Anda di halaman 1dari 98

VARIASI LEKSIKON BAHASA DAWAN DI DESA LANU KECAMATAN

AMANATUN SELATAN KABUPATEN TIMOR TENGAH SELATAN

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan


Universitas Timor untuk Memenuhi Persyaratan
guna Memperoleh Gelar Serjana SI Pendidikan

OLEH

NAMA ORANCE SELE


NPM 31160083

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS TIMOR

KEFAMENANU

2021

i
HALAMAN PERSETUJUAN

VARIASI LEKSIKON BAHASA DAWAN DI DESA LANU


KECAMATAN AMANATUN SELATAN KABUPATEN TIMOR
TENGAH SELATAN

Telah diperiksa dan disetujui oleh pembimbing pertama dan kedua untuk
diajukan Kepada Dewan penguji Skripsi Program Studi Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia.

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Maria M.N. Nahak, M. Hum. Muh. Ardian Kurniawan, M.A.


NIP: 196908162005012001 NIP: 19880829 201803 1 001

Mengetahui
Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Faizal Arviant, M.,Pd


NIP: 19891119 201803 1 001

ii
HALAMAN PENGESAHAN

VARIASI LEKSIKON BAHASA DAWAN DI DESA LANU


KECAMATAN AMANATUN SELATAN KABUPATEN TIMOR
TENGAH SELATAN

Skiripsi ini telah dipertahankan dideapan Dewan Penguji Program Studi


Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Pendidikan.

Susunan Dewan Penguji

Ketua Penguji Sekretaris Penguji

Joni S. Nalenan, S.Pd.,M.Hum Dr. Maria M.N. Nahak, S.Pd.,M.Hum


NIP:- NIP: 1990916 200501 2 001

Anggota penguji

Muh. Ardian Kurniawan, M.A


NIP: 19880829 201803 1 001

Ketua Program Studi kefamenanu 29 Juni 2021


Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan

Faizal Arviato, M.Pd Blasius Atini, S.Pd,. M.Sc


NIP: 19891119 201803 1 001 NIP: 19790470 200501 1 002

iii
PERNYATAAN

ORISINALITAS SKRIPSI

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya susun

sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana dari Universitas Timor seluruhnya

merupakan hasil karya saya sendiri.

Adapula bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi yang saya dari

hasil karya orang lain telah ditulis sumbernya secara jelas sesuai dengan norma,

kaidah dan etika penulis ilmiah.

Apabila dikemudian hari ditemukan seluruh atau sebagian skripsi ini

bukan hasil karya saya sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu,

maka saya bersedia menerima sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan

undang-undang yang berlaku.

Kefamenanu, juni 2021

Yang membuat pernyataan

Orance Sele

31160083

iv
MOTO

Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia

Yang memberikan kekuatan kepadaku

“ Filipi 4:13 ”

v
PERSEMBAHAH

Skripsi ini saya persembahkan kepada:

1. Tuhan Yesus Kristus, yang selalu senantiasa melimpahkan berkat dan

rahmatnya, serta menyertai penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi

ini dengan baik.

2. Kedua orang tua tercinta, Bapak Habel Sele dan Mama Martha Misa.

Terima kasih banyak karena telah bersusah payah melahirkan saya,

membesarkan saya, dan mengajari saya tentang banyak hal, terutama

tentang bagaimana arti kehidupan, cinta dan kasih sayang, kesabaran, serta

ketegaran hidup untuk menghadapi banyak persoalan dalam setiap langkah

kehidupan ini.

3. kakak Simon Sele bersama Istri tercintanya Jiska Tefi, serta adikku

Tercinta Yoga Sele. Trima kasih atas kasih dan sayang, perhatian,

dukungan, motivasi, serta doanya sehingga penukkis dapat menyelesaikan

skripsi ini.

4. Keponakan tercintaku. Jwita, Varel, Cilshy, Itho, dan Jheyna yang selalu

menghibur penulis dalam keadaan suka maupun duka.

5. Tanta Elsy dan Om Obha tersayang yang selalu mendukung serta

memotivasi penulis sehingga menyelesaikan skripsi ini.

6. Keluarga besar Sele, Misa, Bantaika yang selalu mendukung penulis.

vi
7. Sahabat-sahabat tersayang. Maria Lopo, Mirna Bantaika, Arny Tefi, dan

Anita Fatu. Trima kasih atas motivasi serta dukungan dan doa bagi penulis

sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

8. Teman-teman PBSI angkatan 2016 yang selalu memberikan dukungan

kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

9. Ary, Samry, Leny, Desy, Resty, yanty, serta semua teman-teman yang ada

di Komplex Besnain. Terima kasih atas dukungan kepada penulis

sehingga menyelesaikan skripsi ini.

10. Semua teman-teman tercinta yang ada di kampung halaman Arys, Anis,

Apris, Jhelo, Mery, Jiska, Mias, Us serta teman-teman yang lain. Terima

kasih atas dukungan dan motivasi kepada penulis sehingga menyelesaikan

skripsi ini.

11. Almamater tercinta Universitas Timor (Unimor).

vii
PRAKATA

Puji dan syukur ke hadirat Tuhan yang Maha Esa karena atas berkat dan

rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul

“Variasi Leksikon Bahasa Dawan di Desa Lanu Kecamatan Amanatun Selatan

Kebupaten Timor Tengah Selatan” penulis menyadari bahwa keberhasilan dalam

penyelesaian skripsi ini adalah berkat pertolongan dari Tuhan yang Maha Kuasa

lewat uluran tangan orang-orang tersayang yang selalu membantu serta

memberikan dukungan kepada penulis. Oleh karena itu, sebagai bantuan balas

budi, secara pribadi penulis mengucapkan limpah terima kasih secara khusus

kepada Ibu Dr. Maria Magdalena Namok Nahak, M. Hum selaku Pembimbing

Utama dan Bapak Muhamad Ardian Kurniawan, M.A selaku pembimbing kedua,

atas kesediaan waktu, pengorbanan, serta ketulusan sehingga membantu penulis

dalam membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini disusun

oleh penulis untuk memenuhi salah satu syarat penyelesaian Strata satu (S1) pada

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Fakultas Ilmu

Pendidikan.

Penyusunan skripsi tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena

itu, penulis berterima kasih kepada:

1.

2. Blasius Atini; S.Pd. M.Sc. selaku Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan

3. Faizal Arvianto; M.Pd. selaku ketua program Studi Pendidikan Bahasa dan

Sastra Indonesia.

viii
4. Dr. Maria Magdalena Namok Nahak; M. Hum. selaku Dosen pembimbing I

(pertama) yang telah meluangkan waktu untuk memberikan pengarahan dan

saran dengan kesabaran dalam penulisan skripsi ini.

5. Muhamad Ardian Kurniawan; S.Pd., M.A. selaku Dosen pembimbing II

(Kedua) yang telah meluangkan waktu untuk memberikan pengarahan dan

saran dengan kesabaran dalam penulisan skripsi ini.

6. Bapak ibu dosen yang telah membimbing saya selama berada di kampus

Universitas Timor Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.

7. Kedua orang tua dan keluarga yang telah memberikan dukungan, motivasi,

dan doa kepada penulis dalam melaksanakan penelitian.

8. Teman-teman program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2016,

yang memberikan kenangan indah dan membuatku mengerti arti dari sebuah

kesamaan.

9. Kepala Desa Lanu, Kecamatan Amanatun Selatan, Kabupaten Timor Tengah

Selatan yang telah membantu penulis memberikan informasi mengenai

informan yang sesuai kriteria.

Peneliti juga menyadari bahwa dalam penulisan tesis ini masih ditemui

kekurangan. Untuk itu penulis akan menerima setiap kritikan dan saran yang

membangun untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan dalam penulisan ini.

Penulis berharap tesis ini bisa memberikan mamfaat bagi pembaca.

Kefamenanu, Juni, 2021

Penulis

ix
ABSTRAK
Penelitian ini difokuskan pada variasi leksikon bahasa dawan apa saja
yang digunakan oleh penutur tua, muda serta pegawai dan non pegawai yang ada
di Desa Lanu. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui tuturan variasi leksikon
bahasa Dawan di Desa Lanu, Kecamatan Amanatun Selatan, Kabupaten Timor
Tengah Selatan. Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sosiolinguistik menurut Fisman dalam Abdul Chaer dan Agustina (2010: 5).
Metode penelitian terdiri atas: (a) rancangan penelitian dan jenis penelitian, (b)
lokasi dan waktu penelitian, (c) data dan sumber data (d) teknik pengumpulan data
(e) instrument penelitian (f) analisis data. Instumen penelitian berupa 350 kata
pertanyaan disusun berdasarkan makna wilayah, yaitu 10 medan makna, dan 1
lain-lainnya. Penelitian ini menggunakan metode Sudaryanto (1993 :9) dan
Maleong (2010 :157), yaitu: metode simak dan cakap, dengan teknik lanjutan
simak libat bebas cakap teknik rekam, teknik catat, dan wawacara untuk
memperoleh data. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode padan intralingual.
Hasil analisis data penelitian ditemukan 182 variasi leksikon bahasa
Dawan di Desa Lanu, dan ditemukan adanya variasi leksikon pada sebelas medan
makna, yaitu aktivitas (29 gloss); alat-alat rumah tanggah (5 gloss); bagian-bagian
rumah (4 gloss); bagian-bagian tubuh (2 gloss); binatang (3 gloss); kata ganti dan
sapaan (5 gloss); musim,waktu, arah, lokasi, benda alam, dan keadaan alam (8
gloss); pakaian, perhiasan, dan kosmetik (2 gloss); petani (2 gloss); serta lain-lain
(3 gloss).

Kata kunci: sosiolinguistik, variasi leksikon bahasa Dawan Desa Lanu

x
ABSTRACT
This research is focused on what variations of the Dawan language lexicon are
used by old, young speakers as well as employees and non-employees in Lanu
Village. The purpose of this study was to determine the speech variations of the
Dawan language lexicon in Lanu Village, South Amanatun District, South Central
Timor Regency. The material used in this study is sociolinguistics according to
Fisman in Abdul Chaer and Agustina (2010: 5). The research method consists of:
(a) research design and type of research, (b) research location and time, (c) data
and data sources (d) data collection techniques (e) research instruments (f) data
analysis. The research instrument in the form of 350 question words is arranged
based on the meaning of the region, namely 10 fields of meaning, and 1 others.
This study uses the methods of Sudaryanto (1993:9) and Maleong (2010:157),
namely: listening and speaking methods, with advanced techniques, refer to free-
engagement and conversation, recording techniques, note-taking techniques, and
interviews to obtain data. The data analysis technique used in this study is the
intralingual equivalent method.
The results of the research data analysis found 182 variations of the Dawan
language lexicon in Lanu Village, and found that there were variations in the
lexicon in eleven meaning fields, namely activity (29 gloss); household appliances
(5 gloss); house parts (4 gloss); body parts (2 gloss); animal (3 gloss); pronouns
and greetings (5 gloss); season, time, direction, location, natural objects, and
natural conditions (8 gloss); clothing, jewelry and cosmetics (2 gloss); farmer (2
gloss); and others (3 gloss).

Keywords: sociolinguistics, variation of the Dawan language lexicon, Lanu Desa


Village

xi
DAFTAR ISI

JUDUL ....................................................................................................... i

PERSETUJUAN ........................................................................................ ii

PERNYATAAN ………………………………………………………... iii

MOTO ........................................................................................................ iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ..………………………………………. v

PRAKATA ………………………………………………………………. vi

ABSTRAK ………………………………………………………………. vii

ABSTRACT ……………………………………………………………….Viii

DAFTAR ISI …………………………………………………………….. ix

BAB 1 PENDAHULUAN..........................................................................1

1.1 Latar Belakang................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah..........................................................................6

1.3 Tujuan Penelitian............................................................................7

1.4 Mamfaat Penelitian........................................................................7

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI..................... 8

2.1 Kajian Pustaka............................................................................... 8

2.2 Konsep………………………………………………………….... 10

2.2.1 Variasi Bahasa……………………………………………... 10

2.2.2 Leksikon................................................................................ 12

2.2.3 Bahasa Dawan....................................................................... 13

2.3 Landasan Teori............................................................................... 14

xii
2.3.1 Sosiolinguistik...................................................................... 14

2.3.2 Klasifikasi Variasi................................................................ 18

2.3.2.1 Variasi Bahasa dari Segi Penutur................................... 18

2.3.2.2 Variasi Bahasa dari Segi Pemakaian.............................. 22

2.3.2.3 Variasi Bahasa dari Segi Keformalan............................ 22

2.3.2.4 Variasi Bahasa dari Segi Sarana.................................... 24

BAB III METODE PENELITIAN.......................................................... 25

3.1 Rancanagan dan Jenis Penelitian.................................................. 25

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian........................................................ 26

3.2 Data dan Sumber Data.................................................................. 27

3.3 Teknik Pengumpulan Data............................................................. 28

3.4 Instrumen Penelitian..................................................................... 30

3.5 Teknik Analisis Data..................................................................... 30

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PERBAHASAN ……………… 33

4.1 Hasil Penelitian……………………………………………………....... 33

4.2 Pembahasan …………………………………………………………… 35

4.2.1 Aktivitas....................................................................................... 35

4.2.2 Alat-Alat Rumah Tangga……………………………………….. 55

4.2.3 Bagain-Bagian Rumah………………………………………….. 59

4.2.4 Bagian-Bagian Tubuh…………………………………………... 63

4.2.5 Binatang………………………………………………………… 64

4.2.6 Kata Ganti dan Sapaan…………………………………………. 66

4.2.7 Arah, Alam, Lokasi, Benda Alam, dan Keadaan Alam………… 70

xiii
4.2.8 Pakaian………………………………………………………….. 73

4.2.9 Pertanian………………………………………………………... 75

4.2.10 Lain-Lain……………………………………………………….. 77

BAB V PENUTUP……………………………………………………….. 81

5.1 SIMPULAN…………………………………………………………… 81

5.2 SARAN………………………………………………………………... 81

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………….. 82

LAMPIRAN……………………………………………………………….. 83

xiv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bahasa daerah adalah suatu bahasa yang dituturkan di suatu wilayah dalam

sebuah negara kebangsaan. Bahasa ini biasa digunakan oleh penduduk yang

berasal dari daerah yang kecil dan keberadaan sebuah bahasa lokal atau bahasa

daerah sangat erat kaitannya dengan berbagai macam suku bangsa yang

melahirkan berbagai macam budaya-budaya dengan menggunakan bahasa daerah

tersebut.

Bahasa, masyarakat, dan budaya merupakan tiga hal yang tidak dapat

dipisahkan dan saling berkaitan. Jika membahas mengenai bahasa, maka secara

tidak langsung bahasa yang akan dikaji tersebut berhubungan langsung dengan

masyarakat, karena pemakaian sebuah bahasa adalah masyarakat. Bahasa juga

sebagai unsur pembentukan sastra, seni, kebudayaan, hingga peradaban sebuah

suku bangsa. Bahasa daerah dipergunakan dalam berbagai upacara adat, dan

dalam percakapan sehari-hari. Bahasa ini dapat dilihat dalam daerah-daerah yang

kecil atau wilayah multilingual. Yang dapat dipersatukan dengan bahasa nasional

(bahasa Indonesia).

Dalam UUD 1945 Bab XV pasal 36 dinyatakan bahwa bahasa daerah

merupakan bahasa yang berfungsi sebagai lambang kebudayaan nasional yang

dilindungi oleh negara. Bahasa daerah berfungsi sebagai lambang kebudayaan

daerah lambang identitas daerah, dan perhubungan didalam keluarga dan

masyarakat daerah (Halim, 1976:151).

1
Pada dasarnya bahasa mempunyai dua aspek yaitu aspek bentuk dan aspek

makna. Aspek bentuk berkaitan dengan bunyi, tulisan, dan struktur bahasa,

sedangkan aspek makna berkaitan dengan leksikal, fungsional, dan gramatikal

(Nababan 1984:13). apabila di perhatikan teliti dalam bahasa, bentuk dan makna

menunjukan perbedaan, antara pengucapanya antar penutur yang satu dengan

penutur yang lain. Perbedaan tersebut akan menghasilkan ragam-ragam bahasa

atau variasi bahasa. Variasi bahasa tersebut muncul karena kebutuhan penutur

akan adanya alat komunikasi dan kondisi sosial, serta faktor-faktor tertentu yang

mempengaruhinya, seperti letak geografis, kelompok sosial, situasi berbahasa atau

tingkat formalitas dan perubahan waktu.

Kentjono ( 1982:2 ) menyatakan bahwa bahasa adalah sistem lambang bunyi

arbitrer, yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama,

berkomunikasi dan beridentifikasi diri. Sebagai sebuah sistem, bahasa terbentuk

oleh suatu aturan, kaidah atau pola-pola tertentu. Lambang yang digunakan

dalam sistem Segala aspek kehidupan manusia tidak terlepas dari penggunaan

bahasa sebagai sarana komunikasi sehari-hari. Samsuri (1980:4) menyatakan

bahwa bahasa tidak dapat dipisahkan dari manusia dan mengikuti di dalam setiap

pekerjaannya. Berdasarkan pendapat di atas dapat di artikan bahwa bahasa sangat

penting selain fungsinya sebagai alat komunikasi, bahasa juga berfungsi sebagai

alat untuk meneruskan kebudayaan.

Bahasa Dawan adalah bahasa daerah yang digunakan oleh beberapa wilayah

yang berada di Provinsi Nusa Tenggara Timur yaitu Kabupaten Timor Tengah

Selatan (TTS) Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) dan sebagian Wilayah

2
Kabupaten Kupang bagian Selatan khususnya Kecamatan Amarasi ini adalah

wilayah-wilayah yang berkomunikasi atau berinteraksi satu sama lain dengan

menggunakan bahasa dawan. Penutur bahasa ini dengan berjumlah 650.000 jiwa

dan merupakan bahasa ibu dengan penutur terbanyak bahasa dawan. Disamping

itu bahasa dawan juga di kelompokan menjadi Sembilan dialek yaitu: (1) dialek

Kupang Timur (2) dialek Amarasi (3) dialek Fatule’u (4) dialek Insana- Biboki(5)

dialek Timor Tengah Selatan (6) dialek Amanatun (7) dialek Miomaffo Barat (8)

dialek Mallo Netpala dan (9) dialek Mallo Nenas. Dialek Kupang Timor terdiri

atas subdialek, yaitu Camplong dan Bipolo. Dialek Amarasi terdiri atas dua

Subdialek Oenino dan Tunbaun. Dialek Insana Biboki dan Paseba. Dialek Timor

Tengah Selatan terdiri atas dua subdialek, yaitu Bijeli dan Amanuban. Dialek

Amanatun terdiri atas tiga subdialek, yiatu Lotas, Manufui, dan Lilo.

Berdasarkan pengelompokan dialek masyarakat penutur Bahasa Dawan

menyebut bahwa bahasa Dawan hanya terdiri dari dua dialek, yaitu bahasa Dawan

dialek L dan bahasa Dawan dialek R. Sehingga, pemberian nama dialek dan

subdialek yang sudah disebut sebelumnya masih muncul pertanyaan karena belum

ada perincian tentang pembagian dialek bahasa Dawan.

