Anda di halaman 1dari 97

Perwujudan Konsep Kewaktuan Bahasa Indonesia dalam Buku

Cerita Dwibahasa Spiderman Saves The Day/Spiderman


Menyelamatkan Dunia

NISA ANDINI

FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA


UNIVERSITAS INDONESIA
2008

Perwujudan konsep..., Nisa Andini, FIB UI, 2008


Perwujudan Konsep Kewaktuan Bahasa Indonesia dalam Buku
Cerita Dwibahasa Spiderman Saves The Day/Spiderman
Menyelamatkan Dunia

Skripsi
diajukan untuk melengkapi
persyaratan mencapai gelar
Sarjana Humaniora

oleh
NISA ANDINI
NPM 0704010363
Program Studi Indonesia

FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA


UNIVERSITAS INDONESIA
2008

Perwujudan konsep..., Nisa Andini, FIB UI, 2008


ii

Skripsi ini telah diuji pada hari Kamis, tanggal 31 Juli 2008.

PANITIA UJIAN

Ketua, Pembimbing,

Dewaki Kramadibrata, M. Hum. Dr. Felicia N. Utorodewo

Panitera Pembaca I

Niken Pramanik, M. Hum. Dewaki Kramadibrata, M. Hum.

Pembaca II

Dien Rovita, M. Hum.

Disahkan pada hari..................., tanggal........................................, oleh:

Koordinator Dekan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya


Program Studi Indonesia, Universitas Indonesia,

Dewaki Kramadibrata, M. Hum Dr. Bambang Wibawarta

Perwujudan konsep..., Nisa Andini, FIB UI, 2008


iii

Seluruh isi skripsi ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis.

Depok, 31 Juli 2008


Penulis,

Nisa Andini
NPM. 0704010363

Perwujudan konsep..., Nisa Andini, FIB UI, 2008


“Demi masa.
Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,
kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh
dan nasihat-menasihati supaya menaati kebenaran
dan nasihat-menasihati supaya menetapi kesabaran.”
(Q.S. 103: 1—3)

Untuk Mamah,
untuk Mamah,
untuk Mamah,
dan untuk Ayah...

Persembahan cinta untuk Emak, Mami, Nda, Ndy, Ichal, dan Mas...

Perwujudan konsep..., Nisa Andini, FIB UI, 2008


KATA PENGANTAR

Dengan mengucap rasa syukur ke hadirat Allah Yang Mahakuasa, penulis

akhirnya dapat merampungkan skripsi ini. Penelitian yang diuraikan dalam skripsi

ini mengangkat hal yang berkaitan dengan kategori sekunder dalam bahasa

Indonesia, yakni kategori yang berkaitan dengan bentuk kewaktuan. Penelitian

mengenai kategori ini memang cukup jarang dilakukan. Oleh karena itu, melalui

penelitian ini, penulis berharap dapat membuka jalan bagi penelitian selanjutnya.

Materi yang menjadi acuan dalam membuat makalah diperoleh dari buku-

buku yang digunakan selama kuliah berlangsung dan juga referensi lain yang

mendukung. Penulis juga menggunakan penelitian-penelitian terdahulu, seperti

Hoed (1992), Nurhayati (1999), dan Montolalu (2001), untuk membantu

pemahaman penulis. Dengan menjadikan bentuk kewaktuan sebagai topik

penelitian, penulis berharap dapat menerapkan apa yang telah didapat dalam

kuliah ke dalam penelitian ini.

Demikianlah pengantar dari penulis, mudah-mudahan skripsi ini dapat

memberikan wawasan dan informasi baru kepada para pembaca.

Penulis,

Nisa Andini

Perwujudan konsep..., Nisa Andini, FIB UI, 2008


vi

Ucapan Terima Kasih

‫اﻟﺤﻤﺪﻟﻠﻪرﺐاﻟﻌﻠﻤﻴﻦ‬. Segala puji bagi Allah SWT yang memberi

kekuatan kepada penulis hingga purnalah skripsi ini. Penulis tidak akan berhasil
menyelesaikan skripsi ini tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak.
Penulis mengucapkan TERIMA KASIH kepada

1. kedua orang tua penulis yang dengan caranya sendiri selalu mendukung
dan memberi semangat moril dan materil. Skripsi ini adalah persembahan
perdana Ananda untuk Ayah dan Mamah;
2. Ibu Felicia “Cis” Utorodewo, pembimbing, penasihat, dan pengayom bagi
penulis dalam menyusun skripsi ini. Terima kasih banyak atas segala
bimbingan, nasihat, dan ilmu yang sangat berguna bagi penulis. Terima
kasih pula karena telah berkenan menerima penulis sebagai “penguping”
selama dua semester tambahan untuk mata kuliah Morfologi dan Sintaksis.
3. para dosen Program Studi Indonesia FIB UI yang telah memberikan
banyak ilmu kepada penulis. Penulis memberi testimoni khusus kepada
Ibu Edwina dan Pak Syahrial sebagai pembimbing akademis penulis
selama kuliah, terima kasih banyak.
4. Mami Cemut sebagai penasihat pribadi yang selalu meluangkan waktu
untuk berdiskusi dan bertukar pikiran. Terima kasih juga atas dukungan
materil yang Mami berikan selama penulis kuliah.
5. rekan-rekan seperjuangan, IKSI 2004, serta rekan-rekan dari berbagai
angkatan. Terima kasih atas tawa, canda, dan airmata yang terurai
bersama. Khusus untuk Rafa, Anis, Nuri, Kusum, Deediy, Novi, Nene,
Siti, Putri, Ati, Leni, Fenty, dan Ojab (maaf kalau ada yang terlewat),
terima kasih untuk persahabatan dan malam-malam yang indah di Pondok
Dewi Sri☺;
6. Amir dan Ronal, teman-teman seperguruanku, yang jatuh bangun
bersamaku. Akhirnya.....;

Perwujudan konsep..., Nisa Andini, FIB UI, 2008


vii

7. adik-adikku, Winda, Windy, Ichal, yang selalu memberi keceriaan dan


keributan di sela-sela pengetikan skripsi;
8. untuk Masku, Edypusku, yang selalu setia mendampingi penulis di masa-
masa senang maupun sulit. Terima kasih banyak. (Aku harus bilang apa?)
9. semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang juga turut
membantu dan mendoakan penulis. Sahabat-sahabat alumni SMAN 2
Tangerang, rekan-rekan di program studi lain, terima kasih banyak atas
doa dan dukungannya.

JAZAKALLAH!

Tangerang, Juli 2008

Perwujudan konsep..., Nisa Andini, FIB UI, 2008


viii

DAFTAR ISI

Halaman Judul......................................................................................................... i

Kata Pengantar ...................................................................................................... v

Ucapan Terima Kasih............................................................................................ vi

Daftar Isi ............................................................................................................viii

Abstrak ................................................................................................................... x

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 4

1.3 Tujuan Penulisan............................................................................... 4

1.4 Ruang Lingkup.................................................................................. 5

1.5 Metode Penulisan.............................................................................. 6

1.6 Manfaat Penelitian ............................................................................ 8

1.7 Sistematika Penulisan ....................................................................... 9

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Teori tentang Konsep Kewaktuan................................................... 11

2.1.1 Bernard Comrie (1985) ...................................................... 13

2.1.2 Benny H. Hoed (1992) ....................................................... 15

2.1.3 John Lyons (1995).............................................................. 16

2.1.4 Carl Bache (1997) .............................................................. 18

2.2 Teori tentang Kala........................................................................... 20

Perwujudan konsep..., Nisa Andini, FIB UI, 2008


ix

2.3 Teori tentang Aspek ........................................................................ 25

2.4 Teori tentang Terjemahan ............................................................... 30

BAB III PERWUJUDAN KONSEP KEWAKTUAN BAHASA


INDONESIA DALAM BUKU CERITA DWIBAHASA
SPIDERMAN SAVES THE DAY/SPIDREMAN
MENYELAMATKAN DUNIA

3.1 Deskripsi Data................................................................................. 36

3.2 Perwujudan Konsep Kewaktuan Bahasa Indonesia dalam

Spiderman Saves the Day/Spiderman Menyelamatkan Dunia

(SMD) ............................................................................................. 40

3.3 Perbandingan Pemunculan Kategori Aspek dan Kala antara Bahasa


Indonesia dengan Bahasa Inggris dalam SMD .............................. 76

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

RIWAYAT SINGKAT

Perwujudan konsep..., Nisa Andini, FIB UI, 2008


x

ABSTRAK

NISA ANDINI. Perwujudan Konsep Kewaktuan Bahasa Indonesia dalam


Buku Cerita Dwibahasa Spiderman Saves The Day/Spiderman Menyelamatkan
Dunia (di bawah bimbingan Dr. Felicia N. Utorodewo). Fakultas Ilmu
Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2008.
Skripsi ini membahas bentuk kewaktuan dalam bahasa Indonesia, yakni
kategori aspek dan kala. Kategori aspek dan kala diungkapkan secara berbeda-
beda dalam setiap bahasa. Penulis memaparkan bentuk-bentuk kewaktuan dalam
bahasa Indonesia yang merupakan terjemahan dari bahasa Inggris. Kedua bahasa
tersebut mengungkap masalah kewaktuan dengan cara yang berbeda.
Bahasa Indonesia biasanya mengungkap bentuk kewaktuan melalui
bentuk-bentuk leksikal, sementara bahasa Inggris mempunyai sistem gramatikal
untuk mengungkap masalah kewaktuan dalam bahasanya. Biasanya, verba pada
predikatlah yang paling berperan dalam menentukan kategori aspek dan kala.
Akan tetapi, dalam bahasa Indonesia, masalah kewaktuan dapat dipahami
berdasarkan konteks dalam wacana.
Penulis menggunakan data berupa buku cerita dwibahasa yang berjudul
Spiderman Saves The Day/Spiderman Menyelamatkan Dunia (2005). Melalui data
ini, penulis memperlihatkan bentuk-bentuk kewaktuan dalam bahasa Indonesia
dan bahasa Inggris. Bentuk-bentuk kewaktuan yang muncul dalam data berbahasa
Inggris dan bahasa Indonesia ternyata berbeda. Akan tetapi, hal ini tidak
mempengaruhi tujuan penerjemahannya karena makna yang disampaikan tetap
dapat dipahami oleh pembaca.

Perwujudan konsep..., Nisa Andini, FIB UI, 2008


1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Setiap bahasa di dunia mempunyai cara berbeda-beda untuk mengungkap

masalah kewaktuan. Terdapat bahasa yang mempunyai sistem yang mengungkap

masalah kewaktuan secara gramatikal, seperti bahasa Inggris, Perancis, dan Arab.

Ada pula bahasa yang tidak mempunyai sistem tersebut. Bahasa Indonesia

merupakan bahasa yang tidak mempunyai sistem gramatikal untuk mengungkap

masalah kewaktuan tersebut. Masalah kewaktuan yang dimaksud di sini adalah yang

dalam bahasa Inggris terwujud sebagai present tense, past tense, present perfect

tense, past perfect tense, present continuous tense, present perfect continuous tense

Perwujudan konsep..., Nisa Andini, FIB UI, 2008


2

dan sebagainya1. Bentuk-bentuk tersebut memang tidak terdapat dalam sistem bahasa

Indonesia.

Dalam berbagai kesempatan, penulis kerap menemukan buku-buku berbahasa

Indonesia yang merupakan terjemahan dari buku-buku berbahasa asing yang

mengungkap masalah kewaktuan secara gramatikal. Hal ini berarti bahwa saat

menerjemahkan buku berbahasa asing tersebut ke dalam bahasa Indonesia, dapat

terjadi sebuah peralihan bentuk kewaktuan tersebut dalam bahasa Indonesia. Bentuk

perwujudan masalah kewaktuan dalam bahasa Indonesia inilah yang akan penulis

paparkan.

Sebagai contoh adalah kalimat I have been waiting for you for a year. Bentuk

terjemahan bahasa Indonesia dari kalimat tersebut adalah saya telah menunggumu

selama setahun. Akan tetapi, terjemahan tersebut sebenarnya tidak sepenuhnya

mewakili kalimat bahasa Inggrisnya. Terdapat masalah-masalah kewaktuan yang sulit

untuk diterjemahan. Konsep waktu have been waiting tidak terealisasikan sepenuhnya

karena jika diartikan ke bahasa Indonesia hanya terwakili oleh kata telah.

Sebenarnya, bentuk have been waiting tersebut berarti telah dan masih akan terus

menunggu sampai saat seseorang mengungkapkan kalimat tersebut (present perfect

1
Benny H. Hoed dalam disertasinya, Kala dalam Novel: Fungsi dan Penerjemahannya,
menyebut konsep ini sebagai kala. Menurut Gonda (1954: 248) dalam Hoed (1992: 88), “Verba dari
rumpun yang disebutnya “Indonesian languages” tidak mengandung makna temporal (kala) maupun
modalitas. Yang ada ternyata unsur-unsur leksikal yang memberi tambahan makna kewaktuan pada
suatu peristiwa. Unsur leksikal ini juga mengandung makna keaspekan (sudah, belum), temporal, dan
modalitas (hendak, mau).”

Perwujudan konsep..., Nisa Andini, FIB UI, 2008


3

progressive tense). Pekerjaan menunggu telah dilakukan sejak suatu waktu yang

sudah lampau, tetapi masih berlangsung sampai saat diujarkan atau diungkapkan.

Mengenai masalah kewaktuan, Samsuri (1985: 416) mengungkapkan bahwa

bahasa Indonesia masih menggunakan latar belakang kewaktuan berupa kalimat.

Kalimat yang dimaksud Samsuri adalah kalimat rapatan waktuan. Kalimat ini

terbentuk dari dua kalimat pemadu yang salah satunya menyatakan peristiwa,

tindakan, atau keadaan, yang dilatarbelakangi oleh kalimat lain sebagai waktu

terjadinya hal-hal itu. Dua kalimat pemadu (atau lebih) ini dihubungkan oleh perapat

waktuan seperti waktu, ketika, sejak, dan sesudah.

Contoh: (1) Ia tiba di sekolah ketika bel berdering.

(2) Bapak pergi sejak dua hari lalu.

Seperti yang dingkapkan Gonda (1954: 248) dalam Hoed (1992: 88), verba

dari rumpun yang disebutnya “Indonesian languages” tidak mengandung makna

temporal (kala) maupun modalitas. Yang ada ternyata unsur-unsur leksikal yang

memberi tambahan makna kewaktuan pada suatu peristiwa. Penulis ingin melihat

bentuk-bentuk kewaktuan yang ada dalam bahasa Indonesia yang merupakan

terjemahan dari bahasa Inggris. Masalah kewaktuan dalam bahasa Indonesia ini akan

dilihat melalui buku cerita dwibahasa karena buku dwibahasa juga mengandung

unsur terjemahan di dalamnya.

Perwujudan konsep..., Nisa Andini, FIB UI, 2008


4

1.2 Rumusan Masalah

Penelitian ini akan melihat bentuk-bentuk kewaktuan pada buku cerita

dwibahasa, yakni buku cerita berbahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Bisa terdapat

transformasi bentuk dari bahasa Inggris yang mengungkap masalah kewaktuan secara

gramatikal ke dalam bahasa Indonesia yang tidak demikian halnya. Masalah yang

penulis coba pecahkan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut.

1. Bentuk-bentuk kewaktuan apa sajakah yang muncul dalam bahasa Indonesia

berdasarkan buku cerita dwibahasa Spiderman Saves The Day/Spiderman

Menyelamatkan Dunia?

2. Apakah bahasa Indonesia yang merupakan terjemahan dari bahasa Inggris

mewujudkan bentuk kewaktuan yang secara gramatikal terkadung dalam

bahasa Inggris?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan utama penelitian ini adalah ingin menjelaskan bentuk-bentuk

kewaktuan dalam bahasa Indonesia yang merupakan terjemahan dari bahasa Inggris.

Dalam penelitian ini, penulis akan mencari bentuk-bentuk kewaktuan yang ada dalam

data buku cerita dwibahasa Spiderman Saves The Day/Spiderman Menyelamatkan

Dunia, baik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris. Kemudian, penulis akan

membandingkan bentuk-bentuk kewaktuan yang ada dalam kedua bahasa tersebut.

Perwujudan konsep..., Nisa Andini, FIB UI, 2008


5

Untuk menjawab masalah penelitian yang telah disebutkan pada bagian 1.2,

penulis akan mengungkapkan perbandingan bentuk-bentuk kewaktuan antara bahasa

Indonesia dan bahasa Inggris. Hal ini dilakukan untuk melihat perbedaan cara

pengungkapan kewaktuan antara bahasa Indonesia dengan bahasa Inggris yang

mempunyai sistem gramatikal untuk mengungkap kewaktuan. Dengan demikian,

penulis dapat melihat bentuk-bentuk kewaktuan apa saja yang muncul dalam bahasa

Indonesia berdasarkan data yang digunakan.

1.4 Ruang Lingkup

Penelitian ini dilakukan untuk memaparkan beberapa permasalahan yang

berkaitan dengan konsep kewaktuan dalam bahasa Indonesia. Penelitian mengenai

konsep kewaktuan ini difokuskan pada penelitian mengenai perwujudan kategori kala

dan aspek. Dalam hal ini, penulis akan membatasi penelitian sebagaimana yang telah

dirumuskan dalam permasalahan penelitian. Oleh karena itu, dalam penelitian ini,

penulis akan melihat dan memaparkan bentuk kewaktuan dalam bahasa Indonesia

yang merupakan terjemahan dari bahasa Inggris melalui buku cerita dwibahasa.

Buku cerita dwibahasa yang penulis gunakan berjudul Spiderman Saves the

Day/Spiderman Menyelamatkan Dunia—selanjutnya juga disebut sebagai SMD.

Cerita dalam buku tersebut merupakan adaptasi dari film yang sudah sangat terkenal,

yakni Spiderman. Buku ini diadaptasi oleh Acton Figuera berdasarkan film oleh

Perwujudan konsep..., Nisa Andini, FIB UI, 2008


6

David Koepp yang ceritanya berdasarkan pada komik Marvel. Versi bahasa

Indonesianya diterjemahkan oleh Rosi L.

Penulis memilih buku cerita dwibahasa sebagai sumber data karena buku ini

mempunyai sifat naratif yang di dalamnya mengungkapkan peristiwa yang jalin-

menjalin dalam hubungan waktu. Jalinan waktu tersebut mengaitkan sejumlah

peristiwa yang membentuk jalan cerita. Dengan demikian, akan terdapat berbagai

bentuk ungkapan kewaktuan baik dalam bahasa Inggris maupun bahasa Indonesia

yang akan dianalisis.

Adapun pertimbangan lain adalah buku ini menampilkan cerita dalam

dwibahasa sehingga penulis dapat melihat perwujudan konsep kewaktuan secara

langsung. Berdasarkan observasi penulis di perpustakaan Fakultas Ilmu Pengetahuan

Budaya Universitas Indonesia (FIB UI), penulis juga belum menemukan penelitian

yang menggunakan buku cerita dwibahasa sebagai sumber data. Dengan alasan-

alasan yang telah dikemukakan, penulis akhirnya menggunakan buku cerita

dwibahasa ini sebagai data.

1.5 Metode Penelitian

Metode penelitian, menurut Nawawi dan Hadari (1992: 67), adalah cara atau

prosedur yang digunakan untuk memecahkan masalah penelitian. Penelitian kali ini

menggunakan metode penelitian kualitatif dengan teknik deskriptif analitis. Metode

Perwujudan konsep..., Nisa Andini, FIB UI, 2008


7

deskriptif merupakan prosedur atau cara pemecahan masalah penelitian dengan

memaparkan keadaan objek yang diteliti.

