Anda di halaman 1dari 73

REPRESENTASI FEMINISME DALAM FILM SLEEP CALL

(ANALISIS SEMIOTIKA)

PROPOSAL PENELITIAN

Diajukan untuk Diseminarkan dalam Rangka Penyusunan Skripsi pada


Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Jurusan Pendidikan Bahasa
Indonesia Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni

Oleh:
Kiki Nopita
NIM F1012211013

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2024

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpah dan hidayah-Nya,
sehingg penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian yang berjudul “Representasi
Feminisme Dalam Film Sleep Call (Analisis Semotika)”. Proposal penelitian ini diajukan
dalam rangka penyusunan skripsi pada Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, Jurusan
Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Tanjungpura.
Penulis menyadari bahwa penulisan proposal penelitian ini tida kterlepas dari berbagai
pihak yang telah memberikan dukungan, bimbingan, motivasi, dan doa kepada penulis,
sehingga proposal penelitian ini dapat terselesaikan dengan baik, Untuk itu, penulis
mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah berperan penting dalam
penyelesaian proposal penelitian ini. Adapun pihak-pihak yang telah berperan penting
tersebut sebagai berikut.

1. Drs. A. R.Muzammil, M.Si. Selaku Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia,
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Tanjungpura yang telah
memberikan ilmu, saran, dan masukan yang membangun kepada penulis selama proses
penyelesaian proposal penelitian ini. Semoga selalu diberikan keberkahan oleh Allah swt.
2. Dr. Antonius Totok Priyadi, M.Pd. selaku dosen pembimbing akademik dan sekaligus
dosen pembimbing pertama yang telah memberikan ilmu, saran, dan masukan yang
membangun penulis sehingga dapat menyelesaikan proposal peneliti ini. Semoga selalu
diberikan kesehatan dan perlindungan oleh Allah Swt.
3. Dr. Agus Wartiningsih, M.Pd. selaku dosen pembimbing akademik dan sekaligus dosen
pembimbing kedua yang telah memberikan ilmu, saran, dan masukan yang membangun
penulis sehingga dapat menyelesaikan proposal peneliti ini. Semoga selalu diberikan
kesehatan dan perlindungan oleh Allah Swt.
4. Dr. Agus Wartiningsih, M. Pd. Selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni,
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Tanjungpura yang telah
memberikan kemudahan dalam segala urusan yang berkaitan dengan penulis proposal
penelitian ini.
5. Dr. Ahmad Yani T, M.Pd., Selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Tanjungpura yang telah memberikan kemudahan bagi penulis selama proses
perkuliahan.
6. Seluruh dosen Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, yang telah memberikan ilmu
pengetahuan dan motivasi selama perkuliahan.
7. Bapak dan mamak yang telah merawat dan membesarkan penulis dengan penuh cinta dan
kasih sayang, memberikan banyak dukungan baik materialmaupun moral, memberikan
saran, motivasi, doa, dan semangat sehingga selama proses penulisan proposal penelitian
ini berlangsun hingga terlaksanakan dengan baik.
8. Fitri Yulinda
9. Dan untuk temen grup trio semprul yang dulu saling menyemangati dan hingga sekarang
kita masing-masing sudah mengajukan judul, semoga kita semua selalu dilancarkan
segala urusan kuliah dan skripsi
10. Teman-teman mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahas Indonesia FKIP Universitas
Tanjungpura, terutama angkatan 2021 yang telah memberikan semangat dan dukungan
kepada peneliti sehingga dapat menyelesaikan proposal penelitian ini.

Penulis telah berusaha melakukan yang terbaik dalam proses penulisan proposal penelitian ini.
Namun, pastinya ada terdapat kesalahan dan kekurangan selama penulisan ini. Untuk itu penulis
memohon maaf atas kekeliruan tersebut. Penulis juga mengharapkan kritik dan saran kepada penulis
sebagai referensi untuk memperbaiki kekeliruan yang terjadi sehingga dapat menghasilkan penelitian
yangbaik.

Pontianak , 22 Maret 2024


Penulis,

Kiki Nopita
F1012211013
DAFTAR ISI

COVER......................................................................................................................
LEMBAR PERSETUJUAN PENGAJUAN JUDUL PENELITIAN........................
LEMBAR PENGESAHAN JUDUL PENELITIAN.................................................
KATA PENGANTAR................................................................................................
DAFTAR ISI..............................................................................................................
A. Judul Penelitian...............................................................................................1

B. Latar Belakang........................................................................................................

C. Rumusan Masalah...................................................................................................

D. Tujuan Penelitian.....................................................................................................

E. Manfaat Penelitian...................................................................................................

1. Manfaat Teoritis..........................................................................................9

2. Manfaat Praktis...........................................................................................9

F. Ruang Lingkup Penelitian.....................................................................................11

G. Penjelasan Istilah...................................................................................................11

1. Representasi...............................................................................................11

2. Feminisme.................................................................................................11

3. Film...........................................................................................................12

4. Modul........................................................................................................12

H. Kajian Teori...........................................................................................................13

1. Representasi..............................................................................................13

2. Feminisme.................................................................................................14

3. Analisis Semiotika.....................................................................................15

4. Semiotika Roland Barthes.........................................................................21

i
5. Modul Ajar Dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia Kurikulum Merdeka

22

I. Metodologi Penelitian...........................................................................................34

1. Metode Penelitian......................................................................................34
2. Bentuk Penelitian......................................................................................34

3. Pendekatan Penelitian...............................................................................35

4. Sumber Data dan Data Penelitian..............................................................36

5. Teknik dan Alata Pengumpulan Data........................................................36

6. Teknik Pengujian Keabsahan Data...........................................................37

7. Teknik Analisis Data.................................................................................38

Daftar Pustaka........................................................................................................43

ii
PROPOSAL PENELITIAN

A. Judul penelitian

“ Representasi Feminisme dalam Film Sleep Call ( Analisis Semiotika)”

B. Latar Belakang

Media massa terus mengalami perkembangan dari waktu ke waktu,

baik itu media cetak maupun media digital. Hal tersebut membuat

masyarakat memiliki pilihan untuk mendapatkan berbagai macam

informasi melalui media yang ditawarkannya. Masyarakat dapat dengan

mudah bahkan tanpa adanya batasan geografis mengakses berbagai macam

informasi maupun fenomena yang terjadi di berbagai belahan dunia. Salah

satu bagian dari media komunikasi massa tersebut adalah film.

Seiring dengan perkembangan komunikasi pada saat ini yang

berkembang dengan pesat, media massa menjadi salah satu kebutuhan

pokok bagi masyarakat. Media massa sangat berperan penting dlam

menyampaikan suatu informasi yang efektif, baik secara langsung maupun

tidak langsung. Dengan adanya media massa, masyarakat dapat memilih

dan mendapatkan informasi jelas. Media massa sendiri terdiri dari surat

kabar, majalah, radio, televisi dan film.

Menurut Sobur (2006:127) Film merupakan salah satu media

massa yang bersifat menghibur. Dalam menyampaikan pesan film lebih

mudah dicerna dan dipahami isinya, karena film merupakan sebuah bentuk

dari seni dan keindahan yang bertujuan untuk dinikmati khayalak. Film

mempunyai kekuatan dan kemapuan yang dapat menjangkau banyak

segmen sosial.

1
Para ahli berpendapat bahwa film memiliki potensi untuk mempengaruhi

khalayaknya.

Film merupakan salah satu media komunikasi massa. Hal

ini karenakan film merupakan bentuk komunikasi yang menggunakan

saluran (media) dalam menghubungkan komunikator dan komunikan

secara massal. Film tentu mempunyai peran dalam memberikan

pengaruh asumsi mengenai berbagai bidang kehidupan, salah satunya

mengenai asumsi feminisme. Feminisme ialah sesuatu pandangan hidup

yang memberdayakan wanita. Para feminis memungkiri kalau aksi

feminisme aksi yang berakar pada pemahaman wanita, yang bertujuan

buat memperjuangkan kesetaraan serta kedudukan martabat wanita dengan

laki- laki, dan kebebasan buat mengendalikan raga serta kehidupan mereka

sendiri baik di dalam ataupun di luar rumah. Feminisme tentu berkaitan

dengan gender. Gender merupakan perbandingan sikap antara pria serta

wanita yang diinterpretasi secara sosial

Film bisa dijadikan alat atau media komunikasi massa, karena

film memiliki kekuatan dan kemampuan menjangkau semua kelas sosial

dan tidak terbatas oleh usia. Dalam proses pembuatan film dikemas dalam

bentuk sedemikian rupa agar pesan yang dibawa dalam sebuah film dapat

disampaikan kepada penonton. Jadi, dapat penulis simpulkan, film

merupakan hasil karya seni gabungan dari gambar, video, dan suara

sehingga membentuk audio visual yang sering sebut movie.

Banyak keuanggulan-keunggulan yang dimiliki film, seperti dapat

menampilkan objek-objek yang tidak bisa dilihat dengan mata telanjang.

2
Film dapat menggambarkan objek yang sangat besar atau sangat kecil,

memperlambat serta mempercepat objek. Ditambah dengan adanya

teknologi efek, tata suara dan animasi, sehingga film dapat memberikan

kesan yang lebih dramatis daripada peristiwa yang sebenarnya terjadi. Saat

ini, bentuk informasi yang memiliki daya resistensi lebih kuat daripada

bentuk informasi- informasi lainnya adalah film karena bersifat audio

visual. Dengan menggunakan beragam jenis format tayangan dan juga

berbagai bentuk saluran penyajian sehingga film mampu membangun

opini publik. Tidak hanya itu, film juga dapat mengubah atau bahkan

menciptakan pola pikir baru di masyarakat.

Sejak 2023, teaser film Indonesia yang disutradarai Fajar Nugrohos

telah diliris film bergenre thriller berjudul Sleep Call. Film ini bercerita

tentang Dina (Laura Basuki) yang merupakan seorang mantan pramugari

kini terjerumus dalam gelapnya dunia pinjol (pinjaman online) ilegal. Hal

ini pun membuat hidupnya semakin terbebani. Sebelumnya tokoh Dina

digambarkan sebagai sosok yang trauma dan kesepian

Ia pun mencoba mencari kesenangan dalam hidupnya melalui

sebuah aplikasi dating yang menarik perhatiannya, dia merasa aplikasi

tersebut bisa mengusir kesepian yang melanda dalam dirinya. Melalui

aplikasi dating ini, Dina bertemu dengan sosok Rama (Juan Bio One).

Sosok Rama yang mempesona namun penuh misteri membuat Dina

terpikat padanya. Keduanya pun kerap berkomunikasi melalui panggilan di

malam hari atau yang biasa kita sebut Sleep Call.

3
Komunikasi intens antara Dina dan Rama membuat Dina

menemukan kebahagiaan dalam dirinya. Membuatnya lupa akan kesedihan

dan masalah yang ada

dihadapannya hingga tanpa sadar membuat keduanya terlibat

hubungan adiktif namun rumit.

Berjalannya waktu, sleep call yang awalnya terasa menyenangkan

bagi Dina berubah menjadi menegangkan. Dina kerap kali menerima teror

sleep call yang menakutkan hingga dirinya tidak tenang. Dan pada

akhirnya, sleep call tersebut menyebabkan nyawa melayang dan

meninggalkan sebuah misteri.

