Anda di halaman 1dari 71

ANALISIS PENYELESAIAN PELANGGARAN HAM BERAT DI PANIAI

(STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI MAKASSAR)

SKRIPSI

JESI FITRIANI
10400119069

JURUSAN ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

2023
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Mahasiswa yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Jesi Fitriani

NIM : 10400119069

Tempat/Tgl. Lahir : Jeneponto, 01 Januari 2001

Jurusan : Ilmu Hukum

Fakultas : Syariah Dan Hukum

Alamat : Pattallassang Kab. Gowa


Judul : Analisis Penyelesaian Pelanggaran Ham Berat Di Paniai

(Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Makassar)

Menyatakan dengan sesungguhnya dan penuh kesadaran bahwa skripsi ini

benar adalah hasil karya sendiri. Jika dikemudian hari terbukti bahwa ia

merupakan duplikat, tiruan, plagiat, atau dibuat oleh orang lain, sebagian atau

seluruhnya, maka skripsi dan gelar yang diperoleh karenanya batal demi hukum.

Samata, 10 Januari 2024

Penyusun,

Jesi Fitriani
NIM : 10400119069

i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang

senantiasa melimpahkan berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul, “ANALISIS PENYELESAIAN

PELANGGARAN HAM BERAT DI PANIAI (STUDI KASUS DI

PENGADILAN NEGERI MAKASSAR)” sebagai syarat dalam menyelesaikan

pendidikan di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar. Salam dan

sholawat senantiasa tercurahkan kepada baginda Rasulullah Muhammad Saw.

Sebagai uswatun hasanah, yang telah berjuang untuk menyempurnakan akhlak

manusia diatas bumi.

Terima kasih yang tak terhingga saya ucapkan kepada kedua orang tua

tercinta. Ayahanda Irwan.S dan Ibunda Almh Syamsiah,serta Ibunda Darmawati,

untuk cinta, dukungan, kesabaran, perhatian, bimbingan dan doanya, yang tidak

henti-hentinya diberikan kepada penulis. Kepada saudari saya tersayang yakni

Nabila Sahira.
Tak lupa penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada:

1. Prof. Dr. Hamdan Juhannis, M.A. Ph.D., Rektor UIN Alauddin

Makassar, serta Prof. Dr. H. Mardan M. Ag., sebagai Wakil Rektor I,

Prof. Dr. H. Wahyudin, M. Hum., sebagai Wakil Rektor II, Prof. Dr. H.

Darussalam, M. Ag., sebagai Wakil Rektor III, Serta Dr. H.

Kamaluddin Abunawas, M. Ag., sebagai Wakil Rektor IV.

2. Dr. H. Abd Rauf Muhammad Amin, Lc., M. A. selaku dekan Fakultas

Syariah dan Hukum.

ii
3. Bapak Dr. Rahman Syamsuddin, S. H., M. H. selaku Wakil Dekan I,

bapak Dr. H. Abdul Wahid Haddade, Lc., M. Hi, selaku Wakil Dekan

II, ibunda Dr. Hj. Rahmatiah HL, M. Pd., selaku Wakil Dekan III

Fakultas Syariah dan Hukum yang telah sungguh-sungguh memberikan

pembinaan tenaga kependidikan terhadap mahasiswa.

4. Teruntuk Bapak Dr. Abd Rais Asmar, M. H. Selaku Ketua jurusan Ilmu

Hukum dan Bapak Tri Suhendra Arbani, S. H., M. H. Selaku Sekretaris

Jurusan Ilmu Hukum terima kasih karena telah memberikan dukungan dan

arahan selama proses penyelesaian skripsi ini.

5. Bapak Dr. Fadli Andi Natsif S. H., M. H. Selaku Pembimbing I dan

Ibunda Istiqamah, S. H., M. H. Selaku pembimbing II, yang dengan tulus

dan ikhlas memberikan bimbingan, arahan, serta masukan yang baik

kepada penulis skripsi ini bisa diselesaikan dengan baik dan benar.

6. Bapak Tri Suhendra Arbani, S. H., M. H. selaku penguji I dan Bapak

Dr. Abd Rais Asmar, M. H. selaku penguji II, yang telah banyak

memberikan bimbingan, arahan, serta masukan yang baik kepada penulis

sehingga skripsi ini bisa diselesaikan dengan baik dan benar.

7. Para Dosen atas segala bekal ilmu yang telah diberikan selama penulis

menempuh pendidikan di UIN Alaauddin Makassar, seluruh staf dan

pegawai dalam lingkup Fakultas Syariah dan Hukum serta dalam lingkup

kampus UIN Alauddin Makassar secara umum yang telah memberikan

pelayanan dalam kelancaran administrasi.

8. Terima kasih juga yang tak terhingga untuk rekan-rekan seperjuangan di

Jurusan Ilmu Hukum angkatan 2019 tanpa terkecuali, khususnya Ilmu

Hukum B yang telah menjadi kawan seperjuangan sejak awal masuk,

berproses di kampus, hingga berjuang bersama untuk memperoleh gelar

iii
sarjana. Kalian juga telah membantu dan memberikan pengalaman dan

kenangan yang tidak dapat terlupakan kepada penulis selama mengemban

pendidikan di UIN Alauddin Makassar.

9. Terima kasih kepada semua senior dan junior di kampus UIN Alauddin

makassar yang telah memberikan ilmu, bantuan, saran, arahan, masukan,

serta berbagi pengalaman kepada penulis. Kepada teman-teman

seorganisasi terima kasih juga atas waktu, ilmu, dan pengalaman selama

penulis menempuh jenjang pendidikan.

10. Terima kasih kepada keluarga besar Salammu Dg Tale’ yang telah

menjadi pendukung sekaligus support kepada penulis skripsi sejak awal

masuk, berproses di kampus, hingga berjuang untuk memperoleh gelar

sarjana. Kalian juga telah banyak membantu dalam pemenuhan kebutuhan

kepada penulis selama mengemban pendidikan di UIN Alauddin

Makassar.

11. Kepada bapak kordes posko 13 KKN Soppeng Marioriwawo Angkatan 71

yang selalu yang selalu menemani dan selalu menjadi support system

penulis pada hari yag tidak mudah selama proses pengerjaan skripsi,

terima kasih telah mendengarkan keluh kesah, berkontribusi banyak dalam

penulisan skripsi ini, memberikan dukungan, semangat, tenaga, pikiran,

materi, maupun bantuan, terima kasih telah menjadi bagian perjalanan

saya hingga penyusunan skripsi ini.

12. Terima Kasih kepada sahabat tercinta Asrina Damayanti, Endang

Wulandari, kak Rahmat Gusnadi dan Musdalifah yang telah banyak

membantu dalam penyusunan skripsi ini.

iv
13. Terima kasih juga untuk semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan

satu persatu, semoga bantuan dan masukan yang telah diberikan dapat

bernilai ibadah disisi Allah swt.

Demikian ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak,

dan dengan ini juga sekaligus penulis memohon maaf jika dalam proses skripsi ini

banyak membebani banyak pihak. Tentunya penulis berharap agar segala bentuk

kebaikan dan ketulusan semuanya dapat bernilai pahala dan menjadi amal jariyah

bagi kita semua.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna. Dengan

segala kerendahan hati, penulis memohon maaf dan mengharapkan kritik dan

saran yang bersifat membangun dari para pembaca. Semoga skripsi ini dapat

memberi suatu manfaat kepada semua pihak yang sempat membaca dan dapat

bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Semoga semuanya bernilai

ibadah di sisi-Nya, Aamiin.

Sekian dan terima Kasih, Wassalamu’alaikum Warohmatullahi

Wabarokatuh.

Samata, 10 Januari 2024

Penyusun,

Jesi Fitriani

v
DAFTAR ISI

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI..................................................................i

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii

DAFTAR ISI...........................................................................................................vi

PEDOMAN TRANSLITERASI...........................................................................viii

ABSTRAK............................................................................................................xiv

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................15

A. Latar Belakang Masalah..........................................................................15

B. Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus....................................................22

C. Rumusan Masalah...................................................................................22

D. Kajian Pustaka.........................................................................................23

E. Metode Penelitian....................................................................................25

F. Sumber Data............................................................................................26

G. Metode Pengumpulan Data.....................................................................27

H. Teknik Analisis Data...............................................................................28

I. Tujuan dan Kegunaan Penelitian................................................................28

J. Kerangka Pemikiran....................................................................................29

BAB II TINJAUAN TEORETIS...........................................................................30

A. Tinjauan Umum Tentang Pelanggaran....................................................30

B. Tinjauan Umum Tentang HAM..............................................................31

C. Tinjauan Umum Tentang HAM Berat.....................................................32

D. Lembaga yang berperan dalam kasus pelanggaran HAM berat..............34

BAB III TINJAUAN UMUM PELANGGARAN HAM......................................44

BAB IV HASIL PENELITIAN............................................................................47

A. Kronologi Kasus......................................................................................47

vi
B. Permasalahan Hukum dalam Dakwaan Kasus Paniai.............................48

C. Terdakwa Kasus Pelanggaran HAM Berat di Paniai..............................51

D. Putusan Bebas Kasus Pelanggaran Ham Berat Paniai Bukti Negara Tidak
Miliki Komitmen Pemenuhan Hak Atas Keadilan Bagi Korban Pelanggaran
Ham Berat Paniai...............................................................................................57

E. Putusan Hakim Pengadilan Negeri Makassar.........................................63

BAB V PENUTUP.................................................................................................64

A. Kesimpulan..............................................................................................64

B. Implikasi Penulis.....................................................................................65

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................68

vii
PEDOMAN TRANSLITERASI

A. Transliterasi Arab-Latin

Daftar huruf bahasa Arab dan transliterasinya ke dalam huruf latin dapat

dilihat pada tabel berikut:

1. Konsonan

Huruf Arab Nama Huruf Latin Nama

‫ا‬ Alif tidak dilambangkan tidak dilambangkan

‫ب‬ Ba B Be

‫ت‬ Ta T Te

‫ث‬ ṡa ṡ es (dengan titik di atas)

‫ج‬ Jim J Je

‫ح‬ ḥa ḥ ha (dengan titik di bawah)

‫خ‬ Kha Kh ka dan ha

‫د‬ Dal D De

‫ذ‬ Żal Ż zet (dengan titik di atas)

‫ر‬ Ra R Er

‫ز‬ Zai Z Zet

‫س‬ Sin S Es

‫ش‬ Syin Sy es dan ye

‫ص‬ ṣad ṣ es (dengan titik di bawah)

‫ض‬ ḍad ḍ de (dengan titik di bawah)

‫ط‬ ṭa ṭ te (dengan titik di bawah)

‫ظ‬ ẓa ẓ zet (dengan titik di bawah)

‫ع‬ ‘ain ‘ apostrof terbalik

‫غ‬ Gain G Ge

viii
‫ف‬ Fa F Ef

‫ق‬ Qaf Q Qi

‫ك‬ Kaf K Ka

‫ل‬ Lam L El

‫م‬ Mim M Em

‫ن‬ Nun N En

‫و‬ Wau W We

Ha H Ha
‫ھ‬

‫ء‬ hamzah ʼ Apostrof

‫ي‬ Ya Y Ye

Huruf hamzah (‫ )ء‬yang terletak di awal kata mengikuti vokalnya tanpa diberi

tanda apapun. Jika ia terletak di tengah atau di akhir, maka ditulis dengan tanda

(ʼ).

2. Vokal

Vokal bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri atas vokal

tunggal atau monoftong atau vokal rangkap atau diftong

Vokal tunggal bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda atau harakat,

transliterasinya sebagai berikut:

Tanda Nama Huruf Latin Nama

‫َا‬ fatḥah A A

‫ِا‬ Kasrah I I

‫ُا‬ ḍammah U U

Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan antara

ix
harakat dan huruf, transliterasinya berupa gabungan huruf, yaitu:

Tanda Nama Huruf Latin Nama

‫ْي ؘ‬ fatḥah dan yaʼ Ai a dan i

‫ْو ؘ‬ fatḥah dan wau Au a dan u

3. Maddah

Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harakat dan huruf,

transliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu:

Harakat dan Huruf dan


Nama Nama
Huruf Tanda

...‫ ى ؘ‬.‫ؘ‬.. | ‫ا‬ fatḥah dan alif atau yāʼ Ā a dan garis di atas

‫ى‬ Kasrah dan yāʼ Ī i dan garis di atas

‫وؙ‬ ḍammah dan wau Ū u dan garis di atas

4. Tāʼ Marbūṭah

Transliterasi untuk tāʼ marbūṭah ada dua, yaitu: tāʼ marbūṭah yang hidup

atau mendapat harakat fatḥah, kasrah, dan ḍammah, transliterasinya adalah [t].

Sedangkan tāʼ marbūṭah yang mati atau mendapat harakat sukun transliterasinya

adalah [h].

Kalau pada kata yang berakhiir dengan tāʼ marbūṭah diikuti oleh kata yang

menggunakan kata sandang al- serta bacaan kedua kata ituterpisah, maka tāʼ

marbūṭah itu ditranliterasikan dengan ha (h)

5. Syaddah (Tasydīd)

Syaddah atau tasydīd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan

dengan sebuah lambang tasydīd ( ‫) ﹼ‬, dalam transliterasi ini dilambangkan dengan

perulangan huruf (konsonan ganda) yang diberi tanda syaddah.

Jika huruf ‫ ى‬ber-tasydīd di akhir sebuah kata dan didahului oleh huruf

x
kasrah maka ia ditransliterasi seperti huruf maddah menjadi ī.

6. Kata Sandang

Kata sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan denga huruf ‫( ال‬alif

lam maՙrifah). Dalam pedoman transliterasi ini, kata sandang ditransliterasi

seperti biasa, al-, baik ketika ia diikuti oleh huruf syamsiyah maupun qamariyah.

Kata sandang tidak mengikuti bunyi huruf langsung yang mengikutinya. Kata

sandang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya dan dihubungkan dengan

garis mendatar (-)

7. Hamzah

Aturan transliterasi huruf hamzah menjadi apostrof ( ՚ ) hanya berlaku

bagi hamzah yang terletak di tengah dan akhir kata. Namun, bila hamzah terletak

di awal kata, ia tidak dilambangkan, karena dalam tulisan Arab ia berupa alif.

8. Penulisan Kata Arab Yang Lazim Digunakan Dalam Bahasa

Indonesia

Kata, istilah atau kalimat Arab yang ditransliterasi adalah kata, istilah atau

kalimat yang belum dibakukan dalam bahasa Indonesia. Kata, istilah atau kalimat

yang sudah lazim dan menjadi bagian dari perbendaharaan bahasa Indonesia, atau

sering ditulis dalam tulisan bahasa Indonesia, atau lazim digunakan dalam dunia

akademik tertentu, tidak lagi ditulis menurut cara transliterasi di atas. Misalnya,

kata al-Qur’an (dari al-Qur’ān), alhamdulillah, dan munaqasyah. Namun, bila

kata-kata tersebut menjadi bagian dari satu rangkaian teks Arab, maka harus

dutransliterasi secara utuh.

9. Lafẓ al-Jalālah (‫)هللا‬

Kata “Allah” yang didahului partikel seperti huruf jarr dan huruf lainnya

atau berkedudukan sebagai muḍāf ilaih (frasa nominal), ditransliterasi tanpa huruf

hamzah.

xi
Adapun tā՚ marbūṭah di akhir kata yang disandarkan kepada lafẓ al-

jalālah ditransliterasi dengan huruf [t].

10. Huruf Kapital

Walau sistem tulisan Arab tidak menegenal huruf kapital, dalam

transliterasinya huruf-huruf tersebut dikenai ketentuan tentang penggunaan huruf

kapital berdasarkan pedoman ejaan Bahasa Indonesia yang berlaku (EYD). Huruf

kapital, misalnya, digunakan untuk menuliskan huruf awal nama diri (orang,

tempat, bulan) dan huruf pertama pada permulaan kalimat. Bila nama diri

didahului oleh kata sandang (al-), maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap

huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal kata sandangnya. Jika terletak

pada awal kalimat, maka huruf A dari kata sandang tersebut menggunakan huruf

kapital (Al-). Ketentuan yang sama juga berlaku untuk huruf awal dari judul

referensi yang didahului oleh kata sandang al-, baik ketika ia ditulis dalam teks

maupun dalam catatan rujukan.

Jika nama resmi seseorang menggunakan kata Ibnu (anak dari) dan Abū

(bapak dari) sebagai nama kedua terakhirnya, maka kedua nama terakhir itu harus

disebutkan sebagai nama akhir dalam daftar pustaka atau daftar referensi.

B. Daftar Singkatan

Beberapa singkatan yang dibakukan adalah:

swt. : subḥānahū wa ta‘ālā

saw. : ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam

a.s. : ‘alaihi al-salām

H : Hijrah

M : Masehi

SM : Sebelum Masehi

l. : Lahir tahun (untuk orang yang masih hidup saja)

xii
w. : Wafat tahun

QS .../...:4 : QS al-Baqarah /2: 4

HR : Hadis Riwayat

xiii
ABSTRAK

Nama : Jesi Fitriani

NIM : 10400119069

Judul Skripsi : Analisis Penyelesaian Pelanggaran Ham Berat Di Paniai

(Studi Kasus Pengadilan Negeri Makassar)

Tujuan penelitian ini adalah untuk: 1) Menganalisis penyelesaian hukum


kasus pelanggaran HAM Berat Paniai dan 2) Mengemukakan dan
mendeskripsikan unsur-unsur kejahatan kemanusiaan yang diatur dalam Undang-
Undang Pengadilan HAM.
Dalam menjawab permasalahan tersebut, penulis menggunakan
pendekatan kasus (case approach). Case approach adalah salah satu jenis
pendekatan dalam penelitian hukum normatif yang peneliti mencoba membangun
argumentasi hukum dalam perspektif kasus konkrit yang terjadi. Penelitian ini
tergolong studi pustaka (bibliography study) yang dalam penelitian hukum disebut
sebagai penelitian normatif, analisis data yang penulis gunakan ialah metode
yuridis normatif bersifat kualitatif, yaitu penelitian yang mengacu pada norma
hukum yang terdapat dalam berbagai peraturan perundang-undangan.
Dalam penjelasan pasal 104 ayat (1) Undang-Undang Hak Asasi Manusia,
l l l l

pelanggaran HAM berat adalah pembunuhan massal, pembunuhan sewenang-


l l l l l l

wenang atau diluar putusan pengadilan, penyiksaan, penghilangan orang secara


l l l l l l l l l l

paksa, perbudakan, atau diskriminasi yang dilakukan secara sistematis. Kasus


l l l l l l l l l l

Pelanggaran HAM yang terjadi di Paniai Papua pada Tahun 2014 tidak hanya l

terjadi pelanggaran HAM, tetapi juga kekerasan, penyiksaan, bahkan


l l l l l l l l l

pembunuhan, dan penghilangan nyawa kepada penduduk warga sipil. Adapun


l

kasus pelanggaran HAM Berat Paniai yang dilakukan oleh aparat negara
melanggar pasal 152 ayat 1 huruf a dan b, jo pasal 7 b, pasal 9 a, pasal 37 UU
Nomor 26 tahun 2000 tentang pengadilan HAM . Yang menetapkan satu orang
tersangka dan terdakwa Mayor Inf. Purn. Isak Sattu yang selanjutnya divonis
bebas oleh pengadilan negeri Makassar.
Dengan demikian diharapkan kepada negara untuk memberlakukan
undang-undang sesuai dan benar, juga agar penyelesaian kasus pelanggaran HAM
Berat Paniai dapat menemukan keadilan bagi keluarga korban, serta memberikan
titik terang atas ketidakadilan yang dirasakan keluarga korban terhadap vonis
putusan bebas oleh majelis Hakim Pengadilan Negeri Makassar.

