Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Strata Satu (S.1)
Oleh: Mawardi
NIM: 1030333127753
44
4
Sidang Munaqasah
Penguji I Penguji II
Pembimbing
Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan gelar St
Semua Sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan ya
Jika di Kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan
Mawardi
KATA PENGANTAR
merupakan nikmat dan karunia terbesar dari Allah subhanahu wa ta’ala. Tanpa
kasih dan sayang, dan tanpa inayah dari-Nya, mustahil penulis mampu menulis,
berpikir, dan menyelesaikan skripsi ini di titik nadir masa studi. Maka, sudah
seharusnya pertama-tama penulis ucapkan rasa puji dan syukur kehadirat Allah
penulis, mustahil skripsi ini dapat eksis dan tuntas. Kekuatan dan semangat untuk
dapat menuntaskan tugas akhir ini digerakkan oleh berbagai elemen dari hidup
penulis. Utamanya kedua orang tua, keluarga, teman, para dosen dan civitas
akademika fakultas dan UIN , sahabat, dan lain-lain. Maka sebagai rasa hormat
2. Bapak Dr. Zainun Kamal, MA., selaku Dekan Fakultas Ushuluddin dan
Filsafat, Bapak Drs. Agus Darmadji, M.Fils, selaku Ketua Jurusan, dan
3. Kepada Bapak Penguji, Bapak Drs. Agus Darmadji, M. Fils., dan Ibu Dr.
Sri Mulyati ditengah kondisi suaminya yang kurang sehat bersedia untuk
tingginya atas keikhlasan bapak dan ibu yang telah meluangkan waktunya
4. Kepada Ummi dan Abah, orang tua penulis. Keduanya adalah tiang utama
dan pokok dari eksistensi skripsi ini. Tanpa keduanya, skripsi ini tidak
‘potensi’ melainkan bisa mewujud berkat kasih dan sayang dari keduanya
yang ‘tanpa syarat’ apa pun. Skripsi ini tidak akan pernah ada tanpa jasa
Ummi dan Abah. Semoga Allah selalu melindungi dan memberi kebaikan
5. Kepada Abang penulis: Irfan Fahmi beserta Ka’ Ita, dan juga Kakak
penulis: Hanna Maria beserta Bang Fadli, dan juga kepada adik penulis
Hafidz, Ali, Ujang, Mbah Liem, Syauqi, Jenal, Rouf, Mukhlisin, Nafi,
virtual dan tidak akan sampai ke meja munaqasah. Wabil khusus juga,
kepada Agus Santoso, yang telah mau memberi ruangan tinggalnya untuk
Karawaci dan Serpong, dan bersibuk ria membeli hidangan untuk pada
waktu ujian. Dan juga kepada Bung Hafiz yang telah meminjam dua
bukunya yang amat berharga. Dengan dua buku itu, rimba belukar
pemikiran Rawls menjadi lebih mudah ditelusuri dan dijejak. Terima kasih
atas bantuan yang tulus dan ikhlas, semoga Allah memberi kebaikan yang
berlimpah kepadamu.
Kusna, Tatang, Syamsul, Muni, Yanti, Nadia, Tri, Latifah, Ely, Syafei,
Mawardy
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................................i
LEMBAR PERNYATAAN........................................................................................iv
DAFTAR ISI................................................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
B. Tinjauan Pustaka.............................................................................14
E . Metodelogi Penelitian...................................................................18
F . Sistematika Penulisan....................................................................19
C. Pembagian Keadilan.....................................................................46
i
BAB IV KONSEPSI KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS
……………………………………………………………………….54
1. Konsepsi Umum...............................................................60
2. Konsepsi Khusus..............................................................64
a. Prinsip Pertama..................................................64
b. Prinsip Kedua.....................................................67
BAB V PENUTUP..........................................................................................81
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................82
ii
1
BAB I
PENDAHULUAN
ini adalah tentang keadilan sosial berdasarkan teori keadilan yang dikembangkan
oleh John Rawls (1921-2002). Pada awalnya, ide awal penulis untuk mengangkat
pembahasan skripsi mengenai John Rawls bermula ketika pada pertengahan tahun
2009 penulis melihat video acara Justice with Michael Sandel di internet. Acara
ini merupakan kuliah umum yang banyak diminati dan diikuti oleh ribuan
bidang filsafat politik dan moral, dan kebetulan yang penulis lihat saat itu adalah
cahaya dan lampu bak layaknya sebuah acara program talk show di televisi yang
penuh gemerlap. Penulis terkesan karena jarang sekali ada sebuah acara yang
menarik minat begitu banyak mahasiswa. Program yang dipandu langsung oleh
Michael Sandel, seorang profesor filsafat di Harvard, yang terkenal sebagai tokoh
keadilan, di antaranya John Rawls. Dari sinilah kemudian penulis terdorong dan
filsafat politik normatif abad ke-20. Rawls, bisa dikatakan, merupakan salah satu
A Theory of Justice, yang diterbitkan kali pertama pada tahun 1971. Buku ini oleh
banyak kalangan dianggap sebagai karya terpenting dalam bidang filsafat politik
selama seratus tahun terakhir. Sebelum terbitnya A Theory, kajian filsafat politik
tengah mengalami masa redup dan kelesuan serta tidak menunjukkan suatu
progres yang signifikan. Hal demikian dikarenakan tidak adanya lagi karya-karya
besar berpengaruh yang lahir dan muncul pasca karya John Stuart Mill pada
pertengahan abad ke-19. Akan tetapi, kondisi itu sontak berubah dengan
kehadiran A Theory yang mendorong dan membawa gairah serta semangat baru
mimbar ilmiah hingga karya-karya besar semisal Anarchy, State and Utopia karya
Robert Nozick; Liberal Theory of Justice karya Brian Barry, dan sebagainya,
bermunculan sebagai reaksi terhadap karya Rawls. Karya Rawls juga telah
Liberal- Komunitarian‖. Debat ini melibatkan para filsuf dalam tradisi liberal
filsafatnya Aristoteles, karena itu mereka juga disebut Neo Aristotelian, dengan
tokoh- tokohnya seperti Michael Sandel, Charles Taylor dan lain- lain.
karya Rawls ini telah diterjemahkan ke dalam dua puluh tujuh (27) bahasa di
dunia (termasuk bahasa Indonesia), dan juga ada sekitar 2500 artikel yang
Theory yang berlimpah ini menunjukkan betapa kuat dan luasnya pengaruh ide
filosofis.1
1
Samuel Freeman (ed), The Cambridge Companion to Rawls, (New York: Cambridge
University Press, 2003), h. 1
4
mendorong minat dan ketertarikan penulis untuk mengangkat dan membahas teori
Rawls. Wacana keadilan sosial yang berkembang dewasa ini tidak dapat
sebuah usaha dan upaya yang penting dan signifikan dalam rangka memahami
dalam kehidupan sosial. Jenis keadilan satu ini memiliki tradisi pemikiran panjang
dalam membagi sesuai dengan kesadaran intuitif seseorang tentang apa yang adil
bagaimana seharusnya hal-hal yang enak untuk didapatkan dan yang menuntut
sederhana ini, suatu kondisi sosial atau pun kebijakan sosial tertentu dinilai
sebagai adil dan tidak adil ketika seseorang, atau golongan/sekelompok orang
tertentu hanya mendapatkan keuntungan yang sedikit dari apa yang seharusnya
mereka peroleh, atau beban yang begitu besar dari apa yang seharusnya mereka
pikul.3
menentukan hak dan kewajiban, dan mengatur pembagian nikmat dan beban
dengan layak.4
semacam cara praktis untuk membedakan batas lingkup kajian keadilan sosial
Secara umum, tiga macam keadilan itu bisa disederhanakan menjadi dua saja
3
David Miller, Principles of Social Justice, (London: Harvard University Press, 1999),
h. 1
4
David Miller, Principles of Social Justice, h. 2
6
ditinjau dari segi pokok persoalannya, yaitu: keadilan distributif dan keadilan
retributif.5
adil. Kendati hakikatnya berbeda, terdapat titik temu antara keduanya, yaitu setiap
membagi dengan adil kepada setiap orang, karena setiap orang ingin bagian yang
lebih banyak daripada bagian yang sedikit, sementara itu tidak tersedia barang
yang cukup untuk memenuhi kebutuhan semua orang. Semakin terbatas dan
langka suatu barang atau nikmat maka ia semakin bernilai dan berharga. Barang-
barang sosial yang berharga itu tidak sekedar yang bersifat immaterial semisal
kesempatan dan kehormatan, serta lain sebagainya. Barang-barang sosial itu harus
dibagi dengan adil kepada semua orang. Dalam arti, pokok persoalan keadilan
5
John Christman, Social and Political Philosophy: A Contemporary Introduction,
(London: Routledge, 2002), h. 60
6
Bur Rasuanto, Keadilan Sosial: Pandangan Deontologis Rawls dan Habermas. Dua
Teori Filsafat Politik Modern, (Jakarta: Gramedia, 2004), h. 6
7
sosial itu mencakup pembagian dalam tiga bidang, yang disebut juga sebagai
masalah standar dalam keadilan sosial: politik (kuasa), ekonomi (uang), dan sosial
(status). Tiga bidang ini dalam skripsi ini kelak akan disebut dengan
Secara garis besar, prinsip keadilan sosial dibagi menjadi dua macam. Dua
macam prinsip: prinsip formal dan prinsip substantif atau material. Kedua prinsip
ini juga bisa disebut dengan keadilan formal dan keadilan substantif.7
Prinsip keadilan formal itu hanya ada satu saja, yakni prinsip persamaan. 8
equally and unequals may be treated unequally‖. Prinsip ini bisa dipahami
sebagai
secara sama, sedang orang atau hal yang tidak sama boleh diperlakukan tidak
sama. Akan tetapi, prinsip formal ini hanya menyajikan ―bentuk‖ dan tidak
mempunyai
―isi‖.9 Memang disebutkan bahwa pada orang-orang atau hal-hal yang sama
harus diperlakukan dengan cara yang sama, tetapi prinsip ini tidak menjelaskan
apa yang harus dimengerti dengan ‗orang-orang yang sama‘, dan ‗hal-hal yang
sama‘. Prinsip ini tidak menerangkan pada segi apa manusia atau hal-hal dan
7
Morris Ginsberg, Keadilan dalam Masyarakat, (Yogyakarta: Pondok Edukasi, 2003), h.
vii.
8
Dalam etika sering dikatakan, ada tiga hal umum yang selalu berkaitan dengan keadilan.
(1) Keadilan selalu tertuju kepada orang lain, (2) Keadilan menuntut untuk ditegakkan
(kewajiban), dan (3) Keadilan menuntut persamaan.
