DIALEK TERNATE
SKRIPSI
LAMBERTUS ARDI
NPM. 03051911061
xi
ANALISIS MAKNA GRAMATIKAL VERBA BAHASA INDONESIA
DIALEK TERNATE
SKRIPSI
Oleh
LAMBERTUS ARDI
NPM. 03051911061
xi
PERSETUJUAN PEMBIMBING
xi
PERSETUJUAN PEMBIMBING
ANALISIS MAKNA GRAMATIKAL VERBA BAHASA INDONESIA
DIALEK TERNATE
Oleh
LAMBERTUS ARDI
NPM. 03051911061
Setelah diperiksa dan diteliti kembali, skripsi ini dinyatakan telah lulus dan
memenuhi persyaratan untuk diseminarkan.
Menyetujui
Pembimbing l Pembimbing ll
Mengetahui,
Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
FKIP Universitas Khairun
xi
PENGESAHAN SKRIPSI
xi
PENGESAHAN SKRIPSI
Telah diterima oleh Panitia Ujian Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Khairun Ternate pada tanggal 27 Juni 2023 berdasarkan Surat
Keputusan Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Nomor: 3422
/UN44.C3/EP.10/2023.
Panitia dan Dewan Penguji
(Penguji Utama)
Rafik M Abasa, S.Pd.,M.Pd
(………….……………………..….)
(Anggota Penguji I)
Adriani, S.Pd.,M.Pd
(…………………………………….)
(…………………………………….)
(Pembimbing Utama)
Sulami Sibua, S.Pd.,M.Pd
(……………………………………..)
(Pembimbing Pendamping)
Anwar Nada, S.Pd.,M.H
(……………………………………..)
Mengetahui,
Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Khairun
xi
PERNYATAAN KEASLIAN
xi
PERNYATAAN KEASLIAN
Lambertus Ardi
NPM. 03051911061
xi
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
xi
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO:
(Amsal 19:20-21)
Setiap kesulitan selalu ada pengorbanan yang menjadikan tolak ukur dalam
kegagalan, begitu pula level perjuangan yang tiada henti sepanjang masa. Sebab
dasar dari perjuangan awal hukum pengetahuan yang kodratnya sampai akhir
menghembuskan nafas. Lambertus Ardi
xi
PERSEMBAHAN:
Dalam Skripsi ini peneliti persembahkan sebagai wujud rasa kasih sayang dan
terima kasih kepada:
1. Ayahanda tercinta Aloisius Lelai dan Ibunda Prudentia Sedidi tercinta yang
sangat begitu tulus dan sabar Membesarkanku, mendidik, dan banyak hal yang
telah mereka perjuangkan dengan Pengorbanan, kasih sayang serta membiayai
selama berada dalam menganyam pendidikan Dan juga memberikan semangat
yang tak bisa ku ungkapkan dengan beribu kata-kata terima Kasih atas
pengorbanan mereka dan atas berkat doa demi suatu keberhasilan studiku.
2. Kakak dan Adikku yang tersayang Yohanes Suparjo, Benedikta Liani, Januar
Rispanda, dan Lista Lusmila yang selama ini. Selalu memberikan semangat dan
doa serta selalu menunjukan sikap peduli kasih sayang.
xi
ABSTRAK
xi
ABSTRAK
Lambertus Ardi, 2023 Analisis makna gramatikal verba bahasa Indonesia dialek
Ternate. Atas dasar di bawah Pembimbing I Sulami Sibua, S.Pd.,M.Pd, dan
Pembimbing II Anwar Nada, S.Pd.,M.Hum.
Metode yang digunakan oleh peneliti dalam proses penelitian ini adalah
kualitatif deskritif dengan memberikan prosedur dan langkah-langkah penelitian
yang dapat menghasilkan data dan sumber data secara deskritif berupa bentuk
bahasa yang disampaikan dengan ucapan kata dan bentuk tulisan serta tindakan
yang dapat diamati dari subyek penelitian itu sendiri, dengan menggunakan
tahapan secara sistematis dan terstruktur berupa observasi partisipan, wawancara,
rekaman, dan dokumentasi digunakan sebagai bentuk teknik dalam penelitian di
lapangan.
xi
ABSTRACT
xi
ABSTRACT
Based on the results of the study it was found that the grammatical
meaning of Indonesian Ternate dialect verbs found in Tanah Raja Village,
Central Ternate at the grammatical level of a language is in the process of
affixation, reduplication, and composition. So that there are prefixes [ma-/me-],
[ba-/ber-], [ta-/ter-], by having a dialect that does not have the characteristic of
marking meaning in infixes, suffixes, confixes, shape exists repetition of affixed
words and repetition of basic words.
xi
KATA PENGANTAR
xi
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa (YME), atas berkat dan
karunia-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan tugas akhir penulisan Skripsi
ini, yang berjudul “ Analisis Makna Gramatikal Verba Bahasa Indonesia Dialek
Ternate “ dengan tepat waktu.
Adapun dalam proses penulisan Skripsi ini, memiliki tujuan yaitu untuk
memahami, mempelajari sistematika, menggambarkan lebih jelas masalah-
masalah bentuk dan cara penulisan pola struktur pembuatan karya tulis ilmiah.
Penulisan skripsi ini, yang dimaksudkan sebagai salah satu persyaratan untuk
menyelesaikan studi akhir pada program strata satu (S1) Jurusan Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP)
Universitas Khairun Ternate.
Dalam penulisan skripsi ini, peneliti telah berusaha menyelesaikan skripsi
ini, namun peneliti menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna karena masih
banyak kekurangan dalam memahami bentuk penyajian maupun pembahasan
materi masih jauh dari kata kesempurnaan, oleh karena itu, dengan penuh
kerendahan hati dan insan yang bermanfaat bagi peneliti sangat mengharapkan
kritikan dan saran yang bersifat membangun sebagai motivasi penulisan skripsi
ini. Serta segala bimbingan dan harapan dari semua pihak dalam memperbaiki
karya ilmiah ini.
1. Bapak Dr. M. Ridha Ajam, M.Hum Selaku Rektor Universitas Khairun
Ternate.
2. Dr. Abdu Mas’ud, S.Pd., M.Pd. Sebagai Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan (FKIP) Universitas Khairun Ternate.
3. Bapak Anwar Nada, S.Pd., M.Hum Selaku Ketua Prodi Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia yang begitu baik memberikan motivasi dalam membimbing
peneliti selama berada di bangku perkuliahan.
xi
4. Sulami Sibua, S.Pd., M.Pd, Anwar Nada, S.Pd., M.Hum Selaku Pembimbing
yang selalu sabar memberikan dorongan dan motivasi dalam penulisan skripsi
ini.
5. Rafik M Abasa, S.Pd., M.Pd, Adriani, S.Pd., M.Pd, Darlisa Muhamad, S.Pd.,
M.Pd, Selaku dosen penguji terima kasih yang selalu memberikan kritikan,
masukan, dan saran.
6. Anwar Nada, S.Pd., M.Hum, Drs. Mansur Hasan, M.Pd, Sulami Sibua, S.Pd.,
M.Pd, Dr. Muamar Abdul Halil, S.Pd., M.Pd, Sasmayunita, S.Pd., M.Pd,
Justam Wahab, S.Pd., M.Pd, Asriyani Thahir, S.Pd., M.Pd, Nasrullah LA Madi,
S.Pd., M.Pd, Sri Wahyuni, S.Pd., M.Pd, Hubbi Saufian Hilmi, S.Pd., M.Pd,
Yusrina, S.Pd., M.Pd, Rizal Muharam, S.Pd., M.Pd, Adriani, S.Pd., M.Pd, Taib
Abdullah, S.Pd., M.Hum, Darlisa Muhamad, S.Pd., M.Pd, Chaerul Gibran,
S.Pd., M.Pd, Rafik M Abasa, S.Pd., M.Pd dan seluruh staf dosen Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia yang selalu memberikan arahan dan bimbingan
yang bersifat memotivasi.
7. Nurjana Ahmad, S.Pd, Selaku tata usaha Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia yang begitu sabar melayani dengan baik.
8. Selaku staf dosen dan tata usaha yang ada di lingkungan Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Khairun Ternate.
9. Teman-teman HIMABIN terima kasih sudah memberikan semangat dan
dukungan pada peneliti hingga terselesaikannya skripsi ini.
10. Terima kasih kepada teman-teman angkatan 019 yang banyak memberikan
saran dan motivasi dan terima kasih atas dukungan selama ini. Serta
kebersamaan yang telah dicapai, semoga menjadi kenangan terindah yang
bersejarah tak terlupakan.
11. Almamater dan kampus tercinta sebagai wadah untuk menimba ilmu
pengetahuan.
