Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di


dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum,
adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang
sebagai anggota masyarakat. Edward B, Tylor. (1974). Kebudayaan meliputi
semua aspek kehidupan yang merefleksikan upaya-upaya manusia untuk
menciptakan suatu tatanan kehidupan yang jauh lebih baik berupa cipta, karsa
dan rasa. Cipta adalah kerinduan manusia untuk mengetahui rahasia segala
hal yang ada dalam pengalaman lahir batinnya. Yang menghasilkan berbagai
ilmu pengetahuan. Karsa adalah kerinduan manusia untuk menyadari: dari
mana manusia sebelum lahir dan ke mana manusia pergi sesudah mati.
Hasilnya berupa norma-norma kepercayaan. Sedangkan, Rasa adalah
kerinduan manusia akan keindahan sehingga menimbulkan dorongan untuk
menikmati keindahan. Hasilnya untuk mengembangkan rasa keindahan yang
melahirkan karya-karya seni yang agung.
Dalam kehidupan bermasyarakat tentunya tidak lepas dari suatu
kebudayaan, yang mana menurut Koentjaraningrat kebudayaaan merupakan
seluruh gagasan, rasa, tindakan serta karya yang dihasilkan oleh manusia
dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh karna itu kebudayaan itu terbentuk
karna adanya kebersamaan dalam suatu masyarakat sehingga mereka dalam
kurung waktu yang lama memperlajari dan melihat kebiasaan dalam
kehidupan bermasyarakat.
Kebudayaan memiliki 3 wujud diantaranya adalah ide atau gagasan,
aktifitas atau tindakan, dan benda-benda hasil karya manusia. Salah satu dari
wujud kebudayaan itu berupa aktifitas atau tindakan dan hal ini salah satunya
bisa dilihat sebuah tradisi yang merupakan aktifitas masyarakat yang
dilakukan secara turun temurun yang merupakan warisan budaya dari nenek
moyang terdahulu.

1
Kebudayaan yang dihayati oleh masyarakat masih bersifat umum,
sedangkan kebudayaan yang dianut oleh masyarakat di setiap daerah masing-
masing memiliki perbedaan. Misalnya, kebudayaan yang dianut oleh
masyarakat Belu, memiliki perbedaan dengan kebudayaan yang dianut oleh
masyarakat TTU. Sama halnya juga, kebudayaan yang dianut oleh
masyarakat Malaka memiliki perbedaan dengan kebudayaan yang dianut oleh
masyarakat Belu dan TTU.
Salah satu Tradisi sebagai upacara keagamaan yang paling popular
didalam masyarakat haitimuk kabupaten malaka adalah Hanimak , yang telah
menjadi salah satu tradisi di kalangan masyarakat malaka yang dilaksanakan
untuk peristiwa penting dalam kehidupan seseorang. Oleh karena itu, Salah
satu unsur budaya masyarakat haitimuk kabupaten Malaka yang berbeda
dengan masyarakat yang lain adalah tradisi hanimak. Hanimak adalah produk
budaya yang dihayati oleh masyarakat Malaka sebagai salah satu cara untuk
bertandang atau bertamu guna memperkenalkan diri kepada seseorang. Si
pemuda memberanikan diri bertamu ke rumah si gadis, untuk
mengungkapkan perasaan cintanya. Bila perasaan cintanya diterima, maka
akan ditingkatkannya. Emanuel Seran, (2008: 1).
Selain itu dilihat dari kehidupan sosialnya sebagian sudah memiliki
berbagai pemahaman baik itu dari segi adat, Agama maupun ilmu
pengetahuan. Perlu dilakukan penelitian, untuk mengetahui secara mendalam
mengenai Tradisi Hanimak ini dan bagaimana pandangan masyarakat malaka
mengenai tradisi ini. Berdasarkn hal tersebut maka penulis tertarik untuk
meneliti lebih jauh meneliti dengan berjudul „Makna dan fungsi dalam tradisi
hanimak di desa haitimuk kabupaten malaka.

Dalam kaitan dengan itu maka kebudayaan dapat dipandang sebagai


ekspresi kehidupan atau pencerminan identitas setiap orang atau sekelompok
orang yang hidup dalam kondisi historis dan sosial. Maka berdasarkan uraian
di atas penulis memilih judul: Makna dan Fungsi Dalam Trandisi
Hanimak didesa Haitimuk kabupaten Malaka.

