Anda di halaman 1dari 93

ANALISIS MAKNA GRAMATIKAL VERBA BAHASA INDONESIA

DIALEK TERNATE

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan


untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Bahasa
dan Sastra Indonesia

LAMBERTUS ARDI
NPM. 03051911061

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KHAIRUN
TERNATE
2023

xi
ANALISIS MAKNA GRAMATIKAL VERBA BAHASA INDONESIA
DIALEK TERNATE

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan


untuk memeperoleh gelar Sarjana Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia

Oleh
LAMBERTUS ARDI
NPM. 03051911061

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KHAIRUN
TERNATE
2023

xi
PERSETUJUAN PEMBIMBING

xi
PERSETUJUAN PEMBIMBING
ANALISIS MAKNA GRAMATIKAL VERBA BAHASA INDONESIA
DIALEK TERNATE

Oleh
LAMBERTUS ARDI
NPM. 03051911061

Setelah diperiksa dan diteliti kembali, skripsi ini dinyatakan telah lulus dan
memenuhi persyaratan untuk diseminarkan.

Menyetujui

Pembimbing l Pembimbing ll

Sulami Sibua, S.Pd.,M.Pd Anwar Nada, S.Pd.,M.Hum


NIP. 197111132001122001 NIP. 19710219000031006

Mengetahui,
Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
FKIP Universitas Khairun

Anwar Nada, S.Pd.,M.Hum


NIP. 197102192000031006

xi
PENGESAHAN SKRIPSI

xi
PENGESAHAN SKRIPSI

SKRIPSI a.n : Lambertus Ardi


Judul Skripsi : Analisis Makna Gramatikal Verba
Bahasa Indonesia Dialek Ternate.

Telah diterima oleh Panitia Ujian Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Khairun Ternate pada tanggal 27 Juni 2023 berdasarkan Surat
Keputusan Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Nomor: 3422
/UN44.C3/EP.10/2023.
Panitia dan Dewan Penguji

(Penguji Utama)
Rafik M Abasa, S.Pd.,M.Pd

(………….……………………..….)

(Anggota Penguji I)
Adriani, S.Pd.,M.Pd

(…………………………………….)

(Anggota Penguji II)


Darlisa Muhamad, S.Pd.,M.Pd

(…………………………………….)

(Pembimbing Utama)
Sulami Sibua, S.Pd.,M.Pd

(……………………………………..)

(Pembimbing Pendamping)
Anwar Nada, S.Pd.,M.H
(……………………………………..)

Mengetahui,
Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Khairun

Dr. Abdu Mas’ud, S.Pd.,M.Pd


NIP. 197605152005011001

xi
PERNYATAAN KEASLIAN

xi
PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama : Lambertus Ardi
NPM : 03051911061
Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Program Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Jurusan : Bahasa dan Seni
Judul : Analisis Makna Gramatikal Verba
Bahasa Indonesia Dialek Ternate

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Skripsi yang disusun


seluruhnya merupakan hasil karya saya sendiri. Adapun bagian-bagian tertentu
dalam Penulisan Skripsi yang saya kutip dari hasil karya orang lain. Telah
dituliskan sumbernya secara jelas sesuai norma, kaidah, etika penulisan ilmiah.
Adabila di kemudian hari ditemukan seluruh atau sebagian Skripsi ini
bukan bukan hasil karya saya sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian
tertentu, saya bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang saya
sandang dan sanksi-sanksi lainnya dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.

Ternate, 27 Juni 2023


Yang membuat
Pernyataan

Lambertus Ardi
NPM. 03051911061

xi
MOTTO DAN PERSEMBAHAN

xi
MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO:

“Dengarkanlah nasihat dan terimalah didikan, supaya engkau menjadi bijak


dimasa depan. Banyaklah rancangan dihati manusia, tetapi keputusan Tuhanlah
yang terlaksana”

(Amsal 19:20-21)

Yakinlah menjalankan sebuah rencana tidak akan semudah


yang engkau rencanakan. Sebab atas dasar keyakinan mewujudkan mimpi yang
tidak akan semudah saat engkau bermimpi. Hak kita hanya berusaha, sementara
nasib kita adalah hak Tuhan.
(Amin Nurhuda)

Setiap kesulitan selalu ada pengorbanan yang menjadikan tolak ukur dalam
kegagalan, begitu pula level perjuangan yang tiada henti sepanjang masa. Sebab
dasar dari perjuangan awal hukum pengetahuan yang kodratnya sampai akhir
menghembuskan nafas. Lambertus Ardi

xi
PERSEMBAHAN:

Dalam Skripsi ini peneliti persembahkan sebagai wujud rasa kasih sayang dan
terima kasih kepada:

1. Ayahanda tercinta Aloisius Lelai dan Ibunda Prudentia Sedidi tercinta yang
sangat begitu tulus dan sabar Membesarkanku, mendidik, dan banyak hal yang
telah mereka perjuangkan dengan Pengorbanan, kasih sayang serta membiayai
selama berada dalam menganyam pendidikan Dan juga memberikan semangat
yang tak bisa ku ungkapkan dengan beribu kata-kata terima Kasih atas
pengorbanan mereka dan atas berkat doa demi suatu keberhasilan studiku.

2. Kakak dan Adikku yang tersayang Yohanes Suparjo, Benedikta Liani, Januar
Rispanda, dan Lista Lusmila yang selama ini. Selalu memberikan semangat dan
doa serta selalu menunjukan sikap peduli kasih sayang.

3. Kepada Almarhum bapak Tamrin Wahid, Ibu Hamdana Ibrahim, Kakak


Fatmawati T. Wahid, Kakak Karmila T. Wahid, Kakak Sumiyati T. Wahid
keluarga yang ada di Ternate terima kasih yang selalu memberikan masukan
dan motivasi yang lebih baik.

4. Kedua pembimbingku Sulami Sibua S.Pd.,M.Pd dan Anwar Nada


S.Pd.,M.Hum yang Begitu sabar dalam mendidik, membimbing, mengarahkan,
memotivasi serta memberikan masukan, dan semangat yang tidak terduga
hingga terselesainya skripsi ini.

5. Almamaterku tercinta, Universitas Khairun Ternate sebagai wadah peneliti


menimba ilmu Pengetahuan dan teknologi, serta teman-teman seperjuangan
angkatan 2019.

6. Semua rekan-rekan seangkatan yang telah membantu, mendukung dan


memberikan saran dalam kelancaran penulisan skripsi ini.

xi
ABSTRAK

xi
ABSTRAK

Lambertus Ardi, 2023 Analisis makna gramatikal verba bahasa Indonesia dialek
Ternate. Atas dasar di bawah Pembimbing I Sulami Sibua, S.Pd.,M.Pd, dan
Pembimbing II Anwar Nada, S.Pd.,M.Hum.

Berdasarkan Tujuan penelitian yaitu (1) Menjelaskan makna gramatikal


(afiksasi) dan (reduplikasi) verba bahasa Indonesia dialek Ternate. Manfaat
penelitian yaitu (1) Manfaat teoritis antara peneliti dan responden dalam
menambah pengetahuan tentang makna pembentuk verba terhadap penutur bahasa
Indonesia dalam dialek Ternate. (2) Manfaat praktis masyarakat sebagai objek dan
sarana untuk mengembangkan suatu masalah pemakaian bahasa, tindak penutur,
dan kelas bahasa verba yang terjadi dalam penemuan, klasifikasi, identifikasi, dan
mengacu pada referensi sebagai bahan penggunaan bahasa pada makna gramatikal
pembentuk verba oleh masyarakat kelurahan Tanah raja, Ternate tengah.

Metode yang digunakan oleh peneliti dalam proses penelitian ini adalah
kualitatif deskritif dengan memberikan prosedur dan langkah-langkah penelitian
yang dapat menghasilkan data dan sumber data secara deskritif berupa bentuk
bahasa yang disampaikan dengan ucapan kata dan bentuk tulisan serta tindakan
yang dapat diamati dari subyek penelitian itu sendiri, dengan menggunakan
tahapan secara sistematis dan terstruktur berupa observasi partisipan, wawancara,
rekaman, dan dokumentasi digunakan sebagai bentuk teknik dalam penelitian di
lapangan.

Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan bahwa makna gramatikal


verba bahasa Indonesia dialek Ternate yang terdapat di Kelurahan Tanah Raja,
Ternate Tengah dalam gramatikal tataran sebuah bahasa pada proses Afiksasi,
reduplikasi, dan komposisi. Sehingga adanya prefiks [ma-/me-], [ba-/ber-],
[ta-/ter-], dengan memiliki dialek yang tidak memiliki ciri menandai makna pada
infiks, sufiks, konfiks, adanya bentuk pengulangan kata berimbuhan dan
pengulangan kata dasar.

Kata Kunci: Makna, Gramatikal Verba, Dialek

xi
ABSTRACT

xi
ABSTRACT

Lambertus Ardi, 2023 Analysis of the grammatical meaning of Indonesian


Ternate dialect verbs. On the basis of Supervisor I Sulami Sibua, S.Pd., M.Pd, and
Supervisor II Anwar Nada, S.Pd., M.Hum.

Based on the research objectives, namely (1) Explaining the grammatical


meaning (affixation) and (reduplication) of Indonesian Ternate dialect verbs. The
benefits of the research are (1) The theoretical benefits between researchers and
respondents in increasing knowledge about the meanings of verbs for Indonesian
speakers in the Ternate dialect. (2) The practical benefits of the community as
objects and means for developing a problem of language usage, speakers' actions,
and language class of verbs that occur in discovery, classification, identification,
and referring to references as material for language use in the grammatical
meanings of verbs by the people of Tanah sub-district king, central Ternate.

The method used by researchers in this research process is descriptive


qualitative by providing research procedures and steps that can produce
descriptive data and data sources in the form of language forms conveyed in
spoken words and written forms as well as actions that can be observed from the
research subjects themselves. , using systematic and structured stages in the form
of participant observation, interviews, recordings, and documentation used as a
form of technique in research in the field.

Based on the results of the study it was found that the grammatical
meaning of Indonesian Ternate dialect verbs found in Tanah Raja Village,
Central Ternate at the grammatical level of a language is in the process of
affixation, reduplication, and composition. So that there are prefixes [ma-/me-],
[ba-/ber-], [ta-/ter-], by having a dialect that does not have the characteristic of
marking meaning in infixes, suffixes, confixes, shape exists repetition of affixed
words and repetition of basic words.

Keywords: Grammatical, Meaning, Dialect Verbs

xi
KATA PENGANTAR

xi
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa (YME), atas berkat dan
karunia-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan tugas akhir penulisan Skripsi
ini, yang berjudul “ Analisis Makna Gramatikal Verba Bahasa Indonesia Dialek
Ternate “ dengan tepat waktu.
Adapun dalam proses penulisan Skripsi ini, memiliki tujuan yaitu untuk
memahami, mempelajari sistematika, menggambarkan lebih jelas masalah-
masalah bentuk dan cara penulisan pola struktur pembuatan karya tulis ilmiah.
Penulisan skripsi ini, yang dimaksudkan sebagai salah satu persyaratan untuk
menyelesaikan studi akhir pada program strata satu (S1) Jurusan Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP)
Universitas Khairun Ternate.
Dalam penulisan skripsi ini, peneliti telah berusaha menyelesaikan skripsi
ini, namun peneliti menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna karena masih
banyak kekurangan dalam memahami bentuk penyajian maupun pembahasan
materi masih jauh dari kata kesempurnaan, oleh karena itu, dengan penuh
kerendahan hati dan insan yang bermanfaat bagi peneliti sangat mengharapkan
kritikan dan saran yang bersifat membangun sebagai motivasi penulisan skripsi
ini. Serta segala bimbingan dan harapan dari semua pihak dalam memperbaiki
karya ilmiah ini.
1. Bapak Dr. M. Ridha Ajam, M.Hum Selaku Rektor Universitas Khairun
Ternate.
2. Dr. Abdu Mas’ud, S.Pd., M.Pd. Sebagai Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan (FKIP) Universitas Khairun Ternate.
3. Bapak Anwar Nada, S.Pd., M.Hum Selaku Ketua Prodi Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia yang begitu baik memberikan motivasi dalam membimbing
peneliti selama berada di bangku perkuliahan.

xi
4. Sulami Sibua, S.Pd., M.Pd, Anwar Nada, S.Pd., M.Hum Selaku Pembimbing
yang selalu sabar memberikan dorongan dan motivasi dalam penulisan skripsi
ini.
5. Rafik M Abasa, S.Pd., M.Pd, Adriani, S.Pd., M.Pd, Darlisa Muhamad, S.Pd.,
M.Pd, Selaku dosen penguji terima kasih yang selalu memberikan kritikan,
masukan, dan saran.
6. Anwar Nada, S.Pd., M.Hum, Drs. Mansur Hasan, M.Pd, Sulami Sibua, S.Pd.,
M.Pd, Dr. Muamar Abdul Halil, S.Pd., M.Pd, Sasmayunita, S.Pd., M.Pd,
Justam Wahab, S.Pd., M.Pd, Asriyani Thahir, S.Pd., M.Pd, Nasrullah LA Madi,
S.Pd., M.Pd, Sri Wahyuni, S.Pd., M.Pd, Hubbi Saufian Hilmi, S.Pd., M.Pd,
Yusrina, S.Pd., M.Pd, Rizal Muharam, S.Pd., M.Pd, Adriani, S.Pd., M.Pd, Taib
Abdullah, S.Pd., M.Hum, Darlisa Muhamad, S.Pd., M.Pd, Chaerul Gibran,
S.Pd., M.Pd, Rafik M Abasa, S.Pd., M.Pd dan seluruh staf dosen Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia yang selalu memberikan arahan dan bimbingan
yang bersifat memotivasi.
7. Nurjana Ahmad, S.Pd, Selaku tata usaha Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia yang begitu sabar melayani dengan baik.
8. Selaku staf dosen dan tata usaha yang ada di lingkungan Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Khairun Ternate.
9. Teman-teman HIMABIN terima kasih sudah memberikan semangat dan
dukungan pada peneliti hingga terselesaikannya skripsi ini.
10. Terima kasih kepada teman-teman angkatan 019 yang banyak memberikan
saran dan motivasi dan terima kasih atas dukungan selama ini. Serta
kebersamaan yang telah dicapai, semoga menjadi kenangan terindah yang
bersejarah tak terlupakan.
11. Almamater dan kampus tercinta sebagai wadah untuk menimba ilmu
pengetahuan.

Ternate, 27 Juni 2023

Lambertus Ardi

xi
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...............................................................................................i

PERSETUJUAN PEMBIMBING........................................................................ii

PENGESAHAN SKRIPSI...................................................................................iii

PERNYATAAN KEASLIAN..............................................................................iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN........................................................................v

ABSTRAK.............................................................................................................vi

ABSTRACT...........................................................................................................vii

KATA PENGANTAR........................................................................................viii

DAFTAR ISI.........................................................................................................ix

DAFTAR TABEL..................................................................................................x

DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................xi

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

A. Latar Belakang..................................................................................................1

B. Batasan Masalah...............................................................................................4

C. Rumusan Masalah............................................................................................5

D. Tujuan Penelitian..............................................................................................5

E. Manfaat Penelitian............................................................................................5

a. Manfaat Teoritis.............................................................................................5

b. Manfaat Praktis..............................................................................................6

BAB II KAJIAN PUSTAKA.................................................................................7

A. Pengertian Analisis...........................................................................................7

xi
B. Makna Gramatikal............................................................................................8

C. Pengertian Verba............................................................................................10

a. Hakikat Afiks [Imbuhan].............................................................................12

b. Hakikat Ungkapan Verba.............................................................................13

D. Jenis Imbuhan [Afiks]....................................................................................14

a. Prefiks [Awalan] Verba................................................................................14

b. Infiks [Sisipan] Verba..................................................................................15

c. Sufiks [Akhiran] Verba................................................................................16

d. Imbuhan Konfiks.........................................................................................17

E. Makna Kata Verba..........................................................................................17

a. Hakikat Makna Verba Semantik Gramatikal...............................................18

F. Afiksasi Prefiks Pembentukan Kata Kerja [Verba].....................................19

a. Prefiks [ber-]................................................................................................19

b. Prefiks [per-]................................................................................................20

c. Prefiks [me-].................................................................................................21

d. Prefiks [ter-].................................................................................................21

e. Prefiks [di-]..................................................................................................21

f. Prefiks [ke-]..................................................................................................22

g. Afiksasi Infiks Pembentukan Kata Dasar [Sisipan].....................................22

h. Imbuhan Makna Konfiks [ber-an]...............................................................22

G. Pembubuhan Kata Klofiks, Konfiks, dan Sufiks.........................................23

a. Klofiks [ber-kan]..........................................................................................23

xi
b. Konfiks [per-kan].........................................................................................23

c. Konfiks [per-i]..............................................................................................23

d. Konfiks [ke-an]............................................................................................24

e. Sufiks [–akan] [-kan]....................................................................................24

f. Sufiks [–i].....................................................................................................24

H. Bentuk Makna Gramatikal............................................................................25

I. Makna Verba Bahasa Indonesia.....................................................................25

J. Penelitian Relevan............................................................................................26

BAB III METODOLOGI PENELITIAN..........................................................29

A. Tempat dan Waktu Penelitian.......................................................................29

B. Metode Penelitian............................................................................................31

C. Data dan Sumber Data...................................................................................32

a. Data Primer..................................................................................................32

b. Karakteristik Informan Penelitian................................................................32

c. Data Sekunder..............................................................................................33

D. Metode Pengumpulan Data............................................................................34

E. Teknik Pengumpulan Data.............................................................................34

a. Teknik Observasi Partisipan.........................................................................35

b. Teknik Wawancara.......................................................................................35

c. Teknik Rekaman...........................................................................................35

d. Teknik Dokumentasi.....................................................................................36

F. Teknik Analisis Data.......................................................................................36

xi
a. Penyajian Data (Data Display)....................................................................36

b. Reduksi Data (Data Reducation).................................................................37

c. Menarik Kesimpulan (The Conclusing of Verification)...............................37

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...................................38

A. Hasil Penelitian...............................................................................................39
B. Pembahasan....................................................................................................44

