Anda di halaman 1dari 90

PARADIGMA MAKAR DALAM PERSPEKTIF

HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana


Hukum Jurusan Perbandingan Mazhab dan Hukum
pada Fakultas Syariah dan Hukum
UIN Alauddin Makassar

Oleh:
Mursyida Syafruddin
NIM: 10300116095

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM


UIN ALAUDDIN MAKASSAR
2020
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Mahasiswa yang bertanda tangan di bawah ini:

Mahasiswa : Mursyida Syafruddin

Nim : 10300116095

Tempat/Tgl. Lahir : Bone, 31 Maret 1997

Jurusan : Perbandingan Mazhab dan Hukum

Fakultas : Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar


Alamat : Ripangngainta Desa Bone, Kec. Bajeng, Kab. Gowa,

Sulawesi Selatan

Judul : Paradigma Makar dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum

Positif

Menyatakan dengan penuh kesadaran, bahwa skripsi ini benar adalah hasil

karya penulis sendiri. Jika di kemudian hari terbukti bahwa ia merupakan duplikat,

tiruan, plagiat, atau dibuat oleh orang lain, sebagian atau seluruhnya, maka skripsi ini

dan gelar yang diperoleh karenanya batal demi hukum.

Ripangngainta, 31 Mei 2020

Penulis

Mursyida Syafruddin
NIM: 10300116095

ii
PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi yang berjudul “Paradigma Makar Dalam Perspektif Hukum Islam


Dan Hukum Positif” yang disusun oleh Mursyida Syafruddin, NIM:
10300116095, Mahasiswa Jurusan Perbandingan Mazhab dan Hukum pada Fakultas
Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar, telah diuji dan dipertahankan dalam
sidang munaqasyah yang diselenggarakan pada 23 Juli 2020 dinyatakan telah dapat
diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dalam Ilmu
Syariah dan Hukum, Jurusan Perbandingan Mazhab dan Hukum (dengan beberapa
perbaikan).

Makassar, 24 Juli 2020 M


3 Dzulhijah 1441 H
DEWAN PENGUJI
Ketua : Dr. H. Muammar Muhammad Bakry, Lc., M.Ag(.………………….)

Sektetaris : Dr. H. Muh. Saleh Ridwan, M.Ag (…………………..)

Munaqisy I : Dr. Azman, M.Ag (…….…………….)

Munaqisy II : Ashabul Kahfi, S.Ag., M.H (.………………….)

Pembimbing I : Dr. Hamsir, M.Ag., M.Hum (.………………….)

Pembimbing II: Dr. Fandli Andi Natsif, S.H., M.H (….……………….)

Disahkan Oleh
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
UIN Alauddin Makassar

Dr. H. Muammar Muhammad Bakry, Lc., M.Ag


Nip. 1971122 200012 1 002

iii
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

‫الحمد هلل رب العالمـين والصال ة والسـال م على اشرف األنبــياء والمرسلين‬


‫ اما بعـد‬.‫وعلى الـه وصحبه اجمعين‬
Tiada lain kata yang patut penulis ucapkan puji dan syukur kehadirat Allah

Swt. atas rahmat dan berkat yang dikaruniakan-Nya kepada penulis, sehingga penulis

diberikan kemampuan, kekuatan, ketabahan hati serta kelancaran dalam

menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Paradigma Makar dalam Perspektif Hukum

Islam dan Hukum Positif” sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi (S1)

dengan gelar Sarjana Hukum (S.H) pada Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin

Makassar. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad

Saw. yang begitu berjasa bagi kita semua dalam membuka gerbang ilmu pengetahuan

serta sebagai pembawa cahaya dan rahmat bagi seluruh alam.

Selama proses penulisan skripsi ini penulis menyadari bahwa dalam prosesnya

tidak lepas dari segala doa, bantuan, bimbingan dan motivasi dari berbagai pihak,

oleh karenanya pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih banyak

kepada:

1. Kedua orang tua tercinta, Syafruddin dan Nurhaedah yang dengan penuh

kesabaran selama dan kebesaran hati atas segala hal yang telah dilakukan

dan diberikan kepada penulis, kasih sayang, pengorbanan, doa serta restu

yang selalu mengiringi langkah penulis agar dapat menyelesaikan

pendidikan dengan baik. Terimakasih pula kepada kedua kakak yang

iv
tercinta Nashiratunnisa S.Pd, dan Muh. Ibnu Mudzir, S. Sos, yang telah

memberikan dukungan dan semangat kepada penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Prof. H. Hamdan Juhannis, M.A., Ph.D. selaku Rektor UIN

Alauddin Makassar beserta para Wakil Rektor dan jajarannya.

3. Bapak Dr. H. Muammar Muh. Bakry, Lc, M.Ag. selaku Dekan Fakultas

Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar serta para Wakil Dekan dan
jajarannya.

4. Bapak Dr. Achmad Musyahid, S.Ag., M.Ag. selaku Ketua Jurusan

Perbandingan Mazhan dan Hukum Fakultas Syariah dan Hukum dan

Bapak Dr. Abdi Wijaya, S.S., M.Ag. selaku Sekretaris Jurusan

Perbandingan Mazhab dan Hukum Fakultas Syariah dan Hukum atas

bimbingan yang telah diberikan kepada penulis.

5. Bapak Dr. Hamsir, S.H., M.H. selaku Pembimbing I dan Bapak Dr.

Fadli Natsif, S.H., M.H. selaku Pembimbing II atas kesabaran dan

kerelaan hati dalam meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan,


arahan serta memberi saran dan solusi dalam proses penyusunan dan

perbaikan sampai akhir penulisan skripsi ini.

6. Seluruh Dosen serta Staf Akademik dan Pegawai Fakultas Syariah dan

Hukum atas segala ilmu dan bimbingan yang telah diberikan kepada

penulis selama ini.

7. Untuk teman-teman seperjuangan di Jurusan Perbandingan Mazhab dan

Hukum Angkatan 2016 “ARRA16NMENT.” Teristimewa PMH C untuk

v
kebersamaan dan kenangan serta pelajaran hidup yang telah kalian ajarkan

kepada penulis selama ini.

8. Sahabatku Bears dan Disney Princess (Iqra, Jumriah, Eka, Sarina, Suci,

Kiki, Ais, Ita, Wana) atas waktu yang telah kalian habiskan bersama

penulis dengan kebahagiaan dan kesedihan yang selama ini kita lalui.

9. Sahabatku Julfianti yang selalu memberi semangat, motivasi dan

mendengarkan keluh kesah penulis selama ini. Kedepannya semoga


persahabatan kita tetap terjaga. Tetap semangat dan semoga Allah

memberikan kesembuhan untukmu.

10. Saudara seperjuangan Praktek Pengenalan Lapangan (PPL) untuk satu

bulan menjadi teman hidup, bekerja dan belajar bersama. Untuk segala

susah dan senang yang kita lalui bersama.

11. Kuliah Kerja Nyata (KKN) untuk waktu berharga selama 32 hari bersama

yang mengajarkan banyak hal dan memberi kenangan yang indah untuk

penulis. Suka dan duka, serta rintangan yang kita hadapi bersama selama

32 hari memberi banyak pelajaran dan menjadi kenangan yang


membahagiakan.

12. BTS dan ARMY yang telah menemani selama lima tahun, menemani

segala kebahagiaan dan kesedihan yang penulis hadapi. Memberi

motivasi, semangat dan pelajaran hidup dari berbagai hal yang kalian

persembahkan.

13. THE BOYZ, TXT, STRAYKIDZ, THE B, MOA dan STAY untuk

waktu menyenangkan yang kalian berikan. Untuk hiburan yang kalian

vi
persembahkan yang menemani penulis di saat-saat sulit dan menjadi

pengisi daya semangat penulis untuk tidak patah semangat.

14. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah

memberikan bantuannya bagi penulis skripsi ini baik secara materil

maupun formil.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Sehingga kritik

dan saran masih diperlukan namun tetap berharap dapat memberi manfaat bagi dunia
keilmuan, kepada penulis dan kepada semua yang telah sempat membaca skripsi ini.

Ripangngainta, 30 Mei 2020

Penulis

Mursyida Syafruddin
NIM: 10300116095

vii
DAFTAR ISI

SAMPUL ......................................................................................................... i

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ....................................................... ii

PENGESAHAN SKRIPSI ............................................................................. iii

KATA PENGANTAR .................................................................................... iv

DAFTAR ISI ................................................................................................... viii


PEDOMAN TRANSLITERASI ................................................................... x

ABSTRAK ...................................................................................................... xix

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah....................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................................ 4

C. Pengertian Judul dan Ruang Lingkup Penelitian ................................. 5

D. Tinjauan Pustaka .................................................................................. 6

E. Metode Penelitian................................................................................. 8

F. Tujuan Penelitian ................................................................................. 12

BAB II MAKAR DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM .................... 13


A. Pengertian Al-Baghyu........................................................................... 13

B. Sejarah Al-Baghyu................................................................................ 17

C. Dasar Hukum Al-Baghyu ..................................................................... 22

D. Unsur-unsur Al-Baghyu........................................................................ 25

E. Kategori Al-Baghyu.............................................................................. 25

BAB III MAKAR DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF ............... 27

A. Pengertian Makar ................................................................................. 27

viii
B. Sejarah Makar ...................................................................................... 30

C. Dasar Hukum Makar ............................................................................ 36

D. Unsur-unsur Makar .............................................................................. 38

E. Kategori Makar .................................................................................... 44

F. Makar pada Masa Pemerintahan Presiden Jokowi ............................... 44

BAB IV ANALISIS KOMPARATIF PEMBERIAN SANKSI TINDAK PIDANA

MAKAR DALAM HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF ................ 47


A. Sanksi Tindak Pidana Makar dalam Hukum Islam .............................. 47

B. Sanksi Tindak Pidana Makar dalam Hukum Positif ............................ 52

C. Komparasi Sanksi Tindak Pidana Makar dalam Hukum Islam ........... 59

BAB V PENUTUP .......................................................................................... 61

A. Kesimpulan .......................................................................................... 61

B. Implikasi Penelitian.............................................................................. 62

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 63

LAMPIRAN-LAMPIRAN ............................................................................ 67

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ...................................................................... 68

ix
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN DAN
SINGKATAN

A. Transliterasi Arab-Latin

Daftar huruf bahasa Arab dan transliterasinya ke dalam huruf Latin dapat

dilihat pada tabel berikut:

1. Konsonan

Huruf Arab Nama Huruf Latin Nama

tidak
‫ا‬ Alif tidak dilambangkan
dilambangkan

‫ب‬ Ba B Be

‫ت‬ Ta T Te

‫ث‬ ṡa ṡ es (dengan titik di atas)

‫ج‬ Jim J Je

‫ح‬ ḥa ḥ ha (dengan titik di bawah)

‫خ‬ Kha Kh ka dan ha

‫د‬ Dal D De

‫ذ‬ Żal Ż zet (dengan titik di atas)

‫ر‬ Ra R Er

‫ز‬ Zai Z Zet

‫ش‬ Sin S Es

‫ش‬ Syin Sy es dan ye

‫ص‬ ṣad ṣ es (dengan titik di bawah)

‫ض‬ ḍad ḍ de (dengan titik di bawah)

‫ط‬ ṭa ṭ te (dengan titik di bawah)

‫ظ‬ ẓa ẓ zet (dengan titik di bawah)

‫ع‬ „ain „ apostrof terbalik

x
‫غ‬ Gain G Ge

‫ف‬ Fa F Ef

‫ق‬ Qaf Q Qi

‫ك‬ Kaf K Ka

‫ل‬ Lam L El

‫و‬ Mim M Em

ٌ Nun N En

‫و‬ Wau W We

‫ه‬ Ha H Ha

‫ء‬ Hamzah ʼ Apostrof

‫ى‬ Ya Y Ye

Hamzah (‫ )ء‬yang terletak di awal kata mengikuti vokalnya tanpa diberi

tanda apa pun. Jika ia terletak di tengah atau di akhir, maka ditulis dengan tanda

(„).

2. Vokal

Vokal bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri atas vokal

tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong.

Vokal tuggal bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda atau harakat,

transliterasinya sebagai berikut:

Tanda Nama Huruf Latin Nama

َ‫ا‬ fatḥah A A

َ‫ا‬ Kasrah I I

َ‫ا‬ ḍammah U U

xi
Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan antara

harakat dan huruf, transliterasinya berupa gabungan huruf, yaitu:

Tanda Nama Huruf Latin Nama

َ‫ٸ‬ fatḥah dan yā‟ Ai a dan i

‫ٷ‬ fatḥah dan wau Au a dan u

Contoh:

َ‫كيْف‬: kaifa

َ‫ه ْول‬: haula

3. Maddah

Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harakat dan huruf,

transliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu:

Harakat dan Nama Huruf dan Tanda Nama

Huruf

fatḥah dan alif


َ‫ ى‬... | َ‫ ا‬... Ā a dan garis di atas
atau yā‟

َ‫ى‬ kasrah dan yā‟ Ī i dan garis di atas

dammah dan
َ‫و‬ Ū u dan garis di atas
wau

Contoh:

َ‫ يات‬: māta

‫ ريي‬: ramā

xii
َ‫ليْم‬ : qīla

َ‫ًوت‬
ْ ‫ ي‬: yamūtu

4. Tā‟ marbūṭah

Transliterasi untuk tā‟ marbūṭah ada dua, yaitu: tā‟ marbūṭah yang hidup

atau mendapat harakat fatḥah, kasrah, dan ḍammah, transliterasinya adalah [t].

Sedangkan tā‟ marbūṭah yang mati atau mendapat harakat sukun, transliterasinya

adalah [h].

Kalau pada kata yang berakhir dengan tā‟ marbūṭah diikuti oleh kata yang

menggunakan kata sandang al- serta bacaan kedua kata itu terpisah, maka tā‟

marbūṭah itu ditransliterasikan dengan ha (h).

Contoh:

ْ ‫ َ ر ْوضةَؙاﻷ‬:َrauḍah al-aṭfāl
َ‫طفال‬

ْ ‫َ َ انًدَيْنة‬: al-madīnah al-fāḍilah


‫ََانفاضهة‬

ََََََََََََ‫َ انح ْكًة‬: al-ḥikmah

5. Syaddah (Tasydīd)

Syaddah atau tasydīd yang dalam sistem tulisan Arabَ dilambangkan

dengan sebuahَ tanda tasydīd (ََّ ), dalamَ transliterasi ini dilambangkan dengan

perulangan huruf (konsonanَganda) yang diberi tanda syaddah.

Contoh:

َ‫ ربنا‬: rabbanā

َ‫ نجيْنا‬: najjainā

xiii
َ‫ انحك‬: al-ḥaqq

َ‫ نعُّى‬: nu“ima

َ‫ عدو‬: „aduwwun

Jika huruf ‫ ى‬ber-tasydid diakhir sebuah kata dan didahului oleh huruf

kasrah (َ‫ )ى‬maka ia ditransliterasi seperti huruf maddah menjadi ī.

Contoh:

َ‫عهي‬ : „Alī (bukan „Aliyy atau „Aly)

َ‫ عربي‬: „Arabī (bukan „Arabiyy atau „Araby)

6. Kata Sandang

Kata sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf ‫ال‬

(alif lam ma„arifah). Dalam pedoman transliterasi ini, kata sandang ditransliterasi

seperti biasa, al-, baik ketika ia diikuti oleh huruf syamsiyah maupun huruf

qamariyah. Kata sandang tidak mengikuti bunyi huruf langsung yang

mengikutinya. Kata sandang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya dan

dihubungkan dengan garis mendatar (-).

Contoh:

َ‫ انش ًْص‬: al-syamsu (bukan asy-syamsu)

‫انسنسنة‬ : al-zalzalah (bukan az-zalzalah)

‫انف ْهسفة‬ : al-falsafah

َ‫انبهد‬ : al-bilādu

7. Hamzah

xiv
Aturan transliterasi huruf hamzah menjadi apostrof (‟) hanya berlaku bagi

hamzah yang terletak di tengah dan akhir kata. Namun, bila hamzah terletak di

awal kata, ia tidak dilambangkan, karena dalam tulisan Arab ia berupa alif.

Contoh:

ٌَ‫ تأ ْير ْو‬: ta‟murūna

َ‫انن ْوع‬ : al-nau„

َ‫ ش ْيء‬: syai‟un

َ‫ أي ْرت‬: umirtu

8. Penulisan Kata Arab yang Lazim Digunakan dalam Bahasa Indonesia

Kata, istilah atau kalimat Arab yang ditransliterasi adalah kata, istilah atau

kalimat yang belum dibakukan dalam bahasa Indonesia. Kata, istilah atau kalimat

yang sudah lazim dan menjadi bagian dari perbendaharaan bahasa Indonesia, atau

sering ditulis dalam tulisan bahasa Indonesia, atau lazim digunakan dalam dunia

akademik tertentu, tidak lagi ditulis menurut cara transliterasi di atas. Misalnya,

kata al-Qur‟an (dari al-Qur‟ān), alhamdulillah, dan munaqasyah. Namun, bila

kata-kata tersebut menjadi bagian dari satu rangkaian teks Arab, maka harus

ditransliterasi secara utuh.

Contoh:

Fī Ẓilāl al-Qur‟ān

Al-Sunnah qabl al-tadwīn

9. Lafẓ al-Jalālah (‫)هللا‬

xv
Kata “Allah” yang didahului partikel seperti huruf jarr dan huruf lainnya

atau berkedudukan sebagai muḍāf ilaih (frasa nominal), ditransliterasi tanpa huruf

hamzah.

Contoh:

Adapun tā‟ marbūṭah di akhir kata yang disandarkan kepada Lafẓ al-

Jalālah, ditransliterasi dengan huruf [t]. Contoh:

َ‫ ه ْىَف ْيَرحًةَهللا‬hum fī raḥmatillāh

10. Huruf Kapital

Walau sistem tulisan Arab tidak mengenal huruf kapital (All Caps), dalam

transliterasinya huruf-huruf tersebut dikenai ketentuan tentang penggunaan huruf

kapital berdasarkan pedoman ejaan Bahasa Indonesia yang berlaku (EYD). Huruf

kapital, misalnya, digunakan untuk menuliskan huruf awal nama diri (orang,

tempat,

bulan) dan huruf pertama pada permulaan kalimat. Bila nama diri didahului oleh

kata sandang (al-), maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama

diri tersebut, bukan huruf awal kata sandangnya. Jika terletak pada awal kalimat,

maka huruf A dari kata sandang tersebut menggunakan huruf kapital (Al-).

