doa
dan sharing. Kodisi seperti ini akan membuat mereka lebih dekat kepada Tuhan dan saling
topang menopang. Hal seperti inilah yang sangat menolong untuk meningkatkan kedewasaan
iman warga jemaat. Kedua: Kelompok sel menciptakan persekutuan. Artinya kelompok sel
sangatlah besar manfaatnya dalam menciptakan perasaan persaudaraan di antara orang-orang
percaya. Malalui kelompok sel setiap anggota bisa untuk saling mengenal secara akrab, saling
berdialog, bercanda, tertawa dan membicarakan kehidupan sehari-hari. Ketiga: Kelompok sel
memberikan kesempatan untuk saling melayani. Dalam hal ini setiap anggota kelompok
memiliki kesempatan untuk saling melayani dan setiap anggota haruslah menjadi pelayan bagi
anggota yang lain. Hal ini dikarenakan bahwa pada dasarnya manusia hidup tergantung pada
orang lain dan setiap orang membutuhkan teman yang bisa mengerti dia. Sehingga dengan
adanya persekutuan dan rasa persaudaraan, terciptalah perasaan saling ketergantungan antara
yang satu dengan yang lain di dalam kelompok sel.116

2.4.1.2.Pertumbuhan Kuantitas

John Wesley pernah berkata “Janganlah melakukan sesuatu kecuali memenangkan jiwa”.
Karena itu habiskanlah waktumu untuk hal itu dan bawalah orang-orang berdosa kepada Kristus
dan buatlah mereka bertobat sebanyak mungkin”.117 Kelompok sel adalah merupakan sarana
yang paling ampuh untuk mencapai pertumbuhan gereja secara kuantitas karena kelompok sel
menjadi sarana penginjilan. Karena bentuk dan coraknya yang kurang formal seperti kebaktian
pada hari Minggu di gereja, maka kita dapat mengundang orang-orang yang belum Kristen
seperti teman sekantor, tetangga dan sebagainya untuk ikut bersekutu dalam kelompok sel di
rumah anggota. Melalui ibadah yang agak fleksibel, doa, kesaksian anggota dan PA, orang baru
itu akan dapat mendengar tentang Kristus dan lambat laun oleh kuasa Roh Kudus, mereka akan

116
Richard M. Daulay, Mengenal Gereja Methodist Indonesia, h. 156-157.
117
Hong Do Kim, The Type of Ministry for Church Growth, ( Seoul Korea, Kum Ran Methodist Church), h. 36.

40
mengambil keputusan pengikut Kristus (Rm. 10:14).118 Dengan demikian jika gereja-gereja
Kristen akan menerima penuaian jiwa-jiwa baru, maka kelompok sel adalah merupakan cara
yang mengagumkan untuk memasukkan para pendatang baru dan anggota baru dalam pelayanan
gereja.119

2.4.1.3. Pertumbuhan Organisme

Pertumbuhan organisme yang dimaksudkan disini adalah pertambahan persekutuan


orang-orang yang percaya yang memiliki tujuan tertentu. Kelompok sel adalah kunci bagi
pertumbuhan gereja baik secara kuantitas, kualitas maupun organisme. Hal ini terjadi karena
unsur-unsur yang terdapat dalam kelompok sel yaitu pengajaran, penyembahan, persekutuan,
misi dan pelayanan. Dengan adanya unsur-unsur tersebut membuat suatu persekutuan itu disukai
setiap orang dan tiap-tiap hari Tuhan menambahkan jumlah mereka dengan orang yang
diselamatkan seperti yang digambarkan Kisah Para Rasul 2: 42-47.120 Pertumbuhan ini
disebabkan oleh pemikiran dan rasa tanggungjawab yang lebih tinggi dari setiap anggota
terhadap anggota yang lain, juga rasa tanggungjawab anggota terhadap kelompoknya secara
keseluruhan.

Menurut Eddy Suwarno, baptisan Roh Kudus dapat dialami oleh semua orang yang
percaya kepada Kristus. Spiritual jemaat yang dibentuk oleh GBI Rumah Persembahan tidak
terlepas dari setiap kegiatan pelayanan gereja yaitu kelompok sel. Kegiatan pelayanan yang
dilakukan adalah Family Altar (FA). FA adalah wadah untuk mengembalakan dan memuridkan
jemaat yang dipersiapkan untuk menjadi umat yang layak, sehingga akhirnya mereka menjadi
murid Kristus121.

Sejak akhir 1993, Family Altar atau kelompok sel menjadi program utama gereja.
Melalui FA maka jemaat akan bertumbuh makin dewasa dan menjadi orang Kristen yang setia
dan militan. FA merupakan suatu komunitas sebagai satu keluarga Allah dengan gaya hidup
kesatuan dalam kasih persaudaraan. Seperti yang dikatakan Peter Wagner sebagai pakar
pertumbuhan gereja, penginjilan yang paling efektif adalah dengan cara membuka gereja baru.
Pembukaan gereja-gereja baru ini tentunya didahului dengan pembukaan ranting baru atau Pos

118
Richard M. Daulay, Mengenal Gereja Methodist Indonesia, 157, lihat juga dalam Paul Cho Yonggi, Kelompok
Sel yang Berhasil, (Malang: Gandum Mas, 1981), h. 57-58.
119
David Beer, 50 Cara Membuat Gereja Anda Bertumbuh, (Yogyakarta: Andi, 2000), h. 201-202.
120
J. Waskom Pickket, The Dinamic of Chruch Growth, (Nashville: Abingdon Press, 1963), h. 13.
121
Wawancara dengan Eddy Suwarno pada tanggal 10 February 2019 di GBI Rumah Persembahan pukul 12.45
Wib. Ia adalah Gembala Lokal di GBI Rumah Persembahan. Gembala Lokal adalah pimpinan jemaat yang
mengurus beberapa cabang gereja.

41
PI di sutau kota atau daerah. Pos PI berdiri dengan pergumulan dan dorongan kelompok-
kelompok FA yang ada di daerah itu.122

Family Altar memiliki misi sebagai berikut:

1. Menjadi wadah di mana jemaat dapat bertumbuh bersama sebagai satu keluarga
komunitas Allah di dalam kesatuan hati.
2. Menjadi perpanjangan tangan gembala yang berfungsi untuk mengembalakan,
memuridkan dan mempersiapkan pemimpin-pemimpin baru.
3. Memperlengkapi dan membangun murid Kristus (Ef. 4:12)

Jikalau jemaat disebut sebagai anggota tubuh Kristus maka jemaat harus dipandang dari
fungsinya yang sejati di dalam Kristus yakni dalam cara hidupnya harus menampakkan hidup
Kristus yang harus diterangi oleh terang Kristus dan mendatangkan berkat123. Rasul Paulus
mengumpamakan jemaat sebagai tubuh, yang masing-masing anggotanya punya peranan yang
khas. Jelaslah bahwa anggota-anggota tubuh itu berbeda namun tidak satupun anggota itu
dianggap paling penting atau tidak dibutuhkan, tetapi tubuh itu justru harus terdiri dari banyak
anggota yang masing-masing bekerja sama sesuai dengan fungsinya untuk kepentingan seluruh
tubuh.124 Tubuh itu adalah sesuatu yang hidup, bergerak, memiliki kesatuan, maka orang-orang
percaya (gereja) juga harus memiliki kesatuan untuk bergerak melakukan tugas masing-masing
sesuai dengan talenta yang dimiliki masing-masing untuk mencapai tugas panggilan gereja,
melayani, bersaksi dan bersekutu.

Sebagaimana Paulus mengingatkan jemaat yang ada di Tesalonika dengan mengatakan


“Karena itu nasehatilah seseorang akan yang lain dan saling membangunlah kamu seperti yang
memang kamu lakukan” ( 1 Tes. 5: 11). Neighbour mengatakan bahwa “kelompok sel adalah
suatu persekutuan di mana orang-orang diasuh dan diperlengkapi untuk melayani dan yang di
dalamnya setiap anggota dimungkinkan untuk saling membangun, saling bertanggungjawab dan
saling terbuka sepenuhnya antara yang satu dengan yang lainnya. 125 Saling membangun haruslah
menjadi kebiasaan dalam kehidupan kelompok sel, dengan saling menghibur dan saling
memperhatikan iman mereka akan bertumbuh dan kerohaniannya bisa semakin dewasa. Dengan

122
Wawancara dengan R. Surbakti tanggal 26 February 2019 di Pajak Simalingkar Perumnas pukul 16.05. Ia adalah
salah satu pengurus FA di GBI Rumah Persembahan Medan.
123
Harun Hadiwijono, Iman Kristen, (Jakarta: BPK-GM, 1995), h. 371, 374.
124
C. Peter Wagner, Pertumbuhan Gereja dan Peranan Roh Kudus, (Malang: Gandum Mas, 1996), h. 69.
125
Neighbour, Kemana Kita Harus Melangkah:Buku Pedoman untuk Gereja Sel, (Jakarta: Metanoia, 1997), h. 122.

42
demikian memperlengkapi dan membangun menjadi tujuan yang harus dilakukan oleh GBI
Rumah Persembahan membetuk kedewasaan iman jemaat dalam kelompok sel (FA).

4. Membangkitkan pengerja untuk tuaian besar yang Tuhan sediakan dengan bersatu
hati tumbuh bersama untuk memenangkan jiwa.

Untuk mencapai misi di atas departemen FA memiliki program untuk membangun


komitmen tiap anggota jemaat dalam menjadikan doa, pujian, dan penyembahan sebagai gaya
hidup untuk memenangkan jiwa di wilayah masing-masing, melalui doa, pujian dan
penyembahan inilah seseorang yang percaya dan menyerahkan hidupnya kepada Kristus akan
menerima kepenuhan Roh Kudus. FA juga membangun hubungan yang kuat dalam keluarga
melalui doa bersama, mempelajari firman Tuhan bersama, memperdulikan lingkungan melalui
pembagian sembako dan bakti sosial bagi masyarakat yang membutuhkan.126 Dept. Family Altar
sebagai wadah untuk membentuk spiritualitas jemaat di GBI Rumah Persembahan Medan. Setiap
orang yang menerima Roh Kudus akan diperlengkapi dengan karunia-Nya untuk dapat bersaksi
dan melayani Tuhan, karena baptisan Roh selalu dihubungkan dengan kesaksian dan pelayanan.
Tanpa pertolongan Roh Kudus, Famliy Altar tidak mungkin memiliki kuasa untuk bersaksi dan,
membentuk spiritual, dan melayani jemaat.

2.4.2. Pelayanan (Diakonia)


Pelayanan diakonia yaitu bantuan yang diberikan oleh anggota-anggota gereja kepada
orang lain untuk mempertahankan hidup mereka di dunia ini seperti yang dikatakan oleh Rasul
Paulus kepada jemaat yang ada di Korintus bahwa “ Jika suatu anggota menderita, semua
anggota turut menderita” (I Kor. 12:26). Dalam ayat sebelumnya Paulus mengingatkan mereka
yang mempunyai karunia yang berbeda-beda supaya mereka saling memperhatikan (I Kor. 12:
25). Hal ini berarti bahwa mereka semua terpanggil untuk menjadi jemaat yang melayani dan
yang bersedia untuk memberikan diri kepada orang lain (merasa terbeban untuk melayani antara
yang satu dengan yang lain) sebab gereja ada di dunia ini untuk melayani Allah dan melayani
manusia baik jasmani maupun rohani127 sehingga pelayanan itu adalah merupakan refleksi dari
iman orang percaya128 karena Tuhan mengkehendaki agar pelayanan kita kepada-Nya
menduduki prioritas utama dalam hidup kita. Jadi kita tidak dapat memandang kegiatan melayani

126
GBI Rumah Persembahan Medan, Buku Peringatan Ulang Tahun GBI Rumah Persembahan Medan ke 25, h.
36-37.
127
Jl. Ch. Abineno, Diakonia, (Jakarta: BPK-GM, 1993), h. 1-3, 9.
128
TB. Simatupang,Kehadiran Gereja dalam Perang Revolusi dan Pembangun, (Jakarta: BPk-GM, 1986), h. 60.

43
Tuhan itu sebagai sesuatu yang hanya dilakukan untuk mengisi kekosongan waktu saja. 129 Oleh
karena itu gereja harus melayani di tengah dunia dimanapun dan kapanpun, karena sudah
menjadi tugas dan tanggungjawab gereja.

Sesuai dengan hal yang di atas, GBI Rumah persembahan memiliki pelayanan untuk
mewujudkan segala visi dan misi gereja. Adapun pelayanan dimaksudkan adalah Pelayanan
UPG (Un- Reached People Groups). Sesuai dengan visi dan misi yang Tuhan berikan kepada
gereja GBI Rumah Persembahan untuk melaksanakan amanat agung Tuhan Yesus, yaitu pergi
dan menjadikan semua suku bangsa menajdi murid TuhanYesus, maka dari Dept. Misi sub
pelayanan UPG menyampaikan bahwa proses pelayanan kepada suku-suku terabaikan, dan
menjangkau setiap daerah-daerah pedalaman dan memenangkan jiwa-jiwa bagi Tuhan dan terus
mengalami terobosan. Sampai saat ini sudah ada beberapa pelayanan pos UPG di tempat dan
pulau yang berbeda di wilayah kepulauan Riau.130

Pada waktu pelayanan di kepulauan Riau ada seorang ibu dari salah satu Pulau yang kami
layani yang sakit stroke, lumpuh dan bahkan buta, mengalami muzijat kesembuhan oleh kasih
karunia Tuhan dan otoritas kuasa Roh Kudus. Berita tentang muzijat kesembuhan ibu itu
menjadi kesaksian yang luar biasa, sehingga istri kepala suku pulau tersebut yang menyaksikan
peristiwa itu bertobat dan banyak orang yang menjadi percaya serta menerima Yesus Kristus
sebagai Tuhan dan Juru Selamat.131 Dalam sebuah gereja, unsur pengajaran, persekutuan,
penyembahan, pelayanan dan misi haruslah seimbang dan setiap anggota kelompok haruslah
menjadi “perpanjangan tangan Tuhan” yang berperan aktif dan proaktif untuk menolong orang-
orang miskin, lemah, tertindas, menderita serta korban ketidakadilan sosial melalui tindakan
nyata dengan memberikan materi yang mereka butuhkan dan memberikan Firman Tuhan.