9 9
Morris Ginsberg, Keadilan dalam Masyarakat;
8
Oleh karena itu, prinsip formal sulit dijadikan pegangan untuk membagi
dengan adil, maka perlu ada prinsip-prinsip substantif yang melengkapi prinsip
formal. Prinsip-prinsip substantif merujuk pada salah satu aspek yang relevan
yang bisa dijadikan untuk membagi hal-hal yang dicari oleh pelbagai orang. Jika
prinsip substantif selalu masih dalam perdebatan dan proses. Kendati begitu, ada
pandangan yang dominan dan menjadi pandangan umum yang melandasi berbagai
Egalitarianisme adalah nilai dasar bagi wacana keadilan sosial. Dalam hal ini kita
patut mencermati apa yang dikatakan oleh Will Kymlicka mengenai teori
10
Will Kymlicka, Pengantar Filsfat Politik Kontemporer, h. 5-6
9
pada hakikatnya memang sama dari segi martabat. Tidak ada martabat manusia
satu lebih tinggi daripada manusia lainnya. Pemikiran ini merupakan keyakinan
Hak Manusia dan Warga Negara‖ (1789) yang dikeluarkan pada waktu Revolusi
Perancis dapat dibaca: ―manusia dilahirkan bebas serta sama haknya, dan
deontologis dalam etika Immanuel Kant. Kant beranggapan bahwa manusia itu
bernilai
―mengatasi segala harga‖. Manusia adalah tujuan pada dirinya sendiri, tidak
kepentingan atau pun manfaat ekonomi, politik dan lainnya. Hal inilah yang
Agus Wahyudi, ―Filsafat Politik Barat dan Masalah Keadilan: Catatan Kritis atas
11
Pemikiran Will Kymlicka‖ dalam Jurnal Filsafat, April 2004, Jilid 36, Nomor 1
12
Onora Oneil, ―Catatan Sederhana Tentang Etika Kant‖, dalam Etika Terapan I,
ed. Lary May, dkk, terj. Sinta Carolina, dkk, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2001), 51-54
1
kepentingan umum.
umumnya memiliki perasaan keadilan (sense of justice) yang cukup peka untuk
menilai suatu hubungan-hubungan sosial atau kondisi sosial tertentu sebagai tidak
adil. Tapi berbeda halnya untuk menentukan kondisi atau hubungan sosial
sebagai adil. Karena kesadaran keadilan masyarakat bukan sesuatu yang sudah
mana yang dapat disebut adil seringkali sulit dicapai kesepakatan. Untuk itu,
kesadaran intuitif masyarakat mengenai apa yang adil dan tidak adil saja tidak
cukup dalam membangun konsep keadilan sosial, maka kita perlu teori untuk
memperjelas kesadaran moral atau sentimen moral mengenai apa yang adil
tersebut dalam bentuk yang lebih jelas. Inilah tugas teori keadilan.
keadilan untuk menyelaraskan apa yang secara intuitif disebut adil, kemudian
argumen rasional. Dalam teori keadilan Rawls, hal ini disebut dengan reflective
Bagi Rawls, kesepakatan bersama mengenai keadilan sosial, atau apa yang
adil dan tidak adil, dalam kehidupan sosial masyarakat modern yang pluralistik
adalah sesuatu hal yang menjamin integritas sosial, stabilitas, dan keberlanjutan
nikmat dan beban hasil kerja sama sosial masyarakat itu dengan adil kepada
semua anggota masyarakat. Prinsip-prinsip keadilan sosial itu hanya dapat secara
efektif mengatur masyarakat hanya apabila ia dapat diterima oleh semua orang.
sosial yang akan mengatur mereka apabila prinsip-prinsip itu mampu menjamin
prinsip-prinsip distributif itu bisa diterima oleh semua orang. Lebih jauh, prinsip-
prinsip keadilan sosial Rawls diposisikan landasan dasar bagi sebuah kerja sama
Masyarakat tertata dengan baik dalam studi filsafat politik merupakan sebuah
Sebagaimana diketahui, filsafat politik menuntut agar segala klaim atas hak untuk
1
bahwa nilai dasariah keadilan sosial adalah prinsip persamaan. Kendati begitu,
Rawls bukan seorang egalitarian radikal dalam arti ia juga menerima prinsip
atau pembagian, melainkan persamaan manusia dari segi martabatnya. Hal ini
tujuan utama, bukan sekedar alat. Hal ini dapat dipahami karena ia merupakan
bagi keadilan sosial, karena sifatnya yang teleologis –yang-manfaat (the good)
manusia sebagai alat dan sarana belaka untuk mencapai kesejahteraan dan
kebahagian. Karena itulah keadilan sosial tidak dapat dijamin oleh utilitarianisme.
Sementara itu, basis keadilan sosial Rawls sendiri didasarkan pada landasan
deontologis, yakni yang-hak prioritas atas yang manfaat. Manusia adalah tujuan
pada dirinya sendiri. Martabat manusia itu harus dihormati, tapi martabat
manusia itu ditandai dari segi apa? Tegasnya Rawls berusaha mereflesikan inti
persamaan itu dalam kehidupan sosial. Karena itu, prinsip keadilan sosial adalah
kesamaan dan ketidaksamaan. Akan tetapi, apa yang harus dibagi secara sama,
dan juga apa yang boleh dibagi dengan tidak sama. Yang paling penting ialah
sebatas mana ketidaksamaan itu diperbolehkan. Lalu, hal-hal apa saja yang harus
dibagi dengan adil kepada semua orang. Apakah terbatas pada nikmat-nikmat
sosial, atau juga mencakup nikmat alamiah semisal, kecerdasan, kepintaran dan
prinsip keadilan sosial itu? Karena sebagaimana diketahui, prinsip keadilan sosial
adalah prinsip moral. Dalam arti, prinsip keadilan adalah perkara moral, jadi tidak
dideduksi dari prinsip yang terbukti benar begitu saja, sebagaimana prinsip
Cartesian.
Tegasnya, prinsip moral itu harus sesuai dengan kesadaran moral intuitif
jawabkan secara rasional (objektif) tanpa harus bertentangan dengan intuisi. Ini
tak lepas dari tujuannya bahwa integritas sosial dan stabiltas masyarakat hanya
tercapai apabila prinsip keadilan sosial itu adalah manifestasi kehendak umum,
merupakan hasil kesepakatan orang-orang yang rasional, bebas, dan setara dalam
ada, maka skripsi ini penulis beri judul: ―Konsep Keadilan Sosial Menurut
sebuah bentuk
1
kerja sama sosial, di mana manifestasi kerja sama sosial itu termanifestasi dalam
lembaga yang disebut negara. Konsep keadilan sosial berkaitan dengan prinsip-
adil, di mana nilai-nilai sosial primer bisa terbagi dengan adil kepada semua
anggota masyarakat. Bagi Rawls, hal demikian sama dengan mempertanyakan apa
B. TINJAUAN PUSTAKA
Pemikiran John Rawls memiliki pengaruh besar dan arti penting dalam
memengaruhi perkembangan wacana filsafat abad ke-20. Maka tak heran apabila
ada banyak karya atau buku-buku yang juga mengupas dan menjelaskan
antara lain: (1) Bur Rasuanto dengan bukunya yang berjudul Keadilan Sosial:
Pandangan Deontologis Rawls dan Habermas (2004); dan (2) Andre Ata Ujan
dengan bukunya, Keadilan dan Demokrasi: Telaah Filsafat Politiik John Rawls
(2001).
Gramedia. Pokok kajian dalam buku ini kajian komparatif antara teori keadilan
kontrak John Rawls dan teori diskurus Jurgen Habermas. Rasuanto menggunakan
dalam upaya
1
masyarakat modern. Titik tekan buku ini ialah mengelaborasi titik persamaan dan
dengan teori keadilan kontrak Rawls. Dalam hasil penelitiannya itu, Rasuanto
menjelaskan bahwa teori keadilan kontrak Rawls merupakan justifikasi bagi teori
diskursus Habermas.
―bagaimanakah suatu masyarakat stabil dan adil yang warganya bebas dan
dan agama yang saling berkonflik bahkan tidak dapat didamaikan itu mungkin‖.13
Pertanyaan ini adalah pertanyaan dasar yang diajukan Rawls dalam Political
Liberalism (1993). Buku Rawls ini merupakan pengembangan lebih lanjut dari
mana ia melihat toleransi merupakan salah satu ciri atau nilai yang harus ada
John Rawls, merupakan karya tesis Andre Ata Ujan yang diterbitkan oleh penerbit
Kanisus tahun 2001. Di buku ini, Ata Ujan mengelaborasi teori keadilan Rawls
13
Bur Rasuanto, Keadilan Sosia, h. 21.
1
teori tersebut dalam penataan politik dan ekonomi. Kajian buku ini berusaha
penulis juga tidak membahas bagaimana implikasi dan penerapan teori Rawls
dalam penataan ekonomi dan politik dalam masyarakat demokrasi. Penulis dalam
dalam hal ini, membatasi pembahasan skripsi ini lebih kepada teorinya yang
dikembangkan oleh Rawls dalam A Theory of Justice (1971), dan juga tidak
Liberalism. Hal ini dikarenakan masalah yang berusaha penulis kaji di sini fokus
pada bagaimana Rawls merefleksikan substansi keadilan sosial. Penulis juga lebih
keadilan-nya menjadi dua bagian, isi (content) dan metode (method). Menurut
Paul Graham, teori keadilan Rawls membagi teorinya menjadi dua bagian. Bagian
―substansi‖ dari prinsip-prinsip keadilan sosial. Dua bagian ini bukan dua hal
yang terpisah,
1
ideal. 14
Dari uraian dalam latar belakang masalah dan tinjauan pustaka di atas,
maka agar pembahasan mengenai keadilan sosial di sini tidak terlalu melebar,
penulis akan membatasi pembahasan ini pada konsepsi keadilan sosial yang
diajukannya.
menjadi objek dan fokus penulisan ini adalah bagaimana konsepsi keadilan sosial
jelas konsepsi ideal yang ditawarkan oleh John Rawls mengenai keadilan sosial.
ketidakadilan sosial, dan apa saja yang harus dibagi dengan adil
yang adil
14
Paul Graham, Rawls, (Oxford: OneWorld Publication, 2007), h. 15
1
memperoleh data melalui sumber bacaan meliputi buku-buku dan artikel yang
ditulis oleh John Rawls, khususnya buku A Theory of Justice15 yang memuat
secara lengkap teorinya. Selain itu studi kepustakaan ini akan diperkaya dengan
sejumlah data yang ditulis oleh penulis lain mengenai Rawls atau mengenai
teorinya, atau juga mengenai keadilan sosial secara umum dan lain sebagainya
Sementara teknik penulisan dalam karya tulis ini, analisis data yang
skripsi ini disesuaikan dengan Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis,
Dan Disertasi) yang diterbitkan Center for Quality Development and Assurance
15
Dalam skripsi ini penulis menggunakan A Theory of Justice edisi terjemahan bahasa
Indonesia, dengan judul Teori Keadilan: Dasar-Dasar Filsafat Politik untuk Mewujudkan
Kesejahteraan Sosial dalam Negara, terj. Uzair Fauzan dan Heru Prasetyo, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2001)
1
F. SISTEMATIKA PENULISAN
masalah, tujuan, metode, serta sistematika penulisan, pada bab BAB II penulis
Pada BAB III, penulis akan menyajikan tinjauan umum atas teori
BAB III ini, penulis sudah mulai memasuki bagian teorinya. Kendati demikian,
poin-poin yang dijelaskan lebih pada pokok-pokok atau gambaran besar dari
teorinya. Dengan demikian, tidak ada terjadi tumpang tindih dengan bab
setelahnya, dan justru menjadi batu pijakan awal yang lebih mudah dalam
dibahas adalah tujuan dan latar belakang teorinya, gagasan utama teorinya,
Uraian dalam BAB IV dibagi menjadi tiga bagian. Pada bagian pertama
keadilan sosial, dan nilai-nilai sosial primer, yakni hal-hal yang harus dibagi
sosial yang dikemukan secara intuitif oleh Rawls, yakni dua prinsip keadilan
sosial. Uraian di sini meliputi prinsip pertama, prinsip kedua, dan hubungan atau
2
aturan prioritas antara kedua prinsip tersebut. Dan bagian ketiga, uraiannya
mengenai syarat prinsip keadilan sosial yang harus disepakati oleh semua orang.