Kata Kunci: Pelanggaran, HAM, Berat

xiv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pelanggaran HAM terjadi dimana-mana, terutama di Indonesia, kasus


l l l l l l l l l l

pelanggaran HAM sangat mengerikan. Di mana nilai-nilai kemanusiaan tidak


l l l l l l l l l l l l

begitu dihargai, keadilan disalahgunakan dan kebenaran serta kejujuran tampak


l l l l l l l l l l l

jauh dari kenyataan. Hampir setiap hari terjadi pelanggaran HAM dan kehidupan
l l l l l l l l l l l

masyarakat kurang mendapat jaminan bahwa HAM mereka akan dilindungi oleh l l l l l l l l l

penguasa.1
l

Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada l l l l l l

hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan
l l l l l l l

merupakan karunia-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi


l l l l l l l l l l l l

oleh negara, hukum dan pemerintahan, serta setiap orang demi kehormatannya.
l l l l l l l l l l l l l l

dan harkat dan martabat manusia.2 l

Hak asasi manusia sebagai hak asasi manusia yang diberikan oleh Tuhan
l l l l l l l l l l l

langsung sejak lahir bersifat mendesak sehingga tidak seorangpun atau bahkan l l l l l l l l l l l

suatu negara dapat mereduksinya, maka Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB)


l l l l l l l

sebagai lembaga dunia membahas tentang konsep hak asasi manusia, yang terdiri
l l l l l l l l l l l l l

dari: aspek universal, kesopanan dan kemandirian yang harus dihormati tanpa
l l l l l l l l l l l l

membedakan ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, politik atau
l l l l l l l l l l

perbedaan pendapat lainnya. Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-
l l l l l l l

Nya untuk dihormati, disayangi dan dilindungi oleh negara, hukum dan l l l l l l l l l l l

pemerintahan, semuanya demi kehormatan dan martabat manusia, tanpa


l l l l l l l l l

memandang asal-usul kebangsaan atau sosial, kekayaan, kelahiran atau status


l l l l l l l

1
Martino Sardi, Menuju Masyarakat Berwawasan Hak-Hak Asasi Manusia, Hand Out
HAM Fakultas Hukum UAJY, Universitas Atma Jaya, Yogyakarta,2007, hlm. 7.
2
Lihat Pasal 1 UU No 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.

15
16

lainnya.3 l

John Locke berpendapat bahwa hak asasi manusia adalah hak yang
l l l l l l l

diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai anugerah hak
l l l l l l l l l l

kodrati. Oleh karena itu, tidak ada kekuatan di dunia yang dapat mencabutnya.
l l l l l l l l l l l

Menghormati, melindungi, dan mewujudkan hak asasi manusia adalah tiga peran
l l l l l l l l l l l

negara dalam penyelenggaraan pemerintahan, namun selama 32 tahun, di era Orde


l l l l l l l l l l l l

Baru, kaitan tersebut seakan terlupakan di negara ini dan menjadi mimpi buruk l l l l l l l l l l l l l

bagi rakyat. l

Ada banyaknya kasus pelanggaran HAM yang mencolok, dimana l l l l l

pelanggaran HAM secara terang-terangan merupakan pelanggaran HAM yang


l l l l l l

sistematis atau meluas yang mengakibatkan korban fisik, psikis dan ekonomi,
l l l l l l l l l l l l l l l

sosial dan budaya. Dan menurut standar HAM internasional, ada 4 jenis
l l l l l l l l l

pelanggaran HAM yang mencolok yang tercakup dalam Pasal 5 Statuta Roma
l l l l l l

Mahkamah Pidana Internasional atau Statuta Roma Mahkamah Pidana l l l l l l l

Internasional (ICC)4, yang mana salah satunya yaitu Crimes Against Humanity
l l l l l l l l l l

(Kejahatan Terhadap Kemanusiaan) l l l l

Berbicara kasus pelanggaran HAM berat, isu pelanggaran HAM selalu


l l l l l l l

menjadi salah satu masalah yang selalu muncul di Papua, yang kemudian disusul
l l l l l l l

oleh Komnas HAM dalam kasus Wamena 2019, dimana berbagai bentuk
l l l l l l l l

pelanggaran HAM di Wamena adalah hak untuk hidup (Pasal 28I ayat (1) UUD).
l l l l l

1945 Pasal 9 UU No. 39 Tahun 1999), hak atas rasa aman (Pasal 28G ayat (1) l

3
Deklarasi Universal PBB Tentang Hak-Hak Asasi Manusia, pasal 2; Setiap Orang Berhak
Atas Semua Hak Dan Kebebasan-Kebebasan Yang Tercantum Didalam Deklarasi Ini Tampa
Perkecualian Apapun, Seperti Ras Warna Kulit, Jenis Kelamin, Bahasa, Agama, Politik, Atau
Pendapat Yang Berlainan, Asal Mula Kebangsaan Atau Kemasyarakatan, Hak Milik Kelahiran
Atau Kedudukan Lain. Disamping Itu, Tidak Diperbolehkan Melakukan Perbedaan Atas Dasar
Kedudukan Politik, Hukum Atau Kedudukan Internasional Dari Negara Atau Dari Daerah Mana
Seorang Berasal, Baik Dari Negara yang Merdeka, yang Berbentuk Wilayah-Wilayah Perwalian,
Jajahan Atau yang Berada Dibawah Batasan Kedaulatan Yang Lain.
4
Lihat pasal 5 Statuta Roma Mahkamah Pidana Internasional atau Rome Statute Of The
Internasional Criminal Court (ICC)
17

UUD 194 5 Pasal 30 UU No. 39 Tahun 1999) dan hak milik (Pasal 36 UU No. 39 l l l l

Tahun 1999).

Menurut Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS) HAM

Peristiwa di Wamena terjadi karena aparat keamanan saat itu berusaha


l l l l l l l l l l l

menurunkan bendera Bintang Kejora namun warga tidak terima dan menyerang
l l l l l l l l l l l

para pendatang. Diperkirakan 37 orang tewas, 89 luka-luka, sekitar 17 rumah


l l l l l l l l

dibakar dan 11 toko dibakar. Selain itu, 13.000 orang melarikan diri ketakutan.
l l l l l l l l l l l l l

Selain insiden Wamena, berita mengenai konflik yang muncul di Papua


l l l l l l l l l l l l l l

terkait pelanggaran HAM yang belum terselesaikan di Paniai tahun 2014.


l l l l l l l l l l l

Berdasarkan catatan Komnas HAM pada kasus Paniai, terdapat kekerasan dari
l l l l l l l l

warga, biasanya empat orang. terbunuh. berusia 17 hingga 18 tahun meninggal l l l l l l l l l

akibat tembakan dan luka tusuk.


l l

Sebanyak 21 orang lainnya terluka karena penganiayaan. Pada 7 Desember l l l l l l l l l

2014, kekerasan terjadi di Pondok Natal, Kabupaten Paniai Timur. Kejadian l l l l l l l l l l l l l

bermula saat anak-anak di Christmas Cabin memarahi pengendara mobil yang


l l l l l l l l l l

lewat karena tidak menyalakan lampu. Anak muda mengingatkan pengendara


l l l l l l l l

sepeda motor untuk menyalakan lampu depan jika tidak maka akan sangat
l l l l l l l l

berbahaya. l

Pengendara sepeda motor tersebut tidak terima ditegur dan diancam akan
l l l l l l l l l l l l l l

kembali bersama rekan-rekannya. Setelah kembali bersama beberapa temannya,


l l l l l l l l l l l l l

pengendara sepeda motor tersebut menganiaya pemuda yang sempat menegurnya.


l l l l l l l l l l l l l l

Dari hasil pemeriksaan visum di RSUD Paniai, salah satu korban bernama
l l l l l l l l l l l

Yulianus Yeimo mengalami luka akibat terkena popor senapan. Mendengar kabar
l l l l l l l l l l l l l l

tersebut, warga sekitar Pondok Natal marah dan menutup jalan raya
l l l l l l l

MadiEnarotali Km 4. Kemudian, kendaraan yang dikemudikan Danki TNI 753


l l l l l l l l l l l l

melintas dan terdengar suara tembakan. Menurut catatan Komnas HAM, ada 11
l l l l l l l
18

korban dalam peristiwa Pondok Natal dan semuanya anak-anak. Para korban
l l l l l l l l

mengalami luka tembak dan penyiksaan. Peristiwa berikutnya terjadi pada 8


l l l l l l l l l l l l

Desember 2014 di lapangan Karel Gobay.


l l l l l l

Orang-orang yang berkumpul di lapangan ditembaki dari arah yang tidak


l l l l l l l l l

diketahui. Akibatnya, empat remaja tewas terkena timah panas dan puluhan
l l l l l l l l l l

lainnya luka-luka. Sementara dari dua kejadian tersebut, tujuh anggota TNI dan
l l l l l l l l l l

tiga polisi mengalami luka-luka. Menurut Komnas HAM, kekerasan yang terjadi
l l l l l l l l l l l l

pada 7-8 Desember 2014 di Paniai berawal dari arogansi aparat yang diduga l l l l l l l l l l l

anggota Timsus 753. Petugas memukuli anak-anak yang berada di Posko Natal di
l l l l l l l l l l

Bukit Togokutu.5 l l l

Dalam peristiwa lapangan Karel Gobay, Komnas HAM menemukan l l l l l l l l

cukup bukti penggunaan peluru tajam untuk membubarkan massa. Dalam kasus l l l l

ini, Komnas HAM tidak menemukan bukti situasi mengancam yang mendasari
l l l l l l l l l l l l

penggunaan alat secara berlebihan.


l l l l l

Menurut Jerry Indrawan dalam jurnal ilmiahnya berjudul Non-Military


l l l l l l l l l

Threats to National Security in Papua, mengacu pada keinginan rakyat Papua


l l l l l l l l l l l

untuk merdeka karena merasa tidak bahagia seperti provinsi lain di Indonesia.6 l l l l l l l l l l l l l l l l l l

Akibatnya, dari pelanggaran HAM yang terjadi di Wamena, Papua, terjadi


l l l l l l l l l

pelanggaran HAM berupa hak untuk hidup (pasal 28I ayat (1) UUD 1945, Pasal 9
l l l l

UUD 1999), hak atas rasa aman (Pasal 28G ayat (1)), UUD 1945 Pasal 30 UU No l

39 Tahun 1999) dan hak milik (pasal 36 UU No 39 Tahun 1999). l l l

Selain itu, data survei yang dilakukan Lembaga Ilmu Pengetahuan


l l l l l l l l l l

Indonesia (LIPI) dan Change.org menunjukkan, menurut masyarakat di luar


l l l l l l l l l l l

Papua, masalah terbesar di Papua adalah terkait pendidikan (14,33%), l l l l l l l l

infrastruktur (13,17%). ), ekstraksi sumber daya. sumber daya alam (12,58%), dan
l l l l l

5
Jurnal HAM, “Komisi Nasional Hak Asasi Manusia”, (Jakarta, 2015), h.5.
6
Jery Indrawan, “Ancaman Non-Militer Terhadap Keamanan Nasional di Papua” jurnal,
2016
19

akses ekonomi (10,48%), pelanggaran HAM (14,02%), korupsi (7,73)%) dan


l l l l l l l l

pendidikan (9,8%) sehingga perbedaan persepsi ini tidak hanya statistik emosional
l l l l l l l l l l l l l l l l l l l

tetapi juga menunjukkan bahwa salah satu masalah be sar di Papua adalah kasus
l l l l l

pelanggaran HAM.7
l

Berdasarkan uraian tentang tragedi kasus Paniai, siaran pers Kejaksaan


l l l l l l l l l l

Agung menyebutkan penyidik telah mendapatkan alat bukti berdasarkan Pasal l l l l l l l l l

183 sampai dengan 184 KUHAP. Hal ini memperjelas adanya pelanggaran HAM l l l l l l l l

yang mencolok di Paniai pada tahun 2014 berupa pembunuhan dan penganiayaan.
l l l l l l l l l l

Menurut UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang pengadilan HAM,


l l l l l l

pelanggaran HAM berat terbagi menjadi dua,8 yaitu: Kejahatan Genosida dan
l l l l l l l l l l l

Kejahatan Kemanusiaan.
l l l

Berdasarkan uraian tentang tragedi kasus Paniai, siaran pers Kejaksaan


l l l l l l l l l l

Agung menyebutkan penyidik telah mendapatkan alat bukti berdasarkan Pasal l l l l l l l l l

183 sampai dengan 184 KUHAP. Hal ini memperjelas adanya pelanggaran HAM l l l l l l l l

yang mencolok di Paniai pada tahun 2014 berupa pembunuhan dan penganiayaan.
l l l l l l l l l l

Mengatakan Hak Asasi Manusia (HAM) dan demokrasi karenanya


l l l l l l l

merupakan konsep masyarakat dan hubungan sosial yang lahir dari sejarah
l l l l l l l l

peradaban manusia di empat penjuru. Konsep hak asasi manusia dan demokrasi
l l l l l l l l l l l l

dalam perkembangannya sangat erat kaitannya dengan konsep negara hukum.


l l l l l l l l

Dalam negara hukum, pada dasarnya hukumlah yang mengatur, bukan rakyat.9
l l

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) baru saja


l l l l l l l l

menetapkan perisitiwa Paniai pada 2014 lalu merupakan kasus pelanggaran HAM
l l l l l l l l l l

berat. Peristiwa paniai ini diketahui berawal pada 7 desember 2014 di Eranotali,
l l l l l l l l l l l l l l l l l l l

kabupaten Paniai, Papua. Kejadian yang diawali oleh teguran kelompok pemuda
l l l l l l l l l l l l l l

7
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI,2017,para.3).
8
Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000
9
Jimly Asshiddiqie, Konstitusi & Konstitusionalisme Indonesia, Jakarta: Konstitusi Press,
2005, hlm. 152. 2
20

kepada anngota TNI karena membawa mobil tanpa menyalakan lampu. Yang
l l l l l l l l

mana teguran itu berakhir pada terjadinya pengeroyokan oleh angota TNI.
l l l l l l l l l l l l l l

Keesokan harinya pada tanggal 8 desember 2014 rombongan masyarakat


l l l l l l l l l

mendatangi Polsek Paniai dan Koramil


l l l l l l l l untuk meminta penjelasan sambil l l l l l

menyanyi dan menari sebagai bentuk protes terhadap tindakan aparat sebelumya.
l l l l l l l l l l l l l

Dan karena merasa tidak ditanggapi akhirnya masyarakat semakin memanas l l l l l l l l l

dalam melakukan aksinya, dan pada saat yang bersamaan aparat membalas l l l l

dengan melakukan penembakan untuk membubarkan massa, sehingga lima orang


l l l l l l l l l

warga sipil tewas dan 21 lainnya terluka. Sehingga akibat peristiwa tersebut
l l l l l l l l l l l l l

Komnas HAM pun menetapkan kasus Paniai sebagai pelanggaran HAM berat,
l l l l l l l l l

dan presiden membentuk tim investigasi terkait kasus penembakan warga sipil
l l l l l l l l l l l l l l l l

tersebut.
l l

Tujuan negara Indonesia sebagai negara hukum formil menyebabkan l l l l l l l l l l l l

negara memiliki kewajiban untuk melindungi segenap warga negaranya di bawah


l l l l l l l l l l l l l l

hukum, terutama melindungi hak asasinya agar dapat hidup berdampingan dengan l l l l l l l l l

bahagia. Padahal perlindungan hak asasi manusia sebenarnya sangat penting


l l l l l l l l l

dalam pembentukan negara. Kasus pelanggaran HAM paniai di Papua yang belum
l l l l l l l l

terselesaikan sejak tahun 2014 menunjukkan bahwa hukum dan keadilan bagaikan
l l l l l l l l l

dua kutub yang berbeda dan tidak bisa diakses. l l l l l l

Hak asasi manusia adalah hak dasar yang di bawa sejak lahir oleh manusia l l l l l l l l

yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa, sehingga perlu dipahami bahwa hak
l l l l l l l l l l l

asasi manusia tersebut tidak berasal dari negara dan hukum, tetapi hanya dari
l l l l l l l l l l l

