Anda di halaman 1dari 44

STUDI TENTANG PENGGUNAAN LAGU-LAGU POP ROHANI DALAM IBADAH DI

JEMAAT GMIT AGAPE

Oleh

Nuke Angelya Laning

712011028

TUGAS AKHIR

Diajukan kepada Program Studi Teologi, Fakultas Teologi

guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains Teologi
(S.Si Teol)

PROGRAM STUDI TEOLOGI

FAKULTAS TEOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

2016

1
2
3
4
5
MOTTO

“Pohon yang bertumbuh tinggi selalu bermula dari tanaman yang kecil
kalau-kalau ada yang merawat hingga menuju pada puncak ketinggian
pohon dapat melihat segalanya dari atas tetapi ia tidak boleh lupa bahwa
dahulu ia hanyalah sepetak tanaman kecil yang dirawat oleh Sang Pencipta.
Orang dapat mengerti kalau keberhasilan jangan membuat Nuke merasa
puas dan tinggi hati, orang harus menghargai proses dimana ia dahulu
memulainya dan bagaimana Sang Pencipta berproses dalam
keberhasilannya”

(PAPA)

“Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan


kekekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia tidak dapat menyelami
pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir”

(Pengkhotbah 3 : 11)

“Takut akan Tuhan adalah permulaan pengetahuan tetapi orang bodoh


menghina hikmat dan didikan”

(Amsal 1:7)

6
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat dan rahmatNya yang begitu
besar sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini tepat pada waktunya dengan judul
“Studi tentang Penggunaan Lagu-lagu Pop Rohani dalam Ibadah di Jemaat GMIT Agape”
Tugas akhir ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk menyelesaikan
Program Sarjana Fakultas Teologi di Universitas Kristen Satya Wacana.
Dalam penyusunan Tugas Akhir ini penulis banyak mendapat saran, dorongan dan bimbingan
serta keterangan-keterangan dari berbagai pihak berupa pengalaman yang tidak dapat diukur
secara materi. Oleh karena itu dengan kemurahan dan kebaikan Tuhan Yesus Kristus maka
penulis dapat menjalani proses dalam penyelesaian tugas akhir ini, untuk itu dengan segala
hormat dan kerendahan hati maka penulis juga mengucapkan terima kasih kepada berbagai
pihak yang telah memberikan fasilitas, membantu, membina dan membimbing penulis dalam
menyusun tugas akhir ini sampai selesai. untuk itu ucapan terima kasih penulis ditujukan
kepada :
1. Ibu pdt Dr. Retnowati selaku dosen pembimbing 1 yang telah meluangkan waktu
dan tenaga untuk membimbing, memotivasi dan senantiasa mendoakan penulis
dalam mengerjakan tugas akhir
2. Bapak Pdt. Dr. Ebenhaizer Nuban Timo selaku pembimbing 2 yang telah
meluangkan waktu untuk membimbing secara rinci, memotivasi penulis sampai
pada proses penyelesaian tugas akhir.
3. Seluruh dosen dan pegawai TU Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya
Wacana yang telah membantu penulis dengan penuh kesabaran mulai dari awal
proses perkuliahan sampai pada penyelesaian tugas akhir ini sebagai syarat
mencapai gelar sarjana pada waktu yang tepat.
4. Papa, Mama, Mario dan Sally serta seluruh kerabat keluarga besar Laning dan
Folla yang senantiasa memberi dukungan baik secara materi maupun non-materi
bagi penulis, memberikan semangat dan juga mendoakan penulis.
5. Seluruh anggota jemaat GMIT Agape sebagai lokasi penelitian terkhususnya bagi
pendeta, evangelis dan beberapa perwakilan anggota jemaat dari komisi kaum
bapak, komisi kaum wanita, komisi pemuda dan komisi remaja yang telah
membantu menyelesaikan tugas akhir ini sebagai narasumber.
6. Sahabat-sahabat angkatan 2011 Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya
Wacana yang selalu memberikan motivasi bagi penulis dalam suka-duka selama

7
kurang lebih 4 tahun dan menjadi bagian dalam kehidupan penulis sampai pada
penulisan tugas akhir ini.
7. Sahabat-sahabat terdekat penulis yakni Clara Latupeirisa, Ina Gorang Mau , Indah
Sinaga, Vanda Allouw, Ryan Therik, Nirwa Awang, Chicha Mayor, Daud
Lisnahan, Frisno Matalu dan Jenn Wattimena yang selalu setia mendampingi
penulis dan memberi semangat bagi penulis untuk menyelesaikan tugas akhir.
8. Sahabat-sahabat yang berada di Kos Adelphous yang telah memberi dukungan
serta menjadi penyemangat bagi penulis untuk menyelesaikan tugas akhir ini.
Dalam penyusunan tugas akhir ini, penulis menyadari masih terdapat banyak
kekurangan oleh karena keterbatasan ilmu pengetahuan dan wawasan serta pengalaman yang
penulis miliki. Untuk itu tidak menutup kemungkinan bagi penulis untuk menerima segala
saran dan kritikan serta masukan yang bermanfaat. Akhir kata semoga dapat bermanfaat bagi
penulis sendiri, institusi pendidikan dan masyarakat luas.

Salatiga_________________

Nuke Angelya Laning

8
DAFTAR ISI
1 PENDAHULUAN ...................................................................................................................... 11
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................ 11
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................... 15
1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................................... 16
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................................. 16
1.5 Metode Penelitian .................................................................................................... 16
1.6 Sistematika Penulisan ............................................................................................. 16
2 TEORI ........................................................................................................................................ 17
2.1 Pengertian dan Fungsi Ibadah ............................................................................... 17
2.2 Pengertian Liturgi ................................................................................................... 18
2.3 Pengertian Musik Gerejawi.................................................................................... 20
2.4 Pengertian Identitas ................................................................................................ 24
3 DATA LAPANGAN .................................................................................................................. 27
3.1 Profil GMIT Agape ................................................................................................. 27
3.2 Penggunaan Lagu-lagu pop rohani dalam Ibadah di Jemaat GMIT Agape. .... 28
3.3 Manfaat Positif Lagu-lagu Pop Rohani dalam Pertumbuhan Iman Jemaat
GMIT Agape ....................................................................................................................... 32
4 PEMBAHASAN DAN ANALISA ............................................................................................. 34
4.1 Penggunan Lagu-lagu Pop rohani dalam Ibadah di Jemaat GMIT Agape....... 34
4.2 Manfaat Lagu-lagu Pop Rohani bagi Pertumbuhan Iman Jemaat GMIT Agape
39
5 KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................................................... 42
5.1 Kesimpulan .............................................................................................................. 42
5.2 Saran......................................................................................................................... 42
Daftar Pustaka ..................................................................................................................................... 43

9
STUDI TENTANG PENGGUNAN LAGU-LAGU POP ROHANI DALAM IBADAH DI
JEMAAT GMIT AGAPE

Nuke Angelya Laning, 712011028

ABSTRAK

Penggunaan nyanyian-nyanyian dalam liturgi ibadah sangat penting. Nyanyian-


nyanyian yang menjadi pilihan dalam rangkaian tata ibadah menentukan suasana
berlangsungnya ibadah tersebut baik itu ibadah minggu maupun ibadah harian. Begitu pula
yang dirasakan oleh Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) dengan berbagai tata aturan dan
rangkaian tradisi yang dijalankan setiap jemaat GMIT. Tradisi GMIT dalam hal penggunaan
nyanyian-nyanyian memiliki catatan penting bahwa perlu untuk menyeimbangkan nyanyian-
nyanyian seperti Kidung Jemaat (KJ), Pelengkap Kidung Jemaat (PKJ) atau Nyanyian
Kidung Baru (NKB) dan nyanyian-nyanyian yang bernuansa pop rohani. Namun salah satu
jemaat GMIT yakni gereja GMIT Agape memberi warna berbeda dalam suasana peribadatan
dalam hal penggunaan lagu-lagu pop rohani yang dominan sehingga penelitian ini
dilatarbelakangi oleh karena ketidakseimbangan penggunaan nyanyian-nyanyian dalam
ibadah di jemaat GMIT Agape yang tidak sesuai dengan tradisi GMIT. Penelitian ini
bertujuan untuk mendeskripsikan alasan mengapa jemaat GMIT Agape menggunakan lagu-
lagu pop rohani dalam ibadah dan manfaat positif lagu-lagu pop rohani bagi pertumbuhan
iman jemaat. Metode penelitian yang digunakan ialah deskriptif dengan pendekatan kualitatif.
Penggunaan nyanyian-nyanyian dalam liturgi ibadah di GMIT Agape membawa manfaat
positif bagi pertumbuhan iman jemaat namun belum memenuhi rangkaian tradisi GMIT
untuk penyeimbangan nyanyian-nyanyian tersebut namun disisi lain menjadi suatu
sumbangan bagi jemaat GMIT yang lain untuk meninjau kembali buku-buku nyanyian demi
kebutuhan jemaat

Kata kunci : Ibadah, lagu-lagu pop rohani, GMIT Agape.

10
STUDI TENTANG PENGGUNAAN LAGU-LAGU POP ROHANI DALAM IBADAH
DI JEMAAT GMIT AGAPE

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gereja Masehi Injili di Timor atau biasa dikenal dengan sebutan GMIT merupakan salah satu
gereja dari gereja-gereja di Indonesia yang tergabung dalam Persekutuan Gereja-gereja di
Indonesia (PGI). GMIT yang terletak bagian timur Indonesia lebih tepatnya provinsi Nusa
Tenggara Timur (NTT) memiliki kurang lebih 2000 jemaat dan 44 klasis. Jemaat GMIT terdiri
dari jemaat pribumi antara lain suku Timor, Sabu, Rote, Alor, Flores dan lain sebagainya dan
dari sejumlah GMIT yang ada di kota Kupang, setidaknya ada salah satu jemaat GMIT memiliki
warna yang berbeda dibandingkan gereja GMIT yang lain yaitu jemaat GMIT Agape karena
sebagian besar terdiri dari jemaat Tionghoa dan sebagian kecilnya ialah jemaat pribumi
berdasarkan jumlah anggota jemaat Tionghoa 187 Jiwa dan jemaat Pribumi 105 Jiwa. Ada
denominasi etnis yang terjadi, perpaduan orang-orang Tionghoa dan orang-orang pribumi
tentunya telah melalui proses sejarah yang cukup panjang sehingga terbentuknya GMIT Agape.
Jemaat GMIT Agape awalnya merupakan pecahan dari gereja GMIT Kota Kupang. Kemudian
orang-orang Tionghoa bergabung dengan jemaat pribumi dan membentuk sebuah vocal group
bernama Imanuel. Vocal group Imanuel ini berusaha untuk membantu pembangunan gereja
dengan mencari dana tetapi di mata jemaat pribumi keberadaan orang-orang Tionghoa tidak
diperhitungkan sehingga timbul ketidaknyamanan di antara jemaat pribumi dan jemaat
Tionghoa. Pada tahun 1968 orang-orang Tionghoa bertemu dengan seorang pendeta bernama
Stephen Tong ketika sedang melakukan Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) di Gereja Kota
Kupang. Tong bertemu dengan orang-orang Tionghoa di jemaat Kota Kupang dan memberi
dorongan bagi mereka untuk bertumbuh dalam pelayanan.

Orang-orang Tionghoa suka sekali bernyanyi dan membuat mereka membentuk paduan suara
yang diberi nama Pelita, namun pelayanan mereka melalui paduan suara yang dibentuk membuat
orang-orang pribumi semakin tidak menyukai keberadaan orang-orang Tionghoa akan tetapi hal
itu tidak menyurutkan semangat orang-orang Tionghoa dalam bernyanyi. Bagi orang-orang
Tionghoa bernyanyi saja tidak cukup. Ada kerinduan untuk melayani sesama Tionghoa dan
dilayani oleh orang Tionghoa dan dari kerinduan inilah yang membuat mereka mencari pelayan
orang Tionghoa untuk melayani mereka, pelayan biasa mereka sebut sebagai hamba Tuhan. Pada
tahun 1969 ada seorang pelayan yang berasal dari SAAT orang Tionghoa pandai berbahasa

11
mandarin melakukan pelayanan di Gereja Kota Kupang. Orang-orang Tionghoa mulai
bertumbuh dan memiliki tekad untuk hidup “mandiri”. Tekad itu dimulai dari mencari dana
untuk membeli sebuah tempat agar dijadikan sebagai Pos Pekabaran Injil (PI). Setelah memiliki
pos PI, pada saat itu belum dilayani oleh pendeta melainkan penginjil-penginjil dari SAAT dan
oleh karena pos PI yang telah berjalan dengan baik mengakibatkan jumlah jemaat semakin
banyak maka jemaat Tionghoa mula-mula tersebut memiliki keinginan untuk membangun gereja
sendiri dan akhirnya tekad dari orang-orang Tionghoa untuk membangun gereja sendiri dengan
cara meminta permohonan izin kepada Gubernur NTT namun pada waktu itu ditolak hingga
sampai pada tingkat pengadilan tapi pada akhirnya atas keputusan dari pihak sinode maka jemaat
diperbolehkan untuk membangun gereja namun dengan tiga syarat yakni, 1) harus di bawah
naungan GMIT, 2) harus berbaur dengan jemaat pribumi 3) tidak diperbolehkan membawa
masuk cunghae chungi ke dalam gereja1.

Proses sejarah yang cukup panjang dan pada akhirnya GMIT Agape mulai terbentuk dan
berdiri sendiri sejak tahun 1980 dengan mayoritas jemaat Tionghoa. GMIT Agape membawa
warna yang berbeda dibandingkan dengan gereja GMIT yang lainnya. Pasalnya, perbedaan itu
mulai terlihat dari struktur organisasi. Sejak GMIT Agape mulai berdiri, kepemimpinan dalam
struktur organisasi tidak dipimpin oleh seorang pendeta melainkan dipimpin oleh seorang warga
jemaat dan hal ini diteruskan sampai periode saat ini (2014-2017). Perbedaan yang lain juga
terdapat dalam suasana peribadatan, tata ibadah yang digunakan tetap sama dengan tata ibadah
GMIT namun isinya yang berbeda. Isi yang berbeda itu terdapat pada nyanyian-nyanyian jemaat
yang digunakan bukanlah nyanyian-nyanyian yang sama dengan gereja GMIT pada umumnya.
Perbedaan GMIT Agape membuat penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut salah satu
perbedaan yakni suasana peribadatan GMIT Agape dengan warna tata ibadah yang berbeda. Tata
ibadah lebih khusus pada unsur tata ibadah yakni nyanyian-nyanyian yang digunakan menjadi
unsur penting dalam peribadahan karena menyanyi dan memuji Tuhan merupakan pelayanan
utama di dalam kebaktian gereja karena setelah di surga kelak, nubuat akan berhenti, khotbah
akan berakhir namun nyanyian dan puji-pujian tidak akan berakhir.2 Kutipan dari Karl Barth
mengenai hakikat gereja bahwa pada dasarnya “Gereja adalah umat yang bernyanyi, Gereja yang
tidak bernyanyi bukanlah gereja”3. Gereja tidak terlepas dari nyanyian-nyanyian yang ada
dalamnya jadi bayangkan apabila gereja tidak memiliki nyanyian-nyanyian jemaat maka ada
sesuatu yang hilang. Nyanyian ialah suatu perpaduan yang harmonis antara lagu dan syair yang

1
Hasil wawancara dengan para “Jemaat dan Penginjil mula-mula” 30 juli 2015 pukul 10-12:30 dan
17:00-20:30.
2
Madrasah Alkitab Asia Tenggara Malang. Puji-Pujian Kristen (Malang, 1976), 1.
3
Ismail, Andar. Selamat Melayani Tuhan.( Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009), 19,20.