Lambertus Ardi
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
PERSETUJUAN PEMBIMBING........................................................................ii
PENGESAHAN SKRIPSI...................................................................................iii
PERNYATAAN KEASLIAN..............................................................................iv
ABSTRAK.............................................................................................................vi
ABSTRACT...........................................................................................................vii
KATA PENGANTAR........................................................................................viii
DAFTAR ISI.........................................................................................................ix
DAFTAR TABEL..................................................................................................x
DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................xi
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang..................................................................................................1
B. Batasan Masalah...............................................................................................4
C. Rumusan Masalah............................................................................................5
D. Tujuan Penelitian..............................................................................................5
E. Manfaat Penelitian............................................................................................5
a. Manfaat Teoritis.............................................................................................5
b. Manfaat Praktis..............................................................................................6
A. Pengertian Analisis...........................................................................................7
xi
B. Makna Gramatikal............................................................................................8
C. Pengertian Verba............................................................................................10
d. Imbuhan Konfiks.........................................................................................17
a. Prefiks [ber-]................................................................................................19
b. Prefiks [per-]................................................................................................20
c. Prefiks [me-].................................................................................................21
d. Prefiks [ter-].................................................................................................21
e. Prefiks [di-]..................................................................................................21
f. Prefiks [ke-]..................................................................................................22
a. Klofiks [ber-kan]..........................................................................................23
xi
b. Konfiks [per-kan].........................................................................................23
c. Konfiks [per-i]..............................................................................................23
d. Konfiks [ke-an]............................................................................................24
f. Sufiks [–i].....................................................................................................24
J. Penelitian Relevan............................................................................................26
B. Metode Penelitian............................................................................................31
a. Data Primer..................................................................................................32
c. Data Sekunder..............................................................................................33
b. Teknik Wawancara.......................................................................................35
c. Teknik Rekaman...........................................................................................35
d. Teknik Dokumentasi.....................................................................................36
xi
a. Penyajian Data (Data Display)....................................................................36
A. Hasil Penelitian...............................................................................................39
B. Pembahasan....................................................................................................44
A. Kesimpulan.....................................................................................................56
B. Saran...............................................................................................................57
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................58
RIWAYAT PENDIDIKAN.................................................................................68
xi
DAFTAR TABEL
Dialek Ternate........................................................................................................15
Dialek Ternate........................................................................................................16
Dialek Ternate........................................................................................................16
Dialek Ternate........................................................................................................17
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Ternate Tengah......................................................................................................63
Lampiran 10: Denah dan Bentuk Peta dalam Topografi Geografis Wilayah
xi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
xi
kalimat terdapat dalam suatu unsur makna. Berdasarkan bentuk dan sifatnya,
makna memiliki satuan kata dalam istilah kontroversial pada teori belajar
bahasa. Pada kajian sebuah makna terhadap unsur yang terkecil dalam sebuah
kalimat dan proses imbuhan afiks makna yang berbeda memiliki acuan
sebagai referensi dalam menyatakan hal yang bersifat konkret baik unsur kata
yang berupa lambang, bunyi, dan konvensional dari berbagai objek bunyi
dalam suatu bahasa pada makna kata. Selain itu, makna dalam verba dapat
memiliki objek sebagai bentuk penggunaan pada makna berupa konsep dari
sebuah hasil pemikiran yang memiliki makna berbeda dan memiliki imbuhan
yang berbeda pada setiap makna kata. Berdasarkan struktur gramatikal, pada
bidang lingusitik adalah setiap unsur-unsur pembentuk kata dalam bahasa baik
segmental maupun suprasegmental. Unsur yang merujuk pada segmental
sebagai wujud fonem, morfem, kata, frasa, klausa, kalimat dan wacana dalam
tataran gramatikal.
xi
verba melainkan kata benda (nomina), kata ganti (pronomina). Akan tetapi
untuk membatasi pada pembahasan tersebut hal ini hanya membahas makna
pembentukan verba atau kata kerja pada proses pembubuhan gramatikal dalam
sebuah sistem interaksi komunikasi yang sesuai dengan kaidah bahasa berlaku
dalam kehidupan sehari-hari.
Bahasa tulis sebagai bahasa kedua sebelum bahasa lisan. Dengan demikian
bahasa tulis lebih erat hubungan dengan bahasa, hanya memprioritas
berdasarkan kajian. Meskipun dari kedua penjelasan tersebut mengatakan
demikian dalam pertentangan berbeda, bahasa tulis mampu menembus waktu
dan ruang, pedahal bahasa lisan dalam bentuk ucapan dan ujaran yang tidak
menimbulkan tanda, ini terjadi karena bahasa tulis dapat di simpan lama
sampai waktu yang tidak terbatas. Karena itulah yang menjadi referensi
sumber informasi dari masa lalu melalui bahasa tulis tersebut. Dengan
demikian pada dewasa ini, sistem tulisan berumber pada gambar-gambar yang
di sebut piktogram yang berarti sebuah sistem tulisan yang berupa gambar
atau lambang menyerupai segala sesuatu pada simbol (Keterangan lebih lanjut
Crystal 1988: 196-199). Kesalahan penggunaan bahasa menjadi tolak ukur
dalam bidang linguistik lebih khusus bagi masyarakat penutur gramatikal
verba Bahasa Indonesia Dialek Ternate [BIDT]. Mungkin ada beberapa faktor
antara lain terpengaruh penguasaan bahasa, kurang paham dalam penggunaan
bahasa pada sistem penerjemahan bahasa sendiri, pola sistem pembelajaran
dalam penggunaan bahasa Indonesia kurang tepat hal ini dipengaruhi oleh
bahasa yang berbeda-beda.
xi
ungkapan makna kata dalam identifikasi percakapan sosial masyarakat. Atas
dasar itulah peneliti bertujuan untuk menganalisis makna gramatikal verba
Bahasa Indonesia Dialek Ternate [BIDT] yang digunakan dalam percakapan
sehari-hari masyarakat. Ungkapan gramatikal verba dalam kehidupan
masyarakat digunakan baik secara langsung maupun tidak langsung dalam
tindak tutur. Hal demikian, banyak perbedaan dalam ungkapan-ungkapan
lainnya contoh dalam bahasa Indonesia. “Provinsi” sedangkan dialek Ternate
“Propinsi” dalam ungkapan makna pada kata tersebut memiliki perantara
yang menyatakan ujaran dalam penyampaian makna kata seperti halnya
“mamangael” dalam semantik gramatikal sama pula “ma-mangael” yang
semula berafiks [ma-] membentuk kata dasar“mangael” karena adanya suatu
morfem terikat dan morfem bebas di dalam pembentukan afiks pada ungkapan
tersebut. Untuk itu, sangat penting peran afiks dalam percakapan sehari
masyarakat.
B. Batasan Masalah
1. Makna gramatikal afiksasi dan reduplikasi verba Bahasa Indonesia Dialek
Ternate [BIDT].
xi
C. Rumusan Masalah
Bedasarkan judul peneitian di atas, maka peneliti merumuskan masalah dalam
penelitian ini adalah:
1. Bagaimana makna gramatikal afiksasi verba Bahasa Indonesia Dialek
Ternate [BIDT]?
2. Bagaimana makna gramatikal reduplikasi verba Bahasa Indonesia Dialek
Ternate [BIDT]?
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini hal yang
ingin di capai peneliti sebagai bentuk referensi yang bersifat membangun
adalah:
1. Menjelaskan makna gramatikal afiksasi verba Bahasa Indonesia Dialek
Ternate [BIDT].
2. Menjelaskan makna gramatikal reduplikasi verba Bahasa Indonesia Dialek
Ternate [BIDT].
E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Bagi Mahasiswa
b. Bagi Masyarakat
xi
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Teori Kebahasaan
xi
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pengertian Analisis
Istilah kata analisis sering kali diartikan sebagai segala sesuatu yang
memiliki aktivitas memuat sejumlah kegiatan seperti menguraikan,
membedakan, memilah sesuatu untuk mengolongkan dan dikelompokkan
kembali berdasarkan kriteria tertentu yang kemudian mencari kaitannya
dengan tafsiran makna. Menurut Komaruddin (2001: 53), bahwa analisis
merupakan kegiatan berpikir untuk menguraikan segala sesuatu keseluruhan
menjadi komponen sehingga dapat mengenal tanda-tanda komponen,
hubungan satu sama lain dan fungsi masing-masing dari keseluruhan yang
terpadu. Peran analisis sangat penting dalam bidang kehidupan sehari-hari
baik dalam aktivitas maupun segala sesuatu yang dapat di lakukan kapanpun.
Pada proses menganalisis perlu dalam sebuah keseriusan, ketelitian dan
mampu memperoleh kematangan dalam menganalisis objek dari sudut
pandang yang berbeda-beda. Selain itu, dalam kegiatan menganalisis hasil dan
bentuk wujud dan rupa merupakan bentuk dari analisis sehingga peneliti
mampu mengambil objek sesuai rancangan dan kemampuan peneliti tersebut.
Menurut Noeng Muhadjir (1998: 104), bahwa analisis data sebagai upaya
mencari dan menata secara sistematis catatan hasil observasi, wawancara dan
lainnya untuk meningkatkan pemahaman penelitian terkait hubungan yang di
teliti dan menyajikannya sebagai penemuan bagi orang lain. Sedangkan untuk
meningkatkan pemahaman tersebut analisis perlu dilanjutkan dengan berupaya
mencari makna. Berdasarkan pengertian di atas beberapa hal yang perlu di
garis bawahi dengan adanya: (a) upaya mencari data merupakan proses
lapangan dengan berbagai persiapan sebelum ke lapangan tentunya, (b)
menata secara sistematis hasil temuan di lapangan, (c) menyajikan temuan di
lapangan, (d) mencari makna, pencarian makna secara terus menerus. Dari
penjelasan tersebut bahwa kegiatan analisis merupakan kegiatan dengan
xi
mengamati objek secara teliti sehingga mampu mengembangkan suatu
masalah terhadap apa yang akan di teliti, dengan tahap berbeda pada proses
menguraikan, mengidentifikasi, dan sistematika analisis data yang di peroleh.
B. Makna Gramatikal
Sementara itu linguis lain berpendapat bahwa makna memiliki kata yang
merupakan sebuah satuan ujaran terkecil dan memiliki makna kata tertentu.
Bentuk bahasa ada ungkapan seperti Bahasa Indonesia ke dalam bentuk
bahasa inggris “tidur” dalam bahasa inggris berarti “sleep” yang memiliki
xi
makna menyatakan sedang tidur contoh lain “children are walking” (anak-
anak sedang berjalan).