Dalam hal ini penulis menjelaskan posisi asali, yakni metode yang digunakan dalam menjustifikasi
2
BAB II
BIOGRAFI JOHN
RAWLS
Maryland, Amerika Serikat. Dia anak kedua dari pasangan William Lee dan
Anna Abell Stump. William Lee dan Anna Rawls memiliki lima orang putra:
William Stowe (Bill), John Bordley (Jack), Robert Lee (Bobby), Thomas
Hamilton (Tommy), dan Richard Howland (Dick). Kedua orang tuanya berasal
dari keluarga yang mapan. Kakek-nenek Rawls dari garis ibunya adalah keluarga
kaya yang tinggal di Greenspring Valley, sebuah daerah elit pinggiran kota
Balltimore. Kekayaan yang begitu banyak itu berasal harta warisan, seperti
Keluarga Rawls berasal dari Utara, dimana nama „Rawls‟ masih cukup
lazim digunakan. Kakek dari garis ayahnya, William Stowe Rawls, adalah
seorang bankir di sebuah kota kecil dekat Greenville, Carolina Utara. Karena
beserta ketiga anaknya ke Balltimore pada tahun 1895 agar lebih dekat dengan
Rawls, William Lee menderita TBC selama beberapa tahun, dan kesehatannya
yang tidak baik itu terus berlanjut hingga masa mudanya. Karena tidak cukup
1
Thomas Pogge, John Rawls: His Life and Theory of Justice, transl. Michlle Kosch,
(New York: Oxford University Press, 2007), h. 4
2
biaya, William Lee terpaksa putus sekolah. Di usia 14 tahun, ia telah bekerja
sebagai pembantu di sebuah kantor hukum. Pekerjaannya itu pun membuka jalan
kesempatan bagi William Lee muda untuk membaca buku-buku hukum yang ada
di situ pada malam harinya. Ia mendidik dirinya sendiri dengan cukup baik
sehingga berhasil lulus ujian pengacara tanpa pendidikan formal apa pun. Dan ia
pun akhirnya menjadi seorang pengacara kondang, memiliki kantor hukum sendiri
dan terpilih menjadi ketua asosasi pengacara di Balltimore pada tahun 1919. 2
Kedua orang tua Rawls memiliki minat yang kuat terhadap politik.
daerah kediamannya. Karena latar belakang kedua orang tuanya itu, Rawls
disebut memiliki “darah biru” oleh sebagian sahabatnya. Hal itu membuat Rawls
jiwanya adalah ketika ia harus kehilangan dua orang adiknya, Bobby dan Tommy
, akibat tertular penyakit yang diderita oleh Rawls. Bobby –usianya lebih muda
21 bulan- meninggal pada tahun 1928 setelah tertular penyakit diphteria dari
Rawls yang saat itu justru kondisinya justru semakin berangsur pulih. Sementara
itu, Tommy meninggal pada tahun berikut, tepatnya di bulan Febuari 1929, juga
2
Thomas Pogge, John Rawls, h. 4-5
3
Thomas Pogge, John Rawls..
2
setelah tertular penyakit pheunomia yang diderita oleh John Rawls. Sebagaimana
yang terjadi pada Bobby, Tommy juga meninggal ketika Rawls tengah berangsur
pulih dari penyakitnya. Menurut penuturan ibunya, kejadian tragis itu telah
mengoyak batin Rawls dan „memicu‟ bicara Rawls menjadi tidak lancar (gagap),
kecilnya.
keadilan dan sesamanya tidak terlepas dari berbagai pengalaman masa kecilnya.
Pengaruh itu antara lain berasal dari ibunya yang merupakan seorang pejuang hak-
hak kaum perempuan. Selain itu, semasa kecil ia mengalami secara langsung
berbagai bentuk diskriminasi ras dan kelas sosial, di kota tempat ia tinggal.
hitam.
warna kulitnya. Perlakuan berbeda atas para warga kulit hitam tampak jelas
baginya. Anak-anak berkulit hitam belajar di sekolah yang berbeda dan terpisah
dari anak-anak berkulit putih. Bahkan ibunya sendiri pun melarang dirinya
bergaul dengan anak-anak kulit hitam. Ibunya sempat marah besar kepadanya
Hal itu karena Rawls sering bermain ke rumah anak itu yang berada di daerah
4
Thomas Pogge, John Rawls., h. 5-6
2
perumahan kumuh dan sempit yang menjadi ciri khas tempat tinggal orang-orang
berkulit hitam.5
akan keadilan, yakni ketika ia melihat langsung kehidupan kaum miskin kulit
putih di desa Brooklin, tidak jauh dari rumah singgahnya selama musim panas.
mempersempit peluang mendapat pendidikan dan masa depan yang lebih baik.
Kondisi yang amat berbeda dengan kota di mana ia tinggal. 6 Pengalaman masa
dirinya.
yang tinggi. Di Connecticut ini pula Rawls memasuki suatu fase religius dalam
pengalaman hidupnya. Meski fase ini tidak berlangsung lama dan juga tidak
Kendati begitu, fase ini telah membawa pengaruh yang besar di dalam hidupnya.
5
Thomas Pogge, John Rawls, h. 6-7
6
Thomas Pogge, John Rawls, h. 7
2
Nilai-nilai religius bahkan cukup kuat tertanam di dalam dirinya. Oleh karena itu,
Rawls dikenal memiliki kepekaan religius yang relatif lebih tinggi dibanding
Selepas itu, ia masuk wajib militer dan ikut terlibat pertempuran pertama
kali dalam Perang Pasifik. Rawls juga sempat ditempatkan di Papua Nugini,
Filipina, dan Jepang. Selama masa tugas milter ini Rawls mengalami pengalaman
Universitas Princeton mati terbunuh, dan dua puluh tiga orang lainnya dari
pengalamannya pada masa perang dunia tersebut. Setelah lima puluh tahun
7
Andre Ata Ujan,: Keadilan dan Demokrasi: Telaah Filsafat Politik John Rawls,
(Yogyakarta: Kanisius, 2001), h.14
Andre Ata Ujan,: Keadilan dan Demokrasi., h.15
2
kemudian, Rawls menulis artikel dalam jurnal politik Amerika, Dissent, terkait
keras penguasa Amerika Serikat atas keputusannya mem-bom atom Jepang. Ini
adalah satu-satunya artikel yang pernah ditulis Rawls sebagai tanggapannya atas
banyak korban dari warga sipil itu adalah suatu kesalahan terbesar yang tidak
pernah bisa diterima. Pada waktu itu, sesungguhnya tidak ada krisis sedemikian
gawat yang dapat dijadikan dasar. Meski demikian, bom atas kota Nagasaki dan
keputusan membom atom kota tersebut tersebut tidak diambil, Rawls bersama-
sama temannya besar kemungkinan juga akan segera dikirim untuk berperang di
Jepang. Dan Rawls sendiri pun mungkin akan menjadi salah satu korban
keganasan perang.10
menjadi sangat benci pada perang. Pada tahun 1946, Rawls keluar dari dinas
militer dan memilih menjadi orang sipil. Rawls pun kemudian ikut bergabung
untuk menjadi doktor dalam bidang filsafat moral. Pada tahun 1945-1950, tahun
untuk menulis sebuah risalah mengenai keadilan. Oleh karena itu, apabila dihitung
dari tahun pertama munculnya ide untuk menulis risalah tersebut, maka boleh
Theory of Justice.11
Meski Rawls adalah seorang yang brilian, tetapi Princeton rupanya tidak terarik
untuk meliriknya. Karena itu, Rawls akhirnya menerima tawaran untuk memberi
original position”, meskipun konsep tersebut secara matang baru muncul ketika ia
Oxford, Rawls setahun memberi perkuliahan. Pada tahun 1953, Rawls menulis
Ketika itu, Rawls berusia 30-an tahun dan artikel tersebut merupakan
diperkenalkannya di dalam sebuah seminar. Draft awal teori keadilan ini terus
digumulinya secara tekun sampai pada akhirnya siap diterbitkan sebagai bukunya
pada tahun 1971. Pada awal tahun 1960-an, Rawls mendapat sebuah kedudukan
11
Joe Mandle, Rawls’s ‘A Theory of Justice‟, h. 16
2
tersebut hingga akhir hidupnya. Setelah terbit A Theory of Justice, Rawls masih
terus rajin menulis berbagai artikel. Dalam arti tertentu, artikel-artikel ini
Theory of Justice, sebuah master piece yang telah menghantarnya menjadi filsuf
terkemuka di dalam bidang filsafat moral dan politik. Pelbagai karangan itulah
1993.12
Rawls menikah dengan Margaret Fox, seorang pelukis yang baru lulus dari
bangku Universitas Brown, pada tahun 1949. Rawls sendiri juga dikenal sebagai
mengenai seni ini juga banyak membantu karya seni istrinya. Sebaliknya, istrinya
yang membuat diri makin lemah hingga tidak lagi mampu mengajar. Dan pada
empat anak - Anne Warfield, Robert Lee, Alexander Emory, dan Elizabeth Fox -
***
12
Joe Mandle, Rawls’s ‘A Theory of Justice‟.
13
Ken Gewertz, “John Rawls, Influental Political Philosopher Dead at 81”, artikel diakses
pada 1 Maret 2009 dari http://www.news.harvard.edu/gazette/2002/11. 21/99- rawls.html
2
gagasannya ke dalam tulisan. Gagasan Rawls tersebar dalam bentuk artikel ilmiah
membahas tema-tema tertentu. Oleh karena itu, karya-karya Rawls disini dibagi
dalam dua bagian: buku dan artikel. Karya-karya Rawls yang berupa artikel antara
lain:
Review yang merupakan gambaran dan ide dasar awal tentang gagasan
1972
1975.15
of Philosophy, 1980.
6. “Basic Liberties and Their Priority. Artikel Rawls dalam buku Liberty,
Gramedia, 2004), h. 25
15
Andre Ata Ujan, Keadilan dan Demokrasi, h. 11
3
1989.16
8. “Roderick Firth, His Life and Work”, artikel Rawls dalam buku
16
Thomas Pogge, John Rawls, h. 199-200
17
Thomas Pogge, John Rawls.
3
Samuel Freeman.18
terbit pertama kali pada tahun 1971- adalah master piece yang membuat Rawls
dikenal sebagai pemikir terkemuka dalam bidang filsafat politik pada abad ke-20.