Tidak mengherankan jika perempuan seringkali diturunkan

menjadi objek cerita sederhana, menandakan kepasifan dan bahkan

bertindak sebagai objek sensual. Peran perempuan dalam film “Sleep

Call”, dan sering kali distereotipkan atau digambarkan sebagai karakter

kecil. Namun hal ini mungkin bisa menjadi inspirasi bagi perempuan

untuk berperan aktif di balik layar dan membuat film yang menampilkan

karakter perempuan yang kuat dan tangguh.

Peran dalam film “Sleep Call” mungkin dimulai dengan penekanan

pada penggambaran karakter wanita yang kuat dan mandiri yang

memainkan peran penting dan mendorong cerita ke depan. Dalam

perspektif feminisme, peran-peran ini sering kali menunjukkan keinginan

untuk menonjolkan kekuatan dan kedalaman karakter perempuan

sekaligus menantang stereotip gender yang mungkin ada di industri film.

Dalam ”Sleep Call”, tokoh perempuan dapat dihadirkan sebagai tokoh

besar yang

4
memiliki kekuatan, kecerdasan, dan kemampuan mengatasi rintangan

dalam cerita. Mereka dapat menunjukkan kemandirian, kekuatan, dan

ketekunan dalam mencapai tujuan mereka tanpa bergantung pada karakter

laki-laki atau direduksi menjadi karakter sekunder dalam plot.

Film Sleep Call menjadi film yang layak ditonton karena film ini

menonjolkan sudut pandang perempuan. Karena film yang dimaksud

menggambarkan bahwa sosok perempuan ditampilkan sebagai tokoh

utama dengan kepribadian yang kuat, tekad yang teguh, dan kecerdasan

yang luar biasa. Berbagai tantangan dalam cerita mereka hadapi dengan

keberanian dan ketangguhan, menunjukkan bahwa perempuan mampu

mengatasi rintangan dan mencapai tujuan melalui kemampuannya sendiri.

Film ini bisa menjadi inspirasi bagi penonton perempuan untuk mengejar

impiannya, menghadapi rintangan, dan memperjuangkan haknya. Mereka

dapat melihat diri mereka sendiri di layar dan merasa diberdayakan untuk

mengejar apa pun yang mereka inginkan dalam hidup.

Penelitian ini menggunakan analisis semiotika Roland Barthes

untuk memahami makna-makna yang terpendam dalam adegan-adegan

tentang penggambaran perempuan yang dihadirkan dalam film "Sleep

Call". Dengan menggunakan kerangka konsep semiotika Barthes, peneliti

dapat mengungkap pesan-pesan, simbol-simbol, dan konstruksi mitos yang

terkandung dalam penggambaran karakter perempuan dalam film tersebut.

Terdapat beberapa penelitian yang relevan dan sejenis dari

penelitian ini. Pertama, penelitian yang dilakukan Melia Yistiana tahun

2019, Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Tarumanagara, dengan judul

5
Representasi Feminisme dalam Film Marlina si Pembunuh dalam Empat

Babak (Analisis Semiotika Roland Barthes)”. Persamaan dengan

penelitian ini yakni sama-sama meneliti tentang sosok feminisme

menggunakan analisis semiotika. Kemudian perbedaannya terletak pada

objek penelitiannya. Penelitian yang dilakukan oleh Melia Yistiana

memilih film Film Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak. Sedangkan

peneliti menggunakan film Sleep Call.

Kedua, Penelitian yang dilakukan Sabrina Maulidina tahun 2020,

Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Islam Negeri Sumatera Utara, dengan

judul ”Representasi Feminisme Dalam Film 3 Srikandi (Studi Analisis

Semiotika)” Persamaan dengan penelitian ini yakni sama-sama meneliti

tentang sosok feminisme menggunakan analisis semiotika. Kemudia

perbedaannya terletak pada objek penelitiannya. Penelitian yang dilakukan

oleh Sabrina Maulidina memilih film 3 Srikandi. Sedangkan peneliti

menggunakan film Sleep Call.

Ketiga, Penelitian yang dilakukan Chofifah Nadidah tahun 2021,

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Islam Malang,

dengan judul penelitian ”Representasi Feminisme Dalam Film Enola

Holmes (Analisis Semiotika)”. Persamaan dengan penelitian ini yakni

sama-sama meneliti tentang sosok feminisme menggunakan analisis

semiotika. Kemudian perbedaannya terletak pada objek penelitiannya.

Penelitian yang dilakukan oleh Chofifah Nadidah memilih film Enola

Holmes sebagai objek penelitian. Sedangkan peneliti sekarang memilih

film Sleep Call sebagai objek penelitiannya. Hasil dari penelitian yang

dilakukanChoffin Nadidah adalah pemaknaa realitas feminisme pada fokus

6
penelitian yang digambarkan menggunakan pemaknaa level realitas dan

pemaknaan level ideologi.

Berdasarkan kurikulum Merdeka yang diterapkan di kelas VIII

SMP selama semester genap, penelitian ini dapat digunakan sebagai

sumber pengajaran. Khususnya, ini berkaitan dengan ketuntasan

pembelajaran bahasa Indonesia tahap D. Buku resensi fiksi adalah alat

yang efektif untuk mengenalkan bacaan fiksi dan memahami unsur-

unsurnya dalam penggunaan kurikulum otonom untuk pemerolehan bahasa

Indonesia. Peneliti mengklaim bahwa hasil penelitian ini akan

menguntungkan pendidikan. Film memiliki kemampuan luar biasa untuk

menyampaikan tema dengan cara yang dapat dipahami oleh siswa karena

pesan yang mereka sampaikan terus-menerus membentuk dan

mempengaruhi masyarakat. Sebelum ditayangkan di layar, film sering kali

mengambil tren dan dinamika masyarakat.

Diharapkan penelitian ini juga dapat digunakan sebagai dasar

untuk penelitian yang akan datang. Selain itu, penemuan penemuan ini

dapat digunakan sebagai contoh untuk membantu siswa memahami cara

ekspresi diri dan informasi dalam karya tulis. Siswa SMP kelas VIII yang

sedang dalam semester dua akan mendapatkan manfaat khusus dari hal ini.

Penelitian ini diharapkan akan memberikan rekomendasi

mendalam untuk penelitian di bidang serupa. Penelitian ini juga

menawarkan contoh metode yang efektif untuk menerangi dan

menafsirkan fiksi, yang dapat meningkatkan pemahaman dan kemampuan

analisis siswa. Hasil penelitian menawarkan strategi dan metode

bermanfaat untuk mendukung pencapaian akademik dan penemuan sastra

7
siswa. Pembelajaran ini dimaksudkan untuk siswa yang berada di kelas

VII SMP pada semester kedua.

8
9
C. Rumusan Masalah

Masalah umum dalam penelitian ini berdasarekan latar belakang

yang sudah jelaskan adalah Bagaimana Representasi Feminisme dalam

film ”Sleep Call” dengan menggunakan analisis semotika dan

Implementasi Pembelajaran Bahasa Indonesia. Rumusan masalah umum

tersebut difokuskan menjadi sub-sub masalah dalam penelitian sebagai

berikut.

1. Bagaimanakah representasi feminisme dalam film Sleep Call ?

2. Bagaimanakan tanda dan makna yang digunakan dalam film Sleep Call

3. Bagaimanakan modul ajar dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di

sekolah?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, ada tujuan yang dapat

dicapai dari peneltiian ini sebagai berikut.

1. Mendeskripsikan hasil representasi feminisme dalam film Sleep Call

2. Mendeskripsikan hasil tanda dan makna yang digunakan dalam film

Sleep Call

3. Mendeskrpsikan hasil pembuatan modul ajar dalam pembelajaran

Bahsa Indonesia di sekolah

E. Manfaat Penelitian

Sebagai Hasil dari penelitian peneliti berharap dapat memberikan

manfaat yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis, antaralain

1
0
1. Manfaat Teoritis

Tujuan teoritis dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan

pemahaman dan penerapan konsep simbol dalam konteks sinematik

dengan fokus pada aktivitas simbolik eksterior. Melalui analisis

ekstrinsik, penelitian ini akan menyelidiki unsur-unsur di luar teks

film, seperti konteks politik, sosial, agama, dan sejarah yang

mempengaruhi terbentuknya makna dalam karya sinematik. Peneliti

berusaha untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam

tentang bagaimana simbolisme dalam film terkait dengan kondisi dan

konteks di mana film diproduksi dan didistribusikan. Mereka berusaha

untuk mengungkap dan menganalisis faktor-faktor eksternal ini.

Peneliti lain yang tertarik untuk meningkatkan pemahaman dan

keterampilan mereka dalam survei sinematografi diharapkan dapat

menggunakan penelitian ini sebagai sumber referensi yang

bermanfaat. Diharapkan penelitian ini akan menambah literatur yang

ada dan memberikan landasan yang kuat untuk penelitian lebih lanjut

di bidang ini. Selain itu, akan memotivasi para peneliti untuk

mempelajari lebih lanjut tentang bagaimana film simbolisme dapat

memberikan wawasan lebih dalam tentang masyarakat dan budaya

yang menghasilkannya.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Peneliti Lain

Diharapkan penelitian ini akan meningkatkan pemahaman

kita tentang sastra, teori, dan analisis yang menyertainya.

Penelitian ini, dengan mengungkap dan menganalisis ide-ide

1
1
simbolis dalam

1
2
konteks film, memberikan wawasan yang mendalam tentang

bagaimana simbolisme dapat menyebabkan pemahaman yang lebih

baik tentang karya sastra serta bagaimana teori analisis dapat

diterapkan dalam studi film. Oleh karena itu, diharapkan bahwa

temuan penelitian ini akan memberikan kontribusi yang signifikan

bagi kemajuan bidang sastra dan teori kajian film secara lebih luas.

b. Bagi Pembaca

Diharapkan hasil penelitian ini akan membantu pembaca

memahami karya sastra dengan lebih baik dan meningkatkan minat

mereka untuk mengapresiasinya. Dengan memberikan pemahaman

yang lebih baik tentang konsep simbolis dalam konteks film,

penelitian ini akan merangsang minat pembaca untuk lebih tertarik

dan terlibat dalam membaca karya sastra, memungkinkan mereka

untuk menikmati dan menghargai kekayaan makna yang

terkandung di dalamnya.

c. Bagi Pendidik atau Guru

Hasil penelitian ini memberikan contoh nyata bagi pendidik

dan guru tentang bagaimana nilai-nilai pendidikan karakter dapat

diterapkan dalam pendidikan dan kehidupan sehari-hari. Dengan

menganalisis nilai-nilai pendidikan karakter yang terkandung

dalam film tersebut, para pendidik dapat memperoleh wawasan

yang lebih dalam tentang bagaimana menerapkan nilai-nilai

tersebut dalam praktik pembelajaran di kelas dan membantu siswa

belajar lebih baik.

10
F. Ruang Ligkup Penelitian

Penelitian ini hanya akan menganalisis feminisme dalam film

“Sleep Call” melalui lensa analisis semiotika Roland Barthes. Penelitian

bertujuan untuk memahami pengaruh simbolisme dan pesan yang

terkandung dalam film terhadap pemahaman dan interpretasi siswa tentang

karya sastra, khususnya dengan memperhatikan bagaimana pesan-pesan

feminisme diterjemahkan dan ditransformasikan dalam narasi film

tersebut.

