Anda di halaman 1dari 127

ANALISIS FRAMING MEDIA DALAM MEWACANAKAN ISU

KEKERASAN SEKSUAL DI DUNIA PENDIDIKAN PADA HARIAN


REPUBLIKA EDISI 17-24 APRIL 2013
Skripsi
 

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana


Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Oleh:
Siti Ufi Nurlutfiyah
NIM 1110051100103

KONSENTRASI JURNALISTIK
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H / 2014 M
 
 
LEMBAR PERNYATAAN

 
Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 (S1) di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya

atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 19 Agustus 2014

Siti Ufi Nurlutfiyah


ABSTRAK

Siti Ufi Nurlutfiyah


1110051100103
 

Analisis Framing Media Dalam Mewacanakan Isu Kekerasan Seksual Di


Dunia Pendidikan Pada Harian Republika Edisi 17-24 April 2013
Media sangat berperan dalam pembentukan opini publik. Apa yang
ditampilkan media secara otomatis mengkonstruksi pola pikir masyarakat.
Ideologi media yang berbeda mengakibatkan tiap media memandang setiap
peristiwa dari sudut pandang yang berbeda. Kasus kekerasan seksual yang terjadi
di institusi pendidikan merupakan kasus yang dari tahun ke tahun terus
mengalami peningkatan. Kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh oknum
guru ini menjadi perhatian berbagai media, tidak terkecuali Harian Republika.
Harian Republika tentunya membingkai kasus kekerasan seksual yang terjadi di
institusi pendidikan ini dengan cara yang berbeda.
Berdasarkan pernyataan di atas, maka muncul pertanyaan, Bagaimana
Harian Republika membingkai pemberitaan isu kekerasan seksual di dunia
pendidikan pada edisi 17- 24 April 2013? Wacana apa yang ingin ditonjolkan oleh
Harian Republika terkait isu kekerasan seksual di dunia pendidikan?
Penelitian ini menggunakan teori konstruksi realitas Peter L. Berger dan
Thomas Luckman, menurut Berger dan Luckman ada tiga tahapan proses
dialektis, yaitu eksternalisasi, objektivikasi dan internalisasi. Dalam menganalisis
permasalahan ini, metode yang digunakan peneliti adalah metode analisis framing
Robert N. Entman. Model analisis framing Robert N. Entman dibagi menjadi
empat konsep yaitu, Problem Identification (identifikasi masalah), Causal
Interpretation (identifikasi penyebab masalah), Moral Evaluation (evaluasi
moral), Treatment Recommendation (saran penanggungan masalah).
Penelitian ini menggunakan metodologi paradigma konstruktivisme
dengan pendekatan kualitatif. Menurut kaum konstruktivisme, realitas bersifat
subjektif dan realitas tercipta melalui konstruksi. Wartawan bertindak sebagai
pengkonstruksi realitas. Sedangkan, pendekatan kualitatif menggunakan analisis
data yang merupakan proses sistematis pencarian dan pengaturan transkripsi
wawancara, catatan lapangan, dan materi-materi lain yang telah dikumpulkan.
Penelitian ini menemukan bahwa Harian Republika membingkai
pemberitaan kasus kekerasan seksual yang terjadi di institusi pendidikan sebagai
masalah multidimensional, yaitu moral, hukum, sistem. Harian Republika
membingkai bahwa kasus kekerasan yang terjadi di institusi pendidikan tidak
hanya kesalahan oknum guru dan media saja, akan tetapi pemerintah dalam hal ini
sistem pendidikan dan kurikulum pendidikan yang salah patut untuk
bertanggungjawab, dan aturan tentang pelaku tindak kekerasan seksual harus
diperbaiki. Harian Republika lebih menonjolkan bahwa kasus yang terjadi di
institusi pendidikan adalah adanya kesalahan sistem pendidikan.
Kata kunci: kekerasan seksual, institusi pendidikan, analisis framing,
konstruksi
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, Sang Khalik yang telah memberikan saya

pengalaman hidup yang begitu berharga dan karena sedikit ilmu-Nya lah saya

dapat menyelesaikan skripsi ini. Dalam mengerjakan skripsi ini, terkadang saya

menemukan kesulitan, namun saya selalu yakin bahwa Allah SWT selalu bersama

saya dan hanya kepada-Nya lah saya berharap demi kelancaran skripsi ini.

Shalawat serta salam selalu tercurah kepada Rasulullah SAW, yang telah

mengajarkan kejujuran, keikhlasan, semangat dan kesalehan sosial kepada saya

untuk terus berjuang menjalani hidup dan senantiasa selalu bersyukur.

Dalam kesempatan ini penulis ingin menghaturkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Bapak Dr. H.

Arief Subhan, M.Ag. Pembantu Dekan I Bidang Akademik, Bapak

Suparto, M.Ed, Ph.D. Pembantu Dekan II Bidang Administrasi

Umum, Bapak Drs. Jumroni, M.Si Pembantu Dekan III Bidang

Kemahasiswaan, Bapak Dr. H. Sunandar Ibnu Nur, M.Ag.

2. Ketua Konsentrasi Jurnalistik, Bapak Kholis Ridho, M.Si. beserta

sekretaris Konsentrasi Jurnalistik, Ibu Dra. Hj. Musfirah Nurlaily,

M.A. yang membantu dan mengarahkan saya dalam pengerjaan

skripsi ini.

v
3. Dosen Pembimbing Skripsi, Bapak Suparto, M.Ed, Ph.D. yang telah

menyediakan waktunya untuk membimbing saya sehingga saya dapat

  menjalani proses pembuatan skripsi ini dengan baik dan lancar.

4. Seluruh dosen dan staf akademik Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu

Komunikasi atas ilmu yang telah diberikan kepada saya.

5. Segenap staf Perpustakaan Utama UIN Jakarta dan Perpustakaan Ilmu

Dakwah dan Ilmu Komunikasi.

6. Harian Umum Republika, Khususnya kepada Bapak Fahmy dan Ibu

Andy Nur Aminah, yang di sela kesibukkannya menyempatkan diri

untuk menjadi narasumber dalam penelitian ini.

7. Kedua orangtua tercinta, Ayahanda Lukman Hakim, M.Si dan Ibunda

Siti Adlah Fadillah, terimakasih atas doa, kasih sayang, dan semangat

yang telah diberikan kepada saya selama ini.

8. Teman-teman Jurnalistik angkatan 2010 yang tidak bisa penulis

sebutkan satu persatu, dan khususnya teman-teman Jurnalistik C (Jco)

semoga persahabatan dan persaudaraan ini akan terus terjalin hingga

akhir waktu.

9. Teman-teman Kosan Dewi Sartika (Untuk Kebangkitan Wanita),

Yang sudah memberikan motivasi serta berbagi baik canda, tawa serta

gundah. Semoga tali silaturahmi kita tetap terjaga.

10. Teman-teman KKN SUPER 2013: Agis, Ilut, Diana, Fanny, Karina,

Kaafah, Egis, Ali, Heru, Denny, Arfian, Redho, Legra, Ari, Azom,

Okty. Sukses untuk kita semua.

vi
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum mencapai

kesempurnaan, namun penulis telah berusaha semaksimal mungkin dengan baik.

Dengan
  segala kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang

membangun untuk kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi

pembaca.

Penulis

Siti Ufi Nurlutfiyah

vii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. i


LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIAN UJIAN ............................................ iii
ABSTRAK ......................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ....................................................................................... v
DAFTAR ISI ...................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ............................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xi

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................ 1
B. Batasan Masalah.................................................................... 6
C. Rumusan Masalah ................................................................. 7
D. Tujuan Penelitian .................................................................. 7
E. Manfaat Penelitian ................................................................ 8
F. Tinjauan Pustaka ................................................................... 8
G. Metodologi Penelitian ........................................................... 11
H. Sistematika Penulisan ........................................................... 18

BAB II LANDASAN TEORITIS


A. Konstruksi Realitas Sosial Media Massa
Peter L Berger dan Thomas Luckman .................................. 19
B. Analisis Framing ................................................................... 25
C. Konsep Framing .................................................................... 28
D. Analisis Framing Model Robert N Entman .......................... 30
E. Surat Kabar............................................................................ 34
1. Pengertian Surat Kabar ................................................... 34
2. Karakteristik Surat Kabar ................................................ 35
3. Fungsi Surat Kabar .......................................................... 37
F. Berita ..................................................................................... 39
1. Pengertian Berita ............................................................. 39
2. Nilai Berita ...................................................................... 44
3. Kategori Berita ................................................................ 46
G. Kekerasan Seksual di Dunia Pendidikan............................... 49

BAB III GAMBARAN UMUM


A. Profil Harian Republika ........................................................ 53
B. Visi dan Misi Harian Republika ........................................... 57
C. Struktur Redaksional Harian Republika................................ 58
D. Realitas Peristiwa Isu Kekerasan Seksual di Dunia
Pendidikan ............................................................................. 60

viii
BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA
A. Temuan dan Analisis Data Berita Kasus Kekerasan
Seksual di Dunia Pendidikan Pada Harian
Republika ............................................................................. 64
  B. Frame Harian Republika dalam Kasus Kekerasan
Seksual di Dunia Pendidikan ................................................ 66
1. Frame Harian Republika Edisi 17 April 2013 ................ 69
2. Frame Harian Republika Edisi 19 April 2013 ................ 74
3. Frame Harian Republika Edisi 22 April 2013 ................ 77
4. Frame Harian Republika Edisi 22 April 2013 ................ 81
5. Frame Harian Republika Edisi 22 April 2013 ................ 85
6. Frame Harian Republika Edisi 23 April 2013 ................ 88
C. Interpretasi Kasus Kekerasan Seksual di Dunia
Pendidikan pada Harian Republika ....................................... 92

BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................... 97
B. Saran ...................................................................................... 99

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 100


LAMPIRAN-LAMPIRAN

ix
DAFTAR TABEL

Tabel 1 Framing Model Robert N Entman .................................................... 16


Tabel  2 Berita Kasus Kekerasan Seksual ...................................................... 16
Tabel 3 Definisi Framing Menurut Para Ahli ............................................... 26
Tabel 4 Dimensi Besar Framing .................................................................... 28
Tabel 5 Framing Model Robert N Entman .................................................... 30
Tabel 6 Elemen Nilai Berita .......................................................................... 44
Tabel 7 Kategori Berita ................................................................................. 47
Tabel 8 Jenis-Jenis Berita .............................................................................. 49
Tabel 9 Struktur Redaksi Harian Republika.................................................. 59
Tabel 10 Berita Terkait Kasus Kekerasan Seksual di Dunia Pendidikan
Pada Harian Republika Periode April 2013 ..................................... 66
Tabel 11 Paparan Singkat Pemberitaan Kasus Kekerasan Seksual
di Dunia Pendidikan pada Harian Republika ................................... 67
Tabel 12 Perangkat Framing Robert N Entman Republika
Edisi 17 April 2013 .......................................................................... 70
Tabel 13 Perangkat Framing Robert N Entman Republika
Edisi 19 April 2013 .......................................................................... 75
Tabel 14 Perangkat Framing Robert N Entman Republika
Edisi 22 April 2013 .......................................................................... 78
Tabel 15 Perangkat Framing Robert N Entman Republika
Edisi 22 April 2013 .......................................................................... 82
Tabel 16 Perangkat Framing Robert N Entman Republika
Edisi 22 April 2013 .......................................................................... 86
Tabel 17 Perangkat Framing Robert N Entman Republika
Edisi 23 April 2013 .......................................................................... 89

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Proses Konstruksi Sosial Media Massa.............................................. 22


 

xi
BAB I

PENDAHULUAN
 

A. Latar Belakang Masalah

Surat kabar merupakan media massa yang paling tua dibandingkan dengan

jenis media massa lainnya. Sejarah mencatat keberadaan surat kabar dimulai sejak

ditemukannya mesin cetak oleh Johann Gutenberg di Jerman. Sedangkan

keberadaan surat kabar di Indonesia ditandai dengan perjalanan panjang melalui

lima periode yakni masa penjajahan Belanda, penjajahan Jepang, menjelang

kemerdekaan dan awal kemerdekaan, zaman orde baru serta orde lama.1

Setelah mengalami perkembangan, dewasa ini surat kabar seperti sudah

menjadi santapan biasa. Manusia zaman sekarang sudah memasuki masyarakat

informasi, misalnya terbukti dengan adanya surat kabar yang sudah beredar

hingga ke desa. Oleh karena itu surat kabar sudah bukan barang konsumsi yang

mahal, tetapi lebih pada kebutuhan masyarakat sekarang ini. Jhon Tebbel

berpendapat bahwa surat kabar sudah merupakan bagian dari kebutuhan manusia

akan informasi baik untuk dirinya sendiri, keluarganya dan untuk usaha bisnisnya.

Kehadiran surat kabar merupakan pengembangan suatu kegiatan yang

sudah lama berlangsung dalam dunia diplomasi dan lingkungan dunia usaha.

Karena media massa mempunyai tujuan komersial, maka media massa dijadikan

sebagai lahan bisnis mencari keuntungan.

1
Suryawati Indah, Jurnalistik Suatu Pengantar Teori dan Praktik (Bogor: Ghalia
Indonesia, 2011), h. 40.

1
Selain mempunyai tujuan yang komersial, surat kabar juga bertujuan

memberikan informasi. Dimana khalayak akan membaca informasi dan

menangkap
  pesan yang dikomunikasikan oleh media tersebut. Pesan yang

disampaikan terlepas dari baik atau buruk dimata khalayak. Hal ini dapat

mengubah mental, sikap, perilaku dan gaya hidup mereka. Onong Uchjana

mengemukakan komunikasi adalah proses penyampaian suatu pesan oleh

seseorang kepada orang lain untuk memberitahu atau mengubah sikap, pendapat

atau perilaku, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui media.2

Surat kabar menyampaikan pesan kepada khalayaknya dengan

mengangkat dan memilih peristiwa-peristiwa yang terjadi di masyarakat.

Peristiwa tersebut dituliskan dalam bentuk berita. Berita merupakan laporan dari

peristiwa. Peristiwa di sini adalah realitas atau fakta yang diliputi oleh wartawan,

dan pada gilirannya akan dilaporkan secara terbuka oleh media massa. Dengan

demikian dapat pula dikatakan secara sederhana bahwa dalam suatu proses kerja

jurnalistik, upaya menceritakan kembali suasana atau keadaan, orang, dan benda

bahkan pendapat yang terdapat dalam sebuah peristiwa merupakan upaya untuk

mengkonstruksi realitas.

Sebagai alat untuk menyampaikan berita, penilaian atau gambaran umum

tentang banyak hal, berita mempunyai kemampuan untuk berperan sebagai

institusi yang dapat membentuk opini publik, karena media juga dapat

berkembang menjadi kelompok penekanan atas suatu ide ataupun gagasan.

2
Onong Uchjana Effendi, Dinamika Komunikasi (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
1986), h. 15.

2
Media massa berfungsi sebagai sarana menyampaikan pesan yang idealnya

secara objektif dan dapat dipertanggungjawabkan. Informasi-informasi dikemas

oleh   media massa semenarik mungkin mengenai kehidupan masyarakat, seperti

kasus-kasus yang terjadi di kehidupan masyarakat, misalnya kasus kekerasan

seksual di dunia pendidikan. Dimana fenomena kekerasan seksual tersebut

dialami oleh seorang murid yang dilakukan oleh oknum guru, tentu hal ini sangat

berpengaruh di dalam dunia pendidikan.

Dalam pemberitaan isu kekerasan seksual di Harian Republika

menjelaskan tentang oknum guru yang menjadi pelaku pelecehan seksual kepada

siswanya. Ini membuat gelar guru sebagai pahlawan tanpa jasa luntur. Dalam

kurun waktu terakhir, kasus pelecehan seksual oknum pendidik sangat menonjol.

Dan sebagaian besar kekerasan anak juga terjadi dalam bentuk kekerasan seksual.

Berdasarkan data Komisi Nasional Perlindungan Anak, terdapat 2.309 laporan

pada 2011, 59 persen diantaranya adalah kekerasan seksual. Sementara pada 2012,

terdapat 2.637 laporan, 62 persen diantaranya adalah kekerasan seksual.3

Dilihat dari berbagai kasus yang terjadi dan dimuat di media massa, kasus

ini menjadi menarik perhatian khalayak. Seperti kasus yang terjadi pada salah satu

SMP di Batam yang melibatkan seorang kepala sekolah yang diduga melakukan

pencabulan terhadap 15 orang siswanya. kasus lainnya yaitu pada maret 2013,

kasus seorang guru pada salah satu sekolah Negeri Kecamatan Kebonpedes,

Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat yang melakukan pencabulan terhadap lima

muridnya. Dalam kasus ini diduga sang guru memaksa muridnya berbuat tidak

3
Data Komisi Nasional Perlindungan Anak, April tahun 2013.

3
senonoh dengan imbalan nilai pelajaran. Pada 9 Februari 2013 kasus lain juga

terjadi pada mantan wakil Kepala Sekolah SMAN 22 Matraman yang diduga

melakukan
  pencabulan terhadap siswanya. kasus tersebut juga terkait dengan

dugaan perbuatan pencabulan wakil kepala sekolah pada periode Juni hingga Juli

2012. Dilihat dari kasus-kasus diatas, sebagian besar kasus kekerasan yang terjadi

lokusnya berada di instansi pendidikan dan kekerasan tersebut terjadi dalam

bentuk kekerasan seksual.

Kasus mengenai kekerasan seksual di dunia pendidikan ternyata tidak

berhenti pada kasus diatas. Namun kembali terjadi di tahun 2014, diantaranya

adalah kasus pelecehan seksual yang menimpa siswa Taman Kanak-kanak (TK) di

Jakarta International School (JIS). Kasus tersebut mendapat perhatian banyak

khalayak dan ramai diberitakan di media massa baik itu media cetak maupun

media online.4

Setelah maraknya kasus kekerasan seksual yang terjadi di JIS, kini dunia

pendidikan menambah daftar kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh oknum

guru. Yaitu kasus guru perempuan yang dituding melakukan tindak kekerasan

seksual terhadap murid laki-lakinya yang berumur 3,5 tahun dan masih duduk di

bangku Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Kasus ini terjadi di salah satu

4
Raffreds Northman, “Salah Kaprah Tentang Sekolah Internasional,” artikel diakses pada
9 Mei 2014 dari http://m.kompasiana.com/post/read/650806/3/salah-kaprah-tentang-sekolah-
internasional.html

4
sekolah elite PAUD Saint Monica yang berlokasi di kawasan Sunter, Jakarta

Utara.5

 
Yang berbeda pada kasus ini dengan kasus yang terjadi pada tahun 2013

adalah kejadian itu terjadi di sekolah yang berpredikat internasional atau sekolah

yang berkelas internasional. Kasus kekerasan seksual yang terjadi di JIS dan di

PAUD Saint Monica merupakan kejahatan yang dilakukan oleh oknum yang

berada atau menjadi staf dan tenaga pengajar di instansi pendidikan tersebut. Jadi

tak dapat dipungkiri bahwa kasus kekerasan seksual yang di alami anak di dunia

pendidikan dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Bahkan, tahun ini lebih

miris dibandingkan tahun sebelumnya.6

Begitu besar kasus pemberitaan mengenai kekerasan seksual. Maka tak

dapat dipungkiri bahwa baik media cetak maupun media elektronik seperti televisi

maupun radio juga menjadi headline news yang disampaikan kepada masyarakat.

Hingga masyarakat pun mengetahui situasi dan kondisi sosial saat ini.

Pada Harian Republika juga menggunakan isu kekerasan seksual ini

menjadi headline pertama dalam berita pada Harian Republika. Menjelaskan

tentang isu-isu apa saja yang menyangkut kekerasan seksual terutama terhadap

anak dibawah umur yang seharusnya dilindungi kini tak lagi memiliki tempat

berlindung untuk menghindari praktik kekerasan seksual, terutama ketika di

sekolah.

5
Helmi Syarif, “Siswa TK St Monica Sunter Alami Pelecehan Asusila,” artikel di akses
pada 29 Mei 2014 dari http://www.sindonews.com/read/2014/05/13/31/863149/siswa-tk-st-
monica-sunter-alami-pelecehan-asusila
6
Data Komisioner Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), 2014.

5
Oleh karena itu, untuk mengetahui pandangan serta ideologi dari media

tersebut dilakukan analisis. Analisis framing adalah analisis yang dipakai untuk

melihat
  bagaimana media mengkontruksikan realitas. Analisis framing juga

dipakai untuk melihat bagaimana peristiwa dipahami dan dibingkai oleh media.

Framing merupakan metode penyajian realitas di mana kebenaran tentang

suatu kejadian tidak diingkari secara total, melainlan di belokkan secara halus

dengan memberikan penonjolan terhadap aspek-aspek tertentu, dengan

menggunakan istilah-istilah yang punya konotasi tertentu, dan dengan bantuan

foto, karikatur dan alat ilustrasi lainnya. Dengan kata lain bagaimana realitas

dibingkai, dikonstruksi dan dimaknai oleh media.7

Berdasarkan asumsi dan penjelasan diatas maka penulis mengangkat judul

Analisis Framing Media Dalam Mewacanakan Isu Kekerasan Seksual Di

Dunia Pendidikan Pada Harian Republika Edisi 17-24 April 2013).

B. Batasan Masalah

Berdasarkan judul dan latar belakang masalah yang telah dipaparkan

sebelumnya dan untuk membatasi serta mempermudah penyusunan, maka penulis

membatasi masalah penelitian ini pada berita yang terkait dengan isu kekerasan

seksual yang berpengaruh pada dunia pendidikan Indonesia di Harian Republika

dalam jangka waktu seminggu, mulai dari Rabu 17 April - Rabu 24 April 2013.

Alasan penulis mengambil edisi tersebut adalah karena pada edisi tersebut

pemberitaan kasus kekerasan seksual di dunia pendidikan sedang ramai

7
Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media (Yogyakarta: LKis,
2002), h. 68-69.

6
diperbincangkan publik, baik dari kalangan aktivis Hak Asasi Manusia (HAM),

Komisi Anak dan Perempuan, Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia

(KNPAI)
  sampai masyarakat umum berkenaan dengan kasus kekerasan seksual di

dunia pendidikan.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah yang telah disebutkan di atas maka rumusan

masalahnya adalah sebagai berikut:

a. Bagaimana Harian Republika membingkai pemberitaan isu kekerasan

seksual di dunia pendidikan pada edisi 17- 24 April 2013?

b. Wacana apa yang ingin ditonjolkan oleh Harian Republika terkait isu

kekerasan seksual di dunia pendidikan?

D. Tujuan Penelitian

Dengan mengacu pada permasalahan sebagaimana penulis rumuskan di

atas, maka ada beberapa tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini, yaitu:

a. Untuk mengetahui bagaimana Harian Republika membingkai pemberitaan

isu kekerasan seksual di dunia pendidikan.

b. Untuk mengetahui wacana apa yang ingin ditonjolkan oleh Harian

Republika terkait isu kekerasan seksual di dunia pendidikan.

7
E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Akademis
 
Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman mengenai

konstruksi realitas sosial yang dilakukan oleh para aktor media massa khususnya

media cetak dalam membingkai wacana pemberitaan yang erat kaitannya dengan

karya jurnalistik.

2. Manfaat Praktis

Kajian ini diharapkan dapat membentuk cara berpikir para praktisi di

bidang jurnalistik untuk melakukan kerja jurnalistik sesuai dengan kode etik yang

berlaku. Kemudian untuk mahasiswa jurnalistik diharapkan kajian ini bermanfaat

untuk membuka cakrawala berpikir mengenai analisis framing khususnya framing

model Robert N. Entman.

F. Tinjauan Pustaka

Setelah melakukan penelusuran koleksi skripsi di Perpustakaan Utama dan

Perpustakan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Jakarta, terdapat

skripsi yang menggunakan analisis yang sama, yaitu analisis framing model

Robert N. Entman, namun berbeda subjek dan objek penelitiannya. Penulis juga

meninjau beberapa skripsi yang sangat berguna sebagai bahan referensi. Adapun

beberapa kajian pustaka tersebut ialah:

1. Skripsi karya Ratna Sari Dewi, Mahasiswa Konsentrasi Jurnalistik, UIN

Jakarta, lulus tahun 2012 dengan judul “Analisis Framing Berita

Kekerasan Terhadap Wartawan SUN TV di Okezone.com.” Skripsi ini

8
berisikan mengenai pemberitaan-pemberitaan kekerasan wartawan SUN

TV di Okezon.com. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana

  bingkai berita kekerasan terhadap wartawan SUN TV Ridwan Salamun

pada Okezone.com. Penelitian ini menggunakan teknik analisis framing

model Robert N. Entman dengan mengoperasionalkan empat konsep

framing, yaitu Define Problems (pendefinisian masalah), Diagnose Causes

(memperkirakan penyebab masalah), Make Moral Judgement (membuat

pilihan moral), dan Treatment Recommendation (menekankan

penyelesaiannya).8 Namun, ada beberapa kekurangan dari penelitian ini

yaitu pada pembahasan bab 2 mengenai kekerasan dalam Islam penulis

tidak mencantumkan secara jelas apa itu kekerasan dan tidak ada dalil dan

ayat Al-Qur‟an yang menjelaskan tentang kekerasan dalam Islam.

2. Skripsi karya Desi Mauliza, Mahasiswa Konsentrasi Jurnalistik, UIN

Jakarta, lulus tahun 2013 dengan judul “Analisis Framing Pemberitaan

Kampanye Terbuka Pemilukada DKI 2012 Pada Harian Seputar

Indonesia Dan Republika”. Skripsi ini berisikan mengenai pemberitaan-

pemberitaan kampanye terbuka pemilukada DKI 2012. Penelitian ini

dilakukan untuk mengetahui bagaimana bingkai berita kampanye terbuka

pemilukada DKI 2012 pasangan Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli dan Joko

Widodo-Basuki Tjahaja pada harian seputar indonesia dan republika edisi

1-2 juli 2012, serta untuk mengetahui perbedaan bingkai antara surat kabar

seputar indonesia dan republika terkait pemberitaan tersebut. Penelitian ini


8
Ratna Sari Dewi, “Analisis Framing Berita Kekerasan Terhadap Wartawan SUN TV di
Okezone.com,” (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam
Negeri Jakarta, 2012), h. 10.

