DI INDONESIA
SKRIPSI
Oleh :
SITI KHODIJAH
NIM : 1110045100038
i
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmannirrahim
selalu melimpahkan kasih dan sayang-Nya kepada seluruh mahluk. Dengan kuasa
dan rahmat-Nya kita senantiasa selalu diberikan kesehatan dan keselamatan serta
nikmat yang tak terkira. Dengan penuh keikhlasan dan kebahagiaan, penulis
SAW. Nabi terakhir yang telah membawa perubahan kepada umatnya dari zaman
dilimpahkan kepada para keluarga, seluruh sahabat, dan pengikutnya hingga akhir
zaman.
kemampuan daya dan upaya melainkan atas kehendak dan ridho-Nya, sehinggga
penulis dapat menyelesaikan studi dan mencapai gelar (S1) Sarjana Strata Satu di
sebuah katya tulis ilmiah dalam bentuk skripsi yang penulis angkat dengan tema “
DAN NU)”.
Selama pembuatan skripsi ini tidak sedikit kesulitan dan kendala yang
(data) maupun soal pembiayaan dan lain sebagainya. Namun, berkat kesungguhan
ii
hati dan kerja keras disertai dorongan dan bantuan dari semua pihak, maka semua
kesulitan dan kendala itu dapat diatasi dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu,
kehadirat Allah Yang Maha Kuasa. Dan meengucapkan terima kasih yang tiada
terhingga serta menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang ikut terlibat
1. Bapak Dr. Asep Saefudin Jahar, MA. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
2. Ibu Dra. Hj. Maskufa, M. Ag., Ketua Program Studi Jinayah Siyasah
3. Bapak Dr. Khamami Zada, MA dan bapak Afwan Faizin, M. Ag., sebagai
Jakrta.
5. Kepada kedua orang tua penulis, Abah yakni Alm. H. Amirudin yang telah
akhir hayatnya yang sangat penulis cintai dan sayangi sampai saat ini.
Dan kepada Ibu Hj. Hamdah yang telah berjuang mengasuh, mendidik
iii
dengan penuh cinta dan kasih sayang yang tulus tanpa keluh kesah apapun
sampai saat ini. Sehingga tanpa hal tersebut sulit kiranya penulis dapat
mencapai apa yang diperoleh saat ini, pengorbanan Abah dan Ibu tak
mungkin bisa penulis balas dengan apapun. Terima kasih Abah dan Ibu ku
yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Terima kasih atas kebaikan kalian
Iman, bapak Fahmi Salim, dan bapak Risman Muchtar. dan perwakilan
PBNU Jakarta Pusat yaitu bapak Masdar Fuadi Mas’ud, bapak Arwani
Faisal, dan bapak Cholil Nafis yang telah meluangkan waktunya untuk
iv
Segala puji dan rasa syukur yang sedalam-dalamnya selalu penulis
panjatkan kepada Allah SWT, serta diiringi doa semoga amal baik tersebut
di atas diterima oleh Allah SWT dan dibalas dengan pembalasan yang
kesalahan. Saran dan masukan dari para pembaca sangat diharapkan demi
Siti Khodijah
NIM: 1110045100038
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................................... i
BAB I PENDAHULUAN
ISLAM
vi
BAB III KEDUDUKAN HUKUM ISLAM DALAM SISTEM HUKUM DI
INDONESIA
PEMBERLAKUANNYA DI INDONESIA
di Indonesia ....................................................................... 60
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ....................................................................... 68
B. Saran .................................................................................. 70
vii
BAB I
PENDAHULUAN
yang mengatur manusia. Hal ini dapat dilihat dari maksud-maksud hukum
dengan mengambil nilai-nilai yang terkandung dalam hukum Islam dan asas-
asas hukum yang dapat berlaku umum dan dapat diterima oleh masyarakat.
merupakan hukum yang bersifat khusus tidak bersifat global. Hal ini
1
Muhammad Ibn Muhammad Abu Syubhah, Al-Hudud Fi Al-Islam, (Kairo: Amieriyyah-
Kuwait, Dar Al-Qalam, 1990), h. 198.
1
2
yang khusus (lek speciale) dan global (lex generele).2 Hal ini berakibat pada
harta atau pencurian. Hal ini mungkin disebabkan oleh sanksi hukuman yang
terlalu ringan. Sanksi tindak pidana terhadap harta khususnya dalam hal
karena secara tegas dan teknisnya sudah diatur dalam nash-nash al-Qur’an
dan hadits.3 Pencurian termasuk cara yang tidak sah dalam mengambil harta
orang ain.4 Untuk itu pencurian dalam hukum pidana Islam diancam dengan
kejiwaan manusia. Oleh karena itu hukuman tersebut adalah hukuman yang
sesuai dengan perseorangan maupun untuk masyarakat, dan oleh karena itu
Namun, hukum potong tangan bagi pencuri yang telah ditulis dalam
2
Ahmad Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Bulan Bintang 2005), h. 193.
3
M. Nurul Irfan, Korupsi dalam Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Amzah, 2013), h. 14.
4
Abdurahman I Doi, Tindak Pidana dalam Syariat Islam, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992),
h. 62
5
Mardani, Kejahatan Pencurian dalam Hukum Pidana Islam Menuju Pelaksanaan
Hukuman Potong Tangan di Nanggroe Aceh Darussalam, (Jakarta: Indhill CO, t.th), h. 135.
3
Dengan kaitan inilah, peranan para ulama tidak dapat diragukan lagi
karena sangat penting, baik dalam soal agama maupun dalam soal
Islam dalam pikiran dan paham keagamaan merupakan rahmat bagi umat
6
Muhammad Atho Mudzhar, Fatwa-Fatwa Majelis Ulama Indonesia Sebuah Studi
Tentang Pemikiran Hukum Islam di Indonesia, h. 53.
7
www.mui.or.id
8
Rifyal Ka’bah, Hukum Islam di Indonesia Persepektif Muhammadiyah dan NU,(Jakarta:
Universitas Yarsi, 1998), h. 2-3.
4
dijadikan fokus kajian dalam studi ini dibatasi pada hukum potong tangan
1. Tujuan Penelitian
pemberlakuannya di Indonesia.
5
2. Manfaat Penelitian
pidana Islam.
sebagai referensi.
hukuman yang sangat asas (mendasar) dalam pencurian. Oleh karena itu,
baik dari korban maupun dari penguasa, dan hukuman ini tidak boleh
6
diganti dengan hukuman lain yang lebih ringan dari hukuman potong
tangan.
halangan yang dihadapi dari pihak Pemerintah Federal yang tidak bisa
dan Hukum Positif Terhadap Pencurian Uang Melalui Internet Banking. Isi
maupun perempuan.
E. Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
dengan penelitian yang ditulis. Adapun bentuk dari penelitian ini adalah
7
Jakarta, 2012.
F. Sistematika Pembahasan
Masalah, (2) Pembatasan dan Perumusan Masalah, (3) Tujuan dan Manfaat
8
Penelitian, (4) Tinjauan Pustaka, (5) Metode Penelitian, dan (6) Sistematika
Pembahasan.
Islam”. Di dalam bab ini menyajikan uraian tentang hukuman potong tangan
bagi pencuri dalam hukum pidana Islam. Bab ini terdiri atas 5 (lima) sub-
bab utama, yaitu (1) Pengertian Potong Tangan, (2) Dasar Hukum Potong
Tangan bagi Tindak Pidana Pencurian, (3) Hukuman Potong Tangan bagi
Hukuman Potong Tangan, dan (5) Hikmah dan Tujuan Hukuman Potong
Tangan.
Islam dalam hukum positif di Indonesia. Bab ini terdiri atas empat (4) sub-
bab utama, yaitu (1) Sejarah Hukum Islam di Indonesia, (2) Hukum Islam
Pemberlakuannya di Indonesia.
yang dihasilkan. Selain itu, dimuat juga saran terkait tindak lanjut atas
temuan penelitian.
