Anda di halaman 1dari 91

UNIVERSITAS INDONESIA

METAFORA DALAM LAGU IWAN FALS


YANG BERTEMAKAN KRITIK SOSIAL

TESIS

SITI AISAH
0706182236

FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA


PROGRAM STUDI LINGUISTIK
DEPOK
JULI 2010

Metafora dalam lagu..., Siti Aisah, FIB UI, 2010


UNIVERSITAS INDONESIA

METAFORA DALAM LAGU IWAN FALS


YANG BERTEMAKAN KRITIK SOSIAL

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar


Magister Humaniora

SITI AISAH
0706182236

FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA


PROGRAM STUDI LINGUISTIK
DEPOK
JULI 2010

Metafora dalam lagu..., Siti Aisah, FIB UI, 2010


Metafora dalam lagu..., Siti Aisah, FIB UI, 2010
Metafora dalam lagu..., Siti Aisah, FIB UI, 2010
Metafora dalam lagu..., Siti Aisah, FIB UI, 2010
KATA PENGANTAR/UCAPAN TERIMA KASIH

Segala puji saya panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan nikmat, rahmat,
dan kasih sayangNya yang tiada henti dianugerahkan sehingga saya berhasil
menyelesaikan penulisan tesis ini.
Berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, saya dapat menyelesaikan
tesis ini sebagai bagian dari tugas akademis untuk meraih gelar Magister Humaniora
dari Program Studi Linguistik, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas
Indonesia.
Dengan penghargaan yang tinggi, ucapan terima kasih yang tulus dan dalam
saya sampaikan kepada:
1. Dr. Risnowati Martin yang penuh perhatian dan kasih sayang
membimbing dan memotivasi saya agar tetap semangat dan optimis
menyelesaikan tesis ini.
2. Dr. Phil. Setiawati Darmojuwono yang dengan penuh kesabaran dan
curahan kasih sayang membimbing dan juga memotivasi untuk terus
bersemangat menyelesaikan studi saya.
3. Dr. Afdol Tharik Wastono sebagai penguji yang telah memberikan
masukan, kritik, dan saran demi perbaikan tesis ini.
4. M. Umar Muslim, Ph.D., Ketua Program Studi Linguistik, Fakultas Ilmu
Pengetahuan Budaya, yang selalu menumbuhkan semangat dan tiada henti
mengingatkan saya akan batas studi.
5. Ibu Wiwin Triwinarti, M.A., selaku Sekretaris Program Studi Linguistik,
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya.
6. Para pengajar di Program Studi Linguistik, Fakultas Ilmu Pengetahuan
Budaya, Universitas Indonesia, yakni Prof. Dr. Harimurti Kridalaksana,
Prof. Dr. Benny H. Hoed; Prof. Dr. Rahayu S. Hidayat; Prof. Dr.

v
Universitas Indonesia
Metafora dalam lagu..., Siti Aisah, FIB UI, 2010
Multamia RMT Lauder; Prof. Dr. Njaju Jenny M. T. Hardjatno, M.A; Dr.
Lili Soeratminto; Tommy Christomy, Ph.D.; Prof. Dr. Hermina Sutami;
Dr. Felicia N. Utorodewo; Dr. Risnowati Martin; Dr. Setiawati
Darmojuwono; Dr. F.X. Rahyono; Dr. Myrna Laksman; Dr. Untung
Yuwono; Kushartanti, M.Hum., dan pengajar lain yang tidak sempat saya
sebutkan di sini, yang sangat berjasa menumbuhkan semangat,
membukakan daya pikir dan mengalirkan kejernihan ilmu yang sangat
berharga.
7. Mbak Nur, Mbak Rita, dan Mas Nanang yang selalu siap memberi
bantuan dan informasi selama saya menjalani studi.
8. Seluruh karyawan perpustakaan FIB yang selalu siap membantu
menemukan buku-buku sumber yang saya butuhkan selama saya
menjalani studi di program linguistik ini.
9. Dekan, Pembantu Dekan I, Pembantu Dekan II, dan Pembantu Dekan III
FKIP Untirta Serang-Banten atas dukungan dan kesempatan yang
diberikan kepada saya untuk menimba ilmu di program studi linguistik
FIB, UI.
10. Ketua Prodi dan seluruh rekan sejawat di Program Studi Pendidikan
Bahasa Inggris, FKIP Universitas Sultan Ageng Tirtayasa yang selalu
hadir memberi warna dan keceriaan di kala gundah dan penat menerpa.
11. Ayah (almarhum), ibu, bapak dan ibu mertua di Depok, kakak, adik, dan
kakak-kakak ipar yang selalu mengalirkan kasih sayang dan semangat di
setiap langkah yang saya tempuh.
12. Abang Adi, suamiku tersayang yang selalu menemani dan menjadi
curahan hatiku, serta menjadi ’pengasuh’ kedua buah hati kita di kala ku
berkutat dengan tesis ini.
13. Fayza dan Farzan tersayang, tawa dan keceriaan kalian selalu mengalirkan
semangat bunda berkarya.

vi
Universitas Indonesia
Metafora dalam lagu..., Siti Aisah, FIB UI, 2010
14. Teman-teman seperjuangan angkatan 2007 di Program Studi Linguistik,
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, yakni Kang
Odien, Mbak Eri, Mbak Sri, Niken, Silva, Listi, Mas Donty, Iban Ronal,
Pak Fauzi, Pak Irsan, Ika, Neneng, Pamela, Mbak Wati, Bu Rani, Mbak
Kartika, Mbak Setyowati, dan Cynthia atas segala kenangan indah dan
kebersamaan yang sangat berkesan selama menimba ilmu di Program
Studi Linguistik, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas
Indonesia.
Akhir kata, kepada semua pihak yang telah berkontribusi, baik langsung
maupun tidak langsung untuk tersusunnya tesis ini, saya haturkan terima kasih yang
sedalam-dalamnya. Saya memohon kepada Allah SWT, semoga rahmat dan
berkahnya selalu dilimpahkan kepada semua pihak yang telah membantu saya
menyelesaikan studi ini.
Kritik dan saran selalu saya nantikan dan saya berharap semoga karya kecil
ini bermanfaat.

Serang, 15 Juli 2010

SITI AISAH

vii
Universitas Indonesia
Metafora dalam lagu..., Siti Aisah, FIB UI, 2010
Metafora dalam lagu..., Siti Aisah, FIB UI, 2010
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...................................................................................................... i
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME.................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ................................................................ iii
HALAMAN PENGESAHAN...................................................................................... iv
KATA PENGANTAR DAN UCAPAN TERIMA KASIH.......................................... v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS
AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS..................................................... viii
ABSTRAK .................................................................................................................. ix
DAFTAR ISI ................................................................................................................ x
DAFTAR TABEL DAN GAMBAR .......................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................................. xiii

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................................... 5
1.4 Ruang Lingkup Penelitian ........................................................................ 5
1.5 Metodologi Penelitian ............................................................................... 5
1.6 Kemaknawian Penelitian .......................................................................... 6
1.7 Sistematika Penyajian .............................................................................. 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Pengantar.................................................................................................. 7
2.2 Metafora dari Berbagai Sudut Pandang ................................................... 8
2.3 Penelitian Terdahulu .............................................................................. 12
2.4 Beberapa Pendekatan dalam Kajian Metafora ....................................... 13
2.4.1 Semiotik ......................................................................................... 13
2.4.2 Semantik......................................................................................... 15
2.4.3 Pandang Pragmatik ........................................................................ 17
2.4.4 Wacana dan Teks ........................................................................... 17
2.5 Lirik Lagu ................................................................................................ 18
2.5.1 Iwan Fals dan Lirik Lagu Ciptaannya............................................. 19

BAB 3 KERANGKA TEORETIS


3.1 Pengantar.................................................................................................... 20
3.2 Metafora Konseptual.................................................................................. 20
3.3 Klasifikasi Majas........................................................................................ 24
3.4 Metafora dalam Kajian Semantik............................................................... 26

x
Universitas Indonesia
Metafora dalam lagu..., Siti Aisah, FIB UI, 2010
BAB 4 ANALISIS LIRIK LAGU IWAN FALS
4.1 Pengantar..................................................................................................... 30
4.1.1 Judul Lagu: OPINIKU ..................................................................... 30
4.1.2 Judul Lagu: SUMBANG.................................................................. 33
4.1.3 Judul Lagu: TIKUS TIKUS KANTOR............................................ 38
4.1.4 Judul Lagu: BESAR DAN KECIL .................................................. 41
4.1.5 Judul Lagu: DUNIA BINATANG ................................................... 43
4.1.6 Judul Lagu: ASIK NGGAK ASIK................................................... 45
4.1.7 Judul Lagu: 17 Juli 1996 .................................................................. 49
4.1.8 Judul Lagu: BUKTIKAN................................................................. 51
4.1.9 Judul Lagu: KUDA LUMPING ....................................................... 53

BAB 5 PENUTUP
5.1 Kesimpulan .................................................................................................. 61

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 65


LAMPIRAN

xi
Universitas Indonesia
Metafora dalam lagu..., Siti Aisah, FIB UI, 2010
DAFTAR TABEL DAN GAMBAR

Tabel

Tabel 2.1 Relasi Ikon, Indeks, Simbol .................................................................... 14

Tabel 4.1 Tabel Majas ............................................................................................ 56

Tabel 4.2 Tabel Ranah Sumber dan Sasaran .......................................................... 57

Tabel 4.3 Tabel Jenis Metafora............................................................................... 58

Gambar

Gambar 3.1 Gambar Segitiga Ogden dan Richards .................................................. 27

Gambar 3.2 Gambar Bagan Makna menurut Blanke ................................................ 28

xii
Universitas Indonesia
Metafora dalam lagu..., Siti Aisah, FIB UI, 2010
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Data 9 lirik lagu Iwan Fals

xiii
Universitas Indonesia
Metafora dalam lagu..., Siti Aisah, FIB UI, 2010
ABSTRAK

Nama : Siti Aisah


Program Studi : Linguistik
Judul : Metafora dalam Lagu Iwan Fals yang Bertemakan Kritik Sosial

Penelitian ini bertujuan untuk menemukan ranah sumber dan jenis metafora yang
terdapat di dalam lirik lagu-lagu Iwan Fals. Sumber data yang digunakan adalah lirik
lagu Iwan Fals yang bertemakan kritik sosial dari album tahun 1982, 1983, 1986,
1991, 1992, 1993, 2004. Data dipilih secara purposive, yaitu dipilih judul lagu yang
berisi tentang kritik sosial. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan
menggunakan teori metafora konseptual Lakoff dan Johnson (1980) dan teori
metafora dalam arti luas dari Moeliono (1989) sebagai landasan teori.
Berdasarkan hasil analisis, ditemukan ranah sumber BINATANG yang paling
dominan digunakan di dalam lirik lagu Iwan Fals. Jenis majas yang terdapat di dalam
lagu yang paling sering digunakan pencipta lagu untuk menyampaikan kritik sosial
adalah jenis majas perbandingan langsung atau metafora dan perumpamaan atau
simile. Jenis ungkapan metaforis berdasarkan teori Lakoff dan Johnson (1980) yang
paling dominan terdapat dalam lagu adalah jenis metafora struktural dan ontologis.

Kata Kunci: Metafora, Lirik lagu, Kritik Sosial

ABSTRACT

Nama : Siti Aisah


Program Studi : Linguistik
Judul : Metaphor in Iwan Fals Social Critics Songs Lyrics

This study is aim at finding the source domain and the type of metaphor in Iwan Fals’
song lyrics. The song lyrics taken from Iwan Fals album by the year of 1982, 1983,
1986, 1991, 1993, 2004.The data is taken purposively based on the theme songs
‘social critics’ in Iwan Fals album. This is a descriptive qualitative study using
conceptual metaphor theory by Lakoff and Johnson (1980) and metaphor theory in
broad sense by Moeliono (1989). Based on data analysis, it was found that the trope
being used in the songs lyrics are metaphor and simile. Metaphorical expressions
based on Lakoff and Johnson theory (1980) found mostly in the songs lyrics are
structural metaphor and ontological metaphor.

Keywords: Metaphor, Songs Lyrics, Social Critics

ix
Universitas Indonesia
Metafora dalam lagu..., Siti Aisah, FIB UI, 2010
1
 

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bahasa digunakan penuturnya untuk menyampaikan gagasan, pikiran, dan
perasaannya dalam berbagai situasi komunikasi. Seorang pencipta lagu,
menyampaikan gagasan, pikiran, dan perasaannya melalui lirik lagu yang ia ciptakan.
Lirik lagu merupakan media yang digunakan pencipta lagu untuk menyampaikan
pesannya kepada para pendengar atau penikmat musik. Di samping sebagai sarana
hiburan, lirik lagu dapat digunakan sebagai media untuk memberikan informasi dan
opini terhadap masalah sosial yang terjadi di suatu lingkungan masyarakat atau di
sebuah negara.
Lagu tersusun atas beberapa bait yang mengekspresikan ide, gagasan, dan
perasaan pencipta lagu. Jadi, lirik lagu juga seperti puisi karena tersusun atas
beberapa bait yang berisi gagasan dan perasaan yang ingin disampaikan penciptanya.
Menurut Rifatarre (1978), puisi adalah salah satu wujud aktivitas bahasa, puisi
berbicara secara tidak langsung sehingga bahasa yang digunakan pun berbeda dari
bahasa yang digunakan sehari-hari. Lebih lanjut disebutkan bahwa sebuah puisi
mengatakan sesuatu yang berbeda dari makna yang dikandungnya (Rifatarre, dalam
Budiman: 2004). Selain itu, Rifatarre (1978) juga menjelaskan bahwa memahami
puisi itu seperti sebuah donat. Sesuatu yang hadir secara tekstual adalah daging
donatnya, sedangkan sesuatu yang tidak hadir secara tekstual adalah ruang kosong
berbentuk bundar yang berada di tengahnya dan sekaligus menopang dan membentuk
daging donat menjadi donat. Ruang kosong ini oleh Rifatarre (1978) dibedakan atas
dua jenis, yaitu hipogram potensial (yang terkandung dalam arti kias atau majas,
bahasa sehari-hari seperti preposisi dan sistem deskriptif) dan hipogram aktual
(berupa teks-teks atau wacana yang sudah ada sebelumnya yang dapat menjadi
referensi atau acuan puisi tersebut). Terkait dengan puisi, untuk memahami sebuah
lirik lagu juga hampir sama dengan cara memahami sebuah puisi.

1
                                                                                                                         Universitas Indonesia
 
Metafora dalam lagu..., Siti Aisah, FIB UI, 2010
2
 

Menurut Jakobson dalam Budiman (2004), unsur pembangun yang dominan


di dalam sebuah puisi adalah metafora. Jika mengaitkan karakteristik puisi dengan
lirik lagu, maka di dalam lirik lagu pun unsur pembangunnya adalah metafora.
Metafora atau majas digunakan di dalam lirik lagu dengan tujuan estetis, agar lagu
tersebut indah, enak didengar, serta membantu pendengar agar lebih mudah
memahami makna sebuah lagu.
Menurut Moeliono (1989: 175), majas digunakan untuk mengkonkretkan dan
menghidupkan sebuah tulisan sehingga tulisan tersebut tidak bersifat monoton dan
lebih variatif . Di dalam karya sastra seperti novel dan puisi biasanya terdapat majas
yang memperindah tulisan dan membantu imajinasi pembaca agar lebih mudah
memahami bacaannya. Menurut Aristoteles (384-322 M), metafora merupakan
sebuah alat atau sarana yang berasal dari ragam bahasa puitis. Aristoteles
menganggap metafora sebagai bahasa yang luar biasa dan dekoratif, serta berbeda
dengan bahasa keseharian yang sederhana. Menurutnya, metafora merupakan majas
retorika yang hanya digunakan dalam kesempatan tertentu, seperti dalam pementasan
drama.
Lakoff dan Johnson (1980:3) menyatakan bahwa metafora ada di dalam
kehidupan sehari-hari, dan tidak hanya di dalam kegiatan berbahasa, tetapi juga ada
dan tersusun di dalam pikiran dan tindakan manusia. Sebagai contoh, untuk
mengungkapkan rasa kesal, seseorang yang sedang marah atau emosi biasanya
melontarkan kata-kata yang berkaitan dengan binatang atau hewan, seperti dasar,
anjing lu!, dia memang binatang!. Seseorang yang melontarkan hal tersebut,
mempersamakan seseorang yang ia rujuk dengan seekor anjing. Contoh lainnya
adalah di dalam sebuah puisi berjudul Aku karya Khairil Anwar, terdapat larik yang
menggunakan metafora binatang, yaitu larik aku ini binatang jalang. Ungkapan
metafora seperti contoh tersebut, terlontarkan oleh seseorang secara spontan karena
tercetus dalam pikiran seseorang yang sedang emosi, berada di luar kontrol diri,
sehingga terucap kata-kata yang mengandung metafora binatang sebagai wujud
ekspresi emosi dirinya. Di kalangan remaja di Amerika Serikat, sebagai ungkapan
olok-olok seorang remaja kepada teman sebayanya yang penakut atau pengecut juga

                                                                                                                         Universitas Indonesia
 
Metafora dalam lagu..., Siti Aisah, FIB UI, 2010
3
 

seringkali terdengar ungkapan metafora binatang, yakni ungkapan seperti come on,
don’t be such a chicken. Kata chicken digunakan sebagai pembanding antara
seseorang yang bersikap layaknya seekor chicken (ayam) yang bersifat
penakut/pengecut menurut latar budaya Amerika. Berdasarkan contoh tersebut,
tampak bahwa metafora digunakan dalam percakapan sehari-hari dan dilontarkan
secara spontan untuk mengungkapkan perasaan dan pikiran seseorang.
Berkaitan dengan proses mengungkapkan perasaan dan pikiran, seorang
pencipta lagu, seperti Iwan Fals menuangkan perasaan dan pikirannya mengenai
kondisi sosial politik yang terjadi di Indonesia melalui lirik lagu. Agar lirik lagu
tersebut mudah dipahami dan indah didengar, pencipta lagu menggunakan metafora
dalam lirik-lirik lagunya. Penggunaan metafora dalam lirik lagu dilakukan oleh
pencipta lagu dengan maksud untuk membandingkan atau mencari kaitan antara dua
hal secara implisit. Sebagai contoh dalam sebuah lirik lagu anak-anak terkenal, yaitu
you are my sunshine (kau adalah cahaya matahariku), kata you (kau) dibandingkan
dengan my sunshine (cahaya matahariku) mendeskripsikan bahwa sosok you (kau)
memiliki karakteristik atau ciri seperti cahaya matahari, yaitu yang mampu
menyinari atau memberi sinar, memberi kehidupan bagi makhluk hidup di alam
semesta ini.
Metafora juga dapat mengkomunikasikan apa yang dipikirkan dan dirasakan
penulis mengenai sesuatu, dapat menjelaskan dan menyampaikan suatu gagasan atau
ide yang bersifat khusus dengan cara yang lebih menarik sehingga mudah dipahami
oleh pembaca (Knowles dan Moon, 2006:4). Selanjutnya, Kövecses (2002:20)
mengatakan bahwa metafora tidak hanya meliputi bahasa yang digunakan penuturnya
untuk mengungkapkan emosi tetapi juga metafora penting untuk memahami aspek
konseptualisasi emosi dan pengalaman emosional. Berkaitan dengan pendapat
Kovecses (2002:20) tersebut, metafora dalam lagu merupakan ekspresi emosi
pencipta lagu terhadap sesuatu yang menyentuh hatinya dan dialaminya dalam
realitas kehidupan. Lakoff dan Johnson (1980:156) juga menyatakan bahwa,
“metaphors may create realities for us, especially social realities”. Metafora

                                                                                                                         Universitas Indonesia
 
Metafora dalam lagu..., Siti Aisah, FIB UI, 2010
4
 

mengkonstruksikan realitas yang ada khususnya realitas sosial politik yang terjadi di
sekitar.
Fairclough (1989: 120) menggunakan metafora DISEASE (penyakit) untuk
menunjukkan masalah sosial atau kata sakit yang secara metaforis merepresentasikan
keadaan sosial yang bermasalah di masyarakat. Istilah yang sering digunakan dalam
bahasa Indonesia adalah masyarakat yang sakit, merujuk pada keadaan sosial
masyarakat yang bermasalah seperti banyaknya peristiwa kekerasan atau kriminalitas
di suatu lingkungan masyarakat.
Dalam realitas sosial-politik di Indonesia, para politisi kerapkali
menggunakan ungkapan metaforis ketika terjadi debat pendapat atau pro-kontra
mengenai sesuatu hal. Sebagai contoh, penggunaan metafora yoyo untuk
menyinggung sikap seseorang yang tidak teguh pendirian di dunia politik, karena
sebagaimana diketahui bahwa yoyo adalah sebuah mainan yang diayun-ayunkan atau
digerakkan ke atas, ke bawah, ke kiri dan ke kanan. Selain itu, penjelasan Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) atas keseleo lidah kadernya juga merupakan
ungkapan metaforis. Frasa keseleo lidah merupakan ungkapan metaforis yang
mempersamakan lidah dengan kaki yang keselo, dalam hal ini bermakna sesuatu
yang terjadi tidak sengaja.
Terkait dengan penggunaan metafora dalam kehidupan sehari-hari untuk
mengungkapkan realitas sosial yang terjadi di masyarakat, maka saya tertarik untuk
melakukan penelitian mengenai metafora di dalam lagu. Saya tertarik untuk mengkaji
lebih dalam mengenai unsur metaforis yang terdapat dalam lagu-lagu Iwan Fals
karena lirik-lirik lagu Iwan Fals kerapkali menggunakan metafora untuk
menyampaikan pesan, opini, dan perasaan pencipta lagu terhadap peristiwa yang
terjadi di Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah Penelitian


Masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:
1) Jenis ungkapan metaforis apa yang digunakan dalam lirik lagu Iwan Fals
dilihat dari aspek semantis.