Buku ini merupakan salah satu buku paling berpengaruh dalam filsafat moral dan
filsafat politik sepanjang seratus tahun terakhir. Buku ini tidak hanya dibaca oleh
para pengkaji dan peminat filsafat, tetapi juga oleh orang-orang yang bekerja di
berbagai bidang, semisal ilmu politik, hukum, dan kebijakan sosial.19 Tidak
hingga saat ini telah diterjemahkan ke 23 bahasa dari berbagai macam bahasa di
dunia.
gairah kajian filsafat politik yang sebelumnya sempat meredup. Sampai lebih
istimewa karena tidak ada lagi karya-karya besar yang lahir sejak karya John
Stuart Mill. Keadaan itu berubah setelah terbit A Theory of Justice, 1971. A
Theory segera mendapat sambutan luas, dan dibicarakan di berbagai jurnal filsafat
dan mimbar akademi, khususnya di wilayah berbahasa Inggris. Buku ini telah
18
Untuk semua sumber informasi pada bagian karya berbentuk buku yang ditulis Rawls,
penulis merujuk seluruhnya pada buku Thomas Pogge sebagai telah disebut diatas. Thomas
Pogge, John Rawls, h.200
19
Paul Graham, Rawls, (Oxford: OneWorld, 2007), h. vii
3
mengalami perkembangan dan orientasi baru, bahkan bergerak meluas dari tema
sentral keadilan sosial ke masalah hak, kebebasan, human subject, komunitas, dan
mengatakan A Theory memiliki dua arti penting. Pertama, Rawls memiliki arti
politik, bukan dalam arti disepakati secara luas, tetapi dalam arti bahwa para ahli
berlawanan dengan Rawls atau tidak. Mereka menjelaskan apa teori mereka
memahami karya tentang keadilan yang muncul belakang ini jika kita tidak
Sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Will Kymlicka, polemik sekitar
penelitian-penelitian luas dan mendalam dalam filsafat praktis, baik dari sisi
filsafat politik maupun dari sisi filsafat moral. Hal itu juga diikuti suburnya karya-
karya baru baik berupa artikel di jurnal-jurnal dan rangkaian publikasi besar yang
Karya Rawls lainnya yang juga penting adalah Political Liberalism, terbit
pertama kali pada tahun 1993. Isi buku ini di samping mengoreksi beberapa aspek
buku ini, Rawls mengemukakan bahwa teori keadilannya berada dari latar tradisi
politik tertentu, yakni tradisi politik liberalisme. Hal ini menegaskan bahwa
Lalu ada Law of Peoples yang terbit pada tahun 1996. Buku ini membahas
20
Will Kymlicka, Pengantar Filsafat Politik Kontemporer: Kajian Khusus Teori-Teori
Keadilan, terj. Agus Wahyudi, cet. I, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), h. 70
3
kontek hubungan internasional. Hal ini merupakan perluasan dan kelanjutan dari
masyarakat.
Lingkup pemikiran ataupun teori seorang filsuf tidak lahir begitu saja dari
yang telah ada sebelumnya. Begitu juga halnya dengan pemikiran John Rawls. Di
sini, penulis hanya menulis secara singkat tradisi-tradisi pemikiran yang berkaitan
dengan teori keadilannya. Antara lain, tradisi politik liberalisme egalitarian, tradisi
kontrak sosial semisal John Locke, JJ. Rousseau, dan pandangan utilitarianisme.
politik normatif, atau filsafat politik normatif, yakni seperangkat argumen moral
Liberalisme menuntut masyarakat ditata secara netral dan adil, tanpa acuan
dengan baik ialah masyarakat yang diatur dengan adil. Dalam arti, masyarakat
tertata baik atau gambaran mengenai masyarakat ideal ialah apabila ia didasarkan
21
John Rawls, Political Liberalism, (New York: Columbia University Press, 1993), h.
xxii-xxiii
3
pada prinsip moral dasar. Dan keadilan adalah prinsip moral dasar. Para filsuf
yang berada dalam tradisi ini antara lain Jurgen Habermas, John Rawls, Karl Otto
Apel, dan sebagainya. Dalam tradisi Immanuel Kant, mereka mencari prinsip-
prinsip moral dasar kehidupan masyarakat. Dan karena prinsip moral dasar adalah
liberalisme klasik yang justru dikritik olehnya. Bahkan bisa dikatakan liberalisme
Rawls melampaui titik perjuangan liberalisme itu sendiri dan juga sosialisme.
kesamaan, yang selama ini sulit disatukan, bahkan seolah mustahil. Dalam prinsip
dan kebebasan fundamental. Oleh karena itu, liberalisme Rawls harus dililhat
masyarakat yang diatur menurut prinsip kebebasan saja, justru yang terjadi adalah
22
Franz Magnis Suseno, Pijar-Pijar Filsafat: dari Gatholoco ke Filsafat Perempuan,
dari Adam Muller ke Postmodernisme, (Yogyakarta, Kanisius, 2005) h.198
3
apabila ada kesepakatan bersama dari semua orang mengenai apa yang adil dan
tidak adil dalam masyarakat. Secara tradisional, teori kontrak sosial dilihat
melegitimasi kekuasaan negara. Tapi bagi Rawls, kontrak sosial digunakan Rawls
dasar masyarakat. Agar pengaturan bisa efektif maka prinsip-prinsip itu harus
didasarkan pada dua argumen dasar, intuitif dan teoritik atau rasional. Nah, teori
kontrak sosial itu digunakan sebagai argumen rasional Rawls dalam membenarkan
argumen intutif. Kontrak sosial yang telah dimodifikasi oleh Rawls dalam
teorinya dikenal dengan nama “original position”, atau kira-kira sama “state of
adalah setara, bebas, dan rasional, lainnya justru kontraktornya tidak dalam
keadaan sama, semisal pada Hobbes yang kesepakatan agar tidak terjadi “perang
semua lawan semua”. Orang-orang dalam kontrak Rawls adalah „mahluk moral‟,
yakni tahu mana yang baik bagi dirinya, dan tahu apa yang adil sehingga
kesepakatan mengenai apa yang adil sebagai dasar kerja sama sosial masyarakat
menurutnya gagal memberikan suatu konsep keadilan sosial yang tepat bagi kita.
dicatat pada kata pengantar A Theory of Justice,23 telah menjadi pandangan moral
peraturan atau tindakan tertentu yang dilakukan. Dengan demikian, baik buruknya
tindakan manusia secara moral sangat tergantung pada baik buruknya konsekuensi
tindakan tersebut bagi manusia. Tegasnya, apabila akibatnya baik, maka sebuah
peraturan atau tindakan dengan sendirinya akan menjadi baik. Demikian pula
keadilan sosial. Karena kegagalan ini, maka utiltiarianisme tidak tepat bila
itu, pandangan ini juga tidak memadai apabila dijadikan pegangan dalam
moral. Di sini, prioritas nilai akan menjadi problem yang sulit ditemukan
23
John Rawls, Teori Keadilan: Dasar-Dasar Filsafat Politik untuk Mewujudkan
Kesejahteraan dalam Negara, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), h. v
24
Andre Ata Ujan, Keadilan dan Demokrasi, h. 21
3
perspektif itu juga, pelbagai generalisasi etis dapat disebut benar meskipun tidak
mampu menegakkan dan menjamin keadilan sosial (kritik atas utilitarianisme) dan
perspektif demoraksi (tradisi politik liberalisme). Oleh karena itu, teori keadilan
yang memadai harus dibentuk dengan pendekatan kontrak (tradisi kontrak sosial),
riwayat hidup dan pendidikan, karya-karya dan pengaruhnya serta latar tradisi
Sebagaiman hal itu akan kita lihat pada bab ketiga yang hendak memberikan
25
Andre Ata Ujan, Keadilan dan Demokrasi;
3
BAB III
pemikir dalam kajian filsafat moral. Bahkan diskursu mutakhir filsafat politik
persoalan yang sama, yaitu pembatasan atau penyempitan keadilan itu sendiri.
daripada mendefinisikan keadilan. Oleh sebab itu, kebanyakan para pemikir lebih
ketimbang mendefinisikannya.
mengenai keadilan kecuali hanya disebutkan kata adil (adl) saja. Hal ini menuntut
dan pikiran dapat mengetahui nilai-nilai umum yang akan memerintah setiap
tindakan seseorang. Melalui itu, perilaku benar dan salah, baik dan buruk dapat
Ini (nilai-nilai umum yang diperoleh dari intuisi dan pikiran) adalah nilai-
nilai yang menegaskan adalah kebenaran dan kebaikan, dan perbuatan
4
salah (ketidakadilan) adalah batil dan jahat. Kami juga percaya bahwa
barang siapa yang berurusan secara adil dengan orang lain layak dihormati
dan dipuji dan barang siapa yang berbuat kesalahan dan pengkhianatan
layak mendapat sebalik.1
Lebih lanjut, dalam literatur filsafat politik, keadilan sosial secara umum
nikmat dan beban dari kerja sama sosial, khususnya yang termanifestasi dalam
lembaga yang disebut negara. Keadilan sosial adalah pokok persoalan filsafat
politik, yakni bagian dari filsafat praktis yang mengkaji dimensi moral yang
dengan prinsip-prinsip yang mengatur pembagian nikmat dan beban. Dan teori
sosial atau lebih khusus lagi, prinsip-prinsip bagi pembagian yang adil, dalam
panjang. Keadilan adalah salah satu keutamaan yang menjadi tujuan manusia.
seluruh dimensi kehidupan sosial dan politik. Keadilan adalah salah satu topik
yang sejak lama hampir selalu mengiringi sejarah peradaban manusia. Salah satu
peradaban tua yang menjunjung tinggi keadilan adalah Imperium Romawi Kuno.
Di mana Justicia, Sang Dewi Keadilan yang kita kenal dewasa ini sebagai
1
Muhammad Baqir al-Shadr, The Revieveler, the Messanger, the Message, terj.
Mahmoed M Ayoub. (Tehran: Word Organization for Islamic Service, 1986), h. 75
2
Bur Rasuanto, Keadilan Sosial: Pandangan Deontologis Rawls dan Habermas.Dua
Teori Filsafat Politik Modern, (Jakarta: Gramedia, 2004), h. 8
4
Atau kalimat Latin itu juga dalam bahasa Inggris bisa diartikan sebagai : ―to
kepada setiap orang apa yang menjadi haknya. Sebagai terjemahan, kalimat
karena ‗hak‘ merupakan suatu pengertian modern yang belum dikenal dalam teks-
teks kuno. Istilah ‗hak‘ mengalami suatu perkembangan yang berbelit-belit dan
baru diterima dalam arti seperti kita kenal sekarang pada akhir abad ke-18. tetapi
apa yang belum bisa dikatakan oleh ahli hukum Roma itu karena belum
keadilan adalah memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya. 4
menjadi bagian yang tak terpisahkan dari sejarah manusia, khususnya sejak
sekitar abad ke-5 SM. Hakikat keadilan diperdebatkan oleh para filsuf pada zaman
Yunani. Karena itu, sering disebut bahwa keadilan sebagai kajian filsafat boleh
dikatakan sudah sejak awal sejarah filsafat itu sendiri. Karya terkenal Plato
Republic bahkan biasa diberi anak judul Tentang Keadilan. Di sana Plato,
3
Morris Ginsberg, Keadilan dalam Masyarakat, (Yogyakarta: Pondok Edukasi, 2001),
h. 6
4
Franz Magnis Suseno, Kuasa dan Moral, (Jakarta: Gramedi, 1987), h.54
4
dibuat sesuai dengan keperluan dan kepentingan yang lebih kuat. Socrates dengan
gayanya yang khas bereaksi kalau seorang atilit memerlukan banyak makan
daging agar tetap kuat, apakah itu artinya keadilan? Glaucon, adik Plato, tampil
dengan pendapat keadilan adalah kompromi. Dalam masyarakat ada yang mampu
berbuat tak adil lolos tanpa hukuman, dan ada pula mereka yang menderita
perlakuan tak adil tanpa dapat membela diri; keadilan letaknya di tengah antara
kedua eksterm itu. Pendapat hampir sejalan dikemukan oleh Chepalus, seorang
hartawan terkemuka Athena, bahwa adil tak lain dari apabila orang bersikap fair
dan jujur dalam membuat kesepakatan. Hasil kompromi ditaati bukan sebagai
yang secara moral bernilai baik atau buruk, melainkan sebagai keharusan menaati
melawan semua‘, sebagai kata Thomas Hobbes.6 Pemikiran ini merupakan benih
Plato menolak konsep keadilan amoral atau non moral itu. Bagi Plato,
dirumuskan oleh rasio yang tercerahkan. Plato berkeyakinan bahwa negara ideal
apabila didasarkan atas keadilan, dan keadilan baginya adalah keseimbangan atau
harmoni. Harmoni di sini artinya bahwa warga hidup sejalan dan serasi dengan
5
Franz Magnis Suseno, Kuasa dan Moral.