BAB II
PIDANA ISLAM
Secara bahasa, potong tangan dalam bahasa Arab terdiri dari dua kata,
istilah potong tangan berarti memotong atau memutuskan tangan mulai dari
tangan yaitu memotong tangan pelaku pencurian mulai dari telapak tangan
Oleh karenanya tidak hapus dengan adanya pemaafan, baik dari korban
maupun dari penguasa. Hukuman ini tidak boleh diganti dengan hukuman
1
Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta: Hidakarya Agung, t.t), h. 348.
2
Al-Munawwir, kamus Arab-Indonesia, h. 1697
3
Abdul Qadir Audah, Ensiklopedi Hukum Pidana Islam, jilid V, (Bogor: Kharisma Ilmu,
t.th), h. 179
10
11
lain atau yang lebih ringan dari padanya.4 Allah berfirman di dalam al-Qur‟an
.ٌْىِٛحك
َ ٌزْٚ هلل عَ ِز
ُ هلل َٔا
ِ ٍاَ ِال ي
ً جزَاءً ِبًَب كَّسَبَب َكَب
َ ًَُٓبَٚ ِْذَٚط ُعْٕا أ
َ ق َٔانّسَبسِقَ ُت فَب ْق
ُ َٔانّسَب ِس
(ٖ3 :(انًبئذة
ternyata benar. Nabi SAW tak menyukai hal ini bahwa ia mencurigai
terbukti bahwa karung tersebut dicuri oleh tetangganya itu, maka ia lari ke
4
Mardani, Kejahatan Pencurian Dalam Hukum Pidana Islam Menuju Pelaksanaan
Hukuman Potong Tangan di Nanggroe Aceh Darussalam (Jakarta: Indhill CO, t.th),h. 119.
5
Lihat Tafsir Al-Mishbah Juz 3 halaman 93. Dijelaskan tentang peletakan kata pada Qs.
Al-Maidah ayat 38 dan Qs. An-Nur ayat 2. Pada Qs. Al-Maidah ayat 38, kata (ُ )انّسَب ِسقas-sariqu/
pencuri laki-laki disebutkan terlebih dahulu atas kata (ُ )انّسَب ِس َقتas-sariqatu/ pencuri perempuan.
Mengisyaratkan bahwa laki-laki lebih berani mencuri dari pada perempuan, di samping itu laki-
laki mempunyai kewajiban mencari nafkah. Sedangkan pada Qs. An-Nur ayat 2, menyebutkan
kata (ُتَٛ َِ )ان َزaz-zaniyah/ perempuan pezina terlebih dahulu atas (َِٙ )ان َزaz-zani/ laki-laki pezina. Ini
disebabkan karena bukti perzinahan dapat nampak dengan jelas pada perempuan akibat
kehamilannya, atau dampak negatif yang diakibatkan oleh perempuan ketimbang lelaki.
Kebanyakan dari perempuan itu menampakan hiasan mereka, yang dapat merangsang terjadinya
perzinahan. Lihat Tafsir Al-Mishbah Juz 3 halaman 93.
12
semak belukar dan mati. Ayat Al-Qur‟an di atas diturunkan setelah peristiwa
ini terjadi.6
Firman Allah dalam Qs. Al-Maidah pada lafadz فَب ْقطَ ُعْٕا
orang yang melakukan pencurian, sesuatu yang dicuri, maupun tempat yang
dicuri.7 Pada lafadz ًَُٓبَٚ ِْذَٚ“أtangan keduanya”, Allah tidak berfirman ًَِٓبْٚ َ َذٚ
dikemukakan oleh para pakar bahasa Arab itu, karena sangkaan baik terhadap
mereka. Al- Khalil bin Ahmad dan Al-Farra‟ berkata, “setiap sesuatu yang
ada pada tubuh manusia, apabila sesuatu itu disebutkan untuk dua orang,
maka sesuatu itu harus dijamakkan”. Oleh karena itu Allah berfirman, طعُْٕا
َ فَب ْق
tangan kanan si ini dan tangan kanan si itu. Namun demikian, menurut aturan
6
Abdurahman I Doi. Tindak Pidana Dalam Syariat Islam, (Jakrta: Rineka Cipta, 1992),
h. 63.
7
Syaikh Imam Al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), h. 400.
13
bahwa yang boleh dipotong hanyalah tangan kanan, padahal tidak demikian.
Akan tetapi, yang boleh dipotong itu tangan-tangan dan kaki-kaki. Dengan
demikian, firman Allah: ًَُٓبَٚ ِْذٚ َأitu kembali kepada empat perkara, yang
terhimpun pada dua perkara (yaitu tangan dan kaki). Sebab lafadzh ًَْب
ُ adalah
tatsniah. Dengan demikian pula, firman Allah itu dikemukakan secara fasih.8
adalah Al-Khiyar bin Abdi bin Naufal bin Abdi Manaf. Perempuan pertama
yang dihukum potong tangan karena mencuri adalah Murrah binti sufyan bin
Abdi Al-Asad dari bani Mahzum. Abu Bakar pernah memotong tangan kanan
seorang pencuri kalung dan umar memotong tangan Ibnu Samurah, saudara
8
Syaikh Imam Al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi, h. 415-416.
9
Muhammad Amin Suma dkk, Pidana Islam Di Indonesia Peluang, Prospek, dan
Tantangan, ( Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001), h, 124.
14
Abdurrahman bin Samurah. Hal ini telah disepakati bersama. Sepintas ayat
ini bersifat umum, setiap pencuri harus dihukum potong tangan. Akan tetapi
pencuri akan dipotong jika mencuri sesuatu yang harganya seperempat dinar
atau lebih. Jadi jelaslah hukumanini hanya berlaku pada sebagian pencuri,
bukan setiap pencuri. Pencurian kurang dari seperempat dinar tidak terkena
hukuman potong tangan. Inilah pendapat Umar bin Al-Khattab, Utsman bin
Affan, Ali bin Abi Thalib, Umar bin Abdul Aziz, Al-Laits,Al-Syafi‟i, dan
Abu Saur. Imam Malik berkata,”tangan pencuri dipotong juga karena mencuri
seperempat dinar atau tiga dirham. Kalau mencuri sesuatu seharga dua dirham
yang senilai seperempat dinar, karena selisih nilai tukarnya, tangan pencuri
tangan harus dihubungkan dengan hadis Nabi. Berikut ini versi lengkap dari
hadis tersebut.
ٍ
ْ َ ع,َع ًْشَة
َ ٍْع
َ ,َُِْ٘ َت عَُِبنزٌ ْْ ِشَٛٛع
ُ ٌٍُْ ب
ُ َبْٛسف
ُ َاخْ َبشَََب:ٌِخشَا
َ َٔقَبلَ اال,حذَ َثَُب
َ :َع ًَش
ُ
Artinya: Diceritakan dari Yahya bin Yahya, Ishaq bin Ibrahim, dan
Ibnu Abu Umar menyampaikan kepada kami dengan lafadz milik Yahya-
Ibnu Abu Umar menggunakan lafadz haddatsana, sedangakan dua perawi
yang lain menggunakan lafadz akhbarana-dari az-Zuhri, dari Amrah
10
M. Nurul Irfan, Masyrofah, Fiqih Jinayah, (Jakarta: Amzah, 2013), h. 103.
11
Al-Imam Abi Husain Muslim bin Hijjaj al-Qusyairi an-Nisaburi, Shohih Muslim,
(Bairut-Libanon: Dar Al-Kitab Al-Ilmiyah, 1972), h. 667.
15
ٍ
ِ ْْ َذ بٍِْ عَبْذِاهللِ بٚ ِزَٚ ٍْع
َ ,ٍز بٍُ يحًّذٚ حذّثُب عبذانعز:ُ٘ح َكىِ ان َعبْ َذ
َ ْششُبٍُْ ان
ْ ِبُٙحذّث
menyampaikan kepadaku dari Abdul Aziz bin Muhammad, dari Yazid bin
Abdullah bin al- Had, dari Abu Bakar bin Muhammad, dari Amrah, dari
dipotong kecuali jika dia mencuri sebanyak seperempat dinar atau lebih”.
