Anda di halaman 1dari 143

PENGARUH TERPAAN PEMBERITAAN REVISI UU ITE TERHADAP

SIKAP KRITIS PENGGUNA MEDIA SOSIAL


DI KOTA TANGERANG SELATAN

Skripsi
 
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh
Anzalia Silma Dzikron
NIM: 1113051000150

KONSENTRASI JURNALISTIK
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 H/2018 M
 
 
 
ABSTRAK

Anzalia Silma Dzikron, NIM: 1113051000150, Pengaruh Terpaan Pemberitaan


Revisi UU ITE Terhadap Sikap Kritis Pengguna Media Sosial di Kota Tangerang
Selatan di bawah bimbingan Artiarini Puspita Arwan, M. Psi.
 
Kemunculan internet telah menjadikan media sosial sebagai wadah yang
memberikan fasilitas bagi para penggunanya untuk saling berbagi informasi dan
berkomunikasi tanpa batas. Karena penyebaran informasi yang tiada batas,
membuat informasi masuk begitu saja tanpa ada verifikasi lebih lanjut terhadap
informasi tersebut. Hal inilah yang akhirnya melatar belakangi adanya Revisi UU
ITE. Namun setelah pemberlakuan Revisi UU ITE, timbul pro kontra sehingga
memicu isu bahwa Revisi UU ITE mengekang kebebasan berekspresi. Adanya
kewenangan pemerintah terhadap pembuatan dan penyebaran informasi, membuat
beberapa pihak khawatir tulisannya ditetapkan sebagai tindak pidana. Untuk
mewaspadai hal tersebut, Menteri Komunikasi dan Informasi menegaskan bahwa
masyarakat perlu memiliki sikap kritis dalam menelaah dan menerima informasi
sebelum disebarkan agar tidak tercipta fitnah atau berita bohong (hoax).
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui ada atau
tidaknya pengaruh pemberitaan Revisi UU ITE terhadap sikap kritis pengguna
media sosial di Kota Tangerang Selatan.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Stimulus-
Organism-Respons (S-O-R) yang dikembangkan oleh Melvin De Fleur. Teori ini
menjelaskan bahwa perubahan sikap komunikan hanya akan terjadi jika stimulus
yang diberikan lebih dari apa yang komunikan ketahui sebelumnya.
Selain teori S-O-R, terdapat teori kedua yaitu Teori Penilaian Sosial. Teori
yang dikembangkan oleh Muzfer Sherif ini berasumsi bahwa perubahan sikap akan
terjadi jika pesan media yang diberikan adalah pesan media yang belum ia ketahui
sebelumnya dibandingkan pesan media yang berlawanan dengan pandangannya.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan paradigma
positivisme dan metode pre-experimental serta kuesioner sebagai alat pengumpulan
data. Teknik penarikan sampel yang digunakan adalah teknik sampling kuota.
Pengolahan data menggunakan Microsoft Excel dan Software SPSS versi 19 dan 23.
Analisa data menggunakan uji korelasi Pearson’s Product Moment dan Uji Regresi
Linear Sederhana untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh terpaan
pemberitaan Revisi UU ITE terhadap sikap kritis pengguna media sosial di Kota
Tangerang Selatan.
Hasil penelitian menunjukkan pengaruh yang sangat lemah dengan nilai
korelasi sebesar 0,017, sehingga keputusannya adalah Ho diterima, yaitu tidak ada
pengaruh terpaan pemberitaan Revisi UU ITE terhadap sikap kritis pengguna media
sosial di Kota Tangerang Selatan.
Kata Kunci: Berita, Revisi UU ITE, Sikap Kritis, dan Media Sosial

iv
KATA PENGANTAR

‫لر ِحي ِْم‬


َّ ‫الر ْحمٰ ِن ا‬ ‫بِ ْس ِم ه‬
َّ ِ‫اّٰلل‬
 
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Alhamdulillahirrabbil’alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan ke

hadirat Allah SWT, karena berkat kehendak dan rahmat-Nya, penulis dapat

menyelesaikan penelitian skripsi ini. Shalawat serta salam penulis curahkan kepada

Nabi Muhammad SAW atas segala keberkahan yang Ia berikan kepada umat-Nya.

Penulis menyadari dengan sangat bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari

kata sempurna. Namun, berkat usaha, doa, dan support dari berbagai pihak,

akhirnya skripsi ini telah selesai. Pada kesempatan ini, penulis dengan hormat

mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Arief Subhan, M. A., sebagai Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu

Komunikasi; Suparto, M. Ed., Ph. D. sebagai Wakil Dekan I Bidang

Akademik; Dr. Hj. Roudhonah, M. Ag., sebagai Wakil Dekan II Bidang

Administrasi Umum; Dr. Suhaimi, M. Si., sebagai Wakil Dekan III Bidang

Kemahasiswaan.

2. Kholis Ridho, M. Si., sebagai Ketua Konsentrasi Jurusan Jurnalistik dan Dra.

Hj. Musfirah Nurlaily, M. A., sebagai Sekretaris Jurusan yang telah

memberi masukan dan bantuan kepada penulis terkait persoalan akademik

dan administrasi.

v
3. Artiarini Puspita Arwan, M. Psi, sebagai Dosen Pembimbing Skripsi yang

telah banyak memberikan waktu, arahan, dan masukan kepada penulis

selama masa penyusunan, sehingga skripsi dapat terselesaikan dengan baik.

4.  Segenap dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah

mendidik penulis, memberikan ilmunya dan berbagi pengalaman selama

masa perkuliahan sehingga penulis bisa menyelesaikan penelitian skripsi ini

dengan baik.

5. Segenap pimpinan dan karyawan Perpustakaan Utama dan Perpustakaan

Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah melayani dan mengizinkan penulis

menggunakan buku-buku dan beberapa dokumen sebagai kebutuhan

penulis selama masa penulisan skripsi.

6. Kepada Badan Pusat Statistik Kota Tangerang Selatan dan seluruh

responden warga Kota Tangerang Selatan yang telah bersedia memberikan

waktu, informasi, dan tambahan data demi melengkapi skripsi ini.

7. Kepada kedua orang tua saya, Drs. Moch. Dikron dan Nini Ramyani atas

segala kasih sayang, perhatian, do’a, serta dukungan baik secara moral

maupun materil sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dan

mendapat gelar sarjana.

8. Kepada Mbah Uti, yang selalu mendoakan dan mendukung penulis untuk

menyelesaikan skripsi hingga akhirnya skripsi terselesaikan dengan baik.

9. Kepada Dini Zakiah, sahabat penulis sejak SMA hingga sekarang, yang

selalu jadi teman curhat baik masalah pribadi maupun masalah akademik,

vi
teman kolaborasi nyanyi dan teman ‘kulineran’ penulis, semoga

persahabatan ini tetap terus terjaga.

10. Kepada teman-teman di grup BIG; Lulu Mawaddah yang selalu setia dan

  tidak pernah bosan mendengarkan keluh kesah penulis dari awal kuliah baik

masalah pribadi maupun masalah kuliah; Dina Karomatunisa yang selalu

bersedia kos-kosannya menjadi tempat istirahat penulis selama masa

penulisan skripsi; Iladiena Zulfa, Putri Husnul Aprilia dan Jasmine Nurfitri

Yamandharlie yang selalu memberikan masukan, bantuan dan motivasi

kepada penulis dari awal kuliah hingga masa penulisan skripsi.

11. Kepada sahabat-sahabat penulis di grup GENKGO; Sinta Dwi Kurnia dan

Azmi Azizah Azzahra yang selalu memberi motivasi dan bersedia

meluangkan waktunya untuk diajak berdiskusi terkait penelitian; Nugraheni

Puji Astuti, Mudrikah Sulistya Utami, dan Diah Mawardi yang telah

bersedia membantu penulis saat penyebaran kuesioner.

12. Kepada teman-teman satu bimbingan saya, Linda Fazria dan Syahidah

Azzahra yang telah memberi bantuan serta motivasi sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi dengan baik.

13. All Crew RDKFM yang telah menjadi keluarga kedua bagi peneliti, sebagai

wadah dalam mengembangkan kemampuan dan kreativitas penulis dalam

hal kepenyiaran dan leadership. Pak Dedi yang bersedia meluangkan

waktunya untuk menguji keterbacaan kuesioner peneliti. Kak Oci, Rey,

Muti, Putri, dan teman-teman angkatan 2013 yang tidak dapat penulis sebut

satu persatu.

vii
14. Kepada teman-teman di KKN Himawari, Shandy dan Dita yang telah

bersedia membantu dalam pengerjaan laporan KKN dan membantu

menyebarkan kuesioner penelitian ini.

15.
  Kepada teman-teman Jurnalistik A dan B angkatan 2013 yang telah banyak

membantu penulis baik dalam hal akademik maupun non akademik selama

empat tahun perkuliahan.

Semoga Allah SWT selalu meridhoi dan membalas kebaikan pihak-pihak yang

ikut serta dalam membantu penyelesaian skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat

bermanfaat bagi semua pihak khususnya bagi penulis dan para pembaca. Amin ya

Robbal ‘Alamin.

Tangerang, 20 Desember 2017

Anzalia Silma Dzikron

viii
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING…..................................... i


 
LEMBAR PENGESAHAN…………………………………………….. ii

LEMBAR PERNYATAAN…………………………………………….. iii

ABSTRAK………………………………………………………………. iv

KATA PENGANTAR………………………………………………....... v

DAFTAR ISI……………………………………………………………. ix

DAFTAR TABEL……………………………………………………..... xiii

DAFTAR GAMBAR…………………………………………………..... xv

DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………..... xvi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah………………………………….... 1

B. Batasan dan Rumusan Masalah…………………………..... 7

C. Tujuan Penelitian………………………………………….. 8

D. Manfaat Penelitian………………………………………… 9

E. Tinjauan Pustaka…………………………………………... 9

F. Sistematika Penulisan……………………………………... 12

BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR

A. Berita………………………………………………..……... 14

B. Media Massa……………………………………………..... 19

C. Media Sosial……………………………………………….. 23

D. Terpaan Media (Media Exposure)………………………… 26

ix
E. Revisi UU ITE…………………………………………….. 27

F. Sikap Kritis………………………………………………... 30

G. Teori S-O-R (Stimulus-Organism-Respons)……………..... 35

  H. Teori Penilaian Sosial……………………………………... 39

I. Kerangka Berpikir………………………………………..... 42

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Paradigma Penelitian……………………………………..... 46

B. Pendekatan dan Metode Penelitian………………………... 47

C. Lokasi dan Waktu Penelitian…………………………….... 48

1. Lokasi Penelitian……………………………………..... 48

2. Waktu Penelitian……………………………………..... 49

D. Teknik Pengumpulan Data……………………………….... 49

1. Data Primer…………………………………………..... 49

2. Data Sekunder………………………………………..... 50

E. Populasi dan Sampel……………………………………..... 50

1. Populasi……………………………………………….. 50

2. Sampel………………………………………………… 51

F. Variabel Penelitian………………………………………… 54

1. Variabel Bebas/ Independent Variable………………... 54

2. Variabel Terikat/ Dependent Variable……………….... 54

G. Hipotesis Penelitian………………………………………... 55

H. Definisi Operasional………………………………………. 55

I. Uji Instrumen……………………………………………… 57

1. Uji Validitas…………………………………………… 57

x
2. Uji Reliabilitas………………………………………… 61

J. Teknik Analisis Data……………………………………..... 62

1. Uji Korelasi Pearson’s Product Moment…………….... 64

  2. Uji Regresi Linear Sederhana………………………..... 66

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

A. Gambaran Kota Tangerang Selatan……………………….. 68

1. Sejarah Singkat………………………………………... 68

2. Jumlah Penduduk Kota Tangerang Selatan………….... 72

B. Karakteristik Data Responden……………………………... 75

1. Usia…………………………………………………….. 75

2. Jenis Kelamin………………………………………….. 76

3. Aktivitas Saat Ini……………………………………..... 76

4. Tempat Tinggal………………………………………... 77

BAB V TEMUAN DAN ANALISIS DATA PENELITIAN

A. Hasil Uji Instrumen………………..……………………..... 78

1. Hasil Uji Validitas……………………………………... 78

2. Hasil Uji Reliabilitas…………………………………... 82

B. Uji Deskriptif Variabel…………………………………….. 82

1. Deskripsi Terpaan Media…………………………….... 82

2. Deskripsi Sikap Kritis………………………………….. 84

C. Hasil Analisa Data Penelitian……………………………... 86

1. Uji Korelasi Koefisien Pearson’s Product Moment…... 86

2. Uji Koefisien Determinasi…………………………….. 87

3. Uji Regresi Linear Sederhana………………………..... 88

xi
4. Uji T…………………………………………………… 88

D. Diskusi dan Hasil Pembahasan…………………………….. 89

BAB VI PENUTUP

  A. Kesimpulan………………………………………………... 92

B. Saran……………………………………………………….. 93

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………… 94

LAMPIRAN…………………………………………………………….. 101

xii
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Definisi Operasional…………………………………………….. 56


 
Tabel 3.2 Blue Print Sikap Kritis…………………………………………... 60

Tabel 3.3 Tabel Interprestasi Nilai r……………………………………….. 65

Tabel 4.1 Nama Kecamatan dan Kelurahan di Kota Tangerang Selatan…… 71

Tabel 4.2 Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan di

Kota Tangerang Selatan…………………………………………. 72

Tabel 4.3 Banyaknya Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan dan Jenis

Kelamin di Kota Tangerang Selatan……………………………. 73

Tabel 4.4 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin

di Kota Tangerang Selatan……………………………………..... 74

Tabel 4.5 Data Responden Berdasarkan Usia……………………………… 75

Tabel 4.6 Data Responden Berdasarkan Jenis Kelamin…………………..... 76

Tabel 4.7 Data Responden Berdasarkan Aktivitas Saat Ini………………… 76

Tabel 4.8 Data Responden Berdasarkan Tempat Tinggal………………….. 77

Tabel 5.1 Hasil Uji Validitas Variabel Sikap Kritis………………………... 78

Tabel 5.2 Hasil Uji Reliabilitas Variabel Sikap Kritis…………………........ 82

Tabel 5.7 Frekuensi………………………………………………………... 82

Tabel 5.8 Atensi……………………………………………………………. 83

Tabel 5.9 Durasi…………………………………………………………… 84

Tabel 5.10 Skor Sikap Kritis……………………………………………...... 84

Tabel 5.11 Hasil Uji Deskriptif Sikap Kritis……………………………….. 85

xiii
Tabel 5.12 Jumlah Responden Menurut Tingkat Sikap Kritis……………… 85

Tabel 5.13 Hasil Uji Korelasi Koefisien…………........................................ 86

Tabel 5.14 Hasil Uji Koefisien Determinasi……………………………….. 87

Tabel
  5.15 Hasil Uji Regresi Linear Sederhana…………………………..... 88

xiv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Skema Teori S-O-R…………………………………………... 38


 
Gambar 2.2 Kerangka Berpikir…………………………………………..... 42

Gambar 3.1 Skema Penelitian……………………………………………... 48

Gambar 3.2 Skema Hubungan Antara Variabel Bebas dan Variabel

Terikat………………………………………………………… 55

Gambar 4.1 Lambang Kota Tangerang Selatan………………………….... 68

Gambar 4.2 Grafik Luas Wilayah Kota Tangerang Selatan menurut

Kecamatan Tahun 2015……………………………………..... 72

Gambar 4.3 Grafik Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan di Kota

Tangerang Selatan Tahun 2015………………………………. 74

xv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Lembar Persetujuan Judul Skripsi

Lampiran
  2. Surat Bimbingan Skripsi

Lampiran 3. Surat Izin Penelitian

Lampiran 4 Surat Jawaban Badan Pusat Statistik Kota Tangerang Selatan

Lampiran 5. Data Populasi Penduduk Kota Tangerang Selatan

Lampiran 6. Kuesioner Penelitian

Lampiran 7. Berita tribunnews.com

Lampiran 8. Berita detik.com

Lampiran 9. Hasil Uji Validitas

Lampiran 10. Hasil Uji Reliabilitas

Lampiran 11. Tabel Validitas Sikap Kritis (Kognitif)

Lampiran 12. Tabel Validitas Sikap Kritis (Afektif)

Lampiran 13. Tabel Validitas Sikap Kritis (Behavioral)

Lampiran 14. Hasil Uji Korelasi Pearson’s Product Moment

Lampiran 15. Hasil Uji Regresi Linear Sederhana

xvi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
 

Konvergensi teknologi informasi memperlihatkan fenomena yang luar

biasa. Jika dahulu aktivitas komunikasi massa hanya mengenal media cetak dan

media elektronik, kini telah dikenal beragam media massa berbasis internet. 1

Internet yang berhasil memadukan media konvensional dengan teknologi

komputer telah memungkinkan penggunanya tidak hanya menjadi khalayak media

(audience) yang pasif, tetapi juga sebagai kreator pesan yang aktif.2

Perkembangan berkomunikasi semakin cepat setelah adanya internet.

Lewat internet, keakraban dengan sesuatu yang alami dan nyata (real) kini telah

diganti dengan keeratan sesuatu yang tidak nyata, virtual, dan semu. Ketika

chatting menjadi gaya hidup, berbondong-bondonglah orang memasang internet

di rumahnya. Orang-orang yang tidak saling sapa dalam kehidupan sehari-hari,

tiba-tiba menjadi begitu bergairah dan sangat akrab saat berkomunikasi via e-mail.
3
Namun, kini bukan e-mail saja yang menjadi alat komunikasi chatting, ada

berbagai aplikasi chatting dengan banyak fitur-fitur baru yang ditambahkan. Hal

itu biasa disebut media sosial.

1
Masduki dan Muzayin Nazaruddin, ed., Media, Jurnalisme dan Budaya Popular
(Yogyakarta: Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia & UII Press,
2008), h. 102.
2
Idi Subandy Ibrahim, Budaya Populer sebagai Komunikasi : Dinamika Popscape
dan Mediascape di Indonesia Kontemporer (Yogyakarta: Jalasutra Anggota IKAPI,
2007), h. 38 – 39.
3
Idi Subandy Ibrahim, Budaya Populer sebagai Komunikasi : Dinamika Popscape
dan Mediascape di Indonesia Kontemporer, h. 39.

1
2

Secara umum, media sosial diartikan sebagai wadah atau situs yang

memberikan fasilitas bagi para penggunanya untuk saling berkomunikasi dan

menjalin hubungan dengan relasi bisnis dari berbagai kalangan.4 Interaksi yang

dilakukan
  dalam media sosial dapat dilakukan tanpa dibatasi ruang dan waktu

karena didukung internet sebagai fasilitas pendukungnya.5 Cukup menggunakan

media sosial, masyarakat di berbagai belahan dunia sudah terhubung satu sama

lain.

Kemunculan internet dianggap sebagai ruang publik yang menawarkan

berkah bagi perwujudan partisipasi semua orang. Sehingga internet telah menjadi

ruang maya untuk membangun masyarakat yang dianggap demokratis atau sebuah

democracy.

Digambarkan Thomas A. Stewart lewat bukunya Intellectual Capital

(1997) yang dikutip Majalah Fortune, mengatakan,

“Orang-orang yang berkomunikasi lewat jaringan elektronik tidak

terlalu mementingkan perbedaan posisi mereka dan cenderung lebih terbuka

dalam mengeluarkan pemikirannya, bahkan seringkali tanpa ada batasan.”6

Informasi-informasi yang datang dari media sosial kerap menjadi acuan

dalam memperoleh informasi. Tidak adanya sekat, membuat berbagai informasi

masuk begitu saja tanpa adanya pemahaman akan verifikasi yang benar sehingga

4
Abdulloh Hamid, Pendidikan Karakter Berbasis Pesantren (Pelajar dan Santri
dalam era IT dan Cyber Culture) (Surabaya: Imtiyaz, 2017), h. 133.
5
James R. Situmorang, “Pemanfaatan Internet Sebagai New Media dalam Bidang
Politik, Bisnis, Pendidikan, dan Sosial Budaya,” Jurnal Administrasi Bisnis, Vol. 8, No. 1
2012): h. 86.
6
Idi Subandy Ibrahim, Budaya Populer sebagai Komunikasi : Dinamika Popscape
dan Mediascape di Indonesia Kontemporer, h. 39-40.
3

menyebabkan banyaknya berita-berita negatif atau yang bersifat provokatif

tersebar. Hal inilah yang menjadi latar belakang adanya revisi Undang-Undang

(UU) Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang telah disahkan oleh DPR

pada  27 Oktober 2016 dan telah berlaku pada tanggal 28 November 2016.

Adanya revisi ini juga dilatarbelakangi surat berisi naskah Rancangan

Undang-Undang tentang Perubahan atas UU ITE yang diajukan Presiden

Republik Indonesia, Joko Widodo (Jokowi) kepada DPR, Menteri Komunikasi

dan Informatika, dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menhukham) 7

serta kasus-kasus yang terkait dengan kebebasan berpendapat melalui jaringan

elektronik.

Menurut Menkominfo yang dikutip dari laman detik.com, terdapat tujuh

muatan materi pokok dalam revisi UU ITE, yaitu :

a. Menambahkan sejumlah penjelasan multi tafsir terhadap “ketentuan

penghinaan/pencemaran nama baik” pada Pasal 27 ayat 3.

b. Menurunkan ancaman pidana nama baik dari paling lama enam tahun

menjadi empat tahun dan denda dari Rp 1 Miliar menjadi Rp 750 juta.

Juga menurunkan ancaman pidana ancaman kekerasan Pasal 29 dari paling

lama 12 tahun penjara menjadi empat tahun dan denda dari Rp 2 Miliar

menjadi Rp 750 Juta.

c. Melaksanakan putusan MK atas pasal 31 ayat 4 yang mengamanatkan

pengaturan tata cara intersepsi ke dalam UU. Juga menambahkan

7
Mochamad Wahyu Hidayat, “Jokowi Sampaikan Naskah RUU tentang Perubahan
atas UU ITE ke DPR,” artikel diakses pada 17 Desember 2016 dari
http://m.liputan6.com/tekno/read/2396493/jokowi-sampaikan-naskah-ruu-tentang-
perubahan-atas-uu-ite-ke-dpr
4

penjelasan pasal 5 terkait keberadaan informasi elektronik sebagai alat

bukti hukum.

d. Sinkronisasi hukum acara penggeledahan, penyitaan, penangkapan dan

  penahanan dengan hukum acara KUHAP.

e. Memperkuat peran PPNS UU ITE untuk memutuskan akses terkait tindak

pidana TIK.

f. Menambahkan ketentuan “right to be forgotten.” Kewajiban menghapus

konten yang tidak relevan bagi penyelenggara sistem elektronik.

Pelaksanaan “right to be forgotten” dilakukan atas permintaan orang yang

bersangkutan berdasarkan penetapan pengadilan.

g. Memperkuat peran pemerintah untuk mencegah penyebarluasan konten

negatif di internet.8 Salah satu contoh upaya pencegahannya adalah dengan

melakukan pemutusan akses terhadap informasi Elektronik yang memiliki

muatan yang melanggar hukum alias pemblokiran akses.9

Dari penjelasan salah satu poin revisi UU ITE di atas dapat diketahui bahwa

pemerintah akan menindak langsung siapapun yang membuat maupun

menyebarkan informasi elektronik yang melanggar hukum. Penindakan dari

Herianto Batubara, “Ini 7 Poin Penting di Revisi UU ITE yang Disahkan DPR,”
8

artikel diakses pada 17 Desember 2016 dari https://m.detik.com/news/berita/3330752/ini-


7-poin-penting-di-revisi-uu-ite-yang-disahkan-dpr
9
Faiz Nasrillah, “Agar Jadi Netizen yang Bijak, Cermati 7 Poin Revisi UU ITE ini,”
artikel diakses pada 17 Desember 2016 dari https://news.idntimes.com/indonesia/faiz-
nasrillah/tujuh-poin-revisi-uu-ite
5

pemerintah dapat berupa pemutusan akses atau pemblokiran situs terhadap

konten-konten negatif hingga ancaman pidana.10

Hal tersebut ditegaskan oleh Menteri Komunikasi dan Informasi


 
(Menkominfo), Rudiantara, sesuai dengan revisi pasal 27 UU ITE. Ia

mengemukakan bahwa masyarakat saat ini harus lebih hati-hati dalam membuat

dan menyebarkan informasi. Sebelum disebarkan, masyarakat harus paham dan

meneliti kembali, apakah informasi yang didapat benar atau tidak, karena jika

tidak, bisa menjadi fitnah.11

Dengan berlakunya revisi UU ITE, sempat memicu isu bahwa revisi UU

ITE mengekang kebebasan berekspresi. Tak ayal, hal tersebut akhirnya

memunculkan pro kontra di beberapa kalangan. Adanya campur tangan

pemerintah yang memantau pembuatan dan penyebaran informasi, membuat

beberapa kalangan resah dan khawatir komentar atau tulisannya ditetapkan

sebagai tindak pidana dalam transaksi elektronik, seperti saat berkomentar atau

chatting media sosial.

