Anda di halaman 1dari 96

PENCEMARAN NAMA BAIK DALAM TINJAUAN

MAZHAB FIKIH

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Prodi Perbandingan Mazhab dan Hukum pada Fakultas Syariah dan Hukum UIN
Alauddin Makassar.

OLEH:
PUTRI AULIA ZALSABILA
10300118096

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN ALAUDDIN MAKASSAR

2022
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Mahasiswa yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Putri Aulia Zalsabila

Nim : 10300118096

Tempat/Tgl. Lahir : Sungguminasa, 14 Juli 2000

Jurusan : Perbandingan Mazhab Dan Hukum

Fakultas : Syariah dan Hukum

Alamat : Btn Jenetallasa blok a8/3

Judul : Pencemaran Nama Baik dalam Tinjauan Mazhab


Fikih

Menyatakan dengan sesungguhnya dan penuh kesadaran bahwa skripsi ini

benar adalah hasil karya sendiri. Jika di kemudian hari terbukti bahwa skripsi ini
merupakan duplikat, tiruan, plagiat atau dibuat oleh orang lain sebagian atau
seluruhnya maka skripsi ini dan gelar yang diperoleh karenanya batal demi hukum.

Makassar, 13 Agustus 2022


Penyusun,

Putri Aulia Zalsabila


NIM. 10300118096

ii
iii
KATA PENGANTAR

Assalamu Alaikum Wr.Wb

‫ وعلى الـه وصحب ه‬, ‫الحمد هلل رب العالمـين والصال ة والسـال م على اش رف األنبــياء والمرسلين‬
‫ اما بعـد‬.‫اجمعين‬

Sebuah perjalanan hidup selalu memiliki awal dan akhir. Ibarat dunia
ini yang memiliki permulaan dan titik akhir. Perjalanan hidup kurang lebih 4

(tahun) begitu terasa dalam sanubari. Setelah melewati perjalanan panjang dan

melelahkan, menyita waktu, tenaga, dan pikiran, dapat merampungkan skripsi

ini. Oleh karena itu, sembari berserah diri dalam kerendahan hati dan
kenistaan diri sebagai seorang hamba, maka sepantasnyalah puji syukur hanya

diperuntukan kepada Sang Maha Sutradara, Allah swt. yang telah melimpahkan

rahmat dan maghfirah-Nya. Salawat dan salam kepada Nabi Muhammad saw.,
suri tauladan seluruh umat manusia, penyusun kirimkan shalawat dan salam

kepada beliau serta para sahabat yang telah memperjuangkan Islam sebagai

aturan hidup.

Keberadaan skripsi ini bukan sekedar persyaratan formal bagi


mahasiswauntuk mendapat gelar sarjana tetapi lebih dari itu merupakan wadah

pengembangan ilmu yang didapat dibangku kuliah dan merupakan kegiatan

penelitian sebagai unsur Tri Darma Perguruan Tinggi. Dalam mewujudkan ini,

penulis memilih judul “Pencemaran Nama Baik Dalam Tinjauan Mazhab

iv
Fikih” Semoga kehadiran skripsi ini dapat memberi informasi dan dijadikan

referensi terhadap pihak-pihak yang menaruh minat pada masalah ini. Penulis

menyadari bahwa dalam proses penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari

bantuan dan partisipasi semua pihak, baik dalam bentuk sugesti, dan motivasi

moril maupun materil. Karena itu kemudian, penulis berkewajiban untuk

menyampaikan ucapan teristimewa dan penghargaan setinggi-tingginya

kepada keluarga tercinta khususnya kepada kedua orang tua penulis Ayahanda
Syaharuddin S.E dan Ibunda tercinta Maryam S.E serta Adik Muh. Reza

Dwi Putra. Ucapan yang tak terhingga saya ucapkan kepada Ayahanda yang

sampai saat ini masih berada disampingku dengan susah dan jerih payahnya
mengasuh dan mendidik serta memberikan materi yang tak henti- hentinya.

Dan kepada Ibunda tersayang, yang selalu membantu dan menyemangati baik

diwaktu kuliah dan diwaktu penyelesaian skripsi ini, dan kasih sayang yang

luar biasa dari beliau.

Secara berturut-turut penulis menyampaikan terima kasih kepada :


1. Prof. Drs. Hamdan Juhannis M.A, Ph.D. selaku Rektor UIN Alauddin

Makassar. Serta para Pembantu Rektor beserta seluruh staf dan

karyawannya.

2. Dr. H. Muammar Muhammad Bakry, Lc., M.Ag. selaku Dekan

Fakultas Syari’ah dan Hukum beserta seluruh stafnya atas segala pelayanan
yang diberikan kepada penulis.

3. Dr. Hj. Rahmatiah HL, Mpd. Selaku Wakil Dekan I Fakultas Syariah

dan Hukum, Dr. Marilang, SH., M.Hum. Wakil Dekan II Fakultas

Syariah dan Hukum, dan Dr. H. Muh. Saleh Ridwan, M.Ag. Wakil

v
Dekan III Fakultas Syariah dan Hukum.

4. Dr. Achmad Musyahid, M.Ag. selaku ketua jurusan dan Dr. Abdi

Wijaya, S.Ag., M.Ag, .selaku sekretaris Jurusan Perbandingan Mazhab

Dan Hukum serta staf Maryam, S.E atas izin, pelayanan, kesempatan dan

fasilitas yang diberikan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

5. Dr. H. Abdul Wahid Haddade, Lc., M.H.I selaku Pembimbing I dan Dr.

Abdi Wijaya, S.Ag., M.Ag, selaku Pembimbing II yang telah banyak


memberikan bimbingan, nasehat, saran dan mengarahkan penulis dalam

perampungan penulisan skripsi ini.

6. Muhammad Anis, S.H., M.H.I selaku Penguji I dan Dr. Zulhas’ari


Mustafa., M.ag selaku Penguji II yang juga telah banyak memberikan

arahan dalam penulisan skripsi ini.

7. Para Bapak/Ibu dosen serta seluruh karyawan Fakultas Syari’ah dan

Hukum UIN Alauddin Makassar yang telah memberikan pelayanan yang

berguna dalam penyelesaian studi pada Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN

Alauddin Makassar.

8. Sahabat-sahabat seperjuanganku Herlina Ramadhani, Siti Makhfirah

Ramadhani, dan Putri Amalia yang telah banyak sekali membantu dari

awal perkuliahan hingga akhir penyusunan skripsi.

9. Seluruh mahasiswa jurusan Perbandingan Mazhab dan Hukum Angkatan


2018 yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang setiap saat

mewarnai hidupku dalam suka dan duka.

10. Sahabat-sahabat tercintaku Dita Arvina Jaya, Izky Fidian Putri, Nurriska

Gadsar, Audia Tasya Maghfira, Nur Iin, dan Andi Siti Nurfadillah Hamka

vi
yang selalu menghibur dan memberikan support dikala penulis lelah dalam

menyusun skripsi.

11. Dan kepada teman-teman, sahabat, adik-adik yang tidak sempat

disebutkan satu persatu dalam skripsi ini, mohon dimaafkan. Dan kepada

kalian diucapkan banyak terima kasih.

Upaya maksimal telah dilakukan dalam menyusun skripsi ini. Oleh karena

itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan. Semoga hasil
penelitian ini dapat bermanfaat bagi para pembaca yang budiman pada

umumnya. Amin yaa rabbal alamin.

Wassalamu’ Alaikum Wr.Wb

Makassar, 24 Juli 2022

Penyusun,

Putri Aulia Zalsabila

NIM:10300118096

vii
DAFTAR ISI

JUDUL ............................................................................................................. i

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ........................................................... ii

PENGESAHAN SKRIPSI............................................................................... iii

KATA PENGANTAR..................................................................................... iv

DAFTAR ISI ................................................................................................ viii

PEDOMAN TRANSLITERASI ....................................................................... x

ABSTRAK................................................................................................... xvii

BAB I :PENDAHULUAN

A. Latar Belakang................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah........................................................................... 7

C. Pengertian Judul ............................................................................. 7

D. Kajian Pustaka ................................................................................ 8

E. Metodologi Penelitian ....................................................................10

F. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ....................................................14

BAB II :Tinjauan Umum

A. Pencemaran Nama Baik Menurut Hukum Islam .............................14

1. Pencemaran Nama Baik ...........................................................14

2. Kaidah Fikih ............................................................................18

3. Jenis-Jenis Pencemaran Nama Baik ..........................................19

viii
B. Fikih Dan Mazhab .........................................................................24

BAB III :Pencemaran Nama Baik Menurut Hukum Islam

A. Pencemaran Nama Baik .............................................................................32

1. Jenis-Jenis Pencemaran Nama Baik Dalam Hukum Islam ....................38

2. Jenis-Jenis Pencemaran Nama Baik Daalam Hukum Islam ..................38

3. Dasar Hukum Pencemaran Nama Baik ................................................41

4. Sanksi Pencemaran Nama Baik Dalam Hukum Islam ..........................44

BAB IV :Imam Mazhab dan Pendapat Mereka Tentang Pencemaran

Nama Baik

A. Mazhab Hanafi ..........................................................................................48

B. Mazhab Maliki ..........................................................................................51

C. Mazhab Syafi’i ..........................................................................................57

D. Mazhab Hanbali ........................................................................................61

BAB V :Penutup

A. Kesimpulan ...............................................................................................73

B. Implikasi ...................................................................................................73

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................75

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ......................................................................79

LAMPIRAN

ix
PEDOMAN TRANSLITERASI

A. Transliterasi Arab-Latin

Daftar huruf bahasa Arab dan transliterasinya ke dalam huruf Latin dapat dilihat

pada tabel berikut :

1. Konsonan

Huruf
Nama Huruf Latin Nama
Arab

‫ا‬ Alif tidak dilambangkan tidak dilambangkan

‫ب‬ Ba b Be

‫ت‬ Ta t Te

‫ث‬ Sa ṡ es (dengan titik di atas)

‫ج‬ Jim j Je

‫ح‬ ha (dengan titik di


Ha ḥ
bawah)

‫خ‬ Kha kh ka dan ha

‫د‬ Dal d De

‫ذ‬ Zal ż zet (dengan titik di atas)

‫ر‬ Ra r Er

‫ز‬ Zai z Zet

‫س‬ Sin s Es

‫ش‬ Syin sy es dan ye

‫ص‬ es (dengan titik di


Sad ṣ
bawah)

‫ض‬ Dad ḍ de (dengan titik di bawah)

x
‫ط‬ te (dengan titik di
Ta ṭ
bawah)

‫ظ‬ zet (dengan titik di


Za ẓ
bawah)

‫ع‬ ‘ain ‘
apostrof terbalik

‫غ‬ Gain G Ge

‫ف‬ Fa F Ef

‫ق‬ Qaf Q Qi

‫ك‬ Kaf K Ka

‫ل‬ Lam L El

‫م‬ Mim M Em

‫ن‬ Nun N En

‫و‬ Wau W We

‫ه‬ Ha H Ha

‫ء‬ Hamzah ,
Apostrof

‫ي‬ Ya Y Ye

Hamzah (‫ )ء‬yang terletak di awal kata mengikuti vokalnya tanpa diberi tanda

apapun. Jika ia terletak di tengah atau di akhir, maka ditulis dengan tanda (‘).

2. Vokal

Vokal bahasa Arab, seperti vocal bahasa Indonesia, terdiri atas vocal tunggal

atau monoftong dan vocal rangkap atau diftong.

Vokal tunggal bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda atau harakat,

transliterasinya sebagai berikut:

xi
Tanda Nama Huruf Latin Nama

َ‫ا‬ fatḥah A A

‫ِا‬ Kasrah I I

ِ‫ا‬ ḍammah U U

Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya gabungan antara harakat dan

huruf, transliterasinya berupa gabungan huruf, yaitu:

Huruf dan
Harkat dan Huruf Nama Nama
Tanda

َ‫ى‬ fatḥah dan yā’ ai a dan i

َ‫ىو‬ fatḥah dan wau Au a dan u

Contoh:

َ ‫كي‬
‫ف‬ : kaifa

َ‫هول‬ : haula

3. Maddah

Maddah atau vocal panjang yang lambangnya berupa harakat dan huruf

transliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu:

Harakat dan Huruf dan


Nama Nama
Huruf Tanda

fatḥah dan alif a dan garis di


َ‫…اَ| …ى‬ ā
atau yā’ atas

i dan garis di
‫ى‬ kasrah dan yā’ i
atas

u dan garis di
‫ىو‬ ḍammah dan wau ū
atas

xii
Contoh:

َ ‫م‬: mata
‫ات‬
‫َرمى‬: rama
َ‫َقِيل‬: qila
َُ‫َي ُموت‬: yamutu
4. Tā’ Marbūṭah

Transliterasi untuk tā’ marbūṭah ada dua, yaitu: tā’ marbūṭah yang hidup atau

mendapat harkat fatḥah, kasrah, dan ḍammah, yang transliterasinya adalah [t].

Sedangkan tā’ marbūṭah yang mati atau mendapat harkat sukun transliterasinya adalah

[h].

Kalau pada kata yang berakhir dengan tā’ marbūṭah diikuti oleh kata yang

menggunakan kata sandang al- serta bacaan kedua kata itu terpisah, maka tā’ marbūṭah

itu transliterasinya dengan (h).

Contoh:

َ‫َروضةَُاألطفَ ِل‬: raudal al-at fal


ُ‫اَضل َة‬
ِ ‫َالمدَِينةَُالف‬: al-madinah al-fadilah
‫ال ِحكمَة‬ : al-hikmah

5. Syaddah (Tasydid)

Syaddah atau tasydid yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan

sebuah tanda tasydid (َّ ), dalam transliterasinya ini dilambangkan dengan perulangan

huruf (konsonan ganda) yang diberi tanda syaddah.

Contoh:

‫ربَّنا‬: rabbana
‫ن َّجينا‬: najjainah

xiii
6. Kata Sandang

Kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiah ditransliterasikan sesuai

dengan bunyi huruf yang ada setelah kata sandang. Huruf "l" (‫ )ل‬diganti dengan

huruf yang sama dengan huruf yang langsung mengikuti kata sandang tersebut.

Kata sandang yang diikuti oleh huruf qamariyah ditransliterasikan sesuai

dengan bunyinya.

Contoh:
ُ‫الفلسف َة‬: al-falsafah
ُ ‫البِال َد‬: al-biladu
7. Hamzah

Aturan transliterasi huruf hamzah menjadi apostrop hanya berlaku bagi hamzah

yang terletak di tengah dan akhir kata. Namun, bila hamzah terletak di awal kata, ia

tidak dilambangkan, karena dalam tulisan Arab ia berupa alif.

Contoh:

a. Hamzah di Awal

َُ‫ ا ُ ِمرت‬: umirtu


b. Hamzah Tengah

َ‫ تأ ُم ُرون‬: ta’muruna
c. Hamzah Akhir

َ‫شي ٌء‬::َSyai’un
8. Penulisan Kata Arab yang Lazim digunakan dalam Bahasa Indonesia

Pada dasarnya setiap kata, baik fi‘il, isim maupun huruf, ditulis terpisah.Bagi

kata-kata tertentu yang penulisannya dengan huruf Arab yang sudah lazim

dirangkaikan dengan kata lain karena ada huruf atau harakat yang dihilangkan,

xiv
maka dalam transliterasinya penulisan kata tersebut bisa dilakukan dengan dua cara;

bisa terpisah per kata dan bisa pula dirangkaikan.

Contoh:

Fil Zilal al-Qur’an

Al-Sunnah qabl al-tadwin

9. Lafẓ al-Jalālah (‫)الله‬

Kata “Allah” yang didahului partikel seperti huruf jarr dan huruf lainnya atau

berkedudukan sebagai muḍāf ilaih (frase nominal), ditransliterasi tanpa huruf hamzah.

Contoh:

‫ دِينُ َالَّله‬Dinullah ‫ بِا الَّله‬billah


Adapun tā’ marbūṭah di akhir kata yang disandarkan kepada lafẓ al-Jalālah

ditransliterasi dengan huruf [t].

Contoh:

َََ‫ هُمَ فِيَرحم ِةَالَّله‬Hum fi rahmatillah


10. Huruf Kapital

Walau sistem tulisan Arab tidak mengenal huruf kapital (All caps), dalam

transliterasinya huruf-huruf tersebut dikenai ketentuan tentang penggunaan huruf

kapital berdasarkan pedoman ejaan Bahasa Indonesia yang berlaku (EYD). Huruf

kapital, misalnya, digunakan untuk menuliskan huruf awal nama dari (orang, tempat,

bulan) dan huruf pertama pada permulaan kalimat. Bila nama diri didahului oleh kata

sandang (al-), maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri

tersebut, bukan huruf awal kata sandangnya.

Contoh:

Syahru ramadan al-lazi unzila fih al-Qur’an

xv
Wa ma Muhammadun illa rasul

B. Daftar Singkatan

Beberapa singkatan yang dibakukan adalah:

swt. = subhānahū wa ta‘ālā

saw. = sallallāhu ‘alaihi wa sallam

a.s. = ‘alaihi al-salām

H = Hijrah

M = Masehi

SM = Sebelum Masehi

l. = Lahir tahun (untuk orang yang masih hidup saja)

w. = Wafat tahun

QS .../...:4 = QS al-Baqarah/2:4 atau QS Ali ‘Imrān/3:4

HR = Hadis Riwayat

xvi
ABSTRAK
Nama : Putri Aulia Zalsabila
Nim :10300118096
Jurusan : Perbandingan Mazhab dan Hukum
Judul :PENCEMARAN NAMA BAIK DALAM TINJAUAN
MAZHAB FIKIH

Pokok masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana pencemaran


nama baik dalam tinjauan mazhab fikih, yang dirumuskan ke dalam beberapa
rumusan masalah sebagai berikut 1). Bagaimana pencemaran nama baik dalam
hukum islam, dan 2). mengemukakan pendapat para imam mazhab tentang
pencemaran nama baik.
Untuk menjawab pokok permasalahan di atas, digunakan penelitian
berupa Library Research (Penelitian Pustaka), dengan menggunakan
pendekatan teologi normatif (Hukum Islam) dan yuridis normatif (Hukum
Positif). Adapun sumber data yang digunakan yaitu sumber data primer yang
merupakan dokumen peraturan yang bersifat mengikat, asli dan ditetapkan
oleh pihak yang berwenang, data sekunder berupa pengumpulan data dari
bahan-bahan kepustakaan, dan data tersier yang merupakan dokumen yang
berisikan konsep-konsep dan keterangan-keterangan seperti kamus. Dalam
skripsi ini digunakan metode pengumpulan data dengan cara identifikasi yaitu
mengelompokkan data atau mencari bahan-bahan kepustakaan yang sesuai
dengan judul penelitian, reduksi data dalam hal ini memilih dan memilah data
yang relevan dengan pembahasan. Metode pengolahan dan analisis data yang
digunakan yaitu analisis data kualitatif yaitu upaya yang dilakukan dengan cara
mengumpulkan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola
dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kembali dengan data-data yang
berasal dari literature bacaan.
Hasil dari penelitian ini menjelaskan bahwa Pencemaran nama baik
dalam hukum Islam dilarang karena kehormatan dan nama baik menjadi hak
seseorang atau hak asasi manusia yang dapat memiliki kehormatan dan nama
baik. Salah satu prinsip maqashid syariah adalah menjaga kehormatan satu
sama lain yang diajarkan oleh agama untuk tidak menyebarkan berita bohong,
memfitnah, menghina, dan merendahkan satu sama lain.
Pendapat para Imam Mazhab terhadap pencemaran nama baik dengan
beberapa jenis perbuatan seperti memfitnah, menuduh zina, menghina,
mencela dan sebagainya. Hukuman yang dapat dikenakan berupa hukuman
pokok berupa dera untuk tuduhan zina dan hukuman ta’zir untuk delik
dalinnya. Mara imam mazhab memiliki pendapat yang sama yaitu hukuman
bagi pelaku pencemaran nama baik termasuk kepada jarimah ta’zir penjara
yang kurun waktu lamanya diserahkan kepada Hakim yang diiberi wewenang.
Kata Kunci : Pencemaran Nama Baik, Mazhab Fikih

xvii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu kelebihan yang diberikan Allah swt.. kepada manusia

adalah akal pikiran. Akal menjadi pembeda manusia dari makhluk lain.

Berbekal akal, manusia diangkat sebagai khalifah Allah swt. di muka bumi. 1

Manusia sebagai makhluk individu juga sebagai makhluk sosial yang harus

diperlakukan dengan hormat dan santun. Manusia ingin dihargai dalam


setiap kegiatan yang dilakukannya. Manusia juga ingin diakui dan

diapresiasi akan suatu prestasi yang telah ia lakukan. Secara psikologis

manusia tidaklah mungkin menghendaki penderitaan melainkan manusia

menginginkan sebuah kebahagiaan. Salah satu kebahagaian yang manusia

capai apabila harkat dan martabatnya terlindungi dan dihargai oleh orang

lain. Namun sebaliknya apabila harkat dan martabat itu dilecehkan maka

akan timbul reakssi keras dan perlawanan.

Kejahatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik biasanya di

latar belakangi oleh berbagai faktor, misalnya ketika melakukan unsur-

unsur secara tidak sengaja, ataukah misalnya memiliki rasa iri hati ektika

melihat orang lain mendapatkan rejeki, mengalami kesuksesan, dan lain

sebagainya. atau takut terhadap seseorang yang menjadi saingannya dalam

perjalanan karirnya, yang kemudian saingannya itu ia buatkan cerita atau

apapun itu yang mengakibatkan citranya buruk.

1
Zulhas‟ari Mustafa, “Problematika Pemaknaan Teks Syariat Dan Dinamika Maslahat
Kemanusiaan”, Mazahibuna, vol 2 no 1 (Juni 2020), https://journal.uin-
alauddin.ac.id/index.php/siyasatuna/article/view/22744 (Diakses pada 27 Juni 2022).