G. Penjelasan Istilah

Penting untuk memberikan definisi guna memperjelaskan dan

menyederhanakan tujuan dari masalah yang dihadapi dalam penelitian ini.

Berikut adalah istilah-istilah yang digunakan dalam kerangka penelitian ini.

1. Representasi

Menurut Barker (2004) Penggambaran, gambaran, atau representasi

sesuatu dalam kehidupan nyata melalui suatu media disebut

representasi. Sederhananya, representasi adalah menggambarkan

sesuatu dengan menggunakan media tertentu. Chris Barker mengatakan

bahwa representasi adalah konstruksi sosial yang mengharuskan kita

mempelajari bagaimana makna dibuat dalam teks dan bagaimana

makna berkembang dalam berbagai konteks (h.9).

2. Feminisme

Menurut mehrpouyan (2014), berpendapat dalam jurnal social and

behavioral sciemces journal, feminisme merupakan sebuah kata yang

digunakan untuk melindungi berbagai pendekatan, kerangka berpikir

dan pandangan yang digunakan untuk menjelaskan penindasan-


11
penindasan terhadap perempuan serta sebagai jalan keluar yang

digunakan untuk meruntuhkan penindasan tersebut. Feminisme

menitikberatkan pada dominasi dan penindasan terhadap perempuan di

berbagai aspek kehidupan. (h.2). Sedangkan Amanda Diana (2017) juga

berpendapat dalan jurnal ProTVF Vol. 1 Nomor 2, secara umum, istilah

feminisme pada pengertian yang menangkap esensi feminisme sebagai

ideologi yang berfokus pada emansipasi perempuan. Hal ini mewakili

konsep utama yang mendasari seluruh pendekatannya: bahwa

perempuan menghadapi penindasan dan ketidakadilan karena gender

mereka. (h.142).

Kaum perempuan mengambil bagian dalam gerakan feminisme

yang bertujuan untuk mendapatkan hak yang sama seperti laki-laki dan

mendapatkan otonomi atau kebebasan untuk menentukan nasib mereka

sendiri. Feminisme bertujuan untuk menghilangkan perbedaan yang ada

antara kelompok yang dianggap lebih kuat dan yang dianggap lemah

dalam masyarakat. Kampanye ini bertujuan untuk mengatasi segala

jenis

diskriminasi dan ketidakadilan yang dihasilkan dari sistem patriarki

yang memihak pria dan melibatkan perempuan.

12
3. Film

Dalam sebuah jurnal E-Komunikasi Vol. 5 Nomor 1, Susanto (2017)

berpendapat film adalah alat penyampaian berbagai fakta dan pesan

kepada penonton dengan menggunakan media bercerita yang telah

dirancang sedemikian rupa sehingga pesan-pesan tersebut tersampaikan

secara efektif. Film sering dipandang sebagai media ekspresi artistik,

yang memungkinkan seniman dan pembuat film menjelaskan ide dan

tema cerita. Oleh karena itu, sinema berpotensi memberikan pengaruh

yang signifikan terhadap masyarakat.

Tidak seperti seni lainnya, seperti lukisan, patung, musik, dan

tari, film adalah media unik. Oleh karena itu, film menggabungkan

berbagai genre kreatif sebelumnya. Film sebagai media massa yang

menggabungkan visual bergerak, dialog, dan suara. Rekaman visual

hidup atau bergerak, dengan atau tanpa suara, dibuat pada film seluloid,

pita magnetik, cakram optik, atau media kimia atau elektronik lainnya

karena kemajuan teknologi. Film dapat diproyeksikan atau ditampilkan

pada layar proyeksi atau tampilan televisi dalam berbagai format,

ukuran, dan warna, termasuk hitam putih dan berwarna.

4. Modul

Modul merupakan sejumlah alat atau sarana media, metode, panduan,

dan pedoman yang dirancang secara sistematis dan menarik disebut

modul ajar. Modul ajar adalah implementasi dari alur tujuan

pembelajaran yang dikembangkan dari capaian pembelajaran dengan

profil pelajran pancasila sebgai sasaran. Modul ajar disusun sesuai

dengan fase tahap perkembangan peserta didik, mempertimbangkan apa

13
yang akan dipelajari, dengan berbasis perkembangan jangka panjang.

Agar proses pembelajaran lebih menarik dan bermakna, guru harus

memahami konsep yang terkandung dalam modul ajar

Dari penjelasan diatas kesimpulannya bahwa representasi, feminisme,

film, dan Modul merupakan aspek yang berkontribusi terhadap pemahaman,

penyampaian pesan, dan pembelajaran di masyarakat. Memahami bagaimana

makna dihasilkan dan dikomunikasikan dibantu oleh representasi. Feminisme

prihatin dengan ketidaksetaraan gender. Film adalah media untuk

mengkomunikasikan pemikiran dan ide, sedangkan Modul adalah alat yang

membantu pembelajaran mandiri siswa. Semua karakteristik ini sangat

penting dalam budaya modern untuk pemahaman, komunikasi, dan

pembelajaran.

14
H. Kajian Teori

1. Representasi

Irwan (2014) menyatakan bahwa representasi perempuan di

industri perfilman, baik nasional maupun internasional, lebih sering

mendapatkan stereotip yang negatif dibandingkan positif. Perempuan

sering dianggap hanya menjual kecantikan, keseksian, dan tingkah laku

yang diinginkan laki-laki saat tampul di layar lebar. Sedangkan

Thornham dalam Gambel (2010) menyatakan bahwa Perempuan sering

kali ditindas dalam dunia perfilman dengan memerankan citra objek

seks, korban atau kaum yang lemah, hingga sosok penggoda laki-laki.

Hal ini pun terjadi kritik feminis, yang jauh mana teks media yang

ditunjukan untuk hiburan bagi wanita dapat memberikan perasaan

terbebas meskipun teks tersebut mewujudkan realitas Masyarakat

patriarkal dan lembaga keluarga. Selanjutnya adalah sejauh mana media

mass aini menolak stereotip gender dan mencoba memperkenalkan

bagaimana model peran positif dapat memiliki efek pemberdayaan bagi

Wanita.

Menurut Fiske (2004), representasi adalah suatu proses

penyampaian realitas melalui komunikasi, kata-kata, suara, gambar,

atau kombinasi unsur-unsur tersebut. Representasi mencakup ide-ide

yang dapat berubah bentuk, dan berfungsi terutama melalui hubungan

antara tanda dan makna. Arti dapat bervariasi tergantung pada

komunikasi, negosiasi dan interpretasi. Representasi berubah untuk

memenuhi kebutuhan manusia yang terus berubah, karena manusia

terus berevolusi dan mengalami kemajuan. Berbagai penafsiran

15
muncul dari pandangan

16
dan pemikiran setiap orang yang berbeda-beda. Hasil representasi

tersebut kemudian diciptakan dan dikembangkan menjadi suatu proses

penandaan, suatu praktik yang memberi makna pada sesuatu. (h.282)

Menurut (Danies 2010), penggunaan simbol-simbol (gambar,

suara, dan lain-lain) untuk menghubungkan, mewakili, menangkap,

atau mereproduksi sesuatu yang dirasakan, dirasakan, dibayangkan,

atau dialami dalam bentuk fisik tertentu disebut representasi. (h.24)

2. Film

Saat ini, film telah menjadi bagian penting dalam kehidupan

sehari- hari karena merupakan media yang populer dan banyak

dikonsumsi oleh masyarakat. Setiap cerita dalam sebuah film disusun

secara cermat untuk memastikan informasi dan pesan di dalamnya

dapat tersampaikan secara efektif kepada penonton. Nilai dan pesan

yang terkandung dalam film dapat memberikan dampak kognitif,

konatif, dan afektif bagi penontonnya.

Menurut Marcel Danesi (2010), film adalah teks yang tersusun dari

rangkaian foto yang menciptakan ilusi gerak dan tindakan dalam

kehidupan nyata. Dari sudut pandang ini, film merupakan sarana yang

sengaja dirancang untuk mempengaruhi penonton melalui pesan-pesan

naratif yang dihadirkan dalam karya kreatif. (h.134)

Menurut pandangan (Danesi 2012), Film telah berkembang

menjadi suatu bentuk seni yang banyak diadopsi oleh masyarakat untuk

tujuan pendidikan dan hiburan. Mereka dikemas secara menarik

sehingga mampu mengkomunikasikan pesannya secara efektif kepada

khalayak.

17
Film juga mempunyai kekuatan yang besar karena memasukkan aspek

estetis melalui dialog, alur cerita, musik dan penyajian kolektif adegan

naratif dan visual. (h.100)

Menurut pandangan (Daneis 2012), film merupakan salah satu

bentuk seni yang mendapat dukungan terbesar dari banyak orang,

sebagai sumber hiburan, inspirasi dan wawasan. Selama lebih dari

seratus tahun, orang-orang telah mencoba memahami mengapa media

film menarik perhatian umat manusia. Fenomena ini terjadi terutama

karena film dirancang untuk memperoleh tanggapan penonton. Selain

itu, film mempunyai pengaruh estetis yang besar dengan memadukan

dialog, musik, latar, dan aksi secara koheren dalam aspek visual dan

naratif. (h.100).

Film juga memiliki peran dalam Karya Sastra dan sebagai media

pendidikan :

a. Film sebagai Karya Sastra

3. Feminisme

Menurut pandangan (W.J.S Poerardamita, 1976:281). Secara

umum, feminisme adalah sebuah ideologi yang menganjurkan

pembebasan perempuan dan bertujuan untuk menantang banyak adat

istiadat yang mempertahankan ketidakadilan berbasis gender terhadap

mereka. Istilah “feminisme” berasal dari bahasa Latin “femina” yang

berarti “memiliki ciri-ciri feminin”. Hal ini juga dapat dilihat sebagai

kampanye untuk persamaan hak antara laki-laki dan perempuan. (h.281)

Sejak akhir abad ke-18, gerakan feminis dimulai, dan sepanjang

18
abad ke-20, feminisme mengalami pertumbuhan pesat, dimulai dengan

advokasi kesetaraan politik bagi perempuan. Menjelang akhir abad ke-

19
20, gerakan feminis memperoleh momentum historis pada tahun 1960-

an, yang menunjukkan bahwa struktur sosial modern memiliki kerangka

yang cacat karena budaya patriarki yang masih melekat. Upaya

pembatasan peran perempuan dalam berbagai aspek kehidupan, baik

ekonomi maupun politik, menjadi bukti nyata yang diberikan oleh kaum

feminis.