Adapun metode yang penulis gunakan dalam hal penyediaan data adalah

metode simak. Disebut demikian karena cara yang digunakan untuk memperoleh data

dilakukan dengan menyimak penggunaan bahasa, dalam kaitannya dengan konsep

kewaktuan, yang ada dalam buku cerita dwibahasa. Menurut Mahsun (2005: 90),

“Istilah menyimak di sini tidak hanya berkaitan dengan penggunaan bahasa secara

lisan, tetapi juga penggunaan bahasa secara tertulis.”

Dalam Mahsun (2005: 90) juga disebutkan bahwa metode simak mempunyai

teknik dasar yang berwujud teknik sadap. Hal ini berarti, penulis dalam upaya

mendapatkan data dilakukan dengan menyadap penggunaan bahasa seseorang atau

sekelompok informan, baik secara lisan maupun tertulis. Dalam penelitian ini, penulis

menyadap penggunaan bahasa yang digunakan dalam buku cerita dwibahasa sebagai

informan, yakni dalam kaitannya dengan perwujudan konsep kewaktuan dalam

bahasa Indonesia.

Penulis melakukan beberapa langkah sebelum menentukan data penelitian.

Data dipilih berdasarkan observasi dengan melihat buku-buku cerita anak dwibahasa

yang beredar di toko-toko buku di Jakarta. Setelah melakukan observasi, penulis

menentukan buku cerita SMD sebagai sumber data dengan alasan-alasan yang telah

diungkapkan pada bagian 1.4. Dari data yang penulis peroleh tersebut, penulis

menganalisisnya berdasarkan kerangka teori yang dirumuskan pada bab kedua.

Perwujudan konsep..., Nisa Andini, FIB UI, 2008


8

Pada bagian analisis, penulis mencari bentuk-bentuk kewaktuan yang terdapat

di dalam data. Kemudian, penulis memberi penomoran pada setiap kalimat yang ada

serta memberi terjemahan harfiah di samping mencantumkan terjemahan yang

terdapat dalam data. Terjemahan harfiah dicantumkan untuk membandingkan

kemunculan bentuk kewaktuan serta untuk melihat tipe terjemahan yang terdapat

dalam data. Analisis akan dilakukan dengan membandingkan bentuk-bentuk

kewaktuan yang muncul pada bentuk bahasa Inggris, terjemahan harafiah, serta

terjemahan yang terdapat dalam data.

Kerangka teori didapatkan dari penelusuran pustaka dan juga melihat pada

penelitian-penelitian terkait yang telah dilakukan sebelumnya. Teori-teori yang

diperoleh akan digunakan untuk menganalisis data dari buku cerita SMD. Setelah

melakukan analisis terhadap data yang diperoleh, penulis akan menarik sebuah

kesimpulan yang merangkum semua hasil analisis data. Dengan demikian, penulis

berharap agar semua masalah penelitian ini dapat dijawab secara tuntas.

1.6 Manfaat Penelitian

Penelitian mengenai bentuk kewaktuan dalam hal kategori aspek dan kala

dalam bahasa Indonesia masih sedikit terutama dalam tataran skripsi. Penelitian ini

akan membuka pembicaraan mengenai konsep kewaktuan dalam bahasa Indonesia,

terutama mengenai penanda kategori aspek dan kala, khususnya dalam tataran skripsi.

Perwujudan konsep..., Nisa Andini, FIB UI, 2008


9

Penelitian ini juga dapat bermanfaat bagi dunia penerjemahan di Indonesia karena

dapat pula dijadikan sebagai pedoman penerjemahan.

1.7 Sistematika Penulisan

Penelitian ini disusun dalam bentuk skripsi yang terdiri atas empat bab. Bab

pertama merupakan bagian pendahuluan yang subbabnya terdiri atas latar belakang,

rumusan masalah, tujuan, ruang lingkup, metode penelitian, manfaat penelitian, serta

sistematika penulisan. Bagian ini diharapkan dapat memberikan gambaran kepada

pembaca mengenai penelitian yang penulis lakukan.

Setelah memberikan garis besar penelitian pada bab pendahuluan, penulis akan

menjelaskan kerangka teori yang penulis gunakan sebagai acuan dalam penelitian ini.

Bab kedua merupakan uraian dari teori-teori yang digunakan dalam penelitian

mengenai bentuk kewaktuan, baik yang terdapat dalam bahasa Indonesia maupun

yang dibahas dalam linguistik umum. Melalui bab ini, penulis berharap agar pembaca

mengetahui kerangka analisis dalam penelitian ini.

Dalam bab ketiga, peneliti menganalisis data yang telah didapatkan dan

mengaitkannya dengan teori mengenai bentuk kewaktuan, yakni kategori aspek dan

kala. Penulis akan memaparkan kalimat-kalimat yang terdapat dalam data dan

membuat terjemahan harafiah dari kalimat-kalimat tersebut. Dengan hal ini, pembaca

diharapkan melihat uraian mengenai bentuk penanda kategori aspek dan kala yang

penulis temukan dalam buku cerita anak terjemahan yang penulis jadikan sumber

Perwujudan konsep..., Nisa Andini, FIB UI, 2008


10

data. Melalui terjemahan harafiah ini pula dapat terlihat perbandingan kategori aspek

dan kala dalam bahasa Inggris dengan bahasa Indonesia.

Bab yang terakhir atau bab keempat berisi konklusi atas penelitian yang telah

dilakukan. Bab terakhir ini juga merupakan rangkuman dari seluruh penelitian yang

telah dilakukan. Melalui bab terakhir ini, pembaca dapat melihat apakah penulis telah

menjawab permasalahan penelitian penulis dengan tuntas atau belum. Hal ini

diharapkan dapat membuka peluang bagi penelitian selanjutnya.

Perwujudan konsep..., Nisa Andini, FIB UI, 2008


11

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Teori tentang Konsep Kewaktuan

Penelitian yang penulis lakukan berkaitan dengan bentuk kewaktuan dalam

bahasa Indonesia. Seperti yang telah diungkapkan pada bagian sebelumnya, bentuk

ini diungkapkan dengan cara yang berbeda-beda dalam setiap bahasa. Pembahasan

mengenai bentuk kewaktuan ini kebanyakan diperoleh dari sumber-sumber asing

terutama dari sumber dengan bahasa yang mengungkapkannya secara gramatikal—

bahasa Inggris.

Para ahli menggunakan istilah yang berbeda-beda dalam hal konsep kewaktuan

(aspek, kala, dan aksionalitas). Oleh karena itu, penulis akan memaparkan

penggunaan istilah-istilah yang berkaitan dengan masalah kewaktuan oleh sejumlah

Perwujudan konsep..., Nisa Andini, FIB UI, 2008


12

ahli bahasa. Penulis juga menggunakan beberapa kamus, seperti Kamus Inggris-

Indonesia (1996), Kamus Linguistik (2001), dan Kamus Besar Bahasa Indonesia

(2003), untuk membantu pemahaman beberapa istilah.

Dalam membicarakan waktu, Benveniste (1979: 69—74) dalam Hoed (1989:

2) membedakan tiga pengertian, yaitu

1. waktu fisis (temps physique), yakni waktu yang secara alamiah kita alami

yang sifatnya sinambung, linear, tidak terhingga, dan tidak dapat kita alami

lagi;

2. waktu kronis (temps chronique), yakni waktu yang dipikirkan kembali atau

dikonseptualisasi oleh manusia berdasarkan sejumlah peristiwa yang

ditetapkan secara konvensional oleh suatu masyarakat sebagai titik acuan

dalam waktu fisis; dan

3. waktu kebahasaan (temps linguistique), yakni waktu yang dilibatkan dalam

tuturan kita dalam sistem bahasa yang kita pakai.

Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat dilihat bahwa sebenarnya manusia

hanya mengalami waktu fisis yang terus berjalan tanpa dapat dikembalikan lagi.

Akan tetapi, dengan mengonseptualisasinya dalam waktu kronis manusia dapat

mengetahui sejarah, masa kini, dan hari esok. Untuk mengungkapkan apa yang

disebut waktu fisis dan kronis tersebut, digunakanlah bahasa sebagai alat sehingga

muncullah waktu kebahasaan yang dikaitkan dengan saat penuturan atau saat

pengujaran.

Perwujudan konsep..., Nisa Andini, FIB UI, 2008


13

Setiap bahasa di dunia ini mempunyai kategori yang berkaitan dengan waktu

kebahasaan karena kategori ini bersifat universal. Artinya, setiap bahasa mempunyai

unsur yang digunakan untuk mengungkap waktu yang terlibat dalam pengujaran.

Pada bahasa-bahasa tertentu, seperti bahasa Inggris, kategori ini diungkapkan secara

gramatikal. Akan tetapi, ada pula bahasa yang menggunakan bentuk-bentuk leksikal

untuk mengungkapnya, termasuk bahasa Indonesia.

Contoh: (2) I eat fried rice ‘Saya makan nasi goreng’

(3) I have eaten fried rice ‘Saya sudah makan nasi goreng’

Berikut ini adalah penjelasan beberapa ahli bahasa mengenai masalah

kewaktuan yang terlibat dalam bahasa (waktu kebahasaan).

2.1.1 Bernard Comrie (1985)

Pembahasan Comrie mengenai kewaktuan dituangkan dalam dua bukunya,

yakni Tense (1985) dan Aspect (1985). Tense (kala) yang diungkapkan Comrie (1985:

9) merupakan bentuk gramatikal yang menempatkan peristiwa dalam waktu. Hal ini

berarti bentuk kala terintegrasi dalam sistem suatu bahasa. Bentuk kala dalam bahasa

Inggris terwujud dalam tataran morfosintaksis. Verba yang menjadi predikat

mengalami perubahan bentuk dasar seperti mendapat tambahan afiks tertentu

sehingga mengungkap makna kewaktuan.

Contoh: (4) I write a novel. (kini)

(5) I wrote a novel. (lampau)

Perwujudan konsep..., Nisa Andini, FIB UI, 2008


14

Tidak semua bahasa mempunyai kategori kala dalam sistem bahasanya. Pada

bahasa tak berkala, pengungkapan peristiwa dalam waktu dapat dilakukan dengan

merujuk pada bentuk leksikal tertentu. Kalimat contoh di bawah ini menunjukkan

bahwa kala lampau dipahami berdasarkan nomina waktu kemarin, bukan berdasarkan

kategori gramatikal pada verba.

Contoh: (6) Kemarin Adi mengajak Dimas ke Puncak.

Comrie (1985: 3) merumuskan aspek sebagai “different ways of viewing the

internal tempoal constituency of a situation.” Aspek merupakan bentuk lain dari

unsur internal kewaktuan dalam suatu situasi atau peristiwa. Unsur-unsur internal

kewaktuan yang dimksud adalah masalah pungtual dan duratif, telis, dan atelis, serta

statif dan dinamis.

Selain dibahas pada tataran morfosintaktis, kategori aspek juga dijelaskan

dalam bentuk makna aspektual. Hal ini berarti kategori aspek yang diungkapkan

Comrie (1985: 6) merujuk pada hal yang bersifat semantis. Dalam bahasa Inggris,

(7) John was singing dan (8) John is singing berbeda dalam hal tense (kala).

Sementara itu, (9) John was singing dan (10) John sang berbeda dalam segi aspek.

Kalimat contoh (7) berbentuk lampau (past) yang ditandai dengan verba bantu

(auxilary verb) bentuk lampau was. Sementara itu, kalimat contoh (8) berbentuk kini

(present) yang ditandai dengan verba bantu is. Selain itu, keduanya sama-sama

mengungkap aspek progresif, yakni aspek yang menyatakan perbuatan sedang

berlangsung. Hal ini ditandai dengan verba dengan akhiran –ing.

Perwujudan konsep..., Nisa Andini, FIB UI, 2008


15

Di lain pihak, kalimat contoh (9) dan (10) sama-sama berbentuk lampau, tetapi

makna aspektual yang dapat dipahami dari kedua kalimat tersebut berbeda. Kalimat

contoh (9) mengungkap aspek progresif melalui verba berakhiran –ing, sementara

kalimat contoh (10) yang berbentuk kala lampau mengungkap aspek perfektif, yakni

aspek yang menyatakan perbuatan selesai.

2.1.2 Benny H. Hoed (1992)

Dalam penelitiannya Kala dalam Novel: Fungsi dan Penerjemahannya, Hoed

(1992) menggunakan bahasa Perancis, sebagai bahasa yang mengungkap masalah

kewaktuan secara gramatikal, untuk diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Hoed

(1992: 29) merumuskan beberapa istilah yang terkait dengan masalah kewaktuan. Ia

membedakan antara konsep waktu, waktu kebahasaan, Sistem Rujukan Waktu

(SRW), dan kala.

“Konsep waktu menerangkan bagaimana manusia


menempatkan dirinya dalam waktu. Waktu kebahasaan
menggambarkan bagaimana bahasa memandang waktu atau
bagaimana konsep waktu dijelaskan dari segi bahasa dan
diwujudkan dalam SRW. SRW adalah suatu kerangka yang
dimaksudkan sebagai rujukan semantis guna membandingkan dua
bahasa yang terlibat dalam kegiatan penerjemahan. SRW secara
konkret diwujudkan dengan kala. Jadi, kala merupakan
perwujudan dari SRW dan merupakan alat pengungkap waktu
kebahasaan.”

Dari perumusan Hoed (1992: 29) tersebut, dapat diketahui bahwa fokus

penelitiannya adalah mengenai kategori kala yang merupakan perwujudan dari

Perwujudan konsep..., Nisa Andini, FIB UI, 2008


16

sebuah kerangka semantis SRW. Istilah kala dapat dikatakan sebagai padanan dari

apa yang dikenal sebagai tense dalam bahasa Inggris3.

Kala yang dimaksud Hoed (1992: 33—34) adalah alat kebahasaan yang

digunakan untuk menempatkan peristiwa dalam waktu. Hoed menggunakan istilah

bahasa berkala dan bahasa tanpa kala. Bahasa-bahasa seperti bahasa Inggris dan

Perancis merupakan contoh bahasa berkala, sementara bahasa Indonesia merupakan

contoh dari bahasa tanpa kala.

Berdasarkan penjelasan tersebut, bukan berarti bahwa bahasa tanpa kala tidak

dapat menempatkan peristiwa dalam waktu. Bahasa tanpa kala menempatkan

peristiwa dalam waktu dengan alat kebahasaan lain. Bahasa yang disebut Hoed

(1992: 33—34) sebagai bahasa berkala, seperti bahasa Perancis dan bahasa Inggris,

mengungkapkan kala secara gramatikal (tenses). Sementara itu, bahasa yang

disebutnya sebagai bahasa tanpa kala, seperti bahasa Indonesia, menggunakan bentuk

leksikal tertentu dan hubungan antarkalimat sampai antarwacana untuk menyatakan

kala.

2.1.3 John Lyons (1995)

Lyons (1995) mengungkap tiga istilah yang berkaitan dengan masalah

kewaktuan dalam bahasa, yakni kala, modus, dan aspek. Lyons (1995: 298)

menyebutkan kategori kala berhubungan dengan waktu yang diungkapkan dengan

kontras gramatikal yang semantis. Kontras gramatikal dalam hal ini yaitu past,

3
Penjelasan mengenai kala yang dirumuskan oleh Hoed (1992) akan diberikan pada subbab
selanjutnya.

Perwujudan konsep..., Nisa Andini, FIB UI, 2008


17

present, dan future (‘lampau’, ‘kini’, dan ‘mendatang’). Banyak ahli yang menyangka

tiga bentuk gramatikal tersebut merupakan ciri bahasa yang universal. Tetapi Lyons

(1995: 298) menyatakan tidak demikian halnya. Kala tidak terdapat dalam semua

bahasa.

Contoh: (11) I jumped from the rooftop ‘saya lompat dari atap’

Bentuk kala pada contoh di atas adalah simple past tense. Hal ini ditandai

dengan verba infleksi jumped (V-ed) yang mengungkap makna kala lampau.

Peristiwa jumped ‘lompat’ terjadi pada suatu waktu sebelum waktu pengujaran

sebagai titik acuan. Makna ‘lampau’ merupakan kategori semantis yang diketahui

berdasarkan bentuk yang terwujud secara morfologis, yakni verba infleksi jumped.

Selanjutnya, istilah lain yang dikaitkan dengan masalah kewaktuan adalah

modus. Lyons (1995: 300) menerangkan modus sebagai hal yang berkenaan dengan

sikap pembicara terhadap apa yang diutarakannya. Modus diungkapkan dalam bentuk

modal yang mengungkap keharusan, kemungkinan, kepastian, keraguan, dan

sebagainya, yang berkaitan dengan sikap pembicara. Bentuk ini sesungguhnya tidak

berkaitan langsung dengan masalah kewaktuan. Akan tetapi, keberadaannya sering

dikaitkan dan dipersilangkan dengan kala. Ada ahli bahasa yang menganggap bentuk

kala tertentu terkadang mengungkap makna modus. Akan tetapi, hal ini terjadi pada

kasus khusus dan berbeda dengan hal yang penulis teliti sehingga tidak akan

dibicarakan lebih lanjut.

Perwujudan konsep..., Nisa Andini, FIB UI, 2008


18

Istilah lain yang diungkap Lyons (1995) dalam hal kewaktuan adalah aspek.

Lyons (1995: 307) secara umum menjelaskan aspek sebagai alat untuk

mengungkapkan ‘keselesaian’ suatu peristiwa. Aspek dapat mengungkap apakah

sebuah peristiwa sudah, sedang, atau belum berlangsung. Istilah-istilah yang terkait

dengan aspek menurut Lyons (1995) antara lain perfektif, imperfektif, habituatuf,

progresif, statif, duratif, dan pungtual (momentan). Penjelasan lebih lanjut mengenai

aspek menurut Lyons akan diberikan pada subbab selanjutnya.

Lyons tidak membedakan antara aspek dan aksional. Dalam Nurhayati (1999:

13—14), Lyons (1977) menyebut Aktionsart hanya bermakna ‘kind of action’ yakni

sejenis aksi. Ia tidak menggunakan istilah Aktionsart melainkan aspectual character

(karakter aspektual) atau character (karakter) saja. Lyons mengartikannya sebagai

‘bagian makna verba yang secara lazim mengacu ke jenis-jenis situasi tertentu.’

Penggunaan aspek secara umum diungkapkan secara gramatikal sementara konsep

karakter aspektual diungkapkan secara leksikal.

2.1.4 Carl Bache (1997)

Carl Bache, linguis asal Jerman, secara konsisten membedakan antara kala,

aspek, dan aksionalitas. Dalam bukunya, The Study of Aspect, Tense, and Action,

Bache (1997) menyebutkan kala (tense), aspek (aspect), dan aksional (action) sebagai

kategori gramatikal yang mengungkapkan makna temporal (temporality), keaspekan

Perwujudan konsep..., Nisa Andini, FIB UI, 2008


19

(aspectuality), dan keaksionalan (actionality) di dalam metabahasa. Unsur

metabahasa yang dimaksud dalam hal ini adalah ilmu linguistik.

Perbedaan antara aspek dan aksional terdapat dalam tataran semantik. Istilah

aksional berasal dari bahasa Jerman Aktionsart. Istilah tersebut dapat diartikan

sebagai ‘manner of action’4, yakni dapat dikatakan pula sebagai karakteristik aksi

yang terdapat dalam predikatnya. Menurut Bache (1985: 11) dalam Nurhayati (1999:

42), “Aktionsart tidak sama dengan makna aktual verba, tetapi mengacu pada

perbedaan jenis tindakan atau jenis situasi.”