6
Bur Rasuanto, Keadilan Sosial, h. 7-8
4
tujuan negara (polis), di mana masing-masing warga menjalani hidup secara baik
sesuai kodrat dan posisi sosialnya. Raja memerintah dengan bijaksana, tentara
hanya memusatkan perhatian selalu siap untuk perang, budak mengabdi sebaik-
baiknya sebagai buda. Negara akan jadi kacau kalau misalnya tentara ingin,
apalagi sudah, merangkap jadi pedagang, atau budak berusaha jadi tuan. Wawasan
mengenai perubahan sosial tidak dikenal di sini. Paham keadilan Yunani klasik
Secara umum, ada tiga ciri khas yang selalu menandai keadilan : keadilan
tertuju pada orang lain, keadilan harus ditegakkan, dan keadilan menuntut
persamaan. Tiga unsur hakiki yang terkandung dalam pengertian keadilan ini
Pertama, keadilan selalu tertuju pada orang lain atau keadilan selalu
dalam arti seutuhnya karena keadilan bukanlah nilai yang harus dimiliki dan
berhenti pada taraf memiliknya bagi diri sendiri. Melainkan keadilan keadilan
7
Bertrand Russell, Sejarah Filsafat Barat: Dan Kaitannya dengan Kondisi Sosio-Politik
dari Zaman Kuno hingga Sekarang, cet. ke-2, terj., (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004 ), h. 241
8
Andre Ata Ujan, Keadilan dan Demokrasi: Telaah Filsafat Politik John Rawl,s
(Yogyakarta: Kanisius, 2001), h. 23
4
menuntut keadilan untuk ditegakkan. Dua dimensi makna ini: positif dan negatif
bukan dua hal terpisah, melainkan satu kesatuan. Umumnya, kesepakatan bersama
mengenai ketidakadilan atau apa yang tidak adil lebih mudah tercapai, ketimbang
Paham keadilan dalam konteks Yunani Klasik masih dalam kerangka etika
keutamaan atau kebijaksanaan. Pertanyaan etika Yunani Klasik: apa yang harus
saya lalukan agar bernilai baik? Keadilan baru mendapat pendasaran normatifnya
pada etika deontologis Kant: hanya tindakan yang didasarkan atas kewajiban yang
bernilai moral. Bagi pemikiran Yunani, keadilan adalah kebaikan, tapi bagi
jawab dalam arti modern masih belum dikenal dalam etika Yunani klasik.9
disebabkan karena keadilan berkaitan dengan hak yang harus dipenuhi. Kalau ciri
pertama tadi mengatakan bahwa dalam konteks keadilan kita selalu berurusan
dengan orang lain, maka ciri kedua ini menekankan bahwa dalam konteks
keadilan selalu berkaitan dengan hak orang lain. Kita bisa memberikan sesuatu
pada orang lain karena rupa-ruap alasan. Kalau kita memberikan sesuatu karena
9
Bur Rasuanto, Keadilan Sosial, h. 9
4
alasan keadilan, kita selalu harus atau wajib memberikannya. Sedangkan kalau
kita memberikan sesuatu karena alasan lain, kita tidak wajib memberikannya.
Kita tidak wajib memberikannya. Atau kita memberi derma kepada pengemis
karena kemurahan hati. Satu kali kita berikan, lain tidak kita berikan. Kita tidak
Majikan harus memberikan gaji yang adil kepada karyawan. Apa yang dipinjam
Karena itu dalam konteks keadilan bisa dipakai ―bahasa hak‖ atau
berhak mendapat benda X dari orang B‖, kalimat yang dirumuskan dalam bahasa
hak ini bisa diterjemahkan ke dalam bahasa kewajiban sebagai ―orang B wajib
memberi benda X kepada orang A‖. Dari segi tata bahasa, dua kalimat ini tidak
sama, tapi dari segi etika artinya persis sama, karena korelasi antara hak dan
kewajiban
kita harus memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya, tanpa
kecuali kepada satu orang, maka majikan itu tidak pantas disebut orang adil.
mungkin ada orang yang akan bertanya apakah artinya satu dibanding tiga ribu.
Tetapi dari segi etika, perbedaan itu justru menentukan. Majikan baru pantas
disebut orang yang adil, bila ia berlaku adil kepada semua orang. Dengan
10
John Christman, Social and Political Philosophy: a Contemporary Introduction,
(London: Routledge, 2002), h.62
4
C. Pembagian Keadilan
keadilan klasik Aristoteles, pada umumnya dapat dibagi menjadi tiga macam.
Antara lain sebagai berikut teori keadilan retributif, korektif, dan distributif.11
keadilan saja, karena keadilan korektif bisa dimasukkan dalam kategori keadilan
kesalahan. Hukuman atau denda yang diberikan kepada orang yang bersalah
haruslah bersifat adil. Dasar etis untuk menghukum sudah lama dibicarakan dalam
filsafat dan menimbulkan diskusi-diskusi yang rumit. Pada keadilan ini terdapat
mengenai justifikasi atau pembenaran atas hukuman itu sendiri. Misalnya, dalam
persoalan hukuman mati, terjadi perbedaan pandangan yang sengit dalam etika
11
John Christman, Social and Political Philosophy, h. 60-61
4
kesalahan. Terlepas dari soal justifikasi hukuman itu, ada kesepakatan luas yang
pertama, kesengajaan dan kebebasan. Yakni orang yang dihukum harus tahu apa
yang dilakukannya dan harus dilakukannya dengan bebas (tanpa paksaan). Dan
lain sebagainya.
nikmat (benefits) dan beban12 (burdens), hal-hal yang enak untuk didapat maupun
hal-hal yang menuntut pengorbanan. Di antara hal yang termasuk dalam kategori
layak, dan sebagainya. Sementara kategori kedua misalnya, besar kecilnya pajak,
Kemudian keadilan dapat dibagi juga menurut subjeknya atau dari segi
pelaksanaannya.
individu saja. Subjek keadilan di sini adalah tindakan atau perbuatan individu
12
‗Beban‘ di sini pengertian ialah beban di luar pengertian hukuman, punishment.
Misalnya, wajib militer, pembayaran pajak, dan lain-lain.
13
David Miller, Principles of Social Justice, (London: Harvard University Press, 1999),
h. 1
4
etika keadilan adalah penilaian moral atas tindakan. Sementara domain keadilan
sosial ialah berkenaan dengan masyarakat (institusi sosial), atau tepatnya struktur
sosial.14
dengan keadilan distributif.15 Dengan pertautan ini, maka keadilan sosial perlu
Dilihat dari segi prinsip-prinsipnya, keadilan sosial dibagi menjadi dua macam.
Pertama keadilan formal, yakni keadilan yang didasarkan prinsip formal. Dan
kedua, keadilan substantif, yakni keadilan yang didasarkan pada prinsip material
atau substantif.
Prinsip formal hanya ada satu. Prinsip formal ini mempunyai tradisi yang
lama sekali, karena sudah ditemukan pada Aristoteles. Prinsip ini berbunyi:
kasus yang sama‘ harus diperlakukan dengan cara yang sama, sedangkan ‗hal-hal
ataupun kasus-kasus yang tidak sama‘ boleh saja diperlakukan tidak sama.
Walaupun bunyinya bagus, dalam praktek prinsip ini tidak begitu banyak
14
Franz Magnis Suseno, Kuasa dan Moral, h. 56
15
David Miller, Principles of Social Justice, h. 2
4
sama harus diperlakukan dengan cara yang sama, tetapi tidak dijelaskan apa yang
harus dimengerti dengan ‗kasus-kasus yang sama‘. Prinsip ini tidak menunjukkan
menurut aspek apa kasus-kasus harus dianggap sama atau tidak sama. Karena itu,
prinsip formal saja tidak tidak cukup sebagai pegangan untuk membagi dengan
adil.16
formal. Prinsip-prinsip material menunjuk pada salah satu aspek relevan yang
bisa menjadi dasar untuk membagi dengan adil hal-hal yang dicari oleh pelbagai
orang. Kalau pada prinsip formal cenderung disepakati secara luas, tapi lain
halnya dengan prinsip material atau substantif, di mana tidak ada kesepakatan
tentangnya. Dalam arti ada banyak teori yang mengemukan pandangannya yang
1. Teori Egalitarianisme
ini berpandangan bahwa kita baru membagi dengan adil, bila semua orang
mendapat bagian yang sama (equal). Membagi dengan adil berarti membagi
secara sama. Jika karena alasan apa saja tidak semua orang mendapat bagian yang
mendapat banyak simpati luas. Semua manusia memang sama. Pemikiran ini
16
Morris Ginsberg, Keadilan dalam Masyarakat, h. 24
5
dari ―Deklarasi hak manusia dan warga negara‖ (1789) yang dikeluarkan
harus diperlakukan dengan cara yang sama: orang kaya atau miskin, pejabat tinggi
atau orang biasa, kaum ningrat atau rakyat jelata. Mengapa begitu? Karena hukum
hanya memandang warga negara sebagai manusia dan martabat manusia selalu
sama, terlepas dari ciri-ciri yang tidak relevan, seperti kedudukan sosial, ras, jenis,
satunya cara yang adil. contoh lain adalah pemilihan umum. Di semua warga
negara modern, pemilihan umum diatur dengan cara yang sungguh egalitarian,
atas dasar prinsip “one person one vote‖. Dalam hal ini profesor dalam ilmu
politik dan warga negara yang buta huruf diperlakukan dengan cara yang sama,
sekalipun tahanp pengertian tentang politik pada dua orang itu sangat berbeda.
hal manusia tidak sama. Intelegensi dan ketrampilannya, misalnya, sering tidak
17
Morris Ginsberg, Keadilan dalam Masyarakat, h. 24.
5
besar bertolak dan titik awalnya adalah egalitarianisme. Will Kymlicka dalam
bukunya tentang teori-teori keadilan bahwa nilai utama atau fundamental dari
teori-teori keadilan yang dikajianya adalah egalitarian. Dalam arti, teori-teori itu
2. Teori Sosialisme
sebagai dasarnya. Menurut mereka masyarakat diatur dengan adil, jika kebutuhan
semua warganya terpenuhi, seperti kebutuhan akan sandang, pangan, dan papan.
18
Will Kymlicka, Pengantar Filsfat Politik Kontemporer: Kajian Khusus atas Teori-
Teori Keadilan, terj. Agus Wahyudi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), h. 5-6
5
keadilan, terkenal adalah prinsip yang oleh Karl Marx (1818-1883) diambil alih
menjelaskan bagaimana benefits harus dibagi: hal-hal yang enak untuk didapat.
