SKRIPSI
Diajukan sebagai Persyaratan dalam Penyelesaian Program Sarjana (S-1)
PendidikanBahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah
Oleh
RATNATUL FAIZAH
E1C 010 027
UNIVERSITAS MATARAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA,SASTRA INDONESIA, DAN
DAERAH
2014
i
DEPARTEMEN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS MATARAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
Jl. Majapahit No. 62 Telp.(0370) 623873 Fax. 634918 Mataram
NTB. 83125
HALAMAN PERSETUJUAN
Judul
Mengetahui,
ii
DEPARTEMEN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS MATARAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
Jl. Majapahit No. 62 Telp.(0370) 623873 Fax. 634918 Mataram
NTB. 83125
HALAMAN PENGESAHAN
STRUKTURAL
Mengetahui,
Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Mataram
iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO : “be my self” and “never give up”. Sesungguhnya Allah SWT lebih
mengerti dari siapapun dengan memberikan apa yang kita butuhkan bukan yang
kita inginkan
PERSEMBAHAN :
banyak memotivasi selama ini. Oleh karena itu dengan segala ketulusan hati
1. Ibu dan Bapakku tercinta (Ripdah dan Ripa’ah) terimakasih yang tak
terhingga telah menjadi motivasi terbesar dalam hidupku, dan atas segala
yang lain yang tidak bisa aku sebut satu persatu (Aku bangga bisa lahir
4. Sahabat ‘RISU’ ( Ratna, Irni, Santi, Us) yang selalu menemaniku dengan
iv
6. Seseorang yang telah menjadi sahabat terbaik yang selalu setia di
v
KATA PENGANTAR
memenuhi salah satu persyaratan perolehan gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.) pada
Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas
Mataram.
hambatan dan kendala. Berkat bantuan, dukungan serta doa dari berbagai pihak,
akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini
2. Bapak Dr. H. Wildan, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
3. Ibu Dra. Siti Rohana Hariana Intiana, M.Pd. selaku Ketua Jurusan Pendidikan
vi
5. Bapak Dr.H.Muhammad Sukri,M.Hum selaku Dosen Pembimbing I (terima
kasih atas arahan dan telah menjadi orang yang selalu menginspirasi serta
memberikan bimbingannya);
7. Bapak dan ibu Dosen Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah yang
8. Staf dan pegawai FKIP yang telah membantu mahasiswa dalam pengurusan
sehingga di dalamnya masih terdapat banyak kekurangan baik dari segi isi
maupun penulisan. Oleh karena itu, masukan berupa saran dan kritik yang
acuan pada penulisan selanjutnya. Semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi
Penulis
vii
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG
BI : Bahasa Indonesia
BD : Bentuk Dasar
MB : Morfem Bebas
KPK : Kaidah Pembentukan Kata
N : Nomina
Adj : Adjektiva
V : Verba
Num : Numeralia
’…’ : Tanda petik dua menunjukkan bahwa bentuk yang diapitnya merupakan
makna dari suatu bentuk.
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL…………………………………………………….. i
ABSTRAK ……………………………………………………………… xi
BAB I PENDAHULUAN
2.2.2 Morfologi…………………....................................... 12
ix
BAB III METODE PENELITIAN
BAB IV PEMBAHASAN
BAB V PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
x
KENDALA-KENDALA MORFOFONEMIK LEVEL AFIKASI BAHASA
INDONESIA SEBUAH KAJIAN MORFOLOGI STRUKTURAL
ABSTRAK
xi
BAB I
PENDAHULUAN
pikiran yang tidak dimiliki oleh makhluk lainnya. Akal pikiran tersebut digunakan
dalam kehidupan sehari-sehari baik untuk diri sendiri maupun hubungan sosial
berbeda antara satu dengan yang lain, namun disisi lain semua bahasa-bahasa
berbagai suku bangsa yang memiliki keanekaragaman baik dari adat istiadat
maupun bahasanya, yang biasa disebut sebagai bahasa daerah yang merupakan
ciri khas dari setiap daerah tersebut. Selain memiliki bahasa daerah dengan
bahasa persatuan yaitu bahasa Indonesia (selanjutnya disingkat BI) sebagai bahasa
dari daerah lain. Setiap warga negara harus menguasai atau harus mengerti dan
bicara dari daerah lain, karena tidak semua bahasa atau dialek memiliki tingkat
tepat dipengaruhi oleh bahasa asing melalui perkembangan IPTEK yang sangat
pesat dan diterima secara mentah oleh masyarakat akibatnya penggunaan BI baku
1
sekarang ini hanya untuk berkomunikasi dalam keadaan sangat formal. Pada
mampu berkomunikasi dengan lawan bicara yang memiliki varian bahasa yang
berbeda baik dalam kondisi formal maupun nonformal. Tidak hanya sampai
struktur internal bahasa atau kata yang digunakan dalam berkomunikasi agar
BI dirasakan sudah cukup. Selain itu penutur tidak tertarik mempelajari bahasa
yang mereka gunakan karena ada anggapan terhadap pandangan historis pada
Hal ini sebenarya tidak benar, yakni: perubahan bahasa merupakan ranah empirik
yang releven bagi ahli-ahli bahasa yang ingin mengembangkan pemikiran yang
2010:249).
kata yang telah dibentuk akan berterima. Varian baru yang dimaksud seperti pada
kata ngalah yang meupakan prefiksasi dengan pelekatan morfem afiks {ŋ-}
2
dengan bentuk dasar (yang selanjutnya disingkat BD) /kalah/ atau dalam kaidah
afiks {ŋ-} memiliki padanan dalam pembentukan kata BI baku dengan morem
afiks {məŋ-}. Adapun dalam sufiksasi, misalnya kata ambilin yang terbentuk
gabungan morfem afiks {-in} dengan BD /ambil/ jika dalam proses pembentukan
in} memiliki padanan dalam pembentukan kata BI baku dengan morem afiks {-
pada kata-kata yang terdapat dalam BI. Selain karena BI merupakan bahasa yang
afiksasi karena kalimat lebih banyak ditentukan oleh afiksasi. Afiksasi merupakan
terdahulu, lebih banyak peneliti yang meneliti bahasa daerah yang mengkaji
tentang afiks dan morfofonemik , namun hal yang biasanya menjadi kajian
peneliti sebelumnya adalah mengenai bentuk dari objek penelitiannya. Selain itu
masalah kebahasaan lainnya dalam BI dianggap telah selesai karena banyak buku
atau banyak para ahli yang menjelaskan mengenai permasalahan dalam BI.
Namun tanpa disadari masalah kebahasaan dalam BI masih banyak yang belum
3
dianalisis terutama oleh mahasiswa yang menyelesaikan tugas akhirnya karena
anggapan yang telah dijelaskan tersebut. Oleh karena itu peneliti mengambil objek
level afiksasi?
level afiksasi.
sebagai berikut :
4
1.4.1 Manfaat Teoritis
morfofonemik level afiksasi bahasa Indonesia. Selain itu penelitian ini dapat
relevan, serta penelitian ini dapat menarik perhatian para peneliti yang tertarik
pada bidang linguis untuk meneliti permasalahan yang ada pada bahasa Indonesia
5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
penelitian yang akan dilakukan peneliti sekarang ini, namun terdapat juga
Husna tentang Morfofonemik Bahasa Sasak Sedau terdapat tiga perubahan fonem
salah satunya yaitu, apabila ada prefiks {N-} melekat pada morfem- morfem yang
memiliki fonem awal {t, p, k, s, dan c} sehingga fonem awal morfem tersebut
penelitian yang dilakukan peneliti pada saat ini, tetapi dari bahasa yang dikaji
dilakukan oleh Muammar dengan menggunakan metode simak dan cakap dalam
menggunakan beberapa tehnik dalam menganalisis data, yaitu tehnik urai pilih
6
atau diksi, tehnik penyisipan atau intrupsi, serta pembalikan urutan dan permutasi.
Selain itu dua penelitian di atas juga penelitian terhadap bahasa Indonesia
Bentuk Dasar yang Berfonem Awal (k, t, s, p) dalam Bahasa Indonesia dan
proses peluluhan tetapi ada data yang tidak mengalami peluluhan fonem.
oleh :
c. Adanya kesulitan dalam pelafalan kata jadian yang terdiri atas empat
d. Akan hilangnya keaslian dan keutuhan bentuk dasar dari kata tersebut
7
Penelitian tersebut sangat relevan dengan peneletian yang akan dilakukan
dilakukan oleh Fitriani salah satu kendala morfofonemik namun hanya saja
2.2.1 Fonologi
Istilah fonologi berasal dari bahasa Yunani yaitu phone = ‘bunyi’, logos =
‘ilmu’. Secara harfiah, fonologi adalah ilmu bunyi. Fonologi merupakan bagian
dari ilmu bahasa yang mengkaji bunyi. Objek kajian fonologi yang pertama bunyi
bahasa (fon) yang disebut tata bunyi (fonetik) dan yang kedua mengkaji fonem
yang disebut tata fonem (fonemik). Bahasa terdiri atas beberapa perangkat, mulai
dari perangkat yang terkecil hingga yang lebih besar. Perangkat bahasa yang
terkecil disebut bunyi. Bunyi inilah yang menjadi bahan kajian dari fonologi.
Para ahli berpendapat mengenai pengertian fonologi antara lain; menurut Verhaar
fonologi, yang secara etimologi terbentuk dari kata fon yaitu bunyi, dan logi yaitu
mempelajari dasar bahasa, yaitu bunyi. Secara hierarki fonologi memili dua
8
1) Fonetik
2012). Sedangkan menurut Verhaar Fonetik adalah cabang ilmu lingistik yang
meneliti dasar “fisik” bunyi-bunyi bahasa. Ada dua segi “ fisik” tersebut, yaitu:
bahasa; dan sifat-sifat akustik bunyi yang telah dihasilkan. Dasar yang pertama
yang kedua, fonetik disebut “fonetik akustik” karena karena menyangkut bunyi
Sedangkan menurut Chaer terdapat satu lagi jenis fonetik selain dua jenis
a. Fonetik Artikulatoris
b. Fonetik Akustik
9
partikel yang lain itu mendesak partikel udara yang lain lagi, dan
c. Fonetik Auditoris
menjadi kajian dari ilmu linguistik. Yang menjadi kajian dari ilmu
penghasilan bunyi. Fonetik akustik dikaji oleh ilmu fisika atau ilmu
2) Fonemik
berfungsi membedakan makna kata. Misalnya pada dua kata yang berbeda seperti
kata iba dan ibu. Dari dua kata tersebut hampir sama, masing-masing terdiri dari
Perbedaan dari dua kata tersebut terdapat pada bunyi [a] dan bunyi [u].
Oleh karena itu bunyi [a] dan bunyi [u] merupakan fonem karena kedua bunyi
10
Ucapan sebuah fonem dapat berbea-beda sebab sangat tergantung pada
bahasa tertentu dijumpai perubahan fonem yang mengubah identitas fonem itu
menjadi fonem yang lain. Terdapat beberapa jenis perubahan fonem menurut
d. Kontraksi
Dalam bahasa Indonesia terdapat tiga jenis fonem yaitu fonem vokal,
1) Fonem Vokal
[I], [e], [ɛ], [a], [i], [ə], [u], [U], [o], dan [ɔ]. Diantara sebelas bunyi vokal
ini, hanya lima buah yang terbukti menjadi fonem. Prinsip yang digunakan
prinsip variasi bebas dan prinsip pasangan minimal. Bunyi vokal yang
dimaksud adalah : bunyi vokal [i]-[I], bunyi vokal [u]-[U], bunyi vokal [e,
11
2) Fonem Konsonan
/b/, /t/, /d/, /c/, /j/, /m/, / ñ /, /ŋ/, /n/, /s/, /r/, /l/, /k/, /g/, dan /h/.
distribusi yang tidak lengkap. Hal ini disebabkan karena baik bunyi
maupun fonem semi konsonan hanya ditemukan diawal dan tengah kata.