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...............................................................56

A. Kesimpulan.....................................................................................................56
B. Saran...............................................................................................................57

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................58

RIWAYAT PENDIDIKAN.................................................................................68

xi
DAFTAR TABEL

Tabel 1.2.1: Contoh Prefiks Makna Gramatikal Verba Bahasa Indonesia

Dialek Ternate........................................................................................................15

Tabel 1.2.2: Contoh Infiks Makna Gramatikal Verba Bahasa Indonesia

Dialek Ternate........................................................................................................16

Tabel 1.2.3: Contoh Sufiks Makna Gramatikal Verba Bahasa Indonesia

Dialek Ternate........................................................................................................16

Tabel 1.2.4: Contoh Konfiks Makna Gramatikal Verba Bahasa Indonesia

Dialek Ternate........................................................................................................17

Tabel 1.3.1: Jadwal Penelitian...............................................................................30

Tabel 1.4.1: Bentuk Prefiks dalam Verba [BIDT].................................................40

Tabel 1.4.2: Bentuk Reduplikasi dalam Verba [BIDT] Masyarakat

Penutur Kelurahan Tanah Raja..............................................................................42

Tabel 1.4.3: Prefiks [Ma-/me-] .............................................................................45

Tabel 1.4.4: Prefiks [Ba-/ber-]...............................................................................46

Tabel 1.4.5: Prefiks [Ta-/ter-]................................................................................47

Tabel 1.4.6: Prefiks [Ba-/ber-/per-].......................................................................48

Tabel 1.4.7: Prefiks [Mo-/me-]..............................................................................49

Tabel 1.4.8: Prefiks [Ma-/me-]..........................................................................................49

Tabel 1.4.9: Prefiks [Ta-/ter-]............................................................................................50

xi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Surat Izin Penelitian..........................................................................61

Lampiran 2: Surat Keterangan Rekomendasi Kesatuan Bangsa dan Politik.........62

Lampiran 3: Surat Selesai Penelitian dari Kelurahan Tanah Raja,

Ternate Tengah......................................................................................................63

Lampiran 4: Proses Penelitian pada Tahap Oservasi Wawancara dalam


Pengambilan Data Informan Bapak M. Faisal.H...................................................64

Lampiran 5: Proses Penelitian Dilakukan dengan Tahap Observasi Wawancara


dalam Pengambilan Data Informan Bapak Muhammad Iyas...............................64

Lampiran 6: Proses Penelitian Berlangsung Pada Tahap Observasi Wawancara


dalam Pengambilan Data Informan Ibu Fahria Ahmad.........................................65

Lampiran 7: Proses Penelitian Kontak Sosial Berlangsung Pada Tahap Observas


Wawancara dalam Pengambilan Data Informan Bapak Wawan Darmawan.........65

Lampiran 8: Proses Kegiatan pada Tahap Observasi Wawancara dalam


Pengambilan Data Informan Ibu Theresia Batidas................................................66

Lampiran 9: Pertanyaan Peneliti............................................................................66

Lampiran 10: Denah dan Bentuk Peta dalam Topografi Geografis Wilayah

Di Kelurahan Tanah Raja, Ternate Tengah...........................................................67

xi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bahasa merupakan sumber kebutuhan sebagai alat komunikasi manusia


yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, bahasa sebagai salah
satu unsur budaya dan simbol bagi manusia dalam komunikasi satu sama lain.
Dengan bahasa manusia bisa menerima pesan baik untuk hal yang bermanfaat
bagi diri sendiri maupun orang lain. Secara umum, bahasa dalam arti luas
dapat dibedakan atas dua antara lain bahasa tulis dan bahasa lisan. Bahasa
Indonesia merupakan salah satu bahasa nasional atau bahasa resmi negara
yang dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari oleh penutur bahasa
Indonesia tidak dapat disamakan dengan bahasa asing lainnya, termasuk
Bahasa Indonesia Dialek Ternate [BIDT]. Oleh sebab itu, bahasa Indonesia
bidang linguistik perlu mendapatkan titik perhatian agar masyarakat penutur
dapat menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai kaidah
kebahasaan. Pada perkembangan sejarah, bahasa Indonesia digunakan sebagai
sarana komunikasi.

Gramatikal verba pada proses imbuhan bahasa merupakan bentuk utama


yang sangat penting dalam melibatkan interaksi komunikasi setiap penutur
dengan hubungan proses morfologis yang mengubah setiap leksem setelah
kata berafiks, dalam bahasa relatif banyak dengan jumlah penutur dan mitra
tutur. Menurut Ramlan (1987: 82), bahwa verba adalah kata yang menyatakan
suatu fungsi predikat pada tataran klausa dan frase dapat dinegatifkan dengan
kata berimbuhan dan kata dasar. Dengan uraian pembahasan tersebut dapat
dijelaskan lebih terperinci dalam mengidentifikasi dan mengklasifikasikan
proses pembubuhan gramatikal verba diketahui pada pembahasan ini.

Menurut Kridalaksana (2001: 66), gramatikal merupakan subsistem dalam


susunan kebahasaan yang membentuk lebih besar. Selain itu, gramatikal
memiliki hubungan kebahasaan dengan sebuah kata dalam pembentukan

xi
kalimat terdapat dalam suatu unsur makna. Berdasarkan bentuk dan sifatnya,
makna memiliki satuan kata dalam istilah kontroversial pada teori belajar
bahasa. Pada kajian sebuah makna terhadap unsur yang terkecil dalam sebuah
kalimat dan proses imbuhan afiks makna yang berbeda memiliki acuan
sebagai referensi dalam menyatakan hal yang bersifat konkret baik unsur kata
yang berupa lambang, bunyi, dan konvensional dari berbagai objek bunyi
dalam suatu bahasa pada makna kata. Selain itu, makna dalam verba dapat
memiliki objek sebagai bentuk penggunaan pada makna berupa konsep dari
sebuah hasil pemikiran yang memiliki makna berbeda dan memiliki imbuhan
yang berbeda pada setiap makna kata. Berdasarkan struktur gramatikal, pada
bidang lingusitik adalah setiap unsur-unsur pembentuk kata dalam bahasa baik
segmental maupun suprasegmental. Unsur yang merujuk pada segmental
sebagai wujud fonem, morfem, kata, frasa, klausa, kalimat dan wacana dalam
tataran gramatikal.

Gramatikal dalam tataran bahasa yang terstruktur berdasarkan penggunaan


dan pembentukan verba merupakan istilah yang terdapat dalam makna verba
dapat diartikan sebagai suatu pengertian pada objek kalimat suatu bahasa, baik
lisan maupun bahasa tulis dan dalam proses bentuk dari makna kata tersebut
dapat dipahami secara rasional dalam penggunaan. Hal demikian membuat
makna menjadi tingkatan dan menjadikan makna memiliki isi dan tujuan dari
fungsi kebahasaan, selain itu, makna mempunyai hal penting dalam
menyampaikan informasi terkait makna verba yang terdapat dalam
komunikasi. Pada proses pembentukan makna verba atau kata kerja, dapat di
lakukan dengan pembubuhan afiksasi, pengulangan atau reduplikasi dalam
makna kata yang terdapat pada imbuhan dengan demikian, pembubuhan afiks
pada dasarnya memiliki makna dan pembentukan kata, baik dalam sebuah
verba yang mengungkapkan berbagai istilah prefiks awalan sebagai imbuhan
awalan dalam pembentukan verba yang menjadikan sebuah makna kata,
dengan demikian pembubuhan afiks sangat berperan penting dan memerlukan
ketelitian akan adanya kata dan makna kata agar sesuai dengan maksud dari
sebuah komunikasi. Imbuhan pembentukan makna kata tidak hanya makna

xi
verba melainkan kata benda (nomina), kata ganti (pronomina). Akan tetapi
untuk membatasi pada pembahasan tersebut hal ini hanya membahas makna
pembentukan verba atau kata kerja pada proses pembubuhan gramatikal dalam
sebuah sistem interaksi komunikasi yang sesuai dengan kaidah bahasa berlaku
dalam kehidupan sehari-hari.

Bahasa tulis sebagai bahasa kedua sebelum bahasa lisan. Dengan demikian
bahasa tulis lebih erat hubungan dengan bahasa, hanya memprioritas
berdasarkan kajian. Meskipun dari kedua penjelasan tersebut mengatakan
demikian dalam pertentangan berbeda, bahasa tulis mampu menembus waktu
dan ruang, pedahal bahasa lisan dalam bentuk ucapan dan ujaran yang tidak
menimbulkan tanda, ini terjadi karena bahasa tulis dapat di simpan lama
sampai waktu yang tidak terbatas. Karena itulah yang menjadi referensi
sumber informasi dari masa lalu melalui bahasa tulis tersebut. Dengan
demikian pada dewasa ini, sistem tulisan berumber pada gambar-gambar yang
di sebut piktogram yang berarti sebuah sistem tulisan yang berupa gambar
atau lambang menyerupai segala sesuatu pada simbol (Keterangan lebih lanjut
Crystal 1988: 196-199). Kesalahan penggunaan bahasa menjadi tolak ukur
dalam bidang linguistik lebih khusus bagi masyarakat penutur gramatikal
verba Bahasa Indonesia Dialek Ternate [BIDT]. Mungkin ada beberapa faktor
antara lain terpengaruh penguasaan bahasa, kurang paham dalam penggunaan
bahasa pada sistem penerjemahan bahasa sendiri, pola sistem pembelajaran
dalam penggunaan bahasa Indonesia kurang tepat hal ini dipengaruhi oleh
bahasa yang berbeda-beda.

Berdasarkan judul penelitian tersebut, alasan yang dapat diidentifikasikan


bahwa golongan masyarakat penutur dalam suatu bahasa mampu memberikan
akses interaksi komunikasi di masyarakat. Hal tersebut bahwa bahasa
memiliki kedudukan yang tinggi dalam komunikasi baik bahasa lisan maupun
tulis. Setiap daerah mempunyai bahasa dan tutur bahasa berbeda-beda seperti
yang digunakan oleh kelompok masyarakat yang perlu dikembangkan guna
menumbuhkan apersepsi budaya dan bahasa itu sendiri dengan berbagai

xi
ungkapan makna kata dalam identifikasi percakapan sosial masyarakat. Atas
dasar itulah peneliti bertujuan untuk menganalisis makna gramatikal verba
Bahasa Indonesia Dialek Ternate [BIDT] yang digunakan dalam percakapan
sehari-hari masyarakat. Ungkapan gramatikal verba dalam kehidupan
masyarakat digunakan baik secara langsung maupun tidak langsung dalam
tindak tutur. Hal demikian, banyak perbedaan dalam ungkapan-ungkapan
lainnya contoh dalam bahasa Indonesia. “Provinsi” sedangkan dialek Ternate
“Propinsi” dalam ungkapan makna pada kata tersebut memiliki perantara
yang menyatakan ujaran dalam penyampaian makna kata seperti halnya
“mamangael” dalam semantik gramatikal sama pula “ma-mangael” yang
semula berafiks [ma-] membentuk kata dasar“mangael” karena adanya suatu
morfem terikat dan morfem bebas di dalam pembentukan afiks pada ungkapan
tersebut. Untuk itu, sangat penting peran afiks dalam percakapan sehari
masyarakat.

Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti mengkaji beberapa kata yang


mengandung makna gramatikal verba Bahasa Indonesia Dialek Ternate
[BIDT] sehingga di bagi menjadi kata dalam ungkapan yang tersirat pada
verba. Hal ini kata-kata yang mengandung prefiks, infiks, sufiks, klofiks dan
konfiks. Seperti yang telah diuraikan kata-kata afiks verba dalam ungkapan
masyarakat.

Kemudian untuk menelaah beberapa analisis konsep kebahasaan bahwa,


peneliti membatasi beberapa masalah pada pembahasan ini biar lebih jelas
maka yang menjadi titik pembahasan adalah Analisis makna gramatikal verba
Bahasa Indonesia Dialek Ternate [BIDT] pada proses pembentukan verba
yang memiliki makna dan maksud dalam peristiwa tindak tutur di masyarakat.
Berdasarkan pemaparan dari judul tersebut, maka peneliti membatasi sebagai
berikut:

B. Batasan Masalah
1. Makna gramatikal afiksasi dan reduplikasi verba Bahasa Indonesia Dialek
Ternate [BIDT].

xi
C. Rumusan Masalah
Bedasarkan judul peneitian di atas, maka peneliti merumuskan masalah dalam
penelitian ini adalah:
1. Bagaimana makna gramatikal afiksasi verba Bahasa Indonesia Dialek
Ternate [BIDT]?
2. Bagaimana makna gramatikal reduplikasi verba Bahasa Indonesia Dialek
Ternate [BIDT]?
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini hal yang
ingin di capai peneliti sebagai bentuk referensi yang bersifat membangun
adalah:
1. Menjelaskan makna gramatikal afiksasi verba Bahasa Indonesia Dialek
Ternate [BIDT].
2. Menjelaskan makna gramatikal reduplikasi verba Bahasa Indonesia Dialek
Ternate [BIDT].
E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Bagi Mahasiswa

Berdasarkan pada penelitian ini, dapat menjadi sumber referensi dari


pengetahuan berwawaskan ilmu pengetahuan dalam hubungan bidang
bahasa, pada penggunaan makna gramatikal verba oleh penutur Bahasa
Indonesia Dialek Ternate [BIDT] sebagai bahan dasar untuk dikembangkan
kemudian hari.

b. Bagi Masyarakat

Berdasarkan pada penelitian ini, dapat menjadi salah satu


pengembangan dan meningkatkan kemampuan berbahasa dalam
percakapan sehari-hari terutama makna gramatikal verba Bahasa Indonesia
Dialek Ternate [BIDT] yang digunakan oleh masyarakat penutur.

xi
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Teori Kebahasaan

Berdasarkan pada penelitian ini, teori pendukung berdasarkan


kesimpulan dan pemaparan dari aspek penemuan, klasifikasi, indentifikasi,
dan memberikan suatu keterangan terkait sumber referensi sebagai bahan
acuan dari beberapa pendapat ahli atau yang menjadi sumber objek dalam
suatu masalah di setiap bidang masing-masing.

xi
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pengertian Analisis

Istilah kata analisis sering kali diartikan sebagai segala sesuatu yang
memiliki aktivitas memuat sejumlah kegiatan seperti menguraikan,
membedakan, memilah sesuatu untuk mengolongkan dan dikelompokkan
kembali berdasarkan kriteria tertentu yang kemudian mencari kaitannya
dengan tafsiran makna. Menurut Komaruddin (2001: 53), bahwa analisis
merupakan kegiatan berpikir untuk menguraikan segala sesuatu keseluruhan
menjadi komponen sehingga dapat mengenal tanda-tanda komponen,
hubungan satu sama lain dan fungsi masing-masing dari keseluruhan yang
terpadu. Peran analisis sangat penting dalam bidang kehidupan sehari-hari
baik dalam aktivitas maupun segala sesuatu yang dapat di lakukan kapanpun.
Pada proses menganalisis perlu dalam sebuah keseriusan, ketelitian dan
mampu memperoleh kematangan dalam menganalisis objek dari sudut
pandang yang berbeda-beda. Selain itu, dalam kegiatan menganalisis hasil dan
bentuk wujud dan rupa merupakan bentuk dari analisis sehingga peneliti
mampu mengambil objek sesuai rancangan dan kemampuan peneliti tersebut.

Menurut Noeng Muhadjir (1998: 104), bahwa analisis data sebagai upaya
mencari dan menata secara sistematis catatan hasil observasi, wawancara dan
lainnya untuk meningkatkan pemahaman penelitian terkait hubungan yang di
teliti dan menyajikannya sebagai penemuan bagi orang lain. Sedangkan untuk
meningkatkan pemahaman tersebut analisis perlu dilanjutkan dengan berupaya
mencari makna. Berdasarkan pengertian di atas beberapa hal yang perlu di
garis bawahi dengan adanya: (a) upaya mencari data merupakan proses
lapangan dengan berbagai persiapan sebelum ke lapangan tentunya, (b)
menata secara sistematis hasil temuan di lapangan, (c) menyajikan temuan di
lapangan, (d) mencari makna, pencarian makna secara terus menerus. Dari
penjelasan tersebut bahwa kegiatan analisis merupakan kegiatan dengan

xi
mengamati objek secara teliti sehingga mampu mengembangkan suatu
masalah terhadap apa yang akan di teliti, dengan tahap berbeda pada proses
menguraikan, mengidentifikasi, dan sistematika analisis data yang di peroleh.

B. Makna Gramatikal

Makna gramatikal merupakan maksud dan arti berdasarkan bentuk struktur


tata kebahasaan. Dari tujuan pembicaraan yang tertatar sesuai wadah
kebahasaan, bahkan muncul sebagai akibat hubungan antara unsur gramatikal
yang lebih besar. Akan tetapi makna banyak menjadi masalah bagi para
linguis bidang linguistik. Menurut Chaer (2013: 62), dalam semantik makna
gramatikal merupakan makna yang terjadi atau muncul di dalam suatu proses
gramatikal, seperti proses afiksasi, proses reduplikasi, dan proses komposisi.
Seperti halnya dewasa ini, para linguis belum mengetahui apa konsep dari
makna tersebut. Makna merupakan sebuah unsur kebahasaan dengan
diucapkan secara lisan atau dalam bentuk tulis yang merupakan bagian dari
suatu perasaan dan pikiran sebagai ungkapan digunakan dalam suatu bahasa.

Menurut Sudaryat (2014: 34), bahwa makna gramatikal merupakan makna


struktural sebagai hal muncul akibat hubungan antara unsur-unsur gramatikal
dalam satuan gramatikal yang lebih besar. Sebagai contoh hubungan morfem
sebagai morfem dalam kata, atau hubungan kata dalam frasa dan klausa. Dapat
disimpulkan bahwa makna semantik termasuk dalam kajian linguistik baik
dalam penelitian makna kata maupun makna dalam sebuah kalimat. Pada
dasarnya, analisis kalimat dengan menyajikan kata-kata atau simbol tertentu
tetapi bentuk hal yang tidak dapat diujarkan pada hakikat makna secara khusus
karena setiap analisis makna sangat bersifat hierarki dengan hadirnya sebuah
makna kata, dan membentuk sebuah kalimat yang memiliki makna.