Menurut Ullman (dalam Aristoteles, 1977: 3), bahwa makna adalah makna
kata yang dapat dibedakan antara makna kata hadir dari kata itu sendiri secara
otonom, akibat terjadi hubungan gramatikal. Selain itu, pada sejumlah tata
cara bahasawan tradisional cukup memberikan pengertian kata berdasarkan
pendekatan ortografi dan arti makna kata. Makna kata menurut pendapatnya
adalah kesatuan sebuah bahasa yang memiliki arti dan makna kata sendiri
serta pengertian terhadap sebuah ungkapan makna kata. Atau makna kata
merupakan konsep ujaran dalam bentuk tulisan dalam deretan huruf yang di
apit oleh dua buah spasi, dan memiliki satu arti.
xi
adalah proses afiks imbuhan dalam pembentukan makna kata yang memiliki
unsur konfiks sebagai bentuk dari morfem satu ke morfem yang lain. Makna
kata memiliki peran dalam pembentukan kata seperti prefiks, infiks, sufiks,
klofiks, dan konfiks sehingga proses morfem bisa di analisis berdasarkan
pembentukan kata tersebut.
C. Pengertian Verba
Selanjutnya, tahap pertama verba memiliki hal penting dalam predikat dan
membentuk kalimat meskipun memiliki fungsi dan tujuan yang berbeda pula.
Selain itu, verba mengandung arti melakukan suatu tindakan, proses
pembubuhan kata, dan bukan sifat kualitas melainkan keterikatan morfem.
Sehingga verba lebih mengarahkan pada makna kata dengan keadaan yang
sebenarnya namun tidak berfungsi sebagai prefiks atau awalan [ber-] atau ber-
latih. Verba tidak dapat mengalami perubahan pada kata [ter-], atau ter-kuat
yang di miliki. Pada hal ini, verba tidak dapat di gabungkan dengan kata yang
menyatakan ke keliruan. Selain itu, tidak ada kata yang menyatakan hal
(sebentar mengajar) (mau pergi). Meskipun ada bentuk kata seperti (sebentar
berharap), (berharap terus).
xi
Berdasarkan uraian di atas, dapat peneliti ketahui verba dipengaruhi oleh
faktor nomina yang muncul di belakang verba sebagai fungsi dari objek
makna. Dengan ada objek yang bisa menjadi subjek pada makna verba. Selain
itu, verba dapat terbagi atas, verba transitif yang mementingkan kehadiran
nomina sebagai objek dalam pembentukan kalimat pasif, sedangkan verba
taktransitif merupakan verba yang tidak mementingkan nomina di belakang
yang berfungsi sebagai subjek dalam membentuk kalimat pasif pada bentuk
makna verba.
Setiap bahasa memiliki kata kerja baik dalam bentuk verba yang memiliki
asal kata dalam semantik gramatikal unsur berupa afiks sesuai konteks
semantik, sedangkan verba turunan kata dalam sintaksis merupakan afiks
sebagai bentuk keformalan posisi dan tempat. Verba sangat dominan proses
morfologis yang memiliki verba bebas mendasar dan veba terikat mendasar.
Untuk itu, verba bebas mendasar seperti dengan kata “reading” membaca kata
dasar baca yang memiliki afiks mendasar. Sedangkan verba terikat mendasar
pada imbuhan pembentukan verba yang mempunyai morfem terikat seperti
“fishing” memancing. Menurut Kridalaksana (1993: 226), verba merupakan
xi
kelas kata yang berfungsi sebagai predikat dalam beberapa bahasa lain. Hal ini
bahwa ciri morfologis seperti kata, aspek, dan pesona atau jumlah yang
didasarkan oleh proses pembubuhan kata pada imbuhan verba memiliki arti
dan makna sama dalam sebuah morfem, terhadap suatu tindakan perkerjaan.
Adapun bagian hakikat proses pembentukan verba antara lain:
xi
meaning word someone” berarti bentuk setiap kata memiliki kata yang sama
dalam proses imbuhan kata. Atau lebih lanjut lagi dalam bukunya Francis
Katamba (1993: 47) “an affix is a morpheme which only occurs when attached
to some other morpheme or morpheme such as a root or stem or base”
menurutnya afiks merupakan morfem yang muncul hanya jika menempel pada
satu morfem dasar.
Atas dasar ruang lingkup sebagai tempat dan sarana dalam komunikasi
proses pembentukan kata menghasilkan buah pokok pikiran maksud dan arti
tujuan sebuah dialog pembicaraan. Menurut Chaer (2013: 7), verba memiliki
makna dalam semantik yang merupakan unsur dari susunan bahasa berkaitan
dengan makna ungkapan dan struktur makna. Seperti pada setiap ungkapan
yang dilontarkan saat menyampaikan pesan atau tujuan dari ungkapan dengan
memiliki makna dan arti tersendiri. Pada bidang lingustik, makna diartikan
menjadi dua antara lain makna semantik dan pragmatik. Namun karena dalam
hal penelitian hanya mencakup bagian makna dalam ungkapan verba yang
terjadi pada bidang semantik gramatikal. Sehingga dalam proses pembentukan
makna kata dalam morfologis sehingga makna memiliki sebuah referensi
sebagai wahana bentuk dan konsep berpikir dengan menyampaikan pesan
lewat sebuah ujaran pada alat ucap manusia.
Setelah proses pembentukan makna kata yang memiliki afiks, atau imbuhan
mendasar sebagai contoh makna kata dalam ungkapan verba masyarakat
xi
kelurahan Tanah Raja yang menggunakan dialek yang terbagi atas Togafo,
Tidore, dan Gamkonora dari ketiga dialek tersebut sangat memungkinkan
dalam meningkatkan bahasa, lebih khusus penggunaan makna kata ungkapan
gramatikal verba Bahasa Indonesia Dialek Ternate [BIDT].
xi
berdasarkan fonem pembentukan kata memiliki variasi yang berbeda-beda hal
ini didasari adanya proses pembubuhan verba. Dari variasi bentuk berbeda-
beda di sebut alomorf. Pada dasarnya alomorf merupakan bubuhan dari setiap
anggota morfem yang sama namun, hal ini dipengaruhi oleh faktor lingkungan
yang termasuk ke dalam bagian pembentukan kata, seperti hal kata kerja
pembentukan morfem awalan [ber-] yang beralomorf [be-] dan [men-]
menjadi [me-] seperti pada tabel berikut:
Bentuk infiks atau sisipan berada pada unsur kata antara awalan dan
akhiran kata namun memiliki makna tersendiri. Proses pembentukan kata
dengan menambahkan afiks atau imbuhan di tengah bentuk dasar afiks yang di
sebut infiks atau sisipan seperti [el-], [em-], [er-], dan [in-] (Zainal Arifin dan
Junaiyah, 2009: 5). Dengan hadir infiks merupakan bagian terpenting dalam
kata. Infiks merupakan unsur kata yang berada di tengah hal ini ada morfem
terikat pada sisipan kata di antara konsonan dan vokal sebagai kata pertama
dari sisipan kata seperti hal dapat diketahui infiks kisaran pada kata: [eng],
[er-], [el-] seperti pada tabel berikut:
xi
Tabel: 1.2.2 contoh infiks makna gramatikal verba bahasa Indonesia
dialek Ternate
No Infiks [Sisipan] Bentuk Dasar Kata Makna Gramatikal
Imbuhan verba [BIDT]
1 [eng-] Angkat Mengangka Meng-mengangkat
t
2 [er-] Pukul Berpukul Ber-berpukul
3 [er-] Jalan Berjalan Ber-berjalan
4 [er-] Teriak Berteriak Ber-berteriak
5 [en-] Dengar Mendengar Men-mendengar
xi
d. Imbuhan Konfiks
xi
bahasa terdapat unsur tanda sebagai lambang atau tujuan dari bahasa. Dengan
sumber tersebut afiks berfungsi sebagai tanda dalam bahasa. Namun tidak
memungkinkan bahwa makna itu sendiri memiliki referensi oleh setiap kata
atau leksem oleh karena itu, perlu diketahui tidak semua kata ataupun leksem
menjadi acuan dalam hal konkret. Seperti hal dengan udara, cerobong asap,
dan kesosialan hal ini tidak memiliki referensi secara konkret.
xi
semantik gramatikal memiliki hubungan yang sama dalam makna,
pertentangan makna, ketercakupan makna, kegandaan makna atau kelebihan
makna dalam makna kata verba menyatakan relasi makna memiliki hubungan
yang dipengaruhi oleh sinonim, antonim, polisemi, homonimi, ambiguiti, dan
redundansi. Untuk lebih lanjut ketahuilah pembahasan berikut.
