Anda di halaman 1dari 117

ANALISIS WACANA SARA MILLS DALAM

FILM ATHIRAH
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
untuk memenuhi persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial
(S.Sos)

oleh :

Aditya Agung Firmansyah


1113051000217

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM


FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 1441 H / 2020 M
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

ANALISIS WACANA SARA MILLS DALAM


FILM ATHIRAH

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi


untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial
(S.Sos)

Oleh:

Aditya Agung Firmansyah


1113051000217

Dosen Pembimbing

Dr. H. Edi Amin, M.A.


19760908 200901 1 010

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM


FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 2020 M / 1441 H
LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi ini yang berjudul ANALISIS WACANA SARA MILLS


DALAM FILM ATHIRAH telah diujikan dalam sidang
munaqosyah Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta pada Tanggal 3 April 2020. Skripsi ini telah
diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Program Strata (S1) Sarjana Ilmu Sosial pada Jurusan
Komunikasi dan Penyiaran Islam.

Jakarta, 6 Mei 2020

Tanggal Sidang Munaqosyah Tanggal Tanda Tangan

Ketua
Dr. Armawati Arbi, M.Si.
NIP. 19650207 199103 2 002 5 Juni 2020 _____________

Sekretaris
Dr. H. Edi Amin, M.A.
NIP. 19760908 200901 1 010 5 Juni 2020 _____________

Penguji I
Drs. Wahidin Saputra, M.A.
NIP. 19700903 199603 1 001 20 Mei 2020 _____________

Penguji II
Fita Fathurokhmah, M.Si
NIP. 19830610 200912 2 001 4 Juni 2020 _____________

Mengetahui:
Dekan

Suparto, M.Ed, Ph.D


NIP. 19710330 199803 1 004
LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan


untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar
Strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil
karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya
orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang
berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 5 Juni 2020

Aditya Agung Firmansyah


ABSTRAK

Aditya Agung Firmansyah (1113051000217)


ANALISIS WACANA SARA MILLS DALAM FILM
ATHIRAH

Film merupakan salah satu media yang efektif dalam


menyampaikan pesan karena bersifat audio visual dan dikemas
dalam bentuk cerita. Salah satu permasalahan yang ada saat ini
ialah tingginya tingkat perceraian akibat poligami. Film Athirah
memuat pesan bagaimana seorang perempuan yang tangguh,
berani, mandiri, dan mampu mempertahankan keutuhan
keluarganya ditengah permasalahan poligami.
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah
skripsi ini adalah bagaimana penggambaran perempuan dilihat
dari posisi subjek, objek dan posisi pembaca dalam film Athirah?
Metode yang digunakan peneliti dalam penelitian skripsi ini
adalah metode analisis wacana Sara Mills. Metode ini
memfokuskan perhatian pada wacana feminisme. Bagaimana
wanita ditampilkan dalam teks, baik dalam novel, gambar, foto
ataupun berita. Selain itu, Mills juga lebih memperlihatkan posisi
subjek-objek dan posisi pembaca. Metodologi penelitian yang
digunakan adalah paradigma kritis dengan pendekatan kualitatif.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah rangkaian
dialog dan gambar (scene) dalam film Athirah.
Penelitian mengenai feminisme ini ditinjau dari posisi
subjek-objek dan posisi pembaca. Posisi subjek adalah pihak
yang menjadi pencerita (subjek). Sedangkan, posisi objek adalah
pihak yang diceritakan oleh subjek (objek). Sedangkan, posisi
pembaca adalah bagaimana pembaca atau penonton
mengidentifikasikan dan menempatkan dirinya dalam penceritaan
teks.
Film Athirah menggambarkan sosok perempuan yang
mampu bangkit dari keterpurukannya dan mengenyampingkan
rasa sakit karena dimadu oleh suaminya, patut ditiru bagi
perempuan-perempuan diluar sana yang mengalami hal serupa.
Salah satu cara agar tidak hancur karena bertahan di lingkaran
poligami adalah berdamai dengan kenyataan dan meningkatkan
kecerdasan spiritual. Setelah meningkatkan keimanan kepada
Tuhan, lakukan lah kegiatan lain yang positif. Seperti hal nya
Athirah yang berinisiatif untuk membuat usaha sarung sutra
sebagai pelarian rasa sakitnya. Sampai akhirnya usaha tekstil
yang dijalaninya berkembang sangat pesat.
Kata kunci : Subjek, Objek, Pembaca, Feminisme, Perempuan,
Athirah.
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim, segala puji dan syukur yang


tak terhingga kehadirat Allah SWT Tuhan semesta alam yang
selalu melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada seluruh
mahluk ciptaannya, yang selalu melimpahkan nikmat sehat, rejeki
dan sebagainya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Shalawat serta salam semoga Allah curahkan kepada baginda
besar kita, Nabi Muhammad SAW sebagai suri tauladan dan
panutan bagi seluruh umat Islam.uu
Alhamdulillah, atas izin Allah SWT, penulis bisa
menyelesaikan skripsi yang berjudul ANALISIS WACANA
SARA MILLS DALAM FILM ATHIRAH. Penulis menyadari
bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan dan
kelemahan, akan tetapi doa dan dukungan yang selalu mengiringi
langkah penulis membuat rasa syukur kian mengalir, sebagai rasa
syukur, penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada semua
pihak yang telah membantu, mendukung dan membimbing
penulis selama proses penyusunan skripsi ini. Penulis
mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:
1. Kedua orang tuaku tercinta, ayahanda Akhmad Sobirin
(Alm.) dan Ibunda Sugiarti, yang tak pernah lelah dan
hentinya mendidik, mendoakan serta memberikan dorongan
berupa semangat baik secara moril dan materil. Begitupun
Adik ku tercinta, Mohammad Fikri Hauzan, yang selalu
memberi motivasi kepada penulis. Terimakasih untuk
segala dukungan dan kasih sayangnya yang begitu
berharga.
2. Prof. Dr. Hj. Amany Burhanudin Umar Lubis, Lc., M.A.,
sebagai Rektor Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Suparto, M.Ed. Ph.D., sebagai Dekan Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Dr. Siti Napsiyah, S.Ag
sebagai Wakil Dekan I Bidang Akademik, Dr. Sihabbudin
Noor, M.Ag. sebagai Wakil Dekan II Bidang Administrasi
Umum, Dr. Cecep Sastrawijaya, MA. sebagai Wakil Dekan
III Bidang Kemahasiswaan.
4. Dr. Armawati Arbi, M.Si dan Dr. H. Edi Amin, M.A.,
sebagai Ketua dan Sekertaris Jurusan Komunikasi dan
Penyiaran Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi Universitas Islam Negeriyarif Hidayatullah
Jakarta.
5. Dr. H. Edi Amin, M.A. sebagai Dosen Pembimbing Skripsi
yang telah memberikan banyak arahan, saran, kritik, dan
semangat untuk penulis dalam setiap perjalanan
menyelesaikan penelitian. Penulis mengucapkan
terimakasih yang tak terhingga, semoga Allah SWT
senantiasa memberikan kesehatan, kebaikan, dan
keberkahan kepada beliau dan keluarga.
6. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta, yang memberikan ilmu dengan harapan ilmu yang
didapat menjadi bermanfaat kepada peneliti.
7. Seluruh staff dan karyawan Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
telah membantu penulis dalam urusan administrasi selama
perkuliahan dan penelitian skripsi ini.
8. Seluruh staff Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah
dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi yang telah melayani peminjaman buku sebagai
referensi dalam penulisan skripsi ini.
9. Sahabat seperjuangan peneliti, Muhammad Hilman Rais,
Dandy Hakim Pradana, yang selalu mendukung setiap saat
dan menemani penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
10. Adik-adik kelas Arafat Ibnusabil, Tomi Syahrul, Anzen
Billa Setya, Faizah Nur Hidayah, yang selalu mendorong
penulis untuk lebih giat dan dalam mengerjakan skripsi.
11. Teman-teman seperjuangan KPI 2013, khususnya teman
seperjuangan kelas KPI E 2013, keluarga besar DNK TV,
dan teman-teman yang memberikan semangat kepada
penulis.
Penyusunan skripsi ini tentunya masih belum sempurna,
oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat konstruktif penulis
harapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis
maupun pembaca sekalian. Amin.
DAFTAR ISI

ABSTRAK
BAB 1……………………………………………………………1
PENDAHULUAN……………………………………………….1
A. Latar Belakang Masalah…………………………………...1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah……………………...5
1. Pembatasan Masalah………………………………...5
2. Perumusan Masalah…………………………………5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian……………………………5
1. Tujuan Penelitian……………………………………5
2. Manfaat Penelitian…………………………………..6
D. Metodologi Penelitian……………………………………..6
1. Paradigma Penelitian.……………………………….6
2. Pendekatan Penelitian……………………………….8
3. Metode Penelitian…………………………………...9
4. Subjek dan Objek Penelitian………………………...9
5. Teknik Pengumpulan Data…………………………..9
6. Teknik Analisis Data………………………………11
E. Tinjauan Pustaka…………………………………………12
F. Sistematika Penulisan…………………………………….13
BAB 2…………………………………………………………..16
LANDASAN TEORI…………………………………………...16
A. Analisis Wacana………………………………………….16
B. Analisis Wacana Model Sara Mills………………………18
C. Kerangka Analisis Sara Mills…………………………….20
D. Film………………………………………………………22
1. Pengertian Film…………………………………….22
2. Jenis-Jenis Film…………………………………….23
3. Klasifikasi Film…………………………………….24
E. Konsep Perempuan…………...…………………………..28
1. Definisi Perempuan………………………………...28
2. Perspektif Gender………………………………….29
3. Konsep Keadilan dan Kesetaraan Gender…………33
F. Perempuan dalam Pandangan Agama Islam……………..36
BAB 3…………………………………………………………..41
GAMBARAN UMUM FILM ATHIRAH……………………...41
A. Sinopsis Film Athirah…………………………………….41
B. Profil Sutradara…………………………………………..42
C. Struktur Dalam Film Athirah…………………………….45
D. Penghargaan-Penghargaan Film Athirah………………...46
BAB 4…………………………………………………………..48
TEMUAN DAN DATA PENELITIAN………………………..48
A. Posisi Subjek……………………………………………..48
Kerangka Temuan Data Posisi Subjek pada Film Athirah.49
B. Posisi Objek………………………………………………70
Kerangka Temuan Data Posisi Objek pada Film Athirah..71
BAB 5…………………………………………………………..84
PEMBAHASAN………………………………………………..84
A. Penjelasan Gambar Posisi Subjek………………………..84
B. Penjelasan Posisi Subjek…………………………………90
C. Penjelasan Gambar Posisi Objek…………………………91
D. Penjelasan Posisi Objek………………………………….96
E. Penjelasan Posisi Pembaca……………………………….97
BAB 6…………………………………………………………..99
PENUTUP……………………………………………………...99
A. Kesimpulan……………………………………………….99
B. Saran…………………………………………………….100
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………102
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Perkembangan teknologi komunikasi yang pesat menuntut
masyarakat untuk dapat menyesuaikan diri dengan perubahan-
perubahan yang terjadi sebagai dampak dari kemajuan teknologi
informasi tersebut. Teknologi informasi dan komunikasi telah
mengubah perilaku dan pola hidup masyarakat secara global,
perkembangan teknologi komunikasi dan informasi menyebabkan
dunia menjadi tanpa batas dan menyebabkan perubahan sosial
budaya, ekonomi, dan pola penegakan hukum yang secara
signifikan berlangsung dengan cepat.1
Film merupakan salah satu media komunikasi yang dipilih
masyarakat untuk mengetahui informasi dan hiburan. Lebih dari
70 tahun terakhir, film telah memasuki kehidupan umat manusia
yang sangat luas lagi beranekaragam.2 Film memiliki nilai seni
tersendiri yang dibuat oleh tenaga-tenaga kreatif dan profesional.
Onong Uchjana Effendy menyatakan ada jenis-jenis film, yaitu
film cerita, film berita, film dokumenter, dan film kartun.3 Dapat
disimpulkan bahwa film merupakan salah satu karya seni yang
berfungsi sebagai media komunikasi.

1
Departemen Komunikasi dan Informasi Republik Indonesia, Menuju
Kepastian Hukum di Bidang: Informasi dan Transaksi Elektronik, (Jakarta:
Departemen Komunikasi dan Informasi Republik Indonesia, 2007), h. 1.
2
Alo Liliweri, Dasar-dasar Komunikasi Antar Budaya, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2004), h. 153.
3
Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, (Bandung: PT.
Citra Aditya Bakti, 2000), h. 210.

1
2

Saat ini banyak film yang diproduksi mengusung tema


perempuan. Kata perempuan secara terminologis sebagai
makhluk yang dihormati, dimuliakan, dan dihargai.4 Perempuan
dalam sebuah film sering digambarkan sebagai sosok yang
termarginalkan, lemah, tertindas baik fisik maupun psikis, dan
penggambaran buruk lainnya. Untuk itu kajian film mengenai
tentang perempuan atau yang sering disebut sebagai feminisme
cukup menarik perhatian publik. Perfilman lebih banyak
mengangkat isu feminisme karena memiliki nilai jual yang
mampu menarik minat khalayak untuk mengkonsumsi film
tersebut. Untuk itu, sebagian film masih menggunakan
pandangan bahwa lelaki memiliki derajat yang lebih tinggi
dibandingkan dengan perempuan. Dengan kata lain, perfilman di
berbagai dunia masih menggunakan ideologi patriarki.
Salah satu film yang mengangkat isu feminisme adalah film
yang berjudul Athirah. Film Athirah merupakan salah satu film
yang bergenre autobiografi yang di produksi oleh Miles Films
dan di sutradarai oleh Riri Riza. Cerita film Athirah diangkat dari
novel karya Alberthiene Endah berjudul Athirah. Film Athirah
berkisah tentang hidup seorang perempuan Bugis Makassar
bernama Athirah, perempuan yang berjuang demi
mempertahankan keutuhan keluarganya, yang tak lain adalah
ibunda dari Wakil Presiden Republik Indonesia ke-10 dan ke-12,
Jusuf Kalla.5

4
Zaitunah Subhan, Kodrat Perempuan: Takdir atau Mitos? (Jakarta: PT. LKiS
Pelangi Aksara, 2004), h. 1.
5
https://www.rappler.com/indonesia/gaya-hidup/147121-athirah-kisah-
perempuan-bugis. Diakses pada 27 Juli 2018 pukul 14:49 WIB.
3

Potret Athirah begitu menarik. Potret seorang Ibu yang


harus menghadapi kenyataan hidup yang pahit tapi terus mencari
cara untuk mempertahankan harga diri dan keluarganya. Sebuah
kisah yang sama sekali tidak mengelu-elukan kehebatan sebuah
nama besar ‘Kalla’, tapi justru memperlihatkan luka keluarga
yang biasanya ditutupi. Film Athirah dibuka dengan potret
keluarga yang nyaris sempurna. Athirah yang diperankan Cut
Mini, dan suami Puang Ajji yang diperankan Arman Dewarti,
baru saja menikah dan memutuskan pindah dari Bone ke
Makassar. Keduanya lalu membangun bisnis bersama dari nol
hingga akhirnya menjadi saudagar yang sukses. Keluarga yang
harmonis ini kerap menghabiskan waktu berdiskusi seraya
menikmati santap makan bersama. Budaya Bugis-Makassar
memang tak pernah luput dari acara santap-menyantap. Cobaan
datang di titik kesuksesan mereka.
Hidup sebagai keluarga terpandang ternyata menyimpan
sejuta masalah pelik diawali dari kehadiran istri kedua dalam
rumah tangga Athirah bersama Puang Ajji. Sebagai seorang
perempuan Athirah tak sanggup berbuat apa-apa, meski awalnya
menolak namun ia pun harus merelakan sang suami yang mendua
demi kelangsungan hidup anak-anaknya.6
Selain adegan menyantap makanan yang hampir selalu
hadir di sepanjang film, Athirah tak lepas dari adegan-adegan
menyayat hati yang dirasakan Athirah sebagai istri tua. Athirah
selalu mencoba untuk adil, Puang Ajji justru lebih sering

6
https://id.bookmyshow.com/blog-hiburan/review-film-belajar-move-dari-
athirah/ Diakses pada 27 Juli 2018 pukul 15:24 WIB.
4

memprioritaskan istri mudanya dan mengabaikan istri lamanya.