Tuhan Yang Maha Esa sebagai Pencipta alam semesta. alam semesta dan l l l l l l l l l

segalanya. konten, sehingga hak asasi manusia tidak dapat dirugikan (irrevocable
l l l l l l l l l l l l l l

rights). Oleh karena itu yang dituntut oleh negara dan hukum adalah pengakuan
l l l l l l l l l l

dan jaminan perlindungan hak asasi manusia seseorang.10


l l l l l l l l

10
Rozali Abdullah dan Syamsir, Perkembangan HAM dan Keberadaan Peradilan HAM di
21

Selama ini hukum dunia telah mengatur norma-norma hukum terkait


l l l l l l l l l l

pelanggaran HAM dan ditujukan untuk melindungi HAM, tetapi tidak hanya
l l l l l l l l

hukum nasional atau internasional, juga Islam. perlindungan dapat dilihat dari l l l l l l l l l l l l

sistem hukum Islam yang melindungi lima hal penting dalam diri manusia, dan
l l l l l l l l l l l l

tidak ada sistem di dunia ini yang melindungi lima hal terpenting dalam diri
l l l l l l l l l l l l l l l l

manusia yang disebut Ad-dharuriyat al-khamsah, kelima hal tersebut yaitu,


l l l l l l l l l

perlindungan terhadap agama, perlindungan jiwa, harta benda, ruh dan kepedulian
l l l l l l l l l l

terhadap anak cucu. Hak asasi manusia yang dilindungi oleh hukum Islam
l l l l l l l l l

meliputi hak hidup, hak kebebasan beragama, ha katas keadilan, hak persamaan,
l l l l l l l l l l

hak mendaptkan pendidikan, hak kebebasan berpendapat, dan hak mendapat l l l l l l l l l

pekerjaan. l l

Adapun nilai-nilai hak asasi manusia dalam Alquran, Alquran menjunjung l l l l l l l

tinggi nilai-nilai keadilan dan solidaritas "dan jangan pernah membiarkan


l l l l l l l l l l l l l l

kebencian Anda terhadap suatu kaum mendorong Anda untuk bertindak melawan
l l l l l l l l l l

buruh." (QS Al-Maidah /5:10). Begitu juga Rosululloh SAW. Berkata sekali: l l l l l l l l

“Sesungguhnya darahmu, hartamu dan kehormatanmu haram bagimu.” Dengan


l l l l l

demikian, negara tidak hanya menghindari campur tangan hak asasi manusia,
l l l l l l l l l l

tetapi juga memiliki kewajiban untuk menyediakan dan menjamin hak asasi
l l l l l l l l l l l l l l

manusia. Oleh karena itu, keadilan sangat dibutuhkan dalam kasus pelanggaran
l l l l l l l l l

HAM berat di Papua. l l

Berdasarkan latar belakang diatas peneliti mencoba mengkaji lebih dalam


l l l l l l l l l l l l l

lagi tentangpelanggaran HAM berat jenis kejahatan kemanusiaan khusunya dalam


l l l l l l l l l

bentuk pembunuhan serta bagaimana dan sejauh mana proses penyelesaian


l l l l l l l l l l l

hukumnya. Maka dari itu untuk meneliti lebih dalam mengenai kasus pelanggaran l l l l l l l l l l l l

HAM berat maka penulis akan meneliti dengan mengangkat judul “Tinjauan l l l l l l l l l

Yuridis Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat Paniai Di Pengadilan Negeri


Indonesia, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002), hlm.10.
22

Makassar”

B. Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus

1. Fokus penelitian l l l l l

Penelitian ini akan fokus pada pelaksanaan penyelesaian kasus dan


l l l l l l l l l l l l

persidangan hukum pelanggaran HAM berat Paniai di Pengadilan Negeri


l l l l l l l l l l l l

Makassar.

2. Deskripsi Fokus l l l l

Berdasarkan fokus penelitian diatas, maka perlu dicantumkan penjelasan


l l l l l l l l l l l

deskripsi fokus penelitian pada judul penelitian ini agar pembaca tidak salah
l l l l l l l l l l l l l l l l

memahami. Adapun uraian deksripsi fokus penelitian sebagai berikut:


l l l l l l l l l l l l l l l

a. Tinjauan yuridis l l l

Tinjauan yuridis yang dimaksudkan adalah tinjauan dari segi hokum,


l l l l l l l l l

pengertian tinjauan yuridis adalah suatau kajian yang membahas mengenai jenis
l l l l l l l l l l l l l

tindak pidana yang terjadi, terpenuhi atau tidaknya unsur-unsur delik,


l l l l l l l l l l

pertanggungjawaban pidana serta penerapan pelaku tindak pidana.


l l l l l l l l

b. Penyelesaian l l l l

Penyelesaian atau pemecah masalah atau problem solving adalah sebuah


l l l l l l l l l l l

soft skill mengenai proses untuk memahami tantangan dalam bekerja untuk
l l l l l l l l l l l

menemukan solusi yang tepat dari sebuah permasalahan.


l l l l l l l l

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi pokok masalah


l l l l l l l

adalah “bagaimana proses penyelesaian hukum atas kasus pelanggaran HAM l l l l l l l l

berat Paniai, serta upaya-upaya penyelesaiannya?” dari pokok masalah tersebut


l l l l l l l l l l l l l

maka dapat dirumuskan sub pokok masalah sebagai berikut: l l l l l l l

1. Mengapa peristiwa yang terjadi di Paniai dapat dikatakan sebagai l l l l l l l l l l l l

pelanggran HAM berat?


l l
23

2. Bagaimana proses penanganan dan penyelesaian kasus pelanggaran HAM l l l l l l l l l

berat paniai yang terjadi di Papua ?


l l l l l l

D. Kajian Pustaka

Seiring perkembangan kasus pelanggaran HAM berat Paniai Papua yang


l l l l l l l l l

terjadi sejak tahun 2014 silam, yang setelah di kategorikan sebagai pelangaran
l l l l l l l l l l l l l

HAM berat kemudian di limpah ke pengadilan negeri Makassar, untuk diperoleh


l l l l l l l l l l l l l l l

penyelesaian hukum. Dari beberapa referensi dan sumber media terdahulu yang
l l l l l l l l l l l l l l l

berkaitan dengan obyek peneletian, terdapat pula berbagai referensi buku dan
l l l l l l l l l l l l l l l l

eksaminasi putusan pengadilan terkait kasus pelanggaran HAM berat Paniai


l l l l l l l l l l l

Papua. Referensi tersebut berupa: l l l l l l l

1. Fadli Andi Natsif dengan judul bukunya, “Hukum Pelanggaran Ham”. l l l l l

Menurut penulis kategori pelanggaran berat (kejahatan) yang terdapat


l l l l l l l l l l

dalam UUPHAM yang kemudian diistilahkan sebagai pelanggaran HAM l l l l l l l l

berat yang terejewantahkan dalam pasal 1 point 2 dalam UUPHAM yaitu


l l l l l l l

“pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat adalah pelanggaran Hak


l l l l l

Asasi Manusia sebagaimana dimaksud dalam UUPHAM. Selanjutnya l l l l l l

didalam pasal 7 menyebutkan pelanggaran hak asasi manusia yang berat


l l l l l l l

meliputi: Kejahatan genosida dan. Kejahatan terhadap kemanusiaan.11


l l l

Namun didalam buku tersebut sedikit membahas tentang mekanisme l l l l l l l l l l l

ataupun alur perbandingan penyelesaian pelanggaran HAM secara umum l l l l l l l l

dan HAM Berat. Maka berdasarkan kategori tersebut didalam penelitian l l l l l l l l l l l l

yang akan dilakukan peneliti mengkategorikan pelanggaran HAM di l l l l l l l l l l l

Paniai termasuk pelanggaran HAM berat sebagaimana judul penelitian


l l l l l l l l l l l

yang diangkat l karena l termasuk l kejahan l terhadap l kemanusiaan l l

berdasarkan peristiwa yang dan kronologi pembunuhan massal tersebut.


l l l l l l l l l l l

11
Fadli Andi Natsif, Hukum Pelanggaran HAM. Hlm 27.
24

2. Laurensius Arliman, dengan jurnal Ilmu Hukum yang berjudul


l l l l l l

“Pengadilan Hak Asasi Manusia Dari Sudut Pandang Penyelesaian Kasus


l l l l l l l l l

Dan Kelemahannya”. Yang didalam penelitian tersebut menjelaskan l l l l l l l l l l l

tentang UU HAM yang disahkan pada tanggal 23 september 1999 yang


l l l l l

mana undang-undang tersebut memuat sebuah daftar panjang HAM yang l l l l

diakui dan wajib dipenuhi dan dilindungi oleh negara indonesia. Didalam
l l l l l l l l l l l l l l l l l

pasal 9 dalam UU HAM mengakui hak untuk hidup.12 Sehingga l l l l l

berdasarkan hadirnya UU HAM tersebut menurut peneliti justru menjadi


l l l l l l l l l l l

acuan dan salah satu landasan untuk me mperolah penyelesaian hukum l l l l l l l

yang seadil adilnya terkait kasus pelanggaran HAM berat Paniai Papua
l l l l l l l l l

sebagaimana kasus termasuk pelanggaran hak hidup karena terjadinya


l l l l l l l l

pembunuhan warga lokal oleh aparat TNI di paniai Papua. Sehingga


l l l l l l l l l l

seharusnya diperoleh penyelesaian hukum yang jelas setelah kasus


l l l l l l l l l l l l

tersebut dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Makassar. Sehingga didalam


l l l l l l l l l l l l l

buku tersebut kurang menjelaskan tentang penyelesaian secara terperinci


l l l l l l l l l l l l l l

tentang kasus pelanggaran HAM.


l l

3. Sunarso dengan judul bukunya ”Pendidikan Hak Asasi Manusia” l l l l l l l

menjelaskan tentang perkembangan konsep hak asasi manusia, deklarasi


l l l l l l l l l l l

HAM (The Universal Declaration of Human Rights) pada tahun 1948, l l l l l l l l

telah menyebabkan terjadinya perubahan arus global didunia internasional,


l l l l l l l l l l l l l

untuk mengubah cara pandang dan kesadaran terhadap pentingnya l l l l l

perlindungan hak asasi manusia.13 Namun menurut peneliti penulis tidak


l l l l l l l l l l l l

menjabarkan lebih terperinci terkait adanya kelemahan perkembangan hak


l l l l l l l l l l l l l

asasi manusia yang banyak berakhir pada pelanggaran HAM Berat.


l l l l l l

12
Jurnal Ilmu Hukum Tambung Bungai Vol.2 No.1 Maret 2017
13
Sunarso, Pendidikan Hak Asasi Manusia, (Surakarta: CV Indotama Solo 2020),h.14
25

4. Suparman Marzuki dengan judul bukunya “Tragedi Politik Hukum HAM” l l l l l l l

menjelaskan tentang pengaruh politik, terutama kekuasaan otoritarian


l l l l l l l l l l l l l

terhadap hukum dan penegakan hukum telah menjadi problem serius


l l l l l l l l l l

karena tidak jarang institusi penegakan hukum gagal menjadi kekuatan


l l l l l l l l l l

mandiri menegakkan hukum dan keadilan bagi masyarakat14. Didalam


l l l l l l l l

buku tersebut menjelaskan beberapa faktor tragedi pelanggaran HAM. l l l l l l l l l l

Namun menurut peneliti didalam buku yang dikemukakan oleh penulis l l l l l l l l l l l l

diantara tragedi dan faktor pelanggaran politik HAM tidak disertai dengan
l l l l l l l l l l l l l

proses penyelesaian hukum. l l l l l l

5. Joko Setiyono dengan judul bukunya “Peradilan Internasional Atas


l l l l l l l l l l l l l

Kejahatan HAM Berat” menjelaskan secara terperinci tentang HAM dan


l l l l l l l l l l

HAM Berat dimana dalam buku tersebut mendudukkan secara objektif l l l l l l l l l

pelanggaran HAM dan pelanggaran HAM Berat serta peradilannya secara


l l l l l l l

internasional yang berdasarkan pada sejarah dan perkembangan hukum


l l l l l l l l

internasional terkait dengan peristiwa-peristiwa kejahatan pelanggaran


l l l l l l l l l l l l l l l

HAM Berat.15 Namun menurut peneliti didalam buku tersebut tidak secara l l l l l l l l l l l

rinci menjelaskan tentang perbedaan proses atau mekanisme penyelesaian


l l l l l l l l l l l l l l l l

pelanggaran HAM dan HAM Berat.


l l

E. Metode Penelitian

Metode Penelitian merupakan ilmu yang mempelajari tentang metode yang

dipergunakan dalam setiap tahapan-tahapan penelitian seperti jenis penelitian,

pendekatan penelitian dan lain-lain.

1. Jenis Penelitian

14
Suparman Marzuki, Tragedi Politik Hukum HAM, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar
2011),h.18
15
Joko Setiyono, Peradilan Internasional Atas Kejahatan HAM Berat, (Jawa Tengah:
Pustaka Magister 2020),h.1
26

Jenis penelitian yang digunakan dalam peelitian ini adalah penelitian

hukum yuridis normatif, yang berarti meneliti peraturan perundang-

undangan, mempunyai beberapa konsekuensi, dan sumber data yang

digunakan dari data sekunder.16 Penelitian hukum yang meletakkan hukum

sebagai sebuah banguan sistem norma. Sistem norma yang dimaksud adalah

menngenai asas-asas, norma dan kaidah dari persturan perundang-undangan.

2. Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kasus (case approach).

Case approach adalah salah satu jenis pendekatan dalam penelitian hukum

normatif yang peneliti mencoba membangun argumentasi hukum dalam

perspektif kasus konkrit yang terjadi. Pendekatan ini dilakukan dengan

melakukan telaah pada kasus yang berkaittan dengan isu hukum yang di

hadapi. Kasus-kasus yang ditelaah meruakan kasus yang telah memperoleh

putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap.17

F. Sumber Data

a. Data primer

Data primer yakni pernyataan yang memiliki otoritas hukum yang ditetapkan

oleh suatu cabang kekuasaan pemerintahan yang meliputi undang-undang,

putusan-putusan pengadilan. Adapun bahan hukum primer dalam penelitian

ini yakni:

16
Valentin Firman P. Nainggolan, Skripsi : Tinjauan Yuridis Tindak Pidana Pencabulan
Anak Menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Atas Perubahan Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (Studi Putusan
No.1859/Pid.sus/2015/PN.Mdn), (Medan, Universitas Medan Area,2017).
17
Saiful Anam “Pendekatan Perundang-Undangan (Statue Aprroach) Dalam Penelitian
Hukum”, https://www..saplaw.top/pendekatan-perundang-undangan-statue-approach-dalam-
penelitian-hukum/, di akses pada tanggal 16 Agustus 2023
27

1) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM

2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2010 tentang HAM

b. Data sekunder

Data sekunder yaitu berupa publikasi tentang hukum yang bukan merupakan

dokumen-dokumen resmi. Data sekunder sebagai pendukung dari bahan

hukum primer dapat berupa publikasi tentang hukum dan bukan dokumen

resmi. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini meliputi buku-buku

dibidang hukum, jurnal hukum, artikel ilmiah, ataupun pandangan/komentar-

komentar atas putusan pengadilan yang berkaitan dengan rumusan masalah.

c. Data tersier

Bahan Hukum tersier yang sifatnya pendukung dari semua data yang ada.

Bahan Hukum Tersier merupakan bahan hukum yang menjelaskan dari bahan

hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum tersier ini biasanya

berbentuk kamus hukum, kamus bahasa Indonesia, kamus bahasa Inggris dan

ensiklopedia.

G. Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan bahan melalui proses

yang memanfaatkan kajian kepustakaan (Library Research). Kajian

kepustakaan yang dimaksud dengan melakukan penelusuran untuk

mendapatkan landasan teori dengan mengkaji dan mempelajari buku-buku,

perundang-undangan, ataupun hasil penelitian sebelumnya baik cetak maupun

elektronik yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti. Adapun

kepustakaan yang dominan dipergunakan yakni literatur yang bersangkutan

dengan penyitaan aset korupsi yang telah dialihkan kekeluarga terpidana

korupsi

H. Teknik Analisis Data


28

Tujuan utama dari sebuah analisis adalah untuk meringkas data dalam

bentuk yang mudah dipahami, sehingga hubungan antara problem penelitian dapat

dipelajari dan diuji. Analisis data yang penulis gunakan ialah analisis kualitatif. 18

Penelitian Yuridis normatif yang bersifat kualitatif adalah penelitian yang

mengacu pada norma hukum yang terdapat dalam berbagai peraturan perundang-

undangan.

I. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Dari rumusan masalah diatas, maka dapat disimpulkan tujuan dari penelitian

ini adalah:

1. Untuk mengetahui peristiwa yang terjadi di Paniai dikatakan sebagai

pelanggaran HAM Berat.

2. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana penyelesaian kasus

pelanggaran HAM Berat Di Paniai.

Adapun manfaat dari penulisan ini adalah sebagai berikut:

a. Manfaat Teoritis

Penelitian ini berguna bagi kalangan akademisi dalam hal pengembangan

ilmu hukum pidana khususnya yang terkait dengan Penyelesaian Pelanggaran

HAM Berat. Manfaat teorits bagi pihak yang berkepentingan, hasil penulisan

ini saya harap dapat berguna sebagai bahan pertimbangan.