9
menggunakan teknik analisis framing model Zhongdang Pan dan Gerald

M. Kosicki yang memfokuskan konsep teks media ke dalam dimensi yang

  bersifat empiris dan operasional berupa struktur sintaksis (syntactical

structures), struktur naskah (script structures), struktur tematik (thematic

structures), dan struktur retoris (rhetoric structures).9 Namun, ada

beberapa kekerungan dalam penelitian ini yaitu penulis tidak menjelaskan

sama sekali mengenai realitas isu pemberitaan pemilukada DKI 2012 yang

terkait dengan penelitian.

3. Skripsi karya Heri Mulyono, mahasiswa Konsentrasi Jurnalistik, UIN

Jakarta, lulus tahun 2012 dengan judul “Analisis Framing Berita

Terbunuhnya Muamar Qaddafi Pada Republika Online Periode

Oktober 2011”. Skripsi ini berisikan kasus berita terbunuhnya muamar

qaddafi. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana bingkai

berita pada kasus terbunuhnya Muamar Qaddafi pada Republika Online.

Penelitian ini menggunakan teknik analisis framing model Robert N.

Entman yang memiliki empat konsep, yaitu: Problem Identification

(identifikasi masalah), Causal Interpretation (identifikasi penyebab

masalah), Moral Evaluation (evaluasi moral), Treatment Recommendation

(saran penanggungan masalah).10 Namun, ada beberapa kekurangan dalam

penelitian ini yaitu penulis tidak menjelaskan sama sekali mengenai

9
Desi Mauliza, “Analisis Framing Pemberitaan Kampanye Terbuka Pemilukada DKI
2012 Pada Harian Seputar Indonesia Dan Republika,” (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2013), h. 11.
10
Heri Mulyono, “Analisis Framing Berita Terbunuhnya Muamar Qaddafi Pada
Republika Online Periode Oktober 2011,” (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2012), h. 9.

10
realitas isu yang terkait dengan penelitian yaitu mengenai realitas isu

terhadap pemberitaan terbunuhnya muammar qaddafi.

 
Perbandingan skripsi-skripsi di atas dengan skripsi yang penulis susun

ialah terletak pada berita yang diteliti serta pisau analisis yang digunakan. Penulis

menggunakan analisis framing model Robert N. Entman yang memiliki empat

konsep, yaitu: Problem Identification (identifikasi masalah), Causal

Interpretation (identifikasi penyebab masalah), Moral Evaluation (evaluasi

moral), dan Treatment Recommendation (saran penanggungan masalah) sebagai

metode penelitian. Disini yang menjadi pembeda antara penelitian ini dengan

penelitian-penelitian lainnya adalah penulis menganalisis berita seputar isu

kekerasan seksual di dunia pendidikan sebagai objek penelitian. Sedangkan media

yang digunakan adalah Harian Republika.

G. Metodologi Penelitian

1. Paradigma penelitian

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan paradigma konstruktivisme.

Paradigma ini mempunyai posisi dan pandangan tersendiri terhadap media dan

teks berita yang dihasilkan. Rancangan kontruktivis melihat media dan teks berita

yang dihasilkan. Rancangan kontruktivis melihat realitas pemberitaan media

sebagai aktivitas kontruksi sosial. 11

11
Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2004),
cet. Ketiga, h. 204.

11
Paradigma kontruktivisme digunakan untuk menjelaskan suatu teori yang

dapat merubah pandangan seseorang terhadap suatu realitas. Realitas tidaklah

muncul
  begitu saja dalam bentuknya yang mentah, tetapi ia harus disaring

melalui cara orang lain itu memandang setiap hal yang ada.12

2. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan mengikuti proses

induktif. Tujuannya adalah dari hasil pengamatan terhadap objek penelitian

(sesuatu yang khusus) yang diharapkan menghasilkan teori baru (secara umum).13

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang datanya adalah data kualitatif

dan umumnya dalam bentuk narasi atau gambaran-gambaran. Proses penelitian

kualitatif mengikuti proses induktif, di mana proses pengambilan kesimpulannya

dari khusus ke umum.14

Hasil penelitian suatu penelitian kualitatif hanya dapat berlaku pada situasi

dan keadaan yang sesuai dengan situasi dan keadaan di mana penelitian serupa

dilakukan. Itu sebabnya sangat penting untuk menguraikan secara jelas situasi dan

keadaan di mana penelitian dilakukan sehingga orang dapat mengetahui dengan

jelas apakah suatu situasi sama dengan situasi ketika penelitian dilakukan.15

12
Stephen W Littlejohn, Theory of Human communication, 5th edition (Calofornia:
Wadswort Publishing Company, 1999), h. 15.
13
Ronny Kountur, Metode Penelitian: Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis, cetakan ke 2
(Jakarta: Percetakan Buana Printing, 2009), h. 19.
14
Ronny Kountur, Metode Penelitian: Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis, h. 16-17.
15
Ronny Kountur, Metode Penelitian: Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis, h. 29.

12
3. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode analisis framing Robert N. Entman,


 
yaitu penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang

dialami oleh subjek penelitian, perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain

dengan cara deskriptif dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks

khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah. 16

Peneliti menganalisis pemberitaan mengenai Isu Kekerasan Seksual pada

Harian Republika dan menyimpulkan hasil temuan dari analisis tersebut. Hasil

dari penelitian ini deskriptif, yaitu memberikan gambaran tentang bagaimana

Harian Republika mengkonstruksi kekerasan seksual dalam pemberitaannya dan

nilai apa yang tercermin dari berita tersebut.

4. Subjek dan Objek Penelitian

Untuk melakukan penelitian yang akurat serta mendapat data yang valid

maka subjek penelitian adalah Harian Republika. Objek yang dimaksud adalah

berita isu kekerasan seksual. Peneliti memilih berita tersebut karena penulis

menganggap berita tersebut mewakili kontruksi Harian Republika terhadap isu

kekerasan seksual di dunia pendidikan.

5. Teknik Pengumpulan Data

Data yang diambil untuk dijadikan sumber dalam penelitian ini adalah:

16
Lexy, J. Maleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2006), h. 6.

13
1. Sumber Data

Dalam penelitian ini, sumber data yang digunakan peneliti yaitu data
 
primer dan sekunder. Data primer merupakan sasaran utama dalam analisis,

sedangkan data sekunder diperlukan guna mempertajam analisis data primer

sekaligus dapat dijadikan bahan pendukung ataupun pembanding.

a. Data Primer

Data primer yaitu, berupa teks berita seputar pemberitaan mengenai

kekerasan seksual di dunia pendidikan pada Harian Republika edisi

17-24 April 2013.

b. Data Sekunder

Data sekunder, yaitu berupa buku-buku, koran, maupun tulisan lain

yang berkaitan dengan masalah yang menjadi objek penelitian ini.

2. Wawancara

Wawancara atau interview adalah sebuah proses memperoleh keterangan

untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara

pewawancara dengan orang yang diwawancarai.17 Secara garis besar wawancara

dibagi dua, yakni wawancara tak restruktur dan wawancara restruktur. Wawancara

tak restruktur sering juga disebut wawancara mendalam, wawancara intensif,

wawancara kualitatif, wawancara terbuka dan wawancara etnografis; sedangkan

wawancara restruktur sering juga disebut wawancara baku, yang susunan

17
Moh. Nazin, Metode Penelitian (Bandung: Ghalia Indonesia, 1999), h. 234.

14
pertanyaannya sudah ditetapkan sebelumnya (biasanya tertulis) dengan pilihan-

pilihan jawaban yang sudah disediakan.18

 
Penelitian ini menggunakan wawancara mendalam atau kualitatif.

Wawancara dilakukan dengan wartawan serta editor Harian Republika Andi Nur

Aminah, terkait peristiwa kekerasan seksual dalam upaya menghimpun data yang

akurat sesuai dengan penelitian ini, sedangkan data-data yang diperoleh adalah

dengan cara tanya jawab secara lisan.

3. Dokumentasi

Dokumentasi adalah teknik mengumpulkan data-data melalui telaah dan

mengkaji buku-buku, majalah-majalah, website, dan literatur-literatur lain yang

ada relevansinya dengan materi penelitian untuk selanjutnya dijadikan bahan

argumentasi. Peneliti mengkliping data tertulis yang terdapat pada Harian

Republika mengenai isu kekerasan seksual di dunia pendidikan. Sebagai data

pendukung, peneliti juga akan mencari data subjek penelitian ini, yaitu Harian

Republika.

6. Teknik Analisis Data

Dalam pemberitaan kasus kekerasan seksual di Harian Republika, peneliti

menggunakan teknik analisis framing model Robert N. Entman. Penelitian ini

dilakukan untuk mengetahui bagaimana media tersebut mengemas beritanya

18
Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2004), h. 180.

15
mengenai isu kekerasan seksual yang berpengaruh pada dunia pendidikan

Indonesia.

 
Teknik framing model Robert N. Ethman ini memiliki empat konsep,

yaitu: Problem Identification (identifikasi masalah), Causal Interpretation

(identifikasi penyebab masalah), Moral Evaluation (evaluasi moral), Treatment

Recommendation (saran penanggungan masalah). Konsep tersebut dijabarkan

pada tabel berikut:

Tabel 1
Framing Model Robert N. Entman19

Define Problems Bagaimana suatu peristiwa atau isu dilihat dan


(Pendefinisian masalah) didefinisikan? Sebagai apa atau sebagai masalah
apa?
Diagnose Causes Peristiwa itu dilihat disebabkan oleh apa? Apa
(Memperkirakan masalah yang dianggap sebagai penyebab masalah? Siapa
atau sumber masalah) yang dianggap sebagai penyebab masalah?
Make Moral Judgement Nilai moral apa yang disajikan untuk
(Membuat keputusan moral) menjelaskan masalah? Nilai moral apa yang
dipakai untuk melegitimasi suatu tindakan?
Penilaian apa yang disajikan terhadap penyebab
masalah?
Treatment Recommendation Penyelesaian apa yang ditawarkan untuk
(Menekankan penyelesaian) mengatasi masalah/ isu? Jalan apa yang
ditawarkan dan harus ditempuh untuk mengatasi
masalah?

Setelah menganalisis data, penulis mengolah data yang terdapat pada edisi

17-24 April 2013, sesuai tabel daftar berita isu kekerasan seksual di dunia

pendidikan:

19
Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media (Yogyakarta: LKis,
2002), h. 188-189.

16
Tabel 2
Berita Kasus Kekerasan Seksual

No Edisi Judul Hal Rubrik


1.   17 April 2013 Pelecehan di Sekolah Mengkhawatirkan 3 Nasional
Pelecehan Seksual kepada Anak
2. 19 April 2013 1 Headline
Meresahkan
3. 22 April 2013 Pencabulan Nodai Pendidikan 1 Headline
Pro-
4. 22 April 2013 Pencabul Berlindung Dibalik Profesi 10
Kontra
5. 22 April 2013 Kekerasan Anak Akibat Aturan Lemah 11 Publik
6. 23 April 2013 Pembinaan Guru Perlu Ditingkatkan 1 Headline
7. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kantor Harian Republika Jl. Warung Buncit

Raya No. 37 Jakarta Selatan 12510 Telp. (021) 7803747 Fax. (021) 7800649,

email: sekretariat@republika.co.id, newsroom@rool.republika.co.id. Sedangkan

waktu penelitian terhitung dari 7 Maret - Juni 2014.

8. Pedoman Penulisan

Penulisan dalam penelitian ini mengacu kepada buku Pedoman Penulisan

Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) karya Hamid Nasuhi dkk yang

diterbitkan oleh CeQDA (Center for Quality Development and Assurance)

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007.

H. Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini akan dipaparkan mengenai latar belakang masalah, batasan

masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka,

metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.

17
BAB II LANDASAN TEORITIS

Pada bab ini akan menguaraikan kajian teoritis mengenai berita sebagai
 
hasil konstruksi media. Dimana banyak orang yang menganggap bahwa berita

adalah hasil konstruksi realitas sosial. Kemudian menguraikan media framing, apa

itu framing, dan analisis framing Robert N. Entman.

BAB III GAMBARAN UMUM

Bab ini memaparkan mengenai sejarah singkat dari media Harian

Republika, visi dan misi Harian Republika, jajaran redaksi dan struktur organisasi

Harian Republika, serta paparan singkat tentang realitas peristiwa isu kekerasan

seksual.

BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA

Bab ini berisikan tentang temuan dan analisis mengenai framing Harian

Republika mengenai kasus kekerasan seksual menggunakan perangkat framing

Robert N. Entman, serta paparan mengenai isu kekerasan seksual di dunia

pendidikan.

BAB V PENUTUP

Bab ini adalah bab terakhir yang berisikan mengenai kesimpulan dan saran

penulis.

18
BAB II

LANDASAN TEORITIS
 

A. Konstruksi Realitas Sosial Media Massa Peter L. Berger dan Thomas

Luckman

Realitas yang kita lihat di media bukan terjadi secara apa adanya, tetapi ia

merupakan hasil dari konstruksi yang diciptakan manusia. Konstruksi sosial

pengembangan pola pikir masyarakat atau khalayak melalui isi yang terdapat pada

media. Pengertian dan pemahaman kita terhadap sesuatu muncul akibat

komunikasi dengan orang lain. realitas sosial sesungguhnya tidak lebih dari

sekedar hasil konstruksi sosial dalam komunikasi tertentu.20

Banyak orang yang menganggap bahwa berita adalah konstruksi realitas

sosial. Berita dianggap sebagai fakta dari suatu peristiwa atau kejadian yang ada

disekitar. Padahal berita yang disajikan kepada masyarakat adalah hasil dari

konstruksi media massa. “Berita yang ada di media dapat memberikan realitas

yang sama sekali baru dan berbeda dengan realitas sosialnya. Berita merupakan

hasil rekonstruksi realitas yang subjektif dari proses kerja wartawannya”.21

Luckmann mengkaitkan profesionalisme berita dengan organisasi berita.

20
Burhan Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa: Kekuatan, Pengaruh Media Massa,
Televisi dan Keputusan Konsumen serta Kritik Terhadap Peter L. Berger dan Thomas Luckman
(Jakarta: Kencana Pranada Media Group, 2008).
21
M. Antonious Birowo, Metode Penelitian Komunikasi, Teori, dan Aplikasi (Jakarta:
Gitanyali, 2004), h. 168-169.

19
Menurutnya, berita adalah sumber daya sosial yang konstruksinya membatasi

pemahaman analitis tentang kehidupan kontemporer.22

 
Berita adalah laporan tentang fakta apa adanya (das sein), dan bukan

laporan tentang fakta yang seharusnya (das sollen).23 Sedangkan objektifitas

merupakan nilai etika dan moral yang harus dipegang teguh oleh wartawan dalam

menjalankan profesi jurnalistiknya. Setiap berita yang disuguhkan itu harus dapat

dipercaya dan menarik perhatian pembaca, tidak mengganggu perasaan dan

pendapat mereka. Surat kabar yang baik harus dapat menyajikan hal-hal yang

factual apa adnaya, sehingga kebenaran isi berita yang disampaikan tidak

menimbulkan tanda tanya (Rachmadi: 1990:5).

Teori konstruksi realitas sosial ini dikemukakan oleh Peter L. Berger dan

Luckmann (1965) adalah bagian dari konstruksi sosial media massa. Konstruksi

sosial media massa adalah pada sirkulasi informasi yang cepat dan luas sehingga

konstruksi sosial berlangsung dengan sangat cepat dan sebarannya merata.

Realitas sosial yang terkonstruksi itu juga membentuk opini massa dan opini

massa cenderung sinis.24

Menurut Berger realitas sosial eksis dengan sendirinya dan dalam mode

strukturalis dunia sosial tergantung pada manusia yang menjadi subjeknya.25

22
Werner J. Severin – James W. Tankard, Jr, Teori Komunikasi: Sejarah, Metode, dan
Terapan di Dalam Media Massa (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), h. 401.
23
Drs. AS HarisSumaridia, Jurnalistik Indonesia (Bandung: Simbiosa Rekatama Media,
2006), h. 73.
24
Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi
Komunikasi di Masyarakat (Jakarta: Kencana, 2007), h. 288.
25
Margaret M. Poloma, Sosiologi Kontemporer, cet. ke 6 (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2004), h. 299.

20
Selain itu, Berger berpendapat bahwa realitas sosial secara objektif memang ada

(ingat Durkheim dan perspektif fungsionalis) tetapi maknanya berasal dari dan

oleh  hubungan subjektif (individu) dengan dunia objektif (suatu perspektif yang

dianut Mead dan para pengikut interaksionis simbolis terutama Blumer).26

Wartawan media massa cenderung memilih seperangkat asumsi tertentu

yang berimplikasi bagi pemilihan judul berita, dan keberpihakannya kepada

seseorang atau sekelompok orang. Asusmsi wartawan bersikap parsial, karena

tidak mewakili pihak-pihak lain. Makna suatu peristiwa yang diproduksi surat

kabar sebenarnya adalah suatu konstruksi makna yang temporer, rentan dan jelas

bukan sebenarnya. Dalam melihat realitas dibalik wacana, maka digunakan

analisis framing. Analisis framing digunakan untuk melihat siapa mengendalikan

siapa dalam suatu kekuasaan, pihak mana yang diuntungkan dan dirugikan, siapa

yang ditindas dan penindas, tindakan politik mana yang konstitusional dan

inkonstitusional, kebijakan mana yang harus didukung dan tidak boleh

didukung.27

Peter L. Berger dan Luckman melihat fenomena media massa dalam

proses eksternalisasi, objektivasi dan internalisasi. Dalam proses eksternalisasi,

mula-mula, sekelompok manusia menjalankan sebuah tindakan. Bila tindakan-

tindakan tersebut dirasa tepat dan berhasil menyelesaikan persoalan mereka

26
Margaret M. Poloma, Sosiologi Kontemporer, h. 299.
27
Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media (Yogyakarta: PT
LkiS PelangiAksara, 2008), h. xv.

21
bersama pada saat itu, maka tindakan tersebut akan diulang-ulang.28 Manusia

tidak dapat kita mengerti sebagai ketertutupan yang lepas dari dunia luarnya.

 
Gambar 1.1
Proses Konstruksi Sosial Media Massa29

Proses Sosial Simultan

Eksternalisasi M Realitas
E Terkonstruksi:
D
 Lebih cepat
I  Lebih luas
 Objektif
A  Subjektif  Sebaran merata
Objektivasi 
 Inter Membentuk opini
M Subjektif massa
A  Massa cenderung
S terkonstruksi
S  Opini massa
Internalisasi cenderung apriori
A  Opini massa

Source Message Channel Receiver Effect

Pada tahap eksternalisasi, dimulai dari interaksi antara pesan dengan

individu (khalayak) melalui channel (saluran). Eksternalisasi adalah bagian

terpenting dalam kehidupan individu dan menjadi bagian dari dunia sosio-

kulturalnya dengan kata lain, eksternalisasi terjadi pada tahap yang sangat

mendasar, dalam suatu pola perilaku interaksi antara individu dengan produk-

produk sosial masyarakatnya. Proses ini dimaksudkan ketika sebuah produk sosial

28
Geger Riyanto, Peter L Berger: Perspektif Metateori Pemikiran (Jakarta: Pustaka
LP3ES Indonesia, 2009), h. 110.
29
Burhan Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa (Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2008), h.100.

22
telah menjadi sebuah bagian penting dalam masyarakat yang setiap

saatdibutuhkan oleh individu, maka produk sosial itu menjadi bagian penting
30
dalam
  kehidupan seseorang untuk melihat dunia luar.

Pada tahap objektivitas produk sosial terjadi dalam dunia intersubjektif

masyarakat yang dilembagakan. Pada tahap ini sebuah produk sosial pada proses

instituniolisasi, sedangkan individu oleh Berger dan Luckman (1990: 49),

dikatakan memanifestasikan diri dalam produk-produk kegiatan manusia yang

tersedia, baik bagi produsen-produsennya, maupun bagi orang lain sebagai unsur

dari dunia bersama. Objektifitas ini bertahan lama sampai melampaui batas tatap

muka di mana mereka dapat dipahami secara langsung.31

Internalisasi. Melalui internalisasi, manusia menjadi produk daripada

(dibentuk oleh) masyarakat internalisasi memiliki fungsi mentransmisikan

institusi sebagai realitas yang berdiri sendiri terutama kepada anggota-anggota

masyarakat baru, agar institusi tersebut tetap dapat dipertahankan dari waktu ke

waktu – meskipun anggota masyarakat yang mengonsepsikan institusi dalam

kesadaran mereka tetap kukuh.

Di dalam proses konstruksi media massa ada tahapan-tahapan yang harus

dilakukan, yaitu:

1. Tahap menyiapkan materi konstruksi, ada tiga hal yang penting dalam

penyiapan materi konstruksi ini, yaitu:

30
Burhan Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa (Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2008), h. 15.
31
Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi
Komunikasi di Masyarakat (Jakarta: Kencana, 2007), h. 197-198.

23
a. Keberpihakan media massa kepada kapitalisme. Media massa

digunakan oleh kekuatan-kekuatan kapital untuk menjadikan media

  massa sebagai mesin penciptaan uang dan pelipatgandaan modal.

b. Keberpihakan semu kepada masyarakat. Bentuk dari keberpihakan

ini adalah dalam bentuk empati, simpati, dan berbagai partisipasi

kepada masyarakat, namun ujung-ujungnya adalah juga untuk

„menjual berita‟ dan menaikkan rating untuk kepentingan kapitalis.

c. Keberpihakan kepada kepentingan umum. Bentuk keberpihakan

kepada kepentingan umum dalam arti sesungguhnya sebenarnya

adalah visi setiap media massa.

2. Tahap sebaran konstruksi. Tahap sebaran konstruksi memakai model one

step flow (satu arah), dimana media massa berperan penting terhadap

penyebaran informasi sementara khalayak hanya bisa menerima tanpa

adanya penolakan.

3. Tahap pembentukan konstruksi realita. Pembentukan konstruksi

berlangsung melalui: (1) konstruksi realita pembenaran; (2) kedua

kesediaan dikonstruksi oleh media massa; (3) sebagai pilihan konsumtif.

4. Tahap konfirmasi. Konfirmasi adalah tahapan ketika media massa maupun

penonton member argumentasi dan akuntabilitas terhadap pilihannya

untuk terlibat dalam pembentukan konstruksi.

24
B. Analisis Framing

Analisis framing secara sederhana dapat digambarkan sebagai analisis


 
untuk mengetahui bagaimana realitas (peristiwa), aktor, kelompok, atau apa saja)

dibingkai oleh media. Pembingkaian tersebut tentu saja melalui proses konstruksi.

Di sini realitas sosial dimaknai dan dikonstruksi dengan makna tertentu. Peristiwa

dipahami dengan bentukan tertentu.

Pada dasarnya framing adalah metode untuk melihat cara bercerita (story

telling) media atas peristiwa. Cara bercerita itu tergambar pada “cara melihat”

terhadap realitas yang dijadikan berita. “Cara melihat” ini berpengaruh pada hasil

akhir dari konstruksi realitas. Analisis framing adalah analisis yang dipakai untuk

melihat bagaimana media mengkonstruksi realitas. Analisis framing juga dipakai

untuk melihat bagaimana peristiwa dipahami dan dibingkai oleh media.32

Media berita cenderung membingkai isu-isu dengan berbagai cara.

Bingkai (frame) dapat didefinisikan sebagai “gagasan pengaturan pusat untuk isi

berita yang memberikan konteks dan mengajukan isu melalui penggunaan pilihan,

penekanan, pengecualian, dan perincian. Pembingkaian membantu memahami

bagaimana wartawan memproses berita.

Analisis framing adalah analisis yang dipakai untuk melihat bagaimana

media mengkonstruksi realitas. Analisis framing juga dipakai untuk melihat

bagaimana peristiwa dipahami dan dibingkai oleh media.33 Framing adalah

32
Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media (Yogyakarta: PT
LKiS Pelangi Aksara, 2008), h. 10.
33
Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, h. 10.

25
pendekatan yang digunakan wartawan untuk mengetahui bagaimana perspektif

atau cara pandang ketika menyeleksi isu dan menulis berita. Ada dua aspek dalam

framing.
  Pertama, memilih fakta atau realitas. Proses memilih fakta ini

didasarkan pada asumsi, wartawan tidak mungkin melihat peristiwa tanpa

perspektif. Kedua, menuliskan fakta. Proses ini berhubungan dengan bagaimana

fakta yang dipilih itu disajikan kepada khalayak.

Ada beberapa definisi mengenai framing. Berbagai definisi tersebut dapat

diringkas dalam tabel berikut.

Tabel 3
Definisi Framing Menurut Para Ahli

Robert N. Entman Proses seleksi dari berbagai aspek realitas sehingga


bagian tertentu dari peristiwa itu lebih menonjol
dibandingkan aspek lain. Ia juga menyertakan
penempatan informasi-informasi dalam konteks yang
khas sehingga sisi tertentu mendapatkan alokasi lebih
besar daripada sisi yang lain.34
William A. Gamson Cara bercerita atau gugusan ide-ide yang terorganisir
sedemikian rupa dan menghadirkan konstruksi makna
peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan objek suatu
wacana. Cara bercerita itu terbentuk dalam suatu
kemasan (package). Kemasan itu semacam skema atau
struktur pemahaman yang digunakan individu untuk
mengkonstruksi makna pesan-pesan yang ia sampaikan,
serta untuk menafsirkan makna pesan-pesan yang ia
terima.35
Todd Gitlin Strategi bagaimana realitas atau dunia dibentuk dan
diserdehanakan sedemikian rupa untuk ditampilkan
kepada khalayak pembaca. Peristiwa-peristiwa
ditampilkan dalam pemberitaan agar tampak menonjol
dan menarik perhatian khalayak pembaca. Itu dilakukan

34
Robert N. Entman, “Framing: Towards Clarification of a Fractured Paradigm,” In:
Journal of Communication (43) 4, 1993, h. 52.
35
Drs Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis
Semiotik, dan Analisis Framing (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), h. 162.

