Anda di halaman 1dari 115

SKRIPSI

REPRESENTASI FEMINISME DALAM FILM 3 SRIKANDI

(STUDI ANALISIS SEMIOTIKA)

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Sumatera

Utara, Medan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi (S.I.Kom)

SABRINA MAULIDINA

NIM: 0603162018

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA

MEDAN

2020
i
ii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Sabrina Maulidina

NIM : 0603162018

Program Studi : Ilmu Komunikasi

Fakultas : Ilmu Sosial

Judul Skripsi : Representasi Feminisme Dalam Film 3 Srikandi

(Studi Analisis Semiotika)

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya sertakan ini

benar-benar merupakan hasil karya sendiri, kecuali kutipan-kutipan dan

ringkasan-ringkasan yang sudah saya jelaskan sumbernya.

Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa skripsi ini

hasil plagiat, maka gelar dan ijazah yang diberikan oleh universitas batal saya

terima.

Medan, 10 November 2020


Yang membuat pernyataan

Sabrina Maulidina
NIM 0603162018

iii
Nama : Sabrina Maulidina
NIM : 0603162018
Judul : Representasi Feminisme
DalamFilm 3 Srikandi
(Studi Analisis Semiotika)
Pembimbing 1 : Dr. Hasan Sazali, MA
Pembimbing 2 : Dra. Zuhriah, MA

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimanakah

representasi feminisme dalam film 3 Srikandi dan menemukan makna dan tanda

yang digunakan film 3 Srikandi dalam mempresentasikan feminisme. Teori yang

digunakan untuk memecahkan penelitian ini adalah teori semiotika. Objek

penelitiannya yaitu Film 3 Srikandi, yang merupakan film produksi Indonesia dan

tayang pada tahun 2016 dengan durasi selama 122 menit. Metode yang digunakan

dalam penelitian ini yaitu metode kualitatif dengan teknik analisis semiotika

model Roland Barthes. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat beberapa

adegan yang menggambarkan representasi feminisme di dalam film 3 Srikandi.

Representasi feminisme tersebut terlihat dari tanda dan makna yang di telaah

melalui teori semiotika Roland Barthes.

Kata kunci : Representasi, Film, Feminisme, Semiotika

iv
Name : Sabrina Maulidina
ID : 0603162018
Title : Representation of Feminism
in the 3 Srikandi Film
(Semiotic Analysis Studies)
Preceptor 1 : Dr. Hasan Sazali, MA
Preceptor 2 : Dra. Zuhriah, MA

ABSTRACT

The purpose of this research is to find out how the representation of

feminism in the 3 Srikandi films and to find the meanings and signs used by the 3

Srikandi films in presenting feminism. The theory used to solve this research is

semiotic theory. The object of his research is Film 3 Srikandi, which is a film

produced by Indonesia and aired in 2016 with a duration of 122 minutes. The

method used in this study is a qualitative method with the semiotic analysis

technique of Roland Barthes' model. The results showed that there were several

scenes depicting the representation of feminism in the film 3 Srikandi. The

representation of feminism can be seen from the signs and meanings that are

analyzed through Roland Barthes' semiotic theory.

Keywords: Representation, Film, Feminism, Semiotics

v
MOTTO HIDUP

“Why Worry? If you’ve done the very best you can, worrying won’t make it any better.”
-Walt Disney-

vi
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas

segala limpahan anugerah dan rahmat yang diberikan-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan penulisan skripsi ini sebagaimana yang diharapkan. Dan tidak lupa

shalawat dan salam penulis hadiahkan kepada baginda Rasulullah Muhammad

SAW yang telah membawa risalah Islam berupa ajaran yang haq lagi sempurna

bagi manusia dan merupakan contoh tauladan dalam kehidupan manusia menuju

jalan yang diridhoi Allah SWT.

Skripsi ini berjudul “Representasi Feminisme Dalam Film 3 Srikandi

(Studi Ananlisis Semiotika)”. Disusun dalam rangka memenuhi tugas-tugas dan

melengkapi syarat-syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komunikasi

(S.I.Kom) di Fakultas Ilmu Sosial UIN Sumatera Utara Medan.

Penulis telah berusaha dengan segala upaya yang dilakukan dalam

penyelesaian skripsi ini. Namun penulis juga menyadari bahwa masih banyak

kekurangan dan kelemahan dalam skripsi ini, baik dari segi isi maupun tata

bahasa. Hal ini disebabkan karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman

yang penulis miliki. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang

bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Kiranya isi skripsi ini dapat

bermanfaat dalam memperkaya khazanah ilmu pengetahuan dan penulis

mengharapkan semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi para

pembacanya.

Pada awalnya, sungguh banyak hambatan yang penulis hadapi dalam

penulisan skripsi ini. Namun berkat adanya pengarahan, bimbingan dan bantuan

yang diterima akhirnya semuanya dapat diatasi dengan baik. Pada kesempatan ini,

penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak


vii
yang secara langsung maupun tidak langsung telah memberikan bantuan dan

motivasi, baik dalam bentuk moril maupun materil sehingga skripsi ini dapat

diselesaikan.

Penulis secara khusus ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada kedua orang tua penulis yang sangat luar biasa yaitu Ibunda

tercinta Supinah dan ayahanda tercinta Zainul yang sangat luar biasa atas semua

nasihat dalam segala hal serta doa tulus, limpahan kasih dan sayang yang tiada

henti selalu tercurahkan untuk kesuksesan penulis serta dalam segala kecukupan

yang diberikan dan juga senantiasa memberikan dorongan secara moril maupun

materil sehingga penulis mampu menghadapi segala kesulitan dan hambatan yang

ada, yang pada akhirnya penulis dpaat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Untuk itu, penulis juga dengan sepenuh hati mengucapkan terima kasih

kepada:

1. Bapak Prof. Dr. KH. Saidurrahman, M. Ag selaku Rektor UIN Sumatera

Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Ahmad Qorib, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial UIN

Sumatera Utara.

3. Bapak Dr. Hasan Sazali, MA selaku Ketua Prodi Ilmu Komunikasi UIN

Sumatera Utara serta Dosen Pembimbing I yang telah memberikan banyak

bimbingan dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Ibu Dr. Nursapiah Harahap, MA selaku Sekretaris Prodi Ilmu Komunikasi

UIN Sumatera Utara.

viii
5. Ibu Dra. Zuhriah, MA selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan

banyak bimbingan dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi

ini.

6. Kakak, abang, adik dan keponakan tercinta Jayanti Maharani, Rizki Arifani,

Iqmal Munthe, Mhd. Kadar Fitrawan dan Raisya Azzahra Munthe yang ikut

serta menyemangati sekaligus menghambat penelitian saya.

7. Para sahabat tersayang Hikmalia, Tiyas Widanty, Annisa Rosady, Sri Anna

Della Lubis, Hafisyah Putri, Fitria Gunawan, Silvia Marissa, Siti Aisyah,

Chairuna, Fikri Muhammad Nasution dan Bayu Prayoga yang telah banyak

memberikan dorongan, semangat, doa, motivasi dan ketulusan kepada saya

selama penyusunan skripsi ini.

8. Para teman-teman saya Azkia, Rahmadani Harahap, Suci Ayu Pratiwi, Qorry

Anggraini, Nis‟atul Hilwa, Indah Syawitri, Syafira Zahra, Nur Syapika Adila

dan Ulfa Fuady yang telah banyak memberikan semangat, mendoakan dan

membantu saya selama penyusunan skripsi ini.

9. Seluruh teman-teman yang ada di hidup saya, teman-teman Jurnalistik 2016,

teman-teman Jurusan Ilmu Komunikasi angkatan 2016 dan teman-teman

organisasi CRN TV UIN Sumatera Utara.

Sekali lagi peneliti ucapkan terima kasih atas bantuan yang telah diberikan

dari semua pihak, baik itu bantuan secara moril dan materil, memberikan

semangat, doa dan motivasi kepada peneliti sehingga peneliti dapat

menyelesaikan skripsi ini dengan sebagaimana mestinya. Tanpa adanya bantuan

ix
dari semua pihak, mungkin skripsi ini tidak dapat diselesaikan secara maksimal.

Semoga kita mendapatkan balasan dari Allah SWT atas perbuatan baik yang kita

lakukan. Amin amin amin ya rabbal‟alamin.

Medan, Oktober 2020

Penulis,

Sabrina Maulidina
NIM. 0603162018

x
DAFTAR ISI

SAMPUL

SURAT PERSETUJUAN SKRIPSI ............................................................. i

LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... ii

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ........................................ iii

ABSTRAK ...................................................................................................... iv

MOTTO HIDUP ............................................................................................ vi

KATA PENGANTAR .................................................................................... vi

DAFTAR ISI................................................................................................... x

DAFTAR TABEL .......................................................................................... xiii

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiv

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1

A. Latar Belakang ................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ............................................................................. 6

C. Tujuan Penelitian ............................................................................... 7

D. Batasan Istilah .................................................................................... 7

E. Manfaat Penelitian ............................................................................. 8

1. Manfaat Akademis ....................................................................... 9

2. Manfaat Praktis ........................................................................... 9

xi
BAB II KAJIAN TEORITIS......................................................................... 10

A. Defenisi Konseptual ........................................................................... 10

1. Representasi .................................................................................. 10

2. Film................................................................................................ 11

3. Feminisme ..................................................................................... 11

4. Analisis Semiotika ........................................................................ 17

5. Perempuan Dalam Konstruksi Media Massa ............................ 18

6. Perempuan Dalam Perspektif Islam .......................................... 20

B. Kerangka Teori .................................................................................. 24

1. Representasi .................................................................................. 24

2. Teori Semiotika Roland Barthes ................................................ 27

C. Penelitian Terdahulu ......................................................................... 30

BAB III METODE PENELITIAN ............................................................... 32

A. Pendekatan dan Jenis Penlitian ........................................................ 32

B. Objek Penelitian ................................................................................. 33

C. Jadwal Penelitian ............................................................................... 33

D. Sumber Data Penelitian ..................................................................... 33

E. Metode Pengumpulan Data ............................................................... 34

F. Metode Analisis Data ......................................................................... 34

G. Proses Analisis .................................................................................... 38

xii
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................... 40

A. Deskripsi Subjek Penelitian .............................................................. 40

B. Data Penelitian ................................................................................... 42

C. Pembahasan ........................................................................................ 55

1. Deskripsi Hasil Peneltian ............................................................ 55

2. Representasi Feminisme Dalam Film 3 Srikandi ...................... 56

3. Tanda dan Makna Dalam Film 3 Srikandi................................ 59

4. Mitos dan Temuan Data .............................................................. 87

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 92

A. Kesimpulan ......................................................................................... 92

B. Saran ................................................................................................... 93

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 94

xiii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Proses Representasi menurut John Fiske ................................... 25

Tabel 2.2 Persamaan dan Perbedaan Dengan Penelitian Terdahulu ....... 30

Tabel 3.1 Signifikasi Dua Tahap Roland Barthes ....................................... 36

Tabel 3.2 Tabel Kerja Analisa ...................................................................... 38

Tabel 4.2.1 Potongan Scene yang Mempresentasikan Feminisme ............ 42

xiv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1.1 Poster Film 3 Srikandi .......................................................... 41

Gambar 4.3.1 Potongan Scene 0:02:02 ........................................................ 59

Gambar 4.3.2 Potongan Scene 0:27:24 ........................................................ 62

Gambar 4.3.3 Potongan Scene 0:33:55 ........................................................ 65

Gambar 4.3.4 Potongan Scene 0:42:12 ........................................................ 67

Gambar 4.3.5 Potongan Scene 0:42:49 ........................................................ 70

Gambar 4.3.6 Potongan Scene 0:43:31 ........................................................ 73

Gambar 4.3.7 Potongan Scene 0:03:36 ........................................................ 75

Gambar 4.3.8 Potongan Scene 0:19:53 ........................................................ 77

Gambar 4.3.9 Potongan Scene 0:33:01 ........................................................ 79

Gambar 4.3.10 Potongan Scene 0:33:20 ...................................................... 81

Gambar 4.3.11 Potongan Scene 0:37:11 ...................................................... 83

Gambar 4.3.12 Potongan Scene 0:58:51 ...................................................... 85

xv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Media massa merupakan sarana komunikasi bagi masyarakat untuk

memenuhi kebutuhan dalam menyampaikan informasi, atau dengan kata lain

media massa adalah pusat informasi. Semua realitas sosial yang terjadi di

dunia dapat disaksikan dengan sangat mudah, baik secara langsung atau

melalui media. Kecanggihan media massa membuat batas tempat dan waktu

tidak lagi berperan. Media massa menjadi penting karena memiliki kekuatan,

tidak hanya dapat menyampaikan pesan tetapi media juga memiliki fungsi

mendidik, mempengaruhi, menginformasikan dan menghibur. Saat ini banyak

karya seni kreatif yang menjadi konsumsi massa, salah satunya adalah media

film.

Film merupakan salah satu bentuk teknologi audio visual. Media

komunikasi audiovisual yang disukai banyak orang yaitu film. Rentang usia

masyarakat yang menonton film pun berbeda-beda, mulai dari anak-anak

sampai orang tua. Film juga dapat diartikan sebagai alat untuk menyampaikan

pesan dan informasi kepada penontonnya lewat sebuah media cerita. Seniman

dan insan perfilman menjadikan film sebagai wadah ekspresi artistik untuk

mengungkapkan gagasan-gagasan dan ide cerita. Kemampuan dan kekuatan

film dalam segala aspek masyarakat dapat menjadikan film berpotensi

mempengaruhi penontonnya. Berbeda dari media massa lainnya, film

1
2

merupakan institusi sosial penting. Isi dalam film tidak hanya dapat menjadi

cerminan tetapi juga menciptakan realitas di dalam masyarakat.

Banyak keuanggulan-keunggulan yang dimiliki film, seperti dapat

menampilkan objek-objek yang tidak bisa dilihat dengan mata telanjang. Film

dapat menggambarkan objek yang sangat besar atau sangat kecil,

memperlambat serta mempercepat objek. Ditambah dengan adanya teknologi

efek, tata suara dan animasi, sehingga film dapat memberikan kesan yang

lebih dramatis daripada peristiwa yang sebenarnya terjadi. Saat ini, bentuk

informasi yang memiliki daya resistensi lebih kuat daripada bentuk informasi-

informasi lainnya adalah film karena bersifat audio visual. Dengan

menggunakan beragam jenis format tayangan dan juga berbagai bentuk

saluran penyajian sehingga film mampu membangun opini publik. Tidak

hanya itu, film juga dapat mengubah atau bahkan menciptakan pola pikir baru

di masyarakat.

Banyak film yang sering kali menampilkan hubungan bias gender

tertentu tanpa disadari, seperti menempatkan perempuan pada posisi yang

lemah atau tidak berdaya. Perempuan sering diberikan peran sebagai

seseorang yang ditindas, peran sebagai objek seksualitas laki-laki atau bahkan

sebagai korban pelecehan. Tidak hanya itu, perempuan juga sering di

visualisasikan sebagai manusia yang rendah diri serta cengeng oleh para

sutradara (Gamble, 2010:117).

Tema feminis mulai bermunculan di film-film yang berhasil secara

komersial pada tahun 1970 (Danise D. Bielby, Sociologie du Travail Journal,


3

51, 2009:6). Kehadiran pemeran perempuan dalam film bisa dinilai secara

positif dan negatif. Perempuan dikonstruksi berdasarkan pembacaan

emosional. Dipercaya bahwa semua jenis emosi berasal dari wanita, yang

dianggap sebagai kebiasaan, dan pada akhirnya terkait dengan asumsi bahwa

wanita hanya bersifat emosional (lebih emosional daripada pria).