Ketentuan yang

sama juga berlaku untuk huruf awal dari judul referensi yang didahului oleh kata

sandang al-, baik ketika ia ditulis dalam teks maupun dalam catatan rujukan (CK,

DP, CDK, dan DR). Contoh:

Wa mā Muḥammadun illā rasūl

Inna awwala baitin wuḍi„a linnāsi lallażī bi Bakkata mubārakan

xvi
Syahru Ramaḍān al-lażī unzila fīh al-Qur‟ān

Naṣīr al-Dīn al-Ṭūsī

Abū Naṣr al-Farābī

Al-Gazālī

Al-Munqiż min al-Ḍalāl

Jika nama resmi seseorang menggunakan kata Ibnu (anak dari) dan Abū

(bapak dari) sebagai nama kedua terakhirnya, maka kedua nama terakhir itu harus

disebutkan sebagai nama akhir dalam daftar pustaka atau daftar referensi. Contoh:

Abū al-Walīd Muḥammad ibn Rusyd, ditulis menjadi: Ibnu Rusyd, Abū al-Walīd
Muḥammad (bukan: Rusyd, Abū al-Walīd Muḥammad Ibnu)

Naṣr Ḥāmid Abū Zaīd, ditulis menjadi: Abū Zaīd, Naṣr Ḥāmid (bukan: Zaīd, Naṣr
Ḥāmid Abū)

B. Daftar Singkatan

Beberapa singkatan yang dibakukan adalah:

swt. = subḥānahū wa ta„ālā

saw. = ṣallallāhu „alaihi wa sallam

a.s. = „alaihi al-salām

H = Hijrah

M = Masehi

SM = Sebelum Masehi

l. = Lahir tahun (untuk orang yang masih hidup saja)

xvii
w. = Wafat tahun

QS …/…: 4 = QS al-Baqarah/2: 4 atau QS Āli „Imrān/3: 4

HR = Hadis Riwayat

xviii
ABSTRAK
Nama : Mursyida Syafruddin
Nim : 10300116095
Jurusan : Perbandingan Mazhab dan Hukum
Judul Penelitian : Paradigma Makar dalam Perspektif Hukum Islam
dan Hukum Positif

Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana paradigma makar


dalam dua hukum yaitu dalam perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif. Pokok
permasalahan tersebut dijabarkan menjadi dua sub bab permasalahan, yaitu: 1)
Bagaimana perspektif hukum Islam dan hukum positif terhadap konsep makar? 2)
Bagaimana sanksi tindak pidana makar dalam hukum Islam dan hukum positif?
Tujuan penelitian ini adalah untuk: 1) Mengetahui dan memahami perspektif hukum
Islam dan hukum positif terhadap makar, 2) Mengetahui dan memahami bagaimana
sanksi tindak pidana makar dalam hukum Islam dan hukum positif.
Dalam menjawab permasalahan tersebut, peneliti menggunakan menggunakan
metode pendekatan normatif. Penelitian ini merupakan library research dengan jenis
penelitian kualitatif. Selanjutnya, metode pengumpulan data yang digunakan penulis
adalah kutipan langsung yaitu peneliti mengutip secara langsung pendapat atau
tulisan seseorang sesuai dengan aslinya tanpa merubahnya dan kutipan tidak langsung
yaitu mengutip tulisan, data dan pendapat orang lain dengan cara
menformulasikannya dalam susunan yang baru, tapi dengan maksud yang sama.
Setelah melakukan penelitian terhadap makar dalam perspektif hukum Islam
dan hukum positif, peneliti menunjukkan bahwa terdapat persamaan dan perbedaan
antara hukum Islam dan hukum positif dalam perspektifnya terhadap makar. Terdapat
perbedaan dalam unsur-unsur makar serta perbedaan dan persamaan dalam pemberian
sanksi terhadap pelaku tindak pidana makar. Hukum Islam dan hukum Positif
menjatuhi hukuman mati sebagai sanksi pokok bagi pelaku tindak pidana makar.
Dalam perbedaanya, hukum Islam adanya hukuman pengganti berupa ta’zir kepada
pelaku tindak pidana makar, sedangkan dalam hukum Positif tidak ada hukuman
pengganti melainkan hanya ada hukuman tambahan bagi pelaku tindak pidana makar.
Adapun implikasi dari penelitian ini adalah agar kiranya dapat menjadi bahan
pembelajaran bagi peneliti berikutnya serta bagi mahasiswa hukum dalam memahami
makar sehingga tidak adanya kesalahpahaman dalam mendefenisikan makar.

xix
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah negara hukum. Negara yang penyelenggaraan

pemerintahannya dilaksanakan sesuai hukum atau perundang-undangan yang berlaku.

Selain sebagai landasan penyelenggaraan pemerintahan , hukum juga diterapkan


dalam berbagai aspek kehidupan bermasyarakat. Hukum dibentuk dengan tujuan agar

tercipta ketertiban, keteraturan, keamanan, serta kedamaian dalam hidup masyarakat .

Maka sudah semestinya hukum ditegakkan.

Manusia membutuhkan hukum untuk menciptakan keteraturan sosial . Hukum

bagi masyarakat dapat diibaratkan sebagai dua sisi mata uang. Keduanya tidak dapat

dipisahkan. Keberadaan hukum dalam masyarakat membantu dalam menertibkan

masyarakat. Dengan kata lain, ketertiban yang terjadi dalam masyarakat tidak

terlepas dari pengaruh adanya hukum itu sendiri.1

Indonesia yang memberlakukan hukum positif dengan berasaskan pada

Pancasila sebagai falsafah negara 2 serta Undang-Undang Dasar (UUD 1945) yang
merupakan payung hukum di dalam hierarki perundang-undangan di Indonesia pada

Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Pembentukan Peraruran Perundang-undangan (UU

P3).3 Maka, sikap dan perilaku yang dilakukan rakyat Indonesia harus berdasarkan

hukum yang berlaku di Indonesia. Dengan begitu, segala perbuatan dan ucapan pun

1
Yana Suryana, Menegakkan Hukum dan Peradilan (Klaten: Cempaka Putih, 2019), h. 2.
2
Yudi Latif, Negara Paripurna : Historis, Rasionalis, dan Aktualis (Cet. V; Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 2015), h. 39.
3
Rahman Syamsuddin dan Ismail Aris, Merajut Hukum di Indonesia (Jakarta: Mitra Wacana
Media, 2014), h. 51.

1
2

dikontrol oleh hukum agar sesuai dengan salah satu fungsinya , yaitu sebagai kontrol

sosial.

Pemerintah adalah organisasi yang memiliki kewenangan untuk membuat dan

menerapkan hukum serta Undang-Undang di wilayah tertentu.4 Namun, latar

belakang masyarakat yang berbeda-beda membuat kebutuhan dan kepentingan

masing-masing pun ikut berbeda, sehingga tidak selamanya kebijakan-kebijakan

hukum atau peraturan yang dibuat oleh pemerintah dapat diterima dengan baik.
Perbedaan kebutuhan dan kepentingan tersebut apabila dibiarkan lama

kelamaan akan berubah menjadi pertentangan dan konflik . Sikap pemerintah dalam

menanggapi hal tersebut jika dari beberapa pihak menganggap tidak netral , maka

dapat mengakibatkan konflik yang terjadi memicu terbentuknya individu maupun

kelompok-kelompok penentang pemerintahan yang sah. Tindakan menentang

tersebut yang selanjutnya kerap disebut sebagai tindak pidana makar.

Secara umum, makar merupakan tindakan yang dilakukan seorang atau

sekelompok warga negara dengan menyangsikan tertib hukum yang berlaku di dalam

suatu negara. Tindakan ini, mereka lakukan dikarenakan adanya ketidakpuasan dalam
penyelenggaraan pemerintahan, sehingga warga negara melakukan berbagai tindakan

yang melawan hukum.5 Atau dapat disebutkan sebagai ketidaksesuaian antara

individu atau sekelompok masyarakat dengan aturan pemerintah .

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), makar berarti akal busuk, tipu

muslihat, perbuatan (usaha) dengan maksud menyerang (membunuh) orang dan

4
“Pemerintah”. Wikipedia the Free Encyclopedia. https://id.m.wikipedia.org/wiki/Pemerintah
(09 Oktober, 2019).
5
Abdurisfa Adzan Trahjurendra, “Politik Hukum Pengaturan Tindak Pidana Makar di
Indonesia” , Jurnal Fakultas Hukum Universitas Brawijaya (t.th): h. 2.
3

perbuatan (usaha) menjatuhkan pemerintah yang sah .6 Makar terhadap negara dan

pemerintah merupakan tindak pidana yang berbahaya yang mengancam kelestarian

bangsa. Ketertiban hukum yang harus dilindungi dalam hal ini adalah keamanan

negara meliputi keamanan kepala negara, keamanan wilayah negara dan keamanan

bentuk pemerintahan negara.

Di dalam Islam, makar dikenal dengan istilah al-baghyu yang masuk dalam

tindakan jarimah. Al-baghyu berasal dari kata bugha yang berarti menuntut sesuatu,
mencari, mengusahakan dan memilih.7 Dalam Alquran disebutkan beberapa ayat

tentang makar, dimana ayat-ayat tersebut mengandung pengertian bahwa makar suatu

perbuatan atau usaha menentang atau membunuh seseorang yang tidak disenangi .

Salah satunya dalam Q.S. An-Naml/27: 50 yang berbunyi:

       

Terjemahnya :
Dan mereka membuat tipu daya, dan Kami pun menyusun tipu daya, sedang
mereka tidak menyadari.8
Perbuatan makar dapat dilakukan oleh seseorang maupun kelompok dengan
didahului dengan konspirasi dan mufakat jahat. Berdasarkan pasal 53 KUHP,

dikatakan bahwa percobaan kejahatan dapat dilihat jika niat telah nyata adanya .

Namun menurut penulis sendiri seseorang tidak dapat dikatakan melakukan makar

6
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi IV (Cet. I; Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 902.
7
Mardani, Hukum Pidana Islam (Jakarta: Kencana, 2019), h. 184.
8
Kementrian Agama R.I., Al-Qur’an Al-Karim dan Terjemahnya (Surabaya: Halim, 2013), h.
381.
4

jika hanya dengan niat. Karena niat tersimpan di dalam hati yang bisa saja tidak

terlaksana karena adanya suatu dan lain hal yang menjadi pertimbangan .

Namun, makar dalam praktek penegakan hukum pidana di Indonesia sering

ditafsirkan terlalu luas (multi tafsir) dengan menjangkau perbuatan yang tidak

selayaknya dikategorikan sebagai tindak pidana yang mengancam keselamatan

negara. Maraknya penangkapan terhadap tokoh yang diduga melakukan makar

tersebut memunculkan keambiguan antara melakukan kritik terhadap pemerintah


dengan makar itu sendiri.

Dalam Hukum Islam maupun Hukum Positif memiliki persamaan dan

perbedaan mengenai makar dan bagaimana pelaku tindak pidana makar mendapatkan

sanksi atau hukuman. Oleh karena itu penulis merasa perlu mengkajinya lebih

mendalam pada skripsi ini yang berjudul “Paradigma Makar dalam Perspektif

Hukum Islam dan Hukum Positif.”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas dapat dirumuskan

pokok masalah yang akan menjadi pembahasan dalam skripsi “Paradigma Makar
dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif.”

Dari pokok permasalahan tersebut, maka dapat dirumuskan sub masalah

sebagai berikut:

1. Bagaimana perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif terhadap konsep

makar?

2. Bagaimana sanksi tindak pidana makar dalam Hukum Islam dan Hukum

Positif?
5

C. Pengertian Judul dan Ruang Lingkup Penelitian

1. Pengertian Judul

Guna mempermudah dan memahami pembahasan dan menghindari

kesalahpahaman tentang istilah-istilah yang terdapat dalam judul di atas, maka

berikut akan diberikan penjelasaan istilah-istilah yang ada dalam penelitian ini .
adapun penjelasan istilahnya sebagai berikut:

Paradigma dalam dispilin intelektual adalah cara pandang seseorang terhadap

diri sendiri dan lingkungan cara berpikir, bersikap dan bertingkah laku. Namun,

paradigma juga dapat berarti konsep, nilai dan praktik yang diterapkan dalam

memandang realitas dalam sebuah komintas yang sama , khususnya dalam disiplin

intelektual.9 Dalam skripsi ini, makna paradigma yang digunakan adalah yang

bermakna konsep.

Makar. Dalam Alquran sendiri Makar disebut tipu daya yang selaras dengan

pengertian makar dalam KBBI, namun di Indonesia, istilah makar lumrah

dipergunakan dalam hukum dan politik dan dapat dipahami sebagai perbuatan (usaha)
menggulingkan atau menjatuhkan pemerintah yang sah .10 Sama halnya dalam Hukum

Pidana Islam, makar dikaitkan dengan Al-Baghyu di mana jika dilihat memiliki

kesamaan maksud dengan pengertian makar dalam dalam Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana. Sehingga dalam pembahasan skripsi ini, penulis menggunakan istilah

9
“Paradigma”. Wikipedia the Free Encyclopedia. http://id.m.wikipedia.org/wiki/Paradigma
(11 Oktober 2019).
10
“Makar”. Wikipedia the Free Encyclopedia. https://id.m.wiktionary.org/wiki/makar (11
Oktober 2019).
6

Al-Baghyu dalam menkomparasi makar dalam dua perspektif hukum, yaitu hukum

Islam dan Hukum Positif.

Perspektif adalah cara pandang terhadap suatu yang terjadi , atau sudut

pandang manusia dalam melihat suatu opini , kepercayaan atau kejadian disekitar

kita.11

Hukum Islam adalah perintah-perintah Allah yang mengatur perilaku

kehidupan muslim dalam segala aspeknya . Hukum islam merupakan manifestasi


yang paling khas dari pandangan hidup dan intisari dari islam itu sendiri.12

Hukum Positif adalah hukum yang dibuat oleh sekelompok manusia yang

mewajibkan dan menetapkan suatu tindakan.13

2. Ruang Lingkup Penelitian

Adapun ruang lingkup dalam penelitian ini , sebagai berikut:

1. Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif terhadap konsep makar.

2. Sanksi Hukum Tindak Pidana Makar dalam Hukum Islam dan Hukum

Positif.

D. Tinjauan Pustaka

Secara garis besar, sumber teori yang akan digunakan penulis dalam

menguraikan tulisan ini adalah: Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP),

Alquran dan Hadis, artikel-artikel yang terkait dengan materi makar .

11
“Perspektif”. Wikipedia the Free Encyclopedia. http://id.m.wikipedia.org/wiki/Perspektif
(11 Oktober 2019).
12
Jhoseph Schacht, An Introduction to Islamic Law, terj. Joko Supomo, Pengantar Hukum
Islam (Bandung: Nuansa Cendikia, 2010), h. 21.
13
“Hukum Positif”. Wikipedia the Free Encyclopedia. https://id.m.wikipedia.org/wiki/Hukum-
Positif (11 Oktober 2019).
7

Selanjutnya, penulis juga menggunakan beberapa literatur atau referensi yang

ada kaitannya dengan skripsi ini. Literatur atau referensi tersebut merupakan sumber

yang sangat penting untuk menyusun pokok pembahasan dalam skripsi ini . di

antaranya, yaitu:

1. Abdurisfa Adzan Trahjurendra, dalam jurnal Hukum “Politik Hukum

Pengaturan Tindak Pidana Makar di Indonesia”. Jurnal ini membahas

tentang tindak pidana makar dalam ranah politik hukum. Di mana politik
hukum dari pengaturan tindak pidana makar di Indonesia dapat dilihat dari

empat fase dalam perumusannya.

2. Hendrick Winatapradja, dalam jurnal Hukum “Tindak Pidana

Pemberontakan Berdasarkan Pasal 108 KUH Pidana”. Lewat jurnal ini,

Hendrick menuliskan bagaimana sebenarnya tindak pidana pemberontakan

dalam pasal 108 KUHP, serta bagaimana selayaknya pengaturan tindak

pidana pemberontakan itu dalam KUHP yang akan datang.

3. Widati Wulandar dan Tristam P. Moeliono, dalam jurnal Ilmu Hukum

“Problematika Pengertian Aanslag-aanslag tot en feit: Perbandingan Makar


dalam KUHP, WvSNI dan Er”. Jurnal ini bertujuan untuk menulusuri kembali

pemaknaan dua konsep penting di dalam KUHP Indonesia . Para penulis

dalam jurnal ini berpendapat bahwa adanya kekeliruan penerjemahan istilah

aanslag dan aanslag tot en feit dalam berbagai pasal makar KUHP.

4. Muhammad Uzer, dalam skripsinya yang berjudul “Tinjauan Hukum Pidana

Terhadap Tindak Pidana Makar dalam Pembaharuan Hukum Pidana

Indonesia”. Skripsi ini menunjukkan bahwa tindak pidana makar adalah

merupakan bentuk kejahatan yang sangat berbahaya dan juga dikategorikan


8

sebagai kejahatan politik yang memiliki ciri motif dan tujuan yang berbeda

dari kejahatan biasa serta diancam dengan sanksi pidana yang berat .

5. Lilis Kholishoh, dalam skripsinya yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam

Terhadap Tindak Pidana Makar dalam KUHP” Skripsi ini menekankan dan

menguraikan pasal 104, 106 serta 107 KUHP dan meninjau tindak pidana makar

dalam hukum Islam. Lilis Kholishoh memfokuskan unsur disetiap pasal sebagai

rumusan masalah pada skripsinya.

Dari beberapa referensi di atas, penulis menganggap belum ada yang

membahas pokok masalah dalam skripsi ini secara spesifik , yaitu “Paradigma Makar

dalam Pandangan Hukum Islam dan Hukum Positif”. Karena itu, penulis akan

mencoba membahas lebih rinci terhadap judul skripsi pada pembahasan di BAB

selanjutnya.

E. Metode Penelitian

Metode penelitian adalah suatu cara untuk memecahkan suatu masalah.14

Metode penelitian secara umum dimengerti sebagai suatu kegiatan ilmiah yang

dilakukan bertahap dimulai dengan penentuan topik, pengumpulan data dan


menganalisis data, sehingga nantinya dapat diperoleh suatu pemahaman dan

pengertian atas suatu topik, gejala atau isu-isu tertentu.15

Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

14
Junaedi Effendi dan Johnny Ibrahim, Metode Penelitian Hukum Normatif dan Empiris (Cet.
II, Jakarta: Kencana, 2018), h. 3.
15
J. R. Raco, Metode Penelitian Kualitatif; Jenis, Karakteristik, dan Keunggulannya (Jakarta:
Grasindo, 2010), h. 2.
9

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian kualitatif . Metode

penelitian kualitatif adalah penelitian yang cenderung menggunakan analisis .

Penelitian kualitatif digunakan untuk menguraikan data yang memiliki

hubungan atau bersangkutan dengan situasi yang terjadi , pertentangan antara dua
keadaan atau lebih, serta perbedaan antar fakta yang ada dan pengaruhnya terhadap

suatu kondisi.16

Dalam skripsi ini, dimana akan membahas perbedaan maupun persamaan

makar yang terdapat dalam dua perspektif hukum, dimana data yang digunakan

mengandung data yang memiliki kaitan dengan peristiwa-peristiwa yang pernah

terjadi yang tercatat sebagai sejarah. Sehingga metode penelitian kualitatif ini sesuai

untuk digunakan dalam penyusunan skripsi ini.

