Anda di halaman 1dari 110

PERTIMBANGAN KETUA PENGADILAN DALAM MENERIMA ATAU

MENOLAK PRODEO DI PENGADILAN AGAMA SUNGGUMINASA


(Studi PERMA RI No. 1 Tahun 2014 Tentang Prodeo)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana


Hukum (S.H.) Prodi Hukum Acara Peradilan dan Kekeluargaan Jurusan
Peradilan pada Fakultas Syari’ah dan Hukum
UIN Alauddin Makassar

Oleh:

MUNAWIR
NIM: 10100113083

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM


UIN ALAUDDIN MAKASSAR
2017
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

   

Mahasiswa yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Munawir

NIM : 10100113083

Jurusan/Prodi : Peradilan/Hukum Acara Peradilan dan Kekeluargaan

Fakultas : Syar’iah & Hukum

Tempat/tgl. Lahir : Bima, 10 Februari 1995

Alamat : Jl. Tekhnik Unhas Samata Residenc..

Judul Skripsi : Pertimbangan Ketua Pengadilan dalam Menerima atau

Menolak Prodeo di Pengadilan Agama Sungguminasa

(Studi PERMA RI Nomor 1 Tahun 2014 Tentang

Prodeo).

Menyatakan dengan sesungguhnya dan penuh kesadaran bahwa skripsi ini benar
adalah hasil karya sendiri. Jika dikemudian hari terbukti bahwa ia merupakan
duplikat, tiruan, plagiat, atau dibuat oleh orang lain, sebagian ataupun seluruhnya,
maka skripsi dan gelar yang diperoleh karenanya batal demi hukum.
Makassar, 3O November 2017
Penulis,

Munawir
NIM:10100113083
KATA PENGANTAR

   

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt yang senantiasa


memberikan Rahmat dan HidayahNya sehingga penulis dapat menyusun skripsi
ini sebagaimana mestinya.
Kebesaran jiwa dan kasih sayang yang tak terhingga, doa yang tiada
terputus dari kedua orang tua yang tercinta, ayahanda Arsyad,. dan ibunda Samsia,
yang senantiasa memberikan penulis curahan kasih sayang, nasihat, perhatian,
bimbingan serta doa restu yang selalu diberikan sampai saat ini. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada saudara-saudariku yang tercinta beserta
keluarga besar penulis, terima kasih atas perhatian dan kasih sayangnya selama ini
dan serta berbagai pihak yang tulus dan ikhlas memberikan adil sejak awal hingga
usainya penulis menempuh pendidikan di Fakultas Syariah dan Hukum UIN
Alauddin Makassar.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi
(S1) pada Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Alauddin
Makassar. Dalam menyusun skripsi ini tidak sedikit kekurangan dan kesulitan
yang dialami oleh penulis, baik dalam kepustakaan, penelitian lapangan, maupun
hal-hal lainnya. Tetapi berkat ketekunan, bimbingan, petunjuk serta bantuan dari
pihak lain akhirnya dapatlah disusun dan diselesaikan skripsi ini menurut
kemampuan penulis. Kendatipun isinya mungkin terdapat banyak kekurangan dan
kelemahan, baik mengenai materi, bahasa maupun sistematikanya.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini disusun dan diselesaikan berkat
petunjuk, bimbingan dan bantuan dari pihak lain. Oleh karena itu, sudah pada
tempatnyalah penulis menghanturkan ucapan penghargaan dan terima kasih yang
tak terhingga kepada semua pihak yang telah rela memberikan bantuan, baik
berupa moril maupun berupa materil dalam proses penyusunan dan penyelesaian
skripsi ini.

i
Penghargaan dan ucapan terima kasih yang terdalam dan tak terhingga
terutama kepada yang terhormat :

1. Bapak Prof. Dr. H. Musafir Pababari, M.Si. selaku Rektor UIN

Alauddin Makassar;

2. Bapak Prof. Dr. Darussalam Syamsuddin, M.Ag. selaku Dekan

Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar beserta

jajarannya;

3. Bapak Dr. Supardin M.HI. selaku Ketua Jurusan Peradilan Agama

UIN Alauddin Makassar beserta ibu Dr. Hj. Patimah, M.Ag. selaku

Sekertaris Jurusan Peradilan Agama;


4. Bapak Dr. H. Supardin M.H.I. selaku pembimbing I dan Ibu Dr.

Rahma Amir M.Ag. selaku pembimbing II. Kedua beliau, di tengah

kesibukan dan aktifitasnya bersedia meluangkan waktu, tenaga dan

pikiran untuk memberikan petunjuk dan bimbingan dalam proses

penulisan dan penyelesaian skripsi ini;

5. Bapak dan ibu dosen serta seluruh staf akademik dan pegawai Fakultas

Syari’ah dan Hukum UIN Alauddin Makassar;

6. Semua instansi terkait dan responden yang telah bersedia membantu

dan memberikan data kepada penulis, baik dari pihak Pengadilan

Agama Sungguminasa beserta jajarannya yang telah memberikan

masukan dan saran selama penyusunan skripsi ini;

7. Seluruh sahabat-sahabat di UIN Alauddin Makassar terima kasih atas

dukungan dan motivasinya selama ini;

8. Seluruh teman kuliah Jurusan Peradilan Agama Angkatan 2013

Khususnya Budiman, Buhari, Munandar, Ilham, Muhammad

Fathonaddin. Riswan, Andi Wahyudi, Syahrul dan Anhar terima

kasih atas kesetiakawanan, dukungan dan motivasinya selama ini;

ii
9. Seluruh teman KKN UIN Alauddin Makassar Angkatan 53 khususnya

posko desa Baringen Munawir, Fahriadi, Sultan, Faqih, Ika, Ana,

Diana, Irma, Lasmi, dan Kurnia dewi, dan special untuk bapak

posko M. Shaleh dan ibu Sarafiah. Terima Kasih atas doa, dukungan

dan motivasinya selama ini;

10. Kepada teman-teman Seperjuangan SMA Negeri 1 Belo Angkatan

2013 yang selalu memberi semangat kepada penulis selama

penyusunan skripsi ini;

11. Kepada seluruh keluarga besarku yang tidak bosan memberikan


bantuan, semangat kepada penulis sehingga dapat terselesaikan skripsi

ini.

Atas segala bantuan, kerjasama, uluran tangan yang telah diberikan dengan

ikhlas hati kepada penulis selama menyelesaikan studi hingga rampungnya skripsi

ini. Begitu banyak bantuan yang telah diberikan bagi penulis, namun melalui doa

dan harapan penulis, Semoga jasa-jasa beliau yang telah diberikan kepada penulis

mendapat imbalan pahala yang setimpal dengannya dari Allah swt.

Akhirnya dengan penuh rendah hati penulis mengharap tegur sapa

manakala terdapat kekeliruan menuju kebenaran dengan mendahulukan ucapan

terima kasih yang tak terhingga.

Makassar, 30 November 2017


Penulis

MUNAWIR

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN ................................................................................................... i

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI .................................. ii

PENGESAHAN SKRIPSI ............................................................................. iii

KATA PENGANTAR ................................................................................... iv

DAFTAR ISI .................................................................................................. vii

PEDOMAN TRANSLITERASI .................................................................... ix

ABSTRAK ...................................................................................................... xiv

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1

B. Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus ............................................... 8

C. Rumusan Masalah ............................................................................... 10

D. Kajian Pustaka .................................................................................... 10

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ........................................................ 11

BAB II TINJAUAN TEORITIS


A. Pengertian Prodeo .................................................................................. 13
B. Macam-Macam Prodeo.......................................................................... 19
C. Syarat-Syarat Berperkara Secara Prodeo ............................................... 26
D. Prosedur Beracara Secara Prodeo .......................................................... 30
E. Dasar Hukum Prodeo............................................................................. 37
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Lokasi dan Jenis Penelitian .................................................................. 41
B. Pendekatan Penelitian .......................................................................... 41
C. Pengumpulan Data ............................................................................... 42
D. Teknik Pengolahan dan Analisis Data.................................................. 45

vii
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Pengadilan Agama Sungguminasa ......................... 46
B. Standar Pertimbangan Ketua Pengadilan dalam Menerima atau
Menolak Prodeo di Pengadilan Agama Sungguminasa ....................... 61
C. Dasar Pertimbangan Ketua Pengadilan Dalam Menerima Atau
Menolak Prodeo di Pengadilan Agama Sungguminasa. ...................... 72
BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ......................................................................................... 88

B. Implikasi Penelitian ............................................................................. 89

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................


LAMPIRAN-LAMPIRAN ..............................................................................

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ........................................................................

viii
PEDOMAN TRANSLITERASI
1. Konsonan

Huruf Nama Huruf Latin Nama


Arab
‫ا‬ Alif Tidak
dilambangkan
Tidak dilambangkan

‫ب‬ ba b Be

‫ت‬ ta t Te

‫ث‬ sa ṡ es (dengan titik di atas)

‫ج‬ jim j Je

‫ح‬ ha ḥ ha (dengan titk di bawah)

‫خ‬ kha kh ka dan ha

‫د‬ dal d De

‫ذ‬ zal ż zet (dengan titik di atas)

‫ر‬ ra r Er

‫ز‬ zai z Zet

‫س‬ sin s Es

‫ش‬ syin sy es dan ye

‫ص‬ sad ṣ es (dengan titik di


bawah)

‫ض‬ dad ḍ de (dengan titik di


bawah)

‫ط‬ ta ṭ te (dengan titik di bawah)

‫ظ‬ za ẓ zet (dengan titk di


bawah)

‫ع‬ ‘ain ‘ apostrop terbalik

ix
x

‫غ‬ gain g Ge

‫ف‬ fa f Ef

‫ق‬ qaf q Qi

‫ك‬ kaf k Ka

‫ل‬ lam l El

‫م‬ mim m Em

‫ن‬ nun n En

‫و‬ wau w We

‫ه‬ ha h Ha

‫ء‬ hamzah , Apostop

‫ي‬ ya y Ye

Hamzah yang terletak di awal kata mengikuti vokalnya tanpa diberi tanda
apapun. Jika ia terletak di tengah atau di akhir, maka ditulis dengan tanda
‫ء‬
( ).
2. Vokal
Vokal bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri atas vokal
tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong.
Vokal tungggal bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda atau harakat,
transliterasinya sebagai berikut :

Tanda Nama Huruf Latin Nama


‫ﹷ‬ Fathah a A

‫ﹻ‬ Kasrah i I

‫ﹹ‬ Dammah u U
xi

Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan antara


harakat dan huruf, transliterasinya berupa gabungan huruf, yaitu :

Tanda Nama Huruf Latin Nama

‫ﹷ ي‬ fathah dan ya ai a dan i

‫ﹷ و‬ fathah dan wau au a dan u

3. Maddah
Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harakat dan huruf,
transliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu :

Harkat dan Nama Huruf dan Nama


Huruf Tanda
fathah dan alif a dan garis di
‫ﹷي‬ ā
atau ya atas
i dan garis di
‫ﹻي‬ kasrah dan ya i
atas
dammah dan u dan garis di
‫ﹹي‬ wau
ū
atas

4. Ta Marbutah

Transliterasi untuk ta marbutah ada dua, yaitu: ta marbutah yang hidup

atau mendapat harkat fathah, kasrah, dan dammah, yang transliterasinya

adalah [t]. Sedangkan ta marbutah yang mati atau mendapat harkat sukun

transliterasinya adalah [h].

Kalau pada kata yang berakhir dengan ta marbutah diikuti oleh kata yang

menggunakan kata sandang al- serta bacaan kedua kata itu terpisah, maka

ta marbutah itu transliterasinya dengan [h].


xii

5. Syaddah (Tasydid)

Syaddah atau tasydid yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan

dengan sebuah tanda tasydid (ّ), dalam transliterasinya ini dilambangkan

dengan perulangan huruf (konsonan ganda) yang diberi tanda syaddah.

‫ ي‬ber-tasydid di akhir sebuah kata dan didahului oleh huruf


Jika huruf

kasrah (‫)ﹻ‬, maka ia ditransliterasikan seperti huruf maddah(i).

6. Kata Sandang

Kata sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf ‫ال‬
(alif lam ma’arifah). Dalam pedoman transliterasi ini, kata sandang

ditransliterasi seperti biasa, al-, baik ketika ia di ikuti oleh huruf syamsiah

Maupun huruf qamariah. Kata sandang tidak mengikuti bunyi huruf

langsung yang mengikutinya. Kata sandang ditulis terpisah dari kata yang

mengikutinya dan dihubungkan dengan garis mendatar (-).

7. Hamzah

Aturan transliterasi huruf hamzah menjadi apostrop (‘) hanya berlaku bagi

hamzah yang terletak di tengah dan akhir kata. Namun, bila hamzah

terletak di awal kata, ia tidak dilambangkan, karena dalam tulisan Arab ia

berupa alif.

8. Penulisan Kata Arab yang Lazim digunakan dalam Bahasa Indonesia

Kata, istilah atau kalimat Arab yang ditransliterasi adalah kata,istilah atau

kalimat yang sudah lazim dan menjadi bagian dari perbendaharaan bahasa

Indonesia, atau sudah sering ditulis dalam tulisan bahasa Indonesia, tidak

lagi ditulis menurut cara transliterasi di atas. Misalnya kata Al-Qur’an

(dari al-Qur’an), sunnah,khusus dan umum. Namun, bila kata-katatersebut


xiii

menjadi bagian dari satu rangkaian teks Arab, maka mereka harus

ditransliterasi secara utuh.

9. Lafz al-Jalalah (‫)الله‬


Kata “Allah” yang didahului partikel seperti huruf jarr dan huruf lainnya

atau berkedudukan sebagai mudaf ilaih (frase nominal), ditransliterasi

tanpa huruf hamzah.

Adapun ta marbutah di akhir kata yang disandarkan kepada lafz a-

ljalalah, ditransliterasi dengan huruf [t].

10. Huruf Kapital

Walau sistem tulisan Arab tidak mengenal huruf kapital (All caps), dalam

transliterasinya huruf-huruf tersebut dikenai ketentuan tentang penggunaan

huruf kapital berdasarkan pedoman ejaan Bahasa Indonesia yang berlaku

(EYD). Huruf kapital, misalnya, digunakan untuk menuliskan huruf awal

nama dari (orang, tempat, bulan) dan huruf pertama pada permulaan

kalimat. Bila nama diri didahului oleh kata sandang (al-), maka yang

ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan

huruf awal kata sandangnya. Jika terletak pada awal kalimat, maka huruf

A dari kata sandang tersebut menggunakan huruf kapital (AL-). Ketentuan

yang sama juga berlaku untuk huruf awal dari judul referensi yang

didahului oleh kata sandang al-, baik ketika ia ditulis dalam teks maupun

dalam catatan rujukan (CK,DP, CDK, dan DR).


ABSTRAK

Nama : Munawir
NIM : 10100113083
Judul Skripsi : Pertimbangan Ketua Pengadilan dalam Menerima atau
Menolak Prodeo di Pengadilan Agama Sungguminasa (Studi
PERMA RI Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Prodeo)

Skripsi ini membahas tentang Pertimbangan Ketua Pengadilan dalam


Menerima atau Menolak Prodeo di Pengadilan Agama Sungguminasa (Studi
PERMA RI Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Prodeo). Prodeo membahas tentang
pemberian biaya perkara secara cuma-cuma dimana anggaran pada pemohon atau
termohon yang mengajukan perkara secara cuma-cuma dibiayai oleh negara
melalui anggaran dari DIPA untuk masyarakat yang tidak mampu atau dalam
berperkara secara prodeo ditanggung oleh negara sesuai dengan PERMA RI
Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Prodeo.
Jenis Penelitian ini adalah field research kualitatif, yaitu peneliti terjun langsung
ke lapangan guna memperoleh data yang lengkap mengenai prodeo melalui
pertimbangan ketua Pengadilan untuk menerima atau menolak prodeo di
Pengadilan Agama Sunggumisa. Sedangkan pendekatan yang digunakan adalah
pendekatan yuridis, yaitu melihat atau memandang sesuatu dari aspek atau segi
hukumnya berdasarkan PERMA RI Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Prodeo.
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah Interview dan
Dokumentasi.Interview ini dilakukan untuk mendapatkan informasi dengan cara
mewawancarai para informan, wawancara dilakukan dengan Ketua
Pengadilan/Hakim Pengadilan Agama Sungguminasa. Kemudian Dokumentasi
merupakan pengumpulan data dari dokumen-dokumen penting yang berkaitan
dengan prodeo seperti buku register perkara prodeo/putusan pengadilan, laporan
tahunan, dan sebagainya.
Setelah penelitian ini dilaksanakan menghasilkan kesimpulan bahwa
pertimbangan ketua pengadilan dalam menerima atau menolak prodeo
berlandaskan PERMA RI Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Prodeo. Adapun hasil
penelitiannya yakni para ketua Pengadilan dalam menerima dan memutus suatu
perkara hendaknya lebih rinci dalam memberikan pertimbangan untuk menerima,
monolak, atau memutus dalam suatu perkara prodeo tidak hanya cukup dengan
keterangan tidak mampu saja dan harus benar-benar melihat kondisi para pihak
agar prodeo diberikan pada orang-orang yang lebih tepat.
Implikasi penelitian ini adalah diharapkan mampu untuk lebih
meningkatkan integritas ketua Pengadilan/hakim dalam pengambilan putusan
mengenai perkara prodeo secara adil. Untuk memberikan pengetahuan dan
masukan kepada masyarakat umum, mahasiswa/(i) dalam bidang hukum serta
perangkat peradilan agama dalam memahami prodeo.
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hukum merupakan salah satu sarana dalam kehidupan masyarakat yang

bertujuan menciptakan keadilan. Guna melindungi kepentingan masyarakat, agar

tidak melakukan “main hakim sendiri” (eigenrichting) perlu dicarikan upaya

pencegahan dan pengaturan bagaimana orang (seseorang atau badan hukum) dapat

menyalurkan kepentingannya itu dalam suasana penerapan penegakan hukum dan

keadilan melalui proses peradilan yang bebas, berwibawa dan tidak memihak

sebagai akibat dari terdapatnya perbedaan perselisihan atau sengketa di antara

sesama warga masyarakat.1 Maka dari itu hukum diciptakan memenuhi

kebutuhan masyarakat untuk mendapatkan hak-haknya, dan hukum harus bersifat

adil bagi masyarakat sebagai subjek hukum. Kebutuhan akan keadilan bagi

masyarakat merupakan hak asasi manusia harus dilindungi oleh konstitusi negara

Republik Indonesia sebagaimana yang ada dalam Pancasila pada sila kelima

”Keadilan bagi Seluruh Rakyat Indonesia”. Pancasila adalah konsensus nasional

yang dapat diterima semua golongan, dan kelompok masyarakat di Indonesia.

Pancasila adalah dasar negara yang mempersatukan bangsa yang dinamis, yang

mengarahkan bangsa dalam mencapai tujuannya. Dalam posisinya seperti itu,

1
Soeparwono, Hukum Acara Perdata dan Yurispudensi (Cet. 1; Sinar Grafika, 2002
Bandung), h. 1.

1
2

Pancasila merupakan sumber jati diri, kepribadian, moralitas, dan haluan

keselamatan bangsa.2

Keadilan merupakan prasyarat untuk terselenggaranya negara persatuan

dan menegakan sistem pemerintahan yang demokratis. Dalam pasal 1 ayat 3

dalam UUD 1945 yang berbunyi Negara Indonesia merupakan Negara hukum

yang mana tujuannya mencerdaskan kehidupan Bangsa dan mampu bersifat adil

dalam kehidupan bermasyarakat.3 keadilan merupakan salah satu dari tujuan

adanya hukum. Hukum adalah keseluruhan peraturan yang mewajibkan perbuatan

lahir yang mempunyai sifat keadilan serta dapat di benarkan.4 Hukum tanpa

keadilan akan menimbulkan keresahan tanpa masyarakat dan tidak sesuai dengan

tujuan hukum, Karena kalau berbicara tentang hukum saja maka kita cenderung

hanya akan melihat pada peraturan perundang-undangan saja dan terkadang tidak

sesuai dengan keadilan ini memang wajar karena hukum hanyalah buatan

manusia.

Untuk mendapatkan keadilan, diperlukan suatu peraturan atau perundang-

undangan untuk mengatur susunan, kekuasaan, dan hukum acara dalam

lingkungan peradilan di Indonesia, salah satu di antaranya adalah Peradilan

Agama yang merupakan pelaksanaan kekuasaan kehakiman di negara kesatuan

Republik Indonesia yang mempunyai Undang-Undang tersendiri, yakni Undang-

2
Ahmad Basarah, Materi Sosialisasi Empat Pilar MPR RI (Pancasila Sebagai Dasar dan
Ideologi Negara UUD NKRI Tahun 1945 sebagai Konstitusi Negara Serta Ketetapan MPR NKRI
sebagai Bentuk Negara Bhineka Tunggal Ika Sebagai Semboyan Negara) (Cet. 4; Jakarta: Gatot
Subroto, 2014), h 12.
3
Jokowi,UUD 1945 dan Perubahannya (Cet, 1; Jakarta: PT. Niaga Swadaya, 2013), h. 6.
4
Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum (Cet. 4; Jakarta: Sinar Grafika, 2004), h. 31.
3

Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama dan

perubahannya.5

Dalam upaya mewujudkan kehidupan yang damai aman dan tentram

diperlihatkan adanya aturan untuk mengatur kehidupan sosial masyarakat agar

sesama manusia dapat berperilaku dengan baik dan rukun. Namun gesekan dan

perselisihan antar sesama manusia tidaklah dapat dihilangkan, maka hukum

diberlakukan terhadap siapapun yang melakukan perbuatan melanggar hukum.