Sementara itu linguis lain berpendapat bahwa makna memiliki kata yang
merupakan sebuah satuan ujaran terkecil dan memiliki makna kata tertentu.
Bentuk bahasa ada ungkapan seperti Bahasa Indonesia ke dalam bentuk
bahasa inggris “tidur” dalam bahasa inggris berarti “sleep” yang memiliki

xi
makna menyatakan sedang tidur contoh lain “children are walking” (anak-
anak sedang berjalan).

Jika kata “anak-anak “ dipisahkan menjadi [an-] dan [na-] masing-masing


tidak mempunyai makna namun menghasilkan makna kata. Selain itu, contoh
kata ”dipper” merupakan makna kata benda yang menyatakan makna verba
mengambil air menggunakan (gayung). Bentuk [ber-], dan jalan sama bentuk
dengan [ber-], dan gayung di sebut morfem. Pada dasarnya morfem
merupakan suatu kesatuan membentuk sebuah kata dengan menghasilkan
makna namun memiliki arti yang berbeda.

Menurut Ullman (dalam Aristoteles, 1977: 3), bahwa makna adalah makna
kata yang dapat dibedakan antara makna kata hadir dari kata itu sendiri secara
otonom, akibat terjadi hubungan gramatikal. Selain itu, pada sejumlah tata
cara bahasawan tradisional cukup memberikan pengertian kata berdasarkan
pendekatan ortografi dan arti makna kata. Makna kata menurut pendapatnya
adalah kesatuan sebuah bahasa yang memiliki arti dan makna kata sendiri
serta pengertian terhadap sebuah ungkapan makna kata. Atau makna kata
merupakan konsep ujaran dalam bentuk tulisan dalam deretan huruf yang di
apit oleh dua buah spasi, dan memiliki satu arti.

Dalam sebuah makna kata mendapatkan wadah penting dalam


menganalisis bahasa atau ungkapan makna kata yang memiliki kesatuan
makna semantik dalam bertindak tutur atau pada sebuah kalimat. Makna kata
sepenuhnya dalam sebuah ujaran bahasa, tanpa kecuali partikel, karena tidak
dapat berdiri sendiri oleh afiks sebagai imbuhan pembentuk kata yang dapat
dipisahkan atau dapat berpindah dalam satu konteks penutur. Makna
gramatikal merupakan makna yang muncul karena adanya proses afiksasi,
reduplikasi, dan komposisi sebagai fungsi terhadap kata dalam sebuah kalimat
(Mansoer, 2001: 103).

Berdasarkan uraian di atas, dapat peneliti simpulkan secara jelas bahwa


morfem terbentuk dari makna kata. Proses yang terjadi secara morfologis

xi
adalah proses afiks imbuhan dalam pembentukan makna kata yang memiliki
unsur konfiks sebagai bentuk dari morfem satu ke morfem yang lain. Makna
kata memiliki peran dalam pembentukan kata seperti prefiks, infiks, sufiks,
klofiks, dan konfiks sehingga proses morfem bisa di analisis berdasarkan
pembentukan kata tersebut.

C. Pengertian Verba

Sejak perkembangan zaman di mana suatu peradaban bahasa penting


dalam dunia penelitian oleh para linguis dan bahasawan lain. Berdasarkan
kenyataan tersebut, bahwa linguistik memiliki peran penting dalam bidang
semantik gramatikal pada penggunaan verba. Istilah verba merupakan suatu
yang menyatakan verba di mana sifatnya membentuk kata dan menjadi sebuah
kalimat. Verba atau kata kerja merupakan sesuatu kata atau tindakan dalam
proses melakukan sesuatu. Berdasarkan suatu tindakan kata kerja dapat
diketahui melalui sumber dengan cara mengamati perilaku semantik, bentuk
morfologis, dan perilaku sintaksis. Menurut Tarigan (1985: 59), verba
merupakan segala kata kerja yang dapat digunakan sebagai perintah, baik yang
dapat digabungkan maupun tidak dapat digabungkan dengan afiks di sebut
imbuhan. Secara umum, dapat di identifikasi berdasarkan kelas kata kerja
menjadi sumber referensi pada uraian di atas.

Selanjutnya, tahap pertama verba memiliki hal penting dalam predikat dan
membentuk kalimat meskipun memiliki fungsi dan tujuan yang berbeda pula.
Selain itu, verba mengandung arti melakukan suatu tindakan, proses
pembubuhan kata, dan bukan sifat kualitas melainkan keterikatan morfem.
Sehingga verba lebih mengarahkan pada makna kata dengan keadaan yang
sebenarnya namun tidak berfungsi sebagai prefiks atau awalan [ber-] atau ber-
latih. Verba tidak dapat mengalami perubahan pada kata [ter-], atau ter-kuat
yang di miliki. Pada hal ini, verba tidak dapat di gabungkan dengan kata yang
menyatakan ke keliruan. Selain itu, tidak ada kata yang menyatakan hal
(sebentar mengajar) (mau pergi). Meskipun ada bentuk kata seperti (sebentar
berharap), (berharap terus).

xi
Berdasarkan uraian di atas, dapat peneliti ketahui verba dipengaruhi oleh
faktor nomina yang muncul di belakang verba sebagai fungsi dari objek
makna. Dengan ada objek yang bisa menjadi subjek pada makna verba. Selain
itu, verba dapat terbagi atas, verba transitif yang mementingkan kehadiran
nomina sebagai objek dalam pembentukan kalimat pasif, sedangkan verba
taktransitif merupakan verba yang tidak mementingkan nomina di belakang
yang berfungsi sebagai subjek dalam membentuk kalimat pasif pada bentuk
makna verba.

Berdasarkan unsur kebahasaan pada bidang linguistik dalam morfem,


memiliki makna kata secara semantik dan makna gramatikal verba. Sehingga
semantik pada verba merupakan bagian dari nomina sebagai bentuk dari
unsur, melainkan benda sebagai kata kerja seperti kursi memiliki makna
sebagai tempat duduk, namun sebaliknya kursi memiliki makna kata sebagai
kekuasaan. Selain itu, makna gramatikal juga memiliki makna kata dalam
proses pembentukan kata afiksasi, reduplikasi, komposisi dan kalimatisasi,
seperti dengan kata memiliki makna gramatikal dengan memakai. Contoh lain
yang memiliki makna gramatikal dalam bahan dan nama tempat jika diartikan
seperti kue lapis Tidore, yang menyatakan kue lapis sebagai bahan dalam
makna gramatikal sedangkan Tidore nama tempat kue tersebut. Masih banyak
kata kerja yang berfungsi sebagai proses pembentukan imbuhan kata dalam
morfem terikat.

Setiap bahasa memiliki kata kerja baik dalam bentuk verba yang memiliki
asal kata dalam semantik gramatikal unsur berupa afiks sesuai konteks
semantik, sedangkan verba turunan kata dalam sintaksis merupakan afiks
sebagai bentuk keformalan posisi dan tempat. Verba sangat dominan proses
morfologis yang memiliki verba bebas mendasar dan veba terikat mendasar.
Untuk itu, verba bebas mendasar seperti dengan kata “reading” membaca kata
dasar baca yang memiliki afiks mendasar. Sedangkan verba terikat mendasar
pada imbuhan pembentukan verba yang mempunyai morfem terikat seperti
“fishing” memancing. Menurut Kridalaksana (1993: 226), verba merupakan

xi
kelas kata yang berfungsi sebagai predikat dalam beberapa bahasa lain. Hal ini
bahwa ciri morfologis seperti kata, aspek, dan pesona atau jumlah yang
didasarkan oleh proses pembubuhan kata pada imbuhan verba memiliki arti
dan makna sama dalam sebuah morfem, terhadap suatu tindakan perkerjaan.
Adapun bagian hakikat proses pembentukan verba antara lain:

a. Hakikat Afiks [Imbuhan]

Setelah ada multilingual dalam golongan kehidupan masyarakat penutur


dan sistem komunikasi menjadi satu hal penting terjadi interaksi sosial.
Menurut Keraf (1984: 16), bahasa sebagai alat komunikasi antar anggota
masyarakat yang berupa lambang bunyi suara dihasilkan oleh alat ucap
manusia dan terbagi menjadi dua yaitu sebagai bentuk ujaran dan bentuk
makna sebagai isi penutur, sehingga sistem dasar komunikasi menjadi
landasan bagi setiap orang dalam bertindak tutur. Oleh karena itu, setiap
penggunaan makna kata dalam ujaran harus terstruktur dengan baik sehingga
dapat dipahami oleh lawan tutur. Maka makna kata yang memiliki imbuhan
disampaikan dalam komunikasi dengan memiliki makna dan arti dari proses
imbuhan kata. Sehingga dalam komunikasi terlihat jelas pada uraian di atas
perlu memperhatikan ruang lingkup susunan struktur yang sesuai dengan
kaidah kebahasaan digunakan dalam situasi dan tempat pengunaan bahasa,
terutama dalam proses imbuhan afiks atau pembubuhan imbuhan.

Menurut Ramlan (1987: 55), Afiks merupakan bentuk gramatikal terikat di


dalam kata dan bukan pokok kata, yang memiliki kesanggupan melekat pada
satuan-satuan lain untuk membentuk kata baru, sebagai bentuk dasar satuan
gramatikal terikat dan bebas dalam pembentukan kata yang menjadi unsur
dasar kata atau bukan suatu pokok dasar dari kata tersebut, melainkan suatu
pembentukan imbuhan yang melekat dalam satuan membentuk kata baru.
Dalam bukunya Rochelle Lieber “unit of language that has its own meaning”
berdasarkan pernyataan tersebut bahwa ia mendeskripsikan morfem sebagai
bentuk yang terkecil dari suatu bahasa atau lebih lanjut dalam buku verhaar
(dalam Abdul Chaer, 1978: 175) menyatakan bahwa “the unit of word to have

xi
meaning word someone” berarti bentuk setiap kata memiliki kata yang sama
dalam proses imbuhan kata. Atau lebih lanjut lagi dalam bukunya Francis
Katamba (1993: 47) “an affix is a morpheme which only occurs when attached
to some other morpheme or morpheme such as a root or stem or base”
menurutnya afiks merupakan morfem yang muncul hanya jika menempel pada
satu morfem dasar.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat peneliti ketahui bahwa dalam (afiks)


imbuhan memiliki peran pada proses pembentukan kata yang terdapat makna
dan arti dari proses morfologis. Pada kata imbuhan (afiks) di dalam terdapat
kata yang mengandung prefiks, infiks, sufiks, klofiks, dan konfiks. Oleh
karena itu, sebagai peneliti dapat mendeskripsikan ungkapan kata yang
berimbuhan (berafiks) dalam pembentukan ungkapan makna gramatikal verba
dalam kehidupan sehari-hari.

b. Hakikat Ungkapan Verba

Atas dasar ruang lingkup sebagai tempat dan sarana dalam komunikasi
proses pembentukan kata menghasilkan buah pokok pikiran maksud dan arti
tujuan sebuah dialog pembicaraan. Menurut Chaer (2013: 7), verba memiliki
makna dalam semantik yang merupakan unsur dari susunan bahasa berkaitan
dengan makna ungkapan dan struktur makna. Seperti pada setiap ungkapan
yang dilontarkan saat menyampaikan pesan atau tujuan dari ungkapan dengan
memiliki makna dan arti tersendiri. Pada bidang lingustik, makna diartikan
menjadi dua antara lain makna semantik dan pragmatik. Namun karena dalam
hal penelitian hanya mencakup bagian makna dalam ungkapan verba yang
terjadi pada bidang semantik gramatikal. Sehingga dalam proses pembentukan
makna kata dalam morfologis sehingga makna memiliki sebuah referensi
sebagai wahana bentuk dan konsep berpikir dengan menyampaikan pesan
lewat sebuah ujaran pada alat ucap manusia.

Setelah proses pembentukan makna kata yang memiliki afiks, atau imbuhan
mendasar sebagai contoh makna kata dalam ungkapan verba masyarakat

xi
kelurahan Tanah Raja yang menggunakan dialek yang terbagi atas Togafo,
Tidore, dan Gamkonora dari ketiga dialek tersebut sangat memungkinkan
dalam meningkatkan bahasa, lebih khusus penggunaan makna kata ungkapan
gramatikal verba Bahasa Indonesia Dialek Ternate [BIDT].

D. Jenis Imbuhan [Afiks]

Berdasarkan kata imbuhan dalam pembentukan kata proses afiks. Menurut


Richard (dalam Putrayasa, 2008: 5), afiksasi atau imbuhan merupakan proses
pembentukan kata dengan pembubuhan afiksasi (imbuhan) pada bentuk dasar,
terikat yang ditambahkan pada awal, akhir atau tengah kata bentuk dasar
tunggal maupun kompleks. Dengan istilah kata imbuhan merupakan proses
pengimbuhan pada pembentukan kata yang telah di konsep oleh suatu
pembubuhan kata. Afiksasi adalah proses pembentukan kata dengan cara
pembubuhan afiks terhadap bentuk dasar baik yang berupa pokok kata, kata
asal, maupun bentuk-bentuk kata lain, (Mulyono, 2013: 75). Selain itu, dalam
suatu afiks atau imbuhan merupakan bentuk dari sebuah morfem terikat dan
morfem bebas dalam bentuk makna dasar pembentukan kata. Dengan hadir
sebuah jenis afiks dalam prefiksasi yang menjadi hal dalam proses afiksasi
ialah sebuah konsep dalam proses pembubuhan prefiks, konfiksasi ialah
proses pembubuhan konfiks yang terbagi atas infiksasi, ialah bentuk proses
pembubuhan yang berada di tengah sebagai dasar pembentukan kata dan
sufiks, ialah akhiran dalam proses pembubuhan pembentukan kata hal ini
terjadi berdasarkan bentuk dan posisi yang terbagi atas empat bagian antara
lain.

a. Prefiks [Awalan] Verba

Prefiks merupakan awalan dalam proses pembentukan verba yang


memiliki unsur terikat dan terstruktur dalam upaya membentuk kata dasar
pada kata depan. Selain itu, prefiks merupakan imbuhan yang melekat di
depan dasar sebagai halnya seperti awalan kata: [ber-], [me-], [di-], [ke-],
[se-], [per-] (Zainal Arifin dan Junaiyah, 2009: 5). Pada proses awalan ini

xi
berdasarkan fonem pembentukan kata memiliki variasi yang berbeda-beda hal
ini didasari adanya proses pembubuhan verba. Dari variasi bentuk berbeda-
beda di sebut alomorf. Pada dasarnya alomorf merupakan bubuhan dari setiap
anggota morfem yang sama namun, hal ini dipengaruhi oleh faktor lingkungan
yang termasuk ke dalam bagian pembentukan kata, seperti hal kata kerja
pembentukan morfem awalan [ber-] yang beralomorf [be-] dan [men-]
menjadi [me-] seperti pada tabel berikut:

Tabel: 1.2.1 contoh prefiks makna gramatikal verba bahasa Indonesia


dialek Ternate

No Prefiks Bentuk Dasar Kata Makna


[Awalan] Imbuhan Gramatikal
verba [BIDT]
1 [me-] Mancing Memancing Me-memancing
2 [ber-] Goreng Bergoreng Ber-bergoreng
3 [me-] Lempar Melempar Me-melempar
4 [ber-] Renang Berenang Ber-berenang
5 [me-] Lawan Melawan Me-melawan

b. Infiks [Sisipan] Verba

Bentuk infiks atau sisipan berada pada unsur kata antara awalan dan
akhiran kata namun memiliki makna tersendiri. Proses pembentukan kata
dengan menambahkan afiks atau imbuhan di tengah bentuk dasar afiks yang di
sebut infiks atau sisipan seperti [el-], [em-], [er-], dan [in-] (Zainal Arifin dan
Junaiyah, 2009: 5). Dengan hadir infiks merupakan bagian terpenting dalam
kata. Infiks merupakan unsur kata yang berada di tengah hal ini ada morfem
terikat pada sisipan kata di antara konsonan dan vokal sebagai kata pertama
dari sisipan kata seperti hal dapat diketahui infiks kisaran pada kata: [eng],
[er-], [el-] seperti pada tabel berikut:

xi
Tabel: 1.2.2 contoh infiks makna gramatikal verba bahasa Indonesia
dialek Ternate
No Infiks [Sisipan] Bentuk Dasar Kata Makna Gramatikal
Imbuhan verba [BIDT]
1 [eng-] Angkat Mengangka Meng-mengangkat
t
2 [er-] Pukul Berpukul Ber-berpukul
3 [er-] Jalan Berjalan Ber-berjalan
4 [er-] Teriak Berteriak Ber-berteriak
5 [en-] Dengar Mendengar Men-mendengar

c. Sufiks [Akhiran] Verba

Berdasarkan proses pembentukan kata hadir sufiks sebagai akhiran dalam


pembentukan kata dan makna kata. Proses yang di lakukan dengan cara
menambahkan atau menempelkan afiks di akhir, bentuk dasar seperti [wan-],
[wi-], dan [nya-] (Zainal Arifin dan Junaiyah, 2009: 5). Sufiks merupakan
unsur pada sebuah morfem terikat yang berada pada akhiran kata makna. Hal
ini tentu menjadi penyangga akhiran kata dan biasanya tidak terdapat sufiks:
[ng-], [i-], dan terdapat sufiks [kan-], dan [an-]. Seperti pada tabel berikut:

Tabel: 1.2.3 contoh sufiks makna gramatikal verba bahasa Indonesia


dialek Ternate

No Sufiks [Akhiran] Bentuk Dasar Kata Makna


Imbuhan Gramatikal
Verba [BIDT]
1 [kan-] Cerita Menceritakan Men-cerita-kan
3 [an-] Tinggal Ketinggalan Ke-tinggal-an
4 [ kan- ] Lupa Terlupakan Ter-lupa-kan
5 [ kan- ] Buang Terbuangkan Ter-buang-kan

xi
d. Imbuhan Konfiks

Konfiks merupakan proses unsur pembentukan kata dari pengabungan


antara prefiks dan sufiks yang menjadikan konfiks sehingga unsur pada kata
terbentuk menjadi makna kata. Selain itu, konfiks sebagai imbuhan terbelah
diletakan sekaligus pada dasar (mengapit dasar) karena konfiks bagian dari
imbuhan tunggal, yang tentu saja memiliki satu kesatuan bentuk atau satu
kesatuan makna (Zainal Arifin dan Junaiyah, 2009: 5). Seperti pada tabel
berikut:

Tabel: 1.2.4 contoh Konfiks makna gramatikal vebra bahasa Indonesia


dialek Ternate

No Konfiks Bentuk Dasar Kata Makna


[Gabungan] Imbuhan Gramatikal
Verba [BIDT]
1 [ber-lubang] Lubang Berlubang Berlubang-
berlubang
2 [ber-lompa] Lompat Berlompa Berlompat-
berlompat
3 [ber-rantakan] Berantak Berantakan Berantakan-
berantakan
4 [ber-rasa] Rasa Berasa Berasa-berasa
5 [ber-main] Main Bermain Bermain-
bermain

E. Makna Kata Verba

Menurut Kridalaksana (1989: 287), makna merupakan segala bagian dari


tanda dalam sebuah bahasa. Hal tersebut dalam suatu penanda bahwa setiap

xi
bahasa terdapat unsur tanda sebagai lambang atau tujuan dari bahasa. Dengan
sumber tersebut afiks berfungsi sebagai tanda dalam bahasa. Namun tidak
memungkinkan bahwa makna itu sendiri memiliki referensi oleh setiap kata
atau leksem oleh karena itu, perlu diketahui tidak semua kata ataupun leksem
menjadi acuan dalam hal konkret. Seperti hal dengan udara, cerobong asap,
dan kesosialan hal ini tidak memiliki referensi secara konkret.