2
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah dalam penelitian ini
dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana Prosesi tradisi hanimak di desa haitimuk di kabupaten malaka?
2. Apa Makna dan fungsi dalam tradisi hanimak di desa haitimuk di
kabupaten malaka?
3. Bagaimana Persepsi Masyarakat desa haitimuk kabupaten malaka?

1.3 Tujuan Penelitian


Sehubungan dengan masalah yang diangkat dalam penelitian ini,
maka yang menjadi tujuan penulis dalam melakukan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui Prosesi tradisi hanimak di desa haitimuk di kabupaten
malaka
2. Untuk mengetahui Makna dan fungsi dalam tradisi hanimak di desa
haitimuk di kabupaten malaka
3. Untuk mengetahui Persepsi Masyarakat desa haitimuk kabupaten malaka?.

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat dari penelitian ini terdiri atas manfaat teoretis dan manfaat praktis.
1.4.1 Manfaat Teoretis
a) Sebagai bahan referensi dan sumber informasi bagi para mahasiswa
atau peneliti yang ingin meneliti tentang makna dan fungsi dalam
tradisi hanimak.
b) Sebagai sumber informasi bagi masyarakat dalam rangka
meningkatkan pengetahuan tentang makna yang terkandung dalam
tradisi hanimak di desa haitimuk di kabupaten malaka
c) Bagi guru Bahasa Indonesia, hasil penelitian ini merupakan masukan
yang berharga terutama untuk pendidikan sosial budaya dan
pembelajaran sastra.

3
1.4.2 Manfaat Praktis
Praktisnya bahwa penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi
masyarakat desa Haitimuk pada umumnya dan generasi muda khususnya,
agar dapat mengenal dan mengetahui makna dan fungsi dalam tradisi
hanimak di masyarakat Desa Haitimuk.

4
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.2 Konsep Dasar Hamimak

Hanimak adalah budaya atau tradisi untuk berpacaran dan mencari jodoh.
Tradisi ini telah dilakukan oleh masyarakat Malaka sejak zaman dahulu. Hanimak
merupakan salah satu tradisi masyarakat kabupaten malaka yang sangat kental
bagi kaum muda-mudi untuk mencari jodoh. Hanimak sendiri merupakan proses
perkenalan secara sopan, etis dan sangat romantis yang dilakukan sang pria dan

wanita atas restu orang tua. Sebelumnya, kaum lelaki dan perempuan

akan saling bertemu dan berkenalan. Biasanya

acara Bidu sebagai kesempatan untuk mulai memadu hati. Ini

adalah tahap pertama di mana kaum muda-mudi mulai

berkenalan antara satu sama lain. Pada saat

tarian Bidu berlangsung, Sang pria mulai melihat/melirik calon

kekasih hatinya dan meraka mulai berkenalan dan membuat janji

untuk bertemu. (Bidu adalah tarian warisan secara turun

temurun oleh masyarakat Malaka yang sangat familiar dan

dikenal di daratan NTT). Setelah berkenalan dan menemukan

kecocokan maka mereka akan menuju ke proses berikutnya,

yaitu disebut Binor. Dijelaskan, binor adalah pertemuan antara

pria dan wanita untuk saling menukar tempat sirih pinang, kain

atau selendang, dan lain sebagainya.

Proses ini akan berlangsung pada malam hari dan si gadis

tidak bertemu pria secara langsung karena si gadis harus berada

di “Odamatan Lor” (pintu rumah adat di bagian sisi Utara),


5
sehingga si gadis akan dikenal dengan sebutan khas orang

Malaka “Bete Loka Laran” (Loka: sebuah tempat berbentuk persegi

panjang di dalam rumah panggung/rumah adat, yang dibuat

sebagai ruang/kamar tidur si gadis. Bete Loka Laran: perempuan

di balik ruang tidur).

Proses ini menjadi tahap terakhir dari tradisi hanimak

kerena kedua mempelai sudah dipertemukan dan disatukan oleh

ikatan adat kedua belah pihak dan siap menuju ke pelaminan.

Namun sayang, seiring berkembangnya zaman ditunjang

kemajuan teknologi informasi, tradisi ini mulai menghilang.

