Anda di halaman 1dari 162

NASKAH NASKAH MERAPI MERBABU:

TINJAUAN ATAS AKSARA DAN PERKEMBANGANNYA

TESIS

ANDRIYATI RAHAYU
0606012844

UNIVERSITAS INDONESIA
FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA
PROGRAM STUDI ILMU SUSASTRA
DEPOK
JANUARI 2009

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009


NASKAH NASKAH MERAPI MERBABU:
TINJAUAN ATAS AKSARA DAN PERKEMBANGANNYA

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar


Magister Humaniora

ANDRIYATI RAHAYU
0606012844

UNIVERSITAS INDONESIA
FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA
PROGRAM STUDI ILMU SUSASTRA
PENGKHUSUSAN FILOLOGI
DEPOK
JANUARI 2009

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009


HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar

Nama : Andriyati Rahayu

NPM : 0606012844

Tanda Tangan :

Tanggal : 5 Januari 2009

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 ii Universitas Indonesia


HALAMAN PENGESAHAN

Tesis ini diajukan oleh


Nama : Andriyati Rahayu
NPM : 0606012844
Program Studi : Ilmu Susastra
Judul Tesis : Naskah Merapi Merbabu: Tinjauan atas Aksara dan
Perkembangannya

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai


bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Humaniora
pada Program Studi Ilmu Susastra Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas
Indonesia

DEWAN PENGUJI

Pembimbing : Dr. Titik Pudjiastuti ( )

Pembimbing : Dr. Ninie Susanti ( )

Penguji : Prof. Dr. Achadiati ( )

Penguji : Dwi Puspitorini, M. Hum ( )

Ditetapkan di :
Tanggal :
Oleh
Dekan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia

Dr. Bambang Wibawarta


NIP.131882265

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 iii Universitas Indonesia
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur saya panjatkan kepada Tuhan YME karena karunia-Nya saya bisa
menyelesaikan tesis ini, lengkap dengan segala kekurangannya. Perkenankan saya
mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu saya dalam
menyelesaikan tesis ini.
1. Terimakasih kepada Dr. Titik Pudjiastuti dan Dr Ninie Susanti selaku pembimbing satu
dan dua, yang dengan kasih sayang dan kesabaran telah membimbing penulis dalam
menyelesaikan tesis ini.
2. Terimakasih kepada Prof. Dr. Achadiati dan Dwi Puspitorini, M.Hum selaku dewan
penguji yang bersedia meluangkan waktu untuk membaca tesis penulis dan
memberikan masukan-masukan yang berharga untuk tesis ini.
3. Terimakasih juga saya ucapkan kepada mas Agung Kriswanto, yang telah membantu
penulis dalam memahami isi dari naskah-naskah yang menjadi objek penelitian ini,
dan memberikan wawasan tentang arti kata-kata sulit dalam naskah saya.
4. Terimakasih kepada bu Hasni dan segenap karyawan PNRI yang telah membantu
penulis selama penelitian di PNRI.
5. Terimakasih kepada seluruh dosen-dosen arkeologi yang selalu memompakan
semangat dan menanyakan perkembangan tesis ini.
6. Terimakasih untuk mbak Nur dan mbak Rita juga seluruh karyawan FIB yang telah
membantu penulis selama ini.
7. Terimakasih untuk semua karyawan perpustakaan FIB-UI yang telah membantu
penulis dalam mencari data untuk kepentingan penulisan tesis.
8. Terimakasih untuk semangatnya kepada teman-teman Susastra, terutama angkatan
2006, mbak Dian, mbak Diyan, mbak Dina, Mbak Lina, Bram, Dika, Hana dan Come.
Juga teman-teman Susastra dari angkatan lain, dan teman-teman FIB dari jurusan lain,
terutama mbak Wiwin, yang sama-sama menyelesaikan tesis ☺.
9. Terimakasih untuk rekan-rekan arkeo, terutama Dian, untuk power point, laptopnya,
dan kesediannya bangun pagi-pagi. Untuk mbak Misra, makasih semangatnya. Untuk

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 iv Universitas Indonesia


Randu makasih peminjaman bukunya, juga Yesi, dan semua teman-teman lain yang
telah memberi semangat.
10. Untuk b Li terimakasih untuk anti virus dan bantuan terjemahannya dan b Zai untuk
terjemahan beberapa kalimat Belandanya.
11. Untuk teman teman di FD, terutama Nay, Wang, Cici Lee, Mbak Adien, Ori, Ogu,
Dmit, Marlin, Castie, Rumie, Soli, dll. terimakasih karena terus mengingatkan penulis
untuk menyelesaikan tugas berat ini.
12. Untuk Chantal, terutama Syinthia, makasih untuk ketikan dan gambar-gambar
rajahnya yang bagus (dan sensasional hehehe). Untuk mbak Liza untuk terjemahan
bahasa inggrisnya. Pay n Santi buat tawa dan candanya.
13. Untuk teman-temanku lainnya, Iis, Desi, Atik, makasih buat doanya.
14. Untuk mereka yang pergi terlebih dulu. Untuk almarhum mama, ini pemenuhan
amanat untuk mama. Untuk Danny, sahabatku sejak SD yang pergi di awal penulisan,
dan Bude Ni, budeku tersayang yang pergi di akhir penulisan. Kepergian kalian insya
Allah membuatku semakin kuat.
15. Untuk mereka-mereka yang telah memberiku banyak sekali energi untuk selalu
menjadi lebih baik lagi ☺
16. Untuk semua pihak yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu.
17. Terakhir untuk bapak, terimakasih, terimakasih terimakasih, untuk segala doa,
kesabaran, dan pengertiannya yang tiada batas selama penulis menyelesaikan tesis ini.

Penulis

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 v Universitas Indonesia


HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

sebagai sivitas akademik universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Andriyati Rahayu


NPM : 0606012844
Program Studi : Ilmu Susastra
Departemen : Susastra
Fakultas : Ilmu Pengetahuan Budaya
Jenis karya : Tesis

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Non-eksklusif (Non-exclusive Royalty-Free
Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :

Naskah Merapi Merbabu: Tinjauan atas Aksara dan Perkembangannya

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non eksklusif
ini, Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/format-kan, mengelola
dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir
saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Depok
Pada Tanggal : 5 Januari 2009

Yang Menyatakan

(Andriyati Rahayu)

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 vi Universitas Indonesia


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL …………………………………………………… i


HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS……………………… ii
HALAMAN PENGESAHAN………………………………………….. iii
KATA PENGANTAR………………………………………………… iv
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH………… vi
ABSTRAK……………………………………………………………….. vii
DAFTAR ISI……………………………………………………………… viii
DAFTAR TABEL ……………………………………………………… x
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………… xi
DAFTAR FOTO…………………………………………………………. xiv
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………… xv

1. PENDAHULUAN ……………………………………………………. 1
1.1. Latar Belakang……………………………………………………. 1
1.2. Permasalahan……………………………………………………… 6
1.3. Tujuan Penelitian………………………………………………….. 7
1.4. Tinjauan Pustaka dan Landasan Teori……………………………. 7
1.4.1. Tinjauan Pustaka…………………………………………… 7
1.4.2. Landasan Teori……………………………………………… 10
1.5. Ruang Lingkup Penelitian………………………………………… 13
1.6. Tahapan Penelitian…………………………………………. .. 14
1.7. Sistematika Penyajian ………………………………………........ 16

2. DESKRIPSI NASKAH………………………………………………. 17
2.1. Pendahuluan……………………………………………………… 17
2.2. Deskripsi Naskah Ramayana…………………………………….. 17
2.3. Deskripsi Naskah Parimbwan …………………………………… 20
2.4. Deskripsi Naskah Cacanden L 305………………………………. 29
2.5. Deskripsi Naskah Cacanden L105a………………………………. 32

3. SUNTINGAN TEKS DAN TERJEMAHAN……………………… 34


3.1. Pertanggungjawaban Suntingan Teks dan Terjemahan…………. 34
3.1.1. Pertanggungjawaban Suntingan Teks Diplomatik………… 34
3.1.2. Pertanggungjawaban Suntingan Teks Kritik……………… 36
3.1.3. Pertanggungjawaban Terjemahan dan Catatan…………… 36
3.2. Suntingan Teks Menggunakan Metode Diplomatik……………….. 37
3.3. Suntingan Teks Menggunakan Metode Kritik……………………… 43
3.4. Terjemahan dan Catatan…………………………………………… . 49

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 viii Universitas Indonesia
4. TINJAUAN PERKEMBANGAN AKSARA NASKAH …………. . 57
4.1. Pendahuluan…………………………………………………………. 57
4.2. Bentuk Aksara-Aksara pada Naskah Merapi Merbabu……….. 58
4.3. Duktus Aksara-Aksara pada Naskah Merapi Merbabu………… 74
4.4. Ukuran Aksara-Aksara pada Naskah Merapi Merbabu………… 89
4.5. Kemiringan Aksara-Aksara pada Naskah Merapi Merbabu……. 92
4.6. Ketebalan Garis Aksara-Aksara pada Naskah Merapi Merbabu… 94

5. TINJAUAN NASKAH-NASKAH YANG SEJAMAN ……………… 98


5.1. Pendahuluan……………………………………………………… 98
5.2. Naskah Aji Kembang…………………………………………….. 100
5.2.1. Alih Aksara Awal dan Akhir Teks ……………………….. 100
5.2.2. Bentuk dan Duktus Aksara……………………………….. 100
5.3.Naskah Arjuna Wiwaha………..…………………………………. 106
5.3.1. Alih Aksara Awal dan Akhir Teks………………………… 106
5.3.2. Bentuk dan Duktus Aksara…………………………… … 106
5.4. Naskah Kidung Subrata…………………………………………… 112
5.4.1. Alih Aksara Awal dan Akhir Teks………………………… 112
5.4.2. Bentuk dan Duktus Aksara…………………………………. 112.

6. PENUTUP………………………………………………………………… 119

DAFTAR REFERENSI……………………………………………………… 123

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 ix Universitas Indonesia


DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Ukuran Aksara pada Naskah Ramayana .................................. 90


Tabel 4.2. Ukuran Aksara pada Naskah Parimbwan .................................. 90
Tabel 4.3. Ukuran Aksara pada Naskah Cacanden L 305.................................. 91
Tabel 4.4. Ukuran Aksara pada Naskah Cacanden L 105a.................................. 91
Tabel 4.5. Kemiringan Aksara pada Naskah Ramayana.................................. 92
Tabel 4.6. Kemiringan Aksara pada Naskah Parimbwan.................................. 93
Tabel 4.7. Kemiringan Aksara pada Naskah Cacanden L 305.............................. 93
Tabel 4.8. Kemiringan Aksara pada Naskah Cacanden L 105a....................... 94
Tabel 4.9. Ketebalan Garis Aksara pada Naskah Ramayana................................. 95
Tabel 4.10. Ketebalan Garis Aksara pada Naskah Parimbwan.............................. 95
Tabel 4.11. Ketebalan Garis Aksara pada Naskah Cacanden L 305..................... 96
Tabel 4.12. Ketebalan Garis Aksara pada Naskah Cacanden L 105a................... 96

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 x Universitas Indonesia


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Penanda Akhir Teks Pada Naskah Ramayana.. ...................... 18


Gambar 2.2. Gambar Rajah Putri.................................................................. 21
Gambar 2.3. Gambar Rajah Kamadenen..................................................... 21
Gambar 2.4. Gambar Rajah Tapak i Maling .............................................. 22
Gambar 2.5. Gambar Rajah Panipisan....................................................... 22
Gambar 2.6. Gambar Rajah Kawaliwojo..................................................... 23
Gambar 2.7 Gambar Rajah Kawaliwojo..................................................... 23
Gambar 2.8. Gambar Rajah Sapurogol........................................................ 23
Gambar 2.9. Gambar Rajah Sisigah........................................................... 24
Gambar 2.10 Gambar Rajah Wika............................................................. 24
Gambar 2.11. Gambar Rajah Agring....... ....... ............................................... 25
Gambar 2.12 Gambar Rajah Bayu Siddhi... ............................................... 25
Gambar 2.13 Gambar Rajah Bulung Buyang.............................................. 26
Gambar 2.14 Gambar Rajah Kawaliwojo... ............................................... 26
Gambar 2.15. Gambar Rajah Kawaliwojo..... .............................................. 27
Gambar 2.16. Gambar Rajah Panglet..... ....... ............................................... 27
Gambar 2.17. Gambar Rajah Klar....... ....... ............................................... 28
Gambar 2.18. Gambar Rajah Tumbal Hilandak............................................... 28
Gambar 2.19. Penanda Akhir Naskah Parimbwan....... ....... .............................. 29
Gambar 2.20. Penanda Awal Teks Cacanden L 305 ....... ....... .............................. 30
Gambar 2.21. Daftar Pancawara dan Nilainya pada Naskah Cacanden L 305...... 30
Gambar 2.22. Gambar Rajah Tapak Maling ....... ............................................... 31
Gambar 2.23. Gambar Rajah Palasapen. ....... ............................................... 31
Gambar 2.24. Penanda Awal Teks Naskah Cacanden L 305.................. 32
Gambar 2.25. Penanda Akhir Teks Naskah Cacanden L 305.................. 33
Gambar 4.1. Bentuk Aksara A dalam Naskah Ramayana .................. 59
Gambar 4.2. Bentuk Aksara A dalam Naskah Parimbwan .................. 59
Gambar 4.3. Bentuk Aksara A dalam Naskah Cacanden L 305.................. 60
Gambar 4.4. Bentuk Aksara A dalam Naskah Cacanden L 105a.................. 61
Gambar 4.5. Bentuk Aksara Ka dalam Naskah Ramayana .................. 62
Gambar 4.6 Bentuk Aksara Ka dalam Naskah Parimbwan.................. 63
Gambar 4.7. Bentuk Aksara Ka dalam Naskah Cacanden L 305.................. 63
Gambar 4.8. Bentuk Aksara Ka dalam Naskah Cacanden L 105a.................. 64
Gambar 4.9. Bentuk Aksara Ga dalam Naskah Ramayana .................. 64
Gambar 4.10. Bentuk Aksara Ga dalam Naskah Parimbwan.................. 65
Gambar 4.11. Bentuk Aksara Ga dalam Naskah Cacanden L 305.................. 65
Gambar 4.12. Bentuk Aksara Ga dalam Naskah Cacanden L 105a.................. 66
Gambar 4.13. Bentuk Aksara Na dalam Naskah Ramayana .................. 67
Gambar 4.14. Bentuk Aksara Na dalam Naskah Parimbwan.................. 67
Gambar 4.15. Bentuk Aksara Na dalam Naskah Cacanden L 305.................. 68
Gambar 4.16. Bentuk Aksara Na dalam Naskah Cacanden L 105a.................. 69
Gambar 4.17. Bentuk Aksara Sa dalam Naskah Ramayana.................. 69
Gambar 4.18. Bentuk Aksara Sa dalam Naskah Parimbwan.................. 70
Gambar 4.19. Bentuk Aksara Sa dalam Naskah Cacanden L 305.................. 71

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 xi Universitas Indonesia


Gambar 4.20 Bentuk Aksara Sa dalam Naskah Cacanden L 105a.................. 71
Gambar 4.21. Bentuk Aksara Ca dalam Naskah Ramayana.................. 72
Gambar 4.22. Bentuk Aksara Ca dalam Naskah Parimbwan.................. 72
Gambar 4.23. Bentuk Aksara Ca dalam Naskah Cacanden L 305.................. 73
Gambar 4.24. Bentuk Aksara Ca dalam Naskah Cacanden L 105a.................. 74
Gambar 4.25. Duktus Aksara A dalam Naskah Ramayana.................. 75
Gambar 4.26. Duktus Aksara A dalam Naskah Parimbwan.................. 75
Gambar 4.27. Duktus Aksara A dalam Naskah Cacanden L 305.................. 76
Gambar 4.28 Duktus Aksara A dalam Naskah Cacanden L 105a.................. 77
Gambar 4.29. Duktus Aksara Ka dalam Naskah Ramayana.................. 78
Gambar 4.30. Duktus Aksara Ka dalam Naskah Parimbwan.................. 78
Gambar 4.31. Duktus Aksara Ka dalam Naskah Cacanden L 305.................. 79
Gambar 4.32 Duktus Aksara Ka dalam Naskah Cacanden L 105a.................. 79
Gambar 4.33. Duktus Aksara Ga dalam Naskah Ramayana.................. 80
Gambar 4.34. Duktus Aksara Ga dalam Naskah Parimbwan.................. 81
Gambar 4.35. Duktus Aksara Ga dalam Naskah Cacanden L 305.................. 81
Gambar 4.36 Duktus Aksara Ga dalam Naskah Cacanden L 105a.................. 82
Gambar 4.37. Duktus Aksara Sa dalam Naskah Ramayana.................. 82
Gambar 4.38. Duktus Aksara Sa dalam Naskah Parimbwan.................. 83
Gambar 4.39. Duktus Aksara Sa dalam Naskah Cacanden L 305.................. 83
Gambar 4.40 Duktus Aksara Sa dalam Naskah Cacanden L 105a.................. 84
Gambar 4.41. Duktus Aksara Na dalam Naskah Ramayana.................. 85
Gambar 4.42. Duktus Aksara Na dalam Naskah Parimbwan.................. 85
Gambar 4.43. Duktus Aksara Na dalam Naskah Cacanden L 305.................. 86
Gambar 4.44. Duktus Aksara Na dalam Naskah Cacanden L 105a.................. 87
Gambar 4.45. Duktus Aksara Ca dalam Naskah Ramayana.................. 87
Gambar 4.46. Duktus Aksara Ca dalam Naskah Parimbwan.................. 88
Gambar 4.47. Duktus Aksara Ca dalam Naskah Cacanden L 305.................. 88
Gambar 4.48. Duktus Aksara Ca dalam Naskah Cacanden L 105a.................. 89
Gambar 4.49. Contoh Pengukuran Kemiringan Aksara............................... 92
Gambar 5.1. Bentuk Aksara A pada Naskah Aji Kembang... ............... 101
Gambar 5.2. Duktus Aksara A pada Naskah Aji Kembang.................. 101
Gambar 5.3. Bentuk Aksara Ka pada Naskah Aji Kembang............... 102
Gambar 5.4. Duktus Aksara Ka pada Naskah Aji Kembang.................. 102
Gambar 5.5. Bentuk Aksara Ga pada Naskah Aji Kembang.................. 103
Gambar 5.6. Duktus Aksara Ga pada Naskah Aji Kembang.................. 103
Gambar 5.7. Bentuk Aksara Na pada Naskah Aji Kembang.................. 104
Gambar 5.8. Duktus Aksara Na pada Naskah Aji Kembang.................. 104
Gambar 5.9. Bentuk Aksara Sa pada Naskah Aji Kembang.................. 105
Gambar 5.10. Duktus Aksara Sa pada Naskah Aji Kembang.................. 105
Gambar 5.11. Bentuk Aksara A pada Naskah Arjuna Wiwaha.................. 107
Gambar 5.12. Duktus Aksara A pada Naskah Arjuna Wiwaha.................. 107
Gambar 5.13. Bentuk Aksara Ka pada Naskah Arjuna Wiwaha.................. 108
Gambar 5.14. Duktus Aksara Ka pada Naskah Arjuna Wiwaha.................. 109
Gambar 5.15. Bentuk Aksara Ga pada Naskah Arjuna Wiwaha.................. 109
Gambar 5.16. Duktus Aksara Ga pada Naskah Arjuna Wiwaha.................. 110
Gambar 5.17. Bentuk Aksara Na pada Naskah Arjuna Wiwaha.................. 110
Gambar 5.18. Duktus Aksara Na pada Naskah Arjuna Wiwaha.................. 111

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 xii Universitas Indonesia
Gambar 5.19. Bentuk Aksara Sa pada Naskah Arjuna Wiwaha.................. 111
Gambar 5.20. Duktus Aksara Sa pada Naskah Arjuna Wiwaha.................. 112
Gambar 5.21. Bentuk Aksara Ka pada Naskah Kidung Subrata.................. 113
Gambar 5.22. Duktus Aksara Ka pada Naskah Kidung Subrata.................. 114
Gambar 5.23. Bentuk Aksara Ga pada Naskah Kidung Subrata.................. 114
Gambar 5.24. Duktus Aksara Ga pada Naskah Kidung Subrata.................. 115
Gambar 5.25. Bentuk Aksara Na pada Naskah Kidung Subrata.................. 115
Gambar 5.26. Duktus Aksara Ka pada Naskah Kidung Subrata.................. 116
Gambar 5.27. Bentuk Aksara Sa pada Naskah Kidung Subrata.................. 116
Gambar 5.28. Duktus Aksara Sa pada Naskah Kidung Subrata.................. 117

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 xiii Universitas Indonesia
DAFTAR FOTO

Foto 4.1. Aksara A pada Naskah Ramayana...................................... 59


Foto 4.2. Aksara A pada Naskah Parimbwan.................................... 59
Foto 4.3. Aksara A pada Naskah Cacanden L 305........................... 60
Foto 4.4 Aksara A pada Naskah Cacanden L 105a.......................... 61
Foto 4.5. Aksara Ka pada Naskah Ramayana................................... 61
Foto 4.6. Aksara Ka pada Naskah Parimbwan................................. 62
Foto 4.7.Aksara Ka pada Naskah Cacanden L 305.............................. 63
Foto 4.8 Aksara Ka pada Naskah Cacanden L 105a............................. 63
Foto 4.9. Aksara Ga pada Naskah Ramayana ..................................... 64
Foto 4.10.Aksara Ga pada Naskah Parimbwan.................................. 65
Foto 4.11 Aksara Ga pada Naskah Cacanden L 305............................... 65
Foto 4.12 Aksara Ga pada Naskah Cacanden L 105a............................... 66
Foto 4.13.Aksara Na pada Naskah Ramayana............................... 66
Foto 4.14.Aksara Na pada Naskah Parimbwan............................... 67
Foto 4.15.Aksara Na pada Naskah Cacanden L 305............................... 68
Foto 4.16 Aksara Na pada Naskah Cacanden L 105a............................... 68
Foto 4.17. Aksara Sa pada Naskah Ramayana............................... 69
Foto 4.18. Aksara Sa pada Naskah Parimbwan............................... 70
Foto 4.19. Aksara Sa pada Naskah Cacanden L 305............................... 70
Foto 4.20. Aksara Sa pada Naskah Cacanden L 105a............................... 71
Foto 4.21. Aksara Ca pada Naskah Ramayana............................... 72
Foto 4.22. Aksara Ca pada Naskah Parimbwan............................... 72
Foto 4.23. Aksara Ca pada Naskah Cacanden L 305............................... 73
Foto 4.24 Aksara Ca pada Naskah Cacanden L 105a ............................... 73

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 xiv Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Tabel Aksara dalam Empat Naskah Merapi Merbabu……………. 126


Lampiran 2 Peta Perkiraan Lokasi Skriptoria di Sekitar Merapi Merbabu......... 133
Lampiran 3 Foto Naskah Ramayana Lempir Pertama Recto Sebelah Kiri …… 134
Lampiran 4 Foto Naskah Ramayana Lempir Pertama Recto Sebelah Kanan… 135
Lampiran 5 Foto Naskah Ramayana Lempir Terakhir Verso Sebelah Kiri ……136
Lampiran 6 Foto Naskah Ramayana Lempir Terakhir Verso Sebelah Kanan… 137.
Lampiran 7 Foto Naskah Parimbwan Lempir Pertama Recto…………………..138
Lampiran 8 Foto Naskah Parimbwan Lempir Terakhir Verso………………….139
Lampiran 9 Foto Naskah Cacanden L 305 Lempir Pertama Recto……………..140
Lampiran 10 Foto Naskah Cacanden L 305 Lempir Terakhir Verso…………….141
Lampiran 11 Foto Naskah Cacanden L 305 Lempir ke-50 Verso ……………….142
Lampiran 12 Foto Naskah Cacanden L 105a Lempir Pertama Recto……………143
Lampiran 13 Foto Naskah Cacanden L 105a Lempir Terakhir Verso…………...144
Lampiran 14 Foto Naskah Cacanden L 105a Lempir ke-40 Verso …………….. 145

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 xv Universitas Indonesia


ABSTRAK

Nama : Andriyati Rahayu


Program Studi : Ilmu Susastra, Filologi
Judul : Naskah-Naskah Merapi Merbabu: Tinjauan atas Aksara
dan Perkembangannya.

Tesis ini membahas tentang variasi bentuk dan pola perkembangan aksara Buda dalam
empat naskah Merapi Merbabu.dan dikaitkan dengan penanggalan naskah. Penelitian ini
memakai metode dinamis yang menganalisis aksara berdasarkan bentuk, ukuran,
kemiringan, ketebalan, dan duktus dari aksara yang bersangkutan.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa:
1. Aksara Merapi Merbabu mempunyai bentuk yang bervariasi
2. Semakin mutakhir usia naskah, jumlah duktusnya semakin sedikit
3. Semakin mutakhir usia naskah, jarak antar aksara semakin renggang
4. Semakin mutakhir usia naskah, penulisan aksaranya semakin tegak .
5. Semakin mutakhir usia naskah, garis pada aksara semakin tipis.

Kata kunci:
Naskah Merapi Merbabu, Perkembangan Aksara Buda, Metode Dinamis

ABSTRACT

Name : Andriyati Rahayu


Study Program : Literature, Philology
Title : Manuscripts of Merapi Merbabu: A Review on Merapi
Merbabu Alphabetical Letters

This thesis is discussing about the variation of forms and patterns of development in
Buda alphabetical letters. It consists of four dated manuscripts of Merapi Merbabu
collection. This research analyzed the manuscripts according to its date. This research
applies dynamic method in analyzing letters based on the letter’s form, size, inclination,
thickness and ductus.
The result of this research was concluded as below:
1. The letters of Merapi Merbabu have many variations in it’s form.
2. The more recent manuscript has less ductus than the older one.
3. The more recent manuscript has more spaces between letters than the older one.
4. The more recent manuscript has less inclination letters than the older one.
5. The more recent manuscript has thinner letters than the older one.

Keywords: Merapi Merbabu Manuscripts, Development of Letters, Dynamic Method.