Unsur-usur yang terdapat dalam karakteristik verba—yang berkaitan dengan

kewakuan—seperti statif dan duratif, telis dan atelis, serta duratif dan momentan,

dikaji oleh Bache sebagai kategori aksional yang mengungkap keaksionalan.

Semetara itu, ahli bahasa lain, seperti Comrie (1985) dan Lyons (1995) menelaahnya

sebagai bagian dari aspek.

Setelah menguraikan pandapat beberapa ahli bahasa, penulis menemukan

beberapa istilah yang berkaitan dengan bentuk kewaktuan dalam bahasa. Terdapat

kategori kala, yakni kategori yang berkaitan dengan penempatan peristiwa dalam

waktu (kini, lampau, dan mendatang); kategori modus yang berkaitan dengan sikap

pembicara (harus, ragu, boleh, dan sebagainya); kategori aspek yang berkaitan

4
Dalam Routledge Dictionary of Language and Linguistics, Aktionsart didefinisikan
sebagai, “German term meaning ‘manner of action’; itu is used by some linguist (esp. German and
Slavinic) to denote the lexicalization of semantic distinction in verbal meaning, as opossed to aspect.”
(hlm. 14)

Perwujudan konsep..., Nisa Andini, FIB UI, 2008


20

dengan keselesaian suatu peristiwa (sudah, akan, atau sedang berlangsung); serta

aksional yang pembahasannya bertumpang tindih dengan kategori aspek.

Untuk memperkecil pembahasan, penulis memfokuskan penelitian ini pada

kategori kala dan aspek. Penulis tidak akan membahas modus karena kategori ini

tidak berkaitan dengan penelian. Sementara itu, aksional juga tidak akan dibahas

karena unsur-unsur yang terdapat di dalamnya juga dibahas dalam kategori aspek.

Dengan demikian, pembahasan pada subbab selanjutnya adalah pemaparan lebih

dalam atas kategori kala dan aspek.

2.2 Teori tentang Kala

Telah disebutkan sejak awal bahwa dalam bahasa Indonesia tidak terdapat

makna temporal (kala) dalam sistem verbanya. Hal ini diungkapkan Gonda (1954)

dalam Hoed (1992: 88). Akan tetapi, Gonda menambahkan bahwa terdapat bentuk-

bentuk tertentu yang dapat memberi tambahan makna kewaktuan pada suatu

peristiwa.

Dalam penelitian ini, kategori kala juga turut diuraikan dalam teori karena

berkaitan dengan bahasa Inggris yang mempunyai sistem gramatikal kala di

dalamnya. Uraian ini diberikan untuk menganalisis bentuk kala yang muncul dalam

data bahasa Inggris. Lyons (1995: 298) menyebutkan ciri hakiki kategori kala adalah

bahwa hal itu menghubungkan waktu perbuatan, kejadian, atau peristiwa bahasa yang

diacu dalam kalimat dengan waktu ujaran. Kategori kala tidak harus terdapat dalam

Perwujudan konsep..., Nisa Andini, FIB UI, 2008


21

suatu bahasa karena setiap bahasa mempunyai cara yang berbeda-beda untuk

mengungkap kewaktuan.

Comrie (1985: 13) menyebut kala sebagai kategori deiktis karena merujuk pada

hal di luar bahasa, yakni waktu. Selanjutnya, ia menyatakan bahwa perujukan waktu

tersebut dilakukan secara arbitrer karena kita tidak pernah tahu dengan pasti bagian

yang merupakan titik awal atau pun akhir dari waktu. Kita baru dapat menentukan

sebuah peristiwa yang diujarkan mengungkap kala kini, lampau atau mendatang

setelah mengetahui titik yang menjadi rujukan (pusat deiktis). Kala kini (present)

merupakan bentuk yang biasanya dijadikan sebagai pusat deiktis. Berikut adalah garis

waktu yang biasa digunakan untuk menentukan kala.

Lampau Kini Mendatang


(past) (present) (future)

Dalam kaitannya dengan penelitian ini, penulis menggunakan rumusan Comrie

mengenai bentuk kala mutlak (absolute tense). Terdapat tiga kala mutlak yang

dirumuskan Comrie (1985: 36), yakni present tense, past tense, dan future tense.

a. Present tense (kala kini) merupakan bentuk yang mengungkap peristiwa

yang berlangsung pada pusat deiktis dalam garis waktu. Dalam bahasa inggris,

bentuk present tense ditandai denggan verba bentuk dasar (base) atau verba dengan

akhiran –s/-es.. Dalam banyak bahasa, termasuk bahasa Inggris, present tense juga

digunakan untuk mengungkap hal yang menjadi kebiasaan (aspek habituatif).

Misalnya pada kalimat (12) John goes to work at eight o’clock in the morning

Perwujudan konsep..., Nisa Andini, FIB UI, 2008


22

(everyday). ‘Pergi ke kantor setap pukul delapan pagi’ merupakan kebiasaan yang

dilakukan John setiap hari. Tanpa menuliskan keterangan everyday pun kebiasaan

tersebut dapat dipahami.

b. Past tense (kala lampau) merupakan bentuk kala yang menempatkan

peristiwa dalam waktu sebelum waktu kini. Dalam garis waktu, kala lampau terletak

di sebelah kiri pusat deiktis. Bentuk ini ditandai oleh verba bentuk lampau atau verba

dengan akhiran –d/-ed.

Contoh: (13) John went to the cinema yesterday ‘John pergi ke bioskop kemarin.’

Peristiwa ‘pergi ke bioskop’ telah terjadi pada suatu waktu sebelum kini. Bentuk past

tense mutlak seperti ini juga mengungkap aspek perfektif karena peristiwa tersebut

sudah selesai terjadi di waktu sebelum waktu kini. Hal ini menunjukkan kaitan antara

kategori kala dan aspek.

Menurut Smith (1991: 137), beberapa bahasa seperti bahasa Melayu—

termasuk bahasa Indonesia—serta bahasa Hebrew klasik tidak mempunyai kategori

gramatikal untuk mengungkapkan kala. Dalam bahasa-bahasa tersebut, waktu

kebahasaan diungkapkan secara langsung dalam bentuk penggunaan adverbia waktu

atau secara tidak langsung melalui sudut pandang aspektual.

Contoh: (14) Mula-mula kugunakan kekuatanku untuk bersenang-senang.

(SMD, hlm.4)

Contoh di atas merupakan contoh kalimat dalam bahasa Indonesia yang

penulis ambil dari data. Kalimat tersebut mengungkapkan aspek inkoatif, yakni aspek

Perwujudan konsep..., Nisa Andini, FIB UI, 2008


23

yang menggambarkan perbuatan mulai. Dalam kalimat (14) aspek inkoatif

diungkapkan melalui bentuk leksikal mula-mula. Aspek ini menunjukkan perbuatan

yang berlangsung pada waktu sebelum kini. Dalam garis waktu, peristiwa yang

diungkapkan dalam kalimat contoh (14) tersebut berada di sebelah kiri pusat deiktis

sehingga mengandung kala lampau.

c. Future tense (kala mendatang) merupakan bentuk kala yang menempatkan

peristiwa dalam waktu setelah waktu kini. Dalam garis waktu, kala mendatang

terletak di sebelah kanan pusat deiktis. Bentuk ini ditandai dengan verba bantu will.

Sebenarnya, bentuk kala ini masih menimbulkan perdebatan. Comrie (1985: 45)

menyatakan tidak ada bahasa yang mengungkap futur tense secara benar-benar

gramatikal. Bentuk ini ditandai oleh bentuk leksikal will. Verba dalam kala ini tetap

berbentuk verba dasar.

Contoh: (15) I will go to Anyer next week ‘saya akan pergi ke Anyer pekan depan.’

(16) They will have an exam tomorrow ‘mereka akan mengikuti ujian besok.’

Setelah menguraikan hal-hal yang terkait dengan kategori kala, penulis

memahami kategori kala sebagai kategori yang menghubungkan waktu perbuatan,

kejadian, atau peristiwa bahasa yang diacu dalam kalimat dengan waktu ujaran.

Kategori ini mengungkap apakah suatu peristiwa terjadi pada waktu lampau, kini,

atau mendatang (past, present, atau future), dengan waktu ujaran sebagai tolok ukur

pusat deiktis.

Perwujudan konsep..., Nisa Andini, FIB UI, 2008


24

Kategori kala tidak harus selalu diungkapkan secara gramatikal dalam bahasa.

Dalam hal ini bahasa Indonesia yang tidak mempunyai sistem kala tidak harus

memaksakan munculnya ungkapan kewaktuan pada saat menerjemahkan bahasa

berkala, seperti bahasa Inggris. Akan tetapi, bentuk kewaktuan lampau, kini, dan

mendatang dapat dipahami dengan mengaitkan unsur-unsur lain yang muncul, seperti

nomina waktu.

Pada bagian analisis, penulis akan mencari bentuk-bentuk kewaktuan yang

muncul dalam bahasa Indonesia. Pada data berbahasa inggris, kategori kala tentu

dapat diidentifikasi secara gramatikal. Bentuk kewaktuan ini memang tidak harus

muncul dalam bahasa Indonesia, tetapi dapat dipahami berdasarkan konteks

Unsur yang dijadikan tolok ukur dalam menentukan unsur kala dalam bahasa

Indonesia adalah verba dan waktu pengujaran. Berbeda dengan bentuk wacana lisan,

waktu pengujaran pada wacana tertulis—seperti buku cerita yang penulis gunakan

sebagai data—ditandai pada saat dibaca. Kala kini menunjukkan perbuatan—yang

diungkapkan melalui verba—terjadi pada waktu pengujaran. Kala lampau

menunjukkan perbuatan terjadi sebelum pengujaran. Kala mendatang menyatakan

perbuatan akan berlangsung dalam waktu mendatang. Pada bentuk-bentuk tertentu,

makna kala hanya dipahami berdasarkan konteks yang terbangun dalam cerita.

Bentuk yang sama tidak berarti mengungkap makna yang sama, tergantung

konteksnya.

Perwujudan konsep..., Nisa Andini, FIB UI, 2008


25

2.3 Teori tentang Aspek

Istilah aspek, menurut Lyons (1995: 2980, pertama kali diungkapkan untuk

mengacu pada perbedaan ‘perfektif’ dan ‘imperfektif’ dan infleksi verba dalam

bahasa Rusia dan bahasa-bahasa Slavonika lainnya. Smith (1991: 22) mengemukakan

bahwa kategori aspek merupakan kategori yang bersifat universal. Sistem aspek yang

berlaku pada bahasa-bahasa yang ada tidak terlalu jauh berbeda.

“The concepts of aspect play a role in all languages, so


far as we know. And the aspect system of different languages
are strkingly similar...they also vary in subtle and not-so-
subtle ways.”

Dalam setiap bahasa, kategori aspek berkaitan dengan masalah perfektif dan

imperfektif. Di dalamnya, juga terkandung unsur temporal seperti progresif, duratif,

pungtual, dan sebagainya. Lyons (1995: 307) secara umum menjelaskan aspek

sebagai alat untuk mengungkapkan ‘keselesaian’ suatu peristiwa. Dalam bahasa

Indonesia, masalah perfektif dan imperfektif atau ‘selesai’ dan ‘belum/tidak selesai’

biasanya dipahami berdasarkan konteks kalimat meski kadang-kadang juga

diungkapkan dalam bentuk leksikal tertentu.

Contoh: (17) Masalah itu pun terpecahkan (SMD, hlm 9).

Dalam kalimat contoh tersebut, aspek perfektif diketahui berdasarkan konteks verba

berprefiks ter- yang menyatakan perbuatan telah selesai dan berarti ‘dapat

dipecahkan’.

Oleh karena bersifat universal, kategori aspek juga dibicarakan dalam bahasa

Indonesia. Montolalu (2001) menganggap kategori aspek bahasa Indonesia dapat

Perwujudan konsep..., Nisa Andini, FIB UI, 2008


26

diukur dalam tataran wacana. Kategori aspek yang diungkapkan Montolalu

merupakan kategori semantis yang disebut sebagai makna aspektual.

Montolalu (2001: 296) menyimpulkan tiga makna aspektual yang dijumpai

dalam wacana bahasa Indonesia. (1) makna aspektual perfektif; (2) makna aspektual

imperfektif; dan (3) makna aspektual yang netral. Sudut pandang perfektif

berinteraksi dengan situasi yang bertitik akhir, sementara sudut pandang imperfektif

berinteraksi dengan situasi yang tidak bertitik akhir alamiah. Sudut pandang netral

tidak berinteraksi dengan titik akhir.

Berdasarkan penelitian Montolalu (2001: 3), diketahui bahwa pengungkapan

makna perfektif dilakukan melalui verba berafiks me-i, me-kan, di-i, di-kan, memper-

i, memper-kan, diper-i, diper-kan, ter- dan frase verbal dengan pemarkah sudah,

telah, habis, setelah, selesai, baru. Pengungkapan makna imperfektif diungkapkan

melalui verba berafiks ber- dan frase verbal bermarkah sedang, tengah, lagi, masih,

terus, sering, selalu. Akan tetapi, pada umumnya, untuk menyatakan konsep

kewaktuan dalam bahasa Indonesia dipakai alat-alat kebahasaan seperti (a) nomina

waktu; (b) adverbia waktu; (c) bentuk leksikal tertentu; (d) afiks; atau (e) verba.

Dalam Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia, Kridalaksana (2005: 53)

menyebutkan beberapa afiks pembentuk verba yang berperan dalam mengungkap

makna aspektual. Misalnya, sufiks –i pada menanami dan menyirami yang

membentuk verba bermakna repetitif. Selain itu, ada prefiks ter- yang bermakna

perfektif pada terinjak dan terjatuh.

Perwujudan konsep..., Nisa Andini, FIB UI, 2008


27

Di samping afiks pembentuk verba, alat kebahasaan lain yang muncul untuk

mengungkap waktu kebahasaan adalah nomina waktu. Kridalaksana (2005: 72)

menyebutkan beberapa nomina yang berfungsi sebagai penunjuk waktu, seperti pagi,

petang, waktu, zaman, tahun, hari, sore dan minggu. Kridalaksana (2005: 85) juga

memaparkan adverbia sebagai penanda aspek, yakni lagi, masih, pernah, sudah,

telah, mulai. Akan tetapi, ia menambahkan catatan bahwa terdapat beberapa aspek

yang tidak diungkapkan oleh adverbia melainkan diungkapkan oleh alat kebahasaan

lainya.

Samsuri dalam bukunya Tata Kalimat Bahasa Indonesia (1985) menyinggung

masalah aspek sebagai bagian yang menjadi pemadu dalam kalimat yang menjelaskan

predikatnya. Di samping keterangan waktu, Samsuri (1985: 416) menjelaskan, bahasa

Indonesia menggunakan sejumlah kata yang menyatakan bahwa peristiwa, keadaan,

atau hal sesuatu, atau singkatnya proposisi yang dinyatakan oleh kalimat, dalam

keadaan ‘selesai’, ‘tengah berlangsung’, atau ‘akan berlaku’.

Hal ini berbeda dengan pengertian kala (tense) pada bahasa Inggris karena

dalam bahasa Indonesia keadaan itu tidak dinyatakan dengan menggunakan bentuk

gramatikal melainkan dengan pemakaian partikel yang ditempatkan sebelum

konstruksi dasar. Oleh karena partikel itu menunjukkan semacam aspek dari

peristiwa, keadaan, atau hal yang dimaksudkan dalam kalimat, Samsuri menyebut

partikel tersebut sebagai aspek.

Contoh: (18) Adik telah membaca buku itu

Perwujudan konsep..., Nisa Andini, FIB UI, 2008


28

(19) Kami akan pergi ke Anyer.

Selain yang berkaitan dengan makna aspektual perfektif dan imperfektif,

penulis membahas beberapa makna aspektual yang muncul dalam bahasa Indonesia.

Berikut ini beberapa makna aspektual yang akan dibahas pada bagian analisis.

1. Aspek frekuentatif, yakni aspek yang menggambarkan perbuatan berulang

berkali-kali (kekerapannya).

Contoh: (20) Kami sering memancing di danau UI.

(21) Mahasiswa angkatan 2004 jarang datang ke kampus.

2. Aspek habituatif, yakni aspek yang menggambarkan perbuatan yang menjadi

kebiasaan.

Contoh: (22) Biasanya, jalanan ibukota menjadi lebih padat pada hari Senin.

(23) Ibu senantiasa menyiapkan sarapan yang bergizi untuk kami.

3. Aspek inkoatif, yakni aspek yang menggambarkan perbuatan mulai.

Contoh: (24) Masyarakat mulai bersiap menghadapi kenaikan harga BBM.

4. Aspek kontinuatif, yakni aspek yang menggambarkan perbuatan berlangsung

berkesinambungan. Bentuk ini muncul pada verba yang bersifat statif.

Contoh: (25) Ia menjadi dosen sejak tahun1960 sampai sekarang.

5. Aspek progresif, yakni aspek yang menuatakan perbuatan sedang

berlangsung. Bentuk ini muncul pada verba yang bersifat dinamis.

Contoh: (26) Para pegawai tengah berkutat dengan tugasnya masing-masing.

Perwujudan konsep..., Nisa Andini, FIB UI, 2008


29

6. Aspek momentan, yakni aspek yang menggambarkan perbuatan berlangsung

sebentar.

Contoh: (27) Ia menoleh sesaat kemudian menghilang.

7. Aspek repetitif, yakni aspek yang menggambarkan perbuatan berulang.

Contoh: (28) Mereka melempari kami dengan batu.

Bentuk-bentuk aspek yang diuraikan di atas sebenarnya merupakan

penjabaran dari dua bentuk aspek yang utama, yakni aspek perfektif dan imperfektif.

Aspek momentan dapat digolongkan sebagai bagian dari aspek perfektif. Aspek ini

menyatakan peristiwa sudah selesai. Sementara itu, aspek frekuentatif, habituatif,

inkoatif, kontinuatif, progresif, dan repetitif dapat dikatakan pula sebagai aspek

imperfektif. Aspek-aspek ini tidak mengungkapkan peristiwa yang selesai. Dalam

rumusan Comrie (1985: 25), terungkap bahwa aspek habituatif, kontinuatif, dan

progresif memang bagian dari aspek imperfektif.

Penulis memahami kategori aspek sebagai makna keselesaian suatu peristiwa

yang diungkapkan dalam predikat. Aspek dapat mengungkap apakah peristiwa sudah

selesai, belum selesai, sedang berlangsung, selalu berlangsung, atau baru saja

berlangsung. Dalam bahasa Indonesia, kategori aspek dapat dipahami secara semantis

berdasarkan bentuk-bentuk leksikal yang ada. Aspek juga dapat dipahami dengan

melihat unsur-unsur yang muncul dalam wacana. Oleh karena itu, makna aspektual

harus dipahami berdasarkan konteks wacananya. Pengungkapan bentuk-bentuk ini

dalam bahasa Indonesia merupakan fokus penelitan yang penulis lakukan.

Perwujudan konsep..., Nisa Andini, FIB UI, 2008


30

2.4 Teori tentang Terjemahan

Teori mengenai penerjemahan juga penulis gunakan untuk mendukung

penelitian ini. Konsep-konsep penerjemahan Larson (1989), Moeliono (1989) dan

Widyamartaya (2006) akan digunakan dalam penelitian ini. Ketiganya membicarakan

masalah-masalah yang muncul dalam bidang terjemahan di Indonesia. Di dalamnya

terdapat pula tulisan-tulisan yang berkaitan dengan penerjemahan di Indonesia, tidak

hanya masalahnya, tetapi juga konsep-konsepnya serta aturan-aturan yang digunakan

dalam kaitannya dengan penerjemahan aspek ke dalam bahasa Indonesia.