Berdasarkan uraian di atas, dapat peneliti jelaskan bahwa makna dalam


verba memiliki suatu unsur sebagai tanda dalam berkomunikasi
menyampaikan sesuatu sebagai bagian dalam bahasa. Sehingga afiks penting
sebagai proses pembentukan verba makna gramatikal pada bidang semantik
sangat penting pada pembentukan kata menjadi kalimat yang memiliki subjek,
predikat, objek, dan keterangan dengan memiliki sebuah makna tertentu.
Seperti contoh “ngana mamanulis surat deng undangan” (kamu menulis surat
pada undangan) dari pernyataan tersebut tersirat makna bahwa seseorang
sedang menulis sepucuk surat untuk undangan. Hal itu berarti makna kata
kerja tersebut “mamanulis” sebagai predikat kata kerja dan surat sebagai objek
kata kerja sedangkan undangan menyatakan keterangan makna secara konkret.

a. Hakikat Makna Verba Semantik Gramatikal

Makna merupakan satuan makna kata istilah ini sangat kontroversial


dalam belajar teori bahasa. Dalam buku “Meaning of the Meaning” oleh
Richards dan Ogden (Sumarsono, 1985: 75), bahwa makna kurang dari enam
belas buah namun, terdiri dari dua puluh tiga buah. Lanjut buku Palmer (1971:
24), bahwa makna kata dapat dipahami dengan adanya unsur lambang, bunyi
dan konsep dalam sebuah pokok pikiran sebagai acuan pembentukan makna.
Selain itu, kata menjadi benda yang konkret, oleh karena itu tidak ada
hubungan antara simbol bunyi dalam referensi acuan bahasa, hal lain yang
berada di luar bahasa melalui hubungan konsep pemikiran bahasa. Pada makna
verba, atau kata kerja memiliki sumber relasi makna terhadap hubungan
semantik gramatikal yang memiliki satuan bahasa dengan bahasa lain. Hal ini
menyatakan bahwa kata memiliki frase maupun kalimat. Namun dalam relasi

xi
semantik gramatikal memiliki hubungan yang sama dalam makna,
pertentangan makna, ketercakupan makna, kegandaan makna atau kelebihan
makna dalam makna kata verba menyatakan relasi makna memiliki hubungan
yang dipengaruhi oleh sinonim, antonim, polisemi, homonimi, ambiguiti, dan
redundansi. Untuk lebih lanjut ketahuilah pembahasan berikut.

Sinonim merupakan makna yang menyatakan hubungan semantik dengan


ada kesamaan makna antara satu dengan ujaran yang lain. Antonim ialah
makna dalam hubungan semantik antara dua buah kata namun ujaran yang
makna kata menyatakan kebalikan. Pada polisemi adalah satuan ujaran dari
sebuah kata namun sama memiliki makna lebih dari satu makna kata seperti
ketua atau pemimpin. Di tahap berikutnya menyatakan homonimi yaitu satuan
ujaran dari dua buah kata yang bentuk dan ciri sama kebetulan namun berbeda
hal ini karena bentuk ujaran dan makna kata berbeda. Menurut Hagar (dalam
Abdul Chaer, 1954: 303). Sedangkan pada ambiguiti (Ketaksaan) merupakan
sesuatu hal yang dipengaruhi oleh makna gandaan hal ini akibat dari bentuk
tafsiran gramatikal yang berbeda, tafsiran tersebut sering terjadi pada
umumnya bahasa tulis. Karena ada unsur suprasegmental tidak dideskripsikan
secara detail dan jelas. Pada tahap terakhir ada redundansi merupakan bagian
unsur segmental berlebihan dalam makna kata bentuk ujaran.

F. Afiksasi Prefiks Pembentukan Kata Kerja [Verba]

Atas ada proses pembentukan kata kerja (verba) dan makna kata afiksasi
sebagai imbuhan dalam bentuk kata baik itu kata kerja (verba), numberalia
(kata bilangan), dan kata hubung (kongjungsi). Namun penelitian hanya
membahas prefiks verba untuk lebih jelas mengetahui afiksasi prefiks verba
simak pembahasan berikut dalam bukunya Abdul Chaer (2014: 177), terdapat
tiga belas afiks pembentuk verba antara lain:

a. Prefiks [ber-]

Setelah proses pembentukan verba dengan prefiks [ber-] dapat diketahui


memiliki morfem terikat pada verba (berkelahi), (berkerja) ada juga berbentuk

xi
morfem dasar bebas (jalan), sedangkan bentuk turunan berafiks verba seperti
verba (berpakaian) sebaliknya bentuk verba turunan reduplikasi (ber-jalan-
ber-jalan), pada hal berikutnya bentuk verba turunan komposisi seperti
(berjual beli) dan (bertatap muka).

Berdasarkan uraian di atas, pada prefiks [ber-] yang menyatakan bahwa


imbuhan dasar jika mempunyai komponen makna (benda), (umum), (milik),
atau bahkan (bagian). Seperti hal contohnya (ber-tanya), (ber-istri). Selain itu,
makna gramatikal pada bentuk prefiks ber- (bercerita), (bertemu). Ada juga
prefiks [men-] memiliki unsur yang membangun komponem makna seperti
kata makna gramatikal “menulis” sama dengan “mencatat” berarti menulis dan
mencatat karena pada proses imbuhan hadir karena alomorf sering berubah
bentuk kata menjadi [me-]. Berdasarkan kenyataan tersebut, verba prefiks
[ber-] dapat menjadi sasaran dalam membentuk verba inflektif dan verba
berklofiks seperti awalan [ber-].

b. Prefiks [per-]

Berdasarkan proses pembentukan verba tidak terlepas dari varian morfem


terikat dan morfem bebas pada proses imbuhan makna verba sehingga dapat
diketahui unsur pada makna tersebut. Hal ini perlu dikembangkan bahwa
makna prefiks [per-] merupakan sasaran verba yang membentuk verba
inflektif dalam hal ini bahwa verba prefik [per-] dapat berfungsi sebagai
proses pembentukan kata dalam makna kalimat imperatif (per- beli baju) yang
menyatakan tindakan pada suatu benda, bisa juga berfungsi sebagai kalimat
pasif malam sebentar berjaga yang menyatakan makna berjaga sebentar
malam, sedangkan hal tersebut barangkali mungkin pada penggunaan subjek
dan objek sebagai sasaran dalam prefiks [per-] dengan makna verba
gramatikal. Verba pada prefiks [per-] bisa memiliki makna gramatikal apa bila
makna tersebut mempunyai unsur komponen yang membangun seperti kata
pembohong memiliki makna berbohong namun pada prefiks [pe-] menjadi
[per-] dan bisa mengubah kata pem- karena adanya alomorf pada proses
pembentukan kata verba prefiks [pem- per-]. Ada juga memiliki makna yang

xi
menyatakan sia-sia atau (per-cuma) yang menyatakan bahwa sesuatu tindakan
yang hanya merugikan atau percuma saja.

c. Prefiks [me-]

Unsur penting dalam proses pembentukan makna kata agar memperoleh


makna yang sesuai dengan hakikat. Pada prefiks [me-] merupakan proses kata
dapat berbentuk [me-], [mem-], [men-]. Hal ini dipengaruhi oleh varian fonem
pada unsur pembentukan kata. Perlu diperhatikan pembentukan makna kata
[me-] dapat dibedakan atas dua hal yakni [me-inflektif] dan prefiks [me-
derivatif]. Hal tersebut tidak dapat di ganti oleh prefiks [di-] maupun prefiks
[ter-] karena bersifat gramatikal.

Bentuk dan dasar dari prefiks [me-] merupakan sebuah komponen makna
gramatikal yang menjadikan suatu tindakan dan sasaran objek oleh sebab itu,
proses pembentukan dasar di sebut inflektif. Selain itu, prefiks [me-] dapat
diutarakan menjadi prefiks menghindari seperti [me-larang].

d. Prefiks [ter-]

Bentuk prefiks [ter-] memiliki dua macam antara lain verba prefiks ter-
inflektif dan verba ter-derivatif namun, verba pasif sebenarnya prefiks me-
inflektif. Berdasarkan makna verba gramatikal prefiks ter-[ter-inflektif]
memiliki kebalikan pasif keadaan me-inflektif yang sebenarnya mempunyai
makna gramatikal. Dalam suatu verba ter-[ter-inflektif] memiliki makna
gramatikal pembentuk kata seperti [ter-lalu].

e. Prefiks [di-]

Pokok pada prefiks [di-] memiliki fungsi dalam unsur komponen makna
gramatikal. Dapat diketahui verba prefiks [di-] terdiri atas prefiks di-inflektif
dan di-derivatif seperti [di-angkat] yang menyatakan sesuatu tindakan dengan
melakukan perbuatan. Hal ini terjadi dalam suatu tindakan pada prefiks me-
[me-inflektif] maka, makna gramatikal merupakan kebalikan dalam bentuk
aktif prefiks me-[me-inflektif].

xi
f. Prefiks [ke-]

Berdasarkan proses pembentukan kata dapat mengetahui bentuk prefiks


[ ke-]. Sehingga pada pembahasan prefiks [ke-] merupakan bentuk verba
dalam makna garamatikal karena verba prefiks [ke-] hanya digunakan dalam
bahasa ragam namun tidak baku. Hal ini, fungsi dan makna gramatikal sama
bentuk dengan makna verba prefiks [ter-] dengan bentuk seperti [diam-diam
sebentar], [terbaca] yang menyatakan ujaran untuk sesuatu tanpa melakukan
tindakan hal ini berarti sama dengan bentuk [ter-inflekti].

g. Afiksasi Infiks Pembentukan Kata Dasar [Sisipan]

Berdasarkan pembentukan prefiks yang telah di bahas sebelumnya,


kemudian kembali pada bagian proses pembentukan infiks sebagai dasar
pembentukan kata sisipan yang berada di tengah antara prefiks dan sufiks.
Sehingga infiks berfungsi sebagai penghubung antara dua imbuhan yang
berbeda sehingga dapat membentuk kesatuan kata dan menjadikan kata
tersebut memiliki makna dengan arti sesuai penggunaan bahasa. Selain itu,
infiks memiliki peran dan fungsi penyatuan kembali dalam proses penggunaan
kata. Contoh seperti kata [t-el-unjuk] bahwa memiliki makna sedang
menunjuk. Bukan hanya pada itu masih banyak contoh lain seperti [b-er-
teman] yang menyatakan bahwa makna memiliki teman atau menemani.

h. Imbuhan Makna Konfiks dan klofiks [ber-an]


Atas dasar dalam pembahasan ini mengenai unsur pembentukan kata
dalam proses imbuhan sampai pada makna kata gramatikal barang kali kita
perlu ketahui pada pembahasan bagaimana bentuk dan proses konfiks dan
klofiks [ber-an] dalam membentuk makna gramatikal?. Berdasarkan bidang
linguistik makna semantik gramatikal memiliki peran penting pada komponen
pembentukan makna kata yang menitik beratkan unsur proses pembentukan
verba dalam makna klofiks dan konfiks. Di sini pula secara terperinci dan
sudah jelas dari sebelumnya bahwa dalam proses pembentukan kata klofiks
dan konfiks memiliki peran pada proses pengabungan dua imbuhan antara

xi
prefiks dan sufiks sehinngga kata dasar terbentuk menjadi satuan kata dalam
bahasa tulis. Dari kedua imbuhan ini memiliki makna verba seperti pada hal
lain bersifat alomorf atau morf dalam kata [ber-pakai-an] yang memiliki
makna verba menyatakan menggunakan pakaian. Hal tersebut karena di dasari
pada proses pembentukan kata yang berhubungan dengan bentuk alomorf.

G. Pembubuhan Kata Klofiks, Konfiks, dan Sufiks


a. Klofiks [ber-kan]

Seperti yang peneliti ketahui bahwa dalam proses pembentukan kata


klofiks [ber-kan] memiliki hubungan satu sama lain dalam pembentukan
verba. Hal ini karena dalam proses pembentukan kata dasar kemudian ada
prefiks [ber-] sebagai fungsi penghubung dan kemudian diikuti oleh sufiks [–
kan] sebagai pembentukan kata dalam satuan bahasa misalkan, dengan kata
[ber-bilang-kan] hal tersebut bahwa bentuk dari kata dasar bilang menjadi
imbuhan berbilangkan ada contoh lain kata [ber-modal-kan] yang menyatakan
makna memiliki modal, [ber-hilang-kan] yang menyatakan bahwa makna
gramatikal dalam segala sesuatu yang menghilang.

b. Konfiks [per-kan]

Setiap verba yang dihasilkan dari proses pembentukan kata akan selalu ada
makna dan arti dari kata tersebut. Hal ini menyatakan bahwa proses yang
terjadi pada imbuhan sangat relatif luas dari imbuhan kata proses afiksasi,
reduplikasi dan komposisi dan pada akhirnya hadir makna gramatikal verba
itu sendiri. Verba pada konfiks [per-] [per-kan] merupakan proses kata yang
menjadi pangkal pembubuhan verba inflektif seperti pada prefiks [me-], baik
[di-], maupun [ter-], sehingga hal tersebut karena pada proses reduplikasi atau
pengulangan kata dalam makna gramatikal. Contoh misalkan [pe-marah-kan],
yang menyatakan makna orang tersebut memiliki sifat pemarah.

c. Konfiks [per-i]

Berdasarkan penjelasan sebelumnya imbuhan memiliki proses dalam


pembentukan kata terutama pada konfiks dengan kata imbuhan [per-i].

xi
Pernyataan tersebut merupakan tindakan imbuhan prefiks memiliki komponen
makna dalam proses gabungan antara prefiks dan sufiks sehingga konfiks
memiliki fungsi pengabungan imbuhan dan membentuk keutuhan kata dalam
bahasa. Hal ini, bisa menjadi sumber pembentuk verba inflektif. Contohnya
[pe-nyakit] yang memiliki makna memiliki penyakiti.

d. Konfiks [ke-an]

Unsur penting dalam proses pembentukan kata adalah afiksasi proses di


mana imbuhan kata memiliki makna masing-masing kata. Sehingga konfiks
[ke-an] pada pembahasan kali ini, memiliki tujuan dalam proses pengabungan
makna kata seperti kata [ke-bakar-an] memiliki makna bahwa sedang terjadi
kebakaran.

e. Sufiks [-kan]

Berdasarkan bentuk proses afiks, suatu imbuhan sufiks [-kan] akan


membentuk stem pada proses pembentukan kata verba ini, memiliki kesamaan
dengan dialek Ternate-Manado hanya yang membedakan bentuk imbuhan kata
namun memiliki makna yang sama pada sufiks ini, sehingga berfungsi sebagai
penghubung kata prefiks dan infiks dengan membentuk satu kata dan memiliki
makna gramatikal bidang semantik. Sufiks merupakan akhiran kata imbuhan
setelah imbuhan prefiks infiks dengan demikian sufiks [-kan] memiliki
komponen makna dalam suatu tindakan dan sasaran objek. Salah satu contoh
akhiran sufiks [-kan] [tulis-kan] memiliki makna meminta tuliskan.

f. Sufiks [-i]

Selain itu, hadir akhiran yang bersufiks [-i] memiliki peran dan tujuan
penting proses imbuhan kata dan makna kata tersebut. Sufiks [-i] ialah proses
imbuhan kata akhiran yang berfungsi sebagai verba transitif sehingga menjadi
bentuk stem dalam pembentukan kata verba inflektif. Misalkan kata [ber-
ulang-kali] memiliki pernyataan sesuatu tindakan terjadi berulang-ulang dalam
makna gramatikal.

xi
H. Bentuk Makna Gramatikal

Makna merupakan unsur kata yang memiliki acuan sebagai referensi


dalam semantik, sebagai arti pengertian atau konsep pada sebuah kata leksem.
Oleh karena itu, makna mempunyai konsep dalam setiap ujaran yang memiliki
acuan referensi pada morfem dasar maupun morfem afiks. Dalam teori
Ferdinand de Saussure. Lebih lanjut lagi Kridalaksana (1988: 40), memiliki
pandangan bahwa makna merupakan bagian yang mengacu pada penanda
untuk ditandai setiap afiks atau imbuhan dalam proses pembentukan kata
(morfem).