12
isinya memiliki arti dan makna tertentu4. Jadi gereja yang tidak bisa terlepas dari nyanyian-
nyanyian yang memiliki arti dan makna hidup saat umat datang dan menyembah kepada Tuhan
melalui nyanyian-nyanyian tersebut. Tradisi gereja yang bernyanyi adalah kelanjutan dari agama
Yahudi yang memberi ruang penting bagi kedudukan nyanyian dalam Ibadah di Bait Allah 5.
Seperti misalnya, Perjanjian Lama telah menguraikan adanya nyanyian-nyanyian umat seperti
kitab Mazmur yang merupakan kitab nyanyian umat Israel dan doa yang dipanjatkan kepada
Allah, nyanyian dalam kitab Mazmur itu berupa pujian dan ratapan dari umat Israel kepada Allah
sebagai rasa ungkapan syukur dan pengalaman-pengalaman iman yang dialami oleh umat Israel,
sehingga Mazmur memiliki tempat dalam liturgi di ibadah di Sinagoge. Tidak hanya berpatokan
pada kitab Mazmur ada pula Nyanyian-nyanyian yang ada di dalam Perjanjian Lama, nyanyian
Musa dan Miryam (Kel 15), nyanyian syukur Hizkia, Nyanyian Debora (Hak 5) Nyanyian Hana
(1 Sam 2)6. Selain Perjanjian Lama, Perjanjian Baru juga tidak terlepas dengan adanya nyanyian-
nyanyian, Yesus juga pernah bernyanyi ketika Ia hendak pergi ke bukit Zaitun bersama dengan
murid-murid (Mat 26 : 30), Surat-surat Paulus khususnya dalam Surat Efesus menguraikan
nasihat Paulus kepada jemaat untuk saling menguatkan seorang dengan yang lain melalui
Mazmur, Kidung Puji-pujian dan nyanyian rohani (Ef 5:19) 7 Jadi, nyanyian-nyanyian sudah ada
dan akan terus ada dalam kehidupan bergereja karena nyanyian merupakan bagian dalam
pergumulan iman jemaat yang di dalamnya terdapat pesan-pesan moral, rasa ungkapan syukur
dan juga sebagai bentuk pemujaan kepada Tuhan.

Nyanyian-nyanyian jemaat adalah salah satu unsur di dalam liturgi. Liturgi sangat penting
dalam berlangsungnya peribadatan di gereja karena menurut Riemer liturgi itu merupakan sarana
untuk bagaimana supaya dapat menghidupkan kepercayaan jemaat dalam komunitas gereja dan
memberi pancaran Kristus kepada orang-orang yang belum berada dalam komunitas8 dan oleh
karena itulah Ibadah ialah suatu kegiatan yang dilakukan oleh komunitas orang-orang yang
percaya kepada Allah yakni dengan pelayanan kepada Allah 9. Jadi, Liturgi yang mampu
menguatkan kehidupan berjemaat dilihat dari pengaruh unsur-unsur liturgi termasuk nyanyian-
nyanyian jemaat. Nyanyian-nyanyian di dalam gereja tentunya memiliki peran, fungsi dan
kedudukan yang penting dalam peribadahan. Nyanyian-nyanyian gereja seharusnya bersifat
ekumenis, yang dapat diterima secara bersama-sama, hal ini diperlukan karena ada nyanyian-
nyanyian yang syairnya mengandung dogma gereja yang bersangkutan sehingga nyanyian itu

4
Mawane, M. Th. Gereja yang Bernyanyi. (Yogyakarta: PBMR ANDI, 2004), 4.
5
Ismail, Andar. Selamat Melayani Tuhan.( Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009), 16.
6
Olst E.H. Van .Alkitab dan Liturgi. (Jakarta: Gunung Mulia, 2011) 8,9.
7
Mawane, M. Th. Gereja yang Bernyanyi. (Yogyakarta: PBMR ANDI, 2004), 22.
8
G. Riemer. Cermin Injil. (Jakarta : Litindo, 1995) ,20.
9
Rachman, Rasid. Pembimbing ke dalam Sejarah Liturgi.(Jakarta : Gunung Mulia 2010), 3.

13
jelas ditolak oleh komunitas gereja yang lain10 jadi perlu untuk meninjau kembali nyanyian-
nyanyian gereja berdasarkan persetujuan bersama demi pertumbuhan dan kesatuan iman jemaat.
Salah satu semangat oikumene dapat dikatakan berhasil juga melalui nyanyian, untuk mengenal
pemahaman iman dalam satu gereja, buku nyanyian adalah salah satunya yang perlu diperhatikan
gereja11.

Buku-buku nyanyian tentunya diperhatikan oleh gereja-gereja di Indonesia dengan


keberadaan Yayasan Musik Gerejawi yang telah menyusun nyanyian-nyanyian berupa Kidung
Jemaat (1984), Pelengkap Kidung Jemaat (1999), Nyanyikanlah Kidung Baru (1975) kemudian
ada nyanyian Gita Bakti milik Gereja Protestan Indonesia bagian Barat (GPIB) sedangkan lagu-
lagu pop rohani telah muncul pada akhir abad ke 18 di Negeri Belanda yang disebut dengan
nyanyian-nyanyian rohani. Nyanyian-nyanyian rohani tersebut kemudian diperluas dan
membawa pengaruh sampai ke Indonesia yaitu dengan sejumlah nyanyian-nyanyian Injili dari
Tahun 1807 dan pada tahun 1825 diterjemahkan oleh Pdt. Le Bruijn di Timor menjadi nyanyian-
nyanyian yang cocok untuk kebangunan rohani dan bercorak pietis. 12 Lagu-lagu pop rohani tidak
memiliki kedudukan dan fungsi yang jelas dalam tata liturgi13 berbeda dengan Kidung Jemaat
yang memiliki tempat dan fungsi dalam liturgi seperti misalnya nyanyian pembukaan, nyanyian
pengakuan dosa, nyanyian pemberitaan firman dan nyanyian penutup terdapat lengkap dalam
Kidung Jemaat sedangkan lagu-lau pop rohani tidak memiliki kedudukan dalam tata liturgi.
Tradisi GMIT rupanya ada kesepakatan bersama untuk menggunakan nyanyian-nyanyian gereja
yang dapat diterima bersama yakni berupa Kidung Jemaat (KJ) Pelengkap Kidung Jemaat (PKJ)
Nyanyikanlah Kidung Baru (NKB) dan juga lagu-lagu pop rohani namun setiap gereja diberi
catatan untuk supaya ada keseimbangan dalam menggunakan nyanyian jemaat baik itu nyanyian-
nyanyian secara eukumenis maupun lagu-lagu pop rohani.

Kesepakatan dari pihak sinode tidak digunakan secara baik oleh jemaat GMIT Agape
sehingga jemaat seringkali ditegur oleh sinode karena tidak mengikuti aturan yang telah
ditetapkan. Namun jemaat GMIT Agape sepertinya menikmati dengan aturan yang dibuat oleh
mereka sendiri salah satunya ialah ketidakseimbangan nyanyian-nyanyian yang digunakan dalam
ibadah, jemaat lebih dominan menggunakan lagu-lagu pop rohani pada saat ibadah-ibadah
berlangsung baik itu ibadah umum maupun ibadah kategorial. Lagu-lagu pop rohani dapat
didefinisikan sebagai kumpulan nyanyian-nyanyian rohani yang berada di luar dari kesepakatan

10
Mawane, M. Th. Gereja yang Bernyanyi. (Yogyakarta: PBMR ANDI, 2004), 50.
11
Damaputera, Eka. Bergumul dalam Pengharapan (Struggling in Hope) (Jakarta: BPK Gunung Mulia:
1999), 108-109.
12
De Jonge, Christian. Apa itu Calvinisme? (Jakarta: Gunung Mulia: 2008), 186.
13
Majelis Sinode GPIB, Katekasasi GPIB. (Jakarta:2010) ,204.

14
nyanyian-nyanyian yang digunakan secara eukumenis dan nyanyian pop rohani ini berkaitan erat
dengan penghayatan iman pribadi bukan tentang nilai-nilai etis yang terkandung di dalamnya.
Walaupun pada dasarnya lagu-lagu pop rohani itu tidak memiliki kedudukan dan fungsi seperti
yang ada dalam kidung jemaat namun jemaat GMIT Agape tetap menggunakan lagu-lagu pop
rohani tersebut.

GMIT Agape juga tidak terlepas dengan munculnya pro dan kontra. Pro itu berupa keadaan
warga jemaat yang sepertinya menikmati perbedaan mereka dalam hidup berjemaat selama itu
tidak menghambat tugas dan pelayanan mereka untuk mewujudkan gereja yang misioner. Kontra
juga terjadi bagi jemaat yang bukan dari kalangan GMIT Agape dengan alasan bahwa GMIT
Agape tidak mengikuti peraturan GMIT dan berbagai keputusan-keputusan yang telah disepakati
bersama. Salah satu aturan yang tidak menjadi bagian dalam kehidupan berjemaat di GMIT
Agape ialah struktur organisasi yang terlihat mulai dari ketua majelis jemaat yang bukan seorang
pendeta melainkan seorang warga jemaat kemudian suasana ibadah yang lebih mengarah pada
pentakosta. Ada juga konflik yang telah terjadi di GMIT Agape hingga persoalan tersebut
sampai pada tingkat sinode dan kemudian berakhir di pengadilan. Status GMIT Agape sudah
menjadi pembahasan serius pada tingkat sinode dikarenakan kontra yang terjadi dan berdasarkan
notulensi dari sidang sinode, banyak orang mengeluh melihat status GMIT Agape saat ini
dengan kedudukan dalam GMIT Agape yang rupanya sangat berbeda dengan gereja GMIT yang
lain sehingga mengundang perhatian baik itu pada di tingkat sinode maupun jemaat non-GMIT
Agape. Jadi, berbagai nuansa berbeda yang ada di GMIT Agape dan mengundang banyak
perhatian masyarakat serta berangkat dari pembahasan latar belakang maka penulis memilih
salah satu perbedaan yang dimiliki GMIT Agape yakni dari suasana peribadatan yang unik
dilihat dari nyanyian-nyanyian jemaat yang digunakan maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian lebih jauh dan di dalam tulisan ini judul yang dipilih ialah, “STUDI TENTANG
PENGGUNAN LAGU-LAGU POP ROHANI DALAM IBADAH DI JEMAAT GMIT
AGAPE”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan penelitian maka dipaparkan perumusan masalah dengan dua pertanyaan


penelitian berupa mengapa Jemaat GMIT Agape memilih menggunakan lagu-lagu pop rohani
digunakan dalam Ibadah dan apa manfaat positif lagu-lagu pop rohani bagi pertumbuhan Jemaat
GMIT Agape ?

15
1.3 Tujuan Penelitian

Menjelaskan latar belakang mengapa jemaat GMIT Agape memilih menggunakan lagu-
lagu pop rohani digunakan dalam Ibadah dan apa manfaat positif lagu-lagu pop rohani bagi
pertumbuhan Jemaat GMIT Agape.

1.4 Manfaat Penelitian

Memberikan sumbangan secara teoritis tentang tata liturgi ibadah terkait dengan
kebutuhan jemaat berdasarkan latar belakang sejarah gereja GMIT.

1.5 Metode Penelitian


Metode penelitian yang digunakan ialah deskriptif dengan pendekatan kualitatif
14
dan kemudian teknik pengumpulan data berupa proses observasi dengan melakukan
pengamatan sistematis dengan gejala yang diteliti dan juga wawancara, proses tanya-
jawab dari penulis terhadap orang yang diteliti15 penulis melakukan observasi di GMIT
Agape dengan melihat kegiatan pelayanan secara rutin yang dilakukan jemaat dan untuk
selanjutnya, peneliti akan melakukan wawancara secara mendalam terhadap orang-orang
yang bersangkutan dengan penulisan ini. Pengumpulan data dilakukan dengan proses
wawancara dan juga Focus Group Discusion (FGD) dimana metode pengumpulan data
ini dilakukan dengan diskusi secara kelompok agar terarah16 wawancara dilakukan
dengan sumber data yakni pendeta atau evangelis dan beberapa jemaat. Kemudian lanjut
dengan Focus Group Discusion (FGD) berdiskusi secara kelompok untuk memperoleh
data secara jelas. Lokasi penelitian berada di Kota Kupang lebih tepat di jemaat GMIT
Agape dengan tinjauan bahwa peneliti telah melakukan observasi sebelumnya.

1.6 Sistematika Penulisan


Sistematika penulisan ini terdiri atas lima bagian, yaitu : bagian satu pendahuluan
yang berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
metode penelitian dan sistematika penulisan. Bagian kedua membahas mengenai teori
tentang ibadah, liturgi dan musik gerejawi. Bagian tiga berisi tentang data lapangan.
Bagian empat, pembahasan yang berisi deskripsi dan analisa latar belakang jemaat GMIT
Agape memilih lagu-lagu pop rohani digunakan dalam ibadah. Bagian lima merupakan
bagian penutup yang berupa kesimpulan dan saran-saran terhadap gereja-gereja.