Moeliono (1989: 55) menyebutkan bahwa kita dapat menggolongkan kegiatan

terjemahan ke dalam tiga kelompok besar. Pertama ialah terjemahan yang dilakukan

kata demi kata, dengan tujuan tidak menyimpang sedikit pun dari ciri-ciri lahiriah

bahasa. Terjemahan macam ini disebut sebagai terjemahan harfiah.

Penerjemahan harfiah mutlak, menurut Larson (1989: 16), adalah

penerjemahan yang dilakukan baris per baris (interlinear). Penerjemahan jenis ini

sangat berguna untuk studi bahasa sumber. Akan tetapi, penerjemahan harfiah tidak

cukup membantu pembaca bahasa sasaran yang ingin mengetahui makna teks

sumber. Penerjemahan harfiah hampir tidak mempunyai nilai komunikasi.

Kelompok kedua adalah terjemahan yang bentuk bahasanya tidak terikat pada

naskah sumbernya, tetapi tujuannya ialah mengungkapkan intisari dari ide atau

maksud yang terkandung dalam naskah asli. Terjemahan jenis ini biasanya paling

mudah dipahami orang karena di dalamnya telah terjalin tafsiran penerjemah.

Perwujudan konsep..., Nisa Andini, FIB UI, 2008


31

Terjemahan seperti itu juga dapat disebut sebagai terjemahan bebas. Larson (1989:

18) menyatakan, “Sebuah terjemahan disebut terlalu bebas jika dalam penerjemahan

itu ditambahkan informasi lain yang tidak ada dalam teks sumber atau jika kenyataan

latar historisdan teks bahasa sumber diubah.”

Kelompok ketiga ialah terjemahan yang mengarah pada kesepadanan atau

ekuivalensi antara bahasa sumber dan bahasa sasaran. Terjemahan seperti itu tidak

termasuk terjemahan harfiah karena tidak didasarkan pada terjemahan kata demi kata.

Akan tetapi, terjemahan macam itu tidak pula disebut sebagai terjemahan yang bebas

karena dalam hal bentuknya masih terikat dengan ciri lahiriah naskah sumber.

Terjemahan yang seperti itu dapat disebut sebagai terjemahan idiomatik. Terjemahan

yang idiomatik dapat dianggap ada di tengah kedua ekstrem, antara terjemahan yang

harfiah dan terjemahan bebas (1989: 56).

Sasaran dari kegiatan penerjemahan adalah menyampaikan makna dari bahasa

sumber ke dalam bahasa sasaran. Dengan demikian, idealnya, penerjemahan yang

dilakukan adalah penerjemahan idiomatis. Akan tetapi, penerjemahan menurut

Larson (1989) seringkali merupakan gabungan antara pengalihan harfiah satuan

leksikal dan terjemahan idiomatis makna teks itu. Sesungguhnya, tidak mudah

membuat penerjemahan idiomatis secara konsisten.

Widyamartaya (2006: 56) menuliskan rambu-rambu yang harus diketahui

penerjemah dalam hal penerjemahan tenses. Tidak seperti pada bahasa Inggris,

bahasa Indonesia tidak mempunyai konsep verbal concord, yakni persesuaian bentuk

Perwujudan konsep..., Nisa Andini, FIB UI, 2008


32

kata kerja dengan subjeknya, dan juga tidak ada tenses, yaitu persesuaian bentuk kata

kerja sesuai dengan waktunya: waktu sekarang, lampau, atau akan datang. Oleh

karena itu, penerjemahan bentuk tenses bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia

dapat disesuaikan dengan keperluan dan kemampuan bahasa Indonesia untuk

mengungkapnya.

Kata kerja bahasa Inggris dalam bentuk lampau tidak harus selalu diimbangi

dengan kata telah atau sudah pada terjemahannya karena dalam bahasa Indonesia ada

verba tertentu yang telah mencakup makna aspek tertentu. Misalnya, kalimat last

week, I went to the cinema dapat diterjemahkan menjadi minggu lalu, saya pergi ke

bioskop tanpa harus menambah kata telah atau sudah sebelum kata pergi. Keterangan

waktu minggu lalu sudah cukup mejelaskan peristiwa pergi sudah terjadi dan

waktunya sudah lewat sehingga penerjemah tidak perlu mengutak-atik verbanya lagi.

Hal ini juga berlaku pada penerjemahan tenses lainnya, seperti perfect tense,

progressive tense, future tense, dan juga kombinasinya.

Bentuk tenses yang sudah dikombinasi memang lebih kompleks. Misalnya,

gabungan antara past tense dengan perfect tense; progressive tense dengan perfect

tense; atau bahkan gabungan tiga tenses sekaligus. Dalam hal ini, penerjemah harus

menghasilkan terjemahan seluwes-luwesnya dengan menghindari ungkapan kaku,

seperti sudah sedang, akan sedang, telah akan, sudah akan sedang. Konsep waktu

dalam bahasa Indonesia dapat dimengerti melalui konteks kalimatnya.

Perwujudan konsep..., Nisa Andini, FIB UI, 2008


33

Dalam kaitannya dengan terjemahan, penyampaian makna adalah hal yang

utama. Segala bentuk kemudahan hendaknya dibuat agar pembaca dapat mengerti

produk terjemahan dengan baik. Jikalau terpaksa terjadi perombakan, penghilangan,

ataupun penambahan bagian-bagian tertentu, hal itu dibenarkan dalam mencapai

kemudahan pengertian. Oleh karena itu, pekerjaan menerjemah akan melibatkan apa

yang disebut dengan competence (kompetensi) dan performance (perwujudan).

Casson (1981) dalam Herlina (1988: 16) menguraikan pengertian competence

dan performance sebagai berikut.

Competence is the ability or capacity of the speaker to


produce and understand the sentences that are syntactically,
semantically, and phonologically acceptble; it is distinct from
performance which is the speaker’s actual use of his knowledge in
the production and interpretation of sentences. (kompetensi adalah
kemampuan atau kecakapan pembicara untuk menghasilkan dan
memahami kalimat yang dapat diterima secara sintaktis, semantis,
dan fonologis; sedangkan perwujudan adalah penggunaan
pengetahuan tersebut oleh pembicara dalam menghasilkan dan
menafsirkan kalimat).

Sebagai contoh, ungkapan jika menegur seseorang “Selamat pagi, Bu! Mau ke

mana?” seringkali salah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris sehingga menjadi,

“Good morning, Ma’am! Where are you going?” Seharusnya, dalam bahasa Inggris

ungkapan tersebut menjadi “Good morning, Ma’am! How are you?” Dalam contoh

tersebut, kesalahan terjadi karena performance bahasa Inggris dan bahasa Indonesia

berbeda. Kebudayaan Inggris dengan kebudayaan Indonesia berbeda. Penerjemahan

tersebut dilihat berdasarkan konteks atau situasi menyampaikan salam atau menegur

dan bukan dalam konteks menanyakan arah tujuan seseorang.

Perwujudan konsep..., Nisa Andini, FIB UI, 2008


34

Menurut Larson (1989: 15), kategori terjemahan yang lebih baik adalah

terjemahan idiomatik. Penerjemah tidak menerjemahkan bentuk, melainkan makna.

Akan tetapi, terdapat bentuk kalimat yang sudah dapat dipahami melalui terjemahan

harfiah saja. Memang cukup sulit membuat suatu bentuk terjemahan dengan satu tipe

tertentu secara konsisten. Selain itu, kombinasi bentuk terjemahan akan membuat

pembaca lebih mendapatkan variasi bentuk bacaan.

Pada buku-buku bacaan tertentu, tenses dalam bahasa Inggris dapat terwujud

dengan cukup rumit. Atas dasar masalah tenses yang rumit ini, penulis menggunakan

buku cerita anak sebagai sumber data. Dalam cerita anak, kompleksitas tenses

dihindari karena berkaitan dengan kemampuan bahasa anak-anak sehingga data ini

dapat mempermudah penelitian penulis.

Dalam kaitannya dengan teori terjemahan, penulis menilai bentuk terjemahan

dalam SMD adalah kombinasi antara penerjemahan harfiah dan idiomatis.

Penerjemahan idiomatis terdapat pada kalimat yang jika diterjemahkan secara harfiah

tidak memiliki nilai komunikasi terhadap pembaca sasarannya. Akan tetapi, penulis

tetap memaparkan terjemahan harfiah atas setiap kalimat yang ada dalam data. Hal

ini dilakukan untuk melihat perbandingan pemunculan bentuk kategori aspek dan

kala yang menjadi fokus penelitian ini.

Perwujudan konsep..., Nisa Andini, FIB UI, 2008


35

BAB III

Perwujudan Konsep Kewaktuan Bahasa Indonesia

dalam Buku Cerita Dwibahasa Spiderman Saves The Day/Spiderman

Menyelamatkan Dunia

Pada umumnya, untuk menyatakan konsep kewaktuan dipakai alat-alat

kebahasaan seperti (a) nomina waktu; (b) adverbia waktu; (c) bentuk leksikal

tertentu; (d) afiks; atau (e) kata kerja (Montolalu, 2001: 3). Pada saat menerjemahkan

buku-buku berbahasa asing yang mempunyai konsep kewaktuan di dalamnya,

kesulitan menuangkan konsep kewaktuan ke dalam bahasa Indonesia tersebut akan

muncul.

Misalnya, dalam kalimat I have been waiting for you for a year yang

dipaparkan di bawah ini. Bentuk terjemahan bahasa Indonesia dari kalimat tersebut

adalah aku sudah menunggumu selama setahun. Akan tetapi, terjemahan tersebut,

Perwujudan konsep..., Nisa Andini, FIB UI, 2008


36

sebenarnya tidak sepenuhnya mewakili kalimat bahasa Inggrisnya karena terdapat

konsep-konsep kewaktuan yang sulit untuk diterjemahan.

I have been waiting for you for a year


Pron. Aux. V(progresif) Prep. Pron. Prep. Art. N
↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓
aku sudah menunggu mu selama setahun
Pron. Adv. V Pron. Adv. N

Dalam bahasa Inggris, bentuk tersebut menyatakan perbuatan yang dimulai di

kala lampau dan masih berlangsung sampai saat diujarkan (Azar, 1989: 36). Have

been dalam kalimat tersebut merupakan bentuk auxilary verb (verba bantu) yang

menyatakan aspek perfektif pada bentuk kala kini (present). Verba yang diikuti sufiks

–ing, yakni waiting, mengungkap aspek progresif sehingga makna kalimat tersebut

sesungguhnya mengungkap peristiwa yang diutarakan pada masa kini (present)

tentang kegiatan wait ‘menunggu’ yang telah dilakukan sejak suatu waktu di kala

lampau dan masih berlangsung sampai saat diujarkan.

Bentuk have been waiting dalam terjemahannya hanya diwujudkan dengan

sudah menunggu. Hal ini membuat hanya aspek perfektifnya yang terungkapkan,

sementara aspek progresifnya tidak tertuang dalam terjemahan bahasa Indonesianya.

Selain itu, bentuk kala kini yang tidak terungkap dalam terjemahannya.

3.1 Deskripsi Data

Dalam kesempatan ini, penulis akan menggunakan buku cerita dwibahasa

untuk melihat bentuk-bentuk konsep kewaktuan—dalam hal ini kala dan aspek—

Perwujudan konsep..., Nisa Andini, FIB UI, 2008


37

yang muncul di dalam bahasa Indonesia. Penulis menggunakan buku yang berjudul

Spiderman Saves the Day/Spiderman Menyelamatkan Dunia (selanjutnya disebut

sebagai SMD) sebagai data penelitian skripsi ini.

Terdapat 45 kalimat berikut terjemahannya yang akan penulis analisis. Penulis

akan memaparkan terjemahan secara harfiah untuk melihat transformasi kala dan

aspek dari bahasa Inggris menjadi bahasa Indonesia. Sebuah kamus Inggris-Indonesia

yang disusun John M. Echols dan Hassan Shadily (1996) digunakan untuk

mempermudah analisis yang penulis lakukan terkait dengan penterjemahan harfiah.

Penulis melampirkan fotokopi sumber data yang digunakan dalam penelitian

ini. Dalam bukunya, cerita terjemahan langsung ditulis di bawah cerita bahasa

Inggrisnya. Seperti yang telah dijelaskan, terdapat 45 kalimat yang akan penulis

analisis, termasuk kalimat pada judul. Oleh karena itu, penulis melakukan penomoran

yang menandai setiap kalimat yang ada. Kemudian, penulis membuat terjemahan

harfiah dari setiap kalimat untuk dibandingkan dengan terjemahan yang terdapat di

buku. Dengan begitu, akan terlihat perbandingan bentuk konsep kewaktuan dalam

buku cerita dwibahasa ini. Penulis juga mencantumkan kelas kata dari setiap kata

yang ada. Hal ini dilakukan agar perubahan yang terjadi dari bahasa Inggris ke bahasa

Indonesia dapat lebih terlihat.

Penulis menyajikan pula sumber data dalam bentuk tabel. Dengan

menyajikannya dalam bentuk tabel, diharapkan pembaca akan lebih mudah menelaah

bagian analisis ini. Berikut ini adalah tabelnya.

Perwujudan konsep..., Nisa Andini, FIB UI, 2008


38

Hlm. Bahasa Inggris Bahasa Indonesia

Spiderman Saves The Day Spiderman Menyelamatkan Dunia


(1) (1)

1. Being a superhero is different than Menjadi superhero sangat berbeda


you might think (2). It’s exiting, dari yang kau bayangkan (2). Yang
that’s for sure (3). I get to swing jelas, sih, seru (3). Aku bisa
through the city and climb up berayun ke seantero kota dan
buildings (4). memanjat gedung-gedung (4).

3. I can shoot webbing (5). Aku bisa menembakkan benang


I can cling walls (6). labah-labah (5).
I can sense when people are in Aku bisa menempel di dinding (6).
trouble (7). But there’s a lot more to Aku bisa merasakan bila orang-
it than that (8). orang dalam bahaya (7).
Tapi ada lebih banyak lagi selain itu
(8).

4. At first I used my powers to have Mula-mula kugunakan kekuatanku


fun (9). But then I remembered untuk bersenang-senang (9). Tapi
what Uncle Ben Told me: “With lalu aku ingat apa yang dikatakan
great power comes great Paman Ben: “Kekuatan yang besar
responsibility.” (10) berarti tanggung jawab yang
besar.”(10)

5. It was time for me to do something Kini saatnya aku berbuat kebaikan


good for the people of this city (11). untuk penghuni kota ini (11).

6. This man runs the corner grocery Bapak ini punya toko kelontong di
store (12). He’s been there for years belokan (12). Sudah bertahun-tahun
(13). All the kids buy candy from ia hidup di sana (13). Semua anak
him (14). He’s a nice man (15). membeli permen di tokonya (14). Ia
orang yang baik (15).

7. But bad guys will be bad guys (16). Tapi orang jahat tetap orang jahat
One night somebody tried to rob (16). Suatu malam ada yang
him (17). The grocer was in big mencoba merampoknya (17). Si
trouble (18). pemilik toko dalam bahaya (18).

Perwujudan konsep..., Nisa Andini, FIB UI, 2008


39

8. I sensed there was a problem (19). I Aku merasakan ada masalah (19).
came (20). I saw (21). I aimed a big Aku datang (20). Aku melihatnya
web-strand at the robber (22). (21). Kutembakkan benang labah-
labah ke arah si perampok (22).

9. The problem was solved (23). Masalah itu pun terpecahkan (23).

10. One night a couple of guys decided Pada suatu malam sepasang
to rob a jewelery store (24). It penjahat memutuskan untuk
didn’t take long for me to wrap merampok toko perhiasan (24).
things up (25). Dalam waktu singkat aku sudah
membereskan masalah itu (25).

12. I hate to see anyone in trouble (26). Aku benci melihat orang dalam
But I get really angry when I see kesulitan (26). Tapi aku sangat
someone I like getting pushed marah kalau melihat orang yang
arround (27). kusukai diganggu orang (27).

14. My superpowers come in handy at Pada saat-saat seperti ini kekuatan


times (28). superku sangat berguna (28).

17. People began to wonder about the Orang-orang mulai bertanya-tanya


amazing Spiderman who was tentang Spiderman hebat yang
fighting crime—and winning—in menumpas
their city (29). The newspapers kejahatan—dan menang—di kota
wrote about the new web-spinning, mereka (29). Koran-koran menulis
wall-climbing superhero (30). tentang superhero baru yang
Everyone wanted to know who I memintal benang labah-labah dan
was (31). memanjat dinding (30). Semua
orang ingin tahu siapa aku (31).

18. I don’t usually take credit for the Biasanya aku tidak mengaku akulah
good deeds I do (32). yang melakukan semua aksi itu
(32).

19. But sometimes I can’t help myself Tapi kadang-kadang aku tidak tahan
(33). (33).

20. Some people thungk I’m crazy to Sebagian orang menganggapku


do what I do (34). It is dangerous sinting karena melakukan apa yang
(35). kulakukan (34). Soalnya itu
berbahaya (35).

Perwujudan konsep..., Nisa Andini, FIB UI, 2008


40

21. And some people think I might be Dan sebagian orang mengira
dangerous, too (36). mungkin aku juga berbahaya (36).

22. People can think whatever they Orang-orang boleh berpikir sesuka
want (37). mereka (37).

23. I have a job to do, and I do it (38). Aku punya tugas yang harus
dilakukan, dan aku melakukannya
(38).

24. Knowing i’ve helped someone is all Hanya mengetahui aku sudah
the reward I need (39). menolong seseorang, aku sudah
puas (39).

25. Some people have their wrong idea Beberapa orang sering salah sangka
about me...(40) terhadapku...(40)

26. ...until they see me in action (41). ...sampai mereka melihat aku
beraksi (41).

27. This is the best part of my job (42). Inilah bagian terbaik dari
pekerjaanku (42).

28. Whenever someone in city needs Setiap kali orang di kota ini
me, I’ll be there (43). You can be membutuhkanku, aku pasti datang
sure of that (44). I’m your friendly (43). Kamu boleh percaya itu (44).
neighbourhood Spiderman! (45) Aku Spiderman, tetanggamu yang
ramah (45).

Tabel 3.1: Deskripsi Data

3.2 Perwujudan Konsep Kewaktuan Bahasa Indonesia dalam Spiderman Saves

the Day/Spiderman Menyelamatkan Dunia (SMD)

Montolalu (2001: 296) menyebut masalah kewaktuan dalam bahasa Indonesia

diungkapkan tidak secara langsung melainkan melalui sudut pandang aspektualitas

Perwujudan konsep..., Nisa Andini, FIB UI, 2008


41

dalam tataran wacana. Sebagai wacana yang utuh, SMD mengisahkan kehidupan

seorang pahlawan yang selalu membantu dan menyelamatkan orang lain. Dalam hal

ini, si tokoh menceritakan sendiri kisahnya. Tokoh bercerita mengenai perasaannya

menjadi pahlawan dan kebiasaannya menolong orang lain.

Sebagai buku cerita yang bersifat naratif, SMD juga terikat dengan jalinan

waktu dari peristiwa satu dengan peristiwa lainnya. Konsep kewaktuan terungkap

pada saat tokoh mengisahkan perjalanan hidupnya sebagai pahlawan. Dimulai dengan

menceritakan awal mula menjadi pahlawan, kemudian tokoh mengisahkan kehidupan

sehari-harinya sebagai pahlawan. Kisah ini juga mengungkap kebiasaan dan juga

harapan serta janji sang pahlawan di masa mendatang kepada orang-orang di kotanya.