Makna memiliki peran dalam bahasa yang digunakan setiap orang pada
saat berkomunikasi dengan mempunyai tujuan dan maksud dari makna
tersebut. Dalam makna memiliki proses kata yang di bentuk dari konsep
pemikiran setiap penutur. Dengan demikian makna gramatikal merupakan
makna yang memiliki proses pembentukan kata dengan mengalami
pengulangan kata atau reduplikasi hal tersebut ada dedikasi pada
penggalangan kata imbuhan seperti ber- [berjalan-berjalan]. Barang kali tidak
tentu pula, setiap kata verba pun memiliki komponen makna dalam
gramatikal. Jenis makna tidak hanya makna gramatikal, melainkan makna
leksikal, makna kontekstual. Namun yang menjadi titik pembahasan hanyalah
makna gramatikal pada proses dan bentuk kata dari afiks yang memiliki
makna bersifat konkret seperti udara yang di bahas pada bab sebelumnya.

Makna gramatikal verba dalam bentuk reduplikasi setiap pengulangan kata


pada bahasa yang digunakan barang kali ada perbedaan “makan-makan”
dalam makna gramatikal berarti memberikan penanda bahwa bersama untuk
makan-makan.

1. Makna Verba Bahasa Indonesia

Masyarakat sebagai penutur bahasa Indonesia yang multilanguage dan


multicultural akan kehidupan sosial dan budaya, relatif penutur dominan
menggunakan interaksi terhadap lingkungan sosial dalam proses beradaptasi

xi
baik bidang sosial, ekonomi, budaya dan pendidikan serta dari hal penggunaan
bahasa setempat. Dengan demikian segala hal dalam setiap bidang kecakapan
menggunakan bahasa sendiri yaitu bahasa daerah tersebut. Masyarakat yang
begitu banyak penggunaan dari segi penutur, terutama masyarakat setempat
yang merupakan penutur dalam kecakapan sehari-hari banyak menggunakan
bahasa daerah. Sehingga dengan, berbagai ungkapan penutur dalam
penggunaan kata verba pada makna gramatikal seperti contoh kata “kenapa
kamu berulang-ulang pergi kesana”? dari kalimat pertanyaan tersebut
memiliki makna gramatikal verba yang berarti [ulang-ulang]. Selain itu, ada
ungkapan verba dalam makna gramatikal seperti ber-[berlari-berlari] hal ini
menyatakan makna gramatikal sedang berlari.

Secara umumnya Bahasa Indonesia Dialek Ternate [BIDT], dengan logat


bahasa tidak mengandung unsur ciri yang menandai bentuk proses kata. Hal
ini karena memiliki fungsi yang berperan tanpa perubahan bentuk makna kata
sebaliknya dalam proses morfologis. Dengan proses morfologis, akan ada
bentuk sebagai penambahan makna, bukan menandai perubahan pada makna
semantik hal demikian mempersulit oleh situasi dan keadaan saat memulai
komunikasi dalam menentukan makna kata. Contoh kata [mereka sampai
berpukul-pukul] yang menyatakan sedang memukul pada makna verba
gramatikal. Dari proses pembentukan makna kata reduplikasi atau
pengulangan kata merupakan salah satu unsur banyak kata yang digunakan
dan menimbulkan makna kemajemukan hal ini juga dapat menghasilkan
pemahaman seperti [sepertinya kegiatan tersebut berulang-ulang] hal ini juga
berdasarkan konteks dan situasi makna kata bersangkutan.

J. Penelitian Relevan

Selain itu, perlu diketahui pada bagian bab ini, peneliti sebagian
membahas atas dasar permasalahan yang berkaitan dengan penelitian
sebelumnya sebagai sumber acuan bagi peneliti. Dalam suatu permasalahan
memiliki hubungan antara unsur yang terkandung dalam tujuan dan maksud
menjadi titik masalah dalam menindak lanjuti hubungan antara subjek dan

xi
objek sebagai tujuan dari permasalahan ini. Maka ada beberapa penelitian
yang relevan dengan persamaan dan perbedaan dalam penelitian ini sebagai
berikut:

1. Eva Dwi Wijayanti, “Variasi Dialek Bahasa Bawean di Wilayah Pulau


Bawean Kabupaten Gresik: Kajian Dialektologi”. Univeristas Airlangga
Surabaya, Fakultas Ilmu Budaya, Program Studi Sastra Indonesia (2016).
Penelitian ini meneliti tentang perbedaan penggunaan bahasa antara keempat
wilayah yang berbeda di tinjau dari geografis wilayah yang mempengaruhi
budaya dan bahasa tersebut. Sedangkan persamaan yang menonjol pada
penggunaan dialek bahasa yang berbeda-beda antara dialek Ternate dan
dialek bahasa Bawean.
2. Hermanto “Analisis Kontrastif Afiksasi Verba Bahasa Jawa dengan
Bahasa Indonesia” (2015). Penelitian ini menfokuskan pada perbandingan
makna gramatikal pada afiksasi dalam bahasa Jawa dengan afiksasi bahasa
Indonesia Berdasarkan hasil yang didapatkan ada persamaan antara dua
aspek sejajaran bentuk afiks verba dan bentuk dasar yang dilekati oleh afiks
tersebut. Sedangkan jika dikaitkan dalam penelitian yang di lakukan oleh
peneliti memiliki persamaan pada bentuk afiks dan perbedaan terhadap
penggunaan bahasa daerah tersebut.
3. Mulae, S.O “Mengenal Reduplikasi Bahasa Tidore dalam Upaya
Pemertahanan Bahasa Daerah” (2016) dalam penelitian ini menfokuskan
pada bentuk bahasa Tidore yang mempunyai bentuk reduplikasi dengan
bagian reduplikasi penuh, reduplikasi sebagian, reduplikasi awal kata dan
reduplikasi akhir kata. Sedangkan jika dikaitkan dengan judul penelitian
yang diangkat peneliti memiliki persamaan pada bentuk dan proses
reduplikasi atau pengulangan kata. Adapun perbedaan dalam penelitian ini
yaitu perbedaan tempat penelitian yang dilakukan peneliti antara reduplikasi
dialek Ternate dan reduplikasi dalam bahasa Tidore.

Berdasarkan sumber referensi uraian di atas, dapat peneliti ketahui


Kesimpulan bahwa makna memiliki unsur dan kedudukan yang tertinggi

xi
dalam penggunaan makna pada bidang bahasa dan dialek daerah agar bisa
dilestarikan dan dikembangkan. Selain itu, afiksasi dan reduplikasi bentuk
imbuhan kata dan pengulangan kata dalam makna gramatikal setiap
pembentukan kata (morfem) Terlebih pada komponen pembentukan kata dan
peran makna dalam bidang semantik gramatikal yang memiliki unsur
pembentuk afiksasi meliputi prefiks, infiks, sufiks serta konfiks dan klofiks.
Kemudian dapat dikembangkan menjadi suatu petanda makna dalam bahasa

xi
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian


Menurut Bogdan (dalam Sugyono, 2012: 287), bahwa penelitian
kualitatif segala sesuatu yang baru tempat-tempat yang dapat dikunjungi,
dan apa yang ingin diketahui dari tempat tersebut. Pendapat ini dapat
disimpulkan bahwa penelitian berisi garis-garis besar rencana yang
mungkin akan di lakukan. Berdasarkan uraian di atas, menjelaskan bahwa
di Kelurahan Tanah Raja, Ternate tengah Kota Ternate menjadi salah satu
objek pelaksanaan dalam penelitian karena yang menjadi dasar tempat dan
waktu penelitian, jadwal penelitian, survey objek penelitian, topik
penelitian, dan pelaksanaan penelitian dengan ada fakta responden sebagai
sarana pendukung dalam penelitian seperti data responden, dan hasil
penelitian dari lapangan.
Berdasarkan penelitian ini, pelaksanaan dilakukan dalam waktu
dan tempat penelitian di Kelurahan Tanah Raja mengacu pada keadaan
dan situasi terhadap fenomena yang terjadi bisa dijelaskan secara rinci
pada saat pelaksanaan dan pengembangan masalah yang ada antara
informan dan peneliti. Namun dalam pada tahap penentuan tempat dan
waktu penelitian tidak menentukan batas waktu secara akurat sehingga
peneliti memperoleh bentuk pemahaman tentang objek dan keadaan pada
pelaksanaan penelitian dengan akhir dan membuat laporan. Untuk itu,
peneliti membatasi waktu yang diperkirakan antara bulan Agustus dengan
November 2022. Adapun jadwal penelitian dapat dilihat tabel berikut:

xi
Tabel: 1.3.1
Jadwal Penelitian

No Jadwal Bulan Pelaksanaan


Penelitian Agustus 2022 September 2022 Oktober 2022 November 2022
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
A Pra Pelaksanaan
1 Survey Lokasi
2 Menentukan
Judul Penelitian
3 Penyusunan
Laporan
4 Menyelesaikan
Administrasi
Penelitian
5 Menentukan
Instrumen
Penelitian
B Pelaksanaan
1 Pengumpulan
Data
2 Proses Bimbingan
C Pengolahan Data
1 Penyusunan Data
2 Pengeditan Data
3 Pengadaan Hasil
Laporan
Penelitian

xi
Adapun uraian pada tabel pelaksanaan Penelitian di atas sebagai berikut:

1. Pra Pelaksanaan
Agustus 2022 dalam minggu pertama, peneliti menentukan judul
penelitian. Setelah disetujui oleh koordinator Program Studi
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, dengan melanjutkan
penyusunan proposal sampai Oktober 2022. Kemudian peneliti
menentukan instrumen penelitian selama minggu ketiga dan keempat
Oktober 2022.
2. Pelaksanaan
Minggu kedua November 2022 sampai minggu keempat November
2022 peneliti melakukan pengumpulan data, dan proses bimbingan.
3. Minggu keempat November 2022, peneliti menyusun data yang telah
didapatkan, kemudian dilanjutkan dengan pengetikan data dan hasil
laporan penelitian.
B. Metode Penelitian
Penelitian ini, menggunakan metode kualitatif deskritif. Menurut
Sugyono (2012: 9), penelitian kualitatif deskritif mengkaji beberapa
landasan pada filsafat postpositivisme, yang digunakan untuk meneliti
pada objek yang alamiah, (sebagai lawan eksperimen) di mana dalam
penelitian sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data di lakukan
secara triangulasi [gabungan], analisis data bersifat induktif kualitatif, dan
hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari generalisasi.
Berdasarkan metode penelitian kualitatif deskritif memiliki tujuan untuk
mendeskripsikan, menerangkan, mengembangkan, dan menjelaskan secara
terperinci terhadap masalah-masalah yang di teliti. Sehingga dalam
penelitian kualitatif deskritif menerangkan pada objek penelitian tersebut.
Berdasarkan proses penelitian kualitaif deskritif saat di lapangan
merupakan acuan dari sebuah bahasa yang memiliki makna dan arti pada
setiap penutur dalam komunikasi. Hal tersebut menjelaskan tentang bentuk
sasaran objek komunikasi dengan cara memahami, menerangkan secara
teliti, dan mencari sumber informasi pada data dan instrumen sebagai

xi
pelopor hasil karya penulisan berupa makna kata dan situasi penggunaan
bahasa sesuai situasi dalam keadaan yang sebenarnya dari metode ini.
C. Data dan Sumber Data
a. Data Primer
Data primer merupakan sumber data pertama yang di peroleh secara
langsung dari subyek yang berhubungan dengan penelitian. Selain itu,
dalam upaya dan usaha pengambilan data secara langsung di lapangan.
Menurut Sugyono (2016: 137), bahwa penulisan ini merupakan data yang
di peroleh dari informan sebagai sumber data dalam penelitian. Dengan
segala cara untuk mendapatkan informasi dari pihak informan peneliti
pada pengambilan data dengan cara mewawancari, teknik rekaman, serta
dokumentasi hal tersebut peneliti mengumpulkan sumber data secara
langsung dari responden untuk mendapatkan hasil penutur makna verba
Bahasa Indonesia Dialek Ternate [BIDT] yang di lakukan pada saat
penelitian di lapangan.
b. Karakteristik Informan Penelitian

Informan merupakan objek orang yang menjadi sumber informasi data


di peroleh peneliti dari informan yang di teliti secara langsung sehingga
penelitian terlaksanakan. Berdasarkan ketentuan informan yang di peroleh
dari peneliti dengan menggunakan teknik observasi partisipan, wawancara,
rekaman, dan dokumentasi. Pada teknik penelitian yang digunakan peneliti
dengan mempertimbangkan penelitian dari segala bentuk dan wacana
penelitian. Berdasarkan karakteristik informan memiliki bentuk sebagai
berikut:

1. Masyarakat bahasa penutur Bahasa Indonesia Dialek Ternate


[BIDT] di Kelurahan Tanah Raja.
2. Kontak sosial yang berlaku di masyarakat sebagai bentuk
kehidupan berkelanjutan.
3. Masyarakat di Kelurahan Tanah Raja sebagian besar penutur dialek
Ternate sebagai bahasa pertama setelah bahasa Indonesia.

xi
4. Mampu berinteraksi dengan baik sesuai kaidah penutur bahasa.
5. Bersedia dengan waktunya untuk melakukan wawancara.

Berdasarkan karakteristik di atas, maka biodata informan dalam penelitian


adalah:

1. Tokoh masyarakat bapak M. Faisal H, berusia 57 tahun, pekerjaan


wiraswasta, jenis kelamin laki-laki, agama slam, selaku ketua RT
004 kelurahan Tanah Raja Ternate Tengah.
2. Tokoh masyarakat bapak Muhamad Iyas, berusia 52 tahun,
pekerjaan wiraswasta, jenis kelamin laki-laki, agama Islam, selaku
ketua RT 005 kelurahan Tanah Raja Ternate Tengah.
3. Tokoh masyarakat ibu Fahria Ahmad, berusia 52 tahun, pekerjaan
ibu rumah tangga (IRT), jenis kelamin perempuan, agama Islam,
selaku ketua RW 001 kelurahan Tanah Raja Ternate Tengah.
4. Tokoh masyarakat bapak Wawan Dermawan, berusia 52 tahun,
pekerjaan Wiraswasta, jenis kelamin laki-laki, agama Islam, selaku
ketua RW 003 kelurahan Tanah Raja Ternate Tengah.
5. Tokoh masyarakat ibu Theresia Batidas, berusia 32 tahun,
pekerjaan pegawai sekretariat, jenis kelamin perempuan, agama
Khatolik sebagai informan dalam penelitian di kelurahan Tanah
Raja Ternate Tengah.
c. Data Sekunder
Berdasarkan data sekunder merupakan data kedua sebelum data
primer, yang digunakan sebagai sarana pelengkap hasil data dan dokumen-
dokumen seperti angket yang didapatkan saat penelitian lapangan.
Menurut Uma Sekaran (bukunya Sugyono, 2012: 142), mengemukakan
bahwa kuesioner (Angket) merupakan teknik pada prinsip dalam penulisan
angket sebagai teknik pengumpulan data. Menurut Hasan (2002: 58), data
sekunder merupakan data yang telah ada atau dikumpulkan oleh orang saat
melakukan penelitian dari sumber pendukung data primer, yang dapat
disimpulkan bahwa perlu untuk memperoleh informasi terbaru, berarti

xi
peneliti secara tidak langsung melakukan pengumpulan data secara tindak
lanjut untuk melengkapi data yang masih kurang seperti daftar pertanyaan,
dan rekaman sebagai upaya hasil penelitian dengan cara berpihak pada
orang lain.
D. Metode Pengumpulan Data
Secara metodologi, penelitian ini menghubungkan bahwa kualitatif
deskritif merupakan gambaran yang berusaha mengembangkan hipotesis
dengan cara memahami konsep makna gramatikal verba Bahasa Indonesia
Dialek Ternate [BIDT] yang digunakan oleh masyarakat penutur sebagai
pola struktur kebahasaan. Menurut Djaman Satori dan Aan Komariah
(2009: 22), bahwa metode pengumpulan data merupakan segala sesuatu
yang menggunakan latar alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena
terjadi dan di lakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada.
Dengan demikian, penelitian ilmiah secara prosedur yang sistematis untuk
memperoleh data diperlukan sesuai konsep metode pengumpulan data
peneliti dan responden berusaha mendapatkan informasi sebagai objek
masalah dalam menganalisis data-data yang digunakan pada teknik
pengumpulan data sebagai berikut.
E. Teknik Pengumpulan Data

Berdasarkan penelitian yang sedang di bahas, hal yang menjadi tolak


ukur peneliti menitik beratkan metodologi penelitian yang ada sebagai
bentuk fenomena dan peristiwa yang dikembangkan sebagai informasi.
Untuk lebih lanjut, akurat secara jelas. Menurut Sugyono (2012: 137),
teknik pengumpulan data merupakan sumber data primer dan data
sekunder jika di lihat dari segi cara atau teknik pengumpulan data dapat di
lakukan dengan observasi partisipan, wawancara, angket [kuesioner],
rekaman, dan dokumentasi. Hal ini dapat dijelaskan secara terperinci
berikut ini.

xi
a. Teknik Observasi Partisipan
Berdasarkan penelitian ini, teknik awal yang di lakukan seorang
peneliti merupakan observasi partisipan. Sebelum kegiatan dilaksanakan,
peneliti dapat mengambil observasi sebagai rencana objek sumber
penelitian terhadap kondisi terjadi di lapangan dan sumber informasi
dalam pengembangan bahan. Hal tersebut, dapat membentuk masalah
yang harus dikembangkan dalam bentuk catatan, serta pengamatan
keputusan seorang peneliti. Pada tahap ini yang menjadi peserta dalam
pengembangan masalah merupakan masyarakat penutur sebagai objek
penggunaan penutur Bahasa Indonesia Dialek Ternate [BIDT] sehingga
penelitian ini bersifat eksploratif terhadap perilaku sosial masyarakat di
Kelurahan Tanah Raja
b. Teknik Wawancara