Perih dan teriris, seperti itulah kira-kira perasaan hati Athirah.
Namun ia tak lantas terpuruk. Ia lalu melarikan rasa sakit hatinya
dengan hal yang patut ditiru. Athirah memberdayakan usaha
pemintalan sarung sutra bersama ibu-ibu penduduk sekitar.
Usahanya yang sukses bahkan membuatnya mampu bertahan di
saat krisis ekonomi melanda Indonesia dan menggerus usaha-
usaha para pedagang di Makassar, salah satunya usaha sang
suami.
Film ini menarik untuk diteliti karena menggambarkan
sosok perempuan yang tangguh, berani, mandiri, dan mampu
menjadi inspirasi bagi perempuan-perempuan juga keluarga-
keluarga di Indonesia. Sosok Athirah yang mampu bangkit dari
keterpurukannya dan mengenyampingkan rasa sakit karena
dimadu oleh Puang Ajji, patut ditiru bagi perempuan-perempuan
diluar sana yang mengalami hal serupa, dimadu suami secara
diam-diam. Sebagai perempuan yang berada di posisi tersebut
hendaknya segera meningkatkan kecerdasan spiritual supaya
lebih bisa menerima kenyataan. Satu-satunya cara agar tidak
hancur karena bertahan di lingkaran poligami adalah berdamai
dengan kenyataan. Setelah meningkatkan keimanan kepada
Tuhan, lakukan lah kegiatan lain yang positif. Seperti hal nya
Athirah yang berinisiatif untuk membuat usaha sarung sutra
sebagai pelarian rasa sakitnya. Sampai akhirnya usaha tekstil
yang dijalaninya berkembang sangat pesat.
Film autobiografi ini telah meraih 6 (enam) Piala Citra dari
10 nominasi pada ajang Festival Film Indonesia (FFI), serta
5

terpilih untuk diputar di beberapa festival film internasional


seperti Vancuver International Film Festival di Kanada, Busan
International Film Festival di Korea, dan Tokyo International
Film Festival di Jepang.7 Kisah inspiratif Athirah yang membuat
peneliti ingin mengkaji lebih dalam tentang isu feminisme dengan
judul “Analisis Wacana Sara Mills dalam Film Athirah”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah


1. Pembatasan Masalah
Untuk menghindari meluasnya pembahasan dan
untuk mempertajam analisis penelitian, peneliti
memberikan batasan masalah dengan berfokus hanya pada
rangkaian gambar (scene) dan dialog yang terkait dengan
bagaimana feminisme digambarkan dalam film Athirah.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka
peneliti merumuskan masalah sebagai berikut :
Bagaimana posisi subjek, objek, dan posisi pembaca
atau penonton dalam menggambarkan perempuan pada film
Athirah?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian


1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui posisi subjek, objek dan
7
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Athirah_(film). Diakses pada 27 Juli 2018
pukul 15:26 WIB.
6

posisi pembaca atau penonton dalam menggambarkan


perempuan pada film Athirah.
2. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat :
a) Secara Akademis
1) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan
informasi dan dokumentasi ilmiah khususnya
yang berkaitan dengan analisis wacana Sara
Mills.
2) Penelitian ini diharapkan menjadi stimulus
penelitian lebih lanjut dan lebih sempurna
dalam memahami analisis wacana Sara Mills.
b) Secara Praktis
1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan
salah satu informasi dan gambaran bagaimana
analisis wacana Sara Mills dalam sebuah film,
khususnya pada film Athirah.
2) Penelitian ini diharapkan dapat menambah
wawasan, masukan, dan pendapat bagi penulis
dan khususnya untuk seluruh sineas film
Athirah.

D. Metodologi Penelitian
1. Paradigma Penelitian
Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini
adalah paradigma kritis. Neumann, seperti dikutip Imam
Gunawan, berpendapat bahwa paradigma kritis lebih
7

bertujuan untuk memperjuangkan ide peneliti agar


membawa perubahan substansial pada masyarakat. Dalam
pandangan kritis, penelitian bukan lagi menghasilkan karya
tulis ilmiah yang netral dan bersifat apolitis, tetapi lebih
bersifat alat untuk mengubah institusi sosial, cara berpikir,
dan perilaku masyarakat ke arah yang diyakini lebih baik.
Secara ringkas, pandangan kritis merupakan proses
pencarian jawaban yang melewati penampakan di
permukaan saja yang seringkali didominasi oleh ilusi, guna
mengubah dan membangun kondisi masyarakat agar lebih
baik.8
Paradigma kritis memusatkan perhatian pada
pembongkaran aspek-aspek yang tersembunyi di balik
suatu kenyataan yang tampak (virtual reality) untuk
dilakukan kritik dan perubahan atas struktur sosial. Secara
ontologis paradigma ini beranggapan bahwa realitas yang
dilihat merupakan realitas semu yang dipengaruhi oleh
kekuatan sosial, politik, budaya, ekonomi, etnik, nilai
gender, dan sebagainya, serta telah terkristalisasi dalam
waktu yang panjang. Sedangkan secara epistimologis,
paradigma kritis melihat hubungan antara peneliti dan
realitas yang diteliti selalu dihubungkan oleh nilai-nilai
tertentu.9

8
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori & Praktik, (Jakarta: PT.
Bumi Aksara, 2013), h. 52.
9
Aris Badara, Analisis Wacana: Teori, Metode, dan Penerapannya pada
Wacana Media, (Jakarta: Kencana, 2012), h. 64-65.
8

2. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian
kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang
bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang
dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi,
motivasi, tindakan dan lain-lain. Secara holistik, dan
dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan Bahasa,
pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan
memanfaatkan berbagai metode ilmiah.
Menurut Badgan dan Taylor seperti yang dikutip
Emzir bahwa metode penelitian kualitatif adalah prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-
kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang
dapat diamati serta diarahkan pada latar individu dan
individu secara utuh.10
Metode penelitian kualitatif ini menggunakan data
dalam bentuk gambar dan narasi dalam skenario. Penelitian
ini bersifat deskriptif. Metode penelitian deskriptif adalah
suatu metode yang digunakan untuk menekankan
pengetahuan yang seluas-luasnya terhadap objek penelitian
pada suatu saat tertentu. Tujuan utama dalam menggunakan
metode deskriptif adalah untuk menggambarkan sifat suatu
keadaan yang sementara berjalan pada saat penelitian
dilakukan, dan memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala
tertentu. Dengan demikian peneliti hanya memaparkan

10
Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif: Analisis Data, (Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, 2012), h.2.
9

situasi/peristiwa, membuat deskriptif, gambar/lukisan


secara sistematis.
3. Metode Penelitian
Peneliti menggunakan metode analisis wacana kritis
model Sara Mills. Wacana merupakan cara
mempresentasikan makna yang terkandung di dalam sebuah
teks. Analisis wacana merupakan suatu analisis yang
membongkar makna atau pesan yang tersembunyi dibalik
teks. Seperti pernyataan Sara Mills bahwa analisis wacana
dapat dilihat sebagai reaksi yang lebih pada bentuk
linguistik dimana fokus pada unit-unit yang konstituen dan
struktur kalimat dan tidak fokus pada kalimat itu sendiri
dengan sebuah analisis bahasa yang digunakan ada
beberapa pandangan dalam analisis wacana.11
4. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah film Athirah.
Sedangkan objek penelitiannya adalah potongan adegan
(scene) dan dialog dalam film Athirah yang terkait dengan
feminisme.
5. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang diinginkan dalam
penelitian ini, maka peneliti melakukan beberapa cara
dalam melakukan pengumpulan data, antara lain :
a) Observasi

11
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 199.
10

Observasi dilakukan dengan cara melakukan


pencatatan secara sistematik kejadian-kejadian,
perilaku, objek-objek yang dilihat, dan hal lainnya
yang diperlukan dalam mendukung penelitian yang
sedang dilakukan. Tahap awal observasi, peneliti
mengumpulkan data atau informasi sebanyak
mungkin.
Pada tahap selanjutnya, peneliti harus
melakukan observasi yang terfokus dengan
menyampitkan data atau informasi yang diperlukan
agar peneliti dapat menemukan pola-pola perilaku
dan hubungan yang terus menerus terjadi. Jika hal
tersebut sudah ditemukan, maka peneliti dapat
menemukan tema apa saja yang akan diteliti.12
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan
jenis observasi non-partisipan di mana peneliti
sebagai penonton atau penyaksi kejadian yang
menjadi topik penelitian. Peneliti melihat atau
mendengarkan objek yang diteliti tanpa partisipasi
aktif di dalamnya.13
b) Dokumentasi
Dokumen adalah catatan peristiwa yang sudah
berlalu dan berbentuk tulisan, gambar, atau karya-
karya monumental dari seseorang. Studi dokumen

12
Jonathan Sarwono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif,
(Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu, 2006), h. 224.
13
Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif: Analisis Data, h. 40.
11

merupakan pelengkap dari penggunaan metode


observasi dan wawancara dalam penelitian
kualitatif.14 Kajian dokumen dilakukan dengan cara
membaca surat-surat, pengumuman, ikhtisar rapat,
pernyataan tertulis kebijakan tertentu, dan bahan-
bahan tulisan lainnya. Cara menganalisis isi dokumen
adalah dengan memeriksa dokumen secara sistematik
bentuk-bentuk komunikasi seperti apa yang
dituangkan secara tertulis dalam bentuk dokumen
secara objektif.15 Dokumen yang digunakan dalam
penelitian ini berupa dokumen tertulis, yaitu literatur-
literatur film Athirah (seperti sinopsis, resensi, dan
artikel di situs berita online) di internet, serta buku-
buku yang relevan dengan perhatian.
6. Teknik Analisis Data
Setelah melakukan pengumpulan data melalui
observasi dan dokumentasi, data yang sudah terkumpul
tersebut terkumpul kemudian diklasifikasikan sesuai
dengan rumusan masalah penelitian. Data yang sudah
terklasifikasi tersebut dianalisis menggunakan metode
analisis wacana kritis berdasarkan konsep Sara Mills, yaitu
dengan cara memahami dan menganalisis posisi subjek-
objek dan posisi pembaca dalam setiap adegan (scene) dan
dialog yang terkait dengan feminisme.

14
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, h. 240.
15
Jonathan Sarwono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, h. 225-226.
12

E. Tinjauan Pustaka
Dalam penyusunan skripsi ini, peneliti sebelumnya
melakukan tinjauan pada skripsi-skripsi terdahulu. Berikut
merupakan tinjauan skripsi terdahulu yang sedikit banyak
berkaitan dengan penelitian yang akan peneliti lakukan.
a) Skripsi yang dibuat oleh Erik Pandapotan Simanullang,
Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Universitas Riau yang
berjudul, “Representasi Poligami Dalam Film Athirah
(Studi Analisis Semiotika John Fiske)”. Skripsi ini
membahas tentang kehidupan poligami yang masih menjadi
perdebatan di masyarakat dalam film Athirah. Penelitian
tersebut menggunakan metode analisis semiotika John
Fiske yang berfokus pada bidang linguistic (kata-kata) dan
mengesampingkan factor budaya di dalam analisis
semiotikanya.
b) Skripsi yang dibuat oleh Fauzi Nur Hanafi (1001040059),
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra,
Universitas Muhammadiyah Purwokerto yang berjudul,
“Nilai-Nilai Moral pada Novel Athirah Karya
Alberthiene Endah dan Merelevansikan Sebagai Bahan
Pembelajaran Sastra di SMA”. Skripsi ini membahas
tentang nilai-nilai moral yang ada di dalam novel Athirah,
seperti meyakini adanya Tuhan Yang Maha Esa, tanggung
jawab, mampu mengendalikan diri, mampu berfikir positif,
mengembangkan ptensi diri, menumbuhkan cinta dan kasih
sayang, memiliki kebersamaan dan gotong royong,
13

memiliki tata karma dan sopan santun. Penelitian tersebut


menggunakan metode deskriptif analisis.
c) Skripsi yang dibuat oleh Marda ‘Afifah, Mahasiswa
Komunikasi dan Penyiaran Islam, Universitas Islam Negeri
Sunan Kalijaga Yogyakarta yang berjudul, “Nilai Birrul
Walidain Dalam Novel Athirah Karya Alberthiene
Endah”. Skripsi ini membahas tentang Birrul Walidain,
yaitu suatu perbuatan yang harus dilakukan oleh seorang
anak kepada orang tuanya. Penelitian tersebut
menggunakan metode analisis wacana model Teun Van
Dijk. Dengan menggunakan metode analisis wacana model
Teun Van Dijk, peneliti hanya menganalisis pada bagian
teks saja yang terdapat bagian Birrul Walidain dalam novel
Athirah.

F. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan ini ditujukan untuk mempermudah
pembaca dalam memahami penelitian skripsi. Adapun
sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :
BAB I Pendahuluan
Bab ini terdiri atas Latar Belakang Masalah,
Batasan dan Rumusan Masalah, Tujuan dan
Manfaat Penelitian, Metodologi Penelitian,
Tinjauan Pustaka, dan Sistematika Penulisan.
BAB II Kajian Teoritis
Bab ini terdiri dari sub bab, yaitu sub bab Analisis
Wacana yang membahas secara rinci. Pengertian
14

Analisis Wacana, Pengertian dan Kerangka


Analisis Wacana Model Sara Mills. Sub bab Film
yang membahas tentang Pengertian Film, Jenis-
jenis Film, dan Klasifikasi Film. Sub bab Konsep
Perempuan yang meliputi Definisi Permpuan,
Perspektif Gender, serta Konsep Keadilan dan
Kesetaraan Gender. Sub bab Perempuan dalam
Pandangan Agama Islam.
BAB III Gambaran Umum Film Athirah
Bab ini menjelaskan Film Athirah, Sinopsis Film
Athirah, Profil Sutradara sekaligus Penulis
Skenario Film Athirah, Struktur dalam Film
Athirah, dan Penghargaan Film Athirah.
BAB IV Temuan dan Data Penelitian
Bab ini merupakan bab Analisis Wacana Sara
Mills dalam Film Athirah, yaitu bab hasil
penelitian dalam Film Athirah dengan
menggunakan Analisis Wacana Model Sara Mills
yang terdiri atas posisi subjek dan objek.
BAB V Pembahasan Analisis
Dalam bab ini berisikan analisis dari peneliti
terkait data, dan juga objek maupun subjek dari
penelitian, serta memaparkan penggambaran
perempuan sesuai dengan Analisis Wacana Sara
Mills.
15

BAB VI Penutup
Merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan
dan saran dari penulis mengenai hal-hal yang telah
dibahas oleh penulis.
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Analisis Wacana
Analisis berasal dari Bahasa Yunani kuno yaitu “analusis”
berarti melapaskan. Analusis terbentuk dari dua kata yaitu “ana”
yang berarti kembali dan “luein” yang berarti melepas. Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, analasis adalah penyelidikan
terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan, dan sebagainya)
untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya.1
Menurut Gorys Keraf, analisis adalah sebuah proses untuk
memecahkan sesuatu ke dalam bagian-bagian yang saling
berkaitan atau satu sama lainnya.2 Kesimpulan dari penelitian
analisis adalah sekumpulan kegiatan, aktivitas dan proses yang
saling berkaitan untuk memecahkan masalah atau memecahkan
komponen menjadi lebih detil dan digabungkan kembali untuk
ditarik kesimpulan.
Kata wacana secara etimologi berasal dari Bahasa
Sansekerta wac/ wak/ vak berarti “berkata” atau “berucap”.
Sedangkan, kata –ana merupakan imbuhan berbentuk akhiran
(sufiks) yang bermakna membedakan (nominalisasi). Kemudian
kata tersebut digabung menjadi wacana yang diartikan sebagai

1
http://kbbi.web.id/analisis/, situs diakses pada 28 Juli 2018 pukul 09:23 WIB.
2
https://www.pengertiandefinisi.com/pengertian-analisis-menurut-para-ahli/,
situs diakses pada 28 Juli 2018 pukul 10:14 WIB

16
17

perkataan atau tuturan.3 Namun, kata wacana ini diperkenalkan


dan digunakan oleh ahli linguis di Indonesia sebagai terjemahan
dari Bahasa Inggris, yaitu dari kata discourse. Kata discourse
juga berasal dari Bahasa Latin discursus yang berarti “lari kian-
kemari”.4 Secara terminology, wacana memiliki pengertian yang
luas mulai dari studi Bahasa, psikologi, sosiologi, politik,
komunikasi, dan sastra.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, wacana
mengungkap tiga hal. Pertama: ucapan, percakapan, dan tutur
kata. Kedua: keseluruhan tutur atau cakap yang merupakan
kesatuan. Ketiga: satuan Bahasa terbesar, terlengkap dan
terealisasi pada bentuk karangan utuh seperti novel, buku, dan
artikel.5
Analisis wacana memiliki definisi yaitu studi tentang
struktur pesan dalam komunikasi atau telah mengenai aneka
fungsi (pragmatic) Bahasa.6 Bahasa yang dianalisis bukan hanya
Bahasa semata melainkan konteks dalam wacana tersebut.
Konteks ini digunakan untuk tujuan dan praktik tertentu,
termasuk praktik kekuasaan untuk memarjinalkan individu atau
kelompok.7

3
Alex Sobur, Analisis Teks Media, Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana,
Analisis Semiotik dan Analisis Framing. (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2012), h. 48.
4
Alex Sobur, Analisis Teks Media, Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana,
Analisis Semiotik dan Analisis Framing, h. 9.
5
Peter Y Salim dan Yenny Salim, Kamus Besar Bahasa Indonesia
Kontemporer, (Jakarta: Modern English Press, 2002), h. 1709.
6
Alex Sobur, Analisis Teks Media, Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana,
Analisis Semiotik dan Analisis Framing, h. 72.
7
Aris Badara, Analisis Wacana: Teori, Metode, dan Penerapannya pada
Wacana Media, h. 28.
18

Menurut Michel Foucalt seperti yang dikutip Eriyanto


bahwa kajian analisis wacana tidak hanya dipahami sebagai
serangkaian kata atau proposisi dalam teks saja tetapi kajian
wacana merupakan sesuatu yang memproduksi suatu ide, opini,
konsep, dan pandangan hidup dibentuk dalam suatu konteks
tertentu sehingga mempengaruhi cara berpikir dan bertindak.8
Kesimpulan dari analisis wacana adalah suatu cara atau
metode untuk mengkaji isi pesan komunikasi yang ada di teks,
baik secara bahasa ataupun penulisan.