Menurut pandangan (Goodman dan Ritzer (2012 ) Teori feminis

berfokus pada perempuan dan mewakili perjuangan untuk hak-hak dan

keadilan perempuan. (h.403)

Menurut pandangan, (Konde, 2016, par.3). Feminisme dalam film

tersebut merupakan upaya membongkar tradisi yang umumnya

didominasi oleh nilai-nilai patriarki yang tersirat dan tersurat. Tujuan

feminisme dalam film tersebut adalah untuk menunjukkan bagaimana

patriarki terus menerus menempatkan perempuan pada posisi marginal,

dieksploitasi dan diobjektifikasi oleh laki-laki. Penggambaran

perempuan dalam film terlihat lebih dikonstruksi secara normatif oleh

masyarakat dibandingkan perilaku yang dibentuk oleh pengaruh media

dalam jangka panjang. (h.3)

Cara perempuan digambarkan dalam film terkadang dipengaruhi

oleh kenyataan bahwa mereka dikelilingi oleh berbagai undang-undang

yang membatasi kebebasan bergerak mereka. Kisah-kisah yang

diceritakan bisa mengharukan sekaligus menggembirakan. Selain itu,

konteks yang digambarkan sangat bervariasi dan mencakup tema-tema

seperti kekerasan, pelecehan, perjuangan, kepemimpinan, intimidasi,

11
0
eksploitasi, diskriminasi, seksisme, dan patriarki. Tidak perlu

menekankan kekurangan dan kelemahan perempuan dalam film;

mereka juga dapat ditampilkan sebagai sosok yang kuat, pekerja keras,

suka memerintah, tekun, dan berani.

Menurut pandangan (Megawangi, 1999:16). Feminisme terbagi

menjadi dua kategori besar: feminisme yang berupaya mengubah sifat

perempuan dan feminisme yang berupaya melestarikannya. Feminisme

yang ada, feminisme liberal, feminisme sosialis/Marxis, dan teologi

feminis adalah cabang-cabang lain yang berupaya mengubah sifat

perempuan. Sementara itu, kelompok yang berupaya melestarikan sifat

feminin terpecah menjadi beberapa cabang seperti feminisme radikal

dan ekofeminisme. (h.16). Berikut penjelasan mengenai aliran-aliran

feminisme, yaitu :

1. Perubahan Nature Perempuan

Transformasi kodrat perempuan bertujuan untuk

mentransformasikan kehidupan perempuan dengan menginspirasi

mereka untuk memasuki dunia laki-laki. Jika perempuan bisa

meninggalkan sifat kewanitaannya dan mengadopsi sifat laki-laki,

maka dunia laki-laki juga akan menjadi milik perempuan.

a. Feminisme Eksistensialisme

Aliran ini berbicara tentang tingkat individu tentang pentingnya

sosialisasi androgini (kesetaraan perlakuan antara perempuan

dan laki-laki). Menurut jalur ini, keberadaan seseorang tidak

11
1
ditentukan secara intrinsik, melainkan dipengaruhi oleh

lingkungan sosialnya.

b. Feminisme Liberal

Menurut pandangan ( Astrid Haryani, Journal Social and

Behavioral Sciences 155, 2014:237). Aliran ini bertujuan

sebagai bentuk perubahan sosial melalui amandemen hukum

yang memungkinkan perempuan mengubah kodratnya,

sehingga mencapai kesetaraan dengan laki-laki. Feminisme

libertarian juga meyakini bahwa laki-laki dan perempuan

memiliki kemampuan intelektual yang sama. (h.13).

c. Feminisme Sosialis/Marxist

Tujuan dari feminisme sosialis/Marxis adalah untuk

membentuk masyarakat sosialis yang dimulai dari keluarga,

dimana terbangunnya sistem egaliter juga akan tercermin

dalam kehidupan sosial keluarga. Keluarga dengan sistem

patriarkinya merupakan tempat pertama yang melahirkan

kapitalisme. Oleh karena itu, keluarga inti harus digantikan

dengan keluarga kolektif, termasuk terwujudnya fungsi

keluarga yang sebagian besar didominasi oleh perempuan.

Menurut Karl Marx dan Friedrich Engels, perempuan dalam

masyarakat kapitalis Barat bercita-cita menghilangkan kelas,

termasuk peran keluarga.

d. Teologi Feminis

Tujuan dari feminisme sosialis/Marxis adalah untuk

membentuk masyarakat sosialis yang dimulai dari keluarga,

11
2
dimana

11
3
terbangunnya sistem egaliter juga akan tercermin dalam

kehidupan sosial keluarga. Keluarga dengan sistem patriarkinya

merupakan tempat pertama yang melahirkan kapitalisme. Oleh

karena itu, keluarga inti harus digantikan dengan keluarga

kolektif, termasuk terwujudnya fungsi keluarga yang sebagian

besar didominasi oleh perempuan. Menurut Karl Marx dan

Friedrich Engels, perempuan dalam masyarakat kapitalis Barat

bercita-cita menghilangkan kelas, termasuk peran keluarga.

2. Pelestarian Nature Perempuan

Menjaga kodrat tetap feminin bertujuan untuk membongkar

sistem patriarki, namun bukan berarti menghilangkan kodrat;

sebaliknya, ini melibatkan menunjukkan kekuatan karakteristik

feminin pada diri sendiri. Jika perempuan dapat memasuki

dunia maskulin dengan tetap menjaga kualitas femininnya,

maka dunia dapat bertransformasi dari struktur hierarki

(patriarki) menjadi struktur egaliter (matriarki).

a. Feminisme Radikal

Gerakan radikal adalah gerakan perempuan yang didukung

oleh para feminis terhadap realitas seksual namun kurang

dalam aspek realitas lainnya. Menurut aliran ini, dominasi

tubuh perempuan oleh laki-laki, seperti halnya dalam

hubungan seksual, merupakan bentuk penindasan terhadap

perempuan. Ideologi penindasan didasarkan pada patriarki,

11
4
yaitu sistem hierarki seksual yang memberikan laki-laki

kekuasaan superior dan hak ekonomi yang lebih tinggi.

b. Ekofeminisme

"Deklarasi Saling Ketergantungan" adalah manifesto de

l'écofeminisme. Perempuan didorong oleh gerakan

ekofeminisme untuk membela sifat feminin mereka agar

berpotensi mendominasi dan menyeimbangkan sistem

maskulin.

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa gerakan feminis

sebenarnya merupakan hasil dari disparitas gender yang terkait dengan

peran dan status perempuan dalam keluarga dan masyarakat. Kesetaraan

gender dan keadilan gender harus dicapai melalui hubungan gender yang

harmonis antara perempuan dan laki-laki. (Herien Puspitawati, 2013:)(h.6-

9). Kaum feminis juga terbagi menjadi beberapa aliran, sesuai dengan

Fokus-fokusnya sebagai berikut

a. Feminisme Psikoanalis

Feminisme psikoanalis menggunakan isu-isu drama Oedipal psikoseksual

dan kompleksitas pengebirian untuk menyatakan bahwa penindasan

terhadap perempuan berakar pada fisik dan cara berpikir perempuan.

b. Feminisme Post Modern

Feminisme ini berupaya menghindari hal-hal yang dapat mendorong

pemikiran falosentris, seperti gagasan yang mengandalkan kata-kata

maskulin. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa feminisme

postmodern

20
memandang dengan kecurigaan gagasan-gagasan feminisme yang

berupaya menjelaskan bagaimana perempuan bekerja untuk mencapai

kebebasannya.

c. Feminisme Multikultural dan Global

Menurut feminisme multikultural dan global, penindasan terhadap

perempuan tidak hanya disebabkan oleh patriarki, tetapi juga oleh etnis,

ras, kolonialisme, dan dikotomi global.

4. Analisis Semiotika

Istilah semiotika berasal dari kata Yunani “semeion” yang berarti

tanda atau “seme” yang mengacu pada penafsiran tanda. Semiotika

dalam bahasa Inggris berkaitan dengan studi tentang sistem tanda dalam

berbagai bentuk komunikasi. Hal ini mencakup berbagai makna seperti

kata (bahasa), gerakan fisik, ekspresi wajah, tanda, film dan karya sastra

termasuk musik atau produk budaya lainnya. Segala sesuatu yang

diamati dianggap sebagai sinyal, artinya komunikasi antar individu

tidak mungkin terjadi tanpa sistem tanda. Inilah sebabnya mengapa

tanda tidak terbatas pada objek saja; mereka juga mencakup aspek lain,

seperti peristiwa, struktur yang ditemukan, dan apa pun yang dapat

diamati.

Ketika menafsirkan tanda, pembaca atau penerima pesan seringkali

lebih suka menggunakan model teori semiotika dibandingkan model

lainnya. Semiotika sering kali diartikan pembaca mewakili pernyataan

penerima pesan, baik itu berupa foto maupun gambar. Oleh karena itu

secara tidak langsung menunjukkan tingkat keaktifan yang lebih tinggi,

21
karena pembaca harus belajar berpartisipasi dalam proses membaca.

22
Pengalaman budaya pembaca menentukan bacaan tersebut. Dengan

memasukkan pengalaman, emosi, dan sikapnya terhadap objek yang

diamatinya, seorang pembaca dapat menciptakan makna dari sesuatu

yang diamatinya.

Berger (2003), mengungkapkan Semiotika memberikan perhatian pada

segala sesuatu yang dapat diidentifikasi sebagai tanda. Tanda dapat

merujuk pada elemen-elemen yang memiliki makna yang penting

dalam penggantia sesuatu yang lain. Sang sesuatu yang lain tidak harus

ada secara fisik, atau tanda itu sendiri mungkin hadir dalam konteks

tertentu pada waktu yang spesifik. Oleh karena itu, semiotika, pada

dasarnya, adalah sebuah disiplin yang mengkaji segala hal yang

digunakan untuk menyampaikan pesan, apakah itu pesan yang bersifat

tidak benar atau benar. Jika suatu elemen tidak dapat digunakan untuk

menyampaikan pesan yang tidak benar, maka sebaliknya, elemen

tersebut juga tidak dapat digunakan untuk menyampaikan kebenaran

(h.18).

Pateda (2001) mengungkapkan sekurang-kurangnya terdapat

sembilan macam semiotik yaitu :

a. Semiotik Analitik

Semiotik Analitik adalah disiplin yang mengkaji sistem tanda.

Menurut Pierce, fokus semiotik adalah pada tanda dan cara

penganalisisannya mengenai ide, objek, dan makna. Ide dapat

diasosiasikan sebagai lambang, sementara makna merujuk pada

konsep yang terkandung dalam lambang yang mengacu kepada objek

23
spesifik.

b. Semiotik Deskriptif

Semiotik deskriptif fokus pada sistem tanda yang masih berlaku

dalam pengalaman kita saat ini, meskipun ada tanda-tanda yang telah

berlangsung lama dan tetap relevan seperti yang kita saksikan

sekarang. Misalnya, cuaca mendung selalu menandakan bahwa hujan

akan segera turun, dan ini telah berlaku sejak dulu hingga sekarang.

Selain itu, jika kita melihat ombak berbusa di laut, itu adalah tanda

bahwa laut sedang bergelombang. Meskipun, dengan kemajuan ilmu

pengetahuan, teknologi, dan seni, manusia telah menciptakan banyak

tanda-tanda baru yang memenuhi kebutuhan mereka.

c. Semiotik Faunal (Zoo Semiotik)

Semiotik faunal, atau Zoo Semiotik, adalah cabang semiotik yang

secara spesifik mempelajari sistem tanda yang dihasilkan oleh

hewan. Hewan seringkali menggunakan tanda-tanda untuk

berkomunikasi di antara sesama mereka, namun kadang-kadang

tanda-tanda tersebut juga dapat dimengerti oleh manusia. Contohnya,

ketika seekor ayam betina berkokok, itu bisa menandakan bahwa

ayam tersebut baru saja bertelur atau sedang merasa terancam.