                                                                                                                         Universitas Indonesia
 
Metafora dalam lagu..., Siti Aisah, FIB UI, 2010
5
 

2) Ranah apa yang paling dominan sebagai ranah sumber untuk membentuk
metafora dalam lirik lagu Iwan Fals.

1.3 Tujuan Penelitian


Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan penelitian ini dapat dirumuskan
sebagai berikut:
1) Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis ungkapan metaforis dalam lirik
lagu Iwan Fals dilihat dari aspek semantis.
2) Penelitian ini bertujuan untuk menemukan ranah yang paling dominan sebagai
ranah sumber dalam lagu-lagu Iwan Fals.

1.4 Ruang Lingkup Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian pada tataran teks lirik lagu dengan fokus pada
metafora. Fokus penelitian ini adalah untuk menemukan jenis ungkapan metaforis
yang terdapat di dalam lirik lagu dan menemukan ranah sumber yang paling
dominan yang terdapat dalam lirik lagu berdasarkan teori Lakoff dan Johnson
(1980).

1.5 Metodologi Penelitian


Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Sumber data penelitian
berupa teks lirik lagu Iwan Fals. Data berupa lirik lagu berasal dari album lagu
Iwan Fals pada tahun 1982, 1983, 1986, 1991, 1992, 1993, 2004. Peneliti memilih
album pada periode tahun tersebut karena lagu-lagu pada masa tersebut cukup
populer dan isi lagunya secara umum melontarkan kritik sosial terhadap
pemerintah yang berkuasa. Data yang sudah dikumpulkan kemudian
diklasifikasikan berdasarkan isi lagu yang mengandung metafora. Peneliti
memilih 9 lagu yang bertemakan tentang kritik sosial terhadap pemerintah yang
berkuasa pada masa tersebut. Berikut ini 9 judul lagu yang diteliti:
1) Opiniku
2) Sumbang
3) Tikus-tikus Kantor

                                                                                                                         Universitas Indonesia
 
Metafora dalam lagu..., Siti Aisah, FIB UI, 2010
6
 

4) Besar dan Kecil


5) Dunia Binatang
6) Asik Nggak Asik
7) 17 Juli 1996
8) Buktikan
9) Kuda Lumping

Pada tahap analisis data, setiap bait yang mengandung metafora dianalisis dengan
menggunakan analisis komponen makna. Peneliti memetakan ranah sumber dan
ranah sasaran yang ditemukan dalam lagu, kemudian peneliti mengkaji isi lagu
dan metafora yang terdapat dalam lagu secara kontekstual.

1.6 Kemaknawian Penelitian


Manfaat penelitian ini sebagai berikut:
1) Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memperkaya kajian
mengenai metafora khususnya metafora dalam lagu di Indonesia.
2) Melengkapi penelitian yang berkaitan dengan ungkapan metaforis dalam
lirik lagu sehingga dapat menjadi acuan bagi pemerhati bidang bahasa,
sosial dan politik, serta umumnya bermanfaat bagi pengembangan kosa
kata dalam bidang sosial, politik, dan komunikasi.

1.7 Sistematika Penyajian


Sistematika yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
Bab 1 berisi pendahuluan yang menguraikan latar belakang penelitian dan
permasalahan yang ingin dijawab dalam penelitian, tujuan penelitian, ruang
lingkup penelitian, metode penelitian dan sumber data penelitian, dan manfaat
penelitian. Bab 2 berisi tinjauan pustaka dan penelitian terdahulu yang terkait
dengan penelitian ini. Bab 3 menguraikan kerangka teori yang merupakan
landasan teoretis penelitian ini. Bab 4 berisi analisis lirik lagu, Bab 5 berisi
kesimpulan atas permasalahan yang diajukan.
 

                                                                                                                         Universitas Indonesia
 
Metafora dalam lagu..., Siti Aisah, FIB UI, 2010
7
 
 

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengantar
Dalam bab 2 ini, saya akan menguraikan paparan singkat mengenai kajian
metafora menurut para pakar linguistik terdahulu, kemudian menjelaskan penelitian-
penelitian yang telah dilakukan yang terkait dengan metafora, beberapa pendekatan
ilmu yang terkait dalam kajian metafora, dan lirik lagu.

2.2 Metafora dari Berbagai Sudut Pandang


Metafora sebagai kajian dalam ilmu linguistik telah ditelaah oleh para ahli
linguistik seperti Aristoteles (348-322 SM), Richards (1936), Lakoff dan Johnson
(1980), Black (1979), Searle (1979), Nöth (1995), Moeliono (1989), Knowles dan
Moon (2006). Berikut ini beberapa teori metafora dari para ahli tersebut.
Pada jaman Yunani kuno, Aristoteles (348-322 SM) dalam karyanya yang
berjudul Rhetoric (Retorika) menyatakan bahwa metafora adalah simile
(perumpamaan) yang diungkapkan dengan kata-kata like, as, resemble (seperti, bak,
bagai) yang mengalami proses ellipsis atau dilesapkan. Metafora dalam the woman is
a red rose, misalnya, sebenarnya merupakan perpanjangan dari simile, yaitu the
woman is like a red rose, namun kata like dilesapkan. Aristoteles menyebutkan
bahwa metafora berkaitan dengan substitusi atau transfer. Aristoteles (384-322 SM)
menyatakan “the application of a strange term either transferred from the genus and
applied to the species to another or else by analogy” (dikutip oleh Levin, 1979:79).
Metafora dapat dipahami dalam konteks gerakan (transferensi), baik dari genus ke
spesies (dari umum ke khusus) ataupun dari spesies ke spesies, atau berdasarkan
analogi. Aristoteles menyebut transferensi tersebut sebagai ephiphora, yaitu
pemindahan istilah dari satu makna ke makna lain yang menyimpang dari pengertian
aslinya. Aristoteles juga menyatakan bahwa metafora merupakan sebuah alat atau
sarana yang berasal dari ragam bahasa puitis. Aristoteles menganggap metafora
sebagai bahasa dekoratif dan berbeda dengan bahasa keseharian yang sederhana.

7
Universitas Indonesia
Metafora dalam lagu..., Siti Aisah, FIB UI, 2010
8
 
 

Selanjutnya, Richards (1936) menyatakan bahwa metafora adalah


perbandingan yang menelaah kesamaan atau kemiripan antara suatu objek dengan
objek lain yang dijadikan pembandingnya. Sebagai contoh, Elizabeth is the sun,
dalam kalimat tersebut sejumlah sifat the sun (matahari), antara lain kemampuannya
menyinari dan menerangi, ditransfer atau digunakan untuk menjelaskan sosok
Elizabeth yang memiliki sinar kecantikan yang cerah, secerah sinar matahari.
Richards (1936) menyebutkan konsep transfer tersebut dengan istilah target dan
source domain. Dalam contoh kalimat tersebut, Elizabeth merupakan target (sasaran)
yang dianalogikan dengan the sun yang merupakan source (sumber).
Di samping itu, Richards (1936) juga menyebut metafora sebagai kajian yang
melibatkan tiga unsur di dalamnya, yaitu vehicle, topic/tenor dan grounds. Vehicle
merupakan hal yang menjadi sumber metafora, topic/tenor merupakan makna
metaforis, sedangkan grounds adalah kaitan di antara keduanya. Berikut ini
contohnya:
Context be prepared for a mountain of paperwork
Vehicle mountain
Topic/tenor a large amount
Ground ideas of size, being immovable and difficult to deal with
Berdasarkan contoh tersebut, kata mountain merupakan vehicle yang menjadi source
(sumber) suatu metafora yang bermakna ‘jumlah yang banyak atau berlimpah’
sebagai topic/tenor. Sebagai ground, keduanya memiliki kaitan dalam hal ‘ukuran
yang besar dan sulit untuk dipindahkan’. (Ortony, 1993: 347)
Lakoff dan Johnson (1980: 3) menyatakan bahwa, “...metaphor is pervasive in
everday life, not just in language but in thought and action. Our ordinary conceptual
system, in terms of which we both think and act, is fundamentally methaporical in
nature”. Metafora diperoleh dan dimengerti secara kognitif oleh manusia berdasarkan
pengalaman hidup sehari-hari yang diungkapkan melalui bahasa mereka. Cara
seseorang berpikir dan bertindak sehari-hari sebenarnya bersifat metaforis.
Selanjutnya, Lakoff dan Johnson (1980: 5) berpendapat bahwa, “The essence
of metaphor is understanding and experiencing one kind of thing in term of another.”

Universitas Indonesia
Metafora dalam lagu..., Siti Aisah, FIB UI, 2010
9
 
 

(1980: 5). Berdasarkan pernyataan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa sesorang
dapat memahami sesuatu hal melalui proses pemahamannya akan hal lain yang telah
dikenal dan dipahami sebelummya dari pengalamannya sehari-hari. Dengan
demikian, metafora mengorganisasi hubungan antar objek dan menciptakan
pemahaman mengenai objek tertentu melalui pemahaman mengenai objek lain.
Dengan kata lain, ranah sumber (source domain) digunakan manusia untuk
memahami konsep abstrak dalam ranah sasaran (target domain). Sebagai contoh,
DESIRE IS FIRE (HASRAT ADALAH API) menurut Lakoff dan Johnson (1980),
penggunaan huruf kapital digunakan untuk menunjukkan ranah sumber dan ranah
sasaran. Konsep DESIRE (HASRAT) merupakan ranah sasaran atau topic dan FIRE
(API) sebagai vehicle atau ranah sumber. Jadi, dapat dipahami bahwa DESIRE
(HASRAT) memiliki ciri dan sifat seperti API, yaitu, panas, bergelora, dan
membakar. Jika seseorang memiliki hasrat berarti dalam dirinya terdapat suasana hati
yang menggelora.
Sementara itu, Black (1979) menyatakan bahwa metafora memiliki persamaan
dengan majas simile, akan tetapi dalam metafora tidak terdapat kata-kata like, as, as
if. Dalam metafora terdapat pemindahan atau transfer konsep antara suatu hal dan hal
yang lainnya. Black (1993) juga menyatakan bahwa untuk mengerti suatu metafora,
hal yang terlebih dahulu disadari adalah bahwa suatu kata bersifat polisemantis dan
metafora merupakan makna sekunder di samping makna dasar. Seperti contoh
berikut, we used to trash all the teams in the Schoolby League. We had a great squad
and no-one could touch us. Kata trash merupakan makna sekunder dari kata hit yang
lebih bersifat literal. Oleh karena itu, maka kata trash memiliki makna metaforis yang
digunakan untuk mengganti kata hit (Ortony, 2000: 167).
Dalam Handbook of Semiotics, Nöth (1995: 128) menyatakan bahwa terdapat
dua istilah metafora yaitu metafora dalam arti sempit (narrow sense),  dan metafora
dalam arti luas (broad sense). Metafora dalam arti sempit adalah bentuk kiasan
tertentu di antara bentuk-bentuk kiasan yang lain, sedangkan metafora dalam arti luas
mencakup semua bentuk kiasan.

Universitas Indonesia
Metafora dalam lagu..., Siti Aisah, FIB UI, 2010
10
 
 

Berkaitan dengan pengertian metafora dalam arti sempit dan arti luas,
Moeliono (1989: 175) menyebut  metafora dalam arti sempit (narrow sense) sebagai
suatu bentuk gaya bahasa kias atau majas yang implisit, tanpa menggunakan kata
seperti, sebagai, ibarat, umpama, bak, dan laksana. Contohnya: buah hati, mata
jarum, anak emas, dan sebagainya (Moeliono, 1989: 175). Metafora dalam arti luas
(broad sense) mencakupi semua jenis majas, yang oleh Moeliono (1989)
diklasifikasikan ke dalam tiga kategori, yaitu majas perbandingan, majas
pertentangan, dan majas pertautan.
Searle (1979) menyatakan bahwa metafora dapat diformulasikan dengan S is
P. S dalam hal ini adalah ranah sumber yang kemudian disandingkan dengan P
sebagai perbandingan. Akan tetapi, Searle (1979) menegaskan bahwa S is P harus
diinterpretasikan maknanya secara pragmatis menjadi S is R. Dalam hal ini, R
merupakan interpretasi mitra tutur terhadap makna dari P yang bergantung pada
penutur. Oleh karena itu, konsep Searle (1979) mengenai metafora memiliki landasan
pragmatis. Menurut Searle, makna yang menjadi pusat perhatian adalah makna
tuturan yang dikomunikasikan. Makna yang dikaji secara metaforis adalah makna
yang sesuai dengan kehendak penutur.  Contohnya dalam kalimat Jack is a snake
(Jack adalah ular) dapat diartikan sebagai Jack is a very wicked person (Jack adalah
orang yang sangat jahat) atau Jack is very cunning (Jack adalah orang yang sangat
licik) tergantung dari cara mitra tutur menginterpretasikannya (Ortony, 1993: 127).
Pada contoh tersebut, menunjukkan kesamaan atau kemiripan sifat dan ciri seorang
Jack dengan seekor ular, yaitu licik/pandai mengelabui dan jahat/mampu
membinasakan orang lain.
Menurut Knowles dan Moon (2006: 5) metafora adalah bahasa non-literal
atau figuratif yang mengungkapkan perbandingan antara dua hal secara implisit.
Knowles dan Moon (2006: 5) menyatakan bahwa terdapat dua jenis metafora, yaitu
metafora kreatif dan metafora konvensional.
1) Metafora kreatif adalah metafora yang digunakan penulis atau penutur untuk
mengekspresikan ide dan perasaannya ke dalam sebuah tulisan sehingga
tulisan tersebut menjadi mudah dipahami oleh pembaca. Metafora ini

Universitas Indonesia
Metafora dalam lagu..., Siti Aisah, FIB UI, 2010
11
 
 

menampilkan suatu ungkapan yang baru berdasarkan realitas yang ada dan
biasanya terdapat di dalam karya sastra.
2) Metafora konvensional adalah metafora yang sudah tidak lagi bersifat baru
dan jenis metafora ini telah kehilangan cirinya sebagai sebuah metafora,
karena metafora ini sering digunakan dan kemudian dimasukkan ke dalam
kosakata sehari-hari. Misalnya untuk menunjukkan emosi marah (anger)
digunakan ungkapan He exploded (kemarahannya meledak). Metafora
konvensional juga sering disebut dengan metafora mati atau dead metaphor
(Knowles dan Moon, 2006: 6).

2.3 Penelitian Terdahulu


Berikut ini beberapa penelitian metafora yang terkait dengan metafora dalam
musik dan lagu.
Zbikowski (2002) menjelaskan bagaimana metafora dalam musik membantu
pendengar memahami musik tersebut. Zbokowski (2002) mencontohkan, ketika
sebuah teks lagu menuturkan tentang roda yang berputar dan air yang mengalir
maka digambarkan dengan tanda berupa nada atau melodi suara gerakan roda yang
berputar dan suara air yang mengalir. Bunyi-bunyi tersebut disebut sebagai text
painting atau penggambaran teks, yang oleh Mark Turner (1998) disebut ikonisitas
dalam rhetorical figure. Penelitian tersebut merupakan penelitian metafora dari
aspek non verbal, seperti bunyi nada yang menyerupai atau menggambarkan
peristiwa atau tindakan tertentu. Konsep image schema dari Lakoff dan Johnson
(1980) dan Turner (1998) digunakan sebagai landasan dalam penelitian tersebut.
Akan tetapi, penelitian Zbikowski (2002) ini berbeda dengan penelitian yang saya
lakukan, karena saya meneliti aspek verbal dalam lirik lagu.
Murtadho (1999) menganalisis metafora dalam al-quran dan terjemahannya
dalam bahasa Indonesia: kajian atas metafora cahaya, kegelapan, dan beberapa sifat
Allah. Berdasarkan analisis yang dilakukannya, Murtadho menemukan adanya
keterkaitan antarmetafora dalam Al-Qur’an dilihat dari unsur leksikal dan
interpretasinya dan ditemukan tiga kelompok metafora, yaitu: metafora tunggal

Universitas Indonesia
Metafora dalam lagu..., Siti Aisah, FIB UI, 2010
12
 
 

dengan interpretasi tunggal, metafora tunggal dengan interpretasi taktunggal, dan


metafora taktunggal dengan kesamaan interpretasi. Murtadho juga tidak melihat
adanya pergeseran makna metafora dilihat dari transposisi dan pergeseran bentuk
yang mencakup pergeseran tataran; ketakrifan-kenontakrifan, ketinggalan-
ketaktinggalan, dan perbedaan kelas kata.
Penelitian metafora dalam lagu telah dilakukan oleh Sari (2007) yang berjudul
Analisis Metafora pada Lirik Lagu Enka dalam Besuto Hitto Daizenshu 2005. Hasil
penelitian ini menyatakan bahwa metafora di dalam lirik lagu Enka dalam Besuto
Hitto bertemakan rasa cinta dan kehilangan . Berikut metafora yang terdapat di dalam
lirik lagu Enka :
 Kehidupan adalah perjalanan
 Penderitaan adalah menanjak
 Penderitaan adalah hujan/dan angin
 Kebahagiaan adalah entitas
 Kesedihan adalah entitas
Berdasarkan hasil analisisnya, Sari (2007) menemukan bahwa budaya Jepang
menunjukkan kedekatan dengan alam, adanya kepedulian terhadap sekitar, dan
konsep ketidakkekalan mujo. Penelitian ini juga membuktikan bahwa metafora
berbasis pada pengalaman, dan sistem konseptual manusia bersifat metaforis.
Penelitian mengenai interpretasi lagu Iwan Fals telah dilakukan oleh Khrisna
Hermawan Warsono (2007) dari Universitas Kristen Petra Surabaya. Penelitian
tersebut mengkaji makna beberapa lagu Iwan Fals dari aspek semiotis dan mencari
apakah ada aspek propaganda dan perlawanan dalam lagu-lagu tersebut. Warsono
(2007) dalam penelitiannya menggunakan 6 buah lagu yang diciptakan dan
dinyanyikan Iwan Fals, yaitu lagu-lagu yang berjudul Surat Buat Wakil Rakyat, Guru
Oemar Bakrie, Jangan Bicara, Bento, Sarjana Muda, dan Bongkar.   Warsono (2007)
menggunakan teori semiotika untuk menganalisis data lagu-lagu tersebut. Hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat unsur propaganda dan ajakan
melakukan perlawanan dalam lagu-lagu yang diteliti. Jadi, penelitian yang telah
dilakukan oleh Warsono (2007) tersebut berbeda dengan penelitian saya, karena saya

Universitas Indonesia
Metafora dalam lagu..., Siti Aisah, FIB UI, 2010
13
 
 

mengkaji jenis ungkapan metaforis apa yang terdapat dalam lagu berdasarkan teori
Lakoff dan Johnson (1980), serta mencari ranah apa yang paling dominan yang
terdapat dalam lagu-lagu yang diteliti.

