Oleh :
IZZATUL LAILAH
1110045100032
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syari’ah dan Hukum
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Syari’ah ( S. Sy)
Oleh:
IZZATUL LAILAH
1110045100032
Dibawah Bimbingan:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Izzatul Lailah
NIM. 1110045100032
ABSTRAK
Masalah utama dari skripsi ini adalah mengenai Sanksi dari Delik Adat Lokika
Sanggraha di Bali yang merupakan pelanggaran adat kesusilaan di tinjau dari hukum
pidana Islam. Di mana sanksi dalam hukum adat berbeda dengan hukum pidana
Islam.
Penelitian yang dilakukan adalah penelitian kualitatif, yaitu berupa kalimat- kalimat,
norma-norma, serta doktrin. Penelitian ini juga merupakan penelitian hukum
normative doktriner terutama mengenai Sanksi Lokika Sanggraha.
Hasil dari penelitian ini adalah mengetahui secara spesifik mengenai Sanksi dari delik
adat Lokika Sanggraha jika dilihat dari segi hukum pidana Islam, sehingga kita dapat
mengetahui perbedaan hukum antara hukum adat dan hukum pidana Islam.
Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah
merupaka kewajiban bagi Program sarjana ( S1) Program Studi Jinayah Siyasah
Konsentrasi Kepidanaan Islam pada Fakultas Syari’ ah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, untuk memenuhi salah satu persyaratan dan merupakan tugas
akhir untuk memperoleh Gelar sarjana ( S1). Dalam penulisan Skripsi ini, sudah tentu
penulis banyak memperoleh bantuan dan bimbingan serta dorongan dari berbagai
pihak baik moril maupun materil yang tentunya sangat bermanfaat dalam penulisan
Skripsi ini. Untuk itu dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima
1. H. JM. Muslimin, MA., Ph.,D., selaku Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN
2. Dr. Asmawi, S.Ag., M.Ag., selaku Ketua Program Studi Jinayah Siyasah Fakultas
ii
3. Afwan Faizin, S.Ag., M.Ag., selaku Sekertaris Program Studi Jinayah Siyasah
4. Dr. Phil. Asep Saepuddin Jahar, MA., selaku dosen Fakultas Syari’ah dan Hukum
5. Seluruh Dosen/ Pengajar/ Staff, Fakultas Syari’ah dan Hukum yang telah
6. Kepala dan Seluruh Staff/ Karyawan Perpustakaan Fakultas Syari’ah dan Hukum
tempat serta buku- buku referensi yang berkaitan dengan penulisan Skripsi ini.
Rukayah Tabrani BA) yang tiada henti- hentinya berdo’a sehingga penulis
Mom)
b. Kepada nenek tercinta Umi Hj. Maswanih yang selalu memberi semangat
kuliah.
c. Kepada kakak Zhul fikri S. Hi ( a wayan) dan kakak ipar Faizah S. Pdi yang
selalu memberi support dan tiada henti- hentinya berdo’a sehingga penulis
d. Kepada Ncing Ito, om Faisal, Ncing Wawai, Umi Dedeh, Ayah Yamin,
Sobah, Zaki, Syifa, Kiki, Adi serta Keluarga Besar Yayasan Arromaliyah
iii
yang tiada henti- hentinya memberikan support sehingga penulis dapat
menyelesaikan Skripsi.
f. Kepada Mbah tercinta, Ayah Bisyri, Umi, Bli Ketut Thantowi, Bli Ketut Edi,
Mba Nia, Ka Ketut Titi, serta Keluarga Besar Desa Pegayaman Bali yang
8. Prince Aizza Faqih yang dengan senang hati dan tiada henti- hentinya
9. Evi Shofiah, Rachmadyanti Dewi, Ely, dan Ayu Safitri yang selalu memberi
10. Teman- teman PI ( 2010) seperti, Azizah, Amanah, Dijah, Reni, Lulu, Imas,
Siska, Ika, dll. Kebersamaan dan kesolidan kita selama perkuliahan dan pergaulan
yang terkadang diselingi dengan aktivitas canda tawa memberikan arti pentingnya
sebuah persahabatan yang tak terlupakan dan menjadi catatan sejarah bagi kita
semua. “ Aku mengenal kalian tanpa sengaja mencoba akrab dengan kalian
menjalani persahabatan yang tak pernah pudar saling melengkapi satu sama lain
bersatu dalam ikatan persaudaraan, kelak…suatu saat kita telah hidup masing-
masing semoga ikatan ini tidak akan putus dan bangga mempunyai sahabat
iv
11. Kepada KKN KEYS yang memberikan support sehingga penulis dapat
12. Kepada Kepala/ Staff/ Karyawan Perpustakaan Universitas Indonesia yang telah
memfasilitasi tempat serta buku- buku referensi yang berkaitan dengan penulisan
skripsi ini.
13. Kepada Bapak I Nyoman Surata, SH., M.Hum dan Bapak I Putu Sugiardana, SH.,
MH selaku Dekan dan Dosen Hukum Pidana Adat Universitas Panji Sakti yang
ini.
14. Kepada Bapak Drs. I Putu Wilasa selaku Ketua PHDI ( Parisada Hindu Dharma
Indonesia) yang dengan senang hati meluangkan waktu untuk saya melakukan
15. Kepada Bapak Ida Pandita Mpu Nabe Yoga Manik Geni selaku Pedande atau
Bendesa adat yang dengan senang hati memberi masukan dalam penulisan skripsi
ini.
Akhir kata, semoga tulisan ini dapat berguna bagi semua pihak yang sempat
Penulis
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................................................... i
BAB I PENDAHULUAN
E. Metode Penelitian........................................................................ 10
BALI
vi
BAB IV TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP DELIK
Islam ............................................................................................ 61
A. Kesimpulan ................................................................................ 63
B. Saran ........................................................................................... 64
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
vii
BAB I
PENDAHULUAN
Kata adat sebenarnya berasal dari bahasa arab yang artinya kebiasaan.
Pendapat ini menyatakan bahwa adat sebenarnya berarti sifat immaterial, artinya
itu hanya merupakan sumbang yang kecil saja. Jadi, yang dimaksud dengan delik
adat itu adalah semua perbuatan atau kejadian yang bertentangan dengan
masyarakat adat itu berbeda- beda maka hukum pidana adat diseluruh Indonesia
tidak sama.2
1
Soerjono Soekanto, Hukum Adat Indonesia, ( Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hlm 70
2
Hilman Hadikusuma, Hukum Pidana Adat, hlm. 10
1
2
Hukum pidana adat adalah terjemahan dari istilah Belanda “ adat delicten
bertentangan dengan hukum pidana adat, maka ia harus diartikan lebih luas dari
KUH Perdata ( BW) yang menyatakan setiap perbuatan melanggar hukum yang
Hukum pidana adat adalah hukum yang hidup ( living law) dan akan terus
hidup selama ada manusia budaya, ia tidak akan dapat dihapus dengan
undangan akan kehilangan sumber kekayaannya, oleh karena hukum pidana adat
itu lebih dekat hubungannya dengan antropologi dan sosiologi dari pada hukum
perundang- undangan. 4
pemuda tidak menghormati orang tua, wanita duduk dengan aurat setengah
kesalahan yang menyangkut watak budi pekerti pribadi seseorang yang bernilai
3
Hilman Hadikusuma, Hukum Pidana Adat, ( Bandung: PT Alumni, 1989), hlm. 7
4
Hilman Hadikusuma, Hukum Pidana Adat, hlm. 10
3
adat tidak dibedakan antara yang bersifat kejahatan dan pelanggaran, maka
Dharma adalah hukum hindu duniawi baik yang ditetapkan maupun tidak.