Kebutuhan masyarakat akan hukum memang harus terpenuhi karena di mana ada

hukum tentu adanya masyarakat juga sebagai penerapan hukum tersebut dalam

artian hukum tidak berlaku jika tanpa masyarakat. Memperhatikan fungsi hukum

bagi masyarakat memungkinkan terjadinya komunikasi yang efektif di antara

sesama anggota masyarakat sekiranya sulit bagi kita untuk memikirkan

masyarakat tanpa adanya penyalagunaan hukum.6

Perubahan masyarakat yang makin hari semakin kompleks dan cepat,

Indonesia sebagai negara hukum yang mengatur sistem hukum positif, yang mana

setiap aturan ataupun hukum haruslah tertulis tentu harus mampu mengimbangi

perkembangan masyarakat tersebut. Hukum yang dibuat sekarang harus mampu

memprediksi apa yang telah terjadi di masa depan walaupun tidak seakurat

mungkin. Hal yang sering kita temui di sekitar kita, atau yang sering kita lihat di

media massa adalah kebutuhan masyarakat akan bantuan hukum baik itu secara

profesional ataupun bantuan hukum cuma-cuma. Kenyataan yang kita hadapi

5
Supardin, Fikih Peradilan Agama di Indonesia (Rekonstruksi Materi Perkara Tertentu)
(Cet 1; Makassar: Alauddin University Press), h. 3.
6
Satjipto Raharjo, Hukum dan Masyarakat (Cet. 10; Bandung: Ankasa, 1980), h. 11.
4

adalah masih banyak masyarakat yang tidak mendapatkan perhatian dan tidak

mendapatkan bantuan hukum dari pemerintah terkait kasus hukum yang dihadapi,

padahal masyarakat miskin tanggung jawab dari pemerintah untuk memberikan

bantuan hukum kepada warga negaranya pada pasal 27 ayat (1) UUD 1945

menyatakan bahwa “segala warga negara sama kedudukannya di dalam hukum

dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan

tidak ada kecualinya,7 maka dari itu siapa saja bisa menuntut untuk mendapatkan

haknya meskipun secara ekonomi tidak mampu dengan adanya bantuan hukum

tersebut.

Pasal di atas menerangkan bahwa negara tidak membeda-bedakan

masyarakat untuk memperoleh perlindungan hukum, di mata hukum semuanya

sama dengan tidak membedakan kaya ataupun miskin. Yang artinya semua warga

Negara Indonesia berhak untuk mendapatkan haknya secara hukum dengan

melalui sidang di pengadilan.

Konsekuensi bagiannya adalah tidak ada perbedaan bagi siapa saja selama

ini adalah sebagai warga negara Indonesia, dan berhak mendapatkan bantuan

hukum dan kedudukannya sama di depan hukum, terlepas dari mana ia tinggal hal

itu pun tidak mempengaruhi. Karena bantuan hukum diberikan kepada masyarakat

yang dekat dengan kota atau tidak menjangkau hingga ke pelosok-pelosok negeri,

padahal mereka tetap warga negara Indonesia namun tidak mendapatkan haknya

sebagai warga negara. Negara dalam menjalankan amanat konstitusi belumlah

sepenuh hati, sebab masih banyak masyarakat yang belum mendapatkan bantuan

7
Rizal Khadafi, Undang-Undang Dasar 1945 (Cet. 2; Jakarta Selatan: Bukune, 2010), h.
30.
5

hukum. Masih banyak warga kita yang terabaikan hak-haknya dan seolah

pemerintah merasa sudah menunaikan tugasnya dengan baik. Namun bukanlah

pemerintah tidak berbuat juga dalam menjalankan amanat konstitusi, pemerintah

bersama DPR membentuk UU. No. 16 Tahun 2011 tentang bantuan hukum

sebagai payung hukum dalam memberikan bantuan hukum untuk masyarakat

yang tidak mampu untuk beracara di Pengadilan Agama ataupun Negeri.

Di Indonesia masih banyak rakyat yang berada di bawah garis kemiskinan

dimana rata-rata dari mereka buta hukum atas apa hak-hak dan kewajiban begitu

pula dalam penyelesaian perkaranya. Pada kenyataannya tidak semua orang

mampu secara finansial untuk berperkara di pengadilan Agama yang harus

mengeluarkan biaya yang tidak sedikit jika bagi orang miskin atau kurang

mampu. Apalagi bagi masyarakat yang ada di daerah pelosok atau jauh dari kantor

Pengadilan Agama akan bertambah panjar biayanya dikarenakan untuk ongkos

Relas. Untuk makan dan biaya hidup sehari-hari saja masih banyak yang

kekurangan kemudian jika ada problem yang harus diselesaikan secara hukum

misalnya ada orang yang mau mengajukan dispensasi kawin, keadaan yang

memang mendesak untuk melangsungkan pernikahan dikarenakan sudah hamil

terlebih dahulu dan KUA menolak untuk menikahkannya dengan alasan masih di

bawah umur untuk pernikahan sesuai dengan UU. No 1 tahun 1974 pasal 7 yaitu

(1) perkawinan hanya diijinkan jika pihak pria mencapai umur 19 tahun dan pihak

wanita mencapai umur 16 tahun, (2) dalam hal penyimpangan terhadap ayat (1)

pasal ini dapat meminta dispensasi kepada pengadilan.


6

Namun bagi masyarakat yang kurang mampu untuk membayar biaya

perkara bisa mendapat bantuan hukum dari pemerintah untuk mendapat prodeo

dengan mendapatkan ijin berupa surat yang dibuat oleh camat tempat tinggal.

Sesuai dengan SEMA (Surat Edaran Mahkamah Agung) No. 10 Tahun 2010

tentang pedoman bantuan hukum Pasal 1 ayat 2 yang berbunyi:

“Pemohon bantuan hukum adalah pencari keadilan yang terdiri dari orang
perseorangan atau sekelompok orang yang secara ekonomis tidak mampu atau
memiliki kriteria miskin sebagaimana ditetapkan oleh Badan Pusat Statistik atau
penetapan upah minimum regional atau program jaring pengaman sosial lainnya,
atau memenuhi syarat sebagaimana diatur lebih lanjut dalam pedoman ini, yang
memerlukan bantuan untuk menangani dan menyelesaikan masalah hukum di
pengadilan”.

Tujuan layanan bantuan hukum bagi masyarakat tidak mampu di

Pengadilan Agama sebagaimana dalam PERMA (Peraturan Mahkamah Agung)

RI No. 1 Tahun 2014 Pasal 3 yakni meringankan beban biaya yang harus

ditanggung oleh masyarakat yang tidak mampu secara ekonomi di Pengadilan,

meningkatkan akses terhadap keadilan bagi masyarakat yang sulit atau tidak

mampu menjangkau disebut keterbatasan biaya, fisik atau geografis, memberikan

kesempatan kepada masyarakat yang tidak mampu mengakses konsultasi hukum

untuk memperolah informasi, konsultasi, advis, dan pembuatan dokumen dalam

menjalani proses hukum di Pengadilan, meningkatkan kesadaran dan pengetahuan

masyarakat tentang hukum melalui penghargaan, pemenuhan dan perlindungan

terhadap hak dan kewajibannya dan memberikan pelayanan prima kepada

masyarakat pencari keadilan.8 Begitu juga dalam SEMA (Surat Edaran

Mahkamah Agung) No. 10 Tahun 2010 yaitu untuk meringankan beban biaya

8
Www. Pt- Yogyakarta. go. id. Diakses tanggal 15 November 2017.
7

yang harus ditanggung oleh masyarakat yang tidak mampu di pengadilan,

memberikan kesempatan pada masyarakat tidak mampu untuk memperoleh

pembelaan dan perlindungan hukum, meringankan akses terhadap keadilan

meringankan kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang hukum. Sedangkan

dalam pasal 59 (1) UU No. 5 mengatakan, untuk mengajukan gugatan, penggugat

membayar uang muka biaya perkara yang besarnya ditaksir oleh panitera

Pengadilan, kecuali kalau tidak mampu membayar biaya perkara untuk beracara di

persidangan dapat dilakukan dengan cuma-cuma setelah mendapat ijin terlebih

dahulu dari Pengadilan Agama.9

Hakim dalam mengadili suatu perkara yang lebih dipentingkan adalah

fakta dan peristiwanya bukan cuma hukumnya, hukum adalah sebagai alat,

sedangkan yang lebih diterapkan adalah fakta dan peristiwanya. Ada

kemungkinan terjadi suatu peristiwa yang meskipun sudah ada peraturan

hukumnya. Dalam memutuskan prodeo itu diterima atau ditolak hakim harus

melalui sidang pembuktian dengan keterangan para pihak atau saksi-saksi, tidak

hanya terpacu pada kontekstual saja yaitu PERMA (Peraturan Mahkamah

Agung). RI Nomor. 1 Tahun 2014 dan Undang-Undang. Dasar hukum yang ada

bersifat global atau kurang rinci, selain itu hakim dalam mengambil putusan harus

melihat pada faktanya meskipun berbeda dengan duduk perkaranya.

Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam

tentang Pertimbangan Ketua Pengadilan dalam menerima atau menolak prodeo

oleh Ketua Pengadilan yang sebagaimana sudah ada dasar hukumnya namun

9
Moh. Taufik Makarao, Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata (Cet. 2; Jakarta: PT. Rineka
Cipta, 2009), hal. 43.
8

masih bersifat global bagi kriterianya untuk orang yang bisa mengajukan perkara

secara prodeo. Lantas bagaimana penilaian kriteria yang pantas untuk bisa

mengajukan secara prodeo menurut Ketua Pengadilan di Pengadilan Agama

Sungguminasa olehnya judul skripsi ini adalah, “Pertimbangan Ketua Pengadilan

Dalam Menerima atau Menolak Prodeo di Pengadilan Agama Sungguminasa

(Studi PERMA RI Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Prodeo).”

B. Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus

1. Fokus Penelitian

Fokus penelitian adalah pemusatan konsentrasi terhadap tujuan penelitian

yang akan dilakukan. Fokus penelitian harus diungkapkan secara eksplisit untuk

mempermudah dalam proses penelitian sebelum melakukan observasi. Penelitian

ini dilaksanakan di Pengadilan Agama Sungguminasa, melalui wawancara secara

langsung dengan pimpinan/ketua Pengadilan tentang penelitian yang akan diteliti

serta mengambil data-data yang dianggap perlu.

2. Deskripsi Fokus

Untuk memberikan pemahaman yang lebih jelas mengenai pembahasaan

skripsi ini, diperlukan beberapa penjelasan yang berkaitan yakni

“Pertimbangan Ketua Pengadilan dalam Menerima atau Menolak Prodeo di

Pengadilan Agama Sungguminasa (Studi PERMA RI Nomor 1 Tahun 2014

Tentang Prodeo).’

a Pertimbangan ketua Pengadilan

Pertimbangan diartikan sebagai kesimpulan/putusan, pertimbangan adalah

hasil ikhtiar mengenai putusan atau kesimpulan seseorang yang berisi analisis,
9

argumentasi, pendapat atau kesimpulan hukum dari Ketua Pengadilan atau Hakim

yang memeriksa perkara.10

b Menerima Prodeo

Menerima prodeo adalah berarti mendapat, memperoleh sesuatu. Yang

artinya seseorang yang mengajukan perkara prodeo yang telah memenuhi

persyaratan dalam mengajukan permohonan perkara prodeo.11

c Menolak Prodeo

Menolak prodeo adalah yang berarti mencegah, tidak menerima.

Seseorang yang mengajukan permohonan perkara prodeo di Pengadilan yang

tidak memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh Pengadilan maupun

ketua pengadilan.12

d Pengadilan Agama Sungguminasa

Pengadilan Agama adalah salah satu badan peradilan pelaku kekuasaan

kehakiman untuk menyelenggarakan penegakan hukum dan keadilan bagi rakyat

pencari keadilan perkara tertentu antara orang-orang yang beragama islam

dibidang perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infak, sedekah, dan

ekenomi syari’ah.13

10
Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata (Cet. 1; Jakarta: Sinar Grafika, 2004) h. 809.
11
Rocky Marbun, dkk., Kamus Hukum Lengkap (Cet. 1; Jakarta: Visimedia, 2012), h. 74.
12
Abd. Halim Talli, Sistem Peradilan Di Indonesia (Cet. 1; Jurusan Peradilan Fakultas
Syariah Dan Hukum UIN Alauddin Makassar, 2012) h. 1.
13
Desy Anwar, Kamus lengkap Bahasa Indonesia (Surabaya: Amelia, 2013), h. 210.
10

C. Rumusan Masalah

1. Bagaimana standar penilaian Ketua Pengadilan terhadap orang yang berperkara

secara prodeo di Pengadilan Agama Sungguminasa?

2. Bagaimana dasar pertimbangan Ketua Pengadilan dalam menerima atau

menolak prodeo di Pengadilan Agama Sungguminasa?

D. Kajian Pustaka

Dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini, penulis melakukan penelusuran

terhadap literatur-literatur yang dibutuhkan sebagai referensi atau rujukan yang

mempunyai relevansi dengan pembahasan yang akan diteliti, adapun yang

diperoleh dari beberapa hasil penelusuran buku-buku yang terkait diantaranya :

Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan Mahkamah

Syar’iyah di Indonesia oleh Drs. H. Fauzan, SH., MM. buku ini menyajikan asas-

asas peradilan dan pokok-pokok hukum acara perdata yang berlaku di lingkungan

Peradilan Umum, Peradilan Agama, dan Mahkamah Syar’iyah di Indonesia.

Karena penerapan hukum acara perdata itu bersifat imperatif, maka pengetahuan

dan pemahaman terhadap pokok-pokok kandungan hukum acara perdata menjadi

sangat penting, agar kemungkinan bergesernya penerapan dapat diminimalisir.

Selain itu, buku ini juga menjelaskan tentang permohonan dan pemeriksaan

perkara secara prodeo di tingkat pertama dan banding.

Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama oleh

Prof. Dr. H. Abdul Manan, SH., S.IP., M.Hum, dalam bukunya menguraikan

seluk-beluk proses beracara di Peradilan Agama. Selain itu, buku ini juga

menjelaskan tentang gugatan cuma-cuma (Prodeo)


11

Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata oleh Prof. Moh. Taufik Makarao,

S.H. M.H., buku ini berisi uraian tentang hukum acara perdata secara terpadu

dalam proses hukum di peradilan yang berbeda dengan gaya bahasa yang mudah

dicerna, pengarang menampilkan isi buku dalam delapan bab yaitu: Pendahuluan,

cara mengajukan gugatan, tindakan yang mendahului pemeriksaan di muka

Pengadilan, pemeriksaan di Pengadilan, pembuktian, putusan hakim, upaya

hukum, eksekusi Pengadilan. Dan untuk penjelasan masalah Prodeo dia sudah

masuk pembahasaan dalam bab tiga yakni penerapan biaya perkara dan beracara

secara cuma-cuma.

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk ;

1. Mengetahui bagaimana standar penilaian Ketua Pengadilan terhadap orang

yang boleh mengajukan perkara secara prodeo di Pengadilan Agama

Sungguminasa.

2. Mengetahui bagaimana dasar pertimbangan Ketua Pengadilan dalam

menerima atau menolak prodeo di Pengadilan Agama Sungguminasa.

Adapun Kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Kegunaan Ilmiah

Penelitian ini diharapkan secara teoritis mampu memberikan pencerahan

serta sumbangsih pemikiran bagi masyarakat yang luas dan sebagai masukan bagi

pengembangan kasasi ilmu pengetahuan di bidang hukum terkhusus tentang

prodeo.

2. Kegunaan Praktis
12

Sebagai bahan informasi baru yang bermanfaat kepada masyarakat luas

terkait dengan masalah bagaimana pertimbangan Ketua Pengadilan dalam

menerima atau menolak Prodeo di Pengadilan Agama Sungguminasa.


BAB II

TINJAUAN TEORETIS

A.Tinjauan Umum Tentang Prodeo

1. Pengertian Prodeo

Prodeo adalah pembebasan biaya perkara untuk beracara di Pengadilan

secara cuma-cuma (gratis) yang mana biaya tersebut dibiayai oleh Negara melalui

Mahkamah Agung dengan anggaran DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran)

dan yang berhak mengajukan Prodeo adalah masyarakat yang tidak mampu secara

ekonomi1

Pada dasarnya beracara di Pengadilan dalam hal gugatan perdata meski

dikenai biaya sesuai dengan ketentuan dalam HIR pasal 182, pasal 121 ayat (4)

dan ayat 145 ayat (4), R.Bg. Pasal 192-194 dan Undang-Undang RI Nomor 14

Tahun 2004 Pasal 4 ayat (2). Adapun yang sering diperdengarkan adalah tidak ada

sengketa tidak ada perkara dan tidak ada perkara tanpa adanya biaya. 2 Dalam

pasal 59 (1) Undang-Undang Nomor 5 mengatakan, untuk mengajukan gugatan,

penggugat membayar uang muka biaya perkara, yang besarnya ditaksir oleh

panitera pengadilan.3

Namun bagi masyarakat yang kurang mampu untuk membayar biaya

perkara baik sebagai Penggugat maupun Tergugat, tetapi tidak mampu membayar

biaya perkara, dapat mengajukan perkara dengan izin tidak membayar ongkos:

1
Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata Di Lingkungan Peradilan Agama
(Cet., 5; Jakarta: Putra Grafika, 2005), h. 63.
2
Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata Di Lingkungan Peradilan Agama, h.
63.
3
Moh. Taufik Makarao, Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata (Cet. 2; Jakarta: PT. Rineka
Cipta, 2009), h. 43.

13
14

a. Jika Penggugat menghendaki izin itu, maka ia minta izin pada waktu ia

mengajukan surat gugatan atau pada waktu ia mengatakan gugatan dengan lisan

sebagaimana dimaksud pada pasal 142 dan 144 R.Bg./118 dan 120 HIR.

b. Jika izin itu dikehendaki oleh Tergugat, maka izin itu dimintanya pada waktu

ia mengajukan jawabannya, yang tersebut pada Pasal 145 R.Bg. /HIR., atau dalam

persidangan, jika ia belum minta terlebih dahulu, asal saja sebelum perkara

tersebut mulai diperiksa.

c. Dalam kedua hal itu haruslah permintaan itu disertai dengan surat keterangan

tidak mampu dari seorang kepala polisi ditempat tinggal si peminta, yang

menerangkan bahwa sesudah diperiksanya ternyarta benar kepadanya bahwa

orang itu tidak mampu.

d. Jika surat keterangan tidak dapat diadakan, maka terserah kepada

pertimbangan Ketua Pengadilan Agama ataupun Hakim untuk meyakinkan dari

keterangan orang itu, baik dengan lisan maupun dengan cara lain, bahwa ia tidak

mampu.4

Dalam hal pihak Penggugat atau Tergugat tidak mampu membayar biaya

perkara, maka berdasarkan pasal 237 HIR dan pasal 273 R.Bg maka ia dapat

memohon kepada Ketua Pengadilan untuk berperkara secara cuma-cuma.

Permintaan secara cuma-cuma ini harus dimintakan sebelum perkara pokok

diperiksa oleh Pengadilan. Permintaan untuk beracara secara cuma-cuma ini harus

melampirkan surat keterangan tidak mampu dari instansi yang berwenang, dengan

ini dikeluarkan oleh Kepala Desa/lurah dan diketahui oleh Camat. Menurut pasal

4
M. Fauzan, Pokok-Pokok Hukum Acara Pedata Peradilan Agama dan Mahkama
Syar’iyah di Indonesia (Cet. 3; Jakarta: 2007), h. 14.
15

238 HIR dan pasal 274 R.Bg. Keterangan tidak mampu harus dikeluarkan oleh

aparat kepolisian di tempat tinggal orang yang meminta gugat secara cuma-cuma.

Jika pihak yang mengajukan perkara dengan cuma-cuma itu tidak mendapatkan

keterangan miskin dari instansi yang berwenang, maka untuk membuktikan

ketidakmampuannya itu harus dilakukan dengan jalan mendengar keterangan

saksi, atau keterangan lainnya seperti melihat pekerjaan, cara berpakaian,status

sosial, dan lainnya.5

Pasal 121 (4) HIR menentukan: Mendaftarkan dalam daftar seperti yang

dimaksud dalam ayat pertama, tidak boleh dilakukan sebelum oleh Penggugat

dibayar lebih dahulu kepada panitera sejumlah uang yang besarnya untuk

sementara diperkirakan oleh Ketua Pengadilan Agama menurut keadaan Perkara,

untuk ongkos kantor panitera, ongkos melakukan panggilan serta pemberitahuan

yang diwajibkan kepada kedua pihak dan harga materai yang akan dipergunakan.

Jumlah yang dibayar lebih dahulu akan diperhitungkan kemudian6. Oleh sebab itu

pemerintah pula yang menanggung biaya pemeriksaan tersebut.7

Permohonan perkara (voluntaria), yaitu tuntutan hak yang tidak

mengandung sengketa dan diajukan ke Pengadilan untuk mendapat penetapan

5
Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata Di Lingkungan Peradilan Agama, h.
63.
6
Moh. Taufik Makarao, Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata, h. 43.
7
Moerdiano, Undang-Undang Tentang Hak Kekayaan Intelektual(Cet. 1; Jakarta:
Kadarku, 1998), h. 346.
16

Pengadilan dalam bentuk tertulis yang diucapkan di sidang Pengadilan yang

terbuka untuk umum dengan bertujuan untuk menyelesaikan permohonan.8

Permohonan Perkara dengan cuma-cuma dalam tingkat pertama terlebih

dahulu diperiksa oleh Ketua Pengadilan dalam sidang insidental yang memeriksa

ketidakmampuan pihak yang mengajukan gugatan itu kepada pengadilan. Hasil

pemeriksaan tersebut dituangkan dalam putusan serta sebagaimana yang

disebutkan dalam pasal 239 ayat (1) HIR dan Pasal 275 ayat (1) R.Bg. Pihak

lawan yang mengajukan permohonan berperkara dengan cuma-cuma dapat

menyangkal permohonan gugat cuma-cuma tersebut dengan menyatakan bahwa

permohonan gugat dengan cuma-cuma adalah tidak beralasan, pihak yang

sebenarnya pihak yang mengajukan gugat itu adalah orang mampu dan sanggup

untuk membayar ongkos perkara sebagaimana yang ditetapkan oleh Pengadilan

dalam Pasal 121 ayat (4) HIR mengenai pembiayaan meliputi komponen: Biaya

kantor, biaya materai, biaya melakukan panggilan saksi, ahli, juru bahasa, biaya

sumpah, biaya pemeriksaan setempat, biaya juru sita melakukan pemanggilan,

pemberitahuan, dan biaya eksekusi.9 Ketentuan pihak lawan membantah

permohonan gugat dengan cuma-cuma ini tersebut dalam pasal 239 ayat (2) HIR

dan pasal 275 ayat (2) R.Bg.