Hal-hal yang berat harus dibagi sesuai dengan kemampuan. Tidak adil bila orang
cacat, umpamanya diharuskan bekerja sama berat seperti orang yang utuh anggota
badannya. Kepada orang yang menyandang cacat badan harus diberi pekerjaan
yang cocok dengan kemampuannya. Hal-hal yang enak untuk diperoleh harus
diberikan sesuai dengan kebutuhan. Misalnya pelayanan medis adalah adil bila
diberikan sesuai dengan kebutuhan orang sakit. Adil tidaknya gaji atau upah juga
dalam melaksanakan keadilan distributif. Tetapi timbul kesulitan juga, bila prinsip
para pekerja tidak akan merasa termotivasi untuk bekerja keras. Gaji atau upah
kebutuhannya sudah jelas. Bekerja keras atau malas-malas tidak akan mengubah
5
pendapatannya. Sistem imbalan kerja yang berpedoman pada kebutuhan saja akan
ini mengakibatkan orang yang berkemampuan harus menerima saja, bila negara
menerima pekerjaan ini sebagai profesinya. Tetapi belum tentu profesi pilot
menjadi pilihannya juga. Cara mempraktikkan keadilan sosial atau distributif ini
3. Teori Liberalisme
adil. Karena manusia adalah mahluk bebas, kita harus membagi menurut usaha-
sangat tidak etis sikap free rider: benalu yang menumpang pada usaha orang lain
tanpa mengeluarkan air keringat sendiri. orang seperti itu tidak mengakui hak
sesamanya untuk menikmati hasil jerih payahnya. Dalam teori liberalistis tentang
keadilan sosial atau distributif digarisbawahi pentingnya prinsip hak, usaha, tapi
Salah satu kesulitan pokok dengan teori keadilan distributif ini adalah
bagaimana orang yang tidak bisa berprestasi karena cacat mental atau fisik, orang
yang menganggur di luar kemauannya sendiri, dan sebagainya? Mereka sebenarnya ingin berprestasi jug
5
BAB IV
Pengantar
dari satu generasi ke generasi berikutnya. Ikatan kerja sama sosial didasarkan
dimungkinkan bagi semua orang daripada yang bisa didapatkan jika setiap orang
adanya kerja sama sosial yang saling menguntungkan, masyarakat biasanya juga
dikarenakan setiap orang berbeda pandangan atau tidak sepakat dalam hal
bagaimana hasil kerja sama sosial dibagi atau didistribusikan. Maka seperangkat
mendistribusikan hasil kerja sama sosial secara adil kepada para warga
menurutnya ialah masyarakat yang diatur secara efektif oleh sebuah konsep
keadilan sosial yang dapat diterima oleh semua pihak. Yakni masyarakat di mana
5
(1) setiap orang menerima dan mengetahui bahwa orang lain menganut prinsip
keadilan yang sama, serta (2) institusi-institusi sosial dasar yang ada sejalan
dengan prinsip-prinsip tersebut.1 Ini sejalan dengan gagasan utama teorinya yang
hasil kesepakatan dari orang-orang yang rasional, bebas, dan setara dalam situasi
ditetapkan di bab pendahuluan, maka pembahasan dalam bab ini akan meliputi
tiga hal. Pertama, bagaimana lingkup masalah keadilan sosial Rawls. Kedua,
bagaimana inti atau substansi dari prinsip-prinsip keadilan sosial yang akan
Masalah keadilan sosial timbul dalam kondisi yang disebut oleh Rawls
sebagai kondisi di bawah mana kerja sama sosial itu dimungkinkan dan
mengatur pembagian hak dan kewajiban, keuntungan dan beban hasil kerja sama
1
John Rawls, Teori Keadilan: Dasar-Dasar Filsafat Politik untuk Mewujudkan
Kesejahteraan dalam Negara, terj. Uzair Fauzan dan Heru Prasetyo, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2006), h. 5
2
John Rawls, Teori Keadilan, h. 14
5
sosial secara adil kepada para warga masyarakat.3 Dalam Justice as Fairness,
Rawls menerangkan juga kondisi keadilan sebagai refleksi historis di bawah mana
masyarakat modern itu eksis. Kondisi ini bisa dipilah menjadi dua: objektif dan
subjektif.4
sebagai kondisi di mana segala hal yang dibutuhkan manusia untuk hidup tidak
orang-orang dalam suatu lingkungan teritori tertentu untuk saling bekerja sama
sehingga kehidupan yang lebih dan layak lebih dimungkinkan untuk didapat oleh
semua orang. Tegasnya, masalah keadilan sosial hanya berkaitan dengan situasi
kelangkaan di mana sumber daya yang tersedia tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan semua orang. Maka agar tidak ada yang mendapat lebih banyak dan
tidak ada yang mendapat sedikit, perlu diatur pembagian yang adil dan layak.
pihak punya kebutuhan dan dan kepentingan yang sama, sehingga kerja sama
tentang manfaat, menjadikan mereka punya tujuan dan sasaran yang berbeda, dan
dan sosial…‖5 Rencana dan tujuan hidup seseorang tidak sekedar dilihat sebagai
3
John Rawls, Teori Keadilan, h. 153-154
4
John Rawls, Justice as Fairness: A Restatement, Erin Kelly (ed), (Cambridge: Harvard
University Press, 2001), h. 84
5
John Rawls, Teori Keadilan, h. 154-155
5
kepentingan semata, melainkan lebih dari itu, melainkan nilai-nilai hidup yang
patut diakui dan diklaim yang bersumber dari keyakinan agama, filsafat dan
layak dan pantas untuk dikejar oleh setiap orang yang dihayatinya berdasarkan
keyakinan agama, filsafat, dan moral yang dianutnya. Maka itu, syarat-syarat
objektif dan subjektif ini juga merupakan fakta-fakta dalam kehidupan sosial
didasarkan atas suatu anutan nilai hidup yang berbeda-beda itu, melainkan nilai
bersama melalui prosedur tertentu yang diterima oleh semua orang. Maka
kesepakatan bersama tentang nilai hidup bersama yang disebut ‗keadilan‘ men-
jadi suatu hal yang penting dan urgen bagi kehidupan sosial masyarakat modern
pluralistik
6
155
5
Oleh karena itu, keadilan sosial, bagi Rawls, tidak dilihat sekedar sebagai
menunjukkan hak dan kewajiban dasar, dan membagi keuntungan hasil kerja sama
sosial secara adil, melainkan lebih jauh dari itu, Keadilan sosial merupakan
Rawls.
Subjek utama dari prinsip keadilan sosial adalah apa yang disebut oleh
Pengertian "institusi" dalam pengertian di sini tidak dipahami dalam arti umum
Bank Indonesia, dan sebagainya. "Institusi" dalam contoh ini dimengerti sebagai
"Sistem aturan publik yang menentukan jabatan serta posisi dengan hak
dan kewajiban mereka, kekuatan dan kekebalan, dan lain-lain. Aturan-
aturan ini menggolongkan bentuk-bentuk tindakan yang diperbolehkan
7
Teori Keadilan, h. 5-7
8
Thomas Pogge, John Rawls: His Life and Theory of Justice, transl. Michelle Kosch,
(New York: Oxford University Press, 2007), h. 28
5
dan dilarang; dan memberikan hukuman dan pembelaan tertentu, dan lain-
lain, ketika pelanggaran terjadi…‖9
sudah dalam posisi dan harapan masa depan yang berbeda-beda, ditentukan,
sebagian oleh sistem politik, kondisi sosial dan ekonomi. Lembaga-lembaga sosial
hidup setiap orang, cita-cita, impian serta kemungkinan tercapainya semua itu.
sudah merupakan titik awal keberuntungan bagi yang satu atau kemalangan bagi
yang lain.10
outward, ketiga tingkatan keadilan sosial itu adalah: (1) keadilan lokal (local
9
John Rawls, Teori Keadilan, h. 66-67
10
John Rawls, Teori Keadilan, h. 8
11
John Rawls, Justice as Fairness a Restatement, h. 10-11
6
sosial, seperti konstitusi politik, prinsip ekonomi, dan tatanan sosial. Prinsip
nilai primer‖, primary goods. Nilai-nilai primer itu antara lain: kebebasan dan
keadilan sosial Rawls mencakup tiga bidang: politik (kuasa), ekonomi (uang), dan
sosial (status).12
1. Konsepsi Umum
konsepsi umum keadilannya. Oleh karena itu, kita perlu melihat terlebih dahulu
berikut:
keadilan sosial John Rawls, di mana konsepsi keadilan khususnya tak lain sebagai
bentuk penjabaran lebih lanjut dan solusi atas problem yang terdapat dalam
12
Bur Rasuanto, Keadilan Sosial: Pandangan Deontologis Rawls dan Habermas. Dua
Teori Filsafat Politik Kontemporer, (Jakarta: Gramedia, 2004), h. 14
6
konsepsi umum ini. Karena itu, ada beberapa hal dari konsepsi umum ini yang
prinsip
primer. Di sisi lain, diakui, ketidaksamaan dapat ditoleransi sejauh hal itu
umum dapat dikatakan, sekujur konsepsi keadilan Rawls pada dasarnya bergerak
segera mengira Rawls hanya menggabungkan diri ke dalam kubu sosialisme. Tapi
primary goods. Apa itu? nilai-nilai atau nikmat primer dirumuskan Rawls sebagai
semua nilai atau nikmat material maupun non-material, yang langsung maupun
6
tidak langsung dapat memengaruhi kondisi kehidupan dan masa depan seseorang,
itu mencakup nilai ekonomi (pendapatan dan kekayaan), tapi juga hak-hak dan
kesamaan dalam distribusi pendapatan dan kekayaan, tapi juga kesamaan dalam
Rawls melampaui apa yang menjadi titik perjuangan sosialisme dan liberalisme
suatu lukisan tentang kondisi hipotetis ideal, yakni kondisi di mana nilai-nilai
sosial primer dapat dibagi dengan sama kepada semua orang, tanpa terkecuali.
Dengan ini, masyarakat ideal ialah masyarakat di mana tidak ada kesenjangan dan
ketidaksamaan. Kondisi sosial ini dapat dijelaskan sebagai situasi di mana semua
orang punya hak dan kewajiban yang sama, pendapatan dan kekayaan dibagi
sama rata. Kondisi ideal ini memberikan standar untuk menilai perbaikan kepada
13
Bur Rasuanto, Keadilan Sosial, h. 43
14
Kondisi ideal ini sejalan dengan perhatian teori keadilannya. Teori keadilan secara
intuitif bisa dipisahkan dalam dua bagian: bagian ideal dan bagian non -ideal. Bagian teori non-
ideal berkenaan dengan prinsip-prinsip menghadapi ketidakadilan yang sudah ada. Dalam konsepsi
umum sebagaimana diatas misalnya, bagian non-ideal adalah bagian mengenai ketidaksamaan atau
kesenjangan. Bagian teori ideal adalah pandangan mengenai masyarakat berkeadilan yang hendak
diapai kalau bisa. Dalam soal di atas, bagian ideal berkaitan dengan persamaan distribusi nilai-nilai
sosial primer. Itulah perhatian pokok konsepsi keadilan sosial Rawls. Karena itu sasarannya lebih
tertuju pada kelompok pertama. Konsep non-ideal tidak bekerja sebelum konsep ideal, melainkan
sesudahnya. Ukuran keadilan sosial tetap harus dilihat dari konsep keadilan secara keseluruhan.