Dharma adalah hukum yang bersumber dari karma phala atau hasil perbuatan
yang dijadikan ukuran atau nilai- nilai untuk berbuat yang pantas atau
tentang dusta, corah dan paradara serta sanksi hukum yang patut dijatuhkan
kepadanya. Dusta adalah kejahatan terhadap nyawa orang lain, Corah adalah
kejahatan terhadap harta benda orang lain. Paradara adalah kejahatan terhadap
tentang hukum keluarga dharma badhu, hukum perkawinan dharma vivaha dan
hukum waris dharma vibhaga, serta perbuatan- perbuatan yang berisikan suatu
5
Hilman Hadikusuma, Hukum Pidana Adat, hlm. 70
6
I Made Suastika Ekasana, Seri Dharmasthya ( Hukum Perdata Hindu) Dharma Bandhu
Hukum Keluarga Hindu, ( Surabaya: Paramita, 2012) hlm. 3
4
dengan hukum adatnya. Masalah kesusilaan bagi masyarakt adat Bali memiliki
nilai- nilai yang sangat tinggi dan harus dijunjung tinggi. Hal tersebut terkait
(bwuana agung) dan makso kosmis ( bwuana alit). Salah satu bentuk pelanggaran
kualifikasi Delik Adat Lokika Sanggraha. Perbuatan yang di daerah Bali dikenal
sebagai Lokika Sanggraha terjadi pula di daerah- daerah lain, hanya saja
kualifikasinya mungkin berbeda atau mungkin tidak ada kualifikasi tertentu dan
tidak pernah sampai diselesaikan lewat pengadilan, hal mana tentu tidak adil bagi
si korban, tidak adanya kepastian hukum dan keadaan yang demikian itu akan
dikenal adanya suatu delik Adat Lokika Sanggraha, Delik Lokika Sanggraha
diatur dalam kitab Adhigama. Delik Lokika Sanggraha berawal dari seorang laki-
7
Thesis, Unika Soegijapranata, pdf.
8
I Made Widnyana, Kapita Selekta Hukum Pidana Adat ( Bandung: Eresco 1993) hlm. 32
5
sampai terjadi hubungan biologis dan ternyata kemudiaan hari pria tersebut
Ketentuan adat yang mengatur Delik Adat Lokika Sanggraha ini masih
terhadap delik- delik adat, khususnya Delik Adat Lokika Sanggraha yang
masyarakat.
dengan kebutuhan biologis yang dilaksanakan dengan tidak patut, maka akan
indera) maupun bersifat “ niskala” ( tidak nampak dengan panca indera), yang
justru mengganggu hubungan baik yang sifatnya horizontal maupun yang sifatnya
vertikal.10
Hukum Pidana Islam merupakan suatu jarimah zina. Hamka membuat definisi
“Segala persetubuhan yang tidak disahkan dengan nikah, atau yang tidak
sah nikahnya. “ perbuatan zina yang dianggap hal biasa oleh masyarakat secular
9
I Gusti Ketut Sutha, Bunga Rampai Beberapa Aspek Hukum Adat, (Liberty: Yogyakarta,
1987) hlm. 72
10
I Gusti Ketut Sutha, Bunga Rampai Beberapa Aspek Hukum Adat,hlm. 72
6
modern merupakan tindakan yang terkutuk dan kejahatan berat dalam tinjauan
dengan system hukum Barat, karena dalam hukum Islam, setiap hubungan seksual
yang diharamkan itulah zina, baik yang dilakukan oleh orang yang telah
Kerusakan moral yang melanda dunia Barat menurut para ahli justru
Perkawinan dalam bentuk rumah tangga di bentuk jika telah ada kecocokan,
terutama setelah bertahun- tahun bersama. Inilah makna rumah tangga lebih di
maknai sebagai pilihan yang sulit, kecuali setelah menjalani hidup bersama dan
zina, yaitu persetubuhan yang dilakukan oleh laki- laki dan perempuan tanpa
sanksi yang terdapat dalam hukum pidana Islam. Bahkan apabila di laki-
11
Adian Husaini, Rajam Dalam Arus Budaya Syahwat ( Penerapan Hukum Rajam di
Indonesia dalam tinjauan Syariat Islam, Hukum Positif dan Politik Global), ( Jakarta: CV. Pustaka Al-
Kautsar, 2001). Hlm. 93
7
hal itu ? Untuk sanksi yang diterapkan bagi pelaku Delik Lokika Sanggraha
akan dijelaskan lebih detail dalam skripsi ini. Maka dari itu penulis mengangkat
Focus masalah dalam studi ini berkisar pada masalah sanksi pelaku tindak
pidana Islam. Dengan demikian dalam penulisan ini yang dijadikan masalah
pokok ialah:
Tindak pidana kesusilaan yang dijadikan focus kajian dalam studi ini
dibatasi pada (a) Delik adat mengenai Lokika Sanggraha (b) Sanksi bagi pelaku
tindak pidana kesusilaan ( Lokika Sanggraha) dalam hukum adat Bali dan Sanksi
bagi pelaku tindak pidana kesusilaan ( Lokika Sanggraha) dalam hukum pidana
Islam.
8
1. Tujuan Penelitian
pidana kesusilaan ( Lokika Sanggraha) dalam hukum adat dan hukum pidana
tindak pidana kesusilaan ( Lokika Sanggraha) dalam hukum Adat dan hukum
pidana Islam.
2. Manfaat Penelitian
tentang Delik Adat Lokika Sanggraha, Akan tetapi banyak penelitian yang
menyinggung secara terpisah, baik mengenai Delik Adat tersebut. baik secara
penelitian tersebut. Berikut ini paparan tinjauan umum atas salah satu karya
penelitian tersebut.
Adat. Inti/ hakikat yang tercermin melalui perumusan tersebut, ternyata delik adat
Lokika Sanggraha yaitu suatu delik adat yang berupa seorang laki-laki
Bali. Inti/hakikat yang tercermin melalui perumusan tersebut, ternyata delik adat
merupakan unsur esensial untuk adanya Delik Adat ini dimana yang penting
adalah unsur “janji” tidak ditepati oleh si pria. Sedangkan munculnya pelaku
pihak wanita dimana si pria mengingkari janjinya. Dengan demikian Delik Adat
E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
diungkapkan melalui kata- kata, norma atau aturan- aturan, dengan kata lain
a. Bahan hukum primer yaitu: Undang- undang Darurat no. 1 tahun 1951
serta dalil- dalil yang terdapat pada al- Qur’an dan al- Hadits serta
dalam mengkaji bahan hukum primer, yaitu data- data yang diperoleh dari
buku- buku yang masih memiliki keterkaitan dengan pokok masalah yang
akan diteliti. Seperti: Kapita Selekta Hukum Pidana Adat, Buku Bunga
12
Lilik Mulyadi, Delik Adat “Lokika Sanggraha“ Di Bali, Majalah Varia Peradilan, Penerbit
IKAHI (Ikatan Hakim Indonesia), Jakarta Oktober, 1987, Jurnal ( tidak diterbitkan).
11
ilmiah yang diperoleh dari literatur dan referensi yang berhubungan dan
F. Sistematika Penulisan
materi yang akan dibahas dalam skripsi ini. Dengan adanya sistematika ini
diharapkan pembaca dapat mengetahui secara garis besar isi skripsi ini. Materi
laporan penelitian skripsi ini dibagi menjadi 4 (empat) bab. Bab pertama bertajuk
13
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum , ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005),
hlm. 184
12
melatarbelakangi penelitian ini dibahas mengenai (1) Latar belakang masalah, (2)
Bab kedua berjudul Tindak Pidana Kesusilaan dalam Hukum Adat Bali.
Pada bab ini terdiri dari 3 ( tiga ) sub-bab, yaitu (1) Tindak Pidana Kesusilaan,
(2)Jenis- jenis Delik Adat yang menyangkut kesusilaan (3) Jenis- jenis Sanksi
Adat.