Penggunaan variasi leksikon bahasa sosial pada masyarakat yang ada di Desa

Lanu, terdapat pada kriteria usia yang terdiri dari bayi mulai dari umur 2 tahun

sampai pada yang orang tua seperti pada opa dan oma. Pengunaan variasi leksikon

terdapat juga pada kriteria jenis kelamin, tingkat sosial, ras/suku, dan kelompok

masyarakat. Masyarakat yang ada di Desa Lanu mereka semua menggunakan

berbagai leksikon untuk menyampaikan sesuatu dengan leksikon yang berbeda-

3
beda namun maknanya sama. Variasi bahasa sosial yang digunakan oleh

masyarakat Desa Lanu terdapat dalam perubahan leksikon, morfologi, dan

fonologi. Dalam penelitian ini maka, peneliti lebih memfokuskan pada kriteria

usia dan sosial yang ada di masyarakat Lanu.

Fenomena variasi leksikon pengunaan berdasar bahasa Dawan faktor-faktor

nonlinguistik, yaitu sosial dan situasional merupakan alasan peneliti untuk

menganalisis variasi leksikon bahasa Dawan di Desa Lanu, Kecamatan Amanatun

Selatan, Kabupaten Timor Tengah Selatan. Variasi bahasa yang diucapkan oleh

masyarakat Desa Lanu ini dikaji dengan sosiolinguistik berdasarkan aspek Usia

dan sosial.

Sesuai dengan judul penelitian ini, penulis akan mendeskripsikan variasi

leksikon Bahasa Dawan di Desa Lanu, Kecamatan Amanatun Selatan, Kabupaten

Timor Tengah Selatan dengan berbagai variasi leksikon bahasa, penulis akan

menggunakan metode deskriptif kualitatif dalam mengukur status bahasa dawan

di Desa Lanu, Kecamatan Amanatun Selatan, Kabupaten Timor Tengah Selatan.

Apakah terdapat perbedaan leksikon dalam pemakaian seseorang penutur dalam

berkomunikasi atau sama sekali tidak ada perbedaan kata dalam suatu objek.

Variasi bahasa sosial yang digunakan pada masyarakat Desa Lanu, Kecamatan

Amanatun Selatan, Kabupaten Timor Tengah Selatan. Dapat dicontohkan sebagai

berikut: konsep ‘makan’ ada dua variasi leksikon, yang terdapat morfologi yang

arti perubahan bentuk kata seperti pada leksikon [bukae] dan [mua], yang

mempunyi bentuk kata yang berbeda-beda namun maknanya sama. Sedangkan

dalam variasi bahasa sosial yang ada di masyarakat Desa Lanu juga, terdapat

4
perubahan fonologi yang artinya perubahan bunyi seperti pada konsep ‘ya’ yang

terdapat tiga variasi leksikon yaitu [hepah], [he], dan [ahoet]. Jadi dalam ketiga

leksikon tersebut yang termasuk dalam perubahan bunyi (fonologi) yaitu leksikon

[hepah] dan [he] karena bunyi [hepah merupakan bunyi yang halus (sopan).

Sedangkan bunyi [he] merupakan penekanan bunyi yang kurang halus ( tidak

sopan). Sehingga dari kedua leksikon tersebut dapat di uraikan sebagai berikut:

1) Variasi Leksikon

Contonya: Makan - Bukae - Mua

ya - Hepah - He - ahoet

leksikon [bukae] adalah leksikon yang diucapkan sebagai kata penghalus atau

kata yang paling sopan untuk digunakan oleh masyarakat desa Lanu pada saat

mengucap ‘makan’. leksikon [bukae] ini sering di gunakan oleh orang tua dan

pegawai di saat mengucap untuk makan. Sedangkan Leksikon [mua] cenderung

digunakan oleh anak muda ketika megucapkan konsep ‘makan’. Akan tetapi para

anak muda yang ada di desa Lanu mereka juga menggunakan leksikon [bukae]

ketika ada tamu atau acara-acara tertentu maka para anak muda mereka lebih

memilih leksikon tersebut untuk mengucapkan konsep ‘makan’ kepada tamu

tersebut. Para anak muda mereka menggunakan leksikon [mua] ketika mereka

bersama-sama orang yang sudah akrab dengan mereka maka mereka akan lebih

menggunakan leksikon yang biasa untuk mengucapkan konsep ‘makan’.

Sebaliknya juga untuk para orang tua dan pegawai yang ada di desa Lanu, mereka

juga sering menggunakan leksikon [mua] ketika bersama-sama dengan anak-anak

5
atau dalam sekeluarga, maka mereka lebih cenderung menggunakan leksikon

yang biasa untuk mengucapkan konsep ‘makan’.

leksikon [hepah] dan [ahoet] adalah kata yang dituturkan oleh penutur bahasa

dawan untuk menjawab si mintra tutur yang sudah berusia tua dengan kata

[hepah] dan [ahoet]. Leksikon [ hepah] dan [ahoet] adalah kata yang paling sopan,

seseorang yang menjawab mitra tuturnya atau si pembicara dengan kedua kata

tersebut, itu dinilai sebagai orang yang sopan kepada sesamanya. Sedangkan

leksikon [he] adalah kata yang dituturkan oleh penutur bahasa dawan untuk

menjawab anak-anak, karena kata [he] sebagai kata yang kurang sopan atau kata

yang kurang halus dan kata tersebut tidak akan di tuturkan untuk menjawab

mintra tutur yang sudah tua. Kata [he] itu yang di tuturkan kepada anak-anak.

Pemerolehan dan penguasaan bahasa secara turun-temurun pada masyarakat

Desa Lanu, sehingga menimbulkan variasi bahasa yang dapat dilihat ketika

masyarakat menyatakan sesuatu. Hal ini disebabkan oleh masyarakat desa Lanu

kecamatan Amanatun Selatan Kabupaten Timor Tengah Selatan. Penggunaan

bahasa pada masyarakat desa Lanu kata yang mereka gunakan tersebut

mempunyai variasi bunyi dan variasi kata. Masyarakat Lanu yang satu dengan

yang lain mengunakan pilihan kata yang berbeda untuk menanyakan sesuatu atau

menyampaikan sesuatu dengan mengunakan pilihan kata yang berbeda-beda tetapi

mempunyai maksud yang sama seperti contoh diatas.

Penelitian dengan “Variasi Leksikon Bahasa Dawan di Desa Lanu,

Kecamatan Amanatun Selatan, Kabupaten Timor Tengah Selatan”: Kajian

Sosiolinguistik ini menarik untuk dikaji karena masyarakat Desa Lanu

6
merupakan masyarakat yang memiliki berbagai variasi leksikon dalam bahasa

Dawan. Fenomena di atas ini sangat menarik untuk dilakukan pengkajian lebih

lanjut mengenai Variasi Leksikon Bahasa Dawan Desa Lanu, Kecamatan

Amanatun Selatan Kabupaten Timor Tengah Selatan dengan melihat pada aspek

Leksikon yang muncul disana, karena masih jarang ada penelitian mengenai

Variasi Leksion Bahasa Dawan di Desa Lanu, Kecamatan Amanatun Selatan,

Kabupaten Timur Tengah Selatan dengan melihat aspek Leksikon dan pemakai

variasi leksikon yang dituturkan oleh penutur berusia tua dan muda, beserta

pegawai dan non pegawai.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah variasi leksikon bahasa Dawan apa sajakah yang digunakaan oleh penutur

tua dan muda, beserta pegawai dan non pegawai di Desa Lanu, Kecamatan

Amanatun Selatan, Kabupaten Timor Tengah Selatan?

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, tujuan yang hendak dicapai dalam

penelitian ini adalah memperoleh deskripsi tentang: Untuk mengetahui tuturan

variasi leksikon bahasa Dawan di Desa Lanu, Kecamatan Amanatun Selatan,

Kabupaten Timor Tengah Selatan?

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak sebagai

berikut:

7
1. Bagi mahasiswa program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

penelitian ini dapat digunakan untuk mengembangkan pengetahuan

bahasa khususnya dibidang sosiolinguistik dan dialektologi. Penelitian ini

kedepannya dapat dijadikan dasar/acuan untuk melakukan penelitian yang

lengkap dan bervariasi.

2. Bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahasa acuan

untuk dapat di kembangkan lebih lanjut, berkaitan dengan variasi bahasa

yang dituturkan oleh bidang pekerjaan tertentu.

8
BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI

2.1 Kajian Pustaka

Berdasarkan hasil kajian pustaka, terdapat beberapa penelitian terdahulu yang

memiliki relevansi dengan penelitian ini. Penelitian tersebut diantaranya: Hartono

meneliti pemakaian bahasa jawa di kabupaten karanganyar (kajian

sosiodialektologi). Hartono menemukan 6 variasi fonologi dalam Bahasa jawa

karanganyar, 135 konsep variasi leksikon ngoko dan 53 konsep variasi leksikon

krama, 4 variasi tingkat tutur, dan 5 variasi pengkramaan dalam Bahasa Jawa

Karanganyar. Selain itu, Hartono juga berhasil menemukan pengaruh factor pada

Bahasa Jawa Karanganyar yaitu semakin tinggi pekerjaan, pendidikan,usia

penutur, maka semakin baik dalam menguasai bahasa jawa ngoko dan krama.

Penelitian yang dilakukan oleh Rahman (2012) peneliti tentang variasi

penggunaan bahasa sasak dialek mone-mene berdasarkan strata social pada

masyarakan Desa Jembatan kembar Kabupaten Lombok Barat. Hasil penelitian

menunjukan bahwa masyarakat Desa Kembar dominan menggunakan tingkst

bahasa pertengahan dan bahasa tingkat umum/biasa, sedangkan bahasa tingkat

tinggi/bahasa halus digunakan oleh orang tertentu, untuk tujuan tertentu, dan

dalam situasi tertentu. Penelitian ini relevan dengan penelitian yang akan

dilakukan oleh peneliti sekarang karena sama-sama mengkaji tentang variasi

bahasa. Perbedaan adalah pada penelitian oleh Rahman khusus meneliti tentang

9
variasi bahasa sasak dialek meno-mene dan objek kajiannya adalah masyarakat

Desa Jembatan Kembar Kabupeten Lombok Barat, sedangkan penelitian ini

mengkaji tentang variasi bahasa dalam pemakaian leksikon dan objek kajiannya

adalah masyarakat Desa Lanu Kecamatan Amanatun Selatan Kabupaten Timor

Tengah Selatan.

Penelitian yang dilakukan oleh Rosida (2014) meneliti tentang variasi bahasa

Bima pada masyarakat nelayan di Desa Guda Kecamatan Sape Kabupaten Bima.

Hasil penelitian menunjukan bahwa variasi bahasa bima memiliki variasi

tersendiri pada masyarakat nelaya, terlihat pada kata basah jika digunakan oleh

masyarakat nelayan menjadi lino sedangkan dalam Bima umum yaitu mbeca;

pada kata aoa jika digunkan masyarakat nelaya au sedangkan dalam bahasa bima

umum yaitu bune yang memiliki kesamaan arti. Penelitian Rosida memiliki

kesamaan dengan penelitian ini yaitu sama-sama mengkaji tentang variasi bahasa,

namun terdapat perbedaan antara penelitian terdahulu yang menjadi objek

penelitian adalah masyarakat Desa Lanu yang memiliki berbagai variasi leksikon

namun makna atau artinya sama.

Peneliti yang dilakukan oleh Handayani (2010) dengan judul variasi leksikkon

Bahasa jawa tengah-jawa barat di Kecamatan Larangan Kabupaten Brebes.

Penelitian ini menyimpulkan bahwa variasi leksikon di Daerah Kecamatan

Larangan Kabupaten Brebes mempunyai gejala kebahasan onomasiologis,

semasiologis, dan perubahan bunyi. Gejala anomasiologis ditemukan variasi

leksikon pada konsep makna bagian tubuh manusia, kata ganti orang, istilah

kekerabatan, pakaian, dan perhiasan , profesi, binatang, dan hasil olahannya,

10
tumbuhan, alam, alat, kata tunjuk, kehidupan, dan masyarakat, serta kata

keterangan. Penelitian yang dilakukan oleh Handayani (2010) memiliki

persamaan dalam penelitian ini adalah kedua penelitian tersebut meneliti tentang

variasi leksikon. Perbedaan penelitian Handayani dengan penelitian ini adalah

penelitian Handayani mengutamakan di daerah Kecamatan Larangan Kabupaten

Brebes, sedangkan penelitian yang akan dilakukan adalah di Desa Lanu

Kecamatan Amanatun Selatan Kabupaten Timor Tengah Selatan. Penelitian yang

akan dilakukan ini mengkaji variasi leksikon Bahasa Dawan di Desa Lanu

Kecamatan Amanatun Selatan Kabupaten Timor Tengah Selatan.

2.2 Konsep

Penulis merasa perlu menjelaskan beberapa istilah yang berhubungan

dengan judul penelitian ini agar tidak menimbulkan kesalahan dalam pemahaman

proposal penelitian ini. Konsep yang di maksud penulis terdiri variasi bahasa,

leksikon, dan bahasa Dawan. Konsep tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

2.2.1 Variasi Bahasa

Bahasa mempunyai dua sapek mendasar, yaitu bentuk dan makna. Aspek

bentuk meliputi bunyi, tulisan dan strukturnya. Aspek makna meliputi makna

leksikal, fungsional, dan struktur. Jika diperhatikan lebih rinci lagi, kita akan

melihat bahasa dalam bentuk dan maknanya menunjukan perbedaan kecil maupun

perbedaan yang besar antara pengungkapan yang satu dengan pengungkapan yang

lainnya. Misalnya perbedaan dalam hal pengucapan /a/ yang diucapakan oleh

seseorang dari waktu satu ke waktu yang lain. Begitu juga dalam hal

pengucapakan kata /putih/ dari waktu yang satu ke waktu yang lain mengalami

11
perbedaan. Perbedaan-perbedaan bentuk bahasa seperti ini dan yang lainnya dapat

disebut dengan variasi bahasa. Amat sulit untuk dimengerti variasi ini melalui

pendengaran kita karena pendengar kita di pengaruhi oleh banyak faktor seperti

udara, kesegaran, perasaan dan besarnnya perhatian kita. Untuk mengetahui

variasi ini dapat digunakan spektogram. Spektogram adalah gambaran yang

dihasilkan atau direkam oleh suatu alat yang disebut oleh spektograf. Kenyataan

yang dapat dilihat di lapangan adalah pada pemakaian kata

/Ahoet/,/pahtuan/,/hepah/ dan /he/. pemakaian kata ahoet, pahtuan, dan hepah

selalu dipakai oleh masyarakat yang sudah Tua (orang tua) di Desa Lanu pada

saat-saat tertentu seperti menjawab orang saat seseorang menyapanya atau pada

suatu keadaan sosial. Kemudian pemakaian kata /he/ dan ya itu biasanya di pakai

oleh masayarakat mudah (anak mudah) yang berada di Desa Lanu kata /he/ sering

digunakan oleh anak mudah disaat bersama teman-teman atau kata /he/ disini di

ketahui bahwa kata /he/ ini kata yang kurang sopan untuk di gunakan dalam suatu

acara sosial. Hal ini menunjukan bahwa adanya perbedaan atau variasi bahasa.

Variasi bahasa disebabkan oleh adanya kegiatan interaksi sosial yang dilakukan

oleh masyarakat atau kelompok yang sangat beragam dan di karenakan oleh

penuturnya yang tidak homogen. Setiap kegiatan memerlukan atau menyebabkan

terjadinya keragaman bahasa. Keragaman ini akan semakin bertambah kalau

bahasa tersebut digunakan oleh penutur yang sangat banyak, serta dalam wilayah

yang sangat luas. Dalam hal variasi bahasa atau ragam bahasa ini ada dua

pandangan yaitu: Pertama variasi bahasa dilihat sebagai akibat adanya keragaman

sosial penutur bahasa dan keragaman fungsi bahasa. Andaikan penutur bahasa itu

12
adalah kelompok yang homogen, baik etnis, status sosial maupun lapangan

pekerjaannya, maka variasi bahasa atau keragaman bahasa itu tidak ada, artinya

bahasa itu jadi seragam. Kedua, variasi atau ragam fungsinya sebagai alat

interaksi dalam kegiatan masyarakat yang beraneka ragam (Chaer dan Agustina,

1995: 81).

2.2.2 Variasi Leksikon

Leksikon berasal dari kata yunani kuno lexicon yang berarti kata, ucapan,

atau cara bicara ( Chaer 2007:5). Selanjutnya, istilah leksikon lazim digunakan

untuk mewadahi konsep kumpulan leksem dari suatu bahasa, baik kumpulan

secara keseluruhan maupun sebagiannya. Dalam peristiwa sekarang barangkali

istilah leksikon biasa disepadankan dengan istilah kosakata yang sudah amat

lazim digunakan dalam pembelajaran bahasa.

Menurut Ayatrohaedi (1983:3) variasi leksikon terjadi karena adanya

pergeseran bentuk, perubahan bentu atau geseran makna. Pergeseran makna yang

dimaksud bertalian dengan dua corak, yaitu (1) pemberian nama yang berbeda

untuk satu kata yang sama di satu tempat (daerah) seperti pada leksikon makan

ada dua bunyi bahasa yaitu bukae, dan mua. (2) pemberian nama yang sama untuk

hal yang berbeda di tempat (daerah) yang sama, misalnya kata sen dan sEn untuk

‘ganjar pintu’ dan ‘tanam’.

Menurut Laksono (2014), variasi leksikon memiliki peranan penting dalam

penelitian sosiolinguistik

Laksono (2014), mengatakan karena antara satu bahasa atau dialek dengan

bahasa atas dialek lain dapat terjadi hubungan searah atau timbal balik.

13
Leksikon dalam penelitian sosiolinguistik menurut Usman ( 1971:1), dalam

Aslinda & Syafyahya, 2007:5), berhubungan denagn seluk-beluk kosakata yang

diungkapkan melalui pemakaia, makna, dan bentuk yang digunakan oleh

masyarakat bahasa.

Berdasar penelitian ini terdapat variasi bahasa Dawan di Desa Lanu pada

tataran kosakata yang mempengaruhi oleh faktor sosial penutur (pekerjaan,

pendidikan, dan usia). Variasi kosakata tersebut meliputi medan makna: aktivitas,

alat-alat rumah tangga, bagian-bagian rumah, bagian, bagian tubuh, binatang, kata

ganti dan sapaan, musim,waktu, arah, lokasi, benda alam, dan keadaan alam,

pakaian, perhiasan dan kosmetik, pemerintahan desa dan pekerjaan, pertanian,

serta medan makna lain-lain. Bahasa dawan memiliki beranekaragam leksikon

untuk menyebut sebuah konsep. Leksikon tersebut berbeda pada setiap daerah.

Leksikon yang bervariasi juga dapat ditemukan di daerah yang sama seperti di

Desa Lanu terdapat perbedaan leksikon namun makna dalam leksikon tersebut

sama.

2.2.3 Bahasa Dawan

Bahasa Dawan adalah bahasa daerah yang digunakan oleh beberapa wilayah

yang berada di Provinsi Nusa Tenggara Timur yaitu Kabupaten Timor Tengah

Selatan (TTS) Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) dan sebagian Wilayah

Kabupaten Kupang bagian Selatan khususnya Kecamatan Amarasi ini adalah

wilayah-wilayah yang berkomunikasi atau berinteraksi satu sama lain dengan

menggunakan bahasa dawan. Penutur bahasa ini dengan berjumlah 650.000 jiwa

dan merupakan bahasa ibu dengan penutur terbanyak bahasa dawan. Disamping

14
itu bahasa dawan juga di kelompokan menjadi Sembilan dialek yaitu: (1) dialek

Kupang Timur (2) dialek Amarasi (3) dialek Fatule’u (4) dialek Insana- Biboki(5)

dialek Timor Tengah Selatan (6) dialek Amanatun (7) dialek Miomaffo Barat (8)

dialek Mallo Netpala dan (9) dialek Mallo Nenas. Dialek Kupang Timor terdiri

atas subdialek, yaitu Camplong dan Bipolo. Dialek Amarasi terdiri atas dua

Subdialek Oenino dan Tunbaun. Dialek Insana Biboki dan Paseba. Dialek Timor

Tengah Selatan terdiri atas dua subdialek, yaitu Bijeli dan Amanuban. Dialek

Amanatun terdiri atas tiga subdialek, yiatu Lotas, Manufui, dan Lilo.