KOM (Kehidupan Orientasi Melayani). KOM merupakan salah satu departemen yang
berada dibawah divisi pengajaran Keluarga Besar GBI Medan Plaza (GBI Rumah Persembahan)
yang bertujuan untuk memberikan pengajaran mengenai Firman Tuhan kepada seluruh jemaat.
Tahun 1993 adalah tahun dimana KOM lahir, namun pada waktu itu namanya adalah Sekolah
Orientasi Melayani (SOM), dengan materi-materi yang diajarkan adalah Salvation

129
Donald S. Whitney, 10 Pilar Penopang Kehidupan Kristen, (Bandung: Lembaga Literatur Babtis, 1997), h. 136.
130
Wawancara dengan Edy Suwarno, sebagai gembala di GBI Rumah persembahan.
131
GBI Rumah Persembahan Medan, Buku Peringatan Ulang Tahun GBI Rumah Persembahan Medan ke 25, h. 31.

44
(keselamatan), Holy Spirit (Roh Kudus), Devine Healing and Blessing (Kesembuhan ilahi dan
Berkat dari Tuhan) dan Second Coming (Kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kali).132

Seiring berjalannya waktu, tahun 2006 SOM berubah nama menjadi KOM sampai saat
ini. KOM adalah sebuah seri pengajaran teologia praktis yang tujuannya adalah untuk
melengkapi setiap orang percaya agar memiliki dasar iman yang teguh, mengalami pertumbuhan
rohani yang sehat melalui pengertian-pengertian rohani dan tentunya disertai proses pemuridan.
Melalui kurikulum ini lah, jemaat semakin diperlengkapi dengan firman Tuhan dan dapat
memahami materi demi materi tersusun dari dasar-dasar iman menuju pelepasan setiap orang
percaya untuk pada saatnya berlari dalam kehidupan mereka.

Berdasarkan hal diatas, penulis dapat memahami bahwasanya pengajaran yang dilakukan
oleh GBI Rumah Persembahan tidak terlepas dari pengajaran GBI secara umum. Semua hal
dijalankan dan diterapkan demi memenuhi kebutuhan jemaat. Usaha dan segala kegiatan
pelayanan dilakukan untuk mencapai misi Allah. Kesulitan dan rintangan yang ada, tidka
menghambat semangat mereka untuk terus menjalankan perintah Allah. Dengan demikian, dapat
kita pahami bahwa sejak didirikannya GBI Rumah Persembahan sudah menjalankan pelayanan
yang baik, yang berusaha membentuk spiritual jemaat melaui Baptisan Roh, Persekutuan (FA),
Ibadah Pemulihan Pondok Daud, dan Pelayanan (UPG), sehingga melalui pelayanan ini jugalah
pertumbuhan jemaat di GBI Rumah Persembahan dapat semakin berkembang. Karena sesuai
dengan apa yang dikatakan R. Surbakti, pertumbuhan jemaat dapat dilihat dari setiap minggunya
jemaat yang hadir mencapai 7000 jiwa.

132
Buku Panduan Pelayanan Pastoral Gereja Bethel indonesia Rayon IV, 14

45
BAB III

TINJAUAN HISTORIS GBI RUMAH PERSEMBAHAN MEDAN

3.1.Letak geografis GBI Rumah Persembahan Medan Jl. Jamin Ginting Km. 11.5, No. 65
Simpang Selayang, Medan.

3.1.1.Lingkungan

Kecamatan Medan Tuntungan berbatasan langsung dengan Kecamatan Medan Selayang &
Kecamatan Medan Johordi sebelah utara, Kabupaten Deli Serdang di sebelah selatan, barat dan
timur. Kecamatan Medan Tuntungan merupakan salah satu kecamatan di Kota Medan yang
mempunyai luas sekitar 29,87 km2. Jarak kantor kecamatan ke kantor walikota Medan yaitu
sekitar 18 km.133

3.1.2.Ekonomi

Sebagai salah satu lapisan masyarakat dalam ruang lingkup organisasi keagamaan, Gereja
merasa memiliki beban dan tanggung-jawab untuk turut serta membangun perekonomian
Indonesia melalui peningkatan taraf ekonomi dari jemaatnya. Dengan meningkatnya ekonomi
jemaat yang secara tidak langsung juga akan meningkatkan ekonomi gereja sehingga bisa
menopang seluruh kegiatan gereja untuk terlaksananya visi dan misi dari gereja tersebut.
Meningkatnya perekonomian jemaat, dapat juga meningkatkan perekonomian masyarakat luas di
luar Gereja.

Sejumlah pasar dan pertokoan belum cukup ramai mendukung kegiatan perekonomian di
kecamatan Medan Tuntungan, diantaranya hanya terdapat 4 pasar, 9 pertokoan dan 35 swalayan.
Terdapat 7 SPBU dan 7 agen minyak tanah di kecamatan Medan Tuntungan. Untuk fasilitas
bengkel kendaraan bermotor, tercatat terdapat 41 unit bengkel mobil dan terdapat peningkatan
sejumlah bengkel motor dari 41 unit pada tahun 2016 menjadi 72 unit pada tahun 2016.134

3.1.3.Agama

Mayoritas penduduk Kelurahan Simpang Selayang ini menganut agama Islam sekitar 56,80%
= 9.471 jiwa, penduduk menganut agama Kristen Protestan 39,78% = 6.631 jiwa, penduduk

133
Medan Tuntungan dalam Angka (Medan: BPS Kota Medan 2017), h. 2.
134
Medan Tuntungan dalam Angka,h. 3.

46
menganut agama Kristen Katolik 2,48%= 4.132 jiwa, penduduk menganut agama Hindu
0,45%= 76 jiwa, dan penduduk yang menganut agama Budha 0,49%= 82 jiwa. 135 Data yang
diperoleh dari kantor Kecamatan seperti yang di atas memperlihatkan bahwa agama Islam
merupakan agama mayoritas yang dianut oleh penduduk di Kelurahan Simpang Selayang.
Setelah itu agama Kristen Protestan, Katholik dan Hindu juga terdapat di daerah ini.

3.2. Gambaran Jemaat GBI Rumah Persembahan Medan

3.2.1. Pertumbuhan Jemaat (1993-2018)

Pertumbuhan gereja adalah kenaikan yang seimbang dalam kuantitas, kualitas dan
organisasi sebuah gereja lokal. Pertumbuhan kualitas sebuah gereja tampak dari peningkatan
keimanan seluruh warga gereja sebagai orang yang dewasa, dan tidak mudah diombang-
ambingkan oleh “rupa-rupa angin pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan
mereka yang menyesatkan” (Ef. 4: 14).136

Pertumbuhan kuantitas berarti banyaknya atau menunjuk jumlah sesuatu.137 Pertumbuhan


Kuantitas berarti adanya pertumbuhan atau pertambahan jumlah. Pertumbuhan kuantitas
menunjuk pada jumlah murid yang dihasilkan gereja. Berapa banyak orang yang sudah dibawa
kepada Kristus, berkembang menjadi dewasa, dan dikerahkan menjadi pelayan mengabarkan
Injil.138

Pertumbuhan jemaat GBI Rumah Persembahan Medan

Tahun Laki-laki Perempuan Pemuda Sekolah Total


dan Remaja Minggu
1993-1994 25 30 100 20 175
1995-1996 32 40 116 37 225
1997-1998 66 73 241 45 425
1999-2000 98 102 357 60 619
2001-2002 165 189 509 72 935
2003-2004 225 254 550 85 1114
2005-2006 290 324 708 93 1415

135
Medan Tuntungan dalam Angka,h. 4.
136
Indradi, Lima Dokumen Keesaan gereja, (Jakarta: BPK-GM, 1996), h. 18.
137
Dendy Sugono (Red), Kamus Besar Bahasa Indonesia: Edisi Keempat (Jakarta:Gramedia, 2008), h. 745.
138
Rick Warren, Pertumbuhan Gereja Masa Kini, h. 56-57.

47
2007-2008 345 425 896 110 1776
2009-2010 420 472 949 135 1976
2011-2012 515 568 1047 200 2330
2013-2014 730 792 1134 315 2791
2015-2016 983 912 1316 574 3685
2017-2018 1325 1155 2014 604 5094

Analisa :

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa GBI Rumah Persembahan mengalami
pertumbuhan jemaat setiap tahunnya. Penjumlahan ini di peroleh dari sekretariat GBI Rumah
Persembahan. Menurut penulis, GBI Rumah Persembahan Medan adalah gereja yang mengalami
pertumbuhan jemaat secara cepat, hal ini dapat dibuktikan melalui pembentukan spiritual jemaat.

Spiritualitas juga mengajukan suatu kehidupan yang tengah dihayati di dunia ini dengan
model discipleship (kemuridan). Artinya, fungsi dan panggilan “kemuridan”, hal menjadi
“pengikut”, selalu merujuk pada hubungan (relasi) dengan guru, sekolah dan lingkungan. Dalam
visi Yesus tentang kerajaan Allah, kemuridanlah yang diutamakan di atas semua yang lain.
Aspek kemuridan ini dalam kehidupan religius dan pastoral acap kali dilupakan. Sebenarnya
aspek ini mempunyai dasar-dasar yang tidak tergoyahkan dalam Injil. Panggilan pada jalan
kemuridan merupakan suatu undangan untuk masuk ke dalam dan terlibat dalam seluruh
dinamika komunitas. Keberadaan seorang murid terjadi dalam kontak dengan komunitas; dan
pada gilirannya komunitas ditopang oleh penghayatan kemuridan sendiri-sendiri dan bersama-
sama.139

3.3.1. Departemen dan Pelayanan

BPH (Badan Pekerja Harian) adalah perwakilan pusat dari sinode GBI yang
berkedudukan di Jl. KS. Tubun 253 Jakarta Pusat. BPH bertugas dan berkewajiban untuk
membina pertumbuhan dan perkembangan GBI di seluruh Indonesia. Untuk melaksanakan tugas
dan tanggungjawab gereja, GBI telah menciptakan departemen-departemen untuk menjalankan
program pengembangan Nasional. Dengan demikian, GBI Rumah Persembahan juga telah
melaksanakan tugas seperti GBI pada umumnya, memiliki departemen-departemen untuk

139
Edyy Kristiyanto, Spiritualitas dan Masalah Sosial, h. 12-13.

48
menjalankan pelayanan dan tugas gereja. Adapun departemen GBI Rumah Persembahan sebagai
berikut:140

3.3.1.1.Departemen Doa

Departemen Doa memiliki Visi, yaitu menjadikan umat Tuhan sebagai rumah doa bagi
segala bangsa (Yesaya 56:7). Misi yang diemban oleh Dept. Doa adalah melahirkan dan
membangun pendoa syafaat yang memiliki karakter Kristus. Adapun kegiatan-kegiatan yang
dilakukan departemen doa adalah sebagai berikut:141

3.3.1.1.1.Menara doa 24 jam

Kegiatan berjaga-jaga dan berdoa yang tinggi di dalam keintiman dengan Tuhan
dilakukan secara bersama-sama (unity) dan berlangsung selama 24 jam, dimana setiap sesi terdiri
dari 2 jam persesi. Berikut tiap sesi diawasi oleh penjaga menara yang bergantian berjaga-jaga
dan bekerja sama dengan pengerja dari gereja cabang atau departemen yang mengikuti menara
doa. Menara doa berperan sebagai tempat pengintai bagi keadaan suatu kota dan daerah
sekitarnya untuk tujuan keamanan, kesejahteraan dan kehormatan kota.

1. Doa Selasa adalah kegiatan doa yang dilaksanakan setiap hari selasa oleh para pemimpin
dan terbuka untuk jemaat. Ibadah berlangsung dari jam 10.00-12.00 wib. Kehadiran
jemaat yang ikut pada kegiatan doa selasa rata-rata sebanyak 50-90 jiwa.
2. Doa puasa sabtu adalah kegiatan doa yang diadakan setiap hari sabtu dan terbuka untuk
jemaat. Ibadah berlangsung dari jam 10.00 – 12.00 wib. Kehadiran jemaat yang ikut pada
kegiatan doa selasa rata-rata sebanyak 120 jiwa.
3. Ibadah Holy Gost Meeting dilakukan setiap hari rabu kecuali minggu pertama.
4. Ibadah doa Malam adalah kegiatan doa yang dilakukan sebulan sekali pada setiap hari
kamis minggu pertama yang dihadiri oleh seluruh pemimpin, pengerja dan terbuka untuk
jemaat.
5. Sekolah Doa dilaksanakan 3 (tiga) kali dalam setahun atau setiap 3 (tiga) bulan sekali,
pada hari selasa, rabu, kamis, jumat, pukul 18.00 – 21.00 wib. Sekolah doa dihadiri dan
diikuti oleh pengerja dan jemaat yang rindu diperlengkapi dan rindu untuk melayani.

140
GBI Rumah Persembahan Medan, Buku Peringatan Ulang Tahun GBI Rumah Persembahan Medan ke 25
(Medan:GBI Rumah Persembahan, 2018), h. 27.
141
GBI Rumah Persembahan Medan, Buku Peringatan Ulang Tahun GBI Rumah Persembahan Medan ke 25
(Medan:GBI Rumah Persembahan, 2018), h. 27-28.

49
Seluruh informasi kegiatan-kegiatan dari departemen doa diinformasikan melalui iklan
multimedia, video klip warta mingguan dan warta sekretariat. Doa adalah perjalanan spiritual
yang melampui masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang, dan merupakan hal yang sangat
mendasar dalam membawa pertumbuhan iman, ketajaman rohani di dalam menghadapi berbagai
macam tantangan baik yang datang dari diri sendiri maupun dari luar. 142 Doa sangat
mempengaruhi pertumbuhan kerohanian seseorang. Doa adalah titik awal manusia dapat
berpartisipasi melalui kepedulian terhadap beban-beban orang lain. Melalui kegiatan doa ini juga
lah GBI Rumah Persembahan membentuk spiritual jemaat.