Bab ketiga bertajuk tentang Pidana Zina Dari Delik Adat Lokika
Sanggraha . Pada bab ini terdiri dari 3 ( tiga) sub- bab yaitu (1) Definisi Lokika
Sanggraha, (2) Unsur- unsur Lokika Sanggraha dan (3) Sanksi Lokika Sanggraha
Menjelaskan Tentang Delik Adat Lokika Sanggraha. Dalam bab ini menguraikan
Pidana Islam.
rekomendasi. Dalam bab ini diuraikan pokok- pokok/ inti temuan penelitian yang
dihasilkan. Selain itu, dimuat juga saran terkait tindak lanjut atas temuan
penelitian.
BAB II
mengetahui terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan tindak pidana kesusilaan
di Bali.
Departamen Pendidikan dan Kebudayaan tahun 1989. Kata “susila” dimuat arti
sebagai berikut :
Kata “susila” dalam bahasa Inggris adalah moral, ethics, decent, kata- kata
berkenaan dengan moral yang terdapat pada setiap diri manusia, makna dapatlah
1
Leden Marpaung, Kejahatan Terhadap Kesusilaan dan Masalah Prevensinya, ( Jakarta:
Sinar Grafika, 2008) hlm. 2
13
14
hukum, dimana perbuatan tersebut menyangkut etika yang ada dalam diri manusia
Secara singkat yang disebut tindak pidana kesusilaan adalah delik yang
batas- batas atau ruang lingkup delik kesusilaan karena pengertian dan batas-
batas kesusilaan itu cukup luas dan dapat berbeda- beda menurut pandangan dan
Terlebih karena hukum itu sendiri pada hakikatnya merupakan nilai- nilai
kesusilaan yang minimal ( das Recht ist das ethische Minimum) sehingga pada
dasarnya setiap delik atau tindak pidana merupakan delik kesusilaan. Ungkapan
Dharma adalah hukum hindu yang bersumber dari hasil perbuatan yang
dijadikan ukuran atau nilai- nilai untuk berbuat yang pantas di Bali. Dharma dapat
dibedakan menjadi dua bagian yaitu Kantaka Sodhana dan Dharmasthiya. Delik
kesusilaan yang terdapat dalam Dharma yaitu termasuk kategori Kantaka Sodhana
2
Abd. Kadir, Tinjauan Kriminologis Terhadap Tindak Pidana Incest Dengan Korban Anak, (
Makassar, Skripsi, 2012), hlm.27
3
Hans C. Tangkau, Cyber Crime Di Bidang Kesusilaan Upaya Penanggulangannya Di
Indonesia, ( Manado, Karya Tulis Ilmiah, 2008) hlm. 11
4
I Made Suastika Ekasana, Seri Dharmasthya ( Hukum Perdata Hindu) Dharma Badhu
Hukum Keluarga Hindu, ( Surabaya: Paramita, 2012), hlm. 3
15
Di Bali, masih dikenal empat jenis Delik Adat salah satunya adalah Delik
manusia itu sendiri karena tujuan dari kesusilaan itu adalah untuk menciptakan
agung ) dengan mikro kosmos ( bhuwana alit). Berkaitan dengan ini Coka 160
kinprayojanam.
Artinya: susila itu adalah yang paling utama pada titisan sebagai manusia
sehingga jika ada perilaku ( tindakan) titisan sebagai manusia itu tidak susila,
selalu sesuai dengan apa yang diharapkan ( das Sollen), sehingga terjadilah
5
I Made Widnyana, Kapita Selekta Hukum Pidana Adat, ( Bandung: Eresco, 1993), hlm. 14
16
1. Drati Krama
wanita dengan seorang laki- laki sedangkan mereka masih dalam ikatan
perkawinan dengan orang lain; dengan singkat dikatakan drati karma ialah “
2. Gamia Ganama
Yaitu delik adat yang berupa larangan hubungan seksual antara orang-
orang yang masih ada hubungan keluarga dekat baik garis lurus maupun ke
3. Mamitra Ngalang
Yaitu suatu delik adat yang berupa seorang laki- laki yang sudah
beristri mempunyai hubungan dengan wanita lain yang diberinya nafkah lahir
batin seperti layaknya suami istri, tetapi wanita ini belum dikawini secara sah.
wanita ditempatkan dalam rumah tersendiri. Delik adat ini sangat mirip
dengan Drati Krama, tetapi titik berat pelakunya adalah laki- laki yang sudah
masih gadis atau sudah janda. Si wanita tidak ( belum) dikawini secara sah.
Unsur yang khusus di sini dan membedakannya dengan Drati Krama, adalah
dalam satu rumah serta diberi nafkah lahir batin. Dapat dikatakan bahwa si
4. Salah Krama
hewan seperti seorang laki- laki melakukan hubungan kelamin dengan seekor
sapi betina. 7
5. Kumpul Kebo
dalam satu rumah dan mengadakan hubungan seksual, seperti layaknya suami
istri, tetapi mereka belum dalam ikatan perkawinan. Istilah kumpul kebo ini,
istilah yang sudah dikenal diseluruh tanah air, yang merupakan perbuatan
sebagi perbuatan yang patut dilarang dan pelakunya dapat dikenakan sanksi
adat.
6. Lokika Sanggraha
7
I Made Widnyana, Kapita Selekta Hukum Pidana Adat, hlm. 16
18
adalah hubungan cinta antara seorang pria dengan seorang wanita yang sama-
dasar suka sama suka karena adanya janji dari si pria untuk mengawini si
sah.8
bidang kesusilaan yang diciptakan, hidup dan ditaati oleh masyarakat Bali sejak
dengan norma- norma hukum adat, karena dianggap tidak selaras dengan
anggota dalam lingkungan masyarakat hukum adat. Oleh karena itu, pelanggran
penghukuman atau sanksi itu sangat perlu dilakukan, sebab mempunyai maksud
untuk mengadakan perawatan agar tradisi- tradisi kepercayaan adat menjadi tidak
502).
8
I Made Widnyana, Kapita Selekta Hukum Pidana Adat, hlm. 17
9
I Made Widnyana, Kapita Selekta Hukum Pidana Adat. hlm. 35
19
dan meniadakan atau menetralisasi suatu keadaan sial yang ditimbulkan oleh
sanksi adat atau disebut pula dengan reaksi adat ataupun koreksi adat adalah
tersebut.
Bali. Tidak hanya pelanggaran adat saja yang oleh masyarakatnya dikenakan
sanksi adat, bahkan terhadap delik biasapun sering kali oleh masyarakatnya
dibebani sanksi adat meskipun si pelaku sudah dipidana oleh Peradilan Umum.
Sanksi adat tersebut di atas tidak jauh berbeda dengan sanksi adat yang
ada di daerah Bali hanya di pergunakan istilah- istilah tertentu guna memberi
10
I Made Widnyana, Kapita Selekta Hukum Pidana Adat. hlm. 8
20
Untuk daerah Bali dikenal jenis- jenis sanksi- sanksi adat yang berupa:
4. Untuk golongan pendeta ada jenis sanksi yang disebut “ metirta Gemana atau
metirta yatra”
5. Dibuang ( maselong), adalah jenis sanksi adat yang sering didapat pada zaman
kerajaan Bali dahulu, seperti halnya dibuang keluar kerajaan bahkan ada
7. Meblagbag ( diikat)
8. Diusir ( ketundung)
9. Kerampag
Penerapan sanksi- sanksi adat tersebut di atas tidaklah sama pada tiap- tiap
desa atau lingkungan masyarakat tertentu. Sebab terdapat beberapa factor yang
ikut menentukan pilihan jenis serta beratnya sanksi yang dikenakan terhadap
sanksi adat di daerah Bali kurang menampakkan diri lagi karena diaggap kurang
Ini berarti bahwa sanksi- sanksi adat tidaklah bersifat statis namun selalu
sendiri.