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 vii Universitas Indonesia
1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pengetahuan tentang kebudayaan kita di masa lampau tergali dari peninggalan
masa lalu, termasuk di antaranya adalah naskah. Isi naskah-naskah dapat memberikan
gambaran tentang kehidupan spiritual nenek moyang kita, serta alam pikiran dan
lingkungan hidupnya. Dengan mengkaji naskah-naskah tersebut, kita tidak saja dapat
mengetahui kehidupan mereka di masa lampau, tapi juga dapat memahami pandangan
dan pedoman hidup mereka (Sudjiman, 1995:46).
Naskah-naskah yang ditemukan di Indonesia jumlahnya amat banyak dan
jenisnya beraneka ragam. Di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia tersimpan
9.870 naskah (Behrend, dkk., 1998:xiii). Di luar Perpustakaan Nasional Republik

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


2

Indonesia, banyak sekali tempat-tempat penyimpan naskah, misalnya museum,


yayasan, perpustakaan pemerintah daerah, pesantren, unversitas dan istana. Selain itu
banyak juga naskah yang tersimpan sebagai koleksi pribadi dan perpustakaan-
perpustakaan di luar Indonesia.
Dari sekian banyak naskah yang menjadi koleksi Perpustakaan Nasional
Republik Indonesia, baru sebagian kecil yang diteliti, sedangkan sebagian besar lainnya
belum mendapat perhatian. Naskah-naskah koleksi Perpustakaan Nasional Republik
Indonesia yang belum banyak diteliti di antaranya adalah naskah-naskah koleksi
Merapi Merbabu1.
Akhir abad ke-14 dan 15 M adalah masa suram bagi perkembangan
kesusastraan Jawa. Hal ini antara lain karena adanya peristiwa-peristiwa politik yang
meruntuhkan kebesaran kerajaan Majapahit. Setelah runtuhnya kerajaan Majapahit,
kegiatan kesusastraan Jawa berpindah ke Bali. Kumpulan naskah sastra Jawa Kuna dan
Pertengahan hampir semuanya berasal dari Bali (Zoetmulder, 1994: 47). Fakta tersebut
membuat para ahli menganggap bahwa Bali adalah mata rantai utama yang
menghubungkan antara kesusastraan Jawa Kuna2 dengan Jawa Baru3.
Namun penelitian Wiryamartana (1990) tentang transformasi teks Arjuna
Wiwaha ke teks Wiwaha Jarwa4 telah mengungkapkan adanya satu mata rantai penting
lainnya dalam peralihan dari sastra Jawa Kuna ke sastra Jawa Baru. Mata rantai itu
adalah naskah-naskah koleksi Merapi-Merbabu.
Keberadaan naskah-naskah Merapi Merbabu ini sudah diketahui sejak tahun
1822 M. Berdasarkan riwayat kepemilikan naskah, diketahui bahwa naskah-naskah

1
Naskah-naskah yang tersimpan di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, terdiri dari beberapa koleksi.
Koleksi-koleksi tersebut umumnya dinamakan sesuai nama pemilik atau kolektor naskah sebelumnya. Misalnya
koleksi CS merupakan singkatan dari Cohen Stuart, kolektor naskah tersebut sebelumnya. Koleksi Merapi
Merbabu dinamakan sesuai dengan tempat penemuan naskah (Kuntara Wiryamartana dan W. van der
Molen, “The Merapi-Merbabu Area Manuscripts, A Neglected Collection,”Bijdragen tot de Taal-,
Land-, en Volkenkunde, 157 (2001:51))
2
Istilah sastra Jawa Kuna mengacu pada karya-karya sastra yang ditulis pada masa kekuasaan Mpu
Sindok sampai dengan Kerajaan Majapahit, yaitu sekitar abad 9-14 M (Sri Sukesi Adiwimarta,
“Periodisasi”, Sastra Jawa Kuna: Suatu Tinjauan Umum, ed. Edi Sedyawati, Jakarta: Balai Pustaka,
2001:3).
3
Istilah sastra Jawa Baru mengacu pada karya-karya sastra yang ditulis pada masa keraton Mataram
Islam dan berlanjut pada masa Keraton Surakarta dan Yogyakarta, yaitu sekitar abad 18-19 M (ibid).
4
Penelitian ini melacak transformasi teks Arjuna Wiwaha sebagai karya sastra Jawa Kuna, hingga ke
teks Wiwaha Jarwa yang merupakan karya sastra Jawa Baru. Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa
antara teks Arjuna Wiwaha dan teks Wiwaha Jarwa dihubungkan oleh teks Wiwaha Kawi Jarwa. Salah
satu naskah yang memuat teks Wiwaha Kawi Jarwa adalah lontar 181, yang termasuk dalam koleksi
Merapi Merbabu .

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


3

Merapi-Merbabu mulanya adalah koleksi pribadi Kyai Windusana. Ketika ditemukan,


naskah-naskah itu sudah diwariskan pada cucunya. Menurut keterangan cucunya
jumlah naskah yang dimiliki oleh Kyai Windusana mencapai seribu. Namun, saat
diserahkan pada Bataviaasch Genootschap tahun 1852, jumlah naskah yang ada hanya
400 naskah. Naskah-naskah itu kini sebagian besar menjadi koleksi Perpustakaan
Nasional Republik Indonesia, sedangkan sisanya tersimpan di perpustakaan-
perpustakaan lain di dunia (Wiryamartana dan Molen, 2001:52).
Walaupun keberadaannya sudah diketahui sejak akhir abad ke-19 M, tetapi
perhatian terhadap naskah-naskah Merapi Merbabu baru muncul terutama sejak
penelitian Molen (1983) tentang prosa Kunjarakarna. Penelitian tentang naskah-naskah
Merapi Merbabu selanjutnya dilakukan oleh Wiryamartana (1990). Setelah itu muncul
penelitian-penelitian lain tentang naskah-naskah koleksi Merapi-Merbabu yang juga
dilakukan oleh kedua ahli tersebut. Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut diketahui
bahwa naskah-naskah Merapi Merbabu bervariasi dalam hal isi, penanggalan, dan
aksara.
Isi naskah-naskah Merapi-Merbabu meliputi berbagai genre. Beberapa di
antaranya adalah kakawin, misalnya Arjuna Wiwaha, Ramayana, Bharatayuddha,
Surajaya, dan Subrata. Teks-teks Islam pun ada dalam koleksi Merapi-Merbabu
misalnya teks Tapel Adam. Selain itu juga ditemukan berbagai teks mantra dan
primbon (Wiryamartana dan Molen, 2001:53-55).
Dari segi penanggalan, naskah-naskah Merapi-Merbabu meliputi rentang waktu
selama dua abad, yaitu dari abad ke-16 M sampai abad ke-18 M. Usia naskah-naskah
Merapi Merbabu lebih tua bila dibandingkan dengan naskah-naskah Jawa yang berasal
dari keraton Jawa Tengah dan ditulis sekitar abad ke-18 M dan awal ke-19 M. Dari
segi bahasa, naskah-naskah Merapi Merbabu menggunakan bahasa Jawa Baru, bahasa
Jawa Kuna, bahasa Sansekerta, dan bahasa Arab (Setyawati dkk, 2002:1 dan 6).
Selain isi, penanggalan dan bahasa, naskah-naskah Merapi Merbabu juga
bervariasi dalam hal penggunaan aksara. Tercatat ada tiga tipe aksara yang digunakan
dalam naskah-naskah Merapi Merbabu yaitu aksara Buda, aksara Jawa dan sedikit
aksara Arab. Namun, aksara yang paling banyak digunakan adalah aksara Buda
(Wiryamartana dan Molen, 2001:58).

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


4

Aksara Buda mempunyai bentuk yang berbeda dengan aksara Jawa Baru
ataupun aksara Bali. Pigeaud (1967:53) berpendapat bahwa bentuk aksara Buda lebih
mirip dengan aksara yang digunakan di Jawa pada masa pra Islam. Penamaan aksara
Buda mengacu pada ajaran agama yang terkandung dalam naskah-naskah tersebut yang
umumnya adalah ajaran agama pra Islam5. Aksara Buda disebut juga aksara gunung.
Hal ini disebabkan naskah-naskah yang menggunakan aksara ini umumnya ditemukan
di gunung-gunung (Pigeaud, 1967:53, 81 dan 283; 1970:53-54).
Ditemukannya naskah-naskah tersebut di daerah pegunungan diperkirakan
karena di daerah pegunungan tersebut juga terjadi kegiatan keagamaan yang berkaitan
dengan kegiatan penulisan dan penyalinan naskah. Penelitian Wiryamartana (1993:503)
membawa pada satu kesimpulan bahwa daerah Merapi Merbabu dahulu merupakan
satu kompleks yang terdiri dari beberapa skriptorium. Dimungkinkan bahwa mereka
yang tinggal di skriptorium ini adalah juga para agamawan yang sedang menimba ilmu
(Yulianto dan Pudjiastuti, 2001:205).
Diperkirakan, pada awalnya, di wilayah Merapi Merbabu ini berdiri suatu
mandala yaitu pusat kajian keagamaan yang didirikan oleh para Brahmin. Para Brahmin
ini menempati suatu wilayah tertentu, yaitu mandala tersebut, sebagai tempat untuk
berkreasi dan mengajarkan hal-hal keagamaan. Mandala di sekitar Merapi Mebabu
merupakan salah satu mandala yang mempunyai peran demikian. Selain sebagai tempat
menimba ilmu keagamaan, wilayah Merapi Merbabu juga menjadi tempat bagi para
Brahmin untuk menuliskan ajaran-ajarannya pada lontar (Munandar, 2001:101). Jadi
mereka menuntut ilmu keagamaan sekaligus menulis dan menyalin naskah-naskah,
yang sebagian di antaranya juga dianggap sebagai kitab suci mereka.
Penelitian yang dilakukan oleh Wiryamartana dan Molen (2001:58)
menunjukkan bahwa bentuk aksara Buda yang digunakan dalam tiap naskah berbeda-
beda. Hal itu terjadi akibat perbedaan waktu penulisan. Perbedaan daerah dan
perbedaan gaya tulisan tangan juga turut mempengaruhi perbedaan bentuk aksara
Wiryamartana dan Molen (2001:62) menganalisis kaitan antara perbedaan waktu
penulisan dengan bentuk aksara ‘sa’ dari tiga buah naskah. Ketiga naskah itu
mempunyai penanggalan yang berbeda-beda yaitu 1521 M, 1632 M dan 1710 M.

5
Di Jawa, ketika agama Islam mulai berkembang, masa sebelum masuknya agama Islam disebut zaman
Buda (Th.G.TH Pigeaud, Literature of Java. Vol I: Synopsis of Javanese Literature, 900-1900 AD (The
Hague: Martinus Nijhoff, 1967:54))

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


5

Kesimpulan mereka, ada proses penyederhanaan penulisan aksara’sa’ dari naskah yang
tua ke naskah yang lebih mutakhir.
Namun, tentu saja kesimpulan tersebut belum mewakili seluruh naskah karena
mereka hanya meneliti satu aksara dari tiga naskah. Jadi, masih terbuka kemungkinan
untuk penelitian lebih lanjut tentang aksara Buda pada naskah-naskah Merapi Merbabu.
Penelitian terhadap aksara Buda dalam naskah-naskah Merapi Merbabu diharapkan
akan dapat memberi gambaran tentang variasi bentuk aksara tersebut dan kaitannya
dengan penanggalan naskah karena tidak semua naskah Merapi Merbabu mempunyai
penanggalan.
Penelitian ini akan membuka pintu bagi peneliti-peneliti lain dalam mengkaji
naskah-naskah koleksi Merapi Merbabu. Pertama, hasil penelitian ini diharapkan akan
dapat menambah pengetahuan mengenai bentuk-bentuk aksara Buda dan membantu
peneliti-peneliti selanjutnya untuk melakukan pembacaan yang tepat terhadap naskah-
naskah Merapi Merbabu. Kedua, penelitian ini akan menarik minat penelitian lain
tentang hubungan antara aksara-aksara pada naskah Merapi Merbabu dengan aksara
Jawa lainnya. Penelitian tersebut akan sangat berguna untuk melacak perkembangan
aksara Jawa Kuna yang terputus setelah runtuhnya kerajaan Majapahit.
Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, naskah-naskah Merapi Merbabu
sangat variatif dari segi aksara, bahasa, penanggalan, isi, dan aspek agama. Hal ini
menunjukkan kedinamisan skriptorium yang ada di daerah Merapi Merbabu.
Kehidupan kesusastraan di mandala ini akan sangat menarik bila dikaji lebih lanjut.
Penelitian tentang peranan mandala atau skriptorium Merapi Merbabu terhadap
kehidupan kesusastraan di pusat kerajaan akan mengungkapkan proses pelestarian
naskah-naskah Jawa Kuna yang sampai pada kita.
Dari penelusuran naskah pada katalog naskah Merapi Merbabu diketahui bahwa
dari sekitar 400 naskah Merapi Merbabu yang tersimpan di Perpustakaan Nasional RI,
hanya sekitar 53 naskah yang mencantumkan penanggalan. Itu berarti sekitar 350
naskah lainnya tidak diketahui waktu penulisan atau penyalinannya. Dengan
mengetahui bentuk aksara Buda yang ada dalam naskah-naskah Merapi Merbabu,
diharapkan dapat diperkirakan penanggalan atau masa penulisan naskahnya. Lebih
jelasnya lagi, penelitian ini diharapkan dapat membantu peneliti selanjutnya dalam

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


6

menentukan kronologi relatif bagi naskah-naskah Merapi Merbabu yang tidak


bertanggal.
Dalam penelitian ini akan diambil empat contoh naskah sebagai objek
penelitian. Keempat naskah itu adalah Ramayana (L 335), Parimbwan (L 31),
Cacanden (L 305) dan Cacanden (L 105a). Sebelumnya telah disebutkan bahwa ada 53
naskah yang mempunyai unsur penanggalan. Dari 53 naskah tersebut, hanya 43 naskah
yang angka tahunnya dapat dibaca dengan jelas. Angka tahun pada 10 naskah lainnya
tidak dapat dibaca dengan jelas karena kondisi naskah yang rusak.
Dari 43 naskah, dipilihlah empat naskah yang mewakili masa setiap 50 tahun
dan yang mempunyai genre sama yaitu primbon. Alasan pemilihan keempat naskah
tersebut sebagai contoh adalah:
a. Satu naskah yang mewakili tiap 50 tahun. Masa 50 tahun dianggap dapat
menggambarkan perkembangan satu jenis aksara.
b. Ada tiga naskah bergenre sama. Naskah-naskah bergenre sama cenderung
mempunyai istilah dan kata-kata yang mirip. Hal ini akan mempermudah
proses penyuntingan naskah. Primbon dipilih karena naskah-naskah
bergenre ini yang paling banyak ditemukan di antara naskah-naskah Merapi
Merbabu yang mempunyai penanggalan.
c. Satu naskah bergenre kakawin, yaitu Ramayana. Naskah ini dipilih karena
merupakan naskah tertua dalam koleksi Merapi Merbabu. Aksara yang
digunakan dalam naskah ini dianggap dapat memberi gambaran tentang
bentuk aksara Buda pada masa-masa awal. Selain itu pada masa 50 tahun
pertama, hanya naskah ini saja yang bertanggal, di antara naskah-naskah
Merapi Merbabu lainnya.

1.2. Permasalahan
Berdasarkan pemaparan di atas, permasalahan penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah teks dari keempat naskah tersebut di atas ?
2. Bagaimanakah variasi bentuk dan pola perkembangan aksara dalam keempat
naskah tersebut dan kaitannya dengan penanggalan naskah?

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


7

1.3. Tujuan Penelitian


Tujuan Penelitian ini adalah:
1. Menyajikan suntingan teks dari keempat naskah yang menjadi objek penelitian.
2. Menggambarkan variasi bentuk dan pola perkembangan aksara pada keempat
naskah Merapi Merbabu yang bertanggal dan menjelaskan hubungannya dengan
penanggalan naskah.

1.4. Tinjauan Pustaka dan Landasan Teori


1.4.1 Tinjauan Pustaka
Pada mulanya para ahli membedakan paleografi dan epigrafi berdasarkan objek
penelitiannya. Objek penelitian paleografi adalah naskah sedangkan objek penelitian
epigrafi adalah prasasti. Namun, pada perkembangan selanjutnya para ahli
membedakan kedua ilmu tersebut berdasarkan bidang keahliannya. Menurut mereka,
paleografi adalah ilmu tentang aksara kuno, sedangkan epigrafi adalah ilmu tentang
sumber-sumber tertulis yang digunakan untuk membantu kita dalam mengungkapkan
fakta sejarah (Naveh, 1982:6).
Penelitian paleografi di Indonesia memiliki riwayat yang panjang. Oleh karena
itu, dalam tinjauan pustaka ini hanya akan disebutkan penelitian-penelitan paleografi
yang menunjang dan berkaitan dengan penelitian ini.
Tahun 1975, terbit sebuah buku yang berjudul Indonesian Paleography yang
ditulis oleh J.G. de Casparis. Berdasarkan prasasti-prasasti yang ditemukannya,
Casparis menguraikan secara rinci sejarah perkembangan aksara di Indonesia, dari abad
ke-4 M, sehingga abad ke-15 M. Meski karya ini tidak berkaitan langsung dengan
tujuan penelitian, tetapi karya Casparis telah memberi gambaran pada pembacanya
tentang bagaimana suatu penelitian paleografi dilakukan. Buku ini juga membantu kita
untuk mengetahui bentuk-bentuk aksara yang ada di Indonesia dari abad ke-4 sampai
abad ke-15 M, secara rinci.
Salah satu bentuk penelitian paleografi di Indonesia dilakukan oleh Astuti
(2005). Dalam tesisnya yang berjudul “tulisan Ulu dalam Naskah Serawai dan
Pasemah: Suntingan Teks dan Kajian Paleografis”, ia meneliti perkembangan aksara
Ulu dalam naskah Serawai dan Pasemah. Kajian paleografis ini dikaitkan dengan
penanggalan naskah karena umumnya naskah Serawai dan Pasemah tidak memiliki

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


8

kolofon yang berisi informasi tentang penanggalan dan penyalinan naskah. Dalam
tesisnya, Astuti memakai model dinamis untuk meneliti bentuk aksara Ulu. Penelitian
yang dilakukan oleh Astuti ini terutama memberikan gambaran tentang penerapan
model dinamis dalam penelitian paleografi.
Penelitian paleografi lainnya juga menggunakan model dinamis dilakukan oleh
Anton Wibisono (2006) dalam skripsinya yang berjudul “Perkembangan Aksara
Bercorak Khusus pada Prasasti-prasasti abad XV M: Sebuah Kajian Paleografi”.
Penelitian ini menganalisis aksara pada sejumlah prasasti yang ditemukan di Jawa
Timur, yang tidak memiliki pertanggalan. Prasasti-prasasti itu antara lain prasasti Gerba
dan Widodaren yang ditemukan di Malang dan prasasti Pasru Jambe yang ditemukan di
daerah Lumajang. Hasil penelitiannya berupa tabel paleografi aksara dari masing-
masing prasasti. Dari tabel tersebut, dapat ditentukan kronologi relatif dari masing-
masing prasasti.
Model dinamis diterapkan oleh Willem van der Molen pada prasasti di
Indonesia ketika ia meneliti bentuk aksara prasasti Ngadoman. Pada mulanya, aksara
prasasti Ngadoman oleh Casparis (1975:65-66) dianggap sebagai penyederhanaan dan
kelanjutan dari bentuk aksara pada prasasti-prasasti Majapahit. Pendapat ini dibantah
oleh Molen (1985:10-12) yang mengatakan bahwa aksara prasasti Ngadoman justru
lebih rumit daripada aksara prasasti-prasasti Majapahit. Molen mengemukakan hal
tersebut setelah ia menganalisis bentuk aksara prasasti Ngadoman dengan model
dinamis.
Poerbatjaraka pada tahun 1926 pernah melakukan penyuntingan terhadap teks
Arjuna Wiwaha. Suntingannya tersebut memakai 12 naskah dan satu terbitan. Dari 12
naskah tersebut, di antaranya adalah naskah koleksi Merapi Merbabu. Naskah-naskah
yang termasuk koleksi Merapi Merbabu tersebut adalah lontar 181, lontar 164, lontar
220, dan lontar 641. Poerbatjaraka (1926:8) tidak menyebut aksara dalam naskah-
naskah tersebut sebagai aksara Buda. Ia menyebutnya sebagai aksara Bali pertengahan.
Pada tahun 1977, Soepomo melakukan penyuntingan teks Arjuna Wijaya. Ada
sekitar 20 naskah yang berisi teks Arjuna Wijaya, tetapi Soepomo hanya menggunakan
10 naskah sebagai dasar suntingannya. Dari kesepuluh naskah tersebut, satu di
antaranya yaitu Cod.219, menurut Soepomo menggunakan aksara yang tidak umum.
Sesudah diadakan perbandingan dengan bentuk-bentuk aksara lainnya, Soepomo

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


9

berpendapat bahwa aksara pada naskah Cod. 219 lebih dekat pada aksara Sunda (hlm.
86). Namun setelah dilakukan penelitian lebih lanjut, diketahui bahwa Cod. 219
termasuk ke dalam koleksi Merapi Merbabu (Wiryamartana, 1993:1).
Riboet Darmasoetopo (1982:291) meneliti naskah pribadinya yang disebut
sebagai keropak dari Dakan. Ia menyebut aksara yang digunakan dalam keropak itu
adalah aksara Kawi yang sudah mengalami perkembangan. Dalam penelitian yang
dilakukan oleh van der Molen (1983:293-294) dapat diketahui bahwa aksara yang
digunakan dalam keropak itu sama dengan aksara yang digunakan dalam naskah lontar
53 dan lontar 187 yang berisi teks Kunjarakarna.
Berdasarkan uraian di atas, diketahui bahwa tiap peneliti mempunyai istilah
masing-masing untuk menyebut aksara yang digunakan dalam koleksi Merapi
Merbabu. Hal ini mungkin disebabkan karena istilah aksara Buda belum dikenal.
Istilah aksara Buda atau aksara gunung diperkenalkan oleh Pigeaud pada tahun
1967 dalam bukunya yang berjudul Literature of Java. Vol I: Synopsis of Javanese
Literature, 900-1900 AD (hlm.53-54). Namun Pigeaud bukanlah orang pertama
menyebut aksara dalam naskah-naskah Merapi Merbabu ini sebagai aksara Buda.
Ranggawarsita, seperti yang dikutip oleh Wiryamartana (1993:507), pernah
menyebutkan “Punika haksara Buda hingkang kahangge para hajar-hajar hing redi”:
(ini adalah aksara Buda yang digunakan oleh para agamawan di gunung).
Keberadaan naskah-naskah Merapi Merbabu semakin menjadi perhatian setelah
terbit karya Willem van der Molen (1983) yang berjudul Javaanse Tekst Kritiek. Een
Overzicht en Een Nieuwe Benadering Geillustreerd Aan de Kunjarakarna. Dalam
bukunya tersebut, van der Molen selain melakukan suntingan teks juga membicarakan
aksara Buda yang digunakan dalam teks Kunjarakarna koleksi Merapi Merbabu yaitu
lontar 187 dan lontar 53.
Pada tahun 1990, Wiryamartana menulis sebuah buku berjudul Arjuna Wiwaha:
Transformasi Teks Jawa Kuna lewat Tanggapan dan Penciptaan di Lingkungan Sastra
Jawa. Buku tersebut membicarakan transformasi teks Arjuna Wiwaha ke serat Wiwaha
Jarwa. Namun secara singkat dibicarakan juga tentang bentuk-bentuk aksara Buda yang
ada pada naskah Arjuna Wiwaha koleksi Merapi Merbabu, lontar 165. Kesimpulannya,
aksara lontar 165 mirip dengan aksara naskah Kunjarakarna lontar 187 dan lontar 53
(hlm. 20-22).

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


10

Penelitian ini mencantumkan tabel aksara Buda dari masing-masing naskah


yang bersangkutan. Daftar aksara tersebut diharapkan dapat menambah pengetahuan
kita tentang bentuk aksara Buda yang digunakan dalam naskah-naskah yang menjadi
objek penelitian tersebut .
Buduroh (2006) dalam tesisnya yang berjudul “Naskah Darma Jati: Edisi Teks,
Terjemahan, disertai Tinjauan Isi dan Aksara” melakukan penyuntingan terhadap teks
Darma Jati. Dari 20 naskah yang ditemukannya, lima di antaranya merupakan koleksi
Merapi Merbabu.
Dalam Naskah Darma Jati koleksi Perpustakaan Nasional RI nomor inventaris
CS.72, sang penyalin yaitu R.P Soeria-Widjaja, memberikan pertanggungjawaban alih
aksara dari aksara Buda ke aksara Jawa (Buduroh, 2006:105-108). Dari daftar bentuk
aksara itu kita dapat mengetahui jenis aksara yang digunakan dalam naskah Darma Jati.
Adanya daftar aksara Buda yang disertai padanannya dalam aksara Jawa, membantu
peneliti selanjutnya dalam proses alih aksara dari aksara Buda ke aksara latin.
Penelitian lain tentang naskah-naskah Merapi Merbabu dilakukan oleh
Sugiyarto (2006) dalam tesisnya yang berjudul “Mantra Tolak Teluh Naskah Merapi
Merbabu: Edisi Teks dan Kajian Peristiwa Magis”. Penelitian ini lebih menitikberatkan
pada masalah mantra tolak teluh sebagai tradisi lisan dan peristiwa magis yang
berkaitan dengannya. Walaupun begitu, Sugiyarto tetap melakukan penyuntingan
terhadap naskah-naskah Merapi Merbabu yang berisi mantra tolak teluh. Ia juga
membuat tabel aksara yang digunakan oleh naskah-naskah tersebut (hlm. 29-32).
Jadi, walaupun keempat penelitian di atas berfokus pada penyuntingan naskah,
tetapi dari daftar aksara yang dilampirkan, kita dapat mengetahui jenis aksara Buda
yang digunakan dalam naskah-naskah yang bersangkutan. Hasil dari penelitian itu akan
menambah pengetahuan tentang bentuk-bentuk aksara Buda. Selain itu hasil
penyuntingan teks dari para peneliti sebelumnya juga membantu peneliti selanjutnya
untuk memahami kata-kata yang digunakan dalam naskah-naskah koleksi Merapi
Merbabu.