1
2

Hal inilah yang masuk dalam kategori melakukan penghinaan dan/atau

pencemaran nama baik.2

Dalam hukum pidana Islam, merupakan salah satu cabang hukum

pidana yang menjadi objek kajian yang urgent yaitu tentang menuduh

berbuat zina atau menfitnah pihak lain (َ‫)اَلَقَزَاف‬. Hal ini menjadi sebuah

topik yang menarik karena jelas-jelas tuduhan berbuat zina merupakan

suatu ancaman terhadap eksistensi keturunan yang akan berimbas pada

terlecehkannya nama baik suatu keluarga. Hal ini berarti pula tercederainya

harkat dan martabat seseorang. Bukan hanya mengenai menuduh berzina,

namun berbagai tuduhan dan fitnah yang mengancam nama baik orang lain

adalah dikategorikan sebagai tindakan pencemaran nama baik.

Melalui kasus hadits Al-ifki yang berkaitan dengan pencemaran

nama baik, yang di alami oleh istri seorang Rasulullah yangg suci. Dialah

kekasih yang dekat di hati Rasulullah saw. bernama Aisyah binti Abu Bakar

Shiddiq. Haditsul Ifki atau “berita bohong” yang dimaksudkan oleh para

musuh Islam untuk melukai perasaan Rasulullah saw. dengan cara

melemparkan tuduhan palsu terhadap istrinya. 3

Ayat yang berkaitan dengan pencemaran nama baik yaitu QS. al-

Nisa’/4: 112.
ً ُ ً ً ً ُ ً ً
َࣖ‫ومنَيك ِسبَخ ِطيْۤـةَاو َِاثماَثمَير ِم َِب ٖهَب ِريْۤـاَفق ِدَاحتمل َُبهتاناَو ِاثماَم ِبينا‬
َ
Terjemahnya:

2
Amri Teguh Ramadhan, Ashabul Kahfi, “Analisis Kebebasan Bermedia Sosial Pada
Penyebaran Informasi Publik Bermuatan Penghinaan Dan Pencemaran Nama Baik”, Alauddin Law
Development Journal (ALDEV), vol 4 no 1 (maret 2022), https://journal.uin-
alauddin.ac.id/index.php/aldev/article/view/16653/14652 (Diakses 25 juni 2022). h. 46.
3
Abdurrahman bin Abdullah, Kisah-Kisah Manusia Pilihan (Bogor: Pustaka Thariqul
Izzah 2005), h.194.
3

“Siapa yang berbuat kesalahan atau dosa, kemudian


menuduhkannya kepada orang yang tidak bersalah, sungguh
telah memikul suatu kebohongan dan dosa yang nyata.” 4

Berbuat kebohongan karena ia telah menuduhkan kesalahan atau

dosa itu kepada orang yang tidak bersalah. Dan dosa karena ia telah

mengerjakan perbuatan dosa yang dituduhkannya kepada orang yang tidak

bersalah. Maka, kedua macam dosa (berbuat dosa dan menuduhkannya

kepada orang yang tak berdosa) ditanggungnya secara bersama-sama.

Seakan-akan dosa itu sebuah beban yan g dipikulnya, yang diungkapkan

oleh al-Qur’an seolah-olah dosa itu suatu benda di mana pengungkapan ini

semkain memperjelas dan mempertegas maknanya.5

Islam sebuah agama yang rahmatan lil alamin yang juga

mengajarkan hubungan ketuhanan dan kemanusiaan secara baik dan benar,

Islam sebagai agama yang rahmatan lil alamin benar-benar mengharamkan

perbuatan menggunjing, mengadu domba, memata-matai, mengumpat,

mencaci maki,

memanggil dengan julukan tidak baik, ghibah, dan perbuatan sejenis yang
menyentuh kehormatan dan kemuliaan manusia. Islam pun, menghinakan

orang-orang yang melakukan dosa ini, juga mengancam mereka dengan

janji yang pedih pada hari kiamat, dan memassukkan mereka kedalam

golongan orang-orang yang fasik, karena Islam bukanlah agama yang

mengajarkan untuk merendahkan orang lain. Sehingga dalam Islam

mensyariatkan adanya hukuman sebagai salah satu tindakan yang diberikan

sebagai pembalasan atas perbuatan yang melanggar ketentuan syariat,

4
Kementrian Agama, Al-Quran dan Terjemahannya (Jakarta: PT Sinergi Pustaka
Indonesia,2012), h. 96.
5
Zakaakaz “Tafsir Ayat Tentang Tuduhan Palsu”, Blog Zakaakaz
http://zakaakaz.blogspot.com/2013/06/tafsir-ayat-tentang-tuduhan-palsu.html (21 Mei 2021)
4

dengan tujuan untuk memelihara ketertiban dan kemaslahatan umat,

sekaligus juga untuk melindungi kepentingan individu. 6

Bagi masyarakat Indonesia “kehormatan dan nama baik” telah

tercakup pada pancasila, baik pada “ketuhanan yang Maha Esa” maupun

pada “kemanusiaan yang adil dan beradap”, hidup saling menghormati. 7

Tidakkalah penting langkah mengedukasi masyarakat tentang bahaya

perilaku tersebut dan dampaknya bagi kehidupan sosial ekonomi

masyarakat.8

Dalam hukum Islam menista dan memaki, ialah mengeluarkan kata-

kata keji, dan tidak sopan atau menyebut urusan-urusan yang dipandang keji

dengan perkataan-perkataan yang jelas dan terang. Seorang muslim

hendaklah memakai kata sindiran (Kinayat) ketika menerangkan urusan-

urusan yang dipandang keji dan menerangkannya dengan memakai ibarat-

ibarat yang indah yang dapat dipahami maksudnya, terkecuali apabila dalam

keadaan berhajat dan meminta terus terang.9

Salah satu prinsip Maqasid As-syari’ah, yaitu memelihara

kehormatan, kehormatan dalam hal ini kehormatan diri sendiri maupun

orang lain. Maka selayaknya terhadap sesama agar memelihara kehormatan

dan keluhuran saudaranya, bukan menelanjangi ataupun membuka rahasia

yang akan mencemarkan nama baiknya. 10

6
M .Nurul Irfan, Hukum Pidana, (Jakarta: Amzah,2016), h.56-57
7
S.R.Sianturi, Tindak Pidana di KUHP Berikut Uraianya (Jakarta : Alumni AHMPTHM,
1983), h.557.
8
Muhammad Resky, Zulhas’ari Mustafa, “Hate Speech Di Media Sosial Dalam Tinjauan
Fatwa Majelis Ulama Indonesia (Mui) Nomor 24 Tahun 2017”. Shautuna, vol 1 no 1 (Januari
2020), https://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/shautuna/article/view/12423 (Diakses pada 27
Juni 2022), h. 45.
9
Tengku Muhammad Hasbi Ash Shidieqy, Al-Islam Jilid. I ( Semarang : Pustaka Rizki
Putra, 1998 ), h. 683.
10
Ahmad Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam (Jakarta : Bulan Bintang , 1993), h.225.
5

Adapun menurut Abdul Rahman al-Maliki membagi penghinaan

menjadi tiga:

a. Al-Dammu : Penisbahan sebuah perkara tertentu kepada

seseorang berbentuk sindiran halus yang menyebabkan

kemarahan dan pelecehan manusia.

b. Al-Qadih : Segala sesuatu yang berhubungan dengan reputasi

dan harga diri tanpa menisbahkan sesuatu hal tertentu.

c. Al-Tahqir : Setiap kata yang bersifat celan atau mengindikasikan

pencelaan atau pelecehan. 11

Dan menurut al-Ghazali pencemaran nama baik adalah, menghina

(merendahkan) orang lain di depan manusia atau di depan umum. sementara

dalam kitab Tafsir Jalanin, Imam Jalaluddin membagi tiga model

pencemaran nama baik, yaitu:

a. Sukhriyyah : Yaitu meremehkan atau menganggap remeh orang

lain karena sebab tertentu

b. Lamzu : Adalah menjelek-jelekkan dengan cacian atau hinaan

atau dengan kejelekan orang lain.

c. Tanabur : Adalah model cacian atau penghinaan dengan

menyebut atau memanggil lawan bicara dengan sebutan yang

jelek, dan sebutan yang paling buruk adalah memanggil wahai

fasik atau wahai Yahudi kepada orang Islam. 12

Dalam hukum Islam pencemaran nama baik di kategorikan dalam

hukuman ta’zir yang mana dalam segi hukumannya tidak diatur secara pasti

oleh syara’, melainkan di putuskan oleh ulil amri, baik penentuannya

11
Abdul Rahman al-Maliki, Nizam al-‘Uqubat, terj. Samsudin Sistem Sanksi Dalam Islam
(Semarang: CV Toha Putra, 1989), h. 12
12
Imam Jalaluddin, Tafsir Jalalain (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2010), h. 428.
6

maupun pelaksanaannya. Dalam menentukan hukuman tersebut, penguasa

hanya menetapkan hukuman secara global saja.

Kesempurnaan ajaran agama Islam diakui tidak saja secara

konsepsional dan teoritik mengatur hal-hal yang bersifat ibadah kepada

Tuhan, akan tetapi juga dalam realitas adalah salah satu sistem hukum yang

lengkap. Sistem hukum (hukum Islam tidak hanya memiliki aturan tentang

ibadah (aqidah dan akhlak) akan tetapi juga di bidang kemasyarakatan

(muamalah) yaitu: di bidang hukum, privat dan di bidang hukum publik

(termasuk masalah ketatanegaraan). 13

Melihat persoalan pencemaran nama baik mendapat perhatian dari

kalangan masyarakat dengan seiringnya kepedulian terhadap kehormatan

nama seseorang atau suatu kelompok dan kepedulian terhadap hak asasi

manusia. Karena memiliki dampak yang merendahkan harkat dan martabat

manusia yang telah terjadi akhir-akhir ini maka penulis perlu melakukan

penelitian lebih lanjut dan hasil penelitian ini dituangkan kedalam bentuk

skripsi dengan judul “Pencemaran Nama Baik Dalam Tinjauan Mazhab

Fikih”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut maka pokok permasalahan yang

dirumuskan penulis adalah bagaimana Pencemaran Nama Baik

dalamTinjuaan Mazhab Fikih. Dari Pokok masalah tersebut penulis

merumuskan sub permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana pencemaran nama baik dalam hukum islam?

2. Bagaimana pendapat imam mazhab fikih terhadap pencemaran

nama baik?

13
Ahkam Jayadi, Mengungkap Aspek Spiritualitas (Makassar: Alauddin Press, 2011) h.
23.
7

C. Pengertian Judul

Agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam mendefinisikan dan

memahami penelitian ini, maka penulis akan mendeskripsikan pengertian

judul yang dianggap penting.

1. Pencemaran Nama Baik adalah suatu perbuatan yang didalam

argumentasinya sengaja menyerang martabat dan nama baik

seseorang. Penyerangan nama baik disini dilakukan dengan

menyampaikan argumen tersebut secara tertulis agar diketahui oleh

orang banyak dengan cara menudduhkan seseorang melakukan

perbuatan tertentu, dan yang ditujukan itu adalah kehormatan dan

nama baik seseorang. Dimana penyerangan tersebut dapat

mengakibatkan rasa harga diri atau martabat orang itu dicemarkan,

dipermalukan atau direndahkan. 14

2. Mazhab Fikih

Fikih ialah ilmu yang menerangkan hukum-hukum Allah terhadap

perbuatan mukallaf, baik wajib, hadhar, nadhab karahah, dan

ibadah. Dan hukum-hukum itu diterima dari Allah dan perantaan

kitabullah, sunnatu al-Rasul, dan dalil-dalil yang ditegakkan. Syara’

untuk mengetahui hukum-hukum itu, seperti qiyas. Maka apabila

dikeluarkan hukum dari dalil-dalil yang tersebut, dinamakanlah

fikih. 15

Kata Mazhab menurut arti bahasa ialah tempat untuk pergi ataupun

jalan. Dari segi istilah, mazhab berarti hukum-hukum yang terdiri

atas kumpulan permasalahan. Dengan pengertian ini, maka terdapat

14
S.R.Sianturi, Tindak Pidana di KUHP Berikut Uraiannya (Jakarta: 2016), h.560.
15
Teungku Muhammad Hasbi Ash Al-Shiddieqy, Hukum-Hukum Fikih Islam (Semarang:
PT. Pustaka Rizki Putra, 1997), h.2.
8

persamaan makna antara bahasa dan istilah, yaitu mazhab menurut

bahasa adalah jalan yang menyampaikan seseorang kepada satu

tujuan tertentu di kehidupan ini, sedangkan hukum-hukum juga

dapat menyampaikan seseorang kepada satu tujuan di akhirat.16

D. Kajian Pustaka

Masalah yang akan dikaji dalam skripsi ini yaitu Pencamaran Nama

Baik dalam Tinjauan Mazhab Fikih. Agar pembahasan tersebut lebih fokus

terhadap pokok kajian maka dilengkapi dengan beberapa literatur yang

berkaitan dengan pembahasan yang dimakssud diantaranya adalah sebagai

berikut:

1. “Tinjauan Fiqh Jinayah Terhadap Pencemaran Nama Baik” yang

ditulis oleh Mareta Bayu Sugara, Fakultas Syari’ah dan Hukum,

Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang, pada tahun 2016.

Dalam skripsi tersebut dibahas mengenai sangsi pencemaran nama

baik dalam fiqh jinayah. Dari penelitian yang dikaji oleh saudara

Mareta Bayu Sugara terdapat persamaan dengan judul yang akan

penulis teliti yaitu mengenai pencemaran nama baik, sedangkan

perbedaannya penulis meneliti Pencemaran Nama Baik dari tinjauan

Mazhab Fikih.

2. “Pencemaran nama baik karna salah tangkap”(kajian Hukum Islam

dan Hukum Pidana Positif), karya Fahrurrozi, Fakultas Syariah dan

Hukum, program Studi Jinayah Siyasah, Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010. Skripsi ini menjelaskan tentang

pencemaran nama baik karna salah tangkap oleh aparat kepolisian

dalam kasus merampok dan pembunuhan terhadap Asrori pada

16
Wahbah Az-Zuhaili, Fikih Islam Wa Adillatuhu, Jilid I, terj. Abdul Hayyie al-Kattani,
dkk, (Jakarta: Darul Fikir, 2011), h. 41.
9

bulan Mei 2007. Perbedaan mendasar dengan skripsi penulis yaitu

dalam pembahasan penulis 9 menjabarkan pencemaran nama baik

dalam hukum positif menurut hukum Islam yang mana dalam skripsi

penuli hanya fokus kepada urgensi pencemaran nama baik itu

sendiri serta membahas perbandingan UU ITE Pasal 27 Ayat (1) dan

KUHP 310 Ayat (1).

3. “Tinjauan Yuridis Terhadap Tindakan Pidana Pencemaran Nama

Baik Melali Tulisan” karya Vebriyanti, Fakultas Hukum,

Universitass Hasanuddin pada tahun 2014. Yang palling utama

dikaji adalah penerapan hukm pidana materil terhadap tindak pidana

pencemaran nama baik melalui tulisan sudah sesuai perbuatan

terdakwa telah terbukti secara sah.

E. Metodologi Penelitian

Penelitian merupakan penyaluran hasrat ingin tahu manusia dalam taraf

keilmuan. Metodologi penelitian adalah sekumpulan peraturan, kegiatan,

dan prosedur yang digunakan oleh pelaku suatu disiplin illmu. Metodologi

juga merupakan analisis teoritis mengenai suatu cara atau metode.

Penelitian merupakan suatu penyelidikan yang sistematis untuk

meningkatkan sejumlah pengetahuan, juga merupakan suatu usaha yang

sistematis daan terorganisasi untuk menyelidiki masalah tertentu yang

memerlukan jawaban.

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah

penelitiaan kepustakaan yang disebut pula dengan istilah Library


10

Research yang menggambarkan secara sistemanis, normatif, dan akurat

terhadap objek yang menjadi pokok permasalahan. 17

2. Pendekatan Penelitian

Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitiann ini adalah

pendekatan teologi normatif dan yuridis normatif. Pendekatan normatif

adalah suatu pendekatan yang digunakan dalam suatu penelitian di mana

masalah-masalah yang akan dibahas sesuai dengan norma-norma

kaedah-kaedah yang ada, dalam hal ini adalah hukum Islam. dan

penelitian ini juga menekankan pada segi-segi yuridis dengan melihat

pada peraturan perundang-undangan dan penetapannya.

3. Sumber Data

Dalam penelitin ini penulis menggunakan sumber data primer yang

berasal dari literatur-literatur bacaan antara lain darimkitab-kitab, buku

bacaan, naskah sejarah, sumber bacaan meia massa maupun sumber

bacaan lainnya. Dalam pengumpulan dari berbagai sumber bacaan yang

digunakan dua metode kutipan sebagai berikut:

a. Kutipan Langsung

Penulis langsung mengutip pendapat atau tulisan orang lain secara

langsung sesuai dengan aslinya, tanpa sedikitpun merubah susunan

redaksinya. Mengutip secara langsung dapat diartikan mengutip

pendapat dari sumber aslinya.

b. Kutipan tidak langsung

Kutipan tidak lagsung merupakan kutipan tidak menurut

kata-kata, tetapi menurut pokok pikiran atau semangatnya, dan

dinyatakan dalam kata-kata dan bahasa sendiri. Penulisan

17
Masyhuri dan M.Zainuddin, Metodologi Penelitian (Bandung: Refika Aditama,2008), h.
50.
11

kutipan tidak langsung panjang dan pendek juga akan

dibeddakan untuk kepentingan kejelasaan.

4. Teknik Pengolahan dan Analisa Data

a. Pengolahan Data

Pengolahan data dapat diartikan sebagai rangkaian proses

mengelola data yang diperolah kemudian diartikan dan

dinterpretasikan sesuai dengan tujuan, rancangan, dan sifat

penelitian. Metode pengolahan data dalam penelitian ini antara

lain ssebagi berikut:

a. Identifikassi adalah pengenalan dan penglompokan data

sesuai dengan judul skripsi yang memiliki hubungan yang

relevan. Data yang diambil adalah data yang berhubungan

dengan pencemaran nama baik.

b. Reduksi data adalah kegiatan memilih dan memilah data

yang relevan dengan pembahasn agar pembuatan dan

penulisan skripsi menjadi efektif dan mudah untuk dipahami

oleh para pembaca serta tidak berputar-pitar dalam

membahas suatu masalah.

c. Editing data yaitu proses pemeriksaan data hasil penelitian

yang bertujuan untuk mengetahui revensi (hubungan) dan

keabsahan data yang akan dideskripsikan dalam menemukan

jawaban pokok permasalahan. Hal ini dilakukan dengan

tujuan mendapatkan data yang berkualitas dan faktual sesuai

dengan literatur yang didapatkan dari sumber bacaan.


12

b. Analisis Data

Teknik analisis data bertujuan untuk menguraikan dan

memecahkan masalah berdasarkan data yang diperoleh. Analisis

yang digunakan yaitu analisis data kualitatif. Analisis data

kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja

dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya

menjadi satuan yang dapat dikelola, mensistesiskannya, mencari

dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa

yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan

kembali dengan data-data yang berasal dari literatur bacaan.

F. Tujuan dan Kegunaan

1. Tujuan

Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitiann ini dibagi

menjadi 2 (dua) yaitu tujuan umum dan tujuan khusus yang

diklasifikasikan sebagai berikut:

1) Tujuan umum yaitu:

Untuk mengetahui Pencemaran Nama Baik Dalam Tinjauan

Mazhab Fikih.

2) Tujuan khusus antara lain sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui pencemaran nama baik dalam hukum

Islam

b. Untuk mengetahui pencemaran nama baik ditinjau dari

imam mazhab fikih

2. Kegunaan

1) Kegunaan Ilmiah
13

Secara ilmiah penulisan skripsi ini diharapkan dapat

menambah wawasan pengetahuan sesuai kontribusi bagi

perkembangan ilmu penngetahuan pada umumnya dan ilmu

keIslaman pada khususnya.

2) Kegunaan Praktis

Kegunaan secara Praktis, memberi kontribusi karya

ilmiah sebagi rujukan ataupun referensi terhadap dunia hukum.


BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Pencemaran Nama Baik Menurut Hukum Islam

1. Pengertian Pencemaran Nama Baik

Pencemaran nama baik atau penghinaan di dalam hukum pidana Islam

secara eksplisit menerangkan tentang pengertiannya. Tetapi sudah banyak dalil-

dalil yang menjelaskan tentang penghinaan. Penghinaan memiliki jenis-jenis

yang berbeda-beda. Di dalam hukum Islam, seperti mencaci maki, fitnah,

meyebarkan berita palsu, ghibah, dll.

Menurut Al Ghozali bahwa penghinaan, “Menghina orang lain

dihadapkan manusia dengan menghinakan dirinya di hadapan Allah Swt. Pada

Malaikat dan Nabi-nabinya. Jadi intiya penghinaan adalah merendahkan dan

meremehkan harga diri serta kehormatan orang lain dihadapan orang banyak.”

Menurut T.M. Hasbi As Shiddiqi dalam Tafsir Al-Qur’anul Majid Jilid

V: “janganlah suatu golongan menghina segolongan yang lain, baik dengan

membeberkan keaiban golongan-golongan itu dengan cara mengejek atau

dengan cara menghina, baik dengan perkataan ataupun dengan isyarat atau

dengan menertawakan orangg yang dihina itu bila timbul sesuatu kesalahan.”

Karena boleh jadi orang yang dihina itu lebih baik di sisi Allah Swt dari pada

orang yang menghinanya. 1

1
Tengku Muhammad Hasbi Ash Shiddiqi, Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nur, Jilid V ( Jakarta
: Bulan Bintang, 1990), h.22

14
15

Dalam hukum Islam, aturan tentang larangan pencemaran nama baik ini

dapat kita temukan dalam berbagai jenis perbuatan yang dilarang oleh Allah

mengenai kehormatan, baik itu yang sifatnya hudud seperti jarimah qadzaf,

maupun yang bersifat ta’zir, seperti yang dilarang menghina orang lain,

membuka aib orang lain, dll. Hukum pidana Islam memberikan dasar hukum

pada pihak terpidana mengacu pada al-Qur’an yang menetapkan bahwa balasan

untuk suatu perbuatan jahat harus sebanding dengan perbuatan itu.

