Anda di halaman 1dari 18

PROPOSAL PENELITIAN

UPACARA ADAT TOBU NEME VATE PADA MASYARAKAT


LAMALERA DI PULAU LEMBATA

OLEH

RIKARDO GESI KOLIN


1701090078

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2021

A. Judul:” Upacara Adat Tobu Neme Vate Pada Masyarakat Desa Lamalera
Kecamatan Wulandoni Kabupaten Lembata”
B. Latar Belakang

1
Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang majemuk, salah satu akibat dari
kemajemukan tersebut adalah terdapat beraneka ragam ritual adat atau keagamaan
yang dilaksanakan dan dilestarikan oleh masing-masing pendukungnya. Ritual adat
atau keagamaan tersebut mempunyai bentuk atau cara melestarikan serta maksud dan
tujuan yang berbeda-beda antara kelompok masyarakat yang satu dengan masyarakat
yang lainnya. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan lingkungan tempat tinggal,
adat serta tradisi yang diwariskan secara turun temurun. Upacara adat atau
keagamaan dalam kebudayaan suku bangsa biasanya merupakan unsure kebudayaan
yang paling tampak lahir.
Upacara adat atau keagamaan merupakan salah satu tradisi masyarakat
tradisional yang masih dianggap memiliki nilai-nilai yang masih cukup relevan bagi
kebutuhan masyarakat sekitarnya. Selain sebagai usaha manusia untuk dapat
berhubungan dengan arwa para leluhur, juga merupakan perwujudan kemampuan
manusia untuk menyesuaikan diri secara aktif terhadap alam atau lingkungannya
dalam arti luas.
Hubungan antara alam dan manusia adalah sebuah keharusan yang tidak dapat
ditolak, karena hubungan tersebut memiliki nilai nilai sakral yang sangat tinggi. Hal
ini diungkapkan dalam personifikasi mistik kekuatan alam, yakni kepercayaan kepada
makhluk gaib, kepercayaan kepada dewa pencipta, atau dengan
mengkonseptualisasikan hubungan antara berbagai kelompok sosial sebagai
hubungan antara binatang-binatang atau kekuatan-kekuatan alam. Ritual adat yang
dilakukan oleh masyarakat berdasarkan kepercayaan yang dianut oleh masyarakatnya,
kepercayaan seperti inilah yang mendorong manusia untuk melakukan berbagai
perbuatan atau tindakan yang bertujuan mencari hubungan dengan dunia gaib
penguasa alam melalui ritual-ritual, baik ritual keagamaan maupun ritual-ritual adat
lainnya yang dirasakan oleh masyarakat, yang bisa membawa bahaya gaib,
kesengsaraan dan penyakit kepada manusia maupun tanaman.
Upacara adat adalah kebiasaan-kebiasaan tradisional yang dilakuakan secara
turun temurun sejak lama. Setiap daerah atau wilayah yang berada di Indonesia
memiliki tradisi,adat dan kebiasaan yang berbeda-beda. Upacara adat berkaitan erat

2
dengan ritual- ritual keagamaan atau disebut juga dengan ritus. Ritus adalah alat
manusia religius untuk melakukan perubahan. Ritual yang di lakukan masyarakat
berdasarkan kepercayaan yang dianut masyarakat. Kepercayaan seperti inilah yang
mendorong manusia untuk melakukan berbagai perbuatan atau tindakan yang
bertujuan mencari hubungan antara manusia dengan kekuatan alam melalui upacara-
upacara, baik upacara keagamaan, maupun upacara-upacara adat lainnya yang
disarankan oleh masyarakat pada saat-saat genting, yang bisa membawa bahaya,
kesengsaraan, dan penyakit kepada manusia, hewan maupun tumbuhan. Banyak ritual
atau upacara yang telah menjadi tradisi masyarakat. Salah satunya upacara adat Tobu
Neme Vate yang dilakukan masyarakat Lamalera Kecamatan Wulandoni Kabupaten
Lembata.
Upacara adat Tobu Neme Vate merupakan sebuah upacara adat yang berada di
Desa Lamalera Kecamatan Wulandoni Kabupaten Lembata. Upacara adat Tobu
Neme Vate ini dibuat atau dijalankan oleh tiga suku atau Lika Telo yaitu suku
Bataona disebut sebagai pemimpin (Tale Nive), suku Blikolong, dan Suku Lewotukan
serta melibatkan bersama Tuan tana di Desa lamalera. Upacara adat Tobu Neme Vate
merupakan upacara penyelesaian masalah antar suku dan tuan tana di Desa Lamalera
sebelum para nelayan di Desa Lamalera berburu paus. Dimana pada tanggal 29 April
para tua-tua kampung menghimpun rakyat dari kedua kampung (Teti Lefo dan Lali
Vate) Desa Lamalera A dan Lamalera B, bersama tuan-tuan tanah (Lefo Tanah Alep)
untuk membicarakan masalah Ola Nue (menyangkut masalah mata pencaharian di
Laut). Setelah selesai pembicaraan masalah Ola Nua mereka akan menentukan dua
buah Peledang (perahu) yang bakal turun ke laut setelah misa pembukaan musim
leva di pantai pada tanggal 1 Mei tahun itu. Selain sebagai bentuk musyawarah adat
penyelesaian masalah antar suku dan tuan tanah, upacara ini juga sebagai bentuk
pembelajaran terhadap generasi muda agar tidak melupakan tradisi dan kebudayaan
yang telah diwariskan secara turun temurun.
Hasil wawancara pra penelitian bersama kepala suku Bataona yang bernama
Yosef Demo Ferui Bataona(46) di Desa Lamalera pada tanggal 23 Juni 2021 pukul
13:00 WITA, mengatakan bahwa terdapat beberapa bagian penting yang merupakan