14
Usman, Husaini & Akbar, Purnomo Setiady. Metodologi Penelitian Sosial. (Jakarta: Bumi aksara,
1996), 4.
15
Ibid. Hal 54-57.
16
Richard A. Krueger, Focus Group: a Practical Guide for Applied Research (Newburg Park Calif:Sage
Publications, 1998)

16
2 TEORI
2.1 Pengertian dan Fungsi Ibadah

Kata ibadah berasal dari bahasa Ibrani abad yang berarti “melayani” kemudian istilah
tersebut diperluas menjadi “abadah” yang memliki arti mengabdi, bekerja dan beribadah, Selain
itu di dalam perjanjian baru mengartikan kata ibadah dengan pengertian yang luas. Hal ini nyata
dalam penggunaan istilah “latreia”, “doulein” dan “leiturgia”17. Istilah doulein memiliki arti
bekerja melayani sebagai hamba dan istilah latreia memiliki arti bekerja untuk mendapatkan
upah atau gaji. Istilah ini dipakai untuk pekerja-pekerja yang bekerja bagi seseorang dan itu
merupakan pekerjaan sukarela sedangkan istilah leiturgia berarti pekerjaan atau pelayanan yang
dilaksanakan untuk segala bangsa sebagai suatu persekutuan politik.18 Di satu sisi, leiturgia
menunjuk pada pertemuan ibadah yang di dalamnya terdapat nyanyian, doa dan pembacaan
Alkitab serta pelayanan kepada mereka yang belum menerima Kristus. Namun leiturgia juga
menunjuk pada suatu pertolongan kepada mereka yang berkesusahan dengan memberi harta
duniawi (arti sosial)19. Dalam bahasa Inggris kata ibadah ialah worship dalam bahasa kunonya
ialah weorthcipe yang terdiri dari dua suku kata yaitu weorth (worthy) yang berarti “layak” dan
scipe (ship) yang menunjukan pada atribut respek atau hormat kepada seseorang. Jadi ibadah
merupakan suatu tindakan pemujaan atau pernyataan hormat kepada Tuhan.20

Malcolm Bronwlee menjelaskan bahwa ibadah adalah salah satu perbuatan Allah untuk
menyelamatkan dunia. Dalam ibadah kita dapat memasuki perbuatan itu. Jangan kita melihat
bahwa pekerjaan dan pelayanan kita baru mulai sesudah ibadah selesai. Ibadah adalah
keikusertaan dalam pelayanan dan pekerjaan Kristus. Sebaliknya jangan kita anggap ibadah kita
selesai ketika berkat tetapi kehidupan kita sehari-hari harus menjadi ibadah21. Kemudian
pemahaman Hoon mengenai Ibadah secara langsung berorientasi pada peristiwa-peristiwa
tentang sejarah penyelamatan. Setiap peristiwa ibadah terkait langsung pada waktu dan sejarah
sambil menjembatani manusia ke dalam kehidupan masa kini. Dengan kata lain ibadah berarti
Allah sedang bertindak untuk memberikan hidupNya bagi manusia dan membawa manusia
mengambil bagian dalam kehidupan itu di mana penyataan diri Allah sendiri dalam Yesus
Kristus dan dalam tanggapan manusia terhadapnya. Brunner menambahkan pemahamannya
mengenai arti ibadah dengan memanfaatkan ambiguitas yakni berbicara tentang “dualitas‟

17
Johanes Julius Louis Marcell Hursepuny. Makna Ibadah.2010, 11.
18
J.L. Ch. Abineno. Ibadah Jemaat dalam Perjanjian Baru. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1960), 6.
19
J.L. Ch. Abineno. Apa kata Alkitab (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1983), 16.
20
Elysabeth Asrit Suyanti Lakapu. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakhadiran jemaat dalam
ibadah minggu menurut Majelis Jemaat di GMIT Maranatha Oebufu Kupang. (Skripsi, 2011), 23-24.
21
Borwnlee, Malcolm. Tugas Manusia dalam Dunia Milik Tuhan, 23.

17
ibadah yang menjelaskan bahwa ibadah sebagai pelayanan Allah kepada jemaat dan sebagai
pelayanan jemaat di hadapan Allah22. Luther memberi arti ibadah dengan pemahaman bahwa
tidak ada satu pun yang terjadi di dalamnya kecuali bahwa Tuhan yang pengasih itu berbicara
kepada manusia baik itu melalui firmanNya yang kudus, doa dan nyanyian pujian 23. Von Allmen
menjelaskan ibadah sebagai epifani (penampakan diri) gereja yang karena menyimpulkan sejarah
keselamatan, memampukan gereja untuk menjadi dirinya sendiri, untuk menjadi sadar akan
dirinya sendiri dan untuk mengakui apa yang sebenarnya esensial. Florovsky memahami Ibadah
adalah kegiatan puji-pujian dan penyembahan yang juga mengimplikasikan pengakuan penuh
syukur atas Kasih Allah yang merangkul manusia dan kebaikan Kasih-Nya yang menebus
manusia. Nissiotis menekankan ibadah pertama-tama bukanlah inisiatif dari pekerjaan manusia
melainkan tindakan pendamaian Allah dalam kristus melalui RohNya karena oleh Roh kudus
gereja sebagai tubuh Kristus dapat menawarkan ibadah yang memberi sukacita 24. Paus Pius X
menjelaskan ibadah sebagai sesuatu untuk kemuliaan Allah dan pengudusan serta pembinaan
orang-orang beriman. Ibadah bermakna sebagai ungkapan syukur umat atas keselamatan Allah
didalam dan melalui kematian dan kebangkitan Kristus dan kemudian diwujudkan dalam bentu
pertemuan umat Tuhan baik itu berupa ibadah minggu, ibadah kategorial, ibadah keluarga,
persekutuan doa maupun badah penyegaran iman kemudian ibadah juga sebagai brntuk
persembahan hidup umat atas kasihNya yang diwujudkan dalam tindakan nyata 25.

2.2 Pengertian Liturgi

Menurut akar katanya istilah liturgi berasal bahasa yunani “ λειτουργία” (leiturgia) yang
terdiri dari dua kata Yunani yaitu “leitos/laos” yang berarti rakyat, umat dan kata “ergon” yang
berarti pekerjaan, perbuatan, tugas. Menurut dua kata ini maka “leiturgia” mengandung arti
melakukan suatu pekerjaan untuk rakyat 26. Secara umum pada zaman Yunani kuno, kata ini
dipakai mengacu kepada tugas raja yang berkarya bagi umatnya, untuk perjabat negara, pegawai
pemerintah27 dalam bahasa Indonesia kata liturgi sejajar dengan dua kata yang pertama,
“kebaktian” (bhakti “sansekerta”) yang berarti perbuatan setia dan hormat, memperhambakan
diri, perbuatan baik yang ditujukan kepada seseorang, negara maupun Tuhan yang dilakukan
dengan sukarela. Kedua, kata “ibadah” berarti suatu kegiatan manusia kepada Allah. Jadi, ketiga
kata dalam bahasa Indonesia yakni liturgi, kebaktian dan ibadah secara resmi digunakan secara

22
White, james F. Pengantar Ibadah Kristen.(Jakarta:Gunung Mulia, 2005),7.
23
White, james F. Pengantar Ibadah Kristen.(Jakarta:Gunung Mulia, 2005),8.
24
White, james F. Pengantar Ibadah Kristen.(Jakarta:Gunung Mulia, 2005), 10.
25
Engel J.D. Liturgika pemahaman dan penghayatan ibadah dalam liturgi gereja (Salatiga: Tisara
Grafika, 2007),5.
26
G. Riemer. Cermin Injil. (Jakarta : Litindo, 1995) ,9.
27
G. Riemer. Cermin Injil. (Jakarta : Litindo, 1995) ,10.

18
sama dan sejajar28. Di dalam Perjanjian Lama kata liturgi disebutkan 170 kali. Dalam bahasa
ibrani yang mengandung dua pengertian yakni kata sher’et yang berarti ungkapan perasaan
dalam pengabdian serta kesetiaan kepada majikan dan kemudian kata abh’ad lebih berarti
ketaatan kerja seorang hamba29 Liturgi biasanya hanya dipakai dalam hal persoalan agama yang
menunjuk pada pelaksanaan tugas imam dan orang Lewi dalam Kemah Suci dan Bait Allah
dalam hal tugas pelayanan mezbah (Yeh 44:12, 2Raj 15:16). Septuaginta selalu menggunakan
kata “leiturgia” untuk suatu pekerjaan yang dilaksanakan oleh para imam secara tertib sesuai
dengan undang-undang upacara ibadah sebagai suatu pelayanan yang berguna untuk seluruh
jemaat.

Kata “leiturgia” di dalam Perjanjian Baru disebutkan sebanyak 15 kali dengan makna
yang berbeda-beda yakni, Menunjuk pada tugas imam (Luk 1:23, Ibr 9:21,Ibr 10:11),
Menguraikan pekerjaan Kristus sebagai imam (Ibr 8:2, Ibr 8:6), pekerjaan rasul dalam pekabaran
Injil kepada orang kafir (Rm 15:16), Sebagai kiasan untuk hal percaya (Flp 2:17), pekerjaan
malaikat-malaikat melayani (Ibr 1:7), pengumpulan persembahan untuk orang miskin (Rm
15:27, 2 Kor 9:12, Flp 2:25, Flp 2:30) dan perkumpulan orang yang berdoa dan berpuasa (Kis
13:2)30.Istilah kata “leiturgia” dalam Gereja Purba memiliki makna kata yang berbeda yaitu
untuk menyatakan tugas kultus imam-imam.“Leiturguia” juga menunjuk pada kehidupan orang
Kristen, tugas malaikat, jabatan penatua dan uskup. Kemudian dipakai juga dalam pelaksanaan
ibadah yang berhubungan dengan perayaan Perjamuan Kudus. “Leiturgia” memperoleh tempat
dalam teologi Katolik Roma. Pada masa reformasi, para Reformator sama sekali tidak
menggunakan istilah liturgi31 namun liturgi berada dalam masa pemulihan atau pembaruan, tidak
hanya pembaruan pemahaman reformasi liturgi (liturgia reformata semper reformanda)
sehingga liturgi berkaitan dengan kesadaran tentang keseluruhan tubuh Kristus yakni gereja dari
segala abad dan tempat32. Gereja masa kini menyebut istilah liturgi sebagai perkumpulan jemaat
untuk beribadah. Kata ini lebih selaras dengan makna liturgi yang terdapat dalam Perjanjian
Baru (Kis 13:2) yang berbicara mengenai persekutuan orang Kristen 33. Abad XIX sampai XX
seorang abbas Benediktin bernama Prosper Gueranger memahami liturgi sebagai doa Gereja, doa
yang seluruhnya lahir dari Roh Kudus, Sang Pemberi ilham yang benar dari semua nyanyian
Mazmur dan para nabi, nyanyian dari Perjanjian Baru sebagai “nyanyian baru” yang

28
Rachman, Rasid. Pembimbing ke dalam Sejarah Liturgi.(Jakarta: Gunung Mulia,2010), 3,4.
29
O.carm, Bosco Da Cunha. Teologi Liturgi dalam Hidup Gereja.(Malang:Dioma,2004), 16,17.
30
G. Riemer. Cermin Injil. (Jakarta : Litindo, 1995) ,11.
31
G. Riemer. Cermin Injil. (Jakarta : Litindo, 1995) ,11.
32
Rachman, Rasid. Pembimbing ke dalam Sejarah Liturgi.(Jakarta : Gunung Mulia 2010), 161.
33
G. Riemer. Cermin Injil. (Jakarta : Litindo, 1995) ,12.

19
dikumandangkan oleh gereja34. Lambert Beauduin memahami liturgi sebagai “ibadat gereja”
dengan perumusan bahwa semua kegiatan-kegiatan ibadah di dalam gereja selalu bersatu dengan
liturgi sebab berasal dari sifat kodrati gereja yang bersifat sosial, hierarkis universal, merupakan
kelanjutan dari Kristus35. Odo Casel seorang Benediktin Jerman yang merumuskan liturgi
sebagai tindakan ritual dan karya keselamatan oleh Kristus yang menghadirkan karya ilahi
penebusan umat manusia itu secara tampak melalui simbol-simbol36.

2.3 Pengertian Musik Gerejawi

Musik diartikan sebagai cetusan ekspresi isi hati yang diungkapkan dalam bentuk bunyi yang
bernada dan berirama, khususnya dalam bentuk lagu dan nyanyian. Wilson menjelaskan musik
gereja ialah segala musik yang terkait dan menjadi bagian dari tata ibadah yang isinya berupa
nyanyian jemaat, paduan suara dan musik instrumental37. Menurut Mawene musik gereja juga
merupakan cetusan ekspresi isi hati orang Kristen yang diungkapkan dalam bunyi-bunyian yang
bernada dan berirama secara harmonis dalam bentuk lagu dan nyanyian, musik dibedakan
menjadi dua bagian yaitu musik instrumental dan musik vokal 38. Musik intrumental berkaitan
dengan alat-alat musik yang menghasilkan bunyi seperti alat musik tiup, tabuh petik dan lain-
lain, sedangkan musik vokal bersumber pada suara manusia. Pembahasan mengenai musik tidak
terlepas dengan lagu dan nyanyian. Istilah lagu mengandung arti perpaduan yang harmonis
antara nada dan irama sedangkan nyanyian ialah suatu perpaduan yang harmonis antara lagu dan
syair dengan arti yang tertentu39. Musik menduduki tempat yang penting dalam ibadah dan ada
pula pertimbangan untuk memilih nyanyian dalam liturgi musik tentunya harus baik secara
pastoral dan harus memenuhi peran yang ditentukan oleh liturgi 40. Warisan musik tentunya
merupakan asal dari teks-teks Alkitab, di dalam Perjanjian Lama terdapat teks kitab mazmur
yang terdiri dari nyanyian-nyanyian yang berjumlah 150 syair. “Nyanyikanlah bagi Tuhan
nyanyian baru” (Mzm 33:3, 40:4 96:1, 98:1, 137:4, 144:9,149:1) bentuk musik vokal yang
menunjuk pada “nyanyian alkitabiah” yang mana syairnya merupakan gubahan langsung dari
pasal-pasal Alkitab.41Paulus ketika menasehati jemaat yang dilayaninya agar saling menguatkan
seorang dengan yang lain melalui mazmur (psalmois), kidung puji-pujian (humnois) dan

34
O.carm, Bosco Da Cunha. Teologi Liturgi dalam Hidup Gereja.(Malang:Dioma,2004), 66.
35
O.carm, Bosco Da Cunha. Teologi Liturgi dalam Hidup Gereja, 69.
36
O.carm, Bosco Da Cunha. Teologi Liturgi dalam Hidup Gereja,74.
37
Wilson, John F. An Introduction to Church Music (Chicago: Moody Press, 1965), 7.
38
Mawane, M. Th. Gereja yang Bernyanyi. (Yogyakarta: PBMR ANDI,2004), 1.
39
Mawane, M. Th. Gereja yang Bernyanyi. (Yogyakarta: PBMR ANDI, 2004), 2-3.
40
Dr.J.J.Ch Abineno, Unsur-unsur Liturgi (Jakarta : PT Kinta, 1966), 105.
41
Mawane, M. Th. Gereja yang Bernyanyi. (Yogyakarta: PBMR ANDI, 2004),20-21.