Untuk dianggap atau dikategorikan sebagai suatu jarimah, suatu

perbuatan harus memiliki unsur-unsur berikut ini:

a. Al-Rukn al-syar’i, atau unsur Formil, ialah unsur yang menyatakan

bahwa seorang dapat dinyatakan sebagai pelaku jarimah jika ada

undang-undang atau nash yang secara tegas melarang dan

mejatuhkan sanksi kepada pelaku tindak pidana.

b. Al-Rukn al-madi, atau unsur materil ialah unsur yang menyatakan

bahwa seseorang dapat dijatuhkan pidana jika ia benar-benar

terbukti melakukan sebuah jarimah, baik yang bersifat positif (aktif

dalam melakukan sesuatu) maupun yang bersifat negatif (pasif

melakukan sesuatu).

c. Al-Rukn al-adabi, atau unsur moril adanya niat pelaku untuk berbuat

jarimah. Unsur ini adalah unsur yang menyatakan bahwa seseorang

dapat dipersalahkan jika ia bukan orang gila, anak dibawah umur,

atau sedang dibawah ancaman. 2

2
Hasriani Hasir, Sohra, Tindakan Bullying di Media Sosial; Komparasi Hukum Pidana Islam
dan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang ITE, Shautuna, vol 2, no 3 (September 2021), h.
710, hhttps://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/shautuna/article/view/21577 (Diakses 23 Juni 2022).
16

Islam memasukkan pencemaran nama baik ini kepada kejahatan yang

ada hubungannya dengan pergaulan dan kepentingan umum yang

mengakibatkan pengaruh buruk terhadap hak-hak perorangan dan masyarakaat

yang begitu meluas dan mendalam dampaknya karena hukum Islam sangat

menjaga kehormatan setiap manusia.

Maka hukum Islam menetapkan hukuman hudud bagi pelaku qadzaf,

juga menetapkan hukuman duniawi untuk jenis perbuatan lain yang

merendahkan kehormatan manusia yaitu berupa hukungan ta’zir yang

pelaksanaan hukumannya diserahkann kepada penguassa atau hakim atau

mereka yang mempunyai kekuasaan yudikatif. 3 Selain menetapkan hukuman

seperti diatas, Islam juga mengancam para pelaku pencemaran nama baik orang

lain dengan ancaman Neraka diakhirat kelak, karena Islam sangat menjaga

kehormatan dan nama baik seorang hambanya. 4 Pada dasarnya dalam hukum

pidana Islam tidak terdapat sanksi khusus yang terkait dengan pencemaran

nama baik, oleh karena itu penulis mengkiaskan atau menganalogikan masalah

tersebut ke dalam hukuman takzir.

Adapun pengertian takzir adalah hukuman pendidikan atas dosa-dosa

yang telah dilakukan oleh pelaku jarimah yang belum ditentukan hukumannya

oleh syarat. Dalam jarimah takzir terdapat beberapa hukuman yaitu:

a. Pidana Mata

Imam Hanafi membolehkan sanksi ta’zir dengan hukuman mati dengan

syarat bila perbuatan itu dilakukan berulang-ulang, Imam Malik juga

3
Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah, Politik Hukum Pidana (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar. 2005), h. 129
4
Yusuf Qardhawi, Al-Halalu Wa Haramu Fil Islam terj. Abu Sa’id al-Falahi, Aunur Rafiq
Shaleh Tamhid, Halal Haram Dalam Islam (Jakarta: Rabbani press, 2000), h. 441
17

membolehkan hukuman mati sebahai sanksi takzir tertinggi, ia memberi

contoh bagi orang yang melakukan kerusakan di muka bumi, Imam

Syafi’I juga membolehkan hukuman mati. 5

b. Pidana Dera

Batas terendah bagi hukuman jilid dalam takzir termasuk masalah ijtihat,

oleh karena itu wajar bila terdapat perbedaan pendapat dikalangan para

ulama. Hanya saja demi kepastian hukum, maka Ulil Amri berhak

menentukan batas terendah hukuman, karena masalah jinayah itu

berkaitan dengan kemaslahatan umat.6

c. Pidana Penjara, ada dua macam pidana penjara:

Pidana penjara terbatas (ada kurun waktuny), batas terendahnya ialah

satu hari sedangkan batas tertingginya tidak ada kesepakatan dalam

tindak pidana yang diancam hukuman takzir adalah setiap tindak pidana

selain tindak pidana hudud, qisas dan diyat, karena hukuman ini telah

ditentukan hukumannya dalam syara. 7

Syariat Islam diturunkan untuk melindungi harkat dan martabat

manusia. Setiap perilaku yang merendahkan harkat dan martabat manusia, baik

secara priibadi maupun sebagai anggota masyarakat tentu dilarang oleh Allah

swt.8

Islam benar-benar mengharamkan perbuatan menggunjing, mengadu

domba, memata-matai, mengumpat, mencaci maki, memanggil dengan julukan

5
A. Djazuli, Fiqh Jinayah ( Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), h.188
6
A. Djazuli, Fiqh Jinayah, h.192.
7
Alie Yafi, dkk, Ensiklopedi Hukum Pidana Islam (Lampung: Kharisma Ilmu,2007), h.84.
8
Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), h. 60.
18

tidak baik, dan perbuatan-perbuatan sejenis yang menyentuh kehormatan atau

kemuliaan manusia. Islam pun menghinakan orang-orang yang melakukan

dosa-dosa ini, juga mengancam mereka dengan janji yang pedih pada hari

kiamat, dan memasukkan mereka ke dalam golongan orang-orang yang fasik. 9

2. Kaidah Fikih

Kaidah fikih yaitu kaidah yang disimpulkan secara general dari sumber

fikih yang kemudian digunakan untuk menentukan hukum dari kasus-kasus

yang baru muncul, yang mana hukumnya jelas didalam nash. Kaidah-kaidah

fikih yang sering digunakan dalam penerapan hukum dari kasus yang muncul

di kehidupan manusia.

Tujuan syari’ah itu adalah untuk meraih kemaslahatan dan menolak

mafsadat dilarang oleh syariah. Salah satu dari lima kaidah asasi menyebutkan

bahwa yang harus dihilangkan adalah kemudaratan.


ُ َ َ
ُ ‫الض َر ُرُُيُز‬
‫ال‬

“Bahaya harus dihilangkan” 10

Kaidah tersebut tujuannya adalah untuk merealisasikan Maqashid

Syari’ah dengan menolak mafsadah, yaitu menghilangkan kemudaratan atau

meringankannnya. Contoh dari kaidah ini ada larangan menimbun barang-

barang kebutuhan pokok masyarakat karena perbuatan itu mengakibatkan

kemudaratan bagi rakyat. Begitu pula pencemaran nama baik, perbuatan

9
Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam, h. 61.
10
A. Djazuli, Kaidah-Kaidah Hukum Islam dalam Menyelesaikan Fikih: Masalah-masalah
yang Praktis (Jakarta: Prenada Media Group, 2007), h. 67.
19

tersebut bisa merugikan orang lain atau pihak lain dan bisa tercoreng nama dan

kehormatannya. Perbuatan tersebut harus dihilangkan. 11

3. Jenis-jenis Pencemaran Nama Baik

Menurut al-Ghazali pencemaran nama baik adalah menghin a

(merendahkan) orang lain di depan manusia atau di depan umum. 12 sementara

dalam kitab Tfasir Jalalain, Imam Jalaluddin membagi tiga model pencemaran

nama baik, yaitu:

a. Sukhriyyah : yaitu meremehkan atau menganggap remeh orang lain

karena sebeb tertentu.

b. Lamzu : adalah menjelek-jelekkan dengan cacian atau hinaan atau

dengan kejelekan orang lain.

c. Tanabuz : adalah model cacian atau penghinaan dengan menyebut

atau memanggil lawan bicara dengan sebutan yang jelek, dan

sebutan yang paling buruk adalah memanggil wahai fasik atau

wahai Yahudi kepada orang Islam. 13

Sementara Abdul Rahman al-Maliki membagi penghinaan menjdi tiga:

a. Al-Dzam : penisbahan sebuah perkara tertentu kepada seseorang

berbentuk sindiran halus yang menyebabkan kemarahan dan

pelecehan manusia.

b. Al-Qadhu : segala sesuatu yang berhubungan dengan reputasi

dan harga diri tanpa menisbahkan sesuatu hal tertentu.

11
A. Djazuli, Kaidah-Kaidah Hukum Islam dalam Menyelesaikan Fikih: Masalah-masalah
yang Praktis, h. 67.
12
Abdul Hamid Al-Ghazali, Ihyaul Ulumuddin (Yogyakarta: Lontar Mediatama, 2017), h. 379.
13
Imam Jalaluddin, Tafsir Jalalin (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2010), h. 428.
20

c. Al-Tahqir : setiap kata yang bersifat celaan atau mengindikasikan

pencelaan atau pelecehan.14

Jenis-jenis penghinaan menurut hukum Islam

1) Ghibah

Di dalam hukum Islam, menurut Imam Ibnul Atsir, “Ghibah

adalah menyebtkan aib yang ada paada diri seseorang yang tidak

ada di hadapannya. Apabila menyebutkan aib yang tidak ada pada

dirinya maka itu adalah kedustaan.

2) Fitnah

Kata firnah adalah bentuk masdar dari kata fatana-yaftinu-fatnan

atau fitnatan yang secara semantik sebagaimana dijelaskan dalam

ensiklopedi Al-Qur’an berarti memikat, menggoda, membujuk,

menyesatkan, membakar, menghalang-halangi, Al-fitnah juga

berarti Al idllal (kesesatam).

3) Namimah (adu domba)

Namimah adalah membuka rahasia dan menyingkap tabir

mengenai hal yang tidak disukai bila dibeberkan. Seseorang

dianjaurkan bersifat diam terhadap semua yang dilihatnya

senyangkut hal ikhwal orang lain yang bila diceritakan tidak

mengandung faedah bagi orang muslim, ini tidak dapat pula untuk

menolak maksiat. Apabila seseorang melihat orang lain

menyembunyikan hartanya, lalu ia menceritakannya, berarti ia

melakukan namimah. Imam Abu Al Ghazali mengatakan bahwa

14
Abdul Rahman al-Malikih. Sistem Sanksi dan Hukum Pembuktian Dalam Islam (Bogor: Daar
al-Ummah, 2004), h. 12.
21

namimah pada umumnya hanya digunakan untuk menunjukkan

makna bagi orang yang memindahkan ucapan orang lain kepada

orang yang menjadi objek, pembicaraan seperti ucapanmu, si

fulan telah membicarakan tentang dirimu. Setiap orang yang

disampaikan kepadanya namimah harus berpegang pada nam cara

sebagai berikut.

a. Jangan mempercayai di penyampai berita, karena orang yang

suka ber-namimah adalah orang fasik, sedangkan orang yang

fasik beritanya tidak dapat dipercaya.

b. Melarangnya berbuar demikian, menasehati dan memburukan

perbuatannya.

c. Membencinya karna Allah swt., karena sesungguhnya ia

dimurka oleh Allah, sedangkan benci karena Allah hukumnya

wajib:

d. Jangan berburuk sangka pada si penyampai berita.

e. Setelah mendapat berita itu janganlah engkat menyelidiki hal

tersebut untuk mengetahui kebenarannya.

f. Jangan merasa puas dengan apa yang disampaikan oleh di

penyampai berita bila hal ini merupakan hal yang dilarang

g. Karena itu jangnlah menceritkan namimahnya (kepada orang

lain).15

15
Imam Nawawi, Al-Adzkar: al-Muntakhabah Min Kalaami Sayyidi Al-Abrati
Shallallahu’Alaihi Wassalam, terj. Kitab Al-Adzkatun Nawawiyyah Khasiat Dzikir dan Doa (Bandung:
Sinar Baru Al-gensindo, 2003), h. 892-893.
22

4. Sanksi Bagi Pelaku Pencemaran Nama Baik

a. Jarimah Qadzaf

Qadzaf dalam arti bahasa artinya melempar dengan batu dan yang

lainnya. Dalam istilah Syara’, qadzafada dua macam, yaitu qadzaf yang

diancam dengan hukuman had adalah menuduh orang muhshan dengan

tuduhan berbuat zina atau dengan tuduhan yang menghilangkan nasabnya. Dan

qadzaf yang diancam dengan hukuman ta’zir adalah menuduh dengan tuduhan

selainn berbuat zina atau selain menghilangkan nasabnya baik orang yang

dituduh itu muhshan maupun ghair muhshan.16

1) Unsur Jarimah Qadzaf

a) Adanya tuduhan zina atau menghilangkan nasab

b) Orang yang dituduh adalah orang yang muhshan

c) Adanya maksud jahat atau niat yang melawan hukum

2) Hukuman Untuk Jarimah Qadzaf

Hukuman untuk jarimah qadzaf ada dua macam, yaitu sebagai

berikut:

a) Hukuman pokok, yaitu jilid atau dera sebannyak delapan

puluh kali. Hukuman ini merupakan hukuman had, yaitu

hukuman yang sudah ditetapkan oleh syara’. Sehingga ulul

amri tidak mempunyai hak untuk memberikan pengampunan.

Adapun bagi orang yang dituduh, para ulama berbeda

pendapat. Menurut mazhab syafi’i orang yang dituduh berhak

memberikan pengampunnan, karena hak manusia lebih

16
Muslich, Ahmad Wardi. Hukum Pidana Islam (Jakarta: Sinar Grafika,2005), h. 60.
23

dominan daripada hak Allah. Sedangkan menurut mazhab

Hanafi bahwa korban tidak berhaak memberikan

pengampunan, karena di dalam Jarimah qadzaf ada hak Allah

lebih dominan dari pada hak manusia.

b) Hukuman tambahan, yaitu tidak diterima persaksiannya.

Menurut Imam Abu Hanifah, kesaksian penuduh tetap gugur,

meskipun ia telah bertaubat, sedangkan menurut Imam Malik,

Imam Syafi’i dan Imam Ahmad, kesaksian penuduh diterima

kembali apabila ia bertaubat.17

b. Jarimah Ta’zir

Ta’zir menurut bahasa adalah ta’dib atau memberi pelajaran. Ta’zir

juga diartikan ar-ard wa al-man’u, artinya menolak dan mencegah. Akan

tetaapi menurut istilah, sebagaimana yang dikemukakan oleh Imam Al-

Mawardi, pengertiannya adalah Ta’zir itu dalah hukuman pendidikan atau dosa

(tiindak pidana) yang belum dittentukan hukumannya oleh syara.

Ciri khas dari jarimah ta’zir itu adalah sebagai berikut:

1) Hukumannya tidak tertentu dan tidak terbatas. Artinya hukuman


tersebut belum ditentukan oleh syara’ dan ada batas minimal dan

ada batas maksimal

2) Penentuan hukuman tersebut adalah hak penguasa. Sanksi ta’zir


ditetapkan sesuai dengan tingkat kejahatannya. kejahatannya yang

besar mesti dikenai sanksi yang berat, sehingga tercapai tujuan

sanksi, yakni pencegahan. Begitu pula dengan kejahatan kecil, akan

17
Muslich Ahmad Wardi. Hukum Pidana Islam, h. 69.
24

dikenai sanksi yang dapat mencegah orang lain untuk melakukan

kejahatan serupa.

Sebagian Fukaha telah menetapkan bahwa ta’zir tidak boleh melebihi

hudud. Mereka berpendapat, bahwa ta’zir tidak boleh melebihi kadar sanksi

had yang dikenakan pada jenis kemaksiatan. Dalam ta’zir, hukuman itu tidak

ditetapkan dengan ketentuan (dari Allah dan RasulNya, dan diperkenankan

untuk mempertimbangkan baik bentuk hukuman yang akan dikenakan maupun

kadarnya). Bentuk hukuman dengan kebijaksanaan ini diberikan dengan

pertimbangan khusus tentang berbagai faktor yang mempengaruhi perubahan

social dalam peradaban manusia dan bervariasi berdasarkan pada

keanekaragaman metode yang dipergunakan pengadilan ataupun jenis tindak

pidana yang dapat ditunjukkan dalam Undang-undang. Pelanggaran yang dapat

dihukum dengan metode ini adalah yang mengganggu kehidupan dan harta

orang serta kedamaian dan ketentraman masyarakat.18

B. Fikih dan Mazhab

1. Pengertian Fikih dan Mazhab

Fikih menurut bahasa adalah paham yang mendalam. 19 Sedangkan

menurut istilah terdapat beberapa perbedaan pendapat sebagai berikut

Menurut kebanyakan fuqaha fikih menurut istilah ialah “ segala hukum

syara’ yang diambil dari kitab Allah swt., dan sunnah Rasul saw. dengan jalan

ijtihad dan istimbath berdasarkan hasil penelitian yang mendalam. 20

18
Jaih Mubarok dan Eceng Arif Faizal, Kaidah Fiqh Jinayah: Asas-asas Hukum Pidana
Islam (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2004), h. 14.
19
Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fikih (Jakarta: Kencana, 2003), h. 4.
20
Teungku Muhammad Hasbi Ash Al-Shidieqy, Hukum-hukum Fikih Islam, h.1.
25

Fikih menurut Syekh Muhammad Abdu al-Salam Qabbany seorang

ulama al-azhar yang bermazhab salafy mengatakan “fikih adalah suatu ilmu

yang menerangkan segala hukum yang diperik dari dalil-dalil yang tafshily (

ayat sunnah, ijma’, dan qiyas ).

Fikih menurut al-Syaiyid al-Syarif al-Jurnany mengatakan, “fikih pada

lughah ialah memahamkan maksud pembicara dari pembicaraannya. Menurut

istilah ilmu yaang menerangkan hukum-hukum syari’iyah’amaliyah yang

dipetik dari dalil-dalil yang tafshil. Dia suatu ilmu yang di istimbathkan dengan

ra’yu dan ijtihat. Dia berhajat kepada nadhar dan ta’ammul. Oleh karena itu

kita tak boleh menamakan Allah dengan faqih, karena tidak ada yang

bersembunyi bagi-Nya”21

Fikih menurut Abu Hamid Ghazaly berkata “fikih menurut pengertian

bahasa adalah mengetahui dan mamahamkan. Akan tetapi dalam ‘uruf’ ulama

diartikan ilmu yang menerangkan segala hukum syar’i yang di tetapkan untuk

perbuatan para mukallaf, seperti wajib, nadar, harabah, dan seperti keadaan

sesuatu itu, qadha.”

Fikih menurut Ibnu Khaldun mengatakan “Fikih ialah ilmu yang

menerangkan hukum-hukum Allah terhadap perbuatan mukallaf, baik wajib,

hadhar, nadhab karahah dan ibadah. Dan hukum-hukum itu diterima dari Allah

dan perantara kitabullah, sunnatu al-Rasul, dan dalil-dalil yang ditegakkan.

Syara’ untuk mengetahui hukum-hukum itu, sepertyi qiyas. Maka apabila

dikeluarkan hukum dari dalil-dalil yang tersebut, dinamakanlah fikih. 22

21
Teungku Muhammad Hasbi Ash Al-Shidieqy ,Hukum-hukum Fikih Islam, h.2.
22
Teungku Muhammad Hasbi Ash Al-Shidieqy ,Hukum-hukum Fikih Islam, h.2.
26

Kata mazhab menurut arti bahasa ialah tempat untuk pergi ataupun

jalan. Dari segi istilah, mazhab berarti hukum-hukum yang terdiri atas

kumpulan permasalahan. Dengan pengertian ini, maka terdapat persamaan

makna antara bahasa dan istilah, yaitu mazhab menurut bahasa adalah jalan

yang menyamopaikan seseorang kepada satu tujuan tertentu di kehidupan dunia

ini, sedangkan hukum-hukum juga dapat menyampaikan seseorang kepada

satu tujuan di akhirat.23

2. Biografi Para Imam Mazhab

a. Abu Hanifah, Al-Nu’man bin Tsabit

Nama lengkat Imam Abu Hanifa adalah al-Imam al-A’zham Abu

Hanifah, al-nu’man bin Tsabit bin Zuwatha Al-kufi. Beliau adalah keturunan

orang persia yang merdeka. Dilahirkan pada tahun 80 H dan meninggal pada

tahun 150 H. beliau ini hidup di dua zaman pemerintahan besar, yaitu

pemerintah Bani Umayyah dan Bani Abbasiyah. Beliau adalah generasi

atba’al-tabi’in. Ada pendapat yang mengatakan bahwa Beliau termsuk

kelangan tabi’in. Beliar pernah bertemu dengan sahabat Annas Bin Malik dan

meriwayatkan hadits darinya.

Imam Abu Hanifah adalah Imam ahlu al-ra’yu dan ahali fikih Iraq, juga

pendiri Mazhab Hanafi. Abu Hanifah pernah menjadi pedagang kain di Kkufah.

Imam Abu Hanifah menuntut ilmu hadits dan fikih dari ulama-ulama yang

terkenal. Imam Abu Hanifah belajar ilmu fikih selama 18 tahun kepada

Hammad Bin Abu Sulaiman yang mendapat didikan (murid) dari Ibrahim Al-

Nakha’I. Imam Abu Hanifah sangat berhati-hati dalam menerima hadits. Beliau

23
Wahbah Az-Zuhaili, Fikih Islam Wa Adillatuhu, Jilid I, h. 41.
27

menggunakan qiyas dan istihsan secara meluas. Dasar mazhabnya ialah Al-

Kitab, Al-Sunnah, Ijma, Qiyas dan Istikhsan. Imam Abu Hanifah juga

mempunyai Al-Musnad dalam bidang hadits, tidak ada penulisan beliau dalam

bidang ilmu fikih. 24

b. Imam Malik Bin Anas

Nama lengkap Imam Malik adalah Imam Malik Bin Anas Bin Abu

Amis Al-Asbahi. Beliau adalah toko dalam bidang fikih dan hadits di darul

hijrah (Madinah) setelah zaman tabi’in. Beliau dilahirkan pada zaman al-Walid

bin Abdul Malik dan meninggal di Madinah pada zaman pemerintahan al-

Rasyid. Beliau tidak pernah keluar daerah meninggal madinah. Sama seperti

Imam Abu Hanifa, Imam Malik hidup di dua zaman pemerintahan, yaitu

pemerintahan bani Umayyah dan bani Ababsiyah.

