Anda di halaman 1dari 82

HAK DAN KEWAJIBAN ISTRI SEBAGAI WANITA

KARIR MENURUT KITAB ‘UQŪD AL-LUJAYN DAN


UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NO 1 TAHUN
1974

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat


Untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H)
Pada jurusan Akhwal syakhsiyah/Hukum Keluarga Islam

Disusun Oleh:

Ara Wahdatal Hurum

NIM: 2019.AS.2.0004

SEKOLAH TINGGI ILMU SYARI’AH WAL’AQIDAH ASH-SHOFA

MANONJAYA-TASIKMALAYA

2023 M / 1445 H
PERSETUJUAN PEMBIMBING

Lembar ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke siding panitia ujian

skripsi jurusan Hukum Keluarga Islam / Ahwal Syakhsyiah STISA Ash-Shofa

Tasikmalaya pada:

Hari :………………………………..

Tanggal :………………………………..

Pembimbing I pembimbing II

H. Asep Deni Adnan Bumaeri, M.H M. Zam-Zam Nurul Muslim,


M.Pd

Mengetahui,

Ketua Jurusan Akhwal Syakhsyiah

Muhammad Zam-Zam Nurul Muslim, M.Pd

i
RIWAYAT HIDUP

Nama lengkap penulis adalah Ara wahdatal hurum, lahir di kuningan 26

maret 2001, penulis putri ketiga dari bapak Dudung Dulhalim dan Ibu Nunung

Nurul Huda, penulis memeliki 2 orang kaka yaitu (1) Nesa Fuadatul Hasaniah (2)

Dzikri Mudrikul Hikam dan 2 orang adik yaitu (1) Muhammad Faizun

Dzurrosyad (2) Raihana Sofwatun Nisa.

Penulis tinggal di Alamat N0.105 RT 10 RW 03 Kb.Kawung Ds.Timbang

Kec.Cigandamekar Kab.Kuningan

Pendidikan yang ditempuh penulis :

1. TK Melati Timbang Kab.Kuningan Tahun 2006-2007

2. SD Negri Timbang Kab.Kuningan Tahun 2007-2013

3. SMP IT Nurul Barokah Kab.Majalengka Tahun 2013-2016

4. SMA IT Nurul Barokah Kab.Majalengka Tahun 2016-2019

5. STISA Ash-Shofa Tasikmalaya Tahun 2019

ii
PERNYATAAN OTENTITAS SKRIPSI

Bismillaahirrahmaanirrahiim

Saya yang bertanda tangan di bawah ini.

Nama : Ara wahdatal hurum

NIM : 2019.AS.0004

Judul : Hak dan kewajiban istri sebagai wanita karir menurut kitab ‘Uqūd Al-
Lujayn dan Undang- Undang No 1 Tahun 1974

Dengan ini menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya penulis yang di ajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana (S1) di STISA Ash-
Shofa manonjaya, Tasikmalaya
2. Semua sumber yang penulis gunakan dalam penulisan skripsi ini telah di
cantumkan sesuai dengan ketentuan dan pedoman karya tulis ilmiah.
3. Apabila dikemudian hari terbukti bahwa skripsi ini sebagian maupun seluruh
isinya merupakan karya plagiat, maka penulis bersedia menerima sanksi yang
berlaku di STISA Ash-Shofa Tasikmalaya.

Kuningan, 24 juli 2023

Ara Wahdatal Hurum

NIM.2019.AS.2.0004

iii
LEMBAR PERSEMBAHAN

Segala puji dan syukur kita panjatkan kehadiran Allah SWT. Karena
berkat ramat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini banyak
pihak yang secara langsung maupun tidak langsung telah membantu dalam
penyelesaian skripsi ini. Bantuan berupa dukungan moral dan materil dari
keluarga, teman-temang, sahabat sunguh sangat membantu penulis sehingga
skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada :

1. Orang tuaku, Bapa Dudung Dulhalim dan Ibu Nunung Nurul Huda. Yang
selalu memberikan semangat dan do’a tanpa henti untuk anakmu ini agar dapat
menyelesaikan kuliah pada waktunya, yang sekaligus guru terbaik sepanjang
masa karena selalu menginspirasi anaknya untuk selalu semangat dalam
menjalani alur hidup yang Allah SWT berikan.
2. Keluarga besar KH Hasan Halmi dan Bapa Sarma, keluarga besarku yang
selalu memotivasiku untuk terus belajar dan belajar.
3. Guru-guruku di Pondok Pesantren Nurul Barokah, Cikijing, Majalengka yang
telah mendo’akan dan memberi restunya untuk ku melanjutkan pendidikan
yang lebih tinggi, yang mengajariku nilai-nilai kehidupan yang sangat
bermanfaat untuk masa depanku.
4. Dosen-dosen fakultas Syari’ah yang selalu memberi motivasi, bimbingan dan
ilmu yang bermanfaat bagi kehidupan.
5. Kakaku Nesa fuadatul Hasniah dan Dzikri Mudrikul Hikam yang selalu
membimbing dalam penulisan skripsi ini.
6. Sahabat-sahabat seperjuangan semoga kita tetap bisa menjaga silaturahmi
pertemanan kita walaupun sudah tak lagi bersama-sama dalam satu lembaga.

iv
MOTTO HIDUP

‫َو الْس َتِع ْيُنْو ا ِبا الَّصْبِر َو الَّص َلوِة َو َاَّنَها َلَك ِبْيَر ٌة َااَّل َع َلى اْلَخ َش َعْيَن‬

“ Jadikanlah sabar dan solat sebagai penolongmu. Dan


sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali
bagi orang-orang yang khusyuk.”

v
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Robbil’alamiin penulis ucapkan karena dengan rahmat dan


hidayahNya , skripsi ini dapat diselesaikan. Begitu banyak rintangan dan
tantangan dalam penulisan skripsi yang berjudul “Hak Dan Kewajiban Istri
Sebagai Wanita Karir Menurut Kitab ‘Uqūd Al-Lujayn Dan Undang-Undang No
1 Tahun 1974” ini. Namun berkat dari bantuan berbagai pihak, akhirnya skripsi
ini dapat diselesaikan.

Pada kesempatan yang berbahagia ini penulis sampaikan rasa terima kasih atas
bantuan dukungan dan motifasi yang telah diberikan

1. Bapak Mustopa S.Pd., M.Pd. Rektor STISA Ash-sofa Tasikmalaya


2. Bapak M. Zamzam Nurul Muslim, M.Pd. ketua jurusan Syari’ah
3. Bapak Ais Surasa, S.H.M.Pd. Sekretaris jurusan Syari’ah
4. Bapak H. Asep Deni Adnan Bumaeri, M.H. Pembimbing I
5. Bapak M. Zamzam Nurul Muslim, M.Pd Pembimbing II
6. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelasaikan penulisan ini.

Semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi pembaca dan dunia pendidikan,
ksusunya pembelajaran bagi wanita yang memilih untuk berkarir. Semua tulisan
dalam skripsi ini menjadi tanggung jawab penulis sepenuhnya.

kuningan, 24 juli 2023

Penulis,

Ara wahdatal hurum

vi
NIM: 2019.AS.2.0004

DAFTAR ISI

PERSETUJUAN PEMBIMBING.........................................................................i
RIWAYAT HIDUP................................................................................................ii
PERNYATAAN OTENTITAS SKRIPSI...........................................................iii
LEMBAR PERSEMBAHAN...............................................................................iv
MOTTO HIDUP....................................................................................................v
KATA PENGANTAR...........................................................................................vi
DAFTAR ISI........................................................................................................vii
ABSTRAK...........................................................................................................viii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Pembatasan Masalah.....................................................................................6
C. Rumusan Masalah.........................................................................................7
D. Tujuan Penelitian..........................................................................................7
E. Manfaat Penelitian........................................................................................8
F. Metodologi Penelitian...................................................................................8
G. Sistematika Penelitian.................................................................................11
BAB II KAJIAN PUSTAKA...............................................................................13
A. Biografi Syekh Nawawi Al-Bantani...........................................................13
B. Definisi Wanita...........................................................................................19
C. Wanita Karir................................................................................................24
D. Sejarah Wanita Karir dalam Islam..............................................................26
E. Hak dan Kewajiban Suami Istri..................................................................27
1. Hak dan Kewajiban Suami Istri dalam Literatur yang lain.....................28
2. Hak dan Kewajiban Suami Istri Tinjauan Kitab ‘Uqūd al-Lujayn..........41
3. Hak Dan Kewajiban Suami Istri Menurut UU Perkawinan No. 1 Tahun
1974 dan KHI.................................................................................................46

vii
BAB III PEMBAHASAN....................................................................................52
A. Hak dan Kewajiban Istri sebagai wanita karir tinjauan kitab ‘Uqūd al-
Lujayn.................................................................................................................52
B. Hak dan Kewajiban Suami Istri dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974....................................................................................................................63
C. Persamaan Dan Perbedaan Peran Istri Sebagai Wanita Karir Antara
Kitab‘Uqūd al-Lujayn Dan Undang-Undang No 1 Tahun 1974........................67
BAB IV PENUTUPAN........................................................................................71
A. Kesimpulan.................................................................................................71
B. Saran............................................................................................................72
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................73

viii
ABSTRAK

Pergeseran peran dan fungsi suami istri terjadi pada hampir semua lapisan

masyarakat. Di Indonesia, banyak ditemukan istri yang bertindak sebagai kepala

rumah tangga yang berperan mencari nafkah. Istri yang bekerja di ranah publik,

menghasilkan uang dan ditekuni dalam waktu lama demi mencapai prestasi

disebut wanita karier. Terdapat konsekuensi bagi wanita karier yaitu adanya peran

ganda dalam waktu bersamaan antara pekerjaan dengan keluarganya. Tidak ada

satupun ayat dalam Al-Qur’an maupun hadits yang melarang perempuan untuk

bekerja, akan tetapi baik istri maupun suami harus menjalankan hak dan

kewajibannya dengan baik, karena angka tertinggi perceraian disebabkan oleh

ketidak harmonisan dalam rumah tangga. Pendekatan yang digunakan dalam

penelitian ini adalah kualitatif dengan studi literatur. Teknik analisis data

dilakukan dengan cara deskriptif, yaitu menggambarkan data yang diperoleh

dengan kata atau kalimat dalam membuat kesimpulan. Penarikan kesimpulan

dilakukan dengan memaknai fenomena yang menunjukkan keteraturan pada hal

yang diteliti.

Kata Kunci: Karier, Istri, Rumah Tangga, Perceraian, Hak dan Kewajiban

ix
x
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sudah menjadi qodrat irodat Allah SWT, manusia di ciptakan berpasang -

pasangan dan di ciptakan oleh Allah SWT mempunyai keinginan untuk

berhubungan antara pria dan wanita, seperti yang dinyatakan dalam surah Ar-Rum

ayat 21 yaitu 1:

‫َوِم ْن ٰا ٰي ِتٖٓه َاْن َخ َلَق َلُك ْم ِّم ْن َاْنُفِس ُك ْم َاْز َو اًجا ِّلَتْس ُك ُنْٓو ا ِاَلْيَها َو َجَعَل َبْيَنُك ْم َّمَو َّد ًة َّوَر ْح َم ًةۗ ِاَّن ِفْي ٰذ ِلَك ٰاَل ٰي ٍت‬
٢ ‫ِّلَقْو ٍم َّيَتَفَّك ُرْو َن‬

Artinya :” Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan


untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tentram kepadanya, dan di jadikannya di antaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
.”bagi kaum yang berfikir

Tujuan perkawinan untuk agama islam adalah untuk memenuhi petunjuk

agama dalam rangka mendirikan keluarga yang harmonis, sejahtera dan bahagia.

Harmonis dalam menggunakan hak dan kewajiban angota keluarga, sejahtera

artinya terciptanya ketenangan lahir dan batin disebabkan terpenuhinya keperluan

hidup lahir dan batinnya, sehingga timbulah kebahagiaan, yakni kasih sayang

antar anggota keluarga.2

1
Abdul rahman ghozali, fiqih munakahat, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,2010), cet. 4,
hal. 28
2
Abdul rahman ghozali, fiqih munakahat, Hal. 22

1
2

Untuk terwujudnya kebahagiaan tersebut Undang-Undang di Indonesia dan

juga Komplikasi Hukum Islam sudah menetapkan hak dan kewajiban yang harus

di jalankan oleh masing-masing pihak. Dalam Undang-Undang No 1 Tahun 1974

tentang perkawinan yang berbunyi sebagai berikut pada pasal 30 “suami memikul

kewajiban yang luhur untuk menegakan rumah tangga yang menjadi sendi dasar

dari susunan masyarakat”, pada pasal 31 ayat (1) juga berbunyi “hak dan

kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam

kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat.” Ayat

(3) berbunyi “suami adalah kepala keluarga dan istri ibu rumah tangga”3.

Adapun hak dan kewajiban suami istri di dalam KHI (Komplikasi Hukum

Islam) pasal 83 ayat (1) Kewajiban utama bagi seorang istri ialah berbakti lahir

dan batin kepada suami di dalam batas-batas yang dibenarkan hukum islam, ayat

(2) Istri menyelenggarakan keperluan rumah tangga sehari-hari dengan sebaik-

baiknya4.

Allah menghendaki dalam sebuah perkawinan harus dibangun relasi suami

istri dalam pola interaksi yang positif, harmonis, dan suasana hati yang damai,

yang ditandai oleh hak dan kewajiban keduanya. Keluarga sakinah akan terwujud

jika keseimbangan hak dan kewajiban menjadi landasan etis yang mengatur relasi

suami istri dalam pergaulan sehari-hari.5

Al-Qur’an juga menetukan hak istri dan suaminya, yaitu persamaan dalam

hak dan kewajiban, sesuai dengan surah Al-Baqoroh ayat 228 :

3
Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika) cet. 6 hal. 54
4
Abdurrahman, Komplikasi Hukum Islam, (Jakarta,Akademik Presindo, 2010, edisi pertama)
hal.134
5
Mufidah, Psikologi Keluarga Islam Berwawasan Gender, (Malang, UIN-Malang Press,2008) hal.
178
3

‫ُك َّن ُيْؤ ِم َّن‬ ‫َو اْلُم َطَّلٰق ُت َيَتَر َّبْص َن ِبَاْنُفِس ِهَّن َثٰل َثَة ُقُر ْۤو ٍۗء َو اَل َيِح ُّل َلُهَّن َاْن َّيْكُتْم َن َم ا َخ َلَق ُهّٰللا ِفْٓي َاْر َح اِم ِهَّن ِاْن‬
‫ِباْلَم ْع ُرْو ِۖف‬ ‫ِباِهّٰلل َو اْلَيْو ِم اٰاْل ِخ ِۗر َو ُبُعْو َلُتُهَّن َاَح ُّق ِبَر ِّد ِهَّن ِفْي ٰذ ِلَك ِاْن َاَر اُد ْٓو ا ِاْص اَل ًحاۗ َو َلُهَّن ِم ْثُل اَّلِذ ْي َع َلْيِهَّن‬
‫َو ِللِّر َج اِل َع َلْيِهَّن َد َر َج ٌةۗ َو ُهّٰللا َع ِزْيٌز َحِكْيٌم‬

Artinya:” Para istri yang diceraikan (wajib) menahan diri mereka


(menunggu) tiga kali qurū’ (suci atau haid). Tidak boleh bagi mereka
menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahim mereka, jika
mereka beriman kepada Allah dan hari Akhir. Suami-suami mereka lebih
berhak untuk kembali kepada mereka dalam (masa) itu, jika mereka
menghendaki perbaikan. Mereka (para perempuan) mempunyai hak
seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang patut. Akan tetapi, para
suami mempunyai kelebihan atas mereka. Allah Mahaperkasa lagi Maha
bijaksana.

Diantara beberapa hak suami terhadap istri yang paling pokok adalah:6

1. Di taati dalam hak-hak yang tidak maksiat.

2. Istri menjaga dirinya sendiri dan harta suami.

3. Menjauhkan diri dari mencampuri sesuatu yang dapat menysahkan suami.

4. Tidak bermuka masam di hadapan suami.

5. Tidak menunjukan keadaan yang tidak di senangi suami..

Adapun kewajiban suami terhadap istrinya dapat dibagi kedalam dua bagian:7

1. Kewajiban yang bersifat materi disebut nafkah

2. Kewajiban yang tidak bersifat materi

Adapun pendapat M.Quraish Shihab dari segi hukum, istri tidak berkewajiban

sedikitpun untuk memenuhi kebutuhan sandang dan pangan keluarga, akan tetapi,

dari segi pandangan moral dan esensi kehidupan rumah tangga, suami istri
6
Abdul Rahman Ghozali, Fiqih Munakahat, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), cet.
4, ed 1, hal. 158
7
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia. (Jakarta: Prenada Media), hal. 160
4

dituntun agar bekerja sama, guna menciptakan keluarga sakinah dan harmonis,

yang antara lain lahir dari pemenuhan kebutuhan hidup, karna itu kerja sama

dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga khususnya saat suami dalam kesuliatan

merupakan tuntunan agama. Sekian banyak riwayat yang menjelaskan bahwa istri

para sahabat Nabi yang membantu suami mereka dalam pekerjaan-pekerjaan

berat.. Tentu saja suami diharapkan pengertiannya serta terima kasihnya atas budi

baik sang istri itu, karna jika mengikuti pendapat ibnu Hazm, istri berhak

menerima dari suaminya pakaian jadi dan makanan yang sudah siap.8

Seandainya kita memberikan kaum perempuan pekerjaan di luar rumah,

berarti kita telah memberikan beban di luar rumah sekaligus. Ia tidak akan

memiliki waktu untuk menyiapkan makanan untuk suami dan anak-anaknya.