Kemudian teknik pengumpulan data dapat dikembangkan dengan


wawancara atau interview yang merupakan pendapat masyarakat atau
informan terkait makna gramatikal verba oleh mitra tutur, di mana seorang
peneliti berusaha mengumpulkan data-data wawancara langsung dari
informan sebagai objek dalam penelitian, mencari nara sumber
permasalahan yang terjadi dengan beberapa angket yang di tanya oleh
peneliti kepada informan. Pada proses wawancara peneliti berharap
mengembangkan masalah yang sedang di teliti kepada informan tentang
objek atau peristiwa makna gramatikal verba Bahasa Indonesia Dialek
Ternate [BIDT] oleh masyarakat penutur di Kelurahan Tanah Raja.

c. Teknik Rekaman

Berdasarkan teknik berikut ini, rekaman merupakan alat sebagai sarana


dalam pengumpulan data lewat media elektronik seperti handphone
sebagai media perangkat pengambilan rekaman suara, mikrofon, volume
suara, dan tingkat intensitas vokal suara saat penelitian berlangsung di
lapangan guna untuk mengetahui dan mengembangkan suatu masalah pada

xi
informan sehingga peneliti mampu mendeskripsikan hasil dari rekaman
tersebut.

d. Teknik Dokumentasi
Dokumentasi merupakan teknik dalam pengambilan data dalam
penelitian yang bertujuan untuk mencatat data dengan berupa biodata
informan, hasil catatan wawancara, dan berusaha mengumpul untuk
mencari sumber data mengenai variabel terkait foto-foto atau bentuk
catatan berupa naskah sebagai bukti dalam pelaksanaan penelitian antara
informan dan peneliti. Pada metode ini, tidak mempersulit peneliti jika
terjadi ke keliruan dalam suatu tindakan penelitian pada dokumentasi
karena mudah sumber data yang di peroleh.
F. Teknik Analisis Data
Bentuk pada proses teknik analisis data yang terdapat dalam penelitian
ini adalah interaktif dengan mengembangkan identifikasi suatu masalah
dari sudut pandang penutur penggunaan makna gramatikal verba Bahasa
Indonesia Dialek Ternate [BIDT], dalam makna semantik perlu untuk
diketahui bentuk makna verba dan makna gramatikal yang digunakan oleh
masyarakat Kelurahan Tanah Raja.
Sehingga pada Proses penelitian ini terdapat tiga langkah yang dapat di
lakukan. Menurut Miles dan Huberman (bukunya Sugyono, 1984: 246),
mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif di lakukan
secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas.
Aktivitas dalam analisis data, yaitu Penyajian data (Data Display),
Redukasi data (Data Reduction), dan Menarik Kesimpulan (The
Conclusing of drawing Verification). Untuk lebih lanjut dapat di jelaskan
lebih lanjut berikut ini:
a. Penyajian Data (Data Display)
Penyajian data berarti menguraikan bentuk singkat dan jelas dari hasil
sumber data yang memiliki hubungan teori olahan data pada penelitian
yang bersifat kualitatif deskritif berdasarkan komponen hasil di lapangan.
Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa di lakukan dalam bentuk

xi
uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori dan sejenisnya. Menurut
Miles and Huberman, (bukunya Sugyono, 1984: 249) menyatakan “the
most frequent form of display data for qualitative research data in the past
has been narrative text”. Bahwa penyajian data teks berfungsi sebagai
bentuk naratif dalam mendisplaykan data di lapangan, dengan demikian
akan memudahkan sumber data sebagaimana terdapat penelitian dengan
hubungan makna gramatikal verba bahasa Indonesia dialek Ternate oleh
masyarakat di Kelurahan Tanah Raja.
b. Redukasi Data (Data Reducation)
Adapun tahap sebelumnya, telah kita ketahui redukasi berarti
merangkum kembali hasil dari penyajian data, memilih hal-hal yang pokok
dan penting serta di cari tema dan polanya. Dengan demikian data yang
telah di redukasi akan memberikan gambaran lebih jelas, dan
mempermudah peneliti mengimplementasikan dalam bentuk wawancara,
observasi lapangan, rekaman, dan dokumentasi pengumpulan data yang
terdapat pada objek masyarakat di Kelurahan Tanah Raja.
c. Menarik Kesimpulan (The Conclusing of drawing Verification)
Berdasarkan tahap terakhir ini, akan memberikan penjelasan tentang
proses analisis data yang berarti penelitian di lakukan secara menarik
kesimpulan berdasarkan sumber data yang telah di verifikasi dari sumber
penelitian dan olahan data hasil kesimpulan. Hal ini masih bersifat
sementara karena ada bukti sebagai pendukung penelitian tersebut.
Menarik kesimpulan dapat di lakukan awal penelitian seperti menjabarkan
rumusan masalah dalam bentuk pertanyaan, identifikasi, dan klasifikasi
sumber teori sehingga mampu mendeskripsikan pertanyaan tentang objek
yang sedang di teliti.

xi
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini, dilaksanakan pada tanggal 15 November sampai dengan 30


November 2022, di Kelurahan Tanah Raja, Kecamatan Ternate Tengah Kota
Ternate Maluku Utara. Dari sumber objek tempat penelitian. Peneliti melakukan
upaya menemukan dari hasil analisis yang akan di identifikasi ke dalam bentuk
makna bahasa dan dialek pada masyarakat setempat di Kelurahan Tanah Raja,
Ternate Tengah. Dengan hasil observasi tersebut peneliti menganalisis makna
gramatikal verba Bahasa Indonesia Dialek Ternate [BIDT] yang didasari pada
penggunaan logat dan tekanan dialek yang berbeda-beda dalam kehidupan
masyarakat penutur kelurahan Tanah Raja yang multikulutral dan multilanguage.

Berdasarkan kehidupan masyarakat di Kelurahan Tanah Raja memiliki budaya


dan bahasa yang berbeda-beda hal ini dipengaruhi oleh kebudayaan dan bahasa
dari luar atau penutur asing, sehingga keberagaman suatu bahasa mengalami
peningkatan oleh penutur baik penutur asli maupun penutur asing. Kelurahan
Tanah Raja, Ternate Tengah memiliki dialek daerah sebagai bahasa kedua
setelah penutur bahasa Indonesia dengan dialek berbeda pada bahasa lainnya
kecuali bahasa Manado karena memiliki kesamaan dialek namum tekanan dalam
penutur berbeda. Bahasa Indonesia Dialek Ternate [BIDT] menandai unsur
gramatikal pada bentuk kata sehingga kata mempunyai fungsi gramatikal yang
berbeda-beda. Dengan pemahaman kata mampu menunjukkan pada konteks
linguistik maupun nonlinguistik di mana kata tersebut muncul hal ini bahwa kata
memiliki peran yang menunjukkan kata kerja tertentu. Kelurahan Tanah Raja
sebagian masyarakat menggunakan penutur bahasa Indonesia dialek Ternate
dengan variasi logat yang berbeda-beda namun memiliki kesamaan antara bahasa
Manado dan Ambon sehingga bahasa Indonesia dialek Ternate berbeda dengan
bahasa asing sebagai salah satu Imbuhan kata pada proses pembentukan kata
“[pi-], [de-], [ba-], [ma-], [mo-], [deng-]“. Merupakan salah satu imbuhan kata
dalam membentuk sebuah kalimat seperti “dorang mo pigi pasar” yang berarti

xi
[mereka mau pergi ke pasar]. Namun pada kalimat tersebut masih aktif karena
memiliki subyek, predikat, dan objek serta keterangan hal ini fungsi dan peran
bahasa Indonesia dengan dialek Ternate pada logat yang berbeda masih berfungsi
menjadikan kalimat aktif dalam proses pembentukan kata kerja/verba. Selain itu,
masyarakat di Kelurahan Tanah Raja dengan penutur dialek Ternate masyarakat
penutur juga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional hal ini
karena masyarakat mampu menjaga dan melestarikan bahasa Indonesia maupun
dalam dialek Ternate sebagai bahasa atau logat mereka sendiri yang digunakan
dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, masyarakat penutur dialek Ternate
memiliki kebudayaan dan bahasa yang unik sehingga setiap penutur asing
dengan mudah memahami tujuan dan maksud bahasa dan kebudayaan tersebut.
Ada beberapa konsep makna gramatikal verba Bahasa Indonesia Dialek Ternate
[BIDT] dalam masyarakat penutur bahasa Indonesia dialek Ternate yang terdapat
di Kelurahan Tanah Raja antara lain:

A. Hasil Penelitian
1. Makna Gramatikal Verba (Afiksasi) Bahasa Indonesia Dialek
Ternate [BIDT]

Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan peneliti bahwa kelurahan


Tanah Raja, Ternate Tengah masyarakat penutur menggunakan bahasa
Indonesia dialek Ternate sebagian penutur menggunakan dialek Ternate hal ini
terlihat jelas dengan cara menganalisis bentuk afiksasi yaitu di antaranya:
prefiks sebagai awalan imbuhan, infiks sebagai sisipan, sufiks sebagai akhiran,
dan konfiks sebagai pengabungan, dari segala imbuhan yang membentuk kata.
Berdasarkan bidang linguistik, afiks menjadi sangat penting dalam
membentuk sebuah kata dengan bentuk dan keberadaannya sehingga afiks
memberikan makna baru terhadap bentuk dan makna kata yang terdapat dalam
sebuah imbuhan. Adapun untuk menjelaskan lebih lanjut, afiksasi dapat
dikelompokkan ke dalam bentuk-bentuk sebagai berikut:

xi
a. Bentuk Prefiks Masyarakat Kelurahan Tanah Raja, Ternate
Tengah

Prefiks merupakan bentuk awalan kata dasar pembubuhan imbuhan


bentuk dengan morfem terikat prefiks yang terdapat dalam masyarakat
penutur di Kelurahan Tanah Raja, bahwa peneliti menemukan bentuk afiks
prefiks pada bahasa Indonesia dialek Ternate seperti prefiks: [ma-me-],
[ba-ber-], [mo-me-], [ta-ter-] seperti pada tabel berikut ini:

Tabel: 1.4.1
Bentuk Prefiks dalam Verba [BIDT]
No Prefiks Kata Kerja [Verba] Kalimat Verba [BIDT]
[Awalan]
1 [ma-] Mangael Dorang mo pigi mangael
[me-] “Memancing” ikang di danau
“Mereka mau pergi
memancing ikan di danau”
2 [ba-] Bakulae Kita ada pigi salero kong
[ber-/per-] “Berkelahi” dapa lia ada orang
“Perkelahian” bakulae di muka jalang
“Aku melihat perkelahian
di depan jalan ketika aku
sedang pergi ke salero”
3 [mo-] Momasa Dorang sadiki ada momasa
[me-] “Memasak” ikang kuah kuning
“Mereka sebentar lagi
memasak ikan kuah
kuning”
4 [ma-] Malawang Kita so malawang dia tadi
[me-] “Melawan” di muka jalang basar
“Aku sudah melawan dia
tadi di depan jalan besar”

xi
5 [ta-] Tabanting Kita pe hp so tabanting
[ter-] “Terbanting” dua kali kong
“Hp aku sudah terbanting
selama dua kali”

Berdasarkan pada tabel 1.4.1 di atas, peneliti dapat menjelaskan bahwa


dari hasil penelitian dalam penggunaan Bahasa Indonesia Dialek Ternate
[BIDT] dapat di lihat bentuk dan makna pada proses afiksasi prefiks dalam
bentuk pembubuhan imbuhan dengan awalan: [ma-me-], [ba-ber-/be-],
[mo-me-] dan [ta-ter-] hal tersebut bahwa bentuk segala imbuhan pada
proses pembentukan kata (morfem) dapat di ketahui bentuk dalam
penggunaan bahasa Indonesia dialek Ternate sehingga pada proses
imbuhan kata memiliki makna ke dalam bentuk bahasa Indonesia.

2. Makna Gramatikal Verba (Reduplikasi) Bahasa Indonesia Dialek


Ternate [BIDT]
b. Pengulangan Kata Berimbuhan

Berdasarkan penelitian di lapangan, peneliti menemukan bahwa bentuk


dan proses reduplikasi dalam kata mengalami pengulangan kata dan bentuk
bunyi yang digunakan oleh masyarakat penutur di Kelurahan Tanah Raja,
pada saat penelitian berlangsung. Bentuk dan proses pengulangan kata
berimbuhan dalam Bahasa Indonesia Dialek Ternate [BIDT] berbeda dengan
bahasa Indonesia ke dalam bentuk dialek Ternate. Hal ini karena proses
pengulangan dan perubahan bunyi, pada tekanan dalam pengucapan kata
memiliki makna berbeda karena dialek Ternate tidak memiliki ciri –ciri yang
menandai makna kata. Untuk lebih jelas peneliti menemukan bentuk
reduplikasi kata berimbuhan [ba-], [ma-], [ta-] pada pengulangan kata
berimbuhan tersebut digunakan oleh masyarakat penutur di Kelurahan Tanah
Raja, memiliki tekanan dan bunyi namun, makna yang berbeda-beda. Untuk
lebih jelas lihat pada tabel berikut ini:

xi
Tabel: 1.4.2
Bentuk Reduplikasi dalam Verba [BIDT] Masyarakat Penutur
Kelurahan Tanah Raja
No Reduplikasi Kata Dasar [Verba] Kalimat Verba
[Pengulangan] [BIDT]
1 bajalang-bajalang ba- [jalang] “Mereka sedang
“jalan” pergi berjalan-jalan
di pantai falajawa”
Dorang ada pigi
bajalang-bajalang di
pante falajawa
2 mamanangis- ma- [nangis] “Jangan membuat
manangis “nangis” orang menangis-
nangis seperti itu”
Jangan biking
orang mamanangis-
manangis bagitu
3 bailang-bailang ba- [ilang] “Mereka sudah
“hilang” hilang-hilang kabar
dari kemarin siang”
Dorang so bailang-
ilang kabar dari
kalimaring siang
4 Tamaso-tamaso Ta- [maso] “Rumah mereka
“masuk” masuk jauh ke dalam
gang”
Dorang pe rumah tu
tamaso-tamaso
kasana di gang

xi
Berdasarkan pernyataan pada tabel 1.4.2 di atas, bahwa bentuk dan
makna reduplikasi atau pengulangan kata pada penggalan kata pertama
memiliki kata dasar seperti pada tabel di atas dalam dialek Ternate, seperti
imbuhan kata: bajalang memiliki kata dasar jalang-jalang yang di dalam
bahasa Indonesia berarti berjalan atau kata dasar jalan-jalan, mamanangis
memiliki kata dasar nangis yang berarti menangis-nangis atau kata dasar
nangis-nangis, bailang memiliki kata dasar ilang-ilang yang berarti hilang,
selain itu ada kata tamaso yang memiliki kata dasar maso-maso yang
berarti masuk.
c. Pengulangan Kata Dasar
Berdasarkan penelitian di lapangan, peneliti juga menemukan bentuk
pengulangan kata dasar yang terdiri dari pengulangan kata ilang-ilang,
maso-maso, makang-makang, taria-taria, dengan bentuk pengulangan
kata dasar tersebut banyak digunakan oleh masyarakat kelurahan Tanah
Raja, hal ini dapat diketahui bahwa bentuk pengulangan kata dasar di atas,
menjadikan bentuk kata kerja dalam proses pembentukan kata namun tidak
memiliki ciri-ciri yang mendandai makna kecuali dalam bahasa Indonesia
yang memiliki makna tersebut.
Dari hasil penelitian di lapangan peneliti menemukan bentuk dan
makna dalam proses pengulangan kata berimbuhan dan pengulangan kata
dasar selain itu bentuk makna kata berbeda dalam Bahasa Indonesia dari
proses pembentukan kata (morfem). Sehingga bentuk awalan kata berbeda
dengan sisipan kata dan akhiran kata maupun gabungan kata karena proses
pengulangan kata memiliki tekanan dan bunyi yang berbeda sebaliknya
dalam bahasa Indonesia. Dapat peneliti ketahui bentuk pengulangan kata
berimbuhan dan pengulangan kata dasar jika dinegatifkan di lihat dalam
bentuk kalimat aktif dan kalimat pasif.

xi
B. Pembahasan
1. Makna Gramatikal Verba (Afiksasi dan Reduplikasi) Bahasa
Indonesia Dialek Ternate [BIDT]

Makna gramatikal akan muncul setelah mengalami proses gramatikal atau ketata
bahasaan yang muncul sebagai akibat hubungan antara unsur-unsur gramatikal
yang lebih besar, seperti hubungan morfem dalam kata pada proses pembentukan
kata dalam imbuhan kata seperti dalam Bahasa Indonesia Dialek Ternate [BIDT]
yang terdapat di Kelurahan Tanah Raja, Ternate tengah awalan: [ma-] yang berarti
[me-], [ba-] yang berarti [ber-], [ma-] yang berarti [me-], [ta-] yang berarti [ter-],
[mo-] yang berarti [me-] merupakan awalan kata yang di anggap mempunyai
makna alat untuk melakukan sesuatu atau pelaku perbuatan tertentu dalam bahasa
Indonesia namun, dialek Ternate tidak memiliki ciri-ciri yang menandai makna
hal ini karena perubahan bunyi, tekanan, dan alomorf (Nurhamidah, 2018). Selain
itu, makna gramatikal berdasarkan hasil penelitian di atas, merupakan makna yang
hadir sebagai akibat adanya proses gramatikal dalam proses afiksasi, proses
reduplikasi, dan proses komposisi, namun peneliti membatasi dalam penelitian ini
akan membahas pada proses afiksasi dan proses reduplikasi (Chaer, 1994).
Berdasarkan penelitian di atas, yang dapat peneliti bahas pada proses afiksasi
yang terdiri atas prefiksasi (penambahan awalan), infiksasi (penambahan sisipan),
sufiksasi (penambahan akhiran), dan konfiksasi (penambahan awalan serta
akhiran yang tidak ditemukan peneliti saat di lapangan) dan proses reduplikasi
pada pengulangan kata.