Mungkin di beberapa wilayah di Malaka masih dipertahankan,

namun di sejumlah besar wilayah Malaka hanimak sudah

kehilangan bentuk asli. Tidak ada lagi tradisi ini dalam tahap-

tahap menuju/sebelum peminangan.

Meski demikian, hanimak masih menjadi cerita yang hidup

terutama bagi para orang tua yang hidup zaman dahulu, dan

yang terakhir menikah di era 1990-an awal.

2.3 Teori Yang Digunakan

Landasan teori merupakan bagian yang membahas uraian pemecahan

masalah yang ditemukan pemecahannya melalui pembahasan. Penelitian ini

membahas mengenai “Makna dan Fungsi dalam Tradisi Hanimak di Desa

Haitimuk Kabupaten Malaka” ini menggunakan teori fungsi dan makna semiotik.

2.3.1 Teori Fungsi

6
Fungsi menurut Bascom (Danandjaja 1991:19) ada lima tipe penulis hanya

menggunakan tiga saja karena penulis merasa tiga teori ini sudah cukup mewakili

bagian yang ingin penulis paparkan. Ketiga Teori tersebut yaitu :

1. Sebagai sistem proyeksi (Projective System), yakni sebagai alat pencerminan

angan-angan kolektif.

2. Sebagai alat pengesahan pranata-pranata dan lembaga-lembaga kebudayaan

3. Sebagai alat pemaksa dan pengawas agar norma-norma masyarakat akan

selalu dipatuhi anggota kolektifnya

Teori fungsi berkaitan dengan makna dari tradisi hanimak tersebut. Jenis

hanimak juga berbeda-beda. Fungsi hanimak berbeda sesuai dengan kegunaan

acara adat tertentu. Karena beda acara adat akan berbeda pula fungsinya. Adat

istiadat adalah sebuah ungkapan yang artinya segala aturan/ketentuan yang sudah

ada sejak dahulu kala dan menjadi kebiasaan secara turun-menurun.

Adat adalah ketentuan hukum sehingga merupakan norma-norma dengan

ciri khas dari suatu suku, setiap suku bangsa akan memupuknya menurut falsafah

timbulnya asap akan diikuti api, disebut indeks. Jika lambing itu tidak menyerupai

yang dilambangkan, seperti burung garuda melambangan Negara Republik

Indonesia maka disebut simbol.

Teori fungsi adalah salah satu teori yang menjadi penghubung erat antara

ilmu linguistik dan sastra dengan ilmu-ilmu seni (Takari 2009:5). Sehingga

generasi demi generasi akan mewarisinya sebagai pusaka yang diamankan oleh

para leluhurnya dahulu yang diteruskan turun-temurun secara sadar dan penuh

tanggung jawab.

7
Maka tradisi hanimak dapat menjadi alat pengesahan budaya dan menjadi

salah satu perlengkapan pada upacara perkawinan masyarakat Melayu yang patut

dipertahankan karena memiliki peranan penting dalam kebudayaan.

2.3.2Teori Semiotik

Penelitian ini penulis menggunakan teori Semiotik yang dikemukakan oleh

De Saussere, ahli bahasa dari Swiss dan Pierce, seorang ahli filsofi dari Amerika

Serikat dalam buku Encylopedia. Teori Semiotik memahami bagaimana makna

diciptakan dan dikomunikasikan melalui sistem simbol yang membangun sebuah

peristiwa seni. Buku Encyclopedia Brittanica (2007) pengertian semiotik menurut

Saussere adalah sebagai sistem yang membuat lambing bahasa itu terdiri sebuah

imaji bunyi (saound image) atau signifier yang berhubungan dengan konsep

(signified).

Setiap bahasa mempunyai lambang bunyi tersendiri. Sedangkan teori

menurut Pierce menginterprestasikan bahasa sebagai sistem lambang, yang

berkaitan : 1. Representatum, 2. Pengamat (Interpretan), 3. Objek. Kajian

kesenian berarti harus memperhitungkan peranan seniman dan penonton sebagai

pengamat dari lambang-lambang kedalam tiga kategori : Ikon, Indeks, Symbol.

Apabila lambang itu mempunyai yang dilambangkan seperti foto, maka disebut

ikon. Jika lambang itu menunjukkan akan adanya sesuatu seperti timbulnya asap

akan diikut api, disebut indeks. Jika lambang itu tidak menyerupai yang

dilambangkan, seperti burung garuda melambangkan Negara Republik Indonesia,

maka disembut simbol.