Ulama Fiqih
sebagai hukuman yang serta merta dijalankan apa adanya bagi pendukung
pidana pencurian jika pencuri tidak berhasil mengeluarkan barang curian dari
12
Al-Imam Abi Husain Muslim bin Hijjaj al-Qusyairi an-Nisaburi, Shohih Muslim,h. 667.
13
Abdul Qadir Audah, Ensiklopedi Hukum Pidana Islam, (Bogor: Kharisma Ilmu, 2008),
h. 91.
14
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), h. 82.
16
penjatuhan hukuman potong tangan bagi pencuri yang hanya ikut membantu
wajib dijatuhi hukuman potong tangan, kecuali jika barang yang diambil
setelah dibagi dua nilai barang masing-masing tidak mencapai satu nisab,
harus dijatuhkan bagi mereka yang melakukan pencurian atau hanya ikut
membantu dalam pencurian jika nilai yang ia keluarkan mencapai satu nisab,
hukuman potong tangan ini berlaku bagi siapa saja yang melakukan atau yang
setelah barang curian ditotal dan dibagi rata, setiap pencuri mendapat satu
nisab. Mazhab Syi‟ah Zaidiyah sepakat dengan Imam Ahmad bin Hanbal.
15
Abdul Qadir Audah, Ensiklopedi Hukum Pidana Islam, h. 92.
17
kepada siapa saja, baik oleh si pelaku langsung maupun oleh mereka yang
hanya ikut membantu dalam pencurian. Namun, dalam hal ini hukuman
potong tangan tersebut dijatuhkan apabila barang yang dicuri mencapai satu
Hanabilah, yang dipotong tangan itu tangan kanan dan kaki kiri. Dipotong
tangan kanan pada pencurian yang pertama dan kaki kiri pada pencurian
yang kedua kali. Jika terjadi pencurian yang ketiga kalinya, maka tidak
ٙ
َ ِعه
َ ث
ُ ْضش
َ َ ح:َِّْ قَبلْٛ ِذ ا ْنًَقْ ُب ْٕسِٖ عٍَْ أَ ِبِٛسع
َ ِْْٙ ِذبٍِْ َأبٛس ِع
َ ٍَْششٍ ع
ِ حَذَ َثَُب َأ ُبْٕ ُي ْع
٘
ِ َبِأ،ُْ ِّ انْقَ ْخمٛعَه
َ فَقَ َخهَ ُّ ِإرَايَب.ٍَُِِْٛشَا ْنًُؤْيْٛ َبَأ ِيٚ ُّ ْطع
َ ٌ فِٗ َْزَا؟ قَبنُْٕ ِا ْق
َ َْٔنِبَصْحَببِ ِّ يَبحَش
16
Abdul Qadir Audah, Ensiklopedi Hukum Pidana Islam, h. 95-96.
17
Mardani, Kejahatan Pencurian dalam Hukum Pidana Islam, Menuju Pelaksanaan
Hukuman Potong Tangan di Nanggroe Aceh Darussalam, h. 132
18
٘
َ بَِب،ِجَُببَت
َ ٍْم ِي
ُ ّس
ِ غْ َخَٚ ٍءٙ
ْ َ بِبََ٘ ش،َصالَة
َ َخََٕانضَأُ انٚ ٍءٙ
ْ َ٘ ش
ِ بَِأ،َطعَبو
َ َ ْأ ُكمُ انٚ ٍءٙ
ْ َش
ٔ3
)ٗٓقٛ)سٔاِ انب.ُّ َخ َشج
ُ ََبيًب فَأٍٚ َأ
ِ ّْسج
َ جخِ ِّ َف َشدَ ُِ ِإنَٗ ان
َ عهَٗ حَب
َ ُقُْٕوَٚ ٍءٙ
ْ َش
Artinya:
Telah menceritakan kepada Abu Mu’syir dari Said bin Abi Said Al
Maqbiri dari ayahnya, ia berkata: “ Aku telah menghadiri Ali bin Abi
Thalib membawa seorang laki-laki yang putus sebelah tangan dan
kakinya, yang pernah mencuri. Ia (Ali) bertanya kepada sahabatnya,
bagaimana pendapat kalian tentang hal ini. Mereka menjawab, potong ya
Amirul Mu’minin. Ali R.A. berkata: “Aku bunuh dia jika kudapati dia
membunuh. Sebab dengan apa dia memakan makanan, dengan apa dia
berwudhu untuk shalat, dengan apa bersuci dari junub, dengan apa ia
berdiri untuk keperluannya. Maka Ali R.A. memasukan dia ke penjara
selama beberapa hari, kemudian mengeluarkannya.
Syafi‟i dan Imam Ahmad, pencuri yang mencuri untuk ketiga kalinya yaitu
kelima kalinya maka ia dikenai hukuman ta‟zir dan dipenjara seumur hidup
ج
ِ ِصعَبِ بٍِْ ثَبب
ْ ُح َذثََُبجَذِ٘ عٍَْ ي
َ :ِِٙالن
َ ِٓ م ا ْن
ٍ ْٛ ْذِ بٍِْ عَ ِقَٛعب
ُ ٍ
ِ ْعبْذِانهَِّ ب
َ ٍُْح َذثََُب ُيحَ ًَ ُذب
َ
َب َسسُ ْٕلَ انهَِّ! ِإًََبٚ : فَقَبنُٕا,))ُُِٕ ((اقْ ُخه:َّ ٔسهى فَقَبلٛ صهٗ اهلل عهٙ
ِ ِِبّسَب ِسقٍ ِإنَٗ انَُب
18
Muhammad bin Ismail al-Kahlani, Subulus as-Salam,juz 2, (Bandung: Dahlan, tt), h.
29.
19
Ahmad Wardi muslich, Hukum Pidana Islam, h. 91.
19
: فَقَبنُٕا:))ُُِٕ ((اقْ ُخه:ََتَ فَقَبلَِٛءَ بِِّ انّثَبِٙ ُث َى ج,َ فَ ُقطِع:َ قَبل,))ُِْٕط ُع
َ ((ا ْق:َ فَقَبل,َس َشق
َ
ٙ
َ ِ فَأُح,))ُِْٕط ُع
َ ((ا ْق:َ فَقَبل,َس َشق
َ َب َسسُ ْٕلَ انهَِّ! ِإ ًََبٚ : فَقَبنُٕا:))ُُِٕ ((اقْ ُخه:َانشَا ِبعَتَ فَقَبل
َُِْٙب ُِ فٛ ُثىَ اجْ َخ َشسََْبُِ فََأنْ َق,ُِطهَقَُْب بِِّ فَقَ َخهَُْب
َ َْ فَب:ٌ قَبلَ جَب ِبش,))ُُِٕ ((اقْ ُخه:َبِِّ انْخَب ِيّسَتَ فَقَبل
ٕٓ
.َْ ِّ انْحِجَبسَةٛعَه
َ َُْبَٛبِ ْئ ٍش َٔسَي
20
Abu Daud Sulaiman bin al-Asy‟ats al-Azdi as-Sijistani, Sunan Abu Dawud, (t.tk-Darul
Fikr, tt), h. 142.
20
Malik, Imam Abu Hanifah, Imam Syafi‟i, dan Imam Ahmad adalah dari
Alasan jumhur ulama adalah karena pengertian minimal dari tangan itu
adalah telapak tangan dan jari. Alasan Khawarij adalah karena pengertian
tangan itu mencakup keseluruhan dari sejak ujung jari sampai batas pundak.21
Perbedaan pendapat tentang batasan tangan ini terjadi karena semua batasan
yang mereka sebutkan termasuk ke dalam cakupan makna ٘ذٚ االtangan; baik
Yaitu bisa dengan ditempelkan pada besi yang sudah dipanaskan dengan api
atau cara-cara lainnya agar darahnya berhenti. Dengan demikian, orang yang
dipotong tangannya tidak mengalami kondisi kritis yang bisa berakibat pada
kehilangan nyawa dan kematian. Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW,
mendapat ajuan seorang pencuri yang telah mencuri mantel. Mereka berkata,
wahai Rasulullah, orang ini telah mencuri. Rasulullah SAW, bertanya, “aku
menduga dia tidak mencuri?” pencuri berkata, benar, aku telah mencuri,
21
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam. h. 92.
