Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

PENGELOAAN DAN PEMANFAATAN HARTA

Disusun oleh :

1. Fitria Yustinatalia ( 2151210006 )

2. Rizky Sherlia ( 2151210015 )

3. Udin Mulyana ( 2151210014 )

PRODI PENDIDIKAN MATEMATIKA

UNIVERSITAS MANDIRI

SUBANG

2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya maka kami
dapat menyelesaikan penyusunan makalah dalam memahami pengertian hak dan kepemilikan,
memahami tentang harta, memahami prinsip-prinsip akad dan memahami problematika ekonomi
Islam era modern.

Penulis makalah merupakan salah satu tugas dan persyarat untuk menyelesaikan tugas
mata pelajaran Pendidikan Agama Islam.
Dalam Penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik
pada teknis penulisan maupun materi,mengingat akan kemampuan yang dimiliki.Untuk itu kritik
dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Akhirnya kami berharap semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal pada mereka
yang telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai ibadah, Amiin
Yaa Robbal ‘Alamin.

Subang, 6 Desember 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar .............................................................................................................................. ii

Daftar Isi ....................................................................................................................................... iii

Bab I Pendahuluan

A. Latar Belakang ............................................................................................................................ 1

B.Tujuan Pembelajaran .................................................................................................................... 1

Bab II Pembahasan

A. Pengertian ................................................................................................................................... 2

B. Penghormatan Terhadap Hak dan Kewajiban

B.i Kepemilikan individu/pribadi................................................................................................. 3

B.ii Kepemilikan Umum ............................................................................................................. 4

B.iii Kepemilikan Negara ........................................................................................................... 4

C. Sikap Positif Terhadap Harta

C.i Cara Memperoleh Harta ........................................................................................................5

C.ii Etika Membelanjakan Harta .................................................................................................6

D. Prinsip-prinsip Akad

D.i Pengertian dan Pembentukan Akad .......................................................................................9

D.ii Syarat dan Rukun Akad .......................................................................................................9

D.iii Macam-macam Akad ..........................................................................................................10

E. Ekonomi Islam di Era Modern

E.i Sistem Ekonomi Islam ..........................................................................................................11

E.ii Ragam Transaksi Islam di Era Modern ...............................................................................12

BAB III PENUTUP

Kesimpulan ......................................................................................................................................15

Daftar Pustaka ..................................................................................................................................16

iii
BAB I

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

‫ بنائها الذين ءامنوا إذا تداينتم بدين إلى أجل مسمى فاكتبوه‬..

"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu
yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya (Qs. Al Baqarah:2:282)

‫هلل ما في السموات وما في األرض وإن تبدوا ما في أنفسكم أو تخفوه يحاسبكم به هللا فيغفر لمن يشاء ويعذب من يشاء وهللا على‬
‫ كل شيء قدير‬-

*Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi dan jika lam
melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikan, niscaya Allah akan
membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siapa
yang dikehandaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya dan Allah Maha Kuasa atas
segala sesuatu." (Qs. Al Baqarah 2:284)

TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah kegiatan perkuliahan ini, mahasiswa dapat:

1. Memahami pengertian hak dan kepemilikan

2. Memahami tentang harta

3. Memahami prinsip-prinsip akad

4. Memahami problematika ekonomi Islam era modern

iv
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian
Kehidupan manusia tidak akan bisa dipisahkan dengan persoalan harta. Manusia
berusaha mendapatkan harta, mengelola, dan membelanjakannya. Ini merupakan inti dari
persoalan ekonomi. Oieh karena itulah, masalah ekonomi merupakan salah satu masalah penting
yang menjadi perhatian Islam.

Umat Islam dituntut menggunakan cara yang halal dalam upaya mendapatkan harta yang
halal. Lalu setelah harta itu didapatkan, mereka dituntut untuk mengelola harta tersebut dengan
cara yang dibenarkan oleh agama. Kemudian mereka dituntut mendistribusikan harta tersebut
kepada sesuatu yang dibenarkan oleh agama.

B. Penghormatan terhadap Hak dan Kepemilikan


Hak yang dimiliki manusia pada dasarnya merupakan kewajiban seseorang kepada yang
lain. Kewajiban dan hak kedua-duanya diakui dalam Islam Menurut istilah hak adalah suatu
kekhususan yang dengannya Syara' menetapkan kewenangan. Berdasar p pengertian ini,
kewenangan yang dimiliki oleh manusia pada hak merupakan ketentuan dari Allah Swt. Dengan
kata lain, Allah Swt lah yang menentukan kewenangan pada manusia berkaitan dengan hak pada
sesuatu.

Secara umum hak dibagi menjadi dua bagian, yaitu hak terhadap harta dan hak terhadap
bukan harta. Hak terhadap harta adalah hak yang berpautan dengan harta, seperti hak seseorang
terhadap suatu benda yang dimilikinya. Misalnya, jika seseorang memiliki kendaraan, maka hak
pada orang itu untuk memakai, meminjamkan, menyewakan menjual atau memberikan
kendaraan itu. Sedangkan hak terhadap bukan harta seperti hak perwalian terhadap seseorang.
Seorang ayah memiliki hak perwalian atas anak kandungnya. Seorang kakek memiliki hak
perwalian atas cucu karena anaknya sudah meninggal dunia, misalnya.