2.4 Beberapa Pendekatan dalam Kajian Metafora


2.4.1 Semiotik
Kata semiotika berasal dari bahasa Yunani, semeion yang berarti tanda. Tanda
terdapat di mana-mana: kata adalah tanda, demikian pula gerak isyarat, lampu lalu
lintas, bendera, dan sebagainya. Menurut Van Zoest (1992: 1), semiotika adalah
cabang ilmu yang berkaitan dengan pengkajian tanda dan segala sesuatu yang
berhubungan dengan tanda seperti sistem tanda dan penggunaan tanda. Tanda adalah
sesuatu yang mewakili sesuatu. Unsur tanda yang kita indera disebut representamen.
Sesuatu yang diwakili dapat berupa pengalaman, pikiran, gagasan, atau perasaan.
Menurut Peirce dalam Zoost (1992: 7), terdapat 3 unsur yang menentukan tanda:
1) Tanda harus dapat diamati atau ditangkap sendiri.
Pengetahuan kita mengenai kode memainkan peranan penting sehingga
kita mengerti nahwa sesuatu hal itu sebuah tanda. Kode yang dimaksud
dapat berupa kode bahasa dan kode non bahasa. Kode non bahasa dapat
berupa kebiasaan dan kode atas dasar pengetahuan pribadi. Kode yang
digunakan untuk mengetahui sebuah tanda disebut dengan ground.
2) Tanda memiliki sifat representatif
Esensi tanda menurut Peirce adalah kemampuan mewakili gambaran
sebuah benda, peristiwa, dan keadaan. Hasil representasi dari sebuah tanda
disebut denotatum atau acuan.
3) Tanda memiliki sifat interpretatif
Hasil interpretasi akan tanda diartikan sebagai interpretant dari tanda, interpretant
adalah tanda yang berkembang dari tanda yang terlebih dahulu ada dalam benak
orang yang menginterpretasikannya, setelah dihubungkan dengan acuan.
Peirce dalam Noth (1990: 42) menyatakan bahwa sesuatu disebut tanda jika
dapat diinterpretasi. Menurut Peirce, tanda bukanlah suatu struktur, melainkan proses

Universitas Indonesia
Metafora dalam lagu..., Siti Aisah, FIB UI, 2010
14
 
 

kognitif berdasarkan apa yang dapat ditangkap oleh panca indra (Hoed 2008: 4).
Peirce menyebut tanda sebagai representament, yakni sesuatu yang mewakili sesuatu
yang lain dalam batas tertentu. “a sign is something which stands to somebody for
something in some respect or capacity.” (Noth, 1990: 42). Tanda selalu terdapat
dalam hubungan triadik, yakni ground, object dan interpretant. Tanda baru dapat
berfungsi dan bermakna bila diinterpretasikan oleh penerima tanda/penafsir
(interpreter). Peirce mengatakan bahwa tanda itu sendiri merupakan contoh dari
kepertamaan (firstness), objeknya adalah kekeduaan (secondness) dan penafsirnya
adalah keketigaan (thirdness). Tanda yang berkaitan dengan representament atau
ground terdiri atas, qualisign, sinsign, dan legisign. Berdasarkan objeknya, Peirce
membagi tanda atas ikon (icon), indeks (index), simbol (symbol). Berdasarkan
interpretant, tanda dibagi atas, rheme, dicent dan argumen. Relasi tersebut dapat
digambarkan sebagai berikut:

2.4 Tabel Relasi Ikon, Indeks dan Simbol


Relasi dengan Relasi dengan objek Relasi dengan
representamen interpretan
kepertamaan Bersifat potensial Berdasarkan Terms (rheme)
(firstness) (qualisign) keserupaan (ikonis)
Keduaan Bersifat Berdasarkan Suatu pernyataan yang
(secondness) keterkaitan penunjukkan bisa benar bisa salah
(sinsign) (indeks) (proposisi atau dicent)
Ketigaan Bersifat Berdasarkan Hubungan proposisi
(thirdness) kesepakatan kesepakatan (simbol) yang dikenal dalam
(legisign) bentuk logika tertentu
(internal) (argument)

Universitas Indonesia
Metafora dalam lagu..., Siti Aisah, FIB UI, 2010
15
 
 

2.4.2 Semantik

Semantik merupakan bidang linguistik yang mempelajari makna tanda


bahasa. Sebuah kata, misalnya buku, terdiri atas unsur lambang bunyi yaitu [b-u-k-u]
dan konsep atau citra mental benda-benda yang dinamakan buku. Makna kata buku
adalah konsep tentang buku yang tersimpan dalam otak kita dan dilambangkan
dengan kata buku. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa semantik mengkaji
tanda bahasa, yaitu kaitan antara konsep dan tanda bahasa yang melambangkannya
(Darmojuwono, 2005: 121). Menurut Ogden dan Richards (1989), makna suatu kata
diperoleh dari hubungan antara lambang bahasa/simbol, citra mental dan
referen/acuan. Makna ini merupakan citra mental yang timbul dalam pikiran
seseorang jika mendengar atau membaca tanda bahasa. Penjelasan mengenai segitiga
Ogden dan Richards (1989) akan dibahas lebih jauh pada Bab 3 Kerangka Teori.
Makna merupakan kesatuan mental pengetahuan dan pengalaman yang terkait
dengan lambang bahasa yang mewakilinya (Darmojuwono, 2005: 121). Berikut ini
beberapa jenis makna menurut Chaer (2007: 289-294).

1) Makna Leksikal dan Makna Kontekstual


Makna leksikal adalah makna dasar yang dimiliki atau ada pada leksem meski
tanpa konteks apapun. Misalnya, leksem kuda memiliki makna leksikal
‘sejenis binatang berkaki empat yang biasa dikendarai’. Berdasarkan contoh
tersebut, dapat dikatakan bahwa makna leksikal adalah makna dasar, makna
yang sesuai dengan hasil observasi indera kita.
Makna kontekstual adalah makna sebuah leksem atau kata yang berada di
dalam konteks. Misalnya dalam kalimat “sudah hampir pukul dua belas!”,
apabila dituturkan oleh seorang ibu kos/asrama putri kepada seorang pemuda
yang bertandang di asrama putri tersebut, menunjukkan bahwa sang ibu kos
‘mengusir’ pemuda itu secara halus, sedangkan jika diucapkan oleh seorang
karyawan kantor kepada teman kerjanya, maka makna kalimat itu bisa berarti
‘sebentar lagi waktu istirahat tiba atau waktu makan siang tiba’.

Universitas Indonesia
Metafora dalam lagu..., Siti Aisah, FIB UI, 2010
16
 
 

2) Makna Referensial dan Makna Non-Referensial


Sebuah kata atau leksem disebut bermakna refernsial kalau ada referensnya
atau acuannya. Kata-kata seperti kuda, merah, dan gambar adalah termasuk
kata-kata yang bermakna referensial karena ada acuannya di dunia nyata.
Sebaliknya, kata-kata seperti dan, atau, karena adalah termasuk kata-kata
yang tidak bermakna referensial, karena kata-kata itu tidak mempunyai
referen, tetapi kata-kata tersebut memiliki makna gramatikal.

3) Makna Denotatif dan Makna Konotatif


Makna denotatif adalah makna dasar yang dimiliki oleh leksem. Jadi, makna
denotatif ini sebenarnya sama dengan makna leksikal. Contohnya, kata buaya
bermakna denotatif sejenis binatang melata yang besar, buas, dan hidup di
dua tempat yaitu di perairan dan daratan,
Makna konotatif adalah makna lain yang “ditambahkan” pada makna
denotatif tadi yang berhubungan dengan nilai rasa dari orang atau kelompok
orang yang menggunakan kata tersebut. Misalnya kata buaya jika
ditambahkan dengan kata ‘darat’ menjadi ‘buaya darat’, maka leksem buaya
yang pada awalnya bermakna sejenis binatang buas melata, memiliki makna
yang berbeda ketika ditambahkan leksem darat, sehingga menjadi buaya
darat yang maknanya menjadi seseorang yang playboy atau seseorang yang
suka gonta-ganti pacar.

4) Makna Asosiatif
Makna asosiatif merupakan asosiasi yang muncul dalam benak seseorang jika
mendengar kata tertentu. Asosiasi ini dipengaruhi unsur psikis, pengetahuan,
dan pengalaman seseorang. Makna asosaiatif memiliki peran penting untuk
pemahaman wacana karena makna asosiatif dapat menjadi pengikat makna
kata-kata sehingga terbentuk pemahaman suatu wacana. Interpretasi puisi
tidak dapat dipisahkan dari makna asosiatif kata-kata yang terdapat di dalam

Universitas Indonesia
Metafora dalam lagu..., Siti Aisah, FIB UI, 2010
17
 
 

puisi, karena dengan mengenal makna sosiatif akan memudahkan interpretasi


(Darmojuwono, 2005: 119).

2.4.3 Pragmatik

Grice (1998) menyatakan bahwa metafora merupakan suatu pelanggaran


maksim kualitas. Grice berujar, “do not say what you believe to be false”. Berikut ini
contoh pelanggaran atau penyimpangan maksim kualitas, you are the cream in my
coffee (kau adalah krim di dalam kopi saya). Penutur memiliki maksud yang berbeda
dari apa yang diutarakan, dalam hal ini penutur menggambarkan hubungan parallel
antara mitra tutur dan cream. Mitra tutur yang diajak berbicara oleh penutur
disejajarkan atau dianalogikan dengan cream di dalam secangkir kopi. Terkait dengan
maksim relevansi, maka metafora juga merupakan pelanggaran atau penyimpangan
terhadap maksim relevansi. Menurut teori relevansi Sperber dan Wilson (1995),
relevansi merupakan kunci utama dalam menginterpretasi tuturan/ujaran. Jadi, di
dalam hal ini, kajian metafora terkait erat dengan kajian pragmatik yaitu mengenai
pelanggaran beberapa maksim.

2.4.4 Wacana dan Teks

Menurut D. Maingueneau dalam Zaimar (2003, 116), istilah ujaran untuk


mengacu pada satuan bahasa yang melampaui batas kalimat bila ditinjau dalam
lingkup ketat strutur linguistik, dan dapat dilihat dalam situasi komunikasi. Jadi,
dapat disimpulkan bahwa wacana adalah ujaran dan pengujarannya. Untuk
memahami suatu wacana, maka seseorang harus melihat konteks situasinya.
Mengenai pengertian teks, Brown dan Yule (1983:6 dan 12) menyatakan
bahwa teks adalah realisasi wacana. Sementara menurut Zaimar (2003: 117), wacana
dihubungkan dengan situasi pengujarannya, sedangkan teks terfokus pada
keutuhannya yang menjadikannya suatu totalitas dan bukan hanya rangkaian kalimat
saja. Kata teks berasal dari kata tekstur yang berarti anyaman atau jalinan. Setiap
bagian teks mempunyai hubungan makna satu sama lain sehingga teks mempunyai
koherensi dan kohesi, serta keseluruhan teks merupakan anyaman atau jalinan unsur-

Universitas Indonesia
Metafora dalam lagu..., Siti Aisah, FIB UI, 2010
18
 
 

unsurnya (Zaimar, 2003: 117) Berdasarkan beberapa pendapat yang telah disebutkan,
maka dalam penelitian ini, saya menyamakan istilah wacana dan teks, karena di
dalam sebuah lirik lagu terdapat beberapa bait yang berkaitan satu sama lain dan
mengisahkan suatu rangkaian cerita yang utuh. Jadi, dalam hal ini, untuk dapat
memahami makna sebuah lagu, maka lagu tersebut harus dimaknai secara
menyeluruh sebagai satu kesatuan teks.

2.5 Lirik Lagu


Lirik lagu merupakan ekspresi seseorang tentang suatu hal yang sudah dilihat,
didengar maupun dialaminya. Dalam mengekspresikan pengalamannya, pencipta lagu
melakukan permainan kata-kata dan bahasa untuk menciptakan daya tarik dan
kekhasan terhadap lirik atau syairnya. Permainan bahasa ini dapat berupa permainan
vokal, gaya bahasa maupun penyimpangan makna kata dan diperkuat dengan
penggunaan melodi dan notasi musik yang disesuaikan dengan lirik lagunya sehingga
pendengar semakin terbawa dengan apa yang dipikirkan pencipta lagu tersebut (Awe,
2003:51).
Para pencipta lagu memandang musik sebagai sesuatu yang melambangkan
karakteristik pribadi pencipta lagu (Knowles dan Moon 2006, 141). Lirik lagu
melambangkan metafora verbal dan musik melambangkan metafora non-verbal yang
menyampaikan pesan tertentu. Sebagai contoh, lagu Candle in the Wind yang
diciptakan oleh Elton John yang dipersembahkannya untuk almarhumah Putri Diana,
menunjukkan kerapuhan hidup seperti ciri sebuah lilin yang tertiup angin.
Bentuk lirik lagu mirip dengan puisi, sehingga banyak puisi yang disampaikan
dengan iringan musik. Sebagaimana juga penyair yang menggunakan bahasa yang
padat makna, seorang penulis lagu dituntut untuk dapat memilih unsur leksikal yang
tepat, singkat sekaligus estetis dalam mengungkapkan perasaannya. Definisi lirik atau
syair lagu dapat dianggap sebagai puisi begitu pula sebaliknya. Hal serupa juga
dikatakan oleh Jan van Luxemburg (1989) yaitu definisi mengenai teks-teks puisi
tidak hanya mencakup jenis-jenis sastra melainkan juga ungkapan yang bersifat
pepatah, pesan iklan, semboyan-semboyan politik, syair-syair lagu pop dan doa-doa.

Universitas Indonesia
Metafora dalam lagu..., Siti Aisah, FIB UI, 2010
19
 
 

2.5.1 Iwan Fals dan Lirik Lagu Ciptaannya


Iwan Fals bernama lengkap Virgiawan Listanto (lahir di Jakarta, 3 September
1961) adalah seorang penyanyi dan pencipta lagu yang menjadi salah satu legenda
hidup di Indonesia. Lewat lagu-lagunya, ia 'memotret' suasana sosial kehidupan
Indonesia di akhir tahun 1970-an hingga sekarang, serta kehidupan dunia pada
umumnya, dan kehidupan itu sendiri. Kritik atas perilaku sekelompok orang (seperti
Wakil Rakyat, Tante Lisa), empati bagi kelompok marginal (misalnya Siang Seberang
Istana, Lonteku), atau bencana besar yang melanda Indonesia (atau kadang-kadang di
luar Indonesia, seperti Ethiopia) mendominasi tema lagu-lagu yang dibawakannya.
Iwan Fals penyanyi bersuara khas ini bergenre country/balada. Karakter
setiap lagu ditambah ciri khas liriknya membuat ia seringkali diidentikan dengan
legendaris internasional, Bob Dylan. Dalam hal lirik, Iwan Fals sudah menunjukkan
“kenakalannya” pada lagu-lagu bernuansa kritik, baik yang bersifat sosial maupun
politik, yang seringkali dibalut dengan humor dan metafora-metafora yang cerdas.
Judul-judul seperti Serdadu, Barang Antik, Obat Awet Muda (OAM), Guru Oemar
Bakri, dan Tikus-tikus Kantor merupakan beberapa contoh lagu yang memamerkan
kejeniusan penyanyi dan pencipta lagu ini menggabungkan semua unsur yang disebut
di atas.

Universitas Indonesia
Metafora dalam lagu..., Siti Aisah, FIB UI, 2010
20

BAB 3
KERANGKA TEORETIS

3.1 Pengantar

Cara berpikir dan bertindak setiap individu selalu terkait dengan metafora.
Gambaran mengenai realitas dan pengalaman sehari-hari dapat dipahami dengan
mudah melalui metafora, karena metafora terkait dengan kognisi manusia. Metafora
tidak cukup dipandang sebagai perbandingan dua objek semata, melainkan lebih dari
itu, metafora terkait dengan kognisi manusia yang tidak dapat dipisahkan dengan
realitas yang ada.
Sebagai landasan teori yang utama atau pisau analisis penelitian ini, Saya
menggunakan teori metafora konseptual dari Lakoff dan Johnson (1980) untuk
mengklasifikasikan tiga jenis metafora, yaitu metafora struktural, metafora ontologis,
dan metafora orientasional. Di samping itu, Saya juga mengkaji ranah sumber apa
yang paling dominan hadir di dalam lagu-lagu yang diteliti agar diketahui metafora
apa yang digunakan pencipta lagu yang diteliti untuk melontarkan kritik-kritik sosial.
Metafora dalam kajian ini juga menggunakan landasan teori metafora dalam
arti luas menurut klasifikasi majas Moeliono (1989:175-177), karena data yang
digunakan berupa lirik lagu yang berisi bait-bait seperti sebuah puisi yang biasanya
mengandung majas di dalamnya untuk memperindah lagu dan memudahkan
pemahaman penikmat lagu terhadap isi pesan lagu tersebut. Tujuan dari menemukan
jenis majas apa yang terkandung di dalam bait-bait lagu adalah untuk mengetahui
majas apa yang paling dominan digunakan pencipta lagu (dalam hal ini Iwan Fals)
ketika melontarkan kritik sosial terhadap pemerintah berkuasa pada masa itu.

3.2 Metafora Konseptual


Segala sesuatu yang dilihat dan dirasakan dalam kehidupan sehari-hari
direalisasikan secara kognitif melalui bahasa. Sebagai contoh, dalam kehidupan
sehari-hari kita kerapkali berselisih faham atau berselisih pendapat dengan orang lain.

  20
Universitas Indonesia

Metafora dalam lagu..., Siti Aisah, FIB UI, 2010


21

Ketika terjadi selisih pendapat atau beradu argumen, tentunya masing-masing pihak
mempertahankan argumennya. Namun, dalam beradu argumen, tentu saja ada pihak
yang kalah dan ada pihak yang menang, meskipun pihak yang menang tersebut belum
tentu memiliki argumen yang benar. Berdasarkan pengalaman berargumen tersebut,
muncul istilah I don’t want to lose my argument (saya tidak mau kalah dalam
perdebatan ini) dan I won my argument (saya menang dalam perdebatan ini).
Kemenangan dan kekalahan dalam perdebatan atau beradu argument ini dianggap
seperti sedang menghadapi peperangan. Jadi, hal tersebut menghasilkan konsep
metaforis dalam pikiran manusia bahwa ARGUMENT IS WAR. Konsep tersebut
merupakan pangkal munculnya istilah-istilah metaforis lain, seperti dalam kalimat
berikut; he shot down all of my argument (Dia menembak seluruh argumen saya) dan
I demolished his argument (saya meruntuhkan argumennya). Kata shot dan
demolished merupakan bagian dari konsep WAR (PEPERANGAN), di mana pelaku
dalam peperangan saling menembak dan meruntuhkan pertahanan. Berdasarkan
contoh tersebut, konsep ARGUMENT dapat dipahami dan dibentuk melalui konsep
WAR.
Dari contoh yang diberikan oleh Lakoff dan Johnson (1980) mengenai konsep
ARGUMENT dan WAR, dapat dipahami bahwa manusia mengamati dan
memperlakukan berbagai hal yang mereka jumpai, mereka rasakan dan aplikasikan
dalam bentuk bahasa yang bersifat metaforis lewat tuturan mereka sehari-hari. Seperti
yang disebutkan oleh Lakoff dan Johnson (1980:3) bahwa, “...metaphor is pervasive
in everday life, not just in language but in thought and action. Our ordinary
conceptual system, in terms of which we both think and act, is fundamentally
methaporical in nature”. Teori metafora ini lebih dikenal dengan teori metafora
konseptual (Conceptual Metaphor Theory, disingkat CMT). Dalam CMT, terdapat
dua ranah konseptual, yaitu ranah sumber dan ranah sasaran. Ranah sumber
digunakan manusia untuk memahami konsep abstrak dalam ranah sasaran. Ranah
sumber umumnya berupa hal-hal yang biasa ditemukan dalam kehidupan sehari-hari.
Ranah sumber lebih bersifat konkret, sedangkan ranah sasaran bersifat abstrak.
Metafora mengorganisasi hubungan antar objek dan menciptakan pemahaman
 

Universitas Indonesia

Metafora dalam lagu..., Siti Aisah, FIB UI, 2010


22

mengenai objek tertentu melalui pemahaman mengenai objek lain. Dengan kata lain,
ranah sumber (source domain) digunakan manusia untuk memahami konsep abstrak
dalam ranah sasaran (target domain).
Selanjutnya, Lakoff dan Johnson menyatakan bahwa “The essence of
metaphor is understanding and experiencing one kind of thing in terms of another”
(1980: 5). Berdasarkan pernyataan tersebut, dapat dikatakan bahwa seseorang dapat
memahamisesuatu hal melalui proses pemahamannya akan hal lain yang telah dikenal
dan dipahami sebelummya. Pendapat tentang Lakoff ini mengisyarakatkan bahwa
metafora bukan sekadar dalam kata-kata yang kita gunakan tetapi lebih dari itu,
bahwa ini merupakan fakta bahwa proses berpikir manusia dan sistem
pemahamannya sebagian adalah metaforis.

Metafora menurut Lakoff dan Johnson (1980) terdiri atas tiga jenis, yaitu:

1. Metafora struktural, yaitu sebuah konsep dibentuk secara metaforis dengan


menggunakan konsep yang lain. Metafora struktural ini didasarkan pada dua
ranah, yaitu ranah sumber dan ranah sasaran. Metafora struktural berdasar
pada korelasi sistematis dalam pengalaman sehari-hari.

2. Metafora orientasional, yaitu metafora yang berhubungan dengan orientasi


ruang, seperti naik-turun, dalam-luar, depan-belakang, dan lain-lain. Orientasi
ruang ini muncul dari kenyataan bahwa kita memiliki tubuh dan tubuh
berfungsi dalam lingkungan fisik. Metafora ini lebih didasarkan pada
pengalaman fisik manusia dalam mengatur orientasi arah dalam kehidupan
sehari-hari, seperti UP-DOWN yang diukur dari pengalaman fisik manusia.
Metafora orientasional merefleksikan konsep spasial yang berbeda-beda
menurut pengalaman fisik atau budaya msyarakatnya (2003: 14). Oleh karena
itu metafora orientasional berbeda di setiap budaya, karena apa yang
dipikirkan, dialami, dilakukan oleh setiap budaya, berbeda. Metafora
orientasional memberikan pada sebuah konsep suatu orientasi ruang,
misalnya: HAPPY IS UP, HEALTH IS UP.
 