B. Analisis Wacana Model Sara Mills


Analisis wacana model Sara Mills ini memfokuskan
perhatian pada wacana mengenai feminisme. Bagaimana wanita
ditampilkan dalam teks, baik dalam novel, gambar, foto ataupun
dalam berita.9 Titik perhatian dari perspektif wacana feminis
adalah menunjukkan bagaimana teks bias dalam menampilkan
wanita. Wanita cenderung ditampilkan dalam teks sebagai pihak
yang salah, marjinal dibandingkan dengan pihak laki-laki.
Gambaran dari ketidakadilan dan citraan wanita yang buruk ini
menjadi sasaran utama dari analisis Sara Mills.
Sara Mills menggunakan gagasan yang sedikit berbeda
dengan gagasan para penulis wacana lainnya. Critical linguistic
yang digunakan yaitu critical linguistic yang memusatkan
perhatian pada struktur kebahasaan dan bagaimana pengaruh

8
Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta: KliS
Pelangi Aksara, 2012), h. 65.
9
Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media, h. 199-200.
19

dalam pemaknaan khalayak. Sara Mills lebih memperlihatkan


bagaimana posisi-posisi aktor di dalam teks. Posisi-posisi ini
memiliki arti bahwa siapa yang menjadi subjek penceritaan dan
siapa yang menjadi objek penceritaan akan menentukan
bagaimana struktur teks dan bagaimana makna yang diperlakukan
dalam teks secara keseluruhan.10
Selain posisi subjek dan objek, Mills juga memusatkan
perhatian pada bagaimana pembaca dan penulis ditampilkan
dalam teks. Bagaimana pembaca mengidentifikasi dan
menempatkan dirinya dalam penceritaan teks. Pada akhirnya cara
penceritaan dan posisi-posisi yang ditetapkan dan ditampilkan
dalam teks ini membuat satu pihak menjadi legitimate dan pihak
lain menjadi illegitimate.11
1. Posisi: Subjek-Objek
Sara Mills lebih menekankan pada bagaimana posisi
dari berbagai aktor sosial, posisi gagasan, atau peristiwa itu
ditempatkan dalam teks. Posisi-posisi tersebut pada
akhirnya menentukan bentuk teks yang hadir di tengah
khalayak. Setiap aktor pada dasarnya mempunyai
kesempatan yang sama untuk menggambarkan dirinya,
tindakannya, dan memandang atau menilai dunia. Ia
mempunyai kemungkinan menjadi subjek atas dirinya
sendiri, menceritakan dirinya sendiri, dan mempunyai
kemungkinan atas penggambaran dunia menurut persepsi

10
Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media, h. 200.
11
Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media, h. 203-204.
20

dan pendapatnya.12 Namun, ada pihak yang hanya sebagai


objek, tetapi juga kehadiran dan representasi mereka
dihadirkan dan ditampilkan oleh aktor lain.
2. Posisi Pembaca
Sara Mills berpandangan dalam suatu teks posisi
pembaca sangatlah penting dan harus diperhitungkan dalam
teks. Teks dianggap sebagai hasil negosiasi antara penulis
dan pembaca. Dalam hal ini, dilihat bagaimana pembaca
mengidentifikasi dan menempatkan dirinya dalam
penceritaan teks. Posisi semacam ini akan menempatkan
pembaca pada salah satu posisi dan posisi yang
ditempatkan dan ditampilkan dalam teks ini membuat satu
pihak menjadi legitimit dan pihak lain menjadi ilegitimit.13

C. Kerangka Analisis Sara Mills


Sara Mills lebih menekankan wacananya pada bagaimana
aktor diposisikan dalam teks. Satu pihak memiliki posisi sebagai
penafsir dan pihak lainnya menjadi objek yang ditafsirkan. Ada
dua hal yang perlu diperhatikan dalam analisis. Pertama,
bagaimana aktor sosial dalam berita diposisikan dalam
pemberitaan, siapa yang diposisikan sebagai penafsir untuk
memaknai peristiwa dan apa akibatnya. Kedua, bagaimana
pembaca diposisikan dalam sebuah teks. Teks berita di sini
dimaknai sebagai hasil negosiasi antara penulis dan pembaca. Hal

12
Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media, h. 200-201.
13
Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media, h. 203-204.
21

ini dapat bermakna khalayak seperti apa yang diimajinasikan oleh


penulis untuk ditulis.14
Tabel 1
Kerangka Analisis Sara Mills15
Tingkat Yang Ingin Dilihat
Bagaimana dan dari kacamata siapa peristiwa
itu dilihat. Siapa yang diposisikan sebagai
pencerita (subjek) dan siapa yang diposisikan
menjadi objek yang diceritakan. Apakah
Posisi: Subjek-Objek masing-masing aktor dan kelompok sosial
punya kesempatan untuk menampilkan
dirinya sendiri dan gagasannya atau kehadiran
dan gagasannya ditampilkan oleh kelompok
atau orang lain.
Bagaimana posisi pembaca ditampilkan oleh
penulis dalam teks. Bagaimana pembaca
Posisi Pembaca memosisikan dirinya dalam teks yang
ditampilkan. Dalam teks, pada kelompok
mana pembaca mengidentifikasi dirinya.
Sumber: Buku Analaisis Wacana karya Eriyanto

Pilihan pada kelompok mana yang diposisikan sebagai


pencerita membuat peristiwa yang dihadirkan untuk khalayak
muncul dalam perspektif dan kepentingan dari pencerita. Posisi
seperti itu berkaitan erat dengan ideologi. Pemosisian terhadap
satu kelompok akan membuat kedudukan suatu kelompok lebih

14
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 210-211.
15
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 211.
22

tinggi dan kelompok lain menjadi objek atau sarana marjinalisasi.


Umumnya kelompok yang dimarjinalisasikan adalah kelompok
yang tidak mempunyai akses ke media, sehingga ditampilkan
secara buruk. Mereka ditampilkan di dalam teks sebagai objek,
gambaran tentang mereka ditampilkan oleh pihak lain. Bukan
mereka yang bersuara dan menggambarkan, tetapi pihak lain
yang menampilkan lengkap dengan bias dan prasangkanya.16

D. Film
1. Pengertian Film
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, film adalah
selaput tipis yang dibuat dari selluloid untuk tempat gambar
negative (yang akan dibuat potret) atau tempat gambar
positif (yang akan dimainkan di bioskop).17 Sedangkan
secara etimologi, film adalah gambar hidup, cerita hidup.
Menurut Gatot Prakoso dalam buku berjudul Film
Pinggiran- Antalogi Film Pendek, Eksperimental &
Dokumenter, film adalah bayanan yang diangkat dari
kenyataan hidup yang dialami dalam kehidupan sehari-hari,
yang menyebabkan selalu ada kecenderungan untuk
mencari relevansi antara film dengan realitas kehidupan.18
Kesimpulan dari pengeritan film adalah suatu alat
komunikasi yang memiliki sifat audio visual dan berfungsi

16
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 210-212.
17
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), h. 316.
18
Gatot Prakoso, Film Pinggiran Antalogi Film Pendek, Eksperimental &
Dokumenter. FFTV-IKJ dengan YLP, (Jakarta: Fatma Press, 1997), h. 22.
23

untuk memberikan hiburan, informasi, pendidikan, dan


dokumentasi.

2. Jenis-Jenis Film
Menurut Marcel Danesi dalam buku berjudul
Pengantar Semiotik Media, ia menuliskan tiga jenis film
yang utama, yaitu sebagi berikut:
a. Film Fitur
Film fitur merupakan film fiksi yang memiliki
struktur berupa narasi. Film jenis ini memiliki tahap
dalam. Proses produksi. Pertama, tahap praproduksi
yaitu tahap awal saat scenario dibuat. Scenario yang
dibuat bisa berupa adaptasi dari sebuah novel, kisah
nyata maupun cerita fiktif. Kedua, tahap produksi
yaitu proses pembuatan film berdasarkan scenario
yang sudah ditetapkan. Ketiga, post-produksi yaitu
proses editing atau penyempurnaan dalam film yang
sudah diproduksi.
b. Film Dokumenter
Film dokumenter merupakan film nonfiksi yang
menggambarkan situasi kehidupan nyata yang
memiliki tujuan tertentu. Film dokumenter memiliki
berbagai tujuan diantaranya untuk penyebaran
informasi, pendidikan, dan propaganda bagi orang
atau kelompok tertentu.19 Menurut Robert Claherty

19
Heru Effendy, Mari Membuat Film Panduan Menjadi Produser, (Jakrta:
Erlangga, 2009), h. 3.
24

mendefinisikan film dokumenter sebagai “karya


ciptaan mengenai kenyataan” atau creative treatment
of actually.20
c. Film Animasi
Film animasi merupakan film yang
menggunakan teknik ilusi dari serangkaian gambar
dua dimensi atau tiga dimensi.21 Pembuatan film
animasi membutuhkan konsentrasi dan ketelitian
yang baik. Awal produksi film animasi haru membuat
sketsa terlebih dahulu untuk latar belakang gambar.
Film jenis ini lebih banyak proses editing karena
membutuhkan seorang dubber (pengisi suara). Salah
satu film animasi adalah Sing (2016) menceritakan
tentang hewan-hewan yang mempunyai talenta
bernyanyi dan menari.
3. Klasifikasi Film
Menurut Himawan dalam buku Memahami Film cara
mudah untuk mengklasifikasikan film adalah berdasarkan
genre film. Genre adalah klasifikasi dari sekelompok film
yang memliki karakter atau pola sama (khas).22
Kata genre berasal dari Bahasa Perancis yang
bermakna “bentuk” atau “tipe”. Genre adalah bentuk,
kategori, atau klasifikasi dari sekelompok film yang

20
Elvinaro Ardianto & Lukiati Komala, Komunikasi Massa: Suatu Pengantar,
(Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2007), h. 139.
21
Marcel Danesi, Pengantar Memahami Semiotika Media, (Yogyakarta:
Percetakan Jalasutra, 2010), h. 134-135.
22
Himawan Pratista, Memahami Film, (Yogyakarta: Homerian Pustaka, 2008),
h. 4
25

memiliki karakter atau pola yang sama (khas) seperti


setting, isi, dan subjek cerita, tema, struktur cerita, aksi,
atau peristiwa, periode, gaya, situasi, ikon, mood, serta
karakter.23
Adapun macam-macam genre dalam film adalah
sebagai berikut:24
a. Aksi
Aksi (action) adalah genre film yang
mengandung banyak aksi gerakan dinamis para aktor
dan aktris dalam adegan film seperti adegan baku
tembak, mengejar, ledakan, dan tempo cerita relative
cepat.
b. Drama
Drama adalah genre film yang menampilkan isu
sosial seperti kisah percintaan, ketidakadilan, masalah
kejiwaan yang dikemas dalam kehidupan sehari-hari.
Kisah tersebut sering dikaitkan dengan emosi dan
dramatic, sehingga penonton sering tersentuh hatinya
dan menangis.
c. Epic atau Historical
Epic atau historical adalah genre film yang
menekankan drama manusia dalam skala besar atau
periode masa silam (sejarah). Genre ini lebih
ambisius sehingga menjadi genre yang paling berbeda

23
http://videomaker79.blogspot.co.id/2012/06/pengertian-genre-dalam-
film.html/ situs diakses pada 28 Juli 14:38 WIB.
24
Himawan Pratista, Memahami Film, h. 13.
26

dengan genre lainnya seperti sepotong periode atau


film petualangan.25
d. Fantasi
Fantasi adalah genre film yang berhubungan
dengan tempat, peristiwa yang tidak nyata dengan
menggunakan unsur magis, mitos, imaginasi,
halusinasi serta alam mimpi.
e. Fiksi Ilmiah
Fiksi ilmiah adalah genre film yang
berhubungan dengan teknologi dan kekuatan di luar
jangkauan teknologi masa kini yang artificial.
f. Horror
Horror adalah genre film yang berisi tentang
kejadian mistis, dimensi spiritual, dan berhubungan
dengan kejadian-kejadian yang menakutkan sebagai
nyawa dari film tersebut.
g. Komedi
Komedi adalah genre film yang setiap adegan
diisi oleh lelucon agar penonton dapat terhibur.
h. Kriminal atau gangster
Kriminal atau gangster adalah genre film yang
menampilkan aksi-aksi kriminal atau kejahatan
dengan mengambil kisah kehidupan tokoh kriminal
besar yang diinspirasi dari kisah nyata.
i. Musikal

25
http://www.mindtalk.com/channel/film-o-graphy/post/film-epic-
510407208975261863.html/ situs diakses pada 28 Juli 15:42 WIB.
27

Musikal adalah genre film yang berkaitan


dengan musik, kebanyakan genre ini digabung
dengan genre lain seperti drama, romance dan
documentary, tapi lebih memperlihatkan unsur seni
dengan mengkombinasikan untuk musik, lagu, tari
(dance) serta gerakan (koreografi).
j. Petualangan (Adevnture)
Petualangan (adventure) adalah genre film
tentang perjalanan, eksplorasi, dan penjelahan ke
suatu tempat atau lokasi yang belum pernah
dikunjungi orang biasanya dalam perjalanannya
terdapat tantangan.
k. Perang (War)
Perang (war) adalah genre film yang sesuai
dengan kategorinya yaitu memiliki inti cerita dari
latar belakang peperangan yang memperlihatkan aksi
perjuangan dan kegigihan.
l. Western
Western adalah genre film yang berkaitan
dengan suku di Amerika dan kehidupan pada zaman
kebudayaan suku Indian. Tokoh dalam film
digambarkan sebagi koboi berkuda, sheriff, dan aksi
khas duel menembak.
m. Documentary
Documentary adalah genre film yang berisi
tentang kejadian dan peristiwa-peristiwa yang terjadi
secara nyata.
28

E. Konsep Perempuan
1. Definisi Perempuan
Secara etimologis, akar kata ‘perempuan’ berasal dari
bahasa Sansekerta, yaitu empu. Empu sendiri merupakan
gelar kehormatan yang memiliki arti yang dituankan,
dihormati, atau dimuliakan.26 Secara terminologis,
perempuan dapat diartikan sebagai makhluk yang
dihormati, dimuliakan, dan dihargai. Hamka dalam
bukunya yang berjudul Kedudukan Perempuan dalam
Islam menambahkan empu dalam ‘empu jari’ yang
mengandung arti ‘penguat jari’, sehingga jari tidak dapat
menggenggam erat atau memegang teguh kalau empu
jarinya tidak ada.27
Sedangkan, kata ‘wanita’ bukan merupakan produk
kata asli (induk). Kata ini adalah hasil akhir dari proses
perubahan bunyi dan proses perubahan bunyi konsonan dari
kata ‘betina’. Urutan prosesnya, yaitu kata ‘betina’ berubah
menjadi kata ‘batina’ dan kata ‘batina’ berubah melalui
proses pergantian tempat bunyi (huruf) dalam sebuah kata
(metatesis) menjadi kata ‘banita’. Kata ‘banita’ kemudian
mengalami proses perubahan bunyi konsonan dari ‘b’
menjadi ‘w’ sehingga menjadi kata ‘wanita’.28

26
Zaitunah Subhan, Kodrat Perempuan: Takdir atau Mitos?, (Jakarta: PT.
LkiS Pelangi Aksara, 2004), h. 4.
27
Zaitunah Subhan, Kodrat Perempuan: Takdir atau Mitos?, h. 1
28
Sudarwati & D. Jupriono, “Betina, Wanita, Perempuan: Telaah Semantik
Leksikal, Semantik Historis, Pragmatik”, dalam Journal FSU in the Limelight,
Vol. 5, No. 1, Juli 1997, (Surabaya: Universitas 17 Agustus 1945, 1997)
29

Jika dilihat dari definisi di atas, maka penggunaan


kata ‘perempuan’ lebih bernilai cukup tinggi dibandingkan
dengan penggunaan kata ‘wanita’. Kata ‘wanita’ yang
berasal dari kata ‘betina’ merupakan panggilan perempuan
yang biasanya dipakai untuk binatang atau benda. Sudah
jelas bahwa kata tersebut memiliki arti yang lebih rendah
dibandingkan kata ‘perempuan’. Oleh karena itu, kaum
feminis di Indonesia lebih suka menggunakan kata
‘perempuan’ daripada kata ‘wanita’. Hal tersebut tercermin
pada nama-nama organisasi yang mereka dirikan, seperti
Solidaritas Perempuan, Yayasan Perempuan Merdika,
Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Anak (LSPPA),
Sekretariat Bersama Perempuan Yogya, Forum Diskusi
Perempuan Yogya, Suara Hati Perempuan, Kelompok
Perempuan untuk Kebebasan Pers (KPKP), Gerakan
Kesadaran Perempuan, Forum Pemberdayaan Perempuan
Indonesia (FPPI), dan lain-lain. Selain itu, nama jurnal
keperempuanan terbitan Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI) adalah Warta Studi Perempuan bukan
Warta Studi Wanita.29
2. Perspektif Gender
Gender merupakan suatu konsep tentang klasifikasi
sifat laki-laki (maskulin) dan sifat perempuan (feminim)
yang dibentuk secara sosiokultural. Istilah gender dalam