1.4.2 Landasan Teori


Penelitian yang akan dilakukan ini merupakan kajian paleografis terhadap
aksara Buda dalam naskah-naskah Merapi Merbabu. Sebelum dianalisis bentuk

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


11

aksaranya, teks dalam naskah-naskah tersebut akan disunting terlebih dahulu. Oleh
karena itu, penelitian ini menggunakan pendekatan filologi selain pendekatan
paleografi.
Paleografi adalah ilmu yang mempelajari tentang aksara kuno dan melacak
perkembangan bentuk aksara. Tujuannya agar suatu dokumen kuno dapat dibaca
dengan benar dan bila perlu, diperkirakan penanggalannya. Pengetahuan tentang bentuk
aksara ini adalah prasyarat bila kita ingin mengolah sumber-sumber sejarah yang
berupa tulisan (Naveh, 1982:6).
Untuk seorang filolog, pengetahuan tentang paleografi antara lain berguna
untuk menghindari kesalahan pembacaan teks. Kesalahan pembacaan akan
mengakibatkan kesalahan penerjemahan dan pada akhirnya akan membawa kekeliruan
pada penafsiran teks yang bersangkutan. Dalam hal ini, studi tentang tulisan diperlukan
untuk menghindari hal tersebut. Dengan cara ini paleografi menjadi ilmu bantu bagi
filologi (Robson, 1978:29). Di lain pihak, analisis terhadap aksara dalam suatu naskah,
akan lebih akurat jika teks naskah itu disunting terlebih dahulu. Hal itu perlu dilakukan
untuk menghindari terjadinya kesalahan penafsiran bentuk aksara tertentu (Astuti,
2005:15).
Penyuntingan naskah dapat dilakukan dengan metode diplomatik dan metode
kritik. Metode diplomatik adalah metode penyuntingan teks dimana teks yang disajikan
sama seperti teks yang terdapat dalam naskah sumber. Sebaliknya metode kritik adalah
metode penyuntingan dimana penyunting mengidentifikasikan bagian teks yang
bermasalah dan memberi alternatif perbaikan (Robson, 1994:24-25).
Dalam penelitian ini penyuntingan akan dilakukan dengan metode diplomatik
dan kritik. Metode diplomatik digunakan dengan tujuan agar pembaca dapat mengikuti
teks dengan teks yang tercantum dalam naskah sumber. Metode kritik digunakan agar
pembaca dapat memahami makna dari teks yang disajikan. Selain itu tujuan
penggunaan metode kritik dalam penelitian ini adalah untuk menghindari kesalahan
penafsiran bentuk aksara dalam teks tersebut. Dalam penelitian ini edisi yang memakai
metode kritik disajikan dengan koreksi dari peneliti.
Tahap selanjutnya yang akan dilakukan adalah penerjemahan. Menurut Nida
dan Taber (1969:12) terjemahan adalah pengungkapan kembali pesan bahasa sumber ke
dalam bahasa sasaran dengan padanannya yang paling alamiah, pertama-tama artinya,

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


12

kemudian gaya bahasanya. Dalam penelitian ini, penerjemahan lebih ditekankan pada
arti bukan gaya bahasa, karena tujuan penelitian ini adalah untuk melihat
perkembangan aksara. Selain itu teks yang diterjemahkan tidak terlalu panjang,
sehingga tidak memerlukan penafsiran yang terlalu luas.
Penelitian ini berkaitan dengan unsur kronologi. Oleh karena itu, akan
dilakukan tinjauan terhadap naskah-naskah yang sezaman. Dalam penelitian tentang
sumber tertulis, proses ini dikenal dengan nama kritik. Tujuannya adalah untuk
menguji kredibilitas data yang berupa sumber tertulis. Apakah data yang digunakan
dalam penelitian ini otentik dan tidak terdapat anakronisme? (Yulianto, 1996:15).
Dalam penelitian ini, tinjauan terhadap naskah-naskah yang sezaman bertujuan untuk
membuktikan bahwa naskah-naskah yang dijadikan data utama memang benar berasal
dari tanggal yang disebutkan dalam kolofonnya. Caranya adalah dengan
membandingkan naskah-naskah utama dengan naskah-naskah lain yang sezaman.
Dalam penelitian tentang sumber sejarah tertulis, kritik terbagi menjadi kritik
ekstern dan kritik intern. Kritik ekstern dilakukan dengan cara membandingkan unsur
fisik dari data utama dengan unsur fisik dari sumber lain yang sejenis dan sezaman.
Apakah unsur fisik antara kedua sumber tersebut mempunyai kesamaan (Yulianto,
1996:17). Untuk naskah, akan dibandingkan unsur fisik naskah yang menjadi data
utama dengan unsur fisik naskah yang sezaman.
Sementara itu, kritik intern dilakukan dengan menguji isi dan bahasa yang
digunakan dalam data utama. Pengujian bahasa terdiri dari pengujian kata dan kalimat
yang digunakan dalam data utama (Yulianto, 1996:19). Jadi akan dilakukan pengujian
terhadap kata dan kalimat yang digunakan dalam naskah yang menjadi data utama.
Apakah kata-kata tersebut lazim digunakan pada masa yang tercantum di dalam teks?
Namun, dalam penelitian ini tidak akan dilakukan kritik intern, karena naskah-naskah
yang menjadi objek penelitian belum disunting.
Setelah dilakukan penyuntingan teks, akan dilakukan kajian terhadap bentuk
aksaranya. Dalam hal ini akan digunakan pendekatan paleografi. Salah satu tugas
paleografi adalah meneliti sejarah tulisan, yaitu menjelaskan perubahan bentuk tulisan
dari masa ke masa (Molen, 1985:4).
Menurut Molen (1985:9-10) ada dua cara untuk mengkaji bentuk aksara yaitu
model statis dan model dinamis. Model statis menganggap aksara hanya sebagai

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


13

susunan garis saja. Model ini bertujuan untuk meneliti bentuk aksara. Oleh karena itu,
dalam penelitian model statis, aksara dianalisis satu persatu. Sebaliknya, model dinamis
menganggap aksara atau tulisan sebagai hasil gerakan tangan dan terdiri dari unsur
nyata dan tidak nyata. Unsur nyata adalah aksara tersebut, sedangkan unsur tidak nyata
adalah gerakan tangan di udara ketika sedang menulis aksara tersebut. Perubahan dalam
bentuk tulisan dipahami sebagai gerakan perpaduan antara kedua unsur tersebut.
(Molen, 1985:9-10)
Penelitian ini bertujuan untuk meneliti perkembangan aksara Buda dalam
naskah-naskah Merapi Merbabu, dan model penelitian yang akan digunakan adalah
model dinamis. Melalui model penelitian ini diharapkan akan dapat diketahui sejarah
perkembangan aksara Buda dalam naskah-naskah Merapi Merbabu.
Perbedaan bentuk aksara dapat disebabkan oleh beberapa hal, misalnya
perbedaan waktu penulisan, perbedaan tempat dan perbedaan gaya tulisan tangan
(Wiryamartana dan Molen, 2001:58). Casparis (1975:9) menyebutkan beberapa hal
yang menyebabkan suatu aksara berubah. Pertama adalah perubahan teknik penulisan,
yang berkaitan dengan perbedaan alat dan bahan yang digunakan untuk menulis.
Kedua adalah perubahan selera, yang berkaitan dengan estetika dan keindahan. Ketiga
adalah kecenderungan untuk mencari bentuk yang lebih sederhana. Hal tersebut
dilakukan untuk menghindari upaya-upaya yang tidak perlu dalam penulisan suatu
aksara.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian


Sesuai dengan tujuannya, penelitian ini membahas bentuk-bentuk aksara Buda
yang digunakan dalam naskah-naskah Merapi Merbabu yang mempunyai unsur
penanggalan. Naskah-naskah tersebut kini sebagian besar menjadi koleksi Perpustakaan
Nasional RI. Setelah dilakukan penelusuran melalui katalog, diketahui bahwa ada 53
naskah Merapi Merbabu yang mencantumkan unsur-unsur penanggalan di dalamnya.
Dari 53 naskah tadi dipilih empat naskah sebagai contoh yang mewakili keseluruhan
naskah.

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


14

Keempat naskah tersebut adalah:


• Kakawin Ramayana yang berangka tahun 1443 MM6, dengan nomor
naskah 335 dan nomor peti 31
• Parimbwan, yang berangka tahun 1536 MM, dengan nomor naskah 31
dan nomor peti 7
• Cacanden, yang berangka tahun 1587 MM, dengan nomor naskah 305
dan nomor peti 3
• Cacanden, yang berangka tahun 1641 MM dengan nomor naskah 105a
dan nomor peti 3
Keempat naskah di atas menjadi data utama dalam penelitian ini.

1.6. Tahapan Penelitian


Secara garis besar ada tiga tahap yang akan dilakukan dalam penelitian ini, yaitu:
1. Pengumpulan Data
Tahap ini terbagi menjadi pengumpulan data kepustakaan dan pengumpulan
data di lapangan. Data utama dalam penelitian ini adalah naskah-naskah koleksi
Merapi Merbabu yang beraksara Buda dan mencantumkan unsur-unsur
penanggalan di dalamnya. Data penunjang dalam penelitian ini adalah berbagai
tulisan dan hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan data utama. Pada
pengumpulan data kepustakaan, dilakukan pelacakan terhadap data utama melalui
berbagai katalog yang memuat keterangan tentang naskah-naskah Merapi Merbabu.
Kemudian dilakukan pemilihan naskah-naskah Merapi Merbabu yang akan
dijadikan data utama.
Setelah didapat keterangan dalam katalog, dilakukan pencatatan tentang nomor
inventaris, lokasi dan deskripsi singkat tentang data utama tersebut. Selanjutnya

6
Tahun Merapi Merbabu (MM). Naskah-naskah Merapi Merbabu menggunakan sistem penanggalan
Saka, yang mempunyai perbedaan 78 tahun dengan sistem penanggalan Masehi (J.G. de Casparis,
Indonesian Chronology, (Leiden/Koln: E.J. Brill, 1978:3)). Namun penanggalan Merapi Merbabu
mempunyai beberapa perbedaan dengan sistem penanggalan Saka pada umumnya. Perbedaan itu
misalnya, satu windu MM terdiri dari lima tahun bukan delapan tahun. Selain itu dalam penanggalan
MM ada penyebutan Wuku luar dan Wuku dalam, yang masih belum diketahui maknanya. (Kuntara
Wiryamartana dan W. van der Molen, “The Merapi-Merbabu Area Manuscripts, A Neglected
Collection,”Bijdragen tot de Taal-, Land-, en Volkenkunde, 157 (2001:55-56)). Oleh karena itu tahun
MM dalam tesis ini tidak akan dikonversikan ke dalam tahun Masehi, karena beberapa unsur yang
belum diketahui maknanya.

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


15

dilakukan pengumpulan data di lapangan, berupa pendeskripsian dan


pendokumentasian data utama. Kemudian akan dilakukan pembacaan dan
penyeleksian untuk mencari naskah yang akan dijadikan sumber data utama.
Setelah didapat naskah yang dimaksud, dilakukan pencatatan aspek kodikologi.

2. Pengolahan Data
Pada kegiatan ini akan dilakukan penyuntingan dan penerjemahan teks.
Penyuntingan akan dilakukan dengan edisi diplomatik dan edisi kritik, sedangkan
penerjemahan yang akan dilakukan lebih menekankan pada arti, tidak pada gaya
bahasa.
Penyuntingan hanya akan dilakukan pada sebagian naskah saja, yaitu bagian
kolofon dan beberapa lembar lempir pertama. Penyuntingan sebagian teks dianggap
cukup untuk mengetahui bentuk-bentuk aksara Buda dari naskah-naskah yang
bersangkutan. Dalam hal ini juga dipastikan bahwa teks yang disunting dalam satu
naskah menggunakan aksara yang sama.
Tahapan selanjutnya dalam pengolahan data ini adalah analisis bentuk aksara
dari sumber data utama. Analisis ini menggunakan model dinamis dalam penelitian
paleografi. Analisis ini diawali dengan pembahasan bentuk aksara dari tiap naskah
yang menjadi sumber data utama. Selanjutnya dilakukan perbandingan bentuk
aksara dari tiap naskah, untuk mengetahui sejarah perkembangan aksaranya. Tidak
semua aksara akan diteliti. Aksara yang akan dianalisis adalah yang bentuknya
mengalami perubahan secara signifikan dan frekuensi kemunculannya cukup tinggi.
Bersamaan dengan analisis aksara akan dilakukan juga perbandingan dengan
naskah-naskah lain yang sezaman. Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah
naskah-naskah yang menjadi data utama memang berasal dari tahun yang
disebutkan dalam kolofonnya.

3. Penafsiran Data
Pada tahap ini, data utama yang telah diolah kemudian dilengkapi dengan data
penunjang, untuk selanjutnya ditafsirkan menjadi suatu kesimpulan yang utuh.
Kesimpulan inilah yang kemudian akan menjawab permasalahan penelitian ini.

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


16

1.7. Sistematika Penyajian


Sistematika penyajian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan
Bab ini berisi uraian tentang latar belakang permasalahan, tujuan penelitian,
tinjauan pustaka, landasan teori, tahapan penelitian dan sistematika penyajian.
Bab II Deskripsi Naskah
Bab ini berisi deskripsi mengenai data utama yang meliputi seluruh aspek –aspek
fisik dari naskah-naskah yang bersangkutan
Bab III Suntingan Teks dan Terjemahan
Bab ini berisi suntingan teks dari naskah-naskah yang menjadi data utama disertai
dengan terjemahannya, dari bahasa sumber ke bahasa tujuan.
Bab IV Tinjauan atas Perkembangan Aksara Naskah
Bab ini berisi analisis bentuk aksara Buda yang digunakan dalam data utama.
Selain itu juga berisi analisa kaitan antara bentuk aksara yang digunakan dengan
penanggalan naskah.
Bab V Tinjauan atas Naskah-Naskah yang Sezaman
Bab ini berisi hasil perbandingan unsur-unsur fisik dan isi dari naskah-naskah
utama dengan naskah-naskah lain yang sezaman.
Bab VI. Penutup
Bab ini berisi kesimpulan dari bab-bab sebelumnya.

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


17

BAB 2
DESKRIPSI NASKAH

Pendahuluan
Dalam bab ini akan disajikan deskripsi dari naskah-naskah yang menjadi data
utama. Ada empat naskah yang menjadi data utama dalam penelitian ini yaitu
Ramayana, Parimbwan, Cacanden L 305 dan Cacanden L 105a.

2.2. Deskripsi Naskah Ramayana


Naskah ini tersimpan di PNRI bagian koleksi naskah dengan kode naskah L 335
peti 31. Alas naskah berupa lontar berukuran 63,7 cm x 3,7 cm. Naskah tersimpan di
dalam kotak kayu berwarna coklat tua. Tidak ada pengapit naskah. Tali pengikat
naskah terbuat dari benang kapas berwarna putih yang dimasukkan ke dalam lubang

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


18

yang ada di tengah naskah dan mengikat lempirnya agar tidak terburai. Ujung tali di
akhir naskah diikatkan pada sekeping uang logam cina.
Naskah ini terdiri atas 132 lempir. Satu lempir naskah terdiri dari empat baris
tulisan. Tulisan pada recto dan verso. Kondisi naskah tidak terlalu bagus karena banyak
lempir yang patah, sobek dan berlubang-lubang. Empat lempir pertama keadaannya
sangat rusak. Sisi kiri dan kanannya patah. Oleh karena itu agak sulit untuk melihat
penanda awal teks. Lempir terakhir verso hanya terdiri dari dua baris tulisan di sisi
kanan dan tiga baris tulisan di sisi kirinya. Penanda akhir teks adalah sebagai berikut:

Gambar 2.1. Penanda Akhir Teks pada Naskah Ramayana

Selain patah geripis pada bagian pinggir naskah, kerusakan juga terjadi pada
bagian tengah naskah. Lubang tempat tali perangkai naskah bentuknya sudah tidak
bulat lagi, melainkan melebar karena rusak. Hal ini mengakibatkan beberapa aksara
pada bagian ini hilang. Kerusakan pada bagian tengah ini terjadi pada lempir pertama
hingga lempir keenam puluh.
Ada satu lempir yang patah menjadi dua dan bagian pinggirnya rusak. Lempir
ini juga terlepas dari tali perangkainya sehingga sulit untuk menentukan lempir
keberapa yang patah tersebut. Lempir tersebut ditempatkan sebagai lempir pertama.
Kerusakan-kerusakan yang terjadi pada naskah Kakawin Ramayana ini sebagai
berikut:
1. Lempir ke-1 patah menjadi dua dan terlepas dari talinya
2. Lempir ke-2 sampai ke-4 bagian pinggir kiri dan kanannya patah dan hilang
3. Lempir ke-9 sisi kiri atas geripis
4. Lempir ke-14 sisi kiri atas dan kanan bawah geripis
5. Lempir ke-16 sisi kiri atas geripis
6. Lempir ke-17 sisi kiri atas geripis
7. Lempir ke-20 sisi kiri atas geripis
8. Lempir ke-21 sisi kiri bawah geripis

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


19

9. Lempir ke-25 sisi kiri bawah geripis


10. Lempir ke-26 dan ke-27 bagian tengah bawah patah, namun sudah dijahit
dengan benang berwarna putih
11. Lempir ke-33 dan ke-34 pada bagian tengah bawahnya berlubang cukup
besar
12. Lempir ke-35 sisi kiri atas geripis
13. Lempir ke-41 sisi kiri atas geripis
14. Lempir ke-42 sisi kiri atas patah, namun patahannya masih bisa ditemukan
15. Lempir ke-44 sampai ke-51 sisi kiri patah dan hilang sepanjang 5-7 cm
16. Lempir ke-53 pada bagian tengah patah dan dijahit dengan benang wol
berwarna biru
17. Lempir ke-54 sisi kiri atas geripis
18. Lempir ke-55 sisi kanan atas geripis
19. Lempir ke-63 dan 64 patah menjadi dua, namun kedua patahan sudah dijahit
dengan benang wol berwarna biru
20. Lempir ke-68 sisi kiri bawah geripis
21. Lempir ke-70 sisi kiri bawah geripis
22. Lempir ke-73 sisi kiri atas geripis
23. Lempir ke-85 sisi kiri bawah geripis
24. Lempir ke-90 sisi kiri atas geripis
25. Lempir ke-91 patah menjadi dua, namun patahan tidak hilang
26. Lempir ke-92 sisi kiri atas geripis
27. Lempir ke-94 dan ke-96 patah menjadi dua, dan kedua patahan itu dijahit
dengan benang putih
28. Lempir ke 110 sampai ke 111 sisi kanan patah dan hilang sepanjang 15 cm
29. Lempir ke-112 dan ke-113 pada sisi kanan berlubang cukup besar sehingga
beberapa aksara hilang
30. Lempir terakhir sebelah kanan bawah patah dan hilang namun karena lempir
ini hanya terdiri dari dua baris tulisan, hal itu tidak mengganggu tulisan.
Berdasarkan keterangan pada katalog, disebutkan bahwa tahun penulisan adalah
1443 MM. Tempat penulisan adalah Damapungut dan nama penulisnya adalah Lurah
Adipamawan. Aksara yang digunakan adalah aksara Buda dan bahasanya bahasa Jawa

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


20

Kuna. Naskah ini berisi teks Kakawin Ramayana yang dimulai dari Sarga VI.80.b
(Setyawati, dkk., 2002:236)

2.3. Parimbwan
Naskah ini tersimpan di PNRI di bagian naskah dengan kode naskah L 31 peti
7. Alas naskah berupa lontar berukuran 36,5 cm x 3,4 cm. Pengapit naskah terbuat dari
bambu berwarna coklat gelap. Ada tali pengikat berwarna merah dan putih yang dijalin
menjadi satu. Tali pengikat masuk ke dalam lubang yang ada di tengah naskah. Ujung
tali ini hanya dibuat simpul saja, tidak diikatkan pada apa pun.
Naskah ini terdiri dari 17 lempir. Kondisi naskah masih cukup bagus namun di
beberapa bagian naskah berlubang-lubang karena dimakan serangga. Selain itu di
bagian atas dan bawah lempir menghitam sehingga menyulitkan pembacaan. Tulisan
ada di sisi recto dan verso. Sisi recto lempir pertama kosong. Tulisan dimulai di sisi
verso lempir pertama.
Lontar pertama dan kedua patah di sudut kiri bawah sehingga beberapa aksara
hilang. Kondisi yang sama terjadi pada lempir ketiga di sudut kiri atas. Lempir
kesembilan mulanya patah menjadi dua, namun sudah disatukan kembali dengan
menggunakan double tape. Bagian yang patah pada lempir ini ada di tengah-tengah
naskah, sehingga tidak mengganggu tulisan. Kondisi lempir-lempir selanjutnya baik.
Bagian awal tulisan tidak terlalu jelas karena kondisi tulisan yang menghitam.
Berdasarkan keterangan pada katalog diketahui bahwa tahun penulisan adalah
1536 MM. Tempat penulisan adalah kaki gunung Kanistan sisi tenggara, lereng alas
Mamalang, Pangudaksitan, Sesela. Penulis naskah adalah Ki Batur Alihan. Aksara yang
digunakan aksara Buda dan bahasanya Jawa Kuna. Teks berbentuk prosa dan rajah
yang berisi tentang obat-obatan, mantra untuk mempengaruhi orang, obat-obatan dan
rajahnya, mantra dan rajahnya (Setyawati, dkk., 2002:26).
Berikut akan disajikan gambar-gambar yang ada pada rajah beserta keterangan
singkatnya7:

7
Keterangan tentang gambar-gambar rajah ini didapat berdasarkan pembacaan sekilas pada naskah yang
bersangkutan, tidak melalui proses penyuntingan dan penerjemahan yang baku. Selain itu banyak kata-
kata yang sulit diterjemahkan, sehingga keterangan mengenai gambar-gambar rajah ini belum
memadai. Oleh karena itu perlu diadakan penelitan lebih lanjut untuk mengetahui secara lengkap
maksud dari gambar-gambar rajah yang bersangkutan .

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


21

a. Lempir 3 recto

Gambar 2.2. Rajah Putri

Rajah ini digunakan sebagai sarana agar seorang ibu cepat melahirkan

b. Lempir 5 verso kanan

Gambar 2.3. Rajah Kamadenen

Rajah ini digunakan sebagai sarana untuk mengobati penyakit muntah nanah.

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


22

c. Lempir 8 recto

Gambar 2.4. Rajah Tapak I Maling

Rajah ini digunakan sebagai sarana untuk memulangkan maling

d. Lempir 8 verso

Gambar 2.5. Rajah Panipisan

Keterangan mengenai rajah ini tidak terbaca karena lempir menghitam

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


23

e. Lempir 9 verso

Gambar 2.6. Rajah Kawaliwojo

Keterangan mengenai rajah ini tidak terbaca karena lempir menghitam

f. Lempir 10 verso

Gambar 2.7. Rajah Kawaliwojo

Rajah ini digunakan sebagai sarana untuk memperbesar alat kelamin pria.

g. Lempir 11 verso

Gambar 2.8. Rajah Sapurogol


Rajah ini digunakan sebagai sarana untuk mengobati penyakit Suren 8

8
Belum diketahui secara jelas, apa yang dimaksud dengan penyakit Suren tersebut

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


24

h. Lempir 12 recto sebelah kanan

Gambar 2.9. Rajah Sisigah

Rajah ini digunakan sebagai sarana untuk mengobati penyakit Tarangan9

i. Lempir 12 recto kiri

Gambar 2.10. Rajah Wika

Rajah ini digunakan sebagai sarana untuk mengusir hama di sawah.

9
Belum diketahui secara jelas, apa yang dimaksud dengan penyakit Tarangan tersebut

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


25

j. Lempir 12 verso kanan

Gambar 2.11. Rajah Agring

Rajah ini digunakan sebagai sarana agar orang menjadi waras.10

k. Lempir 12 verso kiri

Gambar 2.12. Rajah Bayu Siddhi

Rajah ini sebagai sarana agar orang menjadi waras. Tulisan pada rajah adalah
’yapaye’, namun apa kaitan tulisan tersebut dengan penggunaan rajah belum
diketahui secara pasti.

10
Waras berarti sehat (Tim Balai Bahasa Yogyakarta, 2001:841). Namun penyakit apa yang dapat
disembuhkan melalui rajah ini belum diketahui secara pasti.

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


26

l. Lempir 14 recto kiri

Gambar 2.13. Rajah Bulung Buyang

Rajah ini digunakan sebagai sarana mengobati kena racun

m. Lempir 14 recto kanan

Gambar 2.14. Rajah Kawaliwojo

Rajah ini digunakan sebagai sarana untuk membuat minyak tertentu yang
digunakan dalam pengobatan.

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


27

n. Lempir 15 recto kiri

Gambar 2.15. Rajah Kawaliwojo

Rajah ini digunakan sebagai sarana untuk membuat minyak tertentu yang
digunakan dalam pengobatan.

o. Lempir 15 verso kanan

Gambar 2.16. Rajah Panglet

Rajah ini digunakan sebagai sarana agar janin dalam kandungan selamat

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


28

p. Lempir 17 recto kiri

Gambar 2.17. Rajah Klar

Rajah ini digunakan di sawah 11

q. Lempir 17 recto kanan

Gambar 2.18. Rajah Tumbal Hilandak

Rajah ini digunakan sebagai sarana mengusir landak

11
Tidak didapat keterangan yang jelas mengenai kegunaan rajah ini di sawah.

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


29

Tiap gambar rajah selalu diakhiri oleh tanda sebelum diikuti


oleh teks. Penanda awal teks tidak jelas karena kondisi lempir yang menghitam.
Penanda Akhir teks adalah

Gambar 2.19. Penanda Akhir Teks Naskah Parimbwan

2.4. Cacanden L 305


Naskah ini tersimpan di PNRI di bagian koleksi naskah dengan kode naskah L
305 peti 3. Alas naskah berupa lontar berukuran 33,7 x 3,3 cm. Pengapit naskah terbuat
dari bambu berwarna coklat muda dengan bercak-bercak coklat tua. Pengapit bagian
belakang tidak utuh lagi karena rusak. Tali pengikat naskah berupa tali kasur berwarna
putih. Namun tali ini hanya diikatkan saja pada naskah, tidak dimasukkan ke dalam
lubang yang ada di tengah naskah. Ujung tali diikatkan pada sebatang lidi berukuran
2,5 cm.
Naskah ini terdiri dari 52 lempir. Tiap lempir terdiri dari empat baris. Tulisan
ada pada recto dan verso. Lempir ke-51 kosong. Pada lempir ke-52 recto tertulis teks
sedangkan verso terdiri dari gambar rajah yang disertai teks.
Keadaan naskah masih cukup baik, tulisan masih cukup jelas terbaca.. Bagian
pinggiran naskah umumnya sudah tidak rata karena terkikis atau rusak. Lempir ke-51
sisi bawah rusak sehingga dua baris terbawah lempir ini hilang. Hal yang sama terjadi
pada lempir ketiga dan keempat sisi kiri atas yang menyebabkan baris pertama kedua
lempir ini hilang. Hampir semua lempir geripis di bagian kanan sehingga beberapa
aksara di bagian ini hilang.
Seluruh lempir pada naskah ini dilaminasi. Pada beberapa bagian, laminasi ini
menyebabkan tulisan menjadi sulit untuk dibaca. Bahkan di lempir ke-12 recto dan

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


30

verso, tulisan hampir tidak terbaca. Selain karena laminasi, juga karena tulisan pada
lempir ke-12 ini amat tipis. Tidak ada penanda akhir teks.