Fonem semi konsonan terdiri dari fonem /w/ dan /y/ saja.
2.2.2 Morfologi
Istilah ‘morfologi’ telah diambil alih oleh biologi yang digunakan untuk
pertama yang terekam adalah dalam tulisan dari penyair-penyair dan penulis
Jerman Goethe pada tahun 1796. Lantas pertama kali digunakan untuk tujuan
linguistik pada tahun 1859 oleh seorang ahli bahasa berkebangsaan Jerman
bernama August Schleicher (lihat Sukri, 2010) guna mengacu pada studi terhadap
bentuk kata-kata. Dalam ilmu bahasa dewasa ini, istilah ‘morfologi’ mengacu
pada kajian atau studi tentang struktur internal kata-kata, dan tentang
struktur internal kata serta korespondensi antar bentuk makna kata-kata secara
12
sistematis. Sedangkan menurut Kridalaksana (dalam Rohmadi,dkk. 2010)
kombinasi-kombinasinya.
terikat maupun morfem bebas dan segala bentuk dan jenisnya. Jadi, morfologi
morfologi adalah morfem, yaitu bentuk terkecil yang mempunyai makna. Satuan-
satuan beli, buku, pasar, toko, meng-, ber- dsb merupakan contoh dari morfem.
Morfem terdiri dari morfem terikat dan morfem bebas. Morfem terikat merupakan
morfem yang harus didampingi oleh morfem lain agar jelas fungsi dan maknanya.
Contohnya morfem ber-, morfem tersebut tidak akan jelas maknanya jika berdiri
sendiri. Jadi morfem ber- harus dilekatkan dengan morfem yang lain (morfem
Selain berupa afiks morfem terikat juga dapat berupa klitik. Klitik menurut Sukri
(2008) merupakan satuan terikat yang memilik arti leksikal. Contoh morfem yang
berupa klitika yaitu –ku dalam sepedaku, -nya dalam rumahnya. Sedangkan
morfem bebas merupakan morfem yang dapat berdiri sendiri dalam kalimat tanpa
13
Bentukan kata-kata yang terjadi pada morfem bebas dan morfem terikat
1. Afiksasi
2. Reduplikasi
3. Komposisi
5. Pemendekan.
Selain itu pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh Sukri tentang
1.Proses Afiksasi
2.Proses Reduplikasi
3.Proses Pemajemukkan
sama, namun peneliti menggunakan pendapat yang dikemukan oleh Sukri karena
lebih sederhana dan pemakaiannya sudah umum. Jadi dapat disimpulkan proses
14
morfologis dibagi menjadi tiga yaitu afiksasi, reduplikasi dan pemajemukkan.
yang diduplikasi itu sebagian baik disertai variasi fonem/segmen maupun tanpa
dasar dengan morfem dasar, baik yang bebas maupun terikat, sehingga terbentuk
sebuah konstruksi yang memiliki identitas leksikal yang berbeda atau baru.
2.2.3 Afiksasi
Verhaar (2008) adalah morfem terikat yang dapat ditambahkan di awal kata
(prefiks) di dalam proses yang disebut prefiksasi, di akhir kata (sufiks) yang
disebut sufiksasi, sebagian di awal kata sebagian di akhir kata (konfiks) di dalam
proses yang disebut konfiksasi, atau di dalam kata itu sendiri sebagai suatu sisipan
Afiksasi tidak lain adalah proses pembubuhan atau pelekatan afiks pada
bentuk/morfem dasar; baik morfem dasar itu berwujud bentuk tunggal maupun
sisni ialah pembubuhan morfem afiks {ber-} dengan morfem/bentuk dasar sepeda
sehingga menghasilkan kata bersepeda, {ber-} dengan morfem atau bentuk dasar
tiga sehingga menghasilkan kata bertiga dan seterusnya. Perlu kiranya diketahui
di sini bahwa dalam bahasa Indonesia, tidak semua afiks yang dilekatkan pada
15
morfem dasar dapat menghasilkan kata meski dilekatkan dengan bentuk/ morfem
dasar tertentu. Dalam bahasa Indonesia misalnya, morfem afiks {per-}, {-kan},
dan {-i} yang dilekatkan dengan bentuk dasar yang menghasilkan pokok kata:
kompleks. Misalnya, pembubuhan afiks meN- pada bentuk dasar jual menjadi
menjual, benci menjadi membenci, tari menjadi menari, peluk menjadi memeluk,
Pembubuhan afiks ber- pada dasar main menjadi bermain, sekolah menjadi
bersekolah, sepeda motor menjadi bersepeda motor, main peran menjadi bermain
dapat terjadi pada bentuk linguistik berupa bentuk tunggal seperti jual, benci,
masak, tari, baca, main, dan sekolah serta bentuk kompleks seperti bolak-balik,
16
a) Prefiksasi
dasar). Prefiks juga disebut awalan atau yang lebih lazim disebut awalan
(Rohmadi,dkk. 2010).
Contoh :
hanya dengan morfem dasar rokok [roko?] ‘rokok’ setelah bergabung dengan
morfem afiks {məŋ-}, dan {pəŋ-} pada BD yang berawal vokal tidak
17
b) Infiksasi
(Rohmadi,dkk. 2010).
infiks yang disisispkan pada morfem dasar hanya diperoleh menyela segmen
c) Sufiksasi
dasar). Sufiks disebut juga imbuhan akhir atau lebih lazim disebut akhiran
dan sufiks /-kan/, /tiduri/ [tiduri] terdiri atas morfem dasar /tidUr/ ‘tidur’ dan
18
pakaian’ terdiri atas morfem dasar /jemur/ ‘jemur’ dan sufiks /-an/ begitu pula
d) Konfiksasi
Konfiks ialah imbuhan gabungan antara prefiks dan sufiks. Kedua
macama afiks tersebut melekat secara bersamaan pada suatu bentuk dasar
dari morfem dasar /mandi/ ‘mandi’ dan konfiks [pəŋ-/-an]. Dalam bahasa
2.2.4 Morfofonemik
tentang struktur internal kata. Sedangkan fonologi adalah cabang ilmu bahasa
19
Morfofonemik adalah proses berubahnya suatu fonem menjadi fonem
yang lain sesuai fonem awal atau fonem yang mendahuluinya (Alwi,2003). Hal
adalah proses berubahnya suatu fonem menjadi fonem lain sesuai dengan fonem
awal kata yang bersangkutan. Sukri (2008) dalam buku Morfologi Sebuah Kajian
melibatkan kajian antara morfologi dan fonologi. Hampir sama dengan Sukri,
1) Pemunculan fonem
20
2) Pelesapan fonem
3) Peluluhan fonem
4) Perubahan fonem
5) Pergeseran fonem
Jos Daniel Parera dalam bukunya yang berjudul Morfologi tahun 1988
1. Asimilasi
dalam bahasa Indonesia, misalnya pada kata imperfek terdapat dua morfem
yakni /im/ dan /perfek/. Morfem im- adalah alomorf dari prefiks in- yang
Perubahan /n/, sebuah bunyi sengau dental yang bersuara, menjadi /m/,
mendekati dan menyerupai /p/, sebuah bunyi hambatan yang juga bilabial.
2. Disimilasi
21
misalnya proses ber + ajar – belajar. Bunyi /r/ yang berdekatan
3. Elipsis
dalam proses pembentukan kata salah satu bunyi itu tanggal atau hilang.
Contoh dalam bahasa indonesia, misalnya ber- + kerja > bekerja. Disini
4. Metatesis
suatu bahasa. Dalam bahasa Indonesia kita jumpai /lemari/ yang berasal
5. Sandi
sintesis dua fonem vokal atau lebih menjadi satu fonem vokal. Contoh
bhina + ika. Disini bunyi vokal /a/ bertemu /i/ dan kemudian lebur
menjadi /e/.
dan Muslich dalam buku yang berbeda memiliki pendapat yang sama
22
1) Proses perubahan fonem
dasar.
pembantu.
fonem.
23
3) Proses penghilangan fonem
penghilangan fonem.
pada ragam bahasa seseorang atau sekelompok orang sebagaimana terjadi (KBBI.
2012).
terbagi menjadi 3 bagian yaitu idiosinkresi fonologi, leksikal, dan semantik. Pada
penggunaan istilah idiosinkresi leksikal pada penelitian ini akan digunakan istilah
kaidah gramatika pada tataran morfologi. Demikian pula dengan semantik yaitu
24
2.2.6 Definisi Kendala
dalam penelitian ini yaitu, keanehan yang berupa idiosinkresi linguistik yang
membatasi kata yang terbentuk dari pelekatan morfem afiks dengan bentuk dasar
tersebut yaitu :
disingkat KPK)
3) Filter (Saringan)
4) Dictionary (kamus)
Daftar Penyaring
Morfem KPK Kamus
(DM)
25
Daftar morfem terdiri atas morfem terikat dan morfem bebas, morfem
bebas (selanjutnya disingkat MB) ini akan dilekatkan dengan morfem terikat yang
kaidah tentang pembentukan kata dari morfem terikat dan morfem bebas yang ada
pada DM. selanjutnya DM dan KPK akan membentuk kata-kata yang potensial
kamus. Jika setelah mengalami pembentukan kata pada KPK , apabila kata
bentukan tersebut tidak ada idiosinkresi maka kata tersebut akan disimpan di
dalam kamus, tetapi jika pada kata tersebut mengalami idiosinkresi akan tetap
26
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian tidak lain adalah ikhtiar manusia yang dilakukan dalam upaya
pemecahan masalah yang dihadapi. Namun tidak semua kegiatan yang dilakukan
masalah yang ingn dicari jawabannya serta prosedur yang digunakan dalam
penelitian tersebut (Mahsun, 2012). Penelitian yang dimaksudkan dalam hal ini
Mahsun, 2012) adalah penelitian yang sistematis, terkontrol, empiris, dan kritis
penelitian bahasa adalah penelitian yang sistematis, terkontrol, empiris, dan kritis
terhadap terhadap objek sasaran yan berupa bunyi tutur (bahasa). Terdapat dua
bidang ilmu linguistik yang menjadi kajian para peneliti bahasa, yaitu linguistik
sinkronis dan linguistik diakronis. Linguistik sinkronis adalah bidang ilmu bahasa
atau linguistik yang mengkaji sistem bahasa pada waktu tertentu, sedangkan
bahasa dari satu masa ke masa yang lain, serta menyelidiki perbandingan bahasa
dengan bahasa yang lain (Mahsun, 2012). Pada penelitian ini, peneliti meneliti
bahasa sinkronis terhadap bahasa Indonesia dalam kurun waktu tertentu yang
bersifat deskriptif.