2.3 Landasan Teori

Untuk memecahkan masalah dalam penelitian ini, maka penulis mengunakan

dua teori yaitu, teori sosiolinguistik dan teori klasifikasi variasi bahasa. Kedua

teori tersebut akan dirincikan sbagai berikut:

2.3.1 Sosiolinguistik

Sosiolinguistik berasal dari kata “sosio” yang berhubungan dengan

masyarakat dan “linguistik” yakni ilmu yang mempelajari dan membicarakan

bahasa khususnya unsur-unsur dan unsur-unsur itu. Sosiolinguistik dapat dimakna

sebagai kajian yang menyusun teori-teori tentang hubungan bahasa. Di samping

itu, sosiolinguistik juga mempelajari dan membahas aspek-aspek kemasyarakatan

bahasa khususnya perbedaan-perbedaan yang terdapat dalam bahasa yang

berkaitan dengan faktor-faktor kemasyarakatan (Nababan 1993:2).

Sosiolinguistik merupakan ilmu antar disiplin yang terdiri atas sosiologi

dengan linguistik, dua bidang ilmu empiris yang mempunyai kaitan erat. Sosiologi

merupakan kajian yang objektif dan ilmiah mengenai manusia di dalam

15
masyarakat, lembaga-lembaga, dan proses sosial yang ada di dalam masyarakat.

Sosiologi berusaha mengetahui bagaimana masyarakat itu terjadi, langsung , dan

tetap ada. Dengan mempelajari lembaga-lembaga, proses sosial di dalam

masyarakat, akan diketahui cara-cara manusia menyesuaikan diri dengan

lingkungannya, bagaimana mereka bersosialisasi, dan menempatkan diri dalam

tempatnya masing-masing di dalam masyarakat. Linguistik adalah bidang ilmu

yang mempelajari tentang bahasa, atau ilmu yang mengambil bahasa sebagai

objek kajiannya. Hal ini sejalan dengan pendapat Chaer dan Agustina (2010:2)

yang menyatakan bahwa sosiolinguistik adalah bidang ilmu interdisipliner yang

mempelajari bahasa dalam kaitannya dengan penggunaan bahasa dalam

masyarakat. Menurut Sumarsono (2004:1), sosiolinguistik di tinjau dari namanya

menunjukan kaitan yang sangat erat dari kajian sosiologi dan linguistik. Sosio

adalah masyarakat dan linguistik adalah kajian bahasa. Sehingga kajian

sosiolinguistik adalah kajian tentang bahasa yang dikaitkan dengan kondisi

kemasyarakatan.

Fishman dalam Chaer dan Agustina (2010: 5) mengungkapkan kajian

sosialinguistik lebih bersifat kualitatif dan hubungannya dengan perincian-

perincian penggunaan bahasa yang sebenarnya, seperti deskripsi pola-pola

pemakaian bahasa atau dialek tertentu yang dilakukan penutur, topik, latar

pembicaraan.

Sosiolinguistik memandang bahasa pertama-tama sebagai sistem sosial dan

sistem komunikasi serta bagian dari masyarakat dan kebudayaan tertentu.

16
Sedangkan yang dimaksud dengan pemakaian bahasa adalah bentuk interaksi

sosial yang terjadi dalam situasi konkret.

Berdasarkan beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sosiolinguistik

berarti ilmu yang mempelajari tentang bahasa yang digunakan dalam daerah

tertentu atau dialek tertentu.

Menurut Ibrahim (1995:4), sosiolinguistik cenderung memfokuskan diri pada

kelompok sosial serta variabel linguistik yang digunakan dalam kelompok itu

sambil berusaha mengkolerasikan variabel tersebut dengan unit-unit demografik

tradisional pada ilmu-ilmu sosial, yaitu umur, jenis kelamin, kelas sosial-ekonomi,

pengelompokan regional status dan lain-lain. Bahkan pada akhir-akhir ini juga

diusahakan korelasi antara bentu-bentuk linguistik dan fungsi-fungsi sosial dalam

interaksi intra-kelompok untuk meningkatkan mikronya, serta kolerasi antara

pemilihan bahasa dan fungsi sosialnya dalam skala besar untuk tingkat makronya.

Alwasilah (1993: 3-5) menjelaskan bahwa secara garis besar yang diselidiki

oleh sosiolinguistik ada lima yaitu macam-macam kebiasaan dalam

mengorganisasikan ujaran dengan berorientasi pada tujuan-tujuan sosial studi

bagaimana norma-norma dan nilai-nilai sosial yang mempengaruhi perilaku

linguistik. Variasi dan ragam dihubungkan dengan kerangka sosial dari para

penuturnya, pemanfaatan sumber-sumber linguistik secara politis dan aspek-

aspek sosial secara bilingualisme.

Sosiolinguistik menyoroti keseluruhan masalah yang berhubungan dengan

organisasi sosial perilaku bahasa, tidak hanya mencakup perlaku bahasa saja,

melainkan juga sikap-sikap bahasa, perilaku terhadap bahasa dan pemakaian

17
bahasa. Dalam sosiolinguistik ada kemungkinan orang memulai dari masalah

kemasyarakatan kemudian mengaitkan dengan bahasa, tetapi bisa juga berlaku

sebaliknya juga mulai dari bahasa kemudian mengaitkan dengan gejala-gejala

kemasyarakatan. Sosiolinguistik dapat mengacu pada pemakaian data kebahasaan

dan menganalisis ke dalam linguistik. Misalnya orang bisa melihat dulu adanya

dua variasi bahasa yang berbeda dalam satu bahasa kemudian mengaitkan dengan

gejala sosial seperti perbedaan usia sehingga bisa di simpulkan, misalnya variasi

(A) didukung oleh usia muda variasi (B) di dukung oleh usia tua dalam

masyarakat itu. Sebaliknya, bisa memulai dengan memilah masyarakat

berdasarkan jenis usia menjadi tua-muda, kemudian menganalisis bahasa atau

tutur yang dipakai usia mudah atau yang dipakai usia tua.

Trudgill dalam Sumarsono (2004:3) mengungkapkan bahwa sosiolinguistik

adalah bagian dari linguistik yang berkaitan dengan bahasa sebagai gejala sosial

melainkan juga gejala kebudayaan. Implikasi adalah bahasa yang dikaitkan

dengan kebudayaan masih menjadi cakupan sosiolinguistik, dan ini dapat

dimengerti karena setiap masyarakat pasti memiliki kebudayaan tertentu.

Sebagai anggota masyarakat sosiolinguistik terikat oleh nilai-nilai budaya

masyarakat, termasuk nilai-nilai ketika dia mengunakan bahasa. Nilai selalu

berkaitan dengan apa yang baik dan apa yang tidak baik, dan ini diwujudkan

dalam kaidah-kaidah yang sebagian besar tidak tertulis tapi dipatuhi oleh warga

masyarakat. Apapun warna batas itu, sosiolinguistik itu meliputi tiga hal, yakni

bahasa, masyarakat, dan hubungan antara bahasa dan masyarakat.

18
Berdasarkan penjelasan mengenai sosiolinguistik di atas, maka secara garis

besar sosiolingusitik meliputi tiga hal yaitu bahasa, masyarakat, dan hubungan

antara bahasa dengan masyarakat. Sosiolinguistik membahas atau mengkaji

bahasa sehubungan dengan penutur, bahasa sebagai anggota masyarakat.

Bagaimana bahasa itu digunakan untuk berkomunikasi antara anggota masyarakat

satu dengan yang lainnya untuk saling bertukaran pendapat dan berinteraksi antara

individu satu dengan lainnya.

2.3.2 Klasifikasi Variasi Bahasa

Chaer dan Agustina (1995: 81) menyatakan bahwa para ahli memiliki

pandangan yang berbeda-beda mengenai variasi bahasa. Hartman dan Strok

dalam (Chaer dan Agustina, 1995:81) membedakan variasi bahasa berdasarkkan

kriteria (a) latar belakang geografi dan sosial penutur, (b) medium yang

digunakan, dan (c) pokok pembicaraan. Preston dan Shuy (dalam Chaer dan

Agustina, 1995:81) khususnya untuk bahasa Inggris dan Amerika berdasarkan

(a) penutur, (b) interaksi, (c) kode, dan (d) realisasi. Halliday (dalam Chaer dan

Agustina, 1995:81) membedaan variasi bahasa berdasarkan segi pemakaian

(dialek) dan pemakaian (register). Sementara itu, Mc David ( dalam Chaer Dan

Agustina, 1995) membagikan variasi bahasa berdasarkan (a) dimensi regional, (b)

dimensi social, dan (c) dimensi temporal. Sementara itu, Abdul Chaer dan

Agustina mengklasifikasikan variasi bahasa sebagai berikut:

2.3.2.1 Variasi bahasa dari segi penutur

Variasi bahasa dari segi penutur terdiri atas (1) idiolek yaitu variasi bahasa

yang bersifat perorangan yang berkenan dengan warna suara, pilihan kata, gaya

19
bahasa, susunan kalimat, dan sebagainya. Yang paling dominan adalah warna

suaru, kita dapat mengenali suara seseorang yang kita kenal hanya dengan

mendengar suara tersebut Idiolek melalui karya tulis juga bisa, tetapi di sini

membedakannya agak sulit. (2) dialek yaitu variasi bahasa dari kelompok penutur

yang jumlahnya relatife, yang berada dalam satu tempat, wilayah, atau area

tertentu. Bidang studi yang mempelajari tentang variasi bahasa ini adalah

dialektologi. (3) kronolek atau dialek temporal yaitu variasi bahasa yang

digunakan oleh kelompok sosial pada masa tertentu, dan (4) sosiolek atau dialek

sosial yaitu variasi bahasa yang berkenaan dengan status, golongan, dan kelas

sosial para penuturnya (Chaer dan Agustina, 2010: 62-64). Dalam sosiolinguistik

variasi bahasa inilah yang menyangkut semua masalah pribadi penuturnya, seperti

faktor usia, pendidikan, keadaan sosial ekonomi, pekerjaan, seks (jenis kelamin),

kelas sosial, dan sebagainya. Perbedaan-perbedaan golongan tersebut dapat dilihat

dari variasi bahasa yang digunakan oleh para penutur,bukanlah berkenalan dengan

isi pembicaraan, melainkan perbedaan dalam bidang Leksikon (kosakata).

a) Variasi bahasa berdasarkan usia

Variasi bahasa yang digunakan berdasarkan tingakat usia. Misalnya, variasi

bahasa yang digunakan oleh anak-anak akan berbeda dengan variasi orang bahasa

dewasa atau orang yang sudah tua. misalnya mua digunakan oleh anak-anak untuk

menyatakan aktivitas makan. Sedangkan untuk orang dewasa atau orang tua

menyatakan aktivitas makan dengan kata bukae.

b) Variasi bahasa bahasa berdasarkan pendidikan

20
Variasi bahasa ini merupakan variasi bahasa yang terkait dengan tingkat

pendidikan si penguna bahasa. Misalnya, orang yang hanya mengenyam

pendidikan sekolah dasar akan berbeda variasi bahasanya dengan orang yang lulus

sekolah tingkat atas. Kata spesifik, implementasi, dan proposional misalnya

digunakan oleh masyarakat yang memiliki pendidikan tinggi. Masyarakat yang

hanya lulusan SD umumnya tidak mengunakan kata-kata tersebu, tetapi mereka

mengunakan kata khusus untuk mengantikan kata spesifik.

c) Variasi bahasa berdasarkan seks (jenis kelamin)

Variasi bahasa berdasarkan seks atau jenis kelamin adalah variasi bahasa

terkait dengan jenis kelamin, dalam hal ini pria dan wanita. Misalnya variasi

bahasa yang digunakan oleh wanita akan berbeda dengan variasi bahasa yang

digunakan oleh pria. Variasi bahasa wanita umumnya lebih lembut dibandingkan

dengan laki-laki. Variasi bahasa berdasarkan jenis kelamin juga dapat dilihat dari

nkosa kata yang di produksi. Kosakata seperti sarung, destar (ikat kepala), peci,

koteka, kumis, dan lain-lain yang berhubungan dengan laki-laki, sedangkan

kosakata seperi menstruasi, sanggul, lipstick, bra, hamil, kerudung, dan lain-lain

berhubungan dengan wanita.

d) Variasi bahasa berdasarkan pekerjaan

Variasi bahasa ini berkaitan dengan jenis profesi, pekerjaan, dan tugas para

penguna bahasa tersebut. Misalnya variasi bahasa yang digunakan oleh petani,

guru dan dokter tertentu mempunyai perbedaan variasi bahasa. Guru misalnya

mengunakan kata-kata siswa, kurikulum, ujian semester, rapot dan lain-lain yang

berbeda dengan variasi bahasa dokter yang menggunakan jarum suntik, resep,

21
obat dan lain-lain. Kedua pekerjaan tersebut berbeda variasi bahasa dengan petani

yaitu tofa, parang, linggis, kebun, sawa, dan lain-lain.

e) Variasi bahasa berdasarkan keadaan sosial ekonomi

Variasi bahasa berdasarkan tingkat ekonomi para penutur adalah variasi

bahasa yang mempunyai kemiripan dengan variasi bahasa berdasarkan tingkat

kebangsawan, hanya saja tingkat ekonomi bukan mutlak sebagai warisan

sebagaimana halnya tingkat kebangsawan. Misalnya seseorang yang mempunyai

tingkat ekonomi yang tinggi akan mempunyai variasi bahasa yang berbedaan

dengan orang yang mempunyai tingkat ekonomi yang lemah. Masyarakat miskin

misalnya mengunakan kata jagung, ubi, dan pisang, sedangkan orang yang kaya

akan menggunakan kata Nasi dan lain-lain untuk mengacu pada jenis makanan.

f) Variasi bahasa berdasarkan status sosial

Variasi bahasa berdasarkan status sosial adalah dalam masyarakat Lanu masih

mengunakan status sosial sebagai ukuran dalam berkomunikasi dengan orang lain

yang di kenal dengan undak usuk ( sistem ragam bahasa menurut hubungan antara

pembicara).

Menurut Suwito (1982:22) undak usuk adalah variasi bahasa yang

pemakaiannya berdasarkan tingkat-tingkat kelas atau status sosial. Sebagai wujud

konkritnya pihak yang berstatus sosial lebih rendah akan mengunakan tingkat

bahasa yang lebih tinggi (bahasa sopan) kepada orang yang status sosialnya lebih

tinggi seperti menggunakna kata /ho/ untuk menyebut kamu. Sedangkan

sebaliknya sedangkan orang yang berstatus sosialnya lebig tinggi akan

mengunakan tingkat bahasa yang lebih rendah (bahasa yang kurang sopan) bila

22
berbicara dengan orang yang status sosialnya lebig rendah, seperti mengunakan

kata /ko/ untuk menyebut kamu. Orang yang mempunyai status social yang rendah

akan lebih menghormati orang yang mempunyai status sosial yang tinggi. Adanya

undak usuk dalam masyarakat Lanu tersebut menyebabkan akan berpikir dahulu

ketika ia akan berbicara. Ia harus menyadari posisi status sosialnya terhadap

lawan bicaranya, mungkin lebih tinggi status sosialnya tapi lebih mudah umurnya,

atau mungkin mudah hirarki kerabatnya (Suwito, 1982: 22-23). Dengan demikian

masalah ketepatan pemilihan variasi yang digunakan disesuaikan dengan status

kelas sosialnya. Masyarakat Lanu akan berbicara dengan bahasa yang “sopan”

untuk orang yang lebih tua umumnya, karena lebih menghormati masyarakat

Lanu akan berbicara menggunakan bahasa yang “kurang sopan” jika ia berbicara

dengan orang yang lebih muda.

2.3.2.2 Variasi bahasa dari segi pemakaian

Variasi bahasa perkenaan dengan pengunaannya, pemakaiannya, atau

fungsinya disebut fungsiolek, ragam atau register. Variasi bahasa berdasrkan

bidang pemakaian ini adalah menyangkut bahasa itu digunakan untuk keperluan

atau bidang apa. Variasi bahasa berdasarkan bidang kegiatan ini yang paling

tampak cirinya adalah dalam bidang kosakata. Setiap bidang kegiatan ini

mempunyai sejumlah kosakata khusus atau tertentu yang digunakan dalam bidang

lain. Namun, variasi berdasarkan bidang kegiatan ini tampak pula dalam tataran

morfologi dan sintaksis (Chaer dan Agustina, 2010:68).

23
2.3.2.3 Variasi bahasa dari segi keformalan

Berdasarkan tingkat keformalannya, Martin Joos dalam Chaer dan

Agutina, (2010:70) membagi variasi atau ragam bahasa ini atas lima macam gaya

(style) gaya atau ragam bahasa baku ( frozen), gaya atau ragam resmi (formal),

gaya atau ragam usaha (konsultatif), gaya atau ragam santai (casua), dan gaya

atau ragam akrab (intimate).

a). Gaya atau ragam baku (frozen)

Ragam baku adalah variasi bahasa yang paling formal, yang digunakan

dalam situasi-situasi khidmat, dan ucapaan-ucapan resmi, misalnya upacara

Negara, khotbah di gereja atau masjid, tata cara pengambilan sumpah, kitab

undang-undang, akta notaris, dan surat-surat keputusan.

b). Gaya atau ragam resmi (formal)

Ragam resmi atau formal adalah variasi bahasa yang digunakan dalam

pidato Negara, rapat dinas, surat-menyurat dinas, ceramah agama, buku-buku

pelajaran, dan sebagainya.

c). Gaya atau ragam usaha ( konsultatif)

Ragam usaha atau konsultatif adalah variasi bahasa yang lazim digunakan

dalam pembicaran biasanya di sekolah, dan rapat atau pembicaraan yang

berorientasi pada hasil atau produksi.

d). Gaya atau ragam santai (cosual)

Ragam santai atau kasual adalah variasi bahasa yang digunakan dalam

situasi tidak resmi untuk berbincang-bincang dengan keluarga atau teman akrab

pada waktu istirahat, berolaraga berekreasi, dan sebagainya.

24
e). Gaya atau ragam akrab (intimine)

ragam akrab atau intim adalah variasi bahasa yang biasa digunakan oleh

penutur yang hubungannya sudah akrab, seperti antara anggota keluarga atau

antara teman yang sudah karib.

2.3.2.4 Variasi bahasa dari segi sarana

Variasi bahasa juga dapat dilihat dari segi sarana atau jalur yang

digunakan. Misalnya, Telepon, telegraf, radio, yang menunjukan adanya

perbedaan dari variasi bahasa yang digunakan. Jenisnya adalah ragam atau variasi

bahasa lisan dan bahasa tulis yang pada kenyatannya menunjukan struktur yang

tidak sama. Ragam bahasa lisan adalah bahasa yang dihasilkan oleh alat ucap

(organ of speech) dengan fonem sebagai unsur dasar. Ragam bahasa tulis adalah

bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan dengan huruf sebagai unsur

dasarnya.