Tanda-tanda yang dihasilkan oleh hewan seperti ini menjadi fokus

utama bagi mereka yang tertarik dalam bidang semiotik faunal.

d. Semiotik Kultural

Semiotik kultural adalah cabang semiotik yang secara khusus

mengkaji sistem tanda yang berlaku dalam suatu kebudayaan

24
tertentu. Masyarakat sebagai entitas sosial memiliki sistem budaya

yang diturunkan secara turun-temurun dan diberdayakan. Budaya ini,

sebagai bagian dari sistem tersebut, menggunakan tanda-tanda

khusus yang membedakannya dari kebudayaan lainnya.

e. Semiotik Naratif

Semiotik naratif adalah cabang semiotik yang secara khusus

memeriksa sistem tanda yang terkandung dalam narasi berupa mitos

dan cerita lisan, seperti Folklore. Diketahui bahwa beberapa dari

mitos dan cerita lisan ini memiliki nilai kultural yang sangat

signifikan.

f. Semiotik Natural

Semiotik natural adalah cabang semiotik yang secara spesifik

mengkaji sistem tanda yang dihasilkan oleh alam. Contohnya, ketika

air sungai keruh, itu bisa menjadi indikasi bahwa hujan telah turun di

hulu sungai, atau ketika daun pohon berubah menjadi kuning dan

jatuh, itu juga merupakan tanda-tanda alam. Bahkan dalam situasi di

mana alam menunjukkan ketidakramahannya terhadap manusia,

seperti banjir atau tanah longsor, sebenarnya hal tersebut

memberikan tanda kepada manusia bahwa perilaku manusia telah

berdampak negatif pada alam.

g. Semiotik Normatif

Semiotik normatif adalah cabang semiotik yang secara khusus

mengkaji sistem tanda yang diciptakan oleh manusia dan berwujud

dalam normanorma, seperti rambu-rambu lalu lintas. Di dalam kereta

25
api, seringkali kita akan menemui tanda yang memberikan pesan

bahwa merokok dilarang.

h. Semiotik Sosial

Semiotik sosial adalah cabang semiotik yang secara spesifik

mengkaji

sistem tanda yang dibuat oleh manusia dalam bentuk lambang, baik

itu lambang yang berwujud dalam bentuk kata maupun dalam satuan

yang lebih besar seperti kalimat. Buku yang ditulis oleh Halliday

pada tahun 1978 berjudul "Language Social Semiotic." Dengan kata

lain, semiotik sosial memeriksa sistem tanda yang terdapat dalam

bahasa.

i. Semiotik Struktural

Semiotik struktural adalah cabang semiotik yang secara khusus

mengkaji sistem tanda yang terwujud melalui struktur bahasa

Secara singkat Sobur (2003) mengungkapkan Mengekspresikan

semiotika adalah suatu ilmu atau pendekatan analitis untuk mempelajari

sinyal. Indikasi-indikasi ini adalah alat yang kita gunakan untuk

menavigasi dunia, baik di tengah maupun bersama umat manusia.

Semiotika, atau semiologi, sebagaimana didefinisikan Barthes, terutama

berkaitan dengan bagaimana manusia menggunakan sesuatu. (h.15).

Sedangkan menurut Lechte (2003) Semiotika adalah teori tentang tanda

danpenandaan (h.16).

5. Semiotika Roland Barthes


a. Pengertian Semiotika Roland Barthes
26
Istilah semiotik berarti "semeion" yang berarti "tanda tangan".

Istilah “tanda” berasal dari “semiotika”, yaitu ilmu yang mempelajari

tentang tanda. Sesuatu yang dapat mewakili sesuatu yang lain menurut

norma sosial disebut tanda. Semiotika adalah ilmu yang mempelajari

berbagai macam objek, peristiwa, dan keseluruhan kebudayaan sebagai

tanda.

Semiotika adalah suatu disiplin atau metode analitis untuk

mengkaji tanda. Tanda-tanda yang dimaksud adalah upaya memahami

aspek-aspek kehidupan. Menurut Barthes, semiotika terutama bertujuan

mempelajari cara manusia menafsirkan sesuatu. Kita tidak bisa

membandingkan penafsiran dengan komunikasi dalam konteks ini.

Menurut Barthes, para penandatangan tersebut tidak menanggapi

kegiatan-kegiatan sehari-hari masyarakat, seperti halnya banyak hal, les

gestes, dan les drapeaux. Dalam semiotikanya, Barthes juga

menggunakan ungkapan “ordres de signification”. Hal ini

menggambarkan tatanan penandaan pertama sebagai denotasi dan

tatanan penandaan kedua sebagai konotasi.

27
Barthes (1988) mengungkapkan, Penafsirannya menyiratkan

bahwa objek tidak hanya mengirimkan informasi ketika mereka

mencoba berkomunikasi, tetapi mereka juga merupakan sistem tanda

yang terstruktur. (h.179).

Kurniawan (2001) mengungkapkan, Barthe menganggap

penandaan sebagai suatu proses yang lengkap dengan organisasi yang

telah ditetapkan sebelumnya. Makna melampaui bahasa dan juga

mencakup aspek-aspek lain yang tidak berhubungan dengan bahasa.

Barthes memandang kehidupan sosial sebagai suatu sistem tanda yang

berbeda, tidak bergantung pada bentuknya. (h.53).

Teori Saussure membahas tentang pembentukan kalimat yang

kompleks dan bagaimana struktur kalimat menentukan makna, namun

kurang tertarik pada fakta bahwa kalimat yang sama dapat

menyampaikan makna yang berbeda kepada orang yang berbeda dalam

situasi yang berbeda. Barthes meneruskan pemikiran ini dengan

menekankan interaksi antara teks dengan pengalaman pribadi dan

budaya para penggunanya, serta interaksi antara konvensi-konvensi

dalam teks dengan pengalaman dan harapan para penggunanya.

Perbedaan antara Saussure dan Barthes berada di dalam konsep yang

disebut "ordre de signification" dari Barthes, yang mencakup dénotasi

dan konotasi. Baru-

28
baru ini, Barthes terus menggunakan terminologi penanda-penanda

yang diperkenalkan oleh Saussure.

Kesimpulanya, Barthes hanya meneruskan pemikiran dari

Saussure. Saya bertemu dengan aksen interaksi antara teks dan

pengalaman personel, serta budaya pengguna. Apa yang terjadi dalam

teks dan apa yang dialami sesuai dengan harapan pengguna

berinteraksi. Tanda-tanda konotatif tidak hanya mencakup makna-

makna lain, tetapi juga merupakan bagian dari tanda-tanda denotatif

yang menentukan keberadaan makna-makna tersebut.

Dalam teorinya, Barthes hanya membedakan dua jenis tanda yaitu

denotatif dan konotatif. Denotasi adalah niveau de signification de la

primer couche deskriptif, yang berarti bahwa Anda dapat dengan mudah

memahami apa yang dipilih sans d'abord l'expliquer. Selanjutnya,

makna diciptakan dengan menghubungkan tanda-tanda yang ada

melalui aspek budaya yang lebih luas.

29
Sebaliknya, Barthes juga menyajikan legenda dalam teorinya.

Menurut Barthes, mitologi-mitologi itu ada secara deuxième niveau de

signification. Tanda-tanda tersebut menjadi penanda baru setelah

terbentuknya sistem tanda-penanda-petanda, yang kemudian

mempunyai petanda sekunder dan membentuk tanda-tanda baru. Pada

akhirnya, suatu penandaan konotatif yang diubah menjadi makna

denotatif, dan makna denotatif ini menyimpang dari mitos.

Tabel 2.1

Model Semiotika Roland Barthes


1. Signifier 2. Signified

3 Sign
II SIGNIFIED
I SIGNIFIER

III SIGN

Ferdinand de Saussure mengukuhkan konsep tanda dalam

konteks komunikasi manusia, membedakannya dengan apa yang disebutnya

“tanda” (signe). Ia menjelaskan bagaimana “penanda” (signifié) dan

“petanda” digabungkan untuk membentuk tanda tersebut. Menurutnya, tanda

merupakan kumpulan gambaran aural yang berkaitan dengan konsepsi

mental. Menurutnya, ambiguitas suatu konsep dapat dihindari dengan

menggunakan struktur triadik, yang terdiri dari tiga kata yang berbeda

namun berhubungan. Oleh karena itu, ia menggunakan istilah "tanda" untuk

merujuk pada susunan yang lengkap. Ia menciptakan istilah “signifié” (isi

konseptual) dan “signifier” (bentuk fisik atau representasi). Yang Suatu

tanda berasumsi bahwa suatu bunyi, gambar, bahasa tulis, representasi


21
0
visual, dan sebagainya akan menggantikan konsep dan representasi citra

suara tersebut. Kedua frasa tersebut menunjukkan dualitas inheren yang

memisahkan kedua konsep ini satu sama lain serta dari lingkungan yang

lebih luas di mana keduanya berada. Ia mengklaim bahwa tidak ada gagasan

yang bersifat tunggal, konstan, dan mutlak, dan bahwa hubungan antara

penanda dan petanda pada akhirnya bersifat arbitrer.

b. Pengunaan teori semiotika Roland Barthes

Scene ke-1 Film 3 Srikandi

Gambar 2.1

Potongan scene yang memprsentasikan feminisme pada film 3

Srikandi

Dialog dari film tersebut

Dialog Yana : “ Pak, Yanamenang Pak...”

Dialog Bapak Yana : “ Lalu Bapak mesti ngapain? Hmmm.

Mengalungkan karangan bunga, loncat-loncat kegirangan,

hmmm?

Saat gambar ini ditampilkan, suara latar yang diputar adalah

suara malam yang damai dan alami, serta suara samar serangga.

21
1
Dari peta Barthes diatas terlihat bahwa tanda denotatif (3) terdiri

atas penanda (1) dan petanda (2), akan tetapi pada saat bersamaan,

tanda denotatif adalah juga penanda konotatif (4).

Keterangan :

1. Signifer (Penanda)

Yana : Mengenakan pakaian serba putih dengan jaket departemen


olahraga, ia memegang seikat bunga, piala, dan medali di tangan
kanannya. Dia berbalik untuk melihat ayahnya yang duduk, mulutnya
ternganga dengan ekspresi bahagia.
Bapak Yana : Ia duduk dengan ekspresi wajah gerah sambil memegang
botol minuman sambil mengenakan kaos dan sarung.

21
2
2. Signified (Petanda)

Yana baru saja kembali ke rumah dan dengan bersemangat

memberi tahu orang tuanya bahwa dia memenangkan kejuaraan.

3. Denotasi

Seorang wanita berpakaian serba putih dan dibalut jaket terlihat

di adegan pembuka foto sambil memegang medali, piala, dan seikat

bunga di tangan kanannya. Gambar tersebut menggambarkan seorang

wanita tampak bahagia dengan mulut ternganga. Dia berdiri di salah satu

ruangan rumah, menghadap seseorang yang duduk membelakanginya

4. Konotatif

Yana yang baru pulang dari lomba masuk ke dalam rumah

dengan riang dan dipeluk hangat oleh ibunya di adegan pembuka ini.