20
nyanyian rohani (oidais)42. Mazmur jelas adalah nyanyian yang diwarisi dari perjanjian lama
melalui orang-orang Kristen Yahudi, termasuk Paulus. Humnois atau hymnus adalah nyanyian
pujian yang dikenal dalam kebudayaan Yunani dan digunakan di lingkungan agama-agama kafir
maupun dalam masyarakat umum. Sedangkan oidais atau oide dalam terjamahan inggris adalah
nyanyian-nyanyian yang bersumber pada (diciptakan oleh) Roh Kudus. Menurut Mawane
nyanyian dalam gereja itu merupakan bentuk ekspresi iman dan sebagai unsur liturgi, a)
Nyanyian sebagai suatu bentuk ekpresi iman Kristen, dimana kehidupan iman Kristen terdapat
tiga bentuk ekspresi iman yaitu kesaksian, doa dan nyanyian pujian (tiga sakaguru tata ibadah).
Ketiga bentuk ekspresi iman ini selalu ada dalan kehidupan peribadahan bersama maupun dalam
kehidupan sehari-hari.43 b) Nyanyian sebagai unsur liturgi, pada umumnya tata ibadah minggu
GMIT ada sembilan kali kesempatan untuk jemaat bernyanyi dan dua kali kesempatan untuk
para biduan bernyanyi (Paduan suara atau kelompok vokalia) untuk itulah nyanyian dalam gereja
atau secara khusus nyanyian liturgi. Mawane juga menambahkan peran nyanyian gereja di dalam
tri-panggilan gereja yakni koinonia (Persekutuan), marturia (Kesaksian), dan diakonia
(pelayanan sosial). Nyanyian Gereja dan Koinonia, aspek koinonia dari nyanyian gereja adalah
sejumlah kesaksian Alkitab. “Musa bersama-sama dengan” (aspek koinonia) dan orang banyak
itu menyanyikan nyanyian bagi Tuhan. Kemudian tampilah Miryam untuk menyanyi “tampilah
semua perempuan mengikutinya... dan menyanyilah Miryam memimpin mereka” bernyanyi
sebagai ekspresi iman kepada Allah bukanlah ekspresi individu melainkan ekspresi persekutuan
iman secara bersama-sama. Nyanyian Gereja dan Marturia, pembahasan mengenai kesaksian,
gereja membedakan dua bagian kesaksian yakni kesaksian ke dalam (pekabaran injil ke dalam)
kepada orang-orang percaya dan kesaksian ke luar (pekabaran injil ke luar). Pada bagian
kesaksian ke dalam, berkaitan dengan menumbuhkan, memperkuat dan memberdayakan iman
warga jemaat agar dapat melaksanakan panggilannya sebagai seorang Kristen yang baik dan
bertanggungjawab sehingga dengan adanya nyanyian gereja maka peran dan fungsi nyannyian
dalam pekabaran injil ke dalam maka nyanyian tersebut dapat menyampaikan pesan kemudian
memperdalam pesan sehingga dapat memperdalam penghayatan warga gereja dan mendorong
warga gereja untuk bersaksi sehingga terciptalah gereja yang misioner. Pada bagian kesaksian ke
luar, nyanyian-nyanyian yang bertujuan untuk mengajak orang-orang lain untuk menerima Yesus
Ksristus dan keselamatan yang ditawarkan.44 Nyanyian Gereja dan Diakonia. Diakonia
berhubungan dengan pelayanan sosial gerejawi (pendidikan, kesehatan, gizi, keadilan dan
hukum, perdamaian, kesetaraan gender dan lain sebagainya) sehingga nyanyian gereja juga turut

42
Surat Efesus 5 : 19.
43
Mawane, M. Th. Gereja yang Bernyanyi. (Yogyakarta: PBMR ANDI, 2004), 36.
44
Mawane, M. Th. Gereja yang Bernyanyi. (Yogyakarta: PBMR ANDI, 2004), 60-61.

21
berperan dalam pelayanan gereja untuk menumbuhkan, memupuk dan mengembangkan
kesadaran berdiakonia di kalangan jemaat agar jemaat ikut berpartisipasi secara aktif dalam
pelayanan gereja.45
Di indonesia usaha mengelolah nyanyian-nyanyian gerejawi diprakarsai oleh Yayasan
Musik Gereja (YAMUGER) dengan mengumpulkan teks-teks melodi asli kemudian
membandingkan dan mempelajari teks tersebut dengan mematuhi syarat tertentu sehubungan
dengan teologi, sastra dan musikologi dengan harapan dapat menolong jemaat mengungkapkan
imannya melalui nyanyian dan sekaligus merasakan perhubungan oikumenis dengan jemaat-
jemaat lain yang memakai nyanyian yang sama.46 Warisan terbesar nyanyian jemaat berasal dari
zaman reformasi, kontra reformasi, pasca reformasi dan sampai sekarang ini. Aneka ragam
tematik dan spiritualitas terkumpul dan tercampur dalam warisan itu yakni ajaran dogmatis,
aspek pastoral, prinsip etika, rasionalisme, individualisme, pietisme, metodisme, revivalisme,
spiritualisme dan lain-lain maka umat memilih nyanyian-nyanyian yang hendak untuk
dipertahankan dari warisan tersebut khususnya untuk membina semangat oikumene. Sehubungan
dengan warisan spiritualisme dari masa-masa yang silam merupakan suatu faktor yang
diperhatikan juga dalam nyanyian gereja. Pada abad ke 16 pada Konsili Trente menandai adanya
gerakan Kontra Reformasi yang berakibat pada penggunaan hymne yang diakui resmi untuk
ibadah Gereja Katolik dengan mengikuti prinsip Calvin yang mengutamakan mazmur untuk
nyanyian liturgi. Kemudian timbul gerakan „pietis‟ yang menekankan pada kehidupan umat
kristen yang saleh. Otoritas Allah lebih diutamakan dibandingkan dengan kehidupan sosial
masyarakat. Oleh sebab hymne-hymne ortodoks ini lebih menitikberatkan pada kemuliaan Allah
serta misteri trinitas dan aspek pengakuan iman akan trinitas dengan simbol-simbol keesaan
bahwa nyanyian juga dinyanyikan secara serentak (with one voice). Hymne-hymne lain dari
gereja lama dan abad pertengahan ada dalam buku kidung jemaat pada waktu itu (KJ
81,86,136,137,171 dan 229).

Nyanyian-nyanyian pra-reformasi (KJ 60,89,116,128,161,172,196,199,205,218,228,230


dan 405) ini menandakan bahwa nyanyian-nyanyian tersebut berpatokan pada historis.
Oikumene rohani yang paling berhasil di Indonesia juga melalui nyanyian dan diwarnai oleh
spiritualitas pietistis, metodis, revivalistis dan spiritualistis ataupun kharismatis. Awal abad ke
20, lagu-lagu dari buku Dua Sahabat Lama lebih disukai daripada mazmur dan nyanyian rohani,
selain itu buku kidung jemaat diterbitkan oleh YAMUGER untuk merangkul kepelbagaian
tradisi dan mempertahankan akar-akar historis dari perkembangan nyanyian gerejawi pada

45
Mawane, M. Th. Gereja yang Bernyanyi. (Yogyakarta: PBMR ANDI, 2004), 63.
46
Darmaputera, Eka. Bergumul dalam Pengharapan (Struggling in Hope). (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2004), 103.

22
umumnya. Perkembangan nyanyian gerejawi terus berlanjut sampai pada upaya Pdt.I.S. Kijne
menggunakan perbendaharaan nyanyian rohani yang dipengaruhi oleh nyanyian internasional
asal Belanda yang memuat nyanyian mazmur Jenewa dan ratusan nyanyian rohani. Kijne
melanjutkan prinsip Hasper di Indonesia dengan tema besar “Nyanyian Rohani dari
perbehandaraan Gereja Segala Abad” Pilihan nyanyian meliputi kawasan Eropa namun di
samping itu juga gereja-gereja di dunia non-barat sudah berkembang, berdiri sendiri dan turut
menghasilkan nyanyian gereja. Segala yang dimaksudkan Kijne bahwa nyanyian rohani adalah
kumpulan nyanyian yang bersumber pada refleksi iman Kristen atas pergumulan kehidupan atau
mengenai hubungan dengan Tuhan. Jumlah nyanyian non-barat sekitar 150 dan diseleksi lagi
sampai 50% menjadi 75 nyanyian. Perlu menjadi catatan tambahan bahwa ada usaha untuk
menambah jumlah-jumlah nyanyian tersebut karena nyanyian yang bernafaskan spiritual pietistis
dari abad 19. Jemaat-jemaat dipengaruhi oleh semangat pentakostal dan kharismatik dengan
memakai lagu-lagu dan cara-cara lebih “modern” denominasi-denominasi adan aliran-aliran
mengakibatkan degenerasi interen karena kontak dengan kawanan seiman yang tidak sealiran
dan sebudaya oleh karena itu menjawab kontekstualisasi adalah salah satu jembatan untuk
menemukan kembali dasar-dasar yang benar-benar mempersatukan47. Kontekstualisasi itu
meliputi banyak aspek yang perlu ditanggapi melalui konteks sosial, ekonomi dan religius.
Nyanyian tentang keselamatan pribadi, kehidupan rohani individual serta kebahagiaan sorgawi
tidak salah namun perlu diperhatikan apabila itu tidak mempunyai konsekuensi perhatian serius
pada sesama manusia dan sesama makhluk pada umumnya yang harus hidup lewat batas-batas
marginal.48 Berdasarkan pemahaman tentang perbandingan hymne-hymne dari zaman reformasi
sampai penambahan puji-pujian yang dihasilkan dari dunia non-barat maka ada dinamika dalam
kehidupan gereja terutama pada refleksi iman jemaat melalui nyanyian-nyanyian oikumenis yang
menekankan akan kesatuan umat Allah yang di dalamnya terkandung nilai-nilai etika yang
berhubungan dengan relasi jemaat dengan Tuhan serta relasi jemaat dengan jemaat yang lain.
Begitu pula dengan nyanyian-nyanyian yang bukan termasuk semangat oikumene melainkan
nyanyian-nyanyian yang semata-mata menekankan pada hubungan manusia dengan Allah. James
Rawlings Sydnor menjelaskan bahwa nyanyian jemaat memiliki nilai tambah di dalam ibadah
yaitu,
1) melalui nyanyian jemaat umat kristen mengungkapkan isi hati dan perasaan mereka
2) melalui nyanyian jemaat umat kristen dapat menceritakan iman mereka kepada dunia
3) melalui nyanyian jemaat umat kristen dipersatukan dalam satu persekutuan

47
Mawane, M. Th. Gereja yang Bernyanyi. (Yogyakarta: PBMR ANDI, 2004), 22-23.
48
Darmaputera, Eka. Bergumul dalam Pengharapan (Struggling in Hope). (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2004), 111-116.

23
4) melalui nyanyian jemaat umat kristen belajar mengenai dasar-dasar iman.
5) melalui nyanyian jemaat umat kristen dikuatkan dalam menghadapi kehidupan mereka
setiap hari.49
Kenneth Miliam juga menjelaskan bahwa musik mempunyai peran dan fungsi yaitu
musik sebagai sarana bagi orang kristen untuk memberi respon terhadap apa yang
disingkapkan Alkitab tentang Allah dan mengaktifkan ibadah, musik sebagai sarana untuk
mengekspresikan ucapan terima kasih atas kehidupan yang telah diubah, yaitu kehidupan
baru yang adalah hasil dari perjumpaan dengan Tuhan, musik sebagai sarana untuk
mengekspresikan bahwa kita menyetujui jalan dan cara Tuhan bekerja dan musik
mengajarkan tentang doktrin kristen, kasih allah kepada dunia serta pengakuan bahwa Allah
berkuasa dalam kehidupan di dunia.50

2.4 Pengertian Identitas

Stuart Hall menjelaskan mengenai identitas yang tidak pernah utuh tetapi semakin
terfragmentasi, tidak pernah tunggal tetapi berbentuk secara bergelombang lintas wacana, praktik
dan posisi yang berbeda-beda dan ini merupakan produk perkembangan sejarah dan terus
menerus berproses serta diwarnai perubahan dan transformasi. Identitas terbentuk dalam
berbagai representasi, alih-alih mencerminkan “siapa kami” atau “dari mana kami berasal”
identitas lebih baik digambarkan sebagai “bagaimana kami mungkin menjadi” atau “bagaimana
kami telah dipresentasikan” dan “bagaimana hal itu berkaitan dengan bagaimana kami mungkin
mempresentasikan diri”51. Identitas tidak dikonseptualisasikan sebagai sesuatu yang alami dan
esensial tetapi dikonseptualisasikan sebagai sesuatu yang senantiasa relasional, berkelanjutan
dan dalam proses menjadi dalam arti terus menerus sehingga ada proses “identifikasi” 52. Stuart
Hall mendefinisikan identitas dilihat dari dua sudut pandang yakni identitas sebagai sebuah
wujud (identity as being) dan identitas sebagai proses menjadi (identity as becoming)53 kemudian
Hall juga membagi tiga konsep subjek dasar identitas yang berbeda yaitu enlightenment subject
atau subjek pencerahan yang jelas bahwa konsep manusia merupakan subjek yang terpusat,
individu yang menyatu dan mewarisi apa yang dikatakan sebagai sebuah alasan (reason)
kesadaran (consciouness) dan aksi (action). Inilah yang disebut sebagai identitas seseorang

49
Agastya Rama Listya, Pengantar Musik Gereja (Salatiga: Fakultas Teologi UKSW, 1999), 10.
50
Kenneth Milam, Fungsi Musik dalam Ibadah dan pelayanan gereja dalam kumpulan masalah
simposium dan penyegaran musik gerejawi, (Bandung : Komisi Musik dan Departemen Pendidikan, 1996) 27-
28.
51
Hall, Stuart. “The Question of Cultural Identity”(Stuart Hall/David Held/Don Hubert/Kenneth
Thompson, Modernity, Oxford: Blackwell, 1996), 4
52
Hall, Stuart. “The Question of Cultural Identity”,130.
53
Hall, Stuart. Cultural Identity and Diaspora. (London, 1990), 393.

24
dengan pemahaman bahwa manusia pada dasarnya memiliki segala kemampuan untuk
membebaskan diri dan menentukan bagaimana sesungguhnya eksistensi diri manusia sebagai diri
yang mendapat pencerahan. Sociological subject atau subjek sosiologis merupakan subjek
(individu) yang diperoleh dari hasil relasi yang terjadi di lingkungan sosial atau yang disebut
Hall sebagai “significant other” dan the post-modern subject bahwa identitas itu harus
mengggunakan pendekatan historis oleh karena subjek memiliki identitas yang berbeda dalam
waktu yang berbeda dan identitas bukanlah apa yang menyatu dalam diri seseorang melainkan
secara merata terbagi dalam kultural baik itu kelas sosial, gender, seksualitas, etnisitas, ras dan
nasionalis yang memberikan tempat bagi individu-individu dalam kehidupan sosial54. Jenkins
menjelaskan identitas adalah tentang arti (meaning) yang menuju pada diskonstruksi secara
sosial daripada tentang perbedaan mendasar antara manusia karena identitas merupakan bagian
integral dari kehidupan sosial55 kemudian Cris Barker mengemukakan identitas sebagai
persamaan dan perbedaan, soal personal dan sosial, soal apa yang individu miliki secara
bersama-sama dengan beberapa orang dan apa yang membedakan individu dengan orang lain. 56
Francis M. Deng melihat identitas sebagai cara individu atau kelompok mengidentifikasi diri
dengan orang lain atas dasar ras, etnis, agama bahasa dan budaya. 57

Hasse J mengemukakan pendapat dari Brubaker mengenai isu tentang proses


pembentukan identitas dan dinamikanya yang pertama, untuk kepentingan analisis. Identitas
dapat dimaknai sebagai identitas yang “kaku” dan identitas yang “lunak” atau identitas tanpa
makna tergantung kebutuhan analisis itu karena identitas bersifat ambigu. Seperti contoh aksi
politik sosial, fenomena kebersamaan, hasil konstruksi kelompok sosial. Pemahaman
Brubaker bahwa identitas tidak perlu lagi diperdepatkan sebagai sebuah konsep definisi
melainkan sebagai konsep analisis untuk membantu melihat sebuah fenomena. Identitas
sangat kompleks karena berkaitan dengan sesuatu yang dimiliki, sesuatu yang menjadi bagian
dalam anggota sebuah kelompok, sesuatu yang tanpa disadari menjadi bagian terpenting
dalam sebuah kebersamaan anggota kelompok dan sesuatu yang memberikan makna
kebersamaan baik dari dalam kelompok maupun dari luar dengan kata lain identitas selalu
berkaitan dengan manusia secara perorangan, kelompok, hubungan-hubungan antara
iindividu, perasaan dan rasa keterikatan terhadap sebuah kelompok orang, serta dinamika
hubungan antar-kelompok. Proses etnisitas sepanjang sejarah manusia di dunia baik disadari

54
Hall, Stuart. “The Question of Cultural Identity”,596-636.
55
Jenkins Richards. Social identity (London: Routledge, 1996),5.
56
Cris Barker. Cultural Studies Teori dan Praktik. (Yogykarta: PT Bentang Pustaka, 2005), 221.
57
Deng, Francis M. War Of Visions : Conict of Identities in the Sudan. (Wasingthon DC, Brooking,
1995), 1.

