Anda di halaman 1dari 8

RANGKUMAN BAHASA JURNALISTIK

A. Unsur-Unsur Paragraf Jurnalistik

Paragraf merupakan suatu kesatuan ekspresi yang terdiri atas seperangkat kalimat
yang dipakai oleh penulis sebagai alat untuk menyatakan dan menyampaikan opini
nya kepada pembaca. Agar suatu opini tersebut dapat diterima dengan jelas oleh
pembaca maka paragraf harus tersusun secara logis dan sistematis. Alat bantu untuk
menciptakan susunan logis dan sistematis itu ialah elemen-elemen paragraf yang
mencakup empat unsur diantaranya yaitu : transist (transition), kalimat topik (topic
sentence). kalimat pengembang (development sentence), dan kalimat penegas (punch
lind Keempat unsur paragraf ini kadang-kadang bersama-sama, kadang-kadang hanya
sebagian tampil dalam suatu paragraf (Tarigan, 1981:13). Demikian pula dengan
unsur-unsur paragraf jurnalistik

1. Transisi

Transisi ialah pemindahan dari paragraf yang satu ke paragraf lainnya. Transisi
menghubungkan dua paragraf yang berdekatan. Transisi bisa berupa kata, bisa juga
berupa kalimat. Dalam bahasa jurnalistik, tidak ada ketentuan apakah setiap paragraf
harus memakai transisi. Setiap penulis atau jurnalis diberi kebebasan untuk
menggunakan atau tidak menggunakan kata-kata transisi. Setiap penulis atau jurnalis,
tak ada bedanya dengan seorang pengemudi ketika kapan ia harus memindahkan gigi
perseneling dari gigi satu ke gigi dua, dari gigi dua ke gigi tiga, dan gigi tiga ke gigi
empat, dari gigi empat ke gigi lima, atau bahkan kapan saatnya gigi perseneling itu
kembali ke posisi nol.

Transisi ditandai dengan kata hubungan kelanjutan seperti kata lalu, dan, serta; kata
hubungan antar waktu seperti sekarang, sebelum kemudian, kata penanda kalimat
seperti misalnya: kata penanda kontras seperti tetapi, sebaliknya, walaupun, kata
penanda; urutan jarak seperti di sini, di sana, kata penanda ilustrasi seperti contoh:
kata penanda sebab akibat seperti sebab, oleh karena itu; kata penanda hubungan
kondisi (pengandaian) seperti jika andaikata, kalau dan kata penanda kesimpulan
seperti secara garis besar, dapat disimpulkan, ringkasnya.

2. Kalimat Topik

Kalimat topik, dalam bahasa jurnalistik disebut kalimat utama. Menurut kaidah
bahasa jurnalistik, kata topik dan utama berbeda sekali konotasi serta maknanya.
Kalimat utama ialah sebuah kalimat dalam paragraf yang menunjukkan gagasan
pokok, gagasan induk, atau ide sentral yang mendominasi seluruh uraian dalam
paragraf tersebut. Kalimat utama bisa ditempatkan pada awal paragraf, bisa juga
diletakkan pada akhir paragraf Jika pada awal paragraf, maka paragraf itu disebut
paragraf deduktif. Artinya pesan disusun dari umum ke khusus. Tetapi jika pada akhir
paragraf, maka paragraf itu dinamakan paragraf induktif. Artinya pesan Jurnalistik
disusun dari khusus ke umum.

3. Kalimat Pengembang

Kalimat utama yang diberi penjelasan dan uraian penekanan serta contoh- contoh
pada kalimat-kalimat berikutnya dalam satu paragraf yang sama. itulah yang disebut
dengan kalimat pengembang. Kalimat pengembang merupakan penjabaran atau
perluasan dari gagasan pokok yang terdapat dalam kalimat utama. Kalimat
pengembang berusaha menjabarkan sesuatu yang abstrak menjadi sesuatu yang jelas.
Dalam bahasa Jurnalistik, kalimat pengembang disebut pula kalimat penjelas. Seperti
contoh pada kata tanaman palawija kata tersebut masuk dalam kalimat utama. maka
ketika kata tanaman palawija itu ditegaskan dan dijelaskan maka kata itu masuk
dalam kalimat penjelas yang dimaksud seperti kol. kentang, mentimun, terong, waluh.