22
M. Nurul Irfan & Masyrofah, Fiqh Jinayah, h. 111.
21
،ًِ ( اذٌَْبُوا ِب:ًِ وَقَا َل فِي،ُ َفسَا َق ًُ ِبمَعْىَاي،َث أَبِي ٌُرَيْ َرة
ِ حدِي
َ َْأخْ َرجًَُ ا ْلحَا ِك ُم ِمه
ٕٖ
ِش بِِإسْىَا ِدي
َ لَا بَ ْأ:َ وَقَال،سمُو ُي ) وَأَخْ َرجَ ًُ الْبَسَا ُر أَ ْيضًا
ِ ح
ْ ُث َم ا،ُطعُوي
َ فَا ْق
jera bagi yang lainnya, syariat memerintahkan agar tangan pencuri yang telah
23
Al-Hafidz Ahmad Bin Hajr Al-Atskolani, Bulughul Maram, (Surabaya: Sarikat
Bengkulu Indah, tt), h. 277.
24
Maksud dari membakar bekas potongan tangan tersebut yaitu dilakukan tindakan medis
kepada pelaku agar darahnnya berhenti mengalir.
25
Al-Hafidz Ahmad Bin Hajr Al-Atskolani, Bulughul Maram, h. 277.
22
SAW, lantas tangannya dipotong. Setelah itu beliau menyuruh agar tangan
Salah satu yang dibanggakan oleh manusia adalah harta. Ajaran Islam
untuk berusaha sekuat tenaga sesuai kemampuan untuk mencari harta. Syariat
Islam yang ditetapkan oleh Allah swt, dan Muhammad Rasulullah saw
dengan cara yang haram seperti berbuat curang, merugikan orang lain,
mencari keuntungan yang berlebihan, dan lain-lain harus dihindari oleh umat
Islam. Mengganggu dan merusak sistem nilai yang berkaitan dengan bidang
ditetapkan oleh syariat Islam berlandaskan atas prinsip suka sama suka, tidak
potong tangan bagi para pencuri, menunjukan bahwa pencuri dikenai sanksi
hukum potong tangan adalah pencuri yang profesional, bukan pencuri iseng,
atau bukan karena keterpaksaan. Sanksi potong tangan atas hukuman bagi
26
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 4, (Bandung: Alma‟arif, 1977), h. 377.
23
sebagai balasan atas tindak pidana yang ia lakukan, dan gambaran bagi orang
lain agar tidak mengikuti perbuatan itu.28 Hukuman potong tangan didasarkan
atas penyelidikan mental dan kejiwaan manusia. Oleh karena itu hukum
masyarakat, dan oleh karena itumerupakan hukuman yang paling baik, sebab
masyarakat.29
Pandangan ini tidak tepat, karena kalau tidak berisi kekejaman dan hanya
hukum positif itu sendiri beberapa macam pencurian dihukum dengan kerja
27
Zainudin Ali, Hukum Pidana Islam. (Jakarta: sinar Grafika, 2009), h. 67-68.
28
Mardani, Kejahatan Pencurian dalam Hukum Pidana Islam Menuju Pelaksanaan
Hukuman Potong Tangan di Nanggroe Aceh Darussalam, h. 117.
29
Mardani, Kejahatan Pencurian dalam Hukum Pidana Islam Menuju Pelaksanaan
Hukuman Potong Tangan di Nanggroe Aceh Darussalam, h. 135.
24
berat seumur hidup atau hukuman kerja berat sementara. Tentunya hukuman
mayat dalam kuburnya, dengan terampas kemerdekaannya dan jauh pula dari
nyawa dan hancurnya seluruh badan, sedang hukuman mati diterima oleh
anggota badan.30
dalam lima perkara pokok, yaitu agama, jiwa, akal, kehormatan, dan harta.31
Artinya:
30
Mardani, Kejahatan Pencurian dalam Hukum Pidana Islam Menuju Pelaksanaan
Hukuman Potong Tangan di Nanggroe Aceh Darussalam, h. 135-136.
31
Abdul Mughits, Ushul Fikih Bagi Pemula, (Jakarta : Artha Rivera, t.t), h. 118-119.
32
Ahmad Al-Mursi Husain Jauhar, Maqashid Syariah, (Jakarta: Amzah, 2009), h. 167.
25
menetapkan hukum potong tangan dan potong kaki bagi pencuri. Allah
kriminal lain yang hampir sejenis dengan pencurian sangat kecil dan mudah
Islam adalah:
a. Pencegahan (ُجش
ْ ع َٔان َز
ُ ْ)اَن َشد
sama.
tujuan tersebut, tidak boleh kurang atau lebih dari batas yang
33
Ibid., h. 195.
26
tentram, dan damai. Meskipun demikian, tujuan yang pertama ini ada
bukan karena takut akan hukuman, melainkan akan kesadaran diri dan
34
Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam, ( Jakarta: Sinar
Grafika, 2004), h. 137-138.
35
Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam, h. 138.
27
DI INDONESIA
fakta. Misalnya, Sultan Malikul Zahir dari Samudra Pasai adalah salah
seorang ahli agama dan hukum Islam terkenal pada pertengahan abad ke XIV
Indonesia pada umumnya adalah hukum yang tidak tertulis yang disebut
1
Sutrisno Kutoyo, Kiai Haji Ahmad Dahlan dan Persyarikatan Muhammadiyah, (Jakarta:
Balai Pustaka, 1998). h. 7-8.
2
Abdul Halim, Politik Hukum Islam di Indonesia,(Ciputat: Ciputat Press, 2005). h. 45.
3
Rifyal Ka‟bah, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Universitas Yarsi, 1998), h. 69
28
29
hukum adat. Dalam sistem hukum adat tidak dikenal pemisahan hukum
dipengaruhi oleh agama Islam (Aceh, Palembang, ujung pandang) dan agama
Hindu.4
bagi orang Indonesia. Resolusi ini dikenal dengan Compendium Freijer dan
Indonesia.6
keseluruhannya dan sebagai satu kesatuan, atau dengan kata lain hukum
4
S.R. Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia Dan Penerapannya. (Jakarta:
Alumni AHAEM-PETEHAEM, 1986). h. 43.
5
Marwati Djoened Poesponegoro Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Zaman
Kebangkitan Nasional dan Masa Hindia Belanda -cet.3, (Jakarta: Balai Pustaka, 2009). h.56
6
Mohammad Idris Ramulyo, Azaz-Azaz Hukum Islam Sejarah Timbul dan
Berkembangnya, (Jakarta: Sinar Grafika, 1997). h. 49
30
mengikuti agama yang dianut seseorang. Jika orang itu memeluk agama
Islam semakin luas, yaitu melalui pasal 78 RR dalam Stbl Hindia Belanda
Menurut teori ini, hukum yang berlaku bagi umat Islam adalah hukum adat
mereka masing-masing. Hukum Islam dapat berlaku bagi umat Islam apabila
telah diresepsi oleh hukum adat. Hukum adatlah yang menentukan ada
7
Muhammad Daud Ali, Hukum Islam ; Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di
Indonesia,( Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993), h. 219.
8
Warkum Sumitro, Perkembangan Hukum Islam di Tengah Kehidupan Sosial Politik di
Indonesia, (Malang: Bayumedia Publishing, 2005).h. 39.
9
Muhammad Daud Ali, Hukum Islam ; Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di
Indonesia. h. 20
10
Ahmad Syafii Maarif, Islam dan Masalah Kenegaraan, (Jakarta: LP3ES, 1985). h. 99.