2. Metode Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode pendekatan normatif.


Pendekatan suatu prosedur ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika

keilmuan dari sisi normatifnya yang objeknya adalah hukum itu sendiri .17 Pendekatan

ini mengonsepkan hukum sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perUndang-

16
M. Nazir, Metode Penelitian (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988), h. 56.
17
Johny Ibrahim, Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif (Malang: Bayumedia, 2011),
h. 57.
10

Undangan.18 Selain itu pendekatan normatif berarti berupaya mengkaji hukum yang

dikonsep sebagai norma atau kaidah yang berlaku di dalam masyarakat luas .

Penulis mencoba memahami permasalahan konsep makar dari kerangka

ilmiah dan pendapat-pendapat yang mendasarinya baik dalam Hukum Islam maupun

Hukum Positif.

3. Sumber Data

Penelitian ini merupakan penilitian pustaka (library research). Jenis penelitian


ini bertujuan agar diperolehnya informasi dan mengumpulkan data tentang makar

dengan bantuan bermacam sumber data yang terdapat di perpustakaan yang berkaitan

dengan pokok masalah skripsi ini. Data-data tersebut bersifat primer, sekunder dan

tersier.

Data primer adalah bahan-bahan hukum yang mengikat.19 Yang digunakan

dalam skripsi ini yaitu, Alquran dan Hadis, Undang-Undang Dasar 1945 dan KUHP

sebagai rujukan awal penulis menganalisa pokok permasalahan skripsi ini .

Data sekunder adalah data yang mencakup buku-buku, jurnal, pendapat pakar

hukum dan sebagainya.20 Dalam skripsi ini digunakan berbagai data sekunder,
beberapa diantaranya jurnal hukum yang disusun Hendrick Winatapradja yang

berjudul “Tindak Pidana Pemberontakan Berdasarkan Pasal 108 KUH Pidana”,

hingga skripsi yang disusun Lilis Kholishoh yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam

Terhadap Tindak Pidana Makar dalam KUHP”.

18
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum (Cet. IX; Jakarta: Pt.
Raja Grafindo Persaja, 2016), h. 118.
19
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, h. 119.
20
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, h. 31.
11

Sedangkan, data tersier adalah data yang memberikan petunjuk atau

penjelasan terhadap data primer dan sekunder, seperti kamus hukum dan ensiklopedia

serta akses internet.21 Penulis menggunakan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)

ensiklopedia dan akses internet untuk mencari data pelengkap seputar makar yang

sangat membantu bagi kelancaran penyusunan skripsi ini.

4. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah kutipan langsung dan


kutipan tidak langsung.

a. Kutipan langsung merupakan metode dimana penulis mengutip

langsung pendapat atau tulisan orang lain sesuai dengan aslinya tanpa

merubah sedikitpun isinya.

b. Kutipan tidak langsung adalah metode pengutipan di mana penulis

mengutip suatu tulisan, pendapat yang telah kita formulasikan dalam

susunan kata yang baru, namun dengan maksud yang sama.

5. Pengolahan Data dan Analisis Data

Pengolahan data merupakan salah satu bagian yang amat penting dalam
metode ilmiah. Setelah data-data yang diperoleh dikelolah, maka tahap selanjutnya

adalah melakukan analisis data agar menghasilkan data yang sempurna guna

membantu dalam menemukan suatu informasi .

Data yang diperoleh dalam penelitian ini diolah dalam metode komparatif atau

metode penelitian perbandingan hukum. Metode komparatif adalah metode yang

bersifat membandingkan antara pandangan hukum Islam dan hukum Positif terhadap

21
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, h. 119.
12

makar, baik itu persamaan dan perbedaannya, guna memperoleh kesimpulan akhir

yang jelas.

F. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui dan memahami perspektif Hukum Islam dan Hukum


positif terhadap konsep makar.

b. Untuk mengetahui dan memahami pemberian sanksi tindak pidana makar

dalam Hukum Islam dan Hukum Positif.

2. Kegunaan Penelitian

Adapun beberapa kegunaan yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah

sebagai berikut:

a. Dengan adanya penelitian ini, kita dapat mengetahui dan memahami seperti

apa konsep makar yang sesungguhnya dalam pandangan hukum Islam dan

Hukum Positif. Khususnya bagi para mahasiswa hukum agar tidak ada lagi

yang tidak mengetahui apa makna makar.


b. Dengan adanya penelitian ini, kita dapat mengetahui dan memahami

bagaimana pemberian sanksi hukum tindak pidana makar dalam dua

perspektif hukum, yaitu hukum Islam dalam Hukum Pidana Islam dan

Hukum Positif yaitu dalam KUHP.


BAB II

MAKAR DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

A. Pengertian Al-Baghyu

Istilah makar menurut bahasa diambil dari kata Arab “makarun” yang berarti

tipu daya.1 Makar dalam segala bentuk kalimatnya banyak terdapat dalam Alquran.

Beberapa di antaranya dalam Surat Al-Imran/3: 53 makar diartikan sebagai tipu daya .
Tipu daya yang dimaksudkan dalam hal ini adalah tipu daya yang dilakukan oleh

orang-orang kafir untuk menghancurkan Islam, yaitu pengikut-pengikut Nabi Isa

yang ingkar, secara sembunyi-sembunyi merencanakan hendak memerangi

ajakannya, Allah kemudian menggagalkan rencana dan tipu daya itu sehingga mereka

pun tidak berhasil mencapai tujuan. Dan, Allah adalah perencana yang paling tepat

dan paling kuat.2

Q.S. Al-Imran/3: 54 berbunyi:

       

Terjemahnya:
Dan mereka (orang-orang kafir) membuat tipu daya, maka Allah pun membalas
tipu daya. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya. 3

Ayat lain yang berkaitan dengan makar yaitu dalam Q .S Ar-Ra’d/13: 42 yang

berbunyi:

1
Muhammad Yunus, Kamus Arab Indonesia (Jakarta: Yayasan Penyelenggara
Penterjemah/Penafsir Al-Qur’an, 1989), h. 425.
2
M Quraish Shihab https://qurano.com/id/3-ali-imran/ayat-54/ (12 Juli 2020)
3
Kementrian Agama R.I., Al-Qur’an Al-Karim dan Terjemahnya, h. 57.

13
14

               

    

Terjemahnya:
Dan sungguh, orang sebelum mereka (kafir Mekah) telah mengadakan tipu
daya, tetapi semua tipu daya itu di dalam kekuasaan Allah . Dan dia mengetahui
apa yang diusahakan oleh setiap orang, dan orang yang ingkar kepada Tuhan
akan mengetahui untuk siapa tempat kesudahan (yang baik).4

Tafsir Q.S. Ar-Rad/13: 42:

{    }

“Dan sungguh orang-orang kafir Mekah telah mengadakan tipu daya .”

Yaitu terhadap rasul-rasul mereka, dan mereka menginginkan agar rasul-rasul

itu disingkirkan dari negara mereka . Maka Allah membalas tipu daya mereka itu dan

menjadikan akibat yang terpuji bagi orang-orang yang bertakwa.5

Selain itu, ayat yang masih berkaitan dengan makar yang selanjunya yaitu

Q.S. An-Naml/27: 50-52 yang berbunyi:

           

             

    

Terjemahnya:
Dan mereka membuat tipu daya, dan Kami pun menyusun tipu daya,sedang
mereka tidak menyadari. Maka perhatikanlah bagaimana akibat dari tipu daya

4
Kementrian Agama R.I., Al-Qur’an Al-Karim dan Terjemahnya, h. 254.
5
Android Kit, Tafsir Ibnu Katsir Lengkap [Software]
15

mereka, bahwa kami membinasakan mereka dan kaum mereka semuanya .


Maka itulah rumah mereka yang runtuh karena kezaliman mereka . Sungguh
pada demikian itu benar-benar terdapat tanda (kekuasan Allah) bagi orang-
orang yang mengetahui.6

Makar memiliki kesamaan makna dengan Al-Baghyu, sehingga dalam


7
hukum pidana Islam digunakan istilah al-baghyu. Secara etimologi, al-baghyu

merukapan jamak dari kata bugha yang dalam bahasa Arab berarti pemberontakan,

kezaliman, keluar dari aturan, sombong,8 dengki.9 Tindakan bugha ini memiliki
kesamaan dengan hirabah, dan terorisme, yaitu sama-sama mengadakan kekacauan

dalam sebuah Negara. Namun berdasarkan motif yang melatarbelakanginya ketiganya

sangat berbeda. Hirabah sendiri adalah tindakan kekerasan yang dilakukan oleh

seseorang atau sekelompok orang pada pihak tertentu, baik dilakukan di dalam rumah

atau di luar rumah dengan tujuan untuk menguasai harta orang lain dan membunuh

korban untuk menakut-nakuti.10 Sedangkan secara terminologis, al-baghyu menurut

para ulama adalah sebagai berikut:

1. Menurut Malikiyah, al-baghyu (bughat) adalah menolak untuk tunduk dan

taat kepada seorang pemimpin yang sah dan tidak berbuat maksiat , penolakan

tersebut dilakukan dengan cara menggulingkannya dengan menggunakan


alasan.11

6
Kementrian Agama R.I., Al-Qur;an Al-Karim dan Terjemahnya, h. 381.
7
Hassan Saleh, Kajian Fiqh Nabawi & Fikih Kontemporer (Jakarta: Rajawali Pers, 2008), h.
458.
8
Ibrahim Mustafa, dkk., al-Mu’jam al-Wasith (T.tp: Dar al-Da’wah, t.th), h. 65.
9
Sa’di Abu Jubaib, al-Qamus al-Fiqhi (Dimasyq: Dar al-Fikr, 1993), h. 40.
10
M Nurul Irfan dan Masyrofan, Fiqh Jinayah (Jakarta: Amzah, 2013), h. 127.
11
Abdul Qadir Audah, At-Tasyri’ al-Jina’i al-Ialamiy Muqarran bil Qanuni Wad’iy, terj. Tim
Tsalisah, Ensikopedia Hukum Islam (Bogor: PT. Kharisma Ilmu, 2007), h. 234.
16

2. Menurut pendapat Hanabilah, al-baghyu adalah kelompok yang menentang

penguasa, baik itu pemerintah yang zalim ataupun karena adanya perbedaan

paham.12

3. Menurut Syafi’iyah, bughat (al-baghyu) adalah kelompok yang memiliki

kekuatan yang keluar dari ketetapan pemimpin yang ditaati dan terhadap

kepatuhan imam (kepala Negara) dengan menggunakan alasan yang tidak

benar.13
4. Menurut A. Hanafi, al-baghyu adalah orang yang berusaha melakukan

peubahan terhadap sistem pemerintahan atau menghasilkan penguasa-

penguasa baru negara dengan jalan kekerasan, menyatakan tidak mau tunduk

dengan mengandalkan kekuatan bersenjata .14

5. Menurut Asadullah al-Faruq, al-baghyu adalah sekelompok orang yang

mempunyai kekuatan dan berusaha keluar dari imam dengan kekuatan

tersebut dan dengan alasan tertentu. Kelompok tersebut melakukan

pemberontakan terhadap negara dengan mengumumkan perang terhadap

daulah islamiyah, dan menampakkan perlawanan dengan kekuatan


bersenjata.15

6. Menurut Muhammad Amin, al-baghyu merupakan keengganan untuk

menaati imam/pempimpin yang sah tanpa alasan yang benar atau tanpa hak .16

12
Abdul Qadir Audah, At-Tasyri’ al-Jina’i al-Ialamiy Muqarran bil Qanunil Wad’iy, terj.
Tim Tsalisah, Ensiklopedi Hukum Pidana Islam, h. 234.
13
Abdul Qadir Audah, At-Tasyri’ al-Jina’i al-Ialamiy Muqarran bil Qanunil Wad’iy, terj.
Tim Tsalisah, Ensiklopedi Hukum Pidana Islam, h. 234.
14
Mardani, Hukum Pidana Islam, h. 185-186.
15
Mardani, Hukum Pidana Islam, h. 185-186.
16
Mardani, Hukum Pidana Islam, h. 185-186.
17

Dalam literatur berbeda, disebutkan bahwa secara terminologi al-baghyu

adalah usaha melawan pemerintah yang sah secara terang-terangan atau nyata, baik

itu dengan menggunakan senjata maupun dengan cara tidak mengindahkan peraturan

yang telah ditentukan pemerintah.17

Dari pengertian-pengertian di atas, disimpulkan bahwa al-baghyu adalah

tindakan sekelompok orang terhadap pemerintahan yang sah dengan berlandaskan

alasan-alasan tertentu dengan tujuan untuk mengganti kepemimpinan pemerintah


yang berkuasa. Selain karena itu, unsur makar salah satunya adalah mempunyai

tujuan tidak baik di mana tidak sespesifik defenisi Al-Baghyu pada pengertian-

pengertian yang telah dikemukakan di atas yang menjadi konsentrasi dalam penulisan

skripsi ini.

B. Sejarah Al-Baghyu

1. Pada Masa Nabi Muhammad Saw .

Pada masa Nabi Muhammad Saw., makar dilakukan oleh kaum kafir Quraisy

demi menggagalkan keinginan Nabi untuk menciptakan masyarakat beragama islam

yang tunduk patuh terhadap aturan-aturan Allah dan Rasul-Nya dan merencanakan
pembunuhan terhadap Nabi. Dalam Q.S. Al-Anfaal/8: 30 Allah berfirman:

               

  

Terjemahnya:

17
Mustofa Hasan dan Beni Ahmad Saebani, Hukum Pidana Islam (Fiqh Jinayah) (Bandung:
Pustaka Setia, 2013), h. 454.
18

Dan (ingatlah) ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan tipu daya


terhadapmu (Muhammad) untuk menangkap dan memenjarakanmu atau
membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka membuat tipu daya dan Allah
menggagalkan tipu daya itu. Allah adalah sebaik-baiknya pembalas tipu daya.18

Ayat di atas menggambarkan jalannya diskusi tokoh-tokoh kaum musyrikin di

balai pertemuan mereka Dar an-Nadwah Mekah beberapa hari sebelum peristiwa

terjadi. Ada yang mengusulkan agar Nabi Muhammad Saw. diikat untuk

membendung meluasnya dakwah Islamiyah, namun usul tersebut ditolak. Setelah


berbagai usul dikeluarkan, akhirnya mereka bersepakat untuk memilih pria tangguh

dari setiap suku yang akan membunuh Rasullullah secara bersama-sama. Rencana

busuk tersebut dibongkar oleh Allah dan melakukan pula rencana-Nya sehingga

gagallah semua makar (tipu daya) yang mereka rencanakan itu.

Rasulullah memerintahkan Sayyidina Ali ra. untuk tidur di pembaringan

beliau, sambil memakai selimut beliau dan pada malam itu juga beliau meninggalkan

rumah menuju Madinah melalui pintu di tengah-tengah pengawasan ketat wakil-wakil

pelaku makar yang tidak dapat melihat beliau keluar.19

Maka, pada saat para pengepung tersebut memasuki rumah Nabi , alangkah

terkejutnya mereka ketika mendapati bukan Nabi Muhammad yang berbaring di


tempat tidur melainkan Ali bin Abi Thalib .20 Begitulah Allah membalas tipu daya

yang dibuat oleh kaum kafir Quraisy.

Juga ketika Nabi Muhammad dan para kafilahnya pulang dari Tabuk menuju

Madinah, Hudzaifah bin Yaman menggiring unta milik Nabi , sedang Ammar bin

18
Kementrian Agama R.I., Al-Qur’an Al-Karim dan Terjemahnya (Surabaya: Halim, 2013),
h. 180.
19
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, vol. 5
(Jakarta: Lentera Hati, 2002), h. 430-431.
20
Jejak, “Kisah Hijrah Nabi Muhammad”. Dream.co. https://m.dream.co.id/jejak/kisah-
hijrah-nabi=muhammad=151013g.html (20 Oktober 2019).
19

Yasar yang mengendarainya. Ketika mereka sampai di jalan kecil di atas bukit ,

mereka dihadang oleh 12 orang. Para penghadang tersebut berniat merampas barang

bawaan Nabi Muhammad dan rombongannya. 12 orang tersebut adalah orang yang

sedang melakukan perjalanan dan ingin menyempitkan jalan Nabi saat sampai di

jalan kecil dan menjatuhkannya. Kisah ini diabaikan dalam Q.S. At-Taubah/9: 74:

            

                 

                

  

Terjemahnya:
Mereka (orang munafik) bersumpah dengan (nama) Allah , bahwa mereka tidak
mengatakan (sesuatu yang menyakiti Muhammad). Sungguh, mereka telah
mengucapkan perkataan kekafiran, dan telah menjadi kafir setelah Islam , dan
menginginkan apa yang mereka tidak mencapainya , dan mereka tidak mencela
(Allah dan Rasul-Nya), sekiranya Allah dan Rasul-Nya telah melimpahkan
karunia-Nya kepada mereka. Maka jika mereka bertobat, itu adalah lebih baik
bagi mereka, dan jika mereka berpaling, niscaya Allah akan mengazab mereka
dengan azab yang pedih di dunia dan akhirat; dan mereka tidak mempunyai
pelindung dan tidak (pula) penolong di bumi.21

Ayat ini menguraikan sifat orang-orang munafik yang terus menerus mencela

para pemberi sedekah dengan suka rela dari orang-orang mukmin dengan berkata

bahwa pemberian mereka pamrih jika mereka bersedekah dengan jumlah yang besar,

dan mencela orang-orang yang tidak mendapatkan harta untuk disedekahkan selain

sekedar dalam jumlah yang kecil sesuai kesanggupannya dengan berkata bahwa

pemberiannya terlalu sedikit dan tidak berarti di sisi Allah. Karena orang-orang

21
Kementrian Agama R.I., Al-Qur’an Al-Karim dan Terjemahya, h. 199.
20

munafik ini terus mengejek mereka, maka Allah membalas orang-orang munafik ini

dengan ejekan pula serta azab yang pedih karena telah menyakiti hati orang-orang

mukmin.22
2. Pada Masa Kekhalifahan Abu Bakar Ash-Shiddiq

Setelah wafatnya Nabi Muhammad Saw., Abu Bakar menjadi khalifah

pertama dalam pemerintahan Islam . Pada saat itu, muncul pemberontak dari

beberapa suku Arab yang membangkang kepada Abu Bakar sebagai Khalifah dan
menolak membayar zakat. Beberapa diantaranya kembali menyembah berhala meski

tetap memeluk islam dengan alasan Nabi Muhammad Saw . telah wafat dan berarti

berakhirlah juga komitmen yang pernah mereka buat dengan Beliau , Musailamah al-

Kazzab (Ibnu Habi al-Hanafi), seorang pendusta yang mengklaim dirinya sebagai

seorang Nabi baru pengganti Nabi Muhammad Saw.23

Penolakan dan pemberontakan tersebut sampai ke telinga Abu bakar. Abu

Bakar dengan tegas menyatakan memerangi mereka dalam peperangan yang dikenal

sebagai perang Riddah atau perang melawan kemurtadan. Dalam perang ini Abu

bakar dan kaum Muslimin berhasil mengalahkan nabi-nabi palsu, menundukkan


kabilah-kabilah yang awalnya menolak membayar zakat untuk kembali membayar

zakat serta membuat kaum Muslimin menjadi lebih tangguh.