- Drati Krama
- Gamia Gemana
- Memitra Ngalang
oleh ketentuan- ketentuan hukum adat haruslah benar- benar dirasakan oleh
masyarakat adat setempat sebagai perbuatan yang tidak dibolehkan atau tidak
masyarakat tertentu atau keseluruhan warga masyarakat adat itu sendiri, sehingga
sebagaimana yang dicita- citakan, yaitu suatu keadaan yang damai dan tertib.12
11
I Made Widnyana, Kapita Selekta HUkum Pidana Adat, hlm. 45
12
I Made Widnyana, Kapita Selekta HUkum Pidana Adat, hlm.46
BAB III
Sex in the character of being either male or female, the sum of anatomical
and physical differences with reverence to which the male and female are
distinguished ( Jess Stein. 1955). Jadi, menurut Jess Stein, sex adalah ciri
perbedaan anatomis dam phisiologis, atas dasar mana kedua jenis kelamin ( jantan
terhadap ketentuan norma adat, maka sanksi adat yang ada pada hakekatnya
merupakan reaksi adat, isinya bukanlah berupa siksaan atau penderitaan ( leed)
terganggu sebagai akibat adanya pelangaran. Jadi delict adat yang berhubungan
dengan aktivitas sex adalah perbuatan yang berkaitan dengan sex yang dapat
1
I Gusti Ketut Sutha, Bunga Rampai Beberapa Aspekta Hukum Adat, ( Yogyakarta: Liberty,
1987), hlm. 67
22
23
mana menimbulkan reaksi yang disebut reaksi adat. Delict adat yang
bidang kesusilaan yang diciptakan, hidup dan ditaati oleh masyarakat Bali sejak
Sebagai Delik Adat yang sudah ada sejak zaman dahulu, tentu saja dalam
dengan norma- norma hukum adat, karena dianggap tidak selaras dengan
karena itu, pelanggaran terhadap delik adat Lokika Sanggraha selalu dikenakan
sanksi ( adat).
dari kata “laukika” berarti orang umum, orang banyak. Sedangkan Sanggraha
berasal dari kata “Samgraha” yang berarti pegang (dalam arti luas), sentuh,
hubungan.3 Jadi secara harfiah Lokika Sanggraha akan berarti ( di) pegang/
sentuh/ jamah orang banyak, usud ajak anak liu ( bahasa Bali) ( Institut Hindu
2
I Gusti Ketut Sutha, Bunga Rampai Beberapa Aspekta Hukum Adat, hlm. 76
3
Lilik Mulyadi, Delik Adat “ Lokika Sanggraha” Di Bali, Majalah Varia Peradilan. IKAHI
(Ikatan Hakim Indonesia), ( Jakarta, 1987) hlm. 164
24
Lokika Sanggraha merupakan satu kata majemuk yang terdiri dari, serta
sebagainya.
Khusus bagi yang kedua ini, perlu ditegaskan bahwa ia sangat mungkin
bernilai negative atau positif secara moral dan spiritual, tergantung atas sifat
berusaha agar pihak yang mendapat layanan itu merasa senang, nikmat dan
sebagainya. Nikmat mengenai apa? Bila terwujud puas karena hasrat nurani luhur
Tetapi bila yang dipuaskan itu adalah,,,,, gejolak nafsu? Tak pelak lagi,
negatiflah nilai Sanggraha yang diberikan, bukan? Lalu, betapa artinya dalam
rangkaian kata majemuk sebagai suatu istilah. Dengan demikian, arti Lokika
layanan pemuas nafsu birahi) seorang wanita bebas ( muda/ janda) hingga hamil,
sucinya nilai kehamilan tersebut ( menurut agama) serta pastinya status anak yang
Selanjutnya di dalam Mewana Dharma Sastra, Bab VIII, pasal 357 dan
bhusana wasasan
saha khatwasanam
sprsto wasasan
- Bila seseorang ( laki) menyentuh wanita dibagian yang tidak harus disentuh
atau membiarkan seseorang menyentuh bagian itu, semua itu dilakukan atas
Dharma, 1985:8-9).4
sexual dengan seorang wanita di luar ikatan perkawinan yang sah dan kemudian
4
I Made Widnyana, Kapita Selekta Hukum Pidana Adat, ( Bandung: Eresco, 1993) hlm. 36
26
aspoenika patoet tetes terangang pisan, jan djati imowani menemenin wenang
ipoen sisipang danda oetama sahasa 24.000, poenika mawasta Lokia Sanggraha,
oetjaping sastra.
malah dirinya yang diperkosa oleh si wanita. Kalau demikian harus diusut agar
jelas, kalau benar si pria yang berbuat, patut ia dihukum denda ; 24.000,- itu yang
5
I Gusti Ketut Sutha, Bunga Rampai Beberapa Aspekta Hukum Adat, hlm. 77
27
Pengertian Lokika Sanggraha ini lebih dipertegas lagi seperti definisi yang
dikemukakan I Made Widnyana, yaitu suatu delik adat yang berupa seorang laki-
demikian adalah bahwa para pelaku dalam hal ini si laki diharuskan mengawini si
wanita yang hamil karena perbuatannya. Apabila tidak mau maka sanksi- sanksi
korban delik adat lokika sanggraha hanya terbatas pada dikenakannya sanksi
Menurut Drs. I Putu Wilasa inti dari delik Lokika Sanggraha merupakan
hubungan suami istri tanpa ada upacara (pernikahan). Hubungan seksual baru bisa
agama Hindu dapat dikatakan tindak pidana kesusilaan karena hubungan seksual
hanya boleh dilakukan setelah adanya upacara karena itu termasuk masalah sacral
atau suci.7
seksual atas dasar suka sama suka di mana laki- laki menjanjikan kepada
perempuan akan menikahinya namun ketika si perempuan itu hamil si laki- laki
mengingkari janjinya. Kalau berbicara dalam perspektif hukum adat adat Hindu di
6
I Made Widnyana, Kapita Selekta Hukum Pidana Adat, ( Bandung: Eresco, 1993), hlm. 37
7
Wawancara Pribadi dengan Drs. I Putu Wilasa sebagai Ketua Parasida Hindu Darma
Indonesia ( PHDI) Kab. Buleleng Bali, 08 Mei 2014 pukul. 13. 36 WITA
28
desa Hindu sangat diharamkan apabila si perempuan itu hamil sampai dengan
Tindak pidana adat Lokika Sanggraha sampai kini oleh masyarakat adat
kesusilaan dan terhadap pelanggarnya dikenai sanksi adat. Kalau dilihat dari
bunyi kitab Adhi Agama di atas, terhadap pelanggarnya diancam pidana denda
yang cukup besar ialah denda utama sahasa 24.000 ( uang kepeng bolong Bali),
tan wenten saoeninga, wastoe sane moewani manoeteorang anak olih demen,
8
Wawancara Pribadi dengan Bapak Putu Sugi Ardana Selaku Dosen Hukum Pidana Adat di
Universitas Panji Sakti, Bali, 14 Mei 2014, Pukul. 10.29 WITA
9
Nyoman Serikat Putra Jaya, Relevansi Hukum Pidana Adat Dalam Pembaharuan Hukum
Pidana ( Depok, Thesis 1988) hlm. 139
29
sarawoehe ring padaoewan sane loeh noengkas angas tan ngakoe, poepoeting
sami kaatur ring papadoewan mapadoe tiga loeh moewani, djati ipoen padatan
wenten. Wenang sang kadalih katjoran, jan pada poeroen, danda sang
sastra.
- Lagi Lokika Sanggraha, orang yang lama bersanggama tak seorangpun yang
tahu, akhirnya ada orang lain yang mengetahui perbuatannya itu, tetapi kalau
perbuatannya.
- Lagi Lokika Sanggraha, orang bersenggama, dan lama tidak ada yang
disenggama.
berperkara segi tiga laki perempuan. Tertuduh tetap tidak mengakui sampai
Dari pengertian yang ada memberikan kesan satu dengan lainnya saling
melengkapi dan bahkan menegaskan arti dari salah satu aspek Lokika Sanggraha.