25
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Rancangan Penelitian

Penelitian yang menggunakan rancanagan kualitatif yaitu penelitian yang

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari Narasumber

atau prilaku seseorang yang diamati (Bodgan dan Taylor dalam Moleong,

2001:3). Kata-kata tersebut berupa tuturan yang disampaikan oleh seseorang

kepada orang lain. Selain itu, peneliti juga sebagai instrumen yang berhadapan

langsung dengan objek penelitian atau narasumber untuk melakukan observasi

dan mencatat data-data yang disampaikan oleh narasumber. Latar ilmiah

penelitian ini adalah fenomena kebahasaan yang terjadi secara ilmiah yang tidak

dikarang sendiri-sendiri atau tidak manipulasi, akan tetapi direncanakan baik-baik

oleh peneliti pendekatan kualitatif.

Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Penelitian deskriptif ini

bertujuan untuk membuat gambaran, lukisan secara sistematis faktual, akurat

mengenai data, sifat-sifat serta hubungan fenomena-fenomena yang diteliti di

daerah tersebut. (Sudaryanto 1993:25) menyatakan bahwa metode deskriptif

adalah metode atau cara kerja dalam penelitian yang semata-mata hanya

berdasarkan fakta empiris berupa bahasa yang sifatnya apa adanya. Dalam

penelitian ini, data yang dikumpulkan bukanlah angka-angka namun berupa kata-

kata atau gambaran karena penelitian ini mengunakan metode deskriptif kualitatif.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif karena dalam penelitian

26
ini data yang akan diperoleh adalah variasi bahasa dawan berupa leksikon atau

kata-kata dari orang-orang yang dapat diamati.

3.2. Lokasi dan waktu penelitian

penelitian ini dilaksanakan di Desa Lanu Kecamatan Amanatun Selatan

Kabupaten Timor Tengah Selatan. Hal terutama dalam melakukan penelitian di

Desa Lanu ini adalah pendokumentasian kosakata dari sisi variasi bahasa oleh

penutur dalam Bahasa Dawan yang belum pernah di teliti oleh siapa pun. Peneliti

ini memilih Desa Lanu sebagai lokasi penelitian karena dalam pengungkapan

bahasa memiliki variasi bahasa dan leksikon yang berbeda-beda. Letak desa lanu

jauh dari kota dan berpisah dari berbagai dialek yang berada di Kabupaten Timor

Tengah Selatan sehingga terjadi pencampuran bahasa yang sangat sedikit.

Waktu penelitian yang direncanakan dan dilaksanakan dihitung dari bulan

Juli sampai bulan Desember 2020, mulai dari perencanaan hingga laporan hasil

penelitian.

3.3 Data dan Sumber Data

Data dan sumber data dalam penelitian ini diperlukan adanya penjebaran hasil

penelitian. Keberadaan data dan sumber data yang akan diamati berdasarkan

uraianya dibawa ini.

Data penelitian ini berupa kata-kata/leksikon yang digunakan masyarakat

Desa Lanu Kecamatan Amanatun Selatan Kabuapaten Timor Tengah Selatan saat

berkomunikasi dengan sesamanya dengan mengunakan berbagai variasi bahasa

namun maknanya sama.

27
Sumber data dalam penlitian ini di Desa Lanu Kecamatan Amanatun Selatan

Kabupaten Timor Tengah Selatan. Sumber data ini berupa informan yang dipilih

berdasarkan kriteria tertentu, yaitu orang yang benar-benar bertempat tinggal di

Desa Lanu, Kecamatan Amanatun Selatan, Kabupaten Timor Tengah Selatan.

Dan di pilih berdasarkan kriteria yang digunakan oleh Mashun (2007:79) yaitu:

(a). berjenis kelamin pria dan wanita, (b). berusia antara 25-60 tahun (tidak

pikun), (c). informan tersebut dilahirkan dan dibesarkan di desa dan tidak pernah

meninggalkan daereh tersebut, (d). berpendidikan minimal tamat SD dan SMP,

(e). sehat jasmani dan rohani (tidak cacat dalam berbahasa dan memiliki

pendengaran yang tajam untuk menangkap pertanyaan-pertanyaan dengan tepat).

Jenis data yang digunakan adalah data primer. Data primer adalah data yang

diperoleh peneliti secara langsung di lapangan.

3.4 Metode danTeknik Pengumpulan Data

Metode adalah cara yang harus dilaksanakan, sedangkan teknik adalah

cara untuk melakukan metode (Sudaryanto 1993:9). Penelitian ini menggunakan

metode simak dan metode cakap.

Metode simak yaitu penyimakan yang dilakukan terhadap bahasa

(Sudaryanto 1993:133). Metode tersebut dapat dilakukan dengan teknik simak

libat cakap, teknik simak bebas libat cakap, teknik rekam dan teknik catat.

1. Teknik simak libat cakap

Teknik ini dilaksanakan melalui pelibatan diri penelitian dalam percakapan

yang dilakukan oleh narasumber. Dengan demikian penelitian termasuk peserta

komunikasi baik terlibat secara aktif maupun pasif.

28
2. Teknik rekam

Dalam penelitian ini dilakukan dengan bantuan handphone (hp) sebagai alat

rekam. Perekaman ini diatur sedemikan rupa tanpa sepengetahuan narasumber

atau sumber data sehingga tidak menganggu proses kerja tuturan yang sedang

berlangsung sebagai data natural atau alami, kemudian rekaman diputar dan

dicatat (Sudaryanto 1993: 135). Pengunaan teknik rekam ini bermafaat untuk

mudah mendapatkan data yang akurat dalam analisis data, karena tuturan-tuturan

sebagai calon data yang akan di amati dan di analisis dengan jelas setelah

rekamnya diputar kembali.

3. Teknik catat

Dalam teknik rekam dilakukan kemudian dilakukan pencatatan langsung

terhadap tuturan masyarakat di Dasa Lanu, Kecamatan Amanatun Selatan,

Kabupaten Timor Tengah Selatan yang telah direkam sebelumnya dengan alat

tulis tertentu. Teknik catat ini digunakan untuk mempermudahkan ketika

pengolahan data dilakukan.

Metode cakap adalah metode pengumpulan data dengan melakukan

percakapan dengan narasumber. Sudaryanto (1993: 1337) menyatakan bahwa

wujud metode cakap yaitu berupa percakapan dan terjadi kontak antara penelitian

dan penutur selaku narasumber. Teknik dasar dalam metode cakap adalah teknik

pancing. Penelitian haru memacing seseorang atau beberapa orang agar berbicara

dan memunculkan gejala kebahasaan yang diharapkan. Metode ini memiliki

teknik lanjutan di antaranya adalah teknik cakap semuka dan teknik cakap tak

semuka.

29
Penelitian ini menggunakan metode cakap untuk mengumpulkan data.

Teknik yang digunakan adalah teknik cakap semuka. Media komunnikasi dari

teknik cakap semuka adalah bahasa lisan. Teknik ini mengharuskan kehadiran

seoran penliti dan narasumber dalam satu tempat dan berhadapan secara lansung

dalam sebuah tema percakapan atau terlibat pembicaraan yang sama. Teknik

cakap semuka juga dilengkapi dengan teknik rekam. Teknik rekam berguna untuk

mendokumentasi kealamian data.

Dari penjelasan di atas maka peneliti memilih mengunakan metode simak

dan metode cakap dengan teknik simak libat cakap, tekni rekam, teknik catat, dan

teknik cakap tatap muka atau teknik cakap semuka sebagai metode yang

dilakukan dalam penelitian ini.

Penelitian ini juga menggunakan teknik wawancara, menurut Moleong

(2010:157) wawancara merupakan teknik gabungan dari kegiatan melihat,

mendengar dan bertanya. Pengumpulan data dengan cara wawancara merupakan

salah satu bentuk komunikasi lisan, untuk membahas dan menggali informasi

tertentu guna mencapai tujuan tertentu, yang dilakukan menurut struktur.

3.4 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat bantu untuk memperoleh data-data yang

diperlukan dalam penelitian ini. Untuk mempermudah, penelitian ini

menggunakan panduan wawacara berupa daftar pertanyaan serta menggunakan

alat perekam audio yang merupakan alat pencatat mekanis, dan alat pencatat

lainnya seperti bolpoin, dan buku catatan.

30
3.5 Teknik Analisis Data

Analisis data adalah sebuah proses untuk mencari dan mengatur secara

sistematis data-data yang telah dikumpulkan guna memudahkan dan untuk

memahami dalam menyusun sebuah laporan. Teknik analisis data dalam

penelitian ini mengunakan metode padan intralingual. Metode padan intralingual

adalah metode analisis data dengan cara menghubung- bandingkan menyamakan

(HBM) dan hubungan bandingkan (HBB), yang bertujuan untuk mencari

kesamaan teknik hubung banding dan menyamaan yang dilakukan dengan

menerapkan teknik hubung banding membedakan, kerena tujuan akhir dari

banding menyamaan atau membedakan tersebut adalah menentukan kesamaan

pokok di antara data yang dibandingkan.

31
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab IV ini menyajikan hasil analisis data dan pembahasan dalam

menjawab permasalahan penelitian, yaitu variasi leksikon bahasa Dawan apa saja

yang digunakan oleh masyarakat yang ada di Desa Lanu Keacamatan Amanatun

Selatan, Kabupaten Timor Tengah Selatan. Analisis dilakukan berdasarkan

transkip data yang telah diperoleh, lengkap dengan tulisan fonetiknya. Kemudian,

klasifikasi sesuai dengan tataran leksikon.

4.1 HASIL PENELITIAN

Berdasarkan hasil penelitian, maka peneliti menemukan beberapa variasi

leksikon bahasa Dawan yang digunakan oleh masyarakat desa Lanu dalam

berkomunikasi dengan sesamanya sehari-hari dengan menggunakan satu leksikon

yang berbeda-beda ucapannya namun maknaya tetap sama. Berdasarkan hasil

peneliti, maka terdapat sebelas medan makna, yaitu aktivitas; alat-alat rumah

tangga; bagian-bagian rumah; bagian-bagian tubuh; kata ganti dan sapaan; musim,

waktu, arah, lokasi, benda alam, dan keadaan alam; pakaian, perhiasan, dan

kosmetik; pemerintah desa dan pekerjaan; sistem kekerarabatan; petani; serta

medan makna lainnya. Dari sebelas medan makna di atas peneliti menggunakan

245 leksikon bahasa Dawan untuk mengambil data di lokasi penelitian. Sehingga

dalam penelitian di lokasi, maka data yang di temukan untuk dibahas dalam

penelitian ini ada 63 variasi leksikon bahasa Dawan, yang digunakan oleh

masyarakat Desa Lanu dalam menyebut 1 makna leksikon terdapat 2 variasi

32
leksikon yang terdiri dari aktivitas terdapat 29 leksikon, yang termasuk hasil

penelitian 24 data; alat-alat rumah tangga terdapat 29 leksikon yang termasuk

hasil analisis penelitian 10 data; bagian-bagian rumah terdapat 15 leksikon yang

termasuk dalam yang termasuk hasil analisis penelitian 4 data; bagian-bagian

tubuh terdapat 26 leksikon, yang termasuk hasil analisis penelitian 2 data;

binatang terdapat 19 leksikon, yang termasuk hasil analisis penelitian 3 data; kata

ganti dan sapaan terdapat 8 leksikon, yang termasuk hasil analisis penelitian 5

data; musim, waktu, benda alam, arah dan keadaan alam terdapat 37 leksikon

yang termasuk hasil analisis penelitian 8 data; pakaian, perhiasan, kosmetik

terdapat 18 leksikon yang termasuk hasil analisis penelitian 2 data; pertanian

terdapat 27 leksikon, yang termasuk hasil analisis penelitian 7 data; sistem

kekerabatan 18 leksikon, dalam data tersebut tidak hasil yang akan di analisis

penelitian dalam pembahasan; lain-lain terdapat 15 leksikon. Ada juga beberapa

medan makna yang termasuk dalam hasil analisis penelitian yaitu ada 3 data. Dari

245 leksikon yang diteliti oleh peneliti maka ada 182 yang tidak termasuk dalam

variasi leksikon.

Berikut ini adalah tabel-tabel perbedaan penguna variasi leksikon yang ada

di Desa Lanu, Kecamatan Amanatun Selatan, Kabupaten Timor Tengah Selatan.

Berikut ini adalah tabel variasi leksikon yang medan makna ‘Aktivitas’
No Gloss Usia Sosial
Bermedan Tua Muda Pegawai Non
makna Aktifitas
Pegawai
1 bekerja [bain] [meup] [bain] [meup]
[soen] [soen]
2 berbicara [molok] [uab] [molok] [uab]
3 berkelahi (kata- [matoe] [mahek] [matoe] [matoe]

33
kata) [mahek] [matoe] [mahek] [mahek
4 Berkelahi [mafius] [matuf] [mafius] [matuf]
(fisik)
5 berlari [tahopu] [naen] [tahopu] [naen]
6 bertemu [tatef] [tatoko] [tatef] [tatoko]
[ta’euk] [ta’euk]
7 cuci tanggan [tafaun [fase nimak] [tafaun [fase
nimak] nimak] nimak]
8 cuci pakian [fase bale] [Faes blua] [fase bale] [fase blua]
9 Datang [tem] [om] [tem] [om]
[nem] [nem]
10 duduk [tunom] [tok] [tunom] [tok]
11 Ingat [tatenab] [tamnau [tatenab] [tamnau]
12 mencari [npoe] [nami] [npoe] [npoe]
[nami] [npoe] [nami] [nami]
13 jatuh (orang) [nmof] [nmof] [nmof] [nmof]
[nbel] [nbel] [nbel] [nbel]
14 lupa [apnik] [nikan] [apnik] [nikan]
[nikan] [nikan]
15 makan [bukae] [mua] [bukae] [mua]
[bukae] [bukae]
16 minum [miun] [mus’oba [miun] [musoba]
[miun] [miun]
17 melihat [nu] [fua] [nu] [fua]
18 memasak (nasi) [tahan ane] [tahan mnes] [tahan ane] [tahan ane]
19 Membawa [na neki] [naneki] [na neki] [na neki]
(tangan) [nait neki] [nait neki] [nait [nait
neki] neki]
20 membersihkan [nak nino] [nasona] [nasona] [nasona]
[nak nino]
21 memberi [nona] [fe] [nona] [fe]
22 mendengar [nen] [nen] [nen] [nen]
[tatnin] [tatnin] [tatnin] [tatnin]
23 mengaruk [kao] [kao] [kao] [kao]
[fo] [fo] [fo] [fo]
24 menghidupkan [tapina paku] [tamoin [tapin [tapin
lampu [tamoin lampu] paku] paku]
paku] [tapin paku] [tamoin [tamoin
lampu] Lampu]
25 potong [oet] [oet] [oet] [oet]
[keut] [keut] [kuet] [keut]
27 Tanam [sen] [sen] [sen] [sen]
[lua] [lua] [lua]

34
28 Tofa [tof] [tof] [tof] [tof]
[soel] [soel] [soel] [soel]
29 Gali [hain] [hain] [hain] [hain]
[nabol] [nabol]

Table 2 variasi leksikon bermedan makna alat-alat rumah tangga


No Glos Usia Sosial
Tua Muda Pegawai Non Pegawai
30 Sendok nasi [tao] [sun nasi] [tao] [sun nasi]
[sun nasi] [sun nasi
31 selimut [mau] [tanusat] [mau] [tanusat]
32 tempat tidur [bale [hala [bale tupa] [hala tupa]
tupa] tupa]
33 Gelas [mok] [mok] [mok] [mok]
[Klas] [klas] [klas] [klas]
[kui] [kui]
34 tikar [benat] [nahe] [benat] [nahe]

Tabel 3 variasi leksikon bermedan makna Bagian-Bagian Rumah


No Glos Usia Sosial
Tua Muda Pegawai Non Pegawai
35 atap [poaf] [penen] [poaf] [penen]
36 dapur [ume [ume [ume kbubu] [ume kbubu]
kbubu] kbubu] [ume hana]
[ume
hana]
37 pintu [ekat] [ekat] [ekat] [ekat]
[eno] [eno] [eno] [eno]
38 kursi [toko] [kursi] [toko] [toko]
[kursi] [kursi]

Tabel 4 variasi leksikon bermedan makna bagian-bagian tubuh


No Gloss Usia Sosial
Tua Muda Pegawai Non
Pegawai
39 Betis [fitik] [fitik] [fitik] [fitik]
[pik] [pik] [pik] [pik]
40 Tanda [ine] [ine] [ine] [ine]
lahir [ina] [ina] [ina] [ina]

35
Tabel 5 variasi leksikon bermedan makna binatang
No Gloss Usia Pegawai
Tua Muda Pegawai Pegawai
Tua Muda
41 anjing [asu] [asu] [asu] [asu]
[beku] [beku] [beku] [beku]
[benat] [benat] [benat] [benat]
42 ayam [maun opu] [maun enaf] [maun opu] [maun enaf]
betina
43 kucing [puis] [meo] [puis] [meo]

Tabel 6 variasi leksikon bermedan makna kata ganti dan sapaan


No Gloss Usia Sosial
Tua Muda Pengawai Non
Pegawai
44 bapak [ama] [bapak] [bapak] [bapa]
[ama]
45 mama [ena] [mama] [mama] [mama]
46 kamu [ho] [ho] [ho] [ho]
[hi] [hi] [hi] [hi]
47 anak laki- [an mone] [nao] [an mone] [nao]
laki [an mone]
48 anak [an feto] [feto] [an feto] [feto]
perempuan [an feto]

Tabel 7 variasi leksikon bermedan makna arah, alam, lokasi, benda alam, dan
keadaan alam
No Gloss Usia Sisoal
Tua Muda Pegawai Non
Pegawai
49 atas [fafo] [fafo] [fafo] [fafo]
[atnah] [atnah] [atnah] [atnah]
50 bawah [ahna] [ah bona] [ah bona] [ah bona]
[ah bona] [ahna] [ahna] [ahna]
51 guntur [naken] [naken] [naken] [naken]
[nalot] [nalot] [nalot] [nalot]
52 hutan [pu’at] [pu’at] [pu’at] [pu’at]
[nasi]
[lamu]
53 Jalan [lanan] [lanan] [lanan] [lanan]
[opa] [opa] [opa] [opa]
54 Kilat [nalim] [nalim] [nalim] [nalim]
[napip] [napip] [napip] [napip]

36
55 Mata air [oemata] [oemata] [oemata] [oemata]
[oesuma] [oesuma] [oesuma] [oesuma]
56 Kebakaran [noe] [noe] [noe] [no’e]
[put] [put] [put] [put]

Tabel 8 variasi leksikon bermedan makna pakaian, perhiasan, dan kosmetik


No Gloss Usia Sosial
Tua Muda Pegawai Non
Pegawai
57 baju [fanu] [fanu] [fanu] [fanu]
58 celana [noso] [noso] [noso] [noso]

Tabel 8 variasi leksikon bermedan makna pertanian


No Gloss Usia Sosial
Tua Muda Pegawai Non
Pegawai
59 Kebun [lene] [lene] [lene] [lene]
[poan]
60 Parang [benas] [suni] [suni] [suni]
[suni

Tabel 9 variasi leksikon bermedan makna lain-lain


No Gloss Usia Sosial
Tua Muda Pegawai Non
Tua Pegawai
61 Pasar [masa] [pasar] [basak] [pasar]
[basak] [pasar]
62 Menari [taibiel] [nasbo] [nasbo] [nasbo]
[nasbo]
63 Pencuri [namnao] [namnao] [namnao] [namnao]
[nabak] [nabak] [nabak] [nabak]
[nabkao]

Dari beberapa tabel di atas, maka dapat dikatakan bahwa, masyarakat yang

ada di Desa Lanu menggunakan bahasa Dawan dengan berbagai variasi leksikon,

untuk menyebut sebuah konsep yang maknanya satu tetapi cara penyampaiannya

37
bervariasi. Leksikon bervariasi ini dapat ditemukan di daerah yang sama seperti

pada daerah Desa Lanu yang dilihat dari pengunaan leksikon berbeda karena

orang yang sudah tua lebih memilih kata yang sopan untuk mengunakan dalam

mengucapkan sesuatu. Anak muda lebih menggunakan kata yang biasa untuk

mengungkapkan sesuatu kepada sesamanya.