31
ketat dari pihak Jepang, karena Jepang memberikan kebebasan kepada rakyat
Indonesia meskipun itu merupakan salah satu siasat Jepang agar mendapat
dukungan dari rakyat Indonesia untuk melawan sekutu. 12 Hukum Islam pada
membicarakan tentang dasar negara, di mana para tokoh muslim dan tokoh
menginginkan Islam lah yang menjadi dasar negara Indonesia, namun kaum
muslim dan nasional sepakat merumuskan lima dasar yang menjadi dasar
11
Deliar Noer, Partai Islam di Pentas Nasional 1945-1965, (Jakarta: Pustaka Utama
Grafiti, 1987). h. 23
12
Warkum Sumitro, Perkembangan Hukum Islam di Tengah Kehidupan Sosial Politik di
Indonesia. h. 83-84.
32
Hatta sebagai presiden dan wakil presiden, hukum Islam kurang mendapat
perhatian khusus dari pemerintah atau hukum Islam mengalami masa suram
negara Indonesia, yang juga berjasa besar dalam setiap perjuangan bangsa.
Islam tidak mendapatkan ruang yang luas seperti yang diharapkan kaum
muslimin di Indonesia. Ini sama halnya seperti mendaur ulang apa yang
Undang Dasar (UUD) 1945.16 Konstitusi menjadi konsep dan kajian utama
13
Warkum Sumitro, Perkembangan Hukum Islam di Tengah Kehidupan Sosial Politik di
Indonesia, h. 108.
14
M Rusli Karim, Negara dan Peminggiran Islam Politik: Suatu Kajian Mengenai
Implikasi Kebijakan Pembangunan Bagi Keberadaan ”Islam politik” di Indonesia Era 1970-an
dan 1980-an, (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya (Anggota IKAPI), 1999), h. 119.
15
A. Ubaedillah dan Abdul Rozak, Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) Hak
Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, (Jakarta: Prenada Media Group, 2010), h. 97.
16
Ibid., h. 63.
33
hukum tata negara dan ilmu negara sendiri).17 Indonesia sebagai negara
agama. Agama sebagai refleksi atas iman tidak hanya terbukti dalam ucapan,
keyakinan dan iman saja, tetapi agama juga merefleksikan sejauh mana iman
itu diungkapkan dalam kehidupan dunia ini. Kesadaran akan iman atas ajaran
Indonesia yang lazim dikenal dengan UUD Negara Republik Indonesia Tahun
1945 (UUD NRI 1945). UUD ini merupakan hukum dasar yang mengatur
yang adil dan rakyat yang sejahtera. Dalam kaitan kehidupan berbangsa dan
tercantum pada alinea keempat pada Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi,
eksistensi agama Islam sebagai agama resmi dan hukum Islam sebagai hukum
17
Inu Kencana Syafi‟i, Kepemimpinan Pemerintahan Indonesia, (Bandung: Refika
Aditama, 2003), h. 97.
18
Muhammad Said, Peranan Islam Dalam Penghayatan, Pengamalan dan Pengamanan
Pancasila, ( Jakarta: Departemen Agama RI, 1985), h. 46.
19
Muhammad Tahir Azhari, Negara Hukum Suatu Segi tentang Prinsip-Prinsip dilihat
dari Segi Hukum Islam, Implementasinya Pada Negara Madinah dan Masa Kini, (Jakarta:
Kencana, 2007), h. 150-152.
34
atas pasal 29 ayat (1) UUD 45, hukum Islam merupakan sumber
Maha Esa” yang terkesan mengutip ayat pada Q.S. Al-Ikhlas ayat (1) yaitu
Lebih lanjut pada pasal 29 ayat (1) UUD 1945 disebutkan yaitu
disimpulkan bahwa UUD 1945 mempunyai nilai keislaman yang tinggi yang
sifat bangsa yang percaya bahwa terdapat kehidupan lain di masa nanti
nilai-nilai yang dianggap luhur yang akan membuka jalan bagi kehidupan
20
M. Sularno, “Syariat Islam dan Upaya Pembentukan Hukum Positif di Indonesia”, Al-
Mawardi, XVI, (2006), h. 211-212.
35
yang baik di masa nanti. Di samping itu, dalam perspektif konstitusi terdapat
halnya dengan agama Islam yang universal sifat-sifatnya itu. Hukum Islam
dan hukum eks-Barat, hukum Islam merupakan salah satu komponen tata
hukum Indonesia, menjadi salah satu sumber bahan baku bagi pembentukan
hukum nasional.22
21
Al-Yasa‟ Abu Bakar, Syariat Islam di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam:
Paradigma, Kebijakan dan Kegiatan, (Aceh: Dinas Syariat Islam, 2005), h. 84.
22
Mohammad Daud Ali, Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di
Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h. 266-268.
36
mengandung dua dimensi, yakni: pertama, dimensi yang berakar pada nash
qat’i, yang bersifat universal, berlaku sepanjang zaman, kedua, dimensi yang
berakar pada nash zanni, yang merupakan wilayah ijtihadi dan memberikan
umat Islam dapat menerapkan hukum Islam secara beragam, lantaran faktor
positif bersumberkan hukum Islam yang lebih luas dan selaras dengan
23
M. Sularno, “Syariat Islam dan Upaya Pembentukan Hukum Positif di Indonesia”, Al-
Mawardi, XVI, (2006), h. 211-212.
37
positif di Indonesia.
pusat menyetujui dengan membuat UU No. 44 tahun 1999 yang antara lain
(WH) sebagai badan pengawasan dan penegakan syariat, tetapi tidak ada
pengaruh pihak manapun dalam wilayah PNAD yang berlaku untuk pemeluk
agama Islam.
Dalam pasal 125 ayat (1) undang-undang ini diatur bahwa syariat Islam yang
39
dilaksanakan di Aceh meliputi aqidah, syariah dan akhlak; ayat (2) syariat
hingga di luar hukum keluarga dan warisan, termasuk transaksi ekonomi yang
yang diatur dalam Qanun No. 12 Tahun 2003 tentang Minuman Khamar dan
Sejenisnya, Qanun No. 13 Tahun 2003 tentang Maisir (Perjudian), dan Qanun
dilarang bahkan diharamkan, karena sifatnya yang dapat merusak akal dan
28
Rusjdi Ali Muhammad, Revitalisasi Syariat Islam di Aceh, Problem, Solusi dan
Implementasi Menuju Pelaksanaan Hukum Islam di Nanggroe Aceh Darussalam, (Jakarta: Logos,
2003), Cet. I, h. 152.
29
Qanun No. 12 Tahun 2003 tentang Minuman Khamar dan Sejenisnya, Qanun No. 13
Tahun 2003 tentang Maisir (Perjudian), Qanun No. 14 Tahun 2003 tentang Khalwat (Mesum).
40
30
Lihat Lembaran Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2003
No. 25 Seri D No. 12
31
Lihat Bab VII Ketentuan Uqubat Pasal 26 Qanun No. 12 tahun 20003 tentang
Minuman Khamar dan sejenisnya.
41
yang bersifat taruhan antara dua pihak atau lebih dimana pihak yang menang
3) Pasal 6:
(1) Setiap orang atau badan hukum atau badan usaha dilarang
(2) Setiap orang atau badan hukum atau badan usaha dilarang
penyelenggaraan maisir.
Ruang lingkup larangan maisir dalam qanun ini adalah segala bentuk
32
Bab I Pasal I angka 20 Qanun No. 13 Tahun 2003 Tentang Maisir.
42
Pasal 23:35
2) Setiap orang atau badan hukum atau badan usaha non instansi
33
Pasal 2 Qanun No. 13 Tahun 2003 Tentang Maisir.
34
Pasal 3 Qanun No. 13 Tahun 2003 tentang Maisir
35
Pasal 23 Qanun No. 13Tahun 2003 Tentang Maisir
43
banyak Rp. 35.000.000,- (tiga puluh lima juta rupiah), paling sedikit
tindak pidana perjudian akan dipidana dengan pidana cambuk di depan umum
paling banyak 12 (dua belas) kali dan paling sedikit 6 (enam) kali.
rupiah), paling sedikit Rp. 2.500.000,- (dua juta Lima ratus ribu
rupiah).