27
3.2 Populasi dan Sampel Penelitian
individu dari segi-segi tertentu bahasa (Edi Subroto, 2007:36). Misalnya, dalam
penelitian ini, peneliti akan meneliti bahasa Indonesia. Maka yang menjadi
penutur asli bahasa Indonesia baik yang diungkapkan secara tertulis maupun lisan.
penelitian bahasa, populasi terkait dengan dua hal, yaitu satuan penutur dan satuan
sebagai keseluruhan individu yang menjadi anggota masyarakat tutur bahasa yang
akan diteliti dan menjadi sasaran penarikan generalisasi tentang seluk beluk
(Mahsun, 2012).
pakai bahasa yang menjadi objek penelitian sebagai wakil yang memungkinkan
digunakan dalam penelitian ini adalah penutur asli bahasa Indonesia yang
langsung (televise dan radio). Selain itu peneliti juga mengambil sampel data dari
28
bahasa secara tulisan yaitu kesusastraan (cerpen dan novel modern) dan media
teknik yang dapat digunakan pada tahapan penyediaan data sebagai berikut:
dirinya hanya sebagai pengamat,dalam arti ia tidak perlu terlibat dalam peristiwa
penggunaan bahasa yang diteliti dan (2) peneliti dapat memandang dirinya
disamping sebagai pengamat juga terlibat dalam penggunaan bahasa yang diteliti
karena ia sendiri memang menguasai dan dapat menggunakan bahasa yang diteliti
(Sudaryanto,1933: 153 dalam Mahsun, 2010). Dalam penelitian kali ini peneliti
peneliti memiliki pandangan pada poin 2 yaitu peneliti memandang dirinya juga
29
Berbeda dengan faktor pertama, faktor kedua yang menentukan wujud
metode dan teknik penyediaan data adalah jenis bahasa (objek ilmiah) yang diteliti
lebih bersifat objektif. Dalam faktor ini setidak-tidaknya terdapat tiga jenis bahasa
yang diteliti ditinjau dari aspek kadar distansi tersebut,yaitu (a)bahasa yang kadar
dikuasai secara aktif oleh si peneliti; (b)bahasa yang kadar distansinya cukup
dikuasainya; dan (c)bahasa yang kadar distansinya sangat jauh,dalam arti bahasa
Dari ketiga faktor tersebut peneliti meneliti bahasa yang kadar distansinya
cukup dekat sengan menguasai bahasa secara aktif, sehingga dalam penelitian ini
teknik dasar berupa tehnik sadap. Tehnik sadap pada hakikatnya penyimakan
dilakukan dengan cara menyadap bahasa seseorang baik berupa bahasa lisan
maupun bahasa tertulis. Teknik sadap memiliki beberapa teknik lanjutan berupa
teknik simak libat cakap, simak bebas libat cakap, catat, dan tehnik rekam.
lanjutan yaitu teknik simak bebas libat cakap, dan teknik catat. Teknik lanjutan
simak bebas libat cakap digunakan karena peneliti hanya berperan sebagai
30
pengamat penggunaan bahasa, seperti mendengarkan percakapan dari media
elektronik (tv dan radio) jika datanya berupa lisan dan membaca sumber data
digunakan teknik catat untuk mencatat kata yang menjadi data si peneliti.
yang ditempuh dalam pengumpulan data itu adalah berupa percakapan antara
mngandung arti terdapat kontak antar mereka. Metode cakap memiliki teknik
penelitian kali ini peneliti langsung bertatap semuka dengan pengguna bahasa
sebagai informan untuk menanyakan data yang ingin diperoleh peneliti dengan
Ada beberapa teknik yang dapat digunakan dalam memancing data yang
diharapkan dari informan oleh seorang peneliti dengan menggunakan teknik cakap
31
d. Teknik Lanjutan Bawahan: Sisip
Dari kelima tehnik di atas, pada penelitian ini, peneliti mengunakan salah
satu tehnik tersebut, yaitu tehnik lanjut bawahan; ganti. Teknik bawahan ganti
juga dimaksudkan sebagai salah satu teknik penyediaan data yang dilakukan
berdasarkan data yang telah ada sebelumnya. Keberadaan data baru dimaksud
baik sebagai hasil penciptaan informan secara tidak sadar maupun karena
pancingan peneliti. Data baru sebagai data sandingan itu benar-benar bentuk
transformasi dari data sebelumnya dengan cara penggantian unsur yang menjadi
objek penelitian itu dalam deretan struktur dengan unsur lain. Hasilnya berupa
Dalam data yang akan dianalisis peneliti menyediakan data berupa data
yang berterima, kemudian diganti unsurnya. Apakah setelah data tersebut diganti
salah satu unsurnya tetap berterima atau menjadi data yang tidak berterima. Hal
penyediaan data, peneliti juga memperoleh data dari informan yang mengerti
tentang kebahasaan.
32
dan Kibric (1977) yaitu data introspektif dan data informan. Data introspektif
adalah data yang berupa putusan linguistik yang berasal dari penutur asli yang
sudah terlatih secara linguistis. Penutur asli yang dimaksud tidak lain adalah
peneiti itu sendiri yang memiliki kompetensi linguistik bahasa sasaran sedangkan
data informan merupakan data yang berupa putusan linguistik dan diperoleh dari
menggunakan metode introspektif dalam penelitian ini karena bahasa yang diteliti
data atau referensi yang relevan dan efekif. Studi pustaka dilakukan di
perpustakaan yang ada di sekitar daerah Mataram, baik yang berupa buku-buku
teori mapun hasil-hasil penelitian terdahulu yang berupa skripsi maupun tesis.
Metode analisis data dalam penelitian bahasa secara sinkronis terdapat dua
padan intralingual saja.Karena metode ini sesuai data yang ada serta sesuai
33
3.4.1 Metode Padan Intra Lingual
Padan merupakan kata yang bersinonim denga kata banding dan sesuatu
mengacu pada makna unsur-unsur yang berada dalam bahasa yang dibedakan
dengan unsur yang berada diluar bahasa(extra lingual). Jadi metode Padan Intra
unsur yang bersifat lingual,baik terdapat dalam satu bahasa maupun dalam
lambang-lambang.
34
2. Tanda asteris (*) digunakan untuk menunjukkan suatu bentuk
berbeda didalamnya.
lingual yang ada didalamnya yang disusun secara terlajur dapat dan
adalah morfem.
kebahasaan.
35
BAB IV
Hasil penelitian yang dimaksudkan dalam bab ini adalah sejumlah temuan
proses pengimbuhan yang terdiri atas beberapa proses yang berupa proses prefiks
tengah BD), sufiksasi (pelekatan morfem afiks di akhir BD), dan konfiks
disebut alomorf. Pada setiap pembentukan kata yang terjadi dari afiksasi akan
36
mengalami perubahan fonem terjadi pada morf {mən-}, {məm-}, {məñ-}.
Proses morfofonemik berupa perubahan fonem terjadi pada data (1), (2),
(3). Pada data (1), ketika morfem {məŋ-} dilekatkan dengan BD /tari/ yang
mengakibatkan fonem {ŋ} pada morfem {məŋ-} berubah menjadi fonem /n/
sehingga kata yang terbentuk bukan menjadi *mengtari tetapi menjadi kata
menari. Pada data (2), morfem {məŋ-} dilekatkan dengan BD /pilih/ yang
mengakibatkan fonem {ŋ} pada morfem {məŋ-} berubah menjadi fonem /m/
sehingga kata yang terbentuk bukan menjadi *mengpilih tetapi menjadi kata
memilih. Demikian juga dengan data (3), ketika morfem {məŋ-} dilekatkan
berubah menjadi fonem /ñ/ sehingga kata yang terbentuk bukan menjadi
Selain tiga data di atas pada masyarakat muncul varian baru karena
37
merupakan varian baru yang digunakan masyarakat dalam pembentukan kata
memiliki morf-morf berupa morf {pəŋ-}, {pən-}, {pə-}, {pəm}, {pəñ-}, dan
38
Perubahan fonem terjadi pada data (7) ketika morfem {pəŋ-} dilekatkan
dengan BD /tari/ menghasilkan kata penari bukan *pengtari karena fonem /ŋ/
dari morfem {pəŋ-} berubah menjadi fonem /n/. sementara itu pada data (8)
perubahan fonem pada morfem {pəŋ-} berupa perubahan fonem /ŋ/ sehingga
kata yang terbentuk dari pelekatan morfem prefiks {pəŋ-} pada BD /bunuh/
adalah pembunuh. Perubahan fonem lainnya ditunjukkan pada data (9) ketika
bentukan penyakit..
Morfem afiks {bər-} memiliki morf-morf berupa morf {bəl-}, {bə-), dan
morfem afiks {bər-} akan berubah menjadi {bəl-} ketika dilekatkan dengan
pada data (10) ketika morfem {bər-} dilekatkan dengan BD /ajar/. Pada proses
tersebut fonem /r/ pada morfem {bər-} berubah bentuk menjadi fonem /l/
39
2. Penambahan Fonem Pada Prefiksasi
Pada data (11) fonem {ŋ} pada morfem {məŋ-} bertambah menjadi fonem
/ŋə/ sehingga kata yang terbentuk bukan menjadi *mengtes tetapi membentuk
kata mengetes.Sama halnya dengan data (11), data (12) juga mengalami
peambahan fonem pada proses pembentukan kata dengan fonem /ŋ/ pada
morfem {məŋ-} bertambah menjadi fonem /ŋə/ sehingga kata yang terbentuk
40
(14) {pəŋ-} + [tIk] → [pəŋətIk] ‘pengetik’
Morf-morfnya diidentifikasi berupa :
[tIk] ‘tik’
{pəŋ-} ‘penge-‘
Sementara itu, penambahan fonem terjadi pada data (13) ketika morfem
dengan BD /cat/. Pada data (14), morfem afiks {pəŋ-} dilekatkan dengan BD
fonem berupa penambahan fonem /ŋ/ pada morfem prefiks {pəŋ-} menjadi
fonem /ŋe/.
pada data (15). Proses morfofonemik pada data (b) dengan morfem {məŋ-}
dilekatkan dengan BD /rayu/. Pada pembentukan kata tersebut fonem {ŋ} dari
morfem afiks {məŋ-} akan mengalami penghilangan fonem sehing morfem afiks
{məŋ-} menjadi morf {mə-} sehingga kata yang dibentuk bukan kata
41
Penghilangan fonem pada morfem afiks {pəŋ-} berupa penghilangan
membentuk kata pelarisesuai dengan data (16). Morfem afiks {pəŋ-} setelah
fonem /r/ sehingga menjadi morf {bə-}. Penghilangan fonem terjadi pada data
(17) berupa penghilangan fonem /r/ pada morfem {ber-} setelah dilekatkan
berawalan vokal dilekatkan dengan morfem afiks {məŋ-},. Pada morfem afiks
42
(19) {məŋ-} + [elak] → [məŋelak] ‘mengelak’
Morf-morfnya diidentifikasi berupa :
[elak] ‘antar’
{məŋ-} ‘meng-‘
kata.
43
(25) {bər-} + [ayUn] → [bərayUn] ‘berayun’
Morf-morfnya diidentifikasi berupa :
[ayUn] ‘ayun’
{bər-} ‘ber-‘
Selain morfem afiks {məŋ-}, {pəŋ-}, dan {bər-} terdapat morfem afiks
dalam prefiksasi BI berupa Morfem Afiks {tər-}, {di-}, {kə-} dan {sə-}.
Morfem {tər-}, {di-}, {kə-} dan {sə-} tidaklah sama dengan tiga morfem
dalam pembentukan kata setelah dilekatkan dengan BD. Adapun makna yang
perfektif, dan makna yang menyakatakan paling. Morfem {tər-} ketika memilki
44
kata bentukan yang menyatakan makna perfektif seperti terbagi, tergolong.