J. Kerangka Pemikiran

Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak individu yang paling mendasar
l l l l l l l

termasuk hak untuk hidup dalam bidang politik, hukum, ekonomi, sosial dan
l l l l l l l l l l l l

budaya. Hak ini merupakan kebutuhan dasar bagi semua individu dan kelompok
l l l l l l l l l l l l

orang, tanpa memandang asal suku, agama, jenis kelamin, dll. Pasal 2 Deklarasi
l l l l l l l l

Universal Hak Asasi Manusia (UDHR) menyatakan bahwa setiap orang berhak
l l l l l l l l l

18
Mahirah Fikriyah Fadli, Skripsi: Analisis Tanggung Jawab Hukum Kuasa Direksi Atas
Pengelolaan Perseroan Terbatas, (Makassar, Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, 2021).
29

atas hak asasinya. l

Padahal saat ini, tidak ada satupun aspek kehidupan kita yang bias di luar
l l l l l l l l l

hak asasi manusia. Jadi, bahasan utama hari ini adalah masalah hak asasi manusia.
l l l l l l l l

Masalah perlindungan hak asasi manusia internasional didefinisikan dengan baik


l l l l l l l l l l l l l l l

dalam hukum hak asasi manusia internasional, yang secara khusus mengatur l l l l l l l l

perlindungan individu dan kelompok dari pelanggaran hak asasi manusia yang
l l l l l l l l l l l l

serius yang dilakukan oleh mereka yang bertanggung jawab atas tanggung jawab
l l l l l l l l

pemerintah.
l l l

Istilah pelanggaran hak asasi manusia yang terang-terangan tampaknya


l l l l l l l

menggambarkan beratnya konsekuensi kejahatan ini terhadap tubuh, jiwa,


l l l l l l l l l l l

martabat peradaban dan sumber daya manusia. l l l


BAB II

TINJAUAN TEORETIS

A. Tinjauan Umum Tentang Pelanggaran

1. Definisi Pelanggaran

Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan pelanggaran sebagai l l l l l l l l l l

perbuatan melanggar. Pengertian melanggar adalah melanggar atau melawan


l l l l l l l l

suatu aturan. Pelanggaran adalah perilaku menyimpang untuk bertindak menurut


l l l l l l l l

kehendak sendiri tanpa memperhatikan perbuatan yang telah dilakukan.


l l l l l l l l l l l

Pelanggaran bersifat wetsdelicten, artinya suatu perbuatan diakui oleh masyarakat


l l l l l l l l l l l l l

sebagai kejahatan karena undang-undang menyebutnya delik. Pelanggaran


l l l l l l l l l

semacam ini disebut pelanggaran (mala quia banneda). Pelanggar dibedakan


l l l l l l l l l l l

dengan kejahatan, karena secara kuantitatif pelanggaran lebih ringan dari


l l l l l l l l l l l

kejahatan.l

Sebagaimana teori yang dikemukakan Hazewinkel Suriga, Pasal 489

KUHP, Pasal 490 KUHP atau Pasal 506 KUHP yang masuk pelanggaran pada

dasarnya sudah merupakan sifat tercela dan patut dipidana sebelum dimuatnya

dalam undang-undang. Sebaliknya ada kejahatan misalnya Pasal 198, Pasal 344

yang dinilai menjadi serius dan mempunyai sifat terlarang setelah dimuat dalam

undang-undang.19

Melanggar hukum adalah melanggar peraturan perundang-undangan


l l l l

negara karena undang-undang negara tertuang dalam ketentuan perundang-


l l l l l l l

undangan. Jika mereka dikurung atau dipidana di penjara atau rutan negara,
l l l l l l l l l

melanggar hukum berarti melanggar aturan atau melawan aturan yang berlaku di
l l l l l l l

lapas atau rutan tersebut. Hukum yang dimaksud adalah pengaturan hukum l l l l

tentang keamanan dan ketertiban di Lapas dan Rutan, termasuk hak, kewajiban,
l l l l l l l l l

19
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana I Bagian I, Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2002, hal. 120

30
31

dan larangan bagi orang yang ditahan dan narapidana. Jika mereka dikurung atau l l l l l l l l

dipidana di penjara atau rutan negara, melanggar hukum berarti melanggar aturan
l l l l l l l l l

atau melawan aturan yang berlaku di lapas atau rutan tersebut. Hukum yang
l l l l l

dimaksud adalah pengaturan hukum tentang keamanan dan ketertiban di Lapas


l l l l l l l l

dan Rutan, termasuk hak, kewajiban, dan larangan bagi orang yang ditahan dan l l l l l l

narapidana. Jika mereka dikurung atau dipidana di penjara atau rutan negara,
l l l l l l l l l l

melanggar hukum berarti melanggar aturan atau melawan aturan yang berlaku di
l l l l l l l

lapas atau rutan tersebut. Hukum yang dimaksud adalah norma hukum yang l l l l

mengatur tentang keamanan dan ketertiban di Lapas dan Rutan, termasuk hak,
l l l l l l l l

kewajiban, dan larangan bagi orang yang ditahan dan narapidana.


l l l l l l

Jadi, melindungi masyarakat dari tindakan yang disebabkan oleh


l l l l l l l l l l

pelanggar hukum merupakan salah satu tugas pe merintah untuk melindungi warga
l l l l l l l l

negaranya agar tercipta rasa aman yang lebih besar. Pemerintah menyediakan
l l l l l l l l l l l l

lembaga untuk memutuskan dan memiliki kekuatan untuk menghapus


l l l l l l l l

independensi mereka yang melanggar hukum. Terpidana adalah mereka yang


l l l l l l l l l l l l

telah dijatuhi hukuman penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan.


l l l l l l l

Peninjauan yuridis yang dimaksud adalah penelaahan hukum, pengertian


l l l l l l l l l l

penelaahan yuridis adalah kajian yang membahas tentang jenis-jenis tindak pidana
l l l l l l l l l l l l l

yang telah terjadi, terpenuhi atau tidaknya unsur-unsur delik pertanggungjawaban


l l l l l l l l l l

pidana dan penerapan sanksi bagi pelaku tindak pidana. tindakan kriminal.20
l l l l l l l l l l l

B. Tinjauan Umum Tentang HAM

1. Definisi HAM

Secara global konsep definisi HAM yang mudah dipahami berdasarkan


l l l l l l l l l l l

DUHAM tahun 1948 bahwa hak asasi manusia adalah hak asasi manusia adalah l l l l

hak-hak dasar yang melekat pada diri manusia secara kodrati, universal, dan abadi l l l l l l l l l l l

sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa, meliputi hak untuk hidup berkeluarga,
l l l l l l l l l l

20
Aldian Harikhman, pengertian narapidana, https://aldianharikhman.wordpres.com
32

hak untuk mengembangkan diri, hak keadilan, hak kemerdekaan, hak l l l l l l l l l

berkomunikasi, hak keamanan, hak kesejahteraan, yang oleh karena itu tidak
l l l l l l l l l l l l l

boleh diabaikan atau dirampas oleh siapapun. Selanjutnya, manusia juga hak dan
l l l l l l l l l l

tanggung jawab yang timbul sebagai akibat perkembangan kehidupannya dalam l l l l l l l l

masyarakat.21

Namun disamping itu, jika dilihat dari pengaturan khusus tentang definisi l l l l l l l l l l l l l

HAM yang terbatas pada hak-hak tertentu, ternyata l l l l HAM justru memiliki l l l l

pengertian lain, sebagaimana International on Civil and Political Right oleh PBB
l l l l l l l l l l l l l l l l l l l

1966 yang dikenal dengan Konvenan Sipil dan Politik yang terdiri atas 53 pasal l l l l l l l l l l l l l

yang sebagaian besarnya justru berisi tentang hak-hak demokrasi, kebebasan, dan
l l l l l l l l l l l l

persamaan.22 Adapun pengelompokan HAM menurut standar internasional terbagi


l l l l l l l l l l l l

atas empat bagian, yaitu :


l l l

a. Civil rights;l l l

b. Politil rights; l l l l

c. Socio-economic rights;
l l l l l l l l

d. Cultural rights. l

C. Tinjauan Umum Tentang HAM Berat

1. Definisi HAM Berat

Hak asasi manusia adalah hak-hak yang melekat pada manusia dan l l l l l

berfungsi sebagai jaminan moral dalam menunjang klaim atas penikmatan sebuah
l l l l l l l l l l l

kehidupan yang layak pada taraf yang paling minimum.23


l l l l l

Dalam penjelasan pasal 104 ayat (1) Undang-Undang Hak Asasi Manusia, l l l l

pelanggaran HAM berat adalah pembunuhan massal, pembunuhan sewenang-


l l l l l l

21
The Universal Declaration Of Human Right (2001:182)
22
Fadli Andi Natsif, Hukum Pelanggaran HAM. Hlm 23.
23
Marianus Kleden, Hak Asasi Manusia Dalam Masyarakat Komunal, LAMMERA,
Yogyakarta 2008 hlm 69.
33

wenang atau diluar putusan pengadilan, penyiksaan, penghilangan orang secara


l l l l l l l l l l

paksa, perbudakan, atau diskriminasi yang dilakukan secara sistematis.


l l l l l l l l l l

Pelanggaran HAM berat termasuk pula dalam kategori Extra Ordinary


l l l l l l l l l

Crime berdasarkan dua alasan, yaitu pola tindak pidana yang sangat sistematis dan
l l l l l l l l l l

dilakukan oleh pihak pemegang kekuasaan, sebagai kejahatan tersebut baru bisa
l l l l l l l l l l l l l

diadili jika kekuasaan tersebut menciderai rasa keadilan secara mendalam, atau
l l l l l l l l l l l l l l l

mengurangi derajat kemanusiaan.24 Adapun asas- asas yang terdapat dalam


l l l l l l

pelanggaran HAM yaitu:


l l

a. Asas kemanusiaan. l l

Asas kemanusiaan menjadi substansi dari HAM agar tidak merendahkan l l l l l l l l l

derajat dan martabat sebagai manusia. Penghinaan, penyiksaan penghilangan, dan


l l l l l l l l l l

pembunuhan merupakan perbuatan yang melanggar HAM karena bertentangan


l l l l l l l

dengan kemanusiaan.
l l l

b. Asas legalitas l l

Adanya asas legalitas memberikan legitimasi pada siapapun baik l l l l l l l l l l l

warganegara maupun penyelenggara Negara untuk menghormati dan melindungi


l l l l l l l l l l l

HAM.

c. Asas Equalitas l l

Keadilan sebagai asas equlitas dalam melaksanakan HAM tidak dapat


l l l l l l l l

diabaikan begitu saja


l l l l karena keadilan menjadi sesuatu yang esensial dalam
l l l l l l l l l

pelaksanaan HAM.
l

d. Asas Sasio- Kultural l l

Asas sasio-kultural ini semakin penting agar HAM yang disebarluaskan l l l l l l l l l l

dari bangsa lain tidak bertentangan dengan kehidupan budaya bangsa Indonesia.
l l l l l l l l l l l l

D. Lembaga yang berperan dalam kasus pelanggaran HAM berat


24
Muchamad Ali Syafa’at, Tindak Pidana Teror: Belenggu Baru Bagi Kemerdekaan,
dalam F. Budi Hadiram, et al. Terorisme Definisi, Aksi dan Regulasi, Imprasial, Jakarta, 2003,
hlm 63.
34

kasus pelanggaran HAM sejatinya berbeda dengan tindak pidana yang l l l l l l l l

lainnya terutama dalam proses penanganan hingga proses penyelesaian kasus


l l l l l l l l l l l l

yang akan melibatkan lembaga kepolisian. Adapun lembaga yang berperan dalam l l l l l l l l l l

menangani dan menyelesaikan kasus pelanggaran HAM adalah:


l l l l l l l

1. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas) HAM


l l l l l l l l

Pasal 1 Undang-undang nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia l l l l l

menyebutkan bahwa komnas HAM adalah lembaga mandiri yang kedudukannya


l l l l l l l

setingkat dengan lembaga Negara lainnya yang berfungsi melaksanakan


l l l l l l l l l

pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi hak asasi manusia.25


l l l l l l l l l l l l l

2. Kejaksaan Agung l

Dalam kasus pelanggaran HAM Jaksa agung sebagai penyidik dengan l l l l l l l

lingkup menentukan tersangka, membuat tuntutan dan memprosesnya di


l l l l l l l l l

pengadilan. l l

3. Pengadilan Hak Asasi Manusia


l l l l

Pengadilan HAM bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus


l l l l l l l l l

perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat. Pegadilan HAM juga
l l l l l l l

berwenang memeriksa dan memutus perkara pelanggaran hak asasi manusia yang
l l l l l l l l l l

berat yang dilakukan diluar batas territorial wilayah Negara Republik Indonesia
l l l l l l l l l l l l l l l

oleh warga Negara Indonesia.


l l l l l l l

Oleh karena itu, kasus pelanggaran HAM paniai yang terjadi sejak tahun
l l l l l l l l l l

2014. Yang di selidiki Komnas HAM, kemudian di limpah ke Jaksa Agung, l l l l l l l l l l l

hingga saat ini di adili di pengadilan HAM Makassar.


l l l l l l l l l

Pelanggaran hak asasi manusia yang serius pun memiliki konsekuensi


l l l l l l l l l l l l l

yang luas atau luas. Ini biasanya menyebabkan kerugian yang sangat tinggi dan l l l l l l l l l

akibatnya kerusakan yang serius dan parah. Namun sejauh ini, tidak ada standar
l l l l l l l l

untuk pelanggaran HAM berat. Dilihat dari berbagai terminologi yang digunakan,
l l l l l l l l l l l l l

25
Pasal 1 Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999
35

ada yang menggunakan istilah delik berat dan sistematis, delik berat, delik berat, l l l l l l l l l l l l l l l

delik berat, dan sebagainya.


l l l l l

Cecilia Medina Quiroga mendefinisikan konsep pelanggaran HAM berat


l l l l l l l l l l l l l l l l

sebagai pelanggaran yang berujung pada pelanggaran, sebagai sarana penegakan


l l l l l l l l l

kebijakan pemerintah yang dilaksanakan sampai batas tertentu dan dengan cara
l l l l l l l l l l

yang menciptakan kondisi kehidupan, hak integrasi kepribadian atau hak atas l l l l l l l l l l l l l

individu bebas dari populasi umum atau dari satu atau lebih bagian populasi
l l l l l l l l l l l l l

nasional terus-menerus dilanggar atau diancam.26


l l l l l l l

Konsep pelanggaran hak asasi manusia yang diketahui dan umum saat ini
l l l l l l l l l l

tidak dirumuskan dengan jelas dalam resolusi, deklarasi atau perjanjian hak asasi
l l l l l l l l l l l l

manusia. Namun secara umum, hal ini dapat diartikan sebagai pelanggaran
l l l l l l l l l

sistematis terhadap standar hak asasi manusia tertentu yang lebih serius.
l l l l l l l l l l l l

Tragedi Paniai terjadi pada 7-8 Desember 2014. Hingga empat orang l l l l l l l l l l l l

tewas dan 21 lainnya luka-luka saat warga memprotes kelompok pemuda terkait
l l l l l l l l l l l

pemukulan peralatan TNI sehari sebelumnya. Dari sinilah tanggung jawab negara,
l l l l l l l l l l l

khususnya pemerintah secara tegas dinyatakan dalam Pasal 28I ayat 4 UUD 1945, l l l l l l l

bahwa negara bertanggung jawab atas perlindungan, pemajuan, pemeliharaan, dan l l l l l l l l

pelaksanaan hak asasi manusia.


l l l

Hal ini juga secara tegas dinyatakan dalam UU HAM No. 39 Tahun 1999 l l l l l l

yang mengatur pasal 71 yaitu: “Pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab l l l l l l l l l

untuk menghormati, melindungi, membela, dan memajukan hak asasi manusia l l l l l l l l l l l

sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, peraturan perundang-undangan


l l l l l l l

lain, dan hukum internasional tentang hak asasi manusia yang dianut oleh Negara
l l l l l l l l l l l l

Republik Indonesia.” l l l l l l

26
Cecilia Medina Quiroga, The Batle Of Human Right: Gross, Systematic Violations dalam
Muladi, Demokratisasi, Hak Asasi Manusia Dan Reformasi Hukum di Indonesia, The Habib
Center, Jakarta,2002 hlm. 75.
36

Negara dalam hal ini pemerintah dapat terlibat dalam pelanggaran HAM
l l l l l l l l l

apabila pelanggaran tersebut dilakukan oleh badan atau pejabat atau menteri atau
l l l l l l l l l l l

legislator yang menentukan atau melaksanakan kebijakan pemerintah. Secara


l l l l l l l l l l l l

struktural, korban pelanggaran HAM adalah manusia, baik individu maupun l l l l l l l

kelompok.27
l l l

Pelanggaran HAM di Papua bukanlah kasus baru, namun pe langgaran


l l l

HAM di Papua sudah ada sejak lama. Berbagai kasus seperti diskriminasi, stigma
l l l l l l l l l l l l

dan lain-lain. “Banyak pembela HAM yang ingin berkumpul menyatakanl l l l l l l l

pendapatnya bahwa aparat keamanan membubarkan demonstrasi damai tersebut.


l l l l l l l l l

Mereka tidak memiliki kesempatan untuk menyampaikan tuntutan mereka kepada


l l l l l l l l l l l l l l

pemerintah secara damai.28


l l l l l

Di Papua, tidak hanya terjadi pelanggaran HAM, tetapi juga kekerasan,


l l l l l l l l l

penyiksaan, bahkan pembunuhan, seperti kasus Paniai pada 2014. Peristiwa


l l l l l l l l l l l

pertama kasus Paniai bermula ketika sekelompok anak muda memarahi TNI
l l l l l l l l l l l l l

karena mengendarai mobil tanpa izin. lampu menyala. Namun, teguran ini
l l l l l l l l l l l l

berujung pada pertengkaran yang mengakibatkan tiga anak laki-laki dipukuli oleh
l l l l l l l l l l l l

militer, dan kemudian pada tanggal 8 Desember 2014, masyarakat Ipakiye


l l l l l l l l l l l

bergegas ke Enarotali untuk mengunjungi polisi Paniai dan Koramil dan


l l l l l l l l l l l l l l l

memasuki lapangan Kareli - Gather - gobai, dimana mereka berdiri bernyanyi dan
l l l l l l l l l l l l l l l

menari di depan Polsek dan Koramil untuk menuntut penjelasan dan memprotes
l l l l l l l l l l l l l l

tindakan aparat sehari sebelumnya.


l l l l l

27
Setiyani, Joko Setiyono, Penerapan Prinsip Pertanggungjawaban Negara Terhadap Kasus
Pelanggaran HAM Etnis Rohingya di Myanmar, Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program
Studi Magister Ilmu Hukum Volume 2, Nomor 2, Tahun 2020, 263.
28
Beka Ulang Hapsara dalam Pernyataan Pers dan Diskusi Publik bertajuk “Menanti
Perdamaian di Papua: Urgensi Penghentian Kekerasan”. Yang dikutip dalam artikel kabar
Latuharhary berjudul “Dialog Damai Untuk Penyelesaian Pelanggaran HAM di Papua”
https://www.komnasHAM.go.id/index.php/news/2021/5/17/1781/dialog-damai-untuk-
penyelesaian-pelanggaran-HAM-di-papua.html diakses tanggal 5 Mei 2023
37

Situasi masyarakat menjadi tidak kondusif karena unjuk rasa yang


l l l l l l l l

dimediasi tidak pernah dijelaskan oleh aparat, sehingga polisi dan pangkalan
l l l l l l l l l l l l l l l

militer dilempari batu ke arah masyarakat. Mesin menanggapi kegiatan ini dengan
l l l l l l l l l l l l l l l l

cara represif, melepaskan tembakan dalam upaya untuk menghancurkan


l l l l l l l

masyarakat. Penembakan penduduk asli Papua oleh polisi dan militer l l l l l l l l l l l l

mengakibatkan kematian beberapa orang dan beberapa orang luka berat akibat
l l l l l l l l l l l l

penganiayaan tersebut. Peristiwa yang terjadi di Paniai pada tahun 2014 termasuk
l l l l l l l l l l l l l

pelanggaran HAM berat.