4. Kalimat Penegas

Sesuai dengan namanya, kalimat penegas dimaksudkan untuk memberi penegasan


atau penekanan terhadap apa yang telah dinyatakan dalam kalimat utama. Menurut
seorang pakar bahasa, fungsi kalimat penegas ada dua. Pertama, sebagai pengulang
atau penegas kembali kalimat topik atau kalimat utama. Kedua, sebagai daya tarik
para pembaca dan sebagai selingan untuk menghilangkan kata kejemuan (Tarigan,
1981:20).

Untuk itulah, dalam bahasa jurnalistik sangat ditekankan betapa pentingnya pilihan
kata atau diksi dan variasi kalimat, antara lain sebagai salah satu cara untuk memikat-
mengikat minat dan perhatian khalayak pembaca, pendengar, pemirsa agar tetap
mengikuti jalan cerita yang disajikan penulis atau jurnalis.

B. Jenis – Jenis Paragraf Jurnalistik

Paragraf, berdasarkan jenisnya, diklasifikasikan dalam sembilan jenis diantaranya


yaitu: paragraf deduktif, paragraf induktif, paragraf campuran, paragraf perbandingan,
paragraf pertanyaan, paragraf sebab-akibat, paragraf contoh,paragraf perulangan, dan
paragraf definisi (Tarigan, 1981:30 34). Paragraf jurnalistik tidak terkecuali. Setiap
penulis, bebas dalam memilih jenis paragraf mana yang disukai serta yang paling
cocok dengan jalan cerita yang disajikannya. Terpenting, setiap paragraf jurnalistik
yang disusunnya harus efektif dan variatif.

1. Paragraf Deduktif

Paragraf yang dimulai dengan kalimat utama disusul dengan penjelasan atau uraian
secara lebih perinci dengan mengikuti pola urutan pesan dari umum ke khusus,
disebut paragraf deduktif. Fungsi paragraf deduktif terutama menegaskan suatu pokok
pikiran, pernyataan, atau kesimpulan untuk segera diketahui dan dicatat oleh khalayak
pembaca, pendengar, atau pemirsa. Untuk lebih meyakinkan betapa pentingnya
kesimpulan itu, penulis kemudian memerincinya dalam kalimat-kalimat pengembang
dan kalimat penjelas.

2. Paragraf Induktif

Paragraf yang diawali dengan kalimat penjelas yang menekankan bagian bagian atau
unsur-unsur terkecil disusul dengan penjelasan bagian-bagian yang lebih besar
sebelum kemudian diakhiri dengan kesimpulan atau kalimat penegas, disebut paragraf
induktif karena dalam paragraf induktif terdapat urutan pesan yang dimuat dari
khusus ke umum

Fungsi paragraf induktif yang utama adalah untuk menekankan bagian-bagian atau
satuan-satuan terkecil dari ide pokok yang ingin dituliskan penulis kepada khalayak
pembaca, pendengar, atau pemirsa. Fungsi paragraf induktif, memang lebih banyak
bersifat visual atau penggambar suatu hal daripada fungsi paragraf deduktif yang
lebih menekankan dalam konseptual atau penekanan suatu gagasan tertentu.

3. Paragraf Campuran

Paragraf campuran sesungguhnya merupakan gabungan beberapa unsur paragraf


deduktif dan paragraf induktif. Sebagian unsur deduktif misalnya kalimat
pengembang pada bagian awal paragraf, dipadukan dengan sebagian unsur paragraf
induktif, misalnya kalimat penegas pada bagian akhir paragraf. Dengan demikian
penempatan kalimat utama seolah olah tersembunyi pada bagian tengah paragraf.
Bahasa jurnalistik, kurang menyukai paragraf campuran karena cenderung
menyulitkan pembaca, dalam mengambil kesimpulan mengenai pokok pikiran yang
terdapat dalam suatu paragraf.