Di sinilah perlu adanya sikap kritis dalam memilah informasi mana yang

benar dan yang salah agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan. Dalam al-

Qur’an telah dijelaskan pada Surat al-Hujurat ayat enam (6), yang berbunyi:

10
Anonim, “Penyebar Pesan Bermuatan Terlarang Dijerat Hukum, Ini
Aturan Terbarunya,” diakses pada 20 Mei 2017 dari
https://m.tribunnews.com/nasional/2016/11/28/penyebar-pesan-bermuatan-
terlarang-dijerat-hukum-ini-aturan-terbarunya
11
Nurmulia Rekso Purnomo, “Rudiantara Minta Pengguna Media Sosial Hati-Hati
Menyebarkan Informasi,” artikel diakses pada 20 Mei 2017 dari
https://www.tribunnews.com/nasional/2016/12/06/rudiantara-minta-pengguna-media-
sosial-hati-hati-menyebarkan-informasi
6

ٰ
‫ص ْيب ُْوالقا ْو ًم لمل ِب اجل اَه لَا ٍل‬
ِ ُ ‫ت‬‫ل‬ ْ
‫ن‬ ‫ا‬ ‫ا‬‫ال‬‫و‬ ُ ‫ن‬‫ي‬ ‫ب‬‫ا‬ ‫ت‬
ْ َّ ‫ِ ا ا‬‫ا‬ ‫ف‬‫ل‬ ‫ب‬‫ا‬ ‫ن‬‫ب‬‫ٌ مل‬
‫ل‬ ‫ق‬‫س‬ ‫ا‬ ‫ف‬
ِ ْ ‫ا‬‫ل‬ ‫م‬‫ك‬ُ ‫ل‬ ‫ء‬ ‫لجآ‬ ْ
‫ن‬ ‫ا‬ ‫ا‬‫ال‬‫و‬ ُ ‫ن‬‫م‬ ‫ل‬
‫لا‬ ‫ي‬‫ذ‬َّ
ْ ‫ُّ ا ِ ْنا ا‬َ‫لآ‬ ‫َه‬‫ي‬‫ا‬ ‫لأ‬
‫ي‬

‫علىلل ام فاعا ْلت ُ ْم للند ِِميْنا ل ۝‬


٦ ‫صبِ ُح ْوال ا‬ ُ ‫فا‬
ْ ‫ط‬

  “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik


membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya agar kamu tidak
mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan) yang akhirnya kamu
menyesali perbuatanmu itu.” (Q.S. Al-Hujurat: 6)
Pada ayat di atas dijelaskan bahwa jika ada seseorang yang membawa suatu

informasi kepada kita, sebelum disebarkan, kita harus memeriksa berita dan

informasi itu terlebih dahulu. Apakah benar demikian atau hanya isu belaka? Hal

ini bertujuan agar tidak tersebarnya informasi yang salah yang bisa merugikan

seseorang atau suatu kelompok.12

Penjelasan pada ayat di atas berbanding lurus dengan definisi dari sikap

kritis itu sendiri. Sikap kritis merupakan sikap yang tidak mudah percaya, tidak

mudah menerima sebuah informasi secara mentah-mentah tanpa diketahui

sumbernya. Seseorang yang mempunyai sikap kritis akan mencoba mencari tahu

terus menerus mengenai kebenaran informasi yang ia terima secara tuntas.13

Melihat berbagai permasalahan yang di atas membuat peneliti tertarik untuk

mencari tahu, seberapa besar pengaruh terpaan pemberitaan mengenai revisi UU

ITE terhadap sikap kritis pengguna media sosial dalam penggunaan media sosial.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka peneliti melakukan

penelitian dengan judul “Pengaruh Terpaan Pemberitaan Revisi UU ITE

Terhadap Sikap Kritis Pengguna Media Sosial di Kota Tangerang Selatan.”


12
Budi Prasetyo, “Selektif Menerima Informasi Tafsir Surat Al-Hujurat ayat 6”, artikel
diakses pada 26 November 2017 dari http://www.muslimdaily.net/artikel/opini/selektif-menerima-
informasi-tafsir-surat-al-hujurat-ayat-6.html
13
Tim Mitra Guru, Ilmu Pengetahuan Sosial Sosiologi untuk SMP dan MTs Kelas
XI (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2007), h. 64.
7

B. Batasan dan Rumusan Masalah

Untuk mempermudah studi, penelitian akan dibatasi oleh beberapa hal,

yaitu :
 
1. Untuk mengetahui seberapa besar terpaan pemberitaannya, peneliti

menggunakan dua media online, yaitu detik.com dan tribunnews.com.

Alasan peneliti menggunakan detik.com dan tribunnews.com karena

keduanya termasuk dalam top sites in Indonesia, artinya masyarakat

Indonesia sering mengakses kedua media online ini. tribunnews.com

berada pada urutan keempat, sedangkan detik.com berada pada urutan

kelima setelah tribunnews.com.14

2. Subjek penelitian adalah masyarakat Kota Tangerang Selatan usia

dewasa muda. Alasan peneliti menggunakan masyarakat Kota

Tangerang Selatan dilatarbelakangi oleh salah satu kasus UU ITE,

Prita Mulyasari dengan Omni Hospitals yang berada di wilayah Kota

Tangerang Selatan. Sedangkan untuk pemilihan golongan usia

didasarkan pada data dari hasil riset Asosiasi Penyelenggara Jasa

Internet Indonesia (APJII) dengan Pusat Kajian Komunikasi

(PusKaKom) Universitas Indonesia mengungkapkan bahwa mayoritas

pengguna internet di Indonesia pada tahun 2014 sebesar hampir

setengah dari total jumlah pengguna internet di Indonesia (49%) pada

rentang usia 18-25 tahun. 15 Secara umum, golongan dewasa sendiri

Anonim, “Top Sites in Indonesia,” artikel diakses pada 30 Januari 2017 dari
14

http://www.alexa.com/topsites/countries/ID
15
Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII), Profil Pengguna Internet
Indonesia 2014 (Jakarta: APJII, 2015), h. 3.
8

berada pada rentang usia 20-40 tahun 16 atau golongan yang telah

menyelesaikan pendidikannya minimal tingkat Sekolah Menengah

Umum (SMU) dan telah memasuki dunia pekerjaan.17

 
Sedangkan rumusan masalah yang akan memandu penelitian ini adalah

sebagai berikut :

1. Apakah ada pengaruh terpaan pemberitaan mengenai revisi UU ITE

terhadap sikap kritis pengguna media sosial?

2. Seberapa besar pengaruh terpaan pemberitaan mengenai revisi UU ITE

terhadap sikap kritis pengguna media sosial?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, didapatkan tujuan penelitian

sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh terpaan pemberitaan

revisi UU ITE terhadap sikap kritis pengguna media sosial.

2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh terpaan pemberitaan revisi

UU ITE terhadap sikap kritis pengguna media sosial.

16
Agoes Dariyo, Psikologi Perkembangan Dewasa Muda (Jakarta: Grasindo,
2008), h. 3-4.
17
Agoes Dariyo, Psikologi Perkembangan Dewasa Muda, h. 105.
9

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai

berikut :

  1. Manfaat Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi bagi para

akademisi dan masyarakat dalam menyusun buku atau penelitian yang

berhubungan dengan studi jurnalisme atau komunikasi.

2. Manfaat Praktis

a. Penelitian ini dapat dijadikan sumber informasi bagi para pemilik

media sosial terkait konten-konten negatif sehingga penggunanya

mengetahui batas-batas saat membuat dan menyebarkan informasi

dan tidak merasa dikekang.

b. Penelitian ini dapat dijadikan sumber informasi bagi para pengguna

media sosial agar bijak dalam membuat, menyebarkan, dan

memilih informasi.

E. Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka dilakukan di Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan

Ilmu Komunikasi dan Internet lewat Google Scholar dan Portal Garuda. Adapun

beberapa kajian pustaka yang dijadikan referensi oleh peneliti dalam melakukan

penelitian, yaitu :

1. Jurnal Komunikasi Universitas Islam Indonesia Sadakita Br. Karo,

dengan judul, “Hubungan Karakteristik Siswa SMA Depok dan

Terpaan Media dengan Sikap Kritis Menonton Televisi” pada tahun


10

2010. Penelitian dalam jurnal ini bertujuan untuk mengetahui

kemampuan siswa SMA Depok dalam menyeleksi dan menilai

tayangan televisi serta faktor yang menyebabkan penyeleksian dan

  pengambilan keputusan. Penelitian ini menggunakan wawancara dan

kuesioner dalam pengambilan datanya dengan sampel sebanyak 135

orang. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa karakteristik, jenis

kelamin, kepemilikan media massa, dan jumlah uang saku tidak

berkolerasi dengan sikap kritis karena tidak adanya perbedaan peranan

pola pikir laki-laki dan perempuan mengenai tayangan televisi.

Perbedaannya dengan penelitian ini terletak pada fokus penelitiannya,

yaitu mencari korelasi antara dua variabel x (karakteristik dan terpaan

media) dengan satu variabel y.

2. Skripsi Dina Aktrissita Santoso, mahasiswa Program Studi Ilmu

Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Atma

Jaya Yogyakarta dengan judul, “Pengaruh Terpaan Pemberitaan

Ledakan Gas Elpiji Terhadap Sikap Khalayak (Studi Kuantitatif

Pengaruh Terpaan Pemberitaan Ledakan Gas Elpiji di Televisi

Terhadap Sikap Waspada Pada Warga di Yogyakarta)”, pada tahun

2011. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari

pemberitaan ledakan gas elpiji terhadap sikap waspada warga

Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan metode survei dengan sampel

sebanyak 100 orang. Dari uji korelasi dan regresi yang dilakukan, hasil

penelitiannya menunjukkan bahwa terpaan pemberitaan ledakan gas

elpiji di televisi mempunyai hubungan yang lemah, namun positif


11

dengan sikap waspada. Perbedaannya dengan skripsi peneliti terletak

pada metode penelitian, teknik penarikan sampel, dan teori yang

digunakan.

  3. Skripsi Wulan Purnamawati, mahasiswa jurusan Komunikasi dan

Penyiaran Islam Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas

Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah dengan judul, “Hubungan

Terpaan Berita Pemblokiran Situs Islam di Televisi Terhadap Citra

Kementrian Komunikasi dan Informatika Pada Mahasiswa UIN

Jakarta”, pada tahun 2016. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui

korelasi antara terpaan berita pemblokiran situs Islam di televisi

terhadap citra Kementrian Komunikasi dan Informatika pada dua

kelompok mahasiswa UIN Jakarta. Penelitian ini menggunakan

metode survei dengan sampel sebanyak 277 orang dari dua fakultas

yang berbeda. Hasil dari penelitiannya menunjukkan bahwa tidak

terdapat hubungan antara terpaan berita pemblokiran situs Islam di

TvOne dan Metro TV terhadap citra Kementrian Komunikasi dan

Informatika pada mahasiswa UIN Jakarta. Perbedaannya dengan

skripsi peneliti terletak pada subjek dan objek, metode penelitian,

teknik sampling, jumlah sampel, dan teori yang digunakan.

4. Skripsi Maya Juita Sopia, mahasiswi Jurusan Ilmu Komunikasi

Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri (UIN)

Sultan Syarif Kasim Riau, dengan judul, “Pengaruh Pemberitaan

Kriminal Reportase Investigasi Trans TV Terhadap Perilaku

Masyarakat RT 01 RW 06 Kelurahan Simpang Baru Kecamatan


12

Tampan Pekanbaru”, pada tahun 2014. Skripsi ini bertujuan untuk

mengetahui pengaruh yang ditimbulkan dari pemberitaan criminal

Reportase Investigasi bersifat positif atau negatif terhadap perilaku

  masyarakat Kecamatan Tampan Pekanbaru. Penelitian ini

menggunakan teori The Mathematical Theory of Communication dan

metode deskriptif dengan sampel sebanyak 154 orang. Hasil

penelitiannya menunjukkan bahwa sebanyak 56% masyarakat RT 01

RW 06 Kelurahan Simpang Baru Kecamatan Tampan Pekanbaru

terpengaruh oleh pemberitaan criminal Reportase Investigasi di Trans

TV. Perbedaannya terletak pada subjek penelitian, teori, dan metode

penelitian yang digunakan.

F. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah penulisan maka peneliti membagi atas enam bab

secara rinci, yaitu sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang

masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan penelitian,

manfaat penelitian, tinjauan pustaka, dan sistematika

penulisan.

BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR

Bab ini berisi tentang deskripsi teori dan definisi konseptual

(berita, media massa (definisi media massa, definisi media


13

online, terpaan media, teori S-O-R), media sosial, revisi UU

ITE, sikap kritis (definisi sikap kritis, teori penilaian

sosial)), serta kerangka berpikir.

 
BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini berisi tentang tempat dan waktu penelitian,

paradigma dan pendekatan penelitian, jenis penelitian,

metodologi penelitian, populasi dan sampel, teknik

penarikan sampel, teknik pengumpulan data, validasi dan

reliabilitas data, teknik analisis data, hipotesis penelitian.

BAB IV GAMBARAN UMUM

Bab ini berisi tentang profil, visi dan misi, serta informasi

lain tentang wilayah Kota Tangerang Selatan.

BAB V TEMUAN DAN ANALISIS DATA

Bab ini berisi inti dari penelitian yaitu hasil data yang

didapatkan serta uji instrumen menggunakan SPSS dan

Microsoft Excel. Temuan dan analisis data juga dibahas

dalam bab ini.

BAB VI PENUTUP

Bab ini berisi kesimpulan dan saran dari peneliti.


BAB II

LANDASAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR

A. Berita
 
1. Definisi Berita

Berita atau news merupakan bagian utama dalam sebuah media

massa. 1 Adanya kegiatan melaporkan berita, menjadi jalan yang efektif

bagi media massa memberikan informasi kepada masyarakat mengenai

apa yang mereka butuhkan.

Doug Newsom dan James A. Wollert dalam bukunya yang

berjudul Media Writing News for the Mass Media (1985:11)

mengemukakan bahwa berita adalah apa saja yang ingin dan diketahui

orang atau lebih luas lagi oleh masyarakat.

Berbeda dengan penuturan William S. Maulsby dalam Getting the

News, Ia menegaskan bahwa berita bisa didefinisikan sebagai suatu

penuturan secara benar dan tidak memihak dari fakta-fakta yang

mempunyai arti penting dan baru terjadi, yang dapat menarik perhatian

pembaca surat kabar yang memuat berita tersebut. 2

Dalam sejarahnya, istilah “berita” berasal dari bahasa Inggris

“news” yang berakar dari kata “new” (baru) dengan arti terhadap sesuatu

yang baru. Namun, secara etimologis, istilah “berita” dalam bahasa

1
Asep Syamsul M. Romli, Jurnalistik Praktis Untuk Pemula (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya), h. 3.
2
A. S. Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia: Menulis Berita dan Feature
Panduan Praktis Jurnalis Profesional (Bandung: PT Remaja Rosdakarya), h. 64.

14
15

Indonesia mendekati istilah “bericht (en)” dalam bahasa Belanda. Istilah

“bericht (en)” dijelaskan sebagai “mededeling” yang berarti

pengumuman. Istilah tersebut berakar dari kata “made (delen)” dengan

  sinonim pada “bekend maken” yang berarti memberitahukan, dan

“vertelen” yang berarti menceritakan atau memberitahukan.3

Dalam pengertiannya secara umum, seperti yang dijelaskan A.S

Haris Sumadiria dalam bukunya Jurnalistik Indonesia Menulis Berita dan

Feature Panduan Praktis Jurnalis Profesional, berita adalah laporan

tercepat mengenai fakta atau ide terbaru yang benar dan menarik bagi

sebagian besar khalayak, melalui media berkala seperti surat kabar, radio,

televisi, atau media online internet.4

Dari penuturan di atas, dapat disimpulkan bahwa berita merupakan

sebuah laporan yang memberitahukan isu-isu penting dan baru terjadi

yang berdasarkan fakta dan menarik perhatian masyarakat luas melalui

media cetak, elektronik, dan online.

Sebuah laporan jurnalistik termasuk kategori berita jika memenuhi

ciri-ciri tertentu. Menurut Sedia Willing Barus (2010), ciri-ciri sebuah

berita antara lain: Accuracy (akurat, cermat dan teliti), universality

3
Kustadi Suhandang, Pengantar Jurnalistik Seputar Organisasi, Produk, dan Kode
Etik (Bandung: Penerbit Nuansa), h. 102 & 103.
4
A. S. Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia: Menulis Berita dan Feature
Panduan Praktis Jurnalis Profesional, h. 65.
16

(berlaku umum), fairness (jujur dan adil), humanity (nilai kemanusiaan),

immediate (segera).5

2. Sifat Berita
 
Berdasarkan sifatnya, berita terbagi menjadi :

a. Berita yang terjadwal, yaitu berita yang telah dijadwalkan dalam

waktu tertentu baik secara peristiwa maupun peliputannya.

b. Berita insidentil, yaitu berita yang kejadian dan peliputannya

terjadi secara mendadak dan tidak terduga. Contohnya seperti

berita kriminal, bencana alam, kecelakaan lalu lintas, perampokan

dan pembunuhan.6

c. Berita tentang peristiwa yang direncanakan akan terjadi. Biasanya

media dan para wartawan sudah mendapat surat edaran beberapa

hari sebelumnya, seperti demo Hari Buruh, peringatan Hari AIDS

se-dunia, dan lain-lain.

d. Berita tentang gabungan peristiwa terduga dan tidak terduga.

Biasanya terjadi pada peristiwa-peristiwa formal.7

Perbedaan antara berita terjadwal dan berita insidentil terletak pada

persiapan liputan. Pada berita terjadwal, perencanaan liputan sangatlah

penting agar menghasilkan liputan berita yang berkualitas sehingga

koordinasi elemen-elemen dalam redaksi penting dalam mempengaruhi

5
Indah Suryawati, Jurnalistik Suatu Pengantar Teori dan Praktik (Bogor: Penerbit
Ghalia Indonesia, 2011), h. 77.
6
Husnun N. Juraid, Panduan Menulis Berita Edisi Revisi (Malang: UMM Press,
2012), h. 48.
7
Indah Suryawati, Jurnalistik Suatu Pengantar Teori dan Praktik, h. 76.
17

keberhasilan liputan. Sedangkan pada berita insidentil, koordinasi

beritanya lebih cepat dan darurat, sehingga koordinasi antar koordinator

liputan dengan redaktur pelaksana harus bisa membuat keputusan cepat

  dalam menangani peristiwa yang serba mendadak tersebut.8

3. Nilai Berita

Brian S. Brooks, George Kennedy, Darly R. Moen, dan Don Ranly

menyebutkan dalam bukunya berjudul News Reporting and Editing

(1980:6-17), terdapat sembilan hal yang menjadi kriteria umum nilai berita.

Namun, beberapa pakar menambahkan ketertarikan manusiawi (humanity)

dan seks (sex) termasuk ke dalam kriteria umum nilai berita. Dari

penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat 11 nilai berita, yaitu:

a. Keluarbiasaan; berita merupakan suatu peristiwa luar biasa.

b. Kebaruan; Segala perubahan penting yang terjadi dan baru saja terjadi,

merupakan suatu berita.

c. Akibat; berita adalah segala sesuatu yang mempunyai dampak luas.

Dampak itu sendiri bergantung pada beberapa hal seperti seberapa

banyak khalayak yang terpengaruh, pemberitaan tersebut mempunyai

efek langsung kepada khalayak atau tidak.

d. Aktual; berita merupakan suatu peristiwa yang sedang atau baru saja

terjadi. Aktual sendiri menunjuk pada peristiwa yang baru saja terjadi.

e. Kedekatan; berita mengandung kedekatan, baik kedekatan geografis

maupun kedekatan psikologis. Kedekatan geografis menunjuk pada

kedekatan suatu peristiwa yang terjadi di sekitar tempat tinggal.


8
Husnun N. Juraid, Panduan Menulis Berita Edisi Revisi, h. 49.
18

Sedangkan kedekatan psikologis menunjuk pada keterikatan pikiran

serta perasaan sesorang dengan peristiwa tersebut.

f. Informasi; menurut pandangan jurnalistik, hanya informasi tertentu

  yang memiliki nilai berita atau memberi banyak manfaat kepada

publik yang patut mendapat perhatian media.

g. Konflik; berita mengandung unsur yang sarat dengan pertentangan.

Berita konflik, menimbulkan dua sisi reaksi dan akibat yang

berlawanan, pro dan kontra.

h. Orang penting (public figure); kalangan public figure dimana saja dan

kapan saja selalu disorot kegiatan dan aktivitasnya.

i. Kejutan (surprising); berita terkadang menyajikan suatu peristiwa

yang datangnya tiba-tiba, di luar dugaan, dan tidak direncanakan.

j. Ketertarikan manusiawi (human interesting); apapun yang

mengundang minat seseorang dan menimbulkan ketertarikan

manusiawi dapat digolongkan ke dalam cerita atau pemberitaan

mengenai human interest.

k. Seks (sex); seks merupakan pembahasan yang selalu menarik dan

menjadi sumber berita.