Citra perempuan yang sering ditemukan dalam sinetron dan film

Indonesia digambarkan sebagai sosok cerewet, emosional, lemah, jahat dan

cuek. Namun, tidak semua film menampilkan karakter perempuan yang

lemah. Beberapa film memperlihatkan kekuatan, perjuangan dan kerja keras

seorang perempuan untuk mengubah pandangan masyarakat tentang

perempuan, seperti film 3 Srikandi, Perempuan Berkalung Sorban dan Kartini.

Ada banyak film tentang perempuan, tetapi sangat sedikit film yang

menceritakan tentang kekuatan dan prestasi perempuan, salah satunya yaitu 3

Srikandi. Film 3 Srikandi mengambil setting tahun 1988 yang menceritakan

kisah nyata dari perjuangan tiga pemanah perempuan Indonesia yaitu

Nurfitriyani (Bunga Citra Lestari), Lilies Handayani (Chelasea Islan) dan

Kusuma Wardhani (Tara Basro) dalam acara Olimpiade di Seoul, Korea

Selatan (https://cosmopolitanfm.com/3-srikandi-film-yang-dapat-

menginspirasi-perempuan/).

Ketiga pemanah perempuan tersebut gigih berusaha agar bisa

mendapatkan medali Olimpiade, dengan dibimbing oleh pelatih bernama

Donald Pandiangan (Reza Rahardian). Tidak hanya bercerita tentang dunia

olahraga, film yang disutradarai oleh Imam Brotoseno ini juga dipenuhi
4

dengan masalah keluarga dan tentunya perjuangan dari tiga perempuan untuk

mempertahankan serta memperjuangkan mimpi mereka sebagai atlet.

Representasi kehadiran perempuan biasanya menggambarkan peran

yang mengarah ke sisi lemah dari perempuan. Menurut sudut pandang feminis

sendiri menyebutkan bahwa, di dalam suatu film seharusnya perempuan tidak

hanya digambarkan pada sisi lemah saja, tetapi perjuangan dan kekuatan

perempuan juga harus di tampilkan. Seharusnya perempuan dapat ditampilkan

secara seimbang, dalam artian berkaitan dengan sisi positif sebagai upaya

mendorong penghargaan diri perempuan.

Feminisme merupakan sebuah gerakan perempuan yang ditujukan

dalam memperjuangkan emansipasi atau persamaan hak sepenuhnya kaum

perempuan tanpa adanya diskriminasi (Rodha Linion, Evaluation and Program

Planning Journal, Vol. 12. 1989:1). Feminisme merujuk pada bagaimana

seorang perempuan dapat memiliki kesempatan dalam mengembangkan diri

yang sama dengan laki-laki, baik dalam aspek ekonomi, sosial, politik dan

pendidikan. Ide feminis mulai muncul di pertengahan abad ke-18, ketika hak-

hak perempuan dalam masyarakat dipertanyakan. Pada abad Pencerahan dan

Revolusi Prancis, perempuan mulai menantang definisi perempuan dalam

masyarakat (perempuan hanya boleh menjadi ibu rumah tangga, perempuan

harus patuh terhadap laki-laki dan juga lemah lembut) yang dibuat oleh laki-

laki (https://medium.com/hipotesa-indonesia/apa-itu-feminisme-

8a28a2577c1b).
5

Gerakan feminisme di Indonesia tidak pernah terlepas dari kontoversi.

Banyak dari masyarakat yang sudah mengerti dan paham dengan maksud

gerakan feminisme. Tidak hanya perempuan saja, bahkan ada juga laki-laki

yang mengakui dirinya sebagai feminis (mendukung gerakan feminisme).

Walaupun begitu, tujuan gerakan feminisme di Indonesia masih saja belum

tercapai. Masih banyak kasus yang terkait dengan feminisme, seperti

anggapan bahwa perempuan lebih lemah dari laki-laki, masyarakat percaya

bahwa memiliki anak laki-laki lebih berharga daripada perempuan, dan

pandangan negatif lainnya terhadap perempuan.

Perempuan adalah sosok istimewa yang menarik untuk dikaji.

Perempuan dapat memengaruhi pandangan dan opini orang-orang di sekitar

mereka. Beberapa orang percaya bahwa keistimewaan perempuan adalah aset

berharga yang harus dihormati dan dilindungi. Di sisi lain, beberapa orang

juga memanfaatkan kondisi ini untuk menekan kelangsungan hidup

perempuan. Subordinasi dari perempuan dapat terbentuk dari orang-orang

yang menekan atau membatasi ruang gerak perempuan, yang akhirnya

menyebabkan peran, status dan martabat perempuan tampak sangat rendah.

Oleh karena itu, ketika status subordinasi perempuan berangsur-angsur

menjadi struktur sosial yang mengakar, maka permasalahannya akan menjadi

lebih serius.

Film 3 Srikandi sangat menarik untuk diteliti karena mengambil

setting di Indonesia, dimana adanya pergumulan budaya mengenai pandangan

terhadap perempuan. Dalam film ini memperlihatkan perjuangan tiga orang


6

perempuan dalam menggapai impian sebagai atlet panahan. Banyak padangan

orang-orang yang menempatkan perempuan sebagai individu lemah dan tidak

bisa diandalkan. Perempuan dipaksa untuk mengubur dalam-dalam

impiannya, padahal setiap perempuan memiliki hak yang sama untuk

mewujudkan impiannya. Adapun alasan peneliti memilih judul ini, yang

pertama karena peneliti tertarik dengan masalah feminisme yang muncul di

masyarakat yang tidak dapat terlepas dari kehidupan sehari-hari karena

feminisme merupakan bagian dari gender. Kedua, peneliti memilih melakukan

penelitian pada film 3 Srikandi karena film ini merupakan film produksi

Indonesia dan melihat bahwa gender telah dijadikan sebagai konstruksi

kebudayaan di Indonesia. Berdasarkan ulasan-ulasan tersebut, maka peneliti

menggangap perlu untuk melakukan penelitian tentang penggambaran

feminisme pada Film 3 Srikandi dengan judul “Representasi Feminisme

Dalam Film 3 Srikandi (Studi Analisis Semiotika)”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang telah disampaikan, maka

dibuat rumusan masalah penelitian yaitu :

1. Bagaimanakah representasi feminisme dalam film 3 Srikandi?

2. Apa sajakah tanda dan makna yang digunakan film 3 Srikandi dalam

mempresentasikan feminisme?
7

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui representasi feminisme di dalam film 3 Srikandi melalui

semiotika Roland Barthes.

2. Mengetahui tanda dan makna yang digunakan film 3 Srikandi dalam

mempresentasikan feminisme di setiap scene-scene-nya.

D. Batasan Istilah

Judul penelitian ini memuat beberapa istilah kunci yang dipandang

perlu dibatasi untuk dijadikan dasar pembahasan lebih lanjut. Pembatasan

terminologi tersebut untuk menghindari cakupan masalah yang terlalu luas,

agar tidak terjadi kesalahpahaman antara pembaca dan peneliti dalam

memahami penelitian ini. Adapun batasan istilah pada penelitian ini yaitu

sebagai berikut :

1. Representasi diartikan sebagai gambaran, perwakilan atau penggambaran.

Sederhananya, representasi merupakan gambaran mengenai suatu hal yang

terjadi dalam kehidupan dan kemudian digambarkan melalui suatu media

yang sudah ada. Menurut Chris Barker, representasi adalah konstruksi

sosial yang mengharuskan kita mengeksplorasi pembentukan makna

tekstual dan menghendaki penyelidikan tentang cara dihasilkannya makna

pada beragam konteks (Chris Barker, 2004:9).

2. Feminisme merupakan sebuah kata yang digunakan untuk melindungi

berbagai pendekatan, kerangka berpikir dan pandangan yang digunakan


8

untuk menjelaskan penindasan-penindasan terhadap perempuan serta

sebagai jalan keluar yang digunakan untuk meruntuhkan penindasan-

penindasan tersebut. Feminisme menitikberatkan pada dominasi dan

penindasan terhadap perempuan di berbagai aspek kehidupan (Azadeh

Mehrpouyan, Social and Behavioral Sciences Journal 158, 2014:2). Secara

umum, istilah feminisme merujuk pada pengertian sebagai sebuah ideologi

pembebasan kaum perempuan, karena yang melekat pada semua

pendekatannya yaitu keyakinan bahwa perempuan mengalami penindasan

dan ketidakadilan karena jenis kelaminnya (Amanda Diani, Jurnal ProTVF

Vol. 1 Nomor 2, September 2017:142).

3. Film adalah alat untuk menyampaikan berbagai informasi dan pesan

melalui sebuah media cerita yang dikemas sedemikian rupa agar pesannya

dapat tersampaikan dengan baik kepada penonton. Film juga diartikan

sebagai medium ekspresi artistic sebagai alat bagi para seniman dan insan

perfilman untuk mengutarakan gagasan maupun ide cerita. Karena hal

tersebut, film memiliki kekuatan yang dapat berdampak bagi masyarakat

luas (Oni Sutanto, Jurnal E-Komunikasi Vol. 5 Nomor 1, 2017:3).

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Akademis

Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberi

sumbangan referensi mengenai analisis semiotika dalam film. Selain itu

peneliti juga berharap dapat menambah pengetahuan mahasiswa terhadap


9

bagaimana media komunikasi massa dalam merepresentasikan feminisme.

Serta menjadikan bahan perbandingan dan referensi penelitian-penelitian

berikutnya.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan pemahaman

tentang representasi feminisme dalam film. Selain itu juga dapat menjadi

sumbangan pikiran dan masukan kepada pihak-pihak yang membutuhkan

pengetahuan yang berkaitan dengan penelitian ini.


BAB II

KAJIAN TEORITIS

A. Defenisi Konseptual

1. Representasi

Representasi merupakan sebuah bentuk atau susunan yang

dapat menggambarkan, melambangkan dan mewakili sesuatu dalam

suatu cara. Secara ilmiah, representasi adalah tindakan yang

menghadirkan sesuatu lewat sesuatu yang lain diluar dirinya, biasanya

berupa tanda atau simbol (Piliang, 2003:24).

Representasi di definisikan oleh Marcel Danesi sebagai proses

perekaman pengetahuan, gagasan atau pesan secara fisik. Representasi

lebih jelas lagi diartikan sebagai penggunaan tanda-tanda (simbol,

gambar, suara dan lainnya) untuk memperlihatkan hal-hal yang bisa

dilihat, dibayangkan atau dirasakan dalam bentuk fisik tertentu.

Melihat dari defenisi representasi diatas, disimpulkan bahwa

representasi adalah hasil pemikiran atau persepsi seseorang terhadap

apa yang dilihat, dibayangkan atau dirasakan dalam bentuk fisik

seperti tanda ataupun simbol.

10
11

2. Film

Saat ini, film sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari,

karena film merupakan media massa popular dan banyak digunakan

oleh masyarakat. Setiap cerita dalam film dikemas dengan cermat agar

informasi dan pesan yang ada di dalam film dapat tersampaikan

dengan baik kepada penontonnya. Nilai-nilai dan pesan yang

terkandung dalam film dapat mempengaruhi dalam hal kognitif,

konatif, dan afektif penonton.

Film telah menjadi bentuk seni yang dapat diterima oleh

masyarakat untuk memperoleh wawasan dan juga hiburan. Film

dikemas semenarik agar pesan yang ada di dalam film dapat

tersampaikan kepada penontonnya. Film juga mempunyai power yang

besar, mulai dari aspek estetika karena mengajarkan dialog, alur cerita,

musik serta adegan bersama-sama secara naratif serta visual (Danesi,

2012:100).

3. Feminisme

Secara umum, istilah feminisme mengacu pada arti sebagai

ideologi pembebasan terhadap perempuan, karena banyaknya

kebiasaan-kebiasaan yang meyakini bahwa ketidakadilan terhadap

perempuan sering terjadi akibat jenis kelaminnya. Feminisme berasal

dari bahasa latin “femina” yang artinya yaitu feminine (memiliki sifat

kepermpuanan). Feminisme juga dapar diartikan sebagai gerakan yang


12

menuntut kesetaraan hak antara perempuan dan laki-laki (W.J.S

Poerardaminta, 1976:281).

Sejak akhir abad ke-18 gerakan feminisme dimulai dan

sepanjang abad ke-20 femnisme berkembang pesat, dimulai dengan

adanya penyuaraan persamaan hak politik bagi perempuan. Kemudian

pada akhir abad 20. Gerakan feminisme memperoleh momentum

sejarah pada 1960-an yang menunjukkan bahwa sistem sosial

masyarakat modern memiliki struktur yang pincang akibat adanya

budaya patriaki yang sangat kental. Usaha membatasi peran

perempuan dalam berbagai aspek kehidupan, baik ekonomi maupun

politik merupakan bukti nyata yang diberikan kaum feminis

(https://id.wikipedia.org/wiki/Feminisme).

Ada dua kategori besar yang memisahkan feminisme, yaitu

kategori yang merubah kodrati (nature) perempuan dan yang

mempertahankan nature perempuan. Kategori yang merubah nature

perempuan terpecah lagi, terdiri dari aliran-aliran Feminisme

Eksistensialisme, Feminisme Liberal, Feminisme Sosialis/Marxis dan

Teologi Feminis. Sedangkan kategori yang mempertahankan nature

perempuan terbagi menjadi aliran-aliran Feminisme Radikal dan

Ekofeminisme (Megawangi, 1999:16). Berikut penjelasan mengenai

aliran-aliran feminisme, yaitu :


13

1. Perubahan Nature Perempuan

Perubahan dari nature perempuan memiliki tujuan untuk

mengubah kehidupan perempuan dengan cara mengajak para

perempuan agar bisa masuk ke dunia maskulin. Jika perempuan

dapat melepaskan kualitas femininnya, kemudian mengambil

kualitas maskulin maka dunia maskulin itu menjadi milik

permpuan juga.

a. Feminisme Eksistensialisme

Aliran ini mengacu pada tataran individu tentang pentingnya

sosialisasi androgini (kesetaraan perlakuan antara perempuan

dan laki-laki). Menurut aliran ini juga, keberadaan diri

bukanlah merupakan kodrati bawaan seseorang, tetapi

terbentuk melalui lingkungan sosial.

b. Feminisme Liberal

Aliran ini bertujuan sebagai bentuk perubahan sosial melalui

perubahan hukum dan undang-undang agar para perempuan

bisa mengubah kodratinya, sehingga dapat tercapainya

kesetaraan dengan laki-laki. Feminisme liberal juga meyakini

bahwa perempuan dan laki-laki mempunyai kapasitas

rasional yang sama (Astrid Haryanti, Journal Social and

Behavioral Sciences 155, 2014:237).