Ketua Pengadilan atau Hakim karena jabatannya dapat menolak gugat

dengan cuma-cuma tersebut. Apabila ditolak, maka permohonan gugat dengan

cuma-cuma itu harus membayar ongkos perkara sebagaimana mestinya terlebih

8
Ahmad M. Ramli, Hukum Beracara di Pengadilan Dan Hak Asasi Manusia (Cet. 1;
Bandung: Puripustaka, 2010) h. 88.
9
Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, h. 215.
17

dahulu, baru kemudian pemeriksaan perkara dilanjutkan. Pembayaran ongkos

perkara (maksudnya persekot biaya perkara) harus dilakukan oleh

pemohon/penggugat dengan cuma-cuma pada meja satu dan oleh kasir dicatat

dalam jurnal sebagai tambahan biaya perkara, sebab pada waktu mendaftarkan

perkara pada SKUM telah ditulis nihil. Apabila pihak yang memohon perkara

secara cuma-cuma tidak membayar ongkos dalam tempo satu bulan setelah

diputuskan pada putusan SELA (Sementara) yang mewajibkan ia harus membayar

ongkos perkara, maka Pengadilan dapat mencoret perkara itu dari daftar perkara.

Jika permohonan gugat dengan cuma-cuma dikabulkan oleh Ketua Pengadilan

atau Majelis Hakim, maka proses pemeriksaan perkara dilanjutkan. Sesuai dengan

bunyi Pasal 241 HIR dan Pasal 277 R.Bg putusan hakim tingkat pertama yang

menolak berperkara dengan cuma-cuma tidak dapat dimintakan banding kepada

Pengadilan Tinggi Agama.10

Permohonan perkara secara cuma-cuma pada tingkat banding dapat

diajukan oleh para pihak secara lisan maupun secara tertulis melalui Panitera

Pengadilan Agama. Permohonan tersebut disidang terlebih dahulu oleh majelis

hakim yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Agama. Hasil Pemeriksaan Majelis

Hakim itu dapat dituangkan dalam Berita Acara Sidang yang ditandatangani oleh

Ketua Majelis dan Panitera yang turut sidang. Berita Acara tersebut dikirim ke

Pengadilan Tinggi Agama bersama-sama dengan bundel A dan salinan putusan

Pengadilan Agama, Putusan Pengadilan Tinggi Agama atas permohonan

berperkara dengan cuma-cuma ditingkat banding adalah berupa “penetapan” dan

10
Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama, h.
64.
18

penetapan ini dikirim kembali kepada Pengadilan Agama untuk disampaikan

kepada para pihak yang berperkara.

Pengadilan Tinggi Agama dapat menolak permintaan beracara secara

cuma-cuma pada tingkat banding jika alasan yang di ajukan tidak beralasan dan

tidak rasional. Apabila Pengadilan Tinggi Agama menolak permintaan izin

beracara dengan cuma-cuma pada tingkat banding, maka permohonan dapat

mengajukan banding dengan tenggang waktu 14 hari setelah penetapan penolakan

Pengadilan Tinggi Agama tersebut diberitahukan kepada pemohon. Apabila

permohonan izin beracara ditingkat banding diterima, maka berkas banding

berupa bundel A dan B dikirim segera kepada Pengadilan Tinggi Agama untuk

dilanjutkan pemeriksaan materi perkara.

Jika Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama mengabulkan

permohonan beracara dengan cuma-cuma, maka amar putusan SELA (sementara)

Pengadilan Agama dan penetapan Pengadilan Tinggi Agama adalah “memberikan

izin kepada pemohon/penggugat untuk beracara secara cuma-cuma”. Sedangkan

apabila ditolak bunyi amarnya adalah “tidak memberi izin kepada

pemohon/penggugat untuk beracara secara cuma-cuma.” Apabila Pengadilan

Agama dan Pengadilan Tinggi Agama sudah memberikan izin untuk beracara

secara cuma-cuma, maka pihak pengadilan tidak dibenarkan memungut biaya

kepada para pihak dalam bentuk apapun, termasuk biaya meterai. Sebagian lagi

berpendapat semuanya bebas biaya kecuali biaya meterai yang harus ditanggung

oleh penggugat sebab biaya tersebut tidak bisa dibebankan kepada Pengadilan.
19

Perlu juga diketahui bahwa dalam berperkara secara cuma-cuma dikenal

tiga subjek: (penggugat sebagaimana diatur dalam Pasal 237 jo. 274 R.Bg., ayat

(1) HIR dan Pasal 273 jo. 274 R.Bg, (2), tergugat sebagaimana diatur dalam Pasal

238 jo. 239 Ayat (2) HIR dan Pasal 273 jo. 274 ayat (2) R.Bg dimana sebutkan

izin secara cuma-cuma dapat dimohonkan pada saat mengajukan jawaban

terhadap gugatan Penggugat dalam persidangan, (3) balai harta peninggalan

sebagaimana diatur dalam Pasal 240 HIR dan Pasal 276 R.Bg. Balai harta

peninggalan dapat mengajukan permohonan izin berperkara secara cuma-cuma

dalam kedudukannya baik sebagai Penggugat maupun sebagai Terguggat. Balai

harta peninggalan dapat mengajukan permohonan berperkara secara cuma-cuma

dengan syarat: (1) harta atau bundel yang dibelanya atau orang yang diwakilinya

pada waktu diadakan tuntutan itu tidak dapat atau tidak mampu membayar biaya

perkara yang seharusnya dibayar, (2) harus menyerahkan suatu daftar ringkas

tentang harta benda yang dibela atau orang yang diwakilinya kepada hakim untuk

diperiksa, apakah memenuhi syarat untuk dinyatakan tidak mampu.11

2. Macam-macam Prodeo

Untuk berperkara dalam patokan menentukan panjar biaya perkara

dikenakan biaya perkara menurut pasal 121 ayat (4) HIR, didasarkan pada

taksiran menurut keadaan, biaya perkara ini meliputi komponen: Biaya kantor

kepaniteraan, biaya materai, biaya melakukan panggilan saksi, ahli, juru bahasa,

biaya sumpah, biaya pemeriksaan setempat, biaya juru sita melakukan

11
Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata Di Lingkungan Peradilan Agama, h.
65.
20

pemanggilan dan pemberitahuan beserta biaya eksekusi. 12 Sesuai SEMA Pasal 1

ayat (2) yang berbunyi “Anggaran Bantuan Hukum adalah alokasi anggaran

Negara yang berada dilingkungan peradilan Umum yang dibiayai oleh Mahkamah

Agung melalui DIPA (Daftar isian pelaksanaan anggaran) Bantuan Hukum di

Rektorat Jenderal Badan Peradilan umum yang dialokasikan kepada pengadilan”.

Bagi yang tidak mampu bisa mengajukan perkara secara prodeo yang

anggarannya sudah ada pada setiap pengadilan melalui DIPA (Daftar isian

pelaksanaan anggaran) sesuai dengan anggaran pada DIPA, maka prodeo dibagi

menjadi dua macam yaitu:

1) Prodeo DIPA

Prodeo DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran) itu adalah biaya untuk

berperkara secara cuma-cuma (gratis) ditanggung oleh Negara atau semua biaya

yang dikeluarkan untuk yang tidak mampu sudah ada dari anggaran DIPA,

komponen biaya untuk prodeo meliputi:

1) Biaya pemanggilan para pihak:

2) Biaya pemberitahuan isi putusan:

3) Biaya sita jaminan:

4) Biaya pemeriksaan setempat:

5) Biaya saksi-saksi ahli:

6) Biaya eksekusi:

7) Biaya materai:

8) Biaya alat tulis kantor:

12
Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, h. 215.
21

9) Biaya pengadaan/foto copi:

10) Biaya pengiriman berkas.13

2) Prodeo Murni

Prodeo murni adalah biaya perkara dari permohonan tetap gratis dan tidak

ada anggaran dari Negara karena kuata prodeo telah habis, sehingga untuk

pelaksanaan perkara prodeo murni dilaksanakan secara sukarela oleh pegawai

yang bertugas di Pengadilan, bahan untuk surat panggilan yang menjadi tugas juru

sita atau juru sita pengganti tidak mendapat bayar.

Barang siapa menjadi penggugat atau tergugat dapat menunjukan, bahwa

ia adalah miskin atau tidak mampu untuk membayar biaya perkara, oleh ketua

pengadilan/hakim yang akan mulai memeriksa perkaranya atau sedang memeriksa

perkaranya, dapat diijinkan untuk berperkara secara cuma-cuma atau dengan

biaya dengan tarif yang dikurangi. 14

Dalam Pasal 59 (1) Undang-Undang No. 5 mengatakan untuk mengajukan

gugatan, Penggugat membayar uang muka biaya perkata, yang besarnya ditaksir

oleh Panitera Pengadilan. Pasal 110 Undang-Undang ini mengatakan, pihak yang

dikalahkan untuk seluruhnya atau sebagian hukum membayar biaya perkara, yang

termasuk dalam biaya perkara adalah:

1) Biaya kepaniteraan dan biaya materai;

13
PA. Mojokarto, http://www.pa-mojokorto. Ww. Id|info masyarakat|hak-
masyarakat/pelayanan-prosedur-perkara-prodeo-.html, diakses tgl 10 Septemberi 2017.
14
M. Fauzan, Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata Peradilan Agama Dan Mahkamah
Syar’iyah di Indonesia, h. 14.
22

2) Biaya saksi, ahli dan ahli bahasa dengan catatan bahwa pihak yang meminta

pemeriksaan lebih dari lima orang saksi harus membayar biaya untuk saksi

yang lebih itu meskipun pihak tersebut dimenangkan;

3) Biaya pemeriksaan ditempat lain dari ruangan sidang dan biaya lain yang

diperlukan bagi pemutusan sengketa atas perintah hakim ketua sidang. (Pasal

111 UU No. 5/86).15

Adapun dalam Pasal 887 mengatakan bahwa jika ada permohonan untuk

berperkara secara prodeo atau dengan tarif yang dikurangi:

1) Dalam suatu sengketa untuk mendapatkan penetapan pemberian nafkah yang

wajib menurut KUHPerda. Buku 1, termasuk biaya hidup dan pendidikan

anak dibawah umur, ataupun untuk pelaksanaan perubahan atau suatu

penarikan kembali suatu putusan, suatu penetapan atau pengaturan antara

para pihak mengenai pembayaran semacam itu;

2) Dalam suatu sengketa mengenai perjanjian kerja, maka Pasal 873 atau

kedua, 875 dan 876 alinea pertama tidak berlaku dan hakim membaca

dalam pemeriksaanya yaitu apakah cukup terbukti tentang miskin atau

kurang mampunya pemohon.16

Selain itu Undang-undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama

juga mengatur tentang biaya perkara sebagai berikut: Biaya perkara dalam bidang

perkawinan dibebankan kepada penggugat atau termohon. Biaya penetapan atau

putusan pengadilan yang bukan merupakan penetapan atau putusan akhir. (Pasal

15
Moh. Taufik Makarao, Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata, h. 43.
16
Ropaun Rambe, Hukum Acara Perdata Lengkap (Cet. 1; Jakarta: Sinar Grafik, 2002) h.
180.
23

89 (1) dan (2) UU No. 7/89). Biaya perkara sebagaimana yang dimaksud dalam

Pasal 89, meliputi:

a) Biaya kepaniteraan dan biaya meterai yang diperlukan untuk perkara itu;

b) Biayauntuk perkara saksi, saksi ahli, penerjemahan, dan biaya pengambilan

sumpah yang diperlukan dalam perkara itu;

c) Biaya yang diperlukan untuk melakukan pemeriksaan setempat dan tindakan-

tindakan lain yang diperlukan oleh Pengadilan dalam perkara itu;

d) Biaya pemanggilan, pemberitahuan, dan lain-lain atas perintah pengadilan

yang berkenaan dengan perkara itu. (Pasal 90 UU No. 7/89).17

Pasal 121 ayat (4) HIR menyatakan dengan tegas pembayaran biaya.

Disebut juga panjar biaya perkara, pembayaran biaya perkara merupakan syarat

imperatif (imperative) atau syarat memaksa atau atas pendaftaran perkara dalam

buku register.18 Adapun dalam Bab ketujuh, bagian ketujuh HIR, mengatur

tentang izin perkara tanpa biaya. Disebut juga berperkara secara prodeo atau

kosteloos (free of charge)

1) Syarat Berperkara Tanpa Biaya

Syarat berperkara secara prodeo, diatur dalam pasal 237 HIR yang

menegaskan, bagi orang-orang yang tidak mampu membayar biaya perkara, dapat

diberi izin untuk beperkara tanpa biaya. Titik tolak memberi kemungkinan

berperkara tanpa biaya, berdasarkan alasan kemanusiaan (humanity) dan keadilan

umum (general justice). Memberi hak dan kesempatan (oportunity) kepada yang

tidak mampu untuk tampil membela dan mempertahankan hak dan

17
Moh. Taufik Makarao, Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata, h. 43-44.
18
Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, h. 214.
24

kepentingannya didepan sidang pengadilan secara cuma-cuma (free of charge).

Akibat hukum atas pemberian izin beperkara secara cuma-cuma, kepada yang

bersangkutan:

a) Tidak ditarik biaya administrasi, dan

b) Tidak ditarik biaya upah jurusita

2) Cara Mengajukan Permintaan Izin

Menurut Pasal 238 ayat (1) HIR, jika yang mengajukan pertimbangan izin

adalah penggugat:

1) Diajukan pada saat menyampaikan surat gugatan.

Pertimbangan dapat langsung dimasukkan dalam surat gugatan atau dalam

surat tersendiri;

2) Dapat juga diajukan dengan lisan, apabila gugatan disampaikan dengan lisan

berdasarkan Pasal 120 HIR.

Hal ini diatur dalam pasal 238 ayat (2) HIR, yang menyatakan permintaan

izin diajukan tergugat pada saat mengajukan jawaban. Hal tersebut dapat

ditafsirkan, ketentuan Pasal ini memberi hak kepada tergugat untuk diajukan

permintaan izin berperkara tanpa biaya selama tahap proses jawab menjawab

berlangsung, tidak mesti diajukan pada jawaban pertama, tetapi dapat juga

diajukan pada duplik atau jawaban kedua (rejoinder)

3) Syarat Permintaan

Pasal 238 ayat (3) HIR, mengatur syarat permintaan izin.


25

a) Disertai surat keterangan tidak mampu dari kepala kepolisian setempat.

Ketentuan Pasal ini pada saat sekarang, tidak tepat. Yang tepat, dari

pemerintah setempat. Bisa camat atau cukup kepala desa.

b) Isi surat keterangan

Berisi penjelasan bahwa berdasarkan pemeriksaan atau penelitian,

pemohon benar-benar orang yang tidak mampu.

3) Proses Pemberian Izin

Pasal 239 ayat (1) HIR, mengatur proses pemberian izin beperkara tanpa

biaya.

a) Permintaan izin diperiksa pada sidang pertama, sebelum majelis

memeriksa perkaranya sendiri.

b) Diperiksa dan diputus terlebih dahulu apakah pemintaan izin dikabulkan

atau ditolak sebelum perkara diperiksa.

c) Pihak lawan dapat mengajukan perlawanan terhadap permintaan,

berdasarkan alasan:

- Permintaan tidak beralasan:

- Pemohon adalah orang yang mampu.

Menurut Pasal 291 HIR, putusan izin beperkara tanpa biaya yang diajukan

Pengadilan Agama, merupakan:

a) Putusan tingkat pertama dan terakhir, sehingga putusan tersebut bersifat

final, dan

b) Terhadap putusan tertutup upayabanding. 19

19
Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, h. 218.
26

3. Syarat-syarat Berperkara Secara Prodeo

Syarat berperkara secara prodeo, diatur dalam Pasal 237 HIR yang

menegaskan, bagi orang-orang yang tidak mampu membayar biaya perkara, dapat

diberi izin untuk beperkara tanpa biaya. Titik tolak memberi kemungkinan

berperkara tanpa biaya, berdasarkan alasan kemanusiaan (humanity) dan keadilan

umum (general justice). Memberi hak dan kesempatan (opportunity) kepada yang

tidak mampu untuk tampil membela dan mempertahankan hak dan

kepentingannya didepan sidang pengadilan secara cuma-cuma (free of charge).

Akibat hukum atas pemberian izin berperkara secara cuma-cuma, kepada yang

bersangkutan:

a) Tidak ditarik biaya administrasi, dan

b) Tidak ditarik biaya upah juru sita.20

Adapun syarat-syarat beracara dengan cara prodeo atau berperkara tanpa

biaya, adalah sebagai berikut:

a) Izin untuk mengajukan perkara prodeo harus diajukan bersamaan dengan surat

atau permohonan yang diajukan oleh pihak penggugat atau termohon dengan

cara tertulis atau lisan kepada ketua Pengadilan Agama.

b) Melampirkan surat keterangan tidak mampu dari Kepala Desa tempat tinggal

penggugat atau pemohon.

c) Surat pemohon harus diajukan sendiri oleh penggugat atau pemohon dan tidak

boleh diwakilkan oleh wakilnya atau kuasa hukumnya, apabila tidak

20
Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, h. 215.
27

menghadap sendiri dalam persidangan pertama maka pemohonnya akan

dinyatakan gugur oleh hakim.

d) Keputusan Pengadilan tentang pengajuan permohonan perkara secara prodeo

dikabulkan atau ditolak, keputusannya telah berkekuatan hukum tetap dan

keputusannya tidak dapat dikabulkan oleh Pengadilan Tinggi karena

keputusannya secara yuridis telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan

tidak dapat diajukan upaya hukum.21

Dalam pasal 237 HIR/273 R.Bg mengatakan bahwa barang siapa hendak

berperkara, baik sebagai Penggugat maupun Tergugat, tetapi tidak mampu

membayar ongkos perkara, dapat mengajukan perkara dengan izin tidak

membayar ongkos.

1) Jika penggugat menghendaki izin itu, maka ia minta izin pada waktu ia

mengajukan surat gugatan atau pada waktu ia mengatakan gugatan dengan

lisan sebagai dimaksud pada Pasal 142 dan 144 R.Bg./188 dan 120 HIR.

2) Jika izin itu dihendaki oleh Tergugat, maka izin itu dimintanya pada waktu ia

mengajukan jawabannya, yang tersebut pada Pasal 145 R.Bg., /123 HIR., atau

dalam persidangan, jika ia belum minta lebih dahulu, asal saja sebelum

perkara tersebut mulai diperiksa.

3) Dalam kedua hal itu haruslah permintaan itu disertai dengan surat keterangan

tidak mampu dari seorang kepala kepolisian ditempat tinggal sipeminta, yang

menerangkan bahwa sesudah diperiksanya ternyata benar bahwa orang itu

tidak mampu.

21
Sarwono, Hukum Acara Perdata Teori dan Praktek (Cet. 1; Jakarta: 2011), h. 85-86.
28

4) Jika surat keterangan tidak dapat diadakan, maka terserah kepada

pertimbangan Pengadilan Negeri untuk meyakinkan dari keterangan orang itu,

baik dengan lisan maupun dengan cara lain, bahwa ia tidak mampu.22

Pasal 238 ayat (3) HIR, mengatur syarat permintaan izin.

a) Disertai surat keterangan tidak mampu dari kepala polisi setempat.

Ketentuan Pasal ini pada saat sekarang, tidak tepat, yang tepat, dari

pemerintah setempat. Bisa camat atau cukup Kepala Desa

b) Isi surat keterangan. Berisi penjelasan bahwa berdasarkan pemeriksaan

atau penelitian, pemohon benar-benar orang yang tidak mampu.23

Dalam Hukum Acara Peradilan Agama dalam bukunya Dr. H. Roihan A.

Rasyid, S.H., M.A. Mengatakan bahwa ada syarat kelengkapan gugatan atau

permohonan, ada syarat kelengkapan umum dan ada syarat kelengkapan khusus:

1) Syarat Kelengkapan Umum

Syarat kelengkapan umum (minimal) untuk dapat diterima didaftarkannya

suatu perkara dipengadilan ialah sebagai berikut.

a) Surat gugatan atau permohonan tertulis, atau dalam hal buta huruf,

catatan gugat atau catatan permohonan.

b) Surat keterangan kependudukan/tempat tinggal/domisili bagi penggugat

atau pemohon.

22
M. Fauzan, Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan Mahkamah
syar’iyah di Indonesia, h. 14-15.
23
Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata. h. 216.
29

c) Vorschot biaya perkara, kecuali bagi yang miskin dapat membawa surat

keterangan miskin dari lurah/Kepala Desa yang disahkan sekurang-

kurangnya oleh Camat.

2) Syarat Kelengkapan Khusus

Syarat kelengkapan khusus ini tidaklah sama untuk semua kasus perkara,

jadi tergantung kepada macam atau sifat dari perkara itu an sich. Contohnya

sebagai berikut:

a) Bagi Anggota ABRI (Angkata Bersenjata Republik Indonesi) dan

kepolisian yang mau kawin atau mau bercerai harus melampirkan izin

komandan.

b) Mereka yang mau kawin lebih dari seorang (selain Anggota ABRI,

Kepolisian dan Pegawai Negeri Sipil) harus melampirkan.

1) Surat persetujuan tertulis dari istrinya yang telah ada.