3.3.1.2.Departmen Musik

Departemen musik merupakan salah satu pelayanan yang mendukung setiap ibadah yang
diadakan di semua cabang keluarga besar GBI Medan Plaza. Departemen musik dipersiapkan
dengan begitu serius agar sejalan dengan DNA gereja yaitu pelayanan Pemulihan Pondok Daud,
yang memiliki karakteristik:

a. Setiap umat Tuhan merasakan kedekatan dengan Tuhan


b. Penuaian jiwa-jiwa melalui pujian dan penyembahan
c. Jemaat diubahkan

Departemen musik memiliki visi “menuai jiwa dan membangun jemaat melalui
pelayanan pujian dan penyembahan”. Departemen musik melatih iman-iman musik melalui
program training dan pengajaran-pengajaran agar memiki standar mealayani yang sama baik
dalam keahlian (skill) maupun pengetahuan kerohanian. Program training diberikan kepada
bidang-bidang pelayanan musik seperti musisi, singer atau choir, worship leader, soundman,
multimedia dan penari.143

Apapun gayanya, musik dapat menjadi alat pengajaran yang dahsyat. Musik dapat
digunakan secara efektif dengan anak-anak, remaja, pemuda dan orang dewasa, musik dapat
digunakan baik untuk penginjilan maupun untuk pembinaan. Kita tak boleh meremehkan, baik
keuntungan yang dapat diperoleh dari pengunaan musik yang tepat maupun masalah-masalah
yang dapat muncul dari penyalagunaan musik.144

3.3.1.3.Jadwal Pelayanan

142
Abineno, Doa Menurut Kesaksian Perjanjian Baru, (Jakarta: BPK-GM, 1994) , h. 1.
143
GBI Rumah Persembahan Medan, Buku Peringatan Ulang Tahun GBI Rumah Persembahan Medan ke 25
(Medan:GBI Rumah Persembahan, 2018), h. 28-29.
144
Ronald W. Leigh, Melayani dengan efektif, (Jakarta: BPK-GM, 1988), h. 216.

50
Jadwal Ibadah GBI Rumah Persembahan145
Nama Jadwal Jumlah Tempat
Ibadah/Kegiatan Ibadah/Kegiatan Kehadiran
Ibadah Raya/ Ibadah 1. Ibadah I : 2750 jiwa GBI Rumah Persembahan
Minggu Pkl. 08.00- ( Ruangan Zaitun 1&2)
09.30 WIB
2. Ibadah II : 3500 jiwa
Pkl. 10.30-
12.00 WIB
3. Ibadah III : 2252 jiwa
Pkl. 17.00-
19.00 WIB

Ibadah Sekolah Ibadah I : Pkl. 07.30- 150 jiwa GBI Rumah Persembahan
Minggu 09.30 WIB ( Ruangan Tebu 1 & 2,
Ibadah II : Pkl. 120 jiwa Kayu teja 1&2)
10.00-12.00 WIB

Ibadah Junior Setiap Hari Minggu GBI Rumah Persembahan


Chruch Pkl. 07.45-09.30 35 jiwa (Ruangan Kayu Manis)
WIB 56 jiwa
Pkl. 10.15-12.00
WIB
Ibadah Pemuda Setiap Hari Sabtu, 100 jiwa GBI Rumah Persembahan
Pukul 19.00 WIB ( Ruangan Zaitun 1&2)
Ibadah WBI Setiap Hari Kamis 80 jiwa GBI Rumah Persembahan
(Wanita Bethel Pukul 10.00 WIB ( Ruangan Zaitun 1&2)
Indonesia)
Ibadah Doa Puasa Setiap Hari Sabtu, 120 jiwa GBI Rumah Persembahan
Pukul 10.00 WIB ( Ruangan Zaitun 1&2)
Ibadah FA (Family Setiap Hari Jumat 97 jiwa (disetiap Di setiap Lokasi FA
Altar) tempat masing-

145
Warta Sepekan GBI Rumah Persembahan

51
masing)
Ibadah Menara Doa Setiap Hari Selasa, 50-90 jiwa Ruang Bagas Godang
24 Jam Pukul 10.00-12.00
WIB

Analisa:

Jadwal-jadwal di atas merupakan jadwal berbagai kegiatan yang terdapat di GBI Rumah
Persembahan. Setiap jadwal ini tentunya sudah menjadi jadwal tetap kegiatan yang dilaksanakan.
Sekalipun mengalami perubahan biasanya perubahan-perubahan jadwal tersebut akan
diberitahukan kepada jemaat dan diumumkan melalui warta jemaat yang dicetak maupun warta
jemaat dalam bentuk video yang ditayangkan dalam ibadah disetiap minggunya. Kehadiran yang
diperoleh menunjukkan banyak orang yang sudah dibawa kepada Kristus, berkembang menjadi
dewasa, dan dikerahkan menjadi pelayan mengabarkan Injil.

3.3.1.4. Liturgi GBI Rumah Persembahan Medan

Pra Ibadah:

1. Ucapan selamat datang dari WL (Worship Leader/Pemimpin Ibadah).

Setelah masuk ke dalam gereja, sesuai dengan waktu mulainya ibadah, maka ibadah
dimulai dan WL memberikan ucapan selamat datang kepada jemaat.

2. Bersalam-salaman (Fellowship)

WL mengajak jemaat untuk bersalam-salaman dekat jemaat lain yang berada didekatnya
sambil mengucapkan kalimat seperti “Selamat hari minggu, mari bersukacita!” dan
kalimat-kalimat lainnya. Hal ini ditujukan untuk mengakrabkan jemaat.

Ibadah:

1. Doa pembuka

Ibadah diawali dengan doa pembuka yang biasanya dipimpin oleh koordinator kebaktian
umum gereja.

2. Prosesi penyembahan (worship)

52
WL memimpin jemaat untuk masuk ke dalam hadirat ibadah dengan membawakan lagu
penyembahan diiringi dengan alunan musik. Disaat inilah penari tamborin masuk altar
dan menarikan tarian penyembahan. Di dalam penyembahan juga terdapat doa-doa
penyembahan dan ucapan syukur yang dibawakan oleh WL.

3. Prosesi Pujian (praise)

Pujian yang dinyanyikan terdiri dari beberapa lagu yang juga diiringi oleh pemusik.
Biasanya WL cukup energik dalam memimpin pujian bersama dengan jemaat.

4. Prosesi Penyembahan

menyanyikan nyanyian persembahan untuk memulai mendengarkan firman Tuhan


melalui khotbah yang akan didengarkan.

5. Khotbah

Khotbah dipimpin oleh pembicara, baik itu pendeta maupun penginjil.

6. Persembahan- Warta Jemaat

Jemaat memberikan persembahan yang diedarkan oleh para diaken, dan pelayan yang
bertugas. Persembahan diberikan setelah pulang ibadah dan dimasukkan ke dalam kotak
persembahan yang sudah disediakan oleh gereja. Dalam penyampaian warta jemaat.
Jemaat dipersilahkan menyaksikan warta jemaat dalam bentuk video yang berisikan
warta jemaat serta informasi-informasi seputar kegiatan gereja dan lain-lain.

7. Doa syafaat

Doa syafaat yang berarti menaikkan doa secara keseluruhan. Doa syafaat dipimpin oleh
pendoa syafaat yang diutus gereja, topik doa syafaat adalah bangsa dan negara serta kota,
pemimpin-pemimpin bangsa, pemimpin-pemimpin gereja, gereja, jemaat kota kudus
Jerusalem.

8. Doa Berkat

53
Doa berkat merupakan doa pemberkatan sebelum ibadah berakhir, biasanya dipimpin
oleh pendeta maupun gembala jemaat.146

Tata liturgi ibadah menjelaskan bahwa kata liturgi itu merupakan ibadah resmi atau
pemujaan dan sembah bakti kepada Tuhan yang dilakukan oleh Gereja. Liturgi ini
melangsungkan ibadah Kristus sebagai Imam Agung yang hadir bila dua atau tiga orang
berkumpul atas Nama-Ku (Mat. 18: 20). Liturgi bukanlah pertama-tama bakti manusia kepada
Allah, melainkan karya penyelamatan Allah terhadap manusia dengan perantaraan Kristus, Roh
Kudus, dan melalui perayaan-perayaan Gereja. Liturgi ibadah GBI Rumah Persembahan Medan
memiliki unsur-unsur yang berbeda dengan liturgi gereja lainnya, namun tata liturgi ibadah GBI
Rumah Persembahan ini memiliki tujuan sama dengan liturgi ibadah gereja lain. Tujuan liturgi
adalah untuk mempertemukan manusia dengan Allah yang dimana melalui pertemuan itu,
terbentuklah suatu perkumpulan dan persekutuan.

3.3.1.5.Pelayanan kemanusiaan
3.3.1.5.1. Klinik (Pelayanan Kesehatan )

Pelayanan kesehatan adalah pelayanan medis yang diberikan kepada masyarakat yang
membutuhkan tanpa memandang ras, suku, ataupun agama. Setiap orang-orang susah dan sakit
yang datang berobat ke klinik gereja dilayani dengan baik dengan biaya berobat yang sangat
minim yaitu sebesar Rp. 10.000,-. Saat ini GBI Rumah Persembahan telah memiliki 8 klinik
yang tersebar di kota Medan dan di luar kota serta satu rumah sakit kecil di Pulau Tello. Adapun
klinik-klinik tersebut adalah:

1. Klinik Pratama Rawat Berjalan surya Kebenaran


2. Klinik Umatera Resort, Klinik Belawan
3. Klinik MMTC
4. Klinik Pakam
5. Klinik Yehuda
6. Pinang Baris
7. Klinik Tebing Tinggi
8. Klinik Yang Lim

146
Wawancara dengan Mery sebagai tim pelayanan di GBI Rumah Persembahan. Pada tanggal 17 Maret 2019 di
GBI Rumah Persembahan Medan.

54
9. Rumah Sakit Tello

Pelayanan yang telah dimulai sejak 25 tahun lalu ditujukan kepada seluruh masyrakat yang
membutuhkan melalui sebuah yayasan kemanusiaan. GBI Rumah Persembahan sampai saat ini
berhasil melahirkan klinik kesehatan untuk menolong masyarakat. Melalui pelayanan ini
terbentuk sebuah kerja sama dengan pemerintah, dengan gereja-gereja seperti HKBP, GKPI,
GBKP, gereja-gereja lain, dan organisasi lintas agama. Klinik ini melayani rata-rata 4.500
pasien setiap bulan.147

Sejarah kehadiran kristiani di Indonesia sangat disemangati oleh motivasi mengabarkan Injil
dan melayani. Ini terbukti dengan didirikannya rumah sakit dan sekolah sebagai bagian tak
terpisahkan dari pekerjaan zending yang kemudian dilanjutkan oleh gereja-gereja di indonesia.
Sampai sekarang, peran kristiani dalam membentuk moral bangsa masih tersisa melalui
pendidikan, khususnya pendidikan yang berkualitas karena disiplin dan etos kerja. Demikian
juga dengan rumah sakit. Walaupun ada kritik bahwa terjadi pergeseran dalam pelayanan rumah
sakit dan lembaga pendidikan Kristen ke arah “komersialisasi”, namun demikian kedua lembaga
itu, bagaimana pun juga andilnya sudah sangat besar dalam ikut membangun kehidupan moral
bangsa.148 Pengutamaan kualitas, misalnya dalam hal pelayanan yang diberikan. Kesaksian dan
pelayanan melalui lembaga pendidikan dan rumah sakit berinisial Kristen merupakan buah-buah
disiplin sehingga memberikan hasil yang berkualitas. Hal seperti itulah yang harus ditanamkan
dalam masyarakat. Kedisiplinan akan menghasilkan kualitas pelayanan.

3.3.1.6. Pelayanan diakonia

Visi Departemen diakonia adalah memberi kehidupan yang lebih baik kepada jemaat
selagi masih di dunia. Departemen diakonia memberikan pelayanan bagi orang-orang, anak-
anak, para janda dan lansia yang kurang mampu atau pra sejahtera.

Departemen diakonia memiliki misi sebagai berikut:

1. Memberi pelayanan yang cepat dan tepat kepada orang yang membutuhkan, dimana
pelayanan ini merupakan pelayanan gereja yang tidak dapat diabaikan.

147
Wawancara kepada Ria Naibaho pada tanggal 15 Maret 2019 di Kantor Sekretariat pukul 10.30 Wib. Ia adalah
salah satu koord. Sekretariat yang bertugas untuk mengurusi seluruh Departemen dan pelayanan serta kegiatan di
GBI Rumah Persembahan
148
Robert R. Boehlke, Memperlengkapi bagi Pelayanan dan Pertumbuhan, (Jakarta: BPK-GM, 2010), h. 318.

55
2. Bekerjasama dengan departemen yang lain untuk dapat menjangkau daerah atau
masyarakat yang kurang mampu atau pra sejahtera.
3. Menyelenggarakan pelayanan bersama dengan gereja lain, pemerintah, dan masyarakat
setempat.

Adapun program kerja departemen diakonia mencakup:

1. Bantuan Orang Tua Asuh (OTA)


2. Bantuan sembako
3. Bantuan bagi para janda
4. Bantuan lansia
5. Bantuan rehabilitasi
6. Bantuan umum
7. Bantuan kematian
8. Rumah singgah
3.3.1.7. Pelayanan Bakti Sosial

Sementara pelayanan diakonia memberikan pelayan yang ditujukan kepada jemaat


(pelayanan ke dalam), maka pelayanan bakti social memberikan pelayanan kemanusiaan yang
ditujukan kepada masarakat luar (yang bukan jemaat, pelayanan ke luar) tanpa memandang ras,
suku, ataupun agama. Secara berkala pelayanan Bakti Sosial memberikan pelayanan
kemanusiaan kepada orang-orang yang membutuhkan melalui pelayanan medis secara massal.

1. Pembagian nasi bungkus


2. Pemberian kaca mata baca secara Cuma-Cuma,
3. Pengukuran serta pemasangan kaki dan tangan buatan
4. Operasi katarak mata dan bibir sumbing
5. Penyediaan air bersih, dll.

Sejak Desember 2009 sampai saat ini, Dpt. Bakti Sosial yang bergerak di bawah naungan
Yayasan Surya Kebenaran Internasional telah melayani lebih dari 1,6 juta pasien.