Seluruh kriteria umum nilai berita yang dijelaskan di atas

umumnya bersifat universal dan menjadi rukun-nya para reporter dan

editor dalam membuat dan menyajikan berita.9

9
A. S. Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia: Menulis Berita dan Feature
Panduan Praktis Jurnalis Profesional, h. 80-92.
19

B. Media Massa

1. Definisi Media Massa

Media massa sering dimaknai sebagai alat komunikasi yang


 
mampu mengarahkan khalayak luas secara bersama-sama dalam waktu

yang bersamaan saat memperhatikan sebuah pesan yang disampaikan. 10

Media massa berfungsi dalam menyebarkan pesan-pesan kepada

kelompok-kelompok tertentu yang tidak memiliki hubungan secara

langsung dengan sumber pesan.11

Media massa merupakan suatu institusi yang berpengaruh dalam

masyarakat saat ini. Media memengaruhi segala aspek kehidupan dalam

masyarakat, seperti budaya, ekonomi, dan politik. Namun, tidak hanya

media saja yang bisa mempengaruhi masyarakat. Media massa juga kerap

terpengaruh oleh perubahan sikap masyarakat, seperti kepercayaan, selera,

minat, dan perilaku.12

Media massa memiliki dua bentuk, yaitu media cetak dan media
13
elektronik. Media cetak maupun elektronik mempunyai keunggulan

tersendiri, yaitu memberikan gambaran yang jelas dan rinci kepada para

penikmat atau penggunanya, sehingga mereka dengan mudah dapat

10
Sudirman Tebba, dkk., Bisnis Media Massa di Indonesia (Tangerang: Pustaka
irVan, 2015), h. 43.
11
Julia T. Wood, Komunikasi Teori dan Praktik (Komunikasi dalam Kehidupan
Kita) Edisi 6 (Jakarta: Salemba Humanika, 2013), h. 262.
12
Shirley Biagi, Media/Impact Pengantar Media Massa (Jakarta: Salemba
Humanika, 2010), h. 13
13
Sudirman Tebba, dkk., Bisnis Media Massa di Indonesia, h. 43-44.
20

mengetahui apa yang terjadi di tempat lain dalam waktu yang

bersamaan.14

Selain bentuk, media massa juga memiliki beberapa tipe pengguna


 
media. Seperti yang diungkapkan oleh Hall (1980) serta Morley (1992)

melalui model komunikasi encoding/decoding milik Hall. Model ini

mengemukakan tiga tipe pengguna media, yaitu sebagai berikut:

a. Preferred readings – pembaca menerima secara utuh apa yang

disampaikan dari media tanpa ada pertanyaan atau bantahan.

b. Negotiated readings – pembaca menerima sebagian apa yang

disampaikan dari media (tidak menerima secara utuh).

c. Alternative/Oppositional readings – pembaca menolak secara utuh apa

yang disampaikan dari media (mempunyai bantahan).15

2. Definisi Media Online

Media online merupakan media massa baru (new media) yang

berbasiskan teknologi komunikasi dan informasi, khususnya internet dan

World Wide Web (WWW). 16 Ciri khusus dari media ini terletak pada

keharusannya memiliki jaringan internet. Setiap komputer atau perangkat

digital yang akan mengakses media online harus terpasang jaringan

internet dan program untuk mengakses informasi.17

14
Nanang Supriatna, dkk., Ilmu Pengetahuan Sosial (Geografi, Sejarah, Sosiologi,
Ekonomi) (Jakarta: Grafindo Media Pratama, 2007), h. 99
15
Michael O’Shaughnessy dan Jane Stadler, Media and Society: An Introduction
Third Edition (Australia: Oxford University Press, 2005), h. 103.
16
Fahrina Ilhami, dkk., “Pengaruh Terpaan Pemberitaan Politik di Media Online
dan Terpaan Pesan Iklan Kampanye Politik di Media Televisi Terhadap Elektabilitas
Partai Hanura”, Jurnal Ilmu Komunikasi, (2014): h. 4.
17
Indah Suryawati, Jurnalistik Suatu Pengantar Teori dan Praktik, h. 46.
21

Salah satu produk jurnalistik yang termasuk media online berupa

situs berita online yang kini menjadi portal informasi utama. Situs berita

online biasanya berisikan berita dan layanan interaktif antar pengguna

  terkait informasi secara langsung, seperti kolom komentar, forum diskusi,

dan lain sebagainya.18

Pengguna media online umumnya berasal dari generasi yang lahir

diatas tahun 1990. Generasi ini sering disebut generasi digital natives,

yakni generasi yang sedari dini telah diperkenalkan dengan teknologi

informasi dan komunikasi terbaru (komputer, jaringan internet, dan media

online). Mereka lebih memilih menggunakan media online atau media

internet dalam mengakses informasi atau berita dibandingkan media massa

lainnya.19

Keberadaan media online cenderung mudah di akses dan

dioperasikan karena didukung oleh Content Management System (CMS)

sehingga pengelola tidak hanya mengatur isi media, tetapi juga dapat

membuat informasi dan mempublikasikannya secara luas.20

Media online mempunyai beberapa karakteristik tertentu yang

menjadi pembeda dengan media lainnya, yaitu:

a. Cepat dalam menyebarkan informasi (Immediacy),

b. Mengkombinasikan semua kegunaan media menjadi satu (Multimedia),

Edy Prihantoro, “Analisis Wacana Pemberitaan Selebriti pada Media Online”,


18

Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitektur, dan Teknik Sipil, Vol. 5
(2013): h. S-52.
19
Indah Suryawati, Jurnalistik Suatu Pengantar Teori dan Praktik, h. 49.
20
Yusuf Amrozi, “Review Buku: Mencari Formulasi Komunikasi Islam di Tengah
Gelombang Media Online,” Jurnal Komunikasi Islam, Vol. 02, No. 02 (2012): h. 330.
22

c. Dapat disimpan (Archiving),

d. Komunikasi dua arah atau komunikasi timbal balik (Interactivity),

e. Menghubungkan berbagai informasi (Linkage).21

 
Di samping karakteristik media online di atas, media online

memiliki keunggulannya tersendiri, yaitu sebagai berikut.

a. Informasi yang disajikan bersifat baru (up to date)

Media online memiliki proses penyajian informasi yang lebih

sederhana daripada media lainnya.

b. Penyajian informasi yang bersifat real time atau live

Media online dapat menyajikan informasi secara live. Hal ini

dikarenakan wartawan media online dapat mengirimkan berita ke meja

redaksi melalui e-mail langsung dari tempat kejadian perkara.

c. Praktis dalam penggunaannya

Media online bisa diakses di mana pun dan kapan pun dengan

menggunakan jaringan internet.

d. Terdapat fasilitas hyperlink

Media online memiliki fasilitas yang dapat menghubungkan antar

website atau situs sehingga pengguna media online juga dapat mencari

data atau informasi lainnya yang dibutuhkan.

21
Shirley Biagi, Media/Impact Pengantar Media Massa, h. 16
23

e. Media antarpribadi

Pengiriman pesan atau informasi dapat dilakukan dengan menggunakan

electronic mail (e-mail). Dengan menggunakan e-mail, wartawan dapat


 
mempersingkat waktu dalam pengiriman informasi sehingga informasi

dapat diterima dalam waktu yang sama tanpa dibatasi oleh jarak dan

ruang.22

C. Media Sosial

1. Definisi Media Sosial

Media sosial menjadi salah satu bukti dari kemajuan teknologi

yang menantang aturan-aturan yang telah lama dianut oleh media massa

konvensional. Media sosial sebagai produk teknologi terbarukan, tak

hanya memungkinkan penggunanya mengakses informasi tertentu dari

media massa, tetapi juga dapat membuat, mencari dan mendistribusikan

informasinya secara luas.23

Sebagai produk teknologi terbaru, media sosial memiliki beberapa

karakteristik tertentu, yaitu terbuka, terkoneksi satu sama lain, bisa

membentuk suatu komunitas, terdapat ruang diskusi dan percakapan, serta

adanya partisipasi pengguna. 24

Media sosial merupakan suatu wadah atau tempat orang-orang

berinteraksi secara aktif. Seperti yang dikemukakan Mark Nunes (2006)

22
Indah Suryawati, Jurnalistik Suatu Pengantar Teori dan Praktik, h. 46-48.
23
Muhammad Hisyam dan Cahyo Pamungkas. Indonesia, Globalisasi, dan Global
Village (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2016), h. 455.
24
Abdulloh Hamid, Pendidikan Karakter Berbasis Pesantren (Pelajar dan Santri
dalam era IT dan Cyber Culture), h. 133.
24

bahwa di kemudian hari, teknologi yang akan memproduksi ruang sosial

manusia. Selain Mark Nunes, Allison Fine (2006), penulis buku

Momentum: Igniting Social Change in the Connected Age, berpendapat

  bahwa gabungan kedua perangkat modern seperti pesawat telepon dan

pemancar media massa akan menghasilkan media baru yaitu, media sosial.

Nantinya berbagai perangkat akan dimanfaatkan untuk menghubungkan

setiap orang satu sama lain.25

Media sosial disebut sebagai kendaraan people power, karena arus

komunikasi down-top yang dimiliki media sosial dapat memberikan ruang

bagi masyarakat biasa yang ingin memberikan aspirasi atau pendapatnya

terhadap pemerintah, pemangku kebijakan, dan media massa.26

Handphone, e-mail, dan berbagai situs lain yang termasuk media

sosial, memungkinkan kita sebagai pengguna untuk terhubung satu sama

lain secara aktif, seperti berinteraksi dan berpartisipasi dalam suatu

komunitas sehingga media pribadi dan sosial akan tergabung dalam

aktivitas kita. (Bohil, Owen, Jeong, Alicea dan Bocca, 2009; Potter,

2009).27

Heryanto (2015) mengungkapkan bahwa ada dua perwakilan

kelompok pengguna internet aktif. Kelompok pertama diwakili oleh

kelompok kaum muda di wilayah perkotaan dan kelompok kedua diwakili

25
Julia T. Wood, Komunikasi Teori dan Praktik (Komunikasi dalam Kehidupan
Kita) Edisi 6, h. 262.
26
Muhammad Hisyam dan Cahyo Pamungkas. Indonesia, Globalisasi, dan Global
Village, h. 454.
27
Julia T. Wood, Komunikasi Teori dan Praktik (Komunikasi dalam Kehidupan
Kita) Edisi 6, h. 262.
25

oleh kalangan pekerja profesional yang sedang mengalami puncak karir.

Kedua kelompok ini dianggap paling banyak yang menggunakan media

sosial dan memiliki pengaruh penting dalam menghidupkan ruang diskusi

  di dunia maya.

Dengan munculnya masyarakat siber ini menunjukkan bahwa

siapapun yang menggunakan media sosial bertujuan untuk saling

berhubungan dengan para kerabat dalam berbagi pandangan mengenai

suatu pembahasan diberbagai bidang sehingga kegiatan dialektika menjadi

lebih hidup dibandingkan interaksi langsung antarpribadi.28

Berikut beberapa sosial media yang sering digunakan netizen atau

pengguna internet aktif, yaitu Facebook, Twitter, Instagram, Google Plus,

dan beberapa aplikasi sosial chatting lainnya seperti Blackberry

Messenger, Whatsapp, Line, Kakaotalk, dan lain-lain. 29

Di Indonesia, situs jaringan sosial yang ramai digunakan saat ini

adalah Facebook dan Twitter. International Business Times Online

mengungkapkan bahwa Indonesia memiliki pengguna Facebook terbanyak

kedua di dunia, yaitu sebanyak 33 juta orang. Sedangkan untuk pengguna

Twitter, Indonesia masuk dalam tiga besar pengguna Twitter terbanyak di

dunia.30

28
Muhammad Hisyam dan Cahyo Pamungkas. Indonesia, Globalisasi, dan Global
Village, h. 454.
29
Abdulloh Hamid, Pendidikan Karakter Berbasis Pesantren (Pelajar dan Santri
dalam era IT dan Cyber Culture), h. 133.
30
James R. Situmorang, “Pemanfaatan Internet Sebagai New Media dalam Bidang
Politik, Bisnis, Pendidikan, dan Sosial Budaya,” Jurnal Administrasi Bisnis, Vol. 8, No. 1
(2012): h. 86.
26

D. Terpaan Media (Media Exposure)

Terpaan media merupakan salah satu aktivitas atau kegiatan

mendengarkan, melihat, dan membaca suatu pesan media. Terpaan media bisa
 
terjadi pada tingkat individu maupun kelompok yang memiliki pengalaman atau

perhatian terhadap pesan media tersebut. Terpaan media dapat diketahui melalui

banyaknya informasi yang diperoleh melalui media massa, yaitu dengan

mengukur frekuensi, durasi, dan atensi pengguna saat mengakses media massa

tertentu (Rakhmat, 2004).31

Shore (1985: 26) mengungkapkan bahwa terpaan media bukan hanya

menjelaskan tentang seberapa dekat fisik seseorang dengan kehadiran media

massa, tetapi juga tentang seberapa terbukanya seseorang terhadap pesan-pesan

yang disampaikan melalui media tersebut.

Terpaan media adalah salah satu cara dalam mencari data pengguna

mengenai penggunaan media baik dari segi frekuensi, durasi, maupun atensi.32

Terpaan akan mempengaruhi perubahan sikap seseorang. Apabila seseorang terus-

menerus diterpa oleh pesan-pesan dari media yang dipercayainya, maka yang

terjadi adalah bertambahnya pengetahuan dan perubahan sikap.33

Frekuensi diukur dengan berapa kali khalayak membaca pemberitaan

tersebut. Untuk pengukurannya dapat dilakukan dengan cara seperti berapa


31
Prasdianingrum Ayuningtyas, “Hubungan Antara Terpaan Media Mengenai
Penculikan Anak di Televisi dengan Tingkat Kecemasan Orang Tua di RT 23 Kelurahan
Sidomulyo Samarinda,” eJournal Komunikasi, Vol. 1, No. 2 (2013): h. 17.
32
Endang S. Sari, Audience Research; Pengantar Studi Penelitian Terhadap
Pembaca, Pendengar, dan Pemirsa (Yogyakarta: Andi Offset, 1993), h. 29.
33
Antonius Novred Tumbur Siregar, “Pengaruh Terpaan Tayangan “Reportase
Investigasi” Trans TV Terhadap Kecemasan Masyarakat Sleman di Yogyakarta,” (Skripsi
S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2013), h.
11
27

banyak berita yang khalayak baca. Sedangkan durasi dapat diukur dengan berapa

lama khalayak membaca pemberitaan tersebut. Untuk pengukurannya dapat

dilihat dengan cara berapa lama pengguna mengakses atau mengikuti media
34
tersebut.
  Sedangkan atensi atau perhatian diukur dengan seberapa tinggi

ketertarikan khalayak saat membaca pemberitaan tersebut.

Peneliti menyimpulkan bahwa mengukur terpaan media dalam penelitian

ini adalah dengan cara mengukur frekuensi (banyaknya berita yang dibaca), durasi

menonton (lamanya waktu yang digunakan untuk membaca), dan atensi

(keingintahuan, minat terhadap bacaan) khalayak ketika membaca pemberitaan

Revisi UU ITE.

E. Revisi UU ITE

Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementrian Komunikasi dan

Informatika, Semuel A. Pangerapan menjelaskan bahwa ada lima poin inti yang

diubah dalam Revisi UU ITE.

1. Poin pertama, menurunkan pidana penjara dari enam tahun menjadi empat

tahun. Menurutnya, perubahan ini dilakukan agar pihak pelapor dan

terlapor memiliki posisi yang sama hingga keputusan di pengadilan

terhadap siapa yang benar dan yang salah. 35 Henri Subiakto, Staf Ahli

Menteri Kominfo Bidang Komunikasi dan Media Massa, mengatakan

bahwa di dalam UU ITE yang baru nanti, aparat hukum tidak bisa secara

34
Endang S. Sari, Audience Research; Pengantar Studi Penelitian Terhadap
Pembaca, Pendengar, dan Pemirsa, h. 29.
35
Viska, “Lima Poin Utama Revisi UU ITE”, artikel di akses pada 03 Desember
2017 pada https://www.kominfo.go.id/content/detail/8437/lima-poin-utama-revisi-uu-
ite/0/berita_satker
28

langsung menahan tersangka penghinaan dan atau pencemaran nama baik.

Hukuman yang diberikan kepada tersangka hanya boleh dilakukan jika

sudah ada keputusan pengadilan tetap. Alasan berkurangnya masa

  hukuman penjara adalah agar para tersangka yang diduga melakukan

pelanggaran UU ITE tidak perlu ditahan selama masa berlangsungnya

persidangan, sebab belum adanya keputusan tetap dari pengadilan.36

2. Poin kedua, memasukkan peraturan “right to be forgotten” atau hak untuk

dilupakan.

3. Poin ketiga, memberi perlindungan pada masyarakat dari konten negatif.

Dua cara yang akan dilakukan pembatasannya yaitu terdapat pada akses

penyebaran, pendidikan, dan konten (pornografi, kekerasan, dan judi).

Dalam hal ini, pemerintah mempunyai wewenang dalam hal pemblokiran

situs yang memiliki konten terlarang.

4. Poin keempat, mengubah pengaturan tata cara intersepsi, yang sebelumnya

masih berupa Peraturan Pemerintah, diubah menjadi Undang-Undang.

5. Poin kelima, penegasan atas dokumen elektronik sebagai alat bukti hukum

yang sah.37

Selain itu, dalam draft Rancangan Undang-Undang (RUU) Revisi UU

Informasi dan Transaksi yang telah disusun dan dirundingkan dalam Panitia Kerja,

DPR RI dan Pemerintah sepakat untuk memasukkan peraturan baru mengenai

36
Rakhmat Nur Hakim, “Revisi UU ITE Bertujuan Melindungi Masyarakat di
Dunia Maya”, artikel diakses pada 18 April 2017 pada
http://nasional.kompas.com/read/2016/06/14/22111631/revisi.uu.ite.bertujuan.melindungi
.masyarakat.di.dunia.maya
37
Viska, “Lima Poin Utama Revisi UU ITE”, artikel di akses pada 03 Desember
2017 pada https://www.kominfo.go.id/content/detail/8437/lima-poin-utama-revisi-uu-
ite/0/berita_satker
29

cyberbullying dan masalah penahanan tersangka pelanggaran UU ITE yang baru

bisa dilakukan ketika sudah mendapat keputusan tetap dari pengadilan. Sehingga

dalam UU ITE yang baru nanti akan ada pasal yang mengatur tentang

Cyberbullying
  atau menakut-nakuti dengan informasi elektronik sebagai ekstensi

pasal 29 yang lama RUU UU ITE.

Beberapa substansi dalam pembahasan Revisi UU ITE yang telah

disepakati bersama antara pemerintah dan DPR sebagai berikut:

a. Menurunkan ancaman pidana penghinaan/pencemaran nama baik dari

enam tahun menjadi empat tahun, sehingga tidak ada potensi untuk

dilakukan penahanan.

b. Menegaskan bahwa pidana penghinaan/pencemaran nama baik adalah

delik aduan.

c. Menegaskan bahwa ketentuan pidana penghinaan/pencemaran nama baik

pada UU ITE adalah merujuk pada pasal 310 dan 311 KUHP.

d. Menegaskan bahwa pidana pengancaman/pemerasan merujuk pada pasal

368 dan 369 KUHP.

e. Menurunkan ancaman pidana ancaman kekerasan dan menakut-nakuti

secara pribadi pada pasal 29, dari 12 tahun menjadi sembilan tahun.

f. Mengharmoniskan ketentuan penangkapan-penahanan, penggeledahan-

penyitaan dengan KUHAP.


30

g. Memasukkan ketentuan cyberbullying (perundungan dunia siber) sebagai

pidana pasal 29.38

Henri Subiakto menambahkan, bahwa revisi UU ITE yang telah diajukan


 
pemerintah bermaksud supaya masyarakat terlindungi hak dan nama baiknya

tanpa mengharuskan pengguna kehilangan ruang untuk saling berkomunikasi.39

F. Sikap Kritis

1. Definisi Sikap Kritis

Beberapa para ahli psikologi, seperti Louis Thurstone (1928),

Rensis Likert (1932), dan Charles Osgood menyatakan bahwa sikap

merupakan bentuk evaluasi dan reaksi perasaan seseorang terhadap suatu

objek.40 Menurut Kamus Oxford oleh Joyce M. Hawkins, sikap merupakan

suatu jalan pemikiran, sifat, serta tingkah laku seseorang.41

Dari pengertian sikap yang telah dijabarkan oleh beberapa tokoh,

secara umum dapat dipahami bahwa sikap merupakan suatu bentuk reaksi

seseorang terhadap suatu objek sehingga menimbulkan tindakan tertentu.

Pengertian di atas senada dengan pernyataan yang diungkapkan Jalaluddin

Rakhmat dalam bukunya Psikologi Komunikasi. Ia menyatakan bahwa

sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir, dan merasa

38
Anonim, “Revisi UU ITE, Atur Soal Cyber Bullying”, artikel diakses pada 18
April 2017 pada https://kominfo.go.id/content/detail/7966/revisi-uu-ite-atur-soal-cyber-
bullying/0/berita_satker
39
Rakhmat Nur Hakim, “Revisi UU ITE Bertujuan Melindungi Masyarakat di
Dunia Maya”, artikel diakses pada 18 April 2017 pada
http://nasional.kompas.com/read/2016/06/14/22111631/revisi.uu.ite.bertujuan.melindungi
.masyarakat.di.dunia.maya
40
Saifuddin Azwar, Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2011), h. 4-5.
41
Azizi Yahya, dkk., Psikologi Sosial Alam Remaja (Malaysia: PTS Professional
Publishing, 2006), h. 72.
31

42
dalam menghadapi objek, ide, situasi, atau nilai. Namun, dalam

penelitian ini secara khusus lebih menitikfokuskan kepada pembahasan

mengenai sikap kritis.

 
Socrates mengatakan, “Hidup yang tidak dikaji tidak layak

dihidupi”, dengan maksud jika seseorang menjalani kehidupan tanpa

mempersoalkannya, sama halnya seperti hidup sebagai orang buta. Rene

Descartes, seorang pionir filsafat modern, mengungkapkan bahwa sikap

yang selalu meragukan segala hal dianggap sebagai metode utama yang

digunakan dalam filsafat dan ilmu pengetahuan pada umumnya. Dalam

filsafat, sikap yang selalu muncul dengan sendirinya adalah sikap kritis,

yaitu sikap yang selalu mempertanyakan semua hal, tidak mudah puas

dengan jawaban yang ada, tidak mudah percaya, dan selalu ingin tahu.43

Secara konsep dasar, kritis diartikan sebagai sikap yang tidak serta

merta menerima atau menolak sesuatu. 44 Sikap kritis diartikan sebagai

sikap dimana seseorang tidak menerima secara mentah-mentah informasi

yang ia dapat, atau dengan kata lain, tidak mudah dipengaruhi informasi

umum yang belum diketahui kebenarannya secara tuntas. Tanggapan atau

pendapat yang dikemukakan oleh orang yang bersikap kritis disebut

kritik.45

42
Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2008), h. 39.
43
A. Sonny Keraf dan Mikhael Dua, Ilmu Pengetahuan Sebuah Tinjauan Filosofis
(Yogyakarta: Kanisius, 2001), h. 17-18
44
Kiftiawati Sulistyo, Sukses Ujian Nasional Bahasa Indonesia SMA 2009 (Jakarta:
Media Pusindo, 2009), H. 81
45
Tim Mitra Guru, Ilmu Pengetahuan Sosial Sosiologi untuk SMP dan MTs Kelas
XI, h. 64.
32

Seperti yang dituturkan Antonius Atosokhi Gea, Antonina Panca

Yuni Wulandari, dan Yohanes Babari (2005), sikap kritis merupakan sikap

yang tepat, masuk akal, dan bertanggung jawab dalam menghadapi

  berbagai persoalan ataupun permasalahan. Artinya, sebagai masyarakat

yang intelek tidak akan begitu saja mengikuti peraturan yang ditetapkan

jika tidak pantas untuk diikuti, melainkan mencari tahu terlebih dahulu.

Tetapi jika memang suatu peraturan atau informasi yang ternyata benar

dan pantas untuk diikuti, maka secara langsung mematuhi peraturan atau

informasi tersebut. Terlebih jika peraturan tersebut tergolong penting

dengan sanksi yang menyertainya. 46

Pentingnya sikap kritis adalah sebagai wujud atau langkah dalam

menyempurnakan diri sebagai sosok yang memiliki banyak pengetahuan

dan landasan kultural. 47 Karena pada faktanya, dengan mencari sebuah

kebenaran, seseorang akan semakin memiliki pemahaman yang cukup

terhadap segala sesuatu, termasuk dalam memahami makna kehidupan,

seseorang akan semakin realistis dalam menjalankan kehidupannya.48

Dari berbagai penjabaran mengenai sikap dan sikap kritis, dapat

dipahami bahwa dalam sikap terdapat hubungan antara subjek dan objek.

Ada manusia dan ada permasalahan. Kedua hal ini selalu berkaitan, karena

46
Antonius Atosokhi Gea, dkk., Character Building II Relasi dengan Sesama
(Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2005) h. 158.
47
Antonius Atosokhi Gea, dkk., Character Building II Relasi dengan Sesama, h.
173.
48
A. Sonny Keraf dan Mikhael Dua, Ilmu Pengetahuan Sebuah Tinjauan Filosofis,
h. 15
33

tidak ada sikap tanpa objek. 49 Manusia dapat mempunyai bermacam-

macam sikap terhadap hal (objek sikap).50Objek sikap sendiri dapat berupa

benda, peristiwa, kelompok individu, tepat, gagasan, dan lain-lain.

 
Sikap terhadap objek, gagasan atau orang tertentu merupakan

orientasi yang bersifat menetap dengan komponen-komponen kognitif,

afektif, dan behaviorial. Komponen kognitif terdiri dari seluruh kognisi

yang dimiliki seseorang mengenai objek sikap tertentu—fakta,

pengetahuan, dan keyakinan tentang objek. Komponen afektif terdiri dari

seluruh perasaan atau emosi seseorang terhadap objek terutama penilaian.

Komponen behavioral merupakan kecenderungan seseorang untuk

bertingkah laku atau berperilaku mengikuti perasaannya berhubungan

dengan objek sikap.51

Melalui ketiga komponen tersebut, peneliti akan mengukur sikap

kritis seseorang. Karena sikap sejatinya dipelajari dan terbentuk melalui

pengalaman-pengalaman, faktor motivasi dan perasaan. Seperti motivasi

untuk bertanya, ingin lebih tahu terhadap sesuatu, dan lain-lain. Maka dari

itu, sikap dapat berubah sewaktu-waktu sesuai dengan masa dan

lingkungan di sekitar individu tersebut.52

49
Sarlito W. Sarwono, Pengantar Psikologi Umum, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012),
h. 203
50
Sarlito W. Sarwono, Pengantar Psikologi Umum, h. 201
51
David O. Sears, dkk., Psikologi Sosial Sosial (Jakarta: Penerbit Erlangga, 1988)
h. 138.
52
Sarlito W. Sarwono, Pengantar Psikologi Umum, h. 202.
34

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sikap

Dalam interaksi sosial sehari-hari, seseorang akan membentuk

sikap tertentu terhadap objek sikap yang dihadapinya. Maka dari itu sikap
 
dapat dirubah dan dibentuk. Menurut Saifuddin Azwar, ada beberapa

faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap, yaitu:

a. Pengalaman pribadi; seseorang yang tidak memiliki pengalaman

terkait objek sikap yang dihadapinya, cenderung akan membentuk

sikap negatif terhadap objek tersebut. Sebaliknya jika terdapat

pengalaman terkait objek akan menimbulkan tanggapan atau

ketertarikan. Pengalaman pribadi harus meninggalkan kesan yang kuat.