14

c. Feminisme Sosialis/Marxist

Tujuan feminisme sosialis/marxist yaitu untuk memperoleh

masyarakat yang sosialis, dimulai dari keluarga, dimana jika

di dalam keluarga sistem egaliter dapat tercipta, maka akan

tergambar pula dalam kehidupan sosial keluarga. Tempat

pertama yang melahirkan kapitalisme yaitu keluarga dengan

sistem patriarkinya. Karena itu, keluarga inti harus digantikan

dengan keluarga kolektif, termasuk dalam menjalankan

fungsi-fungsi keluarga yang kebanyakkan di dominasi oleh

kaum perempuan. Karl Marx dan Friedrich Engels,

menyatakan bahwa kaum perempuan yang kedudukannya

sebagai kaum proletar pada masyarakat kapitalis Barat,

dengan tujuan untuk menghilangkan kelas, termasuk peran

keluarga.

d. Teologi Feminis

Teologi Feminis merupakan pendekatan Marxis yang telah

dimodifikasi melalui pendekatan agama, dengan

menggunakan agama untuk membebaskan perempuan dari

belenggu keluarga dan laki-laki. Pandangan ini berasal dari

pendekatan laki-laki dalam memakai agama untuk

meligitimasi kekuasaannya. Oleh karena itu, kaum

perempuan dapat mengadopsi pendekatan agama agar bisa

diubah bukan untuk melgitimasi pihak penguasa tapi untuk


15

meligitimasi pembebasan golongan tertindas, termasuk kaum

perempuan.

2. Pelestarian Nature Perempuan

Pelestarian nature perempuan bertujuan untuk

meruntuhkan sistem patriarki, tetapi tidak menghilangkan nature,

hanya dengan memperlihatkan kekuatan kualitas feminin saja.

Dunia dapat diubah melalui struktur hirarki (patriarki) menjadi

egaliter (matriarki) jika kaum perempuan bisa memasuki dunia

maskulin dengan cara mempertahankan kualitas femininnya.

a. Feminisme Radikal

Gerakan feminis radikal adalah gerakan perempuan yang

bergerak mempertahankan realitas seksual tetapi memiliki

kekurangan dalam realitas lainnya. Menurut aliran ini,

penguasaan terhadap fisik perempuan oleh laki-laki, misalnya

hubungan seksual merupakan bentuk dari penindasan

terhadap kaum perempuan. Patriarki merupakan dasar dari

ideologi penindasan, dalam artian sebagai sistem hirarkhi

seksual, yang membuat posisi laki-laki mempunyai

kekuasaan superior dan keistimewaan ekonomi yang lebih

tinggi.
16

b. Ekofeminisme

Ekofeminisme memiliki manifesto yang disebut A

Declaration of Interdependence. Aliran ekofeminisme

mendorong perempuan untuk berdiri tegak mempertahankan

kualitas feminin untuk dapat mendominasi sistem maskulin

serta bisa mengimbanginya.

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa aliran-aliran

feminisme sebenarnya muncul karena adanya ketimpangan gender

terkait dengan peran dan status perempuan di dalam keluarga dan juga

masyarakat. Agar mencapai pembangunan kesetaraan gender dan

keadilan gender maka harus adanya relasi gender yang harmonis antara

perempuan dan laki-laki (Herien Puspitawati, 2013:6-9).

Kaum feminis juga terbagi menjadi beberapa aliran, sesuai

dengan fokus-fokusnya sebagai berikut :

a. Feminisme Psikoanalis

Feminisme Psikoanalis beranggapan bahwa penindasan terhadap

perempuan tertelatak pada fisik dan cara berfikir perempuan

dengan memakai isu-isu drama psikoseksual oedipus dan

kompleksitas kastrasi.

b. Feminisme Post Modern

Feminisme ini berusaha untuk menghindari tindakan-tindakan yang

dapat mengembalikan pemikiran falogosentris (phallogocentric),

seperti gaagasan-gagasan yang mengarah pada kata yang memiliki


17

gayanya adalah laki-laki. Sehingga dapat disimpulkan bahwa

feminisme post modern melihat dengan curiga tentang pemikiran

feminis yang berusaha menjelaskan suatu hal mengenai penyebab

operasi terhadap perempuan untuk mencapai kebebasan.

c. Feminisme Multikultural dan Global

Menurut feminisme multikultural dan global, penindasan terhadap

perempuan bisa terjadi tidak hanya melalui patriarki, tetapi juga

melalui etnisitas, ras, kolonialisme dan dikotomi dunia.

4. Analisis Semiotika

Kata Semiotika berasal dari bahasa Yunani, semeion yang

berarti tanda atau seme yang artinya penafsiran tanda, dalam bahasa

Inggris, semiotika mengacu pada ilmu yang mempelajari sistem tanda

ke dalam berbagai bentuk komunikasi serta memiliki arti yang

beragam, yaitu: kata (bahasa), isyarat tubuh, ekspresi wajah, sign,

film, dan karya sastra yang juga termasuk musik atau hasil kebudayaan

lainnya. Seseorang tidak akan bisa berkomunikasi satu dengan yang

lainnya tanpa adanya sistem tanda. Karena semua hal yang dapat

diamati disebut sebagai tanda. Untuk itu, tanda tidak hanya terbatas

pada benda saja, melainkan pada aspek-aspek lainnya, seperti

peristiwa, struktur yang ditemukan atau apapun, aspek-aspek ini

merupakan benda atau suatu hal yang dapat diamati.


18

Pembaca atau penerima pesan dalam memaknai tanda lebih

sering memilih menggunakan model teori semiotika daripada model-

model lainnya. Semiotika lebih sering diartikan sebagai pembaca yang

mewakili pernyataan penerima pesan, baik untuk sebuah foto maupun

gambar. Oleh sebab itu, secara tidak langsung memperlihatkan

tingkatan kegiatan yang lebih besar, karena seorang pembaca harus

mempelajari untuk melakukan proses pembacaan tersebut. Pembacaan-

pembacaan tersebut ditentukan oleh pengalaman kultural pembacanya.

Seorang pembaca dapat menciptakan makna-makna dari suatu hal

yang mereka amati dengan cara memasukkan pengalaman, emosi dan

sikapnya terhadap hal yang diamati tersebut.

5. Perempuan Dalam Konstruksi Media Massa

Media merupakan salah satu sarana utama dalam membentuk

proses konstruksi gender yang terjadi di masyarakat. Media dianggap

mempunyai kekuatan dalam memberikan pengaruh kepada orang

untuk belajar mendefinisikan diri sendiri dengan orang lain

berdasarkan gender masing-masing (Dafna Lemish, The International

Encylupedia of Communication, First Edition, 2012:1).

Media memiliki karakteristik-karakteristik dengan jangkauan

yang luas. Selain itu, media juga dapat menjadi alat yang efektif untuk

menyebarkan konsep gender kepada masyarakat. Gender tidak datang

dari kondisi atau kodrat Tuhan, tetapi buatan manusia atau konstruksi
19

sosial. Sebenarnya perbedaan gender yang muncul tidaklah menjadi

masalah jika tidak menimbulkan ketidaksetaraan atau ketidakadilan

terhadap gender. Tetapi, tidak dapat dihindari bahwa perbedaan gender

banyak memunculkan berbagai ketidakadilan. Sampai saat ini, korban

dari ketidakadilan gender lebih banyak dialami oleh perempuan

daripada laki-laki.

Ketidakadilan gender terlihat dalam berbagai aspek,

diantaranya seperti pembentukan stereotype atau pelabelan negatif,

kekerasan, anggapan tidak baik dan negatif, bahkan juga marjinalisasi

atau proses pemiskinan ekonomi dan beban kerja. Ketidakadilan

gender inilah yang kemudian digugat oleh ideologi feminis, yang

bernagkat dari kesadaran akan suatu penindasan atau pemerasan

terhadap perempuan (Mansour Fakih, 1996:12).

Diharapkan media massa dapat bekerja secara professional

dalam menggambarkan persoalan tentang perempuan. Oleh sebab itu,

peran para jurnalis dan institusi media sangat dibutuhkan untuk

menghasilkan jurnalisme yang berperspektif terhadap kesetaraan

gender. Agar para jurnalis tidak terlibat menjadi pelaku ketidakadilan

dan perpanjangan kultur ketidakadilan terhadap perempuan, maka

pemikiran para jurnalis harus diubah.

Kepentingan-kepentingan praktis dan strategis perempuan

harus dipertimbangkan oleh media massa saat mereka menjalankan

fungsinya sebagai media. Terbentuknya pemahaman terhadap gender


20

setidaknya mampu mengubah pandangan masyarakat dalam

menghadapi keberadaan kaum perempuan dan dapat menepis

pandangan negatif yang cenderung diskriminatif serta berbias gender

(Ashadi Siregar, 2002:219).

6. Perempuan Dalam Perspektif Islam

Peradaban dunia dikembangkan Islam melalui akal dan ilmu

pengetahuan serta dipandu oleh wahyu-wahyu yang diturunkan Allah

SWT, atas perantara Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW

untuk kemudian dibagikan kepada seluruh umat manusia (Erma

Pawitasari, Jurnal Tsaqafah Vol 2 Nomor 2, 2015:265). Sebelum Islam

datang, posisi perempuan sangat memprihatinkan, perempuan

dianggap rendah dan buruk, perempuan juga dianggap sebagai

makhluk yang tidak berharga (Syafiq Hasyim, 2001:18-19).

Pada zaman jahiliyah, kedudukan perempuan seperti tidak ada

harganya di masyarakat. Perempuan dianggap sebagai sebuah barang

yang bebas diperlakukan apa saja oleh laki-laki. Laki-laki bebas

semaunya menikahi perempuan yang mereka sukai maupun yang

tidak. Tugas perempuan pada zaman jahiliyah hanya untuk melayani

laki-laki dan tidak berdaya. Bahkan pada zaman itu, lahirnya anak

perempuan dianggap sebagai aib bagi keluarga. Untuk menutupi aib

tersebut, orang tuanya rela mengubur hidup-hidup bayi perempuannya.

Jika tidak dibunuh, anak perempuan hanya sebagai pemuas kaum pria.

Perempuan juga tidak diiiznkan kerja di luar rumah, hanya boleh


21

memasak di dapur, mencuci pakaian dan juga melayani suami.

Ketidaksederajatan dan ketidaksetaraan antara laki-laki dan perempuan

sangat bertolak belakang dengan ajaran Islam.

Kemudian Islam datang dan mengembalikan hak-hak yang

memang seharusnya didapatkan perempuan, yaitu perempuan sebagai

manusia yang merdeka, mengangkat derajat dan kehormatan

perempuan. Al-qur‟an sebagai landasan berpikir dan bertindak di

dalam Islam justru menghargai eksistensi keberadaan perempuan.

Islam memberikan status yang mulia agar perempuan tidak lagi merasa

kurang berharga, perempuan diharapkan dapat membuang rasa takut

gagal yang berlebihan dan membuktikan diri dalam persaingan dengan

laki-laki, karena konsep kesetaraan dalam Islam yaitu keadilan

diantara keduanya (perempuan dan laki-laki). Islam sangat menjunjung

tinggi posisi perempuan, bahkan dalam sebuah hadist disampaikan

bahwa surga itu berada dibawah kaki seorang ibu. Hadist tersebut

diriwayatkan oleh imam Ibnu „Adi di dalam kitabnya „Al-Kamil fi Ad-

Dhu‟afa‟ Ar-Rijal.

Dari Musa bin Muhammad bin „Atha‟, Abu Al-Malih,

Maimunah, dari Ibnu „Abbas Radhiyallahu‟anhu, ia

berkata, Rasulullah shallallahu „alaihi wasallam bersabda, “Surga

itu di bawah telapak kaki-kaki para ibu, siapa yang mereka kehendaki,

maka mereka akan memasukkannya, dan siapa yang mereka


22

kehendaki, maka mereka akan mengeluarkannya.” Imam Ibnu „Addi

berkata, Musa bin Muhammad Al-Maqdisi itu munkarul hadist.

Tidak hanya itu saja, Islam juga mengangkat harkat perempuan

melaui seorang ibu. Dalam Islam, seorang ibu sangatlah mulia dan

istimewa. Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah

Radiyallahu'annhu, Rasulullah pernah ditanya oleh salah seorang

sahabat tentang kepada siapa saja dia harus berbakti.

Rasulullah pun menyebut nama Ibu sebanyak tiga kali, sementara ayah

hanya satu kali.

"Seseorang datang kepada Rasulullah shalallahu 'alaihi

wasallam dan berkata, 'Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus

berbakti pertama kali?' Nabi shalallaahu 'alaihi wasallam menjawab,

'Ibumu!' Dan orang tersebut kembali bertanya, 'Kemudian siapa lagi?'

Nabi shalallaahu 'alaihi wasallam menjawab, 'Ibumu!' Orang tersebut

bertanya kembali, 'Kemudian siapa lagi?' Beliau menjawab, 'Ibumu.'

Orang tersebut bertanya kembali, 'Kemudian siapa lagi,' Nabi

shalallahu 'alaihi wasallam menjawab, 'Kemudian ayahmu.” (HR. Al

Bukhari).

Perbedaan laki-laki dan perempuan yang diberikan Allah SWT

kepada manusia tidaklah menjadi perbedaan atas potensi dan

kemampuan. Keduanya, baik laki-laki dan perempuan sama-sama

memiliki tingkat kecerdasan dan kemampuan berpikir yang

dianugerahkan Allah SWT. Di dalam Al-qur‟an, Allah memuji Ulil


23

Albab, yaitu yang berzikir dan memikirkan tentang kejadian dan bumi.

Setelah Al-qur‟an menjelaskan sifat-sifat Ulul Albab dalam ayat-ayat

Al-qur‟an, Ulil Albab tidak terbatas pada laki-laki tetapi juga untuk

perempuan.

(https://www.researchgate.net/publication/32930305_feminisdalamper

spektifislam). Berikut Al-qur‟an menegaskan dalam surat Ali-Imran

ayat 195.

             

   

Artinya : Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya


(dengan berfirman): "Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal
orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau
perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian
yang lain.” (QS. Ali-Imran : 195).

Maksudnya sebagaimana laki-laki berasal dari laki-laki dan

perempuan, maka demikian pula halnya perempuan berasal dari laki-

laki dan perempuan. Keduanya sama-sama manusia, perempuan setara

dan sejajar dengan laki-laki dalam potensi intelektualnya, yang

membedakannya hanya amalannya saja. Dengan demikian, laki-laki

dan perempuan berarti sama dan setara di hadapan Allah. Meskipun

terdapat ayat di dalam Al-qur‟an yang menyampaikan bahwa laki-laki

adalah pemimpin para perempuan, tetapi kepemimpinan tersebut tidak


24

boleh mengantarkan kepada kesewenang-wenangan. Karena pada sisi

lain, Al-qur‟an juga memerintahkan untuk saling tolong-menolong

antara laki-laki dan perempuan.

Islam juga tidak membatasi ruang gerak bagi perempuan,

perempuan diakui dapat bekerjasama dengan laki-laki dalam

kehidupan publik. Perempuan-perempuan yang masih lajang atau tidak

memiliki tanggung jawab domestik dapat mengambil peran dalam

kehidupan sosial di masyarakat. Sejatinya Al-qur‟an tidak ada

melarang perempuan untuk bekerja, adapun anjuran tehadap

perempuan agar tinggal di rumah bertujuan untuk melindungi diri

perempuan dan lebih kepada pencegahan saja

(http://afi.unida.gontor.ac.id/2019/04/12/feminisme-dalam-pandangan-

islam-analisis-gerakan-feminisme/#_ftn28).

B. Kerangka Teori

1. Representasi

Dalam melihat sesuatu, pandangan dan penilaian setiap

manusia pasti berbeda-beda. Hal tersebut didukung karena adanya

perbedaan cara pandang yang membuat penggambaran akan sesuatu

memiliki penafsirannya masing-masing. Penjelasan mengenai

penafsiran itu biasa disebut representasi. Menurut Stuart Hall ada dua

proses representasi, yaitu representasi mental dan bahasa. Representasi

mental, yaitu konsep mengenai „sesuatu‟ yang ada didalam kepala


25

masing-masing manusia atau yang disebut dengan peta konseptual.