3.3.1.8. Kelompok Sel (Family Altar)

FA sebenarnya seperti jaring atau jala. Kalau kelompok sel tersebut terus bertumbuh dan
berlipat ganda seperti halnya sel yang hidup, maka di kota tersebut akan semakin banyak
kelompok-kelompok sel sehingga di seluruh kota akan ada kelompok FA yang dinamis. Pola FA

56
inilah yang akan mendorong gereja berkembang menjadi kuat. Jadi Family Altar sebagai bentuk
kelompok sel mengoptimalkan proses pengembalaan sampai ke tingkat anggota jemaat, dengan
hasil akhir mengarahkan jemaat untuk menjadi umat yang layak bagi Tuhan. Motto FA adalah
kesatuan hati, tumbuh bersama dan memenangkan jiwa, yang disingkat menjadi KTM. Motto ini
menggambarkan kehidupan kelompok Family Altar yang dinamis karena adanya pertumbuhan
pada kehidupan rohani angota-anggotanya.149

No. Daerah FA Jumlah FA


1 Simalingkar 10
2 Simpang Selayang 20
3 Pancur Batu 11
4 Simpang Kuala 12
5 Simpang Pos 10
6 Padang Bulan 7
7 Medan Tuntungan 13

Analisa:

GBI Rumah Persembahan Medan memiliki 83 FA dengan 7 wilayah. Setiap kelompok sel terdiri
dari 12 orang atau kurang yang sudah memiliki ketuanya masing-masing. Jadi secara
keseluruhan jumlah anggota FA ada 996 jiwa. Jemaat yang mengikuti FA tidak seluruhnya
memakai kartu jemaat. FA berfungsi untuk melaksanakan misi gereja dalam menjangkau orang-
orang yang terabaikan dan mendirikan gereja-gereja lokal di setiap daerah. Melalui FA inilah
gereja dapat menjalankan segala aspek pelayanan. Adapun program FA yang sudah dilaksanakan
sebagai berikut:

1. Mendoakan anggota FA yang sedang sakit dan memberikan bantuan sosial

2. Memberikan bantuan sembako bagi anggota FA yang membutuhkan. Sembako yang


diberikan melalui uang yang telah dikumpulkan oleh setiap anggota FA

149
Buku Diklat Family Altar Gereja Bethel Indonesia, h. 1-2.

57
3. Mendoakan anggota FA yang sedang mengalami pergumulan150

3.3.1.9. Departemen Baptisan

Visi dari Departemen Baptisan adalah membawa seluruh jemaat Tuhan agar dapat memberi
diri untuk dibaptis. Misinya adalah mempersiapkan pelayanan baptisan dengan sebaik mungkin
yang merupakan langkah awal pertobatan dan pertumbuhan kerohanian jemaat.

Setiap hari Minggu pukul. 15.00 wib gereja memberikan pelayanan baptisan yang bertempat
di GBI Rumah Persembahan Jl. Jamin Ginting Km. 11.5, No. 65, Simpang Selayang, Medan.
Jumlah jemaat yang memberi diri dibaptis setiap bulan berkisar sekitar 185 orang.151

3.3.1.10. Departemen Pernikahan

Visi dari departemen pernikahan adalah melayani jemaat dalam pernikahan kudus sesuai
dengan kebenaran firman Tuhan untuk menggenapi. Kejadian 1:28, “Beranakcuculah dan
bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan- ikan di laut dan
burung-burung di udara dan atas ikan-ikan di laut burung-burung di udara dan atas segala
binatang yang merayap di bumi.

Misi departemen pernikahan adalah

1. Membekali pasangan-pasangan yang akan menikah dengan memberikan pemahaman


tentang nilai-nilai pernikahan standar firman Tuhan melalui kelas BPN dan konseling.
2. Menjadikan pasangan-pasangan yang menikah menjadi kudus, harmonis, diberkati dan
berkenan di hadapan Tuhan.152

3.3.1.11. Departemen Konseling dan Kunjungan

Pelayanan koseling adalah pemberian bimbingan oleh seorang konselor kepada konseli
dengan tujuan supaya konseli dapat mengatasi masalah yajg dihadapimya. Kata ‘konseling’
diambil dari kata ‘to counsel’ yang berarti memberi nasihat. Tujuan dari pelayanan kunjungan
adalah membimbing, menguatkan, menyembuhkan dan mendamaikan agar jemaat mengalami
kelegaan, kelepasan (Matius 11: 28-29), dipulihkan dan dapat bertumbuh dalam kedewasan
rohani. Prinsip pastoral adalah pengampunan, penerimaan, perdamaikan dan bukanlah

150
Wawancara dengan Surbakti dan Edy Suwarno
151
GBI Rumah Persembahan Medan, Buku Peringatan Ulang Tahun GBI Rumah Persembahan Medan ke 25
(Medan:GBI Rumah Persembahan, 2018), h. 40-41.
152
Buku panduan Pelayanan Pastoral GBI Rumah Persembahan, h. 17-18.

58
penghakiman, penolakan, ataupun pengucilan. Misi departemen Konseling & Kunjungan
sebagai berikut:

1. Melakukan kunjungan kepada jemaat jiwa-jiwa yang dalam keadaan sakit.


2. Melakukan pelayanan konsleing kepada jemaat atau jiwa-jiwa yang membuutuhkan
pelayanan.
3. Mendukung dalam pelayanan doa dan firman selama kunjungan atau konseling agar
jemaat mengalami kelepasan, pemulihan secara rohani dan jasmani.
4. Mendorong jemaat yang dilayani dalam kunjungan atau konseling untuk bertumbuh
menuju kedewasaan rohani dalam menyelesaikan masalah.

3.3.1.11. Departemen Penghiburan

Visi dan departemen adalah mendampingi & memberikan penghiburan kepada keluarga
yang berduka, supaya mereka mengerti pengharapan apa yang ada pada Kristus.153

3.3.1.12.Pelayanan Pemuridan & Pengajaran

Pemuridan adalah suatu proses sengaja di mana seseorang Kristen yang lebih dewasa
berhubungan dengan satu atau lebih orang secara sengaja dan pribadi dalam suatu periode waktu
yang panjang, membimbing pengalaman-pengalaman mereka sehingga pada akhirnya mereka
berkembang menjadi orang Kristen yang dewasa dan mampu melakukan hal yang sama dengan
lainnya.154 Di bawah ini akan di jelaskan bebarapa jenis pemuridan yang dibentuk oleh GBI
Rumah Persembahan Medan sebagai berikut:155

3.3.1.12.1. Dapartemen Anak

Untuk menjadikan anak-anak takut akan Tuhan dan mengasihi Tuhan adalah visi GBI
Rumah Persemabahn dalam Dapartemen Anak. Hal ini merupakan tanggungjawab yang besar
bukan saja hanya bagi gereja, tetapi bagi semua orang. Untuk itu Dapertemen Anak mengadakan
program-program yang menarik agar anak-anak senang beribadah di Sekolah Minggu dan tetap
memiliki karakter Kristus. 156

153
GBI Rumah Persembahan Medan, Buku Peringatan Ulang Tahun GBI Rumah Persembahan Medan ke 25
(Medan:GBI Rumah Persembahan, 2018), h. 41.
154
Ronald W. Leigh, Melayani dengan efektif, h. 128.
155
Wawancara dengan Lukman Siregar ia adalah pendeta muda yang bertugas sebagai koordinator pemuridan di
GBI Rumah Persembahan Medan pata tanggal 7 April 2019.
156
GBI Rumah Persembahan Medan, Buku Peringatan Ulang Tahun GBI Rumah Persembahan Medan ke 25,h. 33.

59
No Kegiatan
1 Ibadah
2 Fun & Games
3 Perayaan ulang tahun anak SM, orang tua SM, guru SM
4 Latihan bernyanyi dan berkhotbah (tentang tokoh Alkitab
seperti acara Rising Star Generation)
5. Ibadah Pencurahan Roh Kudus
.

Analisa:

Berdasarkan pelayanan di atas spiritual anak-anak dapat dibentuk untuk memiliki


karakter Kristus. Dalam ibadah pencurahaan Roh Kudus (Holy Ghost Meeting) yang di
khususkan untuk anak-anak. Para orang tua didorong untuk berdoa dan mengurapi anak-anak
mereka sendiri agar dipenuhi oleh kasih dan kuasa Roh Kudus. Mereka di tuntut untuk menerima
Roh kudus karena Roh Kudus yang akan mengubah hidup dan karakter serta membawa mereka
kepada seluruh kebenaran.

3.3.1.12.2. Dapertemen Junior Church

Dapertemen Junior Church (JC) adalah wadah untuk pembinaan dan perkembangan anak
remaja. Usia remaja yang dikategorikan sebagai anak JC adalah usia 12-18 tahun, karena pada
usia ini masa transisi bagi remaja dalam mencari jati diri dalam perkembangannya menuju
dewasa ,sehingga pola didik dan nilai-nilai ketedelanan sangat berpengaruh pada kualitas mereka
di usia dewasa nantinya. Sasaran Dept. JC adalah untuk membangun remaja bertumbuh menjadi
pribadi yang kuat serta siap dipakai Tuhan dengan didasari firman Tuhan (Maz. 127: 4-5). Usia
remaja yang dikategorikan sebagai anak JC adalah usia 12-18 tahun, karena pada usia ini masa
transisi bagi remaja dalam mencari jati diri dalam perkembangannya menuju dewasa, sehingga
pola didik dan nilai-nilai ketedelan an sangat berpengaruh pada kualitas mereka di usia dewasa
nantinya.157

No Kegiatan
1 Latihan musik
2 Pelayanan pujian dan penyembahan

157
GBI Rumah Persembahan Medan, Buku Peringatan Ulang Tahun GBI Rumah Persembahan Medan ke 25, h. 33-
34.

60
3 Pertemuan doa dan fellowship (diadakan setiap bulan)

Analisa:

Untuk memperlengkapi remaja dalam melayani Tuhan, Departemen JC menyusun


kegiatan-kegiatan yang dapat melatih skill sekaligus menampung kreativitas para remaja.
Program-program yang terlaksanakan pada dapartemen JC tidak terlepas dari dukungan para
orang tua, sebagai ungkapan rasa terima kasih kepada para orang tua, Dept. JC mengadakan
acara Gratitude Night, Malam Apresiasi kepada Orang Tua, yang diselenggarakan pada hari
senin, tanggal 22 juni 2018 pukul 18:30 bertempat diruang Bagas Godang,di GBI Rumah
Persembahan, Sumatra Utara .

3.3.1.12.3. Dapartemen Pemuda

Pelayanan generasi muda disebuah gereja sangatlah penting, bukan saja karena mereka
akan menjadi penerus gereja di masa depan tetapi penerus bagi kota maupun banga ini. Mereka
layaknya harta terpendam yang perlu digali dan ditemukan potensi besar yang telah Tuhan
tempatkan dalam diri mereka. Untuk itulah Dapartemen pemuda GBI Rumah Persembahan
terpanggil untuk memperlengkapi, menyiapkan dalam memuridkan para generasi muda.

No Kegiatan dan Program Pemuda Jadwal


1 Latihan bermain musik
2 Latihan vokal dan menari Diadakan seminggu sekali
3 Latihan musisi Diadakan dua minggu sekali
4 Mengadakan doa keliling Diadakan sekali sebulan
5 Pelayanan misi kampus dan sekolah ke Pos Diadakan seminggu sekali (saat ini
PI (diakan seminggu sekali) sudah ada 5 Pos PI di sekolah dan
kampus yang bertmeu dan beribadah
setiap minggu yang dilayani oleh tim
misi pemuda.
6 Mengadakan seminar-seminar yang sesuai
dengan kebutuhan anak-anak muda (seminar
love, Sex and Dating, Talkshow, acara
sumpah pemuda, lomba menciptakan lagu)
7 Kegiatan outdoor untuk membangun

61
followship di antara kaum muda (senam pagi,
jungle track, dan ibadah padang).

Analisa:

Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa segala kegiatan pemuda terlaksana dengan baik.
Melalui persekutuan ini setiap pemuda tidak hanya diajarkan dalam hal beribadah melainkan
juga menunjukkan tali persaudaraan antara satu dengan yang lain. Kegiatan pelayanan yang
dilakukan kaum pemuda GBI Rumah Persembahan Medan dapat mengembangkan setiap
kemampuan dan keterampilan yang dimiliki setiap pemuda sehingga nantinya pemuda terlatih
untuk melakukan pelayanan.

3.3.1.13. Departemen Wanita Bethel Indonesia ( WBI)

Melalui pengajaran firman Tuhan disetiap ibadah WBI, para wanita di perlengkapi untuk
memiliki iman yang kuat, yang berfungsi sebagai penolong yang baik, dan menjadi wanita yang
disenangi dan kasihi dalam keluarga, gereja maupun masyarakat lingkungannya, sehingga dapat
dipakai Tuhan untuk pemulihan keluarga/generasi .

Seminar-seminar yang telah dilaksanakan di WBI termasuk berbagai seminar kesehatan,


seminar hati Bapa, seminar tanaman hidroponik, seminar etiak dan berbagai talkshow tentang
kelauarga bahagia. Pelatihan-pelatihan yang telah diberikan kepada kaum wanita adalah
pelatihan Payet; merajut; membuat sabun cair; membuat kue; merias wajah; membuat bunga,
hiasan meja dan berbagai aksesoris dari kristal seperti bros, anting-anting, jepitan rambut, dan
lain-lain; memasak membuat minuman sehat dari ilalang dan merawat tanaman hidroponik.
Bebarapa orang ibu-ibu WBI yang telah belajar dan telah mempraktikkan beberapa keterampilan
ini memanfaatkan menjadi tambahan pendapatan yang sangat menolong perekonomian keluarga
mereka. Berbagai keterampilan yang telah diajarkan juga di terapkan dalam beberapa
perlombaan seperti perlombaan busana hari kartini, perlombaan memasak kue dan berbagai
masakan, perlombaan merias wajah , dan lain-lain.158

Melalui seminar-seminar Talkshow, pelatihan-pelatihan keterampilan dan perlombaan-


perlombaan yang membangun kreativitas yang melibatkan keseluruhan anggota keluarga, wadah
WBI melakukan perbedayaan dengan tujuan menambah pengetahuan, wawasan, serta diharapkan

158
GBI Rumah Persembahan Medan, Buku Peringatan Ulang Tahun GBI Rumah Persembahan Medan ke 25, h. 35-
36.

62
dapat mendukung perekonomian keluarga-keluarga dan menjadikan wanita dapat mandiri
bahkan menjadi berkat.