4.2 PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian di atas menunjukan bahwa penggunaan

leksikon bahasa Dawan yang ada di Desa Lanu, dapat dilihat dari segi usia dan

sosial masyarakat yang ada di Desa Lanu dengan ditinjau berdasarkan 11 medan

makna yaitu: Aktivitas; alat-alat rumah tanggah; bagian-bagian rumah; bagian-

bagian tubuh; binatang; kata ganti dan sapaan; musim, waktu, benda alam, arah,

dan keadaan alam; pakaian, perhiasan, kosmetik; pertanian; sistem kekerabatan;

lain-lainnya. Dari ke 11 medan makna yang di atas maka ada satu medan makna

yang tidak terdapat variasi leksikon dalam analisis data hasil penelitian yaitu

medan makna sistem kekerabatan. Sedangkan yang termasuk dalam hasil analisis

data dalam pembahasannya ada 9 medan makna, sehingga dapat diuraikan sebagai

berikut:

4.2.1 Aktivitas

Penutur bahasa Dawan di Desa Lanu menggunakan beberapa leksikon

yang tercakup dalam medan makna aktivitas dengan berbagai variasi seperti:

4.2.1.1 Leksikon [bain], [soen], dan [meup] ‘Bekerja’

Penutur pada tempat pengamatan di Desa Lanu mengucapkan konsep

‘bekerja’ dengan tiga (3) variasi leksikon.

38
Leksikon [bain] dan [soen] merupakan, kata yang seringkali diucapkan oleh

orang yang sudah tua dan pegawai yang ada di Desa Lanu. Sedangkan leksikon

[meup] adalah kata yang seringkali di ucapakan oleh anak muda dan non pegawai

yang ada di Desa Lanu.

Dari ketiga data di atas menjelaskan bahwa perbedaan leksikon berdasarkan

kriteria usia dan sosial yang ada di Desa Lanu. Maka dari ketiga variasi leksikon

tersebut dapat menunjukkan bahwa, masyarakat yang ada di Desa Lanu, mereka

menggunakan tiga leksikon dalam menyebut satu konsep dengan makna yang

sama. Seperti pada masyarakat yang berusia tua serta yang pegawai , mereka

sering menggunakan leksikon bahasa Dawan dengan dua variasi yaitu, leksikon

[bain] dan [soen], karena kedua kata tersebut merupakan kata yang sopan (kata

penghalus), dan kedua leksikon tersebut sering diucapkan oleh para orang tua atau

pegawai di saat berkomunikasi dengan mitra tuturnya baik di acara-acara tertentu

atau pada hari-hari biasanya. Akan tetapi orang tua dan pegawai, mereka juga

sering menggunakan leksikon [meup] untuk mengucapkan konsep ‘bekerja’ ketika

bersama-sama dengan keluarganya seperti, anak-anak dan orang terdekat lainnya.

Sedangkan, para anak muda dan non pegawai yang ada di Desa Lanu, mereka

sering menggunakan leksikon [meup], karena leksikon tersebut menunjukkan

bahwa leksikon yang kurang sopan (leksikon yang biasa saja), dan leksikon

[meup] ini sudah sebagai leksikon kebiasaan anak muda dan non pengawai yang

ada di Desa Lanu. Para anak muda dan non pegawai mereka menggunakan

leksikon [meup] ketika mereka mengucapan konsep ‘bekerja’ kepada orang yang

sudah akrab dengan mereka seperti, orang tua, om, tanta, sahabat, teman-teman

39
maupun tentangga yang sudah akrab atau sudah sama-sama dengan mereka setiap

hari. Akan tetapi para anak muda dan pegawai muda yang ada di Desa Lanu,

mereka juga menggunakan leksikon [soen] dan [bain], untuk mengucapkan

konsep ‘bekerja’, kepada orang-orang yamg belum terlalu akrab dengan mereka

seperti orang asing baik tua maupun muda, pegawai, serta non pengawai ataupun

pada saat acara-acara tertentu, mereka akan lebih cenderung menggunakan kedua

leksikon tersebut, karena kedua leksikon tersebut menunjukkan bahwa mereka

harus menghargai orang-orang yang belum terlalu di kenal serta tamu-tamu yang

datang.

4.2.1.2 [molok] dan [uab] ‘Berbicara’

Variasi leksikon berikut terdapat gloss ‘berbicara’ (3). Penutur bahasa

dawan di Desa Lanu mengucapkan data tersebut ke dalam dua variasi leksikon.

Data [molok] di ucapkan oleh orang tua dan pegawai . Sedangkan, data

[uab] di ucapkan oleh anak muda non pegawai yang ada di Desa Lanu.

Dari data di atas menunjukkan bahwa perbedaan leksikon terdapat pada anak

muda, orang tua, pegawai dan non pegawai yang ada di Desa Lanu, mereka

menggunakan dua variasi leksikon untuk mengucapkan gloss ‘berbicara’. Orang

tua dan pegawai, mereka lebih cenderung menggunakan leksikon yang sopan

seperti leksikon [molok]. Para orang tua dan pegawai lebih memilih leksikon

tersebut, karena leksikon itu sudah sebagai leksikon kebiasaan orang tua dan

pegawai pada saat mengucapkan konsep ‘berbicara’, mereka menggunakan

leksikon tersebut, karena kata itu menunjukkan bahwa seseorang yang sudah tua

dan seseorang yang menjadi pegawai akan berbicara dengan sopan kepada sesama

40
orang tua dan masyarakat yang ada di daerah tersebut. Akan tetapi, leksikon [uab]

juga sering digunakan oleh orang tua dan pegawai tua ketika mereka menyuruh

anaknya untuk ‘berbicara’. Sedangkan leksikon [uab] lebih cenderung di

ucapakan oleh anak muda dan non pegawai dalam menyebut konsep ‘berbicara’.

Para anak muda dan non pegawai menggunakan kata tersebut karena kata itu

sudah sebagai kebiasaan mereka untuk menyebut konsep ‘berbicara’. Tetapi jika

mereka bersama-sama dengan para orang tua atau pegawai maka mereka juga

akan lebih memilih leksikon yang sopan untuk mennyatakan sesuatu, seperti

mereka menyuruh untuk berbicara maka mereka akan lebih memilih leksikon

yang sopan seperti [molok] untuk digunakan dalam mennyatakan leksikon

‘berbicara’.

4.2.1.3 Berkelahi dengan (kata-kata) dan Berkelahi dengan (fisik)

Dari kedua data di atas menunjukkan bahwa Variasi leksikon terdapat

pada gloss ‘berkelahi dengan kata-kata’(4) dan ‘berkelahi dengan fisik’ (5). Dari

kedua gloss ini, masing-masing terdapat dua variasi leksikon yaitu ‘berkelahi

dengan kata-kata memiliki dua variasi leksikon yaitu; leksikon [matoe] dan

[mahek]. Sedangan, gloss ‘berkelahi dengan fisik’ terdapat dua variasi leksikon

juga yaitu, leksikon [matuf] dan [mafius]. Dari beberapa variasi leksikon di atas

menunjukkan para penutur tua, muda. Pegawai, dan non pegawai yang ada di

Desa Lanu, mereka sama-sama menggunakan beberapa leksikon tersebut untuk

untuk mengucapkan konsep-konsep.

4.2.1.4 [tahopu] dan [taen] ‘Berlari’

41
Ditemukan adanya variasi leksikon pada data ‘berlari’ (7) Kedalam dua

leksikon.

leksikon [tahopu] adalah leksikon yang sering dituturkan oleh penutur yang

tua dan pegawai. Sedangkan data [taen] cenderung dilafakalkan oleh penutur yang

berusia muda dan pegawai muda . Dari kedua variasi leksikon yang terdapat di

gloss ‘berlari’. Para orang tua dan pegawai yang ada di Desa Lanu lebih sering

menggunakan leksikon [tahopu] untuk mengucapkan konsep ‘lari’ karena kata

tersebut sudah terbiasa digunakan oleh para penutur tua dan pegawai. Sedangkan,

leksikon [taen] juga sering diucapkan oleh para anak muda dan non pegawai

dalam menyebut konsep ‘lari’. Akan tetapi para orang tua juga selalu

mengucapkan leksikon [taen] untuk menyebut gloss‘berlari’.

4.2.1.5 [taeuk], [tatef], dan [tatoko] ‘Bertemu’

Variasi leksikon berikutnya terdapat gloss ‘bertemu’ (9). Penutur bahasa

Dawan pada tempat penelitian di Desa Lanu mengucapkan data tersebut ke dalam

tiga variasi leksikon yang ada di atas.

Data [taeuk], [tatef] dan [tatoko] adalah tiga data yang sering diucapkan oleh

penutur bahasa Dawan baik berusia tua, pegawai, maupun anak muda dan non

pegawai. Akan tetapi dalam ketiga data tersebut penutur bahasa dawan yang ada

di Desa Lanu lebih cenderung menggunakan data [taeuk] dan [tatef], karena kedua

leksikon tersebut sudah sebagai leksikon kebiasaan bagi masyarakat yang ada di

daerah penelitian tersebut.

4.2.1.6 [tafanu nimak] dan [fase nimak] ‘Mencuci (tanggan)’

42
Variasi berikutnya terdapat pada data ‘mencuci (tangan)’ (10). Penutur yang

berada di tempat penelitian mengucapkan konsep ‘mencuci (tangga) dengan dua

variasi. Penutur [tafanu nimak] adalah penutur yang berusia tua dan pegawai.

Sementara itu, penutur [fase nimak] adalah penutur yang yang berusia muda dan

non pegawai. Leksikon [tafanu nimak] ‘mencuci tangan’ yang digunakan oleh

penutur bahasa Dawan berkritera tua dan pegawai karena, leksikon tersebut

merupakan leksikon yang sopan dan sebagai leksikon kebiasaan bagi mereka.

Sedangkan, leksikon [fase nimak] merupakan tingkat tutur yang biasa saja untuk

digunakan dalam mengucapkan konsep ‘mencuci tangan’. Leksikon ini sering

digunakan oleh penutur bahasa Dawan yang berkriteria muda dan non pegawai,

mereka lebih memilih menggunakan leksikon yang biasa saja untu menggucapkan

konsep ‘mencuci tangan’. Akan tetapi pada saat mereka dengan orang tua atau

pegawai maka mereka akan lebih memilih kata yang halus untuk menyatakan kata

tersebut.

4.2.1.7 [koenok tem] dan [om] ‘Datang’

Para penutur bahasa Dawan pada tempat penelitian menggucapkan konsep

‘datang’ (12) ke dalam dua leksikon. Penutur leksikon [koenok tem] adalah

penutur dengan kriteria tua dan pegawai. Sedangkan, [tem] adalah penutur dengan

kriteria muda dan non pegawai.

Leksikon [koenok tem] merupakan leksikon yang seringkali digunakan oleh

orang tua dan pegawai tua di saat mereka mengucapkan konsep ‘datang’, kita ada

tamu yang datang berkunjung ke rumah, baik tamu yang dari jauh maupun

tetangga, mereka sudah terbiasa menggunakan leksikon tersebut dalan setiap

43
berkomunikasi mengucapkan konsep ‘datang’. Karena leksikon tersebut sebagai

tingkat tutur yang sopan untuk mereka berkomunikasi dengan mitra tuturnya.

Sedangkan, leksikon [om] adalah leksikon yang selalu digunakan oleh para anak

muda dan pegawai muda disaat mengucapkan konsep ‘datang’, mereka

mengunakan leksikon tersebut ketika mereka berkomunikasi dengan teman-

temannya atau orang-orang yang sudah mereka kenal dekat. Akan tetapi ketika

mereka berada di acara-acara tertentu atau pada saat ada tamu yang tidak dikenal

dekat berkunjung kerumah, maka mereka akan lebih memilih leksikon [koenok

tem] untuk mengucapkan konsep ‘datang’ kepada tamu-tamu.

4.2.1.8 [tunom] dan [tok] ‘Duduk’

Variasi leksikon juga terjadi pada data ‘duduk’ (13) yang diucapkan oleh penutur

bahasa Dawan di yang ada di Desa Lanu. Leksikon tersebut memiliki dua variasi.

Varian [tunom] yang digunakan penutur untuk menyebut ‘duduk’ diucapkan

oleh penutur tua dan pegawai. Sementara varian [tok] digunakan untuk penutur

muda dan non pegawai.

Leksikon [tunom] merupakan tingkat tutur yang sopan untuk digunakan oleh

masyarakat yang ada di Desa Lanu terutama para orang tua dan pegawai. Mereka

mengucapkan konsep’duduk’ dengan menggunakan leksikon [tunom] kepada

sesamanya ataupun tamu-tamu pada saat acara-acara tertentu. Akan tetapi

leksikon [tok] juga terkadang digunakan oleh orang tua dan pegawai ketika

mengucapakan konsep ‘duduk’ di orang-orang yang sudah akrab dengan mereka.

Sedangkan para anak muda dan non pegawai yang ada di Desa Lanu, merea sering

menggunakan leksikon [tok] mengucapkan konsep ‘duduk’ untuk orang-orang

44
yang sudah akrab dengan mereka atau dengan orang-orang yang hari-hari bersama

mereka seperti Om, tanta, tentangga, teman-teman, bahkan orang tua mereka akan

lebih memilih leksikon [tok] untuk mengucapkan konsep ‘duduk’ kepada mereka.

Disamping itu, para anak muda dan non pegawai yang ada di Desa Lanu juga

terkadang menggunakan leksikon [tunom] ketika menegur tamu untuk ‘duduk’

atau pada acara-acara tertentu maka para anak muda dan pegawai muda juga

menggunakan kata tersebut untuk mengucapkan konsep ‘duduk’, mereka akan

lebih memilih leksikon yang sopan untuk berkomunikasi dengan orang-orang

yang belum terlalu di kenal.

4.2.1.9 [hain] dan [nabol] ‘Gali’

Penutur di tempat pengamatan mengucap konsep ‘gali’ (204) dengan dua

variasi.

Data [hani] dan [nabol] digunakan oleh pentur yang berusia tua dan pegawai

tua dalam menyebut konsep ‘gali’. Sedangkan data [hain] cenderung digunakan

oleh penutur muda dan non pegawai dalam menyebut konsep ‘gali’.

Dari kedua leksikon di atas menunjukkan bahwa penutur tua dan pegawai

sering menggunakan kedua leksikon di atas karena leksikon tersebut sudah

sebagai leksikon kebiasaan orang tua. Sedangkan leksikon [hain] adalah leksikon

yang sering digunakan oleh anak muda dan pegawai dalam mengucapkan konsep

‘gali’.

4.2.1.10 [tatenab] dan [tamnau] ‘Ingat’

Data yang menunjukan perbedaan tuturan leksikon berikunya terdapat pada

data ‘ingat’ (14) untuk penutur diucapakan ke dalam dua leksikon.

45
Leksikon [tatenab] merupakan penutur yang sudah tua dan pegawai.

Sedangkan, penutur leksikon [tamnau] merupakan penutur yang masih muda dan

non pegawai yang ada di Desa Lanu.

Uraian di atas dapat menunjukkan bahwa ucapan orang tua, pegawai, anak

muda, dan non pegawai berbeda karena orang tua dan pegawai akan lebih memilih

mnggunakan kata yang sopan dibandingkan dengan anak muda dan non pegawai.

Leksikon [tatenab] ini menunjukkan bahwa orang yang sudah tua dan pegawai

tua sering sekali menggunakan kata-kata sopan atau leksikon kebiasaan orang tua

dan pegawai untuk mengucapkan konsep ‘ingat’ sedang anak muda dan non

pegawai lebih menggunakan kata yang biasa untuk menyebut konsep ‘ingat’.

4.2.1.11 [naim] dan [poe] ‘Mencari’

Dari gloss yang ada di atas para penutur bahasa dawan yang ada di Desa

Lanu mereka mengucapakan konsep ‘mencari’ (15) kedalam bahasa dawan

memilii dua variasi leksikon.

Penutur leksikon [naim] dan [poe] adalah kedua leksikon yang sering

diucapkan oleh penutur bahasa Dawan baik penutur tua, muda, pegawai dan non

pegawai yang ada di tempat penelitian. dari kedua data leksikon di atas maka

penutur bahasa dawan yang ada di Desa Lanu mereka sama-sama menggunakan

Kedua leksikon dalam mengucapkan konsep ‘mencari’ karena kedua kata tersebut

sudah menjadi leksikon kebiasaan para penutur yang ada di desa Lanu.

4.2.1.12 [apnik] dan [nikan] ‘Lupa’

46
Variasi leksikon juga terdapat pada leksikon ‘ lupa’ (18) yang dituturkan oleh

penutur yang ada di Desa Lanu, mereka mengucapkan konsep ‘lupa’ ke dalam dua

variasi leksikon.

Data [apnik] adalah leksikon yang digunakan oleh penutur tua dan pegawai,

karena leksikon tersebut, leksikon kebiasaan penutur tua dan pegawai untuk

mengucap konsep ‘lupa’. Leksikon [apnik] ini merupakan leksikon yang di

gunakan oleh nene moyang pada zaman dulu. Sehingga para orang tua dan

pegawai juga masih tetap menggunakan leksikon tersebut, tetapi jarang-jarang. Di

sampan itu juga, para orang tua dan pegawai, mereka juga lebih cenderung

menggunakan leksikon [nikan] di saat mereka mau mengucapkan konsep ‘lupa’,

sehingga sampai saat ini leksikon [apnik] jarang diucapkan. Akan tetapi penutur

tua dan pegawai juga sering mengunakan leksikon [nikan] dalam mengucapkan

konsep ‘lupa’. Sedangkan para anak muda dan pegawai, mereka lebih cenderung

mengunakan data [nikan] untuk mengucap konsep ‘lupa’.

4.2.1.13 [bukae] dan [mua] ‘Makan’

Peneliti juga menemukan variasi leksikon pada data ‘makan’ (19). Para

penutur mengucapkan konsep ‘makan’ dengan dua leksikon.

Leksikon [bukae] adalah leksikon yang sering dituturkan oleh penutur tua

dan pegawai tua. Sedangkan penutur [mua] adalah penutur yang berusia muda dan

non pegawai.

Leksikon [bukae] merupakan leksikon dengan tingkat tutur yang sopan (kata

penghalus), yang sering di ucapkan oleh penutur yang ada di Desa Lanu, ketika

mengungkap konsep ‘makan’. Leksikon ini sering digunakan oleh orang tua dan

47
pegawai pada saat mengencupakan konsep ‘makan’ kepada sesamanya atau pada

saat acara-acara seperti pesta atau acara lainnya. Sedangkan, leksikon [mua]

sering digunakan oleh para anak muda dan non pegawai yang berada di Desa

Lanu ketika mengucapkan konsep ‘makan’, Kepada orang yang sudah akrab

dengan mereka seperti, teman, orang tua, om, tante, nene, kaka, adik, dan

tetanggah. Akan tetapi, ketika para anak juga, mereka sering menggunakan

leksikon [bukae] apabila, di acara-acara seperti di pesta ataupun acara-acara

lainnya, maka mereka akan memilih leksikon yang halus untuk mengucapkan

‘makan’. Di samping itu juga, para orang tua dan pegawai yang ada di Desa Lanu,

mereka juga sering menggunakan leksikon [mua] ketika mengucapkan ‘makan’

kepada anak-anaknya yang berada di rumah.