Penanda awal teks adalah sebagai berikut

Gambar 2.20 Penanda Awal Teks Cacanden L 305

Berdasarkan keterangan pada katalog diketahui bahwa tahun penulisan naskah


adalah 1587 MM. Tempat penulisannya adalah Damalung. Aksara yang digunakan
adalah aksara Buda dan bahasanya adalah bahasa Jawa. Berdasarkan keterangan pada
katalog pula diketahui bahwa naskah terdiri dari empat teks yang terdiri dari:
• 51 lempir teks Cacanden
• Lempir 50b adalah daftar Pancawara yang nilainya dinyatakan dengan bulat-
bulatan
• Lempir 50b di samping daftar Pancawara tadi adalah teks tentang petunjuk
memulai menanam.
• Satu lempir terakhir adalah rajah (Setyawati, dkk., 2002:219)

Lempir 50b berisi daftar pancawara dan nilainya, yang diilustrasikan dengan
gambar berikut

Gambar 2.21. Daftar Pancawara dan Nilainya pada Naskah Cacanden L 305

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


31

Gambar rajah di verso lempir terakhir berjumlah dua buah, terletak di sebelah kiri
dan kanan. Ilustrasi gambar rajah tersebut adalah sebagai berikut
Rajah di sisi sebelah kiri

Gambar 2.22. Rajah Tapak Maling

Rajah ini digunakan sebagai sarana untuk membunuh maling

Rajah di sisi sebelah kanan

Gambar 2.23. Rajah Palasapen

Keterangan lain tentang rajah ini tidak jelas karena kerusakan pada beberapa aksara.

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


32

2.5. Cacanden L 105a


Naskah ini tersimpan di PNRI bagian koleksi naskah dengan kode naskah L 105a
peti 3. Alas naskah berupa lontar berukuran 43,9 x 3,7 cm. Pengapit naskah terbuat dari
bambu berwarna coklat tua. Tali pengikat naskah terbuat dari benang kapas berwarna
putih yang dimasukkan ke dalam lubang yang ada di tengah naskah. Ujung tali
diikatkan pada sebatang lidi berukuran 2,5 cm.
Kondisi naskah tidak terlalu bagus, karena berlubang-lubang dimakan serangga.
Naskah ini terdiri dari 42 lempir. Tulisan ada di recto dan verso naskah. Lempir
pertama, lempir ke-40 dan lempir ke-42 kosong. Tiap lempir terdiri dari empat baris.
Kondisi tulisan cukup jelas terbaca, walaupun di beberapa lempir tulisan yang
digoreskan amat tipis. Pada lempir kedua dan ketiga beberapa aksara hilang karena
lubang-lubang yang ada pada alas naskah akibat dimakan serangga. Lempir kelima
sebelah kanan dilaminasi dan menyebabkan tulisan menjadi tidak dapat dibaca. Hal
yang sama terjadi pada lempir kesembilan yang dilaminasi di bagian tengah naskah.
Lempir-lempir lain yang dilaminasi adalah lempir ke-13 sebelah kiri dan lempir ke-26
bagian kanan. Pada lempir ke-42 sebelah kanannya patah, namun karena lempir ini
tidak berisi tulisan, maka kondisi tadi tidak mengganggu pembacaan.
Tulisan pada naskah ini amat tipis. Bahkan pada beberapa lempir, tampaknya
setelah digoreskan di atas lontar, tulisan tidak diberi kemiri yang dibakar. Walaupun
demikian bentuk aksara masih dapat terlihat dengan jelas.
Pada lempir ke-39 verso, tulisan terdiri dari satu baris saja. Di lempir ke-40
verso, tulisan hanya terdiri dari tiga baris. Pada lempir ke-19 hingga lempir ke-21
bagian kanan bawah rusak sehingga baris terakhir dari lempir-lempir tersebut sulit
dibaca. Hal yang sama terjadi pada lempir ke-32 bagian kanan bawah.
Penanda awal teks adalah

Gambar 2.24. Penanda Awal Teks Naskah Cacanden L 105a

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


33

Penanda akhir teks adalah

Gambar 2.25. Penanda Akhir Teks Naskah Cacanden L 105a

Berdasarkan keterangan pada katalog diketahui bahwa tahun penulisan nashkah


ini adalah 1641 MM. Tempat penulisan adalah kaki gunung Mandarageni, sisi timur
laut, lereng Argabelah. Aksara yang digunakan adalah aksara Buda dan bahasanya
adalah bahasa Jawa. Bahasa Jawa yang dimaksud dalam naskah ini adalah bahasa Jawa
Pertengahan dan bahasa Jawa Baru. Kedua bahasa tersebut sulit dibedakan dalam
naskah-naskah Merapi Merbabu, oleh karena itu disebut dengan bahasa Jawa
(Setyawati, dkk., 2002:4).
Teks dalam naskah ini terdiri dari:
• 40 lempir teks Cacanden
• Satu lempir teks sajen dan mantra
• Satu lempir terakhir kosong (Setyawati, dkk., 2002:84)

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


34

BAB 3
SUNTINGAN TEKS DAN TERJEMAHAN

3.1. Pertanggungjawaban Suntingan Teks dan Terjemahan


3.1.1. Pertanggungjawaban Suntingan Teks Menggunakan Metode Diplomatik
Tujuan dari penggunaan metode diplomatik dalam penelitian ini adalah agar
pembaca bisa mengikuti teks sedekat mungkin sesuai dengan naskah sumber. Walau
demikian jarak antara naskah sumber dan pembaca tak dapat dihilangkan sama sekali.
Suntingan teks dengan menggunakan metode diplomatik dalam penelitian ini
disajikan dalam bentuk alih aksara yang belum diberi perbaikan-perbaikan. Dalam hal
ini sangat mungkin terjadi penafsiran peneliti tentang sistem aksara dan sistem ejaan
yang ada dalam keempat naskah aslinya.
Suntingan metode diplomatik dalam penelitian ini dilakukan sebagai berikut :
1. Alih aksara disajikan berdasarkan urutan lempir halaman dan baris
• recto : halaman yang lebih dahulu dibaca

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


35

• verso : halaman di sebaliknya


• baris teks ditandai dengan angka arab, tanpa dibagi menjadi dua.
2. Lontar yang tidak dapat dibaca dan tidak dapat diperkirakan jumlah hurufnya
diberi tanda (…) dan diberi catatan tentang kondisi lontar yang bersangkutan,
apakah lontar tersebut patah, menghitam atau tertutup laminasi.
3. Lontar yang tidak dapat dibaca namun dapat diperkirakan jumlah hurufnya
diberi tanda (--). Tanda (--) mewakili satu aksara Merapi Merbabu yang berdiri
sendiri dan (-) mewakili satu sandangan aksara atau vokalisasi dalam sistem
aksara Merapi Merbabu .
4. Dalam suntingan teks yang menggunakan metode diplomatik digunakan tanda-
tanda sebagai berikut :
• Cetak miring digunakan untuk aksara yang dapat dialihaksarakan namun
belum dapat diketahui kata yang dimaksud, karena keterbatasan
pengetahuan dari peneliti ataupun karena kecacatan pada lontar
• Tanda x ) berarti aksara tersebut diberi tanda paten
• Tanda x=x berarti aksara yang bersandangan dalam naskah aslinya,
dipisahkan menjadi dua kata.

• Tanda dialihaksarakan menjadi //


• Penanda awal dan akhir teks dialihaksarakan menjadi //0//
• ñ : d domal
• e : taling
• ĕ : e pĕpĕt
• ĥ : h wisarga
• Ħ : n domal
• ń : n laringal (anusvara)
• ŋ : n velar, ng
• ň : n palatal , ny
• ŕ : r layar
• ş : s domal
• ś : s palatal
• Ń : t dental

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


36

3.1. 2. Pertanggungjawaban Suntingan Teks dengan Menggunakan Metode Kritik


Suntingan teks metode kritik adalah pengulangan dari suntingan teks dengan
metode diplomatik dengan perbaikan bacaan agar teks dapat dipahami sebaik mungkin.
Perbaikan bacaan yang dilakukan merupakan tafsiran peneliti sepenuhnya. Tidak
tertutup kemungkinan ada tafsiran lain yang bisa diterapkan.
Beberapa kaidah yang digunakan dalam suntingan teks dengan metode kritik ini
adalah :
1. Dalam perbaikan bacaan digunakan tanda-tanda sebagai berikut :
• (…) ditambahkan pada bacaan
• <…> dihapuskan dari bacaan
• […] konsonan atau vokal diubah dari bacaan
2. Suntingan teks dengan metode kritik ini tidak memperhatikan kaidah metrum karena
keterbatasan pengetahuan peneliti tentang hal tersebut. Suntingan teks ini hanya
upaya merekonstruksi kembali berdasarkan susunan kata dan kalimat dalam bahasa
Jawa Kuna dan Jawa Pertengahan
3. Sistem alih aksara yang digunakan tetap menggunakan sistem alih aksara dari
suntingan diplomatik. Misalnya ŋ tetap ditulis ŋ, bukan ‘ng’.
4. Untuk Kakawin Ramayana, sebagai bantuan untuk perbaikan bacaan digunakan teks
terbitan Soewito Santoso (1980). Teks yang hilang dalam Ramayana L 335
dilengkapi dengan teks terbitan Soewito Santoso tersebut.
5. Suntingan teks yang menggunakan metode kritik, disajikan berdasarkan bait-bait
dalam teks asli. Untuk menandai perpindahan baris ditandai dengan angka arab yang
diberi tanda kurung.

3.1.3. Pertanggungjawaban Terjemahan dan Catatan


Terjemahan dibuat berdasarkan suntingan teks dengan perbaikan bacaan.
Terjemahan dalam penelitian ini mengggunakan metode terjemahan bebas. Hal ini
dilakukan mengingat konteks kalimat, kelancaran bahasa dan kejelasan pengertian dari
teks tersebut.
Dalam penelitian ini ada beberapa kata atau kalimat yang belum bisa
diterjemahkan oleh peneliti. Kata atau kalimat itu akan tetap dtulis dalam bahasa

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


37

aslinya dan dicetak miring. Terjemahan disajikan sama dengan suntingan teks yang
menggunakan metode kritik, yaitu berdasarkan bait-bait yang ada dalam teks aslinya.
Kamus yang digunakan oleh peneliti dalam proses penerjemahan ini adalah:
1. Kamus Jawa Kuna – Indonesia karya P.J. Zoetmulder dan S.O Robson
2. Kamus Jawa Kuna –Indonesia karya L. Mardiwarsito
3. Kamus Pepak Bahasa Jawa karya Drs. Slamet Mulyono
4. Kamus Basa Jawa karya Tim Balai Bahasa Yogyakarta
5. Javanese –English Dictionary karya S. O . Robson dan Singgih Wibisono
6. Javaans-Nederlands Handwoordenboek karya Dr. Th. Pigeaud
7. Baoesastra Djawa karya W.J.S. Poerwadarminta

3.2. Suntingan Teks dengan Menggunakan Metode Diplomatik


Ramayana L 335
Lempir 1 Recto
1. -- -- -- -- raĥ riń haran nira lâwan don-iń maśuśupan) sumilih tâ sirâ
tâkwan) // apâ jâtinta he şâñu katâ dewa kratin) katon) nîhan ta pâjarâ waneĥ
yan-kâsidñâ -- -- nmâ mi // yan=kâpaŋgaha sań sîta lawan) yann=âlaha ń
musuĥ nahan=takwann=irań râ -- -- --

2. -- -- -- meń swaŕgga ań laŋkâhî mahâmuni // saŋke gĕla nire ŋhulun) manapa


dadya raksâsa kîtataĥ anta sâpaŋkwa astrâ putraŋku dentâ weĥ // kunań
de ta sidña ya sań dewinha kapaŋguha tînâwan) daśâmuka rî laŋkâ
kahanan=ira // nihan=gunuń parânanha resyâmuka ŋarannîke hânâ ta wret
mantaŋkâ -- -- --

3. -- -- -- -- -- // mâhâŕdñikâ mahâśakti ndan) glânâ tâ ya duĥkîta yâ teka


nugrahânanta kâkanya ya ta patyani// sań suărîwâ ta glânonań sîra tara sri ya
-- -- deni sań bali bali atyanta ñuşŃa ya // sań suărîwâ sñań monań kadî
lambu lanań sîra tan wîneĥ masyî rîkanań lambu manak) wahû mĕtu // ma
ta --- -- --

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


38

4. -- -- -- -- ta pañâ duhkanta yak-wîñep) mîtrantâ kapi suărîwa sâhâyantak-


pati musuĥ // ike wûwusku tan=mañwa satya wîñiŋ=hulun=tĕmĕn)
yak=mitrâ kâpi suărîwa nîyatâlah ni râwaĦa // sĕñaŋ tat tasiherîka awas ya
mâsihe kîta akita gurwa hikâ śîşya kaŕyyanta tuwi ñadya ya // pira doha ni
kaŕyyanta

Lempir 132 Verso


1. matra ŋunaniń hupama kadi kapĕcak iń gagu hĕnak kâpasukan) salaĥ ka tan
hana wira hakawi patanā pijĕŕ maŋe -- -- ti ka –tu rampun) ampun)ana ta
ρalapita śa ρalantusākna //0// sampunn ikāna kareŋĕ prasadū nirâ wasâ kâwaśa
nut i jaruman diwaśa warahen) manis pwa paňcawara tumpĕk i sapawarahĕn)
byantâra ta ttriwara śad) pa

2. Ħiron) warâhĕn) // śrî ya caturwara ni kaşŃa waranya rudrâŋ kâ suń saŋ-i wuku
nikâ raşikâ kaliwon) tîtî maşa şŃimiya sukla wulanya dâśa câtur timķtŃa maşa riŋ
kamajaya dewa // lâlamba –e kurakahu śaśakala mîlara uttîya weña magaweŕ
kķta kâla nâna om sidña tâ saŋ-amacâ sida saŋ hañrewya om śrî saraswati namâ
śwa ha -- --

3. ne şsa -ta mŋur //0// waneĥ duk aneń kane ha jĕŋ gwa nya hanurat)

Parimbwan L 31
Lempir 1 Recto
1. ôm awiănam-astu nama sidñi //0// kayowanan) şra, kalajaŕ, parud) sahań uyaĥ
kawak) asĕm) lama pipis) ma ôm râ nini baŃari duŕgga sun suru de kayowanan)
nira no

2. ra hanâ hana śihî ki kalajaŕ nora tâ gatěl) horâ mandi tamba saŋar hayan buyan
wuñug) busuń siń lara waras) // pupuĥ -- na pisiĥ, sarana ma o caňdrâ ñitya riń
maŃanku kiwâ t-ěn) tan ka

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


39

3. saputâ deniń megâlamad-lamad) śuŋ sań carik) clĕriń waĥ hapañaŋ // gwa niŋ
haŋudań woń luŋa su -- -- -- -- (lempir rusak) mamanya, kaŋ luŋa kumi baňu
… ma ôm sihanu dak kumi baňu den kadi pga pu

4. -- -- ña kummi baňu, puyut ka atine şihanu tan paŋan tan paturu paŋaŋnaŋna
mareŋ haku tkaŋ les) -- -- -- yan sapkan) hāsta warâ yammâ hindra // saŋ ulat
ulat aku mańsâ, mu, den kadi galakane

Sisi Kanan Lempir 17 Recto

1. Itiħ pariribwan) samapta tlas tinulaѓ hijĕŋhira sań hyań giri kanişťan

2. Iriń ăneyā gegeѓ lalas=mamalań paŋudaksitan) sĕsĕla lawan=giri mandaraăĕni

sar

3. Sor riń kadañora higil riń kasnĕt parabĕ kaŋ hanurat ki batuѓ hali

4. han) cedaksara riń paŋucap // maŋkana palawe lawe ni pun-dwa niń ŋani

Lempir 17 Verso
1. -- -- --rajaĥ – ta ha-- -- luwiĥ de naŋ rasa – waŋ akweĥ -- -- -- tra halok anegol)
ajiñě kanigul tan patut=guru şaśaĦâ dereń wrahħ i guru -- gu , aksarâ ha

2. hěrakk asulambur) satŋaĥ hikâ pralayâ ka cedakşarâ, hâgĕŋ=alit-şirigitiŋĕn) ,


aksarâ suń sań sań siń hanolekrah kayâ holiĥ riń yuyu cinańcań maŋkanâ deni

3. ŋ aparâ sadu, tahâ kira wĕwĕhanâ lwiĥ lwaŋana atuk iŋ asisinahu kapurahâ deni
kâŋamacâ mâruŋu sampun=adriĥ iñĕp iñĕp aniliĥ tan=poliĥ muha hami
piruŋwa//

4. kahuwusan riŋ anulis) paňcawarâ sapta ri wuku şukra pahî ri gumběg) ,


paňcâmîyâ sukla pakşa riń cetraka i saka ganâ ănî driya bumî //0// om śrî śrî
saraswatiya

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


40

Cacanden L 305

Lempir 1 Recto
1. //0// ôm awiănam=astu nama siñĕm) //0// ana kiduń rame hutama ramene
yen=şira haŋa wuĥ hana ke hujaŕr=agati sań wbaĥ hayune śa

2. ŋ=iŋapus=hapupuĥ tĕm)buń kulate riŋ=ańpus de ra sań kinawi pananagan)


lawan=pararasen) // pararasen) kaki tahituŋe mesa tĕmЪĕ niŋ=amina

3. wrsaba ganti ki -- minta nari kapin) tlune, rakati kapi pat)te siŋ=akanya ganti
niki ρapararasen=ka w-ha -na maŋke // tula rasi maŋke mķsika

4. ganti niki, danu makara keĥ hudan- ... mina hakeĥ jawuĥ hudane tka niŋ-
anenka wuh hakna ri kaki watara kesaŋa twaĥ lek)

Lempir 52 Verso
1. // (pu)kulu sań tabe nama siwaya hamĕñĕk) daga sapon sapon paduka baŃara
hene ñawi haluwarri sukrĕtane si jabań bayi kaki wěwili nini wěwili ka -i
samatara nini samatara , kaki

2. -- -- kala nini sakala, kaki sakat) nini sarakat) kaki kabaya nini kaba kaki
pañarika nini pañarikan) bagawan) pulasara bagawan) raspati bagawan) sitra
gotra hiki

3. ... (lempir patah) sajini rahaja hagoña bacana hasukwita si jabań bayi sakuraŋ
amaŋan naŋ inun) hikih picisatak) salawe tutukok)kĕna kuraŋ aguń de sa

4. ... (lempir patah) lara roga sań ki taya, mulih mari taya, lara wiăna saki tan ana,
mulih mari tan ana, lara wiăna saki mukha muliĥ, mari mukha, itiĥ sarińŋi
mantra si mantra nana hajaka

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


41

Lempir 50 Recto
1. Dammaluń kań nular mamaŋu yo, sampun=kurań paŋapura, manawi hana harsa
maca muwah, kań ŋrĕŋĕ denpunn=aguń paŋapurane, ha sa du -- --

2. lit) kadi cinakaŕ ri rakaŃa, tuna den) wĕwĕhana, lĕwiĥ den alońŋ ana denira pun
akawi parab=iń batur ri wana kuju , dawu -- -- -- --

3. la soma manis) hasŃarawa humma sadrara haŕyań wahsa kań triwarane, taŋgale
pitělulas) i sakala kuda bramana guli siti

4. // wulan) katiga taŋgale pińwipat) belas) make, gěgěr iń paŋubonan)maŋge)

Lempir 50 Verso
Daftar Pancawara
lagi , pahiń hěpon) wage kaliwon) //

Petunjuk Mulai Menanam


1. ôm purwadadi saŕwadadi, dadi sarwa tinaduŕ, buda pinaka Ĝemaĥ soma pinaka
bukaĥ rasρati
2. pinaka wit) bayu pinaka hurip), sukra pinaka goñoń, radite pinaka kěmЪań

3. tupĕk pinaka woĥ boga bogĕm dadi sarwa ginĕgĕm) hulun=mutik-iwa dadi hala
-- -- --
4. Ĝepas) muŕĜapas)

Cacanden L 105a
Lempir 1 Recto
1. //0// ôm awiănam=astu nama sidĕm) //0// ana kiduń ramene yen=sira
ŋawruhhakna hakweh hujaŕr=agati sań wruh hayu kaŋhaŋapus) hapupuĥ
tĕmЪuń kulante hiŋ=âpus=de ra sań ka

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


42

2. lawan=pararasen=make, kaki tahituŋe mesatěmЪe niŋ=amilań wrsaba ganti


niki ra mintuna nariŋ=kapi tlu ya rakata kapi ρate siŋ=ahakanya ganti niki
pararasenka -raĥ hana naŋke // tula raki m- -- -- ka gan-i niki

3. kara keh hudan=kumЪa kaki gumanti raki mina, akiĥ jawĕĥ hudane tka
niŋ=anen karuha – ri kaki waŃarane kasa, katŋaĥ lek) // yan meşa rasi -- -- -- ri
pamimite ρari putiĥ kaŋ=hutama ta -- -- na hya -- -- -- -- --

4. Ħata pakanipun) sań hyań ŋindra dewatane hudane panujo niki dan=lima lek ka
lawan) // wrsaba raśine pari pamimite ρari habań winihaĦ=ira taρa – ni hyań rasi
huru kata pa ka -- -- pu n) -- -- -- -- -- --

Lempir 42 Verso
1. ŋin kapaŋgiĥ, han deĦiŋ i bapa pîtu kapayuŋana -- nira şań hyań daŕmma
den=śa mpuŕwa ripurna bini şekan) prasida nira sabini şekan-prasida nira sań
ŋabisaka dipun=şamgi daŕgayu saşaripuŕna waśtu hayu pukulun) itiĥ , pa ,// ye
nya ra

2. me kakĕnde şasambat --Ńari pratiwi baŃari śri baŃara sadana muliĥ , ha s-


ŋuliĥhna sakweĥhi woń ra,ca , şga wuduk=la barań bebek) yñań ŋayu suruĥ
hayu burat wanŋi Ĝeŋa waŋi // ye nya p- kşa desa, sa sga tumpań haji li lima
sambat sabudi pasań

3. du – bumi saŋ buta yutan tuŃuwaĦa ŋabuyutana saŋ śamatara deśa ca, lataŕ
gonya //0//

Lempir 40 Verso
1. daĜe matal) raspati manis) wuku jaba talu nawawara, da hasŃawara, ka şatawara
şķ, sadya ra tu pacawara pi , catur wara mñal triwara, bya, şakala , 1461 , //0// ,
şasi kapitu //

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


43

3.3. Suntingan Teks dengan Menggunakan Metode Kritik

Ramayana L 335
Lempir 1 Recto
(1) (satorasi sirań Râma, mawa)raĥ riń haran nira,
lâwan don iń maśuśupan, sumilih tâ sirâ tâkwan //

apâ jâtinta he şâñu, k[i]tâ dewakr[ĕ]tin katon,


nîhan ta-pâjarâ waneĥ, yan kâsidñâ (sa)(do)n mâmi //

yan kâpaŋg[u]ha sań Sîta, lawan yan<n> âlaha ń musuĥ,


nahan takwan<n> irań Râ(ma), (dadi mâjar-ajar ta ya)

(2.) (ńhulun ânak bhaŃari Śrī, Ndan durâcâra ta ńhulun,


Sĕñĕń kwa cańkra)meń swaŕgga, ańlaŋkâhî mahâmuni //

Saŋke gĕl[ĕŋ] nire ŋhulun, manapa dadya raksâsa,


Kît[ā]taĥ antasâpaŋkwa, a[pan] putraŋku dentâ weĥ //

kunań d[on](ta) [k]asidña ya, sań dewin[t]a kapaŋguha,


tînâwan daśâmuka, rî Laŋkâ kahanan ira //

nihan gunuń parânan[t]a, Rĕsyâmuka ŋaran nîk[a],


hânâ ta wre t(ĕ)m[u] <nta>ŋkâ(na), (sań Sugriwa ńaran nira).