Representasi mental merupakan sesuatu yang abstrak, karena setiap

pemikiran pasti menciptakan hasil yang tidak sama.

Kedua, representasi bahasa yaitu, hal-hal yang memiliki peran

dalam proses konstruksi makna. Dimana konsep dasar yang ada dalam

pikiran, kemudian ditafsirkan dalam „bahasa‟ yang umum dan sering

didengar orang-orang. Proses ini dilakukan untuk menghubungkan

konsep serta ide-ide mengenai suatu hal dengan tanda dari simbol-

simbol yang ada. Media dijadikan alat untuk membagikan bentuk-

bentuk representasi tentang hal-hal yang ada. Pada media, representasi

mengarah kepada bagaimana seseorang atau suatu kelompok, pendapat

atau gagasan tertentu ditampilkan di dalamnya. Dalam representasi

terdapat tiga proses yang terjadi menurut John Fiske, ketiga proses itu

dapat dilihat melalui tabel dibawah ini.

Tabel 2.1

Proses Representasi menurut John Fiske

Pertama Realitas

Dalam bahasa yang tertulis, seperti dokumen

wawancara, transkrip dan lainnya. Dalam televisi

seperti perilaku, ucapan/dialog, make up, pakaian,

bahasa tubuh/gerak-gerik dan sebagainya.

Kedua Representasi

Elemen tersebut diberi tanda secara teknis. Dalam


26

bahasa tulis seperti kalimat, kata, foto, proposisi,

grafik, caption dan lainnya. Sementara dalam TV

seperti musik/suara, gambar, kamera, tata cahaya,

dan lain-lain. Kemudian elemen-elemen itu di

teruskan ke dalam simbol-simbol yang

menggambarkan objeknya (karakter, setting, narasi,

dialog dan sebagainya).

Ketiga Ideologi

Semua elemen-elemen kemudian digabungkan

dalam suatu keterkaitan dan kode ideologi, seperti

sosialisme, individualisme, liberalisme,

materialisme, ras, kelas, patriarki dan lainnya.

Pertama adalah realitas, dalam proses ini peristiwa atau

pemikiran disajikan sebagai realitas oleh media dalam bentuk bahasa

gambar. Pada dasarnya, ini berhubungan dengan suara, pakaian,

ekspresi wajah, lingkungan dan lainnya. Dalam prosesnya, realitas

selalu siap memberi sinyal. Kedua, artinya dalam proses ini realitas

digambarkan dalam hal-hal teknis seperti gambar, bahasa tertulis,

grafik, dan animasi. Ketiga, proses terakhir adalah tahap pemikiran,

dimana hal-hal yang terjadi dimasukkan ke dalam kesepakatan yang

bisa diterima bersama secara ideologis. Bagaimana tanda-tanda


27

representasi itu digabungkan serta dihubungkan ke dalam kepercayaan

dominan dan koherensi sosial dalam masyarakat.

Berdasarkan penjelasan diatas, disimpulkan bahwa representasi

bukanlah suatu aktivitas atau proses statis, namun sebuah proses

dinamis yang dapat terus berkembang seiring dengan kemampuan

intelektual dan kebutuhan para pengguna tanda, yaitu manusia yang

juga terus bergerak dan berubah. Sifat yang berubah-ubah dikarenakan

representasi juga merupakan suatu proses dalam usaha mengkonstruksi

sebuah objek. Selain itu juga karena akan terus ada pemaknaan baru

yang merupakan hasil dari perkembangan konstruksi pemikiran

manusia. Setiap makna, diciptakan dan dikonstruksi melalui

representasi. Hal ini menjadi proses penandaan yang akhirnya

membuat suatu hal bermakna sesuatu.

2. Teori Semiotika Roland Barthes

Teori semiotika merupakan teori yang digunakan untuk

menganalisis fenomena budaya, dan telah menjadi acuan bagi

beberapa metode analisis tanda yang terjadi. Semiotik diartikan juga

sebagai ilmu yang mengkaji tanda dalam kehidupan manusia,

maksudnya semua yang hadir dalam kehidupan dilihat sebagai tanda,

yakni sesuatu yang harus diberi makna (Jafar Lantowa, 2017:3).


28

Semiotika milik Barthes merupakan pengembangan dari

semiotika milik Saussure. Namun, sistem penandaan yang

dikemukakan oleh Barthes tidak berpegang pada makna utama saja,

melainkan juga melalui makna konotasi. Penandaan itu sendiri tidak

terbatas pada bahasa, tetapi juga mencakup hal-hal non verbal.

Berdasarkan pemikiran Barthes, ia menyakini bahwa kehidupan sosial

itu adalah suatu bentuk dari signifikasi itu sendiri (Kurniawan,

2001:53).

Bagi Barthes, tanda ada dimana-mana, termasuk dalam

aktivitas sosial sehari-hari manusia, misalnya kata-kata adalah tanda,

isyarat adalah tanda, bendera adalah tanda dan lainnya. Barthes juga

memakai istilah orders of signification di dalam semiotikanya.

Maksudnya, first order of signification yaitu denotasi dan second order

of signification yaitu konotasi.

Dalam tatanan yang pertama meliputi penanda dan petanda

yang berbentuk tanda, kemudian disebut denotasi. Selanjutnya, tanda-

tanda itu memunculkan pemaknaan lain yang disebut konotasi. Hal ini

yang membuat semiotika milik Barthes berbeda dengan semotika milik

Saussure. Semiotika milik Saussure lebih tertarik pada bagaiaman cara

strategis dalam pembentukan kalimat dan cara bentuk-bentuk kalimat

menentukan makna. Saussure juga tidak tertarik dengan fakta bahwa

kalimat yang sama dapat menyampaikan arti yang berbeda dalam

keadaan yang berbeda pula.


29

Kesimpulannya, Barthes hanya meneruskan pemikiran dari

Saussure. Barthes menekankan pada interaksi antara teks dan

pengalaman pribadi, serta budaya pengguna, terdapat interaksi antara

apa yang terjadi dalam teks dan apa yang dialami sesuai dengan

harapan pengguna. Tanda konotatif tidak hanya memiliki makna

tambahan tetapi juga mengandung tanda denotatif yang menjadi

pembentuk keberadaan makna tersebut.

Barthes hanya membedakan dua jenis tandadalam teorinya,

karena ia mencari batas antara tanda denotatif dan tanda konotatif.

Denotasi adalah tingkat makna dari lapisan deskripsi pertama, yang

berarti bahwa hampir semua orang dapat memahami suatu hal tanpa

terlebih dahulu menjelaskannya. Kemudian pada makna lapisan kedua,

yaitu konotasi, dalam proses ini makna diciptakan dengan

menghubungkan tanda yang ada melalui aspek budaya yang lebih luas.

Di sisi lain dalam teorinya, Barthes juga memunculkan mitos.

Menurut Barthes, mitos terdapat pada tingkat kedua penandaan, setelah

terbentuk sistem sign-signifier-signified, kemudian tanda tersebut akan

menjadi penanda baru yang selanjutnya memiliki petanda kedua dan

membentuk tanda baru. Akhirnya, ketika sebuah tanda memiliki

makna konotasi, lalu makna konotasi tersebut berkembang menjadi

makna denotasi, maka makan denotasi tersebut yang akan menjadi

mitos.
30

C. Penelitian Terdahulu

Peneltian mengenai analisis semiotika dalam film telah banyak dilakukan oleh peneliti dalam bidang Ilmu

Komunikasi. Adanya penelitian terdahulu bertujuan agar tidak terjadinya kesamaan dalam segala hal, salah satunya yaitu

objek penelitian dan juga dijadikan sebagai perbandingan dengan penelitian yang sudah ada. Berikut penelitian terdahulu

yang membedakan dengan penelitian peneliti.

Tabel 2.2

Persamaan dan Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu

Bentuk
No. Nama Peneliti Judul Penelitian Metodologi Persamaan Perbedaan
Jurnal/Skripsi

1 Nurul Dewi Representasi Skripsi Metode Menggunakan Meneliti mengenai

Prabawaningrum Maskulinitas Dalam penelitian teknik analisis representasi

Film Aquaman kualitatif semiotika maskulinitas.

(Analisis Semiotika Roland Barthes. Objek penelitian


31

Roland Barthes) film Aquaman.

2 Fadila Rahma Representasi Skripsi Metode Meneliti Menggunakan teknik

Perjuangan Perempuan penelitian mengenai analisis semiotika

Dalam Film “Mona kualitatif representasi John

Lisa Smile” (Studi perempuan di Fiske.

Analisis Semiotika) dalam film. Objek penelitian

film Mona Lisa

Smile.

3 Tri Andrian Representasi Jurnal Metode Meneliti Menggunakan teknik

Yusuf Makmur Feminisme Dalam penelitian mengenai analisis semiotika

Film “Spy” kualitatif representasi John Fiske.

feminisme. Objek penelitian

film Spy.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pendekatan yang peneliti gunakan pada penilitian ini yaitu pendekatan

kualitatif. Bodgan dan Taylor menyatakan, metode penelitian kualitatif dapat

menghasilkan data dalam bentuk lisan, tulisan serta gambar dan bukan berupa

angka-angka. Metode kualitatif dipilih karena metode ini sering digunakan

untuk meneliti dokumen yang berupa teks, simbol, gambar dan lain

sebagainya agar dapat memahami budaya pada suatu konteks sosial tertentu

(Moleong, 2012:3).

Metode kualitatif juga mengacu pada metode analisis dokumen untuk

menyematkankan, mengidentifikasi, mengolah dan menganalisis suatu

dokumen agar dapat memahami makna yang terkandung di dalamnya. Secara

umum, penelitian kualitatif dapat digunakan untuk melakukan penelitian

mengenai kehidupan masyarakat, sejarah, tingkah laku, aktivitas sosial,

fungsionalisasi organisasi dan sebagainya. Alasan menggunakan metode

kualitatif yaitu untuk menelaah representasi feminisme yang ditemukan

melalui tayangan-tayangan yang menjadi objek penelitian.

32
33

B. Objek Penelitian

Yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah film 3 Srikandi

dengan durasi 122 menit yang memunculkan realitas feminisme.

C. Jadwal Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan September sampai

Oktober 2020. Pada penelitian ini, peneliti tidak memiliki lokasi fisik

dikarenakan objek yang diteliti berupa film dan kegiatan mengumpulkan

data penelitian diambil dari dokumentasi film tersebut.

D. Sumber Data Penelitian

Sumber data pada penelitian ini menggunakan dua data, yaitu data

primer dan data sekunder. Sumber data primer adalah data yang

didapatkan secara langsung melalui pengamatan menyeluruh, teliti dan

mendalam pada setiap adegan dalam scene film 3 Srikandi tersebut.

Kemudian scene yang dianggap merepresentasikan feminisme akan

dipotong untuk dijadikan lampiran penelitian. Sedangkan sumber data

sekunder adalah sumber data penelitian yang diperoleh dari buku-buku,

jurnal, skripsi, internet tentang feminisme atau yang berkaitan serta

relevan dengan objek penelitian.


34

E. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan

metode observasi dan dokumentasi. Observasi adalah pengamatan dan

pencatatan secara sistematis fenomena-fenomena yang hendak diteliti

(Sutrisno Hadi, 2007:151). Metode observasi pada penelitian ini

dilakukan dengan mengamati secara teliti keseluruhan objek atau materi

penelitian, yaitu potongan scene film 3 Srikandi.

Setelah scene-scene yang dianggap merepresentasikan feminisme

ditemukan, kemudian dilakukan metode dokumentasi. Peneliti

mendokumentasikan (meng-capture) potongan-potongan scene yang

mengandung representasi feminisme tersebut. Selanjutnya, data-data yang

telah terkumpul dan dianggap merepresentasikan feminisme akan

dianalisa menggunakan teknik analisis semiotika milik Roland Barthes

serta kerangka teori yang ada untuk akhirnya dapat ditarik kesimpulan

dari permasalahan penelitian.

F. Metode Analisis Data

Metode analisis data merupakan proses mencari dan menata data

secara sistematis, data bisa diperoleh dari observasi, wawancara dan lain-

lainnya. Pada penelitian ini, karena metode pengumpulan datanya melalui

observasi, maka teknik analisis datanya yaitu dengan mecari dan menata

secara sistematis data yang diperoleh dari hasil observasi. Data-data yang

telah dikumpulkan, yaitu potongan-potongan scene yang memperlihatkan


35

adanya representasi feminisme dijabarkan dengan singkat dan jelas.

Selanjutnya, data tersebut dianalisis dengan cara mengelompokkan serta

mengolahnya sesuai dengan fokus data, yaitu data yang dianggap dapat

mewakili pembahasan dari penelitian.

Kemudian dengan menggunakan semiotika Barthes, data

dimaknai secara denotatif dan konotatif, yaitu setiap pembahasan yang di

peroleh dari data yang ada dianggap memperlihatkan sesuatu yang

penting dan juga menarik tentang suatu kebudayaan. Oleh karena itu,

jelas terlihat bahwa hubungan keseluruhan dari masalah umum yang ada

akan menggambarkan kekuatan penyimpulannya.

Sepanjang prosesnya, Barthes juga membahas apa yang sering

disebut sebagai sistem pemaknaan tataran kedua. Sistem yang dibangun

di atas sistem lain yang sudah ada sebelumnya. Sistem tataran kedua

Barthes disebut konotatif, dalam mitologisnya ia secara jelas

membedakannya dari sistem pemaknaan tataran pertama atau denotatif

(Sobur, 2006:69). Untuk melihat bagaimana tanda dapat bekerja, Barthes

menjelaskannya dalam bentuk tabel.


36

Tabel 3.1
Signifikasi Dua Tahap Roland Barthes

1. Signifier 2. Signified

(Penanda) (Petanda) Tingkat penanda


3. Denotative sign Primer (Leanguage)
(tanda denotatif)
4. Conotative Signifier 5. Conotative
(Penanda konotatif) Signified Tingkat
Penanda
6. Conotative sign (tanda konotatif) Primer (mitos)

Sumber : Alex Sobur, 2006, Semiotika Komunikasi

Dilihat dari peta Barthes diatas bahwa tanda denotatif (3) terdiri

atas penanda (1) dan petanda (2). Namun, di saat yang bersamaan juga,

tanda denotatif merupakan penanda konotatif (4).

Keterangan :

1. Signifier (Penanda) adalah berbagai aspek material tanda yang

memiliki sifat sensoris atau dapat dipersepsikan. Dalam bahasa lisan,

bentuk penanda berupa citra bunyi (suara) atau citra akustik yang

berhubungan dengan konsep dari penanda tersebut. Penanda dapat

juga disimpulkan sebagai sebuah penghubung yang tidak bisa terlepas

dari petanda. Unsur-unsur penanda bersifat material, seperti objek-

objek, bunyi-bunyi, imaji-imaji dan lainnya.

2. Signified (Petanda) adalah aspek mental dari tanda atau disebut juga

dengan konsep makna ideasional yang dipikirkan penutur. Oleh sebab

itu, petanda hanyalah representasi mental dari apa yang dirujuknya.


37

3. Leanguage adalah sebuah sistem tanda yang menggambarkan dugaan-

dugaan dari pemikiran suatu masyarakat tertentu dalam waktu

tertentu.