3
bagian dari proses Upacara adat Tobu Neme Vate ini yang awalnya digunakan dalam
proses Upacara adat Tobu Neme Vate,seperti Lie atau nyanyian yang dibawah dalam
bentuk syair yang berisi tentang cerita asal-usul orang Lamalera sejak mereka
melakukan Eksodus dari sebuah pulau yang bernama Luk hingga sampai ke sebuah
daerah yang sekarang mereka tinggal yaitu Desa Lamalera, tidak digunakan lagi
dalam proses Upacara adat Tobu Neme Vate. Hal ini mengakibatkan lunturnya arti
atau makna dari proses upacara adat Tobu Neme Vate tersebut. Oleh karena itu perlu
perhatian serius dari orang tua dan kesadaran dari diri generasi muda untuk
mengetahui betapa pentingnya upacara adat Tobu Neme Vate ini Agar kelak upacara
ini tidak lenyap begitu saja.
Permasalahan di atas yang mendorong untuk dilakukan penelitian demi
mengangkat nilai luhur warisan leluhur serta budaya masyarakat adat sebagai benteng
etika dan moral generasi yang akan datang, agar kelak tetap dilestarikan dan disadari
bahwa upacara adat Tobu Neme Vate merupakan bagian dari kebudayaan yang harus
dipelajari dan dilestariakan sehinga generasi yang akan datang memiliki kepekan
terhadap budaya yang seharusnya dijaga dan dilestarikan. Berdasarkan penjelasan di
atas maka peneliti merasa penting untuk melakukan penelitian dengan judul
”Upacara Adat Tobu Neme Vate Pada Masyarakat Desa Lamalera Kecamatan
Wulandoni Kabupaten Lembata”
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi masalah dalam
penelitian ini adalah:
1. Apa yang melatarbelakangi diadakannya Upacara Adat Tobu Neme Vate pada
Masyarkat Desa Lamalera Kecamatan Wulandoni Kabupaten Lembata?
2. Bagaimana proses pelaksanaan Upacara Adat Tobu Neme Vate pada Masyarakat
Desa Lamalera Kecamatan Wulandoni Kabupaten Lembata?
3. Apa makna simbolis yang terdapat dalam Upacara Adat Tobu Neme Vate pada
Masyarakat Desa Lamalera Kecamatan Wulandoni Kabupaten Lembata?
D. Tujuan

4
Tujuan penelitian merupakan rumusan kalimat yang menunjukan adanya hasil
yang diperoleh setelah penelitian.Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan
dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mendeskripsikan latar belakang diadakanya Upacara Adat Tobu Neme
Vate pada Masyarakat Desa Lamalera Kecamatan Wulandoni Kabupaten
Lembata
2. Untuk mengetahui tata cara pelaksanaan Upacara Adat Tobu Neme Vate pada
Masyarkat Desa Lamalera Kecamatan Wulandoni Kabupaten Lembata.
3. Untuk mengetahui makna simbolis dalam Upacara Adat Tobu Neme Vate pada
Masyarakat Desa Lamalera Kecamatan Wulandoni Kabupaten Lembata.
E. Kegunaan.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk memberikan manfaat atau
kegunaan bagi semua pihak secara teoritis maupun praktis, antara lain sebagai
berikut:
1. Sebagai bahan informasi bagi para peneliti selanjutnya.
2. Sebagai informasi untuk membangkitkan cinta terhadap sejarah dan budaya
sendiri.
3. Sebagai syarat akademis atau melengkapi tugas-tugas untuk mencapai gelar
sarjana pendidikan.
F. Tinjaun Pustaka
Pada bagian tinjauan pustaka ini dijelaskan konsep-konsep yang terkait dengan
masalah penelitian tersebut meliputi kebudayaan, upacara, nilai, makna, masyarakat
serta penelitian terdahulu.
1. Kebudayaan
Kebudayaan merupakan hasil dari karya cipta, rasa, dan karsa manusia.
Lingkupnya mencakup banyak aspek kehidupan seperti hukum, keyakinan, seni, adat
atau kebiasaan, susila, moral, dan juga keahlian. Kehadirannya mampu
mempengaruhi pengetahuan seseorang, gagasan, dan ide meskipun budaya berwujud
abstrak.