l l

Tiga elemen utama dari konsep hak asasi manusia untuk keberadaan
l l l l l l l l l l l

manusia, baik sebagai makhluk individu maupun sebagai makhluk sosial, adalah
l l l l l l l l l l l

integritas manusia, kebebasan dan kesetaraan. Pelanggaran Hak Asasi Manusia


l l l l l l l l l l l

adalah setiap perbuatan, baik yang direncanakan maupun tidak direncanakan atau
l l l l l l l l l

dilakukan secara sembrono, oleh seseorang atau sekelompok orang, termasuk


l l l l l l l l l l l l l l l l

aparatur negara, yang secara melawan hukum membatasi, menghalangi, l l l l l l l

membatasi dan/atau merampas hak asasi manusia atau hak asasi manusia yang
l l l l l l l

dijamin oleh undang-undang. dan gagal memperoleh penyelesaian hukum yang


l l l l l l l l l l l l

adil dan adil berdasarkan proses hukum yang berlaku, atau takut tidak
l l l l l l l

memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan adil (Pasal 1(6)).29


l l l l l l l l l l

Secara umum pemajuan dan perlindungan hak asasi manusia merupakan


l l l l l l l

tugas utama negara. Sebagai eksistensi terpenting, negara memegang peranan l l l l l l l l l l l l l l

penting karena bertanggung jawab untuk menghormati, melindungi, dan


l l l l l l l l l l

mewujudkan hak asasi manusia setiap warga negara. Selama negara memenuhi
l l l l l l l l l l l

perannya, ia tidak dapat menguranginya karena alasan politik, ekonomi, atau


l l l l l l l l l l l l l

budaya. 30
29
Efendi, Mahsyur dan S. Evandri, Taufani. 2014. HAM Dalam Dinamika/Dimensi
Hukum, Politik, Ekonomi, dan Sosial. Bogor: Ghalia Indonesia, 2014),156.
30
Muhammad Jailani, Tanggung Jawab Negara Dalam Memberikan Perlindungan
Terhadap Hak-Hak Korban Pelanggaran HAN Berat di Indonesia, Jurnal Ilmu Hukum
VOL.XIII.NO.1 Maret 2011,84.
38

Sehubungan dengan pelanggaran HAM berat yang terjadi di Paniai Papua,


l l l l l l l l l

Indonesia sebagai negara berusaha untuk melaksanakan kewenangan dan


l l l l l l l l l l l

tanggung jawabnya untuk menghormati, melindungi dan melaksanakan HAM l l l l l l l

yang dilakukan disana berdasarkan hukum yang berlaku. l l l l

UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM melegitimasi l l l l l l l l l

penyelesaian kasus-kasus penting HAM melalui pengadilan ad hoc. Mengenai


l l l l l l l l l l l l l l

ketentuan tambahan mengenai pengertian Pengadilan Ad Hoc pada Pasal 43 yang


l l l l l l l l l l l

pada pokoknya menyatakan bahwa Pengadilan HAM dibentuk atas usul DPR RI l l l l l l l l

yang dibentuk dengan Keputusan Presiden. Jadi dalam kasus Paniai, kita harus l l l l l l l l l l l

melihat seberapa efektif penyelesaian pelanggaran HAM berat di Paniai. Teori


l l l l l l l l l l l l l l l l l l l

efektivitas hukum Soerjono Soekanto menegaskan bahwa efektif adalah sejauh


l l l l l l l l l l l l l l l l l

mana suatu kelompok dapat mencapai tujuannya. Suatu hukum dapat dikatakan l l l l l l

efektif jika menghasilkan akibat hukum yang positif ketika hukum itu mencapai
l l l l l l l l l l l l l l l

tujuannya untuk mengarahkan atau mengubah tingkah laku hukum.31 l l l

Berbicara tentang efektivitas hukum berarti berbicara tentang kekuatan


l l l l l l l l l l l l l

hukum untuk mengatur orang dan/atau memaksa orang untuk mematuhi hukum. l l l l l l

Hukum dapat berjalan efektif apabila faktor-faktor yang mempengaruhi hukum l l l l l l l l l l

bekerja dengan sebaik-baiknya. Efektivitas hukum atau ketentuan hukum tercapai


l l l l l l l l l l l l l l

ketika perusahaan berperilaku sesuai dengan apa yang diharapkan atau diinginkan
l l l l l l l l l l l l l

dalam ketentuan tersebut. l l l l

Namun peraturan perundang-undangan yang berlaku sering dilanggar, l l l l l l

sehingga peraturan tersebut tidak efektif. Ketidakefektifan undang-undang dapat


l l l l l l l l l l l l l l

disebabkan oleh undang-undang yang tidak jelas dan kabur, otoritas yang
l l l l l l l l l

bertentangan dan/atau individu yang tidak mendukung pelaksanaan undang-


l l l l l l l l

undang tersebut. Ketika suatu undang-undang dilaksanakan dengan baik, maka l l l l l l l

31
Soerjono Soekanto, Efektivitas Hukum Dan Penerapan Sanksi, (Bandung:CV Ramadja
Karya,1988),80.
39

undang-undang tersebut dianggap efektif. Teori yang mengkaji haa disebut teori l l l l l l l l l l l l l l l l

efisiensi hukum.
l l l l l

Efektif atau tidaknya suatu hukum menurut Soerjono Soekanto ditentukan


l l l l l l l l l l l l l l

oleh 5 faktor, yaitu:


l l l l

a. Faktor hukum itu sendiri l l l l l

b. Faktor penegak, ialah pihak-pihak yang membuat maupun menerapkan hukum l l l l l l l l l

c. Faktor arana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum l l l l l l

d. Faktor masyarakat, ialah kesadaran masyarakat untuk mematuhi suatu aturan l l l l l

perundang-undangan yang kerap disebut derajat kepatuhan


l l l l l l

e. Faktor kebudayaan, ialah sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan l l l l l l l l

pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.32 l l l l

Keberadaan hukum HAM Indonesia seperti UU Pengadilan HAM No. 26


l l l l l l l l l l l l

Tahun 2000, meskipun lengkap, memadai, sesuai dan tersusun secara sistematis, l l l l l l l l l l l l

namun tidak berpengaruh signifikan terhadap penghapusan pengadilan HAM. l l l l l l l l l l

Impunitas Keberadaan undang-undang ini tidak dapat menghilangkan impunitas


l l l l l l l l l l l

atas pelanggaran HAM berat di Indonesia. Dalam kasus ini, senapan mesin militer
l l l l l l l l l l l l l l l

menewaskan warga sipil di Paniai Papua.


l l l l l l l

Komnas HAM menyelidiki 12 kasus tetapi menemukan bahwa mereka


l l l l l l l l l l l l

tidak memenuhi persyaratan formal dan substantif. Prosedur pembuktian


l l l l l l l l l l l

pelanggaran HAM berat juga menemui hambatan karena harus tunduk pada Kitab
l l l l l l l

Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Kesaksian saksi tidak dapat l l l l l

dijadikan alat bukti kecuali didukung oleh alat bukti lain, seperti B. ahli hukum,
l l l l l l l l l l l l l l

uji balistik atau dokumen terkait. Kesulitan mendapatkan bukti pelanggaran HAM
l l l l l l l l l l l l

berat sebelumnya muncul karena lamanya kejadian dan lokasi kejadian yang
l l l l l l l l l l

berubah-ubah. Ketentuan mengenai opsi penanganan pelanggaran HAM berat di


l l l l l l l l l l l l

32
Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum,
(Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada.2008),8.
40

Indonesia dalam rangka menciptakan kepastian hukum harus ditinjau ulang untuk
l l l l l l l l l l

melaksanakan rekonsiliasi
l l l l l l dalam bentuk kebijakan hukum yang tidak l l l l

bertentangan dengan UUD 1945 dan kovenan universal HAM.


l l l l l l l

Komnas HAM juga mendesak pemerintah untuk melakukan langkah-


l l l l l l l

langkah progresif demi kepentingan para korban, kata Wakil Presiden Komnas l l l l l l l l l l l l l l

HAM, yang juga ketua kelompok Amiruddin Al-Rahab, yang memantau hasil l l l l l l l l

investigasi pelanggaran HAM berat: “Untuk kepastian hukum dan pemulihan hak-
l l l l l l l l l l

hak korban, pemerintah sangat membutuhkan dan mengeluarkan arahan baru l l l l l l l

sebagai landasan hukum bagi pelaksanaan hak-hak korban. Jangan abaikan hak-
l l l l l l

hak korban akibat tertundanya proses hukum.33 l l l l l

Selain itu, masalah keabsahan hukum dari sudut pandang otoritas


l l l l l l l l

kepolisian diperiksa dalam kasus-kasus berikut:


l l l l l l l l l

a. Melihat l l sampai l sejauh l mana petugas l diperkenankan l l l memberikan


l l l

kebijaksanaan l l

b. Teladan seperti apa yang sebaiknya petugas berikan kepada masyarakat.


l l l l l l l l l l

c. Melihat sampai sejauh mana derajat sinkronisasi penugasan-penugasan yang


l l l l l l l l l l l

diberikan kepada petugas sehingga memberikan batas-batas yang tegas pada


l l l l l l l l l l l

wewenangnya.34 l l

Isu peningkatan dan perlindungan HAM di Indonesia muncul dari konflik


l l l l l l l l l l l l l

penerapan hukum HAM, gugatan te rhadap keberadaan Komnas HAM dan


l l l l l l

penerapan hukum terhadap pelanggar HAM, yang sering dipersoalkan oleh


l l l l l l l l l l l

publik. . Misalnya, keberadaan KomnasHAM dikritik karena dirancang oleh


l l l l l l l l l l l l

pemerintah saat ini sedemikian rupa sehingga KomnasHAM hanya dipandang


l l l l l l l l l l l l l

sebagai lip service kepada masyarakat internasional, yang tidak takut akan
l l l l l l l l l l l l

33
Andrian Pratama Taher, Baca selengkapnya di artikel “Penyidikan Kasus Paniai Dan
Bayang-Bayang HAM Berat Yang Tidak Jelas”, https://tirto.id/gl3f
34
Soerjono Soekanto. Penegakan Hukum, 80.
41

pelanggaran HAM oleh kelompok tertentu. bahkan menuntut pembubaran mereka


l l l l l l l l l l l l

yang kepentingannya dirugikan.35 l l l l l

Unsur ketiga adalah tersedianya fasilitas berupa sarana dan prasarana bagi l l l l l l l l l

pejabat untuk menjunjung tinggi hak asasi manusia dalam menjalankan tugasnya.
l l l l l l l

Sarana dan prasarana yang dimaksud adalah prasarana atau sarana yang di rancang l l

untuk mencapai efisiensi hukum. l l l l l l l

Terkait pelanggaran HAM di Paniais, karena kasus terjadi setelah tahun


l l l l l l l l l l l

2000, maka negara dan pemerintah bertekad untuk menyelesaikan kasus tersebut l l l l l l l l l l l l

secepat mungkin. Pelayanan Pendukung Negara tidak memadai dan memadai


l l l l l l l l l l l

dalam menyelidiki dan menuntut mereka yang melakukan pelanggaran HAM l l l l l l l l l l

berat di Paniais. Dilihat dari apa yang terjadi, bagaimana mengembalikan


l l l l l l l l l l l l l

dokumen seperti fotokopi KomnasHAM ke Kejaksaan Agung.


l l l l l l l l l l l l

Menurut KontraS, seharusnya persidangan kasus Paniai lebih sederhana,


l l l l l l l l l l l

karena tidak memerlukan alasan dan keputusan politik. Penyelesaian kasus Paniai
l l l l l l l l l l l l l l

bisa langsung melalui Pengadilan HAM berdasarkan UU No. 26 Tahun 2000


l l l l l l l

tanpa perlu usulan dari DPR dan Keppres. Pada kesempatan 7-8 Desember 2014,
l l l l l l l l l

sedikitnya 4 anak dan 17 orang tewas akibat pembunuhan dan penyiksaan oleh
l l l l l l l l l l l

aparat Timsus gabungan TNI/POLRI, dan 753 luka-luka. Informasinya masih


l l l l l l l l

jelas, masih ada saksi dan barang bukti, bahkan ada satuan yang se cara jelas
l l l l l l

menunjukkan adanya struktur komando yang resmi. Jadi tidak ada alasan untuk
l l l l l l l

percaya bahwa tidak ada cukup bukti formal dan material tentang masalah
l l l l l l l

tersebut.36
l l

35
Moh. Ali-Moh. Abd. Rauf, Problem Yuridis Penyelesaian Perkara HAMBerat Dalam
Sistem Pidana Indonesia Dan Pidana Islam, Al-Qanum: Jurnal Pemikiran Dan Pembaharuan
Hukum Islam Vol.24, No.2, Desember 2021, 479-480.
36
Jaringan Advokasi dan Kampanye Kasus Paniai (KontraS, AJAR, Amnesty Internasional
Indonesia, John Gobai, Rumah Honai), Jakarta,21 Maret 2020, “Pengembalian Berkas
Penyeledikan Paniai: Pola Ketidakmauan dan Pengingkaran Negara Yang Terus Diulang”,
https://kontras.org/2020/03/22pengembalian-berkas-penyelidikan-paniai-pola-ketidakmauan-dan-
pengingkaran-negara-yang-terus-diulang/ diakses tanggal 5 Mei 2023.
42

Pelanggaran HAM berat yang dialami Paniai dilakukan oleh aparat


l l l l l l l l l

gabungan TNI/POLRI, dimana seharusnya mereka lebih mengetahui peraturan l l l l l l l l l l l l l

perundang-undangan yang menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dalam


l l

membangun perdamaian di masyarakat. Bertentangan dengan apa yang Anda


l l l l l l l

bayangkan, pelanggaran hak asasi manusia dilakukan oleh mesin kolektif. l l l l l l l l l l l

Terjadinya penembakan terkait pelanggaran HAM di Paniain menunjukkan bahwa


l l l l l l l l l l l

kesadaran hukum warga dan aparat masih kurang. Mereka hanya mengetahui
l l l l l l l

hukum, tetapi perilaku mereka tidak sesuai dengan hukum. l l l l l l l l l l

Unsur terakhir adalah faktor budaya, dalam hal ini Pengadilan HAM l l l l l l l

Indonesia memiliki budaya pendukung keadilan begitu juga sebaliknya,


l l l l l l l l l l l l l l l

contohnya adalah sikap diamnya aparat kepolisian dalam kasus Trisakti yang
l l l l l l l l l l

akhir-akhir ini menjadi sorotan media yaitu sesi kerja. . oleh Menteri Kehakiman
l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l

DPR RI dan Komisi III pada 16/01/2020, yang menetapkan bahwa kasus l l l l l l l l l

Semanggi I dan II tidak tergolong pelanggaran HAM berat berdasarkan


l l l l l l l l l l l l

rekomendasi DPR. Menurut sejarahnya, Semanggi I adalah kasus penembakan


l l l l l l l l l l l

massal oleh aparat keamanan terhadap sebuah kendaraan lapis baja pada tanggal
l l l l l l l

13 November 1998 saat pemerintahan B.J. Habibie dimana tidak hanya


l l l l l l l l l l l

mahasiswa yang tewas tetapi juga pejabat penanggung jawab dan juga peserta.37
l l l l l l l l

Oleh karena itu, negara sebagai pemegang kedaulatan tertinggi memenuhi


l l l l l l l l l l l l l l l l

tanggung jawabnya untuk menghormati, melindungi, dan melaksanakan hak asasi l l l l l l l l

manusia dengan membuat undang-undang yang berkaitan dengan hak asasi


l l l l l l l

manusia dan pengadilan atau pengadilan hak asasi manusia.


l l l l l l l

Pelaksanaan kewajiban negara untuk menghormati, melindungi dan


l l l l l l l l l l

menegakkan pelanggaran HAM berat dinilai belum efektif karena adanya hukum
l l l l l l l l l l l l

HAM dan pengadilan HAM, karena kasus-kasus tersebut belum diselesaikan l l l l l l l l l l

melalui pemahaman faktor-faktor yang digunakan. sebagai faktor. ukuran


l l l l l l l l l

37
Moh. Ali-Moh. Abd.Rauf, Problem Yuridis 472-473
43

efektivitas apakah hukum tersebut ada atau tidak. Menyukai; Pertama, unsur
l l l l l l l l l l

hukum itu sendiri, yaitu UU Pengadilan HAM No. 26 Tahun 2000, meskipun
l l l l l l l l l l

tepat, lengkap, memadai dan terstruktur secara sistematis, tidak berpengaruh


l l l l l l l l l l l l

signifikan terhadap penghapusan impunitas, sekalipun ada. Ia tidak dapat


l l l l l l l l l l l

mengakhiri impunitas atas pelanggaran HAM berat di Indonesia.


l l l l l l l l l l l l
BAB III

TINJAUAN UMUM PELANGGARAN HAM

Perlindungan hak asasi manusia (HAM) selalu berkaitan dengan seberapa

jauh pelaksanaan berbangsa/bernegara oleh pemerintah (penguasa) dapat

dikatakan memerhatikan hak-hak warga negara (hak warga sipil). Salah satu

indikator yang dapat dijadikan acuan adalah tersedianya beberapa instrumen

termasuk institusi dalam suatu negara yang dikategorikan menghargai dan

melindungi HAM. Termasuk Indonesia sebagai salah satu negara yang secara

tegas disebutkan dalam konstitusinya atau UUD Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945) bahwa Indonesia sebagai negara

hukum.38

Persoalan HAM merupakan persoalan universal yang tidak dibatasi oleh

sekat-sekat wilayah, sehingga setiap negara harus memberikan perlindungan

HAM melalui pembentukan berbagai instrumen dan institusi yang memberikan

jaminan perlindungan HAM tersebut. Indonesia sebagai negara hukum dalam era

reformasi pasca rezim orde baru telah membuat berbagai instrumen dan institusi

hukum perlindungan dan penegakan HAM. Hal ini dapat dilihat mulai dari hasil

perubahan atau amandemen UUD 1945 yang secara tegas mengatur dalam bab

tersendiri tentang prinsip perlindungan HAM.39

Kemudian jaminan perlindungan HAM dalam konstitusi ini ditindaklanjuti

lagi dalam berbagai ketentuan UU lain, baik yang secara tidak langsung menyebut

HAM mau pun UU lain yang khusus mengatur HAM, seperti UU No. 39 Tahun

1999 tentang HAM (selanjutnya disingkat UUHAM) dan UU No. 26 Tahun 2000

38
Lihat Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa Negara Indonesia adalah
negara Hukum
39
Fadli Andi Natsif. "Perlindungan Hak Asasi Manusia Dalam Perspektif Negara Hukum
Indonesia (Human Rights Protection In Perspective Indonesian State Law)." Jurnal Hukum,
Vol.19 (Mei 2019),148.