(3).mâhâŕdñikâ mahâśakti, ndan glânâ tâ ya duĥkîta,


yâ tĕkanugrahânanta, kâkanya ya ta patyani//

sań suărîwâ ta glânon[ĕ]ń, sîra tara [p]riya (nira),


(inalap) de ni sań Bali, Bali atyanta ñuşŃa ya //

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


44

sań Suărîwâ s(ĕ)ñ[e]ń mon[ĕ]ń, kadî l[ĕ]mbu lanań sîra,


tan wîneĥ mas[wa] rîkanań, l[ĕ]mbu mânak wahû mĕtu, //

ma ta(4)(ń nya he Raghūputra), <ta> pañâ duhkanta yak-[h]îñep,


(yan) mîtrantâ (ń) kapi Suărîwa, sâhâyanta[t]-pati musuĥ //

ike wûwusku tan mañwâ, satya w[akya] ŋhulun tĕmĕn,


yak mitrâ(nta ń) kâpi Suărîwa, nîyatâlah ni RâwaĦa //

sĕñ[ĕ]ŋtat [m]asiherîka, awas ya [bhaktya] (ri) kîta,


<a>kita gurwa hikâ śîşya, kaŕyyanta t[o]wi ñadya ya //

pira doha ni kāŕyyanta , (katĕmu ta ya de nikā)


(Tuwi makweh ta wadwâ nya), (wre magöń śaktimânta ya)

Lempir 132 Verso


(1) matra ŋunaniń hupama kadi kapĕcak iń gagu hĕnak kâpasukan salaĥ ka tan hana
wira hakawi patanā pijĕŕ maŋe -- -- ti ka –tu rampun ampunana ta ρalapita śa
ρalantusākna //0//

sampunn ikâna karĕŋĕ prasadū nirâ wasâ kâwaśa nut i jaruman diwaśa warahĕn manis
pwa paňcawara tumpĕk i sap(t)awarahĕn byantâra ta ttriwara śad pa(2)Ħiron warâhĕn//

śrî ya caturwara ni <k>aşŃawaranya rudrâ ŋkâ suńsaŋ i wuku nikâ raşikâ kaliwon tîtî
maşa (a)şŃ[a]mi ya sukla wulanya dâśa câtur timķtŃa maşa riŋ kamajaya dewa //

lâlamba –e kurakahu śaśakala mîlara uttîya weña magawe kķta kâla nâna om sidña tâ
saŋ amacâ sida saŋ hañrĕwya om śrî saraswati namâ śwa ha -- -- (3) ne şsa -ta mŋur
//0//

waneĥ duk aneń kane hajĕŋ gwa(n)nya hanurat

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


45

Parimbwan L 31
Lempir 1 Recto
(1) ôm awiănam-astu nama sidñi //0//

kayowanan şra, kalajaŕ, parud sahań uyaĥ kawak asĕm lama pipis ma ôm râ nini baŃari
duŕgga sun suru de kayowanan nira no(2)ra hanâ hana śihî ki kalajaŕ nora tâ gatěl horâ
mandi tamba saŋar hayan buyan wuñug busuń siń lara waras //

pupuĥ -- na piliĥ, sarana ma o caňdrâ ñitya riń maŃanku kiwâ t(ŋ)ěn tan ka(3)saputâ
deniń megâlamad-lamad śuŋ sań carik clĕriń waĥ hapañaŋ //

gwa niŋ haŋudań woń luŋa su -- -- -- -- (lempir rusak) mamanya , kaŋ luŋa kumi
baňu … ma ôm sihanu dak kumi baňu den kadi pga pu (4)-- -- ña kummi baňu, puyut
(tĕ)ka atine şihanu tan paŋan tan paturu paŋaŋnaŋna mareŋ haku tkaŋ les -- -- -- yan
sap(ĕ)kan hāsta warâ yammâ hindra //

saŋ ulat ulat aku mańsâ, mu, den kadi galakane

Sisi kanan lempir ke-17 recto

1. Itiħ pari[m]bwan samapta t(ĕ)las tinulaѓ hijĕŋhira sań hyań giri kanişťan

2. Iriń ăneyā gegeѓ lalas mamalań paŋudaksitan sĕsĕla lawan-giri mandaraăĕni sar

3. Sor riń kadañora hi(ń)gil riń kasnĕt parabĕ kaŋ hanurat ki batuѓ hali

4. han c[ĕ]daksara riń paŋucap // maŋkana palawe-lawenipun dwa nińŋani

Lempir 17 Verso
(1) -- -- --rajaĥ – ta ha-- -- luwiĥ de n[i]ŋ rasa – waŋ akweĥ -- -- -- tra halok anegol
ajiñě kanigul tan patut guru şaśaĦâ dereń wr[u]hħ i guru (la)gu, aksarâ ha(2)hěrakk
asulambur satŋaĥ hikâ pralayâ ka c[ĕ]dakşarâ, hâgĕŋ alit ş<i>rigi(n)tiŋĕn, aksarâ suń
sań sań siń hanolekrah kayâ holiĥ riń yuyu cinańcań maŋkanâ deni(3)ŋ aparâ sadu, ta

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


46

hâkira(ŋ) w[e]w[e]hanâ l(ĕ)wiĥ lwaŋana atuk iŋ asisinahu kapurahâ deni kâŋ amacâ
mâruŋu sampun adriĥ iñĕp iñĕp aniliĥ tan poliĥ muha hami piruŋwa //

(4)kahuwusan riŋ anulis paňcawarâ sapta ri wuku şukra pahî(ń) ri gumb(r)ěg , paňcâmî
yâ sukla pakşa riń cetraka i saka ganâ ănî driya bumî //0//
om śrî śrî saraswatiya

Cacanden L 305

Lempir 1 Recto
(1) //0// ôm awiănam astu nama siñĕm //0//
ana kiduń rame hutama ramene yen şira haŋa w(r)uĥha(k)na k[e](h) hujar agati sań
w[ru]ĥ hayune śa(2)ŋ iŋapus hapupuĥ tĕmb[a]ń kula(n)te riŋ ańpus de ra sań kinawi
pananagan lawan pararas[ĕ]n //

pararas[ĕ]n kaki ta hituŋe mesa tĕmЪ[e] niŋ ami[l]a[ń] (3) wķsaba ganti ki – mint[u]na
ri kapin(ń) t(ĕ)lune, rakati kapi(ń) pat<t>e siŋ akan[y]a ganti niki ρa<pa>raras[ĕ]n
kaw(ru)ha(k)na maŋke //

tula rasi maŋke [w]ķsika (4)ganti niki, danu makara keĥ hudan- ... mina hakeĥ jawuĥ
hudane tka niŋ anen kaw(r)uhhakna ri kaki watara k[ĕ]saŋa t[ŋ]aĥ lek

Lempir 52 Verso
(1)//pukulu(n) sań tabe nama siwaya hamĕñĕk daga sapon sapon paduka baŃara hene
ñawi haluwarri sukrĕtane si jabań bayi kaki wěwili nini wěwili ka(k)i samatara nini
samatara, kaki (2) -- -- kala nini sakala, kaki sakat nini sarakat kaki kabaya nini kaba
kaki pañarika nini pañarikan bagawan pulasara bagawan raspati bagawan sitra gotra
hiki(3). ................ sajini rah aja hagoña ba(n)cana hasuk[ĕr)ta si jabań bayi sakuraŋ
amaŋann aŋinu[m] hikih picisatak salawe tutukokkĕna kuraŋ aguń de sa (4). ........ lara
roga sań ki taya, mulih mari taya, lara wiăna saki[t] tan ana, mulih mari tan ana , lara
wiăna saki[t] muksa muliĥ, mari muksa, itiĥ sarińŋi mantra si mantra nana hajaka

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


47

Lempir 50 recto
(1) dammaluń kań nular mamaŋu yo, sampun kurań paŋapura, manawi hana harsa maca
muwah, kań ŋrĕŋĕ den punn aguń paŋapurane, ha sa du -- --(2) ..lit kadi cinakaŕ ri
rakaŃa, tuna den w[e]w[e]hana, lĕwiĥ den alońŋana denira pun akawi parabiń batur ri
wana kuju, dawu -- -- -- --(3). la soma manis hasŃa[w]a[r]a humma sad[w]ara haŕyań
wah[y]a kań triwarane, taŋgale pitělulas i sakala kuda bramana guli siti

(4) // wulan katiga taŋgale pińwipat belas ma(ń)ke, gěgěr iń paŋubonan maŋge

Lempir 50 verso
Daftar Pancawara
L[e]gi , pahiń hěpon wage kaliwon) //

Petunjuk mulai menanam


(1) ôm purwadadi saŕwadadi, dadi sarwa tina(n)duŕ, buda pinaka Ĝemaĥ soma pinaka
bukaĥ rasρati (2) pinaka wit bayu pinaka hurip, sukra pinaka goñoń, radite pinaka
kěmЪań (3) tu(m)pĕk pinaka woĥ boga bogĕm dadi sarwa ginĕgĕm hulun mutik iwa
dadi hala -- -- --(4) Ĝepas muŕĜapas.

Cacanden L 105a

Lempir 1 Recto
(1) //0// ôm awiănam astu nama sidĕm //0//

ana kiduń ramene yen sira ŋawruhhakna hakweh hujaŕr agati sań wruh hayu
kaŋhaŋapus hapupuĥ tĕmЪ[a]ń kulante hiŋâpus de ra sa(ń) ka(wi) (2) lawan pararas[ĕ]n
ma(ń)ke, kaki ta hituŋe mesa těmЪe niŋ amilań wķsaba ganti niki ra mintuna <na> riŋ
kapi(ń) t(ĕ)lu ya rakat(a) kapi(ń) ρate siŋ ahakanya ganti niki pararas[ĕ]n
ka(w)r[u]ĥhana [m]aŋke //

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


48

tularaki ma(ŋke) (wķsi)ka ganti niki (3) (ma)kara keh hudan kumЪa kaki gumanti
ra(s)i mina, akeĥ jawĕĥ hudane t(ĕ)ka niŋ anen ka(w)ruha(na) ri kaki waŃarane
kasa(ŋa), katŋaĥ lek //

yan me(s)a rasi -- -- -- ri pamimite ρari putiĥ kaŋ hutama ta -- -- na hya -- -- -- -- --


(4)Ħata pakanipun sań hyań ŋindra dewatane hudane panujo(n) niki (hu)dan lima lek
kalawan //

wķsaba raśine pari pamimite ρari habań winihaĦ ira taρa – ni hyań rasi huru kata pa ka -
- -- pu n -- -- -- -- -- --

Lempir 42 Verso
(1) ŋin kapaŋgiĥ, han deĦiŋ i bapa pîtu kapayuŋana -- nira şań hyań daŕmma den śa
mpuŕ[n]a (pa)ripurna binişekan prasidanira sabinişekan prasida nira sań ŋabisaka
dipunşamgi daŕgayu sa[p]aripuŕna waśtu hayu pukulun itiĥ, pa ,//

ye nya ra(2)me kakĕnde şasambat (ba)Ńari pratiwi baŃari śri baŃara sadana muliĥ , ha s-
ŋuliĥhna sakweĥhi woń ra, ca, ş(ĕ)ga wuduk la(n) <g>arań bebek yñań ŋayu suruĥ
hayu burat wanŋi Ĝ(ĕ)ŋa waŋi //

ye nya p- kşa desa, sas(ĕ)ga tumpań haji lilima sambat sabudi pasań (3) du – bumi saŋ
bu<ta>yutan tuŃuwaĦa ŋabuyutana saŋ śamatara deśa, ca, lataŕ gonya //0//

Lempir ke-40 verso


(1)daĜ(ĕ)m (m)a(k)tal raspati manis wuku jaba t[o]lu nawawara, da hasŃawara, ka
şa(p)tawara şķ, sad[w]ara tu pa(ň)cawara pi, caturwara m(en)ña<l> triwara, bya, şakala
, 1461 , //0// ,

şasi kapitu //

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


49

3.4. Terjemahan dan Catatan

Ramayana

Lempir 1 Recto
(1)Dengan penuh hormat Rama menerangkan namanya dan tujuannya mencari ke sana
kemari. Rama balik bertanya,

“Siapakah sebenarnya Anda wahai orang suci? Anda tampak seperti dewa.Hendaknya
Anda jelaskan lagi! Apakah tujuanku akan tercapai?

Apakah Dewi Sinta akan terjumpai? Dan apakah musuh akan kalah? Demikianlah isi
pertanyaan Rama. Lalu ia menjawab

(2) Saya anak Dewi Sri tapi saya pernah berbuat salah. Ketika saya sedang berjalan-
jalan di surga, saya melangkahi seorang maharesi.

Karena marahnya kepada saya, beliau mengutuk saya menjadi seorang raksasa
Tuanlah yang dapat mengakhiri kutukan saya, sebab sesungguhnya saya adalah putra
Tuan.

Sedangkan untuk tujuanmu akan tercapai. Permaisuri Tuan akan ditemukan. Beliau
sedang ditawan oleh Dasamuka. Kini ia ada di Langka.

Pergilah ke gunung Resyamuka, di sana Tuan akan berjumpa dengan seekor kera yang
bernama Sugriwa.

(3) Berbudi luhur dan amat sakti, tetapi beliau resah karena tertimpa kesusahan. Dialah
yang hendaknya Tuan bantu. Kakaknya hendaknya dibunuh.

Sang Sugriwa gulana menanggung rindu, sebab istrinya yang bernama Dewi Tara,
dirampas oleh sang Bali. Sang Bali luar biasa jahat.

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


50

Sang Sugriwa yang sedang menderita rindu asmara, tak ubahnya seekor lembu jantan,
yang tidak diperbolehkan mendekati sapi betina yang baru melahirkan anak

(4) Demikianlah wahai Putra Raghu, penderitaan Tuan sama. Sang Sugriwalah yang
patut dijadikan sekutu.(Yakni) sekutu Tuan dalam membunuh musuh.

Demikianlah kata-kataku. Saya berkata sungguh-sungguh. Bertemanlah dengan


Sugriwa sang kera. Maka akan benar-benar kalah Rawana.

Apabila Tuan membantu Sang Sugriwa, pasti beliau akan membantu Anda. Tuan
umpama guru dan beliau adalah murid. Segala pekerjaan Tuan pasti akan
diselesaikannya.

Seberat apapun pekerjaan itu. Lagi pula dia mempunyai pasukan yang banyak, yang
terdiri dari kera-kera yang hebat dan kuat.

Lempir 132 Verso


(1)matra ŋunaniń seolah-olah seperti bunyi kodok, yang dengan enak memasuki
tempat yang salah. Sang penyair yang tidak bagus. Tidak terus menerus, maŋe --- tika
–tu maaf, maafkanlah semua nenek moyang. Semoga berhasil baik //0//

(2) Di sana sudah terkenal, kemasyurannya, tampak bersinar mengikuti yang bisa
dipercaya. Ketika pancawara12nya Legi, saptawara13nya Sabtu, triwara14nya Byantara,
sadwara15nya Paniron //

caturwara16nya Sri, astawara17nya Rudra wuku18nya Sungsang, itu Kaliwon waktunya


hari kedelapan, paruh terang bulan kesepuluh, timrrtamasanya pada dewa Kamajaya //

12
Pancawara adalah nama pekan yang terdiri dari lima hari (Mardiwarsito, 1990:396).
13
Saptawara adalah nama pekan yang terdiri dari tujuh hari (Mardiwarsito, 1990:512)
14
Triwara adalah nama pekan yang terdiri dari tiga hari (Mardiwarsito, 1990:612)
15
Sadwara adalah nama pekan yang terdiri dari enam hari (Mardiwarsito, 1990:558)
16
Caturwara adalah nama pekan yang terdiri dari empat hari (Casparis, 1978:42)
17
Astawara adalah nama pekan yang terdiri dari delapan hari (Casparis, 1978:42)
18
Wuku adalah nama satu periode waktu, yang terdiri dari tujuh hari (Zoetmulder, 2000:1467)

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


51

la la mba –e tu ra ka hu tahunnya uttiya weda magawe19 dibuat saat itu. demikianlah


disempurnakan oleh yang membaca disempurnakan oleh sang Hadrewya . Om śrî
saraswati namâ śwahah(3) ne ssa –rta mŋur //0//

terbiasa saat ada di tempatnya ditulis

Parimbwan L 31

Lempir 1 Recto
(1) Semoga tidak ada halangan, sembah sempurna.

Untuk awet muda. Sarananya kalajar20, diparut, merica, garam, asem yang sudah tua,
bersama-sama digiling. Mantranya om ra nini dewi durga diminta dengan hormat
kemudaaannya. (2) Tidak ada kalajar, tidak gatal, tidak mujarab obat sangar, ayan, gila,
lepra, busung, yang sakit sembuh //

bait …. tidak memilih. Sarananya mantranya om Candra ditya, di mataku kiri kanan,
tidak (3) tertutupi awan kabut . terbalik dari gelap menjadi terang

// Untuk memanggil orang yang pergi…. Yang pergi, rendam air….mantranya om si


anu saya rendam air…(4)…Rendam air , buyut, datang hatinya si anu tanpa makan
tanpa tidur, teringat-ingat hanya padaku sampai hilang…sepekan astawaranya Yama
dan Indra//

wajahku menurutmu agar seperti galaknya.

19
Menurut keterangan pada katalog uttiya weda magawe diterjemahkan sebagai 443. Candrasengkala ini
kurang kata untuk unsur ribuannya, jadi seharusnya dibaca 1443 MM (Setyawati, dkk., 2002:236)
20
Kalajar tidak ditemukan artinya di kamus, mungkin yang dimaksud adalah kajar. Kajar adalah sejenis
tumbuh-tumbuhan tertentu, Remusatia Vivapara (Zoetmulder, 2000:438)

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


52

Sisi kanan Lempir 17 Recto


1. Demikian Parimbwan telah disalin di kaki gunung Kanistan
2. Sisi tenggara punggung alas Mamalang, Pangudaksitan, Sesela dengan gunung
Mandarageni, menebar
3. Di bawah kadodora di atas kasnet Namanya yang menyalin ki Batur Halihan
4. Cacat aksaranya untuk diucapkan // Oleh karena itu pudaknya dua

Lempir 17 Verso
(1).…..Rajah …lebih dari rasa….orang banyak…memberi julukan, menyentuh
kitabnya, tidak ikut ajaran guru, belum mengetahui guru lagunya, aksaranya kitabnya
menyinggung, tanpa ikut ajaran guru, buruk guru lagunya aksaranya. (2)berserakan,
berhamburan, setengah aksaranya mati, cacat aksaranya, besar kecil serupa rumput liar,
aksara terbalik, berantakan seperti cakaran kepiting yang diikat, bila dibandingkan
tulisan (3) orang-orang suci. Jika kurang, tambahkanlah, jika berlebih kurangi, karena
saya baru belajar. Maafkanlah bagi mereka yang membaca dan mendengar, jangan
takut. Mereka yang meminjam tapi tak mendapatkan apa yang seharusnya didengar.

(4)Selesai menulis. Saat pancawaranya Pahing, saptawaranya Jumat, wukunya


Gumbreg., waktunya hari kelima, paruh terang. bulan Caitra. Tahunnya gana gni driya
bumi21. //

om sri sri saraswatiya

Cacanden L 305

Lempir 1 recto
(1) Semoga tidak ada halangan. Sembah sempurna. Ada kidung yang bagus sekali jika
engkau mengetahui banyak tentang cara yang diujarkan oleh yang mengetahui

21
Tahun ini diterjemahkan sebagai 1536 MM (Setyawati, 2002:26)

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


53

keindahannya. (2) Gubahan bait tembang kulante22 yang digubah oleh sang penyair,
Pananagan23 dan Pararasen24

untuk menghitung. Mesa25 yang pertama lalu (3). Wrsaba26 lalu Mintuna27 yang
ketiga, Rakata28 yang keempat, yang diganti oleh Kanya29, ini Pararasennya ketahuilah
nanti //

Tula30 rasinya kemudian Wrsika31 (4). …. menggantikan, saat rasi Danu32, banyak
hujan saat rasi Makara33 banyak hujan saat rasi Mina34, banyak hujan. Hujannya
datang di sana. Ketahuilah tentang kaki yang kira-kira kesembilan itu setengah Lek35.

Lempir 52 verso
(1) Maafkanlah hamba atas nama Siwa, yang menekan kaki untuk disembah-sembah.
Paduka batara meminta untuk melepaskan gangguannya pada si jabang bayi. Kaki
wewili nini wewili kaki samatara nini samatara nenek samatara kakek (2) Sakala
nenek sakala kakek sakat nenek sarakat kakek kabapa nenek kabapa nenek kaba kakek
pañarikan nenek pañarikan begawan pulasara begawan sitra keluarga ini (3).
…..segala jinnya jangan menggoda, bencana, gangguannya si jabang bayi. kurang
makan dan minum. Ini uang 225 belikanlah jika kurang besarnya…(4) ....kesedihan,
penyakit, hilang, sembuh hilang. Kesedihan, halangan, sakit tidak ada. Kesedihan,

22
Kulante adalah nama tembang tengahan (Tim Balai Bahasa Yogyakarta, 2001:429)
23
Pananagan adalah perhitungan tahun berdasarkan kedudukan naga dan dampaknya bagi manusia
(Setyawati, 2002:37)
24
Pararasĕn adalah perhitungan hari dan bulan yang baik beserta dengan dewa penguasanya, obat-
obatan dan mantranya dan sesajen (Setyawati, 2002: 37)
25
Mesa berarti kambing jantan. (Zoetmulder, 2000:667), bisa disamakan dengan rasi aries
26
Wrsaba artinya sapi jantan, bisa disamakan dengan rasi taurus (Zotmulder, 2000:1462)
27
Mintuna atau mithuna artinya sepasang laki-laki dan perempuan (Zoetmulder, 2000:670), bisa
disamakan dengan rasi gemini.
28
Rakata berarti ketam (Zoetmulder, 2000:910), bisa disamakan dengan rasi cancer.
29
Kanya berati gadis (Zoetmulder, 2000:455), bisa disamakan dengan rasi virgo.
30
Tula berarti timbangan (Zoetmulder, 2000:1286). Bisa disamakan dengan rasi Libra.
31
Wrsika atau Wrscika berarti kalajengking, tanda zodiak scorpio (Zoetmulder,2000:429)
32
Danu berarti busur (Zoetmulder, 2000:194), bisa disamakan dengan rasi sagitarius.
33
Makara berarti sejenis binatang laut (Zoetmulder, 2000:637), bisa disamakan dengan rasi capricorn.
34
Mina berarti ikan (Zoetmulder, 2000:668), bisa disamakan dengan rasi pisces.
35
Lek berarti bulan, periode waktu yang lamanya 4 minggu; masa kehamilan, waktu dalam kandungan
(Zoetmulder, 2000:592)

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


54

halangan, sakit, hilang. Sembuh, hilang. Demikianlah sarińŋi mantra, mantrailah


ajaklah.

Lempir 50 recto
(1). Damalung tempat menulis, mamaŋu yo. Mohon maaf, jika ada kekurangan. Untuk
mereka yang membaca dan yang mendengar maaf sebesar-besarnya, (2). ….seperti
cakaran kepiting. Jika ada yang kurang, tambahkanlah. Jika ada yang berlebih mohon
dikurangi. Oleh sang kawi namanya yang tinggal di desa Wana Kuju …(3). senin
Legi hastawaranya Huma, sadwaranya Haryang, triwaranya Wahya, tanggalnya tujuh
belas, tahunnya kuda bramana guli siti 36

(4) Bulan ketiga tanggalnya empat belas di lereng Pangubonan

Lempir 50 verso
Daftar Pancawara
Legi pahing pon wage kliwon

Petunjuk mulai menanam


(1) Om, dulu jadi, semua jadi, jadi semua, ditanam pada hari Rabu berguna untuk
tanah, Senin berguna saat waktu matahari terbit, Kamis (2) berguna untuk pohon, angin
berguna untuk hidup, Jumat berguna untuk daun, minggu berguna untuk bunga (3)
Sabtu berguna untuk buah makanan. Semua bisa digenggam. Saya memetik ketika itu
jadi (4) Ĝapas muŕĜapas

Cacanden L 105a
Lempir 1 Recto
(1) Semoga tidak ada halangan. Sembah sempurna

// Ada kidung yang bagus sekali jika engkau mengetahui banyak tentang jalan yang
diajarkan oleh yang mengetahui keindahannya.Gubahan syair tembang Kulante

36
Diterjemahkan sebagai tahun 1587 MM (Setyawati, 2002:219).

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


55

digubah oleh sang penyair 2) dengan Pararasen untuk menghitung, Mesa yang
pertama dihitung, Wrsaba menggantikan, Mintuna yang ketiga, Rakata yang keempat,
yang diganti oleh Kanya. Pararasen ini ketahuilah nanti

// Tula rasinya, kemudian Wrsika menggantikan (3) Saat rasi Makara banyak hujan
diganti oleh Kumbha37, lalu Mina, banyak hujan. Hujan yang datang ada di sana.
Ketahulah tentang kaki yang kira-kira kesembilan itu setengah Lek //

…rasi Mesa…. Pembibitannya padi putih yang utama ...(4). …Makannya Sang Hyang
Indra dewatanya hujannya, musim hujan ini, dan hujan selama lima Lek //

Wķsaba rasinya masa mulai menanam padi merah. Diberikan pada ia yang bertapa
pada dewa penjaga rasi

Lempir 42 Verso
(1). Yang diperoleh tujuh bapak tetap dilindungi .. nya Sang Hyang Darma yang
sempurna dinobatkan disempurnakan dinobatkan dengan sempurna. Sang Raja yang
panjang umur, sempurna, benar, indah. Hamba selesai //
indah (2) menyebut dewi bumi Dewi Sri dewa semua pulang pulanglah. Semua orang.
Caranya nasi uduk dan bebek bakar, ydang ayu38 sirih ayu39, boreh wangi, minyak
wangi //

ye nya p- ksa desa, nasi tumpeng raja lima sambat sabudi pasang. (3). du – bumi saŋ
buyut, leluhur, buyutnya, yang menunggu desa, di belakang tempatnya //0//

37
Kumbha berarti bejana (Zoetmulder, 2000:534), bisa disamakan dengan rasi aquarius.
38
Belum diketahui apa yang dimaksud dengan ydang ayu ini
39
Sirih ayu atau suruh ayu adalah daun sirih yang biasa digunakan untuk sesajen (Tim Balai Bahasa
Yogyakarta, 2001:749)

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


56

Lempir ke-40 Verso


(1) Wuku dalemnya40 Maktal, Kamis Legi, wuku luarnya Tolu, nawawara41nya Da,42
hastawaranya Ka43, saptawaranya Sr44, sadwaranya Tu45, pancawaranya Pi46,
caturwaranya Manda, triwaranya Bya47, tahun 1641 //0// bulan ketujuh //

40
Dalam perhitungan tahun MM ada penyebutan Wuku dalam dan Wuku luar. Wuku yang dimaksud di
sini mempunyai pengertian yang sama dengan wuku dalam perhitungan kalender Jawa. Namun yang
dimaksud dengan Wuku luar dan Wuku dalam, dalam pertanggalan MM ini belum dapat diketahui
maknanya (Kuntara Wiryamartana dan W. van der Molen, “The Merapi-Merbabu Area Manuscripts, A
Neglected Collection,”Bijdragen tot de Taal-, Land-, en Volkenkunde, 157 (2001:56))
41
Nawawara adalah nama pekan yang terdiri dari sembilan hari (Casparis, 1978:42).
42
Da mungkin singkatan dari Dadi atau Dangu.
43
Ka mungkin singkatan dari Kala
44
Sr mungkin singkatan dari Sukra
45
Tu mungkin singkatan dari Tunglai
46
Pi mungkin singkatan dari Pahing
47
Bya mungkin singkatan dari Byantara

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


57

BAB 4
TINJAUAN PERKEMBANGAN AKSARA NASKAH

4.1. Pendahuluan
Bab ini membahas perkembangan aksara Merapi Merbabu dalam empat naskah
dari kurun waktu yang berbeda-beda. Teori yang digunakan adalah model dinamis.
Model dinamis menganggap aksara atau tulisan sebagai hasil gerakan tangan dan terdiri
dari unsur nyata dan tidak nyata. Unsur nyata adalah aksara tersebut, sedangkan unsur
tidak nyata adalah gerakan tangan di udara ketika sedang menulis aksara tersebut.
Perubahan dalam bentuk tulisan dipahami sebagai gerakan perpaduan antara kedua
unsur tersebut. (Molen, 1985 :9-10).
Model dinamis menganalisis aksara dari lima segi, yaitu:
• Rupa bentuk lahiriah aksara
• Sudut tulisan, yaitu sudut antara posisi alat tulis dengan arah tulisan
• Duktus, yaitu urutan penulisan garis

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


58

• Ukuran, yaitu ukuran panjang dan lebar aksara


• Ketebalan, yaitu ukuran tebal dan tipisnya garis (Molen, 1985:9-10)
Melalui model penelitian ini diharapkan akan dapat diketahui sejarah
perkembangan aksara Buda dalam naskah-naskah Merapi Merbabu. Ada enam aksara
dari keempat naskah tersebut yang akan diteliti melalui teori dinamis. Keenam aksara
tersebut adalah aksara A, Ka, Ga, Na, Sa, dan Ca. Pemilihan keenam aksara tersebut
didasarkan pada:
• Keenam aksara tersebut adalah aksara-aksara yang selalu ditemukan
dalam bagian teks yang disunting dalam keempat naskah yang menjadi
objek penelitian.

• Frekuensi penggunaan keenam aksara tersebut cukup sering. Khusus


untuk aksara Ca, walaupun frekuensi penggunaannya tidak sesering
kelima aksara lainnya, namun aksara Ca selalu ditemukan pada bagian
awal dan akhir teks yang disunting dari naskah-naskah tersebut.