1. Melindungi derajat kaum wanita, agar tidak dihina dan dipermainkan oleh
kaum pria.
3. Salah satu dari ketentuan Agama Hindu juga menetapkan bahwa umat Hindu
Pada dasarnya, delik adat Lokika Sanggraha banyak terjadi dalam praktik
peradilan di Bali. Kalau dikaji lebih detail, bagi masyarakat Bali Delik Adat
keseimbangan kosmos baik alam lahir dan alam gaib. Apabila kalau
10
I Made Widnyana, Kapita Selekta Hukum Pidana Adat, hlm. 38
11
Nyoman Serikat Putra Jaya, Relevansi Hukum Pidana Adat Dalam Pembaharuan Hukum
Pidana ( Depok, Thesis 1988) hlm. 140
31
Delik Adat Lokika Sanggraha telah dijatuhi pidana penjara, ternyata bagi
adat Bali menghendaki penyelesaian bersifat materiil juga hendaknya diikuti pula
kosmos yakni alam lahir (“sekala”) dengan alam gaib (“niskala”) yang telah
terganggu, oleh karena itu aspek agama Hindu berupa tata upacara keagamaan
sebagai berikut:
1. Adanya hubungan cinta ( pacaran) antara seorang pria yang sudah menikah
2. Antara pria dan wanita yang sedang bercinta tersebut terjadi hubungan seksual
12
Lilik Mulyadi, Hukum Dan Putusan Adat Dalam Praktik Peradilan Negara, pdf. Hlm. 14
32
hamil.
1) Tentang adanya hubungan cinta antara seorang pria dengan seorang wanita,
belum terikat tali perkawinan. Andaikata salah satu pihak atau kedua- duanya
masing- masing telah terikat tali perkawinan, tidaklah dapat perbuatan yang
drati karma sebagaimana tercantum pada pasal 284 Kitab Undang- undang
petunjuk yang menunjukan ke arah itu, misalnya surat- surat yang bernada
cinta yang pernah dikirimkan oleh si pria kepada gadisnya atau kunjungan
Hoge Raad 5 Februari 1912, adalah perpaduan antara anggota kemaluan laki-
laki dan perempuan yang biasa dilakukan untuk mendapatkan anak. Menurut
dewasa terbukti tidur bersama dengan seorang perempuan dewasa dalam satu
13
http://www. Hukum Hindu Hidup Teratur Berdasarkan Dharma.html
14
I Made Widnyana, Kapita Selekta Hukum Pidana Adat, ( Bandung: Eresco 1993) hlm. 41
33
lelaki itu telah bersetubuh dengan perempuan tersebut. Hubungan seksual ini
haruslah didasarkan atas suka sama suka atau penyerahan secara pasrah serta
3) Menurut unsur ini si pria berjanji akan bertanggung jawab atas perbuatannya
apabila terjadi kehamilan atas perbuatan mereka. Dari unsur inilah kemudian
pengadilan ( termasuk Raad Kerta), yaitu dengan menambah satu unsur lagi,
unsur adanya kehamilan. Karena si gadis atau orang tuanya atau keluarganya
apabila terjadi kehamilan ini. Andai kata kehamilan ini tidak terjadi, maka
5) Yang dimaksud dengan unsur ini adalah si pria mungkir atau mengaku tidak
sepihak, yaitu datangnya dari pihak si pria. Dan andaikata pemutusan itu
datangnya dari pihak si gadis, hal tersebut bukanlah delik adat Lokika
34
kebosanan, si laki- laki mendapat pacar baru, ketidak setujuan orang tua dan
lain- lain.15
Melihat unsur- unsur Delik Lokika Sanggraha diuraikan diatas maka jenis
ini adalah delik formil perbuatannya dilarang. Akan tetapi menurut pasal 359
Adhigama. Dalam praktek peradilan selama ini, mereka yang dapat dipidana
hanya laki- laki terbukti berjanji untuk mengawini wanita, lalu mengadakan
persetubuhan sehingga terjadi kehamilan, dan selanjutnya laki- laki itu tidak mau
memberikan arti dari Delik Lokika Sanggraha adalah delik Materiil ( delik
dalam praktek peradilan Delik Lokika Sanggraha lazim dipraktekan sebagai delik
aduan.16
(menurut agama) serta pastinya status anak yang lahir dan kehamilan tersebut
menurut hukum.
15
I Made Widnyana, Kapita Selekta Hukum Pidana Adat, hlm. 42
16
I Gusti Made Darmayana, Kedudukan Anak Luar Kawin Akibat Delik Lokika Sanggraha
Dalam Hukum Adat Waris Bali Di Kabupaten Tabanan Propinsi Bali, ( Tesis: Universitas
Diponegoro, Semarang, 2003) hlm. 30
35
adalah delik. Atas ini kita bersyukur, khususnya adanya ketentuan Delik Lokika
Sanggraha itu. Sedang menurut penegasan para ahli, dalam KUHP perbuatan jenis
hukum adat yang bernilai lahiriah social, melainkan social- religious adanya. 17
Dari apa yang telah diuraikan di atas ternyatalah banyak bentuk- bentuk
atau wujud- wujud budaya yang timbul yang erat kaitannya dengan masalah sex.
Kesemuanya itu pada hakekatnya adalah merupakan pandangan adat yaitu dalam
Sanksi adat yang ditentukan dalam ketentuan Pasal 359 Kitab Adi Agama
bila terjadi Lokika Sanggraha adalah berupa denda 24.000 ( dua puluh empat
ribu) uang kepeng, yang dibebankan kepada laki- laki yang mengingkari janjinya
ketentuan tersebut di atas secara spontan yang tujuannya tiada lain untuk
Lokika Sanggraha. Yang tidak jelas dari ketentuan tersebut adalah apakah ada
17
I Gusti Made Darmayana, Kedudukan Anak Luar Kawin Akibat Delik Lokika Sanggraha
Dalam Hukum Adat Waris Bali Di Kabupaten Tabanan Propinsi Bali, hlm. 31
18
I Gusti Ketut Sutha, Bunga Rampai Beberapa Aspekta Hukum Adat, hlm. 79
36
tersebut. Atau dengan perkataan lain, apakah ada suatu kewajiban si laki- laki
Jenis tindak pidana adat semacam Lokika Sanggraha ini juga terdapat di
4. Bunting gelap
Hukuman yang dijatuhkan oleh rapat- rapat marga tersebut, ialah denda
dan pembasuh dusun. Dimana terang siapa yang menyebabkan bunting itu. Maka
rapat marga memutuskan supaya laki- laki mengawini gadis yang bersangkutan
dan jikalau laki- laki itu tidak sanggup kawin, ia harus membayar uang “
penjatuhan sanksi ( reaksi) adatnya hanyalah terbatas pada denda 24.000 uang
19
I Made Widnyana, Kapita Selekta Hukum Pidana Adat, hlm. 47
20
Nyoman Serikat Putra Jaya, Relevansi Hukum Pidana Adat Pembaharuan Hukum Pidana,
( Depok, Thesis, 1988) hlm. 140
37
akan mengawini si gadis ataukah membayar uang denda. Jadi pemaksaan untuk
kawin atau tidak dikenal dalam Hukum Adat daerah Palembang, apabila terjadi
Di Bali, suasana yang tertib dan tentram dalam masyarakat adat dapat
timbul dalam masyarakat yang selalu berpegang teguh pada “ Catur Dresta”,yaitu
Demikian juga apabila pengurus desa dalam menangani delik adat Lokika
Sanggraha, haruslah berpedoman pada Catur Dresta serta awig- awig yang
berlaku pada masyarakat adat yang bersangkutan. Apabila ada laporan atau
diketahui telah terjadi delik adat Lokika Sanggraha, maka pengurus desa akan
korban ( si wanita yang hamil) untuk dimintai keterangan. Keterangan dari pihak
korban ini akan dipakai dasar oleh pengurus untuk memanggil si pelaku ( laki-
permasalahannya. Tidak ada permasalahan andai kata si laki- laki itu mengakui
gadis dan mengakui anak yang dikandungnya. Di desa adat Sebatu, kecamatan
Tegalalang, Kabupaten Gianyar walaupun yang laki- laki mau bertanggung jawab
atau mengawini si wanita yang hamil, namun kedua si pelaku itu tetep harus
tetap dianggap telah melanggar adat desa melakukan hubungan seks sebelum
Dalam hal laki- laki yang menghamili tidak mau bertanggung jawab untuk
mengawini wanita yang dihamili dengan berbagai alasan, maka masyarakat adat
Apabila si laki- laki tidak mau melaksanakan kewajiban adat yang telah
terganggu akibat perbuatan itu, maka upacara pembersihan desa itu akan
dilakukan oleh desa adat yang bersangkutan. Dan si laki- laki yang mengotori
desa adat itu dikenakan sanksi adat yang disebut “ kasepekeng”, artinya laki- laki
tersebut oleh warga desa adat bersangkutan tidak akan diajak ngomong
(berbicara) untuk waktu tertentu sampai ia mohon maaf kepada pengurus desa
serta melakukan suatu kewajiban yang ditentukan kemudian oleh pengurus desa.