2) Surat keterangan tentang penghasilan suami, seperti daftar gajinya

atau harta yang dijadikan usahanya dalam mencari nafkah atau

penghasilan-penghasilan lainnya, untuk bukti bahwa suami mampu

beristri lebih dari seorang.

3) Surat pernyataan dari suami bahwa ia sanggup berlaku adil terhadap

istri atau istri-istrinya dan anak-anaknya.

c) Untuk keperluan tersebut di b, diatas atau jika mau bercerai, kalau suami

itu pegawai negeri sipil, maka syarat tersebut di b, harus ditambah lagi

dengan adanya izin dari pejabat yang berwenang (atasannya).


30

d) Perkara-perkawa perkawinan harus melampirkan Kutipan Akta Nikah,

seperti perkara gugatan cerai, permohonan untuk menceraikan istri

dengan cerai talak, gugatan nafkah istri dan sebagainya.

e) Perkara-perkara yang berkenaan dengan akibat perceraian harus

melampirkan Kutipan Akta Cerai, seperti perkara gugatan nafkah iddah,

gugatan tentang mut’ah (pemberian dari suami kepada bekas istri yang

diceraikan berhubung kehendak bercerai datangnya dari suami) dan lain

sebagainya

f) Mereka yang hendak bercerai harus melampirkan surat keterangan

bercerai dari kelurahan/Kepala Desa masing-masing, yang disebut model

Gugatan waris harus disertakan surat keterangan kematian pewaris. Dan

lain sebagainya.24

4. Prosedur beracara secara prodeo

a.) Tingkat Pertama

Permohonan beperkara dengan cuma-cuma dalam tingkat pertama terlebih

dahulu diperiksa oleh Ketua Pengadilan atau hakim dalam sidang insidental yang

memeriksa ketidakmampuan pihak yang mengajukan gugatan itu kepada

Pengadilan. Hasil pemeriksaan tersebut dituangkan dalam putusan serta

sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 239 ayat (1) HIR dan Pasal 275 ayat

(1) R.Bg. Pihak lawan yang mengajukan permohonan perkara dengan cuma-cuma

dapat menyangkal permohonan gugat cuma-cuma tersebut dengan menyatakan

bahwa permohonan gugat dengan cuma-cuma adalah tidak beralasan, yang

24
Roihan A. Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama (Cet. 2; Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada, 2006), h. 68-69.
31

sebenarnya pihak yang mengajukan gugat itu adalah orang yang mampu dan

sanggup untuk membayar ongkos perkara sebagaimana yang ditetapkan oleh

pengadilan. Ketentuan pihak lawan membantah permohonan gugat dengan cuma-

cuma ini tersebut dalam Pasal 239 ayat (2) HIR dan Pasal 275 ayat (2) R.Bg. 25

Untuk lebih rincinya prosedur perkara secara prodeo pada Pengadilan Agama

sebagai berikut:

1) Permohonan secara prodeo diajukan bersama-sama dengan surat gugatan atau

permohonan dan melampirkan surat keterangan tidak mampu dari Kepala

Desa/lurah setempat;

2) Meja 1 membuat SKUM Rp. 0,- dan menyerahkan kepada pemohon;

3) Pemohon menyerahkan surat gugatan atau permohonan dan SKUM kepada

kasir;

4) Kasir menyerahkan kembali sehelai surat gugatan/permohonan dengan SKUM

kepada pihak;

5) Meskipun SKUM Rp. 0,- penerima dan pengeluaran perkara harus dicatat

pada jurnal dan buku induk;

6) Meja II mencatat dalam register perkara dan memproses lebih lanjut;

7) Setelah majelis hakim menerima berkas dari kepala Pengadilan, ketua majelis

menerbitkan PHS disertai perintah pada jurusita/jurusita pengganti memanggil

para pihak untuk diadakan sidang insidentil;

8) Untuk beperkara secara prodeo yang dananya dibantu oleh Negara, berikut:

Biaya dibebankan pada DIPA. Pengadilan Agama antara lain, biaya

25
Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama, h.
63.
32

pemanggil, pemberitahuan isi putusan, biaya saksi/saksi ahli, biaya materai,

biaya alat tulis kantor, biaya pengguna/foto copy, biaya pemeriksaan dan

pengirim berkas.26

c) Tingkat Banding

Permohonan beperkara secara cuma-cuma pada tingkat banding dapat

diajukan oleh para pihak secara lisan maupun secara tulisan melalui panitera

Pengadilan Agama. Permohonan tersebut disidangkan terlebih dahulu oleh

Majelis Hakim yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Agama. Hasil pemeriksaan

Majelis Hakim itu dituangkan dalam Berita Acara Sidang yang ditandatangani

oleh Ketua Majelis dan panitera yang turut sidang. Berita acara tersebut dikirim ke

Pengadilan Tinggi Agama bersama-sama dengan bundel A dan salinan putusan

Pengadilan Agama. Putusan Pengadilan Agama dan permohonan berperkara

dengan cuma-cuma ditingkat banding adalah berupa “penetapan” dan penetapan

ini dikirim kembali kepada Pengadilan Agama untuk disampaikan kepada para

pihak yang berperkara.27 Selain itu ada bagian kesatu mengenai pemeriksaan

tingkat banding dalam Pasal 223 sebagai berikut:

1) Permintaan banding sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 dapat

diajukan ke Pengadilan Tinggi oleh terdakwa atau yang khusus

dikuasakan untuk itu pada penuntut umum;

2) Hanya permintaan banding sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 boleh

diterima (1) oleh panitera Pengadilan dalam waktu tujuh hari sesudah

26
http||pa-sungaipenuh.go.id|index.php|informasi-layanan-publik|prosedur-
beperkara|prosedur-perkara-prodeo.Htmi, diakses tunggal 10 September 2017.
27
Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkuan Peradilan Agama, h. 64.
33

putusan dijatuhkan atau setelah putusan diberitahukan kepada terdakwah

yang tidak hadir sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 196 ayat (2);

3) Tentang permintaan itu oleh panitera dibuat sebuah surat keterangan yang

ditandatangani olehnya dan juga oleh pemohon serta tembusannya

diberikan kepada pemohon yang bersangkutan;

4) Dalam hal pemohon tidak dapat menghadap. Hal ini harus ditaati oleh

panitera dengan disertai alasannya dan catatan harus dilampirkan dalam

berkas perkara serta juga ditulis dalam daftar perkara pidana;

5) Dalam hal Pengadilan Negeri menerima permintaan banding, baik yang

diajukan oleh penuntut umum atau terdakwa maupun yang diajukan oleh

penuntut umum dan terdakwa sekaligus, maka panitera wajib

memberitahukan permintaan dari pihak yang satu kepada pihak yang

lain.28

Pengadlan Tinggi Agama dapat menolak permintaan beracara dengan

cuma-cuma pada tingkat banding jika alasan yang diajukan tidak beralasan dan

tidak rasional. Apabila Pengadilan Tinggi Agama menolak permintaan izin beraca

dengan cuma-cuma pada tingkat banding, maka pemohon dapat mengajukan

banding dengan tenggang waktu 14 hari setelah penetapan penolakan Pengadilan

Tinggi Agama tersebut diberitahukan kepada pemohon. Apabila permohonan izin

berperkara ditingkat banding diterima, maka berkas banding berupa bundel A dan

28
Patrialis Akbar, KUHAP dan KUHP (Cet. 9; Jakarta: Sinar Grafika, 2010), h. 290.
34

B dikirim segera kepada Pengadilan Tinggi Agama untuk dilanjutkan

pemeriksaan materai perkara.29

Jika Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama mengabulkan

permohoan dengan cuma-cuma, maka amar putusan SELA (Sementara)

Pengadilan Agama dan penetapan Pengadilan Tinggi Agama adalah “memberi

izin kepada pemohon Penggugat untuk beperkara secara cuma-cuma”. Sedangkan

apabila ditolak bunyi amarnya adalah “tidak memberi izin kepada

Pemohon/Penggugat untuk beracara secara cuma-cuma”. Apabila Pengadilan

Agama dan Pengadilan Tinggi Agama sudah memberi izin untuk beracara secara

cuma-cuma, maka pihak Pengadilan tidak dibenarkan menganut biaya kepada

para pihak dalam bentuk apa pun, termasuk biaya materai. Sebagian lagi

berpendapat semuanya bebas biaya kecuali biaya materai yang harus ditanggung

oleh Penggugat sebab biaya disebut tidak bisa dibebankan kepada Pengadilan.

Tentang hukumnya bahwa pemohon banding telah disampaikan dalam tenggang

waktu dan dengan cara-cara telah diatur oleh peraturan perundang-undangan.30

d) Tingkat Kasasi

Permohonan berperkara secara prodeo diajukan secara lisan atau tertulis

kepada Pengadilan Agama dalam tenggang waktu 14 hari setelah putusan

dibacakan atau diberikan kepada para pihak Majelis Hakim Pengadilan Agama

memeriksa permohonan berperkara secara cuma-cuma (prodeo) yang kemudian

dituangkan dalam berita acara sebagai bahan pertimbangan tingkat kasasi. Berita

29
Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama, h.
65.
30
Wahyu Widiana, Yurispudensi Peradilan Agama (Cet. 1; Jakarta: Sinar Grafika, 2001),
h. 24.
35

acara hasil kemeriksaan permohonan berperkara secara prodeo oleh Majelis

Pengadilan Agama tidak termasuk penjatuhan penetapan tentang dikabulkan atau

ditolaknya permohonan berperkara secara prodeo.

Berita acara hasil pemeriksaan permohonan berperkara secara prodeo

dikirim oleh Pengadilan Agama ke Mahkamah Agung bersama dengan bundel A

dan bundel B. Kemudian Majelis Hakim tingkat kasasi memeriksa secara bersama

permohonan berperkara secara prodeo dengan pemeriksaan pokok perkara yang

dituangkan dalam putusan akhir.31 Selain itu ada juga dalam Pasal 245 mengenai

pemeriksaan untuk kasasi sebagai berikut:

1) Permohonan kasasi disampaikan oleh pemohon kepada panitera

Pengadilan yang telah memutus perkaranya dalam tingkat pertama, dalam

waktu empat belas hari sesudah putusan Pengadilan yang dimintakan

kasasi itu diberitahukan kepada terdakwa.

2) Permintaan tersebut oleh panitera ditulis dalam sebuah surat keterangan

yang ditandatangani oleh panitera serta pemohon, dan dicatat dalam

daftar yang dilampirkan pada berkas perkara

3) Dalam hal Pengadilan Negeri menerima permohonan kasasi, baik yang

diajukan oleh penuntut umum atas terdakwa maupun yang diajukan oleh

penuntut umum dan terdakwa sekaligus, maka panitera wajib

memberitahukan permintaan dari pihak yang satu kepada pihak yang

lain.32

e) Kelemahan dan kelebihan prodeo.

31
Http:||pa-rangat-go.id|prosedur prodeo, diakses tanggal 1 februari 2016
32
KUHP dan KUHAP (Cet. 1; Jakarta: Permata press, 2007), h. 293.
36

Dengan adanya bantuan hukum bagi orang yang tidak mampu untuk

beracara di Pengadilan yaitu secara prodeo tentunya ada beberapa kelemahan dan

kelebihannya dalam pelaksanaanya yang antara lain sebagai berikut:

1) Kelemahan

Bahwa khusus untuk permohonan penetapan Pengadilan tentang

berperkara tanpa biaya dikabulkan atau ditolak oleh hakim yang memeriksa tidak

dapat dimohonkan banding atau upaya hukum lainnya karena keputusan

Pengadilan Agama mempunyai hukum tetap pihak penggugat atau pihak tergugat

yang mengajukan berperkara tanpa biaya harus datang pada persidangan yang

pertama maka berperkara tanpa biaya akan dinyatakan gugur oleh Hakim. Dan

pihak penggugat atau tergugat yang mengajukan perkara tanpa biaya tidak dapat

diwakilkan kepada kuasa hukumnya karena kemungkinannya untuk menang

dalam suatu perkara dipersidangan, Pengadilan sangat kecil sekali apabila pihak

lawannya diwakilkan oleh kuasa hukumnya.

Pelaksanaan eksekusi terhadap barang-barang yang dijadikan objek

sengkata baik barang-barang bergerak maupun yang tidak bergerak akan banyak

mengalami hambatan dilapangan, jika ada perlawanan dari pihak yang dikalahkan

dalam persidangan karena pengadilan harus menyerahkan petugas lapangan yang

jumlahnya hanya untuk mengantisipasi adanya bentuk fisik aturan pihak yang

dikalahkan dengan para petugas lapangan demi suksesnya pelaksanaan eksekusi

melakukan dana operasional.33

2) Kelebihan

33
Sarwono, Hukum Acara Perdata Teori dan Praktek, h. 90.
37

Bahwa penggugat ataupun tergugat untuk mempertahankan haknya atau

untuk meminta ganti kerugian atas pelanggaran yang dilakukan oleh salah satu

pihak atau lebih dalam suatu perkara di Pengadilan bisa dilakukan tanpa biaya

bagi orang yang tidak mampu.

5). Landasan Hukum Tentang Prodeo

Adapun dasar hukumnya mengenai prodeo yakni berpatokan pada PERMA

Nomor. 1 Tahun 2014 yang dimana dalam PERMA tersebut membahas masalah

pedoman pemberian layanan hukum bagi masyarakat tidak mampu di Pengadilan:

a). Bahwa sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2014

Pasal 56 dan 57 Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 Pasal 68 B dan 69

C, Undang-undang Nomor 51 Tahun 2009 Pasal 144 D yang mengatur

tentang hak setiap orang yang mengatur perkara untuk memperoleh bantuan

hukum dan Negara menangung biaya perkara bagi pencari keadilan yang

tidak mampu serta pembentukan bantuan hukum pada setiap Pengadilan

Agama bagi pencari keadilan yang tidak mampu.

b). Bahwa Mahkamah Agung RI dan badan-badan peradilan yang berada di

bawahnya harus memberikan akses yang seluas-luasnya kepada masyarakat

untuk memperoleh keadilan termasuk akses untuk memperoleh keadilan bagi

masyarakat yang tidak mampu.

c). Bahwa untuk memberikan akses yang seluas-luasnya kepada masyarakat

yang tidak mampu maka Mahkamah Agung dan badan-badan yang berada

dibawahnya termasuk menyelenggarakan kegiatan pemberian layanan hukum

bagi masyarakat tidak mampu di Pengadian Agama.


38

d) Bahwa berdasarkan perlindungan sebagaimana yang dimaksuddalam huruf A

huruf B, dan huruF C, perlu menerapkan peraturan Mahkamah Agung tentang

pemberian layanan hukum bagi masyarakat tidak mampu di Pengadilan

a) Asas-Asas Tentang Prodeo

1) Keadilan

2) Sederhana, cepat, dan biaya ringan

3) Non diskriminatif

4) Transparansi

5) Akuntabilitas

6) Elektifitas dan efisiensi

7) Bertanggung jawab dan profesional

b) Tujuan Prodeo

Tujuan layanan bantuan hukum bagi masyarakat tidak mampu di

Pengadilan Agama sebagaimana dalam PERMA Undang-Undang No. 1 Tahun

2014 Pasal 2 yakni:

1) Meringankan beban biaya yang harus di tanggung oleh masyarakat yang

tidak mampu secara ekonomi di Pengadilan

2) Meningkatkan akses terhadap ke adilan bagi masyarakat yang sulit atau tidak

mampu menjangkau disebut keterbatasan biaya, fisik atau geografis

3) Memberikan kesempatan kepada masyarakat yang tidak mampu mangakses

konsultasi hukum untuk memperolah informasi, konsultasi, advis, dan

pembuatan dokumen dalam menjalani proses hukum di Pengadilan


39

4) Meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang hukum

melalui penghargaan, pemenuhan dan perlindungan terhadap hak dan

kewajibannya dan memberikan pelayanan prima kepada masyarakat pencari

keadilan.

c) Penerimaan Layanan Pembebasa Biaya Perkara

1) Setiap orang atau sekelompok orang yang tidak mampu secara ekonomi

dan ayat mengajukan permohonan pembebasa biaya perkara

3) Tidak mampu secara ekonomi sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1)

disebut dengan:

a) Surat keterangan tidak mampu (SKM) yang dikeluarkan oleh kepala

Desa/lurah/kepala wilayah setempat yang mengatakan bahwa benar yang

bersangkutan tidak mampu membayar biaya perkara, atau

b) Surat keterangan tinjauan sosial lainnya seperti kartu keluarga miskin

(KKM), Kartu jaminan kesehatan masyarakat (jamkesmas), kartu bebas

miskin (KUSKIN) kartu keluarga harapan (PKH), kartu bantuan langsung

tunsi (KBLT) Kartu perlindungan social.34

Dalam pembahasaan ini mengenai Prodeo sebenarnya tidak terlapas dari

fenomena hukum sendiri, karena keberadaan pemberian biaya perkara secara

cuma-cuma adalah salah satu cara untuk melancarkan jalan menuju kepada

pemerataan rasa keadilan bagi seluruh warga Indonesia salah satunya memberikan

kebebasan kepada warga yang tidak mampu ekonominya yakni memberikan

pembebasan biaya perkara untuk beracara di Pengadilan secara cuma-cuma

34
Www. Pt- Yogyakarta. go. id. Diaksess tanggal 25 November 2017.
40

(gratis) yang mana biaya tersebut dibiayai oleh Negara melalui Mahkamah Agung

dengan anggaran DIPA, dan alhamdulillah dengan adanya aturan ini bisa

membantu masyarakat yang ekonominya menengah kebawah dalam

melaksanakan suatu perkara tersebut, salah satu contohnya sudah diterapkan oleh

Pengadilan Agama masalah perkara permohonan mengenai itsbath nikah yang

dilakukan dengan cara sidang keliling secara gratis.


BAB III

METODELOGI PENELITIAN

A. Lokasi dan Jenis Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Dalam melakukan pemelitian ini, penulis mengambil lokasi sesuai dengan

judul skripsi “Pertimbangan Ketua Pengadilan Dalam Menerima Atau Menolak

Prodeo di Pengadilan Agama Sungguminasa (Studi PERMA RI Nomor 1 Tahun

2014 Tentang Prodeo)”. Sehingga berdasarkan skripsi ini, maka lokasi penelitian

ini dilakukan di Pengadilan Agama Sungguminasa. Guna memperoleh data serta

informasi yang akurat dalam penyusunan skripsi ini.

2. Jenis penelitian

Jenis penelitian ini adalah field research kualitatif dengan deskriptif

analisis, yang mengungkapkan peraturan perundang-undangan yang berkaitan

dengan teori-teori hukum yang menjadi objek penelitian.1 Yang mana diharapkan

mampu memberi gambaran yang menyeluruh tentang pertimbangan Ketua

Pengadilan dalam menerima atau menolak prodeo dalam Pengadilan Agama

Sungguminasa. Setelah gambaran tersebut diperoleh, kemudian dianalisa secara

kualitatif. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan yang terfokus untuk

memecahkan masalah serta mengikuti langkah-langkah yang logis, terorganisasi

dan ketat untuk mengindefikasi masalah, mengumpulkan dan menganalisis data

serta menarik suatu kesimpulan yang lengkap dan akurat.

B. Pendekatan Penelitian

1
Zainudin Ali, Metode Penelitian Hukum (Cet. 7; Jakarta: Sinar Grafika, 2016), h. 105.

41
42

Adapun pendekatan penelitian yang digunakan pada penulis skripsi ini

ialah pendekatan Yuridis. Pendekatan Yuridis disini adalah dari segi aspek

comparative approach (pendekatan banding) yang dilakukan dengan mengadakan

studi perbandingan hukum2 antara hukum positif yakni mengenai Partimbangan

Ketua Pengadilan Dalam Menerima Atau Menolak Prodeo di Pengadilan Agama

Sungguminasa (Studi PERMA RI Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Prodeo).

C. Pengumpulan Data

1. Jenis Data

Penelitian ini menggunakan sisi field research, jadi dalam melakukan

penelitian, jenis data yang digunakan bersifat kualitatif yang bersumber dari

temuan fakta data dari lapangan, maka selain melakukan metode wawancara

(intervuew) dan metode penyelidikan (investigation). Juga mencari fakta data dari

bahan hukum.

2. Sumber Data

Adapun sumber data yang dipergunakan dalam pengumpulan data pada

penelitian ini, yakni:

a) Data pustaka menggunakan library research yaitu metode yang digunakan

dengan cara membaca beberapa literatul, atau bahan bacaan yang

berkaitan dengan judul penelitian, dalam hal ini bahan-bahan penelitian

yang terkait dengan kepustakaan adalah:

1) Sumber Data Primer

2
Peter Mahmud Marjuki, penelitian Hukum Edisi Revisi (Cet. 8; Jakarta: prenada Media
Group, 2013), h. 172.
43

Sumber data primer, yaitu merupakan data yang diperoleh dilapangan.

Data primer yang dilakukan dalam penelitian ini diperoleh penulis dari data

lapangan penelitian, serta wawancara dengan Ketua Pengadilan dan memeriksa,

mengadili dan menerima perkara prodeo..

2) Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder yaitu data yang diperoleh dari dokumen-dokumen

resmi, buku-buku yang berkaitan dengan objek penelitian.