Sementara kepemilikan adalah kekhususan seorang pemilik terhadap sesuatu untuk


dimanfaatkan selama tidak ada larangan syar'i. Oleh karena itu, jika ada seseorang menguasai
dan mendapatkan harta dengan cara yang dibenarkan, maka harta itu terkhusus untuknya, dan
keterkhususan itu membuatnya bisa memanfaatkannya kecuali jika ada alasan atau sebab yang
v
ditetapkan syara' yang menghaanginya dari melakukan hal itu, seperti gila, idiot, masih anak-
anak dan lain sebagainya.

Pada hakikatnya semua yang ada milik Allah Swt. Sebagaimana firman Allah Swt dalam
surat Al Baqarah ayat 284:

‫هلل ما في السموات وما في األرض وإن تبدوا ما في أنفسكم أو تخفوه يحاسبكم به‬

‫هللا فيغفر لمن يشاء ويعذب من يشاء وهللا على كل شيء قدير‬

"Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi, dan jika
kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikan, niscaya Allah
akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni
siapa yang dikehandaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Maha Kuasa
atas segala sesuatu". (Qs. Al Baqarah/2 (284)

Dalam hubungan kemanusiaan, manusia diberi titipan oleh Allah Swt. untuk memiliki
sesuatu, seperti memiliki sebidang tanah, rumah, kendaraan, pakaian, laptop, dan sebagainya.
Hanya saja karena hakikat kepemilikan semua yang ada milik Allah Swt, manusia hanya diberi
amanah atau titipan, maka ketika manusia memiliki sesuatu mereka harus memperhatikan pesan
dan aturan dari Sang Pemilik sesungguhnya dalam menggunakan harta miliknya. Hal ini
semestinya menjadi perhatian manusia sehingga mereka bisa menjaga amanah titipan harta dan
terhindar dari penggunaan harta yang bertentangan dengan pesan dan aturan Allah Swt.
Kepemilikan dalam Islam secara umum dibagi tiga, yaitu kepemilikan individu, kepemilikan
umum (masyarakat), dan kepemilikan negara,

1. Kepemilikan individu/pribadi.
Islam membolehkan individu menguasai dan memiliki harta benda dan membenarkan
pemilikan semua jenis harta benda yang diperoleh secara halal di mana seseorang mendapatkan
sebanyak harta yang mampu diperolehnya. Islam membenarkan hak milik pribadi. Akan tetapi
Islam tidak memberikan kebebasan tanpa batas menggunakan hak tersebut sekehendaknya. Islam
membenarkan hak pribadi di tetapkan menurut ketentuan-ketentuan tertentu supaya tidak
membahayakan.

vi
2. Kepemilikan umum atau masyarakat
Konsep hak milik umum mula-mula digunakan dalam Islam dan tidak terdapat dalam
sebelumnya. Namun demikian, dapat dicatat istilah "hak milik umum yang digunakan oleh Islam
mempunyai makna yang berbeda dan tidak memiliki persamaan ngsung dengan apa yang
dimaksud oleh sistem sosialis dan komunis. Maksudnya, bahwa a harta dan kekayaan milik
masyarakat yang memberikan pemilikan atau pemanfaatan atas berbagai macam benda yang
berbeda-beda kepada warganya. Pembagian engenai harta yang menjadi milik masyarakat
dengan milik individu secara keseluruhan berdasakan kepentingan umum.

3. Kepemilikan Negara
Hak milik negara pada dasarnya adalah hak milik umum. Akan tetapi dalam
pengelolahan hak yang mengelola adalah hak pemerintah. Negara juga memiliki hak milik
rhadap terhadap barang dan jasa, terutama yang terkait untuk melaksanakan kewajibannya untuk
menyelenggarakan pendidikan, penyediaan fasilitas publik. nemelihara hukum dan keadilan
menyantuni fakir miskin, dan lain-lain Kepala negara inya pemegang amanah. Meskipun begitu,
sangatlah dilarang penggunaan kekayaan ara secara berlebihan. Kekayaan negara harus
digunakan untuk kepentingan ekonomi misyarakat, kepentingan sosial, dan mengurangi
disparitas pendapatan. Kepemilikan terhadap suatu harta oleh seseorang atau sekelompok orang
dapat diperoleh melalui beberapa hal, yaitu :

1. Ihrazul mubahat yaitu (penguasaan terhadap benda yang boleh dan belum dimiliki siapa pun),
seperti nelayan mengambil ikan di laut, seseorang mengambil kayu atau menangkap burung di
hutan selama tidak ada larang dari yang berwenang.