Yana terlihat dalam foto berusaha meyakinkan ayahnya bahwa dia

memenangkan kompetisi dan mendapat medali. Yana menambahkan

dalam percakapannya, "Pak, Yana menang Pak." Yana terlihat sangat

senang dan gembira saat itu, berdasarkan ekspresi wajahnya. Namun,

berbeda dengan Yana dan ibunya, ayah Yana sangat kecewa. Raut wajah

ayah Yana yang geram dan frustasi, serta perkataannya, "Kalau begitu,

apa yang harus aku lakukan?" tunjukkan ini. Hmm. Menggantung

karangan bunga dan menari kegirangan? Hmm."

Yana jelas merupakan seorang remaja putri yang, seperti orang

tuanya, memiliki hobi menyanyi selain juga cukup bercita-cita menjadi

seorang atlet. Namun impian Yana dan keinginan ayahnya berbeda. Ayah

Yana menilai putrinya tidak boleh menekuni bidang atletik karena

21
3
menurutnya atletik hanya boleh ditekuni untuk kepentingan bangsa dan

masyarakat, bukan untuk keluarga. Pandangan tradisional orang tua

sering kali menghalangi impian anak menjadi kenyataan.

Hal ini menjelaskan mengapa orang tua harus bisa menerima

keputusan anak selama keputusan tersebut sehat secara etika dan tidak

memaksakan kehendaknya. Representasi ini jelas menunjukkan bahwa

perempuan adalah sosok berkuasa yang harus memercayai intuisinya

karena mereka tahu apa yang terbaik bagi dirinya.

21
4
Konsep semiotik Barthes tidak hanya memahami makna-

makna tambahan dan fase makna konotatif, tetapi juga memahami

pihak-pihak yang memiliki tanda-tanda denotatif yang tidak

menjadi dasar. Dalam istilah lain, makna dari tanda-tanda itu

bersifat konotatif dari interpretasi yang Anda lakukan terhadap

makna- makna dan makna-makna yang bersifat konotatif, dan

hasil-hasil dari hal-hal tersebut.

6. Modul Ajar Dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia Kurikulum

Merdeka

a. Pengertian Kurikulum Merdeka

Kebijakan baru yang ditetapkan Kementerian Pendidikan

dan Kebudayaan Republik Indonesia (Kemendikbud RI) memuat

gagasan kemandirian belajar. Menurut Nadiem, kebijakan

kurikulum belajar mandiri memerlukan terobosan terlebih dahulu

dari guru sebelum dibagikan atau diterapkan kepada siswa.

Kompetensinya terletak pada pertanyaan ini juga yang sama

dengan Nadiem. Guru di semua tingkatan tidak akan memfasilitasi

pembelajaran jika mereka tidak memiliki proses menerjemahkan

keterampilan dasar yang ada dan bagaimana kaitannya erat dengan

kurikulum.

21
5
Penerapan sistem pembelajaran yang menekankan pada

pembentukan karakter siswa mengarah pada penilaian yang

melampaui bidang akademik, lebih menitikberatkan pada

karakteristik individu setiap siswa. Oleh karena itu, kebijakan baru

terkait pendidikan mandiri ini diharapkan dapat membekali siswa

dengan kecakapan hidup yang dapat digunakan di masyarakat.

b. Pengertian Modul Pembelajaran

Menurut Nasution (2003) Buku adalah Cara belajar yang

paling umum dilakukan masyarakat adalah melalui modul, yaitu

berupa buku instruksional. Modul berfokus pada kemandirian siswa

(belajar mandiri dalam jangka waktu yang ditentukan). “Modul

dapat dirumuskan sebagai suatu kesatuan yang lengkap dan mandiri

yang terdiri dari serangkaian kegiatan yang dirancang untuk

membantu siswa dalam mencapai tujuan yang spesifik dan jelas.”

Sementara itu, pengajaran modular mengacu pada pengajaran yang

terutama atau seluruhnya terfokus pada modul. Modul adalah paket

pembelajaran yang terdiri dari isi pelajaran yang kohesif yang dapat

dibaca atau dipelajari sendiri oleh seseorang.

Modul ini menyediakan domain teknologi dan referensi

yang diperlukan untuk menyelesaikan pengukuran dan menyatukan

program yang mampu mengukur tujuan. Sebuah modul dapat

dipertimbangkan sebagai sebuah paket program yang

diselenggarakan dan merupakan kesatuan khusus untuk akhir

magang. Modul didefinisikan oleh Departemen Pendidikan

21
6
Nasional sebagai satuan bahan pembelajaran yang disajikan dalam

bentuk “instruksi mandiri”, artinya bahan pembelajaran yang

disusun dalam modul dapat dipelajari secara mandiri oleh siswa

dengan bantuan terbatas dari pendidik atau orang lain. (h.205).

Meskipun terdapat banyak definisi modul yang berbeda,

konsensus umum adalah bahwa modul adalah paket kurikulum

yang dirancang untuk pembelajaran mandiri. Modul adalah suatu

kesatuan yang berdiri sendiri yang terdiri dari serangkaian kegiatan

pembelajaran yang dirancang untuk membantu siswa mencapai

tujuan yang spesifik dan dirumuskan dengan jelas. Ini karena

modul

21
7
pelatihan dapat disesuaikan dengan perbedaan unik yang ada dalam

istilah kegiatan magang dan sumber daya magang.

Sukma (2012), mengungkapkan menegaskan bahwa modul

adalah sebuah kumpulan yang diorganisasikan dalam unit-unit

khusus yang digunakan untuk kegiatan magang. Sebenarnya,

modul ini adalah jenis unit pelatihan dan formasi yang dilanjutkan

untuk membantu siswa mencapai tujuan magang individu.(h)

Pratowo (2012), menegaskan bahwa modul ini adalah

kumpulan kursus yang terstruktur dari cara sistematik dan

memanfaatkan bahasa yang mudah dipahami oleh para siswa

dalam fungsi tingkat pengetahuan dan usia mereka, yang

memungkinkan mereka untuk bekerja tanpa bantuan atau bantuan

apa pun arah d'un enignant. Ini adalah modul yang diizinkan untuk

menarik perhatian setiap orang selama jangka waktu yang lama,

sehingga memungkinkan Anda untuk menemukan informasi

manajemen mandiri, tanpa bantuan petugas di kelas. Modul-modul

tersebut telah selesai sehingga para pengguna dapat memahami

berbagai cara. (h.12)

Kesimpulan dari teori diatas buku merupakan sarana

pendidikan yang populer, sedangkan modul merupakan bahan

pembelajaran yang menekankan kemandirian siswa. Modul adalah

unit pembelajaran mandiri yang diproduksi secara metodis

tergantung pada kurikulum unik yang digunakan dalam konteks ini.

Tujuannya adalah membantu siswa mencapai tujuan pembelajaran

yang spesifik dan terdefinisi dengan baik dalam jangka waktu

21
8
tertentu. Pengajaran modular memungkinkan penggabungan

beberapa atau seluruh aktivitas pembelajaran. Modul yang awalnya

dirancang untuk mewakili metode pembelajaran tertentu telah

berkembang alat ukur yang lengkap telah berkembang menjadi

paket pembelajaran yang mencakup fitur-fitur seperti tujuan

pembelajaran, bahan ajar, strategi pengajaran, media atau

teknologi, sumber belajar, dan sistem evaluasi. Singkatnya, modul

adalah alat bantu pembelajaran yang membantu siswa memahami

keterampilan yang diajarkan selama pelatihan atau kegiatan

pengajaran.

c. Pembelajaran Abad 21

1. Penerapan pembelajaran abad 21 berbasis HOTS dengan

Menggunakan Pendekatan TPACK

Sistem pembelajaran abad kedua puluh satu berbasis HOTS

(Higher Order Thinking Skills) menekankan perspektif

21
9
pembelajaran yang lebih fokus pada berpikir kritis, kolaborasi,

komunikasi, dan kreativitas. Perspektif ini kemudian

dikembangkan menjadi keterampilan berpikir tingkat tinggi

seperti evaluasi dan kreativitas. Sehingga mampu

menghubungkan ilmu yang didapatkan didunia pendidikan ke

kehidupan sehari-hari.

Berhasil tidaknya pelaksanaan pembelajaran abad 21

dilihat dari siswanya apakah sudah mampu memiliki

kemampuan- kemampuan tersebut.

a. Kemapuan komunikasi siswa

Kompetensi penting bagi orang-orang di dunia adalah

komunikasi. Hal ini terjadi karena kompetensi dalam

komunikasi bukanlah hal yang esensial bagi individu-individu

di dunia ini, tanpa mereka, tidak mungkin mencapai keefektifan

interagir atau mengikuti kemajuan dan persaingan, terutama

dalam pekerjaan.

b. Kemampuan kerja sama

Kolaborasi merupakan salah satu aspek penting yang

diperlukan untuk meningkatkan efisiensi kerja. Jika seseorang

tidak dapat berkolaborasi secara efektif, kemungkinan

mencapai hasil yang sukses akan berkurang secara signifikan.

Oleh karena itu, pendidikan saat ini menekankan pentingnya

siswa untuk dapat berkolaborasi secara efektif, mulai dari

lingkungan

30
pendidikan atau sekolahnya, karena dunia kerja menuntut

keterampilan kolaborasi yang kuat.

c. Penerapan pembelajaran abad 21

Sistem pembelajaran abad 21 tidak akan fokus pada

penguasaan kompetensi 4C; Ini juga termasuk akuisisi

kompetensi kemampuan (HOTS). Kapasitas penilaian dan

kapasitas penciptaan adalah indikasi yang tepat dari kompetensi

tersebut. Kompetensi penilaian merupakan perluasan dari

kapasitas kritik yang dipikirkan oleh para senior.

Pembelajaran di Abad 21 selalu dilakukan untuk

mempersiapkan generasi Indonesia untuk mempercepat kemajuan

teknologi informasi dan komunikasi dalam kehidupan sosial.

Menikmati kehidupan sehari-hari pada dasarnya adalah

pengembangan sosial di waktu-waktu tertentu. Para petinggi

bukanlah fasilitator, motivasi, dan inspirator. Dengan kemajuan

teknologi yang sangat cepat, para perwira tidak lagi merupakan

sumber informasi untuk magang. Ini adalah alasan mengapa para

pegiat harus melakukan fasilitasi dan motivasi bagi para peneliti

dan memanfaatkan sumber daya pendidikan yang diberkati dengan

kemajuan teknologi. Evolusi teknologi ini juga menginspirasi

orang- orang kelas atas yang bekerja dan mencari informasi.

d. Evaluasi Pembelajaran Abad 21

Esensi pendidikan tetap harus disesuaikan dengan

kebutuhan perusahaan, kemajuan dalam dunia kerja, kemajuan

dalam ilmu
31
pengetahuan, teknologi dan seni, dan hal-hal yang memerlukan

evolusi untuk terus merespons tantangan di masa depan. Kualitas

sumber daya manusia (SDM) merupakan ciri sistem pendidikan

nasional yang menjamin sumber daya manusia yang berdaya saing

dan modern. Karena abad 21 didasarkan pada keahlian dan

teknologi, berbagai bentuk teknologi memerlukan sumber daya

manusia yang berkualitas tinggi dan kompetitif. Selon Greenstein

(2012), menyatakan bahwa keterampilan yang diperlukan untuk

menghadapi abad 21 meliputi berpikir kritis, pemecahan masalah,

berpikir kreatif, superkognisi, keterampilan komunikasi,

keterampilan kolaborasi, berbagai literasi (digital, visual, dan

teknis), serta keterampilan hidup yang menuntut literasi teknologi

dan karier. Mengingat pendidikan selama ini merupakan cara

pembelajaran tradisional, maka teknologi digital dapat

dimanfaatkan untuk pembelajaran dengan berbagai cara yang lebih

modern.