44
Tahun 2003 Tentang Maisir (Perjudian), dan Qanun No. 14 Tahun 2003
tersebut diatas berkaitan dengan lima hal yang sangat dijaga dalam syariat
Islam yang disebut dengan maqashid syariah (melindungi agama, jiwa, akal,
Tentang OTSUS NAD yang diberikan khusus oleh pemerintah pusat kepada
DI INDONESIA
Hudud adalah hukum Allah yang tidak berdiri sendiri bahkan berada
dalam satu sistem hukum Islam yang komprehensif, saling melengkapi antara
satu komponen dengan komponen yang lain. Hudud merupakan salah satu
tangan dalam syariat Islam yaitu hukuman untuk pencuri baik laki-laki
hukuman potong tangan tersebut adalah hukuman yang paling maksimal dan
1
Wahbah Zuhaili, Fikih Imam Syafi’i, (Terbitan Al-Mahira, Cet 1, 2010), h. 259.
46
48
tentunya hukuman tersebut memberikan efek jera terhadap pelaku dan orang
merupakan bagian dari sistem hukum pidana Islam yanng diatur oleh syariat
hukuman potong tangan dalam Islam termasuk jenis sanksi yang qath’i,
karena telah diatur di dalam nash-nash al-Quran, hadits dan ijma ulama.
Hukuman ini memilki dua unsur, pertama; sebagai efek jera (zawajir), dan
kedua; sebagai jawabir. Jawabir ini adalah konsep dalam Islam di mana jika
akhirat nanti.3
Allah swt. Hukuman potong tangan merupakan hukuman yang terbaik untuk
manusia. Oleh karena itu hukuman tersebut sangat efektif diberikan untuk
tindak pidana pencurian, karena Allah yang menciptakan manusia dan Allah
potong tangan tersebut tidak pernah diberlakukan dan bahkan tidak akan
2
Wawancara dengan Ma’rifat Iman, pada 23 Desember 2014 di Jakarta.
3
Wawancara dengan Fahmi Salim, pada 07 Januari 2015 di Jakarta.
4
Wawancara dengan Risman Muchtar, pada 03 Desember 2014 di Jakarta.
49
menempatkan hukum pidana Islam dan tidak ada hukuman potong tangan,
Indonesia, maka Indonesia akan terhindar dari berbagai musibah yang dapat
dipenjara maka tidak akan membuat si pelaku merasa takut dan jera, malah
5
Wawancara dengan Ma’rifat Iman di Jakarta.
6
Wawancara dengan Fahmi Salim di Jakarta.
7
Wawancara dengan Risman Muchtar di Jakarta.
8
Wawancara dengan Fahmi Salim di Jakarta.
50
potong tangan diberlakukan di Indonesia, akan tetapi kita harus melihat ada
UUD dan KUHP. Menurut ketiganya, dalam Pancasila yaitu pada sila
pertama “Ketuhanan yang Maha Esa” terdapat nilai-nilai agama yang sangat
karena KUHP dianggap sangat multi tafsir.11 Namun dalam hal ini Ma’rifat
9
Wawancara dengan Risman Muchtar di Jakarta.
10
Wawancara dengan Ma’rifat Iman di Jakarta.
11
Wawancara dengan Risman Muchtar di Jakarta, wawancara dengan Fahmi Salim di
Jakarta, wawancara dengan Ma’rifat Iman di Jakarta.
51
menegaskan, setiap hukuman itu harus ada undang-undang yang berlaku agar
ulama tersebut (Ma’rifat, Fahmi dan Risman) menyatakan bahwa yang berhak
peradilanlah yang berhak mengadili, dan tentunya harus sesuai dengan apa
atau tidaknya. Dalam hal ini, hukuman potong tangan bukanlah termasuk
hukuman pribadi, tetapi termasuk hukum publik. Menurut Fahmi dan Risman,
hukuman tersebut tidaklah berat, berat bagi pelaku kriminal karena dia yang
12
Wawancara dengan Ma’rifat Iman di Jakarta.
13
Wawancara dengan Risman Muchtar di Jakarta, wawancara dengan Fahmi Salim di
Jakarta, wawancara dengan Ma’rifat Iman di Jakarta.
14
Wawancara dengan Risman Muchtar di Jakarta, wawancara dengan Fahmi Salim di
Jakarta, wawancara dengan Ma’rifat Iman di Jakarta.
52
ini sifatnya dapat menghilangkan anggota badan.15 Hal ini sejalan dengan
bagaimana pun juga pelaku tersebut adalah warga negara yang berhak
samping itu, ada juga agama lain yang diakui kedudukannya. Hukuman
potong tangan adalah salah satu hukuman hudud dalam syariat Islam. Jika
tersebut mengikat bagi siapa saja yang ada di dalamnya. Begitupun menurut
Ma’rifat dan Risman, hukuman potong tangan akan tetap berlaku untuk siapa
saja, baik orang muslim maupun non muslim. Karena hukum pidana itu
menyangkut hukum publik. Jadi, bagi siapa saja yang berada dalam wilayah
15
Wawancara dengan Risman Muchtar di Jakarta, wawancara dengan Fahmi Salim di
Jakarta.
16
Wawancara dengan Ma’rifat Imandi Jakarta.
17
Wawancara dengan Risman Muchtar di Jakarta, wawancara dengan Fahmi Salim di
Jakarta
18
Wawancara dengan Ma’rifat Imandi Jakarta.
53
dalam hal ini, Fahmi lebih menekankan hukuman potong tangan kepada
orang muslim, karena hukuman potong tangan ini merupakan ajaran bagi
orang muslim.20
tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh
kembali tentang hukuman potong tangan, meskipun di daerah Aceh. Hal ini
tidak bisa diganti dengan hukuman lain seperti penjara. Karena hukuman
19
Wawancara dengan Ma’rifat Iman di Jakarta, wawancara dengan Risman Muchtar di
Jakarta.
20
Wawancara dengan Fahmi Salim di Jakarta.
21
Wawancara dengan Ma’rifat Iman di Jakarta, wawancara dengan Risman Muchtar di
Jakarta, wawancara dengan Fahmi Salim di Jakarta.
22
UU No 18 Tahun 2001 Tentang OTSUSNAD
23
Wawancara dengan Ma’rifat Iman di Jakarta, wawancara dengan Risman Muchtar di
Jakarta, wawancara dengan Fahmi Salim di Jakarta.
54
penjara tidak terlalu memberikan efek jera kepada pelaku, bahkan hukuman
hukuman potong tangan yang merupakan hukuman yang telah ditetapkan oleh
Allah swt. Menurut ketiganya, hikmah dan tujuan dari hukuman potong
dan terlindungi dari tindak kejahatan, dan dapat meringankan dosa si pelaku
Pemberlakuannnya di Indonesia
pidana pencurian yang telah diatur dalam Qs. Al-Maidah ayat 38 yaitu pada
kepunyaan orang lain agar pencuri merasa jera, sehingga orang tersebut tidak
lagi perlu untuk mengambil kepunyaan orang lain secara tidak sah.
24
Wawancara dengan Ma’rifat Iman di Jakarta, wawancara dengan Risman Muchtar di
Jakarta, wawancara dengan Fahmi Salim di Jakarta.
25
Wawancara dengan Ma’rifat Iman di Jakarta, wawancara dengan Risman Muchtar di
Jakarta, wawancara dengan Fahmi Salim di Jakarta.
55
dan orang-orang yang akan melakukan hal yang sama merasa takut dan tidak
potong tangan adalah langkah untuk memberikan rasa takut atau efek jera
Menurutnya, hukuman itu bukan untuk menyakiti, tetapi hukuman itu bersifat
tersebut.
berpendapat, hukuman potong tangan itu adalah hukuman yang jelas (sharih),
dan hukuman potong tangan itu ialah memotong tangan mulai dari jari sampai
tangan, tetapi bisa juga diartikan memutus atau menutup perbuatan jahat
tersebut, dan hukuman potong tangan itu adalah hukuman yang efektif untuk
dalam hal ini terdapat tiga klasifikasi pencurian, pertama, pencurian karena
profesi atau pekerjaan. Untuk pencurian ini, maka si pelaku mutlak dijatuhi
hukuman potong tangan. Kedua, pencurian karena kebiasaan atau karena ada
26
Wawancara dengan Masdar Fuadi Mas’ud, pada 19 Desember 2014 di Jakarta.