26
dengan seleksi, pengulangan, penekanan, dan presentasi
aspek tertentu dari realitas.36
David E. Snow and Pemberitaan makna untuk menafsirkan peristiwa dan
Robert Benford kondisi yang relevan. Frame mengorganisasikan sistem
  kepercayaan dan diwujudkan dalam kata kunci tertentu,
anak kalimat, citra tertentu, sumber informasi, dan
kalimat tertentu.37
Amy Binder Skema interpretasi yang digunakan oleh individu untuk
menempatkan, menafsirkan, mengidentifikasi, dan
melabeli peristiwa secara langsung atau tidak langsung.
Frame mengorganisir peristiwa yang kompleks ke
dalam bentuk dan pola yang mudah dipahami dan
membantu individu untuk mengerti makna peristiwa.38
Zhongdang Pan and Strategi konstruksi dan memproses berita. Perangkat
Gerald M. Kosicki kognisi yang digunakan dalam mengkode informasi,
menafsirkan peristiwa, dan dihubungkan dengan
rutinitas dan konvensi pembentukan berita.39

Dari tabel tersebut, terdapat berbagai definisi mengenai framing yang

disampaikan oleh berbagai ahli. Meskipun berbeda dalam penekanan dan

pengertian, ada titik singgung utama dari definisi framing tersebut. Framing

adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang

yang digunakan oleh wartawan ketika menseleksi isu dan menulis berita. Cara

pandang atau perspektif itu pada akhirnya menentukan fakta apa yang diambil,

bagian mana yang ditonjolkan dan dihilangkan, dan hendak di bawa kemana

berita tersebut.

36
Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis
Semiotik, dan Analisis Framing, h. 163.
37
Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media (Yogyakarta: PT
LKiS Pelangi Aksara, 2008), h. 68.
38
Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, h.68.
39
Zhongdang Pan and Gerald M. Kosicki, “Framing Analysis: An Approach to News
Discouse,” In: Political Communication, 1991, vol 10.

27
C. Konsep Framing

Konsep framing, dalam pandangan Entman, secara konsisten menawarkan


 
sebuah cara untuk mengungkap the power of a communication text. Farming

analysis dapat menjelaskan dengan cara yang tepat pengaruh atas kesadaran

manusia yang di desak oleh transfer (atau komunikasi) informasi dari sebuah

lokasi seperti pidato, ucapan atau ungkapa, news report, atau novel.

Konsep framing Entman digunakan untuk menggambarkan proses seleksi

dan menonjolkan aspek tertentu dari realitas oleh media. Framing dapat

dipandang sebagai penempatan informasi-informasi dalam konteks yang khas

sehingga isu tertentu mendapatkan alokasi lebih besar daripada isu yang lain.

Entman membagi perangkat framing kedalam dua dimensi, yaitu:

Tabel 4
Dimensi Besar Framing40

Seleksi Isu Aspek ini berhubungan dengan pemilihan fakta. Dari


realitas yang kompleks dan beragam itu, aspek mana yang
diseleksi untuk ditampilkan? Dari proses inilah selalu
terkandung di dalamnya ada berita yang dimasukkan
(included), tetapi ada juga berita yang dikeluarkan
(excluded). Tidak semua aspek atau bagian dari isu
ditampilkan, wartawan memilih aspek tertentu dari suatu
isu.
Penonjolan Aspek Aspek ini berhubungan dengan penulisan fakta. Ketika
aspek tertentu dari suatu isu atau peristiwa tersebut telah
dipilih, bagaimana aspek tersebut ditulis. Hal ini sangat
berkaitan dnegan pemakaian kata, kalimat, gambar, dan citra
tertentu untuk ditampilkan kepada khalayak.

40
Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana Semiotik,
dan Analisis Framing (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002), h. 222.

28
Ada dua aspek dalam framing. Pertama, memilih fakta atau realitas.

Proses memilih fakta ini didasarkan pada asumsi, wartawan tidak mungkin

melihat
  peristiwa tanpa perspektif. Dalam memilih fakta ini selalu terkandung dua

kemungkinan: apa yang dipilih (included) dan apa yang dibuang (exluded).41

Bagian mana yang ditekankan dalam realitas? Bagian mana dari realitas yang

diberitakan dan bagian mana yang tidak diberitakan? Penekanan aspek tertentu itu

dilakukan dengan memilih angel tertentu, memilih fakta tertentu, dan melupakan

fakta yang lain, memberitakan aspek tertentu dan melupakan aspek lainnya.

Intinya, peristiwa dilihat dari sisi tertentu. Akibatnya, pemahaman dan konstruksi

atas suatu peristiwa bisa jadi berbeda antara satu media dengan media lain.

Kedua, menuliskan fakta. Proses ini berhubungan dengan bagaimana fakta

yang dipilih itu disajikan kepada khalayak. Gagasan itu diungkapkan dengan kata,

kalimat dan proposisi apa, dengan bantuan aksentuasi foto dan gambar apa, dan

sebagainya.42 Bagaimana fakta yang sudah dipilih tersebut ditekankan dengan

pemakaian perangkat tertentu: penempatan yang mencolok (menempatkan di

headline depan, atau bagian belakang), pengulangan, pemakaian grafis untuk

mendukung dan memperkuat penonjolan, dan pemakaian label tertentu ketika

menggambarkan orang atau peristiwa yang diberitakan. Elemen menulis fakta ini

berhubungan dengan penonjolan realitas.

41
Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media (Yogyakarta: PT
LkiS PelangiAksara, 2008), h. 69.
42
Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, h. 70.

29
D. Analisis Framing Model Robert N. Entman

Robert N. Entman adalah salah seorang ahli yang meletakkan dasar-dasar

bagi   analisis framing untuk studi isi media, yang salah satunya ditulis dalam

bentuk artikel untuk Jurnal of Political Communication.

Entman melihat framing dalam dua dimensi besar, yaitu seleksi isu dan

penekanan atau penonjolan aspek-aspek tertentu dari realitas atau isu. Penonjolan

adalah proses membuat informasi menajdi lebih bermakna, lebih menarik, berarti,

atau lebih ingat oleh khalayak.

Framing, menurut Entman, memiliki implikasi penting bagi komunikasi

politik. Frame, menurutnya, menuntut perhatian terhadap beberapa aspek dari

realitas dengan mengabaikan elemen-elemen lainnya yang memungkinkan

khalayak memiliki reaksi berbeda. Framing memainkan peran utama dalam

mendesakan kekuasaan politik, dan frame dalam teks berita sungguh merupakan

kekuasaan yang tercetak, ia menunjukkan identitas para aktor atau interest

(menarik) yang berkompetisi untuk mendominasi teks.43

Tabel 5
Framing Model Robert N. Entman44

Define Problems/ Problem Bagaimana suatu peristiwa atau isu dilihat dan
Identification didefinisikan? Sebagai apa atau sebagai masalah
(Pendefinisian masalah) apa?
Diagnose Causes/ Causal Peristiwa itu dilihat disebabkan oleh apa? Apa
Interpretation yang dianggap sebagai penyebab masalah? Siapa
(Memperkirakan penyebab/ yang dianggap sebagai penyebab masalah?
sumber masalah
Make Moral Judgement/ Nilai moral apa yang disajikan untuk

43
Drs Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis
Semiotik, dan Analisis Framing (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), h. 164.
44
Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, danPolitik Media (Yogyakarta: PT
LkiS PelangiAksara, 2008), h. 188-189.

30
Moral Evaluation menjelaskan masalah? Nilai moral apa yang
(Membuat keputusan moral/ dipakai untuk melegitimasi suatu tindakan?
penilaian atas penyebab Penilaian apa yang disajikan terhadap penyebab
masalah) masalah?
Treatment
  Recommendation Penyelesaian apa yang ditawarkan untuk
(Menekankan penyelesaian) mengatasi masalah/ isu? Jalan apa yang
ditawarkan dan harus ditempuh untuk mengatasi
masalah?

Dalam konsepsi Entman, framing pada dasarnya merujuk pada pemberian

definisi, penjelasan, evaluasi, dan rekomendasi dalam suatu wacana untuk

menekankan kerangka berpikir tertentu terhadap peristiwa yang ditawarkan.

Frame berita timbul dalam dua level. Pertama, konsepsi mental yang digunakan

untuk memproses informasi dan sebagai karakteristik dari teks berita.45 Kedua,

perangkat spesifik dari narasi berita yang dipakai untuk membangun, pengertian

mengenai peristiwa. Frame berita dibentuk dari kata kunci, metafora, konsep,

simbol, citra, yang ada dalam narasi berita.

Konsepsi mengenai framing dari Entman tersebut menggambarkan secara

luas bagaimana peristiwa dimaknai dan ditandakan oleh wartawan. Problem

Identification (pendefinisian masalah) adalah elemen yang pertama kali dapat kita

lihat mengenai framing. Elemen ini merupakan master frame atau bingkai yang

paling utama. Ia menekankan bagaimana peristiwa dipahami oleh wartawan.

Peristiwa yang sama dapat dipahami secara berbeda dan bingkai yang berbeda ini

akan mhenyebabkan realitas bentukan yang berbeda.

45
Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media (Yogyakarta: LKis,
2002), h.189.

31
Causal Interpretation (memperkirakan penyebab masalah), merupakan

elemen framing untuk membingkai siapa yang dianggap sebagai aktor dari suatu

peristiwa.
 
Penyebab disini bisa berarti apa (what), tetapi juga berarti siapa (who).

Bagaimana peristiwa dipahami, tentu saja menentukan apa dan siapa yang

dianggap sebagai sumber masalah. Karena itu, masalah yang dipahami secara

berbeda, penyebab masalah secara tidak langsung juga akan dipahami secara

berbeda pula.

Mode Moral Judgement (membuat pilihan moral) adalah elemen framing

yang dipakai untuk membenarkan atau memberi argumentasi pada pendefinisian

masalah yang sudah dibuat. Ketika masalah didefinisikan, penyebab masalah

sudah ditentukan, dibutuhkan sebuah argumentasi yang kuat untuk mendukung

gagasan tersebut.

Treatment Recommendation (menekankan penyelesaian), elemen ini

dipakai untuk menilai apa yang dikehendaki oleh wartawan. Jalan apa yang dipilih

untuk menyelesaikan masalah tersebut. Penyelesaian itu tentu saja sangat

tergantung pada bagaimana peristiwa itu dilihat dan siapa yang dipandang sebagai

penyebab masalah.

Apa yang diuraikan oleh Entman menggambarkan secara jelas apa itu

framing. Peristiwa yang sama bisa dimaknai secara berbeda oleh media. Ada

beberapa efek yang ditimbulkan dari analisis framing diantaranya adalah46:

46
Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, h. 141.

32
1. Bagaimana realitas dibingkai dan disajikan kepada khalayak tertentu

dengan makna yang berbeda-beda oleh media. Karena pada dasarnya

  realitas bukan ditangkap dan ditulis, tetapi dikonstruksi.

2. Adanya realitas yang kompleks, penuh dimensi dan tidak beraturan

disajikan dalam berita sebagai sesuatu yang sederhana, beraturan dan

memenuhi logika tertentu.

3. Menonjolkan aspek tertentu dan mengaburkan aspek lain. Wartawan

mengarahkan berita pada aspek tertentu, akibatnya ada aspek lain yang

tidak mendapat perhatian yang memadai.

4. Menampilkan sisi tertentu dan melupakan sisi lain. Dalam membuat berita

wartawan hanya melihat dari satu sisi saja, sehingga sisi lain yang

mungkin penting dari suatu berita tidak mendapatkan liputan yang

memadai.

5. Menampilkan aktor tertentu dan menyembunyikan aktor lain. Wartawan

hanya memfokuskan berita pada aktor tertentu dan menyebabkan aktor

lain yang mungkin relevan dan penting dalam pemberitaan menjadi

tersembunyi.

6. Mobilisasi massa yang berkaitan dengan opini publik yang dibentuk oleh

wartwan, bagaimana isu dikemas, bagaimana peristiwa dipahami dan

bagaimana kejadian dimaknai

7. Menggiring khalayak pada ingatan tertentu.

33
E. Surat Kabar

1. Pengertian Surat Kabar

  Surat kabar bisa dikatakan sebagai media massa tertua sebelum

ditemukan film, radio, dan televisi. Surat kabar memiliki keterbatasan

karena hanya bisa dinikmati oleh mereka yang “melek huruf”, serta lebih

banyak disenangi oleh orang tua daripada kaum remaja dan anak-anak.

Salah satu kelebihan surat kabar ialah mampu memberi informasi yang

lengkap, bisa dibawa kemana-mana, dan terdokumentasi sehingga mudah

diperoleh bila diperlukan.47

Menurut Susanto, surat kabar adalah pemberitaan tentang keadaan

dan perkembangan yang memungkinkan orang untuk memperoleh

gambaran tentang pendapat umum, sekaligus dalam pemberitaannya, surat

kabar mencerminkan aliran-aliran psikologi dan pendapat umum setiap

harinya.48

Surat kabar mengandung arti lembaran-lembaran tercetak yang

memuat laporan yang terjadi di masyarakat dengan ciri-ciri terbit secara

periodik, bersifat umum, isinya termasa dan aktual mengenai apa saja dan

di mana saja di seluruh dunia untuk diketahui pembaca.49

47
Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2008), h. 127.
48
Astrid S. Susanto, Komunikasi dalam Teori dan Praktik (Bandung: Bina Cipta, 1998),
h. 28.
49
Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi (Bandung: Citra Aditya
Bakti, 1993), h. 241.

34
2. Karakteristik Surat Kabar

Untuk dapat memanfaatkan media massa secara maksimal demi


 
tercapainya tujuan komunikasi, maka seorang komunikator harus memahami

kelebihan dan kekurangan media tersebut. Dengan kata lain, komunikator

harus mengetahui secara tepat karakteristik media massa yang akan

digunakannya. Karakteristik surat kabar sebagai media massa mencakup

antara lain:50

a. Publisitas

Publisitas atau publicity adalah penyebaran pada publik atau

khalayak, karena diperuntukkan untuk khalayak, maka sifat surat kabar

adalah umum. Salah satu karakteristik komunikasi massa adalah pesan

dapat diterima oleh sebanyak-banyaknya khalayak yang tersebar di

berbagai tempat, karena pesan tersebut penting untuk diketahui umum atau

menarik bagi khalayak pada umumnya. Dengan demikian, semua aktivitas

manusia yang menyangkut kepentingan umum dan atau menarik untuk

umum adalah layak untuk disebarluaskan. Pesan-pesan melalui surat kabar

harus memenuhi kriteria tersebut.

b. Periodesitas

Periodesitas merujuk pada keteraturan terbitnya, bisa harian,

mingguan, atau dwi mingguan. Sifat periodesitas sangat penting dimiliki

media massa, khususnya surat kabar. Kebutuhan manusia akan informasi

50
Elvinaro Ardianto, dkk., Komunikasi Massa: Suatu Pengantar (Bandung: Simbiosa
Rekatama Media, 2004), h. 112-114.

35
sama halnya dengan kebutuhan manusian akan makan, minum, dan

pakaian. Setiap hari manusia selalu membutuhkan informasi. Bagi penerbit

  surat kabar, selama ada dana dan tenaga yang terampil, tidaklah sulit untuk

menerbitkan surat kabar secara periodik. Di sekeliling kita banyak sekali

fakta serta peristiwa yang dapat dijadikan berita dalam surat kabar. Selama

ada kehidupan, selama itu pula surat kabar terbit.

c. Universalitas

Universalitas menunjuk pada kesemestaan isinya, yang beraneka

ragam dan dari seluruh dunia. Dengan demikian, isi surat kabar meliputi

seluruh aspek kehidupan manusia, seperti masalah sosial, ekonomi,

budaya, agama, pendidikan, keamanan, dan lain-lain. Selain itu, lingkup

kegiatannya bersifat lokal, regional, nasional, bahkan internasional. Jadi,

apabila ada penerbitan (sekalipun bentuknya seperti surat kabar) yang

hanya memuat satu aspek saja, maka penerbitan tersebut tidak dapat

dikategorikan sebagai surat kabar.

d. Aktualitas

Aktualitas, menurut kata asalnya, berarti “kini” dan “keadaan

sebenarnya”. Kedua istilah tersebut erat kaitannya dengan berita,karena

definisi berita adalah laporan tercepat mengenai fakta-fakta atau opini

yang penting atau menarik minat, atau kedua-duanya bagi sejumlah besar

orang. Laporan tercepat menunjuk pada “kekinian” atau terbaru dan masih

hangat. Fakta dan peristiwa penting atau menarik tiap hari berganti dan

perlu untuk dilaporkan, karena khalayak pun memerlukan informasi yang

36
paling baru. Hal ini dilakukan oleh surat kabar, karena surat kabar

sebagian besar memuat berbagai jenis berita.

e.  Terdokumentasikan

Dari berbagai fakta yang disajikan surat kabar dalam bentuk berita

atau artikel, dapat dipastikan ada beberapa diantaranya yang oleh pihak-

pihak tertentu dianggap penting untuk diarsipkan.

3. Fungsi Surat Kabar

Pada zaman modern saat ini, surat kabar tidak hanya mengelola

berita, tetapi juga aspek-aspek lain untuk isi surat kabar. Karena itu fungsi

surat kabar sekarang meliputi berbagai aspek, yaitu:51

a. Menyiarkan Informasi

Menyiarkan informasi merupakan fungsi surat kabar yang pertama

dan utama khalayak pembaca berlangganan atau membeli surat kabar

karena mengenai berbagai hal peristiwa yang terjadi, gagasan atau pikiran

orang lain, apa yang dilakukan orang lain, apa yang dikatakan orang lain

dan sebagainya.

b. Mendidik

Sebagai sarana pendidikan massa (Mass Education), surat kabar

memuat tulisan-tulisan yang mengandung pengetahuan, sehingga khalayak

pembaca bertambah pengetahuannya. Fungsi mendidik ini bisa secara

implisit dalam bentuk berita, bisa juga secara eksplisit dalam bentuk

51
Sedia Willing Barus, Jurnalistik Petunjuk Teknik Menulis Berita (Jakarta: Erlangga,
2010), h. 16-18.

37
artikel atau tajuk rencana. Kadang-kadang cerita bersambung atau berita

bergambar juga mengandung aspek pendidikan.

c.  Menghibur

Hal-hal yang bersifat hiburan sering dimuat surat kabar untuk

mengimbangi berita-berita berat (Hard News) dan artikel yang berbobot.

Isi surat kabar yang bersifat hiburan bisa berbentuk cerita pendek, cerita

bersambung, cerita bergambar, teka-teki silang, pojok, karikatur, tidak

jarang juga berita mengandung minat insani (Human Interest) dan kadang-

kadang tajuk rencana.

d. Mempengaruhi

Fungsi mempengaruhi menyebabkan surat kabar memegang

peranan penting dalam kehidupan masyarakat. Fungsi memengaruhi dari

surat kabar secara implisit terdapat pada berita, sedangkan secara eksplisit

terdapat pada tajuk rencana dan artikel. Fungsi mempengaruhi khusus

untuk bidang perniagaan pada iklan-iklan yang dipesan oleh perusahaan-

perusahaan.52

52
Effendy, Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek (Bandung: Remaja Karya, 1986), h. 122-
123.

38
F. Berita

1. Pengertian Berita

 
Paul De Massenner dalam buku Here’s The News: Unesco Associate

menyatakan, news atau berita adalah sebuah informasi yang penting dan menarik

perhatian serta minat khalayak pendengar.53

Menurut kamus bahasa Indonesia definisi berita adalah cerita atau

keterangan mengenai kejadian atau peristiwa yang hangat; kabar; laporan;

pemberitahuan; pengumuman.54

Berita dapat diartikan sesuatu yang di luar kebiasaan (something out of

ordinary). Jika yang diberitakan adalah hal yang lumrah dan sudah biasa, maka itu

bukanlah berita. Namun jika yang diberitakan adalah hal yang tidak biasa, maka

itu dapat dikatakan berita. Sebagai contoh jika dikabarkan adalah mengenai

jalanan yang mulus, itu bukanlah berita, namun jika yang dikabarkan adalah

kondisi jalan yang berlubang, itu barulah merupakan berita. Kondisi ini sejalan

dengan keinginan dan hasrat manusia terhadap hal yang tidak biasa dan bukan

pada sesuatu yang rutin terjadi. Itulah sebabnya pembaca menyukai berita-berita

yang mengandung masalah.55

Berita dalam bahasa Inggris adalah news, berasal dari kata new (baru)

dengan konotasi kepada hal-hal yang baru. Dalam hal ini segala yang baru

53
Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia Menulis Berita dan Featur (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2008), h. 64.
54
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta:
Balai Pustaka, 2001), h. 140.
55
Koesworo Magantoro, Ronnie S. Viko, Di Balik Tugas Kuli Tinta (Yogyakarta: Sebelas
Maret University Press dan Yayasan Pustaka Nusantara), h. 75.

39
merupakan informasi bagi semua orang yang memerlukannya. Dengan kata lain,

semua hal baru merupakan bahan informasi yang dapat disampaikan kepada orang

lain dalam
  bentuk berita (news). Oleh karena itu berita sebagai laporan tentang

apa yang terjadi paling mutakhir, baik peristiwanya maupun faktanya. 56 Berita

adalah laporan tentang fakta apa adanya (das sein), dan bukan laporan tentang

fakta yang seharusnya (das sollen).57 Maka yang diterima orang bukan peristiwa

atau faktanya, melainkan laporannya.

Pada dasarnya tidak ada rumusan tunggal mengenai pengertian berita.

Berita sulit didefinisikan karena menyangkut banyak variabel. Berita lebih mudah

dikenali daripada diberi batasannya, yaitu adanya unsur yang menarik perhatian.58

Meskipun sulit memberitakan batasan untuk pendefinisian berita, Micthel

V. Charnley mengemukakan pengertian berita yang lengkap dan dapat menjadi

acuan para jurnalis. Menurut Charnley, berita adalah laporan tercepat dari suatu

peristiwa atau kejadian yang faktual, penting, dan menarik bagi sebagian besar

pembaca, serta menyangkut kepentingan mereka.59

Dari pengertian tersebut, terdapat empat unsur yang harus dipenuhi oleh

sebuah berita, sekaligus menjadi karakteristik utama sebuah berita yang layak

dipublikasikan (layak muat) di media massa, yaitu:60

56
Kustadi Sushandang, Pengantar Jurnalistik: Seputar Organisasi, Produk, dan Kode
Etik (Bandung: NUANSA, 2010), h. 102-103.
57
Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2006), h.
51.
58
Asep Syamsul, M. Romli, Jurnalistik Praktis (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
1999), h. 1.
59
Asep Syamsul, M. Romli, Jurnalistik Praktis, h. 2.
60
Asep Syamsul, M. Romli, Jurnalistik Praktis, h. 3.

40
1) Cepat, yakni aktual atau ketetapan waktu. Dalam unsur ini terkandung

makna harfiah berita (news), yakni sesuatu yang baru (new). Tulisan

  jurnalistik menurut Al Hetser adalah tulisan yang memberi pemahaman

pada pembaca ataua informasi yang tidak diketahui sebelumnya.

2) Nyata (faktual), yakni informasi tentang sebuah fakta (fact), bukan fiksi

atau karangan. Fakta dalam dunia jurnalistik terdiri dari kejadian nyata

(real event), pendapat (opinion), dan pernyataan (statement) sumber berita.

Dalam unsur ini terkandung pula pengertian, sebuah berita harus

merupakan informasi tentang sesuatu yang sesuai dengan keadaan

sebenarnya atau laporan mengenai fakta sebagaimana adanya. M. L. Stein

mengatakan, jangan sekali-kali mengubah fakta untuk memuaskan hati

seseorang atau suatu golongan. Yang paling penting adalah sumber dapat

dipercaya.

3) Penting, artinya menyangkut kepentingan orang banyak. Misalnya

peristiwa yang akan berpengaruh pada kehidupan masyarakat secara luas,

atau dinilai perlu diketahui dan diinformasikan kepada orang banyak.

4) Menarik, artinya mengandung orang untuk membaca berita yang kita tulis.

Berita yang biasanya menarik perhatian pembaca, di samping yang aktual

dan faktual serta menyangkut kepentingan orang banyak, juga berita yang

bersifat menghibur (lucu), mengandung keganjilan atau keanehan, atau

berita human interest (menyentuh emosi, menggugah perasaan).

Selain mempunyai karakteristik-karakteristik, berita juga harus

mempunyai konsep berita yang patut diperhatikan kalangan wartawan, media

41
massa, dan bahkan masyarakat. Karena konsep berita itu akan menghasilkan

berita yang berbobot dan berkualitas. Penyusunannya pun harus disusun dengan

bahan  yang memadai, dituliskan dengan benar, dan harus mengandung

ketertarikan dan mampu menggugah pikiran pembaca atau pemirsa. Berikut

konsep berita tersebut:61

a. Berita sebagai laporan tercepat, yang menitikberatkan pada penyampaian

informasi yang dapat menarik perhatian dan dianggap penting oleh publik.