25
maupun tidak. Identitas sudah banyak dipolitisir kedalam isu etnis. Daniel Druckman
mengusulkan sebuah alternatif bagaimana untuk menempatkan pembahasan identitas dengan
menganalisa identitas kelompok dalam hal-hal yang berkaitan dengan keterikataan atau
perasaan memiliki terhadap sebuah kelompok-kelompok, kategori-kategori kelompok,
organisasi-organisasi kelompok, aktifitas-aktifitas kelompok serta perasaan keetnisannya
dengan cara menganalisanya secara mendalam isu hubungan antar-kelompok dengan menitik
beratkan pada kekuatan politik dalam kelompok, ideologi-ideologinya serta kebiasaan-
kebiasaan yang menggejala dalam kelompok tersebut sehingga perlu sebuah konsep analisis
dalam melihat fenomena identitas58. Kemudian melanjutkan dari pemahaman Jenkins
mengenai faktor terbentuknya identitas terbagi menjadi dua bagian yaitu faktor internal,
berkaitan dengan apa yang kita pikirkan mengenai identitas kita dan faktor eksternal
berkaitan dengan bagaimana orang lain melihat identitas kita. Identitas dibentuk dalam
sebuah hubungan dialektikal antara faktor eksternal dan internal, suatu komunitas
berinteraksi kemudian terbentuklah identitas. Aspek mengenai eksternal dan internal
khususnya dalam indentitas etnis saling berkaitan erat. Aspek eksternal berhubungan dengan
pertama, berbicara dengan bahasa tertentu. Kedua, melakukan tradisi-tradisi etnik. Ketiga,
berpartisipasi dalam etnis personal seperti keluarga dan kerabat atau teman. Keempat,
termasuk dalam institusi etnik seperti gereja-gereja, sekolah, perusahaan dan media. Kelima,
berpartisipasi dalam asosiasi sukarela yag bersifat etnis seperti klub, masyarakat dan
organisasi sedangkan faktor internal berkaitan dengan gambaran, ide, sikap dan perasaan dan
termasuk dalam tiga dimensi yaitu afektif (kepercayaan) kesadaran kognitif dan moral.

58
Hasse J, Irwan Abdullah Wening Udasmoro. Dinamika Masyarakat dan Kebudayaan Kontemporer.
(Yogyakarta : TICI Publications : 2009), 253-254.

26
3 DATA LAPANGAN
3.1 Profil GMIT Agape

Jemaat GMIT Agape merupakan salah satu gereja di Kota Kupang Nusa Tenggara
Timur. GMIT Agape merupakan bagian dalam wilayah pelayanan Klasis Kota Kupang.
Secara geografis GMIT Agape terletak tepat di Jl. Pattimura No 2 daerah Fontein Kota
Kupang. Sebagian besar warga jemaat awalnya terdiri dari orang-orang Tionghoa namun oleh
karena keputusan yang ditetapkan oleh pihak sinode ketika hendak membangun gereja GMIT
Agape maka ada perpaduan antara orang-orang Tionghoa dan orang-orang Pribumi yang
termasuk di dalamnya suku Timor, Rote, Sabu, Alor dan lain sebagainya. Kehidupan sosial
jemaat GMIT Agape dalam hubungan dengan kehidupan berjemaat cukup baik karena ada
hubungan kekerabatan yang baik antara orang-orang Tionghoa dan orang-orang Pribumi ada
pula kerja sama dengan pihak luar. Pihak yang menjadi target kerja sama ialah sekolah
Alkitab, rumah sakit, dunia usaha, industri dan pakar profesional serta program “pelayanan
keluar” yang melibatkan GMIT Agape dengan gereja-gereja di kota Kupang maupun gereja-
gereja pelosok. Jemaat GMIT Agape yang sebagian besar terdiri dari orang-orang Tionghoa
masih memeluk budaya Tionghoa mereka sampai saat ini. Ekonomi jemaat GMIT Agape
cukup baik karena sebagian besar jemaat terdiri pedagang, pebisnis dan pengusaha industri.
GMIT Agape telah mencapai usia ke 46 tahun dengan begitu banyak tantangan yang dihadapi
jemaat, awal mula berdirinya GMIT Agape yang hanya terdiri dari beberapa orang kemudian
mengalami pertumbuhan iman di mana tempat ibadah mulai dijadikan pos Pekabaran Injil
dan kemudian jemaat yang terus berkembang dan bertambah jumlahnya, berdasarkan data
jemaat maka sampai periode sekarang ini jumlah jemaat kemudian dibagi menurut rayon
yang terdiri dari 5 rayon dengan jumlah anggota jemaat seluruhnya 292 jiwa dan menjadi satu
komunitas gereja yang disebut GMIT Agape.

Jemaat GMIT Agape terdiri dari 1 gembala jemaat (Pendeta), 19 majelis komisi dan 6
anggota BP3J.59 Program-program pelayanan yang dilaksanakan jemaat terbagi dalam 4
program kerja. Program kerja yang berkaitan dengan penatalayanan ialah program 2 berupa
ibadah hari minggu, ibadah rumah tangga, perjamuan kudus, ibadah hari raya, perayaan natal
dan HUT Agape, kebaktian khusus, baptisan, sidi, kebaktian penyegaran iman, christmas
carol, pengadaan buku dan pelayanan puji-pujian. Program kerja 3 juga berhubungan dengan
pelayanan pembinaan iman dan pengetahuan gerejawi seperti ibadah atau persekutuan rutin
komisi, pembesukan rutin komisi, ibadah luar, sekolah minggu, seminar kesehatan dan

59
Surat Lampiran keputusan No 001/SK/MJ-AGAPE/2014.

27
kepemimpinan, pendidikan dan pelatihan Evangelism Explotion (EE) dan reatret. Program
kerja 4 berkaitan dengan pelayanan kasih berupa diakonia, bingkisan, beasiswa, dukungan
pembangunan gereja, bedah rumah jemaat, pelayanan untuk janda,duda,pendeta dan emeritus,
pelayanan kesehatan, dukungan peningkatan usaha dan kesejahteraan jemaat. Program
pelayanan gereja yang rutin dilakukan oleh jemaat GMIT Agape khususnya dalam bidang
penatalayanan gereja berhubungan dengan kegiatan peribadatan dari setiap komisi. Perbedaan
GMIT Agape dalam ibadah-ibadah kategorial mereka sebut sebagai “persekutuan” sehingga
pada ibadah-ibadah kategorial biasanya disebut persekutuan.60.

Hasil observasi dari penulis melihat bahwa liturgi ibadah yang digunakan oleh jemaat
GMIT Agape dalam kebaktian umum pada hari minggu tidak jauh berbeda dengan liturgi
yang digunakan oleh jemaat GMIT pada umumnya sesuai dengan panduan himpunan liturgi
kebaktian GMIT maka GMIT Agape menggunakan tata ibadah minggu model II. 61 Unsur-
unsur tata ibadah seperti nyanyian-nyanyian yang digunakan tidak seutuhnya diambil dari
Kidung Jemaat (KJ), Pelengkap Kidung Jemaat (PKJ) dan Nyanyian Kidung Baru (NKB) dan
lain sebagainya melainkan lebih dominan lagu-lagu pop rohani akan tetapi ada percampuran
antara lagu-lagu pop rohani dan nyanyian-nyanyian kidung. Kemudian tata ibadah yang
digunakan pada ibadah kategorial seperti persekutuan kaum bapak, kaum wanita, pemuda dan
remaja menggunakan tata ibadah yang jauh berbeda dengan GMIT yang lain pasalnya tata
ibadah yang digunakan selaras dengan persekutuan-persekutuan pada umumnya yang terdiri
dari doa pembukaan, nyanyian, kesaksian, pemberitaan firman, persembahan, nyanyian
penutup dan berkat. Nyanyian-nyanyian yang digunakan secara utuh dalam persekutuan ialah
lagu-lagu pop rohani.

3.2 Penggunaan Lagu-lagu pop rohani dalam Ibadah di Jemaat GMIT Agape.

Salah satu warga jemaat A.P perwakilan dari kaum bapak mengatakan bahwa alasan
lebih memilih menggunakan lagu-lagu pop rohani “ tidak jauh berbeda dengan pergumulan
kami jemaat dari tahun ke tahun sampai saat ini. Pada awalnya ketika Agape berdiri menjadi
sebuah gereja yang berada dalam naungan GMIT, sebenarnya kami memiliki buku lagu
sendiri yaitu “Puji-pujian Kristen”. buku ini diterbitkan oleh SAAT Malang karena dari awal
kami bekerja sama dengan SAAT Malang dalam hal mengirim evangelis di gereja termasuk
buku lagu dan bahan ajaran untuk sekolah minggu. Kami menggunakan buku lagu “Puji-
pujian Kristen” oleh karena pada awal gereja Agape berdiri sendiri Kung dan Poh kami

60
Data Program Kerja Pelayanan GMIT Agape Periode 2013-2017
61
Fanggidae, Rio. Himpunan Liturgi Kebaktian Jemaat GMIT Kota Baru. (Kupang : Majelis Jemaat
GMIT kota baru), 4

28
belum mengerti bahasa Indonesia dengan benar sehingga dalam tata ibadah, lagu-lagu yang
dipakai buku “Puji-Pujian Kristen” tersebut terdapat lirik lagu dengan bahasa mandarin
dan bada bagian bawahnya terdapat terjemahan lirik bahasa mandarin ke dalam bahasa
Indonesia. Nyanyian dalam buku Puji-pujian Kristen tersebut terdapat beberapa nyanyian
yang sama dengan kidung jemaat. Oleh karena pergantian tahun dan jemaat semakin dewasa
dalam pertumbuhan iman mereka akan Tuhan maka perlu adanya sejumlah pembaharuan di
dalam gereja agar jemaat tetap terus melayani Tuhan. Salah satu pembaharuan tersebut
ialah membuat suasana ibadah yang lebih kreatif dan inovatif dengan memasukan lagu-lagu
pop rohani agar ibadah tidak terkesan monoton. Jemaat membaharui nyanyian-nyanyian
liturgis sesuai dengan kebutuhan jemaat GMIT Agape mulai dari nyanyian berbahasa
mandarin, buku KJ, PKJ dan NKB hingga penambahan lagu-lagu pop rohani.

Jemaat A.P juga melihat sisi lain dari penggunaan lagu-lagu pop rohani demi
kelangsungan pelayanan bagi pemuda-pemudi Agape “Kami para orang tua bukan termasuk
orang tua yang egois dalam arti bahwa kami ingin merangkul seluruh anggota jemaat.
Anggota jemaat yang kami maksudkan lebih beroirentasi kepada anak-anak muda baik itu
anak-anak, remaja dan pemuda-pemudi karena bagi kami tidak selamanya gereja Agape
akan terus dikelolah oleh kami, harus ada generasi penerus sehingga fokus kami saat ini
untuk pemuda-pemudi di Agape. Salah satu cara kami untuk membuat mereka terus giat
dalam pelayanan ialah membuat suasana ibadah semakin hidup dengan adanya lagu-lagu
yang menjadi kesukaan anak muda zaman sekarang. Oleh karena itu lagu-lagu pop rohani
menjadi pilihan kami untuk digunakan dalam ibadah-ibadah baik itu saat kebaktian umum
maupun ibadah-ibadah kategorial. Perbedaannya ialah pada kebaktian umum di dalam
liturgi kami memberi campuran lagu-lagu pop rohani dan lagu-lagu yang ada di KJ, PKJ
dan NKB kadang-kadang juga Dua Sahabat Lama akan tetapi ketika di ibadah-ibadah
kategorial seperti persekutuan kaum bapak, kaum wanita, pemuda dan remaja, di dalam
rangkaian liturgi, seluruhnya kami menggunakan lagu-lagu pop rohani karena kami lebih
menikmati lagu-lagu pop rohani dibandingkan nyanyian-nyanyian seperti KJ, PKJ dan NKB
tetapi bukan berarti kami tidak menggunakan nyanyian-nyanyian tersebut, tetap kami
gunakan hanya kami menyesuaikan porsinya dan hasrat jemaat ketika bernyanyi”.62
keberadaan pemuda-pemudi yang menjadi fokus jemaat saat ini merupakan salah satu faktor
penggunaan lagu-lagu pop rohani dengan begitu jemaat berusaha untuk menjadi satu
komunitas gereja yang merangkul seluruh anggota-anggotanya.

62
Hasil wawancara dengan jemaat A.P. 12 Januari 2016 pukul 10.00 WITA.

29
Salah satu jemaat, Ibu M.A. sekaligus perwakilan dari komisi wanita menambahkan
bahwa “lagu-lagu pop rohani membuat jemaat lebih menghayati imannya kepada Tuhan
karena setiap bait yang jemaat nyanyikan memiliki arti yang dalam sesuai dengan
pergumulan hidup jemaat. Lagu-lagu rohani bagi jemaat mempunyai nilai lebih karena lirik-
lirik lagu yang sederhana dan mudah di mengerti membuat jemaat memahami apa yang
menjadi kehendak Tuhan melalui lagu-lagu tersebut oleh karena itu persekutuan-persekutuan
di tiap-tiap komisi yang ada di Agape mempunyai buku lagu sendiri dan di dalamnya hanya
berisi lagu-lagu rohani dan komisi kaum wanita lebih senang menggunakan lagu-lagu pop
rohani karena dengan begitu kami dapat bebas berekspresi”.63 Bahasa yang sederhana dalam
sebuah nyanyian memungkinkan jemaat lebih memahami dan memaknai lirik-lirik lagu yang
dinyanyikan.