44
45

tentang Pengadilan HAM (selanjutnya disingkat UUPHAM).40 Tidak hanya

melalui instrumen hukum nasional, tetapi secara hukum internasional juga telah

banyak mengatur tentang penghormatan dan perlindungan HAM, seperti

Deklarasi Universal HAM (DUHAM) Tahun 1948 (Universal Declaration of

Human Right), Kovenan Hak Sipil dan Politik Tahun 1966 (Covenant on Civil

and Political Right/ICCPR), Kovenan Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya

(Covenant on Economic, Social and Cultural Rights/ICESCR). Kedua kovenan ini

Indonesia telah meratifikasinya.

Dilihat dari pengaturan khusus tentang definisi HAM yang terbatas pada l l l l l l l

hak-hak tertentu, ternyata HAM justru memiliki pengertian lain, sebagaimana l l l l l l l l l l l l l

International on Civil and Political Right oleh PBB 1966 yang dikenal dengan
l l l l l l l l l l l l l l l l

Konvenan Sipil dan Politik yang terdiri atas 53 pasal yang sebagaian besarnya
l l l l l l l l l l l l l

justru berisi tentang hak-hak demokrasi, kebebasan, dan persamaan41 Adapun


l l l l l l l l l l

pengelompokan HAM menurut standar internasional terbagi atas empat bagian,


l l l l l l l l l l l l l

yaitu : l

e. Civil rights;l l l

f. Politil rights; l l l l

g. Socio-economic rights;
l l l l l l l l

h. Cultural rights. l

Dalam penjelasan pasal 104 ayat (1) Undang-Undang Hak Asasi Manusia, l l l l

pelanggaran HAM berat adalah pembunuhan massal, pembunuhan sewenang-


l l l l l l

wenang atau diluar putusan pengadilan, penyiksaan, penghilangan orang secara


l l l l l l l l l l

paksa, perbudakan, atau diskriminasi yang dilakukan secara sistematis.


l l l l l l l l l l

Pelanggaran HAM berat termasuk pula dalam kategori Extra Ordinary


l l l l l l l l l

Crime berdasarkan dua alasan, yaitu pola tindak pidana yang sangat sistematis dan
l l l l l l l l l l

40
Kedua UU tentang HAM ini dibuat dalam era reformasi pasca tumbangnya rezim orde
baru tahun 1998.
41
Fadli Andi Natsif, Hukum Pelanggaran HAM. Hlm 23.
46

dilakukan oleh pihak pemegang kekuasaan, sebagai kejahatan tersebut baru bisa
l l l l l l l l l l l l l

diadili jika kekuasaan tersebut menciderai rasa keadilan secara mendalam, atau
l l l l l l l l l l l l l l l

mengurangi derajat kemanusiaan.42 Adapun asas- asas yang terdapat dalam


l l l l l l

pelanggaran HAM yaitu:


l l

e. Asas kemanusiaan. l l

Asas kemanusiaan menjadi substansi dari HAM agar tidak merendahkan l l l l l l l l l

derajat dan martabat sebagai manusia. Penghinaan, penyiksaan penghilangan, dan


l l l l l l l l l l

pembunuhan merupakan perbuatan yang melanggar HAM karena bertentangan


l l l l l l l

dengan kemanusiaan.
l l l

f. Asas legalitas l l

Adanya asas legalitas memberikan legitimasi pada siapapun baik l l l l l l l l l l l

warganegara maupun penyelenggara Negara untuk menghormati dan melindungi


l l l l l l l l l l l

HAM.

g. Asas Equalitas l l

Keadilan sebagai asas equlitas dalam melaksanakan HAM tidak dapat


l l l l l l l l

diabaikan begitu saja


l l l l karena keadilan menjadi sesuatu yang esensial dalam
l l l l l l l l l

pelaksanaan HAM.
l

h. Asas Sasio- Kultural l l

Asas sasio-kultural ini semakin penting agar HAM yang disebarluaskan l l l l l l l l l l

dari bangsa lain tidak bertentangan dengan kehidupan budaya bangsa Indonesia.
l l l l l l l l l l l l

42
Muchamad Ali Syafa’at, Tindak Pidana Teror: Belenggu Baru Bagi Kemerdekaan,
dalam F. Budi Hadiram, et al. Terorisme Definisi, Aksi dan Regulasi, Imprasial, Jakarta, 2003,
hlm 63.
BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Kronologi Kasus

Dalam kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Paniai sejatinya

dikategorikan sebagai pelanggaran HAM Berat yang sekaligus akan menjawab

rumusan masalah yang pertama, sebagaimana diuraikan dibawah ini.

Kasus pelanggaran HAM di Papua bukanlah kasus yang baru. Pelanggaran

HAM di Papua sudah ada sejak dulu. Berbagai kasus seperti diskriminasi,

stigmatisasi dan lain-lain. “Banyak aktivis-aktivis, pembela HAM ketika mau

berkumpul, menyatakan pendapat, aksi damainya dibubarkan aparat. Tidak

diberikan kesempatan untuk mengekspresikan tuntutannya secara damai kepada

pemerintah,”43. Tidak hanya itu kasus pelanggaran HAM di Papua tetapi terdapat

pula soal kekerasan, penyiksaan, bahkan sampai pembunuhan, seperti kasus paniai

ini terjadi pada tahun 2014.

Peristiwa awal dalam kasus paniai ini berawal ketika sekelompok pemuda

yang menegur anggota TNI yang mengendarai mobil dan lampu mobil tersebut

tidak dinyalakan. Namun, teguran tersebut pada akhirnya berakibat pada

pertengkaran yang menyebabkan penganiayaan terhadap tiga remaja laki-laki

yang dilakukan oleh aparat militer. Kemudian, pada hari esoknya tepatnya tanggal

8 Desember 2014, masyarakat Ipakiye berbondong bondong beranjak menuju

Enarotali, untuk mendatangi Polsek Paniai dan Koramil dan berkumpul di

lapangan karel gobai yang terletak di depan Polsek dan Koramil seraya bernyanyi

43
Beka Ulung Hapsara dalam Pernyataan Pers dan Diskusi Publik bertajuk "Menanti
Perdamaian di Papua: Urgensi Penghentian Kekerasan". Yang dikutip dalam artikel Kabar
Latuharhary berjudul “Dialog Damai untuk Penyelesaian Pelanggaran HAM di Papua”
https://www.komnasHAM.go.id/index.php/news/2021/5/17/1781/dialog-damaiuntuk-
penyelesaian-pelanggaran-HAM-di-papua_html diakses tanggal 22 Feb 2022.

47
48

dan menari dengan tujuan untuk meminta penjelasan dan sebagai bentuk protes

terhadap tindakan aparat pada hari sebelumnya.

Pelanggaran Hak Asasi Manusia merupakan perbuatan setiap perseorangan

atau kelompok orang termasuk aparat negara baik direncanakan maupun tidak

direncanakan atau kesombronoan yang secara melawan hukum memangkas,

menghalangi, membatasi dan atau merampas Hak Asasi Manusia seseorang atau

kelompok orang yang telah dijamin oleh undang undang, dan tidak mendapatkan

atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan

benar, berdasarkan proses hukum yang berlaku (pasal 1 ayat 6).44

Kasus pelanggaran HAM Berat Paniai sejatinya telah melanggar ketentuan

hukum yang berlaku yakni, melanngar Pasal 152 ayat 1 huruf a dan b, jo Pasal 7

huruf b, Pasal 9 huruf a, dan Pasal 37 UU Nomor 26 Tahun 2000 Tentang

Pengadilan HAM. Yang mana pelanggaran HAM dikategorikan sebagai

pelanggaran HAM Berat oleh Komnas HAM dikarekanakan terjadinya serangan

secara meluas dan sistematik kepada warga sipil yang dilakukan oleh aparat

TNI/POLRI sehingga menewaskan 4 orang , dan 21 orang luka-luka.

B. Permasalahan Hukum dalam Dakwaan Kasus Paniai

1. Ketentuan Hukum yang Berlaku

UU Pengadilan HAM disahkan dan diundangkan pada tanggal 23

November 2000. Penjelasan ketentuan mengenai kejahatan genosida dan

kejahatan terhadap kemanusiaan dalam undangundang tersebut menyatakan

bahwa pemaknaan atas kedua bentuk kejahatan tersebut sesuai dengan pemaknaan

dalam Statuta Roma yang berlaku sejak Juli 2002.

Pada Rabu, 21 September 2022, Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM)

pada Pengadilan Negeri Makassar memulai persidangan atas dugaan perkara

44
Efendi, Mahsyur dan S. Evandri, Taufani. 2014. “HAM Dalam Dinamika/Dimensi
Hukum, Politik, Ekonomi, dan Sosial”. (Bogor: Ghalia Indonesia, 2014), 156.”
49

pelanggaran HAM yang berat, setelah sebelumnya perkara serupa terakhir diadili

18 (delapan belas) tahun yang lalu. Kali ini Pengadilan HAM memiliki tugas dan

wewenang untuk memeriksa pertanggungjawaban pidana Terdakwa Mayor Inf.

(Purn.) Isak Sattu (IS) dalam peristiwa di Paniai tanggal 8 Desember 2014. Pasca

peristiwa penganiayaan terhadap 4 (empat) orang pemuda Papua oleh anggota

TNI pada 7 Desember 2014 malam hari di Pondok Natal Gunung Merah di Paniai,

Papua, ratusan warga Paniai berunjuk rasa meminta pertanggungjawaban aparat

yang menjadi pelaku penganiayaan. Anggota TNI yang berasal dari satuan

Koramil 1705-02/Enarotali di Kabupaten Paniai melakukan penembakan ke arah

warga yang berunjuk rasa, sehingga menewaskan 4 (empat) pelajar dan melukai

21 (dua puluh satu) orang warga Paniai lainnya. Namun, berdasarkan keterangan

saksisaksi di persidangan, sebenarnya masih menjadi pertanyaan apakah unit

pasukan lain yang berada di sekitar tempat kejadian perkara turut melakukan

penembakan ke arah warga.

Terdakwa, saat ini seorang pensiunan TNI-AD, yang bertugas sebagai

perwira penghubung (Pabung) pada saat peristiwa terjadi didakwa memiliki

pertanggungjawaban komando atas tindak pidana yang dilakukan bawahannya,

yaitu kejahatan terhadap kemanusiaan dalam bentuk pembunuhan dan

penganiayaan (atau dalam terminologi yang digunakan dalam Statuta Roma:

“persecution” atau persekusi).

Mahkamah Agung, melalui buku Pedoman Unsur-Unsur Tindak Pidana

Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat dan Pertanggungjawaban Komando

yang dipublikasikan tahun 2006, mengakui bahwa UU Pengadilan HAM dalam

banyak hal telah mengadopsi materi-materi dari lapangan hukum pidana

internasional. Secara spesifik, Mahkamah Agung menjelaskan bahwa UU

Pengadilan HAM mengadopsi rumusan tindak pidana pelanggaran HAM yang


50

berat dari rumusan jenis tindak pidana dalam Statuta Roma dan mengadopsi

konsep pertanggungjawaban pidana komando dan atasan yang berasal dan

berkembang dalam yurisprudensi hukum pidana internasional. Dengan demikian,

Mahkamah Agung telah menegaskan bahwa putusan-putusan dari berbagai

pengadilan pidana internasional kontemporer, sesuai hukum kebiasaan

internasional, harus digunakan dalam menafsirkan dan menerapkan berbagai

ketentuan dalam UU Pengadilan HAM. Sehingga kasus pelanggaran HAM di

Paniai, Papua merupakan kategori pelanggaran HAM berat.

penuntutan atas kejahatan terhadap kemanusiaan memiliki perbedaan

dengan penuntutan atas tindak pidana umum. Kejahatan terhadap kemanusiaan

biasanya melibatkan korban yang banyak, pelaku yang terorganisir secara

institusional yang bertindak dalam kapasitas resminya, tempat kejadian perkara

yang tersebar di berbagai titik, serta adanya konteks konflik dan kekerasan yang

berlangsung dalam jangka waktu yang panjang dan pada cakupan geografis yang

luas. Keterlibatan anggota militer, kepolisian, atau pasukan keamanan Terlepas

dari permasalahan sistemik tersebut, penerapan doktrin hukum dalam

mendefinisikan tindak pidana internasional juga dapat menjadi tantangan bagi

hakim, jaksa, dan penasihat hukum yang minim atau sama sekali tidak memiliki

pengalaman menangani perkara kejahatan terhadap kemanusiaan.

Untuk membuktikan terjadinya kejahatan terhadap kemanusiaan, JPU

pertama-tama harus membuktikan adanya elemen kontekstual (atau chapeau

elements) sebelum membuktikan tindak pidana pokok dari kejahatan terhadap

kemanusiaan yang didakwakan – dalam hal ini yaitu pembunuhan dan persekusi.

Apabila salah satu saja dari elemen kontekstual tidak terbukti secara sah dan

meyakinkan, maka kejahatan terhadap kemanusiaan juga tidak terbukti dan tidak

perlu lagi untuk membuktikan tindak pidana pokoknya. Kejahatan terhadap


51

kemanusiaan memiliki dua klasifikasi elemen kontekstual yang membedakannya

dari tindak pidana umum. Pertama, elemen objektif. Maksud dari elemen objektif

adalah dugaan pembunuhan atau persekusi yang didakwakan harus dilakukan

sebagai bagian dari suatu serangan meluas atau sistematis yang ditujukan terhadap

penduduk sipil.

Dalam rangka membuktikan bahwa suatu serangan terhadap penduduk

sipil telah terjadi, JPU harus membuktikan secara sah dan meyakinkan bahwa

secara umum rangkaian peristiwa yang didakwakan memang tergolong sebagai

suatu serangan karena melibatkan tindakan berupa kekerasan, paksaan, atau

tekanan walaupun tidak bersifat militeristik. JPU selanjutnya harus membuktikan

bahwa penduduk sipil merupakan target utama dari serangan tersebut.

Selain elemen objektif, JPU harus membuktikan secara sah dan

meyakinkan elemen subjektif atau dalam istilah lain dikenal sebagai mens rea.

Untuk menyatakan elemen ini terpenuhi, JPU harus menunjukkan bahwa pelaku

mengetahui tindakan yang ia lakukan adalah bagian dari, atau dimaksudkan

menjadi bagian dari, serangan meluas atau sistematis yang ditujukan terhadap

penduduk sipil. Dengan kata lain, terdakwa harus menyadari bahwa perbuatannya

adalah bagian dari, atau terhubung dengan, konteks tindak kekerasan yang lebih

luas yang menjadi bagian dari serangan. Dalam berbagai kejahatan terhadap

kemanusiaan yang pernah terjadi terdapat ciri khas, yaitu adanya pengetahuan

umum atas konflik atau kekerasan yang telah terjadi sebelumnya atau sedang

terjadi pada saat itu yang membuat terdakwa tidak dapat serta merta mengklaim

bahwa ia tidak mengetahui serangannya merupakan bagian dari konteks kejadian

yang lebih besar.

Secara khusus dalam kasus Paniai, JPU harus menunjukkan bukti-bukti

bahwa anggota-anggota TNI atau unit keamanan lainnya telah terlibat dalam
52

operasi-operasi atau berinteraksi dengan kelompok penduduk sipil dengan

menggunakan kekerasan, tekanan, paksaan dengan senjata atau ancaman terkait

tindakan-tindakan tersebut yang dilakukan terhadap penduduk Papua pada periode

waktu sebelum tanggal 8 Desember 2014. Jaksa juga harus menunjukkan bahwa

terdakwa menyadari perbuatannya merupakan bagian dari, atau dimaksudkan

menjadi bagian dari, serangan meluas atau sistematis yang ditujukan terhadap

penduduk sipil tersebut. Membuktikan adanya konteks adalah suatu keharusan

bagi JPU untuk menunjukkan bahwa tindak pidana pokok yang didakwakan –

yaitu pembunuhan dan persekusi – merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan.

C. Terdakwa Kasus Pelanggaran HAM Berat di Paniai


Penyelesaian kasus pelanggaran HAM Berat Di Paniai, mulai dari
penetapan terdakwa, permasalahan dalam dakwaan hingga putusan majelis hakim
yang sekaligus akan menjawab rumusan masalah yang pertama, sebagaimana
diuraikan dibawah ini.
1. Kegagalan dalam Membuktikan Elemen Kontekstual dari Kejahatan
terhadap Kemanusiaan
Dalam konteks hukum, pembuktian merupakan inti persidangan perkara,

karena yang dicari adalah kebenaran materil. Pembuktiannya telah dimulai sejak

tahap penyelidikan guna menemukan dapat tidaknya dilakukan penyidikan dalam

rangka membuat terang suatu tindak pidana dan menemukan tersangkanya.

Menurut Munir Fuady bahwa sistem pembuktian dimana beban pembuktian

diletakkan pada pundak pihak jaksa penuntut umum.45

Dalam sidang perdana Pengadilan Negeri Makassar mendengarkan

dakwaan jaksa dimana terdakwa yang dimaksud adalah komandan militer atau

seseorang yang secara efektif bertindak sebagai komandan militer yang

45
Munir Fuady,2006,Teori Hukum Pembuktian(Pidana dan Perdata), PenerbitPT Citra
Aditya Bakti Bandung,hal 48,bahwa menurut Pasal 183 KUHAP tersebut ,agar seorang tersangka
dapat dijatuhi pidana,diperlukan bukti yang sah dan meyakinkan dan beban pembuktian tersebut
dalam hukum acara pidana terletak dipundak Jaksa,dengan kemungkinan pihak terdakwa untuk
membantah bukti yang diajukan Jaksa.
53

mengetahui atas dasar keadaan saat itu bahwa pasukan yang berada dibawah

komando dan pengendaliannya yang efektif, atau pasukan yang dibawah

kekuasaan dan pengendaliannya yang efektif sedang melakukan pelanggaran hak

asasi manusia yang berat.