Imam malik menuntut ilmu kepada ulama-ulama Madinah. Diantara

mereka ialah Abdul Rahman bin Hurmuz. Imam Malik lama berguru kepada

Abdul Rahman. Imam Malik juga menerima hadits dari para ulama hadits

seperti Nafi’ Maula Ibnu Umar dan Ibnu Syihab Al-Zuhri. Gurunya dalam

bidang fikihialah Rabi’ah bin Abdul Rahman. 25

Imam malik adalah Imam dalam ilmu hadits dan fikih, kitab beliau al-

Muwaththa’ adalah sebuah kitab besar dalam hadits dan fikih. Beliau

membangun mazhabnya berdasarkan dua puluh dasar. Lima dari Al-Qur’an dan

lima dari al-Sunnah, yaitu nash al-kitab, jelassnya yakni umumnya, mafhum al-

Mukhalafah, mafhumnya mafhum al-Muwaqah, tanbihnya yakni peringatan Al-

Qur’an terhadap ‘illah. Yang lain ialah ijama’, qiyas, amal ahli madinah, Qaul

24
Wahbah Az-Zuhaili, Fikih Islam Wa Adillatuhu, Jilid I, h. 40.
25
Wahbah Az-Zuhaili, Fikih Islam Wa Adillatuhu, Jilid I, h. 42.
28

al-Sahabi, istihsan, sadd al-Dzarai’, menjaga khilaf, istishab, mashalih

musrsalah, dan syar’ man qablana.

Imam mali terkenal dengan sikapnya yang berpegang kuat kepada Al-

Sunnah, amalan ahli madinah, al-Mursalah, pendapat sahabat jika sah

sanadnya dan istihsan. 26

c. Imam Syafi’i

Nama lengkap Imam Syafi’ adalah Al-Imam Abu abdullah, Muhammad

Bin Idris Al-Qurasyi Al-Hasyim Al-Muththalibi Ibnu Al-abbas bin Utsman bin

Syafi’i. Silsilahnya bertemmu dengan datuk Rasulullah SAW, yaitu Abdu

Manaf. Beliau dilahirkan di Ghazzah palestina pada tahun 150 H. Yaitu pada

tahun wafatnya Imam Abu Hanifah. Dan Imam Syafi’i wafat di mesir pada

tahun 204 H.

Setelah kematian ayahnya pada masa beliau berumur 2 tahun, ibunya

membawa Imam al-Syafi’i ke mekah, yang merupakan kampung halaman asal

keluarganya. Imam al-Syafi’I diasuh dan dibesarkan dalam keadaan yatyim.

Beliau telah menghafal al-Quran semasa kecil. Beliau pernah tinggal bersama

kabilah Hudzail di al-badiyah, satu kabilah yang terkenal dengan kefasihan

bahasa Arabnya. Imam Syafi’i banyak mempelajari dan menghafal syair

mereka. Imam Syafi’I banyak mempelajari danmenghafal syair mereka. Imam

Syafi’i merupakan tokoh bahasa dan sastra arab. 27

Imam Syafi’I belajar di Mekah kepada muftinya, yaitu Muslim Khalid

al-Zanji hingga Imam Syafi’i mendapat izinn untuk memberikan fatwa. Pada

masa itu beliau berumur kira-kira 15 tahun. Setelah itu beliau pergi ke Madinah.

26
Wahbah Az-Zuhaili, Fikih Islam Wa Adillatuhu, Jilid I, h. 42.
27
Wahbah Az-Zuhaili, Fikih Islam Wa Adillatuhu, Jilid I, h. 44.
29

Di sana beliau menjadi murid Imam Malik Bin Anas. Imam Malik belajar dan

menghafal al-Muwaththa’ hanya dalam masa sembilan mmalam saja. Beliau

juga meriwayatkan hadits dari Sufyan bin Uyainah, Fudhail bin Iyadh, dan

Pamannya Muhammad bin Syafi’ serta lain-lain.

Imam Syafi’i pergi ke Yaman, kemudian ke Baghdad pada tahun 182 H

dan ke Baghdad kedua kalinya pada tahun 190 H. Beliau telah mempelajari

kitab fuqaha Iraq dari Muhammad Ibnu al-Hassan. Beliau juga mengadakan

perbincangan dan pertukaran pendapat dengan Muhammad Ibnu al-Hassan.

Imam ahmad bin Hmabal bertemu dengan Imam Syafi’i ketika di mekah

pada tahun 187 H di Baghdad pada tahun 195 H. Beliau belajar ilmu fikih dan

ushul fikih serta ilmu nasikh dan mansukh al-Quran dari Imam Syafi’i. Di

Baghdad, Imam Syafi’i telah mengarang kitabnya bernama al-Hujjah yang

mengandung mazhabnya yang qadm. Setelah itu, Beliau wafat di mesir dalam

keadaan syahid karena ilmu pada akhir bukan Raajb, hari jumat tahun 204 H.

beliau dimakamkan di al-Qarafah setelah Ashar pada hari yang sama. 28

Diantara hasil karyanya ialah al-Risalah yang merupakan penulisan

pertama dlam bidang ilmu ushul fikih dan kitab al-Umm dibidang fikih

berdasarkan mazhab jadidnya. Imam Syafi’i adalah seorang mujtahid mutlak.

Beliau adalah imam di bidang fikih, hadits, dan ushul. Beliau telah berhasil

menggabungkanilmmu fikih ulama Hijaz dengan ulama Iraq.

Sumber Mazhab Imam Syafi’i adalah Al-Quran dan al-Sunnah, ijma,

qiyas. Beliau tidak mengambil pendapat sahabat sebagai sumber mazhabnya,

karena ia merupakan ijtiihad yang ada kemungkinan salah. Beliau juga tidak

28
Wahbah Az-Zuhaili, Fikih Islam Wa Adillatuhu, Jilid I, h. 44.
30

menggnakan istihsan yang diterima oleh golongan Hanafi dan Maliki. Beliau

juga menolak masalih mursalah dan tidak setuju mendadikan amal ahl al-

Madinah (perbuatan penduduk Madinah) sebagai hujjah. Ahli Baghdad telah

menyifatkan Imam Syafi’i sebagai Nashir Sunnah (penyokong al-Sunnah).29

d. Imam Hambal

Nama lengkap Imam Hambal adalah Imam Abu Abdullah, Ahmad bin

Hambal bin Hilal bin Asad Al-Zuhaili al-Syaibani, dilahirkan dan dibesarkan

di Baghdad. Wafat di Baghdad pada bukan Rabi’ul Awwal. Beliau telah

mengembara untuk menuntut ilmu dibeberapa kota seperti Kufah, Bashrah,

Mekah, Madinah, Yaman, Syam, dan Jazirah.

Imam Hambal belajar fikih kepada Imam al-Safi’i semasa beliau ada di

Baghdad. Akhirnya Imam Hambal menjadi seorang mujtahid mustaqil. Jumlah

gurunya melebihi 100 orang. Imam Hambal berusaha mengumpulkan al-

sunnah dan menghafalnya, hingga beliau dikenal sebagai Imam al-

Muhadditsun pada zamannya.

Imam hambal telah menerima banyak cobaan dan ujian. Beliau telah

dipukul dan dikurung karena fitnah mengenai pendapat bahwa al-Quran adalah

makhlk pada zaman al-Ma’mun, al-Mu’tashim, dan al-Watsiq. Dasar mazhab

Imam Hambal adalah ijtihad hampir sama dengan prinsip mazhab Imam

Syafi’i. Hal ini dikarenakan beliau dididik oleh Imam Syafi’i. beliau menerima

Al-Quran, Al-sunnah, fatwa sahabat, ijma, qiyas, istisshan, mashalih mursalah,

dan dzara’i.

29
Wahbah Az-Zuhaili, Fikih Islam Wa Adillatuhu, Jilid I,h. 45.
31

Imam Hambal tidak mengarang kitab fikih, sehingga sahabatnya

mengumpulkan pendapat mazhabnya berdasarkan perkataan, perbuatan,

jawaban-jawaban Imam Hambal dan sebagainya. Imam Hambal telah

menghasilkan al-Musnad dalam hadits, yang menagandung lebih daripada

40.000 hadits. Beliau mempunyai kekuatan yang sangat kuat. Beliau

mengamalkan hadist mursal (hadis yang sanadnya, rawi shahbinya tidak ada.)

dan hadits dha’if yang boleh meningkat ke derajat hadishasan, tetapi beliau

tidak menggunakan hadisbatil dan mungkar. Beliau juga mengutamakan hadis

mursal dan dha’if daripada qiyas. 30

30
Wahbah Az-Zuhaili, Fikih Islam Wa Adillatuhu, Jilid I, h. 47
BAB III

PENCEMARAN NAMA BAIK MENURUT HUKUM ISLAM

A. Pencemaran Nama Baik

1. Pengertian Pencemaran Nama Baik

Hukum Islam berasal dari dua kata yaitu hukum dan Islam. Hukum

berasal dari Al-hukm yang berarti menetapkan sesuatu yang meniadakannya.

Secara bahasa, Al-hukm juga mempunyai pengertian Al-qada’(Ketetapan) dan

Al-mani’ (Pencegahan). Sedangkan Ulama Ushul fiqh mendefinisikan hukum

dengan : “tuntunan Allah swt. yang berkaitan dengan perbuatan Mukallaf, baik

berupa tuntutan pemilikan atau menjadikan sesuatu sebagai sebab, syarat,

penghalang sah, batal, rukhsah atau azima. 1 Sedangkan Islam Berasal dari kata

Islamu yang artinya selamat sejahtera. Jadi Islam adalah agama yang

diwahyukan Allah swt. kepada nabi Muhammad saw. sebagai pedoman dan

tuntutan dalam menjalankan kehidupan didunia. Namun secara bahasa Islam

diartikan dengan pengerahan diri sepenuhnya kepada Allah swt. Yang Maha

Esa sebagai perlambangan kepatuhan dan ketundukkan kepadaNya. 2

Al-Quran dan Sunnah Nabi memberikan kepada kita perintah-perintah

yang jelas serta berbagai aturan untuk mengikuti ajaran-ajaran Islam dalam

setiap langkah kehidupan. 3 Dalam hukum Islam sebagai rahmatan lil alamin,

pada prinsipnya telah menjaga dan menjamin akan kehormatan setiap manusia

1
Darwan Prints, Hukum Anak Indonesia (Bandung: PT.Citra Aditya Bakti,2000), h. 72.
2
Darwan Prints, Hukum Anak Indonesia, h. 73.
3
Abdi Wijaya, Cara Memahami Maqashid Al-Syari’ah, Al-daulah, vol 4 no 2 (Desember
2015), https://journal3.uin-alauddin.ac.id/index.php/al_daulah/article/download/1487/1437 h. 345.
(Diakses pada 27 Juni 2022).

32
33

juga mengharuskan untuk menjaga kehormatan saudara-saudaranya, seperti

memberi sanksi kepada seseorang yang menuduh oarng lain melakukan zina

tanpa dapat menunjukkan bukti yang ditentukan dalam hukum Islam. Terdapat

dalam QS al-Nur/24:4. Allah Swt. Berfirman :


ََ ً َ ْ َ َ ْ ٰ َ ْ ُ ْ ُ ْ َ َ َ َ ُ َ َ ْ َ ُْ َْ ْ َ َ ُ ٰ َ ْ ُ ْ َ ْ ُ َ َْ َ َ
‫وال ِذين ي ْرمون المحصن ِت ثم لم يأتوا ِباربع ِة شهداۤء فاج ِلدوهم ثم ِنين جلدة ولا‬
َ ُ ٰ ْ ُ َ ٰۤ ُ ً َ ً َ َ َ ُ َْ
‫تق َبل ْوا ل ُه ْم ش َهادة ا َبداۚ َواول ِىك ه ُم الف ِسق ْون‬
Terjemahnya:
Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat
zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah
mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali (80) dera, dan janganlah
kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya, dan mereka Itulah
orang-orang yang fasik.4

Ayat diatas menerangkan katentuan hukuman delapan puluh kali dera

bagi orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik yang suci dan

muslimah dengan tuduhan berbuat zina tanpa sanggup mendatangka empat

orang saksi yang membenarkan tuduhannya itu.5

Kenyataan ini masih banyak kasus-kasus dan pengaduan terkait tindak

pidana pencemaran terhadap nama baik dan kehormatan yang disertai bukti-

bukti yang menunjukkan akan tindak kejahatan ini. Di antara bentuk tindakan

pencemaran nama baik adalah menuduh seseorang telah melakukan perbuatan

tertentu dengan maksud supaya orang yang dituduh itu tercemar nama baiknya. 6

Kasus-kasus pencemaran nama baik telah menyita perhatian masyarakat luas.

4
Kementrian Agama RI, Al-quran dan Terjemahnya (Jakarta: PT SinergiPustaka Indonesia,
2012), h. 350.
5
Ibnu Katsir, Al-Misbaahul Muniir fii Tahdziibi Tafsiiri Ibni Katsir, terj. Abu Ihsan al-Atsari,
Shahih Tafsir Ibnu Katsir (Jakarta:pustaka ibnu katsir,2011), h. 586.
6
Hamzah Hasan, Kejahatan kesusilaan Perspektif Hukum Pidana Islam (Makassar:Alauddin
University Press,2012), h. 146.
34

Rasa keadilan masyarakat terusik sehingga masyarakat pun bereaksi. Pasal-

pasal tentang pencemaran nama baik sering dianggap disalahgunakan untuk

menutupi suatu kejahatan. Ada beberapa hal yang perlu diketahui,khususnya

bagi masyarakat awam, berkaitan dengan pencemaran nama baik. Pencemaran

nama baik sebenarnya memiliki nilai positif yang mengakar pada budaya

Indonesia. Masyarakat Indonesia yang menganut budaya timur dikenal sebagai

masyarakat yang sopan dan ramah demi menjaga kerukunan.

Adapun hadits riwayat Muslim mengenai perbuatan baik yaitu

kejujuran dalam keseharian dalam hubungan sosial secara langsung ataupun

dalam hal berekspresi ataupun berpendapat.

Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu anhu, ia berkata:


ُ َ َ َ َْ َ ْ َ ْ َ ْ َ ْ َ ْ َ َ ْ ُ ََْ
َ َ َ َ
ُ ‫الصدق يه ِدى ِإلى ال ِب ِر و ِإن ال ِبر يه ِدى ِإلى الجن ِة وما يَا‬ َ ْ
ِ ‫الصد ِق ف ِإن‬ ِ ‫عليكم ِب‬
َ َ َ َ ْ َ ْ ُ َ َ ً َ َ ْ
َ َ ْ
ُ َ َ ْ َ َ َ ََ ُ ْ َ ُ ُ َ
ُ
‫الصدقحتى يكتب ِعند الل ِه ِص ِديقا و ِإياكم والك ِذب ف ِإن‬ ِ ‫ْالرجل يصدق ويتحرى‬
ْ ُ ُ ُ َ َ َ َ ْ ُ ُ ْ َ ُ ُْ َ ْ َ
ُ‫الرجل َيكذب‬ َ َ َ َ
ُ ‫ور و ِإن الفجور يه ِدى ِإلى الن ِار وما يَا‬َ َ َ َ
‫الك ِذب يه ِدى إلى الفج‬
ِ
َ ً َ َ َ َ ْ َ َ ِْ ُ َ َ َِ َ ْ َ َ
‫َو َيتح َرى الك ِذب حتى يكتب ِعند الل ِه كذابا‬
Artinya:

“Hendaklah kalian senantiasa berlaku jujur, karena sesungguhnya


kejujuran akan mengantarkan pada kebaikan dan sesungguhnya
kebaikan akan mengantarkan pada surga. Jika seseorang senantiasa
berlaku jujur dan berusaha untuk jujur, maka dia akan dicatat di sisi
Allah sebagai orang yang jujur. Hati-hatilah kalian dari berbuat dusta,
karena sesungguhnya dusta akan mengantarkan kepada kejahatan dan
kejahatan akan mengantarkan pada neraka. Jika seseorang sukanya
berdusta dan berupaya untuk berdusta, maka ia akan dicatat di sisi Allah
sebagai pendusta (HR. Muslim).7
Seseorang yang menyampaikan pendapat atau kritikan secara lisan atau

tertulis tidak dapat begitu saja dijerat dengan pencemaran nama baik dan

7
DalamIslam.com, 5 Hadits Tentang Kejujuran, Situs Resmi DalamIslam.com.
https://dalamIslam.com/landasan-agama/hadist/hadits-tentang-kejujuran (28 Juni 2022).
35

dijatuhi pidana karena perbuatannya. Hal tersebut disebabkan karena

penyampaian pendapat atau kritikan tersebut bisa saja merupakan bagian dari

Hak Asasi Manusia yang dijamin dan dilindungi oleh peraturan perundang-

undangan. Misalnya saja pasal 310 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana yang menegaskan bahwa “tidak merupakan pencemaran atau

pencemaran tertulis, bila perbuatan itu jelas dilakukan demi kepentingan umum

atau karena terpaksa untuk membela diri”. 8

Menurut Anwar Haryono dalam bukunya : “ Hukum Islam Keluasan

dan Keadilan”. Hukum yang diwahyukan oleh Allah swt. kepada Nabi

Muhammad saw. yang diwajibkan kepada umat Islam untuk mengetahui

dengan sebaik-baiknya hubungan dengan Allah swt. maupun dengan sesama

manusia.9 Qadzaf atau fitnah merupakan suatu pelanggaran yang terjadi bila

seseorang dengan bohong menuduh seorang muslim berzina atau meragukan

silsilahnya, ia merupakan kejahatan yang besar dalam Islam dan yang

melakukan disebut pelanggar yang berdosa. 10

Pengertian qadzaf yang dikemukakan oleh Madzhab Maliki bahwa

tuduhan zina ialah menuduh orang yang baik-baik melakukan perbuatan zina.

Dengan demikian pengertian tuduhan zina adalah menuduh orang yang baik-

baik melakukan perbuatan zina. Perbuatan ini diharamkan oleh Allah swt dalam

rangka memelihara kehormatan manusia,terutama jika tuduhan zina itu

ditujukan kepada orang baik dan punya kedudukan mulia di tengah-tengah

8
Hamzah Hasan, Kejahatan Kesusilaan Perspektif Hukum Pidana Islam, h. 147.
9
Anwar Haryono, Hukum Islam Keluasan dan Keadilan (Jakarta:Bulan Bintang,1968), h. 18.
10
Abdur Rahman I Doi, Tindak Pidana Dalam Syariat Islam (Jakarta: PT Rineka Cipta,1992),
h. 48.
36

masyarakat.11 Oleh karena itu tuduhan perzinahan yang tidak terbukti dianggap

sangat berbahaya bagi kehidupan masyarakat. Menurut hukum Islam,

perbuatan tersebut dapat diancam dengan hukuman yang berat, yaitu hukuman

80 kali dera.

Demikian juga pezina atau berkata saya telah melihat berzina atau

berbuat keji baik zina maupun liwat ditegaskan dalam ayat Al-Quran terdapat

dalam QS an-Nur/24:23 Allah Swt. Berfirman

َ
ْ‫الدنْ َيا َو ْال ٰاخ َر ِة َول ُهم‬
ُ ْ ُ ُ ٰ ْ ُْ ٰ ْٰ ٰ َ ْ ُ ْ َ ْ ُ ْ َ َْ َ َ
ِۖ ِ ‫ِان ال ِذين يرمون المحصن ِت الغ ِفل ِت المؤمِ ن ِت ل ِعنوا ِفى‬
َ ٌ ََ
‫اب ع ِظ ْي ٌم‬ ‫عذ‬
Terjemahnya :
Sesungguhnya orang yang menuduh wanita baik-baik, yang lengah lagi
beriman (berbuat zina), mereka akan melakukan perbuatan yang kena
laknat di dunia dan akhirat, dan bagi mereka azab yang besar. 12
Maksud dari ayat di atas dengan wanita-wanita yang lengah ialah

wanitawanita yang tidak pernah sekali juga teringat oleh mereka akan

melakukan perbuatan yang keji itu. Korban dari kejahatan tuduhan palsu zina

ini bisa perempuan dan bisa laki-laki. Perempuan yang baik-baik dinyatakan

secara jelas ayat sebagai contoh karena tuduhan palsu terhadap perempuan

lebih serius dan lebih kejam sifatnya ketimbang tuduhan palsu terhadap laki-

laki. Ulama berbeda pendapat tentang apakah qadzaf itu merupakan tindak

pidana aduan atau bukan, As-syafi’I berpendapat bahwa qadzaf adalah tindak

pidana aduan yang sepenuhnya hak korban pencemaran (huquq al-Ibad).

Konsekuensinya hakim tidak akan mengadili pelaku qadzaf tanpa aduan dari

korban, sementara hukuman dan dosanya akan gugur sendiri jika korban telah

11
Hamzah Hasan, Kejahatan Kesusilaan Perspektif Hukum Pidana Islam, h. 153.
12
Kementrian Agama RI, al-Quran dan Terjemahnya, h. 352.
37

memaafkannya. Hal ini sejalan dengan ketentuan dalam KUHP tentang

pencemaran nama baik sebagai delik aduan.13

Menurut Abu Hanifa qadzaf merupakan tindak pidana tanpa aduan dan

merupakan hak Allah swt. (huquq Allah). Konsekuensinya ialah bahwa hakim

harus mengadili pelakunya meskipun tanpa pengaduan dari korban, dan

hukumannya tidak gugur meskipun korban memaafkannya, hanya Allah yang

dapat menerima tobat, jika pelakunya bertobat.14

Dalam hukum Islam, aturan tentang larangan pencemaran nama baik

dapat kita temukan dalam berbagai jenis perbuatan yang dilarang oleh Allah

swt. mengenai kehormatan, baik itu yang sifatnya hudud seperti jarimah

qadzaf, maupun yang bersifat Ta’zir, seperti dilarang menghina orang lain,

membuka aib orang lain dan sebagainya.15 Hukum Pidana Islam memberikan

dasar hukum pada pihak terpidana mengacu pada Al-Quran yang menetapkan

bahwa balasan untuk suatu perbuatan jahat harus sebanding dengan perbuatan

tersebut. Islam memasukkan pencemaran nama baik ini kepada kejahatan yang

ada hubungannya dengan pergaulan dan kepentingan umum yang

mengakibatkan pengaruh buruk terhadap hak-hak perorangan dan masyarakat

yang begitu meluas dan mendalam dampaknya karena hukum Islam sangat

menjaga kehormatan setiap manusia. 16

Maka hukum Islam menetapkan hukuman hudud bagi pelaku qadzaf,

juga menetapkan hukuman duniawi untuk jenis perbuatan lain yang

merendahkan kehormatan manusia yaitu berupa hukuman Ta’zir yang

13
Hamka Haq, Islam Rahmah Untuk Bangsa (Jakarta: RMBOOKS,2009), h. 195.
14
Hamka Haq, Islam Rahmah Untuk Bangsa, h. 196.
15
Teguh Prasetyo, Politik Hukum Pidana (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2005), h. 129.
16
Abdul Halim Barkatullah, Pidana Hukum Islam (Bandung : Citra Aditya,2003), h. 17.
38

pelaksanaan hukumannya diserahkan kepada penguasa atau hakim atau mereka

yang mempunyai kekuasaan yudikatif. 17 Selain menetapkan hukuman seperti

tersebut diatas, Islam juga mengancam para pelaku pencemaran nama baik

orang lain dengan ancaman Neraka diakhirat kelak, karena Islam sangat

menjaga kehormatan nama baik seorang hambanya.18

2. Jenis- Jenis Pencemaran

Adapun jenis-jenis penghinaan atau pencemaran nama baik menurut R.