Salah satu perwakilan dari remaja bernama M.N.L mengatakan bahwa alasan
mengapa jemaat lebih menggunakan lagu-lagu pop rohani digunakan dalam ibadah karena
“pada awalnya jemaat agape terbentuk dari orang-orang Tionghoa yang melakukan ibadah
bersama dan pada saat itu para pelayan atau gembala yang melayani berasal dari luar NTT
(SAAT Malang) dan mereka sering menggunakan lagu-lagu pop rohani dibandingkan dengan
KJ, NKB, PKJ dan lain sebagainya. Oleh sebab itu jemaat sendiri sudah terbiasa dengan
memakai lagu-lagu pop rohani tersebut karena lebih mengena di dalam hati jemaat untuk
masuk dalam hadirat Tuhan khususnya bagi kami remaja menikmati keberadaan kami saat
ini sebagai sahabat-sahabat di dalam Tuhan melalui lagu-lagu pop rohani, bagi kami lagu-
lagu pop rohani merupakan kunci bagi kami untuk mempererat kebersamaan di remaja
Agape oleh karena itu nyanyian bagi kami remaja agape ialah mempererat kekerabatan
sebagai sahabat-sahabat di dalam Tuhan.64 Tradisi dalam GMIT Agape juga membuat
jemaat terbiasa dengan nyanyian-nyanyian yang telah digunakan oleh jemaat mula-mula dan
kemudian diwariskan oleh generasi-generasi selanjutnya dengan lagu-lagu yang bernuansa
kharismatik atau lagu-lagu yang tidak termasuk dalam tradisi GMIT pada umumnya.
Salah satu perwakilah pemuda Agape bernama R.G menjelaskan bahwa “bernyanyi
itu tidak hanya sekedar asal bernyanyi. Bernyanyi ialah memaknai apa yang dinyanyikan
dan menyanyikan nyanyian itu secara terus menerus sampai setiap orang benar-benar
mendengarkan. Ini artinya bahwa setiap orang yang bernyanyi pasti akan mendalami kata
per kata dari lirik lagu yang dinyanyikannya. Nyanyian bukan hanya suatu bentuk ungkapan
syukur dan pujian kita kepada Tuhan tetapi lebih dari itu merupakan sebuah amanat bagi

63
Hasil wawancara dengan jemaat M.A.12 januari 2016 pukul 10.00 WITA
64
Hasil Wawancata dengan jemaat M.N.L 17 Februari 2016 pukul 12.00 WIB

30
kita untuk melakukan apa yang menjadi kehendak Tuhan. Sebagai contoh lirik lagu pop
rohani “hatiku percaya” milik Edward Chen :
Saat ku tak melihat jalanMu, saat ku tak mengerti rencanaMU
Namun tetap ku pegang janjiMu, Pengharapanku hanya padaMu
Hatiku percaya, hatiku percaya, hatiku percaya s’lalu ku percaya
Ini adalah salah satu lagu pop rohani yang disukai oleh jemaat Agape. Lagu ini tidak
hanya sekedar ketika jemaat bernyanyi dan menyembah Tuhan namun kata-kata di dalam
lagu tersebut harus diresapi dalam hati dan perbuatan jemaat untuk benar-benar selalu
percaya kepada Tuhan. Setiap orang pasti memiliki lagu favorit yang terus dinyanyikan
setiap hari termasuk juga dalam satu komunitas gereja. Lagu-lagu yang digunakan oleh
gereja dalam ibadah merupakan lagu-lagu yang menjadi kesukaan jemaat tidak hanya
dinyanyikan pada saat beribadah akan tetapi mendarah daging dalam keseharian jemaat
khususnya dalam pergumulan masa muda kami. Lagu pop rohani dapat mengingatkan kita
akan kebaikan Tuhan. Untuk itulah pemuda-pemudi Agape senang apabila lagu-lagu pop
rohani diterapkan dalam ibadah-ibadah baik itu ibadah hari minggu maupun ibadah
kategorial lainnya dan kami dari persekutuan pemuda selalu menggunakan lagu-lagu pop
rohani dalam tata ibadah dan semua yang bertugas melayani maupun dilayani menikmati
lagu-lagu rohani karena sesuai dengan kebutuhan kami sebagai anak muda, lagu-lagu
rohani lebih menyentuh hati dan membuat pemuda-pemudi lebih semangat memuji Tuhan,
kata –kata yang sederhana dan penuh makna.65
Evangelis E.A. menjadi juga merasakan apa yang menjadi kebutuhan jemaat ketika
menggunakan lagu-lagu pop rohani saat beribadah, “bernyanyi adalah suatu ungkapan
seseorang kepada sosok yang layak untuk diberi pujian sebagai sesuatu hal yang patut
disyukuri, ada banyak cara yang dilakukan umat kristen untuk bersyukur kepada Tuhan
salah satunya ialah bernyanyi. Jemaat Agape suka sekali bernyanyi dalam segala bentuk
kegiatan yang jemaat ikuti berkaitan dengan menyanyikan puji-pujian. Secara pribadi saya
adalah termasuk salah satu orang yang tidak gemar dengan lagu-lagu pop rohani karena
saya lebih senang menggunakan nyanyian-nyayian KJ, PKJ, NKB dan lain-lain namun oleh
karena jemaat lebih menyukai lagu-lagu pop rohani, tidak ada salahnya jika dimasukan
dalam liturgi karena lagu-lagu rohani dapat membangunkan iman jemaat, tidak hanya fokus
untuk memahami khotbah namun lagu-lagu rohani setidaknya juga dapat memulihkan
keadaan jemaat yang ada dalam kesusahan, masalah, penderitaan bahkan disaat jemaat
berbahagia dan mensyukuri anugerah Allah. Oleh karena itu dengan menggunakan lagu-

65
Hasil Wawancara dengan jemaat (Pemudi) R.G 19 Desember 2015 pukul 20.00 WITA

31
lagu pop rohani dalam ibadah yang berlangsung justru lebih menyatukan jemaat dan saya
dapat melihat perbedaan ketika jemaat menyanyikan lagu-lagu rohani dibandingkan dengan
lagu-lagu seperti KJ, PKJ, dan NKB jemaat lebih menghayati imannya saat menyanyi lagu-
lagu pop rohani. Nyanyian mempunyai peran penting di dalam ibadah baik itu kebaktian
umum maupun ibadah kategorial. Nyanyian-nyanyian yang digunakan dan alat musik yang
dimainkan sangat menentukan bagaimana suasana ibadah. Bagi jemaat lagu-lagu seperti KJ,
PKJ, NKB dan lain sebagainya merupakan lagu yang liriknya sudah terlalu tua dari era ke
era dan tentu harus ada perpaduan lagu-lagu lainnya agar membuat suasana beribadah
lebih bermakna bagi kehidupan jemaat.66

3.3 Manfaat Positif Lagu-lagu Pop Rohani dalam Pertumbuhan Iman Jemaat
GMIT Agape

Jemaat lebih merasakan hadirat Tuhan melalui pujian yang dinyanyikan sehingga suasana
peribadatan tidak terkesan membosankan.67 Hal ini dapat dilihat dari hasil observasi yang
dilakukan penulis melihat bahwa ibadah yang dilaksanakan secara rutin baik itu kebaktian
umum maupun ibadah kategorial tidak bernuansa „kaku‟ melainkan suasana yang terlihat
lebih santai dengan nyanyian yang digunakan yakni lagu pop rohani dan sikap jemaat saat
beribadah begitu ekspresif seperti bertepuk tangan, mengangkat tangan, menari dan lain
sebagainya. Ibadah yang tidak “kaku” tergantung pada intensitas dari unsur-unsur liturgi
sebagai sarana bagi jemaat untuk mengekspresikan rasa syukur atas kehidupan baru yang
dihasilkan dari perjumpaannya dengan Tuhan. Jemaat yang menikmati lagu-lagu pop rohani
lebih berorientasi pada keberadaan para pemuda dan remaja agar tetap giat dalam segala
bentuk pelayanan di gereja.68 Jemaat menggunakan lagu-lagu pop rohani secara keseluruhan
pada saat ibadah kategorial sehingga dengan salah satu cara tersebut membuat pemuda dan
remaja di GMIT Agape aktif dalam pelayanan maupun melaksanakan program pelayanan.
Kemudian jemaat juga dipersatukan melalui iman percaya kepada Tuhan sebagai satu
persekutuan yang utuh dihadapan Tuhan.69 Penulis mengamati bahwa setiap tahun GMIT
Agape mempunyai tema besar untuk menjalankan visi dan misi. Tahun 2015 jemaat memiliki
tema besar “Aku menyebut kamu sahabat” tema yang ditetapkan harus disertai dengan satu
lagu rohani yang dinyanyikan sepanjang satu tahun berlangsung. Oleh karena itu lagu yang
menjadi tema besar tersebut ialah “sahabat sejati” lagu rohani tersebut selalu dinyanyikan
dalam ibadah umum, ibadah kategorial (persekutuan) dan pertemuan ibadah lainnya

66
Hasil Wawancara dengan Evangelis E.A pada pukul 12.00 WITA 11 Januari 2016 WITA
67
Hasil Wawancara dengan M.N.L 17 Februari 2016 pukul 12.00 WIB
68
Hasil Wawancara dengan jemaat (Pemudi) R.G pada pukul 19 Desember 2015 pukul 20.00 WITA
69
Hasil wawancara dengan jemaat M.A.12 januari 2016 pukul 10.00 WITA

32
kemudian untuk tahun 2016 ini jemaat telah menggunakan tema baru untuk periode satu
tahun ini berupa “Kristus adalah Raja” dan tentunya jemaat akan memilih salah satu lagu pop
rohani yang berkaitan dengan tema tersebut. ini berarti bahwa betapa pentingnya lagu-lagu
pop rohani bagi kehidupan berjemaat di GMIT Agape.

Manfaat positif lainnya ialah jemaat tidak hanya dipersatukan melainkan bertumbuh
dalam imannya kepada Tuhan dan berbuah di setiap kehidupan jemaat secara pribadi 70.
Orang-orang GMIT dapat mengenal salah satu ciri khas dari GMIT Agape dengan
penggunaan lagu-lagu pop rohani yang dapat menjadi unsur kesaksian dalam kehidupan
jemaat. Ciri khas dari jemaat GMIT Agape inilah yang membedakan jemaat tersebut dengan
jemaat GMIT yang lain.71 Ciri khas berhubungan dengan identitas mereka sebagai suatu
kelompok sosial yang berada dalam lingkungan gereja dan juga identitas mereka berdasarkan
kelompok etnis yaitu etnis Tionghoa oleh karena mayoritas jemaat Tionghoa di GMIT
Agape. Identitas menurut Barker menekankan adanya persamaan dan perbedaan, personal
dan sosial, soal apa yang individu miliki secara bersama-sama dengan beberapa orang dan
apa yang membedakan individu dengan orang lain oleh sebab itu keberadaan jemaat GMIT
Agape begitu berbeda dengan jemaat GMIT yang lain dari segi identitas mereka sebagian
besar orang-orang Tionghoa dengan budaya Tionghoa yang masih mereka jalankan,
hubungan kerja sama dengan pihak lain dan penggunan nyanyian-nyanyian dalam liturgi
ibadah sehingga penggunaan lagu-lagu pop rohani dapat menjadi salah satu identitas jemaat
GMIT Agape agar orang dapat mengenal Kristus dan diselamatkan oleh Kristus melalui
keberadaan GMIT Agape yang berbeda dengan GMIT yang lain dengan nuansa ibadah yang
berbeda.72 GMIT Agape merupakan satu-satunya gereja yang lebih dominan menggunakan
lagu-lagu pop rohani dan jemaat menikmati lagu-lagu tersebut namun bagi jemaat non-GMIT
Agape menyebut jemaat Agape ialah jemaat kharismatik karena lagu-lagu yang dipakai
berbeda dengan GMIT pada umumnya oleh karena itulah jemaat mengatakan bahwa inilah
salah satu ciri khas jemaat Agape.

70
Hasil Wawancara dengan M.N.L 17 Februari 2016 pukul 12.00 WIB
71
Hasil wawancara dengan jemaat M.A.12 januari 2016 pukul 10.00 WITA
72
Hasil wawancara dengan jemaat A.P. 12 Januari 2016 pukul 10.00 WITA.

33
4 PEMBAHASAN DAN ANALISA

4.1 Penggunan Lagu-lagu Pop rohani dalam Ibadah di Jemaat GMIT Agape

Jemaat GMIT Agape yang terdiri dari orang-orang Tionghoa telah berdiri sendiri
sejak tahun 1980 sampai sekarang ini. Misi dari jemaat GMIT Agape ialah “mewartakan
kabar baik” serta “melakukan kabar baik” mulai terealisasikan melalui program-program
pelayanan yang dijalankan baik itu penatalayanan berupa ibadah-ibadah rutin dalam gereja
maupun pelayanan keluar serta adanya dukungan dan kerja sama baik dari pihak sekolah
teologi, gereja, perusahan industri dan pihak yang lain serta juga pengelolahan organisasi
gereja yang mendorong jemaat GMIT Agape terus bertumbuh dalam pelayanan. Walaupun
GMIT Agape dikenal sebagai jemaat GMIT yang berbeda “aliran” oleh karena suasana
beribadah dan struktur organisasi yang tidak sama seperti gereja GMIT pada umumnya tetap
bahwa GMIT Agape berada dalam pengawasan satu sinode yaitu sinode GMIT dengan
seluruh tata aturan dan tradisi-tradisi GMIT. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa di setiap
gereja memiliki keunikannya masing-masing tetapi tidak keluar dari jalur yang telah
ditentukan bersama di bawah satu sinode. Jemaat GMIT Agape telah masuk dalam notulensi
sinode GMIT oleh karena beberapa hal yang dijalankan tidak sesuai dengan tata aturan
maupun tradisi GMIT dan hal tersebut berupa struktur organisasi dan penatalayanan ibadah
terkhusus pada unsur-unsur liturgi yaitu penggunaan nyanyian-nyanyian dalam ibadah.