5
Menurut Soekmono (1973: 9) kebudayaan merupakan segala ciptaan manusia,
yang sesungguhnya hasil usahanya untuk mengubah dan memberi bentuk serta
susunan baru kepada pemberian Tuhan sesuai dengan kebutuhan jasmani dan
rohaninya. Maka pada hakekatnya kebudayaan itu mempunyai dua segi bagian yang
tidak bisa dilepaskan hubungannya satu sama lain, yaitu: (a) Segi Kebendaan, yang
meliputi segala benda buatan manusia sebagai perwujudan dari akalnya. Hasil-hasil
ini dapat diraba. (b) Segi Kerohanian, terdiri atas alam pikiran dan kumpulan
perasaan yang tersusun teratur. Keduanya tidak dapat diraba, hanya penjelmaannya
saja dapat dipahami dari keagamaan, kesenian dan kemasyarakatan.
Kebudayaan merangkum terutama apa yang kita percaya, yaitu pengandaian-
pengandaian, hal-hal yang belum disadari secara refleksif, yang tersembunyi dan
hanya disingkapkan dalam petemuan dengan kebudayaan-kebudayaan lain.
Koentjraningrat (2005: 11) mengatakan bahwa kebudayaan adalah segala yang
dimiliki oleh setiap manusia yang hanya diperoleh dengan belajar dan menggunakan
akal. Ciri kebudayaan kebudayaan juga merupakan segala perilaku dan pikiran
manusia yang secara fungsional ditata dalam masyarakat.Kedudukan manusia dalam
kebudayaan ada sentral, bukan mannusia sebagai orang melainkan sebagai pribadi.
Manusia atau individu sejak kecil sudah diresapi nila-nilai budaya yang hidup dalam
lingkungannya oleh karena itu sebenarnya nilai konsep budaya sejak lama berakar
dalam individu-individu warga yang bersangkutan. Makna nilai-nilai budaya tidak
sukar diganti dengan nilai-nilai budaya laindalam waktu singkat. Dengan demikian
kebudayaan mempunyai fungsi yang teramat besar bagi kehidupan individu dalm
masyarakat dan upaya memenuhi tuntutan hidup. Koentjaraningrat (1990: 25-26)
mengatakan bahwa sistem nilai budaya sebenarnya terdiri dari konsepsi-konsepsi
yang hidup dalam alam pikiran sebagai warga masyarakat. Bahwa ada hal-hal yang
harus mereka anggap bernilai dalam hidup.Sistem nilai budaya merupakan pedoman
tertinggi bagi kelakuan manusia merupakan wujud ideal dari kebudayaan dan
cenderung berada diluar dan diatas individu sebagai anggota atau warga masyarakat.
Kebudayaan merupakan hasil cipta yang dilakukan oleh masyarakat itu sendiri.
Kebudayaan tersebut kemudian diwariskan secara turun-temurun dan menjadi aturan

6
yang harus dipatuhi oleh setiap masyarakat pendukungnya. Hal ini didukung oleh
pendapatnya Wiranata (2002: 96-970), inti pengertian kebudayaan adalah (a) bahwa
yang terdapat antara umat manusia itu sangat beraneka ragam, (b) bahwa kebudayaan
itu didapat dan diteruskan secara sosial melalui proses pembelajaran, (c) bahwa
kebudayaan itu bersifat dinamis dan (d) bahwa nilai dalam kebudayaan bersifat
relatif.
2. Upacara
Upacara merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh sekelompok
masyarakat berdasarkan nilai dan kebiasaan adat. Upacara juga merupakan sebuah
usaha atau tindakan yang dilakukan masyarakat guna menjaga sebuah warisan
leluhur. Koentjaraningrat (1984;105) mengatakan bahwa upacara adalah sistem
aktivitas atau rangkaian tindakan yang oleh adat atau hukum yang berlaku dalam
masyarakat yang bersangkutan. Zoh, dkk (1981;31) menyatakan bahwa upacara
adalah bentuk kegiatan manusia dalam kehidupan bermasyarakat yang didorong oleh
hasrat untuk memperoleh ketentraman atau mencari keselamatan dengan memenuhi
tata cara yang ditradisikan dalam masyarakat. Koentjaraningrat (1985;25)
menyatakan bahwa suatu upacara memiliki nilai budaya yang terdiri dari konsepsi-
konsepsi yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar masyarakat. Mengenai hal-
hal yang dianggap sangat bernilai dalam kehidupan, oleh karena itu suatu sistem nilai
budaya biasanya berfungsi sebagai pedoman tertingi kelakuan masyarakat. Sistem
nilai-nilai atau tata kelakuan manusia lain lebih konkrit seperti aturan-aturan khusus,
hukum adat dan norma-norma yang semua yang semuanya berpedoman pada sistem
nilai budaya tersebut.
Setiap suku bangsa memiliki upacara atau tradisinya tersendiri. Pada umumnya
dengan tema yang hampir mirip, yang menjadi pembeda dari setiap tradisi tersebut
adalah tempat kejadian, nama dan bahasa pengungkapnya. Zoh (1981;2) menjelaskan
unsur-unsur upacara yang terkandung didalam setiap penyelengaraan upacara pada
umumnya meliputi: 1) nama upacara, 2) maksud dan tujuan upacara, 3) waktu dan
penyelengaraan upacara, 4) tempat penyelengaraan upacara, 5) penyelengara teknis
upacara, 6) pihak yang terllibat dalam upacara, 7) persiapan dan penyelengaraan