4.2.1.14 [miun] dan [mus’ oba] ‘Minum’

Leksikon bahasa Dawan yang memiliki variasi adalah gloss ‘minum’ (22).

Konsep ‘minum’ oleh penutur diucapkan kedalam dua variasi. Penutur bahasa

dawan yang berada di Desa Lanu sering menggunakan leksikon [miun] dan

[mus’oba] untuk mengucapkan konsep ‘minum’, akan tetapi penutur yang berada

di daerah tersebut lebih cenderung mengungkap konsep ‘minum’ dengan [miun]

karena konsep [miun] adalah leksikon yang sopan untuk di ucapkan kepada

orang-orang. Sedangkan leksikon [mus’oba] adalah leksikon yang tidak sopan

untuk diucapkan kepada orang-orang, karena leksikon [mus’oba] tersebut,

diucapkan ketika seseorang emosi pada saat melihat keluarga atau temannya yang

minum sopi, maka mereka akan lebih menggunakan leksikon tersebut untuk

menggucapkan konsep ‘minum’. Mereka menggunakan leksikon [mus’oba]

48
karena mereka emosi dan mereka tidak mau untuk minum sopi. Dari kedua

leksikon di atas maka para orang tua, anak muda, pegawai, dan non pegawai

mereka sama-sama menggunakan leksikon tersebut untuk mengucapkan konsep

‘minum’.

4.2.1.15 [tahan ane] dan [tahan mnes] ‘memasak (nasi)’

Penutur bahasa Dawan mengucapkan konsep ‘ memasak (nasi) (25) dengan

dua variasi leksikon.

Penutur [tahan ane] adalah penutur yang sudah tua dan pegawai. Sedangkan

penutur [tahan mnes] sering diucapkan oleh anak muda dan non pegawai. Para

penutur tua dan pegawai mereka lebih cenderung mengucap konsep ‘memasak

nasi’ dengan ucapan [tahan ane] karena leksikon tersebut sudah sebagai kebiasaan

orang tua dan pegawai tua dalam mengucap ‘memasak nasi’. Sedangkan, penutur

[tahan mnes] adalah penutur yang berusia muda dan non pegawai, merea lebih

cenderung menggucap konsep ‘memasak nasi’ dengan ucapan [tahan mnes]. Akan

tetapi sampai saat ini, para penutur bahasa dawan yang ada di Desa Lanu seperti,

penutur tua, muda, pegawai, dan non pegawai lebih cenderung menggunakan

leksikon [tahan mnes] untuk mengucapkan konsep ‘memasak nasi’.

4.2.1.16 [na neki] dan [nait neki] ‘membawa dengan tangan’

Leksikon berikut terdapat pada data ‘membawa dengan tangan’ (27) terdapat

dua variasi leksikon.

Penutur leksikon [na neki] dan [nait neki] adalah penutur yang digunakan oleh

penutur tua dan muda, pegawai serta non pegawai. Tetapi penutur tua dan

pegawai tua lebih menggunakan leksikon [na neki] ketika berbicara dengan

49
sesama usianya, para penutur yang berusia tua dan pegawai tua menggunakan

leksikon tersebut karena leksikon tersebut kata yang halus untuk di tuturkan

kepada orang yang sudah berusia tua dan pegawai. Sedangkan para penutur muda

dan non pegawai juga lebih sering menggunakan leksikon [na neki] ketika

berbicara dengan orang yang yang sudah lebih dewasa dari dia. Leksikon [nait

neki] juga sering digunakan oleh anak muda dan non pegawai ketika

mengucapkan konsep ‘membawa dengan tangan’ pada saat dengan orang-orang

yang terdekatnya seperti bersama teman-teman dan keluarganya.

4.2.1.17 [nak nino] dan [nasona] ‘membersihkan’

Variasi berikutnya terdapat pada data ‘membersihkan’ penutur bahasa Dawan

menggunakan dua variasi leksikon.

Penutur [nak nino] adalah penutur yang sudah tua dan pegawai sudah terbiasa

menggunakan leksikon [nak nino] untuk mengucap konsep ‘membersihkan’.

Sedangkan penutur [nasona] adalah penutur muda dan non pegawai, mereka lebih

cenderung menggunakan leksikon [nasona] untuk mengucap konsep

‘membersihkan’. Tetapi penutur yang tua dan pegawai, mereka menggunakan

leksikon [nasona] untuk mengucap konsep ‘membersihkan’.

4.2.1.18 [nona] dan [fe] ‘memberi’

Peneliti menemukan variasi leksikon pada data ‘ memberi’ (31) dengan dua

variasi leksikon. Penutur tua cenderung menggunakan leksikon [nona].

Sedangkan penutur muda lebih cenderung mengguakan leksikon [fe].

Leksikon [nona] digunakan oleh penutur tua dan pegawai ketika memberikan

sesuatu kepada seseorang mereka akan lebih memilih kata [nona] untuk

50
memberikan karena leksikon [nona] adalah tingkat tutur yang sopan untuk

mengucap konsep ‘memberi’. Sedangkan penutur muda dan non pegawai

menggunakan leksikon [fe] karena leksikon tersebut kurang sopan dan leksikon

tersebut sudah menjadi kebiasaan anak muda untuk menyatakan konsep tersebut.

Akan tetapi ketika anak muda sudah beranjak tua (sudah berkeluarga) maka dia

juga akan lebih memilih menggunakan kata [nona] juga untuk ‘memberi’ sesuatu

kepada sesamanya.

4.2.1.19 Jatuh (orang), mendengar, dan mengaruk

Dari di atas menunjukkan bahwa, data yang terdapat di atas dengan masing-

masing variasi leksikonnya para penutur tua, muda, pegawai, dan non pegawai,

mereka sama-sama menggunakan jatuh (orang) ada dua variasi leksikon [nmof]

dan [nbel], melihat ada dua leksikon [nu] dan [nfua], mendengar ada dua leksikon

[nen] dan [tatnin], mengaruk ada dua variasi leksikon [kao] dan [fo], Dari ketiga

konsep ini, para orang tua, anak muda, pegawai, dan non pegawai yang ada di

Desa Lanu, mereka sama-sama menggunakan leksikon tersebut untuk

mengucapkan konsep-konsep yang ada di atas dalam berinteraksi sehari-hari.

4.2.8.20 [oet] dan [keut] ‘potong’

Gloss ‘potong’ (210) diucapkan oleh penutur bahasa Dawan di tempat

pengamatan dengan dua variasi. Penutur leksikon [oet] dan [keut] cenderung

digunakan oleh penutur tua, muda, pegawai, dan non pegawai, mereka sama-sama

mengunakan leksikon tersebut dalam mengucap konsep ‘potong’, karena kedua

leksikon tersebut sebagai leksikon kebiasaan penutur yang ada di Desa Lanu

dalam mengucapkan konsep ‘potong’.

51
4.2.1.21 [sen] dan [lua] ‘tanam’

Gloss ‘tanam’(212) pada tempat pengamatan dituturkan kedalam dua variasi

leksikon.

Leksikon [sen] dan [lua] adalah leksikon yang sering digunakan oleh penutur

tua dan pegawai dalam menyebut konsep ‘taman’. Leksikon [lua] adalah leksikon

yang sopan untuk mengucap konsep ‘taman’. Sedangkan leksikon [sen] sering

digunakan oleh anak muda dan non pegawai dalam menyebut konsep ‘tanam’.

Para orang tua dan pegawai sering menggunakan leksikon [lua] ketika mereka

ingin menghargai apa yang mereka taman tersebut atau pada saat ada sesamanya

yang menanyakan ada tanam apa maka mereka akan menjawab dengan kata yang

sopan kepada si mintra tuturnya dengan leksikon yang sopan seperti [lua]. Akan

tetapi pada saat mereka mau menjawab dengan kata yang biasa maka mereka akan

menjawab dengan menggunakan leksikon [sen]. Sedangkan para penutur muda,

dan non pegawai, mereka lebih cenderung mengucapkan konsep ‘tanam’ dengan

menggunakan leksikon [sen] karena kata tersebut sudah sebagai kebiasaan anak

muda dalam menyebut konsep ‘tanam’. Leksikon [sen] juga termasuk kata yang

sopan jadi cocok digunakan oleh siapa saja. Para non pegawai juga mereka sering

menggunakan leksikon [lua] ketika mereka mau menghargai tanaman yang

mereka mau tanam.

4.2.1.22 [tof] dan [soel] ‘tofa’

Variasi leksikon terjadi pada data ‘tofa’ (213) yang mempunyai dua variasi.

Penutur tua, muda, pegawai dan non pegawai yang ada di Desa Lanu, mereka

sama-sama cenderung menggunakan leksikon [tof] [dan [soel] dalam mengucap

52
konsep ‘tofa’. Dari kedua leksikon di atas ini leksikon [tof] diucapkan ketika para

penutur menggunakan pada saat mereka mau bersihkan kebun (mereka mau tofa

kebun) yang sudah ada jagung di dalam kebun. Sedangkan, leksikon [soel] adalah

leksikon yang di tuturkan oleh para penutur bahasa dawan ketika mereka baru

mulai membersihkan kebun untuk tanam jagung.

4.1.2 Alat-Alat Rumah Tangga

Penelitian menemukan variasi leksikon bahasa Dawan pada beberapa kata

yang bermedan makna alat-alat ruamah tangga seperti:

4.2.2.1 [tao] dan [sun nasi] ‘Sendok nasi’

Ditemukan adanya variasi leksikon pada data ‘sendok nasi’ (53) yang

dituturkan oleh penutur bahasa Dawan dengan dua variasi.

Berdasarkan data di atas leksikon [tao] dan [sun nasi] digunakan oleh penutur

tua dan pegawai, mereka sama-sama mengucap konsep ‘sendok nasi’. Sedangkan

leksikon [sun nasi] sering digunakn oleh penutur muda dan non pegawai di saat

menggucap konsep ‘sendok nasi’.

Dari uraian di atas orang tua dan pegawai tua menggunakan dua leksikon

untuk mengucap konsep ‘sendok nasi’ leksikon [tao] dan [sun nasi] lebih

cenderung digunakan oleh orang tua dan pegawai karena kata tersebut sudah jadi

kata kebiasa bagi penutur yang ada di Desa Lanu yang cenderung digunakan oleh

penutur tua dan pegawai pada saat mengucap konsep ‘sendok nasi’. Sedangkan

para anak muda dan non pegawai lebih cenderung menggunakan leksikon [sun

nasi] untuk menyebut ‘sendok nasi’ karena kata ini sudah sebagai kebiasaan bagi

para anak muda dan non pegawai dalam menyebut ‘sendok nasi’. Para orang tua

53
dan pegawai juga sering menggunakan leksikon [sun nasi], sehingga sampai saat

ini leksikon [tao] sudah jarang digunakan dalam menyebut konsep ‘sendok nasi’.

4.2.2.2 [mau] dan [tanusat] ‘Selimut’

Para penutur bahasa Dawan mengucapkan konsep ‘selimut’(55) dengan

menggunakan dua variasi.

Penutur dalam data leksikon [mau] dan [tanusat] adalah penutur yang berusia

tua, muda, pegawai, dan non pegawai yang ada di Desa Lanu, mereka lebih

cenderung menggunakan kedua leksikon tersebut untuk mengucap konsep

‘selimut. Akan tetapi dalam kedua leksikon tersebut penutur yang ada di Desa

Lanu lebih cenderung menggunakan [tanusat] di bandingkan leksikon [mau]

dalam mengucapkan konsep ‘selimut’.

4.2.2.3 [bale tupa] dan [hala tupa] ‘Tempat tidur’

Variasi leksikon bahasa Dawan menemukan konsep ‘tempat tidur’ (56)

dengan menggunakan dua leksikon.

Leksikon [bale tupa] sering diucapkan oleh penutur tua dan pegawai.

sedangkan leksikon [hala tupa] juga sering di ucapakan oleh anak muda dan

pegawai muda ketika menyatakan ‘tempat tidur’.

Dari uraian di atas penutur tua sering mengunakan leksikon tersebut karena

kata tersebut sudah menjadi kebiasaan orang tua dan pegawai ketika

mengucapkan konsep ‘tempat tidur’. Leksikon [bale tupa] adalah kata yang sopan

untuk menyatakan kepada seseorang untuk menunjukkan ‘tempat tidur’.

Sedangkan leksikon [hala tupa] sering digunakan oleh anak muda dan non

54
pegawai, pada saat menunjukkan ‘tempat tidur’ kepada teman-temannya ataupun

keluarganya dekatnya.

4.2.2.4 [mok], [klas], dan [kui] ‘Gelas’

Variasi leksikon selanjutnya terdapat pada gloss ‘gelas’ (59) yang mempunyai

dua variasi. Penutur leksikon [mok], [klas], dan [kui] adalah leksikon yang

digunakan oleh penutur tua dan pegawai. Sedangkan leksikon [mok] dan [klass]

digunakan oleh penutur muda dan non pegawai dalam mengucap konsep ‘gelas’.

Akan tetapi dalam kehidupan sehari-hari para orang tua dan pegawai lebih

cenderung mengunakan leksikon [mok] dan [klas], sedangkan leksikon [kui]

jarang baru mereka menggunakan leksikon tersebut dalam mengucapkan konsep

‘gelas’.

4.2.2.5 [benat] dan [nahe] ‘Tikar’

Variasi leksikon berikut terdapat pada glos ‘tikar’(60) penutur bahasa Dawan

mengucapkan data tersebut ke dalam dua variasi. Penutur [benat] merupakan

penutur tua, dan pegawai yang cenderung menggunakan [benat] untuk mengucap

konsep’ tikar’. Sedangkan penutur [nahe] adalah penutur muda dan non pegawai

yang biasanya selalu mengucap konsep ‘tikar’ dengan sebutan [nahe].

Dari penjelasan di atas leksikon [benat] digunakan oleh orang tua dan

pegawai karena kata tersebut sebagai kata untuk sebutan para orang tua dan

pegawai, kata [benat] juga sebagai kata penghalus untuk menyebut ‘tikar’.

Sedangkan untuk para anak muda dan non pegawai, mereka lebih memilih

menggunakan kata [nahe] untuk mengucapkan konsep’nahe’ karena leksikon

tersebut sebagai leksikon ucapan untuk mereka mengucapkan konsep ‘tikar’.

55
Akan tetapi sering juga para orang tua dan pegawai menyebut leksikon [nahe]

untuk mengucapkan konsep ‘tikar’.

4.2.3 Bagian-Bagian Rumah

Leksikon bermedan makna bagian-bagian rumah dituturkan para informan

menampakkan adanya variasi seperti:

4.2.3.1 [poaf] dan [penen] ‘Atap’

Variasi leksikon pertama dapat dilihat pada data ‘atap’ (67) yang diucapkan

oleh para informan di tempat penelitian. Para informan menuturkan konsep ‘asap’

ke dalam dua leksikon. Penutur yang menggunakan leksikon [poaf] untuk

menyebut ‘atap’ adalah penutur yang sudah berusia tua dan pegawai sedangkan

untuk penutur leksikon [penen] adalah penutur yang muda dan non pegawai.

Uraian di atas orang tua dan para pegawai yang ada di Desa Lanu lebih sering

menggunakan leksikon [poaf], karena leksikon [poaf] adalah leksikon yang sopan,

untuk sebut konsep ‘atap’. Leksikon ini juga sebagai leksikon kebiasaan orang tua

dan pegawai tua yang ada di daerah penelitian tersebut. Sedangkan penutur

[penen] adalah leksikon yang biasa digunakan untuk anak muda dan non pegawai

di saat menyebut ‘atap’, leksikon [penen] ini sebagai yang kurang halus namun

para anak muda dan non pegawai sudah kebiasaan mengucapkan leksikon

tersebut, terkadang orang tua juga, menyebut leksikon [penen] ketika bersama

anak-anak.

4.2.3.2 [ume hana] dan [ume kbubu] ‘Dapur’

Variasi leksikon selanjutnya terdapat pada glos ‘dapur’ (68) yang diucapkan

oleh penutur pada tempat penelitian, ada dua leksikon. Varian [ume hana] dan

56
[ume kbubu] yang digunakan oleh penutur tua dan pegawai untuk menyebut

konsep ‘dapur’. Sedangkan [ume kbubu] sering digunakan oleh penutur muda dan

non pegawai untuk mengucap konsep ‘dapur’. Dalam kedua kata tersebut

diartikan bahwa [ume hana] adalah tempat untuk memasak yang disebut oleh para

orang tua, anak muda, pegawai, dan non pegawai yang ada di daerah tersebut.

Sedangkan [ume kbubu] adalah rumah yang berbentuk bulat tetapi mereka

menggunakan rumah tersebut untuk menyimpan jagung, kacang hijau, kacang tali,

serta kacang tanah. [ume kbubu] juga digunakan untuk memasak. Maka dari

kedua leksikon tersebut meraka artikan juga sebagai ‘dapur’.

4.2.3.3 [ekat] dan [eno] Pintu

Variasi leksikon juga terjadi pada data ‘pintu’ (78) yang mempunyai dua

varian. Penutur dengan kriteria tua, muda, pegawai, dan non pegawai yang ada di

Desa Lanu, mereka sama-sama menggunakan leksikon [ekat] dan [eno] untuk

menyebut konsep ‘pintu’ karena kedua leksikon tersebut sudah sebagai leksikon

kebiasaan penutur bahasa Dawan yang ada di Desa Lanu.

4.2.3.4 [toko] dan [kursi] ‘Kursi’

Data ‘kursi’ (83) yang juga memiliki variasi, diucapkan ke dalam dua varian

leksikon. Penutur yang mengucap leksikon [toko] untuk menggungkap konsep

‘kursi’ adalah penutur yang sudah tua dan pegawai. Sedangkan penutur leksikon

[kursi] adalah penutur yang masih muda dan non pegawai lebih cenderung

menggunakan leksikon [kursi] untuk menyebut konsep ‘kursi’. Leksikon [toko]

sering digunakan oleh penutur tua dan pegawai dalam menyebut konsep ‘kursi’,

karena leksikon [toko] adalah kata sebutan untuk orang tua dan para pegawai,

57
karena mereka sudah terbiasa menggunakan kata tersebut karena kata itu sebagai

kata yang sopan sehingga para orang tua selalu mengunakan kata tersebut.

Sedangkan untuk para anak muda meraka lebih sering mengunakan konsep

[kursi]. Para anak muda mereka tetap menggunakan konsep kursi sebagai sebut

untuk ‘kursi’. Akan tetapi ketika anak muda tersebut sudah menikah mereka juga

akan mengunakan leksikon [toko] untuk meyebut konsep ‘kursi’. Dan para

penutur pegawai yang ada di Desa Lanu mereka lebih sering menggunakan kedua

leksikon tersebut seperti leksikon [toko], mereka akan mengucapakan leksiko

[toko] ketika masyarakat tua yang datang bertamu di kantor ataupun di rumah.

Maka para pegawai akan lebih memilih leksikon [toko] untuk mengucapkan

‘kursi’. Sedangkan leksikon [kursi] juga para pegawai yang ada di Desa Lanu

menggunakan leksikon tersebut ketika tamu yang datang di kantor adalah tamu

yang masih muda dan non pegawai.