2. Makna Gramatikal Verba (Afiksasi) Bahasa Indonesia Dialek


Ternate [BIDT]
a) Prefiks (Awalan) Pembentuk Verba
Prefiksasi merupakan proses pembubuhan prefiks (awalan) pada
bentuk dasar imbuhan untuk membentuk kata, pada prefiks pembentuk
verba bahasa Indonesia dalam dialek Ternate terdiri dari awalan: [ma-]
atau me-, [ba-] atau ber-, [ta-] atau ter-. Untuk lebih lanjut lihat pada

xi
penjelasan berdasarkan pembahasan pada penelitian yang didapatkan
sebagai berikut.
1. Prefiks [ma-/me-]
“Dorang ada pigi ma-mangael ikang di lao”
(Mereka sedang pergi me-mancing ikan di laut)
Awalan imbuhan kata [ma-/me-] yang memiliki kata dasar
mangael/memancing hal ini karena ada makna dalam bahasa Indonesia
yang berarti menangkap ikan di laut dengan menggunakan alat pancing
sebagai objek dalam suatu tindakan yang di lakukan. Selain itu, pada
proses dan bentuknya prefiks [ma-/me-] bisa diuraikan bentuk awalan
Bahasa Indonesia Dialek Ternate [BIDT], dalam penutur dialek
Ternate sebagai berikut:
Tabel: 1.4.3
Prefiks [ma-/me-]
No Prefiks Bentuk Dasar Prefiksasi
1 [ma-] Mangael Mamangael
2 [me-] Mancing Memancing

Berdasarkan pada tabel 1.4.3 di atas, bentuk dasar mangael


“mancing” mengalami perubahan penambahan prefiksasi pada awalan
[ma-/me-] menjadi mamangael atau memancing pada pelekatan prefiks
ma- yang memiliki bentuk dasar mangael menjadi mamangael yang
mengubah kelas kata, namun ada perbedaan pada fitur semantis. Kata
mangael termasuk ke dalam golongan verba intransitif, berupa
perbuatan sedangkan mamangael merupakan golongan verba transitif
yang mengandung aktif dalam sebuah tindakan. Oleh karena itu, pada
tabel 1.4.6 jika prefiks [ma-/me] pada bentuk dasar verba merupakan
afiksasi derivasi tak-transposisional. Selain itu, prefiks [ma-/me-]
digabungkan dengan dasar mangael atau mancing menjadi mamangael
“memancing” yang mengandung makna aktif. Oleh karena itu, afiksasi
prefiks ini termasuk ke dalam afiksasi derivasi transposisional karena

xi
mengubah makna gramatikal pada bentuk verba dan termasuk ke dalam
kelas kata dengan menurunkan verba mangael menjadi verba
mamangael.
2. Prefiks [ba-/ber-]
“Kita ada Ba-bajalang kaluar kong, baku dapa ngana so pulang”
(Aku sedang berjalan keluar terus, ketemuan kamu sudah pulang)
Awalan imbuhan Ba-/ber- merupakan awalan kata yang membentuk
kata dasar jalang “jalan” yang menjadi bajalang “berjalan” karena
hadirnya prefiks [ba-/ber-] menjadi ba-bajalang. Berdasarkan
penelitian di atas, yang dapat peneliti bahas pada proses pembentukan
kata (morfem), proses imbuhan kata (afiks prefiks), dan makna
gramatikal dalam verba terdapat dalam kehidupan masyarakat di
Kelurahan Tanah Raja, Ternate tengah. Untuk lebih jelas lihat pada
tabel berikut ini:
Tabel: 1.4.4
Prefiks [ba-/ber-]
No Prefiks Bentuk Dasar Prefiksasi
1 [ba-] Jalang Bajalang
2 [ber-] Jalan Berjalan

Berdasarkan pada tabel 1.4.4 di atas, yang dapat peneliti bahas


merupakan bentuk dasar jalag “jalan” mengalami perubahan
pembubuhan pada prefiks [ba-/ber-] menjadi bajalang “berjalan” pada
prefiks ba-/ber yang dapat digabungkan dengan bentuk dasar verba
termasuk kedalam afiksasi derivasional. Karena pada proses afiksasi
dapat mengubah kelas kata dan makna gramatikal. Selain itu, pada
pembahasan ini prefiks [ba/ber-] dilekatkan pada bentuk dasar verba
jalan menjadi bajalang “berjalan”.
makna gramatikal. Berdasarkan pembahasan tersebut peneliti
memiliki pendapat bahwa setiap kata dalam pembentukan kata dasar
memiliki bentuk alomorf dan perubahan makna, bunyi, dan tekanan.

xi
3. Prefiks [ta-/ter-]
“Dorang pe kios ta-tamaso ka sana di rumah sake”
(Kios mereka masuk jauh ke dalam di rumah sakit)
Pada awlan imbuhan [ta-/ter-] pada proses pembentukan kata dasar
verba ta-/ter- dengan kata dasar ulang menjadi tamaso hal ini karena
bentuk dan proses kata memiliki alomorf dan perubahan bunyi pada
tekanan bahasa Indonesia ke dalam dialek Ternate, selain itu bentuk
kata dasar berbeda dengan bentuk imbuhan kata yang dipengaruhi oleh
situasi dan keadaan masyarakat penutur di Kelurahan Tanah Raja
dalam hal menyikapi sebuah bahasa yang digunakan segala pihak
penutur tersebut. untuk lebih jelas lihat pada tabel berikut ini:

Tabel: 1.4.5
Prefiks [ta-/ter]
No Prefiks Kata Dasar Prefiksasi
1 [ta-] Maso Tamaso
2 [ter-] Masuk Termasuk

Berdasarkan pada tabel 1.4.5 di atas, yang dapat peneliti bahas


yaitu bentuk dan proses pembubuhan kata dasar dalam imbuhan kata
seperti pada prefiks [ta-/ter-] yang memiliki kata dasar maso menjadi
tamaso dalam proses pembubuhan kata dasar yang memiliki makna
gramatikal dalam proses pembentukan kata (morfem). Hal ini, dapat di
lihat dalam kehidupan sehari-hari penutur bahwa pada prefiks ta-/ter-
memiliki makna dalam bahasa Indonesia, yang dalam verba
derivasional karena kelas kata mengubah bentuk dan proses
pembentukan makna kata gramatikal dengan demikian pada tekanan
bunyi yang berbeda terdapat dalam bahasa Indonesia dialek Ternate.

xi
4. Prefiks [ba-/ber-]
“Kita ada pigi salero kong dapa lia ada orang bakulae di muka
jalang”
(Aku melihat perkelahian di depan jalan ketika aku sedang pergi ke
salero)
Bentuk awalan imbuhan kata [ba-/ber-] pada proses pembentukan kata
kerja dengan bentuk kata dasar kulae menjadi tambahan awalan ba-
kulae yang berarti ber-kelahi bisa juga perkelahian jika di lihat
berdasarkan bentuk alomorf pada kata kerja sehingga tekanan pada
bunyi berbeda dalam bahasa Indonesia ke bentuk dialek Ternate. Hal
ini berdasarkan bentuk kata dan ragam dialek yang berbeda. Dapat kita
ketahui pada tabel berikut ini:
Tabel: 1.4.6
Prefiks [ba-/ber-/per-]
No Prefiks Kata Dasar Prefiksasi
1 [ba-] Kulae Bakulae
2 [ber-/per-] Kelahi Berkelahi/Perkelahian

Berdasarkan pada tabel 1.4.6 di atas, yang dapat peneliti bahas


yaitu proses pembentukan kata kerja awalan [ba-/ber-/per-] memiliki
bentuk kata dasar kulae menjadi bakulae yang berarti berkelahi atau
bisa juga perkelahian pada proses pembentukan kata (morfem).
Sehingga bentuk kelas kata kerja dari kata dasar bisa memiliki bentuk
awalan berbeda seperti halnya bentuk [ba-] menjadi [ber-/per-] karena
bahasa Indonesia ke bentuk dialek Ternate berbeda dari bunyi dan
tekanan dialek tersebut.
5. Prefiks [mo-/me-]
Dorang sadiki ada momasa ikang kuah kuning
(Mereka sebentar lagi memasak ikan kuah kuning)
Awalan imbuhan kata [mo-/me-] memiliki alomorf pada bentuk kata
yang mempunyai kata dasar masa atau momasa yang berarti masak

xi
atau memasak dalam makna gramatikal tersebut maka dapat di lihat
bentuk dan prosesnya pada tabel berikut:
Tabel: 1.4.7
Prefiks [mo-/me-]
No Prefiks Kata Dasar Prefiksasi
1 [mo-] Masa Momasa
2 [me-] Masak Memasak

Berdasarkan tabel 1.4.7 di atas, dapat peneliti bahas yaitu awalan


pada imbuhan kata [mo-/me-] yang memiliki tekanan dan bunyi pada
dialek berbeda bahasa Indonesia dengan dialek Ternate. Hal ini karena
makna yang terdapat dalam dialek tersebut yang saling mempengaruhi
sistem pembentukan kata sehingga alomorf menjadi salah satu faktor
perbedaan pada tekanan dan bunyi dalam bahasa Indonesia ke dalam
dialek Ternate.
6. Prefiks [ma-/me-]
Kita so malawang dia tadi di muka jalang basar
(Aku sudah melawan dia tadi di depan jalan besar)
Proses dan bentuk awalan kata [ma-/me-] memiliki imbuhan pada kata
dasar lawang atau malawang yang berarti lawan atau melawan karena
bentuk kata [ma-/me-] bersifat alomorf. Proses dan bentuknya dapat di
lihat pada tabel berikut:
Tabel: 1.4.8
Prefiks [ma-/me-]
No Prefiks Kata Dasar Prefiksasi
1 [ma-] Lawang Malawang
2 [me-] Lawan Melawan

Berdasarkan tabel 1.4.8 di atas, yang dapat peneliti bahas yaitu


proses dan bentuk kata [ma-] menjadi [me-] karena bersifat alomorf

xi
sehingga mempengaruhi bentuk tekanan dan bunyi pada pengucapan
kata dalam bahasa Indonesia ke bentuk dialek Ternate.
7. Prefiks [ta-/ter-]
Kita pe Hp so tabanting dua kali kong
(Hp aku sudah terbanting selama dua kali)
Bentuk awalan pada kata kerja yang menyatakan sebuah benda Hp
memiliki awalan [ta-/ter-] karena bersifat alomorf. Hal ini karena
tindakan sebuah kata kerja menunjukkan pada Hp sehingga dapat di
lihat proses dan bentuk dialeknya pada tabel berikut:
Tabel: 1.4.9
Prefiks [ta-/ter-]
No Prefiks Kata Dasar Prefiksasi
1 [ta-] Banting Tabanting
2 [ter-] Banting Terbanting

Berdasarkan tabel 1.4.9 di atas, peneliti dapat membahas bentuk


dan proses kata dan bahasa Indonesia ke bentuk dialek Ternate pada
bentuk awalan kata [ta-] menjadi [ter-] yang bersifat alomorf karena
awalan kata yang mengubah bentuk dan proses tekanan pada bunyi dan
dialek namun, kata dasar tetap sama makna dan artinya dalam bentuk
bahasa Indonesia.
b). Proses Reduplikasi Pembentukan Verba
Berdasakan penelitian di atas, yang akan peneliti jelaskan membahas
bentuk dan proses reduplikasi berdasarkan tataran gramatikal verba bahasa
Indonesia dialek Ternate dalam suatu bahasa. Pada proses reduplikasi atau
pengulangan kata merupakan bentuk pengulangan dengan tekanan dan
bunyi yang berbeda dalam pengucapan dan artikulasi lewat ujaran alat
ucap manusia. Berdasarkan proses dan bentuk dalam pengulangan kata
dengan ada pembubuhan imbuhan, proses pembentukan kata (morfem),
dan pemaknaan bentuk gramatikal dalam verba atau kata kerja sehingga
melekat pada kesatuan variabel dalam suatu bahasa yang memiliki tekanan

xi
bunyi dan artikulasi saat memulai pembicaraan. Dalam proses
pengulangan kata yang terdapat dalam kehidupan masyarakat penutur di
Kelurahan Tanah Raja dengan memiliki tekanan dan bunyi yang berbeda
dalam bahasa Indonesia. Pada proses pengulangan kata terdiri atas dua
pengulangan yaitu pengulangan kata berimbuhan dan pengulangan kata
dasar sehingga dapat diketahui dalam hal ini bentuk pengulangan kata
berimbuhan yang terdapat dalam keseharian memiliki pembubuhan kata
[ba-jalang-bajalang], [ma-mamanangis-manangis], [ba-bailang-bailang],
[ta-tamaso-tamaso], bahwa bentuk kata dasar jalang “jalan” atau jalan-
jalan menjadi bajalang-bajalang berarti berjalan-berjalan, kata dasar
“nangis” atau managis-nangis menjadi mamanagis-managis berarti
menangis-nangis, sedangkan kata dasar “ilang-ilang” atau hilang-hilang
menjadi bailang-bailang yang berarti menghilang-hilang. Sementara
bentuk pengulangan kata dasar “ ilang-ilang, maso-maso, makang-
makang, dan taria-taria. Sehingga dapat dijelaskan bentuk imbuhan dalam
pembahasan berikut:
1. Bentuk Pengulangan Imbuhan [ba-] bajalang
Pada reduplikasi atau pengulangan pada kata ba + ba + jalang
menjadi babajalang sedangkan bentuk ba + jalang menjadi
bajalang-bajalang dalam bahasa Indonesia dialek Ternate yang
memiliki banyak kelas kata kerja dalam komponen makna
gramatikal melakukan suatu tindakan atau berdurasi pada waktu
dan situasi. Pengulangan kata bajalang-bajalang terbentuk atas
beberapa pembubuhan kata dari imbuhan kata, kata dasar, dan
proses pembentukan kata (morfem). Bajalang-bajalang dalam
bahasa Indonesia berarti berjalan-berjalan yang memiliki makna
dan arti yang sama hal ini menunjukkan bahwa perubahan bunyi
dan tekanan yang jauh berbeda antara bahasa Indonesia dan dialek
Ternate karena dipengaruhi oleh penguasaan masyarakat bahasa,
bentuk penerjemaahan masyarakat bahasa kurang memahami
sehingga terbentuknya dalam pembelajaran bahasa Indonesia oleh

xi
masyarakat penutur di Kelurahan Tanah Raja lewat pendidikan
formal.
2. Bentuk Pengulangan Imbuhan [ba-] bailang
Berdasarkan pada pengulangan kata ba + ba + ilang menjadi ba +
ilang “bailang-bailang” pada dialek dialek Ternate memiliki arti
dalam kelas kata kerja yaitu hilang segala sesuatu yang ada yang
berarti hilang-hilang hal ini bahwa sewaktu-waktu dapat diartikan
ke dalam bentuk yang sebenarnya namun tidak juga. Proses
pengulangan kata bailang-ilang sangat signifikan sama lenyap dan
tiada secara tiba-tiba namun, makna yang berbeda. Istilah bailang-
ilang dalam pengulangan kata kerja memiliki situasi tindakan atau
perbuatan yang di lakukan oleh orang atau benda. Dalam
masyarakat penutur di Kelurahan Tanah Raja, mereka lebih
menekankan pada bentuk dialek dan proses makna dalam
penggunaan suatu bahasa.
3. Bentuk Pengulangan Imbuhan [ma-] manangis
Pengulangan kata ma + ma + nangis menjadi ma + nangis
“manangis-managis” dalam bahasa Indonesia dialek Ternate
berbeda dalam bahasa Indonesia menangis-menangis hal ini
berdasarkan makna kata dan proses pembentukan kata dalam kelas
kata kerja. Makna gramatikal verba yang terdapat pada kata
manangis-managis merupakan bentuk suatu tindakan berdasarkan
situasi waktu dan tempat dalam keadaan menangis karena rasa
kecewa dan kesal. Masyarakat di Kelurahan Tanah Raja sering
menggunakan kata manangis-managis dalam kehidupan sehari-hari
bahasa Indonesia dialek Ternate.
4. Bentuk Pengulangan Imbuhan [ta-] tamaso
Pengulangan kata ta + ta + maso menjadi ta + maso “tamaso-
tamaso” dalam bahasa Indonesia berarti masuk ke dalam hal ini
bentuk kata dan makna kata berbeda dengan penggunaan terhadap
situasi dalam suatu tindakan.