3. Pada Masa Kekhalifahan Utsman Bin Affan
Pada masa kekhalifahannya, muncul kelompok oposisi yang menentang

kebijakan-kebijakan yang dibuat Utsman di dalam pemerintahan. Utsman mendapat

22
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, vol. 5, h.
662-663.
23
“Abu Bakar Ash-Shiddiq”. Wikipedia the Free Encyclopedia.
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Abu_Bakar_Ash-Shiddiq (26 Mei 2020).
21

protes di karenakan jabatan-jabatan yang dia berikan kepada keluarganya dari Bani

Umayyah. Pada tahun 665 M, oposisi dalam delegasi besar datang ke Mekkah untuk

melakukan protes terhadap Utsman. Protes berubah menjadi pemberontakan.

Sebagian pemberontak ini dihasut oleh seorang Yahudi yang berpura-pura masuk

Islam bernama Abdullah bin Saba’. Pemberontakan ini berakhir menjadi

pengepungan terhadap kediaman Utsman untuk mendesak Beliau untuk mundur

sebagai khalifah. Namun, dalam pengepungan ini, Utsman terbunuh oleh seorang
pemberontak yang berhasil masuk ke dalam rumahnya.
4. Pada Masa Kekhalifahan Ali Bin Abi Thalib

Pada masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib muncul kelompok yang disebut

sebagai kelompok khawarij. Khawarij secara harfiah berarti “mereka yang keluar” .24

Kelompok ini pada awalnya merupakan kelompok pengikut Ali bin Abi Thalib yang

ikut dalam memerangi Mu’awiyah bin Abi Sofyan . Perseteruan yang terjadi antara

kedua belah pihak berakhir dengan adanya arbitrase atau dikenal dengan istilah

tahkim. Keputusan tersebut bagi beberapa pengikut Ali bin Abi Thalib dianggap telah

keluar dari syariat Islam, maka mereka pun mengambil sikap tegas dengan cara
keluar dari barisan pengikut Ali bin Abi Thalib.

Karena hal itulah, tindakan kelompok khawarij sering dijadikan contoh dalam

kitab fikih yang membahas tentang pemberontakan. Karena kelompok tersebut

menyatakan secara tegas dan terang-terangan bahwa mereka keluar dan memisahkan

diri sebagai pengikut Ali bin Abi Thalib.

24
“Khawarij”. Wikipedia the Free Encyclopedia. https://id.m.wikipedia.org/wiki/Khawarij
(20 Oktober 2019).
22

C. Dasar Hukum Al-Baghyu

Dalam Alquran Surat Q.S. An-Nisa/4: 59 berisi perintah untuk tunduk kepada

Allah, Rasul serta Ulil Amri (pemimpin/pemerintah).25 Membangkang terhadap Ulil

Amri yang sudah disepakati keabsahannya merupakan bentuk ingkar terhadap

perintah dan termasuk kepada tindak pidana.26

             

              

 

Terjemahnya:

Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul


(Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) diantara kamu. Kemudian,
jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu , maka kembalilah kepada Allah
(Alquran) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari
kemudian. Yang demikian itu yang lebih utama dan lebih baik akibatnya .27

Secara khusus dapat dikatakan bahwa ayat diatas memerintahkan kaum

mukminin agar menaati keputusan hukum dari siapa pun yang berwewenang

menetapkan hukum. Secara berurut dinyatakan oleh Allah Wahai orang-orang yang

beriman, taatilah Allah dalam perintah-perintah-Nya yang tercantum di Al-Qur’an

dan Rasul-Nya yakni, Muhammad SAW dalam segala macam perintahnya, baik

perintah melakukan sesuatu, maupun perintah untuk tidak melakukan sesuatu.

Sebagaimana tercantum di dalam Sunnah yang Shahih.

25
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, h. 108
26
Rokhmadi, Hukum Pidana Islam (Semarang: Karya Abadi Jaya), h. 79.
27
Kementrian Agama R.I., Al-Qur’an Al-Karim dan Terjemahnya, h. 87.
23

Dan perkenankan juga perintah ulil amri yakni, orang yang berwenang

menangani urusan-urusan kamu, selama mereka merupakan bagian diantara kamu

wahai orang mukmin, dan selama perintahnya tidak bertentangan dengan perintah

Allah atau perintah Rasul-Nya. Maka jika kamu tarik-menarik, yakni berbeda

pendapat tentang sesuatu karena kamu tidak menemukan secara tegas petunjuk Allah

dalam Al-Qur’an dan tidak juga petunjuk Rasulullah SAW dalam sunnah yang

Shahih, maka kembalikanlah ia kepada nilai-nilai dan jiwa firman Allah yang
tercantum dalam Al-Qur’an, serta nilai-nilai dan jiwa tuntunan Rasulullah SAW.

Yang kamu temukan dalam Sunnahnya.

Jika kamu benar-benar beriman secara mantab dan bersinambung kepada

Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu, yakni sumber hukum ini adalah baik

lagi sempurna, sedang lainnya buruk atau memiliki kekurangan, dan disamping itu, ia

juga lebih baik akibatnya, baik untuk kehidupan dunia kamu maupun kehidupan

akhirat kelak.28

Selain ayat diatas, terdapat pula hadis-hadis yang dijadikan pijakan untuk

mengkategorikan makar, diantaranya:

,‫ّللَا ملسو هيلع هللا ىلص ( م ْن حمل عل ْينا السَِلح‬ ُ ‫ قال ر‬:‫ّللَاُ ع ْن ُهما قال‬
ِ ‫سو ُل ه‬ ‫َع ْن اِ ْب ِن عُمر ِرضي ه‬

ٌ ‫فل ْيس ِمنها ) ُمتهف‬


29
‫ق عل ْي ِه‬

28
M.Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, vol. 2
(Jakarta: Lentera Hati, 2002), h. 482-483
29
Ibn Hajar Al-Asqolani, Bulugh Al-Maram, terj. Irfan Maulana Hakim, Bulughul Maram
Panduan Lengkap Masalah-masalah Fiqih, Akhlak, dan Keutamaan Amal (Jakarta: Mizan, 2010), h.
492.
24

Artinya:
Dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda:
"Barangsiapa mengangkat senjata melawan kita , bukanlah termasuk golongan
kita." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

‫ وفارق‬,‫ ( م ْن خرج ع ْن ال هطاع ِة‬:‫َوع ْن أ ِبي هُر ْيرة رضي هللا عنه ع ْن النه ِبي ِ ملسو هيلع هللا ىلص قال‬

ْ ‫ ف ِميتتُهُ ِميتةٌ جا ِه ِليهةٌ ) أ ْخرجهُ ُم‬,‫ ومات‬,‫ا ْلجماعة‬


30
‫س ِل ٌم‬
Artinya:
Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi Wasallam bersabda:
“Barangsiapa keluar dari kepatuhan dan berpisah dari jamaah , lalu ia mati,
maka kematiannya adalah kematian jahiliah.” (HR. Muslim)

Pada dasarnya, makar tidak hanya dilakukan oleh orang-orang kafir saja,

melainkan seorang muslim juga bisa melakukan makar. Contohnya seperti Abdullah

Bin Ubay yang melakukan tipu muslihat dan seorang munafik.31 Maka dari itu, siapa

saja yang melakukan makar, hukumnya dilarang karena makar merupakan perbuatan

dengan niat yang jahat, kejam dan merugikan serta membahayakan nyawa orang lain .

D. Unsur-unsur Al-Baghyu

Makar dalam hukum Islam adalah perbuatan jarimah pemberontakan. Adapun

unsur-unsur jarimah pemberontakan ada 3, yaitu:

a. Pemberontakan terhadap imam/pemimpin. Pemberontakan terhadap imam

maksudnya adalah menentang dan berusaha menjatuhkan imam , enggan

menunaikan kewajibannya, baik kewajiban terhadap Allah maupun

30
Ibn Hajar Al-Asqolani, Bulugh Al-Maram, terj. Irfan Maulana Hakim, Bulughul Maram
Panduan Lengkap Masalah-masalah Fiqih, Akhlak, dan Keutamaan Amal, h. 492.
31
“Abdullah bin Ubay bin Salul : Potret Munafiq di Zaman Rasulullah”. Islami.co.
https://islami.co/abdullah-bin-ubay-bin-salul-potret-munafiq-di-zaman-Rasulullah/ (20 Oktober 2019).
25

kewajiban individu.32 Namun, para fuqaha bersepakat bahwa penolakan

untuk tunduk kepada perintah yang menjurus kepada kemaksiatan bukan

merupakan suatu pemberontakan, melainkan suatu kewajiban. Hal ini

diperbolehkan karena ketaatan tidak wajib kecuali dalam kebaikan , tidak

boleh dalam kemaksiatan.33

b. Pemberontakan dengan menggunakan kekuatan. Kekuatan yang

dimaksudkan adalah kekuatan massa atau kekuatan bersenjata . Jika


seseorang melawan imam dan tidak mau menaatinya tanpa menggunakan

kekuatan bersenjata, maka dia tidak dianggap melakukan pemberontakan

dan tidak diberi hukuman hudud, tapi hukuman ta’zir.34

c. Adanya unsur melawan hukum. Unsur ini terpenuhi jika seseorang

menggunakan kekuatan dengan maksud menjatuhkan imam, enggan

menaatinya ataupun menolak untuk melaksanakan kewajibannya.

E. Kategori Al-Baghyu

Dalam hukum Islam atau lebih spesifik dalam hukum pidana Islam , tidak

dijelaskan secara detail jenis-jenis al-baghyu atau bughat. Juga tidak dijelaskan
secara rinci tentang objek tindak pidana pemberontakan (al-baghyu). Namun, Ulama

fiqih membagi jarimah pemberontakan (al-baghyu) menjadi dua bentuk,35 yaitu:

1. Pemberontakan yang tidak memiliki kekuatan senjata dan tidak menguasai

daerah tertentu sebagai basis.

32
Mardani, Hukum Pidana Islam, h. 185
33
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), h. 111.
34
Mardani, Hukum Pidana Islam, h. 185-186.
35
Muh. Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah (Cet. II; Jakarta: Amzah, 2014), h.71.
26

2. Pemberontak yang menguasai suatu daerah dan memiliki kekuatan

persenjataan.
BAB III

MAKAR DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF

A. Pengertian Makar

Makar dikatakan suatu bentuk ketidaksesuaian antara sekelompok masyarakat

dengan aturan pemerintah. Sehingga mereka melakukan hal yang dapat meruntuhkan

kepemimpinan pemerintah yang sah.


Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), makar disebut sebagai tipu

muslihat, akal busuk, perbuatan yang bermaksud menyerang (membunuh) orang serta

perbuatan (usaha) menjatuhkan pemerintah yang sah.1 Makar juga kerap dikaitkan

dengan istilah yang berasal dari bahasa Arab yaitu makr yang jika dirujuk lebih dekat

dengan tipu muslihat seperti dalam KBBI. Sedangkan menurut Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana (KUHP), makar diterjemahkan dari kata aanslag yang dalam

kamus bahasa Indonesia-Belanda berarti penyerangan atau mencoba membunuh.2

Sinonim istilah aanslag adalah ondernemen atau ondernomen, padanannya dalam

Bahasa Indonesia adalah upaya (untuk melakukan sesuatu).3

1
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi IV (Cet. I; Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 902.
2
Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-Komentarnya
Lengkap Pasal Demi Pasal (Bogor: Politeria, t.th), h. 108.
3
Widati Wulandari, Tristan P. Moeliono, “Problematika Pengertian Aanslag-Aanslag tot en
felt: Perbandingan Makar dalam KUHP, WvSNI dan Sr.”, PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum
(2017): h. 476.

27
28

Dalam KUHP, istilah makar disebutkan dalam pasal 87 yang berbunyi:


Makar (aanslag) merupakan suatu perbuatan dianggap ada apabila niat si
pembuat kejahatan sudah nyata dengan dimulainya melakukan perbuatan itu
menurut maksud pasal 53.4

Dalam pasal tersebut hanya diberikan penafsiran tentang istilah makar dan

tidak memberikan defenisinya secara lengkap . Pasal 87 KUHP tersebut terikat

dengan pasal 53 dimana untuk melakukan suatu perbuatan itu ada apabila niat untuk

itu telah nyata adanya.5


Dalam pasal 104 KUHP dijelaskan bahwa makar dengan maksud hendak

membunuh Presiden dan Wakil Presiden atau dengan hendak merampas

kemerdekaannya atau hendak menjadikannya mereka tidak cakap memerintah ,

dihukum mati atau dipenjara seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya

dua puluh tahun.6

Dalam pasal 106 KUHP, dijelaskan bahwa makar dengan maksud

membahayakan seluruh atau sebagian dari wilayah negara , diancam dengan pidana

penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun .7

Dalam pasal 107 KUHP, ayat 1 menyebutkan bahwa makar dengan maksud
untuk menggulingkan pemerintah, diancam dengan pidana penjara paling lama lima

belas tahun. Sedang dalam ayat 2 dijelaskan bahwa para pemimpin dan pengatur

4
Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-Komentarnya
Lengkap Pasal Demi Pasal, h. 97.
5
Djoko Prakoso, Tindak Pidana Makar Menurut KUHP (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1986), h.
16.
6
Tim Redaksi BIP, Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-undang Hukum
Acara Pidana (Jakarta: Bhuana Ilmu Populer, 2017), h. 50.
7
Tim Redaksi BIP, Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-undang Hukum
Acara Pidana, h. 50.
29

makar tersebut dalam ayat 1, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau

pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun.8

Berdasarkan cakupan pasal 104, 106 dan 107 KUHP dapat ditarik kesempatan

makna sebagai:

a. Kejahatan terhadap negara, kepala negara ataupun wakil kepala negara ,

pemerintah atau badan-badan pemerintah yang mengancam nyawa;

b. Usaha serangan yang membahayakan keutuhan wilayah negara;


c. Usaha untuk menggulingkan pemerintah.

Dalam bahasa Belanda, kata makar (aanslag) mempunyai berbagai arti,

misalnya: aanval yang berarti serangan dan misdadige aanrading yang berarti

penyerangan dengan maksud tidak baik.9 Dalam terminologi Hukum Pidana, makar

(aanslag; strikking) bermakna awal pelaksanaan niat yang bertujuan melakukan

delik, awal pelaksanaan delik yang membahayakan keamanan negara .10

Sedangkan dalam kamus politik, makar diartikan dengan istilah kudeta

terjemahan dari kata bahasa perancis: Coud’etat yaitu pengambilan kekuasaan dalam

pemerintah dengan menggunakan kekerasan atau paksaan, atau pengambilan


kekuasaan yang dilakukan dengan tiba-tiba dan inkonstitusional.11

Makar memiliki kemiripan makna dengan subversi yang dalam Kamus Besar

Bahasa Indonesia (KBBI) berarti gerakan dalam usaha atau rencana menjatuhkan

8
Tim Redaksi BIP, Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-undang Hukum
Acara Pidana, h. 51.
9
Laminating dan Theo Laminating, Kejahatan terhadap Kepentingan Hukum Negara, Edisi II
(Jakarta: Sinar Grafika, 2010), h. 5.
10
Andi Hamzah, Terminologi Hukum Pidana (Cet. III; Jakarta: Sinar Grafika, 2013), h. 103.
11
BN Marbun, Kamus Politik (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996), h. 361.
30

kekuasaan yang sah dengan menggunakan cara di luar Undang-undang.12 Meski

begitu defenisi subversi jauh lebih luas dari pada tindak pidana makar walaupun

secara teknis pengertian subversi tidak mengatur tindakan separatisme , juga tidak

disyaratkan adanya dengan senjata sebagai unsur delik .13 Pada masa Orde Lama dan

Orde Baru, para pelaku makar turut didakwa selain dengan menggunakan KUHP,

salah satunya yaitu Undang-undang Subversif yang dibuat melalui Penetapan

Presiden No. 11 Tahun 1963.14

B. Sejarah Makar di Indonesia

Dalam sejarah panjangnya meraih kemerdekaan, Indonesia masih belum bisa

berdiri dengan kokoh mempertahankan kemerdekaannya . Setelah mencapai

kemerdekaan, Indonesia masih mendapatkan perlawanan dalam mempertahankan

keutuhan negara. Perlawanan tersebut muncul dari rakyat Indonesia sendiri dalam

upaya memecah belah Indonesia. Adapun beberapa contoh peristiwa makar yang

tercatat dalam sejarah Indonesia, yaitu:

1. Pemberontakan Partai Komunis Indonesia (G30S/PKI)

Partai Komunis Indonesia (PKI) merupakan yang paling dikenal sebagai


pelaku pemberontakan pada tahun 1965. Hadirnya paham komunis di Indonesia

dibawa oleh seorang yang berkebangsaan Belanda bernama H.J.F.M. Sneevliet pada

tahun 1913. Nama Partai Komunis Indonesia digunakan pertama kali pada tahun

1924 dalam Kongres di Jakarta yang diadakan oleh Perserikatan Komunis Hindia

12
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi IV, h. 1380.
13
Erdianto Effendi, “Makar dengan Modus Menggunakan Media Sosial”, Jurnal Fakultas
Hukum Universitas Riau (t.th).
14
Erdianto Effendi, “Makar dengan Modus Menggunakan Media Sosial”, Jurnal Fakultas
Hukum Universitas Riau (t.th): h. 4.
31

Belanda. Setelahnya, Partai Komunis Indonesia memiliki banyak massa pengikut dan

berhasil menjadi partai yang besar.15

PKI adalah partai yang memiliki tujuan untuk menjadikan Indonesia sebagai

negara komunis. Untuk mencapai tujuannya tersebut, pada tahun 1965 PKI

merencanakan matang-matang jauh hari sebelumnya tentang rencana operasi

perebutan kekuasaan. Sebelum melakukan operasinya, mereka melakukan berbagai

aksi propaganda, memanipulasi pidato-pidato Presiden Soekarno, hingga melakukan


pelatihan militer di Lubang Buaya sebagai sarana pemberontakan . Pemberontakan

tersebut dikenal dengan nama Gerakan 30 September 1965 (G30S/PKI).