4. Mitos adalah pola tiga dimensi penanda, petanda dan tanda, tetapi

sebagai sistem yang unik, mitos dibangun oleh suatu hubungan

pemaknaan yang telah ada sebelumnya. Mitos juga merupakan sistem

pemaknaan tataran kedua, di dalam mitos pula sebuah petanda dapat

memiliki beberapa penanda.

5. Denotasi, adalah makna harfiah atau makna yang sesungguhnya.

Barthes menyatakan bahwa denotasi merupakan signifikasi tingkat

pertama dan justru lebih dianggap sebagai ketertutupan makna.

6. Konotasi, menurut Barthes konotasi lebih identik dengan

pengembangan pemikiran atau yang disebutnya dengan mitos.

Konotasi memiliki fungsi untuk mengungkapkan dan memberikan

pembenaran terhadap nilai-nilai yang memiliki pengaruh dan berlaku

pada suatu waktu tertentu.

Konsep semiotika Barthes tidak hanya memiliki makna

tambahan dalam tahap makna konotatif, tetapi juga mengandung dua

bagian tanda denotatif yang menjadi dasar keberadaanya. Dengan kata

lain, makna pada tanda konotatif yang muncul berasal dari penafsiran

peneliti yang lahir dari petanda dan penanda denotatif, kemudian hal

tersebut yang menjadi hasil dari penelitian.


38

G. Proses Analisis

Berdasarkan penjelasan mengenai teknik analisa data, berikut

proses analisa data yang akan dilakukan dalam penelitian ini. Peneliti

memaparkan proses tersebut secara kualitatif, data yang dikumpulkan

dibuat dengan menggunakan tabel agar mudah dipahami.

Tabel 3.2
Tabel Kerja Analisis
Scene
No Durasi Keterangan
(Capture)

Setelah dilakukan pengelompokkan menggunakan tabel,

selanjutnya di paparkan tentang potongan-potongan gambar dalam film

tersebut. Kemudian peneliti menggunakan teori Roland Barthes

melakukan identifikasi dan pemaknaan dari hal-hal berupa tanda, melalui

dialog/teks/suara, penanda, petanda, tataran denotatif dan tataran

konotatif.

Setelah semua proses analisa data dilakukan maka dapat diketahui

bagaimana representasi feminisme dalam film 3 Srikandi, yang sesuai

dengan rumusan masalah untuk mencapai tujuan penelitian yaitu

menyampaikan gambaran umum dan menyeluruh baik struktural maupun

makna dari tanda yang selanjutnya akan disajikan dan dideskripsikan

secara kualitatif.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Subjek Penelitian

Film 3 Srikandi adalah sebuah film nasionalisme yang disutradarai

oleh Iman Brotoseno, film ini berdurasi selama 122 menit dan dibintangi oleh

artis Indonesia papan atas seperti Reza Rahardian, Bunga Citra Lestari, Tara

Basro dan juga Chelsea Islan. Film 3 Srikandi merupakan film drama

perjuangan perempuan Indonesia yang ditayangkan tahun 2016.

Film ini diangkat dari kisah nyata perjuangan tim panahan putri

Indonesia yang mempersembahkan medali Olimpiade pertama untuk

Indoensia pada saat itu. Ketiga atlet perempuan tersebut yakni Nurfitriyana

(Bunga Citra Lestari), Lilies (Chelsea Islan) dan Kusuma (Tara Basro), dilatih

oleh seorang pelatih panahan Donald Pandiangan yang diperankan oleh Reza

Rahardian. Selain mengangkat kisah perjuangan olahraga, film ini juga

menceritakan latar belakang keluarga masing-masing dari ketiga atlet panahan

tersebut, yang saat itu pemikiran para orang tua masih sangat konservatif

(kolot).

Pribadi Donal Pandiangan sebagai pelatih yang keras, militan dan juga

sangat disiplin harus dapat membentuk Yana, Lilies dan Suma meraih puncak

prestasi mereka. 3 Srikandi dikemas dengan konsep nasionalisme, yang juga

mengangkat feminisme karena banyak menampilkan tentang woman

empowerment. Peneliti melakukan penelitian dengan menonton film 3

39
40

Srikandi, kemudian meng-capture bagian-bagian scene yang dianggap

memunculkan realitas feminisme melalui tanda dan makna. Metode yang

digunakan peneliti yaitu metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan

analisis semiotika memakai teori Roland Barthes.

Gambar 4.1.1

Poster Film 3 Srikandi


41

B. Data Penelitian

Berikut data penelitian yang diperoleh melalui menonton secara keseluruhan film 3 Srikandi.

Tabel 4.2.1

Potongan Scene yang Mempresentasikan Feminisme

NO. DURASI SCENE (CAPTURE) KETERANGAN

1. 0:02:02 Yana pulang dengan membawa

piala dan medali, disambut

gembira oleh ibunya. Ibu Yana

terlihat bahagia melihat

anaknya pulang membawa piala

dan medali, ibu Yana

mendukung apapun impian

anaknya, selagi mimpi itu


42

memang baik. Tetapi tidak

dengan bapaknya yang tidak

menyukai hal tersebut. Pada

scene ini diceritakan bahwa

bapak Yana tidak mengizinkan

anak perempuannya menjadi

atlet.

2. 0:27:24 Suma yang sedang bersiap

untuk berangkat berlatih agar

bisa mengikuti Olimpiade.

Sebelum berangkat, ada surat

yang sampai ke rumahnya, surat

tersebut berisi kelulusan Suma

menjadi seorang PNS. Menjadi


43

seorang PNS adalah keinginan

bapaknya Suma, agar

kehidupan anaknya dapat

terjamin. Pada scene ini,

bapaknya sangat berharap Suma

untuk memilih menjadi seorang

PNS daripada harus menjadi

seorang atlet panahan, yang

menurut ayahnya hidup Suma

belum tentu bisa terjamin jika

hanya menjadi atlet. Tetapi

Suma tetap tidak mau dan

memilih untuk berangkat,

karena menajdi seorang atlet


44

adalah impian Suma.

3. 0:33:55 Pada scene ini Yana yang baru

selesai berlatih kemudian

membersihkan dan merapikan

dirinya. Diperlihatkan bahwa ia

mempercantik dirinya dengan

menggunakan lipstick. Kejadian

itu dilihat juga oleh Lilies yang

kebetulan berada disamping

Yana. Lilies pun bertanya

kepada Yana dan ikut menyoba

memakai lipstick tersebut.


45

4. 0:42:12 Dilatih oleh pelatih bernama

Donald Pandiangan, yang

merupakan mantan atlet

panahan. Yana, Lilies dan Suma

dibentuk dengan disiplin agar

dapat meraih mimpi mereka

untuk ikut Olimpiade dan bisa

mendapatkan medali. Donald

Pandiangan yakin bahwa

perempuan juga bisa menjadi

seorang attlet panahan yang

baik. Melalui didikannya yang

sangat disiplin, ketiga

perempuan tersebut dilatih tidak


46

berbeda dengan atlet laki-laki.

Mereka berlatih lari mengelili

desa setiap pagi untuk menjaga

kebugaran tubuh.

5. 0:42:49 Pada scene ini ditampilkan

bahwa perempuan juga bisa

mengerjakan pekerjaan yang

seharusnya dilakukan laki-laki.

Donald Pandiangan sebagai

pelatih menyuruh ketiga

muridnya untuk memotong

rumput di halaman. setelah

selesai berlari mengelilingi

desa. Yana, Lilies dan Suma


47

pun mengerjakan apa yang

diperintahkan oleh Donald.

6. 0:43:31 Setelah selesai berlari dan

memotong rumput, Donal

menyuruh Yana, Lilies dan

Suma untuk melatih kekuatan

dan ketahanan tubuh dengan

mengangkat barbel. Kekuatan

perempuan digambarkan pada

scene ini. Hal ini, menunjukkan

bahwa perempuan juga

memiliki kekuatan dan bisa

melakukan pekerjaan berat.

Yana, Lilies dan Suma selalu


48

bersemangat dan optimis bahwa

mereka bisa meraih mimpinya

untuk menjadi seorang atlet

panahan.

7. 1:03:36 Pada scene ini menceritakan

Yana, Lilies dan Suma yang

dihukum oleh Donal karena

tidak menyelesaikan berlari

mengelilingi desa. Mereka

bertiga disuruh untuk

membersihkan toilet. Mereka

menerima hukuman tersebut

dan mengerjakannya dengan

baik. Ini menggambarkan


49

bahwa perempuan adalah

manusia yang kuat.

8. 1:19:53 Pada scene ini Yana, Lilies dan

Suma sedang berlatih panahan

di pinggiran pantai. Sebelum

sampai pada tempat latihan ini,

mereka harus melewati jalan

yang tidak mudah. Ini

menggambarkan bahwa untuk

meraih mimpi tentulah tidak

mudah dan banyak rintangan

yang harus di lewati.


50

9. 1:33:01 Pada scene ini, Yana berhasil

menyelesaikan skripsinya

ditengah-tengah berlatih agar

tetap bisa ikut Olimpiade. Yana

tetap berusaha menyelesaikan

perkuliahannya karena ini

merupakan keinginan ayahnya.

Disini menggambarkan bahwa

perempuan juga memiliki

kesempatan untuk meraih

mimpinya dibidang pendidikan

dan bidang lainnya.


51

10. 1:33:20 Dalam scene ini, Yana, Lilies

dan Suma sedang berlatih

panahan lagi, tetapi kali ini

mereka berlatih ditengah hujan.

Ini untuk melatih kekuatan dan

ketahanan mereka dan melihat

keseimbangan gerakan tangan

saat kedinginan. Ditujukan agar

saat bertanding pada Olimpiade

mereka bisa melewati segala

rintangan yang terjadi di

lapangan. Pada scene ini

diperlihatkan bahwa mereka

bisa melewati rintangan tersebut


52

dan tetap fokus dalam

memanah.

10. 1:37:11 Dalam scene ini diperlihatkan

bahwa sudah banyak

delegasi/perwakilan atlet

perempuan Indonesia untuk

mengikuti Olimpiade. Hal ini

menggambarkan perempuan

juga memiliki kesempatan yang

sama dengan laki-laki untuk

menjadi atlet.
53

11. 1:58:51 Scene terakhir ini bercerita

tentang keberhasilan Yana,

Lilies dan Suma yang akhirnya

berhasil meraih medali di

Olimpiade Seoul. Dengan

dilatih selama beberapa bulan

oleh Donald Pandiangan, yang

tentunya ikut merasakan

kebahagiaan dan berhasil

karena bisa membuat ketiga

muridnya mencapai impian

mereka dan juga impian Donald

bisa mempersembahkan medali

untuk Indonesia.
54

C. Pembahasan

1. Deskripsi Hasil Penelitian

Hasil dan pembahasan penelitian ini melihat dari pengamatan peneliti

yang disesuaikan dengan tujuan penelitian, yaitu mengenai bagaimana

representasi feminisme dalam film 3 Srikandi dan scene-scene yang

mempresentasikan feminisme di dalam film tersebut. Hasil penelitiannya

diperoleh melalui observasi secarang langsung terhadap film 3Srikandi

dengan mengamati scene-scene yang ada di dalam film tersebut.

Film yang berdurasi selama 2 jam 2 menit ini diteliti menggunakan

teori representasi dan semiotika Roland Barthes. Kedua teori tersebut

dianggap relevan dengan judul dan rumusan masalah dalam penelitian ini.

Representasi yaitu bagaimana pandangan dan penilaian manusia dalam

melihat sesuatu dalam menafsirkannya. Semiotika Roland Barthes

diterapkan untuk melakukan analisis mengenai gejala-gejala budaya dan

menjadi acuan untuk mengkaji tanda-tanda yang terjadi dalam kehidupan

manusia.

Berdasarkan dari hasil penelitian film 3 Srikandi yang telah dipaparkan

sebelumnya, kemudian peneliti akan menganalisis hal-hal yang diperoleh

dengan memakai teknik pengumpulan data, teknik analisis data dan teori-

teori sesuai yang telah dijelaskan sebelumnya.


55

2. Representasi Feminisme Dalam Film 3 Srikandi

Di dalam film 3 Srikandi, peneliti mendapatkan sebanyak 12 scene

yang merepresentasikan feminisme, yang dilihat melalui observasi

langsung dengan cara menonton film tersebut. Pada film 3 Srikandi ini,

representasi feminisme diperlihatkan melalui kekuatan perempuan dalam

meraih impiannya. Perempuan memiliki kesempatan yang sama dengan

laki-laki terutama dalam mencapai impiannya.

Film 3 Srikandi berlatar tahun 1988, pada masa itu, para orangtua

masih banyak yang bersifat konservatif dan menganggap bahwa anak

perempuan lebih baik melanjutkan sekolah dan bekerja menjadi seorang

pegawai atau memiliki pekerjaan tetap yang bisa menjamin kehidupannya

di masa depan.

Berasal dari latar belakang keluarga yang berbeda dan juga daerah

yang berbeda. Yana, Lilies dan Suma memiliki tekad yang kuat untuk

memperjuangkan impian mereka agar bisa tercapai. Mereka rela untuk

meninggalkan keluarganya demi meraih mimpi mereka masing-masing,

yaitu menjadi seorang atlet panahan. Mereka yakin dapat membuktikan

bahwa perempuan juga bisa menjadi atlet panahan.

Yana memberanikan diri untuk tetap mengikuti latihan agar lolos

masuk ke Olimpiade walaupun bapaknya sangat melarangnya. Bapak

Yana ingin anak perempuannya fokus menyelesaikan pendidikannya saja.

Menurut bapaknya, menjadi seorang atlet hanya dapat membanggakan

negara, menjadi berarti buat orang lain tetapi tidak untuk keluarganya.
56

Begitu juga dengan keluarga Suma, bapaknya lebih menginginkan

anak perempuan pertamanya menjadi PNS daripada menjadi seorang atlet.

Menurut bapak Suma, hidup akan lebih terjamin jika Suma menjadi PNS.

Memiliki jam kerja yang tetap, naik pangkat, mendapat tunjangan pensiun

dan tidak harus kepanasan di lapangan. Semua perkataan bapaknya

dihiraukan oleh Yana, ia lebih memilih untuk tetap pergi dan

memperjuangkan mimpinya.

Berbeda dari keluarga Yana dan Suma, Lilies memiliki orang tua

mantan atlet. Mimpinya untuk menjadi seorang atlet tentulah di dukung

oleh kedua orang tua Lilies. Tetapi permasalahannya muncul karena Lilies

memiliki kekasih yang juga seorang atlet, hal ini yang membuat orang tua

Lilies terutama ibunya tidak menyetujui hubungan Lilies dengan

kekasihnya.

Tidak setujunya ibu Lilies di karenakan ibunya tidak ingin anak

perempuannya merasakan apa yang ia rasakan, yaitu susahnya hidup

menjadi seorang atlet di Indonesia. Untuk itu ibunya ingin menjodohkan

Lilies dengan seorang pengusaha. Tetapi sebagai seorang yang sudah

dewasa dan berhak menetukan hidupnya, Lilies tetap teguh untuk

mempertahankan hubungannya dengan kekasihnya dan juga tetap

berusaha untuk meneruskan perjuangannya menjadi seorang atlet.

Setelah terpilih untuk mengikuti pelatnas persiapan Olimpiade,

Yana, Lilies dan Suma di latih oleh pelatih bernama Donald Pandiangan

yang merupakan mantan seorang atlet panahan juga. Di masa-masa


57

pelatnas ini, kekuatan perempuan banyak dimunculkan. Ketiga perempuan

tangguh ini atau dijuluki sebagai 3 Srikandi dilatih setiap hari, mulai dari

latihan mental dan juga fisik. Setiap pagi, ketiga srikandi harus berlari

mengelilingi desa, tidak hanya itu mereka juga diberikan pekerjaan-

pekerjaan berat lainnya, seperti memotong rumput halaman, menyikat

toilet dan latihan fisik berat lainnya.