Melalui persekutuan di atas terlihat bahwa GBI Rumah Persembahan Medan memiliki
persekutuan yang sehat. Menurut Chr. de Jonge dan Aritonang, gereja adalah ungkapan iman
orang-orang percaya, suatu persekutuan yang dibentuk manusia untuk bersama-sama bertumbuh
dalam iman dan untuk menyebarkan Injil Yesus Kristus di mana-mana, supaya bangsa Allah di
dunia ini semakin besar.159 Menurut Warren, gereja adalah organisme yang hidup, sudah
selayaknya gereja akan bertumbuh jika gereja itu sehat. Gereja itu suatu tubuh bukan perusahaan.
Gereja adalah suatu organisme. Gereja itu hidup. Apabila gereja tidak bertumbuh maka gereja itu
sedang sakit.160 Persekutuan yang sehat adalah mampu merasakan bahwa dia adalah anggota
sebuah keluarga orang percaya yang memiliki nilai persekutuan yang erat karena saling
memperhatikan baik dalam suka dan maupun duka. Kehidupan yang saling mengasihi, saling
memperhatikan, berbagi rasa dan mempunyai perasaan saling bertanggungjawab sehingga
mereka dapat terus bertumbuh dam kehidupan saling mendorong.

3.3.1.14.Visi dan Misi

Misi mencakup segala sesuatu yang berhubungan dengan pengutusan Anak Allah, “
Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan anak-Nya yang
tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup
yang kekal” (Yoh. 3:16) dan gereja oleh Allah, “ Maka kata Yesus sekali lagi: “Damai sejahtera
bagi kamu sama seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga sekarang Aku mengutus kamu”
(Yoh. 20:21) ke dalam dunia. Misi tidak sama dengan penginjilan, namun mempunyai kaitan dan
saling berhubungan secara teologis dan praksis. Misi lebih luas daripada penginjilan. Penginjilan
adalah misi, tetapi misi tidak hanya penginjilan. Misi adalah tugas total dari Allah yang
mengutus gereja demi keselamatan dunia. gereja diutus ke dunia untuk mengasihi, melayani,
mengajar, berkhotbah, menyembuhkan dan membebaskan.161

Misi adalah induk teologi.162 Misi sebagai sentralisasi Allah dalam kehidupan gereja
yang memfokuskan diri untuk meninggikan keagungan dan keindahan Allah dan memiliki
kerinduan yang kuat untuk menceritakan “kemuliaan-Nya di antara bangsa-bangsa” (Mzm.

159
Chr. de Jonge dan Jan S. Aritonang, Apa dan Bagaimana Gereja: Pengantar sejarah eklesiologi (Jakarta: BPK-
Gunung Mulia, 1993), h. 5.
160
Rick Warren, Pertumbuhan Gereja Masa Kini (Malang: Gandum Mas, 2003), h. 20.
161
David J. Bosch, dikutip oleh Artanto, Menjadi Gereja Misioner, (Yogyakarta: Kanisius, 1997), h. 62-66
162
Martin Kahler, dikutip oleh Bosch, Transformasi Misi Kristen, (Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 1999), h. 22.

63
96:3a). Jikalau orang-orang tidak tertarik oleh kebesaran Allah, sebagaimana mereka dapat
diutus untuk membritakan Injil.163 GBI Rumah Persembahan Medan memiliki visi yaitu “
mempersiapkan umat yang layak bagi Raja kemuliaan ( prepare the way for the king of the
glory).” Serta memiliki misi dari Kisah Para Rasul 15:16-17 dan 1 Tawarikh 23:30. Melayani
dengan pola ibadah pemulihan pondok Daud yaitu doa, pujian, dan penyembahan, dan keintiman
dalam kebersamaan. 164 Visi dan Misi ini sudah dibentuk oleh R. Bambang Jonan dan bersama-
sama rekannya sejak ia hadir untuk melayani di kota Medan.

Menurut wawancara penulis dengan Eddy Suwarno, bahwa visi dan misi gereja menjadi
dasar untuk melakukan pelayanan. Dalam setiap kegiatan pelayanan tujuaannya ialah
menjadikan jemaat sebagai umat yang layak bagi Tuhan, dan untuk mencapai itu setiap
pelayanan yang dilakukan GBI Rumah Persembahan Medan harus berdasrkan misi itu, yaitu
melayani dengan pola ibadah pondok Daud. Misi ini dibuat karena mengingat bagaimana
peristiwa-peristiwa tempat beribadah yang mengalami banyak masalah, sampai bisa seperti saat
ini yang hingga akhirnya bertempat di GBI Rumah Persembahan. Pondok Daud adalah pola
ibadah yang diwarnai pujian dengan sorak-sorai dan penyembahan kepada Tuhan di dalam
Pondok. Pondok Daud berlangsung selama 40 tahun. Apa yang dilakukan Daud berasal dari
165
perintah Tuhan ( 2 Taw 29 : 25-30). Nubuat pemulihan Pondok Daud juga mengesankan
bahwa bagi Tuhan bukan bagusnya tempat ibadah, tetapi bagaimana orang-orang yang di
dalamnya memuji dan menyembah Tuhan.

3.3.1.15. Departemen Misi dan Penginjilan

GBI Rumah Persembahan Medan telah melakukan misi dan penginjilan mereka untuk
mendirikan Pos PI yang baru. Penginjilan dilakukan oleh para hamba-hamba Tuhan yang sudah
ditugaskan dengan mengadakan KKR di setiap daerah, dan mempersiapkan SDM (Sumber Daya
Manusia), pelayanan penginjilan dilakukan di pelosok pulau Samosir yaitu di Kab. Samosir. Pos

163
John Piper, Jadikanlah Sekalian Bangsa Bersukacita, Supremasi Allah Dalam Misi, (Bandung: LLB, 2001), h.
12.
164
Wawancara dengan Eddy Suwarno pada tanggal 17 Maret 2019 di GBI Rumah Persembahan pukul 10.15 Wib. Ia
adalah Gembala Lokal di GBI Rumah Persembahan. Gembala Lokal adalah pimpinan jemaat yang mengurus
beberapa cabang.
165
Sejarah pembuatan Pondok Daud ditulis dalam 1 Tawarikh pasal 13,15,16. Waktu Daud memerintah sebagai
Tabut Allah yang pada zaman raja Saul tidak diindahkan. Setelah Dad berunding dengan para pemimpin dan
pemuka bangsa Israel, maka Tabut Allah dipindahkan dari Kiryat Yarim menuju Yerusalem. Daud sebenarnya rindu
membangun rumah Allah, tetapi Salomo yang akhirnya membangunkannya. Karena Bait Allah belum ada maka di
Yerusalem (Bukit Sion kota Daud). Daud sudah mempersiapkan kemah/pondok (bangunan sementara) untuk tempat
Tabut Allah itu. Setelah sampai maka Tabut Allah dibawa masuk dan diletakkan ditengah-tengah kemah. Daud
menempatkan orang lewi dihadapan Tabut Allah itu untuk memasyurkan Tuhan dan menyanyikan syukur dan pujian
bagi-Nya siang dan malam. Jarot Wijanarko, Roh Sukacita: Serial Pujian & Penyembahan, ( Jakarta: Suara
Pemulihan, 2015), h. 50.

64
PI yang telah didirikan terus mengalami pertumbuhan dan penambahan cabang. Salah satu Pos
Pi yang bertambah ada di Hotel Lolona, kota Sidikkalang dan terus mengalami pertambahan
jumlah jiwa-jiwa yang beribadah dan orang-orang yang memberi diri di baptis. Sampai saat ini
jumlah Pos PI yang dilayani oleh Dept. Misi & Penginjilan adalah 63 dengan total jemaat
sebanyak 1.954 orang. Pos PI yang sudah diresmikan sebanyak 59 dan yang belum resmi
berjumlah 3 Pos PI. Dengan demikian GBI Rumah persembahan Medan menambah jumlah
cabang gereja menjadi 160 cabang dengan 232 kebaktian yang diadakan setiap hari minggunya.
Berdasarkan penambahan Pos PI di atas, terlihat bahwa GBI Rumah Persembahan Medan
mengalami pertumbuhan jiwa dalam setiap Pos PI yang telah ada, hal ini juga merupakan wujud
dari spiritualitas yang dibangun oleh gereja.

3.3. Perkembangan Spiritualitas GBI Rumah Persembahan Medan Periode 1993-2018

Dalam pertumbuhan gereja unsur spiritualitas mendapat peranan penting dalam menentukan
kualitas sebuah gereja. Pertumbuhan gereja secara kualitas juga menunjuk kepada jenis murid
yang dihasilkan, dalam arti apakah jemaat sebagai orang percaya benar berbuah menjadi seperti
Kristus lewat pengajaran, dan berdiri teguh atas Firman Allah.166 Menurut penulis, GBI Rumah
Persembahan Medan adalah gereja yang mengalami perkembangan spiritualitas. Perkembangan
spiritualitas dapat dilihat dari pertumbuhan jemaat yang selalu bertambah di setiap minggunya.
Ketika penulis beribadah di sana, penulis memperhatikan ternyata jemaat yang hadir selalu
mengalami pertambahan, yaitu mencapai 14 sampai 30 jiwa. Pada dasarnya mereka bukanlah
secara keseluruhan dikatakan anggota tetap di GBI Rumah Persembahan, tetapi melalui hal itu
kita dapat memperhatikan bahwa GBI Rumah Persembahan mampu memberikan ketertarikan
terhadap jemaat untuk beribadah.

Disiplin rohani dapat menolong seseorang untuk secara berkesinambungan akan mengalami
perkembangan spiritualitas. Disiplin rohani (Spiritual discoline) adalah suatu istilah terkesan dan
memaksa, namun jika dilihat dari etimologinya disiplin mengandung arti “ mengikuti dengan
sukarela.” Setiap disiplin rohani membawa seseorang pada relasi dengan memberikan “ruang”
bagi Roh Allah untuk mengajar (Yoh. 16:13). Disiplin rohani bermuara pada menghayati
kehadiran Tuhan dalam seluruh kehidupan. Oleh karena itu, disiplin rohani menolong seseorang
untuk mengalami perkmbangan kepekaan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian,
kehidupan spiritualitas seseorang akan menjadi “holistik.”167 Menurut penulis R. Bambang Junan

166
Rick Warren, Pertumbuhan Gereja Masa Kini (Malang: Gandum Mas, 2003), h. 57.
167
H.M. Nur Kholis Setiawan & Djaka Soetapa, Meniti kalam Kerukunan: Beberapa Istilah Kuci dalam Islam &
Kristen jilid 1, (Jakarta: BPK-GM, 2010), h. 577.

65
sebagai gembala yang mendirikan GBI Rumah Persembahan memiliki disiplin rohani, yang
diwujudkan dan diajarkan kepada gembala lainnya untuk dapat dilakukan dalam pelayanan.

Sejak 1993 sampai saat ini segala kegiatan pelayanan seperti yang sudah dijelaskan di atas
menjadi tugas dan panggilan GBI Rumah Persembahan. Pelayanan-pelayanan itu membawa
dampak bagi pertumbuhan gereja, baik secara kuantitas maupun kualitas. Dalam menjalankan
setiap kegiatan pelayanan, tidak pernah terlepas dari bentuk ibadah pemulihan pondok Daud, dan
ini lah yang menjadi dasar pelayanan yang dilakukan oleh gereja, doa, pujian dan penyembahan.
Bentuk ibadah pemulihan pondok Daud adalah karakteristik gereja sejak didirikan. Selama
penulis wawancara dan mengikuti ibadah mereka, penulis menyadari bahwa cara mereka dalam
menyampaikan doa, pujian dan penyembahan mampu membawa hati jemaat ke dalam suasana
yang tenang dan aman untuk merasakan kehadiran Allah, dan gereja tidak hanya fokus dengan
persoalan ibadah, melainkan memperdulikan ( diakonia sosial) orang-orang yang membutuhkan
pertolongan, tanpa memandang ras, suku dan agama.

Perkembangan spiritualitas yang dibangun oleh GBI Rumah Persembahan tidak hanya dinilai
dari segi kehadiran jemaat yang selalu bertambah di setiap minggunya, yang sampai saat ini
mencapai 7000 jiwa. Tetapi jemaat dibekali untuk mempunyai hubungan yang dekat dengan
Yesus menjadi hidup bersahabat dengan Dia dan bertanggung jawab sebagai anggota jemaat.
Karena semua anggota jemaat adalah orang-orang kudus yang melayani dan bersaksi bukan
untuk dirinya sendiri. Jemaat adalah jantung gereja yang mentaati panggilan, tanpa
memperdulikan latar belakang bangsa atau budaya dan hal lainnya.

Secara umum, untuk bertumbuh GBI telah banyak belajar dari gereja-gereja di Asia.
Itulah sebabnya GBI mengambil firman Tuhan sebagai pedoman hidup yang satu-satunya. Rasul
Paulus katakan “ Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar,
untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan untuk mendidik orang lain dalam
kebenaran. Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap
perbuatan baik (II Tim. 3: 15-17).” Jelas untuk bertumbuh, berbuah dan berkembang GBI harus
mencerminkan diri selalu dalam firman Tuhan. Inilah jaminan Tuhan untuk pertumbuhan dan
perkembangan gereja.168 Banyak gereja yang tidak bertumbuh dan berkembang, sebab mereka
telah menyimpang dari Firman Tuhan dalam kehidupan pelayanannya. Rahasia dan
perkembangan GBI letaknya dalam mentaati firman Tuhan saja. Hal terpenting adalah tidak
harus menjadikan seluruh jemaat sebagai anggota tetapi gereja dapat membentuk spiritual

168
H.L. Senduk, Sejarah GBI, 51.

66
jemaat, karena jemaat yang mengalami peningkatan spiritualitas akan terlihat dari sikap
partisipasi dan kontribusinya di gereja, yang mampu mempengaruhi pertumbuhan jemaat.169
Sehingga GBI Rumah Persembahan merupakan gereja yang tidak hanya mengalami
pertumbuhan secara kuantitas tetapi juga secara kualitas.

169
Wawancara dengan Eddy Suwarno pada tanggal 17 Maret 2019 di GBI Rumah Persembahan pukul 10.15 Wib. Ia
adalah Gembala Lokal di GBI Rumah Persembahan. Gembala Lokal adalah pimpinan jemaat yang mengurus
beberapa cabang.

67
BAB IV

REFLEKSI TEOLOGIS

Dalam bab empat ini, penulis akan memberikan refleksi dan hasil penelitian Sejarah
Spiritualitas GBI Rumah Persembahan Medan, sehingga dapat menjadi sebuah pengajaran bagi
para pembaca karya ilmiah ini. Penulis telah memunculkan berbagai hal mengenai pembentukan
spiritualitas yang dibangun di dalam suatu gereja, khususnya Gereja Betehel Indonesia Rumah
Persembahan Medan.