Atau andaikata terjadi hal yang demikian maka pengurus desa adat dapat
masalahnya kepada polisi untuk diproses sesuai dengan hukum yang berlaku.
Namun tidak tertutup kemungkinan bahwa kewajiban adat ( sanksi adat) tetap
dikenakan terhadap laki- laki yang menghamili tersebut, bilamana ia telah selesai
menjalani masa pidana yang dijatuhkan oleh hakim. Di Bali, sanksi adat biasanya
lebih ditakuti dibandingkan dengan pidana yang dijatuhkan oleh hakim, ini
21
I Made Widnyana, Kapita Selekta Hukum Pidana Adat, ( Bandung: Eresco, 1993) hlm. 49
39
disebabkan karena sanksi adat dewasa ini lebih menitikberatkan pada penderitaan
batin serta mempunyai kekuatan gaib, di mana norma agama tersebut tercermin di
dalamnya.22
22
I Made Widnyana, Kapita Selekta Hukum Pidana Adat, hlm 50
BAB IV
Di sini penulis akan meninjau delik adat Lokika Sanggraha dengan hukum
pidana Islam berdasarkan unsur- unsur yang terdapat di dalam delik adat lokika
sanggraha yang menurut hukum pidana Islam dianggap melanggar. Dari 5 (lima)
unsur yang terdapat dalam delik adat Lokika Sanggraha, terdapat 2 (dua) unsur yang
dapat dianggap melanggar, yakni (1) terjadinya hubungan seksual, dan (2) si pria
Dalam hukum pidana Islam unsur ini disebut tindak pidana zina yang
termasuk kategori hudud. Selanjutnya akan penulis jelaskan secara rinci sebagai
berikut :
1. Definisi Zina
40
41
“ zina menurut arti bahasa adalah persetubuhan yang diharamkan, dan zina
menurut Syar‟î ialah persetubuhan yang dilakukan oleh seorang laki- laki
dengan seorang perempuan melalui ( pada) vagina diluar nikah dan bukan
nikah syubhat”1
antara seorang laki- laki dengan seorang perempuan yang tidak atau belum
seksual tersebut.2
hubungan badan yang diharamkan itu adalah memasukan penis laki- laki ke
dubur.
1
Muhammad Abduh Malik, Perilaku Zina Pandangan Hukum Islam dan KUHP, (Jakarta:
Bulan Bintang, 2003) hlm. 25
2
Neng Djubaedah, Perzinaan Dalam Peraturan Perundang- undangan di Indonesia Ditinjau
Dari Hukum Islam, ( Jakarta: Kencana, 2010. Hlm. 119
3
Abdul Qadir Audah, Al- Tasyri‟ Al- Jina‟i Al- Islami Muqaranan bi Al- Qanun Al- Wad‟i, (
Beirut: Mu’ assasah Al- Risalah, 1992), cet. Ke- 11, Jilid II, hlm. 349
42
Artinya: Memasukkan zakar ke dalam farji yang haram baginya, yang sunyi
dari syubhat oleh farji tersebut, yang diingini.
As- Sabuni karena lebih sesuai dengan pandangan umumnya para ulama. 4
Syarbini mengatakan, zina termasuk dosa- dosa besar yang paling keji, tidak
satu agama pun yang menghalalkannya. Oleh sebab itu, sanksinya juga sangat
memiliki nafsu syahwat kepada lawan jenisnya. Jika nafsu syahwatnya itu
begitu besar, maka nafsu syahwat tersebut bias mengalahkan akal budinya
atau akal sehat dan kendali moral. Artinya jika akal sehat dan keyakinan
moral tidak cukup kuat untuk mengendalikan gejolak nafsu syahwat kepada
manusia tersebut akan terjerumus kepada perbuatan zina, apabila mereka tidak
Telah jelas dari apa yang telah lalu bahwasanya Fuqaha berbeda
bahwasanya bagi tindak pidana zina ada 2 (dua) rukun, yaitu : a. Persetubuhan
sebagai zina walaupun ada penghalang antara zakar (kemaluan laki- laki)
suatu sebab. Hal ini karena hukum haramnya persetubuhan tersebut datang
seperti menyetubuhi isteri yang sedang haid, nifas, atau sedang berpuasa
7
Abdul Qadir Audah, Al- Tasyri‟ Al- Jina‟i Al- Islami Muqaranan bi Al- Qanun Al- Wad‟i,
juz. 2, hlm. 349-350
45
sebagai zina.
tersebut maka tidak dianggap sebagai zina yang dikenai hukuman had,
lain yang juga merupakan pendahuluan dari zina dikenai hukuman ta’zir.
pezina laki- laki atau pezina perempuan adanya unsur kesengajaan atau
8
Ahmad Mawardi Muslich, , Hukum Pidana Islam, cet. 1, ( Jakarta: Sinar Grafika, 2005),
hlm. 8-9
46
atau menyerahkan dirinya dan dia mengetahui bahwasanya laki- laki yang
laki padahal pengantin tersebut bukan istri dari laki- laki tersebut
perempuan tersebut adalah istrinya, dan contoh lain seperti seorang laki-
adalah istrinya.