29
Sudarwati & D. Jupriono, “Betina, Wanita, Perempuan: Telaah Semantik
Leksikal, Semantik Historis, Pragmatik”, dalam Journal FSU in the Limelight,
Vol. 5, No. 1, Juli 1997, (Surabaya: Universitas 17 Agustus 1945, 1997)
30

Women’s Studies Encyclopedia dijelaskan sebagai konsep


kultural yang berupaya membuat perbedaan dalam hal
peran, posisi, perilaku, mentalitas, dan karakteristik
emosional antara laki-laki dan perempuan dalam
masyarakat. Dalam hal ini, ada garis yang bersifat culture
di mana ciri dan sifat-sifat yang dilekatkan pada laki-laki
dan perempuan bisa saja ditukar karena tidak bersifat
kodrati. Berbeda halnya dengan seks atau jenis kelamin
yang menunjukkan adanya penyifatan dan pembagian dua
jenis kelamin manusia secara biologis, yaitu laki-laki dan
perempuan memiliki karakteristik tertentu yang melekat
secara permanen, kodrati, dan tidak bisa ditukar antara yang
satu dengan yang lainnya.30
The united Nations Development Fund fof Women
(UNIFEM) menguraikan pendapatnya mengenai gender,
yaitu pembedaan peran, atribut, dan sikap tindak atau
perilaku yang dianggap masyarakat pantas untuk laki-laki
dan perempuan. Contohnya seperti laki-laki itu perkasa dan
bekerja di ranah publik. Namun, hal tersebut bisa saja
ditukar karena ada pula perempuan yang memiliki sifat
perkasa dan bekerja di ranah publik, demikian pula laki-laki
yang memiliki sifat lemah lembut dan bekerja mengurus
rumah tangga.31 Senada dengan yang diungkapkan oleh

30
Siti Muslikhati, Feminisme dan Pemberdayaan Perempuan dalam
Timbangan Islam, (Jakarta: Gema Insani, 2004), h. 19-20.
31
Achie Sudiarti Luhulima, Bahan Ajar tentang Hak Perempuan: UU No. 7
Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala
31

Mansour Fakih mengenai gender, yaitu suatu sifat yang


melekat pada kaum laki-laki atau perempuan yang
dikonstruksikan secara sosial maupun kultural. Sedangkan
perubahan ciri dan sifat-sifat yang terjadi dari waktu ke
waktu dan dari satu tempat ke tempat lainnya disebut
dengan konsep gender.32
Tabel 2
Perbedaan Gender dan Seks33
Gender Seks/Jenis Kelamin
- Bisa berubah - Tidak bisa berubah
- Dapat dipertukarkan - Tidak dapat dipertukarkan
- Tergantung musim - Berlaku sepanjang masa
- Tergantung budaya masing- - Berlaku di mana saja
masing - Kodrat (ciptaan Tuhan):
- Bukan kodrat (buatan perempuan menstruasi, hamil,
masyarakat) melahirkan, menyusui, dll.
Sumber: Buku Analisis Gender dan Transformasi Sosial karya
Mansour Fakih

Budaya yang berlaku di masyarakat dalam hal


pembedaan peran, atribut, dan perilaku gender seringkali
menyebabkan ketidakadilan gender atau diskriminasi
gender di mana salah satu jenis kelamin (laki-laki atau
perempuan) menjadi korban. Hal ini terjadi karena adanya

Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,


2007), h. 3.
32
Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2006), h. 71.
33
Sri Sundari Sasongko, Konsep dan Teori Gender, (Jakarta: Pusat Pelatihan
Gender dan Peningkatan Kualitas Perempuan, 2009), h. 7.
32

keyakinan dan pembenaran yang ditanamkan sepanjang


peradaban manusia dalam berbagai bentuk dan cara yang
menimpa kedua belah pihak, biasanya lebih banyak dialami
oleh perempuan. Bentuk-bentuk diskriminasi gender sering
terjadi dalam keluarga dan masyarakat antara lain sebagai
berikut:
a. Stereotipe/Citra Baku, yaitu pelabelan terhadap salah
satu jenis kelamin yang seringkali bersifat negatif dan
umumnya menyebabkan terjadinya ketidakadilan.
b. Subordinasi/Penomorduaan, yaitu adanya anggapan
bahwa salah satu jenis kelamin dianggap lebih rendah
atau posisinya dinomorduakan dibandingkan jenis
kelamin lainnya.
c. Marginalisasi/Peminggiran, yaitu kondisi atau proses
peminggiran salah satu jenis kelamin dari arus atau
pekerjaan utama yang dapat mengakibatkan
kemiskinan.
d. Beban ganda/Double Burden, yaitu adanya perlalkuan
terhadap salah satu jenis kelamin di mana mereka
bekerja jauh lebih banyak dibandingkan dengan jenis
kelamin lainnya.
e. Kekerasan/Violence, yaitu serangan terhadap fisik
maupun psikologis seseorang. Kekerasan tersebut
tidak hanya menyangkut fisik (pemerkosaan,
pemukulan), tetapi juga nonfisik (pelecehan seksual,
33

ancaman, paksaan) yang bisa terjadi di rumah tangga,


tempat kerja, dan tempat-tempat umum.34
3. Konsep Keadilan dan Kesetaraan Gender
Perbedaan gender sering melahirkan ketidakadilan,
terutama terhadap kaum perempuan. Ketidakadilan tersebut
tercermin dalam berbagai bentuk, yaitu steretipe atau
pelabelan negatif, subordinasi, marginalisasi sekaligus
perlakuan diskriminatif, kekerasan, ataupun beban kerja
yang lebih banyak dan panjang terhadap gender tertentu.
Adanya studi mengenai gender bertujuan untuk mengurangi
dan menghilangkan ketidakadilan tersebut. Keadilan gender
biasanya merujuk pada aplikasi keadilan sosial dalam hal
pemberian kesempatan yang sama antara laki-laki dan
perempuan. Namun, hal ini bukan berarti laki-laki dan
perempuan sama dalam berbagai hal, pemberian
kesempatan tersebut maksudnya tidak tergantung pada
perbedaan jenis kelamin. Keadilan gender seperti itu dapat
diartikan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki
kesempatan yang sama untuk merealisasikan hak-hak dan
potensinya dalam memberikan kontribusi pada
perkembangan politik, ekonomi, sosial, dan budaya, serta
dapat menikmati hasil dari perkembangan tersebut.35 Ada
beberapa upaya dan strategi dalam mewujudkan keadilan
gender, antara lain:

34
Sri Sundari Sasongko, Konsep dan Teori Gender, h. 10-11.
35
Susilaningsih dan Agus M. Najib, Kesetaraan Gender di Perguruan Tinggi
Islam, (Yogyakarta: McGill IAIN-Indonesia Social Equity Project, 2004), h.
23.
34

a. Menerima dan memandang perbedaan antara laki-laki


dan perempuan secara wajar, karena penghormatan
terhadap hal tersebut termasuk dalam keadilan
gender.
b. Mendiskusikan bagaimana cara untuk mengubah dan
menyeimbangkan struktur masyarakat yang
membedakan peran dan relasi antara laki-laki dan
perempuan.
c. Meneliti kemampuan dan bakat masing-masing orang
untuk terlibat dalam membangun masyarakat,
kemudian memecahkan problem dan mempersiapkan
masa depannya.
d. Memperjuangkan hak asasi manusia secara terus-
menerus.
e. Mengupayakan perkembangan dan penegakan
demokrasi serta pemerintahan dengan melibatkan
perempuan dalam semua levelnya.
f. Pendidikan yang menjadi kunci dari keadilan
gender.36
Konsep mengenai kesetaraan gender memiliki
bangunan dasar perempuan dan laki-laki memiliki hak yang
sama. Hal tersebut dipengaruhi oleh kondisi sosial, agama,
dan hukum, serta faktor-faktor lainnya yang berlaku dalam
Hak Asasi Manusia (HAM). Hak untuk hidup dengan
layak, bebas dari rasa takut, dan bebas untuk menentukan

36
Susilaningsih dan Agus M. Najib, Kesetaraan Gender di Perguruan Tinggi
Islam, h. 23-24.
35

pilihan hidup tidak hanya diperuntukkan bagi kaum laki-


laki, perempuan juga memiliki hak yang sama dalam hal
tersebut. Kesetaraan tersebut bermakna meniadakan
pembedaan yang dialami oleh perempuan dalam berbagai
sektor kehidupan. Kesetaraan yang ingin dicapai ini
sifatnya substantif (kesetaraan hakiki), yaitu bukan hanya
membuka kesempatan yang sama bagi perempuan dan laki-
laki, tetapi perlu diberikan dukungan agar dapat meraih
kesetaraan tersebut secara nyata.37
Kesetaraan gender hanya dapat tercapai jika ada
perubahan struktural dalam seluruh institusi masyarakat,
termasuk relasi perempuan dan laki-laki dalam ranah privat.
Salah satu cara untuk mewujudkan kesetaraan gender
adalah membuka kesempatan yang sama dalam
memperoleh pekerjaan. Selain itu, perempuan juga perlu
diintegrasikan ke dalam pembangunan supaya statusnya
dalam masyarakat bisa diperbaiki dan ditingkatkan.
Perwujudan kesetaraan juga dilakukan di dalam keluarga
yang didukung oleh undang-undang. Perempuan
mendapatkan perlindungan hukum dalam kasus perceraian
dan hukum mengakui adanya kesetaraan gender di dalam
keluarga.38

37
Liza Hadiz, Perempuan dalam Wacana Politik Order Baru, (Jakarta: Pustaka
LP3ES Indonesia, 2004), h. 11-20.
38
Liza Hadiz, Perempuan dalam Wacana Politik Order Baru, h. 11-20.
36

F. Perempuan dalam Pandangan Agama Islam


Perempuan diciptakan oleh Allah untuk mendampingi laki-
laki, begitupun sebaliknya. Allah menciptakan segala hal secara
berpasang-pasangan. Secara kodrati laki-laki dan perempuan
adalah makhluk Allah yang memiliki persamaan dan perbedaan.
Namun, hal tersebut bukan berarti antara laki-laki dan perempuan
dapat lebih unggul dari yang lainnya, sehingga dapat
menimbulkan ketidakadilan dan perlakuan diskriminatif.
Perempuan dan perbedaan tersebut diciptakan agar manusia
saling bekerjasama menuju cita-cita kemanusiaan. Perempuan
haruslah dihormati dan dicintai, Nabi Muhammad sendiri dalam
hadits riwayat an-Nasa’I melalui Anas Ibnu Malik menyatakan
bahwa Allah menciptakan untuk beliau dari apa yang terhidang di
dunia ini, yaitu perempuan dan wewangian serta shalat menjadi
buah mata kesukaannya.39
Salah satu upaya Al-Quran dalam menghilangkan
ketimpangan peran antara laki-laki dan perempuan adalah dengan
mengubah struktur masyarakat qabalah (patriarki paternalistic)
menjadi masyarakat ummah (bilateral-demokratis). Masyarakat
qabalah menekankan bahwa pembagian karir hanya bergulir
dikalangan laki-laki, sedangkan masyarakat ummah yang menjadi
ukuran dari pembagian karir adalah prestasi dan kualitas tanpa
membedakan jenis kelamin atau suku bangsa.40

39
Quraish Shibah, Perempuan, (Jakarta: Penerbit Lentera Hati, 2007), h.2
40
Nasaruddin Umar, Bias Gender dalam Penafsiran Kitab Suci, (Jakarta: PT.
Fikahati Aneska, 2000), h. 42.
37

Praktik ketidakadilan dengan menggunakan dalil adalah hal


yang salah, karena bila ditelaah lebih dalam tidak ada satu teks
Al-Quran atau hadits yang memberikan peluang untuk
memperlakukan perempuan secara semena-mena. Al-Quran
mengakui adanya perbedaan antara laki-laki dan perempuan,
namun perbedaan tersebut bukanlah sesuatu yang
menguntungkan satu pihak atau merugikan pihak lainnya. Islam
menempatkan perempuan dan laki-laki pada posisi yang sama.
Kesamaan posisi tersebut dapat dilihat dalam tiga hal, yaitu41 :
1. Dilihat dari hakikat kemanusiannya, Islam memberikan
sejumlah hak kepada perempuan untuk peningkatan
kualitas kemanusiannya.
2. Islam mengajarkan bahwa perempuan atau laki-laki akan
mendapatkan pahala yang sama atas amal shaleh yang
dilakukannya. Laki-laki dan perempuan juga akan
mendapat azab yang sama atas pelanggaran yang dibuatnya.
3. Islam tidak menoleransi adanya pembedaan dan perlakuan
tidak adil antarumat manusia.42
Islam membawa ajaran yang diyakini meninggikan derajat
dan martabat perempuan. Namun, ajaran tersebut sering
ditafsirkan secara dangkal dan tidak jarang ditemukan penafsiran
keagamaan yang justru merendahkan perempuan. Salah satunya
adalah tuntunan mengenai kesalehan perempuan yang sering

41
Badriyah Fayumi, dkk., Keadilan dan Kesetaraan Jender (Perspektif Islam),
(Jakarta: Tim Pemberdayaan Perempuan Bidang Agama Departemen Agama
RI, 2001), h. 73.
42
Badriyah Fayumi, dkk., Keadilan dan Kesetaraan Jender (Perspektif Islam),
h. 74.
38

ditafsirkan sebagai bentuk membatasi ruang gerak dan aktivitas


perempuan dalam masyarakat. Ibadah yang dianggap terbaik bagi
perempuan jika hanya dalam lingkup rumah tangganya. Semakin
sering tinggal dirumah, semakin tinggi pula nilai ibadahnya.
Selain itu juga dikatakan bahwa ketaatan perempuan muslim
kepada Allah diukur dari ketaatannya kepada suami. Pemahaman
keagamaan seperti ini masih sering ditemukan pada masyarakat
Islam di berbagai belahan dunia sampai sekarang.43
Jika dibaca dan direnungkan banyak ajaran Al-Quran yang
secara langsung ataupun tidak langsung menuju pada kesetaraan
gender. Pesan kesetaraan tersebut mencakup berbagai peran dan
kegiatan yang berkaitan dengan eksistensi atau prestasi, serta
kualitasnya di hadapan Allah dan di dalam masyarakat. Contoh
nyata, misalnya Islam tidak pernah mendiskreditkan perempuan
sebagai makhluk yang mudah tergoda atau yang menjerumuskan
laki-laki, semua ayat Al-Quran yang membicarakan tentang
Adam dan Hawa di surge sampai jatuh ke bumi selalu
menggunakan kata ganti untuk dua orang. Maka dari itu,
perempuan juga memiliki hak-hak yang setara dengan
kewajibannya. Sebagai makhluk yang mulia dan tidak
memandang etnik tertentu baik itu laki-laki ataupun perempuan
memiliki potensi khalifatullah dengan tugas memakmurkan bumi.

43
Badriyah Fayumi, dkk., Keadilan dan Kesetaraan Jender (Perspektif Islam),
h. 82-84.
39

Laki-laki dan perempuan juga dapat bersaing secara sehat untuk


mencapai kualitas ketakwaan di hadapan Allah.44
Al-Quran tidak mempercayai persamaan gender yang
mengabaikan perbedaan alami, daya, serta kekuatan spesifik laki-
laki dan perempuan dengan kecocokan mereka untuk jenis
pekerjaan tertentu. Al-Quran memandang laki-laki dan
perempuan saling melengkapi satu sama lain. Al-Quran
menetapkan persamaan dan kesetaraan gender kemudian
mengklasifikannya dengan pengasan bahwa persamaan tersebut
bukan berarti tanpa adanya perbedaan, melainkan persamaan
yang melibatkan hak-hak khusus dan kewajiban laki-laki maupun
perempuan dalam tanggungjawab khususnya. Hal tersebut tidak
berarti bahwa laki-laki lebih baik dibandingkan perempuan
ataupun sebaliknya, tetapi menekankan bahwa setiap jenis
kelamin memiliki beberapa kelebihan tertentu atas yang
lainnya.45
Sebagai agama, Islam telah banyak memberikan kontribusi
dalam mengeluarkan perempuan dari berbagai macam bentuk
stigma negatif di masyarakat. Bentuk kontribusi tersebut antara
lain :
1. Islam melarang laki-laki mengeluarkan perempuan yang
sedang haid dari rumah.