Donald Pandiangan terkenal sebagai seorang pelatih yang sangat

displin dan juga tegas. Ketiga srikandi harus mengikuti dan mengerjakan

setiap peraturan yang dibuat olehnya. Setiap hari ketiga srikandi berlatih

agar mimpinya bisa tercapai. Mereka berlatih disegala kondisi, banyak

rintangan yang harus mereka lalui.

Sampai akhirnya mereka berangkat ke Seoul untuk mengikuti

Olimpiade dan berhasil meraih medali untuk Indonesia. Perasaan haru dan

bangga saat mereka berhasil meraih mimpinya. Keluarga Yana, Lilies dan

Suma pun ikut merasa bahagia dan bangga, bapak Yana dan Lilies juga

sudah menerima bahwa anak perempuannya adalah seorang atlet panahan.

Film ini benar-benar memperlihatkan bahwa perempuan adalah manusia

kuat, tangguh dan pantang menyerah. Melalui film 3 Srikandi juga

pemikiran masyarakat yang selana ini beranggapan perempuan hanyalah

sosok yang lemah, tidak cerdas dan tidak dapat diandalkan dapat

dipatahkan.
58

3. Tanda dan Makna Dalam Film 3 Srikandi

a. Scene ke-1 Film 3 Srikandi

Visual (Tanda)

Gambar 4.3.1

Potongan Scene 0:02:02

Dialog/Teks/Suara

Dialog Yana : “Pak, Yana menang Pak..”

Dialog Bapak Yana : “Lalu Bapak mesti ngapain? Hmm.

Mengalungkan karangan bunga, loncat-loncat

kegirangan, hmm”

Backsound suara yang digunakan saat gambar ini ditampilkan

yaitu suara natural kondisi malam hari, dimana terdengar bunyi-bunyi

serangga dalam keheningan di malam hari.

Penanda

Yana : Membawa buket bunga, piala dan medali ditangan kanannya,

menggunakan pakaian serba putih dibalut jaket dari dinas


59

keolahragaan. Menghadap ke arah bapaknya yang sedang

duduk, dengan wajah gembira dan mulut terbuka.

Bapak Yana : Duduk menggunakan kaos dan kain sarung sambil

memegang botol minuman, menampilkan raut wajah

yang marah dan geram.

Petanda

Yana yang baru pulang dan bermaksud memberi kabar bahagia

untuk Bapak dan Ibunya karena ia menang kejuaraan.

Tataran Denotatif

Pada gambar di scene pertama terlihat seorang perempuan yang

memakai pakaian serba putih dibalut jaket dengan membawa buket

bunga, piala dan medali di tangan kanannya. Perempuan dalam gambar

tersebut terlihat gembira dan membuka mulutnya sebagai ekspresi

senang. Berdiri diantara ruangan dalam rumah, mengarah kepada

seseorang yang sedang duduk membelakanginya. Gambar pada scene

ini diambil menggunakan teknik pengambilan gambar medium long

shot dan menggunakan lensa normal.

Tataran Konotatif

Pada scene pertama ini, Yana yang baru pulang dari lomba

dengan semangat memasuki rumah, disambut baik dengan ibunya.

Pada gambar ini, terlihat Yana berusaha memberitahu bapaknya bahwa

ia menang kejuaraan dan mendapatkan medali. Dari dialog Yana yang

mengatakan “Pak, Yana menang Pak..” dilihat juga dari ekspresi


60

wajahnya bahwa Yana sangat senang dan bahagia saat itu. Tetapi

berbeda dengan Yana dan ibunya yang senang dengan hal itu, bapak

Yana sangat tidak menyukainya. Terlihat dari ekspresi bapak Yana

yang marah dan kesal, dan juga dialog bapak Yana yang berkata “Lalu

bapak mesti ngapai? Hmm. Mengalungkan karangan bunga, loncat-

loncat kegirangan? Hmm.”

Terlihat bahwa Yana adalah seorang perempuan yang sangat

ingin menjadi seorang atlet yang sebenarnya ia juga menyanyi bapak

dan ibunya. Tetapi impian Yana bertolak belakang dengan bapaknya.

Bapak Yana tidak ingin anak perempuannya menjadi atlet, karena

menurutnya menjadi atlet hanya dapat membuat negara bangga dan

berarti dimata orang lain, tetapi tidak untuk keluarganya. Sifat orang

tua yang konservatif ini, sering menghambat atau tidak tercapainya

cita-cita seorang anak.

Hal ini menjelaskan bahwa harusnya orang tua tidak

memaksakan kehendaknya dan dapat menerima pilihan anaknya, selagi

pilihan tersebut adalah sesuatu yang baik. Dalam gambar ini terlihat

bahwa perempuan adalah sosok yang kuat, perempuan harus tetap

bertahan pada pilihannya karena perempuan itu tahu apa yang terbaik

untuk dirinya.
61

b. Scene ke-2 Film 3 Srikandi

Visual (Tanda)

Gambar 4.3.2

Potongan Scene 0:27:24

Dialog/Teks/Suara

Suma : “Suma mau pergi untuk pelatnas Pak.”

Bapak Suma : “Hei masih mau kau pergi. Lebih enak tuh jadi

pegawai, jam kerja jelas, naik pangkat kau, pensiunan

dapat, lagian kau gak kepanasan di lapangan.”

Pada scene ini backsound suara yang terdengar yaitu musik

dramatis. Pemilihan backsound music dramatis sangat mendukung

dialog yang terjadi pada gambar ini.

Penanda

Suma : Kedua tangannya berada di koper yang baru saja selesai

membereskan kopernya. Sambil menunduk melihat ke koper,


62

memakai kaos berlengan panjang bewarna coklat dan ikat

kepala.

Bapak Suma : Berdiri memakai kaos putih dan kain sarung,

menghadap ke Suma dengan memegang surat ditangan

kanannya. Menampilkan raut wajah kecewa dan sedikit

kesal karena Suma lebih memilih pergi ke pelatnas.

Petanda

Suma yang sedang bersiap untuk pergi ke pelatnas mengikuti

pelatihan agar bisa ikut Olimpiade. Kemudian, surat kelulusannya

menajdi PNS datang, lalu timbul konflik kecil di dalam gambar pada

scene ini.

Tataran Denotatif

Pada scene ini terlihat sebuah keluarga sedang berada di dalam

sebuah rumah. Seorang perempuan sedang membereskan kopernya,

memakai kaos lengan panjang bewarna coklat dengan rambut digerai

dan ikat kepala. Terlihat juga orang tua yang berdiri de belakang

perempuan tersebut dengan raut wajah kecewa dan kesal. Orang tua

tersebut menggunakan pakaian rumahan. Disisi lain ada dua orang

perempuan yang sedang belajar.

Tataran Konotatif

Scene ini menceritakan Suma yang ingin meraih impiannya

untuk menjadi seorang atlet dengan langkah pertama megikuti

pelatihan nasional. Sebelum berangkat, seorang tukang pos datang


63

mengantarkan surat untuk Suma. Setelah dibuka, surat tersebut

berisikan informasi kelulusan Suma menjadi seorang PNS. Kabar

tersebut membuat bapak Suma sangat senang mendengarnya, akhirnya

doa yang selama ini dipanjatkan oleh bapaknya terkabul juga.

Berbeda dengan Suma yang tidak menginginkan hal tersebut.

Suma lebih memilih untuk pergi ke pelatnas, meraih impiannya

menjadi seorang atlet. Telihat dari dialog Suma yang mengatakan

“Suma mau pergi untuk pelatnas Pak.” Lalu Bapak Suma menjawab

“Hei masih mau kau pergi. Lebih enak tuh jadi pegawai, jam kerja

jelas, naik pangkat kau, pensiunan dapat, lagian kau gak kepanasan di

lapangan.” Lalu Suma berkata lagi “Pak, ini untuk Olimpiade.”

Ini menggambarkan bagaimana seorang anak perempuan yang

memiliki impian, tetap gigih memperjuangkannya selagi memang

impian itu adalah hal yang baik. Seorang anak yang sudah dewasa,

laki-laki atau perempuan mempunyai hak untuk menentukan pilihan

atas dirinya sendiri. Hal ini menjelaskan bahwa perempuan

mempunyai kesempatan yang sama dengan laki-laki dalam berbagai

aspek, salah satunya yaitu dalam meraih cita-cita.


64

c. Scene ke-3 Film 3 Srikandi

Visual (Tanda)

Gambar 4.3.3

Potongan Scene 0:33:55

Dialog/Teks/Suara

Yana : “Kenapa sih, mau coba?”

Lilies : “Boleh yo mba? Di kota ku belum ada iki..”

Pada scene ini backsound yang digunakan hanya suara angin

dan lirih kicauan burung.

Penanda

Dalam gambar ini terdapat dua orang perempuan disuatu

ruangan. Perempuan yang pertama sedang memakai melihat ke arah

cermin. Perempuan yang kedua memperhatikan perempuan yang

pertama dengan ekspresi wajah penasaran. Perempuan kedua

mengenakan jaket berwarna merah dan handuk kecil di lehernya

dengan rambut ikal yang diikat.


65

Petanda

Yana sedang memakai lipstick di ruang ganti saat sedang

berberes setelah latihan panahan. Lilies melihat ke arah Yana yang

sedang memakai lipstick dengan serius.

Tataran Denotatif

Gambar pada scene ini terlihat dua orang perempuan yang

sedang berada di suatu ruangan. Perempuan yang satu sedang

menggunakan lipstick dibibirnya dan perempuan yang kedua lagi

memperhatikan perempuan yang sedang memakai lipstick itu. Dengan

wajah penasaran, perempuan yang kedua semakin mendekati

perempuan yang pertama. Teknik pengambilan gambar pada scene ini

yaitu medium close up, dimana objek pada gambar terlihat lebih dekat

untuk menampilkan kesan jelas dan fokus.

Tataran Konotasi

Pada scene ini, Yana dan Lilies baru selesai latihan, masuk ke

ruangan ganti untuk membereskan pakain dan bersih-bersih. Terlihat

Lilies yang sedang memperhatikan Yana dengan raut wajah penasaran,

mukanya terlihat seperti melongo ke arah Yana. Saat itu, Yana sedang

menggunakan lipstick. Merasa diperhatikan oleh Lilies, Yana pun

mengatakan “Kenapa sih? Mau coba?”, perempuan yang kedua

menyauti “Boleh yo mba? Di kota ku belum ada iki”.

Dapat dilihat bahwa Yana adalah perempuan yang

memperhatikan kecantikannya dan juga perduli dengan sesame


66

perempuan lainnya. Hal ini menggambarkan bahwa seorang

perempuan tetap bisa menjadi dirinya sendiri walaupun profesi yang

dipilih terlihat tidak feminin. Perempuan tetap bisa bersolek dan tidak

haus merubah penampilan seperti laki-laki hanya karena ia seorang

atlet. Sikap Yana yang perduli dengan orang yang ada disampingnya

juga menguatkan anggapan yang ada di masyarakat bahwa perempuan

memang memiliki sifat perduli lebih tinggi daripada laki-laki.

d. Scene ke-4 Film 3 Srikandi

Visual (Tanda)

Gambar 4.3.4

Potongan Scene 0:42:12


67

Dialog/Teks/Suara

Donald : “Jangan kau berhenti hei, lari..lari..siapa suruh berhenti?”

Backsound yang digunakan pada scene ini yaitu suara asri

pedesaan, dimana terdengar banyak suara kicauan burung pagi hari

yang mendukung gambar.

Penanda

Terlihat tiga orang perempuan sedang berlari dan seorang laki-

laki sedang berdiri sambil melihat ke arah ketiga perempuan tersebut.

Ketiga perempuan memakai kaos dan celaan olahraga dengan waran

yang berbeda-beda, sedangkan laki-laki menggunakan kaos lengan

panjang. Berlokasi di jalan yang dikelilingi pohon-pohon besar,

memperlihatkan suasana sejuk pagi hari di sebuah desa.

Petanda

Donald Pandiangan sedang memantau Yana, Lilies dan Suma

yang sedang melatih kekeuatan fisik dengan berlari mengelilingi desa.

Tataran Denotatif

Pada gambar ini terlihat seorang laki-laki yang sedang berdiri

melihat ke arah ketiga perempuan yang sedang berlari. Ketiga

perempuan tersebut berlari berdampingan menuju ke arah laki-laki

yang sedang berdiri. Seorang laki-laki itu memakai kaos olahraga

lengan panjang berwarna abu-abu dan celana olahraga berwarna putih,

sedangkan ketiga perempuan memakai kaos dan celana dengan warna

yang berbeda-beda. Satu perempuan mengalungkan handuk kecil di


68

lehernya, dua perempuan lagi memegang handuk kecil ditangannya.

Gambar pada scene ini diambil dengan teknik extreme long shot,

dimana gambar diambil dari bagian depan. Menampilkan objek secara

keseluruhan dan juga memperlihatkan suasana yang ada disekitarnya.

Tataran Konotasi

Scene ke-empat ini menceritakan Yana, Lilies dan Suma yang

sedang melatih kesehaatn dan kekuatan fisik dengan berlari pagi

mengelilingi desa. Didampingi pelatih Donald Pandiangan, Yana,

Lilies dan Suma harus menyelesaikan berlari mengelilingi desa

tersebut. Hal ini menggambarkan bahwa perempuan adalah sosok yang

kuat dan tangguh. Mematahkan anggapan di masyarakat yang

menyatakan bahwa perempuan hanyalah sosok lemah dan tidak dapat

diandalkan.
69

e. Scene ke-lima Film 3 Srikandi

Visual (Tanda)

Gambar 4.3.5

Potongan Scene 0:42:49

Dialog/Teks/Suara

Donald : “Mulai dari sekarang, area ini akan menjadi area latihan

untuk kalian. Pegang satu-satu, nah..”

Pada scene ini backsound yang dipakai masih sama dengan

scene sebelumnya, yaitu suara heningnya pedesaan dengan kicauan

burung-burung pagi hari dan juga suara serangga-serangga lain.

Backsound ini mendukung gambar, karena terlihat pada latar tempat

pada gambar adalah halaman rumah dengan rerumputan tinggi.

Penanda

Terdapat tiga orang perempuan dan seorang laki-laki dalam

gambar ini. Perempuan yang pertama sedang duduk dibawah sambil

menolehkan kepala melihat ke arah perempuan kedua, ketiga dan


70

seornag laki-laki. Perempuan kedua dan ketiga sedang berdiri

menghadap ke arah laki-laki. Seorang laki-laki dalam gambar ini juga

sedang berdiri sambil menjulurkan tangannya, yang disambut dengan

juluran tangan perempuan ketiga. Perempuan yang sedang

menjulurkan tangannya dengan ekspresi wajah kebingungan, terlihat

dari kerutan alis di wajahnya.

Petanda

Donald Pandiangan sedang memberikan alat potong rumput

kepada Yana, Lilies dan Suma.

Tataran Denotatif

Pada scene ini terlihat ketiga perempuan, perempuan yang

pertama sedang duduk dibawah dengan memakai kaos berwarna

kuning dan rambut di ikat ke belakang dengan tiga karet rambut,

kepalanya menoleh ke arah dua perempuan lainnya. Perempuan yang

kedua berdiri, berada di tengah antara perempuan pertama dan kedua.