Atas ada proses pembentukan kata kerja (verba) dan makna kata afiksasi
sebagai imbuhan dalam bentuk kata baik itu kata kerja (verba), numberalia
(kata bilangan), dan kata hubung (kongjungsi). Namun penelitian hanya
membahas prefiks verba untuk lebih jelas mengetahui afiksasi prefiks verba
simak pembahasan berikut dalam bukunya Abdul Chaer (2014: 177), terdapat
tiga belas afiks pembentuk verba antara lain:
a. Prefiks [ber-]
xi
morfem dasar bebas (jalan), sedangkan bentuk turunan berafiks verba seperti
verba (berpakaian) sebaliknya bentuk verba turunan reduplikasi (ber-jalan-
ber-jalan), pada hal berikutnya bentuk verba turunan komposisi seperti
(berjual beli) dan (bertatap muka).
b. Prefiks [per-]
xi
menyatakan sia-sia atau (per-cuma) yang menyatakan bahwa sesuatu tindakan
yang hanya merugikan atau percuma saja.
c. Prefiks [me-]
Bentuk dan dasar dari prefiks [me-] merupakan sebuah komponen makna
gramatikal yang menjadikan suatu tindakan dan sasaran objek oleh sebab itu,
proses pembentukan dasar di sebut inflektif. Selain itu, prefiks [me-] dapat
diutarakan menjadi prefiks menghindari seperti [me-larang].
d. Prefiks [ter-]
Bentuk prefiks [ter-] memiliki dua macam antara lain verba prefiks ter-
inflektif dan verba ter-derivatif namun, verba pasif sebenarnya prefiks me-
inflektif. Berdasarkan makna verba gramatikal prefiks ter-[ter-inflektif]
memiliki kebalikan pasif keadaan me-inflektif yang sebenarnya mempunyai
makna gramatikal. Dalam suatu verba ter-[ter-inflektif] memiliki makna
gramatikal pembentuk kata seperti [ter-lalu].
e. Prefiks [di-]
Pokok pada prefiks [di-] memiliki fungsi dalam unsur komponen makna
gramatikal. Dapat diketahui verba prefiks [di-] terdiri atas prefiks di-inflektif
dan di-derivatif seperti [di-angkat] yang menyatakan sesuatu tindakan dengan
melakukan perbuatan. Hal ini terjadi dalam suatu tindakan pada prefiks me-
[me-inflektif] maka, makna gramatikal merupakan kebalikan dalam bentuk
aktif prefiks me-[me-inflektif].
xi
f. Prefiks [ke-]
xi
prefiks dan sufiks sehinngga kata dasar terbentuk menjadi satuan kata dalam
bahasa tulis. Dari kedua imbuhan ini memiliki makna verba seperti pada hal
lain bersifat alomorf atau morf dalam kata [ber-pakai-an] yang memiliki
makna verba menyatakan menggunakan pakaian. Hal tersebut karena di dasari
pada proses pembentukan kata yang berhubungan dengan bentuk alomorf.
b. Konfiks [per-kan]
Setiap verba yang dihasilkan dari proses pembentukan kata akan selalu ada
makna dan arti dari kata tersebut. Hal ini menyatakan bahwa proses yang
terjadi pada imbuhan sangat relatif luas dari imbuhan kata proses afiksasi,
reduplikasi dan komposisi dan pada akhirnya hadir makna gramatikal verba
itu sendiri. Verba pada konfiks [per-] [per-kan] merupakan proses kata yang
menjadi pangkal pembubuhan verba inflektif seperti pada prefiks [me-], baik
[di-], maupun [ter-], sehingga hal tersebut karena pada proses reduplikasi atau
pengulangan kata dalam makna gramatikal. Contoh misalkan [pe-marah-kan],
yang menyatakan makna orang tersebut memiliki sifat pemarah.
c. Konfiks [per-i]
xi
Pernyataan tersebut merupakan tindakan imbuhan prefiks memiliki komponen
makna dalam proses gabungan antara prefiks dan sufiks sehingga konfiks
memiliki fungsi pengabungan imbuhan dan membentuk keutuhan kata dalam
bahasa. Hal ini, bisa menjadi sumber pembentuk verba inflektif. Contohnya
[pe-nyakit] yang memiliki makna memiliki penyakiti.
d. Konfiks [ke-an]
e. Sufiks [-kan]
f. Sufiks [-i]
Selain itu, hadir akhiran yang bersufiks [-i] memiliki peran dan tujuan
penting proses imbuhan kata dan makna kata tersebut. Sufiks [-i] ialah proses
imbuhan kata akhiran yang berfungsi sebagai verba transitif sehingga menjadi
bentuk stem dalam pembentukan kata verba inflektif. Misalkan kata [ber-
ulang-kali] memiliki pernyataan sesuatu tindakan terjadi berulang-ulang dalam
makna gramatikal.
xi
H. Bentuk Makna Gramatikal
Makna memiliki peran dalam bahasa yang digunakan setiap orang pada
saat berkomunikasi dengan mempunyai tujuan dan maksud dari makna
tersebut. Dalam makna memiliki proses kata yang di bentuk dari konsep
pemikiran setiap penutur. Dengan demikian makna gramatikal merupakan
makna yang memiliki proses pembentukan kata dengan mengalami
pengulangan kata atau reduplikasi hal tersebut ada dedikasi pada
penggalangan kata imbuhan seperti ber- [berjalan-berjalan]. Barang kali tidak
tentu pula, setiap kata verba pun memiliki komponen makna dalam
gramatikal. Jenis makna tidak hanya makna gramatikal, melainkan makna
leksikal, makna kontekstual. Namun yang menjadi titik pembahasan hanyalah
makna gramatikal pada proses dan bentuk kata dari afiks yang memiliki
makna bersifat konkret seperti udara yang di bahas pada bab sebelumnya.
xi
baik bidang sosial, ekonomi, budaya dan pendidikan serta dari hal penggunaan
bahasa setempat. Dengan demikian segala hal dalam setiap bidang kecakapan
menggunakan bahasa sendiri yaitu bahasa daerah tersebut. Masyarakat yang
begitu banyak penggunaan dari segi penutur, terutama masyarakat setempat
yang merupakan penutur dalam kecakapan sehari-hari banyak menggunakan
bahasa daerah. Sehingga dengan, berbagai ungkapan penutur dalam
penggunaan kata verba pada makna gramatikal seperti contoh kata “kenapa
kamu berulang-ulang pergi kesana”? dari kalimat pertanyaan tersebut
memiliki makna gramatikal verba yang berarti [ulang-ulang]. Selain itu, ada
ungkapan verba dalam makna gramatikal seperti ber-[berlari-berlari] hal ini
menyatakan makna gramatikal sedang berlari.
J. Penelitian Relevan
Selain itu, perlu diketahui pada bagian bab ini, peneliti sebagian
membahas atas dasar permasalahan yang berkaitan dengan penelitian
sebelumnya sebagai sumber acuan bagi peneliti. Dalam suatu permasalahan
memiliki hubungan antara unsur yang terkandung dalam tujuan dan maksud
menjadi titik masalah dalam menindak lanjuti hubungan antara subjek dan
xi
objek sebagai tujuan dari permasalahan ini. Maka ada beberapa penelitian
yang relevan dengan persamaan dan perbedaan dalam penelitian ini sebagai
berikut:
xi
dalam penggunaan makna pada bidang bahasa dan dialek daerah agar bisa
dilestarikan dan dikembangkan. Selain itu, afiksasi dan reduplikasi bentuk
imbuhan kata dan pengulangan kata dalam makna gramatikal setiap
pembentukan kata (morfem) Terlebih pada komponen pembentukan kata dan
peran makna dalam bidang semantik gramatikal yang memiliki unsur
pembentuk afiksasi meliputi prefiks, infiks, sufiks serta konfiks dan klofiks.
Kemudian dapat dikembangkan menjadi suatu petanda makna dalam bahasa
xi
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
xi
Tabel: 1.3.1
Jadwal Penelitian
xi
Adapun uraian pada tabel pelaksanaan Penelitian di atas sebagai berikut:
1. Pra Pelaksanaan
Agustus 2022 dalam minggu pertama, peneliti menentukan judul
penelitian. Setelah disetujui oleh koordinator Program Studi
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, dengan melanjutkan
penyusunan proposal sampai Oktober 2022. Kemudian peneliti
menentukan instrumen penelitian selama minggu ketiga dan keempat
Oktober 2022.
2. Pelaksanaan
Minggu kedua November 2022 sampai minggu keempat November
2022 peneliti melakukan pengumpulan data, dan proses bimbingan.
3. Minggu keempat November 2022, peneliti menyusun data yang telah
didapatkan, kemudian dilanjutkan dengan pengetikan data dan hasil
laporan penelitian.
B. Metode Penelitian
Penelitian ini, menggunakan metode kualitatif deskritif. Menurut
Sugyono (2012: 9), penelitian kualitatif deskritif mengkaji beberapa
landasan pada filsafat postpositivisme, yang digunakan untuk meneliti
pada objek yang alamiah, (sebagai lawan eksperimen) di mana dalam
penelitian sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data di lakukan
secara triangulasi [gabungan], analisis data bersifat induktif kualitatif, dan
hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari generalisasi.
Berdasarkan metode penelitian kualitatif deskritif memiliki tujuan untuk
mendeskripsikan, menerangkan, mengembangkan, dan menjelaskan secara
terperinci terhadap masalah-masalah yang di teliti. Sehingga dalam
penelitian kualitatif deskritif menerangkan pada objek penelitian tersebut.
Berdasarkan proses penelitian kualitaif deskritif saat di lapangan
merupakan acuan dari sebuah bahasa yang memiliki makna dan arti pada
setiap penutur dalam komunikasi. Hal tersebut menjelaskan tentang bentuk
sasaran objek komunikasi dengan cara memahami, menerangkan secara
teliti, dan mencari sumber informasi pada data dan instrumen sebagai
xi
pelopor hasil karya penulisan berupa makna kata dan situasi penggunaan
bahasa sesuai situasi dalam keadaan yang sebenarnya dari metode ini.
C. Data dan Sumber Data
a. Data Primer
Data primer merupakan sumber data pertama yang di peroleh secara
langsung dari subyek yang berhubungan dengan penelitian. Selain itu,
dalam upaya dan usaha pengambilan data secara langsung di lapangan.
Menurut Sugyono (2016: 137), bahwa penulisan ini merupakan data yang
di peroleh dari informan sebagai sumber data dalam penelitian. Dengan
segala cara untuk mendapatkan informasi dari pihak informan peneliti
pada pengambilan data dengan cara mewawancari, teknik rekaman, serta
dokumentasi hal tersebut peneliti mengumpulkan sumber data secara
langsung dari responden untuk mendapatkan hasil penutur makna verba
Bahasa Indonesia Dialek Ternate [BIDT] yang di lakukan pada saat
penelitian di lapangan.
b. Karakteristik Informan Penelitian
xi
4. Mampu berinteraksi dengan baik sesuai kaidah penutur bahasa.
5. Bersedia dengan waktunya untuk melakukan wawancara.
xi
peneliti secara tidak langsung melakukan pengumpulan data secara tindak
lanjut untuk melengkapi data yang masih kurang seperti daftar pertanyaan,
dan rekaman sebagai upaya hasil penelitian dengan cara berpihak pada
orang lain.