8
Teori semiotik adalah salah satu teori yang menjadi penghubung erat

antara ilmu linguistik dan sastra dengan ilmu-ilmu seni (Takari,2009:5).

2.4. Jenis-Jenis Gaya Bahasa

Konsep teori yang secara spesifik digunakan dalam melakukan


penelitian ini terangkum dalam gaya bahasanya, diantaranya adalah:

1. Gaya Bahasa Personifikasi


Personifikasi adalah gaya bahasa yang pengungkapannya dengan
menyampaikan benda mati atau tidak bernyawa sebagai manusia. Gaya
bahasa ini berfungsi untuk menggambarkan benda mati seolah-olah
mempunyai sifat atau kemampuan seperti manusia.
Contoh: Matahari baru saja kembali ke peraduannya, ketika kami tiba di
sini.
2. Gaya Bahasa Hiperbola
Kata hiperbola berasal dari bahasa Yunani yang berarti “pemborosan”,
“berlebihan” dan diturunkan dari hyper “melebihi” “ballien”
“melemparkan”. Hiperbola merupakan suatu cara yang berlebih-lebihan
mencapai efek; suatu gaya bahasa yang di dalamnya berisi kebenaran yang
direntangpanjangkan.
Hiperbola yang digunakan untuk mengungkapkan sesuatu hal dengan
berlebihan juga. Gaya bahasa ini digunakan untuk memberikan gambaran
tentang sesuatu sehingga mampu memberikan efek yang lebih mendalam.
Gaya bahasa hiperbola juga adalah sejenis gaya bahasa yang
mengandung pernyataan yang berlebih-lebihan jumlahnya, ukurannya atau
sifatnya dengan maksud memberi penekanan pada suatu pernyataan atau
situasi untuk memperhebat, meningkatkan kesan dan pengaruhnya. Gaya
bahasa ini melibatkan kata-kata, frase, atau kalimat.
Contoh : Kemarahanku sudah menjadi-jadi hingga hampir-hampir meledak
aku.

9
3. Gaya Bahasa Ironi
Ironi adalah gaya bahasa sindiran yang melukiskan sesuatu dengan
menyatakan sebaliknya dari apa yang sebenarnya dengan maksud untuk
menyindir orang.
Contoh: Tidak diragukan lagi bahwa adalah orangnya, sehingga semua
kebijaksanaan terdahulu harus dibatalkan seluruhnya.

4. Gaya Bahasa Repetisi


Repetisi adalah gaya bahasa penegasan yang melukiskan sesuatu
dengan mengulang kata atau beberapa kata. Repetisi pada tuturan kananuk
ini biasanya digunakan pada saat percakapan. Fungsi gaya bahasa repetisi
pada tuturan kananuk ini adalah untuk menegaskan apa yang disampaikan
oleh seseorang pada lawan bicaranya.
Contoh : Maukah kau pergi bersama-sama serangga-serangga tanah, pergi
bersama kecoak-kecoak, pergi bersama mereka yang menyusupi tanah,
menyusupi alam?

5. Gaya Bahasa Asonansi


Gaya bahasa yang melukiskan tentang pengulangan bunyi vokal yang
sama baik pada awal maupun pada akhir kalimat.
Contoh: pengulangan bunyi vokal i dalam baris ”Kura-kura dalam perahu,
pura-pura tidak tahu”.

6. Gaya Bahasa Aliterasi


Gaya bahasa yang menggambarkan tentang pengulangan bunyi
konsonan yang sama baik pada awal maupun pada akhir kalimat
Contoh: pengulangan bunyi konsonan k dalam baris ”Keras-keras kerak,
kena air lembut juga”

10
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah Penelitian


deskriptif kualitatif, Oleh karena itu, peneliti menggunakan metode deskriptif
kualitatif yakni metode penelitian yang berusaha untuk menggambarkan dan
mendeskripsikan data yang ada, kemudian menarik kesimpulan secara umum
berdasarkan masalah yang telah ditetapkan. Metode deskriptif kualitatif yang
dimaksud, yaitu data-data yang dikumpulkan berupa kata-kata bukan angka
(Moleong, 2009 : 3).