Memakai kaos berwarna merah dan rambut yang di ikat satu ke

belakang, tangannya memegang handuk kecil. Pandangannya

mengarah kepada laki-laki yang ada di dalam gambar. Perempuan

yang ketiga berdiri tepat di hadapan laki-laki itu dengan memakai kaos

berwarna biru dongker dan handuk yang dikalungkan di lehernya,

tangannya dijulurkan ke tangan laki-laki itu. Laki-laki di dalam

gambar sedang berdiri sambil menjulurkan tangannya sembari

memberikan barang yang ada di tangannya kepada perempuan yang


71

ketiga. Latar tempat pada gambar ini berada di halaman samping

rumah. Pengambilan gambar menggunkaan teknik medium long shot

dengan fokus lensa normal.

Tataran Konotasi

Scene ke-lima ini menceritakan Yana, Lilies dan Suma yang

baru selesai lari mengelilingi desa, lalu Donald datang membawakan

alat potong rumput untuk mereka. Dalam gambar, Donald mengatakan

“Mulai dari sekarang, area ini akan menjadi area latihan untuk

kalian. Pegang satu-satu, nah..” Lalu Donadl memberikan alat

pemotong rumput kepada Yana, Lilies dan Suma. Donald meminta

mereka bertiga untuk memotong rumput yang ada dihalaman tersebut.

Film ini menggambarkan bahwa permepuan harus kuat dan

bisa mengerjakan pekerjaan yang biasanya dikerjakan oleh laki-laki.

Hal ini menguatkan pendapat para feminis yang ada di masyarakat

bahwa perempuan adalah sosok yang kuat dan tangguh, tidak semua

perempuan lemah dan tidak bida diandalkan.


72

f. Scene ke-enam Film 3 Srikandi

Visual (Tanda)

Gambar 4.3.6

Potongan Scene 0:43:31

Dialog/Teks/Suara

Lilies : “Luar biasa iki, mba Yana ini loh Samson betina!”

Pada gambar ini backsound yang digunakan adalah instrumen

dengan tempo yang lumayan cepat menggambarkan suasana riang dan

bahagia.

Penanda

Terdapat tiga orang perempuan, perempuan yang ditengah

sedang mengangkat barbel. Dua perempuan lagi berada tepat

disamping kanan dan kirinya dan seorang laki-laki di belakangnya.

Laki-laki itu melihat sinis ke arah perempuan yang memakai handuk di

lehernya.
73

Petanda

Yana sedang mengangkat barbel, Lilies dan Suma

menyemangati Yana agar bisa mencapai target dan dilatih langsung

oleh Donald.

Tataran Denotasi

Dalam gambar terlihat perempuan-perempuan yang sedang

melatih kekuatan fisik mereka. Salah satu dari mereka sedang

mengangkat barbel, berada di posisi tengah dari yang lainnya.

Dibagian belakang terdapat laki-laki yang sedang melihat ke arah

perempuan yang berkaos kuning dengan raut wajah sedikit sinis.

Gambar pada scene ini diambil menggunakan teknik medium close up

dengan fokus lensa kepadda objek dan background dibuat blur.

Tataran Konotasi

Pada scene ini melanjutkan cerita pada scene sebelumnya yaitu

setelah selesai memotong rumput, Yana, Lilies dan Suma langsung

disuruh berlatih. Latihan dimulai dari mengangkat barbel sebelum

berlatih panahan. Di gambar ini terlihat Yana sedang mengangkat

barbel, sedangkan Lilies dan Suma berada di samping kanan dan kiri

Yana untuk menyemangati agar Yana mencapai hitungan target

mengangkat barbel.

Saat Yana berhasil mencapai target, mereka bertiga bersorak

gembira. Lilies mengatakan “Luar biasa iki, mba Yana ini loh Samson

betina!”. Samson yang dimaksud Lilies merupakan seseorang yang


74

memiliki kekuatan dan badan yang besar, Lilies mengatakan saat itu

bahwa Yana memiliki kekuatan yang sama seperti Samson. Hal ini

menggambarkan bahwa perempuan juga memiliki kekuatan yang sama

dengan laki-laki.

g. Scene ke-tujuh Film 3 Srikandi

Visual (Tanda)

Gambar 4.3.7

Potongan Scene 1:03:36

Dialog/Teks/Suara

Suara yang terdengar dalam gambar ini yaitu suara menyikat,

tidak ada backsound tambahan.

Penanda

Terdapat tiga orang perempuan yang sedang berada dalam satu

toilet. Ketiganya sedang jongkok sambil menyikat lantai dan closet


75

toilet tersebut. Memakai kaos dan celana pendek yang berbeda

warnanya, fokus dengan kerjaan masing-masing.

Petanda

Yana, Lilies dan Suma sedang membersihkan toilet, Yana dan

Lilies menyikat lantai toilet, sedangkan Suma menyikat closet.

Tataran Denotasi

Pada gambar terlihat tiga orang perempuan yang sedang berada

didalam toilet. Ketiga perempuan itu sedang jongkok dan

membersihkan tilet dengan sikat ditangan mereka masing-masing. Dua

orang menyikat lantai, terlihat lantai yang sudah berbusa dan satu lagi

menyikat closet. Ruangan toilet tidak begitu besar, sehingga membuat

gambar di ambil dari atas atau high angle dan menggunakan teknik

medium shot.

Tataran Konotasi

Scene ini menceritakan Yana, Lilies dan Suma yang dihukum

oleh Donald, hukuman yang diberikan yaitu membersihkan toilet.

Donald yang memiliki disiplin dan juga sifat militan melatih Yana,

Lilies dan Suma untuk menjadi sosok perempuan yang displin dan

tahan banting. Walaupun sudah lelah berlatih mulai dari pagi sampai

sore, Donald tetpa memberikan hukuman yang berat.

Yana, Lilies dan Suma pun selalu mengerjakan apa pun yang

diberikan oleh Donald. Tidak ada yang mengeluh karena mereka tahu

hal itu untuk kebaikan mereka. Walaupun lelah, mereka tetap


76

mengerjakan perintah Donald. Ini menggambarkan bahwa perempuan

merupakan sosok yang gigih dan tidak mudah menyerah.

h. Scene ke-delapan Film 3 Srikandi

Visual (Tanda)

Gambar 4.3.8

Potongan Scene 1:19:53

Dialog/Teks/Suara

Backsound yang digunakan pada gambar ini yaitu suara ombak

pantai dan juga instrument dramatis, yang menggambarkan suasana

menegangkan.

Penanda

Terdapat tiga orang laki-laki yang sedang memegang panah,

dengan posisi badan yang tegap dan pandangan yang fokus ke depan.

Ketiga perempuan tersebut memakai atribut untuk memanah dengan

lengkap.
77

Petanda

Yana, Lilies dan Suma sedang berlatih panahan di pinggiran

pantai, sedang bersiap meluncurkan anak panah ke papan panah yang

berada di depan mereka.

Tataran Denotasi

Pada scene ini terlihat tiga orang perempuan yang sedang fokus

memengang busur panah dan akan meluncurkan anak panahnya. Posisi

tubuh mereka menyamping dari kamera untuk memperlihatkan busur

panah. Pandangan ketiganya fokus ke depan dengan badan yang

berdiri tegap, dilengkapi memakai atribut lengkap untuk memanah.

Teknik pengambilan gambar pada secene ini menggunakan teknik

medium shot, dimana hanya memperlihatkan setengah badan dari

masing-masing objek.

Tataran Konotasi

Scene ini menceritakan Yana, Lilies dan Suma yang sedang

berlatih memanah di pinggir pantai. Terlihat mereka bertiga sangat

fokus walaupun suara ombak pantai sangatlah riuh. Pada gambar ini

Yana, Lilies dan Suma digambarkan sebagai perempuan-perempuan

yang memiliki fokus yang tinggi dan keseriusan saat melakukan suatu

pekerjaan.
78

i. Scene ke-sembilan Film 3 Srikandi

Visual (Tanda)

Gambar 4.3.9

Potongan Scene 1:33:01

Dialog/Teks/Suara

Scene ini diisi backsound lagu dari Ruth Sahanaya yang

berjudul “Astaga” yang menggambarkan suasana gembira dan

bersemangat.

Penanda

Pada gambar ini terlihat tiga orang laki-laki yang sedang

berdiri menghadap ke arah seorang perempuan dengan raut wajah

tersenyum. Laki-laki yang pertama mengulurkan tangannya, hendak

memberi salam kepada perempuan tersebut. Terdapat juga seorang

perempuan yang sedang mengulurkan tangannya hendak memberi

salam.
79

Petanda

Yana dengan posisi berdiri hendak memberikan salam kepada

dosen penguji skripsinya.

Tataran Denotasi

Pada scene ini terlihat tiga orang laki-laki yang sedang berdiri

dan mengarah kepada satu perempuan. Ketiga laki-laki itu terlihat

tersenyum dan bangga kepada seorang perempuan yang ada di depan

mereka. Laki-laki yang pertama mengulurkan tangannya hendak

memberi salam kepada perempuan yang ada di depannya. Latar

belakang tempat pada gambar yaitu ruangan untuk persentasi, dimana

terlihat ada in focus dan juga layarnya. Gambar ini menggunkan teknik

medium long shot, dimana tidak hanya objek yang terlihat tetapi sisi

ruangan juga masuk ke dalam gambar.

Tataran Konotasi

Scene ini menceritakan Yana yang akhirnya dapat

menyelesaikan skripsinya ditengah-tengah harus berlatih panahan.

Sebelum berangkat untuk Olimpiade Yana berhasil menyelesaikan

skripsinya dan mengikuti sidang akhir. Yana tidak melupakan pesan

Bapak dan Ibunya untuk tetap mengerjakan skripsi saat berlatih. Selain

menjadi atlet, sekarang Yana juga seorang sarjana. Hal ini

menggambarkan bahwa perempuan bisa sukses dan berhasil di

berbagai bidang, bahkan dapat mengusai dua bidang yang berbeda.


80

j. Scene ke-sepuluh Film 3 Srikandi

Visual (Tanda)

Gambar 4.3.10

Potongan Scene 1:33:20

Dialog/Teks/Suara

Backsound pada gambar ini masih sama seperti pada scene

sebelumnya, yaitu menggunakan lagu dari Ruth Sahanaya yang

berjudul “Astaga”. Lagu ini menceritakan tentang kaum muda yang

sibuk dengan kepentinganya sendiri-sendiri dan menganggap bahwa

waktu tidak akan pernah ada habisnya. Lagu ini sebagai penyemangat

untuk tetap bangkit dan berjuang di masa muda.

Penanda

Terdapat tiga orang perempuan yang sedang memegang busur

panah dan hendak meluncurkan anak panah yang ada ditangan mereka

masing-masing. Dengan raut wajah fokus, ketiganya berada di tengah

hujan yang deras.


81

Petanda

Yana, Lilies dan Suma dengan posisi siap memegang busur

panah, sedang berlatih panahan di tengah hujan deras.

Tataran Denotasi

Pada gambar di scene ini terlihat tiga orang perempuan yang

sedang berdiri dengan posisi tubuh tegap dan mata fokus ke arah

depan. Ketiga perempuan itu memakai atribut panahan dengan

lengkap, berlatih dibawah hujan deras. Gambar diambil dengan teknik

medium shot, untuk memperlihatkan objek secara jelas dengan

property yang digunakan.

Tataran Konotasi

Scene ini menggambarkan bagaimana Yana, Lilies dan Suma

yang sangat fokus untuk berlatih pahanan. Dimana mereka selalu siap

dalam kondisi atau keadaan apapun untuk dapat tetap fokus saat

memanah. Dalam gambar ini, terlihat mereka sedang berlatih di tengah

hujan deras dan bisa tetap fokus ke satu tujuan, yaitu memanah. Tidak

takut kehujanan, menggambarkan bahwa perempuan merupakan sosok

yang tidak lemah.


82

k. Scene ke-sebelas Film 3 Srikandi

Visual (Tanda)

Gambar 4.3.11

Potongan Scene 1:37:11

Dialog/Teks/Suara

Pada gambar ini backsound yang dipakai adalah instrumen

musik dramatis dan juga suara riuh penonton yang bertepuk tangan.

Penanda

Terdapat beberapa orang perempuan yang sedang berjalan

sambil mengangkat tangannya masing-masing, melambaikan tangan

dengan memberi senyuman penuh bangga. Perempuan-perempuan itu

memakai seragam yang sama, di posisi paling depan ada seorang

perempuan memegang bendera Indonesia.


83

Petanda

Delegasi Indonesia yang ikut bertanding di Seoul pada

Olimpiade tahun 1988 sedang berjalan mengelilingi tempat acara.

Tataran Denotasi

Pada gambar ini terlihat beberapa orang perempuan yang

sedang berjalan sambil melambaikan tangannya. Melihat kea rah

samping dan memeberikan senyuman. Perempuan-perempuan itu

memakai pakaian seragam yang sama, hanya satu orang perempuan

yang berada di depan mengenakan pakaian khas Korea dan membawa

tiang bertuliskan “Indonesia”. Pengambilan gambar pada scene ini

menggunakan medium shot dan lensa normal fokus pada objek.

Tataran Konotasi

Scene ini memperlihatkan banyaknya delegasi Indonesia untuk

mengikuti Olimpiade di Seoul pada tahun 1988. Bisa dilihat pada

tahun itu ternyata atlet perempuan sudah lumayan banyak. Ini

membuktikan bahwa sudah dari lama harusnya perempuan bisa diakui

sebagai sosok yang kuat dan tangguh. Hal ini tentunya dapat

mematahkan anggapan bahwa perempuan itu tidak bisa diandalkan dan

tidak cerdas.
84

l. Scene ke-dua belas Film 3 Srikandi

Visual (Tanda)

Gambar 4.3.12

Potongan Scene 1:58:51

Dialog/Teks/Suara

Donald : “Abang merasa terhormat bisa melatih kalian”

Pada scene terakhir ini backsound yang digunakan yaitu lagu

berjudul Tundukan Dunia yang dinyanyikan oleh Bunga Citra Lestari.

Lagu ini merupakan OST dari Film 3 Srikandi. Menggambarkan

perjuangan dalam meraih cita-cita, suka dan duka dilewati hingga bisa

mewujudkan mimpi menjadi nyata.

Penanda

Dalam gambar pada scene ini terlihat tiga orang perempuan

dan seorang laki-laki yang sedang saling merangkul. Laki-laki itu

berada ditengah dari ketiga perempuan. Menegakkan kepala dan

melihat ke atas dengan ekspresi wajah haru dan bahagia.


85

Petanda

Yana, Lilies dan Suma yang baru selesai memenangkan

pertandingan merangkul Donald yang merupakan pelatih mereka.

Tataran Denotasi

Pada gambar terlihat tiga orang perempuan dan seorang laki-

laki yang sedang saling merangkul. Laki-laki itu mengenakan jaket dan

juga tanda pengenal yang dikalungkan di lehernya. Tiga orang

perempuan yang berada disamping kanan dan kirinya memakai

pakaian serba putih dengan lambing bender Indonesia di bagian

dadanya. Mereka melihat ke arah atas sambil tersenyum lebar. Gambar

pada scene ini diambil dengan teknik medium close up, menggunakan

lensa normal fokus kepada objek.