D. Metode Pengumpulan Data
Secara metodologi, penelitian ini menghubungkan bahwa kualitatif
deskritif merupakan gambaran yang berusaha mengembangkan hipotesis
dengan cara memahami konsep makna gramatikal verba Bahasa Indonesia
Dialek Ternate [BIDT] yang digunakan oleh masyarakat penutur sebagai
pola struktur kebahasaan. Menurut Djaman Satori dan Aan Komariah
(2009: 22), bahwa metode pengumpulan data merupakan segala sesuatu
yang menggunakan latar alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena
terjadi dan di lakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada.
Dengan demikian, penelitian ilmiah secara prosedur yang sistematis untuk
memperoleh data diperlukan sesuai konsep metode pengumpulan data
peneliti dan responden berusaha mendapatkan informasi sebagai objek
masalah dalam menganalisis data-data yang digunakan pada teknik
pengumpulan data sebagai berikut.
E. Teknik Pengumpulan Data
xi
a. Teknik Observasi Partisipan
Berdasarkan penelitian ini, teknik awal yang di lakukan seorang
peneliti merupakan observasi partisipan. Sebelum kegiatan dilaksanakan,
peneliti dapat mengambil observasi sebagai rencana objek sumber
penelitian terhadap kondisi terjadi di lapangan dan sumber informasi
dalam pengembangan bahan. Hal tersebut, dapat membentuk masalah
yang harus dikembangkan dalam bentuk catatan, serta pengamatan
keputusan seorang peneliti. Pada tahap ini yang menjadi peserta dalam
pengembangan masalah merupakan masyarakat penutur sebagai objek
penggunaan penutur Bahasa Indonesia Dialek Ternate [BIDT] sehingga
penelitian ini bersifat eksploratif terhadap perilaku sosial masyarakat di
Kelurahan Tanah Raja
b. Teknik Wawancara
c. Teknik Rekaman
xi
informan sehingga peneliti mampu mendeskripsikan hasil dari rekaman
tersebut.
d. Teknik Dokumentasi
Dokumentasi merupakan teknik dalam pengambilan data dalam
penelitian yang bertujuan untuk mencatat data dengan berupa biodata
informan, hasil catatan wawancara, dan berusaha mengumpul untuk
mencari sumber data mengenai variabel terkait foto-foto atau bentuk
catatan berupa naskah sebagai bukti dalam pelaksanaan penelitian antara
informan dan peneliti. Pada metode ini, tidak mempersulit peneliti jika
terjadi ke keliruan dalam suatu tindakan penelitian pada dokumentasi
karena mudah sumber data yang di peroleh.
F. Teknik Analisis Data
Bentuk pada proses teknik analisis data yang terdapat dalam penelitian
ini adalah interaktif dengan mengembangkan identifikasi suatu masalah
dari sudut pandang penutur penggunaan makna gramatikal verba Bahasa
Indonesia Dialek Ternate [BIDT], dalam makna semantik perlu untuk
diketahui bentuk makna verba dan makna gramatikal yang digunakan oleh
masyarakat Kelurahan Tanah Raja.
Sehingga pada Proses penelitian ini terdapat tiga langkah yang dapat di
lakukan. Menurut Miles dan Huberman (bukunya Sugyono, 1984: 246),
mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif di lakukan
secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas.
Aktivitas dalam analisis data, yaitu Penyajian data (Data Display),
Redukasi data (Data Reduction), dan Menarik Kesimpulan (The
Conclusing of drawing Verification). Untuk lebih lanjut dapat di jelaskan
lebih lanjut berikut ini:
a. Penyajian Data (Data Display)
Penyajian data berarti menguraikan bentuk singkat dan jelas dari hasil
sumber data yang memiliki hubungan teori olahan data pada penelitian
yang bersifat kualitatif deskritif berdasarkan komponen hasil di lapangan.
Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa di lakukan dalam bentuk
xi
uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori dan sejenisnya. Menurut
Miles and Huberman, (bukunya Sugyono, 1984: 249) menyatakan “the
most frequent form of display data for qualitative research data in the past
has been narrative text”. Bahwa penyajian data teks berfungsi sebagai
bentuk naratif dalam mendisplaykan data di lapangan, dengan demikian
akan memudahkan sumber data sebagaimana terdapat penelitian dengan
hubungan makna gramatikal verba bahasa Indonesia dialek Ternate oleh
masyarakat di Kelurahan Tanah Raja.
b. Redukasi Data (Data Reducation)
Adapun tahap sebelumnya, telah kita ketahui redukasi berarti
merangkum kembali hasil dari penyajian data, memilih hal-hal yang pokok
dan penting serta di cari tema dan polanya. Dengan demikian data yang
telah di redukasi akan memberikan gambaran lebih jelas, dan
mempermudah peneliti mengimplementasikan dalam bentuk wawancara,
observasi lapangan, rekaman, dan dokumentasi pengumpulan data yang
terdapat pada objek masyarakat di Kelurahan Tanah Raja.
c. Menarik Kesimpulan (The Conclusing of drawing Verification)
Berdasarkan tahap terakhir ini, akan memberikan penjelasan tentang
proses analisis data yang berarti penelitian di lakukan secara menarik
kesimpulan berdasarkan sumber data yang telah di verifikasi dari sumber
penelitian dan olahan data hasil kesimpulan. Hal ini masih bersifat
sementara karena ada bukti sebagai pendukung penelitian tersebut.
Menarik kesimpulan dapat di lakukan awal penelitian seperti menjabarkan
rumusan masalah dalam bentuk pertanyaan, identifikasi, dan klasifikasi
sumber teori sehingga mampu mendeskripsikan pertanyaan tentang objek
yang sedang di teliti.
xi
BAB IV
xi
[mereka mau pergi ke pasar]. Namun pada kalimat tersebut masih aktif karena
memiliki subyek, predikat, dan objek serta keterangan hal ini fungsi dan peran
bahasa Indonesia dengan dialek Ternate pada logat yang berbeda masih berfungsi
menjadikan kalimat aktif dalam proses pembentukan kata kerja/verba. Selain itu,
masyarakat di Kelurahan Tanah Raja dengan penutur dialek Ternate masyarakat
penutur juga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional hal ini
karena masyarakat mampu menjaga dan melestarikan bahasa Indonesia maupun
dalam dialek Ternate sebagai bahasa atau logat mereka sendiri yang digunakan
dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, masyarakat penutur dialek Ternate
memiliki kebudayaan dan bahasa yang unik sehingga setiap penutur asing
dengan mudah memahami tujuan dan maksud bahasa dan kebudayaan tersebut.
Ada beberapa konsep makna gramatikal verba Bahasa Indonesia Dialek Ternate
[BIDT] dalam masyarakat penutur bahasa Indonesia dialek Ternate yang terdapat
di Kelurahan Tanah Raja antara lain:
A. Hasil Penelitian
1. Makna Gramatikal Verba (Afiksasi) Bahasa Indonesia Dialek
Ternate [BIDT]
xi
a. Bentuk Prefiks Masyarakat Kelurahan Tanah Raja, Ternate
Tengah
Tabel: 1.4.1
Bentuk Prefiks dalam Verba [BIDT]
No Prefiks Kata Kerja [Verba] Kalimat Verba [BIDT]
[Awalan]
1 [ma-] Mangael Dorang mo pigi mangael
[me-] “Memancing” ikang di danau
“Mereka mau pergi
memancing ikan di danau”
2 [ba-] Bakulae Kita ada pigi salero kong
[ber-/per-] “Berkelahi” dapa lia ada orang
“Perkelahian” bakulae di muka jalang
“Aku melihat perkelahian
di depan jalan ketika aku
sedang pergi ke salero”
3 [mo-] Momasa Dorang sadiki ada momasa
[me-] “Memasak” ikang kuah kuning
“Mereka sebentar lagi
memasak ikan kuah
kuning”
4 [ma-] Malawang Kita so malawang dia tadi
[me-] “Melawan” di muka jalang basar
“Aku sudah melawan dia
tadi di depan jalan besar”
xi
5 [ta-] Tabanting Kita pe hp so tabanting
[ter-] “Terbanting” dua kali kong
“Hp aku sudah terbanting
selama dua kali”
xi
Tabel: 1.4.2
Bentuk Reduplikasi dalam Verba [BIDT] Masyarakat Penutur
Kelurahan Tanah Raja
No Reduplikasi Kata Dasar [Verba] Kalimat Verba
[Pengulangan] [BIDT]
1 bajalang-bajalang ba- [jalang] “Mereka sedang
“jalan” pergi berjalan-jalan
di pantai falajawa”
Dorang ada pigi
bajalang-bajalang di
pante falajawa
2 mamanangis- ma- [nangis] “Jangan membuat
manangis “nangis” orang menangis-
nangis seperti itu”
Jangan biking
orang mamanangis-
manangis bagitu
3 bailang-bailang ba- [ilang] “Mereka sudah
“hilang” hilang-hilang kabar
dari kemarin siang”
Dorang so bailang-
ilang kabar dari
kalimaring siang
4 Tamaso-tamaso Ta- [maso] “Rumah mereka
“masuk” masuk jauh ke dalam
gang”
Dorang pe rumah tu
tamaso-tamaso
kasana di gang
xi
Berdasarkan pernyataan pada tabel 1.4.2 di atas, bahwa bentuk dan
makna reduplikasi atau pengulangan kata pada penggalan kata pertama
memiliki kata dasar seperti pada tabel di atas dalam dialek Ternate, seperti
imbuhan kata: bajalang memiliki kata dasar jalang-jalang yang di dalam
bahasa Indonesia berarti berjalan atau kata dasar jalan-jalan, mamanangis
memiliki kata dasar nangis yang berarti menangis-nangis atau kata dasar
nangis-nangis, bailang memiliki kata dasar ilang-ilang yang berarti hilang,
selain itu ada kata tamaso yang memiliki kata dasar maso-maso yang
berarti masuk.
c. Pengulangan Kata Dasar
Berdasarkan penelitian di lapangan, peneliti juga menemukan bentuk
pengulangan kata dasar yang terdiri dari pengulangan kata ilang-ilang,
maso-maso, makang-makang, taria-taria, dengan bentuk pengulangan
kata dasar tersebut banyak digunakan oleh masyarakat kelurahan Tanah
Raja, hal ini dapat diketahui bahwa bentuk pengulangan kata dasar di atas,
menjadikan bentuk kata kerja dalam proses pembentukan kata namun tidak
memiliki ciri-ciri yang mendandai makna kecuali dalam bahasa Indonesia
yang memiliki makna tersebut.