Dalam peristiwa tersebut, KPI berhasil menculik dan membunuh enam orang

perwira tinggi TNI AD, yaitu: Letnan Jenderal Anumerta, Mayor Jenderal Raden

Soeprapto, Mayor Jenderal Mas Tirtodarmo Haryono, Mayor Jenderal Siswondo

Parman, Brigadir Jenderal Donald Isaac Panjaitan, Brigadir Jenderal Sutoyo

Siswodiharjo. Sementara Panglima TNI AH Nasution yang dijadikan sebagai target

utama dalam gerakan ini berhasil meloloskan diri , tapi Ade Irma Nasution dan Lettu

Pierre Andreas Tendean yang merupakan putri dan ajudannya menjadi korban dalam
gerakan ini.

Setelah terjadinya peristiwa G30S/PKI, Presiden Soekarno memerintahkan

Jenderal Seoharto untuk membersihkan semua unsur pemerintahan dari pengaruh

PKI. PKI pun ditetapkan sebagai penggerak kudeta dan segala tokoh yang merupakan

anggota PKI diburu dan ditangkap.16

15
Imam Maulana, “Sanksi Bughat dan Makar: Menurut Perspektif Hukum Islam dan Hukum
Positif”, Skripsi (Jakarta: Fak. Syariah dan Hukum UIN syarif Hidayatullah, 2015), h. 41.
16
Berita, “Seputar G30S/PKI, Peristiwa Bersejarah Indonesia”. Detik.com.
https://m.detik.com/news/berita/seputar-g30spki-peristiwa-bersejarah-indonesia (21 Oktober 2019).
32

2. Pemberontakan Darul Islam (DI/TII)

Darul Islam atau Negara Islam Indonesia (NII) didirikan oleh Sekarmaji

Marijan Kartosuwirjo yang pada tanggal 7 Agustus 1949 di Tasikmalaya. Negara ini

tumbuh pada masa revolusi nasional masih berjalan . Melalui proglamasi yang

Kartosuwirjo bacakan pada 7 Agustus 1946 tersebut , dia dan para pengikutnya secara

tegas menyatakan memisahkan diri dari Negara Kesatuan RI.17

a. Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat


Pada tanggal 10-11 februari 1948, Kartosuwirjo dan para pengikutnya

melakukan konferensi yang menghasilkan beberapa keputusan , dimana diantara

keputusan itu adalah mengubah sistem ideologi Islam Partai Masyumi dari kepartaian

menjadi kenegaraan dengan Kartosuwirjo sebagai Imam umat Islam Jawa Barat dan

Oni Qital sebagai pimpinan Tentara Islam Indonesia .18

Dalam upaya mengembalikan Jawa Barat sebagai bagian NKRI , pasukan

Siliwangi yang mulanya dipindahkan ke Jawa Tengah karena perjanjian Renville19,

kembali ke Jawa Barat dengan cara menyusup dan long march ke daerah mereka

masing-masing. Sampai pada 1962, Kartosuwirjo dan para pengikutnya berhasil


ditangkap oleh pasukan Siliwangi dalam operasi Bratayudha di Gunung Geber ,

Majalaya, Jawa Barat. Kartosuwirjo dijatuhi hukuman mati sebagai dampak dari

17
Daud Aris Tanudirjo, Indonesia dalam Arus Sejarah: Perang dan Revolusi,” dalam Imam
Maulana, eds. Sanksi Bughat dan Makar: perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif (Jakarta: Fak.
Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah. 2015), h. 49.
18
Imam Maulana, “Sanksi Bughat dan Makar: Menurut Perspektif Hukum Islam dan Hukum
Positif”, Skripsi, h. 50.
19
Perjanjian Renville adalah perjanjian antara Indonesia dengan Belanda yang terjadi pada
tanggal 18 Desember 1947 sampai 17 Januari 1948 untuk menyelesaikan perselisihan atas Perjanjian
Linggarjati tahun 1946.
33

pemberontakan yang telah dia lakukan. Hukuman tersebut diberikan oleh Mahkamah

Agung Darat, dan pemberontakan DI/TII di Jawa Barat pun dapat dibersihkan.20

b. Pemberontakan DI/TII di Jawa Timur

Sama dengan di Jawa Barat,pemberontakan DI/TII di Jawa tengah juga

dikarenakan oleh perjanjian Renville. Akibatnya, daerah Pekalongan ditinggalkan

oleh aparat Pemerintahan dan juga satuan TNI sehingga menimbulkan vacum of

power (kevakuman pemerintahan) di daerah tersebut. Hal ini dimanfaatkan oleh Amir
Fatah, dimana pada tahun 1948 ia membawa tiga kompi pasukan Hizbullah yang

tidak dijadikan TNI di pekalongan. Ia mengaku bahwa mendapatkan instruksi dari

Panglima Besar Jenderal Sudirman untuk membuat gerakan yang bertujuan

menggagalkan usaha Belanda yang ingin menggagalkan Kartosuwirjo memperluas

pengaruhnya di Jawa Tengah.21

Maret 1949, Amir Fatah berjanji akan bergabung dengan Kartosuwiryo dalam

pertemuan yang dia lakukan dengan utusan Kartosuwirjo di Desa Pengarasn ,

Bumiayu. Ia diangkat menjadi Komandan pertempuran Jawa Tengah dengan pangkat

Mayor Jenderal TII. Namun, pada April di tahun yang sama ia menyerahkan
jabatannya sebagai koordinator perlawanan Tegal-Brebers kepada Mayor

Wongsonegoro dengan alasan bahwa TNI berlaku tidak baik kepada anggota

20
“Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat”. Zach Hotzone.
https://jekhotzone.com/2018/04/pemberontakan-ditii-di-jawa-barat.html (10 Mei 2020)
21
Daud Aris Tanudirjo, Indonesia dalam Arus Sejarah: Perang dan Revolus,” dalam Imam
Maulana, eds. Sanksi Bughat dan Makar: perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif (Jakarta: Fak.
Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah. 2015), h. 52.
34

bentukannya yaitu majelis islam . Amir Fatah pun menarik pasukannya dari Tegal-

Brebes ke Desa Pangarasan.22

Di Pangarasanlah ia memroklamasikan berdirinya Negara Islam Jawa Tengah

dan melakukan penyerangan terhadap TNI. Mereka berhasil merebut pos pertahanan

TNI di Bentarsari dan melucuti senjata mereka. Mereka juga melakukan penculikan

terhadap aparat pemerintah dan rakyat yang menolak adanya Darul Islam , menyerang

dan membunuh pimpinan Brimob yang sedang berpatroli kala itu . Untuk
menghentikan dan memberantas gerakan Amir Fatah , TNI membentuk satuan

tempur. TNI melancarkan serangan terhadap pasukan Amir Fatah di Desa

Tembangerjo kemudian pasukannya yang berada di Citimbul dan basisnya di

Pangarasan.

Karena serangan tersebut, Amir Fatah melarikan diri, namun pada 1951

akhirnya Amir pun tertngkap saat operasi penumpasan gerakannya oleh TNI sehingga

gerakan Amir Fatah di Jawah Tengah pun berakhir.

3. HTI (Hizbut Tahrir Indonesia)

Abdurrahman al-Baghdadi memperkenalkan Hizbut Tahrir kepada rakyat


Indonesia pada tahun 1983 dengan mengajarkan pemahaman ke kampus-kampus di

Indonesia. Dalam proses pertumbuhannya yang pesat karena pengikutnya yang

semakin banyak, maka lahirlah HTI atau Hizbut Tahrir Indonesia. Dalam pandangan

HTI, sistem khilafahlah yang dapat menegakkan hukum-hukum Allah dan syariat

bisa berjalan secara kaffah. Mereka berpendapat bahwa penegakan sistem khilafah

22
Daud Aris Tanudirjo, Indonesia dalam Arus Sejarah: Perang dan Revolus,” dalam Imam
Maulana, eds. Sanksi Bughat dan Makar: perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif (Jakarta: Fak.
Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah. 2015), h. 52
35

merupakan suatu kewajiban yang tidak dapat ditawar-tawar lagi23 karena titk tolak

dari kemunculan persoalan-persoalan yang adalah berasal dari kesalahan hukum dan

sistem yang diterapkan di Negara ini.

Berdasarkan ide itu, HTI dianggap sebagai kelompok yang melanggar

perjanjian karena Indonesia berdiri bukan hanya berdasarkan kesepakatan antara umat

Islam saja, melainkan bersama dengan semua rakyat dari berbagai golongan agama.

HTI berniat menggangti ideologi, sistem serta atauran negara. Walaupun


berbeda dengan cara kelompok lain yang melakukan perbuatan anarkis, perbuatan

mereka tetap ditetapkan sebagai makar karena doktrin-doktrin yang mereka

sampaikan terus menerus dapat menimbulkan efek jangka panjang yang dapat

menghipnotis pendengarnya sehingga memicu keinginan untuk menerapkan sistem

khilafah dan mengganti ideologi Indonesia.

Dikarenakan dalam prosesnya HTI tidak melakukan tindakan-tindakan

pemberontakan yang anarkis seperti kelompok pemberontak lainnya, mereka tidak

diberi sanksi lain selain pembubaran, dan larangan untuk menyebarkan ide dan

mengadakan kegiatan-kegiatan yang dapat memicu pemberontakan.


4. Danil Maukar

Peristiwa tersebut terjadi pada 9 Maret 1960, tepat siang hari Istana Presiden

dikagetkan oleh ledakan yang berasal dari tembakan kanon 23 mm sebuah pesawat

Mig-17. Pilot pesawat tersebut adalah Daniel Maukar, seorang Letnan AU yang telah

terpengaruh oleh Permesta (Perdjuangan Rakjat Semesta) . Daniel Maukar sendiri

membantah bahwa ia mencoba membunuh Preside Soekarno , dia melakuka aksinya

hanya sebagai suatu peringatan saja dan telah memastikan tidak ada bendera kuning

23
Mohammad Rafiuddin, “Mengenal Hizbut Tharir”, Jurnal Islamuna (2015), h. 34.
36

dikibarkan di Istana tanda adanya Presiden di Istana . Namun, karena aksinya tersebut

Daniel Maukar dipenjara selama 8 tahun.24

Selain ketiga contoh di atas, masih ada beberapa lagi tindakan pemberontakan

yang pernah terjadi di Indonesia. Mulai dari yang ingin melepaskan diri dari NKRI

seperti Organisasi Papua Merdeka (OPM), Gerakan Aceh Merdeka (GAM), hingga

organisasi masyarakat (ormas) yang tidak setuju dengan ideologi negara seperti

Jamaah Islamiyah.

C. Dasar Hukum Makar


Asas legalitas tercantum dalam Pasal 1 Ayat (1) KUHP yang berbunyi:
“Suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan
ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada.”25
Termasuk di dalamnya tentang makar.

Dalam Hukum Positif, KUHP sebagai sumber utama tindak kejahatan atau

kriminalitas mengkategorikan makar sebagai salah satu tindak pidana dikarenakan

perbuatan makar dapat menjadi ancaman untuk keamanan negara. Makar

digolongkan ke dalam tindak pidana kejahatan (misdruf).26

Dalam KUHP makar diatur dalam Bab I Kejahatan Terhadap Keamanan


Negara pasal 104 sampai 109 dan menjadi landasan pemberian sanksi bagi pelaku

makar.

24
“Upaya Pembunuhan Terhadap Seokarno”. Wikipedia the Free Encyclopedia.
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Upaya_pembunuhan_terhadap_Soekarno (21 Oktober 2019).
25
Fitrotin Jamilah, KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Jakarta: Dunia Cerdas,
2014), h. 26.
26
Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia (Cet. I; Bandung: PT Refika
Aditama, 2003).
37

1. Pasal 104:
Makar dengan maksud untuk membunuh, atau merampas kemerdekaan, atau
meniadakan kemampuan Presiden atau Wakil Presiden yang memerintah ,
diancam dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau pidana penjara
sementara paling lama dua puluh tahun.27
2. Pasal 105:
Pasal ini ditiadakan berdasarkan Undang-undang No. 1 Tahun 1946, Pasal VIII,
butir 13.28

3. Pasal 106:
Makar dengan maksud supaya seluruh atau sebagian dari wilayah negara ,
diancam diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara
sementara paling lama dua puluh tahun.29
Dalam pasal ini dimaksudkan adalah makar yang bertujuan untuk membuat

seluruh atau sebagian wilayah Indonesia ke bawah kekuasaan asing , atau

memisahkan wilayah tersebut dari Indonesia untuk dibentuk menjadi negara baru .

4. Pasal 107:
a. Makar dengan maksud untuk menggulingkan menggulingkan pemerintah,
diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
b. Para pemimpin dan pengatur makar tersebut dalam ayat 1 , diancam
dengan pidana penjara seumur hidup atau penjara sementara paling lama
dua puluh tahun.30
5. Pasal 108:
a. Barang siapa bersalah karena pemberontakan, diancam dengan pidana
paling lama lima belas tahun:
(1) Orang yang melawan pemerintah Indonesia dengan senjata;
(2) Orang yang dengan maksud melawan pemerintah Indonesia menyerbu
bersama-sama atau menggabungkan diri pada gerombolan yang
melawan pemerintah dengan senjata.

27
Tim Redaksi BIP, Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-undang
Hukum Acara Pidana, h. 51.
28
Tim Redaksi BIP, Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-undang
Hukum Acara Pidana, h. 51.
29
Tim Redaksi BIP, Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-undang
Hukum Acara Pidana, h. 51.
30
Tim Redaksi BIP, Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-undang
Hukum Acara Pidana, h. 51.
38

b. Para pemimpin dan para pengatur pemberontakan diancam dengan penjara


seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh
tahun.31
6. Pasal 109:
Pasal ini ditiadakan berdasarkan S. 1930 No. 31.32
Demikianlah pasal yang mengatur dan menjadi dasar hukum bagi tindak

pidana makar di Indonesia.

D. Unsur-unsur Makar

Berdasarkan pasal 87 KUHP, yang berbunyi:


Dikatakan ada makar untuk melakukan suatu perbuatan , apabila niat untuk itu
telah ternyata adanya dari adanya permulaan pelaksaan , seperti dimaksud dalam
pasal 53.33

Dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur makar adalah, sebagai berikut:

a) Adanya niat.

Simon, Van Dijck, Van Hamel, Hazewinkell dan beberapa

sarjana hukum lainnya berpendapat bahwa niat itu sama dengan

sengaja dalam segala tingkatannya , yaitu: sengaja dengan maksud

(opzet als oogmerk), sengaja dengan sadar kepastian (opzet metzeker

heidsbewistzijn), sengaja dengan sadar kemungkinan (voorwardelijk


opzetdoluseventualis).34

Multjanto berpendapat bahwa niat tidak boleh disamakan

dengan kesengajaan, kecuali niat itu telah direalisasikan mejadi

31
Tim Redaksi BIP, Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-undang
Hukum Acara Pidana, h. 51-52.
32
Tim Redaksi BIP, Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-undang
Hukum Acara Pidana, h. 52.
33
Seosilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-komentarnya
Lengkap Pasal demi Pasal, h. 97.
34
Djoko Prakoso, Tindak Pidana Makar Menurut KUHP, h. 59.
39

perbuatan yang ditujukan. Jika belum ditunaikan, maka niat masih

dianggap sikap batin yang mengarahkan pada perbuatan. Oleh karena

itu, niat dan kesengajaan tidak dapat disamakan.

b) Adanya permulaan pelaksanaan.

Permulaan pelaksanaan memiliki batas dengan permulaan

persiapan yang dianggap untuk ditentukan. Maka dari itu, untuk

mengetahui kapan suatu perbuatan dikatakan pelaksanaan dan kapan


permulaan, terbentuk dua teori, yaitu teori subjektif dan teori objektif.

1. Teori subjektif. Teori ini berpendapat bahwa unsur

permulaan berasal dari dalam diri pelaku, yaitu watak dari

si pelaku.

2. Teori Objektif. Teori ini berpendapat bahwa unsur berasal

dari luar diri pelaku yang terdiri dari perbuatan manusia,

akibat (result) perbuatan manusia, keadaan-keadaan

(circumstances), sifat dapat dihukum dan sifat melawan

hukum.35
Berdasarkan pasal 104 KUHP yang berbunyi:
Makar dengan maksud untuk membunuh, atau merampas kemerdekaan, atau
meniadakan kemampuan Presiden atau Wakil Presiden yang memerintah ,
diancam dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau pidana penjara
sementara paling lama dua puluh tahun.36

Berasal dari pasal ini diketahui bahwa unsur tindak pidana makar yaitu:

35
Rahman Syamsuddin dan Ismail Aris, Merajut Hukum di Indonesia, 194-195.
36
Tim Redaksi BIP, Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-undang
Hukum Acara Pidana, h. 51.
40

1. Unsur subjektif: met heg oogmerk atau dengan maksud, artinya pelaku

memiliki niat, tujuan atau kehendak.