27
Wawancara dengan Cholil Nafis padal 03 Desember 2014 di Jakarta.
56
pencurian sesekali atau karena ada faktor yang mendesak, untuk pencurian
yang ketiga ini hukuman bisa diringankan, karena pada masa Umar ra, ketika
pidana pencurian dengan kekerasan. Namun jika hanya mencuri dan barang
yang dicuri tidak mencapai nisab yang ditentukan, maka itu harus dilakukan
sangat tepat dan tidak terlalu membuang biaya dibandingkan dengan pidana
28
Wawancara dengan Arwani Faisal, pada 11 Desember 2014 di Jakarta.
29
Wawancara dengan Masdar Fuadi Mas’ud di Jakarta, wawancara dengan Cholil Nafis di
Jakarta, wawancara dengan Arwani Faisal di Jakarta.
30
Wawancara dengan Masdar Fuadi Mas’ud di Jakarta.
31
Wawancara dengan Cholil Nafisdi Jakarta.
57
tentu itu akan memakan waktu yang sangat lama untuk mensosialisasikannya
ke masyarakat.32
pada prinsipnya hukuman itu bagaimana membuat si pelaku jera dan orang
terdapat di dalam KUHP itu bersifat sementara yaitu hanya penjara dan denda
saja, sedangkan kebanyakan para pelaku tidak merasa takut dan jera dengan
hukuman penjara.33
Dalam hal ini ketiga ulama NU di atas menyatakan bahwa yang berhak untuk
yang berlaku.34
peradilanlah yang akan memproses setiap perkara, dan hukuman itu bukan
32
Wawancara dengan Arwani Faisal di Jakarta.
33
Wawancara dengan Masdar Fuadi Mas’ud di Jakarta, wawancara dengan Cholil Nafis di
Jakarta, wawancara dengan Arwani Faisal di Jakarta.
34
Wawancara dengan Masdar Fuadi Mas’ud di Jakarta, wawancara dengan Cholil Nafis di
Jakarta, wawancara dengan Arwani Faisal di Jakarta.
58
semata-mata bebas diberlakukan oleh siapa saja, tetapi harus ada penanganan
hukuman tersebut dipilih menjadi hukum nasional. Karena sesuai dengan apa
yang mereka perbuat dan sesuai dengan syariat, apalagi hukuman tersebut
harus dilihat dari perbuatan itu sendiri. Jika memang perbuatan itu
tidaklah berat. Tetapi jika sebaliknya, maka tentunya hukuman itu dianggap
terlalu berat.37
Menurut Arwani juga bukan karena hukuman itu berat, Arwani setuju
dengan hukuman berat. Akan tetapi yang menjadi persoalan Arwani adalah
umat Islam berada diantara umat yang lain, dan mereka merasa keberatan
dengan hukuman itu, khawatir umat Islam akan pindah dari Islam karena
Indonesia.38
35
Wawancara dengan Masdar Fuadi Mas’ud di Jakarta, wawancara dengan Cholil Nafis di
Jakarta, wawancara dengan Arwani Faisal di Jakarta.
36
Wawancara dengan Cholil Nafis di Jakarta.
37
Wawancara dengan Masdar Fuadi Mas’ud di Jakarta.
38
Wawancara dengan Arwani Faisal di Jakarta.
59
pemerintah.40
di samping itu ada juga agama lain yang diakui kedudukannya. Hukuman
potong tangan adalah salah satu hukuman hudud dalam syariat Islam. Jika
hukuman tersebut mengikat bagi siapa saja yang berada di dalamnya. Ketiga
menjadi hukum yang berlaku di Indonesia, maka hukuman itu harus mengikat
kepada siapa saja tanpa terkecuali baik muslim maupun non muslim, karena
tangan dapat diberlakukan di daerah Aceh. Karena kita ketahui bahwa Aceh
tekstual maka tidak dianggap bertentangan, tetapi jika ketentuan hukuman itu
39
Wawancara dengan Masdar Fuadi Mas’ud di Jakarta, wawancara dengan Cholil Nafis
di Jakarta.
40
Wawancara dengan Arwani Faisal di Jakarta.
41
Wawancara dengan Masdar Fuadi Mas’ud di Jakarta, wawancara dengan Cholil Nafis
di Jakarta, wawancara dengan Arwani Faisal di Jakarta.
60
untuk dilegalisasikan.42
daerah Aceh tetap perlu diadakan penafsiran kembali. Dari penafsiran itu,
maka akan diketahui ketentuan batas minimal dan maksimal serta alasan
tangan.43
hukuman itu sudah tertera di dalam al-Quran dan telah ada batas-batasnya
dilaksanakan dan tidak bisa diganti dengan hukuman yang lain seperti
penjara.44
hukuman potong tangan yang merupakan hukuman yang telah ditetapkan oleh
Allah swt. Menurut ketiga ulama NU di atas, hikmah dan tujuan hukuman
potong tangan yaitu untuk kemaslahatan umum dan memberikan efek jera
dan rasa takut kepada si pelaku atau kepada orang lain, dan masyarakat akan
42
Wawancara dengan Masdar Fuadi Mas’ud di Jakarta, wawancara dengan Cholil Nafis di
Jakarta, wawancara dengan Arwani Faisal di Jakarta.
43
Wawancara dengan Masdar Fuadi Mas’ud di Jakarta, wawancara dengan Cholil Nafis di
Jakarta, wawancara dengan Arwani Faisal di Jakarta.
44
Wawancara dengan Masdar Fuadi Mas’ud di Jakarta, wawancara dengan Cholil Nafis
di Jakarta, wawancara dengan Arwani Faisal di Jakarta.
45
Wawancara dengan Masdar Fuadi Mas’ud di Jakarta, wawancara dengan Cholil Nafis di
Jakarta, wawancaradengan Arwani Faisal di Jakarta.
61
hukuman bagi tindak pidana pencurian yang terdapat dalam Qs. Al-Maidah
tangan di atas, merujuk pada konsep fiqih yang menyebutkan bahwa hukum
(1) Baligh,
(2) Berakal,
46
Al-Imam Taqiyuddin Abu Bakar Al-Husaini, Kifayatul Akhyar, juz I, (Semarang:
Maktabah Wamutba’ah Putra Semarang, tt), h. 188-192.
62
hudud ialah hukuman yang didalamnya terdapat hak Allah yang disyariatkan
diperintahkan.47
bagi mereka yang menentangnya, hal itu tidaklah seperti yang mereka
berdasarkan konteks yang terdapat dalam Qs. Al-Maidah ayat 38.48 Hukuman
terhadap orang lain. Efek jera yang dimaksud ialah agar mereka merasa takut
47
Mardani, Kejahatan Pencurian dalam hukum Pidana Islam Menuju Pelaksanaan
Hukuman Potong Tangan di Nanggroe Aceh Darussalam,(Jakarta:Indhil CO, t.th), h. 19.
48
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), h. 82
63
NU diatas tidak berbeda jauh dengan salah satu teori pemidanaan, yaitu teori
Alasan teori ini dilandasi oleh pemikiran yang menyatakan bahwa ancaman
akan timbul tujuan pencegahan dan perbaikan terhadap pelaku dan orang lain.
Pencegahan yang dimaksud dalam hal ini ialah menahan pelaku dan orang
agar pelaku menjadi orang yang lebih baik dan menyadari kesalahannya.50
Dengan demikian, akan terwujudlah rasa keadilan yang dapat dirasakan oleh
seluruh masyarakat.
49
S.R. Sianutri dan Mompang L. Panggabean, Hukum Penetensia di Indonesia, (Jakarta:
Alumni AHAEM –PETEHAEM, 1996), h. 25.