Maka dari itu, sikap cenderung mudah terbentuk jika terdapat faktor

emosional terkait pengalaman pribadinya.

b. Pengaruh orang lain yang dianggap penting; orang-orang yang kita

anggap penting seperti orang tua, saudara, sahabat, guru atau dosen,

dapat mempengaruhi sikap kita. Hal ini didasari kepercayaan dan

keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap

penting.

c. Kebudayaan; kebudayaan memiliki pengaruh besar dalam

pembentukan sikap. Seseorang akan mempunyai sikap tertentu

tergantung pada lingkungannya. Hal ini dikarenakan adanya

reinforcement (ganjaran) dari masyarakat terhadap sikap tersebut.

d. Media massa; media massa memiliki pengaruh yang cukup besar

dalam pembentukan kognitif dan afektif seseorang saat menerima

suatu informasi. Pesan-pesan media yang memiliki daya sugestif


35

cenderung mempengaruhi sikap seseorang terhadap suatu hal. Sikap

kritis sangatlah dibutuhkan dalam menyaring informasi yang tidak

objektif dalam penyajiannya.

  e. Lembaga pendidikan dan lembaga agama; lembaga pendidikan dan

lembaga agama dianggap sebagai suatu sistem yang dapat

mempengaruhi sikap seseorang karena diajarkan pemahaman moral di

dalamnya.

f. Pengaruh faktor emosional; suatu bentuk sikap yang didasari emosi

menjadi semacam penyaluran frustasi atau ego.53

G. Teori S-O-R (Stimulus-Organism-Respons)

Teori S-O-R merupakan singkatan dari Stimulus-Organism-Respons. Teori

yang bermula dari kajian psikologi ini kemudian berubah menjadi teori

komunikasi. 54 Berubahnya teori S-O-R menjadi teori komunikasi dikarenakan

objek material dalam kajian psikologi dan komunikasi adalah sama, yaitu manusia

yang memiliki beberapa komponen-komponen dalam dirinya seperti sikap, opini,

perilaku, kognisi, afeksi, dan behaviorial.55

Model S-O-R berasal dari teori stimuli-respon yang dimodifikasi oleh

Melvin DeFleur dengan memasukkan unsur organisme. Dalam membahas

Komunikasi Massa dan Pengaruhnya terhadap orang perorangan istilah-istilah

yang digunakan yaitu :

53
Saifuddin Azwar, Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya, h. 30-36.
54
Sayuti Melik, “Efek Tayangan Stand Up Comedy Metro TV Terhadap Perilaku
Penonton Usia Muda di Loa Janan Kutai Kartanegara,” eJournal Ilmu Komunikasi, Vol. 4
No. 3 (2016): h. 488.
55
Niemas Prabawati, “Hubungan Antara Terpaan Media Tayangan Bima Satria
Garuda dengan Perilaku Kekerasan yang dilakukan oleh Anak”, (Thesis S2 Jurusan
Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Airlangga, 2014), h. 5-6.
36

a. Stimulus (pesan = rangsangan = dorongan) merupakan pesan berupa lisan,

tulisan, atau simbol-simbol tertentu yang diberikan komunikator kepada

komunikan.

b.  Organism (manusia = komunikan) merupakan pihak yang menerima

informasi baik berupa pesan lisan, tulisan, atau simbol-simbol tertentu dari

komunikator. Komunikan dapat menerima atau menolak stimulus atau

pesan yang disampaikan komunikator. Jika komunikan menerima pesan,

maka ia akan memperhatikan dan mencoba memahami setiap pesan yang

diberikan komunikator tersebut.

c. Response (reaksi = tanggapan = jawaban = pengaruh =efek = akibat)

merupakan dampak atau akibat dari komunikasi yang terjadi setelah

komunikan bereaksi terhadap stimulus yang diberikan. Efek yang timbul

berupa perubahan sikap, yaitu pada komponen kognitif, afektif, dan

behavioral.

Prinsip Stimulus-Respons: efek adalah reaksi khusus dari rangsangan

khusus, dengan demikian dapat diharapkan atau diduga berhubungan yang erat

antara isi pernyataan, media dengan reaksi khalayak.56

Teori ini beranggapan bahwa dampak atau pengaruh yang terjadi

merupakan reaksi dari penerima terhadap pesan atau stimulus, baik berupa lisan,

tulisan, gambar yang diterimanya. Sehingga besar kecilnya pengaruh tersebut

dilihat dari bagaimana isi dan penyampaian stimulus tersebut.57

56
A. M. Hoeta Soehoet, Teori Komunikasi 2 (Jakarta: Yayasan Kampus Tercinta
IISIP Jakarta, 2002), h. 26.
57
Sasa Djuarsa Sendjaya, Pengantar Ilmu Komunikasi (Jakarta: Universitas
Terbuka, 2007), h. 3.24
37

Teori ini meyakini bahwa penyebab dari sikap yang dapat berubah

tergantung pada kualitas rangsang yang diterima. Pemahaman inti dari teori ini

adalah bahwa setiap proses suatu efek media terhadap individu, harus diawali

dengan
  terpaan dari beberapa pesan media, sehingga hasilnya akan terlihat

perbedaannya, terutama pada orang-orang dalam jumlah yang banyak (McQuail,

2010: 467).58

Teori ini berasumsi bahwa efek yang ditimbulkan secara terarah dan

segera merupakan reaksi khusus komunikan terhadap stimulus tertentu. Dari

stimulus yang diberikan, komunikator akan mengetahui perubahan sikap

komunikan lewat reaksi yang ditampakkan. Sehingga komunikator dapat

memperkirakan reaksi yang akan ditampakkan komunikan terhadap stimulus yang

diberikan. 59 Perubahan sikap hanya dapat terjadi jika stimulus yang diberikan

melebihi semula.60

Teori ini menjelaskan bahwa pengaruh yang terjadi pada komunikan dari

stimulus yang diberikan komunikator adalah akibat dari komunikasi. Sehingga

dapat diketahui bahwa besar kecilnya pengaruh yang terjadi pada komunikan

tergantung pada stimulus yang menerpanya.61

58
Prasdianingrum Ayuningtyas, “Hubungan Antara Terpaan Media Mengenai
Penculikan Anak di Televisi dengan Tingkat Kecemasan Orang Tua di RT 23 Kelurahan
Sidomulyo Samarinda,” eJournal Komunikasi, Vol. 1, No. 2 (2013): h. 20.
59
Niemas Prabawati, “Hubungan Antara Terpaan Media Tayangan Bima Satria
Garuda dengan Perilaku Kekerasan yang dilakukan oleh Anak”, (Thesis S2 Jurusan
Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Airlangga, 2014), h. 5-6.
60
Sayuti Melik, “Efek Tayangan Stand Up Comedy Metro TV Terhadap Perilaku
Penonton Usia Muda di Loa Janan Kutai Kartanegara,” eJournal Ilmu Komunikasi, Vol. 4
No. 3 (2016): h. 488.
61
Niemas Prabawati, “Hubungan Antara Terpaan Media Tayangan Bima Satria
Garuda dengan Perilaku Kekerasan yang dilakukan oleh Anak”, (Thesis S2 Jurusan
Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Airlangga, 2014), h. 5-6.
38

Prof. Dr. Ma’rat dalam bukunya Sikap Manusia, Perubahan serta

Pengukurannya, mengutip pendapat Hovland, Janis, dan Kelley yang menyatakan

bahwa dalam menelaah ada atau tidaknya perubahan sikap terdapat pada tiga

variabel
  penting pada organisme, yaitu : perhatian, pengertian, penerimaan.

Organisme :
Perhatian
Stimulus Pengertian
Penerimaan

Response
(Perubahan Sikap)

Gambar 2.1 Skema Teori S-O-R

Gambar atau skema diatas menunjukkan bahwa perubahan sikap

bergantung pada proses yang terjadi pada individu. Stimulus atau pesan yang

disampaikan kepada komunikan diterima atau ditolak. Jika komunikan menerima

pesan yang diberikan, maka komunikasi akan berlangsung.

Proses berikutnya komunikan akan memperhatikan dan memahami pesan

tersebut. Setelah komunikan mengolahnya dan menerimanya, maka terjadilah


39

62
kesediaan untuk mengubah sikap. Hal inilah yang menandakan bahwa

komunikasi yang dilakukan telah berhasil.63

Effendy mengungkapkan bahwa dampak atau efek suatu pesan dapat


 
diklasifikasikan menurut kadarnya, yaitu sebagai berikut.

1. Dampak Kognitif; merupakan dampak yang timbul pada komunikan yang

menyebabkan ia menjadi tahu atau meningkat intelektualitasnya.

2. Dampak Afektif; disini tujuan komunikator bukan hanya sekedar supaya

komunikan tahu, tetapi juga agar tergerak hatinya, menimbulkan perasaan

tertentu.

3. Dampak Behavioral; dampak yang timbul pada komunikan berupa

perilaku, tindakan atau kegiatan.64

H. Teori Penilaian Sosial

Teori penilaian sosial dalam ilmu psikologi sosial merupakan teori yang

berfokus pada bagaimana seseorang membuat penilaian terhadap pesan media

yang diterima atau dibaca. Teori ini dibuat berdasarkan karya Muzfer Sherif dan

kawan-kawannya yang mencoba memperkirakan bagaimana penilaian tersebut

berpengaruh kepada hal yang ia yakini.

Dalam menetapkan suatu penilaian melalui eksperimen penilaian sosial,

ada beberapa kerangka acuan yang harus dilakukan.

62
Onong Uchjana Effendy, Ilmu,Teori, dan Filsafat Komunikasi (Bandung: PT
Citra Aditya Bakti, 2003), h. 255
63
Niemas Prabawati, “Hubungan Antara Terpaan Media Tayangan Bima Satria
Garuda dengan Perilaku Kekerasan yang dilakukan oleh Anak”, (Thesis S2 Jurusan
Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Airlangga, 2014), h. 6.
64
Onong Uchjana Effendy, Ilmu,Teori, dan Filsafat Komunikasi, h. 7.
40

a. Berikan sejumlah pernyataan atau stimulus yang berkaitan dengan suatu

masalah. 65 Dalam memberikan stimulus atau pesan, biasanya seseorang

akan menggunakan berbagai stimulus, dari yang terendah sampai yang

  tertinggi.66

b. Urutkan pernyataan-pernyataan tersebut ke dalam kelompok berdasarkan

kesamaan dengan menggunakan sebuah proses yang disebut Q-sort.

c. Letakkan atau kelompokkan pernyataan-pernyataan tadi ke bagian positif

dan bagian negatif.

d. Selanjutnya, tetapkan mana pernyataan yang dapat diterima, yang tidak

dapat diterima, dan yang netral.

Pada kelompok data yang pertama merupakan rentang penerimaan

(latitude of acceptance) – pernyataan setuju, dari penilaian yang telah dilakukan.

Pada kelompok data yang kedua merupakan rentang penolakan (latitude of

rejection) – pernyataan tidak setuju, dan pada data yang ketiga merupakan rentang

ketidakterlibatan atau rentang netral (latitude of noncommitment). Dalam rentang

penerimaan dan penolakan, umumnya terdapat sebuah variabel kunci yakni

keterlibatan ego (ego involvement). Keterlibatan ego sendiri merupakan hubungan

atau pengalaman pribadi seseorang dengan sebuah masalah.

Jika seseorang belum pernah terlibat dalam masalah tersebut, maka

masalah itu kemungkinan tidak penting bagi dirinya, dan keterlibatan egonya pun

65
Stephen W. Littlejohn dan Karen A. Foss, Teori Komunikasi (Theories of Human
Communication) (Jakarta: Salemba Humanika, 2009), h. 105-106.
66
Sarlito W. Sarwono, Teori-Teori Psikologi Sosial (Jakarta: Rajawali Pers, 2014),
h. 188.
41

rendah. Sedangkan yang pernah terlibat dalam masalah tersebut, bisa dipastikan

penting bagi dirinya dan keterlibatan egonya pun tinggi.

Dari teori ini, Sherif membuktikan bahwa sesuatu hal dianggap


 
menyenangkan didasari oleh keinginan dan keterlibatan ego pribadi. Namun,

dibalik semua itu, teori penilaian sosial juga mempunyai penyimpangan dalam

prakteknya.

Terdapat dua penyimpangan dalam teori penilaian sosial, yaitu sebagai berikut.

a. Efek kontras (contrast effect) terjadi pada saat seseorang menilai suatu

masalah atau pesan lebih jauh dari yang seharusnya (terlalu tidak

berpihak).

b. Efek asimilasi (assimilation effect) terjadi pada saat seseorang menilai

suatu masalah atau pesan lebih dekat dengan sudut pandang pribadi

daripada yang seharusnya (terlalu berpihak).

Ketika sebuah pesan atau masalah relatif dekat dengan hubungan pribadi

seseorang, maka akan terjadi asimilasi. Namun, jika tidak ada keterlibatan

hubungan pribadi dengan masalah tersebut, maka akan terjadi efek kontras.

Semua pengaruh dari efek kontras dan efek asimilasi akan semakin dipertinggi

jika ada keterlibatan ego didalamnya.

Teori penilaian sosial juga membantu dalam memahami perubahan sikap

seseorang. Teori ini beranggapan bahwa semakin pesan atau pernyataan tersebut

berada pada rentang penerimaan dan rentang netral, maka semakin besar

perubahan sikap yang terjadi dan semakin pesan atau pernyataan tersebut berada

pada rentang penolakan, maka semakin besar juga tidak adanya perubahan sikap
42

yang terjadi. Artinya, kemungkinan seseorang berubah sikapnya dipengaruhi oleh

pesan-pesan yang berbeda dengan yang diketahui dibandingkan dengan pesan-

pesan yang berlawanan dengan pandangan pribadi.

 
Pada akhirnya, teori ini menjelaskan bahwa, semakin tinggi keterlibatan

ego terhadap suatu pesan atau isu, maka rentang penolakan semakin besar, rentang

netral semakin kecil dan terjadinya perubahan sikap diperkirakan lebih sedikit.

Intinya, keterlibatan ego merupakan hal inti dalam teori penilaian sosial.67

F. Kerangka Berfikir

Mengacu pada deskripsi teori di atas, dalam menguji pengaruh terpaan


pemberitaan revisi UU ITE terhadap sikap kritis pengguna media sosial, dapat
digambarkan kerangka berpikir yang merujuk pada gambar skema teori S-O-R
sebagai berikut.

Stimulus Organisme

Terpaan Pemberitaan Pengguna Media Sosial


Revisi UU ITE (X) di Kota Tangerang
Selatan
1. Frekuensi
2. Atensi
3. Durasi

Response
Sikap Kritis Pengguna
Media Sosial (Y)
1. Kognitif
2. Afektif
3. Behavioral

Gambar 2.2 Kerangka Berfikir


(sumber : berdasarkan skema teori S-O-R (Effendy, 2003 : 255))

67
Stephen W. Littlejohn dan Karen A. Foss, Teori Komunikasi (Theories of Human
Communication), h. 105-108.
43

Seiring dengan berkembangnya media massa, maka semakin berkembang

juga informasi atau berita yang disajikan. Selain itu, dengan berkembangnya

media sosial, berbagai macam informasi menyebar menjadi semakin luas tanpa

ada verifikasi
  redaksi.

Tim Clydesdale (2009) mengungkapkan bahwa suatu fakta dan opini yang

tidak berdasar dapat muncul secara bersamaan dalam satu laporan utuh. Dosen

Komunikasi, Rayford Steele pun mengiyakan pernyataan tersebut. Ia percaya

bahwa media massa saat ini lebih bebas dalam menyajikan suatu berita. Hal ini

terlihat adanya kebebasan dalam mempublikasi suatu berita online. Siapapun kini

bisa menyajikan berita online lewat media yang telah memberikan otoritasnya.

Sehingga keakuratannya seringkali terlewat oleh bagian redaksi. Akibatnya, tak

jarang berita online yang muncul mengalami kecacatan informasi.

Saat ini, berita dengan ciri tersebut disebut sebagai berita hoax. Karena

kemunculannya seringkali tidak memberikan informasi yang benar sesuai fakta

yang ada. Mengetahui hal tersebut, sebagai pengguna media massa dan media

sosial harus semakin berpikir kritis dan skeptis terhadap suatu berita atau

informasi.68

Melihat banyaknya berita yang masuk tanpa ada verifikasi yang benar

sehingga menyebabkan berita negatif masuk begitu saja karena Undang-Undang

Informasi Transaksi Elektronik yang masih lemah, membuat DPR akhirnya

mengeluarkan Revisi UU ITE untuk mengantisipasi masalah tersebut.

68
Julia T. Wood, Komunikasi Teori dan Praktik (Komunikasi dalam Kehidupan
Kita) Edisi 6, h. 279-281.
44

Dalam hal ini, peneliti melakukan penelitian untuk mencari tahu, apakah

dengan dikeluarkannya Revisi UU ITE akan berdampak langsung terhadap sikap

kritis para pengguna media sosial. Melihat ada keterkaitannya dengan teori respon,

peneliti
  mengambil teori S-O-R atau Stimulasi-Organism-Respons yang

dikembangkan oleh Melvin De Fleur. Teori ini merupakan modifikasi dari teori S-

R (Stimulasi-Respons).

Teori S-O-R menjelaskan bahwa seorang komunikan yang telah diberi

stimulus tertentu oleh komunikator akan menimbulkan reaksi khusus yang telah

diperkirakan sebelumnya oleh komunikator. Perubahan sikap komunikan hanya

akan terjadi jika stimulus yang diberikan lebih dari apa yang komunikan ketahui

sebelumnya.

Jika komunikan menerima stimulus yang diberikan, maka tahap yang

selanjutnya terjadi adalah komunikan akan berusaha memahami stimulus tersebut.

Jika komunikan telah menerima dan memahami stimulus yang diberikan,

kemungkinan terjadinya perubahan sikap akan terjadi.

Dalam hal ini, stimulus yang diberikan merupakan terpaan pemberitaan

Revisi UU ITE yang diukur dengan tiga hal untuk mengetahui adanya perubahan

sikap, yaitu frekuensi, durasi, dan atensi. Ketiga hal ini akan ditanyakan kepada

responden (pengguna media sosial di Kota Tangerang Selatan). Jika stimulus yang

diberikan dapat diterima, maka akan diketahui perubahan sikap kritisnya.

Dalam menelaah sikap kritis, peneliti menggunakan teori penilaian sosial

dalam pengukurannya. Teori ini berfokus pada penilaian seseorang terhadap pesan

media yang ia terima atau ia baca. Teori yang dikembangkan oleh Muzfer Sherif
45

ini mencoba menjelaskan bahwa penilaian seseorang terhadap suatu stimulus akan

mempengaruhi apa yang ia yakini terhadap stimulus tersebut sebelumnya.

Menurut teori ini, perubahan sikap akan terjadi jika pesan media yang
 
diberikan adalah pesan media yang belum ia ketahui sebelumnya dibandingkan

pesan media yang berlawanan dengan pandangannya. Jika pesan media masuk ke

dalam rentang penerimaan atau rentang netral, maka semakin besar perubahan

sikap yang terjadi, namun jika pesan media masuk ke dalam rentang penolakan,

maka semakin besar perubahan sikap tidak terjadi.

Penelitian ini akan melihat pengaruh terpaan pemberitaan Revisi UU ITE

berdasarkan frekuensi, atensi, dan durasi terhadap sikap kritis pengguna media

sosial pada tiga aspek sikap, yaitu kognitif, afektif, dan behavioral. Dari ketiga

aspek tersebut akan diketahui seberapa besar sikap kritis yang dipengaruhi

pemberitaan Revisi UU ITE.


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Paradigma Penelitian
 

Penelitian ini menggunakan paradigma positivistik. Dalam

perkembangannya, paradigma postivisme mendominasi berbagai literatur


1
keilmuan pada awal abad 20-an hingga saat ini. Paradigma positivistik

merupakan sebuah paham penelitian yang didasarkan pada pemikiran filosofi

August Comte (1798-1857).

Dasar paradigma positivistik adalah logika matematika. Paham yang

menggunakan statistika ini cenderung menolak pemahaman teologis dan metafisik

(yang tidak terlihat). Dalam menguji kevalidan data, paradigma positivistik

menggunakan cara studi empiris, bahwa suatu pengetahuan didapat melalui

pengamatan atau percobaan. Paradigma positivistik akan mencari data yang

terukur dan teramati melalui kuesioner, inventori, sosiometri, dan lain-lain. Dalam

membuat penelitian atau percobaan, peneliti diharuskan membuat hipotesis atau

dugaan awal setelah membangun teori yang akan dihubungkan dengan realita di

lapangan.

Ciri-ciri paradigma positivistik yang dilihat dari tiga aspek keilmuan, yaitu:

(a) aspek ontologis, positivistik percaya bahwa realitas di lapangan dapat

dipelajari sendiri melalui objek-objek tertentu dan dapat dikontrol; (b) aspek

epistimologis, merupakan upaya dalam mencari suatu kesimpulan atas fenomena

1
Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kuantitatif: Komunikasi, Ekonomi, dan
Kebijakan Publik Serta Ilmu-Ilmu Sosial Lainnya (Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2014), h. 39.

46
47

yang terjadi; (c) aspek aksiologis, menghendaki proses penelitian yang objektif

agar dapat menghasilkan kesimpulan yang meyakinkan.

Dari semua penjelasan di atas dipahami bahwa paradigma positivistik


 
merupakan suatu paham yang berupaya mencari fakta atau penyebab terjadinya

fenomena yang tampak secara objektif. 2

B. Pendekatan dan Metode Penelitian

Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif.

Pendekatan kuantitatif merupakan pendekatan yang menggunakan data penelitian

berupa angka-angka dan analisisnya menggunakan statistik.3

Mengenai metode penelitian, peneliti menggunakan metode penelitian

eksperimen. Metode eksperimen merupakan suatu metode penelitian yang

bertujuan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap hal lain dalam

kondisi yang dapat dikendalikan oleh peneliti. Metode eksperimen dibagi ke

dalam beberapa macam, yaitu Pre-Experimental Design, True Experimental

Design, Factorial Experimental, Quasi Experimental.4

Namun dari keempat bentuk tersebut, yang sesuai dengan penelitian ini

adalah metode Pre-Experimental dengan bentuk desain One-Shot Case Study.

Metode Pre-Experimental merupakan metode penelitian yang bukan eksperimen

sungguh-sungguh. Hal ini dikarenakan masih adanya variabel luar yang

mempengaruhi variabel dependen, tidak ada variabel kontrol dan sampel tidak

2
Suwardi Endraswara, Metode Penelitian Kebudayaan (Yogyakarta: Gajah Mada
University Press, 2012), h. 37-39.
3
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D (Bandung:
Alfabeta, 2011), h. 7.
4
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, h. 73.
48

dipilih secara random. Sehingga hasil eksperimen atau terbentuknya variabel

dependen tidak sepenuhnya dipengaruhi variabel independen.

Sedangkan bentuk desain One-Shot Case Study merupakan salah satu


 
model penelitian eksperimen yang menguji suatu kelompok responden dengan

diberi stimulus lalu selanjutnya diberikan daftar pertanyaan atau kuesioner untuk

mengetahui hasilnya setelah diberikan stimulus.5 Dari penjabaran di atas, berikut

skema penelitian terkait metode penelitian yang digunakan.

Responden (O) diberi daftar


Responden (O) diberi pertanyaan atau kuesioner yang
Stimulus (S) terkait dengan stimulus (S)
yang diberikan

Respon

Sikap Kritis Pengguna Media


Sosial sesudah membaca berita
Revisi UU ITE

Gambar 3.1 Skema Penelitian

C. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Kota Tangerang Selatan. Kota

Tangerang Selatan merupakan kota termuda yang resmi memisahkan diri

sejak tahun 2008 dari Kabupaten Tangerang, terletak di bagian Timur

Provinsi Banten yang secara geografis berada diantara 60 39` - 60 47`

5
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, h. 74-75.
49

Lintang Selatan dan 1060 14` - 1060 22` Bujur Timur dengan luas wilayah

147,19 kilometer persegi (km2) atau sebesar 1,63% dari luas wilayah

Provinsi Banten.

 
Sedangkan secara administratif, Kota Tangerang Selatan terdiri

dari tujuh kecamatan dan 54 kelurahan. Wilayah Kota Tangerang Selatan

mempunyai batas administrasi, yaitu sebelah utara berbatasan dengan Kota

Tangerang dan DKI Jakarta, sebelah timur berbatasan dengan Provinsi

Jawa Barat (Kota Depok) dan DKI Jakarta, sebelah selatan berbatasan

dengan Provinsi Jawa Barat (Kab. Bogor) dan Kota Depok, dan sebelah

barat berbatasan dengan Kabupaten Tangerang.6

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama bulan Maret sampai Desember 2017.