4.1. Unsur-unsur Pendukung


4.1.1. Baptisan Roh Kudus

Tidak ada yang dapat menyangkal bahwa Roh Kudus telah ada sebelum pencurahan Roh
Kudus pada hari pentakosta. Roh Kudus itu juga berkarya pada zaman itu. Roh Kudus adalah
Allah, oleh karenanya Ia kekal adanya. Roh Kudus turut bekerja dalam penciptaan dalam
pemeliharaan alam semesta, dalam menjadikan orang-orang beriman, dalam melengkapi orang-
orang untuk pelayanan khusus. Di dalam hidup orang percaya Roh Kudus berdiam, sebagaimana
dikatakan Paulus “tubuhmu adalah bait Roh Kudus” ( I Kor. 6: 19-20). Roh Kudus berdiam
dalam hidup seseorang semenjak ia percaya, dan semenjak itu pulalah gelar anak-anak Allah
disandangnya ( Gal. 4:6; Rm. 8:15-16; Kis. 2: 38; 10:45, 11:17; Ef. 1:13; Yoh. 3:37). Memiliki
Kristus berarti memiliki Roh. Roh Kudus yang berdiam dalam diri orang percaya itu berkarya
untuk menyatakan dan membenruk kita di dalam Kristus.170 Dengan demikian pengalaman akan
Kristus semakin bertumbuh hingga menyerupai-Nya (Ef.1:17; Gal. 4:19; 2 Kor.3:18).

Menurut penulis spiritualitas secara pribadi dapat dibangun ketika seseorang berusaha
menerima kuasa Roh Kudus bekerja dalam dirinya. Menerima bapstian Roh Kudus adalah suatu
bentuk spiritual yang dibangun oleh GBI Rumah Persembahan. Setiap orang harus menerima
baptisan Roh Kudus. Baptisan Roh dipercayai untuk menerima kuasa agar dapat bersaksi dan
melayani. Seseorang yang mengalami baptisan Roh tidak hanya untuk memperoleh keselamatan,
tetapi juga memiliki hubungan atau persekutuan yang penting di dalam Kristus. Baptisan Roh
berarti suatu kesadaran yang terdalam terhadap kasih Allah. Hal ini merupakan penerimaan
kuasa yang baru untuk hidup dan pelayanan, khusunya kuasa untuk menyaksikan Kristus kepada
orang lain.

170
Vincent M. Walsh, A Key To Charismatic Renewel in the Chatolic Church, (Abbey Press: St Meinrad, 1975), h.
85.

68
Bertumbuhnya jemaat-jemaat baru dan bertambahnya orang-orang Kristen baru adalah
pekerjaan Roh Kudus. Karena itu gereja dan warga gereja perlu mengembangkan suatu sikap
yang menghargai karya Roh Kudus yakni bahwa upaya untuk menambah jumlah orang Kristen
baru maupun jemaat-jemaat baru menjadi dewasa dalam hal imannya tidak bisa mengganti
pekerjaan Roh Kudus karena Roh Kuduslah yang memungkinkan orang lahir baru dan
memberinya hidup baru.171 Jadi dalam menuju jemaat yang dewasa secara khusus dewasa dalam
hal iman, maka peranan Roh Kudus sangatlah penting.

Spiritual seseorang dapat dilihat ketika dirinya memperoleh baptisan Roh Kudus, karena
melalui baptisan Roh Kudus seseorang dapat diperlengkapi dengan kuasa Allah untuk
melakukan pelayanan. Kita dibawa ke dalam suatu hubungan yang mendalam dengan Kristus
dan Roh Kudus, bukan lagi untuk dijadikan sebagai objek penebusan, melainkan sebagai alat
penebusan agar mampu bersaksi dan melayani. Sehingga menghasilkan kehidupan yang suci,
menggiatkan kehidupan doa dan persekutuan dengan Allah, dan menghidupkan pujian dan
penyembahan kepada Allah karena seseorang akan mengalami kepenuhan Roh di dukung oleh
situasi ibadah doa, pujian, dan penyembahan ..

4.1.1.1. Doa

Doa adalah perjalanan spiritual yang mealampaui masa lalu, masa kini dan masa yang akan
datang, dan merupakan hal yang sangat mendasar dalam membawa pertumbuhan iman,
ketajaman rohani di dalam menghadapi berbagai macam tantangan baik yang datang dari diri
sendiri maupun dari luar. Doa merupakan pertarungan yang tidak pernah berakhir dan menjadi
alat untuk mengetahui pimpinan Tuhan. Doa sangat mempengaruhi pertumbuhan kerohanian
seseorang.172

Berdoa berarti menempatkan diri dalam penderitaan Yesus ( Mat. 26: 36-46). Doa adalah
titik awal manusia dapat berpartisipasi melalui kepedulian terhadap beban-beban orang lain.
Kitab Kisah Para Rasul juga dengan jelas menunjukkan bahwa bertambahnya orang-orang
percaya adalah dikarenakan kesungguhan para murid dalam berdoa. Roh Kudus memberikan
kuasa kepada para murid melalui doa sehingga kehidupan dan pelayanan mereka menjadi
berkuasa, berpengaruh dan melahirkan banyak pertobatan-pertobatan baru (Kis. 1-4),
penyembuhan terhadap orang lumpuh sejak lahir ( Kis. 3: 1-10). Dalam mewujudkan kerajaan-

171
Maitimoe, Membina Jemaat Missioner, (Jakarta: BPK-GM,1986), h. 17.
172
Abineno, Doa Menurut Kesaksian Perjanjian Baru, (Jakarta: BPK-GM, 2004), h.1

69
Nya, Yesus memperlengkapi para murid dan memakai orang-orang yang dipenuhi Roh.173dalam
setiap persekutuan doa menjadi ciri khas dari orang dan keluarga beriman. Ketekunan dalam
mengikuti pengajaran Para Rasul dan dalam persekutuan doa membuat mereka menjadi semakin
bertumbuh, artinya semakin bersemangat secara terus menerus.

Salah satu buah dari kualitas spiritualitas para murid terlihat dari pertobatan yang disertai
dengan kesungguhan mereka berdoa. Kesungguhan berdoa diteladani para murid dari kehidupan
Yesus (Mat. 14: 23; 26:36; 39, 41; Mrk. 1:35; 6:46; 14:32; Luk. 6:12; 9:28). Itu sebabnya Yesus
disebut sebagai manusia yang hidup dengan spiritual yang baik. Kualitas spiritual membawa
dampak yang positif yang membuat murid sungguh-sungguh berdoa bukan hanya untuk dirinya
melainkan untuk orang lain juga. Kualitas spiritual juga para murid terlihat dari kebersamaan
setiap anggota untuk selalu bersatu dan bersehati (Ef. 4: 2-3). Disamping doa, kebersaman,
kesatuan dan kesehatian sebagai wujud dari kualitas spiritualitas yang bertumbuh, Paulus
menekankan agar setiap orang menjadi teladan dengan menjaga dan menjalankan pengajaran
yang benar. Tanpa keteladanan dan kualitas spiritual gereja tidak akan bisa bertumbuh.
Sebagaimana Yesus adalah orang yang berdoa, maka hanya orang yang memilki disiplin berdoa
yang dapat dipakai sebagai sarana pertumbuhan gereja akan bertumbuh ketika orang yang
didalamnya adalah orang-orang yang berdosa.

4.1.1.2. Pujian

Puji-pujian adalah salah satu unsur terkuat dalam ibadah Kristen kharismatik. Ini dilengkapi
dengan musik sejenis pop dan gerak tubuh yang ekspresif seperti bertepuk tangan dan lain
sebagainya. Semua ekspresi ini dilakukan karena kesungguhan hati dalam memuji nama Tuhan.
Pujian adalah pekerjan terbesar yang dapat dilakukan anak-anak Allah. Puji-pujian adalah suatu
unsur penting dalam ibadah, namun ada unsur-unsur lain yang sama pentingnya seperti
pengakuan dosa, pertobatan, dan pengakuan iman yang perlu disebutkan.174

Pujian merupakan pujian keagungan yang ditujukan kepada Tuhan melalui nyanyian yang
dinyanyikan. Pujian adalah ekspresi dari kekaguman dan rasa syukur manusia kepada Tuhan,
biasanya pujian itu dalam tempo yang cepat (beat). Biasanya diungkapkan dengan tepuk tangan,
sorak-sorai yang riang.175

173
ME. Duyverman, Pembimbing Dalam Perjanjian Baru, (Jakarta: BPK-GM, 1999), h. 82-83.
174
Wilfred J. Samuel, Kristen Kharismatik, h. 60-61.
175
Bob Sorge, Mengungkapkan Segi-segi Pujian dan Penyembahan, (Yogyakarta: Andi, 1991), h. 2, .

70
Beberapa gereja merasa bangga dengan memberi kesempatan/kebebasan kepada jemaat
untuk memuji dengan cara yang mereka inginkan. Itu baik, namun kita perlu melakukan lebih
dari sekedar memuji menurut perasaan dan keinginan kita sendiri. Kita tidak akan pernah
bertumbuh dan menjadi dewasa di dalam ekspresi puji-pujian kita sampai kita mau memuji
dengan cara yang berkenan kepada Tuhan seperti yang dikehendaki-Nya. Pujian tidak
bergantung pada perasaan kita, pujian didasarkan atas kebesaran Tuhan dan itu tidak pernah
berubah. Perhatikan bagaimana Daud berkata kepada kepada jiwanya “ Pujilah Tuhan, hai
jiwaku. Pujilah nama-Nya yang kudus, hai segenap batinku” (Maz. 103: 1).176

Juanita McElwain menegaskan pentingnya mengetahui apa yang menyebabkan dan


mempengaruhi dari beberapa keadaan supranatural dalam kehidupan orang-orang, dalam
kaitannya dengan hal ini beberapa bentuk komunikasi dapat terjadi dalam kondisi pemindahan
pikiran (thought) dan perasaan (feeling). Mempertimbangkan kutipan kalimat berikut: “Syaraf
otak yang terhubung dengan seluruh sistem adalah perantara dimana surga berhubungan dengan
manusia dan mempengaruhi kehidupan batinnya”.126 Tuhan menciptakan dalam diri manusia
sebuah mekanisme untuk Roh Kudus dapat berkomunikasi secara langsung dengan setiap kita.
Ini merupakan konsep Alkitabiah: “Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan
bahwa Roh Allah diam di dalam kamu?” (1 Korintus 3:16).177

Kebiasaan atau praktek ibadah yang dilakukan oleh GBI Rumah Persembahan
dihubungkan dengan gerakan tubuh. Ini mencakup wilayah kegiatan yang luas seperti
mengangkat tangan, doa lantang, bertepuk tangan, menyanyi dengan berbagai ekspresi wajah,
bernyanyi terus menerus untuk jangka waktu yang panjang pada saat ibadah, menari, melompat-
lompat di tempat, bahkah ada yang menangis.

4.1.1.3. Penyembahan

Penyembahan adalah penghormatan dan pemujaan yang ditujukan kepada Allah.178


Penyembahan adalah hak dan tugas kita, walaupun tanpa memberikan kesenangan kepada kita,
tetapi hal itu merupakan suatu kebenaran yang mulia bagi-Nya bahwa Ia meghendaki agar
penyembahan menjadi suatu hubungan yang saling memberi satu sama lainnya.179

176
Bob Sorge, Mengungkapkan Segi-segi Pujian dan Penyembahan, h. 3.
177
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/61730/Chapter%20II.pdf;sequence=4 diakses pada
tanggal 30 April 2019 pukul 10:30.
178
John MacArthur, JR. Prioritas Utama dalam Penyembahan, (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 1994), h. 26.
179
Graham Kendrick, Pujian dan Penyembahan, (Jakarta: Mimery Pres, 1984), h. 14.

71
Dalam beribadah secara umum gereja Kharismatik sangat menekankan peran dan manifestasi
dari Roh Kudus dan bahasa lidah. Liturgi tidak mutlak tetapi juga bukan bebas tetapi tergantung
manifestasi gerakan Roh kudus. Sedangkan sarana lainnya seperti musik, nyanyian, hanya
sebagai pelengkap. Pemimpin pujian juga memegang peranan penting dalam seluruh rangkaian
ibadah, maka ia harus yang pertama menjadi penyembah yang benar, memiliki hubungan yang
intim dengan Tuhan, berkesaksian dan berpenampilan baik juga berkomunikatif. Penyembah
yang benar adalah penyembahan yang lahir dari diri sendiri terhadap pengenalan kepada Tuhan
dengan benar, sedangkan penyembahan yang tidak benar adalah jika ekspresi yang lahir karena
aturan dan situasi.

T. E. Wade menjelaskan kegiatan meditasi transendental seperti hypnosis, glossollalia,


spiritism memiliki kaitan dengan kesurupan. Wade menyimpulkan: “Ini merupakan keyakinan
saya bahwa otak normal manusia dapat mengalami pengalaman hubungan fungsional dengan
Roh Kudus oleh sebuah mekanisme yang mengakibatkan penyalahgunaan hingga mencapai
keadaan trans hipnotis (hypnotic trance). Mekanisme ini juga ia yakini dapat melepaskan kuasa
roh iblis yang terjadi dalam kesurupan roh voodoo (dukun); atau ahli hipnotis dapat mengganggu
dalam “berhubungan” ketika seseorang memberikan mantra kepada pelakunya”. Oleh karena itu
penyembahan yang dilakukan seseorang dalam ibadah GBI Rumah Persembahan Medan mampu
membuat seseorang mengalami kuasa Roh Kudus.180

Menurut Eddy Suwarno, musik tidak dapat dipisahkan dari pola kebersamaan dan tingkah
laku. Dalam sebuah ibadah, jemaat secara komunal akan secara ekspresif melakukan
penyembahan, melalui doa, bermazmur, berbahasa Roh secara komunal, mengundang agar
dirinya dipenuhi Roh Kudus. Penulis melihat pada saat ibadah di GBI Rumah Persembahan
Medan, ketika seseorang duduk dalam sebuah ibadah, maka orang didekatnya yang juga telah
berbahasa Roh secara transformatif dapat mempengaruhi jemaat yang lain hingga mencapai trans
oleh Roh Kudus. Hal ini dapat terlihat dari lidah yang bergetar-getar mengeluarkan suara (bahasa
Roh), tangan yang bergetar-getar, bahkan mencapai suatu keadaan manifest.

Gereja-gereja Kharismatik menekankan pentingnya penyembahan, baik penyembahan yang


bersifat pribadi, maupun yang bersifat kelompok. Karena penyembahan yang dilakukan
merupakan kelanjutan dari penyembahan secara pribadi, dimana penyembahan secara pribadi
hati telah dipersiapkan sebelumnya. Pemahaman jemaat tentang penyembahan ini, sudah

180
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/61730/Chapter%20II.pdf;sequence=4 diakses pada
tanggal 30 April 2019 pukul 10:30.

72
diajarkan kepada mereka melalui persekutuan yang dilakukan gereja maupun dimimbar.
Demikian juga dalam penyembahan, pelayan, musik, lagu-lagu, dan sebagainya. Dengan
demikian musik dan lagu-lagu yang berpengaruh penting dalam pelaksanaan ibadah, dan dalam
penyembahan haruslah berisi doa, pujian dan penyembahan. Pelayanan khotbah atau firman
Tuhan menjadi sentral yang penting dalam penyembahan. Ole5h karena itu, secara umum gereja
Kharismatik memberi perhatian dan berusaha menciptakan bentuk ibadah yang menarik,
sehingga mengundang banyak orang.

4.2. Koinonia (persekutuan)

Kata “persekutuan” berasal dari kata Yunani, yaitu Koinonia yang artinya adalah
persekutuan, hak yang sama sebuah kelompok dalam sesuatu hal yang lain (band. 1 Kor. 1: 19; 2
Kor. 13: 13).181 Gereja adalah persekutuan (Ef 1: 4) tanpa melihat status sosial, pendidikan,
kekayaan, warna kulit. Persekutuan itu adalah ciptaan dari Roh Kudus ( 2 Kor. 13: 13; Flp. 2: 1)
sehingga orang-orang percaya kepada Kristus (1 Kor. 1: 9).182 Persekutuan itu adalah
persekutuan kasih dimana semua anggota saling membantu dalam penderitaan ( 1 Kor. 12: 26).
Bersama-sama mengasihi orang miskin ( Yak 2: 8), saling menolong dimana orang yang kuat
wajib menanggung orang yang tidak kuat dengan tidak mencari kesenangan diri sendiri ( Rom 5:
1). Dengan demikian dalam persekutuan itu mereka saling bergantung seseorang akan yang lain
dalam kasih kepada Kristus.183

Seperti manusia tampil dalam tubuhnya, demikian pula Kristus tampil dalam tubuh-Nya
yaitu gereja dan tidak dapat dipisahkan.184 Karena tubuh Kristus itu adalah sesuatu yang hidup,
bergerak, memiliki kesatuan, maka orang-orang percaya (gereja) juga harus memiliki kesatuan
untuk bergerak melakukan tugas masing-masing sesuai dengan telenta yang dimiliki masing-
masing untuk mencapai tugas panggilan gereja dalam melayani, bersaksi dan bersekutu. Dengan
demikian meskipun orang-orang percaya itu terdiri dari beranekaragam latar belakang
pendidikan, sosial, budaya, ekonomi, dan lain-lain tidak bisa menganggap bahwa dia tidak
membutuhkan orang lain, tetapi haruslah sama-sama mendukung dan saling menopang sebagai
sesama anggota tubuh Kristus untuk melakukan kehendak Kristus.

Allah menciptakan manusia pertama-tama dan terutama agar ia hidup dalam persekutuan
inisiasi yang sejati. Jati diri persekutuan Kristen ialah: kasih, yaitu kasih Allah yang telah datang

181
K. Riedel Kamus Istilah Teologia, (Jakarta: BPK-GM, 1997), h.179.
182
George Eldon Ladd, Teologi Perjanjian Baru 2, Bandung: Kalam Hidup, 1999), h. 335.
183
Hadiwijono Harun, Iman Kristen, h. 381.
184
B.S. Mardiatmaja, SJ, Ekklesiologi Makna dan Sejarahnya, (Yogyakarta: Kanisius,1986), h. 91.

73
kepada kita dalam Yesus Kristus (Yoh. 1: 1:16, Yoh. 5:7-21). Identitas umat Allah dalam
Perjanjian Lama ialah Yahweh, yang telah memilih Israel untuk menjadi berkat bagi semua
bangsa, karena Ia mengasihi umat manusia. Di dalam Yesus Kristus kasih ini sudah dinyatakan
secara konkret. Artinya, identitas umat Allah yag baru ialah Yesus Kristus, yang mempersatukan
umat manusia menjadi satu persekutuan berdasarkan kasih Kristen. Di mana kasih kristus
dijabarkan dalam praktik, di sanalah lahir persekutuan Kristen yang semper reformanda est
(yang harus dibarui terus menerus) dalam perjalanan menuju persekutuan sejati, kebersamaan di
dalam Yesus Kristus. Kasih yang diamalkan ini menghasilkan koinonia (persekutuan). Iman dan
koinonia berjaan bersama-sama. Jadi barangsiapa percaya kepada Kristus, ia masuk ke dalam
koinonia iman dan mengamalkan iman itu dalam persekutuan kasih menurut teladan Yesus
Kristus (Fil. 2:1-8).185

Koinonia sebagai salah satu dari tugas panggilan GBI Rumah Persembahan di dunia ini
menyatakan keberadaan gereja selaku persekutuan orang-orang percaya yang diutus ke dalam
dunia. Koinonia ditempatkan pertama dalam pembidangan tugas-tugas gereja karena persekutuan
dipandang sebagai kunci sukses tidaknya seluruh aktivitas pelayanan dalam gereja. Persekutuan
gereja dibangun di atas dasar para rasul dan para nabi dengan Yesus Kristus berdasarkan iman,
kasih, dan pengharapan (1 Kor. 13: 3), oleh karena itu gereja ada di tengah-tengah dunia ini
sebagai persekutuan antara Yesus Kristus dan anggota jemaatnya dan antara Yesus Kristus
dengan jemaat-Nya dan antara sesama anggota jemaat yang mendapatkan penekanan pada mutu
relasi antar manusia yang mencerminkan kasih Kristus. Persekutuan yang utuh antara Yesus
Kristus dan gereja dinyatakan dengan ungkapan gereja sebagai tubuh Kristus. Koinonia
mengharuskan gereja mewujudkan persekutuan di dalam Yesus Kristus dan berdiri teguh dalam
satu Roh. Dalam persekutuan jemaat aspek menyeluruh, diwujudkan dalam persaudaraan dalam
Kristus yang melayani dengan dasar kasih. Dengan kasih jemaat sebagai persekutuan, baik di
suatu tempat tertentu maumpun di suatu wilayah/daerah, dapat berhubungan satu sama lain,
menjadi satu persekutuan keluarga besar.

Tujuan dibuatnya program pelayanan khususnya dibidang koinonia adalah agar melalui
gereja, seluruh anggota jemaat yang sberbeda-beda, dapat dipersatukan dalam Kristus. Dengan
demikian kita memahami bahwa persekutuan yang dibangun atas dasar kesatuan dalam tubuh
Kristus, menjadikan persekutuan jemaat dapat mengatasi segala perbedaan baik suku, bangsa,
status sosial, pendidikan dan sebagainya. Pembangunan jemaat harus bertumpu di atas dasar

185
Theodorus Kobung, Injil dan Tongkonan, (Jakarta:BPK-GM, 2008), h. 319.

74
spiritualitas yang berlandaskan kasih. Spiritualitas tidak hanya terdiri dari satu model tunggal,
melainkan ada bermacam-macam model spiritualitas. Disamping itu, spiritualitas bersifat
dinamis dan oleh karenanya juga mengalami perkembangan.

4.3. Diakonia (Pelayanan)

Kata “pelayanan” diterjemahkan dari bahasa Yunani yaitu: Diakonia. Sedangkan kata
“pelayanan” dalam dunia Yahudi biasanya disebut hyperetes (jabatan). Akan tetapi kata jabatan
ini berlainan dengan jabatan-jabatan yang terdapat dalam agama Yahudi dan agama-agama lain.
Jabatan yang menjadi isi dari kata diakonia ini tidak menjadi corak kultis dan rohani dan kata
jabatan ini sedikitpun tidak mengandung unsur kehormatan. Tetapi lebih mengarah pada jabatan
seorang pelayan atau hamba yang terus-menerus (selama hidupnya) menjadi seorang hamba atau
pelayan.186

Dasar gereja perlu terlibat dalam pelayanan sosial dalam masyarakat karena kenyataannya
bahwa: Pertama, Allah adalah Allah yang Pathos. Allah dalam Perjanjian Lama tidak seperti
dewa-dewa Yunani yang sering dilukiskan dengan kata apatheia (berjarak, ketidakpedulian) atau
juga Allah dalam pandangan Deisme. Sebaliknya, Allah dalam Perjanjian Lama adalah Allah
yang memiliki pathos (aktif, peduli, terlibat). Ia adalah Allah yang begitu dekat dengan manusia,
yang memasang kemah-Nya ditengah-tengah kemah umat-Nya (Im. 26:11). Allah yang ber-
pathos itu adalah Allah yang hadir dan aktif persis ditengah-tengah peristiwa yang terjadi di
dunia. ia memihak minoritas Yahudi di hadapan kemahakuasaan Firaun (Kel. 12: 40-41);
mendesak setiap orang yang berkecukupan agar tidak menindas para janda dan anak yatim piatu
(Za. 7: 10). Allah selalu mengkehendaki umat-Nya melibatkan diri ditengah dunia yang penuh
masalah dan bantuan dalam kasih.187 Kedua, Allah yang mengasihi dunia yang penuh dosa dan
kejahatan, dunia tidak mengenal dan menolak yang menciptakannya (Yoh. 1: 10-11). Melihat hal
ini, Allah tidak menjauhi dunia, bahkan sebaliknya Dia memberikan anak-Nya untuk dunia
(Yoh. 3: 16-19). Karena itu, tugas orang percaya (warga gereja) bukan memisahkan diri dari
dunia, melainkan berperan serta dalam usaha untuk mendatangkan keadilan, keadamaian, dan
kesejahteraan ke dalam dunia.188

186
Abineno Ch. Jl. Diaken, Diakonia, (Jakarta: BPK-GM, 1990), h. 2-3.
187
Baskara Wardaya, Spiritualitas Pembebasan: Refleksi atas Iman Kristiani, (Yogyakarta: Kanisius, 1995), h. 45-
46.
188
Howard Snyder, Misi Holistis, (Jakarta dan Bandung: Institut for Community and Development studies (ICDS),
2003), h. 148-149.

75
Sejauh ini kita berbicara mengenai diakonia sebagai pelayanan dari dan di dalam jemaat
Yesus kristus. Di samping itu, kata “diakonia” juga menunjuk pada suatu bidang khusus dalam
pendidikan teologi, yaitu teologi praktika yang adalah refleksi ilmiah atas kehidupan antara lain
jemaat Kristus, teori-teori praktis kebaktian, berkhotbah, pengembalaan, katekisasi, diakonia dan
pembinaan jemaat. Dengan demikian ajaran diakonia adalah refleksi teologi praktis atas
pelayanan “kasih” dan keadilan dalam hubungan dengan persoalan dasariah serta dalam
hubungan dengan berbagai segi dan wujud pekerjaan diakonal. Pelayanan pastoral dan diakonia,
pekerjaan misioner dan pelayanan kasih, keutuhan kesaksian Firman Tuhan dan perbuatan.
Dengan demikian gereja yang melakukan pelayanan harus berdiri dalam pelayanan “kasih”. 189

Spiritual jemaat yang dibentuk oleh GBI Rumah Persembahan tidak terlepas dari
pelayanan-pelayanan, baik pelayanan dalam maupun di luar gereja. Spiritualitas yang bertumbuh
dan berkembang dilakukan dengan “kasih”. Sampai saat ini GBI Rumah Persembahan
menjalankan diakonia dengan baik oleh karena mereka memiliki kasih. Sehingga mereka mampu
menolong orang-orang yang membutuhkan dengan menjalankan seluruh aspek diakonia gereja.

Diakonia harus diletakkan di tempat yang sentral sebagai suatu misi dalam kehidupan gereja.
Perlu disadari bersama bahwa fungsi diakonia, bukan semata-mata persoalan memberikan uang,
tetapi bebagi solidaritas dengan mereka yang membutuhkan. Manusia tidak dapat mengambil
bagian dalam penderitaan orang lain, jika tidak mempunyai belas kasih. Sekali lagi spiritualitas
mengambil tempat disini, spiritualitas dilihat dari sejauh mana individu dan kelompok mau turun
melayani atas dasar kasih, sehingga baik pelayanan doa dan pemberitaan firman, maupun
pelayanan diakonia dapat ditangani dengan baik.

189
A. Noordegraaf, Orientasi Diakoni Gereja, (Jakarta:BPK-GM, 2004), 31.

76
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Spiritualitas sudah dibentuk sejak gereja awal, Bapa Apostolik, Perjanjian Lama,
Perjanjian Baru, abad ke-5 sampai pada abad ke-21 hingga menjalang postmodern.
Spiritualitas yang dibangun pada zaman ini ialah: 1. Pengudusan diri; 2. Hubungan intim
dengan Allah; 3. Pelayanan sosial kepada sesama, yang diwujudkan mellaui bentuk
spiritualitas seperti berdoa, pendalaman Alkitab, Penghayatan Diri, dan Pengenalan akan
Tuhan.

2. Spiritualitas memperlihatkan bahwa spiritual seseorang tidak terlepas dari penyertaan


Roh Kudus. Tanpa penyertaan Roh Kudus segala pekerjaan dan pelayanan serta
kehidupan kita akan sia-sia. Penyertaan Roh Kudus menghampiri setiap pribadi manusia,
walaupun spiritual itu dapat dibentuk melalui kelompok atau kebersaman dengan orang
lainnya. Penyertaan Roh Kudus terhadap seseorang maupun komunitas menunjukkan
bahwa ia telah memiliki iman yang tinggi atau pendewasaan rohani. Roh Kudus
merupakan kekuatan utama dalam menolong pertumbuhan kerohanian dan pelayanan
orang percaya. Hanya orang-orang yang dipenuhi Roh Kudus bisa sebagai sarana
pertumbuhan gereja. Peristiwa turunya Roh Kudus menjadi titik awal dimulainya gereja
(Kis. 2:4). Gereja bertumbuh bersandar pada pekerjaan Roh Kudus (Kis. 37-47).
Bertambahnya anggota yang benar-benar percaya kepada Kristus merupakan
pertumbuhan gereja yang sejati, dan ini merupakan pekerjaan Roh Kudus yang
memberikan hidup (Rm. 8:2; Titus 3:5). Geraja yang bertumbuh secara kualitas dan
kuantitas bersandar kepada Roh Kudus.

3. GBI Rumah Persembahan Medan didirikan pada tahun 2016 yang merupakan
perpindahan dari GBI Medan Plaza yang pada waktu itu GBI Medan Plaza mengalami
kebakaran. GBI Medan Plaza didirkan oleh R. Bambang Jonan yang diutus oleh Niko
Njotorahardjo pada tahun 1993 untuk melayani di Medan. Pelayanan perdana dilakukan
oleh R. Bambang Jonan dan beberapa pengerja di sebuah ruko, yang terletak di Jalan
Teuku Umar No.8 Medan dengan jemaat mula-mula 119 jiwa sehingga sampai saat ini
mengalami pertumbuhan jemaat mencapai 5000 jiwa.

77
4. GBI Rumah Persembahan Medan adalah gereja yang mengalami perkembangan
spiritualitas. Perkembangan spiritualitas itu dilakukan atas dasar “Kasih” sehingga dapat
memampukan mereka menjalankan pelayanan dan mempengaruhi pertumbuhan jemaat
dalam jumlah kehadiran. Spiritualitas yang dibangun oleh GBI Rumah Persembahan
terdiri dari tiga hal: 1. Baptisan Roh; 2. Persekutuan; 3. Pelayanan, dan ketiga hal ini di
dukung oleh bentuk ibadah yang menjadi karakteristik GBI Rumah Persembahan selama
25 tahun yaitu, ibadah pemulihan pondok Daud: Doa, Punyian, dan Penyembahan.

5.2. Saran

1. Gereja harus melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya sebagai gereja. Tritugas gereja
harus jelas. Ada banyak gereja saat ini hanya memperdulikan bangunan saja,
memperbesar bangunan, mempermegah bangunan, tanpa melihat orang-orang yang ada
di sekelilingnya. Artinya gereja menjadi bersifat inklusif dan melupakan konteks yang
ada. Gereja tidak mau eksis karena tidak dapat memenuhi kebutuhan umatnya. Untuk itu
gereja diharapkan mampu menujukkan eksistensi dirinya sebagai gereja di masyarakat
dan menjadi ruang yang tepat untuk semua orang.

2. Kepada GBI Rumah Persembahan Medan hendaknya gereja ini semakin berkembang
dalam membangun spiritualitas jemaat dengan setiap program yang ada. Karena
membangun spiritualitas jemaat merupakan tugas gereja dan kepada seluruh hamba
Tuhan sebagai pemimpin di dalam gereja hendaknya memiliki sifat rela berkorban,
memiliki rasa kepedulian, dan mementingkan kebutuhan jemaatnya.
3. STT GMI harus mampu meningkatkan spiritualitas personal maupun komunitas di
kampus. Penanaman nilai-nilai spiritualitas juga harus berlandaskan pada pemahaman
John Wesley tentang pengudusan diri, hubungan intim dengan Allah dan diakonia
pelayanan soisal. Maka penanaman nilai-nilai spiritualitas di kampus menjadi lebih
terarah kepada perbuatan nyata dari buah komitmen dengan Allah.

78
DAFTAR PUSTAKA

Abineno, Ch. Jl., Diaken, Diakonia, Jakarta: BPK-GM, 1990.

______________, Doa Menurut Kesaksian Perjanjian Baru, Jakarta: BPK-GM, 2004.

Adhi T, Perjalanan Spitualitas Seorang Kristen Sekuler: Enam Alasan Mengapa Saya Tetap
Menjadi Kristen, Jakarta: BPK-GM, 2008.

Albert, Nolan, Jesus Today, Yogyakarta: Kanisius, 2009.

Andre, Comte-Sponville, Spiritualitas Tanpa Tuhan, Tanggerang: Alvabet, 2007.

Balasuriya, Tissa, Teologi Siriah, Jakarta: BPK-GM, 1997.

Banawiratma, Gereja Dan Masyarakat, Yogyakarta: Kanisius, 1986.

Baskara, Wardaya, Spiritualitas Pembebasan: Refleksi atas Iman Kristiani, Yogyakarta:


Kanisius, 1995.

Bosch, David J., dikutip oleh Artanto, Menjadi Gereja Misioner, Yogyakarta: Kanisius, 1997.

Budiman, Rudi, Menentukan Sikap Terhadap Gerakan Kharismatik, Pusat Penelitian dan Inovasi
Pendidikan, Yogyakarta, 1980.

Brill, John Wesley, Dasar Yang Teguh, Malang: Gandum Mas, 1990.

Cho, Paul Y., Bukan Sekedar Jumlah, Jakarta: Yayasan Pekabaran Injil “Immanuel”, 1989.

Daniel, J. Adams, Teologi Lintas Budaya, Jakarta: BPK-GM,1992.

Daulay, Richard M., Mengenal Gereja Methodist Indonesia, Jakarta: BPK-GM, 2003.

David Ray, Griffin, Visi-Misi Posmodern: Spiritualitas & Masyarakat, Yogyakarta: Kanisius,
2005..

Duyverman, ME, Pembimbing Dalam Perjanjian Baru, Jakarta: BPK-GM, 1999.

E. Martasudjita, Spiritualitas Liturgi, Yogyakarta: Kanisius, 2002

H.M. Nur Kholis Setiawan & Djaka Soetapa, Meniti Kalam Kerukunan: Beberapa Istilah Kuci
dalam Islam & Kristen jilid 1,(Jakarta: BPK-GM, 2010.

79
___________, Meniti kalam Kerukunan: Beberapa Istilah Kuci dalam Islam & Kristen jilid
2,Jakarta: BPK-GM, 2010.

Hadiwijono, Harun, Iman Kristen,(Jakarta : BPK-Gunung Mulia.

Hardawieyana, Robert, Spiritualitas Iman Diosesan Melayani Gereja di Indonesia Masa Kini,
Yogyakarta: Kanisius, 2000.

Hardjana, Agus M, Religiositas, Agama & Spiritualitas, Yogyakarta: Kanisius,2005.

Harun, Hadiwijono, Iman Kristen, Jakarta: BPK-GM, 1993.

Hesselgrave, David J., Kontektualisasi: Makna, metode dan model, Jakarta: BPK-GM, 1995

Heuken, Adolf , Ensiklopedia Gereja (IV), Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka, 1994.

Heuken, Sj.A, Spiritualitas Kristiani: pemekaran hidup rohani selama dua puluh abad, Jakarta:
Yayasan Cipta Loka Caraka, 2002.

Indradi, Lima Dokumen Keesaan gereja, Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 1996

Jan S. Aritonang dan Chr. de Jonge, Apa dan Bagaimana Gereja: Pengantar sejarah eklesiologi,
Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 1993.

J.B., Banawiratma, (ed), Spiritualitas Transformatif; Suatau Pergumulan Ekumenis, Yogyakarta:


Kanisius, 1990.

Kahler, Martin, dikutip oleh Bosch, Transformasi Misi Kristen, Jakarta: BPK-Gunung Mulia,
1999.

Kendrick, Graham, Pujian dan Penyembahan, Jakarta: Mimery Pres, 1984.

Kim, Hong Do, The Type of Ministry for Church Growth, Seoul Korea, Kum Ran Methodist
Church, tt.

Kristiyanto, Edyy, Spiritualitas dan Masalah Sosial, Bogor: OBOR, 2005.

______________, Spiritualitas Sosial: Suatu Kajian Kontekstual, Yogyakarta, Kanisius, 2010.

Ladd George Eldon, Teologi Perjanjian Baru 2, Bandung: Kalam Hidup, 1999.

MacArthur, John, Prioritas Utama dalam Penyembahan, Bandung: Yayasan Kalam Hidup,
1994.

80
Martasudjita E, Spiritualitas Liturgi, Yogyakarta: Kanisius, 2002.

Mardiatmaja SJ., B.S., Ekklesiologi Makna dan Sejarahnya, Yogyakarta:


Kanisius,1986.Maitimoe, Membina Jemaat Missioner, Jakarta: BPK-GM,1986.

McGrath, Alister E, Spiritualitas Kristian, Bina Media Perintis: Medan, 2007.

Neighbour, Kemana Kita Harus Melangkah:Buku Pedoman untuk Gereja Sel, Jakarta: Metanoia,
1997.

Nitiprawiro,Wahono, Teologi Pembebasan, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1987.

Noordegraaf A., Orientasi Diakoni Gereja, Jakarta:BPK-GM, 2004.

Notosusanto, Nugroho, Masalah Penelitian Sejarah Kontemporer Jakarta:IntiIdayu Press, 1984.

Noyce, Gaylord, Tanggungjawab Etis Pelayanan Jemaat, Jakarta: BPK-GM, 2007.

Pickket, J. Waskom, The Dinamic of Chruch Growth, Nashville: Abingdon Press, 1963.

Piper, John, Jadikanlah Sekalian Bangsa Bersukacita, Supremasi Allah Dalam Misi, Bandung:
LLB, 2001.

Rijnardus A. van Kooij & Yam’ah Tsalats A, Bermain dengan Api (Relasi antara Gereja-gereja
Mainstream dan kalangan Kharismatik Pentakosta), Jakarta: BPK-GM,2007.

Rita Bennet & Dennis, The Holy Spirit and You, Logos Internasional, Plainfied, New Jersay,
1971.

Robert, R. Boehlke, Memperlengkapi bagi Pelayanan dan Pertumbuhan, Jakarta: BPK-GM,


2010.

Rousydiy, T.A. Lathief, Dasar-Dasar Rhetorica Komunikasi dan Informasi, Medan: Firma
Rimbow, 1989.

Samuel Wilfred J., Kristen Kharismatik, Jakarta: BPK-GM, 2006.

Senduk H.l, Theologia Alkitabiah, tanpa tempat: tp,tt.

Sevilla, Consuelo G., dkk, Pengantar Metode Penelitian, Jakarta: Universitas Indonesia, 1993.

Simanullang, Gonti, Baptisan dalam Roh Kudus, Medan: Penerbit Bina Media Perintis, 2003.

81
Snyder Howard, Misi Holistis, Jakarta dan Bandung: Institut for Community and Development
studies (ICDS), 2003.

Sorge, Bob, Mengungkapkan Segi-segi Pujian dan Penyembahan, Yogyakarta: Andi, 1991.

Subgyo, Andreas. B., Pengantar Riset Kuantitatif & Kualitatif , Bandung: Kalam Hidup, 2004.

Sugiri. S. J, dkk, Gerakan Kharismatik Apakah Itu?, Jakarta: BPK-GM, 1982.

Sutherland & Hartman, Pedoman Pemuridan, Bandung:Kalam Hidup, 1976.

Talumewo Steven H, Sejarah Gerakan Pentakosta, Yogyakarta: ANDI, 2008.

Tisera Guido, Spiritualitas Alkitabiah, Malang: DIOMA, 2004.

Wagner, C. Peter, Gereja Saudara Dapat Bertumbuh, Malang: Gandung Mas, 1997.

Walsh, Vincent M., A Key To Charismatic Renewel in the Chatolic Church, Abbey Press: St
Meinrad, 1975.

Wardaya Baskara T., Spiritualitas Pembebasan:Refleksi atas Iman Kristiani dan Praksis
Pastoral, Yogyakarta: Kanisius, 1995.

Warren Rick, Pertumbuhan Gereja Masa Kini, Malang: Gandum Mas, 2003.

Welt, De, Kuasa Roh Kudus, Colloge Press, Joplin, Missiori, tt.

Wilfred, Samuel. J, Kristen Kharismatik, Jakarta: BPK-GM, 2006.

Young Caroline & KoopsenCyndie, Spiritualitas, Kesehatan, dan Penyembuhan, Medan: Bina
Media Perintis, 2007.

Wawancara:

Wawancara dengan Eddy Suwarno pada tanggal 4 November 2018 di GBI Rumah Persembahan
pukul. Ia adalah Gembala Lokal di GBI Rumah Persembahan Medan.

Wawancara dengan Lukman Siregar ia adalah pendeta muda yang bertugas sebagai koordinator
pemuridan di GBI Rumah Persembahan Medan pata tanggal 7 April 2019.

Wawancara dengan R. Surbakti tanggal 26 February 2019 di Pajak Simalingkar Perumnas.

82
Wawancara dengan Mery sebagai tim pelayanan di GBI Rumah Persembahan. Pada tanggal 17
Maret 2019 di GBI Rumah Persembahan Medan.

Wawancara kepada Ria Naibaho pada tanggal 27 November 2018 dan pada tanggal 15 Maret
2019 di kantor sekretariat dengan jam yang berbeda.

Wawancara dengan Vivi sebagai seketaris pribadi yang mempersiapkan segala keperluan
gembala lokal yaitu Eddy Suwarno pada tanggal 20 November 2018 di Kantor Skretaris
Gembala.

Kamus:

Dendy Sugono (Red), Kamus Besar Bahasa Indonesia: Edisi Keempat (Jakarta:Gramedia, 2008)

Riedel K. Kamus Istilah Teologia, Jakarta: BPK-GM, 1997.

Laporan-Laporan:

Buku Diklat Family Altar Gereja Bethel Indonesia.

Buku Panduan Pelayanan Pastoral Gereja Bethel indonesia Rayon IV.

GBI Rumah Persembahan Medan, Buku Peringatan Ulang Tahun GBI Rumah Persembahan
Medan ke 25 Medan:GBI Rumah Persembahan, 2018.

Medan Tuntungan dalam Angka (Medan: BPS Kota Medan 2017)

Warta Sepekan GBI Rumah Persembahan.

Internet:

http://www.rumahpersembahan.org/# diakses pada tanggal, 28 November 2018 pukul 11:30.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/61730/Chapter%20II.pdf;sequence=4
diakses pada tanggal 30 April 2019 pukul 10:30.

Perjalanan dari Rumah Toko ke Rumah Persembahan dalam 24 Tahun, diakses dari
https;//youtu.be/w7reERVME38 pada tanggal 17 November 2018.

83

Anda mungkin juga menyukai