Sedangkan morfem {ter-} yang menyatakan makna paling yaitu pada kata
tertinggi, terendah.
hanya kata-kata tertentu yang mampu dilekatkan dengan infiks. Selain tidak
produktif infiks juga tidak mengalami perubahan bentuk atau tidak mengalami
proses morfofonemik. Infiks dalam bahasa Indonesia berupa {-ər-}, {-əl-}, dan {-
əm} yang berada di tengah bentuk dasar. Infiks hanya bisa disisipkan setelah
45
(34) {-əm} + [gurUh] → [gəmurUh] ‘gemuruh’
Morf-morfnya diidentifikasi berupa :
[gurUh] ‘guruh’
{-əm-} ‘-em-’
menyela konsonan pertama dari bentuk dasar, seperti BD /gigi/ disisipi oleh
morfem afiks {-ər-} yang menyela konsonan /g/ yang merupakan konsonan
pertama pada BD sehinnga membentuk kata gerigi. Namun jika morfem afiks {-
meghasilkan kata bentukan yang tidak berterima, seprti pada data (35), (36), (37).
Sufiksasi yaitu pelekatan morfem afiks pada akhir BD. Sufiks dalam
Proses pembentukan kata BI memiliki morfem afiks berupa {-kan}, {-i}, dan {-
an}. Dari ketiga morfem tersebut tidak ada yang mengalami perubahan,
46
(40) {-an} + [awal] → [awalan] ‘awalan’
Morf-morfnya diidentifikasi berupa :
[awal] ‘awal’
{-an} ‘-an’
bersamaan pada awal dan akhir kata dasar. Terdapat beberapa konfiks dalam BI
yang mampu membentuk kategori baru pada kata dasar yang telah dibubuhi oleh
{kə-an}, {pəŋ-an}, {pər-an}, dan {bər-an}. Pada pembubuhan konfiks ini terjadi
dilekatkan dengan bentuk dasar pada proses pembentukan kata menjadi {mən-
47
2) Perubahan Fonem pada Morfem Afiks {məŋ-i}
dilekatkan dengan bentuk dasar pada proses pembentukan kata menjadi {mən-
dilekatkan dengan bentuk dasar pada proses pembentukan kata menjadi {pən-
48
2. Penambahan Fonem pada Konfiksasi
berupa fonem /e/ sehingga morfem afiks tersebut membentuk morf menjadi
{məŋə-kan}.
kata ketika morfem afiks {məŋ-i} dilekatkan dengan BD. Penambahan fonem
tersebut yaitu berupa penambahan fonem /e/ pada morfem afiks {məŋ-i}
49
3. Penghilangan Fonem pada Konfiksasi
morf {mə-i}.
terjadi pada proses pembentukan kata ketika morfem afiks {pəŋ-an} dilekatkan
50
(55) {pəŋ-an} + [lari] → [pəlarian] ‘pelarian’
Morf-morfnya diidentifikasi berupa :
[lari] ‘lari’
{pəŋ-an} ‘me-an’
pada morfem afiks yang dilekatkan dengan BD. Meskipun demikian terdapat
dilekatkan dengan BD, seperti morfem afiks {məŋ-kan} (khusus morf {məŋ-
pembentukan kata. Berikut dipaparkan data morfem afiks yang tidak mengalami
proses morfofonemik.
51
4.2 Kendala-Kendala Morfofonemik Level Afiksasi Bahasa Indonesia
4.2.1 Kendala-Kendala Morfofonemik Level Prefiksasi
Morfem afiks {ŋ-} salah satu prefiks yang paling produktif dalam
kebakuan BI sudah tidak diperhatikan lagi. Hal ini terlihat dari banyaknya data
yang mewakili hal tersebut. Kata-kata yang menjadi data ini tidak hanya
ditemukan dalam bahasa lisan saja, tetapi banyak dijumpai juga dalam bahasa
berupa morf {ŋ-}, {m-}, {n-}, {ñ-}, { ŋe-}. Perubahan fonem pada morfem
afiks {ŋ-} setelah dilekatkan dengan BD tertentu akan menjadi morf {m-}, {n-
}, dan {ñ-}. Berikut akan dipaparkan data mengenai perubahan fonem pada
Daftar
KPK Penyaring Kamus
Morfem
Morfem
No.
terikat {ŋ-}
Morfem
Bebas
59 /tagih/ [ŋ- + [tagIh] [nagIh] ‘nagih’ nagih?
60 /tahan/ [ŋ- + [tahan] [nahan] ‘nahan’ nahan?
61 /tanam/ [ŋ- + [tanam] [nanem] ‘nanem’ nanam?
62 /tari/ [ŋ- + [tari] [nari] ‘nari’ nari?
63 /tarik/ [ŋ- + [tarIk] [narIk] ‘narik’ narik?
64 /taruh/ [ŋ- + [tarUh] [narUh] ‘naruh’ naruh?
65 /tebar/ [ŋ- + [təbar] [nəbar] ‘nebar’ nebar?
66 /tebus/ [ŋ- + [təbUs] [nəbUs] ‘nebus’ nebus?
67 /telan/ [ŋ- + [təlan] [nəlan] ‘nelan’ nelan?
52
68 /teliti/ [ŋ- + [təliti] [nəliti] ‘neliti’ neliti?
69 /tembak/ [ŋ- + [tembak] [nembak] ‘nembak’ nembak?
70 /tembok/ [ŋ- + [tembɔ?] [nembɔ?] ‘nembok’ nembok?
71 /tempel/ [ŋ- + [tempel] [nempel] ‘nempel’ nempel?
72 /temu/ [ŋ- + [təmu] [nəmu] ‘nemu’ nemu?
73 /tepuk/ [ŋ- + [təpUk] [nəpUk] ‘nepuk’ nepuk?
74 /tikam/ [ŋ- + [tikam] [nikam] ‘nikam’ nikam?
75 /tipu/ [ŋ- + [tipu] [nipu] ‘nipu’ nipu?
76 /tiru/ [ŋ- + [tiru] [niru] ‘niru’ niru?
77 /tiup/ [ŋ- + [tiup] [niup] ‘niup’ niup?
78 /tolak/ [ŋ- + [tola?] [nola?] ‘nolak’ nolak?
79 /tolong/ [ŋ- + [tolɔŋ] [nolɔŋ] ‘nolong’ nolong?
[nɔŋkrɔŋ]
80 /tongkrong/ [ŋ- + [tɔŋkrɔŋ] nongkrong?
‘nongkrong’
81 /tukar/ [ŋ- + [tukar] [nukar] ‘nukar’ nukar?
82 /tulis/ [ŋ- + [tulIs] [nulIs] ‘nulis’ nulis?
83 /tumbuh/ [ŋ- + [tUmbUh] [nUmbUh] ‘numbuh’ numbuh?
84 /tunggu/ [ŋ- + [tUŋgu] [nUŋgu] ‘nunggu’ nunggu?
85 /turun/ [ŋ- + [turUn] [nurUn] ‘nurun’ nurun?
86 /tusuk/ [ŋ- + [tusUk] [nusUk] ‘nuduk’ nuduk?
87 /tutup/ [ŋ- + [tutUp] [nutUp] ‘nutup’ nutup?
Daftar
KPK Penyaring Kamus
Morfem
Morfem
No.
Terikat {ŋ-}
Morfem
Bebas
88 /pahat/ [ŋ- + [pahat] [mahat] ‘mahat' mahat?
89 /pakai/ [ŋ- + [pakai] [makai] ‘makai’ makai?
90 /paksa/ [ŋ- + [paksa] [maksa] ‘maksa’ malak?
91 /palak/ [ŋ- + [palak] [malak] ‘malak’ maksa?
92 /palu/ [ŋ- + [palu] [malu] ‘malu’ malu?
93 /pancing/ [ŋ- + [panciŋ] [mancIŋ] ‘mancing’ mincing?
94 /pandang/ [ŋ- + [pandaŋ] [mandaŋ] ‘mandang’ mandang?
95 /panjat/ [ŋ- + [panjat] [manjat] ‘manjat’ manjat?
96 /panggil/ [ŋ- + [paŋgIl] [maŋgIl] ‘manggil’ manggil?
97 /pangkas/ [ŋ- + [paŋkas] [maŋkas] ‘mangkas’ mangkas?
53
98 /pantau/ [ŋ- + [pantau] [mantau] ‘mantau’ mantau?
99 /pasang/ [ŋ- + [pasaŋ] [masaŋ] ‘masang’ masang?
100 /pecat/ [ŋ- + [pəcat] [məcat] ‘mecat’ mecat?
101 /peluk/ [ŋ- + [pəlUk] [məlUk] ‘meluk’ meluk?
102 /pendam/ [ŋ-+ [pəndam] [məndam] ‘mendam’ mendam?
103 /peras/ [ŋ- + [pəras] [məras] ‘meras’ meras?
104 /periksa/ [ŋ- + [pərIksa] [mərIksa] ‘meriksa’ meriksa?
[ŋ-+
105 /perintah/ [mərIntah] ‘merintah’ merintah?
[pərIntah]
106 /pesan/ [ŋ- + [pəsan] [məsan] ‘mesan’ mesan?
107 /pijat/ [ŋ- + [pijat] [mijat] ‘mijat’ mijat?
108 /pikat/ [ŋ- + [pikat] [mikat] ‘mikat’ mikat?
109 /pikir/ [ŋ- + [pikIr] [mikIr] ‘mikir’ mikir?
110 /pikul/ [ŋ- + [pikUl] [mikUl] ‘mikul’ mikul?
111 /pilih/ [ŋ- + [pilIh] [milIh] ‘milih milih?
112 /pindah/ [ŋ- + [pIndah] [mIndah ] ‘mindah’ mindah?
113 /pinggir/ [ŋ- + [pIŋgIr] [mIŋgIr] ‘minggir’ minggir?
114 /pingit/ [ŋ- + [piŋgIt] [miŋgIt] ‘mingit’ mingit?
115 /pinta/ [ŋ- + [pInta] [mInta] ‘minta minta?
116 /pisah/ [ŋ- + [pisah] [misah] ‘misah’ misah?
117 /pojok/ [ŋ- + [pojɔk] [mojɔk] ‘mojok’ mojok?
118 /pompa/ [ŋ- + [pɔmpa] [mɔmpa] ‘mompa’ mompa?
119 /potong/ [ŋ- + [potɔŋ] [motɔŋ] ‘motong’ motong?
120 /potret/ [ŋ- + [pɔtret] [mɔtret] ‘motret’ motret?
121 /pudar/ [ŋ- + [pudar] [mudar] ‘mudar’ mudar?
122 /pukul/ [ŋ- + [pukUl] [mukUl] ‘mukul’ mukul?
123 /puji/ [ŋ- + [puji] [muji] ‘muji’ muji?
124 /putar/ [ŋ- + [putar] [mutar] ‘mutar’ mutar?
Daftar
KPK Penyaring Kamus
Morfem
Morfem
No.
Terikat {ŋ-}
Morfem
Bebas
125 /cukur/ [ŋ- + [cukUr] [ñukUr] ‘nyukur’ nyukur?
126 /cabut/ [ŋ- + [cabUt] [ñabUt] ‘nyabut’ nyabut?
127 /campur/ [ŋ- + [campUr] [ñampUr] ‘nyampur’ nyampur?
54
128 /cangkul/ [ŋ- + [caŋkUl] [ñaŋkUl] ‘nyangkul’ nyangkul?