Universitas Indonesia

Metafora dalam lagu..., Siti Aisah, FIB UI, 2010


23

3. Metafora ontologis adalah metafora yang melihat kejadian, aktifitas emosi,


dan ide sebagai entitas dan substansi. Misalnya dalam metafora “THE MIND
IS A MACHINE” dalam kalimat “My mind just isn’t operating today” (hari
ini otak saya tidak bekerja atau hari ini saya sedang tidak ingin berpikir).
Metafora ontologis adalah metafora yang mengkonseptualisasikan pikiran,
pengalaman, dan proses—hal abstrak lainnya—ke sesuatu yang memiliki sifat
fisik. Dengan kata lain, metafora ontologis menganggap nomina abstrak
sebagai nomina konkret. Berikut ini contoh metafora kenaikan harga barang
yang dipandang sebagai suatu entitas melalui nomina inflasi.

INFLATION IS AN ENTITY
Inflation is lowering our standard of living
(inflasi menurunkan standar kehidupan kita)
Inflation makes me sick
(inflasi membuat saya muak)

Berdasarkan contoh metafora inflasi tersebut, suatu entitas memungkinkan


kita untuk mengacu/merujuk kepada hal tersebut (referring), menghitung
jumlahnya (quantifying), mengidentifikasi aspek tersebut (identifying
aspects), mengidentifikasi penyebab/alasannya (identifying causes),
menentukan tujuan dan mendorong tindakan (setting goals and motivating
actions), (Lakoff dan Johnson, 1980: 26). Metafora ontologis memiliki sub-
bagian lain yang disebut container metaphor (metafora kontainer), yaitu suatu
entitas abstrak dianggap memiliki fisik berupa kontainer, atau semacam ruang
yang memiliki pintu masuk IN dan pintu keluar OUT. Dalam hal ini, ketika
suatu objek masuk ke dalam container tersebut, maka kontaainer itu terisi,
demikian pula sebaliknya. Contohnya, he fell in love (dia jatuh cinta). We’re
out of trouble now (kita keluar dari masalah/kita sudah terbebaskan dari
masalah).

Universitas Indonesia

Metafora dalam lagu..., Siti Aisah, FIB UI, 2010


24

Personifikasi menurut Lakoff dan Johnson (2003) juga termasuk ke dalam


metafora ontologis. Dalam personifikasi, entitas yang berupa benda mati, baik
benda abstrak maupun konkret digunakan dan diperlakukan seperti layaknya
manusia dengan segala aspek dan aktifitasnya, sebagai contoh, inflation is
eating up his profits, inflation has attacked the foundation of our economy.
Berdasarkan contoh tersebut, entitas inflation dianggap mampu melakukan
sesuatu selayaknya manusia, yaitu ‘eating’ atau memakan dan ‘attacked’ atau
menyerang.

3.3 Klasifikasi Majas


Metafora adalah perbandingan yang implisit, tanpa kata seperti atau sebagai di
antara dua hal yang berbeda (Moeliono, 1984: 3). Terdapat dua istilah metafora yaitu
metafora dalam arti sempit dan metafora dalam arti luas. Metafora dalam arti sempit
adalah bentuk kiasan tertentu di antara bentuk-bentuk kiasan yang lain, yaitu
metonimi, sinekdoke, hiperbol, sedangkan metafora dalam arti luas mencakup semua
bentuk kiasan atau majas (Noth 1995: 128). Menurut Moeliono (1989), metafora
dalam arti luas adalah majas yang merupakan kata serapan dari bahasa Arab, yakni
majaz dalam bahasa Indonesia. Majas dalam bahasa Indonesia adalah sinonim dari
metafora dalam arti luas yang diklasifikasikan oleh Moeliono (1989). Majas tersebut
diklasifikasikan ke dalam tiga kategori, 1) majas perbandingan antara lain; simile,
metafora dan personifikasi; 2) majas pertentangan, antara lain; hiperbol, litotes, ironi;
dan 3) majas pertautan, antara lain; metonimi, sinekdok, eufimisme, dan kilatan.

1. Majas Perbandingan
Majas atau gaya bahasa perbandingan terdiri dari tiga sub-kategori, yaitu,
perumpamaan, metafora, dan personifikasi.
a) Perumpamaan (simile)
Perbandingan antara dua hal yang pada hakikatnya berlainan dan yang dengan
sengaja dianggap sama. Perbandingan secara eksplisit dijelaskan dengan pemakaian

Universitas Indonesia

Metafora dalam lagu..., Siti Aisah, FIB UI, 2010


25

kata seperti, sebagai, ibarat, umpama, bak,laksana. Contoh: dia seperti anak ayam
kehilangan induk.
b) Metafora
Metafora adalah majas perbandingan yang implisit di antara dua hal yang
berbeda, yang pengungkapannya tanpa kata seperti atau sebagai. Contoh: Dia
anak emas pamanku.
c) Personifikasi/penginsanan
Jenis majas yang melekatkan sifat-sifat insan kepada barang yang tidak
bernyawa dan ide yang abstrak. Contohnya: angin yang meraung, cinta itu
buta.
2. Majas Pertentangan
Dalam kategori ini terdapat tiga sub-kategori, yaitu hiperbola, litotes dan
ironi. Berikut ini penjelasan mengenai ketiga sub-kategori tersebut.
a) Hiperbola
Ungkapan yang melebih-lebihkan apa yang sebenarnya dimaksudkan:
jumlahnya, ukurannya, atau sifatnya. Misalnya: Dia terkejut setengah mati
b) Litotes
Majas yang dalam pengungkapannya menyatakan sesuatu yang positif dengan
bentuk yang negatif atau bentuk ynng bertentangan. Litotes mengurangi atau
melemahkan kekuatan pernyataan yang sebenarnya. Contoh: hasilnya tidak
mengecewakan (maksudnya, hasilnya baik)
c) Ironi
Majas yang menyatakan makna yang bertentangan dengan maksud berolok-
olok. Maksud itu dapat tercapai dengan mengemukakan (1) makna yang
berlawanan dengan makna yang sebenarnya, (2) ketaksesuaian antara
kenyataan dan harapan, (3) ketaksesuaian antara suasana yang diketengahkan
dan kenyataan yang mendasarinya. Misalnya: sudah pulang engkau, Nak,
baru pukul 2 malam (ekspresi seorang ayah yang kesal, yang menunggu
anaknya pulang).

Universitas Indonesia

Metafora dalam lagu..., Siti Aisah, FIB UI, 2010


26

3. Majas Pertautan
Yang termasuk dalam kategori ini, antara lain, metonimia, sinekdok, kilatan, dan
eufemisme.
a) Majas metonimia (berasal dari bahasa Yunani, meta (bertukar) + onym
(nama) adalah sejenis majas yang menggunakan nama suatu barang bagi
sesuatu yang lain yang berkaitan erat dengannya. Majas ini memakai nama
ciri atau nama hal yang ditautkan dengan nama orang, barang, atau hal. Kita
dapat menyebut pencipta atau pembuatnya jika yang dimaksudkan ciptaan
ataupun buatannya ataupun kita menyebut bahannya jika yang dimaksudkan
barangnya. (Moeliono, 1984: 3). Contoh: Para siswa sekolah menengah
senang sekali membaca S.T. Alisyahbana.
b) Majas sinekdoke adalah majas yang menyebutkan nama bagian sebagai
pengganti nama keseluruhan, atau sebaliknya. Sebagai contoh: pasang
telinga baik-baik dalam menghadapi masalah ini.
c) Majas kilatan adalah majas yang menunjuk secara tidak langsung ke suatu
peristiwa atau tokoh berdasarkan praanggapan adanya pengetahuan bersama
yang dimiliki oleh penulis dan pembaca serta adanya kemampuan pada
pembaca untuk menangkap pengacuan itu. Misalnya: tugu ini mengenangkan
kita kembali ke peristiwa Bandung Selatan.
d) Majas eufemisme ialah ungkapan yang dianggap lebih halus sebagai
pengganti ungkapan yang dirasakan kasar, yang dianggap tidak
menyenangkan. Contohnya: penyesuaian harga untuk menyebutkan istilah
kenaikan harga.

3.4 Metafora dalam Kajian Semantik


Makna merupakan kesatuan mental pengetahuan dan pengalaman yang terkait
dengan lambang bahasa yang mewakilinya (Darmojuwono, 2005: 121). Sebuah kata
atau leksem dapat ditentukan maknanya jika kata tersebut berada di dalam konteks
kalimatnya. Metafora berkaitan erat dengan pembahasan makna. Inti dari metafora
terletak pada hubungan antara kata, dan makna kata. Di dalam metafora terdapat dua
 

Universitas Indonesia

Metafora dalam lagu..., Siti Aisah, FIB UI, 2010


27

makna, yakni makna harfiah atau kalimat dan makna yang dimaksudkan disebut
dengan makna metaforis (Searle, 1979: 520). Makna metaforis adalah makna yang
dialihkan dari makna kata yang sebenarnya menjadi makna kata yang lain. Hal ini
diperkenalkan juga oleh C/ K Ogden dan I. A Richards pada tahun 1923 (Leech,
1974: 1) yang kemudian dijadikan acuan dalam kajian semantik.
Menurut Ogden dan Richards (1989), makna suatu kata diperoleh dari
hubungan antara lambang bahasa/simbol, citra mental dan referen/acuan. Makna ini
merupakan citra mental yang timbul dalam pikiran seseorang jika mendengar atau
membaca tanda bahasa. Sebagai contoh, makna kata bunga adalah citra
mental/konsep tentang bunga yang tersimpan di dalam otak kita dan dilambangkan
dengan kata bunga. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa semantik mengkaji
makna tanda bahasa, yaitu kaitan antara citra mental/konsep dan tanda bahasa yang
melambangkannya. Gambar segitiga Ogden dan Richards (1989) menunjukkan
bahwa di antara lambang bahasa dan citra mental terdapat hubungan langsung, karena
lambang dan konsep/citra mental berada di dalam bahasa, sedangkan lambang/simbol
dan referen tidak berhubungan langsung (digambarkan dengan garis putus-putus)
karena harus melalui konsep/citra mental.

b) citra mental

a) (c)
simbol/lambang Referen/acuan
b-u-n-g-a
Gambar 3.1
Segitiga Ogden & Richards

Satu leksem memiliki cakupan makna yang dibentuk oleh sem-sem yang ada (unsur
makna terkecil), jika kata tersebut digunakan dalam konteks tertentu maka sem-sem
yang cocok dengan konteks akan membentuk makna kontekstual kata tersebut.
Sebagai contoh kata bunga makna denotasinya adalah referen yang disebut bunga,
 

Universitas Indonesia

Metafora dalam lagu..., Siti Aisah, FIB UI, 2010


28

namun jika bunga digunakan dalam kalimat Ani bunga desa ini, maka makna
metaforis gadis yang tercantik dibentuk oleh sem yang sesuai dengan konteks ini.
Berikut ini bagan mengenai makna menurut Blanke (1973: 78).

S K

Sem-sem Sem-sem
Cakupan makna Rantai sem Cakupan konsep

Leksem

Rantai fonem Realitas

Gambar 3.2
Bagan Makna

Untuk dapat memahami makna metaforis, dapat dianalisis melalui komponen


maknanya. Analisis komponen makna dasar yang dimiliki kata/frasa/kalimat tersebut.
Cara ini dipakai untuk memperlihatkan perbedaan unsur-unsur penyusun makna yang
terdapat di dalam sebuah kata/frasa/kalimat. Makna sebuah kata dapat dibentuk oleh
beberapa komponen makna. Hubungan yang terdapat antara makna kata (misalnya
kata A) dan KM (Komponen Makna), adalah hubungan:
Makna (kata A) = KM1+KM2+KM3+…KMn
Analisis komponensial adalah teknik untuk mendeskripsikan hubungan makna suatu
referen dengan memilah-milahkan setiap konsep menjadi komponen minimal, atau
ciri-ciri, seperti keadaan, proses, hubungan sebab akibat, hubungan relasional
kelompok/kelas, kepemilikan, dimensi/ruang, lokasi, dan arah (Widdowson, 1996:
57). Ciri-ciri makna yang dilambangkan oleh bentuk leksikal suatu kata atau
kelompok kata sebagai referen diinventarisir melalui analisis komponen makna.

Universitas Indonesia

Metafora dalam lagu..., Siti Aisah, FIB UI, 2010


29

Berdasarkan pemaparan mengenai teori metafora konseptual Lakoff dan


Johnson (1980) dan klasifikasi majas dari Moeliono (1989), serta metafora dalam
kajian semantik, maka sebagai pisau analisis dalam penelitian ini, Saya akan
menggunakan teori metafora konseptual dari Lakoff dan Johnson (1980) dan
metafora dalam arti luas yang mencakup semua jenis majas menurut Moeliono
(1989). Saya menggunakan landasan teori metafora dalam arti luas menurut Moeliono
(1980), karena di dalam sebuah lagu umumnya menggunakan beberapa jenis majas
untuk mengungkapkan sesuatu hal. Oleh karena itu, pengertian metafora dalam arti
luas yang mencakupi beberapa jenis majas digunakan untuk menganalisis jenis majas
yang terdapat di dalam setiap lagu.

Universitas Indonesia

Metafora dalam lagu..., Siti Aisah, FIB UI, 2010


30

BAB 4

ANALISIS LIRIK LAGU IWAN FALS

4.1 Pengantar

Dalam bab ini teks lagu yang menjadi sumber data penelitian ini dianalisis
untuk dapat menjawab permasalahan dari penelitian ini. Setiap bait dalam lagu diberi
nomor bait tanpa tanda kurung. Analisis dalam bab ini dilakukan per bait lagu yang
mengandung metafora. Setiap judul lagu diberi kode angka dan setiap larik dalam bait
diberi kode angka dalam kurung tutup. Contohnya, judul lagu diberi kode 4.1.1 dan
kode larik dalam bait lagu diberi tanda (1). Keseluruhan lirik lagu dilampirkan dalam
lampiran.
   Analisis teks lirik lagu ini menggunakan landasan teori dari Lakoff dan
Johnson (1980) untuk menemukan jenis ungkapan metaforis apa yang terdapat dalam
album Iwan Fals. Tiga jenis ungkapan metaforis tersebut, yaitu metafora struktural,
metafora orientasional dan metafora ontologis. Kemudian, untuk memahami jenis
majas yang digunakan dalam setiap lagu yang dianalisis, saya menggunakan teori
majas dari Moeliono (1989) yang terdiri atas majas perbandingan, pertautan, dan
pertentangan.

4.1.1 Judul lagu: OPINIKU (Album tahun 1982)


Bait 1
(1) Manusia sama saja dengan binatang
(2) Selalu perlu makan
(3) Namun caranya berbeda
(4) Dalam memperoleh makanan

Pada bait 1 larik (1), manusia sama saja dengan binatang merupakan simile karena
terdapat frasa pemarkah simile yaitu frasa sama saja. Konsep abstrak MANUSIA
yang merupakan ranah sasaran dibandingkan dengan konsep konkret BINATANG
sebagai ranah sumber. MANUSIA digambarkan memiliki beberapa sifat dan perilaku
seperti yang dimiliki oleh BINATANG. Dalam konteks bait 1 ini, digambarkan

Universitas Indonesia
30
Metafora dalam lagu..., Siti Aisah, FIB UI, 2010
31

bahwa MANUSIA juga perlu makan, namun caranya berbeda. Majas simile atau
perumpamaan dalam klasifikasi Moeliono (1989: 175) termasuk ke dalam majas
perbandingan. Dalam hal ini berarti kata binatang diperbandingkan dengan manusia
dengan menggunakan kata sama saja sebagai penanda sebuah simile. Jenis metafora
pada bait ini adalah metafora struktural, di mana sebuah konsep dibentuk secara
metaforis dengan menggunakan konsep yang lain, dalam bait ini konsep manusia
dideskripsikan dengan sifat dan ciri yang dimiliki seekor binatang macan.

Bait 2
(1) Binatang tak mempunyai akal dan pikiran
(2) Segala cara halalkan demi perut kenyang
(3) Binatang tak pernah tahu rasa belas kasihan
(4) Padahal di sekitarnya petani berjalan pincang

Pada bait 2 ini, kata binatang merujuk kepada manusia yang disebutkan pada bait 1
larik (1). Jadi, pada bait 2 ini ciri atau sifat binatang yaitu, tak punya akal dan
pikiran, halalkan segala cara demi perut kenyang, tak punya rasa belas kasihan,
dimiliki juga oleh manusia. Pada larik ke (4), petani berjalan pincang digunakan
sebagai perbandingan dengan segala cara halalkan demi perut kenyang pada larik ke
(2). Petani berjalan pincang mengacu kepada kondisi rakyat yang lemah dan berada
dalam kehidupan yang serba kekurangan (pincang/timpang menggambarkan
seseorang yang kekurangan atau kelemahan dalam tubuhnya). Pada larik ke (2)
segala cara halalkan demi perut kenyang mengacu pada sosok penguasa atau
pemerintah yang menghalalkan segala cara demi memperoleh kepentingannya sendiri
padahal di sekitarnya rakyat menderita (petani berjalan pincang). Jadi, ranah sumber
pada bait ini adalah BINATANG, dan ranah sasarannya secara khusus dan implisit
mengacu pada PENGUASA. Metafora pada bait ini adalah metafora struktural,
yaitu konsep manusia dijelaskan melalui sifat dan ciri yang dimiliki oleh binatang.

Bait 3
(1) Namun kadang kala ada manusia
(2) Seperti binatang (kok bisa?)

Universitas Indonesia

Metafora dalam lagu..., Siti Aisah, FIB UI, 2010


32

(3) Bahkan lebih keji


(4) Dari binatang macan

Pada bait 3 larik ke (1) hingga ke (4), jika dilihat dari aspek ranah sumber dan ranah
sasaran, tampak bahwa MANUSIA adalah ranah sasaran dan BINATANG adalah
ranah sumber yaitu konsep konkret BINATANG menjelaskan konsep abstrak dari
MANUSIA. Hal ini berarti, MANUSIA memiliki sifat seperti BINATANG,
khususnya sifat binatang macan, yaitu sangat keji dan suka menerkam mangsanya.
Contoh manusia yang seperti binatang ini adalah sosok penguasa yang selalu haus
dan rakus untuk melahap atau merampas hak-hak rakyat kecil. Berdasarkan pemetaan
yang dilakukan, metafora dalam album ini merupakan metafora struktural, karena
ranah sasaran MANUSIA direalisasikan sebagai BINATANG yang merupakan
entitas konkret.

Bait 4
(1) Tampar kiri kanan alasan untuk makan
(2) Padahal semua tahu dia serba kecukupan
(3) Intip kiri kanan lalu curi jatah orang
(4) Peduli sahabat kental kurus kering kelaparan

Pada bait 4 larik ke (2) terdapat kata dia yang mengacu kepada sosok penguasa yang
rakus, hal ini ditunjukkan dalam larik (2) dan (3), yaitu padahal semua tahu dia serba
kecukupan, intip kiri kanan lalu curi jatah orang. Pada kedua larik tersebut, terdapat
kenyataan yang bertolak belakang, bahwa seseorang yang berkecukupan hidupnya,
suka mencuri hak orang lain, hal ini menunjukkan sifat rakus penguasa seperti
dimiliki oleh sifat rakusnya binatang. Pada larik ke (4) terdapat kata sahabat yang
merupakan teman dekat dari seseorang yang berkecukupan pada larik ke (2). Dalam
hal ini, sosok penguasa yang tergambar dalam larik dia serba kecukupan memiliki
sifat seperti binatang yang suka mencuri makanan, yaitu digambarkan dalam larik ke
(3) intip kiri kanan lalu curi jatah orang, yang berarti bahwa sosok penguasa tersebut
suka mencuri hak rakyat. Larik (4) peduli sahabat kental kurus kering kelaparan,

Universitas Indonesia

Metafora dalam lagu..., Siti Aisah, FIB UI, 2010


33

mengacu pada keadaan rakyat yang kelaparan, yang berarti bahwa sosok penguasa
dalam bait ini bahkan tidak memedulikan rakyat yang kelaparan.

4.1.2 Judul Lagu: SUMBANG (album Sumbang 1983)


Bait 1
(1) Kuatnya belenggu besi
(2) Mengikat kedua kaki
(3) Tajamnya ujung belati
(4) Menghujam di ulu hati
(5) Sanggupkah tak akan lari
(6) Walau akhirnya pasti mati

Kata belenggu yang bermakna tali pengikat dan kata besi yang bermakna logam yang
kuat pada bait 1 larik ke (1) dan ke (2) tersebut menunjukkan sesuatu yang kuat dan
mengikat atas sesuatu hal yang lain, dengan kata lain hal ini menggambarkan
penguasa yang memiliki kekuatan sangat besar untuk memengaruhi rakyat sehingga
rakyat tidak berdaya terhadap kekuatan dan pengaruh sang penguasa.
Belenggu besi merupakan metafora dari sosok penguasa yang membatasi kebebasan
rakyat. Sifat dan ciri dari logam besi yang kuat mewakili ciri dan sifat penguasa di
sebuah negara yang memiliki kekuatan dan pengaruh yang besar terhadap rakyatnya.
Sosok penguasa yang kuat ini digambarkan lebih jelas lagi dalam larik (3) dan (4),
tajamnya ujung belati, menghujam ulu hati, ciri dan kegunaan belati sebagai senjata
tajam untuk melemahkan lawan, digunakan untuk menggambarkan sosok yang suka
menyakiti atau menekan rakyatnya, sehingga rakyatnya tak mampu bertahan. Hal ini
diekspresikan dalam larik (5) dan (6) sanggupkah tak akan lari, walau akhirnya pasti
mati. Jadi, meskipun rakyat berusaha menyelamatkan diri, mempertahankan diri,
namun kekuatan sang penguasa tersebut tak dapat dilawan karena rakyat tak berdaya.
Ranah sumber pada bait ini adalah LOGAM BESI, dan ranah sasarannya adalah
PENGUASA. PENGUASA memiliki kekuatan seperti kuatnya LOGAM BESI.
Metafora dalam bait ini adalah jenis metafora struktural, yaitu konsep PENGUASA
dijelaskan melalui konsep lain yaitu BESI sehingga membentuk metafora
BELENGGU BESI.