Tataran Konotasi

Scene yang terkahir ini menceritakan bagaimana akhirnya

Yana, Lilies dan Suma berhasil memenangkan pertandingan dan

meraih medali untuk Indonesia. Donald sebagai pelatih Yana, Lilies

dan Suma ikut merasa bangga, ia mengatakan “Abang merasa

terhormat bisa melatih kalian”. Latihan yang mereka lakukan setiap

hari, mulai dari pagi hingga sore akhirnya membuahkan hasil yang

baik. Ini membuktikan bahwa perempuan bisa mewujudkan mimpinya

menjadi nyata. Perempuan adalah sosok tangguh yang pantang

menyerah dan giat. Gambar ini juga memperlihatkan bahwa


86

perempuan bisa berdampingan dengan laki-laki, khususnya dalam

meraih cita-cita.

4. Mitos dan Temuan Data

Di dalam film 3 Srikandi, perempuan adalah hal utama yang

menjadi latarbelakang jalan cerita dalam film ini. Sehingga membuat isi

film 3 Srikandi banyak memunculkan representasi perempuan. Setiap

representasi perempuan yang dimunculkan dalam cerita, terdapat makna

atau pesan yang ingin disampaikan termasuk juga mitos.

Menurut Roland Barthes, ketika media membagikan pesan dalam

sebuah cerita, selanjutnya pesan-pesan konotatif itu yang dapat

menciptakan mitos. Maksud dari mitos di sini yaitu tidak selalu mengarah

pada mitologi dalam pengertian sehari-hari, seperti cerita tradisonal atau

kuno, legenda dan lainnya. Mitos menurut Barthes merupakan sebuah cara

dalam pemaknaan suatu pesan dan ia juga menyatakan bahwa mitos secara

lebih spesifik sebagai tipe wacana atau jenisa pewacanaan.

Dilihat dari penjelasan Barthes bahwa mitos tidak dapat

digambarkan melalui objek pesannya, tetapi melalui bagaimana cara pesan

tersebut disampaikan, yang kemudian dapat ditemukan beberapa mitos

dalam film 3 Srikandi. Penjelasan mengenai sosial dan budaya atas

perbedaan jenis kelamin yang terdapat di masyarakat merujuk pada

gender. Gender terbagi lagi menjadi maskulin dan feminin. Maskulin

berhubungan dengan jenis kelamin laki-laki, sedangkan feminin


87

berhubungan dengan jenis kelamin perempuan (Abdullah Hanafi,

2010:138).

Gender adalah karakteristik yang membedakan antara laki-laki dan

perempuan berdasarkan biologis dan tidak bersifat kodrati, melainkan

berdasarkan kebiasaan atau karakteristik sosial budaya masyarakat yang

membentuknya (https://www.kompasiana.com/meidamartha1851/5e5e11a

5d541df6fe8704222/apa-gender-itu?page=1).

Pemaknaan mengenai perempuan banyak dimunculkan dalam film,

termasuk di dalam film 3 Srikandi. Berbeda dari kebanyakkan film lainnya

yang menampilkan sisi-sisi lemah dari perempuan, film 3 Srikandi ini

menampilkan sisi kuat dari perempuan. Pemaknaan terhadap perempuan

yang terjadi dalam masyarakat ditentukan oleh factor sosial dan budaya.

Dalam pandangan Barthes, mitos yaitu bagaimana suatu

kebudayaan berpikir mengenai sesuatu dan bagaimana cara kebudayaan

tersebut memahami sesuatu. Mitos juga berarti cerita yang digunakan oleh

suatu kebudayaan dalam menjelaskan atau mencari pemahaman terkait

dnegna beebrpaa aspek dari realitas (Fiske, 2007:125). Barthes juga

menjelaskan bahwa cara kerja utama mitos adalah untuk menaturalisasikan

sejarah, yang berarti mitos merupakan produk dari kelas sosial yang

dominan. Mitos membuat kesan yang menyeluruh dengan menyamarkan

asal-usul dari sejarah dan dapat dengan sangat efektif menaturalisasikan

makna yang ada (Fiske, 2007:123).


88

Disimpulkan bahwa mitos membuat pandangan dunia tertentu

terlihat tidak terbantahkan, karena hal tersebut terjadi seperti alamiah atau

ditakdirkan. Pada tatanan konotasi, penelitian ini mengkaji bagaimana

tanda-tanda yang muncul di dalam film dapat mengkonstruksikan

perempuan. Sementara dalam tatanan mitos, penelitian ini mendalami

bagaimana adegan di film menaturalisasikan makna perempuan yang

dikaitkan dengan konteks budaya yang ada.

Dimulai dari cerita Yana dalam film 3 Srikandi, menunjukkan

bahwa ruang gerak perempuan dibatasi. Menurut bapak Yana, perempuan

sebaiknya fokus saja menuntut ilmu, menjadi seorang atlet bukanlah

pilihan yang tepat untuk seorang perempuan. Perempuan sering sekali

dianggap sebagai makhluk yang lemah dan tak berdaya. Namun, dalam

film ini Yana digambarkan sebagai seseorang yang tangguh dan kuat, ia

berani untuk memilih jalannya sendiri. Representasi perempuan seperti ini

jarang sekali dimunculkan dalam film.

Selanjutnya penggambararan Lilies, ia diceritakan sebagai anak

perempuan yang berasal dari kedua orang tua mantan atlet. Mimpinya

untuk menjadi seorang atlet tentulah sangat di dukung oleh orang tuanya.

Tetapi orang tua Lilies tidak ingin anaknya menikah dengan seorang atlet

juga, dengan alesan karena orang tuanya sudah merasakan hidup sebagai

seorang atlet itu tidak mudah. Dalam film 3 Srikandi ini, diceritakan juga

bahwa Lilies dijodohkan dengan seorang pengusaha. Di kehidupan sehari-

hari sering kita dengar mitos bahwa anak perempuan harus menikah
89

dengan seorang laki-laki kaya agar hidupnya bisa terjamin. Terjaminnya

hidup dalam hal materi belum tentu menjamin kehidupan tersebut bahagia

atau bertahan lama. Untuk menolak mitos tersebut, Lilies menolak untuk

dijodohkan dan tetap memilih kekasihnya yang juga merupakan seorang

atlet. Representasi femenisme disini digambarkan bahwa setiap perempuan

memiliki kendali untuk dirinya sendiri..

Satu orang perempuan yang diceritakan dalam film 3 Srikandi

adalah Suma. Tidak jauh berbeda dari keluarga Yana, bapak Suma juga

tidak menginginkan anak perempuannya menjadi atlet. Menurut bapak

Suma, anak perempuannya lebih baik menjadi seorang PNS. Hal ini juga

merupakan mitos yang ada sampai sekarang, dimana banyak orang tua

yang ingin anaknya untuk menjadi seorang PNS. Merasa sudah dewasa

dan berhak menentukan pilihannya sendiri, Suma tetap memilih untuk

mewujudkan mimpinya menjadi seorang atlet.

Film 3 Srikandi merupakan sebuah film yang diangkat dari kisah

nyata dengan cerita yang menggambarkan sisi-sisi kuat dari perempuan.

Berbeda dari film-film kebanyakkan yang menceritakan sisi-sisi lemah

dari perempuan. Film 3 Srikandi bertema utama tentang perjuangan

perempuan. Ketiga tokoh utama dalam film ini, yaitu Yana, Lilies dan

Suma digambarkan sebagai perempuan-perempuan yang independe, kuat

dan menggugat stereotype feminitas dengan berlaku sebagai sosok

perempuan yang berani dan tidak pantang menyerah.


90

Di dalam film 3 Srikandi, karakter ketiga perempuan yang menjadi

tokoh utama menggambarkan konstruksi feminitas yang dilihat dari

perilaku dan aktivitas yang mereka lakukan. Sedangkan jika dilihat dari

segi ruang gerak, perempuan telah memperoleh kesempatan yang sama

untuk tidak terkurung dalam patriarki dan dapat menguatkan sisi

feminisme.

Film 3 Srikandi mengkonstruksikan pandangan yang telah melekat

ditengah masyarakat mengenai budaya dan pemahaman feminisme. Film

ini mematahkan stereotyope yang terlihat alamiah terjadi di masyarakat

dan kemudian dimunculkan kembali sytreotype yang baru dalam rangkaian

cerita, hal ini yang disebut oleh Barthes sebagai mitos baru dlaam film,

baik secara sadar ataupun tidak.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti. Maka

ditemukan beberapa temuan penting di dalam penelitian ini, yaitu sebagai

berikut

1. Peneliti menemukan bahwa terdapat representasi feminisme dalam

film 3 Srikandi.

2. Terdapat 12 scene yang memunculkan representasi feminisme, terlihat

juga melalui tanda dan makna yang ada di dalam film 3 Srikandi.

3. Film 3 Srikandi ini juga mematahkan stereotype yang ada di

masyarakat, bahwa perempuan itu lemah dan tidak bisa diandalkan.

Perempuan dalam film ini digambarkan sebagai sosok yang kuat,

cerdas dan pantang menyerah.

4. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa dalam film 3 Srikandi,

feminisme yang digambarkan tetap menampilkan sisi feminin (tidak

mengubah kodrat/nature) dari perempuan, terlihat dari gaya dan

pakaian yang digunakan oleh ketiga tokoh utama.

91
92

B. Saran

Berdasarkan hasil pengamatan dan penelitian yang telah diperoleh

peneliti dan dilakukan sesuai dengan langkah-langkah dituntut, maka

didapatkan saran yang dianggap perlu, yaitu :

1. Diharapkan semakin banyak film-film yang menceritakan tentang

perjuangan dan kekuatan perempuan, agar pandangan masyarakat

mengenai perempuan menjadi baik.

2. Diharapkan film-film yang menceritakan perempuan dan laki-laki

(gender) dapat digambarkan secara seimbang, tidak hanya memihak

kepada salah satu gender saja.

3. Bagi mahasiswa, diharapkan dapat berpikir kritis saat menonton film-

film yang bertema tentang gender, agar memiliki pemikiran yang

terbuka mengenai konstruksi gender di media.

4. Bagi masyarakat dan pembaca, diharapkan dapat memahami makna

yang terdapat di dalam film, khusunya film-film yang bertema tentang

gender. Dengan melihat dan memahami tanda-tanda yang dimunculkan

dalam film.
DAFTAR PUSTAKA

Buku

Alex Sobur. 2006. Semiotika Komunikasi, Bandung: Remaja Rosdakarya.

Amir Piliang,Yasraf. 2003. Hipersemiotika Tafsir Cultural Studie Atas Matinya

Makna. Yogyakarta: Jalasutra.

Barker, Chris, 2004. Cultural Studies, Teori & Praktik, Penerjemah: Nurhadi.

Yogyakarta: Kreasi Wacana.

Danesi, Marcel. 2012. Pesan, Tanda, dan Makna. Yogyakarta: Jalasutra.

Fakih, Mansour. 1996. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Fiske, John. 2007. Cultural and Communication Studies: Suatu Pengantar Paling

Komprehensif, terj. Yosal Iriantara dan Idi Subandy Ibrahim, cetakan

keempat. Yogyakarta: Jalasutra.

Gamble, Sarah. 2010. Pengantar Memahami Feminisme dan Postfeminisme.

Yogyakarta: Jalasutra.

Hadi, Sutrisno. 2007. Metodologi Research. Yogyakarta: Andi Offset.

Hanafi, Abdillah. 1981. Memasyarakatkan Ide-Ide Baru. Surabaya: Usaha

Nasional.

Hasyim, Syafiq. 2001. Hal-hal yang Tak Terpikirkan tentang Isu-Isu

Keperempuanan dalam Islam, Bandung: Mizan.

93
94

Kurniawan. 2001. Semiologi Roland Barthes. Magelang: Yayasan Indonesia Tera.

Lantowa, Jafar. 2017. Semiotika, Teori Metode, dan Penerapannya Dalam

Penelitian Sastra. Yogyakarta: Deepublish.

Megawangi, Ratna. 1999. Membiarkan Berbeda, Sudut Pandang Baru tentang

Relasi Gender. Bandung: Mizan.

Moleong, Lexy J. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya.

Poerwadarminta W.J.S. 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: PN Balai

Pustaka.

Puspitawati, Herein. 2013. Konsep, Teori Dan Analisis Gender. Bogor: Fakultas

Ekologi Manusia Intitut Pertanian Bogor.

Siregar, Ashadi. 2002. AIDS, Gender dan Kesehatan Reproduksi: Pintu

Menghargai Manusia Bagi Media. Yogyakarta: LP3Y dan The Ford

Foundation.

Jurnal

Bielby, Danise D. 2009. Gender Inequality in Culture Industries: Women and

Men Writers in Film and Television. Sociologie du Travail Journal 51.

Diakses pada 19 Oktober 2020, pukul 14.18 wib.

Diani, Amanda. 2017. Representasi Feminisme Dalam Film Maleficent. Jurnal

ProTVF Vol. 1 Nomor 2. Diakses pada 29 Agustus 2020, pukul 14.37 wib.
95

Haryanti, Astrid. 2014. The Construction of Feminism in Indonesian Film: Arisan

2!. Social and Behavioral Sciences Journal, 155. Diakses pada 17

Oktober, pukul 20.46 wib.

Hayim, Syafiq. 2001. Hal-hal yang Tak Terpikirkan: Tentang Isu-isu

Keperempuanan dalam Islam. Diakses pada 17 Oktober 2020, pukul 22.19

wib.

Lemish, Dafna. 2012. Gender: Representation in the Media. The International

Encylupedia of Communication, First Edition. Diakses pada 9 Oktober

2020, pukul 15.12 wib.

Linion, Rodha. 1989. Conceptualizing Femnisme, Clarifying Social Science

Concepts. Evaluation and Program Planning Journal, Vol. 12. Diakses

pada 19 Oktober 2020, pukul 22.05 wib.

Mehrpouyan, Azadeh. 2014. Feminism and Feminine Culture in Modern Women

Writers‟ Work: With Special Reference to Anne Sexton and Audre Lorde.

Social and Behavioral Sciences Journal 158. Diakses pada 17 Oktober

2020, pukul 20.32.

Pawitasari, Erma. 2015. Pendidikan Khusus Perempuan: Antara Kesetaraan

Gender dan Islam. Jurnal Tsaqafah Vol 2 Nomor 2. Diakses pada 9

Oktober 2020, pukul 20.32 wib.

Sutanto, Oni. 2017. Representasi Feminisme Dalam Film Spy. Jurnal E-

Komunikasi Vol. 5 Nomor 1. Diakses pada 30 Agustus 2020, pukul 21.13

wib.
96

Internet

https://id.wikipedia.org/wiki/Feminisme. Diakses pada 29 Agustus 2020, pukul

10.02 wib.

https://medium.com/hipotesa-indonesia/apa-itu-feminisme-8a28a2577c1b.

Diakses pada 29 Agustus 2020, pukul 10.45 wib.

https://cosmopolitanfm.com/3-srikandi-film-yang-dapat-menginspirasi-

perempuan/. Diakses pada 30 Agustus 2020, pukul 12.10 wib.

http://afi.unida.gontor.ac.id/2019/04/12/feminisme-dalam-pandangan-islam-

analisis-gerakan-feminisme/. Diakses pada 23 Oktober 2020, pukul 20.26

wib.

https://www.kompasiana.com/meidamartha1851/5e5e11a5d541df6fe8704222/apa

-gender-itu?page=1. Diakses pada 19 Oktober 2020, pukul 17.17 wib.

https://www.researchgate.net/publication/329390305_feminis_dalam_perspektif_i

slam. Diakses pada 23 Oktober 2020, pukul 17.12 wib.


97

Anda mungkin juga menyukai