Berdasarkan teori hukum pembuktian, menurut Munir Fuady bahwa

hukum pembuktian harus menentukan dengan tegas ke pundak siapa beban

pembuktian (burden of proof, burden of producing evidence) harus diletakkan.

Hal ini karena di pundak siapa beban pembuktian diletakkan oleh hukum, akan

menentukan secara langsung bagaimana akhir dari suatu proses hukum

dipengadilan.46 Dengan demikian jika beban pembuktian diletakkan di pundak

penggugat dan penggugat tidak dapat membuktikan perkaranya, penggugat akan

dianggap kalah perkara.

Di persidangan kasus pelanggaran HAM Berat Paniai, jaksa penuntut

umum dinilai tidak mampu membuktikan dakwaannya. Bahkan didalam

keterangan Mantan Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Amiruddin

Al Rahab menjelaskan bahwa dakwaan yang dibuat jaksa penuntut umum lemah

karena tidak bisa menjelaskan unsur rantai komando dalam peristiwa tersebut.

Dakwaan tidak mengacu kepada konsep dasar kejahatan terhadap kemanusiaan

sebagaimana diatur dalam Undang-Undang nomor 26 Tahun 2000 tentang

Pengadilan HAM. Di pasal 9 Undang-Undang Pengadilan HAM disebutkan

bahwa kejahatan kemanusiaan adalah suatu perbuatan yang dilakukan sebagai

bagian dari serangan yang meluas dan sistematik terhadap penduduk sipil. 47 IS

didakwa secara kumulatif melanggar Pasal 42 ayat (1) jis Pasal 9 huruf a, jis Pasal

7 huruf b Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi

46
Fuady, Munir, 2006, Teori Hukum Pembuktian (Pidana dan Perdata), Penerbit PT Citra
Aditya Bakty Bandung,hal 45
47
Pasal 9 Undang-Undang Pengadilan HAM Tahun 2000
54

Manusia dan Kedua Pasal 40 jis Pasal 9 huruf h jis Pasal 7 huruf b Undang-

Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.

Dakwaan sama sekali tidak menunjukan itu, dakwaan hanya menyebutkan

bahwa terdakwa ini bertanggung jawab secara komando terhadap anak buahnya

yang melakukan perbuatan itu. Dan selama persidangan berlangsung, tim jaksa

penuntut umum juga dianggap tidak mampu membuktikan dakwaannya karena

diantara keterangan saksi yang menyebutkan bahwa terdakwa tidak sedang dalam

posisi memiliki tanggung jawab komando, dan hal itu tidak bisa dibuktikan oleh

jaksa penuntut umum dalam persidangan.

Salah satu kekurangan yang sangat mengkhawatirkan dari dakwaan jaksa

penuntut umum adalah bahwa jaksa penuntut umum menyatukan elemen

kontekstual dari kejahatan terhadap kemanusiaan dengan tindak pidana pokok.

Surat dakwaan menerangkan bahwa rangkaian perbuatan terdakwa itu sendiri lah

yang bersifat meluas atau sistematis. Hal tersebut tidak relevan karena perbuatan

terdakwa tidak perlu bersifat meluas atau sistematis, tetapi bisa juga berbentuk

tindakan tunggal. Pembuktian atas sifat meluas atau sistematis hanya diperlukan

terhadap peristiwa-peristiwa dalam konteks waktu dan wilayah yang lebih luas

yang terjadi sebelum dilakukannya dugaan kejahatan terhadap kemanusiaan oleh

terdakwa.

Inti persoalan bersifat formil dan materiil. Suatu kasus yang tidak

memenuhi kelengkapan persyaratan formil dan materiil sifatnya akan dipaksakan

jika dilanjutkan kedalam ranah perkara yakni keproses penyidikan dan Jaksa

Agung akan kesulitan mengumpulkan bukti-bukti sedang persoalan pengumpulan

bukti oleh UUPH berada pada Komnas HAM. 48 Dalam persoalan pelanggaran

48
Ganes Adi Kusuma,”Eksistensi Kejaksaan dan Relasinya dengan Komnas HAM dalam
Penanganan Perkara Pelanggaran Hak Asasi Manusia”, Jurnal Hukum, Vol.3 (Oktober
2021),164.
55

HAM berat tendensinya sering mengabaikan persyaratan formil dan materiil dan

desakan kepentingannya mengarah pada nilai politis.

Kegagalan surat dakwaan untuk menggambarkan elemen kontekstual dari

kejahatan terhadap kemanusiaan yang dituduhkan kepada terdakwa menimbulkan

keraguan atas kemampuan jaksa penuntut umum untuk membuktikan

pembunuhan dan persekusi sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan dan bukan

kejahatan biasa. Dakwaan jaksa penuntut umum juga gagal menunjukkan secara

jelas persyaratan mens rea yang dibutuhkan dalam elemen kontekstual. Perlu

digarisbawahi bahwa jaksa penuntut umum tidak hanya harus membuktikan

keberadaan mens rea dalam elemen kontekstual tetapi juga mens rea dalam setiap

tindak pidana pokok yang dituduhkan, yaitu pembunuhan dan persekusi.

2. Kegagalan dalam Membuktikan Tanggung Jawab Komando

Kelemahan lain yang serius dalam dakwaan Penuntut Umum adalah

kegagalan dalam menuntut secara akurat tanggung jawab komando Terdakwa.

Pembuktian terhadap otoritas komando merupakan inti dari tanggung jawab

komando sebagai sebuah model pertanggungjawaban. Oleh karena tanggung

jawab komando merupakan satu-satunya model pertanggungjawaban yang

dituntut dalam dakwaan, maka pembuktiannya sangat penting terhadap

keberhasilan penuntutan perkara.

Sumber tanggung jawab komando dapat de jure atau de facto. Variabel

penuntutan tanggung jawab komando de facto adalah Penuntut Umum harus

menunjukkan hubungan antara pelaku langsung sebagai bawahan dan Terdakwa

sebagai atasan. Dengan bukti hubungan tersebut, Terdakwa menjadi terbukti

memiliki kontrol efektif terhadap para pelaku yang secara langsung melakukan

tindak pidana. Sedangkan pada penuntutan tanggung jawab komando de jure atau

tanggung jawab berdasarkan ketentuan formal, unsur otoritas tidak terpenuhi jika
56

Terdakwa tidak memiliki kontrol efektif terhadap para bawahan yang diduga

melakukan tindak pidana. Pada intinya sarana untuk mengontrol pemerintahan

adalah hukum dan objek atau sasaran yang akan dilindungi ialah rakyat (warga

sipil). Dengan demikian konsep negara hukum sangat erat kaitannya dengan

perlindungan hukum terhadap HAM. Bahkan substansi negara hukum adalah

adanya jaminan perlindungan hukum terhadap HAM.49

Namun, dalam dakwaan, Penuntut Umum tidak mengilustrasikan

tanggung jawab Terdakwa sebagai komandan lapangan yang memiliki kontrol

atau kuasa resmi terhadap pasukannya. Justru Penuntut Umum menjabarkan

tanggung jawab-tanggung jawab Terdakwa yang berkaitan dengan jabatannya

sebagai Perwira Penghubung, yaitu menghubungkan kebijakan Komandan Distrik

Militer (Dandim) dengan Pemerintah Daerah dan Komandan Rayon Militer

(Danramil).
Berdasarkan Pasal 24 Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2010

dapat dilihat bahwa kewenangan kejaksaan dapat bertindak untuk dan ata nama

negara pada bidang apapun yaitu untuk menyelamatkan, memulihkan kekayaan

negara, menegakkan kewibawaan pemerintah50

Penuntut Umum dalam dakwaannya juga gagal membuktikan bahwa

pasukan tentara menganggap Terdakwa memiliki kontrol de facto terhadap

mereka. Dakwaan cenderung memandang bahwa Terdakwa hanya mengawasi

pasukan tentara bersiap-siap sebelum terjadi penyerangan. Dalam dakwaan

dinyatakan bahwa Terdakwa “melihat dan membiarkan” anggota Koramil 1705-

02/Enarotali mengambil senjata api dan peluru tajam dari gudang senjata. Redaksi
49
Fadli Andi Natsif, ” Perlindungan Hak Asasi Manusia Dalam Perspektif Negara Hukum
Indonesia”, Jurnal Hukum, Vol.19 (Mei 2019),154.
50
Ainul Amaliyah,Istiqamah, ”Eksistensi Jaksa Sebagai Pengacara Negara Dalam
Penyelesaian Sengketa Perdata”, Jurnal Hukum, Vol.3 (Agustus 2021),358.
57

ini menunjukkan dua teori alternatif komando: pertama, bahwa komandan yang

lain memerintahkan pasukan tentara untuk mengambil senjata api tersebut; atau

kedua, bahwa anggota Koramil 1705-02/Enarotali merupakan gerombolan

pemberontak yang mengarahkan dirinya sendiri untuk mengambil senjata api dan

peluru tajam dari gudang senjata. Kedua teori komando ini semakin memberi

tantangan pada proses pembuktian apakah Terdakwa memiliki kontrol efektif

terhadap pasukannya. Kegagalan dakwaan dalam menyatakan secara terang siapa

yang mengarahkan pasukan tentara untuk mengambil senjata dari gudang senjata

merupakan kelalaian yang fatal. Tuduhan bahwa Terdakwa “membiarkan”

pasukan tentara mengambil senjata dari gudang senjata tidak relevan untuk

membuktikan pertanggungjawaban komando jika tidak dapat dibuktikan adanya

wewenang Terdakwa untuk mencegah pasukan melakukan hal tersebut. Situasi

faktual yang digambarkan dalam dakwaan mungkin saja berpotensi menunjukkan

Terdakwa memenuhi pembantuan (aiding and abetting) sebagai bentuk lain

pertanggunjawaban pidana, tetapi teori atau dugaan ini tidak dimasukkan sebagai

bagian dari dakwaan.

Dakwaan secara khusus hanya menyinggung otoritas komando dengan

satu kutipan dari seseorang yang tidak teridentifikasi, yang menyebut Terdakwa

sebagai “komandan kami” setelah mengambil senjata api dari gudang senjata dan

mengeluarkan tembakan peringatan ke udara. Dakwaan juga tidak meliputi

tanggapan apapun dari Terdakwa saat anggota Koramil 1705- 02/Enarotali

meminta perintah dalam menghadapi situasi markas yang diserang, tepat sebelum

jatuhnya korban jiwa. Dakwaan cenderung mengasumsikan bahwa jika Terdakwa

memberikan komando atau perintah, anggota Koramil 1705-02/Enarotali pasti


58

akan mematuhi. Akan tetapi, dakwaan gagal menunjukkan fakta-fakta yang

mendukung premis tersebut.

D. Putusan Bebas Kasus Pelanggaran Ham Berat Paniai Bukti Negara Tidak

Miliki Komitmen Pemenuhan Hak Atas Keadilan Bagi Korban Pelanggaran

Ham Berat Paniai.

Jauh sebelum sidang Kasus Pelanggaran HAM Berat Paniai disidangkan di

Pengadilan Hak Asasi Manusia Makasar, Komnas HAM RI telah menegaskan

bahwa peristiwa Paniai sudah memenuhi unsur kejahatan kemanusiaan, dimana

pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) adalah setiap perbuatan seseorang atau

kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja

maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi,

menghalangi, membatasi dan atau mencabut Hak Asasi Mansia seseorang atau

kelompok orang yang dijamin oleh Undang-undang dan tidak mendapatkan atau

dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar

berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.51 Namun dalam kasus pelanggaran

HAM paniai terdapat unsur pembunuhan dan tindakan penganiayaan, sistematis,

meluas dan ditujukan pada penduduk sipil dalam kasus Paniai, sebagaimana

Defenisi kejahatan manusia menurut Pasal 9 Undang-Undang Nomor 26 tahun

2000 tentang Pengadilan HAM adalah suatu perbuatan yang dilakukan sebagai

bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa

serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil berupa:


a. Pembunuhan;

b. Pemusnahan;

c. Perbudakan;

d. Pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa;

51
Lihat Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi
Manusia.
59

e. Perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara

sewenangwenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum

internasional.

f. Penyiksaan;

g. Perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan,

pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentukbentuk kekerasan seksual

lain yang setara;

h. Penganiyaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari

persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama , jenis kelamin

atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang

menurut hukum internasional;

i. Penghilangan orang secara paksa; atau

j. Kejahatan apperthei.52

Sehingga peristiwa tersebut dapat dikategorikan sebagai pelanggaran HAM

Berat, yang memenuhi unsur kejahatan kemanusiaan, yang mana anggota TNI

yang bertugas pada medio peristiwa tersebut, baik dalam struktur komando kodam

xvii/ cenderawasih sampai komando lapangan di enarotali, paniai diduga sebagai

pelaku yang bertanggung jawab.

Sekalipun pejabat Penyelidikan (Komnas HAM) Pelanggatan HAM Berat

Paniai Berdarah telah menyimpulkan demikian namun pada perkembangannya

Pejabatan Penyidik (Jaksa Agung) Pelanggaran HAM Berat Paniai hanya

menetapkan satu orang tersangka dan selanjutnya pejabat Penuntut (Jaksa Agung)

52
Lihat Pasal 9 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM
60

Pelanggatan HAM Berat Paniai Berdarah menuntut satu orang Terdakwa di

Pengadilan Hak Asasi Manusia Makasar. Atas sikap Jaksa Agung tersebut,

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua secara tegas telah meminta kepada Jaksa

Agung Republik Indonesia untuk segera memberikan alasan atas penetapan satu

orang terdakwa kasus pelanggaran HAM Paniai karena dinilai penetapan terhadap

satu orang tersangka kasus pelanggaran HAM Paniai tersebut tidak sesuai dengan

kenyataan yang terjadi di Tempat Kejadian Perkara (TKP). 53 Dimana menurut

pihak LBH Papua bahwa yang ikut serta dalam kasus pelanggaran HAM berat di

Paniai ini bukan hanya Mayor.Inf. (Purn), Isak Sattu, tetapi ada banyak oknum

yang terlibat.

Sekalipun Komnas HAM RI yang telah menyimpulkan hasil investigasinya

namun setelah melihat Jaksa Agung menetapkan satu orang tersangka dan

terdakwa dalam kasus pelanggaran Ham Berat Paniai Berdarah namun Komnas

HAM RI tidak mengunakan kewenangannya terkait “Komisi Nasional Hak Asasi

Manusia sewaktu-waktu dapat meminta keterangan secara tertulis kepada Jaksa

Agung mengenai perkembangan penyidikan dan penuntutan perkara pelanggaran

hak asasi manusia yang berat”,54 sebagaimana diatur pada Pasal 25, UU Nomor 26

Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM untuk menanyakan alasan Jaksa Agung

Republik Indonesia hanya menetapkan satu orang tersangka yang kemudian

dituntut terdakwa dalam kasus Pelanggaran HAM Berat Paniai Berdarah.

53
YLBHI, Putusan Bebas Kasus Pelanggaran Ham Berat Paniai,(Jl.Diponegoro, Menteng,
Jakarta Pusat) Tahun 2023.
54
Pasal 25, UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM
61

Setelah melakukan pemeriksaan Perkara Pelanggaran HAM Berat Paniai

Berdarah, akhirnya majelis hakim pemeriksa perkara Pelanggaran HAM Berat

Paniai Berdarah memutuskan dan mengadili : satu, menyatakan terdakwa Mayor

Inf (Purn) Isak Sattu tidak terbukti secara sah dan menyakinkan, melakukan

pelanggaran HAM yang berat sebagaimana di dakwaan kesatu dan dakwaan

kedua,”. “Kedua, membebaskan terdakwa oleh karena itu, dari semua dakwaan

penuntut umum. Tiga, memulihkan hak-hak terdakwa dalam kemampuan,

kedudukan harkat serta martabatnya,”. Hakim juga meminta seluruh barang bukti

dalam kasus ini agar tetap disimpan, dan membebankan biaya perkara pada

Negara.55

Sebagai tanggapan atas putusan bebas tersebut, Komisi Nasional Hak Asasi

Manusia (Komnas HAM) menegaskan bahwa “dalam putusan majelis hakim

mengenai peristiwa pembunuhan dan unsur-unsur pelanggaran HAM berat dari

tragedi Paniai dinyatakan terbukti. Akan tetapi, mayoritas hakim menyatakan

Isak, yang merupakan perwira penghubung Kodim 1705/Paniai tidak terbukti

secara sah dan meyakinkan sebagai pihak yang bertanggung jawab atas

pelanggaran HAM berat ini. “Oleh mayoritas majelis hakim (Isak) dianggap tidak

bisa dimintai pertanggungjawaban pidana untuk pertanggungjawaban komando.”

Sesuai dengan tanggapan Komnas HAM RI atas putusan bebas tersebut secara

langsung kembali menguatkan pandangan bahwa tujuan penetapan satu orang

55
Nurhadi Sucahyo, “Terdakwa Kasus Pelanggaran HAM Berat Paniai Divonis Bebas,” 8
Desember,2022, https://www.voaindonesia.com/a/terdakwa-kasus-pelanggaran-ham-berat-paniai
divonis-bebas/6867507.html diakses tanggal 09 Januari 2024.
62

tersangka yang selanjutnya dituntut sebagai terdakwa dalam kasus pelanggaran

HAM Berat Paniai berdarah yaitu untuk mendapatkan putusan akhir adalah vonis

tidak terbukti sehingga harus dibebaskan. Pada prinsipnya padangan tersebut

dikuatkan dengan hasil penyelidikan Komnas HAM RI telah menyimpulkan

bahwa anggota TNI yang bertugas pada medio peristiwa tersebut, baik dalam

struktur komando kodam xvii/ cenderawasih sampai komando lapangan di

enarotali, paniai diduga sebagai pelaku yang bertanggung jawab.

Terlepas dari itu, pandangan tersebut juga dikuatkan dengan tanggapan

Ketua tim penasihat hukum terdakwa, Syahrir Cakkari mengatakan bahwa Sejak

awal, pihaknya sudah melihat bahwa perkara tersebut tidak memenuhi unsur

untuk disidangkan dalam pengadilan HAM berat. Terutama pada unsur sistematis

maupun pertanggungjawaban komandonya.