D. Teknik Pengumpulan Data

Adapun jenis data yang peneliti gunakan dalam penelitian ini ada dua jenis,

yaitu data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang langsung

diambil dari lapangan atau sumber data, sedangkan data sekunder merupakan data

yang diambil dari beberapa literatur tertentu yang terkait dengan penelitian.7

1. Data Primer

Data primer dalam penelitian ini adalah hasil penyebaran kuesioner

atau angket kepada 100 responden yang merupakan pengguna media sosial

6
Badan Pusat Statistik Kota Tangerang Selatan, Tangerang Selatan Dalam Angka
2015 (Tangerang Selatan: Badan Pusat Statistik Kota Tangerang Selatan, 2015), h. 3.
7
Syofian Siregar, Metode Penelitian Kuantitatif Dilengkapi Dengan Perbandingan
Penghitungan Manual SPSS (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2013), h. 16.
50

di Kota Tangerang Selatan. Kuesioner atau angket merupakan suatu teknik

pengumpulan data yang digunakan untuk melakukan analisis dalam

mempelajari sikap-sikap, keyakinan, perilaku, dan karakteristik beberapa

  orang utama di dalam organisasi yang bisa terpengaruh oleh sistem yang

diajukan atau oleh sistem yang sudah ada.8

2. Data Sekunder

Data sekunder dalam penelitian ini merupakan data literatur yang

telah diterbitkan terkait dengan penelitian ini, seperti buku-buku, jurnal

ilmiah, thesis dan beberapa penelitian terdahulu.

E. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi diartikan sebagai obyek atau subyek yang memiliki

jumlah dan karakteristik tertentu yang telah peneliti tetapkan untuk

dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. 9 Populasi itu misalnya

penduduk di wilayah tertentu, jumlah pegawai pada suatu organisasi,

jumlah guru dan murid di sekolah, dan sebagainya.10 Sedangkan populasi

penelitian merupakan keseluruhan (universal) dari obyek penelitian yang

dapat berupa hewan, tumbuh-tumbuhan, udara, gejala, nilai, peristiwa,

8
Syofian Siregar, Metode Penelitian Kuantitatif Dilengkapi Dengan Perbandingan
Penghitungan Manual SPSS, h. 21.
9
Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi: Disertai Contoh Praktis
Riset Media, Public Relations, Advertising, Komunikasi Organisasi, Komunikasi
Pemasaran (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), h. 149.
10
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, h. 215.
51

sikap hidup dan sebagainya. Sehingga objek-objek ini dapat menjadi

sumber data penelitian (Bungin, 2006:99)11

Berdasarkan pemahaman diatas, maka penentuan populasi dalam


 
penelitian ini adalah seluruh pengguna media sosial berusia dewasa muda

(20-24 tahun) yang berdomisili di Kota Tangerang Selatan sebanyak

134.317 orang.

2. Sampel

Sampel merupakan bagian dari populasi yang diharapkan mampu

mewakili populasi dalam penelitian.12 Untuk menentukan jumlah sampel

yang diambil, maka harus dilakukan teknik sampling terlebih dahulu.

Teknik sampling merupakan cara menentukan sampel dari jumlah populasi

yang didapat untuk dijadikan sumber data dalam suatu penelitian.13

Teknik sampling yang sesuai dengan penelitian ini adalah

nonprobability sampling. Nonprobability sampling merupakan metode

sampling yang dimana setiap unsur yang terdapat dalam populasi tidak

memiliki kesempatan atau peluang yang sama untuk dipilih sebagai

sampel, bahkan probabilitas anggota tertentu untuk terpilih tidak diketahui.

11
Syofian Siregar, Metode Penelitian Kuantitatif Dilengkapi Dengan
Perbandingan Penghitungan Manual SPSS, h. 30.
12
Syofian Siregar, Metode Penelitian Kuantitatif Dilengkapi Dengan
Perbandingan Penghitungan Manual SPSS, h. 31.
13
Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi: Disertai Contoh Praktis
Riset Media, Public Relations, Advertising, Komunikasi Organisasi, Komunikasi
Pemasaran, h. 159.
52

Teknik sampel ini meliputi, sampling sistematis, kuota, aksidental,

purposive, jenuh, dan snowball.14

Dalam hal ini, peneliti menggunakan teknik quota sampling, yaitu


 
suatu teknik dalam menentukan sampel yang mempunyai kriteria-kriteria

tertentu hingga jumlah kuota yang diinginkan terpenuhi.15

Dari populasi yang telah peneliti jabarkan sebelumnya, peneliti

memilih pengguna media sosial dewasa muda yang berdomisili di Kota

Tangerang Selatan. Masa dewasa muda sendiri dimulai sekitar usia 18

sampai 22 tahun dan berakhir pada usia 35 sampai 40 tahun (Lemme,

1995).16

Namun peneliti hanya membatasi pengguna media sosial dengan

rentang usia 20-24 tahun saja. Hal ini dikarenakan data yang didapat

peneliti dari hasil riset Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia

(APJII) dengan Pusat Kajian Komunikasi (PusKaKom) Universitas

Indonesia mengungkapkan bahwa mayoritas pengguna internet di

Indonesia pada tahun 2014 sebesar hampir setengah dari total jumlah

pengguna internet di Indonesia (49%) berada pada usia 18-25 tahun.

Dapat dikatakan bahwa segmen pengguna internet di Indonesia

adalah mereka yang termasuk ke dalam kategori ‘digital natives’. Digital

14
Syofian Siregar, Metode Penelitian Kuantitatif Dilengkapi Dengan
Perbandingan Penghitungan Manual SPSS, h. 31-34.
15
Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi: Disertai Contoh Praktis
Riset Media, Public Relations, Advertising, Komunikasi Organisasi, Komunikasi
Pemasaran, h. 157.
16
Marchantia Andranita, “Perbedaan Fokus Karir Antara Pekerja Dewasa Muda
yang Pindah Kerja dan Tidak Pindah Kerja di Jakarta,” (Skripsi S1 Fakultas Psikologi,
Universitas Indonesia, 2008), h. 9.
53

natives adalah generasi yang lahir setelah tahun 1980, ketika teknologi

jejaring sosial digital seperti Usenet dan Buletin Board System lahir

(Palvrey dan Gasser, 2013).17

 
Selain usia, peneliti juga menetapkan beberapa kriteria tertentu,

seperti ber-KTP Kota Tangerang Selatan dan pengguna media sosial aktif.

Ditetapkannya kriteria-kriteria di atas dimaksudkan agar tidak terjadi

kesalahan sampling.

Untuk mengetahui jumlah sampel yang diambil, peneliti

menggunakan rumus Solvin. Rumus Solvin biasanya digunakan untuk

populasi yang sudah diketahui jumlahnya.

𝑁
𝑛=
1 + 𝑁𝑒 2

Keterangan:

n = ukuran sampel

N = ukuran populasi

e = batas toleransi kesalahan (%)18

Batas toleransi kesalahan yang peneliti ambil sebanyak 0,1 atau

10% dengan jumlah populasi sebanyak 134.317 orang yang berusia 20-24

tahun.

134317
𝑛=
1 + 134317. (0.1)2

17
Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII), Profil Pengguna Internet
Indonesia 2014, h. 3
18
Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi: Disertai Contoh Praktis
Riset Media, Public Relations, Advertising, Komunikasi Organisasi, Komunikasi
Pemasaran, h. 162.
54

134317
=
1 + 1343.17

= 99,92 ≈ 100

  Berdasarkan rumus tersebut, maka jumlah sampel pada penelitian

ini berjumlah 100 orang.

F. Variabel Penelitian

Variabel penelitian merupakan sesuatu yang berbentuk apa saja yang

ditetapkan oleh seorang peneliti untuk diteliti dan dipelajari dalam mencari

informasi tertentu. Adapun variabel penelitian dalam skripsi ini adalah:

1. Variabel Bebas/ Independent Variable (X)

Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang

menjadi penyebab munculnya variabel terikat. 19 Adapun variabel bebas

dalam penelitian ini adalah terpaan pemberitaan Revisi UU ITE di

detik.com dan tribunnews.com.

2. Variabel Terikat/ Dependent Variable (Y)

Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang

menjadi akibat dari adanya variabel bebas. 20 Adapun variabel terikat

dalam penelitian ini adalah sikap kritis pengguna media sosial di Kota

Tangerang Selatan.

19
Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi: Disertai Contoh Praktis
Riset Media, Public Relations, Advertising, Komunikasi Organisasi, Komunikasi
Pemasaran, h. 21
20
Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi: Disertai Contoh Praktis
Riset Media, Public Relations, Advertising, Komunikasi Organisasi, Komunikasi
Pemasaran, h. 21
55

Berikut skema hubungan antara variabel bebas (independent

variable) dan variabel terikat (dependent variable).

Variabel Terikat
 
Variabel Bebas
Sikap Kritis
Terpaan Pemberitaan Pengguna Media
Revisi UU ITE Sosial di Kota
Tangerang Selatan

Gambar 3.2 Skema Hubungan antara Variabel Bebas dan Variabel Terikat

G. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan teori yang digunakan, berikut hipotesa penelitian ini:

H0 : Tidak ada pengaruh terpaan pemberitaan Revisi UU ITE terhadap sikap

kritis pengguna media sosial di Kota Tangerang Selatan

Ha : Ada pengaruh terpaan pemberitaan Revisi UU ITE terhadap sikap kritis

pengguna media sosial di Kota Tangerang Selatan

H. Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan penjabaran atau bentuk operasional dari

variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian. Definisi operasional biasanya

berisi teori konseptual, indikator dan subindikator yang digunakan, alat ukur dan

penilaian alat ukur yang digunakan.21

21
Syofian Siregar, Metode Penelitian Kuantitatif Dilengkapi Dengan
Perbandingan Penghitungan Manual SPSS, h. 111.
56

Tabel 3.1 Definisi Operasional

Variabel Indikator Deskriptor Pengukuran Skala


Pernah membaca berita Revisi
UU ITE lebih dari 1 media
Frekuensi
  1. Sangat Tidak
Setuju (STS)
2. Tidak Setuju
Terpaan Pemberitaan Ketertarikan membaca berita
(TS) Likert
Revisi UU ITE Atensi Revisi UU ITE dari awal
3. Setuju (S)
sampai akhir
4. Sangat
Lamanya waktu saat membaca
Setuju (SS)
pemberitaan Revisi UU ITE
Durasi

Mengetahui tujuan
diberlakukannya Revisi UU
ITE
Mengetahui pasal UU ITE apa
saja yang diubah dalam Revisi
UU ITE
Memahami isi pasal UU ITE
yang diubah dalam UU ITE
Memahami perubahan isi pasal
pada revisi UU ITE
Kognitif Memahami ketentuan
tambahan dalam pasal 40
Memahami adanya
penambahan ketentuan dalam
pasal 26 1. Sangat
Memahami perubahan Setuju (SS)
Sikap Kritis
ketentuan tambahan dalam 2. Setuju (S)
Pengguna Media
pasal 5 ayat 1 dan 2 3. Tidak Setuju Likert
Sosial di Kota
(TS)
Tangerang Selatan Kejelasan istilah ‘pencemaran
4. Sangat Tidak
nama baik’dalam pasal 27
Setuju (STS)

Mudah terpengaruh terhadap


informasi yang disebar melalui
media sosial
Waspada dalam menyebarkan
informasi di media sosial
Bertanggung jawab terhadap
Afektif informasi yang dibuat dan
disebar
Takut dalam menyebarkan
informasi di media sosial
Keberanian dalam beropini
atau mengkritik sesuatu
Kepuasan terhadap pihak-
57

pihak yang melanggar


mendapat sanksi yang sesuai
Rasa terlindungi secara hukum
dengan adanya Revisi UU ITE
Mendapat perlakuan yang adil
dengan adanya Revisi UU ITE
Rasa terkekang akan adanya
 
Revisi UU ITE
Revisi UU ITE mengganggu
hak pribadi pengguna media
sosial

Mencari tahu sumber yang


valid
Memverifikasi informasi yang
diterima
Menyanggah informasi yang
salah
Mencari sumber informasi
yang valid sebelum
menyebarkan informasi
Pengalaman secara hukum saat
menyebarkan informasi tanpa
Behavioral
sumber yang valid di media
sosial
Pengalaman mencemarkan
nama baik seseorang di media
sosial
Pengalaman melakukan
cyberbullying di media sosial
Pengalaman melakukan
penghinaan terhadap
suku/ras/agama tertentu
(konten SARA)

I. Uji Instrumen

1. Uji Validitas

Validitas merupakan suatu cara untuk menunjukkan sejauh mana suatu alat

ukur (kuesioner) mampu mengukur sesuai dengan apa yang ingin diukur. Setelah

peneliti membuat kuesioner sebagai alat ukur, maka langkah selanjutnya yang

harus dilakukan oleh peneliti adalah menguji apakah kuesioner yang dibuat valid
58

atau tidak kepada responden bayangan. 22 Jika instrumen yang diujikan valid,

berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya

diukur.23

 
Dalam penelitian ini, peneliti memiliki dua instrumen, yaitu instrumen

terpaan dan instrumen sikap kritis. Untuk uji validitas instrumen terpaan

dilakukan melalui uji validitas tampang (Face Validity) dan validitas isi (Content

Validity).

Face validity merupakan salah satu uji validitas yang mengutamakan sisi

format atau bentuk kuesioner. Validitas tampang melihat apakah format kuesioner

yang akan diberikan kepada responden sudah tepat untuk mengungkap apa yang

akan diukur atau belum.24 Validitas tampang tergantung pada penilaian dari para

responden yang terkait dengan penelitian.25

Sebelum menyusun alat ukur atau instrumen terpaan, peneliti melakukan

elisitasi kepada lima orang responden dengan karakteristik yang sama. Peneliti

kemudian mengetahui kriteria frekuensi, durasi, dan atensi yang dibutuhkan oleh

responden dalam membaca pemberitaan Revisi UU ITE.

Selanjutnya, dilakukan uji validitas isi (Content Validity) dengan

melibatkan seorang ahli atau expert, yaitu ahli media. Validitas isi (content

validity) merupakan salah satu uji validitas yang melihat seberapa jauh suatu

22
Syofian Siregar, Metode Penelitian Kuantitatif Dilengkapi Dengan
Perbandingan Penghitungan Manual SPSS, h. 46
23
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, h. 121.
24
Juliansyah Noor, Metodologi Penelitian Skripsi, Tesis, Disertasi, dan Karya
Ilmiah (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2011), h. 133.
25
Suryani dan Hendriyadi, Metode Riset Kuantitatif Teori dan Aplikasi pada
Penelitian Bidang Manajemen dan Ekonomi Islam (Jakarta: Prenada Media Group, 2015),
h. 146.
59

instrumen memiliki tingkat penguasaan terhadap pembahasan dan teori yang

diambil.

Gregory (2000) mengungkapkan bahwa validitas isi memperlihatkan


 
seberapa jauh tiap butir pernyataan dalam suatu instrumen dapat mewakili secara

keseluruhan tiap dimensi dan sesuai dengan sampel yang dituju. Maksudnya,

instrumen tersebut haruslah mencerminkan keseluruhan pembahasan dan teori

yang digunakan.

Penentuan tepat atau tidaknya isi tiap butir pernyataan pada suatu

instrumen dengan materi yang digunakan dapat dilakukan dengan cara meminta

penilaian dari para ahli yang sesuai dengan materi tersebut.26

Dalam penelitian ini, pembahasan utamanya adalah terkait media, maka

dari itu diperlukan expert media untuk melihat isinya, sudah sesuai atau belum.

Sehingga kemudian didapatkan 3 item secara kualitatif memiliki validitas

tampang dan validitas isi yang baik.

Untuk instrumen sikap kritis, peneliti melakukan uji validitas konstruk.

Validitas konstruk merupakan uji validitas yang melihat seberapa jauh tiap butir

pernyataan dalam instrument dapat mengukur apa yang akan diukur sesuai dengan

materi atau pembahasan yang telah digunakan. Validitas konstruk seringkali

digunakan untuk instrumen–instrumen yang khusus mengukur variabel-variabel

tertentu.27

26
Djaali dan Pudji Muljono, Pengukuran dalam Bidang Pendidikan (Jakarta:
Grasindo, 2008), h. 50-51.
27
Djaali dan Pudji Muljono, Pengukuran dalam Bidang Pendidikan, h. 51.
60

Dalam hal ini, peneliti melakukan uji coba kuesioner terhadap 30

responden bayangan yang memiliki kriteria yang telah ditetapkan oleh peneliti.

Setelah diujikan, hasilnya kemudian dihitung untuk mencari tahu apakah tiap butir

pernyataan
  valid atau tidak.

Perhitungan validitas tiap butir pernyataan dilakukan dengan cara

mengkorelasikan skor item dengan skor total. Dalam penghitungannya, peneliti

menggunakan Microsoft Excel 2010 dengan rumus product moment. Menurut

Azwar (1992) dan Soegiyono (1999), dalam pengukuran validitas suatu instrumen,

ada beberapa cara dalam mengukur apakah suatu kuesioner valid atau tidak, yaitu:

1. Jika korelasi product moment sudah melebihi 0,3 maka instrumen tersebut

dianggap valid.

2. Taraf signifikansi yang digunakan sebesar 5% dengan responden bayangan

sebanyak 30 orang, sehingga didapatkan nilai r tabel adalah 0,361.

Instrumen penelitian dapat dikatakan valid jika r hitung lebih besar atau sama

dengan r tabel.

Tabel 3.2 Blue Print Sikap Kritis

Dimensi Indikator Favorable Unfavorable Jumlah


Kognitif Informasi 1,2,3,4 - 4
dasar Revisi
UU ITE
Informasi 5,6,7,8 9,10 6
dasar tentang
Pasal dalam
Revisi UU
ITE
Afektif Perasaan saat 11,13,14,16 12,15 6
membuat
61

atau
menyebarkan
suatu
informasi
Perasaan 17,18,19 20,21 5
 
terhadap
adanya
Revisi UU
ITE
Behavioral Tindakan 22,23,24,25,26 27 6
terhadap
suatu
informasi
Pengalaman - 28,29,30 3
terkait media
sosial
Jumlah butir pernyataan sebelum uji validitas 30

2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas merupakan suatu cara untuk mengetahui seberapa konsisten

hasil pengukuran suatu alat ukur agar dapat digunakan berkali-kali terhadap gejala

yang sama.28 Reliabilitas memiliki arti bahwa alat ukur tersebut stabil dan sesuai

dengan yang diukur, sehingga pengukurannya dapat dipercaya. Jika suatu alat

ukur yang digunakan berkali-kali memiliki hasil pengukuran yang sama, maka

alat ukur tersebut sudah reliabel. 29

Suatu alat ukur haruslah reliabel agar mendapatkan hasil pengukuran yang

konsisten. Dalam prinsipnya, semakin kecil kesalahan pengukuran maka semakin

28
Syofian Siregar, Metode Penelitian Kuantitatif Dilengkapi Dengan
Perbandingan Penghitungan Manual SPSS, h. 55.
29
Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi: Disertai Contoh Praktis
Riset Media, Public Relations, Advertising, Komunikasi Organisasi, Komunikasi
Pemasaran, h. 139.
62

reliabel suatu alat ukur. Sedangkan semakin besar kesalahan alat ukur, maka

semakin tidak reliabel suatu alat ukur tersebut.30

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan pengujian alat ukur Internal


 
Consistency. Internal Consistency dilakukan dengan mencoba alat ukur dalam

sekali waktu saja kemudian dianalisis dengan teknik tertentu.

Salah satu metode pengujiannya adalah metode Alpha Cronbach. Metode

ini umumnya digunakan untuk menghitung reliabilitas alat ukur yang mengukur

sikap atau perilaku. 31 Instrumen yang dibuat umumnya berbentuk skala likert,

karena dianggap menginterpretasikan penilaian sikap. Menurut metode ini, suatu

instrumen penelitian dapat dikatakan reliabel bila Cronbach Alpha > 0,6.32

J. Teknik Analisis Data

Setelah peneliti mengumpulkan data yang telah didapat, langkah

selanjutnya ialah menganalisisnya. Namun ada tiga tahapan pengolahan data

sebelum sampai pada uji analisis. Tiga tahapan pengolahan data tersebut adalah:

1. Editing

Editing merupakan suatu proses pengecekan ulang kembali data

yang telah dikumpulkan. 33 Editing sangatlah penting karena terkadang

data yang telah dikumpulkan terdapat data yang tidak sesuai kriteria. 34

30
Sofian Effendi, Metode Penelitian Survei (Jakarta: LP3ES, 2012), h. 141-142.
31
Syofian Siregar, Metode Penelitian Kuantitatif Dilengkapi Dengan
Perbandingan Penghitungan Manual SPSS, h. 56.
32
Syofian Siregar, Metode Penelitian Kuantitatif Dilengkapi Dengan
Perbandingan Penghitungan Manual SPSS, h. 57.
33
Syofian Siregar, Metode Penelitian Kuantitatif Dilengkapi Dengan
Perbandingan Penghitungan Manual SPSS, h. 86-88.
63

Selain itu, tujuan dilakukannya editing adalah untuk mengoreksi

kembali kesalahan-kesalahan dan kekurangan pada data yang di

kumpulkan. Kesalahan dan kekurangan tersebut dapat diperbaiki dengan

  melakukan pengumpulan data ulang atau interpolasi data. 35

2. Codeting

Setelah melakukan tahap editing, tahap selanjutnya adalah

mengklasifikasi data melalui tahapan codeting. 36 Koding atau codeting

merupakan suatu kegiatan pemberian kode untuk pengelompokkan data

pada kategori atau jenis yang sama. Kode merupakan suatu isyarat dalam

bentuk huruf, angka, atau lambang untuk membedakan antar kategori data

yang akan dianalisis. 37

Terdapat dua cara dalam melakukan codeting. Cara yang pertama

adalah pengkodean frekuensi. Pengkodean ini digunakan pada saat

jawaban atau data pada item tertentu memiliki bobot atau frekuensi

tertentu. Cara yang kedua adalah pengkodean lambang digunakan ada saat

item tidak memiliki bobot atau frekuensi tertentu.38

34
Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kuantitatif: Komunikasi, Ekonomi, dan
Kebijakan Publik Serta Ilmu-Ilmu Sosial Lainnya, h. 165.
35
Syofian Siregar, Metode Penelitian Kuantitatif Dilengkapi Dengan
Perbandingan Penghitungan Manual SPSS, h. 86-88.
36
Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kuantitatif: Komunikasi, Ekonomi, dan
Kebijakan Publik Serta Ilmu-Ilmu Sosial Lainnya, h. 166.
37
Syofian Siregar, Metode Penelitian Kuantitatif Dilengkapi Dengan
Perbandingan Penghitungan Manual SPSS, h. 86.
38
Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kuantitatif: Komunikasi, Ekonomi, dan
Kebijakan Publik Serta Ilmu-Ilmu Sosial Lainnya, h. 166.
64

3. Tabulasi

Tabulasi merupakan tahap terakhir dalam pengolahan data. 39

Tabulasi merupakan suatu kegiatan pemindahan data yang telah diedit dan
 
diberi kode ke dalam bentuk tabel.40 Dalam penelitian sosial, terdapat dua

jenis tabel yang digunakan, yaitu tabel data dan tabel kerja. Tabel data

merupakan tabel yang digunakan untuk mendeskripsikan data agar

memudahkan peneliti memahami struktur data. Tabel kerja merupakan

tabel yang digunakan peneliti untuk menganalisis data yang terdapat


41
dalam tabel data. Pemindahan data ke tabel dimaksudkan untuk

memudahkan proses analisis data.42

Setelah melalui tiga tahapan pengolahan data, langkah selanjutnya adalah

menganalisis data yang telah dikumpulkan. Dalam uji analisis ini, peneliti

menggunakan teknik analisis Uji Regresi Linear dan Uji Korelasi Koefisien

menggunakan software SPSS versi 23.