• Bentuk dari keenam aksara tersebut menunjukkan perkembangan yang


signifikan.

Berikut, di bawah ini adalah penerapan penelitian aksara dengan metode


dinamis yang diterapkan pada enam aksara dalam keempat naskah yang menjadi objek
penelitian

4.2. Bentuk Aksara-Aksara pada Naskah-Naskah Merapi Merbabu


Aksara A
1. Ramayana
Dalam naskah ini aksara A terdiri dari garis vertikal melengkung yang
membulat di ujung sebelah bawah. Di sebelah garis vertikal tadi ada garis cembung
dengan bentuk setengah lingkaran di bagian atasnya.

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


59

Foto 4.1. Aksara A pada Naskah Ramayana

Gambar 4.1. Bentuk Aksara A dalam Naskah Ramayana

2. Parimbwan
Dalam naskah ini aksara A berbentuk seperti angka 4 tanpa kaki dengan
garis-garis yang melengkung dan ujung-ujung yang membulat. Di tengah-
tengahnya ada dua buah garis pendek sejajar.

Foto 4.2. Aksara A pada Naskah Parimbwan

Gambar 4.2. Bentuk aksara A pada naskah Parimbwan

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


60

3. Cacanden L 305
Dalam naskah ini aksara A berbentuk seperti angka 4 tanpa kaki yang ujung
dan pangkalnya membulat. Di bawah angka 4 tanpa kaki tersebut ada dua buah
garis yang melengkung yang saling membentuk juring lingkaran. Di dalam bentuk
angka 4 tadi, ada dua garis horisontal pendek.

Foto 4.3. Aksara A pada Naskah Cacanden L 305

Gambar 4.3. Bentuk aksara A pada naskah Cacanden L 305

4. Cacanden L 105a
Dalam naskah ini aksara A berbentuk seperti angka 4 tanpa kaki dengan
ujung dan pangkalnya membulat. Di bawah bentuk angka 4 tanpa kaki ini ada
bulatan yang di dalamnya ada garis pendek melengkung. Garis melengkung ini juga
ada di dalam bentuk angka 4 tanpa kaki tadi.

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


61

Foto 4.4. Aksara A pada Naskah Cacanden L 105a

Gambar 4.4. Bentuk aksara A pada Naskah Cacanden L 105a

Aksara Ka
1. Ramayana
Aksara Ka dalam naskah ini terdiri dari dua garis vertikal sejajar yang
dihubungkan dengan satu garis cembung. Ada satu garis vertikal yang tepat berada
di tengah-tengah antara dua garis vertikal tersebut dan panjangnya melewati garis
cembung. Pangkal garis vertikal di tengah tersebut melengkung membentuk kucir..

Foto 4.5. Aksara Ka pada Naskah Ramayana

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


62

Gambar 4.5. Bentuk aksara Ka pada Naskah Ramayana

2. Parimbwan
Aksara Ka dalam naskah ini terdiri dari dua garis vertikal sejajar yang
dihubungkan dengan satu garis cembung yang ujungnya terus memanjang ke arah
bawah hingga membentuk garis vertikal ketiga di sebelah kanan yang sejajar
dengan dua garis vertikal di sebelah kiri dan tengah.

Foto 4.6. Aksara Ka pada Naskah Parimbwan

Gambar 4.6. Bentuk aksara Ka pada Naskah Parimbwan

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


63

3. Cacanden L 305
Aksara Ka dalam naskah ini terdiri dari tiga garis vertikal sejajar yang
dihubung-hubungkan oleh satu garis horisontal di bagian atas.

Foto 4.7. Aksara Ka pada Naskah Cacanden L 305

Gambar 4.7. Bentuk Aksara Ka pada naskah Cacanden L 305

4. Cacanden L 105a
Aksara Ka dalam naskah ini terdiri dari dua garis vertikal di kiri dan kanan
yang dihubungkan oleh satu garis cembung di bagian atas.

Foto 4.8. Aksara Ka pada Naskah Cacanden L 105a

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


64

Gambar 4.8. Bentuk Aksara Ka pada Naskah Cacanden L 105a

Aksara Ga
1. Ramayana
Dalam naskah ini aksara Ga terdiri dari dua buah garis vertikal sejajar yang
dihubungkan dengan saru garis cembung di bagian atas. Di atas garis cembung
tersebut ada kucir.

Foto 4.9. Aksara Ga pada Naskah Ramayana

Gambar 4.9. Bentuk Aksara Ga pada Naskah Ramayana

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


65

2. Parimbwan
Dalam naskah ini bentuk aksara Ga terdiri dari dua garis vertikal sejajar
yang dihubungkan dengan satu garis cembung.

Foto 4.10. Aksara Ga pada Naskah Parimbwan

Gambar 4.10. Bentuk Aksara Ga pada Naskah Parimbwan

3. Cacanden L 305
Dalam naskah ini aksara Ga terdiri dari dua garis vertikal sejajar yang
dihubungkan oleh satu garis lurus di bagian atasnya.

Foto 4.11. Aksara Ga pada naskah Cacanden L 305

Gambar 4.11. Bentuk aksara Ga pada naskah Cacanden L 305

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


66

4. Cacanden L 105a
Dalam naskah ini aksara Ga terdiri dari satu garis vertikal di sebelah kanan
dan satu garis horisontal di bagian pangkalnya. Garis horisontal ini memanjang ke
arah kanan lalu ke arah bawah, membentuk garis vertikal yang sejajar dengan garis
vertikal pertama. Di bagian atas garis horisontal ada kucir.

Foto 4.12. Aksara Ga pada Naskah Cacanden L 105a

Gambar 4.12. Bentuk Aksara Ga pada Naskah Cacanden L 105a

Aksara Na
1. Ramayana
Aksara Na dalam naskah ini berbentuk bulatan seperti telur yang ujung di
sebelah atasnya memanjang. Di atas bulatan telur tersebut ada satu garis cembung.

Foto 4.13. Aksara Na pada Naskah Ramayana

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


67

Gambar 4.13. Bentuk Aksara Na pada Naskah Ramayana

2. Parimbwan
Aksara Na dalam naskah ini seperti bentuk sepatu dari arah samping dengan
satu garis lengkung yang lebar di bagian atasnya.

Foto 4.14. Aksara Na pada Naskah Parimbwan

Gambar 4.14. Bentuk Aksara Na pada Naskah Parimbwan

3. Cacanden L 305
Aksara Na dalam naskah ini mempunyai bentuk seperti A kecil dalam
tulisan latin, tapi lebih rebah.

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


68

Foto 4.15. Aksara Na pada Naskah Cacanden L 305

Gambar 4.15. Bentuk Aksara Na pada Naskah Cacanden L 305

4. Cacanden L 105a
Aksara Na dalam naskah ini mempunyai bentuk mirip dengan aksara Na
dalam naskah Cacanden L 305, yaitu seperti huruf A kecil dalam tulisan latin. Hal
yang membedakan adalah bentuknya yang cenderung lebih ramping bila
dibandingkan dengan aksara Na dalam Cacanden L 305.

Foto 4.16.Aksara Na pada Naskah Cacanden L 105a

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


69

Gambar 4.16. Bentuk Aksara Na pada Naskah Cacanden L 105a

Aksara Sa
1. Ramayana
Aksara Sa dalam naskah ini terdiri dari satu garis yang bentuknya mirip
dengan huruf J dalam tulisan latin dan satu garis vertikal yang sejajar di sebelah
kanannya. Garis ‘J’ ini dengan garis vertikal di sebelah kanannya dihubungkan
dengan sebuah garis diagonal.

Foto 4.17. Aksara Sa pada Naskah Ramayana

Gambar 4.17. Bentuk Aksara Sa pada Naskah Ramayana

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


70

2. Parimbwan
Aksara Sa dalam naskah ini terdiri dari satu garis setengah lingkaran di sebelah
kiri dan satu garis vertikal di sebelah kanan. Keduanya dihubungkan dengan sebuah
garis horisontal .

Gambar 4.18.Aksara Sa pada Naskah Parimbwan

Gambar 4.18. Bentuk Aksara Sa pada Naskah Parimbwan

3. Cacanden L 305
Aksara Sa dalam naskah ini terdiri dari satu garis setengah lingkaran di
sebelah kiri dan satu garis vertikal di sebelah kanan. Keduanya dihubungkan oleh
satu garis diagonal. .

Foto 4.19. Aksara Sa pada Naskah Cacanden L 305

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


71

Gambar 4.19. Bentuk Aksara Sa pada Naskah Cacanden L 305

4. Cacanden L 105a
Aksara Sa dalam naskah ini terdiri dari satu garis lengkung di sebelah kiri dan
satu garis vertikal di sebelah kanan. Antara keduanya dihubungkan dengan satu
garis horisontal yang melengkung

Foto 4.20. Aksara Sa pada Naskah Cacanden L 105a

Gambar 4.20. Aksara Sa pada Naskah Cacanden L 105a

Aksara Ca
1. Ramayana
Aksara Ca pada naskah Ramayana mempunyai bentuk seperti huruf B kecil
pada tulisan latin dengan garis vertikal yang melengkung dan bulatan yang tidak
penuh di sebelah kanan. Di atas aksara ini ada garis horisontal yang melengkung .

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


72

Foto 4.21. Aksara Ca pada Naskah Ramayana

Gambar 4.21. Bentuk Aksara Ca pada Naskah Ramayana

2. Parimbwan
Aksara Ca pada naskah Parimbwan terdiri dari satu garis vertikal yang
mempunyai kait di ujung atas sehingga mirip dengan topi. Dan satu garis horisontal
di bawah kait tersebut. Di bagian bawah ada bentuk yang menyerupai huruf Y rebah
pada tulisan latin.

Foto 4.22. Aksara Ca pada Naskah Parimbwan

Gambar 4.22. Bentuk Aksara Ca pada Naskah Parimbwan

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


73

3. Cacanden L 305
Aksara Ca pada naskah ini terdiri dari satu garis vertikal yang ujungnya
melengkung ke arah kiri dan satu garis diagonal yang ujungnya membentuk garis
vertikal ke atas. Di atas garis vertikal pertama ada garis setengah lingkaran.

Foto 4.23. Aksara Ca pada Naskah Cacanden L 305

Gambar 4.23. Bentuk Aksara Ca pada Naskah Cacanden L 305

4. Cacanden L 105a
Aksara Ca pada naskah ini terdiri dari garis vertikal dengan satu garis horisontal
melengkung di bagian atas. Di sebelah kanan bawah ada bulatan setengah lingkaran
dengan garis lengkung di bagian luar.

Foto 4.24. Aksara Ca pada Naskah Cacanden L 105a

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


74

Gambar 4.24. Bentuk Aksara Ca pada Naskah Cacanden L 105a

4.3. Duktus Aksara-Aksara pada Naskah-Naskah Merapi Merbabu


Pada bagian ini akan dibicarakan masalah urutan penulisan garis dan arahnya
pada aksara. Hal yang menjadi tolok ukur dalam menentukan awal penulisan garis
adalah tebal atau tipisnya suatu titik dalam garis. Titik yang lebih tebal dianggap
sebagai titik awal penulisan. Asumsinya adalah si penulis aksara menggunakan tenaga
paling besar pada titik awal penulisan. Sebaliknya, pada titik akhir penulisan garis,
tenaga yang digunakan cenderung semakin berkurang.

Aksara A
I. Ramayana
a) Titik awal penulisan ada di sebelah kiri atas.
b) Pena membentuk garis melengkung dari atas ke bawah
c) Pena diangkat dibawa ke ujung garis lengkung tadi, lalu membentuk
bulatan kecil yang ekornya memanjang ke arah atas.
d) Pena diangkat, dibawa ke tengah garis melengkung lalu membentuk
garis horisontal cembung ke arah kanan
e) Pena diangkat, dibawa ke tengah garis horisontal dan membentuk garis
lengkung berbentuk setengah lingkaran searah jarum jam

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


75

Gambar 4.25. Duktus Aksara A pada Naskah Ramayana

II. Parimbwan
a) Titik awal penulisan ada di sebelah kiri
b) Pena membentuk garis yang melengkung dari atas ke bawah lalu
diteruskan membentuk garis horisontal ke arah kanan, yang ujungnya
melengkung ke arah bawah menyerupai kait.
c) Pena diangkat ke arah ujung sebelah kanan lalu membentuk garis
vertikal dari atas ke bawah
d) Pena diangkat ke arah tengah lalu membentuk dua garis horisontal
pendek yang sejajar

Gambar 4.26. Duktus Aksara A pada Naskah Parimbwan

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


76

III. Cacanden L 305


a) Titik awal penulisan ada di sebelah kiri
b) Pena membentuk garis membulat dari arah bawah ke atas, berlawanan
dengan arah jarum jam, garis diteruskan hingga membentuk garis
vertikal ke arah bawah, lalu pena membentuk garis horisontal ke arah
kanan
c) Garis diteruskan hingga membentuk garis vertikal ke arah atas dan
membulat di bagian ujungnya.
d) Pena diangkat dibawa ke tengah garis horisontal dan membentuk garis
vertikal melengkung dari atas ke bawah.
e) Pena diangkat dibawa kembali ke tengah garis horisontal dan
membentuk garis vertikal kedua yang melengkung dari atas ke bawah.
f) Pena diangkat dibawa ke tengah bentuk angka 4 tanpa kaki dan
membentuk dua buah garis horisontal sejajar.

Gambar 4.27. Duktus aksara A pada naskah Cacanden L 305

IV. Cacanden 105a


a) Titik awal penulisan ada di sebelah kiri
b) Pena membentuk garis membulat kecil dari bawah ke atas berlawanan
dengan arah jarum jam.
c) Garis diteruskan membentuk garis vertikal dari atas ke bawah.
d) Garis diteruskan ke arah kanan membentuk garis horisontal.
e) Garis diteruskan ke arah atas membentuk garis vertikal.
f) Garis diteruskan dan membentuk ujung yang membulat, searah jarum jam

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


77

g) Pena diangkat lalu dibawa ke bagian bawah garis horisontal dan membentuk
bulatan berlawanan dengan arah jarum jam
h) Pena diangkat dibawa ke tengah-tengah bentuk angka 4 tanpa kaki dan
membentuk satu garis lengkung pendek di dalamnya.
i) Pena diangkat dibawa ke tengah bulatan dan membentuk satu garis pendek
dari atas ke bawah

Gambar 4.28. Duktus Aksara A pada Naskah Cacanden L 105a

Aksara Ka
I. Ramayana
a) Titik awal penulisan ada di sebelah kiri atas
b) Pena membentuk garis vertikal dari atas ke bawah
c) Pena diangkat dibawa ke titik awal garis vertikal lalu membentuk garis
horisontal ke arah kanan dengan ujung agak melengkung ke bawah
d) Pena diangkat, dibawa ke arah titik di sebelah kanan bawah lalu
membentuk garis vertikal yang sejajar dengan garis vertikal pertama, dari
bawah ke atas
e) Pena diangkat, dibawa ke bagian tengah garis horisontal lalu membentuk
garis vertikal dari atas ke bawah

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


78

Gambar 4.29. Duktus Aksara Ka pada Naskah Ramayana

II. Parimbwan
a) Titik awal penulisan ada di sebelah kiri atas
b) Pena membentuk garis vertikal dari atas ke bawah
c) Pena diangkat ke arah sebelah kiri atas garis pertama lalu membentuk garis
lengkung ke arah kanan
d) Garis diteruskan ke arah bawah sehingga membentuk garis vertikal yang
sejajar dengan garis pertama
e) Pena diangkat dibawa ke tengah dua garis vertikal yang sejajar tadi lalu
membentuk garis vertikal dari bawah ke atas

Gambar 4.30. Duktus Aksara Ka pada Naskah Parimbwan

III. Cacanden L 305


a) Titik awal penulisan ada di sebelah kiri bawah
b) Pena membentuk garis vertikal dari bawah ke atas
c) Garis diteruskan ke arah kanan hingga membentuk garis horisontal

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


79

d) Garis diteruskan ke arah bawah hingga membentuk garis vertikal yang


sejajar dengan garis vertikal pertama
e) Pena diangkat ke arah tengah garis horisontal lalu membentuk garis vertikal
dari atas ke bawah

Gambar 4.31. Duktus Aksara Ka pada Naskah Cacanden L 305

IV. Cacanden 105 a


a) Titik awal penulisan ada di sebelah kiri bawah
b) Pena membentuk garis vertikal ke arah atas
c) Garis diteruskan ke arah kanan hingga membentuk garis horisontal
lengkung
d) Garis diteruskan ke arah bawah hingga membentuk garis vertikal yang
sejajar dengan garis vertikal pertama
e) Pena diangkat ke tengah garis horisontal lalu membentuk garis vertikal dari
atas ke bawah

Gambar 4.32. Duktus Aksara Ka pada Naskah Cacanden L 105a

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


80

Aksara Ga
I. Ramayana
a) Titik awal penulisan di sebelah kiri atas. Pena membentuk garis vertikal
dari atas ke bawah
b) Pena diangkat ke arah pangkal atas garis pertama lalu membentuk garis
lengkung dari kiri ke kanan
c) Pena diangkat ke arah ujung garis lengkung (c) lalu membentuk garis
vertikal dari atas ke bawah
d) Pena diangkat dibawa ke tengah garis lengkung lalu membentuk garis
pendek (kucir) dari bawah ke atas

Gambar 4.33. Duktus Aksara Ga pada Naskah Ramayana

II. Parimbwan
a) Titik awal penulisan ada di sebelah kiri atas
b) Pena membentuk garis vertikal dari atas ke bawah
c) Pena diangkat ke arah ujung garis vertikal sebelah atas, lalu membentuk
garis lengkung dari kiri ke kanan
d) Pena diangkat ke arah ujung garis lengkung sebelah kanan, lalu
membentuk garis vertikal dari atas ke bawah.

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


81

Gambar 4.34. Duktus Aksara Ga pada Naskah Parimbwan

III. Cacanden L305


a) Titik awal penulisan ada di sebelah kiri bawah.
b) Pena membentuk garis vertikal ke arah atas yang condong ke kiri
c) Tanpa mengangkat pena garis diteruskan ke arah kanan hingga
membentuk garis horisontal.
d) Tanpa mengangkat pena, garis diteruskan ke arah bawah hingga
membentuk garis vertikal sejajar dengan garis vertikal pertama, agak
condong ke arah kiri

Gambar 4.35. Duktus Aksara Ga pada Naskah Cacanden L 305

IV. Cacanden 105 a


a) Titik awal penulisan di sebelah kiri bawah.
b) Pena membentuk garis vertikal dari bawah ke atas
c) Pena diangkat lalu dibawa ke arah pangkal garis pertama (b) lalu
membentuk garis horisontal melengkung dari kiri ke kanan

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


82

d) Tanpa mengangkat pena, garis diteruskan ke arah bawah membentuk


garis vertikal sejajar dengan garis pertama
e) Pena diangkat dibawa ke arah atas dan membentuk kucir di bagian atas.

Gambar 4.36. Duktus Aksara Ga pada Naskah Cacanden L 105a

Aksara Sa
I. Ramayana
a) Titik awal penulisan ada di sebelah kiri atas.
b) Pena membentuk garis vertikal melengkung dari atas ke bawah
c) Pena diangkat dibawa ke sebelah atas garis vertikal lalu membentuk
garis horisontal pendek dari kiri ke kanan
d) Pena diangkat dibawa ke sebelah kanan lalu membentuk garis vertikal
dari bawah ke atas
e) Pena diangkat dibawa ke arah ujung atas garis vertikal kedua (c) lalu
membentuk garis diagonal yang sangat pendek
f) Pena diangkat lalu dibawa ke arah pangkal garis vertikal kedua (c) lalu
membentuk garis diagonal dari kanan ke kiri

Gambar 4.37. Duktus aksara Sa pada naskah Ramayana

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


83

II. Parimbwan
a) Awal penulisan ada di sebelah kiri atas
b) Pena membentuk garis melengkung dari atas ke bawah
c) Pena diangkat dibawa ke ujung garis lengkung tadi di sebelah bawah
lalu membentuk garis horisontal ke arah kanan
d) Garis diteruskan ke arah atas hingga membentuk garis vertikal dengan
ujung agak membulat

Gambar 4.38. Duktus Aksara Sa pada Naskah Parimbwan

III. Cacanden L 305


a) Titik awal penulisan ada di sebelah kiri atas
b) Pena membentuk garis melengkung dari atas ke bawah
c) Pena diangkat ke pangkal atas garis pertama (b) lalu membentuk garis
diagonal dari kiri atas ke arah kanan bawah
d) Tanpa mengangkat pena, garis diteruskan ke arah atas hingga
membentuk garis vertikal dengan ujungnya yang membulat.

Gambar 4.39. Duktus Aksara Sa pada Naskah Cacanden L 305

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


84

IV. Cacanden 105 a


a) Titik awal penulisan ada di sebelah kiri atas.
b) Pena membentuk garis melengkung dari atas ke bawah
c) Pena diangkat dibawa ke arah garis lengkung bagian bawah lalu
membentuk garis diagonal dari kiri atas ke kanan bawah
d) Garis diteruskan ke arah atas hingga membentuk garis vertikal yang
sejajar dengan garis pertama

Gambar 4.40. Duktus Aksara Sa pada Naskah Cacanden L 105a

Aksara Na
I. Ramayana
a) Titik awal penulisan ada di sebelah kanan bawah.
b) Pena membentuk garis melengkung dari kanan ke kiri
c) Pena diangkat dibawa ke pangkal garis pertama lalu membentuk garis
lengkung dari kiri ke kanan di atas garis pertama, sehingga antara garis
pertama dan kedua membentuk elips
d) Pena diangkat dibawa ke arah atas lalu membentuk garis lengkung dari
kiri ke kanan

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


85

Gambar 4.41. Duktus Aksara Na pada Naskah Ramayana

II. Parimbwan
a) Awal penulisan ada di sebelah kiri bawah.
b) Pena membentuk garis horisontal dari kiri ke kanan
c) Tanpa mengangkat pena garis diteruskan ke atas hingga membentuk
garis vertikal
d) Pena di angkat dibawa ke pangkal garis horisontal lalu membentuk garis
setengah lingkaran searah jarum jam
e) Pena diangkat dibawa ke arah atas lalu membentuk garis horisontal
melengkung dari kiri ke kanan

Gambar 4.42. Duktus Aksara Na pada Naskah Parimbwan

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


86

III. Cacanden L 305


a) Titik awal penulisan ada di sebelah kiri atas.
b) Pena membentuk garis melengkung setengah lingkaran searah jarum jam
dari atas ke bawah
c) Tanpa mengangkat pena, garis diteruskan ke arah kiri membentuk garis
horisontal
d) Pena diangkat dibawa ke ujung sebelah kiri garis horisontal (c) lalu
membentuk garis melengkung setengah lingkaran searah jarum jam ke
arah dalam.

Gambar 4.43. Duktus Aksara Na pada Naskah Cacanden L 305

IV. Cacanden 105 a


a) Titik awal penulisan di sebelah kiri atas.
b) Pena membentuk garis horisontal dari kiri ke kanan
c) Tanpa mengangkat pena, garis diteruskan ke bawah hingga membentuk
garis vertikal
d) Tanpa mengangkat pena, garis diteruskan ke arah kiri hingga
membentuk garis horisontal di bagian bawah.
e) Pena diangkat dibawa ke pangkal garis horisontal kedua (d) lalu
membentuk garis lengkung setengah lingkaran searah jarum jam

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


87

Gambar 4.44. Duktus Aksara Na pada Naskah Cacanden L 105a

Aksara Ca
1. Ramayana
a) Titik awal penulisan ada di sebelah kiri atas, pena membentuk garis
vertikal dari atas ke bawah dan melengkung di bagian ujungnya.
b) Pena diangkat dibawa ke tengah garis vertikal lalu membentuk garis
setengah lingkaran searah jarum jam.
c) Pena diangkat dibawa ke atas garis vertikal pertama lalu membentuk garis
horisontal cembung dari kiri ke kanan.

Gambar 4.45. Duktus Aksara Ca pada Naskah Ramayana

2. Parimbwan
a). Awal penulisan ada di sebelah kiri bawah, pena membentuk garis vertikal ke arah
atas dan ujungnya membentuk garis oval seperti kait ke arah bawah.
b) Pena diangkat lalu dibawa ke arah kiri dan membentuk garis horisontal di bagian
atas garis vertikal pertama (a).

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


88

c) Pena diangkat lalu dibawa ke arah bawah garis horisontal lalu membentuk garis
horisontal yang ujungnya membulat ke arah kiri.
d) tanpa diangkat, di ujung garis membulat tadi, pena membentuk garis horisontal
pendek.

.
Gambar 4.46. Duktus Aksara Ca pada Naskah Parimbwan

3. Cacanden L 305
a) Awal penulisan ada di sebelah kiri bawah, pena membentuk garis vertikal ke arah
atas.
b) Pena diangkat dibawa ke tengah garis vertikal pertama (a) lalu membentuk garis
cekung ke arah kanan atas.
c) Pena diangkat dibawa ke pangkal garis vertikal sebelah atas lalu membentuk garis
cembung pendek dari kiri ke kanan.

Gambar 4.47. Duktus Aksara Ca pada Naskah Cacanden L 305

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


89

4. Cacanden L 105 a
a) Awal penulisan ada di sebelah kiri atas, pena membentuk garis vertikal ke arah
bawah.
b) Pena diangkat dibawa ke pangkal garis vertikal lalu membentuk garis horisontal
cembung ke arah kanan.
c) Pena diangkat dibawa ke arah bawah, lalu membentuk garis setengah lingkaran
searah jarum jam.
d) Pena diangkat dibawa ke pangkal garis setengah lingkaran tadi lalu membentuk garis
siku-siku ke arah bawah.

Gambar 4.48. Duktus Aksara Ca pada Naskah Cacanden L 105a

4.4. Ukuran Aksara Aksara-Aksara pada Naskah-Naskah Merapi Merbabu


Ada tiga hal yang dikaji mengenai ukuran aksara ini, yaitu:
a. Ukuran panjang, diukur dari titik paling atas hingga titik paling bawah dari
aksara yang bersangkutan
b. Ukuran lebar, diukur dari titik paling kanan hingga titik paling kiri dari aksara
yang bersangkutan
c. Jarak antara aksara satu dengan aksara lainnya diukur dari titik terluar dari
masing-masing aksara
Berikut adalah ukuran dari aksara-aksara tersebut. Untuk mempermudah pembacaan
akan disajikan dalam bentuk tabel.