2. Transaksi jual beli, maka kepemilikan barang beralih kepada pembeli, dan kepemilikan uang
beralih kepada penjual.

3. Warisan. Waris menjadi sebab terjadina pemilikan terhadap suatu harta. Seorang anak.
misalnya, berhak memiliki harta waris dari orang tuanya yang meninggal dunia sesuai bagian
yang telah ditetapkan.

4. Tawallud min mamluk (sesuatu yang berasal dari sesuatu yang dimiliki), seperti kepemilikan
terhadap anak kambing dari induk yang dimilikiya; atau kepemilikan terhadap buang mangga
dari pohon yang dimilikinya.

5. Pemberian negara kepada rakyatnya. Hak milik dapat terjadi ketika negara memberikan
sesuatu kepada rakatnya untuk memenuhi kebutuhan hidup atau memanfaatkan kepemilikan
mereka, maka rakyat menjadi berhak atas harta tersebut, meskipun hak milik ini dapat diambil
kembali sesuai kebijakan negara.
vii
6. Harta yang diperoleh tanpa mengeluarkan harta atau tenaga apapun. Pemberian seseorang
secara cuma-cuma, kepemilikan harta sebagai ganti rugi, harta pemberian berupa mahar, barang
temuan, dan santunan.

Islam menerangkan dalam hukum kepemilikan dipandang dalam segi ekonomi sebab
sebab kepemilikan (milkiyah) didefinisikan:

A. Sebab kepemilikan penuh

1) Mengambil harta mubah yaitu harta yang belum ada pemiliknya

2) Hasil dari milik sendiri

3) Dengan jalan pusaka

4) Dengan pemindahan hak dari perjanjian

B. Sebab kepemilikan terbatas

1) Milik bendanya misalnya rumah dan barang-barang lainnya

2) Milik manfaat Seperti sewa dan wasiat

C. Sikap Positif Terhadap Harta

Harta dalam bahasa Arab disebut al-mal yang berarti condong, cenderung, dan miring
Sedangkan harta (al-mal) menurut istilah adalah segala sesuatu yang memiliki nilai Berdasar
pada pengertian ini, segala apa pun yang dipandang memiliki nilai, maka yang demikian
termasuk harta, dan sebaliknya segala sesuatu yang dipandang tidak bernilai tidak termasuk
harta. Seseorang menginginkan sesuatu karena sesuatu itu memiliki nilai Jika sesuatu tidak
memiliki nilai, maka sesuatu itu tidak akan diinginkannya.

Sebagaimana telah dijelaskan di atas, bahwa harta yang dimiliki hanya merupakan titipan
dari Allah Swt yang akan diminta pertanggungjawannya. Pertanggungjawaban manusia berkaitan
dengan harta dimulai sejak bagaimana cara memperoleh harta, mengelola harta, dan
membelanjakan harta

1. Cara Memperoleh Harta


Islam tidak membatasi cara seseorang dalam mencari dan memperoleh harta selama yang
demikian itu tetap diberlakukan dalam prinsip umum yang berlaku yaitu halal dan. baik. Hal ini
berarti Islam tidak melarang seseorang untuk mencari kekayaan sebanyak mungkin karena
bagaimanapun yang menentukan kekayaan yang dapat diperoleh seseorang adalah Allah Swt
sendiri sebagaimana yang disebutkan dalam ayat diatas. Di samping itu dalam pandangan Islam
harta itu bukanlah tujuan, tetapi alat untuk mencapai keridhaan Allah. Adapun bentuk usaha
viii
dalam memperoleh harta yang menjadi karunia Allah untuk dimiliki oleh manusia bagi
menunjang kehidupannya telah dikemukakan di atas pada pembahasan kepemilikan.

2. Etika Membelanjakan Harta


Sebagaimana telah dikemukakan, karena harta merupakan titipan dari Allah Swt, maka
dalam membelanjakan harta harus sesuai dengan pesan dan aturan Allah Swt. Berikut merupakan
upaya tentang tata cara membelanjakan harta:

A. Menggunakan Harta Secukupnya

Allah Swt pada dasarnya memberi keleluasaan kepada manusia untuk menggunakan harta
milik mereka sesuai kehendaknya. Akan tetapi ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
penggunaan harta tersebut. Salah satunya adalah tidak berlebih-lebihan dan penggunaan harta
Larangan ini tentu untuk kebaikan manusia sendiri karena sikap berlebihan akan merugikan
manusia. Allah Swt berfirman:

‫ كلوا واشربوا هنيئا بما كنتم تعملون‬-

"Makan dan minumlah dengan enak sebagai Balasan dari apa yang telah kamu kerjakan" (Qs. Al
Thür 52: 19)

Menurut ayat di atas, manusia diperbolehkan dan diberi keleluasaan makan dan minum.
Makna makan dan minum pada ayat ini sangat luas, bukan hanya memuat makna penggunaan
sehari-hari, akan tetapi penggunaan harta secara luas. Namun, pada ayat ini ada larangan dalam
penggunaan harta manusia jangan berlebihan.

b. Tidak berbuat Mubazir

Larangan kedua dalam masalah harta adalah tidak berbuat mubadzir terhadap harta,
sebaliknya Islam mengajarkan untuk bersifat sederhana. Harta yang mereka gunakan akan
dipertanggungjawabkan di hari perhitungan, seperti sabda Rasulullah Saw:

"Tidak beranjak kaki seseorang pada hari kiamat, kecuali setelah ditanya empat hal...dan tentang
hartanya darimana diperolehnya dan kemana membelanjakannya." (Al Hadist)

Sebagaimana seorang muslim dilarang memperoleh harta dengan cara haram, maka
dalam membelanjakannya pun dilarang dengan cara yang haram Sikap Mubazir akan
menghilangkan kemaslahatn harta, baik kemaslahatan pribadi maupun kemaslahatan orang lain.
Lain halnya jika harta tersebut dinafkahkan untuk kebaikan dan untuk memperoleh pahala,
dengan tidak mengabaikan tanggungan yang lebih penting. Sifat mubazir ini akan timbul jika
apabila merasa mempunyai harta berlebihan sehingga sering membelanjakan harta tidak untuk
kepentingan yang hakiki, tetapi hanya menuruti hawa nafsunya. Allah sangat keras mengancam

ix
orang yang berbuat mubazir dengan ancaman sebagai temannya setan. Sebagaimana disebtkan
dalam surat al Isrā ayat 27:

‫ كفورا‬،‫إن المبذرين كانوا إخوان الشيطين وكان الشيطن لربه‬

"Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah
sangat ingkar kepada Tuhannya." (Qs. Al Isrä/17:27)

c. Tidak menghambur-hamburkan harta (boros)

Sikap boros atau menghambur-hamburkan harta yang berbahaya adalah merusk harta,
meremehkannya, atau kurang merawatnya sehingga rusak dan binasa. Perbuatan ini termasuk
kriteria menghambur-hamburkan uang yang dilarang oleh Nabi Muhammad Saw.:
"Sesungguhnya Allah memakruhkan kamu menghambur-humburkan uang." (Al-Hadits).

Contoh dan menghamburkan harta misalnya menelantarkan hewan hingga kelaparan atau
sakit, menelantarkan tanaman hingga rusak, menelantarkan hiji-hytan, makanan atau buah-
buahan hingga rusak dimakan bakteri atau serangga, dan membiarkan bangunan rusak dimakan
usia. Termasuk juga menghidupkan lampu pada waktu siang hari, inembiarkan keran air terbuka
hingga aimya terbuang sia-sia, membuang makanan ke tong sampah sedangkan manusia lain
membutuhkannya, membuang pakaian yang masih bisa dipakai hanya karena robek sedikit atau
karena sudah tidak sesuai dengan mode, padahal orang lain membutuhkannya untuk menutupi
auratnya atau melilingi tubuhnya dari panas dan dingin. Tindakan menghambur hamburkan uang
dapat disimpulkan dalam tiga hal: 1) membelanjakan untuk hal yang dilarang agama, ini
hukumnya haram. 2) membelanjakannya untuk hal yang diperbolehkan agama, hukumya
dikehendaki, selama tidak meninggalkan tanggung jawab yang lebih berat. 3)
Membelanjakannya untuk hal yang dimubahkan agama, seperti untuk menyenangkan hati. Hal
ini terbagai dua a) Pengeluarannya sesuai dengan pendapatan Dengan kata lain ia tidak boros. b)
Membelanjakannya sesuai dengan kebiasaan.

d. Kewajiban Membelanjakan Harta

Setelah seseorang memperoleh harta dengan cara halal maka ada kewajiban setelah itu
yang harus ditunaikan yaitu membelanjakannya. Ketika seseorang membelanjakan harta ia harus
mengacu pada kaidah dan aturan Islam seperti tidak boros, tidak mubazir, tidak kikir, dll
Perintah membelanjakan harta di dalam Al Qur'an tercantum setelah perintah untuk beriman
kepada Allah dan Rasul-Nya. Seperti firman Allah dalam surat al Baqarah ayat 3:

‫ الذين يؤمنون بالغيب ويقيمون الصلوة ومما رزقتهم ينفقون‬-

"Yaitu mereka yang beriman kepada yang gaih yang mendirikan sholat dan menafkahkan
sebagian riskinya yang Kami anugrahkan kepada mereka" (Qs Al Baqarah 2:3)

x
e. Membelanjakan Harta untuk kebaikan

Islam menganjurkan agar harta dikeluarkan dengan tujuan yang baik dan bermanfaat bagi
manusia Allah berfirman dalam surat al-Baqarah ayat 172:

‫ينأيها الذين امنوا كلوا من طيبت ما رزقتكم‬... -

"Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan
kepadam..."(Qs. Al Baqarah/2: 172)

Dalam surat al Maidah ayat 4:

‫يسئلونك ماذا أحل لهم فل أحل لكم الطيبت‬...