Utin, Emanuela et al (2021), mengungkapkan Bidang

pendidikan memerlukan alat penilaian. Penilaian merupakan

komponen penting dalam praktik pendidikan dan dilakukan melalui

evaluasi untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan

pengajaran.(h.10)

Sedangkan Dian Eka W, D. (2021), mengungkapkan Para

peserta magang bukanlah salah satu dari para pemagang utama

yang

32
tidak memberikan dampak signifikan terhadap penggunaan siswa

tingkat atas, yang mempengaruhi kualitas proses pemagangan.(h.11)

Gage dan Berliner (1998), mengungkapkan Evaluasi

pembelajaran adalah suatu proses pengumpulan dana dan informasi

serta pengambilan keputusan yang berkaitan dengan berbagai

aspek pemagangan, seperti program, program, metode perekrutan

dan kegiatan-kegiatan lainnya. (h.12)

Tujuan evaluasi pendidikan adalah menentukan efektivitas

dan efektivitas sistem pendidikan, yaitu memahami tujuan, materi,

metode, media, lingkungan pendidikan, dan sistem devaluasi.

Evaluasi juga mengkaji tingkat keterampilan, kompetensi, sikap,

dan nilai-nilai tingkat tinggi dan jenis pendidikan tertentu. Para

peserta harus melakukan evaluasi secara tepat dan wajib ketika

mereka sedang melakukan kegiatan evaluasi magang. Sebuah

konsep yang solid sangat diperlukan untuk evaluasi magang, yaitu

memahami tujuan evaluasi dari proses magang dan langkah-

langkah evaluasi aplikasi. Hal ini diperlukan untuk memanfaatkan

kemampuan evaluasi untuk mengukur efektivitas keberhasilan

yang dicapai. Tanpa mereka, informasi yang diterima mungkin

tidak dapat diandalkan dan tidak memberikan gambaran hasil

pembelajaran yang benar dan adil. Jaminan bahwa para petinggi

dapat bekerja di domain pendidikan akan menilai hasil magang di

tingkat tinggi. Penilaian hasil pembelajaran antara lain dilakukan

untuk mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan siswa, melacak

33
kemajuan belajarnya, dan mengevaluasi pencapaian tujuan

kurikulum, khususnya yang berkaitan dengan keterampilan.

I. Metodologi Penelitian

1. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif. Teknik

deskriptif adalah prosedur pemecahan masalah yang melibatkan

penyajian status topik atau hal yang diselidiki, yang dapat mencakup

orang, lembaga, komunitas, dan lainnya, dengan menggunakan fakta

yang terlihat atau apa adanya.

Sugiyono (2005) menyatakan metode deskriptif diartikan sebagai

metodologi yang digunakan untuk menampilkan atau mengevaluasi

data penelitian tetapi tidak untuk menarik kesimpulan yang lebih besar

(h.21). Menurut Whitney (1960) metode deskriptif memerlukan

perolehan informasi dan menafsirkannya secara akurat. Dapat dikatakan

bahwa penelitian deskriptif berupaya untuk mewakili suatu fenomena,

kejadian terkini, atau tantangan kontemporer.

2. Bentuk Penelitian

Dalam penelitian skripsi ini, peneliti menggunakan bentuk

penelitian kualitatif. Pendekatan penelitian kualitatif berfokus pada

mengkarakterisasi kondisi, sifat, atau esensi dari suatu fenomena

tertentu atau nilai suatu objek. Tujuan utama penelitian kualitatif adalah

mengungkap makna kejadian spesifik dalam situasi dan konteks alami.

Berbeda dengan mengevaluasi teori-teori yang sudah ada, penelitian

34
kualitatif berfokus pada penemuan konsep-konsep baru, informasi,

bahkan penciptaan teori-teori baru.

Moleong (2002) menjelaskan bahwa penelitian kualitatif terdiri

dari pengumpulan data deskriptif dari partisipan dalam bentuk kata-kata

tertulis atau lisan, serta aktivitas yang diamati. Penjelasan ini

menitikberatkan pada jenis data yang diperoleh sepanjang proses

penelitian, khususnya deskripsi kualitatif. Dengan menggunakan

deskripsi kualitatif, data yang dihasilkan bersifat deskriptif dan

berupaya mengungkap makna yang mendasari suatu fenomena (h.3)

3. Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian ini, Pendekatan Analisis Semiotika Roland

Barthes digunakan untuk mempelajari cara makna diciptakan dan

dipahami melalui simbol-simbol dalam film. Pendekatan ini

memberikan landasan teoretis yang kuat untuk menggali kedalaman

naratif visual, menguraikan bagaimana tanda-tanda dan simbol

membentuk lapisan- lapisan makna yang kompleks; Struktur tanda-

tanda dalam teks budaya, termasuk film; dan cara tanda-tanda

digunakan untuk menyampaikan penonton.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menemukan dan menjaga

elemen-elemen simbolis dalam film, mulai dari pengaturan visual,

narasi, dialog, dan kehadiran objek atau lambang tertentu. Peneliti

menggunakan metode ini untuk membedah setiap elemen film secara

menyeluruh, mengungkapkan bagaimana simbol membentuk dan

mempengaruhi cerita secara keseluruhan. Dengan menggunakan

analisis

35
semiotika dalam penelitian ini, peneliti dapat menyelidiki makna

tersembunyi, nilai-nilai, dan pesan yang mungkin diungkapkan melalui

struktur simbolik film.

4. Sumber Data dan Data Penelitian

a. Sumber Data

Sumber data penelitian ini adalah rekaman film “Sleep Call”

yang disutradarai oleh Fajar Nugros dan dirilis pada tanggal 7

September 2023. Selain rekaman video, data penelitian ini diperkuat

dengan data sekunder berupa bahan pendukung. dari berbagai

makalah jurnal dan sumber media massa.

b. Data Penelitian

Setelah melakukan observasi mendalam, penulis memilih film

“Sleep Call” sebagai sumber data utama dalam penelitian ini. Untuk

saat ini, informasi tambahan dikumpulkan dari makalah para ahli dan

sumber-sumber lain yang relevan dengan topik penelitian. Karena

setiap tahapan sangat penting untuk menyelesaikan proyek studi

penulis, semua materi yang diperoleh diperiksa dan diteliti secara

menyeluruh untuk memastikan keakuratannya. Selanjutnya, data

dideskripsikan dan diklasifikasikan berdasarkan rumusan masalah

dan tujuan penelitian.

5. Teknik dan Alat Pengumpulan Data

a. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data penelitian ini adalah metode

dokumentasi, yang melibatkan perolehan dan evaluasi berbagai

36
macam dokumen seperti kertas tertulis, foto, dan file elektronik.

Untuk menjamin keaslian data, peneliti menggunakan berbagai

metodologi pengumpulan data, seperti dijelaskan di bawah ini.

1. Peneliti dengan cermat menonton dan mengamati film “Sleep

Call” kemudian mengidentifikasi analisis feminisme yang

terkandung di dalamnya. Selain mengamati film penelitia juga

mendapatkan informasi yang mendukung penelitian ini dari

berbagai artikel jurnal dan media massa

2. Cuplikan cuplikan yang dianggap mempresentasikan feminisme

ditemukan dan dilakukakn metode dokumentasi.

3. Data data yang terkumpul dan dianggap mempresentasikan

perempuan akan dianalsisi menggunakan teknik analsiis

semiotika milik Roland Barthes yang pada akhirnya dapat ditarik

dari kesimpulan permasalahan penelitian

b. Alat Pengumpulan Data

Penulis berperan sebagai pengumpul data utama dalam penelitian ini.

Penulis mengumpulkan data dengan cara mengulangi observasi

terhadap film “Sleep Call” hingga diperoleh data yang representatsi.

Penulis akan mengklasifikasikan seluruh data yang diperoleh sesuai

dengan definisi masalah penelitian. Selanjutnya selama melakukan

penelitian ini, penulis dibantu dengan alat pengumpulan data seperti

laptop dan alat tulis.

6. Teknik Pengujian Keabsahan Data

Dalam setiap aktivitas penelitian, validasi data sangat penting untuk

memastikan bahwa data tersebut akurat. Peneliti menguji kredibilitasnya

37
dengan triangulasi, referensi yang memadai, percakapan rekan, periode

observasi yang diperpanjang, dan peningkatan ketelitian penelitian.

Metode ini digunakan untuk memastikan kebenaran dan keabsahan data

yang dikumpulkan.

Dengan menggunakan pendekatan ketekunan dalam penelitian,

validitas data dapat diperiksa; Pendekatan ini memerlukan observasi

terus-menerus dan analisis menyeluruh terhadap subjek penelitian untuk

memudahkan klasifikasi data yang dikumpulkan. Dengan melihat

banyak referensi yang berkaitan dengan pokok bahasan dari sumber

primer dan sekunder, peneliti meningkatkan ketelitian dalam proses

penelitian.

7. Teknik Analisis Data

Metode teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah

analisis isi, yang mencakup pemeriksaan menyeluruh terhadap data

tekstual atau cetak yang ditemukan di film ”Sleep Call”. Prosedur ini

terdiri dari pencatatan pesan atau simbol secara metodedis, kemudian

interpretasi dan analisis data tersebut.

Dalam contoh ini, penulis menggunakan analisis Roland Barthes

untuk melihat bagaimana feminisme dijelaskan dalam film "Sleep

Call". Tindakan yang dilakukan penulis untuk menangani data tersebut

adalah

1) Pada langkah analisis, peneliti beberapa melihat adegan dari film

“Sleep Call” yang berkaitan dengan topik feminis. Untuk

menyelesaikan proses ini, setiap adegan yang menunjukkan elemen

38
tertentu dari representasi feminis, seperti hubungan antara karakter

laki-laki dan perempuan, stereotip gender, atau cerita tentang

kekuasaan atau kemandirian perempuan, harus diperiksa dengan

cermat. Hal ini dilakukan untuk menemukan unsur yang, dalam

konteks film, yang mewakili konsep feminisme.

2) Dalam Fase Interpretasi, ekstrak adegan dari film "Sleep Call"

disajikan secara menyeluruh, membuktikan penerapannya pada

penelitian semiotika Roland Barthes tentang makna dan tanda. Fase

ini membutuhkan pemahaman yang lebih mendalam tentang

repsentasi feminisme yang ada dalam adegan untuk menggali lebih

dalam makna yang terkandung di dalamnya. Dengan menggunakan

teori semiotika Roland Barthes, setiap adegan diperiksa untuk

mengungkap makna, tanda, dan esensi maknanya yang diungkapkan

melalui penggunaan ikonik visual, percakapan lisan, dan interaksi

antar karakter.