Soesilo dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ada 6 (enam) macam

yaitu :

a. Menista Secara Lisan (Smaad)

Perkataan menista berasal dari kata nista. Sebagian pakar

mempergunakan kata celaan. Kata menista pada umumnya orang

berpendapat bahwa hal tersebut merupakan tindak pidana. Menista diatur

dan diancam dalam pasal 310 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana yang berbunyi :

Barang siapa dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik

seseorang dengan menuduhkan suatu hal, dengan maksud yang jelas agar

hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara

paling lama 9 (Sembilan) bulan atau pidana denda paling banyak Rp.

4.500,00 (empat ribu lima ratus rupiah).19

b. Menista dengan surat atau tertulis (smaadschrift)

17
Teguh Prasetyo, Politik Hukum Pidana, h. 135.
18
Yusuf Qardhawi, Halal Haram dalam Islam, Ter.Abu Sa’id al-Falahi,Aunur rafiq
ShalehTahmid (Jakarta: Rabbani Pers,2000), h. 75.
19
Solahuddin, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Acara Pidana & Perdata (Jakarta:
Visimedia, 2008) h. 76.
39

Menista secara surat atau tertulis diatur dan diancam dalam pasal

310 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang berbunyi : Jika hal

itu dilakukan dengan tulisan atau gambar yan disiarkan, diperuntukkan atau

ditempelkan di muka umum, maka diancam karena pencemaran tertulis

dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana

denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

c. Memfitnah (laster)

Memfitnah adalah jika tuduhan itu diminta untuk dibuktikan

kebenarannya oleh hakim. Tetapi terdakwa tidak membuktikannya dan

bertentangan dengan yang diketahui. Ketentuan hakim untuk meneliti

kebenaran tuduhan pelaku terhadap korban juga dapat diadakan apabila

korban adalah pegawai negeri, dan dia dituduh melakukan suatu perbuatan

tercela dalam menjalankan jabatan. Konsekuensi dari ketentuan hakim

adalah pemeriksaan prkara beralih kepada tindak pidana memfitnah dalam

pasal 311 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Maksudnya dalam hal itu pelaku harus membuktikan kebenaran

tuduhannya. Jika dia gagal, dianggap tuduhan itu dilakukan dengan

kebohongan dari tuduhan itu, maka dia dapat dihukum karena memfitnah

dengan sanksi pidana yang lebih berat, yaitu maksimum empat tahun

penjara.

d. Penghinaan ringan (eenvoudige belediging)

Dalam kamus bahasa Belanda kata eenvoudige maksudnya

sederhana, bersahaja, ringan. Dengan demikian, tidak tepat jika


40

dipergunakan penghinaan biasa. 20 Penghinaan ringan diaur dalam pasal

315 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang sebagai berikut :

Tiap penghinaan dengan sengaja yang tidak bersifat menista

dengan surat yang dilakukan terhadap seseorang, baik dimuka umum

dengan lisan atau dengan surat, baik dimuka orang itu sendiri dengan lisan

atau dengan perbuatan (feitelijkheid), ataupun dengan surat dan diancam

dengan hukuman penjara paling lama empat bulan dua minggu atau denda

paling banyak tiga ratus ribu.

e. Mengadu secara memfitnah (lasterlijke aanklacht)

Mengadu secara memfitnah diatur diancam dalam pasal 317 Kitab

UndangUndang Hukum Piana, yang berbunyi :

Barang siapa dengan sengaja mengajukan pengaduan atau

pemberitahuan palsu kepada penguasa, baik secara tertulis maupun untuk

dituliskan, tentang seseorang sehingga kehormatan atau nama baiknya

diserang, diancam telah melakukan pengaduan fitnah, dengan pidana

penjara paling lama empat tahun, pencabutan hak berdasarkan pasal 35

Nomor 1-3 dapat dijatuhkan. 21

f. Tuduhan secara memfitnah (lasterlijke verdachtmakng)

Tuduhan scara memfitnah diatur dan diancam dalam pasal 318

Kitab UndangUndang Hukum Pidana, yang berbunyi :

Barang siapa dengan sesuatu perbuatan sengaja menimbulkan secara palsu

persangkaan terhadap seseorang bahwa ia telah melakukan suatu delik,

20
Leden Marpaung, Tindak Pidana Terhadap Kehormatan:Pengertian dan Penerapan
(Jakarta: Raja Grafndo, 1997) h. 41.
21
Hamzah Hasan, Kejahatan Kesusilaan Perspektif Hukum Pidana Islam, h. 160.
41

diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun. Pencabutan hak

berdasarkan pasal 35 Nomor 1-3 dapat dijatuhkan.22

3. Dasar Hukum Pencemaran Nama Baik

Adapun dasar hukum pencemaran nama baik terdapat dalam QS al-

Hujurat/11:12 Allah Swt. Berfirman


ُ َ ٰ َ َ
ْ‫ا ُي َها الذ ْي َن ا َم ُن ْوا َلا يَ ْس َخ ْر َق ْو ٌم م ْن َق ْوم َع ٰٓس ا ْن َيك ْو ُن ْوا َخ ْي ًرا م ْن ُه ْم َو َلا ن َسا ٌۤء من‬
ِ ِ ِ ‫ى‬ ٍ ِ ِ
َْ َْ َ ْ َ ُ َ ْ َ ُ َ
‫ابِۗ ِبئس‬ ْ َُ َ َ َ ْ َ ُْ ْ ُ َ َ َ ُ ْ ً ْ َ َ َ ْ ٰٓ َ َ
ِ ‫ِنسا ٍۤء عسى ان يكن خيرا ِمنهنۚ َ ولا تل ِمَ ْٓوا انفسكم ولا تنابَوا ِبالال َق‬
ُ ٰ َْ َُ َ ٰ ُ َ ٰۤ ُ َ ُ َ ْ ْ َ َْ ُ ْ ُ ُْ ُ ْ
‫ يٰٓاي َها ال ِذين ا َمنوا‬١ ‫انۚ َو َم ْن ل ْم َيت ْب فاول ِىك ه ُم الظ ِل ُم ْون‬ ِ ‫ِالاسم الف َسوق بعد ال ِاي‬
‫م‬
ً ْ ُ ُ َْ َ ْ َ َ
َ َ ََ ْ َ َ ْ َ َ َ ْ
ِۗ‫اجت ِن ُب ْواك ِث ْي ًرا ِم َن الظ ِنِۖ ِان َبعض الظ ِن ِاث ٌم ولا تجس ُس ْوا َولا َيغت ْب بعضك ْم َبعضا‬
ٰ ٰ َ َ َ َ ْ َ ُ َ َُ
ٌ‫يح ُب ا َح ُدك ْم ا ْن َيأ ُكل ل ْح َم اخ ْي ِه َم ْي ًتا َفكر ْه ُت ُم ْو ُه َو َات ُقوا الل َهِۗا َن الل َه َت َوا ٌب َرح ْيم‬ ِ ‫ا‬
ِ ِ ِۗ ِ ِ
١١
Terjemahnya:
11. Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-
laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh Jadi yang ditertawakan
itu lebih baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan
merendahkan kumpulan lainnya, boleh Jadi yang direndahkan itu
lebih baik. dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan
memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. seburuk-buruk
panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan
Barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka Itulah orang-orang
yang zalim.
12. Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-
sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan
janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah
menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang
suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah
kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. 23
Maksud dari ayat tersebut ialah ayat 11 yaitu Jangan mencela dirimu

sendiri Maksudnya ialah mencela antara sesama mukmin karena orang-orang

22
Hamzah Hasan, Kejahatan Kesusilaan Perspektif Hukum Pidana Islam, h. 160.
23
Kementrian Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, h. 516-517.
42

mukmin seperti satu tubuh. Maksudnya itulah dunia yang memiliki etika

psikologis menyangkut perasaan sebagian orang terhadap yang lain. Itulah

dunia yang memiliki etika berperilaku berinteraksi kepada hamba24.

Sedangkan ayat 12 yaitu Panggilan yang buruk ialah gelar yang tidak disukai

oleh orang yang digelari, seperti panggilan kepada orang yang sudah beriman,

dengan panggilan seperti: Hai fasik, Hai kafir dan sebagainya. Maksudnya

itulah dunia yang memiliki gagasan sempurna tentang persatuan umat

manusia yang berbeda jenis dan berlainan suku. Dunia ini memiliki satu

pertimbangan yang berfungsi menata seluruh umat manusia, yaitu

pertimbangan Allah yang bersih dari kepentingan hawa nafsu dan dari

kekeliruan.25

Adapun hadis yang berkaitan dengan ayat tersebut ialah:

Ayat 11 dari Abu Jubair Dhahak r.a menegaskan bahwa ayat ini diturunkan

berkenaan dengan “seorang yang dipanggil dengan nama tertentu, agar orang

itu tidak senang dengan panggilan itu.” Maka Rasulullah SAW Bersabda :

َ ُ َْ َ ََ َ َ َ َ َ ََْ ُ َ َ ُ َ َ َ َ َ ُ َ ْ َ
ُ ُ َ ْ‫عن أبي ه َي‬
‫ ِإن الله لا ينظر ِإلى‬:‫الله صلى الله ع َلي ِه وسلم‬ ِ ُ ‫ قا ُ رسو‬:ُ ‫ قا‬،‫ر َرة‬ ِ
ُ ُ ُ
ْ‫ــــلوبك ْم َوأ ْع َمــا ِلكم‬ ُ َ ُ ُ َْ ْ ََ ْ ُ َ ََْ ْ ُ َ ُ
ِ ‫صو ِركم وأموا ِلكم ول ِكـن ينظر ِإلى ق‬
Artinya :

Dari Abu Hurairah ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam


bersabda: Sesungguhnya Allah tidak memandang kepada rupamu dan
harta kekayaanmu, akan tetapi Ia memandang kepada hatimu dan
perbuatanmu.( Riwayat Muslim ) 26

24
M.Quraish Shihab,Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran vol.13 (Jakarta:
Lentera Hati,2002), h.408.
25
M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran vol.13, h.408.
26
Abu Abdullah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal, Musnad Ahmad bin Hanbal, Juz
6 (Baerut: Alimul Kutub, 1998), h. 285.
43

Hadis ini mengandung isyarat bahwa seorang hamba Allah jangan

memastikan kebaikan atau keburukan seseorang semata-mata karena melihat

kepada amal perbuatannya saja, sebab ada kemungkinan seorang nampak

mengerjakan amal kebaikan, padahal Allah swt. melihat di dalam hatinya ada

sifat yang tercela, dan sebaliknya pula mungkin ada seorang yang kelihatan

melakukan suatu yang nampak buruk, akan tetapi Allah swt. melihat dalam
hatinya ada rasa penyesalan yang besar yang mendorong kepadanya bertaubat

dari dosanya. Maka amal perbuatan yang nampak di luar itu, hanya merupakan

tanda-tanda saja yang menimbulkan sangkaan yang kuat, tetapi belum sampai

ke tingkat meyakinkan. Maka Allah swt. melarang orang-orang mukmin

memanggil orang dengan panggilan-panggilan yang buruk setelah mereka

beriman.27

Ayat 12 Diriwayatkan oleh Malik dari Abu Hurairah r.a bahwa

Rasulullah saw. Bersabda :

َ
ُ َ ََ َ َ ُ َ ََ َ َ ُ َ َ َ َ َ ْ َْ ُ َ ْ َ َ َ َ َ َ َ ْ ُ َ
‫ِإيا كم والظن ف ِإن الظن أكذب الح ِدي ِث ولا تحسسوا ولا تجسسوا ولا تحاسدوا‬
ً َ ْ َ َ َ ُْ ُ َ ُ َ َََ َ َُ َََ َ
‫واعبادالل ِه إحوانا‬
ِ ‫ولاتدابروا ولاتباغضوا وكون‬
Artinya:

Jauhilah prasangaka karena prasangka itu adalah cerita yang paling


dusta, dan janganlah kamu saling memaki, saling mencari kesalahan,
saling membannggakan, saling ber iri, saling membenci, dan jadilah
kamu hambahamba Allah yang bersaudara.28

27
Imam Jalaluddin Al-MAhalli, Tafsir Jalalain. (Bandung: Sinar Baru Algensindo,2009),
h.903.
28
Muhammad bin Ismail Abu Abdullah al-Bukhari, Al-Jami’u Shahih Al-Mukhtashar, Juz 5
(Baerut: Alimul Kutub, 1998), h. 2253.
44

Hadis ini mengandung bahwa janganlah kamu berprasangka buruk

kepada orang lain dan janganlah mencari-cari kesalahan orang lain serta

menggunjing atau membicarakan aib orang lain dan Allah menyuruh hamba-

hambanya bertaqwa kepada Allah serta bertaubat atas segala kesalahan-

kesalahannya karena Allah penerima taubat dan lagi maha penyayang. 29

4. Sanksi Pencemaran Nama Baik dalam Hukum Islam

Melakukan sesuatu berdasarkan makna perintah dan larangan. Tanpa

berpikir lagi mengapa ada perintah dan mengapa ada larangan. Perintah dan

larangan tersebut merupakan jenis kewajiban, jika dilanggar akan berakibat

pada siksa dan pahala yang dikenal dengan istilah al-Jarîmah. al-Jarîmah itu

menurut Abdul Qadir Audah adalah:


َ
30 ْ ْ َ ْ َ َ َ ْ َُ َ َ َ َُ ْ َ ً ُْ َ
‫محظورات شر ِءية ز خر ا لله ءنها ِبحد أو تء ِز ير‬
Artinya:

Perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syarak yang diancam oleh


Allah swt dengan hukuman hudud atau hukuman takzir.

ً ُْ َ
Kata ‫ محظورات‬yang berarti larangan-larangan syarak yang dimaksud

adakalanya berupa mengerjakan perbuatan yang dilarang atau meninggalkan

perbuatan yang diperintahkan. Kata syarak dalam pengertian tersebut

dimaksudkan bahwa suatu perbuatan baru dianggap sebagai perbuatan tindak

pidana apabila dilarang oleh syarak. Atas dasar pengertian tersebut dapatlah

dimengerti bahwa tindak pidana adalah melakukan perbuatan yang dilarang

atau meninggalkan setiap perbuatan yang diperintahkan untuk melakukannya.

29
Imam Jalaluddin Al-MAhalli, Tafsir Jalalain, h.904.
30
Imam Jalaluddin Al-MAhalli, Tafsir Jalalain, h.904.
45

Atau melakukan atau meninggalkan perbuatan yang telah ditetapkan oleh

hukum Islam atas keharaman dan diancamkan hukuman terhadapnya. 31

Pada dasarnya dalam hukum pidana Islam tidak terdapat sanksi khusus

yang terkait dengan pencemaran nama baik, oleh karena itu penulis

mengqiyaskan atau menganalogikan masalah tersebut ke dalam hukuman

takzir.

a. Pidana Mati

Imam Hanafi membolehkan sanksi takzir dengan hukuman mati dengan

syarat bila perbuatan itu dilakukan berulang-ulang, Imam Malik juga

membolehkan hukuman mati sebagai sanksi takzir tertinggi, ia memberi contoh

sanksi bagi orang yang melakukan kerusakan di muka bumi, Imam Syafi’i juga

membolehkan hukuman mati.

b. Pidana Dera

Batas terendah bagi hukuman jilid dalam ta’zir termasuk masalah

ijtihad, oleh karena itu wajar bila terdapat perbedaan pendapat di kalangan para

ulama. Hanya saja demi kepasti an hukum, maka Ulil Amri berhak menentukan

batas terendah hukuman, karena masalah jinayah itu bekaitan dengan

kemaslahatan umat.

c. Pidana Penjara, ada dua macam pidana penjara:

Pidana Penjara terbatas (ada kurun waktunya), batas terendahnya ialah

satu hari sedangkan batas tertingginya tidak ada kesepakatan dalam tindak

pidana yang diancam hukuman takzir adalah setiap tindak pidana selain tindak

31
Hamzah Hasan, “Implementasi Nilai-Nilai Kewajiban Asasi Manusia (Telaah Hukum
Pidana Islam)” Mazahibuna, vol 1 no 2 (Desember 2019). h. 94 (Diakses pada 26 Juni 2022).
46

pidana hudud, qisas dan diyat, karena hukuman ini telah ditantukan

hukumannya dalam syara.

Adapun jenis-jenis hukuman jarimah takzir yang berkaitan dengan

pencemaran nama baik akibat salah tangkap.

1. Hukuman Pengasingan, kaitan hukuman pengasingan dengan

pencemaran nama baik akibat salah tangkap karena, pebuatan

tersebut dapat membahayakan dan merugikan orang lain, adapun

masa hukuman pengasingan tersebut tidak lebih dari satu tahun.

2. Hukuman Denda, sanksi denda ini bisa merupakan hukuman pokok

yang dapat digabungkan dengan sanksi lainnya. Hanya saja syariat

tidak menentukan batas tertinggi dan rendah bagi hukuman denda

ini.

3. Nasihat, hukuman nasihat ini seperti halnya hukuman peringatan

dan dihadirkan di depan sidang pengasdilan, merupakan hukuman

yang diterapakn untuk pelakupelaku pemulka yang melakukan

tindak pidana, bukan karena kebiasaan melainkan karena kelalaian.

4. Pengucilan, hukuman takzir berupa pengucilan ini diberlakukan

apabila membawa kemaslahatan sesuai dengan kondisi dan situasi

masyarakat tesebut.

5. Pemecatan (Al-‘azl), hukuman ini adalah berupa melarang

seseorang dari pekerjaanya dan memberhentikannya dari tugas atau

jabatan yang di pegangnya sebagai akibat pemberhentian dari

pekerjaannya itu.
47

6. Pengumuman Kesalahan Secara Terbuka (tasyhir), adalah

mengumumkan kesalahan pelaku kehadapan masyarakat umum

lawat media massa, baik media cetak maupun elektronik, antara lain

penayangan gambar atau wajah penjahat di layer televisi. 32

Pencemaran nama baik merupakan qadzaf yang dihukum dengan ta’zir

dan keputusan berada di tangan hakim dan penguasa. Tindak pidana ini

sungguh merugikan korban dan sudah terpenuhi 3 (tiga) unsur pencemaran

nama baik, yaitu unsur kesengajaan, unsur di muka umum, dan unsur

menyerang kehormatan atau martabat. Hal demikian juga masuk dalam salah

satu aspek maqoshid syariah, yaitu pennjagaan pada jiwa, penjagaan pada jiwa

dimaksudkan agar seseorang tidak minciderai, melukai, menyakiti dan

membunuh karakter orang lain, serta menciptakan rasa aman dalam diri

seseorang. 33 Dan menurut hemat penulis bahwa hal ini bisa saja menjadi dasar

hukum pidana Islam atas pencemaran nama baik.

32
Mareta Bayu Sugara, Tinjauan Fiqh Jinayah terhadap Pencemaran Nama Baik,
Intelektualita: Volume 06, Nomor 02, 2017, h. 245,
http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/intelektualita (diakses 23 Juni 2022).
33
Mulyono Jamal, Haerul Akmal dkk, “Implementasi Wisata Syariah Lombok dalm Perspektif
Maqoshid Syariah”, Al Istinbath: Jurnal Hukum Islam, vol 4 no 2 (November 2019), h. 160.
BAB IV

IMAM MAZHAB DAN PENDAPAT MEREKA TENTANG

PENCEMARAN NAMA BAIK

A. Mazhab Hanafi

Mazhab ini diambil dari nama Abu Hanifah adalah pencetus Mazhab

Hanafi, Abu Hanafi dilahirkan pada tahun Hijriah (696 M) dan meninggal di

Kufah pada tahun 150 Hijriah (767 M). Abu Hanifah hidup selama 52 tahun

dalam masa Amawiyah dan 18 tahun dalam masa Abbasi. Maka segala daya

pikir, daya cepat tanggapnya dimiliki di masa Amawi, walaupun akalnya terus

tembus dan ingin mengetahui apa yang belum diketahui, walaupun akalnya

terus tembus dan ingin mengetahui apa yang belum diketahui, istimewa akal

ulama yang terus mencari tambahan. Apa yang dikemukakan di masa Amawi

adalah lebih banyak yang dikemukakan di masa Abbasi. 1

Nama beliau dari kecil ialah Nu’man bun Tsabit bin Zauta bin Mah.

Ayah beliau keturunan dari bangsa persi (Kabul-Afganistan), tetapi sebelum

beliau dilahirkan, ayahnya sudah pindah ke Kufah. Oleh karena itu beliau bukan

keturunan bangsa Arab asli, tetapi dari bangsa Ajam (bangsa selain bangsa

arab) dan beliau dilahirkan ditengah-tengah keluarga berbangsa Persia. 2

Pada masa beliau dilahirkan, pemerintah Islam sedang di tangan

kekuasaan Abdul Malik bin Marwan (Raja Bani Umayah yang ke V) dan beliau

meninggal dunia pada masa Khalifah Abu Ja’far Al-Mansur. Abu

1
Moenawir Chalil, Biografi Empat Serangkai Imam Mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’I, Hambali
(Cet. IX; Jakarta: Bulan Bintang, 1955), h. 19.
2
Moenawir Chalil, Biografi Empat Serangkai Imam Mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hambali.,
h.19.