3) Sumber Data Tersier

Sumber data tersier adalah petunjuk atau penjelasan mengenai bahan

hukum primer atau bahan hukum sekunder yang berasal dari kasus, ensiklopedia,

majalah, surat kabar, dan sebagainya.

b) Data lapangan melalui field, yaitu bahan atau data yang diperoleh dari

lapangan selain dari pada buku, kitab, majalah, jurnal, dan lain-lain.

c) Metode Pengumpulan Data

a. Observasi

Observasi yaitu pengamatan langsung yang dilakukan oleh peneliti

mengenai fenomena objek penelitian di ikuti dengan pencatatan sistematis

terhadap semua yang akan diteliti, observasi tidak hanya terbatas pada orang,

tetapi juga objek-objek yang lain. Dari segi prosesnya observasi dapat dibedakan

menjadi observasi partisipan (peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari orang

yang diamati), dan observasi non partisipan (tidak terlihat dan hanya sebagai

peneliti independen), dan dari segi instrumentasi yang digunakan maka dapat

dibedakan menjadi observasi terstruktur (dirangcang sistematis) dan tidak


44

terstruktur (tidak dipersiapkan secara sistematis). Adapun teknik observasi yang

digunakan dalam penelitian ini adalah teknik observasi non partisipan dalam

artian peneliti hanya mengamati masyarakat yang sedang menghadiri sidang

prodeo di Pengadilan Agama Sungguminasa tanpa mengikuti rangkaian

persidangannya.

b. Wawancara

Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti

ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang akan

diteliti dan juga peneliti ingin mengetahui hal-hal yang lebih mendalam dari

responden. Dengan demikian wawancara dilakukan dengan pertanyaan yang

“opon ended” (wawancara yang jawabannya tidak terbatas pada satu tanggapan

saja) dan mengarah pada pendalaman informasi serta dilakukan tidak secara

formal terstruktur. Dalam hal ini peneliti akan melakukan wawancara dengan para

pejabat di lingkungan Pengadilan Agama Sungguminasa guna memperoleh

informasi mengenai hal-hal yang berhubungan dengan prodeo.

c. Dokumentasi

Dokumentasi adalah catatan peristiwa yang sudah berlalu, baik dalam

bentuk tulisan, gambar, atau karya-karya yang monumental. Dokumen yang

berbentuk tulisan seperti Akte, peraturan, kebijakan, dan lain-lain. Dokumen yang

berbentuk gambar seperti foto, vidio dan lain sebagainya. Teknik pengumpulan

data dengan dokumen mengumpulkan merupakan pelengkap dari penggunaan

metode observasi dan wawancara dalam penelitian kuantitatif. Adapun dokumen

yang akan diteliti adalah dokumen-dokumen penting yang berkaitan dengan


45

Prodeo, seperti buku register perkara, akta putusan Pengadilan, laporan bulanan

dan lain sebagainya.

d) Instrumen Pengumpulan Data

Penelitian dilakukan bertujuan untuk memperoleh data yang akurat tentang

bagaimana Pertimbangan Ketua Pengadilan dalam menerima atau menolak prodeo

dalam Pengadilan Agama Sungguminasa (Studi PERMA RI Nomor 1 Tahun 2014

Tentang Prodeo). Adapun Instrumen pengumpulan data yang digunakan adalah

pedoman wawancara yang salah satu instrumen yang digunakan dalam penelitian

ini adalah berupa daftar pertanyaan-pertanyaan yang diajukan untuk memperoleh

data atau informasi tentang faktor di Pengadilan Agama Sungguminasa dan hal-

hal lain yang berkenaan dengan penelitian ini. Informasi dapat diperoleh dengan

wawancara langsung dan wawancara tertulis dengan ketua Pengadilan para hakim

dan panitera Pengadilan Agama Sungguminasa.

D. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Dalam suatu penelitian, pengolahan data merupakan suatu kegiatan yang

menjabarkan terhadap bahan penelitian, sehingga penulis mendapatkan data dari

hasil penelitian yang dilakukan kemudian dianalisa dengan menggunakan metode

deskriptif analisis yaitu semua data yang diperoleh baik yang diperoleh di

lapangan maupun diperoleh melalui kepustakaan setelah diseleksi dan disusun

kembali setelah disimpulkan secara sistematis.


BAB IV

DESKRIPSI HASIL PENELITIAN

A. PEMBAHASAAN

1. Sejarah Pengadilan Agama Sungguminasa

Pada mulanya Kabupaten Gowa adalah sebuah kerajaan di Sulawesi

Selatan yang turun temurun diperintah oleh seorang kepala pemerintah “Somba”

atau “Raja”. Daerah tingkat II (TK II) Gowa pada hakikatnya mulai terbentuk

sejak beralihnya Pemerintah Kabupaten Gowa menjadi Daerah TK II yang

didasari oleh terbitnya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1959 Tentang

Pembukaan Daerah TK. II, Makassar, Gowa, Takalar, Jeneponto, yang diperkuat

Undang-undang Nomor 2 Tahun 1959 Tentang Pembentukan Daerah TK. II di

Sulawesi (Tambahan lembaran RI Nomor. 1882). Kepala Daerah TK. II Gowa

yang pertama Andi Ijo Dg. Mattawang Karaeng Lalowang, yang juga dikenal

dengan nama Sultan Muhammad Abdul Kadir Aididdin Tumenanga Rijongaya

dan merupakan Raja Gowa yang terakhir (Raja Gowa ke XXXVI).1

Somba sebagai kepala Pemerintah Kabupaten Gowa didampingi oleh

seorang pejabat dibidang Agama Islam yang disebut “Kadi” (Qadli). Meskipun

demikian tidak semua somba yang pernah menjadi Raja Gowa didampingi oleh

seorang Qadli, hanya ketika Agama Islam mulai menyebar secara merata dianut

oleh seluruh Rakyat kerajaan Gowa sampai kepelosok-pelosok desa, yaitu sekitar

tahun 1857 M. Qadli yang pertama yang diangkat oleh Raja Gowa bernama

Muhammad Iskin. Qadli pada saat itu berfungsi sebagai penasehat kerajaan atau

1
Sumber Data: Kantor Pengadilan Agama Sungguminasa : Kelas I B

46
47

Hakim Agama yang bertugas memeriksa dan memutus perkara-perkara di bidang

Agama, demikian secara turun temurun sampai pada Qadli keempat sekitar tahun

1857-1956.2

Setelah terbitnya peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 tahun 1959

terbentuklah kepala jawatan Agama Kabupaten Gowa secara resmi, maka tugas

dan wewenang Qadli secara otomatis diambil oleh jawatan Agama. Jadi Qadli

yang kelima, setelah tahun 1956, diangkat oleh Depertemen Agama Republik

Indonesia sebagai kantor urusan Agama Kecematan Somba Opu (sekaligus Qadli)

yang tugasnya hanya sebagai pendoa dan Imam pada shalat Idul Fitri maupun

Idhul Adha. Pada tanggal 3 Desember tahun 1966, terbit surat keputusan (SK)

Menteri Agama Nomor 87 tahun 1966 yang mengamanatkan terbentuknya

Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah Sungguminasa dan menjalankan tugas-

tugas Peradilan sebagaimana PP Nomor. 45 tahun 1957. Peresmian Pengadilan

Agama/Mahkamah Syariah Sungguminasa pada tanggal 29 mei 1967 dan

dipimpin oleh ketua Agama Mahkamah/Syariah K.H. Muh. Saleh Thaha serta

memiliki wilayah kekuasaan meliputi 18 Kecamatan yang terdiri dari 46

Kelurahan dan 123 Desa.3

Awal berdirinya Pengadilan Agama Sungguminasa, hanya memiliki 2

(dua) orang Pegawai, yaitu K.H.M Shaleh Thata sebagai Ketua dan Muh. Syahid

sebagai pesuruh. Praktis dengan kondisi demikian, Pengadilan Agama

Sungguminasa belum dapat berbuat apa-apa, sidang-sidang belum diadakan

mengingat kelengkapan sebuah lembaga Peradilan belum tersedia. Hakim hanya

2
Sumber Data Kantor Pengadilan Agama Sungguminasa: Kelas I B
3
Sumbar Data Kantor Pengadilan Agama Sungguminasa: Kelas I B
48

seorang dan Panitera belum ada. Padahal, sebuah persidangan hanya dapat

dilaksanakan bila unsur-unsur tersebut ada. Bukan hanya dari segi sumber daya

manusianya yang menyebabkan Pengadilan Agama Sungguminasa belum dapat

memenuhi fungsinya sebagai lembaga Peradilan, tetapi dari segi sarana fisik

(perkantoran) dan alat-alat administrasi serta pendukung lainnya sangat minim,

sehingga terkadang digunakan uang pribadi Ketua.

Sebagai tempat segala pelaksanaan segala aktifitas Peradilan, Pengadilan

Agama Sungguminasa untuk sementara waktu menggunakan sebuah rumah sakit

yang berhadapan dengan Pengadilan Negeri Sungguminasa. Di rumah sakit itulah,

Pengadilan Agama Sungguminasa melayani masyarakat pencari keadilan. Kurun

waktu 1967-1976, Pengadilan Agama Sungguminasa masih dalam tahap

pembenahan mendasar. Dengan demikian, tugas-tugas sebagai sebuah lembaga

Peradilan belum berjalan secara maksimal. Hal ini dapat dimaklumi, disebabkan

minimnya personil (tenaga kerja) maupun sarana pendukung lainnya (administrasi

dan perkantoran).4

Begitu pula dengan para pencari keadilan yang berperkara, menyampaikan

permohonan ataupun gugatannya tidak tertulis, tapi secara verbal (lisan). Tetapi

sebelum masalahnya diselesaikan oleh Pengadilan Agama, terlebih dahulu

diselesaikan secara musyawarah di desa masing-masing melalui tokoh

masyarakat, tidak dapat menyelesaikannya, lalu kemudian diproses oleh

Pengadilan Agama, untuk proses lebih lanjut.5

4
Lihat Skripsi Ismiati S. Asrakal, Etika Profesi Hakim dalam Perspektif Hukum Islam
(Studi kasus di PA. Sungguminasa Kabupaten Gowa) Makassar: Fak. Syari’ah dan Hukum UIN
Alauddin, 2013), h. 57
5
Sumber Data Kantor Pengadilan Agama Sungguminasa: Kelas I B
49

Pengadilan Agama Sungguminasa berkantor di jalan Mesjid Raya,

Kelurahan Sungguminasa, Kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa, Propinsi

Sulawesi Selatan. Hingga saat ini Pengadilan Agama telah dipimpin oleh:

a) K.H. Muh. Saleh Thata (1966-1976)

b) K.H. Drs. Muh. Ya’la Thahir (1976-1982)

c) K.H. Muh. Syahid (1982-1984)

d) Drs. Andi Syamsu Alam, S.H. (1984-1992)

e) K.H. Muh. Alwy (Tidak aktif)

f) Drs. Andi Syaiful Islam Thahir (1992-1995)

g) Drs. Muh. As’ad Sanusi, S.H. (1995-1998)

h) Drs. Hj. Rahma Umar (1998-2003)

i) Drs. Anwar Rahman (4 Februari s/d 14 September 2004

j) Drs. Khaeril R, M.H (4 Oktober s/d 14 Desember 2007)

k) Drs. H.M. Alwi Thaha, S.H., M.H (14 Desember 2007 s/d 2012)

l) Drs. Hasanuddin, M.H (2012 s/d 2014)

m) Dra. Nur Alam Syaf, S.H., M.H (2015 s/d 2017

n) Drs. Ahmad Nur., M.H (2017 s/d Sekarang)

Penduduk Kabupaten Gowa terdiri atas beberapa etnis dan suku diantaranya

suku yakni:

1) Suku Bugis

2) Suku Makassar

3) Suku Mandar
50

4) Suku Toraja dan Jawa serta suku-suku lain. Namun bahasa sehari-hari

yang digunakan adalah bahasa daerah Bugis dan Makassar, terutama yang

tinggal di ibu kota.

Jumlah penduduk Kabupaten Gowa berdasarkan data BPS Kabupaten Gowa

Tahun 2017 berjumlah 586.069 jiwa dan berdasarkan data yang diperoleh dari

depertemen Agama pemeluk Agama Islam di Kabupaten Gowa Adalah memiliki

presentase sebesar 99,15 persen dengan perincian sebagai berikut:

_ Islam : 581.855

_ Kristen Protestan : 2.435

_ Kristen Katolik : 1.356

_ Hindu : 154

_ Budha : 269

2. Gambaran Umum Pengadilan Agama Sungguminasa

a. Letak Geografis

Awal pendirian Pengadilan Agama Sungguminasa beralamat di jalan Andi

Mallobassang No. 57 Kelurahan Sungguminasa, Kecamatan Somba Opu,

Kabupaten Gowa dan pada tahun 2009 berpindah di jalan Mesjid Raya No. 25 dan

menempati gedung baru yang sesuai dengan prototype Mahkamah Agung. Waktu

yang ditempuh di Kota Makassar menuju Pengadilan Agama Sungguminasa 15

menit dan 5 menit dari kantor Bupati Gowa dan lapangan Syekh Yusuf. Secara

geografis, Pengadilan Agama Sungguminasa letak astronomis 5.11.55.6.Ls-

119.27.11.3” BT dan juga memiliki batas-batas wilayah,

1) Utara: Kota Makassar;


51

2) Selatan: Kecamatan Pallangga dan Kecematan Bonturanu;

3) Timur: Kecematan Pattalasang;

4) Barat: Kecematan Palangga.

b. Visi dan Misi Pengadilan Agama Sungguminasa

Adapun Visi Pengadilan Agama Sungguminasa adalah sebagai berikut:

“ Terwujudnya Lembaga Pengadilan Agama Kelas 1 B Yang Agung”.

Visi Pengadilan Agama Sungguminasa di atas diharapkan mendapatkan

motifasi kepada seluruh pegawai, Pengadilan Agama Sungguminasa dalam

melaksanakan aktifitas. Pengadilan Agama Sungguminasa menginginkan dirinya

menjadi suatu “lembaga” yang dapat memberikan “jaminan” bagi pencari

keadilan, baik dari sisi pelayanan maupun penyelenggaraan proses peradilan

sesuai dengan standar prosedur yang telah ditetapkan, termasuk kinerja sumber

daya manusianya sarana prasarananya maupun sistem yang diterapkan sesuai

dengan tugas yang diambil dari Mahkamah Agung itu sendiri, sehingga

keberadaannya selalu diperhitungkan, disenangi bahkan dapat menjadi solusi bagi

semua pihak. Keinginan yang menjadi institusi yang berkualitas sehingga dapat

disejajarkan bersama dengan institusi lainnya dalam penyelenggaraan dan

pelayanan publik tentunya mempunyai konsekuensi yang cukup berat dan cukup

menantang dari perwujudan dari rasa keinginan tersebut. Keinginan besar ini akan

diiringi dengan Misi yang akan dilaksanankan dalam rangka terwujudnya lembaga

Pengadilan Agama.

Berdasarkan visi Pengadilan Agama Sungguminasa yang telah ditetapkan

tersebut setelah dikutip dalam laporan Tahunan 2017 Pengadilan Agama


52

Sungguminasa, maka beberapa Misi Pengadilan Agama Sungguminasa sebagai

perwujudan dari Misi Mahkamah Agung untuk 5 (lima) tahun mendatang,

diantaranya:

1) Menjaga kemandirian Pengadilan Agama Sungguminasa;

2) Memberikan pelayanan hukum bagi pencari keadilan;

3) Meningkatkan kredibilitas dan transpransi Pengadilan Agama

Sungguminasa;

4) Meningkatkan kinerja Pengadilan Agama Sungguminasa Yang

berbasis teknologi informasi;

c. Wilayah Hukum

Wilayah hukum Pengadilan Agama Sungguminasa meliputi seluruh

wilayah Kabupaten Gowa yang terdiri dari 18 Kecematan yaitu:

1) Somba Opu

2) Palangga

3) Barombong

4) Bajeng

5) Bajeng barat

6) Bontonompo

7) Bontorannu

8) Pattalassang

9) Bontonompo selatan

10) Parangloe

11) Manuju
53

12) Tinggimoncong

13) Tombolopao

14) Tompobulu

15) Biring bulu

16) Bungaya

17) Bontolempanga, dan

18) parigi

d. Tugas Pokok Pengadilan Agama Sungguminasa

Pengadilan Agama Sungguminasa melaksanakan tugasnya sesuai dengan

ketentuan Pasal 2 jo. Pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang

Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama

adalah memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara tertentu antara orang-

orang yang beragama Islam di bidang: Perkawinan, Waris, Wasiat, Hibah, Wakaf,

Zakat, Infak, Sedekah, Ekonomi Syari’ah.6

e. Fungsi

Disamping tugas pokok dimaksud diatas, Pengadilan Agama mempunyai

fungsi, antara lain sebagai berikut:

1. Fungsi mengadili (judicial power)

Menerima, memeriksa, mengadili, dan menyelesaikan perkara-perkara

yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama dalam tingkat pertama (vide

: Pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006).

2. Fungsi pembinaan

6
Palrilis Akbar, Undang-Undang Peradilan Agama (Cet. 1; Fokusindo mandiri, 2012
Bandung), h. 94.
54

Memberikan pengarahan, bimbingan, dan petunjuk kepada pejabat

struktural dan fungsional di bawah jajarannya, baik menyangkut teknis

yudicial, administrasi peradilan, maupun administrasi

umum/perlengkapan, keuangan, kepegawaian dan pembangunan. (vide :

Pasal 53 Ayat (3) Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 jo. KMA Nomor

KMA/080/VIII/2006).

3. Fungsi pengawasan

Mengadakan pengawasan melekat atas pelaksanaan tugas dan tingkah laku

Hakim, Panitera, Sekretaris, Panitera pengganti, dan Jurusita/Jurusita

Pengganti di bawah jajarannya agar peradilan diselenggarakan dengan

seksama dan sewajarannya (vide : Pasal 53 ayat (1) dan (2) Undang-

Undang Nomor 3 Tahun 2006) dan terhadap pelaksanaan administrasi

umum kesekretariatan serta pembangunan (vide : KMA Nomor KMA

/080/VIII/2006).

4. Fungsi Penasehat

Memberikan pertimbangan dan nasehat hukum Islam kepada instansi

Pemerintah didaerah hukumnya, apabila diminta. (vide : Pasal 52 ayat (1)

Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006.

5. Fungsi administratif

Menyelenggarakan administrasi peradilan (teknis dan persidangan), dan

administrasi umum (kepegawaian, keuangan, dan umum/perlengkapan).

(vide : KMA Nomor : KMA/080/VIII/2006).

6. Fungsi lainnya :
55

Melakukan koordinasi dalam pelaksanaan tugas hisab dan Rakyat

dengan instansi lain yang terkait seperti DEPAG, MUI, Ormas Islam

dan lain-lain (xide : Pasal 52 A Undang-undang Nomor 3 Tahun

2006).

- Pelayanan penyuluhan hukum pelayanan riset/penelitian dan

sebagainya serta memberi akses yang seluas-luasnya bagi masyarakat

dan era keterbukaan dan transparansi informasi peradilan, sepanjan

diatur dalam Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indinesia

Nomor KMA/144/SK/VIII/2007 tentang keterbukaan Informasi di

Pengadilan.

Pada dasarnya beracara di Pengadilan Agama dalam hal gugatan perdata

mesti dikenai biaya sesuai dengan ketentuan dalam HIR. Pasal 182, Pasal 121 ayat

(4) dan Pasal 145 ayat (4), R.Bg. Pasal 192-194 dan Undang-Undang Nomor 14

Tahun 1970 Pasal 4 ayat (2). Adapun yang sering kita dengarkan tidak ada

sengketa tidak ada perkara dan tidak ada perkara tanpa adanya biaya.7 Dalam

hukum acara perdata masih terdapat kesempatan bagi orang-orang yang tidak

mampu baik itu tergugat maupun penggugat untuk berperkara di Pengadilan

dengan cara prodeo atau berperkara secara cuma-cuma tanpa biaya untuk mencari

keadilan.8 Namun bagi masyarakat yang kurang mampu untuk membayar biaya

bisa mendapat bantuan hukum dari pemerintah untuk berperkara berupa prodeo

7
Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama h.
63.
8
Sarwono, Hukum Acara Perdata Teori dan Praktek (Cet.3; Jakarta, Sinar Grafika, 2011),
h. 85.
56

dengan mendapatkan izin berupa surat yang dibuat oleh Kepala Desa/lurah yang

diketahui oleh camat tempat tinggal.

Menurut Drs. Ahmad Nur, M.H

Prodeo dalam bahasa latin sama artinya dengan informa pamperus dan
biaya cuma-cuma, berperkara tanpa biaya dapat di ajakan baik untuk
tergugat maupun penggugat yang tidak mampu membayar biaya perkara
secara spesifik istilah prodeo dalam penjelasan PERMA (peraturan
mahkamah agung) Nomor 1 Tahun 2014 tentang layanan pembebasan
biaya perkara.9

Menurut Agus Salim Najar, S.H., M.H.

Prodeo itu beracara secara cuma-cuma, atau bisa diartikan juga


berperkara dengan tidak membayar biaya perkara tetapi biaya perkara
tersebut sudah ditanggung oleh negara dengan beberapa ketentuan karena
tidak semua orang bisa berperkara secara prodeo harus ada surat
keterangan miskin dari Kepala Desa/lurah baru kemudian diperiksa oleh
Ketua Pengadilan apakah ditolak atau diterima.10.

Menurut Dr. Muhnajmi Fajri, S.HI. M.HI.

Layanan pembebasa biaya perkara adalah Negara menanggung biaya


proses berperkara di Pengadilan sehingga setiap orang atau sekelompok
orang yang tidak mampu secara ekonomi dapat berperkara secara cuma-
cuma layanan pembebasan biaya perkara dilaksanakan melalui pemberian
bantuan penanganan perkara yang dibebaskan pada anggaran satuan
Pengadilan.11

Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun 2014 Tentang pedoman

pemberian layanan hukum bagi masyarakat tidak mampu di Pengadilan.

Menurut Drs. Muhammad Amin, M.A.

Dalam pelaksanaan perkara prodeo yang biayanya dibebankan kepada


DIPA Pengadilan terkadang anggaran yang diperuntukkan untuk para
pencari keadilan dibatasi jumlahnya sebesar Rp. 450.000,- (empat ratus

9
Hasil wawancara dengan Drs. Ahmad Nur, M.H. Ketua Pengadilan Agama
Sungguminasa pada tanggal 25 September 2017.
10
Hasil wawancara dengan Agus Salim Rajak, S.H. M.H. Panitera Muda Hukum Pada
tanggal 25 September 2017.
11
Hasil wawancara dengan Dr. Muh. Najmi Fajri, S.HI., M.HI. Hakim Pengadilan Agama
Sungguminasa pada tanggal 26 September 2017.
57

lima pulu ribu rupiah) per perkara walaupun secara umum yang ditentukan
tersebut mencukupi biaya perkara yang dipergunakan oleh pencari
keadilan bagi orang-orang yang tidak mampu.12

Negara memberi Anggaran pada Pengadilan Agama yaitu DIPA untuk

layanan bantuan hukum salah satunya prodeo di Pengadilan Agama

Sungguminasa memang sampai kehabisan untuk prodeo dan berikut

pengalokasian dana DIPA di Pengadilan Agama Sungguminasa seperti yang kami

ketahui dari hasil wawancara dari kepaniteraan.