4. Paragraf Perbandingan

Paragraf perbandingan tidak membicarakan urutan pesan sebagaimana tampak pada


paragraf deduktif dan paragraf induktif. Paragraf perbandingan justru lebih tertarik
pada materi isi pesan yang ingin disampaikan seorang penulis kepada pembaca. Suatu
paragraf disebut paragraf perbandingan apabila ada kalimat utama yang biasanya
ditempatkan pada awal paragraf, membandingkan dua hal mengenai unsur -unsur sifat
atau keadaan yang terdapat di dalamnya. Dalam perbandingan. Lazim digunakan
analogi, misalnya dikatakan pena wartawan ibarat pisau jam bermata dua. Kalimat
tersebut bisa digunakan untuk tujuan mulia, tetapi bisa juga gunakan untuk tujuan
yang bersifat durjana.

5. Paragraf Pertanyaan
Paragraf yang bertujuan untuk mempertanyakan atau menggugat sesuatu, dengan
mengajukan kalimat tanya pada kalimat pertama atau kalimat kedua di awal paragraf
jurnalistik, disebut paragraf pertanyaan. Karena bahasa jurnalistik bersifat lentur,
tidak kaku, dan dinamis, maka boleh saja suatu waktu seorang penulis mengajukan
pertanyaan kunci pada kalimat di akhir paragraf. Bahkan pada dua kalimat terakhir di
akhir paragraf, dua pertanyaan bisa dilontarkan sekaligus. Efeknya, pembaca, bisa
mengingat dan terdorong untuk membawa pertanyaan itu ke paragraf-paragraf
berikutnya.

6. Paragraf Sebab-Akibat

Paragraf yang disusun berdasarkan urutan logis disebut paragraf sebab akbat. Karena,
kalimat utama dalam paragraf dikembangkan ke dalam urutan sebab dan akibat. Suatu
peristiwa tidak mungkin ada tanpa sebab atau latar belakang yang mendasarinya.
Bahasa jurnalistik sangat menyukai paragraf jenis ini. Seperti contoh dalam berita
disebutkan, perempuan pembantu rumah tangga berusia 22 tahun itu tewas setelah
minum racun serangga. Dari surat yang ditulis dua jam sebelum bunuh diri, diketahui,
ia terpaksa mengakhiri hidupnya karena anak majikan yang menghamilinya ingkar
janji. Ia semula dijanjikan untuk dinikahi tetapi ternyata anak majikannya itu malah
menikah dengan gadis lain. Contoh berita tersebut terdapat paragraf sebab akibat,
yang dimana terdapat pada kalimat "ia terpaksa mengakhiri hidupnya karena anak
majikan yang menghamilinya ingkar janji".

7.Paragraf Contoh

Paragraf yang disusun dengan menunjukkan banyak contoh pada kalimat utama,
kalimat pengembang, dan kalimat penjelas, disebut paragraf contoh. Fungsi utama
paragraf contoh tidak dimaksudkan untuk menekankan suatu gagasan atau konsep,
tetapi justru untuk memberikan gambaran sesuatu hal secara konkret kepada khalayak
pembaca, pendengar, atau pemirsa. Contoh-contoh itu dipetik dari peristiwa
kehidupan nyata sehari-hari. Bahasa jurnalistik sangat akrab dengan paragraf contoh,
mengingat bahasa jurnalistik disyaratkan untuk lebih mengutamakan kata-kata dan
kalimat konkret daripada kata-kata dan kalimat abstrak. Alasannya sangat Jelas bahwa
pembaca, tidak menyukai sesuatu yang abstrak. Sesuatu yang abstrak sulit dicerna dan
dipahami maksudnya.