Dari hasil penelitian di lapangan peneliti menemukan bentuk dan
makna dalam proses pengulangan kata berimbuhan dan pengulangan kata
dasar selain itu bentuk makna kata berbeda dalam Bahasa Indonesia dari
proses pembentukan kata (morfem). Sehingga bentuk awalan kata berbeda
dengan sisipan kata dan akhiran kata maupun gabungan kata karena proses
pengulangan kata memiliki tekanan dan bunyi yang berbeda sebaliknya
dalam bahasa Indonesia. Dapat peneliti ketahui bentuk pengulangan kata
berimbuhan dan pengulangan kata dasar jika dinegatifkan di lihat dalam
bentuk kalimat aktif dan kalimat pasif.
xi
B. Pembahasan
1. Makna Gramatikal Verba (Afiksasi dan Reduplikasi) Bahasa
Indonesia Dialek Ternate [BIDT]
Makna gramatikal akan muncul setelah mengalami proses gramatikal atau ketata
bahasaan yang muncul sebagai akibat hubungan antara unsur-unsur gramatikal
yang lebih besar, seperti hubungan morfem dalam kata pada proses pembentukan
kata dalam imbuhan kata seperti dalam Bahasa Indonesia Dialek Ternate [BIDT]
yang terdapat di Kelurahan Tanah Raja, Ternate tengah awalan: [ma-] yang berarti
[me-], [ba-] yang berarti [ber-], [ma-] yang berarti [me-], [ta-] yang berarti [ter-],
[mo-] yang berarti [me-] merupakan awalan kata yang di anggap mempunyai
makna alat untuk melakukan sesuatu atau pelaku perbuatan tertentu dalam bahasa
Indonesia namun, dialek Ternate tidak memiliki ciri-ciri yang menandai makna
hal ini karena perubahan bunyi, tekanan, dan alomorf (Nurhamidah, 2018). Selain
itu, makna gramatikal berdasarkan hasil penelitian di atas, merupakan makna yang
hadir sebagai akibat adanya proses gramatikal dalam proses afiksasi, proses
reduplikasi, dan proses komposisi, namun peneliti membatasi dalam penelitian ini
akan membahas pada proses afiksasi dan proses reduplikasi (Chaer, 1994).
Berdasarkan penelitian di atas, yang dapat peneliti bahas pada proses afiksasi
yang terdiri atas prefiksasi (penambahan awalan), infiksasi (penambahan sisipan),
sufiksasi (penambahan akhiran), dan konfiksasi (penambahan awalan serta
akhiran yang tidak ditemukan peneliti saat di lapangan) dan proses reduplikasi
pada pengulangan kata.
xi
penjelasan berdasarkan pembahasan pada penelitian yang didapatkan
sebagai berikut.
1. Prefiks [ma-/me-]
“Dorang ada pigi ma-mangael ikang di lao”
(Mereka sedang pergi me-mancing ikan di laut)
Awalan imbuhan kata [ma-/me-] yang memiliki kata dasar
mangael/memancing hal ini karena ada makna dalam bahasa Indonesia
yang berarti menangkap ikan di laut dengan menggunakan alat pancing
sebagai objek dalam suatu tindakan yang di lakukan. Selain itu, pada
proses dan bentuknya prefiks [ma-/me-] bisa diuraikan bentuk awalan
Bahasa Indonesia Dialek Ternate [BIDT], dalam penutur dialek
Ternate sebagai berikut:
Tabel: 1.4.3
Prefiks [ma-/me-]
No Prefiks Bentuk Dasar Prefiksasi
1 [ma-] Mangael Mamangael
2 [me-] Mancing Memancing
xi
mengubah makna gramatikal pada bentuk verba dan termasuk ke dalam
kelas kata dengan menurunkan verba mangael menjadi verba
mamangael.
2. Prefiks [ba-/ber-]
“Kita ada Ba-bajalang kaluar kong, baku dapa ngana so pulang”
(Aku sedang berjalan keluar terus, ketemuan kamu sudah pulang)
Awalan imbuhan Ba-/ber- merupakan awalan kata yang membentuk
kata dasar jalang “jalan” yang menjadi bajalang “berjalan” karena
hadirnya prefiks [ba-/ber-] menjadi ba-bajalang. Berdasarkan
penelitian di atas, yang dapat peneliti bahas pada proses pembentukan
kata (morfem), proses imbuhan kata (afiks prefiks), dan makna
gramatikal dalam verba terdapat dalam kehidupan masyarakat di
Kelurahan Tanah Raja, Ternate tengah. Untuk lebih jelas lihat pada
tabel berikut ini:
Tabel: 1.4.4
Prefiks [ba-/ber-]
No Prefiks Bentuk Dasar Prefiksasi
1 [ba-] Jalang Bajalang
2 [ber-] Jalan Berjalan
xi
3. Prefiks [ta-/ter-]
“Dorang pe kios ta-tamaso ka sana di rumah sake”
(Kios mereka masuk jauh ke dalam di rumah sakit)
Pada awlan imbuhan [ta-/ter-] pada proses pembentukan kata dasar
verba ta-/ter- dengan kata dasar ulang menjadi tamaso hal ini karena
bentuk dan proses kata memiliki alomorf dan perubahan bunyi pada
tekanan bahasa Indonesia ke dalam dialek Ternate, selain itu bentuk
kata dasar berbeda dengan bentuk imbuhan kata yang dipengaruhi oleh
situasi dan keadaan masyarakat penutur di Kelurahan Tanah Raja
dalam hal menyikapi sebuah bahasa yang digunakan segala pihak
penutur tersebut. untuk lebih jelas lihat pada tabel berikut ini:
Tabel: 1.4.5
Prefiks [ta-/ter]
No Prefiks Kata Dasar Prefiksasi
1 [ta-] Maso Tamaso
2 [ter-] Masuk Termasuk
xi
4. Prefiks [ba-/ber-]
“Kita ada pigi salero kong dapa lia ada orang bakulae di muka
jalang”
(Aku melihat perkelahian di depan jalan ketika aku sedang pergi ke
salero)
Bentuk awalan imbuhan kata [ba-/ber-] pada proses pembentukan kata
kerja dengan bentuk kata dasar kulae menjadi tambahan awalan ba-
kulae yang berarti ber-kelahi bisa juga perkelahian jika di lihat
berdasarkan bentuk alomorf pada kata kerja sehingga tekanan pada
bunyi berbeda dalam bahasa Indonesia ke bentuk dialek Ternate. Hal
ini berdasarkan bentuk kata dan ragam dialek yang berbeda. Dapat kita
ketahui pada tabel berikut ini:
Tabel: 1.4.6
Prefiks [ba-/ber-/per-]
No Prefiks Kata Dasar Prefiksasi
1 [ba-] Kulae Bakulae
2 [ber-/per-] Kelahi Berkelahi/Perkelahian
xi
atau memasak dalam makna gramatikal tersebut maka dapat di lihat
bentuk dan prosesnya pada tabel berikut:
Tabel: 1.4.7
Prefiks [mo-/me-]
No Prefiks Kata Dasar Prefiksasi
1 [mo-] Masa Momasa
2 [me-] Masak Memasak
xi
sehingga mempengaruhi bentuk tekanan dan bunyi pada pengucapan
kata dalam bahasa Indonesia ke bentuk dialek Ternate.