3) Pada tahap akhir, kesimpulan dibuat berdasarkan adegan dari film

“Sleep Call”, yang memiliki dampak signifikan terhadap

pemahaman peneliti tentang feminisme dan analisis semiotika

Roland Barthes, yang membantu peneliti memahami makna dan

sinyal. Tahap ini memerlukan penggabungan data yang dikumpulkan

dari pemeriksaan adegan yang cermat untuk menemukan pesan dasar

tentang semiotika dan feminisme, serta pola dan motif secara

berulang. Dengan melihat interaksi komponen visual, interaksi

karakter, dan simbolisme naratif, peneliti berharap mendapatkan

pemahaman yang lebih luas tentang

39
refleksi film tentang dinamika gender, standar masyarakat, dan struktur

kekuasaan.

Lebih lanjut, data tersebut dikaji baik secara denotatif maupun

konotatif dengan menggunakan semiotika Barthes, yang menyatakan

bahwa setiap argumen yang diperoleh dari data tersebut berpotensi

mengungkap sesuatu yang signifikan dan menarik tentang suatu

masyarakat. Hasilnya, keterhubungan total dari tantangan-tantangan

yang ada saat ini akan dengan jelas menunjukkan seberapa baik temuan-

temuan yang ada.

Sobur (2006) , Sepanjang prosesnya, Barthes menyelidiki apa yang

dikenal sebagai sistem penandaan tingkat kedua. Sistem ini didasarkan

pada sistem yang sudah ada. Dalam kerangka mitologisnya, (h.69).

Barthes secara tegas membedakan antara sistem makna tingkat pertama

atau denotatif dan sistem makna tingkat kedua yang dikemukakannya,

yang dikenal sebagai konotatif. Barthes menjelaskan bagaimana tanda

dapat bertindak dalam bentuk tabel.

31
Tabel 2.2

Signifikan Dua Tahap Roland Barthes


1. Signifer 2. Signified
(Penanda) (Petanda)
Tingkat Penanda
3. Sign
(Leanguage)
(Tanda)
4. Conotative Signifier 5. Conotative Signified
(Penanda Konotatif) (Petanda Konotatif)

6. Conotative Sign (Tanda Konotatif)

Sumber : Alex Sobur, 2006, Semiotika

Menurut Menurut skema Barthes, tanda denotatif (3) terdiri atas

penanda (1) dan petanda (2). Namun tanda denotatif juga berperan sebagai

penanda konotatif (4).

Keterangan :

1. Signifer (Penanda) mengacu pada banyak bagian material dari suatu

tanda yang mempunyai sifat indrawi dan mungkin dialami. Wujud

penanda dalam bahasa lisan berupa gambar pendengaran (bunyi) atau

gambaran akustik yang dikaitkan dengan pengertian penanda itu.

Penanda juga dapat dipandang sebagai komponen petanda yang tidak.

31
2. Signified (Petanda) adalah unsur mental suatu tanda, yang sering

dikenal sebagai makna ideasional konseptual yang dipertimbangkan

oleh pembicara. Akibatnya, yang ditandakan hanyalah gambaran mental

dari apa yang dirujuknya.

3. Leanguage adalah sistem tanda yang menangkap ide-ide masyarakat

pada titik waktu tertentu.

4. Denotasi adalah makna yang sesungguhnya atau sebenarnya. Menurut

Barthes, denotasi merupakan tingkat penandaan awal dan seringkali

dipandang sebagai penutup makna.

5. Konotasi menurut Barthes, lebih berkaitan langsung dengan penciptaan

gagasan, atau yang disebutnya sebagai mitos. Konotasi digunakan untuk

menyampaikan dan mempertahankan cita-cita yang berpengaruh dan

lazim pada momen tertentu.

6. Mitos merupakan pola tiga dimensi yang terdiri dari penanda, petanda,

dan tanda, namun sebagai suatu sistem yang berbeda, mitos dihasilkan

melalui keterkaitan makna yang sudah ada sebelumnya. Mitos juga

merupakan sistem penandaan tingkat kedua di mana satu penanda dalam

sebuah mitos bisa mempunyai banyak petanda.

Ide semiotik Barthes dibangun atas dua komponen denotatif dan makna

ekstra konotatif. Dengan kata lain, makna-makna di dalam tanda-tanda

konotatif diperoleh dari penafsiran peneliti terhadap penanda dan petanda

denotatif, yang kemudian menjadi dasar hasil penelitian.

31
40
DAFTAR PUSTAKA

Aryawan, D. N., Ayu, I. D., Joni, S., Agung, I. G., & Suryawati, A.
(2021). Representasi Feminisme dalam Film Lady Bird. E-Jurnal
Medium, 12(2), 1-6.

Astuti, P. T. Analisis Keberhasilan Pre and Post Test Grameen Bank


terhadap Hasil Pemberdayaan Perempuan (Studi Kasus Di
Koperasi Mitra Dhuafa Cabang Cileungsi) (Master's thesis,
Fakultas Ekonomi dan Bisnis uin jakarta).
Ayu, I., et al. "Representasi Feminisme Dalam Film Perempuan Tanah Jahanam."
Medium Jurnal Ilmu Komunikasi 1.1 (2021): 1-13.

Baroya, Epi Hifmi. "Strategi pembelajaran abad 21." As-Salam: Jurnal


Ilmiah Ilmu-Ilmu Keislaman 1.1 (2018): 101-115.

Biasini, N., & Wijayanti, S. (2021). Representasi Feminisme Dalam


Karakter Pahlawan Perempuan Captain Marvel. Widyakala
Journal: Journal of Pembangunan Jaya University, 8, 17-24.
Damiati, Muhamad; Junaedi, Nurasikin; Asbari, Masduki. Prinsip Pembelajaran
dalam Kurikulum Merdeka. Journal of Information Systems and
Management (JISMA), 2024, 3.2: 11-16.
Diani, Amanda; Lestari, Martha Tri; Maulana, Syarif. Representasi Feminisme Dalam
Film Maleficent. Protvf, 2017, 1.2: 139-150.

Fitriani, W. D., & Hardiyanto, F. E. (2023). Representasi Perempuan Film


Maybe Someday, Another Day, But Not Today Dan Implikasinya
Pada
Pembelajaran Sastra Indonesia Di Sma. Prosiding Konferensi Ilmiah
Pendidikan, 4, 165-182.
Gaol, M. T. L. (2020). Analisis Semiotika Pada Film Parasite Dalam Makna
Denotasi Konotasi dan Pesan Moral (Doctoral dissertation, Universitas
Medan Area).
Hastuti, D., & Syukur, M. (2021). Penerapan pembelajaran abad 21
berbasis HOTS dengan menggunakan pendekatan TPACK di SMA
Negeri 11 Enrekang. Pinisi Journal of Sociology Education Review,
41
1(3), 144-152.

Hutabarat, H., Harahap, M. S., & Elindra, R. (2022). Analisis penerapan


kurikulum merdeka belajar di SMA Negeri Sekota
Padangsidimpuan. Jurnal MathEdu (Mathematic Education
Journal), 5(3), 58-69.
Ilyas, A. I. (2017). Analisis Feminisme Sastra dalam Film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita
Karya Robby Ertanto Soediskam. Skripsi Universitas Muhammadiyah
Makassar.

42
Khasanah, IKA, and Dian Uswatun Hasanah. Representasi Feminisme dalam Novel
Wedding
Agreement Karya Mia Chuz serta Relevansinya dengan Pembelajaran Bahasa
dan Sastra Indonesia di Ma. Diss. IAIN SURAKARTA, 2020.
Liyanti, Yuliani, and Sri Ekowati. "Representasi Feminisme dalam Film." Ikon--Jurnal
Ilmiah Ilmu Komunikasi 27.1 (2022): 107-121.

Maulida, Utami. "Pengembangan modul ajar berbasis kurikulum merdeka."


Tarbawi: jurnal pemikiran dan pendidikan islam 5.2 (2022): 130-138.

Maulidina, S. (2020). Representasi Feminisme Dalam Film 3 Srikandi


(Studi Analisis Semiotika) (Doctoral dissertation, UIN Sumatera
Utara Medan).

Mellinia, W., & Sary, K. A. (2022). Representasi feminisme dalam film


Kim Jiyoung, Born 1982. Literasi: Jurnal Ilmu Komunikasi, 1(1).
Mustofa, M. B. (2022). Fungsi Komunikasi Massa Dalam Film. At TAWASUL:
Jurnal Komunikasi dan Penyiaran Islam, 2(1), 1-8.
Nasirin, C., & Pithaloka, D. (2022). Analisis Semiotika Roland Barthes Konsep
Kekerasan Dalam Film The Raid 2 Berandal. Journal of Discourse and
Media Research, 1(01), 28-43.
Nasirin, Choiron, and Dyah Pithaloka. "Analisis Semiotika Roland Barthes
Konsep Kekerasan Dalam Film The Raid 2 Berandal." Journal of
Discourse and Media Research 1.01 (2022): 28-43.
Nengsih, Cindy Oktafina, et al. Studi Literatur: Penggunaan Alat Evaluasi
Pembelajaran IPA Mendukung Keterampilan Abad 21. Jurnal Esabi
(Jurnal Edukasi dan Sains Biologi), 2022, 4.1: 10-20.
Nugrahani, F., & Hum, M. (2014). Metode penelitian kualitatif. Solo: Cakra
Books, 1(1), 3-4. Olimpia, S., Nurachmana, A., Perdana, I., Asi, Y. E., &
Ramadhan, I. Y. (2023, April). Analisis
Semiotik Dalam Film Kkn Desa Penari Karya Awi Suryadi Dan
Implikasinya Dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia. In Prosiding
Seminar Nasional Pendidikan, Bahasa, Sastra, Seni, dan Budaya (Vol.
2, No. 1, pp. 186-193).
Pasaribu, C., & Firmansyah, D. (2023). Representasi Psikologi Perempuan Akibat
Budaya Patriarki Dalam Cerpen “Perempuan Itu Pernah Cantik”
43
Karya Mashdar Zaidal. NUSRA: Jurnal Penelitian dan Ilmu Pendidikan,
4(4), 1043-1049.
Purnama, N. C., Aritonang, A. I., & Wijayanti, C. A. (2021). Representasi
Feminisme dalam Film Enola Holmes. Jurnal E-Komunikasi, 9(2).
Romlah, Siti. Representasi Feminisme Dalam Film (Analisis Semiotika John
Fiske Terhadap Film Sherni). Diss. Universitas sangga buana YPKP,
2023.

Setyorini, R. (2017). Diskriminasi gender dalam novel Entrok karya Okky


Madasari: Kajian feminisme. Jurnal Desain, 4(03), 291-297.

44
Sinuraya, J. S. B. (2021). Analisis Semiotika Representasi Feminisme
Dalam Film Mulan 2020 (Doctoral dissertation, Universitas Islam
Negeri Sumatera Utara).

Sobur. Alex. 2006. Semiotika Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Yustiana, M., & Junaedi, A. (2019). Representasi Feminisme dalam Film Marlina
si Pembunuh dalam Empat Babak (Analisis Semiotika Roland Barthes).
Koneksi, 3(1), 118-125.

Zaimar, O. K. (2008). Semiotik dan penerapannya dalam karya sastra. Pusat


Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional.

45

Anda mungkin juga menyukai