1. Uji Korelasi Pearson Product Moment

Uji Korelasi Pearson Product Moment digunakan untuk mencari

hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Data yang diuji

berbentuk interval dan rasio. Persamaan rumusnya adalah sebagai berikut:

39
Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kuantitatif: Komunikasi, Ekonomi, dan
Kebijakan Publik Serta Ilmu-Ilmu Sosial Lainnya, h. 168.
40
Syofian Siregar, Metode Penelitian Kuantitatif Dilengkapi Dengan
Perbandingan Penghitungan Manual SPSS, h. 87.
41
Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kuantitatif: Komunikasi, Ekonomi, dan
Kebijakan Publik Serta Ilmu-Ilmu Sosial Lainnya, h. 168.
42
Syofian Siregar, Metode Penelitian Kuantitatif Dilengkapi Dengan
Perbandingan Penghitungan Manual SPSS, h. 88.
65

𝑛 (∑ 𝑋𝑌) − (∑ 𝑋)(∑ 𝑌)
𝑟=
√{𝑛. ∑ 𝑋 2 − (∑ 𝑋)2 } . {𝑛. ∑ 𝑌 2 − (∑ 𝑌)2 }

Korelasi Pearson Product Moment dilambangkan dengan r dengan arti,

jika  hasilnya r = -1 maka korelasinya negatif sempurna, r = 0 maka tidak ada

korelasi, dan r = 1 maka korelasinya sempurna positi atau sangat kuat. Berikut

tabel interpretasi nilai r:

Tabel 3.3 Tabel Interpretasi Nilai r

Interval Koefisien Tingkat Hubungan


0,00 – 0,199 Sangat Rendah
0,20 – 0,399 Rendah
0,40 – 0,599 Cukup
0,60 – 0,799 Kuat
0,80 – 1,000 Sangat Kuat

Sedangkan untuk mengetahui besar kecilnya pengaruh variabel

independen terhadap variabel dependen dapat diketahui dengan rumus koefisien

determinan. Persamaan rumusnya adalah sebagai berikut:

KP = r2 x 100%

Keterangan :

KP : Besarnya koefisien determinan

r : Koefisien Korelasi43

Terdapat beberapa macam rumus dalam teknik dalam uji korelasi Pearson

Product Moment. Namun dalam penelitian ini, peneliti menggunakan rumus asli.

43
Riduwan, Pengantar Statistika Sosial (Bandung: Alfabeta, 2014), h. 217-218.
66

Dalam penggunaannya, rumus asli melakukan pengujian terhadap hipotesis nol

terlebih dahulu, menyusun tabel kerja, memasukkan data pada rumus yang

digunakan lalu menguji nilai koefisien korelasi dan terakhir menarik


44
kesimpulan.
 

2. Uji Regresi Linear Sederhana

Uji regresi linear sederhana hanya digunakan pada satu variabel

independen dan satu variabel dependent. Jika dalam suatu penelitian hanya ada

satu variabel bebas dan satu variabel tak bebas, maka yang digunakan adalah

regresi linear sederhana, sedangkan yang memiliki variabel bebas lebih dari satu,

maka menggunakan regresi linear berganda. 45 Tujuan dari pengujian ini adalah

untuk memperkirakan seberapa besar nilai variabel dependen yang telah

dipengaruhi oleh variabel independen. 46

Uji regresi linear sederhana dapat digunakan atas dasar hubungan sebab

akibat (kausal) variabel independen terhadap variabel dependen. Seringkali

terdapat perbedaan mendasar antara uji korelasi dan uji regresi. Kedua teknik

analisis ini memiliki hubungan yang erat satu sama lain. Setiap ada uji regresi

sudah pasti ada uji korelasi sebelumnya, sedangkan setiap ada uji korelasi belum

tentu akan dilanjutkan uji regresi. Uji korelasi yang tidak dilanjutkan ke uji regresi

merupakan uji korelasi yang kedua variabelnya bukanlah variabel yang

44
Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kuantitatif: Komunikasi, Ekonomi, dan
Kebijakan Publik Serta Ilmu-Ilmu Sosial Lainnya, h. 195.
45
Juliansyah Noor, Metodologi Penelitian Skripsi, Tesis, Disertasi, dan Karya
Ilmiah, h. 179.
46
Syofian Siregar, Statistik Parametrik untuk Penelitian Kuantitatif Dilengkapi
dengan Perhitungan Manual dan Aplikasi SPSS Versi 17 (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), h.
379.
67

mempunyai hubungan sebab-akibat (kausal).47 Berikut persamaan rumus regresi

linear sederhana :

Y = a + b.X
 
Keterangan:

Y = Variabel dependen

X = Variabel independen

a = konstanta

b = koefisien regresi48

47
Riduwan, Pengantar Statistika Sosial, h. 269-270.
48
Juliansyah Noor, Metodologi Penelitian Skripsi, Tesis, Disertasi, dan Karya
Ilmiah, h. 179.
BAB IV

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

A. Gambaran Kota Tangerang Selatan


 
1. Sejarah Singkat

Gambar 4.1 Lambang Kota Tangerang Selatan


(sumber: http://bkpp.tangerangselatankota.go.id)

Kota Tangerang Selatan merupakan kota termuda yang resmi

memisahkan diri sejak tahun 2008 dari Kabupaten Tangerang, terletak di

bagian Timur Provinsi Banten yang secara geografis terletak berada di

antara 6o 39’- 6o 47’ Lintang Selatan dan 106o 14’- 106o 22’ Bujur Timur

dengan luas wilayah 147,19 kilometer persegi (km2) atau sebesar 1,63

persen dari luas wilayah Provinsi Banten. Sedangkan secara administratif,

Kota Tangerang Selatan terdiri dari 7 kecamatan dan 54 kelurahan.

Kota Tangerang Selatan disahkan pada Sidang Paripurna DPR RI,

hari Rabu tanggal 29 Oktober 2008 dengan diberlakukannya Undang-

Undang Nomor 51 Tahun 2008, setelah melalui perjuangan panjang sejak


1
tahun 2000 melalui wacana pembentukan Kota Cipasera.

1
Badan Pusat Statistik Kota Tangerang Selatan, Tangerang Selatan dalam
Angka 2015, h. 3.

68
69

Pembentukan Kota Tangerang Selatan sebagai kota dikarenakan

beberapa hal, seperti meningkatnya jumlah penduduk dan pertumbuhan

ekonomi dan demografi yang pesat di tempat tersebut. Dua hal tersebut

  haruslah didukung oleh layanan admnisitratif dan pengelolaan daerah yang

mandiri, sehingga dibentuklah Kota Tangerang Selatan sebagai daerah

otonomi baru yang menjadi bagian sah dari provinsi Banten pada tahun

2008.2

Wilayah Kota Tangerang Selatan mempunyai batas administrasi

sebagai berikut:

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kota Tangerang dan DKI Jakarta

b. Sebelah Timur berbatasan dengan Provinsi Jawa Barat (Kota Depok)

dan DKI Jakarta

c. Sebelah Selatan berbatasan dengan dengan Provinsi Jawa Barat

(Kabupaten Bogor dan Kota Depok)

d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Tangerang.3

Sebelumnya, Kota Tangerang Selatan merupakan bagian dari

wilayah Kabupaten Tangerang. Terdapat tiga kecamatan utama di Kota

Tangerang Selatan yang memiliki nilai sejarah tersendiri. Untuk wilayah

Pamulang yang sebelumnya merupakan kelurahan, baru disahkan menjadi

kecamatan baru pada tahun 1988.

Kholis Ridho, “Adaptasi Masyarakat Urban Terhadap Sistem Mata Pencaharian


2

Daerah Otonomi Baru Kota Tangerang Selatan – Banten,” Sosio Konsepsia, Vol. 5, No.
03 (2016): h. 221.
3
Badan Pusat Statistik Kota Tangerang Selatan, Tangerang Selatan dalam
Angka, h. 3.
70

Begitu juga dengan kecamatan Ciputat yang sebelumnya

merupakan bagian dari wilayah Jakarta Selatan. Setelah diterbitkannya

Inpres No. 13 Tahun 1976 tentang pengembangan wilayah Jabotabek

  (Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi) yang sebelumnya merupakan

bagian dari Provinsi Jawa Barat, pada tahun 2001, kecamatan Ciputat

berubah menjadi bagian dari Provinsi Banten.

Di Ciputat sendiri telah berdiri beberapa kampus-kampus

berstandar nasional dan internasional, seperti: Institut Agama Islam Negeri

(kini menjadi Universitas Islam Negeri semenjak tahun 2002) Syarif

Hidayatullah Jakarta, Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Institut

Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta, STIE Ahmad Dahlan, dan Universitas

Terbuka.4

Selain kedua wilayah di atas, Serpong juga semakin berkembang

terutama setelah didirikannya Institut Teknologi Indonesia (ITI) Serpong

(1983) dan dilanjutkan pada tahun 1990-an dengan didirikannya beberapa

perguruan tinggi berstandar internasional seperti: Sekolah Tinggi

Akuntansi Negara (STAN), Akademi Meteorologi dan Geofisika,

Universitas Pembangunan Jaya, Universitas Swiss German, Universitas

Prasetya Mulya Business School, Kampus Edutown BSD, Universitas


5
Multimedia Nusantara, dan Universitas Bina Nusantara.

Kholis Ridho, “Adaptasi Masyarakat Urban Terhadap Sistem Mata Pencaharian


4

Daerah Otonomi Baru Kota Tangerang Selatan – Banten,” Sosio Konsepsia, Vol. 5, No.
03 (2016): h. 220.
5
Kholis Ridho, “Adaptasi Masyarakat Urban Terhadap Sistem Mata Pencaharian
Daerah Otonomi Baru Kota Tangerang Selatan – Banten,” Sosio Konsepsia, Vol. 5, No.
03 (2016): h. 221.
71

Berikut nama-nama Kecamatan dan Kelurahan yang ada di Kota

Tangerang Selatan:

Tabel 4.1 Nama Kecamatan dan Kelurahan di Kota Tangerang Selatan


 
No. Kecamatan Kelurahan
1. Setu 1. Kranggan 3. Kademangan 5. Babakan
2. Muncul 4. Setu 6. Bakti Jaya
2. Serpong 1. Buaran 4. Rawa Buntu 7. Lengkong Gudang
2. Ciater 5. Serpong 8. L. Gudang Timur
3. Rawa Mekar Jaya 6. Cilenggang 9. Lengkong Wetan
3. Pamulang 1. Pondok Benda 4. Pondok Cabe Udik 7. Bambu Apus
2. Pamulang Barat 5. Pondok Cabe Ilir 8. Benda Baru
3. Pamulang Timur 6. Kedaung
4. Ciputat 1. Sarua 4. Sarua Indah 7. Cipayung
2. Jombang 5. Sawah
3. Sawah Baru 6. Ciputat
5. Ciputat Timur 1. Pisangan 3. Cempaka Putih 5. Rengas
2. Cirendeu 4. Rempoa 6. Pondok Ranji
6. Pondok Aren 1. Perigi Baru 5. Pondok Pucung 9. Jurang Mangu Timur
2. Pondok Kacang Barat 6. Pondok Jaya 10. Pondok
3. Pondok Kacang Timur 7. Pondok Aren Karya
4. Perigi 8. Jurang Mangu Barat 11. Pondok Betung
7. Serpong Utara 1. Lengkong Karya 4. Pdk. Jagung Timur 7. Paku Jaya
2. Jelupang 5. Pakulonan
3. Pondok Jagung 6. Paku Alam

Di Kota Tangerang Selatan, Pondok Aren merupakan kecamatan

terluas dengan luas 29,88 kilometer persegi sedangkan Setu merupakan


6
kecamatan terkecil dengan luas 14,80 kilometer persegi. Berikut

gambaran mengenai luas wilayah Kota Tangerang Selatan di tiap

kecamatannya dalam grafik di bawah ini:

6
Badan Pusat Statistik Kota Tangerang Selatan, Tangerang Selatan dalam Angka,
h. 3.
72

GAMBAR 4.2 LUAS WILAYAH KOTA TANGERANG


SELATAN MENURUT KECAMATAN TAHUN 2015
Serpong Utara
Pondok Aren 12%
20%
Setu
10%
 

Ciputat Timur
11%
Serpong
16%

Ciputat
13%

Pamulang
18%

2. Jumlah Penduduk Kota Tangerang Selatan

Tabel 4.2 Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan


di Kota Tangerang Selatan

Luas Penduduk Kepadatan


Kecamatan Penduduk
Km2 (%) Jumlah (%)
(orang/km2)
Setu 14,8 10,6 80.811 5,24 5.460
Serpong 24,04 16,33 170.731 11,06 7.102
Pamulang 26,82 18,22 332.984 21,58 12.416
Ciputat 18,38 12,49 225.974 14,64 12.295
Ciputat Timur 15,43 10,48 202.386 13,11 13.116
Pondok Aren 29,88 20,30 366.568 23,75 12.268
Serpong Utara 17,84 12,12 163.755 10,61 9.179
Jumlah 147,19 100,00 1.543.209 100,00 10.484
73

Tabel 4.3 Banyaknya Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan dan

Jenis Kelamin di Kota Tangerang Selatan

Penduduk (orang)
Rasio Jenis
  Kecamatan
Laki-laki Perempuan Jumlah Kelamin

Setu 41.303 39.508 80.811 104,54


Serpong 84.653 86.078 170.731 98,34
Pamulang 168.052 164.932 332.984 101,89
Ciputat 114.860 111.114 225.974 103,37
Ciputat Timur 101.889 100.497 202.386 101,39
Pondok Aren 185.430 181.138 366.568 102,37
Serpong Utara 81.526 82.229 163.755 99,15
Jumlah 777.713 765.469 1.543.209 101,60

Berdasarkan data tahun 2015, penduduk Kota Tangerang Selatan

sudah mencapai angka 1,5 juta jiwa yang terdiri dari jenis kelamin laki-

laki (777.713 ribu jiwa) dan perempuan (765.469 ribu jiwa). Dengan total

luas wilayah 147,19 Km2, kepadatan penduduk berada pada wilayah

Kecamatan Pondok Aren (20%) dan Kecamatan Pamulang (18%). 7

Berikut gambaran mengenai jumlah penduduk pada tiap kecamatan di

Kota Tangerang Selatan dalam grafik di bawah ini:

7
Badan Pusat Statistik Kota Tangerang Selatan, Tangerang Selatan dalam Angka,
h. 45 & 47.
74

GAMBAR 4.3 BANYAKNYA JUMLAH PENDUDUK


MENURUT KECAMATAN DI KOTA TANGERANG
SELATAN TAHUN 2015
Serpong Utara Setu
11% 5% Serpong
11%
 
Pondok Aren
24%

Pamulang
21%

Ciputat Timur
13% Ciputat
15%

Tabel 4.4 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis

Kelamin di Kota Tangerang Selatan

Penduduk
No. Kelompok Umur
Laki-laki Perempuan Jumlah
1. 0-4 73.822 71.420 145.242
2. 5-9 68.160 64.762 132.922
3. 10-14 57.065 54.671 111.736
4. 15-19 60.821 63.522 124.343
5. 20-24 66.132 68.185 134.317
6. 25-29 72.656 74.475 147.131
7. 30-34 74.668 75.924 150.592
8. 35-39 71.229 72.398 143.627
9. 40-44 65.111 63.340 128.451
10. 45-49 54.708 53.061 107.769
11. 50-54 42.448 39.637 82.085
12. 55-59 32.146 27.403 59.549
13. 60-64 17.977 14.070 32.047
75

14. 65-69 10.358 9.752 20.110


15. 70-74 5.467 5.857 11.324
16. 75+ 4.945 7.019 11.964
Jumlah 777.713 765.496 1.543.209
 

Dalam tabel di atas, tertera rentang usia dari 0 tahun hingga 75+

tahun. Secara total keseluruhan, Kota Tangerang Selatan lebih didominasi

dengan warga berjenis kelamin laki-laki dibanding perempuan. Mayoritas


8
penduduk paling banyak berada pada usia 25-29. Namun, terkait

penelitian ini, peneliti hanya membatasi usia pada golongan dewasa muda,

yaitu berada pada rentang usia 20-24 dikarenakan hasil riset Asosiasi

Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) dengan PusKaKom

Universitas Indonesia mengungkapkan bahwa mayoritas pengguna internet

di Indonesia pada tahun 2014 sebesar hampir setengah dari total jumlah

pengguna internet di Indonesia (49%) pada rentang usia 18-25 tahun.9

B. Karakteristik Data Responden

1. Usia

Tabel 4.5 Data Responden Berdasarkan Usia

Usia Frekuensi Persentase (%)


20 tahun 21 21
21 tahun 26 26
22 tahun 38 38
23 tahun 11 11
24 tahun 4 4
Total 100 100

8
Badan Pusat Statistik Kota Tangerang Selatan, Tangerang Selatan dalam Angka,
h. 49.
9
Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII), Profil Pengguna Internet
Indonesia 2014, h. 3.
76

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa dari jumlah total sampel

sebanyak 100 orang, responden berusia 20 tahun sebanyak 21 orang (21%),

usia 21 tahun sebanyak 26 orang (26%), usia 22 tahun sebanyak 38 orang

  (38%), usia 23 tahun sebanyak 11 orang (11%), dan usia 24 tahun

sebanyak 5 orang (5%). Sehingga dapat diketahui, responden yang paling

banyak berpartisipasi berada pada usia 22 tahun dan yang paling sedikit

berpartisipasi berada pada usia 24 tahun.

2. Jenis Kelamin

Tabel 4.6 Data Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)


Laki-laki 32 32
Perempuan 68 68
Total 100 100

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa dari jumlah total responden

sebanyak 100 orang, responden berjenis kelamin laki-laki sebanyak 32

orang (32%) dan responden berjenis kelamin perempuan sebanyak 68

orang (68%). Sehingga dapat diketahui responden perempuan lebih

mendominasi dibandingkan responden laki-laki.

3. Aktivitas Saat Ini

Tabel 4.7 Data Responden Berdasarkan Aktivitas Saat Ini

Aktivitas Saat Ini Frekuensi Persentase (%)


Kuliah S1 79 79
Kuliah S2 1 1
Bekerja 11 11
Mencari Pekerjaan 9 9
Total 100 100
77

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa dari total jumlah

responden 100 orang, responden yang masih beraktivitas sebagai

mahasiswa S1 sebanyak 79%, responden yang masih beraktivitas sebagai

  mahasiswa S2 sebanyak 1%, responden yang bekerja sebanyak 11%, dan

responden yang sedang mencari pekerjaan sebanyak 9%. Sehingga

diketahui, responden yang paling mendominasi dalam pengisian kuesioner

merupakan responden yang beraktivitas sebagai mahasiswa S1.

4. Tempat Tinggal

Tabel 4.8 Data Responden Berdasarkan Tempat Tinggal

Tempat Tinggal Frekuensi Persentase (%)


Rumah 98 98
Asrama 0 0
Kosan 2 2
Total 100 100

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa dari total jumlah

responden sebanyak 100 orang, responden yang bertempat tinggal di

rumah paling mendominasi dibandingkan dengan responden yang

bertempat tinggal di kos-kosan dengan perbandingan 98% berbanding 2%.


BAB V

TEMUAN DAN ANALISIS DATA PENELITIAN

A. Hasil Uji Instrumen


 

Dalam memperoleh data penelitian, peneliti melakukan penyebaran

kuesioner secara online dan offline menggunakan Google Form kepada responden

yang memenuhi kriteria, seperti ber-KTP Kota Tangerang Selatan, berusia 20-24

tahun, dan merupakan pengguna media sosial aktif sebanyak 100 orang.

1. Hasil Uji Validitas

Sebelum melakukan penyebaran kuesioner kepada 100 orang,

peneliti melakukan uji coba kuesioner kepada 30 orang responden

bayangan. Responden bayangan yang terpilih adalah respoden yang sesuai

dengan kriteria.

Tabel 5.1 Hasil Uji Validitas Variabel Sikap Kritis

No. Pernyataan r tabel r hitung Keterangan


Saya mengetahui kapan
Tidak Valid
1. diberlakukannya Revisi 0,361 0,284
(Hapus)
UU ITE
Saya mengetahui tujuan
Tidak Valid
2. dibuatnya Revisi UU 0,361 0,300
(Dipertahankan)
ITE
Saya mengetahui pasal
UU ITE apa saja yang
3. 0,361 0,551 Valid
diubah dalam Revisi UU
ITE
Saya memahami isi
pasal UU ITE yang
4. 0,361 0,392 Valid
diubah dalam Revisi UU
ITE

78
79

Dengan adanya
perubahan ketentuan
terkait penghinaan dan
Tidak Valid
5. pencemaran nama baik 0,361 0,273
(Revisi)
dapat mengurangi
 
terjadinya kasus
pencemaran nama baik
Dengan adanya blocking
negative content dari
pemerintah di media
6. 0,361 0,372 Valid
manapun dapat
melindungi kepentingan
umum
Dengan adanya
penambahan right to be
forgotten (hak untuk
7. dilupakan) dapat 0,361 0,388 Valid
melindungi seseorang
dari informasi yang tidak
sesuai dengan dirinya
Menjadikan dokumen
elektronik sebagai alat
8. bukti hukum yang kuat 0,361 0,578 Valid
dapat mengurangi kasus
kriminalisasi di internet
Penjelasan mengenai
pencemaran nama baik
Tidak Valid
9. dalam Pasal 27 Revisi 0,361 0,251
(Revisi)
UU ITE masih belum
jelas
Pasal tentang penghinaan
dan pencemaran nama
Tidak Valid
10. baik dalam Revisi UU 0,361 0,267
(Hapus)
ITE masih menjadi ‘pasal
karet’
Saya merasa aman saat
Tidak Valid
11. membuat/menyebarkan 0,361 0,246
(Hapus)
informasi di media sosial
Saya mudah terpengaruh
dengan informasi yang
12. 0,361 0,476 Valid
disebar melalui media
sosial tanpa mengetahui
80

kebenarannya
Saya harus hati-hati saat
13. menyebarkan informasi 0,361 0,536 Valid
di media sosial
Saya merasa bertanggung
  jawab terhadap informasi
14. 0,361 0,520 Valid
yang saya sebar di media
sosial
Saya merasa takut saat
15. menyebarkan informasi 0,361 0,561 Valid
di media sosial
Saya berani memberikan
Tidak Valid
16. opini dan kritik terhadap 0,361 0,307
(Revisi)
suatu informasi
Saya merasa puas jika
mereka yang melanggar
17. 0,361 0,380 Valid
Revisi UU ITE mendapat
sanksi yang sesuai
Revisi UU ITE
memberikan
18. perlindungan hukum bagi 0,361 0,489 Valid
para pengguna media
sosial
Revisi UU ITE
memberikan perlakuan
19. 0,361 0,418 Valid
yang adil bagi para
pengguna media sosial
Revisi UU ITE
20. mengekang kebebasan 0,361 0,425 Valid
berpendapat
Revisi UU ITE
21. mengganggu hak pribadi 0,361 0,655 Valid
pengguna media sosial
Saya selalu mencari tahu
sumber dari informasi
22. 0,361 0,554 Valid
yang saya terima dari
media sosial
Saya selalu memeriksa
kebenaran informasi yang
23. 0,361 0,460 Valid
saya terima melalui
media sosial
81

Saya berani menyanggah


informasi yang salah
24. 0,361 0,550 Valid
dalam suatu forum di
media sosial
Saya mencari sumber
 
yang valid terlebih
25. dahulu, sebelum 0,361 0,613 Valid
menyebarkan informasi
melalui media sosial
Saya selalu menempatkan
sumber informasi yang
Tidak Valid
26. valid dalam informasi 0,361 0,348
(Hapus)
yang saya sebar melalui
media sosial
Saya pernah
mendapatkan masalah
hukum setelah
27. 0,361 0,692 Valid
menyebarkan informasi
di media sosial tanpa
menyertakan sumber
Saya pernah
28. mencemarkan nama baik 0,361 0,662 Valid
seseorang di media sosial
Saya pernah melakukan
29. cyberbullying di media 0,361 0,636 Valid
sosial
Saya pernah melakukan
penghinaan terhadap
30. suatu kelompok/suku/ras 0,361 0,684 Valid
(konten SARA) di media
sosial

Berdasarkan data pada tabel 4.1, diketahui bahwa dari 30 butir

pernyataan variabel sikap kritis, 22 butir pernyataan memiliki r hitung

lebih besar dari r tabel, yaitu 0,361 sehingga dinyatakan valid. Sedangkan

8 butir pernyataan lainnya tidak valid karena r hitung lebih kecil dari r
82

tabel. Namun, ada 4 butir pernyataan yang direvisi dan dipertahankan

dengan pertimbangan:

a. r hitung ≥ r tabel = 0,3


 
b. Terkait dengan pembahasan inti.

2. Hasil Uji Reliabilitas

Tabel 5.2 Hasil Uji Reliabilitas Variabel Sikap Kritis

Berdasarkan tabel diatas, diketahui hasil uji reliabilitas instrumen

terhadap 26 butir pernyataan sebesar 0,814. Menurut teknik Cronbach

Alpha, jika reliabilitas di atas 0,6, maka sudah dapat dikatakan reliabel,

sehingga dapat diketahui bahwa 26 butir pernyataan variabel sikap kritis

reliabel.