129 /cangkok/ [ŋ- + [caŋkɔ?] [ñaŋkɔ?] ‘nyangkok’ nyangkok?
130 /cari/ [ŋ- + [cari] [ñari] ‘nyari’ nyari?
131 /cetak/ [ŋ- + [cətak] [ñətak] ‘nyetak’ nyetak?
132 /cicil/ [ŋ- + [caicIl] [ñicIl] ‘nyicil’ nyicil?
133 /cicip/ [ŋ- + [cicIp] [ñicIp] ‘nyipip’ nyipip?
134 /cium/ [ŋ- + [cium] [ñium] ‘nyium’ nyium?
135 /coba/ [ŋ- + [coba] [ñoba] ‘nyoba’ nyoba?
136 /congkel/ [ŋ- + [cɔŋkel] [ñɔŋkel] nyongkel’ nyongkel?
137 /copet/ [ŋ- + [copet] [ñopet] ‘nyopet’ nyopet?
138 /cubit/ [ŋ- + [cubIt] [ñubIt] ‘nyubit’ nyubit?
139 /cuci/ [ŋ- + [cuci] [ñuci] ‘nyuci’ nyuci?
140 /cukur/ [ŋ- + [cukUr] [ñukUr] ‘nyukur’ nyukur?
141 /curi/ [ŋ- + [curi] [ñuri] ‘nyuri’ nyuri?
142 /sabit/ [ŋ- + [sabIt] [ñabIt] ‘nyabit’ nyabit?
143 /sakit/ [ŋ- + [sakIt] [ñakIt] ‘nyakit’ nyakit?
[ñambUŋ]
144 /sambung/ [ŋ- + [sambUŋ] nyambung?
‘nyambung’
145 /sanggah/ [ŋ- + [saŋgah] [ñaŋgah] ‘nyanggah’ nyanggah?
146 /sanjung/ [ŋ- + [sanjUŋ] [ñanjUŋ] ‘nyanjung’ nyanjung?
147 /santai/ [ŋ- + [santai] [ñantai] ‘nyantai’ nyantai?
148 /sapu/ [ŋ- + [sapu] [ñapu] ‘nyapu’ nyapu?
149 /satu/ [ŋ- + [satu] [ñatu] ‘nyatu’ nyatu?
150 /selam/ [ŋ- + [səlam] [ñəlam] ‘nyelam’ nyelam?
151 /semprot/ [ŋ- + [semprɔt] [ñemprɔt] ‘nyemprot’ nyemprot?
152 /senggol/ [ŋ- + [seŋgɔl] [ñeŋgɔl] ‘nyenggol’ nyenggol?
153 /sentuh/ [ŋ- + [səntUh] [ñəntUh] ‘nyentuh’ nyentuh?
154 /serang/ [ŋ- + [səraŋ] [ñəraŋ] ‘nyerang’ nyerang?
155 /serbu/ [ŋ- + [sərbu] [ñərbu] ‘nyerbu’ nyerbu?
156 /setrika/ [ŋ- + [sətrika] [ñətrika] ‘nyetrika’ nyetrika?
157 /sewa/ [ŋ- + [sewa] [ñewa] ‘nyewa’ nyewa?
158 /sihir/ [ŋ- + [sihIr] [ñihIr] ‘nyihir’ nyihir?
159 /sikat/ [ŋ- + [sikat] [ñikat] ‘nyikat’ nyikat?
160 /simak/ [ŋ- + [simak] [ñimak] ‘nyimak’ nyimak?
161 /simpan/ [ŋ- + [sImpan] [ñImpan] ‘nyimpan’ nyimpan?
162 /singkat/ [ŋ- + [sIŋkat] [ñIŋkat] ‘nyikat’ nyikat?
163 /sita/ [ŋ- + [sita] [ñita] ‘nyita’ nyita?
164 /sisir/ [ŋ- + [sisIr] [ñisIr] ‘nyisir’ nyisir?
165 /sogok/ [ŋ- + [sogɔ?] [ñogɔ?] ‘nyogok’ nyogok?
55
166 /sopir/ [ŋ- + [sopIr] [ñopIr] ‘nyopir’ nyopir?
167 /suap/ [ŋ- + [sUap] [ñUap] ‘nyuap’ nyuap?
[ñUmbaŋ]
168 /sumbang/ [ŋ- + [sUmbaŋ] nyumbang?
‘nyumbang’
169 /sunting/ [ŋ- + [sUntIŋ] [ñUntIŋ] ‘nyunting’ nyunting?
170 /suruh/ [ŋ- + [surUh] [ñurUh] ‘nyuruh’ nyuruh?
171 /susul/ [ŋ- + [susUl] [ñusUl] ‘nyusul’ nyusul?
172 /susun/ [ŋ- + [susUn] [ñusUn] ‘nyusun’ nyusun?
Morf {n-} sama halnya dengan morf {m-} yang berfungsi sebagai morf
yang menggantikan penggunaan morf {me-} dari morfem {meŋ-}. Morfem {ŋ-
} akan menjadi morf {n-} bila dilekatkan dengan bentuk dasar yang berawal
56
konsonan /t/. Pada proses pembentukan kata pada data (72) menunjukkan
menyebabkan fonem /ŋ/ berubah menjadi fonem /n/. pada data (72), morfem
menjadi fonem /n/, selain itu meluluhkan fonem/t/ pada bentuk dasar temu
Morf {m-} merupakan salah satu morf dari morfem {ŋ-}, morfem{ŋ-}
akan mengalami perubahan fonem menjadi /m/ jika dilekatkan dengan bentuk
dasar yang berawalan konsonan /p/. Pada data (111) terjadi perubahan fonem
setelah pelekatan morfem {ŋ-} dengan bentuk dasar. Morfem {ŋ-} dilekatkan
dengan bentuk dasar pilih menyebabkan konsonan awal /p/ menjadi luluh, dan
fonem /ŋ/ berubah menjadi fonem /m/ sehingga membentuk kata menjadi
*?milih ‘memilih’
Fonem /ŋ/ dari morfem { ŋ-} berubah menjadi fonem /ñ/ ketika
konsonan /c/ dapat di lihat pada data (128). Merujuk pada data (128), morfem
menjadi fonem /ñ/ serta meluluhkan fonem /c/ sehingga membentuk kata
*?ñangkul.
Berdasarkan data yang terdapat pada KPK pada data (72), (111) dan
(128) serta data dalam tabel menyatakan kata hasil dari KPK tersebut tertahan
57
idiosinkresi. Idiosinkresi yang terjadi yaitu idiosinkresi morfologi karena
{məm-} menjadi morf {m-} dan morf {məñ-} menjadi morf {ñ-} ketika
dengan BD akan mengalami penambahan fonem /ŋ/ menjadi fonem /ŋə/ ketika
Daftar
KPK Penyaring Kamus
Morfem
Morfem
No.
Terikat {ŋ-}
Morfem
Bebas
173 /bayar/ [ŋ- + [bayar] [ŋəbayar] ‘ngebayar’ ngebayar?
174 /belah/ [ŋ- + [bəlah] [ŋəbəlah] ‘ngebelah’ ngebelah?
[ŋəbəndUŋ]
175 /bendung/ [ŋ- + [bəndUŋ] ngebendung?
‘ngebendung’
176 /bujuk/ [ŋ- + [bujUk] [ŋəbujUk] ‘ngebujuk’ ngebujuk?
[ŋəbUŋkUs]
177 /bungkus/ [ŋ- + [bUŋkUs] ngebungkus?
‘ngebungkus’
178 /bunuh/ [ŋ- + [bunUh] [ŋəbunUh] ‘ngebunuh’ ngebunuh?
179 /daki/ [ŋ- + [daki] [ŋədaki] ‘ngedaki’ ngedaki?
180 /didik/ [ŋ- + [didIk] [ŋədidIk] ‘ngedidik’ ngedidik?
181 /dorong/ [ŋ- + [dorɔŋ] [ŋədorɔŋ] ‘ngedorong’ ngedorong?
182 /dukung/ [ŋ- + [dukUŋ] [ŋədukUŋ] ‘ngedukung’ ngedukung?
183 /hasut/ [ŋ- + [hasUt] [ŋəhasUt] ‘ngehasut’ ngehasut?
184 /jaga/ [ŋ- + [jaga] [ŋəjaga] ‘ngejaga’ ngejaga?
185 /jahit/ [ŋ- + [jahIt] [ŋəjahIt] ‘ngejahit’ ngejahit?
186 /jepit/ [ŋ- + [jəpIt] [ŋəjəpIt] ‘ngejepit’ ngejepit?
187 /jilid/ [ŋ- + [jilId] [ŋəjilId] ‘ngejilid’ ngejilid?
58
188 /jual/ [ŋ- + [jual] [ŋəjual] ‘ngejual’ ngejual?
189 /lamar/ [ŋ- + [lamar] [ŋəlamar] ‘ngelamar’ ngelamar?
190 /lamun/ [ŋ- + [lamun] [ŋəlamUn] ‘ngelamar’ ngelamun?
191 /lap/ [ŋ- + [lap] [ŋəlap] ‘ngelap’ ngelap?
192 /larang/ [ŋ- + [larang] [ŋəlaraŋ] ‘ngelarang’ ngelarang?
193 /lawan/ [ŋ- + [lawan] [ŋəlawan] ‘ngelawan’ ngelawan?
194 /lepas/ [ŋ- + [ləpas] [ŋələpas] ‘ngelepas’ ngelepas?
195 /lipat/ [ŋ- + [lipat] [ŋəlipat] ‘ngelipat’ ngelipat?
196 /lirik/ [ŋ- + [lirIk] [ŋəlirIk] ‘ngelirik’ ngelirik?
197 /rasa/ [ŋ- + [rasa] [ŋərasa] ‘ngerasa’ ngerasa?
198 /rebut/ [ŋ- + [rəbUt] [ŋərəbUt] ‘ngrebut’ ngrebut?
199 /rokok/ [ŋ- + [rokɔ?] [ŋərokɔ?] ‘ngerokok’ ngerokok?
[ŋəŋərUmpi]
200 /rumpi/ [ŋ- + [rumpi] ngerumpi?
‘ngerumpi’
201 /pel/ [ŋ- + [pel] [ŋəpel] ‘ngepel’ ngepel?
202 /band/ [ŋ- + [band] [ŋəband] ‘ngeband’ ngeband?
203 /block/ [ŋ- + [block] [ŋeblock] ‘ngeblock’ ngeblock?
204 /coment/ [ŋ- + [coment] [ŋoment] ‘ngoment’ ngoment?
205 /dance/ [ŋ- + [dance] [ŋedance] ‘ngedance’ ngedance?
206 /date/ [ŋ- + [date] [ŋedate] ‘ngedate’ ngedate?
[ŋedownload] ngedownload
207 /download/ [ŋ-+ [download]
‘ngedownload’ ?
208 /drible/ [ŋ- + [drible] [ŋedrible] ‘ngedrible’ ngedrible?
209 /expose/ [ŋ- + [expose] [ŋexpose] ‘ngexpose’ ngexpose?
210 /hack/ [ŋ- + [hack] [ŋehack] ‘ngehack’ ngehack?
211 /like/ [ŋ- + [like] [ŋelike] ‘ngelike’ ngelike?
212 /loading/ [ŋ- + [loading] [ŋeloading] ‘ngeloading’ ngeloading?
213 /print/ [ŋ- + [print] [ŋeprint] ‘ngeprint’ ngeprint?