a. al- Qur’an
perbuatan keji dan jalan (prilaku) hidup yang paling buruk. Dalam Surat
Dalam ayat ini dua hal yang dilarang yaitu mendekati perbuatan
zina dan mengerjakan perbuatan zina itu sendiri karena perbuatan zina itu
adalah perbuatan keji dan jalan hidup yang buruk. Mendekati perbuatan
zina saja sudah dilarang apalagi mengerjakan perbuatan zina itu. Oleh
b. Hadits
Dalam hadist ini dijelaskan bahwa pezina laki- laki atau baik
bujang ataupun perawan, begitu pula baik dia itu janda maupun duda
9
Muhammad Abduh Malik, Perilaku Zina Pandangan Hukum Islam dan KUHP, hlm. 60-61
10
Ibnu Hibban, Sahih Ibn Hibban, (Beirut: Muassasah al-Risalah, 1993), juz. 10, hlm. 271
11
Asyhari Abd Ghofar, Pandangan Islam Tentang Zina dan Perkawinan Sesudah Hamil
Suatu Pergeseran Nilai Sosial, ( Jakarta: Citra Harta Prima, 2001), hlm. 19
48
c. Ijma’
Selain al- Qur’an dan Hadits, dasar hukum pengharaman zina juga
besumber dari Ijma’ Ulama, hal ini sebagaimana yang tertulis di dalam
perbuatan zina.12
a. Zina Muhshan adalah zina yang dilakukan oleh laki- laki atau perempuan
b. Zina ghairu muhshan adalah zina yang dilakukan oleh laki- laki dan
dilakukan oleh seorang ( laki- laki/ perempuan) yang belum pernah terikat
Islam.15
12
Ibnu Mundzir, al- Ijma‟, (Makkah: Maktabah Makkah al- Tsaqafiyyah, 1999), hlm. 160
13
Ishlah Farid, Delik Perzinaan dalam Perspektif KUHP dan Hukum Pidana Islam, ( Jakarta:
Skripsi, 2011), hlm. 46
14
Ahmad Reza Fahlefi, Sanksi Zina Transeksual Dalam Tinjauan Hukum Pidana Islam, (
Jakarta: Skripsi, 2013), hlm. 41
15
Ishlah Farid, Delik Perzinaan dalam Perspektif KUHP dan Hukum Pidana Islam, ( Jakarta:
Skripsi, 2011), hlm. 46
49
yang prinsipil antara zina muhshan dan zina ghairu muhshan adalah terletak
antara pernah mengalami senggama dengan cara yang sah dengan yang belum
pernah menikah sama sekali. Apabila terjadi perzinaan antara seorang laki-
laki dengan seorang perempuan, bias jadi kedua- duanya telah menikah atau
salah satunya yang sudah menikah dan satunya lagi belum menikah ( ghairu
muhshan ) serta bias jadi pula kedua- duanya ghairu muhshan ( belum
menikah).
dalam kategori zina ghairu muhshan karena seperti yang kita ketahui dari
laki- laki dan perempuan tanpa adanya ikatan pernikahan yang sah.
Islam
Pada permulaan ajaran Islam, hukuman bagi pelaku tindak pidana zina
50
hukuman bagi pelaku zina pada masa awal ajaran Islam. Disana disebutkan
selama seumur hidup. Apabila para pelaku bertaubat maka Allah SWT
Artinya: “Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka deralah
tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas
kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah,
jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah
(pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang
yang beriman.”
Dalam surat an- Nuur ayat 2 Allah SWT menjelaskan bahwa hukuman
bagi pelaku zina, baik laki- laki maupun perempuan hukumannya adalah
lebih berat lagi ketimbang pezina ghairu muhsan. Adapun hukuman yang
dijatuhkan oleh pezina muhsan ini ada dua macam, yaitu dera seratus kali
dan rajam. Hukuman rajam adalah hukuman mati dengan jalan dilempari
16
Ishlah Farid, Delik Perzinaan dalam Perspektif KUHP dan Hukum Pidana Islam, hlm. 56
52
telah diakui dan diterima oleh hampir semua fuqaha, kecuali kelompok
Bagi pezina Ghairu muhsan, ini ada dua macam, yaitu dera seratus
1) Hukuman Dera
sudah ditentukan oleh syara’. Oleh karena itu hakim tidak boleh
2) Hukuman Pengasingan
17
Ishlah Farid, Delik Perzinaan dalam Perspektif KUHP dan Hukum Pidana Islam, hlm. 60
53
dilakukan selama satu tahun ditemapt yang jauh dari tanah airnya (
merasakan betapa sengsaranya jauh dari keluarga dan tanah air akibat
18
M. Nurul Irfan dan Musyarofah, Fiqh Jinayah,( Jakarta: Amzah, 2013), cet- 1, hlm. 34-35
19
Ishlah Farid, Delik Perzinaan dalam Perspektif KUHP dan Hukum Pidana Islam, hlm. 59
54
ayat. Oleh karena itu, hadis tentang hukuman ini tidak dapat dijadikan
Sementara itu menurut Imam Syafi’i, Ahmad dan Dawud Al- Zhahiri,
perempuan.
atas dasar suka sama suka sepanjang tidak ada larangan syar’i bagi mereka
20
M. Nurul Irfan dan Musyarofah, Fiqh Jinayah,( Jakarta: Amzah, 2013) hlm. 37
55
berdua maupun dengan orang lain. Keharusan menikahkan mereka itu bisa
Disamping itu Allah SWT telah menegaskan didalam al- Qur’an ( QS. an-
Nuur ayat 3) bahwa orang yang tidak pernah berzina haram menikah
1. Definisi Khianat
Kata khianat berasal dari bahasa Arab yang merupakan bentuk verbal
21
Siti Hajar Binti Halim, Ijma‟ Di Bidang Hukum Pidana Islam ( Kajian Tindak Pidana Zina
Dalam Kitab al- Majmu‟), ( Jakarta: Skripsi, 2011) , hlm.43-44
22
Achmad Reza Fahlepi, Sanksi Zina Pelaku Transeksual Dalam Tinjauan Hukum Pidana
Islam, ( Jakarta: Skripsi, 2013), hlm. 45
56
(mengingkari janji). Bias juga diartikan ( ” نَمْ األَمَاوَة " ٌي َؤدّهَاamanah yang ia
tidak sampaikan).24
Dalam kitab al- Misbâh al- Munîr, al- Fayumi mengartikan dengan “ ُهىَ اَنذِي
”خَانَ مَا جَ َعمَ عََهيْهِ أَ ِم ْيىًاdan oleh al- Syaukani dalam Nail al- Autâr diberi
al- Azim Abadi dalam „Aun al- Ma‟bûd dan al- Mubarakfuri dalam Tuhfah al-
Ahwadzî secara detail dan lengkap. Ia mengatakan bhawa dalam kitab al-
menyewa dan titipan, tetapi sesuatu itu diambil dan kha‟in mengaku jika
23
Nurul Irfan, Korupsi Dalam Hukum Pidana Islam, (JakartaL: Amzah, 2011), hlm. 111
24
Ibrahim Anis, dkk., al- Mu‟jam al- Wasît, (Mesir: Majma’ al- Lughah al- Arabiyyah, 2010),
hlm. 272
57
barang itu hilang atau dia mengingkari barang sewaan atau titipan tersebut ada
padanya.25
yang melanggar atau mengambil hak orang lain dan dapat pula dalam bentuk
pembatalan sepihak dalam perjanjian yang dibuatnya.26 Hal ini yang terjadi
dalam tindak pidana adat lokika sanggraha, di mana laki- laki yang telah
secara sepihak.
eksplisit, jelas, dan konkret. Oleh karena itu, khiyanat masuk dalam kategori
tidak setuju dengan pendirian Umar bin al- Khathab, yang beranggapan bahwa
madinah ketika itu). Seorang pengkhianat itu bernama Hatib bin Abi Balta’ah,
Makkah bersama Rasulullah. Sikap dan perbuatan Hatib bin Abi Balta’ah ini
25
Nurul Irfan, Korupsi Dalam Hukum Pidana Islam, hlm. 111-112
26
Nurul Irfan, Korupsi Dalam Hukum Pidana Islam, hlm. 112
58
bin Abi Balta’ah dalam Perang Badar, tentu ia mendapat hukuman berat.
Rasulullah yang bisa mengetahui secara pasti seorang kurir wanita yang
membawa surat rahasia milik Hatib bin Abi Balta’ah. Kedua, keterlibatan dan
keikutsertaan Hatib bin Abi Balta’ah dalam Perang Badar dan kejujuran
Ketiga, menurut Umar bin al- Khaththab, hukuman berat bagi pengkhianat
adalah berupa hukuman mati, dan keempat, ketundukan Umar bin al-
Balta’ah yang dinilai telah mengkhianati Allah, Rasulullah dan seluruh kaum
muslim.