4.2.4 Bagian-Bagian Tubuh

Penutur menemukan variasi leksikon bahasa Dawan mengenai bagian-

bagian tubuh seperti:

Dari 28 data yang ada di medan makna bagian-bagian tubuh hanya di

temukan 2 leksikon untuk di analisi yaitu leksikon ‘betis’(87) dan leksikon ‘tanda

lahir’ (111). Dalam kedua data tersebut para penutur bahasa Dawan yang ada Di

Desa Lanu seperti penutur tua, muda, pegawai, dan non pegawai mereka sama-

sama mengucapkan konsep ‘betis’ dengan dua leksikon yaitu leksikon [fitik] dan

[pik], mereka sama-sama menngucapkan dua leksikon dengan sebutan yang

berbeda-beda namun maknanya sama. Sedangkan di medan makna bagian-bagian

58
tubuh juga terdapat konsep ‘tanda lahir’ juga. para penutur bahasa Dawan tua,

muda, pegawai, dan non pegawai, mereka sama-sama menyebut dua variasi

leksikon yang sama seperti leksikon [ine] dan [ina] mereka menyebut kedua kata

dengan bentuk yang berbeda tetapi mempunyai makna yang sama yaitu konsep

‘tanda lahir’, karena beberapa leksikon ini sudah sebagai kebiasaan penutur

bahasa dawan yang ada di Desa Lanu

4.2.5. Binatang

Varian-varian leksikon bahasa Dawan yang masih dalam lingkup medan

makna binatang seperti:

4.2.5.1 [asu], [kuka], dan [benat] Anjing

Gloss ‘anjing’ (112) pada tempat penelitian diucapkan oleh penutur ke dalam

tiga variasi leksikon.

Ketiga variasi tersebut digunakan oleh penutur bahasa Dawan baik yang

berkriteria tua, muda, pegawai dan non pegawai, untuk mengucap konsep

‘anjing’.

Dari uraian di atas menunjukkan bahwa leksikon [asu] lebih sering di gunakan

oleh penutur tua, muda, pegawai, dan non pegawai, mereka sering menggunakan

leksikon [asu] pada saat mengucap konsep ‘anjing’. Sedangkan leksikon [kuka]

dan [benat] adalah ucapan yang kasar untuk mengucapkan konsep ‘anjing’.

Leksikon [kuka] dan [benat] sering digunakan ketika pada saat mereka mengusir

‘anjing’ berulang-ulang dan ‘anjing’ tidak lari, maka mereka akan lebih memilih

menggunakan kedua kata kasar tersebut untuk mengusir ‘anjing’.

4.2.5.2 [maun opu] dan [maun enaf] ‘Ayam Betina’

59
Contoh leksikon yang memiliki variasi leksikon terdapat pada gloss ‘

ayam betina’ (119),leksikon ini diucapkan oleh para penutur dengan dua bentuk

variasi. Leksikon [maun opu] sering digunakan oleh orang tua dan pegawai untuk

menyebut konsep ‘ayam betina’. Sedangkan, leksikon [maun enaf] sering

digunakan oleh anak muda dan non pegawai untuk menyebut konsep ‘ayam

betina’. Leksikon [maun opu] adalah leksikon kebiasaan untuk para penutur tua

dan non pegawai dalam mengucapkan konsep ‘ayam betina’. Tetapi sering juga

para penutur tua dan pegawai yang ada di Desa Lanu, mereka juga sering

menggunakan leksikon [maun enaf] dalam menyebut konsep ‘ayam betina’.

4.2.5.2 [puis] dan [meo] ‘Kucing’

Variasi leksikon gloss ‘kucing’ (121). para penutur menemukan dua leksikon.

Penutur leksikon [puis] adalah penutur yang sudah tua dan pegawai yang sering

menggunakan kata [puis] untuk mengucap sebagai ‘kucing’. Sedangkan penutur

leksikon yang menggunakan [meo] adalah penutur muda dan pegawai, mereka

sering mengucap sebagai ‘kucing’. Para penutur tua dan pegawai sering sekali

mengucap lesksikon [puis] ketika ingin menakutkan anak kecil disaat anak itu

menanggis atau di saat mereka mau memanggil ‘kuncing’ untuk makan juga

mereka akan lebih memlilih leksikon [puis] karena sudah kebiasaan orang tua dan

pegawai dalam mengucapkan leksikon tersebut. Sedangkan, leksikon [meo]

adalah sebutan untuk anak muda di saat menakutkan adik untuk diam ketika ia

menanggis.

4.2.6 Kata Ganti dan Sapaan

60
Penutur bahasa Dawan mengucapkan beberapa kata yang bermedan makna

kata ganti dan sapaan dengan beberapa variasi leksikon seperti:

4.2.6.1 [ama] dan [bapak] ‘Bapak’

Penelitian menemukan variasi leksikon pada tuturan bahasa Dawan di tempat

penelitian seperti pada panggilan untuk ‘bapak’ (129), variasi leksikon yang

digunakan oleh para penutur terdiri atas dua leksikon.

Leksikon [ama] cenderung dituturkan oleh penutur yang sudah tua, pegawai

dan non pegawai untuk mengucapkan konsep ‘bapak’. Sedangkan leksikon

[bapak] di ucapkan oleh penutur yang masih muda dan pegawai serta non pegawai

untuk mengucapkan konsep ‘bapak’.

Leksikon [ama] sering diucapkan oleh orang tua dan pegawai. ketika mereka

mengucapkan ‘bapak’.leksikon ini sudah menjadi kebiasaan orang tua karena dari

yang masih kecil mereka menyebut bapak sebagai [ama]. Ketika para orang tua

mengucap kata ‘bapak’ maka mereka akan merasa kurang sopan untuk

mengucapkan konsep ‘bapak’ karena menurut para orang tua dan pegawai,

mereka kata bapak itu kata yang kurang sopan untuk mereka katakan kepada

sesamanya. Mereka berpikir bahwa kata bapak kata yang biasa saja sehingga

mereka merasa kurang sopan, tetapi dari waktu ke waktu para orang tua sudah

mulai menyebut ‘bapak’ dengan sebutan ‘bapak’ ketika mau berbicara dengan

orang lain juga mereka menggunakan konsep ‘bapak’ sehingga sampai sekarang

leksikon [ama] sudah mulai menghilang pelan-pelan. Sedangkan anak muda dan

para pegawai yang ada di Desa Lanu mereka menyebut konsep ‘bapak’ dengan

sebut ‘bapak’. Para anak muda dan pegawai lebih terbiasa menggunakan leksikon

61
[bapak] ketika berbicara dengan orang sudah lebih tua karena mereka dari lahir

sudah mulai mengajarkan kata [bapak] sehingga sampai besar juga mereka hanya

menyebut ‘bapak’ dengan sebut tetap [bapak] dan bukan [ama] lagi.

4.2.6.2 [ena] dan [ mama] ‘Mama’

Peneliti menemukan variasi leksikon pada tuturan seperti ‘mama’ (130)

variasi leksikon yang digunakan oleh para penutur terdiri atas 2 leksikon. Penutur

leksikon [ena] selalu digunakan oleh orang tua untuk mengucap konsep ‘mama’.

Sedangkan leksikon [mama] sering digunakan oleh anak muda, pegawai dan non

pegawai untuk mengucap konsep ‘mama’.

Para penutur bahasa dawan khususnya penutur yang berusia tua mereka

sering menyebut ‘mama’ dengan leksikon [ena], leksikon tersebut sudah sebagai

kebiasan para orang tua untuk yang ada di Desa Lanu. Sedangkan, penutur

muda, pegawai, dan non pegawai lebih cenderung menggunakan leksikon [mama]

untuk mengucapkan konsep ‘mama’. Para anak muda, pegawai dan non pegawai

sudah kebiasa menggunakan leksikon ‘mama’ karena mereka tidak terbiasa

menggunakan leksikon [ena], karena sudah dari lahir mereka sudah terbiasa

menggunakan kata ‘mama’. Akan tetapi para orang tua yang ada di Desa Lanu

juga mereka lebih sering menggunakan leksikon [mama] untuk menyebut konsep

‘mama’ dalam kehidupan setiap hari.

4.2.6.3 [ho] dan [hi] ‘Kamu’

variasi leksikon di tempat pengamatan terdapat pada gloss ‘kamu’. Penutur

mengucapkan gloss tersebut kedalam dua leksikon.

62
Penutur dengan kriteria tua, muda, pegawai, dan non pegawai, mereka lebih

cenderung memilih leksikon [ho] dan [hi] untuk menyebut konsep ‘kamu’. Akan

tetapi leksikon [hi] itu lebih sering di gunakan ketika menyebut lebih dari dua

orang, maka mereka lebih cenderung memilih leksikon [hi] untuk mengyebut

konsep ‘kamu’. Sedangkan leksikon [ho] ini sering disebut sebagai leksikon yang

kurang sopan. Leksikon [ho] adalah leksikon yang termasuk leksikon kasar. Akan

tetapi dari leksikon itu juga berdasarkan nada penekanan kata tersebut. Ketika

mereka menyatakan leksikon [ho] dengan nada yang rendah atau lembut maka

leksikon [ho] termasuk leksikon yang sopan. Sedangkan ketika kita menggunakan

leksikon [ho] dengan tekanan suara yang tinggi atau keras maka leksikon [ho]

tersebut, sudah termasuk leksikon yang kasar atau kata yang tidak sopan.

4.2.6.4 Panggilan untuk Anak Laki-Laki dan Panggilan untuk Anak

perempuan

Variasi leksikon pada tempat pengamatan yang ada di Desa Lanu.

Terdapat pada data ‘panggilan untuk anak laki-laki dan anak perempuan’. Penutur

yang sudah tua dan pegawai, mereka menggunakan leksikon [an mone] dan [an

feto] untuk mengucapkan ‘panggilan untuk anak laki-laki dan anak perempuan’.

Sedangkan, para anak muda dan non pegawai yang ada di Desa Lanu, mereka

lebih cenderung menggunakan leksikon [nao] dan [feto] untuk mengucapkan

‘panggilan untuk anak laki-laki dan anak perempuan’ di dalam interaksi sehari-

hari.

4.2.7 Arah, Alam, lokasi, Benda Alam, dan Keadaan Alam.

63
Leksikon bahasa Dawan yang satu lingkup dengan medan makna arah, benda

alam, dan keadaan alam juga dituturkan secara bervariasi oleh para penutur

bahasa Dawan.

Dalam tabel di atas ada beberapa data yang sama-sama digunakan oleh

penutur bahasa Dawan baik penutur yang tua, muda, pegawai, dan non pegawai

yang ada di Desa Lanu, Kecamatan Amanatun Selatan, Kabupaten Timor Tengah

Selatan. Mereka sama-sama menggunakan beberapa data yang ada di atas dalam

komunikasi sehari-hari, leksikon yang mereka gunakan sama-sama yaitu,

leksikon ‘atas’ dengan ada dua variasi leksikon bahasa dawannya yaitu leksikon

[fafo] dan [atnah], data ‘bawah’ ada dua variasi leksikon [bona] dan [ahna],

‘jalan’ ada dua varaisi leksikon [lanan] dan [opa], ‘kilat’ ada dua variasi leksikon

[nalim] dan [napip], ‘guntur’ ada dua variasi leksikon [naken] dan [nalot], ‘mata

air’ ada dua variasi leksikon [eomata] dan [oesuma], dan data terakhir adalah

‘kebakaran’, data tersebut memiliki dua variasi leksikon juga yaitu leksikon [noe]

dan [put], leksikon tersebut digunakan oleh penutur tua, muda, pegawai, dan non

pegawai yang ada di Desa Lanu, para penutur bahasa Dawan yang ada di Desa

Lanu mereka mengunakan berbagai variasi leksikon untuk menyebut sebuah

konsep. Mereka menyebut satu konsep dengan berbagai variasi leksikon, namun

maknanya tetap sama.

4.2.8.1 [pu’at], [nasi], dan [lamu] ‘Hutan’

variasi leksikon berikutnya terdapat pada gloss’ hutan’ (161). Penutur

ditempat penelitian mengucapkan data tersebut ke dalam dua leksikon.

64
Penutur tua menggunakan leksikon [pu’at], [nasi], dan [lamu] untuk meyebut

konsep ‘hutan’. Sedangkan penutur muda dan pegawai mereka sama-sama

cenderung mengunakan leksikon [pu’at] untuk menyebut konsep ‘hutan’.

Dari uraian di atas menjelaskan bahwa para orang tua menggunakan tiga

variasi leksikon untuk menyebut konsep ‘hutan’. Akan tetapi dari ketiga leksikon

di atas para orang tua lebih cenderung menggunakan leksikon [pu’at], mereka

kadang menyebut leksikon [nasi] dan [lamu] disaat mereka berbicara dengan

orang yang sama-sama tua karena kedua variasi leksikon di atas sebagai kata

kebiasaan orang tua dalam mengucap konsep ‘hutan’. Sedangkan para anak muda

dan pegawai serta non pegawai, mereka sama-sama cenderung menggunakan

leksikon [pu’at] untuk mengucapkan konsep ‘hutan’ karena kata [pu’at] sebagai

kata kebiasaan para anak muda, pegawai serta non pegawai yang ada di Desa

Lanu. Sehingga penutur tua, muda dan pegawai tua, pegawai muda yang ada di

daerah penelitian tersebut lebih cenderung menggunakan leksikon [pu’at] di

bandingkan leksikon [nasi] dan [lamu]. Para penutur bahasa dawan yang di Desa

Lanu mengucapkan leksikon [nasi] dan [lamu] pada saat mereka mengucapkan

hutan yang sangat lebat dan di penuhi dengan berbagai macam binatang buas.

4.2.8 Pakaian

Penutur bahasa Dawan pada tempat penelitian mengucap variasi leksikon

yang berkaitan dengan medan makna pakaian, perhiasan, dan kosmetik dengan

pola yang sama. Berikut variasi leksikon mengenai pakaian, perhiasan dan

kosmetik.

65
Dari kedua leksikon di atas menunjukan bahwa konsep ‘baju’ dan ‘celana’

dalam ucapan orang-orang yang ada di daerah penelitian memiliki beberapa

variasi leksikon sebagai berikut: konsep baju memiliki dua variasi leksikon yaitu:

leksikon [fanu] dan [sabalu] dari kedua leksikon ini leksikon [sabalu] digunakan

oleh orang yang sudah tua atau leksikon ini sebagai leksikon sebutan para tua

dulu. Leksikon [sabalu] dan [fanu] sebagia leksion kebiasaan orang tua dalam

mengucapkan konsep ‘baju’ sedangkan, leksikon [noso] dan [saki] digunakan

juga oleh penutur bahasa dawan yang ada di daerah penelitian. dari kedua

leksikon di atas maka leksikon [saki] sebagai leksikon kebiasaan orang tua dalam

menyebut konsep ‘celana’. Akan tetapi para anak muda, pegawai dan non

pegawai, mereka sama-sama cenderung menggunakan leksikon [fanu] dan [noso]

dalam menyebut konsep ‘baju’ dan ‘celana’ di daerah penelitian. sedangkan para

anak muda dan para pegawai yang ada di daerah Desa Lanu mereka hanya

menggunakan leksikon [fanu] dan [noso] untuk menyebut konsep ‘baju’ dan

‘celana’. Jadi dalam kehidupan sehari-hari di Desa Lanu para masyarakat tua,

muda, pegawai dan non pegawai, mereka lebih lebih cenderung mengunakan

leksikon [fanu] dan [noso] untuk menyebutkan konsep ‘baju’ dan ‘celana’.

4.2.9 Pertanian

peneliti menemukan beberapa variasi leksikon yang bermedan makna

pertanian dengan rincian yang dipaparkan di pada tabel hasil penelitia:

4.2.8.1 [lene] dan [po’an] ‘Kebun’

Variasi leksikon gloss ‘kebun’(205) ditemukan pada tempat pengamatan. Para

penutur bahasa Dawan menuturkan gloss tersebut ke dalam dua variasi. Penutur

66
[lene] dan [poan] adalah penutur tua yang cenderung menggunakan kedua kata

tersebut. Para penutur tua menyebut leksikon [po’an] jika mereka menghargai

atau menghormati kebun mereka yang di penuhi dengan tanaman dan hasil-hasil

bumi. Sedangkan penutur muda, pegawai dan non pegawai, mereka lebih

cenderung menggunakan leksikon [lene] di saat mengucap konsep ‘kebun’.

Karena leksikon tersebut sudah sebagai leksikon kebiasaan bagi penutur bahasa

Dawan ketika mereka menyebut ‘kebun’. Penutur tua juga dalam kehidupan

sehari-hari mereka lebih cenderung mengucap ‘kebun’ dengan menggunakan

leksikon [lene]. Mereka menyebut leksikon [po’an] ketika mereka berdoa untuk

tanam atau panen baru mereka menyebut konsep ‘kebun’ dengan menggunakan

kata [po’an] di dalam ucapan doa tersebut. Sedangkan, penutur muda, pegawai,

dan non pegawai mereka lebih memilih mengunakan leksikon [lene] untuk

menyebut ‘kebun’.

4.1.8.2 [suni] dan [benas] ‘Parang’

Data selanjutnya yang memiliki variasi leksikon adalah ‘parang’ (209).

Variasi dalam ini ditemukan dua variasi dalam menyebut konsep tersebut.

Penutur [suni] dan [benas] cenderung di tuturkan oleh penutur yang berusia

tua dalam mengucap konsep ‘parang’. Sedangkan penutur yang berusia muda

lebih cenderung mengunakan leksikon [suni].

Leksikon [benas] sering digunakan oleh penutur tua dalam menyebut konsep

‘parang’ karena sudah terbiasa menggucapkan leksikon tersebut. Sedangkan,

leksikon [suni] lebih cenderung digunakan oleh penutur tua, muda, pegawai dan

non pegawai yang ada di Desa Lanu, mereka sama-sama menyebut konsep

67
‘parang’ karena sudah terbiasa menggunakan leksikon [suni] dalam menyebut

‘parang’ di kehidupan sehari-hari.

4.2.9 Lain-lain

Leksikon yang terangkum dalam lain-lain merupakan leksikon yang tidak

termasuk ke dalam Sembilan medan makna di atas. Leksikon pada kelompok ini

ada beberapa macam, seperti kata sifat, kata benda, dan kesenian.

4.2.9.1 [masa], [basak], dan [pasar] ‘Pasar’

Data yang terdapat variasi leksikon pada medan makna lain-lain yang pertama

ialah gloss ‘lapar’ (216) yang ditemukan pada tempat pengamatan ada tiga variasi

leksikon.

Penutur leksikon [masa] dan [basak] cenderung digunakan oleh penutur tua

dan pegawai dalam mengucapkan konsep ‘pasar’. Leksikon [masa] dan [pasar]

sering diucapkan oleh para pegawai di Desa Lanu. Sedangkan, leksikon [pasar]

cenderung digunakan oleh penutur anak muda dan non pegawai dalam menyebut

konsep ‘pasar’.

Dari penjelasan di atas para orang tua dan pegawai lebih menggunakan

leksikon [masa] dan [basak] karena kedua kata tersebut sebagai bahasa orang

sudah lebih tua dan pegawai dan kedua bahasa tersebut sebagai kebiasaan orang

tua dan pegawai dalam mengucapkan konsep ‘pasar’. Sedangkan penutur [masa]

dan [pasar] digunakan oleh para pegawai, mereka menggunakan leksikon [masa]

untuk menyebut konsep ‘pasar’ karena leksikon [masa] termasuk leksikon yang

halus untuk di katakana kepada sang mitra tutur atau sang lawan bicara kita. Akan

tetapi para orang tua, pegawai, anak muda dan non pegawai yang ada di Desa

68
Lanu, mereka sering mengunakan leksikon [pasar] untuk menyebut konsep

‘pasar’. Akan tetapi ketika para anak muda dan non pegawai berbicara dengan

sudah orang tua mereka juga terkadang menggunakan leksikon [masa] untuk

menyatakan konsep ‘pasar’ disaat mereka berbicara dengan orang tua.