7
upacara, 8) pantangan yang harus dihadapi, 9) lambang-lambang dalam upacara, 10)
makna yang terkandung dalam upacara.
Robert Smith mengatakan bahwa upacara religi yang biasanya dilaksanakan
banyak warga masyarakat pemeluk religi atau agama yang bersangkutan bersama-
sama mempunyai fungsi sosial untuk mengintensifkan solidaritas masyarakat. Pada
pokoknya upacara seperti itu, dimana manusia manyajikan sebagian dari seekor
binatang, terutama darahnya, kepada dewa, kemudian memakan sendiri sisa
dagingnya dan darahnya, juga diangap sebagai suatu aktivitas untuk mendorong rasa
solidaritas dengan dewa atau para dewa. Dalam hal ini dewa atau para dewa
dipandang juga sebagai warga komunitas, walaupun sebagai komunitas, walaupun
sebagai warga yang istimewa. Oleh karena itu, Smith mengambarkan upacara bersaji
sebagai suatu upacara yang gembira meriah tetapi juga keramat, dan tidak sebagai
suatu upacara yang khidmat dan keramat (koentjaraningrat, 1980;67).
3. Nilai
Nilai merupakan konsep yang menunjuk pada hal;hal yang dianggap berharga
dalam kehidupan manusia yaitu tentang apa yang dianggap layak, benar, penting, dan
indah yang dikehendaki oleh masyarakat dalam kehidupan sehari;hari. Nilai juga
dianggap tidak pantas, buruk, salah dan tidak indah karena nilai merupakan sesuatu
yang merujuk pada hal yang baik dan tidak baik atau buruk, yang hidup dalam alam
pikiran sebagian warga masyarakat yang dianggap amat bernilai dalam kehidupan.
Oleh karena itu suatu sistem nilai budaya biasanya berfungsi sebagai pedoman bagi
masyarakat. Sistem nilai atau tata kelakuan manusia lebih konkrit sebagai aturan-
aturan khusus dalam hukum adat dan norma-norma yang semuanya berpedoman pada
budaya tersebut. Hal ini didukung oleh pendapatnya Taopan (1993:264) menyatakan
bahwa nilai dalam kaitannya nilai-nilai luhur maka kata “nilai” itu sendiri dapat
diartikan sebagai hal yang berguna atau bermanfaat bagi hidup, kepentingan,
kehormatan, dan harga diri sesama manusia. Sesuatau dapat dikatakan bernilai,
apabila sesuatu itu berguna, benar (nilai kebenaran), indah (nilai estetika), baik
(moral atau etis), religius (nilai agama). Nilai merupakan sistem yang terdapat