"Mereka menanyakan kepadamu, Apakah yang dihalalkan bagi mereka? Katakanlah Dihalalkan
bagimu yang baik-baik..." (Qs. Al Maidah/5:4)

F. Menghindari Pembelanjaan untuk Barang Mewah

Allah swt berfirman dalam surat Al Isra ayal 16:

‫وإذا أردنا أن تلك قرية أمرنا مترفها ففسقوا فيها فحق عليها القول قدمونها‬

‫ تدميرا‬-

"Dan jika Kami ingin membinasakan suatu negeri maka Kami perintahkan kepada orang-orang
yang hidup mewah di negeri itu (rupaya menaati Allah), tetapi mereka melakukan kedurhakaan
di dalam negeri itu, maka sudah sepantanya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami)
kemudian kami, hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya "(Qs Al Isra/17:16)

Petunujuk pada ayat di atas saat ini sudah menjadi sebuah kenyataan dan fakta. Setiap
hari kita mendengar dan melihat bagaimanan penduduk di sebuah negeri diberi bencana oleh
Allah, mulai dari kebanjiran, gempa, tanah longsor, gunung meletus dan fenomena alam yang
lainnya. Rasulullah Saw bersabda berkenaan dengan sifat bergaya hidup mewah

"Makan, minum dan berpakaianlah sekehendak sebab yang membuat kamu berbuat kesalahan itu
ada dua perkara bergaya hidup mewah dan berprasangka burik: "(Dari Ibnu Umar dan Ibnu
Abbas)

g. Menghindari Pembelanjaan yang Tidak Disyariatkan.

hidup mewah tidak baik, maka tindakan preventif, diharamkan pula segla pembelanjaan
yang tidak mendatangkan manfaat, baik manfaat materi maupan spiritual. Diantara pembelanjaan
dan pngeluaran yang tidak disyariaatkan adalah segala bentuk pengeluaran untuk membeli
sesuatu yang dibenci Allah SWT. Allah swt. dalam surat al 'Araf ayat 32:
xi
‫ والطيبات من الرزق قل هي‬..‫للذين قل من حرم زينة هللا التي أخرج لعباده‬

‫امنوا‬... -

"Katakaniah, "Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya
untuk hamba-hamba-Nya dan (siapakah pula yang mengharamkan) rezeki yang baik 7
Katakanlah, "Semua itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman... (Qs Al 'Araf/7:32)

h. Bersikap Tengah-tengah dalam Pembelanjaan.

Islam mengajarkan sikap pertengahan dalam segala perkara. Begitu juga dalam
mengeluarkan harta, yaitu tidak berlebihan dan tidak pula kikir. Sikap berlebihan adalah sikap
hidup yang merusak jiwa, harta, dan masyarakat, sementara kikir adalah sikap hidup yang dapat
menahan dan membekukan harta... Allah berfirman dalam surat al Furqon ayat 67:

‫ والذين إذا أنفقوا لم يشرفوا ولم يقتروا وكان بين ذلك قواما‬-

"Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih. lebihan, dan tidak
(pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah yang demikian (Qs Al Furqän 25:
67)

D. Prinsip-prinsip Akad
1. Pengertian dan Pembentukan Akad

Kata akad berasal dari kata al-aqd berarti mengikat, menyambung. Dan menghubungkan.
Sedangkan akad menurut istilah adalah pertemuan antara insan yang muncul dari satu pihak
dengan qabul dari pihak lain yang menimbulkan akibat hukum pada objek akad. Misalnya,
seorang pembeli "Saya beli sepeda ini seharga lima ratus ribu rupiah" (jab), lalu penjual berkata:
"Saya jual sepeda ini seharga lima ratus ribu rupiah" (qabul), maka terjadi jual beli dan berakibat
objek akad berupa sepeda berpindah kepada pembeli dan uang berpindah kepada penjual.

a. Syarat dan Rukun akad

Dalam melakukan akad atau transaksi terdapat beberapa syarat yang haru dipenuhi, yaitu
sebagai berikut:

1) tamyiz.

2) ada dua pihak.

3) persesuaian anata gah dan qabul (kesepakatan).

4) kesatuan majelis akad,

xii
5) objek akad dapat diserahkan,

6) objek akad tertentu atau dapat ditentukan,

7) objek akad dapat ditransaksikan (artinya berupa benda bernilai dan dimiliki), dan 8)
tujuan akad tidak bertentangan dengan syara.

Adapun rukun-rukun akad yang harus terpenuhi dalam transaksi adalah sebagai berikut:

1) Aqid (orang yang beraqad),orang yang ber akad harus baleg.berakal.tidak mengandung unsur
penipuan.

2) Mauqud alaih(sesuatu yang diaqadkan)

3) Shigat aqad (ijab dan qabul)

4) Dua pihak atau lebih yang saling terkaitan dengan akad, yaitu dua orang atau lebih yang
secara langsung terlibat dalam perjanjian kedua belah pihak disyaratkan harus memiliki
kemampuan yang cukup untuk mengikuti proses perjanjian, kemampuan tersebut antara lain: a)
Kemampuan membedakan mana yang baik dan yang buruk. b) Pilihan, yaitu tidak sah akad yang
yang dilakukan orang dibawah paksaan. c) Akad tersebut dianggap berlaku (jadi total)bila tidak
dimiliki pengandian khiyar (hak pilih), seperti khiyar syarat (hak pilih menetapkan persyaratan).