7. Prefiks [ta-/ter-]
Kita pe Hp so tabanting dua kali kong
(Hp aku sudah terbanting selama dua kali)
Bentuk awalan pada kata kerja yang menyatakan sebuah benda Hp
memiliki awalan [ta-/ter-] karena bersifat alomorf. Hal ini karena
tindakan sebuah kata kerja menunjukkan pada Hp sehingga dapat di
lihat proses dan bentuk dialeknya pada tabel berikut:
Tabel: 1.4.9
Prefiks [ta-/ter-]
No Prefiks Kata Dasar Prefiksasi
1 [ta-] Banting Tabanting
2 [ter-] Banting Terbanting
xi
bunyi dan artikulasi saat memulai pembicaraan. Dalam proses
pengulangan kata yang terdapat dalam kehidupan masyarakat penutur di
Kelurahan Tanah Raja dengan memiliki tekanan dan bunyi yang berbeda
dalam bahasa Indonesia. Pada proses pengulangan kata terdiri atas dua
pengulangan yaitu pengulangan kata berimbuhan dan pengulangan kata
dasar sehingga dapat diketahui dalam hal ini bentuk pengulangan kata
berimbuhan yang terdapat dalam keseharian memiliki pembubuhan kata
[ba-jalang-bajalang], [ma-mamanangis-manangis], [ba-bailang-bailang],
[ta-tamaso-tamaso], bahwa bentuk kata dasar jalang “jalan” atau jalan-
jalan menjadi bajalang-bajalang berarti berjalan-berjalan, kata dasar
“nangis” atau managis-nangis menjadi mamanagis-managis berarti
menangis-nangis, sedangkan kata dasar “ilang-ilang” atau hilang-hilang
menjadi bailang-bailang yang berarti menghilang-hilang. Sementara
bentuk pengulangan kata dasar “ ilang-ilang, maso-maso, makang-
makang, dan taria-taria. Sehingga dapat dijelaskan bentuk imbuhan dalam
pembahasan berikut:
1. Bentuk Pengulangan Imbuhan [ba-] bajalang
Pada reduplikasi atau pengulangan pada kata ba + ba + jalang
menjadi babajalang sedangkan bentuk ba + jalang menjadi
bajalang-bajalang dalam bahasa Indonesia dialek Ternate yang
memiliki banyak kelas kata kerja dalam komponen makna
gramatikal melakukan suatu tindakan atau berdurasi pada waktu
dan situasi. Pengulangan kata bajalang-bajalang terbentuk atas
beberapa pembubuhan kata dari imbuhan kata, kata dasar, dan
proses pembentukan kata (morfem). Bajalang-bajalang dalam
bahasa Indonesia berarti berjalan-berjalan yang memiliki makna
dan arti yang sama hal ini menunjukkan bahwa perubahan bunyi
dan tekanan yang jauh berbeda antara bahasa Indonesia dan dialek
Ternate karena dipengaruhi oleh penguasaan masyarakat bahasa,
bentuk penerjemaahan masyarakat bahasa kurang memahami
sehingga terbentuknya dalam pembelajaran bahasa Indonesia oleh
xi
masyarakat penutur di Kelurahan Tanah Raja lewat pendidikan
formal.
2. Bentuk Pengulangan Imbuhan [ba-] bailang
Berdasarkan pada pengulangan kata ba + ba + ilang menjadi ba +
ilang “bailang-bailang” pada dialek dialek Ternate memiliki arti
dalam kelas kata kerja yaitu hilang segala sesuatu yang ada yang
berarti hilang-hilang hal ini bahwa sewaktu-waktu dapat diartikan
ke dalam bentuk yang sebenarnya namun tidak juga. Proses
pengulangan kata bailang-ilang sangat signifikan sama lenyap dan
tiada secara tiba-tiba namun, makna yang berbeda. Istilah bailang-
ilang dalam pengulangan kata kerja memiliki situasi tindakan atau
perbuatan yang di lakukan oleh orang atau benda. Dalam
masyarakat penutur di Kelurahan Tanah Raja, mereka lebih
menekankan pada bentuk dialek dan proses makna dalam
penggunaan suatu bahasa.
3. Bentuk Pengulangan Imbuhan [ma-] manangis
Pengulangan kata ma + ma + nangis menjadi ma + nangis
“manangis-managis” dalam bahasa Indonesia dialek Ternate
berbeda dalam bahasa Indonesia menangis-menangis hal ini
berdasarkan makna kata dan proses pembentukan kata dalam kelas
kata kerja. Makna gramatikal verba yang terdapat pada kata
manangis-managis merupakan bentuk suatu tindakan berdasarkan
situasi waktu dan tempat dalam keadaan menangis karena rasa
kecewa dan kesal. Masyarakat di Kelurahan Tanah Raja sering
menggunakan kata manangis-managis dalam kehidupan sehari-hari
bahasa Indonesia dialek Ternate.
4. Bentuk Pengulangan Imbuhan [ta-] tamaso
Pengulangan kata ta + ta + maso menjadi ta + maso “tamaso-
tamaso” dalam bahasa Indonesia berarti masuk ke dalam hal ini
bentuk kata dan makna kata berbeda dengan penggunaan terhadap
situasi dalam suatu tindakan.
xi
Sedangkan dalam bentuk pengulangan kata dasar dapat
dikaitkan ke dalam hal berikut ini:
2. Bentuk Pengulangan Kata Dasar (ilang-ilang)
Bentuk pengulangan kata dasar ilang-ilang memiliki dua bentuk
kata dasar yang menyatakan suatu benda atau hal yang bermakna
hilang sehingga dalam segala sesuatu yang ada sama halnya benda
fisik dan non fisik yang pada dasarnya bisa hilang. Bentuk
pengulangan kata dasar terdiri atas morfologis ilang + ilang.
3. Bentuk Pengulangan Kata Dasar (maso-maso)
Bentuk pengulangan kata dasar maso-maso yang memiliki bentuk
dasar menyatakan bentuk kata kerja yang bermakna masuk lebih ke
dalam atau sampai ke dasar mendalam hal ini banyak digunakan
masyarakat kelurahan Tanah Raja, sebagai dialek sehari-hari
masyarakarat. Bentuk pengulangan kata dasar memiliki dua bentuk
kata dalam proses morfologis maso + maso.
4. Bentuk Pengulangan Kata Dasar (makang-makang)
Bentuk pengulangan kata dasar makang-makang memiliki bentuk
kata kerja yang mempunyai makna makan-makan secara
bersamaan sehingga bentuk kata kerja ini sangat digunakan oleh
masyarakat kelurahan Tanah Raja, dalam kehidupan sehari-hari.
Dari proses pembentukan kata secara morfologis membentuk dua
kata makang + makang.
5. Bentuk Pengulangan Kata Dasar (taria-taria)
Bentuk pengulangan kata dasar taria-taria memiliki makna kata
kerja teriak-teriak ketika alat ucap manusia memanggil sesuatu
dengan sebuah kata yang dikeluarkan berupa perintah atau
larangan dengan tekanan dan bunyi yang begitu keras dan kuat.
Pada proses pembentukan morfologis terdiri dari dua kata taria +
taria.
Berdasarkan pada pernyataan reduplikasi di atas, maka peneliti
menyimpulkan bahwa bentuk reduplikasi verba dalam Bahasa
xi
Indonesia Dialek Ternate [BIDT], maka dalam bahasa Indonesia
memiliki kata dasar yang di maksud menandai makna dengan
imbuhan [ber-], [ter-], [me-], sedangkan dalam imbuhan dialek
Ternate tidak memiliki ciri-ciri yang menandai makna pada
imbuhan [ba-], [ta-], [ma-] karena memiliki perbedaan bentuk
imbuhan dan memiliki makna yang sama hanya saja pada proses
imbuhan yang berbeda karena adanya alomorf. Selain itu bentuk
reduplikasi makna gramatikal verba yang dapat peneliti temukan di
lapangan bahwa makna yang berubah-rubah sesuai dengan konteks
pemakainya. Hal ini terjadi akibat kata dasar tersebut pada
imbuhan kata memiliki proses-proses bentuk dan makna dalam
pengimbuhan kata, pengulangan kata, dan kemajemukan kata.
Berdasarkan pada pernyataan reduplikasi di atas, maka peneliti
menyimpulkan bahwa bentuk reduplikasi verba dalam Bahasa Indonesia Dialek
Ternate [BIDT], maka dalam bahasa Indonesia memiliki kata dasar yang di
maksud menandai makna dengan imbuhan [ber-], [ter-], [me-], sedangkan dalam
imbuhan dialek Ternate tidak memiliki ciri-ciri yang menandai makna pada
imbuhan [ba-], [ta--], [ma-], karena memiliki perbedaan bentuk imbuhan dan
memiliki makna yang sama hanya saja pada proses imbuhan yang berbeda karena
adanya alomorf. Selain itu bentuk reduplikasi makna gramatikal verba yang dapat
peneliti temukan di lapangan bahwa makna yang berubah-rubah sesuai dengan
konteks pemakainya. Hal ini terjadi akibat kata dasar tersebut pada imbuhan kata
memiliki proses-proses bentuk dan makna dalam pengimbuhan kata, pengulangan
kata, dan kemajemukan kata.
Dengan menambahkan adanya perubahan tekanan atau fonem pada bentuk
pengulangan terhadap perubahan bunyi, hal ini berarti dari bentuk dasar di ulang
tetapi disertai dengan perubahan pengulangan makna kata dari variasi fonem
antara tekanan dialek sehingga terjadinya perbedaan atau perubahan makna dalam
bahasa Indonesia ke bentuk dialek Ternate, yang terdapat dalam masyarakat
penutur di Kelurahan Tanah Raja, tentang makna gramatikal verba atau kata kerja.