48
49

Hanifah mempunyai beberapa orang putra, diantaranya ada yang dinamakan

Hanifah, maka karena itu beliau diberi gelar oleh banyak orang dengan Abu

Hanifah. Ini menurut suatu riwayat. Dan menurut riwayat yang lain: sebab

beliau mendapat gelar Abu Hanifah karena beliau adalah seseorang yang rajin

melakukan ibadah kepada Allah Swt dan sungguh-sungguh mengerjakan

kewajiban dalam agama. Karena perkataan “hanif” dalam bahasa arab artinya

“cenderung atau condong” kepada agama yang benar. Dan ada pula yang

meriwayatkan bahwa beliau mendapat gelar Abu Hanifah lantaran dari eratnya

berteman dengan “tinta”. Karena perkataan “Hanifah” menurut lughot Irak,

artinya “dawat atau tinta”. Yakni beliau dimana-mana senantiasa membawa

dawat guna menulis atau mencatat ilmu pengetahuan yang diperoleh oleh para

guru beliau atau lainnya. Dengan demikian beliau mendapat gelar dengan Abu

Hanifah. 3

Ciri-ciri Abu Hanidah yaitu dai berperawakan sedang dan termasuk

orang yang mempunyai postur tubuh ideal, paling bagsu logat bicaranya, paling

bagsu suaraanya saat bersenandung dan paling bisa memberikan keterangan

kepada orang-orang yang diinginkannya (menurut pendapat Abu Yusuf). Abu

Hanifah berkulit sawo matang dan tinggi badannya, berwajah tampan,

berwibawa dan tidak banyak bicara kecuali menjawab pertanyaan yang

dilontarkan. Selain itu dia tidak mau mencampuri persoalan yang bukan

urusannya (menurut Hamdan putranya). 4

3
Moenawir Chalil, Biografi Empat Serangkai Imam Mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hambali,
h. 40.
Syaikh Ahmad Farid, Min A’lam as-Salaf, terj. Masturi Ilham dan Asmu’i Taman, 60 Biografi
4

Ulama Salaf, (Cet. II; Jakarta: Pustaka al- Kausar, 2007) , h. 170.
50

Abu Hanifah suka berpakaian yang baik-baik serta bersih, senang

memakai bau-bauan yang harum dan suka duduk ditempat duduk yang baik.

Lantaran dari kesukaannya dengan bau-bauan yang harum, hingga dikenal oleh

orang ramai tentang baunya, sebelum mereka melihat kepadanya.5 Abu Hanifah

juga amat suka bergaul dengan saudara-saudaranya dan para kawan-kawannya

yang baik-baik, tetapi tidak suka bergaul dengan sembarangan orang. Berani

menyatakan sesuatu hal yang terkandung didalam hati sanubarinya, dan berani

pula menyatakan kebenaran kepada siapa pun juga, tidak takut di cela ataupun

dibenci orang, dan tidak pula gentar menghadapi bahaya bagaimanapun

keadaannya.

Diantara kegemaran Abu Hanifah adalah mencukupi kebutuhan orang

untuk menarik simpatinya. Sering ada orang lewat, ikut duduk di majlisnya

tanpa sengaja. Ketika dia hendak beranjak pergi, ia segera menghampirinya dan

bertanya tentang kebutuhannya. Jika dia punya kebutuhan, maka Abu Hanifah

akan memberinya. Kalau sakit, maka akan ia antarkan. Jika memiliki utang,

maka ia akan membayarkannya sehingga terjalinlah hubungan baik antara

keduanya.6

Pencemaran nama baik menurut Imam Hanafi ialah hinaan dapat berupa

kata-kata, ekspresi atau gerakan anggota badan yang menyerang martabat

seseorang yang dihina, dan bersifat merendahkan orang tersebut dimata rekan-

rekannya. Katakata yang melecehkan pasti terasa menyakitkan, dan untuk dapat

dikualifikasikan sebagai penghinaan (sabb) kata-kata itu tidak harus diucapkan

5
Moenawir Chalil, Biografi Empat Serangkai Imam Mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hambali,
h. 21.
6
Hendri Andi Bastoni, 101 Kisah Tabi’in, (Cet. I; Jakarta: Pustaka al-Kausar, 2006) , h. 46.
51

dihadapan umum.Begitu pula halnya, maksud di balik katakata yang diucapkan

itu tidak terlalu penting, terutama jika kata-kata tersebut merupakan kata-kata

hinaan yang biasa dipakai dan tujuannya telah dapat dipastikan secara objektif.

Imam Hanafi juga membolehkan sanksi ta’zir dengan hukuman mati dengan

syarat bila perbuatan itu dilakukan berulang-ulang.. Imam hanafi juga

mengatakan dalam hukuman ta’zir hukuman jilid adalah 39 kali hingga 39 kali

Oleh karena itu, Islam juga memandang dalam hukum Islam tantang

aturan larangan pencemaran nama baik yang kerap kita temukan dalam kasus

pencemaran nama baik. Dalam QS An-Nuur 24:23 Allah Berfirman:


َّ
ْ‫الد ْن َّيا َّو ْال ٰاخ َّر ِة َّول ُهم‬
ُ ْ ُ ُ ٰ ُْْ ٰ ْٰ ٰ َّ ْ ُ ْ َّ ْ ُ ْ َّ َّ ْ َّ َّ
ِۖ ِ ‫ِان ال ِذين يرمون المحصن ِت الغ ِفل ِت المؤمِ ن ِت ل ِعنوا ِفى‬
َّ ٌ َّ َّ
‫اب ع ِظ ْي ٌم‬ ‫عذ‬
Terjemahnya:
“Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita baik-baik, yang
lengah lagi beriman (berbuat zina), mereka kena la’nat di dunia dan
akhirat, dan bagi mereka azab yang besar”. 7

B. Mazhab Maliki

Mazhab Maliki di ambil dari nama Imam Malik, Imam Malik adalah

imam kedua dari imam empat dalam Islam dari segi umur beliau lahir 13 tahun

sesudah Abu Hanifah. 8 Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah Malik Ibn

Anas Ibn Malik Ibn Abi Amir Ibn Amir bin Haris bin Gaiman bin Kutail bin

Amr bin Haris al-Asbahi al-Humairi. Beliau merupakan imam dar Al-Hijrah.

Nenek moyang mereka berasal dari Bani Tamim bin Murrah dari suku

Quraisy. Malik adalah saudara Utsman bin Ubaidillah At-Taimi, saudara

7
Kementrian Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, h. 194.
8
Ahmad Asy-Syurbasi, Sejarah dan Biografi 4 Imam Madzhab (Jakarta: PT. Bumi Aksara,
1993), h. 71.
52

Thalhah bin Ubaidillah. 9 Beliau lahir diMadinah tahun 93 H, beliau berasal

dari keturunan bangsa Himyar, jajahan Negeri Yaman. 10 Ayah Imam Malik

adalah Anas Ibn Malik Ibn Abi Amir Ibn Abi Al-Haris Ibn Sa’ad Ibn Auf Ibn

Ady Ibn Malik Ibn Jazid.11 Ibunya bernama Siti Aliyah binti Syuraik Ibn

Abdul Rahman Ibn Syuraik Al-Azdiyah. Ada riwayat yang mengatakan bahwa

Imam Malik berada dalam kandungan ibunya selama 2 tahun ada pula yang

mengatakan sampai 3 tahun.12

Imam Malik Ibn Anas dilahirkan saat menjelang periode sahabat Nabi

saw. di Madinah.13 Tidak berbeda dengan Abu Hanifah, beliau juga termasuk

ulama zaman, ia lahir pada masa Bani Umayyah tepat pada pemerintahan

Alwalid Abdul Malik (setelah Umar ibn Abdul Aziz) dan meninggal pada

zaman Bani Abbas, tepatnya pada zaman pemerintahan Al-Rasyud (179 H).

Imam Malik menikah dengan seorang hamba yang melahirkan 3 anak laki –

laki (Muhammad, Hammad dan Yahya) dan seorang anak perempuan (Fatimah

yang mendapat julukan Umm al-Mu’minin). Menurut Abu Umar, Fatimah

temasuk di antara anak-anaknya yang dengan tekun mempelajari dan hafal

dengan baik Kitab al-Muwatta’14

Setelah ditinggal orang yang menjamin kehidupannya, Imam Malik

harus mampu membiayai barang daganganya seharga 400 dinar yang

merupakan warisan dari ayahnya, tetapi karena perhatian beliau hanya tercurah

9
Syaikh Ahmad Farid, 60 Biografi Ulama Salaf (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2006), h. 260.
10
Huzaemah Thido Yanggo, Pengantar Perbandingan Madzhab (Jakarta: Logos, 1997), h. 103.
11
Moenawir Khalil, Biografi Emapat serangkai Imam Madzhab, h. 84.
12
Huzaemah Thido Yanggo, Pengantar Perbandingan Madzhab, 105.
13
Abdur Rahman, Syariah Kodifikasi Hukum Islam ( Jakarta: Rineka Cipta, 1993), h. 44.
14
Jaih Mubarok, Sejarah dan Perkembangan Hukum Islam (Bandung: Rosdakaarya, 2000), h.
79.
53

kepada masalah – masalah keilmuan saja sehingga beliau tidak memikirkan

usaha dagangnya, akhirnya beliau mengalami kebangkrutan dan kehidupan

bersama keluarganya pun semakin menderita. 15 Selama menuntut ilmu, Imam

Malik dikenal sangat sabar, tidak jarang beliau menemui kesulitan dan

penderitaan. Ibnu Al-Qasyim pernah mengatakan “Penderitaan Malik selama

menuntut ilmu sedemikian rupa sampai–sampai ia pernah terpaksa harus

memotong kayu atap rumahnya, kemudian di jual di pasar.16

Setelah Imam Malik tidak dapat lagi mencukupi kebutuhan hidup

keluarganya kecuali dengan mengorbankan tekad menuntut ilmu, mulailah

Imam Malik menyatakan seruannya kepada penguasa, agar para ahli dijamin

dapat mencurahkan waktu dan tenaga untuk menekuni ilmu yaitu dengan

memberi gaji atau penghasilan lain untuk menjamin kehidupan mereka. Namun

tak ada seorang pun pengusaha yang menghiraukan seruan Imam Malik. Karena

pada saat itu Daulah Umayyah sedang sibuk memperkokoh dan menetapkan

kekuasannya, mereka sedang menarik simpati para ilmuan yang tua bukan yang

muda. Hingga akhirnya secara kebetulan Imam Malik bertemu dengan pemuda

dari mesir yang juga menuntut ilmu, pemuda itu bernama Al-Layts Ibn Sa’ad

dan keduanya saling mengagumi kecerdasan masing–masing. Hingga timbulah

semangat persaudaran atas dasar saling menghormati. 17

Meskipun Imam Malik senantiasa menutupi kemiskinan dan

penderitaannya dengan selalu berpakaian baik, rapi dan bersih serta memakai

15
Abdur Rahman Asy-Syarqawi, Riwayat 9 Imam Fiqih (Bandung: Pustaka Hidayah, 2000) h.
278.
16
Abdullah Musthofa al-Maraghi, Pakar-Pakar Fiqih Sepanjang Sejarah (Yokyakarta:
LPPPSM, , 2000), h. 79.
17
Abdur Rahman Asy-Syarqawi, Riwayat 9 Imam Fiqih, h. 80.
54

wangi-wangian, tetapi Al-Layts ibn Sa’ad mengetahui kondisi Imam Malik

yang sebenarnya, sehingga sepulangnya kenegerinya, Al-Layts tetap

mengirimkan hadiah uang kepada Imam Malik di Madinah, dan ketika itu

kholifah yang berkuasa menyambut baik seruan Imam Malik agar penguasa

memberikan gaji atau penghasilan kepada para ahli ilmu. 18

Imam Malik terdidik dikota Madinah pada masa pemerintahan Kholifah

Sulaiman Ibn Abdul Malik dari Bani Umayyah, pada masa itu masih terdapat

beberapa golongan pendukung Islam antara lain sahabat Anshar dan Muhajirin.

Pelajaran pertama yang diterimanya adalah al-Qur’an yakni bagaimana cara

membacanya, memahami makna dan tafsirnya. Beliau juga hapal al-Qur’an

diluar kepala. Selain itu beliau juga mempelajari hadts Nabi saw., Sehingga

beliau dapat julukan sebagai ahli Hadits. 19 Sejak masa kanak-kanak Imam

Malik sudah terkenal sebagai ulama dan guru dalam pengajaran Islam.

Kakeknya yang senama dengannya, merupakan ulama hadits yang terkenal dan

dipandang sebagai perawi hadits yang hidup sampai Imam Malik berusis 10

tahun. Pada saat itupun Imam Malik sudah mulai bersekolah, dan hingga

dewasa beliau terus menuntut ilmu.20

Imam Malik mempelajari bermacam-macam bidang ilmu pengetahuan

seperti ilmu Hadts, Al-Rad al-Ahlil Ahwa Fatwa, fatwa dari para sahabat –

sahabat dan ilmu fiqih ahli ra’yu (fikir). 21 Selain itu, sejak kecil belaiau beliau

juga telah hafal al- Qur’an. Hal itu beliau lakukan karena senantiasa beliau

mendapatkan dorongan dari ibundanya agar senantiasa giat menuntut ilmu. Al-

18
Abdur Rahman Asy-Syarqawi, Riwayat 9 Imam Fiqih, h. 80.
19
Huzaemah Thido Yanggo, Pengantar Perbandingan Madzhab, 106.
20
Huzaemah Thido Yanggo, Pengantar Perbandingan Madzhab, 106.
21
Huzaemah Thido Yanggo, Pengantar Perbandingan Madzhab, 106.
55

Muwatta' adalah kitab fikih berdasarkan himpunan hadis-hadis pilihan. Santri

mana yang tak kenal kitab yang satu ini. Ia menjadi rujukan penting, khususnya

di kalangan pesantren dan ulama kontemporer. Karya terbesar Imam Malik ini

dinilai memiliki banyak keistimewaan. Ia disusun berdasarkan klasifikasi fikih

dengan memperinci kaidah fikih yang diambil dari hadis dan fatwa sahabat

Menurut beberapa riwayat, sesungguhnya Al- Muwatta' tak akan lahir bila

Imam Malik tidak dipaksa Khalifah Mansur. Setelah penolakan untuk ke

Baghdad, Khalifah Al-Mansur meminta Imam Malik mengumpulkan hadis dan

membukukannya. Awalnya, Imam Malik tidak mau melakukan itu. Namun,

karena dipandang tak ada salahnya melakukan hal tersebut, akhirnya lahirlah

Al-Muwatta'. Ditulis di masa Al- Mansur (754-775M) dan baru selesai dimasa

Al-Mahdi (775-785M).22

Dunia Islam mengakui Al-Muwatta' sebagai karya pilihan yang tak ada

duanya. Menurut Syah Walilullah, kitab ini merupakan himpunan hadis paling

shahih dan terpilih. Imam Malik memang menekankan betul terujinya para

perawi. Semula, kitab ini memuat 10 ribu hadis. Namun, lewat penelitian ulang,

Imam Malik hanya memasukkan 1.720 hadis. Kitab ini telah diterjemahkan ke

dalam beberapa bahasa dengan 16 edisi yang berlainan.

Selain fatwa-fatwa Imam Malik dan Al-Muwatta', kitab- kitab seperti

Al-Mudawwanah al-Kubra, Bidayatul Mujtahid wa Nihaayatul Muqtashid

(karya Ibnu Rusyd), Matan ar Risalah fi al-Fiqh al-Maliki (karya Abu

Muhammad Abdullah bin Zaid), Asl al-Madarik Syarh Irsyad al- Masalik fi

Fiqh al-Imam Malik (karya Shihabuddin al Baghdadi), dan Bulgah as-Salik li

22
Moenawir Khalil, Biografi Emapat serangkai Imam Madzhab, h. 80.
56

Aqrab al-Masalik (karya Syeikh Ahmad as-Sawi), menjadi rujukan utama

Mazhab Maliki. 23 Imam Malik tak hanya meninggalkan warisan buku. Ia juga

mewariskan Mazhab Fikih di kalangan Islam Sunni, yang disebut sebagai

Mazhab Maliki.

Haram hukumnya tindakan membenci, menghina, dan mencaci maki

para sahabat rasulullah saw. dalam pandangan islam, hal demikian sangat

tercela dan dapar dikecem sebagai berikut: Pertama, dikecam “Kafir. Perkataan

ini yang disampaikan oleh Imam Malik ia berkata;

“Barang siapa yang menghina Rasulullah saw. maka ia layak dibunuh,

dan barang siapa yang menghina sahabat-sahabat Nabi, maka ia layak dihukum.

Da ia berkata juga: "Barang siapa yang menghina salah satu dari sahabat-

sahabat rasurullah saw. seperti Abu Bakar, Umar, Utsman, Mu'awiyah, atau

Amru bin 'Ash, bila mereka demikian, maka mereka sungguh dalam kesesatan

dan kekafiran serta layak di hukum mati (dibunuh), dan apabila ia menghina

selain sahabat Nabi, menghina manusia lainnya, maka ia layak menerima

bencana yang pedih". 24

Menurut Imam Maliki, pencemaran nama baik juga termasuk dalam

hukuman ta’zir dapat digabungkan dengan qishas dalam jarimah pelukaan,

karena qishas merupakan hak adami, sedangkan ta’zir sebagai imbalan atas hak

masyarakat. Selain itu ta’zir juga dapat dikenakan terghadap jarimah pelukaan

apabila qishasnya dimaafkan atau tidak bisa dilaksanakan karena suatu sebab

yang dibenarkan oleh syara’. Imam Maliki dan Imam Hanbali juga berpendapat

23
Moenawir Khalil, Biografi Emapat serangkai Imam Madzhab, h. 80.
24
Mohammad Hashim Kamali, Freedom of Expression in Islam, terj. Eva Y. Nukman dan
Fathiyah Basri Kebebasan Berpendapat Dalam Islam ( Bandung: Mizan, 1996) h. 214.
57

ta’zir hukumnya wajib sebagaimana hudud karena merupakan teguran yang

disyariatkan untuk menegakkan hak Allah dan seorang kepala negara atau

kepala negara tidak boleh mengabaikannya, Menurut Imam Maliki hukuman

jilid dalam ta’zir sepenuhnya diserahkan kepada hakim sehingga hakim

memandang perlu, hukuman ini boleh lebih dari 100 kali jilid. Dengan

demikian menurut Malikiyah, tidak ada batasan tertentu untuk hukuman ta’zir

yang berupa jilid dan penguasa atau hakim bisa memutuskan hukuman yang

lebih banyak apabila dipandang perlu demi kemaslahatan masyarakat.25

C. Mazhab Syafi’i

Mazhab Syafii mengacu pada nama Imam Syafii, Nama lengkap Imam

Syafi’i dengan menyebut nama julukan dan silsilah dari ayahnya adalah

Muhammad bin Idris bin Abbas bin Utsman bin Syafi’i bin As-Saib bin Ubaid

bin Abdu Yazid bin Hasyim bin Al Muthalib bin Abdul Manaf bin Qusayy bin

Kilab. Nama Syafi’i diambilkan dari nama kakeknya, Syafi’i dan Qusayy bin

Kilab adalah juga kakek Nabi Muhammad saw. Pada Abdul Manaf nasab

AsySyafi’i bertemu dengan Rasulullah saw. 26

Imam Syafi’i dilahirkan pada tahun 150 H, di tengah – tengah keluarga

miskin di palestina sebuah perkampungan orang-orang Yaman. 27 Ia wafat pada

usia 55 tahun (tahun 204H), yaitu hari kamis malam jum’at setelah shalat

maghrib, pada bulan Rajab, bersamaan dengan tanggal 28 juni 819 H di

Mesir.28

25
Nurul Irfan, Masyrofah, Fiqh Jinayah (Jakarta: Amzah, 2013), h. 145.
26
A. Djazuli, Imu Fiqih Penggalian, Perkembangan Dan Penerapan Hukum Islam, (Cet. V;
Jakarta: Kencana, 2005), h. 129.
27
M Alfatih Suryadilaga, Studi Kitab Hadits (Cet. I; Yogyakarta: Teras, 2003), h. 86.
28
M .Bahri Ghazali dan Djumaris, Perbandingan Mazhab, (Cet. I; Jakarta: Pedoman Ilmu,
1992), h. 79.
58

Dari segi urutan masa, Imam Syafi’i merupakan Imam ketiga dari empat

orang Imam yang masyhur. Tetapi keluasan dan jauhnya jangkauan

pemikirannya dalam menghadapi berbagai masalah yang berkaitan dengan

ilmu dan hukum fiqih menempatkannya menjadi pemersatu semua imam. Ia

sempurnakan permasalahannya dan ditempatkannya pada posisi yang tepat

dan sesuai, sehingga menampakkan dengan jelas pribadinya yang ilmiah. 29

Ayahnya meninggal saat ia masih sangat kecil kemudian ibunya

membawanya ke Makkah, di Makkah kedua ibu dan anak ini hidup dalam

keadaan miskin dan kekurangan, namun si anak mempunyai cita-cita tinggi

untuk menuntut ilmu, sedang si ibu bercita-cita agar anaknya menjadi orang

yang berpengetahuan, terutama pengetahuan agama Islam. Oleh karena itu si

ibu berjanji akan berusaha sekuat tenaga untuk membiayai anaknya selama

menuntut ilmu.