Universitas Indonesia

Metafora dalam lagu..., Siti Aisah, FIB UI, 2010


34

Bait 2
(1) Di kepala tanpa baja
(2) Di tangan tanpa senjata
(3) Ah itu soal biasa
(4) Yang singgah di depan mata kita

Pada bait 2 larik (1) ini, kata baja dalam kepala tanpa baja merujuk pada topi militer
yang terbuat dari baja. Kata tanpa menunjukkan bahwa di kepala tersebut tidak
dipakai topi yang terbuat dari baja tersebut yang berarti mengacu pada rakyat yang
tidak memakai atribut tersebut. Pada larik ke (2) di tangan tanpa senjata juga
merujuk kepada hal yang sama, yaitu rakyat yang tidak bersenjata. Majas pada bait
ini adalah metonimi, karena kata baja dan senjata bertautan atau berkaitan dengan
kemiliteran. Karena pada lirik tersebut terdapat kata tanpa berarti merujuk kepada
rakyat yang tidak memiliki senjata apa-apa untuk membela diri mereka.

Bait 3
(1) Lusuhnya kain bendera di halaman rumah kita
(2) Bukan satu alasan untuk kita tinggalkan
(3) Banyaknya persoalan yang datang tak kenal kasihan
(4) Menyerang dalam gelap

Pada bait 3 larik (1), kata lusuh bersinonim dengan rusak dan kotor, usang atau
pudar warnanya, maka pada larik lusuhnya kain bendera di halaman rumah kita
memiliki makna bahwa sebuah negara berada dalam keadaan rusak dan kotor, tidak
tertata dengan baik. Hal ini dipertegas dengan larik (3) dan (4), banyaknya persoalan
yang datang tak kenal kasihan, menyerang dalam gelap. Kata menyerang pada larik
ke (4) tersebut menunjukkan personifikasi. Personifikasi menurut Lakoff dan
Johnson (2003) juga termasuk ke dalam metafora ontologis. Dalam personifikasi,
entitas yang berupa benda mati, baik benda abstrak maupun konkret digunakan dan
diperlakukan seperti layaknya manusia dengan segala aspek dan aktifitasnya, atau
sifat insani yang dilekatkan kepada benda yang tidak bernyawa atau dilekatkan

Universitas Indonesia

Metafora dalam lagu..., Siti Aisah, FIB UI, 2010


35

kepada ide yang abstrak. Jadi, menyerang dalam gelap pada larik ke (4) tersebut
termasuk personifikasi. Maka pada bait ini mengandung metafora ontologis.
Bait 4
(1) Memburu kala haru dengan cara main kayu
(2) Tinggalkan bekas biru lalu pergi tanpa ragu
(3) Memburu kala haru dengan cara main kayu
(4) Tinggalkan bekas biru lalu pergi tanpa ragu

Kata memburu dalam larik (1) menggambarkan seseorang yang bertindak selayaknya
hewan yang memburu mangsanya. Frasa main kayu merupakan ungkapan yang
mengandung majas perbandingan langsung (metafora). Frasa main kayu jika
disandingkan dengan ungkapan main tangan yang berarti memukul dengan tangan,
berarti main kayu memiliki makna memukul dengan menggunakan tongkat kayu.
Tanda berwarna biru dalam frasa bekas biru merupakan tanda bahwa seseorang telah
dipukuli sehingga mengalami luka lebam atau memar berwarna biru. Makna kata biru
dapat dipahami melalui proses asosiasi yaitu mengaitkan satu hal dengan hal lainnya,
dalam hal ini mengaitkan frasa main kayu yang bermakna memukul dengan kayu. Jika
seseorang dipukul dengan tonkat kayu, biasanya menimbulkan luka bekas pukulan
berwarna biru.

Bait 5
(1) Setan setan politik
(2) Kan datang mencekik
(3) Walau di masa paceklik
(4) Tetap mencekik

Pada bait 5 larik (1) dan (2), kata setan berdasarkan KBBI (1995: 931) adalah
makhluk yang berperangai buruk (suka mengadu domba, menghasut dsb). Kata setan
mengandung makna buruk, seperti yang dicontohkan Lakoff (1992), yaitu BAD IS
EVIL. Maka setan politik dapat dimaknai sebagai orang yang terjun di dunia politik
yang memiliki perangai atau perilaku yang buruk. Perilaku buruk para setan politik
ini dijelaskan pada larik ke (2), yaitu mencekik. Kata mencekik memiliki makna
membuat seseorang tidak dapat bernafas dengan bebas. Bahkan di saat rakyat
mengalami masa sulit yang dideskripsikan dengan paceklik pun, para setan politik ini

Universitas Indonesia

Metafora dalam lagu..., Siti Aisah, FIB UI, 2010


36

tetap mencekik atau membuat rakyat semakin susah. Penguasa acapkali menyulitkan
rakyat dengan kebijakan-kebijakannya yang mencekik sehingga rakyat tak lagi dapat
berteriak meminta pertolongan. Sosok penguasa dipersamakan dengan setan yang
konon kabarnya suka mencekik manusia. Hal ini menunjukkan entitas abstrak dari
penguasa direalisasikan dengan entitas konkret berupa sifat setan yang suka
mencekik, maka metafora dalam bait ini adalah metafora struktural. Ranah sumber
pada bait ini adalah SETAN, dan ranah sasarannya adalah PENGUASA.

Bait 6
(1) Apakah selamanya politik itu kejam ?
(2) Apakah selamanya dia datang tuk menghantam ?
(3) Ataukah memang itu yang sudah digariskan
(4) Menjilat, menghasut, menindas, memperkosa hak hak sewajarnya

Pada bait ke-6 larik ke (4), keburukan setan politik pada bait ke-5 digambarkan
dengan kata menjilat, menghasut, menindas, memperkosa hak hak sewajarnya. Jadi,
para setan politik yang terdapat dalam bait ke-5, adalah orang yang suka mencekik,
menghasut, menikam lawan dari belakang, menindas, memperkosa hak- hak rakyat.
Pada bait ke-6 larik (1) dan (2), pertanyaan mengenai apakah selamanya politik itu
kejam?, apakah selamanya dia datang untuk menghantam? Pertanyaan tersebut
merupakan personifikasi, yaitu majas yang menampilkan binatang, tanaman, atau
benda-benda, karena konsep atau ide abstrak seperti kata politik tersebut, digunakan
seolah-olah seperti hidup dengan disandingkannya kata kejam dan menghantam
dengan kata politik. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka metafora dalam bait ini
adalah metafora ontologis, yaitu entitas abstrak politik dijelaskan melalui kata kejam
sehingga seolah-olah konsep abstrak politik seperti entitas manusia yang memiliki
sifat kejam.

Bait 8
(1) Tikam dari belakang
(2) Lawan lengah diterjang
(3) Lalu sibuk (kasak kusuk) mencari kambing hitam

Universitas Indonesia

Metafora dalam lagu..., Siti Aisah, FIB UI, 2010


37

Pada bait ke-8 larik ke (1), disebutkan bahwa politikus suka menikam dari belakang.
Frasa tikam dari belakang menunjukkan sosok politikus yang pengecut karena
bertindak dengan cara menikam lawan dari belakang. Pada larik ke (3) terdapat frasa
kambing hitam. Frasa kambing bukan mengacu pada kambing yang berwarna hitam,
akan tetapi merupakan idiom atau ungkapan dalam bahasa Indonesia yang berarti
orang yang dipersalahkan. Dalam hal ini, tersirat bahwa para politikus seringkali
menikam kawan dan lawan dari belakang, kemudian angkat tangan atau berpura-pura
tidak terlibat dalam suatu persoalan tertentu dan menuding orang lain (menjadikan
kambing hitam) sebagai penyebab munculnya persoalan tersebut. Kambing hitam
termasuk majas metafora, yaitu perbandingan secara langsung.
Bait 9
(1) Selusin kepala tak berdosa
(2) Berteriak hingga serak di dalam negeri yang congkak
(3) Lalu senang dalang tertawa
(4) Ya ha ha

Pada bait 9 larik (1) ini, kata selusin dalam selusin kepala tak berdosa menunjukkan
jumlah banyaknya manusia yang tak berdosa seperti rakyat kecil. Jika dikaitkan
dengan majas Moeliono (1989), maka pada larik (1), selusin kepala tak berdosa
merupakan majas sinekdoke atau sebagian digunakan untuk mewakili bagian lain
secara menyeluruh. Dalam hal ini, sebagian anggota tubuh digunakan sebagai
sesuatu yang mewakili bagian tubuh yang lain. Pada bait 2, larik (2) menunjukkan
rakyat kecil yang berteriak di negeri yang congkak. Negeri yang congkak pada larik
ini mengacu pada keadaan pemimpin atau penguasa yang memiliki sifat arogan atau
sombong terhadap rakyatnya. Saya dapat langsung mengacu adanya ‘pemimpin atau
penguasa’ dalam bait ini karena pada larik (3) terdapat kata dalang. Kata dalang
bermakna sebagai orang yang mengatur peran dalam lakon drama. Karakteristik
dalang yang bersifat sebagai pengatur peran itu dapat diasosiasikan dengan sosok
penguasa yang bersifat arogan dan sangat mengatur rakyatnya sehingga rakyatnya tak
bisa berteriak/protes lagi terhadap kebijakan yang telah diputuskan. Metafora pada
bait ini adalah jenis metafora struktural, di mana penguasa direalisasikan dengan

Universitas Indonesia

Metafora dalam lagu..., Siti Aisah, FIB UI, 2010


38

metafora dalang sebagai ranah sumber menggambarkan cirri seorang dalang yang
mengatur dan memimpin sebuah pertunjukan wayang.

4.1. 3 Judul Lagu : TIKUS-TIKUS KANTOR (album Ethiopia 1986)


Bait 1
(1) Kisah usang tikus tikus kantor
(2) Yang suka berenang di sungai yang kotor
(3) Kisah usang tikus tikus berdasi
(4) Yang suka ingkar janji lalu sembunyi

Metafora dalam bait ini adalah tikus kantor. Ranah sumber pada bait ini adalah
BINATANG yaitu khususnya jenis hewan tikus. Pada larik (1) tikus kantor mengacu
pada pegawai kantor di suatu instansi pemerintah yang kerapkali melakukan
penyelewengan atau manipulasi, sedangkan tikus berdasi adalah pimpinan di suatu
instansi yang melakukan manipulasi atau pelaku korupsi, suka menipu dan menjilat.
Bahasa latin untuk leksem tikus adalah musculus, yaitu tikus kecil, kata mus yang
berarti tikus ini memiliki makna kias yang berarti otot. Kata otot itu sendiri memiliki
makna yang berkaitan dengan kekuatan, dalam hal ini merujuk pada kekuatan yang
dimiliki Jadi, dalam bait 1 ini, metafora tikus kantor dan tikus berdasi mengacu pada
pelaku korupsi yang memiliki kekuatan politik atau memiliki kekuasaan di suatu
lembaga. Metafora pada bait ini adalah jenis metafora ontologis. Majas pada bait ini
termasuk ke dalam personifikasi karena seekor binatang seolah-olah sosok manusia.

Bait 3
(1) Kucing datang cepat ganti muka
(2) Segera menjelma bagai tak tercela
(3) Masa bodoh hilang harga diri
(4) Asal tak terbukti ah tentu sikat lagi

Pada bait 3 larik (1), kata kucing mengacu pada sosok yang bermuka dua, di satu sisi
ia pandai bersikap manis, namun di sisi yang lain ia bersikap selayaknya sifat kucing
yang suka mencuri makanan. Hal ini tampak pada larik (4) yaitu asal tak terbukti ah

Universitas Indonesia

Metafora dalam lagu..., Siti Aisah, FIB UI, 2010


39

tentu sikat lagi. Kata sikat adalah alat yang digunakan untuk membersihkan lantai,
maka di sini kata sikat menggambarkan kucing yang menyikat habis (memakan)
makanan yang ia curi. Kucing dalam bait ini merupakan metafora bagi aparat
keamanan (polisi) yang menerima suap. Karakter kucing sebagai hewan peliharaan di
rumah sekaligus penjaga rumah dari serangan tikus digunakan dalam lagu ini sebagai
representasi sosok aparat keamanan yang menjaga suatu negara namun suka
menerima suap/sogokan dari para pelaku korupsi agar mereka lolos dari proses
hukum. Metafora dalam bait ini adalah metafora struktural, yaitu konsep penerima
suap dijelaskan melalui metafora kucing yang gemar ‘menyikat’ habis makanan yang
ada di dekatnya.

Bait 4
(1) Tikus tikus tak kenal kenyang
(2) Rakus rakus bukan kepalang
(3) Otak tikus memang bukan otak udang
(4) Kucing datang tikus menghilang

Kata rakus pada bait 4 larik (2) menggambarkan pelaku korupsi yang terus
melakukan tindakan korupsi, sehingga diibaratkan seperti tikus-tikus yang tak kenal
kenyang yang tampak dalam bait 4 larik (1) lagu ini. Pada larik (3), otak tikus bukan
otak udang menunjukkan perbandingan antara otak udang dan otak tikus.
Berdasarkan latar budaya Indonesia, diketahui bahwa otak udang dipakai sebagai
ungkapan untuk seseorang yang bodoh, karena dalam realitas letak otak udang berada
pada posisi yang sama dengan letak kotoran udang. Jadi dalam hal ini, otak tikus
dianggap lebih cerdas dibandingkan dengan otak udang. Hal ini menunjukkan
kecerdasan dan kecerdikan tikus kantor sebagai pelaku korupsi di sebuah lembaga
pemerintah yang mampu mengelabui kucing (aparat keamanan). Metafora pada bait
ini adalah metafora struktural, yaitu konsep seorang pelaku korupsi dibandingkan
dengan tikus tikus yang tak kenal kenyang, rakus bukan kepalang . Hal ini
menggambarkan bahwa pelaku korupsi bersifat rakus dan tak henti-hentinya
mengambil hak-hak orang lain.

Universitas Indonesia

Metafora dalam lagu..., Siti Aisah, FIB UI, 2010


40

Bait 5
(1) Kucing kucing yang kerjanya molor
(2) Tak ingat tikus kantor datang menteror
(3) Cerdik licik tikus bertingkah tengik
(4) Mungkin karena sang kucing pura pura mendelik

Pada bait 5 larik (3) ini, kata tengik berarti jahat, kejam, kasar dalam perbuatan dan
perkataan (KBBI, 1995:1038). Tikus bertingkah tengik menunjukkan majas
personifikasi, yaitu majas yang melekatkan sifat-sifat insan kepada barang yang
tidak bernyawa dan ide yang abstrak (Moeliono, 1989: 175), atau majas yang
menyebutkan binatang, tanaman, dan benda sebagai manusia (Zaimar, 2002: 50).
Karena yang biasanya bertingkah tengik adalah manusia, jadi seolah-olah tikus bisa
melakukan perbuatan kejahatan dan berkata kasar seperti manusia. Kata mendelik
pada larik kucing pura-pura mendelik, menunjukkan kucing yang bersikap seolah-
olah seperti manusia yang bisa mendelik atau melirik dengan membelalakkan mata.
Maka bait ini mengandung personifikasi yang menurut Lakoff (2003) termasuk juga
dalam metafora ontologis. Ranah sumber dalam bait ini adalah hewan tikus dan
kucing. Ranah sasarannya adalah manusia yang merujuk pada sosok manusia yang
korup dan suka menerima suap/sogokan berupa uang.

Bait 6
(1) Tikus tau sang kucing lapar
(2) Kasih roti jalanpun lancar
(3) Memang sial sang tikus teramat pintar
(4) Atau mungkin si kucing yang kurang ditatar

Kucing merupakan representasi aparat keamanan (seperti polisi) yang suka menerima
suap/sogokan seperti diungkapkan dalam larik (2), kasih roti jalan pun lancar yang
menunjukkan MERAIH SUATU TUJUAN ADALAH MAKAN atau dalam bahasa
Inggris ACHIEVING A PURPOSE IS EATING. Jadi, agar segala sesuatu (khususnya
tindakan korupsi) dapat berjalan lancar, maka dilakukan tindakan suap menyuap
untuk menutupi suatu tindakan korupsi. Kata suap berkaitan dengan tindakan makan.

Universitas Indonesia

Metafora dalam lagu..., Siti Aisah, FIB UI, 2010


41

Metafora pada bait ini adalah metafora struktural, yaitu konsep pelaku korupsi dan
penerima suap digambarkan melalui sosok tikus dan kucing. Ranah sumbernya
adalah BINATANG, dan ranah sasarannya adalah PELAKU KORUPSI.

4.1.4 Judul Lagu : BESAR DAN KECIL (Album Belum Ada Judul 1992)
Bait 1 dan 7
(1) Kau seperti bis kota atau truk gandengan
(2) Mentang mentang paling besar klakson sembarangan
(3) Aku seperti bemo atau sandal jepit
(4) Tubuhku kecil mungil biasa terjepit

Pada bait ini sosok kau dibandingkan dengan bis kota atau truk gandengan atau
KENDARAAN BESAR. Sosok aku dibandingkan dengan bemo atau sandal jepit
atau KENDARAAN KECIL. Sosok aku yang bertubuh kecil dibandingkan dengan
sosok kau yang besar. Frasa klakson sembarangan pada larik (2) mencerminkan
status dan kekuasaan sosok kau di dalam larik (1), yang bermakna bahwa sosok kau
ini bisa sesuka hati menekan sosok aku yang kecil. Jadi, sosok kau mewakili sosok
penguasa yang besar sedangkan sosok aku yang kecil mewakili sosok rakyat kecil
yang terjepit seperti sandal jepit. KENDARAAN BESAR merupakan ranah sumber
yang menjelaskan sosok kau yang mengacu pada penguasa. Metafora pada bait ini
adalah metafora struktural, dimana sosok kau direalisasikan sebagai KENDARAAN
BESAR, melalui pemetaan ini dapat dipahami bahwa sosok kau adalah seseorang
yang besar atau memiliki kekuasaan. Majas pada bait ini adalah simile atau
perumpamaan. Jenis metafora dalam bait ini adalah metafora struktural, di mana
suatu konsep BESAR diwakili atau dibentuk oleh konsep KENDARAAN BESAR,
seperti bus kota dan truk gandengan.

Bait 3
(1) Kau seperti buaya atau dinosaurus
(2) Mentang mentang menakutkan makan sembarangan
(3) Aku seperti cicak atau kadal buntung
(4) Tubuhku kecil merengit sulit dapat untung

Universitas Indonesia

Metafora dalam lagu..., Siti Aisah, FIB UI, 2010


42

Pada bait 3, sosok kau dibandingkan dengan buaya atau dinosaurus yang berukuran
besar. Oleh karena memiliki postur yang besar, binatang ini bisa makan seenaknya
dan menakut-nakuti binatang kecil lainnya. Sosok aku pada larik (3) dibandingkan
dengan cicak atau kadal buntung. Aku adalah sosok yang kecil dan sulit dapat untung
atau selalu mengalami kesulitan. Berdasarkan pemetaan tersebut, dapat dipahami
bahwa sosok aku pada bait ini adalah seseorang yang tidak memiliki kekuatan atau
kekuasaan jika dibandingkan dengan sosok kau yang seperti buaya dan dinosaurus.
Jadi, sosok aku pada bait ini mewakili sosok rakyat kecil yang selalu mengalami
kesulitan. Metafora pada bait ini adalah metafora struktural, yaitu konsep penguasa
dan rakyat kecil dibandingkan dengan hewan yang besar seperti,dinosaurus dan
hewan yang kecil seperti cicak dan kadal buntung.Ranah sumber pada bait ini adalah
BINATANG, khususnya hewan buaya, dinosaurus, cicak, dan kadal. Ranah
sasarannya adalah PENGUASA/PEMERINTAH dan RAKYAT KECIL.

Bait 5
(1) Mengapa besar selalu menang?
(2) Bebas berbuat sewenang wenang
(3) Mengapa kecil selalu tersingkir?
(4) Harus mengalah dan menyingkir

Pada bait 5 ini menegaskan konsep besar dan kecil pada bait sebelumnya, yaitu
merujuk pada penguasa dan rakyat kecil. Pada bait ini dijelaskan bahwa, penguasa
selalu menang, sedangkan rakyat kecil selalu mengalah dan menyingkir. Konsep
besar dan kecil ini termasuk dalam ungkapan metafora struktural, yaitu suatu
entitas dijelaskan melalui entitas lain agar mudah dimengerti. Dalam hal ini, metafora
KENDARAAN BESAR menjelaskan entitas keberadaan atau posisi PENGUASA
yang besar dan memiliki kekuatan atau kekuasaan yang sama besarnya seperti
KENDARAAN BESAR di jalan raya dan juga seperti BINATANG BUAS di hutan.