2. Unsur objektif:

a) Aanslag atau makar, dalam bahasa Belanda aanslag diartikan sebagai

penyerangan dengan maksud yang tidak baik . Penyerangan yang

dimaksud di sini adalah penyerangan terhadap pemerintahan dan

merusak susunan pemerintah dengan cara yang ilegal/tidak sah ,


b) Om van het leven te beroven atau untuk menghilangkan nyawa, dalam

konteksnya menghilangkan nyawa yang dimaksudkan dalam hal ini

sama dengan tindak pidana pembunuhan pada umumnya . Dalam unsur

ini, setidaknya ada tiga syarat yang harus terpenuhi, yaitu: adanya

wujud perbuatan, akibat hilangnya nyawa, adanya hubungan sebab-

akibat antara perbuatan dan akibat,

c) Om van de vrijheid te beroven atau untuk merampas kemerdekaan,

dalam hal ini adalah merampas kemerdekaan Presiden atau Wakil

Presiden, merampas kemerdekaan diartikan sebagai tindakan yang


dilakukan dengan sengaja dan melawan hukum untuk merampas

kemerdekaan seseorang. Prof. Noyon dan Prof. Langemeijer

mempertegas tentang apa yang dimaksud merampas kemerdekaan

dalam pasal 104 bahwa makar yang dilakukan dengan maksud untuk

merampas kemerdekan seorang Raja (dalam hal ini Presiden dan

Wakil Presiden) harusnya ditentukan menurut pasal 333 KUHP, di

mana perbuatan merampas kemerdekaan umumnya dinyatakan sebagai

perbuatan yang terlarang tanpa memperluas pengertiannya dengan


41

tindak pidana lain yang dilakukan bersama-sama dengan tindak pidana

yang diatur dalam pasal 333 KUHP. Pasal 333 KUHP berbunyi:
(1) Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum merampas
kemerdekaan seseorang atau meneruskan pernapasan kemerdekaan
yang demikian, diancam dengan pidana penjara paling lama
delapan tahun.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan luka-luka berat maka yang
bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan
tahun.
(3) Jika mengakibatkan mati diancam dengan pidana penjara paling
lama dua belas.
(4) Pidana yang ditentukan dalam pasal ini diterapkan juga bagi orang
yang dengan sengaja dan melawan hukum memberi tempat untuk
perampasan kemerdekaan.37

Berdasarkan pada pasal di atas, jelas kiranya yang dimaksud

merampas kemerdekaan dalam pasal 104 KUHP. Istilah merampas

kemerdekaan juga sebenarnya mempunyai makna yang sama dengan

menahan. Menahan dalam arti menyuruh tinggal dalam rumah dengan

dijaga ketat dan dibatasi kebebasan hidupnya.

d) Om tot regeren ongeschikt te maken atau untuk tidak mampu

memerintah. Unsur ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti

memberi zat yang bersifat berbahaya bagi kesehatan, kekerasan


sehingga menimbulkan akibat Presiden aupun Wakil Presiden tidak

mampu memerintah. Jika dilihat dengan seksama, tidak ada

pembatasan atau makna tentang apa yang dimaksud dengan tidak

mampu memerintah. Pembentukan undang-undang hanya memberi

contoh perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai perbuatan yang

37
Tim Redaksi BIP, Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-undang
Hukum Acara Pidana, h. 135.
42

dapat membuat Presiden dan Wakil Presiden lemah atau idak mampu

memerintah.

e) Den President atau Presiden,

f) Den Vice President atau Wakil Presiden.38

Berdasarkan pasal 106 KUHP yang berbunyi:


Makar dengan maksud supaya seluruh atau sebagian dari wilayah negara ,
diancam diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara
sementara paling lama dua puluh tahun.39

Dari rumusan pasal ini, dapat diketahui unsur-unsur tindak pidana makar,

yaitu:

1. Unsur subjektif: met het oogmerk atau dengan maksud.

2. Unsur objektif:

a. Aanslag atau makar,

b. Ondernomen atau yang dilakukan,

c. Onder vreemde heerschappij bregen atau membawa ke bawah

kekuasaan asing. Maksudnya untuk menaklukkan bagian negara atau

seluruhnya ke tangan musuh atau ke bawah kekuasaan asing baik


keseluruhan wilayahnya maupun sebagia dari teritorial.

d. Het grondgebied van den staat atau wilayah negara, dalam hal ini

adalah seluruh wilayah Indonesia yaitu dari Sabang sampai Merauke .

38
Laminating, Delik-delik Khusus Kejahatan-kejahatan terhadap Kepentingan Hukum
Negara (Bandung: Sinar Baru, 1987), h. 5.
39
Tim Redaksi BIP, Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-undang
Hukum Acara Pidana, h. 51.
43

e. Geheel of gedeeltelijk atau seluruh atau sebagian. Maksudnya adalah

menyerahkan negara kepada kekuasaan asing seluruhnya , ataupun

sebagian.

f. Ascheiden atau memisahkan,

g. Een deel daarvan atau sebagian wilayah negara.40

Berdasarkan pasal 107 KUHP yang berbunyi:


1. Makar dengan maksud untuk menggulingkan menggulingkan pemerintah,
diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
2. Para pemimpin dan pengatur makar tersebut dalam ayat 1 , diancam
dengan pidana penjara seumur hidup atau penjara sementara paling lama
dua puluh tahun.41

Dari isi pasal diatas dapat diketahui unsur-unsur tindak pidana makar sebagai

berikut:

1. Unsur Subjektif: met het oogmerk atau dengan maksud.

2. Unsur Objektif:

a. Aanslag atau makar,

b. Ondernomen atau yang dilakukan

c. Omwenteing teweeg brengen atau merobohkan pemerintahan.42 Apa


yang dimaksud dengan merobohkan pemerintahan adalah

menghilangkan atau mengubah, menghancurkan secara ilegal bentuk

pemerintahan. Dirusaknya tata cara pergantian Kepala Negara dan

bentuk Pemerintahan Indonesia.

40
Laminating dan Theo Laminating, Kejahatan terhadap Kepentingan Hukum Negara, Edisi
II (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), h. 41.
41
Tim Redaksi BIP, Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-undang
Hukum Acara Pidana, h. 51.
42
Laminating dan Theo Laminating, Kejahatan terhadap Kepentingan Hukum Negara, Edisi
II (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), h. 52.
44

E. Kategori Makar

Dalam KUHP sendiri, tindak pidana yang digolongkan sebagai makar ada

beberapa jenis, yaitu:

1) Makar terhadap keamanan Presiden atau Wakil Presiden dalam pasal

104 KUHP;

2) Makar terhadap keamanan dan keutuhan wilayah Negara dalam pasal


106 KUHP;

3) Makar terhadap kepentingan hukum bagi tegaknya pemerintahan

Negara dalam pasal 107 KUHP.43

F. Makar pada Masa Pemerintahan Presiden Jokowi

Mayor Jenderal Purnawirawan Kivlan Zen, seorang mantan Kepala Staf

Komando Cadangan Angkatan Darat (Kostrad) dilaporkan ke Bareskrim Polri oleh

seseorang bernama Jalaluddin pada tahun 2019 lalu karena aksi demonstrasi yang dia

lakukan di KPU dan Bawaslu untuk diskualifikasi Capres-Cawapres Jokowi-Ma’ruf

Amin. Dalam laporannya, Kivlan dituduh telah menyebarkan berita bohong dan

menjadi penggerak makar terhadap pemerintah dan dilaporkan atas tindak pidana
Undang-undang No. 1 Tahun 1946 tentang KUHP Pasal 14 dan atau Pasal 15

terhadap keamanan negara serta makar Undang-undang No. 1 Tahun 1946 tentang

KUHP Pasal 107 juncto Pasal 87 dan atau Pasal 163 bis juncto Pasal 107.

Kivlan Zen membantah tuduhan yang ditujukan kepadanya. Dia membantah

bahwa dirinya menjadi pihak yang menginisiasi aksi demonstrasi dan hanya

menyampaikan aspirasinya dalam demonstrasi tersebut. Dia menolak tuduhan tentang

43
Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Keamanan dan Keselamatan Negara (Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2002), h. 11.
45

dirinya yang menyebarkan berita bohong dan menggerakkan makar dengan dalih dia

hanya menyampaikan aspirasinya dan dia tidak memiliki senjata dan tidak berniat

mendirikan negara sendiri.

Namun, Kivlan Zen menjadi salah satu dari enam tersangka kasus kerusuhan

pada 21-22 Mei 2019 yang telah menewaskan sembilan orang. Pada 30 Mei 2019 dia

ditahan oleh Kepolisian atas rencana pembunuhan dan kepemilikan senjata ilegal. Dia

dijerat dengan Undang-undang Darurat Pasal 1 ayat 1 No. 12 Tahun 1951 tentang
senjata api. Dia disangkakan memiliki dan menguasai senjata api yang terkait dengan

enam tersangka yang berniat membunuh empat tokoh nasional dan satu pimpinan

lembaga survei. Empat tokoh tersebut adalah Menko Polhukam Wiranto, Kepala

Badan Intelejen Negara (BIN) Budi Gunawan, Menteri Koordinator Kemaritiman

Luhut Binsar Pandjaitan, serta Staf Khusus Presiden Bidang Intelijen dan Keamanan

Gories Mere.

Fakta bahwa salah satu tersangka kerusuhan merupakan sopir pribadi paruh

waktunya membuat posisi Kivlan berat dan memperkuat sangkaan yang ditujukan

kepadanya. Kivlan Zen sendiri mengaku bahwa dia memang membahas tentang
senjata api dengan sopirnya, namun senjata tersebut diperuntukkan untuk melindungi

dirinya dan bukan untuk maksud lain seperti yang disangkakan polisi kepadanya. 44

Menurut Sri Bintang Pamungkas, ada banyak bentuk kriminalisasi yang

terjadi terhadap Kilvan Zen. Salah satunya ketika Kivlan dijadikan tersangka secara

mendadak seperti yang pernah dirinya sendiri alami di tahun 2016 ketika dirinya

44
Majalah Tempo, https://nasional.tempo.co/amp/1211012/3-fakta-kasus-yang-jerat-kivlan-
zen-makar-senjata-api (13 Juni 2020)
46

dituding melakukan makar. Menurutnya, segala sesuatu yang tidak sesuai dengan

KUHP adalah kriminalisasi.45

Makar diatur dalam pasal 104 sampai 108 KUHP seperti yang sudah penulis

paparkan di sub-bab pertama, ini merupakan delik formil. Namun dalam kasus ini,

Kivlan Zen tidak memenuhi syarat sebagai tersangka. Menurut Hibnu Nugroho Pakar

Hukum Pidana Universal Jenderal Seodirman, penangkapan sejumlah tokoh tidaklah

berlebihan dan merupakan tindakan upaya pencegahan agar tindakan makar tidak
benar-benar terjadi dan terlaksana46, dalam pandangan penulis sendiri, kasus yang

menjerat Kivlan Zen, beliau tidak memenuhi syarat sebagai tersangka tindak pidana

makar dan dalam kasus ini menjurus atau terkesan dilakukan sebagai pembungkaman

oposisi dengan bukti palsu dikarenakan kasus ini terjadi saat masih dalam suasana

pemilihan umum.

45
Tirto, https://amp.tirto.id/batal-jadi-ahli-sri-bintang-sebut -kivlan-dikriminalisasi-ee3m (13
Juni 2020)
46
Kompas.com, https://megapolitan.kompas.com/read/2019/-5/21/06003541/sejumlah-tokoh-
terjerat-pasal-makar-pandangan-ahli-hukum (13 Juni 2020)
BAB IV

ANALISIS KOMPARATIF PEMBERIAN SANKSI TINDAK PIDANA

MAKAR DALAM HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

A. Sanksi Tindak Pidana Makar dalam Hukum Islam

Tindakan-tindakan yang dilarang dan dikenai sanksi hukuman menurut

Alquran dipandang sebagai kejahatan terhadap agama . Hukum Pidana Islam telah
menggolongkan macam hukuman dari segi tinjauannya, yaitu:

1. Hukuman pokok atau ‘uqubah asliyah misalnya qisas bagi pelaku tindak

pidana pembunuhan, atau hukum potong tangan bagi pelaku pidana

pencurian.

2. Hukuman pengganti atau ‘uqubah badaliyah. Maksudnya, menggantikan

hukuman pokok apabila hukuman pokok tidak dapat dilaksanakan karena

alasan yang sah. Misalnya, hukuman diyat atau denda sebagai ganti dari

hukuman qisas, atau hukuman ta’zir sebagai pengganti had atau qisas yang

tidak dapat dijalankan.

3. Hukuman tambahan atau ‘uqubah taba’iah yaitu hukuman yang mengikuti


hukuman pokok tanpa memerlukan keputusan terpisah seperti larangan

seorang yang membunuh pewaris untuk mendapatkan warisan sebagai

hukuman tambahan dari qisas atau pencabutan hak sebagai saksi terhadap

pelaku tindak pidana qadzaf (menfitnah orang berbuat zina) dimana hukuman

pokoknya adalah didera delapan puluh kali.

4. Hukuman pelengkap ‘uqubah takmiliah yaitu hukuman yang mengikuti

hukuman pokok dengan syarat adanya keputusan sendiri dari hakim dan

47
48

syarat ini yang menjadi pemisah antara hukuman pelengkap dengam hukuman

tambahan.1

Terkait makar atau dalam Hukum Islam disebut jarimah al-baghyu telah

digolongkan ke dalam jarimah hudud yang sanksinya telah ditetapkan. Namun, ada

ketentuan-ketentuan lain sanksi bagi pelaku bughat, di antaranya, yaitu:

1) Hudud

Hudud adalah jarimah yang diancamkan had di mana batasan hukumannya


ditetapkan oleh Allah Swt. Hudud yang ditetapkan Allah Swt. meliputi empat

kategori, yaitu: aturan yang ketentuannya tidak boleh ditambah ataupun dikurangi,

aturan yang ketentuannya boleh ditambah tapi tidak boleh dikurangi, aturan yang

ketentuannya tidak boleh ditambah tapi boleh dikurangi, dan aturan yang

ketentuannya boleh ditambah maupun dikurangi .

Secara etimologi, al-haddu memiliki kesamaan makna al-man’u yang berarti

pencegahan. Sedangkan secara terminologi bermakna sanksi yang kadarnya

ditetapkan Allah Swt. demi menciptakan kemaslahatan bersama .2 Hukuman mati

yang menjadi Had Hudud Allah Swt. sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-
Hujurat/49: 9 yang berbunyi:

           

              

      

1
Usin Supriasin, “Makar dalam Hukum Pidana Positif dan Hukum Pidana Islam”, Skripsi
(Surkarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2008), h. 137-138.
2
Fuad Thohari, Hadis Ahkam: Kajian Hadis-hadis Hukum Pidana Islam (Hudud, Qisash dan
Ta’zir) (Yogyakarta: Deepublish, 2018), h. 51.
49

Terjemahnya:
Dan apabila ada dua kelompok/golongan orang mukmin yang yang berperang,
maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu antara keduanya berbuat
zalim terhadap golongan yang lain, maka perangilah golongan yang berbuat
zalim itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah . Jika golongan
tersebut telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah mereka
dengan cara yang adil, dan berlaku adil. Sungguh Allah mencintai orang-orang
yang berlaku adil.3

Melihat ayat di atas, jelaslah bahwa sanksi bagi pelaku bughat adalah dengan

dibunuh atau hukuman mati. Namun, jika dalam proses perdamaian pelaku bughat

bersedia berdamai dan kembali ke ketaatan kepada Imam, maka mereka wajib

dilindungi.

2) Hukuman Ta’zir

Ta’zir merupakan kata dasar bagi azzara yang secara bahasa berarti menolak,

mencegah kejahatan, menguatkan, memuliakan dan membantu. Ta’zir juga memiliki

arti hukuman yang berupa memberi pelajaran. Hukum ta’zir ini bertujuan memberi

efek jera kepada pelaku bughat dan bagi siapa saja yang berniat melakukannya .4
Ta’zir merupakan hukuman pendidikan yang dijatuhkan kepada pelaku tindak

pidana oleh Hakim.5 Jarimah hudud dapat menjadi jarimah ta’zir apabila ada

syubhat dan apabila tidak memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan.

3
Kementrian Agama R.I., Al-Qur’an Al-Karim dan Terjemahnya (Surabaya: Halim, 2013), h.
516.
4
Djazuli, Fiqh Jinayat (Upaya Menanggulangi Kejahatan dalam Islam) (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2000), h. 163.
5
Fuad Thohari, Hadis Ahkam: Kajian Hadis-hadis Hukum Pidana Islam (Hudud, Qisahs dan
Ta’zir) (Yogyakarta: Deepublish, 2018), h. 266.
50

Adapun tujuan pemidanaan menurut para ahli hukum pidana Islam adalah

sebagai berikut:

a. Pembalasan (al-Jaza’)

Secara umum, maksud dari al-Jaza’ memberikan arti bahwa tindak pidana

harus dikenakan pembalasan yang setimpal atas apa yang telah dilakukannya dengan

mengenyampingkan apakah hukuman tersebut berfaedah untuk diri pelaku atau

masyarakat. Hal ini dikatakan sesuai dengan konsep keadilan yang di mana
menghendaki seseorang itu mendapat balasan yang setimpal atas perbuatannya.

Pembalasan ini juga bertujuan untuk meredam keinginan balas dendam yang

berpotensi memunculkan tindak pidana lain.6

b. Pencegahan (az-Zajr)

Pencegahan dimaksudkan untuk mencegah sesuatu tindak pidana agar tidak

terulang lagi. Pencegahan dilihat dari dua aspek, yaitu pencegahan umum yang

ditujukan kepada masyarakat secara umum dengan harapan mereka tidak melakukan

tindak pidan dikarenakan takut akan hukumannya, dan pencegahan secara khusus

bertujuan untuk mencegah pelaku mengulangi perbuatannya. 7


c. Pemulihan atau perbaikan (al-Islah)

Menurut pandangan sebagian fukaha, pemulihan merupakan tujuan paling

asas dalam sistem pemidanaan Islam. Seperti dalam Q.S Al-Maidaj/5: 58-59 yang

berbunyi:

6
Octoberrinsyah, “Tujuan Pemidanaan dalam Islam”, IN RIGHT: Jurnal Agama dan Hak
Azazi Manusia. http://www.ejournal.uin-suka.ac.id/syariah/inright/article/vie/1210/1040 (4 Juni 202).
7
Octoberrinsyah, “Tujuan Pemidanaan dalam Islam”, IN RIGHT: Jurnal Agama dan Hak
Azazi Manusia.
51

             

               



Terjemahnya:
Laki-laki maupun perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya
(sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari
Allah. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Tetapi, barangsiapa
bertaubat (di antara pencuri-pencuri itu) sesudah melakukan kejahatan itu dan
memperbaiki diri, Maka Sesungguhnya Allah menerima taubatnya.
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. 8

Menurut pandangan para fuqaha, pengasingan atau pemenjaraan adalah untuk

memulihkan si pelaku tindak pidana. Mereka berpendapat hukuman seperti ini akan

dilanjutkan sampai mereka benar-benar bertaubat. Tujuan dari pemulihan yang paling

jelas adalah ta’zir. Tujuan ta’zir sendiri untuk mendidik serta memulihkan pelaku

tindak pidana. Namun, tujuan ini terkadang dianggap kurang efektif bagi pelaku

tindak pidana yang sudah profesional.9

d. Al-Isti’adah
Tujuan ini untuk mengembalikan keadaan atau suasan seperti semula sebelum

tindak pidana terjadi dengan permufakatan korban baik individu maupun masyarakat

dengan pelaku tindak pidana dengan membuat pelaku bertanggung jawab atas

kesalahannya untuk memperbaiki sebab dari kejahatannya tersebut. dalam Islam,

tujuan ini disimpulkan dari ayat-ayat yang dengan tegas mengatakan adanya

hukuman diat sebagai hukuman pengganti dari hukuman qisas apabila korban telah

8
Kementrian Agama RI., Al-Qur’an Al-Kaarim dan Terjemahnya, h. 114.
9
Octoberrinsyah, “Tujuan Pemidanaan dalam Islam”, IN RIGHT: Jurnal Agama dan Hak
Azazi Manusia.
52

memaafkan pelaku tindak pidana tersebut. Hal ini merupakan salah satu

permufakatan yang dapa mengikis dendam kedua belah pihak dan mewujudkan

kedamaian.10

e. Penebusan Dosa (at-Takfir)

Tujuan hukuman penebusan dosa dalam hukum pidana Islam lebih terlihat

pada tindak pidana yang dijatuhi hukuman kafarat. Tindak pidanadan hukuman

tesrebut ditentukan spesifik oleh syariat semata-mata sebagai upaya penebusan dosa
karena telah melakukan sesuatu yang dilarang baik dalam bentuk perkataan ataupun

perbuatan.11

Aji Haqqi berpendapat bahwa tujuan dari sistem pemidanaan adalah:

a) Menghukum pelaku tindak pidana sehingga bisa menjadi pemurnian

dan reformasi mereka,

b) Mencegah masyarakat untuk melakukan tindak pidana,

c) Sebagai sarana retribusi bagi mereka yang menjadi korban dari suatu

tindak pidana.