Menurut Ahmad Nur.

Kalau untuk anggaran DIPA itu ada beberapa dan kita alokasikan untuk
prodeo itu. Tapi biasanya yang selama ini di gunakan oleh Pengadilan
Agama Sungguminasa anggaran dari Negara digunakan untuk perkara
volentair/permohonan pada perkara istbath nikah, dan itu digunakan
untuk sidang keliling atau sidang setempat, itu kita himpun perkara-
perkara untuk folentair isbath tersebut bisa dilaksanakan dikantor
kecamatan atau kantor Desa. Jadi prodeo DIPA itu diperuntukkan untuk
perkara isbath atau sidang keliling. Dan itu sudah diperhitungkan untuk
biayanya memang tidak terlalu memakan biaya karena untuk sidang itu
memang tidak lama untuk volenter/permohonan kalau memang syarat
formilnya terpenuhi itu bisa hanya satu atau dua kali sidang sudah selesai
dan tidak ada sengketa.13

Jadi dana DIPA itu terlebih dahulu diperuntukkan untuk perkara prodeo

permohonan salah satunya isbath nikah yang dilangsungkan dengan sidang

keliling bisa dikantor Desa atau Kecematan. Baru setelah untuk isbath nikah

sudah selesai kemudian digunakan untuk perkara prodeo di Kabupaten Gowa

masih banyak pasangan suami istri yang belum mempunyai surat nikah apa lagi

dibagian daerah terpencil yang jauh dari tempat Pengadilan tersebut dan itu bisa

12
Hasil wawancara dengan Drs. Muhammad Amin, M.A. Sekretaris Pengadilan Agama
Sungguminasa 29 September 2017.
13
Hasil wawancara dengan Drs. Ahmad Nur M.H. Ketua Pengadilan Agama
Sungguminasa pada tanggal 2 Oktober 2017.
58

membawa dampak buruk pada anak-anaknya, supaya status anaknya jelas secara

hukum, dan berpatokan sama Undang-Undang yang berlaku.14

Berdasarkan pembukuan yang ada di kesekretariat adalah anggaran dari

Negara atau DIPA untuk prodeo tahun 2017 adalah Rp. 2.750.000,- yang

terserap untuk perkara prodeo Rp 2.500.000,- itu sudah termasuk prodeo isbath

nikah dengan cara sidang keliling yang jumlahnya ada 24 perkara itupun baru 23

perkara yang sudah diputus dan masih ada satu perkara yang belum diselesaikan.

Dalam suatu perkara ada 3 perkara cerai gugat yang ditolak oleh ketua pengadilan

dengan alasan tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh PERMA No 1

Tahun 2014 Tentang Prodeo.

Meskipun anggaran prodeo di Pengadilan Agama Sungguminasa sering

kehabisan karena dana DIPA Lebih dahulu dialokasikan untuk isbath nikah dan

perkara prodeo di Pengadilan Agama Sungguminasa tergolong rendah bahkan

untuk prodeo murninya saja satu bulan belum tentu ada. Jadi Pengadilan Agama

lebih mementingkan isbath nikah terlebih dahulu karena di Kabupaten Gowa

terkhusus didaerah terpencil masih banyak yang belum mengetahui tempat

Pengadilan, bagaimana cara tercatatnya perkawinannya dan lain sebagainya..

Menurut Dr. Ahmad Nur, M.H.

Kalau dikatakan cukup ya cukup, kalau dikatakan kurang ya kurang


karena setiap tahun itu tidak sama untuk kuantitasnya dan tidak bisa
diprediksi karena memang anggarannya tidak menentu kadang kurang
kadang lebih karna tergantung dari berapa banyak perkara yang masuk.
Kalau untuk tahun 2017 masih ada sisa anggaran senilai Rp. 350.000,-
dan anggaran tersisa ini masih bisa dipakai untuk para pemohon yang

14
Amiur Nuruddin, Hukum Perdata Islam di Indonesia (Cet. 1; Kencana, 2004 Jakarta),
h. 122.
59

mengajukan perkara prodeo, tapi karena kurangnya masyarakat yang


mengajukan perkara prodeo akhirnya anggan masih ada yang lebih.15

Ditahun 2016 ada 8 (delapan) perkara alhamdulillah sudah diputus semua

dengan memakai biaya perkara secara cuma-cuma dan alhamdulillah anggaran

dari DIPA untuk tahun 2016 bisa dikatakan cukup memuaskan karena buktinya

banyak perkara prodeo yang diselesaikan, karena tidak setiap tahunnya

kekurangan anggarannya untuk prodeo. Dan jika setiap tahunnya mengalami

kekurangan itu baru bisa dikatakan kurang dan butuh tambahan anggaran untuk

prodeo. Masalah anggaran untuk prodeo meskipun telah habis karena digunakan

untuk sidang isbath nikah melalui sidang keliling tapi jika ada permohonan

prodeo tetap saja diterima tentunya melalui pertimbangan ketua pengadilan

apakah layak untuk berperkara secara prodeo atau tidak, karena tidak ada

anggaran dari negara maka masuk kategori prodeo murni, maka didalam SKUM

biaya perkara ditulis Rp. 0,- dan untuk jurusita tidak mendapat upah untuk

pengiriman surat panggilan relas pada para pihak

Berdasarkan PERMA (peraturan mahkamah agung) Nomor 1 tahun 2014,

anggaran masyarakat yang tidak mampu secara ekonomi dapat mengajukan

gugatan/permohonan berperkara secara cuma-cuma (prodeo) dengan syarat-syarat

berperkara secara prodeo

a. Melampirkan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) atau jamkesmas

\yang diletakkan oleh kepala Desa/lurah yang menyatakan benar bahwa

yang bersangkutan tidak mampu membayar biaya perkara, atau

15
Hasil wawancara dengan Drs. Muhammad Nur M.H. Ketua Pengadilan Agama
Sunggumina pada tanggal 6 Oktober 2017.
60

b. Melampirkan surat keterangan sosial lainnya seperti kartu keluarga miskin

(KKM), atau kartu Bantuan Langsung Tunai (BLT).

Menurut Dr. Ahmad Nur, M.H.

Membawa surat keterangan tidak mampu dari desa/lurah yang diketahui


oleh camat, kartu jamkesmas dan kartu jaminan sosial lainnya.
Dalam pemeriksaan terhadap permohonan perkara prodeo yang diajukan

oleh penggugat/pemohon maka harus menyertakan alat bukti berupa surat

keterangan tidak mampu dari kepala Desa yang diketahui oleh camat dan bisa

juga membawa keterangan para saksi supaya bisa meyakinkan ketua Pengadilan

atau Majelis Hakim dalam memeriksa keterangan tersebut.

Dalam PERMA (peraturan mahkamah agung) pasal 1 ayat 4 yang

berbunyi “ Layanan pembebasan biaya perkara adalah Negara menanggung biaya

proses berperkara di Pengadilan sehingga setiap orang atau sekelompok orang

yang tidak mampu secara ekonomi dapat berperkara secara cuma-cuma

(prodeo).16 Anggaran bantuan hukum adalah alokasi anggaran Negara yang

berada dilingkup peradilan Umum yang dibiaya oleh Mahkamah Agung melalui

DIPA bantuan hukum direktorat Jendral badan pengadilan Umum yang

dialokasikan kepada pengadilan “. Bagi yang tidak mampu bisa mengajukan

perkara secara prodeo yang anggarannya sudah ada pada setiap pengadilan

melalui DIPA Penjelasan PERMA (peraturan mahkamah agung) Nomor 1 Tahun

2014 tersebut dapat dipahami bahwa ada prodeo murni dan prodeo yang

dibebankan kepada DIPA Pengadilan. Jika perkara tersebut masuk dalam prodeo

murni artinya perkara itu tidak ada biayanya sama sekali untuk panggilan para

16
Www. Pt- Yogyakarta. go. id. Diakses tanggal 23 Oktober 2017.
61

pihak, namun yang menjadi persoalan kembali adalah banyak Pengadilan Agama

yang ada radiusnya yang sangat jauh dan tentu dalam perjalanannya jurusita

sangat memerlukan biaya paling tidak untuk biaya transportasi dan biaya makan

sesuai dengan anggaran pada DIPA maka prodeo dibagi menjadi dua macam

yakni prodeo DIPA dan prodeo Murni.

B. Standar Penilaian Ketua Pengadilan Dalam Menerim Atau Menolak

Prodeo di Pengadilan Agama Sungguminasa.

Prodeo adalah berperkara secara cuma-cuma artinya pada setiap orang

yang berperkara harus membayar biaya perkara tersebut, tetapi dalam hukum

acara perdata untuk pihak tidak mampu yang berperkara bisa dibebaskan dari

biaya perkara yang anggarannya ditanggung oleh Negara melalui DIPA.

Permohonan pembebasan biaya perkara secara cuma-cuma pada tingkat

pertama terlebih dahulu diajukan kepada ketua Pengadilan melalui kepaniteraan.

Panitera /sekertaris lantas memeriksa kelayakan pembebasan biaya perkara dan

ketersediaan anggaran. Hasil pemeriksaan panitera/sekertaris itu diserahkan

kepada Ketua Pengadilan sebagai bahan pertimbangan untuk memutuskan apakah

permohonan pembebasan biaya perkara itu dikabulkan atau ditolak, jika

permohonan itu dikabulkan, Ketua Pengadilan mengeluarkan surat penetapan

Layanan Pembebasan Biaya Perkara. Namun jika permohonan itu ditolak maka

proses berperkara dilakukan seperti biasa. kemudian diserahkan kepada Majelis

Hakim untuk melaksanakan sidang untuk bagaimana Majelis Hakim menilai

permohonan prodeo tersebut bisa jadi pada saat diproses oleh Majelis Hakim hasil

permohonan yang diterima oleh ketua Pengadilan dengan ketidak konsistennya


62

para pihak dalam melaksanakan tanya jawab Majelis Hakim bisa melaksanakan

sidang insidentil, dan dituangkan dalam putusan sela sebagaimana yang

disebutkan dalam Pasal 239 ayat (1) HIR dan Pasal 275 ayat (1) R.Bg, pihak

lawan yang mengajukan permohonan perkara dengan cuma-cuma dapat

menyangkal permohonan gugat cuma-cuma tersebut dengan menyatakan bahwa

permohonan gugat cuma-cuma adalah tidak beralasan untuk bagaimana

mempertanggung jawabkan dengan apa yang dia ajukan, yang sebenarnya pihak

yang mengajukan gugat itu adalah orang yang mampu dan sanggup untuk

membayar ongkos perkara sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Pengadilan.

Ketentuan pihak lawan membantah permohonan gugat dengan cuma-cuma ini

tersebut dalam Pasal 239 ayat (2) HIR dan Pasal 275 ayat (2) R.Bg.

Dalam sidang insidentil Hakim mempertanyakan kepada para pihak

seperti apa kondisi ekonomi mereka mulai dari tempat tinggal, pekerjaan, dan

penghasilannya apakah memang benar menunjukkan orang yang tidak mampu

yang diperkuat dengan bukti dan keterangan para saksi. Kekayaan orang itu bisa

dilihat dari penghasilannya dengan dikalkulasi dengan besarnya biaya perkara

apakah mereka itu benar-benar tidak mampu atau memang mampu tapi

mengajukan prodeo dengan beberapa alasan mereka untuk bagaimana supaya bisa

melaksanakan sidang secara cuma-cuma (prodeo)

Adapun mekanisme beracara bagi para pihak Penggugat/Pemohon yang

mengajukan perkara prodeo sebagai berikut:


63

1) Pihak penggugat/pemohon yang hendak melakukan perkara dengan

prodeo, maka harus mengajukan permohonan perkara prodeo, kepada

ketua Pengadilan dengan ketentuan:

a. Permohonan perkara secara prodeo ditulis menjadi satu dalam surat

gugatan/permohonan;

b. Dalam permohonan tersebut disebutkan alasan-alasan untuk berperkara

secara prodeo;

c. Memberi izin kepada penggugat/pemohon untuk beracara secara cuma-

cuma;

d. Membebaskan penggugat/pemohon dari segala biaya perkara.

2) Penggugat/Pemohon mengajukan gugatan/Permohonan ke Pengadilan

melalui meja 1, kemudian kasir Pengadilan Tingkat pertama akan

mengeluarkan kwitansi SKUM (Surat Kuasa Untuk Membayar) sebesar

Rp 0,-00 (nol rupiah).

3) Setelah berkas perkara diterima oleh ketua Pengadilan Agama, maka ketua

Pengadilan menunjukan Majelis hakim untuk menangani perkara tersebut

(PMH).

4) Majelis hakim menetapkan hari sidang (PHS) dan memerintahkan jurusita

untuk memanggil penggugat/pemohon dan Tergugat/Termohon.

5) Majelis Hakim memerintahkan kepada Panitera muda kepada pansek agar

mengeluarkan biaya panggilan masing-masing satukali biaya panggilan

untuk Penggugat/Pemohon dan Tergugat/Termohon dalam bentuk sebuah

instrumen, yang selanjutnya pula kuasa Pengguna anggaran/pansek


64

mengeluarkan perintah kepada bendahara pengeluaran juga dalam bentuk

sebuah instrumen.

6) Petugas buku induk keuangan perkara, petugas/pemegang buku jurnal

keuangan perkara, dan petugas/pemegang buku kas pembantu mencatat

penerimaan tersebut di dalam buku-buku mereka sebagai penerimaan

panjar pertama pada hari sidang yang telah ditentukan, Majelis Hakim

sebelum menerima pokok perkara terlebih dahulu memeriksa permohonan

beracara secara cuma-cuma tersebut di dalam persidangan.

7) Apabila permohonan beracara secara prodeo terbukti dan pemohon

tersebut dikabulkan, maka Majelis Hakim menjatuhkan putusan Sela yang

dimuat secara lengkap didalam berita acara persidangan.

8) Salinan Amar putusan sela tersebut diserahkan oleh Majelis Hakim kepada

kuasa pengguna anggaran (pansek) guna pembayaran perkara oleh Negara.

9) Pansek menyerahkan salinan amar putusan itu kepada bendahara rutin

dengan perintah agar menyerahkan sejumlah uang panjar sebasar Rp.

450.000 (empat ratus lima puluh ribu rupiah) dikurangai jumlah uang yang

sudah dikeluarkan sebagai biaya panggilan pertama.

10) Dengan diterimanya uang panjar dari bendahara rutin, kasir mengeluarkan

kwitansi SKUM sejumlah uang yang diterima.

11) Petugas buku induk keuangan perkara petugas/pemegang buku kas

pembantu mencatat penerimaan tersebut didalam buku mereka sebagai

penerimaan panjar kedua.


65

12) Apabila permohonan prodeo tidak terbukti, Majelis Hakim menjatuhkan

putusan sela yang berisi memerintahkan Penggugat/Pemohon untuk

membayar biaya perkara sesuai yang ditaksir oleh meja pertama jadi

waktu pembayaran diberikan selama 14 hari.

13) Apabila Penggugat/Pemohon membayar biaya perkara sesuai perintah

dalam putusan sela Pengadilan, kasir wajib mengembalikan uang negara

tersebut ke negara.

14) Setelah putusan akhir dibacakan, apabila terjadi kelebihan biaya perkara

kasir wajib mengembalikan kelebihan biaya perkara tersebut kepada kas

negara.

15) Setelah putusan akhir dibacakan, apabila biaya perkara ternyata kurang,

maka majelis hakim dapat memerintahkan kepada kuasa pengguna

anggaran untuk mengeluarkan biaya perkara tambahan yang diperlukan

dengan menggunakan instrumen.

16) Seluruh biaya perkara yang tercantum dalam putusan Pengadilan, harus

sama dengan biaya yang dikeluarkan negara melalui DIPA Pengadilan

Agama.17

Pemohon bantuan hukum adalah pencari keadilan yang terdiri dari orang

perseorangan atau sekelompok orang yang secara ekonomis tidak mampu atau

memiliki kriteria miskin sebagaimana ditetapkan oleh badan pusat statistik atau

penetapan upah minimum regional atau program jaringan pengaman sosial lainnya

atau memenuhi syarat sebagaimana diatur lebih lanjut dalam pedoman ini yang

17
Khamimudin, Panduan Praktis Kiat dan Teknis Beracara di Pengadilan Agama (Cet.
1; Gallery Ilmu, 2010 Yogyakarta), h. 35-36.
66

memerlukan bantuan untuk menangani dan menyelesaikan masalah hukum di

Pengadilan.

Dari Pasal-pasal tersebut tidak disebutkan kriteria orang miskin itu seperti

apa yang tidak dijelaskan secara rinci dan orang yang ingin mengajukan prodeo

cukup dengan membawa surat keterangan tidak mampu dari kepala desa dan

mengajukan dua orang saksi. Didalam SEMA dijelaskan orang yang boleh

berperkara tanpa biaya yang tidak mampu secara ekonomi, kriteria miskin yang

telah ditetapkan oleh badan pusat statistik, penetapan upah minimum regional atau

program jaringan sosial lainnya.

Dalam penetapan keluarga miskin yang berhak menerima bantuan, BPS (

Badan Pusat Statistik ) ada 14 kriteria orang miskin, diantaranya:

1) Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m/orang

2) Jenis lantai bangunan tempat tinggal terbuat dari tanah

bambu/kayu/murahan

3) Jenis dinding tempat tinggal tersebut terbuat dari bambu/kayu/rumbia

berkualitas rendah atau tembok tanpa diplester.

4) Tidak memiliki fasilitas buang air besar/menumpang dengan rumah tangga

lainnya.

5) Sumber penerangan rumah tangga tidak memakai listrik.

6) Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air

hujan.

7) Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu/arang/minyak tanah

8) Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam satu minggu


67

9) Hanya membeli satu setel pakaian baru dalam satu tahun.

10) Hanya sanggup makan satu/dua kali dalam sehari.

11) Tidak sanggup membayar biaya kesehatan dipuskesmas.

12) Sumber penghasilan rumah tangga petani dengan luas lahan 0,5 ha, buruh

tani, nelayan, buruh barunan, buruh bangunan, buruh perkebunan, atau

pekerjaan lainnya dengan pendapatan dibawah 600.000,-/bulan.

13) Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga tidak sekolah/tidak tamatan SD,

hanya lulusan SD

14) Tidak memiliki tabungan barang yang mudah dijual dengan nilai Rp

500.000,- seperti sepeda motor (kredit atau non kredit), emas, ternak, kapal

motor atau barang modal lainnya.

Menurut Dr. Ahmad Nur, M.H.

Prodeo adalah biaya perkara secara cuma-cuma, adapun kriteria Ketua


Pengadilan dalam menerima orang yang mengajukan perkara secara
prodeo yakni: Membawa surat keterangan miskin dari lurah/kepala desa
setempat, cara pakaiannya, gaya rambutnya, kendaraan yang dia pakai,
memakai hendpon. Jadi semua kriteria yang dinilai oleh ketua Pengadilan
diatas mulai dari cara pakaiannya tidak bermewah-mewahan, sederhana,
seperti yang dipakai sama tukang beca, begitupun gaya rambutnya tidak
seperti rambutnya advokat yang mengkilap, kendaraannya sedang-sedang,
begitupun hendponnya sederhana tidak memakai Hendpon android.18

Menurut Agus Salim Nazar, S.H. M.H.

Saya kira PERMA itu sudah mengatur secara detail, seperti kualifikasi
dengan membawa bukti SKTM, raskin, atau dengan membawa saksi.
Sebelum membutuhkan putusan Ketua Pengadilan atau Hakim, kalau
Hakim melakukan sidang insidentil dan produk dari insidentil itu ada
putusan sela dan sidang insidentil itu dilakukan pemeriksaan dan itu ada
alat bukti yang tertulis, ada saksi, dan dilihat dari gaya penampilannya
misalnya jika pihak menggunakan baju mahal atau arloji mewah itukan

18
Hasil wawancara dengan Drs. Muhammad Nur M.H. Ketua Pengadilan Agama
Sungguminasa pada tanggal 9 Oktober 2017.
68

tidak sama kenyataan antara kenyataan dengan surat keterangan tersebut


dan itu menjadi pertimbangan di sidang insidentil untuk memeriksa
apakah layak untuk melanjutkan perkara secara prodeo atau harus ditolak
sehingga harus membayar biaya perkara tapi didalam PERMA yang
pokok itu tetap SKTM.19

Menurut Dr. Muh. Najmi Fajri, S.HI. M.HI.