Tidak jarang kita melihat kaum perempuan yang berkarir di luar rumah

menyiapkan kebutuhan rumah di tempat kerjanya. Mereka sebenarnya sibuk

dengan karirnya, akan tetapi tugas rumah juga menantinya untuk menyediakan

makanan, mendidik anak-anak dan sebagainya, salah satu dari perempuan tersebut

terkadang terlihat sangat lelah sepulang dari kantor. Akan tetapi, sesampainya di

rumah ia harus memasak, memecahkan berbagai masalah yang sedang dihadapi

oleh putra-putrinya ketika ia berada di luar rumah. Setelah selesai dengan anak-

anaknya, kini giliran suaminya yang datang dan meminta haknya, akan tetapi

seorang istri terlihat sangat lelah.9

Islam tidak menghalangi kaum wanita untuk memasuki barbagai profesi yang

sesuai dengan keahliannya seperti menjadi guru, dosen, dokter, pengusaha, mentri
8
M. Quraish Shihab, 1001 Soal keislaman yang patut anda ketahui, (Jakarta: Penerbit Lentera
Hati), hal. 572
9
Syaikh Mutawalli As-Sya’rawi, Fikih Perempuan Muslimah, hal.139
5

dan lain-lain. Akan tetapi, dalam tugasnya tetap memperhatikan hukum-hukum

atau aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh islam. Misalnya tidak terbengkalai

urusan dan tugasnya dalam rumah tangga, harus ada izin dan persetujuan dari

suaminya bila ia seorang yang bersuami, jika tidak mendatangkan yang negatif

terhadap agama.

Terlepas dari apa yang menjadi penyebabnya, realita sosial dewasa ini

memperlihatkan dengan jelas betapa kecendrungan manusia pada aktifitas kerja

ekonomis terasa semakin kuat. Pergaulan manusia untuk mendapatkan kebutuhan

hidup dan untuk sebagian orang mencari kesenangan materialistic-konsumtif telah

melanda hampir semua orang, laki-laki atau perempuan. Fenomena ini semakin

nyata dalam era industry sekarang ini. Bahkan realita sosial juga memperlihatkan

bahwa perburuan manusia mencari kesenangan ekonomi dan sesuap nasi oleh

kaum perempuan, baik yang masih lajang maupun yang sudah berkeluarga

(mempunyai suami) semakin meningkat dari waktu ke waktu. Kaum perempuan

gilirannya harus melakukan peran ganda selain mengurus suami dan anak-anak

mereka juga mencari nafkah di luar.10

Islam telah meletakan syarat-syarat tertentu bagi perempuan yang ingin

bekerja di luar rumah, yaitu: karna kondisi keluarga yang mendesak, keluar

bersama mahramnya, tidak berdesak-desakan dengan laki-laki dan bercampur

baur dengan mereka, pekerjaan tersebut sesuai dengan tugas seorang perempuan. 11

Dengan demikian, bagaimana hukum islam dan peraturan perkawinan di

Indonesia memperlakukan istri yang berkarir tersebut? apakah hak dan kewajiban
10
Husain Muhammad, Fiqih Perempuan, Refleksi Kyai Atas Wacana Agama dan Gender,
(Yogyakarta, LkiS), cet. 2, hal. 119-120
11
Syaikh Mutawalli As-Sya’rawi, Fiqih Perempuan Muslimah, hal. 141
6

istri yang berkarir berbeda dengan hak dan kewajiban istri yang tidak berkarir?

apakah istri yang ikut bekerja mencari nafkah keluarga yang semestinya hanya di

tanggung suami bisa memiliki hak lebih dalam keluarga, misal istri bisa sebagai

pemempin keluarga atau bisakah istri yang berkarir kemudian melalaikan

kewajibannya di rumah akan kehilangan hak nafkah dari suami? banyak persoalan

lain yang muncul terkait dengan hak dan kewajiban istri bagi wanita berkarir

tersebut. Hal tersebut mendorong penulis untuk mengadakan penelitian guna

membahas mengenai

“HAK DAN KEWAJIBAN ISTRI BAGI WANITA KARIR PERSEFEKTIF

HUKUM ISLAM DALAM KITAB ‘UQUDULLIJAIN DAN UNDANG-

UNDANG NO 1 TAHUN 1974”

B. Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah dalam penelitian ini perlu di lakukan agar

pembahasannya tidak terlalu luas dan tidak menyimpang dari pokok pembahasan

disamping itu juga untuk mempermudah melakukan penelitian. Oleh sebab itu,

maka penulis membatasi dengan membahas permasalahan tentang pandangan

islam terhadap wanita berkarir tinjauan kitab Uqudullijain dan Undang-Undang

No 1 Tahun 1974.

C. Rumusan Masalah

Menurut pasal 34 ayat 2 N0. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan yang

merupakan kewajiban istri menyatakan bahwa “Istri wajib mengatur urusan


7

rumah tangga dengan sebaik-baiknya, dengan keterbatasan waktu yang dimiliki

oleh si istri maka tentuya kewajiban istri tidak dapat dilakukan dengan baik”.

Maka berdasarkan perumusan masalah di atas tersebut, maka dapat di peroleh

rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana Hak dan Kewajiban istri sebagai wanita karir tinjauan kitab

Uqudullijain?

2. Bagaimana Hak dan Kewajiban istri sebagai wanita karir Tinjauan Undang-

Undang No.1 Tahun 1974?

3. Apa Persamaan dan Perbedaan Hak dan Kewajiabn istri sebagai Wanita Karir

antara Kitab Uqudullijain dan Undang-Undang No.1 Tahun 1974.

D. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui Hak dan Kewajiban istri sebagai wanita karir tinjauan

kitab Uqudullijain

2. Untuk Mengetahui Hak dan Kewajiban istri sebagai wanita karir Tinjauan

Undang-Undang No.1 Tahun 1974

3. Untuk mengetahui Persamaan dan Perbedaan Hak dan Kewajiabn istri

sebagai Wanita Karir antara Kitab Uqudullijain dan Undang-Undang No. 1

tahun 1974

E. Manfaat Penelitian
8

Penulisan tugas akhir ini memberikan manfaat ke beberapa pihak, antara

lain :

1. Manfaat bagi penulis

Manfaat peneliatian bagi penulis yaitu dapat menambah wawasan bagi

peneliti dan dapat di jadikan sebagai pedoman untuk mengatasi permasalah

dalam rumah tangga ketika memilih menjadi wanita karir

2. Manfaat bagi kampus

Tugas penulis akhir ini di harapkan dapat dijadikan referensi akademisi untuk

pengembangan jurusan hukum keluarga islam/ahwal syakhsyiah

3. Manfaat bagi masyarakat

Dapat di jadikan referensi ataupun pembelajaran ketika menemukan

problematika terhadap wanita karir yang sesuai dengan pandangan islam.

F. Metodologi Penelitian

Untuk mengetahui dan penjelasan mengenai adanya segala sesuatu yang

berhubungan dengan pokok permasalahan di perlukan suatu pedoman penelitian

yang di sebut metodologi penelitian yaitu cara melukiskan sesuatu dengan

menggunakan pikiran secara seksama untuk mencapai suatu tujuan, sedangkan

penelitian adalah suatu kegiatan untuk mencari, merumuskan dan menganalisa

sampai menyusun laporan.

Dengan demikian, metodologi penelitian sebagai cara yang di pakai untuk

mencari, merumuskan dan menganalisa sampai menyusun laporan guna mencapai


9

satu tujuan. Untuk mencapai sasaran yang tepat dalam penelitian, penulis

menggunakan metode penelitian sebagai berikut :

1. Metode pendekatan

Dalam metode ini penulis menggunakan pendekatan hukum normatif yaitu

suatu proses untuk menemukan suatu aturan hukum, prinsip – prinsip hukum,

maupun doktrin – doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang di hadapi.

Dalam penelitian ini yang di cari adalah pandangan islam terhadap wanita karir

yang sesuai dengan syari’at.

2. Jenis penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian deskriptif. Yaitu

untuk memberikan data yang seteliti mungkin dengan keadaan atau gejala lainnya.

Metode deskriftif ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran yang baik, jelas

dan dapat di berikan data setiliti mungkin tentang obyek yang diteliti. Dalam hal

ini untuk mendeskripsikan mengenai pandangan islam terhadap wanita karir.

3. Sumber Data

a. Data Primer

Merupakan data yang diperoleh langsung dari sumbernya atau data

pertama dimana sebuah data di hasilkan. Sumber data dalam hal ini adalah

kitab Uqud al-lijain dan Undang-Undang No.1 Tahun 1974.

b. Data Sekunder
10

Merupakan data yang diperoleh melalui studi pustaka yang bertujuan

untuk memperoleh landasan teori yang bersumber dari Al-Qur’an dan

Hadist.

4. Metode Pengumpulan Data

Penelitian kepustakaan yaitu suatu metode pengumpulan data dengan cara

membaca atau mempelajari kitab dan buku peraturan perundang-undangan dan

sumber kepustakaan lainya yang berhubungan dengan obyek penelitian. Metode

ini di gunakan untuk mengumpulkan data sekunder mengenai permasalahan yang

ada relavansinya dengan obyek yang di teliti, dengan cara menelaah atau

membaca Al-Quran, Al-Hadist, kitab dan buku-buku.

5. Metode Analisa Data

Setelah data di kumpulkan dengan lengkap, tahapan berikutnya adalah tahap

analisa data. Pada tahap ini, data akan dimanfatkan sedemikian rupa sehingga

diperoleh kebenaran-kebenaran yang dapat dipakai untuk, menjawab persoalaan

yang diajukan dalam penelitian. Setelah jenis data yang dikumpulkan maka

analisa data dalam penulisan dilakukan secara deduktif yakni dengan cara menarik

kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum terhadap permasalahan

yang bersifat konkret yang sedang dihadapi12.

G. Sistematika Penelitian

Penelitian Untuk memberikan gambaran yang jelas tentang arah dan tujuan

penulisan penelitian, maka secara garis besar dapat di gunakan sistematika

penulisan sebagai berikut:

12
Zainudin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta, Sinar Grafika, 2009) 393
11

BAB I :

Merupakan BAB pendahuluan yang memuat Latar Belakang Masalah,

Pembatasan Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian,

Metode Penelitian, Jenis Penelitian, Pendekatan Penelitian dan Sumber Data.

BAB II :

Merupakan landasan teori permasalahan, bagian ini membahas tentang hak-hak

dan kewajiban istri sebagai wanita karir tinjauan kita Uqudullijain dan Undang-

Undang No 1 Tahun 1974. Dari sub pembahasan tersebut dapat ditarik rujukan

untuk menganalisis setiap data yang diperoleh dari buku, dokumen dan yang

laninnya.

BAB III :

Membahas tentang penyajian data, penyajian data berisi tentang hasil penelitian

dan pembahasan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan hak dan kewajiban istri

sebagai wanita karir tinjauan kitab ‘Uqūd al-Lujayn dan Undang-Undang No 1

Tahun 1974.

BAB IV :

Penutup dan membahas kesimpulan dan saran. Kesimpulan dipaparkan oleh

peneliti memuat poin-poin yang merupakan inti pokok dari data yang telah

dikumpulkan. Kesimpulan ini berisi atas jawaban dari rumusan masalah yang

peneliti paparkan. Sedangkan saran yang memuat tentang berbagai hal yang dirasa

belum dilakukan dalam penelitian yang ini maupun sebelumnya, namun

kemungkinan dapat dilakukan pada penelitian berikutnya yang terkait dengan

penelitian ini.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Biografi Syekh Nawawi Al-Bantani

Syekh Nawawi lahir pada tahun 1230 H atau 1815 M di kampung Tanara,

kecamatan Tirtayasa, kabupaten Serang, Banten. Nama lengkap Nawawi adalah

Abu Abdu Al-Mu’thi Muhammad ibn ‘Umar al-Tanara al-Bantani. Dia juga

dikenal dengan nama Syekh Nawawi al-Jawi al-Bantani di kalangan Muslim

Nusantara, dan juga dikenal dengan nama Abu Abdul Mu’thi di kalangan

keluarganya. Anak satu-satunya yang meninggal begitu muda. Penulis

menyatakan bahwa dalam tulisan lanjutan, disebut dengan panggilan Syekh

Nawawi secara luas..

Syekh Nawawi biasanya disebut dengan sebutan Syekh Nawawi al-Bantani

oleh ulama dan pesantren di Indonesia. Dalam beberapa halaman judul kitab

karangannya tercantum berbagai nama dan sebutan, terkadang dengan

menyebutkan tanah asalnya, kepakarannya, atau nama dan silsilahnya.

Muhammad al-Nawawi, yang bermadzhab Syafi’i, bertarikat al-Qadir. Syekh

Nawawi juga dikenal sebagai Sayyid ulama al-Hijaz di kalangan masyarakat

umum. Babaknya bernama KH. Umar bin Arabi dan menjadi penghulu di Tanara

Banten, tetapi Syekh Nawawi kemudian menolaknya. Ibunya, Jubaidah, berasal

dari Tanara..

Syekh Nawawi adalah keturunan ke-12 dari Syekh Maulana Syarif

Hidayatullah (Sunan Gunung Jati, Cirebon), yang merupakan keturunan dari

12
13

Sunyanyaras, putra Maulana Hasanuddin (Sultan Banten) dan Tajul Arsyi. Pada

tahun kelahirannya, Sultan Muhammad Rofiuddin (1813-1820) memimpin

kesultanan Banten. Melalui imam Ja’far as-Shadiq, Imam Muhammad al-Baqir,

Imam Ali Zainal Abidin, dan Sayyidina Husein Fatimah az-Zahra, dia

bersambung dengan Nabi Muhammad SAW.

Pada umur lima belas tahun, Syekh Nawawi berangkat ke Mekkah dan

menetap disana. Selama mukim di Mekkah, Syekh Nawawi tinggal di lingkungan

Syi’ib Ali, dimana banyak orang setah airnya menetap. Pemukiman ini terletak

kia-kira 500 meter dari Masjidil haram. Rumahnya bersebelahan dengan rumah

Syekh Arsyad dari Batavia dan Syekh Syukur ‘Alwan dan Madrasah Darul Ulum.

Selama di Mekkah dan sampai akhir hayatnya, beliau mempunyai dua istri,

Nasimah dan Hamdanah. Dari Nasimah dilahirkan : Maryam, Nafisah dan

Ruqoyyah.dan dari istri kedua. Hamdanah Cuma satu anak perempuan bernama

Zahro. Dari seluruh penelitian yang ada, tidak diketahui kalau Syekh Nawawi

mempunyai anak laki-laki dari kedua istrinya. Syekh Nawawi meninggal dunia di

Makkah pada tanggal 25 Syawal 1340 H/ 1897 M, dengan usia 84 tahun.

Kuburannya terletak di pemakaman Ma’la, di sebrang kuburan Siti Khadijah, istri

Nabi Muhammad SAW, dekat dengan kuburan Asma, khalifah Abu Bakar, dan

sahabat Nabi, Abdullah bin Zubair.13

1. Pendidikan

Syekh Nawawi mulai belajar pertama-tama pada ayah kandungnya sendiri,

KH.Umar sejak usia lima belas tahun. Bersama saudara-saudaranya, Syekh

Nawawi belajar bahasa arab, ilmu kalam, fikih, tafsir Al-Qur’an. Ia juga belajar
13
Tim Penyusun, Ensiklopedia islam, (Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeve, 2003), 23
14

ilmu keislaman kepada Haji Sahal, seorang guru yang dihormati di Banten pada

masa itu. Di samping itu juga muridnya banyak berasal dari Jawa Barat daerah

Purwakarta, Kerawang ketika menjelang usia de;apan tahun, Syeh Nawawi pergi

ke Jawa Timur untuk menuntut ilmu bersam-sama temannya selama tiga tahun.

Belajar selama beberapa tahun di pusat keilmuan di tanah Jawa menjadikan Syekh

Nawawi seorang yang memiliki ilmu yang memadai untuk mengajar di Banten.

Tetapi, ia adalah pribadi yang tidak pernah puas dengan ilmu. Ilmu Agama Islam

Hanya bisa didapat di Mekkah, pusat dunia Islam. Karena itu, pada tahun1828, di

usia lima belas tahun, Syekh Nawawi berangkat ke Mekkah untuk belajar ilmu

agama yang tinggi dan menunaikan ibadah haji14.

Menurut Snouck Hurgronje seperti yang dikutip Asep dalam “Mekka in the

Letter Part of the 19 Century Daily Life, Customs and Learning, the Muslims of

the East-India Archipelago”, Syekh Nawawi pergi haji bersama saudara-

saudaranya di usia sangat muda, setelah menunaikan ibadah haji, ia tidak kembali

ke tanah airnya. Ia memperpanjang masa tinggalnya di Mekkah selama tiga tahun

untuk menuntut ilmu di pusat dunia islam itu. Seperti muslim lain dari kepulauan

Melayu-Indonesia yang dating ke Mekkah untuk belajar untuk belajar pada msa

itu, Syekh Nawawi pertama kali belajar kepada guru sarjana Jawa yanag sudah

lama menetap di sana. Pertama kali ia belajar kepada Abdul Ghani di Bima NTB,

Ahmad Khatib dari Sambas Kalimantan Barat, dan Ahmad Zaini Dahlan, Mufti

Syafi’iyyah Mekkah yang juga rekor Universitas Al-haram ketika itu15.

14
Zamakhsari Dhofier, Tradisi Pesantren, (Jakarta: LP3ES,1982), 87
15
Asep Muhamad Iqbal, Yahudi dan Nasrani dalam Al-Qur’an, 51
15

Setelah di Mekkah Syekh Nawawi juga belajar ke Madinah al-Munwwaroh.

Disana seorang ulama besar bernama Syekh Muhammad Khotib al-Hanbali

menjadi salah satu gurunya. Kehausannya akan ilmu pengetahuan islam rupanay

belum terpuaskan hanya dengan belajar di Mekkah dan Madinah. Syekh Nawawi

benar-benar terobsesi dengan imam Syafi’i yang menyebutkan bahwa “Tidaklah

cukup belajar di dalam negri atau satu negri, tapi pergilah di luar negri. Disana

engkay akan banyak kawan-kawan baru sebagai pengganti teman lama. Jangan

takut sengsar dan menderita, kenikmatan hidup dapat dirasakan sesuadah

menderita”. Akhirnya syekh Nawawi memutuskan untuk berangkat ke Mesir

untuk belajar kepada ulama-ulama besar di sana. Setelah itu syekh Nawawi di

ketahui pergi ke Dagistan. Bahkan, ia juga kemudian melanjutkan

pengenmbaraannya sampai ke negri Syam (Syiria) untuk belajar pada beberapa

ulama di sana16.

2. Aktivitas Mengajar

Setelah selesai belajar di banyak Negara. Syekh Nawawi memutusakan untuk

kembali ke Indonesia. Sesampainya di Indonesia, beliau sempat belajar kepada

salah seorang sayyid17 di daerah Karawang Jawa Barat, dan kota-kota lainnya di

jawa Timur. Beberapa kemudian beliau belajar disana dan memutuskan untuk

ketanah lahirannya ini, Syekh Nawawi sempat mengajar beberapa waktu lamanya.