(5) Sesuatu yang diikat dengan akad yakni barang yang dijual dalam akad jualbeli, atau sesuatu
yang disewakan dengan akad sewa dan sebagainya. Ada persyataran yang harus dipenuhi agar
akad tersebut di anggap sah, yaitu:

a) Barang tersebut suci atau meskipun terkena najis bisa dibersihkan akad usaha ini tidak
berlakukan pada benda najis secara dzat atau benda yang terkena najis namun tidak mungkin
dihilangkan najisnya seperti cuka.

b) Barang tersebut harus bisa digunakan dengan cara disyari'atkan.

c) Komoditi harus bisa diserah terima.

d) Barang yang dijual harus merupakan milik sempurna dari yang melakukan penjualan.

e) Harus diketahui wujudnya.

2. Macam-macam Akad/Transaksi
Terdapat banyak bentuk akad yang kemudian dapat dikelompokkan dalam berbagai
anasai jenis-jenis akad. Secara garis besar adapun pengelompokan macam-macam akad, tara lain

xiii
A. Akad menurut tujuannya.

1) Akad Tabarru, yaitu akad nitlaba (nonprofit transaction) yang dimaksudkan untuk menolong
dan murni semata-mata karena mengharapkan ridha dan pahala dari Allah SWT. Akad yang
termasuk dalam kategori ini adalah: hibah, wakaf, wasiat, ibra, wakalah, kafalah, hawalah, rahn,
dan qirad.

2) Akad Tijari, yaitu akad yang dimaksudkan untuk mencari dan mendapatkan keuntungan
(profit transaction) dimana rukun dan syarat telah dipenuhi semuanya. Akad yang termasuk
dalam kategori ini adalah: Murabahah, Salam. Istishna dan Ijarah Muntahiyah bittamlik serta
mudharabah dan Musyaraqah.

b. Akad menurut kebahasannya.

1) Akad Sahih (Valid Contract) yaitu akad yang memenuhi semun rukun dan syaratnya. Akibat
hukumnya adalah perpindahan barang misalnya dari penjual kepada pembeli dan perpindahan
harga (uang) dari pembeli kepada penjual.

2) Akad Fasid (Voidable Contract) yaitu akad yang seinua rukunnya terpenuhi, namun ada
syarat yang tidak terpenuhi. Akibatnya menjadi mauquf belum terjadi perpindahan barang dan
uang dari penjual pembeli sebelum adanya usaha untuk melengkapi syarat tersebut.

3) Akad Bathil (Void Contract) yaitu akad dimana salah satu rukunnya tidak terpenuhi dan
otomatis syaratnya juga tidak dapat terpenuhi. Akad seperti ini tidak menimbulkan akibat hukum
perpindahan harta (harta/uang) dan benda kepada kedua belah pihak.

E. Ekonomi Islam di Era Modern


1. Sistem Ekonomi Islam

M.A. Manan (1992:19) di dalam bukunya yang berjudul "Teori dan Praktik Ekonomi
Slam" menyatakan bahwa ekonomi Islam adalah timu pengetahuan sosial yang empelajari
masalah ekonomi rakyat yang diilhami oleh nilai-nilai Islam. Sementara itu, H.Halide
berpendapat bahwa yang di maksud dengan ekonomi Islam ialah kumpulan dasar-dasar umum
ekonomi yang disimpulkan dari Alquran dan Sunnah yang hubungannya dengan urusan ekonomi
(Daud Ali, 1988:3).

Sistem ekonomi Islam adalah sekumpulan dasar-dasar umum ekonomi yang ada
disimpulkan dari Alquran dan Sunnah, dan merupakan bangunan perekonomian yang didirikan
atas landasan dasar-dasar tersebut yang sesuai dengan kondisi sosial-budaya Sistem ekonomi
Islam memiliki prinsip sebagai berikut:

xiv
A. Berbagai sumber daya sebagai pemberian atau titipan dari Allah SWT

B. Islam mengakui pemilikan pribadi dalam batas-batas tertentu.

C. Kekuatan penggerak utama ekonomi Islam adalah kerja sama yang dikuasai oleh segelintir.

D. Ekonomi Islam menjamin pemilikan masyarakat dan penggunaannya direncanakan orang


saja.

E. Ekonomi Islam menolak terjadinya akumulasi kekayaan untuk kepentingan banyak orang

G. Seorang mulsim harus takut kepada Allah SWT di hari penentuan di akhirat nanti

H. Zakat harus dibayarkan atas kekayaan yang telah memenuhi batas (nisab) h Islam melarang
riba dalam segala bentuk. Adapun Ciri-ciri Ekonomi Islam ialah:

a. Aqidah sebagai substansi (inti) yang menggerakkan dan mengarahhkan kegiatan ekonomi.

b. Syari'ah sebagai batasan untuk memformulasi keputusan ekonomi

c. Akhlak berfungsi sebagai parameter dalam proses optimalisasi kegiatan ekonomi.