Imam asy-Syafi’i adalah seorang yang tekun dalam menuntut ilmu,

dengan ketekunannya itulah dalam usia yang sangat muda yaitu 9 tahun ia

sudah mampu menghafal al-Qur’an, di samping itu ia juga hafal sejumlah

hadits. Diriwayatkan bahwa karena kemiskinannya, Imam Syafi’i

hampirhampir tidak dapat menyiapkan seluruh peralatan belajar yang

diperlukan, sehingga beliau terpaksa mencari-cari kertas yang tidak terpkai

atau telah dibuang, tetapi masih dapat digunakan untuk menulis.30 Setelah

selesai mempelajari Al-qur’an dan hadits, asy-Syafi’i melengkapi ilmunya

dengan mendalami bahasa dan sastra Arab. Untuk itu ia pergi ke pedesaan dan

29
Mustafa Muhammad Asy-Syaka’ah, Islam Bila Mazahib, alih bahasa, A.M Basalamah, (Cet.
I; Jakarta : Gema Insani Press, 1994), h. 349.
30
H Muslim Ibrahim, Pengantar Fiqih Muqaran (Yogyakarta:Erlangga, 1989), h. 88.
59

bergabung dengan Bani Huzail, suku bangsa Arab yang paling fasih

bahasanya. Dari suku inilah, asy-Syafi’i mempelajari bahasa dan syair-syair

Arab sehingga ia benar-benar menguasainya dengan baik.31

Pada awalnya Syafi’i lebih cenderung pada syair, sastra dan belajar

bahasa Arab sehari-hari. Tapi dengan demikian justru Allah menyiapkannya

untuk menekuni fiqih dan ilmu pengetahuan. Disini ditemukan beberapa

riwayat yang membicarakan tentang beberapa sebab yang menjadikan Syafi’I

seperti itu.

Sesungguhnya Allah telah mempersiapkan Syafi’i menjadi seseorang

yang mengenalkan nilai-nilai fiqih dan itu lebih penting daripada bahasa dan

sastra. Syafi’i menuntut ilmu di Makkah dan mahir disana. Ketika Muslim bin

Khalid az-Zanji memberikan peluang untuk berfatwa, Syafi’i merasa belum

puas atas jerih payahnya selama ini. Ia terus menuntut ilmu hingga akhirnya

pindah ke Madinah dan bertemu dengan Imam Malik. Sebelumnya ia telah

mempersiapkan diri membaca kitab Al-Muwaththa’ ( karya Imam Malik ) yang

sebagian besar telah dihafalnya. Ketika Imam Malik bertemu dengan Imam

Syafi’i, Malik berkata, “ Sesungguhnya Allah swt. telah menaruh cahaya

dalam hatimu, maka jangan padamkan dengan perbuatan maksiat.” Mulailah

Syafi’i belajar dari Imam Malik dan senantiasa bersamanya hingga Imam

Malik wafat pada tahun 179 H. Selama itu juga ia mengunjungi ibunya di

Makkah.32 Kematian Imam Malik berpengaruh besar terhadap kehidupan

Imam Syafi’i. Semula ia tidak pernah memikirkan keperluan-keperluan

31
Lahmuddin Nasution, Pembaharuan Hukum Islam Dalam Mazhab Syafi’i (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2001), h. 17.
32
Ahmad asy-Syurbasi, Al-Aimmah Al-Arba’ah, Futuhul Arifin, terj 4 Mutiara Zaman, (Jakarta:
Pustaka Qalami, 2003), h. 131-133
60

penghidupannya, tetapi setelah kematian gurunya, hal itu menjadi beban

pikiran yang tidak dapat diatasinya.

Pencemaran nama baik merupakan Qadzaf yang dihukum dengan ta’zir.

Banyak faktor yang menimbulkan jarimah qadzaf, antara lain rasa dengki,

balas dendam dan persaingan. Akan tetapi kesemuanya bertujuan satu, yaitu

mengnina korban dan melukai hatinya. Dengan jarimah qadzaf, pembuat

bermaksud menimbulkan derita kejiwaan ( memburukkan nama baik dan

kehormatan), dan oleh karena itu maka harus diimbangi pu;a dengan derita

badan yang ditanggung oleh pembuat jarimah, di samping derita kejiwaan

yang harus diterimanya oleh masyarakat, yaitu dinyatakan hapus keadilannya

( kejujurannya) dan oleh karena itu maka ia tidak bisa lagi menjadi saksi dan

mendapat cap abadi sebagai orang yang fasik (durhaka).

Imam Syafi’I mengqiyaskan tindak pidana ini dengan hukuman

pengasingan pada hukuman zina, juga membolehkan menggabungkan

hukuman penjara dengan hukuman pukulan, apabila dinilai hukuman belum

cukup Dalam mazhab imam syafi’I berpendapat bahwa hukuman jilid dalam

ta’zir boleh lebiih dari 75 kali jilid, tetapi tidak boleh lebih dari 100 kali

jilid.madzhab Syafi’i mensyaratkan agar diterapkan dengan sesuai yaitu

sebagai hukuman penyempurna. Apabila memukul pelaku setengah pukulan

yang ditetapkan oleh hukuman ta’zir, maka mendapat setengah hukuman

penjara dan apabila mendapat seperempat cambukan, maka mendapat

hukuman penjara tiga perempat masa tahanan. 33

33
Abdul Qadir Audah, At-Tasyri’ Al-Jinaiy Al-Islami Muqarinan bi Al-Qanun Al-Wad’i, Jilid
2 (Beirut: Muassasah ar-Risalah), 1992, h. 430.
61

D. Mazhab Hanbali

Mazhab Hanbali didirikan oleh Imam Ahmad bin Hanbal. Nama

lengkap Imam besar ini ialah Ahmad bin Hanbal bin Hilal bin Anas bin Idris

bin Abdullah bin Hayyan bin Abdullah bin Anas bin Auf bin Qasith bin Mazin

bin Syaiban bin Dzahal Tsa‟labah bin Akabah bin Sha‟hab bin Ali bin Bakar

bin Rabi‟ah bin Nizar bin Ma‟ad bin Adnan. 34 Ayahnya bernama Muhammad

bin Hanbal bin Hilal bin Asas bin Idris bin Abdullah bin Hayyan bin Abdullah

bin Anas bin Auf bin Qosit bin Mazin bin Syaiban bin Dahal bin Akabah bin

Syaib bin Ali bin Baqa bin Qashid bin Aqsy bin Dami bin Jadlah bin As‟ad

bin Rabi‟ah bin Nizar.35 Adapun ibu beliau adalah dari wanita Syaibaniyah

juga, namanya Shofiah binti Maimunah binti Abdul Malik bin Sawadah bin

Hindun Asy- Syaibani golongan terkemuka dari bani Amir.

Ibunya, sama halnya dengan ayahnya yang berasal dari kabilah Bani

Syaiban, adalah seorang wanita yang mengenal baik keutamaan – keutamaan

yang dibanggakan oleh kaumnya, juga mengenal baik kisah sejarah

masyarakat Arab dan pusaka – pusaka peninggalan Rasulullah saw. dan para

sahabat beliau. Semua itu diperkenalkan sendiri oleh ibunya kepada Ahmad

Ibn Hanbal sejak usia remaja. Ibunya jugalah yang memilihkan perguruan guru

– guru atau ulama-ulama mana yang oleh ibunya dipandang tepat bagi

putranya untuk belajar ilmu hadits dan ilmu fiqh setelah menyelesaikan

pelajaran al-Qur‟an.36

34
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam (Jakarta; Sinar Grafik, maret, 2005). h. 60.
35
Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam, Ensiklopedia Islam 2 (Jakarta : PT. Ichtiar Baru Van
Hoeve, , 1993), h. 82.
36
Abdurrahman Asy-Syarqawi, Riwayat Sembilan Imam Fiqh (Bandung: Pustaka Hikayat,
2000), h. 4.
62

Nasab silsilah beliau bertemu dan bersambung dengan silsilah Nabi

Muhammad saw sampai di Nizar, karena yang menurunkan Nabi ialah Mudhar

bin Nizar, datuk Nabi yang ke delapan belas. Sedangkan dari pihak ibu, beliau

juga keturunan bangsawan Syaibaniyah dari golongan terkemuka bani Amir,

yaitu Syarifah binti Maimunah binti Abdul Malik binti Hindun as-Syaibani.37

Dengan begitu jelaslah bahwa nasab dan silsilah orang yang menurunkan

Imam Ahmad bin Hanbal, baik dari ayahandanya maupun dari ibundanya,

adalah dari golongan bangsa Arab yang bertemu dan bersambung dengan

nasab silsilah orang yang menurunkan Nabi Muhammad saw.

Imam Ahmad bin Hanbal lahir di kota Baghdad, Rabiul Akhir 164

H/780 M.38 Menurut riwayat, tempat kediaman ayah dan ibunda beliau

sebenarnya di kota Marwin, wilayah Khurasan, tetapi dikala beliau masih di

dalam kandungan ibunya, ibunya pergi ke Baghdad dan tiba disana melahirkan

kandungannya. Imam Ahmad bin Hanbal lahir di tengah-tengah keluarga yang

terhormat, yang memiliki kebesaran jiwa, kekuatan kemauan, kesabaran dan

ketegaran dalam menghadapi penderitaan. Ayahnya meninggal sebelum ia

dilahirkan. Oleh sebab itu, Imam Ahmad bin Hanbal mengalami keadaan yang

sederhana dan tidak tamak. Ayahnya Muhammad bin Hanbal yang terkenal

sebagai pejuang meninggal ketika berusia 30 tahun, pada waktu itu Ahmad Ibn

Hambal masih anak - anak sebab itulah sejak kecil beliau tidak pernah diasuh

oleh ayahnya, tetapi hanya oleh ibunya. 39

37
M.Ali Hasan, Perbandingan Mazhab, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), h. 221.
38
M.Ali Hasan, Perbandingan Mazhab. h. 221.
39
M.Ali Hasan, Perbandingan Mazhab. h. 222.
63

Imam Ahmad bin Hanbal hidup pada masa pemerintahan khalifah

AlMa‟mun dari Dinasti Abbasiyah. Waktu itu, aliran Mu‟tazilah sedang

mengalami masa kejayaannya. Al-Ma‟mun menjadikan aliran ini sebagai

Mazhab resmi negara dan selanjutnya dengan menggunakan kekuasaannya ia

memaksakan aliran ini kepada pembesar kerajaan serta tokoh-tokoh

masyarakat. Di antara ajaran Mu‟tazilah yang dipaksakan itu adalah paham

yang mengatakan bahwa al-Qur‟an itu makhluk atau ciptaan Tuhan. Peristiwa

ini menyebabkan terbunuhnya beberapa ulama terkemuka yang

mempertahankan pendiriannya dengan tegas bahwa al-Qur‟an itu bukan

makhluk melainkan sabda Allah swt. Diantara ulama yang dengan tegas

mempertahankan pendiriannya adalah Imam Ahmad bin Hanbal. Bahkan ia

dipandang sebagai pemuka kelompok oposisi yang menentang keinginan

penguasa untuk memaksakan paham Mu‟tazilah ini. Karena membangkang,

Ibn Hanbal ditangkap dan dikirim menghadap Al-Ma‟mun di Tarsus. Sebelum

sampai di kota itu, Al- Ma‟mun wafat dan digantikan oleh putranya Al-

Mu‟tashim. Namun dia masih menyiksa Imam Ahmad bin Hanbal,

memenjarakan agar Imam Ahmad bin Hanbal mau mengikuti hujah dari Al-

Ma‟mun, yakni agar mengakui bahwa al-Qur‟an itu makhluk, tetapi Imam

Ahmad bin Hanbal tetap berpendirian teguh bahwa al-Qur‟an itu bukan

makhluk.40 Setelah Al-Mu‟tashim wafat, maka diganti al-Wasiq, Al-Wasiqini

berlaku lebih kejam lagi kepada Imam Ahmad bin Hanbal, kemudian setelah

Al-Wasiq wafat, jabatan kepala Negara digantikan oleh Al-Mutawakkil Billah.

Imam Ahmad bin Hanbal diberikan kebebasan dari hukuman dan dikeluarkan

40
M.Ali Hasan, Perbandingan Mazhab. h. 221.
64

dari penjara oleh Al-Mutawakkil Billah. Dimana beliau dihormati dan

dimuliakan oleh Al-Mutawakkil Billah.

Imam Ahmad bin Hanbal diberi ujian dengan dipukul, didera, dipenjara,

kemudian datang lagi ujian yang halus, yakni ujian berupa kedudukan dan

kekayaan dunia, yang mana Imam Ahmad bin Hanbal diberi hadiah, dikirimi

uang. Tetapi Imam Ahmad bin Hanbal tidak menerimanya dan bahkan

hadiahhadiah itu diberikan kepada fakir miskin dan anak yatim. Imam Ahmad

bin Hanbal beristri setelah berusia 40 tahun dengan seorang wanita bernama

Aisyah binti Fathal. Dengan istrinya ini beliau menurunkan seorang putra

bernama Shalih. Istri beliau yang pertama ini meninggal dunia dengan

meninggalkan seorang putra tadi. Kemudian beliau beristri lagi dengan

seorang wanita yang bernama Raihanah. Dengan istri ini beliau menurunkan

seorang putra yang bernama Abdullah. Lalu istri yang kedua pun wafat dengan

meningalkan seorang putra. Sesudah beliau ditinggal wafat oleh istri yang

kedua tadi, lalu mengambil istri lagi seorang budak bernama Husina. Dengan

istri yang ketiga ini beliau dapat menurunkan beberapa putra dan putri yaitu

Zainab, Hasan, dan Husen (meninggal ketika masih bayi), putra kembar Hasan

dan Muhammad (keduanya hidup Kira-kira sampai umur 40 tahun) dan Said.41

Ketika Ahmad Ibn Hanbal keluar dari penjara, usianya sudah lanjut dan

tubuhnya yang sering mendapat penyiksaan membuat beliau sering jatuh sakit.

Kesehatannya semakin memburuk dan akhirnya beliau wafat pada hari jum‟at

41
Ahmad Asy-Syurbasi, Sejarah dan Biografi Imam Empat Mazhab (Jakarta: Bumi Aksara,
1991), h. 255.
65

tanggal 12 Rabi‟ul Awal tahun 241 H/855 M. Imam Ahmad Ibn Hanbal

dimakamkan di Bab Harb di kota Baghdad.42

Imam Ahmad bin Hanbal menerima pendidikan pertama di Baghdad,

kota yang penuh dengan macam manusia, berbagai macam adat istiadatnya

dan kecenderungan – kecenderungan, kota yang penuh dengan ilmu

pengetahuan. Disini ada ahli qira‟at, ahli hadits, ahli tasawuf, ahli lughah, dan

ahli filsafah. Untuk itu keluarga Imam Ahmad bin Hanbal telah mengharapkan

agar Imam Ahmad bin Hanbal menjadi orang yang terkemuka. Maka

kepadanya diberikan segala rupa ilmu yang memungkinkannya menjadi imam

besar yaitu lughah, hadits, fiqh. Imam Ahmad bin Hanbal, pendidikannya

diawali dengan belajar alQur‟an dan ilmu – ilmu agama pada ulama – ulama

di Baghdad sampai usia 16tahun. Kemudian beliau memperdalam ilmu agama

dengan mengunjungi ulama – ulama ternama di berbagai tempat. Seperti

Kuffah, Basra, Syam (Suriah), Yaman, Mekkah, dan Madinah. Sesudah Imam

Ahmad bin Hanbal menghafal al-Qur‟an dan mempelajari bahasa, ia pun

mulai mendatangi rumah perguruan untuk belajar bahasa arab, menulis dan

mengarang. Ahmad pada waktu itu telah berumur 14 tahun. Pada waktu itu,

Imam Ahmad bin Hanbal harus memilih antara menempuh jalan ahli fiqh dan

menempuh jalan ahli hadits. Dimasa Imam Ahmad bin Hanbal, kedua jalan

telah nyata masing-masing. Maksudnya telah nyata mana yang dikatakan ahli

fiqh mengeluarkan fatwa dan putusan dan mana yang dikatakan ahli hadits

menyiapkan materi dalil untuk ahli fiqh. Pada masa itu fiqh yang terkenal di

Baghdad adalah ahli fiqh Iraki yang dikembangkan oleh Muhammad Ibn Al-

42
Huzaemah Tahido Yanggo, Pengantar Perbandingan Mazhab (Jakarta: Logos Wacana Ilmu,
1997), h. 138.
66

Hasan, Al-Hasan Ibn Ziyad, AL-Lu‟lui dan lain-lain. Ahmad memilih jalan

hadits, sebelum itu ia telah menempuh jalan yang dilalui para fuqaha yang

mengumpulkan antara dua jalan itu. Ia belajar pada Al-Qadli Abu Yusuf.

Namun demikian akhirnya Ahmad condong kepada hadits. 43

Imam Ahmad bin Hanbal mempelajari hadits yang tersebar di berbagai

kota. Ada di Basrah, Kuffah, Baghdad dan Hijaz. Ahmad menerima hadits

mulai tahun 179 H hingga tahun 186 H di Baghdad. Sejak umur 16 tahun Imam

Ahmad bin Hanbal mempelajari hadits. Imam Ahmad bin Hanbal dalam

mempelajari hadits itu mempunyai dua metode, yaitu : (i) mencatat segala

hadits yang didengar, tidak hanya didengar, tidak hanya menghafal saja.

Apabila disampaikan kepada orang lain, dipergunakan catatannya untuk

menghindari kelupaan; (ii) Ilmu yang dihadapinya sebagai pelajaran pokok

ialah hadits, fatwafatwa sahabat dan hasil ijtihad mereka. 44

Para guru Imam Ahmad bin Hanbal adalah Imam Ismail bin Aliyyah,

Hasyim bin Basyir, Hammad bin Hallid, Mansur bin Salamah, Mudlafar bin

Mudrik, Usman bin Umar, Hasyim bin Qasim, Abu Said banu Hasyim,

Muhammad bin Zayyid, Muhammad bin Ash, Yazin bin Harun, Muhammad

bin Jafar, Ghundur, Yahya bin Said, Abdurrahman bin Mahdi, Basyar bin Fadl,

Muhammad bin Bakar, Abu Dawud, Ruh bin Ubaidah, Wati bin Jarrah,

Muawiyah Al-Aziz, Abdullah bin Muwamir, Abu Usamah, Sufyan bin

Uyainah, Yahya bin Salim, Muhammad bin Idris Asy-Syafi‟I, Ibrahim bin

Sa‟id, Abdurrazaq bin Humam, Musa bin Thariq, Wahid bin Mulim, Abu

43
T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Pokok-pokok Pegangan Imam Mazhab (PT. Pustaka Rizki
Putra, Semarang, 1997), h. 519.
44
T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Pokok-pokok Pegangan Imam Mazhab, h. 520.
67

Mashar AdDhimasqy, Ibnu Yaman, Muttammar bin Sulaiman, Yahya bin

Ziadah, dan Abu Yusuf Al-Qardhi. Inilah diantara guru-guru Imam Ahmad bin

Hanbal yang terkenal, yang terdiri dari ahli fiqh, ahli ushul, ahli kalam, ahli

tafsir, ahli ilmu hadits, ilmu tarikh dan ilmu lughah. Beliau kenal dan berguru

pada Imam Syafi‟I ketika beliau berkunjung dan menetap di Baghdad dan

beliau kagum melihat kepandaian Imam Syafi‟i. Adapun murid – muridnya

yang terkenal adalah Imam Hasan bin Musa, Imam Bukhori, Imam Muslim,

Imam Abi Dawud, Imam Abu Zu‟rah Ad-Dimasqy, Imam Hanbal bin Ishak

Asy-Syaibany, Imam Shalih dan Imam Abdullah. Dua yang terakhir adalah

putranya sendiri yang juga berhasil menjadi ulama besar pada masanya.45

Telah diuraikan, bahwa Imam Ahmad bin Hanbal menuntut dan

mempelajari hadits-hadits Nabi SAW adalah sejak berusia 16 tahun dan

selanjutnya beliau senantiasa mencari, menuntut, mempelajari dan

menghafalkan hadits-hadits dengan rajin. Sehingga ketika menjadi seorang

alim beliau dapat menghafal di luar kepala sebanyak sejuta hadits,

sebagaimana telah dikatakan oleh Imam Abu Zuriah. Dijelaskan pula, bahwa

Imam Ahmad bin Hanbal semenjak tahun 179 H-186 H yakni sejak

mempelajari dan menuntut hadits – hadits Nabi dari satu demi satu beliau

mencatat, menghimpun dan menyusunnya. Setelah dihimpun dan disusun

sedemikian rupa itu, menjadi beberapa jilid, tebal dan dinamakannya “Al-

Musnad”. Kitab Al-Musnad sepanjang penyelidikan para ahli berisi 40.000

hadits, diantara sekian banyak itu yang 10.000 hadits diriwayatkan berulang-

ulang, jadi yang tidak berulang-ulang sebanyak 30.000 hadits.