8
dalam keseluruhan cara hidup masyarakat setiap suku bangsa diwarisi dan terealisir
berperan dan kepercayaan.
Dalam menjalankan suatu kebudayaan terdapat nilai-nilai yang terkandung
didalamnya. Nilai-nilai tersebut kemudian menjadi pedoman dan tolak ukur untuk
menjalankan kehidupan. Hia (2004: 128-129) menyatakan bahwa Nilai budaya dapat
dikatakan sebagai nilai yang dikandung oleh suatu kebudayaan dan unsur-unsur yang
membedakannya dengan kebudayaan lain. Nilai juga meruapakan sesuatu yang
berharga, bermutu, menunjukan kualitas, dan berguna bagi manusia, sesuatu yang
berguna bagi kehidupan manusia.
Koentjaraningrat (1985: 25) menyatakan bahwa suatu nilai budaya terdiri dari
konsep-konsep yang hidup dalam alam pikiran sebagian warga masyarakat mengenai
hal-hal yang dianggap amat bernilai dalam kehidupan. Oleh karena itu suatau sistem
nilai budaya biasanya berfungsi sebagai pedoman bagi masyarakat.Sistem nilai-nilai
atau tata kelakuan manusia lebih konkrit sebagai aturan-aturan khusus hukum adat
dan norma-norma yang semuanya berpedoman pada budaya tersebut.
4. Makna
Makna merupakan arti atau maksud yang tersimpulkan dari suatu kata, jadi
makna dengan bendanya sangat bertautan dan saling menyatu. Seperti halnya pada
upacara adat Tobu Neme Vate yang memiliki makna bagaimana orang-orang di Desa
Lamalera sebelum mereka melakukan upacara adat mereka harus terbuka atau jujur
mengenai masalah-masalah pribadi kepada para tua-tua adat agar terhindar dari
pantangan pada saat ke laut untuk mencari nafkah.
Dhavmony (1995;165) mengatakan bahwa manusia sebagai makluk yang
mengenal simbol, mengunakan smbol-simbol untuk mengungkapkan siapa dirinya.
Simbol-simbol tersebut tidak memadai dalam mengungkapkan makna yang ingin
disampaikan, hal itu karena mereka merupakan bagian dari dinamis, ciri yang
merubah dan hidup dari kesadaran manusia. Simbol-simbol tersebut bukan hanya
bentuk luar yang menyembunyikan realitas realitas religius yang lebih nyata
melainkan sungguh-sungguh merupakan kekuatan nyata lewat manusia.

9
Makna merupakan suatu objek dalam berbagai peristiwa yang mempunyai
tempat tersendiri melalui simbol-simbol yang berisikan hal-hal yang ingin
disampaikan kepada masyarakat.Makna merupakan maksud yang terkandung dalam
suatu upacara untuk kemudian dijadikan sebagai nilai dalam melakukan sesuatu.
Bustan (2006;37) menjelaskan makna merupakan seperangkat norma dan nilai yang
menjadi sumber rujukan bersama bagi warga kelompok masyarakat bersangkutan
dalam kerangka penataan sikap dan perilaku hidupnya tiap hari sebagai manusia dan
masyarakat.
Kridalaksana (2008;148) mengatakan bahwa makna sebagai pengaruh satuan
bahasa dalam pemahaman persepsi atau prilaku dalam arti kesepadanan antara bahasa
dan luar bahasa atau antara ujaran dan semua hal yang ditujukan.
5. Masyarakat
Masyarakat merupakan sekelompok orang yang tinggal atau menetap pada suatu
tempat atau daerah tertentu dan saling beradaptasi dan saling berinteraksi antara satu
sama dengan yang lainnya, dan memiliki kesamaan adat istiadat serta aturan-aturan
yang berlaku pada tempat atau daerah tersebut.
Koentjaraningrat (2009:166), masyarakat adalah sekumpulan manusia yang
bergaul dan saling berinteraksi. Koentjaraningrat (2009:115-118), masyrakat adalah
kesatuan hidup manusia yang berinteraksi yang menurut suatu sistem adat istiadat
yang bersifat kontinyu, dan yang terkait oleh suatu rasa identits bersama. Kontinuitas
merupankan kesatuan masyarakat yang memiliki keempat ciri yaitu: 1) Interaksi
antara warga-warganya, 2) Adat istiadat, 3) Kontinuitas waktu, 4) Rasa identitas yang
kuat yang mengikat semua warga. menjelaskan bahwa masyarakat merupakan
manusia yang hidup bersama,hidup bersama diartikan sama dengan hidup dalam
suatu tatanan pergaulan dan keadaan ini akan tercipta apabila manusia melakukan
hubungan,
Masyarakat merupakan sekolompok orang yang diidalamnya terdapat aturan-
aturan yang mengikat demi kenyamanan dalam hidup. Mac Iver dan Page ( Soerjono
Soekanto, 2006:22) memaparkan bahwa masyarakat adalah suatu sistem dari
kebiasaan, tata cara dari wewenang dan kerja sama antara berbagai kelompok,