B. Uji Deskriptif Variabel

1. Deskripsi Terpaan Media

a. Frekuensi

Tabel 5.7 Frekuensi

Frekuensi Persentase (%)


Sangat Tidak 0 0
Setuju
Tidak Setuju 10 10
Setuju 78 78
Sangat Setuju 12 12
Total 100 100
83

Berdasarkan tabel di atas, dari total 100 responden, terlihat

sebanyak 10 orang (10%) memilih jawaban tidak setuju, 78 orang

(78%) memilih pilihan setuju, dan 12 orang (12%) memilih jawaban

  sangat setuju. Sehingga diketahui bahwa sebanyak 90 orang (90%)

pernah membaca pemberitaan Revisi UU ITE lebih dari satu media.

b. Atensi

Tabel 5.8 Atensi

Frekuensi Persentase (%)


Sangat Tidak 1 1
Setuju
Tidak Setuju 16 16
Setuju 71 71
Sangat Setuju 12 12
Total 100 100

Berdasarkan tabel di atas, dari total 100 responden, diketahui

bahwa sebanyak 1 orang (1%) memilih jawaban sangat tidak setuju,

16 orang (16%) memilih jawaban tidak setuju, 71 orang (71%)

memilih jawaban setuju, dan 12 orang (12%) memilih jawaban sangat

setuju membaca pemberitaan Revisi UU ITE dari awal sampai akhir.

Sehingga dapat diketahui bahwa sebanyak 71 orang (71%) tertarik

membaca pemberitaan Revisi UU ITE dari awal sampai akhir dan 12

orang (12%) sangat tertarik membaca pemberitaan Revisi UU ITE

dari awal sampai akhir.


84

c. Durasi

Tabel 5.9 Durasi

Frekuensi Persentase (%)


  Sangat Tidak 0 0
Setuju
Tidak Setuju 33 33
Setuju 53 53
Sangat Setuju 14 14
Total 100 100

Berdasarkan tabel di atas, dari total 100 responden, sebanyak

33 orang (33%) memilih jawaban tidak setuju, 53 orang (53%)

memilih jawaban setuju, dan 14 orang (14%) memilih jawaban sangat

setuju. Sehingga dapat diketahui bahwa sebanyak 67 orang

membutuhkan waktu lebih dari 5 menit untuk membaca pemberitaan

Revisi UU ITE.

2. Deskripsi Sikap Kritis

Tabel 5.10 Skor Sikap Kritis

No. Skor Tingkat Sikap Kritis


1. 1 – 1,99 Rendah
2. 2 – 2,99 Sedang
3. 3 – 3,99 Tinggi
85

Tabel 5.11 Hasil Uji Deskriptif Sikap Kritis

Dari hasil uji deskriptif variabel sikap kritis di atas dapat diketahui

rata-rata sikap kritis responden dewasa muda berada pada angka 3.10, hal

ini membuktikan bahwa rata-rata pengguna media sosial dewasa muda di

Kota Tangerang Selatan memiliki tingkat sikap kritis yang tinggi. Dengan

nilai minimum sebesar 2.62 dan nilai maksimum sebesar 3.73, artinya para

pengguna media sosial dewasa muda di Kota Tangerang Selatan memiliki

rentang sikap kritis sedang hingga tinggi.

Tabel 5.12 Jumlah Responden Menurut Tingkat Sikap Kritis

No. Tingkat Sikap Kritis N Persentase (%)


1. Rendah 0 0
2. Sedang 27 27
3. Tinggi 73 73
Total 100 100

Dari tabel di atas diketahui bahwa sebanyak 27 (27%)

responden memiliki tingkat sikap kritis yang sedang atau biasa-biasa

saja dan sebanyak 73 (73%) responden memiliki tingkat sikap kritis

yang tinggi.
86

C. Analisis Data Hasil Penelitian

1. Uji Korelasi Koefisien Pearson’s Product Moment

Tabel 5.13 Hasil Uji Korelasi Koefisien


 

Berdasarkan data yang telah diolah menggunakan software SPSS

versi 23.0 for Windows, didapatkan hasil perhitungan pada tabel di atas.

Berikut analisanya.

a. Nilai korelasi antara variabel terpaan media (x) dan variabel sikap

kritis (y) sebesar 0,017. Jika dilihat pada tabel 3.3, nilai korelasi ini

berada di antara nilai 0,00 – 0,199 dengan tingkat hubungan sangat

lemah. Sehingga dapat diketahui bahwa nilai korelasi berada pada

tingkat hubungan sangat lemah positif, artinya jika nilai variabel

terpaan media (x) tinggi, maka nilai variabel sikap kritis (y) akan

tinggi juga.

b. Nilai probabilitas (sig) menunjukkan angka 0,869 atau lebih besar

dari taraf signifikansi, 0,05. Jika 0,869 > 0,05, maka keputusannya

adalah Ho di terima, yaitu tidak terdapat hubungan yang signifikan

antara Terpaan Pemberitaan Revisi UU ITE terhadap Sikap Kritis

Pengguna Media Sosial di Kota Tangerang Selatan.


87

Dari kedua analisa di atas, dapat disimpulkan bahwa hubungan

antara Terpaan Pemberitaan Revisi UU ITE Terhadap Sikap Kritis

Pengguna Media Sosial di Kota Tangerang Selatan sangat lemah.

 
2. Uji Koefisien Determinasi

Tabel 5.14 Hasil Uji Koefisien Determinasi

Berdasarkan tabel di atas diketahui nilai r2 sebesar 0,000. Namun

dari nilai tersebut masih belum dapat melihat secara detail berapa besar

pengaruh terpaan pemberitaan Revisi UU ITE terhadap sikap kritis

pengguna Media Sosial di Kota Tangerang Selatan. Maka dari itu, peneliti

mencoba penghitungan manual menggunakan persamaan rumus Koefisien

Determinasi untuk mendukung penghitungan secara software seperti pada

tabel di atas.

Dalam menghitung koefisien determinasi, peneliti menggunakan

persamaan rumus sebagai berikut.

KD = (r)2 x 100%

KD = (0,017)2 x 100%

KD = 0,000289 x 100%

KD = 0,0289%
88

Dari penghitungan di atas, dapat disimpulkan bahwa pengaruh

terpaan pemberitaan Revisi UU ITE terhadap Sikap Kritis Pengguna

Media Sosial sebesar 0,0289%. Sedangkan sisanya, 99,9711% dipengaruhi

  faktor-faktor lain selain terpaan pemberitaan Revisi UU ITE.

3. Uji Regresi Linear Sederhana

Tabel 5.15 Hasil Uji Regresi Linear Sederhana

Berdasarkan data yang telah diolah menggunakan software SPSS

versi 23.0 for Windows, didapatkan hasil perhitungan pada tabel di atas.

Berikut persamaan regresinya:

Y = 80,098 + 0,085 X

Berdasarkan persamaan regresi di atas, dapat nilai variabel sikap

kritis (y) jika tidak terpengaruh variabel terpaan pemberitaan Revisi UU

ITE (x) sebesar 80,098. Namun apabila intensitas terpaan pemberitaan

Revisi UU ITE terkena perubahan secara konstan, maka nilai variabel

sikap kritis (y) hanya akan mengalami kenaikan sebesar 0,085.

4. Uji T (T-test)

Berdasarkan data yang telah diolah menggunakan software SPSS

versi 23.0 for Windows pada tabel 5.11, diketahui nilai t hitung sebesar

0,165 dengan nilai signifikansi 0,869.


89

a. Untuk mencari tahu ada atau tidaknya pengaruh, harus diketahui

dulu berapa nilai t tabel. Dalam mencari t tabel, peneliti

menggunakan tabel t-student, yaitu sebagai berikut.

 
Ttabel = t(α/2)(n-2) = t(0,05/2)(100-2) = t(0,025)(98) = 1,98447

Diketahui thitung = 0,165 < ttabel = 1,98447, maka Ho diterima.

b. Nilai signifikansi diketahui sebesar 0,869. Karena nilai α dalam

tabel two tail test, maka nilai α-nya dibagi 2, sehingga nilai α

menjadi 0,025. Diketahui 0,869 > 0,025, maka Ho diterima,

sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh antara

terpaan media dengan sikap kritis.

D. Diskusi dan Hasil Pembahasan

Hasil analisis pada uji regresi menunjukkan tidak adanya pengaruh antara

terpaan pemberitaan Revisi UU ITE terhadap sikap kritis pengguna media sosial

di Kota Tangerang Selatan. Artinya, penelitian ini mendukung asumsi kedua teori

yang peneliti gunakan, yaitu teori S-O-R dan teori penilaian sosial.

Dalam teori S-O-R disebutkan bahwa besar kecilnya pengaruh dilihat dari

bagaimana isi dan penyampaian stimulus tersebut, bukan dari semakin seringnya

responden terkena paparan media atau berita. Hal ini terlihat dari banyaknya

responden yang membaca berita lebih dari satu media, namun tidak terpengaruh

secara signifikan. Artinya walau sering diterpa tidak menjamin responden

memahami isi pemberitaan tersebut.


90

Hal ini dapat terbukti dari masih adanya beberapa responden (dalam hal

ini penyebaran secara offline) yang menanyakan arti dari kata-kata khusus seperti

delik umum, delik aduan, dan sebagainya pada berita tersebut. Responden masih

belum
  sepenuhnya memahami bahasa hukum yang terdapat pada berita yang

dijadikan stimulus. Ditambah lagi dengan kurangnya pengawasan atau kontrol

dari peneliti perihal penyebaran stimulus atau berita karena sebagian besar

penyebarannya melalui online. Sehingga kemungkinan responden sering terpapar

tinggi, namun pemahaman akan isi dalam berita tersebut belum tentu tinggi

karena kendala bahasa dan penyampaian berita tersebut.

Sehubungan dengan teori S-O-R, penelitian ini membuktikan bahwa sikap

juga tidak akan berubah jika stimulus yang diterima (berita Revisi UU ITE) tidak

bisa melebihi asumsi responden diawal mengenai Revisi UU ITE.

Selain itu, adanya data responden sebagai data kontrol, memperlihatkan

sebagian faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan sikap seperti lembaga dan

budaya. Dalam penelitian ini, sebanyak 79% responden sedang mengikuti

perkuliahan Strata Satu. Sehingga rata-rata mereka sudah memiliki sikap kritis

yang tinggi walau tanpa dipengaruhi pemberitaan Revisi UU ITE. Sedangkan

pada faktor kedua, budaya, sebanyak 98% responden tinggal di rumah. Artinya,

kemungkinan seseorang merubah sikapnya cukup kecil karena masih berada

dalam satu lingkungan yang homogen dengan orang tuanya. Sehingga sikap kritis

mereka kemungkinan lebih dipengaruhi oleh lembaga dan budaya dibandingkan

dengan pemberitaan Revisi UU ITE ini.


91

Dalam teori kedua, teori penilaian sosial berasumsi bahwa semakin tinggi

keterlibatan ego atau pengalaman terhadap pesan tersebut, maka penolakan pesan

semakin besar dan terjadinya perubahan sikap diperkirakan lebih sedikit. Jika

dilihat
  dari segi aspek frekuensi, sebelumnya mayoritas responden sudah

membaca pemberitaan Revisi UU ITE lebih dari satu media. Karena sering

terpapar inilah responden akhirnya menolak adanya penambahan pesan. Pada

penelitian ini, 90% responden sudah pernah membaca pemberitaan Revisi UU

ITE lebih dari satu media sehingga potensi untuk menolak atau peluang

mengubah sikap menjadi kecil.


BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan
 

Setelah melakukan pengumpulan data dan analisa terhadap penelitian

Pengaruh Terpaan Pemberitaan Revisi UU ITE Terhadap Sikap Kritis Pengguna

Media Sosial di Kota Tangerang Selatan, didapatkan kesimpulan sebagai berikut:

1. Berdasarkan uji analisis yang telah dilakukan, hasilnya menunjukkan

bahwa terpaan berita Revisi UU ITE memiliki pengaruh yang sangat

lemah terhadap sikap kritis pengguna media sosial di Kota Tangerang

Selatan dengan nilai korelasi (R) sebesar 0,017. Sehingga

keputusannya adalah Ho diterima, artinya, terpaan pemberitaan Revisi

UU ITE tidak mempengaruhi sikap kritis pengguna media sosial.

2. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa sikap kritis pengguna

media sosial yang dipengaruhi terpaan pemberitaan Revisi UU ITE

hanya sebesar 0,0289% dan sisanya 99,9711% dipengaruhi oleh

faktor-faktor lain selain terpaan pemberitaan Revisi UU ITE.

3. Tidak berpengaruhnya terpaan pemberitaan Revisi UU ITE terhadap

sikap kritis pengguna media sosial secara siginifikan dikarenakan sikap

kritis mereka sudah tinggi sedari awal, hal ini terbukti dari nilai

variabel sikap kritis jika tidak terpengaruh variabel terpaan

pemberitaan Revisi UU ITE (x) sebesar 80,098 dan hanya akan

mengalami kenaikan secara konstan sebesar 0,085.

92
93

B. Saran

Setelah melakukan kesimpulan di atas, berikut saran metodologis dan praktis

yang dapat peneliti berikan dalam penelitian ini :


 
1. Saran Metodologis

a. Bagi para peneliti selanjutnya yang mungkin ingin meneliti sikap

kritis, mungkin bisa melakukan pengembangan alat ukur dan

pengambilan populasi yang lebih beragam atau tempat yang

berbeda.

b. Bagi para peneliti selanjutnya yang mungkin ingin meneliti sikap

kritis, perlu diperhatikan kembali perihal sistem penyampaian

stimulus (terutama secara online).

2. Saran Praktis

Dalam praktiknya, penulis berharap agar para pelaku media terutama

media online untuk lebih memperhatikan penggunaan bahasa yang

disampaikan dalam berita hukum, agar penyampaian informasi terkait

Undang-Undang lebih mudah dipahami oleh pembaca.


DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII). Profil Pengguna Internet


 
Indonesia. Jakarta: APJII, 2015.

Azwar, Saifuddin. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2011.

Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Tangerang Selatan. Tangerang Selatan dalam

Angka 2015. Tangerang Selatan: Badan Pusat Statistik Kota Tangerang

Selatan, 2015.

Biagi, Shirley. Media/Impact Pengantar Media Massa. Jakarta: Salemba Humanika,

2010.

Bungin, Burhan. Metodologi Penelitian Kuantitatif: Komunikasi, Ekonomi, dan

Kebijakan Publik serta Ilmu-Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Prenada Media

Group, 2014.

Dariyo, Agoes. Psikologi Perkembangan Dewasa Muda. Jakarta: Grasindo, 2008.

Djaali dan Muljono, Pudji. Pengukuran dalam Bidang Pendidikan. Jakarta:

Grasindo, 2008.

Effendi, Sofian. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES, 2012.

Effendy, Onong Uchjana. Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi. Bandung: PT.

Citra Aditya Bakti, 2003.

Endraswara, Suwardi. Metod Penelitian Kebudayaan. Yogyakarta: Gajah Mada

University Press, 2012.

Gea, Antonius Atosokhi. dkk. Character Building II Relasi dengan Sesama. Jakarta:

PT. Elex Media Komputindo, 2005.

94
95

Hamid, Abdulloh. Pendidikan Karakter Berbasis Pesantren (Pelajar dan Santri

dalam era IT dan Cyber Culture). Surabaya: Imtiyaz, 2017.

Hisyam, Muhammad, dan Pamungkas, Cahyo. Indonesia, Globalisasi, dan Global

  Village. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2016.

Ibrahim, Idi Subandy. Budaya Populer sebagai Komunikasi: Dinamika Popscape

dan Mediascape di Indonesia Kontemporer. Yogyakarta: Jalasutra Anggota

IKAPI, 2007.

Juraid, Husnun N. Panduan Menulis Berita Edisi Revisi. Malang: UMM Press,

2012.

Keraf, A. Sonny dan Dua, Mikhael. Ilmu Pengetahuan Sebuah Tinjauan Filosofis.

Yogyakarta: Kanisius, 2001.

Kriyantono, Rachmat. Teknik Praktis Riset Komunikasi: Disertai Contoh Praktis

Riset Media, Public Relations, Advertising, Komunikasi Organisasi,

Komunikasi Pemasaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008.

Littlejohn, Stephen W. dan Foss, Karen A. Teori Komunikasi (Theories of Human

Communication. Jakarta: Salemba Humanika, 2009.

Masduki dan Nazaruddin, Muzayin, ed. Media, Jurnalisme, dan Budaya Popular.

Yogyakarta: Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia &

UII Press, 2008.

Noor, Juliansyah. Metodologi Penelitian Skripsi, Tesis, Disertasi, dan Karya Ilmiah.

Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011.

O’Shaughnessy, Michael dan Stadler, Jane. Media and Society: An Introduction

Third Edition. Australia: Oxford University Press, 2005.


96

Rakhmat, Jalaluddin. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya,

2008.

Riduwan. Pengantar Statistik Sosial. Bandung: Alfabeta, 2014.

Romli,
  Asep Syamsul M. Jurnalistik Praktis Untuk Pemula. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya, 2003.

Sari, Endang S. Audience Research; Pengantar Studi Penelitian Terhadap

Pembaca, Pendengar, dan Pemirsa. Yogyakarta: Andi Offset, 1993.

Sarwono, Sarlito W. Pengantar Psikologi Umum. Jakarta: Rajawali Pers, 2012.

Sarwono, Sarlito W. Teori-Teori Psikologi Sosial. Jakarta: Rajawali Pers, 2014.

Sears, David O. dkk. Psikologi Sosial. Jakarta: Penerbit Erlangga, 1988.

Sendjaya, Sasa Djuarsa. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Universitas Terbuka,

2007.

Siregar, Syofian. Metode Penelitian Kuantitatif Dilengkapi dengan Perbandingan

Penghitungan Manual SPSS. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013.

Siregar, Syofian. Statistik Parametrik untuk Penelitian Kuantitatif Dilengkapi

dengan Perhitungan Manual dan Aplikasi SPSS Versi 17. Jakarta: Bumi

Aksara, 2013.

Soehoet, A. M. Hoeta. Teori Komunikasi 2. Jakarta: Yayasan Kampus Tercinta

IISIP Jakarta, 2002.

Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta,

2011.

Suhandang, Kustadi. Pengantar Jurnalistik Seputar Organisasi Produk dan Kode

Etik. Bandung: Penerbit Nuansa.


97

Sulistyo, Kiftiawati. Sukses Ujian Nasional Bahasa Indonesia SMA 2009. Jakarta:

Media Pusindo, 2009.

Sumadiria, A. S. Haris. Jurnalistik Indonesia: Menulis Berita dan Feature Panduan

  Praktis Jurnalis Profesional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006.

Supriatna, Nanang. dkk. Ilmu Pengetahuan Sosial (Geografi, Sejarah, Sosiologi,

Ekonomi. Jakarta: Grafindo Media Pratama, 2007.

Suryani dan Hendriyadi. Metode Riset Kuantitatif Teori dan Aplikasi pada

Penelitian Bidang Manajemen dan Ekonomi Islam. Jakarta: Prenada Media

Group, 2015.

Suryawati, Indah. Jurnalistik Suatu Pengantar Teori dan Praktik. Bogor: Penerbit

Ghalia Indonesia, 2011.

Tebba, Sudirman. dkk. Bisnis Media Massa di Indonesia. Tangerang: Pustaka irVan,

2015.

Tim Mitra Guru. Ilmu Pengetahuan Sosial Sosiologi untuk SMP dan MTs Kelas XI.

Jakarta: Penerbit Erlangga, 2007.

Wood, Julia T. Komunikasi Teori dan Praktik (Komunikasi dalam Kehidupan Kita),

Edisi 6. Jakarta: Salemba Humanika, 2013.

Yahya, Azizi. dkk. Psikologi Sosial Alam Remaja. Malaysia: PTS Professional

Publishing, 2006.
98

JURNAL

Amrozi, Yusuf. “Review Buku: Mencari Formulasi Komunikasi Islam di Tengah

Gelombang Media Online.” Jurnal Komunikasi Islam Vol. 02, No. 02 (2012):

  h. 330.

Ayuningtyas, Prasdianingrum. “Hubungan Antara Terpaan Media Mengenai

Penculikan Anak di Televisi dengan Tingkat Kecemasan Orang Tua di RT 23

Kelurahan Sidomulyo Samarinda.” eJournal Komunikasi Vol. 1, No. 2 (2013):

h. 17.

Ilhami, Fahrina. dkk. “Pengaruh Terpaan Pemberitaan Politik di Media Online dan

Terpaan Pesan Iklan Kampanye Politik di Media Televisi Terhadap

Elektabilitas Partai Hanura.” Jurnal Ilmu Komunikasi, 2014: h. 4.

Melik, Sayuti. “Efek Tayagan Stand Up Comedy Metro TV Terhadap Perilaku

Penonton Usia Muda di Loa Janan Kutai Kartanegara.” eJournal Ilmu

Komunikasi Vol. 4, No. 3 (2016): h. 488.

Prihantoro, Edy. “Analisis Wacana Pemberitaan Selebriti pada Media Online.”

Dalam Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi Sastra, Arsitektur, dan

Teknik Sipil, Vol. 5. 2013: h. S-52.

Ridho, Kholis. “Adaptasi Masyarakat Urban Terhadap Sistem Mata Pencaharian

Daerah Otonomi Baru Kota Tangerang Selatan – Banten.” Sosio Konsepsia

Vol. 5, No. 3 (2016): h. 220-221

Situmorang, James R. “Pemanfaatan Internet sebagai New Media dalam Bidang

Politik, Bisnis, Pendidikan, dan Sosial Budaya.” Jurnal Administrasi Bisnis

Vol. 8, No. 1 (2012): h. 86.


99

SKRIPSI & THESIS

Andranita, Marchantia. “Perbedaan Fokus Karir Antara Pekerja Dewasa Muda yang

Pindah Kerja dan Tidak Pindah Kerja di Jakarta.” Skripsi S1 Fakultas

  Psikologi, Universitas Indonesia, 2008.

Prabawati, Niemas. “Hubungan Antara Terpaan Media Tayangan Bima Satria

Garuda dengan Perilaku Kekerasan yang Dilakukan oleh Anak.” Thesis S2

Jurusan Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Airlangga,

2014.

Siregar, Antonius Novred Tumbur. “Pengaruh Terpaan Tayangan “Reportase

Investigasi” Trans TV Terhadap Kecemasan Masyarakat Sleman di

Yogyakarta.” Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Univesitas

Atma Jaya Yogyakarta, 2013.

SITUS

Anonim. “Top Sites in Indonesia.” Artikel diakses pada 30 Januari 2017 dari

http://www.alexa.com/topsites/countries/ID

Anonim. “Revisi UU ITE, Atur Soal Cyber Bullying.” Artikel diakses pada 18 April

2017 pada https://kominfo.go.id/content/detail/7966/revisi-uu-ite-atur-soal-

cyber-bullying/0/berita_satker

Anonim. “Penyebar Pesan Bermuatan Terlarang Dijerat Hukum, Ini Aturan

Terbarunya.” Artikel diakses pada 20 Mei 2017 dari

https://m.tribunnews.com/nasional/2016/11/28/penyebar-pesan-bermuatan-

terlarang-dijerat-hukum-ini-aturan-terbarunya
100

Batubara, Herianto. “Ini 7 Poin Penting di Revisi UU ITE yang Disahkan DPR.”

Artikel ini diakses pada 17 Desember 2016 dari

https://m.detik.com/news/berita/3330752/ini-7-poin-penting-di-revisi-uu-

  ite-yang-disahkan-dpr

Hakim, Rakhmat Nur. “Revisi UU ITE Bertujuan Melindungi Masyarakat di Dunia

Maya.” Artikel diakses pada 18 April 2017 pada

http://nasional.kompas.com/read/2016/06/14/22111631/revisi.uu.ite.bertujua

n.melindungi.masyarakat.di.dunia.maya

Hidayat, Mochamad Wahyu. “Jokowi Sampaikan Naskah RUU tentang Perubahan

atas UU ITE ke DPR.” Artikel diakses pada 17 Desember 2016 dari

http://m.liputan6.com/tekno/read/2396493/jokowi-sampaikan-naskah-ruu-

tentang-perubahan-atas-uu-ite-ke-dpr

Nasrillah, Faiz. “Agar Jadi Netizen yang Bijak, Cermati 7 Poin Revisi UU ITE ini.”