B. Sanksi Tindak Pidana Makar dalam Hukum Positif

Pemidanaan diikuti dengan sanksi atau pidana yang dapat dibedakan menjadi

dua, yaitu pidana dalam arti yang sesungguhnya dan pidana dalam arti bukan yang

sesungguhnya.12 Pidana dalam arti sesungguhnya meliputi:

10
Octoberrinsyah, “Tujuan Pemidanaan dalam Islam”, IN RIGHT: Jurnal Agama dan Hak
Azazi Manusia.
11
Muhammad Ismail Abu ar-Raysy, Al-Kaffarah fi al-Fiqh al-Islami, dalam Octoberrinsyah,
“Tujuan Pemidanaan dalam Islam”, IN RIGHT: Jurnal Agama dan Hak Azazi Manusia.
12
Usin Supriasin, “Makar dalam Hukum Pidana Positif dan Hukum Pidana Islam”, Skripsi, h.
132.
53

1. Pidana pokok:

a. Pidana mati;

b. Pidana penjara;

c. Pidana kurungan;

d. Pidana denda;

e. Pidana tutupan.

2. Pidana tambahan:
a. Pencabutan hak-hak tertentu;

b. Perampasan barang-barang tertentu;

c. Pengumuman putusan hakim.13

Sedangkan, pidana dalam arti yang bukan sesungguhnya merupakan tindak

pertolongan kepada pelaku agar dapat keluar dari kondisi yang membuatnya

melakukan tindak pidana. Terkait tindak pidana makar, KUHP juga menentukan

adanya pidana pokok dan pidana tambahan kepada pelaku tindak pidana makar .

Adapun pidana pokok yang mengatur tentang sanksi tindak pidana makar14:

NO. PASAL KUHP RUMUSAN KUHP ANCAMAN HUKUMAN

1. Pasal 104 Makar terhadap Presiden dan -Pidana mati,

Wakil Presiden. -Pidana penjara seumur hidup,

-Pidana penjara sementara paling

lama dua puluh tahun.

2. Pasal 106 Makar terhadap keutuhan -Pidana penjara seumur hidup,

13
Tim Redaksi BIP, Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-undang
Hukum Acara Pidana (Jakarta: Bhuana Ilmu Populer, 2017), h. 15.
14
Tim Redaksi BIP, Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-undang
Hukum Acara Pidana, h. 51-71.
54

wilayah negara. -Pidana penjara sementara paling

lama 20 tahun.

3. Pasal 107 -Makar dengan maksud -Pidana penjara paling lama lima

menggulingkan pemerintahan belas tahun,

-Para pemimpin dan pengatur -Pidana penjara seumur hidup

makar di ayat 1. atau pidana penjara sementara

paling lama dua puluh tahun.

4. Pasal 108 -Pemberontakan bersenjata -Pidana penjara paling lama lima

perseorangan maupun belas tahun,

menggabungkan diri dengan, -Pidana penjara seumur hidup

-Para pemimpin pengatur atau pidana penjara sementara

makar di ayat 1. paling lama dua puluh tahun.

5. Pasal 110 -Permufakatan jahat untuk -Pidana sesuai pasal-pasal

melakukan kejahatan pada tersebut.

pasal 104, 106, 107 dan 108, -Perampasan barang-barang,

-Perbuatan mempersiapkan -Pidana menjadi dua kali lipat jika

atau memperlancar kejahatan kejahatan terlaksana.

pada pasal 104, 106 dan 108.

6. Pasal 164 Mengetahui mufakat untuk Pidana penjara satu tahun empat

melakukan kejahatan bulan atau pidana denda paling

berdasarkan pasal 104, 106, banyak tiga tarus rupiah. Jika

107, 108, 113, 115, 124, 187 kejahatan itu jadi dilakukan.

atau 187 bis, sedang masih ada

waktu untuk mencegah


55

kejahatan tersebut tapi dengan

sengaja tidak segera

memberitahukannya kepada

pejabat kehakiman atau

kepolisian atau kepada yang

terancam oleh kejahatan

tersebut.

7. Pasal 165 Mengetahui adanya niat untuk -Pidana penjara paling lama

melakukan salah satu sembilan bulan atau pidana denda

kejahatan pada pasal 104, 106, paling banyak empat ribu lima

107, 108, 110, 113, 115-129 ratus rupiah.

dan 131 sedang masih ada

waktu untuk mencegah, namun

dengan sengaja tidak segera

memberitahukan hal itu

kepada pejabat kehakiman atau

kepolisian atau kepada orang

yang terancam kejahatan

tersebut.

Selain pidana pokok diatas, tindak pidana makar juga dapat dikenai pidana

tambahan sebagaimana dalam pasal 128 KUHP ayat 1-2 yang berbunyi:
1) Dalam pemidanaan berdasarkan kejahatan pasal 104, dapat dipidana
pencabutan hak-hak berdasar pasal 35 ayat 1-5.
56

2) Dalam pemidanaan berdasarkan kejahatan pasal 106-108, 110-125, dapat


dipidana pencabutan hak-hak berdasarkan pasal 35 ayat 1-3.15

Adapun hak-hak yang tercantum pada pasal 35 yaitu:

1. Hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan yang tertentu;

2. Hak memasuki angkatan bersenjata;

3. Hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang diadakan berdasarkan

aturan-aturan umum;
4. Hak menjadi penasehat hukum atau pengurus atas penetapan pengadilan,

hak menjadi wali, wali pengawas, pengampu atau pengampu pengawas,

atas orang yang bukan anak sendiri;

5. Hak menjalankan kekuasaan bapak, menjalankan perwalian atau

pengampunan atas anak sendiri;

6. Hak menjalankan mata pencaharian tertentu.16

Tujuan pemidanaan dalam Hukum positif adalah sebagai berikut:

a. Pembalasan (Retribution)

Teori ini memandang pemidanaan sebagai pembalasan atas kesalahan yang


dilakukan sehingga berorientasi pada perbuatan dan terletak pada tindak pidana yang

terjadi. Teori ini mengedepankan sanksi dalam hukum pidana yang dijatuhkan

semata-mata karena pelaku sebagai balasan dari tindak pidana yang telah dia

lakukan. Teori retribution sudah ada sejak lama. Yang paling terkenal dari teori ini

adalah perintah Alkitab yang berbunyi “...mata untuk mata, gigi diganti gigi,

15
Tim Redaksi BIP, Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-undang
Hukum Acara Pidana, h. 59.
16
Tim Redaksi BIP, Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-undang
Hukum Acara Pidana, h. 28.
57

kehidupan untuk kehidupan...” yang menuntut adanya kesetaraan antara hukuman

dengan kejahatan sehingga pelakunya kehilangan sesuatu setimpal dengan yang

korban alami atau derita.17

b. Pencegahan (Detteren)

Mennurut teori ini, pemidanaan bukanlah sebagai bentuk pembalasan atas

kesalahan pelaku meainkan sebagai sarana untuk mencapai tujuan yang bermanfaat

melindungi masyarakat menuju masyarakat dengan kesejahteraan. Saknsi ditekankan


untuk mencegah agar masyarakat tidak melakukan kejahatan. Di satu pihak,

pemidanaan dimaksudkan sebagai wadah perbaikan sikap atau tingkah laku pembuat

tindak pidana dan memcegah orang lain untuk melakukan perbuatan serupa.

Tokoh dari teori ini, yaitu Bentham mengatakan bahwa perlu untuk

membedakan antara pencegahan individu dan pencegahan umum. Menurutnya, ada

tiga strategi untuk mencegah seseorang melakukan tindak pidana lagi, yaitu:

1) Menghilangkan potensi kekuatan fisik yang dimiliki pelaku untuk

melakukan tindak pidana,

2) Menghilangkan hasrat pelaku untuk melakukan tindak pidana,


3) Membuat pelaku jera untuk melakukan tindak pidana.18

c. Rehabilitation of Criminal

Tujuan asli rehabilitation adalah untuk mereformasi pelaku dan mengubahnya

menjadi anggota yang taat hukum dan menjadi masyarakat yang produktif. Model

rehabilitasi menganjurkan sanksi seharusnya digunakan untuk mengubah penyebab

17
Nafi’ Mubarok, “Tujuan Pemidanaan Nasional dan Fiqh Jinayah”, Jurnal Al-Qanun UIN
Sunan Ampel Surabaya (2015), h. 301.
18
Nafi’ Mubarok, “Tujuan Pemidanaan Nasional dan Fiqh Jinayah”, Jurnal Al-Qanun UIN
Sunan Ampel Surabaya, h. 302-303.
58

pelaku melakukan tindak pidana. Perubahan tersebut yang selanjutnya sebagai hasil

dari intervensi yang direncakan dan proses tersebut di dalamnya perubahan secara

individu atau modifikasi lingkungan hidup pelaku dan kesempatan sosial.19

d. Pelemahan (Incapacitationi)

Tujuan ini mengacu pada pikiran bahwa kemampuan pelaku tindak pidana

perlu dilemahkan. Bentuk inkapasitasi yang paling sering digunakan adalah

pemenjaraan. Penjara dapat melemahkan atau mengurangi kemampuan mereka untuk


melakukan tindak pidana dikarenakan memisahkan pelaku dari masyarakat.20

e. Restoration

Tujuan dari teori ini adalah restorasi komunikasi yang menjadikan rasa damai

dan aman bagi korban dan pelaku dengan menyelesaikan konflik di antara kedua

belah pihak. Restorasi menekankan kerugian yang diderita korban akibat perbuatan

pelaku dan membuat pelaku mengkonpensasi korban dan masyarakat agar dapat utuh

kembali.21

19
Nafi’ Mubarok, “Tujuan Pemidanaan Nasional dan Fiqh Jinayah”, Jurnal Al-Qanun UIN
Sunan Ampel Surabaya, h. 303-304.
20
Nafi’ Mubarok, “Tujuan Pemidanaan Nasional dan Fiqh Jinayah”, Jurnal Al-Qanun UIN
Sunan Ampel Surabaya, h. 305.
21
Nafi’ Mubarok, “Tujuan Pemidanaan Nasional dan Fiqh Jinayah”, Jurnal Al-Qanun UIN
Sunan Ampel Surabaya, h. 305
59

C. Komparasi Sanksi Tindak Pidana Makar dalam Hukum Islam dan Hukum

Positif

Hukum Islam dan Hukum Positif memiliki perbedaan dan persamaan dalam

memberikan sanksi hukum terhadap pelaku tindak pidana makar.

1. Persamaan

Menurut penulis sendiri, baik dalam Hukum Islam maupun Hukum Positif
sanksi pokok bagi pelaku tindak pidana makar dapat dijatuhi hukuman mati. Dalam

Hukum Islam pelaku makar dikenakan sanksi jika pemberontakan yang pelaku

lakukan telah selesai dilakukannya. Sanksi yang dijatuhkan adalah hukuman hudud

yaitu hukuman mati atau diperangi . Sama halnya dalam Hukum Positif yang

memberikan pidana mati kepada pelaku tindak pidana makar terhadap Presiden atau

Wakil Presiden sebagaimana dalam pasal 104 KUHP.

Pelaku tindak pidana makar juga dapat dikenai hukuman tambahan di mana

dalam Hukum Islam bisa saja berupa dicabutnya hak untuk mewarisi dan diwarisi,

dalam Hukum Positif pelaku tindak pidana makar dapat dikenai pencabutan hak-hak

atau perampasan harta.


Pemimpin tindak pidana makar dalam Hukum Islam dan Hukum Positif

menjadi orang yang mendapatkan hukuman paling berat.

2. Perbedaan

Hukum Islam terlebih dahulu menganjurkan adanya mediasi atau dialog

dengan pelaku agar diketahui alasan mengapa dia memberontak dan dicari jalan

tengah agar terjadi perdamaian. Jika dalam mediasi pelaku tidak ingin kembali taat

kepada Imam atau pemerintah yang sah maka berlakukah hudud itu. Hudud juga
60

dapat tergantikan menjadi pemberian hukuman ta’zir jika terdapat syubhat dan unsur-

unsur tindakan makar atau al-baghyu tidak terpenuhi. Ta’zir merupakan hukuman

pengganti sedangkan dalam Hukum Positif tidak ada hukuman pengganti bagi pelaku

tindak pidana makar, hanya ada hukuman pokok.

Pelaku makar dalam Hukum Islam juga tidak dapat dijatuhi hukuman jika

hanya adanya niat tanpa adanya pelaksanaan ., sedangkan di dalam Hukum Positif

pelaku tindak pidana makar sudah dapat diberi sanksi apabila unsur adanya niat dan
permulaan pelaksanaan, tanpa harus menunggu selesai atau telah sampai pada akhir

dari pemberontakan tersebut. meskipun setelahnya pelaku mengakui dan berjanji

akan kembali taat kepada pemerintah yang sah, pelaku tetap mendapatkan sanksi.

Seperti yang terjadi pada Daniel Maukar yang dipaparkan pada bab sebelumnya

bahwa meskipun dalam aksinya melakukan penyerangan di Istana Negara dia sama

sekali tidak berniat melakukan pembunuhan terhadap Seokarno, dia tetap

mendapatkan hukuman penjara selama 8 tahun.

Juga dalam pemberian hukuman tambahan, di dalam Hukum Islam tidak

terdapat ketentuan apa yang menjadi hukuman tambahan karena bisa saja diberi
hukuman selain pencabutan hak waris mewarisi, sedangkan dalam Hukum Positif

pencabutan hak-hak atau perampasan benda menjadi ketentuan di dalam Kitab

Undang-undang Hukum Pidana.


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Makar dalam Hukum Pidana Islam dikenal dengan istilah al-baghyu. Secara

etimologi, al-baghyu merukapan jamak dari kata bughat yang dalam bahasa
Arab berarti pemberontakan. Al-Baghyu memiliki tiga unsur yaitu

pemberontakan terhadap Imam, menggunakan senjata serta adanya unsur

melawan Hukum. Dasar Hukumnya di ambil dari Q.S. An-Nisa/4: 59 serta

hadis-hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim. Al-Baghyu

dikategorikan menjadi dua, yaitu pemberontakan yang tidak memiliki

kekuatan bersenjata dan tidak menguasai daerah tertentu dan pemberontakan

yang memilik prsenjataan dan menguasai daerah tertentu.

Menurut KUHP, makar diterjemahkan dari kata aanslag yang dalam kamus

bahasa Indonesia-Belanda berarti penyerangan atau mencoba membunuh.

Unsur makar ada dua, yaitu niat dan permulaan pelaksanaan. Hukum yang

menjadi dasar bagi tindak pidana makar, yaitu pasal 104, 106 sampai 108

KUHP.
2. Sanksi bagi pelaku makar dalam hukum Islam ada dua, yaitu hukuman hudud

yang batasan hukumannya ditetapkan oleh Allas Swt. Dan hukuman ta’zir

yang dijatuhkan atau diputuskan oleh pemimpin/Imam. Dalam hukum positif

sanski bagi pelaku makar ini diatur dalam pidana pokok pasal 104, 106, 107,

108, 110, 164, 164 KUHP serta hukuman tambahannya dalam pasal 128

KUHP.

61
62

B. Implikasi Penelitian

Mengingat dalam penerapan kata makar yang diambil dari kata bahasa arab

yaitu makr dan didefenisikan sebagai aanslag dalam bahasa Indonesia, sedangkan

dalam istilah hukum pidana Islam makar diistilahkan dengan Al-Baghyu maka

perlunya ada kejelasan tentang istilah makar agar defenisinya jelas.

Adapun penelitian ini agar kiranya dapat menjadi bahan pembelajaran bagi

peneliti berikutnya serta bagi mahasiswa hukum dalam memahami makar sehingga

tidak adanya kesalahpahaman dalam mendefenisikan makar.


DAFTAR PUSTAKA
Adzan Trahjurendra, Abdurisfa, “Politik Hukum Pengaturan Tindak Pidana Makar di
Indonesia” , Jurnal Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, t.th.
Andi Natsif, Andi, “Perlindungan Hak Asasi Manusia dalam Perspektif Negara
Hukum Indonesia (Human Rights Protection in Perspective Indonesian State
Law)”, Ar-Risalah: Jurnal Ilmu Syariah dan Hukum, 2019.
Al-Asqoni, Ibn Hajar, Bulugh Al-Maram, terj. Irfan Maulana Hakim, Bulughul
Maram Panduan Lengkap Masalah-masalah Fiqih, Akhlak, dan Keutamaan
Amal. Jakarta: Mizan, 2010.
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum. Cet. IX; Jakarta:
Pt. Raja Grafindo Persaja, 2016.
Chazawi, Adami, Kejahatan Terhadap Keamanan dan Keselamatan Negara. Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 2002.
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi IV. Cet. I;
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008.
Djazuli, Fiqh Jinayat (Upaya Menanggulangi Kejahatan dalam Islam). Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2000.
Effendi, Edianto, “Makar dengan Modus Menggunakan Media Sosial”, Jurnal
Fakultas Hukum Universitas Riau, t.th.
Effendi, Junaedia dan Johnny Ibrahim, Metode Penelitian Hukum Normatif dan
Empiris. Cet. II, Jakarta: Kencana, 2018.
Hamsir, Hukum Pidana Khusus. Medan: Sefa Bumi Persada, 2020.
Hamsir, Zainuddin, Abdain, “Implementation of Rehabilitation System of Prisoner
Resocialization in the Correctional Institution Class IIA Palopo”, Jurnal
Dinamika Hukum, t.th.
Hamzah, Andi, Terminologi Hukum Pidana. Cet. III; Jakarta: Sinar Grafika, 2013.
Hasan, Mustofa Hasan dan Beni Ahmad Saebani, Hukum Pidana Islam (Fiqh
Jinayah). Bandung: Pustaka Setia, 2013.
Ibrahim, Johny, Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif. Malang: Bayumedia,
2011.
Irfan, M Nurul dan Masyrofan, Fiqh Jinayah, Jakarta: Amzah, 2013.
Jamilah, Fitrotin, KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana). Jakarta: Dunia
Cerdas, 2014.
Jubaib, Sa’di Abu, al-Qamus al-Fiqhi. Dimasyq: Dar al-Fikr, 1993.
Kahfi, Ashabul, “Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja”, Jurnal
Jurisprudentie: Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Syariah dan Hukum, 2016.
Kementrian Agama R.I., Al-Qur’an Al-Karim dan Terjemahnya. Surabaya: Halim,
2013.