44
Pusat Studi Wanita (PSW) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Pengantar
Kajian Gender, (Jakarta: PSW UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan McGill-
ICIHEP, 2003), h. 221.
45
Mai Yamani, Feminisme dan Islam: Perspektif Hukum dan Sastra,
(Bandung: Penerbit Nuansa, 2000), h. 138-139.
40

2. Islam membatasi penolakan seks laki-laki maksimal empat


bulan.
3. Islam melarang duka cita istri selama setahun.
4. Islam membatasi jumlah istri.
5. Islam memperhitungkan perempuan sebagai penerima
waris.
6. Islam melawan praktik mewarisi perempuan bersama harta
benda.
7. Islam melarang anak laki-laki menikahi istri ayahnya dan
kakak beradik bersamaan.
8. Islam melarang pemaksaan perempuan dalam prostitusi.
9. Islam mengutuk pembunuhan anak perempuan.
10. Islam melarang adanya tawaran perang muslimah.
11. Islam menyebut kejahatan yang sama pada pembunuhan
perempuan.
12. Islam mewajibkan perempuan belajar, sama seperti laki-
laki.
13. Islam menjadikan syarat persetujuan perempuan dalam
pernikahannya.
14. Islam menjadikan mas kawin sebagai milik istri.
15. Islam mencela wajah cemberut suami yang istrinya
melahirkan anak perempuan, dan sebagainya.46

46
Pusat Studi Wanita (PSW) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Pengantar
Kajian Gender, h. 222-224.
BAB III
GAMBARAN UMUM FILM ATHIRAH

A. Sinopsis Film Athirah


Film Athirah merupakan film autobiografi karya sutradara
Riri Riza. Film Athirah dibuka dengan adegan yang
menggambarkan kondisi rumah dan keluarga yang nyaris
sempurna. Athirah dikisahkan harus pindah dari Bone menuju
Makassar bersama sang suami, Puang Ajji di awal pernikahan
mereka. Di Makassar, mereka membangun bisnis keluarga dari
nol hingga besar dan sukses. Semua karena kegigihan Puang Ajji
dan ketekunan Athirah. Keluarga yang harmonis ini kerap
menghabiskan waktu berdiskusi bersama di meja makan dengan
hidangan khas Sulawesi Selatan yang sungguh menerbitkan
selera ketika melihatnya.
Permasalahan mulai menggerogoti keluarga ini ketika
Puang Ajji melirik wanita lain. Di era tahun 50an saat itu,
fenomena lelaki beristri lebih dari satu bukan menjadi hal yang
aneh di Sulawesi Selatan. Athirah mengetahui suaminya, Puang
Ajji, telah menikah dengan wanita lain. Namun ia tak kuasa
menolak kehadiran Puang Ajji kembali ke keluarganya. Satu
demi satu konflik bermunculan. Athirah dan keluarganya mulai
jadi bahan pergunjingan banyak orang. Anak-anaknya pun harus
menanggung ulah sang Bapak. Salah satunya, Jusuf Kalla atau
yang akrab disapa dengan panggilan Ucu saat remaja.
Athirah mulai gundah dan ingin meninggalkan sang suami.
Tapi di hati kecilnya, ia masih ingin bersamanya pula. Sikap

41
42

Athirah yang tarik ulur ini membuat Ucu kesal pada


ketidaktegasan san Ibu. Singkat cerita, akhirnya Athirah mantap
untuk meninggalkan Puang Ajji dan memulai hidupnya bersama
kelima anak mereka. Saat itulah, Athirah memiliki ide untuk
berjualan sarung. Semua berawal dari diskusi Athirah dengan
ibunya, Mak Kerah yang menghadiahi Athirah dengan sarung
pemberian mertuanya. Saat itu Mak Kerah pun bertutur bahwa
dirinya pun dahulu adalah istri keempat ayah Athirah.
Athirah memulai hidup baru dan sukses berdagang sarung
khas Bugis Makassar. Bahkan kesuksesannya pula yang pada
akhirnya bisa membantu san suami yang pailit karena krisis
ekonomi. Kegigihan Athirah lah yang pada akhirnya
menyelamatkan seluruh keluarganya.

B. Profil Sutradara
Mohammad Rivai Riza atau yang lebih dikenal dengan
nama Riri Riza adalah seorang sutradara, penulis naskah,
produser film asal Indonesia. Sutradara kelahiran Makassar, 2
Oktober 1970 ini muncul pertama kali sebagai sutradara melalui
film Kuldesak pada tahun 1998. Lulusan SMA Labschool Jakarta
dan Institut Kesenian Jakarta ini sering berkolaborasi dengan
sahabatnya, Mira Lesmana dalam pembuatan film. Salah satu
hasil kolaborasi Riri Riza dengan Mira Lesmana adalah film
Athirah.1

1
https://id.wikipedia.org/wiki/Riri_Riza diakses pada tanggal 24 Agustus 2018
pukul 07.32
43

Sutradara
1998 – Kuldesak
2000 – Petualangan Sherina
2002 – Eliana, Eliana
2005 – Gie
2007 – 3 Hari Untuk Selamanya
2008 – Laskar Pelangi
2008 – Takut : Faces of Fear (Segmen Titisan Naya)
2008 – Drupadi
2009 – Sang Pemimpi
2012 – Atambua 39 Derajat Celcius
2013 – Sekola Rimba
2014 – Ada Apa Dengan Cinta 2
2014 – Athirah
Produser
2014 – Pendekar Tongkat Emas
Penghargaan
2000 – Special Jury Award (Winner) (Asia-Pasific Film
Festival)
2005 – Sutradara Terbaik FFI
2008 – Sutradara Terpuji Festival Film Bandung
2013 – Sutradara Terbaik (Asian Film Festival 2013)
Penghargaan Internasional2
1999 – Silver Screen Award (Nominee) (Singapore
International Film Festival)

2
https://imdb.com/name/nm0729764/awards?ref_=m_nm_awd diakses pada
tanggal 24 Agustus 2018 pukul 08.21
44

2000 – Special Jury Award (Winner) (Asia-Pasific Film


Festival)
2002 – New Currents Award (Nominee) (Pusan
International Film Festival)
2002 – Young Cinema Award (Winner) (Singapore
International Film Festival)
2002 – FIPRESCI/NETPAC Award (Winner) (Singapore
International Film Festival)
2002 – Silver Screen Award (Nominee) (Singapore
International Film Festival)
2002 – Dragons and Tigers Award – Special Mention
(Winner) (Vancouver International Film
Festival)
2006 – Special Jury Award (Winner) (Asia-Pasific Film
Festival)
2006 – Special Jury Prize (Winner) (Singapore
International Film Festival)
2008 – Best Direction (Winner) (Brussels International
Independent Film Festival
2009 – SIGNIS Award (Winner) (Hong Kong International
Film Festival)
2009 – Audience Award (Nominee) (Udine Far East
Festival)
2010 – NETPAC Award (Winner) (Singapore International
Film Festival)
2010 – Audience Award (Nominee) (Udine Far East
Festival)
45

2012 – Tokyo Grand Prix (Nominee) (Tokyo International


Film Festival)
2013 – Best Director (Winner) (ASEAN International Film
Festival and Awards)
2013 – INALCO Jury Award (Winner) (Vesoul Asian Film
Festival)
2013 – Golden Wheel (Nominee) (Vesoul Asian Film
Festival)

C. Stuktur dalam Film Athirah


Sutradara : Riri Riza
Produser : Mira Lesman
Penulis Skenario : Salman Aristo, Riri Riza
Produser Eksekutif : Solihin Jusuf
Produser Pendamping : Muhammad Zaidy
Produser Pelaksana : Toto Prasetyanto
Produser Eksekutif Pendamping : Imelda Jusuf
MarahLaut C. Noer
Penata Artistik : Eros Eflin
Penata Sinematografi : Yadi Sugandi
Penata Suara : Satrio Budiono
Sutrisno
Penyunting Gambar :W. Ichwandiardono
Penata Rias : Jerry Oktavianus
Penata Kostum : Chitra Subyakto
Penata Musik : Juang Manyala
Pemain : Cut Mini Theo
46

Christoffer Nelwan
Arman Derwati
Jajang C. Noer
Indah Permata Sari
Tika Bravani
Dimi Cindyastira
Nino Prabowo
Irmawati Jabbar
Andreuw Parinussa
Fanesa Kayla

D. Penghargaan-penghargaan Film Athirah


Film Athirah berhasil meraih 6 (enam) Piala Citra dari 10
nominasi pada ajang Festival Film Indonesia 2016 di Jakarta, 6
November 2016, sebagai berikut3 :
1. Pengarah Artistik Terbaik (Eros Eflin)
2. Penata Busana Terbaik (Chitra Subyakto)
3. Penulis Skenario Adaptasi Terbaik (Salman Aristo bersama
Riri Riza)
4. Pemeran Utama Wanita Terbaik (Cut Mini Theo)
5. Sutradara Terbaik (Riri Riza)
6. Film Terbaik (produser Mira Lesmana)

3
https://id.wikipedia.org/wiki/Athirah_(film) diakses pada tanggal 24 Agustus
2018 pukul 09.47
47

Film Athirah dengan judul Internasional Emma’ (berarti


“Ibu”) terpilih untuk diputar di beberapa Festival Film
International :
1. Vancouver International Film Festival, Kanada (29
September – 14 Oktober 2016)
2. Busan International Film Festival, Korea (6-16 Oktober
2016)
3. Tokyo International Film Festival, Jepang (25 Oktober – 3
November 2016)
BAB IV
TEMUAN DAN DATA PENELITIAN

Analisis Wacana Feminisme Dalam Film Athirah


Pada bab ini peneliti memaparkan hasil analisis terhadap
film Athirah dengan menggunakan analisis wacana model Sara
Mills. Analisis ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu analisis
posisi subjek-objek dan analisis posisi pembaca.
Pandangan feminisme terlihat dari tokoh utama yang
diperankan oleh seorang perempuan, Cut Mini. Film tersebut
memberikan gambaran tersendiri untuk seorang perempuan.
Bagaimana perempuan ditampilkan dalam rangkaian gambar
(scene) dan teks yang menjadi penelitian utama dalam film
Athirah ini. Penelitian ini menggunakan metode analisis wacana
model Sara Mills.

A. Posisi Subjek
Posisi subjek adalah bagaimana posisi aktor-aktor
ditampilkan dalam teks. Posisi yang dimaksud adalah siapa
aktor yang menjadi pencerita (subjek) dalam film Athirah.
Posisi subjek dapat dilihat dari potongan adegan dan dialog
pemain. Hal ini dapat menentukan bagaimana struktur teks,
serta bagaimana makna yang terkandung dalam teks.
Berikut potongan adegan yang menggunakan bagaimana
posisi subjek dalam film Athirah.

48
49

Kerangka Temuan Data Posisi Subjek pada Film Athirah

Tabel 1
Kerangka Temuan Data Posisi Subjek pada Film Athirah
Scene Visual Audio Intrepretasi
Simbolik
50

(suara musik) Seorang


perempuan,
dengan
Gambar 1 muka
penuh
Adegan Athirah di dalam dengan
kendaraan, dengan muka harapan,
Scene 1 : panik karena ada yang
Di dalam pemberontakan. sedang
mobil,
melakukan
Sulawesi
perjalanan
Selatan,
perantauan,
1950
karena ada
(Pagi)
pemberonta
kan di Bone
(kampung
halamannya
) ia adalah
tokoh
utama yang
bernama
Athirah.

Scene 2 : Athirah: Adegan Athirah


Di dalam “Rusdi! kalau berkomunikasi
toko baru endak ada dengan pegawainya,
51

(Sore) halangan, meminta jika


atau pemberontakan di
gangguan bone sudah redup,
gerombolan, bawakan anak-anak
Gambar 2 bawa anak- nya ke Makassar.
Adegan Athirah sedang anak ke
sibuk mengurusi keuangan Makassar dan
perusahaannya, lalu sepupuku
berkomunikasi kepada Aisyah.”
pegawainya.

(suara musik) Athirah merasakan


Scene 3 : perubahan sikap dan
Di dalam penampilan dari
kamar Gambar 3 suaminya.
rumah
(Sore) Adegan Athirah melihat
suaminya sedang
merapihkan rambutnya.

(suara musik Adegan kecurigaan


tradisional) Athirah terhadap
Scene 4 : suaminya, Athirah
Di dalam melihat minyak
kamar Gambar 4 rambut suaminya.
rumah Athirah melihat minyak
52

(Sore) rambut suaminya.

Athirah : Suami Athirah


Scene 5 :
“Aih aih.. mencari minyak
Di dalam
diam-diam rambutnya.
kamar Gambar 5 ada pesta
rumah
yang kau
(Sore) Dialog Athirah dan sembunyikan.
suaminya dengan nada ”
kecurigaan.

(Suara Athirah mencium


Musik) tangan ibunya,
Scene 6 : sambil menangis.
Di dalam Gambar 6
rumah
(Pagi) Ibu Athirah datang
kerumah Athirah,
menyambut dengan muka
sedih dan menangis.
53

Athirah: Adegan Athirah


“Saya mengintrogasi Rusdi
Scene 7 : panggil kau (pegawainya)
Di dalam Gambar 7 karna saya menanyakan kabar
rumah mau yang beredar di
(Sore) Athirah berdialog dengan bertanya, luaran sana, terkait
Rusdi. Apa benar pernikahan gelapnya
kata orang- suaminya.
orang
bilang?”

Scene 8 : Rusdi: Adegan Athirah


Di dalam “Malam ini menangis, dengan
rumah mak, di penuh kesal, ketika
(Sore) Gambar 8 Jakarta” diberitahu, oleh
Adegan Athirah Rusdi akan
mendengar kabar dari pernikahan suaminya
Rusdi bahwa suaminya malam ini di Jakarta.
akan pesta.

(suara musik) Adegan suami


Athirah di atas
Scene 9 : ranjang, berjanji
Di dalam Gambar 9 akan bersama-sama,
54

kamar Adegan Athirah dan menemani


rumah memberikan baju tugas malam bersama
(Malam) kepada suaminya. Athirah, tetapi
Athirah
memeberikan baju
tugas suaminya,
supaya hendak
berangkat malam ini.

Athirah: Adegan Athirah


Scene 10 : “Ternyata melihat surat yang
Di dalam Cu, surat datang dari istri
rumah Gambar 10 tidak hanya selingkuhannya
(Sore) untuk suaminya, lalu
Athirah menunjukan surat mengirim ditunjukan kepada
dari istri kedua suaminya kabar anaknya yaitu Ucu.
kepada Ucu. romantis atau
rindu.”

(Suara Adegan Athirah


Scene 11 : Musik) melakukan tindakan
Di dalam secara diam-diam
rumah Gambar 11
(Sore)
Athirah hendak ingin pergi
55

keluar rumah secara diam-


diam.

(Suara Athirah sedang


Scene 12 : Musik) berada di suatu
Di dalam tempat, mencari
ruangan Gambar 12 sesuatu yang di
mencuriga inginkan.
kan Athirah sedang berada di

(Malam) suatu ruangan


mencurigakan

(Suara Athirah sedang


Scene 7 : Musik) menyiapkan
Di dalam minuman untuk
dapur Gambar 13 suaminya, lalu
(Malam) Athirah
Athirah hendak ingin mengeluarkan
memasukan sesuatu sesuatu dari
kedalam tempat minum sarungnya yang akan
suaminya. dimasukan kedalam
minuman suaminya.
56

(Lantunan Adegan Athirah


Scene 14 : ayat membaca Quran
Di dalam suci al- sambil menangis,
Kamar Gambar 14 Quran) merasakan sakit
(Malam) hatinya.
Athirah membaca Quran
sambil menangis.

(Suara Adegan Athirah dan


Scene 15 : Musik) anak anaknya di
Di teras kampung
rumah Gambar 15 halamannya,
(Pagi) merasakan kerinduan
Athirah berada di terhadap ibunya, dan
kampong halamannya, melepaskan
Bone. kesedihannya.

Athirah: Adegan Athirah


Scene 16 : “Saya mau tergugah berjualan
Di coba sarung khas Bone.
halaman Gambar 16 berdagang
(Pagi) sarung mak.”
Athirah berjalan di tengah
sarung yang sedang
57

dijemur.

Athirah: Adegan Athirah


Scene 17 : “Sudah mencoba
Di tempat berapa lama mencaritahu tentang
Gambar 17
produksi membuat sarung tenun khas
sarung sarung seperti Bone, untuk
Athirah bersosialisasi
(Pagi) ini?” Tanya kesempatan
kepada pengrajin sarung di
pengrajin usahanya.
kampung Bone.
sarung.

Athirah: Adegan Athirah


Scene 18 : “Baguskan mencoba menjual
Di tempat bu sarung-sarungnya
produksi sarungnya?” kepada kelompok
Gambar 18
sarung ibu-ibu di Makassar.
(Pagi)
Athirah menjual sarung-
sarungnya kepada ibu-ibu
di Makassar.
58

(Suara Adegan Athirah


Scene 19 : Musik) mendapatkan
Di dalam keuntungan, dan
rumah Gambar 19 mebereskan uang
(Malam) hasil jualan sarung.
Athirah membereskan
uang hasil jualan sarung.

Athirah : Adegan Athirah


Scene 20 : “Yang mana membeli emas
Di toko Aisyah?” perhiasan, hasil dari
emas Gambar 20 Tanya penjualan sarungnya.
(Pagi) Athirah ke

Athirah membeli Aisyah

perhiasan. (pembantuny
a).

(Suara Adegan Athirah


Scene 21 : Musik) sedang bercermin,
Di dalam memasangkan
rumah Gambar 21 perhiasannya, guna
(Pagi) mempercantik diri.
Athirah mempercantik diri
dengan memakai
59

perhiasannya.

(Suara Adegan tatapan


Scene 22 : musik) suami Athirah ,
Di dalam melihat Athirah
rumah tampil lebih cantik.
Gambar 22
(Siang)
Suami Athirah
memandang kecantikannya
atirah.

(Suara Adegan bahwa


Scene 23 : musik) Athirah hamil
Di dalam kembali, lalu Ucu
rumah Gambar 23 menampakan wajah
(Sore) Athirah hamil kembali. kecewa.