Universitas Indonesia

Metafora dalam lagu..., Siti Aisah, FIB UI, 2010


43

4. 1.5 Judul Lagu : DUNIA BINATANG (Album Dalbo 1993 )


Bait 4
(1) Ada macan mencakar macan
(2) Ular menggigit ular
(3) Ada gajah membunuh gajah
(4) Kita yang terinjak ya ho ho

Pada bait 4 digambarkan bahwa macan mencakar macan, ular menggigit ular, dan
gajah membunuh gajah. Binatang macan merepresentasikan kekuatan, ular mewakili
sosok yang cerdik, dan gajah menggambarkan sosok yang besar dan berkuasa atas hal
lainnya. Ketiga jenis binatang dalam bait ini mewakili sosok penguasa yang besar,
cerdik, dan memiliki kekuatan. Ketiga binatang tersebut, yaitu macan, ular, dan
gajah mengacu pada sosok yang saling berebut kekayaan di antara sesama penguasa
di suatu negara. Konsep abstrak penguasa direalisasikan dengan binatang macan,
ular, dan gajah. Jadi, metafora pada bait ini adalah metafora struktural. Pada bait ini
representasi hewan gajah yang di dalam bait disebutkan gajah membunuh gajah
menunjukkan deviasi atau penyimpangan karena di Indonesia, hewan gajah
merupakan hewan yang lucu dan disukai oleh anak-anak. Sosok penguasa atau
pemerintah yang berkuasa direpresentasikan dengan hewan macan, ular, dan gajah.
Ranah sumber dalam bait ini adalah BINATANG macan, ular dan gajah. Ranah
sasarannya adalah PENGUASA/PEMERINTAH YANG BERKUASA.

Bait 5
(1) Mata liar di mana mana
(2) Mencari mangsa yang lemah
(3) Tangan tangan yang penuh darah
(4) Menindas sambil tertawa

Pada bait 5 larik (1) frasa mata liar seperti burung pemangsa yang siap mencari
mangsa yang lemah. Pada larik (3) tangan yang penuh darah dan larik (4) menindas
sambil tertawa menggambarkan adanya pelaku kejahatan dan korban. Dalam hal ini,
kata tangan dapat dipahami secara metaforis mewakili sosok penguasa yang
menindas atau berbuat sewenang-wenang. Seperti disebutkan oleh Lakoff (1992)

Universitas Indonesia

Metafora dalam lagu..., Siti Aisah, FIB UI, 2010


44

bahwa PART OF A BODY IS A STATE (bagian tubuh mewakili kekuasaan negara),


maka pada larik (3) tangan tangan yang penuh darah mengacu pada sosok penguasa
atau pemerintah yang berkuasa. Metafora dalam bait ini adalah metafora struktural,
yaitu suatu konsep penguasa direpresentasikan melalui entitas tangan tangan penuh
darah. Frasa tangan penuh darah merupakan majas metafora atau perbandingan
langsung, dalam hal ini frasa tangan penuh darah dibandingkan dengan menindas
sambil tertawa. Jika frasa tangan penuh darah dikaitkan dengan kata menindas, maka
dapat dipahami bahwa hal ini merepresentasikan sosok penguasa yang menindas
rakyat.

Bait 6
(1) Ada maling teriak maling
(2) Ada musang berbulu domba
(3) Monopoli menjadi jadi
(4) Tangan besi merajalela

Pada bait 6 larik (1) ada maling teriak maling berarti ada sosok pelaku kejahatan
yang bersembunyi di balik layar dan berteriak bahwa ada pelaku kejahatan lainnya
yang harus diwaspadai. Pada larik (2), musang berbulu domba mempertegas kondisi
bahwa ada sosok yang bersikap sangat baik padahal di balik kebaikannya tersebut, ia
memiliki maksud jahat demi meraih keuntungan untuk dirinya sendiri. Kata tangan
pada frasa tangan besi merupakan representasi kekuasaan, di mana pemimpin
biasanya memerintah dengan menggunakan tangannya. Kata besi pada frasa tangan
besi menunjukkan kekuatan, seperti ciri dan sifat sebuah logam besi, yaitu keras dan
kuat. Jadi frasa tangan besi mengandung makna metaforis yang berarti penguasa
yang memiliki kekuasaan sangat besar. Seperti yang diungkapkan Lakoff (1992)
dalam artikelnya yang berjudul “the Contemporary Theory of Metaphor” bahwa
PART OF BODY IS A STATE, yaitu bagian tubuh manusia mewakili sebuah negara
atau pemerintah yang berkuasa. Maka larik tangan besi merajalela yang
menunjukkan bagian tubuh yaitu tangan mencerminkan penguasa yang bersifat
mengatur dan memimpin rakyatnya. Jadi dapat dikatakan pula bahwa HAND IS A

Universitas Indonesia

Metafora dalam lagu..., Siti Aisah, FIB UI, 2010


45

STATE, tangan merepresentasikan negara atau kekuasaan. Majas pada bait ini
adalah majas sinekdoke, yaitu majas yang menyebutkan nama bagian sebagai
pengganti nama keseluruhan, atau sebaliknya, dalam bait ini berarti kata tangan
mewakili bagian keseluruhan tubuh sosok penguasa.

4.1.6 Judul Lagu : ASIK NGGAK ASIK (Album Manusia Setengah Dewa 2004)
Bait 1
(1) Dunia politik penuh dengan intrik
(2) Cubit sana cubit sini itu sudah lumrah
(3) Seperti orang pacaran
(4) Kalau nggak nyubit nggak asik

Pada bait 1, larik (1), (2) dan (3) digambarkan bahwa dunia politik adalah dunia
pacaran. Perilaku cubit sana sini yang dilakukan ketika berpacaran merupakan
tindakan kemesraan, namun adakalanya terjadi selisih paham di antara pasangan yang
berpacaran tersebut. Jadi, dalam bait ini, dunia politik yang merupakan entitas abstrak
direalisasikan dengan dunia pacaran yang merupakan entitas konkret. Maka,
metafora dalam bait ini dapat dipahami sebagai metafora ontologis, di mana dapat
tergambarkan bahwa di dalam dunia politik seringkali terjadi perselisihan atau silang
pendapat, namun setelah itu para pelaku di bidang politik ini dapat kembali
bermesraan layaknya pasangan yang berpacaran. Jenis majas pada bait ini adalah
majas simile karena terdapat kata seperti pada larik (3), seperti orang pacaran.Ranah
sumber pada bait ini adalah DUNIA PACARAN, dan ranah sasarannya adalah
DUNIA POLITIK. Jadi, DUNIA POLITIK ADALAH DUNIA PACARAN.

Bait 2
(1) Dunia politik penuh dengan intrik
(2) Kilik sana kilik sini itu sudah wajar
(3) Seperti orang adu jangkrik
(4) Kalau nggak ngilik nggak asik

Pada bait 2 larik (1) dunia politik disamakan dengan permainan adu jangkrik. Sang
jangkrik dikilik-kilik dengan menggunakan batang rumput agar sang jangkrik mau

Universitas Indonesia

Metafora dalam lagu..., Siti Aisah, FIB UI, 2010


46

maju melawan sang jangkrik aduannya. Jadi, dalam hal ini, DUNIA POLITIK
ADALAH DUNIA PERMAINAN. Metafora pada bait ini adalah metafora
struktural, yaitu entitas DUNIA POLITIK sebagai ranah sasaran direalisasikan
seperti PERMAINAN ADU JANGKRIK. PERMAINAN merupakan ranah sumber
yang menjelaskan DUNIA POLITIK sebagai ranah sasarannya..

Bait 3
(1) Rakyat nonton jadi supporter
(2) Kasih semangat jagoannya
(3) Walau tau jagoannya ngibul
(4) Walau tau dapur nggak ngebul

Pada larik (2), kata jagoan mengacu pada pemerintah. Rakyat dengan terpaksa
menjadi pendukung pemerintah berkuasa meskipun mereka tahu bahwa sang
penguasa hanya membohongi rakyat. Hal ini mencerminkan suatu ironi bahwa di satu
sisi rakyat dipaksa pemerintah agar mendukung pemerintah yang berkuasa, namun di
sisi lain rakyat tahu bahwa mereka selalu dibohongi oleh pemerintah. Majas pada bait
ini adalah majas ironi. Kata supporter pada larik (1) mengacu kepada rakyat atau
‘masyarakat‘ pada umumnya, dan kata jagoannya pada larik (2) dan (3) mengacu
pada pemimpin atau penguasa.

Bait 4
(1) Dunia politik dunia bintang
(2) Dunia hura hura para binatang
(3) Berjoget dengan asik

Pada bait 4 larik (1) diungkapkan bahwa dunia politik seperti dunia bintang dan
binatang, di mana para pelakonnya pandai bermain peran dan suka mencuri hak
rakyat. Para politikus adalah orang-orang yang pandai bermain peran dan berpura-
pura, seolah-olah mereka memihak kepada rakyat namun sebenarnya berusaha
memperoleh keuntungan di atas penderitaan rakyat. Ranah sumber pada bait ini
adalah BINTANG dan BINATANG, sedangkan ranah sasarannya adalah DUNIA
POLITIK. Jadi dapat dipahami bahwa dunia politik seperti dunia para bintang, di

Universitas Indonesia

Metafora dalam lagu..., Siti Aisah, FIB UI, 2010


47

mana mereka bermain peran dan nerpura-pura, dan mereka juga bertingkah laku
seperti layaknya binatang, yakni suka merampas atau mengambil dengan paksa hak-
hak orang lain atau rakyat kecil. Metafora pada bait ini adalah metafora struktural,
di mana DUNIA POLITIK dijelaskan seperti dalam realitas dunia kehidupan para
bintang kenamaan di panggung hiburan dan para binatang di kebun binatang. Majas
pada bait ini adalah majas metafora, karena dunia politik diperbandingkan secara
langsung dengan dunia bintang dan binatang, tanpa menggunakan kata seperti dan
sama saja.

Bait 5
(1) Dunia politik punya hukum sendiri
(2) Colong sana colong sini atau colong colongan
(3) Seperti orang nyolong mangga
(4) Kalau nggak nyolong nggak asik

Pada bait ini digambarkan bahwa dunia politik seperti nyolong mangga, atau
mencuri. Para politisi terbiasa mencuri atau mengambil sesuatu yang bukan hak
mereka. Konsep abstrak dunia politik direalisasikan seperti orang nyolong mangga,
sehingga dapat dipahami bahwa bait ini mengandung metafora struktural. Bait ini
mengandung majas simile atau perumpamaan, ditunjukkan dengan kata seperti
pada larik (3), seperti orang nyolong mangga.Ranah sasarannya DUNIA POLITIK,
dan ranah sumbernya adalah MENCURI. Jadi, DUNIA POLITIK ADALAH
MENCURI.

Bait 6
(1) Rakyat lugu kena getahnya
(2) Buah mangga entah ke mana
(3) Tinggal biji tinggal kulitnya
(4) Tinggal mimpi ambil hikmahnya

Pada bait ini digambarkan rakyat yang lugu yang tidak sempat menikmati hasil yang
mereka peroleh, karena apa yang ada di negara tersebut telah dicuri oleh para politisi
atau penguasa di negeri tersebut. Frasa buah mangga mengacu pada sesuatu yang

Universitas Indonesia

Metafora dalam lagu..., Siti Aisah, FIB UI, 2010


48

seharusnya menjadi hak rakyat. Pada larik (1) rakyat lugu kena getahnya
menunjukkan bahwa rakyat yang terkena akibat dari perbuatan pemerintah yang suka
mencuri hak rakyat. Metafora dalam bait ini merupakan metafora struktural, buah
mangga merupakan realisasi hak-hak rakyat yang dirampas oleh penguasa.

Bait 8
(1) Dunia politik memang asik nggak asik
(2) Kadang asik kadang enggak disitu yang asik (katanya)
(3) Seperti orang main catur
(4) Kalau nggak ngatur nggak asik

Pada bait ini dideskripsikan bahwa dunia politik seperti orang yang bermain catur,
kata seperti pada larik (3), seperti orang main catur menunjukkan bahwa bait ini
mengandung majas simile. Dalam permainan catur, terdapat seseorang yang
menguasai dan menjalankan bidak-bidak atau pion catur tersebut agar menuruti
kehendak sang pemimpin atau sang penguasa di negara tersebut. Jenis metafora
dalam bait ini adalah metafora struktural, di mana PERMAINAN (catur) menjadi
ranah sumber yang menjelaskan DUNIA POLITIK. Dunia politik seperti sebuah
permainan catur, ada bidak-bidak berupa raja, menteri dan prajurit yang terlibat di
dalamnya. Jadi, DUNIA POLITIK ADALAH DUNIA PERMAINAN CATUR.

Bait 9
(1) Pion bingung nggak bisa mundur
(2) Pion pion nggak mungkin kabur
(3) Menteri, luncur, kuda dan benteng
(4) Galaknya melebihi raja

Pada bait 9 larik (3) dan (4), menteri, luncur, kuda dan benteng, galaknya melebihi
raja, menunjukkan bahwa para politikus seperti para anggota DPR, Menteri, dan
aparat pemerintah lainnya bahkan memiliki kekuasaan yang sama dengan sang
pemimpin/raja di negeri tersebut. Metafora pada bait ini adalah metafora struktural,
karena entitas abstrak suatu kekuasaan direalisasikan seperti mengatur jalannya pion-
pion dalam permainan catur. Majas pada bait ini adalah majas kilatan, majas yang

Universitas Indonesia

Metafora dalam lagu..., Siti Aisah, FIB UI, 2010


49

menunjuk secara tidak langsung ke suatu peristiwa atau tokoh berdasarkan


praanggapan adanya pengetahuan bersama yang dimiliki oleh penulis dan pembaca
serta adanya kemampuan pada pembaca untuk menangkap pengacuan itu.

4.1.7 Judul Lagu: 17 Juli 1996 (Album Manusia Setengah Dewa 2004)

Bait 1
(1) Gonjang ganjing gonggongan anjing
(2) Anjing herder sampai anjing peking
(3) Dar der dor otak digedor
(4) Dengan pelor hati di terror
(5) Ngeles !...

Pada bait 1, keadaan gonjang-ganjing menggambarkan keadaan yang terombang


ambing dan bunyi suara gonggongan anjing melambangkan kericuhan besar atau
bentrokan pada suatu peristiwa. Tanda suara gonggongan anjing diperbandingkan
dengan bunyi letupan senjata (pelor) dan bisa membuat hati yang mendengarnya
berdebar (karena diteror). Anjing herder dan peking mewakili sosok penjaga
keamanan yang mencoba mempertahankan posisinya agar tidak diserang. Dalam
peristiwa yang digambarkan dalam lagu tersebut tergambar suatu bentrokan, di mana
terdapat pihak yang diserang dan menyerang, terdapat pihak yang mempertahankan
diri. Anjing herder merepresentasikan kelompok yang besar dan lebih kuat yang
menyerang kelompok yang kecil dan lemah yang diwakili oleh anjing peking, anjing
peliharaan yang biasa tinggal di rumah. Anjing herder adalah anjing pemburu yang
biasa pergi ke hutan dan menyerang mangsa. Metafora dalam bait ini termasuk ke
dalam metafora struktural, karena entitas anjing digunakan untuk mewakili entitas
kelompok atau partai politik. Jadi, dalam bait ini, perbandingan antara anjing herder
dan peking menggambarkan kelompok besar dan kecil yang memiliki posisi dalam
kancah atau dunia politik di Indonesia. Berdasarkan sejarah, peristiwa Juli 1996
adalah peristiwa ketika terjadi bentrokan antara kubu partai PDI pimpinan Soerjadi
yang menyerang kubu PDI pimpinan Megawati yang akhirnya terbentuklah partai
baru yaitu PDI-Perjuangan pimpinan Megawati.

Universitas Indonesia

Metafora dalam lagu..., Siti Aisah, FIB UI, 2010


50

Bait 3
(1) Kwek kwek kwek suara bebek
(2) Merem melek denger geledek
(3) Dalam benteng diadu gambreng
(4) Bandar judi tambah mentereng
(5) Untung banyak do’i !...

Pada bait 3 ini, bunyi kwek-kwek suara bebek dan bunyi geledek (petir) merupakan
simbol yang menjadi tanda bahwa adanya suatu perselisihan atau bentrokan di antara
dua kubu yang berbeda pendapat atau pandangan. Bunyi bebek mengacu kepada
rakyat kecil yang berteriak, bunyi kwek-kwek ini merupakan tanda yang menjadi
penanda bahwa terjadi keributan di dalam kelompok tersebut. Realisasi bunyi bebek
dan bunyi petir tersebut menjadi sebuah metafora yang melambangkan keributan atau
kericuhan. Bentuk metafora yang menggunakan entitas lain sebagai realisasi bagi
entitas lainnya termasuk ke dalam metafora ontologis. Ranah sumbernya adalah
bebek/BINATANG, dan ranah sasarannya adalah RAKYAT.

Bait 4
(1) Sengkuni kilik sana sini
(2) Kurawa dan Pandawa rugi
(3) Dewa dewa kerjanya berpesta
(4) Sambil nyogok bangsa manusia
(5) Hancur !...

Pada bait 4 ini, tokoh Sengkuni atau yang dalam ejaan Sanskerta disebut Shakuni
adalah seorang tokoh antagonis dalam kisah Mahabharata. Sangkuni terkenal sebagai
tokoh licik yang selalu menghasut para Kurawa agar memusuhi Pandawa. Sengkuni
adalah penasihat Kurawa yaitu Duryudana. Metafora dalam lagu ini adalah metafora
struktural, di mana sosok penguasa atau pemimpin yang suka menghasut
digambarkan dengan tokoh Sengkuni, sedangkan kelompok masyarakat atau kubu
politik tertentu yang terhasut, digambarkan dengan Kurawa dan Pandawa. Majas pada
bait ini adalah majas kilatan, majas yang menunjuk secara tidak langsung ke suatu
peristiwa atau tokoh berdasarkan praanggapan adanya pengetahuan bersama yang

Universitas Indonesia

Metafora dalam lagu..., Siti Aisah, FIB UI, 2010


51

dimiliki oleh penulis dan pembaca serta adanya kemampuan pada pembaca untuk
menangkap acuan itu.

4.1.8 Judul Lagu: BUKTIKAN (Album Manusia Setengah Dewa 2004).


Bait 1
(1) Kata kata berbisa
(2) Mulut mulut berbusa
(3) Janji janji bertebaran
(4) Seperti biasa dari atas panggung
(5) Atas nama bangsa

Pada bait ini, leksem berbisa dalam kata kata berbisa memiliki makna mengandung
racun bisa seperti racun bisa yang dimiliki seekor ular. Jadi dalam hal ini kata kata
berbisa mengandung majas personifikasi, jenis majas yang melekatkan sifat-sifat
insan kepada barang yang tidak bernyawa dan ide yang abstrak karena seolah-olah
kata-kata itu hidup dan memiliki racun yang mematikan seperti ular. Komponen
makna berbisa pada larik ke (1) adalah [MENGANDUNG RACUN]. Maka larik kata
kata berbisa, dapat diartikan sebagai ucapan seseorang yang mengandung racun,
yang dapat membuai orang lain dan bahkan mematikan. Pada bait ini diungkapkan
bahwa pemerintah seringkali mengucapkan kata-kata yang mampu meracuni pikiran
rakyat dengan maksud agar rakyat ‘manut’ atau ‘tunduk’ terhadap pemerintah. Frasa
mulut berbusa pada bait 1 larik (2) menunjukkan betapa terlalu seringnya penguasa
mengumbar janji kepada rakyat, sehingga digambarkan dengan keluarnya buih busa
dari mulut sang penguasa. Hal ini menunjukkan bahwa yang diucapkan penguasa
hanya omong kosong belaka, hanya janji tanpa bukti. Pada bait 1, larik (3) Janji
bertebaran diibaratkan seperti kertas-kertas yang bertebaran. Metafora pada bait ini
adalah metafora ontologis, yaitu konsep kata berbisa, mulut berbusa, janji bertebaran
merujuk pada kondisi/entitas yang dimiliki dan dilakukan oleh PENGUASA sebagai
ranah sasarannya.

Universitas Indonesia

Metafora dalam lagu..., Siti Aisah, FIB UI, 2010


52

Bait 2
(1) Buktikan buktikan
(2) Itu yang di nanti nanti
(3) Buktikan buktikan
(4) Kalau hanya omong
(5) Burung beo pun bisa

Dalam larik ini, pemerintah dibandingkan dengan burung beo yang hanya bisa bicara
dan mengumbar janji namun tidak dapat membuktikannya dengan perbuatan nyata.
Jadi, metafora dalam bait ini, yaitu PEMERINTAH ADALAH BURUNG BEO.
Konsep abstrak pemerintah digambarkan dengan burung beo yang selalu mengoceh
dan meniru apa yang diucapkan orang sekitar. Metafora dalam bait ini adalah
metafora struktural, yaitu BURUNG BEO atau BINATANG sebagai ranah sumber
yang menjelaskan sosok PENGUASA atau PEMERINTAH (sebagai ranah sasaran)
yang selalu bicara dan berjanji, namun tak kunjung memberikan bukti.