45
Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam, Ensiklopedia Islam 2, h. 84.
68

Selain Al-Musnad, Imam Ahmad bin Hanbal juga mengarang beberapa

kitab yakni Tafsir Al-Qur‟an, Kitab an-Nasukh wa al-Mansukh (kitab

mengenai ayat-ayat yang menghapuskan dan dihapuskannya hukumnya), kitab

Jawaban alQur‟an, kitab al-Muqaddam wa al-Mu‟akhkhar fi Al- Qur‟an

(buku tentang ayat-ayat yang terdahulu dan yang kemudian diturunkan), kitab

at-Tarikh (buku sejarah), kitab al-Manasikh as-Sagir (buku kecil tentang ayat-

ayat yang dihapuskan), kitab al-Manasikh al-Kabir (buku besar tentang ayat-

ayat yang dihapuskan), kitab al-Illah (buku tentang sebab- sebab hukum),

kitab Ta‟at ar-Rasul (buku mengenai ketaatan kepada Rasul), kitab as-Salah

dan kitab al-Wara‟ (buku mengenai ketakwaan).46

Imam Ahmad bin Hanbal adalah imam dalam bidang hadits dan melalui

jalan keahliannya ini, dia menjadi imam pula dalam bidang fiqh, walaupun

fiqhnya sebenarnya atsar. Ibnu Jarir. 47 tidak menggolongkan Ahmad bin

Hanbal ke dalam kalangan para pihak. Akan tetapi penelitian yang mendalam

tentang peninggalan – peninggalan Imam Ahmad bin Hanbal dan studinya

mengharuskan kita menetapkan bahwasannya Imam Ahmad bin Hanbal

seorang ahli hukum yang berpedoman atsar. Dihadapan kita sekarang terdapat

sejumlah fatwanya dan sejumlah riwayat dari padanya, baik berbeda- beda

atau tidak semuanya itu membuktikan bahwasannya Imam Ahmad bin Hanbal

adalah seorang imam dalam bidang hukum. Imam Ahmad bin Hanbal dalam

memberikan fatwa tentang urusan agama dan hukum-hukum yang berkenaan

dengan agama sangat berhati-hati, baik dalam menjawab atau menjelaskan

46
Huzaemah Tahido Yanggo, Pengantar Perbandingan Mazhab, h. 145.
47
T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Pokok-pokok Pegangan Imam Mazhab, h. 536.
69

hukumnya. Bahkan seringkali beliau memberikan jawaban: “saya tidak tahu

atau belum tahu atau belum saya periksa”, kalau memang belum jelas benar

tentang perkara yang ditanyakan kepada beliau. Inilah salah satu pernyataan

tentang cara-cara Imam Ahmad bin Hanbal memberikan fatwa atau jawaban

tentang persoalan yang ia hadapi, baik masalah hukum atau masalah-masalah

yang baru terjadi dalam lingkungan masyarakat, tidak sekalipun beliau

terburu-buru menjawabnya sebelum menyelidiki dan memperoleh keterangan

yang jelas yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. 48

Karena masalah hukum yang bersangkut pautan dengan agama itu tidak

mudah dan sangat sulit, maka Imam Ahmad bin Hanbal memberikan pimpinan

atau pesan bagi siapa saja yang hendak memberi fatwa atau jawaban kepada

orang lain tentang masalah – masalah keagamaan, hendaklah mengerti tentang

al-Qur‟an, As-Sunnah, mengerti akan perkataan-perkataan orang- orang

terdahulu. Singkatnya bahwa orang yang hendak memberikan fatwa itu

hendaklah orang yang mempunyai persediaan alat-alat yang lengkap dan

pengertian yang cukup. Imam Ahmad bin Hanbal tidak menulis kitab dalam

bidang fiqh yang dapat dijadikan pegangan pokok dan dari padanyalah kita

ambil Mazhabnya. Oleh karena Imam Ahmad bin Hanbal tidak membukukan

fiqhnya dalam suatu kitab, tidak pula mendiktekannya kepada murid-muridnya

sebagaimana yang dilakukan oleh Abu Hanifah. Maka pegangan kita dalam

penulisan fiqhnya adalah kegiatan murid-muridnya.

Fiqh Imam Ahmad bin Hanbal dibangun atas lima landasan:

a. Nash (alQur‟an dan Sunnah Nabi saw).

48
M.Ali Hasan, Perbandingan Mazhab. h. 229.
70

b. Fatwa sahabat, baik yang tidak diketahui adanya perbedaan

dikalangan mereka maupupn yang diperselisihkan.

c. Hadits mursal

d. Hadits dlaif.

e. Qiyas.

Sebelum wafat Imam Ahmad bin Hanbal selalu merenungkan

pemikirannya sendiri mengenai masalah-masalah “penciptaan Al-Qur‟an”

(mengenai pendapat golongan bahwa Al-Qur‟an itu makhluk), pada akhirnya

ia berpendapat orang yang beranggapan bahwa alQuran itu makhluk adalah

kafir dan orang yang beranggapan bahwa al-Qur‟an itu bukan makhluk49 adalah

mubtadi‟ (ahlul bid‟ah). al-Qur‟an, baik yang bunyi hurufnya- hurufnya

maupun makna-maknanya adalah kalam (firman) Allah, bukan makhluk. al-

Qur‟an termasuk ilmu Allah (pengetahuan Allah mengenai segala sesuatu) dan

pengetahuan-Nya bukanlah mahluk-Nya50.

Mazhab Hanbali mula – mula kurang mendapat sambutan, hal ini

disebabkan karena Imam Ahmad bin Hanbal sangat keras berpegang pada

riwayat dan benar - benar dalam menahan diri dari berfatwa dengan selain nash.

Penyebar Mazhab Hanbali diantaranya adalah Abu Bakar Ahmad bin

Muhammad bin Hani, Ishak bin Ibrahim, Ahmad bin Muhammad bin Hajjaj al

Maiwasi, yang selanjutnya diteruskan oleh Samsuddin bin Qudamah Al-

Maqsidi pengarang Al-Syarah Al-kabir, Ibnu Taimiyah pengarang kitab Al-

Fatwa, Muwaffaqqudin bin Qudamah Al-Maqsidi pengarang Al-Mughni dan

Ibnu Qayyim Al-Jauziyah pengarang I‟lam Al-Muwaqqi‟in. Mazhab Hanbali

49
Abdurrahman Asy-Syarqawi, Riwayat Sembilan Imam Fiqh. h. 550.
50
Abdurrahman Asy-Syarqawi, Riwayat Sembilan Imam Fiqh h. 551.
71

pertama – tama berkembang di Baghdad, lalu di Iraq dan Mesir. Dibandingkan

dengan Mazhab-Mazhab fiqh besar lainnya. Mazhab Hanbali dalam

perkembangannya lebih sedikit pengikutnya. Ada beberapa faktor yang

menghambat penyebaran Mazhab Hanbali, antara lain karena Mazhab Hanbali

muncul setelah tersebarnya tiga Mazhab fiqh lainnya di wilayah kekuasaan

Islam dan karena pengikut Mazhab Hanbali tidak suka memegang jabatan di

pemerintahan, sehingga perkembangan Mazhab ini tidak didukung oleh

kekuasaan. 51

Pencemaran nama baik menurut Imam Hanbali adalah Iftira’ berarti

menimpakan kebohongan kepada orang lain, dengan kejam menuduh orang lain

melakukan tindakan kriminal, atau merekayasa suatu perbuatan tentang orang

lain yang tidak mereka lakukan. Dalam Al-Qran, Iftira’ sama dengan bohong (

kidzf ), dan dalam tulisan tentang hukum fiqih, Iftira’ (yang juga disebut firyah)

dianggap sebagai bagian dari tuduhan yang memfitnah atau qadzf, dan aturan

yang diterapkan untuk qadzaf juga berlaku untuk Iftira’.52

Sanksi pencemaran nama baik yaitu hukuman ta’zir yang menurut

Imam Hanbali ta’zir hukumnya wajiib sebagaimana hudud karena merupakan

teguran yang disyariatkan untuk menegakkan hak Allah dan seorang kepala

negara atau kepala daerah tidak boleh mengabaikannya. Dikalanga mazhab

Hanbali ada lagi tambahan dua pendapat, disamping pendapat tersebut.

Pendapat yang pertama mengatakan bahwa hukuman jilid yang diancamkan

atas suatu perbuatan tidak boleh menyamai hukuman had yang dijatuhkan

51
Abdurrahman Asy-Syarqawi, Riwayat Sembilan Imam Fiqh h. 551.
52
Mohammad Hashim Kamali, Freedom of Expression in Islam, terj. Eva Y. Nukman dan
Fathiyah Basri Kebebasan Berpendapat Dalam Islam, h. 214
72

terhadap jarimah yang tidak sejenis. Pendapat yang kedua mengatakan bahwa

hukuman jilid dalam ta’zir tidak boleh dari 10 kali jilid .53

53
Nurul Irfan, Masyrofah, Fiqh Jinayah, h. 145.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Pencemaran nama baik dalam hukum Islam dilarang karena kehormatan

dan nama baik menjadi hak seseorang atau hak asasi manusia yang dapat

memiliki kehormatan dan nama baik. Salah satu prinsip maqashid syariah

adalah menjaga kehormatan satu sama lain yang diajarkan oleh agama

untuk tidak menyebarkan berita bohong, memfitnah, menghina, dan

merendahkan satu sama lain.

2. Pendapat para Imam Mazhab terhadap pencemaran nama baik dengan

beberapa jenis perbuatan seperti memfitnah, menuduh zina, menghina,

mencela dan sebagainya. Hukuman yang dapat dikenakan berupa hukuman

pokok berupa dera untuk tuduhan zina dan hukuman ta’zir untuk delik

dalinnya. Mara imam mazhab memiliki pendapat yang sama yaitu hukuman

bagi pelaku pencemaran nama baik termasuk kepada Jarimah Ta’zir penjara

yang kurun waktu lamanya diserahkan kepada Hakim yang diiberi

wewenang.

B. Implikasi Penelitian

Dari hasil kesimpulan di atas, maka dikemukakan saran-saran penulis

adalah sebagai berikut :

1. Pada pelaksanaan hukuman, dalam hukum pidana Islam yang

berupa ta’zir, belum tersusun secara sistematis. Baik secara teknis

maupun pelaksanannya.

73
74

2. Dibutuhkan kesadaran masyarakat akan prinsip Maqasid Syariah

adalah menjaga kehormatan satu sama lain yang diajarkan oleh

agama Islam untuk tidak menyebarkan berita bohong, memfitnah,

menghina dan merendahkan satu sama lain.


DAFTAR PUSTAKA
AL-QURAN:
Kementrian Agama. Al-Quran dan Terjemahannya. Jakarta: PT. Sinergi Pustaka
Indonesia, 2012.
BUKU:
A. Djazuli. Kaidah-kaidah Hukum Islam Dalam Menyelesaikan Fikih: Masalah
masalah yang praktis. Jakarta: Prenada Media Group, 2007.
A. Djazuli. Fiqh Jinayah. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000.
A. Djazuli. Imu Fiqih Penggalian, Perkembangan Dan Penerapan Hukum Islam.
Cet. V. Jakarta: Kencana, 2005.
Abdullah ,Abdurrahman bin. Kisah-Kisah Manusia Pilihan. Bogor: Pustaka Thariqul
Izzah 2005.
Afia, R Fitriati. Sitem Informasi Manajemen. Bandung: Salemba Empat, 2008.
Ahmad, Abu Abdullah bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal. Musnad Ahmad bin
Hanbal. Juz 6, Baerut: Alimul Kutub, 1998.
Ali, Zainuddin. Hukum Pidana Islam. Jakarta: Sinar Grafika, 2007.
Al-Ghazali, Abdul Hamid. Ihyaul Ulumuddin. Yogyakarta: Lontar Mediatama, 2017.
Al-Mahalli, Imam Jalaluddin. Tafsir Jalalain. Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2009.
Al-Maliki, Abdul Rahman. Nizam al-‘Uqubat wa Ahkam al-Bayyinat. Terj. Samsudin.
SistemSanksi Dalam Islam. Semarang: CV TohaPutra, 1989.
Al-Maraghi, Abdullah Musthofa, Pakar-Pakar Fiqih Sepanjang Sejarah. Yokyakarta:
LPPPSM, 2000.
Ash Shidieqy, Tengku Muhammad Hasbi. Al-Islam, Jilid I. Semarang: Pustaka Rizki
Putra, 1998.
Ash Shidieqy, Tengku Muhammad Hasbi. Hukum-hukum Fikih Islam. Semarang: PT.
PustakaRizki Putra,1997.
Ash Shidieqy, Tengku Muhammad Hasbi. Tafsir Al-Quran, Jilid V. Jakarta: Bulan
Bintang, 1990.
Ash-Shiddieqy, Tengku Muhammad Hasbi. Pokok-pokok Pegangan Imam Mazhab,
Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra. 1997.
Asy-Syaka’ah, Mustafa Muhammad, Islam Bila Mazahib, alih bahasa, A.M
Basalamah, Cet. I. Jakarta : Gema Insani Press,1994.
Asy-Syarqawi, Abdur Rahman, Riwayat 9 Imam Fiqih, Bandung: Pustaka Hidayah,
2000.
Asy-Syurbasi, Ahmad, Sejarah dan Biografi 4 Imam Madzhab, Jakarta: PT. Bumi
Aksara, 1993.

75
76

Asy-Syurbasi, Ahmad, Al-Aimmah Al-Arba’ah, Futuhul Arifin, terj 4 Mutiara Zaman.


Jakarta: Pustaka Qalami, 2003.
Audah Abdul Qadir, At-Tasyri’ Al-Jinaiy Al-Islami Muqarinan bi Al-Qanun Al-Wad’i,
Jilid II. Beirut: Muassasah ar-Risalah, 1992.Az-Zuhaili, Wahbah. Fikih Islam Wa
Adillatuhu, Jilid I. Jakarta: Darul Fikir, 2011.
Barkatullah, Abdul Halim. Pidana Hukum Islam, Bandung : Citra Aditya, 2003.
Bastoni, Hendri Andi. 101 Kisah Tabi’in. Jakarta: Pustaka al-Kausar, 2006.
Chalil, Moenawir. Biografi Empat Serangkai Imam Mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i,
Hambali. Jakarta: Bulan Bintang, 1955.
Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam, Ensiklopedia Islam 2.Jakarta : PT. Ichtiar Baru
VanHoeve, 1993.
Farid, Syaikh Ahmad, Min A’lam as-Salaf, terj. Masturi Ilham dan Asmu’i Taman, 60
Biografi Ulama Salaf, Cet. ke II. Jakarta: Pustaka al- Kausar, 2007.
Ghazali, M .Bahri dan Djumaris. Perbandingan Mazhab, Cet. I. Jakarta :Pedoman
Ilmu, 1992.
Hanafi, Ahmad. Asas-asas Hukum Pidana Islam. Jakarta: Bulan Bintang 1993.
Haryono Anwar. Hukum Islam Keluasan dan Keadilan. Jakarta:Bulan Bintang, 1968.
Hasan,Hamzah. Kejahatan kesusilaan Perspektif Hukum Pidana Islam. Makassar:
Alauddin University Press, 2012.
Hasan, M.Ali. Perbandingan Mazhab. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002.
Haq, Hamka. Islam Rahmah Untuk Bangsa. Jakarta: RMBOOKS,2009.
Ibrahim, H Muslim. Pengantar Fiqih Muqaran. Yogyakarta:Erlangga, 1989.
I Doi, Abdur Rahman. Tindak Pidana Dalam Syariat Islam.Jakarta: PT Rineka
Cipta,1992.
Irfan, M. Nurul. Hukum Pidana. Jakarta: Amzah, 2016.
Jalaluddin, Imam. Tafsir Jalanin. Bandung: Sinar Baru Algensinddo, 2010.
Jayadi, Ahkam. Mengungkap Aspek Spiritualitas. Makassar: Alauddin Press, 2011.
Kamali, Mohammad Hashim. Freedom of Expression in Islam, terj. Eva Y. Nukman
dan Fathiyah Basri Kebebasan Berpendapat Dalam Islam, Bandung: Mizan,
1996.
Katsir, Ibnu. Al-Misbaahul Muniir fii Tahdziibi Tafsiiri Ibni Katsir, terj. Abu Ihsan al
Atsari, Shahih Tafsir Ibnu Katsir. Jakarta:pustaka ibnu katsir,2011.
Kindarto, Asdani. Efektif Bloging dengan Aplikasi Facebook. Jakarta: Elex Media
Komputindo, 2010.
Marpaung, Leden. Tindak Pidana Terhadap Kehormatan:Pengertian dan Penerapan.
Jakarta: Raja Grafndo, 1997.
Masyhuri dan M. Zainuddin. Metodologi Penelitian. Bandung: Refika Aditama, 2008.
77

Mubarok, Jaih dan Eceng Arif Faizal. Kaidah Fiqh Jinayah: Asas-asas Hukum Pidana
Islam. Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2004.
Mubarok Jaih. Sejarah dan Perkembangan Hukum Islam. Bandung: Rosdakaarya,
2000.
Muslich, Ahmad Wardi. Hukum Pidana Islam. Jakarta: Sinar Grafika,2005.
Nawawi, Imam. Al-Adzkar: al- Muntakhabah Min Kalami Syayyidi Al- Abrari
Shallallahu’ Alaihi Wassalam. Terj. Kitab Al-Adzkatun Nawawiyyah, Khasiat
Dzikir dan Doa. Bandung: Sinar Baru Al-gensindo, 2003.
Nasution, Lahmuddin, Pembaharuan Hukum Islam Dalam Mazhab Syafi’i, Bandung:
PT Remaja Rosdakarya, 2001
Nurul, Irfan. Masyrofah, Fiqh Jinayah, Jakarta: Amzah, 2013.
Prasetyo, Teguh dan Abdul Halim Barkatullah. Politik Hukum Pidana. Yogyakarta:
PustakaPelajar, 2005.
Prints, Darwan. Hukum Anak Indonesia. Bandung: PT.Citra Aditya Bakti,2000.
Qardhawi, Yusuf. Al-Halalu Wa Haramu. Terj. Abu Sa’id al-Falahi, Aunur Rafiq
Shaleh Tamhid. Halal Hram Dalam Islam. Jakarta: Rabbani Press, 2000.
Rahman Abdur. Syariah Kodifikasi Hukum Islam. Jakarta: Rineka Cipta, 1993
Shihab M.Quraish. Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran vol.13.
Jakarta: Lentera Hati,2002.
Solahuddin. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Acara Pidana & Perdata.
Jakarta: Visimedia, 2008.
S.R. Sianturi. Tindak Pidana di KUHP Berikut Uraiannya. Jakarta: Alumni
AHMPTHM, 1983.
Suryadilaga, M Alfatih. Studi Kitab Hadits, Cet. I. Yogyakarta: Teras, 2003.
Syarifuddin, Amir. Garis-Garis Besar Fikih. Jakarta: Kencaana, 2003.
Teguh, Prasetyo.Politik Hukum Pidana. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2005.
Yafi, Alie, dkk. Ensiklopedi Hukum Pidana Islam. Lampung: Kharisma Ilmu, 2007.
Yanggo, Huzaemah Tahido. Pengantar Perbandingan Mazhab. Jakarta: Logos
Wacana Ilmu, 1997.

JURNAL:
Amri Teguh Ramadhan, Ashabul Kahfi, “Analisis Kebebasan Bermedia Sosial Pada
Penyebaran Informasi Publik Bermuatan Penghinaan Dan Pencemaran Nama
Baik”, Alauddin Law Development Journal (ALDEV), vol 4 no 1 (maret 2022),
https://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/aldev/article/view/16653/14652
Hasan, Hamzah. “Implementasi Nilai-Nilai Kewajiban Asasi Manusia (Telaah Hukum
Pidana Islam)”. Mazahibuna, vol 1 no 2 Desember 2019.
https://journal3.uinalauddin.ac.id/index.php/mjpm/article/view/11650.
Hasir, Hasriani, Sohra. “Tindakan Bullying di Media Sosial; Komparasi Hukum
Pidana Islam dan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang ITE”,
78

Shautuna, vol 2 no 2 September 2021. https://journal.uin-


alauddin.ac.id/index.php/shautuna/article/view/21577.
Hastak, M. Chaerul Risal. Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Ujaran
Kebencian di Media Sosial, Aladuudin Law Development, vol 3 no 1 Maret
2021,
https://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/aldev/article/view/14766/10979
Jamal, Faisal, Fadli Andi Natsif. Kebebasan Berpendapat Di Media Sosial Dakam
Perspektif Asas Cogitationis Poenam Nemo Patitur. Aladuudin Law
Development, vol 2 no 2 Agustus 2020.
https://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/aldev/article/view/15395/9166 .
Jamal, Mulyono, Haerul Akmal dkk, “Implementasi Wisata Syariah Lombok dalam
Perspektif Maqoshid Syariah”, Al Istinbath: Jurnal Hukum Islam, vol 4 no 2,
November 2019.
http://journal.iaincurup.ac.id/index.php/alistinbath/article/view/1002 .
Muhammad, Resky. Zulhas’ari Mustafa. Hate Speech di Media Sosial dalam
Tinjauan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 24 Tahun 2017,
Shautuna, vol 1 noo 1 Januari 2020.
https://journal.uinalauddin.ac.id/index.php/shautuna/article/view/12423.
Mustafa, Zulhas’ari. Problematika Pemaknaan Teks Syariat dan Dinamika Maslahat
Kemanusiaan. Mazahibuna, vol 2 no 1 Juni 2020.
https://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/siyasatuna/article/view/22744 .
Ramadhan, Amri Teguh, Ashabul Kahfi. Analisis Kebebasan Bermedia Sosial Pada
Penyebaran Informasi Publik Bermuatan Penghinaan dan Pencemaran Nama
Baik, Aladuudin Law Development, vol 4 no 1 Maret 2022,
https://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/aldev/article/view/16653/14652 .
Sugara, Mareta Bayu. Tinjauan Fiqh Jinayah terhadap Pencemaran Nama Baik.
Intelektualita: Volume 06, Nomor 02, 2017
http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/intelektualita
Sofyan, Abdul Syatar. Restorative Justice Dalam Upaya Penyelesaian Kejahatan Hak
Asasi Manusia Perspektif Hukum Islam. Shautuna vol 1 no 1 Januari 2020.
https://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/shautuna/article/view/12422.
Wijaya, Abdi. Cara Memahami Maqashid Al-Syari’ah, Al-daulah, vol 4 no 2.
(Desember2015),
https://journal3.uinalauddin.ac.id/index.php/al_daulah/article/download/1487/1437 .

INTERNET.
DalamIslam.com, 5 Hadits Tentang Kejujuran, Situs Resmi DalamIslam.com.
https://dalamislam.com/landasan-agama/hadist/hadits-tentang-kejujuran
(28 Juni 2022).
Zakaakaz. “ Tafsir Ayat Tentang Tuduhan Palsu” , Blog Zakaakaz.
http://zakaakaz.blogspot.com/2013/06/tafsir-ayat-tentang-tuduhan-palsu.html
RIWAYAT HIDUP

Putri Aulia Zalsabila, dilahirkan di Sungguminasa

pada tanggal 14 Juli 2000. Anak Pertama dari dua

bersaudara ini merupakan anak dari pernikahan

Syaharuddin S.E dan Maryam S.E. Penulis memulai

pendidikan formal di bangku SD Inp Tetebatu pada

tahun 2006 dan tamat pada tahun 2012. Pada tahun

yang sama penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1 Sungguminasa dan

tamat tahun 2015, dan pada tahun yang sama kemudian penulis melanjutkan

pendidikan ke SMAN 1 Gowa.

Setelah lulus dari SMAN 1 Gowa pada tahun 2018, dan pada tahun yang

sama penulis melanjutkan pendidikan pada program Strata Satu (S1) di

Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar dengan Jurusan Perbandingan

Mazhab dan Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum. Tahun 2018 penulis

mengajukan judul skripsi “Pencemaran Nama Baik dalam Tinjauan Mazhab

Fikih” guna mendapatkan gelar Sarjana Hukum.

76

Anda mungkin juga menyukai