Kecepatan dalam mencari, mengumpulkan, mengolah hingga menyusun

berita harus menjadi fokus. Lebih cepat berita disiarkan, maka nilai berita

tersebut semakin baik di mata masyarakat.

b. Berita sebagai rekaman, yang menitikberatkan pada fungsi berita sebagai

dokumentasi dari suatu peristiwa atau masalah yang sedang terjadi. Berita

sebagai rekaman telah menjadikan industri media massa yang semakin

berkembang pesat, bahkan dapat dimanfaatkan sebagai sarana untuk

pengembangan ilmu dan penelitian yang memberi ruang bagi

berkembangnya teori, model, pendekatan baru dalam industri media

massa.

c. Berita sebagai fakta objektif, yang menitikberatkan berita sebagai laporan

tentang fakta apa adanya, sebagai suatu realitas. Berita harus terbebas dari

manipulasi dan intervensi. Cara pandang dan perspektif wartawan dan

media massa dalam menyeleksi peristiwa atau masalah sangat menentukan

61
Syarifudin Yunus, Jurnalistik Terapan (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2010), h. 49-51.

42
fakta yang akan diambil, aspek apa yang ditonjolkan dan aspek apa yang

perlu dihilangkan.

d.  Berita sebagai interpretasi, yang menitikberatkan pada fungsi berita

sebagai fakta yang berbicara sehingga mampu menimbulkan interpretasi di

kalangan pembaca. Berita memuat interpretasi dan analisis wartawan, di

samping memberi interpretasi kepada masyarakat.

e. Berita sebagai sensasi, yang terkadang aneh dan menggemparkan, asalkan

tetap berorientasi pada fakta yang ada. Sensasi harus atensi, ekspektasi,

motivasi, dan memori. Sensasi tetap harus berdasar pada pendekatan yang

rasional.

f. Berita sebagai media insani, yang menjadikan berita sebagai alat untuk

menimbulkan simpati, empati, bahkan kontroversi di kalangan pembaca

atau pemirsa. Berita dapat membuat orang menangis, histeris, dan

tergugah alam pikiran, hati dan perasaannya. Sekalipun tetap ditafsirkan

dengan akal sehat, berita pun terkadang dapat membuat orang hanyut

dengan isi berita.

g. Berita sebagai ramalan, yang menitikberatkan adanya dampak atau

pengaruh dari suatu peristiwa atau masalah yang menjadi berita. Berita

bukan sekedar laporan fakta yang sesungguhnya, berita harus mampu

memberi interpretasi, prediksi, dan konklusi di kalangan publik.

h. Berita sebagai gambar, yang berorientasi pada penyajian gambar yang

dapat menarik perhatian pembaca untuk memperkuat pemahaman terhadap

berita yang disajikan. Penempatan dan kombinasi gambar atau foto yang

43
baik dalam berita akan lebih efektif dalam menimbulkan kesan pada

pembaca atau pemirsa. Ibarat ungkapan: satu gambar seribu bahasa,

  artinya gambar atau foto akan lebih memiliki pengaruh daripada kata-kata

yang digunakan.

2. Nilai Berita

Dalam berita ada beberapa karakteristik intrinsik yang dikenal sebagai

nilai berita (news values). Nilai berita ini menjadi ukuran yang berguna, yaitu

biasa diterapkan untuk menentukan khalayak berita (news worthy).62News

worthiness dibutuhkan untuk menentukan apa yang dianggap menarik dan penting

bagi audiens, dan pada praktiknya membantu gatekeepers (penjaga gawang) untuk

menyeleksi berita secara konsisten.63

Beberapa elemen nilai berita yang mendasari pelaporan kisah berita, ialah:

Immediacy, Proximility, Consequence, Conflict, Oddity, Sex, Emotion,

Prominence, Suspense, dan Progress.64 Di dalam sebuah kisah berita, bisa jadi

terdapat beberapa elemen yang saling mengisi terkait dengan peristiwa yang

dilaporkan wartawan. Berikut penjelasan mengenai elemen nilai berita:

Tabel 6
Elemen Nilai Berita65

Immediacy Immediacy kerap diistilahkan dengan timelines. Artinya


terkait dengan kesegaran peristiwa yang dilaporkan.
sebuah berita sering dinyatakan sebagai laporan dari
apa yang baru saja terjadi. bila peristiwanya terjadi

62
Luwi Iswara, Catatan-catatan Jurnalisme Dasar, cet- 3 (Jakarta: Kompas, 2007), h. 53
63
Wibowo, Dasar-dasar Jurnalistik, h. 41.
64
Septian, Santana K, Jurnalisme Kontemporer (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005),
h. 18-20.
65
Septian, Santana K, Jurnalisme Kontemporer, h. 18-20.

44
beberapa waktu lalu, hal ini dinamakan sejarah. Unsur
waktu amat penting disini.
Proximity Khalayak berita akan tertarik dengan berbagai peristiwa
yang terjadi didekatnya, disekitar kehidupan sehari-
  harinya. Proximity ialah keterdekatan peristiwa dengan
pembaca atau pemirsa dalam keseharian hidup mereka.
orang-orang akan tertarik dengan berita-berita yang
menyangkut kehidupan mereka, seperti keluarga atau
kawan-kawan mereka, atau kota mereka beserta klub-
klub olahraga, stasiun, terminal, dan tempat-tempat
yang mereka kenali setiap hari. melalui unsure ini pula
tergambarkan keberhasilan koran-koran lokal yang
dikelola dengan baik. Mereka mencari perkembangan
kota atau provinsi yang menjadi lahan kehidupan
terdekat mereka.
Consequence Berita yang mengubah kehidupan pembaca adalah
berita yang mengandung nilai konsekuensi. Lewat
berita kenaikan gaji pegawai negeri atau kenaikan harga
BBM (bahan bakar minyak), masyarakat dengan segera
akan mengikutinya karena terkait dengan konsekuensi
kalkulasi ekonomi sehari-hari yang harus mereka
hadapi. Putusan parlemen yang mengesahkan Banten
menjadi sebuah provinsi dan lepas dari kewilayahan
Jawa Barat, akan diperhatikan masyarakat dikarenakan
konsekuensi (bagi para penduduk Banten dan
sekitarnya) yang akan dihadapi.
Conflict Peristiwa-peristiwa perang, demostrasi, atau kriminal,
merupakan contoh elemen konflik di dalam
pemberitaan. Perseteruan antarindividu, antartim, atau
antarkelompok, sampai antarnegara, merupakan
elemen-elemen natural dari berita-berita yang
mengandung konflik.
Oddity Peristiwa yang tidak biasa terjadi ialah sesuatu yang
akan diperhatikan segera oleh masyarakat. Kelahiran
bayi kembar lima, goyang gempa berskala Richter
tinggi, pencalonan tukang sapu sebagai kandidat calon
gubernur, dan sebagainya, mmerupakan hal-hal yang
akan jadi perhatian masyarakat.
Sex Kerap seks menjadi satu elemen utama dari sebuah
pemberitaan. Tapi, seks sering pula menjadi tambahan
bagi pemberitaan tertentu, seperti pada berita sports,
selebritis, atau kriminal. Berbagai berita artis hiburan
banyak dibumbui dengan elemen seks. Berita politik
impeachment Presiden AS, Bill Clinton, banyak terkait
dengan unsur seksnya.
Emotion Elemen emotion ini kadang dinamakan dengan elemen

45
human interest. Elemen ini menyangkut kisah-kisah
yang mengandung kesedihan, kemarahan, simpati,
ambisi, cinta, kebencian, kebahagiaan, atau humor.
Elemen emotion sama dengan kondisi atau tragedi.
Prominence
  Elemen ini adalah unsur yang menjadi dasar istilah
“names make news”, nama membuat berita. Ketika
seseorang menjadi terkenal, maka ia akan selalu diburu
oleh pembuat berita. Unsur keterkenalan ini tidak
dibatasi atau hanya ditujukan kepada status VIP semata.
Beberapa tempat, pendapat, dan peristiwa termasuk ke
dalam elemen ini. Bali, petuah-petuah hidup, dan hari
raya memiliki elemen keterkenalan yang diperhatikan
banyak orang.
Suspense Elemen ini menunjukkan sesuatu yang ditunggu-
tunggu, terhadap sebuah peristiwa, oleh masyarakat.
Adanya ketegangan menunggu pecahnya perang
(invasi) AS ke Irak, adalah salah satu contohnya.
Namun, elemen ketegangan ini tidak terkait dengan
paparan kisah berita yang berujung pada klimaks
kemisterian. Kisah berita yang menyampaikan fakta-
fakta tetap merupakan hal yang penting. Kejelasan fakta
dituntut masyarakat. Penantian masyarakat pada pelaku
“Bom Bali” tetap mengandung kejelasan fakta. Namun,
ketegangan masyarakat tetap terjadi selama kasus
tersebut dilaporkan media, khususnya kepada rincian
fakta kejadiannya beserta wacana politik yang
membayanginya.
Progress Elemen ini merupakan elemen “perkembangan”
peristiwa yang ditunggu masyarakat. Kesudahan invasi
militer AS ke Irak, misalnya, tetap ditunggu
masyarakat. Bagaimana masyarakat Irak seusai perang
tersebut membangun pemerintahannya adalah elemen
berita yang ditunggu masyarakat. Bagaimana upaya
negara-negara yang terkena wabah SARS,
pemberitaannya masih diminati masyarakat.

3. Kategori Berita

Proses kerja dan produksi berita adalah sebuah konstruksi. Kenapa sebuah

peristiwa dapat dibilang sebagai berita sementara peristiwa yang lain tidak, ini

adalah sebuah konstruksi. Sebagai sebuah konstruksi ia menentukan mana yang

46
dianggap berita mana yang tidak, mana yang penting dan yang tidak penting.

Selain nilai berita, prinsip lain dalam proses produksi berita adalah apa yang

disebut
  kategori berita.66 Ada beberapa kategori pemberitaan, yaitu hard news,

feature, sports, social, interpretive, science, consumer, dan financial.67 Berikut

penjelasan mengenai kategorisasi berita:

Tabel 7
Kategori Berita68

Hard News Kisah berita ini merupakan desain utama dari sebuah
pemberitaan. Isinya menyangkut hal-hal penting yang
langsung terkait dengan kehidupan pembaca,
pendengar, atau pemirsa. Kisah-kisahnya biasanya
adalah hal-hal yang dianggap penting, dan karena itu
segera dilaporkan oleh koran, radio, atau televisi dari
semenjak peristiwanya terjadi. Pada koran, beritanya
diletakkan di halaman depan. Pada televisi dan radio,
beritanya disiarkan di jam-jam prime time. Pada situs-
situs berita internet, laporan langsung di-up load, pada
up dating informasi yang mesti segera diketahui
masyarakat.
Feature News Berita feature ialah kisah peristiwa atau situasi yang
menimbulkan kegemparan atau imaji-imaji
(pencitraan). Peristiwanya bisa jadi bukan termasuk
yang teramat penting harus diketahui masyarakat,
bahkan kemungkinan hal-hal yang telah terjadi
beberapa waktu lalu. Kisahnya memang didesain untuk
menghibur. Namun, tetap terkait dengan hal-hal yang
menjadi perhatian, atau mengandung informasi, bagi
khalayak berita. Subjek beritanya mungkin hanya
mengisahkan kegemaran orang-orang, tempat-tempat di
kota yang telah dilupakan padahal masih menyimpan
nilai sejarah atau kultur, atau kehidupan seorang sukses
yang layak diteladani, dan bisa juga orang-orang kelas
bawah yang bertahan di sudut-sudut kota yang kumuh.
Sports News Berita-berita olahraga bisa masuk ke kategori hard

66
Eriyanto, Analisis Framing Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media (LKis: Yogyakarta,
2005), h. 126.
67
Septian, Santana K, Jurnalisme Kontemporer (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005),
h. 20.
68
Septian, Santana K, Jurnalisme Kontemporer, h. 20-22.

47
news atau feature. Selain dari, hasil-hasil pertandingan
atau perlombaan atau rangkaian kompetisi musiman,
pemberitaan juga meliputi berbagai bidang lain yang
terkait sports, seperti tokoh-tokoh olahragawan,
  kehidupan para pemain olahraga yang hendak
bertanding, kesiapan-kesiapan kelompok olahraga di
dalam masa pelatihan, sampai para penggemar olahraga
tertentu yang fanatik.
Social News Kisah-kisah kehidupan sosial, seperti sport, bisa masuk
ke dalam pemberitaan hard atau feature news.
Umumnya, meliputi pemberitaan yang terkait dengan
kehidupan masyarakat sehari-hari, dari soal-soal
keluarga sampai ke soal perkawinan anak-anak.
Interpretive Di kisah berita interpretive ini, wartawan berupaya
untuk memberi kedalaman analisis, dan melakukan
survei terhadap berbagai hal yang terkait dengan
peristiwa yang hendak dilaporkan.
Science Dalam kisah berita ini, para wartawan berupaya untuk
menjelaskan, dalam bahasa berita, ikhwal kemajuan
perkembangan keilmuan dan teknologi.
Consumer Para penulis a consumer story ialah para pembantu
khalayak yang hendak membeli barang-barang
kebutuhan sehari-hari, baik yang bersifat kebutuhan
primer dan sekunder, seperti peralatan rumah tangga
sampai aksesoris pakaian.
Financial Para penulis financial news memfokus perhatiannya
pada bidang-bidang bisnis, komersial, atau investasi.
Para penulisnya umumnya mempunyai referensi
akademis atau kepakaran terhadap subjek-subjek yang
dibahasnya.

Sedangkan jenis berita diketahui terdapat lima jenis, yaitu Straight News,

Deep News, Investigation News, Interpretative News, dan Opinion News. Berikut

penjelasan mengenai lima jenis berita:

48
Tabel 8
Jenis-jenis Berita69

Straight News Berita yang langsung pada sasaran secara singkat dan
  lugas. Diberitakan dengan tanpa mencampurbaurkan
opini penulis, disiarkan secara cepat biasanya menjadi
berita utama.
Deep News Berita mendalam, dikembangkan dengan pendalaman
hal-hal yang ada di bawah suatu permukaan.
Investigation News Berita yang dihasilkan lewat sebuah proses
penyelidikan atau investigasi yang biasanya diangkat
dari kasus penting yang diketahui oleh masyarakat luas.
Serta berdasarkan penelitian dari berbagai sumber.
Interpretative News Berita yang dikembangkan dari pendapat wartawan
berdasarkan fakta yang ditemukan.
Opinion News Berita mengenai pendapat seseorang, biasanya pendapat
pakar cendekiawan mengenai suatu hal.

G. Kekerasan Seksual di Dunia Pendidikan

Secara teoritis, kekerasan terhadap anak (child abuse) dapat didefinisikan

sebagai peristiwa pelukaan fisik, mental, atau seksual yang umumnya dilakukan

oleh orang-orang yang mempunyai tanggung jawab terhadap kesejahteraan anak,

yang mana itu semua diindikasikan dengan kerugian dan ancaman terhadap

kesehatan dan kesejahteraan anak.70 Adapun kekerasan itu sendiri dapat diartikan

sebagai “penggunaan kekuatan fisik atau kekuasaan, ancaman atau tindakan

terhadap diri sendiri, perorangan atau sekelompok orang atau masyarakat yang

kemungkinan besar mengakibatkan memar, trauma, kematian, dampak psikolgis,

kelainan perkembangan atau perampasan hak”.71

69
Asep Syamsul Ramli, Jurnalistik Untuk Pemula (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
1999), h. 23.
70
Bagong Suyanto, Masalah Sosial Anak (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2003),
cet. 1, h. 28.
71
Maria Advianti, “Lindungi Anak Indonesia dari Kekerasan Seksual,” artikel diakses
pada 5 Juni 2014 dari http://www.kpai.go.id/artikel/lindungi-anak-indonesia-dari-kekerasan-
seksual/

49
Kekerasan terhadap anak dalam dunia pendidikan bisa berbentuk

kekerasan fisik, kekerasan psikis atau psikologis, kekerasan seksual dan

kekerasan
  ekonomi.72 Kekerasan fisik merupakan tindakan yang mudah dikenali,

seperti menampar, menendang, memukul atau meninju, mencekik, mendorong,

menggigit, mengancam dengan benda tajam dan sebagainya yang berhubungan

dengan fisik.

Kekerasan psikis ini tidak mudah untuk dikenali, karena kekerasan jenis

ini hanya berpengaruh atau berdampak pada situasi perasaan tidak aman dan

nyaman. Bisa seperti penggunaan kata-kata kasar, melontarkan ancaman dengan

kata-kata, mempermalukan orang di depan orang lain dan sebagainya. Sedangkan

kekerasan seksual, segala tindakan yang muncul dalam bentuk paksaan atau

mengancam untuk melakukan hubungan seksual (sexual intercourse). Kekerasan

ekonomi, kekerasan jenis ini sering terjadi di lingkungan keluarga. Pada anak-

anak, kekerasan jenis ini sering terjadi ketika orang tua memaksa anak yang masih

berusia di bawah umur untuk memberikan kontribusi ekonomi keluarga, sehingga

muncullah fenomena pengemis anak, pengamen jalanan dan sebagainya.73

Dari beberapa bentuk kekerasan yang dijelaskan diatas, ternyata tindak

kekerasan seksual terhadap anak telah banyak mendapatkan perhatian publik dan

telah menjadi salah satu profil kejahatan yang paling tinggi. Hampir setiap mass

media memberitakan tentang kejahatan berupa pemerkosaan, pelecehan seksual

maupun kekerasan seksual dan yang banyak menjadi korban adalah anak-anak.

72
Bagong Suyanto, Masalah Sosial Anak (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2003),
cet. 1, h. 29-30.
73
Bagong Suyanto, Masalah Sosial Anak, h. 30.

50
Segala perilaku yang mengarah pada tindakan pelecehan seksual terhadap anak-

anak, baik di sekolah, di dalam keluarga, maupun di lingkungan sekitar tempat

tinggal
  anak juga termasuk dalam kekerasan atau pelanggaran terhadap hak anak.

Karena tindak kekerasan seksual terhadap anak-anak merupakan suatu kejahatan

yang melanggar HAM.

Pada kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh oknum guru terhadap

muridnya merupakan tindakan yang merusak moral. Tindakan seperti ini tidak

sepatutnya dilakukan oleh seorang pendidik. Karena selain memberikan ilmu,

tugas pendidik juga memberikan contoh teladan yang baik dan menjadi sosok

pelindung bagi muridnya. Dalam Islam pun dijelaskan bahwa sikap seorang guru

atau pendidik itu diantaranya murah hati, penyayang dan lemah lembut.74

Sebagaimana yang dijelaskan dalam Surat Ar-Rahman/55: 1-4 berikut:

“(Rabb) Yang Maha Pemurah. Yang telah mengajarkan al-Qur‟an. Dia


menciptakan manusia. Mengajarnya pandai berbicara/ Al-Bayan.”
Kaitannya ayat ar-rahman ini dengan subjek pendidikan yaitu, pertama,

kata ar-rahman menunjukkan bahwa sifat-sifat pendidik adalah murah hati,

penyayang dan lemah lembut, santun dna berakhlak mulia kepada anak didiknya

dan siapa saja yang menunjukkan profesionalisasi pada kompetensi personal.

Kedua, seorang guru hendaknya memiliki kompetensi paedagogis yang baik

sebagaimana Allah mengajarkan al-Qur‟an kepada Nabi-Nya. Dalam Surat Al-

Kahf/18: 66 berikut:

74
Syamsul, “Dalil al-Qur‟an Tentang Pendidikan,” artikel diakses pada 16 Agustus 2014
dari http://syamsul14.wordpress.com/2012/11/29/dalil-al-quran-tentang-pendidikan/

51
“Musa berkata kepada Khidir “Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu
mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan
kepadamu.”

 
Dari ayat ini dapat diambil beberapa pokok pemikiran yang kaitannya

dengan aspek pendidikan bahwa seorang pendidik hendaknya menuntun anak

didiknya. Dalam hal ini menerangkan bahwa peran seorang guru adalah sebagai

fasilitator, tutor, pendamping dan lainnya. Peran tersebut dilakukan agar anak

didiknya sesuai dengan apa yang diharapkan.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 23 Tahun 2002

tentang perlindungan anak, Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang

Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat,

martabat, dan hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Hak asasi

anak merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam Undang-

Undang Dasar 1945 dan Konvensi Perserikatan Bangsa- Bangsa tentang Hak-Hak

Anak. Dari sisi kehidupan berbangsa dan bernegara, anak adalah masa depan

bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas

kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas

perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi serta hak sipil dan

kebebasan.75

75
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan
Anak, h. 1.

52
BAB III

GAMBARAN UMUM
 

A. Profil Harian Republika

Harian umum Republika yang terbit pada tahun 1993 merupakan koran

Islam yang berasosiasi dengan Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI)

melalui Yayasan Abdi Bangsa yang dipimpin oleh mantan Menristek BJ Habibie.

Nama Republika berasal dari ide Presiden Soeharto yang disampaikan saat

beberapa pengurus ICMI Pusat menghadap untuk menyampaikan rencana

peluncuran harian umum tersebut. Pada awalnya, harian ini akan diberi nama

Republik.

Yayasan Abdi Bangsa sebagai pengelola harian Republika, mendapatkan

SIUPP dari pemerintah, yakni Departemen Penerangan RI pada tanggal 19

Desember 1992, melalui dukungan ICMI. Perolehan SIUPP Republika ini sangat

mudah bila dibandingkan dengan media lain karena lima tahun terakhir menjelang

Republika lahir pemerintahan tidak pernah mengeluarkan SIUPP baru untuk

harian umum. Hal ini berkaitan dengan pernyataan Menteri Penerangan Harmoko

bahwa SIUPP baru untuk harian umum tidak akan dikeluarkan karena

peredarannya sudah jenuh.

53
Motto yang dicanangkan Republika adalah “Mencerdaskan Kehidupan

Bangsa.”76 Maksud dari motto tersebut adalah untuk mewujudkan media massa

yang  mendorong bangsa menjadi kritis dan berkualitas. Tujuan Republika searah

dengan tujuan ICMI yang berdiri pada tanggal 7 Desember 1990, yaitu

mewujudkan penyebaran program ICMI ke seluruh bangsa melalui program 5K,

yaitu Kualitas Iman, Kualitas Hidup, Kualitas Karya, Kualitas Kerja, dan Kualitas

Pilar (Republika, 1994: 1). Kehadiran harian ini membawa konsep baru dalam

dunia persuratkabaran di Indonesia. Di awal pembentukannya, Republika dikelola

oleh para jurnalis yang handal dan intelektual muslim modernis yang ingin

mempersiapkan masyarakat dalam era baru perkembangan politik, ekonomi, ilmu

pengetahuan, sosial, dan budaya.

Oleh para penggagasnya harian Republika ini dimaksudkan sebagai sarana

untuk menyalurkan aspirasi sebagian besar rakyat Indonesia yang belum terwakili

secara proporsional dalam pencaturan nasional baik di bidang politik, ekonomi,

sosial maupun budaya.

Keberadaan Republika tidak bisa dipisahkan dari ICMI, organisasi yang

pernah menjadi mesin politik BJ. Habibie, sebagai sponsor lainnya Republika.

Adanya orang-orang ICMI di Republika Zaim Uchrowi, tidak memengaruhi sikap

jurnalistik Republika. Asas keseimbangan berita senantiasa dijaga. Karena itulah

Republika tetap eksis sampai saat ini. Kini, oplah Republika mencapai 120.000

eksemplar.

76
Data Resmi Harian Republika yang diberikan pada tanggal 7 April 2014.

54
Sejak mulai terbit pada tanggal 4 Januari 1993, oplah penjualan Republika

terus meningkat. Sepuluh hari sejak terbit, oplah Republika sudah mencapai

100.000
  eksemplar. Padahal rencana awal terbit hanya diperkirakan sekitar 40.000

eksemplar per hari pada semester pertama tahun 1993, berarti oplah Republika

meningkat 2,5 kali lipat dari rencana awal. Pada semester kedua, oplah Republika

naik menjadi 130.000 eksemplar dan memasuki tahun kedua sudah meningkat

menjadi 160.000 eksemplar per hari.77

Penyebaran harian Republika hampir tersebar diseluruh wilayah Indonesia.

Melihat proposisi sebaran wilayah DKI Jakarta menempati urutan pertama, yaitu

50,31%, kemudian sebesar Jawa Barat 17,30%, Jawa Tengah 6,90%, Jawa Timur

4,36%, sisanya tersebar di daerah-daerah lain.78 Dari data ini menunjukkan bahwa

informasi yang dibawa oleh Republika dapat menyebar ke berbagai wilayah di

Indonesia.

Walaupun masih seumur jagung di kancah industri media cetak di

Indonesia, Republika telah ikut serta mensukseskan program pemerintah dalam

mengentaskan kemiskinan dengan membuka program “Dompet Dhuafa” pada Juli

1993. Selain itu Republika juga telah mendapatkan berbagai penghargaan

bergengsi. Pada pertengahan oktober 1993 Republika berhasil menjadi juara

pertama dalam lomba perwajahan media cetak yang diselenggarakan Serikat

Grafika Pers.

77
Data Resmi Harian Republika yang diberikan pada tanggal 7 April 2014.
78
Data Resmi Harian Republika yang diberikan pada tanggal 7 April 2014.

55
Sebagai upaya pemenuhan tuntutan khalayak, Republika telah melakukan

berbagai penyempurnaan. Hal tersebut diwujudkan dengan menyempurnakan

desain
  penampilan koran, dan meningkatkan porsi berita maupun artikel yang

berkaitan dengan bisnis lebih banyak dan menempatkannya hampir di setiap

halaman. Hal tersebut dilakukan sebagai upaya pemenuhan tuntutan khalayak

pembaca yang semakin lama semakin meningkat, baik dalam hal gaya hidup

maupun status ekonomi.

Republika pun menampilkan corak jurnalisme yang khas. Republika

menyajikan berita cenderung aktraktif, jelas, dan tuntas. Republika

mengembangkan corak jurnalisme yang “enak dibaca” (readable). Bahasa dan

gaya penuturannya diupayakan popular, renyah, tidak kaku tanpa mengabaikan

kaidah bahasa. Visualisasi dan desain menarik disajikan dengan menonjolkan

bentuk grafis yang informatif (berupa gambar, foto, tabel) serta eksploitasi

cetakan warna. Hal inilah yang membuat Republika pernah menyandang predikat

sebagai juara I dalam tata wajah terbaik media cetak nasional pada tahun pertama

penerbitannya.

Pilihan topik yang ditampilkan Republika tidak mengandung prentensi

untuk menjadi filosofis. Topik yang memperoleh perhatian lebih adalah topik-

topik yang dekat dengan dan berdampak langsung terhadap pembaca. Republika

dalam penulisan di beberapa topiknya justru mengembangkan semacam surat

kabar yang “semi magazine” artinya akan banyak berita yang ditulis dengan gaya

features. Topik-topik tersebut disegmentasikan sebagai berikut: Pesta Demokrasi,

56
Resonansi, Hikmah, Solilokui, Wacana, Tajuk, Tekad, Rekor, Manajer, Trend,

Teknologi, Dialog Jumat, Koran Kecil, dan Selasar.