Bait 3
(1) Kita hidup sering terancam
(2) Tak ada jaminan keselamatan
(3) Kamu ngomong tentang keamanan
(4) Tapi makin banyak penggusuran

Bait 4
(1) Kita hidup sering terancam
(2) Tak ada jaminan keselamatan
(3) Kamu ngomong tentang kemakmuran
(4) Tapi makin banyak pengangguran

Pada bait 3 dan 4, larik (1) dan (2) isi liriknya sama, yaitu kita hidup sering terancam,
tak ada jaminan keselamatan. Metafora dalam larik ini yaitu, HIDUP ADALAH
ANCAMAN, yang berarti termasuk dalam metafora ontologis. Pada bait ke-3 larik
(3), kamu ngomong keamanan bertolak belakang dengan larik (4), tapi makin banyak
penggusuran. Pada bait ke-4 larik (3), kamu ngomong tentang kemakmuran
berlawanan dengan pernyataan larik (4), tapi makin banyak pengagguran. Jadi, dalam
hal ini pada larik (3) dan (4) menunjukkan sebuah majas ironi.

Universitas Indonesia

Metafora dalam lagu..., Siti Aisah, FIB UI, 2010


53

4.1.9 Judul Lagu: Kuda Lumping (Album 1991)

Bait 1 dan 3
(1) Kuda lumping nasibnya nungging
(2) Mencari makan terpontang panting
(3) Aku juga dianggap sinting
(4) Sebenarnya siapa yang sinting?

Pada bait 1 dan 3 berisi lirik yang sama, maka analisisnya saya buat di dalam satu
analisis. Pada larik (1) kuda lumping adalah sejenis pertunjukan tarian yang penarinya
seolah-olah sedang menunggang kuda dan puncak pertunjukan tersebut di akhiri
dengan penampilan sang penunggang yang memakan beling atau pecahan kaca gelas.
Telah diketahui secara umum bahwa seekor kuda mewakili kekuatan atau
ketangguhan dalam bekerja. Maka kuda lumping pada larik ini mengacu pada para
pekerja (buruh) pabrik yang penghasilannya sangat rendah, namun tenaganya diperas
habis. Menurut Lakoff (1992), kuda adalah pekerja, HORSES ARE WORKERS.
KUDA merupakan ranah sumber yang menjelaskan para BURUH/PEKERJA
(sasaran) yang bekerja keras selayaknya seekor kuda yang dikenal sebagai hewan
yang kuat dan tangguh. Frasa nasibnya nungging menunjukkan kondisi pekerja yang
tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari karena penghasilannya yang
sangat rendah. Pada larik (2) mencari makan terpontang panting merupakan
hiperbola karena menggambarkan keadaan seseorang yang bekerja keras sehingga ia
harus mencari nafkah dengan sangat susah payah. Metafora pada bait ini termasuk ke
dalam metafora struktural, yaitu para pekerja pabrik direalisasikan seperti kuda
lumping yang nasibnya nungging.

Bait 2
(1) Berputar putar dalam lingkaran
(2) Menari tak sadarkan diri
(3) Mata terpejam mengunyah beling
(4) Mempertahankan hidup yang sulit

Universitas Indonesia

Metafora dalam lagu..., Siti Aisah, FIB UI, 2010


54

Pada bait ke-2 larik (1), berputar putar dalam lingkaran merupakan metafora LIFE IS
A CYCLE, hidup adalah suatu siklus perputaran. Pada bait ke-2 larik (3) dan (4),
mata terpejam mengunyah beling, mempertahankan hidup yang sulit,
menggambarkan buruh pabrik yang dengan amat terpaksa harus menerima kepahitan
hidup di bawah garis kemiskinan. Keadaan ini diperjelas dengan frasa mengunyah
beling yang secara konseptual diketahui bahwa mengunyah beling tentu saja sakit
dan mengakibatkan mulut berdarah. Rasa sakit mengunyah beling ini
merepresentasikan rasa sakit dan perihnya kehidupan para buruh pabrik yang
berjuang mempertahankan hidup dengan penghasilan kecil. Pada larik (4)
mempertahankan hidup yang sulit menunjukkan metafora HIDUP ADALAH
PERJUANGAN. Metafora pada bait ini termasuk ke dalam metafora struktural, di
mana HIDUP merupakan ranah sasaran dan PERJUANGAN merupakan ranah
sumbernya.

Bait 4 dan bait 8


(1) Mulutnya berbusa
(2) Nasibnya berbusa
(3) Tradisi berbusa
(4) Tradisi amblas

Pada bait ke-4 dan bait ke-8 isi liriknya sama, sehingga saya menggabungkan
analisisnya.
Pada larik (1), (2), dan (3), mulutnya berbusa, nasibnya berbusa, tradisi berbusa,
menggambarkan keadaan yang sudah di luar kapasitas atau overdosis, seperti orang
yang mulutnya berbusa karena meminum racun serangga atau kelebihan dosis obat-
obatan. Hal ini merepresentasikan keadaan rakyat yang menyedihkan, teracuni, dan
hampir mati. Saya dapat menyimpulkan keadaan hampir mati/sekarat karena tampak
dalam larik (4) yang menyebutkan tradisi amblas, sesuatu yang amblas adalah
sesuatu yang habis, rusak, dan hilang tak berbekas, jadi dapat dikaitkan dengan
sesuatu yang berkaitan dengan kematian. Metafora dalam bait ini adalah metafora
struktural, yaitu sebuah konsep yang dibentuk secara metaforis dengan

Universitas Indonesia

Metafora dalam lagu..., Siti Aisah, FIB UI, 2010


55

menggunakan konsep yang lain. Dalam hal ini, konsep keterpurukan dan kematian
digambarkan dengan kata berbusa dan amblas.

Bait 6
(1) Berbaju sutra pandai menipu
(2) Membabi buta cari mangsa
(3) Mulut penipu berbau busuk
(4) Mempertahankan hidup yang busuk

Pada bait ke-6 larik (1) dan (2), para penipu digambarkan sebagai sosok yang
berpakaian mewah (pakaian berbahan sutra) yang mewakili sosok dari kalangan
tinggi/pejabat tinggi. Hal ini menggambarkan sebuah ironi bahwa pakaian bagus yang
membalut tubuh seseorang tidak serta merta mewakili kepribadian orang tersebut.
Balutan pakaian yang indah menutupi kenyataan sesungguhnya bahwa orang tersebut
adalah penipu. Demi mempertahankan hidupnya, para penipu negara tersebut terus
menerus menipu rakyat. Hal ini tergambar dalam larik (2) membabi buta mencari
mangsa. Frasa membabi buta bermakna melakukan sesuatu secara nekat, tidak peduli
apapun, segalanya diterjang dan dihantam seperti seekor babi yang berlari menerkam
mangsanya. Pada larik ini seolah-olah manusia bertindak seperti seekor babi yang
digambarkan dengan membabi buta mencari mangsa. Jadi, metafora pada bait ini
adalah metafora struktural, yaitu entitas manusia penipu direalisasikan tindakannya
dengan membabi buta dan mulutnya yang berbau busuk. Kata busuk mencerminkan
sesuatu yang buruk. Pada larik terakhir, yaitu mempertahankan hidup yang busuk
bermakna mempertahankan kehidupannya yang buruk dan dipenuhi oleh tipu-
menipu. Frasa membabi buta merupakan majas metafora yaitu perbandingan
langsung antara cirri sifat babi yang suka berlari menerjang sesuatu/mangsanya
dengan manusia sebagai pembandingnya.

Bait 7 dan 12
(1) Para penipu berkeliaran
(2) Makan tanah memperkosa fakta
(3) Saling menipu sesama penipu
(4) Tidak menipu jadinya tertipu

Universitas Indonesia

Metafora dalam lagu..., Siti Aisah, FIB UI, 2010


56

Bait 7 dan 12 berisi lirik yang sama, jadi saya menggabungkan analisisnya.
Para penipu yang digambarkan dalam bait ini adalah para penipu yang seringkali
memakan hak rakyat. Hal ini digambarkan dalam larik (2), makan tanah memperkosa
fakta. Kata makan berarti melahap atau memasukkan sesuatu ke dalam mulutnya.
Jadi pada bait ini, tindakan para penipu ini suka memakan dan merampas hak rakyat.
Kata memperkosa’ berarti melakukan tindakan tertentu terhadap orang lain tanpa
seijin orang yang dikenai tindakan tersebut. Kata penipu merupakan gambaran sosok
penguasa yang suka melakukan tipu menipu di antara sesama rekan-rekannya.
PENGUASA ADALAH PENIPU merupakan metafora yang ditemukan dalam lagu
ini, metafora ini termasuk metafora ontologis, yaitu metafora yang melihat kejadian
dan aktifitas emosi sebagai suatu entitas atau substansi. Frasa makan tanah pada bait
ini adalah majas metafora, yaitu perbandingan langsung antara entitas abstrak para
penipu dengan entitas konkret yaitu aktifitas makan tanah.

Berdasarkan analisis mengenai majas berdasarkan Moeliono (1989), diperoleh hasil


sebagai berikut.
4.1 Tabel Majas

PERBANDINGAN PERTENTANGAN PERTAUTAN


1. SIMILE 1. HIPERBOL 1.METONIMI

1) Manusia seperti 1) Pengecut lari 1) Lusuhnya kain


binatang terkencing- bendera di
2) Manusia sama dengan kencing halaman rumah
binatang macan 2) Mencari makan kita
3) Kau seperti bus kota terpontang 2) Di kepala tanpa
atau truk gandengan panting baja
4) Aku seperti bemo atau 3) Di tangan tanpa
sandal jepit senjata
5) Kau seperti buaya atau
dinosaurus
6) Aku seperti cicak atau
kadal buntung
7) Dunia politik seperti

Universitas Indonesia

Metafora dalam lagu..., Siti Aisah, FIB UI, 2010


57

orang pacaran
8) Dunia politik seperti
adu jangkrik
9) Dunia politik seperti
orang main catur
10) Dunia politik seperti
orang nyolong mangga

2. METAFORA 2.LITOTES 2.SINEKDOK

1) Dunia politik dunia 1) selusin kepala tak


binatang -------------- berdosa
2) Dunia politik dunia 2) mengikat kedua
bintang kaki
3) Belenggu besi
4) Tangan besi
5) Kambing hitam
6) Membabi buta
7) Otak udang
8) Otak tikus
9) Setan politik
10) Tikus kantor
11) Makan tanah
12) main kayu
13) bekas biru
14) tangan penuh darah
15) negeri yang congkak

3. PERSONIFIKASI 3. IRONI 3.KILATAN


1) Kamu 1) Sengkuni, kurawa,
1) Kata berbisa ngomong pandawa
2) Mulut berbusa tentang 2) Pion Catur
3) Tradisi berbusa keamanan
4) Janji-janji bertebaran Tapi makin
5) Persoalan yang banyak
menyerang dalam gelap penggusuran
6) Tikus bertingkah tengik 2) Kamu 4.EUFIMISME
ngomong
tentang ----------
kemakmuran
Tapi makin
banyak
pengangguran
3) Berbaju sutra

Universitas Indonesia

Metafora dalam lagu..., Siti Aisah, FIB UI, 2010


58

pandai menipu

4.2 Tabel Ranah Sumber dan Sasaran

Ranah Sumber Ranah Sasaran


Binatang Manusia
Binatang Besar dan Buas Penguasa/Pemerintah
Binatang Kecil Rakyat kecil
Kendaraan Besar Penguasa
Kendaraan kecil Rakyat kecil
Dunia bintang Dunia politik
Dunia binatang Dunia politik
Dunia permainan Dunia politik
Dunia pacaran Dunia politik

4.3 Tabel Jenis Metafora

Kode Struktural Ontologis Orientasional


lagu
4.1.1 √ - -
4.1.2 √ √
4.1.3 √ √
4.1.4 √ √
4.1.5 √ -
4.1.6. √ -
4.1.7 √ -
4.1.8 √ √
4.1.9 √ √

Universitas Indonesia

Metafora dalam lagu..., Siti Aisah, FIB UI, 2010


59

Berdasarkan hasil pemetaan ranah sumber dan ranah sasaran pada setiap lagu
yang dianalisis. Peneliti menemukan 8 buah lagu yang mengandung metafora
binatang dari 9 lagu yang diteliti. Ke-8 lagu tersebut, yaitu lagu dengan kode 4.1.1,
4.1.3, 4.1.4, 4.1.5, 4.1.6, 4.1.7, 4.1.8, 4.1.9. Di dalam 8 lagu tersebut, Iwan Fals
menggunakan metafora binatang, seperti macan, ular, gajah, tikus, kucing, udang,
anjing (anjing herder dan peking), bebek, kingkong (kera besar), jangkrik, buaya,
dinosaurus, cicak, kadal, burung beo, dan kuda. Sifat-sifat yang menonjol dan
cenderung sifat negatif yang dimiliki oleh binatang tersebut digunakan Iwan Fals
untuk mendeskripsikan sejumlah sifat dan perilaku yang dimiliki oleh para pemimpin
atau penguasa negeri, atau para politikus yang duduk di kursi pemerintahan.
Keenambelas binatang tersebut memiliki konotasi negatif dalam lagu-lagu tersebut.
Seekor tikus, yang memiliki sifat rakus dan suka mencuri makanan di sebuah rumah
tinggal, digambarkan dalam lagu berjudul Tikus Kantor untuk merepresentasikan
sosok pegawai pemerintah, penguasa atau pemimpin yang korup. Kemudian hewan
kucing, yang biasa dipelihara manusia di rumah sebagai hewan yang manis, di sisi
lain memiliki sifat buruk yaitu suka mencuri makanan dan pemalas (suka tidur dan
bermalas-malasan), juga digunakan Iwan Fals untuk menggambarkan sosok yang
suka menerima suap atau uang sogokan.
Selain metafora binatang yang digunakan dalam lagu-lagu tersebut, terdapat
metafora lainnya yang digunakan untuk menggambarkan sosok penguasa yang korup,
yang menekan dan menindas rakyat dengan menggunakan kekuasaannya, yaitu
ditemukan dalam lagu-lagu 4.1.2; 4.1.4; 4.1.6; 4.1.7; 4.1.9. Berikut ini metafora yang
menggambarkan penguasa yang korup, yang menekan dan menindas rakyat; macan,
tikus kantor, kucing, buaya, dinosaurus, ular, gajah, truk gandeng dan bus kota.
Namun, ada beberapa hewan yang sebenarnya di budaya Indonesia, hewan ini
memiliki makna positif, yaitu gajah yang biasanya disukai oleh anak-anak sebagai
hewan yang gemuk dan lucu.
Untuk mendeskripsikan sosok rakyat yang miskin, tertindas, dan tak berdaya,
Iwan Fals menggunakan metafora hewan berukuran kecil, kendaraan berukuran kecil,
dan anak kecil. Berikut ini metafora yang menggambarkan rakyat kecil; kendaraan

Universitas Indonesia

Metafora dalam lagu..., Siti Aisah, FIB UI, 2010


60

bemo, sendal jepit, cicak dan kadal buntung, kendaraan bemo sebagai metafora yang
menggambarkan rakyat kecil. Hewan cicak dan kadal merupakan metafora yang
menggambarkan rakyat kecil, karena meskipun ekornya buntung, mereka dapat tetap
bertahan hidup. Demikian pula dengan kondisi rakyat Indonesia, meskipun mereka
terjepit dalam kemiskinan, mereka mampu bertahan hidup.
Metafora yang mendeskripsikan perbandingan antara kecerdasan dan
kebodohan, direalisasikan dengan otak tikus dan otak udang. Seperti telah diketahui
bahwa istilah otak udang digunakan untuk merujuk pada seseorang yang bodoh,
karena kotoran udang berada di bagian kepala udang. Otak tikus dalam lagu Iwan
Fals dideskripsikan sebagai kecerdasan dan kecerdikan yang dimiliki seekor tikus.
Tokoh pewayangan juga digunakan untuk mendeskripsikan sosok pemimpin
atau penguasa yang jahat. Sosok tersebut diwakili dengan penggunaan tokoh
Sengkuni dan Kurawa yang merupakan tokoh wayang yang dikenal suka menghasut
dan menjilat (Suhardi, 1996: 106).
Realisasi mengenai dunia politik dideskripsikan dalam lagu dengan beberapa
metafora, yakni;
DUNIA POLITIK ADALAH DUNIA BINATANG
DUNIA POLITIK ADALAH DUNIA BINTANG
DUNIA POLITIK ADALAH DUNIA PACARAN
DUNIA POLITIK ADALAH DUNIA PERMAINAN

Bagian tubuh manusia yang digunakan sebagai metafora, antara lain, tangan,
mulut, kepala, yakni metafora tangan besi, tangan penuh darah, mulut
berbusa,kepala tak berdosa, kepala tanpa baja. Metafora tangan besi dan tangan
penuh darah, mulut berbusa mengacu pada penguasa yang berkuasa. Metafora
kepala tak berdosa, kepala tanpa baja mengacu pada rakyat kecil.

Universitas Indonesia

Metafora dalam lagu..., Siti Aisah, FIB UI, 2010


61 

BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Dalam penelitian ini, masalah pokok yang ingin dijawab adalah jenis
ungkapan metaforis apa yang ada di dalam lagu Iwan Fals dan ranah apa yang paling
dominan terdapat di dalam lagu Iwan Fals berdasarkan teori metafora konseptual
Lakoff dan Johnson (1980). Selain itu, jenis majas apa yang terdapat dalam lagu Iwan
Fals yang bertemakan kritik sosial berdasarkan teori metafora dalam ari luas menurut
Moeliono (1989: 175). Berdasarkan hasil analisis lirik lagu Iwan Fals yang
bertemakan kritik sosial pada bab 4, dari 9 lagu yang diteliti terdapat 10 majas simile,
15 majas metafora (perbandingan langsung), 3 majas metonimi, 2 majas sinekdoke, 3
majas ironi, dan 2 majas kilatan.
Jika dilihat perbandingan jumlahnya, tampak bahwa jenis majas yang paling
dominan ditemukan di dalam lagu Iwan Fals adalah majas metafora (perbandingan
langsung). Hal ini menunjukkan bahwa lagu-lagu Iwan Fals yang melontarkan kritik
sosial menggunakan bentuk majas metafora (perbandingan langsung), yaitu sesuatu
hal disampaikan melalui konsep lain tanpa menggunakan kata seperti, sama dengan,
agar mudah dipahami oleh penikmat lagu. Sebagaimana telah diketahui bahwa
metafora ada dalam bahasa sehari-hari, pemilihan kosa kata dalam lagu-lagu Iwan
Fals cenderung menggunakan metafora yang telah dikenal umum dan kerapkali
digunakan oleh masyarakat secara langsung, maupun tidak langsung melalui media
cetak dan elektronik.
Dari 9 lagu yang dianalisis, majas metonimi hanya terdapat di dalam 1 lagu
dan ironi juga hanya terdapat di dalam 1 lagu, sedangkan majas metafora dan simile
lebih dominan hadir dalam 9 lagu tersebut. Maka dapat disimpulkan bahwa lagu-lagu
Iwan Fals yang diteliti secara umum mengandung metafora (perbandingan langsung),
yang jika dikaitkan dengan teori metafora konseptual Lakoff dan Johnson (1980),

61
                                                                                                          Universitas Indonesia
Metafora dalam lagu..., Siti Aisah, FIB UI, 2010
62 

berarti pencipta lagu menguraikan ide, gagasan, serta perasaan yang dialaminya
secara metaforis berdasarkan realitas sehari-hari.
Ranah sumber yang paling dominan yang terdapat di dalam lagu-lagu Iwan
Fals adalah ranah sumber BINATANG. Dari 9 lagu yang diteliti, terdapat 8 lagu yang
menggunakan metafora BINATANG sebagai ranah sumber, yaitu sosok manusia
secara umum direalisasikan seperti hewan, memiliki sifat-sifat negatif yang dimiliki
hewan. Hal ini mencerminkan bahwa lagu-lagu Iwan Fals yang mengungkapkan
kritik sosial umumnya menggunakan metafora binatang. Pengungkapan kritik sosial
terhadap pemerintah yang berkuasa pada masa tersebut, dalam hal ini dikaitkan
dengan tahun dirilisnya album Iwan Fals tersebut, menggambarkan bahwa
penyampaian kritik sosial melalui metafora binatang seperti tikus kantor, kuda
lumping, buaya, kadal buntung lebih familiar dan kerapkali digunakan di kalangan
masyarakat Indonesia.
Berdasarkan latar budaya Indonesia, secara umum diketahui bahwa hewan-
hewan tertentu memiliki makna konotasi negatif bagi masyarakat di Indonesia. Di
Indonesia, hewan tikus dikenal memiliki sifat rakus, suka menggerogoti suatu benda,
dan merupakan hama perusak dan musuh bagi para petani. Oleh karena beberapa sifat
negatif yang dimiliki hewan tikus, sehingga kata tikus kerapkali digunakan untuk
merujuk pada seseorang yang korup atau gemar melakukan tindakan manipulasi.
Berbeda dengan tikus, hewan kucing merupakan hewan peliharaan di rumah yang
juga memiliki konotasi negative karena cenderung pemalas, tampak manis namun
suka mencuri makanan.
Di Indonesia, hewan buaya kerapkali digunakan sebagai metafora yang
berkonotasi negatif, seperti metafora buaya yang digunakan pihak kepolisian yang
menyindir KPK (Komisi Pemberantas Korupsi), yaitu ‘cicak semestinya takut kepada
buaya’, yang dalam hal ini pihak kepolisisan menganggap dirinya sebagai buaya.
Makna buaya merujuk pada penguasa yang besar yang menggerogoti hak-hak rakyat.
Dalam lagu Iwan Fals ini, hewan buaya mengandung makna asosiatif hewan yang
besar dan buas sehingga pada lagu berjudul Besar dan Kecil, kata buaya mengacu
pada sosok penguasa yang besar dan memiliki sifat seperti buaya. Ular yang suka