Scene 24 :
Di ruang Adek Ucu: Adegan Athirah
makan Gambar 24 “Emak coba merenung sendiri di
(Pagi) hidupkan ruang makan, karena
Athirah merenung di ruang rumah ini.” kekecewaan Ucu,
60

makan. tutur adek mengetahui Athirah


Ucu kepada hamil kembali.
Ucu.

Athirah: “Cu Adegan Athirah


Scene 25 : masih marah siuman pasca
Di dalam sama Ema?” lahiran, lalu di
kamar Gambar 25 lontar sambut sama Ucu
(Pagi) Athirah yang sedang
Athirah berbaring diatas kepada Ucu menunggu
ranjang setelah anaknya. kebangunan Athirah.
melahirkan, dan berdialog
dengan Ucu.

Athirah: Athirah bertanya


Scene 26 : “Sudah kau kepada suaminya
Di dalam baca terkait undangan
rumah undangan yang datang kepada
Gambar 26
(Pagi) dari pak mereka, Aisyah
matulada?” mencoba untuk
Athirah bertanya kepada
mengajak suaminya
suaminya.
pergi ke undangan
bersama.
61

Athirah: Athirah membantah


Scene 27 : “Kita sudah alasan suaminya,
Di dalam lama tidak bahwa tidak bisa
rumah Gambar 27 dilihat orang mendatangi
(Pagi) sama-sama.” undangan karena
Athirah berdialog dengan kesibukannya.
suaminya.

Ucu : “Mak Athirah membantah


Scene 28 : ayok kita alasan suaminya,
Di acara pulang mak.” bahwa tidak bisa
undangan Gambar 28 mendatangi
perkawina undangan karena
n (Malam) Athirah melihat suaminya kesibukannya.
pergi ke undangan dengan
wanita lain.

(Suara Adegan Athirah


Scene 29 : Musik) menangis sakit hati.
Di dalam
kamar Gambar 29
(Malam)
62

Athirah menangis di dalam


kamar.

Athirah: Adegan Athirah


Scene 30 : “Bisa bikin ingin membuat
Di tempat ke gini pula sarung sama pesis
produksi Gambar 30 sarung?” seperti sarung
sarung Tanya kesayangannya,
(Pagi) Athirah mendatangi para Athirah ke karena banyak

pengrajin sarung. pada para peminat dari ibuk-


pengrajin ibu di Makassar.
sarung.

Scene 31 : (Suara Adegan Athirah


Di musik) menjual sarung hasil
tempat pesanan yang seperti
produksi Gambar 31 sarung
sarung kesayangannya
(Pagi) Athirah menjual sarung kepada ibu-ibu di
kepada ibu-ibu di Makassar.
Makassar.
63

(Suara Athirah membeli


Scene 32 : Musik) emas, hasil dari
Di kamar jualan sarungnya dan
(Pagi) menyimpannya
Gambar 32
kedalam kotak.

Athirah menyimpan
tabungan emas kedalam
kotak.

Athirah: Athirah
Scene 33 : “Saya mau merenungkan hasil
Di teras bikin sekolah keuntungannya
rumah Gambar 33 di Makassar.” dalam berjualan
(Pagi) sarung, hingga dia
Athirah berbicara kepada berbicara kepada
Aisyah (pembantunya). Aisyah, bahwa
Athirah ingin
membuat sekolah di
Makassar.

Aisyah: Adegan Aisyah


Scene 34 : “Buka saja merespon Athirah
Di teras mak, uang tentang ingin
rumah Gambar 34 Emak sudah membuat sekolah,
64

(Pagi) Aisyah menjawab cukup.” Aisyah dengan


pernyataan Athirah. reflek menyarankan
untuk buka, karena
harta Athirah sudah
mencukupi.

Athirah: Athirah menjawab


“Bukan soal pernyataan Aisyah
Scene 35 : uang untuk terkait membuat
Di teras Gambar 35 membangun sekolah.
rumah sekolah,
(Pagi) Athirah menjawab perlu waktu,
pernyataan Aisyah. perlu usaha,
perlu dijaga.”

Atirah: Athirah membeli


Scene 36 : “Gagah peci songkok
Di teras sekali kau, keturunan raja bone
rumah Gambar 36 nanti kau jadi karena butuh uang,
(Pagi) orang besar, lalu dia memberikan

Athirah membelikan Ucu jadi kepada Ucu

peci songkok. gubernur.” anaknya.


65

(Suara Adegan Athirah


Scene 37 : Musik) berjualan sarung
Di tempat kepada ibu-ibu di
produksi Makassar, jualan
sarung Gambar 37 nyapun semakin
(Pagi) pesat, semakin
Athirah menjual sarung banyak peminatnya.
kepada ibu-ibu di
Makassar.

(Suara Adegan Athirah


Musik) menyimpan harta
Scene 38 : hasil usahanya di
Di dalam Gambar 38 tempat tersembunyi.
kamar
(Sore) Athirah bersama-sama
dengan anaknya
menyimpan harta hasil
jualannya di tempat
tersembunyi.
66

Athirah: Adegan Athirah


Scene 39 : “Jadi.. bertanya kepada
Di dalam bagaimana Rusdi, terkait usaha
rumah Gambar 39 usaha suaminya, karena
(Sore) suamiku?” mendengar dari surat

Athirah menanyakan kabar bahwa

kepada Rusdi (karyawan terjadinya krisis

suaminya Athirah). moneter.

Rusdi: Adegan Athirah


Scene 40 : “Puang Ajji mendapatkan
Di dalam bangkrut jawaban dari Rusdi,
rumah Gambar 40 sekarang.” bahwa perusahaan
(Malam) suaminya mengalami
Atirah mendapatkan kebangkrutan.
informasi dari Rusdi.

(percakapan Athirah beserta


Scene 41 : cerita dari anak-anaknya
Di ruang anak- sedang makan
makan Gambar 41 anaknya) malam bersama
(Malam) penuh dengan
Suasana kehangatan kehangatan.
67

keluarga Athirah dan


anak-anaknya makan
malam.

Athirah: Adegan Athirah


Scene 42 : “Geser berbisik kepada
Di ruang tempat duduk anaknya untuk
makan Gambar 42 mu, ada pindah tempat
(Sore) tamu” duduk, karena
Athirah berbisik kepada kedatangan
adeknya Ucu untuk suaminya.
pindah tempat

Athirah: Adegan Athirah


Scene 43 : “Cu…cu…” memanggil Ucu.
Di dalam
rumah Gambar 43
(Malam)
Athirah memanggil Ucu

Athirah : Adegan Athirah


Scene 44 : “Ambilkan menyuruh Ucu
Di dalam kotak Emak untuk
rumah Gambar 44 di kamar.” mengambilakan
(Malam) kotak perhiasannya
68

Athirah menyuruh Ucu di kamarnya.


untuk mengambilkan
kotak.

Athirah: Adegan Athirah


“Puang pakai memberikan
Scene 45 : ini buat perhiasan hasil
Di dalam Gambar 45 membayar usahanya kepada
rumah kariyawan.” suaminya yang
(Malam) Athirah memberikan sedang bangkrut,
pehisan dalam kotak untuk membayar
kepada suaminya. kariyawan-
kariyawan.

Athirah: Athirah bertanya


Scene 46 : “Jadi.. berapa soal asmara kepada
Di pinggir gadis yang Ucu.
jalan kau patahkan
Gambar 46
(Pagi) hatinya?”

Athirah bertanya kepada


anak sulungnya.
69

Athirah : Adegan Athirah


Scene 47 : “Ohh gadis menyanyakan lebih
Di pinggir yang di spesifik, tetapi Ucu
jalan Gambar 47 sekolah itu memberikan
(Pagi) kah?” jawaban yang
Athirah menanya lebih menyedihkan.
dalam kepada Ucu.

Athirah: “kau Adegan Athirah


tidak bertanya, apakah
Scene 48 : terpengaruh Ucu terpengaruh
Di pinggir Gambar 48 oleh ema dan oleh orangtuanya
jalan bapak mu tentang asmara Ucu.
(Pagi) Athirah memberikan toh?”
pertanyaan terkait kondisi
keluarga kepada Ucu.

(Suara Athirah sedang


Scene 49 : Musik) menyiapkan
Di ruang hidangan makanan
makan Gambar 49 untu keluraganya.
(Pagi)
Athirah sedang
menyiapkan makanan.
70

(Suara Senyuman Athirah,


Musik) bahwa dia sudah
Scene 50 : berhasil
Di ruang Gambar 50 mengembalikan
makan keharmonisan
(Pagi) Athirah tersenyum lepas. keluarganya secara
utuh.

B. Posisi Objek
Posisi objek dalam film Athirah juga dapat dilihat
dari potongan beberapa adegan dan dialog dari para
pemainnya. Aktor yang keberadaannya diceritakan oleh
aktor lain (subjek) ini membuat dirinya tidak dapat
menampilkan atau menggambarkan dirinya sendiri secara
nyata. Posisi objek ini merupakan hasil definisi dari subjek
yang menggambarkannya dalam perspektif atau sudut
pandangnya sendiri. Dalam hal ini yang menjadi posisi
objeknya antara lain: yusuf atau Ucu (anak sulung Athirah,
ibu Athirah, Aisyah (pembantunya Athirah) dan adeknya
Ucu.
71

Kerangka Temuan Data Posisi Objek pada Film Athirah

Tabel 2

Scene Visual Audio Interpretasi


Simbolik

Scene 51 Ucu : “saat Adegan


: pemberontakan Athirah dan
Di dalam terjadi di Bone, Puang Ajji
mobil, Gambar 51 ema dan bapak ku sedang dalam
Sulawesi mencari kehidupan kendaraan,
Selatan, Athirah dan Puang Ajji yang lebih baik.” melakukan
1950 sedang di dalam kendaraan. perjalanan dari
(Pagi) Bone ke
Makassar

Ucu: “Mereka Adegan


pasangan yang dimana
begitu serasi dan Athirah dan
Scene sepadan.” Puang Ajji
52: memasuki
Gambar 52
Di dalam sebuah toko
toko yang akan
Athirah dan Puang Ajji
(Pagi) mereka sewa,
masuk ke sebuah toko yang
yang dijadikan
72

akan mereka sewa. tempat usaha


mereka.

Scene 53 (Suara Musik


: tradisional Adegan
Di Makassar) Athirah dan
tempat Puang Ajji
pesta pergi ke pesta
Gambar 53
pernikah pernikahan
Athirah dan Puang Ajji
an dengan serasi.
menuju pesta pernikahan.
(Malam)

(Suara Musik Adegan


Tradisional) Athirah
Scene 54 merapihkan
: baju Puang
Di dalam Ajji yang
Gambar 54
kamar hendak
Athirah merapihkan baju
(Pagi) menghadiri
Puang Ajji.
pelantikan
tokoh
masyarakat di
Makassar.
73

(Suara Musik Puang Ajji


Scene 55 Tradisional) tersenyum
: kepda wanita
Gambar 55
Di dalam yang
rumah menghadiri
Puang Ajji tersenyum
(Pagi) perayaan
kepada wanita dalam acara
pelantikan.
perayaan.

(Suara musik) Adegan


Scene Athirah
56: memasuki
Di dalam Gambar 56 toko, akan
toko tetapi semua
(Pagi) Athirah memasuki toko, pegawai pada

tetapi para pegawainya menjauh,

saling menjauh. seolah ada


sesuatu yang
disembunyikan
.

(Suara musik) Athirah


melihat Puang
74

Scene 57 Gambar 57 Ajji ketika


: tidur bersama,
Di dalam Athirah dan Puang Ajji tidur tidak sepeti
kamar bersama. biasanya,
(Malam) Puang Ajji
memalingkan
badannya.

(Suara musik) Adegan Ucu


sedang
memasuki toko
Scene bapaknya, lalu
56: Ucu
Gambar 58
Di dalam mendengar
toko obrolan para
Ucu datang ke toko, lalu
(Pagi) karyawan, ada
mendengar obrolan para
informasi
karyawan.
tentang
pernikahan
bapaknya.
75

(Suara musik) Adegan Ucu


merenung
setelah melihat
Gambar 59 Athirah merasa
Scene 59 sedih dan sakit
: Ucu merenung setelah hati setelah
Di dalam Athirah menanyakan mendapat
rumah tentang pernikahan Puang jawaban dari
(Pagi) Ajji kepada Rusdi. Rusdi tentang
pernikahan
Puang Ajji

Athirah: “Ternyata Adegan


Cu surat tidak Athirah
hanya memberikan memberikan
Scene kabar romantik surat dari istri
Gambar 60
60: atau rindu, ada kedua Puang
Di dalam yang kita kenal Ajji bahwa,
Athirah memberikan surat
rumah keluarga bapak istri Puang Ajji
kepada Ucu
(Pagi) mu? baca Cu yang kedua
baca…” telah
melahirkan,
surat itu pun
dikasihkan
kepada Ucu.
76

Ibu Athirah : “Ada Adegan setelah


yang belum saya Ucu membaca
ceritakan, bapak surat, alu Ucu
mu, dia mau meremas-
Gambar 61 mengawini ku, dia remas surat
Scene pergi mencari tersebut dan
61: Ucu meremas-remas surat. benang, tiga hari menampilkan
Di dalam perjalanan, supaya muka yang
rumah bisa mengawini ku, kesal.
(Pagi) membuat sarung ini
untuk
melamarku,istrinya
yang ke empat.”

Adek Ucu: “Emak Adegan


sedang berusaha dimana ibu
menghidupkan Athirah
rumah ini lagi.” menceritakan
Gambar 62
Scene Ucu: “Caranya? tentang
62: Hamil lagi?” perjalanan
Athirah sedang berdialog
Di dalam hidup, sampai
dengan ibunya.
kamar dia dilamar
(Malam) oleh bapaknya
Athirah, dan
77

dia pun
menceritakan
bahwa ibu
Athirah
menjadi istri
ke empat dari
bapaknya
Athirah.

Athirah : “Masih Adegan


marah sama kekesalan Ucu
Scene Emak?” kepada
63: Ucu: “Ampuni emanya yang
Gambar 63
Di dalam mak.” hamil lagi,
kamar setelah tahu
Ucu sedang
(Malam) bahwa Puang
di bujuk oleh adeknya.
Ajji telah
mempunyai
istri ke dua,
dan Ucu juga
menjadi
korban dari
apa yang
terjadi pada
ema dan
bapaknya.
78

Ucu: “Saya yang Adegan


temani kamu mak.” Athirah pasca
Scene siuman dari
64: lahiran, lalu
Gambar 64
Di dalam Athirah
kamar bertanya
Ucu meminta maaf kepada
(Malam) kepada Ucu,
Emaknya.
apakah Ucu
masih terus
marah dengan
apa yang di
perbuat
Athirah, dan
Ucu pin
meminta maaf
kepada
Emaknya.

(Suara suasana Adegan Ucu,


pesta pernikahan) ingin
Scene menemani
63: Athirah ke
Di dalam Gambar 67 undangan,
Rumah karena Puang
79

(Malam) Ucu berdialog dengan Ajji tidak bisa,


Athirah pergi ke
ondangan
bersama.

Ucu: “Mak, ayok Adegan


kita pulang mak.” dimana Ucu
Scene 68 sedang
: menemani
Gambar 68
Di acara Athirah ke
perkawin undangan,
Ucu melihat bapaknya,
an tiba-tiba Ucu
datang ke undangan dengan
(Malam) melihat
istri keduanya.
bapaknya
datang ke
undangan
dengan istri
keduanya.

Athirah: “Saya mau Adegan Ucu


buka sekolah di mengajak
Scene 69 Makassar.” pulang Athirah
: Aisyah: “Buka saja dengan
Di acara ma, uang emak harapan
perkawin sudah banyak.” Athirah tidak
80

an melihat Puang
(Malam) Ajji bersama
istri keduanya
datang ke
Gambar 69 undangan.

Ucu mengajak emaknya


untuk pulang.

Athirah: “Puang, Adegan


pakai ini, buat Aisyah
Scene 70 bayar kariyawan merespon
: Gambar 70 mu.” pernyataan
Di teras Athirah yang
rumah Athirah berdialog dengan mempunyai
(Pagi) Aisyah. membuka
sekolah di
maksar,
Aisyah pun
merespon
dengan reflek,
dia setuju
karena uang
Athirah sudah
banyak.
81

(Suara Musik) Adegan


dimana
Athirah
memberikan
Scene 71 kotak yang
: penuh dengan
Di dalam perhiasan hasil
Gambar 71
rumah dari jualan
(Malam) sarungnya,
Puang Ajji kaget ketika
kepda Puang
Athirah memberikan kotak
Ajji, yang
perhiasan yang banyak.
sedang
mengalami
kebangkrutan
perusahaannya
.
82

Ucu: “keluarga, Adegan


adalah segalanya dimana Puang
bagi ema ku, Ajji
Athirah. merundukan
Gambar 72
kepala depan
Scene 72 Athirah,
Puang Ajji merunduk,
: merasa
merasa malu dan bersalah
Di dalam bersalah dan
kepada Athirah.
rumah malu, dengan
(Malam) apa yang
diperjuangkan
oleh Athirah,
untuk
membantu
kebangkrutann
ya.