50
Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar
Grafika, 2004), h. 137-138.
64
Hal ini sejalan dengan pendapat Abdul Qadir Audah, bahwa yang
berhak melaksanakan hukuman hudud adalah penguasa atau para hakim yang
Indonesia yang terdapat pada BAB IX pasal 24 yang terdiri dari dua ayat
sebagai berikut:
dengan undang-undang.52
Menurut UUD 1945, setiap instansi atau lembaga atau jawatan yang
saling berkaitan dan tidak bisa dipisahkan. Karena semua ketentuan yang
51
Abdul Qadir Audah, Ensiklopedi Hukum Pidana Islam, (Bogor: Kharisma Ilmu, t.th),h.
180
52
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
53
Bustanul Arifin, Pelembagaan Hukum Islam di Indonesia Akar sejarah, Hambatan dan
Prospeknya, (Jakarta: Gema Insani Press, 1996), h. 50.
65
daerahnya sendiri.
Muhammadiyah dan NU, bahwa daerah Aceh adalah daerah istimewa yang
sebagaimana pada Bab III pasal 3 ayat (1) yang berbunyi “Kewenangan
Qanun No. 13 tahun 2003 tentang maisir, Qanun No. 14 tahun 2003 tentang
54
Undang-Undang No. 18 tahun 2001 tentang OTSUS NAD
55
Lihat BAB III Undang-Undang No. 18 tahun 2001 tentang OTSUSNAD
66
otonomi khusus yang diberikan oleh pemerintah. Untuk itu, Aceh mempunyai
potong tangan dengan ideologi dan UUD 1945 ada kaitannya. Karena dalam
pada sila pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Begitu pun dengan UUD
1945 di mana pada Bab XI yang berjudul “AGAMA” pasal 29 ayat (1) yang
Esa”.57
dari agama. Dalam hal ini, secara konstitusional, beragama dan beriman
nasional.
56
Qanun No. 12 tahun 2003 tentang Minuman Khamar dan sejenisnya,Qanun No. 13
tahun 2003 tentang Maisir, Qanun No. 14 tahun 2003 tentang Khalwat.
57
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
58
Muhammad Amin Suma, dkk, Pidana Islam di Indonesia, (Jakarta: Pustaka Firdaus,
2001), h. 215.
67
hukuman penjara dan hukuman denda. Dalam KUHP jenis perumusan sanksi
berdasarkan KUHP tidak sesuai dengan apa yang ditetapkan, tetapi KUHP
harus berlaku bagi siapa saja baik muslim maupun non muslim yang berada
hukum nasional. Hal ini sejalan dengan pendapat jumhur ulama (Imam
Malik, Imam Syafi’i, Imam Ahmad) dan Imam Abu Yusuf, bahwa hukum
hukum pidana Islam baik oleh penduduk muslim maupun non muslim yang
menetap yang terikat dalam perjanjian dan peraturan yang berlaku di wilayah
tertentu.60
Dalam KUHP pun dinyatakan ketentuan yang sama, yaitu pada Pasal
Indonesia berlaku bagi setiap orang yang dalam daerah Republik Indonesia
59
M. Sholehuddin, Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana, Ide Dasar Double Track System
& Implementasinya, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), h. 189.
60
Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam, h. 55.
68
Indonesia maupun orang asing, maka harus dikenakan hukuman yang berlaku
sangat disayangkan hukum yang berlaku di Indonesia saat ini adalah hukum
diberlakukan di Indonesia.
61
Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP, (Jakarta: Rineka Cipta, 2011).
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
ayat 38. Hukuman potong tangan dijatuhkan untuk pencurian yang telah
telah diatur di dalam al-Quran, hadits dan ijma para ulama. Hukuman
69
70
kepada pelaku maupun kepada orang lain, dan hukuman potong tangan
hukuman potong tangan. Tetapi dalam hal ini, hukuman potong tangan
tidak bisa diganti dengan hukuman lain seperti penjara. Karena memang
B. Saran
hukuman yang ada pada KUHP, karena jika dilihat dari hukuman yang
umum.
ini angka kriminalitas semakin tinggi, hal itu disebabkan kurang adanya
pengaturan hukum yang tegas. Untuk itu hukuman potong tangan lebih
Al-Qur’an.
Abu Bakar, Al-Yasa’, Syariat Islam di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam:
Paradigma, Kebijakan dan Kegiatan, Aceh: Dinas Syariat Islam, 2005.
Ali, Muhammad Daud, Hukum Islam ; Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum
Islam di Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993.
Ali, Mohammad Daud, Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum
Islam di Indonesia, Jakarta: Rajawali Pers, 2009.
As-Sijistani, Abu Daud Sulaiman bin al-Asy’ats al-Azdi, Sunan Abu Dawud, t.tk-
Darul Fikr, tt
Audah, Abdul Qadir, Ensiklopedi Hukum Pidana Islam, jilid I, Bogor: Kharisma
Ilmu, 2008.
Audah, Abdul Qodir, Ensiklopedi Hukum Pidana Islam, jilid III, Bogor: Kharisma
Ilmu, 2008.
72
73
Audah, Abdul Qadir, Ensik Lopedi Hukum Pidana Islam, jilid IV, Bogor:
Kharisma Ilmu, 2008.
Audah, Abdul Qadir, Ensiklopedi Hukum Pidana Islam, Jilid V, Bogor: Kharisma
Ilmu, 2008.
Halim, Abdul, Politik Hukum Islam di Indonesia, Ciputat: Ciputat Press, 2005.
Hanafi, Ahmad, Asas-asas Hukum Pidana Islam, Jakarta: Bulan Bintang 2005.
I Doi, Abdurahman, Tindak Pidana dalam Syariat Islam, Jakarta: Rineka Cipta,
1992.
Irfan, Muhammad Nurul, Korupsi dalam Hukum Pidana Islam, Jakarta: Amzah,
2013.
Irfan, Muhammad Nurul dan Masyrofah, Fiqih Jinayah, Jakarta: Amzah, 2013.
Karim, M Rusli, Negara dan Peminggiran Islam Politik: suatu Kajian Mengenai
Implikasi Kebijakan pembangunan Bagi Keberadaan ”Islam politik” di
Indonesia Era 1970-an dan 1980-an, Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya
(Anggota IKAPI), 1999.
Maarif, Ahmad Syafii, Islam dan Masalah Kenegaraan, Jakarta: LP3ES, 1985.
Mughits, Abdul, Ushul Fikih Bagi Pemula, Jakarta : Artha Rivera, tt.
Muhammad, Rusjdi Ali, Revitalisasi Syariat Islam di Aceh, Problem, Solusi dan
Implementasi Menuju Pelaksanaan Hukum Islam di Nanggroe Aceh
Darussalam, Jakarta: Logos, 2003.
Muslich, Ahmad Wardi, Hukum Pidana Islam. Jakarta: Sinar Grafika, 2005.
Muslich, Ahmad Wardi, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar
Grafika, 2004.
Noer, Deliar, Partai Islam di Pentas Nasional 1945-1965, Jakarta: Pustaka Utama
Grafiti, 1987.
Sholehuddin, M., Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana, Ide Dasar Double Track
System & Implementasinya, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003.
Suma, Muhammad Amin, dkk, Pidana Islam Di Indonesia Peluang, Prospek, dan
Tantangan, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001.
Wawancara pribadi dengan Arwani Faisal, pada 11 Desember 2014 pukul 16: 00
di Jakarta.
Wawancara pribadi dengan Cholil Nafis padal 03 Desember 2014 pukul 14:30 di
Jakarta.
Wawancara pribadi dengan Fahmi Salim, pada 07 Januari 2015 pukul 11:30 WIB
di Jakarta.
Wawancara pribadi dengan Ma’rifat Iman, pada 23 Desember 2014 pukul 12:30
WIB di Jakarta.
Wawancara pribadi dengan Masdar Fuadi Mas’ud, pada 19 Desember 2014 pukul
15: 30 di Jakarta.
www.mui.or.id