Allah, Rasulullah, dan seluruh kaum muslim seperti Hatib bin Abi Balta’ah
Rasulullah hukuman berat ini tidak perlu diberlakukan mengingat dia telah
bersikap jujur dan tulus, bahkan dia juga seorang sahabat yang berjasa besar
hukuman bagi pelaku tindak pidana khianat adalah ta’zir, yakni hukuman
27
Nurul Irfan, Korupsi Dalam Hukum Pidana Islam, hlm. 112-117
59
delik Lokika Sanggraha terdapat beberapa unsur yang berupa pelanggaran yaitu
khiyanat.
kategori zina ghairu muhshan. Zina ghairu muhshan adalah persetubuhan yang
dilakukan oleh laki- laki dan perempuan yang belum ada ikatan perkawinan yang
sah.28
Delik tersebut adalah kerusakan moral yang melanda dari dunia barat
menurut para ahli justru karena diperbolehkan perzinaan bila dilakukan oleh
orang dewasa yang dilakukan dengan suka sama suka sehingga menyebabkan
melainkan juga menyinggung hak masyarakat karena bayi lahir tanpa suami .29
Sanksi delik Lokika Sanggraha bila ditinjau dalam hukum pidana Islam
ada dua macam, yaitu dera seratus kali dan pengasingan selama setahun.
Hukuman dera adalah hukuman had, yaitu hukuman untuk laki- laki dan
28
Ahmad Reza Fahlefi, Sanksi Zina Transeksual Dalam Tinjauan Hukum Pidana Islam, (
Jakarta: Skripsi, 2013), hlm. 41
29
Ahmad Djazuli, FIQH JINAYAH ( Upaya Menanggulangi Kejahatan Dalam Islam), (
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1997), hlm. 36
60
dera adalah hukuman yang ditentukan oleh syara’. Oleh karena itu haim tidak
dengan hukuman lainnya. Disamping telah ditentukan oleh syara’, hukuman dera
merupakan hak Allah atau hak masyarakat, sehingga pemerintah atau individu
Hukuman ini didasarkan kepada hadis Ubadah ibn Shamit tersebut di atas. Akan
tetapi hukuman ini wajib dilaksanakan bersama- sama dengan hukuman dera, para
ulama berbeda pendapat mengenai hal ini. Menurut Imam Abu Hanifah dan
mereka membolehkan bagi imam untuk menggabungkan antara dera seratus kali
dan pengasingan apabila hal itu dipandang maslahat. Dengan demikian menurut
Jumhur Ulama yang terdiri atas Imam Malik, Imam Syafi’i dan Imam
sama dengan hukuman dera seratus kali. Dengan demikian menurut jumhur,
hhukuman pengasingan ini termasuk hukuman had, dan bukan hukuman ta’zir.
30
Ahmad Mawardi Muslich, , Hukum Pidana Islam, hlm. 30
61
Islam delik Lokika Sanggraha harus dikenai hukuman dera seratus kali dan
hukuman pengasingan selama satu tahun. Karena dalam hukum pidana Islam
pelaku Lokika Sanggraha yang melakukan perbuatan zina atas dasar suka sama
suka sepanjang tidak ada larangan syar’i bagi mereka untuk menikah secara
kembali perzinaan baik diantara mereka berdua maupun dengan orang lain.31
Sanggraha menurut hukum pidana Islam masuk dalam kategori jarimah ta’ zir,
karena ingkar janji yang dalam hukum pidana Islam disebut khiyânah, bukan pada
1. Persamaan
Hanya ada satu unsur antara Lokika Sanggraha dengan Zinâ Gairu
2. Perbedaan
Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwasanya hanya ada satu unsur
Lokika Sanggraha yang sama dengan Zinâ Gairu Muhsan, maka unsur
wanita. Dalam hukum pidana Islam unsur ini tidak ada, jadi apakah wanita
menjatuhkan sanksi.
menikahi si wanita, dalam zinâ gairu muhsan unsur ini tidak ada, akan
c. Dan yang terakhir dari perbedaan antara Lokika Sanggraha dengan zinâ
gairu muhsan adalah dari segi hukumannya. Dalam hukum pidana Islam
pelaku tindak pidana zinâ gairu muhsan dihukum dengan cambuk seratus
A. Kesimpulan
1. Delik adat Lokika Sanggraha adalah seorang laki- laki dan perempuan
Sehingga terjadinya kehamilan dengan adanya unsur janji dari laki- laki
hukum asalnya, laki- laki dan perempuan yang belum terikat perkawinan yang
sah tidak boleh melakukan hubungan biologis secara bebas, karena secara
2. Dalam hukum adat Bali delik Lokika Sanggraha merupakan delik berupa
adanya ikatan perkawinan atas dasar suka sama suka dan adanya ingkar janji
yang dilakukan oleh si pria ketika si wanita tersebut hamil. Sanksi yang
waktu yang telah ditentukan sampai si pria memohon maaf kepada bendesa
63
64
adat serta melakukan suatu kewajiban yang telah ditentukan oleh bendesa
adat.
3. Dalam hukum pidana Islam delik Lokika Sanggraha masuk dalam kategori
persetubuhan tanpa adanya ikatan perkawinan yang sah. Sehingga delik adat
Lokika Sanggraha ini dapat dijatuhi hukuman dera dan diasingkan sesuai
dengan QS. an- Nuur ( 24): 2, dan hadis dari Ubadah bin Shamit pada
halaman sebelumnya.
B. Saran
saran yang diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak diantaranya sebagai
berikut:
1. Orang Tua
Dalam keluarga, orang tua menjadi pihak penentu utama dalam pertumbuhan
dan pembentukan sebuah moral seorang anak. Pola asuh menjadi hal yang
paling penting. Ketika orang tua mendidik anaknya dengan hal yang negative,
maka suatu saat hal negative tersebut akan selalu terbawa dalam kehidupan
sang anak. Tetapi ketika orang tua mendidik anaknya dengan didikan yang
baik dan kasih saying yang cukup, niscaya anak tersebut akan menjadi anak
kodratnya.
65
2. Masyarakat adat
Hendaknya membuat peraturan daerah atau awig- awig yang jelas dan tegas
agar para remaja pada zaman sekarang agar bisa menjaga kehormatan mereka
dalam bergaul baik dengan laki- laki maupun dengan wanita sebab hal
tersebut akan berdampak terhadap diri sendiri, orang tua dan masyarakat
tertentu.
DAFTAR PUSTAKA
al-Qur’an
Abduh Malik, Muhammad 2003, Perilaku Zina Pandangan Hukum Islam dan KUHP,
Jakarta: Bintang
Bali Post
Ekasana, I Made Suastika 2012. Seri Dharmasthya ( Hukum Perdata Hindu) Dharma
Bandhu Hukum keluarga Hindu, Surabaya: Paramita
Husaini Adian, Rajam Dalam Arus Syahwat Penerapan Hukum Rajam di Indonesia
Dalam Tinjauan Syariat Islam, Hukum Positif dan Politik Global, Jakarta:
Pustaka al- Kautsar.
Ketut Sutha, I Gusti, 1987, Bunga Rampai Beberapa Aspekta Hukum Adat,
Yogyakarta: Liberty
Mulyadi Lilik, 1987 Delik Adat “Lokika Sanggraha“ Di Bali, Majalah Varia
Nurul Irfan, Muhammad dan Masyrofah, 2013, Fiqh Jinayah , Jakarta: Amzah
Serikat Putra Jaya, Nyoman 1988. Relevansi Hukum Pidana Adat Dalam
Pembaharuan Hukum Pidana, Depok, Thesis.
66
67
Surpha, I Wayan 2006. Seputar Desa Pakraman dan Adat Bali, Denpasar, Pustaka
Sutha , I Gusti Ketut. 1987. Bunga Rampai Beberapa Aspek Hukum Adat,
Yogyakarta: Liberty
Widnyana, I Made. 1993. Kapita Selekta Hukum Pidana Adat, Bandung: Eresco
Wardi Muslich, Ahmad. 2005. Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika.
Zuhaili, Wahbah. 1989. Al- Fiqh al- Islamiy wa Adillatuh. Damaskus: Dar al- Fikr