xi
Sedangkan dalam bentuk pengulangan kata dasar dapat
dikaitkan ke dalam hal berikut ini:
2. Bentuk Pengulangan Kata Dasar (ilang-ilang)
Bentuk pengulangan kata dasar ilang-ilang memiliki dua bentuk
kata dasar yang menyatakan suatu benda atau hal yang bermakna
hilang sehingga dalam segala sesuatu yang ada sama halnya benda
fisik dan non fisik yang pada dasarnya bisa hilang. Bentuk
pengulangan kata dasar terdiri atas morfologis ilang + ilang.
3. Bentuk Pengulangan Kata Dasar (maso-maso)
Bentuk pengulangan kata dasar maso-maso yang memiliki bentuk
dasar menyatakan bentuk kata kerja yang bermakna masuk lebih ke
dalam atau sampai ke dasar mendalam hal ini banyak digunakan
masyarakat kelurahan Tanah Raja, sebagai dialek sehari-hari
masyarakarat. Bentuk pengulangan kata dasar memiliki dua bentuk
kata dalam proses morfologis maso + maso.
4. Bentuk Pengulangan Kata Dasar (makang-makang)
Bentuk pengulangan kata dasar makang-makang memiliki bentuk
kata kerja yang mempunyai makna makan-makan secara
bersamaan sehingga bentuk kata kerja ini sangat digunakan oleh
masyarakat kelurahan Tanah Raja, dalam kehidupan sehari-hari.
Dari proses pembentukan kata secara morfologis membentuk dua
kata makang + makang.
5. Bentuk Pengulangan Kata Dasar (taria-taria)
Bentuk pengulangan kata dasar taria-taria memiliki makna kata
kerja teriak-teriak ketika alat ucap manusia memanggil sesuatu
dengan sebuah kata yang dikeluarkan berupa perintah atau
larangan dengan tekanan dan bunyi yang begitu keras dan kuat.
Pada proses pembentukan morfologis terdiri dari dua kata taria +
taria.
Berdasarkan pada pernyataan reduplikasi di atas, maka peneliti
menyimpulkan bahwa bentuk reduplikasi verba dalam Bahasa

xi
Indonesia Dialek Ternate [BIDT], maka dalam bahasa Indonesia
memiliki kata dasar yang di maksud menandai makna dengan
imbuhan [ber-], [ter-], [me-], sedangkan dalam imbuhan dialek
Ternate tidak memiliki ciri-ciri yang menandai makna pada
imbuhan [ba-], [ta-], [ma-] karena memiliki perbedaan bentuk
imbuhan dan memiliki makna yang sama hanya saja pada proses
imbuhan yang berbeda karena adanya alomorf. Selain itu bentuk
reduplikasi makna gramatikal verba yang dapat peneliti temukan di
lapangan bahwa makna yang berubah-rubah sesuai dengan konteks
pemakainya. Hal ini terjadi akibat kata dasar tersebut pada
imbuhan kata memiliki proses-proses bentuk dan makna dalam
pengimbuhan kata, pengulangan kata, dan kemajemukan kata.
Berdasarkan pada pernyataan reduplikasi di atas, maka peneliti
menyimpulkan bahwa bentuk reduplikasi verba dalam Bahasa Indonesia Dialek
Ternate [BIDT], maka dalam bahasa Indonesia memiliki kata dasar yang di
maksud menandai makna dengan imbuhan [ber-], [ter-], [me-], sedangkan dalam
imbuhan dialek Ternate tidak memiliki ciri-ciri yang menandai makna pada
imbuhan [ba-], [ta--], [ma-], karena memiliki perbedaan bentuk imbuhan dan
memiliki makna yang sama hanya saja pada proses imbuhan yang berbeda karena
adanya alomorf. Selain itu bentuk reduplikasi makna gramatikal verba yang dapat
peneliti temukan di lapangan bahwa makna yang berubah-rubah sesuai dengan
konteks pemakainya. Hal ini terjadi akibat kata dasar tersebut pada imbuhan kata
memiliki proses-proses bentuk dan makna dalam pengimbuhan kata, pengulangan
kata, dan kemajemukan kata.
Dengan menambahkan adanya perubahan tekanan atau fonem pada bentuk
pengulangan terhadap perubahan bunyi, hal ini berarti dari bentuk dasar di ulang
tetapi disertai dengan perubahan pengulangan makna kata dari variasi fonem
antara tekanan dialek sehingga terjadinya perbedaan atau perubahan makna dalam
bahasa Indonesia ke bentuk dialek Ternate, yang terdapat dalam masyarakat
penutur di Kelurahan Tanah Raja, tentang makna gramatikal verba atau kata kerja.
Selain itu, ada jenis perubahan tekanan dialek yang di sebut netralisasi.

xi
Berdasarkan Bahasa Indonesia Dialek Ternate [BIDT], netralisasi dalam objek
perubahan pada tekanan mengakibatkan adanya perubahan secara fonemis dari
reduplikasi bahasa Indonesia ke dalam bentuk dialek Ternate. Dalam reduplikasi
atau pengulangan perubahan tekanan atau fonem yang terdapat unsur morfologis
tetapi termasuk ke dalam makna pembentukan kata (reduplikasi) karena ada
bentuk dasar. Pada bahasa Indonesia ke dalam bahasa Indonesia dialek Ternate
[BIDT], terdapat pengulangan kata dengan perubahan tekanan suara dalam
pengucapan, hal ini karena bahasa Indonesia dialek Ternate bahwa reduplikasi
atau pengulangan bentuk morfologis dapat terjadi dengan yang bukan akar atau
bentuk sebagai statusnya lebih tinggi dari akar, bentuk yang di ulang tidak jelas
dan reduplikasi imbuhan dan bentuk kata dasar tergantung pada kalimat aktif dan
kalimat pasif hal ini tidak menghasilkan makna gramatikal karena tidak memiliki
ciri-ciri yang menandai makna, tetapi menghasilkan makna leksikal. Pemahaman
Makna Gramatikal Verba Bahasa Indonesia terhadap Dialek Ternate [BIDT], oleh
tokoh masyarakat setempat di Kelurahan Tanah Raja yang memiliki dialek
Ternate dalam kehidupan sehari-hari dengan dialek tersebut sehingga ucapan yang
terdapat dalam makna gramatikal dalam suatu bahasa hal tersebut bahwa dialek
Ternate memiliki kesamaan terhadap dialek Manado. Selain itu, di Kelurahan
Tanah Raja kebanyakan penutur asing yang relatif menggunakan penutur bahasa
Indonesia asli yang memiliki suatu unsur-unsur makna kata dan penekanan dialek
terhadap penggunaan bahasa oleh masyarakat penutur dialek Ternate yang
mempengaruhi suatu bahasa di Kelurahan Tanah Raja dalam bidang kehidupan
sosial masyarakat penutur yang relatif dalam kegiatan interaksi komunikasi rentan
dan cukup di jangkau oleh akses dari perbedaan bahasa ada faktor lain dalam
kelurahan Tanah Raja tidak sulit untuk berinteraksi namun sulit mengetahui lebih
lanjut terkait sejarah nya.

xi
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian di atas, dengan judul penelitian “Analisis
makna gramatikal verba bahasa Indonesia dialek Ternate” yang dapat peneliti
simpulkan bahwa bentuk makna gramatikal sebagai tataran suatu bahasa yang
terdiri dari afiksasi, reduplikasi, komposisi, dan kalimatisasi. Namun karena
penelitian tersebut sangat luas maka peneliti membatasi dua objek yang terdiri
dari penelitian yaitu afiksasi dan reduplikasi. untuk lebih jelas masing-masing
dapat peneliti simpulkan sebagai berikut:
1. Afiksasi dalam tataran gramatikal kata kerja atau verba Bahasa Indonesia
Dialek Ternate [BIDT], Dari objek penelitian tersebut dalam afiksasi
terdapat empat komponen dalam proses pembentukan sebuah kata
(morfem) yang terdiri atas prefiks sebagai imbuhan awalan kata, infiks
sebagai sisipan yang berada di tengah kata dasar, sufiks sebagai akhiran
dalam proses pembentukan kata, dan konfiks sebagai pengabungan antara
prefiks dan sufiks. Hal ini terlihat jelas dalam kehidupan sehari-hari
masyarakat penutur Kelurahan Tanah Raja. Berdasakan proses dan bentuk
dari pada afiksasi dalam bahasa Indonesia ke dalam bentuk dialek Ternate,
maka terdapat empat komponen yang dicakupkan ke dalam proses afiksasi
di antaranya prefiks sebagai awalan imbuhan kata [ma-/me-], [ba-/ber-],
[ta-/ter-] yang memiliki tekanan dan proses makna gramatikal verba dalam
pembentukan kata (morfologis) sehingga bentuk dan makna berbeda
dalam bentuk Bahasa Indonesia Dialek Ternate [BIDT]. Selain itu proses
morfologisnya dipengaruhi oleh bentuk alomorf pada proses pembubuhan
kata sehingga dalam setiap kata memiliki stem dan unsur dialek terhadap
bentuk dan makna dalam bahasa Indonesia namun, dialek Ternate tidak
sama sekali ciri-ciri yang menandai makna.
2. Reduplikasi atau pengulangan kata seperti yang terjadi dalam
masyarakat penutur di Kelurahan Tanah Raja dengan bentuk reduplikasi

xi
atau pengulangan kata baik pengulangan kata berimbuhan [ba-jalang-
bajalang], [ba-ilang-bailang], [ma-mamanagis-manangis], [ba-bailang-
bailang], [ta-tamaso-tamaso] sedangkan bentuk pengulangan kata dasar
ilang-ilang, maso-maso, makang-makang, dan taria-taria, dengan
tersusun secara morfologis kata prefiks awalan kata, infiks sisipan kata
yang berada di tengah kata dasar, sufiks akhiran kata, dan konfiks dalam
pengabungan. Ada beberapa reduplikasi atau pengulangan kata
berimbuhan dan pengulangan kata dasar hal ini di lihat dalam proses
pembentukan kalimat yang membedakan kalimat aktif dan kalimat pasif,
dengan mengandung subjek, predikat, objek, dan keterangan.
B. Saran
Berdasarkan penelitian hasil analisis data dan kesimpulan yang
berdasarkan hasil di lapangan peneliti dapat melaksanakan penelitian dengan cara
agar peneliti berusaha dalam memberikan informasi yang aktual dan jelas supaya
menarik pembaca agar dapat mengembangkan dan meningkatkan bentuk dan
proses masyarakat penutur dalam penggunaan dialek-dialek, variasi dan status
sosial dalam kehidupan sehari-hari, penggunaan suatu bahasa sebagai wadah
kelestarian nilai dan budaya, dan kontak sosial masyarakat bahasa serta dalam
upaya perbandingan antara dialek di daerah setempat kelurahan Tanah Raja akibat
pendatang penutur asing (bahasa Indonesia). Selain itu, peneliti berharap agar
penggunaan kata kerja atau verba dalam dialek setiap daerah dapat di mengerti
dan mudah dipahami dengan adanya bahasa Indonesia melalui pendidikan formal
maupun non formal melalui suatu golongan masyarakat sosial sehingga mudah di
kenal luas oleh banyak orang lebih khususnya penggunaan penutur dalam dialek
yang ada di Kelurahan Tanah Raja, Ternate Tengah Kota Ternate. Dengan
demikian peneliti merasa yakin bahwa adanya penelitian ini dapat menjadi arahan
dan motivasi bagi penelitian lain, khususnya dalam makna gramatikal pada kata
kerja atau verba setiap penggunaan bahasa Indonesia (dialek Ternate) yang ada di
Kelurahan Tanah Raja, Ternate Tengah. Pada setiap harapan dan insan peneliti
semoga hasil penelitian ini dapat dikembangkan lebih lanjut sebagai bentuk dari
manfaat yang berguna bagi para pembaca.

xi
DAFTAR PUSTAKA

Aan Komariah, Djam’an Satori. 2009. Metode Penelitian Kualitatif,


Bandung, Alfabeta.
Arifin, Zainal dan Junaiyah. 2009. Morfologi: Bentuk, Makna, dan
Fungsi. Jakarta: Grasindo.
Abdul, Chaer. 2010. Telaah Bibliografi Kebahasaan Bahasa Indonesia/Melayu.
Jakarta: Rineka Cipta.
---------2013. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia.
Jakarta: PT Rineka Cipta.
---------2014. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Crystal, David. 1988. The Cambridge Encyclopedia Of Language.
Cambridge: Cambridge University Press.
Hermanto, A. B. 2015. Analisis Konstrastif Afiksasi Verba Bahasa Jawa dengan
Bahasa Indonesia. Medan Makna, XIII (1), 1-12
https://labbineka.kembikbud.go.id/bahasa/daftarbahasa.
Hendry Guntur Tarigan. 1985. Berbicara: Sebagai Suatu Keterampilan
Berbahasa. Bandung: Angkasa.
Hasan, M. Iqbal, Pokok-pokok Materi Metedologi Penelitian dan
Aplikasinya, Ghalia Indonesia, Bogor, 2002.
Hagar. 1954. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Keraf, Gorys. 1984. Tata Bahasa Indonesia. Jakarta: Nusa Indah.
---------1985. Tata Bahasa Deskritif: Sintaksis, Jakarta: Pusat Bahasa
---------1986. Kelas Kata Dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia
---------1988a. Beberapa Prinsip Perpaduan Leksem. Yogyakarta: Kanisius
---------1988b. “Sumbangan Aliran Praha dalam Teori Linguistik”.
Kertas kerja untuk PELLBA II
Kridalaksana, Harimurti. 1988. Beberapa Prinsip Perpaduan Leksem dalam
Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Kanisius.
---------1993. Kamus Linguistik. Jakarta: PT Gramedia.
---------2001. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Komaruddin, 2001. Ensilopedia Manajemen, Edisi ke 5, Jakarta, Bumi Aksara.

xi
Katamba, Francis. 1993. Morphology. London: The Macmillan Press LTD.
Kosasih. 2022. Kompetensi Ketatabahasaan. Bandung: CV. Yrama Widya.
Lieber, Rochelle. (2009). Introducing Morphology.
New York: Cambrigde University Press.
---------(2004). Morphology and Lexical/Grammatical Semantics.
New York: Cambrigde University Press.
Muhadjir, Noeng. 1998. Metodologi Penelitian Kualitatif Pendekatan
Positivisik, Rasionalistik, Phenomenologik, dan Realisme, Metaphisik
Telaah Studi Teks dan Penelitian Agama.
Mulae, S.O. (2016). Mengenal Reduplikasi Bahasa Tidore dalam Upaya
Pemertahanan Bahasa Daerah. Humano, 7(1), 92-103.
Mulyono, Iyo. 2013. Ilmu Bahasa Indonesia Morfologi Teori dan Sejumput
Problematika Terapannya. Bandung: Yama Widya.
Miles M. B and Huberman A.M. 1984. Qualitative Data Analysis:
A Source Book or New Methods. Beverly Hill Sage Publication.
Nurhamidah, N. R. (2018). Makna Leksikal Dan Gramatikal Pada Judul Berita
Surat Kabar Pos Kota (Kajian Semantik). Sasindo Unpam.
Palmer. 1971. Semantics. London: Cambridge University Press.
Pateda, Mansoer. 2001. Semantik Leksikal. Jakarta: Rineka Cipta.
Putrayasa, Ida Bagus. 2008. Kajian Morfologi (Bentuk Derivasional dan
Infeksiona). Bandung: Refika Aditama
-------- 1980. Teori Linguistik dan Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Kanisius
Ramlan, M. 1987. Morfologi: Satuan Tinjauan Deskriptif.
Sudaryat, Yayat. 2014. Makna dalam Wacana. Bandung: CV. YRAMA WIDYA.
---------2009. Toponimi Jawa Barat (Berdasarkan Cerita Rakyat).
Bandung: Disbudar Jawa Barat
Sumarsono. 1985. Pengantar Semantik. Singaraja: FKIP UNUD.
Sugyono. 2012. Model Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R& D. Bandung: Alfabeta.
---------2016. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
Bandung: Alfabeta.

xi
Ullman, Stephen. (1977), Semantics: An Introduction to the Science of
Meaning Basil Black-well, Oxford.
Uma Sekaran, Research Methods for Business, Shouthern Illinois
University at Carbondale, 1984.
Verhaar, J. W. M. 1978. Pengantar Linguistik I. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press.
Wijayanti, E. D. (2016), Variasi Dialek Bahasa Bawean di Wilayah Pulau Bawean
Kabupaten Gresik: Kajian Dialektologi. Perpustakaan Universitas
Airlangga, 13.

xi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Surat Izin Penelitian

xi
Lampiran 2: Surat Keterangan Rekomendasi Kesatuan Bangsa Dan Politik

xi
Lampiran 3: Surat Keterangan Selesai Penelitian Dari Kelurahan Tanah Raja,
Ternate Tengah.

xi
Lampiran 4: Proses Penelitian Pada Tahap Oservasi Wawancara dalam
Pengambilan Data Informan Bapak M. Faisal. H.

Lampiran 5: Proses Penelitian Dilakukan Dengan Tahap Observasi Wawancara


dalam Pengambilan Data Informan Bapak Muhammad Iyas.

xi
Lampiran 6: Proses Penelitian Berlangsung Pada Tahap Observasi Wawancara
dalam Pengambilan Data Informan Ibu Fahria Ahmad.

Lampiran 7: Proses Penelitian Kontak Sosial Berlangsung Pada Tahap Observasi


Wawancara dalam Pengambilan Data Informan Bapak Wawan Darmawan.

xi
Lampiran 8: Proses Kegiatan Pada Tahap Observasi Wawancara dalam
Pengambilan Data Informan Ibu Theresia Batidas.

Lampiran 9: Pertanyaan Peneliti.


1. Bisakah bapak menjelaskan makna imbuhan kata kerja dan pengulangan kata
kerja Bahasa Indonesia ke dalam logat/dialek Ternate?
2. Bisakah bapak menjelaskan bentuk awalan (prefiks) imbuhan kata kerja Bahasa
Indonesia ke dalam logat/dialek Ternate pada kehidupan sehari-hari?
3. Bisakah ibu memberikan bentuk pada makna awalan kata kerja Bahasa
Indonesia ke dalam logat/dialek Ternate terhadap pembelajaran bahasa Indonesia
di masyarakat Kelurahan Tanah Raja?
4. Bisakah bapak memberikan penjelasan tentang pemahaman kata kerja Bahasa
Indonesia ke dalam logat/dialek Ternate?
5. Bisakah Ibu menjelaskan pemahaman pengulangan kata berimbuhan dan
pengulangan kata dasar dalam kata kerja Bahasa Indonesia terhadap logat/dialek
Ternate?

xi
Lampiran 10: Denah Dan Bentuk Peta Dalam Topografi Geografis Wilayah
Dikelurahan Tanah Raja, Ternate Tengah.

xi
RIWAYAT PENDIDIKAN

Lambertus Ardi anak dari Aloysius Lelai dan Prudentia


Sedidi, lahir di Menyumbung, Kabupaten Ketapang,
Kalimantan Barat Pada tanggal 13 September 2000. Masa
pendidikan formal jenjang Paud Poli Susteran pada tahun
2006. Kemudian setelah tamat Paud, melanjutkan pendidikan
di SDN 01 Hulu Sungai Menyumbung pada tahun 2012.
Selanjutnya tamat SDN, melanjutkan pendidikan di SMPN 01 Hulu Sungai pada
tahun 2015. Setelah tamat SMPN, melanjutkan pendidikan di SMAN 01 Hulu
Sungai Menyumbung pada tahun 2018. Setelah lulus tingkat jenjang pendidikan
SMAN, melanjutkan pendidikan di Universitas Khairun Ternate pada tahun 2019
dengan konsistensi terhadap konsentrasi pada Program Studi Pendidikan Bahasa
dan Sastra Indonesia, Jurusan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan. Pada bulan November penulis melakukan penelitian dengan Judul
“Analisis Makna Gramatikal Verba Bahasa Indonesia Dialek Ternate”. Penelitian
ini dilakukan di Kelurahan Tanah Raja, Ternate Tengah yang dituangkan kedalam
bentuk tulisan sebagai salah satu persyaratan dengan tujuan memperoleh gelar
Sarjana Pendidikan “S.Pd” di jenjang Program Studi Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia.

xi
xi

Anda mungkin juga menyukai