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


90

1. Ramayana
Ukuran panjang, lebar dan jarak antar aksara-aksara dalam naskah Ramayana
adalah sebagai berikut:

Tabel 4.1. Ukuran Aksara pada Naskah Ramayana


Aksara Panjang Lebar Jarak antar aksara

A 0,3 cm 0,3 – 0,35 cm 0,1 – 0,15 cm

Ka 0,3 cm 0,3 – 0,35 cm 0,1 – 0,15 cm

Ga 0,2 cm 0,15 – 0,2 cm 0,1 – 0,15 cm

Na 0,25 – 0,3 cm 0,3 – 0,35 cm 0,1 – 0,15 cm

Sa 0,3 cm 0,25 – 0,3 cm 0,1 – 0,15 cm

Ca 0,3 - 0,35 cm 0,4 – 0,45 cm 0,1 – 0,15 cm

2. Parimbwan
Ukuran panjang, lebar dan jarak antar aksara-aksara dalam naskah Parimbwan
adalah sebagai berikut:

Tabel 4.2. Ukuran Aksara pada Naskah Parimbwan


Aksara Panjang Lebar Jarak antar aksara

A 0,3 – 0,35 cm 0,35 – 0,4 cm 0,1 – 0,2 cm

Ka 0,2 – 0,25 cm 0,3 – 0,35 cm 0,1 – 0,2 cm

Ga 0,2 – 0,25 cm 0,3 – 0,35 cm 0,1 – 0,2 cm

Na 0,2 – 0,25 cm 0,35 – 0,4 cm 0,1 – 0,2 cm

Sa 0,2 – 0,25 cm 0,3 – 0,35 cm 0,1 – 0,2 cm

Ca 0,35-0,4 cm 0,35 – 0,4 cm 0,1 – 0,15 cm

3. Cacanden L 305

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


91

Ukuran panjang, lebar dan jarak antar aksara-aksara dalam naskah Cacanden L
305 adalah sebagai berikut:

Tabel 4.3. Ukuran Aksara pada Naskah Cacanden L 305


Aksara Panjang Lebar Jarak antar aksara

A 0,3 – 0,35 cm 0,3 - 0,35 cm 0,2 - 0,25 cm

Ka 0,15 – 0,2 cm 0,25 – 0,3 cm 0,2 - 0,25 cm

Ga 0,15 – 0,2 cm 0,2 – 0,25 cm 0,2 - 0,25 cm

Na 0,2 – 0,25 cm 0,2 – 0,25 cm 0,2 - 0,25 cm

Sa 0,15 – 0,2 cm 0,3- 0,35 cm 0,2 - 0,25 cm

Ca 0,25-0,3 cm 0,4 cm 0,1 – 0,15 cm

4. Cacanden 105 a
Ukuran panjang, lebar dan jarak antar aksara-aksara dalam naskah Cacanden L
105a adalah sebagai berikut:

Tabel 4.4. Ukuran Aksara pada Naskah Cacanden L 105a


Aksara Panjang Lebar Jarak antar aksara

A 0,4 – 0,45 cm 0,3 – 0,35 cm 0,15 - 0,25 cm

Ka 0,15 - 0,2 cm 0,2 – 0,25 cm 0,15 - 0,25 cm

Ga 0,2 – 0,25 cm 0,2 – 0,25 cm 0,15 - 0,25 cm

Na 0,2 – 0,25 cm 0,2 – 0,25 cm 0,15 - 0,25 cm

Sa 0,2 – 0,25 cm 0,2 – 0,25 cm 0,15 - 0,25 cm

Ca 0,2-0,25 cm 0,3 – 0,35 cm 0,1 – 0,15 cm

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


92

4.5. Kemiringan Aksara-Aksara pada Naskah-Naskah Merapi Merbabu

Kemiringan garis pada aksara adalah ukuran sudut antara garis vertikal pada aksara
dengan garis 180 derajat.
Contoh:

Gambar 4.49. Contoh Pengukuran Kemiringan Aksara


Berikut adalah ukuran kemiringan kelima aksara tersebut dari masing-masing naskah,
disajikan dalam bentuk tabel.

1. Ramayana
Ukuran derajat kemiringan dari aksara-aksara dalam naskah Ramayana adalah
sebagai berikut:

Tabel 4.5. Kemiringan Aksara pada Naskah Ramayana


Aksara Derajat Kemiringan

A 65 º - 70 º

Ka 68 º – 70 º

Ga 72 º – 75 º

Na 70 º – 72 º

Sa 65 º - 70 º

Ca 65 º - 70 º

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


93

2. Parimbwan
Ukuran derajat kemiringan dari aksara-aksara dalam naskah Parimbwan adalah
sebagai berikut:

Tabel 4.6. Kemiringan Aksara pada Naskah Parimbwan


Aksara Derajat Kemiringan

A 60 º - 65 º

Ka 63 º - 70 º

Ga 60 º - 65 º

Na 65 º - 70 º

Sa 65 º - 70 º

Ca 68 º - 70 º

3. Cacanden L 305
Ukuran derajat kemiringan dari aksara-aksara dalam naskah Cacanden L 305
adalah sebagai berikut:

Tabel 4.7. Kemiringan Aksara pada Naskah Cacanden L 305


Aksara Derajat Kemiringan

A 87 º - 90 º
Ka 87 º - 90 º

Ga 87 º - 90 º

Na 87 º - 90 º

Sa ± 90 º

Ca 85 º - 90 º

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


94

4. Cacanden 105 a
Ukuran derajat kemiringan dari aksara-aksara dalam naskah Cacanden L 105a
adalah sebagai berikut:

Tabel 4.8. Kemiringan Aksara pada Naskah Cacanden L 105a


Aksara Derajat Kemiringan

A 80 º – 85 º

Ka 85 º - 90 º

Ga 80 º - 85 º

Na 80 º - 85 º

Sa 87 º - 90 º

Ca 80 º - 85 º

4.6. Ketebalan Garis Aksara-Aksara pada Naskah-Naskah Merapi Merbabu


Bagian terakhir dari analisis aksara adalah mengukur ketebalan garis dari aksara
yang menjadi objek penelitian. Analisis ini cukup rumit mengingat garis yang diukur
amat tipis. Alat ukur yang ada (mistar) tak cukup valid untuk mengukurnya. Untuk itu
dicari cara agar bisa mendapatkan ukuran yang lebih valid dari ketebalan garis aksara.
Cara untuk mengukur ketebalan aksara adalah dengan memperbesar foto
naskah-naskah yang menjadi objek penelitian. Setelah itu ketebalan garis aksara yang
sudah diperbesar, diukur dan dihitung menggunakan skala tertentu. Hasil yang didapat
lalu dibagi berdasarkan skala. Cara ini dianggap dapat menghasilkan data yang cukup
valid. Berikut akan disajikan ukuran aksara dari naskah-naskah yang menjadi objek
penelitian, dalam bentuk tabel.

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


95

1. Ramayana
Ketebalan garis dari aksara-aksara pada naskah Ramayana adalah sebagai berikut:

Tabel 4.9. Ketebalan Garis Aksara dalam Naskah Ramayana


Aksara Ketebalan Garis

A 0,029 cm

Ka 0,035 cm

Ga 0,035 cm

Na 0,050 cm

Sa 0,030 cm

Ca 0,030 cm

2. Parimbwan
Ketebalan garis dari aksara-aksara dalam naskah Parimbwan adalah sebagai
berikut:

Tabel 4.10. Ketebalan Garis Aksara dalam Naskah Parimbwan


Aksara Ketebalan Garis

A 0,035 cm

Ka 0,04 cm

Ga 0,031 cm

Na 0,05 cm

Sa 0,0375 cm

Ca 0,035 cm

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


96

3. Cacanden L 305
Ketebalan garis dari aksara-aksara yang terdapat dalam naskah Cacanden L 305
adalah sebagai berikut:

Tabel 4.11. Ketebalan Garis Aksara dalam Naskah Cacanden L 305


Aksara Ketebalan Garis

A 0,025 cm
Ka 0,023 cm

Ga 0,015 cm
Na 0,025 cm

Sa 0,019 cm

Ca 0,015 cm

4. Cacanden L 105
Ketebalan garis dan aksara-aksara yang terdapat dalam naskah Cacanden L 105a
adalah sebagai berikut:

Tabel 4.12. Ketebalan Garis Aksara dalam Naskah Cacanden L 105a


Aksara Ketebalan Garis
A 0,013 cm

Ka 0,010 cm
Ga 0,015 cm

Na 0,010 cm
Sa 0,011 cm

Ca 0,013 cm

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


97

Dari pemaparan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa dari segi bentuk dapat
diamati bahwa ada perbedaan bentuk aksara dari naskah yang tua ke naskah yang lebih
mutakhir. Dari segi duktus, dapat diamati bahwa semakin mutakhir usia naskah
umumnya jumlah duktus aksaranya semakin sedikit. Namun ada juga yang jumlah
duktus aksaranya tetap pada tiap naskah, misalnya aksara Ca. Dari segi ukuran,
diketahui tidak ada perbedaan yang signifikan antara naskah yang tua dengan naskah
yang mutakhir. Namun dari jarak antar-aksara dapat diamati bahwa semakin mutakhir
usia naskah, maka jarak antar-aksaranya semakin lebar. Dari segi kemiringan aksara,
dapat diamati bahwa semakin mutakhir usia naskah maka aksara yang ditulis semakin
tegak. Dari segi ketebalan garis dapat diamati bahwa semakin mutakhir usia naskah
maka garis pada aksaranya semakin tipis.

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


98

BAB 5
TINJAUAN ATAS NASKAH-NASKAH YANG SEZAMAN

5.1. Pendahuluan
Pada bab ini akan disajikan tinjauan terhadap naskah-naskah yang sezaman.
Tujuannya adalah untuk menghindari anakronisme atau ketidaksesuaian dengan
zamannya. Caranya adalah dengan membandingkan naskah-naskah yang menjadi objek
penelitian dengan naskah-naskah yang sezaman.
Hal yang dibandingkan adalah unsur fisik dan isi naskah. Pada penelitian ini
hanya akan disajikan perbandingan unsur fisik karena untuk melakukan perbandingan
unsur isi perlu diketahui isi naskah-naskah yang menjadi bahan perbandingan,
sedangkan naskah-naskah yang akan menjadi bahan perbandingan dalam penelitian ini
belum pernah disunting sama sekali.

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


99

Unsur fisik yang akan dibandingkan adalah bentuk dan duktus aksara dalam
naskah, karena dua hal tersebut adalah unsur fisik yang paling menonjol yang dapat
dibandingkan. Unsur fisik lain seperti alas naskah dan ukuran naskah tidak dapat
dijadikan patokan. Semua naskah dalam koleksi Merapi Merbabu ditulis di atas lontar.
Untuk ukuran naskah tergantung, pada panjang pendeknya teks di dalamnya. Oleh
karena itu, kedua unsur fisik tersebut tidak dapat dijadikan bahan perbandingan.
Dari empat naskah yang menjadi objek penelitian hanya tiga naskah yang akan
dibandingkan, yaitu Parimbwan, Cacanden L 305 dan Cacanden L 105a. Naskah
Ramayana tidak akan dibandingkan karena tidak ditemukan naskah lain dalam koleksi
Merapi Merbabu yang sezaman dengan Ramayana.
Ketiga naskah yang akan dijadikan pembanding adalah:
a. Aji Kembang dengan nomor inventaris L 276, peti 32. Naskah ini berangka tahun
1537 MM. Naskah ini merupakan pembanding untuk naskah Parimbwan yang
berangka tahun 1536 MM. Naskah ini dipilih karena merupakan satu-satunya naskah
yang memiliki angka tahun yang paling dekat dengan naskah Parimbwan.
b. Arjuna Wiwaha dengan nomor inventaris L 52 I, peti 31. Naskah ini berangka tahun
1588 MM. Naskah ini adalah pembanding untuk Cacanden L 305 yang berangka
tahun 1587 MM. Naskah ini dipilih karena merupakan satu-satunya naskah yang
memiliki angka tahun yang paling dekat dengan naskah Cacanden L 305.
c. Naskah ketiga adalah Kidung Subrata dengan nomor inventaris L 206 peti 32.
Naskah ini berangka tahun 1641 MM. Naskah ini adalah pembanding untuk
Cacanden L 105a yang berangka tahun sama yaitu 1641 MM. Naskah ini dipilih
karena merupakan satu-satunya naskah yang memiliki angka tahun yang sama
dengan naskah Cacanden L 105a.

Ada lima aksara yang akan dibandingkan yaitu A, Ka, Ga, Na, dan Sa. Lima
aksara ini dipilih karena kelimanya adalah aksara yang diteliti dalam empat naskah
utama yaitu Ramayana, Parimbwan, Cacanden L 305 dan Cacanden L105.
Kelima aksara ini juga ditemukan di bagian awal dan akhir naskah pembanding,
sehingga lebih mudah untuk mengenalinya. Bagian awal dan akhir naskah-naskah
pembanding ini sudah dibaca dan ada dalam katalog. Aksara Ca tidak akan

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


100

dibandingkan karena aksara ini hampir tidak ditemukan di bagian awal dan akhir ketiga
naskah yang menjadi pembanding ini.
Dalam bab ini juga akan disajikan alih aksara dari bagian awal dan akhir
masing-masing naskah pembanding. Alih aksara ini merupakan alih aksara yang
tercantum dalam katalog. Namun demikian, peneliti juga membaca ulang bagian awal
dan akhir naskah yang dimaksud. Tujuannya untuk menghindari adanya kesalahan
pembacaan dan kesalahan penafsiran atas suatu aksara. Pertanggungjawaban atas alih
aksara sama dengan pertanggungjawaban alih aksara terhadap naskah-naskah utama di
bab 3. Oleh karena naskah-naskah ini bukanlah objek utama di dalam penelitian ini,
maka tidak dilakukan penerjemahan terhadap alih aksara tersebut. Alih aksara naskah-
naskah pembanding ini dianggap cukup sebagai bahan untuk melakukan kritik terhadap
naskah-naskah utama.

5.2. Naskah Aji Kembang


5.2.1. Alih Aksara Awal dan Akhir Teks

Awal Teks
//0// Om awiănam astu //0// sańtabe nama siwaya, tan kabteń śarik tulaħ luputa riŋ
hilahilaħ hawak iŋo

Akhir Teks
Sapun. meŋĕt lakoknā, nastiti ya…. liń pinākānira //0//

5.2.2. Bentuk dan Duktus Aksara


Aksara A
Aksara A pada naskah Aji Kembang mempunyai bentuk seperti angka empat
tanpa kaki dengan ujung dan pangkalnya yang membulat. Dari segi bentuk aksara ini
mempunyai kemiripan dengan aksara A pada naskah Parimbwan. Hal yang
membedakan adalah aksara A pada naskah ini terputus di bagian garis horisontal,
sedangkan pada naskah Parimbwan, bentuk angka empat ini tidak terputus pada bagian
horisontalnya.

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


101

Gambar 5.1. Bentuk Aksara A pada Naskah Aji Kembang

Duktus aksara A pada naskah ini adalah sebagai berikut :


A. Awal penulisan di sebelah kiri atas, pena membentuk garis setengah lingkaran kecil
berlawanan dengan arah jarum jam.
B. Tanpa mengangkat pena, garis diteruskan ke arah bawah membentuk garis vertikal.
C. Tanpa diangkat pena ditarik ke arah kanan dan membentuk garis horisontal, di
ujung garis horisontal tadi, pena membentuk bulatan kecil searah jarum jam.
D. Pena diangkat dibawa ke ujung garis horisontal pertama lalu digoreskan ke arah
kanan membentuk garis horisontal kedua.
E. Tanpa mengangkat pena garis diteruskan ke arah atas lalu membentuk bulatan kecil
di ujung.

Gambar 5.2. Duktus Aksara A pada Naskah Aji Kembang

Dilihat dari segi duktus, duktus aksara A pada naskah Aji Kembang jumlahnya lebih
sedikit daripada duktus aksara A pada naskah Parimbwan. Pada naskah Parimbwan ada
empat duktus, sedangkan pada naskah Aji Kembang hanya ada dua duktus.

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


102

Aksara Ka
Aksara Ka pada naskah Aji Kembang terdiri dari tiga garis vertikal yang
dihubungkan dengan satu garis horisontal melengkung di bagian atas. Bentuk aksara ini
mirip dengan aksara Ka pada naskah Parimbwan.

Gambar 5.3. Gambar Aksara Ka pada Naskah Aji Kembang

Duktus aksara Ka pada naskah Aji Kembang adalah sebagai berikut


a. Awal penulisan ada di sebelah kiri bawah. Pena lalu membentuk garis vertikal ke
arah atas.
b. Tanpa diangkat, pena membentuk garis horisontal ke arah kanan.
c. Tanpa diangkat, pena diteruskan ke arah bawah membentuk garis vertikal yang
sejajar dengan garis vertikal yang pertama.
d. Pena diangkat dibawa ke tengah garis horisontal membentuk garis vertikal ketiga ke
arah bawah yang sejajar dengan dua garis vertikal lainnya.

Gambar 5.4. Duktus Aksara Ka pada Naskah Aji Kembang

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


103

Duktus aksara Ka pada naskah Aji Kembang jumlahnya dua. Ini berbeda
dengan duktus aksara Ka pada naskah Parimbwan yang berjumlah tiga. Arah
penulisannya juga berbeda.

Aksara Ga
Aksara Ga pada naskah Aji Kembang terdiri dari dua garis vertikal yang
dihubungkan dengan satu garis lengkung horisontal. Dilihat dari segi bentuk, aksara Ga
pada naskah ini mempunyai kemiripan dengan aksara Ga pada naskah Parimbwan.

Gambar 5.5. Bentuk Aksara Ga pada Naskah Aji Kembang

Duktus aksara Ga pada naskah Aji Kembang adalah sebagai berikut :


a. Awal penulisan ada di sebelah kiri, pena membentuk garis verikal ke arah bawah
b. Pena diangkat lalu dibawa ke pangkal garis vertikal tadi dan membentuk garis
horisontal cembung ke arah kanan.
c. Pena diangkat dibawa ke ujung garis horisontal dan membentuk garis vertikal ke arah
bawah.

Gambar 5.6. Duktus Aksara Ga pada Naskah Aji Kembang

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


104

Jumlah duktus aksara Ga pada naskah Aji Kembang sama dengan jumlah
duktus aksara Ga pada naskah Parimbwan. Arah penulisannya juga sama.

Aksara Na
Bentuk aksara Na pada naskah Aji Kembang seperti huruf A kecil pada tulisan
latin. Bentuk ini mempunyai kemiripan dengan aksara Na pada naskah Parimbwan.

Gambar 5.7. Gambar Aksara Na pada Naskah Aji Kembang

Duktus aksara Na pada naskah Aji Kembang adalah sebagai berikut:


a. Titik awal penulisan ada di sebelah kanan atas, pena membentuk garis vertikal ke
arah bawah
b. Pena diangkat dibawa ke atas dan membentuk garis lengkung horisontal ke arah
kanan.
c. Pena diangkat dibawa ke ujung garis vertikal dan membentuk oval searah jarum jam.

Gambar 5.8. Duktus Aksara Na pada Naskah Aji Kembang

Bila dibandingkan, jumlah duktus pada aksara Na ini sama dengan jumlah
duktus aksara Na pada naskah Parimbwan. Namun arah penulisannya agak berbeda.

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


105

Aksara Sa
Bentuk aksara Sa pada naskah Aji Kembang terdiri dari satu garis vertikal di
sebelah kiri dan satu garis vertikal di sebelah kanan yang dihubungkan oleh satu garis
horisontal yang melengkung. Dari segi bentuk, aksara Sa pada naskah ini mempunyai
kemiripan dengan aksara Sa pada naskah Parimbwan. Hal yang membedakan adalah
aksara Sa pada naskah Aji Kembang mempunyai garis horisontal yang lebih
melengkung dibandingkan garis horisontal pada naskah Parimbwan.

5.9. Bentuk Aksara Sa pada Naskah Aji Kembang

Duktus aksara Sa pada naskah Aji Kembang adalah sebagai berikut :


a. Awal penulisan ada di sebelah kiri, pena membentuk garis vertikal yang agak
melengkung ke arah bawah.
b. Pena diangkat dibawa ke bagian bawah garis vertikal tadi lalu membentuk garis
horisontal cekung ke arah kanan.
c. Tanpa mengangkat pena, garis diteruskan ke arah atas membentuk garis vertikal
sejajar dengan garis vertikal pertama.

5.10. Duktus Aksara Sa pada Naskah Aji Kembang

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


106

Jumlah duktus aksara Sa pada naskah ini sama dengan jumlah duktus aksara Sa pada
naskah Parimbwan. Arah penulisannya juga sama.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa bentuk dan duktus lima aksara dalam
naskah Aji Kembang dengan naskah Parimbwan mempunyai beberapa perbedaan,
misalnya jumlah duktus aksara A dan Ka pada kedua naskah berbeda. Namun, aksara-
aksara lainnya mempunyai kesamaan dalam kedua naskah, baik dari segi jumlah duktus
maupun bentuk. Jadi dapat disimpulkan bahwa naskah Parimbwan memang berasal
dari zaman yang tercantum dalam teks.

5.3. Naskah Arjuna Wiwaha


5.3.1. Alih Aksara Awal dan Akhir Teks
Awal Teks
... Om awiănam astu //0// ambek sań paramaŕŧa, paĦñita huwus lipad. sake sunyata

Akhir Teks
Paňcawara, ma, caturwara, śri, triwara, dwa i sakala, Ħaga madya buta….

5.3.2. Bentuk dan Duktus Aksara


Aksara A
Aksara A pada Arjuna Wiwaha mempunyai bentuk seperti angka empat tanpa
kaki dengan ujung-ujung melengkung seperti huruf U terbalik dalam tulisan latin. Di
bagian bawah angka empat tadi ada bulatan tak penuh. Di luar bulatan tak penuh tadi
ada garis lengkung. Bentuk aksara A ini mempunyai kemiripan dengan aksara A dalam
Cacanden L 305. Hal yang membedakan adalah, dalam naskah Arjuna Wiwaha ada
bulatan tak penuh di bagian bawah, sedangkan dalam Cacanden L 305 di bagian
bawahnya hanya berupa dua garis lengkung saja.

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


107

Gambar 5.11. Bentuk Aksara A pada Naskah Arjuna Wiwaha

Duktus aksara A dalam naskah Arjuna Wiwaha adalah sebagai berikut:


a. Awal penulisan ada di sebelah kiri atas, pena membentuk garis lengkung kecil lalu
garis diteruskan ke arah bawah dan membentuk garis vertikal.
b. Tanpa mengangkat pena, garis diteruskan ke arah kanan hinga membentuk garis
horisontal. Garis diteruskan ke arah atas dan membentuk garis vertikal ke arah atas.
Di ujung garis ini pena membentuk lingkaran penuh seperti huruf u terbalik pada
tulisan latin.
c. Pena diangkat dibawa ke arah bawah lalu membentuk bulatan kecil yang tidak penuh
searah jarum jam.
d. Pena diangkat di bawa ke pangkal bulatan kecil tadi lalu membentuk garis lengkung
searah jarum jam.

Gambar 5.12. Duktus Aksara A pada Naskah Arjuna Wiwaha

Jumlah duktus aksara A pada naskah ini berbeda dengan jumlah duktus aksara
A pada naskah Cacanden L 305, karena bentuk keduanya memang berbeda.

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


108

Aksara Ka
Bentuk aksara Ka pada naskah Arjuna Wiwaha terdiri dari tiga garis vertikal
yang dihubungkan dengan satu garis lengkung horisontal di bagian atas. Bentuk ini
mempunyai kemiripan dengan dengan aksara Ka pada naskah Cacanden L 305. Hal
yang membedakan adalah garis horisontal pada aksara Ka Arjuna Wiwaha lebih
melengkung. Sedangkan garis horisontal pada aksara Ka Cacanden L 305 lurus
mendatar.

Gambar 5.13. Bentuk Aksara Ka pada Naskah Arjuna Wiwaha

Duktus aksara Ka pada naskah Arjuna Wiwaha adalah sebagai berikut


a. Awal penulisan ada di sebelah kiri atas, pena membentuk garis vertikal ke arah
bawah
b. Pena diangkat, dibawa ke pangkal garis vertikal tadi lalu membentuk garis horisontal
melengkung ke arah kanan.
c. Tanpa mengangkat pena garis diteruskan ke arah bawah membentuk garis vertikal
sejajar dengan garis vertikal pertama.
d. Pena diangkat dibawa ke tengah garis horisontal dan membentuk garis vertikal ke
arah bawah, sejajar dengan dua garis vertikal tadi.

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


109

Gambar 5.14. Duktus Aksara Ka pada Naskah Arjuna Wiwaha

Jumlah duktus aksara Ka pada naskah ini tiga, berbeda dengan duktus aksara Ka
pada naskah Cacanden L 305 yang berjumlah dua.

Aksara Ga
Bentuk aksara Ga pada naskah Arjuna Wiwaha terdiri dari dua garis vertikal
sejajar yang dihubungkan dengan satu garis horisontal yang melengkung. Bentuk ini
mirip dengan aksara Ga pada naskah Cacanden L 305. Hal yang membedakan adalah
garis horisontal pada aksara Ga Arjuna Wiwaha lebih cembung dibandingkan aksara
Ga Cacanden L 305 yang berupa garis horisontal lurus.

Gambar 5.15. Bentuk Aksara Ga pada Naskah Arjuna Wiwaha

Duktus aksara Ga pada Arjuna Wiwaha adalah sebagai berikut


a. Awal penulisan ada di sebelah kiri bawah, pena membentuk garis vertikal ke arah
atas.
b. Tanpa mengangkat pena, garis diteruskan ke arah kanan membentuk garis horisontal
yang melengkung.

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


110

c. Tanpa mengangkat pena, garis diteruskan ke arah bawah membentuk garis vertikal
yang sejajar dengan garis vertikal yang pertama.
Jumlah duktus aksara Ga pada naskah ini sama dengan jumlah duktus aksara Ga pada
naskah Cacanden L 305.

Gambar 5.16. Duktus Aksara Ga pada Naskah Arjuna Wiwaha

Aksara Na
Aksara Na pada naskah Arjuna Wiwaha mempunyai bentuk seperti huruf A
kecil pada tulisan latin. Bentuk ini hampir sama dengan aksara Na pada naskah
Cacanden L 305. Hal yang membedakan adalah bahwa aksara Na pada Cacanden L 305
lebih rebah.

Gambar 5.17. Bentuk Aksara Na pada Naskah Arjuna Wiwaha

Duktus aksara Na pada naskah Arjuna Wiwaha adalah sebagai berikut


a. Awal penulisan ada di sebelah kiri atas, pena membentuk garis horisontal yang
melengkung ke arah kanan.
b. Tanpa mengangkat pena garis diteruskan ke arah bawah membentuk garis vertikal.
c. Tanpa mengangkat pena, garis diteruskan ke arah kiri membentuk garis horisontal
yang lurus.

