Anda di halaman 1dari 11

Mata Kuliah Ekumenika

STT INTIM Makassar


(Semester Genap 2018-2019)

Stimulating Notes
(dipahami dalam konteks kuliah dan diskusi kelas)

“Pengertian Ekumenika dan Visi Gerakan Ekumene”


(Stimulating Notes Pengantar : Edisi 1)

Pengampu MK: Pdt. Dr. Lidya K. Tandirerung, M.A, M.Th

----------------------------------------------------------------

Etimologi Ekumene

oikos : house hold (seisi rumah)


monos : living together (hidup bersama/bersatu)
oikumene : the whole inhabited world (seluruh dunia yang didiami)

Beberapa bagian alkitab bahasa Yunani yang memakai kata “oikumene” :

Lukas 2:1 : “mendaftarkan orang di seluruh dunia/oikumene”


(bermakna kekaisaran Romawi)
Kis. 17:6 : “orang-orang yang telah mengacaukan seluruh dunia/oikumene telah datang
juga kemari” (bermakna kekaisaran Romawi)
Matius 24:14 : “dan Injil Kerajaan ini akan diberitakan diseluruh dunia/oikumene menjadi
kesaksian bagi semua bangsa, sesudah itu barulah tiba kesudahannya”
(bermakna seluruh dunia yang didiami)

Ekumenika adalah bidang dalam teologi historis-sistematis yang membahas sejarah dan tema-tema dalam
gerakan ekumene serta kontribusinya bagi pergumulan dan pembangunan teologi ekumenis
setempat/lokal

J. L Ch. Abineno (teolog dan tokoh ekumenis Indonesia)


Gerakan Oikumene adalah gerakan untuk mempersatukan kembali gereja-gereja Tuhan yang terpecah-
pecah dan membantu gereja-gereja yang terpecah-pecah itu untuk menampakkan kesatuan mereka dalam
hidup dan pelayanan mereka

Hans Ruedi-Weber (teolog dan tokoh ekumenis dunia)


Gerakan Ekumene adalah gerakan ganda gereja-gereja pada dua lingkaran sepusat (konsentris), dengan
titik pusatnya adalah Allah Tritunggal, lingkaran dalamnya adalah gereja dan lingkaran luarnya adalah dunia
Gerakan ganda yang mengantar gereja-gereja untuk secara kedalam menyatu dalam ibadah menyembah
Allah Tritunggal dan secara keluar saling bantu dalam panggilan pelayanan. Dapat digambarkan
dalam bagan berikut :

1
Logo Gerakan Ekumene
Gereja
Allah

Dunia

Visi Ekumenis Yesus tentang Gereja-Nya:

“ut omnes unum sint” (supaya mereka menjadi satu)


• “supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau ya Bapa di dalam Aku dan Aku di dalam
Engkau, agar mereka juga di dalam kita, supaya dunia percaya, bahwa Engkau yang telah mengutus
Aku” (Yoh. 17:21)
• “dengan ini sekalian orang akan mengetahui bahwa kamu adalah murid-Ku, yaitu jikalau kamu
saling mengasihi (Yoh. 13:35)

Gambaran Rasul Paulus mengenai Gereja sebagai Tubuh Kristus


(Ekklesiologi Ekumenis)
1. Kepelbagaian karunia dan jabatan dalam satu persekutuan
(Rm. 12:4-8; 1 Kor. 12:11-27; Ef. 4:10-11)
2. Kesatuan dalam kepelbagaian (1 Kor. 10:6-17 – statement of unity)
3. Persekutuan yang berdasarkan kasih dan kesetaraan (1 Tes. 4:9; Gal. 3:28)
4. Injil mempersatukan semua orang dalam satu persekutuan (Ef. 3:6)
5. Dipersekutukan dalam iman, pengharapan dan panggilan (Ef. 4:4-6)
6. Kristus menjadi sumber hidup dan kepala persekutuan (Ef. 4:16; Kol. 1:18; Kol. 2:19; Kol 3:13)

Teologi Ekumenis adalah pemahaman bersama gereja-gereja tentang Allah dan tentang panggilan gereja
sebagai tubuh Kristus untuk menyampaikan Injil Kabar Baik kepada dunia. Dalam pengembangan universal
maupun kontekstual-nya, pilar-pilar teologi ekumenis dibangun melalui :

1. Usaha membandingkan dan menyatukan paham mengenai iman dan tata gereja
(faith dan order) – berorientasi pada keesaan struktural
2. Usaha membangun kesamaan visi dan misi serta saling tunjang dalam kesaksian dan pelayanan
(mission, life and work) – berorientasi pada keesaan fungsional

Sidang Raya DGD IV Uppsala 1968:

Oikumene diarahkan kepada konsepsi “rumah kehidupan” (household of life) yang inklusif, sebuah teologi
kehidupan yang bukan hanya semata-mata urusan kalangan gerejawi tetapi sebagai gerakan sederap
gereja-gereja bersama masyarakat (dimensi dialogis gerakan ekumene) bagi masalah-masalah
kemanusiaan. Metafor rumah adalah simbol komprehensif ekumene, sebuah visi yang jangkauannya
melampaui hubungan-hubungan dalam persekutuan Kristen dan umat manusia, dan berpuncak pada
penyingkapan rahasia kehendak Allah dalam Kristus:
“sebagai persiapan kegenapan waktu untuk mempersatukan didalam Kristus sebagai
Kepala Gereja segala sesuatu, baik yang di sorga maupun yang di bumi” (Ef. 1:10)

2
SEKILAS SEJARAH GERAKAN EKUMENE GLOBAL
(Stimulating Notes Pengantar : Edisi 2)
---------------------------------------------------------

Sejarah Gerakan Ekumene Global secara umum dibagi atas tiga bagian :

1. Pra sejarah gerakan oikumene (tengah abad ke-19 sampai era PD I)


2. Era konperensi-konperensi ekumenis sedunia (Panitia2 – PD II, 1939)
3. Era berdirinya Dewan Gereja Sedunia

I. PRA SEJARAH GERAKAN EKUMENE

• Konsili Oikumenis Nicea (325)


• Skisma Gereja Barat dan Timur (1054)
• Inisiatif pembentukan badan-badan Kristen internasional dipacu oleh :

1. kesadaran untuk mengakhiri perpecahan yang sangat besar pengaruh


2. realitas kapitalisme, kemiskinan, penderitaan (kaum buruh yang tidak diperhatikan
akhirnya memilih keluar dari gereja),
3. kesulitan yang dialami di daerah-daerah sending, khususnya di Asia dimana terjadi
perjumpaan yang intens antara pekerjaan PI/ajaran Kristen ditengah jutaan penganut
“agama-agama dunia” lainnya

• Perubahan tidak bisa dilakukan sendiri tetapi mesti bersama-sama diantara badan-badan
ekumenis dunia seperti : Alieansi Evangelis – 1845 dari Gerakan Kebangunan Injili – Revivalis;
Persekutuan Gereja2 Presbiterian, Metodis, Baptis, tengah abad 19; Lembaga Alkitab pertama di
Inggris, Young Men Christian Association, Young Women Christian Association, World Student
Christian Federation (1895), dsb

• Tonggak Sejarah Gerakan Ekumene :


Konferensi EDINBURG (1910) – Pionir : Jhon Mott (Gereja Metodist)
dengan penekanan missioner pada :

1. penyampaian berita Injil ke seluruh dunia


2. gereja di daerah Pekabaran Injil
3. pengkristenan kehiudpan nasional
4. Pi dan agama-agama lain
5. persiapan pekerja-pekerja sending
6. home base dan pekerja sending
7. sending dan pemerintah
8. kerjasama dan usaha memajukan kesatuan

• Tonggak ini disebut “konferensi ibu” dari gerakan oikumene modern


• Didalamnya terbentuk Dewan Pekabaran Injil Internasional

3
II. PHASE KONPERENSI EKUMENIS SEDUNIA

• Tonggak : Konperensi Tambaram (India) 1938 (kontinuitas Upsala – seputar penekanan tema
“orang Krsiten, panggilan kemasyarakatan dan hukum internasional, Swedia 1917, Yerusalem
1928, )”
• Didalamnya terjadi pergeseran paradigma Pekabaran Injil:

1. pemikiran ulang dibidang pekabaran Injil


2. mempersatukan pandangan Kristen untuk kebenaran nurani, kebebasan beragama dan
Pekabaran Injil (PI)
3. menciptakan keadilan dalam hubungan internasional
4. study intensif tentang aras ber-PI
5. penyelennggaraan konferensi Pekabaran Injil Sedunia

Muncul beberapa momentum tematik seperti :


• Dr. Kraemer tentang “otoritas iman”, sehingga terbit tulisan:
The Christian Message in a Non-Christian World
• Konferensi Geneva 1920 : Dewan Ekumene untuk Life and Work
• Konferensi Lusanne1927: Dewan Ekumene untuk Faith and Order

III. PHASE PEMBENTUKAN DEWAN GEREJA-GEREJA SE-DUNIA


(DGD) /WORLD COUNCIL OF CHURCHES (WCC)

• Dr. Visser Hoft : Berdasarkan pelajaran dari sejarah Gereja Katolik; pertanyaan : apakah diperlukan
konsep “Super church”?
• Oxford : dibentuk Panitia Persiapan – Panitia 14
• Utrecht 1938 : dibentuk Dewan Persiapan dan diberi otoritas untuk mempersiapkan Konferensi
Pekabaran Injil
• Sidang Raya Dewan Oikumene 1941 memilij Sekjen sementara : Dr. Visser Hoft
• Tema pengikat : “Solidaritas Kristen dan keterikatan Ekumenis”
• Tema Amsterdam, Agustus 1948 : “Kekacauan dunia dan rencana penyelamatan Allah”
• Terbentuklah Dewan Gereja se-Dunia pada 23 Agustus 1948
(dihadiri 351 utusan dari 141 gereja), dengan visi dan misi :

1. mewujudkangereja yang universal


2. rencana penyelamatan Allah dan kesaksian gereja
3. gereja dan kebobrokan hidup pergaulan kita
4. gereja dan persoalan internasional

• keterlibatan gereja Ortodoks tetapi tidak gereja Katolik (ada beberapa personal attendants)
• Wujud : Persekutuan Gereja-gereja dan bukan institusi “super church”

Additional Notes :

4
SEJARAH GERAKAN EKUMENE DI ASIA
(Stimulating Notes Pengantar : Edisi 3)
-----------------------------------------------------------------

• Perjalanan Barnabas dan Paulus ke Asia Kecil (Turki) oleh/atas nama “gereja Anthiokia”
(band Kis. 11:26)
• Catatan historis : Rasul Thomas dijual ke India sebagai budak seoraang pedagang yang bernama
Habban yang datang ke Yerusalem untuk mencari tukang kayu. Tomas memberitakan Injil mulai
di Malabar pada tahun 52M, dan dipercaya sebagai cikal bakal berdirinya Gereja Marthoma
(Marthoma Church) di India

• Sejarah berdirinya Dewan Gereja se-Asia

1. Konferensi Edinburg 1910 diikuti oleh banyak badan missi di Asia dan berbagai denominasi gereja.
Salah satu diantaranya adalah peserta bernama V.S. Azariah dari India. Beliau mulai mendorong
pendirian National Councils di berbagai Negara.
2. The International Missionary Council (1921) memegang peran penting dalam percepatan gerakan
oikumene di Asia. Sidang IMC pada tahun 1938 di Tambaram, Madras memutuskan untuk
membentuk “Far Eastern Office” (Kantor untuk Timur Jauh)
3. Pecahnya PD II menginterupsi proses sampai pada saat IMC kembali bertemu tahun 1946 dan saat
itulah NCCs India dan Cina mengajukan proposal pendirian East Asia Regional Committee.
Akhirnya WCC dan IMC membentuk Joint Committee untuk mempersiapkan rencana ini. Ketua
Panitianya Rajah B. Manikam dari India dan S.C Leung dari Cina
4. Awal dari kegerakan ekumenis bersama gereja-gereja se-Asia adalah dilaksanakannya the Eastern
Asia Christian Conference (EACC) di Wattana Wittaya Academy di Bangkok, 3-11 Desember 1949
yang disponsori oleh WCC dan IMC. Temanya adalah “The Christian Tasks in a Changing East
Asia”
5. Dalam pertemuan itu juga, New Zealand dan Australia menyatakan keinginan untuk bergabung
meski sempat mendapat pertimbangan yang alot dari peserta.
6. Salah satu issue yang berkembang adalah agar WCC dan IMC segera memberikan kepercayaan dan
kewenangan kepada kepemimpinan regional Asia untuk lebih mendorong partisipasi oukumenis
mereka pada level Asia dan global
7. Selanjutnya, sebuah momentum baru terjadi melalui sebuah konferensi EACC yang difasilitasi oleh
WCC dan IMC di Prapat, Indonesia pada 17-26 Maret 1956, yang pertama kalinay mengundang dan
melibatkan ‘layperson’ dalam gereja untuk mengambil bagian aktif dalam conference. Thema “The
Common Evangelistic Task of the Churches in East Asia’
8. Beberapa isu berkelanjutan yang ditekankan:

1. Bagaimana mestinya wujud apostolic dari gereja2 dan orang Kristen di Asia
2. Memahami maksud Tuhan bagi sejarah gerejaNya dan tantangan kehidupan Kristiani
3. Pertimbangan nilai, kepercayaan, struktur masyarakat dan kebudayaan dalam mana
manusia Kristen hidup dan berkarya
4. Pergelutan kemurnian iman Kristen, keyakinan tentang Allah dan wujud ketaatan yang
dituntut dalam konteks Asia

5
9. Seiring perjalanan sejarah, dalam EACC 5th Assembly di Singapore, EACC berubah nama menjadi
Christian Conference of Asia (CCA) untuk memperluas area identitasnya ke seluruh Asia. Salah satu
Presidium yang terpilih ketika itu adalag bapak T.B Simatupang dari Indonesia.
10. Perhatian utama CCA seterusnya adalah dalam kaitan dengan isu “social justice’. Bahwa ‘first
liberation’ dari orang Asia adalah dari kekuasaan colonial, tetapi ‘the second liberation’ yang
didalamnya CCA mesti berperan adalah pembebasan rakyat untuk menetukan nasibnya sendiri.
11. Assembly CCA ke 12 di Chiangmai, Thailand yang termasuk memutuskan untuk memindahkan
kantor CCA dari Hongkong ke Chiangmai karena alasan financial/maintenance.

6
SEJARAH GERAKAN OIKUMENE DI INDONESIA
(Stimulating Notes Pengantar : Edisi 4)

1. Semangat pergerakan oikumene di Indonesia tidak terlepas dari kehadiran Todung Sutan
Gunung Moelia di International Missionary Conference di Yerusalem tahun 1928, sebagai satu-
satunya utusan pribumi bersama dua tenaga zending asing dari Belanda Dr. H. Kraemer dan Dr.
van Andel. Selanjutnya kehadiran utusan Indonesia meningkat menjadi 14 orang dalam
konperensi IMC di Tambaram.

2. Berdasarkan semangat Tambaram, tercetuslah konsep tentang Dewan Gereja-gereja dan Zending
pada tanggal 13 Desember 1939. Namun intervensi PD II yang berdampak politis terhadap
Indonesia maka keinginan pembentukan ini belum sempat terwujud, tetapi tetap mengendap
dalam kalbu para pemimpin gereja di Indonesia seperti Dr. Moelia, Raden Oerip, Tan Po Goan, Dr.
J. Leimena dan Ds. Moendoeng. Konferensi Gerakan Mahasiswa se-Asia pada tanggal 6-14
September 1933 di Citeureup menjadi salah satu penyemangat keinginan membentuk wadah
oikumenis ketika itu.

3. Beberapa inisiatif lokal dimulai:


1. Atas inisiatif Ds. Basuki Probowinoto dibentuklah Dewan Permusyawaratan Gereja-
gereja Kristen di Indonesia yang bertempat di Jogjakarta.
2. Pada bulan Maret 1947 dibentuklah Majelis Usaha Bersama Gereja-gereja Kristen di
Indonesia sebagai wadah berkumpul gereja-gereja di Indonesia Timur dengan
sekretaris dijabat oleh Ds. W.J. Rumambi. Moment pembentukan wadah ini dikenal
dengan Konferensi Malino.
3. Atas inisifatif Ds. T. Sihombing maka dibentuklah wadah dari Dewan Gereja-gereja di
Sumatera pada tahun 1949

4. Atas inisiatif beberapa tokoh sentral gerakan oikumene di wilayah-wilayah, termasuk yang dikenal
dengan ‘Nota Rumambi’, diadakanlah persiapan yang matang maka didirikanlah Dewan Gereja-
gereja di Indonesia (DGI) oleh 29 gereja pendiri pada tanggal 25 Mei 1950 dengan kebaktian
peresmiannya di gereja Imanuel, Jakarta. Terpilih sebagai Ketua pertama Prof. Dr. Todung Sutan
Gunung Moelia dan Sekum pertama Ds. W.J Rumambi (Ds. Rumambi dari GMIM pernah menjadi
Menteri Penghubung DPR/MPR dari jalur Parkindo dan Menteri Penerangan RI pada tahun 1966)

5. Dalam AD dan ART DGI ketika itu dicantumkan bahwa tujuan pembentukannya adalah untuk
“mewujudkan satu gereja Kristen yang Esa di Indonesia”. Lima ciri pokok dari GKYE adalah:

1. Satu Pengakuan Iman


2. Satu wadah bersama
3. Satu tugas panggilan dalam satu wilayah bersama
4. saling mengakui dan saling menerima
5. saling menopang

6. Sebagai upaya artikulasi dari pergerakan kebersamaan oikumenis gereja-gereja di Indonesia,


muncullah konsep untuk menyusun Tata SINOGI dan Pengakuan Iman Bersama dalam SR VI DGI
1967 di Makassar namun belum mencapai kesepakatan. Salah satu agenda oikumenis mendasar
ketika itu adalah kecenderungan arah pergerakan oikumenis di Indonesia:

7
1. kecenderungan untuk mengutamakan “keesaan rohani dalam Kristus” dan karena itu
enggan membahas hal-hal yang menjurus kepada penyatuan secara structural
organisatoris
2. kecenderungan untuk mengutamakan keesaan structural organisasi dank arena itu kurang
sabar terhadap segala perbedaan dan sikap mempertahankan identitas masing-masing

7. Dalam perkembangan selanjutnya, gereja Anggota PGI yang telah bertambah menjadi 54 gereja
dalam Sidang Raya X di Ambon telah sepakat meningkatkan DGI menjadi Persekutuan Gereja-
gereja di Indonesia. Hal ini merupakan penegasan bahwa gereja-gereja di Indonesia sedang
berusaha mencari format pergerakannya sebagai “gereja yang mengesa”.
8. Dalam Sidang Raya XII PGI di Jayapura, Oktober 1994, Lima Dokumen ke-Esaan Gereja (LDKG)
disahkan sebagai peningkatan dan pemantapan dari naskah yang dihasilkan oleh SR XI PGI di
Surabaya, 1989. LDKG terdiri dari:
1. Pokok-pokok Tugas Panggilan Bersama (PTPB)
Dokumen ini memuat misi bersama gereja-gereja di Indonesia untuk
memberitakan Injil kepada segala makhluk lewat ungkapan tanggung jawab
kristiani terhadap keadilan,perdamaian dan keutuhan ciptaan. Misalnya,
komitmen untuk turut mengatasi persoalan kemiskinan dan ketidakadilan.

2. Pemahaman Bersama Iman Kristen (PBIK)


Dokumen ini dipandang sebagai salah satu dokumen sentral karena memuat
pemahaman bersama tentang pokok-pokok kepercayaan Kristen seperti
pemahaman tentang Tuhan Allah, Penciptaan, Manusia, Penyelamatan,
Kerajaan Allah dan Hidup Baru, Gereja dan Alkitab

3. Piagam Saling Mengakui dan Saling Menerima (PSMSM)


Dokumen ini merupakan upaya pelembagaan praktik-praktik kehidupan
persekutuan antar gereja dalam menyikapi kemajemukan corak dan pola
beribadah di berbagai denominasi gereja.
Muatannya adalah kesiapan gereja-gereja untuk saling menerima dan
mengakui hal-hal disekitar Keanggotaan Gereja, Sakramen, Disiplin Gereja,
Pemberkatan Nikah, Penguburan/Pengabuan, dsb. Misalnya, komitmen gereja
anggota PGI untuk tidak melaksanakan pembaptisan ulang dalam hal
perpindahan keanggotaan

4. Tata Dasar Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia


Dokumen ini memuat aturan-aturan yang disepakati bersama dalam menata
kebersamaan dalam wadah PGI. Misalnya, kesediaan mencantumkan “Anggota
PGI” dibelakang nama gereja, Kepengurusan dan keterwakilan unsur-unsur
wanita, pemuda dan kaum awam gereja dalam kepengurusan, PGI Wilayah, dsb.

5. Menuju Kemandirian Teologi, Daya dan Dana


Dokumen ini memuat pedoman dan gagasan-gagasan pengembangan Teologi,
Daya dan Dana dalam pengelolahan kehidupan bergereja. Jiwa dibalik
dokumen ini adalah memahami “kemandirian” sebagai ketergantungan penuh
kepada Tuhan yang akan mewujudkan karya dan berkatNya melalui komitmen
saling memberi dan menerima, saling membagi dan saling menopang dari
gereja-gereja Tuhan di Indonesia. Hal ini termasuk upaya semakin
meminimalkan ketergantungan kepada badan-badan zending/misi dari luar
8
negeri dan panduan pengembangan teologi dalam perjumpaan dengan budaya
lokal (kontekstualisasi)

9. Dalam SR XIV PGI, Wisma Kinasih 29 Nov s.d 5 Desember 2004, dilakukan penataan
ulang LDKG tersebut menjadi DKG (Dokumen Keesaan Gereja) dengan komposisi:
Prasetya Keesaan
PTPB (2004-2009)
PBIK
Oikumene Gerejawi (OG)
1. Konsep Dasar Keesaan Gerejawi
2. Saling Mengakui dan Saling Menerima
3. Saling Menopang di Bidang Daya dan Dana
Tata Dasar Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia

10. Gagasan “Oikumene Gerejawi” dalam DKG

 Penegasan “OG” sebagai sebuah keyakinan bahwa Yesus Kristus yang sama telah menjadi
Tuhan yang membudaya dan diterima akrab dalam komunitas orang percaya dengan
kebudayaannya masing-masing
 Yesus Kristus menjadi “pengesa” dari suatu keesaan yang sangat majemuk dan
merangkum semua manusia dengan segala kekayaan budayanya
 Mengupayakan agar keesaan makin nyata di Indonesia dan mencakup semua gereja
termasuk gereja-gereja di luar PGI
 Kedalam tangan Sang “Pengesa”, gereja-gereja mempersembahkan semua individualisme,
primordialisme dan eksklusifisme berbasis ras, etnis, budaya, ajaran, denominasi, wilayah
struktural/instutisional; agar mendapat tempatnya yang benar, yaitu sebagai elemen
kemajemukan yang menghidupkan dan memperkaya kesatuan
 Pengakuan bahwa ketertutupan dan perpecahan adalah pengingkaran terhadap Yesus
Kristus sebagai satu-satunya dasar keesaan gereja. Ketertutupan pada dasarnya adalah
penyaliban Kristus kembali
 Pengakuan bahwa keesaan bukanlah keseragaman, dan bukan juga kemajemukan yang
didominasi oleh kekuatan tertentu
 Pemberian “bentuk” pada “OG” sangat ditentukan oleh:
 DERAJAT KONEKTIVITAS antar anggota tubuh dan seluruh tubuh dengan
Sang Kepala (1 Kor. 12)
 AKUNTABILITAS GEREJAWI sebagai wujud “kebertanggung-jawaban” kita
satu terhadap yang lain, tanggung jawab kepada dunia dan kepada Tuhan

12. FRONT LINE” KONEKTIVITAS & AKUNTABILITAS


 Penggalangan AKTIVIS EKUMENE GEREJAWI (AOG)
 Pengembangan SENTRA-SENTRA EKUMENIS GEREJAWI di semua aras dan
lingkup (lokal, wilayah, regional, nasional)

13. TEMA-TEMA SENTRAL GERAKAN OIKUMENE GLOBAL


 Justice, Peace and Integrity of Creation (Keadilan, Perdamaian dan Keutuhan
Ciptaan)
 Decade of Churches in Solidarity with Women (Dekade Gereja-gereja dalam
Solidaritas dengan Perempuan, 1990-2000)
9
 Decade to Overcome Violence (Dekade Mengatasi Kekerasan, 2000-2010)
 God of Life, Lead Us to Justice and Peace (2013)

Disarikan dari beberapa sumber oleh Pdt. Lidya K. Tandirerung


untuk kebutuhan kuliah Pengantar Sejarah Gerakan Ekumene
dalam mata kuliah Ekumenika
STT Intim Makassar
(hanya dapat dipahami dalam konteks kuliah dan diskusi kelas)

10
11

Anda mungkin juga menyukai