2. Ragam Transaksi Islami Era Modern


Di era teknologi dan informasi mayoritas transaksi berbasis online. Konsekuensinya
perdagangan menadi digital yang tidak dibatasi oleh ruang, waktu, dan tempat. Suatu negara
dapat dengan mudah dan cepat mengakses negara lain secara online. Pola perdagangan inilah
yang melahirkan bisnis berbasis keuangan dan berbagai macam model transaksi. Beberapa model
transaksi modern yang direspons oleh fiqih muamalah dapat dibagi kepada empat model besar,
yaitu perbankan. asuransi, gadai, dan pasar modal. Empat model ini telah terwadahi dalam
lembaga keuangan syariah.

A. Transasksi Perbankan

Fungsi bank secara garis besar adalah sebagai lembaga intermediasi (intermediary
institution) yang mengerahkan dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut
kepada masyarakat yang membutuhkannya dalam bentuk fasilitas pembiayaan. Perbedaan
pokoknya terletak dalam jenis keuntungan yang diambil bank dari transaksi-transaksi yang
dilakukannya. Bila bank konvensional mendasarkan keuntungannya dari pengambilan bunga,
maka bank syariah dari imbalan, baik berupa jasa (fee-base income) maupun mark-up atau profit
margin, serta bagi hasil (loss and profit sharing).

xv
B. Transaksi Asuransi

Terdapat berbagai cara bagaimana manusia menangani risiko terjadinya musibah Cara
pertama adalah dengan menanggungnya sendiri (risk retention), yang kedua. mengalihkan risiko
ke pihak lain (risk transfer), dan yang ketiga, mengelolanya bersama-sama (risk sharings. Cara
yang ketiga inilah filosofi dan dasar dalam asuransi syarian. Jadi, risk sharing inilah
sesungguhnya esensi asuransi dalam Islam, di mana di dalamnya diterapkan prinsip-prinsip
kerjasama, proteksi, bertanggungjawab (cooperation, protection, mutual responsibility). Sistem
asuransi syariah baru diakui dan diadopsi oleh ulama dunia pada tahun 1985. Pada tahun ini, dan
saling Majma al-Fiqh al-Islami mengadopsi dan mengesahkan takaful sebagai sistem asuransi
yang sesuai dengan syariah. Meskipun sebenarnya, alama yang pertama membahas tentang
asuransi adalah Ibnu Abidin (1784-1836 M/1252 H.). Ibnu Abidin adalah seorang ulama
bermazhab Hanaft, yang mengawali pembahasan tentang asuransi dalam karyanya Al-Kafir dan
popular, yaitu Hasyiyah Ibn Abidin, Bab Jihad, Fash! Isti'man kitab Räddu al Muhtar Ala al Dar
al Mukhtar.

Perbedaan utama dan landasan antara asuransi syariah dan konvensional terletak pada
tujuan perasional. Dari sisi tujuan, asuransi syariah bertujuan saling menolong (ta'awuni)
sedangkan dalam asuransi konvensional tujuannya penggantian (tahaduli), Kepemilikan dana
pada pada asuranst syari'ah merupakan hak peserta. Perusahaan hanya sebagai pemegang amanah
untuk mengelolanya. Pada asuransi konvensional, dana ang terkumpul dari nasabah (premi)
menjadi milik perusahaan, sehingga perusahaan yang bebas menentukan alokasi investasinya.
Dalam Asuranasi Islam menggunakan akad wakalah dan tabarru' atau madlarabah dan ta'awun.
Implementasi akad takafuli dan tabarru' dalam sistem asuransi syariah diadakan dalam bentuk
pembagian setoran premi menjadi dua. Untuk produk yang mengandung unsur tabungan
(saving), maka premi yang dibayarkan akan dibagi ke dalam rekening dana anggota dan satunya
lagi rekening tabarru. Sedangkan untuk produk yang tidak mengandung unsur tabungan (non
saving), setiap premi yang dibayar akan dimasukkan seluruhnya ke dalam rekening tabarru'.
Keberadaan rekening tabarru' menjadi sangat penting untuk menjawab pertanyaan ketidakjelasan
asuransi dari sudut tuntutan pembayaran. Adapun asuransi akad tijari adalah model mudharabah
dan ta'awun Secara teknisnya, mudharabah adalah akad I kerja sama usaha antara dua pihak di
mana pihak pertama menyediakan 100 persen modal sedangkan pihak kedua menjadi pengelola.
Di sini terjadi pembagian untung rugi antara (shahib al-mal) dan pihak pengelola/perusahaan
asuransi (mudharib). Keuntungan usaha secam mudharabah dibagikan menurut kesepakatan yang
dicatat dalam kontrak, sedangkan apabila terjadi kerugian, ditanggung oleh pemilik modal
selama kerugian tersebut bukan akibat kelalaian pengelola Dalam model mudharabah, seluruh
peserta bertanggung jawab terhadap musibah yang dialami peserta lam termasuk untuk
membayar beban-beban asuransi lain (biaya reasuransi, medical expenses, legal fee, dan
lainnya). Sedangkan pengelola (operator) hanya bertanggung jawab terhadap semua pengeluaran
xvi
yang terkait dengan operasional dan hasil investasi sesuai dengan kapasitasnya dalam akad
mudharabah Berbeda dengan akad mudharabah adalah akad wakalah, takaful yang berfungsi
sebagai wakil peserta di mana dalam menjalankan fungsinya (sebagai wakil). Takutul berhak
mendapatkan biaya jasa (fee) dalam mengelola keuangan mereka.