10
pemggolongan, dan pengawasan tingka laku serta kebiasaan-kebiasaan manusia.
Emile Durkheim ( Soleman B. Taneko,1984: 11) mengatakan bahwa masyarakat
merupakan suatu kenyataan yang obyektif secara mandiri, bebas dari individu-
individu yang merupakan anggota-anggotanya.
Emile Durkeheim (dalam Djuretna Iman Muhni, 1994: 29-31) keseluruhan ilmu
pengetahuan tentang masyarakat harus didasari pada prinsip-prinsip fundamental
yaitu realitas sosial dan keyataan sosial. Kenyatan sosial diartikan sebagai gejalah
kekuatan sosial didalam bermasyarakat. Masyarakat sebagai wadah yang lebih
sempurrna bagi kehidupan bersama antara manusia. Hukum adat memandang
masyarakat sebagai satu jenis hidup bersama dimana manusia memandang sesamanya
manusia sebagai tujuan bersama. Boman (M. Zaini Hasan ddk, 1996: 12) mengatakan
bahwa masyarakat adalah pergaulan hidup yang akrab antar manusia, dipersatukan
dengan cara tertentu oleh hasrat-hasrat kemasyarakatan mereka.
6. Penelitian Terdahulu
Benediktus Belang Niron (2016) dalam jurnal studi kulural dengan judul Upacara
Adat Lepa Bura Pada Masyarakat Lamaholot di Desa Sulengwaseng, Kecamatan
Solor Barat, Flores Timur mengatakan bahwa upacara adat lepa bura merupakan
suatu peristiwa Sakral. Pelaksanaannya selama tiga hari, dan melalui beberapa tahap
yaitu (1) tahap pembukaan (Upacara adat Eka Mi’in, Bua Lamak, dan Upacara Adat
Bao Lolon), (2) tahap inti ( Upacara Adat Tarian Lepa Bura), (3) tahap penutup
( Upacara Adat Reka Uwa). Penelitian yang dilakukan Benediktus Belang Niron ini
merupakan kajian terhadap kearifan lokal yang dimiliki oleh Masyarakat Etnik
Lamaholot di Desa Sulengwaseng, Kecamatan Solor Barat, Kabupaten Flores Timur
yang berjudul Upacara Adat Leba Bura (UALB) yang dikaji dalam perspektif budaya.
Permasalahan yang dimunculkan pada penelitian ini meliputi tiga aspek, yaitu aspek
(1) bentuk, (2) fungsi, dan (3) makna. Adapun skripsi yang disusun oleh Oktavianus
Petrus Boli Assan (2017), dengan judul Makna Dan Nilai Nuba Nara Dalam Budaya
Orang Lewoloba Di Flores Timur, hasil penelitian yang dilakukan oleh Oktavianus
Petrus Boli Assan ini membahas tentang asal usul nuba nara, makna dan nilai nuba
nara, serta hubungan antara nuba nara, leluhur (kwokot), dan lera wulan tanah ekan

11
dalam budaya orang Lewoloba di Flores timur. Hasil penelitian ini berfokus pada
Nuba Nara sebagai tempat pemujaan kepada leluhur (kwokot).
G. Metode Penelitian
Metode merupakan kegiatan ilmiah yang dilakukan dengan teliti, dan cara utama
yang digunakan peneliti untuk mencapai tujuan dan menetukan masalah yang
digunakan. Adapun cara-cara yang dimaksudkan tersebut adalah penentuan jenis
penelitian, lokasi penelitian, penentuan informan, dan sumber data serta teknik yang
digunakan dalam pengumpulan data.
1. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini penulis mengunakan pendekatan kualitatif. Koentjaraningrat
(2003; 239) melihat penulisan kualitatif ini sebagai penulisan yang bersifat Etnografi
yaitu suatu deskripsi mengenai kebudayan suatu bangsa dengan pendekatan
antropologi. Seperti yang dikemukakan diatas maka penulis juga mengunakan
pendekatan etnografi, disebabkan bahan yang diteliti adalah mengenai kesatuan
kebudayaan suku bangsa/ras, adat dan tradisi yang ada pada masyarakat Desa
Lamalera.
2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini berlokasi di Desa Lamalera. Kecamatan Wulandoni Kabupaten
Lembata. Adapun pertimbangan peneliti memilih lokasi ini ialah karena
keterjangkauan peneliti dengan lokasi penelitian, baik dilihat dari segi tenaga, dana
maupun efisiensi waktu. Pelaksanaan penelitian di lokasi yang dipilih tidak
menimbulkan masalah dalam kaitannya dengan kemampuan tenaga peneliti. Satu hal
yang sangat membantu dalam melakukan penelitian di lokasi ini adalah masalah
dana. Peneliti tidak dituntut biaya sepeserpun. Desa Lamalera dipilih sebagai lokasi
penelitian dikarenakan upacara adat Tobu Neme Vate hanya terdapat di Desa
Lamalera dan juga pada lokasi ini juga terdapat bukti-bukti mengenai upacara adat
Tobu Neme Vate serta terdapat informan bersedia memberikan informasi terkait
masalah penelitian. Sehingga tidak sulit bagi peneliti untuk mencari data tentang
upacara adat ini.
3. Informan