Pada kesempatan ini, penulis akan memaparkan hasil analisis berdasarkan data

dari SMD. Penulis akan menganalisis berdasarkan kalimat-kalimat yang terdapat

dalam SMD. Penulis juga akan memaparkan bentuk alat-alat kebahasaan dalam SMD

yang merujuk pada kategori aspek dan kala. Perbandingan dengan bentuk yang

muncul dalam bahasa Inggris dilakukan untuk melihat perbedaan perwujudan kala

dan aspek di antara kedua bahasa tersebut.

Penulis membagi setiap kalimat ke dalam tiga bagian untuk mempermudah

analisis. Bagian (a) adalah bentuk kalimat dalam bahasa Inggris yang diperoleh dari

data. Bagian (b) merupakan terjemahan harfiah yang penulis sertakan untuk

memperlihatkan transformasi asli atas konsep kewaktuan yang akan dianalisis.

Terakhir, bagian (c) adalah terjemahan yang terdapat dalam buku, yakni terjemahan

Perwujudan konsep..., Nisa Andini, FIB UI, 2008


42

yang sudah disesuaikan untuk menyampaikan makna yang tepat. Berikut ini adalah

pemaparan analisis kategori aspek dan kala dalam SMD.

(1) a. Spiderman Saves The Day


N takrif V(habituatif) FN tak takrif

b. Spiderman Menyelamatkan Hari


N takrif V(perfektif) N tak takrif

c. Spiderman Menyelamatkan Dunia


N takrif V(perfektif) N tak takrif

Kalimat pertama ini merupakan kalimat yang diambil dari judul. Judul tersebut

diterjemahkan sebagai Spiderman Menyelamatkan Dunia. Kata the day pada judul

tidak diartikan sebagai ‘hari’, padahal secara harfiah, day berarti ‘hari’. Ada makna

yang dianggap penerjemah lebih mewakili konsep the day dalam judul tersebut

sehingga penerjemah menggunakan konsep ‘dunia’ sebagai terjemahan dari the day.

Pada judul tersebut, sebenarnya, terdapat konsep kewaktuan yang tidak

diterjemahkan. Bentuk saves dalam Spiderman Saves the Day menunjukkan pola

simple present tense dalam bahasa Inggris. Bentuk dasar save yang ditambah akhiran

-es tersebut menunjukkan bentuk kegiatan, peristiwa, atau hal yang dilakukan pada

saat kini dan dilakukan sebagai kebiasaan. Terkandung aspek habituatif dalam

kalimat tersebut. Aspek habituatif tersebut tidak dapat dilihat dalam terjemahannya,

yakni menyelamatkan. Dalam bahasa Indonesia, aspek habituatif dapat ditandai

dengan adverbia biasanya.

Dalam bentuk terjemahannya, aspek yang terungkap melalui konfiks me-kan

dalam menyelamatkan adalah aspek perfektif. Perbuatan ‘menyelamatkan dunia’

Perwujudan konsep..., Nisa Andini, FIB UI, 2008


43

sudah dilakukan oleh ‘Spiderman’ sebagai pelaku. Hal ini sesuai dengan rumusan

Montolalu (2001: 3) yang menyatakan pengungkapan makna perfektif salah satunya

adalah menggunakan konfiks me-kan. Hal ini menunjukkan kategori aspek yang

terungkap dalam bahasa Inggris dapat saja berbeda dengan bentuk terjemahannya.

Sementara itu, kala kini yang terdapat dalam bahasa Inggris tidak tertuang

dalam terjemahannya. Dalam bahasa Inggris, kala kini terungkap melalui verba

bentuk present, yakni saves. Pada terjemahannya, verba menyelamatkan tidak

mengungkap kala. Secara kontekstual, makna kala juga tidak jelas. Sebagai judul,

kalimat Spiderman Menyelamatkan Dunia berdiri sendiri sehingga tidak dapat

dikaitkan dengan kalimat-kalimat lain. Dengan demikian, pada kalimat (1) ini bentuk

kala dalam bahasa Indonesia tidak terungkap sementara aspek yang terungkap adalah

aspek perfektif.

(2) a. Being a superhero is different than you might think.


V(progresif) Art. Ntakrif V Adj. Konj. Pron. Aux. V

b. Menjadi seorang pahlawan super adalah berbeda dari kamu boleh pikir.
V Num. Ntakrif Adj. V V Prep. Pron. Adv. V

c. Menjadi superhero sangat berbeda dari yang kau bayangkan.


V Ntakrif Adv. V Prep. Konj. Pron. V

Subjek pada kalimat (2) ini berbentuk frasa, yakni being a superhero. Akhiran

–ing pada being merupakan penanda aspek kontinuatif dan verba be dalam hal ini

berarti menjadi. Verba menjadi mempunyai makna aspektual kontinuatif dalam

Perwujudan konsep..., Nisa Andini, FIB UI, 2008


44

kalimat (2) ini. Artinya, ‘menjadi superhero’ terjadi pada suatu waktu sebagai titik

awal dan masih terus berlangsung (kontinu) hingga saat pengujaran.

Kalimat (2a) merupakan kalimat dalam bentuk simple present tense dengan is

sebagai predikat. Artinya, dalam bentuk aslinya, terkandung aspek habituatif.

Sementara itu, dalam predikat pada (2c) Menjadi superhero sangat berbeda dari yang

kau bayangkan muncul verba dengan prefiks ber-, yakni berbeda, yang mengungkap

aspek imperfektif. ‘Menjadi berbeda’ adalah perbuatan yang mengungkap situasi

yang tidak bertitik akhir sehingga bermakna imperfektif. Hal ini, sesungguhnya,

sesuai dengan yang diungkapkan Montolalu (2001: 3) bahwa prefiks ber- dalam

bahasa Indonesia adalah bentuk yang mengungkap makna aspektual imperfektif.

Kita dapat mengetahui kala yang digunakan dalam bentuk (2c) melalui verba is

yang merupakan verba dalam bentuk kala kini (present). Dalam terjemahannya,

bentuk kala tidak terungkap. Verba berbeda tidak mengungkap makna kala. Akan

tetapi, kala dalam kalimat ini dapat diketahui dengan memperhatikan konteks frasa

verbal menjadi superhero. Oleh karena frasa tersebut mengungkap makna aspektual

yang kontinuatif, ‘menjadi superhero’ berarti masih berlangsung sampai pada saat

pengujaran. Artinya, kala dalam kalimat (2c) ini adalah kala kini. Dengan demikian,

pada kalimat (2) ini, bahasa Indonesia tidak mengungkap kala secara leksikal, tetapi

dipahami berdasarkan konteks. Selain itu, aspek yang terdapat dalam kalimat (2) ini

adalah aspek imperfektif yang terungkap dalam verba berprefiks ber-.

Perwujudan konsep..., Nisa Andini, FIB UI, 2008


45

(3) a. It is exiting, that’s for sure.


Pron. V Adj. Art.+V Prep. Adj.

b. Hal itu adalah yang mengasyikkan, itu adalah untuk pasti.


N Dem. V Konj. V Dem. V Prep. Adj.

c. Yang jelas, sih, seru.


Konj. Adj. fatis Adj.

Bentuk terjemahan (3c) dalam kalimat ketiga ini sangat berbeda dari

terjemahan harfiahnya, yakni kalimat (3b). Akan tetapi, terjemahan yang dibuat dapat

dimengerti tanpa harus menerjemahkan seluruh bagian kalimat (3a). Makna yang

ingin disampaikan dari bahasa sumber (Bsu) sudah dapat dipahami dalam bahasa

sasarannya (Bsa). Bentuk terjemahan seperti pada kalimat (3) ini adalah

penerjemahan bebas karena bentuk terjemahannya tidak terikat secara harfiah dengan

bahasa Inggrisnya.

Kalimat ini merupakan kelanjutan dari kalimat (2) Being a superhero is

different than you might think. Kala yang digunakan dalam kalimat (3) ini pun

masih kala kini (present) karena dipahami berdasarkan konteks pada kalimat (2).

Dalam bahasa Inggrisnya, kala tertandai pada verba is, sementara hal ini tidak

tertandai dalam bahasa Indonesia. Kata seru sebagai predikat tidak mengungkap

makna kala. Akan tetapi, kalimat ini masih terkait dengan kalimat sebelumnya.

‘Keseruan’ dalam kalimat (3c) berkaitan dengan ‘menjadi superhero’. Dengan begitu,

kala yang terdapat pada kalimat ini juga kala kini, sesuai dengan kalimat sebelumnya.

Penulis menganggap makna aspektual yang tertuang dalam kalimat yang

bermakna ungkapan perasaan—seperti dalam kalimat (3) ini—adalah makna

Perwujudan konsep..., Nisa Andini, FIB UI, 2008


46

aspektual netral. Seru sebagai predikat tidak berinteraksi dengan titik awal maupun

titik akhir. Akan tetapi, bentuk ini dapat saja berbeda pada situasi tertentu, tergantung

dari konteksnya. Dalam kalimat ini, penulis menganggap makna aspektual yang

terungkap bersifat netral.

(4) a. I get to swing through the city and climb up buildings.


Pron. V Prep. V Prep. Art. N konj. V Prep. N jamak

b. Aku mendapatkan untuk berayun melewati kota dan memanjat naik gedung-
Pron. V Prep. V V N Konj. V V N

gedung.
Jamak

c. Aku bisa berayun ke seantero kota dan memanjat gedung-gedung.


Pron. V V Prep. Num. N Konj. V N jamak

(5) a. I can shoot webbing.


Pron. mod. V N

b. Aku bisa menembakkan benang labah-labah.


Pron. V V FN takrif

c. Aku bisa menembakkan benang labah-labah.


Pron. V V FN takrif

(6) a. I can cling walls.


Pron. mod. V N jamak

b. Aku bisa menempel dinding.


Pron. V V N

c. Aku bisa menempel di dinding.


Pron. FV Prep. N

(7) a. I can sense when people are in trouble.


Pron. mod. V Konj. N jamak V Prep. N

b. Aku bisa merasakan ketika orang-orang adalah dalam bahaya.


Pron. V V Konj. Njamak V Prep. N

c. Aku bisa merasakan bila orang-orang dalam bahaya.


Pron. V V Konj. Njamak Prep. N

Perwujudan konsep..., Nisa Andini, FIB UI, 2008


47

(8) a. But there’s a lot more to it than that.


Konj. Adv. V Adv Adj. Prep. Pron. Konj. Dem.

b. Tapi ada adalah banyak lebih untuk hal itu daripada itu.
Dem. V V Adj. Adv. Prep. N Dem. Prep. Dem.

c. Tapi ada lebih banyak lagi selain itu.


Konj. V Adv. Adj. Adv. Prep. Dem.

Dalam bahasa Inggris, kala dapat terungkap melalui bentuk verba yang berubah

sesuai dengan kalanya. Sementara itu, verba bahasa Indonesia tidak dapat

menentukan kala jika tidak bergabung dengan adverbia waktu atau pun afiks tertentu.

Kalimat (4a) sampai (8a) menggunakan kala kini yang ditandai oleh penggunaan

verba bentuk dasar yakni is, get to dan climb up serta modal bentuk dasar, yakni can.

Dalam terjemahannya, kala kini tidak terwujud sebagaimana bahasa Inggris

mewujudkannya. Verba berayun, memanjat, menembakkan, menempel, dan

merasakan tidak mengungkap kala kini.

Kala kini pada kalimat (4c)—(8c) dapat diketahui secara kontekstual dengan

melihat kaitannya dengan kalimat (2c) dan (3c). Kalimat-kalimat ini merupakan

rangkaian penjelasan dari ‘keseruan menjadi superhero’. Dengan begitu, kala kini

dapat dipahami. Akan tetapi, secara gramatikal ataupun leksikal, kala kini memang

tidak terungkap dalam tiap kalimat tersebut.

Dalam bahasa Inggris, kala present (simple present tense) dapat mengungkap

aspek habituatif. Artinya, perbuatan yang diungkap melalui verba dapat dipahami

sebagai sebuah kegiatan yang biasanya terjadi. Pada terjemahannya, verba yang

Perwujudan konsep..., Nisa Andini, FIB UI, 2008


48

muncul adalah berayun, melewati, memanjat, menembakkan, merasakan, dan

menempel. Verba-verba ini mengungkap makna aspektualnya masing-masing.

Pada kalimat (4c) Aku bisa berayun ke seantero kota dan memanjat gedung-

gedung, verba berayun dengan prefiks ber- mengungkap makna aspektual

imperfektif. Perbuatan ‘berayun’ merupakan situasi yang tidak bertitik akhir. Dalam

konteks kalimat (4c) ini, predikatnya merupakan frasa verba bisa berayun. Verba bisa

yang menerangkan bentuk di depannya, yakni berayun, membuat makna aspektual

yang ada menjadi berubah. Jika tidak ada kata bisa, makna aspektual yang muncul

dari predikat kalimat ini memang imperfektif. Akan tetapi, muncul verba bisa yang

membuat makna aspektualnya menjadi netral. Makna yang ingin disampaikan adalah

‘kebisaan dalam hal berayun’ sehingga tidak ada interaksi dengan titik akhir alamiah.

Verba lain yang muncul dalam kalimat ini adalah memanjat. Makna aspektual

dalam verba memanjat sulit diketahui jika tidak ada bentuk lain yang menyertainya,

seperti adverbia sudah, sedang, atau akan. Makna verba ini adalah ‘melakukan hal

panjat’. Menurut penulis, verba ini tidak berinteraksi dengan titik akhir. Dengan

demikian, makna aspektual yang muncul adalah makna aspektual netral.

Pada kalimat (5c) Aku bisa menembakkan benang labah-labah, verba yang

muncul adalah menembakkan. Jika tidak berdampingan dengan verba bisa dalam

predikat yang berupa frasa verba, kata menembakkan mempunyai makna aspektual

perfektif.

Perwujudan konsep..., Nisa Andini, FIB UI, 2008


49

Untuk membandingkannya, perhatikanlah kalimat contoh aku menembakkan

benang labah-labah. Jika dibandingkan dengan kalimat (5c), verba menembakkan

pada kalimat contoh tersebut mengungkap makna aspektual yang berbeda. Pada

kalimat contoh, titik acuan awal dan akhir peristiwa ‘menembak’ dapat dirasakan.

Perbuatan ‘menembak’ telah berakhir saat amunisi, yakni benang labah-labah, keluar

dari ‘alat penembak’. Sementara itu, saat bergabung dengan verba bisa, titik acuan

akhir ini menjadi tidak ada karena fokusnya menjadi ‘kebisaan dalam hal

menembak’. Dengan demikian, makna aspektual yang terungkap menjadi netral.

Selanjutnya, kalimat (6c) dan (7c) juga mengandung verba bisa dalam

predikatnya sehingga membuat makna aspektual yang muncul menjadi netral. Dalam

kalimat (6c) Aku bisa menempel di dinding, verba menempel sebenarnya juga

mengandung makna aspektual imperfektif. Perbuatan menempel di dinding

mengungkap situasi yang tidak bertitik akhir.

Kalimat (7c) Aku bisa merasakan bila orang-orang dalam bahaya juga

mempunyai predikat dengan bentuk frasa verbal bisa merasakan. Makna aspektual

yang muncul adalah makna netral. Pada klausa kedua, yakni orang-orang dalam

bahaya, predikatnya adalah frasa dalam bahaya. Bentuk ini juga mengungkap makna

aspektual, yakni makna aspektual imperfektif. Keadaan ‘dalam bahaya’ tidak

mengungkap titik akhir sehingga makna aspektualnya menjadi imperfektif.

Makna aspektual yang muncul dalam (8c) adalah makna aspektual imperfektif.

Predikat dalam kalimat (8c) Tapi ada lebih banyak lagi selain itu mengungkap makna

Perwujudan konsep..., Nisa Andini, FIB UI, 2008


50

aspektual imperfektif karena verba ada mengungkap situasi yang tidak bertitik akhir.

Kalimat ini mengungkap makna bahwa terdapat keseruan-keseruan lain yang ada

karena menjadi superhero. ‘Ke-ada-an’ ini merupakan situasi yang tidak ada titik

akhirnya. Hal ini dipahami berdasarkan keterkaitan kalimat (8c) dengan kalimat-

kalimat sebelumya.

Berdasarkan penjabaran analisis kalimat (4)—(8) tersebut, penulis melihat

pemahaman mengenai makna aspektual yang muncul dalam bahasa Indonesia

diketahui berdasarkan konteks. Verba berayun yang sejatinya mengungkap aspek

imperfektif dapat berubah maknanya karena perilaku-perilaku tertentu dalam kalimat,

misalnya dengan bergabung dengan verba bisa. Begitu pula dengan verba lainnya

yang muncul pada kalimat-kalimat selanjutnya.

(9) a. At first I used my powers to have fun.


Prep. Num. Pron. V+ed Pron. Njamak Prep. V Adj.

b. Di pertama aku dulu menggunakan aku kekuatan-kekuatan untuk


Prep. Num. Pron. N V Pron. Njamak Prep.

mempunyai kesenangan.
V N

c. Mula-mula ku gunakan kekuatanku untuk bersenang-senang.


Adv Pron V Njamak Prep V

Kala dalam kalimat (9) ini adalah kala lampau. Dalam kalimat bahasa Inggris,

kala tersebut terungkap melalui verba bentuk lampau, yakni V+ed, used, yang

berfungsi sebagai predikat. Kala lampau juga terungkap melalui keterangan waktu at

first. Dalam terjemahannya, kala lampau tidak terungkap melalui verba pada

Perwujudan konsep..., Nisa Andini, FIB UI, 2008


51

predikatnya, yakni (meng-)gunakan, tetapi melalui penggunaan adverbia waktu mula-

mula. Adverbia ini mengungkap perbuatan yang sudah terjadi di waktu lampau.

Kata mula-mula dalam kalimat (9c) dapat mengungkap kategori kala sekaligus

aspek yang ada dalam kalimat bahasa Indonesia. Selain mengungkap kala lampau,

mula-mula juga mengungkap aspek inkoatif yang menyatakan perbuatan mulai.

Adverbia ini juga mengungkap aspek perfektif. Artinya, perbuatan menggunakan

kekuatan untuk bersenang-senang sudah dilakukan pada suatu waktu yang sudah

lampau. Pada dasarnya, verba menggunakan juga mengungkap makna aspektual

perfektif. Perbuatan ‘menggunakan’ tersebut dilakukan hanya pada waktu awal ‘aku’

menjadi superhero, tetapi saat ini tidak lagi.

Verba lain yang muncul pada kalimat (9c) adalah bersenang-senang. Bentuk

verba dengan prefiks ber- biasanya mengungkap situasi yang tidak bertitik akhir.

Begitu pula dengan verba yang muncul ini. ‘Bersenang-senang’ merupakan situasi

yang tak bertitik akhir sehingga makna aspektual yang terungkap adalah imperfektif.

Akan tetapi, verba ini terikat dengan bentuk lain. Dalam kalimat, fungsi verba ini

adalah sebagai keterangan. Verba utama yang menjadi predikat dalam kalimat

tetaplah (meng-)gunakan. Jika verba utamanya menyatakan perbuatan yang sudah

selesai, kegiatan untuk bersenang-senang berarti juga sudah selesai (perfektif)

Selain mengungkap makna aspektual, adverbia waktu mula-mula juga

menandai kala dalam bahasa Indonesia. Mula-mula muncul sebagai padanan dari

bentuk at first. Dalam bahasa Inggris, kala lampau ditandai dengan bentuk verba

Perwujudan konsep..., Nisa Andini, FIB UI, 2008


52

lampau used dan keterangan waktu at first. Sementara itu, bahasa Indonesia dapat

mengungkap kala lampau dan makna aspektual melalui adverbia waktu mula-mula.