Dan dia Adegan


menemukan Athirah
Scene 73 kemenangan diceritakan
: Gambar 73 dengan caranya secara narasi
Di dalam sendiri. oleh Ucu,
rumah Athirah tersenyum setelah bahwa athirah
(Pagi) dapat mengidupkan kembali telah berhasil

keluarganya. merebut
83

kembali
keharmonisan
keluarganya.
BAB V
PEMBAHASAN

A. Penjelasan Gambar Posisi Subjek pada Film Athirah


Pada gambar di atas terlihat bahwa subjek dalam film
Athirah adalah Athirah yang diperankan oleh Cut Mini, yang
mana peran yang dibawakannya menceritakan bagaimana
kehidupan seorang perempuan yang berjuang mempertahankan
keharmonisan dalam rumah tangga. Dari gambar 1 menceritakan
awal perjuangan Athirah dengan melakukan perjalanan untuk
menemukan kehidupan keluarganya yang lebih baik lagi.
Adapun gambar 2 menceritakan ketika Athirah sedang
sibuk berkerja, lalu suaminya menyuruh Rusdi pergi untuk
mengantarkan barang jualannya ke Bone (kampung halaman
Athirah dan suaminya) dalam adegannya Athirah berbicara
kepada Rusdi : “Rusdi ! kalau endak ada halangan, atau gangguan
grombolan, bawa anak-anak ke Makassar dan sepupuku Aisyah.
Gambar 3,4 dan 5 menceritakan adegan Athirah yang
merasakan kecurigaan atasa gelagat suaminya, dengan semakin
sukses dan semakin terkenalnya Puang Ajji, Puang Ajji
menunjukan perbedaan prilaku dari kebiasaannya, Athirah curiga
bahwa suaminya berselingkuh kepadanya.
Kesedihan dan kegundahan ditunjukan Athirah dalam
scene ini, sampailah pada gambar 6 terlihat Athirah didatangi
oleh ibunya dari kampung halaman, Atirah mencium kedua
tangan ibunya seraya menangis, meluapkan kesedihan yang
sedang melandanya.

84
85

Gambar 7 dan 8 terlihat bahwa Athirah dan Rusdi saling


berhadapan, Athirah menayakan kepada Rusdi, apa yang sedang
terjadi pada suaminya, Athirah bertanya kepada Rusdi : “Saya
panggil kau karna saya mau bertanya, apa benar kata orang-orang
bilang” pertanyaan tersebut menggambarkan bahwa masyarakat
umum sudah mengetahui bahwa Puang Ajji akan melakukan
pernikahan keduanya. Rusdi pun menjawab dengan lesu :
“Malam ini mak, di Jakarta”, mendengar jawana Rusdi, Athirah
menunjukan ekspresi rasa sakit hati paling dalam.
Gambar 9 terlihat bahwa Athirah memberikan baju seragam
suaminya untuk bertugas, yang pada awalnya Puang Ajji akan
menemani tidur bersama Athirah.
Gambar 10 menggambarkan Athirah menggambarkan
kekecewaan nya kepada Ucu, setelah mendapatkan surat dari istri
keduanya Puang Ajji.
Gambar 11 dan gambar 12 menceritakan tindakan Athirah
atas rasa sakit hatinya, Athirah hendak keluar rumah, dalam
gambar 12 terlihat bahwa Athirah sedang berada dalam ruangan,
seperti ruangan paranormal atau dukun.
Penjelasan gambar 11 dan 12 terpecahkan ketika memasuki
gambar 13, dimana Athirah, membawa sebuah butiran hitam yang
hendak dimasukan kedalam minuman Puang Ajji, ternyata
Athirah ingin memasukan racun, akan tetapi tindakannya tidak
jadi dilakukannya.
Gambar 14 terlihat bahwa Athirah mencurahkan rasa sakit
hatinga dengan membaca al-Quran berbarengan dengan
keluarnya airmata.
86

Gambar 15 terlihat bahwa Athirah mencoba keluar dari rasa


keterpurukannya, dengan memutuskan untuk pergi ke kampung
halamannya.
Gambar 16 adegan Athirah mendapatkan inspirasi dari
kampung halamannya, yang mana sarung merupakan sesuatu
yang menjadi barang berharga, pada gambar ini Athirah
memutuskan untuk mencoba berjualan sarung.
Gambar 17 terlihat Athirah sedang mulai bersosialisasi dan
mencari tahu tentang sarung, kepada ibu-ibu pengrajin sarung di
Bone, kemudian Athirah membeli beberapa sarung hasil para
pengrajin.
Gambar 18 adegan dimana Athirah sudah di Makassar,
Athirah menjual sarung-sarung yang dia bawa dari Bone,
hasilnya pun menguntungkan, sarung yang dijualnya banyak
diminati, digambarkan pada gambar 19, Athirah merapihkan
uang-uang hasil jualannya, kemudian Athirah mencoba
menginvestasikan uang hasil usahanya dengan membeli emas,
digambarkan pada gambar 20, terlihat Athirah sedang memilih
emas yang akan dibelinya, bersama Aisyah keponakannya.
Gambar 21 terlihat Athirah menjadi wanita yang cantik
dengan perhiasannya, kecantikanmya pun Athirah tunjukan
kepada suaminya, terlihat pada gambar 22 dimana Athirah
mencoba untuk mencari perhatian Puang Ajji.
Gambar 23 terlihat Athirah memegang perutnya,
menunjukan bahwa dia hamil kembali, lalu diketahui kabar
tersebut oleh Ucu anaknya, seketika Ucu menampilkan wajahnya
yang kecewa. Kekecewaan Ucu pin menjadi rasa bersalah yang
87

dirasakan Athirah, terlihat pada gambar 24 Athirah merenung


sendiri memikirkan apa yang terjadi, begitu pun dengan Ucu dia
masih merasakan kekecewaan terhadap ibunya, tetapi ada
salahsatu adeknya Ucu yang mencoba untuk menjelaskan kepada
Ucu terkait apa yang dilakukan oleh ibunya, “emak coba
hidupkan rumah ini” tutur adek Ucu kepada Ucu. Kondisi
tersebut pun berkepanjangan sampai Athirah memasuki masa
melahirkan dijelaskan pada gambar 25 terlihat Athirah telah
siuman setelah melahirkan, dan ditemani oleh Ucu, seketika
Athirah bertanya kepada Ucu: “cu masih marah sama ema?”
Gambar 26 terlihat Athirah berdialog bersama suaminya,
membicarakan tentang undangan yang dating kepada mereka,
Athirah mencoba mengajak suaminya untuk dating bersama-
sama, akan tetapi suaminya menolak dengan alasan banyak
pekerjaan yang harus di selesaikan. Dalam gambar 27 Athirah
membantah alasan suaminya tersebut, Athirah berargumen
bahwasannya orang yang memberikan undangan kepada mereka
yaitu orang yang special untuk mereka, serta Athirah juga
menjaelaskan “ kita sudah lama tidak dilihat orang sama-sama” ,
selama ini Athirah dan suaminya tidak pernah terlihat bersama-
sama lagi.
Gambar 28 terlihat Athirah dan Ucu anaknya sedang
mengahadiri undangan, akan tetapi Ucu melihat lebih terdahulu
bahwa Puang Ajji juga mendatangi undangan tersebut, akan
tetapi Puang Ajji dating bersama istri keduanya, melihat konsdisi
seperti itu Ucu mengajak ibunya hendak pergi dari undangan,
Athirah pun melihat kehadiran suaminya dengan istri keduanya.
88

Gambar 29 adegan Athirah menangis dengan tragis di dalam


kamar, mersakan rasa sakit hatinya yang kedua.
Gambar 30 menjelaskan Athirah mulai kembali melakukan
aktifitasnya, yaitu berbisnis sarung, Athirah memilih untuk
berbisnis, dalam melupakan rasa sakit hatinya, gambar ini
menjelaskan bahwa Athirah menunjukan sarung kesayangannya
kepada pengrajin sarung di Bone, Athirah menginginkan
pembuatan sarung yang percis seperti sarung kesayangannya,
karena banyak permintaan dari ibu-ibu di Bone.
Gambar 30 Athirah pun menjual sarung-sarung yang sesuai
denga permintaan ibu-ibu di Makassar, penjualannya pun
semakin banyak diminati dan dapat menjual sarung dengan
banyak. Seperti biasanya Athirah membelikan emas dari hasil
penjualan sarungnya, tergambar pada gambar 32.
Gambar 33, 34 dan 35, megaambarkan Athirah sedang di
depan rumah di Bone, Athirah secara spontan mengatakan kepada
Aisyah: “saya mau bikin sekolah di Makassar” , dengan
pernyataan tersebut, Aisyah pun membalas: “buka saja maa, uang
ema sudah cukup” Athirah pun menjawab: “Bukan soal uang
untuk membangun sekolah, perlu waktu, perlu usaha, perlu
dijaga”
Gambar 36 terlihat Athirah memberikan hadiah kepada
anaknya, yaitu peci kebanggan Bone, dimana peci itu Athirah
dapatkan dari keturunan kerajaan Bone, Athirah memberikan
kepada anaknya, dengan harapan anaknyapun bisa menjadi orang
besar, seperti pemilik pecinya itu.
89

Gambar 37 terlihat Athirah sedang melakukan penjualan


sarung kepada ibu-ibu di Makassar, seperti biasanya,
penjualannyapun terus semakin pesat, dan seperti biasanya lagi
Athirah membelikan hasil dari penjualannya itu dibelikan emas,
pada gambar 38 Athirah dan Ucu sedang menyimpan emas-emas
hasil jualannya itu di suatu tempat tersembunyi.
Gambar 39 bermula dengan ramainya kerisis moter, per
ekonomian pada saat itu sedang menurun dari berita seperti itu
Athirah menayakan tentang usaha suaminya kepada pegawai
kepercayaannya yaitu Rusdi, Athirah : “jadi.. bagaimana usaha
suamiku?” pada gambar 40 terlihat raut muka Athirah kaget,
bahwa usaha dari suaminya sedang mengalami kebangkrutan.
Gambar 41 terlihat kehangatan Athirah dan anak-anaknya
sedang melakukan makan malam, canda tawa pun saling
bergantian dari para anaknya, seketika suasana pun hening ketika
Puang Ajji datang kerumah, terlihat di gambar 42 Athirah
meminta kepada anaknya untuk pindah tempat karena suaminya
datang, dan Athirah pun bilang kepada anaknya: “geser tempat
duduk mu, ada tamu”.
Gambar 43 terlihat athirah beserta suaminya, yang mana
suaminya menunjukan muka yang cemas dan panik, karena
kebangkrutan usahanya, seketika Athirahpun memanggul
anaknya, terlihat di gambar 44, Athirah menyuruh Ucu untuk
mengambil kotak yang berisi emas hasil usahanya, yang
disembunyikan di tempat tersembunyi. Setelah diambilkan kotak
tersebut Athirah membuka, dan menyodorkan kotak tersebut
kepada suaminya, Athirah: “Puang pakai ini buat membayar
90

karyawan”, adegan inipun diakhiri dengan raut muka Puang Ajji


yang merasa malu atas istrinya.
Gambar 46, 47 dan 48 terlihat percakapan Athirah dengan
Ucu, Athirah menanyakan kepada Ucu terkait kisah asmaranya
Ucu, akan tetapi Ucu menjawabnya dengan muka melas, melihat
raut muka tersebut, athirahpun bertanya kembali kepada Ucu:
“kau tidak terpengaruh oleh ema dan bapak mu toh?”, pertanyaan
memastikan bahwa selama ini Ucu tidak terhalang oleh
permasalahan-permasalahan pada keluarganya.
Gambar 49, terlihat Athirah sedang menghidangkan
makanan ke meja makan, seperti pada biasanya keluarga Athirah
selalu melakukan makan bersama, gambar 50 merupakan gambar
terakhir yang menggambarkan Athirah tersenyum lepas,
membuktikan bahwa dia bisa mengembalikan keharmonisan
keluarganya secara utuh seperti dahulu.

B. Penjelasan Posisi Subjek


Dalam film Athirah, Athirah ditempatkan sebagai subjek
pencerita sehingga posisinya cenderung diuntungkan, karena ia
dapat leluasa menceritakan dirinya sendiri dan orang lain. Film
tersebut dimulai dengan adegan Athirah dan Puang Ajji pindah
dari Bone menuju Makassar untuk memulai hidup yang lebih
baik. Di Makassar, Athirah dan Puang Ajji membuka usaha
sembako sampai akhirnya toko sembakonya maju. Melihat usaha
tokonya maju, Athirah berinisiatif memindahkan semua anak-
anaknya dari Bone ke Makassar. Athirah menceritakan tentang
hubungan keluarganya yang sangat haromis. Tiada hari terlewat
91

tanpa makan bersama dirumah setiap harinya. Namun ditengah


kebahagiaan keluarganya, muncul masalah besar. Adegan Athirah
ketika mendengar kabar dari Rusdi tentang hari pernikahan Puang
Ajji dengan istri mudanya, membuat hati Athirah sangat terpukul.
Pada pertengahan cerita Athirah digambarkan sebagai sosok yang
sangat marah dengan Puang Ajji. Berkali-kali Athirah mencoba
berdamai dengan keadaan, tapi tidak kunjung berhasil ia
meredam amarah dan rasa kecewanya. Di akhir cerita Athirah
mendapat gambaran betapa Ibu dari Athirah ternyata mengalami
hal yang serupa, yaitu di madu oleh suaminya. Mengetahui cerita
tersebut, Athirah bangkit dari keterpurukannya. Ia mencoba untuk
mengalihkan semua masalah di keluarganya dengan membuat
usaha kain. Sampai akhirnya ternyata usaha yang Athirah bangun,
berkembang dengan pesat. Bahkan Athirah mampu membantu
Puang Ajji yang toko sembakonya bangkrut karna krisis
ekonomi.
Dengan pola penceritaan semacam ini, Athirah
menggambarkan dirinya sebagai pihak yang awalnya kecewa dan
marah terhadap keadaan, tapi Athirah berhasil bangkit dan
mampu memerdekakan keluarganya.

C. Penjelasan Gambar Posisi Objek pada Film Athirah


Aktor-aktor yang menjadi objek cerita adalah, Ucu sebagai
anaknya Athirah, Puang Ajji sebagai suaminya Athirah, Aisyah,
keponakannya Athirah, dan ibunya Athirah. Pada awal cerita film
ini dinarasikan oleh Ucu, dimana Ucu sebagai pencerita dalam
film ini, terlihat pada gambar 51, Ucu menceritakan ibu dan
92

bapaknya yang sedang melakukan perjalan, dari Bone ke


Makassar, karena adanya pemberontakan di Bone, dilanjutkan
dengan gambar 52, terlihat Athirah dan Puang Ajji sedang
memasuki sebuah toko, dengan maksud mereka ingin menyewa
toko tersebut untuk dijadikan usahanya, dalam adegan ini pula,
Ucu menceritakan bahwa ibu dan bapaknya merupakan pasangan
yang serasi, penuh dengan keharmonisan.
Ditunjukan juga pada gambar 53, Athirah dan Puang Ajji
menghadiri sebuah undangan pernikahan, dengan serasi, seperti
layaknya keluarga yang serasi, keharmonisan keluarga athirah
pun dijelaskan pada gambar 54, dimana Puang Ajji telah
mencapai kesuksesannya, Puang Ajji diangkat menjadi tokoh
masyarakat di Makassar, lalu Athirah mencoba untuk merapihkan
pakaian Puang Ajji yang hendak menghadiri pelantikannya.
Gambar 55 terlihat mulai munculnya permasalahan muncul,
dimana Puang Ajji terlihat tergoda oleh wanita-wanita lain,
setelah acara pelantikanya, Puang Ajji mulai melirik para wanita
di sekitarnya. Para wanitapun merasa takjub atas keberhasilannya
Puang Ajji yang membuat Puang Ajji melakukan perselingkuhan
secara diam-diam. Kondisi ini pun melebar, kondisi dan prilaku
Puang Ajji pun digambarkan dalam film ini berubah, biasanya
Puang Ajji memimpin makan malam bersama keluarga, kini tak
seperti biasanya, Athirah pun mencoba mencari tahu atas apa
yang terjadi, dijelaskan pada gambar 56, ketika Athirah hendak
memasuki toko, para kariyawanpun melakukan prilaku tidak
biasanya, mereka mencoba menjauh dari Athirah, seolah-olah ada
yang disembunyikan darinya, sikap Puang Ajji pun terlihat jelas,
93

ketika tidur bersama Athirah, Puang Ajji memalingkan badannya,


seolah-olah tidak peduli terhadap Athirah.
Gambar 58 terlihat Ucu sedang memasuki toko Puang Ajji,
lalu Ucu mendengar beberapa obrolan para karyawan, yang
sedang membicarakan pernikah kedua Puang Ajji, hal ini pun
menjadi kekecewaan Ucu terhadap bapaknya, lalu pada gambar
59, terlihat kekecewaan Ucu semakin memuncak, setelah Athirah
mencoba bertanya kepada Rusdi, tetang pernikahan keduanya
Puang Ajji, Ucu menunjukan kecewa, dan berpihak kepada
ibunya, dan Ucu mencoba untuk menenangkan ibunya, terlihat
pada gambar 60, Athirah memberikan surat kepada Ucu, dimana
surat tersebut ber isi tentang kabar kehamilan istri keduanya
Puang Ajji, kini Athirah bisa terbuka kepada anak sulung nya
tersebut, dijelaskan pada gambar 61, terlihat kekesalan Ucu
sehingga Ucu memeremas surat tersebut.
Gambar 62, dimana Athirah mencoba untuk pergi ke Bone,
mencoba untuk melupakan rasa sakit hatinya, lalu Athirah
dipanggil oleh ibunya, dan ibu Athirah pun berbicara kepada
Athirah: “ada yang belum saya ceritakan, bapak mu, dia mau
mengawini ku, dia pergi mencari benang, tiga hari perjalanan,
supaya bisa mengawini ku, membuat sarung ini untuk
melamarku, istrinya yang ke empat”, adegan ini dilakukan oleh
ibu Athirah, supaya Athirah tidak berputus asa, ibu Athirah
mencoba menceritakan apa yang dialaminya, dan mencoba untuk
menyemangati Athirah.
Setelah melakukan perjalanan panjang, mulai dari Athirah
besosialisasi untuk memutuskan berjualan sarung, sampai dengan
94