63
64

Laminating dan Theo Laminating, Kejahatan terhadap Kepentingan Hukum Negara,


Edisi II. Jakarta: Sinar Grafika, 2010.
Laminating, Delik-delik Khusus Kejahatan-kejahatan terhadap Kepentingan Hukum
Negara. Bandung: Sinar Baru, 1987.
Latif, Yudi Negara Paripurna : Historis, Rasionalis, dan Aktualis. Cet. V; Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 2015.
Marbun, BN, Kamus Politik. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996.
Mardani, Hukum Pidana Islam. Jakarta: Kencana, 2019.
Maulana, Imam, “Sanksi Bughat dan Makar: Menurut Perspektif Hukum Islam dan
Hukum Positif”, Skripsi. Jakarta: Fak. Syariah dan Hukum UIN syarif
Hidayatullah, 2015.
Mubarok, Nafi’, “Tujuan Pemidanaan Nasional dan Fiqh Jinayah”, Jurnal Al-Qanun
UIN Sunan Ampel Surabaya. 2015.
Mustafa, Ibrahim, dkk., al-Mu’jam al-Wasith. T.tp: Dar al-Da’wah, t.th.
Nazir, M., Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988.
Nurul Irfan, Muh. dan Masyrofah, Fiqh Jinayah. Cet. II; Jakarta: Amzah, 2014.
Octoberrinsyah, “Tujuan Pemidanaan dalam Islam”, IN RIGHT: Jurnal Agama dan
Hak Azazi Manusia. http://www.ejournal.uin-
suka.ac.id/syariah/inright/article/vie/1210/1040 (4 Juni 202).
Prakoso, Djoko, Tindak Pidana Makar Menurut KUHP. Jakarta: Ghalia Indonesia,
1986.
Prodjodikoro, Wirjono, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia. Cet. I; Bandung: PT
Refika Aditama, 2003.
Qadir Audah, Abdul, At-Tasyri’ al-Jina’i al-Ialamiy Muqarran bil Qanuni Wad’iy,
terj. Tim Tsalisah, Ensikopedia Hukum Islam. Bogor: PT. Kharisma Ilmu,
2007.
Raco, J.R., Metode Penelitian Kualitatif; Jenis, Karakteristik, dan Keunggulannya.
(\Jakarta: Grasindo, 2010.
Rafiuddin, Mohammad, “Mengenal Hizbut Tharir”, Jurnal Islamuna, 2015.
Rokhmadi, Hukum Pidana Islam. Semarang: Karya Abadi Jaya.
Saleh, Hassan, Kajian Fiqh Nabawi & Fikih Kontemporer, Jakarta: Rajawali Pers,
2008.
Schacht, Jhoseph, An Introduction to Islamic Law, terj. Joko Supomo, Pengantar
Hukum Islam. Bandung: Nuansa Cendikia, 2010.
Shihab, M.Quraish, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, vol.
2. Jakarta: Lentera Hati, 2002.
Shihab, M. Quraish, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, vol.
5. Jakarta: Lentera Hati, 2002.
65

Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-


Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Politeria, t.th.
Supriasin, Usin, “Makar dalam Hukum Pidana Positif dan Hukum Pidana Islam”,
Skripsi. Surkarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2008.
Suryana, Yana, Menegakkan Hukum dan Peradilan. Klaten: Cempaka Putih, 2019.
Syamsuddin, Rahman dan Ismail Aris, Merajut Hukum di Indonesia. Jakarta: Mitra
Wacana Media, 2014.
Thohari, Fuad, Hadis Ahkam: Kajian Hadis-hadis Hukum Pidana Islam (Hudud,
Qisash dan Ta’zir). Yogyakarta: Deepublish, 2018.
Tim Redaksi BIP, Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-undang
Hukum Acara Pidana. (Jakarta: Bhuana Ilmu Populer, 2017.
Wardi Muslich, Ahmad, Hukum Pidana Islam. Jakarta: Sinar Grafika, 2005.
Wulandari, Widati dan Tristan P. Moeliono, “Problematika Pengertian Aanslag-
Aanslag tot en felt: Perbandingan Makar dalam KUHP, WvSNI dan Sr.”,
PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum, 2017.
Yunus, Muhammad, Kamus Arab Indonesia. Jakarta: Yayasan Penyelenggara
Penterjemah/Penafsir Al-Qur’an.
“Abdullah bin Ubay bin Salul : Potret Munafiq di Zaman Rasulullah”. Islami.co.
https://islami.co/abdullah-bin-ubay-bin-salul-potret-munafiq-di-zaman-
Rasulullah/ (20 Oktober 2019).
“Abu Bakar Ash-Shiddiq”. Wikipedia the Free Encyclopedia.
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Abu_Bakar_Ash-Shiddiq (26 Mei 2020).
“Daru An-Nadwah, Saksi Rencana Jahat Terhadap Rasulullah”. Republika.co.id.
https://www.google.com/amp/s/m.republika.co.id/amp/obmi3l313 (20
Oktober 2019).
“Hukum Positif” Wikipedia the Free Encyclopedia.
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Hukum-Positif (11 Oktober 2019).
“Khawarij” Wikipedia the Free Encyclopedia.
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Khawarij (20 Oktober 2019).
“Kitab Undang-Undang Hukum Pidana”. Wikippedia the Free Encycopledia.
http://id.m.wikipedia.org/wiki/Kitab_Undang-undang_Hukum_Pidana (11
Oktober 2019).
“Makar” Wikipedia the Free Encyclopedia. https://id.m.wiktionary.org/wiki/makar
(11 Oktober 2019).
“Paradigma” Wikipedia the Free Encyclopedia.
http://id.m.wikipedia.org/wiki/Paradigma (11 Oktober 2019).
“Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat”. Zach Hotzone.
https://jekhotzone.com/2018/04/pemberontakan-ditii-di-jawa-barat.html (10
Mei 2020)
66

“Pemerintah” Wikipedia the Free Encyclopedia.


https://id.m.wikipedia.org/wiki/Pemerintah (09 Oktober, 2019).
“Perspektif” Wikipedia the Free Encyclopedia.
http://id.m.wikipedia.org/wiki/Perspektif (11 Oktober 2019)
“Upaya Pembunuhan Terhadap Seokarno”. Wikipedia the Free Encyclopedia.
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Upaya_pembunuhan_terhadap_Soekarno (21
Oktober 2019).
Berita, “Seputar G30S/PKI, Peristiwa Bersejarah Indonesia”. Detik.com.
https://m.detik.com/news/berita/seputar-g30spki-peristiwa-bersejarah-
indonesia (21 Oktober 2019).
Jejak, “Kisah Hijrah Nabi Muhammad”. Dream.co.
https://m.dream.co.id/jejak/kisah-hijrah-nabi=muhammad=151013g.html (20
Oktober 2019).
Kompas.com, https://megapolitan.kompas.com/read/2019/-5/21/06003541/sejumlah-
tokoh-terjerat-pasal-makar-pandangan-ahli-hukum (13 Juni 2020).
Majalah Tempo, https://nasional.tempo.co/amp/1211012/3-fakta-kasus-yang-jerat-
kivlan-zen-makar-senjata-api (13 Juni 2020).
Shihab, M Quraish https://qurano.com/id/3-ali-imran/ayat-54/ (12 Juli 2020)
LAMPIRAN-LAMPIRAN

67
KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
Kampus II Jl. H. M. Yasin Limpo No. 36, Romangpolong-Gowa
Tlp. (0411) 841879, Fax. (0411) 8221400

KEPUTUSAN DEKAN FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UIN ALAUDDIN MAKASSAR


Nomor : 461 Tahun 2020
TENTANG
PANITIA, PEMBIMBING DAN PENGUJI UJIAN SEMINAR PROPOSAL/SKRIPSI
TAHUN 2020
Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Alauddin Makassar setelah :

Membaca : Surat Permohonan


Nama : Mursyida Syafruddin
N I M : 10300116095
Jurusan : Perbandingan Mazhab dan Hukum
Hari/Tanggal : Senin, 27 April 2020
Prihal : Ujian Seminar Proposal/Skripsi
Judul : “Paradigma Makar dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif (Analisis
Terhadap Pasal 104,106 -108 KUHP)”

Menimbang : a. Bahwa mahasiswa tersebut di atas telah memenuhi persyaratan dan ketentuan Ujian Seminar
Proposal/Skripsi;
b. Bahwa dengan terpenuhinya persyaratan dan ketentuan di atas,maka perlu ditunjuk Panitia dan Dosen
Penguji;
c. Bahwa mereka yang tersebut namanya pada lampiran Keputusan ini dipandang cakap dan memenuhi
syarat untuk diserahi tugas melaksanakan kegiatan dimaksud.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional;


2. Peraturan Pemerintah RI Nomor 04 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Tinnggi dan
Pengelolaan PerguruanTinggi,
3. Keputusan Menteri Agama RI. Nomor 289 Tahun 1993 Jo Nomor 202 B Tahun 1998 tentang Pemberian
Kuasa dan Wewenang Manandatangani Surat Keputusan;
4. Keputusan Menteri Agama RI. Nomor 20 Tahun 2014 tentang Statuta UIN Alauddin Makassar;
5. Peraturan Menteri Agama RI. Nomor 25 Tahun 2013 Junto Peraturan Menteri Agama RI Nomor 85
tahun 2013 tentang Organisasi dan Tata Kerja UIN Alauddin Makassar;
6. Keputusan Rektor UIN Alauddin Makassar Nomor 200 Tahun 2016 tentang Pedoman Edukasi UIN
Alauddin Makassar.
M EM UT USK AN
Menetapkan :
Pertama : Membentuk Panitia dan Penguji Ujian Seminar Proposal/Skripsi Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Alauddin
Makassar dengan komposisi sebagai berikut :

Ketua : Dr. H Muammar Muhammad Bakry, Lc., M.Ag


Sekretaris : Dr. Abdi Wijaya. S.S.,M.Ag
Penguji I : Dr. Azman, M.Ag
Penguji II : Ashabul Kahfi, S.Ag., M.H
Pelaksana : 1. Hj. Suryani, S.Sos, M.M
2. Maryam, S.E

Kedua : Panitia bertugas mempersiapkan penyelenggaraan Ujian Seminar Proposal/Skripsi


Ketiga : Segala biaya yang timbul akibat diterbitkannya Keputusan ini dibebankan kepada Anggaran
DIPA/APBN/PNBP UIN Alauddin Makassar Tahun 2019;
Keempat : Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkannya dan apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan di
dalamnya akan diperbaiki sebagaimana mestinya.
Keputusan ini disampaikan kepada masing-masing yang bersangkutan untuk diketahui dan dilaksanakan dengan penuh tanggung
jawab.

Ditetapkan di :Romang Polong


Pada tanggal : 24 April 2020
Dekan,

MUAMMAR MUHAMMAD BAKRY


Tembusan :
Yth. Rektor UIN Alauddin Makassar di Romang Polong;
KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
Kampus II : Jl. H. M.YasinLimpo No. 36 Romang Polong – Gowa, Telp. 841879 Fax 8221400

KEPUTUSAN DEKAN FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UIN ALAUDDIN MAKASSAR


Nomor : 661 Tahun 2020
TENTANG
PANITIA, PEMBIMBING DAN PENGUJI UJIAN SEMINAR HASIL/SKRIPSI
TAHUN 2020
Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Alauddin Makassar setelah :

Membaca : Surat Permohonan


Nama : Mursyida Syafruddin
N I M : 10300116095
Jurusan : Perbandingan Mazhab dan Hukum
Hari/Tanggal : Jumat, 03 Juli 2020
Prihal : Ujian Seminar Hasil/Skripsi
Judul : “Paradigma Makar dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif”

Menimbang : a. Bahwa mahasiswa tersebut di atas telah memenuhi persyaratan dan ketentuan Ujian Seminar
Hasil/Skripsi;
b. Bahwa dengan terpenuhinya persyaratan dan ketentuan di atas,maka perlu ditunjuk Panitia dan
Dosen Penguji;
c. Bahwa mereka yang tersebut namanya pada lampiran Keputusan ini dipandang cakap dan
memenuhi syarat untuk diserahi tugas melaksanakan kegiatan dimaksud.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional;


2. Peraturan Pemerintah RI Nomor 04 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Tinnggi
dan Pengelolaan PerguruanTinggi,
3. Keputusan Menteri Agama RI. Nomor 289 Tahun 1993 Jo Nomor 202 B Tahun 1998 tentang
Pemberian Kuasa dan Wewenang Manandatangani Surat Keputusan;
4. Keputusan Menteri Agama RI. Nomor 20 Tahun 2014 tentang Statuta UIN Alauddin Makassar;
5. Peraturan Menteri Agama RI. Nomor 25 Tahun 2013Junto Peraturan Menteri Agama RI Nomor
85 tahun 2013 tentang Organisasi dan Tata Kerja UIN Alauddin Makassar;
6. Keputusan Rektor UIN Alauddin Makassar Nomor 200 Tahun 2016 tentang Pedoman Edukasi
UIN Alauddin Makassar.
M EM UT USK AN
Menetapkan :
Pertama : Membentuk Panitia dan Penguji Ujian Seminar Hasil/Skripsi Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN
Alauddin Makassar dengan komposisi sebagai berikut :

Ketua : Dr. H Muammar Muhammad Bakry, Lc., M.Ag


Sekretaris : Dr. Abdi Wijaya, M.Ag
Penguji I : Dr. Azman, M.Ag
Penguji II : Ashabul Kahfi, S.Ag., M.H
Pelaksana : 1. Mujahidah, S.E
2. Maryam, S.E

Kedua : Panitia bertugas mempersiapkan penyelenggaraan Ujian Seminar Hasil/Skripsi


Ketiga : Segala biaya yang timbul akibat diterbitkannya Keputusan ini dibebankan kepada Anggaran
DIPA/APBN/PNBP UIN Alauddin Makassar Tahun 2020;
Keempat : Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkannya dan apabila dikemudian hari terdapat
kekeliruan di dalamnya akan diperbaiki sebagaimana mestinya.
Keputusan ini disampaikan kepada masing-masing yang bersangkutan untuk diketahui dan dilaksanakan dengan penuh
tanggung jawab.
Ditetapkan di :Romang Polong
Pada tanggal : 01 Juli 2020
Dekan,

MUAMMAR MUHAMMAD BAKRY

Tembusan :
Yth. Rektor UIN Alauddin Makassar di Romang Polong;
KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
Kampus II : Jl. H. M.YasinLimpo No. 36 Romang Polong – Gowa, Telp. 841879 Fax 8221400

KEPUTUSAN DEKAN FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UIN ALAUDDIN MAKASSAR


Nomor : 754 Tahun 2020
TENTANG
PANITIA DAN PENGUJI UJIAN MUNAQASYAH/SKRIPSI TAHUN 2020
Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Alauddin Makassar setelah :
Membaca : Surat Permohonan
Nama : Mursyida Syafruddin
N I M : 10300116095
Jurusan : Perbandingan Mazhab dan Hukum
Hari/Tanggal : Kamis, 23 Juli 2020
Prihal : Ujian Munaqasyah/Skripsi
Judul : “Paradigma Makar dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif”

Menimbang : a. Bahwa mahasiswa tersebut di atas telah memenuhi persyaratan dan ketentuan Ujian
Munaqasyah/Skripsi;
b. Bahwa dengan terpenuhinya persyaratan dan ketentuan di atas,maka perlu ditunjuk Panitia dan
Dosen Penguji;
c. Bahwa mereka yang tersebut namanya pada lampiran Keputusan ini dipandang cakap dan
memenuhi syarat untuk diserahi tugas melaksanakan kegiatan dimaksud.
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional;
2. Peraturan Pemerintah RI Nomor 04 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Tinnggi dan
Pengelolaan PerguruanTinggi,
3. Keputusan Menteri Agama RI. Nomor 289 Tahun 1993 Jo Nomor 202 B Tahun 1998 tentang
Pemberian Kuasa dan Wewenang Manandatangani Surat Keputusan;
4. Keputusan Menteri Agama RI. Nomor 20 Tahun 2014 tentang Statuta UIN Alauddin Makassar;
5. Peraturan Menteri Agama RI. Nomor 25 Tahun 2013 Junto Peraturan Menteri Agama RI Nomor 85
tahun 2013 tentang Organisasi dan Tata Kerja UIN Alauddin Makassar;
6. Keputusan Rektor UIN Alauddin Makassar Nomor 200 Tahun 2016 tentang Pedoman Edukasi UIN
Alauddin Makassar.
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
Pertama : Membentuk Panitia dan Penguji Ujian Munaqasyah/Skripsi Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Alauddin
Makassar dengan komposisi sebagai berikut :

Ketua : Dr. H Muammar Muhammad Bakry, Lc., M.Ag


Sekretaris : Dr. H. Muh. Saleh Ridwan, M.Ag
Penguji I : Dr. Azman, M.Ag
Penguji II : Ashabul Kahfi, S.Ag., M.H
Pelaksana : Ummu Kalsum, S.sos

Kedua : Panitia bertugas mempersiapkan penyelenggaraan Ujian Munaqasyah/Skripsi


Ketiga : Segala biaya yang timbul akibat diterbitkannya Keputusan ini dibebankan kepada Anggaran
DIPA/APBN/PNBP UIN Alauddin Makassar Tahun 2020;
Keempat : Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkannya dan apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan
di dalamnya akan diperbaiki sebagaimana mestinya.
Keputusan ini disampaikan kepada masing-masing yang bersangkutan untuk diketahui dan dilaksanakan dengan penuh tanggung
jawab.
Ditetapkan di : Romang Polong
Pada tanggal : 21 Juli 2020
Dekan,

Muammar Muhammad Bakry

Tembusan :
Yth. Rektor UIN Alauddin Makassar di Samata – Gowa; (Sebagai Laporan)
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Mursyida Syafruddin, lahir di Bone, 31 Maret 1997.

Penulis merupakan anak bungsu dari tiga bersaudara dari

pasangan Syafruddin dan Nurhaedah. Penulis memulai

pendidikan di TK Aisyiyah Bustanul Athfal Bone pada tahun

2002-2003 di Desa Bone, dan melanjutkan pendidikan di


Madrasah Ibtidaiyah Tama’lalang dan lulus pada tahun 2009, setelahnya penulis

melanjutkan pendidikan di SMP Muhammadiyah Limbung dan lulus pada tahun

2012. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 2 Gowa dan lulus

pada tahun 2015. Penulis kembali melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih

tinggi pada tahun 2016 di Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, Jurusan

Perbandingan Mazhab dan Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum dengan jalur Ujian

Masuk Khusus (UMK). Selama kuliah, penulis sempat tergabung dalam organisasi

Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) pada periode 2019-2020.

68

Anda mungkin juga menyukai