8. Paragraf Perulangan

Paragraf yang melakukan pengulangan kata, istilah, frasa, atau klausa dalam susunan
kalimat yang berbeda tetapi masih dalam satu paragraf jurnalistik yang sama, disebut
paragraf perulangan. Fungsi paragraf perulangan terutama dimaksudkan untuk lebih
menekankan efek psikologis yang ingin dicapai dari pembaca sekaligus menunjukkan
variasi kata dan kalimat. Maksudnya tiada lain supaya pembaca, tetap terjaga, tetap
tertarik, dan tetap mengikuti keseluruhan tulisa dari sang penulis
9. Paragraf Definisi

Paragraf yang menunjukkan suatu istilah atau konsep pada kalimat utama dan istilah
atau konsep itu masih memerlukan penjelasan secara terperinci pada kalimat-kalimat
berikutnya, disebut paragraf definisi. Fungsi paragraf definisi dimaksudkan untuk
memperjelas suatu istilah, konsep, atau definisi, sehingga pembaca, diharapkan dapat
mengikuti jalan pikirannya sang penulis dengan baik. Hal ini sejalan dengan salah
satu fungsi pers yaitu fungsi edukasi. Bahasa jurnalistik, senantiasa berusaha untuk
membumikan berbagai hal yang semula dianggap mengawang-awang menjadi sesuatu
yang tampak kasat mata, bisa dilihat, dirasakan, atau dibuktikan secara empiris. Lewat
fungsi edukasi, bahasa jurnalistik bertanggung jawab untuk mencerahkan pembaca,
setiap hari tanpa henti.
C. Kualitas Paragraf Jurnalistik

Kriteria penilaian sangat diperlukan sebagai rujukan dasar bagi para penulis ketika
menulis dan menyajikan karya-karya jumalistik mereka kepada pembaca, secepat-
cepatnya. Menurut seorang pakar bahasa, kriteria kualitas paragraf ada enam yakni :
isi paragraf berpusat yang hanya pada satu hal saja, isi paragraf relevan dengan isi
karangan,paragraf harus menyatu dan padu, kalimat topik harus dikembangkan
dengan jelas dan sempurna, struktur paragraf harus bervariasi, dan paragraf tertulis
dalam bahasa Indonesia yang benar dan baik (Tarigan. 1981:36).
1. Satu hal saja

Paragraf jurnalistik yang baik hanya memusatkan bahasan pada satu hal atau satu ide
saja. Seorang penulis, ibarat sedang memotret harus dapat mengambil objek
bidikannya secara fokus. Dengan pemotretan yang terfokus dan sudut pengambilan
yang tepat, maka gambar yang dihasilkan akan terlihat tajam, tegas, jelas, berkarakter
Sebaliknya pemotretan yang tidak terfokus hanya akan menghasilkan gambar yang
tidak tajam, buram, berkabut.

2. Relevan

Relevan artinya berkaitan atau sesuai dengan pokok bahasan. Tidak menyimpang dari
topik. Paragraf yang baik harus mencerminkan keseluruhan isi paparan karya
jurnalistik yang disusun dan disajikan oleh penulis (Sumadiria, 2004:31). Paragraf
yang tidak relevan artinya paragraf yang menyimpang dari pokok bahasan serta tidak
mencerminkan judul yang telah ditetapkan, hal tersebut hanya akan menyesatkan
perhatian pembaca, merasa dibuat ke dalam lorong gelap, dan bukan diajak ke
ruangan terbuka yang terang benderang

3. Menyatu dan padu

Paragraf jurnalistik harus memenuhi prinsip kesatuan (unity) dan prinsip pertautan
(coherence) . Prinsip kesatuan mencakup tiga unsur sifat, isi, tujuuan. Artinya,
masalah apa pun yang dibahas dalam karya jurnalistik tidak boleh keluar dari
pembahasan ini. Kesatuan menekankan seluruh uraian berada dalam satu kesatuan
dilihat dari sifatnya, isinya, dan tujuannya. Sedangkan prinsip pertautan menunjukkan
tentang keharusan pesan yang kita uraikan mengalir dan berataut dari kalimat yang
satu ke kalimat yang lain. Dari paragraf yang satu ke paragraf yang lain (Sumadiria,
2005:00)

4. Jelas dan sempurna

Kalimat utama yang terdapat dalam paragraf jurnalistik harus dikembangkan dan
diperinci dengan jelas dan sempurna. Tidak boleh terjadi, kalimat-kalimat yang ada
dalam satu paragraf menunjukkan adanya pertentangan dengan kalimat utama atau
bahkan menegasikannya. Menegasikan berarti menghilangkan eksistensi sekaligus
melenyapkan makna kalimat utama. Bila ini yang terjadi, maka paragraf demikian
disebut paragraf kacau.