Lembaga-lembaga sosial yang ada harus dinilai dari kacamata konsepsi ini dan dinyatakan tidak
adil sejauh mereka menyimpang dari konsepsi ini tanpa alasan yang cukup. Penjelasan lebih lanjut
6
distribusi nilai-nilai sosial primer justru membuat semua orang lebih baik
daripada kondisi awal hipotetis ini, maka kondisi ini sejalan dengan tuntutan
menguntungkan yang paling kurang kaya dalam sebuah acara (pendapatan), tapi
tidak dalam cara yang lain (kebebasan). Atau apa yang terjadi jika ketimpangan
kesempatan? 16
cukup petunjuk dalam mengatur distribusi nilai-nilai sosial primer yang adil
lanjut dengan penjabaran dan sistem prioritas dalam sebuah konsepsi keadilan
sosial yang lebih khusus. Konsepsi khususnya ini dikembangkan dalam bentuk
berkaitan pandangan Rawls tentang pembagian teori keadilan: bagian ideal dan non -ideal, bisa
dilihat dalam, John Rawls, Teori Keadilan, pada halaman 9-10 dan 312-314
15
John Rawls, Teori Keadilan,. h. 74-75
16
Will Kymlicka, Pengantar Filsafat Politik Kontemporer: Kajian Khusus atas Teori-
Teori Keadilan, terj. Agus Wahyudi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), h. 71
6
dua prinsip keadilan sosial, di mana hal ini termasuk bagian utama dari teori
2. Konsepsi Khusus:
Prinsip Pertama:
Setiap orang mempunyai hak yang sama atas kebebasan dasar yang paling
luas, seluas kebebasan yang sama bagi semua orang.
Prinsip Kedua:
Ketimpangan sosial dan ekonomi ditata sedemikian hingga mereka (a)
memberi keuntungan terbesar pada kelompok yang paling lemah, dan (b)
semua posisi dan jabatan terbuka bagi semua orang dalam kondisi
kesetaraan peluang yang fair .17
kebebasan dasar‖. Dalam hal ini Rawls menganut egalitarianisme. Prinsip ini
Kebebasan- kebebasan dasar yang dimaksudkan oleh Rawls tersebut antara lain
meliputi:
ini diharuskan setara, karena warga suatu masyarakat yang adil mempunyai hak-
hak dasar yang sama. Kebebasan-kebebasan ini harus tersedia dengan cara yang
17
John Rawls, Teori Keadilan, h. 72
18
John Rawls, Teori Keadilan, h. 73
6
sama untuk semua warga masyarakat. Masyarakat tidak diatur dengan adil
konstitusional dan legal. Yakni, kebebasan yang dipahami sebagai sistem aturan
publik tertentu yang mendefinisikan hak dan kewajiban.19 Hal penting yang perlu
diperhatikan ialah bahwa kebebasan berpikir dan kebebasan suara hati, kebebasan
person manusia dan kebebasan sipil, singkatnya apa yang kini dipahami sebagai
hak asasi, tidak boleh dikorbankan untuk kebebasan politik, untuk kebebasan
kesamaan partisipasi dalam politik. Dengan kata lain, kebebasan politik harus
Artinya, kebebasan setiap orang tidak lepas begitu saja dari kebebasan orang. Dan
juga suatu bentuk kebebasan tertentu tidak bisa dihayati dan dilaksanakan terpisah
begitu saja dari pelaksanaan bentuk-bentuk kebebasan lainnya. Nilai dari masing-
19
John Rawls, Teori Keadilan, h. 254
20
John Rawls, Teori Keadilan, h. 259.
21
John Rawls, Teori Keadilan, h. 255
6
yang lebih luas tidak dapat diterima kecuali apabila tuntutan itu memperkosa
mempunyai hak untuk bicara, dan kareanya setiap orang mempunyai hak untuk
menuntut pelaksanaan hak berbicara ini. Akan tetapi, tidak berarti bahwa setiap
orang mempunyai hak untuk memaksakan pikiran dan pendapatnya kepada orang
lain. Apabila itu terjadi, maka sesungguhnya di sini telah terjadi pemerkosaan dan
penghancuran terhadap kebebasan pihak lain dalam hal berpikir dan mengikuti
kebebasan sebagai nilai utama bagi manusia, tetap saja ada kemungkinan untuk
membatasi pelaksanaanya.23 Itu berarti bahwa tidak ada satu pun kebebasan ber-
sifat absolut dan dengan itu juga memperlihatkan sifat prima facie24 dari setiap
bentuk kebebasan dasar. Dengan kata lain, kebebasan dasar merupakan nilai
22
John Rawls, Teori Keadilan;
23
Ada berbagai bentuk pembatasan, namun dalam konteks kehidupan bersama sebuah
anggota masyarakat dan yang berlaku sama secara sama bagi semua anggota masyarakat adalah
pembatasan konstitusional atau legal. John Rawls, h. 254
24
Prima facie: sejauh kebebasan-kebebasan itu dilihat pada dirinya sendiri kebebasan-
kebebasan itu harus sepenuhnya dijamin, tetapi karena dalam kenyataan kehidupan masyarakat
kebebasan-kebebasan itu baik saling menunjang maupun saling membatasi, masing-masing justru
tidak boleh dimutlakkan melainkan haruslah dijamin dengan melihat kebebasan -kebebasan lain.
Dalam bahasa sederhana, antara kebebasan-kebebasan dasar yang dijamin harus ada
keseimbangan. Franz Magnis Suseno, Etika Politik : Prinsip-Prinsip Moral Dasar Kenegaraan
Modern,Cet. ke-5 (Jakarta: Gramedia, 1999), h. 132-133
6
sumber daya sosial dan ekonomi. Dalam hal ini, Rawls menegaskan bahwa
distribusi dalam bidang ini boleh dibagi secara tidak sama (unequality). Namun
ketidaksamaan itu haruslah memenuhi dua unsur berikut. (a) posisi kekuasaan
dan jabatan publik harus bisa diakses oleh, atau terbuka untuk, semua orang; (b)
harus demi keuntungan semua orang, khususnya golongan yang paling lemah.
Dengan demikian, prinsip keadilan sosial yang kedua ini terdiri dari dua prinsip.
(1) persamaan kesempatan yang fair, (2) prinsip perbedaan atau biasa disebut
dengan difference principle. Keduanya harus dilihat sebagai satu kesatuan. Prinsip
perbedaan atau difference principle adalah salah satu bagian penting keadilan
sosialnya, bahkan konsepsi umum tak lain adalah penerapan difference principle.
Prinsip keadilan sosial yang kedua ini merupakan solusi dan jawaban
mana perspektif yang ada selama ini dianggap tidak cukup memuaskan.
menginterpretasi persamaan
6
keadilan distributif. Berikan kesempatan yang sama, maka apa yang dicapai
masing-masing dianggap adil. pendapat seperti itu dilatari oleh anggapan bahwa
orang berhak menentukan pilihan hidupnya sendiri. Dan apa pun yang dicapai-
nya tidak ada sangkut-pautnya dengan masalah keadilan apabila hal itu bukan
hidupnya bukan atas dasar kemampuan ekonomi, klas sosial, warna kulit, jenis
kelamin.
tidak sama atas nilai-nilai sosial primer jika ketimpangan tersebut didapatkan dan
diakui sebagai hak yang semestinya diterima oleh individu-individu, yaitu jika ini
adalah hasil tindakan-tindakan dan pilihan individu itu. Tetapi justru tidak fair
ketimpangan yang tidak semestinya yang lain yang diabaikan oleh pandangan ini.
Benar bahwa ketimpangan sosial adalah tidak semestinya, dan karena itu tidak
25
Will Kymlicka, Pengantar Filsafat Politik , h. 75
6
fair jika nasib seseorang menjadi lebih buruk gara-gara ketimpangan tidak
terbebas dari kontingensi sosial dan historis, tapi juga terbebas dari kontingensi
kemujuran kodrati dijadikan semacam titik-tolak begitu saja bagi seseorang dalam
kemampuan alami dan bakat memang harus dipandang sebagai karunia alami dan
dilahirkan cacat, sebagai jenius, berbakat seni, sebagai anak pejabat tingg, anak
pada kedudukan sosial khusus, itu hanyalah fakta alamiah. Tidak ada masalah
adil atau tidak adil di sini. Apa yang tidak adil adalah cara institusi-institusi
kelebihan genetis jangan lagi dianggap sebagai aset pribadi melainkan harus
dipandang sebagai aset bersama. Kelebihan bakat atau kemampuan kodrati yang
26
John Rawls, Teori Keadilan, h. 102
7
yang dititipkan kepadanya untuk dipelihara. Setiap keuntungan yang berasal dari
golongan terutama mereka yang paling lemah. Dengan ini Rawls mengangkat
penulis sebelumnya. John Rawls menempatkan dua prinsip keadilan sosial dalam
Prinsip pertama mendahului prinsip kedua dalam urutan leksikal. Artinya urutan
kesamaan ekonomi, dan ketidaksamaan sosial, seperti urutan kata dalam kamus
keuntungan ekonomi dan sosial yang lebih besar. Pada skala nilai dalam
masyarakat adil yang dicita-citakan Rawls, paling atas harus ditempatkan hak-hak
kebebasan yang klasik, yang pada kenyataan sama dengan dengan kini disebut
distribusi dan kesempatan sosial dan ekonomi oleh Rawls dipecah lagi dalam dua
27
Bur Rasuanto, Keadilan Sosial, h. 81-83
28
John Rawls, Teori Keadilan, h. 73
7
fair bagi posisi dan jabatan publik yang harus terbuka bagi semua pihak. Masalah
pendapatan, serta posisi dan jabatan publik, harus sejalan dengan kebebasan-
sama sosial yang berkelanjutan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Sedang
prinsip keadlan yang harus menjadi subjek struktur dasar masyarakat, harus
merupakan hasil persetujuan awal dalam situasi yang fair. Dengan dasar
pemikiran seperti itu, pilhan logis adalah kembali ke teori kontrak sosial yang oleh
Rawls disebut sebagai original position, posisi asali atau posisi awal. Dalam
posisi asali, original position ini dibayangkan orang-orang bebas dan rasional
heuristik30 –konsep yang ibarat tangga yang diperlukan untuk memanjat naik dan
29
John Rawls, Teori Keadilan, h. 74-75
30
Bur Rasuanto, Keadilan Sosial, h. 53
7
sebagai interpretasi standar atas teori kontrak tradisional yang diterapkan dalam
teori moral.
Karena itu penggunaan konsep kontrak pada teori moral sering menjadi mangsa
empuk kritik. Tak terkecuali terhadap teori kontrak Rawls. Tapi Rawls memahami
dari teori kontrak tradisional itu. ia menggunakan teori kontrak bukan sebagai cara
untuk melegatimasi negara, seperti misalnya pada Hobbes atau Locke, melainkan
untuk meligitimasi prinsip moral.32 Dalam hal ini isi perjanjian relevan kontrak
Argumen kontrak sosial Rawls hanyalah salah satu saja dari banyak teori
kontrak moral; yang paling ekstrem bahkan menggunakan argumen kontrak untuk
memahami keseluruhan isi moralitas. Tapi Rawls yakin interpretasi standar dan
paling tepat adalah original position. Meksi mengikuti tradisi kontrak sosial,
original position menurut Rawls, bukan situasi faktual historis ataupun keadaan
pra sosial dalam kehidupan manusia primitif, melainkan murni situasi hipotetis.33
hipotetis di mana orang-orang yang akan mengadakan kerja sama sosial bertemu
untuk menentukan prinsip-prinsip yang akan mengatur ikatan kerja sama mereka
agar saling menguntungkan. Secara rinci Rawls melukiskan siapa dan mengapa
31
John Rawls, Teori Keadilan, h. 12
32
John Rawls, Teori Keadilan.