Kemudian, karena jumlah muridnya terus berkembang, Syekh Nawawi

memutuskan untuk membangun pesantrennya sendiri di Tanara pesisir, kawasan

16
Ahmad Syatibi, Jejak Syekh Nawawial-bantani, 5
17
Berasal dari kata Arab yang berarti “tuan”atau “junjungan”. Dalam masyarakat Arab dikenal
suatu golongan yang menamakan dirinya “golongan sayyid” yaitu mereka yang mengaku sebagai
keturunan Nabi Muhammad SAW. Melalui putrinya, Fatimah Az-Zahra. Lihat Tim Penuyusun,
Ensiklopedia Islam, 257
16

pantai Tanara. Setelah kurang lebih tiga tahun mengajar di daerahnya, syekh

Nawawi pergi lagi ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji dan memperdalam

ilmu keagamaan18.

Sekembalinya dari Mekkah, kira-kira pada tahun 1833 M, syekh Nawawi

melanjutkan kegiatan mengajarnya di tanara. Kepulangannya dari pusat dunia

islam dengan membawa ilmu keagamaan yang luas menarik banyak murid untuk

belajar dengannya. Namun, karena popularitas dan jumlah murid yang terus

meningkat, pemerintah colonial Belanda menganggapsyekh Nawawi sebagai

ancaman bagi kekuasaannya, dan Karena itu, mengawasi aktvitas mengajarnya.

Merasa diawasi, syekh Nawawi tidak betah dan kurang merasa nyaman.beliaupun

akhirnya memutuskan untuk kembali ke Mekkah, sekitar tahun 1855 dan menetap

disana, tepatnya di perkampungan Syi’ib Ali dan setelah itu tidak pernah lagi

kembali ke tanah airnya19.

Menurut Chaidar, selama menetap di Mekkah ini, syekh Nawawi mengajar di

Masjid al-Haram dimana sekitar dua ratus orang menghadiri kuliahnya. Diantara

murid-mudrid da anak didiknya yang kemudian dikenal oleh bangsa umat islam

Indonesia sebagai ulama kenamaan adalah: KH.Khalil Bangkalan Madura (Jawa

Timur), KH.Hasyim Asy’ari Jombang (Jawa Timur), KH.Raden Asnawawi Kudus

(Jawa Tengah), KH.Tubagus Muhammad Asnawi Caringin (Jawa Barat), dan lain-

lain20.

3. Karya-Karya
18
Asep Muhammad Iqbal, Yahudi dan Nasrani dalam Al-Qur’an, 53
19
Ahmad Syatibi, Jejak Syekh Nawawi al-Bantani, 7
20
Ahmad Syatibi, Jejak Syekh Nawawi al-Bantani, 51
17

Sebagai seorang ulama, Syekh Nawawi terbilang yang sangat produktif

mengarang kitab. Ia mulai menulis Ketika sudah menetap di Mekkah setelah tidak

betah dengan Belanda sebagai pengabdian intelektual 21. Menurut beberapa orang

yang meneliti karya-karyanya, sekitar 115 buah kitab lahir dari tangannya. Namun

ada pula yang menyebutkan 99 buah kitab yang terdiri dari berbagai disiplin ilmu

agama. Namun, menurut Buharnuddin, diantara beberapa pemerhati karya

Nawawi tidak ada kesempatan mengenai jumlah buku yang ditulis oleh Nawawi

yang Sebagian besar ditulis dalam Bahasa Arab itu. Menurutnya hanya data dari

Sarkis yang dapat dipertanggung jawabkan mengenai hal ini sebab ia telah

menginventarisir secara lengkap dan jelas tengtang judul berikut penerbitnya.

Menurutnya ada 38 karya Syekh Nawawi yang sempat diterbitkan dan masih

dikaji sampai sekarang. Produktivitas Nawawi dalam menulis kitab memang

hampir tak terbendung. Seorang muridnya Bernama Syekh Abdus Satar ad-

Dahlawi menceritakan, salah satu keistimewaan Syekh Nawawi adalah

kemampuannya mengarang kitab sambal mengajar. Ketika dia mengajar para

murid-muridnya di tengah-tengah itu pula beliau menuliskan karya-karyanya.

Puluhan sampai ratusan kitab yang lahir dari tangannya itu juga terdiri dari

beragam kajian dan pembahasan22.

Di antara Karya-karyanya adalah:

21
Asep Muhammad Iqbal, Yahudi dan Nasroni dalam Al-Qur’an, 71
22
Tim Penyusun, Ensiklopedia islam, 24
18

a. Tafsir al-Munir li Ma’alim al-tanzil al-Musfir ‘an Wujuh Muhasin al-

ta’wil juga dikenal dengan Marah Labid li Kasyf Ma’na Qur’an al-Majid.

b. Tanqih al-Qoul al-Hadits

c. ‘Uqud al-Lujayn fi Bayan al-Huquq al-Zaujayn

d. Sulam al-Munajat

e. Muroqi al-Ubudiyyah

f. Nihayat al-Zain

g. Qami al-Thugyan

h. Nasha”ih al-Ibad

i. Kasyifat al-Syaja’ dan lainnya.

B. Definisi Wanita

Wanita atau perempuan dalam kasus Bahasa Arab yaitu ‫ ا لنساء‬atau ‫ إمراة‬atau

juga disebut ‫ مرأة‬. Akan tetapi dalam bahasa Indonesia kata wanita dan perempuan

memiliki perbedaan makna.

Kata wanita diyakini berasal dari Bahasa Sansakerta, dengan kata dasar wan

yang berarti nafsu atau objek seks dalam Bahasa Jawa (jarwa dosok), kata wanita

berarti wani ditata, artinya berani diatur. Sedangkan menurut Kamus Besae

Bahasa Indonesia, kata wanita adalah istri, bini, perempuan dewasa : kaum putri

dewasa yang berada pada rentang umur 20-40 taun yang notabene dalam

penjabarannya yang secara teoritis digolongkan atau tergolong masuk pada area

rentang umur di dewasa awal atau dewasa muda

Menurut wikipedia perempuan adalah salah satu dari dua jenis kelamin

manusia. Kata perempuan berasal dari kata dasar empu yang berarti tuan atau
19

orang yang berkuasa. Kata ini yang berarti bahwa perempuan memiliki penuh

tubuhnya dan menjadi tuan bagi dirinya sendiri Dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia adalah orang (manusia) yang mempunyai puki, dapat menstruasi, hamil,

melahirkan anak dan menyusi23.

Perbedaan perempuan dan wanita yakni, istilah perempuan dapat merujuk

kepada orang yang telah dewasa maupun yang masih anak-anak. Sedangkan

penyebutan wanita itu lebih condong disematkan kepada orang yang sudah

dewasa.

Ideologi dan pandangan dunia islam mengenai dan hak-hak asasi manusianya

dipandang sebagai sebuah revolusi besar dan agung di dunia. Islam menghadirkan

kepada umatnya sebuah model baru dalam hubungan social dengan wanita24.

Dalam tradisi dan hukum romawi kuno, wanita disebut sebagai makhluk yang

selalu bergantung pada laki-laki. Jika dia menikah, secara otomatis diri dan

seluruh hartanya menjadi milik suaminya. Tidak jauh berbeda pada masa

jahiliyah, wanita dipaksa untuk selalu taat kepada kepala suku atau suami mereka.

Mereka dipandang seperti binatang ternak yang bisa dikontrol, dijual atau bahkan

bisa diwariskan25.

Pada masa jahiliyah, anak perempuan yang baru lahir dikubur hidup-hidup

karena memiliki anak dianggap hal yang tercela. Mereka menguburnya bahwa

anak perempuan hanya akan merepotkan keluarga. Selain itu, dalam peperangan

wanita lebih mudah ditangkap musuh dan kemudian harus ditebus. Wanita pada

23
Departemen Pendidikan nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia,( Jakarta: Balai pustaka,
1989)
24
Khamenei, Risalah Hak Asasi Wanita, (Jakarta: Al-Huda , 2004) 32
25
Mia Siti Aminah, Muslimah Career, Mencapai Karir Tertinggi di Hadapan Allah, keluarga dan
Pekerjaan, (Yogyakarta: Pustaka Grahtama, 2010), 11
20

masa itu tidak diperbolehkan mendapatkan warisan, bahkan wanita (istri) dapat

diwariskan kepada anak setelah suaminya meninggal, Al-Qur’an sangan jelas

melarang praktek ini. Bahkan, setelah mewarisi istri ayahnya, seorang laki-laki

dapat mengawininya. Menurut pendapat Maulana Muhammad Ali,”di kalangan

masyarakat arab pra-islam, apabila seorang laki-laki meninggal, putranya yang

lebih tua atau anggota keluarga lainnya mempunyai hak untuk memilik janda atau

janda-jandanya, mengawini mereka jika mereka suka, tanpa memberikan mas

kawin atau mengawinkannya dengan orang lain, atau melarang mereka kawin

sama sekali26.

Dalam pandangan islam, wanita merupakan mitra laki-laki dalam urusan

ibadah, pahala dan semua hak. Al-Qur’an menegaskan bahwa antara laki-laki dan

perempuan terdapat kesetaraan. Tidak ada perbedaan antara keduanya dalam

perbuatan. Siapa saja melakukan amal (perbuatan) akan mendapat ganjaran yang

setimpal dengan apa yang mereka perbuat. Dalam kaitannya dengan persoalan

relasi laki-laki dan wanita, prinsip dasar Al-Qur’an sesungguhnya

memperlihatkan pandangan yang egaliter27.

Seperti firman Allah yang berbunyi:

‫ِاَّن اْلُم ْس ِلِم ْيَن َو اْلُم ْس ِلٰم ِت َو اْلُم ْؤ ِمِنْيَن َو اْلُم ْؤ ِم ٰن ِت َو اْلٰق ِنِتْيَن َو اْلٰق ِنٰت ِت َو الّٰص ِدِقْيَن َو الّٰص ِد ٰق ِت َو الّٰص ِبِرْيَن َو الّٰص ِبٰر ِت‬
‫ّٰۤص‬
‫َو اْلٰخ ِش ِع ْيَن َو اْلٰخ ِش ٰع ِت َو اْلُم َتَص ِّد ِقْيَن َو اْلُم َتَص ِّد ٰق ِت َو الَّص ۤا ِٕىِم ْيَن َو ال ِٕىٰم ِت َو اْلٰح ِفِظ ْيَن ُف ُرْو َج ُهْم َو اْلٰح ِفٰظ ِت‬
٣٥ ‫َو الّٰذ ِك ِرْيَن َهّٰللا َك ِثْيًرا َّوالّٰذ ِكٰر ِت َاَع َّد ُهّٰللا َلُهْم َّم ْغ ِفَر ًة َّو َاْج ًرا َع ِظ ْيًم ا‬

Artinya: “Sesungguhnya muslim dan muslimat, mukmin dan mukminat, laki-


laki dan perempuan yang taat, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki
dan perempuan penyabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki
dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa,

26
Asghar Ali Enggineer, Hak-Hak Perempuan dalam Islam, (Bentang), 28
27
Husein Muhammad, Fiqh Perempuan Refleksi Kiai atas Wacana Agama dan Gender,
(Yogyakarta: LkiS, 2007), 20
21

laki-laki dan perempuan yang memelihara kemaluannya, laki-laki dan


perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, untuk mereka Allah telah
menyiapkan ampunan dan pahala yang besar”28

Juga telah disebutkan dalam ayat lain:

‫َفاْسَتَج اَب َلُهْم َر ُّبُهْم َاِّنْي ٓاَل ُاِض ْيُع َع َم َل َعاِمٍل ِّم ْنُك ْم ِّم ْن َذ َك ٍر َاْو ُاْنٰث ىۚ َبْعُض ُك ْم ِّم ْۢن َبْع ٍضۚ َفاَّلِذ ْيَن َهاَج ُرْو ا‬
‫َو ُاْخ ِر ُجْو ا ِم ْن ِدَياِرِهْم َو ُاْو ُذ ْو ا ِفْي َس ِبْيِلْي َو ٰق َتُلْو ا َو ُقِتُلْو ا ُاَلَك ِّفَر َّن َع ْنُهْم َس ِّيٰا ِتِه ْم َو ُاَلْد ِخ َلَّنُهْم َج ّٰن ٍت َتْج ِر ْي ِم ْن‬
١٩٥ ‫َتْح ِتَها اَاْلْنٰه ُۚر َثَو اًبا ِّم ْن ِع ْنِد ِهّٰللاۗ َو ُهّٰللا ِع ْنَدٗه ُح ْسُن الَّثَو اِب‬

Artinya: “Maka, Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan


berfirman), “Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan perbuatan orang yang
beramal di antara kamu, baik laki-laki maupun perempuan, (karena) sebagian
kamu adalah (keturunan) dari sebagian yang lain Maka, orang-orang yang
berhijrah, diusir dari kampung halamannya, disakiti pada jalan-Ku,
berperang, dan terbunuh, pasti akan Aku hapus kesalahan mereka dan pasti
Aku masukkan mereka ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya
sungai-sungai sebagai pahala dari Allah. Di sisi Allahlah ada pahala yang
baik.”29

Ayat-ayat tersebut menunjukan kepada kita bahwa laki-laki dan wanita

sama-sama muslimdan beriman. Ayat tersebut juga menunjukan hak untuk

memilih agama dan mencapai kebebasan yang utuh, dalam hal ini pertumbuhan

intelektual dan persamaan laki-laki dan wanita. Mereka sama dalam beribadah

kepada Allah, yang merupakan praktik (ibadah) yang paling tinggi. Mereka sama

dalam hal kebenaran dan kesabaran. Mereka sama dalam hal kesederhanaan,

bersedekah dan kesolehan, yang diantaranya merupakan bentuk-bentuk ibadah

praktis, kemerdekaan ekonomi dan penitian jalan ilahi. Allah telah menyiapkan

ampunan dan pahal yang besar keduanya. Ayat ini cukup mengungkapkan sudut

pandang islam tentang wanita dan statusnya yang mulia 30. Manusia dihadapan

Allah, baik laki-laki maupun wanita itu adalah sama, wanita juga menerima

28
QS.Al-Ahzab (33): 35
29
QS.Al-Imran (3): 195
30
Khamenei, Risalah Hak Asasi Wanita, 32
22

perintah seprti halnya perintah Allah kepada kaum laki-laki. Secara bersamaan

laki-laki dan wanita menerima seruan Allah Swt.

Jelas sekali terpahami dalam ayat di atas, islam tidak membedakan antara

laki-laki dan wanita. Wanita dalam setiap masyarakat sama seperti kaum laki-laki,

sama memiliki hak yang dapat mereka nikmati, demikian pula tiap-tiap dari

mereka dibebani kewajiban. Perbedaan mereka terletak pada atau tidaknya

persamaan31. Siapa saja mendapat ganjaran dari amal perbuatan yang

dilakukannya, tidak ada penempatan yang lebih ataupun penempatan yang kurang

dari posisi itu. Keduanya harus saling mendukun. Ini juga yang ditegaskan oleh

Allah dalam surat An-Nisa (4) ayat 124:

‫ٰۤل‬
١٢٤ ‫َو َم ْن َّيْع َم ْل ِم َن الّٰص ِلٰح ِت ِم ْن َذ َك ٍر َاْو ُاْنٰث ى َو ُهَو ُم ْؤ ِم ٌن َفُاو ِٕىَك َيْدُخ ُلْو َن اْلَج َّنَة َو اَل ُيْظَلُم ْو َن َنِقْيًرا‬

Artinya: “Siapa yang beramal saleh, baik laki-laki maupun perempuan,


sedangkan dia beriman, akan masuk ke dalam surga dan tidak dizalimi
sedikit pun.”

Suasana membangun dalam membangun dan menciptakan rumah tangga

yang Sakinah, mawaddah wa Rahmah tidak menjadi tanggung laki-laki

saja.keduanya mempunyai peran dan fungsi yang sama dan setara. Bahkan Al-

Qur’an menegaskan bahwa keduanya harus terjalin kerja sama dan slaing antu

membantu. Firman Allah dalam surat At-Taubah (9) ayat 71:

‫َو اْلُم ْؤ ِم ُن ْو َن َو اْلُم ْؤ ِم ٰن ُت َبْع ُض ُهْم َاْو ِلَي ۤا ُء َبْع ٍۘض َي ْأُم ُرْو َن ِب اْلَم ْع ُرْو ِف َو َيْنَه ْو َن َع ِن اْلُم ْنَك ِر َو ُيِقْيُم ْو َن الَّص ٰل وَة‬
‫ٰۤل‬
٧١ ‫َو ُيْؤ ُتْو َن الَّز ٰك وَة َو ُيِط ْيُعْو َن َهّٰللا َو َر ُسْو َلٗه ۗ ُاو ِٕىَك َسَيْر َحُم ُهُم ُهّٰللاۗ ِاَّن َهّٰللا َع ِز ْيٌز َحِكْيٌم‬

31
Muhammad Sa’id Ramdhan Al-Buthi, Perempuan dalam Pandangan hukum Barat dan Islam,
(Yogyakarta: Suluh Press, 2005), 10
23

Artinya:“Orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka


menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (berbuat) makruf
dan mencegah (berbuat) mungkar, menegakkan salat, menunaikan zakat, dan
taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah.
Sesungguhnya Allah Maha perkasa lagi Maha bijaksana.”.

C. Wanita Karir

Wanita karir terdiri dari dua kata, yaitu wanita dan karir. Wanita adalah

sebutan yang digunakan untuk homo-sapiens berjenis kelamin dan mempunyai

alat reproduksi lawan jenis dari wanita adalah pria atau laki-laki. Wanita adalah

kata umum yang digunakan untuk menggambarkan perempuan dewasa. Wanita

yang sudah menikah juga biasa dipanggil sebutan ibu. Untuk perempuan yang

belum menikah atau berada antara umur 16-21 tahun disebut juga dengan anak

gadis. Sedangkan kata “karir” sebenarnya berasal dari Bahasa Latin “Carrus”

yang artinya kereta. Pada zaman dahulu, Ketika sepasang pengantin baru saja

ditasbihkan (bagi islam disebut dengan ijab qobul) dalam sebuah acara

pernikahan, mereka akan menaiki sebuahkereta yang ditarik oleh sepasang kkuda.