214 /save/ [ŋ- + [save] [ŋesave] ‘ngesave’ ngesave?
215 /share/ [ŋ- + [share] [ŋeshare] ‘ngeshare’ ngeshare?
59
Morfem afiks {ŋ-} berbeda dengan morfem afiks {məŋ-} ketika
tidak hanya pada saat dilekatkan dengan BD yang bersuku satu, tetapi dapat
dilekatkan dengan kata yang bersuku dua atau lebih seperti data (189).
proses morfofonemik berupa penambahan fonem. Fonem /ŋ/ pada morfem {ŋ-}
Fenomena kebahasaan yang terjadi pada data (189) dan data pada tabel,
penggunaan BI pada saat ini. Meskipun demikian kata yang terbentuk karena
pelekatan morfem afiks {ŋ-} dengan bentuk dasar akan terhenti pada penyaring
60
(208) {ŋ-} + [drible] → [ŋedrible] ‘memantulkan‘
Morf-morfnya dapat diidentifikasi berupa:
[drible] ‘pantul’
[ŋə-] ‘mə-’
bahasa asing bisa terjadi pada kata-kata tertentu, namun pada dasarnya kata
tersebut tetap beridentitaskan bahasa asing atau bahasa Inggris karena bentuk
dasar tersebut merupakan kata dari bahasa asing dan belum menjadi kata pada
BI. Kata-kata tersebut belum menjadi kata pada BI, namun pemakaiannya
sudah lazim digunakan untuk melakukan interaksi pada saat ini. Pembentukan
kata pada KPK dengan bahasa asing menyebabkan hasil bentukan tersebut
Sedangkan pada penghilangan fonem tidak terjadi pada prefiksasi. Selain itu
dalam BI, yang memiliki beberapa alomorf seperti {mə-}, {məŋə-}, dan
{məm-}. Selain itu morf {meŋ-} juga merupakan morfem terikat yang
61
dengan BD. Morf {məŋ-} dapat dilekatkan dengan BD yang berawal
merayu (sesuai subbab 4.1) pada saat dilekatkan dengan BD yang berawalan
kata serta dari segi makna. Namun dalam BI terdapat beberapa kata yang
diawali dengan segmen vokal yang dapat dibubuhi atau dilekatkan oleh
morf {meŋ-} namun akan menjadi asing atau tidak berterima dikalangan
Daftar
KPK Penyaring Kamus
Morfem
Morfem
No. Terikat
{məŋ-}
Morfem
Bebas
216 /abad/ [ məŋ- + [abad] [məŋabad] ‘mengabad’ mengabad?
217 /adat/ [məŋ - + [adat] [məŋadat] ‘mengadat’ mengadat?
218 /ahli/ [məŋ - + [ahli] [məŋahli]‘mengahli’ mengahli?
219 /air/ [məŋ - + [air] [məŋair] ‘mengair’ mengair?
220 /akal/ [məŋ - + [akal] [məŋakal] ‘mengakal’ mengakal?
221 /alat/ [məŋ - + [alat] [məŋalat] ‘mengalat’ mengalat?
222 /aman/ [məŋ - + [aman] [məŋaman] ‘mengaman’ mengaman?
62
223 /anak/ [məŋ - + [anak] [məŋana?] ‘menganak’ menganak?
224 /ayah/ [məŋ - + [ayah] [məŋayah] ‘mengayah’ mengayah?
225 /enak/ [məŋ - + [enak] [məŋena?] ‘mengenak’ mengenak?
226 /elok/ [məŋ - + [elok] [məŋelo?] ‘mengelok’ mengelok?
227 /ibu/ [məŋ - + [ibu] [məŋibu] ‘mengibu’ mengibu?
228 /idola/ [məŋ - + [idola] [məŋidola] ‘mengidola’ mengidola?
229 /ingin/ [məŋ - + [ingin] [məŋingIn] ‘mengingin’ mengingin?
230 /ipar/ [məŋ - + [ipar] [məŋipar] ‘mengipar’ mengipar?
231 /istri/ [məŋ - + [istri] [məŋistri] ‘mengistri’ mengistri?
232 /isu/ [məŋ - + [isu] [məŋisu] ‘mengisu’ mengisu?
233 /izin/ [məŋ - + [izin] [məŋizIn] ‘mengijin’ meŋizin?
234 /obat/ [məŋ - + [obat] [məŋobat] ‘mengobat’ mengobat?
[məŋɔŋkɔs]
235 /ongkos/ [məŋ- + [ongkɔs] mengongkos?
‘mengongkos’
[məŋumUr]
236 /umur/ [məŋ - + [umur] mengumur?
‘mengumur’
237 /unik/ [məŋ - + [unik] [məŋunIk] ‘mengunik’ mengunik?
238 / utuh/ [məŋ - + [utuh] [məŋutUh] ‘mengutuh’ mengutuh?
63
Merujuk pada data (216), (225), (228), (235) dan (237) morfem {
kata secara gramatikal pada proses pembentukan kata pada KPK. Merujuk
pada data di atas ketika morfem afiks {məŋ-} dilekatkan dengan BD/abad/
bentuk dasar yang berawalan vocal yang berupa fonem /a, e, i, o, u/ tidak
64
Morfem {ŋ-} akan menjadi morf {ŋ-} lebih produktif bila morf
berawalan vokal sehingga morfem {ŋ-} menjadi morf {ŋ-}. Morfem {ŋ-}
proses afiks.
Daftar
KPK Penyaring Kamus
Morfem
Morfem
No. Terikat {ŋ-
}
Morfem
Bebas
65
257 /keluh/ [ŋ- + [kelUh] [ŋəlUh] ‘ngeluh’ ngeluh?
258 /kepung/ [ŋ- + [kəpUŋ] [ŋəpUŋ] ‘ngepung’ ngepung?
259 /kipas/ [ŋ- + [kipas] [ŋipas] ‘ngipas’ ngipas?
260 /kirim/ [ŋ- + [kirim] [ŋirim] ‘ngirim’ ngirim?
261 /kopi/ [ŋ- + [kopi] [ŋopi] ‘ngopi’ ngopi?
262 /koreksi/ [ŋ- + [koreksi] [ŋoreksi] ‘ngoreksi’ ngoreksi?
263 /kritik/ [ŋ- + [kritIk] [ŋəritIk] ‘ngeritik’ ngoreksi?
264 /kumpul/ [ŋ- + [kUmpUl] [ŋUmpUl] ‘ngumpul’ ngumpul?
265 /kunci/ [ŋ- + [kUnci] [ŋUnci] ‘ngunci’ ngunci?
266 /kupas/ [ŋ- + [kupas] [ŋupas] ‘ngupas’ ngupas?
267 /kunyah/ [ŋ- + [kUñah] [ŋUñah] ‘ngunyah’ ngunyah?
268 /kuras/ [ŋ- + [kuras] [ŋUras] ‘nguras’ nguras?
269 /oper/ [ŋ- + [opər] [ŋopər] ‘ngoper’ ngoper?
270 /pengaruh/ [ŋ- + [karUh] [ŋarUh] ‘ngaruh’ ngaruh?
271 /ubah/ [ŋ- + [ubah] [ŋubah] ‘ngubah’ ngubah?
272 /ukur/ [ŋ- + [ukUr] [ŋukUr] ‘ngukur’ ngukur?
273 /ulang/ [ŋ- + [ulaŋ] [ŋulaŋ] ‘ngulang’ ngulang?
274 /urus/ [ŋ- + [urUs] [ŋurUs] ‘ngurus’ ngurus?
Berdasarkan proses pembentukan kata dari data (241), (246), (255) dan
(257) morfem {ŋ-} menjadi morf {ŋ-} menyebabkan morfem tetap utuh atau
66
tidak terjadi proses morfofonemik ketika dilekatkan pada BD yang
berawalan vokal, hal itu terlihat pada data (241) dan (246). Sedangkan pada
data (13) dan (14) terjadi peluluhan pada konsonan awal bentuk dasar
konsonan awal /k/ akan luluh sehingga membentuk kata *?ŋarang yang
berarti mengarang. Hal yang sama terjadi pada bentuk dasar keluh setelah
dilekatkan dengan morfem {ŋ-} konsonan awal /k/ akan luluh sehingga
pada bentuk dasar sehingga membentuk kata baru. Hasil kata bentukan
ditemukan kata-kata, khususnya kata bentukan yang tidak sesuai dengan tata
satunya kata bentukan yang berawalan atau berprefiks {kə-}. Berikut akan
67
Tabel 7. Bentuk kata yang nyelneh dari KPK ( morf {ŋ-} )
Daftar
KPK Penyaring Kamus
Morfem
Morfem
No. Terikat {kə-
}
Morfem
Bebas
275 /ambil/ [kə- + [ambIl] [kəambIl] ‘keambil’ keambil?
276 /angkat/ [kə- + [aŋkat] [kəaŋkat] ‘keangkat’ keangkat?
277 /bawa/ [kə- + [bawa] [kəbawa] ‘kebawa’ kebawa?
278 /buang/ [kə- + [bUaŋ] [kəbUaŋ] ‘kebuang’ kebuang?
279 /buka/ [kə- + [buka] [kəbuka] ‘kebuka’ kebuka?
280 /cabut/ [kə- + [cabUt] [kəcabUt] ‘kecabut’ kecabut?
281 /campur/ [kə- + [campUr] [kəcampUr] ‘kecampur’ kecampur?
282 /cuci/ [kə- + [cuci] [kəcuci] ‘kecuci’ kecuci?
283 /dorong/ [kə- + [dorɔŋ] [kədorɔŋ] ‘kedorong’ kedorong?
284 /hapus/ [kə- + [hapUs] [kəhapUs] ‘kehapus’ kehapus?
285 /hirup/ [kə- + [hirup] [kəhirUp] ‘kehirup’ kehirup?
286 /ikat/ [kə- + [ikat] [kəikat] ‘keikat’ keikat?
287 /injak/ [kə- + [inja?] [kəinja?] ‘keinjak’ keinjak?
288 /ingat/ [kə- + [ingat] [kəiŋat] ‘keingat’ keingat?
289 /isi/ [kə- + [isi] [kəisi] ‘keisi’ keisi?
290 /jebak/ [kə- + [jəbak] [kəjəbak] ‘kejebak’ kejebak?
291 /kunci/ [kə- + [kunci] [kəkUnci] ‘kekunci’ kekunci?
292 /minum/ [kə- + [minUm] [kəminUm] ‘keminum’ keminum?
293 /peleset/ [kə- + [peleset] [kəpəleset] ‘kepeleset’ kepeleset?
294 /pencet/ [kə- + [pəncet] [kəpəncet] ‘kepencet’ kepencet?
295 /pilih/ [kə- + [pilih] [kəpilIh] ‘kepilih’ kepilih?
296 /sandung/ [kə- + [sandUŋ] [kəsandUŋ] ‘kesandung’ kesandung?
297 /senggol/ [kə- + [seŋgɔl] [kəseŋgɔl] ‘kesenggol’ kesenggol?
[kəsərempet]
298 /serempet/ [kə- + [sərempet] keserempet?
‘keserempet’
299 /siram/ [kə- + [siram] [kəsiram] ‘kesiram’ kesiram?
300 /sundul/ [kə- + [sUndUl] [kəsUndUl] ‘kesundul’ kesundul?
301 /tabrak/ [kə- + [tabrak] [kətabrak] ‘ketabrak’ ketabrak?