(10) a. But then I remembered what Uncle Ben told me: “With great power
Konj. Adv. Pron. Vpast konj. Npersona V Pron. Prep. Adj. N

comes great responsibility.”


Ves Adj. N

b. Tapi lalu aku dulu ingat apa Paman Ben dulu katakan aku: “Dengan
Konj. Konj. Pron. N V Intr. Npersona N V Pron. Prep.

besar kekuatan selalu datang besar tanggung jawab.”


Adj. N Adv. V Adj. N

c. Tapi lalu aku ingat apa yang dikatakan Paman Ben: “Kekuatan
Konj. Adv. Pron. V Pron. Konj. V Npersona N

yang besar berarti tanggung jawab yang besar.


Konj. Adj. V N Konj. Adj.

(11) a. It was time for me to do something good for the people of


Pron. V N Prep. Pron. Prep. V N Adj. Prep. Art. Njamak Prep.

this city.
Dem. N

b. Itu adalah dulu waktu untuk aku untuk berbuat sesuatu baik untuk
Dem. V N N Prep. Pron. Prep. V Pron. Adj. Prep.

orang-orang dari ini kota.


Njamak Prep. Dem. N

c. Kini saatnya aku berbuat kebaikan untuk penghuni kota ini.


N N Pron. V N Prep. N N Dem.

Kalimat (10) dan (11), pada dasarnya, sama halnya dengan kalimat (9) At first I

used my powers to have fun, yakni menggunakan kala lampau (past tense). Kalimat

(10) menggunakan verba lampau remembered. Pada terjemahannya, kala lampau

Perwujudan konsep..., Nisa Andini, FIB UI, 2008


53

dapat dipahami berdasarkan verba dengan konfiks di-kan, yakni dikatakan. Dalam

bahasa Indonesia, verba dalam bentuk pasif seperti pada kalimat (10c) ini dapat

mengungkap kala lampau. Kalimat Tapi lalu aku ingat apa yang dikatakan Paman

Ben mengungkap makna bahwa hal ‘yang dikatakan Paman Ben’ sudah diungkapkan

pada suatu waktu di kala lampau. Sementara itu, makna aspektual yang dapat terlihat

dari terjemahan (10c) adalah makna aspek perfektif yang juga terlihat melalui konfiks

pada verba dikatakan.

Pada klausa kedua kalimat (10), yakni with great power comes great

responsibility ‘kekuatan yang besar berarti tanggung jawab yang besar’, muncul

verba dengan akhiran –s, yakni comes. Fungsinya adalah penanda aspek habituatif

dengan kala kini (present). Bentuk tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia

menjadi berarti yang tidak mengungkap kala kini ataupun aspek habituatif.

Verba berarti dalam kalimat ini mengungkap makna aspektual imperfektif.

Verba ini bermakna ‘mempunyai arti’ dan ‘mempunyai’ adalah keadaan yang tidak

ada titik akhirnya. Dalam kalimat (10c) tersebut, terungkap bahwa tanggung jawab

yang besar akan selalu ada saat kekuatan besar itu masih ada. Keadaan tersebut tidak

mengungkap titik akhir. Berdasarkan Montolalu (2001), prefiks ber- merupakan

unsur pengungkap aspek imperfektif. Hal ini berarti fungsi prefiks ber- pada kalimat

ini sesuai dengan yang diungkapkan Montolalu (2001).

Kalimat (11) menggunakan verba be berbentuk lampau, yakni was, yang

mengungkap kala lampau dan aspek perfektif. Pada terjemahannya, kala lampau tidak

Perwujudan konsep..., Nisa Andini, FIB UI, 2008


54

terungkap. Hal yang terjadi justru berkebalikan. Kalimat (11a) It was time for me...

secara jelas mengungkap kala lampau melalui verba was. Akan tetapi, pada

terjemahannya muncul nomina waktu kini yang menyatakan kala kini (present), yakni

kalimat (11c) Kini saatnya aku.... Dalam kalimat ini, terjadi perubahan wujud kala

lampau dalam bahasa Inggris karena diungkap dengan nomina waktu kini dalam

bahasa Indonesia yang seyogianya mengungkap kala kini.

Sementara itu, muncul verba berbuat dalam kalimat (11c) Kini saatnya aku

berbuat kebaikan untuk penghuni kota ini yang bermakna imperfektif. Peristiwa

‘berbuat kebaikan’ berlangsung terus sampai waktu yang tidak diketahui karena

memang tidak ada titik akhir yang menjadi acuannya. Dengan demikian, makna

aspektual yang terungkap adalah imperfektif.

(12) a. This man runs the corner grocery store.


Dem. N V Art. N N N

b. Ini lelaki selalu menjalankan sudut kelontong toko.


Dem. N Adv. V N N N

c. Bapak ini punya toko kelontong di belokan.


N Dem. V N N Prep. N

Verba runs pada (12a) menyatakan bentuk kala kini (present) dan menyatakan

aspek habituatif. Kedua hal tersebut tidak teridentifikasi dalam terjemahannya. Runs

dipadankan dengan kata punya yang sama-sama berfungsi sebagai predikat, tetapi

punya tidak mengungkap makna aspektual habituatif seperti pada bentuk bahasa

Inggrisnya.

Perwujudan konsep..., Nisa Andini, FIB UI, 2008


55

Pada terjemahannya, kala kini dipahami setelah mengetahui bentuk yang

muncul pada kalimat (13c) Sudah bertahun-tahun ia hidup di sana. Artinya, ‘Ia’

sudah hidup di sana selama bertahun-tahun dari suatu waktu di kala lampau sampai

saat ini. Hal ini berarti pula ‘Ia’ mempunyai toko kelontong sampai kini. Kala dalam

terjemahan ini dipahami berdasarkan keterkaitan kalimat (12c) dengan bentuk yang

muncul pada kalimat (13c).

Verba yang menjadi dalam kalimat (12c) adalah (mem-)punya(-i). Makna

aspektual yang terungkap melalui verba ini adalah makna perfektif. Artinya, ‘toko

kelontong di belokan’ memang sudah ‘dipunyai’ oleh ‘Ia’. Hal itulah yang menjadi

titik akhir sehingga verba ini mengungkap makna perfektif.

(13) a. He has been there for years.


Pron. Aux. Adv. Prep. Njamak

b. Ia sudah menjadi di sana untuk tahun-tahun.


Pron. Adv. V Prep. Pron. Prep. Njamak

c. Sudah bertahun-tahun ia hidup di sana.


Adv. Njamak Pron. Adj. Prep. Pron.

Has been dalam kalimat (13) menunjukkan aspek perfektif dengan bentuk

kala present perfect tense. Aspek perfektif pada kalimat (13) ini ditandai oleh bentuk

present perfect yang dinyatakan melalui has been. Has yang diikuti verba bentuk

perfektif yang dalam hal ini adalah been merupakan penanda kala present perfect.

Bentuk ini dalam terjemahannya diungkapkan lewat adverbia sudah.

Predikat pada kalimat (13c) adalah hidup. Peristiwa ‘hidup di sana’

diterangkan oleh keterangan waktu sudah bertahun-tahun yang bermakna perfektif.

Perwujudan konsep..., Nisa Andini, FIB UI, 2008


56

Titik akhir pengujarannya adalah saat ini. Maksudnya, sampai saat ini peristiwa hidup

disana sudah berlangsung selama bertahun-tahun. Oleh karena itu pula, kala yang

terungkap adalah kala kini. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Montolalu

(2001), yakni adverbia waktu sudah merupakan salah satu penanda perwujudan aspek

dalam bahasa Indonesia, dalam hal ini aspek perfektif. Fungsi adverbia sudah pada

kalimat (13c) ini yang juga menandai aspek perfektif.

(14) a. All the kids buy candy from him.


Pron. Art. N.jamak V N Prep. Pron.

b. Semua anak-anak membeli permen dari dia.


Num. Njamak V N Prep. Pron.

c. Semua anak membeli permen di tokonya.


Num. Nsing. V N Prep. N

(15) a. He is a nice man.


Pron. V Art. Adj. N

b. Dia adalah seorang baik lelaki.


Pron. V N Adj. N

c. Ia orang yang baik.


Pron. N konj. Adj.

Kalimat (14) dan (15) mengungkap kala kini dan aspek habituatif melalui

bentuk simple present tense. Bentuk tersebut terungkap lewat verba dasar buy dan is.

Akan tetapi, pada terjemahannya, bentuk ini tidak terungkap. Makna kala dalam (14c)

dan (15c) dipahami berdasarkan keterkaitannya dengan kalimat-kalimat sebelumya.

Kedua kalimat ini adalah lanjutan penjelasan tokoh Bapak yang telah diungkapkan

pada (12c) Bapak ini punya toko kelontong di belokan. Hal ini berarti bahwa kalimat

Perwujudan konsep..., Nisa Andini, FIB UI, 2008


57

(14c) dan (15c) juga berbentuk kala kini, tetapi sebenarnya bentuk ini tidak

terungkap—hanya dipahami berdasarkan konteks.

Pada kalimat (14c), verba membeli mengungkap makna aspektual progresif.

Buku cerita dwibahasa yang penulis gunakan merupakan buku cerita bergambar.

Pada jenis buku seperti ini, gambar juga berperan dalam penyampaian makna. Verba

membeli mengungkap makna progresif karena dari gambar terungkap kegiatan

‘membeli’ sedang dilakukan oleh anak-anak. Makna ini sangat kontekstual karena

terkait dengan gambar dan titik acuan pengujaran dalam penelitian ini adalah pada

saat SMD dibaca.

Kalimat (15c) Ia orang yang baik merupakan kalimat yang berupa ungkapan

perasaan berupa penilaian. Hal ini membuat predikatnya tidak berinteraksi dengan

titik akhir situasi. Orang yang baik merupakan ungkapan yang beupa penilaian tokoh

Aku dalam cerita ini. Makna aspektual yang terungkap dalam predikat tersebut adalah

netral.

(16) a. But bad guys will be bad guys.


Konj. Adj. N.jamak Aux. V Adj. N.jamak

b. Tapi jahat orang-orang akan menjadi jahat orang-orang.


Konj. Adj. Njamak Adv. V Adj. Njamak

c. Tapi orang jahat tetap orang jahat.


Konj. N Adj. V N Adj.

Bentuk ‘But bad guys will be bad guys’ jika diterjemahkan secara harfiah

adalah ‘Tapi jahat orang-orang akan menjadi jahat orang-orang’. Akan tetapi,

bentuk tersebut diterjemahkan sebagai ‘Tapi orang jahat tetap orang jahat.’. Secara

Perwujudan konsep..., Nisa Andini, FIB UI, 2008


58

harfiah, kata will dalam bahasa Inggris diartikan sebagai ‘akan’ karena will adalah

penanda bentuk futur (future tense) sedangkan be dapat diartikan sebagai ‘menjadi’.

Konsep kewaktuan dalam kata will tidak diterjemahkan karena dalam kalimat

tersebut memang tidak diperlukan. Bentuk will be jika diterjemahkan secara harfiah

adalah ‘akan menjadi’. Bentuk terjemahan harfiah tersebut mengungkap kala

mendatang melalui akan dan makna aspektual kontinuatif melalui menjadi. Akan

tetapi, bentuk terjemahan yang muncul dalam (16c) adalah tetap. Verba ini memang

tidak mengungkap kala mendatang, tetapi verba tetap mengandung aspek kontinuatif

sehingga makna yang ingin disampaikan masih dapat dipahami

(17) a. One night some body tried to rob him.


Num. N Pron. V Prep. V Pron.

b. Satu malam beberapa orang dulu mencoba untuk merampok dia.


Num. N Num. N N V Prep. V Pron.

c. Suatu malam ada yang mencoba merampok nya.


Pron. N V konj. V V Pron.

(18) a. The grocer was in big trouble.


Art. N V Prep. Adj. N

b. Si penjual kelontong dulu adalah di dalam besar masalah.


Art. N N N V Prep. Prep. Adj. N

c. Si pemilik toko dalam bahaya.


Art. N N Prep. N

(19) a. I sensed there was a problem.


Pron. V Pron. V Art. N

b. Aku pernah merasakan dulu adalah sebuah masalah.


Pron. Adv. V N V N N

c. Aku merasakan ada masalah.

Perwujudan konsep..., Nisa Andini, FIB UI, 2008


59

Pron. V V N

(20) a. I came.
Pron. V

b. Aku dulu datang.


Pron. N V

c. Aku datang.
Pron. V
(21) a. I saw.
Pron. V

b. Aku dulu melihat.


Pron. N V

c. Aku melihat nya.


Pron. V Pron.

(22) a. I aimed a big web-strand at the robber.


Pron. V Art. Adj. N Prep. Art. N

b. Aku dulu menembakkan sebuah besar benang labah-labah ke si


Pron. N V N Adj. N N Prep. Art.

Perampok.
N

c. Ku tembakkan benang labah-labah ke arah si perampok.


Pron V N N Prep. N Art. N

(23) a. The problem was solved.


Art. N Aux. V

b. Si masalah dulu adalah selesai.


Art. N N V V

c. Masalah itu pun terpecahkan.


N Dem. Part. V

Bentuk kala pada kalimat (18)—(23) berada dalam rangkaian kelanjutan

peristiwa yang diungkapkan dalam kalimat (17) One night some body tried to rob him

Perwujudan konsep..., Nisa Andini, FIB UI, 2008


60

’suatu malam ada yang mencoba merampoknya’. Kalimat (17) menerangkan

peristiwa perampokan di suatu malam yang sudah lampau. Oleh karena peristiwa

perampokan terjadi di waktu lampau, verba yang digunakan merupakan verba lampau

tried to rob dalam kalimat simple past tense.

Selanjutnya kalimat (18)—(23) menggunakan pola kalimat yang sama dengan

(17), yakni simple past tense. Semua verba yang berfungsi sebagai predikat dalam

kalimat tersebut berbentuk verba lampau. Sementara itu, pada terjemahannya,

predikat tidak menandakan kala. Makna lampau pada terjemahannya dipahami

melalui konteks kalimat (17c) Suatu malam ada yang mencoba merampoknya, pada

bagian keterangan waktu suatu malam. Hal ini dapat dipahami karena kalimat (18)—

(23) merupakan sebuah rangkaian cerita yang menggambarkan suatu peristiwa yang

bertalian dengan waktu. Dengan demikian, semua peristiwa pada kalimat-kalimat

tersebut dipahami sebagai bentuk lampau dengan makna aspektual perfektif karena

peristiwanya sudah terjadi.

Makna aspektual perfektif muncul dalam (23c) Masalah itu pun terpecahkan

dipertegas melalui verba terpecahkan. Prefiks ter- pada terpecahkan bermakna

aspektual perfektif. Makna yang terungkap adalah bahwa masalah perampokan yang

menimpa ‘dia/-nya’—yang merujuk pada tokoh Bapak pedagang kelontong—sudah

dapat diselesaikan. Hal ini sejalan dengan Montolalu (2001: 70) yang menyebut

prefiks ter- sebagai morfem yang bermakna aspek.

(24) a. One night a couple of guys decided to rob a jewelery store.


Num. N Art. Num. Prep. N.jamak V Prep V Art. N N

Perwujudan konsep..., Nisa Andini, FIB UI, 2008


61

b. Satu malam satu pasang dari orang-orang pernah memutuskan


Num. N Num. N Prep. Njamak Adv. V

untuk merampok sebuah perhiasan toko.


Prep. V Num. N N

c. Pada suatu malam sepasang penjahat memutuskan untuk merampok toko


Prep. Pron. N Num. N V Prep. V N

perhiasan.
N

(25) a. It didn’t take long for me to wrap things up.


Pron. Aux. V Adj. Prep. Pron. Prep. N N.jamak Prep.

b. Hal itu adalah tidak mengambil panjang untuk aku untuk


N Dem. V Adv. V Adj. Prep. Pron. Prep.

Membungkus barang-barang naik.


V Njamak V

c. Dalam waktu singkat aku sudah membereskan masalah itu.


Prep. N Adj. Pron. Adv. V N Dem.

Sama halnya dengan kalimat (17)—(23), kalimat (24)—(25) ini adalah sebuah

rangkaian cerita yang terikat pada satu waktu. Bentuk yang digunakan pun bentuk

lampau. Hal ini juga dapat dilihat melalui verba pada predikatnya yang berbentuk

verba lampau decided dan didn’t take. Pada kalimat (25), muncul didn’t (did not)

sebagai bentuk lampau dari verba bantu don’t (do not) yang menyatakan negasi.

Dalam terjemahannya, keterangan pada suatu malam sudah mewakili konsep

waktu lampau di kedua kalimat tersebut. Konsep waktu lampau tersebut juga

dipertegas oleh adverbia sudah pada kalimat (25) yang sekaligus menyatakan aspek

perfektif. Hal ini menunjukkan kembali bahwa dalam bahasa Indonesia, verba pada

Perwujudan konsep..., Nisa Andini, FIB UI, 2008


62

predikat tidak mewujudkan kala sebagaimana bahasa Inggris karena kala diketahui

melalui bentuk leksikal lain, yakni frasa adverbial yang menyatakan waktu pada

suatu malam.

Makna aspektual yang muncul dalam terjemahan kedua kalimat ini adalah

makna perfektif. Dalam kalimat (24c), perbuatan memutuskan untuk merampok toko

perhiasan sudah terjadi pada suatu waktu di kala lampau yang diungkapkan melalui

keterangan pada suatu malam. Sementara itu, dalam kalimat (25c) Dalam waktu

singkat aku sudah membereskan masalah itu, makna aspektual perfektif terungkap

melalui adverbia sudah. Verba membereskan juga mengandung makna aspektual

perfektif karena verba tersebut bermakna ‘membuat jadi beres atau selesai’.

Makna aspektual lain yang muncul dalam kalimat (25c) ini adalah aspek

momentan, yakni aspek yang menyatakan perbuatan berlangsung sebentar. Makna ini

dipahami berdasarkan keterangan waktu dalam waktu singkat. Keterangan tersebut

menyatakan perbuatan membereskan masalah itu berlangsung sebentar atau ‘dalam

waktu singkat’.

(26) a. I hate to see anyone in trouble.


Pron. V Prep. V Pron. Prep. N

b. Aku benci untuk melihat setiap orang di dalam kesulitan.


Pron. V Prep. V Num. N Prep. N

c. Aku benci melihat orang dalam kesulitan.


Pron. Adj. V Pron. Prep. N

Perwujudan konsep..., Nisa Andini, FIB UI, 2008


63

Kala yang terdapat dalam kalimat ini adalah kala kini (present). Kalimat ini

berupa ungkapan perasaan subjek yang benci melihat orang lain dalam kesulitan.

Dalam bahasa Inggris, kalimat dengan predikat berupa ajektiva tidak menunjukkan

penanda kala karena penanda kala hanya terdapat pada verba. Jika tidak ada penanda

kala, kalimat tersebut dianggap sebagai bentuk present. Secara gramatikal maupun

leksikal, kalimat (26a) dan (26c) tidak mengungkapkan aspek habituatif. Akan tetapi,

terdapat aspek habituatif yang terungkap karena perbuatan hate atau benci tidak

hanya berlangsung pada suatu waktu saja. Perbuatan benci dalam kalimat ini

merupakan ungkapan perasaan yang selalu muncul saat melihat orang dalam

kesulitan. Artinya, perbuatan tersebut merupakan kebiasaan—bersifat habituatif.