 
B. Visi dan Misi Harian Republika

a. Visi Harian Republika

1) Menegakkan amar ma’ruf nahi munkar

2) Membela, melindungi dan melayani kepentingan umat

3) Mengkritisi tanpa menyakiti

4) Mencerdaskan, mendidik dan mencerahkan

5) Berwawasan kebangsaan

b. Misi Harian Republika79

1) Politik

a) Mengembangkan demokrasi

b) Optimalisasi peran lembaga-lembaga negara

c) Mendorong partisipasi politik semua lapisan masyarakat

d) Mengutamakan kejujuran dan moralitas dalam politik

2) Ekonomi

a) Berpihak pada kepentingan ekonomi domestik dan

pengaruh globalisasi

b) Mempromosikan etika dan moral dalam berbisnis

c) Mempromosikan profesionalisme

d) Pemerataan sumber-sumber daya ekonomi

79
Data Resmi Harian Republika yang diberikan pada tanggal 7 April 2014.

57
3) Agama

a) Mensyiarkan Islam

  b) Mempromosikan semangat toleransi

c) Mewujudkan “Islam rahmatan lil ‘alamin” dalam segala

ilmu

d) Membela, melindungi dan melayani kepentingan umat

4) Budaya

a) Mengembangkan bentuk-bentuk kesenian dan hiburan yang

sehat, mencerdaskan, menghaluskan perasaan dan

mempertajam kepekaan nurani

b) Kritis – apresiatif terhadap bentuk-bentuk ekspresi kreatif

budaya yang berkembang di masyarakat

c) Menolak bentuk-bentuk kebudayaan/ kesenian yang

merusak moral, akidah dan mereduksi nilai-nilai

kemanusiaan

C. Struktur Redaksi Harian Republika

Pada dasarnya suatu perusahaan perlu membuat struktur organisasi, di

mana menjelaskan secara rinci mengenai tugas, tanggung jawab dan wewenang

masing-masing jabatan yang terdapat di struktur organisasi tersebut. Sehingga

kerja sama antara masing-masing jabatan dapat terjalin secara harmonis dan

menguntungkan. Berikut adalah struktur redaksi harian Republika:

58
Tabel 9
Struktur Redaksi Harian Republika80

Pemimpin Redaksi Nasihin Masha


Wakil
  Pemimpin Redaksi Arys Hilman Nugraha
Redaktur Pelaksana Koran Irfan Junaidi
Redaktur Pelaksana Newsroom Elba Damhuri
Redaktur Redaktur Pelaksana Online Maman Sudiaman
Redaktur Senior Agung P Vazza
Wakil Redaktur Pelaksana Subroto
Syahruddin El-Fikri
Kumara Dewatasari
Asisten Redaktur Pelaksanan Firkah Fansuri
Heri Ruslan
Johar Arief
Priyantono Oemar
Joko Sadewo
Nur Hasan Murtiaji
Stevy Maradona
Sekretaris Redaksi Hamidah Sagaf
Kepala Perwakilan Jawa Barat Rachmat Santosa Basarah
Kepala Perwakilan DIY-Jateng dan Jatim Haryadi B Susanto
Reporter Senior Harun Husein
Muhammad Subarkah
Nurul S Hamami
Selamat Ginting
Siwi Tri Puji Budiwiyati
Rakhmat Hadi Sucipto
Teguh Setiawan
Kepala Desain Sarjono
Kepala Infografis Muhamad Ali Imron
Kepala Bahasa Abdul Sahal
Staf Redaksi
Agus Yulianto, Alwi Shahab, Andi Nur Aminah, Andri Saubani, Anjar Fahmiarto,
Asep K Nurzaman, Budi Raharjo, Chairul Akhmad, Darmawan Sepriyossa, Dewi
Mardiani, Didi Purwadi, Endro Yuwanto, EH Ismail, Ferry Kisihandi, Fitriyan
Zamzami, Heri Purwata, Indira Rezkisari, Irwan Kelana, Israr, Khoirul Azwar, M
Ikhsan Shiddieqy, Nashih Nashrullah, Natalia Endah Hapsari, Nidia Zuraya, Nina
Chairani Ibrahim, Rahmat Budi Harto, Ratna Puspita, Reiny Dwinanda, R Hiru
Muhammad, Taufiqurrahman Bachdari, Teguh Firmansyah, Wachidah Handasah,
Wulan Tunjung Palupi, Yeyen Rostiyani, Yogi Ardhi Cahyadi, Yusuf Assidiq,
Zaky Al Hamzah, Edwin Dwi Putranto, Abdullah Sammy, Agus Raharjo, Ahmad
Islamy Jamil, Amri Amrullah, Ani Nursalikah, A Syalaby Ichsan, Bilal
Ramadhan, Bowo Pribadi, Citra listyana Rini, Damanhuri Zuhri, Darmawan, Desy
80
Surat Kabar Republika edisi April 2014

59
Staf Redaksi
Susilawati, Djoko Suceno, Dwi Murdaningsih, Dyah Ratna Meta Novia, Edi
Setyoko, Eko Widiyanto, Erdy Nasrul, Erik Purnama Putra, Esthi Maharani,
Fernan Rahadi, Fitria Andayani, Friska Yolandha, Ichsan Emrald Alamsyah,
Indah  Wulandari, Irfan Fitrat Pribadi, Lilis Sri Handayani, Mansyur Faqih,
Meiliana Fauziah, Mohammad Akbar, Muhammad Akbar Wijaya, Muhammad
Fakhruddin, Mutia Ramadhani, M Hafil, Neni Ridarineni, Nur Aini, Qomarria
Rostanti, Rosita Budi Suryaningsih, Rusdy Nurdiansyah, Satya Festiani,
Setyanavidita Livikacansera, Yoebal Ganesha Rasyid, Yulianingsih, Tahta
Aidilla, Aditya Pradana Putra, Agung Supriyanto, Wihdan Hidayat, Bambang
Noroyono, Gita Amanda Jatnikawati, Adi Wicaksono, Angga Indrawan, M Iqbal,
Satria Kartika Yudha, Ira Sasmita, Rizky Jaramaya, AldianWahyu Ramadhan,
Gilang Akbar Prambadi, Alicia Saqina, Rr Laeny Sulistyawati, Nora Azizah,
Aghia Khusmaesi, M irwan Ariefyanto, Ikhwanul Kiram Manshuri, Maspril Aries
(Palembang), Ahmad Barass (Bali).

Sumber: Surat Kabar Republika

Alamat Redaksi: Jl. Warung Buncit Raya No. 37, Jakarta 12510.
Tlp. 0217803747 (Hunting), 02179184744 (Iklan).
Fax. 0217800649, 7983623 (Redaksi), 0217981169 (Iklan)
02179198441 (Sirkulasi dan Berlangganan).
Email Redaksi Republika: sekretariat@republika.co.id.

D. Realitas Peristiwa Isu Kekerasan Seksual di Dunia Pendidikan

Pemberitaan mengenai isu kekerasan seksual yang muncul dalam

pemberitaan merupakan kasus yang sangat memperihatinkan dan mencoreng

nama baik dunia pendidikan. Tak hanya menodai nama baik dunia pendidikan, ini

juga menodai nama baik guru yang merupakan pendidik serta contoh bagi murid-

muridnya. Hal Ini terjadi karena dilakukan oleh pendidik yang tidak bertanggang

jawab.

Sekilas melihat kasus yang geger dibicarakan di pemberitaan yaitu

mengenai kasus kekerasan seksual yang dialami peserta didik di sekolah. Deretan

kasus kekerasan seksual yang terjadi di lembaga pendidikan merupakan sebuah

60
ironi yang akhir-akhir ini kerap melanda dunia pendidikan dan harus disikapi

secara bijaksana. Tidak bisa dielakkan bahwa kejadian ini menurunkan

kepercayaan
  publik terhadap pendidik dan lembaga atau instansi pendidikan.

Pada pemberitaan yang di muat oleh harian Republika mengenai beberapa

kasus kekerasan seksual yang terjadi di instansi pendidikan, terlihat bahwa kasus

ini dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Yang dikutip dari data Komnas

Perempuan dan Komisi Nasional Perlindungan Anak (KNPAI), di awal tahun

2013 kasus kekerasan seksual yang terjadi di Indonesia sangat mencengangkan.

Komnas Perempuan mencatat, sepanjang tahun 2012 menerima pengaduan 54

kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilakukan oleh pejabat publik dan

tokoh masyarakat. Sedangkan, menurut data KNPAI pelecehan seksual terhadap

anak di sekolah menjadi terus meningkat. Kekerasan seksual tidak hanya

mengancam anak usia remaja, tapi anak-anak pada umumnya, terdapat 2.509

laporan di tahun 2011, 59 persen diantaranya adalah kekerasan seksual. Sementara

pada 2012 terdapat 2.637 laporan, 62 persen diantaranya adalah kekerasan

seksual.81

Salah satu kasus pelecehan seksual di sekolah yang tengah menjadi

sorotan terjadi di Pulau Batam, Kepulauan Riau. Kasus tersebut mula-mula

mencuat menyusul pengungkapan oleh Komisi Pengawasan dan Perlindungan

Anak Daerah (KPPAD) Kepulauan Riau. Menurut laporan KPPAD, belasan siswa

kelas VIII dan IX di SMP 28 Kota Batam mengadukan pelecehan seksual oleh

81
“Sebagian Besar Kekerasan Anak Terjadi dalam Bentuk Kekerasan Seksual,”
Republika, 24 April 2013, h. 1.

61
kepala sekolah di SMP tersebut dengan korban mencapai 15 orang. Dari hasil

penelusuran KPPAD, pelecehan seksual diduga dilakukan sejak tahun 2012.82

 
Setelah maraknya kasus kekerasan seksual pada anak di tahun 2013,

ternyata kasus kekerasan seksual dan pencabulan kembali terjadi di tahun 2014.

Yang baru-baru ini terjadi di Taman Kanan-Kanak (TK) Jakarta International

School (JIS). Selain kasus JIS, ternyata kasus kekerasan seksual pada anak juga

terjadi di sekolah elite Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Saint Monica, Jakarta.

Dan yang tak kalah menghebohkan dari kasus kekerasan seksual terhadap anak,

yaitu kasus emon yang melakukan pencabulan terhadap lebih dari ratusan anak di

Sukabumi, Jawa Barat, dengan korban anak-anak laki-laki. Ternyata kasus

kekerasan seksual itu terjadi tidak hanya pada anak perempuan saja, melainkan

anak laki-laki pun bisa menjadi korban kekerasan seksual seperti yang dijelaskan

kasus-kasus diatas.

Menurut data Komisi Nasional Perlindungan Anak menyatakan kekerasan

seksual terhadap anak di Ibu Kota mengalami peningkatan. Sekretaris Jenderal

Komnas Anak, Samsul Ridwan, mengatakan peningkatan itu terjadi hampir setiap

tahunnya. Komnas Anak mencatat, sebanyak 342 kasus kekerasan pada anak

terjadi di Jakarta pada Januari-April 2014. Sebanyak 52 persen atau sekitar 175

kasus merupakan kejahatan seksual. Sedangkan sepanjang 2013 tercatat ada 666

82
“Pelecehan di Sekolah Mengkhawatirkan,” Republika, 17 April 2013, h. 3.

62
kasus kekerasan anak terjadi di Jakarta, dengan 68 persennya merupakan

kekerasan seksual.83

 
Data tersebut merupakan fakta bahwa sekolah menjadi tempat yang cukup

rawan bagi anak-anak. Dari 175 kasus tersebut, kekerasan seksual 40 persennya

terjadi di lingkungan sekolah sehingga menjadikannya tempat paling rawan

terhadap anak. Sedangkan lingkungan tempat tinggal terjadi sebanyak 30 persen

dari total kejadian. Jika persentase dijumlah, maka 70 persen kekerasan seksual

terhadap anak justru malah ada di sekolah dan rumah.84

Dari data yang diterima Komnas PA hingga April 2014 lalu tidak terjadi

seluruhnya tahun ini. Menurutnya, kekerasan seksual itu juga ada yang terjadi

pada tahun sebelumnya, namun baru dilaporkan saat ini. Jadi laporannya baru

sekarang meski peristiwanya sudah beberapa waktu lalu.

83
Dimas Siregar, “Komnas Anak: Kekerasan Seksual Terhadap Anak Meningkat,” artikel
ini diakses pada 26 Mei 2014 dari
http://www.tempo.com/read/news/2014/05/11/064576850/Komnas-Anak-Kekerasan-Seksual-
Terhadap-Anak-Meningkat
84
Siregar, “Komnas Anak: Kekerasan Seksual Terhadap Anak Meningkat.”

63
BAB IV

TEMUAN DAN ANALISIS DATA


 

A. Temuan dan Analisis Data Berita Kasus Kekerasan Seksual di Dunia

Pendidikan Pada Harian Republika

Ketika kasus kekerasan seksual di instansi pendidikan yang dialami oleh

murid terjadi, banyak media massa yang menulis atau menyajikan beritanya.

Kasus ini, mendapat perhatian lebih dikarenakan kasus ini terjadi di lembaga

pendidikan. Kasus kekerasan seksual ini dianggap penting dan menarik karena

melibatkan oknum guru yang menjadi pelaku dalam kasus kekerasan seksual ini.

Hal ini tentu sangat mencoreng dunia pendidikan, terutama citra seorang guru.

Kejadian kekerasan seksual oleh oknum guru kepada muridnya menjadi

pusat perhatian banyak media, termasuk Harian Republika. Perilaku oknum guru

tersebut semakin menambah „citra buruk‟ seorang guru di dunia pendidikan.

Terlebih guru adalah pendidik serta pelindung bagi murid-muridnya.

Banyak media massa yang memberitakan kasus kekerasan seksual yang

dilakukan oleh oknum guru. Kasus ini dianggap sebagai kasus yang menarik

untuk diberitakan karena berkenaan dengan citra guru terutama di dunia

pendidikan. Hal ini dikarenakan pemberitaan ini ramai diperbincangkan baik di

media cetak maupun di media online. Setiap media massa mempunyai cara yang

berbeda dalam memberitakan kasus ini. Hal ini tergantung dari sudut pandang

mana media melihat kasus tersebut.

64
Dari sekian banyak media massa yang memberitakan kasus kekerasan

seksual yang dilakukan oleh oknum guru kepada muridnya antara lain adalah

  Republika. Para wartawan akan memberitakan kasus ini dipengaruhi faktor


Harian

internal dan eksternal sehingga pada akhirnya sumber berita dan arah

pemberitaannya pun akan ditentukan berbeda oleh setiap media massa tak

terkecuali Harian Republika. Oleh karena itu penulis ingin melihat kecenderungan

sudut pandang Harian Republikaterhadap kasus kekerasan seksual di dunia

pendidikan. Harian Republikamerupakan media yang berbasis Islam dipastikan

memiliki kecenderungan untuk kasus ini, apalagi kasus ini menyangkut moral dan

kredibilitas guru sebagai pendidik. Karena itulah penulis ingin mengetahui

kecenderungan sudut pandang Harian Republikaterhadap kasus kekerasan seksual

di dunia pendidikan.

Dalam pemberitaan tentang kasus kekerasan seksual di dunia pendidikan.

Republika menampilkan pemberitaan kasus kekerasan seksual di dunia

pendidikan pada edisi 17-23 April 2013 dalam jangka waktu seminggu sebanyak

enam berita. Berikut ini adalah berita mengenai kasus kekerasan seksual di dunia

pendidikan pada Harian Republika.

65
Tabel 10
Berita Terkait Kasus Kekerasan Seksual di Dunia Pendidikan Pada
Harian Republika Periode April 2013
No Edisi Judul Hal Rubrik
1.   17 April 2013 Pelecehan di Sekolah Mengkhawatirkan 3 Nasional
Pelecehan Seksual kepada Anak
2. 19 April 2013 1 Headline
Meresahkan
3. 22 April 2013 Pencabulan Nodai Pendidikan 1 Headline
4. 22 April 2013 Pencabul Berlindung Dibalik Profesi Pro-
10
Kontra
5. 22 April 2013 Kekerasan Anak Akibat Aturan Lemah 11 Publik
6. 23 April 2013 Pembinaan Guru Perlu Ditingkatkan 1 Headline

B. Frame Harian Republika dalam Kasus Kekerasan Seksual di Dunia

Pendidikan

Dalam penelitian ini, berita yang penulis teliti adalah delapan berita yang

berkaitan dengan peristiwa kekerasan seksual di dunia pendidikan. Berita tersebut

adalah berita pada tanggal 17 April 2013 yang berjudul “Pelecehan di Sekolah

Mengkhawatirkan”, tanggal 19 April 2013 berjudul “Pelecehan Seksual kepada

Anak Meresahkan (1)”, “Pro-Kontra Pencabulan Anak (2)”, tanggal 22 April 2013

berjudul “Pencabulan Nodai Pendidikan (1)”, “Pro-Kontra Kasus Kekerasan

Seksual di Dunia Pendidikan (2)”, “Pencabul Berlindung Dibalik Profesi (3)”,

“Kekerasan Anak Akibat Aturan Lemah (4)”, tanggal 23 April 2013 berjudul

“Pembinaan Guru Perlu Ditingkatkan”. Paparan singkat dari berta tersebut adalah

sebagai berikut.

66
Tabel 11
Paparan Singkat Pemberitaan Kasus Kekerasan Seksual di Dunia
Pendidikan pada Harian Republika
No. Judul Berita Isi Berita Narasumber Berita
 
1. Pelecehan di Sejumlah kasus  Muhammad Ihsan
Sekolah pelecehan seksual yang (Ketua Divisi
Mengkhawatirkan dialami anak-anak di Pengawasan Komisi
instansi sekolah Perlindungan Anak
Indonesia)
kembali mengemuka.
 Dedi Gumelar
Salah satu kasus (Anggota Komisi X
pelecehan seksual yang DPR)
tengah jadi sorotan  Putu Elvina Gani
terjadi di Pulau Batam, (Ketua Komisi
Kepulauan Riau. Pengawasan dan
Perlindungan Anak
Daerah Kepulauan
Riau)
 Ery Sahrial
(Komisioner KPPAD
Kepri)
 Rudi (Wakil Wali
Kota Batam)
 Herlin Amran
(Anggota Komisi X
DPR dari Fraksi PKS)
2. Pelecehan Seksual Kasus kekerasan atau  Dimas Ariyanto
kepada Anak pelecehan seksual (Lembaga
Meresahkan terhadap anak-anak Perlindungan Anak
semakin meresahkan. Indonesia Yogyakarta)
 Arist Merdeka Sirait
Sejumlah kasus bahkan
(Ketua Komisi
terjadi di lingkungan Nasional Perlindungan
terdekat yang Anak)
seharusnya memberi  Munif Chatib (Praktisi
keamanan bagi anak- Pendidikan)
anak, yaitu rumah dan  Bambang Mulyadi
sekolah. (Direktur
Kesejahteraan Sosial
Anak Kementerian
Sosial)

67
No. Judul Berita Isi Berita Narasumber Berita
 Sumarna Surapranata
(Direktur Pembinaan
 
Pendidik dan Tenaga
Kependidikan Dikdas
Kemdikbud)
3. Pencabulan Nodai Sejumlah oknum guru  Mohammad Nuh
Pendidikan menjadi pelaku (Menteri Pendidikan
pelecehan seksual dan Kebudayaan)
kepada siswanya.  Ahmad Chusaini
(Pakar Psikologi
pembenahan moral dan
Sosial UIN Sunan
sanksi tegas sangat Kalijaga, Yogyakarta)
penting dalam menekan  Darmaningtyas
aksi memalukan oknum (Pengamat
guru ini. Pendidikan)
4. Pencabul Pencabulan guru  Devi Fitriyana
Berlindung Dibalik terhadap siswa sekolah (Aktivis Komite Aksi
Profesi menunjukkan tak ada Perempuan)
lagi sosok pelindung  Nurjannah
(Koordinator Forum
bagi siswa. Siswa tak
Peduli Anak Aceh)
lagi memiliki tempat
aman untuk
menghindari praktik
pencabulan.
5. Kekerasan Anak Peningkatan kasus  Ninik A Sabatini
Akibat Aturan kekerasan terhadap (Ketua Bidang
Lemah perempuan dan anak Pemberdayaan
membutuhkan Perempuan dan
Perlindungan Anak
perubahan aturan. Dan
Kesatuan Perempuan
nilai aturan tentang Komite Nasional
kekerasan anak harus Pemuda Indonesia)
dioptimalkan.  Devi Fitriyana
(Aktivis komite Aksi
Perempuan)
 Andy Yentriyani
(Ketua Subkomisi
Partisipasi Masyarakat
Komnas Perempuan)

68
No. Judul Berita Isi Berita Narasumber Berita
6. Pembinaan Guru Pembinaan guru yang  Sulistyo (Ketua
Perlu Ditingkatkan lemah menjadi salah Umum Persatuan Guru
  satu faktor terjadinya Republik Indonesia)
pelecehan oknum guru
terhadap siswanya. ini
merupakan dampak dari
pendidikan di Indonesia
yang salah urus.

1. Frame Harian Republika Edisi 17 April 2013

Judul : Pelecehan di Sekolah Mengkhawatirkan

Penempatan : Halaman 3 (Rubrik Nasional)

Menurut Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), pelecehan seksual

terhadap anak di sekolah telah menjadi trend dan terus meningkat. Menurut data

yang dihimpun KPAI, pada tahun 2011 ada sekitar 252 kasus kekerasan seksual

dan pencabulan terhadap anak. Jumlah ini meningkat menjadi 459 pada tahun

2012. Sementara untuk data dua bulan pertama pada tahun 2013, tercatat sekitar

75 kasus terjadi. Sebagian besar kasus pelecehan dan pencabulan terhadap anak-

anak terjadi di lingkungan sekolah.

Menurut pusat data Harian Republika, Pada 9 Februari 2013, kasus

pelecehan seksual terjadi di institusi pendidikan. Kasus ini melibatkan oknum

mantan wakil kepala sekolah SMAN 22 Matraman, Jakarta Timur yang

melakukan tindak kekerasan seksual terhadap muridnya. Pada 25 Februari 2013,

kasus pelecehan seksual terjadi di SDN Tandang 4, Semarang, Jawa Tengah.

Kasus ini melibatkan oknum guru sekolah tersebut. Pada 26 Februari 2013, kasus

69
pelecehan sekksual terjadi di SDN Tasik Serai, Mandau Duri, Riau. Yang

melibatkan oknum Kepala Sekolah SD tersebut. Selanjutnya pada 9 April 2013,

kasus  pelecehan seksual terjadi di Sekolah Luar Biasa (SLB) Garut, Jawa Barat.

Yang melibatkan oknum guru sekolah tersebut. Dan pada 16 April 2013, kasus

pelecehan seksual terjadi di SMPN 28 Kota Batam, Kepulauan Riau. Yang

melibatkan oknum Kepala Sekolah tersebut.

Menurut Anggota Komisi X DPR dari Fraksi PKS Herlini Amran,

banyaknya kasus kekerasan dan pelecehan seksual yang dilakukan tenaga

pendidik akibat kesalahan kurikulum pendidikan yang mengutamakan

intelegensia dibandingkan pendidikan moral. Tidak hanya kesalahan kurikulum,

kesalahan terjadi pada sistem pendidikan yang kerap kali mengabaikan moral

calon pejabat pendidikan ketimbang penilaian akademis. Maka dibutuhkan

pembenahan bagi sistem pendidikan dan kurikulum pendidikan, sedangkan untuk

oknum guru yang menjadi pelaku kekerasan seksual pemerintah harus

memberikan hukuman administratif, selain hukuman pidana.

Tabel 12
Perangkat Framing Robert N Entman
Elemen Framing Frame Harian Republika
Define Problems Pada tahun 2012 kasus pelecehan
seksual anak di sekolah meningkat
(Pendefinisian Masalah)
menjadi 459 kasus
Diagnoses Causes Sistem pendidikan dan kurikulum
pendidikan yang salah terkait kapasitas
(Memperkirakan Penyebab Masalah)
moral calon pejabat
Make Moral Judgement Kurikulum pendidikan dan sistem
pendidikan lebih mengutamakan

70
(Membuat Keputusan Moral) intelegensia dibandingkan pendidikan
moral, dan kerap kali mengabaikan
moral calon pendidik, serta proses
perekrutan guru yang salah
 
Treatment Recommendation Dibutuhkannya pembenahan bagi
sistem dan kurikulum pendidikan. Dan
(Menekankan Penyelesaian)
menegaskan hukuman bagi pelaku

Define Problems. Harian Republika mengidentifikasikan bahwa kasus

kekerasan seksual yang terjadi di instistusi pendidikan seperti sekolah terus

meningkat. Frame Republika adalah mengenai kasus kekerasan seksual yang

kemudian dikembangkan dengan mengungkapkan kasus-kasus yang terjadi seperti

kasus kekerasan seksual dan kasus pencabulan yang dari tahun ke tahun terus

meningkat. Hal tersebut disajikan oleh Republika di paragraph dua sebagai

berikut:

“Dalam data yang dihimpun Komisi Perlindungan Anak Indonesia


(KPAI), ada sekitar 252 kasus kekerasan seksual dan pencabulan terhadap
anak pada tahun 2011. Jumlah ini meningkat menjadi 459 pada tahun
berikutnya”.1

Dalam berita tersebut Republika mengungkapkan bahwa baik kasus

kekerasan seksual maupun pencabulan terhadap anak-anak disekolah terus

mengalami peningkatan. Pelecehan dan pencabulan terhadap anak-anak ini

sebagian besar terjadi di lingkungan sekolah. Pada bagian lain, Republika juga

mengungkapkan kasus-kasus yang telah terjadi. Hal tersebut disajikan Republika

pada gambar berikut:

1
Irfan Fitrat, “Pelecehan di Sekolah Mengkhawatirkan,” Republika, 17 April 2013, h. 3.

71
 

Dari sini terlihat bahwa Republika melihat kasus kekerasan seksual ini

terus mengalami peningkatan.