5. Harus bervariasi

Paragraf jurnalistik harus variatif. Ini syarat mutlak. Tak bisa ditawar-tawar lagi.
Variasi pada paragraf jurnalistik terletak pada pilihan kata atau diksi, penempatan
frasa atau klausa, penempatan panjang-pendeknya kalimat atau paragraf. penentuan
kalimat efektif, dan tentu saja pemilihan gaya bahasa. Dengan sentuhan variasi bahasa
di sana-sini secara terukur, maka setiap karya jurnalistik akan tampil memikat dan
memuaskan khalayak pembaca, pendengar, atau pemirsa. Jadi jauh sekali dari kesan
monoton.

6. Benar dan baik

Bahasa jurnalistik merujuk sekaligus tunduk kepada kaidah bahasa baku. Pertama,
bahasa jurnalistik harus benar menurut kaidah tata bahasa. Kedua, bahasa jurnalistik
juga harus baik menurut pertimbangan situasi dan kondisi sosiologis, psikologis, dan
etis. Jadi, mohon tidak terbalik dengan mengatakan bahasa yang baik dan benar. Ini
pandangan keliru yang sudah saatnya diluruskan. Pemakaian bahasa, pertama-tama
harus benar mengikuti kaidah atau hukum bahasa. Setelah benar. barulah bahasa itu
harus baik menurut pertimbangan-pertimbangan yang ada. Bahasa yang benar,
sifatnya objektif. Sedangkan bahasa yang baik, sifatnya subjektif.

7. Singkat Padat

Kecuali disyaratkan bervariasi dan tunduk kepada kaidah tata bahasa baku. paragraf
jurnalistik juga wajib disajikan secara singkat dan padat. Singkat, berarti hanya
menggunakan kata-kata yang penting, terukur, fungsional. Singkat dengan demikian
bisa diartikan tidak boros kata-kata, seperlunya saja. Mengutamakan prinsip
kehematan. Singkat juga berarti tidak menyebabkan khalayak pembaca, pendengar,
atau pemirsa, kehilangan banyak waktu berharga untuk menyimak karya jurnalistik
kita. Sedangkan padat berarti sarat informasi. Tidak setiap paragraf singkat
mengandung banyak informasi. Sebaliknya tidak setiap paragraf yang mengandung
banyak informasi tersajikan dalam paragraf-paragraf singkat.

8. Logis dan sistematis

Seluruh uraian yang terdapat dalam paragraf jurnalistik harus logis. Logis berarti
sesual dengan atau dapat diterima menurut pertimbangan akal sehat (common sense).
Logis kata-katanya, logis frasa dan klausanya. logis kalimat-kalimatnya. Kelogisan itu
juga tersaji secara sistematis, Sistematis berarti deretan kata dan kalimat yang terdapat
dalam setiap paragraf jurnalistik, tertata dengan baik, runtut, bagaikan aliran air
sungai dari hulu ke hilir.

9. Memiliki karakter khas

Setiap orang punya gaya, penampilan, dan karakter kepribadian masing masing,
Karakter itulah yang kemudian memberi identitas berbeda kepada setiap individu.
Artinya identitas seseorang terbentuk karena sosok penampilan dan kepribadiannya.
Begitu pula dengan karya-karya jurnalistik, harus memiliki karakter tertentu.

Karakter itu hanya mungkin muncul dalam paragraf-paragraf jurnalistik apabila kita
sebagai penulis, sejak awal memiliki dan mengembangkan karakter atau gaya
penulisan yang khas.
SUMBER REFRENSI

Drs. As Haris Sumadiria M.Si. (2006). BAHASA JURNALISTIK Panduan Praktis Penulis dan Jurnalistik.
Bandung.

Anda mungkin juga menyukai