(27) a. But I get really angry when I see someone I like getting pushed
Konj. Pron. V Adv. Adj. Konj. Pron. V Pron. Pron. V V V

arround.
Adv.

b. Tapi aku mendapat sangat marah ketika saya melihat seseorang saya
Konj. Pron. V Adv. Adj. Konj. Pron. V Pron. Pron.

Suka mendapat diganggu.


Adj. V V

c. Tapi aku sangat marah kalau melihat orang yang ku sukai diganggu
Konj. Pron. Adv. Adj. Konj. V Pron. Konj. Pron. V V

orang.
Pron.

(28) a. My superpowers come in handy at times.


Pron. N.jamak V Prep. Adj. Prep. N.jamak

b. Aku kekuatan-kekuatan super datang di berguna saat tepat.


Pron. Njamak Adj. V Prep. V N Adj.

Perwujudan konsep..., Nisa Andini, FIB UI, 2008


64

c. Pada saat-saat seperti ini kekuatan super ku sangat berguna.


Prep. N Prep. Dem. N Adj. Pron. Adv. V

Kalimat (27) dan (28) menggunakan bentuk kala kini (present). Hal ini

terwujud melalui verba bentuk dasar get dan come. Seperti yang sudah dijelaskan

sebelumnya, bentuk present tense mengungkap aspek habituatif. Pada kalimat (27c)

Tapi aku sangat marah kalau melihat orang yang kusukai diganggu orang, aspek

habituatif muncul karena predikat dalam kalimat ini berupa ungkapan perasaan yang

muncul tidak hanya pada satu waktu saja. Tokoh Aku selalu marah pada kondisi

tertentu, yakni jika melihat orang yang ia sukai diganggu orang. Hal ini menjadi

semacam kebiasaan sehingga makna habituatif muncul.

Bentuk kewaktuan bahasa Indonesia muncul dalam (28c), yakni frasa adverbial

pada saat-saat seperti ini yang berfungsi sebagai keterangan waktu yang

menunjukkan kala kini. Makna aspektual yang muncul dalam (28c) adalah

imperfektif, yakni melalui prefiks ber- dalam berguna. Keadaan ‘berguna’ adalah

keadaan yang tidak bertitik akhir.

(29) a. People began to wonder about the amazing Spiderman who was fighting
Pron. V Prep. V Prep. Art. Adj. N Konj. V V

crime—and winning—in their city.


N Konj. V Prep. Pron. N

b. Orang-orang dulu mulai untuk bertanya-tanya tentang si hebat Spiderman


Njamak N V Prep. V Prep. Art. Adj. N

siapa dulu adalah menumpas kejahatan—dan menang—di mereka kota.


Intr. N V V N Konj. V Prep. Pron. N

c. Orang-orang mulai bertanya-tanya tentang Spiderman hebat yang menumpas


Pron. V V Prep. N Adj. Konj. V

Perwujudan konsep..., Nisa Andini, FIB UI, 2008


65

kejahatan—dan menang—di kota mereka.


N Konj. V Prep. N Pron.

(30) a. The newspapers wrote about the new web-spinning, wall-climbing


Art. N.jamak V Prep. Art. Adj. V V

superhero.
N
b. Koran-koran dulu menulis tentang si baru memintal benang, memanjat
Njamak N V Prep. Art. Adj. V N V

dinding pahlawan super.


N N Adj.

c. Koran-koran menulis tentang superhero baru yang memintal benang


N.jamak V Prep. N Adj. Konj. V N

labah-labah dan memanjat dinding.


N Konj. V N

(31) a. Everyone wanted to know who I was.


Pron. V Prep. V Intr. Pron. V

b. Semua orang dulu ingin untuk tahu siapa aku dulu.


Num. Pron. N V Prep. V Intr. Pron. N

c. Semua orang ingin tahu siapa aku.


Num. Pron. V V Intr. Pron.

Dalam kalimat (29)—(31), bentuk kala yang digunakan adalah kala lampau

(past tense). Hal ini diketahui melalui penggunaan verba lampau began pada (29a),

wrote (30a), dan wanted (31a). Dalam bahasa Indonesia, salah satu bentuk yang biasa

digunakan untuk menyatakan bentuk lampau adalah nomina waktu dulu atau dahulu.

Namun, bentuk ini tidak diwujudkan dalam terjemahannya. Bentuk lampau ini juga

mengungkap aspek perfektif.

Perwujudan konsep..., Nisa Andini, FIB UI, 2008


66

Pada kalimat (29), began dipadankan dengan mulai. Began sebagai verba

mengungkap kala lampau, aspek perfektif, dan juga aspek inkoatif. Kala lampau

terlihat karena began merupakan bentuk verba lampau dari begin. Aspek perfektif

dipahami karena peristiwa tersebut sudah terjadi di waktu lampau dan makna aspek

inkoatif diperoleh dari makna verba began yang berarti ‘mulai’. Sementara itu,

bentuk padanannya, yakni mulai tidak mengungkap kala lampau, tetapi justru

mengungkap kala kini. Verba-verba pada kalimat (29c)—juga (30c) dan (31c)—

mengungkap makna aspektualnya masing-masing yang dipahami berdasarkan

konteksnya.

Kata mulai dalam (29c) menyatakan titik awal suatu keadaan yang dalam hal

ini adalah bertanya-tanya. Dalam konteks kalimat ini, keadaan ‘mulai bertanya-

tanya’ terjadi saat pengujaran, yakni pada kala kini. Dengan begitu, kala yang

dipahami pada kalimat ini adalah kala kini.

Makna aspektual yang muncul dalam (29c) Orang-orang mulai bertanya-tanya

tentang Spiderman hebat yang menumpas kejahatan—dan menang—di kota mereka

adalah aspek inkoatif dan imperfektif. Aspek inkoatif diperoleh dari makna verba

mulai itu sendiri. Makna aspektual imperfektif muncul melalui prefiks ber- dalam

(29c) bertanya-tanya. Keadaan ‘mulai bertanya-tanya’ dalam tidak mengungkap titik

akhir. Situasi ‘bertanya-tanya’ dimulai pada saat pengujaran, tetapi titik akhirnya

tidak diketahui sehingga makna aspektualnya adalah imperfektif.

Perwujudan konsep..., Nisa Andini, FIB UI, 2008


67

Bentuk lain yang muncul adalah bentuk past progressive tense dalam (29a).

Bentuk ini muncul pada frasa ...Spiderman who was fighting crime—and winning—in

their city. Bentuk lampau ditandai dengan verba bantu was dan bentuk progresif

ditandai dengan verba yang dimodifikasi dengan bentuk –ing, yakni fighting dan

winning. Bentuk was fighting dipadankan dengan menumpas yang tidak mewujudkan

aspek progresif maupun kala lampau.

Dalam terjemahannya, yakni frasa abaout the amazing Spiderman who was

fighting crime—and winning—in their city diterjemahkan sebagai tentang Spiderman

hebat yang menumpas kejahatan—dan menang—di kota mereka. Frasa ini berfungsi

sebagai keterangan dari situasi ‘mulai bertanya-tanya’. Makna aspektual yang

dipahami dalam frasa ini adalah aspek habituatif. Makna yang dipahami dalam

kalimat ini adalah orang-orang mulai mempertanyakan Spiderman yang saat ini

muncul menjadi sosok yang biasa menumpas kejahatan di kota mereka. ‘Menumpas

kejahatan’ sekarang menjadi hal yang biasa dilakukan Spiderman di kota itu. Dengan

demikian, makna aspektual yang dipahami adalah aspek habituatif.

Pada kalimat (30c) Koran-koran menulis tentang superhero baru yang

memintal benang labah-labah dan memanjat dinding, verba yang muncul adalah

menulis, memintal, dan memanjat. Kalimat ini muncul sebagai lanjutan dari kalimat

sebelumnya. Setelah orang-orang mulai mempertanyakan Spiderman, koran-koran

juga menulis tentang kehebatannya. Konteks kala kini juga terdapat dalam kalimat ini

karena keterkaitannya dengan kalimat (29c).

Perwujudan konsep..., Nisa Andini, FIB UI, 2008


68

Makna aspektual yang dipahami lewat verba menulis adalah makna aspek

progresif. Perbuatan menulis dalam konteks kalimat ini berlangsung ketika orang

mulai bertanya-tanya mengenai Spiderman. Sementara itu, verba memintal dan

memanjat pada kalimat (30c) ini mengungkap aspek habituatif. Verba ini

mengungkap kebiasaan yang dilakukan Spiderman.

Kalimat selanjutnya yang akan dibahas adalah kalimat (31c). Predikat dalam

kalimat ini adalah frasa verba ingin tahu. Makna aspektual yang terungkap dalam

kalimat ini adalah makna aspektual perfektif. Keingintahuan dalam konteks ini

muncul sebelum ‘orang mulai bertanya-tanya’. Maksudnya, karena orang-orang

mempunyai rasa ingin tahu, mereka bertanya-tanya. Situasi ingin tahu selesai, tetapi

bertanya-tanya tidak.

(32) a. I don’t usually take credit for the good deeds I do.
Pron. Aux. Adv. V N Prep. Art. Adj. N.jamak Pron. V

b. Aku tidak biasanya mengambil pujian untuk kebaikan perbuatan-perbuatan


Pron. Adv. Adv. V N Prep. N Njamak

ku lakukan.
Pron. V

c. Biasanya aku tidak mengaku aku lah yang melakukan semua aksi itu.
Adv. Pron. Adv. V Pron. Part. Konj. V Num. N Dem.

(33) a. But sometimes I can’t help myself.


Konj. Adv. Pron. Mod. V Pron.

b. Tapi kadang-kadang aku tidak bisa menolong diriku.


Konj. Adv. Pron. Adv. V V Pron.

c. Tapi kadang-kadang aku tidak tahan.


Konj. Adv. Pron. Adv. V

Perwujudan konsep..., Nisa Andini, FIB UI, 2008


69

Adverbia biasanya (32c) dan kadang-kadang (33c) merupakan unsur-unsur

yang mengungkap makna aspektual dalam bahasa Indonesia. Kedua adverbia tersebut

mengungkap makna aspek habituatif dan frekuentatif. Bentuk ini sejalan dengan

makna aspektual yang terungkap dalam bahasa Inggrisnya. Kalimat (32) I don’t

usually take credit for the good deeds I do yang berbentuk simple present memang

mengungkap aspek habituatif. Begitu pula dengan kalimat (33) karena bentuk simple

present merupakan pengungkap makna aspek habituatif.

Perbuatan tidak mengaku dalam kalimat (32c) merupakan kebiasaan yang

dilakukan tokoh Aku. Hal ini terungkap melalui keterangan biasanya yang secara

eksplisit mengungkap makna habituatif. Sementara itu, kadang-kadang juga

mengungkap makna aspektual frekuentatif yang menyatakan kekerapan suatu situasi.

Situasi tidak tahan dalam hal mengakui aksi-aksi hebat dilakukan sesekali oleh tokoh

Aku. Adverbia kadang-kadang mengungkap kekerapan situasi yang diungkap dalam

predikat, yakni tidak tahan.

(34) a. Some people think I am crazy to do what I do.


Adv. N V Pron. V Adj. Prep. V Konj. Pron. V

b. Sebagian orang berpikir aku adalah gila untuk melakukan apa aku lakukan.
Num. Pron. V Pron. V Adj. Prep. V Intr. Pron. V

c. Sebagian orang menganggap ku sinting karena melakukan apa yang


Num. Pron. V Pron. Adj. Konj. V. Intr. Konj.

ku lakukan.
Pron. V

Perwujudan konsep..., Nisa Andini, FIB UI, 2008


70

(35) a. It is dangerous.
Pron. V Adj.

b. Itu adalah berbahaya.


Dem. V V

c. Soalnya itu berbahaya.


Konj. Dem. V
(36) a. And some people think I might be dangerous, too.
Konj. Num. Pron. V Pron. Mod. Aux. Adj. Adv.

b. Dan sebagian orang berpikir aku mungkin berbahaya juga


Konj. Num. Pron. V Pron. Adv. V Adv.

c. Dan sebagian orang mengira mungkin aku juga berbahaya.


Konj. Num. Pron. V Adv. Pron. Adv. V

(37) a. People can think whatever they want.


Pron. Mod. V Pron. Pron. V

b. Orang-orang dapat berpikir apa pun mereka inginkan.


Pron. V V Intr. Part. Pron. V

c. Orang-orang boleh berpikir sesuka mereka.


Pron. Adv. V Adj. Pron.

(38) a. I have a job to do and I do it.


Pron. V Art. N Prep. V Konj. Pron. V Pron.

b. Aku mempunyai sebuah pekerjaan untuk dilakukan dan aku melakukan nya.
Pron. V Num. N Prep. V Konj. Pron. V Pron.

c. Aku punya tugas yang harus dilakukan dan aku melakukan nya.
Pron. V N Konj. Adv. V Konj. Pron. V Pron.

Kalimat (34)—(38) merupakan sebuah rangkaian cerita yang menggunakan

bentuk simple present tense. Hal ini ditandai oleh verba dan modal dalam bentuk kala

kini pada bagian predikatnya, yakni think (34) dan (36), is (35), can (37), serta have

(38). Makna aspektual yang muncul melalui bentuk simple present tense adalah aspek

Perwujudan konsep..., Nisa Andini, FIB UI, 2008


71

habituatif. Bentuk kala kini tidak terwujud dalam terjemahannya. Bentuk yang

muncul dalam bahasa Indonesia adalah makna aspektual perfektif dan imperfektif.

Pada terjemahan kalimat (34) Sebagian orang menganggpku sinting karena

melakukan apa yang kulakukan, verba yang muncul adalah menganggap dan

melakukan. Kedua verba ini mempunyai makna aspektual perfektif. Verba

menganggap mengungkapkan makna ‘anggapan sinting’ sudah terbentuk dalam

pikiran sebagian orang terhadap Aku. Anggapan tersebut muncul karena ‘apa yang

sudah dilakukan’ oleh Aku. Oleh karena itu, verba menganggap juga mengungkap

makna aspektual perfektif.

Kalimat (35c) mengungkap makna aspektual imperfektif. Predikat kalimat ini

adalah verba berbahaya yang mengungkap situasi yang tidak bertitik akhir. Situasi

‘berbahaya’ yang dimaksud dalam kalimat ini adalah menyangkut aksi-aksi yang

dilakukan oleh tokoh Aku. Aksi-aksi tersebut tetap berbahaya pada konteks saat ini

maupun mendatang sehingga tidak ada titik akhirnya.

Sama halnya seperti verba menganggap pada kalimat (34c), verba mengira

pada kalimat (36c) juga mengungkap makna aspektual perfektif. Perbuatan ‘mengira’

bermakna mirip seperti ‘menganggap’. Perbuatan tersebut sudah terjadi ketika

diujarkan sehingga bermakna perfektif. Verba berbahaya yang muncul pada kalimat

ini juga bermakna imperfektif, sama halnya dengan kalimat sebelumnya.

Predikat pada kalimat (37c) berdampingan dengan adverbia boleh. Hal ini

membuat makna aspektual yang terungkap dalam kalimat ini menjadi netral.

Perwujudan konsep..., Nisa Andini, FIB UI, 2008


72

Sesungguhnya, verba berpikir pada kalimat ini mengungkap aspek imperfektif.

Kegiatan ‘berpikir’ merupakan situasi yang tidak bertitik akhir. Akan tetapi,

munculnya adverbia boleh membuat makna aspektual dalam kalimat ini menjadi

netral karena makna kalimat menjadi terfokus pada ke-boleh-an perbuatan berpikir.

Situasi ini membuat predikat tidak berinteraksi dengan titik akhir.

Verba punya, dilakukan, dan melakukan pada kalimat (38c) Aku punya tugas

yang harus dilakukan, dan aku melakukannya mengungkap aspek perfektif. Tugas

yang menjadi objek dalam kalimat ini memang ‘dipunyai’ oleh Aku dan ‘sudah

dilakukan’ oleh Aku. Dalam bahasa Indonesia, prefiks di- menyatakan sesuatu uang

sudah terjadi atau bermakna perfektif.

(39) a. Knowing I have helped someone is all the reward I need.


V Pron. Aux. V Pron. V Pron. Art. N Pron. V

b. Mengetahui aku sudah menolong seseorang adalah semua imbalan aku


V Pron. Adv. V Pron. V N N Pron.
Inginkan.
V

c. Hanya mengetahui aku sudah menolong seseorang, aku sudah puas.


Adv. V Pron. Adv. V Pron. Pron. Adv. Adj.

Dalam bahasa Inggris, terdapat bentuk perfect tense yang menyatakan aspek

perfektif. Pada kalimat (39), bentuk yang muncul dalam klausa subjek knowing I have

helped someone adalah bentuk present perfect tense. Hal ini ditandai dengan verba

bantu bentuk present, have, yang diikuti verba past participle, helped (have+V3).

Salah satu penanda aspek perfektif dalam bahasa Indonesia adalah adverbia

sudah. Bentuk ini muncul pada (39c) sebagai padanan dari have. Pada dasarnya,

Perwujudan konsep..., Nisa Andini, FIB UI, 2008


73

kalimat (39) berbentuk simple present dengan verba is sebagai predikat. Subjek

dalam kalimat ini berupa klausa knowing I have helped someone yang berbentuk

present perfect tense. Bentuk yang muncul dalam terjemahannya hanya aspek

perfektif, sementara kala kini tidak terwujud.

Akhiran –ing pada kata knowing mengungkap makna aspek progresif. Pada

terjemahannya, verba mengetahui tidak mengungkap aspek progresif melainkan

bersifat perfektif. Situasi mengetahui artinya si tokoh Aku sudah tahu bahwa ia sudah

menolong seseorang dan ia sudah merasa puas atas hal itu. Jadi, makna asepektual

yang dipahami dalam kalimat (39c) Hanya mengetahui aku sudah menolong

seseorang, aku sudah puas adalah makna aspektual perfektif.

(40) a. Some people have their wrong idea about me...


Num. Pron. V Pron. Adj. N Prep. Pron.

b. Beberapa orang mempunyai mereka salah sangka tentang aku...


Num. Pron. V Pron. Adj. V Prep. Pron.

c. Beberapa orang sering salah sangka terhadap ku...


Num. Pron. Adv. Adj. V Prep. Pron.

(41) a. ...until they see me in action.


Konj. Pron. V Pron. Prep. N

b. ...sampai mereka melihat aku dalam aksi.


Konj. Pron. V Pron. Prep. N

c. ...sampai mereka melihat aku beraksi.


Konj. Pron. V Pron. V

(42) a. This is the best part of my job.


Pron. V Art. Adj. N Prep. Pron. N

b. Ini adalah terbaik bagian dari aku pekerjaan.


Dem. V Adj. N Prep. Pron. N

Perwujudan konsep..., Nisa Andini, FIB UI, 2008


74

c. Ini lah bagian terbaik dari pekerjaan ku.


Dem. Part N Adj. Prep. N Pron.

(43) a. Whenever someone in city needs me, I will be there.


Konj. Pron. Prep. N V Pron. Pron. Aux. Adv.

b. Kapanpun orang di kota membutuhkan aku, aku akan ada di sana.


Konj. Pron. Prep. N V Pron. Pron. Adv. V Prep. Dem

c. Setiap kali orang di kota ini membutuhkan ku, aku pasti datang.
Num. N Pron. Prep. N Dem. V Pron. Pron. Adv. V

(44) a. You can be sure of that.


Pron. Mod. V Adj. Prep. Pron.

b. Kamu dapat menjadi yakin atas itu.


Pron. V V Adj. Prep. Dem.

c. Kamu boleh percaya itu.


Pron. Adv. V Dem.

(45) a. I am your friendly neighbourhood, Spiderman!