Selain itu, ada jenis perubahan tekanan dialek yang di sebut netralisasi.
xi
Berdasarkan Bahasa Indonesia Dialek Ternate [BIDT], netralisasi dalam objek
perubahan pada tekanan mengakibatkan adanya perubahan secara fonemis dari
reduplikasi bahasa Indonesia ke dalam bentuk dialek Ternate. Dalam reduplikasi
atau pengulangan perubahan tekanan atau fonem yang terdapat unsur morfologis
tetapi termasuk ke dalam makna pembentukan kata (reduplikasi) karena ada
bentuk dasar. Pada bahasa Indonesia ke dalam bahasa Indonesia dialek Ternate
[BIDT], terdapat pengulangan kata dengan perubahan tekanan suara dalam
pengucapan, hal ini karena bahasa Indonesia dialek Ternate bahwa reduplikasi
atau pengulangan bentuk morfologis dapat terjadi dengan yang bukan akar atau
bentuk sebagai statusnya lebih tinggi dari akar, bentuk yang di ulang tidak jelas
dan reduplikasi imbuhan dan bentuk kata dasar tergantung pada kalimat aktif dan
kalimat pasif hal ini tidak menghasilkan makna gramatikal karena tidak memiliki
ciri-ciri yang menandai makna, tetapi menghasilkan makna leksikal. Pemahaman
Makna Gramatikal Verba Bahasa Indonesia terhadap Dialek Ternate [BIDT], oleh
tokoh masyarakat setempat di Kelurahan Tanah Raja yang memiliki dialek
Ternate dalam kehidupan sehari-hari dengan dialek tersebut sehingga ucapan yang
terdapat dalam makna gramatikal dalam suatu bahasa hal tersebut bahwa dialek
Ternate memiliki kesamaan terhadap dialek Manado. Selain itu, di Kelurahan
Tanah Raja kebanyakan penutur asing yang relatif menggunakan penutur bahasa
Indonesia asli yang memiliki suatu unsur-unsur makna kata dan penekanan dialek
terhadap penggunaan bahasa oleh masyarakat penutur dialek Ternate yang
mempengaruhi suatu bahasa di Kelurahan Tanah Raja dalam bidang kehidupan
sosial masyarakat penutur yang relatif dalam kegiatan interaksi komunikasi rentan
dan cukup di jangkau oleh akses dari perbedaan bahasa ada faktor lain dalam
kelurahan Tanah Raja tidak sulit untuk berinteraksi namun sulit mengetahui lebih
lanjut terkait sejarah nya.
xi
BAB V
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian di atas, dengan judul penelitian “Analisis
makna gramatikal verba bahasa Indonesia dialek Ternate” yang dapat peneliti
simpulkan bahwa bentuk makna gramatikal sebagai tataran suatu bahasa yang
terdiri dari afiksasi, reduplikasi, komposisi, dan kalimatisasi. Namun karena
penelitian tersebut sangat luas maka peneliti membatasi dua objek yang terdiri
dari penelitian yaitu afiksasi dan reduplikasi. untuk lebih jelas masing-masing
dapat peneliti simpulkan sebagai berikut:
1. Afiksasi dalam tataran gramatikal kata kerja atau verba Bahasa Indonesia
Dialek Ternate [BIDT], Dari objek penelitian tersebut dalam afiksasi
terdapat empat komponen dalam proses pembentukan sebuah kata
(morfem) yang terdiri atas prefiks sebagai imbuhan awalan kata, infiks
sebagai sisipan yang berada di tengah kata dasar, sufiks sebagai akhiran
dalam proses pembentukan kata, dan konfiks sebagai pengabungan antara
prefiks dan sufiks. Hal ini terlihat jelas dalam kehidupan sehari-hari
masyarakat penutur Kelurahan Tanah Raja. Berdasakan proses dan bentuk
dari pada afiksasi dalam bahasa Indonesia ke dalam bentuk dialek Ternate,
maka terdapat empat komponen yang dicakupkan ke dalam proses afiksasi
di antaranya prefiks sebagai awalan imbuhan kata [ma-/me-], [ba-/ber-],
[ta-/ter-] yang memiliki tekanan dan proses makna gramatikal verba dalam
pembentukan kata (morfologis) sehingga bentuk dan makna berbeda
dalam bentuk Bahasa Indonesia Dialek Ternate [BIDT]. Selain itu proses
morfologisnya dipengaruhi oleh bentuk alomorf pada proses pembubuhan
kata sehingga dalam setiap kata memiliki stem dan unsur dialek terhadap
bentuk dan makna dalam bahasa Indonesia namun, dialek Ternate tidak
sama sekali ciri-ciri yang menandai makna.
2. Reduplikasi atau pengulangan kata seperti yang terjadi dalam
masyarakat penutur di Kelurahan Tanah Raja dengan bentuk reduplikasi
xi
atau pengulangan kata baik pengulangan kata berimbuhan [ba-jalang-
bajalang], [ba-ilang-bailang], [ma-mamanagis-manangis], [ba-bailang-
bailang], [ta-tamaso-tamaso] sedangkan bentuk pengulangan kata dasar
ilang-ilang, maso-maso, makang-makang, dan taria-taria, dengan
tersusun secara morfologis kata prefiks awalan kata, infiks sisipan kata
yang berada di tengah kata dasar, sufiks akhiran kata, dan konfiks dalam
pengabungan. Ada beberapa reduplikasi atau pengulangan kata
berimbuhan dan pengulangan kata dasar hal ini di lihat dalam proses
pembentukan kalimat yang membedakan kalimat aktif dan kalimat pasif,
dengan mengandung subjek, predikat, objek, dan keterangan.
B. Saran
Berdasarkan penelitian hasil analisis data dan kesimpulan yang
berdasarkan hasil di lapangan peneliti dapat melaksanakan penelitian dengan cara
agar peneliti berusaha dalam memberikan informasi yang aktual dan jelas supaya
menarik pembaca agar dapat mengembangkan dan meningkatkan bentuk dan
proses masyarakat penutur dalam penggunaan dialek-dialek, variasi dan status
sosial dalam kehidupan sehari-hari, penggunaan suatu bahasa sebagai wadah
kelestarian nilai dan budaya, dan kontak sosial masyarakat bahasa serta dalam
upaya perbandingan antara dialek di daerah setempat kelurahan Tanah Raja akibat
pendatang penutur asing (bahasa Indonesia). Selain itu, peneliti berharap agar
penggunaan kata kerja atau verba dalam dialek setiap daerah dapat di mengerti
dan mudah dipahami dengan adanya bahasa Indonesia melalui pendidikan formal
maupun non formal melalui suatu golongan masyarakat sosial sehingga mudah di
kenal luas oleh banyak orang lebih khususnya penggunaan penutur dalam dialek
yang ada di Kelurahan Tanah Raja, Ternate Tengah Kota Ternate. Dengan
demikian peneliti merasa yakin bahwa adanya penelitian ini dapat menjadi arahan
dan motivasi bagi penelitian lain, khususnya dalam makna gramatikal pada kata
kerja atau verba setiap penggunaan bahasa Indonesia (dialek Ternate) yang ada di
Kelurahan Tanah Raja, Ternate Tengah. Pada setiap harapan dan insan peneliti
semoga hasil penelitian ini dapat dikembangkan lebih lanjut sebagai bentuk dari
manfaat yang berguna bagi para pembaca.
xi
DAFTAR PUSTAKA
xi
Katamba, Francis. 1993. Morphology. London: The Macmillan Press LTD.
Kosasih. 2022. Kompetensi Ketatabahasaan. Bandung: CV. Yrama Widya.
Lieber, Rochelle. (2009). Introducing Morphology.
New York: Cambrigde University Press.
---------(2004). Morphology and Lexical/Grammatical Semantics.
New York: Cambrigde University Press.
Muhadjir, Noeng. 1998. Metodologi Penelitian Kualitatif Pendekatan
Positivisik, Rasionalistik, Phenomenologik, dan Realisme, Metaphisik
Telaah Studi Teks dan Penelitian Agama.
Mulae, S.O. (2016). Mengenal Reduplikasi Bahasa Tidore dalam Upaya
Pemertahanan Bahasa Daerah. Humano, 7(1), 92-103.
Mulyono, Iyo. 2013. Ilmu Bahasa Indonesia Morfologi Teori dan Sejumput
Problematika Terapannya. Bandung: Yama Widya.
Miles M. B and Huberman A.M. 1984. Qualitative Data Analysis:
A Source Book or New Methods. Beverly Hill Sage Publication.
Nurhamidah, N. R. (2018). Makna Leksikal Dan Gramatikal Pada Judul Berita
Surat Kabar Pos Kota (Kajian Semantik). Sasindo Unpam.
Palmer. 1971. Semantics. London: Cambridge University Press.
Pateda, Mansoer. 2001. Semantik Leksikal. Jakarta: Rineka Cipta.
Putrayasa, Ida Bagus. 2008. Kajian Morfologi (Bentuk Derivasional dan
Infeksiona). Bandung: Refika Aditama
-------- 1980. Teori Linguistik dan Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Kanisius
Ramlan, M. 1987. Morfologi: Satuan Tinjauan Deskriptif.
Sudaryat, Yayat. 2014. Makna dalam Wacana. Bandung: CV. YRAMA WIDYA.
---------2009. Toponimi Jawa Barat (Berdasarkan Cerita Rakyat).
Bandung: Disbudar Jawa Barat
Sumarsono. 1985. Pengantar Semantik. Singaraja: FKIP UNUD.
Sugyono. 2012. Model Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R& D. Bandung: Alfabeta.
---------2016. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
Bandung: Alfabeta.
xi
Ullman, Stephen. (1977), Semantics: An Introduction to the Science of
Meaning Basil Black-well, Oxford.
Uma Sekaran, Research Methods for Business, Shouthern Illinois
University at Carbondale, 1984.
Verhaar, J. W. M. 1978. Pengantar Linguistik I. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press.
Wijayanti, E. D. (2016), Variasi Dialek Bahasa Bawean di Wilayah Pulau Bawean
Kabupaten Gresik: Kajian Dialektologi. Perpustakaan Universitas
Airlangga, 13.
xi
DAFTAR LAMPIRAN
xi
Lampiran 2: Surat Keterangan Rekomendasi Kesatuan Bangsa Dan Politik
xi
Lampiran 3: Surat Keterangan Selesai Penelitian Dari Kelurahan Tanah Raja,
Ternate Tengah.
xi
Lampiran 4: Proses Penelitian Pada Tahap Oservasi Wawancara dalam
Pengambilan Data Informan Bapak M. Faisal. H.
xi
Lampiran 6: Proses Penelitian Berlangsung Pada Tahap Observasi Wawancara
dalam Pengambilan Data Informan Ibu Fahria Ahmad.
xi
Lampiran 8: Proses Kegiatan Pada Tahap Observasi Wawancara dalam
Pengambilan Data Informan Ibu Theresia Batidas.
xi
Lampiran 10: Denah Dan Bentuk Peta Dalam Topografi Geografis Wilayah
Dikelurahan Tanah Raja, Ternate Tengah.
xi
RIWAYAT PENDIDIKAN
xi
xi