302 /tarik/ [kə- + [tarIk] [kətarIk] ‘ketarik’ ketarik?
303 /tawa/ [kə- + [tawa] [kətawa] ‘ketawa’ ketawa?
304 /telan/ [kə- + [telan] [kətəlan] ‘ketelan’ ketelan?
305 /tembak [kə- + [tembak] [kətembak] ‘ketembak’ ketembak?
68
306 /temu/ [kə- + [temu] [kətəmu] ‘ketemu’ ketemu?
307 /tipu/ [kə- + [tipu] [kətipu] ‘ketipu’ ketipu?
308 /tutup/ [kə- + [tutup] [kətutUp] ‘ketutup’ ketutup?
dengan BD baik yang berawal vokal maupun konsonan. Namun tidak semua
BD dapat dibubuhi dengan morfem {kə-} tersebut karena morfem ini akan
berkategori verba seperti data yang telah dilampirkan pada tabel 4.2. Ketika
dilekatkan dengan kategori lain seperti nomina, morfem {kə-} tidak akan
berperan lagi sebagai morfem afiks pada prefiksasi tetapi akan menjadi kata
depan. ke taman misalnya salah satu contoh {kə-} yang berperan sebagai
/buka/ pada KPK sehingga membentuk kata *?kebuka. Hasil bentukan kata
69
Pelekatan morfem afiks {kə-} pada BD yang telah dipaparkan diatas
terjadi karena penggunaan morfem afiks {tər-} lebih dominan diganti oleh
morfem afiks {kə-} dalam proses pembentukan kata, tetapi hal itu tidak
tidak muncul pada sufiksasi. Meskipun demikian dalam sufiksasi ini terjadi
kata. Adapun morfem afiks yang mengalami idiosinkresi pada saat proses
Sufiks {-i} salah satu afiksasi yang berada di akhir bentuk dasar yang
memiliki makna tertentu berupa tindakan setelah dilekati dengan bentuk dasar
karena sufiks {-i} merupakan morfem terikat. Misalnya pukuli, jalani dua kata
tersebut memiliki makna yang berterima, seperti pukuli ‘menghajar’ dan jalani
‘menempuh’. Namun lain halnya dengan data yang akan dipaparkan dibawah ini :
Tabel 8. Bentuk kata yang nyelneh dari KPK ( morfem afiks { -i} )
70
310 /antar/ [-i + [antar] [antari] ‘antari’ antari?
311 /patah/ [-i + [patah] [patahi] ‘patahi’ patahi?
312 /aman/ [-i + [aman] [amani] ‘amani’ amani?
313 /akal/ [-i + [akal] [akali] ‘akali’ akali?
314 /bangun/ [-i + [banguni] [baŋuni] ‘banguni’ banguni?
315 /awet/ [-i + [awet] [aweti] ‘aweti’ aweti?
316 /sangkar/ [-i + [saŋkar] [saŋkari] ‘sangkari’ sangkari?
317 /bawah/ [-i + [bawah] [bawahi] ‘bawahi’ bawahi?
318 /lapor/ [-i + [lapɔr] [lapori] ‘lapori’ lapori?
konsonan maupun vokal. Selain itu sufiks tersebut dapat dilekatkan dengan kata
yang berkategori verba maupun nomina, dan hasil dari kata bentukan tersebut
akan berkategori verba. Berdasarkan data (312), (318), dan (314), proses
pembentukan kata dari tiga data tersebut dapat berterima. Meskipun pembentukan
kata seperti tiga data tersebut bisa terjadi, namun akan muncul
lapor, dan bangun. Hasil bentukan kata pada KPK tabel 8 khususnya yang telah
dibentuk pada data (312), (318), dan (314) yang berupa kata *?amani, *?lapori,
71
afiks {-i} dengan BD pada proses pembentukan kata tersebut karena terjadi
pemberian tanda tanya (?). Idiosinkresi semantik ini merupakan kelainan atau hal
Tabel 9.Bentuk kata yang nyelneh dari KPK ( morfem afiks { -in} )
Daftar KPK Penyaring Kamus
Morfem
Morfem
No. terikat {-in}
Morfem
bebas
319 /acuh/ [-in + [acUh] [acuhIn] ‘acuhin’ acuhin?
320 /adem/ [-in + [adəm] [ademIn ] ‘ademin’ ademin?
321 /akal/ [-in + [akal] [akalIn] ‘akal’ akal?
322 /aktif/ [-in + [aktIf] [aktifIn] ‘aktifin’ aktifin?
323 /alam/ [-in + [alam] [alamIn] ‘alamin’ alamin?
324 /aman/ [-in + [aman] [amanIn] ‘amanin’ amanin?
325 /ambil/ [-in + [ambIl] [ambilIn] ‘ambilin’ ambilin?
326 /angkat/ [-in + [aŋkat] [aŋkatIn] ‘angkatin angkatin?
327 /arah/ [-in + [arah] [arahIn] ‘arahin’ arahin?
328 /arti/ [-in + [arti] [artiin] ‘artiin’ artiin?
329 /atas/ [-in + [atas] [atasIn] ‘atasin’ atasin?
330 /baik/ [-in + [baik] [baikIn] ‘baikin’ baikin?
331 /bangun/ [-in + [baŋUn] [baŋunIn] ‘bangunin’ bangunin?
332 /bantu/ [-in + [bantu] [bantuIn] ‘bantuin’ bantuin?
333 /bawa/ [-in + [bawa] [bawain] ‘bawain’ bawain?
334 /bayar/ [-in + [bayar] [bayarIn] ‘bayarin’ bayarin?
335 /bebas/ [-in + [bebas] [bebasIn] ‘bebasin’ bebasin?
336 /bersih/ [-in + [bərsIh] [bərsIhIn] ‘bersihin’ bersihin?
337 /besar/ [-in + [bəsar] [bəsarIn] ‘besarin’ besarin?
338 /betul/ [-in + [bətUl] [bətulIn] ‘betulin’ betulin?
339 /buat/ [-in + [buat] [buatIn] ‘buatin’ buatin?
340 /bujuk/ [-in + [bujUk] [bujUkIn] ‘bujukin’ bujukin?
72
[bUŋkUsIn]
341 /bungkus/ [-in + [bUŋkUs] ‘bungkusin’ bungkusin?
[campUrIn]
342 /campur/ [-in + [campUr] ‘campurin’ campurin?
73
376 /turun/ [-in + [turUn] [turunIn] ‘turunin’ turunin?
Pada saat ini akibat dari sisi kreativitas penutur yang mampu
diluar bahasa Indonesia formal, salah satunya penggunaan morfem afiks {-in}
pada pembentukan kata. Morfem afiks {-in} merupakan morfem afiks yang tidak
baku dalam BI, meskipun demikian morfem afiks tersebut sering digunakan
konsonan maupun vokal dalam proses pembentukan kata. Kata yang dihasilkan
dari pembentukan kata sufiks {-in}berupa kata kerja yang mengarah terhadap kata
perintah. Data (333), sufiks {-in} bergabung dengan MB bawa yang berakhiran
vokal /a/ sehingga membentuk kata *?bawain ‘bawakan’. Kata *?bawain hasil
akibat dari pelekatan sufiks {-in} dengan BDturun yang berakhiran konsonan /n/.
74
morfem afiks {-in} dengan BD menghasilkan kata bentukan yang tidak
mengalami proses morfofonemik. Selain itu dari data yang dijumpai di lapangan
dalam proses pembentukan kata dalam BI, sufiks {-in} lebih dominan mengganti
penggunaan morfem afiks {-kan}. Meskipun sufiks {-i} dan {-an} memiliki peran
yang sama, tetapi morfem afiks {-i} mengalami idiosinkresi semantik karena
makna dari kata yang terbentuk tidak dapat dijelaskan secara semantik. Sementara
itu morfem afiks {-an} memiliki makna yang berterima dalam penggunaannya.
Merujuk pada penjelasan di atas, data (333) dan (376), serta data yang terdapat
Morfem afiks {-an} merupakan salah satu sufiks yang digunakan pada
pembentukan kata dalam BI formal. Namun pada saat ini morfem afiks {-an}
telah digunakan pada pembentukan kata dalam BI tidak formal dengan makna
Tabel 10. Bentuk kata yang nyelneh dari KPK ( morfem afiks { -an} )
Daftar
KPK Penyaring Kamus
Morfem
Morfem
No.
terikat {-an}
Morfem
bebas
377 /baik/ [-an + [baIk] [baikan] ‘baikan’ baikan?
378 /lahir/ [-an + [lahIr] [lahiran] ‘lahiran’ lahiran?
379 /niat/ [-an + [niat] [niatan] ‘ niatan’ niatan?
380 /pamit/ [an + [pamIt] [pamitan] ‘pamitan’ pamitan?
[sahabatan]
381 /sahabat/ [-an + [sahabat] sahabatan?
‘sahabatan’
382 /sama/ [-an +[sama] [samaan] ‘samaan’ samaan?
383 /telepon/ [-an + [telepɔn] [teleponan]‘telponan’ teleponan?
75
384 /teman/ [-an + [teman] [temanan] ‘temanan’ temanan?
bentuk dasar yang berakhiran konsonan, hal itu terbukti pada data (377), (378),
dan (380). Merujuk pada data (377), ketika morfem afiks {-an} diekatkan dengan
bentuk dasar /baik/ membentuk kata baikan yang memiliki makna lebih baik.
Adapun dalam bahasa Indonesia baku, makna lebih dapat diungkapkan dengan
kata membaik bukan dengan kata *?baikan. Pada data (377) ini, menjelaskan
bahwa morfem afiks {-in} yang berperan sebagai akhiran dalam pembentukan
{mem-}. Sama halnya dengan data (377), pada data (378) morfem afiks{-an} juga
bergabung dengan bentuk dasar /lahir/ sehingga membentuk kata *?lahiran yang
berarti ‘mengeluarkan anak dari kandungan’. Dalam bahasa Indonesia baku kata
76
yang digunakan untuk mengungkapkan ‘mengeluarkan anak dari kandungan’
diungkapkan dengan kata melahirkan bukan *?lahiran. Adapun pada data (377)
dan (378) morfem afiks {-an} yang berfungsi sebagai akhiran, namun pada pada
prefiks (awalan) {ber-}. Pada data (377) sufiks {-an} bergabung dengan bentuk
dasar /pamit/ sehingga membentuk kata *?pamitan yang dalam bahasa Indonesia
baku berarti berpamitan. Adapun pada data (382), ketika sufiks {-an} bergabung
dengan bentuk dasar yang berakhiran vokal /a/ yaitu kata /sama/ membentuk kata
atas dapat dikatakan bahwa sufiks {-an} yang merupakan akhiran yang digunakan
dalam pembentukan kata pada bahasa Indonesia tidak formal, tetapi berpotensi
d. Sufiks {-isir}
Tabel 11. Bentuk kata yang nyelneh dari KPK ( morfem afiks { -isasi} )
77
(385) {-isir} + [genəral] → [genəralisIr] ‘generalisIr’
Morf-morfnya dapat diidentifikasi berupa:
[genəral] ‘general’
[-isir] ‘-isasi’
Sufiks {-isir} salah satu akhiran yang digunakan dalam pembentukan kata-
kata tertentu, karena sufiks ini digunakan untuk membentuk kata berkategori
nomina yang menyatakan proses atau cara. Sufiks {-isir} ini digunakan dalam
digunakan dalam pembicaraan formal. Merujuk pada data di atas, sufiks {-isir}
yang dalam BI baku yakni ‘generalisasi’. Demikian pula dengan sufiks {-sir}
Berdasarkan penjelasan di atas pada (39) dan (40) kata bentukan yang
dihasilkan pada KPK tidak langsung terdapat pada komponen kamus, tetapi
terlebih dahulu tertahan pada komponen penyaring karena kata *?legalisir dan
*?generalisir serta data yang terdapat dalam tabel 4.11 mengalami idiosinkresi
78
morfem {-isir} yang dalam penerapanya menggantikan penggunaan morfem {-
Konfiks merupakan afiksasi yang berada di awal dan di akhir bentuk dasar
yang selalu bersama-sama melekat pada bentuk dasar. Pada penelitian kali ini
ditemukan dua konfiks yang menjadi bahan kajian yaitu konfiks {ŋ- + -in} yang
dasar yang berawalan konsonan maupun vokal, selain itu dapat dilekatkan dengan
Berikut akan dipaparkan data pembentukan kata dengan konfiks {ŋ-+ -in}.