Kereta ini dikemudikan sendiri oleh pasangan pengantin baru menuju rumahnya.

Tentunya, perjalanan sepasang pengantin ini melalui banyak rintangan.

Keberhasilan merekan dalam mengendarai kereta inilah yang menjadi harapan

keberhasilan pernikahan mereka. Tetapi, dalam perjalan waktu, entah dari mana

mulainya, justru wanita karir diidentikan dengan tidak menikah atau hidup

melajang, sehingga wanita-wanita yang bekerja dan mempunyai posisi jabatan

yang tinngi, jika sudah menikah, mereka tidak lagi dikatakan sebagai wanita karir.
24

Dari pergentian diatas dapat dipahami bahwa wanita karir adalah seorang

wanita yang menjadikan pekerjaan atau karirnya sebagai prioritas utama

dibandingkan dengan pekerjaan dan status lainnya32.

Ketika seorang wanita tampil di arena public dengan keahlian dan profesi

tertentu maka pada saat itu ia dicap sebagai wanita karir dan sekaligus

memberikan persepektif baru pada dunia karir wanita.

Berfikir dan bekerja (melakukan aktivitas) sudah menjadi tabiat manusia

sebagai makhluk hidup. Jika tidak demikian maka dia bukanlah manusia.

Khususnya sebagai seorang istri, aktifitas yang baik adalah taat kepada suaminya.

Taat dalam berumah tanggga taat dalam mengambil keputusan, taat menjalankan

peran sebagai seorang istri, dan taat menjalani kehidupan dengan suami. Tetapi

tentu ketaatan yang tidak melanggar syariat islam33.

Sedangkan istilah “tenaga kerja” atau sering disingkat TKW ialah wanita

yang mampu melakukan pekerjaan di dalam maupun diluar hubungaan kerja

gunan menghasilkan jasa dan barang, untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Dilihat dari definisi ini, tenaga kerja wanita lebih berorientasi kepada wanita yang

bekerja dengan orang lain untuk menghasilkan suatu produk dan lebih ditekankan

kepada usage perdagangan atau jasa yang menyangkut kepentingan masyarakat.

D. Sejarah Wanita Karir dalam Islam

Adapun peranan wanita pada masa hidupnya Nabi Muhamma SAW. Yaitu

Siti Aminah ibubeliau, yang menyusuinya Halimah Ass-Sa’diyah dan yang

32
Samsu, “Jurnal Studi Gneder dan Anak” Harakat An-Nisa’, 1 (Agustus 2016), 5
33
Mia Siti Aminah, Muslimah Career, Mencapai Karir Tertinggi di Hadapan Allah, Keluarga dan
Pekerjaan, 38
25

menjadi pengasuhnya bagi beliau adalah Ummu Aiman R.A dan Habasyah. Dari

beberapa wanita pada masa hidup Rasulallah SAW yang menjadi wanita karir

termasuk kedua istrinya, diantaranya adalah:

a. Siti Khadijah

Rasulullah SAW mempunyai seorang istri yang tidak hanya berdiam diri serta

bersembunyi di dalam kamarnya. Sebaliknya, dia adalah seorang wanita yang

aktif dalam dunia bisnis. Bahkan sebelum beliau menikahinya, beliau pernah

menjalin kerjasama bisnis ke negeri Syam. Setelah menikahinya, tidak berarti

istrinya itu berhenti dari aktifitasnya. Bahkan harta hasil jerih payah bisnis Siti

Khadijah R.A itu amat banyak menunjang dakwah di masa awal. Di masa itu,

belum ada sumber-sumber dana penunjang dakwah yang bisa diandalkan. Satu-

satunya adalah dari kocek seorang donatur setia yaitu isterinya yang pebisnis .

Tentu tidak bisa dibayangkan kalau sebagai pebisnis, sosok Siti Khadijah R.A

adalah tipe wanita rumahan yang tidak tahu dunia luar. Sebab bila demikian,

bagaimana dia bisa menjalankan bisnisnya itu dengan baik, sementara dia tidak

punya akses informasi sedikit pun di balik tembok rumahnya. Di sini kita bisa

paham bahwa seorang istri nabi sekalipun punya kesempatan untuk keluar rumah

mengurus bisnisnya. Bahkan meski telah memiliki anak sekalipun, sebab sejarah

mencatat bahwa Siti Khadijah R.A. dikaruniai beberapa orang anak dari

Rasulullah SAW.

b. Siti Aisyah

Sepeninggal Siti Khadijah, Rasulullah beristrikan Siti Aisyah R.A, seorang

wanita cerdas, muda dan cantik yang kiprahnya di tengah masyarakat tidak
26

diragukan lagi. Posisinya sebagai seorang istri tidak menghalanginya dari aktif di

tengah masyarakat. Semasa Rasulullah masih hidup, beliau sering kali ikut keluar

Madinah ikut berbagai operasi peperangan. Dan sepeninggal Rasulullah SAW,

Siti Aisyah R.A adalah guru dari para shahabat yang mampu memberikan

penjelasan dan keterangan tentang ajaran Islam bahkan, Siti Aisyah R.A pun tidak

mau ketinggalan untuk ikut dalam peperangan. Sehingga perang itu disebut

dengan perang unta (jamal), karena saat itu Siti Aisyah R.A naik seekor unta.

E. Hak dan Kewajiban Suami Istri

Suami dan istri merupakan cikal bakal keluarga. Sedangkan keluarga adalah

cikal bakal masyarakat34. Bila hak dan kewajiban suami istri dijalankan secara

teratur, keluargapun akan teratur dan tentram, dan apabila keluarga tentram,

masyarakpun akan tentram.

Yang dimaksud dengan hak disini adalah apa -apa yang diterima oleh

seseorang dari orang lain, sedangkan yang dimaksud dengan kewajiban adalah apa

yang mesti dilakukan seseorang terhadap orang lain35.

Maka islam memberikan sejumlah hak dan kewajiban terhadap suami dan

istri, dalam hubungan suami istri di dalam rumah tangga suami mempunyai hak

dan begitu istri mempunyai hak. Di balik itu suami mempunyai beberapa

kewajiban dan begitu pula istri mempunyai beberapa kewajiban.

1. Hak dan Kewajiban Suami Istri dalam Literatur yang lain

34
Sobri Mersi Al-Faqi, Solusi Problematika Rumah Tangga Modern, (Surabaya, Pustaka Yasir,
2011), 96
35
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, Antara Fiqh Munakahat dan
Undang-Undang Perkawinan (Jakarta: Kencana, 2007), 159
27

Sejak islam mulai menyebarluaskan pada 14 abad yang lampau, telah

menghapuskan diskriminasi antara laki-laki dan perempuan, perempuan

dipandang sebagai mitra sejajar laki-laki yang harmonis. Tidak ada perbedaan

kedudukan laki-laki dan perempuan, baik sebagai individu (hamba Allah), sebagai

anggota, keluarga, maupun sebagai anggota masyarakat. Begitu juga halnya dalam

hak dan kewajiban.

Yang dimaksud dengan Hak disini adalah apa-apa yang diterima oleh

seseorang dari orang lain, sedangkan yang dimaksud dengan kewajiban adalah apa

yang mesti dilakukan seseorang terhadap oaring lain. Kalaupun ada perbedaan, itu

hanyalah sebagai akibat fungsi dan tugas utama yang dibebankan Allah kepada

masing-masing jenis kelamin, sehingga perbedaan yang ada, tidak mengakibatkan

yang satu merasa memiliki kelebihan atas yang lain, keduanya saling melengkapi

dan saling menyempurnakan serta bantu membantu dalam melaksanakan tugas

dan kewajiban.

Konsekuensi pertama dan terbesar dari sebuah pernikahan adalah halalnya

hubungan suami istri. Paling tidak ada dua hikmah yang dapat kita Tarik

berkenaan dengan halalnya hubungan suami istri. Pertama, pernikahan

menjadikan sesuatu yang pada awalnya dilarang dan termasuk kategori dosa besar

sehingga semua jalan yang menuju kepadanya turut diharamkan menjadi sebuah

amal ibadah yang dihitung sebagai kenikamatan yang berisi sedekah. Kedua,

Halalnya hubungan suami istri menjadi awal swmua interaksi antara laki-laki dan

wanita secara mendalam. Ketika suami dan istri di halalkan melakukan interaksi

dan mereka hidup dalam satu naungan rumah tangga, maak Allah menetapkan
28

beberapa untuk mengatur kehidupan suami isrti ini. Allah menetapkan posisi yang

khas untuk suami dan istri yang memiliki peranan dan keutamaan masing-masing.

Dari perbedaan posisi dan peranan inilah hak dan kewajiban yang bersifat timbal

balik36.

Perkawinan adalah perbuatan hukum yang mengikat antara seorang pria

dengan seorang wanita (suami dan istri) yang mengandung nilai ibadah kepada

Allah disatu pihak dan dipihak lainnya mengandung aspek keperdataan yang

menimbulkan hak dan kewajiban antara suami dan istri. Oleh karena itu, antara

hak dan kewajiban merupakan hubungan timbal balik antara suami dan istrinya37.

Adapun hak-hak dan kewajiban suami istri yang diatur dalam Al-Qur’an

Surah An-Nisa ayat 19:

‫ٰٓيَاُّيَها اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْو ا اَل َيِح ُّل َلُك ْم َاْن َتِرُث وا الِّنَس ۤا َء َكْر ًه اۗ َو اَل َتْعُض ُلْو ُهَّن ِلَت ْذ َهُبْو ا ِبَبْع ِض َم ٓا ٰا َتْيُتُم ْو ُهَّن ِآاَّل َاْن‬
‫َّيْأِتْيَن ِبَفاِح َش ٍة ُّم َبِّيَنٍةۚ َو َعاِش ُرْو ُهَّن ِباْلَم ْع ُرْو ِف ۚ َفِاْن َك ِرْهُتُم ْو ُهَّن َفَع ٰٓس ى َاْن َتْك َر ُهْو ا َش ْئًـا َّوَيْج َعَل ُهّٰللا ِفْيِه َخْي ًرا‬
١٩ ‫َك ِثْيًرا‬

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu


mewarisi perempuan dengan jalan paksa Janganlah kamu menyusahkan mereka
karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan
kepadanya, kecuali apabila mereka melakukan perbuatan keji yang nyata.
Pergaulilah mereka dengan cara yang patut. Jika kamu tidak menyukai mereka,
(bersabarlah) karena boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah
menjadikan kebaikan yang banyak di dalamnya”

Adapun hak-hak dan kewajiban suami istri dalam perkawinan itu ada yang

merupakan hak-hak kebendaan, misalnya: ha katas nafkah, dan hak bukan

36
Dedi Susanto,Kupas Tuntas Masalah Gono-Gini Buku Pegangan Keluarga, Akademisi dan
Praktisi, (Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2011), 63-65
37
Zainudin Ali, Hukum Perdata Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), 51
29

kebendaan, misalnya: hak dan kewajiban bergaul baik sebagai suami istri didalam

hidup berumah tangga.

a. Hak Suami atas Istri

Islam mewajibkan suami terhadap istrinya memberikan hak-hak yang

harus dipenuhinya sebagai hak istri. Hak-hak suami terhadap istrinya yang

diwajibkan oleh islam memungkinkan perempuan melakukan tanggung

jawabnya yang pokok dalam rumah tangga dan masyarakat. Memberi

kemampuan bagi laki-laki untuk membangun rumahnya dan keluarganya.

Diantara hak-hak suami terhadap istri adalah, sebagai berikut:

1) Pemelihaharaan

Merupakan tanggung jawab yang tidak terputus dan terhenti. Ini

membutuhkan pengaturan hidup, mempertahankan perlindungan, dan

keamanan rumah tangga. Lalu menuntut perasaan kejiawaan khusus

yang meningkatkan perasaan-perasaan dengan tanggung jawab atas

pemeliharaan dan mengikutinya. Termasuk suatu yang tidak mungkin

diberikan kecuali kepasa sifat kelakian dengan unsur-unsurnya. Karena

perempuan sebagai tempat yang membawa janin dari laki-laki. Maka

wajib bagi laki-laki untuk menjaga dari segala gangguan dan

penyalahgunaan.

2) Taat kepada suami

Rasulullah telah menganjurkan kaum wanita agar patuh kepada

suami mereka, karena hal tersebut dapat membawa maslahat dan

kebaikan. Rasulullah telah menjadikan ridha suami sebagai penyebab


30

masuk surga. Akan tetapi kewajiban isteri untuk taat kepada suami

tidak bersifat mutlak, tapi disyaratkan kepada hal-hal yang tidak

mengandung durhaka kepada Allah. Jika suami memerintahkan untuk

melakukan ketidaktaatan (maksiat), seperti meninggalkan hijab,

meninggalkan shalat, maka saat itu isteri tidak boleh menurutinya.38

Maksudnya sebagaimana seorang isteri sepatutnya menuruti

perintah dari suami sebagai bentuk ketaatan yang mutlak, kecuali

untuk hal-hal yang menjauhkannya dari Allah swt. Seperti seorang

suami yang menyuruh isterinya untuk meninggalkan shalat, seorang

isteri selayaknya untuk tidak menaati perintah tersebut.

3) Tidak boleh puasa sunnah saat suami ada di rumah tanpa seizinnya.39

Dari Abu Hurairah berkata, bahwa Rasulullah saw bersabda yang

artinya:

“Tidak halal bagi seorang wanita untuk berpuasa (sunnah) sementara

suaminya ada di rumah, terkecuali dengan izinnya dan tidak boleh

mengizinkan (siapapun masuk) kerumah suaminya, terkecuali dengan

izinnya.”(HR. Bukhari). 40

Jika seorang isteri berpuasa sunnah namun suaminya tidak

mengizinkan untuk berpuasa. Maka hendaklah seorang isteri patuh

kepada apa yang di larang suami.

4) Memelihara kehormatan, anak-anak dan harta suami

38
Muhammad bin Sayyid Al-Muslimah, Ensiklopedia Fikih Wanita Menurut Al-Qur-an dan As-
Sunnah, (Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi‟i, 2019), 424
39
Ibid..., 426.
40
Al-Bukhari, al-Imam al-Hafidz Abi ‟Abdillah Ibn Isma‟il, Shahihu-l-Bukhari, Dar Ibn Hazm,
Beirut-Libanon.
31

Diantara hak suami atas isteri adalah tidak memasukkan seseorang

kedalam rumahnya melainkan dengan izin suaminya, kesenangannya

mengikuti kesenangan suami, jika suami membenci seseorang karena

kebenaran atau karena perintah syara‟ maka sang isteri wajib tidak

menginjakkan diri ke tempat tidurnya.41

Sebagaimana Allah swt berfirman dalam QS. An-Nisa‟ ayat 34:

ۗ ‫َالِّر َج اُل َقَّواُم ْو َن َع َلى الِّنَس ۤا ِء ِبَم ا َفَّض َل ُهّٰللا َبْع َض ُهْم َع ٰل ى َبْع ٍض َّو ِبَم ٓا َاْنَفُق ْو ا ِم ْن َاْم َو اِلِهْم‬
‫َفالّٰص ِلٰح ُت ٰق ِنٰت ٌت ٰح ِفٰظ ٌت ِّلْلَغْيِب ِبَم ا َح ِفَظ ُهّٰللاۗ َو اّٰل ِتْي َتَخ اُفْو َن ُنُش ْو َزُهَّن َفِع ُظْو ُهَّن َو اْهُج ُرْو ُهَّن ِفى‬
٣٤ ‫اْلَم َض اِج ِع َو اْض ِرُبْو ُهَّن ۚ َفِاْن َاَطْعَنُك ْم َفاَل َتْبُغ ْو ا َع َلْيِهَّن َس ِبْياًل ۗ ِاَّن َهّٰللا َك اَن َع ِلًّيا َك ِبْيًرا‬

Artinya:”Laki-laki (suami) adalah penanggung jawab atas para


perempuan (istri) karena Allah telah melebihkan sebagian mereka
(laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan) dan karena mereka
(laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari hartanya. Perempuan-
perempuan saleh adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga
diri ketika (suaminya) tidak ada karena Allah telah menjaga (mereka).
Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz, berilah
mereka nasihat, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang),
dan (kalau perlu,) pukullah mereka (dengan cara yang tidak
menyakitkan). Akan tetapi, jika mereka menaatimu, janganlah kamu
mencari-cari jalan untuk menyusahkan mereka. Sesungguhnya Allah
Mahatinggi lagi Mahabesar”

Telah dijelaskan dalam QS. An-Nisa‟ ayat 34 di atas bahwa seorang

istri harus bisa menjaga kehormatan dirinya, harta dan anak-anaknya

apabila suaminya sedang tidak bersamanya merupakan bentuk

ketaatannya kepada suami.

5) Berhias untuk suami

41
Muhammad bin Sayyid Al-Muslimah, Ensiklopedia Fikih Wanita Menurut Al-Qur-an dan As-
Sunnah.., hlm. 428.
32

Berhiasnya isteri demi suami adalah salah satu hak yang berhak

didapatkan oleh suami. Hendaklah para isteri tau cara menyayangi

suami seperti berhias mempercantik diri untuk menyenangi suaminya

dan ia akan mendapatkan pahala, sebaliknya tidak dibolehkan bagi

seorang isteri berhias untuk dipamerkan dan dilihat oleh banyak laki-

laki yang bukan mahramnya.42

Artinya bahwa seorang isteri tidak dibolehkan untuk mengungkit

ungkit harta atau nafkah yang sudah diberikan atau di nafkahkan untuk

kebutuhan suami dan anak-anaknya, karena setiap apa yang diberikan

lalu diungkit-ungkin dalam firman Allah swt di katakan itu dapat

merusak nilai pahala dari pemberian tersebut.

b. Hak Istri atas Suami

1) Hak istri yang bersifat materi meliputi:

a). Hak mengenai harta, yaitu mahar atau maskawin dan nafkah.

Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an Surah An-Nisa ayat 4

٤ ‫َو ٰا ُتوا الِّنَس ۤا َء َص ُد ٰق ِتِهَّن ِنْح َلًةۗ َفِاْن ِط ْبَن َلُك ْم َع ْن َش ْي ٍء ِّم ْنُه َنْفًسا َفُك ُلْو ُه َهِنْۤي ًٔـا َّم ِرْۤي ًٔـا‬

Artinya: “Berikanlah mahar kepada wanita (yang kamu nikahi)


sebagai pemberian yang penuh kerelaan. Kemudian, jika mereka
menyerahkan kepada kamu sebagian dari (mahar) itu dengan senang
hati, terimalah dan nikmatilah pemberian itu dengan senang hati.”

Makna kata an nihlah dari ayat diatas, adalah pemberian dan

hadiah. Ia bukan merupakan imbalan yang diberikan laiki-laki karena

boleh minikmati perempuan, sebagaimana persepsi yang telah


42
Ibid..., 429.
33

berkembang disebagian masyarakat. Sebenarnya dalam hukum sipil

juga kita dapatkan bahwa perempuan harus menyerahkan sebagian

hartanya kepada laki-laki. Namun, fitrah Allah telah menjadikan

perempuan sebagai pihak penerima, bukan pihak yang harus memberi.

Penganut madzhab hanafi menetapkan batas minimal mahar adalah

sepuluh dirham. Sementara penganut madzhab Maliki menetapkan tiga

dirham, tapi penetapan ini tidak berdasar pada dalil yang layak

dijadikan sebagai landasan, tidak pula hujjah yang dapat

diperhitungkan. 43

Sedangkan Madzhab Hanafi berpendapat bahwasanya tidak ada

ketentuan terkait besaran nafkah, dan bahwasanya suami berkewajiban

memikul kebutuhan istri secukupnya yang terdiri dari makan, lauk

pauk, daging, sayur mayor, buah, minyak, mentega, dan semua yang

dikonsumsi untuk menopang hidup sesuai dengan ketentuan yang

berlaku secara umum, dan bahwasanya itu berbeda-beda sesuai dengan

perbedaan tempat, zaman, dan keadaan. Madzhab Syafi’i tidak

mengaitkan pendapat besaran nafkah dengan batas kecukupan. Mereka

mengatakan nafkah ditetapkan berdasarkan ketentuan syari’at.

Meskipun demikian, mereka sepakat dengan Madzhab Hanafi dalam

mempertimbangkan keadaan suami dari segi kelapangan ataupun

kesulitan, dan bahwasanya keadaan suami yang mengalami kondisi

lapang, yaitu yang mampu memberi nafkah dengan harta dan

penghasilanya, harus memenuhi sebanyak dua mud setiap hari (satu


43
Wahbah Az-Zuhaili, “Fiqih Islam Wa Adillatuhu Jilid 7”, h. 412
34

mud kurang lebih setara denga 543 gram). Sedangkan orang yang

mengalami kesulitan, yaitu yang tidak mampu memberikah nafkah

dengan harta tidak pula penghasilan, harus menafkahi sebanyak satu

mud setiap hari.44

2) Hak-hak istri yang bersifat non materi

a) Hak mendapatkan perilaku yang baik dari suami

Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an surat An-Nisa [4] ayat

19:

‫ٰٓيَاُّيَه ا اَّل ِذ ْيَن ٰا َم ُن ْو ا اَل َيِح ُّل َلُك ْم َاْن َتِرُث وا الِّنَس ۤا َء َكْر ًه اۗ َو اَل َتْع ُض ُلْو ُهَّن ِلَت ْذ َهُبْو ا ِبَبْع ِض َم ٓا‬
‫ٰا َتْيُتُم ْو ُهَّن ِآاَّل َاْن َّي ْأِتْيَن ِبَفاِح َش ٍة ُّم َبِّيَن ٍةۚ َو َعاِش ُرْو ُهَّن ِب اْلَم ْع ُرْو ِف ۚ َف ِاْن َك ِرْهُتُم ْو ُهَّن َفَع ٰٓس ى َاْن‬
١٩ ‫َتْك َر ُهْو ا َش ْئًـا َّوَيْج َعَل ُهّٰللا ِفْيِه َخْيًرا َك ِثْيًرا‬

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu


mewarisi perempuan dengan jalan paksa.150) Janganlah kamu
menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian
dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, kecuali apabila mereka
melakukan perbuatan keji yang nyata. Pergaulilah mereka dengan
cara yang patut. Jika kamu tidak menyukai mereka, (bersabarlah)
karena boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah
menjadikan kebaikan yang banyak di dalamnya.”

Adapun tujuan dari hak dan kewajiban suami istri adalah suami

istri dapat menegakan rumah tangga yang merupakan sendi dasar dari

susunan masyarakat, oleh karna itu suami istri wajib saling mencintai,

saling menghormati, dan saling setia.

b) Agar suami menjaga dan memelihara istrinya.

44
Wahbah Az-Zuhaili,”Fiqih Islam Wa Adillatuhu Jilid 7”,hal 437
35

Maksudnya ialah menjaga kehormatan istri, tidak menya-nyiakan

agar selalu melaksanakan perintah Allah dan meninggalkan segala

larangan-Nya.

Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an surat At-Tahrim [66]

ayat 6.

‫ٰٓيَاُّيَها اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْو ا ُقْٓو ا َاْنُفَس ُك ْم َو َاْهِلْيُك ْم َناًرا َّو ُقْو ُدَها الَّناُس َو اْلِح َج اَر ُة َع َلْيَها َم ٰۤل ِٕىَك ٌة ِغ اَل ٌظ ِش َداٌد اَّل‬
٦ ‫َيْع ُصْو َن َهّٰللا َم ٓا َاَم َر ُهْم َو َيْفَع ُلْو َن َم ا ُيْؤ َم ُرْو َن‬

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan


keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan
batu. Penjaganya adalah malaikat-malaikat yang kasar dan keras.
Mereka tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia
perintahkan kepadanya dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan.”

c) Sabar dan kuat menghadapi masalah

Wanita bukanlah peri yang ada dalam dunia khayalan, melainkan

dia hanyalah manusia biasa yang bisa saja baik dan jahat, benar dan

salah. Karna itu, suami harus suami harus sabar dan kuat

menghadapi masalah dalam rangka menjaga keutuhan hidup suami

istri agar tidak hancur. Laki-laki muslim sejati adalah yang bijaksana

dan menerima kenyataan atas apa yang dikhayalkan. Sehingga akal

sehatnya lebih dikedepankan dari perasaannya, mampu menahan dan

mengendalikan emosional tatkala perasaannya merasa tidak simpati

kepada sikap istrinya. Hal itu demi melanjutkan kehidupan rumah

tangga sebagai respon terhadap firman Allah dalam Al-Qur’an surat

An-Nisa [4] ayat 19:


36

‫ٰٓياُّيَها اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْو ا اَل َيِح ُّل َلُك ْم َاْن َتِرُثوا الِّنَس ۤا َء َكْر ًهاۗ َو اَل َتْعُض ُلْو ُهَّن ِلَتْذ َهُبْو ا ِبَبْع ِض َم ٓا‬
‫ٰا َتْيُتُم ْو ُهَّن ِآاَّل َاْن َّيْأِتْيَن ِبَفاِح َش ٍة ُّم َبِّيَنٍةۚ َو َعاِش ُرْو ُهَّن ِباْلَم ْع ُرْو ِف ۚ َفِاْن َك ِرْهُتُم ْو ُهَّن َفَع ٰٓس ى َاْن‬
١٩ ‫َتْك َر ُهْو ا َش ْئًـا َّوَيْج َعَل ُهّٰللا ِفْيِه َخْيًرا َك ِثْيًرا‬

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu


mewarisi perempuan dengan jalan paksa. Janganlah kamu
menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian
dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, kecuali apabila mereka
melakukan perbuatan keji yang nyata. Pergaulilah mereka dengan
cara yang patut. Jika kamu tidak menyukai mereka, (bersabarlah)
karena boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah
menjadikan kebaikan yang banyak di dalamnya”.

d) Jangan menghalangi untuk pergi ke mesjid.45

Al-Kirmani berkata: “Hal itu diperbolehkan jika aman dari fitnah.”

Al-Bukhari meriayatkan dari salim, dari ayahnya rohimahullahu, dari

Nabi SAW bersabda yang mana artinya :

“Jika istri salah seorang dari kalian meminta izin untuk pergi ke

mesjid, maka janganlah menghalanginya.”

Kewajiban taat pada suami hanyalah dalam hal-hal yang

dibenarkan agama, bukan dalam hal kemaksiatan. Diantara ketaatan

istri kepada suaminya adalah tidak keluar rumah kecuali dengan

seizinnya (suami)46

Sebagaimana Rosulallah SAW menegaskan tentang hak suami

terhadap istri:

‫ َح ُّق َز َو اِج َع َلى َز ْو َجِتِه ااَّل‬: ‫ُع َم َر َاَّن َر ُسْو َل ِهَّللا صلى هللا عليه وسلم َقا ل‬ ‫َع ْن ُع َبْيِد ِهَّللا اْبِن‬
‫َك اَن َع َلى َظْهٍرُقُطٍب َو اِح ًدا ِااَّل َو َاْن اَّل َتُصْو ُم َيْو ًم ا ِبِإ ْذ ِنِه ِلَفِرْيِضِه َفِإْن‬ ‫َتْم َنَع ُه َنْفَسَها َو َلْو‬

45
Abu Hafs Usamah Bin Kamal Bin ‘Abdir Razzaq, Panduan Lengkap Nikah (Dari “A” Sampai
“Z”), (Bogor, Pustaka Ibnu Katsir), Cet 1,2,3,H. 324
46
Abdul Rohman Ghozali, Fiqih Munakahat, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), H.
159
37

‫َع ِم َلْت َاِئَم ْت َو َلْم َيَتَقَّبْل ِم ْنَها َو َاْناَل ُتْع ِط َي ِم ْن َبْيِتَها َشْيًأ ِااَّل ِبِإ ْذ ِنِه َفِإ ْن َفَع َلْت َك اَن َلُه اَاْلْج َر‬
‫َو َع َلْيَها اْلِو ْز َر َو َااَّلَتْخ ُر َج ِم ْن َبْيِتِه ِااَّل ِبِإ ْذ ِنِه َفِإ ْن َفَع َلْت َلْعَنَها هلَّلا َو َم اَل ِئَك َتُه اْلَغ َضِب َاْو َتْر ِج َع‬
)‫َو ِاْن َك اَن َظا ِلًم ا (رواه ابو دود‬

Artinya: “Dari Abdullah bin umar ra. Sesungguhnya Rosulallah SAW


bersabda : hak suami terhadap istrinya adalah tidak menghalangi
permintaan suaminya kepadanya sekalipin sedang diatas punggung
unt, tidak berpuasa walaupun sehari saja selain dengan izinnya,
kecuali puasa wajib, jika ia tetap berpuasa, ia berdosa dan puasanya
tidak diterima. Ia tidak boleh memberikan sesuatu dari rumahnya
kecuali dengan izin suaminya, jika ia memberinya maka pahakanya
bagi suaminya dan dosanya untuk dirinya sendiri. Ia tidak keluar dari
rumahnya kecuali dengan izin suaminya. Jika ia berbuat demikian
maka Allah melaknantnya dan para malaikat memarahinya sampai
tobat dan pulang kembali sekalipun suaminya itu dzolim. (HR.Abu
Daud)

e) Mencampuri isteri

Berbicara nafkah batin sudah tentu harus benar-benar faham apa

yang dimaksud dengannya. Jadi nafkah batin merupakan pemenuhan

kebutuhan terutama biologis dan psikologis, seperti cinta dan kasih

sayang, perhatian, perlindungan dan lain sebagainya, yang bentuk

konkretnya berupa persetubuhan (sexual intercourse). Sehingga dalam

keseharian ketika disebut nafkah batin, maka yang dimaksud justru

hubungan biologis.47

c. Hak dan Kewajiban Bersama Suami Isteri

1) Hak bersama suami isteri.

a) Bolehnya bergaul dan bersenang-senang di antara keduanya.

b) Mendapat (perilaku) yang baik.

47
Samsul Bahri, Mimbar Hukum, No 52, Nafkah Batin dan Kompensasi Materilnya, hlm. 24.
38

c) Timbulnya hubungan suami dengan keluarga isterinya dan

sebaliknya hubungan isteri dengan keluarga suaminya yang di

sebut dengan mushaharah.

d) Hubungan saling mewarisi di antara suami isteri. Setiap pihak

berhak mewarisi pihak lain bila terjadi kematian.

e) Timbulnya hak harta bersama antara suami isteri. Harta bersama

adalah harta yang di peroleh baik secara sendiri-sendiri maupun

bersama-sama dengan suami dan isteri dalam ikatan perkawinan,

selain hibah dan warisan.

2) Kewajiban bersama suami isteri.

a) Memelihara dan mendidik anak keturunan yang lahir dari

perkawinan tersebut.

b) Mewujudkan kehidupan perkawinan yang diharapkan Allah untuk

terwujud, yaitu mawaddah, ramah, dan sakinah. (QS. Ar-Rum:

21).

‫َوِم ْن ٰا ٰي ِتٖٓه َاْن َخ َلَق َلُك ْم ِّم ْن َاْنُفِس ُك ْم َاْز َو اًجا ِّلَتْس ُك ُنْٓو ا ِاَلْيَها َو َجَعَل َبْيَنُك ْم َّمَو َّد ًة َّوَر ْح َم ًةۗ ِاَّن‬
٢١ ‫ِفْي ٰذ ِلَك ٰاَل ٰي ٍت ِّلَقْو ٍم َّيَتَفَّك ُرْو َن‬

Artinya:“Di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah bahwa


Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari (jenis)
dirimu sendiri agar kamu merasa tenteram kepadanya. Dia
menjadikan di antaramu rasa cinta dan kasih sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir
.
39

f) Memperlakukan kedua orang tua dan kerabat suami/isteri

dengan baik.48

2. Hak dan Kewajiban Suami Istri Tinjauan Kitab ‘Uqūd al-Lujayn

a. Hak Istri dan Suami

(‫في صورة النساء (وعاشروهن بالمعروف) اي بالعدل في المبيت والنفقة )قال هللا تعالي‬
)‫وباالجمال في القول (وقال) في سورة البقراة (ولهن) على الزواج (مثل الذي) لهم (عليهن‬
‫من الحقوق قى الوجوب واستحقاق المطالباة عليها ال فى الجنس (بالمعروف) اى بما‬
‫يستحسن شرعا من حسن الشرة وترك الضرر منهم ومنهن قال ابن عباس رضي هللا عنهما‬
‫معنى ذالك انى احب ان اترين ال مر اتى كما تحب ان تتزين لى لهذه اال ية (وللر جال عليهن‬
‫درجة) اى فضيلة فى الحق من وجوب طاعتهن لهم لما دفعوه اليهن من المهر وال نفاقهم فى‬
‫مصالهن‬49

Allah SWT. Berfirman dalam QS.An-Nisa (4) ayat 19 :

‫ٰٓيَاُّيَها اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُن ْو ا اَل َيِح ُّل َلُك ْم َاْن َتِرُث وا الِّنَس ۤا َء َكْر ًه اۗ َو اَل َتْع ُض ُلْو ُهَّن ِلَت ْذ َهُبْو ا ِبَبْع ِض َم ٓا‬
‫ٰا َتْيُتُم ْو ُهَّن ِآاَّل َاْن َّيْأِتْيَن ِبَفاِح َش ٍة ُّم َبِّيَنٍةۚ َو َعاِش ُرْو ُهَّن ِباْلَم ْع ُرْو ِف ۚ َف ِاْن َك ِرْهُتُم ْو ُهَّن َفَع ٰٓس ى َاْن‬
١٩ ‫َتْك َر ُهْو ا َش ْئًـا َّوَيْج َعَل ُهّٰللا ِفْيِه َخْيًرا َك ِثْيًرا‬

Artinya:”Wahai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu


mewarisi perempuan dengan jalan paksa.Janganlah kamu
menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian
dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, kecuali apabila
mereka melakukan perbuatan keji yang nyata. Pergaulilah mereka
dengan cara yang patut. Jika kamu tidak menyukai mereka,
(bersabarlah) karena boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu,
padahal Allah menjadikan kebaikan yang banyak di dalamnya.”
Yang dimaksud secara patut dalam dalam firman Allah

yang pertama adalah berlaku adil dalam mengatur waktu untuk

para istri, memberi nafkah dan lemah lembut dalam berbicara

dengan mereka. Sedangkan yang dimaksud dalam firman Allah

yang kedua adalah istri mempunyai hak yang seimbang dengan

48
Hamid Sarong, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Banda Aceh: Pena, 2010), hlm. 165-
167.
49
Muhammad bin Amr Nawawi,Syarh ‘Uqudullujain fi Bayani Huquq Az-Zaujain, (Surabaya:
Toko Kitab Hidayah), hlm. 3
40

kewajibannya, kecuali dalam hubungan seksual, istri juga memiliki

hak untuk diperlakukan secara baik menurut syariat dan hak unruk

terbebas saling menyakiti. Mengenai hal itu Ibn Abbas pernah

berkata: “Saya senang berdandan untuk istri saya, sebagaimana ia

suka berdandan untuk saya”. Akan tetapi, suami memiliki hak yang

lebih atas istrinya, karena itu istri wajib patuh kepadanya. Ini

karena suami bertanggung jawab memberikan mas kawin dan

nafkah untuk kesejahteraan hidup mereka. Nabi Muhammad SAW

bersabda:

‫حق المراة على الزوج ان يطمعها اذا طعم ويكسوها اذا كسنى و ال يضرب الوجه وال‬
‫يقبح وال يهجراال فى المبيت‬50

Artinya: “Kewajiban suami terhadap istri adalah meberikan


sandang dan pangan seperti yang diperoleh, selain itu ia dilarang
memukul wajah, menjelek-jelekannya, dan dilarang
menghindarinya kecuali di rumah.”

Di antara kewajiiban suami terhadap istri adalah:

1) Memberikan sandang dan pangan

2) Tidak memukul wajah ketika terjadi nusyuz (ketidak

patuhan)

3) Tidak mengolok-olok dengan mengucapkan hal-hal yang

dibencina seperti ucapan “semoga Allah menjelekan kamu”

50
Muhammad bin Amr Nawawi, Syarh ‘Uqudullujain fi bayani Huquq az-Zaujain, 4
41

4) Tidak menjauhi dan menghindari istri kecuali di dalam

rumah. Adapun menghindari berbicara hukumnya haram,

kecuali karena alasan yang dibenarkan.

b. Hak Suami atas Istri

Allah SWT. Berfirman dalam QS. An-Nisa : 34

ۗ ‫َالِّر َج اُل َقَّواُم ْو َن َع َلى الِّنَس ۤا ِء ِبَم ا َفَّض َل ُهّٰللا َبْع َض ُهْم َع ٰل ى َبْع ٍض َّو ِبَم ٓا َاْنَفُق ْو ا ِم ْن َاْم َو اِلِهْم‬
‫َفالّٰص ِلٰح ُت ٰق ِنٰت ٌت ٰح ِفٰظ ٌت ِّلْلَغْيِب ِبَم ا َح ِف َظ ُهّٰللاۗ َو اّٰل ِتْي َتَخ اُفْو َن ُنُش ْو َزُهَّن َفِع ُظ ْو ُهَّن‬
‫َو اْهُجُرْو ُهَّن ِفى اْلَم َض اِج ِع َو اْض ِرُبْو ُهَّن ۚ َفِاْن َاَطْعَنُك ْم َفاَل َتْبُغ ْو ا َع َلْيِهَّن َس ِبْياًل ۗ ِاَّن َهّٰللا َك اَن‬
٣٤ ‫َع ِلًّيا َك ِبْيًرا‬

Artinya:”Laki-laki (suami) adalah penanggung jawab), atas para


perempuan (istri) karena Allah telah melebihkan sebagian mereka
(laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan) dan karena mereka
(laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari hartanya. Perempuan-
perempuan saleh adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan
menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada karena Allah telah
menjaga (mereka). Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan
akan nusyuz, berilah mereka nasihat, tinggalkanlah mereka di
tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu,) pukullah mereka
(dengan cara yang tidak menyakitkan). Akan tetapi, jika mereka
menaatimu, janganlah kamu mencari-cari jalan untuk
menyusahkan mereka. Sesungguhnya Allah Mahatinggi lagi
Mahabesar.”

‫قال المفسرون تفضيل الرجال عليهن من وجوه كثيرة حقيقة وشرعية فمن االول ان‬
‫عقولهم وعلوهم اكثر وقلوبةم على االعمال االشاقة صبر وكذلك القوة والكتابة غالبا‬
‫والفروسية وفيهم العلماء واالمامة الكبرى والصغرى والجهاد واالذن والحطبة والجمعة‬
‫واالعتكاف والشهادة فى الحدود والقصاص واالنكحة ونحوها وزيادة الميراث‬
‫والتعصيب وتحمل الدية والية النكاح والطالق والرجعة وعدد االواج واليهم االنتساب‬
‫ومن الثانى عطية المهر والنفقة ونحوهما كذا فى الزواجر‬

Para ulama tafsir mengatakan bahwa keutamaan kaum laki-

laki atas wanita dapat dilihat dari dua segi, yaitu dari segi “hakiki”

dan “syar’i”, Pertama, dari segi hakiki atau kenyataannya, mereka

melebihi perempuan antara lain dalam kecerdasan, kesanggupan


42

melakukan pekerjaan yang berat dan tabah, kekuatan fisik,

kemampuan menulis, keterampilan menggang kuda, banyak yang

menjadi ulama dan pemimpin, pergi berperang, mengumandangkan

adzan, membaca khutbah, melakukan shalat jum’at, melakukan

i’tikaf, menjadi saksi dalam had, qiyas, nikah dan sebagainya.

Memperoleh warisan dan ashobah lebih banyak , menanggung

beban diyat, menjadi wali dalam nikah, mempunyai hak untuk

menjatuhkan talak dan melakukan ruju’, mempunyai hak untuk

berpoligami dan memegang garis keturunan (nasab). Kedua, dari

segi syar’i yaitu melaksanakan dan memenuhi haknya sesuai

dengan ketentuan syara’, seperti memberi mahar dan nafkah

kepada istri. Demikian sebagaimana disebut dalam kitab az-

Zawajir, karya ibn Hajar51.

(‫اى مطبعات ال رواجهن (حافظات للغيب) اى لما يجب عليها )فا الصالحات قانتات‬
‫حفظه اي حال غيبة ازواجهن من الفروج واسوال الزوج وسره وامتعة بيته (بما حفظ‬
‫هللا) اى بحفظ ايا هن وبتوفيقه لهن او بالوصية منه تعالى عليهن او بنهيهن عن‬
‫المخالفة‬52

Wanita-wanita yang solihah dalam ayat tersebut adalah

mereka yang taat kepada suami. Mereka melakukan kewajiban

ketika suami tidak ada di rumah, menjaga kehormatan, serta

memelihara rahasia dan harta suami sesuai ketentuan Allah, karena

Allah menjaga dan memberikan pertolongan kepada mereka.

Rosulallah SAW bersabda yang Artinya:

51
Muhammad bin Amr Nawawi, Syarh ‘Uqudullujain fi Bayan az-Zaujain, hlm. 6-7
52
Muhammad bin Amr Nawawi, Syarh ‘Uqudullujain fi Bayan az-Zaujain, 7
43

“Sesungguhnya di antara hak suami yang menjadi kewajiban istri

adalah:

1) Apabila suami memerlukan diri istrinya sekalipun sedang

berada di atas punggung unta, maka ia tidak boleh menolak.

2) Istri tidak boleh memberikan apa saja dari rumah suaminya jika

tidak mendapatkan izinnya. Kalau istri memberikan sesuatu

tanpa izin suami maka si istri mendapatkan dosan, sedangkan

suami mendpatkan pahala.

3) Istri tidak boleh berpuasa sunnah jika tidak mendapatkan izin

dari suaminya. Jika tetap melaksanakannya ia hanya akan

merasakan lapar dan dahaga. Sedangkan puasanya tidak

diterima oleh Allah.

4) Jika istri keluar rumah tanpa izin suaminya, maka ia akan

mendapatkan laknat para malaikat hingga istri kembali

kerumahnya dan bertaubat”.53

3. Hak Dan Kewajiban Suami Istri Menurut UU Perkawinan No. 1 Tahun

1974 dan KHI

Hak dan kewajiban suami istri di dalam rumah tangga telah diatur

dalam Undang-Undang Perkawinan No.1 Tahun 1974 dalam BAB V dari

pasal 30 sampai pasal 34.54 Sementara dalam Kompilasi Hukum Islam

diatur dalam Bab XII pasal 77 sampai dengan pasal 84.55


53
Yusuf Qordhawi, fiqih Wanita, Segala Hal Mengenai Wnita; (Bandung: Jabal, 2014), 50
54
Departemen Agama RI, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Dan
Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Serta Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia (Jakarta:
t.pn), h. 29-30
55
Ibid., h. 156-160
44

Pada pasal 30 Undang-Undang Perkawinan menyatakan bahwa, suami

istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga

yang menjadi sendi dasar susunan masyarakat. Dalam rumusan

Kompilasi Hukum Islam pasal 77 ayat (1) berbunyi: suami istri

mempunyai kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang

sakinah, mawaddah dan rahmah yang menjadi sendi dasar dari susunan

masyarakat”

Dari kedua pasal tersebut yaitu hak dan kewajiban yang menjelaskan

tentang suami istri dalam menjalankan kewajibannya sebagai sebuah

keluarga harus berperan besar untuk memelihara keutuhan dalam

keluarganya demi terciptanya keluarga yang sakinah, mawaddah,

warohmah. Yaitu keluarga yang bahagia dan penuh rahmat. Pasal ini juga

mengatur bahwa dalam menjalankan hak dan kewajiban antara suami

istri harus didasarkan atas kewajiban bersama dalam membangun

pondasi atau sendisendi dasar dalam susunan rumah tangga yang

membuat keluarganya bahagia, aman dan tentram. Kewajiban suami istri

dalam menegakkan rumah tangga dengan maksud yaitu suami istri harus

berusaha supaya rumah tangganya tetap utuh dan tidak bubar

dikarenakan perceraian.

Kemudian dalam pasal 31 ayat (1) UU Perkawinan No.1 Tahun 1974

dan pasal 79 ayat (2) KHI dinyatakan ‚hak dan kedudukan istri adalah

seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah

tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat berdasarkan


45

pasal ini bahwa kedudukan suami istri dalam rumah tangga dan

masyarakat adalah seimbang. Ini berarti suami dan istri mempunyai

tanggung jawab yang sama meskipun berbeda tugas dan fungsinya

seperti yang tertera pada pasal 31 ayat (3) UU Perkawinan No. 1 Tahun

1974 dan di KHI pada pasal 79 ayat (1) yaitu: suami adalah kepala

keluarga dan istri ibu rumah tangga‛.

Persamaan hak dan kedudukan antara suami dan istri ini di

maksudkan agar tidak terjadi perlakuan yang semena-mena terhadap hak

masing-masing, karena dalam kehidupan masyarakat sering terjadi

bahwa istri tidak tahu hak dan kewajibannya dalam rumah tangga seperti

pasal tersebut di atas dan bahkan yang lebih buruk lagi, suami berbuat

semaunya, sementara istri hanya bisa diam saja dengan meratapi

nasibnya seperti misalnya suaminya kawin lagi secara diam-diam, atau

istri yang tidak dapat berbuat apa-apa karena suaminya menghabiskan

harta bendanya secara tidak wajar. Maka dalam hal ini istri juga berhak

untuk melakukan perbuatan hukum jika terjadi hal-hal seperti itu seperti

yang telah di tetapkan pada pasal 31 ayat (2) UU Perkawinan No.1 Tahun

1974 dan juga pasal 79 ayat (3) KHI yang berbunyi: “masing-masing

pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum‛

Selanjutnya pada UU Perkawinan No.1 Tahun 1974 pasal 32 ayat (1)

dan (2) yaitu: ayat (1) suami istri harus mempunyai tempat kediaman

yang tetap dan ayat (2) nya rumah tempat kediaman yang dimaksudkan
46

dalam ayat (1) pasal ini ditentukan oleh suami istri bersama. Isi dari pasal

32 tersebut juga tertuang dalam KHI pada pasal 78 ayat (1) dan (2).

Fungsi ditetapkannya ketentuan bagi suami istri harus mempunyai

tempat kediaman yang tetap yaitu karena tempat kediaman merupakan

penentu bagi seseorang, apakah seseorang tersebut memenuhi hak dan

kewajibannya dalam setiap peristiwa hukum, tempat kediaman juga

menentukan status hukum seseorang apakah ia dalam ikatan perkawinan,

apakah ia dalam keadaan tidak wenang berbuat. Tempat kediaman juga

menentukan apabila seseorang berperkara di muka pengadilan dan

pengadilan berwenang menyelesaikan perkara perdata adalah yang

daerah hukumnya meliputi tempat tinggal tergugat.

Setiap keluarga sudah tentu menginginkan kebahagiaan sampai dihari

tua, tidak menginginkan terjadi perselisihan apalagi sampai ke

pengadilan. Untuk mewujudkannya maka suami harus saling

menghormati, saling bahu membahu untuk keutuhan keluarganya dan hal

tersebut juga diatur pada pasal 33 UU Perkawinan No.1 Tahun 1974 dan

juga KHI pasal 77 ayat (2) yaitu: ‚suami istri wajib saling cinta

mencintai, hormat menghormati, setia dan memberi bantuan lahir batin

yang satu kepada yang lain‛. Selain itu juga terdapat kewajiban bagi

suami istri untuk kebahagiaan keluarganya yaitu di KHI pasal 77 pada

ayat (3): ‚suami istri memikul kewajiban untuk mengasuh dan

memelihara anak-anak mereka, baik mengenai pertumbuhan jasmani,

rohani maupun kecerdasannya dan pendidikan agamanya‛.


47

Di antara kewajiban bersama bagi suami istri juga terdapat ketentuan

tentang kewajiban masing-masing. Kewajiban suami tertuang pada pasal

34 UU Perkawinan No.1 Tahun 1974 dan KHI pasal 80 ayat (2) bahwa:

suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu

keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.

Ketentuan tentang kewajiban suami lebih banyak di bahas dalam KHI.

Tidak hanya pada ayat (2) pasal 80 itu tentang kewajiban suami. Pada

pasal 80 ayat (1): suami adalah pembimbing terhadap istri dan rumah

tangganya, akan tetapi mengenai hal-hal urusan rumah tangga yang

pentingpenting diputuskan oleh suami istri bersama. Ayat (3) ‚suami

wajib memberikan pendidikan agama kepada istrinya dan memberi

kesempatan belajar pengetahuan yang berguna dan bermanfaat bagi

agama, nusa dan bangsa. Ayat (4) bahwa: sesuai dengan penghasilannya

suami menanggung: (a). nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi istri,

(b). biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan bagi istri

dan anak, (c). biaya pendidikan bagi anak. Ayat (5): kewajiban suami

terhadap istrinya seperti tersebut pada ayat (4) huruf a dan b di atas mulai

berlaku sesudah ada tamkin sempurna dari istrinya. Ayat (6): istri dapat

membebaskan suaminya dari kewajiban terhadap dirinya sebagaimana

tersebut pada ayat (4) huruf a dan b. Dan yang terakhir ayat (7) yaitu:

kewajiban suami sebagaimana dimaksud ayat (5) gugur apabila istri

nusyuz.
48

Selanjutnya kewajiban istri terhadap keluarganya dalam UU

Perkawinan No.1 Tahun 1974 terdapat pada pasal 34 ayat (2) yang

berbunyi: istri wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya

kemudian di dalam KHI dibahas tentang kewajiban istri pada pasal 83

ayat (1) dan (2) yaitu: (1) ‚kewajiban utama bagi seorang istri ialah

berbakti lahir dan batin kepada suami di dalam yang dibenarkan oleh

hukum Islam. (2) istri menyelenggarakan dan mengatur keperluan rumah

tangga sehari-hari dengan sebaik-baiknya.

Pasal-pasal tersebut sudah terlihat jelas bahwasanya ada kewajiban

bersama dan juga kewajiban masing-masing, apabila salah satu dari

mereka melalaikan kewajibannya maka kepada pihak yang dirugikan

haknya dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan sebagaimana yang

terdapat pada pasal 34 ayat (3) UU Perkawinan No.1 Tahun 1974 yang

berbunyi: jika suami atau istri melalaikan kewajibannya masing-masing

dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan.

Dalam KHI terdapat pasal yang menjelaskan mengenai istri yang tidak

melaksanakan kewajibannya dan dianggap nusyuz yaitu pelanggaran istri

terhadap perintah dan larangan suami secara mutlak atau durhaka yang

mengakibatkan hilangnya kewajiban bagi suami terhadapnya, hal

tersebut di bahas di KHI pasal 84 ayat (1) sampai (4) yaitu: (1) istri dapat

dianggap nusyuz jika ia tidak mau melaksanakan kewajibannya

sebagaimana dimaksud dalam pasal 83 ayat (1) kecuali dengan alasan

yang sah. (2) selama istri dalam nusyuz, kewajiban suami terhadap
49

istrinya tersebut pada pasal 80 ayat (4) huruf a dan b tidak berlaku

kecuali hal-hal untuk kepentingan anaknya, (3) ‚kewajiban suami

tersebut pada ayat (2) di atas berlaku kembali sesudah istri nusyuz (4)

ketentuan tentang ada atau tidak adanya nusyuz dari istri harus

didasarkan atas bukti yang sah.


BAB III
PEMBAHASAN

Pada bab ini peneliti akan menjawab permasalahan yang telah di rumuskan

oleh penelitidalam masalah, peneliti akan menjelaskan deskriptif komparatif yang

berkaitan dengan masalah yang akan diteliti.

Pada bab ini penelliti akan lebih rinci dan jelas dalam menjawab serta akan

membandingkan, dengan melihat dari segi kelebihan dan kekurangan dengan

menganalisis pada masa kini. Yakni membandingkan tinjauan kitab, anara kitab

Uqudullijain dengan Undang-Undang No 1 Tahun 1974 mengenai pembahasan

tentang peran istri sebagai wanita karir

A. Hak dan Kewajiban Istri sebagai wanita karir tinjauan kitab ‘Uqūd al-

Lujayn

1. Wanita Karir atau Wanita Bekerja di Luar Rumah

Apabila seorang istri harus bekerja di luar rumah dan meninggalkan

kelarganya, maka istri harus mendapatkan izin dari suaminya. Dia tidak boleh

meninggalkan rumah tanpa seizin suaminya karena istri layaknya tahanan bagi

suaminya.

(‫اي اخرحجة صلى هللا عليه وسلم وهو حجة )روي عن النبي صلى هللا عليه وسلم انه قال فى حجة الوداع‬
‫الجمعة (بعد ان حمد هللا) تعالى(والثني عليه ووعظ) الحاضرين‬56
Dalam satu riwayat disebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW. Ketika

melakukan haji wada (haji terakhir yang bertepatan dengan hari jumat) setelah

memuji Allah dan menasehati orang-orang yang hadir itu, beliau bersabda:

56
Muhammad bin Amr Nawawi, Syarh ‘Uqudullujain fi Bayan az-Zaujain (Surabaya: Toko Kitab
Hidayah), 3-4

50
51

‫ فان هن عوان عند كم ليس تملكون منهن شيئا غير ذالك اال ان ياتين بفاحشة‬.‫أال واستوصوا بالنساء خيرا‬
‫ فان فعلن فاهجروهن فى المضاجيع واضربوهن ضربا غير مبرح فان اطعنكم فال تبغوا‬.‫مبين‬
‫ فحقكم عليهن ان ال يوطئن فزاشكم من‬.‫ اال ان لكم علىنسائكم حق ولنسائكم غليم حقا‬.‫عليهن سبيال‬
‫ اال وحقهن عليكم ان تحسنو اليهن فى كسوتهن‬.‫ وال ياذن في بيوتكم لمن تكرهن‬.‫تكرهونز‬.

Artimya:”ketauhilah! Hendaklah kamu melaksanakan wasiatku


untuk melakukan yang terbaik bagi kaum wanita, karena mereka itu
laksana tawanan yang berada di sisimu, kamu tidak dapat berbuat apa-
apa terhadap mereka kecuali apa yang telah aku wasiatkan ini. Lain
halnya jika mereka melakukan tindakan keji secaraterang-terangan.
Apabila mereka melakukannya, maka tindaklah mereka dengan pisah
ranjang dan pukulah mereka dengan pukulan yang tidak
membahayakan. Tetapi apabila mereka patuh, maka janganlah mencari
alasan untuk memukul mereka. Ketahuilah bahwa kamu mempunyai hak
atas mereka, dan mereka mempunyai hak atasmu, adapun hakmu atas
mereka adalah mereka tidak diperkenankan untuk membawa orang yang
tidak kamu suaki menginjak tempat tidurmu dan mengizinkannya
memasuki rumahmu. Ketahuilah bahwa hak mereka atasmu adalah
perlakuanmu yang baik dalam memberikan sandang dan pangan”57
Dalam hadist di atas, Nabi mengingatkan agar kita melaksanakan wasiatnya

berkenaan dengan istri, yaitu mengasihi dan memperbaikinya dengan baik, karena mereka

adalah orang-orang yang lemah dan membutuhkan orang lain untuk menyediakan hal-hal

yang menjadi keperluan mereka. Nabi mengumpamakan mereka dengan tawanan, karena

pada dasarnya mereka adalah tahanan suami atau pinjaman yang diamanatkan oleh Allah.

Akan tetapi, jika melakukan perbuatan keji seperti nusyuz, maka suami diperbolehkan

melakukan tindakan berupa pasah ranjang dalam waktu yang tidak terbatas sesuai dengan

kebutuhan. Jika sudah ada tanda-tanda membanik, maka pisah ranjang dihentikan.

Menurut sebagian ulama’, masa pisah ranjang itu maksimal satu bulan. Demikian pula,

suami diperbolehkan memukul dengan pukulan yang tidak berbahaya jika pisah ranjang

tidak membuat mereka sadar. Akan tetapi, apabila mereka kembali patuh kepada suami,

amak suami dilarang mencari berbagai alasan untuk memukul mereka secara dzalim.

57
Hadist di atas diriwayatkan oleh At-Turmudzi (Hadist Nomor 1163) dan Ibn Majah (Hadist
Nomor 1851) dari jalur Sulayman bin ‘Amr bin al-Ahwash dari ayahnya secara marfu’. Menurut
at-Turmudzi, hadist ini hasan sahih, menurut al-Albani dalam sanad hadist ini terdapat
“kesamaran” tetapi ia memiliki beberapa penguat (syahid) yang menguatkannya (Irwa’ al-ghalil,
Juz VII, 54, hadistNo. 1997)
52

Sebab istri yang telah menyadari kesalahannya dan bertaubat, seperti orang yang tidak

pernah berbuat dosa.

Syaikh Nawawi Banten mengatakan bahwa kata “Awanin” adalah bentuk jama’ dari

“Aniyah’ seorang istri dikatakan sebagai Aniyah karena dia dipenjara, seperti tawanan

atauta hanan bagi suaminya. Ada pendapat lain yang mengatakan bahwa mereka (kaum

istri) adalah awanin bentuk jama dari Aniyah) yang berarti pinjamanan karena kaum

suami mengambil mereka atas dasar amanat Allah58.

Nabi Muhammad SAW bersabda:

‫حق المرأة على الزوج ان يطعمها اذا طعم ويكسو ها اذا كتسى وال يضرب الوجه وال يقبحو وال يهجرو‬
‫اال فى المبيت‬59

Artinya:”kewajiban suami terhadap istri adalah memberikan sandang dan


pangan seperti yang ia peroleh, selain itu ia dilarang memukul wajah,
menjelek-jelekannya dan dilarang menghindarinya kecuali di rumah”

Diantara kewajiban suami terhadap istri adalah:

1) Memberikan sandang dan pangan

2) Tidak memukul wajah jika terjadi nusyuz (ketidak patuhan)

3) Tidak mengolok-olok dengan mengucapkan hal-hal yang dibencina

seperti ucapan “ semoga Allah menjelekan kamu”

4) Tidak atau menghindari istri kecuali di dalam rumah. Adapun

menghindari berbicara hukumnya haram karena alasan yang

dibenarkan.

58
Husain Muhammad, Fiqh Perempuan Refleksi Kini dan Wacana Agama dan Gender,
(Yogyakarta:
:LKiS,2007), 176
59
Muhammad bin Amr Nawawi, Syarh “Uqudullijain fi bayani Huquq az-Zaujain, 4
53

Hadist di atas menjelaskan tentang kewajiban suami terhadap istri, juga sikap

dan perilakuan yang baik kepada istri. Seorang suami tidak diperbolehkan

menyakiti istrinya, baik secara lahir maupun batin, fisik maupun mental.

Seorang wanita (kaum istri) boleh bekerja di luar rumah untuk membantu

kebutuhan dalam keluarga, dengan syarat telebih dahulu mendapatkan izin dari

suaminya. Karena di sini, wanita (kaum istri) dikatakan sebagai tawanan atau

tahanan bagi suaminya. Pada dasarnya mencari nafkah adalah kewajiban yang

harus diemban oleh suami terhadap istri.

‫وان التخرج من بيتها اال باذنه فان فعلت) بان خرجت بغير اذنه (لعنتها المالئكة) اى مال ئكة السماء‬
)‫واالرض ومال ئكته الرحمة ومال ئكة العذاب (حتى تتوب) اي المراة (اوترجع) اى الى بيته (وان كان‬
‫اي الزوج (ظالما) بمنع خروجها فان خرجت باذنه فمختفية في هيئة رثة تطلب المواضع الخالية دون‬
‫ الشوارع واالسواق محترزة من ان يسمع غريب صوتها او يعرفها بشحصها‬60

Istri hendaknya tidak bepergian dari rumah kecuali mendapatkan izin dari

suaminya. Jika keluar tanpa izin suaminya, maka ia mendapatkan kutukan dari

pada malaikuat, yaitu para malaikat langit dan bumi, serta malaikat pembawa

rahmat dan pembawa azab hingga ia meminta maaf atau hingga ia kembali ke

rumahnya, sekalipun larangan suami terhadap istri itu merupakan perbuatan yang

dzalim. Kalau keluar rumah dengan izin suami, hendaknya dengan menyamar dan

menggunakan pakaian yang tidak bagus. Carilah tempat yang sepi, bukan jalan

umum atau pasar, juga menjaga diri agar orang lain tidak sampai mendengar suara

atau melihat postur tubuhnya.

( ‫هذا ( اذا خرجت ) اى المرأة ( من بيتها ) اي الرجل ( يغمز بعينه ) اي يشير اليها بعينه ) اما زماننا‬
‫وحاجبه ويجسها بيده ( وهذا ) اى الرجل ( يقبص بيده ) والقبص بالصاد المهملة التناول با طرف‬

60
Muhammad bin Amr Nawawi, Syarh “Uqudullijain fi bayani Huquq az-Zaujain, 9
54

‫االصابع ( وهذا ) اي الرجل ( يتكلم بكالم فا حش ال يرضاه ) اي ذلك الكالم ( ذو دين الهله ) اى‬
‫زوجاته وبناته واتباعه‬61

Di masa sekarang ini, jika wanita keluar dari rumahnya mereka pasti akan

menjadi sasaran godaan kaum lelaki. Laki-laki atau mengedipkan matanya,

menyentuhnya, memeluknya, mencoleknya dengan ujung tangannya, atau

berbicara dengan ucapan-ucapan yang jorok yang tidak enak didengar oleh

mereka yang teguh beragama dan oleh para wanita sholihah bilamana ucapan itu

ditunjukan kepada istri, anak perempuan, anggota keluarga wanita yang lain.

Komentar yang mengatakan bahwa jika perempuan keluar dari rumahnya

pasti akan jadi sasaran godaan laki-laki, (Forum Kajian Kitab Kuning)

mengatakan bahwa ini terlalu berelebihan. Apabila pada era keterbukaan sekarang

ini, norma dan nilai dalam tata kehidupan bermasyarakat pun berubah pula.

Wanita yang keluar dan mendapat godaan dengan laki-laki baik dengan dicolek,

disentuh atau dengan kata-kata yang jorok, dianggap sebagai pelecehan seksual

dan bisa diadukan ke pengadilan62.

‫وقال احمد ابن احمد بن على ( ابن حجر ) فى الزواجر عن اقتراف الكبائر ( اذااضطرت امرأة للخروج‬
‫لزيارة والد ) اى مثال ( خرجت لكن باذن زوجها بغير متبرجة ) اى غير مظهرة للزينة والمحاسن‬
‫لرجال وحال كو نها ( فى ملحفة وسخة وثياب بذلة وتغض طرفها فى مشيها وال تنظر ) اى المرأة‬
‫( يمينا وال شمال واال ) تكن كذ لك بان خالفت المذكور ( كانت عاصية ) هلل ولرسوله ولزوجها‬63

Dalam kitab az-Zawajir ‘an Iqtiraf al-Kaba’ir (juz II. H. 78). Ahmad bin

Muhammad bin Ali bin Hajar berkata: “jika seorang wanita terpaksa harus keluar

rumah untuk menjenguk orang tuanya, maka ia boleh keluar dengan syarat seizin

suaminya dan tanpa bersolek dan tidak menampakan perhiasan dan kecantikannya
61
Muhammad bin Amr Nawawi, Syarh “Uqudullijain fi bayani Huquq az-Zaujain, 19
62
Forum Kajian Kitab Kuning, Wajah Baru Relasi Suami-Istri Telaah Kitab ‘Uqudu al-Lujjayn,
174
63
Muhammad bin Amr Nawawi, Syarh “Uqudullijain fi bayani Huquq az-Zaujain, 19
55

dihadapan kaum laki-laiki. Ia keluar dengan memakai mantel dan kain hariannya.

Ia berjalan dengan tenang dan menundukan pandangannya.

Dan penjelasan di atas terdapat penejelasan bahwa wanita boleh keluar

rumah, (diperumpamakan) untuk menjenguk orang tuanya yang sedang sakit. Jika

wanita tersebut keluar rumah, unruk bekerja membantu kebutuhan ekonomi

keluarga, maka juga diperbolehkan dengan syarat atas izin suaminya. Istri menjadi

wanita karir yang bekerja diluar rumah, diberikan cara bagaimana berpakaian

yang sederhana tanpa bersolek berlebihan. Semisal bekerja menjadi dokter, bidan,

tukang laundry, dan lain-lain dengan menggunakan pakaian kerja yang sederhana.

2. Hak dan Kewajiban istri sebagai wanita karir

Allah SWT berfirman dalam surat an-Nisa (4) ayat 34:

‫َالِّر َج اُل َقَّواُم ْو َن َع َلى الِّنَس ۤا ِء ِبَم ا َفَّض َل ُهّٰللا َبْع َض ُهْم َع ٰل ى َبْع ٍض َّو ِبَم ٓا َاْنَفُقْو ا ِم ْن َاْم َو اِلِهْم ۗ َفالّٰص ِلٰح ُت‬
‫ّٰل‬ ‫ٰظ‬ ‫ٰق‬
‫ِنٰت ٌت ٰح ِف ٌت ِّلْلَغْيِب ِبَم ا َح ِفَظ ُهّٰللاۗ َو ا ِتْي َتَخ اُفْو َن ُنُش ْو َزُهَّن َفِع ُظْو ُهَّن َو اْهُجُرْو ُهَّن ِفى اْلَم َض اِج ِع‬
.٣٤ ‫َو اْض ِرُبْو ُهَّن ۚ َفِاْن َاَطْعَنُك ْم َفاَل َتْبُغ ْو ا َع َلْيِهَّن َس ِبْياًل ۗ ِاَّن َهّٰللا َك اَن َع ِلًّيا َك ِبْيًرا‬

Artinya: “Laki-laki (suami) adalah penanggung jawab atas para


perempuan (istri) karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-
laki) atas sebagian yang lain (perempuan) dan karena mereka (laki-laki)
telah menafkahkan sebagian dari hartanya. Perempuan-perempuan saleh
adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika
(suaminya) tidak ada karena Allah telah menjaga (mereka). Perempuan-
perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz,155) berilah mereka
nasihat, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau
perlu,) pukullah mereka (dengan cara yang tidak menyakitkan). Akan
tetapi, jika mereka menaatimu, janganlah kamu mencari-cari jalan untuk
menyusahkan mereka. Sesungguhnya Allah Mahatinggi lagi Mahabesar.

(‫اىمسلطون على تاديهن (بما فضل هللا) به (بغضهم) اى الرجال )الرجال قوامون على النساء‬
‫ (على بعض) اى النساء (وبما انفقوا) اى غليهن (من اموالهم) فى نكاحهن كالمهر والنفقة‬64

64
Muhammad bin Amr Nawawi, Syarh “Uqudullijain fi bayani Huquq az-Zaujain, 6
56

Bahwa yang dimaksud kaum laki-laki sebagai pemimpin bagi kaum wanita

adalah suami meiliki kekuasaan untuk mendidik istri. Allah melebihkan laki-laki

atas wanita karena kaum laki-laki (suami) memberikan harta kepada kaum wanita

(istri) dalam pernikahan, seperti mas kawin dan nafkah.

Berdasarkan ayat di atas, mayoritas ulama fiqh dan ahli tafsir berpendapat

bahwa arti kepemimpinan hanyalah terbatas pada kaum laki-laki dan bukan

kepada kaum wanita, karena laki-laki memiliki keunggulan dalam mengatur,

berfikir, kekuatan fisik dan mental. Lain halnya dengan wanita yang bersifat

lembut dan tidak berdaya, sehingga para ulama menganggap unggulan ini bersifat

mutlak. Wanita juga berhak mendapatkan didikan dari suami, mengenai hal yang

bersangkutan dengan kehidupan wanita pada sehari-harinya.

Para ulama tafsir mengatakan bahwa keutamaan kaum laki-laki atas kaum

wanita dapat dilihat dari dua segi, yaitu dari segi “hakiki” dan “syar’i”.

Pertama dari segi hakiki atau kenyataannya, mereka melebihi wanita antara

lain dalam kecerdasan, kesanggupan melakukan pekerjaan yang berat dengan

tabah, kekuatan fisik, kemampuan menulis, keterampilan menunggang kuda,

banyak yang menjadi ulama dan pemimpin, pergi berperang, mengumandangkan

adzan, membaca khutbah, melakukan solat jum’at, melakukan I’tikaf, menjadi

saksi dalam had, qisas, nikah dan sebagainya, memperolah warisan dan asobah

lebih banyak, menanggung beban diyat, menjadi wali dalam pernikahan,

mempunyai hak untuk menjatuhkan talak dan melakukan ruju’, mempunyai hak

untuk menjatuhkan talakdan melakukan ruju’, mempunyai hak untuk berpoligami

dan memegang garis keturunan (nasab).


57

Kedua, dari segi Syar’i yaitu melaksanakan dan memenuhi haknya sesuai

dengan ketenuan syara’, seperti memberikan mahar dan nafkah kepada istri.

Demikian sebagaimana disebutlkan dalam kitab Az-Zawajir, karya ibn Hajar.

Dari penjelasan dari segi hakiki dan segi syar’i, istri mendapatkan hak

perlindungan dari suami, dan juga istri mendapatkan hak dari suami, suami

berkewajiban mengayomi, manafkahi serta memberikan kecukupan apa yang

dibutuhkan oleh istri sesuai dengan kemampuan suami.

(‫اى مطيعات الزواجهن (حافظات للغيب) اى لما يجب عليها حفظه اى حال غيبة )فالصالحات قانتات‬
‫ازواجهن من الفروج واموال الزوج وسره وامتعة بيته (بما حفظ هللا) اى بحفظ ايا هن وبتو فيقه‬
‫ لهن او بالوصية منه تعالى عليهن او بنهيهن عن المخالفة‬65

Wanita-wanita yang sholihah dalam ayat di atas (al-Qur’an surat an-Nisa (4)

ayat 34 adalah mereka yang taat kepada suami. Mereka melaksanakan kewajiban

ketika suami sesuai ketentuan Allah, karena Allah telah menjaga dan memberikan

pertolongan kepada mereka.

Dari penjelasan di atas, wanita (istri) yang shalihahn ialah istri yang taat

kepada suaminya, sehingga menjadi kewajiban bagi istri untuk tunduk taat

terhadap suami.

Rasulallah SAW. Bersabda:

‫ ادخلى الجنة من‬:‫اذا صلت المراة خمسها وصامت سهرها وحفظت فرجها واطاعت زوجها قيل لها‬
‫اي ابواب الجنة شئت‬

Artinya: Apabila seorang istri sholat 5 waktu, berpuasa Ramadhan,


menjaga kemaluannya, dan menaati suaminya, maka dikatakan
lepadanya, “masuklah surga dari pintu mana saja yang kamu
kehendaki”.66

65
Muhammad bin Amr Nawawi, Syarh “Uqudullijain fi bayani Huquq az-Zaujain 7
66
Hadist ini diriwayatkan oleh Ahmad (juz 1, 191) dan ath-Thabrani dalam kitab al-Mu’jam al-
Awsath (juz IX, 6-7, Hadist no 8805)
58

Ada seorang datang kepada Nabi SAW. Seraya berkata: “Wahai Rasulallah!

Saya utusan kaum wanita datang menghadap engkau untuk menanyakan tentang

peranan wanita dalam berjihad. Allah telah menetapkan kewajiban berjihad bagi

kaum laki-laki. Kalau mereka luka dan terbunh, mereka memperoleh pahala yang

besar dan hidup di sisi Tuhan dalam limpahan rejeki. Sedangkan kami wanita

tetap melayanimereka. Lalu apa yang kami dapatkan dari itu semua?

Nabi bersabda:

‫ابلغي من لقيت من نساء ان طاعة الزوج واعترا فا بحقه يعدل ذلك وقيل منكن من يفعله‬

Artinya: Sampaikanlah pesanku ini kepada kaum wanita yang kamu


jumpai bahwa kepatuhan kepada suami dan menunaikan haknya adalah
sebanding dengan pahala jihad. Akan tetapi sedikit wanita yang mau
melakukannya.67

Dari penjelasan yang telah dipaparkan diatas, apabila wanita (istri) bekerja

diluar rumah atau menjadi wanita karir dalam hal ini diperbolehkan dengan izin

suami, yang mana hal ini izin dari suami itu juga termasuk dari kewajiban yang

harus ditaati oleh istri. Dan juga peran sebagai istri tidak dilalaikan. Seperti dalam

menunaikan kewajiban istri terhadap suami, biak itu memenuhi dari segi

pelayanan lahir maupun batin. Istri tetap harus mentaati suami, sebagaimana

mentaati suami itu pahalanya setara dengan pahala jihad, jika istri keluar dari

rumah (dalam hal ini untuk bekerja) maka istri harus dapat menjaga kehormatan,

perilaku, pergaulan, serta cara berpakaian yang tidak menebarkan pesona

dihadapan kaum laki-laki lain.

67
Hadist ini diriwayatkan oleh al-Bazzar dan ath-Thabrani dalam al-Mu’jam al-kabir dan Ibn-
Abbas.
59

Dalam hal ini istri di berikan aturan sebagai kewajiban yang diemban oleh

wanita karir atau wanita pekerja terlebih khusu wanita yang melakukan

pekerjaannya di luar rumah, agar menjaga pandangannya, tidak boleh menoleh ke

kiri dan ke kanan dari kaum laki-laki lain, seperti halnya terdapat penjelasan dari

syaikh Nawawi mengenai moral dan tata Susila yang terpuji dalam penjelasan di

bawah ini.

Wajib bagi orang yang takut kepada Allah dan Rasulnya dan orang yang

memiliki muru’ah (moral dan tata Susila yang terpuji) untuk:

a) Melarang istri dan anak perempuannya keluar rumah dengan berdandan,

yaitu menampakan perhiasan dan kecantikannya di hadapan kaum laki-

laki. Rasulallah SAW. Pernah memberikan izin kepada mereka untuk

keluar pada hari-hari besar68. Seorang wanita yang dapat menjaga dirinya

diperbolehkan keluar rumah atas kerelaan suaminya, akan tetapi yang

lebih selamat adalah menahannya. Sebaiknya ai keluar hanya untuk hal

yang penting, dan jika keluar ai harus menundukan pandangannya kaum

laki-laki.

b) Menjaga keluarga secara optimal, terlebih di zaman ini. Dan hendaklah dia

tidak lengah sedikitpun kecuali dalam batas-batas yang wajar. Hendakya ia

tidak mengizinkan mereka keluar rumah kecualu pada malam hari disertai

dengan mahramnya atau disertai dengan seorang wanita yang terpercaya

sekalipun wanita budak. Bila budak itu laki-laki maka tidak percaya,

karena sangat jarang seorang budak laki-laki dapat dipercaya (memegang

68
Lihat Shahih al-Bukhari, Hadist Nomor 318 dan 931 serta Shahih Muslim Hadist Nomor 890
dari Ummu ‘Athiyah
60

amanat). Hal inio disebabkan karen seorang wanita akan merasa malu jika

melakukan perbuatan jelek di hadapan sejenesinya.

B. Hak dan Kewajiban Suami Istri dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun

1974.

secara khusus mengenai hak dan kewajiban suami istri diatur dalam Bab V
69
Pasal 30- 34 , namun di beberapa tempat (Pasal) yang lain dijumpai pula

ketentuan-ketentuan tersebut. Adapun materi hak dan kewajiban suami istri dalam

Pasal 30- 34 (BAB Hak dan Kewajiban Suami Istri) Undang-Undang Perkawinan

adalah sebagai berikut:

Pasal 30

Suami isteri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga

yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat

Pasal 31

1. Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami

dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam

masyarakat.

2. Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum

3. Suami adalah kepala keluarga dan isteri ibu rumah tangga

Pasal 32

1. Suami isteri harus mempunyai tempat kediaman yang tetap

69
R. Subekti dan R. Tjitrosudibyo, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dengan Tambahan
Undang-Undang Pokok Agraria dan Undang-Undang Perkawinan cet 18 (Jakarta: Pradnya
Paramita, 1984), 547-548.
61

2. Rumah tempat kediaman yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini ditentukan

oleh suami istri bersama.

Pasal 33

Suami isteri wajib saling cinta mencintai, hormat menghormati, setia dan memberi

bantuan lahir batin yang satu kepada yang lain.

Pasal 34

1. Suami wajib melindungi isterinya dan memberi segala sesuatu keperluan hidup

berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.

2. Isteri wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya.

3. Jika suami atau isteri melalaikan kewajibannya masing-masing dapat

mengajukan gugatan kepada pengadilan.

Berawal dari Undang-Undang Perkawinan mengenai hak dan kewajiban

suami istri dalam Pasal-Pasal di atas, Sayuti Thalib mencatat 5 hal penting yaitu:

1. Masing-masing pihak wajib mewujudkan pergaulan yang ma’ruf di dalam

rumah tangga ataupun di luar rumah tangga (masyarakat).

2. Kedudukan suami sebagai kepala rumah tangga dan istri sebagai ibu rumah

tangga.

3. Suami wajib menyediakan tempat tinggal yang tetap, sebaliknya istri harus

mengikuti suami.

4. Kebutuhan rumah tangga menjadi kewajiban bagi suami, dan istri juga

berkewajiban membantu mencukupi kebutuhan tersebut.

5. Istri bertanggung jawab mengurus rumah tangga dan membelanjakan harta

suami secara bijaksana dan dapat dipertanggung jawabkan.


62

Berbicara mengenai hak dan kewajiban suami istri, maka hal tersebut

dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: hak dan kewajiban yang berupa
70
kebendaan dan hak dan kewajiban yang bukan berupa kebendaan . Hak dan

kewajiban yang berupa kebendaan yaitu suami wajib memberikan nafkah kepada

istrinya. Maksudnya, bahwa suami harus memenuhi kebutuhan istri yang meliputi

makanan, pakaian, tempat tinggal dan kebutuhan rumah tangga pada umumnya 71.

Suami istri wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya

(Pasal 45 ayat 1). Kewajiban tersebut berlaku sampai anak-anak mereka kawin

atau dapat berdiri sendiri dan kewajiban akan terus berlaku meskipun perkawinan

di antara kedua suami istri putus. Ketentuan bagi suami untuk memberikan nafkah

kepada istri merupakan konsekuensi dari Pasal 31 (3) yang menempatkan suami

sebagai kepala keluarga dan istri sebagai ibu rumah tangga. Kedudukan suami

sebagai kepala keluarga membawa tanggung jawab untuk memberikan nafkah

kepada istri sesuai dengan kemampuannya.

Adapun yang menjadi hak dan kewajiban suami istri yang bukan

kebendaan, antara lain: suami wajib memperlakukan istri dengan baik, suami

wajib menjaga istri dengan baik, suami wajib bersikap sabar selalu membina dan

membimbing istri, istri wajib melayani suami dengan baik dan istri wajib

memelihara diri.

70
Parawita Budi Asih, “Hak dan Kewajiaban Suami Istri menurut Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata (KUH Perdata) dan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan” (Jurnal
Ilmiah, Mataram: Fakultas Hukum Universitas Mataram, 2013)
71
Tempat tinggal atau tempat kediaman Pasal 32 (1) dalam artian rumah yang bisa ditempati
pasangan suami istri dan anak-anak mereka. Q.S at-Thalaq: 6, yang artinya: “Tempatkanlah
mereka (para istri) dimana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu
menyusahkan mereka untuk menyempitkannya.”
63

Dalam masalah harta benda dalam perkawinan, Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1974 tentang Perkawinan sudah mengaturnya dalam BAB VII Pasal 35-37,

yaitu:

Pasal 35

1. Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama.

2. Harta bawaan dan masing-masing suami dan istri dan harta benda yang

diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah dibawah

penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain.

Pasal 36

1. Mengenai harta bersama suami atau istri dapat bertindak atas persetujuan kedua

belah pihak.

2. Mengenai harta bawaan masing-masing suami dan istri mempunyai hak

sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum mengenai harta bendanya.

Pasal 37

Bila perkawinan putus karena perceraian, harta bersama diatur menurut

hukumnya masing-masing.

Selain hak dan kewajiban suami istri, dalam perkawinan juga terdapat

kedudukan suami istri. Secara garis besar kedudukan suami istri dalam Pasal 31

ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan adalah sama,

baik kedudukannya sebagai manusia maupun kedudukannya dalam fungsi

keluarga. Tujuan dari Pasal 31 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

tentang Perkawinan adalah agar tidak ada dominasi dalam rumah tangga diantara
64

suami dan istri, baik dalam membina rumah tangga maupun membentuk

keturunan. Untuk dapat menciptakan sebuah keluarga yang harmonis diharapkan

bagi suami istri untuk menelaah lebih dalam makna dari sebuah perkawinan,

termasuk hak dan kewajiban masing-masing suami istri maupun hak dan

kewajiban suami istri bersama dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-

hari

C. Persamaan Dan Perbedaan Peran Istri Sebagai Wanita Karir Antara

Kitab Uqudullijain Dan Undang-Undang No 1 Tahun 1974

Peran istri sebagai wanita karir, sebelumnya telah dibahas di atas, dengan

ditinjau dari kitab ‘Uqūd al-Lujayn dan Undang-Undang No 1 Tahun 1974.

Wanita sebagai istri menurut dari keduanya diperbolehkan dalam syari’at. Sepertti

dalam firman Allah yang berbunyi:

‫َم ْن َع ِمَل َص اِلًحا ِّم ْن َذ َك ٍر َاْو ُاْنٰث ى َو ُهَو ُم ْؤ ِم ٌن َفَلُنْح ِيَيَّنٗه َح ٰي وًة َطِّيَبًۚة َو َلَنْج ِزَيَّنُهْم َاْج َر ُهْم ِبَاْح َس ِن َم ا َك اُنْو ا‬
٩٧ ‫َيْع َم ُلْو َن‬

Artinya: “Siapa yang mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun


perempuan, sedangkan dia seorang mukmin, sungguh, Kami pasti akan
berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami beri balasan
dengan pahala yang lebih baik daripada apa yang selalu mereka
kerjakan.”

Dari paparan ayat di atas, islam membenarkan siapa saja baik laki-laki

maupun wanita untuk beramal shaleh. Wanita (istri) yang bekerja dalam

membantu ekonomi keluarga juga dikatakan sebagai amal shaleh.

Islam tidak melarang adanya wanita (istri) yang bekerja di luar rumah.

Akan tetapi baik dalam kitab Uqudullijain maupun Undang-Undang No 1 Tahun


65

1974, tidak mengabaikan bahwasannya istri tetap mempunyai hak dan kewajiban

sebagai istri salam rumah tangga meskipun istri bekerja di luar rumah.

Wanita (istri) diperbolehkan bekerja dengan syarat istri mentaati beberapa

kewajiban yang sudah ditentukan dalam kitab ‘Uqūd al-Lujayn dan Undang-

Undang No 1 Tahun 1974 seperti halnya, wanita jika keluar rumah tidak boleh

memakai wangi-wangian, berpakaian yang sederhana, tidak bersolek, tidak

memakai perhiasan, menjaga cara berbicara, menjaga tingkah laku di depan

umum serta menjaga pandangannya dari kaum laki-laki.

Akan tetapi terdapat perbedaan dari keduanya. Antara kitab ‘Uqūd al-

Lujayn dan Undang-Undang No 1 Tahun 1974. Dalam penjelasan tentang wanita

karir yang telah di jelaskan dalam kitab‘Uqūd al-Lujayn bahwa wanita karir atau

wanita yang melakukan aktifitas di luar rumah itu diperbolehkan, akan tetapi

hendaknya terlebih dahulu harus mendapat izin dari suaminya. Jika si suami tidak

memberikan izin membolehkan kepada istri untuk bekerja di luar rumah, maka

istri wajib mentaati dan tidak bekerja atau melakukan aktifitas di luar rumah, dan

akan mendapatkan pahala, layaknya pahala orang yang berjihad bagi istri yang

mentaati suaminya. Seperti dalam sabda Nabi:

‫ابلغي من لقيت من نساء ان طاعة الزوج واعترافا بحقه يعدل ذلك وقليل منكن من يفعله‬

Artinya: “Sampaikanlah pesanku ini kepada kepada kaum wanoita yang


kamu jumpai bahwa kepatuhan kepada suami dan menunaikan haknya
adalah sebanding dengan pahala jihad. Akan tetapi sedikit wanita yang
mau melakukannya.”72

72
Hadist ini diriwayatkan oleh al-Bazzar dan at-Thabrani dalam al-Mu’jam al-kabir dan Ibn
Abbas.
66

Persamaan hak dan kewajiban suami istri dalam kitab ‘Uqūd al-Lujayn

dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan adalah suami

sebagai kepala keluarga, suami wajib memberi nafkah istri, istri sebagai ibu

rumah tangga yang wajib mengatur urusan rumah tangga dengan sebaik-baiknya

dan suami istri wajib saling mencintai, setia dan membantu. Sedangkan perbedaan

dari keduanya terletak pada pengaturan hak dan kedudukan suami istri, sanksi

bagi yang lalai dalam menjalankan kewajiban dan tentang kewajiban izin bagi istri

kepada suami.

Istri pada zaman sekarang ialah istri yang sudah banyak memiliki

kompetensi-kompetensi yang sangat berpengaruh dalam sosial masyarakat. Jika

dalam keluarga itu mengalami konflik ekonomi, dan mengharuskan istri

membantu dalam mencukupi kebutuhan ekonomi keluarganya, maka istri juga

dapat menjadi wanita karir.

Membahas mengenai tentang peran istri wanita karir ini dengan dilihat

konteks masa kini, maka penulis berpendapat akan lebih cocok diterapkan dengan

menggunakan kitab Uqudullijain. Karna disini penulis melihat dari kaidah fiqih

yang berbuyi:

‫درء المفاسد مقدم على جلب المصالح‬

Artinya:”Menolak keruksakan didahulukan daripada menggapai


kemaslahatan”

Maksudnya jika istri diperbolehkan bekerja,tetapi dengan syarat harus

mendapatkan izin dari suaminya seperti yang dijelaskan dalam kitab ‘Uqūd Al-
67

Lujayn, maka hal ini bagi penulis, akan lebih menimbulkan suatu permasalahan

yang baru antara suami dengan istri dan bisa saja antara suami istri akan

menimbulkan permasalahan izin istri untuk bekerja dari suaminya.


BAB IV
PENUTUPAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dalam menjawab berbagai rumusan masalah

tersebut di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa:

1. Kitab ‘Uqūd al-Lujayn dalam mengatur hak dan kedudukan suami istri

menempatkan hak suami di atas setingkat lebih tinggi dibanding istri atas

tanggung jawabnya dalam memberikan nafkah, maskawin dan

kesejahteraan hidup untuk istrinya.

2. Persamaan hak dan kewajiban suami istri dalam kitab ‘Uqūd al-Lujayn

dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan adalah

suami sebagai kepala keluarga, suami wajib memberi nafkah istri, istri

sebagai ibu rumah tangga yang wajib mengatur urusan rumah tangga

dengan sebaik-baiknya dan suami istri wajib saling mencintai, setia dan

membantu. Sedangkan perbedaan dari keduanya terletak pada pengaturan

hak dan kedudukan suami istri, sanksi bagi yang lalai dalam menjalankan

kewajiban dan tentang kewajiban izin bagi istri kepada suami.

3. Prinsip dasar yang menjadi landasan atas perbedaan konsep keseimbangan

hak dan kedudukan suami istri dalam kitab ‘Uqūd al-Lujayn adalah Q.S al-

Baqarah (2): 228, hadis Nabi Muhammad SAW dan faktor lemahnya

tabiat wanita. Sedangkan prinsip dasar yang menjadi landasan atas

perbedaan konsep keseimbangan hak dan kedudukan suami istri dalam

68
69

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan adalah prinsip

dan asas Undang-Undang Perkawinan yang keenam, Pasal 31 (1) dan (2)

Undang-Undang Perkawinan dan persamaan jender.

B. Saran

Berdasarkan hasil dari penelitian, penulis memberikan saran-saran kepada

berbagai pihak sebagai berikut:

1. Bagi setiap calon dan pasangan suami dan istri sebaiknya mengetahui

hak dan kewajiban masing-masing serta memahami dan berusaha

melaksanakan betul kewajibannya masing-masing sehingga mampu

menciptakan keluarga yang sakinah mawaddah dan rahmah dalam riḍā

Allah SWT serta mampu menghadapi dan menyelesaikan masalah-

masalah rumah tangga dengan damai.

2. Dengan adanya persamaan dan perbedaan materi hak dan kewajiban

suami istri dalam kitab ‘Uqūd al-Lujayn dan Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1974 Tentang Perkawinan, sebisa mungkin bagi calon dan

pasangan suami istri bisa menimbang yang terbaik untuk dilaksanakan

dalam kondisi keluarga yang sesuai dengan syari’at Islam serta tidak

melanggar Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.


DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an Al-Karim

Abdurrahman. Komplikasi Hukum islam, Jakarta: Akademika Pressindo, 1992

Asmani, Jamal Ma’ruf. Fiqih Sosial Kiai Sahal Mahfudz, Antara Konsep dan
Inplementasi, Surubaya: Khalista 2007.

Azzawawi, Robi’Abdurrouf. Panduan Praktis Fiqih Wanita,Solo: Al-Qowam,


2007

Aminah, Mia Siti. Muslimah Career, Mencapai Karir Tertinggi di hadapan Allah,
Keluarga dan Pekerjaan, Yogjakarta: Pustaka Grhatama, 2010.

Arifin, Ali. Dunia Kerja: Antara Pilihan dan Keberhasilan,Yogyakarta: Yayasan


Andi, 2002

Anshari Ma’ruf Amin dan Nasiruddin. Pemikiran Syeikh Nawawi Al-Bantani,


Bandung: Al-Ma’arif,tt.

Dapartemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta: PT.TEHAZED.

Imam Abi Abi ‘Abdillah Muhammad bin Ismail Bukhori. Shahih Bukhari,
Riyadh: Dar Assalam,tt.

Imam Abi Husain Muslim bin Al-Hajjaj nin Muslim. Shahih Muslim, Riyadh: Dar
Assalam,tt.

Iskandar,Ali Maghfur Syadzili. Keharmonisan Rumah Tangga, Surabaya:Al-


Miftah, 2011.

Nawawi, Muhammad bin Amr.Syarah ‘Uqudullijain Fii Bayan Huquq Azzaujain,


Surbaya: Toko Kitab Hidayah.

Zainuddin, Ali. Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 2009.

Tim Penyusun. Ensiklopedia Islam, Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeve, 2003.

70
Assubki, Ali Yusuf, Fiqih Keluarga, Jakarta: Amzah, 2010.

Saebani, Beni Ahmad. Fiqih Munakahat, Bandung: Pustaka Setia, 2010.

Jurnal

Samsu.Jurnal Studi Gender dan Anak Harakat Annisa Jilid 1, 2016.

Koran

Syatibi, Ahmad. Jejak Syeikh Nawawi Al-Bantani, Banten: Harian Pajar Banten,
2004.

Undang-Undang

Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

Komplikasi Hukum Islam

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

71

Anda mungkin juga menyukai