Artikel diakses pada 17 Desember 2016 dari

https://news.idntimes.com/indonesia/faiz-nasrillah/tujuh-poin-revisi-uu-ite

Prasetyo, Budi. “Selektif Menerima Informasi (Tafsir Surat al-Hujurat ayat 6).”

Artikel di akses pada 26 November 2017 dari

http://www.muslimdaily.net/artikel/opini/selektif-menerima-informasi-

tafsir-surat-al-hujurat-ayat-6.html

Purnomo, Nurmulia Rekso. “Rudiantara Minta Pengguna Media Sosial Hati-Hati

Menyebarkan Informasi.” Artikel diakses pada 20 Mei 2017 dari

https://www.tribunnews.com/nasional/2016/12/06/rudiantara-minta-

pengguna-media-sosial-hati-hati-menyebarkan-informasi
 

LAMPIRAN
Lampiran 1
Lembar Persetujuan Judul Skripsi

 
Lampiran 2
Surat Bimbingan Skripsi

 
Lampiran 3
Surat Izin Penelitian

 
Lampiran 4
Surat Jawaban Badan Pusat Statistik Kota Tangerang Selatan

 
Lampiran 5
Data Populasi Penduduk Kota Tangerang Selatan 2015

 
Lampiran 6
KUESIONER PENELITIAN

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Dalam
 
rangka memperoleh data skripsi dengan judul “Pengaruh Terpaan
Pemberitaan Revisi UU ITE Terhadap Sikap Kritis Pengguna Media
Sosial di Kota Tangerang Selatan” Saya memohon kesediaan Saudara/i
untuk menjadi responden penelitian saya dengan mengisi daftar pertanyaan
di bawah ini dengan sejujur-jujurnya. Kerahasiaan data yang Anda berikan
akan saya jaga dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian semata.
Atas kesediaan Saudara/i, terima kasih.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Anzalia Silma Dzikron / 1113051000150

Konsentrasi Jurusan Jurnalistik

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

A. Data Responden (Lingkari (○) jawaban sesuai identitas diri Anda)

1. Nama : ……………………………………….
2. Usia : ……… tahun
3. Jenis Kelamin :
a. Laki-laki b. Perempuan
4. Aktivitas saat ini :
a. Kuliah S1 c. Bekerja
b. Kuliah S2 d. Mencari Pekerjaan
5. Tempat Tinggal :
a. Rumah b. Asrama c. Kosan
B. Terpaan Media (Lingkari (○) jawaban sesuai pilihan Anda)
FREKUENSI
1. Saya pernah membaca pemberitaan Revisi UU Informasi dan
Transaksi Elektronik (ITE) lebih dari 1 media.
 
a. Sangat Setuju c. Tidak Setuju
b. Setuju d. Sangat Tidak Setuju
ATENSI
1. Saya membaca pemberitaan Revisi UU ITE secara keseluruhan dari
awal sampai akhir.
a. Sangat Setuju c. Tidak Setuju
b. Setuju d. Sangat Tidak Setuju
DURASI
1. Saya membutuhkan waktu lebih dari 5 menit untuk membaca
pemberitaan Revisi UU ITE.
a. Sangat Setuju c. Tidak Setuju
b. Setuju d. Sangat Tidak Setuju

C. Sikap Kritis
Petunjuk:
Berikan jawaban Anda dengan memberikan tanda cek () pada kotak di
samping pernyataan berikut ini. Pilihlah kotak pada kolom SS (Sangat
Setuju), S (Setuju), TS (Tidak Setuju), STS (Sangat Tidak Setuju).

No. Pernyataan SS S TS STS


1. Saya mengetahui tujuan dibuatnya Revisi UU
ITE
2. Saya mengetahui pasal UU ITE apa saja yang
diubah dalam Revisi UU ITE
3. Saya memahami isi pasal UU ITE yang
diubah dalam Revisi UU ITE
4. Dengan adanya perubahan isi UU ITE dapat
mengurangi terjadinya kasus UU ITE
5. Dengan adanya blocking negative content dari
pemerintah di media manapun dapat
melindungi kepentingan umum
6. Dengan adanya penambahan right to be
forgotten (hak untuk dilupakan) dapat
melindungi seseorang dari informasi yang
tidak sesuai dengan dirinya
7. Menjadikan dokumen elektronik sebagai alat
bukti hukum yang kuat dapat mengurangi
kasus kriminalisasi di internet
8. Penambahan penjelasan pada beberapa istilah
menghapus multitafsir terkait pasal
 
pencemaran nama baik
9. Saya mudah terpengaruh dengan informasi
yang disebar melalui media sosial tanpa
mengetahui kebenarannya
10. Saya harus hati-hati saat menyebarkan
informasi di media sosial
11. Saya merasa bertanggung jawab terhadap
informasi yang saya sebar di media sosial
12. Saya merasa takut saat menyebarkan
informasi di media sosial
13. Saya berani memberikan opini dan kritik di
Media Sosial
14. Saya merasa puas jika mereka yang
melanggar Revisi UU ITE mendapat sanksi
yang sesuai
15. Revisi UU ITE memberikan perlindungan
hukum bagi para pengguna media sosial
16. Revisi UU ITE memberikan perlakuan yang
adil bagi para pengguna media sosial
17. Revisi UU ITE mengekang kebebasan
berpendapat
18. Revisi UU ITE mengganggu hak pribadi
pengguna media sosial
19. Saya selalu mencari tahu sumber dari
informasi yang saya terima dari media sosial
20. Saya selalu memeriksa kebenaran informasi
yang saya terima melalui media sosial
21. Saya berani menyanggah informasi yang salah
dalam suatu forum di media sosial
22. Saya mencari sumber yang valid terlebih
dahulu, sebelum menyebarkan informasi
melalui media sosial
23. Saya pernah mendapatkan masalah hukum
setelah menyebarkan informasi di media
sosial tanpa menyertakan sumber
24. Saya pernah mencemarkan nama baik
seseorang di media sosial
25. Saya pernah melakukan cyberbullying di
media sosial
26. Saya pernah melakukan penghinaan terhadap
suatu kelompok/suku/ras (konten SARA) di
  media sosial
Lampiran 7
Berita tribunnews.com

DPR Setujui Revisi UU ITE, Ini


 

Poin-poin Perubahannya
Kamis, 27 Oktober 2016 15:32 WIB

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Revisi Undang-undang No. 11 Tahun


2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) akhirnya selesai
dibahas dan sudah disahkan menjadi Undang-undang (UU) oleh Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR).
“Alhamdulillah, Chief. Barusan (RUU ITE) disetujui DPR & Pemerintah
dalam rapat paripurna DPR,” ujar Menteri Komunikasi dan Informatika
(Menkominfo) Rudiantara saat dihubungi KompasTekno, Kamis
(27/10/2016).
Setelah disahkan oleh DPR, UU tersebut akan masuk ke tahap
pemberkasan di DPR. Selanjutnya, Presiden menuangkannya dalam
berita negara dan undang-undang yang telah mengalami perubahan itu
pun langsung berlaku.
Menurut Rudiantara, perubahan UU ITE ini hanya dilakukan dalam
beberapa hal minor saja. Tujuan utamanya adalah supaya bisa
menyesuaikan dengan dinamika teknologi dan tidak ada pihak yang bisa
memanfaatkan UU ITE untuk melakukan kriminalisasi pada pihak lain.
Seiring dengan pengesahan revisi tersebut, Rudiantara langsung berkicau
di akun Twitter pribadinya dan menerangkan mengenai sejumlah poin
yang berubah.
“Terdapat 7 muatan materi pokok RUU, Revisi UU ITE yang diharapkan
mampu menjawab dinamika tersebut,” kicau Rudiantara.
Rincian 7 muatan materi tersebut adalah:
1. Menambahkan sejumlah penjelasan untuk menghindari multi tafsir
terhadap ketentuan penghinaan/pencemaran nama baik pada Pasal 27
ayat 3.
2. Menurunkan ancaman pidana pencemaran nama baik, dari paling lama
6 tahun
  menjadi 4 tahun, dan denda dari Rp 1 miliar menjadi Rp 750 juta.
Selain itu juga menurunkan ancama pidana kekerasan Pasal 29,
sebelumnya paling lama 12 tahun, diubah menjadi 4 tahun dan denda Rp
2 miliar menjadi Rp 750 juta.
3. Melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi atas Pasal 31 ayat 4 yang
amanatkan pengaturan cara intersepsi ke dalam UU, serta menambahkan
penjelasan pada ketentuan Pasal 5 ayat 1 dan 2 mengenai informasi
elektronik sebagai alat bukti hukum.
4. Sinkronisasi hukum acara penggeledahan, penyitaan, penangkapan,
dan penahanan dengan hukum acara dari Kitab Undang-undang Hukum
Pidana (KUHP).
5. Memperkuat peran Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) UU ITE untuk
memutuskan akses terkait tindak pidana TIK.
6. Menambahkan Right to be Forgotten, yaitu kewajiban menghapus
konten yang tidak relevan bagi penyelenggara sistem elektronik.
Pelaksanaannya dilakukan atas permintaan orang yang bersangkutan
berdasarkan penetapan pengadilan.
7. Memperkuat peran pemerintah untuk mencegah penyebarluasan
konten negatif di internet, dengan menyisipkan kewenangan tambahan
pada ketentuan Pasal 40.
Kewenangan tersebut berupa kewajiban untuk mencegah penyebarluasan
informasi elektronik yang memiliki muatan terlarang, dan kewenangan
memutus akses atau memerintahkan penyelenggara sistem elektronik
untuk memutus akses terhadap informasi elektronik yang melanggar
hukum.

Penulis : Yoga Hastyadi Widiartanto


Lampiran 8
Berita detik.com

Senin, 28 Nov 2016 11:02 WIB

Ini 6 Konten yang Terancam Penjara


 

Terkait Revisi UU ITE


Andi Saputra – detikInet

Jakarta - UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) perubahan mulai


berlaku efektif hari ini. Secara umum, tidak ada yang terlalu signifikan dalam
UU tersebut.

Dalam catatan detikcom, Senin (28/11/2016), seluruh konten informasi


elektronik masih bisa dijadikan delik dalam UU tersebut. Bedanya, bila dulu
adalah delik umum, maka kini menjadi delik aduan. Hal-hal yang dilarang
yaitu:

1. Konten melanggar kesusilaan, ancaman tetap yaitu maksimal 6 tahun


penjara.
2. Konten perjudian, ancaman tetap yaitu maksimal 6 tahun penjara.
3. Konten yang memuat penghinaan dan atau pencemaran nama baik. Bila
dulu diancam maksimal 6 tahun penjara, kini menjadi 4 tahun penjara.
4. Konten pemerasan atau pengancaman, ancaman tetap yaitu maksimal 4
tahun penjara.
5. Konten yang merugikan konsumen, ancaman tetap yaitu maksimal 6 tahun
penjara.
6. Konten yang menyebabkan permusuhan isu SARA, ancaman tetap yaitu
maksimal 6 tahun penjara.

Nah lalu bagaimana soal medium sarana elektronik? Tidak ada yang berubah.
Semua sarana elektronik bisa dijadikan objek UU ITE, dari SMS, sosial media,
email hingga mailing-list.

Contoh kasus SMS yang berisi penghinaan terjadi di Desa Bara, Kecamatan
Woja, Dompu, Nusa Tenggara Barat (NTB). Yaitu kala Siti Mardiah (45) SMS
Emi Hidayanti pada 2014. Siti mengirim SMS yang berisi penghinaan dan
mengata-ngatai Emi sebagai pelacur.

Kasus ini naik ke pengadilan dan Siti lalu dihukum pidana percobaan.

"Menjatuhkan pidana penjara selama 1 bulan. Pidana tersebut tidak perlu


dijalani kecuali jika di kemudian hari ada putusn hakim yang menentukan lain
bahwa terpidana sebelum lewat masa percobaan selama 2 bulan melakukan
perbuatan yang dapat dipidana," ucap ketua majelis Djuyamto dengan
anggota M Nur Salam dan Ni Putu Asih Yudiastri.
Masih soal SMS, Saiful dipenjara 5 bulan karena dia mengirimkan SMS berisi
perkataan cabul, jorok dan porno kepada Adelian Ayu Septiana. Adel pun
melaporkan hal ini ke polisi. Kasus bergulir hingga ke Mahkamah Agung.

Majelis kasasi yang diketuai Djoko Sarwoko dengan hakim anggota Komariah
Emong
  Sapardjaja dan Surya Jaya menjatuhkan hukuman 5 bulan kepada
Saiful. Kasus ini menjadi kasus pertama yang masuk MA terkait SMS cabul
yang dipidana.

Kasus UU ITE via mailing-list dan email yang paling heboh adalah kasus Prita
Mulyasari. Prita mengeluhkan layanan sebuah rumah sakit dalam bentuk
email. Pihak RS lalu mempolisikan Prita dan jaksa menuntut Prita selama 6
bulan penjara. Pada 29 Desember 2009, majelis hakim PN Tangerang
memutus bebas Prita Mulyasari. Alasan utama membebaskan Prita karena
unsur dakwaan pencemaran nama baik tidak terbukti.

Siapa nyana, MA membalikkan semuanya. MA mengabulkan kasasi jaksa


dan menyatakan Prita Mulyasari bersalah dalam kasus pencemaran nama
baik RS Omni Alam Sutera, Tangerang. Prita divonis 6 bulan, tapi dengan
masa percobaan selama 1 tahun. Kasus ini lalu dimintakan upaya hukum luar
biasa Peninjauan Kembali (PK) dan dikabulkan. Prita bebas.

Untuk kasus SARA, masyarakat tentu masih ingat kasus Florence Saulina
Sihombing. Mahasiswa S2 di Yogyakarta itu menuliskan kata negatif dalam
akun Path-nya karena kesal dengan antrean beli bensin. Florence nyaris
ditahan polisi dan akhirnya diadili.

Pada 31 Maret 2015, PN Yogyakarta menyatakan Florence tidak perlu


dihukum 2 bulan penjara asalkan tidak berbuat kejahatan selama 6 bulan ke
depan. Selain itu, Florence juga harus membayar denda Rp 10 juta. Pada 28
Juli 2015, Pengadilan Tinggi (PT) Yogyakarta memperbaiki putusan PN
Yogyakarta sekedar menghapus pidana dendanya. (asp/rou)
Lampiran 9
Hasil Uji Validitas
No. Pernyataan r tabel r hitung Keterangan
Saya mengetahui kapan
Tidak Valid
1. diberlakukannya Revisi UU 0,361 0,284
  (Hapus)
ITE
Saya mengetahui tujuan Tidak Valid
2. 0,361 0,300
dibuatnya Revisi UU ITE (Dipertahankan)
Saya mengetahui pasal UU ITE
3. apa saja yang diubah dalam 0,361 0,551 Valid
Revisi UU ITE
Saya memahami isi pasal UU
4. ITE yang diubah dalam Revisi 0,361 0,392 Valid
UU ITE
Dengan adanya perubahan
ketentuan terkait penghinaan
Tidak Valid
5. dan pencemaran nama baik 0,361 0,273
(Revisi)
dapat mengurangi terjadinya
kasus pencemaran nama baik
Dengan adanya blocking
negative content dari
6. pemerintah di media manapun 0,361 0,372 Valid
dapat melindungi kepentingan
umum
Dengan adanya penambahan
right to be forgotten (hak untuk
7. dilupakan) dapat melindungi 0,361 0,388 Valid
seseorang dari informasi yang
tidak sesuai dengan dirinya
Menjadikan dokumen
elektronik sebagai alat bukti
8. hukum yang kuat dapat 0,361 0,578 Valid
mengurangi kasus kriminalisasi
di internet
Penjelasan mengenai
pencemaran nama baik dalam Tidak Valid
9. 0,361 0,251
Pasal 27 Revisi UU ITE masih (Hapus)
belum jelas
Pasal tentang penghinaan dan
Tidak Valid
10. pencemaran nama baik dalam 0,361 0,267
(Hapus)
Revisi UU ITE masih menjadi
‘pasal karet’
Saya merasa aman saat
Tidak Valid
11. membuat/menyebarkan 0,361 0,246
(Hapus)
informasi di media sosial
Saya mudah terpengaruh
  dengan informasi yang disebar
12. 0,361 0,476 Valid
melalui media sosial tanpa
mengetahui kebenarannya
Saya harus hati-hati saat
13. menyebarkan informasi di 0,361 0,536 Valid
media sosial
Saya merasa bertanggung
14. jawab terhadap informasi yang 0,361 0,520 Valid
saya sebar di media sosial
Saya merasa takut saat
15. menyebarkan informasi di 0,361 0,561 Valid
media sosial
Saya berani memberikan opini
Tidak Valid
16. dan kritik terhadap suatu 0,361 0,307
(Revisi)
informasi
Saya merasa puas jika mereka
17. yang melanggar Revisi UU ITE 0,361 0,380 Valid
mendapat sanksi yang sesuai
Revisi UU ITE memberikan
18. perlindungan hukum bagi para 0,361 0,489 Valid
pengguna media sosial
Revisi UU ITE memberikan
19. perlakuan yang adil bagi para 0,361 0,418 Valid
pengguna media sosial
Revisi UU ITE mengekang
20. 0,361 0,425 Valid
kebebasan berpendapat
Revisi UU ITE mengganggu
21. hak pribadi pengguna media 0,361 0,655 Valid
sosial
Saya selalu mencari tahu
22. sumber dari informasi yang 0,361 0,554 Valid
saya terima dari media sosial
Saya selalu memeriksa
23. kebenaran informasi yang saya 0,361 0,460 Valid
terima melalui media sosial
24. Saya berani menyanggah 0,361 0,550 Valid
informasi yang salah dalam
suatu forum di media sosial
Saya mencari sumber yang
valid terlebih dahulu, sebelum
25. 0,361 0,613 Valid
menyebarkan informasi melalui
 
media sosial
Saya selalu menempatkan
sumber informasi yang valid Tidak Valid
26. 0,361 0,348
dalam informasi yang saya (Hapus)
sebar melalui media sosial
Saya pernah mendapatkan
masalah hukum setelah
27. menyebarkan informasi di 0,361 0,692 Valid
media sosial tanpa
menyertakan sumber
Saya pernah mencemarkan
28. nama baik seseorang di media 0,361 0,662 Valid
sosial
Saya pernah melakukan
29. 0,361 0,636 Valid
cyberbullying di media sosial
Saya pernah melakukan
penghinaan terhadap suatu
30. 0,361 0,684 Valid
kelompok/suku/ras (konten
SARA) di media sosial
Lampiran 10
Hasil Uji Reliabilitas

 
 

Lampiran 11
Sikap Kritis (Kognitif)
Nomor Butir Pernyataan
Responden Total
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 2 4 2 3 3 4 2 3 3 3 29
2 2 3 3 3 3 3 2 4 3 2 28
3 2 3 3 3 4 4 4 4 2 2 31
4 1 3 2 3 3 3 3 3 2 2 25
5 2 3 2 1 3 4 3 3 2 2 25
6 3 2 2 3 3 3 2 3 2 2 25
7 3 3 3 2 4 4 4 4 2 2 31
8 3 2 3 2 3 3 3 3 2 2 26
9 3 3 3 3 3 3 3 2 2 1 26
10 2 3 2 3 3 4 3 3 3 2 28
11 2 3 2 3 4 4 2 3 2 2 27
12 2 2 1 3 3 3 4 3 3 3 27
13 3 4 2 3 4 2 3 3 2 1 27
14 3 4 3 3 1 4 4 4 3 1 30
15 3 3 3 4 4 3 3 4 2 3 32
16 2 3 3 3 4 4 3 3 3 2 30
17 2 3 2 3 4 4 2 3 3 2 28
18 2 3 2 2 3 3 4 4 2 2 27
19 3 3 2 3 3 3 3 3 3 2 28
20 3 3 2 3 3 3 3 3 3 2 28
 

21 2 2 2 3 3 4 3 3 3 1 26
22 2 4 2 2 3 3 3 3 3 3 28
23 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 30
24 3 3 3 3 4 4 4 4 3 3 34
25 3 3 2 2 3 3 3 3 2 2 26
26 1 3 1 3 4 3 3 2 3 4 27
27 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 26
28 2 3 2 3 4 3 3 4 2 2 28
29 2 2 3 3 3 4 3 3 3 3 29
30 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 28
0.28483011 0.5513 0.39225 0.27381602 0.3722 0.38840 0.57812 0.25104822 0.26747360
r hitung 0.300288
8 6 3 4 7 5 2 3 7
TIDAK TIDAK TIDAK TIDAK TIDAK
VALID VALID VALID VALID VALID
VALID VALID VALID VALID VALID
 

Lampiran 12
Sikap Kritis (Afektif)
Nomor Butir Pernyataan
Responden Total
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
1 3 4 4 4 3 3 3 4 4 4 4 40
2 2 4 4 3 3 2 4 3 3 3 3 34
3 2 2 4 4 2 4 3 4 4 3 3 35
4 3 3 3 3 2 2 2 4 4 2 2 30
5 1 4 4 4 1 3 4 3 3 2 2 31
6 2 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 31
7 3 3 4 4 3 3 4 4 4 3 3 38
8 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 32
9 3 4 3 3 4 3 3 3 3 3 3 35
10 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 31
11 3 2 4 3 3 3 3 2 4 3 3 33
12 2 3 2 3 2 2 3 3 3 3 3 29
13 3 4 4 4 3 4 4 3 3 1 2 35
14 3 4 4 4 3 3 4 4 4 3 4 40
15 3 3 3 4 3 3 3 4 4 3 3 36
16 3 4 3 3 4 3 3 3 3 3 3 35
17 2 3 4 3 2 3 3 3 3 3 3 32
18 3 2 4 3 3 3 3 3 3 3 3 33
19 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 32
20 3 4 4 4 3 3 3 3 2 3 3 35
 

21 3 3 4 4 2 4 4 2 2 1 3 32
22 3 2 3 3 2 3 3 3 3 2 3 30
23 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 32
24 3 2 3 4 3 3 3 3 2 3 3 32
25 3 2 3 3 2 2 3 3 3 2 2 28
26 3 3 3 3 2 3 3 3 3 2 2 30
27 2 3 3 3 3 2 4 4 4 3 3 34
28 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 34
29 2 3 4 4 2 3 3 3 3 3 3 33
30 3 3 4 3 3 3 4 3 3 3 3 35
0.24677494 0.47664 0.53612 0.52053 0.56193 0.30777560 0.38031 0.48974 0.41883 0.42550 0.65528
r hitung
8 7 6 1 2 2 3 2 1 8 3
TIDAK TIDAK
VALID VALID VALID VALID VALID VALID VALID VALID VALID
VALID VALID
 

Lampiran 13
Sikap Kritis (Behavioral)
Nomor Butir Pernyataan
Responden Total
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 4 4 4 4 4 4 4 4 4 36
2 4 3 3 3 2 4 4 4 4 31
3 3 3 4 4 3 4 4 4 4 33
4 3 3 3 4 4 4 4 4 4 33
5 4 4 2 4 1 4 4 4 4 31
6 3 3 3 3 3 3 3 3 3 27
7 4 4 4 4 3 3 3 4 4 33
8 3 3 2 3 3 3 4 3 4 28
9 3 3 4 3 3 4 4 4 4 32
10 3 3 3 3 3 3 3 3 3 27
11 4 3 2 3 2 3 4 4 4 29
12 3 3 3 4 2 3 3 4 4 29
13 4 4 4 4 3 4 2 2 2 29
14 4 4 4 4 4 4 4 4 4 36
15 4 4 3 4 2 3 4 4 4 32
16 3 3 3 3 3 4 4 4 4 31
17 2 3 2 3 3 4 3 4 4 28
18 4 4 3 4 3 4 4 3 4 33
19 3 3 3 3 3 3 3 3 3 27
20 3 3 2 3 3 4 4 4 4 30
 

21 3 3 3 4 4 4 4 4 4 33
22 3 3 2 3 2 3 3 3 3 25
23 3 3 3 4 3 2 3 3 3 27
24 3 4 3 4 2 3 3 2 3 27
25 3 3 2 3 3 3 3 3 3 26
26 3 3 3 3 3 1 3 3 2 24
27 3 3 2 3 3 3 3 3 3 26
28 4 3 3 4 3 4 4 4 4 33
29 3 3 2 3 3 4 4 4 3 29
30 3 3 3 3 3 2 3 3 4 27
r hitung 0.5548 0.460808 0.550776 0.613405 0.348657828 0.692997 0.662416 0.63647 0.684025
VALID VALID VALID VALID TIDAK VALID VALID VALID VALID VALID
Lampiran 14
Hasil Uji Korelasi Pearson’s Product Moment

 
Lampiran 15
Hasil Uji Regresi Linear Sederhana

Anda mungkin juga menyukai