                                                                                                          Universitas Indonesia
Metafora dalam lagu..., Siti Aisah, FIB UI, 2010
63 

membelit, dan gajah yang bertubuh dan berkaki besar, mampu melindas apapun di
sekitarnya menjadi konotasi negatif yang mengacu pada penguasa atau pemerintah
yang zalim terhadap rakyatnya, yang membelit rakyat hingga mereka tak mampu
melepaskan diri dari kesulitan perekonomian yang mereka hadapi. Dalam lagu-lagu
Iwan Fals ini, tampak bahwa perumpamaan dan perbandingan membantu pencipta
lagu menyampaikan gagasan dan perasaanya agar dapat dipahami pendengar.
Seperti telah disebutkan Aristoteles (348-322 SM) bahwa metafora berkaitan
dengan simile atau majas perumpamaan, dan menyatakan bahwa simile merupakan
bagian dari metafora, maka berdasarkan hasil penelitian ini, tampak bahwa majas
simile cukup banyak digunakan dalam lirik lagu Iwan Fals di samping majas
metafora. Kedua majas tersebut berbanding seimbang penggunaanya di dalam setiap
lagu Iwan Fals. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa untuk melontarkan kritik
sosial, metafora yang digunakan merupakan jenis metafora perbandingan langsung
dan perumpamaan. Pencipta lagu dalam hal ini mewakili suara rakyat dalam
melontarkan kritik sosialnya terhadap pemerintah berkuasa.
Berdasarkan teori Lakoff dan Johnson (1980), jenis ungkapan metaforis yang
dominan digunakan dalam lagu-lagu yang diteliti adalah jenis metafora struktural
yang menunjukkan penggambaran suatu konsep dengan menggunakan konsep lain
agar mempermudah pemahaman. Salah satu contohnya yang terdapat dalam lagu
yang diteliti adalah dunia politik seperti permainan adu jangkrik dan permainan
catur. Sebagaimana diketahui secara luas, bahwa hewan jangkrik di Indonesia
seringkali dipakai untuk permainan adu jangkrik maka dalam hal ini suatu konsep
mengenai politik dijelaskan secara sederhana dengan perumpamaan seperti
permainan adu jangkrik, yaitu ada pihak-pihak lain di belakang ‘sang jangkrik’ yang
mengatur dan mendorong agar ‘jangkrik aduan itu’ memenangkan pertandingan.
Selain permainan jangkrik, dunia politik juga diperbandingkan dengan dunia
permainan catur, di mana pemain catur mengatur agar pion-pion berjalan sesuai
kehendaknya dan mematikan atau menahan langkah lawan hingga tidak mampu
bergerak. Hal ini serupa dengan realitas dunia politik yang penuh intrik, saling
menjatuhkan demi memperoleh kekuasaan. Dengan demikian, pemahaman sebuah

                                                                                                          Universitas Indonesia
Metafora dalam lagu..., Siti Aisah, FIB UI, 2010
64 

konsep yang abstrak atau sulit dipahami dapat dengan mudah dicerna ketika dikaitkan
dengan konsep lain yang secara nyata (konkret) terdapat di dalam kehidupan sehari-
hari. Dalam hal ini, Iwan Fals sebagai pencipta lagu menyampaikan kritik sosial
melalui lagu-lagu yang diciptakannya dengan menggunakan metafora binatang yang
dekat dengan keseharian masyarakat Indonesia sehingga mudah dipahami oleh
masyarakat Indonesia sebagai pendengar lagu-lagu Iwan Fals.

                                                                                                          Universitas Indonesia
Metafora dalam lagu..., Siti Aisah, FIB UI, 2010
  65

Daftar Pustaka

Black, Max. 1979. “More about Metaphor”, dalam Ortony (ed) 1979. Metaphor and
Thought. Cambridge: Cambridge University Press.

Blanke, Gustave. 1973. Einführung in die Semantische Analyse. München: Max


Hueber Verlag.
 
Budiman, Manneke. 2004. “Semiotika dalam Tafsir Sastra: Antara Rifatarre dan
Barthes”, dalam T. Christomy dan Untung Yuwono (Ed). 2004. Semiotika
Budaya. Depok: Penelitian Kemasyarakatan dan Budaya Direktorat Riset dan
Pengabdian Masyarakat Universitas Indonesia.

Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.

Cruse, Alan. 2004. Meaning in Language: an Introduction to Semantics and


Pragmatics (edisi kedua). New York: Oxford University Press.

Knowles, Murray & Rosamund Moon. 2006. Introducing Metaphor. New York:
Routledge.

Darmojuwono, S. 2007. “Semantik”, dalam Kushartanti, Untung Yuwono, dan


Multamia RMT Lauder (Ed). 2007. Pesona Bahasa: Langkah Awal
Memahami Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Kovĕcses, Zoltan, et all. 2002. Metaphor and Metonymy in Comparison and


Contrast. Berlin: Mouton de Gruyter.

Lakoff dan Johnson. 1980. Metaphor We Live By. Chicago: The University of
Chicago Press.

Lakoff, George. 1992. “The Contemporay Theory of Metaphor”, dalam Ortony (Ed).
1992. Metaphor and Thought. Cambridge: Cambridge University Press.

Leech, Geoffrey. 1974. Semantics. USA: Penguin.

Levin, Samuel. R. 1974. The Semantic of Metaphor. Baltimore: The John Hopkins
University.

Lyons, John. 1995. Linguistic Semantics. New York: Cambridge University Press.

Marlan, Ratih. N. 2009. “Konseptualisasi Metafora Emosi”. Tesis. Program


Pascasarjana Linguistik Universitas Indonesia.

Metafora dalam lagu..., Siti Aisah, FIB UI, 2010


  66

Moeliono, A. M. 1989. “Diksi atau Pilihan Kata”. dalam Kembara Bahasa


Kumpulan Karangan Tersebar. Jakarta: Gramedia.

Murtadho, Nurul. 1999. “Metafora Dalam Al quran dan Terjemahannya dalam


Bahasa Indonesia: Kajian atas Metafora Cahaya, Kegelapan, dan Beberapa
Sifat Allah”. Disertasi, Program Pascasarjana Linguistik Universitas
Indonesia.

Nöth, Winfried. 1995. Handbook of Semiotics. Bloomington dan Indianapolis:


Indiana University Press.

Ortony, Andrew. (ed). 1979. Metaphor and Thought. Cambridge: Cambridge


University Press.

Richards. I. A. 1936. The Philosophy of Rethoric. New York: Oxford University


Press.

Rifatarre, Michael. 1978. Semiotics of Poetry. Bloomington: Indiana University


Press.

Sadock, Jerrold M. 1979. “Figurative Speech in Linguistics”, dalam Ortony (Ed).


1979. Metaphor and Thought. Cambridge: Cambridge University Press.

Saeed. John. I. 1997. Semantics. Malden: Blackwell Publisher Inc.

Sari, Ariestyani Perwita. 2007. “Analisis Metafora pada Lirik Lagu Enka Besuto
Hitto Daizenshu 2005”. Tesis. Program Pascasarjana Kajian Wilayah Jepang
Universitas Indonesia.

Searle, J. R. 1979. “Metaphor”, dalam Ortony (ed). 1979. Metaphor and Thought.
Cambridge: Cambridge University Press.

Siregar, Bahren Umar. 2003. “Metonimi dan Metafora dari Aspek Semantik”.
Katharina Sukamto (ed). 2003. Menabur Benih Menuai Kasih: Karya untuk
Anton Moeliono. Jakarta: Universitas Katolik Atmajaya dan Yayasan Obor.

Sobur, Alex. 2003. Semiotika Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Suhardi, Wisnu S. 1996. Arti dan Makna Tokoh Pewayangan Ramayana dalam
Pembentukan dan Pembinaan Watak. Jakarta: Depdikbud.

Ullmann, Stephen. 1964. Semantics: An Introduction to The Science of Meaning.


Oxford: Basil Blackwell.

Metafora dalam lagu..., Siti Aisah, FIB UI, 2010


  67

Warsono, Khrisna H. 2007. “Interpretasi Lagu Iwan Fals”. Fakultas Ilmu Sosial dan
Politik Universitas Kristen Petra. www.jiunkpe.ns-s1-2007.iwanfals-
petrauniv.com (Februari 2010)

www.iwanfalsonline.com (14 Februari, 2010)

Zaimar, Okke. F. 2002. “Majas dan Pembentukannya”, dalam Makara: Jurnal Sosial
Humaniora, vol.6, no.2.

____________.2003. “Jenis Teks Menurut Bentuk Penyajian dan Isinya”, dalam


Irzanti Susanto & Ari A. Harapan. 2003. Prancis dan Kita: Strukturalisme,
Sejarah, Politik, Film, dan Bahasa. Jakarta: Wedatama Widya Sastra

Zbikowski. Lawrence. 2002. Metaphor and Music. The online Journal of the Society
of Music. http://societymusictheory.org/mto/issues/mto.95.1.4/zbikowski.art (20 April,
2010)

Metafora dalam lagu..., Siti Aisah, FIB UI, 2010


LAMPIRAN
Lirik Lagu Iwan Fals

Data 1
Opiniku
( Album Opini 1982 )

Manusia sama saja dengan binatang


Selalu perlu makan
Namun caranya berbeda
Dalam memperoleh makanan

Binatang tak mempunyai akal dan pikiran


Segala cara halalkan demi perut kenyang
Binatang tak pernah tahu rasa belas kasihan
Padahal disekitarnya petani berjalan pincang

Namun kadang kala ada manusia


Seperti binatang (kok bisa ?)
Bahkan lebih keji
Dari binatang macan

Tampar kiri kanan alasan untuk makan


Padahal semua tahu dia serba kecukupan
Intip kiri kanan lalu curi jatah orang
Peduli sahabat kental kurus kering kelaparan

Manusia sama saja dengan binatang


Selalu perlu makan
Namun caranya berbeda
Dalam memperoleh makanan

Namun kadang kala ada manusia


Seperti binatang
Bahkan manusia lebih keji
Dari binatang

Metafora dalam lagu..., Siti Aisah, FIB UI, 2010


Lampiran
Data 2
Sumbang
(Album Sumbang 1983 )

Kuatnya belenggu besi


Mengikat kedua kaki
Tajamnya ujung belati
Menghujam di ulu hati
Sanggupkah tak akan lari
Walau akhirnya pasti mati

Di kepala tanpa baja


Di tangan tanpa senjata
Ah itu soal biasa
Yang singgah di depan mata kita

Lusuhnya kain bendera di halaman rumah kita


Bukan satu alasan untuk kita tinggalkan
Banyaknya persoalan yang datang tak kenal kasihan
Menyerang dalam gelap

Memburu kala haru dengan cara main kayu


Tinggalkan bekas biru lalu pergi tanpa ragu
Memburu kala haru dengan cara main kayu
Tinggalkan bekas biru lalu pergi tanpa ragu
 
Setan setan politik
Kan datang mencekik
Walau dimasa paceklik
Tetap mencekik

Apakah selamanya politik itu kejam ?


Apakah selamanya dia datang tuk menghantam ?
Ataukah memang itu yang sudah digariskan
Menjilat, menghasut, menindas, memperkosa hak hak sewajarnya

Maling teriak maling


Sembunyi balik dinding
Pengecut lari terkencing kencing

Tikam dari belakang


Lawan lengah diterjang
Lalu sibuk (kasak kusuk) mencari kambing hitam

Metafora dalam lagu..., Siti Aisah, FIB UI, 2010


Lampiran

Selusin kepala tak berdosa


Berteriak hingga serak didalam negeri yang congkak
Lalu senang dalang tertawa
Ya ha ha

Data 3
Tikus Tikus Kantor
( Album Ethiopia 1986 )

Kisah usang tikus tikus kantor


Yang suka berenang di sungai yang kotor
Kisah usang tikus tikus berdasi
Yang suka ingkar janji lalu sembunyi

Dibalik meja teman sekerja


Didalam lemari dari baja

Kucing datang cepat ganti muka


Segera menjelma bagai tak tercela
Masa bodoh hilang harga diri
Asal tak terbukti ah tentu sikat lagi

Tikus tikus tak kenal kenyang


Rakus rakus bukan kepalang
Otak tikus memang bukan otak udang
Kucing datang tikus menghilang

Kucing kucing yang kerjanya molor


Tak ingat tikus kantor datang menteror
Cerdik licik tikus bertingkah tengik
Mungkin karena sang kucing pura pura mendelik

Tikus tau sang kucing lapar


Kasih roti jalanpun lancar
Memang sial sang tikus teramat pintar
Atau mungkin si kucing yang kurang ditatar

Data 4
Besar dan kecil
(Album Belum Ada Judul 1992 )

Metafora dalam lagu..., Siti Aisah, FIB UI, 2010


Lampiran

Kau seperti bis kota atau truk gandengan


Mentang mentang paling besar klakson sembarangan
Aku seperti bemo atau sandal jepit
Tubuhku kecil mungil biasa terjepit

Pada siapa kumengadu?


Pada siapa kubertanya?

Kau seperti buaya atau dinosaurus


Mentang mentang menakutkan makan sembarangan
Aku seperti cicak atau kadal buntung
Tubuhku kecil merengit sulit dapat untung

Pada siapa kumengadu?


Pada siapa kubertanya?

Mengapa besar selalu menang?


Bebas berbuat sewenang wenang
Mengapa kecil selalu tersingkir?
Harus mengalah dan menyingkir

Apa bedanya besar dan kecil?


Semua itu hanya sebutan
Ya walau di dalam kehidupan
Kenyataannya harus ada besar dan kecil

Kau seperti bis kota atau truk gandengan


Mentang mentang paling besar klakson sembarangan
Aku seperti bemo atau sandal jepit
Tubuhku kecil mungil biasa terjepit

Pada siapa kumengadu?


Pada siapa kubertanya?
Pada siapa kumengadu?
Pada siapa kubertanya?

Metafora dalam lagu..., Siti Aisah, FIB UI, 2010


Lampiran

Data 5
Dunia Binatang
( Album Dalbo 1993 )

Ya ya ya ya
Mau makan tak punya uang
Ya ya ya ya
Mau tidur tak punya kasur

Ya ya ya ya
Jawablah jangan diam saja
Kenapa orang susah makin susah saja ?

Ya ya ya ya
Diamlah jangan ngoceh saja
Mereka sudah bosan tutup mulut saja

Ada macan mencakar macan


Ular menggigit ular
Ada gajah membunuh gajah
Kita yang terinjak ya ho ho

Mata liar dimana mana


Mencari mangsa yang lemah
Tangan tangan yang penuh darah
Menindas sambil tertawa

Ada maling teriak maling


Ada musang berbulu domba
Monopoli menjadi jadi
Tangan besi merajalela

Data 6
Asik Nggak Asik
( Album Manusia Setengah Dewa 2004 )

Dunia politik penuh dengan intrik


Cubit sana cubit sini itu sudah lumrah
Seperti orang pacaran
Kalau nggak nyubit nggak asik

Metafora dalam lagu..., Siti Aisah, FIB UI, 2010


Lampiran

Dunia politik penuh dengan intrik


Kilik sana kilik sini itu sudah wajar
Seperti orang adu jangkrik
Kalau nggak ngilik nggak asik

Rakyat nonton jadi supporter


Kasih semangat jagoannya
Walau tau jagoannya ngibul
Walau tau dapur nggak ngebul

Dunia politik dunia bintang


Dunia hura hura para binatang
Berjoget dengan asik

Dunia politik punya hukum sendiri


Colong sana colong sini atau colong colongan
Seperti orang nyolong mangga
Kalau nggak nyolong nggak asik

Rakyat lugu kena getahnya


Buah mangga entah kemana
Tinggal biji tinggal kulitnya
Tinggal mimpi ambil hikmahnya

Dunia politik dunia bintang


Dunia pesta pora para binatang
Asik nggak asik

Dunia politik memang asik nggak asik


Kadang asik kadang enggak disitu yang asik (katanya)
Seperti orang main catur
Kalau nggak ngatur nggak asik

Pion bingung nggak bisa mundur


Pion pion nggak mungkin kabur
Menteri, luncur, kuda dan benteng
Galaknya melebihi raja

Raja tenang gerak selangkah


Sambil menyematkan hadiah

Metafora dalam lagu..., Siti Aisah, FIB UI, 2010


Lampiran

Asik nggak asik / Politik


Asik nggak asik / Politik

Data 7
17 Juli 1996
(album Manusia Setengah Dewa 2004)

Gonjang ganjing gonggongan anjing


Anjing herder sampai anjing peking
Dar der dor otak digedor
Dengan pelor hati di terror
Ngeles !...

Sas sis sus dengar desas desus


Banyak kasus bikin sakit usus
Hang heng hong berita bohong
Kongkalikong sindikat king kong
Cuek aje !...

Kwek kwek kwek suara bebek


Merem melek denger geledek
Dalam benteng diadu gambreng
Bandar judi tambah mentereng
Untung banyak do’i !...

Sengkuni kilik sana sini


Kurawa dan Pandawa rugi
Dewa dewa kerjanya berpesta
Sambil nyogok bangsa manusia
Hancur !...

Hak asasi hidup disini


Tinggal kata tinggal piagam
Bukan keki bukan bukan patah hati
Busyet dah !...
Habis !...

Metafora dalam lagu..., Siti Aisah, FIB UI, 2010


Lampiran

Data 8
BUKTIKAN
(Album Manusia Setengah Dewa 2004).

Kata kata berbisa


Mulut mulut berbusa
Janji janji bertebaran
Seperti biasa dari atas panggung
Atas nama bangsa

Buktikan buktikan
Itu yang di nanti nanti
Buktikan buktikan
Kalau hanya omong
Burung beo pun bisa

Kita hidup sering terancam


Tak ada jaminan keselamatan
Kamu ngomong tentang keamanan
Tapi makin banyak penggusuran

kita hidup sering terancam


Tak ada jaminan keselamatan
Kamu ngomong tentang kemakmuran
Tapi makin banyak pengangguran

Kata kata berbisa


Mulut mulut berbusa
Janji janji berhamburan
Seolah olah kami ini bodoh
Tak mengerti apa apa
Seolah olah kami ini anak kecil
Yang bisa kau bohongi sesuka hati

Data 9
Kuda Lumping
(Album 1991)

Kuda lumping nasibnya nungging


Mencari makan terpontang panting
Aku juga dianggap sinting
Sebenarnya siapa yang sinting?

Metafora dalam lagu..., Siti Aisah, FIB UI, 2010


Lampiran

Berputar putar dalam lingkaran


Menari tak sadarkan diri
Mata terpejam mengunyah beling
Mempertahankan hidup yang sulit

Kuda lumping nasibnya nungging


Mencari makan terpontang panting
Aku juga dianggap sinting
Sebenarnya siapa yang sinting?

Mulutnya berbusa
Nasibnya berbusa
Tradisi berbusa
Tradisi amblas

Nyanyi
Penari bernyanyi
Sebelum
Tergilas mati
Sunyi
Hati sang penari
Sebab
Hidup mereka telah tersisih

Berbaju sutra pandai menipu


Membabi buta cari mangsa
Mulut penipu berbau busuk
Mempertahankan hidup yang busuk

Para penipu berkeliaran


Makan tanah memperkosa fakta
Saling menipu sesama penipu
Tidak menipu jadinya tertipu

Mulutnya berbusa
Nasibnya berbusa
Tradisi berbusa
Tradisi amblas

Nyanyi
Penipu menyanyiSebelum

Metafora dalam lagu..., Siti Aisah, FIB UI, 2010


Lampiran
Mereka mati
Sunyi
Hati sang penipu
Sebab
Tak bisa menipu diri sendiri

Kuda lumping megap megap


Pelan pelan ditelan jaman
Para penipu tunggu saatmu
Kuda lumping menginjak mulutmu

Kuda lumping nasibnya nungging


Mencari makan terpontang panting
Aku juga dianggap sinting
Sebenarnya siapa yang sinting?

Para penipu berkeliaran


Makan tanah memperkosa fakta
Saling menipu sesama penipu
Tidak menipu jadinya tertipu

Kuda lumping megap megap


Pelan pelan ditelan jaman
Para penipu tunggu saatmu
Kuda lumping menginjak mulutmu

Metafora dalam lagu..., Siti Aisah, FIB UI, 2010

Anda mungkin juga menyukai