Ibadah secara rutin yang dilakukan oleh jemaat terkesan berbeda apabila jemaat yang
baru pertama hadir di GMIT Agape akan merasakan perbedaan tersebut dengan nyanyian-
nyanyian yang digunakan karena bagi jemaat GMIT Agape nyanyian-nyanyian yang
digunakan dan didukung oleh alat musik yang dimainkan sangat menentukan bagaimana
suasana ibadah itu berlangsung73 oleh karena ibadah menunjuk pada pertemuan ibadah yang
di dalamnya terdapat nyanyian, doa dan pembacaan Alkitab serta pelayanan kepada mereka
yang belum menerima kristus74 dan ibadah juga merupakan suatu tindakan memuji dan
menyatakan hormat kepada Allah (worship)75 serta memahami bahwa tidak ada satu pun
yang terjadi di dalamnya kecuali Tuhan Maha Pengasih yang berbicara kepada manusia baik
itu melalui firmanNya yang kudus, doa dan nyanyian 76 maka jemaat GMIT Agape
mempraktekan itu dengan argumen bahwa firman, nyanyian dan doa adalah satu kesatuan

73
Hasil Wawancara dengan Evangelis E.A pada pukul 12.00 WITA 11 Januari 2016 WITA
74
J.L Ch. Abineno. Ibadah jemaat dalam perjanjian Baru. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1960), 6
75
Elysabeth Asrit Suyanti Lakapu. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakhadiran jemaat dalam
ibadah minggu menurut Majelis Jemaat di GMIT Maranatha Oebufu Kupang. 2011, 23-24.
76
White, james F. Pengantar Ibadah Kristen.(Jakarta:Gunung Mulia, 2005),8

34
ibadah yang utuh sehingga tidak ada diantaranya yang memiliki peran lebih melainkan ketiga
unsur tersebut penting dalam berlangsungnya ibadah sehingga bukan khotbah yang lebih
unggul atau nyanyian atau doa melainkan ketiganya memiliki peran dan fungsi yang sama
dalam ibadah guna untuk pertumbuhan iman jemaat. Ibadah menurut jemaat GMIT Agape
seharusnya menjadi ibadah yang kreatif dan inovatif serta menjawab kebutuhan jemaat agar
dalam pertemuan ibadah tidak terlihat monoton di mata jemaat maka perlu untuk gereja
melihat apa yang menjadi kebutuhan jemaat dan kemudian dituangkan dalam suasana
peribadatan kurang lebih dapat menyenangkan hati jemaat ketika membangun relasi dengan
Tuhan. Oleh karena itu ibadah yang kreatif dan inovatif tidak menutup kemungkinan bagi
jemaat untuk terus memperhatikan liturgi ibadah yang dijalankan dan membuat strategi agar
jemaat nyaman saat beribadah. Menurut Lambert Beauduin liturgi dapat dipahami sebagai
“ibadat gereja” dengan perumusan bahwa semua kegiatan-kegiatan ibadah di dalam gereja
selalu bersatu dengan liturgi sebab berasal dari sifat kodrati gereja yang bersifat sosial,
hierarkis-universal, merupakan kelanjutan dari Kristus 77 oleh karena itu istilah liturgi dan
ibadah memliki kedudukan yang sama dan tidak dapat dipisah-pisahkan. Konten daripada
liturgi secara umum berupa doa, nyanyian dan pemberitaan firman. Liturgi yang bersifat
sosial dan hierarkis universal juga dapat ditemui dalam unsur-unsur liturgi baik itu melalui
doa, pemberitaan firman, nyanyian maupun pengakuan dosa oleh sebab itu yang
dimaksudkan ialah liturgi yang dapat mencakup kehidupan sosial tidak hanya interaksi sosial
antar jemaat yang terjadi dalam lingkup satu gereja melainkan di setiap gereja-gereja yang
berada dalam satu sinode. Lagu-lagu pop rohani lebih menekankan pada aspek spiritual.
Apabila melihat kumpulan lagu-lagu pop rohani dan kemudian meninjau lirik-lirik dari lagu-
lagu pop rohani tersebut maka bait per bait menceritakan tentang manusia (pribadi) yang
memuji nama Tuhan, manusia yang mengalami kesulitan dalam menghadapi hidup, manusia
yang menaikan syukur kepada Tuhan. Kutipan dari lagu-lagu pop rohani selalu menekankan
akan hubungan satu pribadi dengan Allah sehingga sulit untuk menemukan lagu-lagu pop
rohani yang bersifat sosial dengan liri-lirik lagu yang menggambarkan kepedulian sosial.

Unsur nyanyian jemaat dalam liturgi ibadah rupanya begitu penting bagi jemaat
GMIT Agape oleh karena mulai dari terbentuknya GMIT Agape sampai periode saat ini buku
nyanyian terus dibaharui sesuai dengan kebutuhan jemaat seperti buku lagu “Puji-Pujian
Kristen” yang terdapat nyanyian-nyanyian dalam terjemahan bahasa mandarin dan gunakan
untuk kung dan poh yang belum paham bahasa Indonesia, kemudian menggunakan kidung
jemaat (KJ), Pelengkap Kidung Jemaat (PKJ), Nyanyian Kidung Baru (NKB), Dua Sahabat

77
O.carm, Bosco Da Cunha. Teologi Liturgi dalam Hidup Gereja. 69

35
Lama dan buku nyanyian yang lain hingga sampai saat ini lagu-lagu pop rohani telah
mendominasi buku-buku nyanyian sebelumnya. Ini menandakan bahwa penggunaan
nyanyian ditentukan oleh seberapa jauh dunia berkembang lalu kemudian mempengaruhi
kehidupan gereja-gereja termasuk gereja-gereja dalam naungan GMIT terutama bagi jemaat
GMIT Agape. Penggunaan nyanyian-nyanyian gereja dalam Tradisi GMIT telah disepakati
bahwa harus ada keseimbangan antara lagu-lagu pop rohani maupun lagu-lagu kidung jemaat
(KJ), pelengkap kidung jemaat (PKJ), nyanyian kidung baru (NKB) dan buku lagu lainnya
yang diakui dalam tradisi GMIT mengingat bahwa kehidupan gereja yang terus dinamis maka
kebutuhan jemaat perlu diperhatikan gereja. Oleh karena itu hal tersebut dibuat agar gereja
tidak meninggalkan jejak sejarah mulai dari pasca reformasi perihal sejarah pembentukan
nyanyian-nyanyian jemaat oleh para pelopor yang kemudian nyanyian-nyanyian tersebut
menjadi kesepakatan bersama sebagai semangat oikumenis gereja. Nyanyian-nyanyian yang
telah diprakarsai oleh Yayasan Musik Gereja diakui sebagai salah satu bentuk semangat
oikumenis karena memakai nyanyian-nyanyian yang sama setidaknya dapat membuat jemaat
merasakan hubungan oikumenis dengan jemaat-jemaat yang lain78 berarti bahwa nyanyian-
nyanyian di luar daripada Yasayasan Musik Gereja bukan termasuk nyanyian yang
oikumenis. Namun bukan berarti lagu-lagu bernuansa pop rohani tidak merupakan bagian
dalam semangat oikumenis. Lagu-lagu pop rohani juga merupakan hasil pergumulan dari
gereja-gereja non-barat dengan semangat oikumenis namun memiliki dimensi yang berbeda
karena lebih bersifat pentakostal dan kharismatik. Konteks GMIT dalam mewujudnyatakan
semangat oikumenis dengan mengumpulkan nyanyian-nyanyian yang telah menjadi
kesepakatan satu institusi sehingga aturan dan tradisi yang dijalankan sehingga nyanyian
dinyanyikan secara serentak (one voice). GMIT Agape tidak berada dalam tradisi yang sama
dengan gereja-gereja GMIT lain yang menggunakan nyanyian yang sama. Jemaat GMIT
Agape menggunakan lagu-lagu pop rohani sehingga jemaat tersebut terkesan berbeda dengan
GMIT yang lain dan membuat jemaat yang bukan merupakan bagian dari GMIT Agape
merasakan warna tersendiri yang dibawa oleh jemaat GMIT Agape bahkan tidak sedikit
jemaat lain yang kontra terhadap status GMIT Agape dan membuat jemaat lain memahami
bahwa GMIT Agape perlu untuk meninjau kembali aturan-aturan dan tradisi GMIT namun
sampai pada saat ini GMIT Agape tetap pada jalur yang mereka buat sendiri asalkan
kebutuhan jemaat terpenuhi.

78
Darmaputera, Eka. Bergumul dalam Pengharapan (Struggling in hope). (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2004), 103.

36
Jemaat GMIT Agape menikmati perbedaan dengan penggunaan lagu-lagu rohani yang
lebih dominan hal ini disebabkan oleh karena warisan turun-temurun sejarah dari orang tua
mereka. Jemaat mula-mula yang dilayani oleh orang Tionghoa yang berada dalam naungan
sekolah teologi di Malang tentunya memiliki pemahaman teologis yang berbeda dan tidak
ada hubungan kerja sama dengan Sinode GMIT. Sejarah GMIT Agape menceritakan adanya
ketidakharmonis antara orang-orang Pribumi dan orang-orang Tionghoa mengakibat jemaat
Tionghoa rupanya harus menemukan jalan sendiri untuk meneruskan pelayanan dan
meninggalkan jemaat GMIT Kota Kupang dengan berbagai persoalan dan kemudian
terbentuklah GMIT Agape akan tetapi berbagai aturan yang ada di GMIT tidak dijalankan
dengan total oleh jemaat GMIT Agape. Para pelayan atau biasa jemaat sebut sebagai “hamba
Tuhan” yang melayani berasal dari luar NTT (SAAT Malang) sering menggunakan lagu-lagu
pop rohani dibandingkan lagu-lagu Kidung Jemaat (KJ), Nyanyian Kidung Baru (NKB),
Pelengkap Kidung Jemaat (PKJ) saat beribadah sehingga kebiasaan tersebut diteruskan
sampai saat ini79 ada nilai lebih yang diterapkan jemaat GMIT Agape ketika jemaat tersebut
dilayani oleh pelayan sesama orang Tionghoa dari sekolah Teologi di Malang, jemaat merasa
hanya bisa diselamatkan apabila dilayani oleh sesama orang Tionghoa sehingga SAAT
Malang menjadi pilihan GMIT Agape untuk terus melakukan kerja sama, segala aspek
pelayanan dan pemahaman teologis yang kemudian dibawa masuk oleh orang-orang
Tionghoa dari SAAT Malang diterapkan jemaat GMIT Agape termasuk salah satunya ialah
lagu-lagu pop rohani. Inilah perbedaan yang dimiliki oleh GMIT Agape dibandingkan jemaat
GMIT yang lain mulai dari sejarah pembentukan gereja, keberadaan jemaat Tionghoa yang
menjadi mayoritas, hingga struktur organisasi dan rangkaian tata liturgi ibadah. Perbedaan
inilah merupakan ciri khas dari GMIT Agape sehingga ciri khas inilah yang membentuk
suatu identitas.

Lagu-lagu pop rohani menggambarkan pergumulan hidup dari jemaat GMIT Agape
seperti yang dijelaskan oleh james rawlings Sydnor bahwa nyanyian jemaat harus memiliki
nilai tambah di dalam ibadah dan nilai tambah tersebut ialah nyanyian harus dinilai sebagai
ungkapan isi hati dan perasaan umat Allah, dapat menceritakan iman mereka kepada dunia,
dipersatukan dalam satu persekutuan, belajar mengenai dasar-dasar iman dan dikuatkan
dalam menghadapi kehidupan mereka setiap hari untuk itu hal ini berkaitan erat dengan
pergumulan jemaat. Jemaat GMIT agape mendeskripsikan lagu-lagu pop rohani mampu
membuat jemaat lebih menghayati iman mereka kepada Tuhan karena setiap bait yang jemaat
nyanyikan memiliki arti yang dalam sesuai dengan pergumulan hidup jemaat begitu pula

79
Hasil Wawancara dengan jemaat M.N.L 17 Februari 2016 pukul 12.00 WIB

37
pemahaman Sydnor bahwa umat Kristen dapat menceritakan iman mereka sehingga lagu-lagu
pop rohani kiranya mendapat nilai tambahan tidak hanya untuk pergumulan jemaat secara
pribadi tetapi juga menyatukan jemaat sebagai komunitas gereja 80 selain itu nyanyian bukan
hanya suatu bentuk ungkapan syukur dan pujian kita kepada Tuhan tetapi lebih dari itu
merupakan sebuah amanat bagi kita untuk melakukan apa yang menjadi kehendak Tuhan. 81
lagu-lagu pop rohani tidak membuat jemaat bosan saat beribadah oleh karena lirik-lirik dalam
lagu pop rohani yang sederhana dan lebih mudah di mengerti dibandingkan KJ, PKJ atau
NKB yang menggunakan lirik bahasa yang sulit. Selain itu penggunaan lagu-lagu pop rohani
dalam ibadah juga berorientasi pada keberadaan pemuda-pemudi. Pemuda-pemudi menjadi
fokus utama jemaat GMIT Agape sehingga penggunaan lagu-lagu pop rohani juga menjadi
salah satu bagian dalam pertumbuhan iman pemuda dan membuat mereka lebih semangat
dalam melayani. Ini berarti bahwa pilihan lagu-lagu seperti KJ,PKJ,NKB dan lain sebagainya
tidak mencapai penghayatan iman jemaat GMIT Agape sehingga lagu-lagu pop rohani
menjadi pilihan yang tepat karena pada dasarnya lirik lagu-lagu pop rohani menggambarkan
hubungan manusia dengan Allah artinya bahwa spiritualitas menjadi suatu keunggulan.

Penulis mencoba untuk memahami perbandingan antara nyanyian jemaat yang


merupakan bagian dalam Yayasan Musik Gerejawi (YAMUGER) seperti Kidung Jemaat
(KJ), Nyanyian Kidung Baru (NKB), Pelengkap Kidung Jemaat (PKJ), Dua Sahabat Lama,
Gita Bhakti dan buku lagu yang lainnya merupakan hasil dari proses seleksi nyanyian-
nyanyian dari pra-reformasi dan pasca reformasi sebagai suatu warisan yang harus
dipertahankan gereja-gereja untuk membina semangat oikumene oleh karena daftar nyanyian-
nyanyian dari YAMUGER mengandung ajaran dogmatis, aspek pastoral, prinsip etika,
rasionalisme, individualisme, pietisme, metodisme, revivalisme dan spiritualisme. Disamping
itu dengan munculnya gerakan “pietis” membawa perubahan bagi kehidupan umat krsiten
dengan menekankan kehidupan umat yang saleh dengan kata lain hubungan horizontal antar
sesama diabaikan melainkan hubungan vertikal antara manusia dengan Allah menjadi hal
utama dalam gerakan ini dan membawa pengaruh besar dalam penambahan jumlah nyanyian-
nyanyian bernuansa pop di gereja-gereja non barat.82 Penulis melihat bahwa kesepakatan
untuk menyeimbangkan lagu-lagu pop rohani dan nyanyian Kidung Jemaat (KJ), Nyanyian
Kidung Baru (NKB), Pelengkap Kidung Jemaat (PKJ) dan lainnya adalah merupakan pilihan
yang tepat dan perlu untuk dilaksanakan oleh gereja GMIT dengan argumen bahwa jemaat

80
Hasil wawancara dengan jemaat M.A.12 januari 2016 pukul 10.00 WITA
81
Hasil Wawancara dengan jemaat (Pemudi) R.G 19 Desember 2015 pukul 20.00 WITA
82
Darmaputera, Eka. Bergumul dalam Pengharapan (Struggling in Hope). (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2004), 111-116

38
tetap mempertahankan warisan nyanyian-nyanyian sejarah reformasi dan merasakan adanya
kesatuan dalam semangat oikumene dengan gereja-gereja yang lain serta jemaat juga dapat
berkembang dengan menghayati iman mereka baik secara pribadi maupun dalam satu
komunitas gereja dengan lagu-lagu bernuansa pop rohani mengingat juga keberadaan
generasi-generasi muda. Penulis melihat bahwa yang dilakukan GMIT Agape sudah cukup
baik dalam menggunakan lagu-lagu pop rohani dan nyanyian seperti Kidung Jemaat (KJ),
Nyanyian Kidung Baru (NKB), Pelengkap Kidung Jemaat (PKJ) namun belum ada
keseimbangan oleh karena lagu-lagu pop rohani yang mendominasi.