Diagnoses Causes. Dalam berita ini Republika mengungkapkan bahwa

yang menjadi penyebab masalah adalah sistem pendidikan dan kurikulum

pendidikan. Banyaknya kasus kekerasan seksual yang dilakukan oknum guru

karena sistem dan kurikulum pendidikan yang salah. Republika mengutip

keterangan dari Anggota Komisi X DPR dari Fraksi PKS, Herlini Amran.

Menurut Herlini, banyaknya kasus pelecehan seksual yang dilakukan tenaga

pendidik akibat kesalahan kurikulum pendidikan yang mengutamakan

intelegensia dan meminggirkan pendidikan moral. “Tidak hanya kurikulum,

kesalahan terjadi pada sistem pendidikan, “ ungkap Herlini. Menurut dia, jabatan

di bidang pendidikan kerap mengabaikan kapasitas moral calon pejabat ketimbang

penilaian akademis.

2
Irfan Fitrat, “Pelecehan di Sekolah Mengkhawatirkan,” Republika, 17 April 2013, h. 3.

72
Make Moral Judgement. Republika menilai bahwa kasus kekerasan

seksual terhadap anak-anak di sekolah merupakan bukti bahwa sistem pendidikan

dan  kurikulum pendidikan di Indonesia masih ada kesalahan. Seperti sistem

perekrutan guru yang harus dibenahi terkait maraknya kasus pelecehan seksual di

sekolah. “Bisa jadi ada yang salah dalam prosesnya,” ungkap Dedi Gumelar,

Anggota Komisi X DPR.

Menurut Dedi, bisa saja guru itu memiliki nilai akademis yang baik. Akan

tetapi, belum tentu secara psikologis siap. Karena itu, metode psikotes harus

diterapkan dalam proses perekrutan guru. Sehingga, orang yang terpilih untuk

mengajar di lingkungan pendidikan menjadi figur yang benar-benar kompeten.

Selain itu pengawasan merupakan faktor yang harus ditingkatkan di lingkungan

sekolah. Dinas pendidikan di daerah-daerah mempunyai peran penting untuk

melakukan kontrol. “Pembinaan itu penting, jadi bukan hanya masalah

administrasinya,” ungkap Dedi.

Treatment Recommendation. Dalam berita tersebut Republika melihat

bahwa dinas pendidikan harus lebih membenahi lagi sistem dan kurikulum

pendidikan saat ini. “Sehingga, pendidik yang terpilih untuk mengajar di

lingkungan pendidikan menjadi figur yang benar-benar berkompeten”.

Jika dilihat dari segi hukum, pelaku oknum guru yang telah menjadi

tersangka harus dihukum berat. Herlini mengatakan, selain hukum pidana dijalani,

tersangka juga harus mendapatkan hukuman administratif dari pemerintah.

73
2. Frame Harian Republika Edisi 19 April 2013

Judul : Pelecehan Seksual kepada Anak Meresahkan

Penempatan
  : Halaman 1 (Headline)

Kasus kekerasan atau pelecehan seksual terhadap anak-anak semakin

meresahkan. Sejumlah kasus bahkan terjadi di lingkungan terdekat, seperti di

rumah dan di sekolah. Menurut ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak

(Komnas PA) Arist Merdeka Sirait, kekerasan seksual tidak hanya mengancam

anak usia remaja, tapi anak-anak pada umumnya. Bahkan, kekerasan seksual

terhadap anak mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.

Berdasarkan data Komnas PA, pada 2012, ada 2.637 kekerasan terhadap

anak, yang 62 persennya merupakan kekerasan seksual. Pada tahun 2013 saja, ada

87 kasus dari total 127 pengaduan. Maraknya kasus kekerasan seksual yang

terjadi di sekolah membuat citra sekolah menjadi buruk. Bahkan sekolah sudah

menjadi tempat yang tidak aman bagi anak-anak.

Dalam tiga tahun terakhir, 38 hinga 43 persen kasus kekerasan seksual

lokusnya berada di institusi pendidikan. Menurut Arist, melihat kondisi saat ini

peran Komite Sekolah perlu ditingkatkan. Selain itu, menurut praktisi pendidikan

Munif Chatib mengatakan, pemerintah juga perlu memperbaiki rekrutmen hingga

pembekalan bagi guru yang akan mengajar. Sebab, proses seleksi calon guru

selama ini terlalu mengedepankan kecerdasan otak dibandingkan akhlak.

74
Tabel 13
Perangkat Framing Robert N Entman
Elemen Framing Frame Harian Republika
Define
  Problems Tahun 2012 kasus kekerasan seksual
terhadap anak meningkat 62%
(Pendefinisian Masalah)
Diagnoses Causes Sistem pendidikan yang salah terkait
sistem perekrutan calon pendidik
(Memperkirakan Penyebab Masalah)
Make Moral Judgement Proses seleksi calon guru lebih
mengedepankan kecerdasan otak
(Membuat Keputusan Moral)
dibandingkan akhlak
Treatment Recommendation Pemerintah harus memperbaiki proses
rekrutmen dan pembekalan bagi guru
(Menekankan Penyelesaian)

Define Problems. Dalam berita ini Republika melihat masalah terkait

kasus kekerasan seksual terhadap anak di sekolah semakin meresahkan dan

semakin meningkat. Ini dibuktikan oleh frame Republika terkait kasus kekerasan

seksual yang kemudian dikembangkan dengan mengungkapkan bahwa banyak

kasus kekerasan seksual terjadi dilingkungan terdekat seperti di rumah dan di

sekolah. Hal tersebut disajikan oleh Republika di paragraf satu sebagai berikut:

“Sejumlah kasus bahkan terjadi di lingkungan terdekat yang


seharusnya memberi keamanan bagi anak-anak, yaitu rumah dan
sekolah”.3

Dalam berita tersebut menjelaskan bahwa tempat yang seharusnya

memberikan rasa aman dan nyaman kini sudah berubah. Baik di rumah maupun di

sekolah rasa aman itu sudah tidak ada. “Lingkungan di rumah dan sekolah sudah

3
Neni Ridarineni dan Irfan Fitrat, “Pelecehan Seksual kepada Anak Meresahkan,”
Republika, 19 April 2013, h. 1.

75
menjadi tempat yang tidak aman bagi anak-anak,” ungkap Arist. Karena sebagian

besar kasus kekerasan seksual terjadi di institusi pendidikan seperti sekolah.

 
Pada bagian lain, yang meresahkan adalah kasus kekerasan seksual

terhadap anak mengalami peningkatan dari tahun ketahun. Hal tersebut disajikan

oleh Republika pada paragraf empat sebagai berikut:

“Berdasarkan data Komnas PA, pada 2012, ada 2.637 kekerasan


terhadap anak, yang 62 persennya merupakan kekerasan seksual.
Sepanjang tiga bulan pada tahun ini saja, ada 87 kasus dari total 127
pengaduan,” ungkap Arist.4

Diagnoses Causes. Dalam berita ini Republika mengungkapkan bahwa

yang menjadi penyebab masalah adalah sistem pendidikan. Banyaknya kasus

kekerasan seksual yang dilakukan oknum guru karena sistem pendidikan yang

salah. Republika mengutip keterangan dari Ketua Komnas PA Arist Merdeka

Sirait sebagai berikut:

“Sebagian besar kasus kekerasan seksual lokusnya berada di


institusi pendidikan. Melihat kondisi saat ini, menurut Arist, peran Komite
Sekolah perlu ditingkatkan. Komite harus melakukan pengawasan
terhadap tenaga pendidik, memberikan penyuluhan, dan menerima
laporan.”5

Make Moral Judgement. Republika menilai bahwa kasus kekerasan

seksual di institusi pendidikan, yaitu sekolah, yang dilakukan oleh oknum guru

merupakan bukti bahwa sistem pendidikan di Indonesia masih ada kesalahan dan

perlu dibenahi. Seperti halnya sistem perekrutan guru yang harus dibenahi terkait

4
Neni Ridarineni dan Irfan Fitrat, “Pelecehan Seksual kepada Anak Meresahkan,”
Republika, 19 April 2013, h. 1.
5
Neni Ridarineni dan Irfan Fitrat, “Pelecehan Seksual kepada Anak Meresahkan,”
Republika, 19 April 2013, h. 1.

76
maraknya kasus kekerasan seksual di sekolah. Pemerintah pun harus memperbaiki

rekrutmen hingga pembekalan bagi guru yang akan mengajar di sekolah. “Proses

seleksi
  calon guru selama ini terlalu mengedepankan kecerdasan otak

dibandingkan akhlak,” ungkap Munif Chatib, Praktisi Pendidikan.

Treatment Recommendation. Dalam berita tersebut Republika melihat

bahwa pemerintah harus lebih membenahi dan memperbaiki lagi sistem

pendidikan saat ini, terutama perekrutan calon guru. Sehingga guru yang terpilih

untuk mengajar di lingkungan pendidikan menjadi figur yang benar-benar

berkompeten dan mengurangi tindak kekerasan seksual di dunia pendidikan.

Apabila ada oknum guru yang memang terbukti melakukan tindak kekerasan

terhadap muridnya, maka harus diberikan sanksi yang tegas. “Kalau terbukti

secara hukum, diberhentikan.”

3. Frame Harian Republika Edisi 22 April 2013

Judul : Pencabulan Nodai Pendidikan

Penempatan : Halaman 1 (Headline)

Gelar guru sebagai pahlawan tanpa tanda jasa kian luntur. Sejumlah

oknum guru menjadi pelaku pelecehan seksual kepada siswanya. Pembenahan

moral dan sanksi tegas sangat penting dalam menekan aksi memalukan oknum

guru ini.

Sebagian besar kekerasan anak terjadi dalam bentuk kekerasan seksual.

Berdasarkan data Komisi Nasional Perlindungan Anak, terdapat 2.509 laporan

pada tahun 2011, 59 persen di antaranya adalah kekerasan seksual. Sementara

77
pada tahun 2012, terdapat 2.637 laporan, 62 persen di antaranya adalah kekerasan

seksual.

 
Melihat maraknya kasus kekerasan seksual di institusi pendidikan yang

dilakukan oleh oknum guru merupakan hal yang sangat memalukan. Dan

merupakan gambaran kemunduran dunia pendidikan Indonesia. Pengamat

pendidikan Darmaningtyas mengatakan, guru mengemban tugas untuk bersikap

mulia. “Ini kejadian memalukan,” ujar Darmaningtyas.

Tabel 14
Perangkat Framing Robert N Entman
Elemen Framing Frame Harian Republika
Define Problems Dari kasus kekerasan anak, 62%
diantaranya kekerasan seksual
(Pendefinisian Masalah)
Diagnoses Causes Oknum guru adalah aktor penyebab.
Karena guru adalah pihak yang lebih
(Memperkirakan Penyebab Masalah)
berkuasa dibandingkan muridnya
Make Moral Judgement Perilaku bejat oknum guru merupakan
gambaran kemunduran moral dunia
(Membuat Keputusan Moral)
pendidikan
Treatment Recommendation Pembenahan moral dan sanksi tegas
bagi oknum guru
(Menekankan Penyelesaian)

Define Problems. Dalam berita ini frame yang dikembangkan Republika

adalah mengenai kasus kekerasan anak yang terjadi dalam bentuk kekerasan

seksual. Republika mengungkapkan bahwa sebagian besar kasus yang menimpa

anak-anak di sekolah adalah dalam bentuk kekerasan seksual. Hal tersebut

disajikan oleh Republika pada paragraf lima sebagai berikut:

78
“Sebagian besar kekerasan anak juga terjadi dalam bentuk kekerasan
seksual. Berdasarkan data Komisi Nasional Perlindungan Anak, terdapat
2.509 laporan pada 2011, 59 persen di antaranya adalah kekerasan seksual.
Sementara pada 2012, terdapat 2.637 laporan, 62 persen di antaranya adalah
kekerasan
  seksual”.6

Dalam berita tersebut menjelaskan bahwa tindak kekerasan terhadap anak

terjadi dalam bentuk kekerasan seksual dari tahun ke tahun mengalami

peningkatan.

Diagnoses Causes. Dalam berita ini Republika mengungkapkan bahwa

yang menjadi penyebab masalah adalah oknum guru. Karena maraknya kasus

kekerasan seksual terhadap anak di insitusi pendidikan melibatkan oknum guru.

Oknum guru inilah yang menjadi pelaku tindak kekerasan seksual. Hal tersebut

disajikan oleh Republika pada paragraf satu sebagai berikut:

“Gelar guru sebagai pahlawan tanpa tanda jasa kian luntur. Sejumlah
oknum guru menjadi pelaku pelecehan seksual kepada siswanya”.7

Pada tahun 2013 juga kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh oknum

pendidik sangat menonjol. Seperti dalam kutipan berita Republika di paragraf dua

sebagai berikut:

“Pada Selasa (16/4), Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak


Daerah Provinsi kepulauan Riau menerima laporan tentang seorang kepala
sekolah pada salah satu SMP di Batam yang diduga melakukan pencabulan
terhadap 15 oraang siswinya. Lima murid sebuah sekolah negeri di Kecamatan
Kebonpedes, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, juga melaporkan gurunya
kepada polisi karena perbuatan pencabulan. Dugaan pencabulan juga terjadi di
Ibu Kota. Mantan wakil kepala SMAN 22 Matraman dilaorkan siswanya pada
9 Februari 2013”.8

6
Ani Nursalikah, “Pencabulan Nodai Pendidikan,” Republika, 22 April 2013, h. 1.
7
Ani Nursalikah, “Pencabulan Nodai Pendidikan,” Republika, 22 April 2013, h. 1.
8
Ani Nursalikah, “Pencabulan Nodai Pendidikan,” Republika, 22 April 2013, h. 1.

79
Dari sini terlihat bahwa pelaku tindak kekerasan seksual di instansi

pendidikan hampir semuanya adalah oknum pendidik.

 
Make Moral Judgement. Republika menilai bahwa kasus kekerasan

seksual di institusi pendidikan yang dilakukan oleh oknum guru merupakan bukti

bahwa moral para pendidik di Indonesia sudah rusak. Guru sebagai pendidik dan

pelindung bagi murid-muridnya dalam kasus ini diperlihatkan telah

menyalahgunakan wewenang dan tugasnya sebagai seorang pendidik. Bahkan

Republika melihat ada kasus kekerasan yang menjelaskan bahwa tindakan yang

dilakukan oleh oknum guru ini dengan memberikan imbalan berupa nilai. Hal

tersebut dijelaskan Republika pada paragraf tiga sebagai berikut:

“Lima murid sebuah sekolah negeri di Kecamatan Kebonpedes,


Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, juga melaporkan gurunya kepada polisi
karena perbuatan pencabulan pada Maret lalu. Mereka dipaksa oleh sang
guru berbuat tidak senonoh dengan imbalan nilai pelajaran”.9

Perilaku bejat oknum guru merupakan gambaran kemunduran dunia

pendidikan Indonesia. “Ini kejadian memalukan,” ujar Darmaningtyas, pengamat

pendidikan, Ahad (21/4)”.

Treatment Recommendation. Dalam berita tersebut Republika melihat

bahwa pada kasus kekerasan seksual yang terjadi di institusi pendidikan bahwa

harus ada pembenahan moral dan sanksi tegas bagi oknum guru yang melakukan

tindak kekerasan seksual tersebut. Karena kasus ini akan membuat gelar guru

sebagai pahlawan tanpa tanda jasa kian luntur. Hal tersebut dijelaskan oleh Harian

Republika sebagai berikut:

9
Ani Nursalikah, “Pencabulan Nodai Pendidikan,” Republika, 22 April 2013, h. 1.

80
“Sejumlah oknum guru menjadi pelaku pelecehan seksual kepada
siswanya. Pembenahan moral dan sanksi tegas sangat penting dalam menekan
aksi memalukan oknum guru ini”.10

4. Frame
  Harian Republika Edisi 22 April 2013

Judul : Pencabul Berlindung di Balik Profesi

Penempatan : Halaman 10 (Rubrik Pro-Kontra)

Pencabulan guru terhadap siswa sekolah menunjukkan tidak ada lagi sosok

pelindung bagi siswa. Siswa tidak lagi memiliki tempat aman untuk menghindari

praktik pencabulan. Rumah dan sekolah yang selama ini dianggap tempat paling

aman juga kerap menjadi sumber tindakan pencabulan.

Aktivis Komite Aksi Perempuan Devi Fitriyana mengatakan, pelaku

pencabulan terhadap anak ini berlindung dibalik profesi dan statusnya masing-

masing. Ini membuat pelaku lancer melaksanakan aksinya. Korban pencabulan

pun tak berdaya untuk menolak atau memberontak. Pelaku kejahatan seksual

dapat muncul dalam bentuk apa pun.

Perempuan saat ini menjadi tidak memiliki tempat atau ruang yang aman

dan bebas dari tindakan seksual. Devi menegaskan, ruang public telah menjadi

arena tindak kekerasan seksual. “Angkutan umum, pasar, sekolah marak terjadi

pemerkosaan maupun pencabulan,” ujarnya.

Dia mendesak para pelaku tindak kekerasan dan pelecehan seksual

terhadap anak dihukum seberat-beratnya. Hukuman penjara. “Kami juga

mengingatkan para orang tua untuk mewaspadai orang terdekatnya serta gerak-

10
Ani Nursalikah, “Pencabulan Nodai Pendidikan,” Republika, 22 April 2013, h. 1.

81
gerik anaknya. Sebab, kebanyakan pelaku adalah orang terdekat,” kata Nurjanah,

Aktivis Forum Peduli Anak Aceh (FPAA).

 
Tabel 15
Perangkat Framing Robert N Entman
Elemen Framing Frame Harian Republika
Define Problems Tak ada sosok pelindung bagi siswa
ketika berada di sekolah
(Pendefinisian Masalah)
Diagnoses Causes Pelaku pencabulan merupakan orang
terdekat
(Memperkirakan Penyebab Masalah)
Make Moral Judgement Siswa tidak memiliki tempat atau ruang
yang aman dari tindakan seksual
(Membuat Keputusan Moral)
Treatment Recommendation Menegakan hukum pada setiap tindak
kekerasan dan pelecehan terhadap anak
(Menekankan Penyelesaian)

Define Problems. Harian Republika mengindentifikasikan bahwa kasus

kekerasan seksual yang terjadi di institusi pendidikan yang dilakukan oleh oknum

guru mengakibatkan tidak adanya sosok pelindung bagi siswa ketika mereka

berada di sekolah. Frame Republika mengenai kasus kekerasan seksual yang

melibatkan oknum guru, kemudian dikembangkan dengan mengungkapkan

bahwa kasus kekerasan seksual yang terjadi di sekolah mengakibatkan tidak ada

lagi sosok pelindung bagi siswa ketika berada di sekolah. Dan sekolah yang

menjadi rumah kedua bagi siswa kini tidak lagi aman, tak hanya sekolah, rumah

pun tak luput dari tindak kekerasan seksual terhadap anak. Hal tersebut disajikan

oleh Republika di paragraf satu sebagai berikut:

82
“Pencabulan guru terhadap siswa sekolah menunjukkan tak ada lagi
sosok pelindung bagi siswa. Siswa tak lagi memiliki tempat aman untuk
menghindari praktik pencabulan. Rumah dan sekolah yang selama dianggap
tempat paling aman juga kerap menjadi sumber tindakan pencabulan”.11
 
Diagnoses Causes. Dalam berita ini Republika mengungkapkan bahwa

yang menjadi penyebab masalah adalah orang-orang terdekat dan pelaku

kekerasan seksual dapat muncul dalam bentuk apa pun. Hal tersebut disajikan

Republika pada paragraf tiga sebagai berikut:

“Mereka dapat muncul sebagai dukun cabul, politikus cabul,


pemimpin cabul, dan pengusaha cabul yang dilakukan terhadap
perempuan,” ungkap Devi Fitriyana, Aktivis Komite Aksi Perempuan,
ketika dia berorasi menentang diskriminasi perempuan dalam menyambut
Hari Kartini di Bundaran Hotel Indonesia, Ahad (21/4)”.12

Karena pelaku kejahatan seksual bisa muncul dalam bentuk apa pun dan

pelakunya pun bisa siapa pun. Dan tak dapat dipungkiri bahwa para pelaku

kekerasan seksual terhadap anak ini bisa berlindung di balik profesinya, sehingga

bisa melakukan tindak kekerasan seksual dengan leluasa. Karena dinilai orang

yang berkuasa.

“Pelaku Pencabulan terhadap anak ini berlindung di balik profesi


dan statusnya masing-masing. Ini membuat pelaku lancar melaksanakan
aksinya. Korban pencabulan pun tak berdaya untuk menolak atau
memberontak”.13

Make Moral Judgement. Republika menilai bahwa kasus kekerasan

seksual yang dilakukan oleh orang-orang terdekat merupakan bukti bahwa tidak

adanya tempat yang aman untuk menghindari tindak kekerasan seksual, rumah,

11
M. Ihsan Shiddieqy, “Pencabul Berlindung di Balik Profesi,” Republika, 22 April 2013,
h. 10.
12
M. Ihsan Shiddieqy, “Pencabul Berlindung di Balik Profesi,” Republika, 22 April 2013,
h. 10.
13
M. Ihsan Shiddieqy, “Pencabul Berlindung di Balik Profesi,” Republika, 22 April 2013,
h. 10.

83
sekolah maupun tempat-tempat publik pun tak luput dari praktek pencabulan.

Anak-anak terutama perempuan saat ini menjadi tidak memiliki tempat atau ruang

yang  aman dan bebas dari tindakan seksual. Devi menegaskan, ruang publik telah

menjadi arena tindak kekerasan seksual.

“Angkutan umum, pasar, sekolah marak terjadi pemerkosaan


maupun pencabulan,” ujarnya”.14

Treatment Recommendation. Dalam berita tersebut Republika melihat

bahwa kasus kekerasan seksual yang terjadi pada anak-anak harus ditegakkan.

“Dia mendesak para pelaku tindak kekerasan dan pelecehan


seksual terhadap anak dihukum seberat-beratnya. Bahkan bila perlu,
pelaku harus dihukum rajam. Hukuman penjara, kata dia, hanya membuat
pelaku kebal dan mengulangi perbuatannya setelah keluar dari penjara”.15

Selain itu, menurut Aktivis Forum Peduli Anak Aceh (FPPA) Nurjannah

menjelaskan kepada semua pihak agar menghentikan tindak kekerasan dan

pelecehan seksual terhadap anak. Ini digelar untuk mengajak masyarakat

mengawasi dan mendukung upaya penegakan hukum setiap tindak kekerasan dan

pelecehan anak.

“Mereka juga menggalang tanda tangan sebagai bentuk dukungan


penegakan hukum terhadap tindak kekerasan dan pelecehan seksual
terhdap anak”. Kami juga mengingatkan para orang tua untuk mewaspadai
orang terdekatnya serta gerak-gerik anaknya. Sebab, kebanyakan pelaku
adalah orang terdekat,” kata Nurjannah”.16

14
M. Ihsan Shiddieqy, “Pencabul Berlindung di Balik Profesi,” Republika, 22 April 2013,
h. 10.
15
M. Ihsan Shiddieqy, “Pencabul Berlindung di Balik Profesi,” Republika, 22 April 2013,
h. 10.
16
M. Ihsan Shiddieqy, “Pencabul Berlindung di Balik Profesi,” Republika, 22 April 2013,
h. 10.

84
5. Frame Harian Republika Edisi 22 April 2013

Judul : Kekerasan Anak Akibat Aturan Lemah

Penempatan
  : Halaman 11 (Rubrik Publik)

Peningkatan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak membutuhkan

perubahan aturan. Ketua Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan

Anak Kesatuan Perempuan Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Ninik A

Sabatani menilai aturan tentang kekerasan anak harus dioptimalkan.

Ninik meminta pemerintah agar mengamandemen pasal di Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana (KUHP) yang mengatur tindak pidana kejahatan terhadap

perempuan. Selain itu, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Piidana (KUHAP)

perlu ditambahkan pasal-pasal khusus yang mengatur hak perempuan dan anak

korban tindak pidana kejahatan dalam membuat laporan polisi. selama ini korban

harus terpaksa pergi ke kantor polisi untuk membuat laporan, padahal kondisi

psikisnya masih mengalami trauma pascakejahatan yang diterimanya.

Ada aturan yang membolehkan korban untuk membuat laporan di mana

pun yang membuatnya aman. Terkadang korban menganggap kejadian kekerasan

baik pemerkosaan maupun kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebagai aib

yang sulit untuk dilaporkan.

Tabel 16
Perangkat Framing Robert N Entman
Elemen Framing Frame Harian Republika
Define Problems Peningkatan kasus kekerasan terhadap
anak membutuhkan perubahan aturan
(Pendefinisian Masalah)

85
Diagnoses Causes Lemahnya aturan yang mengatur hak
dan tindak pidana kejahatan terhadap
(Memperkirakan Penyebab Masalah)
perempuan dan anak
Make
  Moral Judgement Nilai aturan tentang kekerasan anak
harus dioptimalkan
(Membuat Keputusan Moral)
Treatment Recommendation Hukuman bagi pelaku tidak hanya
penjara, tetapi juga ditambah dengan
(Menekankan Penyelesaian)
denda

Define Problems. Frame yang dikembangkan Republika dalam berita ini

adalah Republika melihat bahwa aturan mengenai kasus kekerasan terhadap

perempuan dan anak harus membutuhkan perubahan. Ninik A Sabatani, Ketua

Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kesatuan Perempuan

Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) menilai aturan tentang kekerasan

anak harus dioptimalkan.

Diagnoses Causes. Republika menonjolkan lemahnya aturan undang-

undang dalam aspek sosial sebagai penyebab terjadinya kasus kekerasan seksual

terhadap anak. Republika berpandangan bahwa penyebab meningkatnya kasus

kekerasan seksual terhadap anak ialah karena lemahnya aturan undang-undang

hukum pidana (KUHP) dan undang-undang hukum acara pidana (KUHAP) yang

mengatur tentang tindak pidana dan hak terkait kekerasan seksual terhadap anak.