Tabel 12. Bentuk kata yang nyelneh dari KPK ( konfiks{ŋ-+ -in})
Daftar KPK Penyaring Kamus
Morfem
Morfem
Terikat {ŋ- +
No. -in}
Morfem
bebas
389 /ajar/ [ŋ- + -in [ajar] [ŋajarIn] ‘ngajarin’ ŋajarin?
[ŋ - + -in [ŋakalIn] ‘ngakalin’ ŋakalin?
390 /akal/ [akal]
[ŋ - + -in [ŋantərIn] ‘nganterin’ ŋanterin?
391 /antar/ [antar]
[ŋ - + -in [ŋəbacain] ‘ngebacain’ ŋebacain?
392 /baca/ [baca]
[ŋ - + -in [ŋəbaŋunIn]‘ngebanguni ŋebangunin?
393 /bangun/ [baŋUn] n’
[ŋ - + -in [ŋəbatasIn] ‘ngebatasin’ ŋebatasin?
394 /batas/ [batas]
[ŋ - + -in [ŋəbayarIn] ‘ngebayarin’ ŋebayarin?
395 /bayar/ [bayar]
396 /bersih/ [ŋ - + -in [ŋəbərsihIn] ŋebersihin?
79
[bərsIh] ‘ngebersihin’
[ŋ - + -in [ŋəbocorIn] ‘ngebocorin’ ŋebocorin?
397 /bocor/ [bocɔr]
[ŋ - + -in [ŋəbosenIn] ŋebosenin?
398 /bosan/ [bosan] ‘ngebosenin’
[ŋ - + -in [ŋədampiŋIn] ŋedampingin?
399 /damping/ [dampIŋ] ‘ngedampingin’
[ŋ - + -in [ŋədataŋIn] ŋedatangin?
400 /datang/ [dataŋ] ‘ngedatangin’
[ŋ - + -in [ŋərtiin] ‘ngertiin’ ŋertiin?
401 /erti/ [erti]
[ŋ - + -in [ŋəguruin] ‘ngeguruin’ ŋeguruin?
402 /guru/ [guru]
[ŋ - + -in [ŋəhancurIn] ŋehancurin?
403 /hancur/ [hancUr] ‘ngehancurin’
[ŋ - + -in [ŋəhilaŋIn] ‘ngehilangin’ ŋehilangin?
404 /hilang/ [hilang]
[ŋ - + -in [ŋəjagain] ‘ngejagain’ ŋejagain?
405 /jaga/ [jaga]
[ŋ - + -in [ŋəjalanIn] ‘ngejalanin’ ŋejalanin?
406 /jalan/ [jalan]
[ŋ - + -in [ŋejatuhin] ‘ngajatuhin’ ŋejatuhin?
407 /jatuh/ [jatUh]
[ŋ - + -in [ŋagumIn] ‘ngagumin’ ŋagumin?
408 /kagum/ [kagUm]
[ŋ - + -in [ŋəcewain] ‘ngecewain’ ŋecewain?
409 /kecewa/ [kəcewa]
[ŋ - + -in [ŋəmbaliin] ‘ngembaliin’ ŋembaliin?
410 /kembali/ [kəmbali]
[ŋ - + -in [ŋɔrbanIn] ‘ngorbanin’ ŋorbanin?
411 /korban/ [kɔrban]
[ŋ - + -in [ŋəlahirIn] ‘ngelahirin’ ŋelahirin?
412 /lahir/ [lahIr]
[ŋ - + -in [ŋəlakuin] ‘ngelakuin’ ŋelakuin?
413 /laku/ [laku]
[ŋ - + -in [ŋəlewatIn] ‘ngelewatin’ ŋelewatin?
414 /lewat/ [lewat]
[ŋ - + -in [ŋəluarIn] ‘ngeluarin’ ŋeluarin?
415 /luar/ [luar]
[ŋ - + -in [ŋəmainIn] ‘ngemainin’ ŋemainin?
416 /main/ [main]
[ŋ - + -in [ŋobatIn] ‘ngobatin’ ŋengobatin?
417 /obat/ [obat]
[ŋ - + -in [motɔŋIn] 'motongin' motongin?
418 /potong/ [potɔŋ]
80
[ŋ - + -in [ŋərusakIn] ‘ngerusakin’ ŋerusakin?
419 /rasuk/ [rasUk]
420 /siap/ [ŋ-+ -in [siap] [ñiapIn] 'nyiapin' nyiapin?
[ŋ - + -in [taŋkapIn] 'tangkapin' tangkapin?
421 /tangkap/ [taŋkap]
[ŋ - + -in [ŋətawain] ‘ngetawain’ ŋetawain?
422 /tawa/ [tawa]
[ŋ - + -in [ŋurusIn] ‘ngurusin’ ŋurusin?
423 /urus/ [urUs]
konsonan /p, s, t/. Berikut akan dipaparkan data mengenai perubahan fonem
81
dilekatkan dengan BD sehingga membentuk kata baru, namun kata bentukan
verba hasil dari pembentukan kata dengan pelekatan konfiks {ŋ- + -in} dengan
bentuk dasar bangun yang berkategori verba. Dalam proses pembentukan kata
pelekatan konfiks {ŋ- + -in} dengan bentuk dasar bersih yang berkategori
82
Selain mengalami proses morfofonemik morfem afiks {ŋ-+-in} juga
ini biasanya terjadi ketika morfem afiks {ŋ-+-in} dilekatkan dengan Bd yang
Merujuk pada data di atas, data (389) konfiks {ŋ- + -in} bergabung
kata tersebut, kata bentukan yang dihasilkan karena pelekatan morfem afiks
{ŋ- + -in} pada KPK hingga terhenti pada penyaringan karena mengalami
idiosinkresi morfologi.
Adapun morfem afiks {kə- + -an} yang merupakan morfem afiks dalam
83
Tabel 12. Bentuk kata yang nyelneh dari KPK ( morfem afiks {kə- + -an}
Daftar
Morfem KPK Penyaring Kamus
Morfem
No. terikat {kə-
+ -an}
Morfem
Bebas
[ [kə- + -an] +
424 /atas/ [kəatasan]’keatasan’ keatasan?
atas]
[ [kə- + -an] +
425 /bawah/ [kəbukaan]’kebukaan’ kebukaan?
bawah]
[ [kə- + -an] +
426 /buka/ [kəbukaan]’kebukaan’ kebukaan?
buka]
[ [kə- + -an] +
427 /cabut/ [kəcabutan]’kecabutan’ kecabutan?
cabUt]
[ [kə- + -an] +
428 /hapus/ [kəhapusan]’kehapusan’ kehapusan?
hapUs]
[ [kə- + -an] +
429 /ingat/ [kəingatan]’keingatan’ keingatan?
iŋat]
[ [kə- + -an] +
430 /temu/ [kətəmuan]’ketemuan’ ketemuan?
təmu]
[ [kə- + -an] +
431 /timpa/ [kətImpaan]’ketimpaan ketimpaan?
tImpa]
[ [kə- + -an] +
432 /tutup/ [kətutupan]’ketutupan’ ketutupan?
tuTup]
[ [kə- + -an] +
433 /sunda/ [kəsUndaan]’kesundaan’ kesundaan?
sUnda]
[ [kə- + -an] +
434 /jawa/ [kəjawaan] ‘kejawaan’ kejawaan?
jawa]
84
memiliki potensi untuk membentuk kata-kata baru yang kata bentukan tersebut
berkategori verba. Pada data (430) konfiks {kə- + -an} bergabung dengan MB
KPK tetap memiliki makna yang berterima pada saat penggunaannya. Namun
kata tersebut tertahan pada komponen saringan (filter) karena tidak sesuai
yang terjadi pada kata hasil dari KPK. Meskipun kata tersebut mengalami
Bentukan *?ketemuan dan *?ketutupan tidak sesuai dengan KPK namun ada
85
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
fonem terjadi berupa perubahan fonem /ŋ/ menjadi fonem /n/, fonem
/ŋ/ menjadi fonem /m/, dan fonem /ŋ/ menjadi fonem/ñ/ sehingga
fonem /n/, fonem /ŋ/ menjadi fonem /m/, dan fonem /ŋ/ menjadi fonem
juga dengan morfem afiks {bər-} yang menjadi morf {bəl-} dengan
pada morfem afiks {məŋ-} dan {pəŋ-} berupa penambahan fonem /e/
morfem afiks {məŋ-}, {pəŋ-} dan {bər-}, pada morfem afiks {məŋ-}
86
morfem afiks {bər-} yang menjadi morf {bə-} dengan penghilangan
fonem /r/. Terdapat juga morfem afiks yang tidak mengalami proses
Infiks dalam bahasa Indonesia berupa {-ər-}, {-əl-}, dan {-əm}. Sufiks
afiks berupa {-kan}, {-i}, dan {-an}. Demikian pula dengan konfiks
pada morfem afiks {ŋ-} ’məŋ-’ dengan alomorf {ŋ-}, {m-}, {n-}, {ñ-}, {
ŋe-} dalam prefiksas dan morfem afiks {ŋ- + -in} ‘ məŋ-kan’ dalam
morfem afiks berupa {i-}, {-in} ‘-kan’, {-an} ‘ber-‘ dan {-isir} ‘-isasi’.
an}.
5.2 Saran
karena banyaknya buku yang membahas tentang bahasa tersebut. Namun pada
87
teknologi yang sangat cepat membuat munculnya varian-varian baru, khususnya
lain tentang bahasa Indonesia agar fenomena kebahasaan yang muncul dapat
diketahui permasalahan serta penyelesaiannya. Selain itu, penelitian ini pula dapat
88
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Hasan dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka
Fitriani. 2011. Proses Morfofonemik Prefiks {Men-} dengan Bentuk Dasar yang
Berfonem Awal (k, t, s, p) dalam Bahasa Indonesia dan Implikasinya
Terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia. Skripsi . Mataram : Unram
Muammar. 2004. Klitika dalam Bahasa Sasak Dialek Meno-Mene di Desa Beleka
Kecamatan Gerung Kabupaten Lombok Barat. Skripsi . Mataram : Unram
Indriani, Made Sri. 2005. Afiksasi Infleksional dalam Bahasa Bali:Sebuah Kajian
Morfologi Generatif. Singaraja : IKIP Negeri Singaraja
89
Thoir, Nazir. I Wayan Simpen. Fonologi Sebuah Kajian Deskriptif. Denpasar:
Kayumas
90