4.2 Manfaat Lagu-lagu Pop Rohani bagi Pertumbuhan Iman Jemaat GMIT
Agape

Lagu-lagu pop rohani membuat suasana ibadah tidak monoton atau tidak terkesan
membosankan dan melalui lirik lagu yang sederhana maka jemaat mudah memahami dan
merasakan hadirat Tuhan83 jemaat dapat bebas dalam berekspresi saat beribadah. Hal ini juga
berkaitan dengan sikap jemaat ketika mengekspresikan puji-pujian kepada Tuhan tanpa ada
batasan. Menurut Sydnor jemaat tidak hanya dipersatukan dalam satu persekutuan melainkan
juga umat Kristen dapat mengungkapkan isi hati dan perasaan mereka melalui puji-pujian.
GMIT pada umumnya perlu juga untuk memahami bahwa ada nilai-nilai positif dari lagu-
lagu pop rohani untuk jemaat seperti yang telah dijalankan oleh GMIT Agape agar dapat
membuat suasana ibadah yang lebih hidup. Melihat juga dari sudut pandang tradisi GMIT
bahwa tidak menjadi suatu masalah apabila lagu-lagu pop rohani dimasukan dalam tata
ibadah namun yang perlu dilakukan gereja ialah menyeimbangkan nyanyian-nyanyian
tersebut sehingga tradisi tetap terus dijalankan. Ini artinya bahwa tidak masalah juga untuk
gereja GMIT yang lain menggunakan lagu-lagu bernuansa pop rohani mengingat bahwa
gereja terus bergerak dalam menjalankan misi Allah maka perlu untuk membaharui aspek-
aspek pelayanan dalam gereja. Adanya lagu-lagu pop rohani juga mengundang semangat
pemuda-pemudi untuk aktif dalam pelayanan gereja. Gereja harus meyakini anggota-
anggotanya untuk merangkul dan dirangkul atau tidak diperkenankan untuk hidup terpisah
secara kategorial. Jemaat harus terus membawa misi Allah, mewartakan kabar baik dan
melaksanakan kabar baik tersebut sehingga generasi-generasi muda harus pilar gereja untuk
mewujudnyatakan misi Allah. Jemaat GMIT Agape menyadari hal tersebut sehingga saat ini
pemuda-pemudi menjadi fokus utama jemaat GMIT Agape seperti yang dijelaskan jemaat
mengenai penggunaan lagu-lagu pop rohani adalah salah satu cara untuk membuat muda-
mudi giat dalam pelayanan namun yang menarik ialah untuk merealisasikan hal tersebut

83
Hasil Wawancara dengan M.N.L 17 Februari 2016 pukul 12.00 WIB

39
maka orang tua terlebih dahulu mempraktekannya dengan menggunakan lagu-lagu pop
rohani dalam pertemuan ibadah kategorial baik itu komisi kaum bapak, kaum wanita maupun
lansia. Sama halnya juga yang telah diuraikan oleh evangelis bahwa jemaat GMIT Agape
sangat suka bernyanyi agar dapat membangun iman mereka baik itu secara pribadi maupun
dalam satu persekutuan. Penulis dapat melihat bahwa lagu-lagu pop rohani tidak hanya
berkaitan dengan bentuk ekspresi iman jemaat kepada Tuhan melainkan dapat memberi
semangat bagi generasi-generasi muda untuk terus aktif dalam segala bentuk kegiatan
gerejawi. Nilai positif ini perlu dipahami oleh jemaat non-GMIT Agape bahwa lagu-lagu pop
rohani memberi manfaat bagi keberadaan pemuda-pemudi di gereja sehingga yang disebut
sebagai jemaat bukan hanya pendeta, majelis dan orang tua melainkan pemuda, remaja dan
anak-anak sehingga apabila gereja melihat kebutuhan jemaat berarti kebutuhan pemuda,
remaja dan anak-anak perlu diperhatikan.

Lagu-lagu pop rohani juga membawa manfaat bagi jemaat GMIT Agape yang
mencakup kesatuan antar anggota jemaat sebagai komunitas gereja melalui iman percaya
kepada Tuhan.84 Kesatuan jemaat berkaitan erat dengan bagaimana hubungan antar jemaat
GMIT Agape melalui lagu-lagu pop rohani sehingga ada nilai positif dari lagu-lagu pop
rohani dalam menyatukan jemaat dan juga untuk pertumbuhan iman jemaat secara pribadi
seperti yang dijelaskan oleh jemaat R.G bahwa setiap orang setidaknya memiliki lagu
favorite yang terus dinyanyikan karena lirik lagu yang diungkapkan tidak jauh berbeda
dengan pergumulan pribadi seseorang sehingga lagu-lagu pop rohani dengan lirik yang
sederhana mampu mempererat relasi manusia dengan Tuhan begitu juga bagaimana Kijne
memahami nyanyian yang bersumber pada refleksi iman Kristen atas pergumulan kehidupan
atau mengenai hubungan dengan Tuhan.85 Penulis melihat bahwa cukup bermanfaat bagi
jemaat dalam menggunakan lagu-lagu pop rohani guna membangun relasi dengan Tuhan
namun perlu untuk meninjau dari pernyataan Mawane bahwa nyanyian harus mencakup tri
panggilan gereja baik itu nyanyian gereja dalam aspek koinonia (persekutuan), aspek
marturia (kesaksian)maupun aspek diakonia (pelayanan sosial) tidak hanya memperhatikan
spiritualitas jemaat dengan nyanyian-nyanyian sebagai unsur kesaksian maupun persekutuan
melainkan nyanyian yang memperhatikan nilai-nilai sosial. Oleh karena itu jemaat GMIT
Agape maupun jemaat GMIT yang lain perlu meninjau kembali buku-buku nyanyian jemaat
yang menanamkan semangat oikumene. GMIT Agape tentunya harus tetap pada jalur GMIT
sehingga tidak ada persoalan yang timbul oleh karena kesalahpahaman.

84
Hasil wawancara dengan jemaat M.A.12 januari 2016 pukul 10.00 WITA
85
Mawane, M. Th. Gereja yang Bernyanyi. (Yogyakarta: PBMR ANDI, 2004), 36

40
Manfaat positif lagu-lagu pop rohani bagi jemaat GMIT Agape lainnya ialah lagu-
lagu pop rohani menjadi salah satu faktor pembentukan identitas mereka sebagai jemaat yang
sebagian besar ialah orang-orang Tionghoa oleh karena setiap gereja tentunya memiliki kisah
sejarah tersendiri maka jemaat GMIT Agape yang merupakan satu-satunya gereja GMIT
lebih dominan menggunakan lagu-lagu pop rohani merupakan hasil dari rentetan proses
sejarah terbentuknya GMIT Agape. Identitas selalu berkaitan dengan adanya kelas sosial,
gender, seksualitas, etnisitas, ras dan nasionalis yang memberikan tempat bagi individu-
individu dalam kehidupan sosial86 faktor yang membentuk suatu identitas terbagi dalam
faktor eksternal dan faktor internal. Aspek eksternal berhubungan dengan bahasa, melakukan
tradisi-tradisi etnik, partisipasi dalam etnis personal seperti keluarga dan masuk dalam suatu
institusi etnik seperti gereja, sekolah dan perusahaan. Faktor internal berkaitan dengan ide,
sikap dan perasaan dan termasuk dalam tiga dimensi afektif, kesadaran kognitif dan moral.
GMIT Agape yang merupakan institusi gereja dengan konteks mayoritas jemaat Tionghoa
membawa ciri khas yang berbeda serta ide dan gagasan dari para penginjil dan jemaat mula-
mula melalui proses pengalaman sejarah maka Perbedaan jemaat GMIT Agape membedakan
jemaat dengan jemaat GMIT yang lain dan tradisi serta kebiasaan yang terus dibawa sampai
pada anak dan cucu sehingga dalam proses bergereja tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan
dalam lingkungan GMIT maka inilah perbedaan dari jemaat GMIT Agape.

86
Hall, Stuart. “The Question of Cultural Identity”,596-636.

41
5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan

Gereja-gereja di Indonesia yang tergabung dalam Persekutuan Gereja-gereja di


Indonesia (PGI) memiliki semangat oikumene termasuk didalamnya Sinode GMIT yang
menghadirkan berbagai gereja-gereja GMIT di Nusa Tenggara Timur (NTT) dibawah satu
tata aturan dan tradisi GMIT yang kemudian terus dijalankan guna untuk mewujudnyatakan
misi Allah. Bentuk konkret dari perwujudan misi Allah terdapat didalam pelayanan gereja
yang dilakukan oleh umat Allah salah satunya ialah seperti adanya pertemuan-pertemuan
ibadah antara manusia dengan Allah. GMIT tentunya memiliki tradisi dan aturan yang harus
dijalankan oleh gereja-gereja GMIT untuk mencapai semangat oikumene tersebut namun
setiap gereja memiliki cara dan keunikan yang dimiliki dalam membangun relasi jemaat
dengan Allah maupun jemaat dengan jemaat lainnya. Keunikan yang dilihat penulis terletak
di jemaat GMIT Agape. Jemaat GMIT Agape membawa warna berbeda dalam pertemuan
ibadah dalam suasana ibadah yang lebih ekpresif dengan penggunaan lagu-lagu bernuansa
pop rohani yang lebih dominan dibandingkan kidung jemaat (KJ) pelengkap Kidung jemaat
(PKJ), nyanyian kidung baru (NKB) dan nyanyian lainnya sehingga adanya
ketidakseimbangan dan tidak sesuai dengan tradisi GMIT namun disisi lain ada pula manfaat
positif lagu-lagu pop rohani bagi pertumbuhan iman jemaat oleh karena bait yang sederhana
dan mudah dipahami serta mampu membangun relasi antara jemaat dengan Allah. Ini
merupakan awal mula bagi gereja GMIT yang lain untuk mempertimbangkan lagu-lagu pop
rohani dalam tata ibadah agar suasana ibadah lebih hidup dan tidak terlihat “kaku” namun
yang menjadi poin penting ialah sikap dari gereja-gereja dalam melakukan pembaharuan
dalam hal ini nyanyian-nyanyian jemaat yang digunakan tetap dalam aturan dan tradisi gereja
namun dapat juga memenuhi kebutuhan jemaat. Gereja GMIT perlu melihat kembali
nyanyian-nyanyian dalam ibadah juga harus memenuhi tri panggilan gereja yakni nyanyian-
nyanyian yang didalamnya terdapat aspek diakonia (pelayanan), marturia (kesaksian) dan
koinonia (persekutuan).

5.2 Saran
Gereja-gereja GMIT untuk meninjau kembali buku-buku nyanyian gereja dalam hal
penggunaan nyanyian-nyanyian jemaat dalam tata ibadah serta melihat manfaat positif dari
pemakaian nyanyian-nyanyian jemaat untuk pertumbuhan iman anggota jemaat secara
keseluruhan namun tetap berpatokan pada aturan dan tradisi GMIT.

42
Daftar Pustaka

Abineno, J.L. Ch. Apa kata Alkitab (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1983)

_______________. Ibadah Jemaat dalam Perjanjian Baru. (Jakarta: BPK Gunung Mulia),
1960

_______________. Unsur-unsur liturgi (Jakarta : PT Kinta, 1966)

Barker, Cris. Cultural studies teori dan praktik. (Yogykarta: PT Bentang Pustaka, 2005)

Borwnlee, Malcolm. Tugas Manusia dalam Dunia Milik Tuhan.

Dharmaputera, Eka. Bergumul dalam Pengharapan (Struggling in Hope) (Jakarta: BPK


Gunung Mulia: 1999)

De Jonge, Christian. Apa itu Calvinisme? (Jakarta: Gunung Mulia: 2008)

Deng, Francis M. War Of Visions : Conict of identities in the sudan. (Wasington DC,
Brooking, 1995)

Elysabeth Asrit Suyanti Lakapu. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakhadiran jemaat


dalam ibadah minggu menurut Majelis Jemaat di GMIT Maranatha Oebufu Kupang.
(Skripsi, 2011)

Engel J.D. Liturgika pemahaman dan penghayatan ibadah dalam liturgi gereja (Salatiga:
Tisara Grafika, 2007)

G. Riemer. Cermin Injil. (Jakarta : Litindo, 1995)

Hall, Stuart. Cultural Identity and Diaspora. (London, 1990)

__________.“The Question of Cultural Identity”(Stuart Hall/David Held/Don

Hasse J, Irwan Abdullah Wening Udasmoro. Dinamika Masyarakat dan Kebudayaan


Kontemporer. (Yogyakarta : TICI Publications : 2009)

Hubert/Kenneth Thompson. Modernity (Oxford: Blackwell, 1996)

Hursepuny, Johanes Julius Louis Marcell. (Skripsi Teologi .Makna Ibadah. 2010)

Ismail, Andar. Selamat Melayani Tuhan .( Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009)

Jenkins, Richards. Social identity (London: Routledge, 1996)

43
Kenneth, Milam. Fungsi Musik dalam Ibadah dan pelayanan gereja dalam kumpulan
masalah simposium dan penyegaran musik gerejawi (Bandung : Komisi Musik dan
Departemen Pendidikan, 1996)

Krueger, Richard A. Focus Group: a Practical Guide for Applied Research (Newburg Park
Calif:Sage Publications, 1998)

Listya, Agastya Rama. Pengantar Musik Gereja (Salatiga: Fakultas Teologi UKSW, 1999)

Madrasah Alkitab Asia Tenggara Malang. Puji-Pujian Kristen (Malang, 1976)

Majelis Sinode GPIB. Katekasasi GPIB. (Jakarta:2010)

Mawane, M. Th. Gereja yang Bernyanyi. (Yogyakarta: PBMR ANDI, 2004)

O.carm, Bosco Da Cunha. Teologi Liturgi dalam Hidup Gereja. (Malang: Dioma,2004)

Olst E.H. Van .Alkitab dan Liturgi. (Jakarta: Gunung Mulia, 2011)

Rachman, Rasid. Pembimbing ke dalam Sejarah Liturgi. (Jakarta : Gunung Mulia 2010)

Usman, Husaini & Akbar, Purnomo Setiady. Metodologi Penelitian Sosial. (Jakarta: Bumi
aksara, 1996)

White, James F. Pengantar Ibadah Kristen. (Jakarta:Gunung Mulia, 2005)

Wilson, John F. An Introduction to Church Music. (Chicago: Moody Press, 1965)

44

Anda mungkin juga menyukai