Make Moral Judgement. Republika menilai bahwa maraknya kasus

kekerasan seksual terhadap anak yang disebabkan lemahnya aturan undang-

undang yang mengatur tentang hak dan tindak pidana terkait kasus kekerasan

seksual harus dioptimalkan. Dalam kasus ini Republika melihat bahwa peran

86
pemerintah sangat diperlukan terkait lemahnya aturan undang-undang mengenai

kasus kekerasan seksual. Pemerintah dinilai harus mengamandemen pasal di Kitab

Undang-Undang
  Hukum Pidana (KUHP) terkait hukuman bagi pelaku tindak

kekerasan seksual. Hal tersebut dituliskan Republika yang mengambil pernyataan

Ketua Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kesatuan

Perempuan Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI), Ninik A Sabatini seperti

yang dituliskan pada paragraf dua:

“Selama ini, sanksi yang diberikan pada pelaku kejahatan hanya


penjara saja tau denda saja,” kata Ninik dalam aksi menentang kekerasan
terhadap perempuan dan anak di Bundaran Hotel Indonesia kemarin”.17

Selain pada KUHP, Republika juga menilai bahwa pada Kitab Undang-

Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) perlu ditambahkan pasal-pasal khusus

yang mengatur hak perempuan dan korban kejahatan dalam membuat laporan

polisi. Karena selama ini, korban harus terpaksa pergi ke kantor polisi untuk

membuat laporan, padahal kondisi psikisnya masih mengalami trauma

pascakejahatan yang diterimanya.

“Seyogyanya, ada aturan yang membolehkan korban untuk


membuat laporan di mana pun yang membuatnya aman. Apalagi, korban
biasanya terlalu malu dan takut atas apa yang telah terjadi dengan
mereka,” ujar Ninik”.18
Treatment Recommendation. Dalam berita ini solusi yang ditawarkan

Republika adalah bahwa hukuman bagi pelaku tindak kekerasan seksual harus

mendapatkan sanksi berupa denda, selain sanksi pidana yaitu penjara. Selain itu,

Republika menyebutkan bahwa peran pemerintah dibutuhkan untuk

17
Rusdy Nurdiansyah, “Kekerasan Anak Akibat Aturan Lemah,” Republika, 22 April
2013, h. 11.
18
“Kekerasan Anak Akibat Aturan Lemah.” Republika, 22 April 2013.

87
mengoptimalkan aturan-aturan mengenai pelaku tindak kekerasan seksual. Serta

hak-hak bagi korban tindak kejahatan kekerasan seksual.

 
6. Frame Harian Republika Edisi 23 April 2013

Judul : Pembinaan Guru Perlu Ditingkatkan

Penempatan : Halaman 1 (Headline)

Pembinaan guru yang lemah menjadi salah satu faktor terjadinya

pelecehan oknum guru terhadap siswanya. Ini merupakan dampak dari pendidikan

di Indonesia yang salah urus. Munculnya kasus pencabulan oleh oknum guru

menjadi rentetan yang panjang.

Ketua Umum Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Sulistyo

mengatakan, ada yang salah dengan cara pemerintah mengelola pendidikan saat

ini. Hal itu terlihat dari lemahnya pembinaan kompetensi kepribadian dan sosial

guru. Kedua hal ini penting untuk membentuk guru-guru yang berkarakter.

Lemahnya perhatian pemerintah terhadap karakter guru tidak saja terjadi

di tingkat pusat, tetapi merambah hingga daerah-daerah. Sejak diberlakukannya

otonomi daerah, rekrutmen guru kental dengan nuansa korupsi, kolusi, dan

nepotisme (KKN).

Di samping itu, kode etik guru juga tidak pernah ditegakkan dengan benar.

Pemerintah harus memfungsikan organisasi profesi guru untuk menegakkan kode

etik tersebut. Serta dibentuknya dewan kehormatan guru di tiap-tiap kota atau

kabupaten, sehingga fungsi pengawasan terhadap guru dapat dijalankan secara

maksimal.

88
Direktur Pembinaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PTK) Dikdas

Kemdikbud Sumarna Surapranata mengatakan, tidak ada jaminan seorang guru

tidak  akan melakukan tindakan asusila, seperti pelecehan seksual. Menurut

Sumarna, syarat untuk menjadi calon guru menurut UU 14 2005, yaitu lulus S1

dan memiliki sertifikat pendidik yang ditempuh melalui pendidikan profesi.

Apabila seorang guru melakukan tindak asusila, harus ada sanksinya yang sesuai

dengan peraturan perundang-undangan sesuai KUHP.

Tabel 17
Perangkat Framing Robert N Entman
Elemen Framing Frame Harian Republika
Define Problems Pembinaan guru yang lemah menjadi
salah satu faktor terjadinya tindak
(Pendefinisian Masalah)
kekerasan seksual
Diagnoses Causes Pemerintah salah dalam mengelola
pendidikan saat ini terkait kode etik
(Memperkirakan Penyebab Masalah)
guru
Make Moral Judgement Pemerintah harus memfungsikan kode
etik guru
(Membuat Keputusan Moral)
Treatment Recommendation Melakukan pengawasan dengan pihak
internal sekolah
(Menekankan Penyelesaian)

Define Problems. Republika mengidentifikasikan bahwa kasus kekerasan

seksual yang terjadi di instansi pendidikan seperti sekolah diarenakan pembinaan

guru yang lemah. Frame Republika mengenai kasus kekerasan seksual ini yang

kemudian dikembangkan dengan mengungkapkan bahwa pembinaan guru yang

lemah merupakan salah satu faktor terjadinya tindak kekerasan seksual.

89
“Ini merupakan dampak dari pendidikan di Indonesia yang salah
urus. Munculnya kasus pencabulan oleh oknum guru punya rentetan yang
panjang”.19

  Diagnoses Causes. Dalam berita ini Republika mengungkapkan yang

menjadi penyebab masalah adalah pemerintah. Republika melihat bahwa

pemerintahlah yang salah dalam mengelola pendidikan saat ini. Ada yang salah

dengan cara pemerintah mengelola pendidikan saat ini. Hal itu terlihat dari

lemahnya pembinaan kompetensi kepribadian dan sosial guru. Kedua hal ini

penting untuk membentuk guru-guru yang berkarakter. Hal ini diungkapkan oleh

Ketua Umum Persatuan Guru Republika Indonesia (PGRI) Sulistyo mengatakan:

“Pemerintah cenderung hanya menguji kompetensi pedagogik


professional yang dimiliki para tenaga pengajar,” ujar Sulistyo, Senin
(22/4)”.20

Di sisi lain juga Republika melihat bahwa lemahnya perhatian pemerintah

terhadap karakter guru tidak saja terjadi di tingkat pusat, tetapi merambah hingga

daerah-daerah. Sejak diberlakukannya otonomi daerah, rekrutmen guru kental

dengan nuansa korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

Make Moral Judgement. Republika menilai bahwa kasus kekerasan

seksual yang terjadi di institusi pendidikan merupakan penyebab dari salahnya

pengelolaan pendidikan yang dilakukan oleh pemerintah. Ini merupakan bukti

bahwa pemerintah belum optimal dalam mengurus sistem pendidikan saat ini.

Seperti pada sistem organisasi profesi guru dan kode etik guru yang masih

membutuhkan pengelolaan yang lebih baik lagi.

19
Ahmad Islamy Jamil dan Fenny Melisa, “Pembinaan Guru Perlu Ditingkatkan,”
Republika, 23 April 2013, h. 1.
20
Ahmad Islamy Jamil dan Fenny Melisa, “Pembinaan Guru Perlu Ditingkatkan,”
Republika, 23 April 2013, h. 1.

90
“Di samping itu, kode etik guru juga tidak pernah ditegakkan
dengan benar. Mulai tahun ini, kode etik guru harus diberlakukan secara
ketat”.21

  Hal lain juga dijelaskan bahwa tidak ada jaminan seorang guru tidak akan

melakukan tindakan asusila, seperti pelecehan seksual. “Seorang yang ahli hukum

sekali pun, tidak ada jaminan mereka tidak melakukan tindakan hukum,” ujar

Sumarna Surapranata, Direktur Pembinaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan

(PTK). Untuk menjadi calon guru harus mempunyai persyaratan yang sesuai

dengan UU 14 2005, yaitu lulus S1 dan memiliki sertifikat pendidik yang

ditempuh melalui pendidikan profesi. Dan harus memiliki empat kompetensi,

yaitu kompetensi kepribadian, kompetensi pedagogik, kompetensi sosial, dan

kompetensi profesional. “Meski memiliki keempat syarat itu, tidak ada jaminan

guru tidak akan melakukan asusila,” ungkap Sumarna.

Treatment Recommendation. Dalam berita tersebut Republika melihat

bahwa kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh oknum guru terhadap anak

siswanya harus diberikan pengawasan yang dilakukan oleh pihak-pihak sekolah.

Seperti guru, kepala sekolah dan pengawas sekolah. Hal ini dilakukan untuk

melindungi siswanya dari ancaman pelecehan seksual yang dilakukan oleh oknum

guru.

“Guru dapat melindungi siswanya dari ancaman pelecehan seksual


dengan melakukan pengawasan lewat kerja sama dengan internal sekolah,
seperti kepala sekolah dan pengawas sekolah”.22

21
Ahmad Islamy Jamil dan Fenny Melisa, “Pembinaan Guru Perlu Ditingkatkan,”
Republika, 23 April 2013, h. 1.
22
Ahmad Islamy Jamil dan Fenny Melisa, “Pembinaan Guru Perlu Ditingkatkan,”
Republika, 23 April 2013, h. 1.

91
C. Interpretasi Kasus Kekerasan Seksual di Dunia Pendidikan pada

Harian Republika

 
Harian Republika merupakan koran nasional yang berideologi Islam.

Maka cara pandang Harian Republika ketika mencari dan menuliskan fakta pasti

akan berbeda dari media-media lain. Pada kasus kekerasan seksual yang terjadi di

dunia pendidikan Republika berusaha memberitakan kasus tersebut secara cover

both side dan berusaha memantau terus kasus tersebut. Mengenai kasus kekerasan

seksual ini, Harian Republika berusaha tidak menutup-nutupi atau

menyembunyikan fakta yang ada dilapangan.

Dari seluruh pemberitaan mengenai kasus kekerasan seksual yang terjadi

di dunia pendidikan pada edisi 17-24 April 2013 Republika melihat bahwa kasus

ini bukan hanya masalah moral saja. Tetapi kasus ini juga merupakan masalah

hukum, sosial, terkait sistem pendidikan yang masih harus dibenahi.

Harian Republika melihat bahwa penyebab dari kasus kekerasan seksual

yang terjadi di instansi pendidikan itu akibat dari sistem dan kurikulum

pendidikan yang salah. Maka, di sini pemerintah pun ikut terlibat dalam kasus ini.

Selain itu, Republika memandang bahwa media pun merupakan salah satu

penyebab terjadinya kasus kekerasan seksual ini. Informasi-informasi pun dengan

mudah diakses termasuk hal-hal yang berbau pornografi.

Dalam memberitakan sebuah berita Harian Republika berpegang pada

fakta yang ada di lapangan. Termasuk mengenai kasus kekerasan seksual yang

terjadi di dunia pendidikan. Republika melihat fakta, bahwa memang media ikut

92
andil, tidak bisa dinafikan. Dan Republika menilai bahwa pemerintah tentu saja

harus memberikan teguran pada media yang menayangkan tayangan-tayangan

(televisi)
  seronok, menunjukkan aksi tidak sopan, tidak mendidik, dan sebagainya.

Karena salah satu tugas media adalah sebagai sumber informasi dan pendidikan.

Jika isinya berupa tayangan atau berita yang tidak mendidik, tak ada salahnya

bahkan harus, pemerintah turun tangan dan memberikan teguran.

Secara umum Harian Republika mempunyai cara yang berbeda dalam

mengkostruksi kasus kekerasan seksual di instansi pendidikan ini dalam

pemberitaannya. Republika cenderung menyoroti kasus dari fakta yang ada,

Republika tidak mengembangkan dugaan yang muncul di masyarakat. Republika

berusaha memaparkan fakta yang ada di lapangan terkait kasus kekerasan seksual,

tidak menutupi fakta, menuliskan berita harus sesuai atau berdasarkan fakta yang

ada.

Republika terlihat menyajikan fakta-fakta yang ada dengan

mengungkapkan kasus-kasus kekerasan seksual dan kasus pencabulan yang dari

tahun ke tahun mengalami peningkatan.

“Dalam data yang dihimpun Komisi Perlindungan Anak Indonesia


(KPAI), ada sekitar 252 kasus kekerasan seksual dan pencabulan terhadap
anak pada tahun 2011. Jumlah ini meningkat menjadi 459 pada tahun
berikutnya”.

Dalam keseluruhan berita di Republika terkait kasus kekerasan seksual di

institusi pendidikan, Republika menilai sistem pendidikan dan kurikulum

pendidikan yang menjadi penyebab masalah. Misalnya saja dalam kasus

kekerasan seksual di instansi pendidikan yang mengalami peningkatan dari tahun

93
ke tahun, Republika menilai itu merupakan bukti bahwa sistem pendidikan dan

kurikulum pendidikan di Indonesia masih ada kesalahan. Pemerintah sebagai

badan  yang mengatur sistem pendidikan maupun hukum terkait kasus kekerasan

seksual, belum optimal dalam menjalankan sistem pendidikan saat ini. Yang

berdampak pada perekrutan calon para pendidik yang tidak sesuai dengan aturan

yang ada. Sehingga tak bisa dipungkiri bahwa para pendidik menjadi oknum

pelaku tindak kekerasan seksual di instansi pendidikan. Solusi yang ditawarkan

Republika juga terkait pada penanganan moral para calon pendidik. Yaitu dengan

cara membenahi sistem dan kurikulum pendidikan saat ini. Sehingga, pendidik

yang terpilih untuk mengajar di lingkungan pendidikan menjadi figur yang benar-

benar berkompeten.

Frame Harian Republika terkait kasus kekerasan seksual di dunia

pendidikan dalam empat perangkat konsep framing Robert N. Entman terdapat

enam corak bingkai berita yaitu:

a. Define Problems dalam kasus kekerasan seksual yang terjadi di

institusi pendidikan pada Harian Republika pada edisi 17-24 April

2013 antara lain:

1. Pada tahun 2012 kasus pelecehan seksual anak di sekolah

meningkat menjadi 459 kasus

2. Tahun 2012 kasus kekerasan seksual terhadap anak

meningkat 62%

3. Dari kasus kekerasan anak, 62% diantaranya kekerasan

seksual

94
4. Tak ada sosok pelindung bagi siswa ketika berada di

sekolah

  5. Peningkatan kasus kekerasan terhadap anak membutuhkan

perubahan aturan

6. Pembinaan guru yang lemah menjadi salah satu faktor

terjadinya tindak kekerasan seksual

b. Perangkat framing kedua Diagnose Causes antara lain:

1. Sistem pendidikan dan kurikulum pendidikan yang salah

terkait kapasitas moral calon pejabat

2. Sistem pendidikan yang salah terkait sistem perekrutan

calon pendidik

3. Oknum guru adalah aktor penyebab. Karena guru adalah

pihak yang lebih berkuasa dibandingkan muridnya

4. Pelaku pencabulan merupakan orang terdekat

5. Lemahnya aturan yang mengatur hak dan tindak pidana

kejahatan terhadap perempuan dan anak

6. Pemerintah salah dalam mengelola pendidikan saat ini

terkait kode etik guru

c. Perangkat framing ketiga Make Moral Judgement antara lain:

1. Kurikulum pendidikan dan sistem pendidikan lebih

mengutamakan intelegensia dibandingkan pendidikan

moral, dan kerap kali mengabaikan moral calon pendidik,

serta proses perekrutan guru yang salah

95
2. Proses seleksi calon guru lebih mengedepankan kecerdasan

otak dibandingkan akhlak

  3. Perilaku bejat oknum guru merupakan gambaran

kemunduran dunia pendidikan

4. Siswa tidak memiliki tempat atau ruang yang aman dari

tindakan seksual

5. Nilai aturan tentang kekerasan anak harus dioptimalkan

6. Pemerintah harus memfungsikan kode etik guru

d. Perangkat framing yang keempat Treatment Recommendation

antara lain:

1. Dibutuhkannya pembenahan bagi sistem dan kurikulum

pendidikan. Dan menegaskan hukuman bagi pelaku

2. Pemerintah harus memperbaiki proses rekrutmen dan

pembekalan bagi guru

3. Pembenahan moral dan sanksi tegas bagi oknum guru

4. Menegakan hukum pada setiap tindak kekerasan dan

pelecehan terhadap anak

5. Hukuman bagi pelaku tidak hanya penjara, tetapi juga

ditambah dengan denda

6. Melakukan pengawasan dengan pihak internal sekolah

96
 

97
BAB V

PENUTUP
 

A. Kesimpulan

Harian Republika merupakan koran nasional yang berideologi Islam.

Maka cara pandang Harian Republika ketika mencari dan menuliskan fakta pasti

akan berbeda dari media-media lain. Pada kasus kekerasan seksual yang terjadi di

dunia pendidikan Republika berusaha memberitakan kasus tersebut secara cover

both side dan berusaha memantau terus kasus tersebut. Mengenai kasus kekerasan

seksual ini, Harian Republika berusaha tidak menutup-nutupi atau

menyembunyikan fakta yang ada dilapangan.

Dari seluruh pemberitaan mengenai kasus kekerasan seksual yang terjadi

di dunia pendidikan pada edisi 17-24 April 2013 Republika melihat bahwa kasus

ini bukan hanya masalah moral saja. Tetapi kasus ini juga merupakan masalah

hukum, sosial, terkait sistem pendidikan yang masih harus dibenahi.

Harian Republika melihat bahwa penyebab dari kasus kekerasan seksual

yang terjadi di instansi pendidikan itu akibat dari sistem dan kurikulum

pendidikan yang salah. Maka, di sini pemerintah pun ikut terlibat dalam kasus ini.

Selain itu, Republika memandang bahwa media pun merupakan salah satu

penyebab terjadinya kasus kekerasan seksual ini. Informasi-informasi pun dengan

mudah diakses termasuk hal-hal yang berbau pornografi.

97
Dalam memberitakan sebuah berita Harian Republika berpegang pada

fakta yang ada di lapangan. Termasuk mengenai kasus kekerasan seksual yang

terjadi
  di dunia pendidikan. Republika melihat fakta, bahwa memang media ikut

andil, tidak bisa dinafikan. Dan Republika menilai bahwa pemerintah tentu saja

harus memberikan teguran pada media yang menayangkan tayangan-tayangan

(televisi) seronok, menunjukkan aksi tidak sopan, tidak mendidik, dan sebagainya.

Karena salah satu tugas media adalah sebagai sumber informasi dan pendidikan.

Jika isinya berupa tayangan atau berita yang tidak mendidik, tak ada salahnya

bahkan harus, pemerintah turun tangan dan memberikan teguran.

Dalam kasus kekerasan seksual yang terjadi di institusi pendidikan Harian

Republika membingkai bahwa kasus ini merupakan masalah multidimensional,

yaitu masalah moral, hukum, dan sistem. Dalam kasus ini Republika memandang

bahwa yang menjadi penyebab masalah adalah sistem pendidikan dan kurikulum

pendidikan, maka secara tidak langsung pemerintah pun menjadi penyebab

masalah.

Republika lebih menonjolkan bahwa yang menjadi penyebab masalah

dalam kasus ini adalah pemerintah terkait sistem pendidikan dan kurikulum

pendidikan. Dan solusi yang diberikan Harian Republika terkait kasus ini adalah

pemerintah perlu membenahi sistem dan kurikulum pendidikan. Disisi lain

Republika tidak memberitakan bahwa oknum guru yang menjadi pelaku

kekerasan seksual terhadap murid tidak dianggap sebagai penyebab masalah.

Republika menilai apabila sistem dan kurikulum pendidikan baik, seperti

perekrutan calon guru yang baik. Maka akan mendapatkan guru-guru yang layak

98
untuk mengajar, tidak hanya intelegensianya saja, tetapi moralitas calon pendidik

pun harus dipertimbangkan.

 
B. Saran

1. Harian Republika sesuai dengan ideologinya yaitu kebangsaan,

kerakyatan dan keislaman; dengan tujuan mempercepat terbentuknya

“Civil Society”. Diharapkan juga tetap berpegang teguh pada visi

keislamannya dan dapat menyajikan pemberitaan sesuai dengan nilai-

nilai keislaman.

2. Sebagai saluran komunikasi yang mampu memberikan pengaruh

kepada masyarakat luas, diharapkan media Harian Republika bisa

menjalankan fungsinya agar dapat memberikan pengetahuan dan

wawasan kepada masyarakat sebagai sarana edukasi yang positif.

3. Harian Republika diharapkan lebih memperhatikan tingkat

objektivitas dari setiap berita yang disajikan. Dalam pembuatan suatu

berita, diharapkan untuk tidak melebih-lebihkan dan tidak terlalu

meminimalisir fakta agar informasi yang disampaikan kepada

pembaca dapat diterima dengan baik.

4. Diharapkan Harian Republika dapat terus mengontrol, memberitakan,

dan menginformasikan setiap peristiwa yang terjadi kepada khalayak

agar berita yang disampaikan jelas dan berimbang karena hingga saat

ini kasus kekerasan seksual di dunia pendidikan dari tahun ke tahun

mengalami peningkatan, apalagi belakangan ini semakin banyak orang

yang terlibat kasus kekerasan seksual di institusi pendidikan kita.

99
 

100
DAFTAR PUSTAKA

A. Referensi Buku
 

Suryawati, Indah. Jurnalistik”Suatu Pengantar Teori dan Praktik.” Bogor: Ghalia


Indonesia, 2011.

Bungin, Burhan. “Metodologi Penelitian Kualitatif, cet. Ketiga.” Jakarta: PT Raja


Grafindo, 2004.
Stephen W Littlejohn. Theory of Human communication, 5th edition. Calofornia:
Wadswort Publishing Company, 1999.
Kountur, Ronny. “Metode Penelitian: Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis, cetakan
kedua.” Jakarta: Percetakan Buana Printing, 2009.
Eriyanto. “Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media.”
Yogyakarta: LKis, 2002.
Lexy, J. Maleong. “Metodologi Penelitian Kualitatif.” Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2006.
Moh. Nazin. “Metode Penelitian.” Bandung: Ghalia Indonesia, 1999.
Mulyana, Deddy. “Metodologi Penelitian Kualitatif.” Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2004.
Bungin, Burhan. “Konstruksi Sosial Media Massa: Kekuatan, Pengaruh Media
Massa, Televisi dan Keputusan Konsumen serta Kritik Terhadap Peter L.
Berger dan Thomas Luckman.” Jakarta: Kencana Pranada Media Group,
2008.
M. Antonious Birowo. “Metode Penelitian Komunikasi, Teori, dan Aplikasi.”
Jakarta: Gitanyali, 2004.
Werner J. Severin – James W. Tankard, Jr. Teori Komunikasi: Sejarah, Metode,
dan Terapan di Dalam Media Massa. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2008.
Sumaridia, AS Haris. “Jurnalistik Indonesia.” Bandung: Simbiosa Rekatama
Media, 2006.
Bungin, Burhan. “Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus
teknologi Komunikasi di Masyarakat.” Jakarta: Kencana, 2007.
Margaret M. Poloma, “Sosiologi Kontemporer, cetakan ke 6.” Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2004.

100
Riyanto, Geger. Peter L Berger: Perspektif Metateori Pemikiran. Jakarta:
Pustaka LP3ES Indonesia, 2009.
Sobur, Alex. “Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana,
  Analisis Semiotik, dan Analisis Framing.” Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2006.
Syukur, Asamsi. “Dasar-dasar Strategi Dakwah.” Surabaya: Al:Ikhlas, 1983.
Lyn H. Tower. “Pengantar Teori Komunikasi dan Aplikasi.” Jakarta: Penerbit
Salemba Romantika, 2008.
Andrianto, Elvarino dan Lukiati Komala Erdinaya. “Komunikasi Massa Suatu
Pengantar.” Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2007.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka, 2001.
Koesworo Magantoro, Ronnie S. Viko, Di Balik Tugas Kuli Tinta. Yogyakarta:
Sebelas Maret University Press dan Yayasan Pustaka Nusantara.
Sushandang, Kustadi. “Pengantar Jurnalistik: Seputar Organisasi, Produk, dan
Kode Etik.” Bandung: NUANSA, 2010.
Asep Syamsul, M. Romli. “Jurnalistik Praktis.” Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 1999.
Iswara, Luwi. “Catatan-catatan Jurnalisme Dasar, cet- 3.” Jakarta: Kompas, 2007.
Wibowo, Dasar-dasar Jurnalistik.
Septian, Santana K. “Jurnalisme Kontemporer.” Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 2005.
Asep Syamsul Ramli. “Jurnalistik Untuk Pemula.” Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 1999.
Lopa, Baharuddin. “Al-Qur’an dan Hak-Hak Asasi Manusia.” Yogyakarta: PT.
Dana Bhakti Prima Yasa, 1996.
Suyanto, Bagong. “Masalah Sosial Anak.” Jakarta: Kencana Prenada Group,
2010.
Data Komisioner Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), 2014
Robert N. Entman, “Framing: Towards Clarification of a Fractured Paradigm,”
In: Journal of Communication (43) 4, 1993, h. 52.
Zhongdang Pan and Gerald M. Kosicki, “Framing Analysis: An Approach to
News Discouse,” In: Political Communication, 1991, vol 10.

101
B. Referensi Internet

Raffreds Northman, “Salah Kaprah Tentang Sekolah Internasional,” artikel diakses pada
 
9 Mei 2014 dari http://m.kompasiana.com/post/read/650806/3/salah-kaprah-
tentang-sekolah-internasional.html

Helmi Syarif, “Siswa TK St Monica Sunter Alami Pelecehan Asusila,” artikel di akses
pada 29 Mei 2014 dari
http://www.sindonews.com/read/2014/05/13/31/863149/siswa-tk-st-monica-sunter-
alami-pelecehan-asusila
Maria Advianti, “Lindungi Anak Indonesia dari Kekerasan Seksual,” artikel diakses pada
5 Juni 2014 dari http://www.kpai.go.id/artikel/lindungi-anak-indonesia-dari-
kekerasan-seksual/
Dimas Siregar, “Komnas Anak: Kekerasan Seksual Terhadap Anak Meningkat,” artikel
ini diakses pada 26 Mei 2014 dari
http://www.tempo.com/read/news/2014/05/11/064576850/Komnas-Anak-
Kekerasan-Seksual-Terhadap-Anak-Meningkat
C. Referensi Koran

“Pelecehan di Sekolah Mengkhawatirkan.” Republika, 17 April 2013.