Yang lebih utama itu surat keterangan tidak mampu, sebagai bukti bahwa
benar-benar pemohon tidak mampu secara ekonomi tapi bukan cuman
SKTM saja yang dinilai oleh ketua pengadilan dia menilai dari sisi
penampilannya, memakai baju yang mewah, arloji mewah, kendaraan
yang dia pakai, pekerjaannya dan penghasilanya. Jika ketua pengadilan
menerima perkara tersebut maka ketua memilih majelis hakim untuk
melaksanakan sidang, dan tidak menutup kemungkinan perkara yang
diterima oleh ketua pengadian ini bisa dipastikan bahwa ini benar-benar
tidak mampu karna ada pemeriksaan selanjutnya oleh majelis hakim, jika
perkataannya tidak konsisten atau lain jawabannya dengan sebelumnya
maka majelis hakim melaksanakan sidang insidentil dan suruh
menghadirkan kedua orang saksi untuk membuktikan apakah pemohon ini
benar-benar tidak mampu atau tidak jika tidak mampu maka persidangan
akan dilanjutkan dan jika pemohon terbukti bahwa dia orang yang mampu
maka majelis menyuruh pemohon untuk membayar biaya perkara
tersebut.20

Dari ketiga pandangan diatas mengenai Surat Keterangan Tidak Mampu

yang menjadi pertimbangan yang utama dan dicocokkan dengan para pihak

terhadap Ketua Pengadilan yang pada saat menerima/menilai surat gugatan dari

para pihak maupun dari Majelis Hakim dalam menilai para pihak pada saat sidang

Insidentil yaitu dengan melihat penampilan para pihak. Dan jika tidak sesuai

dengan Realitas yang ada terhadap para pihak tidak mampu maka prodeo akan

ditolak meskipun sudah ada Surat Keterangan Tidak Mampu. Karena menurut

Ketua Pengadilan atau Majelis Hakim dalam memutus harus berdasarkan yang

tampak-tampak saja dan tidak boleh mengada-ada.

19
Hasil wawancara dengan Agus Salim Razak S.H., M.H. Panitera Muda Hukum
Pengadilan Agama Sungguminasa pada tanggal 10 oktober 2017.
20
Hasil wawancara dengan Dr. Najmi fajri, S.HI., M.HI. Hakim Pengadilan Agama
Sungguminasa pada tanggal 11 oktober 2017.
69

Pada perkara prodeo yang menjadi standar penilaian Ketua Pengadilan

atau Majelis Hakim menggunakan metode kontruksi hukum yang bertujuan agar

hasil putusan pemeriksaan berkas Ketua/Majelis dalam peristiwa konkret yang

ditanganinya dapat memenuhi rasa keadilan serta memberikan kemanfaatan bagi

para pencari keadilan. Peristiwa konkret pada perkara prodeo ini ada pada saat

pemeriksaan berkas pemohon yang mengajukan perkara secara prodeo salah

satunya dengan melihat penampilan dari para pihak mengajukan prodeo.

Meskipun prodeo sudah dipermudah cukup dengan menunjukkan surat

keterangan tidak mampu tetapi Ketua Pengadilan atau Majelis Hakim mempunyai

standar sendiri dalam menentukan bahwa orang tersebut mampu atau memang

orang-orang tidak mampu. Seperti didalam PERMA ada ketentuan tidak mampu

secara ekonomi, tapi tidak dijelaskan secara rinci seperti apa ketidak mampuan

tersebut karena Ketua Pengadilan atau Majelis Hakim menggunakan metode

kontruksi maka Ketua Pengadilan atau Majelis menggunakan penalaran logisnya

untuk mengembangkan lebih lanjut suatu teks Undang-Undang, dimana

Ketua/Hakim tidak lagi berpegang pada bunyi teks. Berikut wawancara dengan

Ketua Pengadilan atau Majelis Hakim pada perkara prodeo.

Menurut Muhammad nur

Adapun alasan-alasan Ketua Pengadilan terhadap orang yang ditolak


yang mengajukan perkara prodeo yakni: Ketua melihat dari segi
penampilannya, memakai baju yang mahal, memakai mobil, memakai
Hendpon mahal, gaya rambutnya yang rapi, memakai sepatu mewah.
Yang artinya orang yang mengajukan perkara prodeo baru kemudian dia
memakai sesuai yg ditulis diatas maka ketua pengadilan berhak menolak
para pihak yang mengajukan prodeo tersebut..
70

Pada perkara prodeo ini penulis ketahui berdasarkan hasil wawancara

bahwa yang menunjukkan orang itu mampu atau tidak mampu adalah tergantung

dari segi penampilannya, memakai baju mahal, memakai mobil, memakai

headphone mahal, gaya rambutnya, tergantung dari kebutuhan dan

penghasilannya. Jika penghasilannya yang didapat sudah cukup untuk memenuhi

kebutuhan sehari-harinya dan tidak kekurangan berarti orang tersebut tergolong

orang-orang yang mampu, dalam artian mampu untuk membayar biaya perkara.

Apabila penghasilan yang didapat tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-

harinya dikarenakan kebutuhan yang harus terpenuhi lebih besar dari penghasilan

yang didapat bisa dipastikan orang tersebut kekurangan biaya hidup dan orang

seperti inilah yang layak untuk menerima prodeo. Jadi standar orang yang tidak

mampu secara ekonomi itu adalah penghasilan yang cukup dan kebutuhan

terpenuhi.

Pada prakteknya Ketua Peradilan atau Majelis Hakim telah memberikan

beberapa pertanyaan kepada pemohon prodeo dan para saksi untuk memberikan

pertanyaan dan para saksi untuk memberikan keterangan terkait kondisi apakah

sudah memenuhi standar untuk bisa diterima prodeonya. Pada salah satu perkara

prodeo yang ditolak oleh Ketua pengadilan/Majelis Hakim menimbang

berdasarkan pernyataan pemohon bahwa pemohon mengajukan permohonan

untuk berperkara secara cuma-cuma berdasarkan alasan karena ia tidak mampu

untuk membayar biaya perkara. Setelah pemohon memberikan alasan untuk

berperkara secara prodeo kemudian Ketua Pengadilan atau Majelis Hakim

menemukan keterangan yang tidak sesuai dengan ketentuan orang tidak mampu
71

karena pemohon mengaku mempunyai penghasilan rata-rata antara Rp.

1.250.000,- (satu juta dua ratus lima puluh ribu rupiah) sampai 2.000.000,- (dua

juta rupiah) setiap bulannya setelah ditanya ternyata mampu untuk membayar

biaya perkara yang sudah ditetapkan berdasarkan pertimbangan tersebut maka

pemohon bukan termasuk orang yang tidak mampu karena mempunyai

penghasilan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, karena

permohonannya pemohon untuk berperkara secara cuma-cuma ditolak. Karena

permohonan pemohon untuk berperkara secara prodeo ditolak, maka

diperintahkan kepada pemohon untuk membayar panjar biaya perkara ini sesuai

dengan ketentuan hukum yang berlaku. Memperhatikan, segala ketentuan

perundang-undangan serta ketentuan-ketentuan hukum lain yang berkaitan dengan

perkara prodeo.

Sedangkan pada perkara prodeo yang diterima oleh Ketua Pengadilan juga

memberikan beberapa pertanyaan kepada pemohon prodeo dan para saksi untuk

menberikan keterangan terkait kondisi ekonomi. Ketua Pengadilan menimbang

berdasarkan pernyataan pemohon prodeo pada perkara cerai gugat bahwa

penggugat berdasarkan surat gugatan telah mengajukan permohonan untuk yang

berperkara secara cuma-cuma (prodeo) dengan alasan bahwa penggugat adalah

orang yang miskin dan tidak mampu. Sebelum Ketua Pengadilan memeriksa

pokok permohonan para pihak mengenai prodeo, Ketua Pengadilan terlebih

dahulu memeriksa permohonan penggugat untuk beracara secara prodeo (cuma-

cuma), dan dipersidangan untuk menguatkan alasan-alasannya telah mengajukan


72

alat-alat bukti tertulis dan saksi-saksi. Bukti tertulis berupa Asli Surat Keterangan

Tidak Mampu.

C. Dasar Pertimbangan Ketua Pengadilan Dalam Menerima Atau Menolak

Prodeo di Pengadilan Agama Sungguminasa.

Adapun dasar pertimbangan Ketua Pengadilan terhadap para pihak yang

mengajukan perkara secara prodeo yang pertama ketua melihat isi surat pemohon

dari para pihak yang mengajukan surat prodeo, apakah surat tersebut benar-benar

keterangan yang dikasih sama Kepala Desa/lurah atau memang ini adalah hasil

akal-akal dari pemohon baru kemudian ketua menilai dari sisi penampilannya,

memakai baju mahal, sepatu mahal, arloji mahal, kendaraan yang dia pakai pada

saat dia pergi ke Pengadian, gaya rambutnya, dan penghasilannya. Jadi kalau para

pihak yang mengajukan telah memenuhi syarat maka Ketua Pengadilan memilih

ketua Majelis untuk melaksanakan pemeriksaan selanjutnya atau melaksanakan

sidang tersebut, apabila para pihak tidak memenuhi syarat yang ditetapkan maka

para pihak disuruh membayar biaya tersebut. Adapun dasar hukumnya Ketua

Pengadilan berpatokan pada PERMA Nomor 1 Tahun 2014.

Allah SWT berfirman dalam QS Al-Maidah/5;2.

            

      


73

Terjemahan:

Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan


takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.
dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat
siksa-Nya.21
Ketua Pengadilan telah menjelaskan diatas bagaimana dasar

pertimbangannya terhadap pemohon/penggugat dalam mengajukan permohonan

prodeo. Adapun asas-asas mengenai ruanglingkup layanan hukum bagi

masyarakat tidak mampu berasaskan:

1) Keadilan

2) Sederhana, cepat dan biaya ringan

3) Non diskriminatif

4) Transparansi

5) Akuntabilitas

6) Efektifitas dan efisiensi

7) Bertanggung jawab, dan

8) Profesional.22

Bagi Hakim dalam mengadili suatu perkara terutama yang dipentingkan

adalah petitum dari penggugat. Kemudian bukti-bukti, fakta dan peristiwa dan

hukumnya. Pada salah satu perkara prodeo pada perkara cerai gugat, melalui

putusan sela Majelis Hakim yang menangai perkara ini telah menemukan

beberapa fakta antara lain:

21
M. Quraish shihab, Al-Qur’an Dan Maknanya (Cet. 1; Lenteran Hati, 2010 Tangerang),
h. 106.
22
Www. Pt- Yogyakarta. yo. id. Diakses 25 Oktober 2017.
74

1) Bahwa penggugat berdasarkan surat gugatannya telah mengajukan

permohonan untuk berperkara secara cuma-cuma (prodeo) dengan alasan

bahwa penggugat adalah orang yang miskin dan tidak mampu.

2) Bahwa sebelum Majelis Hakim memeriksa pokok perkara, Majelis Hakim

terlebih dahulu memeriksa permohonan penggugat untuk beracara secara

prodeo (cuma-cuma)

3) Bahwa penggugat di Persidangan untuk menguatkan alasan-alasannya,

telah menghadirkan kedua saksi saksi pertama dengan umur 50 Tahun

merupakan tetangga dari penggugat bahwa saksi mengenal jika penggugat

orang yang tidak mampu dan termasuk adalah orang yang miskin dan

kerjanya sebagai pembantu rumah tangga, penggugat selalu dibantu oleh

keluarga penggugat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, penggugat

termasuk orang yang mendapatkan bantuan reskin dan jaminan sosial dari

pemerintah dan saksi yang kedua dengan umur 29 tahun merupakan

tetangga dari penggugat memberikn keterangan yang sama dengan saksi

pertama.

Dari keterangan dua orang saksi tersebut keduanya mengetahui peristiwa

kejadian yang sedang dialami penggugat. Oleh karena itu Hakim mengkontrol

peristiwa yang konkrit itu harus dibuktikan terlebih dahulu. Tanpa pembuktiah

hakim tidak boleh menyatakan suatu peristiwa konkrit itu benar-benar terjadi.

Baru setelah peristiwa konkrit dibuktikan maka hakim baru bisa menyimpulkan

sesuatu yang telah diduga.


75

Agar dapat dibuktikan kebenaran Majelis Hakim yang menangani perkara

ini, meminta agar pihak menyerahkan alat bukti tertulis. Berupa asli surat

keterangan tidak mampu atas nama Muhammad penggugat Muhaimin Nomor

tanggal 10 februari 2017 yang dikeluarkan dan ditandatangani oleh Kepala Desa

dan diketahui oleh camat kemudian penggugat mengajukan alat-alat bukti sebagai

berikut.

Setelah terpenuhinya fakta-fakta dan peristiwa yang ada dan juga

kebenaran yang ada baru kemudian bisa diambilkesimpulan, kemudian harus

dicarikan hukumnya. Disini dimulailah dengan penemuan hukum. Penemuan

hukum tidak merupakan suatu kegiatan yang berdiri sendiri, tetapi merupakan

kegiatan yang berdiri sendiri tetapi merupakan kegiatan yang runtut dan

berkesenambungan dengan kegiatan pembuktian. Dan berikut metode penemuan

hukum seperti yang penulis ketehui dari hasil wawancara Majelis Hakim yang

menangani perkara prodeo juga menangani perkara ini.

Menurut Dr. Muh. Najmi Fajri, S.HI., M.HI.

Jika didalam undang-undang tidak dijelaskan secara rinci maka metode


interpretasi teologis itu digunakan secara umum, yaitu untuk menafsirkan
dan memahami apa tujuan dari undang-undang tersebut.

Menurut Dr. Ahmad Nur, M.H.

Proses penemuan hukum pada perkara prodeo pertama memasukkan


perkara, kemudian menyertakan bukti-bukti berupa surat-surat dari
Desa/kelurahan untuk surat keteranga miskin yang mengatakan bahwa
mereka miskin dan untuk diperiksa kemudian para saksi-saksi ditanyai
yang mengatakan kalau memang orang miskin kemudian ditemukan
hukum bahwa mereka miskin dan tidak mampu untuk membayar biaya
perkara dan dibuat putusan sela dan putusan sela mengabulkan prodeo.
Dan seandainya fakta-fakta atau bukti tidak ditemukan maka iya ditolak
prodeonya.
76

Jika undang-undang itu tidak menjelaskan secara rinci pada perkara maka

metode yang digunakan dengan menggunakan metode interpretasi berarti

menafsirkan dari undang-undang tersebut. Selain interpretasi juga menggunakan

metode ijtihad, penafsiran undang-undang.

Jadi tugas hakim adalah menyesuaikan undang-undang dengan hal-hal

yang nyata dan ada. Apabila undang-undang tidak dapat dijalankan menurut arti

katanya, maka hakim harus menafsirkannya. Dengan kata lain apa bila undang-

undangnya kurang jelas maka hakim menafsirkannya dengan pengetahuan yang

dimilikinya dan harus berbijak pada argumentasi yuridis dalam pertimbangannya.

Begitu haknya menafsirkan undang-undang menurut cara tertentu agar undang-

undang itu dapat sesuai dengan keadaan sekarang yang ada pada masyarakat, atau

bisa juga disebut juga penafsiran sosiologis dan penafsiran teologis dan apabila

undang-undang tidak lengkap maka para hakim melakukan ijtihad untuk

menemukan hukum yang sesuai dengan faktanya. Sehingga hakim dapat membuat

suatu keputusan yang adil dan sesuai dengan tujuan hukum. Agar mencapai

kepastian hukum dengan dasar itulah orang dapat mengatakan bahwa menafsirkan

undang-undang adalah kemajuan hukum dari para hakim.

Sama halnya dengan metode argumentasi disebut juga dengan metode

penalaran hukum. Metode ini digunakan apabila undang-undangnya tidak jelas.

Maka untuk melengkapinya digunakan metode argumentasi karena merupakan

pengembangan dari metode interpretasi yang mana adalah kewajiban hakim.

Pada perkara prodeo majelis hakim menggunakan metode interpretasi

dengan melihat kenyataan sosial yang ada pada saat ini dan kontruksi hukum agar
77

hasil putusan hakim sesuai dengan peristiwa konkret. Secara umum hakim dapat

menafsirkan undang-undang dengan pengetahuan yang dimilikinya walaupun

tidak menggunakan metode interpretasi dan metode kontruksi hakim lebih

mengedepankan peristiwa dan fakta yang ada untuk dapat memutus perkara

dengan adil.

Didalam perkara prodeo Majelis hakim menimbang bahwa pada pokoknya

penggugat bersamaan dalam gugatannya mengajukan permohonan untuk beracara

secara cuma-cuma (prodeo) dengan alasan miskin dan tidak mampu, hal demikian

dapat dibenarkan sebagaimana ketentuan Pasal 237 dan 238 Ayat (1) HIR.

Menimbang bahwa permohonan penggugat untuk beracara secara cuma-

cuma (prodeo), tergugat tidak dapat didengar keterangannya karena tidak pernah

datang kepersidangan, dengan demikian ketentuan dalam Pasal 239 ayat (1)

dianggap telah memenuhi dalam perkara ini.

Menimbang bahwa untuk menguatkan dalil permohonan prodeonya,

penggugat telah mengajukan alat bukti tertulis perkara prodeo 1, menurut Majelis

Hakim telah memenuhi persyaratan materil dan formil sebagai alat bukti, dan alat

bukti ini telah memenuhi maksud sebagaimana ketentuan Pasal 237 ayat (3) HIR,

yang mengatakan bahwa:

“Permohoan dalam kedua hal itu harus disertai surat keterangan tidak
mampu, yang diberikan oleh Kepala Desa/lurah bahwa padanya itu
adalah salah satunya untuk membuktikan benar bahwa orang itu tidak
mampu membayar perkara tersebut”.

Majelis Hakim telah mempertimbangkan, bahwa dipersidangan penggugat

telah pula mengajukan dua orang saksi yang telah memberikan keterangan

dibawah sumpah yang pada pokoknya menguatkan dalil-dalil prodeo yang


78

diajukan oleh penggugat oleh karenanya Majelis Hakim menilai bahwa

keterangan para saksi telah memenuhi syarat formil dan materil suatu alat bukti

dan sudah patut untuk dijadikan alat bukti dalam perkara ini.

Dalam berdasarkan alat-alat bukti yang diajukan penggugat, baik bukti

tertulis maupun saksi, Majelis Hakim dapat menemukan fakta sebagai berikut:

Bahwa penggugat adalah orang yang tidak mampu dan termasuk keluarga

miskin karena hanya sebagai pembantu rumah yang penghasilannya 25.000,-

setiap hari itupun jika ada orang yang suruh mempekerjakannya.

Sesuai dengan fakta hukum tersebut. Majelis Hakim menilai bahwa

alasan-alasan yang diajukan oleh pemohon untuk beracara secara cuma-cuma

(prodeo) telah terbukti dan beralasan hukum yang sah, dan oleh karenanya Majelis

Hakim berpendapat bahwa permohonan itu patut untuk dikabulkan. Oleh karena

itu penggugat diijinkan berperkara secara cuma-cuma, maka kepala penggugat

dibebaskan dari segala biaya yang timbul akibat perkara ini.

Adapun dasar pertimbangan Ketua Pengadilan/Majelis Hakim, ada tiga

aspek sebagai dasar pertimbangannya dalam menangani suatu perkara yang harus

diterapkan secara detail yaitu aspek yuridis, sosiologis dan filosofis.

a) Dasar pertimbangan yuridis.

Aspek yuridis merupakan aspek yang pertama dan utama dengan

berpatokan sama undang-undang yang berlaku. Hakim sebagai aplikator

undang-undang harus mencari serta memahami undang-undang yang berkaitan

dengan perkara yang sedang dihadapi. Hakim harus menilai apakah undang-

undang tersebut adil, ada kemanfaatannya, dan memberikan kepastian hukum


79

jika ditegakkan karena salah satu tujuan hukum adalah menciptakan keadilan.

Ketua Pengadilan/Majelis Hakim terkait pada perkara prodeo memberikan

dasar pertimbangan dan aspek yuridisnya diantaranya.

Menurut Dr. Ahmad Nur, M.H.

Didalam PERMA Nomor 1 Tahun 2014 dijelaskan bahwa orang yang


tidak mampu dapat berperkara secara cuma-cuma (prodeo) dengan
membuktikan ketidak mampuannya itu.

Dari pendapat Ketua Pengadilan, ketua lebih menilai dengan sesuai yang

ada seperti dari sisi luar seperti cara penampilannya dan bisa jadi mendatangkan

kedua para saksi untuk menjelaskan apakah benar-benar tidak mampu atau tidak.

Didalam PERMA Nomor 1 Tahun 2014 dijelaskan beberapa kriteria orang yang

boleh prodeo.

Pemohon Bantuan Hukum adalah pencari keadilan yang terdiri dari orang

perseoragan atau sekelompok orang yang secara ekonomis tidak mampu atau

memiliki kriteria miskin sebagaimana ditetapkan oleh Badan Pusat Statistik atau

penetapan upah minimum ragional atau program jaring pengaman sosial lainnya,

atau memenuhi syarat sebagaimana diatur lebih lanjut dalam pedoman ini, yang

memerlukan bantuan untuk menangani dan menyelesaikan masalah hukum di

Pengadilan

Beradasarkan PERMA Nomor 1 tahun 2014 Pasal (3), Anggota

masyarakat yang tidak mampu secara ekonomi dapat mengajukan

gugatan/permohonan berperkara secara cuma-cuma (prodeo) dengan syarat-syarat

berperkara secara prodeo sebagaiberikut:


80

1) Melampirkan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) yang dikeluarkan

oleh kepala Desa/lurah yang menyatakan bahwa benar yang benar-benar

tidak mampu membayar biaya perkara, atau

2) Melampirkan Surat Keterangan tunagan sosial lainnya seperti Kartu

Keluarga Miskin (KKM) atau Kartu Bantuan Langsung Tunai (BLT)

Pada Pasal-pasal terdapat dalam PERMA Nomor 1 Tahun 2014 memang

sudah dijelaskan bahwa orang yang tidak mampu untuk mengajukan prodeo harus

melampirkan surat keterangan tidak mampu dari Kepala Desa yang diketahui

camat, adapun surat jaminan sosial seperti jamkesmas. Tapi Ketua

Pengadilan/Majelis Hakim juga mempertimbangkan pembuktian pada sidang

insidentil yang mana ketua/hakim melihat penampilan dari para pihak didepan

sidang bahwa dalam menafsirkan PERMA Nomor 1 Tahun 2014 Pasal 1 ayat (1)

hakim sudah menggunakan camat. Adapun surat jaminan sosial seperti

jamkesmas. Tapi majelis hakim juga membuktikan pembuktian pada sidang

insidentil yang mana hakim melihat dari sisi penampilannya dari para pihak

didepan sidang. Bahwa dalam menafsirkan PERMA Nomor 1 Tahun 2014 Pasal 1

ayat (1) Ketua Pengadilan sudah menggunakan metode penafsiran Undang-

Undang dan dapat dijalankan sesuai dengan keadaan sekarang yang ada didalam

masyarakat pada saat ini, yaitu dengan penafsiran teologis/sosiologis yang mana

Ketua Pengadilan lebih mengkaji dulu PERMA Nomor 1 Tahun 2014 Pasal 1

yang menerangkan kriteria orang yang layak untuk berperkara secara prodeo,

karena isi dari Pasal tersebut tidak menjelaskan secara keseluruhan seperti apa

orang yang tidak mampu. Pada perkara prodeo terkait orang yang tidak mampu
81

membuktikan dari keterangan dua orang saksinya bahwa pemohon prodeo

meminang tidak mampu untuk membayar biaya perkara. Jika tidak ada

pembantahan dari pihak tergugat jika pada perkara gugatan maka Ketua

Pengadilan mengabulkan untuk beraca secara prodeo.