12
Jumlah informan pada penelitian kualitatif bersikap fleksibel berdasarkan syarat
kecukupan dan kesesuaian. Peneliti dapat menambah, mengurangi, bahkan mengganti
informan saat penelitian berlangsung tergantung pada kecukupan dan kesesuaian
informasi.Moleong (2004: 33) mengatakan bahwa informan adalah orang yang
dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar
penelitian. Dalam penelitian ini penentuan informan dilakukan dengan cara Snowball
Sampling,yakni teknik penentuan sampel yang mula-mula jumlahnya kecil, kemudian
membesar. Peneliti menentukan informan untuk diwawancarai sehingga mendapatkan
data yang akurat, informan yang memberikan jalan kepada peneliti untuk
memperdalam data dengan informan lain bila data belum lengkap. informan dalam
penelitian ini adalah mereka yang menjadi tokoh masyarakat dan tokoh adat di Desa
Lamalera yang mengetahui tentang upacara adat Tobu Neme Vate. Peneliti
menentukan informan berdasarkan pengetahuan, pengalaman, usia dan status sosial
dalam masyarakat. Orang-orang yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah
kepala suku, para tua adat, dan masyarakat biasa yang betul-betul mengetahui tentang
upacara adat Tobu Neme Vate.
4. Sumber Data
Dalam memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini, dibutuhkan
sumber-sumber data guna mendapatkan data untuk mendukung keberhasilan
penelitian ini. Sehingga yang menjadi sumber data penelitian ini terdiri atas dua
yakni:
a. Sumber data primer
Silalahi (2009;132) menjelaskan data primer adalah suatu obyek atau dokumen
original material mentah dari pelaku yang disebut first hand information atau data
yang pada situasi aktual ketika peristiwa terjadi. Maka informen atau orang yang
memberi data tentang obyek penelitian yaitu tua-tua adat, tokoh-tokoh masyarakat
dan masyarakat biasa yang menyaksikan langsung dan mengetahui secara mendalam
mengenai upacara adat Tobu Neme Vate pada masyarakat Lamalera Kecamatan
Wulandoni Kabupaten Lembata
b. Sumber data sekunder

13
Margono (2005;72) menyatakan sumber data sekunder diperoleh dari siapapun
yang bukan merupakan saksi yang terlibat langsung yakni dapat membantu
memberikan keterangan atau data pelengkap sebagai bahan pembanding data
sekunder adalah data yang dikumpulkan dari tangan kedua atau dari sumber-sumber
yang telah tersedia sebelum penelitian dilakukan secon hand information maka data
sekunder dari penelitian ini diperoleh dari buku-buku yang dijadikan refrensi yang
relevan dan berkaitan dengan masalah penelitian.
5. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah adalah cara yang digunakan peneliti dalam
mendapatkan data dilapangan. Dalam penelitian ini, ada beberapa teknik yang
digunakan yaitu wawancara dan studi dokumen.
a. Wawancara
Suyanto (2008;69) menyatakan bahwa wawancara adalah cara yang digunakan
untuk mendapatkan informasi (data) dari informan dengan cara bertanya langsung
secara bertatap muka (face to face). Margono (1996;165) menyatakan wawancara
atau interview adalah alat pengumpul informasi dengan cara mengajukan sejumlah
pertannyaan secara lisan untuk dijawab secara lisan pula. wawancara yang digunakan
penelitian ini adalah wawancara bersifat terbuka dan mendalam yang dilakukan
dalam suasana keakraban dan kekeluargaan untuk mempermudah wawancara.
Wawancara ini berpedoman pada pertanyaan yang dibuat oleh peneliti. Pertanyaan
yang disiapkan bersifat terbuka dan disesuaikan dengan kemampuan informan.
b. Observasi
Observasi adalah pengamatan secara langsung di tempat terjadinya peristiwa
(Margono, 2009:158). Selanjutnya observasi merupakan pengamatan dan pencatatan
yang sistematis terhadap gejala-gejala yang diteliti. Iskandar (2008:215) mengatakan
observasi adalah pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengamati langsung
dan memahami sesuatu fenomena.
Dalam penelitian ini, peneliti akan melakukan pengamatan secara langsung
terhadap berbagai hal yang berhubungan dengan upacara adat Tobu Neme Vate di
Desa Lamalera.