“Pelecehan Seksual kepada Anak Meresahkan.” Republika, 19 April 2013.


“Pencabulan Nodai Pendidikan.” Republika, 22 April 2013.
“Pencabul Berlindung Dibalik Profesi.” Republika, 22 April 2013.
“Kekerasan Anak Akibat Aturan Lemah.” Republika, 22 April 2013.
“Pembinaan Guru Perlu Ditingkatkan.” Republika, 22 April 2013.
D. Referensi Skripsi

Ratna Sari Dewi. “Analisis Framing Berita Kekerasan Terhadap Wartawan SUN TV di
Okezone.com.” Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2012.

Desi Mauliza. “Analisis Framing Pemberitaan Kampanye Terbuka Pemilukada DKI 2012
Pada Harian Seputar Indonesia dan Republika.” Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah
dan Ilmu Komunikasi, Universitas Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013.
Heri Mulyono. “Analisis Framing Berita Terbunuhnya Muamar Qaddafi Pada Republika
Online Periode Oktober 2011.” Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi, Universitas Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2012.

102
 

103
Transkrip Wawancara

Narasumber : Andi Nur Aminah

Jabatan : Editor Rubrik Pendidikan/Didaktika


 

Hari/Tanggal : Kamis, 19 Juni 2014

Pukul : 14.30 WIB s/d selesai

Tempat : Kantor Harian Republika Jl. Warung Buncit Raya No. 37 Jakarta Selatan
12510 Telp. (021) 7803747 Fax. (021) 7800649, email: sekretariat@republika.co.id,
newsroom@rool.republika.co.id

1. Bagaimana Harian Republika menyajikan berita dengan baik sehingga layak


untuk diberitakan?
Sebelum masuk menjadi sebuah berita yang layak untuk diberitakan, dilakukan proses
terlebih dahulu yaitu pertama dilakukan rapat budgeting, rapat itu dilakukan sehari
dua kali yang dimulai pada jam 10 pagi. Rapat budgeting ini dilakukan untuk
menentukan berita atau isu yang akan dimuat pada halaman depan (headline),
halaman nasional, halaman ekonomi. Setiap halaman memiliki beberapa berita, dan
itu semua ditentukan dalam rapat budgeting ini. Setelah melakukan rapat budgeting
wartawan atau reporter ditugaskan untuk mencari berita, setelah itu berita akan masuk
ke ruang news room. Disini kita menggunakan multi perfome, yaitu ada online dan
ada koran, jadi berita yang masuk itu masuk ke news room dan semua redaktur baik
koran maupun cetak bisa mengambil berita itu lewat news room. Jadi ada berita yang
buat koran dan ada berita yang buat news room dan berita itu bersumber dari satu
reporter yang berada dilapangan. Kemudian setelah tugas reporter dilapangan sudah
berjalan dan masuk beritanya, maka kita melakukan evaluasi dan melihat apakah
berita-berita yang sudah masuk itu sudah sesuai dengan apa yang dirapatkan pada
rapat budgeting itu, jika misalkan ada yang kurang, redaktur minta ke news room
untuk menghubungi kembali reporter yang berada dilapangan untuk melengkapi
berita atau fakta yang dianggap kurang sampai semua berita dianggap sudah benar.
Dalam setiap proses peletakan sebuah berita terutama berita yang akan dimuat di
bagian depan (headline) biasanya dapat berubah sewaktu-waktu, maksudnya adalah
ketika topik-topik yang sudah ditentukan pada rapat pagi sudah jadi, tapi tiba-tiba
pada waktu itu juga ada peristiwa yang lebih aktual, maka topik itulah yang kita ambil
untuk dimuat pada halaman depan (headline). Ketika kita sudah menentukan topik
atau isu apa yang akan di muat halaman depan itu sudah jadi, tapi tiba-tiba ada
kejadian yang lebih aktual, maka topik yang sebelumnya sudah kita rapatkan tadi pagi
bisa berubah dan mengganti halaman depan (headline) yang lebih aktual untuk dimuat
 
di bagian halaman depan. Perubahan itu biasanya hanya terjadi pada halaman depan
saja. Layak atau tidak nya suatu berita untuk diberitakan itu tergantung bagaimana isu
tersebut, apakah isu itu kuat, terkait dengan kepentingan publik, ya pasti itu yang kita
angkat. Dalam rapat budgeting ini minimal dihadiri oleh redaktur halaman, redaktur
news room dan asredpel, asredpel ini yang membawahi beberapa redaktur halaman
dan sekaligus yang memimpin rapat budgeting.
2. Strategi apa yang digunakan Harian Republika dalam memuat berita agar
mudah dipahami oleh pembaca?
Intinya pasti kita akan menggunakan bahasa jurnalistik yang mudah dipahami oleh
pembaca, nah disini sistemnya itu kita setelah berita dari reporter masuk ke redaktur
atau editor, maka sebelum berita masuk untuk dilayout, berita terlebih dahulu untuk di
edit oleh editor bahasa, kita disini memiliki 7-8 editor bahasa, tugas editor bahasa ini
adalah mengoreksi tata bahasa yang ada dalam berita tersebut, seperti ejaan,
menggunakan titik koma, ya betul-betul teknis penulisan yang menggunakan bahasa
yang baku, tanpa menggubah konten atau isi dari berita tersebut. Karena tugas editor
hanya mengedit tata bahasanya saja. Nah setelah editor bahasa selesai mengedit berita
tersebut kemudian berita itu di print dan dilakukan pengoreksian kembali hasil print
itu oleh editor dan itu dinamakan koreksian akhir sebelum masuk ke percetakan.
Dengan seperti itu menurut saya gaya bahasa yang digunakan harian republika mudah
dipahami oleh pembaca dan kita menggunakan bahasa yang sederhana, tidak njelimet
dan itu merupakan salah satu strategi kita untuk memudahkan pembaca.
3. Bagaimana segmentasi/ klasifikasi pembaca di Harian Republika?
Segmentasi pembaca harian republika itu lebih banyak pada usia antara 30 tahun ke
atas, yaitu usia-usia yang produktif, sedangkan anak-anak muda, pelajar, mahasiswa
itu jumlah nya tidak banyak, karena yang mendominasi itu adalah usia 30 tahun ke
atas. Kemudian ada halaman-halaman tertentu yang segmentiet itu seperti dialog
jumat yang terbit setiap hari jumat, lalu ada rubrik Genie yang terbit setiap hari sabtu,
biasanya rubrik Genie ini berisikan isu-isu yang lebih ke anak muda atau hal-hal yang
berisikan isu-isu pergaulan anak muda, seperti musik, film, tokoh tokoh muda atau
sosok muda yang bisa menginspirasi anak muda. Selanjutnya ada rubrik leasure yang
terbit pada hari sabtu dan minggu, biasanya rubrik ini berisikan hal-hal yang lebih ke
keluarga.
4. Bagaimana Harian Republika memandang isu kekerasan seksual di instansi
pendidikan yang dilakukan oleh oknum pendidik sendiri?
 
Memandang isu kekerasan seksual di instansi pendidikan yang dilakukan oleh oknum
pendidik ini biasanya kita berusaha untuk meng-cover berita itu habis-habisan,
masalah gini, yang namanya pendidik itu tugasnya apa sih?, meraka dalam suatu
lembaga pendidikan yang diharapkan seorang pendidik itukan memberikan contoh
dan panutan, memberikan pengetahuan dan ilmu kepada anak didiknya, tetapi ternyata
ketika dalam suatu masalah dia terlibat dalam kasus kekerasan seksual dan ternyata
mereka adalah pelakunya, itu tentu sangat mencoreng dunia pendidikan. Sikap kita
pasti jelas, sampai bagaimana caranya kita menuliskan berita ini sampai ada sanksi
yang tegas terhadap oknum pendidik itu, kalau perlu dikeluarkan dari instansi
pendidikan tersebut dan hukumannya pun harus jelas jangan tanggung-tanggung,
jangan hanya kasih teguran, tetapi sanksi harus jelas. Dari beberapa kasus kita selalu
berusaha membuat berita itu tetap cover both side, jadi artinya kita harus memonitor
terus kasus itu dan kita pantau terus sampai dimana kasus itu, jangan sampai
menghilang begitu saja, tetapi kasusnya itu ternyata masih berlanjut. Sebisa mungkin
kita ikutin dan pantau terus kasus tersebut.
5. Apakah Harian Republika memiliki kriteria tertentu untuk mengambil kutipan
dalam pemberitaan kekerasan seksual di instansi pendidikan?
Penentuan atau pemilihan narasumber kita pasti memilih narasumber yang kredibel
yang benar-benar mengetahui masalah, atau mungkin yang terlibat. Misalnya untuk
kasus kekerasan seksual yang terjadi sekolah, ya pasti kita harus mengejar paling
tidak pertama korbanya atau siswanya misalnya, paling tidak kita berusaha untuk
menggali informasi kepada korbannya, seperti apa sih kejadiannya dan bagaimana?
Dan narasumber kedua adalah pelakunya sendiri, kita berusaha untuk memwancarai
secara langsung, kenapa itu sampai terjadi, apa motifnya, apa latarbelakangnya, ya
itulah yang harus digali. Narasumber lainnya yang terpercaya misalnya kepala
sekolah ini terkait dengan sanksi yang diberikan kepada oknum guru yang melakukan
tindakan kekerasan seksual kepada anak tersebut. Kemudian narasumber lainnya
adalah petugas kepolisian, dan apabila korban kekerasan seksual harus melakukan
visum, berarti narasumber selanjutnya melibatkan pihak medis, yaitu dokter misalnya,
minimal kita harus mempunyai narasumber –narasumber itu seperti, korban, pelaku,
pihak sekolah, kepolisian, dan pihak medis. Nah itu semua layak untuk kita kutip
apapun statment mereka terkait peristiwa itu.
6. Opini publik seperti apa yang ingin dibentuk Harian Republika dalam
pemberitaan seputar kasus kekerasan seksual di instansi pendidikan?
Yang  jelas sikap kita mengenai kasus kekerasan seksual di dunia pendidikan ini harus
di bongkar tidak boleh ditutup-tutupi siapapun pelakunya. Karena ini kan melibatkan
instansi pendidikan, dimana instansi pendidikan ini diibartkan sebagai rumah kedua
bagi anak-anak setelah keluarga. Nah, ketika di sekolah anak merasa tidak nyaman
bahkan mendapat musibah seperti kekerasan seksual, ini merupakan masalah besar
bagi orang tua karena semua orang tua tidak mau anaknya menjadi korban, makanya
kenapa kita harus membongkar kasus yang seperti itu.
7. Bagaimana Harian Republika memaknai arti “kekerasan seksual” yang
sesungguhnya yang terjadi di dunia pendidikan?
Arti kekerasan seksual mungkin ketika ada kata-kata yang tidak pantas terlontar dari
seorang pendidik kepada muridnya itu juga termasuk kekerasan seksual, itu sudah
menjadi contoh yang buruk bagi pendidik-pendidik yang berada di sekolah. Apalagi
sampai harus menyentuh, memegang, meraba sampai akhirnya berhubungan itu sudah
kekerasan seksual. jadi yang paling halus sekali itu dari kata-kata saja itu sudah
termasuk ke dalam kriteria kekerasan seksual.
8. Apa saja yang harus dipersiapkan oleh redaksi saat pemilihan tema, fakta, dan
narasumber?
Saat pemilihan tema, fakta, dan narasumber itu dilakukan pada saat rapat budgeting
9. Bagaimana Harian Republika menentukan narasumber dalam menuliskan
sebuah berita? Terutama pada pemberitaan “Pro-Kontra” kasus kekerasan
seksual di instansi pendidikan?
Pro-kontra ini selalu terkait dengan halaman pertama (headline), dalam halaman
pertama itu kita memilih mana isu atau topik yang paling kuat, karena biasanya isu
yang kuat pasti dijadikan pro-kontra dalam halaman pro-kontra. Biasanya kita
mencari narasumber yang bisa bicara tentang hal ini dan yang mempunyai pandangan
yang berbeda atau saling berseberangan, dalam hal ini padangan mereka terkait kasus
ini. Misalnya untuk kasus ini bisa diambil narasumber seperti polisi, aktivis-aktivis
yang gencar melakukan advokasi terhadap kekerasan seksual pada anak, bisa juga
LSM, KPAI, Komnas Anak, Menteri Perlindungan Anak.
10. Bagaimana pemilihan kata untuk berita-berita terkait kasus ini?
Dalam hal pemilihan kata pada kasus kekerasan seksual ini harian republika
menggunakan kata “pencabulan” bukan kekerasan seksual atau pelecehan seksual.
jadi menurut kami, kata “pencabulan” dalam kasus kekerasan seksual ini merupakan
istilah yang sudah paling halus untuk menggambarkan bahwa fakta dilapangan ada
 
peristiwa seperti ini. Harian republika juga sering menggunakan kata pornografi,
11. Siapa yang dianggap sebagai penyebab masalah (aktor masalah) dalam kasus
ini?
Dalam kasus kekerasan seksual ini, bila melihat siapa yang dianggap penyebab
masalah itu tergantung bagaimana kejadiannya dan tergantung bagaimana fakta
dilapangan. Kalau saya melihat faktor dari penyebab masalah ini adalah mudahnya
mengakses internet yang berisi berbagai konten yang di dalamnya termasuk
pornografi, film-film di media online, tv, serta tidak adanya sensor yang kuat dari
orang tua. Semua informasi sekarang ini serba terbuka dan anak-anak pun dengan
gampang mengakasesnya. Nah, itu sebenarnya salah satu penyebab, ditambah
sekarang ini anak-anak sudah mempunyai gadget-gadget yang canggih dan mudah
untuk mengakases apapun. Di bilang penyebab ya media pun menjadi salah satu
penyebabnya, terutama internet. tapi kalau aktornya siapa itu ke orangnya.
12. Menurut Harian Republika, nilai moral apa yang dilanggar dalam kasus ini?
Nilai moral pada kasus kekerasan seksual yang dilakukan pendidik terhadap anak
muridnya jelas mempunyai moral yang bejat. Anak ke guru ibaratnya orang tua kedua
di luar lingkungan setelah keluarga, dia butuh perlindungan, dia butuh kasih sayang.
13. Apa solusi yang ditawarkan Harian Republika mengenai kasus ini?
Solusi terhadap kasus kekerasan seksual ini, kita berusaha memaparkan fakta di
lapangan bahwa ada kejadiaan seperti ini, tugas kita pertama adalah tidak menutupi
fakta dan kita sebagai media pun tidak boleh mengarang-ngarang sebuah berita, tetapi
kita harus menuliskan sesuatu harus berdasarkan fakta yang ada, tidak boleh beropini
karena ini penulisan berita yang sifatnya straight news. Beropini pun ada tempatnya
seperti editorial atau tajuk rencana. Nah, jadi solusinya itu tadi, jadi setelah ada fakta
kita ungkapkan kemudian kita berusaha mencari narasumber yang bisa berbicara
tentang itu atau paham tentang itu, seperti psikolog, KPAI.
14. Opini publik apa yang ingin dibentuk Harian Republika dalam pemberitaan
mengenai kasus kekerasan seksual yang terjadi di instansi pendidikan?
Ya pastinya kita ingin menggiring publik untuk memandang bahwa hal ini merupakan
hal yang tidak boleh dibiarkan, ini hal yang salah, ini hal yang harus diluruskan. Kita
juga punya rubrik dengan nama rubrik guru menulis yang terdapat pada kolom
 
dikdaktika, pada rubrik ini berisikan tulisan-tulisan atau pemikiran mereka sebagai
pendidik yang mengungkapkan dunia mereka sendiri yaitu sebagai seorang pendidik.
Dari tulisan-tulisan tersebut, beberapa dari mereka ada yang tidak menutup mata
bahwa dunia yang mereka geluti sekarang pun ada oknum-oknum pendidik yang
dalam tanda kutip melakukan pelanggaran seperti kasus ini misalnya. Nah kadang-
kadang itu disoroti oleh mereka sendiri, sesama guru. Pada rubrik guru menulis ini
yang menulis bisa datang dari berbagai daerah.
15. Apa yang membuat Harian Republika tertarik untuk menulis berita mengenai
kasus kekerasan seksual di instansi pendidikan?
Karena ini adalah masalah besar yang tidak bisa dibiarkan. Apalagi kekerasan seksual
yang terjadi di instansi pendidikan, itu adalah momok yang menakutkan. Dengan
memberitakan dan menempatkan kasus itu di headline
16. Strategi apa yang digunakan Harian Republika dalam proses pengerjaan berita
mengenai kasus kekerasan seksual di instansi pendidikan?
Proses pengerjaan atau alur produksi suatu berita (straight news) di harian republika
yaitu pertama dimulai dengan rapat pagi yang biasa disebut dengan rapat budgeting,
lalu news room menugaskan reporter ke lapangan untuk mengerjakan order dari hasil
rapat pagi sebelumnya, setelah reporter terjun ke lapangan dan menuliskan hasil
beritanya, lalu berita masuk masuk ke news room dan diambil oleh editor bahasa
untuk di edit kemudian di koreksi ulang oleh editor bahasa, dan proses yang terakhir
yaitu masuk ke percetakan untuk di cetak.
17. Siapa yang menentukan penyeleksian narasumber? Dan apa ada standar khusus
untuk menentukan narasumber?
Narasumber itu ditentukan biasanya oleh redaktur, tapi kebanyakan ditentukan oleh
news room karena news room mempunyai data-data mengenai narasumber yang
terkait dengan suatu peristiwa tertentu atau bisa disebut dengan bank narasumber.
Data-data mengenai narasumber juga bisa diminta ke redaktur. Yang jelas untuk
pemilihan narasumber kita harus kredibel, ahli dalam bidangnya terkait peritiwa yang
ada, ada satu yang kita hindari dalam pemilihan narasumber yaitu narasumber
anonim, sumber yang tidak ingin menyebutkan namanya, biasanya kalau kita memang
harus menggunakan sumber anonim apabila itu akan mengancam atau membahayakan
nyawa narasumber tersebut. Namun jarang sekali kita melakukan hal itu.
18. Hal-hal apa saja yang menjadi perhatian penting dalam peletakan atau
memposisikan suatu berita?
Yang  menjadi perhatian ketika kita meletakkan suatu berita itu tentu saja dilihat dari
tingkat kepentingan publik, apakah itu menyentuh perhatian khalayak atau tidak, lalu
apa kepentingan urgensinya berita itu, soal penting tidak pentingnya suatu berita, kita
juga berusaha untuk menghindari berita yang berbau sara
19. Menurut Anda, apa penyebab awal dari kasus kekerasan seksual yang dialami
murid di sekolah? Bagaimana Anda menilai pemberitaan kekerasan seksual
yang dialami murid di sekolah?
Penyebab awal dari kasus kekerasan seksual di instansi pendidikan ini yaitu media,
media terlibat, gadget-gadget yang bisa mengakses berbagai informasi, termasuk hal-
hal yang berbau pornografi, kini mudah untuk diakses oleh semua, terutama anak-
anak. Di republika sendiri kita sering sekali mengangkat isu-isu tentang kekerasan
seksual, namun yang perlu digaris bawahi adalah bahwa dalam memberitakan suatu
berita, terutama berita yang menyangkut masa depan korban kita tidak sampai
memberitakan dengan rinci korbannya, apalagi dalam kasus ini korbannya adalah
anak-anak yang masih mempunyai masa depan nantinya. Kita juga membatasi privasi
korban, karena bisa mempengaruhi masa depannya. Selain bisa mempengaruhi masa
depannya, itu juga bisa mempengaruhi kejiwaan si korban dan trauma bagi si korban.
Contohnya seperti kita menuliskan nama korban dalam pemberitaan, kita tidak
menuliskan penuh namanya, tapi kita menggunakan inisial untuk menggambarkan si
korban, untuk terkait foto juga kita tidak boleh menayangkan foto korban. Tapi bisa
menggunakan ilustrasi gambar, atau foto yang tidak menggambarkan secara jelas
korbannya seperti pengambilannya dari belakang, samping. Itu semua merupakan
suatu kebijakan kita untuk menulis berita-berita terkait kasus pencabulan anak di
sekolah ini. Tapi kita akan lebih fokus memberitakan isu ini pada pelaku bukan pada
korban, karena kita tidak ingin masa depan korban itu terganggu hanya karena sebuah
berita.
20. Mengapa pada edisi 22 April 2013 Harian Republika menggunakan judul
“Pencabul Berlindung di Balik Profesi”?
Judul merupakan bagian penting dari sebuah berita yang bisa mewakili ide atau isi
dati berita itu sendiri. Dalam berita tersebut, mengutip pernyataan Devi Fitriyani,
aktivis Komite Aksi Perempuan sebagai narasumber, jelas menyebutkan jika pelaku
 
pencabulan berlindung di balik profesi dan statusnya masing-masing. Bahkan dalam
kutipan langsung, Devi mengatakan profesinya bisa berupa dukun, politikus,
pemimpin, pengusaha. Dari semua pernyataan, kalimat berlindung di balik profesi itu
sudah sangat kuat. Karena itulah, editor memilih kalimat itu menjadi judul berita yang
dipandang bisa mewakili isi dan berita tersebut.
21. Jika dalam kasus kekerasan seksual edisi 17-24 April 2013 yang dianggap
penyebab masalah adalah media atau pemerintah. Maka, Apa solusi yang
ditawarkan Harian Republika mengenai kasus ini? Solusi terhadap media
sendiri bagaimana, lalu solusi terhadap pemerintah sendiri bagaimana?
Jika media dituding sebagai penyebab, itu tentu maksudnya media dalam arti luas.
Terutama televisi. Sikap Republika jelas kita berpegang pada fakta. Fakta bahwa
memang media ikut andil, tidak bisa dinafikan. Namun solusi yang ditawarkan adalah
tayangan-tayangan (jika itu televisi) seronok, menunjukkan aksi tidak sopan, tidak
mendidik, dan sebagainya, akan kita kritisi. Jika perlu sampai tayangan tersebut
dihentikan. Kalau di media cetak, solusinya pun sama. Kami konsisten mengkritisinya
hingga ada perubahan sikap/kebijakan dari redaksi yang bersangkutan. Solusi untuk
pemerintah, tentu saja mendorong mereka untuk memberikan teguran pada media
yang bersagkutan. Karena salah satu tugas media adalah sebagai sumber informasi
dan pendidikan. Jika isinya berupa tayangan atau berita yang tidak mendidik, tak ada
salahnya bahkan harus, pemerintah turun tangan dan memberikan teguran.
22. Bagaimana pandangan Harian Republika mengenai kasus kekerasan seksual
yang diberitakan pada edisi 17-24 April 2013 ini dan melihatnya sebagai
masalah apa? Apakah masalah moral, sosial, politik atau hukum? Atau masalah
yang multidimensional? Berikut judul-judul berita terkait kasus kekerasan
seksual di dunia pendidikan:
Tabel
Berita Kasus Kekerasan Seksual

No Edisi Judul Hal Rubrik


1. 17 April 2013 Pelecehan di Sekolah Mengkhawatirkan 3 Nasional
Pelecehan Seksual kepada Anak
2. 19 April 2013 1 Headline
Meresahkan
  Pro-
3. 19 April 2013 Pro-Kontra Pencabulan Anak 10
Kontra
4. 22 April 2013 Pencabulan Nodai Pendidikan 1 Headline
Pro-Kontra Kasus Kekerasan Seksual di Pro-
5. 22 April 2013 10
Dunia Pendidikan Kontra
Pro-
6. 22 April 2013 Pencabul Berlindung Dibalik Profesi 10
Kontra
7. 22 April 2013 Ancaman Pencabulan Siswa 11 Publik
8. 22 April 2013 Kekerasan Anak Akibat Aturan Lemah 11 Publik
9. 23 April 2013 Pembinaan Guru Perlu Ditingkatkan 1 Headline
*dalam jangka waktu seminggu (17-24 April 2013) Republika memberitakan kasus kekerasan
seksual sebanyak sembilan (9) berita.
Sebetulnya, muncul pemberitaan ini karena ada kasus atau fakta di lapangan yang
terungkap. Mungkin, pada periode yang sama sejumlah media juga membuat berita
ini, bukan hanya Republika saja. Jika bertanya apakah ini masalah moral, sosial,
politik, hukum? Jawabannya bisa ya untuk semuanya. Namun, lebih pada masalah
moral. Karena masalah pencabulan apalagi terhadap anak-anak adalah perilaku yang
sangat tidak pantas. Pemuatan berita sebetulnya hanya empat dari dengan dengan
sembilan berita, hal itu karena pada tanggal 22 April, isu ini menjadi headline.
Sehingga diberikan ruang yang lebih banyak dan dikupas dari berbagai sisi dan
sejumlah narasumber. Isu ini memang terus digulir dan diblow up beberapa hari, agar
berita tersebut kontinyu.
23. Terkait pemberitaan pada edisi 22 April 2013 di Rubrik Publik, menggunakan
judul “Kekerasan Anak Akibat Aturan Lemah”. Bagaimana pandangan
Republika mengenai berita tersebut. ? siapa yang dianggap penyebab masalah
terkait aturan lemah yang mengakibatkan munculnya kasus kekerasan terhadap
anak?
Aturan yang dimaksud dalam berita itu adalah Undang-Undang, trkait perlindungan
anak dan perempuan. Pembuat UU adalah DPR. Artinya, yang disoroti sebagai
penyebab aturan lemah itu adalah DPR juga pemerintah tentu saja. Jika aturan terkait
masalah itu, dan ganjaran/hukumannya lebih ketat, diharapkan akan memberikan efek
jera pada pelaku pemcabulan agar berfikir berkali-kali lipat sebelum melakukan
aksinya.
Pewawancara Narasumber

Siti Ufi Nurlutfiyah Andy Nur Aminah


 

Anda mungkin juga menyukai