Athirah mendapatkan penghasilan yang banyak, memasuki


adegan dimana athirah hamil kembali, kondisi ini pun
memberikan kekecewaan terhadap anak sulungnya, Ucu merasa
kesal dengan apa yang diperbuat oleh ibunya, hingga masuklah
pada gambar 63, adegan dimana Athirah merenung di meja
makan, lalu ade Athirah mencoba menjelaskan kepada Ucu,
bahwa yang dilakukan Athirah, tidak lain untuk menyatukan
keluarganya yang mulai semakin kacau, tetapi Ucu tetap kecewa
sehingga Ucu mengeluarkan argumennya: “caranya? Hamil lagi
?” seolah-olah Ucu tidak sepakat kalau ibunya hamil lagi, hal itu
bukan menjadi solusi menurut Ucu.
Kekecewaan Ucu terhadap Athirah pun berkepanjangan,
hingga Athirah melahirkan anaknya kembali, Athirah pun tidak
sadarkan diri hingga beberapa hari, dan Ucu merasa bersalah
dengan apa yang dilakukannya, setelah Athirah menyadarkan
dirinya, Athirah seketika bertanya kepada Ucu: “Masih marah
sama ema?” , Ucupun seketika meminta maaf sambil meneteskan
matanya.
Gambar 67, terlihat Ucu menawarkan dirinya, untu
kemenamani Athirah datang ke undangan, karena Puang Ajji
tidak bisa datang bersama-sama dengan athirah ke undangan
tersebut, dengan alasan banyak kerjaan, Ucu mencoba
memposisikan sebagai pelindung ibunya, mencoba untuk
menghibur Athirah, hingga sampailah mereka di sebuah pesta
pernikahan, digambarkan pada gambar 68, terlihat Ucu melihat
Puang Ajji datang ke pesta pernikahan dengan istri keduanya,
seketika itupun Ucu mengajak emanya untuk pulang dengan
95

harapan, Athirah tidak mengetahui hal itu, Ucu mencoba menjaga


perasaan ibunya, Ucu tidak mau ibunya tersakiti kesekian
kalinya, akan tetapi Athirah pun melihat kehadiran Puang Ajji
dengan istri keduanya itu.
Setelah liku-liku rasa sakit hati yang dirasakan oleh
Athirah, Athirah melampiaskannya dengan hal yang sama,
athirah terus berjualan sarungnya, sehingga penjualan Athirah
pun sangat meningkat, tabungan Athirah dalam bentuk emaspun
sudah mencukupi, hal ini ditegaskan oleh pernyataan Aisyah,
pada gambar 70, adegan dimana Aisyah merespon secara reflek
atas pernyataan Athirah. Dimana pada saat itu di depan rumah
Athirah mempunyai keinginan untuk membuka sekolah di
Makassar, lalu Aisyah berkata: “buka saja ma, uang emak sudah
banyak”, Aisyah reflek mengatakan hal itu, seolah-olah Aisyah
kagum atas apa yang diperjuangkan oleh Athirah, higga
mendapatkan penghasilan yang banyak.
Isu krisis moneter pun tersebar luas pada saat itu, sehingga
perusaha Puang Ajji pun mengalami kemerosotan dan bahkan
mengalami kebangkrutan, usaha yang dijalani Puang Ajji tidak
menyisakan satupun, bahkan menyisakan hutang kepada para
karyawan yang belum dibayar, rasa kepanikan pun ditunjukan
oleh Puang Ajji, seolah-olah tidak ada tempat untuk kembali,
karena keluarga besarnya pun dia anggap tidak seperti dahulu,
karena apa yang dilakukannya, tetapi terlihat pada gambar 71,
Athirah memberikan semua tabungan hasil jualan sarungnya itu
kepada Puang Ajji, terlihat Puang Ajji merasa kaget dan tidak
menyangka apa yang di kasihkan oleh Athirah, Athirah dengan
96

ketulusan hatinya berkata : “puang, pakai ini, buat bayar


karyawan mu”, Puang Ajji pun merasa malu dan sangan bersalah
terhadap Athirah selama ini, terlihat pada gambar 72, Puang Ajji
merundukan kepalanya, seiring meneteskan air matanya, merasa
berterimakasih dan meminta maaf kepada Athirah.
Waktu pun berjalan dengan cepat, kini Ucu sudah dewasa,
dan dia berhasil sukses dalam usahanya, dan permasalahan
asmaranya, keluarga Athirah pun mendapatkan keharmonisan
kembali, seperti biasanya, mereka melakukan ibadah bersama-
sama, makan secara bersama-sama, dan diakhiri pada gambar 73,
dimana Athirah diceritakan secara narasi oleh Ucu: “keluarga,
adalah segalanya bagi ema ku, Athirah. Dan dia menemukan
kemenangan dengan caranya sendiri”.

D. Penjelasan Posisi Objek


Posisi objek dalam film Athirah adalah Ucu, Puang Ajji,
Ibunya Athirah. Athirah sebagai pihak pencerita menggambarkan
tentang Ucu, anaknya yang awalnya kagum dengan sosok
ayahnya, Puang Ajji, kemudian setelah Ucu mengetahui berbagai
masalah yang Athirah alami, Ucu menjadi sosok pengganti
ayahnya. Di akhir cerita, Ucu digambarkan sebagai sosok pemuda
yang sukses berkat usaha yang ia jalani. Dibalik kesuksesan Ucu,
ada Athirah, sebagai sosok ibu yang sangat kuat dan memberi
inspirasi kepada Ucu untuk bisa mandiri dan berkembang.
Athirah menceritakan sosok Puang Ajji, sebagai suami yang
sangat dihormati dan mampu membina keharmonisan keluarga.
Tapi ditengah cerita, ternyata Puang Ajji menodai cinta suci yang
97

sudah dibangun selama bertahun-tahun bersama Athirah dengan


menikahi perempuan lain secara diam-diam. Di akhir cerita,
Athirah justru berkenan untuk membantu Puang Ajji yang dilanda
kebangkrutan. Athirah menceritakan sosok ibunya sebagai
pahlawan yang mampu membuatnya bangkit dari
keterpurukannya.

E. Penjelasan Gambar Posisi Pembaca pada Film Athirah


Dalam analisis wacana Sara Mills, teks dianggap sebagai
hasil negosiasi antara penulis dan pembaca. Pembaca
ditempatkan bukan hanya sebagai pihak yang menerima teks,
tetapi pihak yang ikut melakukan transaksi sebagaimana akan
terlihat dalam teks. Penempatan posisi pembaca ini biasanya
dihubungkan dengan bagaimana penyapaan penyebutan
dilakukan dalam sebuah teks. Penyapaan pembaca umumnya
melalui penyapaan atau penyebutan tidak langsung. Menurut Sara
Mills, penyapaan tidak langsung bekerja melalui dua cara, yaitu
mediasi dan kode budaya.
Pembacaan tidak langsung melalui mediasi, yaitu di mana
posisi kebenaran ditempatkan secara bertingkat, sehingga
pembaca atau penonton akan mensejajarkan atau
mengidentifikasikan dirinya dengan karakter yang ada dalam
teks. Di awal cerita karakter tokoh Athirah digambarkan sebagai
perempuan yang bahagia memiliki keluarga harmonis sampai
akhirnya masalah besar datang kepada keluarga mereka. Athirah
marah dan kecewa, tidak berdaya menerima keadaan. Sampai
akhirnya dengan segala macam upaya, Athirah mampu bangkit
98

dari masalahnya. Pembaca atau penonton ditempatkan pada posisi


karakter utama sebagai pihak yang mengalami masalah pelik
dalam keluarganya. Dengan pengkisahan toko Athirah yang
mengalami penghianatan, penonton menempatkan dirinya dalam
posisi Athirah dan menyelami lika liku bahtera rumah tangganya
dengan Puang Ajji. Cara pengkisahan tersebut mensugestikan
kepada penonton agar menempatkan dirinya dengan berbagai
kisah yang dialami Athirah.
BAB VI
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka kesimpulan
dari penelitian analisis wacana Sara Mills dalam film Athirah
yaitu sebagai berikut:
1. Posisi subjek atau pencerita yang dideskripsikan dalam
film Athirah adalah Athirah dan pencerita nya adalah
Ucu (Jusuf Kalla). Posisi subjek dalam film ini memiliki
satu sudut pandang. Posisi subjek pertama yaitu Ucu
menceritakan mengenai kisah kehidupan keluarga nya,
bagaimana tokoh utama yaitu Athirah yang adalah Ibu
dari Ucu dipoligami oleh suaminya sendiri secara diam –
diam, tetapi hal tersebut tidak membuat Athirah
terpuruk, justru hal tersebut membuat Athirah mampu
bangkit dari keterpurukannya dan mengenyampingkan
rasa sakit karena dimadu oleh Puang Ajji, hal ini patut
ditiru bagi perempuan-perempuan diluar sana bila
mengalami hal serupa, sebagai perempuan yang berada
di posisi tersebut hendaknya segera meningkatkan
kecerdasan spiritual supaya lebih bisa menerima
kenyataan. Satu-satunya cara agar tidak hancur karena
bertahan di lingkaran poligami adalah berdamai dengan
kenyataan. Setelah meningkatkan keimanan kepada
Tuhan, akhirnya Atirah melakukan kegiatan yang positif
yaitu berbisnis sarung sutra sebagai pelarian rasa

99
100

sakitnya. Sampai akhirnya usaha tekstil yang dijalaninya


berkembang pesat.
2. Posisi objek dalam film Athirah adalah Ucu sebagai
anaknya athirah, pong aji sebagai suaminya athirah,
aisyah, keponakannya athirah, dan ibunya athirah.
Karena mereka adalah objek maka aktor-aktor ini tidak
dapat menampilkan dirinya sendiri. Aktor-aktor tersebut
hanya sebagai pelengkap subjek yang memberikan
pandangan yang berbeda. Para aktor tersebut
memperlihatkan dirinya sebagai seseorang yang menjadi
menjadi pelengkap Athirah dalam bertahan dalam
keadaan terpuruk dan bangkitnya Athirah ketika dimadu.
3. Posisi pembaca mendeskripsikan bahwa Athirah adalah
sosok perempuan yang tangguh, berani, mandiri, dan
mampu menjadi inspirasi bagi perempuan-perempuan
juga keluarga-keluarga di Indonesia. Sosok Athirah yang
mampu bangkit dari keterpurukannya dan
mengenyampingkan rasa sakit karena dimadu oleh
Puang Ajji, patut ditiru bagi perempuan-perempuan
diluar sana yang mengalami hal serupa, dimadu suami
secara diam-diam.

B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka kesimpulan
dari penelitian analisis wacana Sara Mills dalam film Athirah
maka peneliti dapat memberikan beberapa saran sebagai
berikut:
101

1. Kepada para pembaca yang berminat melakukan


penelitian khusunya pada kajian film, hendaknya mampu
mengembangkan penelitian dengan metodologi yang
sesuai dengan kajian film agar lebih kritis dan lebih
banyak mencari referensi.
2. Metodologi yang sesuai dengan kajian film agar lebih
kritis dan lebih banyak mencari referensi.
3. Kepada pembuat film, disarankan untuk mengurangi
adegan-adegan kekerasan khususnya perempuan.
Semoga selalu memberikan pesan moral yang dapat
mendidik dan menjadi inspirasi para penikmat film.
4. Kepada penikmat film, disarankan agar menjadi
penikmat film yang cerdas dan selektif dalam menonton
film. Pilihlah film yang memiliki pesan moral yang baik.
DAFTAR PUSTAKA

Badara, Aris. Analisis Wacana: Teori, Metode, dan


Penerapannya pada Wacana Media. Jakarta: Kencana.
2012.
Danesi, Marcel. Pengantar Memahami Semiotika Media.
Yogyakarta: Percetakan Jalasutra. 2010.
Departemen Komunikasi dan Informasi Republik Indonesia,
Menuju Kepastian Hukum di Bidang: Informasi dan
Transaksi Elektronik. Jakarta: Departemen Komunikasi dan
Informasi Republik Indonesia. 2007.
Effendy, Heru. Mari Membuat Film Panduan Menjadi Produser.
Jakarta: Erlangga. 2009.
Effendy, Onong Uchjana. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi.
Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. 2000.
Elvinaro Ardianto & Lukiati Komala, Komunikasi Massa: Suatu
Pengantar. Bandung: Simbiosa Rekatama Media. 2007.
Emzir. Metodologi Penelitian Kualitatif: Analisis Data. Jakarta:
PT. RajaGrafindo Persada. 2012.
Eriyanto. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media.
Yogyakarta: KIiS Pelangi Aksara. 2001.
Fakih, Mansour. Analisis Gender dan Transformasi Sosial.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2006.
Fayumi, Badriyah. Dkk. Keadilan dan Kesetaraan Jender
(Perspektif Islam). Jakarta: Tim Pemberdayaan Perempuan
Bidang Agama Departemen Agama RI. 2001.

102
103

Gunawan, Imam. Metode Penelitian Kualitatif Teori & Praktik.


Jakarta: PT. Bumi Aksara. 2013.
Hadiz, Liza. Perempuan dalam Wacana Politik Order Baru.
Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia. 2004.
Pratista, Himawan. Memahami Film. Yogyakarta: Homerian
Pustaka. 2008.
Liliweri, Alo. Dasar-dasar Komunikasi Antar Budaya.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2004.
Luluhuma, Achie Sudiarti. Bahan Ajar tentang Hak Perempuan:
UU No. 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi
Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi
terhadap Wanita. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. 2007.
Muslikhati, Siti. Feminisme dan Pemberdayaan Perempuan
dalam Timbangan Islam. Jakarta: Gema Insani. 2004.
Peter Y Salim dan Yenny Salim, Kamus Besar Bahasa Indonesia
Kontemporer. Jakarta: Modern English Press. 2002.
Prakoso, Gatot. Film Pinggiran Antalogi Film Pendek,
Eksperimental & Dokumenter. FFTV-IKJ dengan YLP.
Jakarta: Fatma Press. 1997.
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar
Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. 2002.
Pusat Studi Wanita (PSW) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
Pengantar Kajian Gender. Jakarta: PSW UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta dan McGill-ICIHEP. 2003.
Sarwono, Jonathan. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif.
Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu. 2006.
104

Sasongko, Sri Sundari. Konsep dan Teori Gender. Jakarta: Pusat


Pelatihan Gender dan Peningkatan Kualitas Perempuan.
2009.
Shibah, Quraish. Perempuan. Jakarta: Penerbit Lentera Hati.
2007.
Sobur, Alex. Analisis Teks Media, Suatu Pengantar Untuk
Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 2012.
Subhan, Zaitunah. Kodrat Perempuan: Takdir atau Mitos?
Jakarta: PT. LKiS Pelangi Aksara. 2004.
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
Bandung: Penerbit Alfabeta. 2014.
Susilaningsih dan Agus M. Najib. Kesetaraan Gender di
Perguruan Tinggi Islam. Yogyakarta: McGill IAIN-
Indonesia Social Equity Project. 2004.
Umar, Nasaruddin. Bias Gender dalam Penafsiran Kitab Suci.
Jakarta: PT. Fikahati Aneska. 2000.
Yamani, Mai. Feminisme dan Islam: Perspektif Hukum dan
Sastra. Bandung: Penerbit Nuansa. 2000.

Jurnal
Sudarwati dan D. Jupriono, Betina, Wanita, Perempuan: Telaah
Semantik Leksikal, Semantik Historis, Pragmatik. Journal
FSU in the Limelight, Vol. 5, No. 1, Juli 1997. Universitas
17 Agustus 1945, 1997.
105

Referensi Pendukung

https://www.rappler.com/indonesia/gaya-hidup/147121-athirah-
kisah-perempuan-bugis
https://id.bookmyshow.com/blog-hiburan/review-film-belajar-
move-dari-athirah/
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Athirah_(film)
http://kbbi.web.id/analisis/
https://www.pengertiandefinisi.com/pengertian-analisis-menurut-
para-ahli/
http://videomaker79.blogspot.co.id/2012/06/pengertian-genre-
dalam-film.html/
http://www.mindtalk.com/channel/film-o-graphy/post/film-epic-
510407208975261863.html/
https://id.wikipedia.org/wiki/Riri_Riza
https://imdb.com/name/nm0729764/awards?ref_=m_nm_awd
https://id.wikipedia.org/wiki/Athirah_(film)

Anda mungkin juga menyukai