c. Transaksi Pasar Modal

Pasar modal adalah tempat di mana modal diperdagangkan antara pihak yang memiliki
kelebihan modal (Investor) dengan orang yang memerlukan modal (issuer) untuk
mengembangkan investasi. Pasar modal sama seperti pasar biasa pada umumnya, yaitu tempat
bertemunya penjual dan pembeli dengan objek yang diperjualbelikan adalah Hak kepemilikan
perusahaan di Indonesia, Langkah awal perkembangan pasar modal (pasar islam index (JII) serta
Obligani Syariah (Islamic Bond) yang efektif mulai Oktober 2002. Sedangkan Pasar Modal
Syariah sama dengan pasar modal Maret 2002. Dalam kandungan isinya, pasar modal syariah
dengan pasar modal konvensional, namun ada beberapa peraturan-peraturan syariah yang harus
dipatuhi.

xvii
KESIMPULAN

Dalam hubungan kemanusiaan, manusia diberi titipan oleh Allah Swt, shik memilik
sesuatu, seperti memiliki sebidang tanah, rumah, kendaraan, pakaian, lipop, dan sebagainya.
Hanya saja karena hakikat kepemilikan semua yang ada milik Allah Sat manusia hanya diberi
amanah atau titipan, maka ketika manusia memiliki se mereka harus memperhatikan pesan dan
aturan dari Sang Pemilik sesungguhnya dal menggunakan harta miliknya. Kepemilikan dalam
Islam secara umum dibag lig yama kepemilikan individu, kepemilikan umum (masyarakat), dan
kepemilikan negara.

Harta dalam bahasa Arab disebut almal yang berarti condong, cenderung, dan miting
Sedangkan harta (al-mal) menurut istilah adalah segala sesuatu yang memiliki nila Berdasar pada
pengertian ini, segala apa pun yang dipandang memiliki nilai, naka yang demikian termasuk
harta, dan sebaliknya segala sesuatu yang dipandang dan bernilai tidak termasuk harta

Kata akad berasal dari kata al-aqd berarti mengikat, menyambung, sa menghubungkan.
Sedangkan akad menurut istilah adalah pertemuan antara jab yang mucul dari satu pihak dengan
gahud dari pihak lain yang menimbulkan akibat h pada objek akad. Misalnya, seorang pembeli
berkata: "Saya beli sepeda mi seharga lima ratus ribu rupiah" (gab), lalu penjual berkata: "Saya
jual sepeda ini seharga lima ratus nhu nipish (qabul), maka terjadi jual beli dan berakibat objek
akad berups sepeda berpindah kepada pembeli dan uang berpindah kepada penjual

Sistem ekonomi Islam adalah sekumpulan dasar-dasar umum ekonomi yang disimpulkan
dari Alquran dan Sunnah, dan merupakan bangunan perekonomian yang didirikan atas landasan
dasar-dasar tersebut yang sesuai dengan kondisi sosial-budaya

xviii
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah al-Mushlih & Shalah Ash-Shawi, Fikih Ekonomi keuangan Islam, Jakarta: Dani Haq,
2004

Azharudin Lathif Fiqih Muamalar, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005.

Adiwarman Azwar Karim, Ekonomi Mikro Islami, Jukarta: ITT Indonesia , 2002.

Adiwarman Azwar Karim, Ekonomi Makro Islami, ITT Indonesia, Jakarta 2008

Abdul Mannan, Teori dan Praktik Ekonomi Islam, Yogyakarta PT Dara Bhakti Wakaf 1997.

Ahmad Muhammad al-Assal & Ahmad Abdul Karim, Sistem Prinsip dan Tig Islam. Bandung:
Pustaka Setia, 1999.

Ahmad Rofiq, Fiqh Kontekstual dari Normatif ke Pemaknaan Sosial, Semarang Pustaka Pelajar,
2004.

Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, Jakarta: Raja Grafindo Pensada. 2008.

M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam, Jakarta: PT Raja Go Persada, 2004.

Muhammad Mahmud Bably. Kedudukan Harta Dalam Islam, Jakarta: Radur Jaya Offect, 1989.

Sholahuddin, Asasa-asas Ekonomi Islam, Jakarta: PT Grafindo Persada, 2007

Umar Chapra, The Future of Economics: An Islamic Perspective, Jakarta SEBI. 2001

Yusuf Qardawi. Peran Nilai dan Moral dalam Perekonomian dalam Islam. Jakarta, Robbani
Press, 1997,

xix

Anda mungkin juga menyukai