33
John Rawls, Teori Keadilan, h. 147
7
kumpulan orang-orang dalam original position atau posisi asali yang akan
mahluk moral yang bebas dan sederajat. Namun tak boleh dilupakan bahwa meski
kaya akan merasa rasional mengajukan prinsip bahwa berbagai pajak untuk
kebijakan kesejahteraan adalah tidak adil; Di sisi lain, orang miskin akan
kodrati, bagaimana mungkin mereka membuat kontrak atau persetujuan? Jadi apa
ketidaktahuan‖
34
John Rawls, Teori Keadilan, h. 14
35
John Rawls, Teori Keadilan, h. 21
7
tersebut dibayangkan mereka yang berkumpul dalam posisi awal itu dibebaskan
dari segala kontingensi sosial dan historis, dibersihkan dari segala unsur yang
mengenai yang diketahui dan yang tidak diketahui, status, motivasi dan tujuan
sampai-sampai diasumsikan mereka itu tidak tahu di generasi mana mereka hidup.
Tapi di lain pihak, harus dibayangkan mereka bukan orang-orang yang terkena
masyarakat manusia, paham akan politik dan prinsip-prinsip teori ekonomi, basis
organisasi sosial dan hukum psikologi manusia. Pendeknya mereka tahu fakta-
36
John Rawls, Teori Keadilan, h. 165
7
basis situasi yang fair itu, mereka akan memilih konsepsi keadilan yang secara
rasional.37
kontrak atau persetujuan dapat dilakukan atau tidak. Dengan veil of ignorance,
kumpulan orang-orang dalam original position berada dalam situasi fairness dan
memenuhi syarat keadilan proseduran murni: mereka punya harapan yang sama
―tabir‖ itu mereka dibebaskan dari segala pengaruh kontingensi sosial yang dapat
membuat ada di antara mereka berada pada posisi lebih beruntung dalam tawar
dari teori kontrak tradisional: kontraktor Rawsl berada dalam posisi sederajat,
37
Bur Rasuanto, Keadilan Sosial, h. 56
38
Will Kymlicka, Pengantar Filsafat Politik , h. 84
7
untuk tujuan khusus, yaitu memilih dan menyepakati konsep keadilan sosial yang
memenuhi kriteria tertentu. Salah satu syarat formal konsep yang-hak. Hal
deontologis yang menganggap yang-hak prioritas atas yang baik. Ada beberapa
perbedaan penting antara kedua konsep fundamental ini teori moral ini. Pertama,
yang-hak haruslah diterima semua pihak, sementara yang baik tidak perlu. Prinsip
yang dipilih orang-orang dalam posisi asali diputuskan dengan suara bulat, tapi
tak perlu terjadi aklamasi untuk menentukan yang-baik. Kedua umumnya adalah
baik bahwa orang punya konsepsi berbeda-beda mengenai yang-baik, tapi tidak
begitu halnya bagi konsepsi yang-hak. Ketiga, dalam posisi asali, prinsip keadilan
maka konsepsi keadilan yang akan dipilih dalam posisi asali, haruslah
memenuhi syarat-syarat formal konsepsi yang-hak, yaitu (1) prinsip itu haruslah
umum (general) bentuknya, (2) universal aplikasinya, (3) diakui secara publik
(publicity), (4) berurutan secara leksikal, (5) mahkamah terakhir bagi klaim-klaim
person moral. Dirangkum dalam satu rumusan: suatu konsepsi yang-hak adalah
suatu perangkat prinsip yang umum bentuknya dan universal aplikasinya, diakui
39
John Rawls, Teori Keadilan, h.158-163
7
a. Strategi Maximin
Tapi apa yang harus dipilih orang orang dalam posisi asali, original
position, bagaimana mereka harus memilih dan tahuh bahwa mereka membuat
pilhan yang benar. Meski terisolasi oleh veil of ignorance, orang-orang dalam
posisi asali bukanlah orang-orang yang kehilangan rasionalitas dan masih punya
memajukan tujuan-tujuan.40
Bur Rasuanto memberi tamsil akan hal tersebut bahwa, adalah rasional
membuat usulan sendiri. Tapi sekiranya akan membuat usulan sendiri, adalah
rasional bahwa mereka tidak akan mengusulkan yang bukan-bukan karena tidak
ada insentifnya. Misalnya, adalah tidak rasional bahwa mereka akan mengusulkan
memberi hak-hak istimewa karena alasan etnis atau asal kelahiran. Atau usul
seperti misalnya yang sampai usia 15 tahun masih buta huruf tidak diizinkan
masuk kota. Orang-orang dalam posisi asali, original position juga tidak mungkin
karena bukan saja tidak adil tapi juga irrasional; doktrin seperti itu bukan konsepsi
Sebenarnya apa prinsip yang akan dipilih dalam posisi asali dapat dites
melalui pandangan salah seorang yang dipilih secara acak, mengingkat posisi
40
John Rawls, Teori Keadilan, h. 172-173
7
Artinya apa yang diputuskan salah seorang dari mereka sudah akan mewakili
rasional bahwa ia akan menerima prinsip persamaan sebagai dasar distribusi nilai-
persamaan distribusi pendapatan dan kekayaan. Dan itu berarti, ia telah memilih
Tapi tes itu belum memastikan orang-orang dalam posisi asali akan
dengan cara bagaimana prinsip-prinsip yang akan mereka pilih itu nantinya
pasti semacam itu, adalah rasional bahwa posisi asali hanya akan menentukan
strategi memilih dan bukan memilih prinsip keadilannya sendiri. Dan bagaimana
strategi memilih yang mereka ambil? Rawls percaya mereka akan menerapkan
41
John Rawls, Teori Keadilan, h. 186
7
KEADAAN
PILIHAN A B C
1 -4 9 12
2 -5 7 13
3 5 6 8
bisa diperhitungkan, orang tentu akan memilih alternatif 1 atau 2, tergantung pada
akan terjadi keadaan C, pilhan 2 (nilai 13) yang paling menguntungkan; kalau
yang terjadi keadaan B maka yang paling menguntungkan pilihan 1 (nilai 9). Tapi
karena orang-orang dalam posisi asali tidak mengetahui informasi apa yang akan
terjadi karena tidak memiliki informasi, pilihan paling aman dan masuk akal
adalah 3 (nilai 5): memang tidak terlalu menguntungkan apabila terjadi keadaan B
maupun C, tapi justru paling menguntungkan kalau yang terjadi keadaan terrburuk
(A). Inilah pilhan dengan asas maximum minimorum atau maximin yang
argumen kontrak sosial. Asas maximin adalah memilih alternatif yang paling
menguntungkan jika terjadi keadaan paling buruk. Orang-orang dalam posisi asali
strategi aman yaitu solusi maximin. Berdasarkan asas maximin ini pilihan paling
42
Bur Rasuanto, Keadilan Sosial, h. 60-61
8
Rawls telah penulis bahas. Konsep keadilan sosial Rawls didasarkan pada dua
prinsip keadilan yang diyakininya, akan, dipilih oleh orang-orang yang rasional, bebas, dan setara dalam
BAB V
PENUTUP
John Rawls di bab-bab terdahulu, pada momen ini sudah saat untuk menarik
keadilan sosial.
sistem kerja sama sosial saling menguntungkan antar manusia. Di mana masalah
orang tidak sependapat mengenai bagiamana hasil kerja sama sosial dibagi secara
adil kepada para warga masyarakat. Dalam situasi demikian, sebuah konsepsi
keadilan sosial bersama dinilai oleh Rawls merupakan tuntutan dasar dalam
mengenai apa yang adil dan tidak adil menjadi batasan sejauh mana setiap orang
sosial yang diyakininya akan dipilih dalam original position. Dua prinsip ini tidak
hanya sesuai dan selaran dengan rasa keadilan, namun juga dapat
81
8
tapi bukan seorang egalitarian radikal. Prinsip keadilan sosial mengusung prinsip
prioritas tertinggi dan tidak boleh dikorban oleh kepentingan ekonomi dan sosial
maupun politis.
dalam bidang sosial dan ekonomi, tapi dengan batasan bahwa ketidaksamaan
sosial dan ekonomi haruslah di bawah persamaan kesempatan yang fair bagi
terobosan baru dalam keadilan distributif yang selama ini hanya didasarkan pada
demokratis, prinsip persamaan kesempatan fair yang selama ini menjadi justifikasi
kesempatan bagi setiap untuk mencapai kesejahteraan bagi orang yang paling
tertata baik, well-ordered society. Hal tersebut merupakan visi Rawls tentang
bersama sebagai sebuah masyarakat untuk dapat berkelanjutan, stabil, dan bersatu.
tidak lagi asing dalam wacana filsafat politik Islam. Banyak di antara pemikir-
pemikir Muslim yang bahkan jauh lebih dulu berbicara tentang keutamaan
(1332), seorang filsuf Muslim yang dikenal dengan karyanya Muqaddimah. Ibnu
samping itu, ada juga Baqir al-Shadr yang menjelaskan bagaimana peran tauhid
sama, yaitu sebagai hamba Allah. Tidak ada individu, kelompok, atau bangsa
yang lebih tinggi derajat dan kelasnya sehingga dapat mengeksploitasi, menjajah,
1
Hanik Yuni Alfiyah, “Ibnu Khaldun dan Tafsir Sosial” dalam Jurnal Paramedia, vol.
ke-7, No. 2, April 2006, h. 6
8
dan menundukkan yang lain. Bahkan Islam mengutuk tindakan tersebur serta
banyak lainnya.
Terlepas dari semua itu, masing-masing memiliki kekhasan dan keunikan tersendiri dalam menjelaskan
8
DAFTAR PUSTAKA
Alfiyah, Hanik Yuni, “Ibnu Khaldun dan Tafsir Sosial” dalam Jurnal Paramedia,
vol. ke-7, No. 2, April 2006, h. 6
Gewertz, Ken. “John Rawls, Influental Political Philosopher Dead at 81”, artikel
diakses pada 1 Maret 2009 dari
http://www.news.harvard.edu/gazette/2002/11. 21/99- rawls.html
Oneil, Onora. “Catatan Sederhana Tentang Etika Kant”, dalam Etika Terapan I,
ed. Lary May, dkk, terj. Sinta Carolina, dkk, Yogyakarta: Tiara Wacana,
2001.
Pogge, Thomas. John Rawls: His Life and Theory of Justice, trans. Michelle
Kosch, New York: Oxford University Press, 2007.
Suseno, Franz Magnis. Kuasa dan Moral, cet.ke-2, Jakarta: Gramedia, 1988.
Ujan, Andre Uta. Keadilan dan Demokrasi: Telaah Filsafat Politik John Rawls,
cet.ke-5, Yogyakarta: Kanisius, 2005.
Veger, K.J. Realitas Sosial. Refleksi Filsafat Sosial atas Hubungan Individu-
Masyarakat dalam Cakrawala Sejarah Sosiologi. Jakarta: Gramedia,
1986.
Wahyudi Agus, “Filsafat Politik Barat dan Masalah Keadilan: Catatan Kritis atas
Pemikiran Will Kymlicka” dalam Jurnal Filsafat, April 2004, Jilid 36,
Nomor 1