14
c. Studi dokumen
Berkaitan dengan studi dokumen, teknik yang digunakan untuk mengumpulkan
data adalah mengumpulkan dan mempelajari dokumen-dokumen, buku-buku serta
tulisan ilmiah lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini.
6. Teknik Analisis Data
Menurut Sugiyono (2008;335) analisis data adalah proses mencari dan menyusun
secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan
dokumentasi dengan cara mengorganisasikan data kedalam kategori, menjabarkan
kedalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun kedalam pola, memilih mana yang
penting yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami
oleh penulis maupun orang lain. hasil analisis akan dideskripsikan secara naratif
tetapi tetap memperhatikan prinsip-prinsip ilmiah seperti rasional, obyektif, sistematis
dan komprehansif. Nazir, M (2003: 77), analisis deskriptif merupakan suatu teknik
yang menggambarkan dan menginterprestasikan arti data-data yang telah terkumpul
dengan memberikan perhatian dan merekam sebanyak mungkin aspek situasi yang
diteliti sehingga memperoleh gambaran secara umum dan menyeluruh tentang
keadaan sebenarnya. Tujuan deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran
atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat
serta hubungan antar fenomena yang diteliti. Peneliti menggunakan metode ini karena
penelitian bersifat menggali dan menjelaskan informasi tentang obyek, suatu status
manusia, kondisi serta suatu peristiwa yang terjadi pada masa sekarang.
Teknik analisis data yang digunakan peneliti adalah analisis deskriptif kualitatif.
Proses analisis datanya mencakup reduksi data yaitu dengan mengidentifikasi satuan
yaitu bagian terkecil yang ditemukan dalam data yang memiliki makna bila dikaitkan
dengan maslah penelitian. Kategorisasi data yaitu upaya memilah-milah setiap satuan
kedalam bagian-bagian yang memiliki kesamaan, sintesisasi, yaitu mencari
keterkaitan antara satu kategori dengan kategori lainnya, kemudian diakhiri dengan
hipotesis kerja yaitu saling terkait sekaligus menjawab pertanyaan penelitian.
Dengan demikian maka yang akan dilakukan peneliti setelah sampai dilapangan
adalah pertama peneliti akan mengumpulkan data dan mengelompokkannya berdasar

15
pada rumusan masalah. Mereduksi data yaitu dengan mengidentifikasikan data yang
mempunyai makna bila dikaitkan dengan masalah penelitian. Setelah itu penelliti
akan mendisplay/memilih data. Peneliti akan mengidentifikasikan data,
mengkategorisasikan data kedalam kelompok data, dan berdasar pada data yang
sudah terkumpul, peneliti akan melakukan verifikasi data dengan tujuan untuk
memperoleh informasi data yang akurat. Setelah itu, peneliti akan melakukan
penafsiran data dan diakhiri dengan mendeskripsikan hasil analisis data dan sekaligus
menjawab pertanyaan peneliti.

16
DAFTAR PUSTAKA

Assan, O. P. Boli. 2017. Makna Dan Nilai Nuba Nara Dalam Budaya Orang
Lewoloba Di Flores Timur (skripsi). Kupang (ID): Universitas Nusa Cendana
Dhavamony, Mariasusai. 1955. Fenomenologi Agama. Yokyakarta: Kanisius
Harsojo. 1999. Pengantar Antropologi. Bandung: putra A. Bardin
Hia, Simesono. 2004. Jurnal Ilmu-ilmu Budaya. Pusat Studi Peran dan IlmuBudaya
Yayasan Bhumiaksara
Koentjaraningrat. 1974. Kebudayaan Mentalitas Dan Pembangunan. Jakarta:
Gramedia
------------------. 1997. Pengantar Antropologi Jilid II. Jakarta: Rineka Cipta Jakarta
------------------. 1984. Beberapa Pokok Antropologi. Jakarta: Aksara Baru
------------------. 2003. Pengantar Antropologi 1. Jakarta: Rineka Cipta
Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kamus Linguistik. Jakarta: Rineka Cipta Jakarta
Margono. 2005. Metode Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta Jakarta
Moleong, L.J. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosada Karya
Nazir, M. 2003. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia
Niron, B. Belang. 2016. Jurnal Studi Kultural Volume 1 Upacara AdatLepa Bura.
Banten: An1mage
Peursen, Van C.A. 1998. Strategi Kebudayaan. Yokyakarta: Kanisius
Ratna, N. Kutha. 2010. Metodologi Penelitian Kajian Kebudayaan Dan Ilmu Sosial
Humaniora Pada Umumnya. Yokyakarta: Pustaka Pelajar
Silalahi.2009. Metode Penelitian Sosial. Bandung: Rafika Aditama
Soekanto, Soerjono. 1982. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Press
Seokmono, R. 1973. Pengantar Sejarah kebudayaan Indonesia I. Jakarta: Kanisius
Soelaeman, M. Munandar. 1986. Ilmu Sosial Dasar. Bandung: Rafika Aditama
Sugiyono. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV Alfabeta
Taopan, M . 1993. Pengkajian Dan Pengembangan Butir-Butir Pancasila Menurut
Ketetapan MPR NO. II//MPR/1997. Bandung: PT Citra Aditya Bha

17
Zoh, A.Z,dkk. 1981. Upacara Tradisional Di Nusa Tenggar Timur. jakarta: Proyek
Penelitian Dan Pencobaan Kebudayaan Daerah

18

Anda mungkin juga menyukai