Menurut Creswell (2016) penelitian kualitatif adalah jenis penelitian


yang mengeksplorasi dan memahami makna di sejumlah individu atau
sekelompok orang yang berasal dari masalah sosial. Penelitian kualitatif
secara umum dapat digunakan untuk penelitian tentang kehidupan
masyarakat, sejarah, tingkah laku, konsep atau fenomena, masalah sosial, dan
lain-lain. Salah satu alasan mengapa menggunakan pendekatan kualitatif
adalah pengalaman peneliti dimana metode ini dapat menemukan dan

11
memahami apa yang tersembunyi dibalik fenomena yang kadangkala
merupakan suatu yang sulit untuk dipahami.

Penelitian kualitatif adalah jenis penelitian ilmu sosial yang relevan


untuk kajian budaya. Dalam tradisi kajian budaya ini, hal yang diteliti adalah
produk budaya dan praktek budaya, yang berpihak pada tradisi “budaya
kecil”, seperti pada budaya lokal yakni slitistika tuturan kananuk dalam
hanimak.

Sebagai jenis penelitian kualitatif, maka penelitian ini bergantung atas


bobot pengamatan pada manusia dan dunia kehidupannya dan temuan-temuan
penelitian tidak diperoleh melalui prosedur kualitatif atau perhitungan
statistika seperti dalam kajian tradisi ilmu-ilmu emperik murni. Mantra,
(2004: 26), karena seperti yang dikatakan Kleden (1984: 61) permasalahan
pokok dalam penelitian kualitatif adalah makna dan juga menjadi sasaran
kajian budaya, yang di tentukan oleh dimensi kedalaman data bukan
banyaknya data.

3.2. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian


3.2.1. Lokasi Penelitian
Lokasi yang dipilih penulis dalam melakukan penelitian ini
terpusat pada masyarakat Desa Haitimuk, Kecamatan weliman,
Kabupaten Malaka.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian tentang makna dan fungsi dalam tradisi hanimak di


desa haitimuk kabupaten malaka.

3.3. Jenis Data dan Sumber Data

3.3.1 Jenis Data

Data yang dibahas dalam penelitian ini terdiri dari data lisan
berupa Tuturan yang diperoleh dari informan saat berlangsungnya

12
simulasi. Sedangkan data tulis yaitu peneliti menggunakan data-data
yang ditulis oleh para peneliti lainnya seperti dalam buku dan media
sosial.

3.3.2 Data dan Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah narasumber yang terdiri


atas tujuh orang informan, hasil wawancara dan objek-objek yang
diamati serta dijadikan bukti yang mendukung kebenaran objek
tersebut.

Berkaitan dengan itu, penulis menetapkan sejumlah narasumber


untuk penelitian ini dengan mengacu pada pendapat Samarin (dalam
Ishak 2010:19) seperti berikut:

1) Penutur asli Suku Tetun pada masyarakat Desa Haitimuk


2) Baru menikah atau kaum muda masyarakat Suku Tetun di Desa
Haitimuk
3) Tidak terlalu lama meninggalkan daerah asal
4) Mempunyai kesehatan yang baik
5) Bersedia menjadi informan

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Data penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan lima teknik


pengumpulan data sebagai berikut :

3.4.1 Teknik Observasi

Teknik observasi atau pengamatan terlibat (Mantra, 2004:28).


Melalui teknik peneliti langsung ke lapangan untuk mengamati perilaku
dan produk-produk budaya, yang dihasilkan oleh masyarakat yang
diamati.

3.4.2 Teknik wawancara

13
Teknik wawancara (Moleong, 1998:135). Wawancara adalah
teknik pengambilan data dengan proses tanya jawab antara peneliti dan
informan untuk mendapatkan data secara lisan. Wawancara berlangsung
sewajarnya dengan menjadikan para informan sebagai “guru”, “mitra”,
dan “orang tua”. Peneliti mengambil posisi “anak muda” (generasi
penerus), “sahabat” dan “pembelajar” yang siap mendengarkan,
berdiskusi serius (negosiasi makna) dan mencatat secara
bertanggungjawab.