Menurut Dr. Ahmad Nur. M.H.

Sudah ada ketentuan hukum yang diatur dalam HIR dan RBg serta hukum
acara Pengadilan Agama dipertegas dan diperjelas lagi terkait dengan
perkembangan hukum melalui PERMA Nomor 1 Tahun 2014 Tentang
pemberian bantuan hukum terhadap masyarakat yang tidak mampu secara
ekonomnya.

b) Dasar Pertimbangan Sosiologis.

Aspek sosiologis mempertimbangkan tata nilai budaya yang hidup dalam

masyarakat, penetapannya sangat memerlukan pengalaman dan pengetahuan yang

luas serta kebijaksanaan yang mampu mengikuti nilai-nilai dalam masyarakat.

Berikut pertimbangan Ketua Pengadilan pada aspek sosiologis pada perkara

prodeo.

Menurut Dr. Ahmad Nur, M.H.

Dilihat dari kehidupan mereka yang mengajukan perkara prodeo apakah


memang benar-benar tidak mampu untuk membayar biaya perkara, dan
prodeo ini sangat membantu bagi masyarakat yang tidak mampu dari
aspek ekonomi dan bisa memberikan kebebasan terhadap masyarakat
untuk mendapatkan keadilan diruang-ruang penegakkan hukum sehingga
prodeo ini bisa menjadi pintu masuk bahwa masyarakat yang tidak
mampupun bisa memiliki akses yang sama dengan yang mampu untuk
mendapatkan keadilan di Pengadilan.

Prodeo memberikan ruang bagi orang yang tidak mampu untuk berperkara

di Pengadilan karena orang yang lemah ekonominya maka juga lemah aksesnya,

salah satunya untuk akses kepengadilan. Seseorang yang mengajukkan prodeo

harus memenuhi beberapa syarat diantaranya, harus orang yang tidak mampu
82

dengan pembuktiannya berupa surat keterangan tidak mampu dari Kepala

Desa/lurah setempat yang diketahui oleh camat dan syarat-syarat jaminan sosial

seperti jamkesmas. Ketua Pengadila harus memberikan keadilan pada masyarakat

kalau memang tidak mampu dan terbukti maka harus diterima prodeonya, jika

memang mampu meskipun sudah menyertakan surat-surat tersebut dan pada

pembuktiannya tidak sesuai dengan bukti surat. Misalnya ketua Pengadilan

melihat orang yang mengajukan prodeo memakai gelang emas yang mewah itu

membuktikan kalau dia mampu untuk membayar biaya perkara

Karena sifat manusia maka semua orang itu maunya tanpa biaya meskipun

orang yang mampu tapi kalau dikabulkan kemudian ada orang yang mampu yang

mengajukan prodeo dan ketua pengadilan tidak mengabulkan berarti ketua

pengadilan tidak memberi keadilan pada masyarakat. Karena untuk sidang itu

memerlukan biaya dan negara hanya memberi anggaran hanya untuk orang yang

tidak mampu saja.

Sedangkan yang menjadi dasar pertimbangan Ketua Pengadilan dari segi

aspek sosiologis terkait prodeo, Ketua Pengadilan melihat kondisi ekonomi para

pihak yang mengajukan prodeo dan beranggapan orang miskin itu lemah untuk

mendapat peradilan dan prodeo inilah sebagai aksesnya. Bahwa pemohon untuk

dibebaskan dari penanggulangan biaya perkara harus melalui sidang insidentil

oleh ketua pengadilan untuk memenuhi persyaratan. Maka akan dibebaskan dari

beban biaya perkara.

c) Dasar Pertimbangan Filosofis


83

Setiap pemeriksaan Ketua Pengadilan harus mempertimbangkan aspek

filosofis sehingga keadila dapat dicapai, diwujudkan dan dipertanggung jawabkan.

Seperti hasil wawancara dengan Ketua Pengadilan pada saat pemeriksaan perkara

prodeo di Pengadilan Agama Sungguminasa.

Menurut Dr. Ahmad Nur, M.H.

Dalam suatu perkara pada dasarnya semua orang itu sama dimata
hukum untuk mendapatkan haknya di Pengadilan termasuk untuk
berperkara di Pengadilan Agama sampai terkecuali orang miskin.
Prodeo itu diperuntukan bagi orang yang miskin secara ekonomi.

Mengenai aspek yuridis merupakan aspek yang berintikan pada kebenaran

dan keadialan. Dari sini bahwa sudah jelas di dalam PERMA Nomor 1 Tahun

2014 dijelaskan bagi orang yang tidak mampu dapat mendapatkan haknya untuk

beracara di Pengadilan dengan dibantu oleh Negara, karena hukum harus adil

tidak cuman orang yang mampu saja untuk dapat berperkara di Pengadilan.23

Menurut ketua Pengadilan semuanya berawal pada asas keadilan berarti

Ketua Pengadilan harus mempertimbangkan hukum yang hidup dalam

masyarakat, yang terdiri atas kebiasaan dan ketentuan hukum yang tidak tertulis.

Dalam hal ini harus dibedakan rasa keadilan menurut individu, kelompok dan

masyarakat. Selain itu keadilan dalam suatu masyarakat tertentu, belumtentu sama

dengan rasa keadilan dengan masyarakat lainnya.

Hukum merupakan salah satu sarana dalam kehidupan masyarakat yang

bertujuan untuk mencipkakan keadilan, ketertiban dan keamanan dalam

masyarakat dimana hukum itu berada. Maka dari itu hukum diciptakan untuk

memenuhi kebutuhan masyarakat untuk mendapatkan hak-haknya dan hukum

23
Www. Pt- Yogyakarta. go. id. Diakses 27 Oktober 2017.
84

harus bersifat adil bagi masyarakat sebagai subjek hukum terkait teori diatas

sesuai dengan undang-undang Dasar 1945 Pasal 27 ayat 1 yang berbunyi:

Segala warga bersamaan kedudukannya didalam hukum dan pemerintah

wajib menjunjung hukum dan pemerintah tidak ada kecualian untuk bagaimana

cara menerapkan hukum itu tersebut.24

Pada Pasal diatas tidak membedakan semua warga Negaranya tanpa

terkecuali terhadap orang yang tidak mampu dari aspek ekonomi untuk dapat

berperkara di Pengadilan, sebab untuk berperkara harus membayar perkara.

Bahwasannya Ketua Pegadilan dalam menilai kriteria pihak yang mengajukan

perkara harus bisa mengambil unsur keadilan karena orang yang tidak mampu

dapat berperkara di Pengadilan dengan membuktikan ketidak kemampuannya

didepan Ketua Pengadilan pada saat pemeriksaan berkas pemohon prodeo yang

diajukan. Sebaliknya jika orang yang mengajukan prodeo tidak mampu

membuktikannya ketidak mampuannya yang tidak sesuai dengan prosedur maka

Ketua Pengadilan menolak untuk berperkara secara prodeo.

Demikia pula seorang Ketua Pengadilan hanya untuk mempertibangkan

dari aspek yuridis, sosiologis dan filosofis saja. Pada hakikatnya ketua Pengadilan

harus mewujudkan asas-asas yang harus terpenuhi, diantaranya:

1) Asas kepastian hukum

Penekanan pada asas kepastian hukum, lebih cenderung untuk

mempertahankan norma-norma hukum tertulis dari hukum positif yang ada

peraturan undang-undang harus ditegakkan demi kepastian hukum, sehingga

24
Rizal Khadafi, Undang-Undang Dasar 1945. h. 32.
85

dalam situasi yang demikian ketua Pengadilan harus menemukan hukum untuk

mengisi kelengkapan ketentuan tersebut. Adapun wawancara penulis kepada

Ketua Pengadian pada saat pemeriksaan berkas perkara prodeo.

Menurut Dr. Ahmad Nur, M.H.

Semua orang itu berhak berperkara di Pengadilan dan sudah ada prodeo
diperuntukkan bagi yang tidak mampu membayar biaya perkara.

Sudah termasuk dalam kepastian hukum, dari sini penekannya lebih

kepada keadilan dan keadilan itu bisa dirasakan pada semua orang tanpa

terkecuali orang miskin. Karena orang yang tidak mampu dari aspek ekonomi itu

lemah aksesnya untuk kepengadilan yang jelas karena faktor biaya maka dari itu

keadilan juga harus diberikan kepada mereka yang tidak mampu itu.

Pandangan penulis Ketua Pengadilan dalam mempertimbangkannya pada

perkara ini sudah memenuhi atas kepastian, yaitu telah menggunakan peraturan-

peraturan yang ada PERMA, SEMA, HR, dan RBg bahwa orang yang tidak

mampu membayar biaya perkara tetap bisa berperkara tanpa biaya atau cuma-

cuma (prodeo) untuk menciptakan suatu kepastian hukum dan jika sesuai maka

prodeo akan diterima sebaliknya apabila tidak sesuai maka prodeo ditolak.

2) Asas keadilan

Pada asas keadilan, berarti Ketua Pengadilan harus mempertimbangkan

hukum yang hidup dalam masyarakat, yang terdiri atas kebiasaan dan ketentuan

hukum yang tidak tertulis. Dalam hal ini harus dibedakan rasa keadilan menurut

individu kelompok dan masyarakat. Selain itu keadilan dari suatu masyarakat

tertentu, belum tentu sama dengan rasa keadilan masyarakat tertentu lainnya. Jadi

dalam pertimbangan Ketua Pengadian dalam mengambil keputusan dalam


86

memeriksa permohonan perkara prodeo Ketua Pengadilan harus memakai asas

keadilan karna itu adalah sebagai dasar untuk menjatuhkan putusan apakah

pemohon diterima atau ditolak.

Menurut Dr. Ahmad Nur, M.H.

Dalam suatu perkara memang nampak sekali terhadap akses keadilan itu
bisa dirasakan untuk orang yang tidak mampu dari aspek ekonomi selama
ini hanya orang kaya saja yang bisa mendapatkan keadilan di Pengadilan,
dengan adanya prodeo tidak hanya orang kaya saja yang bisa
mendapatkan keadilan orang miskinpun juga diberi akses oleh Negara
untuk mendapatkan keadilan melalui prodeo DIPA. Jika orang yang
mengajukan permohonan prodeo baru kemudian anggaran DIPAnya
habis maka Pengadilan tetap harus memberikan prodeo pada mereka
yakni prodeo murni yang artinya tanpa dibiayai oleh Negara artinya
pekerjaan kerelaan dari pihak Pengadilan yang tidak ada gajinya.

Ketua pengadilan/Hakim dalam pandangannya hukum itu harus

menegakkan keadilan, dan bersifat adil itu bisa kita dapat memberikan sesuatu

kepada yang berhak untuk menerima prodeo adalah orang yang tidak mampu dari

aspek ekonomi. Supaya dapat bermanfaat maka prodeo harus diberikan kepada

orang yang benar-benar membutuhkannya.

Jadi kesimpulan penulis dengan adanya penelitian ini para ketua

pengadilan hendaknya lebih rinci dalam memberikan pertimbangan untuk

menerima, menolak, atau memutus dalam suatu perkara prodeo tidak hanya cukup

dengan keterangan tidak mampu saja dan harus benar-benar melihat kondisi para

pihak, agar prodeo diberikan pada orang-orang yang lebih tepat, begitupun pula

dengan seluruh para pegawai mematuhi .asas keadilan dan mampu bersifat adil

dalam memeriksa permohonan perkara prodeo tersebut.

3) Asas kemanfaatan
87

Asas kemanfaatan hukum bergerak diantara dua asas keadilan dan

kepastian hukum, dan asas kemanfaatan ini lebih melihat kepada tujuan dan

kegunaan dari hukum tersebut. Dalam penjelasan Ketua Pengadilan yang

menerima atau menolak perkara prodeo.

Menurut Dr. Ahmad Nur, M.H.

Hukum adalah aturan yang dibuat oleh manusia untuk Negara tiada lain
dan tiada bukan untuk mengatur dalam kehidupan masyarakat sehari-
hari agar masyarakat bisa menilai mana haknya dan mana bukan
haknya agar kehidupan kita sejahtera dan aman karna ada aturan yang
mengikatnya. Dan untuk masalah keadilan saya kira sudah adil salah
satunya mengeluarkan aturan PERMA Nomor 1 Tahun 2014 Pasaal 1
ayat 4 mengenai layanan pembebasan biaya perkara adalah Negara
menaggung biaya proses berperkara di Pengadilan sehingga setiap
orang atau sekelompok orang yang tidak mampu secara ekonomi dapat
berperkara secara cuma-cuma (prodeo).

Dari pendapat Ketua Pengadilan hukum itu adalah aturan untuk bisa

diterapkan oleh manusia dengan seadil-adilnya supaya ada manfaatnya untuk

bangsa dan negara atau masyarakat terlebih khusus untuk Ketua Pengadilan yang

memeriksa permohonan perkara prodeo supaya bisa diterapkan dengan seadil-

adilnya supaya berguna bagi bangsa dan negara.


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasaan pada bab sebelumnya, Maka pada bab ini

penulis akan menguraikan kesimpulan dan saran yang relevan dengan masalah

penelitian. Adapun judul yang angkat oleh Penulis yaitu Pertimbangan Ketua

Pengadilan Dalam Menerima Atau menolak Prodeo di Pengadilan Agama

Sungguminasa. Adapun kesimpulan tersebut sebagai berikut.

1) Standar penilaian ketua pengadilan terhadap orang yang boleh mengajukan

prodeo yaitu pertama harus melampirkan Surak Keteraangan Tidak Mampu

(SKTM) dari Kepala Desa/ lurah yang diketahui oleh camat, menilai dari sisi

penampilannya, penghasilannya, dan potensi orang untuk bekerja salah

satunya fisiknya masih kuat, dan harus sesuai dengan PERMA Nomor 1

Tahun 2014 Pasal 1 ayat 4 ketentuan umum tentang pembebasan biaya perkara

secara prodeo.

2) Dasar pertimbangan Ketua Pengadilan dalam menerima atau menolak prodeo

berdasarkan aspek yuridis dengan mengaitkan peristiwa dengan PERMA

Nomor 1 Tahun 2014, sosiologis dengan melihat kondisi orang tidak mampu

dan pantas untuk prodeo, dan filosofis bahwa keadilan harus dirasakan semua

orang termasuk orang yang tidak mampu. Aspek tersebut mencerminkan asas

kepastian hukum keadilan dan kemanfaatan bagi para pihak yang mengajukan

prodeo. Selain dasar pertimbangan tersebut ketua pengadilan jugaa

menggunakan metode penafsiran teologis/sosiologis dengan melihat

88
89

kenyataan saat ini menggunakan metode interpretasi dengaan melihat

kenyataan sosial yang ada pada saat ini. Dalam memeriksa atau memutus

prodeo ketua pengadilan bersumber pada PERMA, HIR/RBg.

A. Implikasi Penelitian

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis , perlu kiranya penulis

memberikan beberapa saran atau masukan yang terkait dengan penelitian penulis

angkat ini yaitu:

1) Dengan adanya penelitian ini para ketua pengadilan hendaknya lebih rinci

dalam memberikan pertimbangan untuk menerima, menolak, atau memutus

dalam suatu perkara prodeo tidak hanya cukup dengan keterangan tidak

mampu saja dan harus benar-benar melihat kondisi para pihak. Agar prodeo

diberikan pada orang-orang yang lebih tepat.

2) Untuk instansi Pengadilan Agama lebih maksimal mensosialisasi terhadap

masyarakat yang tidak mengetahui bagaimana proses beracara di Pengadilan

maupun masyarakat kota atau masyarakat terpencil di pedesaan, salah satunya

perkara prodeo.
DAFTAR PUSTAKA

Al-qur’an

Anwar, Desy, Kamus lengkap bahasa Indonesia, Surabaya: Amela, 2013.

Akbar Palrilis, Undang-Undang Peradilan Agama, Bandung: 2012.

Asrakal Ismiati S, Etika Profesi Hukum Dalam Perspektif Hukum Islam. Makassar: 2011.

Basarah, Ahmad, Materi Sosialisasi Empat Pilar MPR RI (Pancasila Sebagai Dasar dan
Ideologi Negara UUD 1945 Sebagai Konstitusi Negara Serta Ketetapan MPR NKRI
Sebagai Bebtuk Negara Bhineka Tunggal Ika Sebagai Semboyan Negara, Jakarta: Gatot
Subroto, 2014.

Fauzan, M, Pokok-Pokok Hukum Acara Pedata Peradilan Agama dan Mahkama Syar’iyah di
Indonesia, Jakarta: 2007.

Harahap, Yahya, Hukum Acara Perdata, Jakarta: Sinar Grafika, 2005.

Jokowi,UUD 1945 dan Perubahannya, Jakarta: PT. Niaga Swadaya, 2013.

Khadafi, Rizal, Undang-Undang Dasar 1945 dan Perubahannya, Jakarta selatan: Bukune, 2010.

Marbun, Rocky, dkk., Kamus Hukum lengkap, Jakarta: Visimedia, 2012.

Manan, Abdul, Penerapan Hukum Acara Perdata Di Lingkungan Peradilan Agama, Jakarta:
Putra Grafika, 2005.

Moerdiano, Undang-Undang Tentang Hak Kekayaan Intelektual, Jakarta: Kadarku, 1998.

M. Ramli, Ahmad, Hukum Beracara di Pengadilan Dan Hak Asasi Manusia, Bandung:
Puripustaka, 2010.

Mojokarto, P.A http://www.pa-mojokorto. Ww. Id/info masyarakat/hak-masyarakat/pelayanan-


prosedur-perkara-prodeo-.html, diakses tgl 9 Oktober2017.

Nurdin Amiur, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana. 2004.

Raharjo, Satjipto, Hukum dan Masyarakat, Bandung: Ankasa Ofsat, 1980.

Rambe, Ropaun, Hukum Acara Perdata Lengkap, Jakarta: Sinar Grafik, 2002.

Soeparwono, Hukum Acara Perdata Dan Yurispudensi, Bandung, 2002.

Soeroso, R., Pengantar Ilmu Hukum, Jakatra: Sinar Grafika, 2004.


Supardin, Fikih Peradilan Agama Di Indonesia (Rekonstruksi Materi Perkara Tertentu),
Makassar: Alauddin University Press. 2014.

Sarwono, Hukum Acara Perdata Teori dan Praktek, Jakarta: 2011.

Sumber Data: Kantor Pengadilan Agama Sungguminasa..

Shihab M. Quraish, Al-Qur’an Dan Maknanya Tangerang: Lenteran Hati. 2010.

Www pt-Yogyakarta go. id. Diakses tanggal 25 November 2017.

Www. PN Prabumulin. go.id.diakses tanggal 16 Desember 2017.


LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis skripsi yang berjudul, “Pertimbangan Ketua


Pengadilan Dalam Menerima Atau Menolak
Prodeo di Pengadilan Agama Sungguminasa
(Studi PERMA RI Nomor 1 Tahun 2014 Tentang
Prodeo)” bernama lengkap Munawir, Nim:
10100113083, Anak keempat dari lima bersaudara
dari pasangan Bapak Arsyad dan Ibu Samsia yang
lahir pada tanggal 10 Februari 1995 di Baralau,
Kecamatan Monta, Kabupaten Bima, Provinsi Nusa
Tenggara Barat. Penulis mengawali jenjang pendidikan formal di Sekolah Dasar
Negeri Baralau Kecamatan Monta Kabupaten Bima pada tahun 2002-2007
Sampai Penulis menempuh pendidikan di SMP N 4 MONTA Kecamatan Monta
Kabupaten Bima tahun 2007-2010, dengan tahun yang sama penulis melanjutkan
pendidikannya di SMA Negeri 1 Belo Kecamatan Belo Kabupaten Bima tahun
2010-2013. Dengan tahun yang sama yakni tahun 2013, penulis melanjutkan
pendidikan ke perguruan tinggi Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin
Makassar dan mengambil Prodi Hukum Acara Peradilan dan Kekeluargaan pada
Jurusan Peradilan hingga tahun 2017. Selama menyandang status mahasiswa
penulis kader di PMMB (Persatuan Mahasiswa Monta Bima Makassar), HMBD
(Himpunan Mahasiswa Bima Dompu) UIN Alauddin Makassar, HMI (Himpunan
Mahasiswa Islam) Komisyariat Dakwah dan Komunikasi, PMII (Persatuan
Mahasiswa Islam Indonesia), IMM (Ikatan Mahasiswa Muhammadiah), HI
(Human Ilumunation), Al-Muntazar, dan pada tahun 2015 penulis aktif di HMI
(Komisyariat Syari’ah dan hukum) dan pernah mengikuti Intermediats Training
(LK 2) Tingkat Nasional Himpunan Mahasiswa Islam cabang Dompu, penulis
pernah jadi Sekertaris Umum PMMB (Persatuan Mahasiswa Monta Bima
Makassar), dan juga aktif di HMBD (Himpunan Mahasiswa Bima Dompu) UIN
Alauddin Makassar, penulis juga pernah mengikuti sekolah Wisata Epistemologi
Islam, angkatan XIII (Yogyakarta).

Anda mungkin juga menyukai