Pron. V Pron. Adj. N N

b. Aku adalah kamu ramah tetangga, Spiderman!


Pron. V Pron. Adj. N N

c. Aku Spiderman, tetangga mu yang ramah.


Pron. N N Pron. Konj. Adj.

Lima kalimat terakhir, yakni kalimat (40)—(45) kecuali kalimat (43),

menggunakan bentuk simple present tense. Seperti yang telah diungkapkan

sebelumnya, bentuk simple present tense selain mengungkap kala kini juga

mengungkap aspek habituatif. Kala kini pada terjemahannya dipahami berdasarkan

konteks secara keseluruhan. Bagian ini mengungkapkan situasi-situasi yang terjadi

Perwujudan konsep..., Nisa Andini, FIB UI, 2008


75

pada saat tokoh Aku menjadi seorang superhero, yakni saat ini. Artinya, kala yang

terungkap dalam bagian ini adalah kala kini.

Pada kalimat (40c) Beberapa orang sering salah sangka terhadapku...

terungkap aspek frekuentatif melalui adverbia sering. Adverbia tersebut mengungkap

kekerapan dari keadaan ‘salah sangka’. Artinya, keadaan tersebut terjadi dengan

kekerapan yang tinggi (sering)

Sementara itu, kalimat (41c) ...sampai mereka melihat aku beraksi,

mengungkap makna perfektif. Kalimat ini sesungguhnya merupakan lanjutan dari

kalimat (40). Kalimat ini menyiratkan makna bahwa mereka sudah melihat tokoh

Aku beraksi sehingga mereka tidak menjadi salah sangka lagi. Peristiwa melihat

sudah terjadi sehingga bermakna perfektif.

Selanjutnya, predikat pada kalimat (42c) Inilah bagian terbaik dari

pekerjaanku adalah bagian terbaik. Bentuk ini tidak mengungkap makna aspektual

karena bentuknya adalah frasa nomina. Kategori aspek berkenaan dengan ciri verba

dalam kaitannya dengan keselesaian peristiwa yang diungkap oleh verba tersebut.

Kalimat (43) Whenever someone in city needs me, I will be there merupakan

kalimat dengan kala mendatang (future tense) yang ditandai dengan modal will.

Bentuk ini biasanya dipadankan dengan adverbia akan. Akan tetapi, terjemahannya,

yakni kalimat (43c) setiap kali orang di kota ini membutuhkanku, aku pasti datang,

tidak memadankan will dengan akan melainkan dengan pasti. Artinya, bentuk kala

future tense tidak terungkap dalam terjemahan kalimat (43c) tersebut.

Perwujudan konsep..., Nisa Andini, FIB UI, 2008


76

Makna aspektual yang muncul dalam terjemahannya adalah makna aspek

imperfektif. Ungkapan pasti datang tidak mengungkap keselesaian perbuatan datang.

Sementara itu, verba membutuhkan mengungkap makna aspek perfektif. Situasi

‘merasa butuh’ adalah situasi yang selesai sehingga bersifat perfektif.

Kalimat (44c) bermakna aspektual neetral karena predikatnya, yakni boleh

percaya tidak berinteraksi dengan titik akhir. Sementara itu, kalimat (45c) Aku

Spiderman, tetanggamu yang ramah mengungkap aspek habituatif karena sifat ‘yang

ramah’ adalah bagian dari Spiderman sehingga akan selalu ada.

3.3 Perbandingan Pemunculan Kategori Aspek dan Kala antara Bahasa

Indonesia dengan Bahasa Inggris dalam SMD

Penulis telah memaparkan bentuk kategori aspek dan kala dalam SMD pada

bagian 3.2. Selanjutnya, penulis akan memberikan perbandingan bentuk aspek dan

kala yang muncul dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Dengan memaparkan

perbandingan ini, dapat dilihat bentuk-bentuk aspek dan kala apa saja yang terwujud

dalam SMD.

Di dalam buku SMD, terdapat bentuk-bentuk kebahasaan yang dapat

mengungkap makna aspektualitas dan kategori kala. Alat-alat kebahasaan yang

digunakan dalam menyatakan kategori aspek dan kala dalam data di antaranya adalah

sebagai berikut.

Perwujudan konsep..., Nisa Andini, FIB UI, 2008


77

(1) nomina (dan atau frasa nomina) waktu, yaitu

- (11) kini saatnya aku berbuat kebaikan untuk penghuni kota ini (hlm. 5),

- (17) suatu malam ada yang mencoba merampoknya (hlm. 7), dan

- (25) dalam waktu singkat aku sudah membereskan masalah itu (hlm. 10);

(2) adverbia ( dan atau frasa adverbia) waktu, yakni

- (9) mula-mula kugunakan kekuatanku untuk bersenang-senang (hlm. 4),

- (13) sudah bertahun-tahun ia hidup di sana (hlm. 6),

- (28) pada saat-saat seperti ini kekuatan superku sangat berguna (hlm 14),

- (32) biasanya aku tidak mengaku akulah yang melakukan semua aksi itu (hlm. 18),

- (33) tapi kadang-kadang aku tidak tahan(hlm.19), dan

- (40) beberapa orang sering salah sangka terhadapku (hlm. 25);

(3) kata kerja, yakni

- (29) orang-orang mulai bertanya-tanya tentang Spiderman hebat yang menumpas

kejahatan (hlm. 17);

(4) bentuk terikat/morfem terikat, yakni

- (23) Masalah itu pun terpecahkan (hlm. 9), dan

- (37) Orang-orang boleh berpikir sesuka mereka (hlm. 22).

Berdasarkan data, terdapat lima bentuk tenses yang digunakan dalam bagian

bahasa Inggris. Kelima tenses yang terdapat dalam data adalah simple present tense,

simple past tense, simple future tense, present perfect tense, dan past progressive

tense. Bentuk yang paling banyak muncul adalah bentuk simple present tense.

Perwujudan konsep..., Nisa Andini, FIB UI, 2008


78

Kala kini dalam bahasa Indonesia yang terdapat dalam data diwujudkan

melalui nomina waktu kini. Bentuk ini muncul sekali pada kalimat (11c) Kini saatnya

aku berbuat kebaikan intuk penghuni kota ini. Selebihnya, kala kini tidak terungkap

dalam bahasa Indonesia. Artinya, kala kini dalam bahasa Indonesia, sebagai padanan

dari present tense dalam bahasa Inggris, cenderung tidak terungkap. Dari 27 kalimat

yang berbentuk simple present tense, bahasa Indonesia hanya mengungkap satu kali

bentuk kala tersebut.

Sementara itu, kala lampau dalam bahasa Indonesia terungkap sebanyak tiga

kali dalam bentuk adverbia dan frasa nomina, yakni dalam kalimat (9c) mula-mula,

(17c) suatu malam, dan (24c) pada suatu malam. Bentuk kala mendatang sama sekali

tidak terungkap dalam terjemahan SMD. Dalam SMD, terdapat lima belas kalimat

yang menggunakan kala lampau. Dengan hanya tiga kalimat dalam bahasa Indonesia

yang mengungkap kala lampau ini, berarti pengungkapan kala lampau dalam bahasa

Indonesia cenderung tidak terungkap.

Makna aspektual dalam bahasa Indonesia dalam SMD muncul melalui verba

berafiks ber-, ter-, me-kan, me-i, di-, di-kan serta bentuk-bentuk leksikal seperti

mula-mula, mulai, sering, dan sudah. Makna apektual yang muncul pun tidak selalu

sama dengan yang terungkap dalam bahasa Inggris. Makna aspektual dalam bahasa

Indonesia tidak selalu dapat dipahami jika hanya dilihat per kalimat saja. Makna

aspektual bahasa Indonesia dipahami berdasarkan keterkaitannya dengan bentuk-

Perwujudan konsep..., Nisa Andini, FIB UI, 2008


79

bentuk lain yang muncul sebelum atau sesudahnya. Kita harus melihatnya dari tataran

wacana.

Untuk memperlihatkan makna aspektual dan bentuk kala yang muncul dalam

SMD, penulis menyajikan tabel perbandingannya. Dengan demikian, pembaca dapat

lebih mudah melihat bentuk-bentuk kategori aspek dan kala yang muncul dalam

SMD. Tanda (-) berarti behwa bentuk kala tidak terwujud dalam kalimat. Akan tetapi,

tidak berarti makna kala tidak dapat dipahami.

Bahasa Inggris Bahasa Indonesia

Kalimat Bentuk yang muncul Bentuk yang muncul


Kala Aspek Kala Aspek

(1) Kini Habituatif - Perfektif


(2) Kini Kontinuatif; Kini Imperfektif;
habituatif kontinuatif
(3) Kini Habituatif - Netral
(4) Kini Habituatif - Netral
(5) Kini Habituatif - Netral
(6) Kini Habituatif - Netral; imperfektif
(7) Kini Habituatif - Imperfektif
(8) Kini Netral - Inkoatif; perfektif
(9) Lampau Perfektif - Perfektif;
imperfektif
(10) Lampau Perfektif; habituatif Lampau Impefektif
(11) Lampau Perfektif Kini Netral
(12) Kini Habituatif - Perfektif
(13) Kini Perfektif - Progresif
(14) Kini Habituatif - Netral
(15) Kini Netral - Imperfektif
(16) Mendatang Imperfektif - Perfektif
(17) Lampau Perfektif Lampau Perfektif
(18) Lampau Perfektif - Perfektif
(19) Lampau Perfektif - Perfektif

Perwujudan konsep..., Nisa Andini, FIB UI, 2008


80

(20) Lampau Perfektif - Perfektif


(21) Lampau Perfektif - Perfektif
(22) Lampau Perfektif - Perfektif
(23) Lampau Perfektif - Perfektif
(24) Lampau Perfektif Lampau Perfektif; momentan
(25) Lampau Perfektif - Habituatif
(26) Kini Habituatif - Netral
(27) Kini Habituatif; - Imperfektif
progresif
(28) Kini Habituatif - Inkoatif; imperfektif
(29) Lampau Perfektif; inkoatif; - Progresif; habituatif
kontinuatif
(30) Lampau Perfektif - Perfektif
(31) Lampau Perfektif - Habituatif
(32) Kini Habituatif - Habituatif
(33) Kini Habituatif - Imperfektif
(34) Kini Habituatif - Imperfektif
(35) Kini Habituatif - Perfektif;
imperfektif
(36) Kini Habituatif - Netral
(37) Kini Netral - Perfektif
(38) Kini Habituatif - Perfektif
(39) Kini Nertral; perfektif; -
progresif
(40) Kini Habituatif - Frekuentatif
(41) Kini Habituatif - Perfektif
(42) Kini Habituatif - -
(43) Mendatang Imperfektif; - Imperfektif
habituatif
(44) Kini Netral - Netral
(45) Kini Netral - Habituatif

Tabel 3.3: Perbandingan Bentuk Apek dan Kala yang Muncul dalam SMD

Perwujudan konsep..., Nisa Andini, FIB UI, 2008


81

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

Penelitian mengenai konsep kewaktuan dalam bahasa Indonesia, yang

menyangkut kategori aspek dan kala, memang masih jarang dilakukan. Hal ini bukan

berarti bahwa topik tersebut tidak menarik. Justru topik tersebut adalah topik yang

menarik. Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang bertipe bahasa tidak beraspek,

tetapi terdapat buku-buku berbahasa Indonesia yang merupakan terjemahan dari

buku-buku berbahasa asing yang bertipe bahasa beraspek. Bagaimana bentuk aspek

dituangkan dalam bahasa yang tidak bertipe bahasa beraspek adalah hal yang menarik

untuk diteliti.

Penulis telah melakukan penelitian untuk melihat kategori aspek dan kala

dalam bahasa Indonesia yang merupakan terjemahan dari bahasa Inggris. Seperti

yang kita ketahui, bahasa Indonesia bukanlah bahasa beraspek, sedangkan bahasa

Inggris mempunyai pola aspek dan kala dalam sistem verbanya. Penulis

Perwujudan konsep..., Nisa Andini, FIB UI, 2008


82

menggunakan buku cerita dwibahasa, yakni bahasa Inggris dan bahasa Indonesia,

untuk melihat bentuk aspek dan kala yang muncul dalam bahasa Indonesia.

4.1 Kesimpulan

Setelah melakukan analisis terhadap data yang penulis gunakan, penulis

menyimpulkan beberapa hal. Terdapat bentuk kewaktuan yang muncul dalam bahasa

Indonesia. Berdasarkan data yang penulis peroleh, penulis menemukan alat-alat yang

digunakan untuk mengungkapkan bentuk kewaktuan, yakni nomina waktu, adverbia

waktu, dan kata kerja berafiks yang mengungkap makna aspektual.

Makna aspektual dalam bahasa Indonesia cenderung dipahami berdasarkan

konteks kalimatnya. Maksudnya, makna aspektual dipahami dengan mengaitkan

bentuk-bentuk yang muncul dalam satu kalimat dengan yang muncul dalam kalimat

lainnya. Makna aspektual yang muncul dalam bahasa Indonesia pada penelitian ini

adalah perfektif, imperfektif, habituatif, frekuentatif, progresif, momentan, dan netral.

Akan tetapi, bentuk present tense yang mengungkap aspek habituatif dalam bahasa

Inggris tidak selalu mengungkap aspek habituatif pula dalam terjemahannya.

Berdasarkan hasil penelitian, aspek yang muncul dalam bahasa Inggris dan bahasa

Indonesia dapat saja berbeda.

Sementara itu, kesimpulan yang diperoleh mengenai kala adalah sebagai

berikut. Kategori kala yang diungkapkan secara gramatikal dalam bahasa Inggris

mempunyai kecenderungan untuk tidak diungkapkan dalam terjemahannya dalam

bahasa Indonesia. Akan tetapi, terdapat pula bentuk-bentuk leksikal nomina dan

Perwujudan konsep..., Nisa Andini, FIB UI, 2008


83

adverbia waktu yang muncul untuk mengungkap kategori kala. Hanya saja, dari 45

kalimat yang dianalisis, bentuk kala hanya terwujud sebanyak lima kali. Salah satu

dari lima kalimat bahasa Indonesia yang mengandung kala tersebut justru

mengungkap kala yang berbeda dari bentuk bahasa Inggris. Kala yang muncul

tersebut adalah kala lampau dan kini, sementara kala mendatang tidak ada yang

terungkap. Dengan demikian, bentuk kala yang terungkap secara gramatikal dalam

bahasa Inggris lebih cenderung tidak terungkap dalam bahasa Indonesia.

Sejak awal, penulis telah menjelaskan keterkaitan penelitian ini dengan

kegiatan penerjemahan. Kegiatan penerjemahan sejatinya bertujuan untuk

menyampaikan makna yang terkandung dalam bahasa sumber (BSu) ke dalam bahasa

sasaran (BSa). Meskipun terdapat konsep yang berbeda dalam BSu dan BSa, makna

yang ingin diungkapkan haruslah tersampaikan.

Pada penelitian ini, bahasa Inggris sebagai BSu dan bahasa Indonesia sebagai

BSa mempunyai perbedaan dalam hal pengungkapan kategori aspek dan kala.

Berdasarkan penjabaran atas perbedaan tersebut yang merupakan tujuan penelitian

ini, penulis menganggap tujuan utama penerjemahan tetap tercapai. Makna yang

ingin disampaikan pada BSu dapat dipahami dalam BSa.

4.2 Saran

Penelitian ini telah mengungkap sebagian kecil dari masalah bentuk kewaktuan

dalam bahasa Indonesia. Tentu saja masih terdapat banyak kekurangan dari penelitian

Perwujudan konsep..., Nisa Andini, FIB UI, 2008


84

ini. Berbagai kekurangan yang ada diharapkan dapat membuka peluang bagi

penelitian-penelitian selanjutnya agar diperoleh hasil yang lebih baik.

Penulis menyarankan untuk menelaah kategori lain yang berkaitan dengan

kewaktuan yang tidak dibahas dalam penelitian ini, seperti kategori aksional. Selain

itu, penelitian seperti ini juga dapat dilakukan dengan data terjemahan bentuk lain

selain buku cerita dwibahasa. Dengan demikian, penelitian mengenai kewaktuan

dapat lebih beragam.

Perwujudan konsep..., Nisa Andini, FIB UI, 2008


Daftar Pustaka

Alwi, Hasan, dkk. 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Azar, Betty Schrampfer. 1989. Understanding and Using English Grammar. New
Jersey: Prentice-Hall.

Bache, Carl. 1997. The Study of Aspect, Tense, and Action: Towards a Theory of The
Semantics of Gramatical Caegories. Frankfurt: Peter Lang.

Bussmann, Hadumod. 1996. Routledge Dictionary of Language and Linguistics.


New York: Routledge Reference.

Comrie, Bernard. 1985. Aspect. London: Cambridge University Press.

-------. 1985. Tense. London: Cambridge University Press.

Crystal, David. 1997. A Dictionary of Linguistics and Phonetics. Oxford: Blackwell.

Dahlan, Herlina. 1988. “Peran dan Pengaruh Kebudayaan dalam Penerjemahan”.


Skripsi Sarjana. Jakarta: FS UKI.

Echols, John M., dan Hasan Shadily. 1996. Kamus Inggris-Indonesia. Jakarta:
Gramedia.

Figueroa, Acton. 2005. Spiderman Saves The Day/Spiderman Menyelamatkan Dunia.


Terj. Rosi L. Simamora. Jakarta: Gramedia.

Hasibuan, H. Sofia Rangkuti.1991. Terjemahan dan Kaitannya dengan Tata Bahasa


Inggris. Jakarta: Dian Rakyat.

Hoed, Benny. H. 1992. Kala dalam Novel: Fungsi dan Penerjemahannya. Seri
ILDEP. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Kridalaksana, Harimurti. 2005. Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia.


Jakarta: Gramedia.

-------. 2005. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia.

Larson, Milderd L. 1989. Penerjemahan Berdasarkan Makna: Pedoman untuk


Pemadanan Antarbahasa. Terj. Kencanawati Taniran. Jakarta: ARCAN.

Perwujudan konsep..., Nisa Andini, FIB UI, 2008


Lauder, Multamia R.M.T.,dkk (ed.). 2004. Bahasa Sahabat Manusia: Langkah Awal
Memahami Linguistik. Depok: FIB UI.

Lyons, John. 1995. Pengantar Teori Lingustik. terj. I. Soetikno.


Jakarta: Gramedia.

Mahsun. 2005. Metode Penelitian Bahasa: Tahapan Strategi, Metode, dan


Tekniknya. Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Moeliono, Anton M. 1989. Kembara Bahasa. Jakarta: Gramedia.

Montolalu, Lucy Ruth. 2001. “Makna Aspektual dalam Wacana Bahasa Indonesia”.
Disertasi Doktoral. Depok: FIB UI.

Nawawi dan Martini Hadari. 1992. Instrumen Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta:
Gajah Mada University Press.

Nurhayati. 1999. “Pengungkapan Makna Keimperfektifan dalam Bahasa Inggris dan


Bahasa Indonesia: Telaah tentang Keaspekan di dalam Tiga Novel dan
Terjemahannya”. Tesis Magister. Depok: FIB UI

Quirk, Randolph, dkk. 1986. A Comprehensive Grammar of The English Language.


London : Longman.

Quirk, Randolph dan Sidney Greenbaum. 1989. A University Grammar of English.


London: Longman.

Samsuri. 1985. Tata Kalimat Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Sastra Hudaya.

Smith, Carlota S. 1991. The Parameter of Aspect. Dordrect: Kluwer Academy


Publisher.

Widyamartaya, A. 2006. Seni Menerjemahkan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Perwujudan konsep..., Nisa Andini, FIB UI, 2008

Anda mungkin juga menyukai