4.2.9.2 [nasbo] dan [taibiul] ‘Menari’

variasi leksikon berikut terlihat pada data ‘menari’ (217). Para penutur

menggunakan dua variasi leksikon dalam menyebut konsep tersebut.

Gloss ‘menari diucapakan sebagai [nasbo] dan [taibiul] oleh penutur tua.

Sedangkkan, leksikon [nasbo] digunakan oleh penutur muda, pegawai, dan non

pegawai dalam mengucap konsep ‘menari’. Akan tetapi dari kedua kata tersebut

penutur tua, muda, pegawai, dan non pegawai yang berada di Desa Lanu lebih

cenderung mengunakan leksikon [nasbo] untuk mengucapkan konsep ‘menari’

dalam kehidupan sehari-harin mereka.

4.2.9.3 [namnao], [nabak], dan [nabkao] ‘Pencuri’

Leksikon ‘pencuri’ (220) juga menampakkan adanya variasi. Para penutur

mengucapkan konsep tersebut ke dalam tiga variasi. Penutur yang

mengungkapkan [namnao], [nabak], dan [nabkao] adalah penutur yang berusia

tua, sedangkan, penutur yang berusia muda dan non pegawai mereka

menggunakan leksikon [namnao] dan [nabak] untuk mengucap konsep ‘ pencuri’.

Dari ketiga data variasi leksikon di atas menunjukkan bahwa para penutur tua,

anak muda, dan pegawai, non pegawai, mereka sama-sama mengunakan leksikon

[namnoa] dan [nabak] ketika mereka mengucapkan konsep ‘pencuri’ karena

kedua leksikon tersebut menunjukan leksikon yang halung untuk di ucapkan.

69
Sedangkan, leksikon [nabkao] juga digunakan oleh penutur tua ketika sedang

marah, para penutur tua kebiasaan mnggunakan kata tersebut untuk mennyatakan

konsep ‘pencuri’ pada saat ada pencuri leksikon tersebut digunakan ketika ia

sedang marah atau emosi jadi leksikon [nabkao] adalah leksikon yang tidak halus.

BAB IV

PENUTUP

Bab lima ini mengunakan bagian akhir dari penelitian. Bab ini memuat

kesimpulan dan hasil pembahasan yang telah dijabarkan pada bab empat. Selain

itu, diuraikan juga saran untuk penelitian sejenis di masa yang akan datang.

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil analisis yang telah diuraikan dalam bab IV, maka dapat

didimpulkan beberapa hal sebagai berikut.

1. Variasi leksikon ditemukan pada sepuluh medan makna, yaitu

Aktifitas (24 gloss); alat-alat rumah tanggah (5 gloss); bagian-bagian

rumah (4 gloss); bagian-bagian tubuh (2 gloss); binatang (3 gloss); kata

70
ganti dan sapaan (5 gloss); musim, arah, waktu, lokasi, benda alam, dan

keadaan alam (8 gloss); pakaian, perhiasan, dan kosmetik (2 gloss); petani

(7 gloss); serta medan makna lain-lain ( 3 gloss).

5.2 Saran

Peneliti ini hanya sebatas dianalisis pada tataran leksikon. Oleh karena itu,

masih perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk menemukan penyebab variasi

bahasa Dawan berdasarkan kajian sosiolinguistik yang dilihat dari aspek lain,

seperti fonologi, semantic, morfologi, dan sintaksis.

Selain itu, dari segi wilayah penelitian ini hanya mengunakan satu desa. Penelitian

berikutnya dapat dilakukan dengan cakupan yang luas, misalnya satu kecamatan,

satu kabupaten, atau satu provinsi.

DAFTAR PUSTAKA

Aslinda & Leni Syafyahya. 2007. Pengantar Sosiolinguistik. Bandung : Aditama.


Ayatrohaedi. 1983. Dialektologi sebuah pengantar. Jakarta: Pusat Pembinaan dan
Pengembanagn bahasa, Depdikbud.
Chaer, Abdul & Leonie Agustina. 2010. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta:
Rineka Cipta.
Nandra dan Reniwati. 2009. Dialektologi: Teori dan Metode. Yogyakarta:
Elmatera Publinshing.
Rahardi, kunjana. 2006. Dialek Profesi dan Kelas Sosial. Dalam Dimensi-Dimensi
kebahasaan Aneka Masalah Bahasa Indonesia Terkin. Jakarta
Erlangga.
Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa:Pengantar
Aslinda & Leni Syafyahya. 2010. Pengantar Linguistik. Bandung: Penerbit PT
Rafika Aditama
Alwasilah, Chaerdar. 1985. Pengantar Sosiologi Bandung: Angkasa.
Chaer, Abdul & Leonie Agustina. 2004. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal.
Jakarta; Penerbit PT Reneka Cipta.
Kentjono,Djoko, (Ed). 1982. Dasar-dasar linguistic umum. Jakarta: Fakultas
Sastra Universitas Indonesia.
Alwasilah, Chaerdar. 1985. Pengantar sosiologi bahasa. Bandung: Angkasa

71
Nababan, PWJ. 1993. Sosiolinguistik:suatu pengantar. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama.
Rochayah. 1995. Sosiolinguistik. Bandung Angkasa Bandung.
Keraf, Gorys. 1984. Tata Bahasa Indonesia. Ende Flores: Nusa Indah
Kridalaksana, harimurti. 1985. Fungsi Bahasa dan Sikap Bahasa.Ende Flores:
Nusa Indah
Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Pengumpulan Data. Yogyakarta:
Gajah Mada University Press.
Mahsun. 2011. Metode Penelitian Bahasa : Strategi, Metode dan Teknik. Jakarta:
PT Jajagrafindo Persada.
Ibrahim, Abdul Syukur. 1995. Sosiolinguistik Sajian Tujuan Pendekatan dan
Problema-Problema. Surabaya. Usaha Nasional.
Suwito. 1982. Pengantar Awal Sosiolinguistik: Teri dan Problem. Surakarta:
Henary Offset.
Sumarsono dan Pratama Paina. 2004. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Sabda
Lembaga Studi Agama dan Perdamaian Kerja Sama Pustaka
Pelajar.

IDENTITAS INFORMAN

Informan I

1. Nama : Ananias Bantaika

2. Jenis Kelamin : Laki-Laki

3. Tempat Lahir/ umur : Lanu/ 45 tahun

4. Tempat Tinggal : Lanu

5. Warga Negara : Indonesia

6. Pekerjaan : Kepala Sekolah SMP Reformasi Lanu

7. Pendidikan Terakhir : S1

8. Bahasa yang di kuasai : Bahasa Dawan dan Bahasa Indonesia

72
9. Bahasa yang digunakan dilingkungan sejak kecil adalah Bahasa Indonesia

dan Bahasa Dawan

10. Bahasa yang digunakan dilingkungan setiap hari adalah Bahasa Dawan

Informan II

1. Nama : Habel Sele

2. Jenis Kelamin : Laki-Laki

3. Tempat Lahir/ umur : Lanu/ 60

4. Tempat Tinggal : Lanu

5. Warga Negara : Indonesia

6. Pekerjaan : Petani

7. Pendidikan terakhir : SMP

8. Bahasa yang dikuasai : Bahasa Dawan dan Bahasa Indonesia

9. Bahasa yang digunakan dalam lingkungan keluarga sejak kecil adalah

Bahasa Dawan

73
10. Bahasa yang digunakan dalam lingungan masyarakat adalah Bahasa

Dawan

Informan III

1. Nama : Oce Betty

2. Jenis Kelamin : Perempuan

3. Tempat Lahir/ umur : Lanu/ 34

4. Tempat Tinggal : Lanu

5. Warga Negara : Indonesia

6. Pekerjaan : Perangkat Desa di kantor Desa Lanu

7. Pendidikan Terakhir : S1

8. Bahasa yang dikuasai : Bahasa Dawan dan Bahasa Indonesia

9. Bahasa yang digunakan dalam lingkungan keluarga sejak kecil adalah

bahasa Dawan

74
10. Bahasa yang digunakan dilingkungan masyarakat adalah Bahasa Dawan

dan Bahasa Indonesia

Informan IV

1. Nama : Simon Sele

2. Jenis Kelamin : Laki-Laki

3. Tempat Lahir/ Umur : Lanu/ 30

4. Tempat Tinggal : Lanu

5. Warga Negara : Indonesia

6. Pekerjaan : Petani

7. Pendidikan Terakhir : SMP

8. Bahasa yang dikuasai Bahasa Dawan dan Bahasa Indonesia

9. Bahasa yang digunakan dilingkungan keluarga sejak kecil adalah Bahasa

Dawan

75
10. Bahasa yang digunakan dalam lingkungan masyarakat adalah Bahasa

Dawan dan Bahasa Indonesia

Daftar Pertanyaan

A. Aktivitas
1. Bangun tidur : [fenfen]
2. Bekerja : [meup], [bain], dan [soen]
3. Berbicara : [uab] dan [molok]
4. Berbaring : [tanoni]
5. Berkelahi (fisik) : [matuf] dan [mafius]
6. Berkelahi (dengan kata-kata) : [matoe], [mahek], dan [ma aka]
7. Berlari : [taen] dan [nahopu]
8. bertanya : [natan]
9. Bertemu : [taeuk], [tatef], dan [tatoko]
10. Cuci tangan : [tafanu nimak] dan [faes nimak]
11. Cuci pakaian : [faes blua] dan [faes bale]
12. Datang : [nem], [om] dan [tem]
13. Duduk : [tok] dan [tunom]
14. Ingat : [tamnau] dan [tatenab]
15. Mencari : [nami] dan [poe]
16. Jatuh (barang) : [tamofu]

76
17. Jatuh (orang) : [nfom] dan [bel]
18. Lupa : [nikan] dan [apnik]
19. Makan : [bukae],[tah], dan [mua]
20. Pergi : [nao]
21. Marah : [tato]
22. Minum : [miun] dan [mu soba]
23. Melempar : [poel]
24. Melihat : [fua] dan [nu]
25. Memasak nasi : [nahan ane] dan [nahan nasi]
26. Membawa : [neki]
27. Membawa (dengan tangan) : [na neki] dan [nait neki]
28. Membawa (dengan kepala) : [nsuh]
29. Membawa (dengan pundak) : [laoi]
30. Membersihkan : [naknino] dan [nasona]
31. Memberi : [nfe] dan [nona]
32. Mendengar : [nen] dan [tatnin]
33. Memegang : [tna]
34. Mengaruk :[fo] dan [kao]
35. Menghidupkan lampu : [tamoin paku] dan [tapin paku]
36. Menjemur : [hoe]
37. Menyuruh : [lenu]
38. Selamatan : [topu]
39. Tendang : [tatik]
40. Tidur : [tup]
B. Alat-Alat Rumah Tangga
41. Bokor : [bokor]
42. Cobek : [cobe]
43. Dandang : [dandang]
44. Gayung : [gayung]
45. Kain penutur jendela : [kain jendela]
46. Kain penutup pintu : [kain pintu]
47. Kipas : [kipas]
48. Panci : [panic]
49. Piring : [pika]
50. Periuk : [nai]
51. Sedok : [sunu]
52. Sendok nasi : [sun nasi]
53. Sendok sayur : [sun sayur]
54. Serok : [serok]
55. Selimut : [tanusat] dan [mau]

77
56. Tempat tidur : [hala tupa] dan [hal koi]
57. Parang : [suni] dan [benas]
58. Gelas : [mok] dan [klas]
59. Tikar : [benat] dan [nahe]
C. Bagian-Bagian Rumah
60. Atap : [penen] ddan [poaf]
61. Tembok : [tembok]
62. Halaman depan : [muka]
63. Halaman belakang : [belakang]
64. Jemdela : [kiso]
65. Kamar tidur : [kean]
66. Kamar mandi : [kamar mandi]
67. Pagar : [pagar]
68. Lantai : [lantai]
69. Meja ; [mei]
70. Kursi : [toko] dan [kursi]
71. Pintu : [eno]
72. Ruang tamu : [ruang tamu]
73. Teras : [teras]
74. Tiang : [nih]
D. Bagian-Bagian Tubuh
75. Alis : [matan tonek]
76. Bahu : [benak]
77. Betis : [pik] dan [fiti]
78. Bibir : [luluk]
79. Dada : [basak]
80. Dagu : [suik]
81. Darah : [na]
82. Gigi : [nisik]
83. Gusi : [nalak]
84. Hati : [hati]
85. Hidung : [panaf]
86. Jari : [nimak knulat]
87. Kepala : [nakaf]
88. Ketiak : [sninik]
89. Kulit : [pasu]
90. Kumis : [sukun]
91. Leher : [to’ak]
92. Lengan : [sbetak]
93. Lidah : [maf]

78
94. Mata : [mataf]
95. Mata kaki : [haek funufuan]
96. Paha : [pusuf]
97. Pantat : [bu’uk]
98. Pusar : [usaf]
99. Rambut : [nak funu]
100. Tanda lahir : [ina] dan [ine]
101. Telinga : [lukek]
102. Urat : [uat]
103. Usus : [teif]
E. Binatang
104. Anjing : [asu]
105. Anak anjing : [aus ana]
106. Anak ayam : [maun ana]
107. Anak kucing : [meo ana]
108. Anak kutu : [kua]
109. Anak sapi : [bia ana]
110. Ayam betina : [maun enaf] dan [maun opu]
111. Ayam jantan : [maun nai]
112. Babi : [fafi]
113. Bebek : [bebe]
114. Kucing : [meo] dan [puis]
115. Kutu : [hutu]
116. Kuda : [bikase]
117. Kambing : [bibi]
118. Lalat : [ ak beo]
119. Nyamuk : [basi]
120. Monyet : [kelo]
121. Sapi : [bia]
122. Ular : [umeke]
F. Kata ganti dan sapaan
123. Dia : [pai lena]
124. Bapak (untuk orang lain) :[
125. Kamu : [ho] dan [hi]
126. Kita : [hit]
127. Panggilan untuk anak laki-laki : [an mone] dan [li’an mone]
128. Panggilan untuk anak perempuan : [an feto] dan [li’an feto]
129. Saya : [au]
130. Kami : [hai] dan [hit]
G. Musim, waktu, benda alam, arah, dan keadaan alam

79
131. Air : [oe]
132. Api : [ai]
133. Atas : [atnah] dan [fafo]
134. Awan : [nope]
135. Barat : [barat]
136. Batu : [fatu]
137. Bawah : [ah bona] dan [pinaf]
138. Besok : [noka]
139. Bintang : [kfu]
140. Bulan : [funan]
141. Darat : [meto]
142. Deras (hujan) : [naula naek]
143. Dua hari yang lalu : [fin nenof na]
144. Dua hari yang mendatang : [nokam man meo]
145. Embun : [tasi]
146. Guntur : [nalot]
147. Hari : [neno]
148. Hujan : [ulan]
149. Hutan : [puat], [nasi], dan [lamu]
150. Jalan : [lanan] dan [opa]
151. Kabut : [nanipu]
152. Kanan : [neu]
153. Kiri : [li]
154. Kemarin : [fin neonnai]
155. Kilat : [naken]
156. Langit : [neno tunan]
157. Lapangan : [lapangan]
158. Malam : [fai]
159. Mata hari : [manas]
160. Pagi : [noknoka]
161. Selatan : [selatan]
162. Siang : [neno namteut]
163. Sore : [neno maben]
164. Sungai : [noe]
165. Tanah : [nain]
166. Timur : [timur]
167. Utara : [utara]
H. Pakaian, perhiasan, kosmetik
168. Anting : [falo]
169. Bedak : [bedak]

80
170. Baju : [fanu]
171. Beha : [kutan] dan [beha]
172. Celana : [noso] dan [saki]
173. Celana dalam : [nos nanaf]
174. Celana pendek : [nos tuka]
175. Celana panjan : [nosom nanu]
176. Cincin : [kleni]
177. Kalung : [heke]
178. Kaos kaki : [kos kaki]
179. Lipstik : [lipstick] dan [bibir merah]
180. Peniti : [foneti]
181. Pensil alis : [pensil alis]
182. Rok : [rok]
183. Sapu tangan : [lesu]
184. Setagen : [stagen]
185. Sisir : [kili]
I. Pertanian
186. Bawang merag : [pio me]
187. Bawan putih : [pio muti]
188. Galling : [hain] dan
189. Jagung : [pena]
190. Jagung muda : [pen mate]
191. Kapak : [fani]
192. Karung : [kalo]
193. Kebun : [lene] dan [poan]
194. Kacang tanah : [fukase]
195. Kacang hijau : [fuam nutu]
196. Lesung : [esu]
197. Lumpang : [hanu]
198. Melepas biji jagung dari tongkol : [tafoe pena]
199. Menanam jagung : [sen pena]
200. Patah jagung : [sek pena]
201. Parang : [suni] dan [benas]
202. Pupuk : [pupuk] dan [leu]
203. Pisang : [uki]
204. Potong : [ote] dan [ketu]
205. Rambut jagung : [penasmala]
206. Tanah liat : [lokah]
207. Tanam : [sen] dan [lua]
208. Tongkol jagung : [pena likaf]

81
209. Tofa : [tof]
210. Siram : [poen]
211. Ubi : [laku]
212. Ulat : [kauna]
J. Sistem kekerabatan
213. Adik : [ole]
214. Adik dari suami/istri : [ ade ipar/ ade ipar]
215. Adik dari bapak/mama : [titi]
216. Anak dari anak : [upu]
217. Anak dari cucu : [upu til nua]
218. Anak dari saudara kandung : [tata in anah]
219. Anak dari saudara bapak/mama : [anah]
220. Anak tertua : [anaet]
221. Anak termuda : [kliko]
222. Bapak dari bapak/mama : [bai]
223. Duda : [banu]
224. Istri/suami : [fe/mone]
225. Istri /suami dari anak : [nane /moen feo
226. Janda : [banu]
227. Kaka laki-laki : [tat atoni]
228. Kaka laki-laki dari bapak/mama : [bapak besar/om]
229. Kaka perempuan : [tat feto]
230. Kaka perempuan dari bapak/mama : [tanta/ mam besa]
K. Lain-lain
231. Minyak : [mina]
232. Bensin : [bensin]
233. Gereja : [klei]
234. Sekolah : [skola]
235. Pasar : [basak], [masa] dan [pasar]
236. Lapar : [umnah]
237. Sombong : [namok on]
238. Menari : [nasbo] dan [taibiul]
239. Pencuri : [nabak] dan [nabkao]
240. Uang : [loit]
241. Sopi : [tua]
242. Jam : [leku] dan [tabu]
243. Sandal : [teli]
244. Payung : [tenuk]
245. Plastik : [kantung]

82
INSTRUMEN KETERANGAN TENTANG INFORMAN

1. Nama :
2. Tempat tinggal :
3. Jenis kelamin :
4. Tanggal lahir / umur :
5. Tempat tanggal lahir :
a. Desa :
b. Kecamatan :
c. Kabupaten :

6. Bahasa Ibu :
7. Asal Orang Tua : a. bapak :
b. ibu :

8. Pendidikan :
9. pekerjaan :
10. Tinggal di Desa ini sejak :
11.

83
84

Anda mungkin juga menyukai