Atas dasar tanggapan Komnas HAM RI dan penasehat hukum terdakwa atas

putusan bebas tersebut secara langsung menjawab alasan Jaksa Agung Republik

Indonesia yang hanya menetapkan 1 Orang Tersangka dan selanjutnya ditundut

sebagai terdakwa hingga mendapatkan keputusan bebas adalah sebuah Drama

Sandiwara Pengadilan HAM Berat Paniai yang sedang dipraktekan dengan cara

menyalahgunakan UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi

Manusia dengan maksud untuk menghambat atau membatasi terpenuhinya hak

atas keadilan bagi Korban Pelanggaran HAM Berat Paniai berdarah serta

bermaksud untuk melindungi Para Penjahat Kemanusiaan dalam Kasus


63

Pelanggaran dan terus merawat dan memelihara ruang impunitas bagi penjahat

kemanusiaan dalam kasus pelanggaran HAM Berat Paniai Berdarah.56

E. Putusan Hakim Pengadilan Negeri Makassar

Berdasarkan Direktori Mahkamah Agung Republik Indonesia terdakwa kasus

pelanggaran HAM Berat Paniai Mayor Inf. Purn. Isak Sattu, Putusan Nomor

1/Pid.Sus-HAM/2022/PN Mks. Berdasarkan catatan amar mengadili: Menyatakan

Terdakwa Mayor Inf. (Purn.) ISAK SATTU tersebut, tidak terbukti secara sah dan

meyakinkan bersalah melakukan pelanggaran hak asasi manusia yang berat

sebagaimana didakwakan dalam dakwaan Kesatu dan dakwaan Kedua;

Membebaskan Terdakwa oleh karena itu dari semua dakwaan Penuntut Umum;

Memulihkan hak-hak Terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, harkat serta

martabatnya;57

Majelis hakim Pengadilan Hak Asasi Manusia menjatuhkan vonis bebas

kepada Mayor Infanteri (Purn) Isak Sattu, terdakwa tunggal kasus dugaan

pelanggaran HAM dalam kasus kekerasan di Paniai, Papua. Sejumlah pihak

menyebut sidang ini tidak serius sejak awal. Dakwaan disebut lemah dan penuntut

umum tidak bisa membuktikan kebenaran materiil di persidangan.

Sementara pengacara sekaligus perwakilan keluarga korban pelanggaran

HAM berat Paniai, Yones Douw menyatakan seluruh keluarga empat korban

meninggal dan 17 luka-luka menolak sejak awal persidangan kasus ini. Apalagi,

ketika jaksa agung hanya menetapkan satu tersangka.

56
YLBHI, Putusan Bebas Kasus Pelanggaran Ham Berat Paniai,(Jl.Diponegoro, Menteng,
Jakarta Pusat) Tahun 2023.
57
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan di atas maka penulis dapat

menarik kesimpulan, sebagai berikut:

1. Peristiwa yang terjadi di Paniai dikatakan sebagai pelanggaran HAM Berat

karena termasuk kedalam peristiwa Kejahatan Kemanusiaan atau suatu

perbuatab yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau

sistematik yang diketahuinya bahwa serangan itu ditujukan secara langsung

terhadap penduduk sipil. Pelanggaran HAM berat adalah segala bentuk

tindak pelanggaran HAM berupa pembunuhan massal (genosida),

pembunuhan sewenang-wenang atau di luar putusan pengadilan,

penyiksaan, penghilangan orang secara paksa, perbudakan, atau

diskriminasi yang dilakukan secara sistematis (systematic discrimination).

Menurut Pasal 7 UU No. 26 Tahun 2000, ada dua jenis pelanggaran HAM

berat yang diakui dan diatur di Indonesia, yaitu kejahatan genosida dan

kejahatan terhadap kemanusiaan.

2. Penyelesaian kasus pelanggaran HAM Berat Di Paniai yang ditangani

Dalam sidang perdana Pengadilan Negeri Makassar mendengarkan

dakwaan jaksa dimana terdakwa yang dimaksud adalah komandan militer

atau seseorang yang secara efektif bertindak sebagai komandan militer yang

mengetahui atas dasar keadaan saat itu bahwa pasukan yang berada

dibawah komando dan pengendaliannya yang efektif yakni Mayor Inf.

64
65

Purn.Isak Sattu dibawah kekuasaan dan pengendaliannya yang efektif

sedang melakukan pelanggaran hak asasi manusia yang berat. Yang

kemudian gagal dibuktikan tanggung jawab komandonya oleh jaksa

penuntut umum, serta kegagalan dalam Membuktikan Elemen Kontekstual

dari Kejahatan terhadap Kemanusiaan oleh jaksa penunut umum, sehingga

Hakim Pengadilan Negeri menjatuhkan vonis putusan bebas kepada

terdakwa dengan putusan Nomor 1/Pid.Sus-HAM/2022/PN Mks. Dengan

amar putusan bahwa Terdakwa Mayor Inf. (Purn.) ISAK SATTU tersebut,

tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan pelanggaran

hak asasi manusia yang berat sebagaimana didakwakan dalam dakwaan

Kesatu dan dakwaan kedua; Membebaskan Terdakwa oleh karena itu

semua dakwaan Penuntut Umum; Memulihkan hak-hak Terdakwa dalam

kemampuan, kedudukan harkat dan martbatnya.

B. Implikasi Penulis

Putusan Pengadilan HAM Ad Hoc pada Pengadilan Negeri Makassar yang

memutus bebas terdakwa tunggal kasus pelanggaran HAM berat Paniai, Mayor

Inf Purn. Isak Sattu, menurut penulis belum memberikan keadilan bagi korban

dan penyintas serta keluarganya. Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia Berat di

Indonesia menurut penulis Cenderung Politis. Kejaksaan sebagai alat negara di

bidang penegakkan hukum mengalami kesulitan untuk menjalankan fungsinya

diakibatkan kecenderungan kasus-kasus pelanggaran HAM berat berada diranah

politis. Akibatnya bermunculan perspektif bahwa Kejaksaan tidak dapat

menjalankan fungsi di bawah tekanan kekuasaan yang saat itu mempertahankan


66

pada posisi status quo pada kasus-kasus yang melibatkan petinggi negara. Adapun

pada kasus-kasus yang subjeknya bukan petinggi negara juga dihadapkan pada

dilema tekanan agar Jaksa memproses secara cepat sedang proses pengadilan

tebuka untuk umum bukan hal mudah menghindar dari hujatan dan prasangka

umum. Akibat kecenderungan kasus pelanggaran HAM berat berada diruang

politis, maka penyelidikan oleh Komnas HAM cenderung tidak sampai pada

pemenuhan alat-alat bukti sudah menyerahkan kepada Jaksa Agung. Disini

problematika muncul dimana berkas-berkas perkara akan bolak balik

dikembalikan oleh Jaksa Agung.

Bukti ketidakbecusan Negara dalam penegakan hukum atas kasus ini sudah

dapat terlihat sejak gagalnya sejumlah tim yang dibuat untuk menuntaskannya.

Kasus yang akhirnya disidik oleh Kejaksaan Agung sebagai pelanggaran HAM

berat sejak Desember 2021 ini diproses dalam begitu banyak kejanggalan. Seperti

yang telah dinyatakan oleh Koalisi Pemantau Paniai 2014 sejak prosesnya

dimulai, penyidikan oleh Kejaksaan Agung berlangsung dengan begitu buruk. Hal

yang paling patut untuk disorot ialah mengenai minimnya pelibatan dari penyintas

dan keluarga korban meski sejak momen awal peristiwa, mereka secara proaktif

memberikan keterangan dan bukti untuk mendukung proses hukum. Berlarutnya

tindak lanjut dari aparat penegak hukum menghasilkan ketidakadilan berikutnya

dan kekecewaan bagi penulis dan para penyintas dan keluarga korban. Hingga

Pengadilan HAM atas Peristiwa Paniai di tingkat pertama berakhir, hanya ada dua

penyintas yang keterangannya hadir di pengadilan, dan keduanya hanya berbentuk

pembacaan.
67

Kinerja Kejaksaan Agung lewat penyidikan hingga Tim Jaksa Penuntut

Umum yang pada akhirnya hanya menyeret 1 nama terdakwa sangat patut

dipertanyakan. Apalagi terdakwa dikenakan pertanggungjawaban komando dalam

Pasal 42 UU 26/2000 tentang Pengadilan HAM, tanpa ada proses hukum

bersamaan dengan para pelaku lapangan. Lewat proses pemeriksaan saksi di

persidangan, terungkap sejumlah dugaan kuat akan nama-nama eksekutor yang

membunuh dan menganiaya para korban. Jika informasi berharga ini tidak

ditindaklanjuti dengan penyidikan dan penuntutan, keberpihakan Kejaksaan

Agung sangat patut kita permasalahkan. Dan atas berbagai catatan buruk dalam

Pengadilan HAM atas Peristiwa Paniai menurut penulis presiden harus

mengevaluasi kinerja Kejaksaan Agung, kejaksaan Agung harus menindaklanjuti

fakta persidangan dan menggelar upaya hukum lanjutan. Baik terhadap terdakwa

yang diputus bebas atau dengan menyeret para pelaku lain baik di tataran

langsung atau komando ke pengadilan, komnas HAM, Lembaga Perlindungan

Saksi dan Korban serta Kejaksaan Agung harus melibatkan dan memulihkan para

penyintas dan keluarga korban Peristiwa Paniai.


DAFTAR PUSTAKA

Asshiddiqie Jimly, Konstitusi & Konstitusionalisme Indonesia, Jakarta: Konstitusi


l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l

Press, 2005. l

Bahan Advokasi Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu, Kontras l l l l l

Bagong, Suyanto. Masalah Sosial Anak, Jakarta, Kencana Prenada Media Group,
l l l l l l l l l

2010.
Efendi dkk. 2014. HAM Dalam Dinamika/Dimensi Hukum, Politik, Ekonomi, dan
l l l l l l l l l l l l l l l

Sosial Budaya. Bogor: Ghalia Indonesia, 2014. l l l l l l l l l

Eko, Sutriyanto. “Orlantas Polri Catat 94.617 Kecelakaan pada Januari-


l l l l l l l l l l

September 2022” Kompas.com, 20 November 2022. l l l l l l l l

Harikhman, Aldian.
l Pengertian narapidana, l l l l l

https://aldianharikhman.wordpres.com diakses tanggal 5 Mei 2023. l l l l l l l l l

Hapsara, Beka Ulang. dalam Pernyataan Pers dan Diskusi Publik bertajuk l l l l l l l

“Menanti Perdamaian di Papua: Urgensi Penghentian Kekerasan”. Yang l l l l l l l l l l l l

dikutip dalam artikel kabar Latuharhary berjudul “Dialog Damai Untuk


l l l l l l l l

Penyelesaian Pelanggaran HAM di Papua” l l l l l l

https://www.komnasHAM.go.id/index.php/news/2021/5/17/1781/dialog- l l l l l l l l

damai-untuk-penyelesaian-pelanggaran-HAM-di-papua.html diakses l l l l l l l l l

tanggal 5 Mei 2023. l l

Hendra, Sutriyanto. “Operasi Patuh 2022, Ada 3.219 Kendaraan di Kota


l l l l l l l l l

Makassar Didata dan Ditegur.” Kompas.com, 27 Juni 2022. l l l l l l

Indrawan, Jery (2016), dalam jurnal “Ancaman Non-Militer Terhadap Keamanan


l l l l l l l l

Nasional di Papua”. l l l

Istiqamah, Amaliyah Ainul,, ”Eksistensi Jaksa Sebagai Pengacara Negara Dalam


Penyelesaian Sengketa Perdata”, Jurnal Hukum, Vol.3 (Agustus
2021),358
Jaringan Advokasi dan Kampanye Kasus Paniai (KontraS, AJAR, Amnesty
l l l l l l l l

Internasional Indonesia, John Gobai, Rumah Honai), Jakarta,21 Maret


l l l l l l l l l l l l l l

2020, “Pengembalian Berkas Penyeledikan Paniai: Pola Ketidakmauan l l l l l l l l l l l l l

dan Pengingkaran Negara Yang Terus Diulang”, l l l l l

https://kontras.org/2020/03/22pengembalian-berkas-penyelidikan-paniai- l l l l l l l l l l l l

pola-ketidakmauan-dan-pengingkaran-negara-yang-terus-diulang/ diakses
l l l l l l l l l l

tanggal 5 Mei 2023. l l

Jailani, Muhammad. Tanggung Jawab Negara Dalam Memberikan Perlindungan


l l l l l l l l

Terhadap Hak-Hak Korban Pelanggaran HAN Berat di Indonesia, Jurnal l l l l l l l l l

Ilmu Hukum VOL.XIII.NO.1 Maret 2011. l l l l l l l

Jurnal HAM, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Jakarta, 2015. l l l l l l l

Kashim, Ifdal, Prinsip-prinsip Van Boven, mengenai korban pelanggaran HAM


l l l l l l l l l l l l l

Berat, Elsam, Jakarta, 2002. l l

Kaelan dan Achmad Zubaidi, Pendidikan Kewarganegaraan, Yogyakarta:


l l l l l l l l l

Paradigma, 2007. l

Kleden Marianus, Hak Asasi Manusia Dalam Masyarakat Komunal, LAMMERA,


l l l l l l l

Yogyakarta 2008. l

68
69

Kusuma,Ganes Adi,”Eksistensi Kejaksaan dan Relasinya dengan Komnas


HAM dalam Penanganan Perkara Pelanggaran Hak Asasi Manusia”,
Jurnal Hukum, Vol.3 (Oktober 2021),164.
Marzuki, DR. Suparman. Hukum Hak Asasi Manusia. Pusat Studi Hak Asasi
l l l l l

Manusia Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, 2017. l l l l l l l l l l

Marzuki Suparman, Tragedi Politik Hukum HAM, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,


l l l l l l l l

2011.
Munir Fuady, 2006, Teori Hukum Pembuktian (Pidana dan Perdata), Penerbit PT
Citra Aditya Bakty Bandung,hal 45
Natsif Dr. Fadli Andi, Hukum Pelanggaran HAM.
l l l l

Natsif, Dr. Fadli Andi,, ” Perlindungan Hak Asasi Manusia Dalam Perspektif
Negara Hukum Indonesia”, Jurnal Hukum, Vol.19 (Mei 2019),154.
Nogi S,Tangkilisan Hassel. Manajemen Publik. Jakarta: PT Gramedia
l l l l l l l l l l

Widiasarana Indonesia, 2005. l l l l l l

Quiroga, Cecilia Medina. The Batl Of Human Right: Gross, Systematic Violations
l l l l l l l l l l l l l l l l l

dalam Muladi, Demokratisasi, Hak Asasi Manusia Dan Reformasi Hukum l l l l l l l l l l

di Indonesia, The Habib Center, Jakarta, 2002. l l l l l l l l l

Rauf, Moh. Ali-Moh. Abd, Problem Yuridis Penyelesaian Perkara HAMBerat l l l l l l l l l l l l l

Dalam Sistem Pidana Indonesia Dan Pidana Islam, Al-Qanum: Jurnal l l l l l l l l l

Pemikiran Dan Pembaharuan Hukum Islam Vol.24, No.2, Desember l l l l l l l l l l

2021, 479-480.
Rozali Abdullah dan Syamsir. Perkembangan HAM dan Keberadaan Peradilan
l l l l l l l l l

HAM di Indonesia, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002. l l l l l l l l l l

Sardi Martino, Menuju Masyarakat Berwawasan Hak-Hak Asasi Manusia, Hand


l l l l l l l

Out HAM Fakultas Hukum UAJY, Universitas Atma Jaya, Yogyakarta,


l l l l l

2007.
Setiyono, Setiyani Joko. Penerapan Prinsip Pertanggungjawaban Negara Terhadap
l l l l l l l l l l l l l l l l

Kasus Pelanggaran HAM Etnis Rohingya di Myanmar, Jurnal l l l l l l

Pembangunan Hukum Indonesia Program Studi Magister Ilmu Hukum l l l l l l l l l l

Volume 2, Nomor 2, Tahun 2020. l l l l

Setiyono Joko, Peradilan Internasional Atas Kejahatan HAM Berat, Jawa


l l l l l l l l l l l l l l

Tengah: Pustaka Magister, 2020. l l l

Soekanto, Soerjono. Efektivitas Hukum Dan Penerapan Sanksi, Bandung:CV


l l l l l l l l l l l l l l

Ramadja Karya,1988.
-----, Penegakan Hukum. l l

-----, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia Press,


l l l l l l l l l l l l l l l l

2005.
Statuta Roma Mahkamah Pidana Internasional atau Rome Statute Of The l l l l l l l l l l l

Internasional Criminal Court (ICC). l l l l l l l l

Sunarso, Pendidikan Hak Asasi Manusia, Surakarta: CV Indotama Solo, 2020.


l l l l l l l l l l

Sucahyo, Nurhadi, “Terdakwa Kasus Pelanggaran HAM Berat Paniai


70

Divonis Bebas,” 8 Desember,2022,


https://www.voaindonesia.com/a/terdakwa-kasus-pelanggaran-ham-berat-
paniai divonis-bebas/6867507.html diakses tanggal 09 Januari 2024.
Syaukani, Otonomi dalam Kesatuan. Jakarta: Yogya Pustaka, 2004.
l l l l l l l

Syafa’at, Muchamad Ali. Tindak Pidana Teror: Belenggu Baru Bagi l l l l l l l l

Kemerdekaan, dalam F.Budi Hadiram, et al. Terorisme Definisi, Aksi dan


l l l l l l l l l l l l l l l

Regulasi, Imprasial, Jakarta, 2003


l l l l

Taher, Andrian Pratama. Baca selengkapnya di artikel “Penyidikan Kasus Paniai


l l l l l l l l l l l l

Dan Bayang-Bayang HAM Berat Yang Tidak Jelas” l l l

Taufani,Efendi, Mahsyur dan S. Evandri, 2014. “HAM Dalam Dinamika/Dimensi


Hukum, Politik, Ekonomi, dan Sosial”. Bogor: Ghalia Indonesia, 2014,
156.
Undang-Undang No 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. l l l l

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas


l l l l l l l l l l

dan Angkutan Jalan tahun 2019.


YLBHI, Putusan Bebas Kasus Pelanggaran Ham Berat Paniai,(Jl.Diponegoro,
Menteng, Jakarta Pusat) Tahun 2023
.

Anda mungkin juga menyukai