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


111

d. Pena diangkat dibawa ke ujung garis horisontal kedua lalu membentuk garis
setengah lingkaran searah jarum jam.

Gambar 5.18. Duktus Aksara Na pada Naskah Arjuna Wiwaha

Jumlah duktus aksara Na pada naskah Arjuna Wiwaha sama dengan jumlah duktus
aksara Na pada naskah Cacanden L 305, arah penulisannya juga sama
Aksara Sa
Aksara Sa pada naskah Arjuna Wiwaha terdiri dari satu garis vertikal dan satu
garis cekung menyerupai huruf u pada aksara latin. Bentuk ini mirip dengan aksara Sa
dalam naskah Cacanden L 305. Hal yang membedakan adalah dalam Cacanden L 305
bentuk lengkungnya lebih tajam, sehingga lebih mirip huruf v daripada huruf u.

Gambar 5.19. Bentuk Aksara Sa pada Naskah Arjuna Wiwaha

Duktus aksara Sa pada naskah Arjuna Wiwaha adalah sebagai berikut


a. Awal penulisan ada di sebelah kiri atas, pena membentuk garis vertikal ke arah
bawah.
b. Pena diangkat dibawa ke pangkal garis vertikal tadi dan membentuk garis lengkung
seperti huruf U pada tulisan latin.

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


112

Gambar 5.20. Duktus Aksara Sa pada Naskah Arjuna Wiwaha

Jumlah duktus aksara Sa pada naskah Arjuna Wiwaha sama dengan jumlah
duktus pada naskah Cacanden L 305, urutan dan arah penulisannya juga sama.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa bentuk dan duktus kelima aksara
dalam Naskah Arjuna Wiwaha mempunyai bentuk dan duktus yang sama dengan
bentuk dan duktus kelima aksara dalam Cacanden L 305. Hanya aksara A dan Ka saja
yang mempunyai bentuk dan jumlah duktus yang berbeda. Oleh karena itu dapat
disimpulkan bahwa naskah Cacanden L 305 memang berasal dari zaman yang
tercantum dalam teks.

5.4. Naskah Kidung Subrata


5.4.1. Alih Aksara Awal dan Akhir Teks

Awal Teks
//0// om awiănam astu hayu //0// om, gańgańyĕm gagań pawitrm macasta bagawan
ñalinĕm hana tirta mijil. Sakiń taĦn ana

Akhir Teks
Sań hyań hadiĦniń pupuśuh, hiya malahe, lan ikatatadi hamukti jati, itiħ pan bĕbĕkan
raga kuňjarayakaŕĦna,ayya //0//

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


113

5.4.2. Bentuk dan Duktus Aksara-Aksara dalam Naskah Aji Kembang


Untuk Kidung Subrata aksara yang akan dibandingkan hanya empat yaitu Ka,
Ga Na dan Sa. Aksara A tidak akan dibandingkan karena aksara ini tidak ditemukan
pada bagian awal dan akhir naskah.
Aksara Ka
Aksara Ka pada naskah Kidung Subrata terdiri dari tiga garis vertikal sejajar
yang dihubungkan dengan satu garis horisontal yang melengkung. Bentuk ini hampir
sama dengan aksara Ka pada naskah Cacanden L 105. Hal yang membedakan adalah
aksara Ka Kidung Subrata mempunyai kucir sedangkan aksara Ka Cacanden L 105 a
tidak.

Gambar 5.21. Bentuk Aksara Ka pada Naskah Kidung Subrata

Duktus aksara pada Kidung Subrata dapat diuraikan sebagai berikut


a. Awal penulisan ada di sebelah kiri bawah, pena membentuk garis vertikal ke arah
atas.
b. Tanpa mengangkat pena, garis diteruskan ke arah kanan membentuk garis horisontal
melengkung.
c. Tanpa mengangkat pena garis diteruskan ke arah bawah membentuk garis vertikal
sejajar dengan garis vertikal pertama.
d. Pena diangkat lalu dibawa ke tengah garis horisontal dan membentuk kucir di bagian
atas lalu garis diteruskan ke arah bawah membentuk garis vertikal.

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


114

Gambar 5.22. Duktus Aksara Ka pada Naskah Kidung Subrata

Dari hasil diatas diketahui bahwa jumlah duktus aksara Ka pada Kidung Subrata
sama dengan jumlah duktus aksara Ka pada naskah Cacanden L 105 a. Arah
penulisannya juga sama.

Aksara Ga
Bentuk aksara Ga pada Kidung Subrata terdiri dari dua garis vertikal yang
dihubungkan dengan satu garis horisontal yang melengkung. Bentuk ini hampir sama
dengan aksara Ga pada naskah Cacanden L 105a.

Gambar 5.23. Bentuk Aksara Ga pada Naskah Kidung Subrata

Duktus aksara Ga pada Kidung Subrata adalah sebagai berikut


a. Awal penulisan ada di sebelah kiri bawah, pena membentuk garis vertikal ke arah
atas.
b. Tanpa mengangkat pena, garis diteruskan ke arah kanan membentuk garis horisontal
yang cembung.
c. Pena diangkat dibawa ke ujung garis horisontal tadi lalu membentuk garis vertikal ke
arah bawah.

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


115

Gambar 5.24. Duktus Aksara Ga pada Naskah Kidung Subrata

Jumlah duktus aksara Ga pada Kidung Subrata lebih sedikit daripada jumlah
duktus aksara Ga pada Cacanden L 105a. Namun arah penulisan duktus aksara Ga pada
kedua naskah itu hampir sama.

Aksara Na
Aksara Na pada Kidung Subrata mempunyai bentuk seperti huruf A kecil pada
tulisan latin. Bentuk ini mirip dengan aksara Na pada naskah Cacanden L 105 a.

Gambar 5.25. Bentuk Aksara Na pada Naskah Kidung Subrata

Duktus aksara Na pada naskah Kidung Subrata adalah sebagai berikut


a. Awal penulisan ada di sebelah kiri atas, pena membentuk garis horisontal lengkung
ke arah kanan
b. Tanpa mengangkat pena, garis diteruskan ke arah bawah membentuk garis vertikal
lurus
c. Tanpa mengangkat pena, garis diteruskan ke arah kiri membentuk garis horisontal
lurus.

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


116

d. Pena diangkat dibawa ke ujung garis horisontal kedua dan membentuk garis setengah
lingkaran searah jarum jam.

Gambar 5.26. Duktus Aksara Na pada Naskah Kidung Subrata

Jumlah duktus aksara Na pada naskah ini sama dengan jumlah duktus aksara Na
pada naskah Cacanden L 105a. Arah penulisannya juga sama.
Aksara Sa
Aksara Sa pada Kidung Subrata terdiri dari satu garis vertikal yang melengkung
ujung-ujungnya dengan garis lengkung yang bentuknya mirip huruf V pada tulisan
latin. Bentuk ini hampir sama dengan aksara Sa pada naskah Cacanden L 105 a. Hal
yang membedakan adalah bahwa garis lengkung di sebelah kanan garis vertikal pada
aksara Sa Cacanden L105a lebih mendatar bila dibandingkan dalam aksara Sa dalam
Kidung Subrata.

Gambar 5.27. Bentuk Aksara Sa pada Naskah Kidung Subrata

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


117

Duktus aksara Sa pada naskah ini adalah sebagai berikut


a. Awal penulisan ada di sebelah kiri atas lalu pena membentuk garis vertikal ke arah
bawah yang melengkung ujung dan pangkalnya.
b. Pena diangkat dibawa ke sebelah atas garis vertikal dan membentuk garis diagonal
ke arah kanan bawah.
c. Tanpa mengangkat pena, garis diteruskan ke arah atas, membentuk garis vertikal
yang sejajar dengan garis vertikal pertama.

Gambar 5.28. Duktus Aksara Sa pada Naskah Kidung Subrata

Jumlah duktus aksara Sa Kidung Subrata sama dengan jumlah duktus aksara Sa pada
naskah Cacanden L 105 a, arah penulisannya juga sama.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa bentuk dan duktus keempat aksara
pada Kidung Subrata sama dengan keempat aksara pada naskah Cacanden L 105 a. Ada
beberapa hal yang membedakan yaitu misalnya adanya kucir pada aksara Ka dalam
Kidung Subrata, dan bentuk aksara Sa yang lebih melengkung pada Kidung Subrata.
Namun dari jumlah duktus hanya duktus aksara Ga saja yang berbeda, sedangkan
aksara lainnya sama. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa naskah Cacanden L
105a berasal dari zaman yang tercantum dalam teks.
Dari perbandingan lima aksara pada ketiga naskah di atas dengan lima aksara
pada naskah utama diketahui bahwa ada beberapa perbedaan antara aksara-aksara yang
dibandingkan. Perbedaan-perbedaan tersebut terjadi mungkin disebabkan oleh
perbedaan gaya tulisan tangan dan tempat penulisan. Contohnya perbedaan bentuk
aksara A pada naskah Arjuna Wiwaha dan Cacanden L 305, mungkin terjadi karena
perbedaan tempat penulisan. Pada katalog, diketahui bahwa Cacanden L 305 ditulis di

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


118

Damalung, sedangkan Arjuna Wiwaha ditulis di Gunung Mandarageni (Setyawati,


dkk., 2002:40 dan 219).
Namun, jumlah perbedaan antara aksara-aksara pada naskah utama dan naskah
pembanding tidak terlalu banyak. Lebih banyak kesamaan yang ditemukan. Oleh
karena itu dapat disimpulkan bahwa ketiga naskah utama memang berasal dari tahun
yang disebutkan dalam kolofonnya.

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


119

BAB 6
PENUTUP

Pada bab ini akan diuraikan secara singkat penelitian yang telah dilakukan
disertai dengan kesimpulannya. Masalah penelitian ini telah dijawab dengan
menggunakan metode dinamis, yaitu suatu metode dalam paleografi yang mengkaji
aksara berdasarkan bentuk, duktus, sudut tulisan, ukuran dan ketebalan garis pada
aksara.
Sebelum meneliti aksara dengan menggunakan metode dinamis, dilakukan
terlebih dahulu pendeskripsian terhadap naskah. Berdasarkan hasil deskripsi diketahui
bahwa kondisi empat naskah yang menjadi objek penelitian cukup baik. Tulisannya
masih terbaca walaupun di beberapa lempir terdapat kerusakan. Selain itu diketahui
pula bahwa dalam naskah Parimbwan dan Cacanden L 305 terdapat gambar-gambar

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


120

rajah yang sangat menarik. Namun, karena penelitian ini tidak menitikberatkan pada
penafsiran gambar rajah tersebut, gambar-gambar tersebut tidak dibahas secara
mendalam.
Langkah selanjutnya adalah melakukan suntingan pada beberapa bagian dari
naskah-naskah yang menjadi objek penelitian. Bagian naskah yang disunting adalah
lempir pertama dan lempir terakhir naskah-naskah yang bersangkutan. Proses
penyuntingan dilakukan melalui dua metode, yaitu metode diplomatik dan metode
kritik. Setelah disunting lalu dilakukan penerjemahan. Penerjemahan didasarkan pada
suntingan yang menggunakan metode kritik.
Setelah disunting, diketahui bahwa teks Ramayana Merapi Merbabu dimulai
pada sarga VI.80.b. Teks Parimbwan berisi mantra dan rajah yang digunakan sebagai
sarana pengobatan. Teks Cacanden berisi rasi-rasi bintang dan kaitannya dengan
pertanian.
Bersamaan dengan dilakukannya penelitian metode dinamis, dilakukan juga
tinjauan terhadap naskah-naskah yang sezaman. Tujuannya adalah untuk memastikan
bahwa naskah-naskah yang menjadi objek penelitian memang berasal dari zaman yang
tersebut dalam teks. Caranya adalah dengan membandingkan unsur fisik dan isi naskah-
naskah yang menjadi objek penelitian dengan naskah-naskah lain yang sezaman.
Penelitian ini hanya melakukan tinjauan terhadap unsur fisik. Tinjauan terhadap
unsur isi tidak dilakukan karena naskah-naskah yang dibandingkan belum disunting.
Naskah yang dibandingkan hanya tiga karena untuk Ramayana tidak ditemukan naskah
lain yang sezaman.
Dari hasil kritik diketahui bahwa lima aksara dalam ketiga naskah yang
dibandingkan mempunyai bentuk dan duktus yang sama dengan lima aksara sejenis
dalam naskah-naskah yang sezaman. Jadi dapat disimpulkan bahwa Parimbwan,
Cacanden L 305 dan Cacanden L 105a memang berasal dari zaman yang tercantum
dalam teks.
Untuk penerapan metode dinamis pada keempat naskah utama, ada enam aksara
yang diteliti yaitu A, Ka, Ga, Na , Sa dan Ca. Dari segi bentuk didapat kesimpulan
bahwa aksara-aksara Merapi Merbabu yang diteliti mempunyai beberapa variasi
bentuk. Aksara A dan Ca adalah aksara yang mempunyai variasi bentuk paling banyak.
Sedangkan aksara Ka dan Ga bentuknya relatif tidak banyak mengalami perubahan

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


121

dalam keempat naskah tersebut. Untuk aksara Sa dan Na bentuknya mengalami


beberapa variasi namun tidak sejauh variasi yang dialami oleh aksara A dan Ca. .
Dari segi duktus, dapat diamati bahwa jumlah duktus masing-masing aksara
dalam keempat naskah yang diteliti, berbeda. Untuk aksara A dan Ca, jumlah
duktusnya sama dalam keempat naskah. Aksara A dalam semua naskah mempunyai
jumlah duktus empat, kecuali pada Cacanden L 105a yang jumlah duktusnya lima.
Aksara Ca mempunyai jumlah duktus tiga dalam semua naskah. Aksara Ka, Ga, Na dan
Sa diketahui bahwa pada naskah yang mutakhir jumlah duktusnya lebih sedikit
daripada dalam naskah yang tua. Jadi dapat disimpulkan bahwa semakin mutakhir usia
naskah, jumlah duktus aksaranya semakin sedikit.
Dari segi ukuran, didapat kesimpulan bahwa aksara-aksara yang menjadi objek
penelitian mempunyai ukuran panjang dan lebar yang bervariasi antara 0,15 cm – 0,45
cm. Ukuran aksara yang terbesar dipunyai oleh aksara A, sedangkan ukuran yang
terkecil ada pada aksara-aksara lainnya. Untuk ukuran panjang dan lebar aksara, tidak
ada pola tertentu yang bisa diamati. Pola yang bisa diamati justru pada jarak antar-
aksara pada keempat naskah tersebut. Semakin mutakhir naskah, jarak antar-aksara satu
dengan yang lain semakin renggang.
Dari segi kemiringan, dapat diamati bahwa penulisan aksara cenderung miring
pada naskah yang tua. Pada naskah yang mutakhir, penulisan aksaranya cenderung
tegak. Dari hal ini dapat disimpulkan bahwa semakin mutakhir naskah, maka aksara
yang digoreskan di atasnya semakin tegak.
Dari segi ketebalan garis, dapat diamati bahwa pada naskah yang lebih mutakhir
garis pada aksaranya tidak setebal pada naskah yang lebih tua. Jadi dapat disimpulkan
bahwa semakin mutakhir usia naskah, garis pada aksaranya semakin tipis.
Bila dikaitkan dengan penanggalan maka dapat diambil kesimpulan bahwa
bentuk aksara Merapi Merbabu di tahun 1450-1500 MM mempunyai ciri-ciri yaitu
jumlah duktus aksaranya lebih banyak, kemiringan aksaranya antara 65º-75 º, jarak
antar aksaranya 0,010-0,015 cm, dan ketebalan garis pada aksaranya antara 0,029-0,050
cm.
Aksara Merapi Merbabu yang berasal dari rentang waktu 1500-1550 MM
mempunyai ciri-ciri jumlah duktus aksaranya lebih sedikit dari aksara pada naskah

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


122

sebelumnya, kemiringan aksaranya antara 60º-70º, jarak antar aksara 0,1-0,2 cm dan
ketebalan garis aksaranya 0,035-0,050 cm.
Aksara Merapi Merbabu yang berasal dari rentang waktu 1550-1600 MM
mempunyai ciri-ciri jumlah duktus aksaranya lebih sedikit dari aksara pada naskah
sebelumnya, kemiringannya antara 87º-90º, jarak antar aksara 0,2-0,25 cm dan
ketebalan garisnya 0,015-0-025 cm.
Aksara Merapi Merbabu yang berasal dari rentang waktu 1600-1650 MM
mempunyai ciri-ciri jumlah duktus aksaranya lebih sedikit dari aksara pada naskah
sebelumnya, kemiringannya antara 80º-90º, jarak antar aksara 0,15-0,25 cm, dan
ketebalan garisnya 0,010-0,015 cm.
Bila diamati lagi, ciri-ciri tersebut menunjukkan bahwa dalam aksara Merapi
Merbabu benar-benar mengalami perubahan dalam rentang waktu 100 tahun. Pada 100
tahun pertama aksara-aksara Merapi Merbabu yaitu jumlah duktusnya lebih banyak,
bentuk aksaranya lebih miring, jarak antar-aksara rapat, dan garis pada aksara lebih
tebal. Pada 100 tahun kedua, aksara-aksara Merapi Merbabu mempunyai ciri-ciri yaitu
jumlah duktusnya lebih sedikit dari sebelumnya, penulisan aksara lebih tegak, jarak
antar-aksara lebih lebar daripada sebelumnya dan garis pada aksara lebih tipis daripada
aksara kurun waktu sebelumnya.
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan ada beberapa hal yang menyebabkan
perubahan bentuk aksara pada naskah-naskah yang menjadi objek penelitian. Pertama
perbedaan waktu. Keempat naskah yang menjadi objek penelitian ini berasal dari masa
yang berbeda. Kedua perbedaan gaya tulisan tangan. Dari kolofon diketahui bahwa
nama penulis atau penyalin keempat naskah tersebut berbeda. Ketiga perbedaan tempat
penulisan atau penyalinan. Dari kolofon diketahui bahwa nama tempat penulisan atau
penyalinan keempat naskah tersebut berbeda. Keempat adalah kecenderungan ke arah
penyederhanaan untuk menghindari upaya-upaya yang tidak perlu. Hal ini dibuktikan
dengan semakin sedikitnya jumlah duktus aksara pada naskah-naskah yang lebih
mutakhir.

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


123

DAFTAR REFERENSI

Adiwimarta, Sri Sukesi.2001. “Periodisasi,” dalam Edi Sedyawati (ed), Sastra


Jawa Kuna: Suatu Tinjauan Umum.hlm.2-8. Jakarta: Balai Pustaka.

Astuti, Nunuk Juli. 2005. “Tulisan Ulu dalam Naskah Serawai dan Pasemah:
Suntingan Teks dan Kajian Paleografis.” Tesis Pascasarjana Fakultas Ilmu
Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Depok.

Behrend, dkk., T.E. 1998. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara:


Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Jakarta: Djambatan.

Buduroh, Mamlahatun. 2006. “Naskah Darma Jati: Edisi Teks, Terjemahan,


disertai Tinjauan Isi dan Aksara.” Tesis Pascasarjana Fakultas Ilmu
Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Depok.

Casparis, J.G. de. 1975. Indonesian Paleography: A History of Writing


in Indonesia from the Beginning to C.A.D. 1500. Leiden/Koln:
E.J.Brill.

Casparis, J.G. de. 1978. Indonesian Chronology. Leiden/Koln: E.J. Brill.

Darmosoetopo, Riboet. 1982.”Analisa Sementara Keropak dari Dakan,”


Makalah pada Pertemuan Ilmiah Arkeologi II,25-29 Februari 1980.
Jakarta:Proyek Penelitian Purbakala, Depdikbud.

Molen, Willem van der. 1983. Javaanse Tekst Kritiek. Een Overzicht en Een
Nieuwe Benadering Geillustreerd Aan de Kunjarakarna. Holland/USA: Foris
Publication.

---------------------------. 1985. “Sejarah dan Perkembangan Aksara Jawa,”


dalam Soedarsono, dkk (ed), Aksara dan Ramalan Nasib dalam Kebudayaan
Jawa, hlm. 1-16. Yogyakarta: Proyek Penelitian dan Pengkajian
Kebudayaan Nusantara.

Munandar, Agus Aris. 2001. “Pusat-Pusat Keagamaan Masa Jawa Kuna,”


dalam Edi Sedyawati (ed), Sastra Jawa Kuna: Suatu Tinjauan
Umum.hlm.101-110. Jakarta: Balai Pustaka.

Naveh, Joseph. 1982. Early History of The Alphabet. Jerussalem: The Magnes
Press, The Hebrew University.

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


124

Nida, Eugene A. dan Charles R. Taber. 1969. The Theory and Practice of
Translation. Leiden: E.J. Brill

Pigeaud, Th.G.Th.1967. Literature of Java. Vol.I: Synopsis Of Javanese


Literature, 900-1900 AD. The Hague: Martinus Nijhoff.

----------------------1970. Literature of Java. Vol.III: Ilustrations and Facsimile


of Manuscripts, Maps, Addenda and A General Index of Names and
Subjects. The Hague: Martinus Nijhoff.

Poerbatjaraka. 1926. “Arjuna-Wiwaha. Tekst en Vertaling,” Bijdragen tot de


Taal-,Land-, en Volkenkunde, 82.

Robson, S.O.1978.”Pengkajian Sastra-Sastra Tradisional Indonesia,” Bahasa


dan Sastra, IV(6): 3-48.

--------------- 1994. Prinsip-Prinsip Filologi Indonesia. Terj.Kentjanawati


Gunawan. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa bekerja
sama dengan Universitas Leiden.

Santoso, Soewito. 1980. Ramayana Kakawin. New Delhi: International Academy of


Indian Culture.

Setyawati, dkk., Kartika. 2002. Katalog Naskah Merapi Merbabu


Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Yogyakarta: Universitas Sanata
Dharma.

Soepomo. S. 1977. Arjunawijaya: A Kakawin of Mpu Tantular. The Hague:


Martinus Nijhoff.

Sudjiman, Panuti. 1995. Filologi Melayu. Jakarta: Pustaka Jaya.

Sugiyarto. 2006.“Mantra Tolak Teluh Naskah Merapi Merbabu: Edisi Teks dan
Kajian Peristiwa Magis.” Tesis Pascasarjana Fakultas Ilmu Pengetahuan
Budaya Universitas Indonesia. Depok.

Wibisono, Anton. 2006. “Perkembangan Aksara Bercorak Khusus pada


Prasasti-Prasasti Abad XV Masehi: Suatu Kajian Paleografi.” Skripsi
Sarjana Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Depok.

Wiryamartana, I. Kuntara. 1990. Arjunawiwaha: Transformasi Teks Jawa


Kuna Lewat Tanggapan dan Penciptaan di Lingkungan Sastra Jawa.
Yogyakarta: Duta Wacana University Press.

-------------------------------. 1993. “The Scriptoria in The Merbabu


Merapi Area,” BKI, 149: 503-509.

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


125

Wiryamartana, I. Kuntara dan Willem van der Mollen. 2001. “The


Merapi-Merbabu Area Manuscripts, A Neglected Collection,” BKI, 157:
51-64.

Yulianto, Ninie Soesanti.1996.”Prasasti sebagai Data Sejarah Kuna,” Laporan


Penelitian Proyek DIP-OPF Fakultas Sastra Universitas Indonesia.

Yulianto, Ninie Soesanti dan Titik Pudjiastuti. 2001. “Aksara” dalam Edi
Sedyawati (ed), Sastra Jawa Kuna: Suatu Tinjauan Umum, hlm.199-
207. Jakarta: Balai Pustaka.

Zoetmulder, P.J. 1994. Kalangwan: Sastra Jawa Kuna Selayang Pandang.


Terj. Dick Hartoko. Jakarta: Djambatan. Cet.ke-3.

Kamus
Mardiwarsito, L. 1990. Kamus Jawa Kuna-Indonesia. Flores: Nusa Indah. Cet
ke-4.

Mulyono, Drs. Slamet. 2008. Kamus Pepak Basa Jawa. Yogyakarta: Pustaka
Widyatama.

Pigeaud, Dr. Th.G.Th. 1938. Javaans-Nederlands Handwoordenboek.


Groningen: Wolters.

Poerwadarminta, W.J.S. 1939. Baosastra Djawa. Groningen, Batavia: J.B.


Wolters’ uit Givers Maatschappij.

Robson, S.O. dan Singgih Wibisono. 2002. Javanese English Dictionary.


Jakarta: Periplus.

Tim Balai Bahasa Yogyakarta. 2001. Kamus Basa Jawa. Yogyakarta:


Kanisius.

Winter Sr., C.F. dan R. Ng. Ranggawarsita. 1990. Kamus Kawi-Jawa. Terj.
Asia Padmopuspito dan A. Sarman Am. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


126

Lampiran 1: Tabel Aksara Buda dalam Empat Naskah Merapi Merbabu

Keterangan:

■ adalah simbol dari aksara yang diberi sandangan

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


127

(lanjutan)

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


128

(lanjutan)

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


129

(lanjutan)

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


130

(lanjutan)

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


131

(lanjutan)

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


132

(lanjutan)

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


133

Lampiran 2. Peta Perkiraan Lokasi Skriptoria di Sekitar Merapi Merbabu

Keterangan:
1. Belum diketahui nama skriptoriumnya
2. Belum diketahui nama skriptoriumnya
3. Windusabrang/Windusujan
4. Gertengahlo
5. Belum diketahui nama skriptoriumnya
6. Temulor, Temukidul
7. Ngadoman
8. Gedakan
9. Sidopekso
10. Metep

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


134

Sumber: Kuntara Wiryamartana. 1993. “The Scriptoria in The Merbabu


Merapi Area,” BKI, 149: 503-509

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


134

Lampiran 3. Foto Naskah Ramayana Lempir 1 Recto Sebelah Kiri

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


135

Lampiran 4: Foto Naskah Ramayana Lempir 1 Recto Sebelah Kanan

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


136

Lampiran 5: Foto Naskah Ramayana Lempir 132 Verso Sebelah Kiri

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


137

Lampiran 6: Foto Naskah Ramayana Lempir 132 Verso Sebelah Kanan

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


138

Lampiran 7: Foto Naskah Parimbwan Lempir 1 Recto

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


139

Lampiran 8: Foto Naskah Parimbwan Lempir 17 Verso

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


140

Lampiran 9: Foto Naskah Cacanden L 305 Lempir 1 Recto

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


141

Lampiran 10: Foto Naskah Cacanden L 305 Lempir 52 Verso

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


142

Lampiran 11: Foto Naskah Cacanden L 305 Lempir 50 Verso

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


143

Lampiran 12: Foto Naskah Cacanden L 105a Lempir 1 Recto

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


144

Lampiran 13: Foto Naskah Cacanden L 105a Lempir 42 Verso

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia


145

Lampiran 14: Foto Naskah Cacanden L 105a Lempir 40 Verso

Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009 Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai