Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S. Ag)
Disusun Oleh:
Devi Nirmayuni
NIM. 15210650
1440 H/2019 M
PERAN PEREMPUAN DALAM KELUARGA PERSPEKTIF
AL-QUR’AN SURAT AT-TAHRIM AYAT 1-6
(Studi Komparatif Tafsir al-Azhar dan Tafsir al-Mishbâh)
Skripsi ini diajukan
Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S. Ag)
Disusun Oleh:
Devi Nirmayuni
NIM. 15210650
Pembimbing:
Drs. H. Arison Sani, MA
PRODI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
1440 H/2019 M
MOTTO
iv
PERSEMBAHAN
Terimakasih kepada kedua orang tua yang tidak pernah lelah untuk
mendo‟akan di setiap sujudnya. Terimakasih untuk cinta dan kasih sayang
yang berlimpah serta pengorbanan yang begitu besar yang telah diberikan
hingga saat ini.
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT sang Maha Pencipta yang
telah memberikan nikmat dan hidayah-Nya sehingga kita masih bisa hidup
dalam keadaan yang penuh berkah.
Shalawat serta salam senantiasa dicurahkan kepada junjungan kita
Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman jahiliyah ke
zaman yang berilmu pengetahuan seperti halnya sekarang ini.
Selanjutnya penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT karena
atas pertolongan dan rahmat-Nya penulis mampu menyelesaikan penulisan
skripsi ini dengan judul “Peran Perempuan dalam Keluarga Perspektif Al-
Qur’an surat At-Tahrim ayat 1-6 (Studi Komparatif Tafsir Al-Azhar dan
Tafsir Al-Mishbâh)”. Selain itu penulis mengucapkan terimakasih yang
sedalam-dalamnya kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam
penulisan skripsi ini. Terimakasih yang terdalam kepada:
1. Prof. Dr. Hj. Huzaemah Tahido Yanggo, Rektor Institut Ilmu Al-
Qur‟an (IIQ) Jakarta beserta seluruh jajarannya yang telah berjasa
dalam kemajuan perguruan tinggi ini.
2. Dr. Hj. Nadjematul Faizah, M.Hum sebagai Wakil Rektor I, Dr. H.
M. Dawud Arif Khan, SE, M. Si, Ak, CPA sebagai Wakil Rektor II,
dan Dr. Hj. Romlah Widayati, MA sebagai Wakil Rektor III.
3. Ahmad Hawasyi, S. Si., M. Ag sebagai Penguji I dan Iffaty
Zamimah, M.Ag sebagai Penguji II.
4. Dr. Muhammad Ulinnuha, Lc, MA sebagai dekan Fakultas
Ushuluddin dan Dakwah
5. Drs. H. Arison Sani, MA sekaligus dosen pembimbing yang telah
menyediakan waktu, pikiran dan tenaganya untuk memberikan
vi
bimbingan, nasehat, petunjuk, kepada penulis dan senantiasa sabar
dalam membimbing penulis selama penyusunan skripsi ini.
6. Terimakasih kepada kedua orang tua tercinta Bapak Hasanudin dan
Ibu Mariana yang tidak pernah lupa melafadzkan nama penulis di
dalam do‟a-do‟anya, yang tidak pernah berhenti memberikan
dukungan dan motivasi sehingga penulis bisa menyelesaikan
studinya di IIQ Jakarta.
7. Segenap Dosen Institut Ilmu Al-Qur‟an (IIQ) Jakarta yang telah
mendidik dan membimbing penulis serta memberikan ilmu
pengetahuan yang bermanfaat.
8. Segenap Instruktur Tahfidz Ibu Atiqoh, Hj. Istiqomah, S.Th.I, MA,
Hj. Muthmainnah, S.Th.I, MA, Ka Nurafriani Hasanah, dan Ibu
Fatimah Askan terimakasih atas waktu dan motivasi luar biasa
kepada penulis untuk lebih dekat dengan Al-Qur‟an.
9. Terimakasih kepada sahabat-sahabatku tersayang Siti Nurholizah,
Alifah Nurru‟fah, Qoriatus Sholihah, Nabilatun Nada yang selalu
memberikan support kepada penulis hingga skripsi ini selesai.
10. Terimakasih kepada teman-teman kelas Ushuluddin IAT A angkatan
2015, yang telah memberikan semangat, motivasi, dan telah
berjuang bersama sejak awal hingga akhir perkuliahan.
11. Kepada seluruh pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu,
semoga Allah SWT membalas semua kebaikannya dengan kebaikan
yang berlipat ganda, Amin.
Jakarta, 14 Agustus 2019
Penyusun
Devi Nirmayuni
vii
DAFTAR ISI
MOTTO ....................................................................................... iv
PERSEMBAHAN ....................................................................... v
KATAPENGANTAR .................................................................. vi
DAFTAR ISI................................................................................ ix
BAB I: PENDAHULUAN
viii
D. Hak-hak Perempuan dalam Keluarga................................ 36
E. Kewajiban Perempuan dalam Keluarga ............................ 41
BAB III: PROFIL KITAB TAFSIR AL-AZHAR KARYA BUYA
HAMKA DAN KITAB TAFSIR AL-MISHBẬH KARYAM. QURAISH
SHIHAB
A. Biografi Buya Hamka
1. Riwayat Hidup Buya Hamka ........................................ 44
2. Riwayat Pendidikan dan Karir Buya Hamka ............... 45
3. Karya-karya Buya Hamka ............................................ 51
B. Profil Tafsir Al-Azhar
1. Latar Belakang dan Motivasi Penulisan Tafsir Al-Azhar.. 51
2. Karakteristik dan Sistematika Tafsir Al-Azhar ............ 53
3. Metode dan Corak Penafsiran Tafsir Al-Azhar ............ 54
C. Biografi M. Quraish Shihab
1. Riwayat Hidup M. Quraish Shihab ............................. 55
2. Riwayat Pendidikan dan Karir M. Quraish Shihab .... 56
3. Karya-karya M. Quraish Shihab ................................. 58
D. Profil Tafsir Al-Mishbâh
1. Latar Belakang dan Motivasi Penulisan Tafsir Al-Mishbâh
………………………………………………………….. 60
2. Karakteristik dan Sistematika Tafsir Al-Mishbâh…... 62
3. Metode dan Corak Penafsiran Tafsir Al- Mishbâh….. 63
ix
BAB IV: AYAT-AYAT TENTANG PERAN PEREMPUAN DALAM
KELUARGA MENURUT TAFSIR AL-AZHAR DAN TAFSIR AL-
MISHBÂH
BAB V: PENUTUP
A. Kesimpulan ....................................................................... 85
B. Saran ................................................................................. 86
x
PEDOMAN TRANSLITERASI
Transliterasi ini berpedoman pada buku penulisan skripsi, tesis, dan disertasi
Institut Ilmu Al-Qur‟an (IIQ) Jakarta tahun 2017. Transliterasi Arab-Latin
mengacu pada berikut ini:
1. Konsonan
No. Arab Latin No. Arab Latin
1. ا a 16. ط th
15. ض dh
xi
2. Vokal
Vokal Tunggal Vokal panjang Vokal Rangkap
Dhammah :u و :ȗ
3. Kata Sandang
c. Syaddah (Tasydȋd)
Syaddah (Tasydȋd) dalam sistem aksara Arab digunakan lambang
xii
tasydȋd. Aturan ini berlaku secara umum, baik tasydȋd yang
berada di tengah kata ataupun yang terletak setelah kata sandang
yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiah. Contoh:
ّ ِءمنّآْب: Ȃmannȃ billȃhi
ِْبللا ْ وانسُّ ّك ِع: wa ar-rukka’i ْ
ْْءامهْانسُّفهآء: Ȃmannȃas-Sufahȃ’u ْْإِ َّنْان ِريْه:Inna al ladzȋna
d. Ta Marbȗthah ()ة
ْصب ِت
ِ عب ِمهتْاننب : „Ȃmilatun Nȃshibah.
e. Huruf Kapital
xiii
bukan kata sandangnya. Contoh: „Ali Hasan al-„Ȃridh, al-Ȃsqallȃnȋ,
al-Farmawȋ dan seterusnya. Khusus untuk penulisan kata Alqur‟an
dan nama-nama surahnya menggunakan huruf capital. Contoh: Al-
Qur‟an, Al-Baqarah, Al-Fȃtihah dan seterusnya.
xiv
ABSTRAK
Nirmayuni, Devi, 15210650. “Peran Perempuan dalam Keluarga
Perspektif Al-Qur‟an surat At-Tahrim ayat 1-6 (Studi
Komparatif Tafsir Al-Azhar dan Tafsir Al-Mishbâh)”. Skripsi.
Jurusan: Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir. Fakultas: Ushuluddin dan
Dakwah, Institut Ilmu Al-Qur‟an (IIQ) Jakarta.
Pembimbing: Drs. H. Arison Sani, MA.
xv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam adalah agama rahmatan lil’alamin. Hal itu salah satunya
bisa dlihat dari cara Islam memosisikan kaum perempuan. Jika kita
melihat kembali zaman jahiliyah, betapa perempuan dipandang
rendah. Ketika itu, mengubur hidup-hidup bayi berjenis kelamin
perempuan sudah dianggap tradisi dalam masyarakat Arab
jahiliyah.1
Islam mampu mengembalikan harga diri dan kepribadian wanita,
menempatkannya pada kedudukan yang tinggi, yang mana hukum
positif saat itu belum ada yang mencapai taraf itu. Berikut adalah
beberapa contoh sebelum risalah kenabian datang:
Menurut Undang-undang Yunani, dimana wanita berada dalam
wilayah kekuasaan penaggung jawabnya. Sebelum wanita itu
kawin, maka ia menjadi milik ayahnya atau saudara laki-lakinya,
atau siapapun yang menjadi penanggung jawabnya maka setelah ia
kawin akan menjadi milik suaminya, sehingga ia tidak memiliki
ruang gerak untuk mengatur urusannya sendiri baik sebelum kawin
atau sesudahnya. Wanita seolah-olah menjadi komoditas yang dapat
diperjual belikan dan yang menerima harganya adalah penanggung
jawabnya.
Menurut Undang-undang Romawi, wanita diperlakukan seperti
anak kecil atau bagaikan orang gila. Artinya ia tidak memiliki
wewenang sedikit pun atas dirinya. Tuan rumahlah yang berhak
menjual setiap wanita yang berada dalam wilayah tanggung
1
Andi Sri Suriati Amal, Perempuan sebagai Muslimah, Ibu, dan Istri,
(Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2013), h. 1-2
1
2
2
As-Syeikh Mohammad Mutawalli as-Sya’rawi, Wanita dalam Perspektif
Al-Qur’an, (Jakarta: Yayasan Alumni Timur Tengah, 2010), h. 17
3
As-Syeikh Mohammad Mutawalli as-Sya’rawi, Wanita dalam Perspektif
Al-Qur’an, (Jakarta: Yayasan Alumni Timur Tengah, 2010), h. 34
4
Lynn Wilcox, Wanita dalam Al-Qur’an Perspektif Sufi, terj. DICTIA,
(Bandung: Pustaka Hidayah, 2001), Cet. I, H. 46
3
5
Muhammad Ali Al-Hasyimi, Menjadi Muslim Ideal, terj. Ahmad
Baidowi, (Jakarta: PT. Mitra Pusaka, 1999), Cet. I, h. 93
6
Kementrian Agama RI, Etika Berkeluarga, Bermasyarakat, dan
Berpolitik, (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an , 2012), Cet. II, h. 343
4
7
Kementrian Agama RI, Etika Berkeluarga, Bermasyarakat, dan
Berpolitik (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an), h. 345
8
Lembaga Darut-Tauhid, Kiprah Muslimah dalam Keluarga Islam, Terj.
A. Chumaidi Umar, (Bandung: Mizan, 1990), Cet. Ke 1, h. 82
9
Hamim Ilyas, dkk., Perempuan Tertindas?, (Yogyakarta: Pusat Studi
Wanita IAIN Sunan Kalijaga, 2003), Cet. I, h. 89-90
5
10
Zaitunah Subhan, Menggagas Fiqh Pemberdayaan Perempuan, (Jakarta:
El-Kahfi, 2008), Cet. I, h. 223
11
Ra’ad Kamil Al-Hayali, Trik Mengatasi Konflik Suami Istri, (Surabaya:
Dunia Ilmu 1999), Cet. I, h. 38
6
berbeda yaitu Buya Hamka dalam tafsir Al-Azhar dan Hasbi as-
Shiddieqy dalam tafsir An-Nur. Adapun perbedaan dengan
penelitian yang akan diteliti nanti ialah peneliti lebih
memfokuskan kepada peran perempuan dalam keluarga, dan
menggunakan dua mufassir yang berbeda yaitu tafisr Al-Azhar
karya Buya Hamka dan tafsir Al-Mishbah karya M. Quraish
Shihab.
E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Untuk mendapatkan data dan fakta yang objektif dalam
penelitian ini, peneliti juga menggunakan metode kepustakaan
(Library Research), yaitu rangkaian penelitian yang berkenaan
dengan pengumpulan data dan pustaka dari literature yang
berkaitan dengan judul penelitian ini. Jenis penelitian ini adalah
kualitatif, yaitu suatu analisis berdasarkan data yang diperoleh,
selanjutnya dikembangkan menjadi hipotesis. Sehingga apabila
hipotesis diterima, maka hipotesis tersebut berkembang menjadi
teori.12
2. Sumber Data Penelitian
Untuk mendapatkan data dalam penulisan ini, penulis
menggunakan sumber data yang relevan dengan judul proposal
ini. Adapun sumber-sumber penulisan dalam penulisan ini akan
menggunakan kitab tafsir yang sesuai dengan judul, dengan
melihat penafsiran ayat-ayat dalam surat at-Tahrim yang
berkenaan dengan peran perempua. Adapun kitab yang akan
12
Huzemah T. Yanggo, dkk., Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis,
Disertasi Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta, (Jakarta: IIQ Press, 2011),
Cet II, h. 22
13
13
Nasharuddin Baidan, Metode Penafsiran Al-Qur’an, (Yogyakrta:
Pustaka Pelajar, 2002), h. 59
15
1
Haji Abdul Malik Abdul Karim Amrullah, Tafsir Al-Azhar, (Singapura:
Pustaka Nasional Pte Ltd, 2003), Jilid 10, h. 7486
2
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-
Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati, 2009), h. 161
3
Team Pustaka Phoenix, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Baru,
(Jakarta: Pustaka Phoenix, 2007), h. 659
16
17
4
Istibsyaroh, Hak-hak Perempuan, (Jakarta: PT. Mizan Publika, 2004), Cet.
I, h. 57
5
Nadlifah, Wanita Bertanya Islam Menjawab, (Yogyakarta: Qudsi Media,
2011), Cet. I, h. 1
6
M. Quraish Shihab, Perempuan, (Tangerang: Lentera Hati, 2018), Cet I, h.
82-83
18
1. Imra’ah/ ( امرأةperempuan/istri)
ُ ( أُِّمibu)
2. Ummiy/ي
ّ
Kata ummiy ٌاُِّم ّي berasal dari amma, ya’ummu (ٌَم ٌي ُؤم
َّ )أyang َ
secara etimologis mengandung beberapa pengertian, seperti
sumber, tempat tinggal, kelompok, dan agama. Dari arti-arti
tersebut, muncul pula arti yang berkaitan dengan arti itu, seperti
tujuan, tumpuan, dan keteladanan. Dari akar kata itu muncul kata
8
A. Hafiz Anshary AZ, dkk., Ensiklopedi Al-Qur’an Kajian Kosakata dan
Tafsirnya, (Jakarta: Yayasan Bimantara, 2002), h. 1-3
20
ٌ )ٌأُِّمmenurut
berada di dalam empat surat. Kata ummiy (ي
ّ
kebahasaan mempunyai beberapa arti.Diantaranya berarti „tidak
bisa menulis‟.Kata ini menurut Al-Afshahani di dalam Mu’jam-
nya, dinisbatkan kepada umat yang tidak mempunyai tradisi
menulis.Karena itulah bangsa Arab disebut juga dengan bangsa
ِ
ummatan ummiyyah (ُميّة
ّ )أ َُّمةٌ ٌأ.Kalangan Arab Thaif bisa menulis
setelah mereka berupaya, yaitu mereka belajar kepada penduduk
Hirah yang memperoleh ilmu itu dari orang-orang Anbar.
ٌ )ٌأُِّمdapat dinisbatkan
Manzhur menyatakan bahwa kata ummiy (ي
ّ
kepada umm (ُم
ٌّ )أatau ibu karena anak yang baru dilahirkan
sedikit sekali bicaranya disamping tidak jelas.Oleh karena itu,
ٌ )ٌأُِّم.
(ي
ّ
ٌ )ٌأُِّمdapat dipahami
Di dalam konteks Al-Qur‟an kata ummiy (ي
ّ
dengan beberapa pengertian, kalangan mufassir pun memberikan
beberapa interpretasi. Ath-Thabthabai misalnya, mengartikan
9
M. Quraish Shihab, Ensiklopedia Al-Qur’an: Kajian Kosakata, (Jakarta:
Lentera Hati, 2007), h. 1038-1039
10
Ibn Fâris bin Zakariya‟, Abu al-Husain Ahmad, Mu’jam Maqâyis al-
Lughat, Juz VI, (Mishr: Mushthafa‟ al-Bâb al-Halabiy wa al-Syarîqat, 1992), h. 67
23
adalah kodrat manusia. Hal itu dapat dipahami dari kata ٌَخلَ َق
(memberi kodrat).11Jender manusia hanya ada 2, yaitu lelaki
4. Al-Zauj/الزْوج
َّ (pasangan suami-istri)
11
Al-„Allâmah al-Râgib al-Ashfahâniy, Mu’jam Mufradât Alfâzh al-
Qur’â, (Bairut-Libnan: Dâr al-Fikr, t.th), h. 158
12
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian
Al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati, 2000), h. 316
24
13
Kementrian Agama RI, Kedudukan dan Peran Perempuan, (Jakarta:
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an , 2012), Cet. II, h. 153
14
Abu Hadian Shafiyarrahman, Hak-hak Anak dalam Syari’at Islam,
(Yogyakarta: Al-Manar, 2002), h. 48
25
orang tua mereka bukan muslim dan selama perintah itu tidak
bermaksiat kepada Allah.15
Berbuat baik kepada kedua orang tua sejatinya adalah suatu
kewajiban. Anak harus sedapat mungkin memerankan sendiri
kewajiban ini dengan baik. Sebagaimana firman Allah SWT
dalam Al-Qur‟an surat Al-Isra‟[17]: 23-24:
15
Ali As-Shabuni, Tafsir ayatul Ahkam min Al-Qur’an (Beirut: Daru al-Kutub
al-Ilmiyah, 1999), jilid kedua, h. 180
16
Kementrian Agama RI, Kedudukan dan Peran Perempuan, h. 154-155
26
“Dialah yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan dari
padanya Dia menciptakan isterinya, agar Dia merasa senang
kepadanya. Maka setelah dicampurinya, istrinya itu
mengandung kandungan yang ringan, dan teruslah Dia merasa
ringan (Beberapa waktu).kemudian tatkala Dia merasa berat,
keduanya (suami-isteri) bermohon kepada Allah, Tuhannya
seraya berkata: Sesungguhnya jika Engkau memberi Kami anak
yang saleh, tentulah Kami terraasuk orang-orang yang
bersyukur". (QS. Al-A‟raf[7]: 189)
Mengenai ayat di atas, Al-Sya‟rawi menjelaskan bahwa:
Perempuan merupakan tempat berteduh bagi laki-laki secara fisik
dan emosional sekaligus, seperti halnya posisi anak yang
merupakan bagian dari ayah dan ibu, sehingga akibat ikatan ini
tumbuh rasa kasing syang terhadap anaknya. Perempuan
berdasarkan kodratnya senantiasa tertutup, dalam arti kaum
perempuan tidak pernah disebutkan dengan terang-terangan,
27
17
Istibsyaroh, Hak-hak Perempuan, h. 104-106
28
18
M. Quraish Shihab, Lentera Hati: Kisah dan Hikmah Kehidupan, (Bandung:
Mizan, 1994), Cet. I, h. 258-259
19
Ibrahim Amini, Anakmu AmanatNya, (Jakarta: Al-Huda 2006), Cet. I, h. 8
20
M. Quraish Shihab, Perempuan, h. 33
30
21
Ali Hasyimi, Kepribadian Wanita menurut Al-Qur’an dan Sunnah, h. 184-185
31
22
Ali Hasyimi, Kepribadian Wanita menurut Al-Qur’an dan Sunnah, h. 185
32
23
Ali Hasyimi, Kepribadian Wanita menurut Al-Qur’an dan Sunnah, h. 193
24
Ali Hasyimi, Kepribadian Wanita menurut Al-Qur’an dan Sunnah, h. 195
33
25
Ibrahim Amini, Anakmu AmanatNya, h. 9-10
26
Nadlifah, Wanita Bertanya Islam Menjawab, h. 22
34
27
Muslim Ibnu Hajaj Abu Hasan Al-Qusyairi An-Naisaburi, Shahih
Muslim, (Bairut: Dar Ihya Tirasul „Arabi), No. 2548, Juz. 8, Bab. Berbakti Kepada
Kedua Orang Tua, h. 1974
28
https://muslim.or.id/9142-peranan-wanita-dalam-islam.html, diakses
pada tanggal 8 Agustus 2019
36
29
http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/3700/Peran%20
Perempuan%dalam%20Keluarga.pdf?sequence=1&isAllowed=y, diakses pada
tanggal 8 Agustus 2019
37
30
M. Zainal Arifin, dan Muh. Anshori, Fiqih Munakahat, (Jawa Timur:
CV. Jaya Star Nine, 2019), h. 126
31
Huzemah T. Yanggo, Fiqih Perempuan Kontemporer, (Jakarta: Ghalia
Indonesia, 2010), h. 69
38
32
Huzemah T. Yanggo, Fiqih Perempuan Kontemporer, h. 70
40
33
Huzemah T. Yanggo, Fiqih Perempuan Kontemporer, h. 71-72
34
M. Zainal Arifin, dan Muh. Anshori, Fiqih Munakahat, h. 126
42
35
Huzaemah T. Yanggo, Fikih Perempuan Kontemporer, h. 71
36
Tim Penerjemah Pena, Tafsir Al-Qur’an Perempuan 2, (Jakarta: Pena
Pundi Aksara, 2007), h. 77
37
Syaikh Imad Zaki al-Barudi, Tafsir Al-Qur’an al-Adzim Lin Nisa’, Terj.
Arif Anggoro, dkk., (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2007), h. 434
43
38
Tim Penerjemah Pena, Tafsir Al-Qur’an Perempuan 2, h. 78
44
39
Huzemah T. Yanggo, Fiqih Perempuan Kontemporer, h. 73
BAB III
A. Biografi Hamka
1. Riwayat Hidup Buya Hamka (1908 M-1981 M)
Nama Hamka merupakan singkatan dari H. Abdul Malik
Karim Amrullah. Nama ini diberikan setelah beliau menunaikan
ibadah haji pada 1927. Beliau lahir disebuah desa yang bernama
Tanah Sirah, dalam Nagari Sungai Batang, di tepi Danau
Maninjau, Sumatera Barat, pada 14 Muharram 1326 H/ 17
Februari 1908 M. Ayahnya bernama Dr. H. Abdul Karim
Amrullah yang dikenal dengan sebutan Haji Rasul, beliau
merupakan seorang ulama terkenal yang membawa faham-
faham Islam di Minangkabau. Ibu Hamka bernama Shofiyah
punya gelar adat Bagindo Nan Batuah. Dikala mudanya
Bagindo terkenal sebagai guru tari, nyanyian dan pencak silat.
Di waktu Hamka masih kecil, dia selalu mendengarkan pantun-
pantun yang berarti dan mendalam dari kakeknya. Buya Hamka
mengatakan “Ayahku menaruh harapan atas kelahiranku agar
aku kelak menjadi orang alim pula seperti ayahnya, neneknya,
kakek-kakeknya terdahulu”. Ketika Hamka lahir, ayahnya
mengatakan kepada neneknya bahwa kelak, setelah Hamka
berusia sepuluh tahun, dia akan dikirim ke Mesir agar menjadi
Ulama.1
Keulamaannya yang telah diwarisi Hamka secara geneologis
(turun-temurun) ikut ditanamkan oleh andung (nenek)
kepadanya, lewat cerita “sepuluh tahun” menjelang tidur.
Aktivitas ayahnya sebagai seorang ulama besar di zamannya,
1
Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, (Tangerang: Madzhab Ciputat,
2013), Cet II, h. 170-171
45
46
2
M. Yunan Yusuf, Corak Pemikiran Kalam Al-Azhar Sebuah Telaah atas
Pemikiran Hamka dalam Teologi Islam, (Jakarta: Penamadani, 2004), Cet. III, h. 39-
40
3
M. Yunan Yusuf, Corak Pemikiran Kalam Al-Azhar Sebuah Telaah atas
Pemikiran Hamka dalam Teologi Islam, h. 40-41
47
4
M. Yunan Yusuf, Corak Pemikiran Kalam Al-Azhar Sebuah Telaah atas
Pemikiran Hamka dalam Teologi Islam, h. 43
48
5
M. Yunan Yusuf, Corak Pemikiran Kalam Al-Azhar Sebuah Telaah atas
Pemikiran Hamka dalam Teologi Islam, h. 44-46
6
M. Yunan Yusuf, Corak Pemikiran Kalam Al-Azhar Sebuah Telaah atas
Pemikiran Hamka dalam Teologi Islam, h. 47
49
7
Rusydi Hamka, Pribadi dan Martabat Buya Hamka, (Jakarta: PT. Mizan
Publika, 2017) hal. 4
8
Rusydi Hamka, Pribadi dan Martabat Buya Hamka, (Jakarta: PT. Mizan
Publika, 2017) hal. 5
50
9
Rusydi Hamka, Pribadi dan Martabat Buya Hamka, hal. 6
10
Rusydi Hamka, Pribadi dan Martabat Buya Hamka, hal. 7
51
11
Saiful Amin Ghofur, Profil Para Mufassir Al-Qur’an, (Yogyakarta:
Pustaka Insan Madani, 2008), h. 211
12
Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, h. 178
52
13
Abdul Rouf, Tafsir Al-Azhar: Dimensi Tasawuf Hamka, (Kuala
Selangor: Piagam Intan SDN. BHD, 2013), Cet. I, h. 63
14
Abdul Rouf, Tafsir Al-Azhar: Dimensi Tasawuf Hamka, h. 64
53
15
Abdul Rouf, Tafsir Al-Azhar: Dimensi Tasawuf Hamka, h. 63
16
Saiful Amin Ghofur, Profil Para Mufassir Al-Qur’an, h. 212
17
Haji Abdul Karim Amrullah (HAMKA), Tafsir Al-Azhar juzu I,
(Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982), h. 53-54
54
18
Abdul Rouf, Tafsir Al-Azhar: Dimensi Tasawuf Hamka, h. 65-66
19
Saiful Amin Ghofur, Profil Para Mufassir Al-Qur’an, h. 212
20
Howard M. Federspiel, Kajian Al-Qur’an di Indonesia, (Bandung:
Mizan, 1996), h. 137
55
21
Mauluddin Anwar, dkk., M. Quraish Shihab: Cahaya Cinta dan Canda,
(Tangerang: Lentera Hati, 2015), h. 4
22
Abudin Nata, Tokoh-tokoh Pembaharu Islam di Indonesia, (Jakarta:
Raja Grafindo Press, 2005), h. 362
23
Saiful Amin Ghofur, Profil Para Mufassir Al-Qur’an, h. 236
24
Mahbub Junaidi, Rasionalitas Kalam M. Quraish Shihab, (Sukoharjo:
Angkasa Solo, 2011), h. 24-25
56
25
Atik Wartini, “Corak Penafsiran M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-
Mishbah”, dalam Jurnal Hunafa: Jurnal Studi Islamika, Vol. XI No. I, 2014, h. 114
26
Atik Wartini, “Corak Penafsiran M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-
Mishbah”, dalam Jurnal Hunafa: Jurnal Studi Islamika, Vol. XI No. I, 2014, h. 115
57
27
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an Jilid 2, (Tangerang:
Lentera Hati, 2011), h. 11
28
M. Quraish Shihab, Logika Agama, (Jakarta: Lentera Hati, 2005), h. 22
29
Saiful Amin Ghofur, Profil Para Mufassir Al-Qur’an, h. 237
30
M. Quraish Shihab, Menabur Pesan Ilahi, (Tangerang: Lentera Hati,
2006), h. 55
58
31
Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, h. 270
32
Badiatur Roziqin, dkk., 101 Jejak Tokoh Islam Indonesia,
(Yogyakarta: E-Nusantara, 2009), h. 269-270
33
Mauluddin Anwar, dkk., M. Quraish Shihab: Cahaya Cinta dan
Canda, h. 191-192
59
34
Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, h. 273
35
Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, h. 272
60
36
Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, h. 272
61
37
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an: Fungsi dan Peran
Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, h. 12
38
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian
Al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati, 2009), Cet. II, Vol. 6, h. 14
62
39
Atik Wartini, “Corak Penafsiran M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-
Mishbah”, dalam Jurnal Hunafa: Jurnal Studi Islamika, Vol. XI No. I, 2014, h. 120
63
40
Ansori, Penafsiran Ayat-ayat Jender menurut Muhammad Quraish Shihab,
(Jakarta: Visindo Media Pustaka, 2008) Cet. I, h. 31
41
M. Quraish Shihab, dkk., Sejarah Ulum al-Qur’an (Jakarta: Pustaka Firdaus,
2008), h. 172
42
Mauluddin Anwar, dkk., M. Quraish Shihab: Cahaya Cinta dan Canda, h. 284
64
43
M. Quraish Shihab, Kaidah Tasir, (Tangerang: Lentera Hati, 2013), h. 389
44
Samsurrohman, Pengantar Ilmu Tafsir, (Jakarta: Amzah, 2014), h. 193-194
BAB IV
AYAT-AYAT TENTANG PERAN PEREMPUAN DALAM
KELUARGA MENURUT TAFSIR AL-AZHAR DAN TAFSIR AL-
MISHBÂH
Di dalam Al-Qur’an terdapat beranekaragam kisah yang di dalamnya
banyak mengandung nilai-nilai yang berharga dan dapat berfungsi sebagai
petunjuk, peringatan, rahmat, penawar penderitaan serta pelajaran bagi
orang-orang yang beriman. Salah satu kisah yang dapat dijadikan pelajaran
yakni dalam surat QS. At-Tahrim[66] yang di dalamnya terdapat kisah-kisah
mengenai beberapa keluarga termasuk keluarga Nabi Muhammad SAW
beserta istri-istrinya.
Pada bab ini, penulis akan memaparkan tentang penafsiran Buya Hamka
dan M. Quraish Shihab terhadap ayat-ayat yang berkenaan dengan peran-
peran perempuan dalam keluarga Nabi Muhammad SAW yang terdapat
dalam QS. At-Tahrim[66]: 1-6, kemudian penulis akan memaparkan
persamaan dan perbedaan kedua mufassir tersebut. Berikut penafsiran ayat-
ayat Al-Qur’an tentang peran perempuan dalam keluarga menurut Tafsir Al-
Azhar dan Tafsir Al-Mishbâh:
A. Menjaga Rahasia Suami (QS. At-Tahrim[66]: 1-3)
65
66
1
Perpustakaan Nasional RI, Asbabun Nuzul, (Jakarta: Lajnah Pentashihan
Mushaf Al-Qur’an, 2017), h. 446
67
2
Maghafir adalah nama semacam minyak yang ditakik dari pohon kayu,
rasanya manis tetapi baunya kurang enak. Sedangkan Nabi Muhammad SAW tidak
menyukai makanan yang berbau
3
Muhammad bin Ismail Abu ‘Abdillah Al-Bukhari Al-Ju’fi, Shahih Al-
Bukhari, (Daru Thoqi An-Najati), No. 4912, Juz. 6, Bab. QS. At-Tahrim ayat 1, h.
156
68
44
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya (Edisi yang
disempurnakan), jilid X, h. 196
69
ayat ini bukan berarti haram dalam istilah syariat, karena tidak
mungkin Nabi SAW mengharamkan sesuatu yang dihalalkan Allah
yakni dalam pengertian syariat. Akan tetapi makna haram disini
menurut beliau adalah makna secara bahasa, yang mana kata ()حترم
5
Haji Abdul Malik Abdul Karim Amrullah, Tafsir Al-Azhar, (Singapura:
Pustaka Nasional Pte Ltd, 2003), Jilid 10, h. 7494-7500
71
lain.” Sedangkan kata (لك )ما أحل هللا dalam tafsir Al-Mishbâh
6
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-
Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati, 2009), h. 166-170
73
ت عُبَ ْي َدُ ََِس ْع:الَ َ ق،يدٍ ح َّدثَنَا ََْيَي بن س ِع، ح َّدثَنَا س ْفيا ُن،ح َّدثَنَا َعلِ ٌّي
َ ُْ َ َ َُ َ َ
ِ اس ر ُ ََِس ْع:ال ٍ ْ َبْ َن ُحن
ت أَ ْن ُ أ ََر ْد:ول َّ ض َي
ُ يَ ُق،اَّللُ َع ْن ُه َما َ ٍ َّت ابْ َن َعب َ َ ق،ْي
ِ ِ
َم ِن،ْي َ ِْي املُْؤمن
َ ََي أَم:ْت َّ ض َي
ُ فَ ُقل،ُاَّللُ َع ْنو ِ اب ر
َ ِ ََّسأ ََل عُ َم َر بْ َن اخلَط ْأ
صلَّى هللاُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم؟ فَ َما َِّ ول ِ اىرََت َعلَى ر ُس ِ َّ ِ
َ اَّلل َ َ َ َاملَْرأ َََتن اللتَان تَظ
)صةُ» (رواه البخارى َ َو َح ْف،ُشة َ َت َكًلَِمي َح ََّّت ق
َ ِ « َعائ:ال ُ أ َْْتَ ْم
“Ali menyampaikan kepada kami dari Sufyan, dari Yahya bin Sa‟id
yang mengatakan, aku mendengar dai Ubaid bin Hunain bahwa Ibnu
Abbas berkata, Aku ingin bertanya kepada Umar, aku pun berkata,
Wahai Amirul Mukminin, siapakah dua wanita yang saling membantu
dalam menyusahkan Rasul? Belum selesai perkataanku, Umar sudah
berkata, Aisyah dan Hafshah.”9(HR. Bukhari)
“Bisa saja Tuhannya, jika mentalak kalian, bahwa mengganti untuk
dia dengan istri-istri yang lebih baik daripada kalian”.
9
Muhammad bin Ismail Abu ‘Abdillah Al-Bukhari Al-Ju’fi, Shahih Al-
Bukhari, (Daru Thoqi An-Najati), No. 4914, Juz. 6, Bab. QS. At-Tahrim ayat 3, h.
158
76
Ini adalah suatu peringatan dari Allah kepada kedua istri-istri Nabi
tersebut bahwasannya jika Nabi menceraikan mereka, maka Allah
akan menggantinya dengan perempuan-perempuan yang lebih baik
dari mereka. Karena akan ada banyak perempuan-perempuan yang
berlomba-lomba untuk menjadi istri Nabi.
“Yang Muslimat, yang Beriman” yaitu yang teguh memegang
kepercayaan, mereka kepada Allah dan percaya bahwa segala sesuatu
Allahlah yang menentukan. “Yang Taat” yang melakukan perintah
Ilahi dengan tidak merasa lalai dan malas serta taat kepada suami dan
sebagai seorang istri yang setia. “Yang Bertaubat” yang bertaubat
dari segala dosa dan kekhilagan yang dilakukan, taubat yang
dimaksudkan disini ialah mengembalikan segala keinginan
Rasul.“Yang Beribadat” ibadat yang dilakukan karena dorongan
akidah yang mendalam, “Yang Mengembara” yaitu orang yang suka
mengembara ke alam lalu merenungi, meninjau, dan memikirkan
terhadap segala kekuasaan Allah yang ada di sekelilingnya. Selain
dari sifat-sifat yang disebutkan itu, ada juga “Yang Janda-janda dan
perawan-perawan”10
2) Penafsiran Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbâh
Menurut Quraish Shihab ayat ini mengisyaratkan bahwa apa yang
dilakukan oleh kedua istri Nabi itu adalah sesuatu yang menyimpang
dari kewajaran dan kebenaran, walaupun diketahui penyebabnya
adalah dikarenakan kecemburuan. Akan tetapi, tidak seorang pun
diantara mereka bermaksud untuk menyakiti Nabi.
10
Haji Abdul Malik Abdul Karim Amrullah, Tafsir Al-Azhar, Jilid 10, h.
7500-7506
77
isyarat bahwasannya yang akan Nabi kawini itu sangat mantap karena
mempunyai seluruh sifat-sifat terpuji tersebut. Dan seandainya sifat-
yang bertolak belakang. Penyebutan janda atau gadis itu karena Nabi
menikahi Hafshah yang janda dan Aisyah yang gadis.Akan tetapi,
janda ataupun gadis keduanya keduanya memilki keistimewaan-
keistimewaan. Dengan penyebutan keduanya ini menjadikan
peringatan kepada semua istri Nabi bahwa keistimewaan-
keistimewaan yang mereka miliki tidak berarti karena penggantinya
memiliki keistimewaan-keistimewaan yang sama bahkan lebih.
Menurut Quraish Shihab ayat-ayat diatas sangat tegas karena
mengisyaratkan betapa sangat berbekas di hati Nabi akibat peristiwa
78
11
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-
Qur‟an, (Jakarta: Lentera Hati, 2009), h. 171-176
79
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu
dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu;
penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak
mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada
mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”. (QS. At-
Tahrim[66]: 6)
12
Aisyah Bintusy-Syâthi’, Istri-istri Nabi, h. 32
80
benar patuh dan setia dalam menjalankan perintah Allah SWT dan
tidak pernah membantah sedikit pun.13
2) Penafsiran Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbâh
Menurut Quraish Shihab ayat ini menjelaskan bahwa awal
pendidikan dan dakwah adalah lingkungan keluarga yaitu lingkungan
rumah. Meskipun ayat ini secara tekstual tertuju kepada kaum lelaki
yaitu ayah, bukan berarti hanya tertuju kepada mereka saja, akan
tetapi ayat ini juga tertuju kepada keduanya yaitu ibu dan ayah. Maka
dari itu tanggung jawab terhadap anak-anak juga pasangan masing-
masing sebagaimana masing-masing bertanggung jawab atas
kelakuannya. Dikarenakan ayah atau ibu sendiri tidak cukup untuk
menciptakan lingkungan yang agamis serta harmonis.
13
Haji Abdul Malik Abdul Karim Amrullah, Tafsir Al-Azhar, Jilid 10, h.
7507-7512
14
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Pesan, Kesan, dan Keserasian
Al-Qur‟an, (Jakarta: Lentera Hati, 2009), h.176-177
82
3) Analisis Penafsiran
Dari uraian kedua mufassir diatas, Buya Hamka dan Quraish
Shihab sepakat bahwa ayat ini berisi tuntunan kepada orang-orang
yang beriman untuk menjaga dirinya dan keluarganya dari siksa api
neraka. Karena pendidikan itu bermula dari lingkungan terdekat yaitu
keluarga, maka dari situlah awal pendidikan dimulai.
Sedangkan perbedaan dari kedua mufassir ini adalah Buya Hamka
berpendapat bahwa ayat ini tertuju kepada kepala keluarga yaitu
Ayah untuk membimbing dan menjaga anggota keluarganya seperti
istri dan anak-anaknya dari api neraka. Karena menurut Buya Hamka
seorang ayah merupakan kepala keluarga maka dialah yang
mempunyai tanggung jawab besar untuk melindungi anggota
keluarganya.
Tetapi berbeda dengan Quraish Shihab yang berpendapat bahwa
meskipun ayat ini secara tekstual tertuju kepada kaum laki-laki yaitu
ayah, bukan berarti hanya tertuju kepada mereka saja, akan tetapi
ayat ini juga tertuju kepada keduanya yaitu kepada perempuan dan
laki-laki yaitu ayah dan ibu. Karena seorang ibu merupakan pendidik
pertama bagi anak-anaknya. maka keberhasilan seorang anak kelak
sangat bergantung pada ibu. Sebagaimana ayat-ayat yang serupa
misalnya perintah untuk berpuasa yang juga tertuju kepada kaum
laki-laki dan perempuan, ini berarti kedua orang tua bertanggung
jawab terhadap anak-anaknya dan juga pasangannya masing-masing.
Dari pemaparan di atas, dapat dilihat bahwasannya perempuan
berperan penting dalam menjaga keluarga dan anak-anaknya dari api
nereka. Sebagai seorang istri, perempuan mempunyai tanggung jawab
yaitu mendorong suami dan anak-anaknya agar selalu menjalankan
perintah Allah SWT serta menjauhi segala larangannya. Sebagai
83
85
86
87
88
https://muslim.or.id/9142-peranan-wanita-dalam-islam.html, diakses
pada tanggal 8 Agustus 2019
http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/3700/Peran%2
0Perempuan%dalam%20Keluarga.pdf?sequence=1&isAllowed=
y, diakses pada tanggal 8 Agustus 2019
Ibn Fâris bin Zakariya‟, Abu al-Husain Ahmad, Mu’jam Maqâyis al-
Lughat, Juz VI, Mishr: Mushthafa‟ al-Bâb al-Halabiy wa al-
Syarîqat, 1992
Suriati Amal, Andi Sri. Perempuan sebagai Muslimah, Ibu, dan Istri,
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2013