Peneliti mengunakan teknik Wawancara untuk memperoleh


informasi-informasi dari informan secara langsung dengan bertatap
muka. Dalam teknik wawancara ini peneliti menggunakan Teknik
Wawancara terbuka yaitu wawancara yang arah pertanyaannya
memberi peluang kepada informan untuk berargumen dan tidak
membatasi hanya jawaban iya atau tidak saja, Dalam proses wawancara
yang peneliti lakukan menggunakan teknik wawancara terbuka. Hal ini
berfungsi sebagai penggali data yang lebih objektif dari seorang
informan atas pandangan, ide dan juga argumentasi yang diberikan oleh
seorang informan.

3.4.3 Teknik Rekam

Peneliti menggunakan alat audio visual dengan tujuan untuk


merekam pada saat kegiatan wawancara, yakni kamera android guna
merekam dan mengambil gambar saat wawancara berlangsung.

3.4.4 Teknik dokumentasi

Teknik dokumentasi Mantra, (2004:29). Teknik ini juga dibuat


dalam rangka menjaring kekayaan data, baik untuk menegaskan data
yangtelah diperoleh maupun untuk memperkaya data yang sudah ada,
karena belum dapat ditangkap secara maksimal melalui teknik
pengamatan terlibat dan teknik wawancara. Dokumentasi dilakukan
peneliti baik secara tertulis maupun elektronik. Teknik dokumentasi ini
14
termasuk studi terhadap dokumen yang sudah ada dan studi
kepustakaan tentang tema yang sama diberbagai jenis media yang dapat
diakses peneliti (buku, majalah dan makalah) yang ada di perpustakaan.
Dengan demikian, teknik dokumentasi ini termasuk melakukan studi
kepustakaan dalam rangka memperkaya data yang ada secara kritis dan
dinamis.

3.4.5 Teknik Pencatatan lapangan

Teknik pencatatan lapangan yang dilakukan oleh peneliti untuk


memungkinkan data tuturan yang luput dari alat rekaman dan
memperjelas data yaitu Tradisi Hanimak.

3.5 Teknik Analisis Data


Sugiyono (2010: 224) mengemukan bahwa analisis data adalah proses
mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil
wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi dengan cara menjabarkan ke
dalam unit-unit, menyusun ke dalam pola memilih mana yang penting akan
dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami diri sendiri
dan orang lain. Data yang diperoleh dari wawancara dan menganalisis data
berupa dokumentasi yaitu Tradisi Hanimak di Masyarakat Malaka.
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif sehingga teknik analisis data
yang dilakukan melalui 3 langkah yakni reduksi data, Penyajian data, dan
penarikan simpulan.

1. Reduksi Data

Reduksi data adalah proses pemilihan, pemustan perhatian pada


penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul
dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Proses ini berlangsung terus
menerus selama penelitian berlangsung, bahkan sebelum data benar-benar
terkumpul sebagaimana terlihat dari kerangka konseptual penelitian,
15
permasalahan studi, dan pendekatan pengumpulan data yang dipilih
peneliti.

Reduksi data meliputi: (1) meringkas data, (2) mengkode, (3)


menelusur tema, (4) membuat gugus-gugus. Caranya: seleksi ketat atas
data, ringkasan atau uraian singkat, dan menggolongkannya ke dalam pola
yang lebih luas.

2. Penyajian Data

Penyajian data adalah kegiatan ketika sekumpulan informasi


disusun, sehingga memberi kemungkinan akan adanya penarikan
kesimpulan dan pengambilan tindakan. Bentuk penyajian data kualitatif
dapat berupa teks naratif berbentuk catatan lapangan, matriks, grafik,
jaringan, dan bagan. Bentuk-bentuk ini menggabungkan informasi yang
tersusun dalam suatu bentuk yang padu dan mudah diraih, sehingga
memudahkan untuk melihat apa yang sedang terjadi, apakah kesimpulan
sudah tepat atau sebaliknya melakukan analisis kembali.

3. Penarikan Kesimpulan

Upaya penarikan kesimpulan dilakukan peneliti secara terus-


menerus selama berada di lapangan. Dari permulaan pengumpulan data,
peneliti kualitatif mulai mencari arti benda-benda, mencatat keteraturan
pola-pola (dalam catatan teori), penjelasan-penjelasan, konfigurasi-
konfigurasi yang mungkin, alur sebab akibat, dan proposisi. Kesimpulan-
kesimpulan ini ditangani secara longgar, tetap terbuka, dan skeptis, tetapi
kesimpulan sudah disediakan. Mula-mula belum jelas, namun kemudian
meningkat menjadi lebih rinci dan mengakar dengan kokoh.

Kesimpulan-kesimpulan itu juga diverifikasi selama penelitian


berlangsung, dengan cara: (1) memikir ulang selama penulisan, (2)
tinjauan ulang catatan lapangan, (3) tinjauan kembali dan tukar pikiran
antarteman sejawat untuk mengembangkan kesepakatan intersubjektif, (4)

16
upaya-upaya yang luas untuk menempatkan salinan suatu temuan dalam
seperangkat data yang lain.

3.6 Desain Penelitian


Tabel 3.6.1 Bagan Desain Penelitian
Makna dan fungsi dalam tradisi hanimak di desa Haitimuk
Kabupaten Malaka

Metode Penelitian

Pengumpulan data

Teknik Teknik Teknik


Observasi Wawancara Rekam

Teknik Teknik
Dokumentasi Pencatatan lapangan

Analisis data

Reduksi Data 17 Penyajian Data

Reduksi data adalah proses Penyajian data adalah kegiatan


pemilihan, pemustan perhatian ketika sekumpulan informasi
pada penyederhanaan, disusun, sehingga memberi
Penarikan kesimpulan

Penarikan kesimpulan dilakukan peneliti secara terus-menerus


selama berada di lapangan. Dari permulaan pengumpulan
data, peneliti kualitatif mulai mencari arti benda-benda,
mencatat keteraturan pola-pola (dalam catatan teori),
DAFTAR
penjelasan-penjelasan, PUSTAKA
konfigurasi-konfigurasi yang mungkin,
alur sebab akibat, dan proposisi.
Al Ma’ruf, Ali Imron. 2009. Stilistika Teori, Metode, dan Aplikasi Pengkajian
Estetika Bahasa. Surakarta: Cakra Books.

Ali, Lukman. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia.Balai Pustaka.


Creswell J. W. 2016. Research design pendekatan kualitatif, kuantitatif dan
campuran. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka
Edward Burnett Tylor, 1994. Intisari Kebudayaan dan Kebudayaan adat Istiadat.
Indriyana Uli,Dkk. 2020. mengenai kajian Stilistika Pantun Upacara Adat
Perkawinan Melayu Sambas serta Relevansinya Sebagai Apresiasi
Sastra di SMA.
Ishak, Aulia, 2010, manajemen operasi Yogyakarta; Graha Ilmu
Junus, Umar. 1989 Stilitik satu pengantar Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan
Pustaka Kementerian Pendidikan malaysia
Kridalaksana, Harimurti. 2005. Kamus Linguistik. Jakarta: PT Gramedia
Mantra Bagoas, Ida. 2004 filsafat penelitian dan metode penelitian sosial.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar

18
Moleong, J. Lexy, 1998. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja
Rosdakarya
Ratna, Nyoman Kutha. 2010.Stilistika; Kajian Puitika Bahasa, Sastra, dan
Budaya
(online)(http/1.bp.blogspot.com/VwAA5up2qSs9/TyN54p5rv2I/AAA
vs/1zEpDBwFGG8/s1600/ diakses tanggal 12 januari 2021)

Siti Rahmah dan Trisnawati Hutagalung. 2019. tentang Analisis makna Pantun
dalam Prosesi Penyambutan pengantin Laki-laki Pada Upacara
Pernikahan Suku Aceh Tamiang di Kota Kuala Simpang.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif kualitatif R & D. Bandung:
Afabeta.

Sugiono. 2007. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta


Sutrisno, Mudji dan Hendar Putranto, 2005. Teori-Teori Kebudayaan,
Yogyakarta: Kanisius
Suwondo, Tirto. 2003. Studi Sastra Beberapa Alternatif. Yogyakarta: Hanindita
Graha Widya.
Seran Josep Herman. 2007.Ema Tetun, Kupang: Gita Kasih
Seran, Bria Julius. 1986. Pantun Bahasa Tetun, Penerbit: Yayasan Oemata Moris,
Seran, Emanuel. 2008. Pengetahuan Lingkungan dan Sosial Budaya Daerah,
Kupang: Gita Kasih
(http://www.ebookindo.net/2012/01/stilistika-kajian-puitika-bahasa-sastra.html).

19
20

Anda mungkin juga menyukai